Berobat Gratis, Masih Layakkah Menjadi Political Act Pembangunan Kesehatan? (Menuju Indonesia yang Lebih Sehat: Resolusi atas Konsep dan Implementasi yang Dijalankan)
Fachmi F h i Idris Id i (Ketua (K t Umum U PB IDI 2006 2006-2009) 2009) Disampaikan pada Diskusi Bulanan PB IDI, “Resolusi Pemenuhan Hak Rakyat untuk Sehat di Tahun Pemilu: Antara Political Will dan Political Act”, 6 Januari 2009
OUTLINE I. II. III.
Perlu Visi Baru dalam Pembangunan Kesehatan Visi Kesehatan Baru yyang g Lebih Fokus: Keluarga Indonesia Sehat 2018 g p Tahun 2018 Mengapa
I Perlu Visi Baru dalam Pembangunan Kesehatan
Indonesia Sehat 2010
Masyarakat yang Mandiri untuk Hidup Sehat
Tujuan dan semangat “teoritis” sama! Menjadikan penduduk Indonesia hidup dalam lingkungan yang sehat, disertai perilaku hidup sehat, d pada dan d saatt yang sama mampu menjangkau j k atau t memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan.
Operasionalisasinya? Tidak tegas dalam kesisteman! penduduk yyang p g mana? Masyarakat y yyang g mana? Cara mencapai? p Apakah cukup dengan “berobat gratis”? Apakah “pintu masuk” untuk mencapai tujuan di atas?
Konstitusi bangsa Indonesia (UUD 1945), secara jelas menyatakan: “…setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapat lingkungan hidup yang layak dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan …”.
Selanjutnya, disebutkan pula bahwa dalam rangka menopang hak tersebut: “…negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan…”.
Dengan adanya dua amanah konsitusi ini: Syarat minimal untuk menciptakan sistem kesehatan yang baik seperti diketahui selama ini baik—seperti ini, sistem kesehatan adalah keterpaduan dari minimal dua unsur, yaitu pelayanan dan pembiayaan (jaminan sosial)— memperoleh pijakan yang lebih pasti!
Aturan perundangan penopang konstitusi (UU 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional), menyebutkan k b d keberadaan: “…Jenis Program Jaminan Sosial meliputi salah satunya adalah Jaminan Kesehatan…”, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang akan “…mengembangkan sistem pelayanan kesehatan, sistem i t kendali k d li mutu t pelayanan l kesehatan, k h t dan d sistem pembayaran pelayanan kesehatan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan kesehatan…”.
II Visi Kesehatan Baru yang Lebih Fokus: Keluarga Indonesia Sehat 2018
Cita-cita Deklarasi Alma Ata World Health Organization (WHO): Health For All in 2000 dianggap gagal ! Perlu menggeser strategi Pendekatan: dari Komunitas (pelayanan puskesmas) ke arah Keluarga (pelayanan kesehatan keluarga keluarga, yang sifatnya akan lebih personal). Berdasarkan WHO-WONCA working paper (Making medical practice and education relevant to people’s needs: the contribution of family doctor. November 1994; Ontario, Canada) maka harus dilakukan perubahan orientasi pelayanan dari puskesmas “konvensional” konvensional ke arah pelayanan puskesmas berdasarkan pendekatan praktik kesehatan keluarga atau melalui praktik kesehatan keluarga yang terpisah dari kegiatan rutin puskesmas.
Keberhasilan pembangunan kesehatan hanya akan tercapai manakala penduduk sadar, mau dan mampu untuk hidup sehat.
akan tercapai melalui proses yang memungkinkan penduduk dapat hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan yang sehat sehat, serta memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata.
Pencapaian ini secara sederhana dapat diperoleh dengan jalan membuat individu tetap sehat di dalam wilayah yang sehat dan ditopang oleh sistem kesehatan yang up to date.
World Bank: Investing in Indonesia’s Health, Health Expenditure Review, 2008
Indonesia has made major improvements over the three decades in its health system, but is struggling to achieve important health outcomes, especially p y among g the poor p
“….the performance of the current health system y is inadequate q for achieving today’s and future health outcomes…”
Undang-Undang g g Sistem Jaminan Sosial Nasional ((SJSN)— ) melalui Program Jaminan Kesehatannya—terobosan besar dalam regulasi nasional
akan mendorong terciptanya subsistem dalam menjaga kesehatan individu/personal yang lebih baik. Dalam SJSN, setiap individu akan dijamin pembiayaannya untuk memelihara kesehatan.
Dengan sistem asuransi kesehatan (sosial), yang berbasis pada pendekatan pra upaya pada lini terdepan pelayanan kesehatan, kesehatan individu akan selalu dijaga agar tetap sehat dan diobati manakala sakit. Pendekatan ini sekaligus memfasilitasi terjadinya j y p proses intervensi tindakan prevensi p dan penyehatan lingkungan individual. -Æ MELALUI KONSEP MANAGE CARE
Manage care concept: a variety of techniques for influencing the clinical behavior of health care provider and/or patients, often by integrating the payment and delivery health care care. Apabila keinginan mengasuransikan seluruh rakyat dilakukan tanpa pendekatan manage care concept, “bom waktu” kegagalan pembiayaan (jaminan) kesehatan hanya menunggu waktunya saja untuk “meledak”. Manage care concept ideal haruslah menggunakan pendekatan paradigma sehat terutama di lini terdepan layanan kesehatan. Paradigma sehat berarti menjaga rakyat sehat agar tetap sehat. Tentu saja, kita tidak boleh melupakan pengobatan bagi yang sakit (”paradigma ( paradigma sakit”) sakit ). Program ”berobat gratis” sebagai sebuah istilah boleh-boleh saja. Namun jauh dari itu, sesuai dengan sasaran teroritis visi kesehatan—yaitu penduduk atau masyarakat, k t hidup hid dengan d perilaku il k d dan d dalam l lilingkungan k yang sehat, h t serta t memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan—kita tidak mengharapkan program berobat gratis diibaratkan program “pemadam kebakaran” yyang g hanya y menunggu gg orang g sakit tanpa p p pernah mengintervensi g agar g rakyat y yang y g sakit selalu berupaya untuk hidup secara sehat. Jangan sampai rakyat yang punya kebiasaan merokok, tetap merokok semaunya dan jangan sampai terjadi jawaban:“ semaunya, jawaban:“...toh toh kalau sakit akibat merokoknya nanti akan diobati gratis..”.
Untuk itu, dalam rangka memimpikan Indonesia yang lebih sehat sehat, sistem layanan kesehatan individu/personal yang terstruktur menjadi target pembenahan yyang g harus berjalan j p paralel dengan g pembiayaan/ pembayaran kesehatan yang mengantisipasi pelaksanaan UU SJSN. Pembenahan sistem harus dilakukan mulai dari unit pelayanan kesehatan personal di Puskesmas. Harus ada Revitalisasi Puskesmas yang bila memungkinkan menggunakan pendekatan keluarga (family oriented) sehingga mampu menyajikan pelayanan kesehatan dan kedokteran keluarga yang lebih bermutu bermutu. Æ adanya Unit Layanan Kesehatan Keluarga (ULKK)
Hitungan konkrit untuk pelaksanaan praktik ULKK—yaitu dokter keluarga/“dokter umum” yang ditraining khusus bersama timnya (perawat keluarga, bidan keluarga, dll)—dapat dikalkulasi. Misalnya di Kota Jakarta. Setiap penduduk Jakarta dihitung memiliki ULKK untuk menjaga kesehatan penduduk beserta keluarga dan lingkungan keluarganya. keluarganya Secara ideal: satu/unit ULKK (seorang dokter keluarga dan timnya) akan menjadi “penjaga kesehatan” untuk 2.500 penduduk. Apabila j l h penduduk jumlah d d k Jakarta J k sekitar ki 10 juta j jiwa, ji diperlukan di l k sebanyak b k 4.000 ULKK sebagai “penjaga kesehatan keluarga”. ULKK sekali lagi ULKK—sekali lagi—tidak tidak hanya bekerja/mengobati penduduk manakala sakit. ULKK akan bekerja jauh di depan sebelum penduduk jatuh sakit (melalui berbagai upaya agar penduduk selalu sehat, al: melakukan medical check up rutin, melakukan edukasi individual, secara periodik melakukan k j kunjungan kke rumah). h)
Apabila sistem layanan kesehatan dasar (ULKK) sudah berjalan baik, kasus-kasus spesialistik dapat terdeteksi secara baik sejak awal awal. Mestinya, jumlah penduduk yang dirujuk setiap bulannya ke rumah sakit/pelayanan spesialis tidak lebih dari 8% (dari rata-rata 2.500 penduduk yang sakit dalam satu bulan). ULKK yang baik dapat mengontrol angka kesakitan “normal” sekitar 10%. Artinya dalam satu bulan “hanya” 250 orang saja yang sakit dari 2.500 penduduk yang dijaga kesehatannya.
Dari 250 penduduk yang sakit, mestinya yang j ke rumah sakit/layanan y spesialis p tidak dirujuk boleh lebih dari 8%, yaitu sekitar 20 orang sakit saja. UNTUK JAKARTA ARTINYA: HANYA SEKITAR 4 4.000 000 ULKK X 20 PASIEN SAKIT YENG MEMBUTUHKAN PELAYANAN SPESIALISTIK (RUMAH SAKIT), YAITU: HANYA 80.000 PASIEN PER BULAN !
III Mengapa Tahun 2018
Jumlah dokter umum saat ini (+/-): 50.000 orang - 1 dokter umum untuk 2 2.500 500 penduduk;
Kunci menggapai Indonesia yang jauh lebih sehat adalah menghitung secara rinci rasio j l h penduduk jumlah d d kd dan jjumlah l h ttenaga kkesehatan, h t kh khususnya d dokter kt yang akan k menjadi j di team leader di ULKK. Data IDI: saat ini, total jumlah dokter umum (yang dapat dikonversi menjadi dokter k l keluarga) )b berjumlah j l h sekitar kit 50 50.000 000 d dokter. kt Kalau rasio perhitungan jumlah penduduk dan jumlah dokter dilakukan saat ini, dengan estimasi penduduk Indonesia sebesar 220 juta, maka dibutuhkan sekitar 88.000 dokter. Æ Kurang K 38 38.000 000 d dokter kt
Saatt ini, S i i produksi d k id dokter kt umum rata-rata t t sebesar b 4 4.000 000 d dokter kt per ttahun, h maka k untuk menutup defisit tersebut diperlukan waktu sekitar 10 tahun lagi (dengan catatan, produksi dokter akan meningkat dari rata-rata dari 75 dokter per tahun p Fakutas Kedokteran menjadi j 100 dokter p per tahunnya). y ) untuk setiap
Dengan asumsi saat ini terdapat 52 FK yang sudah eksis, maka diharapkan setiap tahunnya akan dihasilkan 5 5.200 200 dokter (52 FK x 100 dokter per tahun) tahun). Ini berarti berarti, pada tahun 2018, 52.000 dokter yang diproduksi (52 FK x 100 x 10 tahun) ditambah 50.000 dokter saat ini, maka mencapai jumlah dokter sebanyak 102.000 orang. Jumlah yang diperkirakan mencukupi di tahun 2018 dengan estimasi jumlah penduduk Indonesia yang mencapai jumlah 250 juta (dan membutuhkan sekitar 100 000 dokter keluarga untuk memenuhi rasio yang ideal) 100.000 ideal).
Diharapkan dengan perhitungan jumlah dokter yang mencukupi (yang secara paralel harus disertai perhitungan dan penambahan jumlah tenaga kesehatan lain sebagai tim ULKK, bidan keluarga, perawat keluarga, dll), political will yang sudah secara jelas di diamanatkan tk kkonstitusi tit i d dan peraturan t perundangan d saatt iini, i diharapkan dapat diikuti dengan political act yang sesungguhnya dalam rangka: Mencapai kondisi penduduk yang sadar, mau dan mampu untuk hidup sehat. Kondisi yang hanya dapat dicapai melalui “pintu masuk” yang alternatifnya melalui pendekatan kesehatan keluarga. masuk Dengan “pintu masuk” ini, keluarga-keluarga Indonesia yang sehat di tahun 2018, y yaitu keluarga-keluarga g g yyang g sadar, mau dan mampu p untuk hidup sehat diharapkan akan menjadi agent of change yang aktif dalam menopang kesehatan wilayah di sekitarnya.
TERIMA KASIH