LEMBAR PERSETUJUAN ARTIKEL
TINGKAT KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN PADA SAPI BALI DI KECAMATAN BONGOMEME KABUPATEN GORONTALO
SRI SURYANINGSIH SURIYATI NIM. 621409027 TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Muhammad Sayuti M, S.Pt, M.Si NIP. 19671231 200604 1 001
Fahrul Ilham, S.Pt, M.Si NIP. 19800607 200501 1 002
Mengetahui Ketua Jurusan Peternakan
Menyetujui Ketua Program Studi Peternakan
Abdul Hamid Arsyad, S.Pt, M.Si NIP. 19661006 200501 1 001
Sri Suryaningsih Djunu, S.Pt, MP NIP. 19731208 200212 2 002
Sri Suryaningsih Suriyati Mahasiswa Peternakan, Muhammad Sayuti Mas’ud, Fahrul Ilham
TINGKAT KEBERHASILAN INSEMINASI BUATAN PADA SAPI BALI DI KECAMATAN BONGOMEME KABUPATEN GORONTALO Sri Suryaningsih Suriyati, Muhammad Sayuti M, Fahrul Ilham
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mendapatkan informasi mengenai tingkat keberhasilan Inseminasi Buatan (IB) pada ternak sapi Bali di Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo. Bahan pada penelitian ini adalah 64 ekor sapi Bali Betina yang mengikuti program IB di Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo antara bulan September 2012-Agustus 2013. Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah karakter dan persepsi peternak terhadap IB, jumlah ternak yang di IB, jumlah straw yang digunakan, jumlah ternak yang bunting dan jumlah ternak yang lahir dari hasil IB. Data hasil inseminasi yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan menghitung nilai Service per Conception (S/C), Conception Rate (C.R), dan Calving Rate (CaR). Karakter dan persepsi peternak digambarkan secara deskriptif dan faktorfaktor yang mempengaruhi pelaksanaan keberhasilan IB. Hasil penelitian karakter dan persepsi responden peternak sapi Bali di Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo diperoleh karakter peternak dominan 97,78% tamat SD serta masih tergolong usia produktif 15-65 tahun. Alasan responden menggunakan IB sebagian besar karena lebih murah (33,33%) dan informasi IB dominan diperoleh responden peternak dari sesama peternak (62,2%). Tingkat keberhasilan inseminasi buatan di Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo cukup baik dengan nilai Service per Conception 1,23, Conception Rate 87,5%, dan Calving Rate 65,21%..
Katakunci : Sapi Bali, IB, S/C, C.R, CaR.
Sri Suryaningsih Suriyati Mahasiswa Peternakan, Muhammad Sayuti Mas’ud, Fahrul Ilham
SUCCESS RATE ARTIFICIAL INSEMINATION In BALI CATTLE In SUBDISTRICT BONGOMEME Of GORONTALO REGENCY Sri Suryaningsih Suriyati, Muh. Sayuti Mas’ud, Fahrul Ilham
ABSTRACT This study aims to obtain information regarding the success rate of artificial insemination in the Bali cattle in the district of Gorontalo Regency Bongomeme. Material in this study were 64 female Bali cattle that followed the IB program in the District of Gorontalo Regency Bongomeme between September 2012- August 2013. The variables observed in this study is the character and perception of farmers towards IB, the number of animals in the IB, the amount of straw is used, the number of pregnant animals and the number of animals born from the IB. Insemination outcome data were then analyzed to calculate the value of Services per Conception (S/C), Conception Rate (CR), and Calving Rate (CaR). Character and perception of farmers described descriptively and the factors that influence the success of the implementation of the IB. The results of the study of character and perception of respondents in the district of Bali cattle ranchers Bongomeme Gorontalo Regency acquired the character of a dominant breeders 97.78% complete primary school, and is still quite productive age 15-65 years. The reason most respondents use IB because it is cheaper (33.33%) and IB dominant information obtained from a fellow breeder breeders respondents (62.2%). The success rate of artificial insemination in the District of Gorontalo Regency Bongomeme quite well with the value 1.23 Services per Conception, Conception Rate 87.5 %, and 65.21 % Calving Rate.
Keywords: Cattle Bali, IB, S / C, C.R, CaR.
Sri Suryaningsih Suriyati Mahasiswa Peternakan, Muhammad Sayuti Mas’ud, Fahrul Ilham
Sapi Bali merupakan ternak asli Indonesia, memiliki karakteristik yang khas dan nilai ekonomis yang tinggi. Sapi Bali mempunyai kelebihan antara lain yaitu daya tahannya terhadap panas serta dapat tumbuh dan berkembang pada kondisi lingkungan yang kurang baik. Di samping itu, Sapi Bali juga mampu memanfaatkan hijauan yang bermutu rendah dan memiliki tingkat fertilitas yang tinggi. Oleh karena itu, Sapi Bali banyak digunakan dalam program penyebaran ternak ke daerah transmigrasi guna meningkatkan produksi ternak. Usaha peningkatan produksi ternak ditentukan oleh beberapa faktor yaitu populasi ternak, produktifitas ternak dan efisiensi reproduksi. Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan produktifitas ternak yaitu melalui inseminasi buatan (IB). IB atau kawin suntik adalah teknik untuk memasukkan sperma atau semen yang telah dicairkan dan telah diproses terlebih dahulu yang berasal dari ternak jantan ke dalam saluran alat kelamin betina dengan menggunakan metode dan alat khusus yang disebut insemination gun. Tingkat keberhasilan IB sangat dipengaruhi oleh empat faktor yang saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya yaitu pemilihan sapi akseptor, pengujian kualitas semen, akurasi deteksi birahi oleh para peternak dan ketrampilan inseminator. Peternak dan inseminator merupakan ujung tombak pelaksanaan IB sekaligus sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap berhasil atau tidaknya program IB di lapangan. Pelaksanaan IB di Kabupaten Gorontalo pertama kali dilakukan pada tahun 1990an yang pada saat itu Provinsi Gorontalo masih menjadi wilayah dari Provinsi Sri Suryaningsih Suriyati Mahasiswa Peternakan, Muhammad Sayuti Mas’ud, Fahrul Ilham
Sulawesi Utara. Pada saat itu, pelaksanaan IB di Kabupaten Gorontalo belum maksimal karena berbagai faktor antar lain ketersediaan Nitrogen cair masih kurang dan belum memiliki inseminator yang berpengalaman. Pelaksanaan IB diharapakan mampu memperbaiki kualitas ternak sapi di Kabupaten Gorontalo, khususnya Kecamatan Bongomeme, sehingga memungkinkan terjadinya keseimbangan antara tingkat pemotongan dan kelahiran ternak yang pada akhirnya dapat mempertahankan jumlah populasi ternak Sapi Bali. Kecamatan Bongomeme mempunyai jumlah populasi ternak sapi betina sebanyak 8.288 ekor (BPS 2013), hanya sebagian kecil sapi betina yang diikutkan program IB terutama Sapi Bali. Walaupun telah dilaksanakan program IB, informasi tentang keberhasilan pelaksanaan program IB di Kecamatan Bongomeme masih sangat minim. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu kajian yang terkait dengan keberhasilan program Inseminasi Buatan. Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan penelitian tentang Tingkat Keberhasilan Inseminasi Buatan Pada Sapi Bali Di Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo.
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo pada bulan November sampai dengan Desember 2013.
Sri Suryaningsih Suriyati Mahasiswa Peternakan, Muhammad Sayuti Mas’ud, Fahrul Ilham
Alat dan Bahan penelitian 1. Alat tulis menulis 2. Kuesioner 3. Akseptor Sapi Bali betina 4. Kartu IB ternak sapi Bali selama 2012/2013 Metode Penelitian Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari survei langsung dengan cara wawancara pada peternak dan petugas inseminator menggunakan alat bantu kuesioner (Lampiran 1). Pertanyaan pada kuesioner berisi tentang karakteristik, pengetahuan, persepsi, jumlah ternak, serta pertanyaan mengenai pelaksanaan IB yang telah dilakukan. Kuesioner ini dibedakan untuk setiap karakter responden (peternak dan inseminator). Data Sekunder dalam penelitian ini dikumpulkan dari laporan-laporan, catatan, dan dokumen dari Dinas Peternakan Kabupaten Gorontalo dan Instansi Terkait. Sampel yang digunakan adalah sampling jenuh. Jadi sampel penelitian adalah seluruh ternak Sapi Bali yang diikutkan program IB pada periode September 2012 sampai dengan Agustus 2013 di Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo. Variabel yang diamati Variabel yang diamati dalam penelitian ini antara lain : a.
Jumlah straw yang digunakan selama pelayanan inseminasi.
b.
Jumlah sapi betina yang bunting dari hasil IB.
Sri Suryaningsih Suriyati Mahasiswa Peternakan, Muhammad Sayuti Mas’ud, Fahrul Ilham
c.
Jumlah anak yang lahir dari jumlah induk yang diinseminasi.
d.
Jumlah Sapi Bali Betina yang diinseminasi.
Analisis Data Data yang diperoleh dalam penelitian ini dibahas secara Deskriptif. Data yang diperoleh melalui wawancara dan kuesioner dianalisis secara deskriptif meliputi : -
-
-
PEMBAHASAN Tingkat Keberhasilan Inseminasi Buatan Tingkat keberhasilan program IB di Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo diukur dari nilai Service per Conception (S/C), Conception Rate (C.R), dan Calving Rate (CaR). Data yang digunakan untuk mengukur hasil pelaksanaan IB adalah dari hasil wawancara langsung dengan responden peternak dan inseminator.
Sri Suryaningsih Suriyati Mahasiswa Peternakan, Muhammad Sayuti Mas’ud, Fahrul Ilham
1.
Service per Conception (S/C) Angka S/C dapat diketahui dari keberhasilan petugas IB dalam melayani
akseptor. Service per conception dihitung dengan pembagian jumlah straw atau pelayanan IB dengan jumlah/angka kebuntingan. Berdasarkan Tabel 4 hasil analisis nilai S/C pada bangsa Sapi Bali di Kecamatan Bongomeme yang diamati diperoleh hasil induk Sapi Bali yang di inseminasi memiliki nilai S/C sebesar 1,23. Jumlah induk Sapi Bali yang di IB di Kecamatan Bongomeme yaitu 64 ekor dengan jumlah straw yang digunakan sebanyak 69. Straw yang digunakan yaitu jenis bangsa Sapi Bali. Nilai ini dapat dianggap baik sebab menurut Toelihere (1993) nilai S/C yang normal berkisar 1,6 sampai 2,0. Makin rendah nilai tersebut, makin tinggi kesuburan hewan-hewan betina dalam kelompok tersebut dan sebaliknya makin tinggi nilai S/C makin rendah nilai kesuburan kelompok betina tersebut. Tabel 4. Nilai Service Per Conception (S/C), Conception Rate (%), dan Calving rate Sapi Bali di Kecamatan Bongomeme. Nilai Keberhasilan IB Bangsa No N Service per Conception Rate Calving Rate Sapi (ekor) conception (C.R) (%) (CaR) (%) Potong (S/C) 1
Bali
64
1,23
87,5
65,21
Sumber : Data Primer Diolah, 2014 Nilai S/C Sapi Bali di Kecamatan Bongomeme ini sama dengan nilai S/C yang dilaporkan oleh Mantongi (2013) di Kecamatan Telaga Biru Kabupaten
Sri Suryaningsih Suriyati Mahasiswa Peternakan, Muhammad Sayuti Mas’ud, Fahrul Ilham
Gorontalo dengan jumlah tenak 37 ekor, nilai S/C pada bangsa Sapi Bali di Kecamatan Telaga Biru diperoleh 1,22. Nilai S/C pada Sapi Bali di Kecamatan Bongomeme sama dengan di Kecamatan Telaga Biru menandakan bahwa efisiensi reproduksi Sapi Bali yang ada dikedua daerah tersebut cukup baik. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan hal ini adalah peternak yang cukup responsif sehingga ketika ternaknya telah menunjukkan gejala birahi maka secepatnya dilaporkan ke petugas inseminator untuk segera mendapat pelayanan IB. Faktor lain yang mempengaruhi nilai S/C adalah fasilitas pelayanan IB yang sudah lebih baik dan mendapat dukungan dari pemerintah setempat sehingga operasional dilapangan dalam memberikan layanan IB dapat maksimal dilakukan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hadi dan Ilham (2002) bahwa beberapa hal yang dapat mempengaruhi tingginya nilai S/C di beberapa daerah antara lain petani terlambat melapor ke inseminator, kelainan organ reproduksi sapi betina, inseminator kurang terampil, dan fasilitas pelayanan inseminasi terbatas.
2.
Conception Rate (C.R) Angka kebuntingan atau Conception Rate (C.R) merupakan informasi berapa
persen sapi yang menjadi bunting dari sejumlah sapi yang diinseminasi pertama secara bersama-sama (Jainudeen dan Hafez, 1993). Perhitungan C.R berdasarkan jumlah sapi yang berhasil bunting pada inseminasi pertama melalui pemeriksaan kebuntingan dengan cara eksplorasi rektal pasca inseminasi selama 45 – 60 hari, 40 – 60 hari (Toelihere, 1993). Sri Suryaningsih Suriyati Mahasiswa Peternakan, Muhammad Sayuti Mas’ud, Fahrul Ilham
Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat nilai Conception Rate Sapi Bali di Kecamatan Bongomeme adalah 87,5%. Nilai C.R Sapi Bali yang cukup tinggi disebabkan oleh genetik Sapi Bali memiliki efisiensi reproduksi yang cukup baik. Nilai C.R Sapi Bali yang mencapai 87,5% cukup tinggi dari yang dikemukakan oleh Wiryosuhanto (1990) bahwa ternak yang mempunyai tingkat kesuburan tinggi nilai C.R bisa mencapai 60% sampai 70% dan apabila C.R setelah inseminasi pertama lebih rendah dari 60% sampai 70% dapat diindikasikan kesuburan ternak terganggu atau tidak normal. Jainudeen dan Hafez (1993) mengemukakan bahwa C.R sapi potong dengan manajemen yang baik bisa mencapai 70%, sedangkan Partodihardjo (1992) menyatakan bahwa C.R ideal adalah 70% tetapi secara umum sebesar 40%. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi nilai C.R ditentukan antara lain yaitu kesuburan pejantan, kesuburan betina, dan teknik inseminasi. Sedangkan Partodihardjo (1992) mengemukakan bahwa faktor yang dapat berpengaruh terhadap nilai C.R antara lain mortalitas embrio pada saat awal sapi bunting, pakan yang kekurangan mineral. Hasil di Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo pada tahun 2012-2013 dengan nilai C.R 87,5% yang dapat dikatakan baik karena angka tersebut lebih besar dari nilai C.R secara nasional 62.25% (Widodo dalam Khoibur, 2005). Faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya nilai C.R yaitu semen yang digunakan untuk melakukan IB berasal dari pejantan unggul di Balai Inseminasi Buatan yang dimiliki oleh pemerintah.
Sri Suryaningsih Suriyati Mahasiswa Peternakan, Muhammad Sayuti Mas’ud, Fahrul Ilham
3.
Calving Rate (CaR) Calving Rate (CaR) merupakan persentase jumlah anak yang lahir dari jumlah
induk yang diinseminasi (apakah pada inseminasi pertama atau kedua dan seterusnya). Angka kelahiran di Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo tersebut rendah selama periode September 2012-Agustus 2013 yaitu hanya 15 ekor (23,43%) dari target lahir sebanyak 23 ekor (35.93%). Jika dibandingkan dengan beberapa daerah di Indonesia yang sudah mengikuti program inseminasi buatan sejak tahun 1977 rata-rata calving rate di Kecamatan Bongomeme cukup baik, karena di Kenduren nilai Calving Rate memperoleh 40% demikian juga dengan Sembong hanya memperoleh 47% tetapi lebih rendah jika dibanding dengan di Kradenan yang sudah mencapai 84% (Widodo dalam Khoibur, 2005) dan Kecamatan Oransbari Kabupaten Manokwari 86,90%. Dapat dilihat bahwa rendahnya angka kelahiran ternak sapi Bali di Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo disebabkan adanya ternak sapi betina yang masih dalam keadaan bunting sebanyak 41 ekor (87,5%), sehingga belum bisa diperkirakan angka kelahiran pada ternak sapi Bali yang ada di Kecamatan Bongomeme. Toelihere dalam Khoibur, 2005 menyatakan bahwa nilai S/C yang rendah akan diikuti Conception Rate (C.R) dan Calving Rate (Ca.R) yang tinggi dan hasil ini dapat tergambar pada Tabel 4. Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa rendahnya nilai S/C di Kecamatan Bongomeme (1,23) yang diikuti oleh tingginya nilai C.R (87,5%) dan Calving Rate (65,21%). Sri Suryaningsih Suriyati Mahasiswa Peternakan, Muhammad Sayuti Mas’ud, Fahrul Ilham
Rendahnya angka kelahiran dari hasil pelayanan IB di lapangan dapat disebabkan masih rendahnya pengalaman inseminator yaitu kurang dari 2 tahun dalam
melakukan
proses
pelayanan
IB.
Selain
itu,
sering
terlambatnya
pendistribusian straw ataupun Nitrogen cair kelapangan merupakan faktor penghambat lain sehingga sering inseminator menggunakan straw yang sudah tidak layak karena hanya setengah dan bagian straw tersebut yang masih terendam Nitrogen cair akibat kekurangan stok liquid cair di kontainer inseminator. Nitrogen cair yang digunakan di Kecamatan Bongomeme berasal dari Provinsi Sulawesi Utara, Bitung, sehingga proses distribusi yang sering terlambat terjadi disebabkan oleh jarak yang cukup jauh. Kekurangan lain di lapangan yang paling sering dijumpai adalah pada waktu proses pelaksanaan IB, inseminator kurang memperhatikan kesterilan baik alat maupun pekerjaan sehingga ternak yang di IB sering mengalami aborsi dan tidak jarang juga terjadi distokia karena inseminator terpaksa menggunakan straw dengan ukuran/ bobot tubuh spesies lebih besar kepada sapi-sapi spesies kecil karena Jumlah straw dan variasi bangsa dari straw yang digunakan terbatas. Kecenderungan rendahnya kinerja kegiatan IB tidak terlepas dari manajemen kegiatan dan pelayanan IB yang belum optimal. Pengaturan sumberdaya yang tersedia berupa kesiapan inseminator, keberadaan akseptor, ketersediaan sarana dan prasarana penunjang, Pos IB belum terlaksana secara terpadu, sehingga sumber daya tersebut belum sinergi dan pada akhirnya belum memperlihatkan hasil yang memuaskan. Target angka kelahiran yang dihitung dengan asumsi tingkat kelahiran 65,21% selama periode 1 tahun yaitu sapi yang di IB 87,5% bunting dan 12.5% dari Sri Suryaningsih Suriyati Mahasiswa Peternakan, Muhammad Sayuti Mas’ud, Fahrul Ilham
ternak di IB tersebut gagal bunting atau tidak lahir. Dari data yang diperoleh realisasi kelahiran sangat fluktuatif, kemungkinan kondisi ini disebabkan karena tidak semua ternak lahir hasil IB dilaporkan dan masih seringnya pemilik ternak menjual ternak dalam keadaan bunting hasil IB sehingga data ternak tersebut tidak lagi diketahui. Beberapa hal yang dapat diduga sebagai faktor penyebab rendahnya nilai tidak berhasilnya IB di Kecamatan Bongomeme seperti masih sangat kurangnya pengetahuan serta pemahaman peternak tentang ciri-ciri atau cara mendeteksi berahi sapi yang benar sehingga sering terjadi salah pelaporan waktu optimal inseminasi, masih rendahnya kemampuan inseminator dalam melaksanakan pelayanan IB juga mendukung menurunnya angka kebuntingan ditambah lagi seringnya inseminator menginseminasi sapi yang dilaporkan berahi oleh peternak tanpa memperhitungkan waktu awal mulai terlihatnya berahi, hal ini juga berpengaruh terhadap waktu optimal pelaksanaan dan keberhasilan inseminasi. Rendahnya mutu semen beku yang digunakan yang disebabkan oleh seringnya kerterlambatan distribusi semen beku ke lapangan sehingga inseminator tetap atau terpaksa menggunakan semen beku yang sudah lewat masa pakai (kadaluarsa), belum lagi jumlah Nitrogen cair yang didistribusikan ke lapangan kadang tidak mencukupi sehingga semen beku yang tersedia di kontainer inseminator lapangan tidak semuanya terendam dalam Nitrogen cair. Faktor manusia merupakan faktor yang sangat penting pada keberhasilan program IB, karena memiliki peran sentral dalam kegiatan pelayanan IB. Faktor manusia, sarana dan kondisi lapangan merupakan faktor yang sangat dominan. Sri Suryaningsih Suriyati Mahasiswa Peternakan, Muhammad Sayuti Mas’ud, Fahrul Ilham
Berkaitan dengan manusia sebagai pengelola ternak, motivasi seseorang untuk mengikuti program atau aktivitas-aktivitas baru banyak dipengaruhi oleh aspek sosial dan ekonomi. Faktor sosial ekonomi antara lain usia, pendidikan, pengalaman, pekerjaan pokok dan jumlah kepemilikan sapi kesemuanya akan berpengaruh terhadap
manajemen
pemeliharaannya
yang
pada
akhirnya
mempengaruhi
pendapatan. Ketepatan deteksi birahi dan pelaporan yang tepat waktu dari peternak kepada inseminator serta kerja inseminator dari sikap, sarana dan kondisi lapangan yang mendukung akan sangat menentukan keberhasilan IB. Program IB pada prinsipnya merupakan salah satu program pembangunan peternakan yang memiliki banyak keunggulan, baik dalam meningkatkan laju pertambahan populasi ternak maupun dalam meningkatkan pendapatan para peternak. Faktor fasilitas atau sarana merupakan faktor yang memperlancar jalan untuk mencapai tujuan. Inseminator dan peternak merupakan ujung tombak pelaksanaan IB sekaligus sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap berhasil atau tidaknya program IB di lapangan. Untuk memperbaiki atau mengatasi hal-hal yang berhubungan dengan keberhasilan IB di Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo sebaiknya lebih memperbaiki manajemen pemeliharaan ternak melalui pembuatan kandang untuk memudahkan indentifikasi birahi. Dalam mengatasi rendahnya pendidikan peternak di Kecamatan Bongomeme maka perlu dilakukan pertemuan rutin antar peternak untuk saling bertukar pengalaman dan informasi yang berkaitan dengan inseminasi buatan serta perlu ditingkatkan intensitas penyuluhan tentang pemahaman IB kepada peternak. Sarana dan prasarana penunjang pelaksanaan IB juga harus lebih Sri Suryaningsih Suriyati Mahasiswa Peternakan, Muhammad Sayuti Mas’ud, Fahrul Ilham
dioptimalisaikan dengan mengusahakan Nitrogen Cair agar tersedia secara kontinyu serta meningkatkan jumlah dan bangsa straw yang akan digunakan di Kecamatan Bongomeme. Dari segi inseminatornya yaitu yang perlu dilakukan dengan mengikutsertakan inseminator pada pelatihan pemeriksaan kebuntingan ditingkat Nasional agar dalam pendeteksian atau pemeriksaan kebuntingan lebih efisien. Belum adanya POS IB juga termasuk kendala dalam proses administrasi pelaksanaan IB di Kecamatan Bongomeme maka perlu dimaksimalkan fungsi pos IB demi kelancaran program IB.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan tingkat keberhasilan IB di Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo cukup baik dengan nilai Service per Conception 1.23, Conception Rate 87.5%, dan Calving Rate 65.21%. Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang Tingkat Keberhasilan Pelaksanaan IB pada semua bangsa sapi ditingkat Kabupaten Gorontalo.
DAFTAR PUSTAKA Hadi, P.U. dan N. Ilham. 2002. Problem dan prospek pengembangan usaha pembibitan sapi potong di Indonesia. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 21(4): 148−157.
Sri Suryaningsih Suriyati Mahasiswa Peternakan, Muhammad Sayuti Mas’ud, Fahrul Ilham
Jainudeen, MR dan ESE. Hafez. 1993. Cattle and Water Buffalo. Dalam: Hafez ESE (Ed). Reproduction in Farm Animals. 6th Ed. Lea And Febiger. Philadelphia. Khoibur J, 2005. Evaluasi Tingkat Keberhasilan Pelaksanaan Program Inseminasi Buatan Pada Sapi Bali di Kabupaten Jayapura. Jurnal Buletin Peternakan Vol. 29 (3) : 150-155. Mantongi, R. 2013. Evaluasi Keberhasilan Pelaksanaan Inseminasi Buatan (IB) Pada Sapi Potong di Kecamatan Telaga Biru Kabupaten Gorontalo. Skripsi Universitas Negeri Gorontalo. Gorontalo. Partodihardjo, S. 1992. Ilmu Produksi Hewan. Produksi Mutiara, Jakarta. Toelihere, M. 1993. Inseminasi Buatan Pada Ternak. Penerbit Angkasa. Bandung Wiryosuhanto, D.S. 1990. Manajemen Pelaksanaan Inseminasi Buatan. (Online). http://kwnacd.blogspot.com. Diakses 23 Juli 2013.
Sri Suryaningsih Suriyati Mahasiswa Peternakan, Muhammad Sayuti Mas’ud, Fahrul Ilham