Vegetalika Vol. 4 No. 3, 2015: 127-137
127
EVALUASI KLON-KLON HARAPAN TEH (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) KETURUNAN TRI 2024×PS I PADA LINGKUNGAN BERBEDA
EVALUATION OF PROMISING CLONES of TEA (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze) PROGENIES OF TRI 2024×PS I IN DIFFERENT ENVIRONMENTS Yunizar Sulistyo Putri1, Rudi Hari Murti2, Suyadi Mitrowihardjo2
INTISARI Penelitian bertujuan untuk mendapatkan informasi dan memilih klon teh hasil keturunan dari persilangan klon TRI 2025 dengan PS1 yang memiliki potensi hasil dan stabilitas hasil yang tinggi. Penelitian dilaksanakan di kebun Kayulandak, PT Pagilaran, Kabupaten Batang, Jawa Tengah pada bulan Maret 2015. Klon-klon yang diuji adalah klon TPS 17/3, TPS 24/5, TPS 87/2, TPS 93/3, TPS 101/1 dan sebagai pembanding adalah TRI 2024 dan GB 7. Unit percobaan t e r d i r i atas 20 tanaman masing-masing klon disusun dalam rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan 4 ulangan. Data sekunder jumlah dan berat pucuk peko dan pucuk burung, selama tiga tahun (2011, 2012, 2013) digunakan dalam penelitian ini. Di samping itu menggunakan data curah hujan selama tiga tahun yang dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan curah hujan (curah hujan rendah dan tinggi). Data dianalisis menggunakan analisis statistik dengan ANOVA dan uji DMRT pada α=5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa klon yang menghasilkan kualitas pucuk tertinggi adalah TPS 101/1 tidak berbeda dengan GB 7, sedangkan klon teh berpotensi hasil (berat total pucuk) tinggi yaitu klon TPS 17/3 dan TPS 24/5. Klon yang mempunyai potensi hasil, tida berbeda nyata dengan GB 7 dan stabilitas tinggi serta termasuk dalam klon yang diinginkan adalah klon TPS 24/5. Kata kunci : teh, klon, potensi hasil, stabilitas, GGE-Biplot
1) 2)
Alumni Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Vegetalika Vol. 4 No. 3, 2015: 127-137
128
ABSTRACT The objectives of the experiment were to know the response of tea clones in different environments and to select the tea clones which had high yield and stable. The experiment carried out in Kayulandak tea plantation (1300 m dpl), Batang Regency in Central Java. The clones consisted of TPS 17/3, TPS 24/5, TPS 87/2, TPS 93/3, TPS 101/1, and TRI 2024 and GB 7 as controls. The experimental unit consisted of 20 plants for each tea clone was arranged in Random Complete Block Design (RCBD) with four replications. The three year secondary data (2011, 2012, 2013) of the number and the weight of peco a n d b a n j h i shoots were used in this research. The additional data consisted of rainfall data for devided variable data into two groups in each year based on rainfall (low and high rainfall). The data were analyzed using ANOVA and Duncan’s Multiple Range Test at α = 5%. The results showed that there was no interaction between clones and environment. TPS 101/1 tea clones had highest p e c o shoots t h a t i n d i c a t e d h i g h quality. The high yield clones (weight of shoots) were TPS 17/3 and TPS 24/5. High yield potential, no different with GB 7 and supported with high stability which belongs to desired clones was TPS 24/5. Keywords: tea, clones, yield potential, stability, GGE-Biplot PENDAHULUAN Teh (Camellia sinensis) merupakan komoditi perkebunan yang cukup penting bagi Indonesia karena dapat menghasilkan devisa bagi negara, dapat berfungsi sosial berupa kesempatan kerja bagi masyarakat sekitar perkebunan, serta dapat memelihara sumber daya alam yang berupa tanah, air, dan lingkungan (Anonim, 2014). Makin bertambahnya permintaan teh sebagai bahan minuman maka diperlukan upaya yang berkesinambungan untuk meningkatkan produksi dan kualitas/mutu hasil teh. Salah satu cara meningkatan produksi/kualitas tanaman adalah penggunaan bibit dari klon-klon yang unggul. Penggunaan klon unggul menjadi komponen utama peningkatan produksi jangka panjang sehingga pemilihan klon harus tepat. Salah satu syarat sebagai klon teh yang baik adalah berdaya hasil tinggi dan pucuk berkualitas (Sriyadi dan Astika, 1997). Hasil petikan yang akan menghasilkan teh berkualitas baik adalah jumlah atau persentase pucuk peko lebih banyak daripada pucuk burung. Kegiatan koleksi bagian Penelitian dan Pengembangan (litbang) PT Pagilaran telah menghasilkan banyak tetua dan dipergunakan sebagai pohon induk untuk persilangan. Salah satu persilangan buatan yang dilakukan dengan tetua klon TRI 2024 dengan klon PS I. TRI 2024 memiliki kelemahan rentan terhadap penyakit cacar teh, bobot pucuk rendah, dan responsif terhadap pupuk N, tetapi jumlah pucuknya banyak, mudah diperbanyak secara vegetatif, dan
Vegetalika Vol. 4 No. 3, 2015: 127-137
129
kualitas baik. PS I memiliki kelebihan tahan terhadap penyakit cacar, bobot pucuk berat, kualitas baik, tetapi jumlah pucuk sedikit, dan agak sulit diperbanyak secara vegetatif. Selain perbedaan di atas kedua klon juga berbeda dalam sifat perakaran, jumlah bulu daun, morfologi daun, kecepatan fermentasi polifenol. Keturunan TRI 2024 × PS I diharapkan muncul tanaman yang memiliki kombinasi sifat baik dari kedua tetua dan efek heterosis potensi hasil (Sriyadi, 2007). Klon teh dikatakan unggul jika mampu tumbuh dengan baik dan memberikan hasil yang tinggi di lingkungan pengembangannya (Sriyadi dan Atika, 1997). Kemampuan tersebut ditunjukkan oleh daya adaptasi atau stabilitas hasil. Salah satu alat untuk menguji daya hasil dan stabilitas yang terbaru adalah dengan analisis Gentotipe x Genotipe Environment (GGE) biplot seperti dilakukan oleh Murti et al. (2014). Penelitian ini bertujuan mendapatkan klon keturunan TRI 2024 × PS I yang berpotensi hasil tinggi dan kualitas pucuk yang baik.
BAHAN DAN METODE Penelitian ini menggunakan data sekunder hasil pengamatan produksi pucuk selama tiga tahun (2011, 2012, 2013). Data penelitian merupakan hasil pengamatan di Kebun Teh Kayulandak yang terletak pada ketinggian 1300 mdpl, dengan jenis tanah Latosol. Klon yang digunakan dalam penelitian ini adalah klon keturuan persilangan TRI 2024 x PS1 (TPS) antara lain TPS 17/3, TPS 24/5, TPS 87/2, TPS 93/3, TPS 101/1, dan klon TRI 2025, GB 7 sebagai pembanding. Klonklon ditanam dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) menggunakan empat ulangan. Satu unit percobaan terdiri dari 20 tanaman dengan jarak tanam 60 cm x 120 cm. Data meliputi jumlah pucuk peko dan pucuk burung per plot serta berat total pucuk peko dan pucuk burung segar per plot. Data sekunder merupakan pengamatan produksi pucuk segar tanaman per plot sesuai dengan giliran petik 12-18 hari. Data
yang
diperoleh
dianalisis
menggunakan
Analisis Varian
(ANOVA) dan uji lanjut menggunakan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf error 5% dan analisis stabilitas menggunakan GGE (Genotype main effects and Genotype by Environment Interaction) Biplot.
Vegetalika Vol. 4 No. 3, 2015: 127-137
130
HASIL DAN PEMBAHASAN Pertumbuhan dan perkembangan tanaman teh dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan yang dapat meningkatkan atau menurunkan produksi. Produksi pucuk tanaman teh sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, diantaranya suhu, kelembaban udara, intensitas cahaya, dan curah hujan. Faktor-faktor tersebut saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Curah hujan dapat mempengaruhi proses fisiologis dan biokimia tanaman, terutama fotosintesis dan transpirasi. Data pengamatan curah hujan selama 3 tahun ( 2011, 2012, dan 2013) disajikan pada tabel 1.
Tabel 2. Curah hujan dan jumlah hari hujan selama 3 tahun 2011 2012 Hari Hari Agroklimat Bulan CH CH hujan hujan (mm) (mm) (hari) (hari) Mei 477 23 474 15 Juni 171 5 258 11 Curah Juli 172 11 130 5 hujan Agustus 55 3 90 2 rendah September 163 8 65 4 Oktober 270 21 208 20 November 710 22 708 27 Desember 630 26 1128 26 Curah Januari 691 27 1171 29 hujan Februari 624 27 746 25 tinggi Maret 693 23 610 29 April 647 25 638 23 Jumlah 5303 221 6226 216
2013 CH (mm)
Hari Mujan
352 329 437 109 118 342 552 633 1017 1000 768 502 6159
20 23 21 5 9 16 22 27 29 25 26 24 247
Besarnya curah hujan dan hari hujan selama tiga tahun di Kebun Kayulandak, PT Pagilaran (Tabel 1) dalam kurun waktu tiga tahun pengambilan data dibagi dua yaitu curah hujan rendah (bulan Mei – Oktober) dan curah hujan tinggi (bulan November – April). Penentu bulan basah dan bulan kering didasarkan pada besarnya curah hujan bulanan pada lokasi penelitian yang mempunyai curah hujan yang cukup tinggi, sehingga dalam pembagiannya dengan melihat rerata bulanan. Selama 3 tahun jumlah curah hujan per tahun sangat besar, melebihi kebutuhan yang diperlukan oleh tanaman teh. Pembagian agroklimat ini untuk mengetahui interaksi atau tanggapan klon terhadap agroklimat yang berbeda dalam tiga tahun.
Vegetalika Vol. 4 No. 3, 2015: 127-137
131
Faktor lingkungan tempat tumbuh yang sangat mempengaruhi adalah curah hujan dan suhu. Hasil pucuk daun teh tergantung pada jumlah pucuk aktif (peko) dan pucuk dorman (burung) pada waktu tersebut, frekuensi, waktu pemetikan, berat masing-masing pucuk, dan luas area bidang petik pucuk. Hasil pengamatan selama tiga bulan belum mampu menggambarkan hasil sesungguhnya maka data minimal enam bulan yang dipetik seiap minggu atau satu tahun (Shanmugarajah, 1994). Jumlah pucuk pada bidang petik merupakan kriteria dari kapasitas produktivitas tanaman teh (Eden, 1941). Hasil analisis jumlah pucuk peko menunjukkan tidak ada interaksi antara klon dan lingkungan. Hal ini berarti ranking atau urutan jumlah pucuk peco berkecenderungan yang sama dari satu lingkungan ke lingkungan yang lain (Tabel 2). Selain itu, jumlah rata-rata pucuk peko klon TPS 101/1 tertinggi dan nyata lebih tinggi dibanding jumlah rata-rata pucuk klon TPS 17/3 dan klon kontrol yaitu TRI 2025. Jumlah pucuk peco TPS 101/1 juga lebih tinggi dari GB 7 (kontrol) meskipun tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa TPS 101/1 merupakan klon yang mempunyai kualitas pucuk paling baik. Rata-rata jumlah pucuk peko tahun 2011 dengan curah hujan rendah lebih baik dibanding rata-rata jumlah pucuk peko musim curah hujan tinggi tahun 2011, 2012, 2013, serta musim curah hujan rendah pada tahun 2011, 2012 dan 2013. Jumlah pucuk peko pada lingkungan dengan curah hujan rendah cenderung menghasilkan pucuk peko lebih tinggi kecuali pada tahun 2013.
Vegetalika Vol. 4 No. 3, 2015: 127-137
132
Tabel 2. Jumlah pucuk peko, jumlah pucuk burung, dan jumlah pucuk total Jumlah pucuk (pucuk/petak/petik) Klon Pucuk peko (-) Pucuk burung (-) Total pucuk (-) TPS 17/3 217,50 b 419,71 a 637,21 a TPS 24/5 267,08 a 369,08 b 636,17 a TPS 87/2 269,96 a 325,88 d 595,83 b TPS 93/3 256,38 ab 333,54 cd 589,92 b TPS 101/1 288,33 a 357,46 bc 645,79 a TRI 2025 233,67 bc 380,88 b 614,54 ab GB 7 272,13 a 341,67 cd 613,79 ab Musim dan tahun 2011R 425,39 p 204,75 t 630,14 r 2011T 320,68 q 255,46 s 576,14 s 2012R 294,39 q 386,36 r 680,75 q 2012T 169,04 rs 272,54 s 441,57 t 2013R 147,93 s 457,32 q 605,25 r 2013T 189,75 r 590,61 p 780,36 p CV (%) 20,7 11,07 8,5 Keterangan: (-) menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara klon dengan musim Rerata yang diikuti huruf sama pada kolom sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT 5%. Jumlah rata-rata pucuk burung pada tabel 2 menunjukkan bahwa klon TPS 17/3 lebih tinggi dibanding jumlah rata-rata pucuk klon TRI 2025, TPS 24/5, TPS 101/1, GB 7, TPS 93/3, dan TPS 87/2. Jumlah pucuk burung paling tinggi menunjukkan bahwa klon TPS 17/3 kualitasnya rendah. Rata-rata jumlah pucuk burung tahun 2013 dengan curah hujan tinggi lebih baik dibanding rata-rata jumlah pucuk burung musim curah hujan tinggi tahun 2011, 2012, serta musim curah hujan rendah pada tahun 2011, 2012 dan 2013. Jumlah rata-rata pucuk burung per petak per petik menunjukkan tidak ada interaksi antara klon dengan musim. Jumlah rata-rata pucuk burung klon TPS 17/3 lebih tinggi dibanding klon lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa klon TPS 17/3 memiliki kemampuan menghasilkan pucuk burung sehingga produksi klon tersebut tergolong rendah. Jika dilihat dari jumlah pucuk total tampak bahwa TPS 101/1 mempunyai jumlah pucuk paling tinggi, diikuti TPS 17/3 dan TPS 24/5 (Tabel 2). Ketiganya lebih tinggi daripada GB 7 dan TRI 2025 sebagai control. Hal ini karena didukung oleh jumah pucuk peko paling tinggi. Pucuk burung paling banyak pada tahun 2013 dengan curah hujan tinggi kemudian diikuti tahun 2013 dengan curah hujan rendah, tahun 2012
Vegetalika Vol. 4 No. 3, 2015: 127-137
133
curah hujan rendah, tahun 2012 curah hujan tinggi, tahun 2011 curah hujan tinggi, dan paling sedikit pada tahun 2011 curah hujan rendah. Pada Tabel 2, jumlah total pucuk menunujukkan bahwa kelompok klon TPS dan GB 7 tidak beda nyata dengan klon TRI 2025.Jumlah pucuk akan berpengaruh terhadap berat pucuk. Tabel 3 menunjukkan bahwa pada berat pucuk peko, pucuk burung dan total pucuk tidak ada interaksi antara klon dengan lingkungan. B erat pucuk peko klon TPS 87/2 d a n TPS 101/1 paling tinggi berbeda nyata dengan klon TPS 17/3, tetapi tidak berbeda nyata dengan GB 7, TPS 24/5, TPS 93/3, TRI 2025. Hal ini menunjukkan bahwa klon TPS 87/2 memiliki ukuran pucuk yang besar dan kemampuan fotosintesis baik sehingga memiliki berat pucuk peko yang tinggi. Rata-rata berat pucuk burung klon TPS 17/3 lebih tinggi dibanding klon lainnya tetapi TPS 17/3 mempunyai berat pucuk total yang sama dengan semua klon. Berat pucuk total ini yang menunjukkan hasil atau produktivitas klon the yang dievaluasi menunjukkan tidak berbeda nyata. Berdasarkan data maka dapat dikatakan bahwa klon TPS 17/3, TPS 24/5 dan TPS 101/1 dapat digunakan sebagai klon unggul baru. Bahkan klon TPS 101/1 mempunyai jumlah pucuk peko paling banyak. Hal ini menunjukkan bahwa klon tersebut potensial sebagai klon unggul baru.
Tabel 3. Berat pucuk peko, berat pucuk burung, dan berat pucuk total Berat pucuk (g/petak/petik) Klon Pucuk peko (-) Pucuk burung (-) Total pucuk (-) TPS 17/3 399,21 b 762,67 a 1161,88 a TPS 24/5 490,25 a 666,63 bc 1156,88 a TPS 87/2 505,96 a 621,21 d 1127,17 a TPS 93/3 479,50 a 694,63 cd 1129,13 a TPS 101/1 503,33 a 628,54 cd 1131,88 a TRI 2025 448,50 ab 696,04 b 1144,54 a GB 7 501,04 a 643,21 cd 1144,25 a Musim dan Tahun 2011R 819,68 p 440,18 u 1259,86 q 2011T 579,57 q 522,11 s 1101,68 r 2012R 584,36 q 715,64 r 1300,00 p 2012T 310,61 r 481,32 t 791,93 s 2013R 253,00 s 847,00 q 1100,00 r 2013T 305,18 r 994,82 p 1300,00 p CV (% 20,4 10,5 5,5 Keterangan: (-) menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara klon dengan musim. Rerata yang diikuti huruf sama pada kolom sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT 5%
Vegetalika Vol. 4 No. 3, 2015: 127-137
134
Dalam melihat tanggapan tanaman teh, penelitian ini menggunakan software GGE-Biplot yang menampilkan nilai singular untuk komponen utama pertama (PC 1) dan komponen utama kedua (PC 2) (Yan dan Tinker, 2006). Metode ini telah digunakan oleh Murti et al. (2013) pada tanaman teh. Metode GGE-Biplot GGE-Biplot digunakan untuk melihat klon-klon yang stabil pada lingkungan pengujian. Stabilitas hasil diberbagai lingkungan bertujuan untuk melihat klon-klon yang stabil dan memiliki potensi hasil tinggi. Genotipe terbaik dalam hal ini diartikan sebagai klon terbaik yang berada dalam suatu Megaenvironment (Mega-E) (Farshadfar et al., 2013).
Gambar 1. Poligon GGE-Biplot dengan pola which-wins-where pada klon dan lingkungan untuk berat total pucuk Ada 6 sektor yang didalamnya terdapat dua Mega-E pada poligon berat total pucuk segar (Gambar 1). Pada Mega-E 1 klon TPS 24/5 dapat berproduksi baik pada lingkungan 2013T, 2013R dan 2011T. Sedangkan pada Mega-E 2, klon GB 7 dan klon 17/3 dapat berproduksi baik pada lingkungan 2012T, 2012R dan 2011R. Klon TPS 87/2, TPS 93/3, TPS 101/1 dan TRI 2025 berada diluar dari kedua Mega-E. Keragaan hasil dan stabilitas genotipe dapat dievaluasi dengan metode AEC (Average Environment Coordinate) (Yan, 2001). Menurut Yan (2003) genotip ideal adalah genotipe yang memiliki skor PC 1 besar (rerata hasil tinggi) dan skor absolut PC 2 kecil (stabilitas tinggi). Ordinat AEC menunjukkan stabilitas klon-klon, apabila jarak vektor klon semakin menjauhi titik asal
Vegetalika Vol. 4 No. 3, 2015: 127-137
135
biplot,maka efek GEI semakin besar dan akan mengurangi stabilitas. Ordinat AEC juga membagi genotipe yang memiliki hasil yang tinggi dan hasil yang rendah.
Gambar 2. Average Environment Coordinate (AEC) memperlihatkan GGE biplot berdasarkan environment-focused scaling rata-rata hasil dan stabilitas genotip untuk berat total pucuk Pada GGE biplot untuk berat total pucuk. Klon TPS 24/5 dan GB 7 memiliki rerata hasil yang tinggi, sedangkan klon TPS 17/3, TRI 2025, TPS 101/1, TPS 87/2, dan TPS 93/3 (kanan ke kiri) memiliki rerata hasil yang rendah (Gambar 2). Genotip yang memiliki rerata hasil yang tinggi dapat diseleksi kembali. Dalam seleksi tanaman, tidak hanya menyeleksi potensi hasil saja, stabilitas hasil juga penting. Klon TPS 24/5 dan GB 7 memiliki rerata hasil tinggi dan kurang stabilitas. Klon TPS 24/5 memiliki stabilitas yang lebih tinggi daripada klon GB 7. Hal ini menunjukkan bahwa GB 7 responsif terhadap perubahan lingkungan dalam hal ini curah hujan. Adapun untuk TPS 24/5 lebih stabil daripada GB 7. Hal ini mengindikasikan klon TPS 24/5 dapat digunakan sebagai alternatif yang lebih baik dibandingkan dengan GB 7. Genotipe yang ideal merupakan genotipe yang memiliki rerata hasil dan juga stabilitas yang tinggi. Pada GGE–biplot terdapat pusat lingkaran kecil sebagi pusat lingkaran dimana genotipe ideal (daya hasil tinggi dan paling
Vegetalika Vol. 4 No. 3, 2015: 127-137
136
stabil) berada pada lingkaran pertama, untuk genotipe yang masih diinginkan berada pada
lingkaran konsentris
kedua. Genotipe yang berada pada
lingkaran konsentris ketiga dan seterusnya merupakan genotipe yang kurang diinginkan kaerna memiliki hasil yang rendah (Kaya et al., 2006).
Gambar 3. GGE-Biplot berdasarkan genotype focused scaling untuk membandingkan genotipe dengan genotipe ideal berat total pucuk Berdasarkan gambar di atas tidak terdapat genotipe ideal, namun klon TPS 24/5 dan GB 7 tergolong dalam genotipe yang diinginkan (Gambar 3). Di sisi lain, klon TPS 87/2, TPS 101/1, TPS 17/3, dan TRI 2025 termasuk klon yang kurang baik. Klon TPS 93/3 termasuk kedalam genotipe yang tidak ideal dan tidak diinginkan karena memiliki hasil yang rendah pada semua lingkungan. KESIMPULAN 1.
Klon penghasil pucuk peko yang mengindikasikan kualitas pucuk tertinggi adalah klon TPS 101/1 dan GB 7.
2.
Klon yang mempunyai potensi hasil tinggi serta termasuk dalam klon yang diinginkan adalah kon TPS 24/5.
Vegetalika Vol. 4 No. 3, 2015: 127-137
137
UCAPAN TERIMAKASIH Penulis dan dan
menyampaikan
terimakasih
kepada
Fakultas Pertanian
PT. Pagilaran yang telah memberikan ijin dan fasilitasi penelitian,
Bapak Subito yang telah membantu pelaksanaan di lapangan.
DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2014. Manfaat Teh untuk Kesehatan.
. 31 Maret 2015. Eden, T. 1941. The selection of high yielding tea bushes for vegetative propagation. Tea Q.14:98-102. Farshadfar, E. Mahnaz R., Mohammad M., and Hassan Zali. 2013. GGE Biplot analysis of genotype × environment interaction in chickpea genotypes. European Journal of Experimental Biology 3:417-423. Kaya, Y., M. Akcura, dan S. Taner. 2006. GGE-Biplot Analysis of Multienvironment yield trials in bread wheat. Turk. J. Agric For 30 : 325-337. Murti, R. H., A. Puspitasari and S. Mitrowihardjo. 2014. Stability Analysis Of Nine Promising Clones Of Tea (Camellia sinensis). Agrivita 36 (1):8190 Shanmugarajah, V. 1994. Selection Criteria For Tea. S.LJ. Tea Sci. 63 (2):94108. Sriyadi, B., dan W. Astika. 1997. Uji adaptasi klon teh seri TPS, MPS, GPPS, dan GMB. Risalah Hasil Penelitian 1991-1995:1-21. Sriyadi, B., Astika, W., dan D. Muchtar. 1998. Seleksi tanaman teh muda seri TPS. Jurnal Pen. Teh dan Kina 3:88-93. Sriyadi, B. 2007. Seleksi ketahanan klon teh seri TPS terhadap penyakit cacar. Jurnal Penelitian Teh dan Kina 10 (3):73-82. Yan, W. 2001. Biplot Analisis of Multi Environment Trial Data. Power Point of GGE biplot. www.ggebilot.com. Diakses 31 Maret 2015. Yan, W. And Kang, M. S. 2003. GGE Biblot analysis : A graphical tool for breeders, geneticists, and agronomists. CRC Press. London, New York.