STRATEGI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KESADARAN HUKUM BERDASARKAN PANCASILA Suko Wiyono* Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Negeri Malang Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan (HKn)
Abstraksi : Konsekuensi yuridis negara Indonesia sebagai negara hukum adalah menjadikan hukum sebagai bagian sekaligus instrumen untuk mengatur tata kehidupan berbangsa dan bernegara. Agar tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara berjalan sesuai dengan hukum dapat terwujud dengan baik diperlukan strategi pengembangan pendidikan kesadaran hukum yang sesuai dengan jiwa dan nilai-nilai Pancasila. Pembangunan kesadaran hukum merupakan bagian integral dari pembangunan hukum. Upaya mewujudkan kesadaran hukum dapat ditempuh melalui pemilihan strategi pengembangan pendidikan yang tepat, yaitu sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara Indonesia telah menyediakan seperangkat nilai yang terbaik untuk dijadikan sumber nilai dan landasan operasional dalam membangun kesadaran hukum bangsa. budayaTerwujudnya kesadaran hukum yang baik. Kata Kunci : Strategi, Pendidikan kesadaran hukum, Pancasila
*
Alamat Korespondensi :
[email protected]
2
MAKSIGAMA JURNAL HUKUM Tahun 19 Nomor 1 periode Mei 2016 Hal. 1 – 20
A. Pendahuluan Supremasi hukum (Rechtssouverini-
antar kekuasaan negara, penyelesaian seng-
teit) mengandung makna hukumlah yang
keta secara musyawarah, dan peradilan me-
memiliki otoritas atau kekuasaan tertinggi
rupakan sarana terakhir. Sejauh menyangkut
dalam mengatur tata kehidupan bernegara.
HAM, yang ditekankan bukan hanya hak
Hukumlah yang menjadi norma pengayom
atau kewajiban, melainkan juga jalinan yang
bagi setiap subjek hukum, yaitu ketika
seimbang antara keduanya (Wiyono, 2015:
melakukan perbuatan dan hubungan hukum,
67).
termasuk cara penyelesaian kasus-kasus
Pada negara hukum, hukum senantia-
pelanggaran hukum. Karena dengan cara
sa diposisikan sebagai pengendali tertinggi
demikian itu, hukum menjadi ada, hidup,
kekuasaan penyelenggaraan pemerintahan
tumbuh, dan berkembang di dalam negara
negara. Dioperasionalisasikan melalui pe-
hukum (Rechtsstaat) dan bukan negara
ngaturan
kekuasaan (Machtsstaat). (Wiyono,2006:1)
fungsi, dan tanggung jawab jabatan yang
Hal ini berarti kekuasaan tertinggi dalam
diatribusikan kepada lembaga-lembaga ne-
Negara Hukum adalah hukum, dan bukan
gara ataupun badan-badan pemerintahan ser-
“rule of man” di mana kekuasaan negara
ta hubungan pemerintahan negara dan rak-
didasarkan pada orang yang memerintah,
yat. Konsekuensinya, setiap orang maupun
konsekuensinya negara bisa digugat di muka
badan hukum wajib tunduk pada hukum,
pengadilan
subjek
mereka bisa diganti dan dikenakan sanksi
hukum sebagaimana halnya subjek hukum
hukum bila melakukan perbuatan melawan
lainnya. (Lumbun, 2006: 6).
hukum, sedangkan hukum bersifat tetap
karena
negara
juga
kedudukan,
wewenang,
tugas,
Konsep negara hukum Indonesia yang
sebagai acuan tata kehidupan bernegara.
sering disebut dengan “Negara nukum
Terkait dengan itu, berlaku prinsip bahwa
Pancasila” berbeda dengan rechstaat atau
pengatur yang sebenarnya bukanlah orang
the
atau pemerintah, melainkan hukum yang
rule
of
law.
Menurut
Hadjon
(
Wiyono,2015:67) Negara hukum Indonesia
tersusun sebagai suatu sistem.
menghendaki adanya keserasian hubungan
Krabbe (Atmadja, 2013: 31) menge-
antara pemerintah dan rakyat yang me-
mukakan bahwa yang membuat fondasi
ngedepankan asas kerukunan. Dari prinsip
hukum bukanlah negara akan tetapi hukum
ini terlihat pula adanya elemen lain dari
yang berasal dari kesadaran hukum masya-
negara hukum Pancasila yakni terjalinnya
rakat, dan memiliki cara berlaku dan me-
hubungan fungsional yang proporsional
ngikat, karena perasaan kesusilaan, estetika,
Wiyono, Strategi PengembanganPendidikan Kesadaran HukumBerdasarkan Pancasila
3
perasaan keagamaan atau kecerdasan spi-
pembangunan hukum berkenaan degan hu-
ritual dan kesadaran hukum manusia perse-
bungan antar subjek hukum dalam arti sem-
orangan. Terlepas dari kritik yang dialamat-
pit mencakup penegakan hukum, penerapan
kan pada Teori Kedaulatan Hukum, penulis
hukum, pelayanan hukum, dan arti luas
berpendapat bahwa “kesadaran hukum” me-
mencakup pula pendidikan dan kesadaran
rupakan figur (pranata) hukum berkenaan
hukum. (Sidartha, 2000.45). Oleh karena itu
dengan pemahaman (understanding) yang
sistematika kajian ini, mencakup 3 ( tiga )
mem-beri daya laku bagi kepatuhan setiap
masalah pokok bahasan yaitu:
orang terhadap hukum. Beranjak
dari
a. Pendidikan Kesadaran Hukum merupemikiran
di
atas,
pakan Bagian Pembangunan Hukum;
“Strategi Pengembangan Pendidikan Kesa-
b. Pendidikan Kesadaran Hukum dalam
daran Hukum berdasarkan Pancasila” dalam
Kerangka sistem Hukum Nasional;
studi hukum berada dalam Pembangunan
dan
Hukum dan tidak dapat dilepaskan dari ke-
c. Langkah Strategis Pengembangan
rangka sistem hukum nasional berdasarkan
Pendidikan Kesadaran Hukum.
Pancasila. Pembangunan hukum tidak lain usaha membangun dalam makna memper-
B. Pembahasan
baiki tata hukum nasional dalam kerangka
1.
sistem hukum nasional berlandaskan pada
Pendidikan Kesadaran Hukum merupakan Bagian Pembangunan Hukum
jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia
Dalam studi hukum yang ditekuni para
Pancasila. Dalam membangun hukum ada
yuris, mereka dapat dikelompokkan ke da-
dua masalah besar, yakni makro dan mikro.
lam tiga kelompok, yaitu: (1) yuris filosofis
Pada tataran pembangunan makro berarti
(philosophical jurists) memandang hukum
membentuk hukum inabstracto yakni mem-
itu sebagai ekspresi ide-ide tentang kebe-
buat hukum yang normanya umum atau
naran dan keadilan, fondasinya dibuat oleh
individual abstrak berlaku umum dalam
legislator atau oleh hakim atau oleh penulis
menata pola kehidupan bernegara, berbang-
buku-buku hukum; (2) yuris sejarawan (his-
sa, dan bermasyarakat, sehingga ketertiban
torcial jurists) memandang hukum tidak di
dan ketentraman yang berkeadilan tetap
buat tetapi ditemukan, hukum merupakan
terjamin, serta dipihak lain mendorong
asas-asas dari tindakan manusia (principles
kemajuan masyarakat melalui sarana
hu-
of human action), dan ditemukan karena
kum. (social engineering). Masalah mikro
pengalaman manusia (human expression)
4
MAKSIGAMA JURNAL HUKUM Tahun 19 Nomor 1 periode Mei 2016 Hal. 1 – 20
serta dikembangkan sebagai aturan hukum
tolok ukurnya dalam penegakan hukum dan
(developed as rule of law); dan (3) yuris
keadilan.
analitis (analytical jurist), memandang hu-
Pembangunan hukum makro merupa-
kum bentuknya matang dalam masyarakat
kan wahana pendidikan kesadaran hukum
maju, yang dibuat oleh negara atau produk
(legal consionsness), mulai dari pemben-
negara (state law) berupa undang-undang
tukan peraturan perundang-undangan baik
yang bertumpu pada kesadaran (conscio-
legislasi maupun regulasi. Dalam konteks ini
usness) dan kehendak manusia (human will).
legislator memegang peranan sentral pem-
(Garies, 1911: iii).
bentukan undang-undang (original legislator
Di Indonesia kelompok yuris yang
autho-rity). Michael Otto (2004) mengemu-
dominan adalah kelompok yuris yang ketiga
kakan bahwa “negara-negara berkembang”
yaituyuris-analitis dengan paradigma (model
membutuhkan “legislative
berpikir) yuridis-normatif, memandang hu-
memperbaiki undang-undang dan proyek-
kum sebagai norma positif yang direpre-
proyek pembangunan. Mereka menyebut-
sentasikan dalam peraturan perundang-un-
kan diantara teori pembentukan undang-
dangan. Fokus perhatian pada hukum dalam
undang yang masih dominan bersifat “top
bentuknya yang tekstual bukan kontekstual.(
down” yakni “the theory of elite ideology
Yusriadi, 2009:16). Yuris dengan paradig-
”menunjukkan arogansi elit politik dalam
ma yuridis ini meletakkan pendidikan kesa-
pembentukan undang-undang tanpa partisi-
daran hukum pada pembentukan undang-
pasi masyarakat.
theory” untuk
undangdengan akal logika tanpa memper-
Michael Otto menyatakan Teori Alort
timbangkan kenyataan dan keadilan, fokus
tentang “ideologi elit” menegaskan bahwa
pada tercapainya kepastian hukum (legal
pada sebagian besar negara berkembang, elit
certainty). Di balik itu yuris dengan para-
politik yang tak sabar, arogan, berusaha un-
digma sosiologis - empiris, menggarap pera-
tuk mengubah masyarakat yang kurang ber-
turan-peraturan hukum secara kontekstual
kembang melalui legislasi-legislasi ambisius
berkaitan dengan efektivitas peraturan itu
baru, yang dirancang tanpa peran serta
dalam keberlakuannya di masyarakat seba-
rakyat. Mereka diilhami oleh sejumlah
gai law in action. Yuris dengan paradigma
“prinsip-prinsip yang memberi informasi”,
filosofis, menggarap peraturan-peraturan hu-
seperti misalnya persatuan, modernisasi, se-
kum sebagai ekspresi ide-ide atau pemi-
kularisasi,
kiran-pemikiran filsuf tentang keadilan dan
(Alort‟s theory of elit ideology argues that in
liberalisasi,
dan
mobilisasi”.
most developing countries impatient, arro-
Wiyono, Strategi PengembanganPendidikan Kesadaran HukumBerdasarkan Pancasila
5
gant political elite have tried to transform
come of a societal process in which different
their less develop societies through new
parties with different ideas and interests
ambi-tious legislation, which was drafted
clash) (Otto,2004:4-6).
without people‟s participation. They were
Meskipun teori ini memandang pem-
inspired y a number of “informing princi-
bentukan undang-undang (UU) tidak teorga-
ples” such as unification, modernization,
nisasi dan prosesnya tidak terarah, tetapi
secularization, liberlisation, and mobiliza-
outcome dari proses masyarakat yang be-
tion”. (Otto,2004:4-6)
ragam ide dan kepentingannya saling berha-
Tentu saja teori elit ideologi mendapat penolakan
masyarakat,
dapan. Tujuannya agar diperoleh dukungan
implementasinya
terhadap Rancangan Undang-Undang(RUU)
stagnan, karena prinsip asas-asas hukum
dari stakeholders. Di Indonesia the agenda-
baru dalam pembentukan undang-undang itu
building theory ini yang dipandang meng-
tidaksesuai dengan realita di masyarakat.
adung persamaan dengan proses pemben-
Hal ini dapat dimaknai, bahwa legislasi yang
tukan undang-undang, agendanya dalam
tidak didukung
Prolegnas. (Yuliandri, 2009:28).
kesadaran hukum masya-
rakat akan menimbulkan reaksi-reaksi ne-
Menurut Adam Pogorecki “Lembaga
gatif dari masyarakat. Oleh karena itu Jan
legislatif yang berupaya menggunakan hu-
Michael Otto, memperkenalkan pula teori
kum untuk memperkenalkan nilai-nilai baru
pembentukan undang-undang yang meng-
ke dalam masyarakat akan menghadapi per-
gunakan pendekatan “bottom up” yakni:
lawanan yang menunjukkan adanya perten-
“Teori Membangun Agenda” dapat dicirikan
tangan antara hukum undang-undang yang
sebagai suatu pendekatan yang bersifat dari
baru dan perasaan hukum yang lama. Dalam
bawah ke atas. Teori ini memandang pem-
situasi sedemikian, perhitungan tentang ke-
buatan hukum bukan sebagai proses yang
untungan dan kerugian sosial adalah hal
terkelola dengan baik dan langsung, me-
yang sangat mendasar, lembaga pembuat
lainkan lebih sebagai luaran dari proses
undang-undang akan mempertimbangkan se-
masyarakat dimana berbagai pihak dengan
mua konsekuwensi yang direncanakan atas
berbagai gagasan dan kepentingan berse-
pelaksanaan hukum yang baru secara efisien
lisih”. ( “agenda building theory” can be
sebagai keuntungan, dan akan menganggap
characterized as a bottom up approach. It
semua gangguan dan hambatan sebagai
conceives law making not as wll organized
kerugian. yang bisa berakibat terus-menerus
and directed process but rather as the out-
diterimanya perasaan akan hukum sebe-
6
MAKSIGAMA JURNAL HUKUM Tahun 19 Nomor 1 periode Mei 2016 Hal. 1 – 20
lumnya”. (“A legislature will attempt to use
Mengacu pandangan Pogorecki itu,
law to introduce new values into a society
maka menurut penulis Teori Pembentuk Un-
will encoueter resistance indicative of the
dang-Undang dalam pembangunan hukum
struggle between new statute law and old
makro, sangat tepat jika mengadopsi “teori
legal feeling.in such situation, a calculation
momentum” yang bercirikan gabungan pen-
of the eventual social profits and losses is
dekatan “top down” dan “bootom up”. Ada 4
quite essential, the legislature will consider
(empat) momen pembentukan undang-un-
as profits all the planned consequences of
dang mencakup: momen ideal-filosofis dan
the efficient application of the new law, and
normatif berkarakter pendekatan “topdown”,
as losses all hindrances and obstacle
sedangkan momen politik-partisipatif, ciri
…which may result from the continued
pendekatan “bootom up”, dan momen teknis
acceptance of former legal feeling”. (Pogo-
yuridis merupakan kemahiran “legal draf-
recki 1973:66):
ting”, merumuskan sistematisasi, penormaan
Pendapat tersebut memandang bahwa
dalam perancangan peraturan perundang-
pembentuk Undang-Undang (UU) berusaha
undangan. Secara sederhana inti “teori mo-
memasukan nilai-nilai baru ke dalam ma-
men” pembentukan undang-undang, dilu-
syarakat. Hal ini mengindikasikan mengha-
kiskan sebagai berikut:
dapi resistensi masyarakat pada pertentangan
(1) Momen ideal - filosofis, kompo-
antara UU baru dan perasaan hukum lama.
nennya diwarnai oleh kenyataan
Dalam situasi tersebut pembentuk UU tentu
alamiah dan kenyataan serta sejarah
saja memperhitungkan keuntungan dari kon-
sosial setempat. Komponen ideal-fi-
sekuensi aplikasi UU yang baru dengan be-
losofis, terdiri atas: pandangan hi-
rusaha menghilangkan semua rintangan dan
dup, keyakinan keagamaan, kul-
hambatannya. Mungkin akan melanjutkan
tur, filsafat hukum, kesadaran hu-
penerimaan pada perasaan atau kesadaran
kum, wawasan kebangsaan, kom-
hukum masyarakat terdahulu. Dengan demi-
ponen ini merupakan landasan keber-
kian agar dalam aplikasinya atau penegakan
lakuan filosofis undang-undang, dan
hukumnya efisien dan efektif, proses pem-
menjiwai momen normatif. Pemben-
bentukan UU memerlukan dukungan kesa-
tuk UU meletakkan landasan filoso-
daran hukum masyarakat. Karena dalam
fis berdasarkan filsafat bangsa dalam
konsep kesadaran hukum terkandung unsur
hal ini filsafat Pancasila, yang me-
nilai kepatuhan atau ketaatan hukum. (Soe-
nurut Notonagoro.(Kailan,2010:89).
kanto,1980: 216).
mengandung tiga nilai fundamental,
Wiyono, Strategi PengembanganPendidikan Kesadaran HukumBerdasarkan Pancasila
7
yaitu: (a) “nilai materiil” berkenaan
sebagai landasan faktual keberlakuan
dengan segala sesuatu yang ber-
undang-undang, agar undang-undang
makna bagi unsur manusia, bagi ke-
yang dibentuk menurut bahasa sosi-
hidupan jasmani manusia, atau kebu-
ologi, sering disebut undang-undang
tuhan material ragawi manusia; (b)
berlaku efektif.
“nilai vital”, segala sesuatu yang ber-
(3) Momen normatif, secara yuridis
guna bagi aktivitas manusia; dan (c)
inilah momen yang menjadi sentral
“nilai kerokhanian” yaitu segala se-
agar undang-undang dapat mencer-
suatu yang berguna bagi rokhani
minkan kepastian, kemanfaatan dan
manusia, yang terdiri dari: 1) nilai
keadilan dalam mempolakan perilaku
kebenaran yang bersumber pada akal
masyarakat, sehingga secara preven-
(ratio, budi, cipta) manusia, 2). nilai
tif dapat mencegah konflik dan se-
keindahan atau nilai esthetis, yang
cara represif menjadi dasar hukum
bersumber pada unsur perasaan (es-
penyelesaian sengketa. Karena itu
thetis, govoel, rasa) manusia, 3) nilai
momen normatif merupakan peker-
kebaikan atau nilai moral, yang ber-
jaan pakar hukum untuk menentukan
sumber pada unsur kehendak (will,
asas-asas sebagai ratio legis dari un-
wollen, karsa) manusia, serta 4) nilai
dang-undang,
religious yang merupakan nilai kero-
norma hukum sesuai materi muatan
khanian tertinggi dan mutlak. Nilai
undang-undang dan doktrin hukum
religious ini bersumber kepada ke-
yang menjadi rujukannya. Momen
percayaan atau keyakinan masyara-
normatif sebagai landasan yuridis ke-
kat.
berlakuan undang-undang.
kaidah-kaidah
atau
(2) Momen politik-aspiratif, berupa as-
(4) Momen teknis merupakan karya
pirasi dan kebutuhan riil masya-
ketrampilan dan kemahiran hukum
rakat, meresapi kesadaran, perasaan
yakni “legal drafting” (teknik perun-
hukum dan keadilan masyarakat, me-
dang-undangan) singkatnya ketram-
rupakan kewajiban politisi legislator
pilan mengolah komponen dari mo-
(DPR) untuk menyerap aspirasi rak-
men ideal-filosofis, komponen mo-
yat dalam pembentukan undang-un-
men politik-partisipatif, dan kompo-
dang. Momentum aspiratif itu bukan
nen momen normatif. Istilah teknis
sekedar formalitas, tetapi substansial
yuridisnya keahlian drafter, sarana
8
MAKSIGAMA JURNAL HUKUM Tahun 19 Nomor 1 periode Mei 2016 Hal. 1 – 20
menyusun sistematika dan penorma-
nurut Hans Kelsen dalam buku
an setiap pasal, sehingga menjadi
pelajarannya “Algemeine Staatleh-
RUU. RUU setelah mendapat per-
re” akan lahir, apabila sudah dekat
setujuan DPR dan Presiden menjadi
sekali “identitat der Staatordnung”
UU.
mit der Rechtsordnung”__ Identitas
Dalam konteks keindonesiaan, model
susunan negara dengan susunan hu-
pembentukan UU menurut Teori Momen-
kum menyatu (Hatta,1977:91). Se-
tum tentu tidak dapat mengabaikan dan bah-
makin bertambah keinsafan hukum
kan harus bersumber pada Falsafah Negara
dalam masyarakat, semakin dekat
Pancasila, dan UUD NRI Tahun 1945 yang
kita pada pelaksanaan negara hukum
merupakan landasan keberlakuan filosofis,
yang sempurna”. (Hatta, 1977:16).
yuridis, dan faktual dari UU. Dalam kepustakaan ditemukan pandangan bahwa UU
Pandangan Bung Hatta dalam pene-
yang merupakan penjabaran dari UUD atau
rimaan “Gelar Doktor Honoris Causa” ter-
Konstitusi tidak lain “perluasan” prinsip-
sebut menunjukan keinsafan atau kesadaran
prinsip negara hukum (Rechtsstaat).
hukum suatu penanda identitas menyatunya
Sangat menarik arti korelasi
antara
tatanan negara dengan tertib hukum dalam
negara hukum dan kesadaran hukum untuk
satu sistem hukum nasional yang akan me-
tercapainya negara hukum yang adil dan
nopang pelaksanaan hukum. Negara hukum
makmur, yang tentu saja tetap harus ber-
dengan sistem hukum nasionalnya mencita-
dasakan Pancasila dan UUD NRI 1945.
citakan
Mohammad Hatta (Bung Hatta) dalam
menuntut kepatuhan hukum dari warganya
pidatonya sebagai “Promovendus” pada
baik para pejabat maupun rakyat. Kesadaran
acara penerimaan gelar Doktor Honoris Cau-
hukum sebagai nilai-nilai dalam masyarakat
sa di bidang Ilmu Hukum di Universitas
menopang kepatuhan hukum, karena aturan-
Indonesia, pada Tanggal 30 Agustus, 1975
aturan hukum itu berasal dari nilai-nilai bu-
menyatakan antara lain sebagai berikut:
daya yang hidup dalam masyarakat. Dengan
Berdasarkan Pancasila
yang harus
demikian pendidikan kesadaran hukum men-
dihidupkan dalam jiwa dan UUD
jadi strategis dalam kerangka sistem hukum
1945, angkatan muda sekarang hen-
nasional karena kesadaran hukum meru-
daklah
segiat-giatnya,
pakan nilai-nilai bersangkutan dengan pan-
supaya negara hukum yang sem-
dangan yang hidup dalam masyarakat ter-
purna tercapai. Negara hukum me-
hadap aturan hukum.
berusaha
terciptanya ketertiban hukum yang
Wiyono, Strategi PengembanganPendidikan Kesadaran HukumBerdasarkan Pancasila
9
system. It has a vocabulary used to express 2.
Pendidikan Kesadaran Hukum dalam
concepts rules are arranged into categories,
Kerangka Sistem Hukum Nasional.
t has techniques for expressing rules and
Pendidikan kesadaran hukum adalah
intepretem them, it has linked toa view of te
merupakan usaha-usaha secara sadar dengan
social order itself which determines the way
penanaman nilai-nilai hukum dalam kultur
in which the law is applied and shapes the
masyarakat untuk meningkatkan keinsafan
very function of law in that society”. (David,
hukum dalam mana hukum itu wajib kita
1985: 19).
patuhi. Mengenai sistem hukum ada dua
Dari pernyataan tersebut nampak bah-
pandangan yakni sistem itu sebagai satu
wa pandangan formal antara lain diwakili
kesatuan yang satu sama lain saling terkait
oleh Rene David dan John C. Bierley, me-
serta saling mempengaruhi, terbagi atas : (1)
reka memandang setiap hukum berada da-
pandangan formal-normatif, suatu komplek-
lam kesatuan sistem yang memiliki kom-
sitas kaidah, asas, lembaga dan proses-
ponen, perbendaharaan kata dalam bahasa
proses untuk mewujudkannya; dan (2)
digunakan untuk mengekspresikan konsep-
pandangan sosio kultural konteks, pihak
konsep peraturan perundang-undangan yang
yang memandang hukum sebagai gejala
tertata kedalam kategori-kategori (hierarkhi),
sosial dalam kajian sosio budaya. (Kusuma-
komponen teknis-yuridis untuk mengekpre-
amadja 2000:214).
sikan peraturan dan menafsirkannya, tera-
Rene David, John E.C. Brierley
khir komponen filosofis terkait dengan pan-
menyatakan: “Setiap hukum dalam kenya-
dangan mengenai tertib sosial yang menen-
taannya merupakan suatu sistem. Setiap
tukan cara hukum ditegakkan dan menja-
hukum memiliki kosakata yang digunakan
dikan hukum berfungsi di masyarakat.
untuk mengungkapkan konsep-konsep. Kai-
Pandangan sosio-kultural, diwakili o-
dah-kaidah diatur ke dalam kategori-kate-
leh Lawrence M. Friedman (1975:11-14),
gori. Ia memiliki teknik-teknik untuk meng-
yang mengemukakan bahwa sistem hukum
ungkapkan kaidah dan menafsirkannya, se-
mencakup tiga komponen, yaitu: (1) legal
tiap hukum dikaitkan dengan pandangan
substance berupa peraturan perundang-un-
terhadap tertib sosial itu sendiri yang me-
dangan atau norma-norma yang disebut hu-
nentukan cara dimana hukum dilaksanakan
kum positif mengatur pola-pola perilaku
dan membentuk fungsi hukum di masyarakat
masyarakat dan model penyelesaian kasus di
tersebut”. (“Each law in fact constitutes a
dalam sistem; (2) legal structure, badan atau
10
MAKSIGAMA JURNAL HUKUM Tahun 19 Nomor 1 periode Mei 2016 Hal. 1 – 20
lembaga penegak hukum, polisi, jaksa,
inilah yang oleh para yuris disebut
hakim baik pengorganisasiannya, kewenang-
“sistem hukum”. Bagi para sosiolog
annya maupun yurisdiksinya; (3) legal cul-
hukum masih ada unsur-unsur lain-
ture, budaya hukum merujuk pada kebiasaan
nya);
menurut budaya pada umumnya, opini, dan
(2) “het operationele element”. Dit
cara pandang masyarakat terhadap hukum
element bestaat uit het geheel van
dan cara kerjanya.
organisaties en instellingen, die in
Menurut penulis pandangan ini men-
een rechtssystem zijn opgericht.
syaratkan kesadaran hukum yang merupakan
Hieronder vallen ook de ambt-dra-
nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat,
gers, die in het kader van een orga-
konkretnya sikap menerima terhadap hu-
nisatie of instelling functioneren.
kum, patuh pada hukum,dan sebaliknya pe-
(unsur operasional. Unsur ini terdiri
rilaku menyimpang atau melanggar hukum
atas keseluruhan organisasi dan
identik dengan budaya hukum masyarakat
lembaga-lembaga, yang didirikan
dan penegak hukum.
dalam suatu sistem hukum. Yang
Lebih lanjut Brugink, mengutip seo-
termasuk kedalamnya adalah juga
rang sosiolog hukum, Kees Schuit (Recht en
para pengemban jabatan (ambts-
Samenliving, 1983), menurut pendapatnya
drager), yang berfungsi dalam ke-
sistem hukum terdiri atas tiga unsur me-
rangka suatu organisasi atau lem-
miliki identitas dengan batas-batas yang re-
baga.);
lative jelas
dan saling berkaitan. Unsur-
(3) “het actuele element”.
Dit ele-
unsur yang mewujudkan sitem hukum, yaitu:
ment het geheel van concrete
(1) het ideel element. Dit element wordt
beslissingen en handelingen die
gevormd door het beekenissystem
verband staan met het beteke-
van het recht, dat bestaat uit regels,
nissysteem van het recht, zowel van
normen en beginselen. Het is dit
ambtsdragers als van de laden van
element at door de jurist als „recht-
de samenleving, waarin rechts-
systeem‟ wordt aageduid. Voor de
systeem bestaat. (unsur aktual. Un-
recht-ssocioloog komt daar nog
sur ini adalah keseluruhan putusan-
meer bij (unsur idiil, unsure ini ter-
putusan dan perbuatan-perbuatan
bentuk oleh sistem makna dari
konkret
hukum yang terdiri aturan-aturan,
sistem makna dari hukum, baik dari
norma-norma dan asas-asas. Unsur
pengemban jabatan maupun dari
yang berkaitan dengan
Wiyono, Strategi PengembanganPendidikan Kesadaran HukumBerdasarkan Pancasila
11
para warga masyarakat, yang men-
Selanjutnya dikemukakan bahwa pe-
cerminkan sistem hukum yang ada).
mahaman normatif terhadap organisasi pe-
(Bruggink, 1993:96-97; B. Arief
negakan hukum, cenderung menerima ben-
Sidharta, 1996:140.).
tuk-bentuk formal organisasi penegak hukum semata, pada hal berkenaan dengan
Menurut penulis, kesadaran hukum berdasarkan Pancasila yang merupakan ni-
proposisi model tentang hukum dan perubahan sosial, Seidman, mengemukakan:
lai-nilai yang hidup berkenaan dengan
“Bagaimana suatu lembaga penegak
pengetahuan dan pandangan masyarakat atas
hukum itu akan bekerja sebagai res-
kepatuhan pada hukum sebagai bagian bu-
pons terhadap peraturan-peraturan hu-
daya hukum dalam masyarakat, termasuk
kum merupakan fungsi dari peraturan
budaya hukum para pengemban jabatan se-
yang ditu-jukan kepadanya, sanksi-
bagaimana dikemukakan oleh Bruggink, dari
sanksinya, keseluruhan kompleks dari
ketiga unsur sistem hukum itu, terletak pada
kekuatan- kekuatan sosial, politik dan
elemen atau unsur aktual. Implikasinya ber-
lain-lain yang bekerja atasya, dan um-
kaitan dengan penegakan hukum yang meli-
pan-umpan balik yang datang dari
batkan pembuat hukum, birokrasi penegak
pemegang peran (role occupants).
hukum, dan pemegang peran yang dipe-
(Rahardjo, 2009:28).
ngaruhi lingkungan sosio-budaya.
Untuk
Pemikiran
B.
Seidman
(Rahardjo,
menggerakkan bekerjanya hukum dalam pe-
1980:28-29) tersebut di atas menunjukkan
negakan hukum dari suatu sistem hukum
proses bekerjanya hukum yang bukan hanya
sangat ditentukan oleh para pengemban ja-
dari perspektif formal tetapi ditentukan juga
batan hukum (rechtsambtsdrager). Kondisi
oleh nilai-nilai penegak hukum, pemegang
tersebut secara teoritis digambarkan B. Seid-
peran dalam masyarakat, kekuatan-kekuatan
man (1972) dalam bekerjanya hukum yang
sosial, politik dan ideologi, dapat kita ja-
tidak hanya bisa dipahami bahwa organisasi
barkan secara lebih rinci sebagai berikut :
dan fungsi lembaga penegak hukum dengan
(1) Pembentuk
undang-undang
ber-
hanya mempelajarinya seperti eksperimen-
tindak sesuai dengan fungsi pera-
tasi di laboratorium dengan mengabaikan
turan yang mengatur tingkah laku
kaitannya yang rumit dengan dunia, keku-
mereka, sanksi-sanksinya, keselu-
atan-kekuatan di luarnya. (Rahardjo, 2009:
ruhan kekuatan sosial politik, ide-
28).
ologi serta umpan balik dari pe-
12
MAKSIGAMA JURNAL HUKUM Tahun 19 Nomor 1 periode Mei 2016 Hal. 1 – 20
megang peran dan birokrasi penegak hukum.
b. Pengaruh sosial atau lingkungan seperti teman sejawat dan tradisi;
(2) Birokrasi penegak hukum dalam menjalankan tugas dan wewenangnya akan bertindak merespon peraturan-peraturan hukum yang ditegakkannya termasuk sanksi-sanksinya dan pengaruh non hukum berupa komplek kekuatan sosial, politik, dan ideologi terhadap diri mereka, serta umpan balik dari pemegang peran, dan;
c. Nilai-nilai dari dalam diri sendiri (internal values), meliputi: Kesadaran sebagai warga negara yang baik; Moralitas yang bersangkut paut dengan agama; Perasaan kejujuran atau keadilan; Kepercayaan kepada aparat penegak hukum yang ber-
(3) Begitu pula pemegang peran (role
wenang dan ahli dalam bi-
occupant) juga bertindak meres-
dangnya. (Friedman, 1975:
pons terhadap peraturan-peraturan
69).
yang diberlakukan kepada mereka, sanksi-sanksinya
serta
Lebih operasional berkaitan dengan
pengaruh
arti strategis dari pendidikan kesadaran hu-
lingkungan sosio-kultural dan kom-
kum, pandangan J.H. Skolnik (1975) intinya
pleks kekuatan politik - ideologi
bahwa hakekatnya kesadaran akan nilai-nilai
yang mengenai dirinya.
yang terdapat dalam diri warga masyarakat
Pendapat diatas intinya menujukkan
tentang hukum mencakup pengetahuan hu-
bahwa baik pembentuk peraturan perun-
kum (kognitif), pemahaman terhadap norma
dang-undangan, lembaga penegak hukum,
hukum (afektif) dan muaranya kepatuhan
dan pemegang peran dalam kehidupan
hukum (psiko-motorik). Kesadaran hukum
bernegara, berbangsa dan bermasyarakat di-
berdasarkan Pancasila yang bermuara pada
persyaratkan pada muara penegakan hukum
kepatuhan hukum, yang harus diperhatikan
menurut sistem hukum nasional yakni me-
dalam penegakan hukum, yaitu:
matuhi hukum.
1. Peraturan-peraturan hukum itu rasi-
Derajat kepatuhan hukum (legal obeyed)
onal, dibentuk melalui prosedur
ditentukan faktor-faktor mencakup:
yang teratur dan jujur.
a. Sanksi merupakan implementasi norma atau peraturan;
2. Yang sangat penting, peraturan-peraturan hukum itu harus berasal dari
Wiyono, Strategi PengembanganPendidikan Kesadaran HukumBerdasarkan Pancasila
13
masyarakat bukan dari elit-peng-
Pertama, langkah teoritis menentukan teori
uasa.
kepatuhan hukum yang tepat yang sesuai
3. Mengandung nilai-nilai yang dise-
dengan nilai-nilai Pancasila dijadikan acuan
pakati oleh masyarakat. (At-madja,
untuk menentukan langkah-langkah strategis
1983:60).
berikutnya, berupa penentuan target group
Dengan demikian pengembangan pendidi-
sebagai audience, dan penetapan substansi
kan kesadaran hukum berdasarkan Pancasila
materi hukum, pokok bahasan dan imple-
yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan
mentasi dari sisi metodenya. Ada tiga teori
psikomotorik dalam bidang hukum, sung-
kepatuhan hukum, yaitu:
guh-sungguh memerlukan langkah-langkah
(1) Teori paksaan, intinya kepatu-han
strategis. Langkah stra-tegis tersebut menca-
hukum ditentukan oleh konsistensi
kup: langkah teoritis, langkah penentuan
penerapan atau penjatuhan sanksi
“kelompok target” (target groups), langkah
fisik terhadap perbuatan yang me-
menetapkan substansi atau materi pokok
langgar norma-norma hukum. A.K.
bahasan dan implementasinya.
Cohen antara lain mengemukakan : “respect for law confers upon legal
3.
Langkah
Strategis
Pengembangan
Pendidikan Kesadaran Hukum Dari paradigma strategi pendidikan ke-
rules a powerful authority, even over those who believe to be unjust”.
(Cohen, 1966:17). Tersirat
sadaran hukum aspek fundamental yang di-
makna bahwa kepatuhan hukum
tanamkan menurut prinsip pendidikan yang
karena ada ketakutan akan adanya
meramu tiga domain sasaran pendidikan
kewenangan penegak hukum men-
yaitu melalui usaha penanaman nilai-nilai
jatuhkan sanksi, meskipun peratu-
yang mencakup aspek kognitif, pengetahuan
ran yang diterapkan tidak adil. Ter-
hukum, aspek afektif tingkat pemahan atas
hadap teori paksaan, Soerjono Soe-
norma hukum, dan aspek psikomotorik be-
kanto (1980:236) mengemukakan
rupa kepatuhan hukum. Oleh karena itu, me-
kritik sebagai berikut: (a) teori pak-
nurut penulis, langkah strategis pengem-
saan yang memandang kepatuhan
bangan pendidikan kesadaran hokum berda-
hukum semata-mata bersandar pada
sarkan Pancasila yang fundamental seba-
sanksi tidak akan tahan lama, kare-
gimana telah dikemukakan di atas, meliputi
na tanpa didukung sentimen massa
3 (tiga) langkah sebagai berikut:
atau mayoritas penduduk, (b) teori
14
MAKSIGAMA JURNAL HUKUM Tahun 19 Nomor 1 periode Mei 2016 Hal. 1 – 20
paksaan bersifat minimalis yang ha-
Menyimak pandangan Wallace itu
nya memaknai hukum hanya seba-
tampaknya ia membedakan dua tipe
gai instrumen penyelesaian masa-
kepatuhan hukum, yaitu: (i) tipe
lah-masalah praktis, dan (c) sumber
kepatuhan hukum sebagai mani-
penerapan hukum bukanlah hanya
festasi “perilaku” (legal behavior),
terletak ditangan penguasa akan te-
berwujud perilaku yang dikehen-
tapi juga tergantung pada kesada-
daki menurut hukum; dan (ii) tipe
ran masyarakat. Dengan demi-kian,
kepatuhan hukum dimana hukum
teori paksaan harus kita kesamping-
dipatuhi karena hukum merupakan
kan dalam strategi pengembangan
nilai-nilai dasar yang eksis dalam
pendidikan kesadaran hukum.
masyarakat, maka apabila peratu-
(2) Teori konsensus, intinya kepatu-
ran yang diberlakukan terhadap me-
han hukum bertumpu pada kese-
reka dirasakan asing, maka nilai
pakatan nilai-nilai dasar kelompok
moral masyarakatlah yang ditegak-
masyarakat. Dianut antara lain oleh
kan secara efektif.
Wallace (1965) yang menyata-
(3) Teori Psikologi bertumpu pada pro-
kan:“a private acceptance of the
ses internalisasi dari hukum yang
rules and public comformity with
dimulai pada saat seseorang diha-
them, which is manifested through
dapkan kepada pola perilaku baru
persistence in the „legal behavior‟
sebagaimana diharapkan oleh hu-
in the event that source induction is
kum. Proses internalisasi dinama-
remove and public conformance
kan pula proses belajar dalam pen-
with privated rejection of the
didikan berkelanjutan. Esensi dari
enforced rule, manifested by the
proses belajar itu adalah adanya
fact that the behavior persist only
penguatan respons seseorang dalam
as long as the agency is in control
hubungan kehidupan bermasyarakat
of situation. While the former type
atas dasar kesadaran untuk berperi-
of acceptance pertain to laws that
laku sesuai dengan yang diharapkan
agree with the people‟s basic va-
menurut hukum. (Soekanto,1980:
lues, the latter occurs when laws
236)
that alien to the people‟s „moral‟
Mengacu pada ketiga teori kepatuhan
are evectily enforces”. (Wallace,
hukum itu, yang sesuai dengan nilai-nilai
1965:129).
Pancasila adalah “teori psikologi” yang ber-
Wiyono, Strategi PengembanganPendidikan Kesadaran HukumBerdasarkan Pancasila
15
tumpu pada kesadaran untuk berperilaku se-
kum bermanfaat bagi masyarakat, mereka
bagaimana yang diharapkan menu-rut hu-
memandang hukum itu sarana untuk men-
kum, dan “teori konsensus” yang bertumpu
capai kemanfaatan bersama. Dengan demi-
pada dasar kesepakatan masyarakat pada
kian karena muara dari kesadaran hukum
nilai-nilai yang dianutnya, merupakan teori
adalah kepatuhan hukum dan memper-
paling relevan diaplikasikan dalam menen-
hatikan pula dalam pembangunan hukum
tukan langkah strategis berikutnya.
makro, kesadaran hukum merupakan momen
Kedua, langkah strategis menentukan “ke-
ideal-filosofis, serta implikasinya pada pene-
lompok sasaran” (target group) yang dite-
gakan hukum sesuai sistem hukum nasional,
tapkan menjadi audience dalam pendidikan
kesadaran hukum sebagai nilai-nilai budaya
kesadaran hukum. Dalam konteks sikap ke-
peno-pang kepatuhan hukum, maka ketiga
patuhan hukum masyarakat ditentukan per-
kelompok menurut model Junne Tapp itu
kembangan jiwa mereka dalam memahami
seyogyanya
hukum. Junne Tapp (Soemitro, 1981:581)
group” strategi pengembangan pendidikan
mengemukakan bahwa alasan seseorang
kesadaran hukum masyarakat.
mematuhi hukum dalam kehidupan kelom-
Ketiga, langkah strategis penetapan materi
pok ditentukan oleh perkembangan jiwanya.
hukum yang disajikan kepada audience da-
Ia mengatakan perkembangan jiwa seseo-
lam pengembangan pendidikan kesadaran
rang dalam kelompok masyarakat melalui ti-
hukum dan metode penyajiannya. Mengenai
ga tahapan, yaitu: remaja (tahap praconven-
materi hukum dapat digunakan acuan untuk
sional), muda (tahap convensional), dan
bahan analisis adalah buku Bahan Pokok
dewasa (tahap post convensional). Kelom-
Penyuluhan Hukum dari Departemen Hu-
pok remaja bersikap mematuhi hukum de-
kum Dan Hak Asasi Manusia, tahun 2005,
ngan alasan karena hukum dapat mencegah
antara lain berisi ketentuan bahwa materi
tindakan-tindakan yang besifat negatif, me-
yang disuluhkan kepada masyarakat, men-
mandang hukum bersifat “melarang”. Pada
cakup: (1) pengertian pokok dan dasar me-
kelompok pemuda beralasan mematuhi hu-
ngenai hukum dalam kaitan kehidupan ber-
kum agar mereka dapat melakukan tindakan
masyarakat dan bernegara; (2) ketentuan po-
penyesuaian diri dalam mayarakat (social
kok dan penting yang termuat dalam ber-
conformity), memandang hukum bersifat
bagai peraturan perundang-undangan, teru-
“memerintah”. Pada kelompok dewasa me-
tama mengenai asas-asas, hak dan kewajiban
reka bersikap patuh pada hukum apabila hu-
serta prosedur. (Depkum Ham, 2005:10).
dijadikan
patokan
“target
16
MAKSIGAMA JURNAL HUKUM Tahun 19 Nomor 1 periode Mei 2016 Hal. 1 – 20
Penyuluhan hukum ini dapat dikategorikan
katkan kesadaran hukum masyarakat; (c)
langkah strategis bentuk pendidikan hukum
Komunikatif, penyuluh mampu
non-formal, dan di lihat dari materinya ter-
munikasi untuk menciptakan suasana kea-
golong perspektifnya sangat sempit, bahkan
kraban; dan (d) Akomodatif, penyuluh me-
terkesan tekstual bukan kontekstual, karena
nampung
yang disuluhkan hanya berupa peraturan
diajukan dan memberikan pemecahannya
perundang-undangan atau yang sering dise-
dengan bahasa yang mudah dimengerti ma-
but juga dengan “hukum negara” (state law),
syarakat. (Yusriadi,2010:31)). Dengan meto-
untuk membedakannya dengan bukan hu-
de itu nampaknya dalam pendidikan hukum
kum negara (non-state law),seperti hukum
non formal sudah cukup, tetapi karena subs-
adat, hukum kebiasaan yang dikenal pula
tansi yang disuluhkan bersifat tekstual sen-
“hukum yang hidup” (living law). (Yusri-
tris hanya tentang pasal-pasal peraturan pe-
yadi,2010:31). Pemerintah memang sangat
rundang-undangan, hasilnya menjadi tidak
berkepentingan
maksimal, apalagi
untuk
mensosialisasikan
permasalahan
hukum
berko-
yang
penyuluhannya (pendi-
“hukum negara” namun perlu dipertimbang-
kan non-formal–informal) dilaksanakan se-
kan bahwa masyarakat memiliki budaya hu-
cara insidental dan tidak ada evaluasi dalam
kum yang bersumber pada nilai-nilai Pan-
pelaksanaannya.
casila sebagai nilai yang dihayatinya, bah-
Pendidikan kesadaran hokum berdasarkan
kan “kesadaran hukum” penopang kepatu-
Pancasila dapat diperluas masuk ke dalam
han hukum merupakan bagian nilai-nilai
pendidikan formal dengan mendesain kuri-
budaya yang hidup dalam masyarakat. De-
kulum, materi, dan metodenya sesuai tahap
ngan demikian materi yang ditetapkan se-
perkembangan kejiwaan peserta didik me-
yogyanya mencakup peraturan perun-dang-
ngacu pada teori psikologis tentang kepa-
undangan dan konsep “hukum yang hidup”,
tuhan hukum. Untuk itu pada pendidikan
sehingga substansi menjadi kontekstual.
tingkat dasar materi pokok bahasannya dapat
Ditinjau dari ketentuan tentang metode
disisipkan kedalam mata pelajaran mata pe-
penyuluhannya menggunakan metode “PE-
lajaran tertentu sebagi wujud internalisasai
KA”, akronim dari, pendekatan (a) Persua-
nilai-nilai “kesadaran hukum” yang bermu-
sif, artinya penyuluh harus mampu meya-
ara pada kepatuhan hukum, pada pendidikan
kinkan masyarakat, sehingga audience me-
menengah disisipkan ke dalammata pelaja-
rasa tertarik terhadap bahan yang disajikan;
ran tergolong rumpun ilmu-ilmu soial dan
(b) Edukatif, penyuluh berperan sebagai
humaniora, begitu pula pada tingkat pendidi-
pendidik-tutor membimbing untuk mening-
kan tinggi non-hukum.
Wiyono, Strategi PengembanganPendidikan Kesadaran HukumBerdasarkan Pancasila
17
Pendapat Elkind dan Sweet (Suyat-
5. Nilai-nilai seperti kedisiplinan, taat
no,2010; Wiyono, 2015:140) tentang peng-
pada hukum, keadilan, dan kejujuran
implementasian pendidikan karakter, dalam
menjadi bagian pembelajaran sehari-
konteks persekolahan, dengan beberapa re-
hari baik didalam maupun diluar ke-
visi dapat diadopsi dalam pendidikan ke-
las;
sadaran hukum. Sehubungan dengan itu
6. Peserta didik banyak diberi kesem-
maka dalam konteks persekolahan, baik pen-
patan untuk mempraktekkan perilaku
didikan dasar, menengah maupun perguruan
moralnya melalui kegiatan -kegiatan
tinggi, menuntut upaya untuk mengimple-
seperti pembelajaran memberikan pe-
mentasikan pendidikan kesadaran hukum
layanan berkait dengan hukum;
melalui pendekatan holistik, yaitu menginte-
7. Disiplin dan pengelolaan kelas men-
grasikan perkembangan kesadaran hukum
jadi fokus dalam memecahkan masa-
ke dalam setiap aspek kehidupan sekolah,
lah dibandingkan hadiah dan huku-
dengan ciri sebagaimana dijabarkan berikut
man;
ini:
8. Model pembelajaran yang berpusat 1. Segala sesuatu di lembaga pendi-
pada pendidik
harus
ditinggalkan
dikan diatur berdasarkan perkem-
dan beralih ke kelas demokrasi, di-
bangan hubungan antara peserta di-
mana guru dan siswa berkumpul un-
dik, pendidik di lembaga pendidikan
tuk membangun kesatuan, norma,
dan masyarakat;
serta memecahkan masalah yang ver-
2. Lembaga pendidikan merupakan ma-
kait dengan hukum.
syarakat peserta didik yang peduli di-
Prinsip pendidikan yang meramu tiga
mana ada ikatan yang jelas yang
domain sasaran pendidikan (kognitif, afektif
menghubungkan peserta didik, pendi-
dan psikomotorik) bisa diimplementasikan
dik di lembaga pendidikan dan lem-
dalam bentuk pemberian penghargaan (pri-
baga pendidikan;
zing) kepada yang verprestasi, pemberian
3. Pembelajaran emosional dan sosial
hukuman (punishment) kepada yang melang-
setara dengan pembelajaran akade-
gar, menumbuh suburkan (cherising) nilai-
mik;
nilai yang baik dan sebaliknya mengecam
4. Kerjasama dan kolaborasi
diantara
sesama peserta didik menjadi hal yang utama dibandingkan persaingan;
dan mencegah (discowaging) berlakunya nilai-nilai yang buruk.
18
MAKSIGAMA JURNAL HUKUM Tahun 19 Nomor 1 periode Mei 2016 Hal. 1 – 20
Dalam konteks pengimplementasian
dikan kesadaran hukum bagi seluruh pe-ser-
pembelajaran pendidikan kesadaran hukum
ta didik. Perilaku seluruh pendidik dan tena-
berdasarkan Pancasila di lembaga pendi-
ga kependidikan merefleksikan nilai-nilai
dikan, perlu diperhatikan beberapa hal se-
Pancasila, norma UUD NRI 1945, komitmen
bagai berikut: (1) Pendidikan kesadaran hu-
terhadap NKRI dan keberagaman dengan
kum di sekolah, tidak semata-mata pembe-
prinsip Bhinneka Tunggal Ika.
lajaran pengetahuan semata, tetapi lebih dari itu, yaitu penanaman moral, nilai-nilai etika,
C. Penutup
estetika, budi pekerti yang luhur dan seba-
Dengan mengutip adagium latin kuno yang
gainya; (2) Penerapan pendidikan kesadaran
berbunyi “serva ordinem et ordo servait te”
hukum dengan menerapkan ke dalam setiap
mengandung arti harfiah “layanilah peratu-
pe-lajaran yang ada di samping mata pela-
ran itu, maka peraturan itu pun akan mela-
jaran khusus untuk mendidik kesadaran
yani anda”. Di dalam nya tersirat semangat
hukum, seperti; pelajaran agama, moral Pan-
perlunya
casila, sejarah dan sebagainya; (3) Pembe-
dalam berbagai bentuknya, dan yang paling
lajaran kesadaran hukum dapat dilakukan
strategis melalui pengembangan pendidikan
dalam bentuk dimana di dalam tahapan pem-
kesadaran hokum berdasarkan Pancasila.
internalisasi nilai-nilai peraturan
belajaran tercermin suasana kesadaran, pe-
Karena kesadaran hukum dicermati
mahaman, rasa, karsa, dan perilaku ver-
melalui pembangunan hukum makro terletak
bangsa dan bernegara Indonesia yang ver-
dalam momen ideal-filosofis pembentukan
dasarkan nilai-nilai Pancasila, norma UUD
hukum menjiwai keberlakuan yuridis pera-
NRI 1945, komitmen terhadap NKRI dan
turan perundang-undangan, dan pada pem-
keberagaman
Bhinneka
bangunan hukum mikro, penegakkan hukum
Tunggal Ika, (4) Pembelajaran kesadaran hu-
dalam kerangka sistem hukum, kesadaran
kum juga di implementasikan dalam bentuk
hukum merupakan bagian nila-nilai budaya
membangun budaya sekolah yang kondusif
hukum masyarakat penopang kepatuhan hu-
(budaya bersih, budaya santun, budaya rapi,
kum atau “muara” kepatuhan hukum. Kesa-
budaya disiplin, budaya semangat belajar,
daran hukum juga berkorelasi dengan pen-
budaya jujur) yang semuanya merupakan
capaian negara hukum, di mana makin tinggi
nilai-nilai luhur bangsa dan sekaligus se-
kesadaran hukum masyarakat, semakin de-
bagai bagian penting dalam pendidikan
kat kita pada pelaksanaan negara hukum
kesadaran hukum; (5) Seluruh pendidik dan
yang sempurna, “Negara Hukum Pancasila”,
tenaga kependidikan menjadi model pendi-
bagi bangsa Indonesia.
dengan
prinsip
Wiyono, Strategi PengembanganPendidikan Kesadaran HukumBerdasarkan Pancasila
Perlu adanya usulan kepada Pemerintah melalui Kementrian Riset, Tekno-logi dan Pendidikan Tinggi, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementrian
19
sa B. Arief Sidharta, 1996, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung Cohen, Albert, 1966, Deviance and Control, Wood Cliffs, New Jersey.
Hukum dan Ham untuk bersinergi dalam
Devid, Rene, John E.C. Brierley et. al, 1985,
merancang penyelenggaraan pendidikan ke-
Major Legal System In The World:
sadaran hukum berdasarkan Pancasila secara
An Introductio to the Comparative
berkelanjutan baik pendidikan formal, non-
Study, Stevens & Sons, London.
formal, maupun informal.
Friedman, Lawrence, M., 1975,The Legal System: A Social Science Perspec-tive, Rusell Sage Foundation, New York.
DAFTAR PUSTAKA A. Buku
Hatta, Mohammad, 1977, Menuju Negara
Atmadja, I Dewa Gede,1983. Kepatuhan
Hukum, idayu press, Jakarta.
Hukum Masyarakat Bali : Studi Per-
Garies, Karl, 1911, Introduction to the
kawinan Ngerorod. Fakultas Pasca
Science of Law: Systematic Survey of
Sarjana, Surabaya: Universitas Air-
the law and Principles of Legal Study,
langga
The Boston Book Company
_____ , 2013, Filsafat Hukum: Dimensi
Kusumaatmadja, Mochtar dan B. Arief
Tematis & Historis, Malang: Setara Press
Sidharta, 1980, Pengantar Ilmu Hu-
_____, (2009), Meuwissen Tentang Pe-
kum, Alumni, Bandung,
ngembanan Hukum, Ilmu Hukum,
Lumbuun, Gayus, 2006, Asas-Asas Umum
Teori Hukum dan Filsafat Hukum,
Pemerintahan
Yang
Baik
Dalam
Bandung: Refika Aditama.
Perspektif Hukum Administrasi Nega-
_____, (1980), Hukum Masyarkat dan
ra Ditinjau Dari Aspek Kegunaan Dan
Pembangunan, Bandung: Alumni
Manfaat, Universitas Krinadwipayana,
_____,
1980,
Kesadaran
Hukum
&
Jakarta.
Kepatuhan Hukum, Raja Wali Press, Jakarta.
Otto, Michael, Jan, et.al., 2004, Using
Atmadja, I Dewa Gede,1983. Fakultas Pasca
Legislative Theory to Improve Law
Sarjana, Bandung: Universitas Airlangga
and
Bruggink
Regel Mat afl.
J.J.H.,
1993,
Rechtsreflectie:
Development Projects, Jurnal
Grong begrippen uit de rechts-
Podgorecki,Adam. 1973.“Public Opinion
theorie, Kluwer-Deventer,Alih baha-
and Law”, dalam Knowledge and
20
MAKSIGAMA JURNAL HUKUM Tahun 19 Nomor 1 periode Mei 2016 Hal. 1 – 20
Opinion about Law, Martin Robson, London. Rahardjo,
Satjipto,
2009,
Penegakan
Hukum: Suatu Tinjauan Sosiologis. Genta Publishing, Yogyakarta. Sidharta, B.Arief, 1999, Refleksi Tentang Struktur
Ilmu
Hukum,
Bandung:
Mandar Maju Soekanto Soerjono dan Mustafa Abdullah, 1980,
Sosiologi
Hukum
dalam
Masyarakat Jakarta: C.V. Rajawali Yuliandri, 2009, Asas-Asas Pembentukan Perturan Peundangan Yang Baik: Gagasan Pembentukan Undang-Undang Berkelanjutan,
Jakarta:
PT.
Raja
Grafindo Yusriyadi, H. (2009), Tebaran Pemikiran Kritis Hukum & Masyarakat, Surya Pena Gemilang Publishing, Malang. Wallce F.C. Anthony, 1965, Culture and Personlity, Rondom Horace, New York, Wiyono, Suko. 2006. Supremasi Hukum dalam Berbagai Perspektif. Jakarta: Gaung Persada Press Wiyono, Suko. 2015. Reaktualisasi Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Malang: Universitas Wisnuwardhana Press