FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi : Pencitraan Nasionalisme Dalam Film Nasional Nagabonar Jadi 2 (Analisis Wacana Film Nagabonar Jadi 2) Nama
: Esnoe Metha Wardhani
NIM
: 44105120012
Fakultas
: Ilmu Komunikasi
Program Studi : Broadcasting
Mengetahui, Dosen Pembimbing
(Ponco Budi Sulistyo, M.Comm)
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA JURUSAN BROADCASTING 2008
TANDA PERSETUJUAN SIDANG SKRIPSI
Nama
: Esnoe Metha Wardhani
NIM
: 44105120012
Fakultas
: Ilmu Komunikasi
Judul Skripsi : Pencitraan Nasionalisme Dalam Film Nasional Nagabonar Jadi 2 (Analisis Wacana Film Nagabonar Jadi 2)
Disetujui dan diterima oleh: Pembimbing
(Ponco Budi Sulistyo, M. Comm)
Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi
Ketua Bidang Studi Broadcasting
(Dra. Diah Wardhani, M.Si)
(Drs. Riswandi, M.Si)
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA JURUSAN BROADCASTING 2008
TANDA LULUS SIDANG SKRIPSI
Nama
: Esnoe Metha Wardhani
NIM
: 44105120012
Fakultas
: Ilmu Komunikasi
Judul Skripsi : Pencitraan Nasionalisme Dalam Film Nasional Nagabonar Jadi 2 (Analisis Wacana Film Nagabonar Jadi 2)
Jakarta, Desember 2008
Ketua Sidang Nama : Drs. Riswandi, M.Si
(........................................)
Penguji Ahli Nama : Feni Fasta, M.Si
(........................................)
Pembimbing Nama : Ponco Budi Sulistyo, M.Comm
(........................................)
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MERCU BUANA JURUSAN BROADCASTING 2008
TANDA PENGESAHAN PERBAIKAN SKRIPSI
Nama
: Esnoe Metha Wardhani
NIM
: 44105120012
Fakultas
: Ilmu Komunikasi
Judul Skripsi : Pencitraan Nasionalisme Dalam Film Nasional Nagabonar Jadi 2 (Analisis Wacana Film Nagabonar Jadi 2)
Jakarta, Desember 2008
Disetujui dan diterima oleh:
Dosen Pembimbing
Ketua Bidang Studi Broadcasting
(Ponco Budi Sulistyo, M.Comm)
(Drs. Riswandi, M.Si)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena tanpa izin, berkat dan rahmat-Nya skripsi ini tidak akan menemui ujung pangkal keberadannya. Tidak ada ujung tanpa akhir. Dan naskah ini menggenapi keseluruhan proses pembelajaran di jenjang strata satu Universitas Mercu Buana. Penyusunan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi syarat untuk mencapai gelar Sarjana Program Studi Broadcasting pada Program Kelas Karyawan Universitas Mercu Buana. Sama seperti semua hal yang mewujud di jagat ini, maka lahirnya skripsi ini datang dari kemurahan hati seluruh orang-orang yang ada di sekeliling penulis. Dengan penuh rasa terimakasih, asa itu tertuju pada: 1. Bapak Ponco Sulistyo, M. Comm, selaku dosen pembimbing yang selalu setia dengan pertanyaannya, “Sudah sampai mana, Nu?” Terimakasih atas curahan tenaga dan waktunya, Pak. Kini pertanyaan itu alhamdulillah telah menemukan jawabannya. 2.
Deretan dosen komunikasi Mercu Buana dengan ilmu luar biasa dan sepenuh hati merelakan pengetahuannya untuk diserap. Bapak Apni Jaya Putra, Bapak Gatot Triyanto, Ibu Agustina, Bapak Afdal, Ibu Feni Fasta, serta dosen lainnya yang tak mungkin disebutkan satu-persatu. Terimakasih atas semua ilmunya.
3. Mommy dan Papa atas semua dukungan moril dan materiilnya. Terimakasih untuk tidak terus bertanya,“Kapan skripsinya selesai?“ Satu lagi hutangku lunas. 4. Abang dengan dukungan ultra-platoniknya, tidak terlihat tapi sangat jelas terasa; Kak Melda dan kerelaannya meminjamkan
tanpa batas waktu kepingan CD dan novel Nabonar Jadi 2; serta Daffa yang selalu bisa mencerahkan hati kala pikiran tak lagi bisa menemukan lubang untuk bernapas. 5.
Dhini, Daus, Dodo dan Fema yang setia menggawangi persahabatan. Sahabat adalah cerminan jiwa. Dan dalam kalian, molekul diri ini menyerap untuk menemukan intisarinya. Terimakasih atas semangat tanpa hentinya. Si bungsu menepati janji.
6. Tim Infiniti Media Kreasi dan Le Mariage. Managing Editor kalian akhirnya menyelesaikan kewajibannya. 7.
Para sahabat yang terus ada di belakang saat semangat luruh tak bersisa. Ayu, Ika, Niken, Rama, Dirgan, Olla, Dhani, Nieza dan Dian. Merci beaucoup.
8. Akhirnya, pada alam yang memberikan energi tak terhingga, pada seluruh unsur kehidupan baik yang jelas terlihat maupun yang maya, pada benda tak bernyawa yang melengkapi keseluruhan diri, serta pada spirit yang selalu bisa mengisi ulang penuh baterai jiwa hingga batas maksimalnya. Satu lagi target hidup terlampaui. . Jakarta, November 2008
Penulis
Nama NIM Judul Bibliografi
: Esnoe Metha Wardhani : 44105120012 : Pencitraan Nasionalisme Dalam Film Nasional Nagabonar Jadi 2 (Analisis Wacana Film Nagabonar Jadi 2) : 19 bahan bacaan (2000-2007) , 109 halaman + Lampiran ABSTRAKSI
Film sebagai produk komunikasi massa punya kewajiban moral terhadap masyarakat tentang isi pesan yang dihasilkannya karena ia melakukan representasi penuh terhadap kenyataan. Hal itu dilakukan melalui tiga cara: bagaimana sebuah peristiwa direkonstruksi sebagai realitas oleh film sebagai media, bagaimana realitas tersebut digambarkan, dan bagaimana peristiwa tersebut diorganisir ke dalam konvensi-konvensi secara ideologis. Film bertujuan memberi penonton ilusi kenyataan yang sempurna dengan perangkat dan naratif sinematografi. Teknik naratif ini ditandai dengan pengurutan waktu dari fragmen-fragmen kenyataan. Dalam hal ini, pencitraan yang ditampilkan bisa berasal dari beragam sudut dan konsep kehidupan. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan dengan tujuan melihat pencitraan nasionalisme dalam film Nagabonar Jadi 2. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif menggunakan metode analisis wacana kritis (Critical Discourse Analysis/CDA) model Teun A. van Dijk. Dengan cara ini, representasi pencitraan nasionalisme pada unsur audio berupa dialog dan soundtrack, serta visual yang terdiri dari karakter, kostum, akting, dan setting Nagabonar Jadi 2 dapat terlihat dengan jelas beserta makna yang dikandungnya. Model ini juga melihat bahasa sebagai faktor penting yang digunakan untuk melihat ketimpangan kekuasaan dalam masyarakat terjadi, memandang sebuah struktur sosial, dominasi dan kelompok kekuasaan yang ada dalam masyarakat dan bagaimana kognisi/pikiran dan kesadaran yang membentuk dan berpengaruh terhadap teks tertentu. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa Nagabonar Jadi 2 menggambarkan pencitraan nasionalisme dalam format modern lewat unsur-unsur yang terdapat di dalamnya. Jika dikaitkan dengan model Van Dijk, maka pada struktur makro, garis besar yang diangkat oleh film ini adalah mengenai tema global yang membingkai isu nasionalisme. Sedangkan pada superstruktur, alur maju film memberikan penekanan kerangka nasionalisme lewat unsur sebab-akibat sebagai strategi dari penyampaian pesan. Sementara struktur mikro membedah menampilkan pencitraan nasionalisme lewat detail terkecil film seperti dialog, soundtrack, tokoh/karakter, akting, kostum, serta setting.
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...............................................................................................i LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................ii TANDA PERSETUJUAN SIDANG SKRIPSI.................................................iii TANDA LULUS SIDANG SKRIPSI..................................................................iv TANDA PENGESAHAN PERBAIKAN SKRIPSI............................................v KATA PENGANTAR...........................................................................................vi ABSTRAKSI........................................................................................................vii DAFTAR ISI.......................................................................................................viii 1. PENDAHULUAN...............................................................................................1 1.1 Latar Belakang Masalah.............................................................................1 1.2 Perumusan Masalah....................................................................................9 1.3 Tujuan Penelitian.........................................................................................9 1.4 Manfaat Penelitian.......................................................................................9 2. KERANGKA PEMIKIRAN...........................................................................10 2.1 Komunikasi.................................................................................................10 2.2 Komunikasi Massa.....................................................................................12 2.3 Film Sebagai Media Massa........................................................................16 2.4 Konstruksi dan Representasi Media........................................................24 2.5 Pencitraan Nasionalisme….......................................................................26 3. METODOLOGI PENELITIAN.....................................................................29 3.1 Tipe/Sifat Penelitian...................................................................................29 3.2 Metode Penelitian.......................................................................................31 3.3 Unit Analisis................................................................................................36 3.4 Definisi Konsep...........................................................................................37 3.5 Fokus Penelitian.........................................................................................39 3.6 Teknik Pengumpulan Data.......................................................................40 3.7 Teknik Analisa Data..................................................................................40 4. HASIL PENELITIAN.....................................................................................41 4.1 Gambaran Umum Film Nagabonar Jadi 2.............................................41 4.2 Analisis Data..............................................................................................43 4.3 Pembahasan...............................................................................................94 5. PENUTUP.......................................................................................................107 5.1 Kesimpulan...............................................................................................107 5.2 Saran.........................................................................................................108 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
I. 1 Latar Belakang Masalah
Skenario sebuah film biasanya memuat satu dialog tertentu yang langsung diingat oleh penontonnya dan menjadi ciri khas suatu karakter dalam peceritaan.“Apa
kata
dunia?”
merupakan
dialog
yang
paling
sering
diperdengarkan dalam kurang lebih dua jam durasi film Nagabonar Jadi 2. Idiom itu keluar dari seorang tua bernama Nagabonar yang memulai sejarahnya pada tahun 1986 ketika sang sutradara merangkap penulis skenario, Asrul Sani, mengeluarkan film terbesar sepanjang karirnya, Nagabonar. Film ini dikatakan perintis sejarah dalam perfilman Indonesia karena merupakan penggabungan dua jender film, komedi dan peperangan, dalam satu jalinan cerita. Latar belakang cerita mengisahkan seorang pencopet asal Lubuk Pakam, Sumatera Utara, bernama Nagabonar (diperankan oleh Deddy Mizwar) yang mengangkat dirinya sebagai jendral dalam perjuangan melawan pasukan Belanda. Pangkat tersebut sebenarnya tidak ia dapatkan dari hasil menjalani karier di dunia militer sekian tahun lamanya. Bersama teman-teman seperjuangan, ia merasa jabatan-jabatan tersebut pantas disandang karena mereka sama-sama berjuang merebut kemerdekaan Indonesia, meski ia sadar bahwa gelar kepahlawanan yang disandangnya bukanlah pahlawan dalam pengertian yang ideal dan sebenarnya.1
1
Akmal Naservy Basral, Naga Bonar Jadi 2, PT. Andal Krida Nusantara, 2007.
Nagabonar, dengan latar perjuangan bangsa dalam merebut kemerdekaan Indonesia pasca perginya Jepang, mencoba menuturkan rasa nasionalisme yang diwakilkan oleh aksi heroisme dan peperangan yang sarat ledakan bom dan rentetan peluru. Ajang FFI 1987 kemudian memberikan Nagabonar sejumlah penghargaan, antara lain dalam kategori Film Terbaik, Skenario Terbaik (Asrul Sani), Cerita Terbaik (Asrul Sani), Pemain Utama Pria Terbaik (Deddy Mizwar), Pemeran Pembantu Wanita Terbaik (Roldiah Matulessy), Pemeran Pembantu Pria Terbaik (Afrizal Anoda), serta Tata Artistik Terbaik (Radjul Kahfi).2 Duapuluh satu tahun kemudian, tepatnya di tahun 2007, jendral pencopet itu kembali muncul di bioskop Indonesia melalui film keduanya, Nagabonar Jadi 2 yang kali ini diproduksi oleh PT Demi Gisela Citra Sinema dan PT Bumi Selection Prasidi BI-EPSI. Meski tampil dengan gaya yang jauh berbeda, sekuel ini tetap memberikan atmosfer yang sama dengan film pendahulunya; nasionalisme dan perjuangan bangsa. Nagabonar Jadi 2 tampil jauh lebih modern dengan hiruk-pikuk kehidupan kota yang dinamis dan tak kenal kata berhenti. James Monaco dalam How to Read a Film menyatakan bahwa film bisa dilihat dalam tiga kategori. Sebagai Cinema (dilihat dari segi estetika dan sinematografi), Film (hubungannya dengan hal di luar film, seperti sosial dan politik), dan Movies (sebagai barang dagangan).3 Kategori Cinema dan Movies jamak ditemui hampir di setiap pengadaan sebuah film. Namun tak banyak film yang mengemban kategori Film dan memberikan pertanggungjawaban moral pada kehidupan sosial tempat dimana film itu kemudian ‘hidup’ dan dinikmati.
2
Harun Suwardi, Kritik Sosial Dalam Film Komedi, FFTV-IKJ PRESS, Jakarta, 2006. Eric Sasono, Film, Teks dan Penonton, http://ericsasono.blogspot.com/2005/08/film-teks-danpenonton.html 3
Sayangnya itu pulalah yang terjadi pada dunia perfilman Indonesia sekarang ini. Faktor ‘barang jualan’ yang hanya mentransferkan kesenangan pada para penontonnya tanpa menyelipkan pesan moral dan sosial justru yang keseringan termuat pada film-film Indonesia. Menarik melihat perjalanan film Indonesia pada 2007 lalu. Survei Kompas menyatakan dari 55 judul film layar lebar yang tayang sepanjang tahun tersebut, 23 diantaranya bergenre horor.4 Berarti hampir separuh film yang diproduksi pada periode itu menayangkan unsur mistik dan klenik dalam ceritanya. Sisanya mengangkat genre komedi dan drama percintaan khas remaja. Dua unsur yang belakangan disebut tak lantas tampil sebagai penyelamat dunia perfilman Indonesia. Para pembuat film cenderung mengulang tema yang itu-itu saja, sementara kebanyakan penontonnya pun menerima begitu saja film yang disodorkan tanpa banyak bertanya, mengapa filmfilm yang minim realitas sosial yang justru banyak diproduksi. Tak jauh beda dengan genre horor, film komedi dan drama percintaan remaja sepanjang tahun 2007 juga mengusung tema yang tak jauh dari persaingan muda-mudi SMA dalam memperebutkan cinta, harta dan juga ketenaran, dengan jalan cerita yang tak masuk akal, cenderung mengumbar aurat dan menonjolkan kekerasan. Di masa yang seperti inilah film semacam Nagabonar Jadi 2 dirasa perlu untuk mengangkat realitas sosial yang benar ada dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Film, dalam konteksnya sebagai produk komunikasi massa, punya kewajiban moral terhadap masyarakat tentang isi pesan yang dihasilkannya karena ia memiliki wahana untuk pengungkapan ekspresi dan ‘hak’ dibandingkan media
4
Susi Ivvaty, Tahun Horor di Republik Hantu, Harian Umum Kompas, 30 Desember 2007
lain dalam melakukan representasi terhadap kenyataan. Film yang baik seharusnya menyertakan pernyataan dan pertanyaan tentang keadaan sosial bermasyarakat dalam setiap proses pembuatannya. Mengutip Robert Stam, “Film theory is an evolving body of concept designed to account for the cinema in all its dimensions (aesthetics, social, and psychological) for an interpretative community of scholars, critics, and interested spectators.”5 Sementara kritikus film Ekky Imanjaya berpendapat film merupakan media yang paling efektif untuk menyampaikan pesan, karena film adalah media komunikasi. Ia mengutip Mukaddimah Anggaran Dasar Karyawan Film dan Televisi 1995 yang menjelaskan bahwa film: “…bukan semata-mata barang dagangan, tetapi merupakan alat pendidikan dan penerangan yang mempunyai daya pengaruh yang besar sekali atas masyarakat, sebagai alat revolusi dapat menyumbangkan dharma bhaktinya dalam menggalang kesatuan dan persatuan nasional, membina nation dan character building mencapai masyarakat sosialis Indonesia berdasarkan Pancasila”.6
Nagabonar Jadi 2 dalam hal ini sanggup melakukan itu lewat skema skenario, penokohan dan setting adegan yang terdapat di dalamnya. Kedekatan kisah sejarah dan persamaan jalan cerita dengan penonton menjadi salah satu pendukung keberhasilan film tersebut. Dalam film Nagabonar Jadi 2 realita sosial digambarkan secara satir namun jenaka. Film ini menunjukkan sebuah dunia ketika rumah kartu ideologisasi dan korporatisasi negara sudah runtuh. Konstruksi kehidupan fasih diterjemahkan dengan pendekatan komedi agar penonton yang melihat tersindir secara halus tanpa harus merasa dilecehkan. Film komedi
5
Robert Stam, Film Theory an Introduction, Blackwell Publisher Inc, USA, 2000 Eric Sasono, Benarkah Film Indonesia Langka Akan Kritik http://ericsasono.blogspot.com, Agustus 2008 6
Sosial,
berbicara dengan gayanya sendiri untuk menyindir setiap situasi dalam ruang publik bermasyarakat. Deddy Mizwar sebagai sutradara memang punya misi khusus ketika membuat film ini. Dalam wawancara dengan HU Kompas ia mengatakan Nagabonar dibuat untuk membicarakan masalah kebangsaan lewat sesuatu yang sederhana. Ia mencoba memotret peristiwa sehari-hari yang dilihat dengan perspektif berbeda, dan kemudian direalisasikan lewat film dengan unsur moralitas tanpa harus kehilangan fungsinya sebagai hiburan. Intinya ia ingin membuat film yang mampu menunjukkan rasa cinta pada tanah air dengan cara yang unik.7 Melalui bahasa yang sederhana, Ella Shohat dalam Film Theory menyatakan, “The medium of cinema formed part of the same discursive continuum that include such disciplines as geography, history, anthropology, archeology, and philosophy. The cinema could “chart a map of the world, like the cartographer; it could tell stories and chronicle events, like historiographers; it could ‘dig’ into the past distant civilization, like the archeologist; and it could narrate the customs and habits of exotic peoples, like the ethnographer.”8
Komunikasi tidak lagi tampil dengan cara tradisional pada sebuah karya film─dari komunikator ke komunikan─tapi telah masuk ke ranah teknologi yang bersentuhan langsung dengan teknik penyutradaraan, editing, sulih suara hingga promosi. Terpaan pesan yang diterima oleh komunikan tak lagi datang dari satu sumber, tapi merupakan hasil kolaborasi sumber-sumber dengan peran yang berlainan.
7 8
Susi Ivvaty, Deddy, Kesetiaan Si “Nagabonar”, Harian Umum Kompas, 30 Maret 2007 Robert Stam, Film Theory an Introduction, Blackwell Publisher Inc, USA, 2000
Sebagai bagian dari komunikasi, film tampil modern, meski tetap membawa karakteristik komunikasi yang lama; komunikasi yang merupakan proses, komunikasi yang merupakan upaya yang disengaja dan punya tujuan, komunikasi yang menuntut adanya partisipasi dan kerjasama dari pelaku yang terlibat,
komunikasi
yang
bersifat
simbolis,
komunikasi
yang
bersifat
transaksional, dan komunikasi yang menembus ruang dan waktu.9 Kesemuanya menjadi bagian jati diri sebuah film kala ia sedang dibuat, hingga utuh menjadi sesuatu yang dilihat oleh penonton. Film, dengan segala perangkat yang ada di dalamnya, membawa fungsi komunikasi instrumental tersendiri dalam dirinya. Ia menjadi informan, pengajar, pengubah sikap dan keyakinan, pengubah perilaku atau penggerak tindakan, sekaligus sebagai sarana penghibur, juga menjadi instrumen untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi dan pekerjaan, baik yang berupa jangka pendek maupun jangka panjang. Sebuah proses komunikasi paling tidak membutuhkan empat peranan di dalamnya. Yang pertama Sumber/Pengirim /Komunikator/Source/Encoder yang merupakan seseorang atau sekelompok orang penyampai pesan. Kedua, ada Pesan/Informasi/Message yang dapat berbentuk lambang, tanda seperti kata-kata tertulis, lisan, gambar, angka dan gestur. Ketiga adalah Saluran/Media/Channel yang digunakan sebagai alat penyampai pesan. Dan yang terakhir adalah Penerima/Komunikan/Receiver/Recorder, yaitu seseorang atau sekelompok orang yang menjadi sasaran penerima pesan.10 Ada formula komunikasi yang lantas dihasilkan oleh elemen-elemen dasar tersebut dan dikenal dengan model S-M-C-R atau Source- Message-Channel-Receiver. 9
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Rosdakarya, 2000. ibid
10
Pada kasus film, Source datang dari para pembuat film, tak hanya sutradara, tetapi juga pemodal, sponsor dan pihak lain yang terkait pada pembuatan sebuah film. Message datang dari film itu sendiri, entah itu isi cerita, adegan demi adegan, akting pemain, sampai isi skenario yang terdapat di dalamnya. Channel diwakili oleh bioskop atau stasiun televisi tempat film-film tersebut ditayangkan. Sementara receiver merupakan orang-orang yang terkena terpaan film tersebut. Meski jika dilihat dari tingkat partisipasi para pelakunya, film merupakan produk komunikasi yang condong satu arah (one way communication) di mana yang aktif merupakan pihak sumber sementara penerima pesan cenderung lebih pasif, ketimbang komunikasi dua arah (two way communication) yang melibatkan keduanya secara aktif. Akibat sifatnya yang satu arah dan diperuntukkan bagi orang banyak, film juga digolongkan sebagai bagian dari komunikasi massa. Komunikasi massa hadir dengan menggunakan media yang dapat secara otomatis menghubungkan komunikan dan komunikator secara massal meski mereka tinggal dalam tempat yang berjauhan. Ia dikirimkan secara serempak melalui satu saluran kepada audien yang bersifat luas dan heterogen, serta tidak mengenal hambatan ruang dan waktu. Hal yang paling membedakan dengan jenis komunikasi lain adalah komunikasi massa memerlukan teknologi dalam proses pengejawantahannya. Ia membutuhkan kehadiran industri macam pertelevisian, surat kabar, penyiaran radio, juga film, yang kesemuanya melibatkan banyak sekali individu dan lembaga untuk mewujudkan sebuah pesan. Selain sebagai produk komunikasi massa yang bersifat kultural, film tidak terlepas dari kepentingan ekonomi dan bisinis yang terkait di dalamnya. Ashadi
Siregar, Lektor Kepala Fakultas Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada dalam buku Seni Merayu Massa mengatakan, “Setiap produk media yang menjadi kultur massa, mau tidak mau harus memiliki daya keterjualan (saleable). Sifat ini sering hanya dikaitkan dalam konteks ekonomi. Padahal dalam konteks berkomunikasi, sifat keterjualan ini dilihat dari penerimaan masyarakat seluas-luasnya. Boleh saja penerimaan yang luas itu menggunakan parameter uang sebagaimana biasa media mengumumkan film box-office. Tetapi sejumlah ide juga dirancang agar bersifat saleable, sekaligus sebagai teks kultural.”11 Ideologi para pembuat film ketika menciptakan sebuah karya berada pada konteks kultural, baru kemudian karena kekuatan teknis di dalamnya, produk film tersebut memiliki daya keterjualan. Sifat film sebagai produk kultural ini dapat ditangkap dari wacana yang mengantarkan suatu makna yang tidak dapat dikamuflase, yang datang dari tema dan kekuatan sinematografis yang mewujud dalam film dan merupakan hasil kerja kolektif. Hasil akhir inilah yang kemudian terbentuk menjadi gambar serta skenario yang mendukung keberadaan sebuah film. Maka sebagai produk komunikasi massa, film kemudian memberikan pengaruh pada tiap individu yang menontonnya. Ada reaksi tertentu setelah mereka menerima pesan yang dihantarkan oleh jalinan cerita dalam sebuah film. Inilah yang juga tertangkap pada konteks film Nagabonar Jadi 2. Skenario, plot dan jalinan cerita, penokohan serta adegan yang ada mencoba menganalisa situasi dan kondisi realita yang dipaparkan menggunakan idiomidiom yang langsung maupun tidak langsung memberikan perspekif dan cara pandang penonton dalam menyikapi fenomena bermasyarakat. Dari latar belakang itulah penulis berupaya untuk mengkaji bagaimana peran Nagabonar Jadi 2 dalam mencitrakan nasionalisme lewat alur cerita filmnya.
11
Garin Nugroho, Seni Merayu Massa, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2005
I. 2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana Pencitraan Nasionalisme Dalam Film Nagabonar Jadi 2?”
I. 3 Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan melihat pencitraan nasionalisme dalam film Nagabonar Jadi 2.
1. 4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Akademis Bagi para akademis, penelitian film Nagabonar Jadi 2 ini diharapkan mampu memberikan pengertian dan perspektif baru ketika menelaah sebuah produk komunikasi seperti film secara menyeluruh, sehingga tak lagi menguliti bagian luarnya saja, tetapi juga masuk ke bagian terdalamnya. 1.4.2 Praktis 1. Sebagai masukan bagi pekerja di bidang penyiaran dan perfilman, agar lebih bisa menciptakan ide-ide orisinil, sehingga nantinya tercipta filmfilm yang tak lagi membahas masalah remaja dan horor semata, tetapi mulai membuka jalan pada kehidupan masyarakat urban dan sub-urban
secara keseluruhan yang lebih kompleks, serta menggalinya dengan lebih mendalam dan juga kritis. 2. Berguna bagi mereka yang bergelut di bidang sosio kultur sebagai sarana penelaahan sebuah produk komunikasi yang dapat menyampaikan pesan hingga sampai pada linea tertentu. BAB II KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Komunikasi
Frank E.X dalam buku Human Communication Theory menyatakan beberapa definisi tentang komunikasi yang diberikan oleh sejumlah ahli. Secara garis besar, terdapat tujuh buah definisi yang dapat mewakili sudut pandang dan konteks pengertian komunikasi, di antaranya adalah: 1. Komunikasi adalah suatu proses melalui mana seseorang (komunikator) menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang-orang lainnya (khalayak). (Hovland, Janis & Kelley, 1953) 2. Komunikasi adalah proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian dan lain-lain melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar-gambar, angka-angka dan lain-lain. (Berelson dan Stainer, 1964) 3. Komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses yang menjelaskan siapa, mengatakan apa, dengan saluran apa, kepada siapa, dengan akibat apa
atau hasil apa? (Who says what in which channel to whom with what effect?) (Lasswell, 1960) 4. Komunikasi adalah suatu proses yang membuat sesuatu dari yang semula dimiliki oleh seseorang (monopoli seseorang) menjadi dimiliki oleh dua orang atau lebih. (Gode, 1959) 5.
Komunikasi
timbul
didorong
oleh
kebutuhan-kebutuhan
untuk
mengurangi rasa ketidakpastian, bertindak secara efektif, mempertahankan atau memperkuat ego. (Barnlund, 1964) 6. Komunikasi adalah suatu proses yang menghubungkan satu bagian dengan bagian lainnya dalam kehidupan. (Ruesch, 1957) 7. Komunikasi adalah seluruh prosedur melalui mana pikiran seseorang dapat mempengaruhi pikiran orang lainnya. (Weaver, 1949)12
Komunikasi, sebagai ilmu yang multidisipliner, dengan sendirinya melahirkan ilmu-ilmu lain sebagai efek samping dari keberadaannya di ranah ilmu pengetahuan. Kelenturan komunikasi ini pada dasarnya bersumber pada satu hal, yaitu proses berbagi. Komunikasi diambil dari bahasa Latin, communicatus yang artinya berbagi atau menjadi hak dan milik bersama. Seperti yang dikutip Deddy Mulyana dalam bukunya, pada penerapannya komunikasi memiliki fungsi yang saling berkaitan satu sama lain. Sebagai pembentukan konsep dan pernyataan eksistensi diri seseorang, komunikasi memainkan peranan sosial dalam diri suatu individu dengan lingkungannya. Ia menjadi jembatan penghubung seseorang dengan komunitas di sekitarnya.
12
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Rosdakarya, 2000.
Sebagai penegasan perasaan dan emosi, komunikasi memegang fungsi ekspresif pada diri seseorang. Ketika suatu perasaan dirasakan oleh beberapa orang secara bersamaan, komunikasi menghubungkan mereka dengan fungsi ritualnya. Ia memungkinkan sejumlah orang merasakan emosi dan komitmen kebersamaan yang serupa, sehingga menegasikannya menjadi sebuah kesatuan. Sebagai instrumental, komunikasi berperan aktif sebagai informan, penghubung, penggerak tindakan bahkan pengubah sikap seseorang dalam kehidupannya. Fungsi-fungsi itu yang pada akhirnya melahirkan tindakan-tindakan tertentu pada setiap pribadi.
2.2 Komunikasi Massa 2.2.1 Pengertian Komunikasi Massa
Komunikasi communication
massa yang
merupakan dapat
kependekan
ditegaskan
dari
dengan
mass
komunikasi
media yang
menggunakan media massa sebagai penghantarnya. Beberapa definisi komunikasi massa yang dikeluarkan oleh De Fleur dan Denis (1985) mengatakan
komunikasi
massa adalah
suatu
proses
dalam
mana
komunikator-komunikator menggunakan media untuk menyebarkan pesanpesan secara luas, dan secara terus menerus menciptakan makna-makna yang diharapkan dapat mempengaruhi khalayak yang besar dan berbedabeda dengan berbagai cara. Sementara dalam Communication Works disebutkan definisi komunikasi massa adalah,
“The mass media and the emerging technologies are tools─instruments of communication─that, depending on how we use them, can either enable us to overcome barriers caused by time and space and extend our ability to interact with each other or take away from the time we have available for family and friends. They can immerse us in a world community or down us in a virtual community, which some critics contend is not a community at all.”13 Melalui paparan yang lebih sederhana, Ruben (1992) mengatakan komunikasi massa adalah proses di mana informasi diciptakan dan disebarkan oleh organisasi untuk dikonsumsi oleh khalayak. Sementara Bittner (1980) mengatakan komunikasi massa adalah pesan-pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah orang.
2.2.2 Karakteristik Komunikasi Massa
Secara mendasar, terdapat tujuh karakter yang terkandung dalam komunikasi massa: 1. ditujukan pada khalayak yang luas, heterogen, anonim, tersebar dan tidak mengenal batas geografis-kultural. 2. bersifat umum, bukan perorangan atau pribadi. Kegiatan penciptaan pesan melibatkan orang banyak dan terorganisasi. 3. pola penyampaian bersifat cepat dan tidak terkendala oleh waktu dalam menjangkau khalayak yang luas. 4. penyampaian pesan cenderung satu arah. 5. kegiatan komunikasi terencana, terjadwal dan terorganisasi. 6. penyampaian pesan bersifat berkala, tidak bersifat temporer.
13
Michael Gamble & Teri Kwal Gamble, Communication Work, The McGraw-Hill Companies, New Yorlk, 2002
7. isi pesan mencakup berbagai aspek kehidupan manusia (ekonomi, sosial, budaya, politik, dan lain-lain). 14
Lewat karakteristik yang dimilikinya, komunikasi massa dengan sendirinya mengemban misi sebagai alat transfer informasi kepada khalayak yang berjumlah massal. Dalam prosesnya, komunikasi massa mengalami penjadwalan dan pengorganisasian yang teratur terkait isi pesannya. Ia menembus ruang dan waktu, dan dengan otomatis terdokumentasi secara teknis berkat bantuan teknologi. Sebagai alat komunikasi yang membawa pesan kepada khalayak, media massa mengusung pesan dengan karakteristik khusus, seperti yang dikatakan Charles Wright, yaitu bersifat terbuka dan publik; mencapai audiens yang luas dalam waktu singkat serta stimultan; serta dibuat untuk memenuhi kebutuhan ‘sekali pakai’, dan bukan untuk tujuan permanen.
2.2.3 Fungsi Komunikasi Massa Bila disederhananakan fungsi komunikasi massa bagi khalayak mencakup: 1. Menyampaikan informasi (to inform) 2. Mendidik (to educate) 3. Menghibur (to entertain) 4. Mempengaruhi (to influence), mengubah perilaku, opini, pendapat dan keyakinan individu dalam masyarakat 14
ibid, 556
Bagaimana manusia memanfaatkan komunikasi massa sebagai bagian dari hidup mereka dibahas oleh Gamble dalam bukunya.
“We use the media to learn about things in general and to satisfy our curiosity. We use the media to seek relief from boredom, to vent our emotions, to relax, or merely to pass the time, we may even program our day by them.”15
Bahkan media juga mempengaruhi pola pikir dan gaya hidup manusia dalam kesehariannya. “The media occupy central places in our lives. Depending on how we use them, the media can help us share experience or they can fragment our society and divide us into subcultures. They can encourage diversity or sameness. They can help us connect or keep us from connecting with each other. They provide us with the news, information, and warning we need to make informed decission.”16
2.2.4 Jenis-jenis Media Massa
Dalam perjalanannya, media massa kemudian berkembang dari waktu ke waktu sesuai dengan tuntutan kehidupan manusia yang global dan melek informasi. Jika awalnya komunikasi massa hanya diwakili oleh media cetak, lambat laun dengan berkembangnya teknologi terciptalah jenis-jenis media massa lain macam radio, televisi, film dan juga internet. Kesemuanya memiliki karakterisitik tersendiri yang merepresentasikan dirinya sebagai alat komunikasi massa manusia di era modern ini.
15 16
ibid, hal 558 ibid
MEDIA MASSA Surat Kabar
KARAKTERISTIK 1. 2. 3. 4. 5.
Publisitas Periodesitas Universalitas Aktualitas Terdokumentasikan
Majalah
1. 2. 3. 4.
Penyajian lebih dalam Nilai aktualitas lebih lama Gambar/foto lebih banyak Cover (sampul) sebagai daya tarik
Radio Siaran
1. 2. 3. 4.
Imajinatif Auditori Akrab Gaya percakapan
Televisi
1. Audiovisul 2. Berpikir dalam gambar 3. Pengoperasian lebih kompleks
Film
1. 2. 3. 4.
Layar yang lebih luas (lebar) Pengambilan gambar Konsentrasi penuh Identifikasi psikologis
Internet
1. 2. 3. 4. 5.
Publisitas Periodesitas Universalitas Aktualitas Terdokumentasikan
Sumber: Elvinaro Ardianto & Lukiati Komala E, Komunikasi Massa Suatu Pengantar .
2.3 Film Sebagai Media Massa 2.3.1 Pengertian Film
Film merupakan gambar bergerak yang merupakan bentuk dominan dari komunikasi visual. Film adalah karya seni yang diproduksi secara kreatif oleh sekelompok orang guna memenuhi imajinasi dan bertujuan memperoleh hasil dengan estetika yang sempurna. Film punya nilai intrinsik berupa rangkaian ketrampilan teknik yang bahkan lebih kompleks ketimbang karya seni lain. Film membutuhkan ketrampilan menulis, akting, seni rupa, fotografi dan sinematografi hingga arsitektur. Teknik dasar pembuatan film ditemukan dari hasil pengembangan prinsipprinsip fotografi dan proyektor. Sebagai bagian dari karya seni, banyak pakar yang menyimpulkan film merupakan gabungan komponen karya seni lain yang telah lebih dulu lahir. Vachel Lindsay menyebut film sebagai, “sculpture in motion,”; Leopold Survage mengatakan film adalah, “painting in movement,”; Abel Gance mendefinisikan film sebagai, “music of light,”; sementara Elie Faure mengkategorikan film sebagai, “architecture in movement.” Dari semuanya lantas lahirlah teori bahwasanya film adalah, “simultaneously established links with previous arts while positing crucial differences; cinema was painting, but this time in movement, or it was music, but this time of light rather than notes.”17
17
Robert Stam, Film Theory an Introduction, Blackwell Publisher Inc, USA, 2000
Pada
buku
Theorizing
the
Moving
Image,
Noël
Caroll
mengkorelasikan hubungan film dengan karya seni lainnya ke dalam dua komponen. “The approach has two component, one internal (the posited relation between the medium and the art form that emerges from it) and one external (its differential relation to other art forms and media). An essentialisist approach assumes (1) that film is good at doing certain things (e.g. depicting animated movement) and not others (staring at a statistic object), and (2) that film should follow its own logic and not be derivative of other arts,i.e that is should do what it does best and not what other media do best.”18
Sementara dalam bukunya, Robert Stam menyebutkan, “the question of cinematic specificity can be approached (a) technologically, in terms of apparatus necessary to its production; (b) linguistically, in terms of film’s “material expression”; (c) historically, in terms of its origin (e.g. Daguerreotypes, dioramas, kinotoscopes); institutionally, in terms of its processes of reception (individual reader versus gregarious reception in movie theatre).19
Melalui media bioskop dan televisi, film menjadi alat penyampai pesan dari mereka yang terlibat di balik layar pembuatan (sutradara, pemain, penulis, produser, dan lain-lain) kepada para penontonnya. Ada proses mempengaruhi pikiran yang terjalin di dalamnya, yang tentu menghasilkan akibat pada bagian penghujung. Dalam Communication Works disebutkan, “Mass communication is the process of transmitting message that may be processed by gatekeepers before being transmitted to large audience via a channel of broad diffusion suh as a print, an audio, or a visual medium.”20
18
ibid, hal 12 ibid, hal 13 20 Michael Gamble & Teri Kwal Gamble, Communication Work, The McGraw-Hill Companies, New York, 2002 19
2.3.2 Karakteristik Film
Tujuh definisi komunikasi massa secara lengkap dibawa oleh film dalam tiap karakter pembentukannya. Ketujuhnya saling melengkapi peran dan kegunaannya masing-masing. Ketika masih menjadi embrio berbentuk ide cerita, keberadaan film hanyalah milik satu orang. Namun ketika ia berubah menjadi rentetan cerita dilengkapi gambar dan alunan dialog yang ditampilkan di layar biokop, maka ia sah sebagai milik semua orang yang melihatnya. Hal mendasar yang harus digarisbawahi di sini adalah kekuatan film sebagai produk komunikasi massa dibandingkan produk lainnya mencakup hal-hal yang fundamental bentuknya, seperti: 1. Layar bioskop yang luas memiliki daya tarik yang besar karena dapat menghadirkan gambar yang besar kepada pemirsanya. 2. Implementasinya, dengan kehadiran layar besar tersebut maka pengambilan gambar dalam film bioskop termungkinkan datang dari segala arah dengan tujuan keindahan dan artistik, sehingga dapat mengirimkan suasana yang sebenarnya kepada penonton.
3. Pengalokasian tempat yang umumnya berada di bioskop membuat penonton secara otomatis berkonsentrasi penuh pada isi cerita tanpa terganggu oleh hal-hal lain. 4. Suasana yang dihadirkan oleh cerita film tak jarang mendekatkan diri secara psikologis kepada penontonnya yang seringkali menyamakan diri dengan tokoh-tokoh yang ada dalam jalinan cerita.
Maka sebagai salah satu alat komunikasi massa, film mentransfer banyak pesan untuk penontonnya, tak hanya lewat bentuk tulisan ataupun audio semata, melainkan juga melalui bentuk visualnya.
2.3.3 Sejarah Film Indonesia
Seiring dengan perkembangan zaman, manusia dituntut untuk menciptakan pembaharuan dalam proses penyampaian pesan. Media cetak macam surat kabar dan majalah, radio serta televisi tidak lagi dirasa sebagai saluran penyampai pesan yang pas mengenai sebuah tema yang spesifik. Maka mulailah dunia mengenal perkembangan film pada tahun 1895, yang kala itu lebih dikenal dengan nama gambar hidup atau motion picture. Itulah pertama kalinya film diputar untuk umum dan orang-orang yang menonton dikenakan biaya. Sejarah perfilman di Indonesia dimulai pada 5 Desember 1900 dengan kemunculan film dokumenter berupa kedatangan Ratu Belanda. Lalu 26 tahun kemudian Loetoeng Kasaroeng tercatat sebagai film narasi
pertama yang diputar di Indonesia dan dibuat oleh L. Heuveldrop dan G. Kruegers. Karnadi Anemer Bangkong yang muncul pada 1930 merupakan film komedi Indonesia pertama produksi Krugers Filmbedrijf dan disutradarai oleh G. Kruegers. Pada tahun yang sama pula, Lari ka Arab digarap oleh Wong Bersaudara (Nelson Wong, Joshua Wong, dan Othniel Wong) dari Shanghai. Setahun kemudian, Indonesia akhirnya mengenal teknologi suara ketika memproduksi Boenga Rose dari Tjikembang garapan The Tang Chun. Berturut-turut setelah itu film yang dihasilkan masuk dalam kategori komedi, seperti Indonesia Malaise (1930) dan Sinjo “Tjo” Main Di Film (“Tjo” Speelt voor de Film) (1930, Wong Bersaudara), Terpaksa Menika (1932, G. Kruegers) dan Impian di Bali (1939). Setelah memerdekakan diri pada 17 Agustus 1945, produksi film dalam negeri menemui pula kemerdekaannya. Film Darah dan Doa (The Long March) keluaran tahun 1950 garapan Umar Ismail dan diproduksi NV Perfini (Perusahaan Film Indonesia) dianggap sebagai film nasional pertama Indonesia karena dikerjakan sendiri oleh anak-anak dalam negeri. Hari pertama pengambilan gambar film ini yang jatuh pada 30 Maret juga selalu diperingati sebagai Hari Film Nasional dan mengukuhkan penciptanya sebagai Bapak Perfilman Nasional.21 Setelah masa itu, perfilman Indonesia diwarnai dengan produksi film komedi, meski banyak juga yang menggarap genre drama dan horor. Dekade 50-an berturut-turut setelah The Long March, dihasilkan pula 21
ibid
Tamu Agung (1955), dan Tiga Dara (1965) yang kesemuanya dibuat oleh Usmar Ismail; kemudian Tiga Buronan (1957) dan Djendral Kantjil (1958) garapan sutradara komedi Nya Abbas Akup; serta Pilihlah Aku (1956) dan Bing Slamet Tukang Betja (1959) buatan Nawi Ismail dan CC Hardy.22 Tahun 1960-an, tercatat film-film komedi yang terhitung menjadi favorit adalah Berabe (Nawi Ismail, 1960), Mak Tjomblang (D. Djajakusuma, 1960), Amor dan Humor (Umar Ismail, 1961), Bing Slamet Merantau (Ridwan Nasution, 1962), Juda Saba Desa (Lilik Sudjio, 1967), dan Matt Dower (Nya Abbas Akup, 1969). Masuk ke dekade 70-an, ada tren tersendiri dalam penggarapan film Indonesia. Pemakaian pelawak kondang yang digunakan sebagai bintang dalam film komedi sekaligus dijadikan judul film marak dijalani oleh para produsen film di masa itu dengan anggapan mampu mengatrol pemasaran film secara cepat. Benyamin S, Kwartet Jaya (Bing Slamet, Ateng, Iskak dan Eddy Sud), Bagio cs (S. Bagio, Darto Helm, Diran dan Sol Soleh), serta Srimulat merupakan nama-nama yang mampu mendongkrak pemasaran sebuah judul film. Dekade ‘80 dan awal '90-an industri film cenderung lebih beragam dengan menampilkan jenis film komedi, drama, hingga horor, macam Perempuan Dalam Pasungan (1981), Serangan Fajar (1982), Ponirah Terpidana (1984), Pengkhianatan G-30-S/PKI (1984), Tjoet Nja’ Dhien (1988), Tragedi Bintaro (1988), Cinta Dalam Sepotong Roti (1991), serta Ramadhan dan Ramona (1992). 22
ibid
Masa paceklik film Indonesia justru terjadi pada pertengahan dasawarsa '90-an. Dalam Katalog Film Indonesia 1926-2005, JB Kristanto mencatat tahun 1994 hanya ada 32 film yang diproduksi, sepanjang tahun 1995-1997 terdapat 88 film yang lolos sensor, sementara untuk 1998-1999 ditandai dengan empat film semata. Masuk ke tahun 2001 keadaan perfilman Indonesia pun tidak cukup membaik dengan kehadiran sembilan judul yang produksi dan berhasil tayang, meski jumlahnya lumayan meningkat pada 2002 (17 judul) dan 2003 (18 judul). Banyak faktor yang melatari kelesuan industri film Indonesia pada masa ini. Yang pertama adalah krisis moneter yang melanda Indonesia di paruh terakhir '90-an. Monopoli bisnis yang dilakukan oleh bioskop 21 yang hanya menayangkan film-film impor luar negri juga merupakan alasan lain mengapa banyak film Indonesia kian tersisih. Efek sampingnya, pada masa ini mulai banyak bermunculan filmfilm bertemakan seksualitas yang berbiaya murah macam Akibat Bebas Sex, Bergairah di Puncak, Gairah Tabu atau Membakar Gairah yang diperuntukkan bagi usia 17 tahun ke atas, yang tema dan pola garapnya lebih pas untuk konsumsi pinggiran kota. Sementara banyak bioskop jaringan 21 justru menempatkan diri di mal dengan pengunjung menengah ke atas yang memiliki perspektif dan penilaian berbeda dengan film bertemakan sensualitas yang dihasilkan. Makin banyaknya televisi swasta yang bermunculan pada pertengahan '90-an seperti SCTV, TPI dan Indosiar dengan target penonton segala usia dan memungkinkan beragam segmen untuk menontonnya secara gratis juga menjadi faktor pendukung kemerosotan
perfilman Indonesia pada saat itu. Alih-alih menghasilkan film dengan biaya produksi tinggi, banyak rumah produksi yang justru mengalihkan biaya pembuatan film untuk membuat sinetron televisi. Petualangan Sherina (2001), Ada Apa Dengan Cinta (2002) dan Jelangkung (2002) adalah film-film yang bisa dibilang sebagai tonggak pembangkit kelesuan industri film Indonesia. Ketepatan membaca segmen dan pengaturan strategi pemasaran yang baik membuat film-film di atas sanggup meraup keuntungan yang tidak sedikit jumlahnya. Ambil contoh Ada Apa Dengan Cinta dalam tiga minggu pertama pemutarannya berhasil menyedot 1,3 juta penonton dari pemutaran di 76 layar bioskop di 12 kota di Indonesia.23 Maka mulailah pada 2004 banyak film Indonesia yang diproduksi. Sejak saat itu kecenderungan yang hampir selalu dilakukan oleh industri perfilman Indonesia sejak saat itu, yaitu mengikuti selera pasar. Survei yang dilakukan Litbang Kompas pada akhir 2007 lalu menyebutkan, sebanyak 33,3% responden yang ditanyai via telepon menjawab genre film yang mereka sukai adalah komedi, dan 14,8%-nya menjawab film drama atau roman, dan paling tidak ada 8,2% yang menyatakan menyukai film horor.24 Tahun 2007 saja tercatat dari 55 judul film yang tayang di sinepleks, 23 di antaranya berjenis horor dengan jumlah penonton yang signifikan. Kuntilanak (1,5 juta), Pulau Hantu (700.000), Pocong 2 (1,25 juta), Pocong 3 (750.000), serta Rumah Pondok Indah (750.000). 23
JB Kristanto, Nonton Film Nonton Indonesia, Kumpulan Tulisan, Kritik Film Suatu Pengalaman, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2004 24 BE Satrio, Film Drama Komedi Paling Disukai, Harian Umum Kompas, 30 Desember 2000
Bandingkan dengan film drama seperti Selamanya yang hanya meraup 550.000 penonton, Pesan dari Surga dengan 405.000 penonton, serta Kangen yang hanya 380.000 penonton.25
2.4 Konstruksi dan Representasi Media
Perlu dipahami bahwa informasi yang disebarkan oleh media merupakan hasil persepsi dan interpretasi yang dikumpulkan secara kolektif dari tangan orang-orang yang memiliki beragam kepentingan terhadap muatan informasi tersebut. Representasi oleh media dilakukan melalui tiga cara; bagaimana sebuah peristiwa direkonstruksi sebagai realitas oleh media, bagaimana realitas tersebut digambarkan, dan bagaimana peristiwa tersebut diorganisir ke dalam konvensikonvensi secara ideologis.26 Mengikuti Wilbur Scrahmm dalam Jornalism Quartely, ia mengatakan bahwasanya berita yang dikemas oleh media tidaklah identik dengan suatu peristiwa, melainkan sebuah upaya untuk merekonstruksi kerangka inti peristiwa tersebut─inti yang disesuaikan dengan kerangka acuan yang dipertimbangkan agar peristiwa itu memiliki arti bagi khalayak.27 Dengan tujuh karakteristik yang diembannya, media massa punya keampuhan tersendiri dalam melakukan penetrasi informasi kepada khalayak. Ia menjadi wahana preservasi budaya secara luas yang mampu mendobrak pragmatisme dan fragmentasi dalam masyarakat. Cara kerja media semestinya bercermin pada realitas yang menghadirkan perannya sebagai pilar keempat dari 25
Susi Ivvaty, Tahun Horor di Republik Hantu, Harian Umum Kompas, 30 Desember 2007 Eriyanto, Analisis Wacana, Pengantar Teks Media, LKiS, Yogyakarta, 2003, hal 114 27 Alex Sobur, Analisis Teks Media, PT Remaja Rosdakarya, (Bandung 2004) 26
demokrasi. Pada kenyatannya, pesan yang melintas dalam proses komunikasi media, apapun bentuknya, selalu dibangun atas struktur bahasa yang terdiri atas lambang-lambang (sign). Mengutip Volosinov, “Wherever a sign is present, ideology is present too. Everything ideological prossess a semiotic value.” 28 Media massa dengan target audiens yang meluas sewajarnya memiliki tanggung jawab moral dalam kapasitasnya sebagai pembawa pesan. Media sudah seharusnya merepresentasikan kehidupan masyarakat yang sesungguhnya, bukan memutarbalikan fakta dan kenyataan. Dengan memandang media sebagai proses representasi, kita bisa melihat bahwa sebenarnya banyak persoalan yang melanda kehidupan bermasyarakat di sekitar. Tugas medialah merekonstruksi kembali permasalahan-permasalahan yang ada untuk kemudian ‘dilempar’ ke masyarakat sebagai bahan pertimbangan baru dalam memandang sebuah realitas kehidupan. Memahami persoalan yang hadir dalam kehidupan masyarakatnya, serta kesadaran untuk menggugat sesuatu yang berangkat dari keresahan mereka menyoal berbagai fenomena sosial merupakan dua unsur penting bagaimana akhirnya media dapat merepresentasikan kehidupan masyarakat secara kritis. Dalam hal ini, tiap isu yang dikeluarkan oleh media membawa misi penting ketika disampaikan kepada khalayak; menyadarkan masyarakatnya mengenai sebuah fenomena sosial yang terjadi dalam kehidupan, serta memberikan pendapat, argumen dan tak jarang solusi dari permasalahan yang diangkat ke permukaan.
2.5 Pencitraan Nasionalisme
28
ibid
Bila dihubungkan dengan fungsinya sebagai penyampai pesan, media massa menghadirkan pencitraan tersendiri bagi khalayak dalam memandang sebuah isu berita atau informasi. Konsep pencitraan sendiri adalah gambaran yang dimiliki orang banyak mengenai pribadi, perusahaan, organisasi atau produk; atau bisa juga berarti kesan mental atau bayangan visual yang ditimbulkan oleh sebuah kata, frase, atau kalimat. Pencipta teori film, Andre Bazin, dalam salah satu tesisnya menyebutkan bahwasanya sinema bertujuan memberi penonton ilusi kenyataan yang sempurna dengan perangkat dan naratif sinematografi. Di sini, Bazin sepenuhnya sadar bahwa film adalah sistem representasi. Teknik naratif ini ditandai dengan pengurutan waktu dari fragmen-fragmen kenyataan. Film merupakan urutan fragmen realitas yang diimajinasikan dalam durasi waktu tertentu.29 Dalam hal ini, pencitraan yang ditampilkan bisa berasal dari beragam sudut dan konsep kehidupan, termasuk nasionalisme suatu bangsa. Mobilitas masyarakat modern yang aktif dan cenderung individual, lambat laun pengertian nasionalisme dan prakteknya tidak lagi secara nyata terlihat perwujudannya. Identitas diri sebagai sebuah bangsa terkadang terlihat kabur lantaran budaya global yang terus menyerbu kehidupan masyarakat Indonesia. Dalam pengertian filsafat, konsep nasionalisme berarti, “(1) The attitude that the members of a nation have when they care about their identity as members of that nation; (2) the actions that the members of a nation take in seeking to achieve (or sustain) some form of political sovereignty.”30
29
Donato Totaro, André Bazin Revisited, Part 1, Film Style Theory in its Historical Context, http://www.horschamp.qc.ca 30 Stanford Encyclopedia of Philosophy, Nationalism, http://plato.stanford.edu
Penetrasi ideologi nasionalisme tak lagi dapat dilakukan dengan gaya lama seperti berperang untuk mempertahankan kemerdekaan. Dengan kondisi kehidupan yang berjalan relatif aman, keadaan tak lagi memungkinkan untuk menggalang sikap patriotisme yang heroik. Namun justru itulah yang melunturkan sikap nasionalisme bangsa ini. Ketidakpekaan inilah yang sepantasnya diangkat oleh media dengan beragam cara; mengangkat isu-isu lokal ataupun menyadarkan massa bahwasanya sikap nasionalisme, terutama pada model kehidupan masyarakat Indonesia yang majemuk, sangatlah diperlukan. Pencitraan nasionalisme dalam media dilakukan untuk menunjukkan di mana tepatnya wujud nasionalisme itu kini masih dan seharusnya berada, pada tindakan, gerakan, ucapan dan sikap yang seperti apa ajaran tersebut mengejawantah, hingga nantinya khalayak dapat dengan tepat menangkap maksud yang dibawa oleh media tersebut. Pencitraan tak hanya dapat diangkat lewat headline media cetak yang menyoal kehidupan berpolitik sekarang ini, tapi juga dapat dilakukan lewat media film melalui jalan cerita dan segenap unsur yang ada di dalamnya. Justru karena film yang hadir sebagai media pandang-dengar, rekonstruksi nasionalisme dapat dengan mudah tergarap secara nyata. Semakin tingginya kesadaran masyarakat Indonesia akan kualitas film yang baik menuntut rumah-rumah produksi untuk menghasilkan kualitas film yang baik pula. Sayangnya, besarnya antusiasme masyarakat untuk menonton film seperti ini tidak selalu didukung oleh ketersediaan jenis film yang baik dari segi cerita maupun penggarapannya itu sendiri. Orientasi pembuatan film di masa kebangkitannya sekarang ini justru masih pada meraup keuntungan yang sebesar-
besarnya, dengan cerita yang tidak masuk di akal dan menjadikan film hanya sebagai komoditas pasar semata, bukan sebagai hasil seni yang memiliki fungsi sosial yang tinggi. Pembuat film melakukan pemilihan dan interpretasi dengan kepentingan abstrak, baik itu dari sisi dramatik, moral maupun ideologis. Dengan tujuan tertentu, sebuah film juga dapat memasukkan paham nasionalisme ke dalam elemen-elemen filmnya, seperti dialog, musik ataupun adegan yang diperankan oleh aktornya. Untuk itu, pencitraan nasionalisme dalam sebuah media, khususnya film, bertujuan untuk menunjukkan bagaimana paham atau ajaran itu terealisasikan dalam konsep masyarakat yang riil bentuknya kepada khalayak yang melihatnya. BAB III METODE PENELITIAN
3.1
Tipe/Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian yang bersifat deskriptif bertujuan melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik suatu bidang tertentu secara faktual dan cermat. Penelitian jenis ini akan memaparkan situasi tanpa mencari atau menjelaskan hubungan dan tidak membuat suatu hipotesis ataupun prediksi, dan melakukan pendekatan dengan menggali interpretasi subjek dan mencari teori yang dimunculkan dengan data empirik. Sementara menurut Gorman & Clayton yang dimaksud dengan pendekatan kualitatif adalah,
“proses pencarian gambar data dari konteks kejadian langsung, sebagai upaya melukiskan peristiwa sepersis kenyatannya, yang berarti membuat pelbagai kejadiannya seperti merekat, dan melibatkan perspektif (peneliti) yang partisipatif di dalam pelbagai kejadiannya, serta menggunakan penginduksian dalam menjelaskan fenomena yang diamatinya.”31
Menggunakan definisi yang sederhana, Deddy Mulyana menyebutkan, “penelitian kualitatif adalah penelitian yang bersifat interpretif (menggunakan penafsiran) yang melibatkan banyak metode dalam menelaah masalah penelitiannya.” Bagi peneliti kualitatif, suatu penelitian disebut ilmiah jika konsisten dengan paradigma yang melandasinya, sekalipun dalam analisisnya peneliti tidak menggunakan perhitungan matematis.32 Peneliti melaporkan seutuhnya transkrip kata demi kata dari dialog partisipan, adegan demi adegan, serta mendetilkan deskripsi setting atau kejadian, berbagai data atau fakta yang sesuai dengan objek penelitian yang ditemukan secara kualitatif dalam laporan penelitian. Walau begitu, menurut Septiawan Santana dalam Menulis Ilmiah; Metode Penelitian Kualitatif, penulisan kualitatif lebih dari sekedar pendeskripsian. Laporannya menekankan penulisan yang bersifat interpretif dan evaluatif. Unsur evaluasi ini amat penting guna mendalami pemahamannya mengenai suatu topik penelitian.33 Laporan yang bersifat kualitatif menyampaikan data secara naratif perkataan orang atau kutipan, teks atau wacana lain. Materinya mengeksplorasi pemaknaan ketika orang-orang, misalnya, melakukan tindakan komunikasi dan menginterpretasikannya kepada konteks yang luas. Di akhir, penulisan laporan tidak akan menghipotesis amatan penelitiannya. Yang mesti ditekankan dalam 31
Septiawan Santana K, Menulis Ilmiah Metode Penelitian Kualitatif, Buku Obor, Jakarta, 2007, hal 29 32 Deddy Mulyana & Solatun, Metode Penellitian Komunikasi, Rosdakarya, Bandung, 2007, hal 5. 33 Septiawan Santana, op.cit hal 29
penelitian jenis ini adalah studi yang hendak dilakukan penulis bukan untuk mengoreksi atau mengartikulasikan studi-studi yang telah lalu dan dikerjakan pihak yang lain, akan tetapi menekankan kebaruan, dapat pula bersifat korektif dan memberikan perspektif baru. Nantinya dalam penelitian jenis kualitatif, pembahasan materi paling tidak akan memfokuskan diri pada lima hal; 1.
Mengasumsikan hubungan antara kultur dan perilaku (the observed, amatan)
2.
Pengalaman-pengalaman penulis di lapangan (the observer, pengamat)
3.
Pemilihan cara merepresentasikan the observer dan the observed (the tale, pengisahan)
4.
Meletakkan peran pembaca dalam merekonstruksikan pengisahan (the audience, khalayak) Penelitian kualitatif memusatkan perhatian pada aksesbilitas sub-sub
kultur the other, akses-akses seorang individu ke dalam lingkungan sosialnya, atau hubungan antara deskripsi sosiologis dan konsepsi tindakan-tindakan seorang aktor sosial. Laporan jenis ini mendokumentasikan kejadian riil, rekaman pembicaraan orang (kata-kata, gerak-gerik, dan atau nada-nada bicara), amatan kelakuan-kelakuan spesifik, studi dokumen-dokumen tertulis, atau penyelidikan imaji visual yang mengimplikasikan aspek-aspek konkret kehidupan. Sehingga paling tidak pada penelitian jenis kualitatif diharapkan ada ketersediaan lima unsur berikut; 1.
Pengantar permasalahan
2.
Ulasan literaur
3.
Uraian prosedur riset
3.2
4.
Penyajian apa yang ditemukan
5.
Pernyataan yang menyatakan implikasi dan konklusi
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah analisis wacana kritis (Critical Discourse Analysis/CDA), yang melihat bahasa sebagai faktor penting, yakni bagaimana bahasa digunakan untuk melihat ketimpangan kekuasaan dalam masyarakat terjadi. Mengutip Fairclough dan Wodak, “Analisis wacana kritis melihat wacana─pemakaian bahasa dalam tuturan dan tulisan─sebagai bentuk dari praktek sosial.” Artinya, wacana digambarkan sebagai praktek sosial yang menyebabkan sebuah hubungan dialektis di antara peristiwa diskursif tertentu dengan situasi, institusi, dan struktur sosial yang membentuknya.34 Wacana sendiri merupakan rekaman kebahasaan utuh tentang suatu peristiwa komunikasi, yang biasanya terdiri atas seperangkat kalimat yang mempunyai hubungan pengertian satu dengan lainnya. Komunikasi itu dapat menggunakan bahasa lisan, dan dapat pula memakai bahasa tulisan.35 Henry Guntur Tarigan dalam Analisis Teks Media menyebutkan, “Istilah wacana dipergunakan untuk mencakup bukan hanya percakapan atau obrolan, tetapi juga pembicaraan di muka umum, tulisan serta upaya-upaya formal seperti laporan ilmiah dan sandiwara atau lakon.”36 Analisis wacana pada penelitian ini difokuskan untuk mencari pencitraan nasionalisme dalam film Nagabonar Jadi 2. Teori wacana digunakan sebagai
34
Eriyanto, Analisis Wacana, Pengantar Teks Media, LKiS, Yogyakarta, 2003, hal 7 Alex Sobur, Analisis Teks Media, PT Remaja Rosdakarya, Bandung 2004, hal 10 36 ibid 35
pengonstruksian kewacanaan karena pada prinsipnya semua fenomena sosial bisa dianalisis menggunakan piranti analisis wacana. Karena fokusnya yang luas ini, teori wacana cocok digunakan sebagai dasar teoritis untuk pendekatan-pendekatan konstruksional sosial yang berbeda pada analisis wacana. Sementara Sudjiman menilai, wacana ialah rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa komunikasi, biasanya terdiri atas seperangkat kalimat yang mempunyai hubungan pengertian satu dengan yang lain.37 Wacana dalam lingkup publiknya memiliki elemen terpenting yang terdiri dari bahasa. Bahasa, apapun bentuk dan perwujudannya, memiliki fungsi yang besar dalam penghidupan manusia. Menurut Halliday, secara makro fungsi bahasa dapat dijabarkan sebagai berikut; 1.
Fungsi ideasional; untuk membentuk, memertahankan dan memerjelas hubungan di antara anggota masyarakat
2.
Fungsi interpersonal; untuk menyampaikan informasi di antara anggota masyarakat
3.
fungsi tekstual; untuk menyediakan kerangka, pengorganisasian diskursus (wacana) yang relevan dengan situasi38
Penelitian ini menggunakan Analisis Wacana model Teun A. van Dijk yang mengelaborasi elemen-elemen wacana sehingga bisa diaplikasikan secara praktis. Menurut van Dijk, penelitian atau wacana tidak cukup hanya didasarkan pada analisis atau teks semata, karena teks hanya hasil dari suatu praktik produksi yang harus juga diamati. Ia melihat bagaimana sebuah struktur sosial, dominasi
37 38
ibid, hal 10 ibid, hal 17
dan kelompok kekuasaan yang ada dalam masyarakat dan baimana kognisi / pikiran dan kesadaran yang membentuk dan berpengaruh terhadap teks tertentu.39
Van Dijk membagi wacana ke dalam tiga struktur atau tingkatan; 1.
Struktur makro yang merupakan makna global atau umum dari suatu teks yang dapat dipahami dengan melihat topik dari suatu teks. Tema wacana ini bukan hanya isi, tetapi juga sisi tertentu dari suatu peristiwa.
2.
Superstruktur adalah kerangka suatu teks, yaitu mengenai bagaimana struktur dan elemen wacana itu disusun dalam teks secara utuh.
3.
Struktur mikro adalah makna wacana yang dapat diamati dengan menganalisis kata, kalimat, proporsi, anak kalimat, paraphrase yang dipakai dan sebagainya.40
Dari struktur tersebut, van Dijk kemudian membagi hal yang ingin diamati menjadi enam elemen, yaitu; 1. Tematik; mengangkat tentang tema topik yang dikedepankan dalam suatu teks. Topik menunjukkan informasi yang paling penting atau inti pesan yang ingin disampaikan dalam sebuah pemberitaan. 2. Skematik; bagaimana bagian dan urutan suatu berita diskemakan dalam teks berita utuh. Skematik merupakan strategi komunikator untuk mendukung makna umum dengan memberikan sejumlah alasan pendukung. Struktur ini memberikan penekanan pada bagian teks 39 40
Eriyanto, Analisis Wacana, Pengantar Teks Media, LKiS, Yogyakarta, 2003, hal 224 ibid, hal 73
mana yang didahulukan, dan bagian mana yang bisa dikemudiankan sebagai strategi untuk menyembunyikan informasi penting. 3. Semantik; yaitu tentang makna yang ingin ditekankan dalam teks berita. Di sini semantik berarti mencari makna yang muncul dari hubungan antarkalimat, hubungan antarproposisi yang membangun makna tertentu dalam suatu bangunan teks. 4. Sintaksis; bagaimana pendapat itu disampaikan (seperti bentuk kalimat, koherensi atau kata ganti) 5. Stilistik; pilihan kata apa yang dipakai, yaitu cara yang digunakan seorang pembicara atau penulis untuk menyatakan maksudnya dengan menggunakan bahasa sebagai sarana. 6. Retoris; bagaimana dan dengan cara apa penekanan dilakukan. Retoris mempunyai fungsi yang persuasif dan berhubungan erat dengan bagaimana pesan itu ingin disampaikan kepada khalayak41
Jika model Roger Flower memilah kata dan membaginya menjadi dua pengertian, Theo van Leeuwen menyelidiki hanya sampai tahap eksklusi dan inklusi, serta Sara Mills meneliti posisi subjek-objek dan posisi penulis-pembaca, maka Van Dijk memandang segala teks bisa dianalisis dengan menggunakan elemen tersebut karena sifatnya yang merupakan suatu kesatuan, saling berhubungan dan mendukung satu sama lain. Struktur atau elemen wacana yang dikemukakan Van Dijk dapat digambarkan sebagai berikut;
ELEMEN WACANA VAN DIJK Struktur Wacana 41
ibid
Hal yang Diamati
Elemen
TEMATIK (Apa yang dikatakan?)
Struktur Makro
SKEMATIK (Bagaimana pendapat disusun dan dirangkai?)
Superstruktur
Topik
Skema
Struktur Mikro
SEMANTIK (Makna yang ingin ditekankan dalam teks berita)
Latar, detail, maksud, pra- anggapan, nominalisasi
Struktur Mikro
SINTAKSIS (Bagaimana pendapat disam paikan?)
Bentuk kalimat, koherensi, kata ganti
Struktur Mikro
STILISTIK (Pilihan kata apa yang dipakai?) RETORIS (Bagaimana dan dengan cara apa penekanan dilakukan?)
Struktur Mikro
3.3
Leksikon
Grafis, Metafora, Ekspresi
Unit Analisis Unit analisis dalam penelitian ini terdiri dari: 3.3.1 Audio Audio di sini tak hanya terdiri dari dialog yang menjadi alat komunikasi antar tokoh dalam film Nagabonar Jadi 2 saja, tetapi juga termasuk sound track yang menghiasi keseluruhan durasi film. Pengertiannya masing-masing dalam kapasitasnya sebagai pendukung keberadaan sebuah film adalah sebagai berikut:
a. Dialog Dialog merupakan percakapan yang terjalin antara dua orang aktor atau lebih mengenai sesuatu hal yang dilakukan sesuai dengan urutan skenario dan cerita dalam sebuah film. b. Soundtrack Soundtrack merupakan ilustrasi musik (dapat berupa aransemen yang dilengkapi lirik, atau hanya berupa instrumen peralatan musik) yang
biasa melatari jalannya cerita guna membangun suasana atau karakter tertentu pada sebuah film.
3.3.2 Visual Sebagai produk yang mengutamakan visual sebagai objek utamanya, maka film memiliki beberapa unit yang menyokong keseluruhan film, seperti karakter/tokoh, setting, kostum, serta akting yang dimainkan para tokoh dalam film Nagabonar Jadi 2. Pengertiannya masing-masing dalam kapasitasnya sebagai pendukung keberadaan sebuah film adalah sebagai berikut: a. Tokoh / Karakter Tokoh atau karakter adalah sosok pribadi dengan personalisasi, tabiat dan watak tertentu yang dimainkan oleh seorang aktor dalam sebuah lakon sandiwara atau film. b. Akting Akting adalah gambaran perwatakan dramatik, baik yang bersifat emosional maupun intelektual yang dinyatakan dalam bentuk tingkah laku, olah tubuh, dan juga suara (bukan dialog). c. Setting Set merupakan seperangkat benda yang diatur sedemikian rupa pada suatu tempat agar menciptakan gambaran lokasi tertentu guna memenuhi tuntutan cerita pada sebuah film. d. Kostum Kostum adalah sesuatu (biasanya berupa pakaian, aksesoris dan juga riasan) yang dikenakan oleh seorang aktor untuk mendukung karakter dan watak yang ia perankan dalam sebuah cerita.
3.4
Definisi Konsep Berbagai konsep dari istilah yang digunakan dalam penelitian ini perlu
diperjelas definisi konsepnya, seperti : a. Representasi Media Representasi
media
adalah
bagaimana
sebuah
media
menggambarkan realita hidup masyarakatnya dan merekonstruksinya dalam pemaparan atau pendeskripsian yang sama persis dengan kenyataannya. Dengan sifatnya yang audio-visual, film punya ‘hak’ untuk secara sempurna merekonstruksi kehidupan nyata ke dalam cerita. Proses ini sejatinya sudah tercipta sejak film masih merupakan ide dari segelintir orang. Proses representasi itu diawali dengan cara pandang para pembuat film dalam melihat masyarakatnya. Seperti apakah mereka melihat masyarakat yang akan mereka gambarkan dalam film? Apakah masyarakat itu memiliki masalah atau tidak? Di sinilah dibutuhkan kejelian dalam memandang perspektif dari si pembuat film. Ia harus memiliki wawasan serta keresahan yang luas dalam memandang kehidupan masyarakat sekitarnya. Ia juga harus mampu melihat kenyataan dan kemudian mempertanyakan kembali realitas tersebut. b. Realitas Sosial Realitas sosial adalah kenyataan dan fakta yang hadir dalam kehidupan bermasyarakat pada suatu komunitas. Realitas sosial mencakup gaya hidup yang dianut, sejarah, ideologi, keyakinan, dan kebudayaan
yang melatari, karakteristik masyarakat, kebiasaan yang dilakukan, serta cara pandang yang diselami oleh masyarakat pada komunitas tertentu. c. Pencitraan Pencitraan adalah gambaran, kesan mental, atau bayangan visual yang ditimbulkan oleh suatu objek pada seseorang atau sekelompok individu, hingga memunculkan opini dan keyakinan seta pandangan tersendiri pada objek tersebut. d. Nasionalisme Nasionalisme merupakan paham atau ajaran tentang kesadaran untuk
bersama-sama
secara
aktual
dan
potensial
mencapai,
mempertahankan, mengabdikan identitas dan integritas guna mencapai kemakmuran dan kekuatan suatu bangsa.
3.5 Fokus Penelitian Fokus penelitian akan tertuju pada keseluruhan elemen dalam film Nagabonar Jadi 2, seperti menelaah tiap-tiap tokoh dan karakter, adegan, dialog, serta setting yang ada di dalamnya, dengan membingkai wacana-wacana yang mengandung unsur nasionalisme secara langsung, maupun kalimat-kalimat yang memiliki unsur nasionalisme tersurat ataupun tersembunyi.
3.5.1 Kerangka Wacana
ELEMEN WACANA FILM NAGABONAR JADI 2 Struktur Wacana Struktur Makro
Superstruktur
Hal yang Diamati
Elemen
TEMATIK (Apa yang dikatakan?)
Dialog
SKEMATIK
Urutan jalan cerita
(Bagaimana pendapat disusun dan dirangkai?)
(narrative structure)
Struktur Mikro
SEMANTIK (Makna yang ingin ditekankan dalam film)
- Latar cerita - Setting - Kostum - Dialog - Soundtrack (lagu)
Struktur Mikro
SINTAKSIS (Bagaimana pendapat disampaikan?)
Dialog
Struktur Mikro
STILISTIK (Pilihan kata apa yang dipakai?)
Dialog
Struktur Mikro
RETORIS (Bagaimana dan dengan cara apa penekanan dilakukan?)
- Akting - Tokoh / karakter - Kostum - Soundtrack (instrumen musik)
3.6 Teknik Pengumpulan Data
Data adalah sekumpulan keterangan tentang suatu objek penelitian yang diperoleh peneliti di lokasi penelitian. Data yang diperoleh merupakan fakta yang terkait dengan objek penelitian. Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara: 1. Data primer adalah data yang langsung diperoleh dari sumber data pertama di lokasi penelitian atau objek penelitian. Dalam penelitian ini data primer didapat dari rekaman film Nagabonar Jadi 2 dan transkrip naskah film tersebut. 2. Data sekunder didapat dari studi kepustakaan melalui beragam judul buku dan selancar internet yang dipergunakan sebagai referensi dalam penelitian.
3.7 Teknik Analisis Data
Untuk meneliti representasi realitas sosial dalam film Nagabonar Jadi 2, sebelumnya peneliti membagi komponen-komponen yang terdapat dalam unit analisis terlebih dahulu. Adapun pembagiannya akan berbentuk sebagai berikut: Audio
Visual
Dialog
Tokoh / Karakter
Soundtrack
Akting Setting Kostum
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Film Nagabonar Jadi 2 4.1.1 Latar Belakang Film Nagabonar Jadi 2
Nagabonar Jadi 2 secara garis besar menceritakan Nagabonar yang kini
telah
memiliki seorang anak
pengusaha bernama Bonaga.
Kedatangannya ke Jakarta bertujuan melihat keberhasilan usaha Bonaga dalam merintis karirnya. Selama di Jakarta itulah Nagabonar merasakan betapa nasionalisme bangsa Indonesia kini telah banyak terkikis dengan semakin majunya kehidupan zaman. Terlebih Bonaga yang mendalami bisnis di bidang properti menginginkan tanah keluarga di Lubuk Pakam dijual untuk pembangunan resor yang dibiayai oleh investor asing dari Jepang, yang tidak disukai oleh Nagabonar karena bangsa itu dulu pernah
menjajah Indonesia. Kenaifan Nagabonar dalam memandang kehidupan modern itulah yang dicoba diangkat sebagai kekritisan sebuah film dalam menyampaikan fenomena kehidupan sosial dan bermasyarakat bangsa Indonesia sekarang ini. Film berjender drama-komedi ini diproduksi oleh PT Demi Gisela Citra Sinema dan PT Bumi Prasidi Bi-Epsi dan rilis tepat pada tanggal 29 Maret 2007, dengan Deddy Mizwar sebagai sutradara merangkap bintang utama, Nagabonar. Tokoh-tokoh lain dalam film ini diperankan oleh Tora Sudiro (Bonaga), Wulan Guritno (Monita), Darius Sinathrya (Pomo), Uli Herdinansyah (Ronnie), Michael Muliadro (Jaki), serta Lukman Sardi (Umar). Sementara posisi produser dipegang oleh Tyas A Moein, dengan Musfar Yasin sebagai penulis skenario, Thoersi Argeswara sebagai penata musik, serta Tito Kurnianto sebagai penyunting.42 Selain kelebihan dari sisi kualitas, dari segi komersil film dengan target penonton segala usia ini berhasil meraih 2,3 juta penonton di Indonesia.43 Dalam Seri Tokoh Seni 2007 yang dikeluarkan Majalah Tempo disebutkan, bahwa Bioskop Planet Hollywood 21 memutar film ini selama 76 hari, lebih lama dibandingkan pemutaran sinepleks lain yang rata-rata berkisar 60-65 hari.44 Sementara banyak ajang yang memberi penghargaan untuk film ini, seperti Festival Film Indonesia 2007 yang diadakan di Pekanbaru, Riau, memberikan penghargaan Film Terpilih 2007, Aktor Terpilih
42
Nagabonar Jadi 2, http://id.wikipedia.org Nagabonar Jadi 2 Borong Penghargaan FFI 2007, http://www.kapanlagi.com, 15 Desember 2007 44 Tim Peliput Tokoh Seni dan Arsitektur Tempo, Sang Naga yang Digdaya, Tempo, 31 Desember 2007-6 Januari 2008 43
(Deddy Mizwar), Aktor Pendukung Terpilih (Lukman Sardi), Penulis Skenario Terpilih (Musfar Yasin), Penata Suara Terpilih (Adityawan Susanto dan Adimolana Machmud), serta Piala Khusus dari Dewan Juri Film Cerita untuk Penyutradaraan (Deddy Mizwar).45 Sedangkan Festival Film Bandung 2007 menghadiahi piala Sutradara Terpuji (Deddy Mizwar), Jakarta International Film Festival memberikan gelar Best Director
(Deddy
Mizwar);
serta
Festival
Film
Jakarta
yang
menganugerahkan Pemeran Utama Pria Terpilih (Deddy Mizwar).46
4.2 Analisis Data 4.2.1. Analisis Audio 4.2.1.1 Analisis Dialog dengan Pencitraan Nasionalisme 4.2.1.1.1 Dialog Scene 18 (...) Nagabonar: Di mana lapangan sepakbolanya? Pomo: ... Perumahan karyawan ini kita bangun 1000 unit. Nagabonar: Kenapa kecil begitu? Pomo: Ya mungkin di sini kecil, tapi yang sebenarnya 3x7 Om. Nagabonar: 3x7 meter? Pomo: Iya Om Nagabonar: Tapi di mana lapangan sepakbolanya? Pomo: Sepakbola?... Nah kalau yang ini.. Nagabonar: Lapangan sepakbola. Pomo: Kalau musholla ada Om. Nagabonar: Lapangan sepakbola. Pomo: Waduh Om, coba Om bayangin, kalau kita bangun lapangan sepakbola di situ, investasi kita baliknya akan sangat lama Om, karena harga tanah di sini mahal. Nagabonar: Eh, kau tidak ingin lihat bangsa kita menang main sepakbola? Pomo: Iya juga sih ya Om. Malu kalah terus. Nagabonar: Itulah, makanya kau buat lapangan sepakbola. Pomo: ... Nagabonar: Eh, apa ini? Apa ini? Pomo: Ini? Ini Om? Ini gudang Om. 45
Nagabonar Jadi 2 Borong Penghargaan FFI 2007, http://www.kapanlagi.com, 15 Desember 2007 46 Tim Peliput Tokoh Seni dan Arsitektur Tempo, op.cit
Nagabonar: Ah, kalau begitu kau robohkan saja satu atau dua gudang itu, kau buat lapangan sepakbola di sana. Ongkos membuat gudang itu kau belikan tanah di sana Pomo: Waduh! Nagabonar: Eh, katanya kau ingin melihat bangsa ini menang main sepakbola. Bagaimana bisa menang kalau tidak ada lapangan sepakbola? Apa kata dunia?
a. Tematik Persepakbolaan di Indonesia tidak pernah mengalami kemajuan, baik di lingkup nasional maupun di ajang internasional. Maka Nagabonar mengajukan usulan pada Pomo untuk membangun lapangan sepakbola dari lahan yang sebelumnya direncanakan untuk didirikan gudang. Ia memberikan alasan yang disertai ide dan pemecahan awal tentang bagaimana merubah
prestasi
persepakbolaan
Indonesia yang tidak pernah mengalami kemajuan. b. Skematik Prestasi olahraga sepakbola Indonesia yang jalan di tempat digambarkan tidak terjadi begitu saja. Ada sebabmusababnya, dan salah satunya adalah tidak adanya lagi lapangan sepakbola yang tersedia yang dapat dipakai oleh khalayak umum tanpa dipungut biaya, karena banyak lahan yang sudah dibeli oleh investor justru dibangun mal, perkantoran atau bahkan perumahan. Akibatnya, olahraga ini sedikitpun tidak mengalami kemajuan. Padahal solusi mudah bisa saja diterapkan oleh para pengusaha, seperti misalnya tidak lagi membangun bangunan baru, atau
menyumbangkan
lahan
untuk
dijadikan
lapangan
sepakbola. c. Semantik Nagabonar merasa sepakbola di Indonesia tidak akan maju jika tidak ada orang yang memulainya. Hal tersebut bisa diawali dengan kedermawanan orang-orang mampu untuk membeli / merelakan sepetak tanah mereka untuk dijadikan lapangan sepakbola. d. Sintaksis Menggunakan elemen wacana pengingkaran dan subjek “kita” sebagai komunitas imajinatif dan kata ganti masyarakat Indonesia yang sebenarnya, dialog di bawah menjelaskan arti banyak pengusaha yang tidak ingin rugi jika harus memikirkan pembangunan sebuah lapangan sepakbola untuk kepentingan khalayak. (.....) Pomo: Waduh Om, coba Om bayangin, kalau kita bangun lapangan sepakbola di situ, investasi kita baliknya akan sangat lama Om, karena harga tanah di sini mahal. (.....)
Menggunakan logika kausalitas dan subjek “kita” sebagai komunitas
imajinatif
dan
kata
ganti
masyarakat
Indonesia,serta “bangsa ini” untuk subjek Indonesia, dalam dialog berikut ditunjukkan masyarakat Indonesia tidak dapat melihat bangsanya menang dalam permainan sepakbola jika tidak ada yang membuat lapangannya.
(...) Nagbonar: Eh, kau tidak ingin lihat bangsa kita menang main sepakbola? Pomo: Iya juga sih ya Om. Malu kalah terus. Nagabonar: Itulah, makanya kau buat lapangan sepakbola. (...) (...) Nagabonar: Eh, katanya kau ingin melihat bangsa ini menang main sepakbola. Bagaimana bisa menang kalau tidak ada lapangan sepakbola? Apa kata dunia. (...)
e. Stilistik “Bagaimana bisa menang...” “...Apa kata dunia?” “...Malu kalah terus!”
4.2.1.1.2 Dialog Scene 20 Maryam: Kau sudah tua Naga. Kenapa kau kemari? Apa yang mau kau copet di sini? Nagabonar: Eh eh jangan main-main kau Maryam. Ini pabrik yang mau dibangun ini punya anakku si Bonaga. Maryam: Ini? Ini punya anakmu si Bonaga? Apa yang kamu copet sampai anakmu punya pabrik? Nagabonar: Aku sendiri pun heran kenapa kau ada di sini? Maryam: Aku itu satu partai sama Menteri ini. Aku jadi staf ahli. Nagabonar: Ahli? Maryam: Ahli! Nagabonar: Bah! Setahuku keahlianmu cuma mencopet saja. Cukup kau seorang yang jadi pencopet, tak perlu kau ajari Menteri itu mencopet. Apa kata dunia? Tambah susah rakyat nanti.
a. Tematik Mengkritisi banyaknya pejabat pemerintah yang melakukan pencurian uang rakyat, juga koalisi antar pejabat untuk mendapatkan
keuntungan.
Nagabonar
menyatakannya
dengan menanyakan pada Maryam bagaimana ia bisa menjadi staf ahli seorang Mentri, padahal ia tidak memiliki
latar belakang politik dan dulunya adalah seorang mantan pencopet. Maka pendapatnya itu ia utarakan dengan pertanyaan penuh keraguan mengenai status Maryam yang menjadi seorang staf ahli, serta pernyataan tegasnya di akhir dialog. b. Skematik Banyaknya
pejabat
yang
kaya
ditunjukkan
bukan
merupakan hasil kerja keras, tetapi kebanyakan didapatkan dari hasil korupsi yang dipergunakan untuk kepentingan pribadi.
Orang-orang
di
balik
pemerintahan
yang
semestinya berkompeten dan ahli, pada kalimat terakhir justru ditunjukkan menggerogoti uang rakyat dan lambat laun mengakibatkan kehidupan politik dan pemerintah di Indonesia kian memburuk. c. Semantik Nagabonar merasa kemampuan Maryam sebagai pencopet bisa saja ditularkan pada sang Menteri yang pada akhirnya dapat mencuri uang rakyat. Ia merasa sebenarnya Maryam tak punya cukup keahlian untuk menjadi seorang pejabat ahli kementrian. d. Sintaksis Dalam dialog di bawah, koherensi dua kalimat yang tidak berhubungan sama sekali diperjelas dengan kata “sampai” hingga
menghasilkan
kalimat
kausalitas.
Penekanan
dilakukan dengan kata “sampai” hingga memunculkan
pemahaman
di
mata
Maryam─yang
kemudian
ditransferkan ke penonton─bagaimana bisa seorang mantan copet seperti Bonaga mempunyai anak yang seorang pemilik pabrik. (...) Maryam: Ini? Ini punya anakmu si Bonaga? Apa yang kamu copet sampai anakmu punya pabrik? (...)
Dengan penggunaan kalimat aktif “mencopet”, dialog di bawah menjelaskan secara eksplisit bagaimana seseorang di lingkungan kementrian atau pejabat pemerintahan lainnya dapat menjadi oknum yang mempengaruhi seorang pejabat pemerintah untuk melakukan tindakan melanggar hukum seperti korupsi. Kata ”mencopet” digunakan untuk menggantikan kata “korupsi” untuk memunculkan kesan sarkastis pada dialog, karena sebenarnya tindakan korupsi tak ada bedanya dengan mencopet, mengambil hak hidup orang lain. Nagabonar: Bah! Setahuku keahlianmu cuma mencopet saja. Cukup kau seorang yang jadi pencopet, tak perlu kau ajari Menteri itu mencopet. Apa kata dunia? Tambah susah rakyat nanti.
e. Stilistik “... Apa yang kamu copet sampai anakmu punya pabrik?” “...Cukup kau seorang yang jadi pencopet, tak perlu kau ajari Menteri itu mencopet.” “...Apa kata dunia?” “...Tambah susah rakyat nanti.”
4.2.1.1.3 Dialog Scene 38
Nagabonar: Baru kemarin rasanya Umar. Baru kemarin rasanya aku mendengar suara beliau menggelegar di radio mengajak anak-anak muda melawan penjajah. Seorang pencopet, perampok pun akan tergetar hatinya jika mendengar ia berbicara. Kalau kau hidup di jaman itu, dan hari ini kau berdiri di hadapan mereka berdua, walaupun cuma patungnya saja, jantungmu akan berdegup keras. Tidak bisa tidak, kau akan hormat pada beliau!
a. Tematik Mengingat kembali perjuangan Soekarno dan Hatta dalam memproklamirkan Nagabonar
kemerdekaan
bernostalgia
dengan
Indonesia. mengingat
Maka kembali
kejadian pada masa perang kemerdekaan saat ia mendengar suara Soekarno memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Ia mendeskripsikan perasaannya itu pada Umar, dan mencoba menyodorkan pengandaian pada Umar untuk benar mengerti pengalamannya pada masa itu. b. Skematik Nostalgia Nagabonar pada masa perjuangan membawanya pada kenangan betapa pada masa perang merebut kemerdekaan dulu rasa nasionalisme para pemuda mudah sekali untuk dibangkitkan, meski itu hanya melalui sebuah pidato yang diperdengarkan lewat radio semata. Kharisma seorang
pemimpin
digambarkan mempengaruhi
macam
sedemikian kaum
Soekarno besarnya
muda
untuk
dan
Hatta
hingga
dapat
berjuang
demi
bangsanya, dan tetap memperlihatkan kharisma juangnya hingga saat ini. Tidak ada seorang pun pada saat itu yang tidak memiliki semangat kebangsaan untuk merebut
kemerdekaan dari tangan penjajah, meskipun mereka adalah perampok ataupun pencopet. c. Semantik Nagabonar merasa seharusnya orang muda macam Umar dapat lebih menghargai jasa para pahlawannya yang dulu dengan sekuat tenaga telah memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Ia merasa rasa nasionalisme kaum muda harus lebih dibangkitkan lagi, seperi dulu kaum muda pada saat berjuang merebut kemerdekaan dari tangan penjajah. d. Sintaksis Pada kalimat di bawah penekanan dilakukan oleh penghubung
“pun”,
serta
subjek
“pencopet”
dan
“perampok”, dua profesi yang di mata masyarakat merupakan pekerjaan hina dan haram untuk dilakukan. Subjek diekspresikan secara eksplisit untuk menjelaskan pada masa perang merebut kemerdekaan orang-orang muda, bahkan yang berprofesi pencopet dan perampok, akan
tergetar
hatinya
untu
ikut
memperjuangkan
kemerdekaan kala seorang Soekarno berbicara. (...) “...Seorang pencopet, perampok pun akan tergetar hatinya jika mendengar ia berbicara.” (...)
Pada dialog di bawah, digunakan elemen wacana praanggapan (pressupposition) menggunakan kata “kalau” untuk memunculkan situasi pengandaian. Nagabonar menjelaskan andai saja Umar ada di masa Soekarno dan
Hatta masih hidup, ia pasti akan mengingat masa perjuangan itu dengan penuh heroisme. (...) “...Kalau kau hidup di jaman itu, dan hari ini kau berdiri di hadapan mereka berdua, walaupun cuma patungnya saja, jantungmu akan berdegup keras.” (...)
e. Stilistik “...walaupun cuma patungnya saja, jantungmu akan berdegup keras.” “Tidak bisa tidak, kau akan hormat pada beliau!”
4.2.1.1.4 Dialog Scene 39 Jaki: Sori Bon. Pengeluarannya segini ni. Bonaga: Betul pengeluarannya segini? Jaki: Iye. Kenape? Kebanyakan ye? Bon, gue udah usaha mati-matian tapi dapetnya cuman segini. Bonaga: Lu nego sama mereka? Jaki: Iye. Bonaga: Aah..gue bilang apa, itu kewajiban kita apa adanya, setor segitu! Nggak usahlah pake nego-negoan! Aah, apa kata dunia! Jaki: Bon, kita cuma bayar setengah! Alhamdulillah! Monita: Bon, hargain dong si Jaki! Naikin pangkatnya. Jaki: Pangkat? Pangkat apaan? Nggak ada lagi pangkat di atas gue, kecuali pangkat si Bonaga. Oke oke...if that’s what you want, fine with me. Lu yang punya duit. Gimana kabarnya kantor lu Mon? Bayar pajak nggak? Bonaga: Mobilnya Monita aja masuk bengkel gara-gara kejeblos di lobang. Jaki: Kasian lu Mon. Monita: Yah lu nggak ngerti Jak. Jaki: Ngerti apaan? Monita: Eh Jak, pemerintah tuh nggak punya duit gara-gara orang kaya lu tuh masih ngakalin pajak!
a. Tematik Kebiasaan para pemilik usaha besar yang sering mengakali pajak, dan hanya membayar setengah dari kewajiiban mereka. Akibatnya, banyak fasilitas negara yang tidak
dapat terurus dengan baik karena tidak adanya dana yang dapat dialokasikan untuk keperluan pemeliharaan. Maka Bonaga menanyakan pada Jaki apakah praktek seperti itu juga dilakukan pada laporan keuangan perusahaan mereka. Ia dan Monita juga beropini bahwasanya praktek seperti itulah yang menyebabkan banyak fasilitas negar tidak berfungsi dengan baik. b. Skematik Banyaknya kerusakan fasilitas negara digambarkan tidak terjadi begitu saja. Dana pemeliharaan fasilitas negara seperti jalan raya yang berasal dari pajak masyarakat seringnya justru diakali oleh para pengusaha yang berkoalisi dengan petugas pajak sendiri. Akibatnya, ketika dana pajak bisa dinegosiasikan, pemerintah tak lagi punya dana cukup untuk memelihara aset negara, dan imbasnya justru dirasakan kepada masyarakat pengguna fasilitas tersebut. c. Semantik Bonaga
merasa
semestinya
Jaki
sebagai
pengurus
administrasi perusahaannya tak perlu lagi melakukan negosiasi untuk mengurangi angka wajib pajak. Itu sudah merupakan kewajiban mereka sebagai pemilik sebuah perusahaan besar. Jika akal-akalan dalam membayar pajak dilakukan oleh banyak orang, yang terjadi kemudian adalah
infrastukrur fasilitas negara banyak yang rusak karena tidak adanya biaya untuk pemeliharaan. d. Sintaksis Menggunakan majas hiperbola, dalam kalimat “usaha mati-matian” dijelaskan makna ironi yang terkandung dalam dialog tersebut, dimana seorang pengusaha justru berusaha sekuat tenaga mengakali pemerintah dalam membayar pajak yang sebenarnya. Jaki: Iye. Kenape? Kebanyakan ye? Bon, gue udah usaha matimatian tapi dapetnya cuman segini. (...)
Menggunakan
kata
ganti
“mereka”
untuk
pejabat
pemerintah pengurus pajak, serta “kita” untuk pengganti masyarakat Indonesia pada umumnya, dialog menjelaskan secara eksplisit, pada kehidupan nyata sering terjadi negosiasi antara kedua elemen tersebut untuk mengakali angka wajib pajak yang sebenarnya. (...) Bonaga: Lu nego sama mereka? Jaki: Iye. Bonaga: Aah..gue bilang apa, itu kewajiban kita apa adanya, setor segitu! Nggak usahlah pake nego-negoan! Aah, apa kata dunia! (...)
Menggunakan kata ganti “kita” untuk para pengusaha Indonesia pada umumnya, serta penjelas “cuma” untuk menonjolkan kalimat aktif
“bayar setengah”, dialog
menjelaskan komunitas pengusaha Indonesia seringkali
membayar pajak pada negara dengan jumlah setengah dari angka yang semestinya dibayarkan pada pemerintah. Kalimat aktif umumnya digunakan agar seseorang menjadi subjek dari tanggapannya. (...) Jaki: Bon, kita cuma bayar setengah! Alhamdulillah! (...)
Menggunakan perumpamaan ironi, penekanan kalimat dilakukan dengan kalimat “naikin pangkatnya” untuk menonjolkan pesan apa yang telah dilakukan Jaki merupakan jasa bagi perusahaan Bonaga yang seharusnya dihargai dengan menaikkan pangkat. Monita: Bon, hargain dong si Jaki! Naikin pangkatnya. (...)
Penjelas “kaya” di depan kata ganti “lu” merupakan pengganti subjek oknum-oknum pengakal pajak yang banyak hadir di masyarakat (digantikan dengan kalimat aktif “ngakalin pajak”). Menggunakan logika kausalitas, oknum-oknum yang dijelaskan secara eksplisit itulah yang menyebabkan negara miskin, yang dijelaskan dengan kalimat, “nggak punya duit”. Monita: Eh Jak, pemerintah tuh nggak punya duit gara-gara orang kaya lu tuh masih ngakalin pajak!
e. Stilistik “...gue udah usaha mati-matian tapi dapetnya cuman segini.”
“Lu nego sama mereka?” “Aah, apa kata dunia!” “...kita cuma bayar setengah! Alhamdulillah!” “...hargain dong si Jaki! Naikin pangkatnya.” “...gara-gara kejeblos di lobang.” ”...pemerintah tuh nggak punya duit... “...masih ngakalin pajak!”
4.2.1.1.5 Dialog Scene 40 Polisi: Bajaj dilarang lewat jalan sini Pak Nabonar: Kenapa bajaj tidak boleh lewat sini? Polisi: Itu sudah peraturannya Pak. Nagabonar: Kenapa ada peraturan macam itu? Polisi: Memang peraturannya seperti itu Pak. Nagabonar:Ya kenapa? Polisi: Jadi Bapak tidak tahu ada peraturan seperti itu? Maaf Pak maaf. Nagabonar: Betul, tidak tahu aku. Malah heran aku, kita sudah lama merdeka tapi masih ada aturan macam itu. Kalau Belanda yang bikin aturan itu mengerti aku. Karena memang Belanda suka cari perkara. Ya kan? Polisi: Ya Pak. Tapi yang saya tahu bajaj dilarang lewat sini Pak. Nagabonar: Kenapa bajaj tidak boleh lewat sini? Polisi: Karena bajaj roda tiga Pak. Nagabonar: Karena bajaj roda tiga tidak boleh lewat sini? Polisi; Iya Pak. Nagabonar: Bah! Semua bajaj kan rodanya tiga! Hah, betul kan Umar? Umar: Iye Pak, iye... Polisi: Pak, kalau saya memperbolehkan Bapak lewat jalan sini, berarti saya melanggar peraturan Pak. Sedangkan petugas yang melanggar peraturan hukumannya lebih berat Pak. Jadi tolong saya Pak. Nagabonar: Aku tidak menyuruhmu melangar peraturan. Ah, bengak kali kau.
a. Tematik Sistem pengaturan lalu lintas di Jakarta pada umumnya mengandalkan hukum tertulis yang terkadang tak dapat dijelaskan menggunakan logika. Ia dipahami sudah ada dengan sendirinya tanpa orang tahu mengapa peraturan macam itu diterapkan. Ironisnya, peraturan macam itu banyak ditemui di semua lini kehidupan masyarakat Indonesia. Maka
Nagabonar kemudian bertanya berulang kali apa alasan hingga bajaj tidak boleh melewati jalan protokol yang dijaga oleh si Polisi. Jawaban bias dan ambigu yang diberikan oleh si Polisi makin membuat Nagabonar tidak mengerti maka peraturan seperti itu dibuat, dan apa alasan yang jelas sehingga masyarakat harus mematuhinya. b. Skematik Menelaah secara mendalam mengapa kebanyakan peraturan di Indonesia, mengenai hal apapun, justru dibuat tanpa dasar dan alasan yang jelas. Dialog menyatakan karena bajaj hanya memiliki tiga roda maka ia tidak diperbolehkan memasuki jalan protokol. Ketika didesak mengenai alasannya, petugas justru
makin
berputar-putar
menjelaskan,
dan
makin
menjelaskan kerancuan peraturan tersebut di mata masyarakat awam. c. Semantik Peraturan bajaj yang tidak boleh melewati jalur protokol karena ia merupakan kendaraan roda tiga sama sekali tidak dimengerti oleh Nagabonar. Karena menurutnya itu adalah peraturan yang aneh, ia kemudian menanyakan mengapa aturan macam itu diterapkan. Kemudian permainan posisi yang biasanya dimainkan oleh aparat kepolisian dalam dialog ini justru diputarbalikan oleh Nagabonar. Ia, melalui kepolosannya dalam memandang suatu peraturan administrasi dan protokoler lalu lintas mencoba menanyakan mengapa
hanya karena jumlah roda yang tidak empat, bajaj tidak diperbolehkan masuk melewati jalan tersebut. d. Sintaksis Setengah
bagian
dialog
menggambarkan
kebingungan
Nagabonar menyoal peraturan bajaj yang tidak boleh melewati jalan protokol. Kebingungan tersebut dinyatakan dengan kalimat tanya “Kenapa bajaj tidak boleh lewat sini?” yang dikeluarkannya lebih dari tiga kali. Penjelasan sang petugas yang hanya bisa menjawab dengan kalimat ”Itu sudah peraturannya Pak,” juga sebanyak tiga kali sama sekali tidak memuaskan rasa ingin tahunya. Secara implisit, dialog menyampaikan banyaknya peraturan di Indonesia yang diciptakan tanpa alasan mendasar yang jelas dan masuk akal. e. Stilistik ”Itu sudah peraturannya Pak.” “...kita sudah lama merdeka tapi masih ada aturan macam itu.” “Belanda suka cari perkara.” “...yang saya tahu bajaj dilarang lewat sini...” “Karena bajaj roda tiga...” “...petugas yang melanggar peraturan hukumannya lebih berat...” “...bengak kali kau.”
4.2.1.1.6 Dialog Scene 42 Nagabonar: Jendral! Turunkan tanganmu! Apa yang kau hormati siang dan malam itu? Apa karena mereka yang di depanmu itu beroda empat? Tidak semua dari mereka pantas kau hormati! Turunkan tanganmu Jendral! Turunkan tanganmu! Jendral! Turunkan tanganmu Jendral! Turunkan tanganmu...Jendraaaal.... Turunkan tanganmu Jendral!
a. Tematik Jendral Sudirman adalah seorang jendral besar yang seharusnya dihormati oleh orang banyak atas jasa-jasa yang telah dilakukannya selama ini, bukan justru sebaliknya. Kontradiksi justru terlihat dari bangunan patung yang menjulang
tinggi
di
jalan
Sudirman,
yang
justru
memperlihatkan dirinya sedang menghormat ke arah jalan, kepada lalu lintas kendaraan. Nagabonar menanyakannya dengan cara yang ironis, tentang kepahlawanan sang jendral yang begitu besar tapi tak lagi dianggap berarti bagi bangsanya. Nagabonar juga menanyakan kenyataan melalui sikapnya yang dramatis mengenai kehadiran sang Jendral yang hanya hadir sebatas patung, tapi bukan lagi semangat juang yang tinggi dalam melihat kemajuan bangsa. b. Skematik Mengapa seorang Jendral besar macam Sudirman harus menghormat pada lalu lalang mobil yang tak dikenalnya, yang bahkan tidak semua dari pengendara mobil tersebut─yang bisa saja terdiri dari para koruptor, orang-orang yang tidak menghargai jasa pahlawannya─patut dihormati. c. Semantik Nagabonar merasa kharisma dan jasa-jasa seorang jendral macam Sudirman terlalu besar untuk menghormat pada
pengendaara
bermotor
yang
tak
lagi
mengingat
kepahlawanannya. d. Sintaksis Dalam dialog di bawah, Nagabonar mempertanyakan apa yang membuat seorang besar macam Sudirman mau menghormat siang dan malam? Secara implisit, bangunan patung Jendral Sudirman digambarkan menghormat pada kemodernan Jakarta yang angkuh dan tidak lagi mengenal rasa nasionalisme. Padahal, sosok Jendral Sudirman justru selalu hadir dengan kesan kebangsaannya yang kental.
“Apa yang kau hormati siang dan malam itu?”
Sementara subjek “mereka” digunakan sebagai pengganti kata pengguna jalan macam pengendara mobil yang juga diwakili oleh kata “beroda empat”. Dua kata tersebut dimaksudkan sebagai wakil dari masyarakat yang berasal dari tingkat sosial tinggi, pemilik kendaraan roda empat. “Apa karena mereka yang di depanmu itu beroda empat?”
Sedangkan kalimat “tidak semua” dan “mereka” mewakili kelompok masyarakat mayoritas yang berada di strata kelas sosial tinggi, yang biasa dianggap berpendidikan dan memahami aturan. Dengan jenis kalimat di bawah ini, dialog secara eksplisit mempermasalahkan bahwa tak selamanya orang-orang yang berada di kelas sosial tersebut pantas untuk
dihormati karena perilaku mereka terkadang justru melanggar hukum. “Tidak semua dari mereka pantas kau hormati!”
e. Stilistik “Turunkan tanganmu!” “...pantas kau hormati!”
4.2.1.1.7 Dialog Scene 44 Umar: Hmm, Pak...Bapak bener Jendral? Nagabonar: Kau tidak percaya kan? Makanya aku bilang itu tidak penting! Umar: Bener Pak, Bapak ikut perang kemerdekaan? Nagabonar: Bah! Semua orang dari Lubuk Pakam sampai ke Medan tahu siapa Nagabonar! Umar: Begini Pak...anak saya pengen banget diceritain tentang perjuangan kakeknya ngelawan penjajah dulu Pak. Cuman masalahnya saya nggak bisa nyeritainnya. Ayah saya nggak pernah mau cerita Pak. Sampe dia meninggal, dia tetep tutup mulut. Dia nggak mau tuh jasanya disebut-sebut. Malah dia bilang gini ke saya, “Umar, biar Allah aja yang mencatat,” gitu katanya Pak. Ya jadi saya pikir, kalau Bapak mau ceritain tentang perjuangan jaman dulu ke anak saya, waduh, anak saya pasti bakalan seneng banget Pak. Ya Pak ya? Ya, kalau Bapak nggak mau sih...
a. Tematik Sebuah perjuangan yang dilakukan secara ikhlas tanpa pamrih tidak harus selalu diceritakan untuk dibanggakan pada khalayak. Maka Nagabonar menganggap pangkat bukanlah Begitupula
tolak
ukur
dengan
penilaian
ayah
Umar
sebuah yang
perjuangan. tidak
ingin
perjuangannya dulu melawan penjajah diceritakan dan disebut-sebut. Keputusan untuk tidak menceritakan apa yang telah mereka lakukan dulu untuk bangsa dan negara
adalah tekad bulat dalam mengambil sikap berjuang tanpa pamrih tersebut. b. Skematik Nagabonar mengajarkan banyak mantan pejuang atau veteran tidak mau jasanya dalam berperang merebut kemerdekaan disebut-sebut karena mereka menganggap hal itu bukanlah untuk dibanggakan, melainkan memang sudah menjadi kewajiban untuk membela negara tanpa pamrih. c. Semantik Umar yang merasa menemukan sosok bekas pejuang pada diri Nagabonar berniat meminta tolong pada Nagabonar untuk menceritakan kisah perang dulu pada anaknya, karena ayahnya sendiri yang juga seorang pejuang justru tidak pernah mau memaparkan kisah zaman perjuangan dulu. Ayahnya menganggap cerita tersebut tidak untuk diceritakan sebagai suatu kebanggan dan mencari pamrih. d. Sintaksis Dialog di bawah menekankan pertanyaan Umar mengenai kenyataan apakah benar Nagabonar adalah seorang Jendral. Sementara di mata Nagabonar, tak perlu sebuah pangkat kebesaran militer untuk menyatakan kebenaran seseorang memang telah berjuang mempertahankan kemerdekaan bangsanya. (...)
Umar: Hmm, Pak...Bapak bener Jendral? Nagabonar: Kau tidak percaya kan? Makanya aku bilang itu tidak penting! (...)
e. Stilistik “...dia tetep tutup mulut.” “Dia nggak mau tuh jasanya disebut-sebut.” “...biar Allah aja yang mencatat,”
4.2.1.1.8 Dialog Scene 53 Nagabonar: Dar..dar..dar..dar..semua menembak! Aku lempar granat. Wiiii... Blaaaar!!! Mati banyak! Itu sebabnya kau harus menghormati kakekmu ini. Hah, ayo hormat!
a. Tematik Dialog mendeskrispikan suasana pada masa perang dengan menirukan suara-suara senapan dan bom. Nagabonar membuat tiruan suara senapan dan bom yang meledak untuk menggambarkan
suasana
pada
masa
perang,
dan
membangkitkan daya imajinasi Tulus akan keadaan pada masa itu. Pendekatan macam ini dilakukan Nagabonar untuk menumbuhkan daya imajinasi di diri Tulus yang masih seorang bocah, karena pemahaman akan nasionalisme baru bisa ditelaah sebatas cerita, belum masuk ke bagian nasionalisme sebagai sebuah paham dan jalan hidup. b. Skematik Menceritakan suasana perang dengan tiruan suara bom yang dilempar yang berakibat pada matinya prajurit dari pihak musuh.
c. Semantik Nagabonar berusaha menceritakan kisah perang kemerdekaan kepada Tulus, saat ia dan kakeknya dulu pernah berjuang. Di tengah desingan peluru dan bom mereka mempertaruhkan nyawa untuk membela negeri. Itulah mengapa ia merasa Tulus harus menghormati kakeknya atas jasa-jasa yang dulu telah dilakukannya. d. Sintaksis Ungkapan “dar..dar..dar” diucapkan untuk menggambarkan suara senapan yang digunakan ketika ditembakkan, sedangkan “wiii...”
dikesankan
suara ketika
granat
dilemparkan,
sementara “blaaar!” dimaksudkan utnuk menggambarkan bunyi bom yang meledak. Menggunakan logika kausalitas, dialog mengungkapkan secara eksplisit perjuangan pahlawan pada masa dulu yang diwarnai dengan peperangan haruslah dihormati oleh kaum muda pada masa ini. (...) Nagabonar: Dar..dar..dar..dar..semua menembak! Aku lempar granat. Wiiii... Blaaaar!!! Mati banyak! Itu sebabnya kau harus menghormati kakekmu ini. Hah, ayo hormat!
e. Stilistik “Mati banyak!”
4.2.1.1.9 Dialog Scene 55 Nagabonar: Hei, si Umar itu juga anak pejuang. Cuma tidak seberuntung kau. Bonaga: Terlalu banyak orang yang tidak beruntung di negeri kita ini Pak. Kalau saja usahaku itu maju dan menjadi besar, itu kan berarti sama saja aku membantu mengurangi jumlah orang yang tidak beruntung itu kan Pak?
a. Tematik Banyaknya pengangguran di negara ini tidak ditentukan dari keluarga mana mereka berasal. Maka ketika Nagabonar menganggap Umar yang seorang anak pejuang harusnya mendapatkan peruntungan nasib yang lebih baik, Bonaga menganggap hal itu bukanlah pendapat terbaik yang bisa dikeluarkan. Bonaga berpendapat keahlian serta kemauan untuk majulah yang pada akhirnya bisa memberikan jalan sukses di masa depan. b. Skematik Skema dialog diawali dengan penceritaan nasib seseorang yang tidak seberuntung Bonaga yang dalam usia mudanya sudah sukses memimpin perusahaan. Baris berikutnya mengskemakan banyaknya jumlah pengangguran di Indonesia justru baru dapat diatasi kalau saja banyak usaha maju tercipta yang dapat menyerap tenaga kerja. c. Semantik Nagabonar menganggap sebagai seorang anak pejuang, Bonaga seharusnya dapat memberikan pertolongan kepada Umar, yang juga anak seorang pejuang. Namun Bonaga menganggap kadar ketidakberuntungan seseorang tidaklah ditentukan dari mana keluarga mereka berasal, melainkan dari ketrampilan mereka dalam bekerja. Ia juga beranggapan, kalau
saja usahanya maju maka perusahaannya itu akan dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak lagi. d. Sintaksis Predikat “orang yang tidak beruntung” dalam dialog ditampilkan sebagai pengganti kata “pengangguran”. (...) Bonaga: Terlalu banyak orang yang tidak beruntung di negeri kita ini Pak. (...)
Sementara menggunakan logika kausalitas, kalimat berikutnya mengungkapkan perubahan yang dapat terjadi jika perusahaan Bonaga mengalami kemajuan yang kemudian berimbas pada pengurangan angka pengangguran. (...) Kalau saja usahaku itu maju dan menjadi besar, itu kan berarti sama saja aku membantu mengurangi jumlah orang yang tidak beruntung itu kan Pak? (...)
e. Stilistik “...anak pejuang.” ”...tidak seberuntung kau. “Terlalu banyak orang yang tidak beruntung di negeri kita...” “...mengurangi jumlah orang yang tidak beruntung ...”
4.2.1.1.10 Dialog Scene 71 Jepang 1: Ada yang mengatakan sulit memahami aturan investasi yang berlaku di negara Anda ini. Mister Bonaga, apakah sekuriti 10 tahun yang lalu? Bonaga: Untuk urusan hukum, kau aja lah Ron yang ngejelasin. Ronny: Ya sudah banyak yang berubah Abe San, Suzuki San. Semenjak terakhir kali Anda ke sini kami sudah tiga kali ganti presiden Jepang 1: Kata Abe San, presiden bisa sepuluh kali diganti, yang penting keamanan investasi kami. Apakah bisa jamin? Jaki: Insya allah
Jepang 1,2,3: Insya allah? Ronny: Nah, soal insya allah ini biar Jaki aja yang ngomong. Jaki: Insya allah artinya Suzuki San, Abe San, tenang saja, segalanya bisa diurus Jepang 3: Segalanya bisa diurus? Asal ada uang? Oh, itu masih seperti yang dulu? Jaki: Oh enggak, enggak, insya allah!
a. Tematik Keamanan investasi para investor asing masih sering dipertanyakan terkait kondisi politik dan kenegaraan di Indonesia.
Maka
para
investor
asal
Jepang
itu
mempertanyakan aturan investasi di Indonesia di masa sekarang, apakah masih sama dengan yang dulu. Mereka beranggapan bahwasanya tidak perlu pergantian presiden untuk merubah kondisi ekonomi-sosial-politik suatu negara jika konsistensi keamanan sebuah bangsa dapat terjaga.
b. Skematik Skema
pertama
dialog
memaparkan
betapa
sulitnya
memahami aturan investasi di Indonesia karena secara langsung dan tidak langsung terkait akan permasalahan politik. Masyarakat luar masih menganggap, berapa kali pun Indonesia berganti presiden, jika tabiat dan budaya KKN yang berorientasi pada uang tidak berubah, maka sebenarnya peraturan investasi dan kemananannya juga tidak akan berganti. Sedangkan cara para pebisnis Indonesia sendiri
masih meragukan untuk mendapatkan keyakinan dari para calon investor. c. Semantik Pandangan masyarakat
luar negeri, dalam
dialog ini
dikhususkan pada bangsa Jepang, akan keamanan berinvestasi di Indonesia justru berbanding terbalik pada bagaimana bangsa Indonesia memandang keamanan negaranya sendiri. Kelompok Bonaga menganggap aturan hukum dan investasi di Indonesia
telah
berubah
seiring
bergantinya
masa
pemerintahan presiden, sementara calon investor menganggap budaya ‘segalanya bisa diurus’ menggunakan uang masih menjadi cara berinvestasi dan berpolitik di negara ini. d. Sintaksis “Negara Anda” dalam dialog berikut menggantikan subjek Indonesia. Kalimat yang digunakan memaparkan secara eksplisit betapa sulitnya investor asing memahami aturan berinvestasi di Indonesia. (...) Jepang 1: Ada yang mengatakan sulit memahami aturan investasi yang berlaku di negara Anda ini. (...)
Sementara dialog di bawah memaparkan perbedaan persepsi yang dianut antara bangsa Indonesia dengan bangsa luar negeri dalam berinvestasi. “Kami” mewakili “bangsa Indonesia” merasa dengan telah bergantinya presiden selama tiga kali, maka keamanan negara sudah dapat dijamin dengan baik. Padahal, secara eksplisit hal ini terbantahkan oleh opini
dalam dialog berikutnya (yang diwakili oleh bangsa Jepang), yang mengatakan tidak peduli berapa kali presiden berganti, jika keamanan investasinya tidak bisa dijamin oleh keadaan politiknya, maka sebenarnya keamanan investasi suatu negara belum dapat tercipta dan dijamin dengan baik. (...) Ronny: Semenjak terakhir kali Anda ke sini kami sudah tiga kali ganti presiden Jepang 1: Kata Abe San, presiden bisa sepuluh kali diganti, yang penting keamanan investasi kami. Apakah bisa jamin? (...)
e. Stilistik “...sudah tiga kali ganti presiden.” “...presiden bisa sepuluh kali diganti... “...tenang saja, segalanya bisa diurus.” “Asal ada uang?” “...masih seperti yang dulu?”
4.2.1.1.11 Dialog Scene 72 Pomo: Upeti, buat tamu kita.
Bonaga: Ah, gila kau! Apa kata dunia? Batalkan! Pomo: Man, masa dibatalin? Gue udah bayar! Eh, kita ini kan bangsa yang ramah. Ya kan? Bonaga? Ramah, ramah, ramah, ramah apa kita? Itu sama aja kau menghidangkan anak dan istri kau untuk tamu kau! Mau kau? Bengak kau!!
a. Tematik Untuk melancarkan perjanjian bisnis, tak jarang para pengusaha
menggunakan
jasa
wanita
penghibur
yang
disodorkan untuk rekanan bisnisnya. Pomo pun melakukan hal yang serupa, hanya saja Bonaga menyuruhnya untuk
membatalkan perjanjian itu. Ia menganggap sebuah kontrak bisnis terap bisa dijalin tanpa melakukan hal tersebut. b. Skematik Demi mendapatkan proyek bisnis yang diinginkan, Pomo memesan wanita penghibur untuk para pengusaha Jepang, calon investor perusahaannya. Namun Bonaga tidak setuju karena menganggap
hal tersebut bertentangan
dengan
nalurinya. c. Semantik Atas nama keramahan bangsa Indonesia Pomo memberikan layanan jasa wanita penghibur pada rekan bisnisnya, sementara Bonaga merasa jika Pomo melakukan hal itu sama saja dengan ia memberikan anak dan istrinya pada orang lain. Bonaga merasa sebenarnya sebuah transaksi bisnis bisa dilakukan tanpa menggunakan trik seperti itu. d. Sintaksis Kata “upeti” digunakan untuk menggantikan subjek seorang perempuan penghibur yang biasa disodorkan pada rekan bisnis untuk melancarkan transaksi bisnis mereka. (...) Pomo: Upeti, buat tamu kita. (...)
Kalimat “Gue udah bayar” menerangkan usaha yang harus dikeluarkan oleh satu pihak di luar perjanjian bisnis itu sendiri jika ingin melancarkan transaksi dengan calon klien. Secara implisit, argumen yang dicoba diberikan dalam perdebatan
adalah
kalimat
“bangsa
yang
ramah”
yang
justru
disalahartikan. (...) Pomo: Man, masa dibatalin? Gue udah bayar! Eh, kita ini kan bangsa yang ramah. Ya kan? (...)
Sedangkan pada dialog di bawah dipaparkan menggunakan majas ironi, jika seseorang memakai cara seperti itu sama saja dengan menyodorkan keluarga sendiri untuk melakukan cara yang tidak senonoh untuk melancarkan keinginan. (...) Bonaga: Itu sama aja kau menghidangkan anak dan istri kau untuk tamu kau! Mau kau? (...)
e. Stilistik “Upeti...” “Apa kata dunia?” “...Gue udah bayar!” “...bangsa yang ramah.” “...menghidangkan anak dan istri kau untuk tamu kau!” “Bengak kau!!
4.2.1.1.12 Dialog Scene 73 Ronny: Jadi gini Om, ini kalau kita proyeknya jalan, pabrik kita bakalan jalan Om. Kalau pabriknya jalan, teknologi kita bakalan bisa maju dibandingkan bangsa-bangsa lain di dunia Om. Pomo: Kita juga bisa mengurangi pengangguran, karena pabrik kita akan menyerap tenaga kerja yang cukup banyak. Di samping itu Om, hasil eksport kita mendatangkan devisa bagi negara dan pemerintah dapat pajak yang cukup besar dari kita. Jadi semua diuntungkan.
a. Tematik
Kemajuan dan kesejahteraan bangsa Indonesia ditentukan oleh maju tidaknya sebuah proyek industri dilaksanakan. Maka Ronny dan Pomo mengajukan argumentasi dan alasan yang menyatakan asal-muasal deretan keberhasilan sebuah negara adalah sukses tidaknya sebuah proyek industri dilakukan. Efek domino dari keberhasilan sebuah proyek industri adalah banyaknya pengangguran berkurang hingga mendatangkan devisa bagi negara. b. Skematik Dipaparkan keuntungan yang didapatkan negara berasal dari berjalannya proyek-proyek industri, yang juga berujung pada penyerapan tenaga kerja, serta mendatangkan jumlah devisa dan pajak yang besar bagi negara. c. Semantik Dalam dialog, Pomo dan Ronny memaparkan alasan-alasan kemajuan sebuah negara ditentukan oleh keberhasilan usaha dan industri yang ada. Jika sebuah industri telah berhasil secara mandiri, maka efek yang dirasakan selanjutnya adalah berkurangnya pengangguran, pemasukan bagi negara, hingga kemajuan teknologi dibandingkan dengan negara-negara yang lain. d. Sintaksis Melalui elemen pengandaian dengan menggunakan kata “kalau” dan “bakalan” dialog memaparkan efek sebab-
musabab jika satu hal dilakukan akan menyebabkan terjadinya hal yang lain. (...) Ronny: Jadi gini Om, ini kalau kita proyeknya jalan, pabrik kita bakalan jalan Om. Kalau pabriknya jalan, teknologi kita bakalan bisa maju dibandingkan bangsa-bangsa lain di dunia Om. (...)
e. Stilistik “...bisa maju dibandingkan bangsa-bangsa lain di dunia...” “...mengurangi pengangguran...” “...menyerap tenaga kerja...” “...mendatangkan devisa...” “...pemerintah dapat pajak...” “...Jadi semua diuntungkan.”
4.2.1.1.13 Dialog Scene 82 Nagabonar: Ini taman makam pahlawan Mar? Umar: Betul pak. Nagabonar: Yakin kau semua mereka yang dikubur di sini pahlawan? Umar: Ya kalau bukan pahlawan nggak mungkin dikubur di sini Pak.
a. Tematik Dialog menggambarkan keraguan Nagabonar akan status orang-orang yang dimakamkan di pemakaman tersebut. Ia ragu karena banyaknya jumlah makam tersebut menandakan banyaknya jiwa yang telah berkorban untuk memerdekan bangsa ini dari penjajahan. b. Skematik
Skema dialog diawali dengan pertanyaan Nagabonar tentang nama pemakaman tersebut, apakah benar tempat yang mereka kunjungi itu adalah pemakaman khusus untuk para pahlawan. Dialog berikutnya berisi keraguan tentang peran serta dan status orang-orang yang dikuburkan di tempat tersebut. c. Semantik Nagabonar meragukan ‘status’ orang-orang yang dimakamkan di Taman Makam Pahlwan, apakah mereka benar-benar pahlawan yang telah berjuang untuk merebut kemerdekaan atau bukan. Sementara Umar meyakinkan dengan sebuah alasan yang sederhana, jika mereka memang bukan pahlawan, suatu hal yang tidak mungkin untuk mereka dimakamkan di tempat seperti itu. d. Sintaksis Kata “semua mereka” digunakan sebagai kata ganti jasadjasad yang telah dikuburkan di Taman Makam Pahlawan, sementara kata “pahlawan” untuk menekankan status yang disandang mereka hingga bisa dimakamkan di tempat seperti itu. (...) Nagabonar: Yakin kau semua mereka yang dikubur di sini pahlawan? (...)
Sementara menggunakan elemen pengandaian, kata “kalau” dipakai untuk menegaskan status jasad-jasad yang telah dikuburkan di taman pemakaman tersebut, serta penegasan yang ditekankan dengan kata “nggak mungkin”.
Umar: Ya kalau bukan pahlawan nggak mungkin dikubur di sini Pak. e. Stilistik “...semua mereka yang dikubur di sini pahlawan?” “...kalau bukan pahlawan nggak mungkin dikubur di sini...”
4.2.1.1.14 Dialog Scene 84 Nagabonar: Ya ya ya ya ya..... ingin kerjasama dengan si Jepang itu. Jadi sebetulnya aku harus minta maaf sama kau Jang. Kupikir, ah...tidak perlulah. Kau juga selalu memaafkan aku kan? Tapi aku harus minta maaf pada negeri ini. Ya tapi bagaimana caranya?
a. Tematik Pola pikir konservatif seorang veteran perang yang merasa bekerjasama bisnis dengan pihak asing adalah sebuah pengkhianatan pada bangsa, sehingga ia merasa perlu meminya maaf karena merasa telah mengkhianati bangsanya dengan melakukan hal tersebut.
b. Skematik Kerjasama yang dilakukan di bidang industri dengan negara Jepang dapat berubah menjadi sebuah pengkhianatan di mata seorang veteran yang dulu berjuang melawan negara itu pada masa perang kemerdekaan, hingga ia merasa harus meminta maaf pada negeri ini. c. Semantik
Nagabonar merasa berbisnis dengan Jepang merupakan sebuah upaya mengkhianati negeri Indonesia, karena sejarah yang pernah diukir negara tersebut kala berperang dulu. Sebagai seseorang yang pernah berperang melawan Jepang, dari sudut matanya yang masih terbilang kolot dan konservatif, bekerjasama dengan negara tersebut adalah upaya yang salah dan tidak masuk di akal, hingga ia merasa sangat bersalah dan harus menemukan cara untuk meminta maaf pada negeri ini. d. Sintaksis Penggunaan kata ganti “Jepang itu” pada kalimat di bawah justru secara eksplisit menyiratkan kesan ketidaksukaan seorang tokoh yang digambarkan masih memilki sikap nasionalisme yang sempit dan belum berpikiran maju. Kemudian pada kalimat selanjutnya, ia sampai merasa harus menemukan sebuah cara untuk meminta maaf karena telah mengkhianati bangsa ini dengan bekerjasama dengan pihak Jepang. Nagabonar: ...ingin kerjasama dengan si Jepang itu. ...Tapi aku harus minta maaf pada negeri ini. Ya tapi bagaimana caranya?
e. Stilistik: “...si Jepang itu.” “...aku harus minta maaf pada negeri ini.” “...bagaimana caranya?”
4.2.1.1.15 Dialog Scene 95
Nagabonar: Cukup orang Jepang itu saja yang kau ajak kerjasama, jangan Belanda kau ajak kerjasama Bonaga: Ya tapi mencopet itu dosa Pak Nagabonar: Ya aku cuma mencuri arlojinya. Tapi mereka mengambil semua kekayaan negeri kita ini. Sampai aku dan nenekmu memakai baju dari karung goni.
a. Tematik Sebuah ironi disampaikan tentang sejarah bangsa Indonesia yang telah dijajah puluhan tahun hingga harus mengalami banyak penderitaan. Invasi yang dilakukan oleh bangsa asing dipaparkan telah mengakibatkan banyak penderitaan bagi bangsa Indonesia. b. Skematik Kemajuan industri negara Indonesia di mata seorang mantan pejuang bisa berubah menjadi sebuah ironi jika dikaitkan dengan sejarah pernah dijajahnya Indonesia oleh Jepang dan Belanda, hingga meninggalkan sebuah kenangan pahit yang tidak mudah untuk dilupakan.
c. Semantik Nagabonar merasa sudah cukup untuknya mengizinkan Bonaga bekerjasama dengan pihak Jepang, hingga ia tidak mau anaknya itu bekerjasam juga dengan pihak Belanda yang notabene sama-sama pernah menjajah Indonesia dulu, hingga mengakibatkan pengalaman buruk. d. Sintaksis
Kalimat “cukup orang Jepang itu” adalah cara seseorang yang konservatif mengungkapkan ketidaksukaannya pada bangsa Jepang yang pernah menjajah Indonesia, yang kemudian ditekankan dengan kalimat “jangan Belanda” pada kalimat selanjutnya. (...) Nagabonar: Cukup orang Jepang itu saja yang kau ajak kerjasama, jangan Belanda kau ajak kerjasama (...)
Sedangkan kata “cuma” yang dikatakan oleh Nagabonar merupakan sebuah penjelas bagaimana ia hanya mengambil sepersekian harta milik orang Jepang tersebut, sementara kalimat selanjutnya, kata “mereka” mewakili bangsa penjajah yang telah mengambil seluruh harta benda milik bangsa Indonesia, hingga tidak menyisakan sedikit pun. (...) Nagabonar: Ya aku cuma mencuri arlojinya. Tapi mereka mengambil semua kekayaan negeri kita ini. Sampai aku dan nenekmu memakai baju dari karung goni. (...)
e. Stilistik: “Cukup orang Jepang itu saja...” “...jangan Belanda kau ajak kerjasama.” “...mereka mengambil semua kekayaan negeri kita ini.” “Sampai aku dan nenekmu memakai baju dari karung goni.”
4.2.1.1.16 Dialog Scene 98 Nagabonar: Tegakkan badanku! Tegakkan badanku! Aku ingin melihat merah-putih berkibar di puncaknya!
a. Tematik
Rasa nasionalisme yang diperlihatkan dengan kesungguhan, hingga ingin melihat kejayaan Indonesia di puncaknya yang diwakili oleh sikap dan perkataan seseorang saat melihat bendera merah-putih belum berkibar di ujung tiang. b. Skematik Bagaimana seorang mantan pejuang tetap ingin melihat kejayaan bangsanya meski kini ia tidak lagi memperjuangkan kemerdekaannya. Tekadnya itu ia tekankan pada sikap, perbuatan dan perkataannya yang ingin melihat Indonesia maju menuju puncak. c. Semantik: Dengan usia yang sudah senja, Nagabonar masih ingin melihat bangsanya maju dan menjadi bangsa yang besar hingga mencapai ke puncaknya. d. Sintaksis Kalimat “tegakkan badanku” secara implisit mengirimkan pesan agar bangsa Indonesia tidak mudah menyerah menghadapi rintangan yang menghadang, hingga suatu saat nanti menciptakan sebuah bangsa yang maju. Sementara “melihat merah-putih berkibar di puncaknya” merupakan metafora dari kejayaan bangsa Indonesia kelak di masa datang, yang tidak mungkin tercipta tanpa campur tangan rakyatnya. e. Stilistik “Tegakkan badanku!”
“...berkibar di puncaknya!”
4.2.1.1.17 Dialog Scene 100 Nagabonar: Bonaga....salahku aku masih hidup di zamanmu, zaman yang sangat sulit kumengerti tapi berupaya kupahami, karena aku begitu mencintaimu Bonaga. Kalau ku mati nanti, satu yang kau perlu tahu, cintaku akan tinggal bersamamu.
a. Tematik Upaya seseorang yang hidup di masa lalu memahami pola hidup kaum muda di masa modern sekarang ini. Ia berupaya memahami pemikiran masyarakat modern dengan cara pikirnya yang konservatif, dan semua itu ia landasi atas dasar cinta. b. Skematik Bagaimana seorang mantan pejuang berusaha mengikuti arus kehidupan modern yang penuh dengan mobilitas, yang terkadang tidak sesuai dengan kehidupannya di masa lalu.
c. Semantik Nagabonar merasa adalah sebuah kesalahan ia masih hidup di zaman modern ini, karena banyak sekali hal yang tidak dapat ia mengerti, meskipun hal-hal tersebut berusaha sekali untuk ia pahami untuk membuat anaknya bahagia. d. Sintaksis
Kata
“salahku”
merupakan
ungkapan
yang
berupaya
mengatakan adalah sebuah kekeliruan bagi seorang tua yang pernah hidup di masa penjajahan masih ada di masa modern sekarang ini (“zamanmu”), dan mencoba sekuat tenaga untuk mencoba memahami tatanan kehidupan modern (“berupaya kupahami,” “sulit kumengerti”), hingga banyak sekali kesalahpahaman yang terjadi. (...) Nagabonar:....salahku aku masih hidup di zamanmu, zaman yang sangat sulit kumengerti tapi berupaya kupahami... (...)
e. Stilistik “...salahku aku masih hidup di zamanmu...” “...zaman yang sangat sulit kumengerti...” “...tapi berupaya kupahami...”
4.2.1.2 Analisis Soundtrack dengan Pencitraan Nasionalisme 4.2.1.2.1 Soundtrack Lagu dengan Lirik a. Mars SLANK ciptaan Bimbim Slank (Scene 4) Di sini tempat cari senang Salah tempat kalo kau cari uang Di sini orang-orang penuh kreativitas Tempat orang-orang yang terbaik Di sini bukan anak-anak malas Tempatnya para pekerja keras Di sini bukan anak-anak manja Sedikit kerja … banyak mintanya Kerja … kerja … ayo kita kerja …
Semantik Lirik lagu berusaha mendeskripsikan sifat dan sikap yang diambil
kaum
muda
Indonesia
dalam
menghadapi
perubahan zaman. Lirik lagu menyampaikan pesan bahwa stigma mengenai kaum muda yang hanya bisa berpaku tangan tanpa berbuat apapun adalah salah. Kaum muda pada lirik digambarkan sebagai kelompok yang senang bekerja keras untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan, sebuah kumpulan orang-orang yang memiliki sisi kreativitas tinggi dan tak malu untuk menunjukkannya pada dunia. Juga bukan kelompok yang banyak dinilai oleh kebanyakan sebagai kumpulan orang manja yang tak mau bekerja.
b. Syukur ciptaan Mustahar, Aransemen PADI (Scene 38)
Dari Hati Akan Tanah Indonesia Syukur Kehadirat-Mu Tuhan
yakinku ikhlasku air aku
teguh penuh karuniamu pusaka merdeka sembahkan
Semantik Lirik lagu menyampaikan kesungguhan hati seseorang yang merasa bersyukur atas karunia yang telah dikaruniai sebuah bangsa yang besar. Keyakinan itu ditunjukkan dengan rasa
syukur yang datang dari dasar hati atas berkat Tuhan yang telah memberikan kemerdekaan pada Indonesia.
c. Indonesia Raya ciptaan Wolf Rudolph Supratman, Aransemen oleh Joe Cieber (Scene 96-98)
Indonesia Tanah Disanalah Jadi Indonesia Bangsa Marilah Indonesia bersatu
tanah tumpah aku pandu dan
Hiduplah Hiduplah Bangsaku Bangunlah Bangunlah Untuk Indonesia Raya
Tanah kita
Rakyatku
airku darahku berdiri ibuku kebangsaanku Airku berseru
tanahku negriku semuanya jiwanya badannya
Indonesia Merdeka Tanahku negriku yang kucinta
Raya Merdeka
Indonesia Merdeka Hiduplah Indonesia Raya
Raya Merdeka
Indonesia Merdeka Tanahku negriku yang kucinta
Raya Merdeka
Indonesia Merdeka Hiduplah Indonesia Raya
Raya Merdeka
Semantik Sebagai sebuah lagu kebangsaan negara, Indonesia Raya menggambarkan bagaimana Indonesia terdiri dari sebuah peradaban bangsa yang memiliki tanah dan air dengan
segenap penduduknya, yang rela melakukan apapun untuk kesejahteraan negara ini. Lirik lagu juga mengajak rakyat Indonesia untuk senantiasa berjuang bagi kemerdekaan dan kesejahteraan bangsa ini, untuk tidak pernah menyerah dan selalu semangat demi kemajuan Indonesia.
d. Indonesia Pusaka ciptaan Ismail Marzuki, Aransemen oleh PADI (Scene 99) Indonesia tanah Pusaka abadi Indonesia sejak Tetap di puja-puja bangsa
air nan dulu
Reff Di sana tempat Dibuai dibesarkan Tempat berlindung di Tempat akhir menutup mata Sungguh indah tanah Tiada bandingnya Karya indah Tuhan Bagi bangsa yang memujanya Reff Indonesia Kau kupuja Tenagaku bahkan Kepadamu rela kuberi
beta jaya kala
lahir hari
air di Maha
ibu kau pun
: beta bunda tua
beta dunia Kuasa
: pertiwi kukasihi jiwaku
Semantik Dalam lirik lagu digambarkan bagaimana seseorang yang telah lahir dan dibesarkan di Indonesia merasa inilah tempat dimana ia akan menghabiskan seluruh sisa
hidupnya, hingga ia mati kelak. Tempat dimana sebuah bangsa menjadi pujaan bangsa lainnya berkat kekayaan hayati yang dimiliki, dan tetap menjadi tepat perlindungan saat tak ada tempat aman lain yang dapat dinaungi. Lirik lagu juga menyampaikan bagaimana seseorang bersyukur lahir dan dibesarkan di tanah Indonesia yang indah, hingga ia rela melakukan apapun untuk mempertahankannya.
4.2.1.2.2 Soundtrack Instrumen Alat Musik a. Ilustrasi Mars Perang dengan Tembakan Senapan (Scene 20) Retoris Semangat patriotisme diekspresikan dengan instrumen yang menggambarkan suasana perang, yang ditunjukkan dengan elemen suara genderang mars persiapan prajurit, tembakan senapan, serta ledakan bom dan granat.
b. Bagimu Negeri ciptaan R. Kusbini, Aransemen oleh Thoersi Argeswara (Scene 42) Retoris Instrumen lagu Bagimu Negeri dimainkan dengan alunan musik yang mendayu dari nada tinggi ke rendah, begitu juga sebaliknya, menggunakan gaya klasik, yang membangkitkan semangat patrotisme dan nasionalisme, dan hal ini berhubungan dengan lirik lagunya yang sudah dihapal kebanyakan orang Indonesia. Elemen setting, akting dan dialog juga mendukung keberadaan si instrumen
sehingga membangkitkan euforia semangat kebangsaan dalam adegan tersebut.
c. Syukur ciptaan Mustahar, Aransemen PADI (Scene 82) Retoris Lagu Syukur dimainkan dengan gaya kontemporer menggunakan alat musik pada band modern seperti gitar elektro, drum, dan bas, yang di awal lagu langsung menghentak dan memberikan rasa semangat. Ilustrasi akting dan setting adegan juga mendukung bangunan rasa nasionalisme dalam scene tersebut, selain lirik lagu nasional yang sudah dihapal sebagian besar warga Indonesia.
4.2.3 Analisis Visual 4.2.3.1 Analisis Karakter dengan Pencitraan Nasionalisme a. Nagabonar Retoris Nagabonar adalah produk karakter yang besar di masa Indonesia tengah berperang melawan Belanda dan Jepang. Di masa mudanya, ia ikut berperang melawan penjajah untuk merebut kemerdekaan. Meski ia dulu adalah pencopet, profesinya itu kemudian tergantikan ketika ia mulai berjuang dan bertemu dengan istrinya, Kirana, yang kemudian menjadi orang tua tunggal bagi Bonaga. Dalam film ini, karakter Nagabonar mengalami transisi kehidupan dan kebiasaan sosial ketika ia berkunjung ke Jakarta dan lebih dekat menjalani kehidupan kaum muda urban di kota besar.
Ia berusaha mengerti mengapa kaum muda kini tak lagi menghargai jasa para pahlawannya yang telah gugur, atau bahkan betapa berbedanya cara mereka menikmati hidup dengan cara ia dulu semasa muda. Penghargaan akan waktu bagi dunia Nagabonar tua dan kaum muda yang diwakili oleh generasi anaknya tak lagi sama. Orientasi pemikiran Nagabonar yang masih kolot tak lagi bisa disandingkan dengan cara pemikiran para eksekutif muda yang kebanyakan melegalkan segala cara untuk mencapai kesuksesan. Sebagai
seorang
pejuang
yang
masih
berpikiran
konservatif, sejarah bangsa yang pernah dijajah oleh Jepang adalah sebuah memori buruk untuk diingat dan menjadi momok besar untuknya ketika tahu bahwa penusaha Jepang lah yang kelak akan mengucurkan dana investasi untuk perkebunan sawitnya. Ia pernah mengalami masa-masa sulit ketika Jepang menjajah Indonesia. Maka baginya, bekerjasama dengan Jepang di masa modern ini tetap merupakan sebuah pengkhianatan besar bagi bangsanya. Sebagai seorang pria, Nagabonar digambarkan sebagai seseorang yang setia memegang teguh cintanya pada mendiang istrinya yang meninggal ketika melahirkan Bonaga. Maka menjadi orangtua tunggal yang hanya bisa memberikan sosok ayah berkepribadian keras bagi anaknya adalah satu hal yang juga kerap disesalinya.
b. Bonaga
Retoris Bonaga digambarkan sebagai karakter yang telah mencapai kesuksesan di usianya yang masih sangat muda. Dibesarkan hanya oleh kasih sayang ayahnya, ia tumbuh besar di Lubuk Pakam tanpa kelembutan seorang ibu, sehingga ketika ia dewasa Bonaga kurang bisa mengerti bagaimana caranya memahami perasaan seorang wanita. Keberhasilan Nagabonar dalam usaha kelapa sawitnya membuat Bonaga pada akhirnya dapat mencicipi bangku kuliah di luar negeri hingga akhirnya berhasil merintis karir di bidang properti. Dibesarkan oleh seorang mantan pejuang juga kemudian menciptakan karakter seorang nasionalis dalam versi yang lebih modern pada diri Bonaga. Ia, dibandingkan teman-temannya yang lain, dapat lebih memahami mengapa ayahnya menolak kerjasama bisnis dengan pihak Jepang. Ia juga tidak menganut prinsip mengambil jalur bebas hambatan hanya agar bisnisnya dapat berjalan lancar. Sebagai seorang pelaku bisnis, Bonaga cenderung bermain bersih dan berjalan di jalur yang benar ketimbang temantemannya yang lain. Inilah yang membuat rekan bisnisnya terkadang berpikir bahwa Bonaga terlalu naif dalam mengambil segala tindakan. Sebagai seorang eksekutif muda di zaman modern, Bonaga menikmati benar perannya yang hidup di kota besar dengan kemudahan akses dan fleksibilitas gerak. Namun ia sedikit banyak memahami mengapa ayahnya masih berpikiran kolot, juga
berusaha mematuhi deretan peraturan dan tata cara berbisnis yang baik dan sesuai dengan hukum.
c. Monita Retoris Monita adalah produk wanita kosmopolitan khas kota besar. Mandiri, punya karir yang cemerlang, merasa tidak membutuhkan
bantuan
orang
lain
untuk
mendapatkan
keinginannya, punya prinsip hidup yang kuat, juga tak malu untuk menunjukkan keinginannya. Sebagai seorang anak yang dihasilkan dari
perkawinan
campur
Inggris-Indonesia,
Monita
jelas
mendapatkan pandangan hidup dari dua budaya yang berlainan pula. Dengan profesinya sebagai seorang konsultan perusahaan, karakter kuat Monita jelas berperan dalam kehidupannya. Ia juga cenderung memiliki pemikiran ‘lurus’ menyangkut tata aturan hukum yang berlaku, seperti membayar pajak sesuai dengan kewajiban.
d. Umar Retoris Umar adalah sosok pria asli Betawi yang berprofesi sebagai supir bajaj. Karakter Umar adalah karakter kebanyakan yang dapat
ditemui di kota besar macam Jakarta; sosok yang termarjinalkan karena tidak memiliki pendidikan layak untuk bekerja di kantoran, hingga harus berjuang lebih keras untuk menghidupi keluarganya. Karena dibesarkan sebagai seorang anak pejuang, Umar mengerti benar kegelisahan Nagabonar kala menemaninya berkeliling Jakarta dengan bajajnya. Ia seseorang yang hidup bersahaja bersama keluarganya di perkampungan, namun dengan begitu ia mengerti jika kemudahan hidup yang kini dirasakan adalah berkat perjuangan para pahlawan di masa lalu. Ajaran ayahnya untuk tidak mengungkit jasa-jasa yang pernah dilakukannya dulu sangat berbekas di hatinya. Itulah mengapa ia sangat menghargai Nagabonar dan masa lalunya yang penuh dengan memorabilia perjuangan di masa perang.
4.2.3.2 Analisis Akting dengan Pencitraan Nasionalisme a. Nagabonar Retoris Nagabonar yang merupakan mantan pejuang tiba di Jakarta dengan deretan pertanyaan dan keraguan akan nasionalisme bangsa Indonesia di zaman yang modern ini. Kebimbangannya itu ia perlihatkan dengan sikapnya yang ekspresif, seperti saat ia kebingungan mengapa patung Jendral Sudirman menghormat ke arah jalanan (scene 42). Secara literal, ia memanjat tali yang tergantung dengan maksud menurunkan tangan si patung yang berada dalam posisi menghormat. Ia juga kerap mengambil posisi
tangan menghormat kala berada di pemakaman pahlawan dengan maksud menghormati jasa-jasa para pahlawan yang telah tiada (scene 38 dan 82). Pada scene 38, ditunjukkan kebingungan Nagabonar akan masa depan bangsa Indonesia jika mereka terus tidak menghargai jasa para pahlawannya lewat mimiknya yang kebingungan melihat ke arah patung Soekarno dan seorang bocah kecil secara bergantian. Ia juga sempat meragukan apakah semua jenazah yang dimakamkan di Taman Pemakaman Pahlawan adalah benar pahlawan dengan berulang kali menanyakan hal yang sama kepada Umar untuk mendapatkan jawaban yang meyakinkan (scene 82). Nagabonar kemudian meyakinkan diri lagi dengan mengedarkan pandangannya ke seantero taman pemakaman, dengan mimik wajah bersungguh-sungguh dan posisi tangan
yang tetap
menghormat sempurna. Pada scene 88, Nagabonar melihat penuh keharuan ke arah makam sederhana milik ayah Umar yang juga seorang pejuang. Makamnya hanya terdiri dari gundukan tanah merah yang cuma ditandai dengan nisan kayu. Ia tambah bimbang ketika seekor anak anjing melangkahi kuburan pahlwan itu dengan seenaknya. Dalam raut wajah penuh kebimbangannya yang ditandai dengan kerutan pada kening dan bibir yang bergetar menahan tangis, Nagabonar merasakan kegetiran bahwasanya makam seorang pahwalan seharusnya tidaklah berbentuk seperti itu.
Saat ia menghadiri upacara bendera di perkampungan Umar (scene 96), Nagabonar akhirnya terjatuh karena kelelahan berdiri. Secara harfiah ia minta untuk terus dibantu berdiri sampai bendera merah putih selesai dikibarkan di tiang sebagai tanda ia takkan pernah berhenti menyemangati Indonesia. Sikap yang diambil Nagabonar saat mengetahui bahwa investor yang akan membiayai proyek pembangunan perusahaan Bonaga berasal dari Jepang juga sangat memperlihatkan rasa nasionalisme yang sedikit ekstrim (Scene 75). Protesnya pada Bonaga ia perlihatkan dengan menarik diri saat makan bersama dengan sikap marah, yang kemudian ditunjukannya dengan pergi dari rumah Bonaga. Baginya, bekerjasama dengan Jepang berarti mengkhianati bangsa yang dulu pernah dijajah oleh Jepang. Kemudian ketika akhirnya ia setuju untuk menandatangani kontrak bisnis dengan pihak Jepang (scene 94), sikap keras tetap ia perlihatkan dengan memunculkan mimik wajah tidak suka, dan tindakannya yang mengambil arloji milik salah satu pengusaha Jepang tersebut, sebagai perlambang protes perilaku bangsa Jepang yang dulu pernah merampas kebebasan rakyat Indonesia.
b. Bonaga Retoris
Bonaga, berbeda dengan Nagabonar, memiliki rasa nasionalisme yang direpresentasikannya dengan cara yang lebih modern. Ia marah dan tidak suka ketika tahu Jaki mengakali jumlah pajak yang seharusnya mereka bayarkan (scene 39). Nada bicaranya tinggi dengan mimik wajah menandakan perasaan kesalnya. Juga ketika ia tahu Pomo berusaha menghibur klien dengan memberikan servis wanita penghibur (scene 72). Perintah yang diberikan pada Pomo untuk membatalkannya jelas tersirat lewat nada bicara yang tinggi dan raut wajah penuh kekesalan. Juga ketika akhirnya ia menyadari perasaan Nagabonar yang tertekan dalam menyetujui perjanjian bisnis dengan investor Jepang (scene 99).
Saat Bonaga melempar kontrak perjanjian
adalah titik kulminasi ia menyadari perjuangan ayahnya dulu saat berperang merebut kemerdekaan. c. Monita Retoris Monita menyikapi tindakan Jaki yang mengakali pajak (scene 39) dengan cara skeptis dan sedikit ironi. Ia ‘memuji’ tindakan Jaki sebagai sebuah bentuk pengabdian pada perusahaan dengan cara yang salah. Untuk itu ia meminta Bonaga untuk menaikkan pangkat yang dimiliki Jaki. Sikapnya yang dingin tetapi langsung mengena tepat di sasaran itu sengaja ditunjukkannya sebagai sebuah bentuk sindirian terhadap perilaku Jaki. Juga ketika ia menunjukkan fakta kondisi jalanan Jakarta yang rusak akibat ulah para wajib pajak yang tidak mau menyetorkan kewajibannya,
Monita membeberkan kekesalannya tetap dengan intonasi suara yang dingin sekaligus mengkritik pedas tindakan tersebut.
d. Umar Retoris Pertemuan Umar dengan Nagabonar membawanya pada perjalanan mencari nilai nasionalisme yang kian menghilang dari diri bangsa Indonesia sekarang ini. Sebagai seorang supir bajaj, ia memiliki pengetahuan cukup mengenai sejarah Indonesia, juga rasa ingin tahu yang besar mengenai cerita zaman perjuangan dulu. Itulah mengapa ia meminta Nagabonar untuk menceritakan kisahnya saat berperang melawan penjajah pada anaknya. (scene 44). Penghargaannya akan nilai kepahlawanan ditunjukan lewat kekagumannya pada ayahnya dan Nagabonar yang telah berjuang melawan penjajah.
4.2.3.3 Analisis Setting dengan Pencitraan Nasionalisme a. Patung Jendral Sudirman di Jalan Sudirman, Jakarta Pusat Semantik Bangunan patung Jendral Sudirman yang berdiri tegak menjulang dengan posisi menghormat dan jubah yang melambai seakan tertiup angin berada tepat di jantung jalan Jendral Sudirman. Dengan sejarah patriotisme sang Jendral yang bergerilya
pada
saat
perang
memperebutkan
kemerdekaan
Indonesia, patung ini menggambarkan semangat sang Jendral, yang
menekankan kemauan dan keinginan bangsa Indonesia dalam membela bangsa dan tanah airnya melawan penjajah.
b.Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan Semantik Lokasi
Taman
Makam
Pahlawan
Kalibata
tempat
dimakamkannya para pahlawan dan veteran perang, juga orangorang yang dianggap berjasa pada bangsa dan negara, menekankan maksud Indonesia dibangun di atas jerih payah orang-orang tersebut. Orang-orang yang bahkan tidak dikenal, yang telah mempertaruhkan jiwa dan raga mereka demi memperjuangkan harga diri sebuah bangsa bernama Indonesia. Mereka yang rela mati agar bagsa ini menjadi sebuah banhgsa yang besar dan mandiri, merdeka, dan tidak lagi berada di bawah jajahan bangsa lain.
c. Upacara Pengibaran Bendera Semantik Upacara bendera yang umumnya dilakukan oleh anak-anak sekolah atau pada hari besar kebangsaan ini menekankan maksud penghormatan pada negara Indonesia oleh rakyatnya. Saat dimana rakyat Indonesia seharusnya merenungkan, kemerdekaan bangsa ini dibangun di atas perjuangan banyak orang, sehingga akhirnya bendera merah putih dapat berkibar sampai puncaknya. 4.2.3.4 Analisis Kostum dengan Pencitraan Nasionalisme
Nagabonar Semantik Tokoh Nagabonar dalam film ini digambarkan sebagai sosok yang tidak pernah lepas mengenakan pakaian safari dengan warna krem. Tersirat, watak nasionalisme yang dimilikinya dicoba digambarkan dengan busana tersebut yang sangat khas seragam perjuangan zaman perang kemerdekaan. Bangunan penokohannya yang kolot dan konservatif juga digambarkan dengan jarangnya ia mengganti jenis baju selama berjalannya cerita film. Pada scene 96 saat upacara bendera dilangsungkan, Nagabonar mengenakan seragam kala ia berperang melawan Jepang dulu, lengkap dengan topi dan sabuk senapannya.
4.3 Pembahasan
Skenario tak bisa dipungkiri menjadi bagian terpenting dari sebuah film, terutama jika film itu ditujukan sebagai sarana kritikan bagi pemerintah maupun elemen masyarakat. Pada dasarnya skenario merupakan titik tolak pembuatan film, dan berperan sebagai cetak biru. Dari skenario yang baik, antara lain utuh ceritanya, menjadi jaminan awalan kualitas film yang akan dihasilkan. Skenario yang baik juga menjadi jaminan awal bagi mutu film yang akan diproduksi.47 Skenario merupakan rangkaian percakapan yang menjalin isi cerita dalam sebuah film, sehingga ia hadir sebagai cara berkomunikasi dengan penonton selain bentuk visualnya itu sendiri. 47
Harun Suwandi, Kritik Sosial Dalam Film Komedi, FFTV-IKJ PRESS, (Jakarta, 2006), 13
Kekuatan jalinan cerita mau tidak mau ditentukan oleh skenario yang dibawakan dalam sebuah cerita film. Kata-kata menjadi alat tersendiri yang dapat membangun alur cerita menuju klimaks, hingga meraih emosi penonton yang melihatnya. Di sini, skenario tak hanya menjadi alat tukar dialog antar pemain, tetapi secara tidak langsung─terutama pada film-film yang sarat akan kritik sosial─menjadi pembawa pesan kepada individu-individu yang menontonnya. Ia menjadi saluran dari message yang hendak disampaikan para kretornya kepada penonton. Dalam skenario yang tersaji di film NagabonarJadi 2 ini terlihat jelas makna-makna yang ingin ditampilkan oleh si pembuat film. Pada fungsinya sebagai penyampai pesan ideologi nasionalisme terhadap khalayak, dialog yang terpapar dalam film hadir secara implisit dan eksplisit. Sehingga pada beberapa dialog diperlukan pembedahan khusus mengenai pesan apa yang sesungguhnya hendak disampaikan oleh dialog itu sendiri. Berdasarkan hasil penganalisaan atas wacana yang diangkat oleh skenario Nagabonar Jadi 2, terlihat beberapa dialog ditampilkan sebagai sindiran perilaku masyarakat Indonesia terhadap isu sosial yang berimbas pada berkurangnya kadar moral kehidupan berbangsa yang ada. Tindakan-tindakan kurang terpuji yang menyalahi aturan hukum yang umum dilakukan oleh banyak orang lambat laun mengakibatkan efek domino yang menurunkan kualitas hidup bangsa Indonesia itu sendiri. Isu nasionalisme dengan kadar yang lebih modern, yang menyangkut kebiasaan dan budaya bermasyarakat sekarang ini dilemparkan ke tengah penonton dengan maksud mempertanyakan kembali sudah benarkah tindakan seperti itu dilakukan? Dialog menggiring opini masyarakat untuk menyadari
bahwasanya ada lubang kesalahan berperilaku yang seharusnya ditambal. Melalui dialog kemudian dilakukan penyederhanaan persoalan-persoalan atau pesan-pesan yang berat agar mudah sampai dan diterima penonton. Bingkai permasalahan sengaja disajikan lewat informasi yang dikeluarkan secara spontan namun langsung terkait oleh kebiasaan yang sering dilakukan. Konstruksi realita disodorkan lewat bahasa percakapan yang tidak berkesan menggurui namun cenderung mengajak penonton menyadari bahwasanya praktek-praktek seperti itu memang seringkali dijumpai di tengah masyarakat saat ini. Dialog sengaja membingkai isu-isu yang selalu hangat diperbincangkan. Tendensi dialog tak lain adalah untuk menyadarkan publik bahwasanya masalah sosial seperti korupsi, kolusi, nepotisme, penggelapan pajak, serta keamanan politik bernegara benar ada kehadirannya. Pendekatan masalah hadir secara gamblang karena diwakili oleh dialog yang dibawakan oleh seorang karakter, bukan hanya potongan kata-kata yang hadir pada selembar transkrip skenario. Inilah yang menjadi kekuatan sebuah dialog ketika ia muncul pada film nantinya. Berikut adalah contoh dialog yang menunjukkan masalah budaya bermasyarakat Indonesia sekarang ini. “Aah..gue bilang apa, itu kewajiban kita apa adanya, setor segitu! Nggak usahlah pake nego-negoan! Aah, apa kata dunia!” “Eh Jak, pemerintah tuh nggak punya duit gara-gara orang kaya lu tuh masih ngakalin pajak!” “Kata Abe San, presiden bisa sepuluh kali diganti, yang penting keamanan investasi kami. Apakah bisa jamin?” “Segalanya bisa diurus? Asal ada uang? Oh, itu masih seperti yang dulu?”
Film ini pada intinya ingin menunjukkan persoalan yang dihadapi Indonesia sekarang memang berat, bahkan lebih berat, karena musuhnya berada di
balik selimut kita. Absurditas posisi pemerintahan di masa reformasi ini misalnya ditunjukkan dengan cara yang sangat parodik: banyak orang baik yang jadi pencopet serakah setelah diangkat jadi pejabat negara. Maka aksi parodi pun ditunjukkan lewat dialog macam ini: “Apa yang kamu copet sampai anakmu punya pabrik?” “Bah! Setahuku keahlianmu cuma mencopet saja. Cukup kau seorang yang jadi pencopet, tak perlu kau ajari Menteri itu mencopet. Apa kata dunia? Tambah susah rakyat nanti.”
Sama seperti yang dikatakan Ketua Dewan Kurator Bentara Budaya, kritikus budaya dan wartawan film harian Kompas, JB Kristanto, film semestinya mampu menjadi cermin kehidupan, mampu memberi ilham kepada kita untuk mengarungi kehidupan yang semakin pelik. Film dengan kualitas semacam ini akan berbicara kepada siapapun di wilayah konteks sosial dan pemikiran macam apapun, karena film menyentuh hal-hal paling dasar di dalam diri manusia. Pada tingkatan ini, film telah menjadi sah sebagai kesenian. Film adalah tontonan yang merupakan karya teks kultural atau budaya yang padat, intens, dan sepenuhnya berorientasi kepada makna sebagai rohnya. Film menjadi cerminan seluruh atau sebagian masyarakatnya, dengan kata lain ada realitas tertera di sana. Film sebaiknya merepresentasikan wajah masyarakatnya. Fungsinya sebagai arsip sosial yang menangkap Zeitgeist (jiwa zaman) saat itu. Dan penonton terasa dekat dengan tema yang hadir dan serasa melihat dirinya sendiri, diajak mentertawakan dirinya sendiri, bahkan mengkritik dirinya sendiri. Dengan menghadirkan wajah masyarakat yang sesungguhnya, maka film itu pelan-pelan akan memfungsikan dirinya sebagai sebuah kritik sosial.
“The media show us people in action; their portrayals help us assess the preferred patterns of behaviors and appearance. By so doing, they teach us social norms and values, help us learn what is expected of us, including how we are supposed to think, act and look. Thus, they participate in our socialization. Also, the media affect our awareness, knowledge, attitude and behaviors.”48
Maka beberapa dialog pun menunjukkan tabiat jelek melanggar hukum yang biasa dilakukan oleh masyarakat Indonesia pada umumnya, yang disindir lewat pengakuan beberapa tokoh lewat dialog berikut:
“Kenape? Kebanyakan ye? Bon, gue udah usaha mati-matian tapi dapetnya cuman segini.” “Bon, kita cuma bayar setengah! Alhamdulillah!” “Man, masa dibatalin? Gue udah bayar! Eh, kita ini kan bangsa yang ramah. Ya kan?”
Dalam analisis wacana, tujuan penelitian adalah tidak untuk “menyokong” wacana, melainkan menemukan apa yang benar-benar dimaksudkan orang ketika mereka mengatakan ini dan itu, atau menemukan realitas yang tidak pernah bisa dicapai di luar wacana dan dengan begitu wacana itu sendirilah yang menjadi objek analisisnya. Dalam penelitian analisis wacana, yang dilakukan tidaklah memilah-milah pernyataan-pernyataan mana tentang dunia dalam materi penelitian itu yang benar dan mana yang salah.
Sebaliknya, analisis wacana harus menggarap apa yang benar-benar dikatakan atau ditulis, dengan cara mengeksplorasi pola-pola yang muncul pada 48
Michael Gamble & Teri Kwal Gamble, Communication Work, The McGraw-Hill Companies, New York, 2002
dan lintas pernyataan dan mengidentifikasi konsekuensi-konsekuensi sosial representasi-representasi kewacanaan yang berbeda dan realitas.49 Beberapa dialog dalam Nagabonar Jadi 2 memunculkan realitas yang dilakukan masyarakat Indonesia yang kerap berujung pada sebuah konsekuensi buruk akibat tindakan tersebut. Tindakan sewenang-wenang yang berorientasi pada kepentingan pribadi tanpa memikirkan efeknya di masyarakat dimunculkan dengan tatanan bahasa yang samar dan cenderung sarkastis melalui percakapan seperti berikut: (...) Pomo: Waduh Om, coba Om bayangin, kalau kita bangun lapangan sepakbola di situ, investasi kita baliknya akan sangat lama Om, karena harga tanah di sini mahal. Nagbonar: Eh, kau tidak ingin lihat bangsa kita menang main sepakbola? Pomo: Iya juga sih ya Om. Malu kalah terus. Nagabonar: Itulah, makanya kau buat lapangan sepakbola. Nagabonar: Eh, katanya kau ingin melihat bangsa ini menang main sepakbola. Bagaimana bisa menang kalau tidak ada lapangan sepakbola? Apa kata dunia? (...) (...) Bonaga: Mobilnya Monita aja masuk bengkel gara-gara kejeblos di lobang. Jaki: Kasian lu Mon. Monita: Yah lu nggak ngerti Jak. Jaki: Ngerti apaan? Monita: Eh Jak, pemerintah tuh nggak punya duit gara-gara orang kaya lu tuh masih ngakalin pajak! (...)
Sementara dialog lainnya menunjukkan contoh tindakan positif yang dapat menyelesaikan beberapa permasalahan sosial berbangsa yang bisa dilakukan masyarakat untuk menciptakan iklim perekonomian yang baik demi mendukung kehidupan rakyat Indonesia yang lebih kondusif. (...) Bonaga: Terlalu banyak orang yang tidak beruntung di negeri kita ini Pak. Kalau saja usahaku itu maju dan menjadi besar, itu kan berarti sama saja aku membantu mengurangi jumlah orang yang tidak beruntung itu kan Pak? 49
Alex Sobur, Analisis Teks Media, PT Remaja Rosdakarya, Bandung 2004, 40
(...) Ronny: Jadi gini Om, ini kalau kita proyeknya jalan, pabrik kita bakalan jalan Om. Kalau pabriknya jalan, teknologi kita bakalan bisa maju dibandingkan bangsa-bangsa lain di dunia Om. Pomo: Kita juga bisa mengurangi pengangguran, karena pabrik kita akan menyerap tenaga kerja yang cukup banyak Di samping itu Om, hasil eksport kita mendatangkan devisa bagi negara dan pemerintah dapat pajak yang cukup besar dari kita. Jadi semua diuntungkan. (...)
Beberapa dialog bahkan menggunakan majas-majas tertentu seperti ironi, hiperbola dan metafora untuk memuculkan efek konflik yang dramatis pada diri penonton mengenai representasi sosial bermasyarakat ini. Di antaranya adalah: Dialog “Apa kata dunia?”
“...gue udah usaha matimatian tapi dapetnya cuman segini.”
“...pemerintah tuh nggak punya duit gara-gara orang kaya lu tuh masih ngakalin pajak! “...biar Allah aja yang mencatat,” “Upeti, buat tamu kita.”
“Itu sama aja kau menghidangkan anak dan istri kau untuk tamu kau! Mau kau? Bengak kau!! “Baru kemarin rasanya aku mendengar suara beliau menggelegar di radio mengajak anak-anak muda melawan penjajah.” “Seorang pencopet, perampok pun akan tergetar hatinya jika mendengar ia berbicara.”
Majas Personifikasi (pengandaian benda yang memiliki sifat manusia) Ironi (bertentangan dengan makna yang sesungguhnya) dan Hiperbola ( (melebihlebihkan) Personifikasi
Personifikasi
Metafora (persamaan mahluk hidup dengan benda mati)
Kata yang mewakili dan maknanya Kata adalah lema yang menimbulkan majas personifiksia itu, karena pada dasarnya dunia tidak memiliki mulut untuk berkatakata. Kata mati-matian adalah yang mewakili majas ironi (karena seseorang tidak perlu berusaha sampai ia mau mati untuk mendapatkan sesuatu), dan juga majas ironi (si tokoh tidak sampai mati untuk mendapatkan sesuatu) Kata nggak punya duit yang merujuk pada subjek pemerintah adalah yang mewakili majas ini karena sifat pemerintah yang bukan mahluk hidup. Kata kerja mencatat yang biasa dilakukan dengan tangan manusia digunakan pada subjek ‘Allah’ ‘Wanita’ dalam dialog disandingkan dengan upeti yang merupakan benda mati.
Hiperbola
Kata menghidangkan mewakili majas hiperbola yang melebih-lebihkan sesuatu hal.
Hiperbola
Kata menggelegar mewakili majas hiperbola yang melebih-lebihkan sesuatu hal.
Hiperbola dan Personifikasi
Kata tergetar hatinya mewakili majas hiperbola yang melebih-lebihkan sesuatu hal, sekaligus juga personifikasi yang menyandingkan hati sama dengan manusia.
Jika pada dialog sebelumnya kesan nasionalisme dimunculkan dengan sifat yang lebih modern, seperti mengurangi praktek KKN, melakukan kewajiban seorang warga negara pada umumnya, serta mengatasi persoalan-persoalan sosial macam pengangguran, maka beberapa dialog justru memunculkan pencitraan nasionalisme lewat kata-kata yang cenderung membakar semangat patriotisme atau mengenang kembali jasa-jasa para pahlawan yang dulu berjuang untuk kemerdekaan negeri. (...) Nagabonar: Baru kemarin rasanya Umar. Baru kemarin rasanya aku mendengar suara beliau menggelegar di radio mengajak anak-anak muda melawan penjajah. Seorang pencopet, perampok pun akan tergetar hatinya jika mendengar ia berbicara. Kalau kau hidup di jaman itu, dan hari ini kau berdiri di hadapan mereka berdua, walaupun cuma patungnya saja, jantungmu akan berdegup keras. Tidak bisa tidak, kau akan hormat pada beliau! (...) Nagabonar: Jendral! Turunkan tanganmu! Apa yang kau hormati siang dan malam itu? Apa karena mereka yang di depanmu itu beroda empat? Tidak semua dari mereka pantas kau hormati! Turunkan tanganmu Jendral! Turunkan tanganmu! Jendral! Turunkan tanganmu Jendral! Turunkan tanganmu...Jendraaaal.... Turunkan tanganmu Jendral! (...) Umar: Begini Pak...anak saya pengen banget diceritain tentang perjuangan kakeknya ngelawan penjajah dulu Pak. Cuman masalahnya saya nggak bisa nyeritainnya. Ayah saya nggak pernah mau cerita Pak. Sampe dia meninggal, dia tetep tutup mulut. Dia nggak mau tuh jasanya disebut-sebut. Malah dia bilang gini ke saya, “Umar, biar Allah aja yang mencatat,” gitu katanya Pak. Ya jadi saya pikir, kalau Bapak mau ceritain tentang perjuangan jaman dulu ke anak saya, waduh, anak saya pasti bakalan seneng banget Pak. Ya Pak ya? Ya, kalau Bapak nggak mau sih... (...) Nagabonar: Dar..dar..dar..dar..semua menembak! Aku lempar granat. Wiiii... Blaaaar!!! Mati banyak! Itu sebabnya kau harus menghormati kakekmu ini. Hah, ayo hormat! (...) Nagabonar: Cukup orang Jepang itu saja yang kau ajak kerjasama, jangan Belanda kau ajak kerjasama Bonaga: Ya tapi mencopet itu dosa Pak Nagabonar: Ya aku cuma mencuri arlojinya. Tapi mereka mengambil semua kekayaan negeri kita ini. Sampai aku dan nenekmu memakai baju dari karung goni. (...)
Nagabonar: Tegakkan badanku! Tegakkan badanku! Aku ingin melihat merahputih berkibar di puncaknya! (...)
Mengenai kaitannya dalam membangun suasana pada sebuah film, musik dan setting adalah dua hal yang saling berkaitan erat untuk memunculkan emosi tersendiri pada diri penonton. Dalam Nagabonar Jadi 2, pencitraan nasionalisme juga dimunculkan lewat pemilihan musik yang diwakili oleh lagu dan aransemen tertentu, yang beberapa di antaranya langsung menimbulkan kesan nasionalisme. Kesan ini ditimbulkan karena lagu dan aransemen tersebut merupakan lagu-lagu wajib yang diciptakan pada awal Indonesia pertama kali berdiri sebagai sebuah bangsa, sehingga kesan sejarah yang ditimbulkannya kental sekali terasa. Pencitraan nasionalisme lewat lagu dan aransemen musik makin terasa jika dikombinasikan dengan adegan dan setting dilakukan, seperti terlihat dalam setting upacara bendera pada scene 96-98 yang mengambil ilustrasi lagu kebangsaan Indonesia Raya. Dalam film ini, beberapa lagu wajib nasional juga diaransemen ulang menggunakan alat musik modern untuk menciptakan kesan keterbaruan, seperti yang dilakukan pada lagu Syukur ciptaan Muntahar yang digubah ulang oleh grup band PADI. Dengan setting yang mengambil tempat di Tugu Proklamasi (scene 38) dan Taman Makam Pahlawan Kalibata (scene 82), pencitraan lagu yang mengandung lirik rasa syukur akan keberadaan bangsa Indonesia makin kental terasa dengan kesan yang ditampilkan oleh dua patung proklamator SoekarnoHatta dan jejeran makam pahlawan yang diasosiasikan gugur membela kemerdekaan.
Meski terdapat lagu yang hanya dimainkan dengan aransemen alat musik tanpa lirik, seperti lagu Bagimu Negeri yang terdapat pada scene 42, pencitraan nasionalisme tetap dapat tergambarkan lewat pengambilan tempat di depan patung Jendral Sudirman yang menggambarkan perjuangan bangsa Indonesia dalam membela negara. Pemilihan lagu yang dimainkan hanya sebagai ilustrasi tanpa adanya lirik juga menjadi suatu kelebihan tersendiri untuk membangun suasana dramatis pada adegan. Sementara lagu Indonesia Pusaka yang diaransemen ulang oleh PADI muncul pada scene 99 ketika Bonaga memutuskan untuk membatalkan kontrak bisnis dengan para investor Jepang terkait tanah Nagabonar yang ada di Lubuk Pakam. Secara tersirat, lagu tersebut ingin menunjukkan kecintaan pada tanah air adalah segalanya yang harus dimiliki oleh seseorang. Lewat lagu, sebuah film tak hanya membangun kesan dan suasana yang hadir di mata penonton, tetapi juga menjadi penyampai pesan lewat lirik dan aransemen musik yang dihasilkan. Pada kasus ini, pemilihan lagu yang mengambil lagu-lagu nasional sebagai pengiring perjalanan film hingga ke akhir menjadi sebuah jalan lain untuk menyampaikan dan menghadirkan rasa nasionalisme kepada khalayak. Sejarah, kejadian dan peristiwa yang melatari pembuatan lagu-lagu tersebut menjadi pendukung kuatnya citra nasionalisme yang hadir di tengah penonton. Dengan sendirinya, menghadirkan lagu-lagu tersebut ke dalam aliran cerita yang sekaligus dilengkapi oleh setting tempat-tempat bersejarah menyodorkan penekanan pada isu nasionalisme yang kerap dilupakan oleh masyarakat. Sementara empat karakter utama yang muncul di film ini, Nagabonar, Bonaga, Monita dan Umar, muncul dengan cara mereka masing-masing terhadap
pencitraan nasionalisme. Dua generasi dari latar belakang budaya, zaman dan lingkungan yang berbeda ditunjukkan oleh karakter-karakter tersebut sebagai cara menyodorkan realita kepada penonton bahwasanya rasa nasionalisme dapat digalang dari beraneka ragam kepribadian. Lewat film kita dihadirkan tokoh arketipal yang mampu membawa kita ke sebuah dunia unik dan ajaib yang tak kita kenali. Di sana, setiap detail dinikmati dan dijelajahi dengan rasa ingin tahu. Peristiwa menjadi penting dan tokoh-tokoh berfungsi optimal. Namun sebagaimana kisah arketipal, maka situasi unik ini selalu kembali pada sebuah refleksi terhadap diri sendiri dalam berbagai tingkatannya. Refleksi ini kembali karena tokoh atau karakter itu justru adalah pelucutan dari penokohan atau karakterisasi itu sendiri. Pelucutan karakterisasi dalam kisah fiksi dilakukan dengan memberi pilihan berat pada sang tokoh. Ketika sang tokoh dihadapkan pada pilihan yang penuh tekanan, apa yang ia pilih? Seperti yang terjadi pada tokoh utama film ini, Nagabonar. Ia adalah seorang mantan pejuang dan karakter utama yang mewakili generasi tua rakyat Indonesia. Nagabonar memang dihadirkan sebagai tokoh tipikal berpikiran kolot dan feodal, yang selalu membanggakan masa lalunya dan memegang erat mitos lama tentang nasionalisme dan implikasi militerisme perjuangan Indonesia. Dengan pola pikir konservatifnya, tak jarang cara ia menunjukkan dan mempraktekkan kecintaannya terhadap bangsa jauh berbeda dengan tiga tokoh utama lainnya (Bonaga, Monita dan Umar). Namun film ini menggambarkan pula keraguan Nagabonar saat memberi hormat di depan deretan pusara di Taman Pahlawan, yang pada saat pemakamannya tentu diiringi tembakan salto sebagai bagian seremoni milter.
Maka penekanan pada rasa ragu itu makin terasa saat ia melemparkan kalimat “Kau yakin yang dikuburkan di sini semua pahlawan?” pada Umar. Nagabonar Jadi 2 makin melucuti mitos itu dengan adegan Nagabonar menziarahi makam ayah Umar, seorang pejuang yang tidak ingin dicatat sejarah – bahkan tak ingin dikenang oleh anak dan cucunya sekalipun, dan hanya ingin dicatat Allah SWT. Nagabonar tampak lebih khidmat menekuri makam ayah Umar, yang setiap hari dilangkahi anjing kampung di pemakaman umum, ketimbang saat berziarah ke Taman Pahlawan yang asri. Keputusasaan Nagabonar akan penghormatan terhadap nasionalisme terus bergulir saat ia bertemu dengan patung besar Jendral Sudirman (scene 42). Sebabnya: mengapa sang Jendral Besar itu menghormat kepada kendaraan beroda empat, sementara kendaraan roda tiga yang dikendarai Nagabonar tak bisa masuk ke jalan itu? Apakah penghormatan adalah soal berlomba dalam banyaknya roda di kendaraan? Tentu sang Naga tak bisa menghentikan hormat Sang Jendral Besar, maka dengan putus asa ia pun menunjukkan perasaannya itu dengan memanjat ke tangan sang patung. Dua pemikiran dari dua generasi yang berbeda inilah yang dicoba disodorkan oleh film ini. Nagabonar menganggap mengunjungi patung-patung para tokoh besar serta berziarah ke makam para pahlawan perang adalah bentuk dari penghargaan akan rasa kebangsaan. Sementara di mata golongan muda macam Bonaga dan Monita, menyerap banyak tenaga kerja untuk perusahaannya, serta menjalankan kewajiban sebagai seorang warga negara adalah bentuk lain dari penghargaan pada negara. Representasi kehidupan sosial yang nyata ditampilkan lewat kebiasaankebiasaan yang tanpa sadar kita lakukan sebagai bagian dari kehidupan
masyarakat Indonesia modern. Penekanan adanya penyimpangan pada kehidupan bermasyarakat dikritisasi lewat sindirian Bonaga terhadap kebiasaan anak buahnya menyelewengkan pajak dan memberikan ‘upeti’ berupa wanita terhadap rekan bisnisnya. Di lain sisi, Nagabonar juga menyidir budaya korupsi pejabat pemerintah lewat kebiasaan mencopet teman lamanya, Maryam, atau ketika ia menganggap gagalnya dunia persepakbolaan Indonesia justru muncul karena tidak adanya lapangan sepak bola gratis lagi di Jakarta. Karakter Nagabonar lah yang paling menunjukkan adanya permasalahan nasionalisme dalam kehidupan bermasyarakat Indonesia saat ini lewat caranya yang satir. Ia, lewat usahanya yang paling maksimal berusaha memahami mengapa kini zaman telah berubah dan orang-orang muda mulai meninggalkan rasa kebangsaannya. Pertarungan pemahaman antar generasi inilah yang kemudian memberikan perspektif baru kepada khalayak mengenai praktek nasionalisme model baru sekarang ini. Nagabonar adalah tokoh yang idiosinkratik. Maka adegan penghentian oleh polisi pada scene 40 pun berubah jadi permainan simbol otoritas. Absurditas sebuah Negara bernama Indonesia dipertanyakan dalam permainan simbol seperti itu. Film ini memberikan jendela pemahaman baru akan rasa nasionalisme yang harusnya muncul pada diri tiap individu. Konseptualisasi sebuah peristiwa atau keadaan diarahkan pada penalaran akan pentingnya rasa nasionalisme untuk membangun sebuah karakter bangsa yang kuat dan maju. Sindiran yang muncul justru hadir untuk menyadarkan penonton bahwasanya realita seperti itu benar adanya dalam kehidupan nyata, dan hendaknya dihilangkan jika memang bangsa ini ingin maju dan berkembang.
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dalam penelitian ini didapatkan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Film ini hadir sebagai komentator terhadap zaman, komentator terhadap cara pandang masyarakat Indonesia, ideologi yang rakyatnya anut, juga budaya dan perilaku yang masyarakatnya lakukan dengan atau tanpa mereka sadari. 2. Film Nagabonar Jadi 2 memuat pembelajaran terhadap konteks nasionalisme dalam format modern lewat unsur-unsur yang terdapat di dalamnya. Jika dikaitkan dengan model Van Dijk, maka pada struktur makro, garis besar yang diangkat oleh film ini adalah mengenai tema global yang mengangkat isu nasionalisme. Sedangkan pada superstruktur, alur maju film memberikan penekanan kerangka nasionalisme lewat unsur sebab-akibat sebagai strategi dari penyampaian pesan nasionalisme. 3. Struktur mikro Van Dijk membedah detail terkecil dari sebuah film. Lewat format audio, dialog dan ilustrasi musiklah yang paling menonjol dalam pengangkatan tema besar nasionalisme pada film. Dialog yang dibawakan oleh para tokoh menggiring pemahaman para penonton akan rasa nasionalisme dengan cara menyadarkan kembali perilaku seperti apa yang telah dilakukan selama ini. Sementara ilustrasi musik mendukung lewat lagu-lagu nasional yang berlirik patriotis yang melatari adegan dalam film tersebut.
4. Melalui format visual, pemahaman akan konteks nasionalisme yang konservatif cenderung dibawa oleh tokoh Nagabonar dengan karakter yang keras, kolot dan memandang nasionalisme lewat cara lama: menghormati jasa para pahlawan dengan mengunjungi monumen dan ziarah ke pamakaman khusus. Pemikiran nasionalisme yang konvensonal juga diperlihatkan tokoh Nagabonar kala ia menentang bekerjasama dengan pihak Jepang atau Belanda yang dulu pernah menjajah Indonesia. Sementara konteks nasionalisme yang modern diwakili oleh tokoh Bonaga, Umar dan Monita yang mengaplikasikannya lewat cara pandang mereka terhadap kehidupan dan kode etis pekerjaan. 5. Selain karakter, dalam format visual konteks nasionalisme juga banyak diperlihatkan oleh setting tempat yang mengambil latar di lokasi-lokasi seperti Taman Pemakaman Pahlawan, Tugu Proklamasi, serta Monumen Jendral Sudirman. Konteks nasionalisme dengan sendirinya jelas terangkat oleh tempat-tempat bersejarah tersebut, yang makin dikuatkan dengan unsur ilustrasi musik lagu-lagu nasional.
5.2 Saran Berdasarkan penelitian di atas, maka penulis menyarankan: 1.
Tema besar nasionalisme yang diangkat dalam film seharusnya memiliki porsi dan penyampaian yang sama banyaknya antara angkatan tua yang diwakili oleh Nagabonar dengan kaum muda yang diwakil oleh Bonaga dan teman-temannya. Yang terjadi adalah pola pikir nasionalisme konservatif gaya Nagabonar yang mengagungkan semangat patriotisme dan kepahlawanan jadi lebih banyak terangkat ketimbang nasionalisme
cara modern seperti yang dilakukan oleh Bonaga dan kawan-kawannya. Padahal cara pandang model baru inilah yang lebih relevan untuk dipraktekkan dan dijalani, serta diambil intisarinya bagi masyarakat modern. 2. Beberapa adegan tidak seharusnya dipakai hanya untuk memunculkan pencitraan nasionalisme, seperti dalam adegan Bonaga yang memanjat patung Jendral Sudirman, juga saat dilakukannya upacara bendera di perkampungan tempat tinggal Umar, serta di kantor milik Bonaga. Dua adegan tersebut tidak memiliki dasar logika yang jelas mengapa sampai para tokoh melakukan hal seperti itu. Adegan Nagabonar memanjat patung tidak berpijak pada perilaku sehari-hari di kehidupan nyata dan justru terlihat ganjil. Sementara adegan upacara tidak berada pada konteks waktu yang pas, seperti apakah sedang dalam acara Upacara Kemerdekaan atau Hari Nasional, serta dengan tujuan apa upacara tersebut dilakukan. Kedua adegan tersebut mucul dengan dasar alasan yang tidak jelas hingga berjalan
tidak
natural
dan
pada
akhirnya
menghadirkan
kesan
memaksakan, sehingga tema nasionalisme tidak mulus tergarap dan justru menimbulkan impresi dramatisir keadaan. 3. Karakter Bonaga yang diperankan oleh Tora Sudiro seharusnya bisa dimainkan dan dihayati lebih mendalam lagi. Penggalian karakter ini penting agar kesan nasionalisme model baru yang relevan dengan kehidupan modern dapat mudah teraplikasikan pada kehidupan sekarang ini, dan jadi lebih tersampaikan kepada penonton yang melihat film ini.
DAFTAR PUSTAKA
Akmal Naservy Basral, Naga Bonar Jadi 2, PT. Andal Krida Nusantara, 2007. Albertine Minderop, Metode Karakterisasi Telaah Fiksi, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2005. Alex Sobur, Analisis Teks Media, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004. Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Rosdakarya, Bandung, 2000. Deddy Mulyana & Solatun, Metode Penellitian Komunikasi, Rosdakarya, Bandung, 2007. Elvinaro Ardianto & Lukiati Komala E, Komunikasi Massa Suatu Pengantar, Simbiosa, Bandung, 2004. Eriyanto, Analisis Wacana, Pengantar Teks Media, LKiS, Yogyakarta, 2003. Garin Nugroho, Seni Merayu Massa, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2005 Harun Suwardi, Kritik Sosial Dalam Film Komedi, IKJ PRESS, Jakarta, 2006. JB Kristanto, Nonton Film Nonton Indonesia, Kumpulan Tulisan, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2004 Marianne W. Jorgensen, dan Louise J. Phillips, Analisis Wacana Teori dan Metode. Trans Imam Suyitno, Lilik Suyitno, Suwarna, ed. Abdul Syukur Ibrahim, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2007 Michael Gamble & Teri Kwal Gamble, Communication Work, The McGraw-Hill Companies, New York, 2002 Onong Uchjana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002 Prima Rusdi, Bikin Film, Kata 40 Pekerja Film, PT Penerbit majalah Bobo, Jakarta, 2007 Robert Stam, Film Theory an Introduction, Blackwell Publisher Inc, USA, 2000 Septiawan Santana K, Menulis Ilmiah Metode Penelitian Kualitatif, Buku Obor, Jakarta, 2007 SM Ardan, Setengah Abad Festival Film Indonesia, Pantita Festival Film Indonesia 2004 & Jaringan Kreatif Independen Workshop Production Network, Jakarta, 2004 Universitas Indonesia, Wacana Jurnal Ilmu Pengetahuan Budaya, Nasionalisme dan Penafsiran, Depok, 2005 Universitas Indonesia, Wacana Jurnal Ilmu Pengetahuan Budaya, Idelogi dan Pemikiran Kebangsaan, Depok, 2007. Sumber Lainnya BE Satrio, Film Drama Komedi Paling Disukai, Harian Umum Kompas, 30 Desember 2000 BE Satrio, “Rating Tak Cerminkan Mutu Sinetron, Harian Umum Kompas, 30 Desember 2007 Detail Nagabonar Jadi 2, Mengubah Malimping Menjadi Sumut, http://www.republika.co.id Donato Totaro, André Bazin Revisited, Part 1, Film Style Theory in its Historical Context, http://www.horschamp.qc.ca Eric Sasono, Film Sebagai Kritik Sosial, Harian Umum Kompas, 17 Juli 2005 Eric Sasono, Menyoal Tema Film Indonesia, Majalah F, Juli 2005
Eric Sasono, Benarkah Film Indonesia Langka Akan Kritik Sosial, http://ericsasono.blogspot.com, Agutus 2005 Eric Sasono, Film Teks dan Penonton, http://ericsasono.blogspot.com, Agustus 2005 Eric Sasono, Kritik Film Kritik Seni, http://ericsasono.blogspot.com, November 2005 Eric Sasono, Dunia Nagabonar, Harian Umum Kompas, 4 Mei 2007 Eric Sasono, Dua Dunia Nagabonar, http://ericsasono.multiply.com, Juni 2007 Garin Nugroho, Sinema Iran, Scorsese, dan Nagabonar, Harian Umum Kompas, 7 Juli 2007 JB Kristatnto, Sepuluh Tahun Terakhir Perfilman Indonesia, http;//kcm.co.id, Sabtu, 2 Juli 2005 Lagu wajib Nasional, http://organisasi.org Lirik Lagu Slank, http://www.slankchord.com Nagabonar Jadi 2 Borong Penghargaan FFI 2007, http://www.kapanlagi.com, 15 Desember 2007 Nagabonar Jadi 2, http://id.wikipedia.org, 2007 Susi Ivvaty, Dan Hantu-hantu Bergentayangan, Harian Umum Kompas, 7 Oktober 2007 Susi Ivvaty, Deddy, Kesetian Si “Nagabonar, Harian Umum Kompas, 30 Maret 2007 Susi Ivvaty, Tahun Horor di Republik Hantu, Harian Umum Kompas, 30 Desember 2007 Stanford Encyclopedia of Philosophy, Nationalism, http://plato.stanford.edu Tim Peliput Tokoh Seni dan Arsitektur Tempo, Sang Naga yang Digdaya, Tempo, 31 Desember 2007-6 Januari 2008 Ulasan Nagabonar Jadi 2, http://ruangfilm.com Veven S Wardhana, Film Indonesia, Mati Suri pun Tak Pernah, HU Kompas Wicaksono Adi, “Dosa Asal” Film Indonesia, HU Kompas, 2 Maret 2007
SKENARIO FILM NAGABONAR JADI 2 Musfar Yasin
1. INT-MOBIL BONAGA-SIANG Bonaga dan supirnya di dalam mobil, pergi menjemput Nagabonar. Bonaga mendengarkan lagu di ipod-nya. (lagu New generation by Thoesi Argeswara) 2. EXT-KUBURAN-SIANG Nagabonar duduk di hadapan kuburan Emak, Kirana dan Bujang sambil berpamitan. Nagabonar: Mak, Kirana, aku pamit mau ke Jakarta. Cucumu Mak, anakmu Kirana, si Bonaga, mengajakku ke Jakarta. Katanya dia mau buka pabrik di sana. Jadi dia ingin aku lihat usahanya itu. Jadi aku harus meninggalkan kalian dulu. Boleh kan Mak? Ya..ya..ya? Boleh kan Kirana? Ya…ya…ya? Cuma beberapa hari sajalah. Aku kan pasti kembali ke mari. Aku sudah siapkan tempatku berbaring di sampingmu Kirana. Di sebelahmu Mak. (kemudian berpindah ke depan pusara Bujang. Berkata sambil menginjakkan kakinya pada pusara Bujang) Hei, kau Bujang! Jadi selama aku pergi, tolong kau jaga Mak dan Kirana. Hm! Urus mereka baik-baik! Awas kau, Bujang! (sambil menonjokkan tangannya ke nisan kayu Bujang. Kemudian berjalan meninggalkan kuburan-kuburan tersebut. Tak sampai lima langkah, Nagabonar berhenti dan membalikkan badannya.) Hah, sudah dikuburnya kan kau? Dimakan cacing lah kau! Ya sudah, tidur sajalah! DISSOLVE INTO 3. INT-MOBIL BONAGA-SIANG Di bangku penumpang, duduk Bonaga dan Nagabonar yang sedang mengangguk-anggukkan kepala mereka seraya mendengarkan musik dari earphone Ipod. Ketika mobil sedang dalam perjalanan menuju bandara, di kebun kelapa sawit mereka melewati sekumpulan anakanak yang sedang asyik bermain sepakbola. (lagu New generation by Thoesi Argeswara)
4.EXT-KEBUN KEPALA SAWIT-SIANG Nagabonar: (kepada supir Bonaga) Berhenti, berhenti! (turun dari mobil dan menghampiri anak-anak tersebut). Cok! Anak kecil 1: Opung Naga mau ikut main? Kalau Opung Naga mau ikut main, Opung ikut sana (menunjuk ke arah lawan). Nagabonar: Aku penyerang tengah ya? Anak kecil 1: Terserah Opung lah! Nagabonar dan anak-anak mulai bermain sepakbola dengan seru. Bonaga yang melihat dari dalam mobil mulai merasa gelisah karena takut ketinggalan pesawat. Bonaga: (sambil menjulurkan kepalanya dari jendela mobil) Pak! Ketinggalan pesawatnya kita! Nagabonar: (masih sambil bermain bola) Kau telepon saja mereka! Suruh menunggu!
Bonaga: (keluar dari mobil) Manalah bisa? Pesawat harus berangkat sesuai jadwal. Apa kata dunia kalau kita sampai ketinggalan pesawat? Nagabonar: (berhenti bermain sejenak dan berteriak pada Bonaga) Apa kata dunia kalau Nagabonar tidak main bola? Bonaga: (menunjukkan wajah kesal) Ah! Permainan berlanjut. Terkadang baju Nagabonar ditarik anak-anak untuk menghalanginya mencetak gol. Bonaga dari kejauhan melihat lama-kelamaan tertarik untuk bergabung. Bonaga: Ayolah Pak! Tiba-tiba bola berhenti di kaki Bonaga. Nagabonar: (sambil menghalangi anak-anak agar tidak menghampiri Bonaga) Tendang, tendang, tendang, tendang, tendang! Bonaga menendang bola dan kemudian mencetak gol. Semua yang melihat bergembira dan membuat pose kemenangan seperti menggendong bayi. Bonaga kemudian ikut bergabung untuk bermain bola. (ilustrasi lagu MARS SLANK) 5.INT-BANDARA SOKEARNOP HATTA-SIANG Ketiga anak buah Bonaga (Ronny keturunan Manado, Pomo keturunan Jawa, dan Jaki peranakan Arab) sudah datang menjemput. Penampilan mereka perlente seperti layaknya eksekutif muda. Bonaga dan Nagaboanr kemudian keluar dari terminal dan bertemu dengan ketiganya. Bonaga: (berjalan terpincang-pincang sehabis bermain bola. Menunjuk ke arah ketiga temannya ketika melihat mereka) Pak! Ronny: Selamat datang Om di Jakarta. (seraya menjulurkan tangan untuk berjabatan dengan Nagabonar. Kemudian Jaki dan Pomo ikut bersalaman dan menyambut keduanya) Nagabonar: (pada Bonaga) Anak buah kau? Pomo: (menjawab pertanyaan Nagabonar) Tangan kanan Om, tangan kanan. Nagabonar: (menunjuk ke arah Jaki) Berarti kau tangan kiri? Jaki: Ya boleh lah boleh... (tertawa) Kesemuanya berjalan ke luar dari bandara. Ronny: (pada Jaki) Emangnya elu yang nyebokin Bonaga? Jaki: Hah? Ronny: Kan tadi lu bilang lu tangan kiri? Pomo: (tertawa sambil memukul kepala Jaki) 6.EXT-PARKIRAN BANDARA-SIANG Seorang porter memasukkan barang-barang Bonaga dan Nagabonar ke dalam mobil. Setelah selesai, Jaki memberikan selembar sepuluh ribuan kepada si Porter, yang ternyata kurang. Porter: Om...kurang! Jaki: Kurang apaan? Porter: Kurang ni Om! Jaki: Buset deh, mau apa lagi sih lu? Porter: Masa ceban? Barangnya aja banyak!
Jaki: (sambil memeragakana) Eh, ente dengerin ye! Ente kan tinggal ngedorong, terus naro barang! Nih! Lu kaga keringetan kan? Kecuali lu manggul! Gue kasih deh! Lu jangan banyak tingkah dah! Nagabonar: (dari dalam mobil, berkata pada Bonaga yang melihat kejadian Jaki dan si Porter) Biar aku! (kemudian keluar dari dalam mobil menghampiri Jaki dan Si Porter) Porter: Om, ceban tuh jamannya airport masih di Kemayoran. Jaki: Udeh lu jangan nipu gue deh! Porter: (sambil memegang tangan Jaki) Om! Nagabonar: (menghampiri keduanya) Hei ada apa ini? Porter: Ini pak, masa saya cuman dibayar sepuluh ribu? Nagabonar: Berapa seharusnya? Jaki: Udah Om biarin aja! Udah untung itu namanya. Kecuali dia manggul. Ni dia tinggal ngedorong, tu ada rodanya (sambil menunjuk ke arah trolly) Porter: Aturannya pak di sini, lima ribu itu satu koli. Barangnya aja tadi ada lima koli. Bapak itung aja sendiri berapa! Nagabonar: (mulai meraba punggung dan mengarahkan tangan kanannya ke saku celana Jaki dan mengambil dompetnya) Sini! (menjauh dari Jaki) Kau ambil secukupnya upah yang pantas untuk kau! Porter: (mengambil dua lembar lima puluh ribuan dari dalam dompet seraya tersenyum, dan mengembalikan dompet itu ke Nagabonar) Nagabonar: Cukup? Porter: Cukup pak. Nagabonar: Lebih itu! (berbalik ke arah mobil sambil mengantongi dompet Jaki) Jaki: Dompet gue ke mana? (mencari ke sekitar sambil memeriksa kantong celana dan jasnya) Nagabonar masuk ke dalam mobil, dan melihat Bonaga yang memandangnya dengan pandangan menuduh. Nagabonar memandang balik dengan pandangan menantang dan tak bersalah. Di luar terlihat Jaki ditinggal oleh Pomo dan Ronny yang menjalankan mobil terlebih dahulu. Bonaga dan Nagabonar yang melihatnya dari dalam mobil tertawa bersamaan. Kedua mobil kemudian berjalan meningglkan parkiran. 7.INT-MOBIL BONAGA-JALAN PROTOKOL JAKARTA-SIANG Di jalan menuju rumah Bonaga, Nagabonar menjulurkan kepalanya dari jendela mobil untuk melihat deretan papan reklame. Nagabonar: (pada Bonaga) Mana gambar presiden kita? Bonaga: (menjawab dengan asal) Ya itu baru gambar menterinya. Nagabonar: (melihat papan reklame bergambar atlet binaraga Ade Rai) Haha...ini pasti gambar menteri olahraga. Bonaga: (ikut melihat dan tersenyum) Sepertinya memang iya. 8.EXT-HALAMAN RUMAH BONAGA-SIANG Nagabonar keluar dari mobil dan memperhatikan sekitar bangunan rumah anaknya. Sementara Jaki masih terlihat sibuk mencari dompetnya yang hilang. Jaki: (bergumam) Dompet...dompet...kok bisa kaga ada? Nagabonar: (memperhatikan rumah Bonaga yang bergaya arsitektur modern-minimalis) Buang-buang uang kau buat rumah macam ini. Bonaga: Ya enggak lah pak. Ini kalau aku jual bisa menghasilkan uang lagi. (melihat ke arah teman-temannya yang sedang menunggunya) Eh pak, aku kembali ke kantor dulu ya. Masih ada yang harus aku kerjakan. Kalau bapak butuh sesuatu minta saja sama Inah
atau Parto. Ya? (tersenyum ketika Nagabonar membetulkan letak jaketnya) Berangkat ya pak. Ronny, Jaki, Pomo: (melambaikan tangan pada Nagabobar) mari Om. Nagabonar: (mengawasi kepergian Bonaga dan teman-temannya sembari melambaikan tangan) 9.EXT-HALAMAN BELAKANG RUMAH BONAGA-SIANG Nagabonar keluar dari pintu menuju ke halaman belakang rumah Bonaga dimana terdapat sebuah kolam renang. Nagabonar: Eh, punya kolam renang juga si Bonaga. (terdiam sejenak ketika dari kejauhan mendengar suara anak-anak yang ribut sedang bermain bola) 10.EXT-TEMBOK BELAKANG RUMAH BONAGA-SIANG Dari kejauhan terlihat tangan Nagabonar yang sedang memanjat tembok. Ketika kepalanya kemudian muncul ia terlihat gembira mengetahui ada anak-anak yang sedang bermain sepakbola di sebuah lapangan kampung dekat rumah Bonaga. Nagabonar: Ya kau bawa sendiri dulu. Bawa dulu sendiri! Kau tendang ke sebelah kiri sana! Tembak! Goooll!!! (tertawa) Dari dalam halaman rumah Bonaga terlihat Inah dan Parto yang sedang tertawa memegangi tangga yang dipakai Nagabonar untuk memanjat dan melihat pertandingan sepakbola. DISSOLVE INTO 11.INT-RESTAURANT-MALAM Bonaga makan malam bersama teman-temannya. Bonaga: (bicara melalui telepon seluler kepada Inah) Halo Inah? Aku pulang agak terlambat ya. Inah: Iya pak. Bonaga: Itu kalau bapak mau makan, suruh aja makan duluan. Ya? Inah: Iya baik. Bonaga: Kalau dia mau apa kau kasih saja lah. Ya? Inah: Baik pak. Bonaga: Oke (sambil menutup telepon. Memandang ke arah temantemannya) Masalahnya, di perkebunan kelapa sawit itu ada kuburan orang-orang yang paling dicintai oleh bapak gua. Ada kuburan nenek gua, emak gua, paman gua, si Bujang sahabat bapak gua itu. Jaki: tinggal lu bilang, orang mati udah selesai urusannya sama dunia. Pomo: (sibuk makan) Betul Ronny: Ya I think this problem has a point. The thing is goes like this, orang mati jangan nyusahin orang yang masih idup. Harus ngasih jalan buat orang yang masih idup. Pomo: (masih sibuk makan) Betul Jaki: Kuburan cuman tempat buat tulang-benulang. Di akhirat, only Allah SWT knows where it is. Di situlah sebenarnya tempat arwah orang-orang yang disayangi bokap lu itu Bon. Pomo; (tetap sibuk makan) Hmm, betul banget tu Bon! Bonaga: (pada Pomo) Eh mau lu tuh apa sih dari tadi betal betul. Bulan puasa kemaren kau yang paling ngotot minta cuti tiga hari. Kau bilang kau mau nyekar ke kuburan keluarga kau. Gimana sih? Bonaga: Ya, itu juga betul Bon. Tapi gue yakin, lu tinggal jelasin pake kata-kata lu sendiri. Ye? Good luck ye! Ronny: Betul tu! Iye kan Jak? Jaki: Betul itu!
DISSOLVE INTO 12.INT-RUANG MAKAN RUMAH BONAGA-MALAM Nagabonar sedang makan malam di meja makan (menggunakan tangan, bukan sendok dan garpu) sambil mengangkat sebelah kakinya yang mengenakan sarung. Ia makan bersama Inah dan Parto. Nagabonar makan dengan lahap. Inah dan Parto bingung melihat ayah Tuan mereka makan satu meja makan dengan pembantu-pembantunya. Nagabonar: (melihat ke arah Inah dan Parto yang kebingungan) Tidak berselera kalian makan? Inah &Parto: (terdiam dan hanya memandang Nagabonar) Nagabonar: Heh Parto, kau angkat kakimu satu macam aku ini. Angkat..angkat! Parto: (mengangkat sebelah kakinya ke atas kursi) Nagabonar: Nah! Makan..makan..makan Parto: (tersenyum dan mulai merasa nyaman dengan keberadaan Nagabonar) Parto dan Nagabonar makan dengan lahap makanan mereka. Inah yang melihatnya merasa ingin mecoba cara mereka makan dengan mengangkat sebelah kakinya ke atas kursi. Nagabonar: (melihat Inah mengangkat satu kakinya) Eh Inah, kau jangan! Habis selera makanku nanti! Turun...turun... Inah & Parto: (tersenyum serba salah) DISSOLVE INTO 13.INT-RESTORAN-MALAM Dari kejauhan terlihat Monita, perempuan cantik blesteran Inggris, yang bekerja sebagai konsultan di perusahaan Bonaga, berjalan menghampiri meja tempat mereka berada. Monita: Hai guys. Bonaga & teman-temannya: Heiii... Monita: (menduduki kursi yang diberikan Bonaga) Sori ya gue telat. Monita: (pada Bonaga) Mana oleh-olehnya dari Medan? Bonaga: (kebingungan tak bisa menjawab) Jaki: Cckckckck... Ronny: parah banget sih lu Bon? Kalo buat kita lu boleh lupa. Masa buat Monita lu lupa sih? Ronny, Jaki, Pomo: (sambil memukul kepala) Damn..damn! Monita: Ah udah, gue cuman becanda. Bonaga: (tersenyum merasa bersalah) Tiba-tiba Jaki mengeluarkan bungkusan besar kado dan menyerahkannya pada Monita. Melihatnya Bonaga merasa senang dan terselamatkan. Jaki: Ini dia oleh-oleh dari Bonaga. Monita: (mengambil bingkisan dan melihat ke arah Bonaga) Wow! Thanks ya Bon! Bonaga: (balas tersenyum pada Monita, dan memberikan kode ‘oke’ pada Jaki. Jaki kemudian membalas kode itu) Monita: (membuka bingkisan dan menemukan ternyata berisi dua botol sirup markisa) Hei markisa, minuman kesukaan gue. Thank you yah! Bonaga: Manalah mungkin aku lupa? Monita: (tersenyum, tapi kemudian senyumnya memudar begitu melihat merek bingkisan markisa itu ternyata berasal dari Jakarta (Ekstrim Close Up).
DISSOLVE INTO 14.INT-TANGGA RESTORAN-MALAM Selesai makan malam, menuruni tangga restoran. Bonaga, Ronny, Jaki dan Pomo tertawa mengingat kejadian markisa ketika makan malam. Ronny: Payah lu Bon! Jaki: Kita udah tebak lu bakalan ga bawa apa-apa buat Monita, makanya kita beliin markisa dari supermarket, Bonaga: Iya ya, kok gue bisa lupa? Padahal buat kalian semua udah gue beliin? Jaki: Apaan Bon? Bonaga: Anak monyet! Jaki: Mantap! Ronny: (memukul kepala Jaki)
DISSOLVE INTO 15.INT-RUMAH BONAGA-MALAM Nagabonar menutup jendela kamarnya dan pergi menuju ke kamar Bonaga. Nagabonar: Bonaga! Bonaga! Kamar Bonaga. Bonaga sedang membaca buku di tempat tidur. Bonaga: Sebentar Nagabonar: (masuk dan langsung menuju tempat tidur Bonaga) Aku ingin tidur dengan kau Bonaga. Bonaga: Bapak Nagabonar: Di kamar itu tidak bisa tidur aku. Mungkin denganmu di sini aku bisa tidur. Keduanya tiduran di tempat tidur. Bonaga kembali mulai membaca bukunya. Nagabonar melihat ke arah AC. Nagabonar: Eh, kau bunuh AC itu! Sejuk kali, tidak bisa tidur aku heh. Bonaga: Kalau aku matikan AC itu aku yang tak bisa tidur Pak. Nagabonar: (melihat ke arah Bonaga dan kemudian menarik selimut menutupi seluruh tubuhnya hingga ke leher) Ya sudahlah. Bonaga: (melihat Nagabonar yang kedinginan) Masih suka datang malaria Bapak? Nagabonar: Hmm...sesekali masih sering dia datang menjengukku. Bonaga: (tersenyum ke arah Nagabonar dan mengambil remote control untuk mematikan AC) Nagabonar: (mengintip dengan sebelah matanya dari balik selimut) Bonaga: Untungnya penyakit itu ga menurun ke aku Pak ya? Nagabonar: Hmm.. Bonaga merebahkan badan dan mulai mencoba tidur dengan tidak menggunakan selimut. Nagabonar melihat anaknya dan ingin membelai kepala Bonaga. Meski ragu, namun akhirnya ia membusai rambut Bonaga. Bonaga: (berwajah bingung) Semakin tidak bisa tidur aku lah Pak. Nagabonar: Bah, waktu kecil melulu kalau tidak kubelai tempurung kepalamu tak bisa tidur lah kau.
Bonaga: Tapi aku kan sekarang sudah besar, sudah sarjana S2. Dari luar negeri pula. Nagabonar: (tetap membusai) Sekali ini saja Bonaga. Ya..ya..ya? Bonaga: Suka-suka lah. FADE TO 16.EXT-KEBUN KELAPA SAWIT-SIANG Flash back ke waktu Bonaga masih kecil. Nagabonar muda sedang mengawasi para pekerjanya yang sedang menanam sawit. Bonaga ada di pangkuan Nagabonar sedang tertidur dengan kepala dibelai. (ilustrasi musik Batak Malimping) FADE TO 17.INT-KAMAR BONAGA-MALAM Kembali ke kamar Bonaga. Bonaga sudah tertidur lelap. Nagabonar megintip keadaaan anaknya dan memperhatikan wajah Bonaga yang sedang tertidur. Kemudian ia mencari remote untuk kembali menyalakan AC. Setelah AC menyala, Nagabonar perlahan-lahan bangun dari tempat tidur, dan berjalan mengendap-endap menuju pintu ke luar kamar.
DISSOLVE TO 18.INT-KANTOR BONAGA-RUANG RAPAT-SIANG Pomo: (menunjuk ke arah luar, ke sebuah lahan kosong) Itu lahan untuk pabrik farmasi kita Om. (menuju meja dan memperlihatkan sesuatu dari laptop kepada Nagabonar) Sementara di sebelah sini kita akan bangun perumahan karyawan Om Nagabonar: (sambil membersihkan hidung dengan saputangan pemberian Kirana) Di mana lapangan sepakbolanya? Pomo: (berpikir dan bergumam pelan) Lapangan sepakbola? (terdiam sebentar) Perumahan karyawan ini kita bangun 1000 unit. Nagabonar: Kenapa kecil begitu? (menunjuk ke arah gambar maket dalam laptop Pomo) Pomo: Ya mungkin di sini kecil, tapi yang sebenarnya 3x7 Om. Nagabonar: 3x7 meter? Pomo: Iya Om (menganggukkan kepalanya) Nagabonar: Tapi di mana lapangan sepakbolanya? Pomo: (berpikir sambil memegang dagu dan bergumam pelan) Sepakbola? (menunjuk tiba-tiba sebuah gambar di layar laptop) Nah kalau yang ini.. Nagabonar: (memotong omongan Pomo) Lapangan sepakbola. Pomo: Kalau musholla ada Om. Nagabonar: (memotong omongan Pomo) Lapangan sepakbola. Pomo: waduh Om, coba Om bayangin, kalau kita bangun lapangan sepakbola di situ, investasi kita baliknya akan sangat lama Om, karena harga tanah di sini mahal. Nagbonar: Eh, kau tidak ingin lihat bangsa kita menang main sepakbola? Pomo: Iya juga sih ya Om. Malu kalah terus. Nagabonar: Itulah, makanya kau buat lapangan sepakbola. Pomo: (terdiam berpikir) Nagabonar: (Duduk melihat ke arah laptop dan menunjuk ke empat bangunan panjang yang terdapat di layar) Eh, apa ini? Apa ini? Pomo: Ini? Ini Om? Ini gudang Om. Nagabonar: Ah, kalau begitu kau robohkan saja satu atau dua gudang itu, kau buat lapangan sepakbola di sana. Ongkos membuat gudang itu kau belikan tanah di sana Pomo: (kebingungan sambil menggaruk-garuk kepalanya) Waduh!
Nagabonar: Eh, katanya kau ingin melihat bangsa ini menang main sepakbola. Bagaimana bisa menang kalau tidak ada lapangan sepakbola? Apa kata dunia? Pomo: (mengangguk-angguk sambil masih terlihat bingung)
DISSOLVE TO 19.INT-RESTORAN-SIANG Restoran waktu makan siang. Ronny sedang makan bersama salah satu relasi bisnis Bonaga, Maryam. Maryam: Bapak Menteri kalau punya jadwal mestinya hari ini ia ada di Cilegon. Tapi kalau kau mau bermurah hati sedikit, nanti kuatur, biar dia datang ke tempat kalian. Ronny: (handphone Ronny berbunyi) Sebentar ya Bos. (wajah Bonaga muncul dari layar handphone Ronny) Bonaga: Kalau Menteri itu mau datang, ya silahkan. Tapi kalau tidak, biar Menteri Perindustrian Amerika Serikat sajalah yang meresmikan pabrik kita. Bilang sama dia begitu. Ronny: (tersenyum ke arah Maryam yang terlihat serba salah) DISSOLVE TO 20.EXT-LOKASI PEMBANGUNAN PABRIK-SIANG Terlihat dari jauh rombongan mobil Menteri telah memasuki tempat peresmian. Di tenda peresmian, terlihat Bonaga dan teman-temannya sedang bersiap menyambut rombongan Menteri. Ronny menghampiri Nagabonar yang sedang duduk tertidur dan kemudian membangunkannya. Ronny: Om, Om. Salaman sama Menteri Om. Nagabonar: (bangun dari tidur dengan kaget dan melihat ke arah rombongan Menteri yang baru saja tiba) Rombongan Menteri Perindustrian turun dari mobil dan mulai bersalam-salaman dengan Bonaga dan teman-temannya. (ilustrasi musik marching perang dengan tembakan senapan dan suasana perang) Nagabonar yang semula ingin ikut bersalaman tiba-tiba tertegun begitu melihat seorang pria seusia dirinya yang baru saja turun dari mobil, pria itu (Maryam) pun tertegun begitu melihat Nagabonar. Keduanya berusaha saling mengenali. Nagabonar memperhatikan pria yang berjalan terpincang menghampiri dirinya. Ia melewati Menteri yang mengira Nagabonar akan bersalaman dengannya. Bonaga dan teman-temannya hanya bisa tertawa melihat Nagabonar yang ‘mencueki’ si Menteri tadi. Maryam dan Nagabonar akhirnya bertemu. Maryam: Kau Naga? Nagabonar: Maryam? Keduanya tertawa dan saling memberikan kode salam lama mereka. Maryam: Aku kira kau sudah mati ditembak mati Belanda. Nagabonar: Hei sebaiknya kau yang duluan mati, siapa yang akan memberikan penghormatan terakhir kepadamu kalau aku mati. Maryam: (tertawa) Kau sudah tua Naga. Kenapa kau kemari? Apa yang mau kau copet di sini? Nagabonar: Eh eh jangan main-main kau Maryam. Ini pabrik yang mau dibangun ini punya anakku si Bonaga.
Maryam: Ini? Ini punya anakmu si Bonaga? Apa yang kamu copet sampai anakmu punya pabrik? Nagaboanr: Aku sendiri pun heran kenapa kau ada di sini? Maryam: Aku itu satu partai sama Menteri ini. (Berdua melihat ke arah Menteri di dalam tenda) Aku jadi staf ahli. Nagabonar: Ahli? Maryam: Ahli! Nagabonar: Bah! Setahuku keahlianmu cuma mencopet saja. Cukup kau seorang yang jadi pencopet, tak perlu kau ajari Menteri itu mencopet. Apa kata dunia? Tambah susah rakyat nanti. Keduanya tertawa berpelukan. Sembari berpelukan, keduanya menjajal keahlian mencopet mereka yang lama tak terpakai. Keduanya melepas pelukan. Nagabonar: (mengancungkan handphone Maryam yang diambilnya dari saku) Hah, masih lincah tanganku ini Maryam. Maryam: (mengacungkan saputangan pemberian Kirana kepunyaan Nagabonar) Masih kau simpan juga saputangan kesukaan Kirana? Nagabonar: Itulah, tadi di kantornya Bonaga sejuk kali macam di lemari es. Jadi hidungku berair terus. Penuh ingus saputangan ini. Maryam: (melempar saputangan ke arah Nagabonar) Keduanya tertawa berpelukan. Bonaga kemudian mengembalikan handphone Maryam DISSOLVE TO 21.INT-KANTOR BONAGA, RUANG RAPAT-SIANG Bonaga memasuki ruang rapat bersama Nagabonar. Di dalamnya telah ada Ronny dan Jaki. Nagabonar: Tidak sia-sia kau aku sekolahkan sampai ke luar negeri. Bonaga: Bapak ingin aku dan rekan-rekanku ini maju kan? Nagabonar: Iyalah, kalau bukan kalian yang muda-muda ini siapa lagi. Bonaga: Di depan kita ada sebuah proyek besar. Itu dia mengapa aku mengundang Bapak datang ke Jakarta. Nagabonar: Aku sudah lihat apa yang kalian kerjakan di sini. Makanya kupikir sekarang sudah saatnya aku pulang. Aku rindu makmu, nenekmu, dan pamanmu si Bujang. Pomo masuk ke dalam ruangan sambil membawa gulungan besar kertas. Jaki: (pada Ronny) Bukannya udah mati? Pomo menyerahkan gulungan kertas pada Bonaga Bonaga: (mengambil gulungan dari Pomo) Thanks man. (pada Nagabonar) Ada pemilik modal dari luar negeri. Dia ingin membuat resor atau tempat peristirahatan. Enggak tahunyalah aku kenapa aku yang ditawarkan menjadi rekan bisnisnya. Ronny: Nama Bonaga udah sampe keluar negeri Om. Bonga: Eh, janganlah kau berlebih-lebihan Ronny: Tapi benar kan? Bonaga: Makin heran lagi aku begitu tahu daerah lokasi resor itu akan dibuat Pak. (menunjuk ke arah kertas cetak biru di atas meja) Di sini lokasinya. Nagabonar: (tertawa) Kau ini macam Mayor Belanda itu saja. Menunjukkan aku peta, supaya aku memberitahu di mana markas pasukanku. Mana aku mengerti, aku belum bisa baca. Bonaga: Peta ini adalah peta lokasi perkebunan kelapa sawit kita.
Nagabonar: Eh, begitu banyak perkebunan kelapa sawit di negeri kita ini. Kenapa harus kebun kita? Bonaga: Ya karena mereka suka dengan kontur kebun kita yang berbukit-bukit. Dan ada daerah landainya juga. Mereka udah cari ke mana-mana, tapi..tapi nggak dapet yang sebagus punya kita. Nagabonar: Kau..kau bilang buat apa tadi? Bonaga: Resor. Nanti akan ada hotelnya, akan ada rumahnya, akan ada lapangan olahraganya. Nanti orang-orang yang menginap di sana, para turis itu akan melakukan darmawisata ke desa-desa sekitar situ Nagabonar: (mengangguk tanda paham) Bonaga: Nah, nanti orang-orang desa itu akan mendapatkan penghasilan dari para turis itu. Nagabonar: (mengangguk tanda paham) Bonaga: Nah satu lagi nih Pak. Pohon kelapa sawit kita itu kan sudah tua. Sudah tidak produktif. Iya kan? Itu akan kita jadikan sebagai hiasan. Hah? Nagabonar: (terdiam dan memandang Bonaga) Bonaga, pohon kelapa sawit itu kutanami dengan tanganku sendiri, di tanah nenekmu. Dan di sana itu ada kuburan makmu, nenekmu, dan pamanmu yang bengak si Bujang yang sudah kubilang jangan dia bertempur, dia bertempur juga, sekarang mati dimakan cacing dia. Lupa kau Bonaga? Bonaga: (terlihat serba salah) Itulah yang membuat aku bingung. Nagabonar: (berteriak) Tidak perlu bingung, kau bilang saja tidak! Bonaga, Jaki, Ronny dan Pomo terlihat kebingungan melihat kemarahan Nagabonar. Semuanya terdiam. Jaki: Begini Om, kalau ini jadi, nilai proyeknya tidak akan kurang dari 20 trilyun. Ye Bon ye? Proyek terbesar yang pernah kita kerjakan. Ronny: Ini akan membuat Bonaga menjadi pengusaha Medan paling sukses di Jakarta Om Bonaga: Ah, jangan berlebih-lebihan lah Ron Ronny: Tapi bener kan? Pomo: Orang bilang kesempatan baik nggak datang dua kali Om Jaki: Sayang sekali kalau kita lewatkan. Kalau gagal, investor kita berpikir kita nggak becus. Not worth it! Mereka malah akan mencari orang lain Om Ronny: Kembali jadi pengusaha kelas cacing, bikin rumah 3x7 Pomo: Yang nggak ada lapangan sepakbolanya Ronny: Yang nggak ada lapangan sepakbolanya Jaki: (mengangguk tanda setuju) Nagabonar terdiam mendengarkan penjelasan. Ia melihat dengan pandangan tajam ke arah Bonaga dan teman-temannya. Ia lama melihat ke arah Bonaga yang terlihat serba salah, dan kemudian dengan marah bangkit dari kursi, berjalan menuju pintu. Berhenti sebentar dan mengelurkan dompet dari saku celana belakang. Nagabonar: (melempar dompet ke arah Jaki) Jaki!!! Jaki: (menangkap dan mulai memeriksa dompet) Nagabonar keluar dari ruangan rapat dengan keadaan marah. Bonaga dan teman-temannya saling melihat satu sama lain, merasa bersalah. DISSOLVE TO 22.INT-KANTOR BONAGA-SIANG Bonaga mencari ayahnya di sekitar kantor.
DISSOLVE TO 23.INT-KANTOR BONAGA, RUANG RAPAT-SIANG Bonaga memarahi anak buahnya. Bonaga: Kalau dia hilang di dalam hutan aku tidak akan khawatir. Dia pasti bisa balik sendiri. Tapi di Jakarta! Ketiganya terdiam sambil menundukkan kepala. Ronny: Kita telepon polisi ya Bon. Bonaga: (terdiam) DISSOLVE TO 24.EXT-JALANAN JAKARTA-SIANG Kedaan kota Jakarta. Jalanan macet, bangunan bertingkat, gedung perkantoran. Nagabonar ada di dalam salah satu bajaj yang sedang berjalan di jalan raya dan melewati pertigaan lampu merah. Nagabonar: (pada supir bajaj) Ya ya terus...eh eh kanan, kanan. Supir bajaj 1: (logat Madura) Ini terus apa kiri apa kanan? Nagabonar: Kanan kanan! Supir bajaj 1: Tak usah teriak. Masa suara bajaj kalah sama suara sampean. Nagabonar: Terus terus... Supir bajaj 1: Terus terus...dari tadi terus melulu. Emang mau ke mana sih Pak? Nagabonar: Terus terus... kalau aku bilang terus terus kau terus, kanan ya kanan..terus terus... Supir bajaj 1: Iya iya DISSOLVE TO 25.INT-PELABUHAN, DALAM BAJAJ-SIANG Sampai di pelabuhan. Bajaj berhenti di ujung pantai. Supir bajaj 1: Apa sampean masih mau ngomong terus? Sudah di pinggir laut ini. Kalau sampean mau jalan terus, jalan sana naek kapal laut. Asal tau saja ya, yang sampean naikin ini bajaj, bukan mobil amphibi. Saporana pangeran...arapa aku dapet penumpang kaya sampean. (memukul dan menggeleng-gelengkan kepala. Memandang ke arah Nagabonar yang terlihat bingung). Aduh!! (memukul pintu bajaj) Nagabonar: (melihat sekeliling pelabuhan) DISSOLVE TO 26.INT-GYM-SIANG Gym tempat Jaki berolahraga Jaki: (bicara lewat handphone) Begitu lu liat orang tua pake jaket, ingusan, Batak, langsung lu telepon gue! Jangan lupa ya!
DISSOLVE TO 27.EXT-PANGKALAN BAJAJ-MALAM Sebuah bajaj parkir di pinggiran jalan, tempat bebrapa bajaj lainnya mangkal. Supirnya yang orang Betawi turun dari dalam. Di kursi penumpang terlihat Nagabonar yang sedang tertidur. Dari jauh terdengar suara adzan. DISSOLVE TO
28.EXT-PANGKALAN BAJAJ, WARUNG KOPI-MALAM Supir bajaj 2: (pada temannya) Penumpang aneh! Nggak..nggak ngarti gue ke mane tujuannye! Hah..penat ni kepala gue diajak muter-muter. Pertame dia bilang Kemuning Indah, terus dia bilang Melati Indah, terus dia bilang Kenanga Indah, semua perumahan juga pake nama Indah. Perumnas tempat gue tinggal aje pake nama Gubuk Indah. (mengelap muka dengan handuk yang ada di leher) Astaghfirullah aldzim, jadi dose aje gue. Ya udeh, sekarang gue mao salat neh. Ntar kalo dia bangun lu tahan, dia blon bayar tuh. Biasanya orang kaya gitu suka lupa aje ama ongkos. (mengelap muka dengan handuk yang ada di leher, melihat ke arah Nagabonar yang masih tertidur dalam bajaj) Astaghfirullah, dose lagi! (bangkit dari duduk dan beranjak pergi) Gue salat dulu ye. Dari kejauhan terlihat Bonaga sedang melihat-lihat ke arah jalan. Tak menyadari, mobilnya telah melewati bajaj yang ditumpangi Nagabonar. Nagabonar juga tak terlihat dari mobil, karena masih tertidur. Setelah mobil Bonaga melewati pangkalan bajaj tersebut, barulah Nagabonar bangun dan turun dari bajaj seraya memeriksa saku bajunya, dan mengeluarkan selembar kertas. Supir bajaj 3 melihat dari kejauhan Nagabonar yang telah bangun, dan menghampirinya. Supir bajaj 3: Yang punya bajaj lagi salat Pak Nagabonar: Oh..ah..ini (mengangkat kakinya ke sandaran pintu bajaj, dan mengeluarkan uang lima puluh ribuan yang disimpan dari kaos kakinya, dan menyerahkannya pada Supir bajaj 3) Ini, kau kasih dia. Supir bajaj 3: Iya. Bapak mau ke mana? Nagabonar: (menyerahkan kertas kecil pada Supir bajaj 3) Supir bajaj 3: (memeriksa alamat yang ada pada lembaran kertas) Ah, ini sih... (melihat ke belakang, ke arah bajaj Umar, dan memberikan lembaran kertas pada Umar) Eh Mar, ini kan komplek perumahan yang nggak jauh dari rumah lu. Umar: Coba. (mengambil kertas dan membacanya. Memandang Supir bajaj 3 dan Nagabonar secara bergantian. Tersenyum ke arah Nagabonar. Nagabonar tidak membalasnya, hanya memperhatikan Umar) DISSOLVE TO 29.INT-BAJAJ UMAR-MALAM Jalanan Jakarta tidak terlalu ramai dengan mobil dan motor. Bajaj Umar terlihat dari kejauhan. Di dalamnya, Nagabonar terlihat murung dan sedih. Umar memperhatikan raut wajah Nagabonar yang sedih dari kaca spion. Sesekali Nagabonar memergokinya dan balik melihat Umar dari kaca spion. Karena terlalu sering memandang Nagabonar dari kaca spion, Umar jadi tidak melihat lubang di jalan. Bajajnya menghantam lubang cukup keras hingga membuat ia dan Nagabonar terguncang di dalam bajaj. Umar: (sambil meringis) Kemaren belum ada tu lobang. Nagabonar: (terdiam memandang Umar)
DISSOLVE TO 30.INT-KANTOR BONAGA, RUANG RONNY-MALAM Kantor Bonaga, ruangan Ronny Ronny: (bicara melalui handphone menggunakan bahasa Manado) Begitu ngana liat tu pe tua de pake jaket, den baringus, kon dia bahaga, ngana telpon kita doe. E dodo e ngana... (menutup telepon)
DISSOLVE TO 31.INT-RESTORAN-MALAM Rumah makan, tempat Pomo makan malam.
Pomo: (bicara di handphone menggunakan bahasa Jawa) Ngek telpone tak pateni sampean ne langsung telpon ke polisi yo. Ojolali (menutup telepon) DISSOLVE TO 32.EXT-HALAMAN DEPAN RUMAH BONAGA-MALAM Rumah Bonaga, bajaj Umar memasuki halaman. Nagabonar: (turun dari bajaj) Tunggulah, aku ambil uang dulu. (berjalan lima langkah dan berbalik) Eh, besok kau ambil aku di sini. Aku mau berkeliling kota Jakarta. Kau antar ya? Umar: (tersenyum) Boleh Pak. Kalo gitu uangnya sekalian besok aja Pak. Nagabonar: Eh, aku ambil dulu sebentar Umar: Udah Pak, gampang. Besok aja. Yuk Pak, Assalamualaikum. Nagabonar: (memandang Umar) Wa’alaikumssalam. Bajaj Umar meninggalkan halaman. Nagabonar berpikir sejenak dan melihat hingga bajaj menghilang. Nagabonar masuk ke dalam rumah. DISSOLVE TO 33.INT-DALAM RUMAH-MALAM Dalam rumah, Bonaga sedang sibuk menelepon. Bonaga: Halo kantor polisi...ah iya Pak.... (melihat Nagabonar masuk) Aah, apa aku bilang..nggak perlunyalah aku nelpon kantor polisi (menutup telepon). Itu si Ronny, si Jaki, si Pomo dari tadi menyuruh aku menelpon kantor polisi. Aku bilang nggak perlulah, nggak mungkin bapakku itu menghilang di Jakarta. Sedangkan 15 hari saja bapakku menghilang dalam hutan bisa kembali dalam keadaan hidup. Iya kan Pak? Nagabonar: (menyuruh Bonaga pergi dari hadapannya) Menaiki tangga menuju kamar Bonaga: Nggak taunya mereka kalau bapak orang yang hebat. Mereka pikir karena bapak baru di Jakarta, bapak menghilang nggak tau jalan pulang. Eh, Bapak udah jalan ke mana aja Pak? Udah liat apaan aja Pak? Bapak liat Monas nggak Pak? Hah? Bapak naek ke atas Monas nggak? Dari atas Monas Pak, Bapak bisa melihat istana. Pak, kalau Bapak mau ke istana, Bapak tinggal mintan undangan waktu upacara kemerdekaan. Bapak kan pahlawan. Nagabonar: (terus diam dan masuk ke dalam kamar. Membanting pintu dan meninggalkan Bonaga di luar. Nagabonar duduk terdiam di tempat tidur) Bonaga: Oke, aku tau Bapak marah sama aku. Tapi jangan diam seperti itu, bicaralah! (duduk merosot di depan pintu) Aku ini anak Bapak, kalau Bapak mau marah sama aku ya aku terima. Seorang anak marah pada anknya ya wajarlah itu. Sebagai anak aku terima Pak. Nagabonar: Kau bukan anakku, Bonaga! Bonaga: (terkejut dan berdiri) Apa? Jadi aku ini anak siapa?
Nagabonar: Anak Nagabonar tidak akan menjual kuburan nenek moyangnya! Bonaga: Aaaah! Kalau aku bukan anak Bapak, mau cari bapak di mana lagi aku? Susahnya mencari bapak seperti Nagabonar! (bicara pada pintu) Udah! Ini ga bisa dirubah! Bapak tetep bapak aku, dan aku tetep anak Nagabonar! Bapak terima itu aku juga terima itu, habis perkara! Nagabonar: Tapi kenapa anak dalam tempurung kepalamu itu kepikiran untuk menjual kuburan makmu, nenekmu, dan pamanmu si Bujang itu! Bonaga: (teriak) Itulah yang salaaah! Siapa sih yang berniat menjual kuburan? Lagipula siapa yang mau beli kuburan? Ya udah, kita bicarain lagi ini besok! Aku mau tidur! (Pergi meninggalkan kamar Nagabonar menuju kamarnya) Nagabonar: (menangis) DISSOLVE TO 34.INT-JENDELA KAMAR NAGABONAR & BONAGA-MALAM Jendela kamar Nagabonar dan Bonaga bersebelahan. Keduanya melakukan gerakan gelisah yang sama satu dengan lainnya DISSOLVE TO 35.EXT-RESTORAN-SIANG Bonaga dan Monita sedang makan siang sambil membicarakan permasalahan Nagabonar. Monita: Kewajiban perusahaan gue kan ngasih advice buat perusahaan lu. Yang barusan lu ceritain kan urusan pribadi lu dan bokap lu. Bonaga: (bangkit dari kursi dengan kesal) aaah! Monita: Ah, gitu aja ngambek! Bon...Bon..duduk. Bonaga: (kembali duduk) Monita: Yak, oke...gue bisa bantu. Tapi gue harus tau manusia macam apa bokap lu ini. Bonaga: Jadi dari tadi aku bicara kau ga dengar? Monita: (tertawa) Bukannya yang dari tadi lu ceritain itu diri lu sendiri? (mulai mengetik di laptop) Cuman bedanya tokoh kita yang satu ini sudah tua. Bonaga: Bukan tua. Tua banget! Monita: (tertawa dan terus mengetik) Tidak pernah kuliah di luar negeri. Pernah ikut perang kemerdekaan, terus apa lagi? Bonaga: Sebelum ikutan berperang dia pernah jadi pencopet. Monita: Hah? Are you serious? Bonaga: (tertawa salah tingkah) Ya nggak lah. Becanda. Monita: (tertawa tak mengerti) DISSOLVE TO 36.EXT-HALAMAN DEPAN RUMAH BONAGA-SIANG Siang rumah Bonaga. Nagabonar bersiap pergi bersama Umar. Parto mengantarkan dari dalam rumah menuju halaman. Umar mempersilahkan Nagabonar naik ke dalam bajaj. Umar: Silahkan Pak. Nagaonar: Eh Umar, kau menyupir saja dengan baik. Umar: Yak Pak, itu emang sudah kerjaan saya Pak. Nagabonar: Tak perlu kau sering-sering lihat wajahku di kaca itu (menunjuk ke arah spion). Kau perhatikan saja jalan di depanmu. Kalau kau terlalu sibuk melihat wajahku di kaca itu, kalau saja ada mobil melintas di depanmu kau tidak melihat, kau hantamnya pula, jadi hantunya kita. Umar: Baik Pak. Kalau gitu, Bapak baca buku ini aja Pak (menyerahkan buku La Thazan)
Nagabonar: (menerima buku) Aku larang kau sering-sering melihat kaca, kau suruh aku membaca. Aah! Umar: Ya Bapak perlu membaca buku itu supaya saya jangan seringsering melihat kaca. Nagabonar: (zoom buku) Apa ini? Umar: “Jangan Bersedih”. Itu buku paling laku Pak. Nabaonar: Kenapa? Umar: Mungkin karena banyak orang yang bersedih Pak. Nagabonar: (melihat sebal ke arah Umar yang tersenyum, dan masuk ke dalam bajaj) Bajaj Umar meninggalkan halaman. Parto bengong melihat bajaj Umar, Inah menyusul keluar dan sama-sama melihat bengong ke arah bajaj. DISSOLVE TO 37.EXT-RESTORAN-SIANG Bonaga dan Monita masih membicarakan masalah Nagabonar. Bonaga: Gua mau jual kuburan nenek moyang gua. Itu yang bapak gua pikir. Monita: Ya jelas. Bagi orang kita kuburan itu penting Bon. Ada penelitian kalau salah satu penghambat program transmigrasi itu ya karena orang kita berat berpisah sama kuburan leluhur mereka. Lu perhatiin aja deh Bon, orang-orang yang mampu, yang sukses, selain mereka membangun istana selama mereka hidup, ya mereka mempersiapkan kuburan yang asri buat keluarga mereka. Ya kan? Bonaga: Gue denger banyak hal diputuskan setelah mereka pulang dari kuburan Monita: Kalau itu sih namanya kuburan keramat Bon. Daripada lu tanya sama orang mati, mending lu tanya sama gue. (tersenyum melihat wajah kesal Bonaga) Oke oke..oke, gue bisa bantu lu, tapi gue harus ketemu sama bokap lu. Bonaga: Gue aja susah ketemu dia. DISSOLVE TO 38.EXT-TUGU PROKLAMASI-SIANG Siang, Tugu Proklamasi. Umar dan Nagabonar berdiri di depan patung Soekarno dan Hatta. Di sekitarnya terdapat anak-anak yang sedang bermain. Nagabonar: Baru kemarin rasanya Umar. Baru kemarin rasanya aku mendengar suara beliau menggelegar di radio mengajak anak-anak muda melawan penjajah. Seorang pencopet, perampok pun akan tergetar hatinya jika mendengar ia berbicara. (hormat kepada patung Soekarno dan Hatta. Memperhatikan anak-anak yang sedang bermain)(ilustrasi lagu Syukur by PADI) Berjalan meninggalkan patung. Nagabonar: Kalau kau hidup di jaman itu, dan hari ini kau berdiri di hadapan mereka berdua, walaupun cuma patungnya saja, jantungmu akan berdegup keras. Tidak bisa tidak, kau akan hormat pada beliau! (melihat ke arah Umar yang terdiam kebingungan) Umar: Maaf Pak (berlari menuju bajaj dan membukakan pintu untuk Nagabonar) mau ke mana kita Pak? Nagabonar: Antar aku ke makan Jendral Sudirman. Umar: (terdiam terkejut) Jendral Sudirman? Oh...kita ke makam Jendral yang lain aja ya Pak. Nagabonar: Tidak! Aku mau Jendral Sudirman.
Umar: Tapi kan makam Jendral Sudirman di Jogja. Masa ke Jogja naek bajaj? Ooh, atau Bapak mau ketemu Jendral laen yang masih idup Pak? Naganonar: Hei, aku sendiri Jendral! Dan masih hidup! Umar: (keheranan) Bapak...Bapak Jendral Pak? Nagabonar: Aku tahu kau tidak percaya Umar. Tapi...sudahlah..Ayo! (masuk ke dalam bajaj) Umar: Iya Pak. Dalam bajaj. Umar: Angkatan darat Pak? Nagabonar: Itu tidak penting. Umar: (tersenyum kecut. Mulai menjalankannya bajaj, tapi berhenti) Bintang berapa Pak? Nagabonar: Itu tidak penting. Sudahlah, kau lihat saja jalan di depanmu itu. Umar: Iya Pak.
DISSOLVE TO 39.EXT-RESTORAN-SIANG Jaki datang membawa map dokumen dan bergabung bersama Monita dan Bonaga. Jaki: Hei Mon! Bonaga: Ah, soal Bapak gua, Monita akan bantu kita Jak. Jaki: Iyalah, itu harus. Pokoknya Mon, lu pake ilmu lu buat naklukin bokapnya si Bonaga. Abis itu, lu ngedapetin anaknya (tertawa). Bonaga: Jangan ngaco kau! Jaki: Sori Bon. (menyerahkan map dokumen) Pengeluarannya segini ni. Bonaga: Betul pengeluarannya segini? Jaki: Iye. Kenape? Kebanyakan ye? Bong, gue dah usaha mati-matian tapi dapetnya cuman segini. Bonaga: Lu nego sama mereka? Jaki: Iye. Bonaga: Aah..gue bilang apa, itu kewajiban kita apa adanya, setor segitu! Nggak usahlah pake nego-negoan! Aah, apa kata dunia! Jaki: Bon, kita cuma bayar setengah! Alhamdulillah! Monita: Bon, hargain dong si Jaki! Naikin pangkatnya. Jaki: Pangkat? Pangkat apaan? Nggak ada lagi pangkat di atas gue, kecuali pangkat si Bonaga. (tertawa, kemudian terdiam begitu melihat wajah kesal Bonaga) Oke oke...if that’s what you want, fine with me. Lu yang punya duit. (pada Monita) Gimana kabarnya kantor lu Mon? Bayar pajak nggak? Bonaga: Mobilnya Monita aja masuk bengkel gara-gara kejeblos di lobang. Jaki: Kasian lu Mon. Monita: Yah lu nggak ngerti Jak. Jaki: Ngerti apaan? Monita: Eh Jak, pemerintah tuh nggak punya duit gara-gara orang kaya lu tuh masih ngakalin pajak! Jaki: (tertawa) Lu berdua... lu berdua tuh emang cocok. (meninggalkan Bonaga dan Monita) Eh sori-sori...excuse me... excuse me. Gue mau salat dulu. Monita: Salat apaan lu? Jaki: Salat tobat...tobat
DISSOLVE TO 40.EXT-JALAN PROTOKOL-SIANG Bajaj Umar melewati jalan protokol dan seorang polisi muda yang melihat kemudian memberhentikannya. Polisi: (memberi hormat kepada Umar) Selamat siang. Umar: (turun dari bajaj) Selamat siang Pak. Polisi: (menunjuk ke arah jalan) Sodara tahu, di depan sana daerah bebas bajaj? Umar: (melihat ke arah Nagabonar, dan mengajak si Polisi menjauh dari bajaj) Sini Pak.saya sih tahu Pak, kalau di sana daerah bebas bajaj. Saya ngerti. Cuman masalahnya, saya nggak tahu lagi cara ngeyakinin penumpang saya itu Pak. Polisi: (melihat ke arah bajaj) Siapa dia? Umar: (berbisik ke arah telinga Polisi) Jendral Pak. Polisi: (terkejut) Nagabonar: (berteriak dari dalam bajaj) Umar! Ada apa? Umar: (pada Polisi) Mendingan Bapak ngomong langsung sama beliau ya Pak ya? Polisi: (berjalan menghampiri Nagabonar yang turun dari bajaj. Memberi hormat) Selamat siang Pak. Nagabonar: Hmm.. ada apa? Polisi: Bajaj dilarang lewat jalan sini Pak Nabonar: Kenapa bajaj tidak boleh lewat sini? Polisi: Itu sudah peraturannya Pak. Nagabonar: Kenapa ada peraturan macam itu? Polisi: Memang peraturannya seperti itu Pak. Nagabonar:Ya kenapa? Polisi: (muka pucat) Jadi Bapak tidak tahu ada peraturan seperti itu? (tambah pucat melihat wajah kesal Nagabonar) Maaf Pak maaf. Nagabonar: Betul, tidak tahu aku. Malah heran aku, kita sudah lama merdeka tapi masih ada aturan macam itu. Kalau Belanda yang bikin aturan itu mengerti aku. Karena memang Belanda suka cari perkara. Ya kan? Polisi: Ya Pak. Tapi yang saya tahu bajaj dilarang lewat sini Pak. Nagabonar: Kenapa bajaj tidak boleh lewat sini? Polisi: Karena bajaj roda tiga Pak. Nagabonar: Karena bajaj roda tiga tidak boleh lewat sini? Polisi; Iya Pak. Nagabonar: Bah! Semua bajaj kan rodanya tiga! Hah, betul kan Umar? (melihat ke arah Umar) Umar: Iye Pak, iye... Polisi: Pak, kalau saya memperbolehkan Bapak lewat jalan sini, berarti saya melanggar peraturan Pak. Sedangkan petugas yang melanggar peraturan hukumannya lebih berat Pak. Jadi tolong saya Pak. Nagabonar: Aku tidak menyuruhmu melangar peraturan. Ah, bengak kali kau. Polisi: (berwajah sedih hampir mau menangis) Polisi: Coba kau jangan bersedih macam itu. Bodoh kali muka kamu itu ah! (menyerahkan buku La Tahzan yang dipegangnya) Ah, kau baca buku ini. (pergi bersama Umar meninggalkan bajaj bersama si Polisi) Baca! Polisi: (memegang buku dan bengong melihat kepergian Nagabonar)(ilustrasi musik mars pasukan dengan nada playful) Nagabonar: Eh, kau jaga bajajnya si Umar ya! Polisi: I...iya Pak Nagabonar dan Umar berlalu meninggalkan Polisi yang masih bengong.
DISSOLVE TO 41.EXT-RESTORAN-SIANG masih mengatur permasalahn Bonaga dan Nagabonar. Monita: (bicara melalui handphone) Bisa cepet? (bicara pada Bonaga) Bapak lu kita kasih tiga pilihan, biar dia yang pilih. Bonaga: (mengangguk) Monita: (bicara lagi melalui handphone) Bisa selesai kan besok? Oke, thank you (menutup handphone dan tersenyum ke arah Bonaga) DISSOLVE TO 42.EXT-DEPAN PATUNG JENDRAL SUDIRMAN-SIANG Umar dan Nagabonar berdiri di bawah patung Jendral Sudirman yang masih dalam pembangunan. Nagabonar terlihat terengah-engah dan kecapaian karena habis berjalan jauh. Umar: Nggak hormat Pak? Nagabonar: Istirahat dulu sebentar. (melihat ke arah patung dan menghormat)(ilustasi musik Bagimu Negeri) Umar: (melepas topi yang dikenakannya) Nagabonar: (Nagabonar kemudian kebingungan melihat arah patung Jendral Sudirman menghormat. Ia menolehkan kepala ke arah jalanan, melihat ke arah mobil-mobil yang berseliwaran, melihat lagi ke arah patung, kemudian berteriak) Jendral! Turunkan tanganmu! Apa yang kau hormati siang dan malam itu? Apa karena mereka yang di depanmu itu beroda empat? Tidak semua dari mereka pantas kau hormati! Turunkan tanganmu Jendral! (beranjak pergi dan mulai memanjat patung) Umar: (kebingungan melihat Nagabonar) Pak... Nagabonar: (sampai ke bagian kaki patung dan meraih tali yang menjuntai dari tangan patung) Tutunkan tanganmu! Jendral! Turunkan tanganmu Jendral! (bergelantungan di tali) Turunkan tanganmu...Jendraaaal.... Turunkan tanganmu Jendral! (merosot dari tali)
DISSOLVE TO 43.EXT-JALAN MACET JAKARTA-SIANG Terlihat jalanan macet karena ada sebuah metromini yang berhenti untuk menunggu penumpang. Nagabonar yang berada dalam bajaj Umar melihat seorang anak kecil yang sedang memangku neneknya yang sedang sakit di sebuah mobil pick-up. Nagabonar: (pada anak kecil) Eh, kenapa nenekmu itu? Anak kecil: Hampir mati om! Mau dibawa ke rumah sakit. Nagabonar: (terlihat marah dan langsung turun dari bajaj. Nagabonar berjalan penuh emosi melintasi kemacetan mobil menuju ke arah metromini. Begitu sampai, ia langsung membuka pintu metromini dan bicara penuh amarah pada supirnya) Eh, bengak! Supir metromini: (keheranan. Menjawab dengan logat Batak yang kental) Ada apa ini Pak Tua? Nagabonar: Tidak pernah punya nenek kau? Supir metromini: Ya punya lah. Nagabonar: (menunjuk ke arah belakang) Coba kau tengok di belakang sana! Tengok! Supir metromini: (menengok ke arah belakang) Di belakangmu itu ada seorang nenek yang sekarat di atas roda tiga terhalang mobilmu yang roda enam ini! Supir metromini: Ya suruh tunggu ajalah dia dulu sebentar. Nagabonar: Eh, kau kenal Nagabonar?
Supir metromini: Tahu aku. Udah mati lah dia. Nagabonar: (meraih kerah baju si supir dengan marah) Aku hantunyaaaaaaaaa!!! Jalan!! (menutup pintu dengan kasar) Jalan!!! Supir metromini: (mulai menjalankan metromininya) Makin banyak aja orang stres! Semua penumpang metromini melihat keheranan ke arah Nagabonar yang hanya melambaikan tangan ke arah mereka sambil tersenyum serba salah. DISSOLVE TO 44.EXT-HALAMAN DEPAN RUMAH BONAGA-SORE Bajaj tiba di rumah Bonaga. Parto yang sedang menyapu halaman melihat heran ke arah bajaj. Nagabonar turun dari bajaj, mengambil beberapa lembar uang seratus ribuan dari dalam saku baju dan menyerahkannya kepada Umar. Umar: (menerima uang) Makasih Pak. Nagabonar: Umar, besok aku mau pulang kampung. Kau sudah mengajakku ke mana-mana. Jadi aku mau memberi kau sesuatu. Umar: Bapak kan udah bayar ongkos bajaj. Nagabonar: Itu bukan pemberian, itu kewajiban. Ini semacam..ehmm..hadiah begitulah. Umar: (melepas topi) Hmm, Pak...Bapak bener Jendral? Nagabonar: Kau tidak percaya kan? Makanya aku bilang itu tidak penting! (menepuk pundak Umar) Umar: Bener Pak, Bapak ikut perang kemerdekaan? Nagabonar: Bah! Semua orang dari Lubuk Pakam sampai ke Medan tahu siapa Nagabonar! Umar: Begini Pak...anak saya pengen banget diceritain tentang perjuangan kakeknya ngelawan penjajah dulu Pak. Cuman masalahnya saya nggak bisa nyeritainnya. Ayah saya nggak pernah mau cerita Pak. Sampe dia meninggal, dia tetep tutup mulut. Di ngak mau tuh jasanya disebut-sebut. Malah dia bilang gini ke saya, “Umar, biar Allah aja yang mencatat,” gitu katanya Pak. Ya jadi saya pikir, kalau Bapak mau ceritain tentang perjuangan jaman dulu ke anak saya, waduh, anak saya pasti bakalan seneng banget Pak. Ya Pak ya? (terdiam melihat reaksi Nagabonar yang tercenung) Ya, kalau Bapak nggak mau sih... Nagabonar: (menyentuh bahu Umar) Baiklah...tapi aku ingin tetap memberikan anakmu hadiah. Umar: Anak saya suka main bola Pak. Kasih aja dia bola Nagabonar: (membentuk gambar bola dengan kedua tangannya) Bola? Umar: Iya, bola Pak. Nagabonar: (membentuk gambar bola dengan kedua tangannya) Bola? Umar: Iya, bola Pak. Nagabonar: Bola? (menirukan adegan menendang dan menyundul bola) Umar: Iya.gitu Pak...sepakbola.... DISSOLVE TO 45.EXT-HALAMAN DEPAN RUMAH UMAR-SORE Di teras rumah sederhana Umar terdapat bengkel bajaj kecilkecilan. Umar dan istrinya, mengantarkan Nagabonar dan anaknya, Tulus, yang akan bermain bola. Nagabonar: Kau panggil saja aku Opung. Opung itu artinya kakek. Tulus: Kata Bapak, Opung itu Jendral. Nagabonar: (tertawa) Tidak penting itu! Tulus: Opung, cerita dong jaman perang dulu. Nagabonar: Ya nanti setelah kita main bola ya
DISSOLVE TO 46.EXT-HALAMAN BELAKANG RUMAH BONAGA-SORE Bonaga dan Monita mengikuti Parto yang berlari menuju tangga tempat biasa Nagabonar melihat pertandingan sepakbola di lapangan kampung. Dari kejauhan terdengar suara anak-anak ramai bermain sepakbola.. Parto: (menunjuk ke arah tangga) Pak! Bonaga: (Kepala Bonaga muncul dari atas tembok dan tertawa melihat Nagabonar bermain sepakbola bersama anak-anak) Ayo! Serang dari kiri! (melihat Nagabonar melakukan kecurangan bermain sepakbola) Ah Bapak pasti curang aja kau...Ayo...ayo... Goool!!! (tertawa melihat Bonaga memasukkan bola dan menirukan gaya menimang bayi bersama anak-anak sebagai tanda kemenangan) Monita: Bon...apa sih? Bonaga: Kau lihat saja lah sendiri ya...(turun dari tangga dan menyuruh Monita naik) Ayo cepat... Monita: (melepas sepatu) Sebentar.... (naik ke tangga dan menepis tangan Bonaga yang mencoba membantu) Nggak usah dipegangin. Bonaga: (mencibir dan menjauhi tangga) Monita: (kepala Monita muncul dari balik tembok, ia melihat Nagabonar yang sedang bermain sepakbola bersama nak-anak) Bon... Bonaga: Hah... Monita: Yang tua itu bokap lu ya? Bonaga: Ya iyalah...masa anak gua! Monita: (berteriak memanggil dan melambaikan tangan pada Nagabonar) Wooiiii... Nagabonar: (celingak celinguk mencari suara yang meamnggilnya dan melihat ke arah Monita. Menunjuk ke arah dirinya seakan memastikan apakah ia benar yang dipanggil Monita) Monita: (mengangguk, tersenyum dan mengacungkan jempol)
DISSOLVE TO 46.INT-RUANG TENGAH RUMAH BONAGA-MALAM Nagabonar yang telah berganti pakaian menghampiri Monita yang sedang duduk di ruang tengah. Nagabonar: Kau pacarnya si Bonaga? Monita: Heh? Nagabonar: Bukan? Kenapa? Monita: Bapak tanya saja sama dia Pak. Nagabonar: Aku sedang bicara sama kau. Monita: Iya tapi pertanyaan itu buat Bonaga saja Pak. Nagabonar: Kalau kutanya sama Bonaga jawabannya selalu berputarputar, tidak jelas mana kepala mana ekor. Makanya kutanya kau. Monita: Ini pertanyaan tidak etis untuk saya Pak. Nagabonar: Bah! Kau kan tinggal jawab saja. Kalau ya, sudah... kalau tidak, ya juga sudah... Monita: Oke... Saya sendiri nggak tahu saya pacarnya Bonaga atau bukan.. Nagabonar: Bah... Monita: Maksud saya.... Nagabonar: Bah... sama saja jawabanmu. Macam mencari ketiak ular aku. Monita: Oke... Saya mencintai Bonaga. Nagabonar: Nah, itu baru jelas!! Monita: Tapi Bapak tanya juga sama dia apakah dia mencintai saya juga atau tidak.
Nagabonar: Sudah jelasnya itu! Dari caranya memandangmu sudah tahunya aku kalau dia mencintaimu. Monita: Iya tapi Bapak harus tanya. Pembicaraan terhenti karena Bonaga turun dan bergabung. Bonaga: (pada Monita) Mon, yuk..kuantar kau pulang. Nagabonar: Bonaga, tadi dia bilang katanya dia cinta sama kau. Terus dia juga minta sama aku untuk bertanya sama kau apa kau mencintainya atau tidak? Monita: (terkejut dan terlihat kesal, bangun dari sofa dan beranjak pergi) Bon, aku balik! Bonaga: (bengong dan sama terkejutnya) Aah Bapak! (lari mengejar Monita) Mon... DISSOLVE TO 47.EXT-KOLAM RENANG RUMAH BONAGA-MALAM Nagabonar sedang memancing ikan yang diletakkan dalam kolam renang. Bonaga menemaninya dengan wajah muram. Nagabonar: (tertawa) Akhirnya si Monita mengaku juga dia mencintaimu. Tapi itu pun setelah kudesak-desak. Bonaga: Kenapa orang Bapak desak-desak? Udahlah Pak, tak usahlah ikut mencampuri urusan pribadiku. Biarkan saja semua berjalan dengan sendirinya. Nagabonar: Eh, tidak bisa Bonaga. Aku mengerti kau. Kau itu sama persis seperti aku dulu. Pada Makmu tidak berani aku mengatakan cinta. Tapi tiba-tiba diciumnya pula aku. Tap..tap... (tertawa) Bonaga: Monita tak pernah mencium aku Nagabonar: Itulah, makanya aku bantu kau. Dengan bertanya pada si Monita apa dia mencintaimu atau tidak? Dia mencintaimu Bonaga...iya! jadi kau pergilah sekarang dan katakan kau mencintainya. Bonaga: (berwajah cemberut) Nagabonar: Ayolah! Apa perlu kusempak pantatmu Bonaga: (berwajah cemberut dan nampak ragu) Nagabonar: (terlihat gregeta) Ayolah!! Bonaga: (beranjak pergi) Iya... Nagabonar: Susah kali!
DISSOLVE TO 48.INT-APARTEMEN MONITA-MALAM Monita yang sedang membaca terkejut mendengar bunyi bel di pintunya. Lebih terkejut lagi begitu membuka pintu dan melihat Bonaga di depannya. Bonaga: Monita: Bonaga: Monita: Bonaga: Monita: Bonaga: Monita: Bonaga: Monita:
Hei Mon. Ada apa? Hmm..gue mau minta maaf. Ya udah gue maafin (bergerak menutup pintu) (menahan pintu) Eh, Mon...Mon...Mon.. Gue udah maafin, ada apa lagi? Gue ngantuk. (terlihat ragu) Begini Mon..ehm...gue ni... Apa? Ya gue ni...gue... Kenapa?
Bonaga: Hmm..maksud gue ni mau..hm... Monita: (terlihat tidak sabar) Udah jam sebelas. Bonaga: Itu dia Mon, gue mau ngasih tau aja sekarang udah jam sebelas. Aku pamit pulang dulu ya. Permisi. (pergi meningglkan Monita menuju lift) Monita: (bengong melihat kepergian Bonaga) Stupid! DISSOLVE TO 49.INT-RUMAH BONAGA-MALAM Nagabonar yang sedang menubggu kepulangan Bonaga beranjak bangun dari duduk dan membuka pintu. Melihat kelesuan Bonaga setelah pulang dari rumah Monita, ia langsung bertanya. Nagabonar: Hei, bagaimana? Sudah kau bilang kau mencintainya? Bonaga: (berjalan gontai meninggalkan ayahnya) Nagabonar: (menarik lengan baju Bonaga) Heh! Sudah diciumnya kau? Bonaga: (berjalan gontai meninggalkan ayahnya) Nagabonar: (menarik kerah baju Bonaga) Kau tidak bilang cinta padanya? Bonaga: (berjalan menaiki tangga menuju kamar) Kapan-kapan lah. Yang penting dia tahu kalau aku mencintainya. Nagabonar: Tapi dia ingin mendengarnya Bonaga. Bonaga: sudahlah aku mau tidur. Nagabonar: (menghentikan langkah Bonaga di tangga) Bodoh kali kau! Bonaga: Ya sama lah kaya Bapak dulu. Nagabonar: Sama apa? Bonaga: (berjalan lagi menuju kamar) Bapak dulu pernah cerita, waktu Emak datang mau bertemu dengan Bapak, Bapak gemetar! Jadi kambuh malaria Bapak. Iya kan? Aku sih masih lumayan Pak. Aku nggak sampai gemetar. Nggak menggigil karena malaria. Hanya lidahku saja yang bergetar. Jadi aku nggak bisa bilang cinta. (masuk ke kamar dan menutup pintu serta meninggalkan Nagabonar di luar. Bicara sambil menempelkan kepala pada pintu) Aku yakin ini penyakit keturunan. Dulu pasti kakekku tidak bisa menyatakan cinta pada nenekku. Nagabonar: (bicara sambil menempelkan kepala di pintu) Begini Bonaga. Kau kan dulu pernah sekolah di Inggris. Kalau kau sulit mengatakan cinta apda Monita bilang saja “I love you!” Mungkin dengan begitu lidahmu menjadi ringan. Bonaga: I Love you…I love you Monita…Aah, sama saja itu susahnya! Keduanya kemudian melakukan gerakan berjalan, mengusap kepala dan duduk secara bersamaan. Nagabonar: Besok aku pulang Bonaga. Bonaga: Janganlah mau pulang dulu Pak. Nagabonar: Aku rindu Makmu, nenekmu dan pamanmu si Bujang. Mungkin di atas kuburannya sudah banyak tumbuh rumput liar. Aku mau membersihkannya. Kasihan kau Bonaga. Seandainya saja bukan aku, tapi Makmu yang mengasuhmu, aku rasa kau akan memiliki kelembutan hati. Aku rasa kau akan dengan mudah mengatakan “aku cinta padamu Monita.” Hah, aku yang membesarkanmu, laki-laki kasar, bekas pencopet pula. Maafkan Bapakmu Bonaga. Aku tidak bisa mengajarkan kau kelembutan hati. Tapi percayalah, aku sudah mendidikmu semampuku. Semampuku.. Bonaga: (terharu dan menangis mendengar cerita Nagabonar) FADE OUT 50.EXT-NALAMAN DEPAN RUMAH BONAGA-PAGI
Bonaga bersiap mengantarkan Nagabonar yang akan pulang kampung. Parto dan Inah sibuk memasukkan barang-barang Nagabonar ke dalam mobil. Bonaga: (keluar rumah menuju mobil sambil bicara melalui handphone) Nah, kalian siap-siap saja ya. Gue nggak jamin sih. Ya Bapak gue emang orangnya kaya gitu. Ah, si Monita udah ada? Ya sudahlah bagus. (masuk ke dalam mobil dimana sudah ada Nagabonar) Kita ke kantor dulu ya Pak? Nagabonar: Kantor? Bonaga: Ya ada sesuatu yang ingin aku perlihatkan pada Bapak, sebelum Bapak pulang. Ya? Nagabonar: (berwajah pasrah) DISSOLVE TO 51.INT-KANTOR BONAGA, RUANG RAPAT-PAGI Didalamnya sudah berkumpul Pomo, Jaki, Ronny serta Monita. Nagabonar dan Bonaga datang. Nagabonar: (tersenyum begitu melihat Monita) Aaah, Monita! Monita: (tersenyum sambil melambaikan tangan) Hei! Bonaga: (menarik kursi untuk tempat duduk Nagabonar) Monita akan memperlihatkan sesuatu kepada Bapak. Nagabonar: (sambil duduk) Apa itu? Bonaga: Ayo Mon! Monita: Bonaga cerita sama saya bahwa ia sudah membuat Bapak kecewa sehinnga Bapak mau pulang hari ini? Nagabonar: (menonjok bahu Bonaga yang duduk di sebelahnya) Ah kau! Monita: Bonaga tidak ingin Bapak pulang dengan perasaan sedih dan kecewa Pak. Makanya dia ingin merubah caranya menyampaikan sesuatu. Nagabonar: Ah, apa itu? Bonaga: Masalah kebun kelapa sawit kita Pak. Nagabonar: Ah sudahlah. Kau cari saja kebun kelapa sawit yang lain. Bonaga: Iya aku akan lakukan itu. Tapi Bapak lihat lah yang ini dulu, baru setelah itu Bapak boleh pulang. Monita: (berdiri dan bersiap dengan laptop dan layar infokusnya) Oke Bapak Nagabonar. Kami akan menunjukkan kepada Bapak tidak ada maksud Bonaga menjual perkebunan kelapa sawit itu. Ini adalah usaha bersama dengan pihak lain yang memiliki dana Pak. Nagabonar: Ya tapi di sana itu ada kuburan Maknya, neneknya dan pamannya si Bujang yang bengak! Mau kalian apakan kuburan itu? Bonaga: (berusaha menenangkan Nagabonar) Ya Bapak lihat saja dulu. Monit: Ada tiga pilihan. Pilihan pertama... (Monita menekan tombol pada laptopnya dan muncullah gambar sebuah buldoser yang berjalan meratakan ketiga kuburan yang ada di depannya. Nagabonar syok melihatnya) tiga kuburan diratakan saja dengan tanahm habis perkara! Nagabonar: (bangkit dari duduknya dengan marah) Pulang aku! Bonaga: (berusaha menahan) Eh Pak Pak...Bapak sabar dulu, Bapak lihat saja dulu. Monita: Itu baru pilihan yang pertama Pak. Pilihan yang kedua seperti ini (kembali memencet tombol pada komputernya dan memperlihatkan gambar belalai buldoser yang menagangkat kerangka manusia dari sebuah kuburan dan memindahkannya ke kuburan lain) Nagabonar: (terkejut melihatnya) Mau dibawa ke mana itu? Monita: Dua kuburan lainnya dipindah juga. Nagabonar: Tega kali kau Bonaga. Mereka dilempar macam koper begitu saja. Apa kata dunia?
Bonaga: Aku lebih tahu dunia karena aku sudah keliling dunia. Ayo teruskan Mon. Nagabonar: (beranjak pergi) Ah, pulang aku! Bonaga: (menahan lengan Nagabonar) Monita: Bapak, lihat dulu ini. Kemungkinan ketiganya seperti ini (kembali memencet tombol komputer dan memperlihatkan gambar perkebunan dengan tiga kuburan berubah perlahan dengan kemunculan beberapa bangunan dari dalam tanah. Lalu pohon-pohon rimbun ikut bermunculan menjadikan daerah sekitar kuburan menjadi rimbun. Juga muncul air mancur. Lama-kelamaan banyak gedung, hotel dan bangunan lain dengan beragam gaya yang enak dilihat) Kuburan dipertahankan, dibuat tidak seram lagi. Dibuatkan taman sehingga anak-anak tidak takut dan bisa bermain. Nagabonar: Bah... Jaki: Jadi dengan adanyan taman ini Om.... Nagabonar: Diam kau! Jaki: (tersenyum kecut) Nagabonar: Hei, aku mau tanya sama kau Monita, apa tidak aneh kalau kuburan dijadikan tempat bermain anak-anak? Monita: Kenapa membiarkan kuburan menjadi tempat yang seram Pak? Bukankah keriangan anak-anak yang sedang bermain juga membuat keriaan orang-orang yang ada di dalam kubur? Nagabonar: (tertawa) Aaah... Bonaga: Jadi, makku, nenekku dan pamanku Bujang tidak akan kesepian lagi. Dan nanti kalau Bapak mau berziarah ke sana, bisa sekalian bermain bersama anak-anak. Ronny: Betul Om, jadi nanti kalau Om punya cucu... Nagabonar: Dan kau juga diam! Ronny: (tersenyum kecut) Nagabonar: Aku mau tanya sama kau, ini sebetulnya pikiran kau atau pikiran si Bonaga? (melihat Bonaga dan Monita saling bertukar senyu) Ah, ini pasti pikiran kau! Monita: Tugas saya memang memberikan saran untuk Bonaga Pak. Bonaga: Pikiran aku itu sebenarnya Pak. Cuma Monita menyampaikannya lebih baik. Pomo: Dua orang ini memang cocok Om. Nagabonar: Dan kau juga diam! Pomo: (tersenyum kecut) Nagabonar: (pada Bonaga dan Monita) Aku kan sudah bilang pada kalian berdua, kalian ini cocok jadi suami istri. (pada Pomo, Jaki dan Ronny) Hah, hah, hah, ya, ya, ya, ya? Pomo, Jaki dan Ronny: (mengacungkan jempol sambil tersenyum dan mengangguk) Bonaga: (serba salah) Aku antar ke airport Nagabonar: Tidak. Tidak jadi pulang aku. Aku mau main bola! (tertawa) DISSOLVE TO 52.EXT-LAPANGAN SEPAKBOLA-SIANG Nagabonar terlihat bermain bola bersama anak-anak temannya Tulus. (ilustrasi musik perpaduan Melayu dan Betawi) DISSOLVE TO 53.INT-RUANG TAMU RUMAH UMAR-SIANG Nagabonar sedang menceritakan kisah perang jaman kemerdekaan pada Tulus di ruang tamu. Umar dan istrinya ikut mendengarkan Nagabonar: (bercerita dengan semangat sambil memperagakan adegan menembak) Dar..dar..dar..dar..semua menembak! Aku lempar granat
(berlagak menggigit picu granat dan melemparnya) Wiiii... Blaaaar!!! Mati banyak! Itu sebabnya kau harus menghormati kakekmu ini. (sambil mengangkat pigura kakek Tulus yang ada di atas meja). Hah, ayo hormat! (menghormat pada foto dengan diikuti Tulus. Umar tersenyum melihat dari kejauhan) DISSOLVE TO 54.EXT-KOLAM RENANG RUMAH BONAGA-SORE Kolam renang di belakang rumah Bonaga penuh dengan anak-anak kampung yang sedang bermain dan berenang. Sementara anak-anak sedang bermain bola di air, Nagabonar memegang selimut dan menggigil kedinginan di pinggir kolam rennag. Ia tertawa begitu melihat seorang anak mengencingi teman-temannya yang ada di dalam kolam. DISSOLVE TO 55.INT-DALAM MOBIL BONAGA-MALAM Bonaga mengajak Nagabonar pergi ke suatu tempat. Keduanya menuruni tangga rumah siap untuk pergi. Nagabonar: Kau tolonglah itu si Umar, biar bisa kerja di tempat kau Bonaga: Tapi nggak semudah itu aku menerima pegawai Pak. Aku tu menerima pegawai berdasarkan kemampuan mereka. Lagipula udah penuh Pak, udah nggak ada tempat Nagabonar: Hei, si Umar itu juga anak pejuang. Cuma tidak seberuntung kau Bonaga: (berhenti di depan pintu) Terlalu banyak orang yang tidak beruntung di negeri kita ini Pak. (kembali berjalan menuju mobil) Kalau saja usahaku itu maju dan menjadi besar, itu kan berarti sama saja aku membantu mengurangi jumlah orang yang tidak beruntung itu kan Pak? (membukakan pintu untuk Nagabonar) Nagabonar: (masuk ke dalam mobil) Tapi si Umar ini anak pejuang. Bonaga: Ya nanti aku pikirkan lah bagaimana caranya membantu dia. Tapi bukan dengan cara mengangkatnya menjadi pegawai. Lagipula aku tidak tahu apa keahliannya selain menyupir bajaj. Nagabonar: Si Bujang itu merantau dari Padang Panjang ke Medan tidak punya keahlian apa-apa aku angkat dia jadi tangan kananku. Bonaga: Ya tapi mati dia kan? Dimakan cacing dia! Coba kalau bapak tidak mengangkatnya jadi tangan kanan bapak, mungkin masih hidup sekarang Nagabonar: Kalau dia masih hidup, mungkin dia masih mencopet dan berteman dengan Maryam. Kan lebih baik dia mati, jadi pahlawan dia sekarang. Bonaga: (terdiam dan menghidupkan mobil) Nagabonar: Mau ke mana kita? Bonaga: Kemarin ini bapak sering kali bertemu dengan orang-orang yang tidak beruntung. Nah sekarang aku ingin mengajak bapak menemui orang-orang yang beruntung. Mereka ini beruntung karena rajin dan bekerja keras. Keduanya melaju meninggalkan halaman rumah. DISSOLVE TO 56.INT-CLUB MALAM-MALAM Banyak orang yang sedang asyik berdansa mengikuti musik khas elektro. Terlihat Pomo dan Jaki sedang berdansa. Jaki menghampiri Bonaga dan Nagabonar yang sedang duduk di bar. Jaki: Gimana Om?
Bonaga: Dari mana kau? Jaki: Abis sembahyang di bawah, basement. Nagabonar: Masih sempatnya kau sembahyang? Jaki: Weh, akhirat sama dunia harus seimbang Om, harus sama. (sambil menari) Ayo Om. Nagabonar: Iramanya tidak pas buatku. Kalau serampang duabelas, masih bisa lah aku sedikit-sedikit. Bonaga: (pada Jaki) Eh, si Ronny ke mana? Jaki: Itu, omanya datang dari kampung, ngajak ke gereja. (terus menari) Om..Bon...(turun ke lantai dansa dan meninggalkan Bonaga dan Nagabonar) Nagabonar: Apa agama temanmu itu? Bonaga: Katanya sih Islam. Nagabonar: Hah! Makmu dan nenekmu juga Islam. Tapi tak pernah kumelihat mereka sehabis sembahyang menari macam itu! Bonaga: (tertawa dan turun ke lantai dansa) Ayolah Pak, kita bergoyang Nagabonar hanya melihat Bonaga dan teman-temannya yang sedang asyik berdansa. Ia mulai merasa pusing mendengar hingar-bingar musik yang keras dan lampu disko yang menyala temaram dan sesekali berkelap-kelip. Tiba-tiba seorang pria datang menghampiri dan mulai menggoda Nagabonar. Dengan wajah menyeringai, Nagabonar berusaha menakuti si pria dan kemudia pergi meninggalkan bar. DISSOLVE TO 57.EXT-LOBBY CLUB-MALAM Malam, Nagabonar melihat sekeliling dan berjalan untuk menyendiri dari hiruk-pikuk club dan mencari udara segara. Monita yang baru saja datang dan keluar dari mobil melihat dan mengikutinya. DISSOLVE TO 58.EXT-TAMAN-MALAM Bangku taman, keadaan sepi. Nagabonar duduk termenung sendirian. Tiba-tiba Monita menepuk nahunya perlahan dari belakang. Monita: Hei! Bonaga: (terlonjak kaget)Ah kau! Ayo duduk sini (menepuk bangku) Monita: (tersenyum dan duduk bersama Nagabonar)
DISSOLVE TO 59.INT-CLUB-MALAM Dalam club, Pomo, Bonaga dan Jaki masih terlihat sibuk menari di lantai dansa. Pomo: (pada Bonga) Hei, mana Monita? Bonaga: (mengangkat bahu. Melihat ke arah bar dan menyadari Nagabonar tak lagi duduk di sana. Yang terlihat malah si pria yang sebelumnya menggoda Nagabonar) Eh, bapakku ke mana ya? Tadi ada di situ (ketiganya melihat ke arah pria penggoda dan bergidik) DISSOLVE TO 60.EXT-TAMAN-MALAM Taman, Monita dan Nagabonar masih duduk di sana. Nagabonar: Boleh aku bertanya?
Monita: Mudah-mudahan saya bisa menjawabnya Nagabonar: Kenapa kau mencintai si Bonaga? Monita: (terdiam lama) Nagabonar: Salah pertanyaanku? Monita: (terdiam cukup lama) Bonaga itu masih muda, dia pintar, dia tampan, kaya. Apalagi ya... itu sudah cukup alasan perempuan manapun untuk jatuh cinta padanya. Nagabonar: Ooh.. Monita: Oh ya, satu lagi. Dia punya bapak yang lucu Nagabonar: (tertawa) Kau juga lucu. Sebentar...sebentar (mengambil foto dari dalam saku jaket. Menyerahkannya pada Monita) Nah, coba kau lihat ini Monita: (mengambil foto dan melihatnya) Nagabonar: Ini potret emaknya si Bonaga Monita: Perempuan yang cantik Nagabonar: Ya, sangat cantik. Sekarang kau lihat aku. Monita: (Melihat ke arah Nagabonar) Nagabonar: Mukaku waktu lebih muda dulu jauh lebih buruk dari yang kau lihat sekarang ini. Ya! Tapi kenapa perempuan yang sangat cantik ini, anak dokter pula, bisa jatuh cinta kepadaku? Aku tidak tampan, tidak kaya, juga tidak pintar. Tapi kenapa Kirana emaknya si Bonaga itu jatuh cinta kepadaku? Monita: Mungkin tidak ada laki-laki lain waktu itu? Ya mungkin di setiap zaman orang punya alasan yang berbeda untuk jatuh cinta. Nagabonar: (tertawa) Ah ya...ya..betul kau... DISSOLVE TO 61.EXT-LOBBY CLUB-MALAM Luar club, Bonaga sedang sibuk mencari Nagabonar. Bonaga: Ah mana dia? Nyasar baru tahu rasa dia!
DISSOLVE TO 62.EXT-TAMAN-MALAM Monita dan Nagabonar beranjak pergi meninggalkan bangku. Nagabonar: Bonaga itu anak laki-lakiku yang kelima. Anak lakilakiku pertama lahir, langsung mati. Anak laki-lakiku kedua, begitu lahir begitu mati. Yang ketigapun sama, dia lahir, mati. Nah yang keempat, lahir, dan mati! Barulah yang kelima ini si Bonaga lahir... Monita: Dia selamat Nagabonar: Iyalah, kalau tidak mana mungkin dia bertemu kau Monita: Iyalah! Nagabonar: (tertawa dan kemudian terdiam cukup lama) Monita: Kenapa? Nagabonar: Itulah, si Bonaga lahir dan selamat. Tapi maknya yang mati. Jadi kau mengerti kan kenapa aku begitu mencintai si Bonaga? Monita: Terus? Nagabonar: Sejak itu aku yang mengasuhnya sendiri. Aku ini seorang laki-laki yang kasar. Aku tidak pandai mengajarkan si Bonaga kelembutan hati. Mungkin itu sebabnya dia tidak bisa merayumu Monita. Maafkan aku, ya? Monita: Kok Bapak bilang begitu? Nagabonar: (terdiam tak bisa menjawab. Tiba-tiba melihat Bonaga di depan yang sedang mencarinya) Nah, itu si Bonaga. Bonaga: (datang menghampiri) Hai Mon. Aku pikir kau tak datang Monita: Aku baru mau pulang.
Nagabonar: (pada Bonaga) Eh, kau antar si Monita pulang. Biar aku menunggumu di sini. Monita: Saya ada mobil kok. Yuk Pak, yuk Bon (pergi meninggalkan keduanya) Bonaga: Dah Mon! Nagabonar: Bodohnya kau! Ayo antar! Bonaga: Kalau aku antar dia sekarang nanti aku pulangnya naik apa Pak? Nagabonar: Bonaga, aku itu mengantar emakmu dua hari dua malam, naik dua gunung melewati empat pos penjagaan Belanda bertemu lima harimau. Sudah jangan bodoh! Aah, makin jauh dia, makin jauh dia! (Kesal melihat Bonaga yang tidak juga beranjak) Jangan bodohnya kau! Bonaga: Monita itu bukan tipe wanita yang bapak pikir. Dia tidak suka dilayani dan diperhatikan macam..macam orang yang penakut harus diantarkan pulanglah, dibukakan pintu, diambilkan minum. Aku mau bayarin makan aja dia tidak mau. Dia itu orangnya mandiri pak. Sudah biarkan saja dia pulang sendiri. Nagabonar: Perempuan itu tetap perempuan! Ingin ditinggikan sebenang. Bonaga: (bersuara pelan) Kita kejar dia? Nagabonar: Amboi Kirana, bodoh kali anakmu ini! (mengait tangan Bonaga dan bergegas mengejar Monita) DISSOLVE TO 63.INT-MOBIL MONITA-MALAM Dalam mobil Monita. Monita sedang menyetir mobil dan mendengarkan radio DISSOLVE TO 64.INT-MOBIL BONAGA-MALAM Dalam mobil Bonaga. Bersama Nagabonar ia berusaha mengejar mobil Monita. Bonaga: Setahuku Bapak tidak tahu banyak soal perempuan. Palingpaling bapak cuma tahu soal emakku dan nenekku saja. Nagabonar: Betul itu. Emakmu itu sudah lebih dari cukup sebagai seorang istri. Cintanya itu begitu besar dan luas sampai tak mampu aku menampungnya. Jadi manalah mungkin aku mencari perempuan lain? Yang kedua, nenekmu itu. Dia sudah lebih dari cukup sebagai seorang emak. Cintanya tidak berbatas. Disuruh sekolah, aku lari. Disuruh mengaji, aku mencopet. Tapi tetap saja dia sayang kepadaku. Jadi tak perlulah aku mencari emak yang lain kan? Cukup nenekmu itu satu! Bonaga: Ya tapi mereka itu semua sudah mati Nagabonar: Mereka masih hidup Bonaga! Bonaga: (terkejut dan menghentikan mobil dengan mendadak di ujung pertigaan jalan) Nagabonar: Mereka masih hidup di hatiku Bonaga: (memasang wajah kesal. Dari arah berlawanan, terlihat mobil Monita) Nah, itu si Monita DISSOLVE TO 65.EXT-JALAN-MALAM Mobil Bonaga berusaha menyamai mobil Monita. Nagabonar mengeluarkan kepalanya dari dalam mobil. Nagabonar: (berteriak) Monita... Monitaaa... Monita: (menurunkan jendela)
Nagabonar: Si Bonaga mengantarmu pulang! (menunjuk ke arah Bonaga di sebelahnya) Monita: (tersenyum gembira) DISSOLVE TO 66.EXT-LOBBY APARTEMEN MONITA-MALAM Tiba di apartemen Monita. Kedua mobil berhenti. Monita menyerahkan kunci mobil pada pengurus Valet. Bonaga dan Nagabonar turun dari mobil. Nagabonar: Ayo ayo (membuka pintu Bonaga dan memaksanya turun) Cepat! Bonaga: Apa pak? Nagabonar: Bodoh kalinya kau ini! Kau ucapkanlah selamat malam, atau selamat tidur...atau selamat Idul Fitri, atau selamat apalah! Tidak pernah nonton filmnya kah kau? Bonaga mulai berjalan menghampiri Monita. Monita juga berjalan menghampiri Bonaga. Namun begitu sampai di depan Bonaga, Monita justru terus berjalan ke arah Nagabonar yang sedang bersandar di pinggir pintu mobil, kemudian mencium pipinya. Nagabonar terkejut, begitu pula Bonaga. Hanya tersenyum, tanpa berkata apa-apa lagi, ia meninggalkan Nagabonar yang masih terbengong dan melewati Bonaga yang menyodorkan pipinya karena mengira Monita juga akan menciumnya. Monita kemudian masuk ke apartemennya tanpa menoleh lagi ke arah Bonaga dan Nagabonar. Bonaga kesal karena tidak dicium dan langsung masuk ke dalam mobil, disusul dengan Nagabonar. Bonaga: Aku nggak pernah diciumnya Nagabonar: Kalau begitu caramu siapa yang mau menciummu? Bonaga: Tapi kenapa dia mau mencium bapak? Nagabonar: Mungkin di matanya aku memang lebih tampan daripada kau Keduanya tertawa dan meninggalkan apartemen Monita. FADE OUT 67.EXT-JALAN KAMPUNG RUMAH UMAR-SIANG Nagabonar terlihat berjalan menuju rumah Umar.
68.INT-MUSHOLLA-SIANG Umar terlihat mengajar anak-anak kecil sedang mengajai membaca surat pendek Al-Ikhlas. Nagabonar melihat dari luar mushollah. Umar menyadari kehadiran Nagabonar. Umar: (pada anak-anak) Allahushomad. Pake dal ya, jangan pake ta. Coba gimana? Anak-anak: Allahushomad... Umar: Nah, begitu ya. (melihat Nagabonar) Eh, Pak. Masuk pak. Nagabonar: (memberikan isyarat tangan pada Umar untuk melanjutkan mengajar) Umar: (tersenyum dan berkata pada anak-anak) Ya sekarang kita mulai lagi dari awal ya. (melanjutkan membaca surat Al-Ikhlas dari awal) Nagabonar: (memperhatikan lebih seksama) DISSOLVE INTO
69.EXT-JALAN KAMPUNG RUMAH UMAR-SIANG Umar dan Nagabonar terlihat berjalan berdua. Umar: Jadi Bapak sampe sekarang belum bisa ngaji Pak? Nagabonar: Mana bisa kalau tidak belajar? Umar: Terus? Nagabonar: Ya kau ajari aku mengaji Umar. Eh, aku ini sudah tua. Kalau aku mati bagaimana nanti aku ketemu emakku di alam sana? Dan tahunya dia aku belum bisa mengaji. Habis aku dimakinya. Makku itu kalau sudah marah, dari pagi sampai petang tahan dia meracau terus. Mulutnya macam senapan mesin, gatal semua badanku. Kalau aku masuk surga tak apalah, tapi kalau masuk neraka sudah panas gatal pula. Ya kau ajari aku ya? Ya ya ya? Umar: (tertawa) DISSOLVE INTO 70.INT-RESTORAN-SIANG Bonaga, Pomo, Jaki dan Ronny bertemu dengan tiga orang Jepang untuk membicarakan bisnis Jaki: Gila Bon, si Jepang nunggu man. Bonaga: (menepuk bahu Jaki) Banzai lah. Yuk! DISSOLVE INTO 71.INT-MEJA MAKAN RESTORAN-SIANG Semuanya sedang membicarakan prospek bisnis sambil makan malam Jepang 1: (pada Bonaga dengan bahasa Indonesia yang terbata-bata) Ada yang mengatakan sulit memahami aturan investasi yang berlaku di negara Anda ini. Mister Bonaga, apakah sekuriti 10 tahun yang lalu? Bonaga: (pada Ronny) Untuk urusan hukum, kau aja lah Ron yang ngejelasin. Ronny: Ya sudah banyak yang berubah Abe San, Suzuki San. Semenjak terakhir kali Anda ke sini kami sudah tiga kali ganti presiden Jepang 1: (menjelaskan pada Jepang 2 & 3 menggunakan bahasa Jepang) Jepang 2: (menjawab dengan bahasa Jepang) Jepang 1: Kata Abe San, presiden bisa sepuluh kali diganti, yang penting keamanan investasi kami. Apakah bisa jamin? Jaki: Insya allah Jepang 1,2,3: Insya allah? Ronny: Nah, soal insya allah ini biar Jaki aja yang ngomong. Jaki: Insya allah artinya Suzuki San, Abe San, tenang saja, segalanya bisa diurus Jepang 3: (pada Jaki dengan bahasa Indonesia yang terbata-bata) Segalanya bisa diurus? Jaki: (tersenyum mengangguk) Jepang 3: (pada Jaki dengan bahasa Indonesia yang terbata-bata) Asal ada uang? Ronny: (tersenyum mengangguk) Jepang 3: (dengan bahasa Indonesia yang terbata-bata) Oh, itu masih seperti yang dulu? Jaki: Oh enggak, enggak, insya allah! Jepang 1,2,3: Insya allah? Jaki: Insya allah...hm, alif! Jepang 1,2,3: Arif? Jaki: Lam. Jepang 1,2,3: Ram? Jaki: Alif, lam.
Jepang 1,2,3: Arif ram? Jaki: Itu haram. Alif lam... Jepang 1,2,3: Arif ram? DISSOLVE INTO 72.INT-LUAR LIFT-SIANG Bonaga, Jaki, Pomo, Ronny keluar dari lift dan berpapasan dengan seorang wanita cantik dan seksi yang akan masuk ke dalam lift. Keempatnya melihat dengan pandangan tertarik ke arah perempuan itu. Jaki: (melihat ke arah perempuan seksi) Astaghfirullah Pomo: (bicara melalui handphone) Ya man, udah lu kirim? Ya tiga orang lah. Kan tamu gue tiga. (menutup handphone) Bonaga: (berhenti berjalan, bicara pada Pomo) Kenapa kau? Pomo: Upeti, buat tamu kita. Bonaga: Ah, gila kau! Apa kata dunia? Batalkan! Pomo: Man, masa dibatalin? Gue udah bayar! Eh, kita ini kan bangsa yang ramah. Ya kan? Bonaga? Ramah, ramah, ramah, ramah apa kita? Itu sama aja kau menghidangkan anak dan istri kau untuk tamu kau! Mau kau? Bengak kau!! Bonaga pergi meninggalkan Pomo, yang disusul dengan Jaki dan Ronny yang hanya bisa mengangkat bahu. Pomo mengejarnya. Pomo: Bon...bon.. Bonaga: Hah? Pomo: Mubazir Bon. Eh, bukannya mubazir itu perbuatannya setan Jak? Jaki: (mengangkat bahu) Bonaga: Ya kau itu setannya! Jaki: Mantap! FADE OUT 73.EXT-JALANAN-SIANG Nagabonar, Bonaga, Jaki, Ronny dan Pomo berjalan mencari restoran untuk makan siang. Bonaga: (pada Nagabonar) Aku sudah membicarakan dengan investor kita. Tinggal menunggu persetujuan Bapak aja. (menunggu Nagabonar yang tidak menjawab apa-apa) Tapi kalau Bapak tidak setuju, ya tidak apa-apa juga. Aku pikir Bapak senang dengan usulan Monita itu? Usulan yang nomor tiga itu Pak. Jadi kuburan emakku, kuburan nenekku, dan kuburan pamanku si Bujang itu dijadikan taman. Nagabonar: (tetap terdiam sambil mengelus perut) Ronny: Jadi gini Om, ini kalau kita proyeknya jalan, pabrik kita bakalan jalan Om. Kalau pabriknya jalan, teknologi kita bakalan bisa maju dibandingkan bangsa-bangsa lain di dunia Om. Pomo: Kita juga bisa mengurangi pengangguran, karena pabrik kita akan menyerap tenaga kerja yang cukup banyak Di samping itu Om, hasil eksport kita mendatangkan devisa bagi negara dan pemerintah dapat pajak yang cukup besar dari kita. Jadi semua diuntungkan. Nagabonar: (terus berjalan sambil diam dan tetap dikerumuni oleh keempatnya) Lapar aku. DISSOLVE INTO 74.INT-RESTORAN JEPANG-SIANG
Begitu masuk Jaki, dan Ronny langsung memeriksa meja untuk diduduki, namun kesemua meja kosong itu sudah ditempeli tulisan ‘reserved’. Jaki: Full! Pelayan restoran: (datang menghampiri) Maaf Pak, sudah pesan tempat? Bonaga: Belum. Udah penuh ya? Pelayan restoran: Iya pak. Nagabonar: (duduk dengan santai di salah satu bangku kosong. Semuanya melihat ke arah Bonaga) Pelayan restoran: Maaf...di sini semua kursi sudah dipesan Pak. Nagabonar: Eh, aku kemari mau makan, bukan pesan kursi. (bangkit dari duduk) Bengak kali orangg Jakarta ini ya? Kenapa pesan kursi buat makan? (pada pelayan) heh, kau bilang sama mereka yang bengak itu, Nagabonar menyuruh mereka makan kursinya masing-masing! (pada Jaki) Kau cari tempat makan yang tidak jual kursi. Semuanya meninggalkan restoran dan pelayan yang hanya bisa berdiri melongo. DISSOLVE INTO 75.INT-RUMAH MAKAN PADANG-SIANG Kelimanya sibuk makan dengan lahap menggunakan tangan. Nagabonar: (pada Bonaga) Aku setuju dengan pikiran si Monita itu. Kuburan makkmu, nenekmu dan pamanmu Bujang dijadikan taman. Nah, di sekelilingnya terserah kau mau dijadikan apa. Bonaga: Ini baru pemikiran kita aja. Si pemilik modal belum tahu menahu tentang pemikiran kita ini. Tapi kita akan perjuangkan, kalau si Jepang-Jepang itu tidak mau ya, kita batalkan saja! Nagabonar: (terkejut dan menghentikan makan) Orang Jepang? Nagabonar bangkit dari duduk dengan marah meninggalkan semuanya. Tapi kemudian baru beberapa langkah ia kembali lagi untuk mengambil piring makannya. Dalam perjalanan keluar, sambil bergumam marah dan tetap membawa piring ia bertemu dengan Monita. Bonaga mengejarnya. DISSOLVE INTO 76.INT-RUMAH BONAGA-MALAM Nagabonar menuruni tangga dengan membawa koper-kpernya, adn dihalangi oleh Bonaga. Bonaga: Pak, janganlah pergi. Biarlah aku saja yang pergi pak. Nagabonar: Aku yang marah, jadi aku yang harus pergi Bonaga: Iya, tapi kalau Bapak pergi dan menghilang apa kata dunia? Nagabonar: (berhenti dan berpikir ulang) DISSOLVE INTO 77.INT-RUANG TENGAH RUMAH BONAGA-MALAM Tangga ruang tamu, Bonaga terlihat turun sambil menjinjing tas, sementara Nagabonar sedang duduk santai di sofa depan televisi. Sebelum pergi Bonaga melihat Nagabonar secara sembunyi-sembunyi dan berharap kepergiannya akan dicegah olah ayahnya. Bonaga: (sok sibuk mencari kunci mobil dengan suara yang dilantangkan) Kunci mobil di mana ya? (tidak melihat reaksi pada wajah ayahnya, akhirnya pergi menuju pintu kelauar)
Nagabonar: Bonaga Bonaga: (berhenti berjalan dan berbalik) Nagabonar: (berdiri dan merentangkan tangan untuk memeluk) Bonaga: (menghampiri dan memeluk Nagabonar) Bapak Nagabonar: (Setelah diam beberapa saat) Pergilah kau Bonaga: (terkejut dan pergi meninggalkan rumah) DISSOLVE INTO 78.INT-APARTEMEN MONITA-MALAM Monita bicara dengan Bonaga melalui handphone Bonaga: Lu harus bantuin gue Mon. Bokap gue marah begitu tahu investornya itu orang Jepang. Monita: (tersenyum) DISSOLVE INTO 79.INT-KANTOR BONAGA-MALAM Bonaga sedang bicara dengan Monita melalui handphone Bonaga: Lu tau nggak gue lagi ada di mana sekarang? Gue lagi ada di kantor. Tadinya bapak gue yang mau minggat, gue tahan, sebab kalau dia yang hilang kan lebih repot kita Monita: Lu sama bokap lu tuh sama anehnya. Bonaga: Ya, gimana lah? DISSOLVE INTO 80.EXT-GANG SEMPI-MALAM Nagabonar terlihat berjalan sambil melamun menyusuri gang perumahan Umar. Ia berjalan melamun dan tak menghiraukan sekeliling, bahkan tak menyadari telah melewati sekelompok anak muda yang sedang bermain gaple. Sampai di depan rumah Umar, ternyata pintu rumah sudah tertutup dan ia segan untuk mengetuk pintu. Melihat bajaj yang terparkir di luar, ia memutuskan untuk masuk dan tidur di dalam bajaj. DISSOLVE INTO 81.EXT-HALAMAN RUMAH UMAR-PAGI Depan rumah Umar. Umar sedang bersiap mencuci bajajnya ketika kemudian ia terkejut melihat ada Nagaboanr yang masih tertidur di dalam bajajnya.
DISSOLVE INTO 82.EXT-TAMAN MAKAM PAHLAWAN KALIBATA-SIANG Umar dan Nagabonar mengunjungi tempat tersebut. (ilustrasi musik Syukur) Nagabonar: Ini taman makam pahlawan Mar? Umar: Betul pak. Nagabonar: (menghormat dengan khidmat, tapi kemudian bimbang melihat banyaknya makam yang terbentang di depannya) Yakin kau semua mereka yang dikubur di sini pahlawan? Umar: Ya kalau bukan pahlawan nggak mungkin dikubur di sini Pak. Nagabonar: (kembali menghormat) DISSOLVE INTO 83.INT-MOBIL BONAGA-SIANG Dalam sebuah mobil yang melaju menuju kampung halaman Nagabonar. Terlihat Pomo, Jaki dan Ronny yang sedang sibuk dengan gadgetnya
masing-masing. Di bangku penumpang depan, terlihat Bonaga sedang sibuk membaca surat dari berisi pesan dari Nagabonar. DISSOLVE INTO 84.INT-RUMAH BONAGA, RUANG TAMU-SIANG Rumah Bonaga, ruang tamu. Nagabonar sedang mendiktekan pesan yang harus ditulis Bonaga untuk dibawa ke kampung halaman nanti. Bonaga siap dengan secarik kertas dan pulpen. Nagabonar: Kau tulis pesanku, “Jang, apapun yang dikatakan Bonaga nanti, kau pasti bisa memaafkan. Coba kau tengok si Bonaga itu. Dia mirip aku kan?” Bonaga: Hah, hah, hah? Nagabonar: “Dia itu keponakanmu, walaupun kau tidak sempat menimangnya, karena kau mati. Itulah, sudah kubilang kau jangan bertempur, bertempur juga, sekarang matilah kau dimakan cacing kau!” Bonaga: Ringkas ya Pak, kalimatnya terlalu bertele-tele Nagabonar: Terserah kau lah Bonaga: Okelah..terus! Nagabonar: Bonaga ingin menjual perkebunan... Bonaga: Bukan menjual Pak Nagabonar: (dengan kesal) Ya ya ya ya ya..... ingin kerjasama dengan si Jepang itu. Jadi sebetulnya aku harus minta maaf sama kau Jang. Kupikir, ah...tidak perlulah. Kau juga selalu memaafkan aku kan? Tapi aku harus minta maaf pada negeri ini. Ya tapi bagaimana caranya? DISSOLVE INTO 85.EXT-MAKAM KIRANA, EMAK & BUJANG-SIANG Bonaga, Jaki, Pomo dan Ronny sudah berada di depan kuburan Kirana, Emak dan Bujang. Bonaga masih membacakan surat yang dibawanya. (VO) Nagabonar: Mak, aku sudah belajar mengaji. Aku tidak mau Mak memarahiku lagi. Aku juga berharap Mak jangan memarahi si Bonaga, ya ya ya ya? Nanti dia akan kumarahi sendiri. Dia kan cucu Mak, anakku Mak. DISSOLVE INTO 86.INT-RUMAH BONAGA-SIANG Rumah Bonaga, Nagabonar masih mendiktekan surat Nagabonar: Tapi kalau Mak mau memarahi boleh lah, tapi sedikit saja. Jangan sampai badan si Bonaga itu gatal-gatal. Mak, aku rindu kau Mak. Kirana, istriku yang sangat cantik dan setia, matahari di siangku, bulan di malamku, anugerah Tuhan buatku... Bonaga: Yang ini aku ringkas juga ya Pak ya? Nagabonar: Yang ini jangan, awas kau! Kau sudah memberikan segalanya bagiku Kirana. Jiwamu, ragamu dan si Bonaga untukku. Kalau kau sudah bisa memberikan cintamu yang sedemikian luas kepadaku, kau pasti sudah memberikan cintamu yang terdalam buat si Bonaga. Hei, jangan kau bersedih Kirana. Aku ingin sekali berbaring di sisimu.... DISSOLVE INTO 87.EXT MAKAM KIRANA, EMAK & BUJANG-SIANG Kembali ke makam Mak, Kirana dan Bujang. Bonaga selesai membacakan surat, dan menangis terharu. Pomo dan Ronny yang melihatnya memberikan kode pada Jaki agar menghibur Bonaga.
Jaki: Bon, gue baca doa ya. Biar cepet pulang. Bonaga: Proyek ini batal! Kita cari tanah yang lain! (pergi tergesa dari depan makam) Jaki: Bon! Apa kata tu Jepang nanti Bon? (mengejar Bonaga bersama Pomo dan Ronny) Berjalan tergesa di perkebunan kelapa sawit Bonaga: Lu pada nggak tahu sih kenapa mereka mati! Emak gua mati gara-gara ngelahirin gua! Paman Bujang mati gara-gara ngebelain bapak gua! Ngarti nggak lu? Pomo: Nenek lu mati kenapa Bon? Bonaga: Ya karena tua bengak! Masa lu tega sih bikin susah mak lu yang mati gara-gara...gara-gara ngelahirin elu? Lu pada nggak pernah ngelahirin sih! Hah! (pergi menjauhi ketiganya yang berdiri terdiam) Ronny: (memukul dada Jaki) You can’t say that dude! Jaki: I meant the right thing! Ronny: Ya but with the wrong way idiot! (memukul kepala Jaki) Pomo: (memaki Jaki dengan bahasa Jerman) Jaki: (pada Ronny) bilang apaan dia? Ronny: he said that you really smart! (melanjutkan serapah dengan bahasa Prancis) Pomo: (menimpali dengan bahasa Jerma dan bedua Ronny berjalan meninggalkan Jaki) Jaki: Aah, bahlul! DISSOLVE INTO 88.EXT-PEMAKAMAN UMUM-SIANG Umar dan Nagabonar sedang duduk di pinggiran makam ayah Umar yang berada di bawah pohon gersang tak berdaun. Ada seekor anak anjing yang lewat di atas makam ayah Umar yang sederhana dengan gundukan tanah merah dan nisan yang terbuat dari kayu. Tiba-tiba Nagabonar teringat proyek makam Kirana, Emak dan Bujang yang akan dibuat indah dengan pusara marmer dan pembuatan taman di sekitarnya. (ilustrasi musik Syukur) DISSOLVE INTO 89.INT-CAFE-SIANG Monita: Saya kagum sama Bapak kamu. Bisa memelihara cintanya Bonaga: Ya makanya aku ingin berusaha menjadi seperti dia Monita: Iya? Bonaga: Iya (celingukan ke kanan dan ke kiri, ke atas juga ke bawah mencari sesuatu. Monita memperhatikannya) Monita: Cari siapa sih Bon? Bonaga: Bapakku, harusnya dia ada di sini Monita: Buat apa? Bonaga: Ya harusnya dia ada Monita: Iya, tapi buat apa? Bonaga: Ya, dia pernah bilang sama aku, “Kau kan pernah sekolah di luar negeri, kalau kau tidak bsia mengatakan aku cinta padamu pada Monita katakan saja I love you Monita... Monita: (sedang minum dan tersedak batuk mendengar perkataan Bonaga) Bonaga: (terkejut menyadari perkatannya sendiri) Salah ngomong aku ya? Sori Mon, anggap aja kau tak pernah denger. Monita: Lu nggak bisa bilang gue nggak denger. Gue denger Bon
Monita melihat mata Bonaga dan mencium pipinya. Bonaga yang terkejut malah menyodorkan pipi satunya lagi. Tiba-tiba handphone Bonaga berbunyi. Nagabonar bicara dari rumah Bonaga. Nagabonar: Bonaga...sudah kau sampaikan pesanku? Tak perlulah kau buatkan taman di kuburan mereka nanti. Kau pindahkan saja, ke mana kau suka. Yang penting aku bisa mngunjungi mereka setiap saat. Bonaga: (menutup telepon dan menangis terharu) DISSOLVE INTO 90.EXT-JALAN KAMPUNG RUMAH UMAR-SIANG Pomo dan Ronny sedang berjalan menuju mushollah untuk menjemput Nagabonar. DISSOLVE INTO 91.INT-MUSHOLLA-SIANG Umar sedang mengajar mengaji bersama anak-anak dan Nagabonar. Semuanya memabaca surat Al-Kautsar. Di sebelah Nagabonar duduk juga seorang pria setengah baya yang menunggu Nagabonar dengan tidak sabar. Di pintu masuk musholla, terlihat Pomo dan Ronny yang juga tidak sabar menunggu Nagaboanr menyelesaikannya pelajaran mengajinya. DISSOLVE INTO 92.INT-KANTOR BONAGA-SIANG Kantor Bonaga, terlihat Bonaga dan Jaki serta para karyawannya sedang menyambut kedatangan tiga orang Jepang. DISSOLVE INTO 93.INT-MUSHOLLA-SIANG Nagabonar yang sudah menyelesaikan mengajinya sedang bicara dengan pria penjual karpet yang tadi duduk di sebelahnya. Dari kejauhan terlihat Pomo dan Ronny menunggu dengan tidak sabar. Penjual karpet: Ah Pak, sekarang aye punya model karpet lebih macem-macem Pak, lebih komplit. Bahannya juga gitu, warnanya juga macem-macem, ada yang kuning ada yang merah, ada yang ijo, ada yang biru, coklat muda, coklat tua juga ada Pak. Bahannya juga bisa pilih, ade yang tipis, ada yang sedeng, tebel, tebel banget juga ada Pak. Harganya juga begitu, ada yang enam ribuan per meter, sepuluh ribuan per meter juga ada Pak, tiga puluh ribuan, enampuluh ribuan, ratusan ribuan juga ada Pak. Tapi jangan takut sana harganya Pak, aye kaga ngambil untung banyak Pak. Paling buat beli sepeda mini buat anak-anak aye. Iye kan? Nah, sekarang aye saranin, ni kan, buat karpet dalem, itu kan dari aye juga tuh Pak, udah sepuluh taun, harus diganti udah bulukan Pak. Depan juga kita kasih karpet biar orang-orang kalau dateng nongkrong pada enak Pak. Gitu. Aye saranin lagi ya Pak, buat karpet yang di dalem jangan ambil karpet yang bebulu, ntar kalo sujud bangkis semua.... Nagabonar: Ya ya ya sudahlah. Sekarang kau bawa semua contoh karpetmu ke rumahku Penjual karpet: Iya Pak, siap Pak. Pak, yang import juga ada Pak. Harganya lebih bersaing, macem-macem. Barangnya juga baru semuanya Pak Nagabonar: (masuk ke dalam musholla tanpa memperdulikannya lagi. Ronny dan Pomo masih terlihat menunggu Nagabonar dengan tidak sabar) DISSOLVE INTO 94.INT-KANTOR BONAGA, RUANG RAPAT-SIANG
Ketiga orang Jepang tidak sabar menunggu berbicara satu sama lain menggunakan bahasa Jepang Jepang 1: (pada Bonaga) Kita tunggu sama siapa? Bonaga: Orang penting dan terhormat Jaki: Sebentar lagi dateng. Insya allah Jepang 1, 2, 3: Insya allah? Nagabonar, Pomo dan Ronny masuk ke dalam ruangan. Ketiga Jepang memberi salam dengan membungkukkan badannya. Nagabonar hanya melihat dengan tidak senang, dan langsung duduk. Jepang 1 melihat ke arah Nagabonar dan mengaggukkan kepala, yang dibalas oleh Nagabonar, dan dibalas lagi oleh Jepang 1 dan begitu seterusnya. Close up surat kontrak pada bagian materai. Cap jempol Nagabonar menempel pada materai senilai Rp.6000. setelah penandatanganan, Nagabonar menyalami ketiga orang Jepang tersebut. Pada jabatan tangan terakhir, ia mengambil arloji yang dikenakan oleh orang Jepang tersebut. Jepang 1, 2, 3: (menggunakan bahsa Jepang, ribut mencari ke mana hilangnya jam tangan tersebut) DISSOLVE INTO 95.INT-LOBBY KANTOR BONAGA-SIANG Bonaga menemani Nagabonar Nagabonar: Cukup orang Jepang itu saja yang kau ajak kerjasama, jangan Belanda kau ajak kerjasama Bonaga: Ya tapi mencopet itu dosa Pak Nagabonar: Ya aku cuma mencuri arlojinya. Tapi mereka mengambil semua kekayaan negeri kita ini. Sampai aku dan nenekmu memakai baju dari karung goni Bonaga: Ya tapi mencopet arloji itu dosa Pak Nagabonar: Dosa? Tau apa akau soal dosa? Bonaga: Kalau soal dosa taunyalah aku. Aku ni kan temennya Jaki. Dia itu rajin sembahyang (dengan kode tangan meminta arloji pada Nagabonar) Nagabonar: (meringis dan menyerahkan arloji kemudian pergi meninggalkan Bonaga)
DISSOLVE INTO 96.EXT-LAPANGAN SEPAKBOLA-SIANG Siang, lapangan sepakbola kampung Umar. Sedang dilakukan upacara bendera. Nagabonar terlihat berbaris bersama anak-anak dan orangorang kampung lainnya. Umar memimpin menyanyikan lagu Indonesia Raya, Tulus menjadi salah satu petugas pengibar bendera. (ilustrasi lagu Indonesia Raya) DISSOLVE INTO 97. EXT-LAPANGAN DEPAN KANTOR BONAGA Siang, Bonaga bersama para karyawannya juga sdang melakukan upacara pengibaran bendera. Ada tiga orang Jepang pada barisan depan.
DISSOLVE INTO 98.EXT-LAPANGAN SEPAKBOLA-SIANG
Lagu telah habis, bendera belum juga sampai ke ujung tiang. Nagabonar terus menghormat. Umar akhirnya memimpin lagi lagu Indonesia Raya. Naga bonar yang sudah mulai kelelahan menhormat tiba-tiba jatuh tapi berhasil dihalangi anak-anak Nagabonar: Tegakkan badanku! Tegakkan badanku! Aku ingin melihat merah-putih berkibar di puncaknya! Anak-anak: Opung....opung...opung... Bendera akhirnya sampai di ujung tiang. Nagabonar jatuh pingsan orang-orang mengerubutinya. DISSOLVE INTO 99.INT-KANTOR BONAGA-RUANG RAPAT-SIANG Orang-orang Jepang menandatangani surat kerjasam yang sebelumnya telah ditandatangani Nagabonar. Ketika Bonaga akan menandatanganinya, handhonenya berbunyi. Bonaga: (bicara melalui handphone) Ya? Di mana dia sekarang? (menutup telepon. Memandang ke arah teman-temannya dan Monita) Ronny: Ada apa man? Bonaga: (melempar dokumen perjanjian ke atas) Bapak gue lebih berharga dari ini! (Ilustrasi lagu Indonesia Pusaka) Semua orang yang berada di dalam ruangan kebingungan. DISSOLVE INTO 100.RUMAH BONAGA, KAMAR NAGABONAR-SIANG Bonaga, Pomo, Jaki, Ronny dan Monita berlari menaiki tangga rumah menuju kamar Nagabonar. Di dalam kamar berbaring Nagabonar dengan ditemani Tulus dan Umar. Nagabonar: Bonaga....salahku aku masih hidup di zamanmu, zaman yang sangat sulit kumengerti tapi berupaya kupahami, karena aku begitu mencintaimu Bonaga. Kalau ku mati nanti, satu yang kau perlu tahu, cintaku akan tinggal bersamamu Monita: Juga cintaku Bonaga: (menangis) Bapak nggak akan mati, bapak akan terus hidup di hatiku Nagabonar: (tersenyum lemah) Di tengah kesunyian, lamat-lamat terdengar salam dari layar CCTV di kamar Nagabonar. Semua yang terdiam menoleh ke arah CCTV. Penjual karpet muncul di layar, dia berdiri di depan pintu rumah Bonaga sambil membawa karpet pesanan Nagabonar. Penjual karpet: Assalamualaikum.... Semua yang berada di dalam kamar: Walaikumssalam... Penjual karpet: (bicara pada kamera CCTV yang dilihatnya) Pak, jadi beli karpet nggak Pak? Nagabonar: (kaget bangkit dari tidur) Astaghfirullah aladzim! Lupa aku belikan karpet untuk mushollanya si Umar ini! Masuk neraka aku nanti! (pada Pomo, Jaki dan Ronny) Kalian...pilihkan karpet mana yang paling cocok untuk musholla si Umar ini! Agar orang pemuda macam kalian ini mau masuk rumah ibadah! (kesal melihat tidak ada yang bereaksi pada perkataannya) Cepaaaaaaaaat!!!! Semua orang di dalam kamar itu akhirnya berlarian turun menuju pintu keluar untuk menemui si Penjual karpet. Di luar, si Penjual karpet merapatkan telinganya ke daun pintu karena mendengar ada
suara ribut. Dengan mendadak pintu dibuka ke arah luar dan ia jatuh di atas karpet jualannya. Nagabonar yang melihatnya tertawa dan menepuk dahinya. (Ilustrasi penutup lagu penutup Tak Hanya Diam by Padi) TAMAT THE END
Biodata Penulis
Nama Tempat, tanggal lahir Agama Jenis Kelamin Alamat Telepon E- mail
: Esnoe Metha Wardhani : Jakarta, 6 Oktober 1983 : Islam : Perempuan : Komplek Unilever Blok B VI No. 12 RT 001/ 09 Meruya Selatan, Jakarta Barat 11650 : (021) 5857773 / 081-8752026/ :
[email protected] /
[email protected]
PENDIDIKAN FORMAL - Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana Jurusan Broadcasting - Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia Jurusan D3 Sastra Prancis lulus tahun 2005 - SMA Negri 112 lulus tahun 2001 di Jakarta - SMP Negri 89 lulus tahun 1998 di Jakarta - SDI Al-Chasanah lulus tahun 1995 di Jakarta
PENDIDIKAN NON FORMAL
-
Kursus bahasa Inggris di LIA Slipi lulus tahun 2001 Kursus bahasa Prancis di Centre Cultre Francais Wijaya (1999-2001) Kursus bahasa Inggris di Oxford English Course Grogol (1997-1998) Pendidikan Agama di PIA Al-Isra lulus tahun 1997
PRESTASI DAN PENGALAMAN BERORGANISASI
-
Sukarelawan gempa Nias untuk Forum Indonesia Muda (April 2005) Sekretaris acara lomba drama Pertemuan Tahunan FIB UI (2003) Sekretaris acara La Fete d’Adieu jurusan Sastra Prancis (2002) Panitia acara Cipta Persaudaraan jurusan Sastra Prancis (2002) Panitia lomba drama Pertemuan Tahunan FIB UI (2002) Peserta lomba drama Pertemuan Tahunan Fakultas Ilmu Budaya UI (2001) Panitia pemutaran film Prancis (2001) Ketua pelaksana pembuatan Buku Tahunan SMA 112 (2000-2001) Pemimpin redaksi majalah sekolah ‘Mikir’ SMA 112 (1999-2000) Finalis pertukaran pelajar SLTP ke Beijing dari UNESCO (1998)
PENGALAMAN KERJA
• • •
Managing Editor Le Mariage Magazine mulai Agustus 2006-hingga sekarang Editor majalah RIAS mulai bulan Juli 2005-Agustus 2006 Praktek Kerja Lapangan sebagai Reporter Magang untuk bagian Hiburan di HU Jawa Pos selama dua bulan (terhitung dari tanggal 7 Juli – 23 Agustus 2003)