MAKALAH SEMINAR UMUM PENENTUAN DAUR PANGKAS TEH (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) PADA KETINGGIAN TEMPAT YANG BERBEDA
OLEH : NURUL HASANAH 10/300107/PN/11971
PROGRAM STUDI AGRONOMI
JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2013
i
HALAMAN PENGESAHAN MAKALAH SEMINAR UMUM BUDIDAYA PERTANIAN SEMESTER I TAHUN AKADEMIK 2013/2014 PENENTUAN DAUR PANGKAS TEH (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) PADA KETINGGIAN TEMPAT YANG BERBEDA
Oleh: Nurul Hasanah 10/300107/PN/11971
Makalah Seminar Umum ini telah disahkan dan diterima sebagai kelengkapan mata kuliah Seminar Umum (PNA 4085) Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dody Kastono, S. P. M. P NIP.19700222 199903 1 001
Tanda tangan
Tanggal
....................
....................
Mengetahui, Komisi Seminar Kelas Program Studi Agronomi
Ir. Sri Muhartini, M. S. NIP.19540304 1 198003 2 002
....................
....................
....................
....................
Ketua Jurusan Budidaya Pertanian
Dr. Ir. Taryono, M. Sc NIP.19601222 1986003 1 002
i
DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... i DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... ...iii DAFTAR TABEL............................................................................................... iv ABSTRAK .......................................................................................................... 1 I. PENDAHULUAN .................................................................................. ..........1 II. PENENTUAN DAUR PANGKAS TEH PADA KETINGGIAN TEMPAT YANG BERBEDA ........................................................................... ................3 A. Daur Pangkas Teh ................................................................................ 3 B. Penentuan Daur Pangkas Teh ............................................................... 5 C. Daur Pangkas Teh pada Ketinggian Tempat yang Berbeda ................... 7 III. PENUTUP .............................................................................................. .....13 A.Kesimpulan......................................................................................... 13 B.Saran................................................................................................... 13 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 14
ii
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Proses pemangkasan teh dan perdu teh yang telah dipangkas bersih.... 4 Gambar 2. Kurva produksi marginal (PM) dan produksi rata-rata (PR) terhadap umur pangkas KP Gambung tahun 1977-1978...................................... 6 Gambar 3. Kurva produksi marginal (PM) dan produksi rata-rata (PR) terhadap umur pangkas Afdeling Pagilaran ........................................................ 8 Gambar 4. Kurva produksi marginal (PM) dan produksi rata-rata (PR) terhadap umur pangkas Afdeling Andongsili ..................................................... 9 Gambar 5. Kurva produksi marginal (PM) dan produksi rata-rata (PR) terhadap umur pangkas Afdeling Kayulandak.................................................... 9 Gambar 6. Hubungan suhu dengan pertumbuhan tanaman teh ........................... ..11 Gambar 7. Hubungan suhu dengan aktivitas enzim Rubisco .............................. ..11 Gambar 8. Hubungan suhu dan jumlah CO2 interseluler dan hubungan suhu dengan konduktivitas stomata ................................................. ..12
iii
DAFTAR TABEL Halaman Gambar 1. Ketinggian tempat, suhu udara, dan suhu tajuk teh di ketiga afdeling PT Pagilaran.......................................................................................... 10
iv
PENENTUAN DAUR PANGKAS TEH (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) PADA KETINGGIAN TEMPAT YANG BERBEDA ABSTRAK Teh (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) adalah tanaman perkebunan yang hasil panennya berupa komponen vegetatif yaitu pucuk. Pemangkasan pada teh dilakukan untuk menjaga tanaman selalu berada dalam fase vegetatif sehingga kontinuitas produksi terjaga. Pemangkasan dilakukan saat produksi menurun dan tinggi tanaman sudah tidak ergonomis bagi pemetik. Panjang pendeknya daur pangkas ditentukan oleh kecepatan pertumbuhan tunas. Teh yang ditanam pada dataran tinggi dengan suhu udara yang rendah memiliki pertumbuhan yang lebih lambat sehingga daur pangkasnya menjadi lebih panjang. Penentuan daur pangkas yang optimal dapat dilakukan dengan menentukan titik potong kurva produksi marginal (PM) dan kurva produksi rata-rata (PR). Ketiga afdeling milik PT Pagilaran terletak pada ketinggian tempat yang berbeda sehingga memiliki panjang daur pangkas yang berbeda pula. Afdeling Pagilaran dengan ketinggian tempat rata-rata 903,5 mdpl memiliki daur pangkas 2 tahun 10 bulan. Afdeling Andongsili dengan ketinggian tempat rata-rata 1.120,5 mdpl memiliki daur pangkas 4 tahun 1 bulan. Afdeling Kayulandak dengan ketinggian tempat rata-rata 1.242 mdpl memiliki daur pangkas 4 tahun 10 bulan. Penundaan pemangkasan di Afdeling Pagilaran, Andongsili, dan Kayulandak berturutturut adalah selama 8, 13, dan 18 bulan setelah produksi maksimal tercapai. Penerapan rekomendasi daur pangkas diharapkan dapat menjaga kontinuitas produksi teh dan meningkatkan efisiensi ekonomi di perkebunan teh.
Kata kunci:Teh, daur pangkas, tahun pngkas (TP), kurva produksi marginal (PM), kurva produksi rata-rata (PR)
I. PENDAHULUAN Teh merupakan tanaman dengan hasil panen berbentuk daun dan diambil dengan cara pemetikan. Produksi tanaman teh diperoleh dari komponen vegetatif yaitu berupa pucuk daun teh. Hasil yang tinggi dan berkesinambungan diperoleh dengan mempertahankan fase vegetatif selama mungkin, salah satunya dengan cara melakukan pemangkasan. Pemangkasan tanaman teh harus dilakukan dengan baik agar didapat tanaman yang sehat dengan hasil pucuk yang banyak. Waktu, tinggi, dan daur pangkasan harus ditentukan secara tepat (Dalimoenthe, 1990). Tanaman teh harus dipangkas bila ketinggian bidang petiknya sudah tidak ergonomis bagi pemetik (120-140 cm) serta produktivitas sudah mulai menurun (Effendi et al., 2010). Daur pangkas dipengaruhi oleh sistem petik, kesuburan tanah, pengelolaan tanaman, tinggi pangkasan sebelumnya, serta tinggi rendahnya kebun dari permukaan laut. Makin tinggi letak kebun dari permukaan laut, makin lambat pertumbuhan tanaman teh, makin lama bidang petik menjadi tinggi, sehingga daur petik 1
menjadi lebih panjang (Asosiasi Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Indonesia, 1992). Beberapa perkebunan teh di Indonesia masih menerapkan daur pangkas 4 tahun tanpa mempertimbangkan perbedaan ketinggian tempat. Makalah ini membahas cara penentuan daur
pangkas yang optimal pada ketinggian tempat yang berbeda.
Perkebunan teh yang digunakan sebagai contoh dalam makalah ini adalah perkebunan teh milik PT Pagilaran yang terdiri dari Afdeling Pagilaran, Kayulandak, dan Andongsili. Pembahasan pada makalah ini diharapkan dapat menjadi dasar pertimbangan penentuan daur pangkas yang tepat agar pemangkasan yang dilakukan selain dapat menjaga kontinuitas produksi juga dapat meningkatkan efisiensi ekonomi di perkebunan teh.
2
II. PENENTUAN DAUR PANGKAS TEH PADA KETINGGIAN TEMPAT YANG BERBEDA
A. Daur Pangkas Teh Pemangkasan merupakan kegiatan teknis budidaya teh yang penting setelah pemetikan pucuk yang secara langsung menentukan produktivitas dan kualitas hasil pucuk. Pemangkasan pada tanaman dapat dideskripsikan sebagai penghilangan cabang yang tidak berdaun (Kulasegaram, 1986). Pemangkasan dapat dilakukan pada seluruh atau sebagian cabang yang tidak berdaun. Pada teh, pemangkasan dapat merangsang pertumbuhan vegetatif dan mencegah terjadinya fase generatif, menjaga ketinggian dan bentuk bidang petik, menghilangkan cabang yang tidak produktif, dan menjaga kesehatan perdu teh (Eden, 1965; Kulasegaram, 1986; Grice, 1990). Selain itu, pemangkasan juga bertujuan untuk mengatur fluktuasi produksi harian pada masa flush dan masa kemarau. Di beberapa wilayah, pemangkasan juga dapat melindungi tanaman dari cekaman kekeringan (Kulasegaram, 1986). Pemangkasan hanya boleh dilakukan oleh pekerja yang mengerti benar cara-cara pemangkasan. Teknik pemangkasan yang salah dapat menyebabkan batang terpapar sinar matahari dan terbakar (Grice, 1990). Jenis-jenis pemangkasan teh meliputi pangkas indung, pangkas bentuk, pangkas kepris, pangkas ajir atau jambul, pangkas tengah bersih, pangkas dalam, pangkas leher akar, dan pangkas bersih. Pangkas yang dimaksud dalam makalah ini adalah pangkas bersih. Pangkas bersih adalah pangkas dengan bidang pangkas yang rata tetapi bagian tengahnya agak rendah. Ranting-ranting kecil yang diameternya kurang dari 1 cm dibuang untuk memperbaiki percabangan. Setelah dipangkas bersih, tinggi tanaman mencapai 40-65 cm (Asosiasi Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Indonesia, 1992).
3
Gambar 1. Proses pemangkasan teh (kiri) dan perdu teh yang telah dipangkas bersih (kanan) (Tea Research Institute of Tanzania, 2004). Pemangkasan di suatu perkebunan dilakukan dalam suatu daur pangkas yang bertujuan untuk mengatur waktu pemangkasan teh. Daur pangkas adalah jangka waktu antara pemangkasan yang terdahulu dengan pemangkasan berikutnya. Daur pangkas dibedakan berdasarkan ketinggian tempat yaitu pada dataran rendah dilakukan 3 tahun sekali sedangkan di dataran tinggi dilakukan 4 tahun sekali. Waktu pangkasan yang baik adalah saat kandungan pati pada batang lebih dari 12 %. Berdasarkan tinggi tempat daerah tumbuh teh, pada daerah dataran rendah (<800 mdpl) daur pangkas sekitar 30-36 bulan, daerah dataran sedang (800-1.200 mdpl) daur pangkas sekitar 36-42 bulan, dan pada daerah dataran tinggi daur pangkas sekitar 48-52 bulan. Waktu terbaik untuk pemangkasan untuk perkebunan di pulau Jawa adalah bulan Apri-Mei dan SeptemberOktober (Tobroni dan Adimulya, 1997). Dasar penentuan daur pangkas adalah iklim, kesuburan tanah, jenis pangkasan sebelumnya, sistem pemetikan, ketinggian tempat, dan kecepatan tumbuh tanaman (Tobroni dan Hikmat, 1987). Penentuan waktu pangkas harus memperhatikan kondisi iklim lokal yang berbeda di satu wilayah dengan wilayah lain. Waktu pangkas memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan perdu setelah dipangkas. Pemangkasan sebaiknya dilakukan saat kandungan air dan pati pada akar tinggi dan kadar lengas tanah cukup (Tea Research Institute of Tanzania, 2004). Penentuan daur pangkas yang tepat dilakukan berdasarkan aspek produksi, ekonomi, dan teknis. Sejak pemetikan pertama produksi mulai meningkat. Jika produksi rata-rata per tahun sudah mulai menurun, maka tanaman harus dipangkas. Keadaan tersebut berhubungan dengan banyaknya pucuk burung yang dapat menyebabkan produksi pucuk rendah (Sutisna, 1996). 4
Pada tahun pangkas 1, terjadi peningkatan produksi bila dibandingkan dengan produksi pada tahun dilakukan pemangkasan. Di India dan Turki, daur pangkas 4-5 tahun meningkatkan hasil petikan sebanyak 25-50 % di setiap pertambahan tahun pangkas dan penurunan produksi mulai terjadi pada tahun pangkas 4. Decosta et al. (2009) juga menyatakan bahwa peningkatan hasil akan terjadi pada tahun pangkas 1 sampai 3 dan penurunan hasil mulai terjadi menjelang tahun pangkas 4. Udayakumar (1998) melaporkan bahwa hasil petikan pucuk teh sebesar 486-1.278, 106-2.138, 1.8303.100, dan 2.400-3.600 kg/ha pada tahun pangkas pertama, kedua, ketiga, dan keempat. Ersatiya (1976) menyatakan bahwa produksi dan kualitas pucuk teh terbaik pada tanaman yang berumur 45 tahun didapat pada tahun pangkas 4 atau 5. Yilmaz et al. (2004) menyatakan bahwa seiring dengan bertambahnya tahun pangkas, terjadi peningkatan ketinggian bidang pangkas dan presentase pucuk dorman. Jumlah pucuk meningkat hingga tahun pangkas 3 lalu menurun pada tahun pangkas selanjutnya. Hasil petikan pucuk meningkat sampai tahun pangkas 4 lalu menurun sebesar 12 % pada tahun pangkas selanjutnya.
B. Penentuan Daur Pangkas Teh Pemangkasan merupakan salah satu faktor teknis yang berpengaruh terhadap produksi. Subarna (1979) cit. Suwardi (1991) melaporkan bahwa daur pangkas ditentukan berdasarkan: a. Produksi total (PT), yaitu jumlah produksi kumulatif sampai dengan umur pangkas tertentu. b. Produktivitas rata-rata (PR), yaitu rerata produksi per satuan umur pangkas tertentu. c. Produktivitas marginal (PM) yaitu produksi tanaman pada umur pangkas tertentu. Setelah dipangkas, teh akan tetap tumbuh. Hal tersebut mirip seperti tanaman kehutanan. Oleh karena itu, penentuan daur pangkas dapat mengadopsi metode penentuan umur panen tanaman kehutanan yaitu dengan menentukan titik potong antara grafik Curent Annual Increment (CAI) dan Mean Annual Increment (MAI) (Anonim, 2008). Pada teh, CAI dapat disamakan dengan PM sedangkan MAI dapat disamakan dengan PR. Pertambahan volume batang pohon pada tanaman kehutanan dapat 5
dianggap sebagai hasil pucuk pada tanaman teh. Berikut ini adalah contoh kurva PR dan PM.
Gambar 2. Kurva produksi marginal (PM) dan produksi rata-rata (PR) terhadap umur pangkas KP Gambung tahun 1977-1978 (Subarna, 1979 cit. Suwardi, 1991). Kurva produksi teh adalah kurva kuadratik. Dengan demikian, produksi teh akan mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya umur tanaman setelah pangkas. Setelah mencapai produksi maksimal, pertumbuhan teh melambat sehingga produksinya perlahan-lahan menurun. Subarna (1979) cit. Suwardi (1991) menyatakan bahwa waktu pangkas ditentukan berdasarkan perpotongan kurva PM dan PR. Sesuai dengan pengertian efisiensi teknis maka penentuan daur pangkas yang optimal ditentukan oleh PR yang paling tinggi. Keadaan tersebut terjadi bila PR sama dengan PM. Daur pangkas berpengaruh terhadap tingkat produksi. Daur pangkas yang tepat untuk kebun tertentu belum tentu tepat untuk kebun yang lain. Dari kurva di atas, fungsi PM dinyatakan dengan Y= -5,44x2 + 104,16x + 21,13 sedangkan fungsi PR dinyatakan dengan Y= -1,8133x2 + 52,305x + 21,13. Kedua kurva tersebut bertitik potong pada x=14,28. Hasil ini menunjukkan bahwa pada contoh di atas pemangkasan tepat dilakukan saat 14 triwulan lebih 25,2 hari atau setara dengan 5 bulan setelah TP 3. Pada suatu areal pertamanan dengan populasi tanaman yang tinggi, PM akan meningkat dengan pesat pada tahun-tahun pertama pertumbuhan vegetatif lalu akan menurun secara tajam saat mulai terjadi kompetisi dalam memanfaatkan cahaya matahari, air, dan nutrisi. Setelah mencapai puncaknya, PM akan menurun lebih drastis dibandingkan dengan kenaikannya. Apabila PM lebih rendah daripada PR, maka PR akan mengalami penurunan juga, sehingga kenaikan produksi pucuk di tahun berikutnya 6
akan lebih rendah daripada rerata kenaikan produksi pucuk sampai tahun terakhir. Waktu dimana grafik PR memotong grafik PM adalah waktu yang optimal untuk pemangkasan karena pada saat itu produksi pucuk sama dengan rerata produksi pucuk sampai saat itu. Apabila pemangkasan dilakukan melebihi waktu tersebut, pertumbuhan tanaman telah melambat dan pertambahan produksi pucuk tidak sebanding dengan jumlah hara, air, dan cahaya matahari yang diserap.
C. Daur Pangkas Teh pada Ketinggian Tempat yang Berbeda Ketinggian tempat merupakan faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan, hasil, dan kualitas pucuk teh. Teh berasal dari daerah tropis dan subtropis sehingga dapat tumbuh optimal di daerah dataran tinggi. Teh juga dapat ditanam di dataran rendah namun memerlukan tanaman pelindung. Teh tumbuh optimal di daerah dengan ketinggian 800-1.100 mdpl. Teh yang ditanam pada daerah dengan ketinggian di atas 1.200 mdpl pertmbuhannya lambat sehingga produksinya rendah (Muljana, 2006). Penelitian yang dilakukan oleh Lintang et al.,(2011) menunjukkan bahwa hasil dan kualitas pucuk teh yang dipetik pada ketinggian tempat 980 m dpl lebih tinggi daripada pucuk yang berasal dari ketinggian 735, 896, 1.023, dan 1.254 mdpl. Tempat dengan ketinggian 980 mdpl masuk dalam zona medium yaitu 800-1.200 m dpl. Di Sri Lanka tanaman teh yang dibudidayakan pada ketinggian tempat di bawah 600 m dpl memberikan hasil yang lebih tinggi daripada tanaman teh yang dibudidayakan di tempat yang lebih tinggi (Mohamed dan Zoysa, 2006). Ketinggian tempat juga berpengaruh terhadap kualitas teh hitam di India. Teh yang ditanam pada 2.125 m dpl memiliki aroma dan komponen kualitas yang lebih baik (Muthumani et al., 2013). Di Kenya kenaikan ketinggian tempat sebesar 100 meter menyebabkan penurunan hasil sebanyak 1 kg (Othieno et al., 1992 cit. Owuor et al., 2009). Perbedaan ketinggian tempat berpengaruh terhadap panjang pendeknya daur pangkas. Di Sri Lanka daur pangkas pada ketinggian lebih dari 900 mdpl adalah 4 tahun (Decosta et al., 2009) dan pada ketinggian lebih dari 2.000 m dpl adalah 5 sampai 6 tahun (Kulasegaram 1986). Perkebunan teh milik PT Pagilaran terletak di kecamatan Blado kabupaten Batang, Jawa Tengah. Luas areal kebun adalah 1.113,25 ha yang terdiri dari 3 afdeling, yaitu Afdeling Pagilaran, Andongsili, dan Kayulandak. Ketiga afdeling tersebut terletak pada ketinggian tempat yang berbeda. Afdeling Pagilaran terletak pada ketinggian 7307
1.100 mdpl, Andongsili terletak pada ketinggian 930-1.300 mdpl, sedangkan Kayulandak terletak pada ketinggian 1.090-1.650 mdpl (Winursito et al., 2012). Tiap afdeling memiliki tren produksi yang berbeda sehingga daur pangkasnya juga berbeda.
PR
PM
Gambar 3. Kurva produksi marginal (PM) dan produksi rata-rata (PR) terhadap umur pangkas Afdeling Pagilaran. Kurva PR pada Afdeling Pagilaran memiliki fungsi Y = -3.122x2 + 15.840x + 84.071 dan kurva PM memiliki fungsi Y= -6.533x2 + 28.009x + 77.014. Kedua kurva tersebut berpotongan pada x= 2,84 atau setara dengan 2 tahun lebih 10 bulan. Pemangkasan untuk Afdeling Pagilaran optimal dilakukan tiap 2 tahun 10 bulan pada saat produksi mencapai 103.867 kg. Berdasarkan fungsi PM produksi maksimal terjadi saat 2 bulan setelah TP 2 dengan produksi maksimal 107.137,1 kg pucuk segar. Meskipun produksi mulai menurun, penundaan pemangkasan selama 8 bulan setelah produksi maksimal tercapai masih bisa dilakukan karena produksi saat 10 bulan setelah TP 2 masih lebih tinggi daripada rerata produksi sebelumnya. Kurva PR pada Afdeling Andongsili memiliki fungsi Y = -1.452x2 + 10.188x + 72.817. Sedangkan kurva PM memiliki fungsi Y= -3.198x2 + 18.480x + 67.662. Kedua kurva ini berpotongan di x = 4,01 atau setara dengan 4 tahun. Daur pangkas optimal pada Afdeling Andongsili lebih panjang daripada daur pangkas pada Afdeling Pagilaran dengan produksi 90.342 kg.
8
PR
PM
Gambar 4. Kurva produksi marginal (PM) dan produksi rata-rata (PR) terhadap umur pangkas Afdeling Andongsili. Berdasarkan fungsi PM produksi maksimal terjadi pada 11 bulan setelah TP 2 dengan produksi pucuk segar maksimal 94.359,19 kg. Penundaan pemangkasan pada Afdeling Andongsili mencapai 13 bulan setelah produksi maksimal tercapai. Hal ini menunjukkan bahwa penurunan produksi dari tahun ke tahun pada afdeling ini lebih lambat.
PR
PM
Gambar 5. Kurva produksi marginal (PM) dan produksi rata-rata (PR) terhadap umur pangkas Afdeling Kayulandak. Kurva PR pada Afdeling Kayulandak memiliki fungsi Y = -835,8x2 + 7.074x + 80.249. Sedangkan kurva PM memiliki fungsi Y = -2.654x2 + 17.570x + 71.278. Kedua kurva ini berpotongan pada x = 4,73 atau setara dengan 4 tahun lebih 9 bulan. Daur pangkas optimal pada Afdeling Kayulandak paling panjang daripada daur pangkas pada kedua afdeling lain dengan produksi sebesar 95.006,42 kg. Berdasarkan fungsi PM produksi maksimal terjadi pada saat 3 bulan setelah TP 3 dengan produksi pucuk 9
segar maksimal 100.357,2 kg. Penundaan pemangkasan dapat dilakukan 18 bulan setelah produksi maksimal tercapai. Ketinggian tempat mempengaruhi suhu udara dan suhu di atas permukaan tajuk. Terdapat hubungan yang erat antara tinggi tempat , suhu udara, dan suhu udara di atas permukaan tajuk (Lintang et al., 2011). Suhu udara dan suhu di atas permukaan tajuk menurun seiring dengan bertambahnya ketinggian tempat. Hal tersebut terjadi karena berkurangnya tekanan udara seiring dengan bertambahnya ketinggian tempat. Penurunan tekanan udara mengakibatkan berkurangnya gaya gesek antar molekul udara sehingga panas yang dihasilkan juga ikut turun. Tabel 1. Ketinggian tempat, suhu udara, dan suhu tajuk teh di ketiga afdeling PT Pagilaran Afdeling Pagilaran Andongsili Kayulandak
Rerata ketinggian tempat (mdpl) 903,47 1120,50 1242,50
Rerata suhu udara (0C) 18,39 16,44 15,32
Rerata suhu tajuk (0C) 25,13 22,52 21,06
Suhu adalah faktor lingkungan utama yang mempengaruhi pertumbuhan pucuk, dormansi dan fotosintesis teh (Uddin et al., 2005; Anonim, 2013). Suhu yang berbeda pada setiap tinggi tempat akan mempengaruhi proses fisiologis tanaman teh. Semakin tinggi tempat maka suhu udara semakin rendah sehingga proses metabolisme pada teh akan semakin lambat sehingga pada suhu yang rendah pertumbuhan pucuk juga semakin lambat (Muningsih, 2011). Kenaikan tinggi tempat juga berdampak pada penurunan intensitas cahaya. Akibatnya pertumbuhan tanaman lambat dan daur pangkasnya semakin panjang (Sutisna, 1996). Teh adalah tanaman C3 yang sangat sensitif terhadap suhu (Upadhyaya, 2012). Suhu minimal untuk pertumbuhan tunas berkisar 8-15 0C dan berbeda pada tiap-tiap klon. Di atas temperatur tersebut laju pertumbuhan pucuk bersifat linear terhadap kenaikan suhu hingga mencapai suhu maksimum 30-35 0C (Kumart et al., 2011). Suhu di bawah 13 0C dan di atas 30 0C dapat menghambat pertumbuhan teh (Bhagat et al., 2010). Suhu di atas 32 0C menyebabkan kelembaban udara terlalu rendah sehingga tidak cocok untuk fotosintesis teh (Anonim, 2013). Wijeratne et al.(2007) melaporkan bahwa suhu optimal untuk produksi pucuk teh adalah 22
0
C. Temperatur yang tinggi
merangsang pertumbuhan pada bagian meristem tanaman teh, yaitu titik tumbuh yang 10
berkembang menjadi pucuk teh. Temperatur yang tinggi akan meningkatkan repirasi tanaman. Periode tumbuh menjadi lebih pendek sehingga pertumbuhan pucuk teh menjadi lebih cepat dan daur pangkas menjadi lebih pendek (Morison and Lawlor, 1999).
Gambar 6. Hubungan suhu dengan pertumbuhan tanaman teh. Penurunan suhu berpengaruh terhadap metabolisme teh. Secara eksternal, penurunan suhu mengakibatkan penurunan konsentrasi CO2 di atmosfer (Moore dan Buckley,
2000).
Secara
internal penurunan
suhu
mengakibatkan penurunan
konduktivitas stomata dan aktifitas enzim Rubisco. Teh adalah tanaman C3 sehingga enzim Rubisco merupakan faktor pembatas fotosintesis pada teh (San-Oh et al., 2006; Rogers dan Humphries, 2000).
Gambar 7. Hubungan suhu dengan aktivitas enzim Rubisco (sumber: Bernacchi et al., 2001) Karbon dioksida adalah substrat untuk membentuk karbohidrat pada reaksi gelap (Gardner et al., 1991). Pada suhu rendah, konsentrasi CO2 di atmosfer dan konduktivitas stomata rendah. Hal tersebut menyebabkan penurunan konsentrasi CO2 interseluler (Joshi dan Palni, 1998). Suhu yang rendah juga menurunkan aktivitas enzim Rubisco yang berfungsi sebagai enzim fiksasi CO 2 (Bernacchi et al., 2001). Akibatnya, 11
fotosintesis terhambat dan laju pertumbuhan teh menurun. Laju pertumbuhan yang lambat akan memperpanjang daur pangkas teh.
Gambar 8. Hubungan suhu dan jumlah CO2 interseluler (kiri) dan hubungan suhu dengan konduktivitas stomata (sumber: Souza et al., 2005).
12
III. PENUTUP A. Kesimpulan 1. Daur pangkas teh dapat ditentukan dengan menentukan titik potong antara kurva PR dan PM. 2. Perkebunan milik PT Pagilaran terletak di ketinggian tempat yang berbeda sehingga memiliki daur pangkas yang berbeda pula. 3. Afdeling Pagilaran dengan ketinggian tempat rata-rata 903,5 mdpl memiliki daur pangkas 2 tahun lebih 10 bulan. Afdeling Andongsili dengan ketinggian tempat rata-rata 1.120,5 mdpl memiliki daur pangkas 4 tahun. Afdeling Kayulandak dengan ketimggian tempat 1.242 mdpl memiliki daur pangkas 4 tahun lebih 9 bulan. 4. Penundaan pemangkasan di Afdeling Pagilaran, Andongsili, dan Kayulandak berturut-turut adalah selama 8, 13, dan 18 bulan setelah produksi maksimal tercapai B. Saran Terdapat beberapa usaha yang dapat dilakukan selama masa penundaan pemangkasan. Usaha-usaha tersebut berupa kegiatan kultur teknis yang dapat menjaga agar penurunan produksi tidak terlalu tajam. Usaha-usaha tersebut dapat meliputi : 1. Pemberian pupuk terutama pupuk yang dapat merangsang pertumbuhan pucuk daun. 2. Mengendalikan hama dengan memperpendek siklus petik dan melakukan pemangkasan ringan. 3. Merawat kebun agar pertumbuhan gulma terhambat. 4. Membersihkan cabang-cabang perdu teh agar lumut tidak menempel. 5. Memberikan pengairan yang cukup agar tanaman teh tidak mengalami cekaman kekeringan.
13
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
2008. Tree and Forest Measurement.
. Diakses Pada 10 November 2013.
Anonim, 2013. Tea Cultivation and Production Process. < http://www.emtindia.net/process/tea/pdf/Tea%20Cultivation%20and%20Production%20Proce ss009.pdf>. Diakses pada 15 November 2013. Asosiasi Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Indonesia. 1992. Petunjuk Kultur Teknis Tanaman Teh. Pusat Penelitian Perkebunan Gambung, Bandung. Bhagat, R. M., R. D. Baruah, and S. Safique. 2010. Climate and tea (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) production with special reference to North Eastern India: a review. Journal of Environmental Research and Development 4:1017-1028. Bernacchi, C. J., E. L. Singsaas, C. Pimentel, A. R. Portis, and S. P. Long. 2001. Improved temperature response function for models of Rubisco-limited photosynthesis. Plant, Cell and Environment 24:253–259. Dalimoenthe, S. L. 1990. Hubungan Antara Pengaruh Pemangkasan Dengan Fisiologi Tanaman Teh. Simposium Teh V. Pusat Penelitian Perkebunan Gambung, Bandung. Decosta, W. A. J. M., D. M. S. Navaratnes, and Anandacoomaraswamy. 2009. Physiological basis of yield variation of tea (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) during different years of the pruning cycle in the Central Highlands of Sri Lanka. Experimental Agriculture 45:429-450. Eden, T. 1965. Tea. Longmans, Green and Co. LTD, London. Effendi, D. S., M. Syakir, M. Yusron, dan Wiratno. 2010. Budidaya dan Pasca Panen Teh. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Bogor. Ersatiya, M. V. 1976. The effect of different prunning methods on shoot formation and development in tea. Subtropicheskie Kultury 5/6:100-102. Gardner, F. P., R. B. Pearce, dan R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. UI Press, Jakarta. Grice, W. J. 1990. Prunning Cycles and Skiffing in Tea Planters Handbook. Tea Research Foundation, Central Africa. Joshi, S. C. and L. M. S. Palni. 1998. Clonal variation in temperature response of photosynthesis in tea. Plant Science 137:225-232 (Abstr.). 14
Kulasegaram, S. 1986. Prunning in Handbook on Tea. Tea Research Intitute of Sri Lanka, Sri Lanka. Kumart, R., D. D. K. Bora, A. K. Singh, and B. Bera. 2011. Seasonal and clonal variations in shoot extension rates and population density of Darjeeling tea clones (Camellia sinensis L.). Two and A Bud 58:74-79. Lintang, A., D. Indradewa, E. Ambarwati. 2011. Pertumbuhan, Hasil, dan Kualitas Pucuk teh (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) di Berbagai Tinggi Tempat. . Diakses pada 10 November 2013. Mohamed, M. T. Z. and A. K. N. Zoysa. 2006. Current Status and Future Research Focus of Tea in Sri Lanka. Tea Research Institute of Sri Lanka, Sri Lanka. Moore, T. and I. Buckley. 2010. The Effects Of Elevation Changes On Carbondioxcide Concentrations In A Mountain Environment And A Comparison To Global Carbon Dioxide Concentration. Diakses pada 12 November 2013. Morison, J. I. L. and D. W. Lawlor. 1999. Interactions between increasing CO2 concentration and temperature on plant growth. Plant, Cell and Environment 22: 659–682 Muljana, W. 2006. Bercocok Tanam Teh. Aneka Ilmu, Semarang. Muningsih, R. 2011. Karakter Fisiologis dan Hasil Pucuk Teh (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) pada Beberapa Umur Pangkas Produksi dan Tinggi Tempat. Fakultas Pertanian. Universitas Gadjah Mada. Tesis. Muthumani, T., D. P. Verma, S. Venkatesan, and R. S. S. Kumar. 2013. Influence of altitude of planting on quality of south Indian black teas. Journal of Natural Product and Plant Resource. 3:18-23. San-Oh, Y., T. Sugiyama, D. Yoshita, T. Ookawa, and T. Hirasawa. 2006. Effect of Planting pattern on the rate of photosynthesis and related processes during ripening in rice plants. Field Crop Research 96:113-124
Souza, R. P., R. V. Ribeiro, E. C. Machado, R. F. de Oliveira, and J. A. G. da Silveira. 2005. Photosynthetic responses of young cashew plants to varying environmental conditions. Pesquisa Agropecuaria Brasileira Journal 40:735744. Sutisna. 1996. Studi Kriteria Saat Pangkas Tanaman Teh (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) Pada Dua Jenis Klon dan Siklus Pangkas yang Berbeda. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Skripsi. 15
Suwardi, E. 1991. Penentuan saat pemangkasan pada tanaman teh menghasilkan. Warta Teh dan Kina 2:32-36. Rogers, A. and S. W. Humphries. 2000. A mechanistic evaluation of photosynthetic acclimation at elevated CO2. Global Change Biology 6:1005-1011. Tea Research Institute of Tanzania. 2004. Tea Prunning and Tipping. < http://www.trit.or.tz/Training%20modules/MODULE%20No.%206%20Prunin g.pdf>. Diakses pada 8 Oktober 2013. Tobroni, M. dan M. Hikmat. 1987. Pengaruh umur pangkasan dan cara pemetikan terhadap kadar pati dalam akar dan produksi tanaman teh asal biji. Warta BPTK 13:37-44. Tobroni, M. dan S. Adimulya. 1997. Petunjuk Kultur Teknik Tanaman Teh. Edisi 2. Pusat Penelitian Teh dan Kina, Gambung. Udayakumar, S. 1998. Rejuvenation prunning and consolidation in Alagaskar estate. Bulletin of UPASI Tea Scientific Departement 51:26-30. Uddin. Md. J., Md. R. Hoque, M. Ahmed, and J. K> Saha. 2005. Studies on the effect of saturation deficit on the yield of tea. Pakistan Journal Of Meteorology 2 :3-8. Upadhyaya, H. 2012. Changes in antioxidative responses to low temperature in tea (Camellia sinensis (L) O. Kuntze) cultivars. International Journal of Modern Botany 2: 83-87. Wijeratne, M. A., A. Anandacoomaraswamy, M.K.S.L.D. Amarathunga, J. Ratnasiri, B.R.S.B. Basnayake, and N. Kalra. 2007. Assessment of impact of climate change on productivity of tea (Camellia sinensis L.) plantations in Sri Lanka. Journal of the National Science Foundation of Sri Lanka 35: 119-126. Winursito, Suyadi, dan S. Waluyo. 2012. Hasil Dan Keragaman Genetik Tujuh Klo n Teh (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) Di Dua Lokasi Dengan Ketinggian Berbeda. <jurnal.ugm.ac.id/index.php/jbp/article/download/1605/1421>. Diakses pada 15 Oktober 2013. Yilmaz, G., N. Kandemir, and K. Kinalioglu. 2004. Effect of different prunning interval on fresh shoot yield and some quality properties of tea (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) in Turkey. Pakistan Journal of Biological Science 7: 1208-1212.
16
17