Mahasiswa UNAIR Tawarkan Nisa Kit, Mencegah Sejak Dini Ancaman Kanker UNAIR NEWS – Makanan berpengawet nitrosamin ditengarahi banyak bertebaran di pasaran umum. Padahal, nitrosamin merupakan senyawa karsinogen (zat pemicu kanker). Berangkat dari keprihatinan itu dan ingin andil menyehatkan masyarakat, lima mahasiswa Universitas Airlangga berhasil membuat produk, namanya Nitrosamin Tes Kit (Nisa Kit), yang mudah dipakai untuk mendeteksi makanan itu mengandung nitrosamin atau tidak. ”Keunggulan produk ini, kami belum menemukan produk lain yang bisa mendeteksi nitrosamin dalam makanan. Kebanyakan produk yang dijual di luar adalah produk yang hanya bisa untuk mendeteksi nitrit, dan bukan nitrosamine,” ujar Yovilianda Maulitiva Untoro, Ketua kelompok Program Kreativitas Mahasiswa bidang Kewirausahaan (PKMK) dari Fakultas Sains dan Teknologi (FST) UNAIR ini dalam siaran persnya. Selain Yovilianda, keempat anggota tim PKMK yang lain adalah Krisnadewi Suciati, Arini Sabilal Haque, Anisa Maharani, dan Dwiki Rizaldi Wijaya. Mereka mengangkat inovasinya ini dalam proposan PKMK, dan telah berhasil lolos dari penilaian Dirjen Dikti, sehingga berhal atas dana penelitian dari Kemenristekdikti dalam program PKM tahun 2017.
KELOMPOK PKMK Nisa Kit menunjukkan produknya. (Foto: Ist) Selain itu, lanjut Yovilianda, harga yang ditawarkan pada produk pendeteksi nitrit itu sangat mahal, mencapai ratusan ribu. Sedangkan produk Nisa Kit lebih murah dan sangat mudah dalam aplikasi penggunaannya. Sehingga para ibu rumah tangga dapat dengan mudah melakukan pecegahan kanker nasofaring, minimal dalam satu keluarganya. Dijelaskan, di pasaran masih banyak ditemukan makanan yang diawetkan menggunakan nitrosamin. Diakui, proses mengawetkan makanan ini biasanya menggunakan nitrit, dan umumnya jenis makanan yang diawetkan dengan nitrit itu daging dan ikan asin. Nitrosamin terbentuk karena saat proses pengawetan makanan itu terjadi reaksi antara protein dengan nitrit yang menyebabkan terjadinya perombakan protein dalam makanan. Nitrit sendiri lebih beracun dibandingkan dengan nitrat, karena itu konsumsi nitrit pada manusia dibatasi dari konsentrasi 10-200 ppm. Sehingga adanya nitrosamine dalam makanan juga sangat berbahaya, antara lain dapat menimbulkan
tumor dan kerusakan organ lain. Bahkan yang paling fatal adalah dapat memicu berkembangnya kanker nasofaring. Repotnya, banyak masyarakat yang belum mengenal, bahkan belum mengetahui apa itu kanker nasofaring. Bahkan belakangan penyakit ini sempat menjadi trending topic, gara-gara seorang aktor asal Korsel yang mengidap kanker nasofaring, yaitu kanker yang tumbuh pada nasofaring. Nasofaring adalah bagian sistem pernafasan yang terletak pada hidung bagian dalam hingga ke tenggorokan. Berdasarkan pengamatannya, umumnya masyarakat tidak atau belum banyak yang mengetahui apa saja penyebab kanker, termasuk kanker nasofaring. Ketika kanker sudah menggerogoti tubuh dan telah mencapai fase kritis (stadium tinggi), masyarakat baru menyadarinya. ”Padahal sebenarnya masyarakat dapat melakukan pencegahan sejak dini, sehingga bisa meminimalisir berkembangnya suatu penyakit di dalam tubuh. Dengan kami buatkan Nisa Kit ini, kami berharap para ibu rumah tangga dapat dengan mudah mengetahui makanan apa yang terpapar nitrosamin, sehingga bisa melakukan pecegahan kanker nasofaring,” kata Yovi, panggilan akrabnya. (*) Editor : Bambang Bes.
Optimalkan Bahan Isolator Listrik
Lokal, Gelas
Keramik ’Cordierite’ Panas dan Terjangkau
Tahan
UNAIR NEWS – Mahasiswa jurusan Fisika Fakultas Sains dan Teknologi (FST) Universitas Airlangga berhasil membuat terobosan baru, isolator listrik berbasis gelas keramik yang menggunakan bahan baku lokal. Dengan demikian harganya bisa bersaing atau lebih terjangkau dari isolator yang sudah ada di pasaran saat ini. Keberhasilan ini kemudian dituangkan ke dalam proposal Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian Eksata (PKM-PE) dengan judul “Pembuatan Isolator Listrik Berbasis Gelas Keramik Cordierite Menggunakan Bahan Baku Lokal.” Dibawah bimbingan dosennya, Drs. Siswanto, M.Si., proposal ini berhasil lolos dalam seleksi PKM oleh Kemenristekdikti tahun 2016/2017, dan berhasil mendapatkan dana hibah penelitian. PKM-PE ini diketuai oleh Tita Aulia, dengan anggota antara lain Siti Nurmala, Mayasari Hariyanto, Amalia Fitriana, dan Moch Andi Putra Jaya. Semua mahasiswa Jurusan Fisika Fakultas Sains dan Teknologi (FST) Universitas Airlangga. Dijelaskan oleh Tita Aulia, penelitian ini didasarkan pada kebutuhan yang besar akan isolator listrik. Sebab isolator punya peran penting dalam kehidupan sehari-hari dan alat bekerja, seperti untuk kabel, kampas motor, dsb. Kemudian isolator listrik yang ada saat ini masih tergolong lebih mahal dan kurang bisa dijangkau oleh masyarakat. ”Selain itu, bahan baku lokal yang kurang dimanfaatkan juga menjadi alasan lain tim kami melakukan penelitian ini,” tambah Tita Aulia. Keunggulan dari isolator berbasis gelas keramik bikinan mahasiswa UNAIR ini, kata Tita, biasa dibuat dengan bahan baku lokal dan melalui beberapa proses yang sedikit sulit, salah
satunya proses sintering, yaitu pemanasan pada suhu sangat tinggi yang lebih dari 1000oC, dan didinginkan dengan proses cooling down (pendinginan secara perlahan). Proses pendinginan yang perlahan itulah yang membuat struktur kristal yang terbentuk menjadi lebih rapi. Sedikit diinformasikan, bahwa dalam ilmu fisika, material gelas keramik cordierite adalah gelas keramik yang susunan atau struktur kristalnya tersusun rapi (kristalinitasnya tinggi). Antara atom satu dengan yang lainya sangat dekat (berhimpit) sehingga menjadikan isolator ini tidak mudah mengalami retak atau patah ketika terkena suhu yang tinggi. ”Tentu saja, harga isolator ini murah dan merakyat, karena bahan bakunya berasal dari lokal Indonesia. Mudah-mudahan inovasi kami ini bermanfaat untuk masyarakat, yakni isolator berkualitas baik dengan harga sangat terjangkau dan aman,” demikian Tita Aulia dan kawan-kawannya berharap. (*) Editor : Bambang Bes
Bioreaktor Ketergantungan Baku Obat
Kurangi Impor Bahan
UNAIR NEWS – Berdasarkan riset yang dilakukan Prof. Dr. Yosephine Sri Wulan Manuhara, M.Si, 95-96 persen bahan baku obat-obatan di Indonesia didapat dari impor, terutama dari Tiongkok dan India. Walaupun Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya biodiversitas, namun pemenuhan bahan baku obat dari sumber tanaman asli masih mempunyai beberapa kelemahan.
Di antaranya, kebutuhan lahan yang terbatas karena harus bersaing dengan tanaman budidaya untuk memenuhi kebutuhan pangan, seringkali senyawa yang dihasilkan tidak stabil karena dipengaruhi oleh iklim dan tanah tempat tumbuhnya, dan eksploitasi berlebihan terhadap tanaman tersebut akan menyebabkan kepunahan. Prof. Manuhara yang dikukuhkan sebagai profesor Biologi Fakultas Sains dan Teknologi mengembangkan teknik budidaya tanaman di dalam suatu bioreaktor. Ada beberapa keuntungan penggunaan bioreaktor. Pertama, planlet dalam jumlah besar dapat diproduksi dalam satu tahap. Kedua, mengurangi jumlah bejana (botol kultur) dan tempat inkubasi sehingga dapat mengurangi biaya produksi. Ketiga, seluruh permukaan eksplan selalu kontak dengan medium, sehingga nutrisi lebih mudah diserap oleh eksplan yang pada akhirnya meningkatkan kecepatan pertumbuhan. Selain itu, suplai oksigen berperan dalam meningkatkan kecepatan pertumbuhan dan biomasa. “Di Indonesia belum ada yang melakukan ini. Saya berharap ini sebagai pilot project,” ucap Prof Manuhara. Dua tanaman potensial yang digunakan Prof. Manuhara sebagai bahan baku obat yaitu ginseng Jawa dan sambung nyawa. Senyawa bioaktif tanaman ginseng Jawa adalah saponin yang banyak dijumpai di dalam organ akar. “Khasiatnya (ginseng Jawa) sebagai penambah vitalitas. Sedangkan, sambung nyawa bermanfaat sebagai antioksidan, antikanker, antiinflamasi, antihiperglikemik, antihiperlipidemik, dan anti mikroba,” tambah perempuan kelahiran Tulungagung, 3 Maret 1964 itu. Sejak tahun 2012 hingga saat ini, Prof. Manuhara telah melakukan penelitian untuk meningkatkan biomassa dan senyawa bioaktif kedua tanaman tersebut di atas menggunakan bioreaktor dalam skala laboratorium.
Prof. Manuhara dan tim akan mengembangkan bioreaktor yang cukup besar dengan kapasitas 20 liter. Dalam waktu tiga tahun ke depan, Kemenristekdikti memberi dukungan pendanaan. “Saya berharap, produk ini bisa ditawarkan ke industri dan bisa menjawab kekurangan Indonesia akan produksi bahan baku obat,” terang Prof Manuhara. (*) Penulis: Binti Q. Masruroh Editor: Defrina Sukma S
AULA 2, Inovasi Terbaru Metode Pembelajaran Elektronik UNAIR NEWS – Metode pembelajaran elektronik (pembelajaran-el) atau yang biasa dikenal e-learning sudah lama diterapkan dalam sistem pendidikan di Universitas Airlangga. Sistem pembelajaran-el UNAIR, Airlangga University e-Learning Application (AULA) tersebut terus diperbarui demi memudahkan pengguna layanan. Ketua Pusat Inovasi Pembelajaran dan Sertifikasi (PIPS) UNAIR Yuni Sari Amalia, Ph.D., menuturkan sistem AULA 2 merupakan bagian dari tanggung jawab UNAIR untuk meningkatkan profil akademik UNAIR di internet. “Metode e-learning merupakan jawaban atas tantangan bidang pendidikan. Ini merupakan tanggung jawab kami dalam meningkatkan profil sivitas akademika terutama dosen ke level internasional,” tutur Yuni Sari.
Sistem pembelajaran-el AULA 2 telah terintegrasi dengan Cybercampus. Sivitas akademika UNAIR, termasuk para dosen tamu, cukup menggunakan nomor induk dosen atau mahasiswa serta password melalui Cybercampus untuk menggunakan AULA 2. Sebelumnya, pada AULA 1, pendaftaran mata kuliah pembelajaranel, nama dosen, dan mahasiswa dilakukan secara manual. Selain itu, dosen pengampu mata kuliah harus mendaftarkan terlebih dahulu kepada admin AULA 1. Sedang pada AULA 2, ketika proses pengisian kartu rencana studi berakhir, dosen secara otomatis bisa mengakses mata kuliah beserta mahasiswa peserta perkuliahan. Yuni Sari mengatakan, sama seperti sistem AULA 1, pada AULA 2 mahasiswa dan dosen tamu dapat menemukan materi-materi perkuliahan dalam format bentuk bahan presentasi, buku, suara, hingga audio visual. Inovasi lainnya tengah disiapkan untuk mendukung modernisasi pembelajaran. Selain materi perkuliahan, sistem AULA 2 dapat memperkuat interaksi pembelajaran mahasiswa dan dosen, serta mahasiswa dan mahasiswa. Dalam AULA 2 disediakan ruang diskusi virtual yang berkaitan dengan topik perkuliahan. “Tidak hanya tentang tanya jawab, tetapi juga membangkitkan critical thinking (berpikir kritis). Dosen juga hendaknya melemparkan model-model pertanyaan yang mengundang daya berpikir kritis mahasiswa,” tutur dosen Departemen Sastra Inggris itu. Melalui AULA 2, dosen juga bisa mengukur pemahaman mahasiswa terhadap materi perkuliahan yang telah diajarkan dengan kuiskuis. Berbekal surat keputusan rektor, setiap program studi diwajibkan untuk mengombinasikan metode pembelajaran-el dan konvensional. Setidaknya, ada dua dari 14 mata kuliah yang materi perkuliahannya wajib diunggah di AULA 2.
Selain itu, pihak PIPS juga telah menyelenggarakan pelatihan AULA 2 kepada para dosen. Tak hanya itu, lembaga yang berkantor di Kantor Manajemen UNAIR ini bekerjasama dengan Badan Penjamin Mutu guna mengontrol pembaruan materi perkuliahan oleh pengajar. (*) Penulis : Defrina Sukma S Editor : Binti Q. Masruroh
”RICE for Ankle Sprain”, Pengetahuan Atlet Beladiri dalam Penanganan Cedera UNAIR NEWS – Beladiri merupakan salah satu olahraga full body contact, dimana banyak gerakan yang ada pada seni beladiri itu sering menyebabkan cedera muskuloskeletal. Terjadinya cedera pada atlet beladiri saat menjalani program latihan tertentu, seperti latihan kelincahan, latihan beban untuk kekuatan kaki, dan latihan gerakan beladiri terutama di ekstremitas bawah, dapat menyebabkan cedera, salah satunya yaitu ankle sprain. Ankle sprain dapat terjadi karena overstretch pada ligamen complex lateral ankle dengan posisi inversi dan plantar fleksi yang tiba-tiba terjadi saat kaki tidak menumpu sempurna pada lantai/ tanah. Hal ini umumnya terjadi pada permukaan lantai/tanah yang tidak rata. Dalam istilah umum, ankle sprain disebut keseleo. Cedera keseleo dapat dilakukan dengan manajemen RICE. Manajemen RICE tindakan, yaitu rest (mengistirahatkan
dengan terkilir atau pertolongan pertama ini terdapat empat area yang mengalami
cedera), ice (mengompres menggunakan es), compression (menghentikan perdarahan), dan elevation (meninggikan area yang mengalami cedera). Manajemen RICE perlu dilakukan tindakan yang adekuat untuk meminimalisir gejala yang terjadi pada atlet dengan ankle sprain dan mencegah terjadinya cedera berulang. Seperti diketahui, atlet di UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa ) Universitas Airlangga yang terdiri dari Taekwondo, Ju-Jitsu, Kempo, PSHT, Tapak Suci, Perisai Diri, Merpati Putih, Karate. Sebagian besar atlet yang cedera ankle sprain melakukan pijat langsung pada area yang mengalami cedera jaringan lunak. Dari wawancara yang dilakukan pada atlet UKM UNAIR, sebanyak 43% atlet mengetahui penanganan cedera ankle sprain, namun hanya 16% atlet yang mengatakan menggunakan metode RICE dalam penanganan ankle sprain dan 57% atlet tidak mengetahui teknik penanganan cedera ankle sprain yang benar, dan 13% atlet membiarkan cedera itu karena tidak mengetahui cara penanganan. Itulah fenomena yang terjadi yang dikarenakan pengetahuan atlet dalam penanganan cedera ankle sprain masih kurang. Fenomena itu mendorong lima mahasiswa dari Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga untuk melakukan penelitian dalam Program Kreativitas Mahasiswa bidang Sosial Humaniora (PKM-SH). ”Penerapan metode RICE untuk cedera ankle sprain pada atlet sampai saat ini hanya sampai di tahap tahu, padahal ada nilainilai yang harus dilakukan dan dihindari untuk mempercepat proses penyembuhan dan menekan kemungkinan cedera berulang. Kami berharap penelitian ini dapat merubah mindset dan tindakan yang selama ini dilakukan serta memberikan solusi yang tepat kepada pihak yang terkait seperti tenaga medis, sarana dan prasarana untuk meminimalisir cedera,” kata Moh. Baharuddin Fatih, ketua PKM-SH ini. Lima mahasiswa FKp UNAIR tersebut selain Moh. Baharuddin
adalah Renny Mey Maghfiroh, Lisa Ardiavianti, Yenis Anggi Prastiwi, dan Zaenab. Mereka kemudian menuangkan ide itu dalam proposal PKM-PSH dengan judul “Analisis Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Atlet Beladiri tentang Penanganan Cedera Ankle Sprain dengan Metode Rice pada Atlet Beladiri UKM Universitas Airlangga”. Proposal ini berhasil lolos penilaian Kemenristekdikti dalam program PKM 2016.
GATHERING pada mahasiswa peserta UKM Beladiri Universitas Airlangga mengenai cedera. (Foto: Istimewa) Dijelaskan Moh. Baharuddin, dari penelitian yang dilakukan diketahui bahwa faktor pengalaman, budaya, dan lingkungan dapat mempengaruhi pengetahuan atlet beladiri dalam penanganan cedera ankle sprain. Pengalaman yang dimaksud meliputi pengalaman atlet dalam cedera ankle sprain yang pernah dialami, cara penanganan dan cara pencegahannya. Faktor kedua yaitu budaya, yang meliputi kebiasaan menganut role model (pelatih dan senior) saat melakukan pencegahan dan penanganan cidera ankle sprain dan peraturan yang diterapkan pada setiap UKM Beladiri. Kemudian lingkungan yang diukur meliputi ketersediaan sarana prasarana dan keadaan arena latihan dan tanding. “Ternyata ketiga faktor tersebut terdapat hubungan terutama pada faktor pengalaman. Hal itu menunjukkan bahwa pengetahuan atlet yang memiliki pengalaman tinggi, punya pengetahuan yang baik dalam penanganan cedera menggunakan metode RICE,” kata
Baharudin. Begitu pula pada faktor budaya yang menjadi peran penting, setiap kebiasaan yang dilakukan atlet akan menjadi mindset dalam penanganan cedera seperti pijat hingga dibiarkan ketika mengalami ankle sprain. Faktor lingkungan sebagai penunjang dalam penanganan misalnya tersedianya sarana dan prasarana sebagai safety dalam latihan. (*) Editor: Bambang Bes.
Mengajarkan Kewirausahaan Mandiri untuk Anjal dan Anak Marginal UNAIR NEWS – Dengan sasaran membantu mengatasi perekonomian keluarga, tak sedikit anak-anak dibawah umur dijumpai sudah terjun menjadi pedagang asongan di jalan-jalan raya. Realita seperti itu tidaklah adil jika kebutuhan dan hak yang seharusnya mereka dapatkan tidak tercukupi. Waktu bermain dan belajar untuk memiliki keterampilan mereka korbankan demi ikut menopang nasib keluarga. Melihat kesulitan yang dihadapi anak-anak yang hidup di jalanan ini, tiga mahasiswa jurusan Ilmu Administrasi Negara FISIP Universitas Airlangga (UNAIR) yaitu Aisyah Nusa Ramadhana, Aisah Anggraeni Reswariningtyas, dan Muhammad Reza Dzulfikri, mengenalkan pembelajaran kewirausahaan bagi anakanak agar mereka kelak bisa mandiri dan tidak terus bergantung pada orang lain. Diantara anak jalanan (anjal) tersebut adalah yang ngasong di
Jl. Gemblongan Surabaya, yang ternyata juga bagian anak-anak yang sudah bergabung dalam komunitas Save Street Child (SSC) Surabaya. Sumbangan pemikiran untuk pengembangan potensi kewirausahaan bagi anak jalanan dan marginal itu, kemudian mereka tulis ke dalam Program Kreativitas Mahasiswa bidang Pengabdian Masyarakat (PKMM) dengan judul ”COCA-COLA (Cool Handycraft and Cooking Class) sebagai Sarana Pengembangan Potensi Kewirausahaan bagi Anak Jalanan dan Marginal di Komunitas Save Street Child Surabaya”. Dibawah bimbingan dosennya, proposal ini berhasil lolos seleksi Dikti, sehingga berhak memperoleh dana hibah pengembangan dari Kemenristekdikti dalam program PKM tahun 2016-2017. Aisyah Nusa Ramadhana, ketua kelompok PKM ini menjelaskan, gerakannya ini bertujuan untuk memberikan solusi efektif dalam mengembangkan potensi kewirausahaan pada anak jalanan dan marginal. Dalam jangka panjang dengan pemberian wawasan semacam “COCA-COLA” ini dapat mengurangi jumlah anak jalanan dan jumlah anak yang menghabiskan waktu di luar rumah. ”Ciri khas dalam pelaksanaan kami dengan mengadakan Training of Trainer bagi anggota tim agar maksud dan tujuan dapat tersampaikan dengan baik serta pelatihan berjalan lancar sesuai rencana yang telah disusun,” kata Aisyah N. Ramadhana.
SEORANG anggota Tim COCA-COLA melakukan pembelajaran ditengah anak-anak anjal. (Foto: Dok PKMM) Kegiatan yang dilaksanakan, pertama dengan nama “Which One Your Cool Handycraft” dilakukan sosialisasi, pengenalan, serta pelatihan membuat kerajinan tangan. Yang kedua dengan topik ”Let’s Join Cooking Class” anak-anak komunitas SSC wilayah Gemblongan diberikan pemahaman dan pelatihan masak-memasak. Kegiatan ketiga, “Market Day”, yaitu berkunjung ke pusat keramaian serta mengadakan bazaar untuk memasarkan hasil kreasi anak didik. ”Prinsipnya, kegiatan yang kami dalam COCA-COLA ini lebih mengarah pada penanaman mindset wirausaha pada anak sejak dini, utamanya anjal dan anak marginal agar tingkat ketergantungan pada bidang ekonomi semakin menurun dan menjadi pribadi mandiri,” lanjut Aisyah. Selama empat bulan tim COCA-COLA melaksanakan program tersebut diatas. Keterampilan seperti kerajinan yang berhasil diajarkan kepada anak-anak antara lain kerajinan tangan dari kokoru, membuat kartu ucapan, pelatihan memasak (membuat salad buah, es capucino, es krim, dan es kopyor), serta pelatihan
menjualnya. Dari program ini juga telah terbentuk kader penerus kegiatan, dimana telah bekerja sama dengan Dinas Sosial Kota Surabaya untuk memantau dan mendukung keberlanjutan program ini. “Respon adik-adik terhadap program COCA-COLA sangat aktif dan antusias. Bahkan ada salah satu anak, bernama Siska, nyeletuk, ’Mbak, tiap minggu ajarin bikin kokoru ya, nanti tak jual ke temen-temenku’. Jadi seperti ada hembusan angin kebahagiaan saat mendengar pernyataan tersebut bahwa program ini mampu memancing tumbuhnya jiwa kewirausahaan adik-adik,” tambah Aisyah. Para relawan pengajar SSC juga berperan aktif, tak pernah absen berpartisipasi. Demikian juga dorongan kuat dari dosendosen pembimbing tak kalah aktifnya. Hal ini ditunjukkan dalam banyaknya saran dan kritik yang disampaikan setiap proses kegiatan. Semangat dan motivasi yang tinggi inilah diharapkan program COCA-COLA ini dapat mengubah mindset anak jalanan dan anak marginal untuk mendiri dalam wirausaha. Langkah selanjutnya COCA-COLA sedang membentuk kader dari luar komunitas SSC, baik yang berlatarbelakang akademisi atau masyarakat umum, sehingga program ini mampu menumbuhkan kepekaan sosial terhadap lingkungan sekitar. Jika program ini bermula dari komunitas SSC wilayah Gemblongan, selanjutnya bisa meluas ke seluruh wilayah Komunitas SSC di Surabaya. (*) Editor: Bambang Bes
Ditawarkan,
Hand
Sanitizer
Berbasis Natural Protection Dari Daun Kersen UNAIR NEWS – Memanfaatkan keberadaan melimpahnya bahan, yaitu pohon kersen atau ada yang menyebut pohon talok yang mudah tumbuh dimana-mana, serta kandungan saponin, tanin dan flavonoid yang ada pada daun kersen, dimanfaatkan oleh mahasiswa Universitas Airlangga untuk diinovasi menjadi hand sanitizer atau antiseptik tangan untuk menghambat pertumbuhan bakteri atau bakteriostatik. Apalagi, penggunaan hand sanitizer di kalangan mahasiswa dan masyarakat, saat ini bukanlah suatu gaya hidup baru. Penggunaan antiseptik tangan atau hand sanitizer sudah menjadi kebiasaan masyarakat luas, karena penggunaan hand sanitizer yang praktis serta memiliki efek yang sama seperti cuci tangan. Antiseptik yang biasa digunakan (di pasaran) merupakan bahan dengan kandungan alkohol, dimana alkohol merupakan zat aktif pada kebanyakan hand sanitizer. Namun, penggunaan alkohol yang berlebihan dapat mengakibatkan kulit kering pada beberapa kulit sensitif. Dengan fakta banyaknya bahan dan ingin membuat 0% bahan kimia, menggelitik mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Airlangga untuk melakukan inovasi membuat hand sanitizer dari daun kersen. Mahasiswa inovativ ini adalah Maulita Maharani Ulfa (2014), Nur Lailatul Fitrotun Nikmah (2014), Shendy Canadya Kurniawan (2014), Gayoh Mahardika Wan Mahsuri (2015), dan Nandana Abimantra (2015). ”Karena cara kerja dari saponin, tanin dan flavonoid itu adalah menghambat pertumbuhan bakteri atau bakteriostatik, dan itu juga ada pada daun kersen,” kata Maulita Maharani Ulfa, ketua tim.
KELOMPOK
PKMK
Fakultas
Kedokteran
Hewan
UNAIR
sambil
menunjukkan Calabura Septik buatannya. (Foto: Dok PKMK-FF) Kreativitasnya ini kemudian dituangkan dalam Program Kreativitas Mahasiswa bidang Kewirausahaan (PKM-K), dan berhasil lolos dari seleksi oleh Dikti, sehingga memperoleh dana pengembangan dari Kemenristekdikti untuk program PKM tahun 2016-2017. Sehingga, lanjut Maulita, ekstrak daun kersen yang berbasis natural protection juga ikut dalam upaya ekoefisiensi pohon kersen itu sendiri. Ekofisiensi yang dimaksudkan adalah memaksimalkan potensi dari keberadaan pohon kersen yang relatif banyak ini, dengan tanpa merusak ekosistem pohon kersen itu sendiri. ”Keunggulan yang kami tawarkan dalam produk ini adalah penggunaan 0% bahan kimia, dapat dimakan atau edible, sehingga aman untuk digunakan oleh segala umur,” kata Maulita. Oleh Tim PKMK, produk ini diberi nama “Calabura Septik”. Selama ini ditawarkan dengan dua kemasan botol spray ukuran 60 ml dan 100 ml. Harganya sangat terjangkau masyarakat, yaitu harga Rp 10.000 untuk kemasan isi 60 ml dan harga Rp 18.000 untuk kemasan isi 100 ml. Budaya hidup sehat memang banyak diidamkan. (*) Editor: Bambang Bes
Menghidupkan ”Kampung Majapahit” untuk Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat UNAIR NEWS – Dibangunnya duplikat rumah khas kampung Majapahit di tiga desa di sekitar situs Kerajaan Majapahit di Desa Sentonorejo, Desa Bejijong, dan Desa Jati Pasar, di Trowulan, Kabupaten Mojokerto, diharapkan menjadi destinasi wisata dan menjadi barometer kunjungan wisatawan. Harapan lebih jauh, hidupnya arena wisata itu akan mendongkrak perekonomian masyarakat setempat dengan tumbuhnya usaha kreatif yang menyertainya. Sayangnya, fakta yang ada, hingga saat ini tidak ada program lanjutan yang dapat mendukung adanya “Kampung Majapahit” tersebut, dengan demikian harapan perekonomian baru pun terhambat. Terdorong adanya problema inilah mahasiswa FISIP Universitas Airlangga (UNAIR) menerjunkan diri dan menawarkan suatu inovasi dalam pengabdian masyarakat guna mendukung lanjutan program “Kampung Majapahit” berupa pemberdayaan masyarakat melalui suatu pelatihan. Seperti diterangkan Leny Yulyaningsih, mewakili tiga temannya yang tergabung dalam Program Kreativitas Mahasiswa Pengabdian Masyarakat (PKMM), bahwa cagar budaya Trowulan ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya peringkat nasional. Ini sesuai Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 260/M/2013 tentang Penetapan Satuan Ruang Geografis Trowulan Sebagai Kawasan Cagar Budaya Peringkat Nasional. Tujuannya untuk mendukung pelestarian The Spirit Of Majapahit di kawasan Trowulan.
”Dari keadaan seperti itu kami memilih mengadakan pengabdian di Kampung Majapahit itu,” kata Leny, mewakili tiga anggota PKMM-nya yang lain, yaitu Piping Tri Wahyuni, Dian Rizkita Puspitasari, dan Dwi Viviani. Keempatnya adalah mahasiswa FISIP UNAIR. Dengan persoalan yang memerlukan sentuhan itu, maka proposal PKMM Leny Dkk memperoleh persetujuan dan bantuan dana dari Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) tahun 2016. Proposal Leny Dkk ini berjudul “MERICA (Majapahit Heritage Education): Program Pemberdayaan Masyarakat Kampung Majapahit Sebagai Upaya Meningkatkan The Spirit Of Majapahit di Kecamatan Trowulan Mojokerto.” Dalam pengabdian tersebut, program pelatihan yang diberikan, pertama tentang “menghidupkan” kembali sajian makanan ala Majapahit. Yang kedua, edukasi mengenai home stay, dan selanjutnya pelatihan promosi wisata.
SUASANA sosialisasi dalam pengabdian untuk menghidupkan destinasi wisata berupa “Kampung Majapahit”. (Foto: Dok PKMM) Dalam “menghidupkan” kembali penyajian makanan khas era Majapahit, yaitu ikan Wader, keempat mahasiswa FISIP UNAIR ini
memberikan sosialisasi mulai dari bagaimana mencuci ikan wader secara higienis dan memperhatikan sanitasinya. Kemudian cara penyimpanan makanan yang sudah masak. ”Makanan wader yang sudah masak hendaknya ditutup dengan tudung makan agar tidak terkontaminasi bakteri dan atau dimasuki hewan dari luar,” tambah Dian Rizkita Puspitasari, ketua PKMM ini. Pada edukasi Home Stay, antara lain diajarkan bagaimana melakukan greeting atau salam, memperkenalkan diri kepada tamu, membawa barang bawaan tamu, gerakan 3-S (Senyum, Sapa dan Salam). ”Ucapkan maaf untuk memperhalus permintaan, menanggapi complain dengan bijaksana serta responsive setelah mengetahui keluhan tamu,” tambah Dian. Sedangkan pelatihan promosi wisata diajarkan menggunakan Website, kartu nama, juga brosur yang dapat digunakan untuk menjamu wisatawan lokal maupun wisatawan asing. Kepada peserta pengmas masing-masing juga diberikan brosur untuk home stay mereka. Di dalam brosur itu juga bisa menuliskan nomor kontak (telepon atau Handphone) yang bisa dihubungi jika sewaktuwaktu ada wisatawan asing atau lokal yang membutuhkan home stay atau penginapan di “Kampung Majapahit” tersebut. (*) Editor : Bambang Bes
Perlu Perbaikan Administrasi dalam Pengelolaan Cagar
Budaya di Surabaya UNAIR NEWS – Peristiwa pembongkaran bangunan bekas tempat siaran Radio Bung Tomo, masih menjadi perbincangan serius. Maklum, bangunan itu sudah ditetapkan sebagai Cagar Budaya oleh Pemkot Surabaya sebagai salah satu bukti pertempuran arek-arek Suroboyo dalam memperjuangkan kemerdekaan RI. Kala itu, Radio Bung Tomo merupakan sarana komunikasi vital sebagai alat perjuangan. Radio ini mulai mengudara pada tanggal 15 Oktober 1945, tiga hari sesudah PPRI berdiri (Soeara Rakjat, diakses pada 15 Oktober 1945). Bangunan tersebut berdiri tahun 1935 yang juga masuk dalam daftar Cagar Budaya sesuai SK Wali Kota Surabaya Nomor 188.45/004/402.1.04 tahun 1998. Namun faktanya bangunan tersebut kini sudah rata dengan tanah. ”Itulah yang mendorong kami mahasiswa FISIP Universitas Airlangga melakukan penelitian tentang fenomena pembongkaran Bangunan Cagar Budaya Radio Bung Tomo itu,” kata Leny Yulyaningsih, ketua kelompok peneliti. Selain dia juga ada Parlaungan Iffah Nasution, dan Lisda Bunga Asih. Mereka kemudian menuangkan penelitiannya ini ke dalam proposal Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian Sosial Humaniora (PKM-SH) dengan judul “Fenomena Pembongkaran Bangunan Cagar Budaya Radio Bung Tomo Terkait Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 dan Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 5 Tahun 2005”. Setelah diseleksi oleh Kemenristekdikti, proposal PKM-SH pimpinan Leny Yulyaningsih ini berhasil lolos, sehingga berhak memperoleh dana penelitian dari Dirjen Dikti dalam program PKM 2016-2017. Berdasarkan UU No. 11 Tahun 2010, kriteria bangunan cagar budaya adalah yang berusia minimal 50 tahun. Namun berdasarkan wawancara dengan tim Ahli Cagar Budaya di Surabaya, tahun 1997
bangunan tersebut pernah dipugar, sehingga dikategorikan sebagai bangunan Cagar Budaya.
tidak
dapat
Hal tersebut senada dengan penjelasan Prof. Ir. Johan Silas, Tim Ahli Cagar Budaya bahwa si pemilik itu (bangunan – red) mengajukan ijin untuk memugar. Kemudian tim cagar budaya dengan pertimbangan itu mengijinkan pemugaran. Tetapi terjadi kekosongan atau kaget dengan undang-undang. Sehingga pengertian pembongkaran itu kemudian terjadi salah interpretasi. “Bila ada ijin, maka menurut Perda itu, si pemilik bangunan bisa membongkar bangunan. Jadi, dia membongkar bangunan itu karena tidak ada undang-undang yang secara spesifik melarang. Nah itu yang terjadi. Jadi ijin pemugaran itu tidak mengaitkan dengan ijin membongkar, oleh karena itu dipersoalkan juga yang membuat Perda itu,” kata Johan Silas. Jadi kalau dibaca kata-kata dalam Perda tersebut, bahwa “Seseorang dapat mengajukan ijin bukan merusak”. Sehingga dia membongkar. Artinya pada Perda itu ada kelemahan. Akhirnya menjadi salah kaprah semua. “Makanya ketika digugat ke pengadilan, hal itu dianggap sebagai pelanggaran ringan, karena tidak ada artikel Undang-undang yang spesifik melanggar,” tambah ahli tata-kota ITS itu. Namun,
proses
kasus
pemugaran
tersebut
hanya
dapat
ditindaklanjuti dengan Perda Kota Surabaya No. 5 Tahun 2005. Alhasil, PT Jayanatha (selaku pemugar Bangunan tersebut) dikenai denda Rp 15 juta dan menawarkan diri untuk membangun kembali bangunan Radio Bung Tomo. “Jadi menurut tim kami, terhadap persoalan ini perlu adanya perbaikan administrasi dalam pengelolaan cagar budaya di Kota Surabaya,” kata Leny. Solusi yang ditawarkan oleh Tim PKM-SH Leny Dkk ini, agar tidak terjadi kasus yang serupa pada cagar budaya lainnya, yaitu adanya policy brief berupa: (1) Membentuk model jaringan
koordinasi antara pihak terkait untuk mencegah kesalahan komunikasi, (2) Merevisi beberapa bagian Perda Kota Surabaya No 5 Tahun 2005 agar sesuai dengan kebijakan yang baru yaitu UU No 10 Tahun 2011. Dan (3) Menyusun kembali struktur tim cagar budaya Kota Surabaya untuk mendukung pemeliharaan cagar budaya di kota surabaya. (*) Editor : Bambang Bes
Mahasiswa UNAIR Tawarkan Sampo Herbal “Bu Mamik” yang Ramah Lingkungan UNAIR NEWS – Bagi setiap orang, rambut merupakan bagian terpenting. Banyak pula yang menganggapnya sebagai ”perhiasan” yang harus dirawat. Rambut yang indah dan sehat perlu perawatan terbaik dengan produk sampo yang memiliki manfaat. Pemilihan sampo yang tidak sesuai bisa membuat rambut tidak sehat, mudah rontok, bercabang dan berketombe. Kondisi setiap hari yang terpapar oleh polusi dan sinar matahari juga bisa membuat rambut menjadi tidak sehat. Selain itu menurut data Direktorat Jendral Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2015, bahwa 68 % sungai di Indonesia termasuk dalam kategori pencemaran berat. Selama ini masyarakat beranggapan bahwa sumber utama pencemar sungai adalah limbah industri. Padahal mayoritas berasal dari limbah rumah tangga. Limbah rumah tangga lebih disebabkan dengan pola hidup memakai bahan kimia berbahaya bagi lingkungan, seperti saat keramas menggunakan sampo yang
berbahan dan tidak ramah lingkungan. Mahasiswa Universitas Airlangga menghadirkan inovasi sampo herbal “Bu Mamik”. Inovasi ini digagas oleh Febriansyah Anandya Putra (2016), Niko Rokhman Syahputra (2015), Rana Firdha Azhari (2016), dan Annisa Karyati (2016), mahasiswa Fakultas Vokasi Universitas Airlangga. Inovasi ini untuk diajukan dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM), bahkan inovasi ini telah lolos penilaian Dikti dan memperoleh bantuan dana pengembangan dari Kementerian Ristek dan Dikti dalam program PKM tahun 2016-2017. Sampo herbal ini dibuat dengan bahan alami, tentunya ramah lingkungan karena busa yang dihasilkan tidak terlalu banyak, tetapi memiliki manfaat luar biasa bagi rambut. Yaitu perpaduan bahan minyak biji bunga matahari dan minyak kelapa yang menjadi keunggulan produk sampo “Bu Mamik”. Kedua bahan tersebut memiliki manfaat bagi rambut, antara lain menyehatkan kulit kepala, memperkuat akar rambut, dan menjadikan rambut berketombe.
tidak
bercabang,
tidak
rontok,
dan
“Keunggulan produk ini dapat menghilangkan ketombe dan rambut rontok tanpa menimbulkan efek samping, serta baik digunakan oleh anak-anak hingga orang dewasa. Sebab kebanyakan produk sampo pasaran hanya menggunakan ekstrak minyak kelapa atau ekstrak biji bunga matahari, namun produk ini menawarkan perpaduan keduanya,” kata Febriansyah Anandya, ketua kelompok PKM ini. Adanya tambahan green tea essential oil dalam sampo herbal ini membuat masyarakat akan mendapat manfaat berlipat karena essensial tersebut sangat membantu percepatan dalam menyehatkan rambut dan rambut beraroma harum setelah berkeramas. Rambut yang halus, lembut, sehat dan tampak indah setelah menggunakan sampo herbal “Bu Mamik” akan menambah kepercayaan diri dalam menjalani aktivitas sehari-hari.
Keunggulan lain produk sampo ini ialah dikemas dalam bentuk botol berukuran 100 ml, sehingga memudahkan konsumen untuk dibawa kemana-mana, bepergian misalnya. Harganya pun sangat familier, dibanderol sekitar Rp 20.000/botol. Sehingga sangat bersaing dibandingkan dengan produk sejenisnya. “Sudah saatnya, sampo herbal ‘Bu Mamik’ menjadi pilihan cerdas bagi masyarakat dalam merawat rambut dan berpartisipasi menciptakan lingkungan yang bebas dari pencemaran,” kata Febriansyah. Dan bagi masyarakat yang berminat pada produk sampo herbal “Bu Mamik” ini dapat memesan via instagram: sampo_bu mamik atau official line dengan ID: @szb0450g. (*) Editor: Bambang Bes