Majalah Tiga Bulanan Depdikbud “MAJALAH MAHASISWA”, terbit di Jakarta _______________________________________________ Tugas Perguruan Tinggi:
KEMBANGKAN ABILITAS DAN PERSONALITAS UNTUK MEMBANGUN NEGARA DAN BANGSA Oleh : Ki Supriyoko
Kemajuan suatu negara dan bangsa itu berdiri di atas keterdidikan rakyat, semakin besar rakyat mendapat kesempatan pendidikan maka semakin cepat kemajuan negara terealisir. Demikian pula sebaliknya apabila kesempatan pendidikan itu tidak diberikan maka jangan diharapkan suatu negara akan berkembang dengan pesat. Kalimat diatas rupanya dapat diartikan bahwa pendidikan mempunyai arti yang sangat penting untuk pembangunan suatu negara. Sebenarnya pendidikan itu sendiri memiliki konsep yang amat sederhana, pendidikan adalah upaya untuk menyesuaikan sikap dan perilaku manusia agar senantiasa siap untuk menghadapi hari esok. Itulah sebabnya orientasi pendidikan selalu untuk waktu yang akan datang (esok) bukan waktu yang telah lampau (kemarin). Sedangkan pelayanan pendidikan tidak lah harus selalu didapat melalui lembaga-lembaga pendidikan resmi (formal) saja melainkan dapat diperoleh di setiap saat dalam situasi dan kondisi yang tidak terikat pula. Kemarin, hari ini dan esok memiliki karakteristik yang spesifik, atau dengan ungkapan lain setiap terjadi pergeseran waktu tentu akan membawa satu perubahanperubahan. Walaupun perubahan forma (fisik) seringkali tidak nampak menyatu, akan tetapi perubahan nilai (dan sistem) tentu akan setia menyertainya. Untuk itu kontinuitas proses pendidikan sangat diperlukan. Kemudian timbullah suatu konsep 'belajar seumur hidup' (life long education) sesuai dengan sifat pendidikan itu sendiri yang merupakan aktivitas/proses yang tidak pernah ada batas akhirnya (never ending process). Adanya pembagian jenjang pendidikan dalam dunia pendidik-an kita (dalam pendidikan formal) bertautan dengan kriteria kesiapan anak didik dalam menyongsong hari depan, dalam artian 'hasil didik' dari lembaga pendidikan dengan jenjang yang lebih
2
tinggi diharapkan lebih pintar dan fleksibel untuk memecahkan misteri-misteri dan problematika dimasa yang akan datang. Oleh karena itu lembaga pendidikan tinggi (perguruan tinggi) diharapkan dapat menciptakan modernisasi (baca: pembaharuan) untuk mengubah masyarakat kedalam tingkatan struktur sosial (stratifikasi sosial) yang lebih mapan dan mantab, baik melalui 'hasil didik' yang diciptakan maupun melalui perangkat yang lain. Dari perguruan tinggi diharapkan lahir para pemikir dan sekaligus pekerja (designer dan aplicator) yang dapat berperan sebagai motivator dan prime never dalam membangun negara dan bangsa. Kegiatan Instruksional Didalam menyelenggarakan kegiatan instruksionalnya perguruan tinggi memiliki kekhususan dan beberapa kefleksibilitasan dengan maksud agar dapat dimanfaatkan oleh segenap civitas akademika dalam mengembangkan potensi dan kreasinya. Dosen dan mahasiswa diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk menciptakan 'sesuatu yang baru' (tentunya yang sangat bermakna bagi kemanusiaan) baik melalui eksperimen-eksperimen, pengalaman ataupun penelitiannya. Beberapa kekhususan dalam penyelenggaraan kegiatan instruksional kiranya dapat dirangkum berikut ini: Pertama. Fleksibilitas program. Perguruan tinggi menyelenggarakan program yang dapat dipilih oleh mahasiswa, baik yang bersifat program gelar (degree) ataupun program non-gelar (non-degree). Program gelar akan memberikan 'keakhlian akademis', sedangkan program non-gelar akan memberikan 'keakhlian profesional'. Program gelar dimanifestasikan dalam program strata (S1, S2, S3) sedangkan program non-gelar dimanifestasikan dalam program-program diploma (D1/S01,D2/S02 dst). Kurikulum diusahakan bersifat aplicatif dan relevan dengan kebutuhan pembangunan (tentu masih ada kurikulum yang tertinggal kereta). Calon mahasiswa dapat memilih program yang dipandang paling sesuai dengan bakat dan kemampuannya. Kedua. Kesederhanaan sistem. Penyelenggaraan perkuliahan dengan sistem yang tidak jelas (juga yang bersifat kaku) menyebabkan kesulitan didalam pengontrolan prestasi yang dicapai oleh mahasiswanya, sebaliknya apabila sistem tersebut jelas dan ditangani secara efektif akan memudahkan pengontrolan prestasi mahasiswa. Untuk itu kita tidak henti-hentinya mencari satu sistem yang bersifat sederhana dan fleksibel agar tidak terpaku pada sistem yang kaku dan kurang menguntungkan. Dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No:
3
0124/U/1979 sistem pengajaran/perkuliahan di perguruan tinggi kita ini diarahkan kepada 'sistem kredit' dengan SKS (Satuan Kredit Semester) yang digunakan sebagai satuan untuk menyatakan besarnya program. Sistem ini memungkinkan para mahasiswa dapat memprogram kira-kira berapa lama mereka akan menyelesaikan satu program tertentu dengan menyesuaikan kemampuan yang ada padanya. Didalamnya mengandung pengertian studi mandiri, terstruktur dan tatap muka yang menuntut sikap kemandirian dan kedewasaan mahasiswa. Mahasiswa dipacu guna menentukan nasibnya sendiri tanpa bergantung kepada orang lain, atau dengan dosennya sekalipun. Sehingga sistem yang kelihatannya sederhana ini ternyata mengandung hikmah yang tidak sedikit. Sistem ini juga bersifat fleksibel oleh karena memungkinkan seorang mahasiswa berstatus ganda, di samping belajar juga bekerja. Ini penting sekali oleh karena banyak mahasiswa yang karena mengalami kesulitan ekonomi terpaksa harus bekerja sehingga tidak memungkinkan menempuh 'beban belajar' yang relatif berat. Ketiga. Komunikasi multi arah antar civitas akademika. Karena kampus tidak hanya ditentukan oleh para pengelola atau para 'pengambil keputusan' saja, tetapi seluruh civitas akademika (tenaga educatif, tenaga administratif dan mahasiswa) samasama memiliki peran yang penting dalam menentukan suasana kampus. Interaksi educatif tidak hanya tercipta di dalam tembok saja, akan tetapi terjadi baik didalam maupun di luar tembok. Komunikasi antara dosen dengan mahasiswa, dosen dengan karyawan dan mahasiswa dengan karyawan lebih bersifat 'saling mengisi' dari pada yang bersifat instruksi searah. Kesemuanya ini dapat terwujud oleh karena para mahasiswa yang umumnya tengah memasuki masa dewasa (mahasiswa di Indonesia berusia antara 17 s/d 32 tahun, bahkan lebih) sudah memiliki kemampuan untuk mengembang kan penalarannya. Keempat. Interaksi langsung dengan masyarakat sekitar. Sesuai dengan tri dharma perguruan tinggi maka pengabdian masyarakat tidak boleh ditinggalkan. Ini berarti bahwa perguruan tinggi harus selalu dekat dengan masyarakat serta mengabdi pada masyarakat. Perguruan tinggi bukanlah menara gading yang hidup terpisah dari dari masyarakat. Antara perguruan tinggi dan masyarakat harus saling isi mengisi. Orientasi pendidikan pada perguruan tinggi haruslah kepada pembangunan masyarakat untuk itu perguruan tinggi harus mau membuka pintu lebar-lebar untuk menerima input, informasi dan bahan-bahan pemikiran dari masyarakat. Itulah sebabnya maka diperlukan interaksi langsung antara 'orang-orang kampus' dengan masyarakat sekitar secara integral. Misi Majemuk
4
Perguruan tinggi juga dikenal sebagai lembaga pendidikan tertinggi dapat membawa 'misi majemuk'. Disatu pihak perguruan tinggi senantiasa harus selalu mengembangkan dan melestarikan peradaban, ilmu, pengetahuan dan seni. Sedang dilain pihak harus setia menyampaikan misi sesuai dengan tujuan pendidikan nasional pada negara yang bersangkutan. Hampir semua negara memiliki tujuan pendidikan nasional yang spesifik dalam artian masing-masing negara memiliki tujuan pendidikan nasional yang disesuaikan dengan sikap hidup dan latar belakang budaya bangsanya. Ada suatu negara yang beruapaya untuk menanamkan jiwa patriotisme nasional bangsanya melalui tujuan pendidikan yang dirumuskan, sementara negara lain membawa bangsanya kepada satu paham mayoritas yang tengah berkembang dinegaranya, dan sebagainya. Amerika Serikat dan Uni Sovyet merupakan negara-negara yang sedikit banyak berusaha untuk mempergunakan sekolah serta perguruan tinggi sebagai suatu alat -yang disadari- untuk mengubah masyarakat mereka. Amerika menekankan pada usaha menjadikan suatu bangsa dari sekian banyak imigran yang berbeda asal-usulnya kepada sua-tu semangat demokratis, sedang Uni Sovyet mengarahkan bangsanya kepada paham Marxisme - Leninisme (John Vaizey : 'Education in the Modern World' : New York). Perguruan tinggi merupakan alat yang disadari untuk meng-ubah masyarakat mereka. Kiranya dunia memang sudah membuktikannya, dari perguruan tinggi telah banyak lahir cendekiawan-cendekiawan pemimpin dunia, para pembuat policy dan para pembangun dunia (tentu juga para perusak dunia yang salah didik di perguruan tinggi sekali pun). Oleh karena sifatnya seperti 'alat', tidaklah memberikan suatu jaminan dengan alat yang baik akan selalu menghasilkan produk yang baik. Masih ada beberapa faktor lain yang ikut menentukan kualitas produk yang dihasilkan, diantaranya adalah program yang dibuat serta operatornya sendiri. Sebuah perguruan tinggi yang mengembangkan ilmu dan pengetahuan secara maksimal tanpa diimbangi dengan pemantaban nilai-nilai dan kaidah-kaidah manusia (program) tentu ilmu, pengetahuan dan teknologi akan menjadi bumerang bagi manusia itu sendiri. Demikian pula halnya walaupun programnya tersusun rapi akan tetapi tidak diimbangi dengan kesiapan mental dan moral seluruh civitas akademika (operator) dalam pengembangan ilmu, pengetahuan dan teknologi. Atom yang semestinya digunakan untuk perdamaian dunia diubah menjadi bahan perusak dunia, listrik yang sedianya diperuntukkan menambah kemudahan bagi manusia diubah menjadi alat pembunuh manusia itu sendiri dan sebagainya.
5
Perguruan Tinggi Di Indonesia Melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi dengan pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakatnya, maka perguruan tinggi kita juga memiliki misi khusus untuk membangun masyarakat kejenjang yang lebih mapan, baik melalui para alumninya maupun lewat perangkat yang lain. Perguruan tinggi kita mendidik manusia pembangun negara dengan cara mengembangkan abilitas dan personalitasnya, yang secara singkat dapat kita sket sbb: ++ | INTELEK | | __+++ TUAL--- |b | / | ABILI | +|e | / | TAS--- | | PSIKHO |r | ++ +++ MOTORIK |k a| ++ | IN |/ ++e k|memajukan | MA | | DIVI | ++m t| -> |SYARA| | DU |\+++ TEMPE |b i|membangun | KAT | ++ | PERSONA | | RAMEN-- |a f| ++ \ | LITAS-- | +|n | \+++ KARAK |g | | TER---- | | +++ Sangat jelas bahwa perguruan tinggi harus mampu meningkatkan kualitas individu (dalam hal ini mahasiswanya) dengan jalan mengembangkan abilitas dan personalitas secara integral untuk memajukan masyarakat. Pengembangan abilitas secara sepihak tanpa diimbangi pengembangan personalitas akan menjadikan alumninya sebagai 'Ilmuwan yang tidak berkepribadian', di mana ilmu yang dimilikinya tidak diamalkan untuk kesejahteraan umat. Demikian pula sebaliknya guna pengembangan personalitas secara sepihak akan mencetak 'kader-kader yang lumpuh' yang tidak memiliki kemampuan untuk memajukan masyarakat. Untuk itulah perlunya pengembangan abilitas dan personalitas secara integral dan konsekuen, seiring dengan tujuan pendidikan nasional kita untuk membentuk 'manusia seutuhnya', ya ilmunya ya amalnya. Dan ... sejauh mana telah berhasil ??? Marilah kita renungkan sejenak !!!***** =============================================================== BIODATA SINGKAT:
6
Drs. Ki Supriyoko, adalah staf pengajar pada FKT Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta, sedang mengikuti program Pasca Sarjana Jurusan Pendidikan Teknik pada IKIP Jakarta (Yogyakarta), dan kolumnis dibeberapa surat kabar dan majalah kampus