[Podcast] Mahasiswa Produksi Pemanis Berbahan Lidah Buaya
UNAIR Alami
UNAIR NEWS – Lidah buaya adalah salah satu tanaman yang memiliki berbagai macam khasiat, baik untuk kecantikan maupun kesehatan. Akan tetapi, masih jarang ditemukan olahan lidah buaya berupa makanan yang banyak digemari masyarakat. Hal inilah yang melatarbelakangi Bisma Brata Atmaja (FEB 2014), Fania Andriana (FEB 2014), Indi Mumtaza (Farmasi 2014), Hady Palgunadi (FST 2014) dan Muhammad Yusuf (FEB 2015) untuk membuat sebuah terobosan baru, yakni pemanis berbahan lidah buaya yang bisa dikonsumsi oleh masyarakat dan dapat memulai gaya hidup sehat. “Disini kami ingin memasyarakatkan lidah buaya dan mempermudah orang agar mengonsumsi lidah buaya. Maka hadirlah gulo ijo sebagai pemanis alami. Rasanya sama seperti gula biasa, tidak ada rasa lidah buaya tapi kita tetap mendapatkan manfaat lidah buaya,” Papar Hady. Selama memproduksi gulo ijo, banyak hambatan yang Salah satunya adalah ketika memanaskan saringan dengan suhu yang terlalu tinggi, maka saringan tidak bisa digunakan lagi. Selain itu, tim
menghadang. lidah buaya lidah buaya juga harus
melakukan perjalanan panjang untuk mendapatkan supplier lidah buaya dengan harga murah tapi memiliki kualitas yang baik. Gulo ijo dipasarkan dalam kemasan 125 gram. Untuk membuatnya, lidah buaya dikupas, kemudian dicuci dan diblender. Setelah berbentuk cair, lidah buaya disaring dan airnya dipanaskan sampai menyusut hingga mencapai takaran tiga perempatnya. Selanjutnya, ditambah gula pasir dengan perbandingan 1:1. Terakhir, campuran lidah buaya dan gula dimasak dan jadilah gulo ijo.
Selain memproduksi gulo ijo, Mahasiswa yang tergabung dalam tim PKM-K ini juga mengolah aneka minuman yang berbahan dasar lidah buaya dan tentu saja menggunakan pemanis gulo ijo. “Kami saat ini sedang bereksperimen membuat aloe vera menjadi nata de coco,” pungkas Hady. (*) Penulis : Afifah Nurrosyidah Editor : Dilan Salsabila
Baru Ukir Prestasi, UKM Penalaran Bersiap ke Level yang Lebih Tinggi UNAIR NEWS – UKM Penalaran UNAIR baru mengukir prestasi gemilang pada National University Debating Championship (NUDC). Komunitas ini baru saja meraih peringkat ketiga pada ajang yang digelar pada 29 April hingga 1 Mei 2016 di Malang tersebut. Dalam event yang diadakan oleh Koopertis VII tersebut, delegasi yang berhasil menyabet predikat adalah Mutiara Kasih dan Nur Abdi Pratama. Menariknya, Mutiara Kasih juga terpilih sebagai top 10 best speaker. Lisda Bunga, salah satu anggota UKM tersebut, mengutarakan, latihan intensif dilakukan sejak dua bulan silam. Sejumlah dosen berperan serta. Salah satunya, dari Fakultas Ilmu Budaya. “Mudah-mudahan kami bisa terus berkiprah dengan konsisten. Bahkan, di level internasional,” kata dia. Untuk meraih itu, dibutuhkan dukungan semua pihak. Termasuk, para dosen dan kampus sebagai institusi yang memayungi UKM ini. Yang jelas, kata Lisda, saat ini dia dan teman-teman
terus berlatih dan berkarya. Adapun event yang akan disongsong dalam waktu dekat antara lain diadakan di Universitas Mercubuana, Jakarta, pada 29 Juli hingga 5 Agustus mendatang. Dalam gelaran tersebut, UKM Penalaran akan mengerahkan segala kemampuan. Selama ini, Sudah begitu kerap dibawa membuktikan, unggul. (*)
semua UKM di UNAIR tak henti unjuk kebolehan. banyak prestasi yang diukir. Gelar maupun medali pulang oleh delegasi Ksatria Airlangga. Hal ini di ranah non akademik pun, kampus ini tergolong
Penulis: Rio F. Rachman
Kematian Terhormat Sebaik-baik nasihat adalah kematian Saya melihat kematian dengan tubuh berdarah. Penuh darah dan jijik bagi sebagian orang. Tapi saya tersenyum. Karena darah inilah yang menjadi saksi di hadapan tuhan. Bahwa saya mati dengan terhormat. Lalu orang-orang itu membawa raga saya ke sebuah kamar pemandian. Setelah lebih dulu dicongkeli batang tubuh ini. Otopsi. Dan meski disayat seribu gores. Ditusuk sekian dalam. Tak ada perasaan perih. Saya tetap tersenyum. Karena semakin banyak lubang di badan. Semakin banyak saksi yang akan berbicara pada tuhan. “Kami bersaksi bahwa dia mati dengan luka yang membanggakan,” Sudah tak ada medan laga. Tapi bukankah kita masih bisa mati dengan berdarah? Dengan peluh. Dengan sikap ksatria. Bukan mati di ranjang bertilam empuk. Didampingi anak istri yang
menangis atau membaca ayat-ayat tuhan. Ah, betapa itu cara mati orang sakit. Cara mati orang lemah. Kalau selama ini kau ingin hidup kuat dan sehat, kenapa pula kau membayangkan mati tergeletak di tempat tidur dengan kondisi berpenyakitan? Atau kau tidak pernah membayangkan ingin mati seperti apa? Betapa aneh! Kau mungkin sering membayangkan akan menghabiskan masa tua dengan anak dan cucu di rumah asri dekat sawah. Atau bercitacita menjadi orang kaya dan terkenal di seantero negeri. Berkeinginan menjadi artis atau pemikir nomor wahid. Hidup berbahagia dengan banyak uang. Tapi ternyata kau tidak pernah sekalipun membayangkan ingin mati seperti apa? Hai, bukankah kematian adalah lebih pasti dari semua angan muluk-mulukmu itu? Sekali lagi, betapa aneh! Keluarga yang saya cintai tetap meneteskan air mata. Tapi tidak meratap atau meraung. Sebab, sudah sejak lama saya katakan: saya akan mati muda dengan tubuh penuh darah. Tak hanya sudah sejak lama. Saya juga sudah mengatakan itu berkali-kali, sesering matahari terbit. Sehingga saat saya mati, mereka tidak terkejut. Mereka merasa kematian adalah dongeng yang tertunda kejadiannya. Kemudian menjadi realitas yang sudah disangka-sangka sebelumnya. bukankah kematian lebih pasti dari hari esok? Mungkin burung-burung di langit ikut mendoakan arwah saya yang penuh darah. Tidak, bukan penuh darah. Sudah tidak ada darah di alam baqa tempat arwah bersemayam. Darah hanya ada di dunia fana yang kemunculannya disisipi oleh berbagai interpretasi tak adil. Darah adalah sesuatu yang menjijikkan. Darah adalah penyakit. Darah adalah zat yang mesti dibuang. Namun, bagi saya lain. Sejak remaja, saya ingin mati dengan bersimbah darah. Itulah kematian yang elegan. Tentu bukan dengan bunuh diri. Juga bukan karena ditabrak truk saat
menerobos lampu merah. Saya ingin mati dengan darah bersimbah seusai menolong orang. Seusai membela keluarga dari tindak kejahatan. Atau setelah bersitegang dengan jambret yang ingin merampas tas gadis perawan di perempatan seperti tadi siang. Lalu parangnya menembus daging perut. Memburaikan isi badan. Menyimbahkan darah. Tidak, sekali lagi itu tidak menjijikkan. Itu adalah kematian yang pahlawan. Bayangkan, bagaimana rupa pahlawan yang dulu berjuang di sepanjang jalanan Surabaya dan mati dimangsa peluru musuh? Tak jauh beda dengan kondisi Saya waktu itu. Kami sama-sama mati sebagai pemberani. hidup kadang sependek sebatang rokok Entah berapa banyak orang yang mendoakan saya. Bahkan para wartawan yang berkepentingan meliput heroisme yang saya lakukan pun ikut mensucikan diri. Lantas, berdoa khusyuk. Memohon pada tuhan agar dosa-dosa saya diampuni. Hutang-hutang dilunasi. Oh, betapa kerennya mati seperti ini. Tapi seperti biasa, tetap saja ada yang menaruh sinis. Mereka berdesas-desus dan mengasihani saya yang mati muda ini. “Kasihan dia baru 25 tahun. Belum menikah. Masih muda sudah mati. Tragis, lagi,” ujar salah seorang Ibu yang melihat ambulan mengantarkan jenazah saya ke rumah. Beberapa kawannya, sesama Ibu-Ibu, mengangguk-angguk tanda setuju. Wahai, mengapa mereka begitu mengasihani saya yang berbahagia ini? Tidakkah lebih baik mereka mengasihani diri mereka sendiri yang suka menggunjing dengan tubuh bau kompor? Bagaimana kalau saat tubuh masih bau sambal terasi, berdaster putih bunga-bunga, lagi membicarakan orang lain, tiba-tiba malaikat maut mencabut nyawa mereka semua? Betapa memalukannya mati dengan cara seperti itu. Tidak. Ternyata tak hanya Ibu-Ibu. Beberapa kelompok bapak-
bapak yang masih sempat tertawa-tertawa—entah karena topik apa—juga sempat mengasihani kematian saya. Ternyata, orangorang yang suka salah sasaran dalam mengasihani orang, tidak terpaku pada satu jenis kelamin. Ibu-Ibu atau bapak-bapak sama saja. Lihatlah mereka yang menyuruh keluarga Saya untuk bersikap sabar. Berkali-kali bilang kalau semua yang bernyawa pasti mati. Semua akan kembali pada pencipta. Duhai, ucapan itu sudah kerap saya tuturkan pada keluarga. Sekerap pergantian malam dan siang. Mereka terlambat. Tapi sok berdakwah. Apalah lagi istilah yang cocok bagi mereka kalau bukan pahlawan kesiangan? Ah, tidak. Saya sudah mati. Tidak boleh menghardik. Walaupun kalau sudah mati, tindakan seperti apapun tidak diperhitungkan lagi. Tapi setidaknya, bersyukur dengan tidak bersikap buruk.
Saya
harus
Aneh memang melihat bapak-bapak itu masih sempat tertawatawa—meski tidak terbahak-bahak—di momentum takziah seperti ini. Sama anehnya saat melihat sekelompok pemuda dan pemudi yang tersenyum-senyum di sudut lain. Seharusnya di masa sekarang mereka merenung. Dasar, kaum yang hanya bersilaturahmi saat ada orang meninggal atau hajatan! Orang lagi meninggal, dijadikan acara temu kangen. Betapa mereka semua juga bisa mati mendadak. Seperti Saya yang setelah subuh masih sempat lari pagi. Membersihkan taman. Mencuci pakaian dan memasak telur mata sapi untuk adik. Apalagi mereka yang sudah tua-tua itu. Bernapas saja sudah sulit. Masih sempat cekikikan di depan mayit. Bagaimana kalau malaikat yang kebetulan lewat merasa sumpek dengan tingkahnya dan berinisiatif langsung mencabut nyawanya yang ringkih itu? Kematian seharusnya menjadi nasihat bagi mereka. Kematian lebih pasti dari hari esok. Lihatlah orang yang banyak memiliki rencana hari esok dan mati sebelum hari esok. Alamak, betapa malang kalau dia mati sambil memikirkan rencana yang
remeh temeh itu. Ajal kadang lebih pendek dari sebatang rokok. Sesaat sebelum mati, Saya masih sempat menelepon abang kalau malam ini saya tidak pulang. Dengan alasan, ada perlu di rumah teman. Saya tahu, dia saat itu sedang merokok. Dan Saya yakin, sebelum rokoknya habis, nyawa saya sudah lebih dulu dihabisi penjahat jalanan itu. Penjahat yang dengan parangnya mengantarkan saya, bersama simbahan darah, terbang ke surga. dunia tak lebih dari persinggahan Tubuh saya sudah bersih dan dibungkus kain kafan sederhana. Kain kafan murahan. Karena seberapapun mahalnya kain kafan untuk orang meninggal, toh dikubur juga. Toh tidak bisa membuat mayat kebal gigitan ulat. Toh tidak bisa mengusir dingin dan angkernya perut bumi. Orang-orang menutup wajah saya dengan kapas halus. Wajah pucat ini tidak terlihat ketika dimasukkan ke ambulan untuk kali kedua dan diantar menuju pekuburan. Amboi, teduhnya awan di langit. Mega-mega seperti memberi hormat pada mayat yang mati terhormat ini. Mati dengan darah. Mati dengan keinginan sendiri untuk membela seorang gadis yang mau dijahati. Mati dengan arwah yang tersenyum di awang-awang. Mati dengan tak ada sambutan tangis menderu-deru dari keluarga. “Kami sudah tahu dia akan mati. Kami hanya tidak tahu kapan tepatnya dia mati. Tapi kami sudah menyiapkan diri kalau dia mati di hari atau usia berapapun juga,” ayah berbicara tenang di depan para kerabat. Duh, ayah. Aku masih ingin menelan kebijaksanaanmu. Seperti kebijaksanaanmu yang ogah kawin lagi saat ditinggal Ibu mati lebih dulu. Mungkin saat ini malaikat tengah memberi hormat pada keluarga saya yang tegar. Pada adik perempuan saya yang sejak jenazah sampai rumah hingga menjelang ke liang lahat tak
putus mendoakan. Adik, betapa saya tak bisa lagi membuatkanmu telor ceplok kesukaan. Lubang kubur tampak sederhana. Lebih sederhana dari rumah orang termiskin di dunia. Tubuh yang sudah benar-benar bangkai dimasukkan. Diiringi doa-doa yang naik ke langit. (*)
UKM Karate Sabet Medali, Jadikan Keterbatasan Sebagai Pemicu Prestasi UNAIR NEWS – Keterbatasan bukan menjadi penghalang bagi Unit Kegiatan Mahasiswa Karate (UKM Karate) untuk menorehkan prestasi. UKM yang tergolong baru dan belum memiliki base camp ini kerap mendulang medali. Misalnya, dalam Kejuaraan UNESA CUP 1 2016, se-Jawa Timur, 30 April sampai 1 Mei lalu. Pada ajang yang diadakan di Gelanggang Pemuda, UNESA Lidah Wetan Surabaya tersebut, kontingen UNAIR berhasil menyabet banyak medali. Antara lain, 3 emas, 2 perak dan 3 perunggu. Medali emas diraih pada kategori Kata Perororangan Putri Eksebisi, Kata Beregu Putri dan Kumite Beregu Putra. Medali Perak pada kategori Kumite -67 Kg Putra dan Kumite Eksebisi +67 Kg Putri. Sedangkan perolehan medali perunggu pada kategori Kata Beregu Putra, Kumite -87 Kg Putra dan Kata Perororangan Putri. Dengan capaian tersebut, UKM yang 8 sampai 10 April lalu juga bersinar di Kejurnas Danpasmar-1 ini dinobatkan sebagai Runner Up umum. “Semoga kemenangan ini menjadi motivasi agar kami bisa menjadi lebih baik di masa datang,” jelas Isnaini Rahmawati, salah
satu atlet UKM Karate yang mendapatkan medali emas. Keterbatasan tempat latihan, peralatan latihan dan sekretariat, tak menyurutkan semangat para anggota. Mereka datang berlatih secara rutin meskipun harus menggotong pulangpergi peralatan masing-masing. “Tidak tersedianya ruang sekretariat, membuat kami harus menunggu di tribun SC (Student Center). Terkadang sampai kehujanan. Semangat yang tinggi para anggota membuat keterbatasan itu tidak menjadi halangan,” tambahnya. (*) Penulis : Disih Sugianti Editor: Rio F. Rachman
UNAIR Terima 2.098 Pendaftar Jalur SNMPTN UNAIR NEWS – Penerimaan calon mahasiswa baru lewat jalur Seleksi Nasional Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) sudah diumumkan per 9 Mei 2016. Melalui jalur tersebut Universitas Airlangga menerima sebanyak 2.098 calon mahasiswa baru jalur SNMPTN. Berdasarkan data yang dilansir oleh Pusat Penerimaan Mahasiswa Baru UNAIR, jumlah peminat yang menempatkan UNAIR sebagai pilihan pertama menurut program studi mencapai 32.220. Sedangkan, jumlah siswa pendaftar mencapai 18.993 orang. Dari jumlah siswa pendaftar, sebanyak 3.563 diantaranya pendaftar Bidikmisi. Dari jalur Bidikmisi, jumlah calon mahasiswa yang berhasil diterima adalah 373 pendaftar. Artinya, sekitar 17,7% calon mahasiswa UNAIR jalur SNMPTN berasal dari kelompok Bidikmisi. Jumlah calon mahasiswa baru UNAIR dari jalur SNMPTN
ini berasal dari 34 provinsi di Indonesia. Wakil Rektor I UNAIR Prof. Djoko Santoso, Sp.PD., K-GH, FINASIM, menyatakan bahwa pemerataan calon mahasiswa UNAIR yang tersebar dari seluruh provinsi di Indonesia merupakan bentuk UNAIR mengakomodasi siswa pendaftar dari seluruh daerah. “Kalau memang hanya mensyaratkan kualitas pendaftar, paling kita hanya menerima 10 sampai 20 sekolah menengah atas saja, padahal sekolah pendaftar mencapai ribuan. Ini menunjukkan bahwa UNAIR merupakan tempat siswa siswi seluruh Indonesia,” tutur Prof. Djoko. Bagi pendaftar yang berhasil lolos jalur SNMPTN di UNAIR, pendaftar wajib melakukan tahap pra pendaftaran ulang dengan melakukan pengisian data secara lengkap dan benar. Data registrasi dan verifikasi administrasi yang diunggah antara lain ijazah/surat keterangan lulus, akte kelahiran, surat keterangan RT/RW, fotokopi kartu susunan keluarga orang tua/wali mahasiswa, fotokopi SPPT PBB tahun terakhir, fotokopi pembayaran rekening listrik dua bulan terakhir, dan fotokopi penghasilan bruto pekerjaan orang tua/wali. Unggahan dokumen dalam format PDF bisa dilakukan di laman regmaba.unair.ac.id mulai tanggal 11 – 17 Mei 2016 mendatang. Calon mahasiswa baru jalur SNMPTN akan mendapatkan informasi perihal besaran tarif UKT setelah batas waktu unggah data tanggal 17 Mei 2016. Sedangkan, proses pendaftaran ulang baru bisa dilakukan pada tanggal 31 Mei 2016 bertepatan dengan tes tulis Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Seperti diberitahukan sebelumnya, pada tahun akademik 2016 ini UNAIR menerima mahasiswa baru sebanyak 5.225 orang. Berdasarkan presentase, kuota SNMPTN dijatah sekitar 40%, dari jalur SBMPTN menerima 30%, dan dari jalur Mandiri sekitar 30%. (*) Penulis : Defrina Sukma S.
Editor : Bambang BES.
Cegah Diabetes Melitus dengan Bentuk Kader Kesehatan UNAIR NEWS – Diabetes merupakan salah satu penyakit yang menjadi momok di Indonesia. Berdasarkan data yang dilansir oleh International Diabetes Federation Atlas pada tahun 2015, Indonesia menempati peringkat ketujuh dengan pengidap diabetes terbanyak di dunia. Untuk menekan jumlah penyakit tersebut, maka diperlukan sebuah kesadaran diri dan kelompok untuk melakukan pemeriksaan kesehatan tubuh sejak dini. Berangkat dari hal tersebut, keempat mahasiswa Universitas Airlangga menggagas ide baru untuk mencegah penyebaran penyakit diabetes. Ide bernama SI MANIS atau Siaga Masyarakat Anti Diabetes Melitus dengan metode self check up digagas oleh Aldini Yunita Mia Diantami (Ners/2013), Anjar Ani (Ners/2013), Dewi Permata Lestari (Ners/2013), Yolanda Eka Maulida (Ners/2014), Oktaviani Indah Puspita (Ilmu Hubungan Internasional/2015). Ide tersebut mereka sampaikan melalui Proposal Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Pengabdian Masyarakat (PKM-M). Proposal yang mereka ajukan berhasil lolos dan mendapatkan pendanaan dari Kemenristekdikti pada tahun 2016, untuk kemudian digunakan dalam mewujudkan gagasan yang sudah dibuat. Bentuk Kader Melalui program kemanusiaan tersebut, tim SI MANIS menyasar para ibu rumah tangga di wilayah Desa Sidokterto, Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo. Dewi, salah satu anggota tim SI
MANIS, mengatakan bahwa kelompok pengidap diabetes terbanyak di Indonesia adalah usia di atas 35 tahun. Oleh karena itu, terkait dengan langkah pencegahan, tim SI MANIS membentuk kader berjumlah sepuluh orang yang berasal dari kelompok Program Kesejahteraan Keluarga (PKK) setempat. “Kami mendatangi para anggota PKK untuk mengenalkan program SI MANIS. Kami memberikan pengetahuan kepada mereka tentang diabetes melitus. Terkait dengan proses seleksi kader, kami memberikan tes tentang diabetes. Bagi mereka yang lolos, kami mengajari penggunaan alat-alat kesehatan yang digunakan untuk pengecekan gula darah, misalnya menggunakan jarum suntik, setrip, dan sebagainya,” tutur Dewi. Dengan adanya pembentukan kader, tim SI MANIS akan mudah memantau terhadap implementasi program kreativitas. Dewi berharap, para kader bisa menularkan pengetahuan yang dimiliki kepada masyarakat sekitar.
Tim SI Manis berfoto bersama dengan kader dan anggota PKK di wilayh Sidokerto, Sidoarjo. (Foto: Istimewa) Selain pembentukan kader, tim SI MANIS juga mengadakan
penyuluhan kepada para anggota PKK setempat. Tim menghadirkan salah satu staf pengajar Ners UNAIR untuk memberikan pengetahuan umum tentang diabetes melitus. Penyuluhan itu dilangsungkan pada Sabtu (7/5) di lokasi pengabdian. Antusiasme peserta dapat dilihat dari suasana tanya jawab yang dilontarkan oleh peserta dan pembicara. Pada saat yang sama, tim SI MANIS juga mengadakan pemeriksaan kadar gula darah secara gratis kepada para anggota PKK setempat. Kegiatan tak berhenti pada level penyuluhan. Tim SI MANIS berencana memberikan alat-alat kesehatan kepada PKK setempat agar bisa melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin. Hanya saja, menurut Dewi, pemberian ini baru bisa dilaksanakan sesuai dengan cairnya anggaran PKM – M dari Dikti. Langkah pencegahan ala tim SI MANIS sudah disambut respon positif oleh masyarakat sekitar. Retno, salah satu kader, mengatakan bahwa dirinya senang bisa membantu mengecek kesehatan warga di tempat ia tinggal. Meski ia merasa sedikit grogi, tapi ia telah mendapat cukup pengetahuan. “Kalau memeriksa tensi, dari mbak-mbaknya (tim SI MANIS) sendiri. Kalau periksa gula darah, dari kader. Kami diajari cara periksa, pasang jarum, dan setrip. Nanti kami juga harus memberitahu kepada warga bahwa jarum yang dipakai itu masih baru. Semua sudah diajari,” tutur Retno. Ia berharap dengan adanya program pencegahan diabetes itu, warga di sekitarnya bisa merasakan manfaat hidup sehat salah satunya dengan mengatur kadar gula darah dalam tubuh. Selain itu, dengan adanya program SI MANIS, PKK setempat berencana mengalokasikan anggaran untuk pembelian alat-alat tersebut dan memeriksa kesehatan secara swadaya. (*) Penulis: Defrina Sukma S. Editor: Nuri Hermawan
Satu Dekade Airlangga Bojonegoro Community, Gelar Pengmas dan Tasyakuran UNAIR NEWS – Banyak cara yang dilakukan untuk mengisi dan memperingati hari kelahiran, baik bagi pribadi, organisasi, atau bahkan sebuah komunitas. Hal itulah yang tengah dirasakan mahasiswa UNAIR yang tergabung dalam Airlangga Bojonegoro Community atau yang lebih dikenal dengan sebutan ABC. Dalam memperingati hari jadi yang ke-10, komunitas mahasiswa dari bumi Angling Dharma tersebut menggelar kegiatan Pengabdian Masyarakat (6/5) dan Tasyakuran (7/5). Kedua kegiatan tersebut digelar di tempat yang berbeda. Kegiatan Pengmas dilaksanakan di Desa Krondonan, Kecamatan Gondang, dengan berbagai macam program. Beragam program kemanusiaan yang meliputi ABC mengajar, ABC menginspirasi, pemeriksaan kesehatan gratis, pembagian sembako untuk kaum duafa dan pengajian akbar mewarnai pengabdian tersebut. “Untuk memeringati Dies Natalis ABC yang kesepuluh ini, ABC mengadakan pengabdian masyarakat dan tasyakuran di Kabupaten Bojonegoro,” ujar Andy Ahmad Alfian, selaku Ketua ABC. Peringatan Dies Natalis ABC kali ini memang tidak berbeda jauh dengan kegiatan-kegiatan di tahun sebelumnya. Namun, bagi Andy, momen satu dekade ini yang menjadi pembeda. Selain itu, acara ini juga dijadikan sebagai ajang reuni bagi para Alumni ABC dari berbagai angkatan. “Momen kali ini adalah momen satu dekade, dimana dalam ukuran organisasi mahasiswa daerah, sudah bisa dianggap cukup tua untuk ukuran usia. Sekaligus pada kesempatan kali ini, akan
menjadi ajang reuni alumni ABC dari berbagai angkatan,” ujar mahasiswa FEB angkatan 2013 tersebut. Selain pengabdian masyarakat, ABC juga mengadakan tasyakuran di Pendopo Pemerintah Kabupaten Bojonegoro. Tercatat 188 orang mengikuti acara yang terdiri dari kalangan mahasiswa anggota ABC maupun alumni, serta beberapa dosen yang berasal dari Bojonegoro, salah satunya adalah Prof. Dr. dr. Soetojo, Sp.U., Dekan Fakultas Kedokteran UNAIR, yang menyempatkan diri untuk ikut bergabung memeriahkan Dies Natalis ABC ke-10. “Acara tasyakuran di pendopo Pemkab Bojonegoro ditandai dengan pemotongan nasi tumpeng oleh Prof. Soetojo,” kata Andy. Ketika ditanya mengenai rahasia kekompakan ABC, Andy mengatakan bahwa kunci suksesnya adalah rasa memiliki serta pengertian dari masing-masing individu. Karena seluruh anggota ABC adalah mahasiswa UNAIR yang merantau dari Bojonegoro, maka persamaan logat serta diksi dari para anggota dianggap mampu menjaga kekompakan ABC. “Komunikasi yang baik, kesamaan akan berbagai hal, misal gaya bicara, serta kecintaan akan daerah asal yang melandasi temanteman ABC loyal untuk memperjuangkan dan menjadi aktivis organisasi mahasiswa daerah, dalam hal ini ABC,” ujar Andy Sebagai Ketua ABC saat ini, Andy berharap agar organisasiorganisasi daerah di UNAIR semakin kompak dan solid, sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar kepada masyarakat di daerah masing-masing. (*) Penulis : Dilan Salsabila Editor : Nuri Hermawan
Panitia Pembangunan Masjid Kampus C UNAIR Terima Bantuan Rp 160 Juta UNAIR NEWS – Panitia pembangunan masjid “Asma’ul Husna” Universitas Airlangga Surabaya menerima bantuan biaya pembangunan dari alumni UNAIR, Jumat (6/5). Kali ini yang memberikan sumbangan adalah Alumni Fakultas Ekonomi UNAIR (FEUA) tahun 1987 sebesar Rp 160 juta. Bantuan tersebut secara simbolis disampaikan oleh koordinatornya Drs. Ec. Hari Purnomo dan diterima Rektor UNAIR Prof. Dr. Mohammad Nasih, SE, MT., Ak., MCA., seusai salat Jumat di masjid tersebut. Selanjutnya oleh Rektor bantuan diserahkan kepada panitia pembangunan masjid “Asmahul Husna” di kampus C UNAIR ini. Tidak ada seremonial secara khusus. Jadi selesai semua melaksanakan salat Jumat di sebagian lantai masjid yang kini sedang dalam finishing itu, semua menuju ke halaman depan masjid seperlu untuk menyerahkan uang bantuan tersebut. Penyerahan tersebut disaksikan oleh beberapa anggota IKAFE ’87 serta pengurus IKA-UA. ”Dalam suasana yang baik dan spontan ini, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas keperduliannya, siapa tahu nanti juga masih akan berlanjut,” kata Prof Nasih disambut gerrrr para hadirin yang menyaksikan. Menurut Drs. Ec. Hari Purnomo., pengurus IKAFE Jakarta ini, sumbangan Rp 160 juta tersebut dihimpun dari rekan-rekannya dan merupakan bantuan alumni FE’87 yang kedua. Bantuan yang pertama tahun lalu sudah diserahkan kepada panitia pembangunan masjid sebesar Rp 867 juta. “Alhamdulillah wajib kita syukuri bahwa kami bisa melaksanakan
amanah dari panitia pembangunan masjid ini untuk membantu mengumpulkan donatur dari para alumni, terutama yang berada di Jakarta. Kemudian setelah terkumpul sekian itu sekarang kami serahkan agar segera bermanfaat,” kata Hari Purnomo kepada UNAIR NEWS. Ditambahkan oleh Budi Widayanto, anggota panitia pembangunan masjid Alumni UNAIR, bahwa estimasi anggaran pembangunan telah direvisi. Jumlahnya tidak lagi mencapai Rp 25 miliar, tetapi tinggal Rp 17 miliar. Hal itu karena adanya beberapa unsur efisiensi yang ketika dikalkulasi dua tahun lalu masih diperhitungkan, dan ternyata dalam pelaksanaannya terdapat banyak keringanan dan kemudahan.
SEUSAI salat Jumat (6/5) kemarin, Rektor UNAIR Prof. M Nasih (kanan) secara simbolis menerima bantuan dana dari Koordinator Alumni IKA FE 1987 UNAIR sebesar Rp 160 juta. Tampak juga disaksikan beberapa alumni FE. (Foto: Bambang Bes) ”Alhamdulillah dana yang masuk dari para donatur hingga saat ini mencapai Rp 13,077 miliar. Dengan demikian kekurangan biaya pembangunan masjid ini tinggal sebesar Rp Rp 3,922
miliar, sehingga sumbangan amal sodakoh dari para alumni dan donatur masih kami harapkan,” kata Budi, alumni FE UNAIR itu, seraya menambahkan bahwa total pengeluaran hingga akhir April 2016 lalu mencapai Rp 16,082 miliar. Kata Budi, sodaqoh dan atau Infaq bisa ditransfer ke rekening atas nama Panitia Pembangunan Masjid UNAIR Kampus C pada Bank Mandiri Cabang Surabaya Rungkut Megah Raya dengan Nomor Rekening: 142.0031122012. Atau juga kepada atas nama Panitia Pembangunan Masjid Kampus C Unair ke No. Rekening: 7076288504 pada Bank Mandiri Syariah Cabang Kampus C UNAIR. “In sha Allah peresmian masjid ini tidak akan lama lagi,” kata Budi Widayanto. (*) Penulis : Bambang Bes