Bab I Pendahuluan 1.1 Kesadaran Masyarakat Terhadap Isu Lingkungan Dalam beberapa tahun belakangan ini, kepedulian masyarakat terhadap isu-isu lingkungan semakin meningkat (Han, 2009). Perubahan sikap masyarakat ini dapat dilihat dari meningkatnya kesadaran masyarat mengenai pentingnya perlindungan kelestarian lingkungan. Isu lingkungan bagi beberapa kalangan menjadi isu yang sangat penting. Tren di dalam masyarakat ini menyebabkan sikap yang lebih sadar terhadap konsekuensi pola konsumsi yang mereka lakukan dan efek dari produkproduk yang mereka konsumsi terhadap lingkungan. Semakin banyak juga masyarakat yang mencari produk dan jasa yang lebih bersahabat terhadap lingkungan, dan lebih memilih perusahaan yang menunjukkan kepeduliannya terhadap lingkungan. Hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Hueber (1991) yang mendapati bahwa 70 persen dari penduduk Amerika Serika mengatakan mereka mendukung peningkatan perlindungan terhadap lingkungan, dan 49 persen mengatakan mereka menghindari produk yang dapat membahayakan lingkungan. Sebagai konsekuensi dari perubahan sikap masyarakat terhadap lingkungan ini, mulai banyak perusahaan yang berusaha mempromosikan produk mereka sebagai produk yang ramah lingkungan. Salah satu contoh yang dapat ditemui di Indonesia adalah produk AC (air conditioner) yang dikeluarkan oleh perusahaan Panasonic. Panasonic mengklaim bahwa produk AC Panasonic Inverter yang mereka jual sebagai produk yang ramah lingkungan karena menggunakan refrigant jenis hidrokarbon yang menurut mereka lebih hemat
energi dibandingkan dengan jenis freon.Selain itu,
perusahaan LG menjual beberapa deretan produk TV yang dilabeli dengan teknologi “Smart Energy Saving” yang diklaim dapat menghemat pemakaian listrik. Contoh lain yang dapat ditemui adalah mobil Toyota Prius yang baru-baru ini dikeluarkan oleh Toyota di Indonesia. Toyota Prius yang termasuk dalam kategori mobil hybridadalah mobil yang menggunakan sumber energi campuran dari bensin konvensional dengan tenaga listrik yang diharapkan dapat mengurangi konsumsi bahan bakar minyak yang merupakan sumber energi yang tidak dapat diperbarui.
12
1.2 Green Advertising Menurut Haytko dan Matulich (2008), green advertising dapat ditelusuri asalnya dari tahun 70-an ketika terjadi resesi di Amerika Serikat dimana peningkatan harga minyak yang tinggi menyebabkan masyarakat yang mulai sadar terhadap efek negatif dari eksploitasi manusia terhadap sumber daya alam. Pada awalnya, green advertising tidak memiliki batasan yang pasti di dalam menilai sebuah iklan dapat disebut sebagai iklan yang “green” atau tidak. Salah satu definisi green advertisingadalah proses komunikasi terhadap konsumen yang memberikan informasi mengenai lingkungan dan kaitannya dengan aktivitas yang telah dilakukan oleh perusahaan. Kegiatan promosi yang dilakukan dapat meliputi komunikasi aktivitas taktis perusahaan, misalnya sponsorship terhadap kegiatan peduli lingkungan atau modifikasi terhadap produk yang dapat menimbulkan efek yang positif terhadap lingkungan(Polonsky dan Rosenberger, 2001). Fowler dan Close(2012) sendiri mendefinisikan green advertising sebagai promosi atau iklan yang secara eksplisit atau implisit mempromosikan sikap kesadaran terhadap lingkungan, serta menyarankan perilaku yang dapat memperbaiki permasalah yang terkait dengan lingkungan.Green advertising dapat diasosiasikan dengan perusahaan maupun organisasi non-profit. Data yang dikoleksi oleh Eurobarometer (2009) menunjukkan bahwa 8 dari 10 warga negara Eropa merasa bahwa efek sebuah produk terhadap lingkungan sebagai faktor yang penting di dalam keputusan untuk membeli produk tersebut. Survey yang dilakukan di 15 negara Asia mendapati bahwa isu lingkungan telah menjadi salah satu isu yang sangat penting. Meningkatnya kepedulian ini sebagian dapat dijelaskan sebagai efek dari ekonomi Asia yang bertumbuh dengan pesat, ditambah dengan berbagai bencana alam yang terkait dengan cuaca dan polusi yang disebabkan oleh industri yang booming(Wassener, 2010). Seharusnya tren peningkatan kesadaran konsumen terhadap isu lingkungan ini dapat dijadikan potensi yang besar oleh pemasar. Banyak pemasar yang berusaha menggali potensi ini dengan meluncurkan berbagai iklan dimana mereka mengklaim bahwa produk yang mereka tawarkan memiliki efek negatif yang minimal terhadap lingkungan, dapat didaur ulang, serta menggunakan sumber energi yang efisien.
13
1.3 Sikap Skeptis Terhadap Green Advertising Namun respons dari masyarakat terhadap produk yang dipasarkan sebagai produk green tidak selalu direspons secara positif oleh konsumen. Kaufman et al (2012) mendapati bahwa masih sedikit produk yang dipasarkan sebagai produk green yang sukses di pasaran. do Paco dan Reis (2012) mengatakan bahwa respons negatif konsumen tersebut disebabkan oleh sikap skeptis konsumen terhadap green advertising. Sikap skeptis konsumen terhadap produk-produk tersebut menjadi menurut Polonsky dan Rosenberger (2001) adalah sesuatu yang wajar, terutama ketika perusahaan tidak dapat meyakinkan konsumen mengenai manfaat positif produk mereka terhadap kepentingan lingkungan. Fowler dan Close(2012) menyimpulkan adanya gapdiantara konsumen yang mengatakan bahwa mereka peduli terhadap lingkungan produk yang mereka konsumsi dimana tidak selamanya produk yang mereka konsumsi dipasarkan dengan klaim ramah lingkungan. Beberapa penelitian yang berusaha menjelaskan fenomena ini telah dilakukan oleh beberapa peneliti.Misalnya penelitian yang dilakukan oleh Shrum et al (1995) mencetuskan salah satu alasan adanya gap ini adalah karena konsumen yang peduli terhadap lingkungan cenderung bersikap skeptis terhadap iklan. Mereka cenderung dapat dibujukoleh green advertising.Namun pemasar harus berhati-hati untuk tidak menimbulkan kesan negatif terhadap konsumen dengan menggunakan pesan yang tidak ambigu dan menyesatkan. Obermiller dan Spangenberg(1998) mengkonfirmasi bahwa memang ada sikap skeptis dari konsumen terhadap klaim di dalam green advertising. Sikap skeptis ini menurut mereka disebabkan oleh konsumen yang merasa curiga dengan motif dari iklan, nilai kebenaran dari informasi yang diberikan dan apakah iklan yang ditampilkan dinilai pantas dan tepat. Chang (2011) mendapati bahwa sikap skeptis sebagai prediktor yang konsisten pada keraguan masyarakat terhadap produk green dan green advertising. Persepsi negatif terhadap produk green tersebut (misalnya sikap skeptis, anggapan harga green products yang lebih tinggi, dan kualitas lebih rendah) menyebabkan keraguan untuk membeli produkyang bersangkutan. Sikap skeptis konsumen terhadap green advertising ini mengakibatkan kepada masih sedikitnya produk green yang sukses di pasar(Zammit-Lucia, 2013). Penelitian
14
yang dilakukan oleh Shaputra (2013) terhadap konsumen di Indonesia, mendapati bahwa mayoritas konsumen mengatakan bahwa mereka masih enggan untuk membeli produk green. Selain itu survey yang dilakukan oleh Catalyze Communications (2011) mengungkap bahwa satu dari dua responden yang diteliti mengatakan mereka tidak percaya terhadap klaim ramah lingkungan yang dipromosikan oleh perusahaan. Ditambahkan juga, mayoritas dari responden mengatakan mereka akan berhenti untuk membeli produk yang terbukti melakukan greenwashing.Greenwashing sendiri adalah praktik yang dilakukan pemasar dimana mereka memberikan informasi yang tidak benar atau melebih-lebihkan manfaat positif produk yang mereka promosikan terhadap lingkungan (Sheehan dan Atkinson, 2013).
1.4 Rumusan Masalah Uraian latar belakang di atas memperlihatkan fenomena sikap skeptis masyarakat terhadap green advertising,yang pada akhirnya dapat menghambat kesuksesan produk greendi pasaran. Padahal kalau melihat tren perilaku masyarakat belakangan ini, makin banyak masyarakat yang menempatkan isu lingkungan sebagai salah satu isu yang paling penting di dalam kehidupan mereka. Hal ini seharusnya juga dicerminkan dari perubahan perilaku konsumsi masyarakat dimana mereka yang mengaku peduli terhadap isu lingkungan seharusnya lebih memilih produk yang dipasarkan sebagai produk green ketimbang yang tidak. Dengan asumsi demikian, untuk meraih potensi pasar yang belum tergali makin banyak perusahaan yang mempromosikan produk yang mereka jual sebagai produk yang green, dengan menekankan dampak positif produk tersebut kepada lingkungan. Namun pada kenyataannya respons konsumen terhadap produk-produk green masih dapat dibilang negatif. Ketidakseimbangan dari meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap isu lingkungan dengan pola konsumsi mereka ini telah berusaha dijelaskan oleh beberapa penelitian. Shrum et al (1995), Obermiller dan Spangenberg (1998), dan Chang (2011) mengungkap bahwa ketidakseimbangan tersebut disebabkan oleh konsumen yang memiliki sikap skeptis terhadap green advertising. Sikap skeptis tersebut didasari dari kecurigaan dan ketidakpercayaan terhadap klaim yang diberikan di dalam green advertising. Sikap skeptis ini juga dapat ditemui di konsumen Indonesia. Survey yang dilakukan
oleh
Catalyze
Communications
15
(2011)
mendapati
bahwa
mayoritasresponden yang diteliti mengatakan bahwa mereka tidak percaya terhadap klaim-klaim ramah lingkungan di dalam green advertising. Menurut do Paco dan Reis (2012), ada tiga faktor yang mempengaruhi sikap skeptis konsumen terhadap green advertising, yaitu sikap peduli terhadap lingkungan, perilaku konservasi energi, serta perilaku pembelian. Dari latar belakang yang telah dibahas, peneliti berusaha menjawab pertanyaanpertanyaan penelitian berikut: 1. Apakah sikap peduli terhadap lingkungan memiliki pengaruh positif yang signifikan kepada sikap skeptis konsumen terhadap green advertising? 2. Apakah perilaku konservasi memiliki pengaruh positif yang signifikan kepada sikap skeptis konsumen terhadap green advertising? 3. Apakah perilaku pembelian memiliki pengaruh positif yang signifikan kepada sikap skeptis konsumen terhadap green advertising?
1.5 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuisebagian besar dari faktor-faktor yang menjadi penyebab sikap skeptis konsumen terhadap green advertising. Secara lebih mendetail, penelitian ini memiliki tujuan untuk menguji: 1. Pengaruh sikap peduli terhadap lingkungan pada sikap skeptis terhadapgreen advertising. 2. Pengaruh perilaku konservasi pada sikap skeptis terhadap green advertising. 3. Pengaruh perilaku pembelian pada sikap skeptis terhadap green advertising.
1.6 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat membantu pemasar untuk mengidentifikasi penyebab sikap skeptis konsumen terhadap green advertisingdan strategi pemasaran apa yang dapat meminimalisasikan masalah tersebut. Misalnya untuk mengantisipasi sikap tidak percaya dari konsumen, pemasar harus dapat memberikan informasi yang jujur, berguna dan konsisten di dalam iklan produknya. Penelitian ini juga mengeksplorasi isu-isu lain yang diduga dapat menyebabkan adanya sikap skeptis yang diitunjukkan oleh konsumen terhadap green advertising. Peneliti mengharapkan isu-isu yang digali tersebut dapat digunakan oleh penelitian yang akan dilakukan di masa depan untuk dapat memahami perilaku konsumen dengan lebih baik. 16
1.7 Cakupan Penelitian Cakupan penelitian ini terbatas pada perilaku masyarakat muda pada umumnya, khususnya mahasiswa. Batasan ini ditetapkan karena peneliti menduga bahwa sebagian besar kaum muda memiliki akses informasi yang lebih luas dan dapat menerima perubahan dengan lebih mudah, salah satunya di dalam perilaku konsumsi dan hubungannya dengan kelestarian lingkungan.
1.8 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di kota Yogyakarta, dimana peneliti mendatangi berbagai lokasi dimana sampel yang ditargetkan biasanya berkumpul, misalnya lokasi kampus, kantin, dan pusat perbelanjaan di Yogyakarta.
1.9 Sistematika Penelitian 1.9.1 Bab I: Pendahuluan Bab ini menjelaskan mengenai latar belakang penelitian baik dari perspektif praktis maupun perspektif teoritis, tujuan penelitian, rumusan masalah penelitian, dan lingkup penelitian. 1.9.2 Bab II: Landasan Teori dan Pengembangan Hipotesis Bab ini berisi landasan teori, tinjauan penelitian-penelitian sebelumnya, pengembangan hipotesis dengan menunjukkan hubungan antar variabel, dan model penelitian. 1.9.3 Bab III: Metode Penelitian Bab ini berisi mengenai definisi operasional dan pengukurannya; sampling penelitian yang berupa unit sampel, metode pengambilan sampel, jumlah sampel, proses pengumpulan sampel, dan deskripsi responden; objek penelitian; instrument penelitian; pengujian instrumen penelitian; dan metode analisis data serta pengujian hipotesis. 1.9.4 Bab IV: Hasil Penelitian Bab ini berisi pemaparan tentang gambaran umum mengenai responden, statistik deskriptif, korelasi antar variabel penelitian, pengujian persamaan regresi serta pengujian hipotesis penelitian.
17
1.9.5 Bab V: Simpulan Bab ini menjelaskan mengenai simpulan, keterbatasan penelitian dan implikasi bagi pemasar serta saran untuk penelitian selanjutnya.
18