Mahasiswa FPK UNAIR Produksi Hand Sanitizer Non Alkohol UNAIR NEWS – Kelompok yang terdiri dari 4 Mahasiswa yang berasal dari Fakultas Perikanan dan Kelautan (FPK) Universitas Airlangga berhasil memproduksi hand sanitizer non alkohol yang berasal dari limbah perikanan. Hand sanitizer yang dinamai CLUZER (Chitosan Limbah Kulit Udang Hand Sanitizer) merupakan karya PKM-K Albet Surya Kembara (Budidaya Perairan 2016) selaku ketua kelompok, bersama 3 orang kreatif lainnya yakni Aditya Dwi Saputra (Budidaya Perairan 2016), Vivy Hanum Melati ( Budidaya Perairan 2016), dan Selvi Debi Savia Fitri (Budidaya Perairan 2015). Hand sanitizer non alkohol karya Albet dan tim ini mempunyai fungsi sebagai antiseptik. Selain itu, keunggulan hand sanitizer ini dibandingkan yang ada dipasaran yaitu bersifat non alkohol, lebih efektif membunuh bakteri, serta harganya terjangkau. “Produk kami lebih efektif membunuh bakteri yang ada di tangan dibandingkan produk yang ada dipasaran,” kata Albet. Albet juga menuturkan bahwa latar belakang dibuatnya inovasi ini didasarkan pada Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI). Dalam survei tersebut tercatat meningkatnya kematian balita di Provinsi Riau yang disebabkan oleh bakteri patogen yang penyebarannya melalui tangan. “Dari hal itu perlu adanya inovasi hand sanitizer yang mengandung senyawa antibakteri yang salah satunya dapat diperoleh dari Chitosan yang berasal dari limbah kulit udang. Dimana pada saat ini hand sanitizer yang ada dipasaran merupakan hand sanitizer yang berbahan alkohol, padahal alkohol sendiri tidak baik bagi kulit kita,” terangnya.
Mengenai pengemasan, Albet menjelaskan bahwa CLUZER sendiri dikemas dengan botol berukuran 60ml yang praktis dan mudah untuk dibawa kemana-mana karena ukurannya yang tidak begitu besar. “Sehingga dengan kemasan praktis tersebut dapat meningkatkan penjualan dari produk itu tersebut,” papar Albet. Di akhir, Albet yakin bahwa CLUZER sangat berpotensial untuk dijual dipasaran karena harga yang murah yaitu Rp.8.000 untuk satu botol berukuran 60ml. “Menurut pelanggan kami sendiri CLUZER sangat praktis dan aroma lemon yang begitu segar sehingga tidak perlu lagi untuk mencuci tangan lagi karena Efisiennya CLUZER,” pungkasnya.
Editor: Nuri Hermawan
Pelepasan Kru News Room yang dapat Beasiswa Kuliah S2 di Taiwan UNAIR NEWS – Suasana hangat mewarnai ruang Pusat Informasi dan Humas (PIH) di selasar lantai 2 kantor manajemen UNAIR Jum’at sore (29/1). Belasan karyawan PIH dan kru News Room menggelar acara pelepasan salah satu reporter andalan Warta Unair dan Unair News, Inda Karsunawati. Perempuan yang belum genap sebulan melepas masa lajang itu akan berangkat ke Taiwan pertengahan Februari mendatang. Dia bakal melanjutkan studi magister di National Taiwan University
of Science and Technology (NTUS). Kampus tersebut memberi Inda beasiswa pendidikan selama dua tahun. Kelahiran Jombang itu akan belajar di jurusan Biomedical Engineering. “Saya tergolong orang yang sulit move on. Jadi, saya akan tetap menjaga komunikasi dengan teman-teman di sini. Saya akan selalu merindukan kalian,” papar alumnus Fakultas Sains dan Teknologi UNAIR tersebut dengan mata berkaca-kaca menahan haru. Beberapa kawan terlihat ikut meneteskan air mata. Teringat kebersamaan yang sudah ditempuh sejak 2012. Sekretaris PIH Eduardus Bimo Aksono mengutarakan, selama ini kinerja dan kiprah Inda selama menjadi reporter termasuk bagus. Maka itu, dia yakin kalau Inda pun bisa berkomitmen untuk segera menyelesaikan pendidikan di tanah rantau. “Tetap jaga semangat juang untuk belajar. Kuncinya, fokus pada pendidikan yang sedang ditempuh,” tutur dosen Fakutas Kedokteran Hewan yang pernah melakukan riset di Jepang dan Perancis tersebut. Salah satu rekan Inda selama di News Room, Defrina Sukma Satiti menyampaikan, konsistensi yang ditunjukkan Inda selalu memberi inspirasi kawan-kawannya. “Semoga setelah lulus kuliah nanti Inda dapat memberi manfaat yang jauh lebih besar bagi masyarakat yang lebih luas,” ujar alumnus jurusan Ilmu Politik UNAIR tersebut. Acara pelepasan ditutup dengan foto bersama dan penyerahan kenang-kenangan. Sebuah mug yang sudah dibubuhi tanda tangan karyawan PIH dan kru News Room diterima Inda dengan senang hati. (*) Penulis: Rio F. Rachman
Warek I UNAIR Djoko Santoso, Amanah Ini Jalan untuk Beramal UNAIR NEWS – Tidak pernah terlintas di benak Prof. Djoko Santoso, dr., Sp.PD-KGH., Ph.D., FINASIM bahwa akan mengemban amanah sebagai Wakil Rektor I Universitas Airlangga. Di usianya yang ke-54 tahun ini, berbagai amanah telah berhasil ia rampungkan. Setelah mengemban tugas sebagai Wakil Dekan II Fakultas Kedokteran (FK) UNAIR, terhitung sejak 20 Agustus 2015 Prof. Djoko mendapatkan amanah baru sebagai Wakil Rektor yang membawahi bidang akademik dan kemahasiswaan. Baginya, jabatan adalah amanah. Jadi baginya, ini membuka kesempatannya untuk beramal. Jabatan sebagai Wakil Rektor I UNAIR ini merupakan tugas yang harus diselesaikan sesuai amanah yang telah disematkan kepadanya. “Ya, itu merupakan amanah. Bukan alhamdulillah, tapi bismillah saya bisa menjalankan amanah ini, karena sesungguhnya itu adalah beban yang cukup berat,” tutur Guru Besar Ahli Ilmu Penyakit Dalam FK UNAIR ini. Baginya, menjadi Wakil Rektor I merupakan tugas yang cukup berat. Apalagi saat ini UNAIR memiliki 14 fakultas dan satu sekolah Pascasarjana, 1.502 dosen tetap, 38.000 mahasiswa, dan 167 program studi. Modal sumberdaya itulah yang harus dipikirkan oleh Professor asal Jombang ini, sesuai dengan target Kemenristek Dikti bahwa UNAIR harus masuk peringkat 500 dunia pada tahun 2019. ”Kembali lagi kepada ranah keikhlasan dan ketulusan. Itu konsekuensinya. Ketika ketulusan dan keikhlasan untuk mengabdi sudah bulat, maka manajemen waktu menjadi relatif tidak masalah. Karena sesungguhnya dibelakang kita diselesaikan oleh Allah SWT,” paparnya mantap.
Bagi Prof. Djoko, ketika mengabdi dan menjalankan amanah sebagai wakil rektor dilaksanakan dengan niat tanpa mencari popularitas, maka tidak akan ada beban dalam menjalankan amanah itu. Warisan Semangat Ayah Djoko kecil sudah menjadi yatim sejak berumur lima tahun. Lika-liku kehidupan telah ia lalui. Almarhum ayahnya yang merupakan seorang kepala sekolah, menjadi penyemangat dalam menjalani hidup yang diakui tidak selalu berjalan mulus. ”Nilai-nilai itulah yang menjiwai, sehingga dengan kondisi yang tidak jelas, ekonomi, arah pendidikan tidak jelas, saya harus survive,” tutur Prof. Djoko Santoso mengenang. Sebagai anak yang aktif, sepulang sekolah Djoko remaja tidak mau kalau hanya berdiam diri di rumah. Bersama teman-teman sebayanya ia suka pergi bermain ke sawah, bermain pimpong, berinteraksi dengan teman-teman. Hal-hal itulah yang kemudian ia sadari justru sebagai softskill, bekal saat beranjak dewasa. Ia dibesarkan dalam lingkungan Jawa. Sehingga tak heran tuturan bahasa Jawanya melipis (halus). Sebelum pada akhirnya berkiprah dalam dunia kedokteran, tidak ada gambaran dalam pikirannya untuk menggeluti bidang yang terkenal “mahal” itu. Saat itu, ketika lulus SMA, ia mendaftar di dua perguruan tinggi, yaitu Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Malang dan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Ia diterima untuk kuliah bidang keguruan di Malang. Namun, langkah rupanya mengarahkan lain. Ia diterima juga untuk studi pendidikan dokter di UGM. Akhirnya ia memilih kedokteran untuk mendapatkan gelar sarjana sebagai dokter. “Tidak ada yang mendasari. Kalau diterima di IKIP, ya saya jadi guru. Ternyata Allah memberikan SK Kedokteran,” kenangnya. Ketika menempuh pendidikan di perguruan tinggi, buku-buku ajar
pun tak selalu Djoko miliki. Ia sering meminjam buku ke temantemannya ketika teman itu sedang tidur, lalu ia pakai untuk belajar. “Saat di perguruan tinggi, semua buku saya pinjam. Dia (teman – red) tidur, saya pinjam bukunya. Dia bangun saya tidur,” kisahnya. Sejak saat itulah arah menuju sebagai dokter semakin terbuka. Setelah lulus sebagai dokter (S1) lalu mengambil program Magister di Universitas Airlangga, dan Doktoral di JuntendoUniversity School of Medicine, Jepang. Kerjasama Internasional Setelah dilantik dan diresmikan sebagai Wakil Rektor I UNAIR, Prof. Djoko memulai langkahnya dengan melakukan identifikasi SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, dan Threats). Ada tiga hal yang akan digerakkannya dalam menjalankan tugas yang telah ada di pundaknya. Untuk memenuhi target Kemenristek Dikti, langkah yang akan ditempuh meliputi empat hal, yakni academic excellence, research excellence, community service excellence, dan university holding excellence. Pada bagan yang disampaikan dalam Raker UNAIR, ada tiga komponen saling terintegrasi yang semua akan mengarah pada world class university. Pertama, abundant resources. Kedua, favorable governance. Ketiga, concentration of talent. Ia menargetkan kedepan UNAIR harus memperbanyak kerjasama internasional. Reputasi akademik yang bagus dibuktikan dengan hubungan internasional yang bagus. Hubungan internasional dibuktikan dengan persentase mahasiswa/dosen yang masuk dan keluar. Visiting professor dari luar dan juga sebaliknya. “Berbicara tentang exchange, bukan hanya SDM, tapi juga sistem pendidikan. Kredit transfer atau kredit mobility. Ambil studi enam bulan disini diakui pihak luar. Tidak hanya itu, bahkan juga research collaboration. Kemudian training internasional, seminar internasional, workshop internasional, semua masuk internasionalisasi program. Bisa ditransfer. Itu tentang
academic excellence,” katanya. Bidang akademik yang unggul salah satunya dibuktikan dengan pengakuan prodi di ranah internasional, sudah tersertifikasi ASEAN University Network (AUN). Selain itu didukung dengan prestasi sivitas di ranah internasonal, dan juga meratanya teknologi dan informasi yang masuk ke realisasi layanan perkuliahan di semua prodi di UNAIR. “Research excellence, ada transfer teknologi. Research yang dikembangkan hasilnya bisa mengalir ke community. Digodok, dicetak, digandakan, sehingga nanti dipasarkan dan didistribusi. Kemudian sebagian hasil penelitiannya dimasukkan dalam materi perkuliahan, sehingga yang didapat dosen ke mahasiswa menjadi ilmu yang update dan teraplikasi. Sehingga UNAIR bisa mengklaim bahwa keberadaannya bisa mensejahterakan bangsa dan umat dunia. Itu research excellence,” kata penulis buku “60 Menit Menuju Ginjal Sehat” ini. Ia juga mentarget tahun 2016 ini harus banyak visiting professor yang datang. Mereka bukan hanya memberikan perkuliahan, tetapi juga membahas pengenai “pohon” penelitian. Sebab kerjasama penelitian dan visiting professor baru bisa dilakukan ketika sudah ada profesor UNAIR yang jurnal penelitiannya sudah terpublikasi dan terindeks Scopus. Standar itu yang membuat mereka percaya. ”Kita kemarin kapasitasnya 100-an yang terindeks Scopus. Jumlah publikasi ilmiah harus ditingkatkan tiga kalinya. Seratus dosen harus menggeret 200 dosen lainnya. Kalau kita sekarang punya 40% Ph.D, berarti 600 doktor, kalau separuhnya 300. In shaa Allah. Kenapa tidak bisa? Innama amruhu idza arada syaian anyaqula lahu kun fayakun,” tegas peraih penghargaan The young Investigator’s Award Travel Grant tahun 2002 ini. Terus Mengabdi Prof. Djoko dikaruniai tiga orang putra, yang ketiganya
berkiprah dan mengambil studi di bidang kedokteran. Diantara semua kesibukannya, sebagai bagian dari sumpah dokter yang tak boleh dilupakan, ia masih membuka praktik di klinik pribadi miliknya: klinik cuci darah di daerah Mulyosari itu telah ia buka sejak tahun 2010 silam. Ada lima kekayaan yang selalu ia syukuri dalam hidupnya, yaitu kekayaan kesehatan, kekayaan mental, kekayaan spiritual, kekayaan networking social, dan kekayaan intelektual. “Saya sering merenung. Tidak usah terlalu muluk-muluk, tapi yang penuh manfaat, yang sangat membumi, dimana orang bisa merasakan kesejahteraan kita,” tambah Prof. Djoko. “Hidup hanya sekali, usahakan untuk penuh manfaat pada umat. Karena kalau tidak penuh makna, arti hidupmu akan gagal. Membuat buku, menulis gagasan yang bermanfaat, karya kita dirasakan untuk kebutuhan orang miskin. Itu hal-hal yang membuat hidup kita bermakna,” pungkasnya. (*) Penulis : Binti Quryatul Masruroh Editor : Bambang Bes
Peduli Anak, BEM FH Bentuk Sekolah Bantaran Sungai UNAIR NEWS – Tiga tahun berjalan, salah satu program kerja divisi pengabdian masyarakat Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Sekolah Bantaran Sungai (SBS), masih terus menelurkan kemajuan hingga kini. Tak jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, saat ini SBS juga masih rutin dijalankan pada setiap Jumat di daerah
bantaran Sungai Jagir Surabaya. Di dalam kegiatan SBS, semua anak didik diperbolehkan mengikuti kegiatan ini baik yang sedang duduk di bangku sekolah maupun tidak. Anak-anak yang mengikuti kegiatan ini terdiri dari berbagai jenjang. Mulai dari taman kanak-kanak hingga sekolah menengah pertama. Materi yang diajarkan juga setara dengan materi pengajaran yang mereka dapatkan di sekolah. “Kita tidak mematok kriteria, baik anak yang sudah sekolah maupun tidak sekolah boleh belajar bersama di SBS,” tutur Satya Adi selaku koordinator divisi pengabdian masyarakat BEM FH. Untuk menambah semangat dan pengetahuan anak Sekolah Bantaran Sungai, BEM FH berencana untuk mengadakan belajar melalui kunjungan di tempat bersejarah seperti Tugu Pahlawan, Kebun Binatang Surabaya, maupun lainnya. Selain mengadakan SBS, belum lama ini divisi pengabdian masyarakat BEM FH UNAIR juga telah melakukan program kerja donor darah yang bekerjasama dengan Palang Merah Indonesia. Tak hanya itu, program kerja-program kerja siap dilaksanakan sesuai target mulai dari Bagi-bagi Sarapan kepada Orang yang Membutuhkan hingga Abdi Desa oleh BEM FH UNAIR. “Kemarin kami baru saja melaksanakan program kerja donor darah. Selanjutnya, ada program kerja bagi bagi sarapan bagi yang membutuhkan di Surabaya dan juga akan ada proker abdi desa dari BEM FH UNAIR,” imbuh mahasiswa angkatan 2015 itu. Diharapkan dengan adanya program SBS, para anak yang bergabung dapat menambah wawasan serta meningkatkan prestasi bagi yang bersekolah. Selain itu, dengan adanya program kerja semacam ini, para mahasiswa yang berkontribusi dapat menyalurkan ilmunya serta mengamalkan salah satu Tri Dharma Perguruan Tinggi yakni pengabdian masyarakat yang sesuai dengan nama divisinya.
Penulis: Pradita Desyanti Editor: Defrina Sukma S
UNAIR Kukuhkan Empat Guru Besar Baru Bidang Kesehatan dan Sosial UNAIR NEWS – Universitas Airlangga akan mengukuhkan empat guru besar baru pada Sabtu (8/7) mendatang. Keempat guru besar baru tersebut diharapkan dapat senantiasa mengalirkan pembaruan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi kehidupan berbangsa. Keempat guru besar baru yang akan dikukuhkan adalah Prof. Dr. Emy Susanti, Dra., MA, Prof. Dr. Bambang Soeprijanto, dr., Sp.Rad(K)A, Prof. Dr. Bagong Suyanto, Drs., M.Si., dan Prof. Dr. Ririh Yudhastuti, drh., M.Sc. Dalam jumpa pers yang digelar Kamis (6/7) di Ruang Sidang B Kantor Manajemen UNAIR, keempat profesor baru menyampaikan buah pikirannya di hadapan awak media. Guru Besar bidang Sosiologi Gender Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Prof. Emy merupakan guru besar UNAIR sejak berdiri ke-459 dan profesor FISIP aktif ke-17. Prof. Emy yang juga guru besar UNAIR sejak PTN-BH ke-167 akan menyampaikan orasi ilmiah berjudul “Perempuan, Relasi Kuasa dan Sosiologi Gender” saat pengukuhan titel barunya. “Pemahaman tentang kesetaraan gender perlu diperkuat dengan landasan teori atau penguatan jaringan (networking). Untuk memperkuat pemahaman itu, kami di Pusat Studi Gender dan Anak UNAIR sering bekerjasama dengan kawan-kawan dari LSM (Lembaga
Swadaya Masyarakat),” tuturnya. Profesor kedua yang menyampaikan gagasannya kepada awak media adalah Prof. Bambang. Prof. Bambang merupakan Guru Besar bidang Radiologi Fakultas Kedokteran. Dia adalah guru besar UNAIR sejak berdiri ke-460 dan profesor FK aktif ke-108. Nantinya, Prof. Bambang yang juga guru besar UNAIR sejak PTNBH ke-168 akan menyampaikan orasi ilmiah berjudul “Inovasi Radiologi di Era Molekuler dan Digital”. Prof. Bambang menyampaikan, perkembangan dunia radiologi terus berjalan. Ia juga menambahkan bahwa teknologi inovasi radiologi di era molekuler dan digital yang menjadi bahan pidatonya, masih perlu proses panjang untuk diterapkan di Indonesia. “Kita perlu menyelesaikan tahap infeksi penyakit yang ada di masyarakat, baru radiologi dalam level molekuler dan sel ini bisa diterapkan perlahan,” imbuhnya. Guru Besar bidang Sosiologi Ekonomi FISIP Prof. Bagong merupakan guru besar UNAIR sejak berdiri ke-461 dan profesor FISIP aktif ke-18. Prof. Bagong yang juga guru besar UNAIR sejak PTN-BH ke-169 akan menyampaikan orasi ilmiah berjudul “Sosiologi Ekonomi: Dinamika Kapitalisme dan Gaya Hidup Masyarakat Konsumer di Era Posmodern”. Prof. Dr. Drs. Bagong Suyanto, M.Si menawarkan satu pendekatan baru di bidang sosiologi ekonomi. Menurut Prof. Bagong, konsumen dieksploitasi oleh produsen tentang gaya konsumsi mereka. Beragam promosi perusahaan dan kekuatan industri membuat konsumen tidak bisa membedakan antara keinginan dan kebutuhan. “Ketika gengsi masyarakat lebih mengedepan, berbelanja menjadi sebuah gaya hidup,” ujarnya. Terakhir, Guru Besar bidang Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat merupakan guru besar UNAIR sejak berdiri
ke-462 dan profesor FKM aktif ke-11. Prof. Ririh yang juga guru besar UNAIR sejak PTN-BH ke-170 akan menyampaikan orasi ilmiah berjudul “Meramal Wabah Demam Berdarah Dengue”. Prof. Ririh menyarankan agar pemerintah dan masyarakat bisa mengantisipasi penyebaran penyakit DBD dengan memperhatikan siklus cuaca. Ahli kesehatan lingkungan itu juga mengatakan, vektor virus Dengue Aedes aegypti akan berkembang secara optimum pada saat anomali cuaca seperti sekarang dan pada musim hujan. Penulis: Tim UNAIR News
Ini Ciri Khas Mahasiswa Ilmu Komunikasi UNAIR NEWS – Setiap jurusan memiliki keunikan tersendiri. Begitu pula, jurusan Ilmu Komunikasi. Akhir pekan lalu, tim UNAIR News berbincang dengan salah satu dosen muda di jurusan tersebut, Rendy Pahrun Wadipalapa S.Ikom., MA. Topik bahasannya seputar ciri khas mahasiswa Ilmu Komunikasi UNAIR. Berdasarkan obrolan tersebut, setidaknya dua karakter utama dari mereka yang dibahas. Berikut rinciannya. Santun dalam Menggunakan Media Sosial Di era keterbukaan informasi dan gelombang kebebasan berpendapat, dibutuhkan sikap baik dalam memanfaatkan teknologi. Salah satunya, kesantunan dalam melontarkan pemikiran. Khususnya, di media sosial dan ranah internet. Sudah menjadi rahasia umum, media sosial belakangan sarat dengan hoax, fitnah, kabar bohong, dan sharing tautan yang kebenarannya belum jelas.
Para mahasiswa Ilmu Komunikasi pasti dekat dengan dunia maya. Sebab, sarana komunikasi yang lagi ngehits memang ada di sana. Namun, kata Rendy, bisa dipastikan para mahasiswa umumnya santun dalam menggunakan media sosial. Mereka tidak akan mudah percaya dengan berita yang didapatkan. Pun, tidak mudah terpancing dengan kabar-kabar yang belum terklarifikasi. Mengapa? Karena di Ilmu Komunikasi, ada begitu banyak mata kuliah yang membahas tentang bagaimana etika dalam mengirim maupun menerima pesan. Sopan santun menjadi pertimbangan fundamental. Bila seorang mahasiswa Ilmu Komunikasi masih sering lalai dan alay dalam bermedia sosial, keseriusannya dalam kuliah patut dipertanyakan. Lihai buat Meme, Animasi, dan Pesan Visual Belakangan, ujar Rendy, para mahasiswa Ilmu Komunikasi begitu gethol mengemas pesan melalui media visual. Ada yang berupa animasi sederhana, komik strip ringkas, dan lain sebagainya. Isinya, berbagai pokok bahasan sehari-hari. Mulai kritik sosial, hingga cerita-cerita ringan anak kost. “Meme itu adalah ekspresi paling sederhana. Saat ini, eksplorasi visual mahasiswa itu ekspresinya sangat luar biasa,” ujar Rendy. Pesan yang dimaksud biasanya dibagi di grup-grup media sosial. Misalnya, WhatsApp dan Line. Untuk karya-karya yang dinilai cukup resisten atau kelewat privat, para mahasiswa biasanya tidak berani secara frontal membagikannya di tautan facebook yang bisa dibilang “lebih bebas”. Yang jelas, kelihaian mereka menjelajah ruang visual menjadi bukti kalau jebolan Ilmu Komunikasi tidak hanya pintar ngomong. (*) Penulis: Rio F. Rachman Editor : Dilan Salsabila
Berkat Karya Ilmiah, Dwi Cahyani Jadi Wisudawan Berprestasi FIB UNAIR UNAIR NEWS – Dwi Cahyani Octavianti, alumnus program studi S-1 Sastra Inggris, berhasil merebut satu gelar simbul keaktifan di kampus, yaitu wisudawan berprestasi dari Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga pada wisuda Maret 2017. Kegemarannya pada dunia tulis menulis ilmiah membuat perempuan kelahiran Tulungagung ini sering memenangkan kompetisi di bidang ini. Dwi mengaku, ada tiga pencapaian yang luar biasa selama berkuliah. Pertama, ia pernah menyabet juara III Lomba Karya Tulis Tingkat Nasional Dinas Kehutanan Povinsi Jawa Timur tahun 2013. Kedua, ketika mendapat kabar bahwa paper yang ia tulis diterima di sebuah konferensi internasional di Hamburg, Jerman, tahun 2016. Ketiga, penghargaan sebagai wisudawan berprestasi UNAIR, saat ini. “Pencapaian ini saya persembahkan untuk ibu yang selalu berjuang untuk mimpi-mimpi yang selama ini beliau luapkan dalam setiap doanya,” tutur Dwi bersyukur. Perjuangan untuk berangkat ke Jerman pun menjadi cerita menarik baginya. Dwi dan anggota tim kesulitan dalam hal pendanaan. Namun, karena tekadnya sudah bulat, ia mencari dana dengan usahanya sendiri. “Tiga bulan sebelum berangkat, paper kami dinyatakan lolos oleh panitia. Saya memulai bekerja sedari merias teman-teman yang wisuda, saya juga menjadi trainer outbond (pelatih mancakrida), memberikan les privat, hingga berjualan makanan dan minuman di acara seminar LPDP,” tutur Dewi. “Saat itu yang ada di pikiran saya hanyalah berangkat ke
Jerman, walau saya hanya tidur dua sampai tiga jam sehari, bagi saya, kelelahan itu terbayar ketika benar-benar sudah sampai di benua biru,” ungkapnya. Nah, seusai lulus ini Dwi ingin untuk mendapat beasiswa dan melanjutkan kuliah S-2 ke luar negeri. (*) Penulis: Ainul Fitriyah Editor: D. Sukma Satiti
Ajak Mahasiswa Bikin Action Plan dan Kunjungi Kampung Green and Clean UNAIR NEWS – Dalam rangka peringatan hari bumi yang jatuh pada 22 April lalu, American Corner Universitas Airlangga bekerjasama dengan Young South East Asia Leadership Initiative (YSEALI) mengajak para mahasiswa untuk berkompetisi menyumbangkan ide kreatif mereka. Kompetisi tingkat nasional bertajuk Youth Ecopreneurship Challenge (YEC) tersebut diikuti berbagai mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi. YEC merupakan kompetisi action plan dalam bidang ecopreneurship yang dimeriahkan dengan berbagai rangkaian acara. Rangkaian acara tersebut meliputi talkshow, Focus Group Discussion (FGD), kunjungan ke kampung green and clean, dan ditutup dengan pemaparan action plan dari semua tim peserta. Kali ini, para peserta diajak untuk berkunjung ke kampung green and clean Jambangan, Surabaya, Sabtu (30/4). Kampung sehat Jambangan Kampung Jambangan telah puluhan kali mendapatkan predikat
sebagai kampung sehat bersih, baik tingkat regional maupun nasional. Rupanya, di kampung ini masyarakat bahu-membahu mewujudkan tatanan masyarakat yang konsisten menjaga kesehatan, keselamatan, dan keseimbangan lingkungan. Kampung Jambangan sudah berbenah sejak dirintis pada 2002 lalu. “Sekarang kita tambah dan kita tata. Kita sudah memiliki prioritas utama, menggunakan sistem satu pintu melalui satuan tugas (satgas). Semuanya sudah teratur dan tertata dengan adanya satgas. Semua untuk keberlangsungan perbaikan Jambangan,” ungkap Yulia Ratna, kader lingkungan di Kelurahan Jambangan. Banyak predikat yang dilekatkan pada Kampung Jambangan, seperti kampung asuh, kampung sehat, kampung kreatif dan inovatif. Selain itu Jambangan juga pernah memperoleh penghargaan Kalpataru dari Kementerian Lingkungan Hidup RI pada 2008, penghargaan The Best Green dan Clean pada tahun 2013. Kampung Jambangan juga pernah memperoleh penghargaan Upakarti atas karya jasa pengabdian dan peloporan dalam industri kecil dan kerajinan. Hal inilah yang kemudian membuat banyak kampung lainnya untuk termotivasi. Dalam seminggu, Kampung Jambangan bisa memenuhi kunjungan hingga tiga kali. Berbagai kunjungan justru kerap kali berasal dari luar Jawa. Seperti yang sudah-sudah, dari Banjarmasin, Kalimantan, hingga dari Papua. Kebanyakan yang melakukan kunjungan ialah ibu-ibu PKK atau perangkat kelurahan. Di Jambangan, masyarakat membangun lingkungan agar terus diberdayakan. Mulai dari urban farming, pengadaan bank sampah, kerajinan tangan dari daur ulang sampah, hingga pembuatan makanan dan minuman yang bersifat herbal. “Arah dari semua ini adalah memberdayakan masyarakat setempat,” kata Yulia.
perekonomian
Inovasi diakui Yulia sebagai hal yang mutlak. Inovasi harus terus dilakukan agar usaha menuju lingkungan sehat terus
berkembang. “Harapannya, setiap generasi muda seperti sekarang membantu kami menyuarakan betapa pentingnya bumi untuk diselamatkan, karena kalau kami saja, nanti tidak berkelanjutan,” lanjutnya. Kegiatan YEC ditutup dengan pemaparan action plan dari 12 tim yang telah diseleksi. Pemenang action plan kali ini yaitu diperoleh tim Gubuk Organik. Gubuk Organik merupakan bisnis yang bergerak di bidang ecososiopreneur. Tujuan utama bisnis ini adalah untuk mengajak masyarakat sadar tentang hidup sehat dengan mengonsumsi sayur organik. “Gubuk organik itu proyeknya sudah berjalan. Manajemen mereka bagus karena sudah melakukan pendekatan dengan korporasi besar. Selain itu, kami juga menilai dari penilaian awal. Kami lihat dari idenya yang inovatif, manajemen bagus, bermanfaat karena memberdayakan masyarakat, serta jelas implementasinya,” kata Dicky Johar Pribadi, selaku salah satu juri dalam YEC. (*) Penulis : Binti Q. Masruroh Editor : Dilan Salsabila
Ribuan Bibit Ikan Ditebar di Kolam Konservasi UNAIR UNAIR NEWS – Rektor Universitas Airlangga Prof. Dr. H. Mohammad Nasih, MT., SE., Ak., didampingi para Wakil Rektor, para Dekan dan pimpinan lain di UNAIR menaburkan 2.500 bibit ikan di “Kolam Konservasi UNAIR Kampus C”, Minggu (31/1). Penaburan itu dilakukan usai senam pagi bersama yang diselenggarakan Fakultas Sain dan Teknologi (FST) UNAIR.
Pembibitan kembali itu karena hasil pembudidayaan ikan periode sebelumnya telah dikuras atau dipanen pada Minggu 13 Desember 2015 lalu. ”Kolam ini selain untuk kepentingan lingkungan di sekitar kita, di kampus C ini, juga kita pelihara ikan yang hasilnya untuk kita nikmati bersama, yaitu tidak hanya sivitas UNAIR namun juga masyarakat di sekitar kampus. Untuk itu mari kita menjaga dan memeliharanya baik-baik,” kata Pak Rektor dalam satu-dua patah kata sambutannya. Seperti diketahui hasil panen ikan dari Kolam Konservasi UNAIR akhir tahun lalu mencapai 5 (lima) ton, terdiri dari ikan nila (yang terbanyak), nila merah, gurami, patin, dan lele. Hasilnya dibagi-bagikan gratis kepada sivitas dan masyarakat di sekitar kampus UNAIR, sehingga dari 2000 lembar kupon yang disebar panitia, masing-masing pemegang kupon memperoleh ikan rata-rata 2 kg sampai 2,5. Acara panen dilakukan bersamaan dengan sosialisasi “Gemar Makan Ikan” bersama Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Timur. Kustiawan
Tri
Pursetyo,
S.Pi.,
M.Vet.,
dosen
Fakultas
Perikanan dan Kelautan (FPK) UNAIR sebagai wakil fakultas yang ditugasi melakukan pembibitan, menjelaskan, 2.500 bibit ikan yang ditebar itu baru sebagian kecil dari yang seharusnya. Hal itu karena keterbatasan bibit yang dikehendaki yaitu yang sebesar (panjang) sekitar 10 Cm, sehingga benih selebihnya masih menunggu hasil pembesaran dari perusahaan pembenihan. Dipilihnya benih sebesar itu agar pembesaran kolam lebih cepat. Kemudian pada periode pemeliharaan tahun 2016 ini sekaligus diujicobakan ikan bandeng, sehingga saat ini terdapat tujuh jenis ikan air tawar yang akan dibesarkan. Tujuh jenis ikan tersebut antara lain nila hitam, nila merah, patin, bandeng, gurami, bader, termasuk ikan hias Koi. Penambahan jenis ikan bandeng ini dilakukan setelah pada
periode konservasi sebelumnya sudah sedikit dicoba dipelihara di kolam ini, dan berhasil lumayan, walaupun dari segi pembesarannya tidak bisa maksimal sebagaimana jika dipelihara pada tambak-tambak khusus ikan bandeng. “Faktor luasnya kolam dan volume pakannya menjadi faktor penentu. Disini, saat ikan berebut pakan maka ikan bandeng yang kalah, sehingga pembesarannya tidak bisa maksimal,” kata Kustiawan. Kegiatan pemeliharaan ikan dan kemudian hasil panennya dibagikan kepada masyarakat seperti ini, kata Kustiawan, sekaligus untuk memberi wawasan kepada masyarakat bahwa potensi perikanan air tawar di Indonesia itu sangat besar, sekaligus mengajak masyarakat untuk gemar makan ikan karena kandungan gizi ikan sangat dibutuhkan oleh tubuh. Diantaranya asam lemak Omega-3 adalah nutrisi yang sangat bagus bagi otak. “Lemak pada ikan juga bukan lemak jenuh sehingga tidak menimbulkan risiko kolesterol. Ikan juga mengandung vitamin D, vitamin B2, dan mineral yang dibutuhkan tubuh seperti kalsium, fosfor, zat besi, yodium, magnesium dan kalium,” katanya. (*) Penulis: Bambang Bes
LPPA-HKI UNAIR Sosialisasikan Perlindungan HKI dan Produk Halal di SMKN 6 Surabaya UNAIR NEWS – Lembaga Pengembangan Produk Akademik dan Hak Kekayaan Intelektual (LPPA-HKI) Universitas Airlangga melaksanakan Sosialisasi Perlindungan Kekayaan Intelektual dan
Produk Halal untuk siswa Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 6 Surabaya. Kegiatan ini dilaksanakan di Aula SMKN 6 Jl. Margorejo, Wonocolo, Surabaya, Rabu (8/3) kemarin. Didampingi Sekretaris LPPA-HKI Andi Hamim Zaidan, M.Si., Ph.D., sosialisasi ini dibuka oleh Ketua LPPA-HKI UNAIR Prof. Dr. H. Sukardiman, Apt., MS, dan diikuti 100 siswa lebih SMKN 6 Surabaya dari sembilan jurusan yang ada, beserta para guru pendampingnya. Sembilan jurusan itu adalah Patiseri, Akomodasi Perhotelan, Tata Kecantikan Rambut, Restoran, Tata Busana, Tata Kecantikan Kulit, Multimedia, Usaha Perjalanan Wisata, dan yang terbaru Akuntansi. Dari LPPA-HKI UNAIR pada kesempatan ini menghadirkan dua nara sumber, Dr. Mas Rahmah, SH., MH., LLM yang menyampaikan tentang perlindungan HKI. Sedang Dr. Pratiwi Pudjiastuti, M.Si, yang mensosialisasikan UU Nomor 33/2014 tentang Jaminan Produk Halal Bagi P-IRT dan UMKM. Dalam sambutan pembukaannya, Prof. Sukardiman mengatakan bahwa siswa-siswi SMKN, termasuk SMKN 6 Surabaya, merupakan calon potensial produsen HKI. Dengan sosialisasi seperti ini diharapkan kelak menjadi entreprenour atau pencipta suatu produk, dan mengerti bagaimana cara melindungi produknya, hak cipta, paten, atau merek buatannya secara benar. Sehingga terlindungi secara hukum dari tindakan pembajakan, pemalsuan, dan peniruan produk. ”Bagi LPPA-HKI UNAIR, pengabdian kepada masyarakat dengan sosialisasi seperti ini merupakan yang kedua, sebelumnya pernah dilaksanakan di SMKN 5 Jl. Prof. Dr. Moestopo Surabaya. Tujuannya juga sama,” kata Prof. Sukardiman, yang juga Guru Besar Fakultas Farmasi UNAIR itu. Dalam paparannya dihadapan ratusan siswa SMKN 6 Surabaya, Dr. Mas Rahmah menjelaskan, apapun karya seseorang yang merupakan inovasi baru, bisa didaftarkan untuk memperoleh HKI, baik itu hak cipta (karya ilmu pengetahuan, karya seni, karya sastra),
serta hak kekayaan industri seperti merek dagang, rahasia dagang, paten, desain industri, desain tata letak, sirkuit terpadu, dan perlindungan varietas tanaman. Menurut pakar HKI UNAIR ini, siswa SMKN 6 Surabaya punya potensi besar untuk bisa menciptakan karya yang mempunyai nilai komersial. Bayangkan dari delapan jurusan yang ada, sangat potensial untuk bisa menciptakan suatu karya. Misalnya nama dan racikan masakan yang baru, produk busana, penataan rambut tertentu, dan sebagainya. Banyaknya karya-karya kreatif yang lahir itu semestinya juga didaftarkan atau dilindungi melalui HKI. ”Memperoleh HKI akan mengangkat nama siswa itu sendiri, sekolah, daerah, bahkan negaranya. Selain itu produk HKI yang didaftarkan akan aman, terlindungi dari pencurian, peniruan, dan didaftarkan oleh orang lain. Jika tidak didaftarkan akan sangat merugikan,” tandas Dr. Mas Rahmah. ”Jika ingin mendaftarkan HKI, silakang datang ke LPPA-HKI UNAIR, kami siap membantu proses pendaftarannya,” tambah dosen Fakultas Hukum UNAIR itu. Sedangkan Dr. Pratiwi Pudjiastudi, M.Si., mengawali paparannya dengan menjelaskan apa yang dimaksud halal dan thoyyib (baik/aman) sebagai pasangan halal itu sendiri. Halal adalah segala sesuatu yang diijinkan dihalalkan dalam kitab-NYA. ”Jadi suatu makanan selain halal juga harus thayyib. Misalnya layak dikonsumsi, bermanfaat bagi kesehatan, berkualitas baik, aman tidak tercemar penyakit, tidak kedaluwarsa, proses masaknya higienis, wadah kemasannya baik dan tidak berbahaya, dsb,” terangnya. Karena itu, sertifikasi dan labelisasi halal sangat penting, karena akan melindungi konsumen dari kemungkinan negatif, dan adanya jaminan halal dikonsumsi. Karena pentingnya masalah ini, maka kedua hal ini ditangani instansi berbeda. Urusan kehalalan ditangani MUI (Majelis Ulama Indonesia), sedang
urusan ke-thayyib-an ditangani BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan). Sebelum mendaftarkan, baik sertifikat halal dan lolos uji BPOM, sebelumnya diadakan pelatihan atau edukasi. Dalam pelatihan itu disampaikan persyaratan dan proses yang dilakukan dalam pembuatan suatu produk. Sedang pendaftaran sertifikat halal, mulai Juli 2012, hanya bisa dilakukan secara online melalui website LPPOMMUI di www.halalmui.org. Sedang pemohon dari klasifikasi industri rumah tangga (yang produknya hanya tahan 7 hari) melalui Dinas Kesehatan di daerahnya. “Mudah-mudahan pengetahuan seperti ini bermanfaat bagi usaha kecil dan menengah, UMKM, dan usaha mikro lainnya,” kata Dr. Pratiwi Pudjiastuti, M.Si. (*) Penulis: Bambang Bes