Edisi Khusus Liputan IIICE 2011
EDITORIAL & REDAKSI
SUSUNAN REDAKSI PENASEHAT / PELINDUNG Deputi Bidang Sarana & Prasarana, Bappenas PENANGGUNG JAWAB Direktur Pengembangan Kerjasama Pemerintah & Swasta Bappenas PEMIMPIN REDAKSI Jusuf Arbi DEWAN REDAKSI Delthy Sugriady Simatupang, Gunsairi, Rachmat Mardiana, Novie Andriani, Mohammad Taufiq Rinaldi, Ade Hendraputra REDAKTUR PELAKSANA B. Guntarto REPORTER / RISET Sandra Kaunang, Agus Supriyadi Hidayat FOTOGRAFER Arief Bakri DESAIN GRAFIS Indrie Soeharyo
ALAMAT REDAKSI Infrastructure Reform Sector Development Program (IRSDP) BAPPENAS Jl. Tanjung No.47 Jakarta 10310 websites: www.irsdp.org Tel. (62-21) 3925392 Fax. (62-21) 3925390
2
SUSTAINING PARTNERSHIP - Edisi Khusus Liputan IIICE 2011
DAFTAR ISI
BERITA UTAMA PEMERINTAH SANGAT SERIUS MEMBANGUN INFRASTRUKTUR
4
BERITA UTAMA PEMERINTAH OPTIMIS GAET INVESTASI PROYEK INFRASTRUKTUR
7
BERITA UTAMA PENGEMBANGAN ENAM KORIDOR EKONOMI Upaya Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia
10
BERITA UTAMA PDAM WAY RILAU (Nantinya) Tidak Ada Lagi Krisis Air Bersih
14 PROYEK KPS - POTENSIAL Bandar Udara Kertajati Gerbang Di Pantura Jawa Barat
23
17
12 20
PROYEK KPS - POTENSIAL PROYEK KPS - SIAP DIPASARKAN Terminal Kargo Pekanbaru Pelabuhan Tanah Ampo Rencananya 2014 Siap Beroperasi Membangun Pintu Gerbang Bali
24
SOSOK - Gita Wirjawan SOSOK - H.M. Zulkarnain Arief Ingin Tingkatkan Pelayanan Terpadu Komitmen Kadin Untuk IIICE Satu Pintu
25 SEKILAS BERITA Konferensi IIICE 2011 Dibuka Oleh Wakil Presiden
Edisi Khusus Liputan IIICE 2011 - SUSTAINING PARTNERSHIP
3
BERITA UTAMA
Pemerintah Sangat Serius Membangun Infrastruktur Sebagai sebuah Negara yang dianugerahi oleh berbagai kekayaan alam yang melimpah, tentunya keinginan Indonesia untuk menjadi salah satu kekuatan ekonomi di dunia bukan hal yang muluk. Untuk itu, Wakil Presiden Republik Indonesia Boediono menjelaskan bahwa untuk mencapai target tersebut di tahun 2025, pemerintah sangat serius membangun infrastruktur untuk menopang perekonomian. Karena menurutnya, kelemahan infrastruktur merupakan salah satu penghalang utama bagi Indonesia dalam meningkatkan pertumbuhan ke tahap yang lebih tinggi. Hal tersebut disampaikan oleh Wapres Boediono saat membuka Indonesia International Infrastructure 2011 Conference and Exhibition (IIICE) di Jakarta Convention Center, 12 April 2011. Dalam sambutannya, Wapres Boediono menekankan bahwa untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 7 hingga 8 persen, tidak ada jalan lain kecuali harus menciptakan pertumbuhan pembangunan infrastruktur yang jauh lebih tinggi daripada itu. Di sisi lain, kemampuan pemerintah baik di pusat maupun daerah sangat terbatas, hanya 30 persen dari total anggaran yang diperlukan untuk pembangunan infrastruktur. Maka, Pemerintah sangat mendorong investasi dunia usaha pada bidang infrastruktur, baik dari dalam maupun luar negeri. Lebih lanjut ia meminta agar para investor agar tidak menunggu iklim investasi menjadi sempurna dulu baru berinvestasi, Menurutnya, tidak ada iklim investasi yang sempurna di dunia ini. Oleh karena itu Wapres Boediono mengajak agar para investor dan pemerintah untuk secara bersama-sama
4
SUSTAINING PARTNERSHIP - Edisi Khusus Liputan IIICE 2011
menghitung risikonya. Pemerintah akan berusaha keras meminimumkan risikonya, dan niat serta tekad itu sudah ada pada pemerintah. “Saya tahu ada yang kurang sabar, apakah masalah tanah, peraturan tumpang tindih, dan kami akan bekerja keras,” katanya. “Pemerintah akan bekerja bersama-sama para calon investor untuk mengimplementasikan secara kongkret rencana-rencana bersama pembangunan infrastruktur di Indonesia.” Boediono mengakui bahwa perbaikan ini bukanlah pekerjaan yang mudah dan dapat diselesaikan dalam waktu yang singkat, tetapi semua menteri telah siap bekerja untuk memperbaiki regulasi yang berkaitan dengan investasi, terutama investasi di bidang infrastruktur. Oleh karena itu, Boediono berjanji, bahwa pemerintah benarbenar serius untuk mendorong investasi dunia usaha di bidang pembangunan infrastruktur. Pembuktian keseriusan itu juga diwujudkan terkait regulasi. “Kita bekerja keras di sini untuk memperbaiki mana-mana yang tumpang tindih, mana-mana yang tidak friendly terhadap investasi, kita akan upayakan akan kita hilangkan,” ujarnya. Namun demikian, menurutnya, ini pekerjaan tidak akan selesai dalam waktu satu malam. Selain itu, pemerintah juga akan mengupayakan insentif. Ada proyek-proyek atau investor yang tidak membutuhkan insentif khusus, fasilitas khusus, garansi khusus. Namun, pada saat yang sangat krusial, ketika kebutuhan untuk itu akhirnya muncul maka inisiatif untuk itu akan dilakukan pemerintah. “Kami terbuka untuk itu,” katanya menegaskan. Boediono mengatakan bahwa pemerintah akan melakukan review pada proyek-proyek yang ‘mandeg’. Sebab, sebenarnya
sudah banyak proyek yang disetujui, sudah mendapatkan izin, bahkan konsesi, namun belum juga berjalan. “Ini adalah bagian dari pekerjaan rumah kita, tidak bisa kita biarkan seperti ini,” katanya. Maka, pemerintah akan mengambil upaya dan langkah-langkah untuk mendorong proyek-proyek yang ada ini. Proyek-proyek ‘mandeg’ ini, tidak boleh menyandera kepentingan nasional. Boediono mengharapkan agar dalam forum IIICE ini, para menteri dapat berinteraksi secara intensif dengan para calon dan peminat investasi pembangunan infrastruktur. “Para menteri harus memberikan jawaban, memberikan informasi, dan selalu terbuka,” tambahnya.
menyusun masterplan berupa penyusunan koridor ekonomi Indonesia yang disebut Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Hatta menjelaskan bahwa dalam MP3EI, pemerintah mempunyai tiga strategi utama. Strategi pertama adalah pengembangan koridor ekonomi dengan pengembangan dan revitalisasi pusatpusat pertumbuhan di luar Jawa. Kedua, memperkuat konektivitas nasional melalui sinergi antar pusat pertumbuhan dan pemerataan infrastruktur dasar. Dan yang terakhir, pemerintah akan meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dan Iptek nasional, terutama mendorong ke arah innovation driven economy.
MASTERPLAN Sementara itu dalam paparannya sebelum Wapres Boediono menyampaikan pidato pembukaannya, Hatta Rajasa, Menteri Koordinator Perekonomian Indonesia mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat memerlukan dukungan infrastruktur yang memadai. Infrastruktur yang tidak memadai akan membuat perekonomian Indonesia mudah menjadi panas, karena respon dari sisi suplai terhadap kenaikan permintaan menjadi terhambat. Pemerintah Indonesia menyadari hal ini, dan pembangunan infrastruktur menjadi prioritas utama dalam program pembangunan saat ini. Alhasil, saat ini pemerintah sudah membuat berbagai kebijakan agar hambatan-hambatan pembangunan infrastruktur dapat dihilangkan. Selain itu, pemerintah juga akan meningkatkan partisipasi pihak swasta, baik dalam negeri maupun luar negeri dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia. Lebih lanjut Hatta menguraikan, untuk mendorong investasi di bidang infrastruktur, pemerintah saat ini sudah
Tiga strategi utama ini dapat dicapai jika perubahan mindset, pengembangan mutu modal manusia, pemanfaatan seluruh sumber pembiayaan pembangunan, pola pengelolaan anggaran dan kekayaan negara yang lebih baik, konsistensi kebijakan yang mendorong transformasi sektoral, keberlanjutan jaminan sosial dan penanggulangan kemiskinan, ketahanan pangan dan air, ketahanan energi, serta reformasi birokrasi dapat dipenuhi. Salah satu wujud dari strategi ini nampak dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah untuk periode 2010-2014 yang menetapkan sasaran-sasaran pembangunan infrastruktur yang akan
dicapai pada tahun 2014. Termasuk di dalamnya adalah pembangunan jalan tol sepanjang 2,800 km, penambahan kapasitas pemasangan listrik sebesar 3000 MW per tahun, peningkatan rasio pemasangan listrik, dan meningkatkan akses terhadap air dan sanitasi untuk memenuhi target Millennium Development Goal (MDG). Namun, Hatta menegaskan bahwa MP3EI tidak diarahkan pada kegiatan eksploitasi dan ekspor sumber daya alam, namun lebih pada penciptaan nilai tambah. Selain itu, MP3EI juga tidak diarahkan untuk menciptakan konsentrasi ekonomi pada daerah tertentu namun lebih pada pembangunan ekonomi yang beragam dan inklusif. “Hal ini memungkinkan semua wilayah di Indonesia untuk dapat berkembang sesuai dengan potensinya masingmasing,” ucapnya. Oleh karena itu, lanjut Hatta, MP3EI tidak menekankan pada pembangunan ekonomi yang dikendalikan oleh pusat, namun pada sinergi pembangunan sektoral dan daerah untuk menjaga keuntungan kompetitif nasional. Keseimbangan dalam MP3EI tidak hanya itu saja, akan tetapi juga dalam hal pembangunan transportasi. Infrastruktur yang akan ditekankan bukan hanya darat saja, namun pada pembangunan transportasi yang seimbang antara darat, laut, dan udara.
Menteri Perencanaan Pembangunan / Kepala Bappenas, Armida Alisyahbana dalam Konferensi IIICE 2011 Edisi Khusus Liputan IIICE 2011 - SUSTAINING PARTNERSHIP
5
BERITA UTAMA
Yang tidak kalah penting, MP3EI tidak menekankan pada pembangunan infrastruktur yang mengandalkan anggaran pemerintah semata, namun juga pembangunan infrastruktur yang menekankan Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS). “Pemerintah Indonesia mengajak para investor untuk tidak ragu melakukan investasi di proyek-proyek infrastruktur di Indonesia. Pemerintah mendorong partisipasi swasta dalam pembangunan infrastruktur,” ungkap Hatta. Selain melalui MP3EI, pemerintah juga saat ini sudah memperbaiki beberapa peraturan dan undang-undang yang tumpang tindih dan tidak selaras dengan iklim investasi untuk mendukung pembangunan infrastruktur di masa mendatang. “Kita menyadari masih ada peraturan yang masih perlu diperbaiki. Saya akan mendorong agar perbaikan tersebut dapat diselesaikan pada tahun 2011 ini,” ujarnya. Pemerintah juga mengetahui bahwa dibutuhkan peningkatan iklim investasi dan reformasi peraturan untuk mendukung investasi seperti yang ditetapkan di dalam MP3EI, terutama oleh sektor swasta. Masterplan yang baru ini secara jelas bertujuan untuk mendukung usaha dan kesempatan investasi dalam negeri dan merupakan suatu upaya yang berani yang dipimpin oleh pemerintah untuk menyatukan pemerintah propinsi dan daerah, pemimpin usaha dan BUMN kepada suatu kerangka pembangunan nasional. MP3EI diatur oleh peraturan presiden, yang tampaknya akan memberikan payung hukum yang lebih baik bagi kementerian jajaran depan dan pemerintah daerah, dan pada saat yang bersamaan, memberi tekanan yang lebih besar kepada mereka untuk mendorong pembangunan industri dan infrastruktur. Lebih luas lagi, Masterplan menyertakan arah strategis bagi investor yang menunjukkan penekanan industri
6
yang akan dilakukan oleh pemerintah pada 15 tahun ke depan. Peraturan dan undang-undang yang sudah direvisi adalah Perpres No. 13/2010 tentang kerjasama pemerintah dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur untuk memberikan kejelasan dalam proyek unsolicited, prosedur pengadaan, dan peran pemerintah dalam penyediaan lahan. Tidak hanya itu saja, sistem pertanahan (Land reform policy) juga mengalami revisi. Revisi dalam sistem pertanahan antara lain, pemerintah menyediakan dana untuk mengantisipasi risiko kenaikan harga tanah untuk 24 ruas jalan tol, kebijakan untuk mencegah kenaikan harga tanah yang tidak terkendali (Land freezing), serta Rancangan Undangundang penyediaan tanah untuk kepentingan publik yang masih dalam tahap akhir. Tidak hanya itu saja, Pemerintah juga tidak akan ragu untuk memberikan insentif jika memang perlu dan krusial. Hatta Rajasa menegaskan, pemerintah akan terus memberikan insentif-insentif bagi kalangan usaha untuk meningkatkan investasi baik maupun penyertaan modal asing. Terutama pengusaha yang menanamkan investasinya di sektorsektor yang krusial bagi pertumbuhan ekonomi seperti sektor infrastruktur ini.
DUKUNGAN PEMERINTAH Di bagian lain, Hatta menyebutkan dukungan pemerintah untuk Kerjasama Pemerintah Swasta dalam pendanaan. Pertama, land fund berupa bantuan dalam pembebasan lahan terutama dalam proyek pembangunan jalan tol. Kementerian PU menyediakan dana sebesar Rp 3,4 triliun yang dimaksudkan sebagai bridging finance dalam penyediaan tanah. Sedangkan untuk mengatasi risiko kenaikan biaya akuisisi tanah sampai dengan tingkat tertentu
SUSTAINING PARTNERSHIP - Edisi Khusus Liputan IIICE 2011
bahkan pemerintah telah mengalokasikan dana hampir mencapai Rp 5 triliun sampai dengan tahun 2013. Kedua, infrastructure fund. Tujuannya adalah untuk membantu investor memperoleh dukungan dari pasar finansial domestik baik berupa pinjaman maupun penyertaan modal. Langkah ini dilakukan melalui PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI), dengan anak perusahaannya PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF). PT IIF didirikan bersama dengan IFC, ADB, dan DEG. Ketiga, guarantee fund. Tujuannya adalah untuk mengamankan berbagai proyek dari risiko politik, permintaan dan kinerja, untuk meningkatkan kelayakan kredit proyek KPS. Sedangkan dukungan pemerintah dalam bentuk non-pendanaan bagi PPP di antaranya adalah Project Development Facility (PDF) yang memberikan bantuan untuk penyiapan proyek. Misalnya, untuk melakukan studi kelayakan proyek yang akan dilaksanakan dengan skema KPS sekaligus mempersiapkan dokumen tender proyek tersebut. Dukungan lainnya misalnya adalah penyediaan lahan milik pemerintah, penyertaan modal sampai tingkat tertentu melalui BUMN, dan insentif fiskal lainnya. Pemerintah berharap dengan diterapkannya hal ini, maka investor tidak akan ragu lagi ketika akan menanamkan investasinya.(*)
Peserta Konferensi IIICE 2011 di JCC Jakarta
BERITA UTAMA
OPTIMIS GAET INVESTASI Proyek Infrastruktur Pemerintah
Rencana pemerintah menggenjot sektor infrastruktur patut diacungkan jempol. Terbukti dengan dimasukkannya 16 proyek ke dalam daftar proyek infrastruktur Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang siap dikerjakan tahun ini. Anggaran keseluruhan proyek ditaksir mencapai US$ 32,4 miliar. Selain itu, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional juga telah menetapkan 79 proyek infrastruktur masuk dalam daftar Rencana Proyek Kerjasama Pemerintah dan Swasta (RPKPS) 2011 senilai US$ 53,4 miliar atau setara Rp 477 triliun. Cukup fantastis nilai anggaran yang dibutuhkan untuk membiayai proyek. Padahal, itu baru proyek pembangunan infrastruktur jangka pendek. Anggaran
ini tentu jadi berlipat-lipat lebih besar pada program pembangunan infrastruktur jangka menengah dan panjang. Kendati tahun ini pemerintah telah menaikkan alokasi anggaran untuk pembangunan infrastruktur sebesar Rp 126 triliun dari Rp 108 triliun pada 2010, namun jumlah itu masih sangat jauh dari yang dibutuhkan. Pemerintah tidak mampu menyediakan anggaran seluruh proyek infrastruktur tersebut. Oleh sebab itu, pemerintah menerbitkan Perpres 13/2010 sebagai revisi Perpres No 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. “Inti dari Perpres 13/2010 ini adalah mengajak investor atau pihak swasta mendanai proyek infrastruktur untuk mengatasi keterbatasan anggaran pemerintah,” ujar pengamat ekonomi Drajad Wibowo. “Mustahil pemerintah dapat memenuhi anggaran seluruh proyek infrastruktur,” imbuhnya.
Beragam upaya dilakukan pemerintah menciptakan iklim investasi pada proyek infrastruktur. Mulai penyelenggaraan event tahunan bertajuk “Indonesia Summit” yang menawarkan investasi sektor infrastruktur kepada investor asing, road show ke mancanegara untuk menggaet investor asing hingga keleluasaan bagi pemerintah daerah mendatangkan investor untuk menggarap proyek infrastruktur di daerahnya. Sejauh ini, menurut Drajad, upaya ini cukup berhasil. Tapi, banyak juga yang gagal karena proyek tersebut tidak diminati investor. Akibatnya, tidak sedikit proyek infrastruktur tertunda akibat belum ada pihak swasta atau asing yang mau berinvestasi.
PROYEK TERTUNDA “Banyak alasan kenapa investor enggan berinvestasi di sektor infrastruktur, antara lain karena regulasi yang masih overlapping,” katanya. Ini bisa dilihat pada proyek infrastruktur
Edisi Khusus Liputan IIICE 2011 - SUSTAINING PARTNERSHIP
7
BERITA UTAMA
pengembangan panas bumi sebesar 1.342 megawatt yang dikelola PT Pertamina Geothermal Energi. Proyek ini tertunda hingga 2018 karena lokasinya berada di hutan konservasi. Jika proyek tetap dikerjakan, maka Pertamina melanggar Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Undang-Undang No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam, dan Undang-Undang No 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi. Termasuk wilayah kerja panas bumi Argopuro di Probolinggo, Jawa Timur yang memiliki potensi 100 megawatt belum bisa dikembangkan karena berada di zona inti hutan konservasi.
sehingga baik untuk perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi investasi proyek penanaman modal selama April-Juni 2011 mencapai Rp 62,0 triliun, meningkat 22,1 persen bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 50,8
triliun. Jika dirinci, nilai Penanaman Modal Asing (PMA) pada triwulan II tahun 2011 sebesar Rp 43,1 trilun, sedangkan Penanaman Modal Dalam negeri (PMDN) sebesar Rp 18,9 triliun. Adapun target yang dikejar oleh BKPM adalah Rp 240 triliun, terdiri dari PMA Rp 170 triliun dan PMDN Rp 69,6 triliun.
Sejumlah proyek infrastruktur masih “waiting list” kendati telah masuk dalam RPKPS 2011. Sebut saja proyek kereta api monorel untuk atasi kemacetan di Jakarta, proyek jembatan Banyumanik di ruas tol Semarang-Solo, proyek pembangunan PLTU 2 x 1000 megawatt di Pemalang Jawa Tengah, proyek penyediaan air bersih di Umbulan Jawa Timur, serta pembangunan jalur kereta api Manggarai-Bandara Soekarno Hatta. “Ini tugas pemerintah pusat untuk merealisasikannya. Pemerintah harus mampu meyakinkan pihak asing agar bersedia berinvestasi di sini maupun pihak swasta untuk terlibat dalam pendanaan proyek-proyek tersebut,” tandas Drajad Wibowo. Tak pelak, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa menyatakan pemerintah memberikan insentif bagi kalangan dunia usaha dalam upaya untuk merangsang peningkatan investasi sekaligus penanaman modal asing, Insentif ini diprioritaskan bagi industri energi terbaru karena selain menyerap banyak tenaga kerja, industri tersebut juga menerapkan teknologi tinggi Jalan Tol Cipularang, Sumber foto: Paparan Kementerian PU pada IIICE 13 April 2011
8
SUSTAINING PARTNERSHIP - Edisi Khusus Liputan IIICE 2011
Apabila dibandingkan dengan target realisasi investasi tahun 2011, maka pencapaian semester I (Januari-Juni) tahun 2011 telah mencapai Rp 115,6 triliun atau 48,2 persen.
PERSOALAN JALAN TOL Sementara itu, persoalan klasik masih menghantui proyek infrastruktur jalan tol. Sebut saja proyek jalan lingkar luar Jakarta atau Jakarta Outer Ring Road (JORR) West 2 yang menghubungkan Kebon Jeruk – Ulujami sepanjang 7,87 Km. Proyek tersebut sampai sekarang belum terealisasi karena terganjal masalah pembebasan lahan. Luas lahan yang mesti dibebaskan sekitar 42 Ha yang berada di wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Barat. Padahal, rencana proyek ini sudah dicanangkan sejak 2002 lalu untuk mengatasi kemacetan. Selain JORR West 2, proyek infrastruktur jalan tol Cikampek-Palimanan juga terkendala oleh lahan yang belum dibebaskan. Dari 720,49 hektar total lahan yang dibutuhkan, baru 71,06 persen yang sudah dibebaskan. Sisa lahan yang mesti dibebaskan masih 208,51 hektar lagi. Kondisi serupa juga terjadi pada proyek jalan tol Pejagan-Pemalang, jalan tol Nusa Dua-Benoa di Bali, dan tol PejaganMalang yang masih terkendala pembebasan lahan. Kementerian Pekerjaan Umum mencatat, sebanyak 24 proyek tol Trans Jawa tertunda karena terkendala pembebasan lahan, meski 15 proyek sudah berkomitmen untuk jalan lagi. Pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti Yayat Supriatna menilai, masalah pembebasan lahan jadi kendala utama pada setiap proyek jalan tol maupun non-tol. Bahkan, bisa menyulut ke arah tindakan anarkis karena warga dan
masyarakat tidak bersedia tempat tinggalnya dibebaskan untuk lahan jalan. Terlebih lagi dengan kompensasi pembebasan tanah yang dinilai murah. Sejak 2005 aturan tentang pembebasan lahan sudah dibuat pemerintah melalui Perpres No 36/2005. Sayang, implementasinya mandul karena diprotes masyarakat. Kemudian, aturan tentang pembebasan lahan berulang kali direvisi. Akhirnya pemerintah menyusun RUU tentang Pengadaan Tanah terkait dengan proyek infrastruktur yang memanfaatkan lahan masyarakat. RUU ini dijadwalkan selesai dibahas DPR akhir tahun 2011 ini. “Ini yang ditunggu-tunggu investor. Pemerintah harus mengambil alih pengadaan lahan agar investor dan swasta mau berinvestasi,” tegas Yayat. Diakui, skema PPP cukup menggiurkan untuk menarik investor menggarap proyek jalan tol karena pembiayaan proyek dibebankan secara sharing antara pemerintah dan swasta. Dalam Buku RPKPS 2011, terdapat 22 proyek tol senilai US$ 35,67 miliar yang ditawarkan pemerintah dengan skema PPP. Sementara pada PPP Book 20102014, dari 100 proyek infrastruktur yang ditawarkan, 35 proyek diantaranya merupakan proyek jalan tol. Ada sebanyak 17 proyek kategori prioritas senilai US$ 7,592 miliar dan 18 proyek sisanya merupakan kategori potensial dengan perkiraan investasi sebesar US$ 19,261 miliar.
Hal lain yang ikut menyulut masalah pembebasan lahan menjadi pelik adalah keterlambatan pemerintah daerah mengupdate Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Ini penting untuk meredam spekulasi tanah dalam pembebasan lahan infrasruktur. Melalui RTRW, pemerintah menetapkan wilayah mana yang akan dibangun dan secepatnya dibebaskan lahannya agar para spekulan tidak bisa masuk. Sehingga, anggaran yang dibutuhkan untuk pembebasan pun tidak terlalu membengkak karena “steril” dari spekulan dan harga tanah terkendali. Sayangnya, hanya sedikit pemerintah daerah memiliki RTRW yang ter-update. Meski diwarnai berbagai persoalan, sejumlah kalangan optimis pemerintah sanggup mewujudkan tekadnya menciptakan iklim kondusif untuk menggaet investor asing dan lokal terlibat dalam proyek infrastruktur melalui program KPS. Sebab, Indonesia termasuk sasaran investasi yang cukup menggiurkan. Ini didukung oleh World Economic Forum yang menyebutkan peringkat daya saing investasi Indonesia naik dari peringkat 54 di tahun 2009 menjadi peringkat 44 dari 139 negara di tahun 2011. (*)
“Sekarang tinggal komitmen pemerintah untuk menjamin 100 persen pembebasan lahan proyek infrastruktur dan perhitungan traffic yang baik, termasuk kesediaan memberi subsidi traffic jika tidak terpenuhi. Kalau ini terpenuhi, swasta atau investor pasti berebut untuk berinvestasi di proyek tol,” tandas Yayat lagi. Edisi Khusus Liputan IIICE 2011 - SUSTAINING PARTNERSHIP
9
BERITA UTAMA
PENGEMBANGAN ENAM KORIDOR EKONOMI
Upaya Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia Pembangunan adalah milik seluruh bangsa Indonesia secara adil dan sejahtera. Pembangunan diharapkan dapat mendorong roda perkonomian rakyat di seluruh penjuru Indonesia secara berkelanjutan. Cita-cita peningkatan perekonomian nasional akan sulit terealisasi tanpa dukungan infrastruktur yang memadai. Dengan demikian percepatan pembangunan ekonomi ini perlu didukung dengan infrastruktur yang memadai. Tanpa infrastruktur yang baik, mustahil pembangunan ekonomi di setiap daerah dapat berkembang dengan pesat. Pembangunan infrastruktur memainkan peranan yang sangat strategis, baik untuk mendorong investasi di Tanah Air, maupun memacu pertumbuhan ekonomi sesuai target pemerintah. Mengingat negara Indonesia merupakan negara kepulauan dan wilayah sangat luas, maka diperlukan konsep yang tepat dan dana yang sangat besar guna mendukung percepatan pembangunan ekonomi nasional. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi nasional perlu dilakukan secara berkelanjutan dan berorientasi pada kebutuhan ke masa depan, dan konsekuensinya akan membutuhkan investasi sangat besar. Hal ini merupakan tantangan yang mau
10
tidak mau harus dihadapi, agar percepatan pembangunan ekonomi dapat dicapai. Kunci percepatan pembangunan ekonomi adalah terkoneksi dan terintegrasinya arus distribusi dan peningkatan transportasi orang, barang dan jasa. Guna merealisasikan maksud tersebut, pemerintah mencanangkan pengembangan enam koridor ekonomi. Enam koridor ekonomi yang dimaksud adalah Koridor Sumatera, Koridor Jawa, Koridor Kalimantan, Koridor Sulawesi, Koridor Bali – Nusa Tenggara, dan Koridor Papua – Kepulauan Maluku. Berdasarkan RPJMN 2010-2014, pemerintah Indonesia menargetkan pertumbuhan ekonomi secara bertahap dari 5,5% - 5,56% pada tahun 2010 menjadi 7,0% - 7,7% pada tahun 2014, atau rata-rata pertumbuhan berkisar antara 6,3% - 6,8% selama 5 tahun. Keberadaan enam koridor ekonomi tersebut menjadi fungsi strategis untuk menghasilkan dampak ekonomi nasional khususnya industri unggulan daerah dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 7% pada tahun 2014. Pengembangan enam koridor ekonomi tersebut didasarkan pada potensi dan keunggulan masing-masing wilayah, seperti Koridor Sumatera yang dipusatkan sebagai sentra produksi, pengolahan hasil bumi dan lumbung energi nasional dengan komoditas utama kelapa sawit, karet, besi baja, industri perkapalan dan batu bara. Sedangkan Koridor Jawa
SUSTAINING PARTNERSHIP - Edisi Khusus Liputan IIICE 2011
dikembangkan sebagai pendorong industri dan jasa nasional dengan kegiatan ekonomi utama di bidang industri tekstil, makanan dan minuman, transportasi, perkapalan, telematika dan alutsista. Selanjutnya, Koridor Kalimantan dikembangkan sebagai pusat produksi dan pengolahan hasil tambang dan lumbung energi nasional dengan komoditas unggulannya batubara, bauksit, migas, besi baja dan perkayuan. Koridor Sulawesi dikembangkan sebagai pusat produksi dan pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan, migas dan pertambangan nasional dengan komoditas utamanya nikel, pertanian pangan, kakao dan perikanan. Berikutnya adalah Koridor Bali – Nusa Tenggara ditetapkan sebagai pintu gerbang pariwisata dan pendukung pangan nasional dengan kegiatan ekonomi utama bidang pariwisata, peternakan dan perikanan. Terakhir adalah Koridor Papua dan Kepulauan Maluku yang dipusatkan sebagai pusat pengembangan pangan, perikanan, energi dan pertambangan nasional dengan komoditas unggulannya migas, nikel, tembaga, pertanian pangan dan perikanan. Pengembangan enam koridor ekonomi, sebagaimana dikemukakan oleh Menko Perekonomian Hatta Rajasa dalam konferensi IIICE 12 April 2011
diperkirakan akan menelan investasi sekitar Rp 2.964 triliun yang dilaksanakan dalam kurun waktu 15 tahun mulai 2011 hingga 2025. Biaya sebesar itu terdiri dari investasi di Koridor Sumatra sebesar Rp 660 triliun, Koridor Jawa sebesar Rp 659 triliun, disusul Koridor Kalimantan sebesar Rp 586 triliun, Koridor Sulawesi Rp 265 triliun, Koridor Bali – Nusa Tenggara Rp 182 triliun, dan Koridor Papua – Maluku Rp 612 triliun. Dari total investasi tersebut pemerintah akan menanamkan investasi 14% yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur dasar seperti jalan, pelabuhan laut, bandar udara, rel kereta api dan pembangkit listrik. Investasi lainnya ditanamkan BUMN yang diperkirakan akan mencapai 21%, kemudian swasta sebesar 55% dan sisanya berupa campuran beberapa unsur akan mencapai sekitar 10%. Sebagai bentuk keseriusan pemerintah dalam pengembangan enam koridor ekonomi, maka telah diputuskan bahwa setiap koridor akan dipimpin seorang menteri. Penempatan menteri ini diharapkan akan mendorong efektivitas pengawasan atas target-target yang
ditetapkan dalam rencana induk tersebut. Menurut Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, menteri yang ditempatkan di setiap koridor akan berdasarkan jenis proyek yang dominan. Jika dalam koridor tertentu di dominasi oleh proyek-proyek pembangunan jalan dan infrastruktur pendukungnya, menteri yang lebih tepat adalah menteri pekerjaan umum. Sementara pada koridor yang didominasi proyek-proyek pembangunan industri tentunya yang paling tepat adalah menteri perindustrian. Pada koridor yang didominasi proyek pangan lebih baik dipimpin oleh Menteri Pertanian, serta koridor yang didominasi proyek pelabuhan dan bandar udara akan dipimpin oleh Menteri Perhubungan.
demikian dengan akan dilaksanakannya koridor ekonomi, daerah optimis bahwa pemerintah pusat serius untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Respon daerah terhadap pembangunan enam koridor ekonomi sangat positif. Sejumlah daerah seperti Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, dan Bali menyatakan sangat mendukung implementasi koridor ekonomi. Meski demikian mereka masih mengeluh soal minimnya infrastruktur dasar di daerah. Infrastruktur di daerah yang sangat tidak memadai dan regulasi pelayanan yang masih tidak efektif sering dikeluhkan kalangan pengusaha karena menyebabkan komoditas ekspor dari daerah menjadi kurang memiliki daya saing (ekonomi biaya tinggi). Namun
MP3EI adalah dokumen strategis yang resmi ditandatangani Presiden, agar implementasi MP3EI ini berjalan baik juga telah diterbitkan Peraturan Presiden (Perpres) untuk membentuk Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025 (KP3EI). Komite ini dipimpin langsung Presiden, sementara Wapres sebagai wakil ketua dan Menko Perekonomian sebagai ketua harian beserta jajaran pemerintah dengan tugas memantau, mengawasi, dan mendorong kelancaran implementasi dari MP3EI. (*)
Pemerintah menjadikan enam koridor ekonomi ini sebagai Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025. Masterplan ini menjadi arah, kebijakan dan strategi yang ditetapkan dalam Undang Undang nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). MP3EI tidak dimaksudkan untuk mengganti RPJM dan RPJP melainkan akan berintegrasi dengan dokumen yang ada untuk mendapat percepatan dan perluasan.
TEMA PEMBANGUNAN MASING-MASING KORIDOR EKONOMI
Sumber: Paparan Menteri PPN / BAPPENAS pada IIICE 12 April 2011 Edisi Khusus Liputan IIICE 2011 - SUSTAINING PARTNERSHIP
11
http://en.wikipedia.org
BERITA UTAMA
PDAM WAY RILAU
(Nantinya) Tidak ada lagi Krisis Air Bersih Proyek pengembangan sistem penyediaan air minum di Bandar Lampung mengusung skema public private partnership dengan anggaran 38 juta dollar AS. Proyek untuk mengantisipasi kriris air bersih yang menimpa warga. Kota Bandar Lampung sebagai Ibukota Propinsi Lampung terletak di posisi yang strategis sebagai pintu masuk ke Pulau Sumatra. Kota ini dapat ditempuh dalam penerbangan selama 45 menit dari Jakarta dan dilayani dengan 12 kali penerbangan pergi-pulang. Bandar Lampung secara administratif terbagi dalam 13 kecamatan dan 98 kelurahan dengan total luas 197,22 km2 dan jumlah penduduk mencapai 873.517 jiwa (2009). Kebutuhan air bersih di Kota Bandar Lampung saat ini dilakukan melalui jaringan air perpipaan dan non-perpipaan. Masalah yang timbul bagi masyarakat yang menggunakan jaringan non-
12
perpipaan, seperti sumur dangkal di Bandar Lampung adalah semakin sulitnya mendapat air bersih karena terjadinya penurunan permukaan air tanah, terutama mereka yang berada di dataran tinggi. Datangnya musim kemarau panjang juga mengakibatkan masyarakat di Kabupaten Lampung Selatan mengalami krisis air bersih karena sumber mata air mengalami kekeringan. Selain itu, di beberapa wilayah seperti di Kecamatan Sukarame dan Teluk Betung Selatan tanahnya mengandung kapur sehingga tidak dapat dipergunakan sebagai air bersih. Permasalahan tersebut menjadikan masyarakat di beberapa wilayah tidak dapat mencukupi kebutuhan air bersih secara sendiri. PDAM Way Rilau merupakan perusahaan daerah yang bertugas melayani kebutuhan air bersih bagi masyarakat Kota Bandar Lampung. Namun, saat ini masih banyak masyarakat yang belum menikmati layanan PDAM Way Rilau. “Kami menyadari bahwa tingkat pencapaian layanannya baru 32 persen
SUSTAINING PARTNERSHIP - Edisi Khusus Liputan IIICE 2011
dari total penduduk. Untuk daerah rawan air bersih, terpaksa kami lakukan dengan membuat sumur bor,” ujar Direktur Utama PDAM Way Rilau AZP Gustimigo. Sedangkan tingkat kehilangan air karena jaringan pipa bocor akibat berusia tua mencapai 41 persen. Dalam melaksanakan pelayanan air bersih, PDAM Way Rilau membagi wilayah yang ada ke dalam 7 zona pelayanan air bersih. Pembagian ini karena keadaan topografi yang bergelombang dan banyaknya daerah yang berbukit yang ada di Kota Bandar Lampung. Untuk efisiensi, PDAM Way Rilau telah melakukan pengalihan sistem aliran air baku dengan menggunakan sistem pemompaan gravitasi, sehingga dapat menghemat beban penggunaan listrik pada produksi air. Pihaknya mengaku, untuk mencapai target pelayanan nasional sebesar 80 persen bagi penduduk perkotaan sesuai Millenium Development Goals (MDGs) pada 2015 merupakan tantangan yang berat. “Perlu upaya keras untuk
mewujudkannya,” imbuh Gustimigo. Salah satu upaya tersebut adalah menjajaki kerjasama pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) dengan beberapa perusahaan swasta untuk mengelola air minum yang dananya sebagian dibiayai oleh Bank Dunia. Nilai investasi yang ditawarkan mencapai Rp 400 miliar. Dari total investasi tersebut, Rp 80 miliar berasal dari swasta. Lahan untuk pembangunan intake serta bangunan pengelolaan air dan reservoir telah disiapkan. Proyek SPAM itu akan memanfaatkan sumber air sungai dari Way Sekampung di kawasan Tegineneng Pesawaran, sebesar 500 liter/detik sesuai dengan surat izin pengambilan air baku yang diberikan Dirjen Sumber Daya Air. Untuk mendistribusikan air bersih kepada warga, dibangun pipa dari Tegineneng menuju Bandarlampung sepanjang 21 Km. Dengan adanya penambahan air baku dari Way Sekampung maka jumlah pelanggan akan bertambah sebanyak 40.000 sehingga cakupan pelayanan meningkat menjadi 60 persen dari jumlah penduduk Kota Bandarlampung.
harapkan untuk guarantee agreement proyek ini bisa diselesaikan paling lambat akhir 2011,” tegasnya. Penanggungjawab proyek akan dilakukan oleh PDAM Way Rilau. Untuk jaminan proyek air minum tersebut, PT PII akan menjadi penjamin tunggal karena nilai proyeknya hanya Rp 400 miliar atau di bawah Rp 500 miliar yang bisa ditanggung oleh keuangan perusahaan melalui dana kucuran dari pemerintah pusat. Dengan proses jaminan di akhir tahun, maka proses lelang proyek diharapkan bisa dilakukan pada awal 2012, dan dilanjutkan proses pelaksanaan studi kelayakan sebagai pendukung pembangunan konstruksi. Sebelumnya, dokumen pra-studi kelayakan dilakukan oleh Bank Dunia dan Singapore Corporation Enterprise atas biaya grant dari Bank Dunia. Dokumen tersebut akan menjadi standar pra-studi kelayakan yang mendapat dukungan PT PII dan jaminan pendanaan dari pemerintah.
Bak gayung bersambut, upaya yang dilakukan tersebut mendapat dukungan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) yang menargetkan proses kesepakatan penjaminan proyek air minum Way Sekampung bisa diteken pada kuartal IV/2011, menyusul persiapan administrasi proyek tersebut sudah hampir rampung.
SPAM Bandar Lampung rencananya menghasilkan 500 liter air per detik, dengan bentuk kerja sama konsesi,” ujar Ruddy Gobel. Adapun konstruksi yang rencananya dibangun yakni pembangunan intake 500 liter/detik, pengadaan dan pemasangan pipa transmisi air baku ND 800 mm sepanjang 27 km, pembangunan dua unit instalasi pengolahan air masing-masing berkapasitas 250 liter/detik dan kelengkapannya, serta rehabilitasi dan pengembangan jaringan distribusi untuk 42.000 sambungan rumah.
Ruddy Gobel selaku Senior Vice President Corporate Communications Government Relations PT PII, mengatakan bahwa progres dari proyek ini cukup cepat sehingga diharapkan bisa segera direalisasikan secepatnya. “Kami
Skema yang diusulkan oleh Badan Pendukung Pengembangan SPAM mencakup dua model: Pertama, pihak investor hanya menyiapkan bor instalasi pengolahan air, sedangkan penambahan pipa disediakan oleh pemerintah daerah
setempat. Kedua, pihak swasta atau investor diminta menyiapkan instalasi pengolaan air sekaligus penambahan pipa distribusi. Apabila investor atau swasta yang menyiapkan instalasi pengolahan air dan sekaligus pipa distribusinya, otomatis tarif yang dibebankan kepada masyarakat menjadi Rp 6000/liter. Untuk itulah, pemerintah akan ikut bagian dalam proyek PPP maksimal 30 persen sehingga tarif yang dibebankan kepada masyarakat menjadi lebih murah setidaknya Rp 3.500 sampai Rp 4.000/liter. Alhasil, skema PPP yang diterapkan pemerintah terhadap proyek SPAM di Propinsi Lampung setidaknya dapat membantu PDAM Way Rilau melayani kebutuhan air bersih bagi seluruh masyarakat. Diharapkan makin sedikit warga yang mengalami krisis air bersih seperti yang dialami warga di Kabupaten Lampung Selatan. Sebab, proyek SPAM mendongkrak tingkat layanan air bersih hingga 60 persen dari jumlah penduduk. Di samping kebutuhan air bersih yang tercukupi, beban biaya yang ditanggung masyarakat yang menikmati jasa layanan PDAM pun diupayakan tidak terlalu memberatkan karena pemerintah ikut ambil bagian dalam skema PPP yang tujuannya tidak lain adalah untuk menekan harga. Sementara bagi swasta atau investor, proyek SPAM merupakan investasi yang cukup menggiurkan. Demand-nya sangat tinggi sedangkan supply-nya terbatas. Sebagaimana diungkapkan Gustimigo, bahwa saat ini baru 32 persen dari jumlah penduduk yang menikmati layanan PDAM. “Berarti market untuk air bersih di Lampung ini sangat potensial. Market yang besar ini berarti pula merupakan peluang investasi yang menggiurkan,” tandasnya. (*)
Edisi Khusus Liputan IIICE 2011 - SUSTAINING PARTNERSHIP
13
PROYEK KPS - POTENSIAL
Bandar Udara KERTAJATI Gerbang di Pantura Jawa Barat
Dalam sepuluh tahun mendatang, diprediksi jumlah penumpang angkutan udara di regional Asia Tenggara naik antara 4,1 sampai 5,7 persen per tahun. Maskapai baru, terutama maskapai berbiaya rendah akan terus bermunculan. Siapkah infrastruktur Bandar Udara di republik ini, mengantisipasi perkembangan sepesat itu? Faktanya, Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta di Cengkareng, Banten, makin semrawut. Banyak yang menuding Bandar Udara itu tak ubahnya terminal. Kesesakan dimulai dari areal perparkiran hingga ruang tunggu penumpang. Dengan kapasitas terminal hanya untuk 22 juta penumpang per tahun, ternyata total jumlah pergerakan penumpang di Bandar Udara Soekarno-Hatta pada tahun 2010 telah mencapai angka 44,3 juta. Sesaknya Soekarno-Hatta mempertontonkan kelambanan dalam mengantisipasi pertumbuhan penerbangan. Padahal sejak menjamurnya maskapai berbiaya rendah di tahun 2000-an, mestinya kita langsung
14
membangun secara besar-besaran infrastruktur Bandar Udara. Belum lagi, maskapai-maskapai kita masih berekspansi. Lion Air, yang terbang dari Terminal 1A Soekarno-Hatta telah memesan 178 unit Boeing 737-900 ER. Masih banyak B737-900 ER yang akan berdatangan, sebab hingga Juni 2011 Lion baru menerima 49 unit B737-900 ER. Lantas Garuda Indonesia bahkan menargetkan untuk menerbangkan 159 unit pesawat di tahun 2015. “Ada sedikit perubahan dalam rencana bisnis Garuda. Bila tadinya akan diterbangkan 154 unit pesawat di tahun 2015, ternyata ada target baru untuk menerbangkan 159 unit pesawat,” kata Elisa Lumbantoruan, Direktur Keuangan PT Garuda Indonesia, Tbk, ditemui di Garuda City, Tangerang (3/8/2011). Sriwijaya Air, yang kini menerbangkan 27 unit pesawat, juga telah memesan 20 unit Boeing 737-800 NG dan 20 unit Embraer. Indonesia AirAsia, yang kini menerbangkan kurang dari 20 unit pesawat, juga menargetkan pengoperasian 40 unit Airbus A320 pada tahun 2014.
SUSTAINING PARTNERSHIP - Edisi Khusus Liputan IIICE 2011
PT Angkasa Pura II (persero), selaku operator Bandar Udara Soekarno-Hatta, sebenarnya tak tinggal diam. Direktur Utama AP II, Tri S Sunoko menegaskan, detail engineering design (DED) sedang dikebut agar proses pengerjaan fisik pengembangan Bandar Udara tersebut dapat dimulai awal tahun 2012 mendatang. “Target dari revitalisasi adalah meningkatkan kapasitas Bandar Udara Soekarno-Hatta agar dapat melayani hingga 62 juta penumpang per tahun pada 2014,” kata Tri Sunoko, pada akhir bulan Juli 2011 saat meluncurkan “grand design” Bandar Udara Soekarno-Hatta. Selain membangun terminal, Angkasa Pura II juga mengoptimalisasi landasan pacu, runway. Yakni merekonfigurasi runway 1 dan 2 dengan menambah taxiway serta meningkatkan kapasitas area parkir pesawat (apron) saat ini, dari 125 pesawat menjadi 174 pesawat. “Pergerakan pesawat di Soekarno-Hatta saat ini sebanyak 52 pergerakan per jam. Dengan mengoptimalisasi runway yang ada, kapasitasnya bisa kita tingkatkan menjadi 62 pergerakan per jam,” kata Tri Sunoko.
Soekarno-Hatta juga membidik runway ketiga, sehingga volume pergerakan pesawat bisa didongkrak hingga 234 pergerakan per jam. Tetapi dibutuhkan 830 hektare lahan baru untuk membangun runway ketiga. “Jika proses pembebasannya dapat diselesaikan pada 2013, runway baru bisa kita bangun. Tetapi kalau 2013 belum beres, maka pilihannya adalah harus membangun Bandar Udara baru,” ujar Tri Sunoko. Bandar Udara baru? Tentu saja, SoekarnoHatta membutuhkan dukungan Bandar Udara baru, sehingga Bandar Udara itu hanya melayani Greater Jakarta. Tak lagi melayani limpahan calon penumpang dari Jawa Barat, seperti contohnya dari Bandung Raya. Selama ini, keterbatasan Bandar Udara Husein Sastranegara di Bandung, tak pelak lagi menyebabkan warga Bandung yang hendak terbang ke berbagai destinasi terpaksa transit dahulu di Cengkareng. Husein Sastranegara, sebagai satusatunya Bandar Udara terdekat yang representatif memang belum cukup memadai. Kapasitas terbangunnya hanya
sekitar 130.000 penumpang per tahun, sedangkan tahun 2011 ini diperkirakan Bandar Udara itu melayani 2,7 juta penumpang per tahun.
udara baru, berapa pun biaya investasinya.
Pasca pengaspalan kembali runway Husein Sastranegara setebal 15 sentimeter sehingga menjadi 52 sentimeter—dengan nilai proyek Rp 45 miliar, beberapa maskapai bahkan mulai menerbangkan pesawat lebih besar. Sehingga Bandar Udara Husein makin sesak saja.
Bandar Udara baru itu, telah ditetapkan lokasinya di Kabupaten Majalengka, sebuah kabupaten di utara kota Bandung—tepat di koridor pantai utara Jawa Barat.
Indonesia Air Asia misalnya, kini menerbangkan Airbus A320, yang baru tiba bulan Februari 2011 lalu dari Toulouse, Perancis Selatan. Kapasitas A320 dengan 184 orang penumpang, mengungguli kapasitas Boeing 737-400 berkapasitas 145 orang penumpang. Pertanyaannya, seberapa cepat Husein Sastranegara dapat mengembangkan kapasitasnya? Belum lagi, Husein Sastranegara satu kompleks dengan PT Dirgantara Indonesia yang membutuhkan ruang gerak cukup luas. Husein juga sudah dikelilingi permukiman dan bangunan komersial, sehingga menyulitkan pengembangan. Sekali lagi, ada harapan terhadap pembangunan sebuah bandar
Rencana Induk Bandar Udara Internasional Jawa Barat
BANDAR UDARA KERTAJATI
Ditargetkan bulan Desember 2015, Bandar Udara Internasional Kertajati tahap pertama dapat dioperasikan dengan melayani 6-10 juta orang penumpang. Pada tahun 2025, bahkan diharapkan Bandar Udara ini dapat melayani hingga 20 juta penumpang sehingga calon penumpang dari Bandung Raya, dan Jawa Barat bagian utara serta timur tak perlu terbang dari SoekarnoHatta. Dari public private partnership (PPP) book tahun 2011 yang diterbitkan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), total dana yang dibutuhkan mencapai 800 juta dollar Amerika atau setara Rp 6,8 triliun. Namun untuk tahap pertama, hanya dibutuhkan dana 370 juta dollar Amerika setara Rp 3,15 triliun. Pekerjaan fisik yang dibangun, berupa terminal (5.200 meter persegi), menara pengawas, areal komersial, apron untuk 12 pesawat berbadan lebar, dan runway utara. Menurut PPP Plan Book 2011 (halaman 74), rencana persiapan proyek Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) untuk tahap pertama, dilangsungkan pada tahun 2009-2011. Direncanakan tender dimulai tahun 2012, dengan penandatanganan kontrak di tahun 2013, sehingga konstruksi dapat dibangun tahun 2013-2015.
Sumber diagram: Paparan Gubernur Jawa Barat pada IIICE 14 April 2011
Ketika nanti tiga tahap pembangunan diselesaikan, pada lahan seluas 1.800 hektar akan terbangun terminal
Edisi Khusus Liputan IIICE 2011 - SUSTAINING PARTNERSHIP
15
PROYEK KPS - POTENSIAL
RENCANA INDUK BANDAR UDARA KERTAJATI
Tol Cikampek-Palimanan, Tol CileunyiSumedang-Dawuan, dan jalur kereta api. Khusus untuk jalur transportasi, Tol Cikampek-Palimanan (116 kilometer) tampaknya segera dibangun oleh karena pembebasan lahannya sudah mencapai 90 persen. Sedangkan pemerintah sedang mencarikan investor untuk Tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan. Sehingga harapannya, dua tol itu selesai bersamaan atau sebelum Bandar Udara Kertajati terbangun.
KORIDOR PANTURA
Sumber diagram: Paparan Gubernur Jawa Barat pada IIICE 14 April 2011
penumpang berbentuk huruf U (50.000 meter persegi), terminal haji (3.000 meter persegi), dan dua runway masing-masing berukuran 3.000 meter x 60 meter. Yang menarik, dalam rencana induk Bandar Udara Kertajati tidak hanya disinggung mengenai Bandar Udara, tetapi juga pengembangan kawasan komersial dan industri sehingga tajuknya menjadi “Kertajati Aerocity Master Plan”. Kawasan komersial yang dibangun di sisi selatan Bandar Udara, membutuhkan lahan seluas 3.200 hektar, sehingga total luas Bandar Udara Internasional Kertajati mencapai 5.000 hektar. Ada rencana apa saja di kawasan komersial? Direncanakan kawasan industri (960 hektar), areal bisnis (384 hektar), permukiman (640 hektar), kawasan wisata dan rekreasi (288 hektar), pusat kebudayaan (128 hektar), dan lahan cadangan untuk runway ketiga (900 hektar). Untuk merealisasikan “Kertajati Aerocity Master Plan” itu, telah diperhitungkan total kebutuhan pendanaan sebesar Rp 35 triliun. Itu diluar infrastruktur utama berupa
16
Pertanyaan besarnya, layakkah membangun kota udara, aerocity, sebesar Kertajati? Tentu saja. Di Jawa Barat, ada lebih dari 40 juta penduduk yang sebagian diantaranya seringkali menderita oleh karena kemacetan bila tiap kali harus menjangkau Bandar Udara SoekarnoHatta yang berjarak lebih dari 160 kilometer dari Bandung. Pertumbuhan yang dibidik, tak hanya pertumbuhan penumpang udara di regional. Tetapi juga pertumbuhan perekonomian di Jawa Barat yang ratarata melaju antara 5-6 persen per tahun. Supaya pertumbuhan stabil, atau melaju lebih kencang lagi maka dibutuhkan pembangunan mega-infrastruktur seperti Kertajati. Kawasan di sisi utara Bandung, juga sedang diincar untuk relokasi kawasan industri di Bandung Selatan seperti Kecamatan Majalaya, Rancaekek, dan Balaeendah, yang berulangkali terendam banjir. Diperkirakan, ada sekitar 600 perusahaan yang bakal direlokasi di antaranya tekstil, alas kaki, dan elektronik. Kertajati, juga terletak di koridor pantai utara Jawa—yang merupakan satu dari enam koridor yang ditetapkan pemerintah menjadi prioritas
SUSTAINING PARTNERSHIP - Edisi Khusus Liputan IIICE 2011
pembangunan. Koridor ini dimulai dari industri baja dan kimia di Cilegon hingga galangan kapal di Lamongan. Namun dalam lokalitas Jawa Barat bagian utara, Kertajati merupakan bagian dari sub-koridor industri mulai dari Bekasi, Karawang, Sadang, Subang, hingga Cirebon. Keberadaan Bandar Udara baru ini, tentu saja menjadi pemicu terealisasinya koridor pantura Jawa. Dikarenakan proyek ini besar artinya bagi Jawa Barat dan perekonomian nasional, komitmen pemda tak diragukan. Setidaknya, hingga akhir tahun 2010, lahan seluas 500 hektar dari kebutuhan 1.800 hektar telah “diamankan” oleh Pemerintah Propinsi Jabar. Ketika pemerintah pusat sedang mencarikan pihak swasta, untuk membangun dan mendanai Kertajati, sementara pemerintah provinsi dan kabupaten sedang membebaskan lahan, apa yang perlu dikerjakan? Semestinya, ada upaya untuk meningkatkan kapasitas masyarakat setempat. Terutama untuk masyarakat Majalengka yang sekitar 30 persen penduduknya masih bergerak di sektor pertanian. Sebagian dari mereka, harus diarahkan untuk mampu bekerja di industri jasa. Tirulah PT Pelabuhan Indonesia II (persero), yang segera akan mendatangkan 200-250 anak muda dari Papua Barat untuk magang di Pelabuhan Tanjung Priok. Supaya nantinya dapat dipekerjakan di Pelabuhan Sorong, Papua Barat, yang kini sedang dibangun. Bila tidak, anak-anak muda di Majalengka dan Kabupaten-Kabupaten sekitar seperti Indramayu, Kuningan, Subang, dan Sumedang; sekedar menjadi penonton meski di tanah mereka dibangun megaproyek infrastruktur Bandar Udara Internasional Kertajati. (*)
PROYEK KPS - POTENSIAL
TERMINAL KARGO P E K A N BA RU Rencananya 2014 Siap Beropera si Pekanbaru bakal memiliki terminal kargo. Pemerintah melalui Bappenas telah memberi lampu hijau untuk melakukan studi kelayakan (feasibility study) terhadap rencana pembangunan terminal yang menelan biaya 140 juta dollar as itu. Proyek pembangunan terminal kargo tertuang dalam rencana pemerintah dalam skema Public Private Partnership (PPP) yang mencakup pula 11 proyek baru senilai 839,8 juta dollar AS. Proyek-proyek tersebut merupakan usaha pemerintah mencapai target investasi hingga 2014 yang mencapai Rp 616,7 triliun Pemerintah Kota (Pemkot) Pekanbaru tentu saja menyambutnya gembira. Penantian selama hampir dua tahun
proyek terminal diharapkan bisa terwujud. Pihak DPRD Kota Pekanbaru pun serta merta mendukung untuk segera direalisasikan agar terminal dapat segera beroperasi. “Terminal kargo ini nantinya bisa mencegah kerusakan infastruktur jalan dan kemacetan yang ditimbulkan oleh truk-truk besar ke dalam kota,” ujar anggota komisi IV DPRD Kota Pekanbaru Roni Amril. Terlebih lagi Pekanbaru yang menjadi ibukota provinsi Riau belum memiliki terminal kargo. Terminal kargo yang akan dibangun berlokasi di samping terminal Bandar Raya Payung Sekaki, Jalan Air Hitam di atas lahan seluas 7,2 hektar. Selama ini kendaraan yang membawa barangbarang dalam kapasitas besar biasanya melakukan aktivitas bongkar muat barang di pinggir Jalan Soekarno-Hatta yang tentu saja semakin menambah kemacetan di sekitar jalan tersebut.
Keberadaan terminal sangat mendesak untuk segera direalisasikan. Tak pelak jika Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) setempat mengajukan usulan kepada pemerintah pusat dan akhirnya disetujui Bappenas pada 2009 lalu. “Untuk tahap pertama ini, usulan yang disampaikan adalah penganggaran dana untuk penimbunan lokasi terminal kargo dalam RAPBD 2012. Mudah-mudahan usulan disetujui sehingga proyek terminal dapat segera dikerjakan,” kata Kepala Dishubkominfo Pekanbaru Syafrudin Sayuti. Biaya untuk konsultan sekaligus persiapan tender cukup besar, sekitar Rp 5 miliar. Apabila rencana ini terealisasi, Pemkot bakal menerima bantuan jasa konsultan guna penyiapan feasibility study, dokumen tender untuk investor, bantuan untuk pelelangan, evaluasi dan membuat perjanjian dengan pemenang investasi.
Edisi Khusus Liputan IIICE 2011 - SUSTAINING PARTNERSHIP
17
PROYEK KPS - POTENSIAL
Pemkot sendiri bakal menghapus semua usulan untuk pembangunan terminal kargo di APBD. Kecuali jika ada anjuran untuk sharing budget karena pembangunan terminal membutuhkan dana cukup besar. Pemkot Pekanbaru pun berperan aktif untuk mengajak swasta nasional maupun asing untuk menanamkan investasi pada terminal tersebut. Langkah pendekatan dengan swasta dan investor, dukungan DPRD, hingga edukasi komunikasi melalui website Pemkot merupakan langkah-langkah strategis yang dilakukan untuk menggaet investor. Bahkan, upaya mendapatkan bantuan dana hibah dari Australia dilakukan Pemkot. Namun, sejauh ini hasilnya pun belum terlihat. Melihat kondisi yang ada di lapangan, Pemkot beserta Bappenas kemudian menetapkan kembali jadwal rencana pengerjaan proyek dalam enam tahap, yakni tahap project preparation (2010), tender (2011), contract signing (2011), construction (2011-2013) dan terakhir tahap operation tahun 2014. Sementara estimasi biaya proyek sebesar 140 juta dollar AS.
Dari sisi investasi, terminal kargo sebenarnya merupakan lahan investasi yang sangat menggiurkan. Hal ini dilihat dari dukungan industri yang tumbuh pesat dengan sejumlah sentra lokasi industri. Kawasan Industri Tenayan (KIT) misalnya, yang memiliki wilayah seluas 1.550 hektar dan sekitar 14 km dari pusat kota. KIT berada pada posisi yang berdekatan dengan rencana outer ring road Timur sehingga memudahkan transportasi bahan baku pemasaran hasil produksi dengan angkutan darat. Jenis industri yang dikembangkan di KIT antara lain industri makanan, industri pengolahan CPO (crude palm oil), industri garmen, industri kayu dan bahan dari kayu, industri kimia dan barang dari bahan kimia, industri minyak bumi, karet dan plastik, serta industri barang galian bukan logam. Hasil produksi masingmasing industri ini perlu didistribusikan ke berbagai wilayah sehingga mutlak membutuhkan terminal kargo. Kota Pekanbaru merupakan kota terbesar di provinsi Riau yang kegiatan ekonominya tumbuh pesat. Aktivitas
Terminal Petikemas Tanjung Priok Jakarta
bisnis dan jalur lalu lintas kendaraan berat (container) saat ini cukup tinggi sehingga terminal kargo sangat dibutuhkan untuk memfasilitasinya. Ini pun berimbas pada prospek yang menggiurkan jika berinvestasi di terminal kargo. Saat ini Pekanbaru berkembang menjadi kota metropolitan. Sekitar 3.000 truk sehari beroperasi untuk melayani kebutuhan masyarakat menyebabkan pentingnya terminal kargo di Pekanbaru. Terminal tersebut nantinya berfungsi
Terminal Petikemas Tanjung Perak Surabaya
18
SUSTAINING PARTNERSHIP - Edisi Khusus Liputan IIICE 2011
Terminal Petikemas Tanjung Perak Surabaya
sebagai depo untuk mendukung kebijakan pemerintah yang melarang truk memasuki kota pada siang hari serta terminal harus dilengkapi dengan bengkel dan lahan terbuka. Terminal tersebut nantinya akan menyediakan pusat reparasi truk dan mobil, restoran, hotel, dan keperluan fasilitas lain yang diperlukan. Saat ini pemerintah menyediakan terminal barang yang dekat dengan terminal penumpang
Terminal kargo yang akan dibangun nantinya memiliki peran yang bersinergi dengan terminal Bandar Raya Payung Sekaki. “Melihat potensi bisnis ke depan, sebenarnya tidak ada alasan bagi investor untuk enggan berinvestasi. Ke depan, terminal kargo ini akan menjadi tulang punggung kegiatan bongkar muat barang karena sampai saat ini belum ada terminal kargo di Pekanbaru,” ujar Setda Pemkot Pekanbaru (Plt) Dorman Johan.
Sementara dari sisi administrasi perizinan, Pemkot Pekanbaru berkomitmen untuk memberikan akses kemudahan seluasluasnya bagi investor swasta maupun asing yang berminat menanamkan investasinya di Pekanbaru. Cukup beralasan apabila pihak Pemkot bergiat menggaet investor untuk investasi di berbagai bidang, termasuk terminal kargo, mengingat aspek demand yang cukup tinggi dan dari sisi aktivitas bisnis terus berkembang.
Pihaknya berharap pembangunan terminal dapat segera terealisasi. Bahkan, pihak Pemkot sendiri sempat mengkalkulasikan anggaran biaya pembangunannya, namun karena dinilai terlampau besar dan tidak ter-cover dalam Anggaran Pembangunan dan Belanja Daerah (APBD), akhirnya Pemkot mencoba menggunakan skema PPP dalam pembangunannya. Termasuk pula dalam hal proyek penimbunan atau pengurukkan di atas
lahan yang akan dijadikan terminal. Hal ini belum bisa dilakukan karena masih harus menunggu feasibility study dari konsultan. “Kami sangat maklum kalau proses pembangunannya relatif lambat karena menyangkut banyak hal, terutama aspek biaya. Namun, kami tetap menunggu karena keberadaan terminal kargo sangat dibutuhkan,” ujar Dorman Johan lagi. (*)
Menara kontrol Terminal Petikemas Tanjung Priok Jakarta
Edisi Khusus Liputan IIICE 2011 - SUSTAINING PARTNERSHIP
19
PROYEK KPS - SIAP DIPASARKAN
PELABUHAN TANAH AMPO
“Indonesia dikaruniai alam dan cuaca yang bagus. Namun tanpa pelabuhan yang memadai, kapal pesiar mana yang mau singgah? Bagaimana ribuan turis bisa datang?” Kata Captain Nikolaos Antalis dari perusahaan kapal pesiar Royal Caribbean International. Antalis ditemui dalam Seminar Internasional “Cruise Development of Indonesia” di Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Jakarta (30/5/2011). Dia menegaskan, “Indonesia kan tak perlu membeli kapal pesiar yang harganya sangat mahal. Yang diminta juga tak banyak, hanya membangun dermaga, lalu mengeruk kolam dan alur.” Pelabuhan, demikian pula infrastruktur lain di Indonesia, kondisinya memang sangat terbatas. Umumnya, dermaga di berbagai pelabuhan pun pendek dan sempit, kolam dan alur pelabuhan juga dangkal. Padahal, banyak pelabuhan sebenarnya telah berlokasi di teluk yang tenang, akan tetapi seolah tak ada niat apalagi usaha keras untuk membangun dermaga. International Ship and Port Facility Security (ISPS) Code juga tak diterapkan dengan ketat di pelabuhan-pelabuhan kita.
20
Masyarakat hilir-mudik di dermaga, mulai dari anak-anak yang ingin melihat kapal hingga para pemancing. Padahal bagi perusahaan kapal pesiar asing, ISPS adalah isu sensitif. Tak boleh ada daya tawar atas ISPS, sebab menyangkut keamanan kapal dan turis. Namun hal mendasar, yang perlu diperhatikan tentu saja menyangkut kedalaman kolam dan alur. Hugues Lamy dari Cruise Management Consulting, Monaco, menyarankan kolam pelabuhanpelabuhan di Indonesia diperdalam menjadi rata-rata 10 meter dan alur pelayaran sedalam 11 meter. Apa yang terjadi ketika pelabuhan dangkal? Kapal pesiar yang membawa turis ke Bromo, ambil contoh, harus buang jangkar sekitar 1-2 mil dari dermaga pelabuhan. Itu karena Pelabuhan Probolinggo hanya berkedalaman 2,5 meter. Sehingga, harus digunakan sekoci atau kapal kecil untuk mengangkut turis dari lepas pantai sampai Pelabuhan Probolinggo. Dalam hitungan Lamy, tahun 2012 akan datang 50 kapal pesiar. “Namun, 28 kapal tak akan sandar karena dermaga terbatas,” kata Lamy. Dengan keterbatasan itu, sebagian besar turis juga menjadi malas menjejakkan kaki ke darat.
SUSTAINING PARTNERSHIP - Edisi Khusus Liputan IIICE 2011
Efek negatifnya, hanya sedikit uang yang dibelanjakan oleh turis di darat sehingga ekonomi setempat tak bertumbuh dengan optimal. Ketika kedalaman kolam mencukupi, maka juga dapat dengan optimal melayani kapal-kapal seperti Legend of the Seas milik Royal Caribbean International (panjang 264 meter, kedalaman 7,5 meter), Pacific Sun milik Pacific Sun (panjang 223 meter, kedalaman 7,5 meter), dan Holland America Line (panjang 237 meter, berkedalaman 7,3 meter). Bahkan ketika kolam pelabuhan berkedalaman 12 meter, Royal Caribbean International dapat mendatangkan kapal seperti Allure of the Seas. Kapasitas penumpang dari kapal bertonase 225.282 ton itu, mencapai 5.400 orang. Jumlah penumpang sebanyak itu, setara dengan pendaratan 36 unit Airbus A320 secara bersamaan. Bilamana dihitung, efek finansial dari pendaratan 5.400 turis itu memang dashyat. Sebagai gambaran, dibutuhkan 100 unit bus atau 1.350 unit taksi untuk mengantar turis sebanyak itu menuju destinasi wisata. Bila sebuah restoran berkapasitas ratarata 200 orang, diperlukan 27 restoran
untuk menjamu seluruh turis tersebut dengan makanan tradisional Bali, misalnya.
Bali, lalu di Nusa Tenggara Timur— tepatnya Pulau Lombok, dengan 28.338 orang (25 persen), disusul Pulau Jawa dengan 23.027 orang turis (20 persen).
PASAR POTENSIAL Ada sekitar 18 juta turis kapal pesiar menjelajahi laut-laut di dunia ini pada tahun 2010. Sebanyak 10,7 juta turis menjelajahi Amerika Utara, 5,4 juta turis menjelajahi Eropa, dan hanya 1,1 juta turis menjelajahi perairan Asia. Dikarenakan masih rendahnya jumlah turis kapal pesiar di regional ini, telah diramalkan akan lebih banyak turis menjelajahi perairan Asia. Di Australia saja, di benua tetangga kita, dalam 10 tahun mendatang diprediksi jumlah turis kapal pesiar naik dua kali lipat, dari 466.000 turis (2010) menjadi satu juta turis (2020). Bagaimana dengan kondisi pasar di Indonesia? Dari data Cruise Management Consulting Monaco, kepulauan Nusantara pada tahun 2011 akan kedatangan 113.875 orang turis dengan kapal pesiar. Naik dari jumlah turis dengan kapal pesiar pada tahun 2010 sebanyak 94.228 orang, dan hampir berlipat ganda dari kedatangan turis asing dengan kapal pesiar di tahun 2009 sebanyak 68.598 orang.
Ternyata, ada pula minat untuk berlabuh di pulau-pulau lain. Sebanyak 5.622 orang turis (5 persen) akan mendatangi Sulawesi di tahun 2011 ini, lalu Sumatera akan kedatangan 3.862 orang turis (3 persen), Papua akan disambangi 1.350 orang turis (1 persen), Kalimantan akan dihadiri 800 orang turis (1 persen), sedangkan Maluku juga akan disinggahi 646 orang turis (1 persen). Menimbang data proyeksi kedatangan penumpang kapal pesiar, sebagai langkah awal maka memang lebih baik membangun Pelabuhan Kapal Pesiar di Bali. Lamy pun mendukungnya, dengan memberikan rekomendasi pada Tanah Ampo, di Kabupaten Karangasem, Bali. “Bali juga punya Pelabuhan Benoa. Namun bagi kedatangan kapal pesiar, maka lebih baik mendorong Pelabuhan Tanah Ampo. Pertama, karena lokasinya lebih indah. Kedua, dapat benar-benar dikhususkan bagi kedatangan kapal pesiar,” kata Lamy.
KERJASAMA PEMERINTAH SWASTA Pada 14 April 2011, di ajang Indonesia International Infrastructure 2011 di Jakarta Convention Center, Gubernur Bali Made Mangku Pastika pun sudah mempromosikan pelabuah Tanah Ampo. Dia menegaskan, Pelabuhan Tanah Ampo dibutuhkan untuk mendukung industri pariwisata di Pulau Bali. Sektor pariwisata, perikanan, dan peternakan memang menyumbang sebesar 47 persen dari Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Pulau Bali. Di beberapa desa di Bali, pariwisata boleh dikata napas hidup penduduk setempat. Budaya Bali memang begitu eksotis, diwarnai oleh berbagai perayaan budaya-keagamaan yang sangat menarik minat turis. Mengapa lokasi Tanah Ampo di Kabupaten Karangasem dipilih? Sebab, terletak di perairan Labuhan Amuk, pelabuhan alam dengan kedalaman ratarata 12 meter. Juga dekat dengan kawasan wisata andalan seperti Candidasa, Tirta Gangga, Ujung Karangasem, Tenganan, Goa Lawah, dan Pura Besakih. Tanah
Lokasi Pelabuhan Kapal Pesiar Tanah Ampo
Dari profil negara asal, ternyata 44 persen turis asing yang menumpang kapal pesiar berasal dari Australia (49.872 orang), 25 persen dari Amerika Utara (28.498 orang), 22 persen dari Eropa (24.704 orang), dan 9 persen dari Asia - umumnya dari Jepang (10.692 orang). Pulau Bali, pada tahun 2011, diprediksi tetap menjadi magnet bagi kedatangan kapal pesiar di Indonesia. Data pemesanan paket kapal pesiar di tahun ini memperlihatkan, sebanyak 50.230 orang turis (44 persen) akan berlabuh di
Tanah Ampo Port
Edisi Khusus Liputan IIICE 2011 - SUSTAINING PARTNERSHIP
21
PROYEK KPS - SIAP DIPASARKAN
Bagaimana Dengan Peruntungan Membangun Pelabuhan?
ilustrasi Kapal pesiar , Sumber: gettyimages.com
Ampo juga dapat memecah konsentrasi turis yang umumnya berada di poros Seminyak-Kuta, Sanur, Nusa Dua, dan Jimbaran. Jarak dari Tanah Ampo ke Kota Denpasar juga tak terlalu jauh, hanya 40 kilometer dengan waktu tempuh 45 menit melintasi jalan lingkar selatan Bali. Sementara Tanah Ampo ke Bandara Internasional Ngurah Rai juga hanya sekitar 60 kilometer. Ini dapat memudahkan pergantian kru kapal, bila diperlukan. Juga memberi kesempatan turis bergabung dengan kapal pesiar tertentu yang sandar di Bali. Terkait pembangunan Pelabuhan Tanah Ampo, Gubernur Bali, I Made Mangku Pastika menjelaskan, ada dua proyek yang diharapkan menarik minat swasta. Pertama, pelabuhan dan dermaga dengan nilai proyek Rp 150 miliar yang dikerjasamakan dengan Pemerintah Kabupaten Karangasem. Dan, pembangunan fasilitas pendukung senilai Rp 100 miliar yang dikerjasamakan dengan Otoritas Pelabuhan Benoa. Sebenarnya, dermaga Tanah Ampo telah dibangun secara bertahap tapi panjangnya baru sekitar 180 meter. Persoalannya, panjang kapal pesiar pada umumnya lebih dari 200 meter. Sehingga pemda pun mendorong pemerintah pusat menggelontorkan lebih banyak anggaran untuk Tanah Ampo. Namun karena keterbatasan dana APBN, maka dipilihlah mekanisme Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS).
22
Otoritas Pelabuhan Benoa memperkirakan kebutuhan dana sebesar 36 juta dollar Amerika atau sekitar Rp 300 miliar untuk pengembangan pelabuhan itu. Dari kebutuhan dana itu, pemerintah daerah memberikan dukungan dalam bentuk lahan. Bila ada swasta berminat untuk menginvestasikan uangnya, maka Otoritas Pelabuhan Benoa telah menghitung swasta dapat menginvestasikan dana internal (equity) sebesar 8,31 juta dollar AS (Rp 70,63 miliar) dan mencari dana pinjaman (loan) senilai 19,39 juta dollar AS (Rp 164,82 miliar). Biaya konsultannya diperkirakan sebesar 0,32 juta dollar AS (Rp 2,72 miliar). Pengamat industri maritim, Saut Gurning dari Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya mengatakan, investasi pelabuhan pasti diminati bila konsesinya lebih dari 50 tahun. “Vietnam berhasil menggaet investor oleh karena konsesinya lama. Lantas, pemerintah harus memastikan tak boleh ada pelabuhan baru dekat kawasan pelabuhan lama,” kata Saut. Jadi, bila sedari awal pemerintah hanya menetapkan tiga pelabuhan kapal pesiar di Bali, yakni Benoa (Bali Selatan), Celukan Bawang (Bali Utara), dan Tanah Ampo (Bali Timur); maka bila ada keinginan untuk membangun pelabuhan baru haruslah di Bali Barat. Jangan sampai ada persaingan sehingga “mematikan” Tanah Ampo.
SUSTAINING PARTNERSHIP - Edisi Khusus Liputan IIICE 2011
Juan Antonio Madrid, Penasihat Pelabuhan Barcelona, Spanyol, dalam Seminar Internasional “Cruise Development of Indonesia” dengan yakin memaparkan untungnya investasi dermaga dan terminal pelabuhan. Dari bulan April 2005 hingga bulan April 2008, ambil contoh, Pelabuhan Barcelona menginvestasikan 59,9 juta euro (sekitar Rp 718 miliar). Namun saat ini, beberapa tahun berselang, ternyata telah balik modal. Karena faktanya, pada tahun 2010 saja Kota Barcelona mendapat 373,07 juta euro (sekitar Rp 4,47 triliun) dari kedatangan 2,35 juta turis kapal pesiar. Dalam waktu dekat, terminal E Pelabuhan Barcelona akan dibangun berbiaya 15 juta euro (sekitar Rp 60 miliar). “Butuh koordinasi antara pemerintah kota dan pelabuhan sehingga investasi dapat dilakukan, dan proyek dapat dibangun. Juga dibutuhkan keyakinan bahwa pelabuhan yang baik menumbuhkan ekonomi,” kata Madrid. Antalis pun menegaskan, “saya bukan politisi. Saya nahkoda yang selalu bicara dengan tegas, supaya pesan-pesan dari saya tersampaikan ke kru kapal. Dan kini, saya tegaskan kepada Indonesia, segeralah bangun pelabuhan. Makin cepat, maka makin cepat pula bagi saya untuk mengemudikan kapal pesiar raksasa itu untuk memasuki perairan Indonesia”. Pak Antalis, Indonesia sedang menunggu investor-investor untuk melaksanakan Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS). Dan ketika KPS terwujud, mungkin kita dapat berlayar bersama. (Haryo Damardono, wartawan Harian KOMPAS).
SOSOK
Gita Wirjawan
Ingin Tingkatkan
PELAYANAN TERPADU SATU PINTU Keinginan untuk membangun bangsa dan Negara pasti ada di setiap benak rakyat Indonesia, tak terkecuali pada diri Gita Wirjawan, Kepala Badan Koordinator Penanaman Modal (BKPM). Bagi akuntan yang telah banyak melintang di industri keuangan dan perbankan ini, pembangunan ekonomi di Indonesia merupakan hal utama yang ada di benaknya. “Untuk bangun bangsa ini, butuh investasi yang besar, ini jadi tugas BKPM selaku intansi pemerintah untuk menggaet investor berinvestasi di sini,” ujar lulusan Master of Public Administration dari Harvard University (2000) ini. Penanaman modal sangat vital bagi pertumbuhan dan percepatan pembangunan ekonomi di suatu negara. Modal tersebut dapat digunakan sebagai alat untuk memulihkan perekonomian, menciptakan lapangan kerja, dan mengurangi kemiskinan. Pemerintah Indonesia telah melakukan langkahlangkah untuk mengatasi kendala itu dengan membuat kebijakan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) sebagai salah satu usaha menarik penanam modal menanamkan modalnya di Indonesia. Hal ini tertuang dalam UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Dengan diberlakukannya kebijakan PTSP, sosok Gita Wirjawan sebagai Kepala
BKPM tidak bisa dilepaskan begitu saja. Hal ini karena PTSP di tingkat pusat dilakukan BKPM sebagai lembaga yang berwenang di bidang penanaman modal. Semenjak dilantik menjadi Kepala BKPM tahun 2009, Gita terus membuka kantor PTSP di tiap daerah. Dalam tiga tahun mendatang, ia berharap agar bisa membuka kantor PTSP di tiap kabupaten/kota. PTSP sudah terbukti meningkatkan angka investasi karena mempermudah proses investasi karena lebih simpel, cepat dan efisien. Sayangnya, sejauh ini pelayanan masih sebatas PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri), sementara PMA (Penanaman Modal Asing) tetap harus melalui BKPM. Padahal, total investasi selama paruh pertama tahun ini dari PMA besarnya Rp 82,6 triliun, sedangkan PMDN menyumbangkan Rp 33 triliun. Untuk mendorong investasi, awal Juli yang lalu Gita mengajak lima gubernur dari Jawa Barat, Sumatera Barat, Kalimantan Tengah, Maluku, dan Papua dalam acara Marketing Investment Indonesia di Hotel Williard Intercontinental Washington, Amerika Serikat. “Mereka menyampaikan langsung potensi dan peluang di wilayah kerja masing-masing,” katanya. Ia berharap dengan acara itu sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dapat berjalan terutama pada persoalan investasi. “Agar investasi di dalam negeri meningkat,” ujarnya. Dipilihnya Amerika
lantaran investasi Amerika di Indonesia masuk lima besar sepanjang 2000-2010. Namun, Gita juga masih menyayangkan saat ini masih banyak kantor PTSP yang belum bekerja secara maksimal. Sebagian besar kantor PTSP masih berperan sebagai perantara dalam pelayanan perizinan penanaman modal. Gita menduga hal tersebut terjadi karena belum tercipta sinkronisasi antara kebijakan pemerintah pusat dan daerah. Ke depan, ia mengemukakan bahwa BKPM akan memperbaiki kinerja PTSP tersebut dengan cara meminta pimpinan daerah setempat memberikan kewenangan perizinan ke PTSP. BKPM juga akan mendorong kantor-kantor PTSP yang belum memenuhi kualifikasi. Oleh karena itu, Gita berharap bahwa bila program PTSP di masa depan sudah berjalan, Indonesia akan menjadi salah satu tujuan utama investasi di dunia. “Saya sangat percaya dengan kekuatan ekonomi makro dan produk serta komoditas unggulan Indonesia. Apalagi dari sisi skala, populasi, demografi, dan kondisi makro ekonomi maupun kondisi makro politik sudah membaik,” ujar bungsu dari lima bersaudara ini.(*)
Edisi Khusus Liputan IIICE 2011 - SUSTAINING PARTNERSHIP
23
SOSOK
H.M. Zulkarnain Arief
KOMITMEN KADIN untuk IIICE Kiprah H.M. Zulkarnain Arif di bidang infrastruktur tidak perlu dipertanyakan lagi. Tiga puluh tahun bergelut di bidang infrastruktur, Zulkarnain saat ini menjabat Wakil Ketua Umum Bidang Infrastruktur, Konstruksi dan Properti pada Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN). Pria lulusan Teknik Sipil Universitas Muslim Indonesia Makassar ini mengakui bahwa infrastruktur yang ada di Indonesia ini masih sangat jauh tertinggal dibanding dengan Negara lain. Oleh karena itu, dirinya yang bercitacita menjadi “Pejuang Pengusaha” ini ingin merubah hal tersebut. Untuk itu, Kadin mempelopori ajang The Indonesia International Infrastructure Conference & Exhibition (IIICE). “Sesuai dengan Undang-Undang, Kadin yang merupakan induk dari pengusaha di Indonesia harus menjadi fasilitator pertumbuhan ekonomi bangsa ini,” ujar Zulkarnain yang menjadi Ketua Panitia Penyelenggara IIICE 2011. Upaya penting ini merupakan inisiatif Kadin yang bertindak sebagai ketua dewan penasihat resmi acara tersebut. Menurut ayah tiga anak ini, dilihat dari perspektif ekonomi, infrastruktur merupakan aset yang seharusnya dimaksimalkan oleh negara. Seluruh kegiatan yang menyangkut dengan
24
pertumbuhan ekonomi akan terhambat jika infrastruktur yang ada tidak memadai. “Contohnya adalah bagaimana jika jalan banyak yang berlubang, maka distribusi akan terhambat dan bisa menjurus ke inflasi,” katanya. Akan tetapi, pemerintah harus lebih proaktif terhadap para investor yang akan masuk ke Indonesia. Menurutnya, investasi satu pintu yang digadanggadang oleh pemerintah belum berjalan sepenuhnya. Kendala-kendala yang muncul ini harusnya lebih diperhatikan oleh pemerintah. “Contohnya adalah soal pembebasan tanah yang tidak kunjung selesai, hal ini bisa membuat investor pergi jika prosesnya memakan waktu lama,” ucap Zulkarnain. Hal ini menunjukkan bahwa komitmen yang ditunjukkan oleh pemerintah masih belum maksimal. “Dalam UndangUndang Pertanahan dijelaskan, untuk investor hanya menanggung ganti rugi sebesar 110% NJOP (Nilai Jual Objek Pajak), selebihnya pemerintah yang menanggung,” tambahnya. Kendala yang muncul tidak hanya itu, Zulkarnain juga menyayangkan masih banyaknya ‘calo’ yang berkeliaran. Keberadaan ‘calo’ ini mengusik para investor yang ingin berinvestasi di Indonesia. “Bayangkan saja, melalui ‘calo’, biaya yang harus dikeluarkan bisa naik menjadi 3 kali lipat.” Memang, infrastruktur menjadi catatan penting bagi pemerintah dan perlu dipahami sebagai proyek jangka panjang. KADIN pun siap mendukung percepatan pembangunan infrastruktur di Indonesia.
SUSTAINING PARTNERSHIP - Edisi Khusus Liputan IIICE 2011
Tinggal merapatkan barisan antara tiga komponen yaitu pemerintah, pengusaha dalam negeri, dan BUMN. “Bagi investor asing silakan masuk, silakan memilih, kami siap menjadi fasilitator. Kendalakendala yang ada akan kami carikan solusi. Ini forum sangat strategis. Tantangan adalah peluang,” ucapnya. Selain itu, Zulkarnain juga menggaris bawahi proses pembangunan di Indonesia yang fokus hanya di beberapa lokasi saja. “Kami harap pemerintah pusat jangan menyelesaikan persoalan bangsa secara sentralistik, tetapi distribusikan ke daerahdaerah. Semua kawasan timur potensial. Kebijakan-kebijakan yang ada selama ini, pada tataran implementasinya sebagian tidak bisa dilaksanakan karena banyak faktor, dan faktor ini harus dihilangkan,” jelas pria yang juga menjabat Ketua Umum KADIN Sulsel ini. Lebih lanjut Zulkarnain menguraikan, kawasan timur memiliki potensi 67 persen dari total luasan wilayah, termasuk potensi sumber daya alamnya. Tetapi sektor industrinya sangat-sangat rendah yaitu di bawah 10 persen. “Padahal di Jawa saja, 80 persen. Sehingga diperlukan political will pemerintah pusat bahwa relokasi industri harusnya lari ke Indonesia bagian timur,” tegasnya. (*)
SEKILAS BERITA
Konferensi IIICE 2011 Dibuka oleh Wakil Presiden
Indonesia International Infrastructure Convention and Exhibition (IIICE) 2011 yang diselenggarakan tanggal 12–14 April 2011 di Jakarta Convention Center, dibuka oleh Wakil Presiden RI Boediono. Acara yang menjadi inisiatif Kadin dan telah berlangsung dari sejak tahun 2005. IIICE diselenggarakan atas kerjasama antara Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Kementerian Koordinator Perekonomian, dan Bappenas. Tahun 2011 ini, mengangkat tema “Developing Sustainable Infrastructure Across The Province”. Dalam sambutannya, Ketua Kadin Suryo B Sulisto mengatakan, IIICE ini merupakan upaya mendukung pemerintah untuk percepatan proyek-proyek infrastruktur. Menurutnya, konferensi ini menyediakan forum antara pejabat pemerintah dan investor guna mendukung infrastruktur Indonesia. Ia juga mengatakan bahwa Kadin berkomitmen untuk menjadi motor penggerak di balik inisiatif ini untuk setidaknya 4 tahun ke depan, dan Kadin
akan mengambil langkah-langkah ke depan yang nyata untuk sektor infrastruktur di Indonesia. Sementara itu Wakil Presiden menyatakan bahwa pembangunan infrastruktur merupakan kebutuhan yang mutlak diperlukan dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi negara sebesar 7 persen dalam kurun waktu 2009-2014. Namun demikian kemampuan pemerintah baik di pusat maupun daerah dalam pembiayaannya sangat terbatas. Sehingga, Pemerintah sangat mendorong investasi dunia usaha pada bidang infrastruktur, baik dari dalam maupun luar negeri. Pada hari pertama konferensi, selain Ketua Kadin, Menko Perekonomian, dan Wakil Presiden yang memberikan sambutan pembukaan juga diselenggarakan sidang pleno I dengan pembicara Menteri /Kepala Bappenas, Direktur Japan Bank of International Cooperation, Alcatel-Lucent. Di pleno II tampil pembicara dari BKPM, Kementerian Keuangan, Badan Pertanahan Nasional, Kadin, PT Sarana Multi Infrastruktur, PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia, dan Bank Mandiri. Sesi sore diisi oleh presentasi dari BUMN yaitu PT Pelindo, PT Jasa Marga, PT PLN, dan PT Telkom. Hari kedua berupa paparan secara paralel
dari berbagai sektor seperti transportasi air dan laut, transportasi darat, angkutan kereta, pembangkit listrik, ICT, sanitasi dan penyediaan air bersih, dan sebagainya. Pada hari ketiga konferensi, sejumlah gubernur atau wakil gubernur menyampaikan presentasi mengenai proyek yang akan dilaksanakan di daerahnya Di antaranya berasal dari DKI Jakarta, Jawa Barat, Lampung, Riau, Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Barat. IIICE 2011 memberi kesempatan kepada 33 Propinsi di Indonesia sebagai fokus utama dalam pengembangan infrastruktur di Indonesia. Dalam hal ini, keberhasilan Kadin menghadirkan hampir semua provinsi untuk mengikuti pameran ini merupakan buah kerjasamanya dengan Asosiasi Pemerintah Propinsi Seluruh Indonesia (APPSI). Konferensi dihadiri lebih dari 800 delegasi dengan 87 pembicara dan 13 moderator termasuk menteri, gubernur, CEO dan para pemimpin industri infrastruktur. Penyelenggaraan forum serupa tahun depan direncanakan di tempat yang sama pada tanggal 2-5 Mei 2012 bersamaan dengan Asia-Pacific Ministrial Conference on Infrastructure Development. (*)
Edisi Khusus Liputan IIICE 2011 - SUSTAINING PARTNERSHIP
25
SEKLIAS BERITA
PESERTA KORPORAT
Dalam Pameran IIICE 2011 Pemeran dalam IIICE 2011 dilaksanakan Jakarta Convention Center. Kegiatan ini diikuti oleh lebih kurang 200 institusi yang terdiri atas BUMN dan persero, Kementerian dan Lembaga Pemerintah, Pemerintah Daerah/Propinsi, bank, media massa, perusahaan bidang infrastruktur, dan berbagai perusahaan penunjang lainnya seperti operator selular, perusahaan penerbangan, perusahaan otomotif, dan sebagainya. Peserta dari BUMN dan Persero antara lain adalah Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT Telkom, PT SMI, PT PII, PT Jasa Marga, PT INKA, Bank Mandiri, dan Bank Negara Indonesia. Sedangkan kementerian dan lembaga pemerintah terdiri atas Bappenas, Kominfo, Kementerian ESDM, Kementerian PU, Lembaga Elektronika Nasional, dan lainnya. Salah satu stan dalam Pameran IIICE 2011 adalah PT Telkom yang memamerkan Nusantara Super Highway. Nusantara
Super Higway merupakan jaringan infrastruktur ICT Nasional yang berbasis optical network platform atau kabel fiber optik yang dikembangkan oleh PT Telkom. Nusantara Super Highway merupakan kelanjutan dari cita-cita perseroan untuk menyatukan nusantara melalui visi ‘Nusantara 21’ yang telah dimulai sejak 2001 dengan teknologi berbasis satelit. Diperkirakan pembangunan ini akan selesai secara bertahap hingga 2014 dengan fokus di Kawasan Timur Indonesia karena pembangunan infrastruktur ICT di Kawasan Barat Indonesia telah rampung. Pada 2011 ini, Telkom mulai membangun backbone fiber optic yang menghubungkan Manado, Ternate, Ambon, Fak Fak, Sorong, Manokwari, Jayapura, dan Fak Fak ke Timika. Diharapkan pada 2012 proyek tersebut sudah dapat beroperasi untuk daerah Ternate dan Ambon, serta selesai keseluruhan pada 2014, sehingga pada 2015, jaringan Nusantara Super Highway akan memiliki panjang tidak kurang dari 47.099 km yang membentang dari Sumatera hingga Papua, meliputi 421 kota/kabupaten atau 85 persen dari kota/kabupaten yang ada. Kementerian PU memamerkan beberapa
proyek potensialnya. Khusus untuk Direktorat Jenderal (Ditjen) SDA menampilkan infrastruktur Banjir Kanal Timur (BKT). Banjir Kanal Timur yang memiliki panjang 23,5 Km, lebar 100-300 m, kedalaman 3-7 m ini bertujuan untuk melindungi wilayah seluas 279 km² di Jakarta Timur dan Jakarta Utara dari luapan banjir Kali Cipinang, Buaran, Jatikramat, dan Cakung. Selain sebagai pengendali banjir di kedua wilayah Jakarta, pembangunan Banjir Kanal Timur ini juga diperuntukkan sebagai kawasan konservasi air untuk menciptakan nuansa waterfront city di masa depan. Kanal Banjir Timur juga akan dijadikan show case percontohan green infrastructure dengan pembangunan area jalur hijau, tempat pembuangan sampah dan sedimen, konservasi jumlah dan kualitas air melalui eco-technology. Progres KBT sampai saat ini sudah mencapai 85 persen dan penyelesaian pembangunan fisik ini direncanakan selesai di akhir tahun 2011. Stan Bank Mandiri menunjukkan komitmen bank ini untuk terus mengembangkan infrastruktur di Indonesia. Dalam pameran tersebut, Wakil Direktur Utama Bank Mandiri Riswinandi, mendemonstrasikan pembayaran tol menggunakan e-toll card kepada Wakil Presiden Republik Indonesia Boediono ketika berkunjung ke stan tersebut. (*)
Suasana pameran IIICE 2011
26
SUSTAINING PARTNERSHIP - Edisi Khusus Liputan IIICE 2011
PESERTA DAERAH DALAM IIICE 2011 Forum IIICE 2011 adalah kesempatan yang sangat baik bagi para gubernur dan pejabat di propinsi untuk ‘menjual’ proyek-proyek yang ditawarkan oleh daerah kepada para investor dalam dan luar negeri. Setidaknya ada 27 provinsi di seluruh Indonesia yang mengikuti pameran dalam forum IIICE 2011 di Jakarta Convention Center, 12-14 April 2011. Dalam kesempatan itu, beberapa provinsi yang memanfaatkan konferensi hari ketiga untuk mempresentasikan berbagai proyek andalan daerahnya, dapat memberi informasi lebih lengkap lagi kepada para investor. Misalnya, Propinsi Kalimantan Barat yang mempromosikan segala bentuk potensi dan peluang bisnis yang ada seperti pembangunan infrastruktur, bidang pertanian, perkebunan, perikanan maupun pertambangan yang saat ini menjadi andalan Kalbar. Sementara Propinsi tetangga yakni Kalimantan Timur yang merupakan provinsi dengan potensi tambang paling besar di Pulau Kalimantan, berencana untuk mengeksplorasi cadangan batubara yang diperkirakan mencapai 19 triliun ton disamping perkebunan; pertanian; pembangunan jalur kereta api; dan sebagainya.
batubara juga menjadi prioritas Propinsi Kalimantan Tengah yang berencana menghubungkan Puruk Cahu – Bangkuang sepanjang 185 km. Selama ini, angkutan batu bara menggunakan jalur darat dan sungai. Propinsi DKI Jakarta memprioritaskan sektor transportasi baik darat (bus, kereta api, jalan tol), bandara, maupun manajemen pelabuhan; sistem sanitasi; suplai air bersih; pasokan listrik; komunikasi; penanggulangan banjir; dan perumahan. Dari sekian banyak prioritas, tampaknya proyek Mass Rapid Transportation (MRT) menjadi unggulan untuk mengurangi kemacetan di Jakarta. MRT dibagi dalam dua phase, yaitu phase I berupa jalur Utara-Selatan yang menghubungkan Bunderan HI ke Lebak Bulus sepanjang 25,7 km, dan phase II yang menghubungkan Bundaran HI ke Kampung Bandan sepanjang 8,2 km. Sementara itu, Propinsi Jawa Barat yang terdiri atas 17 Kabupaten dan 9 Kotamadya dengan jumlah penduduk
43 juta memiliki aset yang besar di bidang energi; penyaluran sumber air bersih; pendidikan dan kesehatan; pertanian; dan biodeversity. Sedangkan investasi yang diprioritaskan mencakup eksplorasi energi geothermal; pembangunan Bandar Udara Internasional Kertajati; industri perikanan laut; aspal sintetis; pusat pendidikan keperawatan; industri ternak sapi; dan monorail Kota Bandung. Untuk Nusa Propinsi Tenggara Barat, pelabuhan Bandar Kayangan menjadi penting sebagai global hub yang menghubungkan Lombok dengan berbagai wilayah di dunia melalui jalur laut. Disamping itu, pembangunan kawasan wisata Mandalika di Kabupaten Lombok Tengah diharapkan dapat menarik wisatawan dalam dan luar negeri. Proyek andalan lainnya adalah pembangunan kawasan perikanan dan kelautan yang disebut dengan Kawasan Ekonomi Maritim Teluk Saleh; pengembangan energi dan ketenagalistrikan (PLTU Jeranjang) di Lombok yang diharapkan dapat beroperasi pada tahun 2011 ini. (*)
Pembangunan jalur kereta api pengangkut Suasana pameran IIICE 2011 Edisi Khusus Liputan IIICE 2011 - SUSTAINING PARTNERSHIP
27