Lemahnya Kesadaran Masyarakat Indonesia Terhadap Nilai-nilai Pancasila
Disusun oleh : Nama
: Sunu Arif Budi Wibowo
NIM
: 11.11.4817
Kelompok
:C
Jurusan
: S1-Teknik Informatika
Nama Dosen
: Drs.Tahajudin Sudibyo
STMIK AMIKOM YOGYAKARTA
Lemahnya Kesadaran Masyarakat Indonesia terhadap Nilai-nilai Pancasila
A. Latar Belakang Masalah Istilah Pancasila sering kita dengar maupun pelajari ketika menginjak bangku sekolah dasar. Berbagai materi yang berkaitan dengan pancasila, baik itu sila Pancasila, nilai-nilainya,maupun bagaimana cara menerapkan pancasila dalam aktualisasi kehidupan sehari-hari. Konteks Pancasila sering di pandang sebagai ideologi bangsa atau identitas bahwa negara Indonesia memiliki ciri khas yang membedakan negara lainnya. Selain itu, nilai-nilai dari pancasila menjadi salah satu pedoman kita dalam pengamalan nilai-nilai tersebut menjadi sebuah perbuatan yang berasaskan Pancasila.
B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana hakikat dari sila-sila pancasila secara teori ? 2. Bagaimana pelaksanaan dan pengamalan sila-sila
Pancasila ?
3. Bagaimana realita keadaan masyarakat terhadap nilai-nilai Pancasila ? 4. Permasalahan apa saja yang ada di Indonesia jika di kaitkan dengan Pancasila dalam pelaksanaannya ?
C. Pendekatan Bangsa Indonesia terbentuk melalui suatu proses sejarah yang cukup panjang sejak zaman kerajaan Kutai, Sriwijaya, Majapahit sampai datangnya bangsa lain yang menjajah serta menguasai bangsa Indonesia. Beratus-ratus tahun bangsa Indonesia dalam perjalanan hidupnya berjuang untuk menemukan jati dirinya sebagai suatu bangsa yang merdeka, mandiri, serta memiliki suatu prinsip yang tersimpul dalam
pandangan hidup serta filsafat hidup bangsa. Setelah melalui suatu proses yang cukup panjang dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia menemukan jati dirinya, yang di dalamnya tersimpul ciri khas, sifat, dan karakter bangsa yang berbeda dengan bangsa lain, yang oleh para pendiri negara kita dirumuskan dalam suatu rumusan yang sederhana namun mendalam, yang meliputi lima prinsip ( lima sila ) yang kemudian diberi nama Pancasila.
Dalam hidup berbangsa dan bernegara dewasa ini terutama dalam masa reformasi, bangsa Indonesia sebagai bangsa harus memiliki visi serta pandangan hidup yang kuat agar tidak terombang-ambing di tengah-tengah masyarakat internasional. Dengan lain perkataan bangsa Indonesia harus memiliki nasionalisme serta rasa kebangsaan yang kuat. Hal ini dapat terlaksana bukan melalui suatu kekuasaan atau hegemoni ideologi melainkan suatu kesadaran berbangsa dan bernegara yang berakar pada sejarah bangsa.
Jadi secara historis bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila sebelum di rumuskan dan di sahkan menjadi dasar negara Indonesia secara objektif historis telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri. Sehingga
asal nilai-nilai
Pancasila tersebut tidak lain adalah dari bangsa Indonesia sendiri, atau dengan kata lain bangsa Indonesia sebagai kausa materialis Pancasila. Oleh karena itu berdasarkan fakta objektif secara historis kehidupan bangsa Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai Pancasila. Secara historis Pancasila dalam kedudukannya sebagai dasar filsafat negara serta ideologi bangsa dan negara bukannya suatu ideologi yang menguasai bangsa, namun justru nilai-nilai dari sila-sila Pancasila itu melekat dan berasal dari bangsa Indonesia itu sendiri
D. Pembahasan Pancasila yang memiliki lima sila dan 45 butir lainnya, yakni sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa. Dari sila pertama ini membuktikan bahwa Indonesia mengakui bahwa Tuhan itu Esa ( satu ). Jika kita lihat kondisi masyarakat yang plural, dalam segi agama misalnya, memiliki beberapa agama seperti Islam, katolik , Protestan, Hindu, Budha, serta Konghucu. Walau masyarakat memiliki latar belakang
agama yang berbeda-beda, mereka tetap harus menghormati dan menghargai agama masing-masing. Ketika kita melihat sejarah Pancasila sila pertama ini, mulanya berbunyi, “ Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemelukpemeluknya”. Sila ini mendapat tentangan dari para tokoh agama baik Islam sendiri maupun tokoh non Islam. Dengan musyawarah mufakat, maka dihapuslah kata itu dan di ubah menjadi “ Ketuhanan Yang Maha Esa ”. Dalam sebuah realitas kehidupan masyarakat masa kini, istilah “ ada dan masih “ masyarakat yang berfikir radikal bahwa di dalam sebuah negara hanya ada satu agama saja, karena mereka menganggap bahwa Tuhan dalam satu agama satu, apalagi dalam agama-agama lain misalnya memiliki berbagai nama-nama Tuhan yang berbeda dan terbentuk sendiri. Seperti misalnya gerakan radikalisme NII (Negara Islam Indonesia) dengan tokohnya Kartosuwiryo telah menggrebak secara diam-diam dan mendoktrin mahasiswa-mahasiswa yang menjadi titik sentral untuk melaksanakan visi-misinya untuk mendirikan negara islam seutuhnya. Dengan rayuan ajakan untuk mengikuti pengajian dan merampas secara halus harta atau uang milik mereka ( mahasiswa khususnya ) sempat mendanai dan mengoperasionalkan gerakan ini, sempat juga mengkhawatirkan dunia pendidikan khususnya Universitas. Hal semacam ini sangat mencoreng nilai-nilai pancasila yang semula menghormati dan menghormati semua agama. Sila Kedua berbunyi, “ Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab ”. Setiap Manusia memiliki hak dan kewajibannya sebagai manusia yang beradab. Hak asasi yang melekat dalam dirinya harus kita jaga dan gunakan dengan baik, tidak semena-mena mengganggu atau merusak hak asasi orang lain Sila Ketiga berbunyi, “ Persatuan Indonesia ”. Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik. Dengan didasari berbagai macam latar belakang berbeda, baik itu dari segi ras, suku, budaya, agama, maupun etnis. Secara Geografis, negara Indonesia yang berkepulauan membuat Indoseia kaya akan “perbedaan”, kaya akan “sumber daya alamnya”, maupun keanekaragaman budaya leluhur-leluhur bangsa Indonesia yang hingga saat ini sebagian masih bertahan.
Namun khususnya, di tempat-tempat terpencil misalnya, kondisi masyarakat yang masih tradisional seperti di daerah Papua misalnya, sering terjadi perselisihan antar suku satu dengan suku lainnya. Bahkan, dalam suatu kelompok tertentu terkadang masih terjadi suatu permusuhan hingga melakukan tawuran massal yang mungkin alasannya hanya sepele. Apabila kita berpikir dingin dengan melihat kenyataan yang semacam itu, tentunya kita selesaikan dengan musyawarah mufakat bukan menggunakan cara kekerasan sebagai langkah terakhir untuk menyelesaikan suatu perkara. Negara Indonesia, Negara Kesatuan harus bisa kita lakukan bukan hanya jadi simbol saja. Sila Keempat yang berbunyi, “ Kerakyatan Yang di Pimpin Oleh Hikmat Kebiaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”. Maksud dari sila tersebut ialah setiap kita melakukan musyawarah haruslah bijaksana dan tidak memaksakan kehendak. Sila selanjutnya ialah “ Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia ”. Secara filosofis, bahwa hakikat negara adalah penjelmaan bahwa manusia selain makhluk individu juga memiliki kodrat bahwa ia adalah makhluk sosial. Dalam suatu negara, terdapat masyarakat atau rakyat sebagai pelaku dalam mendukung dan mengkoordinir kehidupannya sehingga kehidupan bermasyarakat secara damai dan nyaman bisa terwujud.
Realita dalam masyarakat yakni ketika menyinggung mengenai nilai-nilai demokrasi yang ada di sila ini, masa kini mulai memudar mengingat jalannya pemerintahan yang di nilai buruk bahkan mungkin wakil rakyat yang di pilih oleh rakyat melakukan tindakan yang merugikan rakyat. Mereka di anggap tidak bertanggung jawab karena telah menyalah gunakan kekuasaan mereka untuk menumpuk harta dan menindas rakyat kecil. Korupsi menjadi bahan utama dan masalah yang besar di negara ini. Merajalelanya korupsi yang mementingkan kepentingan individu, lupa akan tanggung jawabnya sebagai wakil rakyat telah menodai sila ini. Harusnya mereka bisa melaksanakannya dengan baik amanah yang mereka terima harus dilaksanakan.
E. Kesimpulan dan Saran Sebagai masyarakat Indonesia, layaknya mengamalkan nilai-nilai Pancasila secara baik dan benar, bukan hanya menjadi simbol ideologi tanpa ada penerapan dalam kehidupan bermasyarakat. Pemahaman masyarakat terhadap pancasila masih kurang mengingat masih banyaknya masyarakat yang hidup dengan enaknya tanpa berfikir bahwa dirinya adalah makhluk pancasila. Perlu penanaman nilai-nilai pancasila melalui pendidikan pancasila secara teori dan praktek sehingga bisa menjadi langkah kita untuk membangun negara Indonesia yang berdaulat ini dengan berasaskan pancasila yang sebenar-benarnya.
F. Referensi Kaelan, 2010, Pendidikan Pancasila, PARADIGMA, Yogyakarta.