LEMBAR PERSETUJUAN ARTIKEL
TAMPILAN BIRAHI KAMBING LOKAL YANG BERBEDA UMUR HASIL SINKRONISASI MENGGUNAKAN PROSTAGLANDIN F2∝ DI KABUPATEN BONE BOLANGO HAMZA BAU NIM. 621408018 TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI
Hamza Bau Jurusan Peternakan Fakultas Ilmu-Ilmu Pertanian Universita Negeri Gorontalo, Fahrul Ilham, Suparmin Fathan.
TAMPILAN BIRAHI KAMBING LOKAL YANG BERBEDA UMURHASIL SINKRONISASI MENGGUNAKAN PROSTAGLANDIN F2∝ DI KABUPATEN BONE BOLANGO By Hamza Bau, Fahrul Ilham, Suparmin Fathan LOCAL GOAT SEXUAL AROUSAL DISPLAY DIFFERENT AGE RESULTS USING PROSTAGLANDIN F2Α SYNCHRONIZATION ABSTRACT This study aims to determine the look of lust local goats of different ages using prostaglandin F2α synchronization results. The experiment was conducted from August to September 2013 in the district Botupingge, Bolango Bone regency, Gorontalo. Animals used 9 tails selected local goats, with goat criteria virgin has given birth to one time and that gave birth more than once, with a weight range of 20-24 kg. The entire sample was injected using prostaglandin F2α goat Lutalyse brand with a treatment dose of 1 ml, the design used was a completely randomized design (CRD) with 3 treatments and 3 replications. The variables measured were the percentage of estrus, estrus onset and duration of estrus. The data were analyzed using the method of analysis of variance (ANOVA). The results of the research administration of prostaglandin F2α at a dose of 1 ml significantly (P <0.05) to the onset of estrus and duration of estrus. The percentage of local goat estrus prostaglandin F2α given the first injection was 77% and the second injection of 100%. Administration of prostaglandin F2α at a dose of 1 ml led to the emergence of the onset of estrus at the 23rd until the 70th hour, or an average of 35.42 hours. Administration of prostaglandin F2α at a dose of 1 ml led to a long estrus in virgin native goats on average 31.67 hours (low), the goat has given birth to 1 times the average of 33.67 hours (medium) and the goat had given birth to 1 times the average over -rata 34.00 hours (high). Keywords: Display lust, local goats, Prostaglandin F2α ABSTRACT Penelitian ini bertujuan mengetahui tampilan birahi kambing lokal yang berbeda umur hasil sinkronisasi menggunakan prostaglandin F2∝. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai September 2013 di kecamatan Botupingge, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo. Ternak yang digunakan 9 ekor ternak kambing lokal yang terseleksi, dengan kriteria kambing dara, telah melahirkan satu kali dan yang melahirkan lebih dari satu kali, dengan kisaran bobot badan 20-24 kg. Seluruh sampel kambing diinjeksi mengunakan prostaglandin F2∝ merek Lutalyse dengan perlakuan dosis 1 ml, Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 3 ulangan. Variabel yang diamati adalah persentase estrus, onset estrus dan lama estrus. Data hasil penelitian dianalisis menggunakan metode analisis varians (anova). Hasil penelitian pemberian prostaglandin F2∝ pada dosis 1 ml berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap onset estrus dan lama estrus. Persentase estrus kambing lokal yang diberi prostaglandin F2∝ pada penyuntikan pertama adalah 77% dan penyuntikan kedua 100%. Pemberian prostaglandin F2∝ pada dosis 1 ml meyebabkan timbulnya onset estrus pada jam ke-23 sampai jam ke-70 atau ratarata 35.42 jam. Pemberian prostaglandin F2∝ pada dosis 1 ml menyebabkan lama estrus pada kambing lokal dara rata-rata 31,67 jam (rendah), kambing yang telah melahirkan 1 kali rata-rata 33,67 jam (sedang) dan kambing telah melahirkan lebih 1 kali rata-rata 34,00 jam (tinggi). Kata kunci : Tampilan birahi, kambing lokal, Prostaglandin F2
Hamza Bau Jurusan Peternakan Fakultas Ilmu-Ilmu Pertanian Universita Negeri Gorontalo, Fahrul Ilham, Suparmin Fathan.
PENDAHULUAN Kambing lokal merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh masyarakat baik secara tradisional maupun untuk kepentingan agribisnis. Selain untuk kepentingan produksi daging, ternak kambing juga sebagai sumber penghasil kulit. Kemampuanya dalam beradaptasi dan mempertahankan dirinya di lingkungan yang sangat ekstrim sehingga masyarakat banyak mengusahakan ternak kambing (Williamson dan Payne, 1993). Populasi ternak kambing di Provinsi Gorontalo yang terdapat di Kabupaten Bone Bolango pada tahun 2012 terjadi penurunan selisih populasi dari tahun sebelumnya meskipun terjadi peningkatan total populasi. Populasi kambing di Kabupaten Bone Bolango pada tahun 2010 berjumlah 5.872 ekor dan tahun 2011 mencapai 6.392 ekor, namun pada tahun 2011 jumlah populasi ternak kambing Kabupaten Bone Bolango menurun selisihnya (424 ekor) dibandingkan tahun 2010 – 2011 selisihnya 520 ekor (BPS, 2011). Tingkat ovulasi dan jumlah anak per kelahiran kambing lokal biasanya lebih rendah pada saat pubertas, menyebabkan efisiensi reproduksi lebih rendah pada ternak muda. Tingkat ovulasi biasanya meningkat sampai umur 3-4 tahun, sesudah itu akan mengalami penurunan. Umumnya tingkat ovulasi dan jumlah anak meningkat dengan bertambahnya umur walaupun tidak selalu demikian (Ismail, 2005). Mempelajari performance reproduksi, faktor umur harus dimasukkan sebab terdapat peningkatan kesuburan dengan meningkatnya umur (Wodziska-Tomaszewska, Dkk, 1991). Menurut Hafez (2000) bahwa estrus dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu keturunan, umur, musim, dan kehadiran kambing jantan. Menurut Toelihere (1981) bahwa kambing dara sering memperlihatkan periode estrus yang lebih pendek dari pada betina yang lebih tua. Salah satu langkah untuk mengatasi masalah birahi yang tidak seragam pada ternak kambing lokal dengan melakukan sinkronisasi birahi. Sinkronisasi birahi merupakan suatu pengendalian estrus yang dilakukan pada sekelompok ternak betina dengan memanipulasi mekanisme hormonal, sehingga keserentakan estrus dan ovulasi dapat terjadi pada hari yang sama atau Hamza Bau Jurusan Peternakan Fakultas Ilmu-Ilmu Pertanian Universita Negeri Gorontalo, Fahrul Ilham, Suparmin Fathan.
dalam kurun 2 atau 3 hari. Tehnik sinkronisasi birahi dilakukan dengan menggunakan prostaglandin F2∝ yang mempunyai kerja melisis korpus luteum sehingga korpus luteum mengalami regresi
dan diikuti dengan
penurunan
produksi progesteron. Akibatnya terjadi pembebasan serentak gonadotropin releasing hormone (GNRH) dari hipotalamus, diikuti dengan pembebasan folikel stimulation hormone (FSH) dari pituitari anterior, sehingga terjadilah estrus dan ovulasi. METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kecamatan Botupingge Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo. Penelitian ini dimulai dari bulan Agustus sampai September 2013. Materi Penelitian Materi yang digunakan dalam penelitian (tabel 2) antara lain : Tabel 2. Alat yang digunakan pada penelitian. No.
Alat
Jumlah
Keterangan
1
Kandang
1 unit
Sebagai tempat penelitian dan melindungi ternak dari perubahan cuaca (panas dan hujan)
2
Sekop
2 buah
Mengangkat kotoran-kotoran ternak
3
Jam
1 buah
Untuk menghitung onset estrus pada ternak
4
Tali
3 meter
Untuk menggantugkan pakan ternak
5
Buku tulis
2 buku
Utuk mencatat kejadian di lokasi penelitian
6
B-kompleks vitamin Ember
5 ml 3 buah
7 8 9
Kamera Kambing lokal betina
Vitamin meningkatkan daya tahan tubuh
1 buah 9 ekor 2 ekor
Tempat minum ternak Untuk mengambil gambar Umur 1-3 tahun, bobot badan 20-24 Kg sebagai objek pengamatan birahi. Umur 1 tahun, bobot badan 25 Kg, sebagai ternak pengusik
Hamza Bau Jurusan Peternakan Fakultas Ilmu-Ilmu Pertanian Universita Negeri Gorontalo, Fahrul Ilham, Suparmin Fathan.
Tabel 3. Bahan yang digunakan pada penelitian No. Bahan Jumlah 1. 2
Keterangan
ProstaglandinF2∝ 10 ml
Merek lutalsey, Agar ternak mengalami estrus
Alkohol
1 ml
Alkhohol 70%, untuk menstrilkan bakteri pada alat suntik Mendeteksi kebuntingan melalui urin ternak
3
Deaa gesdect
2 ml
4
Alat suntik (Spoit)
20 buah Untuk menyuntikan obat pada ternak
Timbagan
1 buah
5
Mengukur berat badan terak kambing
Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang di gunakan adalah menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), terdiri dari 3 perlakuan dan setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali yaitu : P1 : Penyuntikan prostaglandin F2∝ 1 ml/ekor secara intra muskuler pada Kambing Dara P2 : Penyuntikan
prostaglandin F2∝ 1 ml /ekor secara intra muskuler pada
kambing yang sudah 1 kali melahirkan P3 : Penyuntikan
prostaglandin F2∝ 1 ml /ekor secara intra muskuler pada
kambing yang sudah 2 kali melahirkan. Parameter Penelitian Parameter yang diamati dalam penelitian ini yaitu : 1. Persentase estrus yaitu jumlah kambing estrus dibagi dengan jumlah kambing perlakuan dan dinyatakan dalam persen (Siregar dkk, 2010). 2. Onset estrus yaitu kecepatan timbulnya estrus dihitung dari setelah penyuntikan prostaglandin pada ternak sampai ternak tersebut memperlihatkan salah satu gejala estrus, dihitung dalam satuan jam. 3. Lama birahi yaitu lama gejala-gejala birahi terlihat, dihitung dalam satuan jam sejak awal timbulnya gejala birahi sampai akhir gejala birahi, tidak Hamza Bau Jurusan Peternakan Fakultas Ilmu-Ilmu Pertanian Universita Negeri Gorontalo, Fahrul Ilham, Suparmin Fathan.
mengeluarkan lendir di vulva, ternak tidak gelisah, vulva tidak membengkak dan tidak mau di naiki oleh pejantan. Analisis Data Data hasil penelitian onset estrus dan kualitas estrus yang diperoleh dianalisis menggunakan metode analisis Varians (Anova) dengan menggunakan microsoft excel jika terjadi perubahan nyata maka yang akan dilanjukan dengan uji BNT sesuai petunjuk Steel dan Torrie (1995) adalah : HASIL DAN PEMBAHASAN Persentase Estrus
Gejala yang muncul pada betina yang berada pada fase estrus dan siap untuk dikawinkan, baik secara alamiah maupun dengan IB adalah merupakan tingkah laku estrus. Respons timbulnya estrus dapat didefinisikan sebagai persentase betina yang estrus yang dicapai serta kecepatan munculnya estrus (onset) yang teramati sejak pemeberian hormon prostaglandin F2∝ sampai betina menunjukkan gejala-gejala klinis awal seperti pembengkakan pada vulva, dan keluarnya lendir. Berdasarkan Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian hormon prostaglandin F2∝ memberikan respon estrus yang cukup baik pada kambing lokal. Dari 9 kambing lokal betina yang digunakan dalam penelitian ini semuanya memperlihatkan seperti laporan Siregar et al. (2001) yaitu vulva bengkak, mengeluarkan lendir, hangat, kemerahan, sering kencing, dan diam dinaiki. Persentase betina estrus yang diperoleh adalah sebesar 100% pada penyuntikan ke dua atau keseluruhan betina yang diberi perlakuan menunjukkan gejala estrus yang sama meskipun gejala estrus yang teramati tidak muncul secara bersamaan (Tabel 4). Tabel 4. Persentase estrus kambing lokal penyuntikan I dan II interval 10 hari. Jumlah Persentase estrus Persentase estrus Perlakuan kambing Setelah penyuntikan Setelah penyuntikan (ekor) PGF2∝ ke I (%) PGF2∝ ke II (%) Dosis 1 ml Dosis 1 ml Dosis 1 ml
3 3 3
2 (66%) 3 (100%) 2 (66%)
3 (100%) 3 (100%) 3 (100%)
Rata-rata
9
7 (77%)
9 (100%)
Hamza Bau Jurusan Peternakan Fakultas Ilmu-Ilmu Pertanian Universita Negeri Gorontalo, Fahrul Ilham, Suparmin Fathan.
Penyuntikan pertama menggunakan hormon prostaglandin F2∝ dengan dosis 1 ml pada ketiga perlakuan yaitu kambing dara, sekali melahirkan dan dua kali melahirkan secara rata-rata menghasilkan 77% kambing betina estrus, hal ini dikarenakan kambing yang birahi pada penyuntikan pertama yaitu kambing yang mempunyai CL sehingga penyuntikan pertama prostaglandin F2∝ dapat meregresi atau melisis Cl diikuti dengan timbulnya gejala birahi. Kambing lainnya tidak menunjukkan gejala estrus setelah penyuntikan prostaglandin F2∝ pertama. Menurut beberapa peneliti diduga kambing ini tidak mempunyai korpus luteum fungsional dalam ovariumnya, pada keadaan yang demikian prostaglandin F2∝ tidak mampu menghancurkan sel lutein dalam korpus luteum (Barrett et al. 2002). Prostaglandin F2∝ sangat efektif untuk dipakai sebagai penggertak estrus pada ternak dalam fase diestrus, sebab pada fase ini terdapat korpus luteum fungsional sehingga CL tersebut akan diregresi atau dilisis, sedangkan Prostaglandin F2∝ tidak efektif untuk CL yang baru tumbuh. Menurut Feradis agar semua ternak dapat estrus dalam periode waktu yang hampir bersamaan dilakukan penyuntikan ke dua yaitu 10 hari setelah penyuntikan pertama alasanya ternak yang tidak mempunyai CL pada penyuntikan pertama, pada 10 hari kemudian sudah mempunyai CL tindakan tersebut sesuai dengan pernyataan Siregar et a. (2001) dan Hafizuddin et al. (2011) bahwa jika penyerentakan estrus dilakukan dengan tanpa memperhatikan ada tidaknya corpus luteum, penyuntikan PGF2α dilakukan dua kali dengan selang waktu 10 hari yang menyebabkan kambing berada pada dalam kondisi CL fungsional. Berdasarkan tabel 5 penyuntikan kedua yang dilakukan 10 hari kemudian dengan dosis 1ml menghasilkan 100% kambing estrus. Hal ini disebabkan karena semua kambing betina berada berada pada fase diestrus dimana dalam ovarium kondisi CL sedang berfungsi sehingga penyuntikan prostaglandin F2∝ kedua yang diberikan 10 hari setelah penyuntikan prostaglandin F2∝ pertama mempunyai efek maksimal yaitu meregresi CL dan akan diikuti pertumbuhan folikel sehingga timbul gejala estrus. Hasil penelitian ini hampir sama dengan pernyataan Hamdan dan Siregar (2004), bahwa percobaan dengan menggunakan hormon prostaglandin F2∝ pada penyuntikan pertama mencapai 80% kambing yang estrus sedangkan Hamza Bau Jurusan Peternakan Fakultas Ilmu-Ilmu Pertanian Universita Negeri Gorontalo, Fahrul Ilham, Suparmin Fathan.
penyuntikan kedua yang dilakukan 10 hari kemudian akan menghasilkan 100% estrus. 4.3 Onset berahi Onset berahi yaitu laju kecepatan timbulnya estrus dihitung dari setelah penyuntikan prostaglandin pada ternak sampai ternak tersebut memperlihatkan salah satu gejala estrus. Onset estrus pada ketiga perlakuan dalam penelitian ini terjadi pada jam ke-23 sampai
jam ke 70 (Tabel 5) atau rata-rata 45 jam
(Lampiran 1). Tabel 5. Rataan onset berahi (jam) kambing lokal setelah pemberian prostaglandin F2∝ dengan dosis yang sama pada penyuntikan ke II Perlakuan Ulangan Jumlah P1 (Jam) P2 (Jam) P3 (Jam) 1 40 38 64 142 2 41 40 70 151 3 40 23 69 132 Rata-rata 30.25 25.25 50.75 35.42 Keterangan : signifikan (P<0,05). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian hormon prostaglandin F2∝ dengan dosis yang sama pada ternak kambing lokal yang berbeda umur memberikan pengaruh yang sangat nyata (P< 0,01) terhadap onset estrus. Rata-rata onset estrus pada masing-masing ternak adalah P1 30.25 jam, P2 25.25 jam, P3 50.25 jam, hampir sama yang dilaporkan oleh Hafizuddin et al. (2011) menyatakan onset estrus pada kambing PE dengan menggunakan hormon prostaglandin yang berbeda menimbulkan onset estrus dengan rata-rata 36,0±0,57 jam dan 50,4±1,52 jam. Hasil Penelitian lain yang dilaporkan Ismail. (2009), sinkronisasi estrus pada ternak kambing dengan umur yang berbeda menggunakan prostaglandin F2∝ onset estrusnya terjadi pada jam ke 70,06 sampai dengan jam ke 138,42 dan hal diakibatkan oleh perbedaan umur ternak dan respon ternak terhadap kerjanya prostaglandin F2∝. Berdasarkan tabel 6 terdapat perbedaan ketiga perlakuan terhadap onset estrus hal ini dapat disebabkan yaitu 1. Pada ternak darah yang belum melahirkan (P1) adaptasi yang hanya 1 minggu pada lokasi penelitian menyebabkan ternak belum merasa nyaman terhadap Hamza Bau Jurusan Peternakan Fakultas Ilmu-Ilmu Pertanian Universita Negeri Gorontalo, Fahrul Ilham, Suparmin Fathan.
lingkungan dan terlihat pada saat penelitian ternak yang baru biasanya menyendiri, nafsu makan berkurang dan selalu di ganggu oleh ternak lama (ditanduk) sehingga menyebabkan stres bagi ternak. Menurut Feradis (2010), ternak yang mengalami stres akan menyebabkan gangguan hormon reproduksi dimana sekresi FSH terhadap pertumbuhan folikel akan menurun sehingga akan terjadi keterlambatan pematangan folikel yang menyebabkan terlambatnya gejala estrus pada ternak. Sehinganya rata-rata onset birahi terhadap ternak yang darah yaitu P1 ( 30.25%). 2. Faktor makanan menyebabkan onset birahi pada ternak berbeda, sebab mendapatkan makanan yang tidak akan cukup mengalami kekurusan dan kekurangan nutrisi dalam tubuh yang akan mengurangi fungsi reproduksi dan sekresi LH. Menurut Hardjopranjoto (1995), kekurangan nutrisi akan menyebabkan fungsi semua kelenjar dalam tubuh menurun. Dalam hal ini salah satu kelenjar yang menjadi sasaran adalah kelenjar hipofisa anterior yaitu terjadinya hipofungsi kelenjar hipofisa tersebut, diikuti dengan menurunnya sekresi hormon gonadotropin yaitu FSH dan LH yang akan mengakibatkan pertumbuhan folikel menjadi lambat dan ovulasi. Hal ini terlihat pada saat kambing makan yaitu ternak yang bertubuh besar biasanya mendapatkan makanan yang banyak dibandingkan dengan ternak yang bertubuh sedang. Menurut Muzani et al. (2000) ternak yang mendapat nutrisi yang baik dapat meningkatkan hormon reproduksi, melancarkan birahi, dan meningkatkan jumlah ovum yang dilepaskan dari ovarium. 3. Perbedaan umur dapat menyebabkan onset estrus pada ternak berbeda, hal ini terlihat pada ternak penelitian pada perlakuan dosis 1 ml yang berumur > 1 tahun yaitu ternak yang sudah pernah melahirkan satu kali dan ternak pada perlakuan berumur > 2 tahun ternak yang sudah pernah melahirkan lebih dari satu kali dan pernah mempunyai anak kembar. Lama Birahi Pengaruh perbedaan umur ternak yang disuntik PGF2∝ dosis 1 ml Tabel 6. terhadap lama birahi (jam) kambing lokal berdasarkan kelompok ternak Ulangan Perlakuan P1 P2 P3 Jumlah 1 32 34 33 99 2 31 35 34 100 3 32 33 34 99 Rata-rata 31.67 34.00 33.67 33.11 Keterangan : Signifikan (P<0,05). Hasil analisis sidik ragam pada tabel 6 menunjukkan bahwa pemberian hormon prostaglandin F2∝ dengan dosis yang sama pada ternak kambing lokal Hamza Bau Jurusan Peternakan Fakultas Ilmu-Ilmu Pertanian Universita Negeri Gorontalo, Fahrul Ilham, Suparmin Fathan.
yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,05) terhadap lama birahi. Rata-rata onset estrus pada masing-masing ternak adalah P1 31.67 jam, P2 34 jam, P3 33.67 jam, hampir sama yang dilaporkan oleh Hafizuddin et al, (2011) menyatakan onset estrus pada kambing PE dengan menggunakan hormon prostaglandin yang berbeda menimbulkan onset estrus dengan rata-rata 36,0±0,57 jam dan 50,4±1,52 jam. Hasil Penelitian lain yang dilaporkan Ismail (2009), sinkronisasi estrus pada ternak kambing dengan umur yang berbeda menggunakan prostaglandin F2α onset estrusnya terjadi pada jam ke 70,06 sampai dengan jam ke 138,42 dan hal diakibatkan oleh perbedaan umur ternak dan respon ternak terhadap kerjanya prostaglandin F2α. Kesimpulan 1. Ternak kambing yang diberi perlakuan prostaglandin F2∝ pada penyuntikan ke-II dengan Interval 10 hari pada kambing dara adalah 33.33% pada kambing yang sekali melahirkan 100% dan pada kambig yang dua kali melahikan 100%. 2. Rata-rata lama birahi pada masing-masing ternak adalah pada kambing dara yaitu 31.67 jam, pada kambing yang sekali melahirkan 34.00 jam dan pada kambing yang dua kali melahirkan 33.67 jam. 3. Rata-rata onset birahi masing-masing ternak yaitu pada ternak dara yang belum melahirkan 30.25 jam, pada ternak induk yang melahirkan satu kali 25.25 jam dan induk melahirkan lebih 1 kali 50.25 jam. Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan penggunaan prostaglandin F2∝ dengan mengamati secara fisiologi ternak kambing lokal yang berbeda umur setelah pemberian dosis yang sama(1ml). 2. Perlu dilakukan adaptasi yang lebih lama selama pemberian PGF2∝ agar status reproduksi kambing sama dan terhindar dari stres pada ternak penelitian. 3. Perlu dilakukan sosialisasi pengabdian terhadap masyarakat tentang sinkronisasi birahi untuk meningkatkan populasi ternak kambing di daerah. DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik, 2012. Gorontalo Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Provinsi Gorontalo Hamza Bau Jurusan Peternakan Fakultas Ilmu-Ilmu Pertanian Universita Negeri Gorontalo, Fahrul Ilham, Suparmin Fathan.
Barrett, D.M, P.M. Bartlewski, S.J. Cook, W.C. Rawling. 2002. Ultrasound and Endocrine Evaluation of the Ovarian Respon to PGF2 alpha given at Different Stage of the Luteal Phase in ewes. Theriogenology. Vol. 58(7) : 1409 –1424. Feradis. 2010. Reproduksi Ternak. Penerbit Alfabeta. Bandung. Hafizuddin, W.N. Sari, T.N. Siregar, dan Hamdan. 2011. Persentase Berahi dan Kebuntingan Kambing Peranakan Ettawa Setelah Pemberian Beberapa Hormon Prostaglandin Komersial. Laboratorium Reproduksi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh. Jurnal Kedokteran Hewan. ISSN : 1978-225X. Hafez, ESE. 2000. Reproduction In Farm Animal. 7th edition. Leafebiger. Philadelphia. Hardjopranjoto, S. 1995. Ilmu Kemajiran pada Ternak. Airlangga University Press, Surabaya. Ismail, M., 2006. Karakteristik Semen Segar Pejantan Kambing Peranakan Ettawa (PE) Pada Peternakan Rakyat di Kecamatan Palu Utara. J. Santina. Vol. 3 : 195-201. Muzani, A., A. Wildan, A. Sauki, W.R. Sasongko, dan S. Farida. 2000. Teknologi Fushing pada Kambing Peranakan Etawah. Rekomendasi Teknologi Pertanian. IPPTP. Mataram. Siregar, T.N. T. Armansyah, A. Sayuti, dan Syafruddin. 2010. Tampilan Reproduksi Kambing Lokal Yang Mengalami Induksi Berahi Dengan Sistem Sinkronisasi Singkat. Jurnal Veteriner. 11(1):23-27. Steel, R.G.D and J.H. Torrie, 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Williamson G. dan W.J.A. Payne, 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Edisi ketiga. Gadjah Mada University Press. Wodzicka-Tomaszweska M., I.K. Sutama, I.G. Putu, T.D. Chaniago., 1991. Reproduksi, Tingkah Laku, dan Produksi Ternak di Indonesia. PT. Gramedia, Jakarta.
Hamza Bau Jurusan Peternakan Fakultas Ilmu-Ilmu Pertanian Universita Negeri Gorontalo, Fahrul Ilham, Suparmin Fathan.