Liputan Utama Akhirnya Akuntansi PKL Liputan Khusus Sinergis Ala Aang Gagal Wawancara Dr. Syeherian “The News Spread Like Crazy! So Fantastic!” ISSN: 1829-6106
9777829 670602 9777829 670602
Edisi No. 18/Tahun X/Minggu I/Februari/2012
1
>>
Suara Bengkel
> dilakukan dengan tenaga ekstra karena membutuhkan keakuratan data dari berbagai pihak. Banyak orang yang terlibat untuk liputan kali ini. Mulai dariratusan mahasiswa sebagai responden jajak pendapat sampai petinggi-petinggi dari jajaran pejabat di lingkungan kementerian keuangan, khususnya Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
Usaha tak kenal lelah. Ribuan langkah kaki ditempuh untuk mencari fakta. Kelima Indra siap siaga. Melengkapai daya upaya kami untuk menyusun karya ini. Harapan kami, apa yang disajikan kali ini dapat mengatasi dahaga akan informasi. Pelan namun pasti. Civitas di bawah manajemen 2011-2012 menapak detik-detik akhir. Menuju akhir bukan berarti semangat harus kendur dan hasrat seorang jurnalis turun. Itu kami jadikan pacuan untuk menampilkan yang terbaik demi informasi berkualitas. Bukan berarti tidak ada cacat. Tak mungkin sempurna. Harapan kami semata-mata hak mahasiswa memperoleh informasi berkualitas dapat kami penuhi. Sejujurnya, tugas pelayanan ini lah yang membuat kami tetap berdiri dan mencungkil potensi kami sebesar-besarnya. Masukan dari banyak pihak menjadi pertimbangan kami setiap menyusun artikel. Begitu berharganya saran dan kritik itu.Sampai-sampai kadang kami merasa telah melakukan kesalahan yang jika dibiarkan akan menimbulkan masalah. Liputan-liputan kali ini kami akui, cukup sulit untuk
Susunan Redaksi
Pemimpin Umum Aditya Hendriawan Sekretaris Umum Milki Izza Kepala Kesekretariatan Euis Kurniasih Staf Kesekretariatan Novia Fatma Ratwindayati Bendahara Umum Siti Armayani Ray Pemimpin Redaksi Reza Syam Pratama Redaktur Pelaksana Majalah Hanifah Muslimah Sekretaris Redaktur Pelaksana Majalah Tendi Aristo Redaktur Pelaksana Civitas Online Tri Hadi Putra Sekretaris Redaktur Pelaksana Civitas Online Ericha Putri Utami Redaktur Pelaksana Tabloid Irfan Syofiaan Sekretaris Redaktur Pelaksana Tabloid Muamaroh Husnantiya Editor Bahasa Sarah Khaerunisa Manager Art Center Annisa Fitriana Staff Art Center Grandis Pradana Muhammad ,Luthfian Hanif Fauzi Layouter Annisa Fitriana, Luthfian Hanif Fauzi Web Master Nadia Rizqi Cahyani Reporter Aditya Hendriawan, Annisa Fitriana, Euis Kurniasih, Ericha Utami P., Grandis P. M., Hanifah Muslimah, Irfan Syofiaan, Mila Karina, Milki Izza, Muamaroh Husnantiya, Nadia Rizqi Cahyani, Novia Fatma R., Reza Syam Pratama, Rizki Saputri, Salsabila Ummu S., Sarah Khaerunisa, Siti Armayani Ray, Tendi Aristo, Tri Hadi Putra, Tyas Trimur W.S.R. Kepala Penelitian dan Pengembangan Galuh Chandra Pengembangan Sumber Daya Manusia Salsabila Ummu Syahidah Pusat Data dan Riset Mila Karina Pimpinan Perusahaan Nuris Dian Syah Bendahara Perusahaan Rizki Saputri Manajer Produksi Tyas Trimur Wahyu SetyoRini Alamat Redaksi Kampus Sekolah Tinggi Akuntansi Negara Jl. Ikan Terbang No. 4, Jurangmangu Timur, Tangerang Selatan, Banten. Telepon : (021) 91274205, E-mail :
[email protected]
2
w w wEdisi . mNo. e 18/Tahun d i a cX/Minggu e n t I/Februari/2012 erstan.com
Hasilnya, banyak artikel penting harus kami muat dalam satu edisi ini sehingga meningkatkan kuantitas halaman. dilakukan karena kendala ketidaksesuaian jadwal perkuliahan dari sekretariat antara tingkat akhir yang hanya menempuh perkuliahan sampai ujian akhir semester dalam dua bulan, dan tingkat dua yang dalam jangka waktu dua bulan itu baru mencapai ujian tengah semester. Ada jeda waktu diantaranya yang membuat pekerjaan kami terasa saling tunggu. Waktu tetap menjadi masalah utama. Ia pun dengan konsisten membuat kami terbit tidak tepat waktu. Tak cukup sampai di situ, beberapa liputan harus
Jumlah belum tentu menentukan kualitas isi. Kami pun sadar fakta itu. Berangkat dari kesadaran itu kami melecut diri sendiri untuk memanfaatkan sumber daya sebaik mungkin. Akhirnya setelah hampir dua bulan bekerja, Tabloid Civitas ke-19 dapat kami terbitkan bertepatan dengan masa ujian mahasiswa. Tak lupa karena itu, kami sampaikan selamat menempuh Ujian Akhir Semester untuk mahasiswa tingkat tiga dan Ujian Tengah Semester. Salam Pers Mahasiswa.
Editorial Mungkin, mengevaluasi kinerja elemen kampus yang secara masif terkait langsung dengan kepentingan mahasiswa akan jadi salah satu “tradisi” liputan Civitas. Sejak tahun lalu, tim redaksi sudah menyajikan materi evaluasi sebagai liputan utama di satu edisi tertentu. Edisi ini, Tabloid Civitas menghadirkan evaluasi kepengurusan Badan Eksekutif Mahasiswa STAN di bawah kepemimpinan Teguh Hartato dan Fajar Nugraha. Kenapa harus evaluasi (lagi)? Tak adakah isu lain yang layak dikategorikan sebagai liputan utama di tengah maraknya kegiatan kemahasiswaan di kampus? Kami menjawabnya dengan kredo lawas lembaga pers: bahwa pers berfungsi sebagai watch dog bagi pemangku kekuasaan. Dan bahwa sebuah media juga patut memperhitungkan magnitude suatu berita yang hendak ditampilkan di rubrik-rubrik tertentu. Mengapa? Jawabnya sederhana. Sebab ada berita yang tergolong berkaitan dengan kepentingan orang banyak—yang sebagian besarnya merupakan “penyandang dana” Media Center. Maka, kami merasa pantauan terhadap jalannya kekuasaan kemahasiswaan patut terus dilakukan. Tak kenal bosan, tak kenal kadaluwarsa. Ditambah lagi, tiap tahun, ada kepengurusan, kebijakan, dan masalah baru. Melepasnya di periode tertentu—sambil bersikap lantang terhadap periode lainnya—tentu bukan bagian dari proses peliputan yang fair dan berkesinambungan. Tradisi kritis pada pemangku amanah pun bisa terputus. Apalagi, kita tentu tak ingin apatisme masyarakat kampus terhadap urusan keluarga mahasiswa STAN muncul kembali hanya karena minimnya arus informasi independen yang diterima segenap mahasiswa. Evaluasi ini tidak didasarkan pada pertimbanganpertimbangan subyektif yang berasal dari tim redaksi. Kami sadar bahwa tiap wartawan tak bisa lepas dari bias. Akan selalu ada kecenderungan tertentu yang dimiliki tiap reporter, baik itu dianggap menguntungkan maupun merugikan bagi narasumber atau pihak terkait, yang berpotensi menyebabkan berita yang tampil tak akurat lagi. Maka, kami memutuskan menggunakan kebijakan yang sama dengan proses reportase periode lalu: menilai kesesuaian antara janji kampanye
dengan realisasi. Masyarakat kampus juga diminta pendapatnya melalui kuisioner yang disebar beberapa waktu lalu. Sebagai pembanding, dalam edisi ini, pembaca akan berulang kali diingatkan lagi pada liputan tentang janji-janji kampanye yang dirangkum dalam Oven News edisi Mei 2011 itu. “Tugas media”, kata salah satu awak redaksi kami suatu ketika, “adalah merekam.” Untuk itu, kami mencoba merekam apa saja yang terjadi selama satu tahun kepengurusan ini. Sudahkah perbaikan dimunculkan? Sudahkah materi kritik atas kepengurusan sebelumnya dituntaskan? Atau, apakah kesalahan yang sama yang lagi-lagi dilakukan? Tak ada jawaban pasti yang bisa kami berikan untuk pertanyaan-pertanyaan ini. Kami, sebisa mungkin, mencoba tetap obyektif, dengan cara apa pun yang kami mampu. Kami, sebisa mungkin, berusaha menyajikan data yang terverifikasi saja. Sebab, tak ada nilai apa pun yang bisa diraih dari kebohongan dan manipulasi selain menurunnya kredibilitas pihakpihak terkait. Kami hanya ingin mengkomunikasikan rambu-rambu ini: saat melontar janji, akan ada orang-orang yang meletakkan harapan penuh pada janji tersebut. Ketika seseorang berjanji akan bersinergi dengan semua, atau mencanangkan rencana belanja dan program kerja, yakinlah bahwa ada di antara mereka yang mendengar janji ini berprasangka baik, menumbuhkan optimisme, kemudian memelihara harapan besar itu dengan datang ke bilik suara dan meletakkan pilihan pada nama sang pelontar janji. Tentu, dalam menyikapi apa yang terjadi, pelontar janji berhak membela diri dengan beragam klaim, termasuk menyebut betapa sulitnya berada di posisi mereka. Atau, mereka berada dalam posisi “cuci piring”; dalam posisi membereskan kesalahan-kesalahan pengurus periode lalu. Sahsah saja. Menyikapi hal ini, mungkin memang perlu memelihara empati dan baik sangka bahwa mereka memang sudah bekerja sebaik yang mereka bisa. Namun, jangan sampai hal-hal itu memadamkan sikap kritis kita. Dan jangan sampai klaim seperti ini, di masa depan, tak didahului dengan amal nyata yang bertanggung jawab.
<<
>>
Surat Pembaca
Ketika Instansi Tak Sesuai Spesialisasi Angkatan saya, BC XXIV, berjumlah tujuh puluh anggota. Kami semua harus sama-sama ikhlas menelan pahit kenyataan bahwa delapan belas di antara kami, termasuk saya, ditempatkan di luar DJBC, yakni di BPKP. Saya pribadi cukup terkejut dan sedih, bahkan sempat menangis melihat nama saya tak terdaftar di DJBC. Betapa impian dan harapan yang tiga tahun ini dibangun harus hancur runtuh berkeping di depan mata. Selama ini kami seangkatan dibina dan ditempa dengan cara militer. Kami dilatih untuk menjaga kekompakan dan kebersamaan serta jiwa korsa. Menjalani suka duka pendidikan bersamasama dan berharap dapat bekerja di DJBC bersamasama pula. Oleh karena itu, penempatan ini menjadi pukulan telak pada angkatan saya. Dalam sejarah, inilah untuk pertama kalinya, dan semoga juga satusatunya, lulusan Prodip III BC ditempatkan di BPKP. Penempatan instansi ini bahkan sempat membuat keretakan di angkatan kami. Beberapa kawan yang ditempatkan di BPKP sempat merasa dikorbankan. Sempat ada semacam jarak antara yang mendapat penempatan di DJBC dan BPKP. Saya bersama teman-teman merasa kondisi ini akan berbahaya jika terus dibiarkan karena akan memicu perpecahan angkatan. Oleh karena itu, saya menggagas sebuah acara makan bersama untuk mengatasi masalah ini. Dalam acara tersebut, siapa saja dipersilakan untuk mengeluarkan unekunek yang dimiliki. Alhamdulillah, acara itu mampu merekatkan kembali angkatan kami yang sempat koyak karena penempatan. Meski berbeda instansi, BC XXIV akan tetap satu. Mengenai ada tidaknya upaya advokasi ke Lembaga, tentu kami telah melakukannya. Setelah pengumuman penempatan keluar, kami berusaha melakukan lobi dan advokasi melalui bidang
Kepegawaian DJBC dan Sekjen Kemenkeu. Akan tetapi, hal itu tidak membuahkan hasil karena nasi sudah telanjur menjadi bubur. Konon, keputusan ini diambil oleh para pejabat setingkat menteri sehingga unit Eselon I pun tak bisa berbuat banyak.
Auditor, Diklat Pengadaan Barang dan Jasa, dan diklat lain yang dirasa perlu. Dengan diklat-diklat tersebut, diharapkan kami semua telah siap pakai saat ditempatkan di unit Kantor Perwakilan BPKP di daerah-daerah.
Menjelang hari penyerahan kami ke BPKP, saya sempat melayangkan sebuah surat ke Sekjen melalui e-mail yang intinya memohon untuk menarik kembali kami berdelapan belas ke DJBC. Akan tetapi, hingga detik ini e-mail tersebut belum juga mendapat respon.
Sebagai komandan sekaligus saudara seperjuangan kawan-kawan BC XXIV, saya berharap, di mana pun kita ditempatkan, kita dapat selalu melakukan yang terbaik untuk bangsa ini. Tunjukkan kualitas kita. Tunjukkan bahwa Prodip III BC XXIV beda. Tetap jaga silaturahmi, kekompakan, dan kebersamaan kita. Sampai kapan pun kita akan tetap satu.
Mengenai adil atau tidaknya keputusan ini, saya pribadi sebenarnya menilai tidak adil. Semua orang di angkatan kami pun merasa keputusan ini jauh dari keadilan. Jujur, awalnya saya cukup merasa sakit hati dan kecewa. Mengapa? Keputusan ini sama sekali mengabaikan pendidikan tiga tahun yang telah kami jalani. Keputusan ini juga secara kejam dan terangterangan membunuh mimpi dan cita-cita kami. Meski demikian, kami tak bisa berbuat banyak selain menerima dengan lapang dada dan ikhlas, sambil mencoba mencari hikmah dari semua ini. Saya yakin, tentu Allah punya rencana untuk kita semua. Mengenai BPKP, saya sendiri sempat merasa terharu dengan perhatian yang begitu besar dari para pejabat dan pegawai BPKP. BPKP menyambut kami dengan tangan terbuka. Ketika kami tengah merasa “dibuang” dari Kemenkeu, BPKP memberi tempat bernaung bagi kami dan membantu membangun mimpi kami lagi. Pada minggu pertama, kami mendapat orientasi mengenai tugas dan fungsi BPKP dari para pejabat teras BPKP Pusat. Menurut informasi dari bagian Perencanaan dan Pengembangan BPKP, jika SK CPNS sudah turun, kami semua akan menjalani beberapa diklat di Pusdiklat BPKP Ciawi. Diklat itu meliputi Diklat Prajabatan, Matrikulasi (khusus untuk jurusan nonakuntansi), Diklat Pembentukan
Khusus untuk kawan-kawan BC XXIV yang ditempatkan di BPKP, jangan berkecil hati. Hilangkan semua tangis, sedih, dan kecewa. Kini saatnya kita berjuang dan berbakti untuk negeri. Yakinlah, ini semua hanya sebuah jalan. Tentu ada hikmah di balik semua luka dan rasa sakit ini karena Allah tak akan pernah menyia-nyiakan perjuangan dan doa hambahamba-Nya. Untuk kawan-kawan STAN 2011 semua, junjunglah selalu almamater kita. Mari bersama-sama memberikan bakti yang terbaik untuk bangsa tercinta ini. Buatlah orang tua, saudara, teman, kekasih, istri, suami, ataupun mertua kita merasa bangga dengan apa yang kita lakukan. Jagalah integritas dan kejujuran. Mari kita akhiri lingkaran setan korupsi yang telah lama membelit ibu pertiwi ini. Percayalah, sebuah kehormatan diri itu jauh lebih indah dan dihargai daripada tumpukan harta benda. Selamat bertugas, Kawan!
Dedy Nurmawan Susilo
Alumnus Prodip III Kepabeanan dan Cukai Tahun 2011
KM STAN Butuh Lembaga Yudikatif Apa yang mahasiswa STAN ketahui tentang BLM STAN? Jika merujuk pada Anggaran Dasar KM STAN, khususnya Pasal 9 hingga 17, kita dapat melihat bahwa BLM adalah kumpulan mahasiswa yang memiliki peran yang sama dengan MPR RI pada era Orde Baru. Setidaknya, itu yang saya simpulkan dari sembilan pasal tersebut. Posisi BLM itu memberikan superioritas yang begitu tinggi. Tak ada sistem check and balance yang bekerja di sana. Jika BEM atau Badan Kelengkapan yang lain melakukan ketidaksempurnaan dalam kerjanya, BLM bisa hadir di tengah-tengah mereka untuk menginterupsi atau memberi solusi. Namun jika penyimpangan kinerja itu ada di internal BLM sendiri, siapa yang berwenang memperingati? KM STAN sendiri tidak memiliki Badan Kelengkapan yang menjalankan peran yudikatif. BLM saat ini dituntut untuk menyelesaikan banyak agenda dalam waktu yang kritis. Kondisi kampus yang bergerak lebih dinamis dan tak menentu mestinya diimbangi dengan kemampuan BLM dalam menyelesaikan agenda-agendanya dengan segera, atau minimal sesuai jadwal. Ini menjadi hal yang begitu urgen karena setiap putusan legislasi dari BLM akan berpengaruh pada elkam di bawahnya. Mungkin selama ini belum pernah terdengar kabar bahwa BLM memiliki masalah yang membutuhkan lembaga yudikatif dalam penyelesaiannya. Namun kondisi saat ini berbeda. Tengok saja pengesahan APB KM STAN yang baru disahkan pada bulan Oktober. Padahal, pisah batas (cut off) tahun lalu terjadi pada bulan Mei dan BLM sendiri telah melaksanakan RAKM pada bulan Juni. Ini artinya elkam dibiarkan bergerak selama lima bulan tanpa dana yang menjadi haknya. Ini juga yang
mungkin menjadi alasan—atau dijadi-jadikan alasan— Setidaknya ada tiga nama yang hingga hari ini tak oleh BEM atas keterlambatan laporan triwulannya. pernah hadir lagi pada rapat-rapat penting BLM. Mereka adalah anggota BLM berinisial MMR, ADP, Satu lagi produk legislasi yang lambat dikeluarkan, dan C. Hal ini bisa dikonfirmasi kepada Dewan yaitu ketetapan mengenai penarikan investasi KM Pimpinan BLM. Ketidakhadiran ketiganya selama STAN. Ketetapan yang ini menjadikan kuorum sulit dicapai. Sayangnya, secara sederhana tak ada ketegasan dari Dewan Pimpinan untuk berisi pemberian memberikan surat pemecatan atau minimal sanksi kewenangan dari ringan kepada anggota yang sering mangkir tersebut. BLM kepada BEM Dan sayangnya lagi, permasalahan harus kembali ke untuk menyelesaikan awal. Kita tak punya lembaga yudikatif yang bertugas pengembalian dana menangani masalah ini. KM STAN tersebut baru ditindaklanjuti setelah Di titik ini, saya jadi bertanya-tanya mengenai satu bulan diusulkan komitmen yang dijanjikan di masa Pemira. Bukankah oleh BEM. semua anggota BLM telah bersumpah di hari pelantikan? Saya akui bahwa saya bukan anggota Dan yang terakhir, BLM dengan kinerja terbaik. Akan tetapi, setidaknya mengenai pelaksanaan saya hadir dalam setiap rapat penting seperti rapat Pemira 2012. Jadwal paripurna. Meski sejatinya itu hanyalah kontribusi magang mahasiswa spesialiasi Akuntansi yang jatuh minimal, kehadiran untuk memenuhi kuorum pada bulan Juni tak juga menjadikan BLM untuk tentunya sudah sangat membantu terwujudnya segera mengambil keputusan mengenai tanggal efektivitas kinerja BLM. Jika ada anggota BLM yang pelaksanaan Pemira 2012. tidak hadir, akan ada banyak agenda bersama yang pada akhirnya terlambat diselesaikan, atau bahkan Dari kacamata saya, tampak bahwa permasalahan tidak rampung sama sekali. internal BLM ini terletak pada jumlah anggota yang— entah mengapa—susah sekali mencapai kuorum pada Tulisan ini saya buat bukan untuk pencitraan diri saya setiap rapat. Padahal, keputusan-keputusan penting atau untuk menjatuhkan lawan politik di BLM. Saya harus diambil dalam kondisi kuorum. Menurut sendiri toh tidak lagi berniat untuk maju di Pemira Anggaran Rumah Tangga KM STAN Pasal 14, batas tahun ini. minimal kuorum adalah dua pertiga anggota BLM. Dengan anggota BLM yang saat ini berjumlah dua Muhammad Aufa Al Haq puluh orang, kondisi tersebut sangat sulit tercapai Anggota Komisi II BLM STAN hingga sering sekali rapat-rapat penting harus dibatalkan atau ditunda. Tertundanya agenda-agenda penting ini tentunya menyebabkan banyak elkam merasa dirugikan.
Edisi No. 18/Tahun X/Minggu I/Februari/2012
3
>>
Lentera
Mati Everyone knows they’re going to die, but nobody believes it. If we did, we would do things differently. –Morrie Schwartz
Yang tak bisa belajar dari pengalaman orang lain harus membayar mahal sebuah pelajaran dengan mengalaminya sendiri. Sebab kadang, perlu harga mahal untuk memahami premis sederhana bila seseorang tak bisa belajar dari situasi di sekitarnya. Ada sebuah pelajaran penting yang datang dari Morrie Schwartz, seperti dituliskan oleh Mitch Albom dalam Tuesdays with Morrie. Mati barangkali adalah salah satu misteri terbesar dalam sejarah manusia. Dan itu, pada waktu tertentu, membawa manusia pada pertanyaan tentang makna hidup. Apa hal terpenting dalam hidup? Uang, kuasa, atau karier? Saat itu semua lenyap, apa hal yang bisa berperan sebagai subtitusinya? Dan setelah itu semua, seberapa dalam hubungan kita dengan manusia—yang tak sebatas basa-basi dengan motif profit atau rutinitas belaka? Jawaban atas pertanyaan itu tentu kita dapati di berbagai macam ideologi. Tiap ideologi selalu menyediakan konsepsi mengenai gagasan atau citacita tertinggi bagi pemeluknya. Sebab barangkali hanya dengan hal itulah hidup manusia jadi punya arti. Morrie menjawabnya dengan caranya sendiri. Hal serupa dilakukan pula oleh mereka yang punya nilainilai spesifik yang mereka yakini. Morrie, yang di usia senjanya masih terlihat enerjik, tiba-tiba ambruk tanpa sebab. Tubuhnya bugar, ototnya jauh dari kata lelah, tapi kakinya tak mau menuruti perintah tuannya. Maka, perlahan, tercabutlah kebebasan Morrie atas hal-hal yang ia cintai: mengajar, mendengar, dan menari. Ia, yang sebelumnya sangat optimis terhadap kesehatannya, akhirnya harus berdamai dengan vonis medis: ALS. Amyotrophic lateral sclerosis, ringkasnya, adalah penyakit yang menyerang pusat saraf yang mengontrol pergerakan otot. Awalnya melumpuhkan kaki, lalu terus ke bagian atas tubuh. Mereka yang mengidap penyakit ini perlahan kehilangan kontrol dan terperangkap dalam tubuhnya sendiri. Penyebabnya tak diketahui. Obat yang ditemukan kini hanya berfungsi memperlambat laju pengaruhnya, bukan menyembuhkan secara total. Cara meninggalnya pun terasa menyakitkan: kegagalan bernafas tersebab otot diafragma tak mampu mendorong paru-paru melakukan mekanisme respirasi dengan normal. Why is it so hard to think about dying? “Because,” Morrie continued, “most of us all walk around as if we’re sleepwalking. We really don’t experience the world fully, because we’re half-asleep, doing things we automatically think we have to do.” And facing death changes all that? “Oh, yes. You strip away all that stuff and you focus on the essentials. When you realize you are going to die, you see everything much differently.” Kematian memang mengejutkan. Tapi umumnya, ia tak meninggalkan cukup bekas untuk mengubah orientasi hidup kita. Biasanya, kita hanya tercenung sebentar, mengucapkan kalimat istirja’, lalu sesaat kemudian menjalani hidup seperti biasa—seperti tak pernah mendengar tentang berita kematian. Itu karena, ternyata, gambaran kematian tak begitu nyata terpeta dalam benak kita.
4
Edisi No. 18/Tahun X/Minggu I/Februari/2012
Kita, seperti kata Morrie, melalui hidup “as if we’re sleepwalking”. Tak ada kesadaran tentang kematian. Kita tahu, tapi tak percaya. Sebab bila kita percaya tentang mati, selalu ada kesadaran penuh bahwa kematian itu datang tanpa peringatan. Lain halnya bila kita berada di sisi Morrie. Tahu bahwa akhir hidupnya akan menyakitkan—dan yang terpenting, tahu bahwa ia akan menghadapi kematian tak lama lagi—Morrie mengubah persepsinya tentang hidup. Saking dekatnya persepsi Morrie akan kematian, ia sampai meniru penganut Buddha untuk mengingat mati: bertanya pada burung imajiner di pundaknya, apakah hari ini adalah hari kematiannya? Berada di posisi Morrie ternyata mampu membuat seseorang berfokus pada kehidupan yang lebih kekal. Maka, mereka yang sudah punya pengetahuan tentang akhirat tentu segera mengalihkan fokus hidup pada sesuatu yang lebih kekal itu. Ziarah kubur dan tampaknya kematian di depan mata kita harusnya jadi peringatan yang zhahir, bahwa suatu saat nanti, giliran kita akan tiba. Bahwa suatu saat nanti, kita akan mati. Bagi Morrie, kematian adalah kalkulasi medis. Kematian tak lagi jadi misteri. Ia jadi semakin eksak, semakin nyata. Tapi, kapan pun tanggal pastinya, hukum kepastian akan kematian itu tak hanya berlaku bagi Morrie. Bila kita menipu diri sendiri dengan alasan ketiadaan peringatan tentang kematian, di sinilah kita barangkali harus membayar mahal pelajaran yang harusnya bisa kita dapati dari Morrie. Morrie dan orang-orang semisalnya mendapat peringatan yang begitu nyata tentang kematian; penyakit ganas yang menyerang tubuhnya sendiri. Sementara itu, mereka yang berada dalam kondisi fisik prima harus jeli mengamati kematian orangorang di sekitarnya. Padahal seharusnya kita tak perlu membayar harga mahal berupa kesehatan yang tercerabut dari tubuh untuk sadar akan kematian, seperti yang dilakukan pendahulu kita yang saleh itu—yang secara sadar menempatkan dunia tak ubahnya bangkai domba dibandingkan dengan kehidupan akhirat kelak. Dari Morrie, banyak pelajaran bisa dipetik. Tentang syukur, tentang melihat sesuatu dari sudut pandang lain, dan tentang berdamai dengan diri sendiri atas segala hal yang tak dapat diubah lagi. “It’s horrible to watch my body slowly wilt away to nothing. But it’s also wonderful because of all the time I get to say goodbye. Not everyone is so lucky.” Morrie tidak terlihat sebagai fatalis yang pandai menipu diri. Ada perbedaan mendasar antara mereka yang menyerah begitu saja dengan mereka yang menerima keadaan. Dalam hal ini, lema “menerima keadaan” itu bisa kita sandingkan dengan kata syukur. Mereka yang bersikap fatalis dengan mudah bersikap pesimis akan sebuah kesempatan. Mereka bisa, tapi enggan mencoba. Sementara Morrie dan orang-orang semisalnya, mau tak mau, perlu mengubah sudut pandang. Ikhtiar tak lagi hanya diartikan berusaha setengah mati mencari kesembuhan, tapi melihat hidup dari perspektif berbeda; atau mengalirkan manfaat sebanyak-banyaknya.
Mungkin yang perlu dilakukan seseorang saat segala hal berada di luar jangkauan pengaruhnya adalah bersyukur. Melihat sesuatu dari sudut pandang lain. Bersyukur atas tercurahnya rizki, tercabutnya nikmat, atau belum terkabulnya doa-doa. Sebab, terkadang apa yang kita harapkan ternyata membawa mudarat lebih besar dibanding manfaat yang diperkirakan. Tersebutlah hikayat seorang serdadu yang akhirnya bersyukur saat mengetahui ia bisa bertahan hidup setelah sang komandan membuat kakinya cacat seumur hidup. Sepanjang sisa hidupnya, hampir tak bosan ia menimpakan segenap kegagalan dalam hidup pada kaki pincangnya itu. Tapi belakangan ia tahu, bahwa sang komandan menyarangkan sebuah peluru di lututnya untuk menyelamatkan hidupnya. Di tengah kobaran api dan gudang senjata yang hampir meledak, sang komandan merasa tak punya pilihan selain melumpuhkan serdadu yang keras kepala itu dan menyeretnya menjauh dari medan pertempuran. Mungkin, tanpa peringatan tentang kematian, Morrie juga tak berpikir tentang hal-hal yang direkam Mitch Albom. Dari Morrie kita belajar bahwa salah satu muara dari kebajikan adalah ingat mati. Bahwa ternyata kematian punya paradoks tersendiri: gambaran kematian mampu membawa energi berlebih untuk menghadapi hidup. Mengingat Morrie, kita belajar untuk menghargai hidup, untuk menghargai sungguh-sungguh apa yang telah dianugerahkan pada kita hingga hari ini dan meletakkan ikhtiar segiat mungkin atas hal-hal yang kita yakini. Bersyukur adalah salah satu jalan. Sebab, kebaikan macam apa yang bisa didapat dari pribadi yang selalu meratapi diri?
>>
Liputan Utama
800 Mahasiswa Akuntansi PKL untuk Pertama Kali Lokasi dan instansi studi lapangan (stulap)mahasiswa Akuntansi tidak berkaitan dengan penempatan setelah kelulusan nanti. Stulap diselenggarakan hanya sebagai salah satu syarat penentu kelulusan mahasiswa. Beberapa instansi tersedia sebagai alternatif lokasi stulap bagi mahasiswa spesialisasi Akuntansi, yakni Direktorat Jenderal Pajak, Dinas Pendapatan Daerah, Badan Pemeriksa Keuangan, serta Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan. Budi Waluyo, Kepala Subbidang Pengembangan Pendidikan Ajun Akuntan, menegaskan bahwa alokasi mahasiswa ke instansi-instansi tersebut didasarkan pada kompetensi yang diharapkan untuk dimilikilulusan spesialisasi Akuntansi. “Kompetensi anak Akuntansi itu ada tiga yang paling utama, yaitu akuntansi pemerintah pusat dan daerah, audit dan keuangan publik, serta perpajakan. Ini juga sesuai dengan statistik penempatan selama ini,” tutur Budi. Kuota per Bidang Studi Selain lokasi, hal penting yang juga harus ditentukan adalah bidang studi yang akan diangkat dalam penulisan laporan stulap. Tiap bidang studi memiliki kuota yang disesuaikan dengan jumlah dosen pembimbing. Berikut adalah daftar bidang studi beserta kuota yang tersedia untuk pelaksanaan stulap. No.
Bidang Studi
1
Akuntansi Keuangan
60
2
Akuntansi Biaya
51
3
Sistem Informasi Akuntansi
88
4
Akuntansi Pemerintah
96
5
Audit Keuangan Sektor Pemerintah
121
6
Audit Kinerja Sektor Pemerintah
115
7
Perpajakan
84
8
Akuntansi Perpajakan
85
9
Administrasi Keuangan
112
10
Perencanaan Keuangan
69
Jumlah
Langkah pertama: mencari referensi dari Laporan PKL terdahulu
Kuota
Lembaga Aktif Mengawasi Akan ada dua pembimbing dalam pelaksanaan stulap ini, yakni pembimbing dari Lembaga yang merupakan dosen STAN dan pembimbing lapangan yang merupakan pejabat di instansi bersangkutan. Pembimbing lapangan akan memberi pengarahan pada mahasiswa mengenai tugas-tugas yang harus dikerjakan dan membantu pencarian data untuk kepentingan penyusunan laporan. Pembimbing lapangan ini nantinya juga akan memberi penilaian terhadap kinerja mahasiswa. Budi menyebutkan, kriteria penilaian tersebut di antaranya terkait dengan absensi, keaktifan, dan hasil kerja mahasiswa. Menurut jadwal, stulap akan dilakukan selama dua puluh hari kerja,mulai 8 Juni 2012. Berikut ini rincian jadwal pelaksanaan stulap untuk spesialisasi Akuntansi.
881
Bidang-bidang laporan ini dirancang untuk dapat mengakomodasi tema apa pun yang ingin diangkat oleh mahasiswa, tanpa harus dikaitkan dengan tugas utama di kantor tempat pelaksanaan stulap.“Meskipun saya stulap di BPK misalnya, tapi saya tidak menguasai audit, tidak harus menulis tentang audit. Bisa dilihat dari sisi akuntansinya atau perencanaan anggarannya,”jelasBudi. Ia menambahkan bahwa mahasiswa yang melakukan stulap dalam satu kantor diperkenankan untuk menulis tema yang sama, tetapi judul yang digunakan harus berbeda.Hal tersebut ditujukan untuk mempermudah mahasiswa dalam proses pencarian dan pengumpulan data.
Kegiatan
Waktu Pelaksanaan
Pengarahan Penyusunan Laporan Stulap
21—25 Mei 2012
Penyusunan Kerangka Laporan Stulap
28 Mei—8 Juni 2012
Pengarahan Stulap
4—8 Juni 2012
Pelaksanaan Stulap
11 Juni—6 Juli 2012
Penyerahan Laporan Stulap Penilaian Laporan Stulap Yudisium Wisuda dan Penyerahan Lulusan
9—27 Juli 2012 30 Juli—10 Agustus 2012 27—31 Agustus 2012 September 2012
Selama stulap dilaksanakan, Lembaga akan melakukan pengawasan kepada mahasiswa, baik secara langsung dengan mengunjungi lokasi stulap,ataupun tidak langsung dengan melalui pengawasan pembimbing lapangan. “Akan dikunjungi sekali. Perprovinsi nanti yang memonitor satu orang, dengan catatan di sana ada beberapa lokasi stulap,” jelas Budi. Menurut Agus Sunarya, Kepala Subbagian Tata Usaha dan Keuangan, Lembaga telah mengalokasikan sejumlah dana untuk penyelenggaraan stulap ini. Salah satunya terkait dengan tunjangan atau uang saku bagi mahasiswa. Tunjangan tersebut sebesar Rp30 ribu per hari yang akan dibayarkan setelah stulap selesai dilaksanakan. Mahasiswa Akuntansi berdiskusi mengenai rencana PKL pada bulan Juni mendatang
Menurut rencana, stulap akan berlangsung selama dua puluh hari. Itu berarti Lembaga telah menetapkan batas anggaran sebesar Rp600 ribu per orang. Nominal tersebut dapat berkurang, bergantung pada laporan presensi mahasiswa selama pelaksanaan stulap. [Ericha U.P./Euis Kurniasih]
Edisi No. 18/Tahun X/Minggu I/Februari/2012
5
>>
Ala Dosen
PNS Berbisnis Rawan Konflik Kepentingan Dr. Rahmadi Murwanto, Dosen Metode Penelitian “Jika memiliki bisnis yang menghasilkan miliaran rupiah, apa sempat birokrat memikirkan pekerjaannya?” Berbisnis merupakan hak asasi manusia. Jadi kalau saya mempunyai bisnis ya terserah saya. Yang perlu diperhatikan ketika pegawai negeri memiliki bisnis, kita harus memastikan bahwa bisnis tersebut tidak mengganggu fungsi sebagai birokrat pelayanan masyarakat. Selain itu, perlu berhati-hati dengan adanya conflict of interest yang rawan mengganggu kinerja sebagai pegawai negeri. Jika memiliki bisnis yang menghasilkan miliaran rupiah, apa sempat birokrat memikirkan pekerjaannya? Menurut saya, kalau saya sebagai birokrat mempunyai bisnis besar yang menjanjikan,
Dino Yudha A., Dosen Audit Keuangan Sektor Pemerintah Jika kita lihat, kebanyakan PNS yang berbisnis itu bermain di ranah garing. Artinya, tidak membutuhkan waktu khusus yang membuat dia harus meninggalkan tugas di kantor. Mungkin sambil istirahat atau di sela-sela pekerjaannya dia bisa berjualan. Contohnya, berjualan produk seluler semacam BlackBerry, Android, atau apa pun. Sambi jalan pun dia bisa promosi dan berjualan. Tidak ada salahnya kalau dilihat dari sisi praktis. Hanya saja, ketika dibentrokkan dengan peraturan, ini jadi bermasalah. Setahu saya, peraturan yang mengatur kebijakan ini adalah UU Tahun 1974 yang digantikan dengan PP No. 53 tentang Pegawai Negeri Sipil. Akan tetapi, peraturan mengenai PNS yang berbisnis itu pun tidak tegas: melarang atau memperbolehkan. Cara terbaik untuk menjadi PNS yang tetap dapat
Mubasyiran Harun, Dosen Audit Kinerja Instansi Pemerintah Secara tegas, saya setuju bahwa Pegawai Negeri Sipil tidak diperbolehkan untuk memulai bisnis. Dengan adanya pelarangan ini, harapannya, harta seorang PNS tidak baur dan tidak kabur di mata hukum berkenaan dengan transparansi dan akuntabilitas. Itu harus diperjelas di peraturan dan perundangundangan yang berlaku. Kita sudah punya itu. Ini merupakan usaha pemerintah di tengah pengupayaan reformasi birokrasi di lingkungan pemerintah, khususnya Kementerian Keuangan. Kita harus dukung dengan rasa optimis bahwa upaya ini
6
Edisi No. 18/Tahun X/Minggu I/Februari/2012
kenapa saya tetap jadi birokrat? Pasti muncul konflik kepentingan yang akan semakin besar. Seorang pejabat misalnya sebagai pelaksana boleh mempunyai bisnis tapi seiring kenaikan posisi yang lebih tinggi seperti eselon, maka seharusnya melepas atau menjual ke pihak lain untuk menghindari konflik kepentingan. Sebagai PNS seandainya melakukan investasi, saya akan mengejar investasi pasif. Misalnya menanam modal kemudian orang lain yang mengorganisasikannya. Tapi kalau hal tersebut menyebabkan saya lembur bekerja dan mengganggu urusan kantor, saya harus memilih tetap menjadi pegawai negeri atau pegawai swasta.
besar dan mempunyai target kinerja yang akan dicapai. Saya tidak yakin praktik-praktik pengelolaan bisnis sekaligus menjadi pegawai negeri masih akan terjadi. Banyak teman-teman seangkatan saya yang memiliki bisnis besar di luar. Mereka dengan tegas memutuskan keluar dari PNS dan memutuskan untuk menjadi pengusaha. Saya paling respek terhadap orang seperti itu daripada setengah-setengah dalam bekerja. Kalau mempunyai bisnis miliaran dan tetap menjadi PNS, saya malah curiga, pasti ada sesuatu yang ada kaitannya dengan bisnis yang dimiliki. Kalau di luar bisa menghasilkan uang banyak ngapain jadi PNS.
Mungkin yang rawan itu konflik waktu. Ketika di kantor memikirkan bisnis. Delapan jam di kantor, tiga jam memikirkan bisnis. Menurut saya itu sudah termasuk konflik kepentingan bahkan dapat dianggap korupsi waktu. Kita bekerja dikantor dan digaji, sepatutnya kita memikirkan kantor sepenuhnya. Urusan luar kantor dipikirkan di luar jam kerja. Apalagi sekarang adanya tuntutan kinerja yang cukup
Pada akhirnya, semua itu kembali pada diri kita masing-masing. Dari sisi institusi harus punya sistem yang jelas, mulai dari pendataan pegawai negeri yang mempunyai bisnis, hingga evaluasi secara independen. Dengan demikian akan terwujud sistem yang baik.
menjalankan usaha adalah kita cukup fokus di awal saja guna membangun sistem usaha kita. Setelah berjalan, kita dapat lepas dari urusan teknis usaha kita dan tetap fokus dengan profesionalisme sebagai PNS. Andil kita beralih menjadi pemilik atau investor dari usaha itu. Kalau seorang PNS memang rajin, kedua pekerjaan itu tentu bisa saja berjalan samasama.
menjadi dua orang yang berbeda. Ada orang-orang yang di kantor justru terkenal sebagai seorang penjual, padahal pada hakikatnya mereka adalah pegawai abdi negara.
Sebagai PNS, saya setuju dengan PNS yang berbisnis. Pekerjaan sebagai PNS itu lebih ke arah aktualisasi diri. Jangan sampai status PNS membuat diri kita terkungkung di situ. Sah-sah saja apabila kita punya tujuan lain, misalnya memanfaatkan dana yang ada supaya lebih produktif. Ada keuntungan lain dari menjalankan peran sebagai PNS dan pengusaha. Dia bisa bayar pajak lebih tinggi kepada negara, dapat bayar zakat lebih banyak juga. Secara umum, jika seorang PNS memiliki kemampuan untuk berperan ganda, itu sah-sah saja. Mungkin dia mencapai kepuasan tersendiri ketika dia
akan memberikan hasil yang diharapkan. Jadi bermasalah ketika penerapan peraturan itu sendiri tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya. Seharusnya, aparat-aparat yang terkait dapat menegakkan peraturan itu. Dengan prosedur dan sistem tertentu yang telah disetujui secara umum, harapan saya aparat dapat benar-benar menjalankan fungsinya sebagai pengawas. Kenyataannya, pengawasan aparat masih lemah sehingga terjadilah masalah di sana sini. Rekening gendut PNS dikira dari uang ilegal atau semacamnya. Padahal rekening gendut itu bukan semata-mata hasil korupsi atau sebagainya. Bisa saja itu adalah uang keluarga dan uang hasil usaha sebelum-sebelumnya. Melihat banyak kawan-kawan kita, khusunya yang tersandung kasus rekening gendut, miris sekali melihatnya. Jangan langsung kita menjustifikasi bahwa rekening mereka berasal dari uang haram. Kita tunggu dulu pembuktian oleh pihak terkait.
[Nuris Dian Syah]
Lagi pula, menurut saya, fakta ini tidak terlalu membahayakan negara. Korupsi adalah masalah lain. Korupsi memang timbul dari niat pelaku, terlepas apakah dia berbisnis atau tidak. Yang paling penting adalah penerapan hukum untuk tindak pidana korupsi itu sendiri dan penegakannya. Faktor-faktor penyebab korupsi tidak hanya berasal dari kenyataan bahwa PNS berniaga. Banyak penyebab lain, gaya hidup konsumerisme misalnya. Kembali lagi, penguatan hukum seharusnya menjadi jalan utama untuk menanggulangi tindak pidana yang satu ini.
[Irfan Syofiaan dan Nuris Dian Syah]
Jujur, saya juga punya rekening gendut. Tetapi, saya adalah funding manager dari perusahaan keluarga saya, bukan saya yang punya usaha sebenarnya. Hanya saja, rekening saya dijadikan sebagai tempat pengumpulan dana. Ketika hal-hal semacam itu hanya diasumsikan negatif, jadilah ia negatif. Berdampaklah hal tersebut pada karier profesional seorang PNS. Pun secara keseluruhan, kepada almamaternya. Saya mendukung pelarangan itu, tetapi tak apalah jika usaha yang dirintis hanya sekadar menambah penghasilan untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Misalnya, jualan pulsa di kantor atau apa sajalah. Menjual baju atau menawarkan barang hasil kerajinan juga tidak masalah.
[Irfan Syofiaan]
>>
Selidik
Sudah Efektifkah Portal Akademik STAN Portal akademik yang ditunggu-tunggu oleh segenap civitas akademika STAN akhirnya resmi diluncurkan pada akhir semester ganjil lalu. Sebelumnya, mahasiswa STAN menggunakan laman www.stan.ac.id sebagai media untuk melihat pengumuman nilai dan kegiatan akademis lainnya. Portal akademik yang beralamatkan www.akademik. stan.ac.id ini ditujukan untuk memudahkan civitas akademika STAN dalam melakukan aktivitas akademis, termasuk kegiatan belajar-mengajar melalui media internet.
Selidik akan membahas tentang penilaian mahasiswa STAN terhadap kehadiran portal akademik STAN ini. Hal-hal yang ditelusuri terkait dengan kelebihan dan kekurangannya serta saran-saran mahasiswa demi portal akademik STAN yang lebih baik.
hanya untuk mengisi kelengkapan data, 18 mahasiswa (12%) saat ingin mengecek perkembangan STAN, dan 13 mahasiswa (8,7%) mengunjunginya pada saat lain.
Metode yang dipakai adalah metode survei kepada sampel yang merupakan mahasiswa STAN tingkat II dan III dari berbagai spesialisasi. Penyebaran kuesioner dilaksanakan pada 3-7 April 2012. Dari tiga ratus kuesioner yang disebar, 150 kuesioner berhasil dikumpulkan kembali sebagai data untuk penyusunan Selidik kali ini.
Pada awal kemunculannya ini, apa saja keunggulan portal akademik STAN di mata para mahasiswa? Sebagian besar mahasiswa menyatakan bahwa keunggulannya terletak pada kemudahan pengaksesan serta penggunaannya. Sebanyak 53 mahasiswa (35,3%) menjawab portal akademik STAN mudah dalam penggunaan dan 55 mahasiswa (36,7%) mengaku portal akademik STAN mudah untuk diakses. Hanya sedikit mahasiswa yang memilih aspek konten sebagai kelebihan portal akademik STAN, yaitu sebanyak tiga belas mahasiswa (8,7%). Tak jauh berbeda, dua belas mahasiswa (8%) memilih aspek tampilan sebagai keunggulan portal akademik STAN. Tujuh belas mahasiswa (11,3%) mengungkapkan kelebihan lain, salah satunya adalah bisa digunakan untuk membuka informasi akademik.
Masih Jarang Dikunjungi Portal akademik STAN yang baru ini bisa dikatakan masih sepi peminat. Pasalnya, sebanyak 114 mahasiswa (76%) mengatakan bahwa mereka tidak sering mengakses portal akademik ini. Hanya delapan mahasiswa (5,5%) yang mengaku sering mengunjunginya. Sisanya, sebanyak 22 mahasiswa (14,4%) baru satu kali mengakses dan 6 mahasiswa (4,1%) belum pernah mengunjungi sama sekali. Dari sini terlihat bahwa ketertarikan mahasiswa akan portal akademik STAN masih rendah. Hal yang perlu untuk digarisbawahi adalah kunjungan mahasiswa ke portal akademik STAN merupakan salah satu indikator kemampuan portal akademik dalam menjawab kebutuhan akademis para mahasiswa. Sedikitnya mahasiswa yang mengunjungi portal akademik bisa jadi menunjukkan bahwa fasilitas ini belum mampu mengakomodasi kebutuhan penggunanya. Dari data yang terhimpun, diketahui bahwa 52 mahasiswa (34,6%) mengunjungi portal akademik STAN untuk mengetahui nilai indeks prestasi (IP). Mahasiswa yang mengunjungi pada sembarang waktu sebanyak 39 orang (26%). Selebihnya, 28 mahasiswa (18,7%) mengunjungi portal akademik
Mudah Digunakan
Konten Minim dan Tampilan Kurang Menarik Sebanyak 46 mahasiswa (30,7%) menyatakan bahwa kekurangan portal akademik STAN terletak pada konten yang kurang memadai. Sementara itu, 43 mahasiswa (28,7%) memandang kekurangan portal akademik STAN terletak pada tampilan yang kurang menarik. Hanya sebanyak tujuh belas mahasiswa (11,3%) yang berpendapat bahwa kekurangan portal akademik STAN terletak pada kesulitan pengaksesan. Sementara itu, tujuh mahasiswa (4,6%) mengakui kekurangan portal akademik ada pada kesulitan penggunaan. Sisanya, sebanyak 37 mahasiswa (24,7%) menyatakan kekurangan lain, seperti konten portal yang jarang diperbarui.
akademik di STAN. Sebagai contoh, ada menu KRS. Padahal KRS tidak digunakan dalam sistem perkuliahan di STAN sebab STAN sendiri menganut sistem paket SKS yang sudah ditentukan sejak awal masuk perkuliahan. Selain itu, masih banyak menu-menu yang belum terisi dan jarang diperbarui. Dari segi tampilan, portal akademik STAN dinilai masih terlalu sederhana dan kurang menarik bagi kebanyakan mahasiswa STAN. Belum Efektif Bagaimanakah pendapat mahasiswa STAN mengenai keefektifan portal akademik STAN saat ini? Mayoritas mahasiswa yang menjawab kuesioner, yakni sebanyak 109 mahasiswa (72,7%), menyatakan bahwa saat ini portal akademik STAN belum dapat digunakan secara efektif. Empat puluh satu mahasiswa lainnya (27,3%) menjawab bahwa portal akademik STAN sudah efektif. Mahasiswa yang berpendapat bahwa portal akademik STAN belum efektif menyatakan bahwa ketidakefektifan terletak pada jarangnya proses pemutakhiran konten dari portal akademik itu sendiri. Ada juga yang berpendapat bahwa portal akademik STAN belum bisa digunakan untuk mendapatkan informasi-informasi akademik yang dibutuhkan mahasiswa. Selain itu, materi perkuliahan yang sudah diunggah masih minim serta masih banyak menumenu yang kosong. Portal akademik STAN memang masih dalam proses transisi sehingga masih banyak yang harus diperbaiki dan dikembangkan lagi. Oleh karena itu, diperlukan saran-saran yang membangun, khususnya dari mahasiswa STAN sebagai pemakainya demi portal akademik STAN yang lebih baik. [Galuh Chandra Adrianur]
Portal akademik STAN memang masih memiliki beberapa menu yang kurang sesuai dengan kondisi
Apa Harapanmu Terhadap Portal Akademik STAN?
Sering
Satu Kali
5,5%
14,4%
“Bisa mempermudah proses belajar-mengajar, mengurangi ketergantungan terhadap sistem manual sekretariat.” Risa Uki Rakhmawati, 2AG Akuntansi Kadang-kadang
“Lebih informatif dan seluruh informasi baik akademis maupun nonakademis bisa ditampilkan.” Ganiar Handika, 3H Akuntansi
76%
“Semoga tampilannya semakin menarik dan informasinya up to date.” Yulianto Syafiq, 3C Kebendaharaan Negara “Nilainya tidak hanya nilai huruf yang di-publish, tapi juga nilai angkanya. Kontennya diperbanyak, tidak hanya nilai dan info jadwal, tapi juga perkembangan STAN, info-info kegiatan mahasiswa, dan isu-isu seputar Kemenkeu.” Efa Khafifa Hidayat, 2A Kebendaharaan Negara
Efektif 27,3% Kurang Efektif 72,7%
“Lebih update dan informatif. Lebih baik jika dapat digunakan untuk sarana interaksi mahasiswa dengan sekolah tinggi lainnya.” Tegar Wicaksono, 2AG Akuntansi
Lain-lain 24,7%
Konten Kurang
Lain-lain
Memadai 30,7%
11,3%
Lain-lain 8,7% Sembarang
Sukar Digunakan 4,6%
Sulit Diakses 11,3%
Tampilan Kurang
Mudah Diakses
Menarik 28,7%
36,7%
Membuka Nilai IP
Waktu Mudah Digunakan 35,3%
34,6%
26% Mengisi
Mengisi
Perkembangan
Kelengkapan Data
STAN
18,7%
12%
Edisi No. 18/Tahun X/Minggu I/Februari/2012
7
>>
>
Opini
Freedom is Free? Freedom is the oxygen of the soul—Moshe Dayan It is always interesting speaking about freedom, because it seems that freedom has already became the basic needs of every single sectors in human’s live, not to mention also the freedom for media. Freedom of press or media means the right to publish and disseminate information, thoughts, and opinions without restraint or censorship, or in other word there is no governmental restriction upon that. The press here can be in the form of printed media as well as electronic ones. The freedom of press somehow stated to be the element of democracy. Thus, in the democratic country like US, Europe, and also Indonesia, this freedom is guaranteed by the law and regulation. The development of technology as a result of globalization makes the flow of information is getting easier. People demand to know every single thing happens even from the most remote area all over the world. It follows by the increasing amount of newspaper, television station, internet browser, and so on. The role of media or press is getting higher, not only to fulfill the need of news or entertain people, it grows bigger into the watch dog of government policy and also can lead the opinion of the society toward certain point of view. Now, it is the time to talk about the freedom of press in our country. The government of Indonesia has implemented the freedom of press fully after Orde Baru ends. Before that, the regime is not pressfriendly and the media that evaluate government will be closed. But it’s different now, that the mass media is not only owned by the government. There a lot of new companies, new channels and new magazines are spreading out from Sabang to Merauke. The broadcaster and journalist may show anything related to the issue or moment exists everywhere and every time. The package of the programs or the articles is very attractive and interesting. It is great to stimulate our citizen to watch or read. It helps
the government to inform and educate the citizen, directly or indirectly about anything. But, if we take a look at the reality, this freedom is no longer being exercised properly. There are at least two things that we can observe: 1. The press hyperbole the real news and provocative to the parties included; 2. The press neglects the privacy and comfortability of the interviewee or object of news itself. Let’s analyze one by one, first about the hyperbolic and provocative news. It is understandable that in this competitive market of broadcasting, every company should have their own strategy to conquer the competitors. But this is not how they publish irresponsible news or fact that is “catchy”, easily to be bought, but could bring harm toward the society. The current example is how they overwhelming the earthquake in Sumatera few times ago that is being predicted followed by tsunami. Although SBY stated that the early warning system worked well and BMKG declared there is no indication of tsunami, certain media throw the statement that tsunami must be happened. What is the effect? It makes the confusing information that comes to the society, they got panic and make irrational action. It causes traffic trouble and uncontrollable mass refugee movement. Even, it shakes the economic side, proven by the undermining of rupiahs value toward US dollars for more than 9200 rupiahs. Although it is just temporary, but it is unethical, because it can mislead the society opinion and create more chaos toward certain case. Second is about the politeness in order to get and broadcasting the news. It is indeed the duty of the journalist or cameraman to get the most qualified information and picture. But this freedom makes the public figure don’t have any privacy anymore. They are followed, spied, or even hijacked by press that
wants to get the most actual news. It is not strange anymore if there is a case of fighting between journalist and the interviewee because the way of asking question is forcing (harsh), like what happened with Raul Lemos and a cameraman from a private television. On the other hand, some presenters are also well known to be the expert in making provocative dialogue and news. Just because press gets the authority to show every things happen, it doesn’t mean that they can do whatever they want. We are eastern people that have our own rule in treating people and should behave nicely in the daily life without victimizing others. This article is not trying to generalize all press or journalists is that “cruel”, some of them are (still) great, talented, and dedicated. But looking into today’s trend, it is the right momentum to remind everyone about the basic of “freedom” before it gets more severe. Government will not forbid the freedom of press as long as this freedom is beneficial and used optimally to inform the society. But it must be followed by responsibility and ethics. We already have KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) and its tools, constitution and law, to make sure the freedom of press conducted properly. The function of stakeholder must be maximized to get the comfortable atmosphere for everyone. Press may explore the source of information, but never forget the essence of respectful, honest, and neutrality. They have to realize that freedom is always limited by others people right. Hopefully, the freedom of press can be exercised wisely to support the government and society as a whole. Fauziah Mahabbatussalma Mahasiswa Tingkat III Akuntansi Pemerintah
Yang Membahagiakan dan Mengayakan
Pernahkah kalian memberikan uang kepada pengemis di lampu merah atau pengamen yang menghampiri ketika kalian sedang bersantap di rumah makan? Pernahkah kalian segera menolong orang yang kecelakaan di jalan raya? Pernahkah kalian melakukan bakti sosial kepada adik-adik di panti asuhan? Saya yakin hampir semua orang menjawab pernah. Lalu apa yang kalian rasakan? Sedih atau bahagia? Saya mengira jawabannya adalah sedih sekaligus bahagia. Mengapa begitu? Ketika pertama kali kita ingin menolong seseorang, kita tahu bahwa yang kita tolong itu berada dalam kesedihan atau kesusahan. Dari situ akan muncul perasaan sedih atau minimalsimpati dari diri kita. Setelahmemberikan pertolongan, rasa sedih tersebut akan berganti dengan perasaan bahagia karena kita mampu menolong orang-orang yang membutuhkan bantuan kita.
Kita tahu bahwa dalam hidup ini banyak masalah yang datang menerpa. Namun hal tersebut seharusnya tidak menjadikan kita pribadi yang anti-berbagi. Disadari atau tidak, berbagi itu sebenarnya tidak hanya menolong orang yang ditolong, tetapi juga menolong kita dalam membahagiakan diri sendiri. Jadi, tidak perlu menunggu bahagia untuk berbagi. Berbagilah, maka bahagia akan menghampiri kita.
8
Edisi No. 18/Tahun X/Minggu I/Februari/2012
Sala satu contoh berbagi adalah dengan bersedekah. Pernah melihat kalimat matematika berikut ini? 10 -1 = 19. Ini disebut dengan matematika sedekah. Ketika kita memberi sesuatu dari apa yang kita punya, Tuhan justru akan mengembalikan sepuluh kali lipatnya. Jadi, saat kita memberi satu, hasilnya bukan sembilan, melainkan sembilan belas. Hal ini disebabkan satu yang kita berikan kepada orang lain itu akan dikembalikan Tuhan sepuluh kali lipatnya. Bahkan terkadang hasil akhir dari seorang yang mau bersedekah bisa lebih banyak lagi. Saya rasa, semiskin-miskinnya kita, kita pasti masih mempunyai uang walaupun hanya lima ratus rupiah. Coba dari uang tersebut kita sedekahkan empat ratus rupiah. Kita akan menerima balasan sebesar empat ribu rupiah. Dari Rp4.100 yang sekarang dimiliki, coba kita kita sedekahkan tiga ribu rupiah. Tuhan pun akan membalas kita sebanyak Rp30.000 rupiah. Begitu seterusnya yang akan berlaku bagi uang yang kita sedekahkan. Jadi,tidak usah menunggu kaya untuk bisa bersedekah. Bersedekahlah,maka kita akan dikayakan.
Saya yakin, sampai disini pasti banyak yang berpendapat bahwa sedekah itu harus ikhlas, tanpa mengharap imbalan. Pendapat yang demikian tidak salah apabila konteks ikhlasnya ditujukan kepada manusia. Beda halnya apabila konteks ikhlasnya ditujukan kepada Tuhan.Setelah bersedekah, mintalah kepada-Nya untuk membalas sedekah itu dengan pahala yang berlipat. Meminta “imbalan” pada Tuhan itu tidak dilarang, bahkan Tuhan sendiri yang menyuruh kita untuk berdoa kepada-Nya. Iapun berjanji akan mengabulkan permohonan orang yang berdoa. Dengan meyakini hal tersebut, bukankah ikhlas menjadi sesuatu yang dirasakan dengan sendirinya setelah kita bersedekah? Jadi, bukan menunggu ikhlas baru bersedekah. Bersedekahlah, maka kita akan merasa ikhlas. Keajaiban matematika sedekah tidak akan terasa jika kita tidak mempraktikkannya. Ingatlah bahwa berbagi itu membahagiakan dan mengayakan. Bagaimana pun keadaan kita, semoga kita selalu bermental kaya untuk mau berbagi kebahagiaan dengan orang lain. Aditya Eka Maulana Mahasiswa Tingkat III Akuntansi Pemerintahan
>>
Liputan Khusus
Overview Program BEM Hampir setahun kepemimpinan “sinergis” Aang-Ajay berlalu. Hampir setahun pula “jualan” mereka pada masa kampanye terlihat.
Sinergi, kata yang didengungkan pada masa kampanye Teguh Hartato dan M. Fajar Nugraha yang akrab disapa Aang-Ajay, berkaitan dengan kegiatan atau operasi gabungan yang merujuk pada kerja sama antarunsur yang terlibat dalam sistem. Sinergisme yang diusung oleh Aang-Ajay berorientasi pada kesamaan konsep kegiatan dan waktu pelaksanaan. Program-program UKM dan HMS dicanangkan untuk diatur sedemikian rupa agar sejalan dengan program yang direncanakan BEM STAN. Program-program dengan konsep yang sama akan dijadikan satu paket program utama (Oven News No.7/Tahun VI/Minggu II/Mei 2011).
itu, untuk memperoleh sudut pandang dari mitramitra utama BEM, Civitas melakukan teknik historical sampling, pemilihan responden berdasarkan rekam jejaknya dengan pertimbangan bahwa responden memiliki frekuensi komunikasi dan kerja sama yang
Beberapa faktor eksternal memengaruhi sikap BEM dalam membuat dan menjalankan program-program yang telah mereka tuangkan ke dalam Program Kerja BEM STAN 2011/2012. Salah satu faktornya adalah perubahan atas rasio pendapatan, belanja, dan transfer yang cukup signifikan. Perubahan rasio itu disebabkan tidak adanya mahasiswa baru D3 Reguler pada tahun 2011.
Dana yang kedua disebut dana kegiatan. Dana ini diberikan berdasarkan proposal kegiatan yang diajukan UKM kepada BEM. Yang menjadi pertimbangan dalam pemberian dana adalah lingkup kegiatan, konsep, dan kematangan persiapan kegiatan itu sendiri. Selain itu, BEM juga mempertimbangkan track record kegiatan tahunan setiap UKM. Di awal kepengurusan, Teguh berencana melihat pencapaian setiap UKM sebelum menggelontorkan dana untuk proposal kegiatan mereka. Tingkat keberhasilan sebesar 75% menjadi tolak ukur pencapaian yang layak mendapat dana sesuai skala yang telah ditentukan; skala nasional atau skala kampus. Namun, dasar penilaian itu tidak dijelaskan oleh Teguh saat itu.
Kebijakan umum Kementerian Keuangan tersebut berpengaruh signifikan terhadap keadaan KM STAN. Minimnya jumlah mahasiswa baru tahun 2011 menyebabkan sumber daya manusia setiap elemen kampus tergerus dan mengalami krisis kaderisasi, tak terkecuali BEM STAN.Terjadi penurunan estimasi pendapatan dari tahun 2011 sehingga banyak usulan program dan kegiatan kemahasiswaan yang tidak dapat dilaksanakan pada periode kepengurusan AangAjay. Terdapat pula permasalahan terkait dengan investasi BEM periode sebelumnya yang sampai saat ini belum dapat terselesaikan. Untuk mengatasi hal itu, BEM telah berkoordinasi dengan BLM dan pengurus BEM periode sebelumnya, tetapi upaya tersebut belum maksimal.
Pelaksanaan transparansi pengelolaan keuangan dilaksanakan Teguh dengan menerbitkan Laporan Keuangan BEM STAN setiap tiga bulan sekali. Pengelolaan dana untuk UKM juga mengalami pembaruan. Dana untuk UKM diklasifikasikan menjadi dua bentuk. Dana pertama disebut dana operasional, dana yang tidak terikat dan harus diambil setiap tiga bulan sekali—dengan pertimbangan BEM akan membuat laporan keuangan triwulanan. Dana tersebut adalah dana yang dapat dipakai UKM untuk melakukan kegiatan harian dan operasional selama satu tahun kepengurusan. Besar untuk setiap UKM sama. Ketika itu, Teguh mengatakan jumlahnya berkisar antara 150 sampai 200 ribu rupiah.
Fajar Nugraha, Wapresma BEM STAN
Civitas melakukan peninjauan program BEM dari masa kampanye sampai menjelang akhir kepengurusan dengan menyorot dan memberikan titik tekan pada aspek “kesinergisan” program dan birokrasi BEM. Peninjauan menyeluruh dilaksanakan dengan mengecek dokumen keterlaksanaan program, wawancara langsung dengan narasumber terkait, dan menelisik janji-janji kampanye berdasarkan rekam jejak media kampus. Fakta-fakta signifikan dihimpun dari jajak pendapat terhadap mahasiswa STAN, baik mahasiswa D3 maupun D1 yang dipilih berdasarkan random sampling, pemilihan responden secara acak dan tidak ditentukan oleh kriteria tertentu. Sementara
signifikan dengan BEM. Dengan membandingkan hasil jajak pendapat, overview menyeluruh atas program, dan pendapat subjektif dari mitra kerja sama BEM, Civitas menyajikan fakta-fakta apakah visi sinergi yang diusung Aang-Ajay benar-benar terlaksana atau tidak. Beberapa poin menjadi perhatian utama Teguh di awal masa kepemimpinan sebagai Presma BEM STAN. Keuangan KM STAN salah satunya. Teguh menyoroti kekurangan transparansi pengelolaan keuangan BEM pada periode sebelumnya. Ia berpendapat bahwa transparansi pengelolaan keuangan seharusnya tidak hanya kepada BLM saja, tetapi juga kepada mahasiswa STAN. (Oven News No. 7/Tahun VI/Minggu II/Mei 2011)
Komunikasi antara alumni dan mahasiswa dipandang terdegradasi pada tahun-tahun sebelum kepengurusan Teguh. Berdasarkan fakta itu, ia menggenjot komunikasi terhadap alumni agar akomodasi kebutuhan mahasiswa dapat terpenuhi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Terakhir, setiap kegiatan yang dikelola oleh BEM dan dilaksanakan oleh UKM-UKM wajib menyetor surplus sebesar 5% dari keuntungan kegiatan tersebut. Sumbangan itu akan dimasukkan ke dana sosial dan digunakan untuk program sosial, seperti donor darah. Di awal kepengurusan, Teguh memperkirakan akan ada sekitar 30% kegiatan yang bisa surplus walaupun pada tahun-tahun sebelumnya hanya 10-20% kegiatan yang berhasil surplus. [Irfan Syofiaan]
Edisi No. 18/Tahun X/Minggu I/Februari/2012
9
>>
Liputan Khusus
Jajak Pndapat Kinerja BEM STAN 2011/2012 BEM STAN sebagai organisasi eksekutor tertinggi di KM STAN mengemban amanah yang didanai oleh iuran mahasiswa. Saat kepengurusan Teguh Hartato, kesinergisan kegiatan demi pengelolaan dana yang lebih optimal menjadi fokus utama. Selain itu, Teguh menekankan pentingnya peran BEM sebagai organisasi non-EO.
Menurut Teguh, sifat event organizer (EO) telah melekat di profil pengurus BEM STAN tahun-tahun ke belakang. EO sendiri yang berarti pelaksana penuh atas suatu kegiatan bukan pilihan yang tepat untuk menciptakan sinergisme. Maka dari itu, Teguh merasa perlu membentuk program yang dapat mendukung terciptanya sinergisme antara BEM, UKM, dan HMS. Kinerja BEM secara umum yang dilihat dan dirasakan mahasiswa dapat menjadi cerminan bagaimana program bersinergi tersebut terlaksana. Seratus responden mahasiswa D1 dan D3 Reguler yang dipilih secara acak menjadi objek uji petik Civitas. Responden diminta untuk mengisi kuesioner berisi pertanyaan mengenai kinerja BEM STAN 2011/2012 dengan skala satu sampai lima. Skala satu menandakan kinerja terburuk, skala lima menunjukkan kinerja terbaik. Toleransi kesalahan ditetapkan sebesar 10%. Di pertanyaan pendahuluan, responden diminta untuk memberikan keterangan terlebih dahulu apakah ia memiliki organisasi yang diikuti selain organisasi kedaerahan. Pertanyaan selanjutnya menunjukkan tingkat partisipasi responden di organisasi tersebut. Pertanyaan pendahuluan tersebut penting untuk mengetahui tingkat partisipasi responden yang turut berkecimpung di organisasi KM STAN. Tingkat partisipasi yang tinggi menunjukkan tingkat pemahaman mereka terhadap lingkungan kampus dan keterlibatan mereka dengan BEM, baik secara langsung maupun tidak. Dengan begitu, jajak pendapat ini diharapkan dapat terjaga keakuratannya dalam menghasilkan cerminan relatif kinerja BEM di mata mahasiswa. Selanjutnya, responden diminta untuk menilai kinerja BEM tunggal dan kinerja BEM keseluruhan. Kinerja BEM tunggal merupakan penilaian responden yang pernah bekerja sama dan terlibat langsung dengan BEM, sedangkan kinerja BEM keseluruhan adalah pandangan menyeluruh responden terhadap BEM selama setahun kepengurusan Teguh.
Dari seluruh responden, 27% menilai kinerja pengurus BEM ketika bekerja sama dengan mereka cenderung buruk atau sangat buruk. Sementara itu, 24% merasa cukup dan hanya sekitar 5% yang menilai kinerja BEM bagus atau sangat bagus. Sisanya menjawab tidak pernah bekerja sama atau tidak pernah terlibat dengan kepanitiaan BEM. Pertanyaan selanjutnya memberikan gambaran secara umum mengenai kinerja BEM selama setahun. Hampir separuh responden, yakni 41% responden, menilai kinerja BEM masih buruk atau sangat buruk. sementara itu, 33 % responden menyatakan cukup. Hanya 20% responden yang menyatakan kinerja BEM baik atau sangat baik.
Penilaian mahasiswa yang menunjukkan buruk atau sangat buruknya kinerja BEM STAN 2011/2012 dilatarbelakangi oleh berbagai alasan. Beberapa responden menulis di kertas survei bahwa dasar penilaian tersebut berkenaan dengan tidak terpenuhinya harapan akan BEM yang ideal—yang terbuka, bersahabat, dan mengakomodasi. Secara umum, hasil jajak pendapat menunjukkan bahwa mayoritas responden menilai BEM STAN 2011/2012 kurang bersahabat. Masalah administrasi dan suratmenyurat dengan BEM dirasa sulit karena Sekretariat BEM sering menutup pintu. Beberapa responden berpendapat, BEM hanya diisi kalangan tertentu—tanpa menyebut kalangan yang dimaksud. [Irfan Syofiaan]
10
Edisi No. 18/Tahun X/Minggu I/Februari/2012
>>
Liputan Khusus
Mitra BEM Angkat Suara Jajak pendapat Civitas selanjutnya melibatkan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) dan Himpunan Mahasiswa Spesialisasi (HMS). UKM dan HMS menjadi objek jajak pendapat ini karena keduanya merupakan mitra kerja sama BEM dalam membentuk program yang sinergis.
“Akibatnya, kami hanya dapat melaksanakan dua program yang dijalankan secara mandiri, mengingat BEM juga tidak mencairkan dana sepeser pun untuk Aksara,” ungkap Hernawan.
Delapan UKM yang menjadi objek jajak pendapat Civitas mewakili setiap departemen BEM STAN, kecuali STAN Informatic Club di bawah naungan Departemen Komunikasi dan Informasi BEM STAN yang telah dihubungi namun tidak berkesempatan untuk bertemu langsung. UKM yang dimaksud adalah, KSR, Scene, Mafos, Teater Alir, Aksara, SAFF, STAN Futsal, dan Karate.
Masih terkait Aksara, fakta menarik lainnya adalah pelaksanaan Book Fair dalam rangkaian acara STAN Expo 2012 yang sama sekali tidak melibatkan Aksara. Padahal acara tersebut dilengkapi dengan seminar kepenulisan—acara yang berkaitan langsung dengan fokus utama Aksara sebagai UKM yang bergerak di bidang penulisan.
Setiap UKM diberikan keleluasaan untuk menjabarkan jawaban mereka di samping wajib memberikan pandangan final mengenai kesinergisan program dengan BEM. Hasilnya, 50% responden merasa bahwa sinergisme secara umum terlaksana, sedangkan sisanya tidak. Sementara itu, hanya dua dari lima HMS yang pernah diajak BEM untuk bersinergi dengan program mereka. Tiga HMS lain mengaku bahwa BEM sama sekali tidak pernah mengajak bersinergi.
STAN English Club sebagai satu-satunya Badan Otonom yang menjadi responden memberikan pandangan yang cukup konstruktif. Melalui Iwan sebagai ketua umum, SEC memberikan apresiasi bagi kinerja BEM tahun ini. Menurutnya, BEM tahun ini lebih dapat mengembangkan potensi mahasiswa, terbukti dengan diselenggarakannya berbagai acara yang inovatif. Meski begitu, Iwan masih merasa tidak ada perubahan signifikan pada kinerja BEM tahun ini dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pendapat lebih lunak disampaikan beberapa UKM lain. Sebutlah Ketua Mafos, Norris Pranata, yang berpendapat lebih dingin mengenai hal ini. Ia beralasan, ruang lingkup Mafos yang terbatas pada kegiatan internal masih belum membutuhkan keterlibatan BEM. Jika ada, itu pun hanya sebatas pemberian dana operasional dan dana kegiatan yang sampai berita ini turun belum juga diberikan kepada Mafos.
Yang menarik, 63% dari responden mengaku tidak pernah diajak untuk merencanakan dan menyinergikan program BEM dengan program mereka. Pendapat UKM Beberapa UKM angkat bicara terkait pendapat mereka. UKM yang bergelut di dunia teater, disampaikan oleh ketuanya yang enggan disebut namanya, mengatakan bahwa BEM memilki visi untuk tidak hanya menjadi sebagai event organizer, tetapi juga ikut bersinergi dengan kegiatan UKM. Hanya saja visi tersebut tampak tidak terlaksana dengan baik. ”Entah karena saya yang kurang aktif sehingga kurang bisa mengikuti perkembangan atau memang pada kenyataannya tidak terlaksana,” ungkapnya. Himpunan Mahasiswa Akuntansi (Himas), Ikatan Mahasiswa Pajak (IMP), Himpunan Mahasiswa Penilai (HMP), Himpunan Mahasiwa Pengurusan Piutang Lelang Negara (Hima PPLN), dan Forum Keluarga Mahasiswa Anggaran (Fokma) diwakili oleh ketua masing-masing menjawab kedua pertanyaan serupa. Keluarga Mahasiswa Bea Cukai (KMBC) tidak diikutsertakan karena HMS tersebut tidak terlibat secara langsung dengan BEM STAN yang berada di Kampus Ali Wardhana.
M.Rifqi Akhyat, Ketua KSR PMI Unit STAN, berpendapat bahwa konsep sinergis yang diusung BEM tidak maksimal. Ia menambahkan, bagi mahasiswa biasa yang memperhatikan, mungkin saja muncul pendapat jika BEM gagal melaksanakan visi sinergisnya.
Terdapat perbedaan opini antara HMS dan UKM mengenai isu kesinergisan ini. Pandangan umum kelima HMS menunjukkan, empat dari lima HMS (80%) berpendapat bahwa secara umum program BEM tidak sinergis dengan program HMS. Hanya satu HMS yang berpendapat bahwa kesinergisan itu terlaksana.
Mukhlis dari SAFF menjelaskan fungsi BEM lebih lugas, “BEM hanya sebagai otorisator.”
Ketua Karate yang juga tak ingin namanya disebut, malah mengaku tidak pernah tahu tentang visi bersinergi dan apa yang BEM inginkan dari UKM.
Pendapat lebih tajam diutarakan oleh Hernawan Rahman. Sebagai Ketua Aksara, ia menjelaskan beberapa fakta pendukung pendapatnya yang menyatakan BEM gagal bersinergi dengan UKM. Sebenarnya Aksara memiliki sepuluh program kerja jangka pendek yang ingin dilakukan bersama BEM. Namun sampai kepengurusan Hernawan akan berakhir, tidak ada tanda-tanda bahwa program itu akan ditindaklanjuti.
Begitu pula dengan Wiyoso Wuryandono, Ketua Scene. “Lancar-lancar saja, BEM membantu Scene dalam melaksanakan kegiatan dengan meminjamkan peralatan pendukung berupa proyektor maupun layar LCD. BEM juga membantu pada saat proses perizinan peminjaman tempat kegiatan,” ungkapnya. Sumbangan 5% dan Pakta Integritas Mandek Rencana BEM untuk mengerahkan sumbangan sebesar 5% dari kegiatan UKM sebagai dana sosial ternyata tidak berjalan mulus. Lima dari delapan UKM bahkan sama sekali tidak mengetahui adanya program tersebut. Sementara itu, dua dari tiga UKM yang mengetahui rencana ini, mengaku tidak menjalankan program itu dengan berbagai alasan. Contohnya Scene yang berkilah bahwa selama ini mereka belum melaksanakan kegiatan apa pun yang dapat memberikan hasil memuaskan. Pakta integritas yang rencananya akan dibuat sebagai perwujudan profesionalisme, transparansi, dan akuntabilitas ternyata tidak terlaksana. Bahkan rencana ini ternyata tidak diketahui sama sekali oleh kedua koordinator pelaksana yang menjadi responden. Mereka adalah Reza Rizky Pratama selaku Koordinator Pelaksana Animaku No Hibi dan Dede Pramana, Koordinator Pusat Festival Budaya Nusantara. Menurut Reza, tidak ada penetapan pakta integritas secara tertulis. Ia hanya diberitahu secara lisan tentang batas-batas kepanitiaan Animaku No Hibi. [Irfan Syofiaan]
Edisi No. 18/Tahun X/Minggu I/Februari/2012
11
>>
Liputan Khusus Teguh Hartato: Sinergis Gagal Menanggapi hasil jajak pendapat kinerja BEM STAN 2011/2012 yang dilakukan Civitas, Teguh Hartato selaku Presma BEM STAN 2011/2012 tidak mau tinggal diam. Ia memiliki alasan kuat mengapa hasil jajak pendapat berkata demikian. BEM Terkesan Eksklusif Riandi Ahmad, Ketua Ikatan Mahasiswa Pajak, berpendapat bahwa BEM yang dipimpin Teguh terlihat berusaha melakukan perubahan besarbesaran dengan kesinergisannya. Namun yang terasa justru BEM lebih mengeksklusifkan diri karena komunikasi yang terjalin antara BEM dan elkam lain sangat minim. Sependapat dengan Riandi, Rizki selaku Ketua Karate berkata senada. “Mungkin jadi bahan perbaikan untuk staf-staf kami yang eksklusif dengan alasan itu. Ada rapat bulanan untuk setiap menteri dan kabiro untuk mengevaluasi kegiatan bulan sebelumnya dan rencana bulan berikutnya,” ujar Teguh. Fokus ke Perbaikan Teguh mengaku, kesinergisan program kerja dan anggaran dengan mitra BEM (UKM dan HMS) yang ia rencanakan di awal kepengurusan ternyata gagal berjalan. Skema penyusunan anggaran menjadi alasan utama Teguh atas kegagalan tersebut. Teguh beserta jajarannya baru dilantik pada Oktober 2011. Oleh karena itu, penyusunan anggaran ikut molor dan baru rampung tiga bulan setelahnya. Perubahan komposisi mahasiswa baru yang begitu signifikan pun menyebabkan anggaran KM STAN harus disesuaikan sedemikian rupa.
>>
Masalah eksternal yang membelit BEM pada masa kepengurusan sebelumnya juga menjadi penghambat dominan. Teguh merasa, masalah investasi BEM beberapa waktu lalu cukup menguras tenaga dan waktu. Sampai saat ini masalah investasi belum selesai, tertutama investasi ikan lele yang tak sepeser pun dapat ditarik kembali. Menurut rencana, sebelum kepengurusannya berakhir, Teguh akan memperbarui kontrak investasi tersebut dengan pihak rekanan. Kenyataan ini membuat ia dan jajaran kabinet di BEM STAN berkonsentrasi untuk urusan tersebut. Koordinasi dengan mitra BEM pun terlewat. “Akhirnya kita lebih fokus untuk memperbaiki dulu, jadi sinergisnya kurang maksimal. Saya berharap, apa yang telah kami perbaiki sekarang bisa dinikmati kepengurusan tahun depan sehingga (pengurus yang baru) bisa melanjutkan visi yang baru tanpa harus bingung apa yang harus diperbaiki,” dalih Teguh. Teguh menilai, walaupun banyak kelemahan dalam sistem sinergis yang menjadi visi mereka, beberapa hal positif tetap muncul sebagai pendampingnya. Menurut kacamata BEM, tingkat partisipasi mahasiswa terhadap kegiatan kemahasiswaan kian meningkat. Mahasiswa yang menjadi partner BEM kini lebih kreatif dan inovatif. Perihal pelaporan keuangan dan tertib administrasi yang carut-marut di awal kepengurusan juga dirasa semakin tertib. Peningkatan prestasi akademis pun menjadi hal yang patut disoroti.
Pakta Integritas Hanya Wacana Civitas menyinggung beberapa fakta lain. Seperti yang ditunjukkan oleh hasil jajak pendapat Civitas, penerapan pakta integritas yang dicanangkan pada awal kepengurusan ternyata tidak berjalan. Semua responden yang terdiri dari 8 UKM, 5 HMS, 1 BO, 2 LK, dan 2 koordinator pelaksana kegiatan mengaku tidak ada penetapan pakta integritas sebelum mereka memimpin elkam atau pelaksanaan kegiatan. Kenyataan ini menunjukkan ketidaksesuaian dengan materi kampanye Teguh Hartato dan Fajar Nugraha yang ditampilkan dalam Oven News Edisi Pemira lalu. Di situ disebutkan bahwa keduanya akan membuat dan menerapkan pakta integritas untuk semua pemangku jabatan, termasuk menteri BEM, pemangku jabatan elkam, dan koordinatorkoordinator pelaksana kegiatan. “Tuntutan untuk berubah memang tidak segampang membalikkan telapak tangan. Kita tidak pernah dapat mengira apa-apa yang akan terjadi di kemudian hari, tetapi dengan (adanya) semangat awal membentuk fondasi, itu sudah merupakan langkah besar,” tandas Teguh. [Irfan Syofiaan]
Wawancara
Dr. Syeherian: “The News Spread Like Crazy! So Fantastic!” impact how they will work. How they will work harder, (or) how they will work less hard, have an impact on corruption, things like that. Pada akhir Maret lalu, Dr. Syeheriar Banuri, peneliti World Bank, melakukan eksperimen atas efektivitas remunerasi terhadap reformasi birokrasi. Sebagai Kampus pencetak birokrat keuangan, STAN menjadi objek ideal bagi penelitian tersebut. Berikut petikan wawancara Civitas dengan Dr. Syeheriar.
Why do you choose Indonesia as the site of your experiment?
What is the purpose of your research ?
So the allowance of course has many impacts. One of the ideas, the reason to hand reform, was to have less corrupt people, bring higher quality of candidates into the public service. It’s going to make a project government with the private sector, things like that.
This research is actually part of a big project that the World Bank is undertaking to figure out which types of reform, of what central governments are effective in bringing about good development. So, what that mean is, that central government sometimes is really efficient, (but) sometime is really really inefficient. So the World Bank is trying to spend money, or trying to make central government more efficient. But the question is, is central government become more efficient? That means, are they going to (give) better public services? Are there going to better hospitals? Are there going to better schools? So this is what the research’s trying to understand. This project is one piece of that. The piece of the puzzle that we’re exploring here is, if you implement different reform, meaning if you change public official state, (we study) the bad
12
Edisi No. 18/Tahun X/Minggu I/Februari/2012
The reason why we are in Indonesia, is because in 2006, there’s bureaucracy reform initiative that give several servants what known as allowance.
The research agenda is to evaluate the bureaucracy reform in Indonesia, to see if it’s actually bringing about the changes that are supposed to happened. Other objects beside Indonesia ? Nope. Nowhere else. Right now it’s only in Indonesia. Maybe we’re going to continue, depending on the result, we may continue to other places. Possibly in Africa and some other places. Is the experiment took place in STAN and University of Indonesia? This study is actually collecting data from University of Indonesia and STAN. Only in two
places. There’s also another data collection going on in STIA LAN (Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Lembaga Administrasi Negara –red). But that’s not us, not the World Bank, that’s University of Texas at Dallas. Why do you choose STAN and UI ? UI, because it has more common subjects. Most cases, we go to a university. Why university? Because it is the reflection of the future population. Beside of the students, they’re going to industry, and so on. So these are to (approach) the normal population. STAN, because it (educates) the public official services. You guys are the public officials in the future, but UI people are not. Some of them may become public officials, but mostly are going to join the private sector, and so that’s why we had the difference. How will the game simulation you make show the result? Oh well, now it’s the big question. That will take a long time (to explain), haha. I’ll trying to keep a choice, this is just basically in aspect of we conducted the economic crisis. We know this, we pay people for the decision, and we don’t lie. We pay them exactly how we said we are going to. So it means, that the decisions in that game are
>>
Wawancara real decisions, right? When you make a decision on how much, you know, like in the game, I said “Here is Rp20.000,00, how much would you like to donate to the charity?” So you say, “I donate Rp10.000,00”. And (another one of) you said Rp15.000,00. From my research perspective, that might be just a game, but one is real. Because you are only going with 15.000 to the charity and (another one of) you are going with 10.000. But for my purposes, what I mean is, that you are more generous because you have paid more to the charity than you have. That’s what it lets me do. It lets me measure your generosity and the extend of (how much) you want to engage in public works. Is it generosity as your sole object? No, the main purpose is not the generosity. The main purpose is to see when you change different types of base game. What are the types of people that are attracted into the public sector? Within the context of the experiments, we would put you through these whole different tests. So, there’s private sectors test which has no money for charity. Then there’s public sector test which generates money for charity. These people (the students) get the salary, and so that is correlate for private sector which is public sector. Then, we have the people to choose what they would prefer. How would they prefer to be paid, whether they prefer to work for charity, and be paid some money? Or would they prefer to work for themselves. And the idea is, (it will) result (in) the people that are choosing between the private sector and the public sector. When you have different base game, what you can do is look at one. The generosity of the people is better in public service, so not. But it’s not the generosity. What is it? The extent to which (one is) willing to engage in public works, the extent to which (ones) are believed in public works, the ability of the people—the best people—the most people going into public service. What the government try was the most able and the most conscientious. They must be the smartest people, but also the people that care about public works, both of those things are together. Until recently people said, the people that are going to public are only the people that care about public services, but they’re not smart. If you’re smart, you are going to private sector. That’s what people used to say, and that’s the misconception. But one of the reasons is, what the case was, because the salary is really, really low. So, under the economic theory, why would you go into something with a really low salary? Unless you really love the mission. What kind of troubles do you face while completing this research? Not really. Actually it has been very smooth. I mean, just generally when we do a research,
we planned everything before we arrived. And it’s hard to plan everything without looking at the location, (it will) be kind of working blind. But when we came here, the only problem was the mice --it’s different types of mice. And this program requires identical mice, so I go to buy the mice. But other than that, is very smooth. How is the support of the university you take place ? As World Bank people, we actually can’t work at STIA LAN because they are actual public official. But you – STAN and UI – are okay because you guys are student and not actually public official. If you see the response of the participants, how is it STAN compare to UI ? Well, one of the great things about STAN was, when I first got here, I had the meeting with the head of classes and that was so amazing! I thought , head of class would be, may be with six people. And as I walk in, the room full with the head of classes! Hahaha. The news spread like crazy! I mean, section’s filled within thirty minutes, so fantastic! In the University of Indonesia what happened was, i got there, they sent me some helper, and said—allright, you do the rest yourself. Which was okay. So we did. Then I had the helper to spread the news. What happen was, the first few days were like three or four peoples show up – very low number. And then when they found out that there was actual money and actual charity, everybody started to join up! And it was full all the way through. But here (at STAN), has been full from the first day and it has been fantastic. I had budgeted two weeks to do this experiment but and I was done in four days! Best experience! How much money that had been paid for the charity ? That’s a big question here. It is one of the more important thing. I spent Rp25 million. So STAN students do they works. They have donated about Rp25 million to Palang Merah Indonesia and that’s really impressive. Why do the participants have to donate their cash ? Why do they have to donate ? They don’t have to donate! It’s completely up to them. Their earning and their decision. So there’s another people that donate nothing, there’s people that donate a lot. So that was completely up to them, that’s a decision.
So, of course the PMI does the good works, I mean with the earthquake relief and everything. I believe in the organization itself. The results, are they going to be published ? Yes. These results are going to be published. Hopefully in Living Economic Journal, in next 3 or 4 years. Yeah, I think it’s very long time. Hopefully less, I’m hoping that will be published in 2 years. And STAN will be mentioned there ? Of course! Ya! Hahaha. About the result, is it for science or for policy? This (question) requires need to give you a little background about myself. Hahaha. I’m a scientist first in formal. I do (the) economic science. But I believe that scientists (are) no good without informing policy. That is the purpose of it, (the scientists) should do inform policy. All (is) too much. If we distinguish between policy and science, so you people publish in journal, but that doesn’t actually end up in any impact. The goals for this, is to make the research that in the proper scientist segmented, so using the scientist to test policy. So we’re testing a particular type of policy that’s going to be utilized. The result will inform this about whether a good policy or bad policy. So, the answer is both, science first informers, but more importantly it will inform policy. What is the benefits or probably impacts to Indonesia from the research result anyway ? Ideally, what we need to do is to inform everything. So first in formals, is going to apply to Indonesia. Because that why we conducted the experiment. But what we’re going to take experiment to other countries and we’re going to test to see if it’s eligible in different country? And if it is, then its acceptable. The goal is to make applicable everywhere. You do this research all by yourself or come with another partner in supporting you ? Sure! It’s me and my boss –the economist at the World Bank, Phil Keefer. In the simply way, how the experiment goes ?
Economic decision –that what we are interested in.
The talk is actually going to be more than research message. But I’ll say about 10 – 50 minutes about the game. It’s a very simple game. The idea is engage the real effect. So, you do something that requires effect and the question is how do you like to be paid—would you like to raise money for your self, or for charity, things like that.
Any reasons why do you choose the PMI to be donated ?
In every World Bank Project, do they paid like this one?
Why PMI? That’s a good question. The reason is, we’re trying to remake some organization that provide public goods. But the public goods (which) are provided need to be operated on national scale. That’s why PMI was the ideal one.
It’s depend on the project. It’s hard to say. I know that all my projects are paid. So if you see me again, you know that I’m bringing money. Hahaha. [Hanifah Muslimah/Tendi Aristo]
Edisi No. 18/Tahun X/Minggu I/Februari/2012
13
>>
Opini
Hanya Guyonan Suatu waktu, Din Syamsuddin, Ketua Umum Muhammadiyah dan Sekjen MUI, mengatakan bahwa menurut fatwa MUI, umat Islam dilarang mengawini gadis sekantor. Pernyataan ini tentunya langsung menyulut kontroversi luas. Bagaimana mungkin seseorang dilarang menikahi gadis sekantor? Apakah ada dalilnya dalam Al Quran atau hadis? Media massa tergoda untuk mengadakan wawancara eksklusif dengan Pak Din untuk mengklarifikasi fatwa yang membingungkan ini. Wartawan: Pak Din, apakah betul MUI mengeluarkan fatwa bahwa umat Islam dilarang menikahi gadis sekantor? Din Syamsuddin: Betul. Wartawan: Apa dasarnya? Apakah ada dalilnya dalam Al Quran dan hadis? Din Syamsuddin: Dasarnya sederhana saja. Wong kawin dengan satu gadis saja sudah repot, apalagi mengawini gadis sekantor. Bayangkan kalau di kantor ada seratus gadis. Apakah kita mampu menikahi mereka semua? Lagi pula, itu kan jelas bertentangan dengan ajaran Islam. Islam hanya membolehkan kawin dengan empat orang perempuan, maksimal. *** Guyonan seperti di atas tentulah bukan barang baru untuk kita. Sering kali kita mendengar guyonan yang berbau menyindir institusi resmi, negara, ataupun lembaga agama. Sekali lagi, guyonan hanyalah guyonan. Secara akal sehat, tidak mungkin juga MUI mengeluarkan fatwa yang humoris seperti di atas. MUI lebih senang mengeluarkan fatwa yang kontroversial seperti larangan mewarnai rambut atau larangan merokok. Setiap guyonan akan melahirkan tawa, dan setiap tawa melahirkan banyak keuntungan untuk kesehatan manusia. Fungsi guyonan untuk kesehatan memang sudah tidak aneh lagi. Setidaknya ada lima manfaat dari tertawa: melancarkan pernapasan, memperbaiki hubungan sosial, melawan stres, membuat merasa lebih sehat, dan meningkatkan kinerja. Namun selain untuk kesehatan, guyonan juga memililiki fungsi lain, yaitu fungsi politis untuk menyindir kekuasaan. Kekuasaan di sini bisa berbentuk kekuasaan politik, ekonomi, agama, atau budaya. Kenapa masyarakat sekarang sering menggunakan sindiran berbentuk guyonan kepada kekuasaan? Fenomena anekdot yang berkembang di zaman Orde Baru dan stand up comedy yang menjadi tren akhirakhir ini seolah menjadi fakta kecil dalam penarikan hipotesa di atas. Sadar atau tidak, selama ini kita sering mendengar atau bahkan melempar guyonan-guyonan yang berbau sindiran. Hampir di setiap zaman, guyonan seperti ini sering digunakan untuk mengekspresikan kekecewaan dan ketidakpuasan terhadap suatu sistem. Ambil saja contoh saat zaman Orde Baru. Ingat sosok Harmoko, mantan Ketua DPR yang namanya sering dipelesetkan menjadi kependekan dari “Harihari Omong Kosong” oleh aktivis Orba? Guyonan menyindir tersebut muncul karena janji si empunya nama tentang pembangunan merata tidak juga menjadi kenyataan. Kita mungkin juga masih ingat saat-saat di mana almarhum Gus Dur memimpin Indonesia. Ketika itu banyak sindiran berbentuk guyonan yang diarahkan
14
Edisi No. 18/Tahun X/Minggu I/Februari/2012
kepada beliau, khususnya sindiran terkait kondisi fisik beliau yang memang kurang. Terakhir, yang mungkin masih hangat dalam benak kita, adalah diidentikkannya Presiden SBY dengan kerbau dalam berbagai demonstrasi akhir-akhir ini. Hal tersebut melambangkan lambatnya perbaikan ekonomi serta stabilitas hukum dan politik di negeri ini. Jika kita coba tarik lebih dalam terkait fenomena guyonan dengan fungsi politisnya, terdapat beberapa fakta menarik. Pertama, guyonan dipilih sebagai jalur kontrol sosial masyarakat karena guyonan adalah material yang ringan. Guyonan dapat masuk ke segala kalangan masyarakat—baik yang terdidik atau tidak, beragama atau tidak, dari tukang ojek sampai pejabat teras—tanpa mengalami hambatan yang berarti. Kedua, biasanya strategi guyonan dipilih karena adanya jalur komunikasi yang tersumbat dari masyarakat terhadap kekuasaan. Coba kita tilik sedikit ke belakang, saat rezim Soeharto memberlakukan memberlakukan aturan yang ketat terkait kebebasan berserikat dan berpendapat alias melakukan sumbatan komunikasi. Hal ini membuat masyarakat menggunakan cara lain dalam berpendapat, yakni dengan guyonan. Yang menarik adalah, guyonan yang berkembang sekarang sudah mulai menyindir institusi agama yang menjadi panutan umat Islam di Indonesia, MUI. Kenapa institusi agama? Bukankah kita sekarang hidup di zaman pascareformasi? Apa yang salah? *** Pasca-Orde Baru, terjadi euforia demokrasi. Tetapi, benarkah kita telah mengejawantahkan secara penuh nilai-nilai kebebasan berpendapat untuk mengkritik kekuasaan-kekuasaan yang ada? Memang sudah banyak perubahan ke arah positif terkait kebebasan berpendapat pascareformasi. Contohnya, tak ada lagi pemberedelan surat kabar yang mengkritik pemerintah seperti zaman Orde Baru. Namun hal di atas belum sepenuhnya menghilangkan sumbatan komunikasi yang ada di masyarakat terhadap pusat kekuasaan. Buktinya, masih banyak masyarakat yang menempuh strategi humor untuk menyindir kekuasaan. Sumbatan-sumbatan informasi yang terjadi kini memang tak pernah lepas dari kekuatan kekuasaan pemerintah dan kekuatan kekuasaan lain di luar pemerintah. Saat ini, selain kekuatan kekuasaan pemerintah, lahir juga kekuatan kekuasaan nonpemerintah. Mereka lahir karena memiliki sumber daya langka yang mampu membuat keputusankeputusan yang menguntungkan mereka. Kekuatan kekuasaan baru non pemerintah biasanya berasal dari mereka yang memiliki sumber daya keuangan karena mereka menguasai bisnis yang menjadi tumpuan hidup banyak orang. Manusia, selain harus memenuhi kebutuhan ragawi, juga harus terpenuhi kebutuhan rohaninya. Jika mencoba menganalisis kalimat di atas, selain membutuhkan uang, manusia juga membutuhkan kepuasan batin yang bisa didapat lewat agama. Inilah alasan mengapa agama menjadi kekuatan kekuasaan non pemerintah yang sangat kukuh. Tak dapat dipungkiri, setelah runtuhnya rezim Orde Baru, politik agama menjadi hal yang sangat menarik. Menjadi menarik karena saat Orde Baru, pemerintah menutup betul celah-celah kebebasan beragama. Hak-hak politisnya diarahkan untuk menjadi corong kekuasaan saat itu. Keruntuhan Orde Baru pun menjadi momentum menarik bagi
kekuatan kekuasaan agama untuk memperbaiki citranya. Cara-cara yang ditempuh pun sangat menarik. Kita bisa lihat bagaimana partai-partai yang mengatasnamakan Islam bermunculan dengan janjijanji keadilan dan kesejahteraan, kemudian mobilisasi simbol-simbol agama menjadi marak, pencetakan kader-kader baru di kampus lewat penguasaan masjid-masjid di internal kampus, belum lagi terkait fatwa-fatwa “aneh” terkait pluralisme dan sebagainya. Lantas, mengapa hal-hal di atas mampu membuat masyarakat tertarik? Saya coba menganalogikan zaman Orde Baru sebagai zaman di mana kekuatan agama tidak memiliki arah yang jelas karena tersandung aturanaturan yang dilahirkan oleh kekuatan kekuasaan pemerintah saat itu. Ketika pemerintahan Orde Baru runtuh, masyarakat yang kehilangan arah seperti menemukan kembali kompas kebudayaan beragama yang seharusnya ada saat itu. Analogi di atas tepat menggambarkan keadaan pascareformasi terkait kekuatan kekuasaan non pemerintah: agama. Ketika fenomena kekuatan kekuasaan agama berkembang, muncul juga autokritik terhadap institusi agama yang menguasainya. Hal itu terjadi karena institusi agama tersebut dinilai hanya diisi oleh orang-orang dari fraksi tertentu. Tidak terbukanya celah bagi keberagaman dalam institusi tersebut mengakibatkan lahirnya fatwa-fatwa yang kontroversial. Selain itu, muncul pula gejolak-gejolak terkait penggunaan simbol-simbol agama untuk menghakimi mereka yang berbeda. Sebut saja kasus FPIAhmadiyah, makam Mbah Priok, kasus anggota dewan dari partai Islam yang menonton film porno di Gedung DPR, serta kasus korupsi dan money politic yang melibatkan partai-partai Islam yang muncul pascareformasi. Memang, sekali lagi, hidup hanyalah soal guyonan. Soal bagaimana kita peka untuk menertawai setiap fenomena yang berkembang di sekitar kita, untuk kemudian mengambil pelajaran darinya. Tanpa pernah menertawai, kita tak akanpernah sadar mengenai suatu hal. Mudah-mudahan guyonan-guyonan kita mampu menembus ruang-ruang majelis syura yang mulia, ruang-ruang kerja anggota dewan terhormat, ataupun singgasana hebat presiden kita yang tetap lambat, demi terwujudnya masyarakat beragam yang adil, makmur, dan diridai Tuhan Yang Maha Esa. Tetap bersyukur, ikhlas, dan yakin usaha sampai!
Muhammad Mario Ramadhansyah Mahasiswa Tingkat III Akuntansi Pemerintahan
>>
Motif
HIMASTABA (Himpunan Mahasiswa STAN Asal Banten)
Bulan November 2002 menjadi bulan bersejarah berdirinya Himastaba. Organisasi kedaerahan asal Banten ini awalnya hanya beranggotakan sembilan orang. Itu pun hanya berasal dari Kota Cilegon dan Kabupaten Serang. Ada selentingan untuk mengganti nama Himastaba menjadi Himpunan Mahasiswa STAN Asal Cilegon dan Serang, disingkat Himastacang. Oleh karena itu, anggota Himastaba sering disebut Tacang atau Tacangers. Menjelang usia satu dekade, cakupan wilayah Himastaba kini semakin luas. Himastaba melingkupi Karesidenan Banten yang merupakan wilayah administratif pemerintahan zaman Hindia-Belanda. Wilayah tersebut adalah daerah bekas Kesultanan Banten yang terdiri dari Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang, Kota Serang, dan sebagian wilayah Cilegon. Meski Tangerang berada di wilayah Banten, Himastaba tidak mencakupi daerah ini. Hal ini
disebabkan oleh jarak Tangerang yang cukup jauh dengan Serang, Lebak, Pandeglang, dan Cilegon. Itulah sebabnya mengapa mahasiswa asal Tangerang memiliki organda sendiri selain Himastaba. Jumlah anggota Himastaba sekitar dua puluh orang setiap tahunnya. Dengan jumlah SDM tersebut, Himastaba rutin menyelenggarakan Try Out USM STAN untuk daerah Cilegon, Pandeglang, Rangkasbitung, dan Serang. Selain itu, Himastaba juga aktif berpartisipasi bersama dua belas perguruan tinggi lain dalam acara University Day Out (UDO). Acara tahunan yang diselenggarakan oleh The Banten Union of Student ITB (Debus ITB) tersebut merupakan pameran pendidikan yang dikemas dalam bentuk presentasi dan juga stan interaktif yang disajikan oleh setiap perguruan tinggi partisipan. Sejak diketuai pertama kali oleh Arie Prasetyo, Himastaba belum pernah muncul dalam ajang bergengsi antar organisasi kedaerahan di STAN, yakni
Festival Budaya Nusantara yang dulu lebih dikenal dengan nama Heritage Organda Expo. Baru pada saat diketuai oleh Achmad Rizki Nurrahmat, Himastaba berhasil menggaungkan nama Banten di acara Fesbudnus 2012. Dalam acara tersebut, penampilan perdana Himastaba yang berupa aksi debus sukses memukau penonton dan dewan juri. Permainan golok dan semburan api yang dipentaskan itu pun berhasil membawa Himastaba menjadi Juara Terbaik III untuk kategori Pagelaran dalam Fesbudnus 2012. Setiap tampuk kepengurusan berganti, selalu ada emosi baru yang mengalir dalam organisasi ini, sebuah semangat untuk terus memperkenalkan Banten di kampus STAN. Semangat itu berubah menjadi mimpi yang harus diwujudkan. Setelah berhasil menembus pergengsian Fesbudnus 2012, masih banyak mimpi-mimpi lain yang harus direalisasikan oleh Himastaba. Dan yang terpenting, eksistensi Himastaba harus tetap ada di kampus STAN.
Belajar Strategi di SSI Dengan slogan “Keep It Simple, Stupid”, Sekolah Strategi Indonesia berupaya mencetak lulusan yang dapat mewujudkan ide besar dengan cara yang sederhana.
Birokrasi di Indonesia yang terkenal berbelit-belit membuat Forum Keluarga Mahasiswa Anggaran (Fokma) dan Silaturahmi Mahasiswa Piutang Lelang (Simpul) memprakarsai terselenggaranya Sekolah Strategi Indonesia (SSI). SSI merupakan pelatihan bagi mahasiswa yang ingin mempelajari bagaimana cara menyusun strategi untuk menciptakan perubahan. Karena SSI fokus kepada materi reformasi birokrasi, sementara birokrasi di Indonesia dikenal begitu rumit, SSI memilih KISS (Keep It Simple, Stupid) sebagai slogannya. KISS merupakan filosofi yang terkenal di kalangan para pemrogram komputer. Slogan ini merujuk pada proses penyederhanaan— bagaimana membuat segala sesuatu menjadi hal yang sederhana dan mudah untuk dilakukan. Kepala SSI, Darmawan Sigit, mengatakan bahwa SSI diselenggarakan dengan tujuan mencetak mahasiswa yang memiliki kemampuan menyusun strategi agar dapat mengaplikasikannya di dunia kerja. Sasaran SSI ditikberatkan pada pengelolaan gagasan. “Intinya kan cuma tiga sasarannya. Peserta bisa menghasilkan ide, terus bisa persuasi, menyampaikan ide itu. Kemudian bisa membuktikan ide itu di masyarakat,” papar Sigit. Materi yang tertuang dalam kurikulum SSI beragam, mulai dari cara berpikir besar, reformasi birokrasi, hipnosis budaya, hingga NLP. Fasilitator kebanyakan merupakan alumnus STAN, tetapi ada juga yang merupakan praktisi profesional seperti Darmawan Aji, pendiri NLP for Everyone. Tak hanya mahasiswa STAN, SSI juga menjaring
mahasiswa perguruan tinggi kedinasan lain dan mahasiswa umum. Kelas dibagi dalam dua kategori, jarak dekat (offline) dan jarak jauh (online). Kelas offline yang diselenggarakan di Kampus STAN hanya terbuka bagi mahasiswa STAN. Pertemuan tatap muka untuk kelas jarak dekat ini dilaksanakan sekali dalam seminggu. Sementara itu, kelas online terbuka bagi semua mahasiswa dan dilaksanakan melalui forum diskusi dunia maya. Hingga kini, SSI kelas offline telah memasuki gelombang kedua—biasa disebut SSI Jilid II. Menyoal biaya, peserta SSI tidak dipungut biaya pendidikan. Di samping itu, meski SSI merupakan program kerja lintas elkam, Sigit menegaskan bahwa SSI tidak menggunakan dana dari elkam terkait. “SSI enggak pakai uangnya Fokma maupun uangnya Simpul,” ujarnya. Bendahara SSI, Amaluddin Zainal Junaid, mengatakan bahwa sebagian besar dana SSI berasal dari panitia sebab penyelenggaraan SSI sendiri tidak memakan biaya terlalu besar. “Kalau masalah pembicara dari luar, kami lobi sebisa mungkin. Jadi ada yang free, tapi ada juga yang bayar,” imbuhnya. Komportrasi Ikut Ambil Andil Selain Fokma dan Simpul, ada entitas lain yang terlibat dalam penyelenggaraan SSI, yakni Komunitas Pelopor Transformasi Birokrasi (Komportrasi). Komunitas yang digawangi Darmawan Sigit ini berfokus pada hal-hal seputar transformasi birokrasi. “Kita ingin menyebarkan ide tentang pentingnya transformasi birokrasi buat mahasiswa, terutama (mahasiswa) kedinasan,” jelas Sigit ketika ditanya mengenai profil Komportrasi.
tersebut menjadi salah satu proyek yang sedang digeluti para peserta SSI Jilid I. Jika Komportrasi berhasil diresmikan sebagai salah satu elemen kampus, entitas ini diharapkan bisa menjadi komunitas yang dapat menjaga eksistensi SSI. Tak Hanya Kuliah dan Materi Selain diberi berbagai materi dan pelatihan yang bersifat indoor, peserta SSI juga dilatih untuk menyeleraskan diri dengan alam lewat agenda Survival Camp. Peserta SSI Jilid I telah melaksanakan kegiatan berkemah ini pada 18—19 Februari lalu di Bumi Perkemahan Sukamantri, Bogor. “Camping ini dilakukan di luar STAN dan benar-benar unpredictable. Di situ kita benar-benar survival dan bisa ngerasain kalau hidup di luar itu ternyata enggak gampang,” ujar Adenency Bekti Utami, peserta SSI Jilid I. Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa banyak hal yang didapat dari keikutsertaannya di SSI jilid I, mulai dari cara mengenali karakteristik orang, cara memersuasi orang, hingga dilatih berpikir visioner untuk membuat perubahan besar dari sesuatu yang sederhana. Menurutnya, hal-hal tersebut sangat diperlukan ketika sudah berkecimpung di dunia kerja nanti. Mengenai indikator keberhasilan, penilaian bagi peserta SSI ditekankan kepada pencapaian secara personal dan tidak dibandingkan dengan peserta lain. “Misalnya sebelum masuk SSI itu dia enggak bisa berbicara di depan umum. Tapi setelah masuk SSI, dia ternyata jadi bisa. Berarti dia berhasil. Tanpa perlu dibandingkan kehebatannya dengan peserta lain,” pungkas Sigit. [Sarah Khaerunisa]
Kini Komportrasi sedang diusahakan untuk dapat menjadi salah satu elemen kampus di STAN. Upaya
Edisi No. 18/Tahun X/Minggu I/Februari/2012
15
>>
Ragam Mahasiswa
Cut Off Dini Keuangan Badan Kelengkapan KM STAN Berbeda dengan tahun sebelumnya yang hanya mengaudit dua elkam, tahun ini BAK mengaudit enam elkam. Waktu cut off pun dimajukan hingga hampir dua bulan lebih awal dari berakhirnya masa kepengurusan.
“Pada dasarnya kita mau melaksanakan UUD kita,” jawab Abdul Gaffur A. Dama, Ketua BLM, ketika ditanya landasan dilaksanakannya audit. UUD yang dimaksud adalah Pasal 45 ART KM STAN amandemen 2010. Di poin keempat pasal tersebut dijelaskan bahwa badan kelengkapan KM STAN wajib memublikasikan laporan keuangan yang telah diaudit dan laporan hasil audit. Dari pasal tersebut, BLM mengendaki agar audit dilakukan kepada semua badan kelengkapan KM STAN. Namun, proses itu perlu dilakukan secara bertahap. “Kita belajar profesional, akuntabel, tapi pelan-pelan,” terangnya. BAK menjalankan fungsinya sebagai auditor elkam berdasarkan Ketetapan BLM Nomor 014/TAP.02/BLM/ VII/2010. Tahun ini BAK melakukan audit berdasarkan surat tugas nomor 001/SP.03/BAK.07/III/2012. Cepat Namun Ideal Sehubungan dengan audit tersebut, BLM melakukan pisah batas (cut off) keuangan terhitung 1 Mei 2012, padahal masa kepengurusan berakhir pada pertengahan Juni. Alasan penetapan tanggal cut off pada tanggal tersebut, menurut Abdul Gaffur, BLM ingin memberikan waktu bagi elkam untuk menyiapkan laporan keuangan. Ia juga menambahkan, jeda waktu pembuatan laporan keuangan secara riil bisa jadi kurang dari waktu yang telah ditentukan karena terpotong pelaksanaan UTS mahasiswa Tingkat II. Kristianto Bayu Saputro, Ketua Badan Audit Kemahasiswaan, memandang cut off dini ini dalam dua sisi, “Cepat, tapi juga ideal.” Menurutnya, keputusan itu dikatakan cepat karena ada kemunginan beberapa elkam masih menjalankan kegiatan meski masa cut off telah berakhir. Ideal,
karena PKL untuk mahasiswa Tingkat III akan dilaksanakan pada bulan Juni mendatang. Mengenai konsep audit, Abdul Gaffur menjelaskan bahwa audit yang dimaksud adalah audit atas badan kelengkapan KM STAN, bukan audit atas penggunaan uang KM STAN. Elkam diberi waktu hingga 10 Juni untuk menyusun laporan keuangan yang selanjutnya akan diserahkan ke BAK untuk proses audit. Proses audit sendiri diperkirakan akan berlangsung hingga 8 Juli. Setelah itu, elkam-elkam yang ada akan menyajikan laporan pertanggungjawaban pada Rapat Akbar Keluarga Mahasiswa yang rencananya akan dihelat pada 13 Juli mendatang. Empat Elkam Tambahan Jika tahun sebelumnya BAK hanya mengaudit BEM dan BLM, tahun ini terdapat empat elkam tambahan yang turut diperiksa BAK. Empat elkam tersebut adalah Himpunan Mahasiswa Akuntansi (Himas), Ikatan Mahasiswa Pajak (IMP), Lembaga Pers Mahasiswa Media Center STAN, serta Lembaga Keagamaan Masjid Baitul Maal. Meski jumlah objek audit bertambah, Bayu menuturkan bahwa juklak tetap sama. Yang berbeda bagi setiap objek hanya rincian prosedurnya. Menurut Nur Kholifah, Ketua Komisi II BLM yang bertugas secara khusus di bidang keuangan, keempat elkam tersebut dipilih sebagai objek audit karena di organisasi-organisasi tersebut terdapat pos-pos pengeluaran yang material. Sementara itu, Abdul Gaffur menjelaskan bahwa berdasarkan Pasal 45 ART KM STAN, seharusnya semua badan kelengkapan KM STAN diaudit. Namun setelah berkoordinasi dengan BAK, BAK hanya menyanggupi enam elkam karena keterbatasan sumber daya manusia, waktu, dan sumber dana.
Content 9 paket soal bahas: - soal bahas crash Program D1 BC 2009 - soal bahas USM STAN 2009-2010 - 5 paket prediksi soal bahas USM STAN 2012
- info-info penting STAN
Diproduksi oleh
16
CP: Tyas (085274121450), Nuris (085716159507) Edisi No. 18/Tahun X/Minggu I/Februari/2012
Saat dimintai keterangan mengenai persiapan dalam menghadapi audit pertama dari BAK, Akhmad Muzakki selaku Ketua MBM menerangkan bahwa pihaknya tidak melakukan persiapan khusus. Lebih lanjut, Muzakki menjelaskan, “Kondisinya ini bukan hanya kami yang pertama kali diaudit BAK, tapi ini juga pengalaman pertama BAK mengaudit kami. Tetap masih mencari bentuk, sejauh mana sih ruang lingkup yang mau diaudit.” Lain halnya dengan IMP. Setelah menjalani pemeriksaan interim, IMP harus mengubah laporan keuangannya karena laporan yang mereka buat belum memenuhi Standar Akuntansi KM STAN (SAKM). “Dari awal, BAK tidak memberitahukan adanya standar khusus untuk (harus) berdasarkan SAKM untuk laporan keuangan,” tutur Riandi Ahmad, Ketua IMP. Saat ini, IMP menyusun laporan keuangan berdasarkan laporan keuangan tahun sebelumnya, yang kini diketahui tidak sesuai dengan SAKM. Menurut Riandi, pihaknya dapat menerima alasan BAK bahwa BAK tidak bertanggung jawab untuk mensosialisasikan SAKM, mengingat kedudukan BAK sebagai auditor independen. Namun, ia berharap BAK bisa memberi penyuluhan kepada pihak yang akan diaudit sebagai bentuk proses belajar. “Kalau bisa dari awal diberitahukan bagaimana standarnya. Kalau saya lihat, kemarin itu seolah-olah BAK nunggu (ada) salah dulu, baru diberi tahu bahwa ini salah,”ungkap Riandi. [Muamaroh H./Salsabila U.S.]
>>
Ragam Mahasiswa
Menengok Prestasi Para Delegasi Setelah sukses meraih Juara III Indonesia Accounting Fair 13 di Universitas Indonesia pada Februari lalu, STAN Olympic Team (SOT) terus mengukir prestasi. Pada bulan Maret, SOT berhasil menyabet Juara III Accounting Quiz XXI di Universitas Tarumanegara dan Juara I Accounting Fair 2012 di Universitas Bakrie.
and Supporting Unit (TSU) BEM STAN. Namun hingga berita ini diturunkan, dari enam lomba yang diikuti SOT, baru dua lomba yang sebagian biayanya ditanggung Biro TSU.
SOT dibina oleh Pusat Kajian Akuntansi dan Keuangan Publik (PKAKP). Persiapan SOT untuk mengikuti perlombaan biasanya membutuhkan waktu satu minggu hingga satu bulan, bergantung pada jeda antara waktu pendaftaran dan perlombaan. Latihan dilakukan dalam bentuk mengerjakan soal, praktik presentasi, dan juga debat. “Walaupun enggak ada lomba, tapi kita sering latihan soal, presentasi, maupun debat,” tutur Catur Sugiarto, Manajer SOT. PKAKP bekerja sama dengan STAN English Club untuk pelatihan debat SOT. Sementara itu, untuk latihan pengerjaan soal dan praktik presentasi, SOT dibimbing oleh Fajar Amin, alumnus STAN yang kini menjadi dosen Akuntansi Keuangan Lanjutan. Ia dipilih sebagai pembimbing karena mempunyai banyak pengalaman dalam mengikuti kompetisi di luar kampus. Dalam bimbingannya, Fajar memberikan teknik penyusunan strategi untuk menghadapi peserta dari universitas lain yang kebanyakan merupakan mahasiswa S1. Komposisi perwakilan SOT senantiasa berbeda untuk setiap lomba yang diikuti. Hal ini terkait dengan faktor kebutuhan kriteria peserta. Misalnya saja, untuk perlombaan yang menuntut pengetahuan perpajakan dan kemampuan bahasa Inggris, anggota SOT yang mewakili tentunya harus menguasai dua hal tersebut. Secara umum, setiap lomba diadakan dalam tiga tahap, yakni tahap penyisihan, semifinal, dan final. Tahap penyisihan biasanya terdiri dari soal pilihan ganda dan soal tertulis. Ada yang dikerjakan secara individu, ada pula yang dikerjakan secara berkelompok. Soal berjumlah rata-rata 80—150 butir dengan waktu pengerjaan sekitar 120 menit. Materi yang biasa dilombakan antara lain Pengantar Akuntansi, Akuntansi Keuangan Menengah, Akuntansi Keuangan Lanjutan, Akuntansi Manajemen, dan Perpajakan.
Mengenai dukungan Lembaga, Catur menjelaskan bahwa sejauh ini Lembaga hanya memberikan dukungan berupa pemberian surat tugas bagi anggota SOT yang mengikuti lomba. Dengan begitu, meski perwakilan SOT tidak mengikuti kuliah karena harus mengikuti lomba, mereka tetap dianggap menghadiri perkuliahan. Dalam waktu dekat ini, seharusnya SOT tengah bersiap untuk mengikuti National Accounting Olympiad (NAO) yang dilaksanakan di Universitas Gadjah Mada pada 10—12 Mei mendatang. Sayangnya, SOT tidak dapat berpartisipasi karena waktu perlombaan tersebut berbenturan dengan jadwal UTS mahasiswa D3 Reguler.
Daftar prestasi SOT per Desember 2011: No.
1.
Tanggal
Perlombaan
Penyelenggara
8—10 Desember 2011
Trisakti Economic and Business Fair Competition (TEBFC) 2011
Universitas Trisakti
National Accounting Week (NAW) 2012
Universitas Padjadjaran
Prestasi
Delegasi Abdulloh Muzaki
Juara Harapan II
Dody Sulpiandy M. Afdhal Usman Andry Irwanto
2.
16—19 Februari 2012
Juara I
Budhi Setiya Yoga Yeni Farida
Tahap semifinal sering diadakan dalam bentuk presentasi, debat, ataupun tes tertulis. Tahap final biasanya terdiri dari beberapa babak, di antaranya cerdas cermat, presentasi, perwakilan individu, babak pertaruhan, dan babak rebutan. Salman Khoirul Abdi, anggota SOT, menjelaskan bahwa babak presentasi dan debat selalu ada dalam setiap perlombaan. Oleh karena itu, anggota SOT selalu berlatih presentasi dan debat secara periodik. Menyoal biaya, perwakilan SOT tidak perlu mengeluarkan biaya dalam mengikuti kompetisi, baik biaya pendaftaran maupun akomodasi. Sebagian biaya pendaftaran seharusnya ditanggung oleh Biro Tactical
Dana lain berasal dari hadiah yang didapat dari kompetisi-kompetisi sebelumnya dan uang kas PKAKP. Untuk hadiah, PKAKP menetapkan kebijakan 50:50, yakni 50% hadiah untuk peserta dan sisanya untuk uang kas PKAKP yang nantinya digunakan untuk biaya perlombaan selanjutnya.
3.
27—28 Februari 2012
Abdulloh Muzaki
Indonesia Accounting Fair (IAF) 13
Universitas Indonesia
Accounting Quiz XXI
Universitas Tarumanegara
Juara III
Andry Irwanto Salman Khoirul Abdi Muhammad Fuad Anshari
4.
12—15 Maret 2012
Juara III
Nur Muhlisin Salman Khoirul Abdi Budhi Setiya Yoga
5.
15—17 Maret 2012
Accounting Fair 2012
Universitas Bakrie
Juara I
Fajar Surya Putra Yeni Farida [Nadia Rizqi C./Novia Fatma R.]
KAMI MENANTANG ANDA! untuk berkarya di Tabloid Civitas
-> opini, wacana, artikel, surat pembaca, cerpen, karikatur, dll kirim ke
[email protected] dan hubungi 085258724441 (Reza) Bagi karya yang terpilh dan akan dimuat di produk selanjutnya, akan dihubungi lebih lanjut Edisi No. 18/Tahun X/Minggu I/Februari/2012
17
>>
Ragam Mahasiswa
>
Sosialisasikan Fungsi Baru Penilai Lewat Seminar Penilaian Nasional (SPN) 2012, panitia bermaksud untuk menggaungkan dunia penilaian kepada masyarakat. SPN 2012 yang diselenggarakan pada 14 April lalu mengusung tema “Peran Penilai dalam Peningkatan Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah”. Menurut Hijrah Saputra selaku Koordinator Pelaksana SPN 2012, tema tersebut dipilih karena penilaian usaha sekarang sedang marak. Penilaian properti semisal tanah dan bangunan sudah berpuluh-puluh tahun mempunyai Standar Penilai Nasional tersendiri. Untuk penilaian usaha dan saham, masih ada celah-celah yang belum distandarkan. Menyoal target peserta, panitia memasang angka 350. Peserta tahun ini terpisah dalam tiga kategori, yakni mahasiswa STAN, mahasiswa non-STAN, dan kategori umum yang melingkupi pegawai pemda. Dari tiga puluh pemda yang diundang, lima di antaranya merespon dengan mengirimkan pegawainya untuk mengikuti SPN 2012.
Penerapan sistem registrasi online sempat membuat pihak panitia hanya terfokus pada kegiatan rekapitulasi pendaftaran. Walaupun pihak panitia telah mempunyai sistem rekening koran di bank, panitia tetap harus meninjau ulang registrasi karena ada beberapa peserta yang sudah membayar tetapi belum terdaftar dan sebaliknya. Berbeda dari SPN tahun sebelumnya, SPN 2012 adalah proker kolaborasi antara HMP dan Hima PPLN. Perencanaan untuk membuat proker gabungan ini sudah dipertimbangkan sejak awal tahun kepengurusan. Djuhardi Apriansyah, Ketua HMP, menegaskan, “Di sini kita bisa melihat adanya kesamaan, sama-sama penilaian. Sehingga terbentuk panitia yang lebih solid.”
Ditemui dalam waktu yang berbeda, Randy Ikhsan selaku Ketua Hima PPLN menjelaskan bahwa alasan PPLN ikut bergabung dalam kepanitiaan SPN 2012 adalah dalam mata kuliah PPLN terdapat pula mata kuliah tentang kepenilaian. Hingga berita ini ditulis, panitia belum membuat laporan pertanggungjawaban anggaran. Akan tetapi, dana sponsor yang tertera di proposal telah melebihi dana yang dibutuhkan. Ketika ditanya mengenai surplus anggaran ini, Hijrah menjelaskan, “Kami akan mengembalikan kas HMP dulu karena kita kan kemarin pinjem. Kalau masih ada surplus, saya serahkan ke steering committee, yaitu Ketua HMP dan Ketua Hima PPLN.” [Novia F.R./Tri Hadi P.]
STAN Awards, Baru Sebatas Apresiasi Stan Awards yang digawangi PPSDM Badan Eksekutif Mahasiswa STAN merupakan sebuah acara tahunan bagian dari rangkaian STAN Expo. Berisi serangkaian seleksi dalam rangka penganugerahan awards untuk sembilan kategori, program ini bertujuan untuk memberi penghargaan bagi orang-orang terbaik di STAN. Artinya bukan hanya mahasiswa saja yang diberi penghargaan, melainkan juga dosen, petugas kebersihan, dan satpam. Setelah melalui beberapa proses penilaian, para pemenang untuk STAN Awards diumumkan pada malam puncak STAN Expo 1 April lalu. Dalam acara ini, ada sembilan kategori yang diperebutkan yakni Duta STAN, Best in Art, Best Chairman, Best Event, Best Elkam, Best Lecture, Best Security, Best Cleaning Service, dan best IPK. Adapun grand final untuk menentukan pemenang Duta STAN, Best in Art, dan Best Chairman dihelat pada 23 Maret lalu di Gedung G. Pada malam grand final kelima finalis dari masingmasing kategori menampilkan talentanya di hadapan juri. Tiap finalis mempresentasikan tentang visi dan misi sesuai dengan kategorinya. Beberapa pertanyaan untuk para finalis tidak hanya terlontar dari juri, tapi juga diajukan oleh para penonton yang menghadiri malam grand final tersebut. Berbeda dengan kategori lain, finalis dari kategori Best in Art juga menampilkan karya seni dan budaya yang tiap finalis miliki, diantaranya musik, tari, teater, lukis, dan olah vokal. Menurut Mia Putri Melani, koordinator pelaksana STAN Awards, tahun ini pendaftar untuk tiap-tiap kategori cenderung lebih sedikit. Hal ini turut dikritisi oleh Fauziah Mahabbatussalma, pemenang Duta STAN. Menurutnya, sejak awal jumlah mahasiswa yang berani mengajukan dirinya untuk mengikuti ajang ini memang sedikit. Lain halnya jika sistem yang digunakan adalah jika setiap spesialisasi mengirimkan beberapa perwakilannya dengan jumlah minimal yang ditentukan. Namun, Mia selaku koordinator beranggapan bahwa hal ini tidak masalah selama para pendaftar tersebut benar-benar memiliki kepedulian yang tinggi pada STAN. “Walaupun sedikit peserta yang mendaftar, tapi inilah peserta yang benar-benar dari hati ingin berkontribusi bagi STAN,” ujar Mia. Adapun pemenang untuk kategori Best In Art adalah Meylina Handayanti Manurung, Best Chairman Rizka Restu Fawzy. Sedangkan untuk kategori yang dilakukan melalui sistem voting pemenangnya adalah Best Cleaning Service Ali Usman, Best Security Rohmat, Best Lecturer Arifah Fibri, Best Elkam Stapala, dan Best Event Plastic. Sistem Voting Paling Ideal
18
Edisi No. 18/Tahun X/Minggu I/Februari/2012
Dari sembilan kategori yang terdapat dalam STAN Awards, tiga diantaranya yakni Best in Art, Best Chairman, dan Duta STAN diseleksi melalu seleksi Curiculum Vitae, interview, dan penjurian di malam grand final. Lima lainnya diseleksi melalui mekanisme voting, sedangkan Best IPK dengan mengambil data dari pihak Lembaga. Untuk pemilihan Best Cleaning Service dan Best Security, dengan anggapan bahwa tidak semua mahasiswa mengenal mereka, dilakukan dengan menggabungkan antara rekomendasi atasan dengan hasil voting dari mahasiswa. Perbandingannya, 60% untuk hasil voting dan 40% untuk rekomendasi. Penilaian dengan cara voting dinilai panitia sebagai metode yang lebih memberikan efek positif terhadap mahasiswa dibanding penilaian dari BLM atau BEM. “Kami pikir ini adalah event STAN Awards, milik STAN, penghargaan untuk orang-orang terbaik STAN. Yang harus dinilai oleh orang STAN secara keseluruhan,” ungkap Mia. Mia juga mengungkapkan bahwa panitia telah mengalokasikan kuesioner untuk semua mahasiswa. Namun dengan tenggat dua hari waktu yang digunakan untuk mengedarkan kuesioner, tidak semua mahasiswa dapat memberikan suara karena terkendala jadwal kuliah. Menanggapi komentar mengenai sistem voting murni untuk Best Event dan Best Elkam yang kurang komprehensif karena kurang menunjukkan kualitas kontribusi dari para pemenang, Mia menuturkan bahwa awalnya panitia juga memikirkan cara lain. “Kita sebenarnya ada niat untuk memberi proporsi nilai yang akan dinilai BEM dan BLM tentang kontribusi terhadap STAN dan keaktifan anggota,” katanya. Namun, panitia urung menggunakan sistem ini dan memilih sistem voting dengan pertimbangan agar seluruh mahasiswa dapat turut berpartisipasi. Panitia juga mempertimbangkan dari sisi cost and benefit, dan sistem voting murni inilah yang dianggap paling ideal. Mengenai Tindak Lanjut Sampai saat ini tujuan diadakannya STAN Awards masih sebatas memberi penghargaan kepada orang-orang terbaik di STAN. Menurut Mia, panitia hanya berkewajiban untuk memilih dan memberikan penghargaan, sementara follow up kegiatan ini dikembalikan kepada BEM sebagai pihak penyelenggara. Follow up untuk Duta STAN berada di bawah Departemen PPSDM, Best in Art di bawah Departemen Seni dan Budaya, sedangkan follow up Best Chairman diserahkan kepada BLM.
Masih menurut Mia, salah satu bentuk follow up dari Duta STAN adalah menjalankan fungsinya sebagaimana duta atau ikon STAN. Akan tetapi, ia tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai fungsi konkretnya. Sementara untuk kategori Best Chairman, sampai saat ini belum ada bentuk follow up. Untuk Best in Art yang diserahkan ke Menteri Seni dan Budaya BEM, Mia menilai bentuk follow up dapat dilakukan dengan mewujudkan proposal seni yang dibuat oleh peserta pada tahap seleksi. Diwawancara di tempat berbeda, Fauziyah Mahabbatussalma, pemenang Duta STAN 2012, mejelaskan bahwa saat ini fungsi duta STAN masih berdasarkan ‘request’ dari BEM. “Kayak kemarin di Bekasi, itu sosialisasi PTK Expo. Nanti tanggal 29 atau 28 seharusnya ngisi program PPSDM BEM yang kaderisasi,” ungkapnya. Menurut Fauziyah, BEM membebaskan fungsi Duta STAN. Jika ada Elkam yang membutuhkan bantuannya sebagai Duta STAN, dapat langsung menghubunginya. “Nggak perlu bilang BEM karena penginnya bukan hanya jadi milik BEM, tapi jadi milik bersama,” terangnya. Belajar dari tahun lalu, menurutnya BEM kurang memanfaatkan adanya Duta STAN sehingga fungsi Duta STAN terkesan kurang. Ia juga menyayangkan tidak adanya kontrak Standar Operasi Prosedur antara BEM dan Duta STAN. Yang menarik, selama dua tahun berturut – turut, Duta STAN dimenangkan oleh anggota STAN English Club (SEC). Tahun lalu diraih oleh Talisa Noor yang aktif dalam tim debat SEC. Lalu tahun ini dimenangkan Fauziyah yang juga menjabat sebagai Menteri Debat di organisasi tersebut. Menanggapi hal ini, Mia berkomentar, ”Mungkin karena kemampuan pemecahan masalah baik dari teman-teman SEC dan pas dengan yang kita butuhkan sebagai duta STAN.” Menurut Mia, yang dinilai panitia adalah kepercayaan diri, sikap di depan umum, dan yang paling prioritas, kualitas jawaban finalis. Fauziyah mengutarakan bahwa peranannya sebagai anggota SEC merupakan salah satu faktor pendukung dalam memenangkan ajang ini. Disebutkan Fauziyah antara lain keberanian untuk mengajukan diri serta kebiasaan melakukan public speaking yang telah membudaya di lingkungan SEC. [Salsabila Ummu /Muamaroh H./ Novia Fatma]
>>
Ragam Mahasiswa
PRINGGANDANA, Perdana dari Sabdanusa Bertepatan dengan hari Kartini 21 April lalu, suasana Gedung G dimeriahkan oleh pagelaran kesenian budaya yang bertajuk “Pringgandana”.
Mengusung tema cinta nusantara, pagelaran perdana bagi UKM Sabdanusa (Sanggar Budaya Nusantara) ini mampu menarik 647 penonton untuk hadir dan turut menikmati jalan cerita. Sabdanusa sendiri merupakan kelanjutan dari program kerja BEM periode 2011 yakni Kuliah Umum Budaya (Kulumbud). Melalui Pringgandana,mereka ingin menunjukkan kepada mahasiswa STAN bahwa Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang harus dijaga. Menyajikan konsep modifikasi dari sendratari, pertunjukan ini menceritakan kisah perjalanan Raja Wijaya Kusuma mengelilingi nusantara untuk mencari istrinya, Dewi Pusparatri, yang diculik Dursaloka. Sajian drama tersebut diselingi dengan tari–tarian dari berbagai daerah yang disinggahi Wijaya Kusuma, antara lain Jawa Barat, Jambi, Nangroe Aceh Darussalam, Kalimantan, Bali, Sulawesi, dan Irian Jaya. Panitia memilih konsep sendratari --yakni kesenian drama, tari, dan musik tradisional yang dikemas menjadi satu- agar terjadi kesinambungan antara penampilan tari yang satu dengan yang lain sehingga dapat memamerkan Rudi Dwiyoko, Ketua Sabdanusa keberagaman budaya Indonesia. Rudi Dwiyoko, penanggung jawab Pringgandana, menuturkan bahwa karena keterbatasan yang ada, akhirnya konsep sendratari tersebut dimodifikasi menjadi lebih sederhana. Untuk menyukseskan pagelaran ini, latihan intensif dimulai sejak awal Maret. Selain itu, berbagai usaha dilakukan untuk mencari dana, antara lain berjualan makanan, mengamen di Ninewalk maupun di perempatan jalan, serta melalui sponsorship. Yang berkesan, ketika mengajukan izin untuk mengamen di Ninewalk, pemilik meminta sebuah konsep pertunjukan alih-alih mengamen cara klasik. “Mereka minta suatu konsep. Jadi kita malah kayak bikin mini konser di sana,” tutur Noviana Nur Andriyani Putri, korlak Pringgandana. Sementara untuk latihan, mereka tidak menggunakan sistem terpadu. Artinya, setiap tim tari diberi tanggung jawab untuk berlatih sendiri-sendiri sebelum akhirnya dilakukan
???
latihan gabungan mendekati hari pelaksanaan. Mulanya, pagelaran Sabdanusa dipublikasikan akan dihelat di Student Center. Namun, karena hujan angin pada 17 April lalu, beberapa bagian Student Center mengalami kerusakan dan akhirnya pertunjukan berpindah ke Gedung G. Novi menyebutkan bahwa awalnya panitia memang mengajukan gedung G sebagai tempat pagelaran. “Sebenarnya dari awal mau di G tapi waktu itu di gedung G nggak di-acc karena rencananya, ke depan Gedung G cuma mau dipake untuk seminar-seminar gitu jadi bukan buat pertunjukan kayak gini,” tuturnya. Jumlah penonton yang ditargetkan oleh panitia adalah 700. Namun tiba di hari pelaksanaan, hanya 674 yang hadir padahal jumlah tiket yang terjual telah menembus angka target, yakni sebesar 746 tiket. Empat ratus tiket presale yang dipatok dengan harga 10 ribu per lembarnya, habis dalam waktu tiga hari. Menanggapi komentar miring mengenai harga tiket yang terlalu mahal, Novi mengatakan bahwa untuk pagelaran yang membutuhkan dana yang cukup besar itu, harga 10--15 ribu adalah harga yang cukup murah. Ditemui di tempat lain, Rudi menyebutkan bahwa pagelaran menghabiskan biaya dengan jumlah sekitar 25 juta. Adapun anggaran awal yang diajukan adalah sekitar 49 juta namun realisasinya yang hanya mencapai 51% tersebut dikarenakan ada berbagai item yang ditiadakan semisal tata panggung. Novi dan Rudi mengakui bahwa yang paling banyak memakan biaya adalah dari sisi kostum penari. Selain kostum , aspek lain yang membutuhkan dana tidak kalah banyak adalah pencahayaan dan tata suara. Selama jalannya pertunjukan, panitia mengutamakan kenyamanan penonton. Upaya yang dilakukan antara lain dengan menutup pintu masuk untuk membatasi akses orang berlalu-lalang, mengimbau agar penonton duduk ketika pertunjukan dimulai, dan aturan-aturan tertentu mengenai fotografer. Panitia hanya memperbolehkan pembeli tiket fotografer saja yang dapat leluasa berjalan-jalan mengabadikan momen.
Selama pertunjukan juga terlihat kursi di deretan depan yang sengaja dipersiapkan untuk tamu undangan terlihat kosong. Hal tersebut dikarenakan tidak hadirnya beberapa tamu udangan yang telah diundang, semisal pihak Lembaga, presma, perwakilan SMP 12 sebagai partner Gamelan, dan perwakilan dari sponsorship. Namun, Rudi mengakui bahwa hal tersebut tidak masalah selama jumlah penonton banyak. Walaupun tim panitia telah mengemas pertunjukan dengan menarik, ternyata terdapat beberapa penonton yang beranggapan bahwa pertunjukan terlalu monoton. Izhar Rizki Riyanto, salah satu pengunjung yang berasal dari spesialisasi Akuntansi Pemerintahan, menilai bahwa koreografi dalam pertunjukan tersebut masih kurang. Selain itu menurutnya tari-tari yang ditunjukkan masih harus dikembangkan agar tidak terlihat membosankan di mata penonton. Ia sendiri mengaku lebih mengkritisi dari sisi tarian dibanding aspek drama yang menurutnya standar. Lain halnya dengan Izhar, Isna Rufaida berpendapat bahwa unsur drama dalam pertunjukan terasa kurang. “Kan ini drama sama tari. Tapi dramanya jadi kurang menonjol garagara mau nampilin narinya. Tapi so far narinya udah bagus banget jadi kita itu nggak terlalu merhatiin dramanya juga,” tuturnya. Secara umum penonoton merasa puas dengan pertunjukan Pringgandana. Seperti yang diungkapkan oleh Izhar, “Puas banget lah. Walaupun dengan harga lima belas ribu yang mungkin menurut anak STAN lumayan mahal, tapi saya puas banget ngeliat ini,” tuturnya. Kepuasan yang sama juga disampaikan oleh Isna. Ia merasa bahwa Pringgandana ini merupakan salah satu hiburan yang menyajikan konsep berbeda dari acara lain. Sebagai salah satu kontributor dalam Pringgandana, Dewi Prabawanti Setyaningtyas, juga merasa cukup puas dengan pagelaran tersebut walaupun tidak sesuai dengan harapan awal yang ingin menyuguhkan konsep sendratari murni. Seusai Pagelaran, Rudi mengakui bahwa banyak mahasiswa yang tertarik untuk bergabung dengan Sabdanusa. Menanggapi hal tersebut, Rudi menyambut dengan baik. “Ya sudah gabung aja. Yang penting komitmennya dijaga,” pungkasnya. [Salsabila Ummu/ Muamaroh Husnantiya]
Beriklanlah dengan Cerdas melalui Tabloid Civitas yang mempunyai jangkauan pembaca yang luas HOTLINE PEMASANGAN IKLAN: 08571615950 (NURIS) Edisi No. 18/Tahun X/Minggu I/Februari/2012
19
>>
Ragam Mahasiswa
>
Fesbudnus 2012 Sarat ‘Kejutan’ Festival Budaya Nusantara (Fesbudnus) termasuk salah satu acara yang paling meriah dari rangkaian acara STAN Expo 2012. Sekitar tiga ribu tiket berhasil terjual baik kepada mahasiswa maupun umum kendati harga tiket naik 5-6 kali lipat dari Heritage Organda Expo (HOE)—nama acara Fesbudnus tahun sebelumnya.
Saat diselenggarakan, public hearing dihadiri 40 Organisasi Daerah (Organda). Setelah melewati proses seleksi, terpilihlah 30 organda yang akan meramaikan pameran di Festival Budaya Nusantara. Seleksi itu antara lain adalah melalui proposal yang harus memuat konsep dasar sajian Organda untuk Fesbudnus. Konsep dasar tersebut minimal harus memuat bagaimana organda akan memamerkan stand mereka, bagaimana pagelaran yang akan dipertunjukkan, mengenai Putra Putri Nusantara, serta bagaimana dekorasi dan konsep mading dari organda tersebut. Ada yang sedikit berbeda dari acara ini dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, selain memang nomenklatur acara yang berubah dari HOE menjadi Fesbudnus, acara ini juga dijadikan sebagai penutup rangkaian acara STAN Expo 2012. Tahun sebelumnya, Fesbudnus (atau HOE) masih merupakan rangkaian acara dari STANFest 2011, tapi tidak merangkap acara penutup. Kepanitiaan Fesbudnus menganut mekanisme rekrutmen terbuka, mulai dari korlak hingga staf. “Fesbudnus semuanya open recruitment. Tapi untuk BPH saya close recruitment, karena harus orang yang aku kenal kan, karena aku harus tau kemampuannya,” ujar Dede Permana, Koordinator Pelaksana Fesbudnus. Acara dimulai pukul 09.00 WIB. Pertunjukan dari Organda dan UKM yang terlibat mulai menarik antusiasme para penonton walaupun beberapa kalibagian tengah Lapangan A—tepat di depan
panggung—terlihat sepi penonton karena cuaca terik. Stand-stand Organda juga nampak ramai dikunjungi mereka yang penasaran dengan kuliner maupun budaya daerah.
Akrobat lompat dari ketinggian 2,5 meter juga hampir mustahil dilakukan di Gedung I, “Itu kan ubin ya, kalau jatuh ya sakit juga nanti,” kelakar Dicky.
Menjelang sore, hujan yang cukup deras mengguyur Kampus Ali Wardhana. Lapangan A banjir cukup parah sehingga venue segera dipindah. Sekitar pukul 18.30, acara kembali dimulai di lokasi pindahan sementara: Gedung I. Hanya sedikit penonton yang hadir, tapi suasananya cukup meriah.
Walaupun Himasurya telah bersedia tampil kapanpun—asal di Lapangan A, panitia tetap bersikeras agar mereka tampil di Gedung I dan tidak bisa pindah jadwal. “Ya sudahlah, (kalau begitu) Himasurya nggak tampil nggak apa-apa.”
Sementara itu Lapangan A segera ‘dikuras’– ditampung dengan tong sampah lalu dibuang ke selokan-- oleh para panitia supaya dapat digunakan lagi untuk acara puncak, yakni saat pertunjukan dari Barry Likumahuwa Project, sang bintang tamu. Namun, hujan dan pemindahan lokasi menyebabkan ada Organda yang gagal tampil. Himasurya (Himpunan Mahasiswa STAN Surabaya) terpaksa menyimpan lagi perkakas pagelaran yang sudah dipersiapkannya. Teatrikal Insiden Hotel Yamato yang sudah digarap sekitar tiga minggu harus dilewatkan karena tempat yang tidak memungkinkan. Properti yang besar serta para pemeran yang banyak menjadi salah satu kendalanya. “Kalau kita pakai Gedung I, terus beradegan perang dengan massa banyak, kan nggak seru juga dilihatnya,” kata Dicky Mahadia, salah satu anggota Himasurya.
Bintang tamu pada malam puncak tampil sesuai jadwal. Menurut Dede, yang memutuskan siapa bintang tamunya bukanlah panitia Fesbudnus. Menghadirkan Barry Likumahuwa Project (BLP) adalah keputusan dari panitia pusat STAN Expo 2012 walaupun yang mengeksekusi tetap kepanitiaan Fesbudnus. Di malam puncak, tampil pula Mike Mohede sebagai bintang tamu kejutan. Nampaknya panitia berhasil ‘merayu’ manajemen BLP agar menghadirkan pertunjukan yang berkesan bagi anak STAN. Menurut Muhammad Ditya Ariansyah, Koordinator Pusat STAN Expo 2012, fee untuk bintang tamu tidak membengkak karena kehadiran bintang tamu dadakan. Bicara masalah dana, Fesbudnus memiliki nasib yang sama dengan panitia afiliasi lainnya. Keterbatasan dana membuat panitia harus menghemat pengeluaran atau mencari pemasukan tambahan. Karena merupakan acara yang besar, Fesbudnus bisa mencari sponsor sendiri—yang keberhasilannya dapat dilihat di bagian bawah poster Fesbudnus. Selain itu, harga tiket yang naik jauh dari tahun sebelumnya juga merupakan salah satu cara mensiasati hal ini. Sayangnya, Korlak Fesbudnus enggan menyebutkan berapa nominal dana yang dipotong. Dede berharap agar uang sebesar lima belas ribu rupiah yang dikeluarkan penonton sebanding dengan sajian yang disuguhkan. Ia juga memohon maaf atas nama panitia jika ada kekurangan dalam jalannya acara. “Semoga (Fesbudnus 2012) menjadi acara yang dikenang,” harapnya. [Grandis Pm/Luthfian Hanif/Rizki Saputri]
www.mediacenterstan.com
20
“Temukan Kebebasan Pemberitaan Tanpa Intervensi” Edisi No. 18/Tahun X/Minggu I/Februari/2012
>>
Ragam Mahasiswa
PPN: Tak Cukup Sampai di Sini “Kompetisi Putra-Putri Nusantara ini bagus asal berkelanjutan. Maksudku, pemenangnya itu nggak cuma hari itu doang, trus nggak ada gunanya.” --Olivia, Runner-Up PPN 2012
diperlukan kreativitas mahasiswa dalam mengolahnya. “Yang paling penting kreativitas mahasiswa, tapi jangan menyimpang dari budaya,” tuturnya. Mengenai digunakannya sistem like melalui Facebook, selain bertujuan untuk menentukan PPN terfavorit, juga merupakan sarana publikasi Festival Budaya Nusantara dan perkenalan PPN. Sejak awal publikasi terjadi persaingan ketat. Pada akhirnya, PPN favorit dimenangkan oleh pasangan Kamadiri dengan jumlah likers mencapai 3500 orang. Seftianty Saepul, staf acara penanggung jawab PPN, menuturkan bahwa para peserta PPN terbaik akan berperan sebagai duta budaya STAN. Menurutnya, PPN adalah wakil dari Organda yang bertugas untuk mewakili Organdanya dan memperkenalkan budaya daerah. Jadi layaknya duta daerah mereka harus memiliki keterampilan berkomunikasi, kedisiplinan, dan hubungan sosial yang baik.
Menjadi bagian dari Festival Budaya Nusantara, PPN (Pemilihan Putra Putri Nusantara) merupakan salah satu ajang bergengsi yang diperlombakan. Tiga puluh Organda turut berpartisipasi dalam acara ini dengan cara mengirimkan perwakilannya. Dari tiga puluh pasangan perwakilan Organda yang ada, dipilih tiga pasang peserta terbaik sebagai juara I, II, dan III serta satu pasang sebagai juara favorit. Untuk tahun ini, gelar juara kembali diraih pasangan PPN asal Kemala (Keluarga Mahasiswa Lampung). Disusul pasangan asal Mahakam (Mahasiswa Kalimantan) di posisi Runner-Up dan pasangan dari IMMSU (Ikatan Mahasiswa Muslim Sumatera Utara) di posisi ketiga. Untuk juara favorit diperoleh pasangan Kamadiri (Keluarga Mahasiswa Kediri). Para juara tersebut adalah Fakhri Rizki SaputraFanny Primasari Yulianti sebagai wakil dari Kemala, Reza Novian -Olivia Ridheta dari Mahakam, dan Aditya Dharmawan-Sabrina Hakim dari IMMSU. Sementara, pemenang PPN favorit adalah Rizky Herdiyanto-Asna Maulida dari Kamadiri. Secara teknis, konsep PPN tahun ini hampir sama dengan tahun lalu, hanya saja penyajian dikemas dengan cara yang lebih menarik. Misalnya, digunakan sistem like di Facebook – PPN dengan likers terbanyak akan menjadi juara favorit. Para peserta PPN 2012 menjalani masa karantina selama dua minggu (19/3 s.d. 29/3), mulai Senin hingga Kamis tiap minggunya. Pada masa ini peserta dibekali berbagai keterampilan yang diajarkan langsung oleh ahlinya. Pembekalan tersebut antara lain marketing class, grooming class, public speaking, kelas pariwisata, dan medley (tari gabungan).
Secara umum, keseluruhan acara berjalan lancar. Akan tetapi, di babak lima besar pada sesi tanya-jawab sempat terjadi kesalahan teknis. Pada babak ini, juri memberi pertanyaan yang sama untuk kelima pasangan. Sepasang peserta menjawab soal, sementara pasangan lainnya diminta mendengarkan musik via earphone. Namun, earphone yang diberikan pada peserta lain kurang memadai. Adapula telepon genggam yang kehabisan baterai saat memutar musik sehingga ada kemungkinan pertanyaan yang diberikan terdengar oleh peserta.
Akan tetapi, belum ada tindak lanjut riil dari hasil kompetisi ini. “Tahun kemarin kan jobless, setelah kepilih yasudah kepilih aja. Tahun ini mungkin konsepnya sama. Kan ini perlombaan untuk dipilih pemenangnya,” kata Sefti. Melanjutkan tradisi tahun sebelumnya, panitia “menitipkan” para juara kepada
Sistem penilaian untuk mendapatkan pemenang PPN dilakukan secara komprehensif; 10% preevent, 50% masa karantina, dan 40% pada hari pelaksanaan. Selama masa karantina, terdapat berbagai kriteria penilaian yang harus dipenuhi oleh peserta antara lain kedisiplinan kehadiran, kepribadian, ketrampilan komunikasi, bakat, kepedulian sosial, dan kekompakan dengan pasangan. Di masa karantina, penilai berasal dari panitia dan pengisi materi. Sedang penilaian untuk hari-H antara lain 10% penampilan catwalk, 10% penampilan tari medley, 10% perkenalan stand, dan 10% sisanya question and answer bagi pasangan yang masuk babak lima besar. Adapun dewan juri untuk kompetisi ini adalah mereka yang dianggap panitia telah berkompeten di bidangnya. Para dewan juri tersebut antara lain Woro Aryandini (dosen Budaya Nusantara), Dion Atria Ismai (Abang None Favorit dari Ikatan Abang None Jakarta Timur), dan Dwi Keswanto (Kasubbid MC Wisuda tahun 2011). Woro Aryandini mengungkapkan bahwa yang ia prioritaskan dalam penilaian ajang ini adalah seni. Menurutnya budaya adalah seni sehingga
Departemen Kesenian dan Budaya BEM agar PPN terpilih diikutsertakan dalam kegiatan yang berhubungan dengan budaya. Hal tersebut sejalan dengan harapan Fakhri dan Fanny, pasangan juara I PPN, yang mengharapkan adanya follow up dari kegiatan ini. Menurut mereka, sangat disayangkan apabila kontribusi PPN berhenti di hari-H saat para juara terpilih. [Muamaroh Husnantiya/ Salsabila Ummu S.]
Edisi No. 18/Tahun X/Minggu I/Februari/2012
21
>>
Ragam Mahasiswa
Siapa Bilang Motor Hantu Dari pagi sampai sore, motor tua di parkiran motor STAN tetap bergeming. Tak seorang pun datang membawanya pulang. Hal yang sama terjadi lagi di pagi berikutnya hingga lima tahun berlalu. Kemudian cerita berkembang di kalangan mahasiswa. Ada yang menghubung-hubungkan motor itu dengan hal mistis, katanya berhantu. “Dari teman, katanya motor itu udah lama di sana, kalau dipindahin, besoknya pindah lagi ke tempat semula,” kata Danuarida, mahasiswa 2A PPLN. Lain lagi cerita versi Yanuar Danu, mahasiswa 3AG Akuntansi. “Ada yang bilang, orangnya udah meninggal atau gimana, dia ninggalin motor di situ. Banyak versi sih,”katanya. Dirsan, seorang anggota satpam, mengklarifikasi isu tersebut. Ia menceritakan bahwa beberapa mahasiswa pernah bertanya mengenai asal-usul motor tersebut. “Katanya motor mahasiswa yang meninggal, motornya ditinggal di parkiran sini. Sebetulnya itu bohong!” tandas Dirsan. Honda keluaran tahun 2003 itu diperoleh STAN diakhir tahun 2008. Penyerahan dilakukan oleh bidang Aktuaria BDK Purnawarman kepada STAN yang diterima Tri Wibowo, S.H., Kepala Sub Bagian Kepegawaian dan Peralatan saat itu. Saat penyerahan, status motor tersebut merupakan barang milik pribadi atas nama Nadib Khailani, widyaiswara Keuangan Umum. Saat ditanya statusnya, Riyanto, pelaksana subbag Kepegawaian, menjelaskan bahwa
Saat dipakai dahulu, Purnomo sempat menservis motor tersebut hingga kondisinya apik. Biaya pribadi yang ia keluarkan mencapai 400 ribu rupiah. Sayangnya, dua bulan kemudian hasil pemeriksaan mengharuskan penggunaan motor dihentikan. “Saya juga sedih ngelihat motor itu. Karena bannya baru saya ganti, tempat duduknya juga, ban depan-belakang. Kemudian ada pemeriksaan, nggak bisa dipakai lagi,” kata Purnomo.
motor yang sejak semula berplat hitam itu merupakan barang hibah. Bukan barang milik negara. “Kalau hibah, bukan berdasarkan kebutuhan kita. Apalagi kita dapat dari pihak ketiga kan, bukan BMN. Karena dikasih, ya diterima,”terang Riyanto, pelaksana subbag Kepegawaian. Motor hibah tersebut selanjutnya digunakan Purnomo, pelaksana subbag Kepegawaian, untuk kegiatan operasional ekspedisi surat. Beberapa bulan setelah penyerahan, STAN diaudit oleh Inspektorat Jenderal. Selama pemeriksaan, motor tersebut tidak boleh digunakan karena statusnya bukan merupakan barang milik negara, melainkan barang hibah. Sejak saat itulah, penggunaan motor itu dihentikan. Karena statusnya pula motor itu tidak berplat merah.
Sekarang –setelah lima tahun berlalu--, kondisi fisik kendaraan telah banyak mengalami kerusakan. “Kadang kalau mau makai motor yang tua, khawatir ada apa–apa. Di samping itu, mungkin pajaknya mati, “ kata Riyanto. Nasib motor itu masih tidak jelas. Dipakai tidak, dilelang pun tidak – sebab statusnya bukan barang milik negara. Lagipula, saat ini semua pegawai dan satpam menggunakan kendaraan masing-masing – termasuk Purnomo yang kini membawa Vega-R plat merah hasil pengadaan bagian Kepegawaian dan Pengadaan Barang. “Di situ udah paling aman. Kalau dipindah di gedung L, nanti dipretelin. Kan jauh dari pantauan,” kata Dirsan. Alhasil, Supra hitam tersebut tetap dibiarkan berada di ‘kandang motor’. Entah sampai kapan. [Hanifah Muslimah/ Tendi Aristo]
Kiat Mahasiswa Mendapat Dana
Banyak jalan menuju Roma; banyak pula trik mahasiswa STAN untuk mendapatkan dana. Mulai dari berjualan di Kanopi CD hingga ikut kuis berhadiah jutaan rupiah. Ada banyak kegiatan yang berlangsung di sepanjang kanopi CD. Ada kegiatan nonprofit seperti peminjaman buku di perpustakaan IMMSI. Namun, kebanyakan kegiatan berorientasi profit seperti menawarkan tiket atau barang dagangan pada mahasiswa yang melintas. Bila biasanya bidang danus hanya ada di kepanitiaan acara Kampus, hal tersebut tidak berlaku lagi. Kini, membentuk bidang danus untuk acara kelas adalah hal lazim. Misalnya kelas 3D Kebendaharaan Negara. Untuk menutupi defisit biaya makrab kelas, mereka membuat bidang danus dadakan. “Dari hasil jualan susu, teh, gorengan, dan ngamen selama seminggu kami dapat penghasilan sekitar dua ratus ribu, tapi itu hanya bertahan seminggu. Kemudian kelas kami ikut kuis ‘Mendadak Jutawan’ dan menang delapan juta rupiah,” tutur Siti Armayani Ray, anggota kelas 3D Kebendaharaan Negara. Ada lagi cara unik yang dilakukan kelas 3K Akuntansi Pemerintahan untuk membiayai makrab kelas mereka. Berawal dari email iklan lomba dari Yahoo, timbullah ide untuk berpartisipasi dalam lomba tersebut. Dalam kurun waktu empat minggu akan diumumkan pemenang tiap minggunya sehingga terdapat total empat pemenang. Dengan konsep
22
Edisi No. 18/Tahun X/Minggu I/Februari/2012
travelling, kelas ini memenangkan perlombaan di minggu ketiga dan memperoleh hadiah lima belas juta rupiah. Sebelumnya, mereka sempat berencana untuk berjualan makanan. Namun, karena hadiah lomba telah mencukupi, rencana tersebut urung dilaksanakan. “Ketika itu kami berencana membuat bisnis kelas dengan menjual makanan. Setiap anak diminta sumbangan modal sebesar lima puluh ribu rupiah sebagai modal bisnis. Tapi akhirnya nggak jadi karena kami sudah menang lomba yang lima belas juta rupiah itu,” ungkap Aldy Wirmadi, ketua kelas 3K Akuntansi pemerintahan. Usaha mahasiswa STAN untuk mendulang rupiah tidak terbatas pada dunia nyata, tetapi merambah dunia maya. Berawal dari membeli barang melalui sebuah grup komunitas di Facebook, Hanif Nurjati, mahasiswa 3W Akuntansi Pemerintahan, berinisiatif membuat sebuah grup baru khusus untuk para penjual dan pembeli di STAN. “Dari situ perkembangannya cepet banget, baru seminggu aku bikin yang masuk udah lima ratusan lebih,” ungkapnya. Dengan jumlah anggota yang sudah mencapai angka empat ribu, barang yang dijual pun semakin beragam. Berbeda dengan bidang dana usaha ataupun tim pencari dana makrab kelas, Hanif selaku
administrator grup mengaku tidak berniat mencari keuntungan dari grup Lapak Jual Beli (LJB) STAN. “Tujuannya sebenarnya secara pribadi, ya inilah bentuk kontribusiku ke STAN,” ungkapnya. Ia juga belum memikirkan untuk menjadikan grup ini berorientasi profit. “Kalau untuk tujuan masyarakat, makin banyak mahasiswa STAN (tertarik) entrepreneurship gitu,” ujarnya. Komunitas LJB STAB pernah membuat satu bazar bertajuk STAN Sale Days (SNSD) bertempat di Plasma. Rencananya SNSD akan diadakan setiap tiga bulan sekali. “Tapi ya karena kesibukan itulah, juga mungkin karena kurang tim jadi belum bisa diteruskan,” kata Hanif. Hanif juga memiliki angan-angan untuk membuat sejenis sunday morning UGM di sepanjang jalan ke arah gerbang Ceger. “Semacam sunday morning tapi yang jualan anak STAN semua. Mungkin yang dari luar suruh masuk juga nggak apa apa. Di hari minggu pagi itu bisa jadi satu hari dimana semua komunitas bisa bergabung. Misalnya fotografer berkumpul, terus SMC bikin akustik disana, ya bisa mengakomodasi semuanya,” tutupnya.
[Aditya Hendriawan]
>>
Lintas Kampus
Kecil-kecil Jadi Pejabat Siapa bilang mahasiswa tidak bisa jadi pejabat? Akhir semester ganjil 2011/2012 lalu, mahasiswa tingkat III Kebendaharaan Negara dan beberapa pegawai Sekretariat STAN mengikuti ujian sertifikasi pengadaan barang dan jasa (PBJ) di gedung G Kampus STAN. Sertifikasi ini juga merupakan ujian yang pertama kalinya melibatkan mahasiswa STAN dan penyelenggara dari luar Kementerian Keuangan, yaitu Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP). Ujian sertifikasi ini diharapkan mampu memberikan bekal dan nilai tambah kepada mahasiswa spesialisasi Kebendaharaan Negara ketika memasuki lapangan kerja. “Tujuan sertifikasi ini banyak, selain untuk menjadikan mahasiswa lebih berkompeten dan bernilai tambah, sertifikasi ini juga dapat meningkatkan pemahaman pegawai nantinya tentang pengadaan barang dan jasa sehingga dapat meminimalisasi risiko yang ada di unitnya masing-masing,” papar Agung Nugroho selaku Kasubbid Pengembangan Pendidikan Akuntan. Disamping mahasiswa D3 Kebendaharaan Negara, ujian ini juga diikuti mahasiswa D1 Pajak dan Bea Cukai. Hal ini dianggap penting dilakukan karena banyaknya permasalahan dalam pengadaan barang dan jasa saat ini.
“Kita tahu sendiri kalau di luar sana banyak mafia. Kalau dari dalam unit sendiri tidak punya persiapan, gimana kita bisa mengalahkan orangorang yang berniat tidak baik? Saat ini banyak sekali kasus PBJ. Jadi, paling tidak panitia PBJnya membentengi dengan memahami aturanaturan secara komprehensif,” kata Agung.
Dilatarbelakangi alasan tersebut, pihak Sekretariat STAN berinisiatif untuk mengikutsertakan mahasiswa STAN dalam ujian sertifikasi PBJ agar dapat memenuhi kebutuhan stakeholder.
dosen Pengelolaan Kas Negara, yang kemudian disambut baik oleh dosen lainnya. Sebenarnya, ujian sertifikasi PBJ telah direncanakan sejak tahun 2011 dan alokasi anggaran juga telah ditetapkan. Namun, kegiatan tersebut baru terealisasi pada 2012. Dari sejumlah215 mahasiswa yang menjadi peserta, terdapat 154 orang yang dinyatakan lulus ujian dan berhak menerima sertifikat ahli pengadaan nasional tingkat dasar dengan masa berlaku empat tahun. Sertifikasi ini menunjukkan bahwa pemegang sertifikat telah memahami dan memiliki kompetensi di bidang pengadaan barang dan jasa. Saat dikonfirmasi mengenai pengaruh hasil sertifikasi terhadap penempatan, Lembaga menyatakan bahwa penentuan penempatan bukanlah wewenang Lembaga tetapi wewenang Sekretariat Jenderal. Artinya, hasil sertifikasi PBJ nantinya dijadikan sebagai portofolio sebagai bagian dari data yang diserahkan kepada Sekretariat Jenderal. Bulan Juni mendatang, direncanakan akan diadakan kembali ujian sertifikasi PBJ. [Nuris Dian Syah/ Siti Armayani Ray]
Ide sertifikasi bermula dari Agung Yuniarto,
Penelitian Bank Dunia: Cukup Daftar dan Anda Dibayar Pada Senin (19/3), nampak antrean yang mengular di depan Gedung A . Pasalnya, dibuka registrasi untuk menjadi objek dalam eksperimen yang dilakukan Bank Dunia. Daya tarik penelitian ini adalah insentif yang diberikan pada objek eksperimen. Dengan melakukan registrasi saja—tanpa mengikuti eksperimen, peserta mendapat insentif sebesar 25ribu rupiah. Apabila ikut andil dalam eksperimen, jumlah yang diperoleh dapat mencapai 200ribu rupiah. Bukan sembarangan, penelitian ini adalah salah satu jenis penelitian berbiaya tinggi. “Penelitian dengan eksperimen ini jarang karena biayanya mahal,” jelas Ridwan Galela, Kepala Subbidang Tatalaksana Pendidikan Akuntan, “Insentifnya diantaranya memberi honor kalau dia mengikuti eksperimen.” Menurut Ridwan, Bank Dunia meminta STAN untuk menjadi fasilitator penelitian ini. “Ada surat permintaan dari World Bank Jakarta. Utusannya, Ibu Maria Tambunan datang ke sini, akan ada riset World Bank tentang efek remunerasi. Mereka membutuhkan lab komputer, juga dua ratus mahasiswa. Kemudian kita fasilitasi mereka,” terang Ridwan. “Saat itu diumumkan bahwa kalau datang ada honornya. Kita bebaskan mahasiswa daftar. Kita bikin pengumuman, itu yang dikasih ke
ketua kelas. Kemudian kita buka pendaftaran di Gedung A Pelayanan. Dalam waktu lima puluh menit, kuota sudah terpenuhi,” tambah Ridwan. Peneliti yang berperan dalam riset ini adalah Dr. Syeheriar Banuri. Indonesia dipilih sebagai tempat penelitian tidak lain karena adanya reformasi birokrasi pada 2006. Saat ditanya tujuan risetnya, ia menjawab “The research agenda is to evaluate the bureaucracy reform in Indonesia, to see if it’s actually bringing about the changes that are supposed to happened.” Teknik penelitian yang diterapkan adalah teknik eksperimental –yang disebut Syeheriar sebagai ‘game’. Eksperimen ini bersifat rahasia, selain peserta dan peneliti tidak ada yang mengetahui seperti apa game tersebut. Rotua Andriyati Siregar, asisten peneliti, menuturkan, “Pesertanya malah lebih tahu dari kita karena kita kan nggak boleh ikut ini,” saat ditanya tentang bentuk eksperimen. Dalam game tersebut dilakukan analisis mengenai economic behavior, yakni menentukan besar proporsi investasi dan proporsi donasi. Yang menarik, keputusan tersebut adalah keputusan riil –jumlah yang disumbangkan dalam game benar disumbangkan di dunia nyata. Sumbangan yang dikumpulkan pada tiap sesi ini kemudian diserahkan kepada Palang Merah Indonesia. “Yang menarik, nyumbang
sekian juta buat PMI. Tergantung peserta, kamu mau donasi berapa. Akan dipilih volunteer tiap sesi, mereka akan dibawa ke bank bersama dengan asisten, biar ada saksinya,” terang Rotua. Selama empat hari penelitian berlangsung, mahasiswa STAN telah menyumbang 25 juta untuk PMI.“They have donated about Rp25 million to Palang Merah Indonesia and that’s really impressive,” kata Syeheriar. Mengenai kendala yang dihadapi selama masa riset, Syeheriar mengatakan bahwa tidak ada masalah berarti. Satu-satunya hambatan adalah mouse di lab komputer yang berbeda tipe, padahal penelitian ini mengharuskan mouse yang identik. “So I go to buy the mice,” katanya. Terkait kesan terhadap STAN, Syeheriar mengatakan “But here (at STAN), has been full from the first day and it has been fantastic. I had budgeted two weeks to do this experiment but and I was done in four days! Best experience!” Hasil penelitian tersebut akan dipublikasikan dalam jurnal internasional Living Economic Journal, sekitar empat hingga lima tahun mendatang. [Hanifah Muslimah/Tendi Aristo]
Edisi No. 18/Tahun X/Minggu I/Februari/2012
23
>>
Lintas Kampus
>
Spesialisasi Bukan Penentu Instansi “Betapa impian dan harapan yang tiga tahun ini dibangun harus hancur runtuh berkeping di depan mata,” ujar Dedy Nurmawan Susilo, salah satu mahasiswa spesialisasi Kepabeanan dan Cukai lulusan 2011 yang ditempatkan di BPKP. Keluhan dari Rawamangun Setelah sempat “ditelantarkan” selama beberapa bulan, lulusan STAN 2011 yang berjumlah 2.197 orang akhirnya mendapatkan kepastian mengenai penempatan instansi pada Februari lalu. Namun, beberapa kejanggalan terjadi dalam hal ini. Beberapa nama ditempatkan tidak sesuai dengan pola alokasi pegawai yang biasa diterapkan dari tahun ke tahun. Mahasiswa spesialisasi Penilai/PBB yang selama ini berfokus pada materi penilaian, seluruhnya ditempatkan di BPKP. Selain itu, dari tujuh puluh mahasiswa spesialisasi Kepabeanan dan Cukai, ada delapan belas nama yang harus ke BPKP.
meliputi Diklat Prajabatan, Matrikulasi (khusus untuk jurusan nonakuntansi), Diklat Pembentukan Auditor, Diklat Pengadaan Barang dan Jasa, dan diklat lain yang dirasa perlu. “Dengan diklat-diklat tersebut, diharapkan kami semua telah siap pakai saat ditempatkan di unit Kantor Perwakilan BPKP di daerah-daerah,” ujar Dedy.
Upaya advokasi sempat dilakukan Dedy, mulai dari melobi pihak kepegawaian DJBC dan Setjen Kemenkeu hingga melayangkan surat elektronik ke Eselon I Setjen Kemenkeu. “Menjelang hari penyerahan kami ke BPKP, saya sempat melayangkan sebuah surat ke Sekjen melalui e-mail yang intinya memohon untuk menarik kembali kami berdelapan belas ke DJBC. Akan tetapi, hingga detik ini e-mail tersebut belum juga mendapat respon,” tandasnya. Menurut Dedy, ia mendapat kabar dari bagian Perencanaan dan Pengembangan BPKP bahwa akan diadakan diklat yang berlokasi di Pusdiklat BPKP Ciawi. Diklat yang diselenggarakan untuk menyelaraskan kompetensi pegawai baru tersebut
Mengenai kondisi lulusan 2011 yang banyak ditempatkan tidak sesuai dengan spesialisasinya, Danang berkomentar, “Yang mesti ditekankan itu harus diubah mindset-nya. Tidak berarti orang yang di (spesialisasi) Pajak harus di (Direktorat Jenderal) Pajak. Ganti pimpinan akan ganti lagi kan (kebijakannya)?” Sebenarnya ada tujuan tersendiri di balik penempatan lulusan yang tidak terkait langsung dengan spesialisasinya. Danang mencontohkan, misalnya lulusan spesialisasi Kepabeanan dan Cukai ditempatkan di BPKP. Lulusan tersebut mungkin akan difokuskan kepada masalah-masalah audit yang terkait dengan kepabeanan.
Dedy Nurmawan Susilo, salah satu mahasiswa spesialisasi Kepabeanan dan Cukai lulusan 2011 yang mendapati BPKP sebagai penempatan instansinya, mengaku bahwa penempatan ini memiliki efek psikologis yang dirasakan olehnya dan juga rekanrekan seangkatan di Bea Cukai. “Selama ini kami seangkatan dibina dan ditempa dengan cara militer. Kami dilatih untuk menjaga kekompakan dan kebersamaan serta jiwa korsa. Menjalani suka duka pendidikan bersama-sama dan berharap dapat bekerja di DJBC bersama-sama pula. Oleh karena itu, penempatan ini menjadi pukulan telak pada angkatan saya. Dalam sejarah, inilah untuk pertama kalinya, dan semoga juga satusatunya, lulusan Prodip III BC ditempatkan di BPKP. Penempatan instansi ini bahkan sempat membuat keretakan di angkatan kami. Beberapa kawan yang ditempatkan di BPKP sempat merasa dikorbankan. Sempat ada semacam jarak antara yang mendapat penempatan DJBC dan BPKP,” ujar Dedy pada Civitas.
Spesialisasi Tidak Menentukan Instansi
“Kan penempatan itu,” ujar Danang, “tidak dilihat dari IPK saja”. Mekanisme Alokasi Pegawai Terkait hal ini, Civitas menemui R. Danang Siswandono selaku Kasubbag Penempatan Sumber Daya Manusia Setjen Kemenkeu. Di awal perbincangan, Danang memaparkan mekanisme penentuan jumlah pegawai Kemenkeu setiap tahunnya. Proses dimulai dari permintaan pegawai unit Eselon 1 kepada pihak Setjen Kemenkeu mengenai lulusan STAN untuk alokasi satu tahun ke depan (D1) atau tiga tahun ke depan (D3). Permintaan tersebut harus disertai dengan spesifikasi kriteria pegawai yang dibutuhkan dan jumlah pastinya. Setelah angka yang pas disepakati, usulan itu diajukan ke Kementerian PAN & RB yang dalam hal ini memiliki hak untuk menyetujui atau menolak alokasi pegawai yang direncanakan. Mengenai jumlah alokasi pegawai untuk satu atau tiga tahun ke depan, Danang mengatakan bahwa pihaknya telah memulai komunikasi informal dan menerima permintaan dari unit Eselon I. “Tapi kan kita sekarang ini terpentok dengan moratorium,” imbuhnya. Terkait moratorium tersebut, hingga kini Setjen Kemenkeu masih belum mendapatkan konfirmasi dari Kementerian PAN & RB terkait jumlah alokasi pegawai yang disetujui. Itulah sebabnya mengapa belum ada kepastian mengenai USM STAN 2012.
Danang menjelaskan bahwa psikotes juga memberi peran besar pada penempatan instansi. Ia memberikan permisalan, ada satu unit Eselon I yang meminta diberi lulusan yang siap diterjunkan ke lapangan dengan segera. Untuk menanggapi permintaan tersebut, akan dicari lulusan-lulusan yang dari hasil psikotesnya menunjukkan kemampuan beradaptasi yang cepat. Meski begitu, tidak semua unit Eselon I meminta calon pegawai berdasarkan hasil psikotes. Ada juga unit Eselon I yang penentuan kriteria pegawainya berdasarkan latar belakang spesialisasi saja. Rencana Zero Growth Kemenkeu Mengenai jumlah pegawai Kemenkeu saat ini, Danang menjelaskan bahwa memang benar ada penumpukan pegawai, khususnya di Golongan IIIB. Golongan tersebut kebanyakan diisi oleh pegawaipegawai terdahulu yang masuk ke Kemenkeu, terutama yang melalui jalur umum (lulusan SMA atau S1). Saat ini, para pegawai senior yang berasal dari jalur penerimaan SMA tersebut sedang ditunggu untuk pensiun secara alami sebab mereka tidak dapat naik lagi ke golongan berikutnya. Dengan begitu, akan ada posisi lebih luas untuk mengalokasikan pegawaipegawai dari jalur prodip maupun umum. Skema zero growth ini diharapkan mampu membuat pola penerimaan pegawai Kemenkeu menjadi relatif sama dan stabil setiap tahunnya. [Aditya Hendriawan/Tri Hadi Putra]
Surat Wajib Kerja Buyarkan Isu PMK 215 Beberapa waktu lalu, mahasiswa tingkat III diminta untuk menandatangani Surat Perjanjian Wajib Kerja Mahasiswa Program Diploma Bidang Keuangan. Surat wajib kerja tersebut mensyaratkan kesediaan mahasiswa STAN untuk bekerja di lingkungan Kementerian Keuangan atau instansi pemerintah lainnya. Kewajiban penandatanganan surat tersebut didasarkan pada Keputusan Menteri Keuangan Nomor 289/KMK.014/2004 tentang Ketentuan Ikatan Dinas bagi Mahasiswa Program Diploma Bidang Keuangan di Lingkungan Departemen Keuangan. Dalam KMK tersebut, kewajiban mahasiswa program diploma reguler (bukan tugas belajar) tercantum dalam Pasal 4 Ayat 2 dan Pasal 5 Ayat 1.
menandatangani surat wajib kerja. Mahasiswa angkatan sebelumnya juga diminta untuk menandatangani surat perjanjian serupa. Kalaupun ada perbedaan antara surat perjanjian yang dibuat pada tahun ini dengan tahun-tahun sebelumnya, hal itu lebih terkait dengan format surat karena substansinya sendiri tidak berubah. “Intinya menyatakan bahwa mahasiswa STAN itu setelah lulus bersedia ditempatkan di instansi pemerintah, entah itu pusat maupun daerah. Itu enggak berubah dari tahun ke tahun,” terang Budi Waluyo, Kepala Bidang Ajun Akuntan.
Pasal 4 Ayat 2 menyebutkan, ”Mahasiswa wajib menandatangani Ikatan Dinas pada Departemen Keuangan atau instansi pemerintah lainnya baik pusat maupun daerah.” Pasal 5 Ayat 1 memperjelas, ”Ikatan Dinas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ditandatangani oleh Direktur STAN atas nama Menteri Jika dikaitkan dengan PMK 215 yang terbit beberapa Keuangan dan mahasiswa bersama dengan orang tua/ waktu lalu, penandatanganan surat wajib kerja ini menjadi jawaban akan ketidakjelasan status ikatan wali mahasiswa yang bersangkutan.” dinas bagi lulusan STAN. Surat wajib kerja tersebut Berdasarkan isi KMK di atas, tak hanya mahasiswa menyatakan bahwa lulusan STAN wajib bekerja pada tingkat III angkatan 2009 yang diminta Kementerian Keuangan atau instansi pemerintah
24
Edisi No. 18/Tahun X/Minggu I/Februari/2012
lainnya, baik pusat maupun daerah. Masa wajib kerja bagi Lulusan Program Diploma Bidang Keuangan menggunakan rumus 3n+1, dengan variabel n merupakan lama masa belajar. Hal tersebut diatur dalam Pasal 8 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 289/KMK.014/2004. Lulusan Program Diploma Bidang Keuangan yang tidak melaksanakan wajib kerja diharuskan membayar ganti rugi kepada negara. Dalam Pasal 14 dijelaskan bahwa besarnya ganti rugi yang harus dibayar dihitung berdasarkan perbandingan antara sisa masa wajib kerja dengan masa wajib kerja yang seharusnya, dikali dengan besarnya ganti rugi. Besar ganti rugi berbeda-beda bagi setiap program diploma, yakni Rp 10 juta bagi lulusan D1, Rp 30 juta bagi lulusan D3, dan Rp 50 juta bagi lulusan D4. [Ericha U.P./Tyas T.M.W.S.R]
>>
Lintas Kampus
Jadwal Stulap Penilai/PBB Bertambah Studi lapangan (stulap) bagi mahasiswa Penilai/PBB adalah program kerja Himpunan Mahasiswa Penilai (HMP) yang diakomodasi oleh Lembaga dan diadakan setahun sekali. Tahun ini, stulap telah dilaksanakan pada Februari lalu. Namun secara mendadak, pihak Lembaga meminta panitia untuk melaksanakan stulap lagi, tepat setelah selesainya stulap pertama. Stulap pertama yang berlangsung pada Kamis (2/2) di PT Chevron Geothermal Salak Ltd., Bogor, dikuti oleh 98 mahasiswa tingkat III Penilai/PBB. Program ini merupakan program tahunan HMP yang dimuat di bawah Departemen PSDM HMP. Fokus stulap mengambil aplikasi dari mata kuliah Pemeliharaan Bangunan. Setelah stulap tersebut rampung, Lembaga meminta panitia untuk mengadakan stulap lagi. Hal ini, menurut Calvin Valenzuela selaku Koordinator Pelaksana Stulap, merupakan hal yang memberatkan karena panitia stulap banyak yang berhalangan jika harus turut serta dalam pengurusan stulap kedua. Alhasil, HMP harus menyusun kepanitiaan baru untuk stulap kedua. Hingga saat ini, panitia stulap yang baru telah ditetapkan dan sedang berkonsultasi dengan para dosen pembimbing guna menentukan objek studi lapangan. Resma Eka Rizki selaku Koordinator
Pelaksana Stulap yang kedua memaparkan bahwa berdasarkan rekomendasi Lembaga, stulap kedua rencananya akan dilangsungkan pada 10 Mei mendatang dengan aplikasi mata kuliah Penilaian Usaha. Sasaran peserta hanya berasal dari mahasiswa tingkat III Penilai/PBB karena pada tanggal tersebut mahasiswa tingkat II Penilai/PBB akan sedang menjalani masa UTS.
Ali menuturkan, sejak tahun 2010 sebenarnya stulap telah direncanakan untuk dilaksanakan dua kali dalam setiap tahun akademik. Namun saat itu pihak anggaran hanya menganggarkan dana untuk satu kali stulap. Baru pada tahun 2012, Lembaga menilai ada perbaikan dalam pelaksanaan stulap dari tahun-tahun sebelumnya sehingga disisihkanlah anggaran untuk stulap kedua pada tahun ini.
Ali Tafriji, perwakilan Lembaga yang ditemui Civitas, menyampaikan bahwa stulap di masa sebelum 2010 merupakan proyek swadaya mahasiswa Penilai/PBB yang dilakukan sebagai aplikasi studi. Pada tahun 2010 akhirnya stulap dimasukkan ke agenda akademik tahunan Lembaga yang dalam pelaksanaannya bekerja sama dengan HMP. Ada pun fasilitas stulap yang diakomodasi Lembaga antara lain transportasi ke objek stulap, konsumsi peserta, dan honor pihak-pihak terkait semisal dosen pembimbing dan pembicara.
Mengenai informasi kepada panitia yang terkesan mendadak, Ali mengaku bahwa ia sudah memprediksi hal tersebut. Ia beralasan bahwa semuanya terkait dengan sisa dana dan waktu yang harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu, permintaan akan pelaksanaan stulap kedua segera diinformasikan setelah stulap pertama selesai. [Annisa Fitriana/Tri Hadi Putra]
Portal Belum Optimal Berdasarkan sosialisasi sisfokampus yang dilaksanakan Lembaga sejak Desember 2011, portal akademik STAN yang merupakan salah satu aplikasi sisfokampus seharusnya sudah dapat dimanfaatkan mulai Maret 2012. Namun hingga saat ini, fasilitas tersebut masih belum dapat digunakan secara optimal.
akademik dalam memfasilitasi kebutuhan civitas akademika STAN. ”Kan enggak hanya akademik saja yang akan kita bangun,” imbuh Ali. Agung Nugroho, Ketua Tim Teknis Aplikasi Sisfokampus, belum bisa memastikan kapan portal akademik STAN bisa diakses secara optimal. Setelah perbaikan dan pengembangan sistem sudah benar-benar rampung, Lembaga baru akan melakukan sosialisasi kembali. “Kami belum bisa memastikan kapan mulainya karena kami tidak ingin dianggap memberikan janji kosong,” jelas Agung.
“Harapannya tadi memang Maret sudah bisa dilaunching secara betul-betul, baik ke mahasiswa maupun ke dosen,” ujar Ali Tafriji selaku Ketua Tim Sosialisasi dan Implementasi Sisfokampus. Namun, banyaknya agenda yang berkaitan dengan sisfokampus menyebabkan molornya kesiapan portal
Mengenai konten, portal akademik STAN memang masih merujuk pada konten portal akademik untuk perguruan tinggi pada umumnya. Menurut Agung, desain portal tersebut sudah cukup memadai untuk memuat informasi perkuliahan di STAN meski memang ada sedikit menu yang tidak aplikatif seperti Kartu Rencana Studi (KRS) dan Kartu Hasil Studi (KHS).
Perangkat sisfokampus yang tersedia di tiap gedung perkuliahan juga belum dapat digunakan sepenuhnya karena sistem masih dalam proses pengembangan oleh developer, yakni Gama Techno. Komputerkomputer yang tersedia di setiap gedung sudah bisa digunakan, tetapi monitor-monitor yang dipasang belum berfungsi karena masih ada masalah dengan back office yang mendukung tampilan monitor. Terkait hal ini, Lembaga rutin memantau developer setiap minggunya. Developer juga sering melakukan kunjungan ke STAN untuk mengecek sistem yang sedang dikembangkan. Pemasangan kata sandi pada komputer di tiap gedung, dirasa Agung masih belum perlu untuk saat ini. “Yang diberi password hanya sistemnya saja, komputernya tidak, agar tidak ribet. Untuk ke depan, aksesnya enggak seperti sekarang ya. Nanti akan dibatasi,” pungkasnya. [Nadia Rizqi C./Siti Armayani R.]
Keluarga Besar Media Center Mengucapkan
Selamat Menempuh UTS Genap dan bagi tingkat 3 selamat mempersiapkan UAS Genap Semoga Sukses! Edisi No. 18/Tahun X/Minggu I/Februari/2012
25
>>
Lintas Kampus
Free Trade Zone: Usaha Industrialisasi di Tengah Persaingan Domestik Seminar bertajuk “Free Trade Zone Membangun Perekonomian Nasional”diselenggarakan pada Rabu, 25 April 2012 lalu.Acarayang dihelat mahasiswa D4 ini berawal dari diskusi tentang regulasi dan praktik pelaksanaan Free Trade Zone di kawasan Batam.
Seminar Free Trade Zone dikemas dalam bentuk seminar dan lokakarya. Seminar ini menghadirkan narasumber dari beberapa intansi terkait seperti Badan Kebijakan Fiskal, Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kantor Pelayanan Pajak Batam, dan Kantor Pelayanan Utama Batam. Peserta tediri dari seluruh mahasiswa pegawai belajar dari instansi-instansi Direktorat Jenderal Pajak, mahasiswa D4 dan D3 Khusus, perwakilan mahasiswa Tingkat II Pajak, perwakilan Diploma Bea dan Cukai,serta perwakilanTax Center dari Universitas Indonesia. Free Trade Zone atau Kawasan Perdagangan dan Pelabuhan Bebas menjadi isu penting sejak berbagai kendala kerap menghampiri pelaksanaan fasilitas fiskal ini. Kawasan ini bebas dari pengenaan Bea Masuk, Cukai, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Pemberian fasilitas itu diharapkan dapat mengundang investor dan meningkatkan geliat perekonomian masyarakat setempat sehingga kawasan tersebut menjadi daerah yang bersaing. Erwin Situmorang, Kepala Bidang Perbendaharaan Kantor Pelayanan Umum Batam menegaskan fakta tersebut dengan mengatakan bahwa penerapan Free trade Zone di daerah Batam akan memberikan multiplier effectter hadap kegiatan perekonomian
secara umum. Ketika industri meningkat, diharapkan pendapatan juga meningkat hingga akhirnya dapat menaikkan penerimaan pajak penghasilan. Dalam pelaksanaan penerapan Kawasan Perdagangan dan Pelabuhan Bebas, berbagai kendala tetap tak dapat dihindari. Masih ada praktik-praktik bisnis di lapangan yang belum terakomodasi penuh di dalam peraturan. Pendataan Kawasan Perdagangan dan Pelabuhan Bebas belum terintegrasi secara menyeluruh dengan data PPN di KPP tempat transaksi. Infrastruktur juga belum sepenuhnya mendukung. Sepanjang garis pantai Pulau Batam, banyak pelabuhan-pelabuhan rakyat yang bisa saja menjadi akses bagi para penyelundup. Kendala nonteknis lain seperti moral hazard juga menjadi hambatan dalam penerapan kawasan ini.
bicara. Ia berpendapat, pasar gelap yang diasumsikan masyarakat selama ini berbeda dengan penyelundupan. Masyarakat beranggapan pasar gelap adalah tempat jual beli barang-barang selundupan. Penyelundupan itu sendiri merupakan tindak kejahatan murni—memasukkan barang-barang secara ilegal dan tidak dilengkapi berbagai dokumen yang sah dengan tujuan menghindari pajak. “Sedangkanpasargelap atau barang gelap, itu hanya tidak ada izin dari Bea dan Cukai sehingga tidak memiliki asuransi resmi,” pungkas Erwin. [Irfan Syofiaan/Milki Izza]
Disinggung mengenai berkembangnya pasar-pasar gelap yang memasarkan barang-barang dari Batam, Erwin Situmorang angkat
Mahasiswa Sedikit, Tunjangan Melejit Mulai tahun 2012, tunjangan ikatan dinas bagi mahasiswa tingkat akhir naik menjadi Rp 100 ribu per bulan. Kenaikan tersebut disebabkan oleh sedikitnya jumlah mahasiswa baru yang diterima pada tahun 2011 sehingga anggaran untuk tunjangan pun berlebih. Kelebihan tersebut dialokasikan ke setiap mahasiswa tingkat akhir dan dengan begitu, nominal tunjangan menjadi lebih besar.
Besar tunjangan ikatan dinas bagi mahasiswa tingkat akhir didasarkan pada biaya hidup di daerah. Tidak hanya mahasiswa D3 Reguler saja yang mendapatkan tunjangan ini, mahasiswa D1 juga memperoleh tunjangan serupa dengan besar yang sama. Awalnya, tunjangan ikatan dinas ini merupakan bagian dari tunjangan peralihan menjadi PNS yang sifatnya mengikat dan sulit diubah. Namun sekarang tunjangan ini menjadi bagian dari tunjangan pendidikan yang bisa divariabelkan sehingga lebih mudah untuk disesuaikan. Hal tersebut juga mendasari kenaikan tunjangan pada tahun ini. Tunjangan ikatan dinas dibagikan setiap tiga bulan sekali. Menurut Agus Sunarya, Kepala Subbagian Tata Usaha dan Keuangan, hal itu dilakukan agar aliran penerimaan bisa lebih optimal. Pada tahap pertama pembagian, mahasiswa tingkat akhir menerima Rp 240 ribu untuk jatah selama tiga bulan. Memasuki tahap kedua, tunjangan tersebut naik 25% menjadi Rp 300 ribu per tiga bulan.
26
Edisi No. 18/Tahun X/Minggu I/Februari/2012
berpendapat, “Saya melihat manfaat dari sudut jangka panjangnya, bagaimana kita memanfaatkan tiga ratus ribu ini untuk menjadi sarana pembelajaran dalam memanage pendapatan kita di dunia kerja nantinya.” Ketika ditanya mengenai hapusnya tunjangan bagi beberapa kelas pada bulan Desember 2011, Agus mengatakan bahwa pengambilan uang tunjangan ini tidak dapat diwakilkan tanpa adanya surat kuasa. Uang tunjangan yang belum diambil mahasiswa harus dikembalikan ke kas negara pada akhir tahun, yakni tanggal 30Desember 2011. “Jumlah mahasiswanya turun. Enggak ada (mahasiswa D3) tingkat I, jadi ada alokasi yang tidak terpakai,” jelas Agus. Zulfa Royani, mahasiswi kelas 3A Akuntansi
“Jadi, kalau uangnnya enggak ada yang ngambil, ya dikembalikan ke kas negara karena kita mengikuti kalender akademis yang normal,” pungkas Agus. [Milki Izza/Novia Fatma R.]
>>
Lintas Kampus
Tak Hanya Mahasiswa, Dosen Juga Dievaluasi Tidak hanya mahasiswa yang mendapatkan penilaian, dosen pengajar pun tidak luput dari penilaian. Akan tetapi bentuknya berbeda. Mahasiswa dinilai sesuai dengan hasil nilai ujian dan keaktifan di kelas, sedangkan dosen dinilai melalui program evaluasi dosen. Evaluasi dosen ini memang sudah lama menjadi bagian dari penyelenggaraan pendidikan di STAN dan telah mengalami perubahan-perubahan item penilaian, tetapi kini sudah terstandardisasi. “Standarnya sama mulai dari tahun 2004 dan digunakan sampai sekarang,” ucap Agung Nugroho selaku Kepala Subbidang Pengembangan Pendidikan Akuntan. Evaluasi dosen dilakukan dengan cara menyebar angket yang berisikan nama-nama dosen beserta indikator penilaian dengan rentang nilai 1 sampai 5. Angket tersebut disebar kepada mahasiswa di tiap akhir semester, yakni saat UAS berakhir. Menanggapi hal tersebut, beberapa dosen mengkritisi bahwa bentuk evaluasi ini kurang efektif terutama mengenai waktu penyebaran angket kepada mahasiswa.“Penilaian menjadi tidak fair. Evaluasi disebar setelah ujian berlangsung, penilaian mahasiswa akan menjadi subjektif, misal ketika ujian bisa mengerjakan ya penilaian evaluasi dosen menjadi bagus. Kalau soal ujiannya sulit, bisa jadi penilaian mahasiswa terhadap dosen menjadi jelek,” jelas Indrayansyah Nur, dosen Keuangan Publik. Indrayansyah pun menambahkan bahwa indikator penilaian yang ada di lembar evaluasi dosen seharusnya tidak boleh multitafsir agar penilaian menjadi akurat. Permasalahan lain dikemukakan pula oleh Yunita Hiryudani, dosen Akuntansi Keuangan Lanjutan. Ia mengatakan bahwa sulit membuat perbandingan antardosen, sebab mahasiswa
>>
hanya bisa menilai dosen yang mengajarnya dan tidak bisa menilai dosen kelas lain. ”Permasalahannya saat ini, kelas banyak banget, sedangkan dosen mengajar hanya di satu atau dua kelas saja. Jadi tidak bisa dibandingkan antar dosen,” ungkapnya. Terkait hal ini Bowo Priyatno, dosen Akuntansi Keuangan Lanjutan, sependapat dengan Yunita. Bowo menyatakan bahwa penilaian evaluasi dosen tidak akan mampu mencerminkan perbandingan antardosen kecuali jika respondennya jumlahnya banyak dan sama. Lebih lanjut, jika dosen mengajar kelas yang sama dan respondennya juga sama, maka akan muncul permasalahan lain yaitu perbedaan mata kuliah yang diajarkan. Permasalahan ini memang tidak dapat dihindarkan, tetapi dosen pengajar menyatakan bahwa evaluasi adalah bagian penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Agung menambahkan, “Evaluasi dosen ini memberikan sinyal kepada dosen, sebenarnya dosen itu sendiri sudah seberapa maksimal dalam men-sharing atau mentransfer ilmu kepada mahasiswa. Itu sebenarnya menjadi indikator, yang kurang, diusahakan bisa lebih baik.” Agung juga menyatakan bahwa indikator penilaian dalam lembar evaluasi dosen merupakan penilaian secara umum. Sebenarnya dosen bisa melakukan evaluasi mandiri untuk meningkatkan kualitas kemampuan, misal dengan memberikan pre-test dan post-test atau membuat perencanaan sebelum mengajar.
sesi, saya meminta masukan dari mahasiswa selain instrumen yang dibuat lembaga. Dengan meminta langsung pendapat mahasiswa, biasanya akan mendapat info lebih banyak,” kata Bowo. Namun, berdasarkan pengamatan Lembaga, dosen pengajar yang melakukan evaluasi mandiri seperti Bowo tak banyak jumlahnya. Pasalnya, ada banyak dosen pengajar yang merupakan ‘dosen teknis’ sehingga kurang memahami pentingnya evaluasi mandiri. Penyampaian hasil evaluasi dosen, ternyata juga menjadi salah satu permasalahan yang muncul. Beberapa dosen mengaku belum mendapatkan hasil evaluasi tersebut. Menurut pihak Lembaga, hasil evaluasi dosen disampaikan ketika rapat kelulusan dalam bentuk hardcopy. Akan tetapi, ada dosen yang menyangkal hal tersebut. “Saya pernah ikut rapat kelulusan, tetapi tidak diberitahukan hasil evaluasi dosen,” kata Bowo. Pihak Lembaga pun menjelaskan bahwa ketika rapat kelulusan ada banyak hal yang harus disampaikan. Alhasil, kadang ada hasil evaluasi yang tidak tersampaikan. Bowo memberi solusi, “Mekanisme pembagian seharusnya tidak mengandalkan kehadiran dosen pada saat rapat kelulusan, kan bisa melalui akses portal, bisa dikirim lewat email masing-masing dosen”. Pihak Lembaga pun menyatakan bahwa usul untuk mengumumkan hasil evaluasi dosen lewat portal dapat dipertimbangkan. Untuk sementara waktu, apabila ada dosen yang belum mengetahui hasil evaluasi, dapat menghubungi Lembaga untuk memperoleh informasinya.
Bowo sendiri telah melakukan evaluasi mandiri dalam kegiatan pembelajaran. “Tiap akhir
Klithik & Civikom
[Nuris Dian Syah]
<<
Dapat Duit Dari World Bank >>World Bank gak cuma kasih uang ke negara, tapi ke kantong mahasiswa juga
Tunjangan Ikatan Dinas Naik
>>Lumayan, bisa karaokean
Portal Akademik Belum Optimal >>Fungsinya apa ya?
Sinergi Aang Gagal
>>Perubahan gak gampang, kan?
Akuntansi PKL Untuk Pertama Kali? >>Cinta pertama jangan dikhianati Pak/Bu :)
Edisi No. 18/Tahun X/Minggu I/Februari/2012
27
>>
v
Perspektif Mahasiswa
Tiga Tipe PNS Menjelang penghujung kuliah pada suatu sore, dosen Etika Profesi saya menutup perkuliahan dengan sebuah kisah yang menurut saya sangat menggugah. Di sini saya ingin berbagi esensi dari kisah tersebut. Dalam penuturannya, beliau menyebutkan bahwa ada tiga tipe kehidupan PNS. Tipe pertama adalah PNS yang “benar” tetapi hidupnya miskin. Yang kedua merujuk pada PNS yang hidupnya kaya tetapi “tidak benar”. Terakhir, PNS yang hidup kaya dan tetap “benar”. PNS tipe pertama adalah tipe PNS yang bekerja sesuai dengan aturan. Mereka tidak melanggar peraturan maupun melakukan tindakan yang merugikan negara. Yang sedikit salah pada tipe ini adalah mereka bekerja seadanya, standar-standar saja. Alhasil, penghasilan yang mereka terima hanya berasal dari gaji dan tunjangan sebagai PNS. Mereka juga cenderung mengambil jalur yang standar dalam hal kenaikan pangkat, yakni sekali dalam empat tahun. Seandainya mereka berkiprah di luar zona standar dan tetap di jalur yang benar, tentunya apresiasi yang akan mereka terima juga akan melebihi standar yang ada. Tipe kedua mewakili PNS yang memanfaatkan kedudukannya untuk mengeruk keuntungan pribadi semata. Tipe PNS ini memang hidup berkecukupan, bahkan cenderung mewah. Namun cara yang mereka gunakan adalah cara yang ilegal dan tentunya merugikan masyarakat. Siapa mereka? Siapa lagi kalau bukan PNS-PNS yang melakukan praktik KKN. Mereka menghalalkan segala cara, termasuk mengorbankan kepentingan orang banyak, demi menyejahterakan kehidupan pribadi. Inilah yang dimaksud dengan hidup yang “tidak benar”. Tipe PNS yang terakhir adalah PNS yang bekerja dengan benar dan juga memiliki kehidupan yang pantas. Inilah yang disebut sebagai PNS profesional. PNS ini bekerja dengan kualitas tinggi sehingga mereka pun pantas diberi penghasilan yang sebanding dengan dedikasi dan kinerja mereka.
Dosen saya menjadikan polisi-polisi yang bekerja di Hongkong sebagai contohnya. Polisi di sana selalu bersegera dalam melayani pengaduan masyarakat. Untuk kasus kelas “teri” sekalipun, tanpa melihat status sosial si pengadu, polisi Hongkong akan segera bertindak untuk menyelesaikan masalah yang diadukan. Kinerja mereka dalam melakukan fungsi pengamanan sudah tidak diragukan lagi. Nah, apa yang membedakan ketiga tipe PNS di atas? Harta? Material? Bukan, Kawan. Lebih dari itu, fokus yang terpenting adalah perihal kinerja. Ketiga tipe PNS tersebut memiliki kinerja yang sangat berbeda. PNS tipe pertama bekerja dengan apa adanya, tipe kedua memiliki kinerja yang berpotensi merugikan masyarakat, dan tipe ketiga berkinerja baik serta profesional. Selain profesional, kreatif juga termasuk kriteria dalam PNS tipe ketiga. Untuk PNS profesional dan kreatif ini, saya berikan satu contoh figur nyata, yakni dosen saya sendiri. Beliau sekarang bekerja di BPPK dan menjadi dosen Kapita Selekta Pengembangan Kepribadian (KSPK). Pada masa awal menjadi PNS, selain bekerja, dosen saya juga mengikuti kuliah program S1 di universitas lain. Setelah bekerja dari pagi hingga sore, beliau melanjutkan aktivitasnya dengan berkuliah pada malam hari. Beliau berpikir bahwa kuliah yang dijalani tersebut akan memberikan manfaat yang besar di kemudian harinya. Benar saja. Di saat rekan-rekan PNS seangkatannya masih bercokol di Golongan II, beliau sudah sudah berstatus sebagai PNS Golongan III. Hal ini terwujud karena beliau sudah menyandang gelar sarjana, tidak hanya diploma. Dengan status golongan yang lebih tinggi, tentunya beliau bisa memberi kontribusi yang lebih besar di wilayah kerjanya. Dan yang pasti, penghasilan yang diterima juga lebih banyak. Di samping itu, beliau juga sering mengikuti diklatdiklat yang diselenggarakan oleh BPPK di saat kebanyakan rekan-rekan kerjanya tidak berpartisipasi. Bahkan karena saking seringnya beliau ikut diklat di sana-sini, ada seorang teman beliau yang menyebutnya sebagai pegawai khusus diklat. Nah, hal yang ingin saya sampaikan di sini adalah beliau selalu kreatif—kreatif untuk melakukan berbagai
>>
ntara nan kaya Khazanah nusa ke Barat ri Timur hingga Terbentang da latan ngsa Utara sampai Se sebagai satu ba guhnya jati diri te as eg rt pe Mem
Bidik
Sumber Foto: Dokumentasi Med ia Center STAN Teks: Irfan Syofiaan
28
Edisi No. 18/Tahun X/Minggu I/Februari/2012
<<
<<
upaya agar bisa menjadi pegawai yang “lebih” dan “berbeda” dibanding dengan pegawai lainnya. Mengenai kinerjanya di kantor, mungkin sepenggal cerita ini bisa menjadi gambaran. Sewaktu diwawancarai untuk menjadi pegawai terbaik, dosen saya ditanya mengenai hal kreatif apa yang pernah beliau lakukan selama menjadi pegawai. Beliau menjawab, sewaktu masih menjabat sebagai Kepala Bagian Kepegawaian, beliau berinisiatif untuk melakukan penertiban semua dokumen pegawai yang sebelumnya masih belum tersusun dengan rapi. Terdengar sepele memang, hanya sekadar penertiban dokumen. Akan tetapi, bukankah pengarsipan yang baik merupakan langkah awal untuk menciptakan sistem organisasi yang efektif? Beliaulah yang memulai langkah awal tersebut, dengan modal inisiatif dan kreatif yang dimilikinya. Kehidupan selalu dipenuhi berbagai pilihan, dan di situlah tantangannya. Demikian pula kehidupan kita, mahasiswa STAN yang nantinya akan berkiprah sebagai abdi negara. Mau menjadi PNS tipe pertama? Silakan, konsekuensinya sudah dipaparkan. Atau ingin seperti PNS tipe kedua? Kalau yang ini, mohon dipikirpikir lagi. Selain hukuman berat siap menanti, Anda berpotensi untuk mengkhianati rakyat yang telah membiayai pendidikan Anda di STAN. Pilihan paling bijak tentunya jatuh pada PNS tipe ketiga. Inilah tipe PNS yang didambakan masyarakat Indonesia. PNS yang menjunjung profesionalitas, integritas, dan juga kreativitas. Jadi, mau menjadi PNS seperti apa Anda nanti? Galuh Chandra A. Kepala Litbang Media Center STAN