PROGRAM PENGEMBANGAN KAPASITAS PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP T A H U N A N GGA R A N 2 0 0 5
LP-1017 OLEH: EDIAR USMAN AGUS SETYANTO LULI GUSTIANTINI YANI PERMANAWATI I KETUT GEDE ARYAWAN GODWIN LATUPUTTY NOVI SUTISNA SUBARSYAH SAHUDDIN HARTONO
DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN GEOLOGI KELAUTAN
2005
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
KATA PENGANTAR Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat-Nya Laporan Pemetaan Geologi dan Potensi Energi dan Sumber Daya Mineral Bersistem Lembar Peta 1017, Batam – Riau Kepulauan pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan TA 2005 dapat diselesaikan. Pemetaan ini dilaksanakan guna mendukung program nasional pemetaan & inventarisasi data potensi sumber daya alam di laut. Dengan selesainya laporan ini, penyusun ingin mengucapkan terima kasih kepada Yth: 1. Bpk Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan. 2. Bpk Pejabat Pembuatan Komitmen Kegiatan Litbang Geologi Kelautan, Program Pengembangan Kapasitas Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup. 3. Para Koordinator Program di lingkungan Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan. 4. Seluruh Karyawan Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan. 5. Rekan-tekan sesama anggota tim. Atas segala izin, bantuan, dukungan dan diskusinya, dengan harapan semoga laporan ini dapat berguna dalam rangka inventarisasi data sumber daya geologi dan mineral serta bagi perencanaan dan pengembangan wilayah perairan P. Batam dan sekitarnya. Bandung, September 2005
Tim Penyusun,
KATA PENGANTAR
i
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
BAB 1
PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Perairan Batam bagian utara (Lembar Peta 1017) merupakan daerah yang strategis karena posisinya berada pada jalur pelayaran internasional dan memisahkan antara Indonesia – Malaysia dan Indonesia - Singapura. Perairan Batam bagian utara merupakan jalur yang sibuk bukan saja sebagai jalur lalu lintas pelayaran internasional, tetapi juga sebagai jalur pelayaran regular antara Batam – Singapura dan Batam - Malaysia. Disamping itu, perairan Batam bagian utara juga sebagai jalur telekomunikasi (kabel bawah laut) dan pipa migas yang menghubungkan Indonesia dan Singapura. Perairan Batam bagian utara merupakan daerah yang berbatasan langsung dengan Negara tetangga Malaysia dan Singapura. Belum seluruh titik-titik batas antara kedua Negara telah diratifikasi mengingat adanya perbedaan persepsi mengenai tata cara pembagian batas tersebut. Salah satu aspek penting dalam penentuan batas dua Negara adalah aspek kelanjutan alamiah daratan ke laut hingga ke batas 200 mil dan potensi sumber daya mineral yang dapat mencapai 350 mil. Oleh sebab itu, Pemetaan Geologi dan Potensi Energi dan Sumber Daya Mineral Bersistem Batam (Lembar Peta 1017) – Riau Kepulauan sebagai bagian dari kegiatan Pemetaan Sistematis Puslitbang Geologi Kelautan Tahun 2005 diharapkan dapat menjadi masukan bagi perencanaan pengembangan perairan Batam khususnya dan pengembangan aspek kelautan (batas Negara) pada umumnya di masa mendatang.
PENDAHULUAN
1
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
1.2. MAKSUD DAN TUJUAN Maksud kegiatan Pemetaan Geologi dan Potensi Energi dan Sumber Daya Mineral Bersistem Batam (Lembar Peta 1017) – Riau Kepulauan adalah dalam rangka mendukung data dan informasi geologi
kelautan
untuk
seluruh
wilayah
laut
nasional
yang
berjumlah 385 Lembar Peta. Dari data tersebut selanjutnya akan menjadi dasar dalam eveluasi kondisi geologi, potensi energi dan sumber
daya
mineral
dan
aspek
lainnya
yang
mendukung
kepentingan Negara (batas negara). Sedangkan tujuan kegiatan Pemetaan Geologi dan Potensi Energi dan Sumber Daya Mineral Bersistem Batam (Lembar Peta 1017) – Riau Kepulauan adalah untuk memperoleh data-data geologi bawah permukaan, morfologi dasar laut, dinamika perairan dan data pendukung pelaksanaan
geologi
kelautan
pengembangan
lainnya
yang
infrastruktur
bermanfaat dan
bagi
kelayakan
pembangunan kelautan nasional.
1.3. PELAKSANAAN KEGIATAN Dalam Pemetaan Geologi dan Potensi Energi dan Sumber Daya Mineral Bersistem Batam (Lembar Peta 1017) – Riau Kepulauan ini akan disajikan dan dibahas data hasil survei lapangan guna mendukung rencana pengembangan perairan di lembar peta 1017, meliputi data-data sbb: • Geofisika: data batimetri, sismik dan magnet. • Oseonografi berupa kondisi arus dan pasang surut. • Geologi, mencakup jenis, ketebalan batuan dan penyebaran.
PENDAHULUAN
2
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
Waktu pelaksanaan kegiatan survey adalah mulai tanggal 1 Juni s/d 5 Juli 2005. Sedangkan kegiatan pengolahan data dilaksanakan setelah kegiatan lapangan, antara lain pengolahan data seismik, data sounding, data magnet, data sedimen dan data fisika & kimia aiar laut.
1.4. LOKASI KEGIATAN Secara geografis daerah pemetaan terletak di bagian utara P. Batam dan P. Bintan berbatasan dengan perairan Malaysia dan Singapura. Berdasarkan pembagian wilayah skala 1 : 250.000 yang diterbitkan oleh Bakosurtanal, lokasi kegiatan pemetaan adalah Lembar
Peta
1017
yang
disebut
juga
lembar
Tanjung
Uban(Gambar 1).
Gambar 1. Lokasi Pemetaan Geologi dan Potensi Energi dan Sumber Daya Mineral Bersistem (LP-1017) Batam – Riau Kepulauan.
PENDAHULUAN
3
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
1.5. PERSONIL PELAKSANA Personil pelaksana pada penyelidikan ini adalah: 1.
Ir. Drs. Ediar Usman, M.T.
Ketua Tim/Ahli Geo-planologi pantai & laut.
2.
Ir. Agus Setyanto, M.SP.
Ahli Remote Sensing
3.
Luli Gustiantini, S.Si
Ahli Geologi Kelautan /Ostracoda
4.
Godwin, S.Si
Ahli Kelautan
5.
Novi Sutisna, Dipl.Phg
Ahli Geofisika/Batimetri
6.
I Ketut Gede Aryawan,S.Si
Ahli Geofisika/Magnet
7.
Yani Pertamawati, S.Si
Ahli Lingkungan
8.
Subarsyah, S.Si
Ahli Geofisika/Seismik
9.
Sahudin, S.Si
Ahli Geofisika/Seismik
10
Ir. Hartono
Ahli Mineral
11
Ir. Hartana
Ahli GIS/Informatika
12
M. Hayat Iswal
Teknisi Positioning
13
Edi Wahyu Widodo
Teknisis Positioning
14
Sutardi
Teknisi Sampling
15
Agam Galih
Teknisi Sampling
16
Drs. Yudi Muliawan Edi
Teknisi Geofisika
17
Sangat
Teknisi Geofisika
18
Dadang Rachman
Teknisi Geofisika
19
Targi Sukman
Teknisis Geofisika
20
Radiono
Logistik
21
Ibnu Kunjono
Logistik
22
Kapt.Laut
(KH)
Dedi Securiry Officer
Sugiarto 23
Irman A. Suprapto
Kapten Kapal
24
Nana Sutisna Noor
Mualim 1
25
Sudarisman
Mualim 2
26
Mas'ud Sanudin
Mualim 3
27
Lesmaya
Mualim 4
28
Danu Mursito
Teknisi Mesin
PENDAHULUAN
4
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
29
Affandi
Teknisi Mesin
30
Asep Utang
Teknisi Mesin
31
Agus Sudradjat
Juru Masak
32
Sumardi Sulaiman
Juru Masak
33
Rusnali
Juru Masak
34
Jojo Suparjo
Teknisi Mesin
PENDAHULUAN
5
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
BAB 2
KONDISI UMUM DAERAH PEMETAAN
2.1. UMUM Kegiatan survei potensi Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) merupakan kegiatan pemetaan sistematis dan merupakan salah satu tugas pokok yang dilaksanakan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi
Kelautan
–
Badan
Penelitian
dan
Pengembangan Energi dan Sumber Daya Mineral Dep. ESDM sejak tahun 1984. Kegiatan ini dimaksudkan untuk memperoleh datadata geologi & geofisika kelautan yang berkaitan dengan potensi energi dan sumber daya mineral di seluruh wilayah laut nasional. Pada tahun 2005 dilaksanakan di perairan Lembar Peta 1017 Perairan Batam bagian utara yang berbatasan dengan Malaysia dan Singapura menggunakan Kapal Survei Geomarin 1 milik Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (PPPGL). Kegiatan survei di Lembar Peta 1017 juga diperlukan untuk mengetahui potensi ESDM di sekitar wilayah perbatasan dengan Negara tetangga. Diharapkan dengan survei ini akan dapat mendukung dan memperteguh yurisdiksi laut nasional Indonesia sebagai Negara kepulauan, terutama yang menyangkut kondisi geologi dan potensi ESDM di wilayah perbatasan.
2.2. GEOLOGI Secara geologi perairan Batam termasuk dalam kawasan granit Sumatera bagian barat sebagai satu rangkaian pulau-pulau timah yang membujur dari daratan Thailand – Malaysia hingga Bangka KONDISI UMUM DAERAH PEMETAAN
6
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
Belitung. Jalur timah ini dikenal sebagai Tin Belt of Sumatera. Kondisi geologi yang demikian, maka perairan Batam kaya dengan potensi mineral-mineral plaser (placer mineral) dan mineral berat (heavy mineral) yang bernilai ekonomis. Mineral-mineral plaser dan mineral berat tersebut berasal dari batuan granit pada pulau-pulau timah yang terdapat di bagian selatan (Batam dan Bintan) yang telah mengalami deformasi dan pelapukan (Gambar 2). Batuan beku yang merupakan hasil pemadatan larutan magma berdasarkan
tempat
pembekuannya
dikelompokkan
menjadi
batuan beku dalam dan batuan beku luar. Oleh para ahli petrografi telah dilakukan beberapa pengelompokan batuan beku yang kadang-kadang berlainan antara satu dengan yang lainnya. Secara umum pengelompokkan batuan granit berdasarkan pada tekstur dan komposisi, baik komposisi mineral maupun komposisi kimia. Batuan beku granit di P. Batam dan P. Bintan merupakan kesatuan batuan granit yang yang terdapat di Peninsula Malaysia yang melampar hingga ke Kalimantan Barat. Ciri-ciri batuan beku granit ini
adalah:
berwarna
abu-abu
kemerahan
hingga
kehijauan,
berbutir kasar dengan komposisi feldspar, kuarsa, hornblende dan biotit. Mineral utama umumnya adalah bertekstur primer dan membentuk suatu pluton batholit yang tersingkap dengan baik di di daratan P. Batam dan P. Bintan. Sedangkan batuan sedimen yang terdapat di P. Batam dan P. Bintan adalah dari Formasi Goungan yang terdiri dari batupasir tufaan berwarna keputih-putihan dengan butir yang halus hingga menengah membentuk laminasi sejajar. Batuan lainnya adalah batulanau umumnya dijumpai sebagai tuf dasitan dan tuf lithik feldspatik berwarna putih, halus, setempat-setempat berselingan dengan batupasir.
KONDISI UMUM DAERAH PEMETAAN
7
Gambar 2. Peta geologi daerah P. Batam & P. Bintang dan sekitarnya.
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
KONDISI UMUM DAERAH PEMETAAN
8
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
2.3. OSEANOGRAFI Kondisi oseanografi perairan Batam termasuk dalam kawasan Selat Malaka dengan kondisi arus yang kuat. Arus pada umumnya bergerak dari arah baratlaut ke tenggara sejajar dengan arah perairan Selat Malaka. Pengaruh lainnya adalah pengaruh angin barat dan angin tenggara yang bertiup kuat. Angin-angin tersebut merupakan angin kuat yang mampu membangkitkan gelombang. Namun, pada saat survei dilakukan (bulan Juni 2005) kondisi gelombang relatif kecil dengan arah tenggara – baratlaut. Kedalam laut dapat mencapai 50 meter terutama di bagian utara daerah survei. Di daerah pantai (onshore) kedalaman rataa-rata antara 10 – 20 meter. Pada kedalaman laut 50 meter kondisi arus cukup kuat, sehingga membentuk lembah memanjang searah pergerakan arus itu sendiri. Dari rekaman seismik memperlihatkan bagian dinding sebelah selatan lebih terjal dibandingkan dengan bagian utara yang relatif landai. Bagian lembah ini terisi oleh sedimen berbutir kasar (kuarsa 90% dan lithik 10%).
2.4. ISYU PEMBANGUNAN KELAUTAN BATAM, RIAU KEPULAUAN
2.4.1. Batas Wilayah Perairan P. Batam merupakan daerah yang strategis karena posisinya
berada
memisahkan
pada
antara
jalur
Indonesia
pelayaran –
Malaysia
internasional dan
dan
Indonesia
-
Singapura. Perairan Batam merupakan jalur yang sibuk bukan saja sebagai jalur lalu lintas pelayaran internasional, tetapi juga sebagai jalur pelayaran regular antara Batam – Singapura dan Batam Malaysia. Disamping itu, perairan Batam juga sebagai jalur
KONDISI UMUM DAERAH PEMETAAN
9
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
telekomunikasi
(kabel
bawah
laut)
dan
pipa
migas
yang
menghubungkan Indonesia dan Singapura. Perairan Batam merupakan daerah yang berbatasan langsung dengan Negara tetangga Malaysia dan Singapura. Belum seluruh titik-titik batas antara kedua Negara telah diratifikasi mengingat adanya perbedaan persepsi mengenai tata cara pembagian batas tersebut. Salah satu aspek penting dalam penentuan batas dua Negara adalah aspek kelanjutan alamiah daratan ke laut hingga ke batas 200 mil dan potensi sumber daya mineral yang dapat mencapai 350 mil. Demikian pula batas laut antar kota/kabupaten belum dipetakan, hal ini dapat menimbulkan persoalan perbatasan dengan kota/kabupaten tetangga. Oleh sebab itu, Pemetaan Geologi dan Potensi Energi dan Sumber Daya Mineral Bersistem Batam (Lembar Peta 1017) – Riau Kepulauan sebagai bagian dari kegiatan Pemetaan Sistematis Puslitbang Geologi Kelautan Tahun 2005 diharapkan dapat menjadi masukan
bagi
perencanaan
pengembangan
perairan
Batam
khususnya dan pengembangan aspek kelautan (batas Negara) pada umumnya di masa mendatang.
2.4.2. Isyu Kelautan Dalam Pemanfaatan Sumber Daya Alam & Lahan Dengan makin terbatasnya potensi sumber daya alam & lahan di darat, kawasan pesisir dan laut menjadi alternatif bagi kegiatan yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat/Pemda di masa depan. Dari berbagai hasil penelitian kelautan menunjukkan bahwa potensi sumber daya kelautan & lahan ternyata lebih besar dari darat. Disamping itu, masyarakat yang tinggal di pesisir dapat pula memanfaatkan kawasan pantai dan laut sekaligus. Kondisi ini berbeda dengan masyarakat non-pesisir, mereka hanya dapat memanfaatkan
kawasan
KONDISI UMUM DAERAH PEMETAAN
darat
saja.
Untuk
itu
seharusnya, 10
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
masyarakat pesisir mempunyai peluang yang lebih besar untuk ditingkatkan pendapatannya. Beberapa isyu lingkungan yang akan dihadapi oleh masyarakat pesisir di masa yang akan datang adalah: (1) Potensi sumber daya kelautan (pesisir dan laut) yang lebih besar dibandingkan dengan daerah darat, sehingga menjadi tujuan urbanisasi. (2) Peningkatan
jumlah
penduduk
yang
akan
diikuti
oleh
peningkatan kebutuhan akan lahan untuk tempat bermukim dan tempat berusaha, (3) Kawasan pesisir dan laut akan menjadi tujuan pengembangan sarana
teknologi
permukiman
dan
pelayaran perikanan
dan
pelabuhan,
karena
letaknya
industri, yang
menghubungkan pulau-pulau dan negara pantai lainnya, dan dalam kegiatan ekspor-impor yang lebih efisien dan efektif. (4) Kawasan pesisir dan laut sebagai daerah yang rawan terhadap bencana alam (tsunami, gempabumi, polusi, longsoran dan gerakan tanah, banjir, abrasi pantai) perlu diwaspadai (Hopley, 1997). Berdasarkan kondisi tersebut di atas, beberapa permasalahan yang akan terjadi terhadap lingkungan pantai dan laut adalah: •
Pemanfaatan lahan pantai secara berlebihan yang akan mendatangkan
abrasi
pantai,
polusi,
pendangkalan
pelabuhan, •
Kerusakan infra-struktur dan penurunan kualitas air laut.
•
Penurunan hasil tangkapan ikan yang berdampak pada penurunan pertumbuhan perekonomian pedesaan di pesisir.
KONDISI UMUM DAERAH PEMETAAN
11
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
Di masa mendatang sangat memungkinkan P. Batam akan menjadi tujuan urbanisasi mengingat daerah ini kaya dengan potensi jasa dan perdagangan. Kondisi ini merupakan perkembangan logis dari globalisasi yang berdampak pada perpindahan manusia antar daerah secara bebas. Apalagi P. Batam secara geografis letaknya strategis,
sehingga
pengembangan
sangat
permukiman,
memungkinkan jasa
&
menjadi
tempat
perdagangan
dan
perkantoran, yang akan mendorong peningkatan jumlah penduduk dan urbanisasi. Oleh sebab itu kondisi ini perlu pula diantisipasi untuk
jangka
panjang,
sehingga
akan
diperoleh
berbagai
kemungkinan pengembangan sistem pelestarian lingkungan pantai dan laut. Kecenderugnan di dalam pemanfaatan lahan saat ini adalah terjadinya
perubahan
dari
lingkungan
alamiah
(natural
environment) menjadi lingkungan binaan (build up land use). Di satu sisi terdapat kemajuan dalam artian ekonomis, namun tidak jarang juga mendatangkan permasalahan baru karena tidak sesuai dengan daya dukung lingkungannya, seperti: munculnya persoalan limbah dan sampah, bencana alam (banjir, abrasi pantai, erosi permukaan
tanah,
amblasan,
longsoran
dan
kelangkaan
air
bersih). Dengan makin meningkatnya penduduk dan kebutuhan masyarakat dalam memenuhi hajat hidup sehari-hari perlu upaya untuk memberikan nilai tambah terhadap pemanfaatan sumber daya & lahan, baik dalam bentuk ekstensifikasi maupun dalam bentuk intensifikasi lahan, sehingga lahan yang makin terbatas dapat memberikan hasil yang optimal.
2.4.3. Pembangunan Kelautan P. Batam Pembangunan yang berkembang di P. Batam saat ini melebihi perkiraan sebelumnya. P. Batam amat beruntung karena posisi KONDISI UMUM DAERAH PEMETAAN
12
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
yang strategis telah menjadi perhatian pemerintah pusat. Oleh sebab itu, Pemkot Batam diharapkan dapat mengembangkan dan menetapkan
sasaran
pembangunan
kelautan
yang
mampu
menyentuh semua lapisan masyarakat untuk 10 hingga 25 tahun kedepan. Beberapa
isyu
pokok
&
permasalahan
kelautan
yang
perlu
diantisipasi dalam pengembangan Batam kedepan adalah: 1. Batas wilayah laut (utara Batam) dengan negara tetangga (Landas Kontinen) sebagian belum diratifikasi dan Titik Patok batas wilayah antar kota/kabupaten yang belum dibuat. 2. Potensi Mineral dan radio akhtif yang bernilai ekonomis dalam endapan pasir & bahan galian golongan C. 3. Pembangunan di kawasan pantai dan laut yang menimbulkan beban lingkungan 4. Bencana fisik & lingkungan pantai dan laut akibat perubahan lingkungan alami ke lingkungan buatan manusia.
KONDISI UMUM DAERAH PEMETAAN
13
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
BAB 3
M ET O DA DA N P ER A L A T A N 3.1. PRA-LAPANGAN 3.1.1. Evaluasi Data Sekunder Evaluasi data sekunder meliputi pemahaman terhadap kondisi dan perkembangan garis pantai dalam hubungannya dengan batas wilayah dan tataruang kawasan pantai & laut, eksploitasi sumber daya
pantai
dan
laut,
perkembangan
permukiman
yang
menghasilkan efek sampingan dan dampak negatif terhadap topografi pantai (erosi), garis pantai (abrasi) dan dasar laut (sedimentasi). Evaluasi dan inventarisasi data sekunder mencakup: •
Dokumen, peta dan regulasi mengenai topografi dan garis pantai, eksploitasi sumber daya dan pemanfaatan tata ruang kawasan pantai dan laut;
•
Daerah-daerah erosi, abrasi, sedimentasi, estuary dan terumbu karang serta habitat yang berkembang di kawasan pantai dan laut
Literatur/tulisan yang membahas utilisasi sumber daya dan tata ruang serta aspek dampak lingkungannya akibat ekstensifikasi dan ketidakteraturan eksploitasi sumber daya dan pemanfaatan tata ruang kawasan pantai dan laut. Dokumentasi dan literatur tersebut pada umumnya merupakan terbitan terakhir (tahun 2005). Namun dalam kenyataannya tidak METODA PEMETAAN DAN PERALATAN
14
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
semua data dan informasi terbitan tahun 2005 tersebut tersedia, sehingga dipergunakan data-data tahun-tahun sebelumnya. Sedangkan kajian-kajian yang telah dikumpulkan meliputi tulisan terhadap
kondisi
hubungannya
dan
dengan
perkembangan
tata
ruang
garis
kawasan
pantai
pantai
dalam
dan
laut,
perkembangan permukiman yang menghasilkan efek sampingan dan dampak negatif terhadap pantai, garis pantai dan dasar laut.
3.1.2. Peta Dasar Kegiatan Pemetaan Geologi dan Potensi Energi dan Sumber Daya Mineral Bersistem Batam (Lembar Peta 1017) – Riau Kepulauan menggunakan
Peta
Lingkungan
Pantai
Indonesia
(LPI)
yang
diterbitkan Bakosurtanal dan peta pelayaran Dishidros sebagai peta dasar. Namun karena daerah pemetaan merupakan jalur pelayaran dan banyak tersebar terumbu karang, maka Peta LPI dikombinasikan dengan Peta Pelayaran terbitan Dishidros. Unsur-unsur tersebut
ditampilkan dengan grid geografi (lintang
dan bujur) dan UTM (Universal Transver Mercator).
3.1.3.
Evaluasi Data Citra Satelit
Data citra akan dipergunakan pada tahapan kegiatan pra lapangan dan lapangan yaitu; untuk mengenali daerah
pemetaan secara
umum (arus dan kekeruhan). Data citra satelit dipergunakan dalam rangka untuk mengetahui perkembangan
kondisi
fisik
pantai
dan
laut
secara
regional
termasuk:
METODA PEMETAAN DAN PERALATAN
15
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
1. Pergerakan arus dan kekeruhan 2. Distribusi rawa/sungai di kawasan pantai. Dengan demikian, pemrosesan data citra satelit dapat dipakai sebagai ‘tool’ awal untuk mendeteksi kondisi fisik pantai dan laut sekitarnya di lapangan.
3.2. POSITIONING 3.2.1. Prinsip Kerja Positioning Metoda positioning pada pemetaan ini adalah untuk mengetahui posisi kapal sepanjang lintasan pemetaan. Pada metoda ini mempergunakan
peralatan
Global
Posotioning
System
(GPS)
GARMIN-GPS 75 dan GARMIN-GPS 235 yang dihubungkan ke sistem navigasi terpadu (Foto 1). Kecepatan kapal rata-rata 7 – 8 knot/jam. Data posisi dikelola secara otomatis dan direkam pada ”record data”, selanjutnya pemrosesan dilakukan dengan sistem komputer menggunakan program HYPACK. Beberapa peralatan yang digunakan dalam penentuan posisi kapal adalah: antenna penerima GPS; satellite navigator, Garmin GPS 235;
HYPACK,
Tracking
monitor,
Magnavox;
Data
printer,
Panasonic KX – P10B.
METODA PEMETAAN DAN PERALATAN
16
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
Foto 1.
Peralatan positioning sebagai penentu posisi lintasan dan lokasi pengambilan contoh sedimen di laut.
Alat penunjang penentu posisi lainnya adalah EDM Sokkisha RED2L, Sokkisha RED2L, Theodolite Sokkisha TS20A, Lavelling Wild NA2 dan radio komunikasi.
3.2.2. Untuk
Penentuan Lintasan Pemetaan mendapatkan
kedalaman
dasar
laut,
geologi
bawah
permukaan dasar laut dan kondisi laut, lintasan pemetaan yang dilakukan secara sistematis untuk mendapatkan sampling data sampling dan data geofisika secara merata. Demikian pula lintasan geofisika rekaman kedalaman akan benar-benar mencerminkan progradasi kedalaman mulai daerah garis pantai hingga ke bagian terluar daerah pemetaan. Sedangkan lintasan magnet diupayakan dengan arah utara – selatan. Lintasan
pemetaan
dipandu
dengan
menggunakan
peralatan
positioning DGPS Garmin yang ditempatkan pada badan kapal, dimana koordinat dan arahnya telah ditentukan. METODA PEMETAAN DAN PERALATAN
17
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
3.2.3.
Penentuan Lokasi Contoh Sedimen
Lokasi
pengambilan
contoh
sedimen
dasar
laut
ditentukan
berdasarkan kondisi geologi dan oseanografi daerah survey. Untuk mendapatkan gambaran umum penyebaran sedimen, lokasi yang dipilih dilakukan secara grid dan sistematis. Sehingga penyebaran sedimen akan benar-benar mencerminkan kondisi daerah survey. Namun
apabila
kondisi
di
lapangan
tidak
memungkinkan
(gelombang besar dan arus kuat), maka lintasan dan lokasi pengambilan contoh sedimen dapat diubah. Penentuan lokasi pengambilan contoh sedimen pada saat survey dilakukan dipandu dengan menggunakan peralatan positioning DGPS Garmin yang ditempatkan pada badan kapal, dimana koordinat lokasi telah ditentukan/direncanakan sebelumnya.
3.3. 3.3.1.
METODA GEOFISIKA KELAUTAN Pemetaan Batimetri (Kedalaman)
Pemetaan batimetri dimaksudkan untuk mendapatkan kedalaman dasar laut (batimetri) sebagai bahan kajian untuk menentukan gambaran & morfologi dasar laut secara geologi. Metoda
Sounding
(pemetaan
batimetri)
dipergunakan
untuk
mendapatkan kedalaman permukaan laut dan morfologi dasar laut berdasarkan prinsip-prinsip penjalaran gelombang. Peralatan yang dipergunakan adalah seperangkat Navisound 210. Mengingat daerah pemetaan adalah daerah yang ramai lalu lintas kapal,
maka
pelaksanaannya
disesuaikan
dengan
kondisi
di
lapangan. Pada pemetaan ini diperoleh data lintasan sounding
METODA PEMETAAN DAN PERALATAN
18
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
sepanjang 1.284,7 km dengan arah lintasan adalah barat – timur, utara – selatan dan diagonal (cross line). Pengukuran dilakukan secara analog, dimana data yang diperoleh direkam secara grafis dan digital (Foto 2).
Foto 2. Peralatan perekam sounding untuk pengukuran kedalaman laut.
Pengukuran kedalaman dasar laut (batimetri) dilakukan dengan menggunakan seperangkat peralatan echo-sounder jenis Odom Hydrotrac yang dilengkapi dengan tow fish 100 KHz. Data posisi direkam setiap 0,5 detik dan ditampilkan pada peta dengan interval 10 menit.
METODA PEMETAAN DAN PERALATAN
19
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
3.3.2. Seismik Pantul 3.3.2.1. Prinsip Umum Seismik Pantul dan Peralatan Kegiatan
pemetaan
seismik
pantul
adalah
kegiatan
untuk
mengetahui geologi bawah permukaan laut: penyebaran dan ketebalan sedimen di dasar laut, dengan menggunakan prinsipprinsip penjalaran gelombang suara di dalam air laut, dimana waktu perambatan dari gelombang suara yang dilepas kemudian dipantulkan
kembali
oleh
dasar
laut
yang
ditangkap
oleh
transducer dan diubah menjadi jarak dengan seperangkat alat elektronik. Peralatan yang dipergunakan kegiatan ini adalah seismik pantul saluran tunggal (reflection seismic) tipe sparker ray dengan energi gelombang
300
joule,
dengan
menggunakan
prinsip-prinsip
penjalaran gelombang suara di dalam air laut, dimana waktu perambatan
dari
gelombang
suara
yang
dilepas
kemudian
dipantulkan kembali oleh lapisan sedimen/batuan yang ditangkap oleh transducer dan diubah menjadi jarak/ketebalan dengan seperangkat alat elektronik (Foto 3, 4 dan 5).
Foto 3. “Sparkerray” sedang dipasang di belakang kapal Geomarin 1. METODA PEMETAAN DAN PERALATAN
20
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
Foto 4. “Transduser” sedang dipasang di belakang kapal.
Foto 5. Peralatan perekaman profil batuan bawah dasar laut.
METODA PEMETAAN DAN PERALATAN
21
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
Dalam kegiatan ini digunakan seismik pantul dangkal saluran tunggal
dan
bersolusi
tinggi
yang
mempunyai
kemampuan
perekaman mencapai lebih dari 100 meter. Peralatan seismik yang digunakan adalah ”sparkarray” sebagai peralatan sumber energi, digunakan secara menerus sesuai dengan kondisi
lapangan.
Sedangkan
penerima
energi
digunakan
”hydrophone multi elemen streamer benthos”.
3.3.2.2. Interpretasi Rekaman Seismik Geologi
bawah
permukaan
dasar
laut
disusun
berdasarkan
penafsiran data seismik pantul dengan menggunakan prinsipprinsip Seismik Stratigrafi, yaitu pengenalan terhadap ciri-ciri reflektor batas atas, batas bawah dan bagian dalam (internal reflector) setiap unit seismik (Sangree & Wiedmier, 1979 dan Sherif, 1980). Data seismik diperoleh dari kegiatan pemetaan seismic sepanjang 1360 km lintasan umumnya berarah utara-selatan. Pengolahan data rekaman seismic dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu: Analisis
sekuen
seismic
yang
menyangkut
identitas
keterusan reflector pada setiap sekuen yang ditafsirkan. Analisis fasies yakni perbedaan fasies yang dijumpai pada setiap sekuen sehingga memungkinkan sekuen tersebut dibagi menjadi beberapa sub sekuen. Analisis karakter refleksi internal sebagai dasar penafsiran energi media sedimentasi, jenis sedimen serta lingkungan pengendapan.
METODA PEMETAAN DAN PERALATAN
22
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
Hasil interpretasi dari seluruh rekaman seismic, secara umum rekaman seismic daerah selidikan tidak dapat di bagi dalam sekuen seismic, mengingat batas bawah sekuen paling atas sudah tertutup multiple. Sekuen paling atas ini ditafsirkan sebagai sedimen penutup atau endapan termuda yang sebagian besar jenuh air. Sekuen ini dicirikan oleh selang-seling antara reflector gelap dan transparan dan didalamnya terdapat reflector sejajar dan bebas reflector. Karakteristik pola bebas reflector biasanya terdiri dari lanau dan Lumpur yang berumur holosen. Pada beberapa lokasi terdapat banyak patahan-patahan yang menunjukan kemungkinan adanya batuan metasedimen granit yang bersifat rigid.
Ciri-ciri
reflektor
yang
umum
adalah:
selaras
(C=Concordance), laminasi sejajar (P=Parallel), berbentuk huruf S (S=Sigmoid), miring (O=Oblique), berbukit-bukit (MMounded) dan bentuk longsoran (slump).
3.3.3. Magnet Metoda geomagnet dipergunakan untuk mendapatkan sifat-sifat kemagnetan bumi di bawah permukaan laut berdasarkan prinsipprinsip penjalaran gelombang. Data-data yang akan dipergunakan adalah medan potensial, sehingga diperoleh sifat-sifat kemagnetan batuan di daerah pemetaan. Data ini penting untuk mengetahui penyebaran batuan dasar (granit) dan kaitannya dengan potensi ESDM serta benda dengan karakteristik magnetik tertentu. Metoda ini berdasarkan pengukuran intensitas medan magnet yang dimiliki oleh batuan akibat pengaruh medan magnet bumi pada waktu pembentukannya.
Harga anomali intensitas magnet total
diperoleh dari harga intensitas magnet total hasil pengukuran (Fobs) yang direduksi terhadap variasi harian dan intensitas magnet teoritis (IGRF) di setiap titik pengukuran. Variasi harian
METODA PEMETAAN DAN PERALATAN
23
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
diperoleh dari harga penyimpangan pembacaan intensitas magnet total di darat terhadap rata-rata harian.
Peralatan yang dipergunakan adalah seperangkat Geometric G-877 dan G-856. Pada pemetaan ini direncanakan akan dilakukan pengambilan data magnet pada lintasan-lintasan terpilih dengan arah lintasan adalah utara - selatan. Namun sama halnya dengan seismik dan sounding, mengingat daerah pemetaan adalah daerah yang ramai lalu lintas kapal, maka pelaksanaannya akan disesuaikan dengan kondisi di lapangan.
Foto 6. Peralatan magnet sedang dipasang di belakang kapal Geomarin 1.
3.4.
METODA GEOLOGI KELAUTAN
3.4.1.
Sedimen Dasar Laut
Untuk melakukan pemetaan geologi dasar laut terlebih dahulu dilakukan pengambilan contoh sedimen dasar laut; diupayakan dapat
mewakili
seluruh
METODA PEMETAAN DAN PERALATAN
perairan
Batam,
sehingga
akan 24
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
memudahkan dalam penyusunan peta sebaran sedimen, isopach dan karaktersitik guna mengetahui perkembangan sedimentasi, dayadukung batuan dan perubahan garis pantai. Pengambilan
contoh
sedimen
dasar
laut
dilakukan
dengan
menggunakan peralatan percontoh jatuh bebas (gravity corer) dan percontoh comot (grab sampler) (Foto 7).
Foto 7.
Contoh
Peralatan “gravity corer” untuk pengambilan contoh inti sedimen di dasar laut.
sedimen
permukaan
dasar
laut
tersebut
dianalisis
menggunakan metoda besar butir (Folk, 1980) dan megaskopis untuk menentukan jenis sedimen/batuannya.
3.4.2. Analisis Besar Butir Analisis besar butir dilakukan dengan memisahkan berat asal 100 gram (tanpa cangkang).
METODA PEMETAAN DAN PERALATAN
25
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
Pemisahan butir dilakukan mulai dari fraksi -2.0 phi hingga 4.0 phi, sedangkan untuk fraksi lainnya dihitung mulai dari 4.0 phi hingga 8.0 phi setelah melalui proses pengeringan (Foto 8).
Foto 8. Contoh sedimen hasil sampling di perairan LP 1017 disimpan di dalam tabung/paralon.
Data
tersebut
kemudian
mempergunakan
Program
diolah Sel,
pada
Kum
komputer
dan
mendapatkan beberapa parameter, antara lain:
dengan
Kummod
untuk
X (phi), sortasi,
skewness, kurtosis serta komposisi kerikil, pasir, lanau dan lempung (lumpur). (1980)
dengan
Klasifikasi sedimen disusun berdasarkan Folk memperhatikan
parameter
persentase
dari
kandungan butiran yang terdapat tiap 100 gram sedimen.
3.4.3. Analisis Mineral Analisis dilakukan dengan melakukan pemilihan, dimana masingmasing contoh dicuci lalu diambil 100 gram, kemudian disaring METODA PEMETAAN DAN PERALATAN
26
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
untuk mendapatkan besar butir 0,125 gram (3 phi). Pemisahan mineral
dilakukan
dengan
menggunakan
magnet
untuk
mendapatkan mineral magnetit. Sedangkan
mineral
lainnya
diambil
menggunakan
larutan
bromoform dengan BJ 2,89, kemudian mineral yang berat jenisnya lebih berat dari bromoform
2,89 dianalisa secara mikroskopis
untuk mendapatkan jenis dan penamaannya.
3.5.
PEMETAAN LINGKUNGAN
3.5.1. Gambaran Umum Pemetaan Lingkungan Setiap kegiatan manusia di alam ini, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Peningkatan kegiatan manusia
dan
pemanfaatan
jumlah
penduduk
penggunaan
menyebabkan
sumberdaya
alam
peningkatan
sebagai
sumber
energi dan hara yang dapat mengganggu sistem energi dan sistem hara
dalam
lingkungan.
Lingkungan
yang
tercemar
akan
mengurangi kemanfaatannya bagi kehidupan makhluk, terutama manusia. Pembangunan jangka panjang bangsa Indonesia yang dilakukan Berwawasan
dengan
konsep
Lingkungan”
“Pembangunan memerlukan
Berkelanjutan
pengenalan
dan
pengendalian sumber pencemaran. Pengenalan sumber pencemaran dapat diketahui jika rona awal suatu daerah sudah diketahui, sedangkan rona awal lingkungan suatu daerah dipengaruhi oleh kondisi geologi daerah itu. Data rona
awal
dibutuhkan
untuk
acuan
dalam
melakukan
pengembangan wilayah. Untuk menganalisis kondisi lingkungan dipergunakan metoda fisika dan kimia air laut. Metoda ini dipergunakan untuk mendapatkan data-data mengenai kondisi air laut di lapangan. Pengukuran insitu METODA PEMETAAN DAN PERALATAN
27
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
yang dilakukan adalah: PH, konduktifitas, suhu dan salinitas. Sedangkan Hasil perolehan data contoh air akan dianalisis di laboratorium untuk mendapatkan data kandungan logam terlarut untuk lingkungan. Peralatan yang dipergunakan adalah: PH System YSI-63, yaitu alat pengukuran insitu contoh air laut.
3.5.1. Metoda dan Pelaksanaan Pemetaan Metoda penelitian dari aspek lingkungan yang dilakukan dalam penelitian Lembar Peta 1017 adalah parameter unsur fisik dan kimia air laut, yang hasilnya dipergunakan untuk mendapatkan data-data mengenai kondisi air laut. Peralatan yang dipergunakan adalah: PH System YSI-63, yaitu alat pengukuran insitu contoh air laut (Foto 9). Pada pemetaan ini dilakukan pengukuran dan pengambilan contoh air di 82 lokasi. Sistem penyimpanan sample air dilakukan 2 perlakuan terhadap cara penyimpanan, yaitu : 1). Menyimpan sample air laut dalam ruang pendingin; dan 2). Menyimpan sample air laut dengan tambahan larutan HNO3 (pH < 2). Pengukuran insitu yang dilakukan adalah: PH, konduktifitas, suhu dan salinitas. Sedangkan Hasil perolehan data contoh air akan dianalisis di laboratorium untuk mendapatkan data kandungan logam terlarut untuk lingkungan. Sementara ini sampel tersebut belum dimasukkan ke laboratorium.
METODA PEMETAAN DAN PERALATAN
28
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
Foto 9. Alat pengukuran insitu air laut di daerah pemetaan (LP 1017).
Pemeriksaan sampel air laut di laboratorium untuk mengetahui nilai parameter yang terkandung dalam sampel. Pemeriksaan sampel
di
laboratorium
menggunakan
metoda-metoda
yang
berbeda, disesuaikan dengan parameter apa yang akan diperiksa (Tabel 1).
METODA PEMETAAN DAN PERALATAN
29
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
No. PARAMETER
METODA
1 2
Zat Organik BOD5
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
COD Ammonium Nitrat Nitrit Kesadahan total Sulfat Mangan Besi Khlorida Total Coliform
Titrasi Permanganometri Titrasi Permanganat, Winkler, dan Titrasi Iodometri Titrimetric dengan Closed Reflux Spectrofotometri Spectrofotometri Spectrofotometri Iodometri Spectrofotometri Spectrofotometri Spectrofotometri Titrasi Argentometri Tabung Seri 3
Tabel 1. Metoda yang digunakan dalam pemeriksaan sampel air laut.
Tabel pembanding nilai parameter insitu dengan standar baku mutu air laut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
No.
Parameter
1
Suhu ( C)
2
pH
3
Salinitas
Satuan
Kep. MenKLH No. Kep02/MENKLH/1988 Budidaya Konservasi Taman Perikanan Laut
C ppt
Kep. Men. Neg. Lingkungan Hidup nomor 51 tahun 2004 Biota Laut
Wisata Bahari
alami
alami
alami
alami
6-9
6-9
7 - 8,5
7 - 8,5
10 % alami
10 % alami
Coral : 33 - 34
alami
Mangrove : s.d. 34 Lamun : 33 - 34 Keterangan : "-" = tidak ada data "nihil" = tidak terdeteksi dengan batas alat "alami" = kondisi normal suatu lingkungan Standar Conductivity berdasarkan YSI Catalog# 3169 1
conductiviti
(mS/cm) =
50mS/cm
Tabel 2. Baku Mutu Air Laut menurut Kep-02/MENKLH/1988 dan Kep. Men. Neg. Lingkungan Hidup nomor 51 tahun 2004
METODA PEMETAAN DAN PERALATAN
30
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
3.6.
TABULASI DATA DAN PENGGAMBARAN PETA
Metoda pengelompokan dan pengelolaan wilayah pantai “Coastal Planning and Management” dimaksudkan untuk menyusun dan menampilkan pengelompokan data pantai dan laut berdasarkan data unggulan dan implementasinya. Penggambaran data dan informasi kelautan dalam bentuk peta dan grafik dilakukan secara digital (komputerisasi) guna memudahkan dalam “up dating” dan pengambilan kebijakan dimasa depan menggunakan perangkat Sistem Informasi Geografi (Geographic Information System – GIS).
METODA PEMETAAN DAN PERALATAN
31
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
B AB 4
HA SIL P EM ET A A N 4.1. LINTASAN Pemilihan lintasan geofisika dan lokasi pengambilan contoh sedimen dasar laut ditentukan berdasarkan kondisi geologi dan morfologi dasar laut daerah pemetaan. Pada umumnya lintasan diambil untuk mengetahui struktur, ketebalan dan penyebaran lapisan sedimen, batuan dasar serta kedalaman dasar laut. Lintasan survei geofisika yang terdiri dari lintasan pemeruman, seismik dan geomagnet posisinya diplot setiap 10 menit dalam bentuk koordinat geografis (lintang dan bujur). Dengan kecepatan kapal pada saat survei antara 5 – 6 knots, diperoleh jarak antar titik posisi berkisar antara 1.58 – 1.9 Km. Total panjang lintasan survei geofisika yang diperoleh masing-masing adalah pemeruman sepanjang 1360 km, seismik refleksi sepanjang 1360 km dan geomagnet sepanjang 262 km (Gambar 3).
4.2. LOKASI PERCONTOHAN Guna mendapatkan gambaran umum penyebaran sedimen dasar laut di daerah pemetaan, maka pengambilan contoh sedimen dilakukan secara sistematis dengan sistem grid, sehingga diharapkan penarikan batas antara dua atau lebih satuan sedimen permukaan dapat dilakukan. Jumlah contoh sedimen yang diperoleh dalam pemetaan ini adalah 81 contoh (1017-01 sampai 1017-81) dengan pertalatan pertalatan gravity corer (Gambar 4). HASIL PEMETAAN
32
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
HASIL PEMETAAN
33
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
HASIL PEMETAAN
34
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
4.3. HASIL ANALISIS CITRA SATELIT Hasil analisis citra satelit memperlihatkan pergerakan sedimen sejajar garis pantai (longshore current) berasal dari barat ke timur. Hasil pergerakan sedimen tersebut terakumulasi di bagian timur sekitar pantai. Pantai bagian timur Selat Philip relatif jernih (tingkat kekeruhan rendah), air keruh mulai muncul di bagian barat teluk hingga ke daerah pulau-pulau karang (Gambar 5).
Gambar 5. Citra ETM Batam dan sekitarnya.
Pergerakkan arus berasal dari bagian barat ke timur melalui daerah selat antar pulau-pulau masuk ke perairan Selat Philip antara Batam dan Singapura. Berdasarkan kondisi tersebut, maka sedimentasi akan terjadi di bagian timur P. Batam dan P. Bintan serta perairan yang relatip terlindung yaitu daerah yang membentuk teluk.
HASIL PEMETAAN
35
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
4.4. BATIMETRI DAN MORFOLOGI DASAR LAUT 4.4.1. Profil Dasar Laut Kedalaman dasar laut dan posisi koordinatnya sepanjang lintasan pemeruman dicatat setiap selang 10 menit. Dari data tersebut, tercatat kedalaman terdangkal yaitu 5 meter, terdapat di bagian selatan daerah pemetaan dan terdalam adalah 65 meter di bagian tengah
daerah
pemetaan.
Untuk
membuat
peta
batimetri
ditambahkan titik bantu nol untuk pulau-pulau yang dilewati lintasan pemeruman. Pada umumnya di daerah granit, bentuk tontolan akan mendominasi profil permukaan dasar laut. Bentuk tersebut terdapat di daerah sekitar pantai dan daerah sekitar lembah antara Batam dan Singapura (Gambar 6). Disamping menunjukkan bentuk batuan granit, profil yang berupa tonjolan tersebut juga menunjukkan adanya perlipatan akibat proses tektonik pada batuan sedimen yang lebih tua. Profil yang membentuk dataran terutama dijumpai di bagian timur P. Bintan. Kondisi ini disebabkan oleh arus yang relatif lebih rendah serta kondisi laut yang lebih lebar tanpa pulau-pulau kecil di sekitarnya. Kondisi dataran juga menggambarkan material yang relatif halus dan lapisan sedimen yang tebal. Pada daerah selat yang sempit akan membentuk lembah-lembah sebagai alur arus bawah laut.
HASIL PEMETAAN
36
Gambar 6. Profil kedalaman laut Perairan Lembar Peta 1017, Batam – Kepulauan Riau
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
HASIL PEMETAAN
37
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
4.4.2. Morfologi Dasar Laut Morfologi dasar laut perlu diketahui untuk berbagai keperluan, seperti: pengembangan infrastruktur kelautan dan budidaya. Data yang diproleh dapat menunjukkan gambaran tentang morfologi di dasar laut. Setiap data yang diperoleh dikoreksi dengan fluktuasi pasang surut terhadap muka laut rata-rata (mean sea level), kemudian diplot pada peta skala dasar dengan interval kontur 1 meter (Gambar 7). Selanjutnya berdasarkan peta batimetri dibuat Blok 3D, sehingga dapat menggambarkan bentuk yang sebenarnya. Dari bentuk 3D tersebut dapat dijelaskan pola morfologi yang berkembang (Gambar 8). Secara umum kedalaman dasar laut relatif sedang - dalam, di bagian sekitar pulau-pulau pola kontur mengikuti pola garis pantai membentuk alur memanjang dengan morfologi yang landai ditunjukkan oleh garis kontur yang tidak renggang. Di bagian tengah membentuk kontur terbuka yang kemudian makin dangkal, dan semakin ke arah utara semakin dalam membentuk alur yang memanjang barat - timur mengikuti alur Selat Malaka. Alur memanjang tersebut saat ini dimanfaatkan sebagai alur pelayaran internasional dan banyak dilalui oleh kapal-kapal berukuran besar. Berdasarkan peta batimetri yang dihasilkan maka perubahan kedalaman peta batimetri dapat dibedakan menjadi 3 unit satuan morfologi yaitu: 1.
Daerah sekitar P. Batam dan P. Bintan dipengaruhi oleh endapan placer berupa pasir lepas dengan pola yang membentuk dataran berkembang mengikuti perkembangan garis pantai. Pola semacam ini menerus hingga ke 2 mil dari lepas pantai.
HASIL PEMETAAN
38
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
2.
HASIL PEMETAAN
39
Gambar 8. Blok 3D Perairan Lembar Peta 1017, Batam – Riau Kepulauan.
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
HASIL PEMETAAN
40
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
Bagian yang membentu pulau-pulau kecil. Bentuk seperti ini ditandai oleh bentuk punggungan atau berupa tonjolan. 3.
Bagian lembah, yaitu bagian yang lebih dalam sekitar perbatasan dengan Malaysia dan Singapura. Pada bagian lembah ini kedalaman dapat mencapai 80 meter. Untuk mencapai lembah terbentuk terlebih dahulu tonjolan kecil yang berangsur-angsur menghilang hingga ke dasar cekungan.
4.5. GEOLOGI BAWAH DASAR LAUT 4.5.1. Interpretasi Seismik Geologi bawah dasar laut disusun berdasarkan penafsiran data seismik pantul dengan menggunakan prinsip-prinsip Seismik Stratigrafi, yaitu pengenalan terhadap ciri-ciri reflektor batas atas, batas bawah dan bagian dalam (internal reflector) setiap unit seismik (Sangree & Wiedmier, 1979 dan Sherif, 1980). Pada kedalaman antara 0 – 20 meter, ciri-ciri reflektor yang umumnya dijumpai adalah: selaras (C=Concordance), laminasi sejajar (P=Parallel), berbentuk huruf S (S=Sigmoid) dan miring (O=Oblique). Sedangkan pada kedalaman antara 20 – 80 meter, ciri-ciri reflektor yang umum dijumpai adalah selaras, laminasi sejajar, berbukit-bukit (M-Mounded), miring dan bentuk longsoran (slump). Pengambilan data seismik dangkal saluran tunggal gunanya untuk mengetahui ketebalan lapisan sedimen khususnya pada lapisan runtunan B dalam profil seismik dangkal yang terekam dalam analog record. Lintasan seismik dibuat tegak lurus terhadap pantai (tenggara-baratlaut) sebagai lintasan utama, dan lintasan yang lain dibuat cross terhadap lintasan utama. Dalam pemetaan ini digunakan rangkaian seismik dengan sumber suara sparker yang berenergi keluaran 600 joule, sweeping rate HASIL PEMETAAN
41
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
(SR) 0.25 detik, firing rate (FR) 1 detik, frekuensi antara 200-2500 Hz, dengan kecepatan kapal rata-rata 6 - 8 knots. Karena daerah pemetaan merupakan pelayaran internasional (barat – timur) maka dalam operasional, lintasan seismik disesuaikan dengan kondisi di lapangan, sehingga tidak mengganggu pelayaran dan tidak membahayakan kapal survei. Penerapan alat sumber suara (sparker), sangat tergantung dari kebutuhan dan kedalaman perairan. Dengan mengacu dari konsep seismik stratigrafi yang disusun oleh Sangree dan Widmier (1977), maka pembagian pola pantulan menjadi runtunan dilihat berdasarkan kontak ketidakselarasan dalam rekaman seismik. Kontak ketidakselarasan dapat berupa pepat erosi (erosional truncation) atau kontak membaji (onlap). Dari hasil penafsiran seismik tersebut secara garis besar daerah pemetaan dapat dibagi menjadi 2 (dua) batuan yaitu batuan dasar dan batuan sedimen kuarter. Batuan dasar adalah yang paling bawah kemudian di atasnya diendapkan sedimen kuarter.
4.5.2. Batuan Bawah Dasar Laut Kondisi geologi (batuan) di daerah pemetaan (LP-1017) diperoleh dari hasil interpretasi rekaman seismik yang dikorelasikan dengan hasil sampling sedimen dasar laut dan geologi di darat (formasi batuan di P. Batam dan P. Bintan). Hasil interpretasi seismik dapat memberikan gambaran tentang penyebaran batuan di LP-1017 yang terdiri-dari batuan granit (basement aqustic), metasedimen dan kuarter (Gambar 9).
HASIL PEMETAAN
42
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
HASIL PEMETAAN
32
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
Hasil interpretasi tersebut masih memerlukan kajian lebih mendalam, karena kegiatan pemetaan bersifat regional. Untuk mendapatkan gambaran lebih detail perlu dilakukan survei seismik yang lebih detil lagi. Namun sebagai upaya untuk lebih mengoptimalkan data seismik dan sampel sedimen, maka interpretasi pada pemetaan ini diharapkan dapat menjadi referensi guna lebih mempertajaman pada pemetaan selanjutnya.
4.5.2.1. Batuan Dasar (Granit) Batuan dasar dianggap sebagai dasar akustik (basement aqustic) seismik dengan karakter pantulan tidak terekam dengan baik. Sebagian lintasan baik di bagian utara maupun di bagian selatan daerah pemetaan makin ke arah dasar makin menghilang, kecuali batuan dasar yang ditunjukkan oleh reflektor bebas pantul tersebut muncul ke permukaan membentuk tonjolan yang tajam. Kondisi ini disebabkan oleh kerasnya batuan penyusun berupa granit serta pengaruh runtunan bagian atas yang berupa endapan bersifat lepas, sehingga energi menerus. Di daerah ini batas atas sebagian tertutup oleh karakter pantulan berulang (multiple), sehingga horizon pantulannya sulit diidentifikasi. Karakter pantulan internal batuan dasar berpola berbintik kacau (chaotic), seragam (homogen), kuat di bagian atas (permukaan), sedangkan semakin ke bawah (dalam) semakin melemah bahkan sebagian bebas pantul (free reflector), yang diduga tersusun oleh batuan yang keras. Batas antara batuan dasar (granit) dengan lapisan di atasnya berpola membaji (onlap), kecuali pada daerah batuan granit yang muncul ke atas permukaan laut berbentuk lancip . Secara geologi batuan dasar juga mengalami pengaruh tekanan (kompresi) yang ditunjukkan oleh bentuk perlipatan lemah hingga sedang dengan indikasi struktur sesar dan lembah sebagai contoh yang terekam pada lintasan L-81 (Gambar 10). HASIL PEMETAAN
33
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
Baratda
Timurlaut
Gambar 10. Profil rekaman seismik lintasan L-81 yang berarah baratdaya – timurlaut yang menunjukkan intrusi granit.
Batuan dasar di daerah pemetaan pada beberapa lintasan seismik tidak dapat diamati dengan jelas karena umumnya ditandai oleh karakter reflektor yang lemah. Hal ini disebabkan oleh energi gelombang seismik tidak menerus dengan baik karena beberapa faktor, antara lain: sedimen bagian permukaan yang bersifat porous dan batuan dasar itu sendiri bersifat masif. Namun secara umum, hasil rekaman seismik memperlihatkan bahwa batuan dasar cukup dangkal dari permukaan dasar laut, bahkan di beberapa tempat muncul ke atas permukaan laut.
HASIL PEMETAAN
34
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
4.5.2.2. Metasedimen Batuan Metasedimen umumnya mempunyai karakter pantulan internal parallel hingga subparalel, dengan amplitudo relatif sedang. Secara geologi batuan metasedimen berumur lebih tua telah mengalami tekanan yang bersifat kompresi dan kompaksi akibat proses tektonik regional sehingga runtunan membentuk pola perlipatan, sesar dan lembah (Gambar 11).
Barat
Timur
Kuarter
Metasedimen
Gambar 11. Profil rekaman seismik lintasan L-69 (barat – timur) yang menunjukkan batuan metasedimen dari Formasi Goungan (QTg) dipisahkan secara tidak selaras dengan sedimen Kuarter.
Di bagian timur daerah pemetaan, batuan Metasedimen membentuk dataran dengan ciri-ciri reflektor “sub-paralel” dan berbukit-bukit yang mengidentifikasikan bahwa bentuk tersebut mengalami kompresi yang lebih kecil dibandingkan dengan bagian utara P. Batam dan P. Bintan. HASIL PEMETAAN
35
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
Kontak antara batuan Metasedimen dan sedimen Kuarter dengan sedimen di bawahnya adalah tidak selaras, dibatasi oleh suatu kontras pantulan yang lemah hingga sedang dan di beberapa lokasi tidak menerus. Hal ini ditunjukkan oleh contoh rekaman pada lintasan Lintasan L-20 yang terletak di bagian timur daerah pemetaan. Batuan Metasedimen yang ditunjukkan oleh reflektor yang terlipat, bila dikorelasikan dengan batuan di darat (P. Batam dan P. Bintan), batuan tersebut adalah Formasi Goungan (QTg) yang terdiri dari perselingan batupasir tufaan berwarna keputih-putuhan, batupasir halus dan menengah membentuk laminasi sejajar. Sisipan batulanau umumnya dijumpai tuf dasitan dan tuf litik feldspatik berwarna putih, halus dan setempat berselingan dengan batupasir.
4.5.2.3. Sedimen Kuarter Sedimen Kuarter umumnya mempunyai karakter pantulan internal parallel hingga subparalel, dengan amplitudo relatif rendah - sedang dan di beberapa lintasan tidak menerus. Secara geologi sedimen Kuarter ini belum mengalami tekanan yang bersifat kompresi, relatif masih muda dan belum kompak sehingga runtunan membentuk pola sejajar (Gambar 12). Di bagian timur daerah pemetaan, sedimen Kuarter membentuk dataran dengan ciri-ciri reflektor “paralel” dan laminasi sejajar mengidentifikasikan bahwa bentuk tersebut diendapkan dalam lingkungan pengendapan dengan energi rendah hingga sedang (laut tenang). Kontak antara sedimen Kuarter dengan di bawahnya adalah tidak selaras, dibatasi oleh suatu kontras pantulan yang lemah hingga sedang dan di beberapa lokasi tidak menerus. Hal ini ditunjukkan oleh contoh rekaman pada lintasan L-20 yang terletak di bagian timur daerah pemetaan
HASIL PEMETAAN
36
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
Gambar 12. Profil rekaman seismik lintasan L-20 (barat – timur) yang menunjukkan lapisan sedimen Kuarter yang sejajar dan datar.
Berdasarkan ciri-ciri reflektor seismik, batuan sedimen Kuarter yang terdapat di daerah pemetaan dicirikan oleh bentuk internal reflektor selaras dan laminasi, kadang-kadang sedikit miring. Perbedaannya dengan batuan Metasedimen adalah kenampakan internal refletor dan batas atas & bawah reflektor yang terlipat, sedangkan pada sedimen Kuarter berbentuk sejajar dan belum berubah secara struktural.
4.5.2.3. Terumbu Karang Terumbu karang dicirikan oleh bentuk reflektor berupa bukit-bukit kecil (mounded) yang tertanam dalam batuan sedimen Kuarter hingga mencapai batuan dasar (granit) – (Gambar 13).
HASIL PEMETAAN
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
Baratlaut
Tenggara
Gambar 13. Profil rekaman seismik lintasan L-20 (baratlaut – tenggara) yang yang menunjukkan tonjolan terumbu karang.
Ciri-ciri reflektor yang membentuk bukit-bukit kecil menerus hingga ke bagian bawah, bahkan menghilang hingga ke batuan dasar. Pada bagian atas berbentuk lancip tajam. Umumnya bentuk-bentuk seperti terdapat di sekitar pantai dengan kedalaman berkisar antara 5 – 40 meter.
4.5.3. Interpretasi Struktur Geologi Struktur geologi di daerah pemetaan (LP-1017) diperoleh dari hasil interpretasi rekaman seismik. Hasil interpretasi tersebut masih memerlukan kajian lebih mendalam, karena kegiatan pemetaan
HASIL PEMETAAN
38
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
bersifat regional. Untuk mendapatkan gambaran lebih detil perlu dilakukan survei seismik lebih detil lagi. Namun sebagai upaya untuk lebih mengoptimalkan data seismik, maka interpretasi pada pemetaan ini diharapkan dapat menjadi referensi guna lebih mempertajam pada pemetaan selanjutnya. Berdasarkan interpretasi rekaman seismik pantul, struktur geologi yang berkembang di Lembar Peta 1017 adalah struktur sesar, alur/lembah dan antiklin (Gambar 14). Struktur sesar pada rekaman seismik ditunjukkan oleh pergeseran ke arah bawah karakter reflektor secara mendadak. Struktur antiklin ditujukkan oleh bentuk refletor yang memperlihatkan punggungan dengan bidang perlapisan yang membentuk sayap ke arah kiri dan kanan. Sedangkan struktur lembah dan alur ditunjukkan oleh penurunan reflektor di bagian tengah membentuk dua bidang pergeseran (sesar ?) yang saling berhadapan.
4.5.3.1. Struktur Sesar Struktur sesar berkembang dengan arah barat – timur membentuk lembah dengan pola sesar bertingkat ke arah utara. Struktur sesar tersebut berkembang dari arah bagian barat dan utara P. Batam membujur hingga ke bagian utara P. Bintan (Gambar 15). Struktur sesar berkembang mulai bagian utara Tg. Pinggir (Batam) hingga bagian utara Tg. Tondang (Bintan) dengan panjang mencapai 46,24 km. Struktur sesar lainnya terdapat di bagian barat Kr. Tengah (barat P. Batam) dengan arah utara selatan dengan panjang sekitar 9,43 km dan sekitar Kr. Singa (utara P. Bintan) dengan panjang 4,43 km.
HASIL PEMETAAN
39
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
HASIL PEMETAAN
40
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
Selatan
Utara
Gambar 15. Profil rekaman seismik lintasan L-109 (Selatan – Utara) yang menunjukkan struktur sesar.
4.5.3.2. Struktur Alur Bawah Laut Alur bawah laut berkembang dengan arah utara – selatan dan barat – timur. Di bagian timur P. Bintang, pola alur relatif lebih kecil dengan arah utara selatan. Alur bawah laut tersebut berkembang akibat pembebanan, penggerusan oleh arus dan sesar (Gambar 16).
HASIL PEMETAAN
41
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
Barat
Timur
Gambar 16. Profil rekaman seismik lintasan L-32 (barat – Timur) yang menunjukkan alur bawah laut di bagian timur P. Bintan akibat penggerusan oleh arus.
Alur yang lebih lebar terdapat di bagian barat dan utara P. Batam serta di bagian utara P. Bintan. Di bagian utara P. Batam dan P. Bintan, alur bawah laut memanjang dari barat ke timur dengan didnding di bagian selatan lebih terjal dibentuk oleh pola sesar bertingkat. Sedangkan di bagian barat P. Batam alur yang terbentuk memberikan gambaran tentang bagian yang turun dengan arah utara selatan (Gambar 17).
HASIL PEMETAAN
42
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
Gambar 17. Profil rekaman seismik lintasan L-72 (timurlaut - baratdaya) yang menunjukkan alur bawah laut di barat P. Batam akibat sesar.
4.5.3.3. Struktur Antiklin Struktur yang dapat diamati dari rekaman seismik adalah struktur antiklin. Struktur antiklin tersebut ditunjukkan oleh dua lintasan rekaman seismik yang berarah barat – timur yaitu lintasan L-6 dan L-45. Pada lintasan L-6, sumbu antiklin berarah utara selatan dan sayap ke arah barat dan timur (Gambar 18).
HASIL PEMETAAN
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
Timur
Barat
Gambar 18. Struktur antiklin pada lintasan L-6 (Timur – Barat), bagian tengah (sumbu) mengalami perlipatan.
Panjang sumbu antiklin sekitar 26 km menerus dari arah darat sekitar Tg. Berakit (P. Bintan) ke arah lepas pantai dan sumbu antiklin tersebut menghilang sekitar 27 km dari garis pantai Tg. Berakit di P. Bintan yang dipotong oleh kedalaman laut di Selat Phillip yang memisahkan Bintan dan Singapura.
4.6. GEOMAGNET Metoda ini berdasarkan pengukuran intensitas medan magnet yang dimiliki oleh batuan akibat pengaruh medan magnet bumi pada waktu pembentukannya. Harga anomali intensitas magnet total diperoleh dari harga intensitas magnet total hasil pengukuran (Fobs) yang direduksi terhadap variasi harian dan intensitas magnet teoritis HASIL PEMETAAN
44
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
(IGRF) di setiap titik pengukuran. Variasi harian diperoleh dari harga penyimpangan pembacaan intensitas magnet total di darat terhadap rata-rata harian. Di peroleh harga variasi harian di daerah pemetaan berkisar antara -116 hingga 69 Gamma. Koreksi tehadap variasi harian dilakukan untuk
menghilangkan
elektromagnetik
di
pengaruh
atmosfer,
benda-benda
perbedaan
suhu
aktifitas
matahari
dan
pengaruh badai magnetik pada pengukuran medan magnet. Harga intensitas magnet total hasil pengukuran berkisar antara -360 sampai 3.300 nT (Gambar 19 dan 20). Harga anomali tersebut tidak berhubungan langsung dengan batuan sedimen, tetapi lebih mencerminkan adanya ”magnetic basement” yang behubungan dengan tatanan geologi batuan dasar yang mengandung kemagnetan (suseptibilitas) batuan.
Anomali Magnetik Total 1600 1400
nT (Gamma)
1200 1000 800 600 400 200 0 -200 0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
-400 Jarak (m )
Gambar 19. Penampang dengan perubahan intensitas yang signifikan.
HASIL PEMETAAN
45
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
Penampang Intensitas Magnetik Total Lintasan sebelah Barat 3500
3000
Intensitas Magnetik (nT)
2500
2000
1500
1000
500
2593
2521
2449
2377
2305
2233
2161
2089
2017
1945
1873
1801
1729
1657
1585
1513
1441
1369
1297
1225
1153
1081
937
1009
865
793
721
649
577
505
433
361
289
217
145
1
73
0
-500
-1000
Stasion
Gambar 20. Penampang anomali magnetik lintasan di bagian barat daerah pemetaan.
Anomali magnet total ini harus dianalisis lebih lanjut, secara teoritis menurut IGRF bahwa kisaran harga pengukuran magnet pada daerah pemetaan adalah 42.000 – 42.400 nT. Hasil pengukuran di daerah pemetaan berkisar antara 41.500 – 46.000 nT nilai ini sangat jauh dari nilai referensi dari IGRF ditambah lagi dengan nilai intensitas magnetik pada base stasion yang juga cukup jauh dari nilai IGRF 43.900 – 44.200 nT. Secara keseluruhan harga anomali negatif (rendah) terdapat di sebelah timur daerah pemetaan, sedangkan harga anomali positif (tinggi) terdapat di sebelah barat daerah pemetaan (Gambar 21). Nilai anomali ini belum tentu merupakan noise akan tetapi perlu analisis yang dapat menjelaskan nilai anomali ini. Gambar di bawah ini menunjukan awal dari perubahan intensitas magnetik yang sangat signifikan.
HASIL PEMETAAN
46
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
HASIL PEMETAAN
47
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
4.7. SEDIMEN DASAR LAUT 4.7.1. Analisis Besar Butir (Grains size) Hasil pengambilan contoh sedimen di dasar laut di daerah pemetaan diperoleh jumlah contoh 81 contoh dengan pertalatan gravity corer dan grab sampler. Untuk memperoleh gambaran sedimen pantai dan permukaan dasar laut, dilakukan pemisahan butiran di laboratorium berdasarkan kelulusan di mess ayakan (x ø) – (LAMPIRAN 1). Selanjutnya setelah pemisahan dilakukan pula penghitungan persentase fraksi besar butir dengan klasifikasi Folk (1980). Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software sel, kum dan kumod; diperoleh beberapa satuan tekstur sedimen dasar laut di daerah pemetaan (Tabel 3). Hasil analisis mikroskopis memperlihatkan bahwa sedimen permukaan dasar laut di daerah pemetaan berkaitan dengan sedimen yang terdapat di darat dan laut, seperti pasir (pasir kuarsa) yang berasal dari darat dan pasir mengandung pecahan cangkang foram yang berasal dari laut. Oleh sebab itu kajian tentang sebaran sedimen dasar laut berkaitan pula dengan kajian kondisi geologi di darat dan laut serta kondisi kestabilan garis pantai terhadap abrasi.
HASIL PEMETAAN
48
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
Tabel 3 Hasil Analisis Besar Butir
No.
No. Contoh
X (phi)
Sort
Skewn ess
Kurt.
Kri
Pas.
Lan.
Lem.
Klasifikasi Folk, 1980
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58.
1017-01 1017-02 1017-03 1017-04 1017-05 1017-06 1017-07 1017-08 1017-09 1017-10 1017-11 1017-12 1017-13 1017-14 1017-15 1017-16 1017-17 1017-18 1017-19 1017-20 1017-21 1017-22 1017-23 1017-24 1017-25 1017-26 1017-27 1017-28 1017-29 1017-30 1017-31 1017-32 1017-33 1017-34 1017-35 1017-36 1017-37 1017-38 1017-39 1017-40 1017-41 1017-42 1017-43 1017-44 1017-45 1017-46 1017-47 1017-48 1017-49 1017-50 1017-51 1017-52 1017-53 1017-54 1017-55 1017-56 1017-57 1017-58
-0,7 4,4 0,2 0,1 0,2 3.2 -0.6 2.8 -1.0 3.9 5.2 2.1 3.1 2.9 0.8 5.4 3.7 3.9 1.4 4.5 4.4 4.2 1.0 3.1 3.6 3.2 1.8 4.9 5.1 1.3 2.9 3.8 2.9 2.5 2.6 3.3 3.7 4.8 3.3 3.0 4.4 3.6 0.9 4.0 4.4 4.4 -1.1 5.4 3.5 5.8 3.0 5.6 3.2 4.0 5.1 5.7 6.0 2.1
1.9 2.4 1.5 1.3 1.2 2.5 1.2 3.5 1.6 2.1 2.1 2.7 2.8 2.2 1.5 1.3 2.1 3.1 1.5 1.6 1.5 2.6 1.5 2.4 2.4 2.4 1.1 2.1 1.2 1.4 2.4 2.0 2.0 2.5 2.2 2.3 2.1 2.2 1.9 2.2 2.6 2.4 3.0 2.5 1.8 1.4 1.5 1.8 2.8 1.2 2.9 1.1 2.7 2.4 1.6 1.3 1.2 2.6
0.4 -1.2 -0.1 -0.1 0.2 -0.0 0.5 -0.2 0.8 -0.1 -1.0 0.1 -0.2 0.2 -0.5 -1.0 -0.1 -0.8 -0.9 0.7 0.8 -0.3 -0.6 -0.1 0.1 0.1 -0.5 -1.0 0.3 -0.5 0.3 -0.3 -0.3 -0.2 0.7 0.5 0.1 0.0 -1.9 0.4 -0.9 -0.2 0.9 -0.5 0.5 0.7 0.5 -1.4 -0.2 -0.2 0.0 -0.2 -0.2 -0.5 -1.5 -1.0 0.2 0.5
1.5 4.0 2.5 2.5 2.9 2.1 3.3 1.6 2.6 2.1 4.3 2.4 2.1 2.8 2.6 6.8 2.3 2.7 3.5 3.1 2.9 2.0 2.9 2.0 2.1 2.0 3.0 3.8 2.4 2.5 2.3 2.8 2.8 2.3 3.1 2.7 2.1 2.2 4.4 2.6 3.1 2.4 2.6 2.3 2.1 2.6 2.5 6.0 1.7 3.8 1.7 6.3 2.0 2.5 6.2 7.0 1.9 2.3
55.5 5.0 21.0 19.5 13.7 4.4 41.8 22.5 59.5 0.0 1.4 13.8 7.2 4.4 12.8 0.0 0.6 11.5 8.4 0.0 0.0 1.2 11.2 4.5 0.7 3.1 1.2 1.5 0.0 7.9 2.7 1.4 1.4 7.5 2.9 2.9 0.4 0.6 0.9 2.3 5.1 3.0 32.6 3.0 0.0 57.9 0.0 0.7 4.7 0.0 8.7 0.1 7.9 2.8 0.8 0.2 0.0 7.1
45.0 17.3 79.0 80.5 86.3 52.9 58.2 27.2 40.5 46.4 12.7 57.0 45.6 67.7 87.2 5.0 51.1 22.1 31.6 47.0 54.7 36.1 88.8 53.7 52.2 55.9 98.8 19.5 21.5 92.1 65.5 54.8 54.8 54.4 75.0 70.5 60.1 49.1 16.4 65.8 26.8 50.7 45.4 37.9 44.9 42.1 46.9 7.6 42.0 1.4 45.7 0.8 44.2 37.4 10.2 2.3 0.0 63.1
0.0 76.3 0.0 0.0 0.0 41.4 0.0 47.8 0.0 52.3 79.8 28.2 45.5 28.8 0.0 92.9 46.7 63.1 0.0 49.7 43.4 58.6 0.0 40.9 44.4 40.7 0.0 77.8 77.3 0.0 31.1 43.0 43.0 38.0 20.2 25.2 39.0 48.4 92.4 30.4 66.9 45.2 20.9 57.7 52.7 0.0 52.0 89.6 53.0 96.2 45.3 95.6 47.4 58.3 87.9 95.2 97.3 29.1
0.0 1.4 0.0 0.0 0.0 1.3 0.0 2.4 0.0 1.2 6.2 1.0 1.7 1.0 0.0 2.2 1.6 3.4 0.0 3.3 1.9 4.1 0.0 0.8 2.7 0.3 0.0 1.2 1.2 0.0 0.7 0.7 0.7 0.1 1.8 1.5 0.5 1.8 0.4 1.6 1.1 1.1 1.1 1.5 2.4 0.0 2.0 2.1 0.4 2.4 0.3 2.5 0.5 1.4 1.1 2.2 2.7 0.7
Kerikil Pasiran, sG Lumpur Pasiran Sedikit Kerikilan, (g)sM Pasir Kerikilan, gS Pasir Kerikilan, gS Pasir Kerikilan, gS Pasir Lumpuran Sedikit Kerikilan, (g)mS Kerikil Pasiran, sG Lumpur Pasiran Kerikilan, gsM Kerikil Pasiran, sG Lanau Pasiran, sZ Lumpur Pasiran Sedikit Kerikilan Pasir Lumpuran Kerikilan, gmS Lumpur Kerikilan, gM Pasir Lumpuran Sedikit Kerikilan, (g)mS Pasir Kerikilan, gS Lanau, Z Pasir Lumpuran Sedikit Kerikilan, (g)mS Lumpur Kerikilan, gM Pasir Kerikilan, gS Lanau Pasiran, sZ Pasir Lanauan, zS Lumpur Pasiran Sedikit Kerikilan, (g)sM Pasir Kerikilan, gS Pasir Lumpuran Sedikit Kerikilan, (g)mS Pasir Lumpuran Sedikit Kerikilan, (g)mS Pasir Lumpuran Sedikit Kerikilan, (g)mS Pasir Kerikilan, gS Lumpur Pasiran Sedikit Kerikilan, (g)sM Lanau Pasiran, sZ Pasir Kerikilan, gS Pasir Lumpuran Sedikit Kerikilan, (g)mS Pasir Lumpuran Sedikit Kerikilan, (g)mS Pasir Lumpur Kerikilan, gmS Pasir Lumpuran Sedikit Kerikilan, (g)mS Pasir Lumpuran Sedikit Kerikilan, (g)mS Pasir Lumpuran Sedikit Kerikilan, (g)mS Lumpur Pasiran Sedikit Kerikilan, (g)sM Lumpur Pasiran Sedikit Kerikilan, (g)sM Pasir Lumpuran Sedikit Kerikilan, (g)mS Pasir Lumpuran Sedikit Kerikilan, (g)mS Lumpur Kerikilan, gM Pasir Lumpuran Sedikit Kerikilan, (g)mS Kerikil Pasiran, sG Lumpur Pasiran Sedikit Kerikilan, (g)sM Lanau Pasiran, sZ Kerikil Pasiran, sG Lanau Pasiran, sZ Lumpur Pasiran Sedikit Kerikilan, (g)sM Lumpur Pasiran Sedikit Kerikilan, (g)sM Lanau, Z Pasir Lumpuran Kerikilan, gmS Lumpur Sedikit Kerikilan (g)M Lumpur Kerikilan, gM Lumpur Pasiran Sedikit Kerikilan, (g)sM Lumpur Pasiran Sedikit Kerikilan, (g)sM Lumpur Sedikit Kerikilan, (g)M Lanau, Z Pasir Lumpuran Kerikilan, gmS
HASIL PEMETAAN
49
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
59. 60. 62. 63. 64. 65. 66. 67. 68. 69. 70. 71. 72. 73. 74. 75. 76. 77. 78. 79. 80. 81
1017-59 1017-60 1017-62 1017-63 1017-64 1017-65 1017-66 1017-67 1017-68 1017-69 1017-70 1017-71 1017-72 1017-73 1017-74 1017-75 1017-76 1017-77 1017-78 1017-79 1017-80 1017-81
2.5 4.1 5.7 3.9 3.7 0.2 2.0 1.1 1.1 2.4 -0.9 2.6 2.4 2.2 2.3 1.6 2.7 2.3 3.2 -0.1 3.9 4.3
2.8 2.8 1.3 3.1 2.2 1.4 3.2 2.9 1.4 3.1 1.3 2.9 3.2 2.7 2.9 1.1 3.2 3.0 2.7 1.9 2.4 2.1
0.1 -0.4 -0.1 -1.2 -0.1 0.1 0.1 0.7 -0.0 0.3 0.9 0.1 -0.2 0.6 0.0 0.7 0.1 0.3 0.0 0.0 0.1 0.1
2.0 2.2 3.2 3.1 2.4 2.2 1.4 2.7 1.9 1.6 3.4 1.7 1.6 2.2 1.7 3.0 1.9 1.9 2.0 1.6 2.0 2.1
9.5 4.6 0.0 16.8 1.5 23.2 31.4 28.7 7.1 12.9 58.2 10.5 23.7 8.5 14.8 1.6 17.9 12.6 7.2 37.3 0.5 0.0
53.8 33.5 2.6 8.7 52.4 76.8 25.7 50.0 92.9 48.5 41.8 47.2 33.3 61.5 43.9 98.4 38.9 50.8 50.2 62.7 47.8 47.9
35.9 58.2 95.4 72.4 45.1 0.0 42.7 19.9 0.0 37.5 0.0 41.4 43.0 28.3 41.0 0.0 40.8 34.7 40.7 0.0 48.4 49.9
0.8 3.7 2.0 2.2 1.0 0.0 0.2 1.5 0.0 1.0 0.0 0.9 0.1 1.7 0.2 0.0 2.4 1.9 1.8 0.0 3.2 2.2
Pasir Lumpuran Kerikilan, gmS Lumpur Pasiran Sedikit Kerikilan, (g)sM Lanau, Z Lumpur Kerikilan, gM Pasir Lumpuran Sedikit Kerikilan, (g)mS Pasir Kerikilan, gS Kerikil Pasiran, sG Pasir Lumpuran Kerikilan, gmS Pasir Kerikilan, gS Pasir Lumpuran Kerikilan, gmS Kerikil Pasiran, sG Pasir Lumpuran Kerikilan, gmS Lumpur Kerikilan, gM Pasir Lumpuran Kerikilan, gmS Pasir Lumpuran Kerikilan, gmS Pasir Sedikit Kerikilan, (g)S Lumpur Kerikilan, gM Pasir Lumpuran Kerikilan, gmS Pasir Lumpuran Kerikilan, gmS Kerikil Pasiran, sG Lumpur Pasiran Sedikit Kerikilan, (g)sM Lanau Pasiran, sZ
Hasil analisis Besar Butir (Folk, 1980), diperoleh 12 satuan tekstur sedimen dasar laut yang terdiri dari: Lumpur pasiran sedikit kerikilan (g)sM, Pasir lumpuran sedikit kerikilan (g)mS, Pasir lumpuran kerikilan (gmS), Pasir kerikilan (gS), Kerikil pasiran (sG), Lumpur kerikilan (gM), Lanau pasiran (sZ), Lanau (Z), Lumpur sedikit kerikilan (g)M, Pasir sedikit kerikilan (g)S, Lumpur pasiran kerikilan (gsM) dan Pasir lanauan (zS) - (Gambar 22). Butiran yang dominan adalah pasir kuarsa dan campuran kerikil dan cangkang serta batulempung kaolin (deskripsi megaskopis di lapangan) umumnya telah terkonsentrasi di timur daerah pemetaan. Gejala ini dapat diinterpretasikan sebagai hasil pelapukan batuan sedimen yang tertutup oleh endapan marin di atasnya. Gejala ini menunjukkan pula bahwa pada bagian ini endapan marin terlalu tebal, hal ini sangat berbeda dengan lamparan sedimen di bagian barat daerah pemetaan yang didominasi oleh sedimen fraksi yang lebih halus dan tebal.
HASIL PEMETAAN
50
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
HASIL PEMETAAN
51
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
4.7.1.1. Pasir lumpuran sedikit kerikilan, (g)mS Satuan Pasir lumpuran sedikit kerikilan dijumpai pada 15 lokasi, yaitu: 1017-06, 1017-14, 1017-17, 1017-24, 1017-25, 1017-26, 1017-31, 1017-32, 1017-34, 1017-35, 1017-36, 1017-39, 1017-40, 1017-42 dan 1017-64 atau sekitar 18,52% dari 81 contoh sedimen yang diperoleh selama kegiatan pemetaan. Penyebaran cukup luas di bagian timurlaut P. Bintan dan pantai utara dan lepas pantai bagian barat P. Bintan. Secara megaskopis satuan ini berwarna kuning keabu-abuan, kaya mineral kuarsa, mineral hitam (magnetit), mengandung cangkang moluska dan foraminifera walaupun sangat jarang, pada beberapa lokasi dijumpai adanya fragmen detrital dengan ukuran yang bervariasi. Parameter statistik hasil analisis besar butir memperlihatkan bahwa sedimen Pasir lumpuran sedikit kerikilan ini mempunyai nilai X(phi) antara 2.5 hingga 3.8, sortasi 1.9 hingga 2.5, skewness -1.9 hingga 0.7 dan kurtosis 2 hingga 4.4. Sedangkan persentase butiran: kerikil 0.6 – 4.5%, pasir 16.4 – 75.0%, lanau 20.2 – 92.4% dan lempung 0.8 – 1.8%.
4.7.1.2. Lumpur pasiran sedikit kerikilan, (g)sM Satuan Lumpur pasiran sedikit kerikilan dijumpai pada 13 lokasi, yaitu: 1017-02, 1017-11, 1017-22, 1017-28, 1017-37, 1017-38, 1017-44, 1017-48, 1017-49, 1017-54, 1017-55, 1017-60 dan 1017-80 atau sekitar 16% dari 81 contoh sedimen yang diperoleh selama kegiatan pemetaan. Penyebaran cukup luas di bagian timurlaut P. Bintan dan pantai utara dan lepas pantai bagian barat P. Batam.
HASIL PEMETAAN
32
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
Secara megaskopis satuan ini berwarna biru keabu-abuan, sedikit mineral kuarsa, mineral hitam (magnetit), kaya cangkang moluska dan foraminifera, pada beberapa lokasi dijumpai adanya kaolin, tanah oksidasi dan fragmen detrital dengan ukuran yang bervariasi. Parameter statistik hasil analisis besar butir memperlihatkan bahwa sedimen Lumpur pasiran sedikit kerikilan ini mempunyai nilai X(phi) antara 3.5 hingga 5.1, sortasi 1.6 hingga 2.8, skewness -1.4 hingga 0.1 dan kurtosis 1.7 hingga 6.2. Sedangkan persentase butiran: kerikil 0.4 – 5%, pasir 7.6 – 60.1%, lanau 48.4 – 89.6% dan lempung 0.4 – 6.2%.
4.7.1.3. Pasir lumpuran kerikilan, gmS Satuan Pasir lumpuran kerikilan dijumpai pada 12 lokasi, yaitu: 1017-12, 1017-33, 1017-51, 1017-58, 1017-59, 1017-67, 1017-69, 1017-71, 1017-73, 1017-74, 1017-77 dan 1017-78 atau sekitar 14,81% dari 81 contoh sedimen yang diperoleh selama kegiatan pemetaan. Penyebaran yang luas adalah di bagian utara P. Bintan dan baratlaut P. Batam. Secara megaskopis satuan ini berwarna kuning keabu-abuan, kaya mineral kuarsa, mineral hitam (magnetit), mengandung cangkang moluska dan foraminifera walaupun sangat jarang, pada beberapa lokasi dijumpai adanya fragmen detrital dengan ukuran yang bervariasi. Parameter statistik hasil analisis besar butir memperlihatkan bahwa sedimen Pasir lumpuran kerikilan ini mempunyai nilai X(phi) antara 1.1 hingga 3, sortasi 2 hingga 3.1, skewness 0.3 hingga 0.7 dan kurtosis 1.6 hingga 2.8. Sedangkan persentase butiran: kerikil 1,4 – 28.7%, pasir 43.9 – 63.1%, lanau 19.9 – 45.3% dan lempung 0.2 – 1.9%.
HASIL PEMETAAN
33
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
4.7.1.4. Pasir Kerikilan, gS Satuan Pasir kerikilan dijumpai pada 10 lokasi, yaitu: 1017-03, 1017-4, 1017-5, 1017-15, 1017-19, 1017-23, 1017-27, 1017-30, 1017-65 dan 1017-68 atau sekitar 12,35% dari 81 contoh sedimen yang diperoleh selama kegiatan pemetaan. Penyebaran cukup luas di bagian timurlaut dan pantai utara P. Bintan & utara dan barat P. Batam. Secara megaskopis satuan ini berwarna kuning keabu-abuan, kaya mineral kuarsa berukuran pasir sedang - kasar, mineral hitam (oksida), mengandung cangkang moluska dan foraminifera dalam keadaan pecah, pada beberapa lokasi dijumpai adanya fragmen detrital dengan ukuran yang bervariasi. Parameter statistik hasil analisis besar butir memperlihatkan bahwa sedimen Pasir kerikilan ini mempunyai nilai X(phi) antara 0.1 hingga 1.8, sortasi 1.1 hingga 1.5, skewness -0.9 hingga 0.2 dan kurtosis 1.9 hingga 3.5. Sedangkan persentase butiran: kerikil 1.2 – 23.2% dan pasir 31.6 – 98.8%
4.7.1.5. Kerikil pasiran, sG Satuan Kerikil pasiran dijumpai pada 8 lokasi, yaitu: 1017-01, 1017-07, 1017-09, 1017-43, 1017-46, 1017-66, 1017-70 dan 1017-79 atau sekitar 9,88% dari 81 contoh sedimen yang diperoleh selama kegiatan pemetaan. Penyebaran cukup luas di bagian timur dan pantai barat, utara dan timur P. Bintan & pantai utara P. Batam. Secara megaskopis satuan ini berwarna kuning keabu-abuan, kaya mineral kuarsa berukuran pasir sedang - kasar, mineral hitam (oksida), mengandung cangkang moluska dan foraminifera dalam keadaan pecah, pada beberapa lokasi dijumpai adanya fragmen detrital dengan ukuran yang bervariasi.
HASIL PEMETAAN
34
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
Parameter statistik hasil analisis besar butir memperlihatkan bahwa sedimen Kerikil pasiran ini mempunyai nilai X(phi) antara -0,7 hingga 4.4, sortasi 1.2 hingga 3.2, skewness 0.1 hingga 0.9 dan kurtosis 1.4 hingga 3.4. Sedangkan persentase butiran: kerikil 31.4 – 59.5%, pasir 25.7 – 62.7%, lanau 0 – 42.7% dan lempung 0 – 0.2%.
4.7.1.6. Lumpur Kerikilan, gM Satuan Lumpur kerikilan dijumpai pada 7 lokasi, yaitu: 1017-13, 1017-18, 1017-41, 1017-53, 1017-63, 1017-72 dan 1017-76 atau sekitar 8,64% dari 81 contoh sedimen yang diperoleh selama kegiatan pemetaan. Penyebaran tidak terlalu luas, satuan ini tersebar setempat di bagian timur (lepas pantai) dan utara P. Bintan & utara dan barat P. Batam. Secara megaskopis satuan ini berwarna abu-abu kebiruan, mengandung mineral kuarsa berukuran pasir sedang - kasar, mineral hitam (oksida), mengandung cangkang moluska dan foraminifera dalam keadaan pecah, pada beberapa lokasi dijumpai adanya kaolin dan fragmen detrital dengan ukuran yang bervariasi. Parameter statistik hasil analisis besar butir memperlihatkan bahwa sedimen Lumpur kerikilan ini mempunyai nilai X(phi) antara 2.4 hingga 4.4, sortasi 2.6 hingga 3.2, skewness -0.9 hingga 0.1 dan kurtosis 1.6 hingga 3.1. Sedangkan persentase butiran: kerikil 5.1 – 23.7%, pasir 8.7 – 44.2%, lanau 40.8 – 72.4% dan lempung 0.1 – 3.4%.
4.7.1.7. Lanau Pasiran, sZ Satuan Lanau pasiran dijumpai pada 6 lokasi, yaitu: 1017-10, 1017-20, 1017-29, 1017-45, 1017-47 dan 1017-81 atau sekitar 7,40% dari 81 contoh sedimen yang diperoleh selama kegiatan
HASIL PEMETAAN
35
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
pemetaan. Satuan ini tersebar setempat-setempat di bagian timur dan utara P. Bintan & utara dan barat P. Batam. Secara megaskopis satuan ini berwarna hijau keabu-abuan, mengandung cangkang moluska dan foraminifera walaupun sangat jarang, pada beberapa lokasi dijumpai adanya fragmen detrital dengan ukuran yang bervariasi. Parameter statistik hasil analisa besar butir memperlihatkan bahwa sedimen lanau pasiran ini mempunyai nilai X(phi) antara -1.1 hingga 5.1, sortasi 1.2 hingga 2.1, skewness -0.1 hingga 0.7 dan kurtosis 2.1 – 3.1. Sedangkan persentase butiran: pasir 21.5 – 47.9%, lanau 49.7 – 77.3% dan lempung 1.2 – 3.3%.
4.7.1.8. Lanau, Z Satuan lanau dijumpai pada 4 lokasi, yaitu: 1017-16, 1017-50, 1017-57 dan 1017-62 atau sekitar 5% dari 81 contoh sedimen yang diperoleh selama kegiatan pemetaan. Satuan ini tersebar setempat di bagian timur Pulau Bintan dan di utara dan barat Pulau Batam. Hasil pemerian megaskopis terhadap satuan ini umumnya mempunyai warna abu-abu kehijauan, beberapa bagian mengalami oksidasi dan berwarna kemerahan, bersifat lunak, mengandung foram serta fragmen cangkang moluska yang umumnya terdiri dari gastropoda dan pelecypoda. Secara megaskopis satuan ini berwarna hijau keabu-abuan, mengandung cangkang moluska dan foraminifera walaupun sangat jarang, sedikit mineral kuarsa dan mineral oksida, pada beberapa lokasi dijumpai adanya kaolin (putih kekuningan), tanah oksidasi (merah) dan fragmen detrital dengan ukuran yang bervariasi. Parameter statistik hasil analisis besar butir memperlihatkan bahwa sedimen lanau ini mempunyai nilai X(phi) antara 5.4 – 6.0, sortasi 1.2 hingga 1.3, skewness -0.2 hingga 0.2 dan kurtosis 1.9 hingga
HASIL PEMETAAN
36
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
6.8. Sedangkan persentase butiran: pasir 1.4 – 5.0%, lanau 92.9 – 97.3% dan lempung 2.0 – 2.7%.
4.7.1.9. Lumpur sedikit kerikilan, (g)M Satuan Lumpur sedikit kerikilan dijumpai pada 2 lokasi, yaitu: 1017-52 dan 1017-56 atau sekitar 2,47% dari 81 contoh sedimen yang diperoleh selama kegiatan pemetaan. Penyebarannya di bagian lepas pantai bagian barat P. Batam. Secara megaskopis satuan ini berwarna abu-abu kebiruan, mengandung mineral kuarsa berukuran pasir sedang - kasar, mineral hitam (oksida), mengandung cangkang moluska dan foraminifera dalam keadaan pecah, pada beberapa lokasi dijumpai adanya kaolin dan fragmen detrital dengan ukuran yang bervariasi. Parameter statistik hasil analisis besar butir memperlihatkan bahwa sedimen Lumpur sedikit kerikilan ini mempunyai nilai X(phi) antara 5.6 hingga 5.7, sortasi 1.1 hingga 1.3, skewness -0.2 hingga 1 dan kurtosis 6.3 hingga 7. Sedangkan persentase butiran: kerikil 0.1 – 0.2%, pasir 0.8 – 2.3%, lanau 95.2 – 95.6% dan lempung 2.2 – 2.5%.
4.7.1.10. Pasir sedikit kerikilan, (g)S Satuan Pasir sedikit kerikilan dijumpai pada 1 lokasi, yaitu: 1017-75 atau sekitar 1,23% dari 81 contoh sedimen yang diperoleh selama kegiatan pemetaan. Penyebaran hanya di bagian utara (lepas pantai) P. Bintan. Secara megaskopis satuan ini berwarna kuning keabu-abuan, kaya mineral kuarsa berukuran pasir sedang - kasar, mineral hitam (oksida), mengandung cangkang moluska dan foraminifera dalam keadaan pecah, pada beberapa lokasi dijumpai adanya fragmen detrital dengan ukuran yang bervariasi.
HASIL PEMETAAN
37
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
Parameter statistik hasil analisis besar butir memperlihatkan bahwa sedimen Pasir sedikit kerikilan ini mempunyai nilai X(phi) 1.6, sortasi 1.1, skewness 0.7 dan kurtosis 3. Sedangkan persentase butiran: kerikil 1.6% dan pasir 98.4%.
4.7.1.11. Lumpur pasiran kerikilan, gsM Satuan Pasir sedikit kerikilan dijumpai pada 1 lokasi, yaitu: 1017-08 atau sekitar 1,23% dari 81 contoh sedimen yang diperoleh selama kegiatan pemetaan. Penyebaran di bagian laut (lepas pantai) P. Bintan. Secara megaskopis satuan ini berwarna abu-abu kebiruan, mengandung mineral kuarsa berukuran pasir sedang - kasar, mineral hitam (oksida), mengandung cangkang moluska dan foraminifera dalam keadaan pecah, pada beberapa lokasi dijumpai adanya kaolin dan fragmen detrital dengan ukuran yang bervariasi. Parameter statistik hasil analisis besar butir memperlihatkan bahwa sedimen Pasir sedikit kerikilan ini mempunyai nilai X(phi) 2.8, sortasi 3.5, skewness -0.2 dan kurtosis 1.6. Sedangkan persentase butiran: kerikil 22.5%, pasir 27.2%, lanau 47.8% dan lempung 2.4%.
4.7.1.12. Pasir Lanauan, zS Satuan Pasir lanauan dijumpai pada 1 lokasi, yaitu: 1017-21 atau sekitar 1,23% dari 81 contoh sedimen yang diperoleh selama kegiatan pemetaan. Penyebarannya di bagian timurlaut P. Bintan. Secara megaskopis satuan ini berwarna kuning keputihan, mengandung cangkang moluska dan foraminifera walaupun sangat jarang, pada beberapa lokasi dijumpai adanya mineral kuarsa (putih), mineral oksida (hitam) dan fragmen detrital dengan ukuran yang bervariasi.
HASIL PEMETAAN
38
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
Parameter statistik hasil analisis besar butir memperlihatkan bahwa sedimen Pasir lanauan ini mempunyai nilai X(phi) 4.4, sortasi 1.5, skewness 0.8 dan kurtosis 2.9. Sedangkan persentase butiran: pasir 54.7%, lanau 43.4% dan lempung 1.9%.
4.7.2. Sayatan Oles Hasil analisis sayatan oles pada sedimen permukaan dasar laut di daerah pemetaan memperlihatkan adanya kandungan unsur bukan biogenik (lempung), biogenik (mikrit dan fragmen) dan unsur autigenik (dolomit) yang bervariasi dengan kandungan sangat jarang – banyak (LAMPIRAN 2).
4.7.2.1. Biogenik Kandungan biogenik pada sedimen permukaan dasar laut di daerah pemetaan didominasi oleh gampingan (mikrit, fragmen dan foraminifera) tanpa silikatan (radiolaria, diatomi, karbonan dan sponge spic). Kandungan mikrit berkisar antara 5 - 75% dengan kandungan rata-rata adalah 15 – 30%; tertinggi terdapat di lokasi 1017-31 (60 cm), 1017-34 (69 cm) dan 1017-47 (90 cm). Kandungan fragmen berkisar antara 5 - 75% dengan kandungan rata-rata adalah 5 – 15%; tertinggi terdapat di lokasi 1017-7 (top), 1017-23 (top) dan 1017-25 (top) 1017-27 (28 cm), 1017-28 (top), 1017-32 (top) 1017-68 (top) dan 1017-76 (top). Sedangkan kandungan foraminifera berkisar antara 5 – 15%.
4.7.2.2. Bukan Biogenik Kandungan bukan biogenik pada sedimen permukaan dasar laut di daerah pemetaan terdiri-dari pasir-lanau yang didominasi oleh lempung, kuarsa, detritus dan Fe/Mn oksida. Kandungan lempung berkisar antara 15 -75%; tertinggi terdapat di 1017-5 (3 cm), 1017-10 (67 cm), 1017-11 (45 cm), 1017-23 (50 cm), 1017-29 (38 HASIL PEMETAAN
39
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
cm), 1017-30 (52 cm), 1017-35 (72 cm), 1017-44 top, 1017-44 (100 cm), 1017-48 (top), 1017-53 (top), 1017-56 (top), 1017-57 (35 cm), 1017-59 (28 cm), 1017-60 (105 cm), 1017-61 (50 cm), 1017-63 (top), 1017-64 (45 cm), 1017-69 (top), 1017-76 (43 cm), 1017-77 (top) dan 1017-79 (top).
4.7.2.3. Autigenik Kandungan autigenik hanya unsur dolomit dalam jumlah jarang (1 – 5%) hingga sangat jarang (1%). Hal ini disebabkan kondisi perairan merupakan laut dangkal yang didominasi oleh lanau dan pasir dengan arus yang kuat. Demikian juga pantainya pada umumnya adalah batuan alluvial, sedimen dan volkanik, sehingga dolomit, zeolit, gipsum dan gloukonit tidak dijumpai.
4.8. MIKROFAUNA Analisis mikrofauna dilakukan dengan memakai jenis mikrofauna foraminifera. Analisis dilakukan pada contoh sedimen dasar laut yang telah dicuci dan dikeringkan serta disaring dengan saringan 2ø, 3ø, dan 4ø. Foraminifera diambil sebanyak 300 individu, dimulai dari saringan yang paling besar (2ø). Bila masih belum mencapai 300, diambil dari saringan yang lebih kecil, dan seterusnya. Tahap identifikasi untuk menentukan jenis spesies foraminifera dilakukan dengan mengacu pada Barker (1960), Albani & Yassini (1993), Loeblich & Tappan (1994), dan Yassini & Jones (1995). Selanjutnya dilakukan analisis kuantitatif jumlah foraminifera untuk mengetahui kelimpahannya dan keanekaragaman. Untuk menghitung keanekaragaman/diversitas, digunakan rumus Shannon-Weaver yang dikembangkan dalam program komputer oleh Bakus (1990), yaitu:
HASIL PEMETAAN
40
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
H’ = - Σ pi log pi Keterangan : pi = ni N Σ = jumlah ni = jumlah individu dari setiap spesies pada tiap contoh (I1, I2, I3, ..., in) N = jumlah total individu log = log
Telah dianalisis foraminifera dari 21 contoh sedimen. Sebagai lingkungan laut dangkal, maka kandungan foraminifera jenis bentik sangat berlimpah, sedangkan jenis plangtonik sangat jarang, bahkan hampir tidak ada. Jenis foraminifera bentik sangat beragam, yaitu terdiri atas 112 spesies terdiri dari 60 spesies dari jenis Rotaliina, 27 spesies dari jenis Miliolina, dan 25 spesies dari jenis Textulariina (LAMPIRAN 3). Komposisi ini sangat ideal bagi lingkungan laut dangkal/zona paparan (Boltovskoy & Wright, 1976). Jenis-jenis foraminifera yang dominan pad lokasi pemetaan adalah merupakan jenis-jenis penciri lingkungan laut dangkal, yaitu (Foto 10):
HASIL PEMETAAN
41
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
Foto 10. 1. Amphistegina quoyii, 2a-b. Pseudorotalia spp, 3. Streblus schroeterianus, 4. Quinqueloculina pseudoreticulata, 5. Asterorotalia trispinosa, 6. Operculina ammonoides, 7. Eponides repandus, 8. Quinqueloculina lamarckina, 9. Quinqueloculina cf. Q. Parvaggluta, 10. Miliolinella cf. M. Sublineata, 11. Textularia agglutinans, 12. Textularia conica, 13. Agglutinella agglutinas, 14. Ammobaculites agglutinans.
Secara umum foraminifera di daerah pemetaan (LP-1017) dapat dijelaskan sbb: Amphistegina quoyii, penyebarannya merata, terdapat pada semua lokasi contoh, dengan persentase yang rata-rata tinggi (di atas 5%), kecuali pada lokasi-lokasi 1017-21, 1017-51, 1017-24, 1017-28, 1017-74, 1017-71, dan 1017-39. Kandungan paling tinggi adalah pada lokasi 1017-4 yaitu 54,46%, dan lokasi 1017-7 yaitu 48,28%.
HASIL PEMETAAN
42
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
Pseudorotalia spp., termasuk Streblus schroeterianus, juga tersebar merata di seluruh lokasi contoh. Persentase tertinggi adalah pada lokasi-lokasi di bagian utara, yaitu 1017-74, dengan nilai 72,73%, selanjutnya lokasi 1017-71, dengan nilai persentase 53,41%, dan lokasi 1017-65, dengan persentase 43,19%. Lokasi-lokasi yang sedikit mengandung jenis Pseudorotalia adalah lokasi 1017-7, 1017-4 dan lokasi-lokasi di sebelah timurlaut, seperti lokasi 1017-38 dan 1017-36. Quinqueloculina pseudoreticulata, juga tersebar merata, persentase tertinggi di bagian selatan, yaitu lokasi 1017-1 dengan nilai 13,04%, sedangkan pada lokasi-lokasi di bagian barat cenderung konsentrasinya kecil, seperti pada lokasi 1017-51 dan 1017-55. Asterorotalia trispinosa, konsentrasi tertinggi pada lokasi 1017-55 di bagian barat, yaitu 56,41%. Jenis ini cenderung lebih terkonsentrasi pada lokasi-lokasi yang berjarak agak jauh dari pulau, kecuali pada lokasi 1017-38, 1017-36 dan 1017-39 tidak ditemukan. Operculina ammonoides, konsentrasi tertinggi pada lokasi 1017-38, 1017-36 dan 1017-60. Sementara jenis ini tidak ditemukan pada lokasi 1017-55. Jenis-jenis lain yang juga banyak adalah Elphidium spp., Eponides repandus, dan Quinqueloculina spp. Jenis Textulariina juga ditemukan cenderung banyak, terutama yang dominan adalah jenis Textularia agglutinans, Textularia conica, Agglutinella agglutinas, Ammobaculites agglutinans, dan Siphotextularia spp. Jenis Amphistegina biasanya berasosiasi dengan keterdapatan terumbu karang (Hallock, 1995), karena itu jenis ini relatif lebih tinggi pada lokasi di bagian selatan, yaitu di sekitar P. Bintan. Jenis ini, juga Quinqueloculina dan Elphidium merupakan jenis dari lingkungan air hangat (Boltovskoy & Wright, 1976). Jenis Asterorotalia trispinosa merupakan jenis yang biasa hidup pada sedimen lumpur dan biasanya mencerminkan arus kuat. Karena itu HASIL PEMETAAN
43
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
jenis ini cenderung lebih tinggi pada lokasi-lokasi yang agak jauh dari pulau. Banyak cangkang foraminifera yang ditemukan dalam kondisi buruk atau pecah, Hal tersebut kemungkinan besar diakibatkan oleh pergerakan air yang relatif dinamis, terutama karena lokasi penelitian dilewati oleh jalur lalu lintas laut. Arus yang kuat juga turut mempengaruhi kondisi dan penyebaran foraminifera, terutama pada lokasi-lokasi di bagian timur dan barat, yang lokasinya agak jauh dari pulau, sangat mengindikasikan adanya transportasi cangkang, yaitu ditemukannya kelimpahan dari cangkang yang rusak terutama jenis Asterorotalia, Pseudorotalia, dan Operculina (Foto 11).
Foto 11. Kumpulan cangkang foraminifera dengan kondisi yang buruk (Lokasi 1017-51).
Berdasarkan hasil analisis keanekaragaman lokasi pemetaan menunjukkan nilai yang tinggi, yaitu semua lokasi contoh menunjukkan nilai >3, terutama paling tinggi adalah pada lokasi 1017-66, yaitu 3.829 (Tabel 4). Hal tersebut menunjukkan bahwa wilayah Perairan Batam dan sekitarnya merupakan wilayah bersih dan masih memiliki kondisi lingkungan yang bagus bagi perkembangan fauna (Darsono, 1996).
HASIL PEMETAAN
44
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
NO. CONTOH
55
7
4
66
60
9
21
51
1
24
18
12
28
74
30
35
36
71
38
39
65
JMH SPESIES NILAI INDEX DIVERSITAS
21
30
27
46
40
39
22
27
32
40
28
36
30
28
29
40
32
33
37
41
26
3
3.4
3.3
3.8
3.7
3.7
3.1
3.3
3.5
3.7
3.3
3.6
3.4
3.3
3.4
3.7
3.5
3.5
3.6
3.7
3.3
Tabel 4. Nilai Index diversitas
Selain foraminifera, lokasi pemetaan juga mengandung mikrofauna lain, misalnya ostracoda dan terutama jenis Moluska sangat berlimpah, dengan ukuran dari 250 μm sampai 2 cm, terutama di lokasi-lokasi sekitar pulau-pulau, misalnya di lokasi 1017-4 (Foto 12).
0,5 cm Foto
12.
Kumpulan moluska di 1017-4 (Gastropoda Bivalvia)
lokasi dan
Sedimen permukaan wilayah perairan Batam dan sekitarnya ini mengandung biota-biota yang sangat indah dan cantik, yang merupakan kekayaan biota perairan Indonesia.
HASIL PEMETAAN
45
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
4.9. SUMBER DAYA MINERAL 4.9.1. Analisis Mineral Berat Analisis mineral dilakukan terhadap beberapa contoh terpilih yang berjumlah 30 yang mewakili sedimen secara lateral. Berdasarkan kondisi tersebut, maka analisis dilakukan terhadap contoh yang secara megaskopis mengandung butiran yang lebih dominan dibandingkan dengan yang lainnya. Analisis yang dilakukan di laboratorium hanya terbatas pada mineral 3ø. Dari total mineral berat 3 phi selanjutnya dianalisis dengan menggunakan magnet dan sebagian dengan larutan bromoform. Mineral berat 3ø yabg dianalisis di bromoform hanya sekitar 2 gram. Untuk mendapatkan total mineral berat 3ø maka dilakukan perhitungan persentase yang dihitung di larutan bromoform terhadap total mineral berat 3ø setelah dikurangi menggunakan magnet. Selanjutnya Total Mineral Berat dihitung dengan menjumlah mineral berat yang dianalisis dengan magnet dan total mineral berat 3ø. Hasil pemisahan mineral berat ukuran 3ø diperoleh kandungan antara 0,08380 % berat di lokasi 1017-76 hingga 1,82586 % berat di lokasi 1017-27 (Tabel 5). Setelah mendapatkan mineral berat 3ø selanjutnya dihitung persentasenya terhadap berat asal. Biasanya rata-rata berat asal adaah adalah 100 gram. Dengan assumsi persentase tersebut dapat dihitung total mineral berat terhadap berat asal (Tabel 6). Berdasarkan perhitungan total mineral berat dalam 100 gram berat asal, lokasi yang mempunyai kandungan mineral berat tertinggi adalah lokasi 1017-47 dengan berat 23,728 gram; disusul lokasi 1017-24 dengan berat 19,829 gram dan lokasi 1017-8 dengan berat 18,494 gram. Sedangkan terkecil adalah di lokasi 1017-76 dengan berat 2,089 dan lokasi 1017-45 dengan berat 2,588 gram (Gambar 24).
HASIL PEMETAAN
46
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
Tabel 5. Hasil Analisis mineral berat 3 phi daerah Lembar 1017 – Batam, Riau Kepulauan
HASIL PEMETAAN
47
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
Tabel 6. Hasil perhitungan total mineral berat terhadap berat asal Lembar Peta 1017, Batam – Riau Kepulauan
HASIL PEMETAAN
48
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
HASIL PEMETAAN
49
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
Lokasi lainnya yang mengandung mineral berat di atas 10 gram dalam 100 gram contoh adalah: 1017-10, 1017-12, 1017-17, 1017-19, 1017-27, 1017-34, 1017-36, 1017-53 dan 1017-60. Berarti terdapat 12 lokasi dengan nilai di atas 10 gram, sedangkan 18 lokasi dibawah 10 gram. Lokasi dengan kandungan mineral berat diatas 10 gram setiap 100 gram contoh terdapat terdapat di bagian timur, utara dan timurlaut daerah P. Bintan. Sedangkan kandungan mineral berat dibawah 10 gram adalah di bagian utara, barat dan baratlaut P. Batam.
4.9.2. Jenis-Jenis Mineral Berat dan Ringan Hasil identifikasi jenis-jenis dan kandungan mineral berat dan ringan diperoleh jenis-jenis mineral berat: magnetit, hematit, kassiterit, augit, limonit, diopsit, xenotine, monasit, zircon, welframit, kuarsa, pirit, apatit, leukosen, hornblende, tourmalin, kayu teroksidasi, dolomit dan cangkang (LAMPIRAN 4).
4.9.3. Analisis Kimia 4.9.3.1. Unsur Tanah Jarang Unsur-unsur tanah jarang terdapat pada lebih dari 110 jenis mineral, akan tetapi hanya beberapa mineral saja yang kandungan unsur-unsur ini cukup tinggi sehingga bisa dikategorikan sebagai bijih (ore) unsur tanah jarang. Monazit (Ce, La, Nd, Th) PO4, bastanit dan xenotim adalah mineral-mineral utama yang mengandung unsur-unsur tanah jarang. Unsur-unsur tanah jarang atau juga disebut seri lanthanida terdiri dari 15 unsur yang mempunyai sifat-sifat kimia hampir sama, dengan nomor atom antara 57 sampai 71. Unsur-unsur ini adalah lanthanum (La), Cerium (Ce), Praseodymium (Pr), Neodymium (Nd), HASIL PEMETAAN
50
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
Promethium (Pm), Samarium (Sm), Europium (Eu), gadolinium (Gd), Terbium (Tb), dysprosium (dy), holmium (Ho), erbium (Er), Thullium (Tm), Yterbium (Yb) dan luthetium (Lu). Promethium (Pm), merupakan hasil pembelahan (fission) uranium, di alam tidak terdapat sebagai isotop stabil. Unsur tanah jarang ini diklasifikasikan ke dalam dua sub group unsur yakni: •
Sub group cerium atau juga disebut light rare earth elements, terdiri dari lanthanum, cerium, praseodymium, neodymium, promethium, samarium dan europium.
•
sub group ytrium atau heavy rare earth elements terdiri dari gadolinium, terbium, dysprosium, holmium, erbium, thullium, yterbium, luthetium, dan juga ytrium.
Pemakaian unsur tanah jarang yang terpenting ialah sebagai pengaktif dalam katalis. Campuran khlorida dari lanthanium, neodymium dan praseodymium dipergunakan pada katalis pemurnian minyak dengan konsentrasi antara 1% - 5%. Campuran khlorida logam tanah jarang ini ditambahkan pada katalis zeolit untuk menaikkan efisiensi perubahan minyak mentah (crude oil) menjadi bahan-bahan hasil dari minyak. Diproyeksikan bahwa pemakaian katalis dari logam tanah jarang ini dalam industri perminyakan akan lebih meningkat lagi dimasa mendatang. Mischmetal, yang dihasilkan dari elektrolis campuran khlorida-khlorida tanah jarang, dipergunakan dalam industri besi dan baja untuk meningkatkan sifat-sifat fisika dari besi dan baja yang dihasilkan.
HASIL PEMETAAN
51
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
Logam-logam tanah jarang seperti cerium, praseodymium, neodymium, samarium, dysprosium dan mischmetal juga digunakan dalam industri magnet tetap seperti tabung-tabung pipa penghantar, ilne printer, motor listrik dan generator. Pemanfaatan dan tren pasar tanah jarang: Bahan Kaca Kaca Y2Fe5O12 Zr-B-O Fe Al
Imbuhan
Kegunaan
Nd, Sm Nd2O3 dan oksida Er dan Pr La La Nd, Sm La, Nd
Laser kaca berwarna untuk filter TV Kristal Mikrowave Lensa kamera Magnet permanen Katalis polimerisasi
Mineral yang kemungkinan besar mengandung unsur mineral jarang adalah Zirkon (Zr, Th, Y, Ce), Monazit (Ce, La, Nd, Th). Berdasarkan data tersebut maka dipilih unsur-unsur untuk analisa kimia sebagai berikut Zirkonium, Ytrium, Barium dan Neodymium. Unsur Jarang (Trace Element) yang dianalisis adalah 21 contoh terpilih, terdiri dari unsur Zr berkisar antara 0,005 – 0,044% masing-masing terdapat pada lokasi 1017-45 dan 1017-78, unsur Y berkisar antara 0,0018 – 0,0098% masing-masing terdapat pada lokasi 1017-33 dan 1017-39, unsur Ba berkisar antara 0,008 – 0,088% masing-masing terdapat pada lokasi 1017-43 dan 1017-45, sedangkan Nd kosong (tidak ditemukan) - (Tabel 7). Kandungan tertinggi unsur tanah jarang adalah Zr pada lokasi 1017-78 dengan kandungan 0,044%, disusul lokasi 1017-07 dengan kandungan 0,033%, lokasi 1017-01 dengan kandungan 0,025% dan lokasi 1017-43 dengan kandungan 0.024% (Gambar 24).
HASIL PEMETAAN
32
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
No
Komposisi Unsur (%)
No. Contoh 1017-02
Zr 0
Y 0
Ba 0
Nd 0
1017-04
0
0
0
0
3
1017-07
0,033
0,0059
0,057
0
4
1017-09
0,021
0,0024
0,017
0
5
1017-10
0,025
0,0032
0,060
0
6
1017-17
0,011
0,0043
0,040
0
7
1017-24
0,016
0,0037
0,014
0
8
1017-28
0
0
0
0
9
1017-33
0,039
0,0018
0,059
0
10
1017-34
0,015
0,0063
0,024
0
11
1017-39
0,017
0,0098
0,067
0
12
1017-43
0,024
0,0053
0,008
0
13
1017-45
0,005
0,0065
0,088
0
14
1017-47
0,007
0,0081
0,031
0
15
1017-56
0
0
0
0
16
1017-66
0
0
0
0
17
1017-70
0
0
0
0
18
1017-74
0
0
0
0
19
1017-78
0,044
0,0092
0,057
0
20 21
1017-80
0,020
0,0046
0,012
0
1017-81
0
0
0
0
AAS
XRF
XRF
XRF
1 2
METODE
Tabel 7. Hasil analisis unsur “Trace Element” terpilih sedimen dasar laut Lembar Peta 1017 Batam, Riau Kepulauan.
HASIL PEMETAAN
33
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
HASIL PEMETAAN
34
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
4.9.3.2. Unsur Logam Pemeriksaan terhadap unsur logam sebanyak 21 contoh terpilih perlu dilakukan untuk mendapatkan data kandungan mineral ekonomis dalam sedimen dasar laut (lanau – pasir). Logam-logam yang diperiksa adalah Fe, Mg,Mn dan Sn yang diduga banyak terdapat di perairan Batam – Bintan (Tabel 8).
Komposisi Unsur Logam (%) No 1 2
Kode Contoh 1017-02
Fe 3,684
Mg 0,741
Mn 0,145
Sn
1017-12
1,63
1,95
0,0024
0,003
3
1017-14
5,46
1,95
0,0023
0,012
4
1017-15
6,11
1,95
0,0034
0,001
5
1017-17 1017-19
5,06 3,48
1,54 3,02
0,0064 0,0634
0,002
6 7
1017-22
2,13
0,82
0,0047
0,001
8
1017-26
2,03
0,33
0,0037
0,007
9
1017-27
2,94
0,32
0,0013
0,008
10
1017-30
2,79
0,87
0,0011
0,006
11
1017-35
2,62
2,18
0,0019
0,001
12
2,8 3,59
2,22 1,06
0,0012 0,0965
0,002
13
1017-42 1017-48
14
1017-51
2,72
1,01
0,0487
15
1017-53
3,86
1,21
0,048
16
1017-57 1017-61
3,78
0,745
0,12
3,41
1,9
0,0927
17 18
1017-69
0,89
0,49
0,0007
0,003
19
1017-75
1,14
1,48
0,0009
0,015
20
1017-79
1,36
0,59
0,0056
0,004
21
1017-81 METODE
2,38 AAS
1,82 AAS
0,0019 AAS
0,01 AAS
Tabel 8. Hasil analisis unsur logam Lembar Peta 1017 Batam – Riau Kepulauan.
HASIL PEMETAAN
35
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
Dari Grafik kandungan unsur logam logam perairan LP-1017 terlihat perbandingan kandungan unsur logam tiap lokasi pengambilan contoh sedimen. Kandungan rata-rata tertinggi adalah Fe yang disusul oleh Mg, Mn dan Sn. Kandungan Fe berkisar antara 0,28 – 5,06%; Fe tertinggi terdapat di lokasi 1017-17 dengan kandungan 5,06% dan terendah terdapat di lokasi 1017-42 dengan kandungan 0,28%. Kandungan Mg berkisar antara 0,32 – 3,02%; Mg tertinggi terdapat di lokasi 1017-19 dengan kandungan 3,02% dan terendah di lokasi 1017-27 dengan kandungan 0,32%. Sedangkan kandungan Mn berkisar antara 0,0007 – 0,145%; Mn tertinggi terdapat di lokasi 1018-02 dengan kandungan 0,145% dan terendah terdapat di lokasi 1017-69 dengan kandungan 0,0007% (Gambar 25). Mineral logam lainnya yang cukup penting di daerah pemetaan adalah kandungan Sn. Oleh sebab itu pada analisis mineral logam, selain analisis kandungan unsur Sn juga dilakukan analisis fotomikrografi. Kandungan Sn berkisar antara 10 - 150 ppm; Sn tertinggi terdapat di lokasi 1017-75 dengan kandungan 0,015% dan terendah di lokasi 1017-15 dan terendah di lokasi 1017-35 dengan kandungan 0,001% (Gambar 26).
4.9.3.3. Kandungan Unsur Kimia Utama Kandungan unsur kimia utama yang dianalisis adalah 40 contoh sedimen dasar laut terpilih. Pemilihan didasarkan pada kenampakan secara megaskopis, dengan ciri-ciri butiran berukuran pasir sedang – kasar, berwarna putih dan didominasi oleh mineral kuarsa & kaolin serta kandungan sedikit cangkang atau lempung (sebagai pengotor). Unsur yang dianalisis terdiri dari SiO2, Al2O3, Fe2O3, MgO, CaO, Na2O, K2O, TiO2, P2O5 dan LOI (Tabel 9).
HASIL PEMETAAN
36
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
HASIL PEMETAAN
37
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
HASIL PEMETAAN
38
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
Komposisi Kimia Unsur (%) TiO2
P2O5
LOI
0,49
0,31
0,057
5,65
1,26
0,07
0,71
-
1,15
0,05
0,8
-
1,94
1,01
0,07
0,23
-
0,16
0,28
0,22
0,077
5,74
0,66
0,17
0,083
4,87
1,57
0,04
0,58
-
1,08
0,06
0,43
-
1,13
0,07
0,51
-
0,78
1,09
0,66
0,021
5,79
1,73
2,27
1,13
0,06
0,64
-
1,75
3,54
1,24
0,08
0,59
-
5,03
0,75
0,69
0,3
0,39
0,055
4,86
5,03
5,22
1,86
2,97
1,27
0,09
0,44
-
4,39
4,31
1,45
1,22
0,89
0,21
0,047
3,9
4,98
2,44
3,05
2,19
1,04
0,08
0,93
-
9,77
5,26
3,87
1,64
2,86
1,07
0,12
0,87
-
9,64
5,17
5,06
1,78
3,23
1,12
0,12
0,55
-
75,22
8,25
4,73
5,18
1,93
2,75
1,24
0,08
0,62
-
1017/31
69,65
6,37
6,12
3,76
0,8
2,57
1,68
0,16
0,089
5,85
14
1017-32
79,68
7,37
4,14
4,63
1,65
2,28
1,4
0,06
0,49
-
15
1017-35
79,87
6,03
4,52
4,71
2,01
2,12
1,06
0,05
0,47
-
16 17
1017-36
75,77
8,18
5,12
4,1
1,81
3,1
1,33
0,08
0,51
-
1017/37
66,73
5,17
4,17
2,87
3,64
2,78
2,19
0,15
0,008
6,86
18 19
1017-38
78,72
8,04
5,08
4,06
1,53
0,74
0,93
0,12
0,68
-
1017/40
71,37
5,68
4,19
2,95
3,7
2,81
2,15
0,51
0,073
5,82
20
1017-42
80,08
7,81
5,26
3,22
1,22
0,71
1,06
0,1
0,54
-
21
1017-44
88,56
4,62
1,24
2,28
0,36
0,86
0,18
0,06
0,22
-
22
1017-48
79,61
8,54
4,33
2,96
1,4
1,03
0,78
0,08
0,42
-
23
1017-49
79,41
9,07
5,07
3,85
1,09
0,72
0,87
0,09
0,63
-
24
1017-51
79,92
8,79
3,28
4,19
1,57
0,83
0,91
0,04
0,37
-
25
1017-52
79,79
7,84
3,71
3,83
1,28
0,95
0,76
0,05
0,81
-
26 27
1017-53
76,72
9,15
2,12
3,44
1,19
0,75
0,85
0,07
0,55
-
1017-54
88,56
4,21
3,28
1,28
0,36
0,86
0,8
0,06
0,22
-
28
1017-55
83,68
3,87
3,55
3,72
1,68
2,05
1,17
0,07
0,51
-
29
1017/56
79,19
0,86
3,37
3,15
2,47
2,19
1,55
0,45
0,043
4,78
1017-57 1017-58
81,68
6,75
3,05
3,12
1,73
2,17
1,17
0,08
0,6
-
75,37
9,64
4,74
3,26
1,95
3,53
1,24
0,08
0,79
-
No
Kode Contoh
SiO2
Al2O3
Fe2O3
CaO
1
1017/01
76,69
9,72
1,87
7,01
1,8
0,64
2
1017-02
82,21
3,24
3,73
4,19
1,47
2,79
3
1017-03
81,59
5,91
2,19
5,63
1,53
1,11
4 5
1017-04
81,17
5,59
3,72
4,21
1,16
1017/05
71,7
6,88
7,9
3,82
0,53
6
1017/08
73,73
7,47
4,23
4,15
0,93
0,92
7
1017-12
79,56
6,57
4,37
3,18
1,7
2,26
8
1017-14
80,44
7,06
3,88
4,15
1,22
1,58
9 10
1017-15
81,68
5,67
2,45
4,72
1,68
2,05
1017/16
49,68
17,23
9,13
9,57
3,25
11
1017-19
78,78
7,75
4,52
3,96
12 13
1017-20
77,37
7,84
4,34
3,66
1017/21
68,77
8,45
7,05
14 15
1017-22
76,27
6,85
1017/23
75,49
7,74
16
1017-25
77,19
8,9
17
1017-27
74,54
18
1017-28
73,33
19 20
1017-30
30 31 32
MgO
K2O
Na2O
1017/59
70,33
2,45
5,17
4,74
1,63
0,5
2,31
0,65
0,06
3,99
33
1017/66
80,82
4,65
2,03
2,75
2,75
0,94
0,51
0,08
0,085
5,72
34
1017/67
80,42
4,72
1,33
2,62
0,82
0,64
0,49
0,31
0,048
4,15
35
1017/71
75,2
2,25
2,54
3,12
0,28
0,38
0,44
0,52
0,071
4,97
HASIL PEMETAAN
39
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN 36
1017/73
74,62
5,16
3,89
3,15
2,47
0,89
1,11
0,45
0,054
4,84
37
1017/77
71,55
12,48
4,55
6,71
2,42
0,1
2,29
0,6
0,88
5,67
38
1017-79
78,79
9,84
4,01
2,53
1,28
0,95
0,76
0,05
0,89
-
39
1017-80
78,72
8,15
4,12
3,44
1,19
0,75
0,85
0,07
0,55
-
40
1017-81
90,76
2,21
1,28
1,28
0,36
0,86
0,8
0,06
0,22
-
AAS
Gravi metri
AAS
AAS
AAS
AAS
Gravi metri
Gravim etri
Gravim etri
Gravi metri
Metode
Tabel 9. Hasil analisis unsur kimia utama Lembar Peta 1017 Batam – Riau Kepulauan.
Unsur kimia dalam sedimen dasar laut daerah pemetaan (LP-1017) mempunyai nilai bervariasi dengan urutan kandungan adalah: Al2O3 (2,21% - 9,77%), Fe2O3 (1,24% - 5,76%), CaO (1,28 – 5,22%), MgO (0,36% - 3,05%), Na2O (0,71% - 3,53%), K2O (0,8% 1,57%), TiO2 (0,04 – 0,12%), P2O5 (0,22% - 0,89%) - (Gambar 27). Unsur kimia lainnya yang penting SiO2, karena selain berfungsi sebagai mineral bahan industri juga dapat memberikan gambaran tentang batuan asal dan indikator kandungan mineral ekonomis lainnya, seperi: timah dan emas. Di daerah pemetaan (LP-1017), unsur SiO2 merupakan unsur kimia utama dalam sedimen permukaan dasar laut. Berdasarkan hasil analisis terhadap 40 contoh sedimen terpilih diperoleh kandungan dengan nilai terendah dan tertinggi berkisar antara 73,33 - 90,76%. Terendah terdapat di lokasi 1017-28 dan tertinggi terdapat di lokasi 1017-81 (Gambar 28). Dari data tersebut terlihat bahwa kandungan silika sangat dominan di pantai dimana kandungan terbesar terdapat di permukaan, semakin ke dalam kandungannya berkurang kemudian stabil.
HASIL PEMETAAN
40
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
HASIL PEMETAAN
41
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
HASIL PEMETAAN
42
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
Berdasarkan data di atas maka batuan induk di daerah pemetaan mempunyai hubungan yang selaras tidak jauh berbeda, dimana batuan induk dari senyawa tersebut dominan mengandung silika (SiO2) yaitu batuan beku yang bersifat asam (granit dan granodiorit).
4.9.4. Analisis Petrografi Mineral Ekonomis Analisis petrografi berdasarkan fotomikrografi dilakukan terhadap 5 contoh terpilih yaitu: LP 1017-15, LP 1017-22, LP 1017-25, LP 10127-27, LP 1017-55 dan LP 1017-75. Dipilihnya lima contoh tersebut karena hasil analisis kimia dan megaskopis memperlihatkan kendungan kuarsa mineral berat dan kasiterit (timah) dalam jumlah yang besar. Umumnya contoh yang dipilih adalah sedimen yang kompak (kemungkinan ujung gravity core menyentuh batuan yang keras) dan butiran berukuran pasir – kerikil.
4.9.4.1. Kasiterit dan Kuarsa Pada fotomikrograf LP 1017-15 yang berlokasi di bagian timur P. Bintan memperlihatkan kasiterit berwarna abu-abu hingga putih terang, anistropic dan translusen pada bagian luar butiran. Kasiterit dikelilingi oleh fragmen butiran yang lebih besar yang berasal dari butiran batuan yang lepas dan lapuk. Kasiterit juga berada diantara butiran kuarsa dan fragmen batuan (Foto 13). Dari hasil beberapa fotomikrograf, lokasi dengan butiran yang lebih besar adalah pada LP 1017-22. Kasiterit berwarna terang hadir berikatan dengan kuarsa dan fragmen batuan. Hasil analisis ini memperlihatkan kandungan kasiterit lebih besar dibandingkan dengan empat sampel lainnya yang dianalisis secara petrografis. Pada foto ini butiran kuarsa masih mendominasi seluruh permukaan mikrograf, termasuk juga pada penerobosan pada butiran kasiterit (Foto 14).
HASIL PEMETAAN
43
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
Foto 13. Mikrograf contoh sedimen 1017-22 menunjukkan mineral kasiterit (Cs); berwarna putih terang berikatan dengan fragmen batuan.
Foto 14. Mikrograf contoh sedimen 1017-27 menunjukkan mineral kasiterit (Cs); berwarna putih terang dan butiran kuarsa (K) yang mendominasi permukaan mikrograf.
HASIL PEMETAAN
44
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
4.9.4.2. Magnetit dan Limonit Hampir seluruh permukaan fotomikrograf memperlihatkan kehadirat mineral berat dari jenis magnetit dan limonit serta fragmen batuan dan material organik (cangkang kerang dan fosil) walaupun dalam jumlah yang terbatas. Mineral magnetit pada umumnya berwarna abu-abu kecoklatan, isotropic, sebagian hadir sebagai butiran bebas, sebagian yang berbutir lebih halus terikat dalam fragmen batuan. Sedangkan limonit berwarna abu-abu keruh, sebagian berikatan dengan fragmen batuan dan sebagian sebagai butiran bebas. Namun perbedaan antara magnetit dan limonit adalah pada warna, sedangkan persamaan adalah sama-sama berikatan dengan fragmen batuan (Foto 15).
Foto 15. Mikrograf contoh sedimen 1017-15 menunjukkan mineral magnetit berwarna abu-abu kecoklatan dan limonit abu-abu keruh, sedangkan kasiterit (putih terang) berikatan dengan meneral lainnya dan fragmen batuan.
HASIL PEMETAAN
32
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
4.10. PENGUKURAN INSITU AIR LAUT Pengukuran insitu air laut dilakukan dengan satu perangkat peralatan yang sederhana dan dapat dioperasikan dengan mudah. Pengukuran insitu perlu dilakukan untuk mengetahui perubahan fisik air laut dan dampaknya pada manusia dan peruntukan wilayah laut. Dengan demikian diharapkan akan dapat memberikan rekomendasi terhadap peruntukan wilayah pesisir dan laut daerah pemetaan. Berdasarkan hasil perbandingan antara pengukuran insitu dengan Baku Mutu Air Laut menurut Kep-02/MENKLH/1988 dan Kep. Men. Neg. Lingkungan Hidup nomor 51 tahun 2004, maka dapat disimpulkan, bahwa :
4.10.1.
pH
Sebaran pH merupakan suatu ekpresi dari konsentrasi ion hidrogen (H+) di dalam air. Besarannya dinyatakan dalam minus logaritma dari konsentrasi ion H. pH sangat penting sebagai parameter kualitas air karena ia mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan di dalam air. Selain itu ikan dan mahluk-mahluk akuatik lainnya hidup pada selang pH tertentu, sehingga dengan diketahuinya nilai pH maka kita akan tahu apakah air tersebut sesuai atau tidak untuk menunjang kehidupan mereka. Hasil pengukuran didapat bahwa nilai pH di lapangan terukur berkisar antara 7.64 – 8.39, sehingga dapat disimpulkan bahwa di perairan Batam-Bintan memiliki nilai pH masih dalam batas normal baku mutu (Gambar 29).
HASIL PEMETAAN
33
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
Gambar 29. Peta sebaran pH Perairan Lembar 1017 Batam, Riau Kepulauan.
4.10.2. Suhu Suhu air sebaiknya sejuk tidak terlalu panas terutama agar : (1) tidak terjadi pelarutan zat kimia yang ada pada saluran yang dapat membahayakan kesehatan, (2) menghambat reaksi-reaksi biokimia di dalam saluran, (3) mikroorganisma patogen tidak mudah berkembang biak, dan (4) bila diminum dapat menghilangkan dahaga.
HASIL PEMETAAN
34
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
Hasil pengukuran didapat bahwa nilai suhu di lapangan terukur berkisar antara 29.4 oC – 32.3 oC, sehingga dapat disimpulkan bahwa di perairan Batam-Bintan bersuhu panas (Gambar 30).
Gambar 30. Peta sebaran suhu Perairan Lembar 1017 Batam, Riau Kepulauan.
4.10.3. Konduktivitas (Conductivity) Konduktivitas (Conductivity) yaitu: daya hantaran listrik dalam larutan; bisa juga merupakan daya hantar jenis: (1) derajat hantaran (panas, listrik, cahaya dan suara); (2) banyaknya muatan listrik dihantarkan tiap satuan luas oleh tiap satuan gradien potensial dalam satu satuan waktu. Parameter ini penting untuk memprediksi kandungan mineralnya, semakin tinggi kandungannya, maka akan HASIL PEMETAAN
35
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
semakin tinggi nilai konduktivitinya. Pengukuran berdasarkan kemampuan kation dan anion untuk menghantarkan arus listrik yang dialirkan ke dalam air. Hasil pengukuran didapat bahwa nilai konduktivitas (Conductivity) di lapangan terukur berkisar antara 45.25 – 56 mS/cm, sehingga dapat disimpulkan bahwa di perairan Batam-Bintan memiliki nilai konduktivitas yang fluktuatif karena diperkirakan pengukuran konduktivitas dipengaruhi oleh suhu setempat pada saat pengukuran sehingga derajat hantaran mempengaruhi pembacaan (Gambar 31).
Gambar 31. Peta Sebaran Konduktifitas Perairan Lembar Peta 1017 Batam, Riau Kepulauan.
HASIL PEMETAAN
36
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
4.10.4. Salinitas Salinitas perlu diamati karena mempengaruhi keseimbangan osmoregulasi tubuh organisme yang berkaitan dengan proses energetik, yang selanjutnya mempengaruh pertumbuhan. Selain itu salinitas juga berpengaruh terhadap derajat kelarutan senyawa-senyawa tertentu, efektifitas penggunaan bahan-bahan tertentu dan tingkat kejenuhan gas di air sehingga mempengaruhi kesuburan dan kenyamanan air. Salinitas merupakan gambaran jumlah kelarutan garam atau konsentrasi ion-ion dalam air. Hasil pengukuran didapat bahwa nilai salinitas di lapangan terukur berkisar antara 27.6 – 33.1 ppt, sehingga dapat disimpulkan bahwa di perairan Batam-Bintan memiliki nilai salinitas yang masih di bawah batas maksimal standar baku mutu (Gambar 32).
Gambar 32. Peta Sebaran Salinitas Perairan Lembar Peta 1017 Batam, Riau Kepulauan. HASIL PEMETAAN
37
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
Pengukuran insitu yang dilakukan adalah: PH, konduktifitas, suhu dan salinitas. Berdasarkan hasil perbandingan nilai parameter insitu dengan standar baku mutu air laut yang berlaku di Indonesia maka pada lokasi pemetaan Lembar Peta 1017 dapat disimpulkan bahwa kondisi lingkungan lokasi berdasarkan parameter pH, suhu, dan salinitas masih normal dengan kata lain masih di bawah batas maksimal standar baku mutu. Kecuali nilai insitu konduktivitas karena di perairan Batam-Bintan memiliki nilai konduktivitas yang fluktuatif. Hal ini diperkirakan pengukuran konduktivitas dipengaruhi oleh suhu setempat pada saat pengukuran sehingga derajat hantaran mempengaruhi pembacaan.
4.11. PENGUKURAN PARAMETER KIMIA AIR LAUT Disamping melakukan pengukuran insitu air laut, juga dilakukan pengukuran di laboratorium. Pengukuran laboratorium kimia air laut perlu dilakukan karena perairan P. Batam dan P. Bintan merupakan daerah dengan peruntukan yang beragam (budidaya prikanan, konservasi taman laut, pelabuhan, biota laut dan wisata bahari). Oleh sebab itu agar tidak berbahaya terhadap manusia ataupun pada kondisi lingkungan laut, maka perlu dilakukan beberapa pengukuran parameter kimia air laut. Dengan demikian diharapkan akan dapat memberikan rekomendasi terhadap peruntukan wilayah pesisir dan laut daerah pemetaan. Motoda yang dipergunakan untuk analisis kimia air laut adalah metoda Atomic Absorpsion Spectofotometri (AAS). Parameter yang diukur di laboratorium adalah kandungan Air Raksa, TSS, TDS, COD, BOD, Nitrat dan Nitrit (Tabel 10).
HASIL PEMETAAN
38
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
No
Lokasi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
1017-02 1017-04 1017-07 1017-09 1017-12 1017-14 1017-15 1017-19 1017-22 1017-26 1017-27 1017-30 1017-35 1017-37 1017-42 1017-48 1017-51 1017-53 1017-57 1017-61 1017-69 1017-70 1017-75 1017-79 1017-81
Air Raksa 0,0015 0,0058 0,0035 0,0018 0,031 0,008 0,003 0,004 0,018 0,017 0,001 0,015 0,002 0,012 0,004 0,018 0,021 0,032 0,031 0,011 0,003 0,002 0,019 0,021 0,003
TSS (mg/l) 14 27 15 13 12 10 20 8 9 9 13 37 34 11 10 12 10 19 8 27 12 14 32 28 19
TDS mg/l 60 66 57 58 56 46 51 40 39 39 40 51 52 60 71 64 59 60 51 77 55 48 65 67 70
COD
BOD
Nitrat
Nitrit
38,61 18,29 45,72 45,73 51,2 24,38 33,53 70,11 40,64 42,67 48,77 50,8 62,29 20,32 15,24 10,16 109,82 38,6 24,38 40,64 51,82 16,26 22,35 14,22 40,64
20,2 11,17 29,3 27,89 24,38 24,38 33,53 69,19 40,64 26,03 30,73 24,89 39,68 11,79 10,05 6,60 68,33 18,90 17,30 23,57 32,13 10,10 14,08 8,82 25,6
0,071 0,042 0,078 0,045 0,005 0,007 0,016 0,008 0,011 0,021 0,007 0,006 0,004 0,027 0,035 0,006 0,067 0,002 0,007 0,004 0,025 0,043 0,032 0,027 0,045
0,162 0,101 0,002 0,131 0,045 0,103 0,109 0,101 0,056 0,401 0,091 0,038 0,056 0,075 0,019 0,106 0,009 0,087 0,152 0,245 0,015 0,431 0,072 0,029 0,306
Tabel 10. Hasil analisis sample air Lembar Peta 1017, Batam – Riau Kepulauan.
Baku mutu yang dipergunakan untuk menentukan peruntukan setiap kandungan ketujuh parameter di atas adalah: Keputusan Menteri KLH No. 02/MENKLH/1988 dan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: 51/ Men.Neg.LH/2004, tentang peruntukan budidaya prikanan, konservasi taman laut, pelabuhan, biota laut dan wisata bahari.
HASIL PEMETAAN
39
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
Berdasarkan hasil pengukuran laboratorium parameter tersebut dan Baku Mutu Air Laut, dapat dijelaskan sbb: •
Hasil pengukuran Air Raksa diperoleh kandungan berkisar antara 0,0015 - 0,022 mg/l. Baku mutu Air Raksa berkisar antara 0,002 – 0,01 mg/l.
•
Hasil pengukuran Nitrit diperoleh kandungan berkisar antara 0,002 - 0,431 mg/l. Baku mutu nitrit tidak terlalu berpengaruh untuk semua peruntukan wilayah laut.
•
Hasil pengukuran Nitrat diperoleh kandungan berkisar antara 0,002 - 0,078 mg/l. Baku mutu Nitrat berkisar antara <0,008 mg/l.
•
Hasil pengukuran TSS diperoleh kandungan berkisar antara 8 - 37 mg/l. Baku mutu TSS berkisar antara 20 - <80 mg/l.
•
Hasil pengukuran TDS diperoleh kandungan berkisar antara 39 - 737 mg/l. Baku mutu TDS tidak terlalu berpengaruh untuk semua peruntukan wilayah laut.
•
Hasil pengukuran COD diperoleh kandungan antara 10,16 109,82 mg/l. Baku mutu COD <80 mg/l.
•
Hasil pengukuran BOD diperoleh kandungan antara 6,60 69,19 mg/l. Baku mutu COD 10 - <80 mg/l.
Setelah membandingkan keseluruhan hasil analisis kimia dan logam kemudian mengacu Baku Mutu, maka dapat disimpulkan: •
Kandungan Air Raksa masih dalam batas ambang kecuali beberapa lokasi dengan nilai di atas 0,01 mg/l perlu pengelolaan wilayah terutama untuk kegiatan wisata bahari. Air raksa adalah bentuk logam yang paling toksik. Pembuangan limbah yang mengandung Air Raksa dalam jumlah yang kecil dapat menyebabkan pencemaran yang membahayakan kesehatan manusia karena terjadi “bioakumulasi” di dalam organisme dan “biomagnifikasi” melalui rantai makanan.
HASIL PEMETAAN
40
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
•
Kandungan Nitrat masih dalam batas ambang kecuali beberapa lokasi dengan nilai di atas 0,008 mg/l dengan peruntukan biota laut dan wisata bahari perlu pengelolaan karena berbahaya.
•
Kandungan TSS, yaitu kandungan tersuspensi masih dalam batas ambang sehingga tidak berbahaya untuk semua peruntukan wilayah laut.
•
Kandungan COD mempunyai nilai yang bervariasi, tetapi di beberapa lokasi menunjukkan angka di atas 80 mg/l. Oleh sebab itu perlu pengelolaan untuk peruntukan budidaya prikanan dan konservasi taman laut karena berbahaya.
•
Kandungan BOD masih dalam batas ambang sehingga tidak berbahaya untuk semua peruntukan wilayah laut.
HASIL PEMETAAN
41
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
BAB 5
PEMBAHASAN 5.1. MORFOLOGI DASAR LAUT Morfologi dasar laut dibentuk oleh dua faktor utama, yaitu: faktor geologi yang berkaitan dengan batuan dan struktur geologi serta faktor arus. Faktor geologi terutama disebabkan di daerah pemetaan (LP-1017) dibentuk oleh batuan granit sebagai dasar batuan sedimen Kuarter yang terdapat di bagian atas. Di beberapa tempat, batuan granit muncul hingga ke permukaan dasar laut membentuk tonjolan bahkan juga membentuk dataran akibat erosi oleh arus laut. Faktor geologi lainnya adalah adanya lembah dan tebing sebagai bidang patahan bertingkat, seperti yang ditunjukkan pada beberapa profil/penampang seismik pada beberapa lintasan di bagian utara P. Batam hingga P. Bintan. Sedangkan profil yang membentuk dataran terdapat di bagian timur P. Bintan. Kondisi ini disebabkan oleh kondisi arus yang relatif lebih rendah serta kondisi laut yang lebih lebar tanpa pulaupulau kecil di sekitarnya. Kondisi dataran juga menggambarkan material yang relatif halus dan lapisan sedimen yang tebal. Pada daerah selat yang sempit akan membentuk lembah-lembah sebagai alur arus bawah laut. Faktor kuatnya arus bawah laut juga mempengaruhi morfologi dasar laut daerah pemetaan. Di bagian utara P. Batam dan utara P. Bintan terdapat alur arus dengan arah barat - timur mengikuti pola arus Selat Malaka dan Selat Phillip. Arus yang kuat akan menggerus dasar laut, sehingga akan mengikis sedimen Kuarter hingga ke batuan dasar (granit) yang selanjutnya membentuk alur bawah laut. Alur bawah laut di daerah Lembar Peta 1017 terutama
PEMBAHASAN
106
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
di daerah bagian timur P. Bintan membentuk pola morfologi alur yang berarah utara – selatan. Secara umum morfologi dasar laut relatif sedang - dalam, di sekitar pulau-pulau pola kontur mengikuti pola garis pantai melingkar dengan morfologi yang landai ditunjukkan oleh garis kontur yang tidak renggang. Di bagian tengah membentuk kontur terbuka yang kemudian makin terjal dan semakin ke arah utara semakin dalam. Alur memanjang tersebut saat ini dimanfaatkan sebagai alur pelayaran internasional dan banyak dilalui oleh kapal-kapal berukuran besar.
5.2. SEDIMEN DASAR LAUT Hasil analisis mikroskopis memperlihatkan bahwa sedimen permukaan dasar laut di daerah pemetaan berkaitan dengan sedimen yang terdapat di darat dan laut, seperti pasir (pasir kuarsa) yang berasal dari darat dan pasir mengandung pecahan cangkang foram yang berasal dari laut. Oleh sebab itu kajian tentang sebaran sedimen dasar laut berkaitan pula dengan kajian kondisi geologi di darat dan laut serta kondisi kestabilan garis pantai terhadap abrasi. Secara umum sedimen yang terdapat di daerah pemetaan merupakan fraksi kasar dengan ukuran yang didominasi oleh pasir ukuran sedang hingga kerikil. Kondisi ini disebabkan oleh geologi daerah pemetaan merupakan daerah granit yang kaya dengan mineral kuarsa dan endapan ubahan lainnya seperti: kaolin dan tanah teroksidasi berwarna kemerahan. Dominannya mineral kuarsa menunjukkan tipe batuan induk adalah asam. Disamping itu, kondisi arus yang kuat yang bergerak mengikuti alur Selat Malaka menyebabkan sedimen fraksi halus akan terbawa oleh arus, hanya fraksi kasar yang diendapkan di perairan daerah pemetaan. Oleh sebab itu, daerah pemetaan kaya dengan potensi pasir laut.
PEMBAHASAN
107
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
5.3. LINGKUNGAN PENGENDAPAN Hasil analisis terhadap foraminifera dapat memberikan gambaran tentang lingkungan pengendapan di daerah pemetaan. Sebagai lingkungan laut dangkal, maka kandungan foraminifera jenis bentik sangat berlimpah, sedangkan jenis plangtonik sangat jarang, bahkan hampir tidak ada. Hadirnya jenis Amphistegina berasosiasi dengan keterdapatan terumbu karang (Hallock, 1995), karena itu jenis ini relatif lebih tinggi pada lokasi di bagian selatan, yaitu di sekitar P. Bintan. Jenis ini, juga Quinqueloculina dan Elphidium merupakan jenis dari lingkungan air hangat (Boltovskoy & Wright, 1976). Jenis Asterorotalia trispinosa merupakan jenis yang biasa hidup pada sedimen lumpur dan biasanya mencerminkan arus kuat. Karena itu jenis ini cenderung lebih tinggi pada lokasi-lokasi yang agak jauh dari pulau. Banyak cangkang foraminifera yang ditemukan dalam kondisi buruk atau pecah, diakibatkan oleh arus yang kuat. Arus yang kuat juga turut mempengaruhi kondisi dan penyebaran foraminifera, terutama pada lokasi-lokasi di bagian timur dan barat, yang lokasinya agak jauh dari pulau, sangat mengindikasikan adanya transportasi cangkang, yaitu ditemukannya kelimpahan dari cangkang yang rusak terutama jenis Asterorotalia, Pseudorotalia, dan Operculina. Berdasarkan hasil analisis keanekaragaman lokasi pemetaan menunjukkan nilai yang tinggi, yaitu semua lokasi contoh menunjukkan nilai >3, terutama paling tinggi adalah pada lokasi 1017-66, yaitu 3.829. Hal tersebut menunjukkan bahwa wilayah Perairan Batam dan sekitarnya merupakan wilayah bersih dan masih memiliki kondisi lingkungan yang bagus bagi perkembangan fauna.
PEMBAHASAN
108
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
Daerah pemetaan juga mengandung ostracoda dan terutama jenis Moluska sangat berlimpah, dengan ukuran dari 250 μm sampai 2 cm, terutama di lokasi-lokasi sekitar pulau-pulau.
5.4. POTENSI SUMBER DAYA MINERAL Potensi sumber daya mineral daerah pemetaan dapat diketahui berdasarkan pengamatan megaskopis dan mikroskopis. Pengamatan migaskopis memberikan gambaran hampir 80-90% terdiri dari butiran kuarsa, sisanya adalah butiran litik. Mineral lainnya dari pengamatan megaskopis adalah kaolin dan tanah merah (teroksidasi). Hadirnya mineral tersebut mengidentifikasikan kondisi batuan dasar yang merupakan batuan beku asam (granit & granodiorit) yang kaya dengan mineral-mineral ekonomis, seperti: timah dan emas. Selanjutnya dari pengamatan megaskopis akan dapat memberikan gambaran pemilihan contoh-contoh untuk dianalisis lebih lanjut di laboratporium kandungan mineral. Hasil analisis laboratorium (analisis kimia dan petrografi/mikrografi) diperoleh gambaran kandungan kasiterit (Cs) pada beberapa kenampakan foto mikrograf. Dari 5 foto migrograf, seluruhnya menunjukkan kenampakan kasiterit, kuarsa, magnetit, limonit dan fragmen batuan beku. Hasil ini juga diperkuat oleh analisis kimia (logam, unsur utama dan tanah jarang) dan analisis mineral berat; umumnya menunjukkan kandungan kuarsa (SiO2), mineral oksida, logam dan tanah jarang. Oleh sebab itu, hasil ini dapat memberikan gambaran bahwa daerah pemetaan kaya dengan mineral-mineral yang bersifat ekonomis. Untuk itu upaya eksplorasi golongan C di daerah ini perlu mempertimbangkan kandungan mineral-mineral lainnya yang bernilai ekonomis.
PEMBAHASAN
109
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
5.5. GEOLOGI BAWAH DASAR LAUT 5.5.1. Interpretasi Rekaman Seismik Interpretasi rekaman seismik dipergunakan untuk mengetahui kondisi geologi bawah permukaan dengan menggunakan prinsipprinsip yang lazim digunakan dalam interpretasi seismik. Hasil interpretasi tersebut masih memerlukan kajian lebih mendalam, karena kegiatan pemetaan bersifat regional. Hasil interpretasi seismik dapat memberikan gambaran tentang penyebaran batuan di LP-1017 yang terdiri-dari batuan granit (basement aqustic), Metasedimen dan Kuarter, sedangkan struktur geologi yang diperoleh adalah struktur sesar dan alur bawah permukaan (Gambar 33).
Gambar 33. Interpretasi rekaman seismik lintasan L-117 yang berarah selatan - utara yang menunjukkan kondisi geologi bawah permukaan di LP-1017.
PEMBAHASAN
110
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
Karakter pantulan internal batuan dasar berpola berbintik kacau (chaotic), seragam (homogen), kuat di bagian atas (permukaan), sedangkan semakin ke bawah (dalam) semakin melemah bahkan sebagian bebas pantul (free reflector), yang diduga tersusun oleh batuan yang keras. Batuan granit pada umumnya ditunjukkan oleh bentuk “free reflektor” atau bebas pantul di bagian bawah. Ciri-ciri reflektor hanya dapat diamati di bagian permukaan, sedangkan di bagian bawah menghilang akibat energi yang makin mengecil pada batuan yang keras. Batuan metasedimen ditujukkan oleh bentuk reflektor yang terlipat. Batuan metasedimen dapat dikorelasikan dengan Formasi Goungan yang terdapat di P. Batam dan P. Bintan. Sedangkan sedimen Kuarter ditunjukkan oleh reflektor yang berbentuk laminasi sejajar. Di bagian barat dan utara P. Batam, batuan granit yang ditunjukkan pada rekaman seismik muncul ke permukaan laut menembus reflektor terlipat dan reflektor sejajar yang diinterpretasikan sebagai batuan metasedimen dan sedimen Kuarter. Batuan granit yang muncul ke permukaan dapat diamati pada lintasan yang berarah utara – selatan. Di bagian utara dapat diamati struktur sesar dan lembah dengan bidang menghadap ke utara mencapai kedalaman hingga 60 meter. Makin ke arah utara, reflektor terlipat (batuan metasedimen) muncul kembali ke permukaan dasar laut.
5.5.2. Geologi Bawah Permukaan Kondisi geologi bawah permukaan disusun berdasarkan interpretasi hasil rekaman seismik yang dikorelasikan dengan batuan sedimen permukaan dasar laut dan batuan (granit & sedimen) di daratan P. Batam dan P. Bintan. Hasil interpretasi tersebut dapat memberikan gambaran mengenai penyebaran batuan dan struktur geologi bawah permukaan laut (Gambar 34).
PEMBAHASAN
111
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
PEMBAHASAN
106
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
Kondisi geologi daerah pemetaan tidak terlepas dari pengaruh geologi regional Batam sebagai daerah granit (granit belt). Beberapa aspek yang menonjol dari hasil pemetaan geologi daerah pemetaan adalah: granit yang terdapat di P. Batam, P. Bintan dan pulau-pulau kecil lainnya muncul juga di dasar laut. Kemunculan granit di dasar laut dalam bentuk tonjolan menembus sedimen Kuarter dan Metasedimen dan juga sebagian tertutup kembali oleh sedimen Kuarter yang bersifat lepas. Di beberapa tempat, pada saat dilakukan percontohan dengan menggunakan gravity corer, peralatan percontohan tersebut tidak dapat masuk ke bawah permukaan karena batuan yang keras. Kenampakan fisik sedimen hasil percontohan pada batuan granit adalah, batuan dengan butiran yang kasar (kerikil) berupakan kuarsa berwarna putih kekuningan, mengandung kaolinit, dan contoh yang diperoleh tidak terlalu banyak walaupun telah dilakukan berulang-ulang. Sedangkan batuan Metasedimen dan sedimen Kuarter pada saat percontohan sulit dibedakan; perbedaan hanya pada hasil rekaman seismik. Metasedimen mempunyai ciri-ciri reflektor yang terlipat, sedangkan sedimen Kuarter mempunyai ciri-ciri reflektor sejajar. Bentuk terlipat disebabkan umur Metasedimen sudah relatif lebih tua dan telah mengalami kompresi akibat tektonik regional. Batuan Metasedimen dan Kuarter makin menipis ke arah dinding selatan lembah, namun muncul kembali pada dinding lembah bagian utara sekitar perbatasan dengan Singapura dan Malaysia. Struktur geologi yang berkembang adalah struktur sesar dan lembah (alur). Struktur sesar dan lembah berkembang di bagian utara P. Batam dan P. Bintan dengan arah memanjang dari barat ke timur. Pada lintasan L-117, struktur sesar tersebut terdapat pada kedalaman 20 – 60 meter membentuk lembah yang lebar. Struktur sesar yang lebih kecil berkembang di bagian timur dan timurlaut P. Bintan dengan arah utara - selatan. Umumnya struktur sesar tersebut membentuk lembah yang sempit dan tidak terlalu lebar. Struktur sesar ini terjadi pada sedimen Kuarter membentuk alur atau saluran arus bawah permukaan. PEMBAHASAN
107
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
5.5.3. Kemagnetan Hasil interpretasi seismik, percontohan sedimen dan analisis data magnet memperlihatkan kesamaan. Di bagian barat umumnya batuan sedimen lebih tipis dan kompak bila dibandingkan dengan bagian timur yang relatif lebih tebal. Hal ini juga ditunjukkan oleh harga anomali negatif (rendah) terdapat di sebelah timur daerah pemetaan, sedangkan harga anomali positif (tinggi) terdapat di sebelah barat daerah pemetaan. Hasil pengukuran di daerah pemetaan berkisar antara 41.500 – 46.000 nT.
5.6. KUALITAS AIR LAUT 5.6.1. Kondisi Fisik Air Laut Kualitas air laut laut akan menentukan kualitas lingkungan hidup. Untuk itu pada pemetaan ini dilakukan pemetaan kualitas lingkungan dengan parameter pH, suhu, Hasil pengukuran didapat bahwa nilai pH di lapangan terukur berkisar antara 7.64 – 8.39, sehingga dapat disimpulkan bahwa di perairan Batam-Bintan memiliki nilai pH masih dalam batas normal baku mutu. Suhu air sebaiknya sejuk tidak terlalu panas terutama agar : (1) tidak terjadi pelarutan zat kimia yang ada pada saluran yang dapat membahayakan kesehatan, (2) menghambat reaksireaksi biokimia di dalam saluran, (3) mikroorganisma patogen tidak mudah berkembang biak, dan (4) bila diminum dapat menghilangkan dahaga. Hasil pengukuran suhu didapat bahwa nilai suhu antara 29.4 oC – 32.3 oC, sehingga dapat disimpulkan bahwa di perairan BatamBintan bersuhu panas. Hasil pengukuran didapat bahwa nilai konduktivitas (Conductivity) berkisar antara 45.25 – 56 mS/cm, sehingga dapat disimpulkan bahwa di perairan Batam-Bintan memiliki nilai konduktivitas yang fluktuatif karena diperkirakan pengukuran konduktivitas dipengaruhi oleh suhu setempat pada PEMBAHASAN
108
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
saat pengukuran pembacaan.
sehingga
derajat
hantaran
mempengaruhi
Hasil pengukuran salinitas didapat berkisar antara 27.6 – 33.1 ppt, sehingga dapat disimpulkan bahwa di perairan Batam-Bintan memiliki nilai salinitas yang masih di bawah batas maksimal standar baku mutu. Berdasarkan hasil pengukuran tersebut sesuai dengan standar baku mutu air laut yang berlaku di Indonesia maka pada lokasi pemetaan Lembar Peta 1017 kondisi lingkungan berdasarkan parameter pH, suhu, dan salinitas masih normal dengan kata lain masih di bawah batas maksimal standar baku mutu. Kecuali nilai insitu konduktivitas lebih besar. Hal ini diperkirakan pengukuran konduktivitas dipengaruhi oleh suhu setempat pada saat pengukuran sehingga derajat hantaran mempengaruhi pembacaan.
5.6.2. Kondisi Kimia Air Laut Kandungan Air Raksa masih dalam batas ambang kecuali beberapa lokasi dengan nilai di atas 0,01 mg/l perlu pengelolaan wilayah terutama untuk kegiatan wisata bahari. Adanya kandungan Air Raksa dapat disebabkan oleh kegiatan penambangan timah dan emas atau dapat juga disebabkan oleh pembuangan limbah rumah tangga dan bahan-bahan berbahaya (obat-obatan dari rumah sakit). Oleh sebab itu penanganan kandungan Air Raksa di perairan P. Batam dan P. Bintan perlu dilakukan. Kandungan Nitrat masih dalam batas ambang kecuali beberapa lokasi dengan nilai di atas 0,008 mg/l dengan peruntukan biota laut dan wisata bahari perlu pengelolaan karena berbahaya. Kandungan lainnya yang perlu mendapat perhatian untuk peruntukan wisata bahari adalah kandungan COD, BOD yang mempunyai nilai yang bervariasi, perlu pengelolaan karena berbahaya.
PEMBAHASAN
109
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
BAB 6 PENUTUP 6.1. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pemetaan, analisis dan kajian/evaluasi dapat disimpulkan beberapa hal sbb: •
Morfologi dasar laut dibentuk oleh faktor geologi dan arus. Faktor geologi disebabkan oleh batuan granit sebagai dasar batuan dan sedimen Kuarter yang terdapat di bagian atas, sehingga membentuk dataran dan pungungan. Faktor arus yang kuat akan menggerus dasar laut membentuk alur bawah laut.
•
Sedimen dasar laut umumnya adalah fraksi kasar dengan ukuran yang didominasi oleh pasir ukuran sedang hingga kerikil.
•
Hasil analisis kimia dan petrografi/mikrografi diperoleh kandungan kasiterit (Cs). Dari 5 foto migrograf, menunjukkan kenampakan kasiterit, kuarsa, magnetit, limonit dan fragmen batuan beku. Hasil ini juga diperkuat oleh analisis kimia (logam, unsur utama dan tanah jarang) dan analisis mineral berat; umumnya menunjukkan kandungan kuarsa (SiO2), mineral oksida, logam dan tanah jarang.
•
Jenis-jenis mineral berat dan ringan: magnetit, hematit, kassiterit, augit, limonit, diopsit, xenotine, monasit, zircon, welframit, kuarsa, pirit, apatit, leukosen, hornblende, tourmalin, kayu teroksidasi, dolomit dan cangkang.
•
Hasil interpretasi seismik dapat memberikan gambaran tentang penyebaran batuan granit (basement aqustic), metasedimen
PENUTUP
116
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
dan Kuarter. Batuan metasedimen dapat dikorelasikan dengan Formasi Goungan yang terdapat di P. Batam dan P. Bintan. •
Struktur sesar dan lembah berkembang di bagian utara P. Batam dan P. Bintan dengan arah memanjang dari barat ke timur mulai kedalaman 20 – 60 meter membentuk lembah yang lebar.
•
Struktur sesar yang lebih kecil berkembang di bagian timur dan timurlaut P. Bintan dengan arah utara - selatan. Umumnya membentuk lembah yang sempit dan tidak terlalu lebar. Struktur sesar ini terjadi pada sedimen Kuarter membentuk alur atau saluran arus bawah permukaan.
•
Harga anomali negatif (rendah) terdapat di sebelah timur daerah pemetaan, sedangkan harga anomali positif (tinggi) terdapat di sebelah barat daerah pemetaan. Hasil pengukuran di daerah pemetaan berkisar antara 41.500 – 46.000 nT. Hal ini disebabkan di bagian barat umumnya batuan sedimen lebih tipis dan kompak bila dibandingkan dengan bagian timur yang relatif lebih tebal.
•
Lingkungan pengendapan adalah laut dangkal, yang ditunjukkan oleh foraminifera bentik berlimpah. Hadirnya jenis Amphistegina berasosiasi dengan terumbu karang. Foram Quinqueloculina dan Elphidium hidup di lingkungan air hangat. Asterorotalia trispinosa hidup pada sedimen lumpur dan biasanya mencerminkan arus kuat pada lokasi-lokasi yang jauh dari pulau.
•
Kandungan Air Raksa masih dalam batas ambang kecuali beberapa lokasi dengan nilai di atas 0,01 mg/l. Air Raksa disebabkan oleh kegiatan penambangan timah dan emas atau dapat juga disebabkan oleh pembuangan limbah rumah tangga dan obat-obatan.
•
Kandungan Nitrat masih dalam batas ambang kecuali beberapa lokasi dengan nilai di atas 0,008 mg/l dengan peruntukan biota laut dan wisata bahari perlu pengelolaan karena berbahaya.
PENUTUP
117
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
Kandungan lainnya yang perlu mendapat perhatian untuk peruntukan wisata bahari adalah kandungan COD dan BOD yang mempunyai nilai yang bervariasi, perlu pengelolaan karena berbahaya.
6.2. SARAN Berdasarkan hasil pemetaan, analisis dan kajian/evaluasi dapat disarankan beberapa hal sbb: • Potensi pasir kuarsa, mineral berat, timah (Sn) tanah jarang, logam dan unsur kimia cukup prospek, sehingga dalam aspek penambangan masing-masing potensi tersebut perlu diperhitungkan volume, kualitas dan dampak lingkungan. • Kondisi lingkungan berdasarkan parameter fisika, kimia dan logam terlarut masih cukup baik, namun bila kondisi kerusakan lingkungan akibat polusi dan limbah padat/cair yang masuk ke perairan Batam, akan dapat berakibat buruk pada lingkungan hidup.
PENUTUP
118
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
D AFT AR PUST AK A Albani, A.D., & Yassini, I. 1993. Taxonomy and distribution ot the Family Elphididae (foraminiferida) from shallow Australian Waters. Centre for Marine Science, University of New South Wales, Australia. 51h. Bakus, G.J. 1990. Quantitativeecology and marine biology. A.A. Balkema, Rotterdam. 157h. Barker, W. R., 1960. Taxonomic notes, soxy paleontologists and mineralogists. Shelf Company, Houston, Texas, 238h.
of economic Development
Boltovskoy, E., & Wright, R., 1976. Recent foraminifera. Dr. W. Junk Publishers, The Netherlands, 414h. Dolan, R., Hayden, B.P., and Vincent, M.K., 1972, Classification of Coastal Land form of the America, Zeithschr Geomorfology, Encyclopedia of Beaches and Coastal Environment. Darsono, P. 1996. Analisa ”Infaunal benthos” untuk pemantauan pencemaran, studi kasus di Fiji. Oseana. Vol. 21(2) : h.45-63. Folk, R.L., 1980, Petrology of Sedimentary Rocks, Hamphill Publishing Company Austin, Texas. 170 P. Gretchen Luepke, 1984, Stability of Heavy Minerals in Sediment, U.S. Geologocal Survey Menlo, California. Herbert S. Zim, Rocks and Minerals, Western Publishing Company. Inc. Komar, P.D., 1974, Beach Processes and Sedimentation, Prentice Hall, Inc.,Englewood Cliffs, New Jersy, p.38-45. Loeblich, JR., A.R., & Tappan, H. 1994. Foraminifera of the Sahul Shelf and Timor Sea. Cushman Foundation Special publication no.31. Dalam: Stephen J. Culvier (Edt). Cushman Foundation for Foraminiferal Research. Cambridge, U.S.A. 661h. Susilohadi., 1985, Perangkat Lunak Program Nomenklatur Sedimen dan Moment, Pusat Pengembangan Geologi Kelautan, laporan intern, tidak dipublikasikan.
DAFTAR PUSTAKA
119
PEMETAAN GEOLOGI DAN POTENSI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL BERSISTEM (LP 1017) BATAM - RIAU KEPULAUAN
Tim Batam, 2003, Penyelidikan Mineral Lepas Pantai Perairan Pulau Selat Batam dan Bintan, Propinsi Riau, Lap. PPPGL, tidak dipublikasi. Usman, E dan I. Suriawan, 2000, Geo-Zonasi Perairan P. Kundur dan P. Karimun Implikasi Terhadap Pertambangan dan Pengembangan Wilayah, Proseding Vol.3 PIT-29 IAGI Bandung. Yassini, I., & Jones, B. G., 1995. Foraminiferida and ostracoda from Estuarine and Shelf Environments on The South Eastern Coast of Australia, University press., Wollonggong, 270h.
DAFTAR PUSTAKA
120