II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pemanis 2.1.1. Pemanis Alami Gula dari pati-patian (starch sweetener) adalah pemanis non tebu seperti halnya gula kelapa, gula aren dan gula bit. Contoh pemanis ini adalah high fructose syrup (HFS), fruktosa, glukosa, dan inulin. HFS diproses dari pati jagung, gandum, beras, kentang dan umbi-umbian lainnya melalui proses ekstraksi enzimatik dan mikrobial. Kandungan utama HFS adalah glukosa dan fruktosa, dengan kadar fruktosa antara 42%-55% (Anonim, 2008).
2.1.2. Pemanis Buatan Pemanis buatan diperoleh secara sintetis melalui reaksi-reaksi kimia di laboratorium maupun skala industri. Pemanis buatan diperoleh melalui proses sintetis sehingga dapat dipastikan bahan tersebut mengandung senyawa-senyawa sintetis. Banyak aspek yang dijadikan pertimbangan dalam menentukan jenis pemanis buatan yang diijinkan untuk digunakan dalam produk makanan, antara lain nilai kalori, tingkat kemanisan, sifat toksik, pengaruhnya terhadap metabolisme, gula darah, dan organ tubuh manusia. Oleh sebab itu selain ketentuan mengenai penggunaan pemanis buatan juga harus disertai dengan batasan jumlah maksimum penggunaannya. Menurut Ambarsari dkk. 2008, ada beberapa jenis pemanis buatan yang diijinkan penggunaannya di Indonesia antara lain: 1) Alitam Alitam merupakan senyawa yang disintesis dari asam amino L-asam aspartat, D-alanin, dan senyawa amida yang disintesis dari 2,2,4,4tetrametiltienanilamin. Alitam dapat dicerna oleh enzim dalam saluran pencernaan dan diserap oleh usus berkisar 78-93% dan dihidrolisis menjadi asam aspartat dan alanin amida. Sedangkan sisa alitam yang dikonsumsi yaitu sebanyak 7-22% dikeluarkan melalui feses. Asam aspartat hasil hidrolisis selanjutnya dimetabolisme oleh tubuh dan alanin amida dikeluarkan melalui
3
urin sebagai isomer sulfoksida, sulfon, atau terkonjugasi dengan asam glukoronat. 2) Acesulfame-K Acesulfame-K merupakan senyawa yang tidak berbau, berbentuk tepung kristal berwarna putih, mudah larut dalam air dan berasa manis dengan tingkat kemanisan relatif sebesar 200 kali tingkat kemanisan sukrosa tetapi tidak berkalori. Kombinasi penggunaan acesulfame-K dengan asam aspartat dan natrium siklamat bersifat sinergis dalam mempertegas rasa manis gula. Beberapa kajian memperlihatkan bahwa acesulfame-K tidak dapat dicerna, bersifat non glikemik dan non kariogenik. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa acesulfame-K berbahaya bagi penderita phenylketonuria karena dapat menyebabkan resiko penurunan fungsi otak. Pada tahun 2003, Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat mengumumkan bahwa pemanis jenis ini aman untuk dikonsumsi. Namun beberapa peneliti masih meragukan karena acesulfame-K dianggap dapat memicu kanker (Arief, 2007). 3) Aspartam Aspartam merupakan senyawa yang tidak berbau, berbentuk tepung kristal berwarna putih, sedikit larut dalam air, dan berasa manis. Kajian digestive dari Monsato memperlihatkan bahwa aspartam dimetabolisme dan terurai secara cepat menjadi asam amino, asam aspartat, fenilalanin, dan metanol, sehingga dapat meningkatkan kadar fenilalanin dalam darah. Oleh karena
itu,
pada
label perlu
dicantumkan khusus bagi penderita
fenilketonuria. 4) Neotam Neotam merupakan senyawa yang bersih, berbentuk tepung kristal berwarna putih, penegas cita rasa yang unik dan memiliki tingkat kelarutan dalam air sama dengan aspartam. Neotam termasuk pemanis non-nutritif yaitu tidak memiliki nilai kalori. Penggunaan neotam dalam produk pangan dapat dilakukan secara tunggal maupun kombinasi dengan pemanis lain seperti aspartam, garam acesulfame, siklamat, sukralosa, dan sakarin. Kajian
4
digestive memperlihatkan bahwa neotam terurai secara cepat dan dibuang sempurna tanpa akumulasi oleh tubuh melalui metabolisme normal. 5) Sakarin Secara umum, garam sakarin berbentuk kristal putih, tidak berbau atau berbau aromatik lemah, dan mudah larut dalam air, serta berasa manis. Kombinasi penggunaannya dengan pemanis buatan rendah kalori lainnya bersifat sinergis. Sakarin tidak dimetabolisme oleh tubuh, lambat diserap oleh usus, dan cepat dikeluarkan melalui urin tanpa perubahan. Menurut hasil penelitian The National Cancer Institute, mengkonsumsi sakarin berlebih atau meminum minuman bersoda dua botol setiap harinya dapat meningkatkan risiko kanker kandung kemih (Arief, 2007). 6) Siklamat Sebagai pemanis buatan, siklamat digunakan dalam bentuk garam kalsium, kalium, dan natrium siklamat. Secara umum, garam siklamat berbentuk kristal putih, tidak berbau, tidak berwarna, dan mudah larut dalam air dan etanol, serta berasa manis. Pemberian siklamat dengan dosis yang sangat tinggi pada tikus percobaan dapat menyebabkan tumor kandung kemih, paru, hati, limpa, serta menyebabkan kerusakan genetik dan atropi testikular. Siklamat memunculkan banyak gangguan bagi kesehatan, di antaranya tremor, migrain dan sakit kepala, kehilangan daya ingat, bingung, insomnia, iritasi, asma, hipertensi, diare, sakit perut, alergi, impotensi dan gangguan seksual, kebotakan, dan kanker otak (Anonim, 2008). 7) Sukralosa Sukralosa merupakan senyawa berbentuk kristal berwarna putih, tidak berbau, mudah larut dalam air, metanol dan alkohol, sedikit larut dalam etil asetat, serta berasa manis. Sukralosa tidak digunakan sebagai sumber energi oleh tubuh karena tidak terurai sebagaimana halnya dengan sukrosa. Sukralosa tidak dapat dicerna dan langsung dikeluarkan oleh tubuh tanpa perubahan.
2.2. Stevia rebaudiana Bert. 2.2.1. Sejarah
5
Tanaman ini merupakan tanaman asli dari daerah Rio Monday, dataran tinggi di Paraguay. Stevia pertama kali dibawa ke daerah Eropa pada tahun 1887 ketika M.S Bertoni mempelajari karakteristik unik dari suku Indian dan Mestizos Paraguay. Sebuah usaha besar untuk membuat stevia menjadi salah satu komoditas pertanian di negara Jepang dirintis oleh Sumida pada tahun 1968. Sejak saat itulah stevia mulai dikenal dan dikembangkan sebagai salah satu hasil pertanian berpotensi dibeberapa negara diantaranya: Brazil, Korea, Meksiko, Amerika Serikat, Indonesia, Tanzania, dan sejak tahun 1990 di Kanada. Saat ini Jepang merupakan produsen dan pengguna steviosida terbesar di dunia dengan jumlah penggunaan 200 ton steviosida murni pada tahun 1996 (Lee dkk., 1979; Shock,1982; Brandle dan Rosa, 1992; Fors, 1995 dalam Brandle dkk., 2005).
2.2.2. Tinjauan Botani Ciri - ciri tanaman ini adalah semak, tinggi 60-90 cm, batang berbentuk bulat lonjong dan ditumbuhi oleh bulu – bulu yang halus, bercabang, bentuk daun lonjong, langsing dan duduk berhadapan, panjang 2-4 cm, lebar 1-5 cm, tulang daun menyirip, tangkai pendek, bunga majemuk, hermafrodit, bentuk terompet, kelopak bentuk tabung, tangkai benang sari dan tangkai putik pendek, kepala sari kuning, putik berbentuk silindris, putih kotak, bentuk jarum, berakar serabut. Tanaman ini dapat tumbuh pada tanah asam yang tidak subur atau tanah dipinggiran rawa (Lutony, 1993). Gambar tanaman stevia dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Stevia rebaudiana Bert.
6
2.2.3. Potensi Stevia Sebagai Pemanis Kehadiran gula stevia dapat dijadikan sebagai alternatif yang tepat untuk dijadikan pengganti pemanis buatan atau sintetik. Tingkat kemanisan gula stevia antara 200 – 300 kali sukrosa (Philips, 1987), sedang siklamat yang merupakan pemanis sintetik yang masih sering digunakan ternyata hanya memiliki tingkat kemanisan 30 – 80 kali dari tingkat kemanisan sukrosa. Pemanis aspartam, pemanis sintetik kontroversial yang juga masih digunakan tingkat kemanisannya 100 – 200 kali sukrosa. Dengan kata lain, tingkat kemanisan gula stevia masih lebih tinggi dibandingkan dengan aspartam atau siklamat yang selama ini masih digunakan sebagai pemanis berbagai macam produk makanan dan minuman (Lutony, 1993). Menurut Tjasadihardja Fujita, produk dari Stevia rebaudiana dapat digunakan sebagai makanan berkalori rendah bagi penderita diabetes, orang kegemukan dan penderita gigi berlubang. Dari hasil penelitiaan, pemberian zat pemanis stevia tanpa pemberian glukosa dibandingkan dengan pemberian tolbutamida maka kadar gula darah turun 53,6 %. Dari hasil tersebut dapatlah disimpulkan bahwa zat pemanis Stevia Rebaudiana dapat dipakai sebagai zat pemanis pada penderita diabetes karena disamping berkalori rendah mempunyai sifat hipoglikemik yang berarti, tentu saja mengenai adanya efek samping yang negatif perlu diteliti (Djas, 2005).
2.2.4. Kandungan Kimia dan Kegunaan Daun stevia mengandung 3 jenis glikosida yaitu steviosida yang memiliki rasa manis, rebaudisida dan dulkosida yang ketiganya terikat pada karbohidrat seperti: ramnosa, fruktosa, glukosa, silosa, arabinosa. Senyawa lain yang terdapat dalam daun stevia adalah sterol, tanin dan karotenoid. Selain itu stevia mengandung protein, serat, fosfor, besi, kalsium, kalium, natrium, magnesium, rutin (flavonoid), zat besi, zink, vitamin C dan vitamin A. Tubuh manusia tidak dapat memetabolis steviosida, karena itu steviosida dibuang dari tubuh tanpa proses penyerapan kalori (Llyas, 2003). Senyawa – senyawa yang memiliki karakteristik pemanis masuk dalam golongan glikosida, yaitu: dulkosida A, rebaudiosida A-E, steviolbiosida, dan
7
steviosida (Kinghorn dkk., 1984). Glikosida – glikosida tersebut merupakan komponen utama dari diterpen, derivatif steviol (Shibata dkk., 1995). Jika rebaudiosida A, D, dan E
itu dicoba digabungkan, maka campurannya akan
memiliki tingkat kemanisan yang setara dengan steviosida. Stevia rebaudiana (Bert.) Bertoni, spesies yang paling manis, mengandung seluruh glikosida di daunnya, dan steviosida merupakan komponen yang paling banyak terkandung (3% - 8% dari berat kering daunnya) (Melis, 1992). Gambar dari struktur diterpen glikosida ditunjukkan pada Gambar 2 (Mantovaneli dkk., 2004).
Glikosida
Tingkat Kemanisan
R1
R2
Steviosida
Glu
Glu – Glu
150 - 300
Rebausida
Glu
Glu
100 - 120
H
Glu – Glu
100 - 125
Glu
Glu – Glu
250 - 450
Diterpen
Steviolbiosida Rebaudiosida A
(Sukrosa = 1)
Glu Rebaudiosida B
H
Glu – Glu
300 - 350
Glu Rebaudiosida C
Ram
(Dulkosida B) Rebaudiosida D
Glu – Ram
50 - 120
Glu Glu – Glu
Glu – Glu
250 - 450
Glu Rebaudiosida E Dulkosida A
Glu – Glu
Glu – Glu
150 – 300
Glu
Glu – Ram
50 - 120
Keterangan : Glu = β-D-Glukopironasil, Ram = α-L-Ramnopironasil Gambar 2. Struktur Diterpen Glikosida Stevia rebaudiana Bert.
8
Stevia lebih banyak dikembangkan sebagai bahan baku pemanis alami karena bersifat non karsinogenik dan rendah kalori. Selain itu stevia juga memiliki efek hipoglikemik, yang dapat digunakan untuk menjaga keseimbangan kadar gula dalam darah.
2.3. Diabetes Mellitus dan Aktivitas Hipoglikemia Stevia rebaudiana Bert. Diabetes melitus adalah suatu penyakit gangguan metabolisme karbohidrat yang ditandai dengan kadar glukosa dalam darah yang tinggi (hiperglikemi) dan adanya glukosa dalam urin (glukosuria). Penyebab diabetes mellitus adalah kegagalan pankreas mensekresi insulin. Dalam jangka panjang, penyakit ini dapet mengakibatan resiko gangguan lebih lanjut pada retina dan ginjal, kerusakan saraf perifer, dan mendorong terjadinya penyakit ateroskierosis pada jantung, kaki, dan otak (Yulinah dkk., 2007). Ada dua jenis Tipe diabetes, yakni diabetes Tipe 1 dan diabetes Tipe 2. Pada diabetes Tipe 1 (disebut Insulin Dependent Diabetes Militus atau IDDM), yakni diabetes yang tergantung pada insulin. Diabetes Tipe 1 biasanya juga disebut diabetes remaja. Sekitar 10% orang yang mengidap diabetes Tipe 1 ini tubuhnya tidak memproduksi insulin dan karenanya suntikan insulin secara teratur dibutuhkan untuk memelihara gula darah yang normal (McWright, 2008). Diabetes Tipe 2 (diabetes yang tidak bergantung pada insulin) adalah diabetes yang paling sering ditemui. Biasanya diderita oleh orang dewasa usia di atas 40 tahun. Tetapi ada juga penderita diabetes Tipe 2 yang baru berusia 20-an. Sekitar 90-95% diabetes adalah dari jenis Tipe 2. Diabetes Tipe 2 biasanya tidak membutuhkan suntikan insulin, tetapi membutuhkan obat untuk memperbaiki fungsi insulin (Waluyo, 2009). Selama ini pengobatan diabetes mellitus biasanya dilakukan dengan pemberian obat – obat Oral Anti Diabetik (OAD), atau dengan suntikan insulin. Di samping itu banyak pula di antara penderita yang berusaha mengendalikan kadar glukosa darahnya dengan cara tradisional menggunakan bahan alam. Salah satu tanaman obat yang dimaksud tersebut adalah Stevia rebaudiana. Keuntungan stevia sebagai pemanis berkaitan dengan Diabetes Melitus adalah stevia tidak berkalori sehingga tidak menaikkan kadar gula darah. Ini berarti hasil ekstrak dari
9
Stevia rebaudiana aman dikonsumsi bagi para penderita diabetes. Dari percobaan lain yang sudah dilakukan, ternyata pada pemberian zat pemanis stevia tanpa pemberian glukosa dibandingkan dengan pemberian tolbutamida maka kadar gula darah turun 53,6 % (Djas, 2005).
2.4. Uji Toleransi Glukosa Prinsipnya adalah kepada tikus yang telah dipuasakan selama lebih kurang 20-24 jam, diberikan larutan glukosa per oral dan pada awal percobaan sebelum pemberian obat dilakukan pengambilan cuplikan darah sebagai kadar glukosa awal. Pengambilan cuplikan darah diulangi setelah perlakuan pada waktu-waktu tertentu. Keadaan hiperglikemia pada uji toleransi glukosa hanya berlangsung beberapa jam setelah pemberian glukosa sebagai diabetogen (Hani, 2008).
2.5. Metode Enzimatik (GOD-PAP) Glukosa dapat ditentukan secara enzimatik, misalnya dengan penambahan enzim glukosa oksidase (GOD). Dengan adanya oksigen atau udara, glukosa dioksidasi oleh enzim menjadi asam glukoronat disertai pembentukan H2O2. Dengan adanya enzim peroksidase (POD), H2O2 akan membebaskan O2 yang mengoksidasi akseptor kromogen yang sesuai serta memberikan warna yang sesuai pula. Kadar glukosa darah ditentukan berdasarkan intensitas warna yang terjadi, diukur secara spektrofotometri (Widowati dkk., 1997). Reaksi dapat dilihat dibawah ini.
Glukosa + O2
GOD
Asam Glukonat + H2O2 POD
2H2O2 + Phenol + 4-Aminoantipyrine
Red quinone + 4H2O
10