Jurnal Review Pendidikan Islam Volume 02, Nomor 01, Juni 2015
INTERNALISASI NILAI-NILAI PANCASILA DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI UPAYA KESADARAN TERHADAP HUKUM DI LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM EDY SUTRISNO MIS Al Hidayah Gedangan Malang Abstrak; Hukum sebagai fenomena sosial merupakam institusi dan pengendalian masyarakat. Pentingnya kesadaran membangun masyarakat yang sadar akan hukum diharapkan mampu menjadikan masyarakat menjunjung tinggi intitusi atau aturan sebagai upaya ketaatan terhadap hukum. Kesadaran hukum masyarakat ini seharusnya ditujukan pada perwujudan dari nilai-nilai pancasila yang sebenarnya adalah modal awal untuk menciptakan masyarakat yang sadar akan hukum terutama pada lembaga pendidikan Islam tidak hanya mentransformasikan ilmu pengetahuan agama saja, akan tetapi dapat membangun dan memperkuat kesadaran hukum melaui pembelajaran pendidikan kewarganegaraan. Penanaman nilai-nilai pancasila yang tertanam dalam jiwa bisa membangkitkan kesadaran akan dirinya atas tanggung jawab pribadi dan masyarakat yang pada akhirnya dapat menciptakan keseimbangan, keselarasan dan keserasian kehidupan masyarakat atas dasar kesadaran hukum yang berlaku. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan upaya kesadaran hukum dengan menginternalisasikan nilai-nilai Pancasila dalam pembelajaran PKn di Lembaga Pendidikan Islam. Jenis penelitian ini adalah penelitian study pustaka dengan mengambil dari beberapa sumber. Sumber diambil dari berbagai buku, artikel dan makalah. Dari hasil penelitian ini adalah kesadaran hukum di Lembaga Pendidikan Islam akan tercapai dengan menginternalisasikan nilai-nilai Pancasila dalam pembelajaran PKn. Kata kunci: Internalisasi, Pancasila, Kesadran Hukum
PENDAHULUAN Negara Indonesia adalah negara yang dikenal sebagai negara hukum. Segala bentuk perbuatan yang mencakup elemen negara, mulai dari pemerintah, aparat hukum dan masyarakat diatur secara formal di peraturan-peraturan hukum. Dalam UUD 1945 pasal 1 ayat 3 disebutkan bahwa: “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Jadi dalam kehidupannya, seluruh rakyat Indonesia harus taat dan tunduk pada hukum.
Edy Sutrisno
Fenomena yang muncul saat ini banyak sekali masyarakat yang kurang memiliki rasa tanggung jawab terhadap peraturan-peraturan yang ada. Sehingga tingkat kesadaran hukum masyarakat masih menunjukkan angka minimum. Kesadaran hukum masyarakat inilah yang perlu dibenahi sehingga terbentuk budaya sadar hukum di masyarakat. Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum. Hal ini karena pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum yang ada di Indonesia. Di Indonesia, pancasila sebagai landasan idiilnya, sedangkan UUD 1945 sebagai landasan konstitusionilnya. Pancasila secara filosofis memiliki nilai-nilai kultural sebagai wujud kepribadian bangsa Indonesia. Nilai-nilai tersebut tercantum secara utuh di sila-sila pancasila. Nilai-nilai pancasila ini perlu diaktualisasikan ke dalam bentuk perilaku masyarakat yang arahannya bisa membentuk masyarakat yang sadar terhadap hukum yang berlaku. Suryadi berpendapat bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin tinggi tingkat produktivitasnya; dan semakin terdidik seseorang semakin tinggi pula pemahamannya akan pentingnya kesehatan, partisipasi politik, toleransi, dan kehidupan yang harmonis. Pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan komprehensif yang tidak menonjolkan ketercapaian tujuan pengajaran di satu bidang saja, karena pada akhirnya nanti mereka akan terjun dan di tengah-tengah masyarakat yang di dalamnya banyak permasalahan-permasalahan yang begitu kompleks (Suryadi, 2012:1). Pendidikan kewarganegaraan merupakan pendidikan yang banyak membicarakan hak dan kewajiban sebagai warga negara. Seperti yang diamanatkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 tahun 2006 standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah, untuk kelompok mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan Kepribadian memiliki cakupan sebagai berikut : Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dimaksudkan untuk peningkatan kesadaran dan wawasan peserta didik akan status, hak, dan
118
Jurnal Review Pendidikan Islam Volume 02, Nomor 01, Juni 2015
Internalisasi Nilai-nilai Pancasila Dalam Pembelajaran
kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta peningkatan kualitas dirinya sebagai manusia. Kesadaran dan wawasan termasuk wawasan kebangsaan, jiwa dan patriotisme bela negara, penghargaan terhadap hakhak asasi manusia, kemajemukan bangsa, pelestarian lingkungan hidup, kesetaraan gender, demokrasi, tanggung jawab sosial, ketaatan pada hukum, ketaatan membayar pajak, dan sikap serta perilak anti korupsi, kolusi, dan nepotisme. Mencermati berbagai cakupan yang diamanatkan dalam Peraturan Menteri Nasional tersebut, maka Pendidikan Kewarganegaraan memiliki misi yang sangat mulia. Berkaitan dengan misi Pendidikan Kewarganegaraan tersebut, Maftuh berpendapat bahwa: Dengan
tuntutan perkembangan
masyarakat dan kehidupan bernegara yang demikian maju dengan segala tantangannya, Pendidikan Kewarganegaraan pada masa sekarang ini memiliki misi sebagai berikut: 1) PKn sebagai Pendidikan Politik; 2) PKn sebagai Pendidikan Nilai; 3) PKn sebagai Pendidikan Nasionalisme; 4) PKn sebagai Pendidikan Hukum; 5) PKn sebagai Pendidikan Multikultural; dan 6) PKn sebagai Pendidikan Resolusi Konflik (Maftuh, 2008:137) Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan politik dapat diartikan sebagai pendidikan yang memberikan pengetahuan, sikap dan keterampilan kepada siswa agar mereka mampu hidup sebagai warga negara yang memiliki kesadaran politik, serta memiliki kemampuan berpartisipasi dalam politik. Jika PKn mampu menjalankan fungsinya sebagai pendidikan politik, maka diharapkan mampu membentuk peserta didik yang memiliki rasa nasionalisme yang kuat. Fungsi PKn selanjutnya adalah sebagai pendidikan nilai, ini berarti melalui PKn diharapkan tertanam dan tertransformasikan nilai, moral dan norma yang dianggap baik oleh bangsa dan negara kepada diri siswa. Jika fungsi PKn sebagai pendidikan nilai berhasil, maka hal tersebut juga akan menunjang fungsi PKn sebagai pendidikan hukum, karena salah satu paradigma hukum adalah hukum dianggap sebagai perwujudan nilai-nilai yang
119 Jurnal Review Pendidikan Islam Volume 02, Nomor 01, Juni 2015
Edy Sutrisno
mengandung arti, bahwa kehadirannya adalah untuk memajukan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat (Rahardjo, 2010: 66). Fungsi pendidikan hukum dalam PKn ini berarti bahwa program pendidikan ini diarahkan untuk membina siswa sebagai warga negara yang memiliki kesadaran hukum yang tinggi, yang menyadari akan hak dan kewajibannya dan memiliki kepatuhan terhadap hukum, sehingga mampu mempertahankan nilai-nilai yang dianggap baik oleh masyarakat. Fungsi PKn selanjutnya adalah sebagai pendidikan multikultural, Hernandez (1999:6) mengartikan pendidikan multikultural sebagai “Perspektif yang mengakui dan merefleksikan pentingnya budaya, ras, seksualitas dan gender, etnisitas, agama, status sosial, ekonomi dan politik”. Fungsi PKn sebagai pendidikan multikultural adalah mengakui perbedaan individu menghormati persamaan derajat manusia, bekerja sama satu sama lain, mengutamakan kepentingan kelompok lebih dari pada individu untuk tujuan kerukunan nasional. Jika fungsi PKn sebagai pendidikan multikultural berhasil, maka PKn juga sekaligus menjalankan fungsinya sebagai pendidikan resolusi konflik (Hernandez, 1999: 6). Fungsi dan tujuan Pendidikan Kewarganegaraan ialah membuka peluang seluas-luasnya bagi para warga negara, menyatakan komitmennya dan menjalankan perannya yang aktif, untuk belajar mendewasakan diri, khususnya mengenai hubungan hukum, moral dan fungsional antara para warga Negara dengan satuansatuan organisasi negara dan lembaga-lembaga publik lainnya. Sosok warga negara yang baik yang ingin dihasilkan oleh pendidikan. Warga negara yang baik adalah warga negara yang mengetahui dan memahami hak-hak dan kewajiban-kewajibannya sebagai warga negara. Hak-hak dan kewajibankewajiban warga negara biasanya terumuskan dalam berbagai peraturan perundangundangan yang ditetapkan oleh negara. Jadi logikanya, warga negara tersebut pertamatama harus mengetahui peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam suatu
120
Jurnal Review Pendidikan Islam Volume 02, Nomor 01, Juni 2015
Internalisasi Nilai-nilai Pancasila Dalam Pembelajaran
masyarakat, setiap orang perlu menyadari adanya hukum-hukum yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Untuk mewujudkan proses internalisasi hukum dalam masyarakat, adanya pendidikan hukum adalah suatu keharusan. Dengan adanya pengetahuan mengenai hukum di masyarakat, maka keadilan dapat dikembangkan secara efektif, karena hukum adalah sesuatu yang bisa membuat seseorang sadar tentang kebaikan dan keadilan. Kegagalan penegakan berbagai hukum yang ada juga merupakan indikasi rendahnya pemahaman masyarakat tentang hukum-hukum tersebut. Sekolah sebagai lembaga pendidikan memegang peranan sangat penting dalam penginternalisasian hukum pada anak. Sekolah merupakan tempat untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dan pembinaan kepribadian. Berdasarkan pada latar belakang masalah sebagaimana diuraikan di atas, maka yang menjadi persoalan inti dan sekaligus menjadi fokus dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimana Internalisasasi nilai-nilai pancasila dalam pembelajaran kewarganegaraan sebagai upaya kesadaran terhadap hukum?, (2) Bagaimana peranan pendidikan kewarganegaraan sebagai pendidikan hukum dalam mewujudkan internalisasi hukum di lembaga pendidikan Islam? KAJIAN PUSTAKA Internalisasi Nilai Internalisasi adalah penghayatan terhadap suatu ajaran, doktrin atau nilai, sehingga merupakan keyakinan dan kesadaran akan kebenaran doktrin atau nilai yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku (Poerwadarminta, 2007: 439). Dalam pandangan Sarbani, internalisasi adalah proses penggabungan dan menanamkan keyakinan-keyakinan, sikap-sikap, dan nilai-nilai yang dimiliki, ketika menjadi prilaku moral. Saat prilaku moral berubah, berarti seperangkat hal baru dari keyakinan-keyakinan, sikap-sikap, dan nilai-nilai telah “ditanam-kan” (internalized) (Sarbaini 2012: 26).
121 Jurnal Review Pendidikan Islam Volume 02, Nomor 01, Juni 2015
Edy Sutrisno
Dengan demikian, apabila dikaitkan dengan perkembangan manusia, proses internalisasi harus berjalan sesuai dengan tugas-tugas perkembangan. Internalisasi merupakan sentral proses perubahan kepribadian yang merupakan dimensi kritis pada perolehan dan perubahan manusia, termasuk di dalamnya pempribadian makna (nilai) atau implikasi respon terhadap makna. Nilai adalah sesuatu yang dapat dijadikan sasaran untuk mencapai tujuan yang menjadi sifat keseluruhan tatanan yang terdiri dari dua atau lebih dari komponen yang satu sama lainnya saling mempengaruhi atau bekerja dalam satu kesatuan atau keterpaduan yang bulat dan berorientasi kepada nilai dan moralitas Islami (Soekamto, 2002: 25). Dalam pandangan lain mengatakan bahwa nilai merupakan hal yang terkandung dalam hati nurani manusia yang lebih memberi dasar dan prinsip akhlak yang merupakan standar dari keindahan dan efisiensi atau keutuhan kata hati (Soemantri, 1993: 3). Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) Pengertian Pembelajaran Kegiatan pendidikan adalah suatu proses sosial yang tidak dapat terjadi tanpa interaksi antar pribadi. Belajar adalah suatu proses pribadi, tetapi juga proses sosial yang terjadi ketika masing masing orang berhubungan dengan yang lain dan membangun pengertian dan pengetahuan bersama. Menurut Oemar Hamalik, pembelajaran merupakan suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi dalam mencapai tujuan pembelajaran. (Oemar Hamalik. 2003: 57) Dalam pandangan Mulyasa, dikatankan bahwa aktualisasi kurikulum yang menuntut keaktifan guru dalam menciptakan dan menumbuhkan kegiatan peserta didik sesuai dengan rencana yang telah diprogramkan. Definisi lain dari pembelajaran
122
Jurnal Review Pendidikan Islam Volume 02, Nomor 01, Juni 2015
Internalisasi Nilai-nilai Pancasila Dalam Pembelajaran
ialah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar yang merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar yang dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau siswa (Mulyasa. 2007 : 117). Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) Pendidikan kewarganegaraan adalah dimaksudkan agar warga negara memiliki wawasan kesadaran bernegara untuk bela negara dan memiliki pola pikir, pola sikap dan perilaku sebagai pola tindak yang cinta tanah air berdasarkan Pancasila. Semua itu diperlukan demi tetap utuh dan tegaknya NKRI (Sumarsono. 2002: 3). Sedangkan menurut Syarbaini, Pendidikan Kewarganegaraan adalah suatu bidang kajian yang mempunyai objek telaah kebajikan dan budaya kewarganegaraan, dengan menggunakan disiplin ilmu pendidikan dan ilmu politik sebagai kerangka kerja keilmuan pokok serta disiplin ilmu lain yang relevan yang secara koheren diorganisasikan dalam bentuk program kulikuler kewarganegaraan, aktivitas sosial-kultural, dan kajian ilmu kewarganegaraan (Syarbaini, 2006 : 4). Pendidikan kewarganegaraan dimulai dengan mata pelajaran kewarganegaraan (1957), Civic (1961), Pendidikan Kewargaan Negara (1968), Pendidikan Moral Pancasila / PMP (1975 dan 1984), Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan / PPKn (1994) dan pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan / PKn (2004) (Winarno. 2005: 8). Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang dikenal sekarang telah mengalami perjalanan panjang dan melalui kajian kritis sejak tahun 1960-an yang dikenal dengan mata pelajaran Civic di sekolah dasar dan merupakan embrio dari Civic Education sebagai the body of knowledge. Tujuan dari mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah untuk memberikan kompetensi kepada peserta didik dalam hal :
123 Jurnal Review Pendidikan Islam Volume 02, Nomor 01, Juni 2015
Edy Sutrisno
a) Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isi kewarganegaraan. b) Berpartisipasi secara bermutu dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. c) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya. d) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (Winarno. 2005 : 11). Sejarah Singkat Tentang Pancasila Sejarah lahirnya pancasila berawal dari dibutuhkannya penetapan dasar negara Indonesia dengan segera untuk menyongsong proklamasi kemerdekaan Indonesia. Pancasila berasal dari bahasa sansekerta, yakni panca yang berarti lima dan sila yang berarti asas. Sehingga arti dari kata pancasila adalah azas yang lima. Pada tanggal 25 Mei 1945, untuk pertama kalinya Muhammad Yamin mengajukan dasar negara untuk Indonesia. yang meliputi Peri Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Peri Ketuhanan, Peri Kerakyatan, dan Kesejahteraan Rakyat. Sedang Soekarno mengajukan dasar negara pada 1 Juni 1945 meliputi: Kebangsaan; Internasionalisme, Mufakat, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan; Kesejahteraan; Ketuhanan. Tidak terdapat perbedaan yang mendasar antara yang dikemukakan M. Yamin dan Soekarno, hanya perbedaan istilah redaksional. Adapun nama pancasila dikemukakan Soekarno setelah mendapat masukan dari seorang temannya yang ahli bahasa. Soekarno berkata: “Sekarang banyaknya prinsip: kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan, dan ketuhanan, lima bilangannya. Namanya bukan panca dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa - namanya ialah pancasila. Sila
124
Jurnal Review Pendidikan Islam Volume 02, Nomor 01, Juni 2015
Internalisasi Nilai-nilai Pancasila Dalam Pembelajaran
artinya azas atau dasar, dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan abadi”. Konsep Tentang Hukum Pengertian Hukum Menurut pandangan Ilhami Bisri, hukum adalah sistem aturan yang diciptakan melalui mekanisme tertentu artinya hukum diciptakan dan diberlakukan oleh institusi yang memang memiliki kompetensi atau kewenangan dalam membentuk dan memberlakukan hukum yaitu badan legislative (lham Bisri, 2004: 4). Sedangkan Widjaja menyatakan, hukum diartikan sebagai peraturan yang dibuat oleh sesuatu kekuasaan atau adat yang dianggap berlaku dan untuk orang banyak (manusia dan masyarakat) atau segala perundang-undangan, peraturan dan ketentuan dan sebagainya untuk mengatur hidup dalam masyarakat (Widjaja, 1984: 2). Hukum sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk menunjukkan pada sistem norma atau sistem aturan yang berlaku. Dalam sistem hukum Indonesia terdapat sistematik yang berlaku. Secara sistematik dapat dilihat sebagai suatu kesatuan yang unsur-unsur, sub-sub sistem atau elemen-elemennya saling berkaitan, saling mempengaruhi serta saling memperkuat maupun memperlemah antara satu dengan lainnya yang tidak dapat dipisahkan. Dalam hukum sendiri terdapat sanksi atau ancaman hukuman yang dijatuhkan dalam setiap pelanggarannya bisa berupa paksaan badan atau penjara yang bervariasi sejak dari hukuman kurungan, penjara sampai dengan hukuman mati. Dapat juga berupa denda dan sitaan atas benda yang berkaitan dengan pelanggaran yang dilakukan.
125 Jurnal Review Pendidikan Islam Volume 02, Nomor 01, Juni 2015
Edy Sutrisno
Sumber Hukum Sumber hukum yang berlaku di Indonesia adalah segala sesuatu yang memiliki sifat normatif yang dapat dijadikan tempat berpijak bagi dan/atau tempat memperoleh informasi tentang sistem hukum yang berlaku di Indonesia. Sumber hukum yang berlaku di Indonesia, yaitu : a. Pancasila Pancasila adalah pandangan hidup, ideologi bangsa Indonesia serta sumber dari segala sumber hukum Indonesia. Pancasila menjadi kesadaran dan cita-cita hukum yang meliputi bangsa Indonesia yaitu tentang kemerdekaan, peri kemanusiaan dan keadilan sosial. Ilhami Bisri menyatakan, “Pancasila merupakan pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita moral yang meliputi suasana kejiwaan dan watak dari rakyat negara yang bersangkutan serta menjadi tempat berpijak atau bersandar bagi setiap persoalan hukum yang ada atau yang muncul di Indonesia, tempat menguji keabsahan baik dari sisi fisiologis maupun yuridis.” b. UUD 1945 Ilhami Bisri menyatakan ”UUD 1945 merupakan perwujudan dari tujuan Proklamasi Kemerdekaan RI “ Dalam UUD 1945 sendiri terdiri dari beberapa bagian yaitu : 1) Pembukaan UUD 1945 2) Batang tubuh UUD 1945 3) Undang-undang Ilhami Bisri menyatakan “Secara yuridis Undang-undang (dalam perspektif hukum) memiliki dua makna yaitu secara formal dan informal” Adapun dua makna Undang-undang seperti yang dinyatakan oleh Ilhami Bisri adalah sebagai berikut :
126
Jurnal Review Pendidikan Islam Volume 02, Nomor 01, Juni 2015
Internalisasi Nilai-nilai Pancasila Dalam Pembelajaran
(a) Undang-undang secara formal adalah setiap bentuk peraturan perundangan yang diciptakan oleh lembaga yang berkompeten dalam pembuatan undang-undang yaitu DPR dan presiden. (b) Undang-undang secara material adalah setiap produk hukum yang memiliki fungsi regulasi (pengaturan) yang bersumberkan seluruh dimensi kehidupan manusia, ekonomi, politik, sosial, budaya, kesehatan, agama dan dimensi kehidupan yang lainnya (lham Bisri, 2004: 7-9).
Kajian Tentang Kesadaran Hukum Membangun Kesadaran Hukum Kesadaran hukum diartikan secara terpisah dalam bahasa yang kata dasarnya “sadar” tahu dan mengerti, dan secara keseluruhan merupakan mengetahui dan mengerti tentang hukum, menurut Ewick dan Silbey: bahwa kesadaran hukum mengacu kecara-cara dimana orang-orang memahami hukum dan intitusiinstitusi hukum, yaitu pemahaman-pemahaman yang memberikan makna kepada pengalaman dan tindakan orang-orang (Achmad, 2009: 510). Bagi Ewick dan Silbey, “kesadaran hukum” terbentuk dalam tindakan dan karenannya merupakan persoalan praktik untuk dikaji secara empiris. Dengan kata lain, kesadaran hukum adalah persoalan “hukum sebagai perilaku”, dan bukan “hukum sebagai aturan norma atau asas” (Achmad, 2009: 511). Membangun kesadaran hukum tidaklah mudah, tidak semua orang memiliki kesadaran tersebut. Hukum sebagai fenomena sosial merupakam institusi dan pengendalian masyarakat. Di dalam masyarakat dijumpai berbagai intitusi yang masing-masing diperlukan di dalam masyarakat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dan memperlancar jalannya pemenuhan kebutuhan-
127 Jurnal Review Pendidikan Islam Volume 02, Nomor 01, Juni 2015
Edy Sutrisno
kebutuhan tersebut, oleh karena fungsinya demikian masyarakat perlu akan kehadiran institusi sebagai pemahaman kesadaran hukum. Pentingnya kesadaran membangun masyarakat yang sadar akan hukum inilah yang diharapkan akan menunjang dan menjadikan masyarakat menjunjung tinggi intitusi/aturan sebagai pemenuhan kebutuhan untuk mendambakan ketaatan serta ketertiban hukum. Peran dan fungsi membangun kesadaran hukum dalam masyarakat pada umumnya melekat pada intitusi sebagai pelengkap masyarakat dapat dilihat dengan: 1) Stabilitas, 2) Memberikan kerangka sosial terhadap kebutuhan-kebutuhan dalam masyarakat, 3) Memberikan kerangka sosial institusi berwujud norma-norma, 4) Jalinan antar institusi. Beberapa faktor yang mempengarui masyarakat tidak sadar akan pentingnya hukum adalah : 1) Adanya ketidakpastian hukum; 2) Peraturan-peraturan bersifat statis; 3) Tidak efisiennya cara-cara masyarakat untuk mempertahankan peraturan yang berlaku (Satjipto, 1991: 112). Berlawanan dengan faktor-faktor di atas salah satu menjadi fokus pilihan dalam kajian tentang kesadaran hukum adalah: 1) Penekanan bahwa hukum sebagai otoritas, sangat berkaitan dengan lokasi dimana suatu tindakan hukum terjadi; 2) Studi tentang kesadaran hukum tidak harus mengistimewakan hukum sebagai sebuah sumber otoritas atau motivasi untuk tindakan; 3) Studi tentang kesadaran hukum memerlukan observasi, tidak sekedar permasalahan sosial dan peranan hukum dalam memperbaiki kehidupan mereka, tetapi juga apa mereka lakukan (Achmad, 2009: 342). Berangkat dari uraian diatas maka pemenuhan kebutuhan dan hubungan antara institusi hukum maupun institusi masyarakat berperan sebagai pranata di dalam masyarakat.
128
Jurnal Review Pendidikan Islam Volume 02, Nomor 01, Juni 2015
Internalisasi Nilai-nilai Pancasila Dalam Pembelajaran
Membangun Ketaatan Hukum. Ketaatan hukum tidaklah lepas dari kesadaran hukum, dan kesadaran hukum yang baik adalah ketaatan hukum, dan ketidaksadaran hukum yang baik adalah ketidaktaatan. Pernyataan ketaatan hukum harus disandingkan sebagai sebab dan akibat dari kesadaran dan ketaatan hukum. Sebagai hubungan yang tidak dapat dipisahkan antara kesadaran hukum dan ketaataan hukum maka beberapa literatur yang diungkap oleh beberapa pakar mengenai ketaatan hukum bersumber pada kesadaran hukum, hal tersebut tercermin dua macam kesadaran, yaitu : a) Legal consciouness as within the law, kesadaran hukum sebagai ketaatan hukum, berada dalam hukum, sesuai dengan aturan hukum yang disadari atau dipahami; b) Legal consciouness as against the law, kesadaran hukum dalam wujud menentang hukum atau melanggar hukum. Hukum berbeda dengan ilmu yang lain dalam kehidupan manusia, hukum berbeda dengan seni, ilmu dan profesionalis lainya, struktur hukum pada dasarnya berbasis kepada kewajiban dan tidak di atas komitmen. Kewajiban moral untuk mentaati dan peranan peraturan membentuk karakteristik masyarakat. Di dalam kenyataannya ketaatan terhadap hukum tidaklah sama dengan ketaatan sosial lainnya, ketaatan hukum merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan dan apabila tidak dilaksanakan akan timbul sanksi, tidaklah demikian dengan ketaatan sosial, ketaatan sosial manakala tidak dilaksanakan atau dilakukan maka sanksi-sanksi sosial yang berlaku pada masyarakat inilah yang menjadi penghakim. Tidaklah berlebihan bila ketaatan di dalam hukum cenderung dipaksakan. Ketaatan sendiri dapat dibedakan dalam tiga jenis, termasuk Interprestasi Undang-undang (legisprudence):
129 Jurnal Review Pendidikan Islam Volume 02, Nomor 01, Juni 2015
Edy Sutrisno
a) Ketaatan yang bersifat compliance, yaitu jika seseorang menaati suatu aturan, hanya karena takut terkena sanksi. Kelemahan ketaatan jenis ini, karena membutuhkan pengawasan yang terus-menerus. b) Ketaatan yang bersifat identification, yaitu jika seseorang menaati suatu aturan, hanya karena takut hubungan baiknya dengan pihak lain menjadi rusak. c) Ketaatan yang bersifat internalization, yaitu jika seseorang menaati suatu aturan, benar-benar karena merasa bahwa aturan itu sesuai dengan nilai-nila intristik yang dianutnya (Ali Achmad, 2009: 510). Membangun Masyarakat Sadar Hukum Dalam pandangan Soemitro, masyarakat dianggap sebagai suatu sistem sosial yang mampu mengembangkan dirinya sendiri, yang berisi semua dasar struktural dan fungsional dari suatu sub-sistem yang independen (Soemitro, 1985: 69). Soekanto dan Mustafa juga mengatakan bahwa hukum merupakan bagian dari kebudayaan suatu masyarakat. Hukum tidak akan bisa dipisahkan dari jiwa serta cara berpikir dari pada masyarakat yang mendukung kebudayaan tersebut. Maka bisa dikatakan bahwa hukum merupakan perwujudan dari jiwa serta cara berpikir masyarakat (Soekanto, 1982:33). Kehidupan masyarakat tidak akan terlepas dari hukum yang mengaturnya. Hukum sebagai perwujudan jiwa dan cara berpikir ini mengandung maksud bahwa hukum merupakan suatu peraturan yang dibuat oleh masyarakat dan digunakan untuk mengatur kehidupan masyarakat tersebut. Maka untuk mewujudkan dari hukum yang dibuat oleh masyarakat tersebut dengan cara menaati dari segala aspek isi dan tujuan dari peraturan hukum tersebut. Hukum bisa menjadi kontrol sosial bagi masyarakat itu sendiri. Karena kontrol sosial dapat mencegah terjadinya tingkah laku yang menyimpang pada masyarakat itu (Soemitro, 1985: 103).
130
Jurnal Review Pendidikan Islam Volume 02, Nomor 01, Juni 2015
Internalisasi Nilai-nilai Pancasila Dalam Pembelajaran
Rahardjo menambahkan bahwa hukum sebagai sarana rekayasa sosial, inovasi, social engineering yang tidak hanya digunakan untuk mengukuhkan polapola kebiasaan dan tingkah laku yang terdapat dalam masyarakat, melainkan juga untuk mengarahkan pada tujuan-tujuan yang dikehendaki, menghapus kebiasaankebiasaan yang dipandang tidak sesuai lagi, menciptakan pola-pola kelakuan baru dan sebagainya (Taneko, 1983: 343). Beberapa pendapat tersebut pada hakekatnya merujuk pada satu inti permasalahan yaitu hukum ada dimasyarakat untuk memperbaiki tingkah laku masyarakat itu sendiri. Untuk menciptakan hal tersebut maka masyarakat harus sadar akan keberadaan hukum itu untuk mengarahkan kehidupan masyarakat yang lebih baik. PEMBAHASAN Internalisasi Nilai-Nilai Pancasila Untuk Meningkatkan Kesadaran Hukum di Lembaga Pendidikan Islam Setiap negara memiliki pandangan hidup masing-masing untuk menentukan langkah hidup ke depan. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia, hal ini tampak bahwa Pancasila adalah jiwa, kepribadian dan pandangan hidup (way of life) bangsa Indonesia. Menurut Darmadi sebagai pandangan hidup, pancasila dipergunakan sebagai petunjuk hidup sehari-hari. Dengan kata lain pancasila sebagai penunjuk arah bagi semua kegiatan dalam aktivitas hidup. (Darmadi, 2010: 249). Pancasila dianggap sebagai perwujudan jiwa seluruh rakyat Indonesia yang hidup dan berkembang dalam kepribadian bangsa. Bentuk perilaku rakyat Indonesia bisa dicerminkan dari pancasila. Masyarakat dalam berperilaku seharusnya bisa menunjukkan bagaimana yang tertuang di sila-sila pancasila. Dalam pandangan Kaelan, bahwa bangsa Indonesia sebagai kausa materialis dari Pancasila. Pandangan hidup dan filsafat hidup itu merupakan kristalisasi nilai-nilai yang diyakini kebenarannya oleh
131 Jurnal Review Pendidikan Islam Volume 02, Nomor 01, Juni 2015
Edy Sutrisno
bangsa Indonesia yang menimbulkan tekad bagi dirinya untuk mewujudkannya dalam sikap tingkah laku dan perbuatannya. (Kaelan, 2002: 47). Nilai-nilai yang ada di pancasila seharusnya tertanam pada seseorang sejak sudah bisa berinteraksi dengan dunia luar. Jika seseorang sudah bisa menanamkan nilai-nilai pancasila itu maka seseorang akan bisa menjiwai dari pancasila itu sendiri. Menurut Widjaja, pancasila di dalamnya mengandung nilai-nilai yang universal (bersifat umum) yang dikembangkan dan berkembang dalam pribadi manusia-manusia sesuai dengan kodratnya sebagai makhluk pribadi dan sebagai makhluk sosial (Widjaja, 1984: 4). Penanaman nilai-nilai pancasila ini bisa membangkitkan kesadaran akan dirinya atas tanggung jawab pribadi dan masyarakat. Salah satu tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh masyarakat adalah sadar akan hukum yang berlaku saat ini. Karena dengan sadar akan hukum dapat menciptakan keseimbangan, keselarasan dan keserasian kehidupan masyarakat atas dasar kesadaran hukum yang berlaku. Kesadaran hukum masyarakat ini seharusnya ditujukan pada perwujudan dari nilainilai yang ada di Pancasila. Internalisasi nilai-nilai Pancasila ini sebenarnya adalah modal awal untuk menciptakan masyarakat yang sadar akan hukum yang berlaku. Darji Darmodiharjo dan Sidharta menjelaskan perlunya keberadaan dari nilai-nilai pancasila antara lain: (Widjaja, 1984: 5). a) Nilai pancasila timbul dari bangsa Indonesia sebagai hasil penilaian dan pemikiran filsafat bangsa Indonesia b) Nilai-nilai Pancasila merupakan filsafat bangsa Indonesia yang paling sesuai, yang diyakini oleh bangsa Indonesia sebagai petunjuk yang paling baik, benar, adil dan bijaksana dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara c) Nilai-nilai pancasila mengandung nilai kerohanian
132
Jurnal Review Pendidikan Islam Volume 02, Nomor 01, Juni 2015
Internalisasi Nilai-nilai Pancasila Dalam Pembelajaran
Maka dengan kata lain nilai-nilai pancasila ini menjadi seharusnya (Das Sollen) yang diwujudkan menjadi suatu kenyataan (Das Sein). Menurut Kaelan, realisasi dari internalisasi nilai-nilai pancasila dapat diperoleh hasil sebagai berikut : (Kaelan, 2002: 248) a) Pengetahuan, meliputi aktualisasi biasa, pengetahuan ilmiah dan pengetahuan filsafat. b) Kesadaran, selalu mengetahui pertumbuhan keadaan yang ada dalam diri sendiri c) Ketaatan yaitu selalu dalam keadaan sedia untuk memenuhi wajib lahir dan batin d) Kemampuan kehendak, yang cukup kuat sebagai pendorong untuk melakukan perbuatan e) Watak dan hati nurani agar orang selalu mawas diri Maka dari pernyataan Kaelan ini sesuai dengan apa yang menjadi tujuan dari pancasila dimana internalisasi nilai-nilai Pancasila bisa membangun kesadaran hukum dan arahnya untuk bisa menaati peraturan hukum yang berlaku. Masyarakat saat ini dituntut harus mampu untuk bisa menginternalisasi nilai-nilai yang tekandung di Pancasila dalam kehidupan sehari-hari sebagai tumpuan dasar untuk hidup di negara yang berdasarkan pada hukum. Sehingga kongkretisitas dari menginternalisasikan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila kepada masyarakat adalah membangun kesadaran masyarakat akan hukum yang berlaku sehingga tercipta keselarasan hidup yang baik antara hukum dan masyarakat. Internalisasi nilai-nilai pancasila ini dapat tercapai bila mana diterapkan dalam pendidikan terutama dalam pendidikan Islam, mengingat besarnya jumlah lembaga pendidikan Islam di Indonesia yang tersebar luas diseluruh pelosok negeri mulai dari RA, MI/MIN, MTS/MTSN, MA/MAN dan perguruan tinggi Islam perlu adanya sinergitas dari pemerintah sebagai upaya kesadaran warga
133 Jurnal Review Pendidikan Islam Volume 02, Nomor 01, Juni 2015
Edy Sutrisno
pendidikan dalam menaati hukum. Lembaga pendidikan Islam tidak hanya mengajarkan mata pelajaran umum melainkan juga pelajaran yang bermuatan agama. Dengan pendidikan yang menyeimbangkan antara agama dan umum perlu diintegrasikan pendidikan kesadaran hukum melalui pendidikan kewarganegaraan hal ini diharapkan penanaman akhlaq/perilaku yang dibangun di lembaga pendidikan Islam dapat mencermikan dalam nilai-nilai Islam itu sendiri, sehingga pendidikan Islam bisa contoh atau tauladan bagi masyarakat untuk sadar dalam menaati hukum. PENUTUP Kesimpulan Untuk mewujudkan masyarakat yang sadar akan hukum maka harus didahului dengan tumpuan akan internalisasi dari nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila untuk kehidupan sehari-hari. Penginternalisasian nilai-nilai Pancasila ini penting karena Pancasila adalah perwujudan dari jiwa seluruh rakyat Indonesia yang dijadikan sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia untuk bisa sadar dan taat pada hukum yang berlaku. Penanaman nilai-nilai pancasila ini melaui pembelajaran pendidikan kewarganegaraan ini bisa membangkitkan kesadaran akan dirinya atas tanggung jawab pribadi dan masyarakat. Salah satu tanggung jawab yang harus dilaksanakan adalah sadar akan hukum yang berlaku saat ini. Karena dengan sadar akan hukum dapat menciptakan keseimbangan, keselarasan dan keserasian kehidupan masyarakat atas dasar kesadaran hukum yang berlaku. Saran Dari kesimpulan yang telah diuraikan di atas, maka perlu adanya saran yang perlu disampaikan di antaranya sebagai berikut: Bagi guru, keharusan
134
Jurnal Review Pendidikan Islam Volume 02, Nomor 01, Juni 2015
Internalisasi Nilai-nilai Pancasila Dalam Pembelajaran
untuk selalu mengupayakan memberikan pada peserta didik akan pentingya kesadaran hukum. Daftar Pustaka Achmad, Ali. 2009. Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial Prudence) Termasuk Interprestasi Undang-undang legisprudence: Kencana. Bisri , lham, 2004. Sistem Hukum Indonesia, Jakarta:Raja Grafindo Persada. Chairuddin, O.K. 1991. Sosiologi hukum. Jakarta, Sinar Grafika. Darmodiharja, Darji, Shidarta. 2008. Pokok-pokok Filsafat Hukum Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia. Jakarta : PT Gramedia Pustaja Utama. Hamalik, Oemar. 2003. Proses bela jar Mengajar, Jakarta: PT Bumi Aksara. Hamid, Darmadi, 2010. Pengantar Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung: Alfabeta. Hanitijo, Ronny, Soemitro. 1985. Beberapa Masalah dalam Studi Hukum dan Masyarakat. Bandung: CV. Remadja karya. Hilda Hernandez, 1999. Multicultural Education: Teacher to Context, Process, and Content. New Jersey & Ohio : Prentice Hall, http://politik.kompasiana.com, diakses tanggal 16 February 2013 Kaelan. 2002, Filsafat Pancasila Pandangan hidup Bangsa Indonesia. Yogyakarta: Paradigma. Mulyasa. 2007. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Rosda. Bandung. Mustafa, Abdullah. 1982. Sosiologi Hukum dalam Masyarakat, Jakarta: CV Rajawali Jakarta. Podgorecki, Adam, 1987. Pendekatan Sosilogis terhadap Hukum terjemahan Widyaningsih. Jakarta : PT Melton Putra. Ronny Hanitijo Soemitro, 1985. Beberapa Masalah dalam Studi Hukum dan Masyarakat. Bandung : CV. Remadja karya. Sarbaini, 2012. Pembinaan Nilai Moral dan Karakter Kepatuhan Peserta Didik Terhadap Norma Ketertiban di Sekolah. Banjarmasin: Laboratorium
135 Jurnal Review Pendidikan Islam Volume 02, Nomor 01, Juni 2015
Edy Sutrisno
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Universitas Lambung Mangkurat. Satjipto, Rahardjo, 2010, Sosiologi Hukum, Yogyakarta : Genta Publishing. Soekanto, Soerjono, Taneko, Soleman. 1983. Hukum Adat Indonesia. Jakarta: CV Rajawali. Sumarsono. 2002. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Gramedia Pustaka. Suryadi, Ace. 2012. Pendidikan, SDM dan Pembangunan : Isu. Teori dan Aplikasi Untuk Pembangunan Pendidikan dan Daya Indonesia, Bandung : Widya Iswara Press Syarbaini, Syahrial. 2006. Membangun karakter dan Kepribadian melalui Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: University Press. Taneko, Soleman, 1983. Pokok-Pokok Studi Hukum dalam Masyarakat. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Widjaja, 1984. Kesadaran Hukum Manusia dan Masyarakat Pancasila. Jakarta : CV Era Swasta. Winarno. 2005. Pendidikan Kewarganegaraan. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
136
Jurnal Review Pendidikan Islam Volume 02, Nomor 01, Juni 2015