PENGALAMAN KERJASAMA PEMBANGUNAN
MENUJU PEMBANGUNAN YANG LEBIH BAIK
LAPORAN PEMANTAUAN LAPANGAN KERJASAMA PEMBANGUNAN BILATERAL
DIREKTORAT PENDANAAN LUAR NEGERI BILATERAL BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL 2014
TIM PENYUSUN
Penanggung Jawab
:
Wismana Adi Suryabrata (Deputi Bidang Pendanaan Pembangunan)
Tim Perumus
:
Direktorat Pendanaan Luar Negeri Bilateral Kennedy Simanjutak Ria Widati Lusiana Murty Kurniawan Ariadi Deti Kusmalawati Ahmad Fitriyadi Mesi Purnamasari Mohamad Firda Fauzan Husnul Hayyah Wiwit Widodo
Tim Pendukung
:
Dimas Hartanto Meita Puspitasari Alif Nugroho Andrei Setiawan
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
iii
iv
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
KATA PENGANTAR Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2010 – 2014 antara lain memberikan arahan kebijakan pemanfaatan pinjaman dan hibah luar negeri (PHLN). Dalam RPJMN tersebut dinyatakan bahwa pemanfaatan PHLN harus dilihat tidak hanya dari sisi pendanaan tetapi juga sebagai sarana untuk bertukar informasi dan pembelajaran dalam rangka memperkuat dan menyempurnakan sistem perencanaan, anggaran, pengadaan, pemantauan dan evaluasi nasional serta kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia. RPJMN 2010 -2014 juga memberikan arahan bahwa untuk meningkatkan kualitas pemanfaatan PHLN perlu dilakukan penguatan kualitas pemantauan dan evaluasi. Berdasarkan Peraturan Menteri PPN/Kepala Bappenas Nomor 7 Tahun 2012, Direktorat Pendanaan Luar Negeri Bilateral menjalankan beberapa fungsi, salah satunya adalah pemantauan, evaluasi dan penilaian kinerja pelaksanaan rencana kebijakan pendanaan luar negeri bilateral dan kerjasama pembangunan bilateral. Fungsi pemantauan, evaluasi dan penilaian kinerja tersebut dilaksanakan antara lain melalui (i) rapat rutin triwulanan pemantauan PHLN untuk memantau perkembangan penyerapan dana pinjaman/hibah dan pencapaian output proyek; (ii) rapat koordinasi antara kementerian/lembaga/BUMN/ pemda untuk pemecahan permasalahan khusus; dan (iii) pemantauan langsung ke lapangan (kunjungan ke lokasi proyek) atau indepth monitoring. Kegiatan indepth monitoring oleh Direktorat Pendanaan Luar Negeri Bilateral mulai dilaksanakan sejak akhir tahun 2012 menyusul diterbitkanya Peraturan Menteri PPN/ Kepala Bappenas No. 7 Tahun 2012. Indepth monitoring yang dilaksanakan dimaksudkan untuk mengetahui secara riil capaian output dan perkembangan pelaksanaan proyek dan untuk menemukan masalah serta mencari solusi khususnya solusi jangka pendek sehingga pelaksanaan proyek berjalan lancar. Dalam pelaksanaannya kegiatan indepth monitoring tersebut juga mendapatkan beberapa temuan yaitu: (i) upaya yang dilakukan oleh pelaksana proyek untuk mengatasi permasalahan dalam pelaksanaan kegiatan sehingga proyek tetap dapat berjalan semaksimal mungkin sesuai dengan rencana; (ii) hal-hal yang secara substansial merupakan sesuatu yang baru yang dilaksanakan di Indonesia antara lain desain proyek dan substansi proyek.
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
v
Temuan-temuan tersebut merupakan hal yang penting karena temuan-temuan tersebut dapat (i) menjadi lessons learnt baik untuk kementerian/lembaga executing agency yang bersangkutan atau untuk kementerian/lembaga/ BUMN/pemda lainnya; (ii) menjadi bahan rujukan untuk replikasi kegiatan di waktu dan lokasi yang lain dengan dana sendiri (Rupiah murni atau dana BUMN) atau dijadikan rujukan untuk perbaikan sistem (perencanaan, penganggaran dan pelaksanaan proyek) baik dari aspek administrasi keuangan dan kelembagaan; dan (iii) menjadi rujukan untuk menjamin keberlanjutan atau sustainabilility proyek sehingga output proyek tersebut dapat dimanfaatkan secara maksimal. Pada tahun 2014, Direktorat Pendanaan Luar Negeri Bilateral telah mengadakan indepth monitoring pada 18 proyek. Kedelapan belas proyek tersebut terdiri atas 6 proyek yang telah selesai dilaksanakan dan 12 proyek yang dalam tahap pelaksanaan. Berdasarkan skema pendanannya, proyekproyek tersebut terdiri atas 13 proyek yang dibiayai pinjaman dan 5 proyek dibiayai hibah. Buku ini pada dasarnya memuat laporan hasil indepth monitoring tersebut. Buku laporan ini juga memuat catatan lessons learnt dari pelaksanaan masing-masing proyek dan catatan secara umum atas lessons learnt dari proyek-proyek tersebut. Lessons learnt yang diangkat dalam laporan ini sudah barang tentu dipengaruhi oleh jenis kegiatan, pelaksana kegiatan dan kinerja pelaksanaan proyek. Lessons learnt tersebut bukan saja terkait dengan substansi melainkan juga terkait manajemen atau pengelolaan, sesuatu yang amat penting dan sangat menentukan tercapai tidaknya tujuan suatu kegiatan. Sebelumnya pada tahun anggaran 2013, Direktorat Pendanaan Luar Negeri Bilateral juga telah melaksanakan indepth monitoring. Dari kegiatan tahun 2013 tersebut didapat beberapa lessons learnt yaitu mengenai: (i) manajemen proyek untuk mencapai titik efisiensi yang optimal dengan memanfaatkan advantages pinjaman luar negeri (kepastian waktu dan ketersediaan dana); (ii) pengembangan model kerjasama/linkage antara lembaga penelitian/ perguruan tinggi, dunia usaha, dan pemerintah dalam peningkatan produksi peternakan dan hortikultura; dan (iii) pengelolaan hibah yang melibatkan secara efektif pemerintah daerah. Hasill indepth monitoring beserta lessons learnt tersebut telah dipaparkan dan dibahas dalam suatu seminar yang diadakan pada tanggal 6 Februari 2014. Paparan pengantar pada seminar tersebut disajikan dalam lampiran buku ini.
vi
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Pada ruang ini, kami juga menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada para pelaksana proyek khususnya yang berada di lapangan atas kerja keras dan cerdas untuk melaksanakan dan menuntaskan proyek-proyek tersebut termasuk mencari berbagai cara untuk mengatasi berbagai tantangan dan hambatan yang muncul selama pelaksanaan proyek. Terima kasih juga kami sampaikan kepada para project management unit di kementerian/ lembaga/BUMN terkait yang turut memberikan dukungan dan menyertai tim Direktorat Pendanaan Luar Negeri Bilateral melaksanakan indepth monitoring. Semoga buku laporan ini dapat bermanfaat setidaknya sebagai alat bantu untuk untuk meningkatkan kualitas pemanfaatan PHLN dan untuk terjadinya proses pembelajaran dalam rangka memperkuat dan menyempurnakan sistem perencanaan, anggaran, pengadaan, pemantauan dan evaluasi nasional serta kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia.
Jakarta, Desember 2014 Tim Penyusun Direktorat Pendanaan Luar Negeri Bilateral, Bappenas
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
vii
Halaman ini sengaja dikosongkan
viii
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
DAFTAR ISI TIM PENYUSUN ........................................................................................................... iii KATA PENGANTAR ...................................................................................................... v BAB I CATATAN DARI PEMANTAUAN: PENINGKATAN KUALITAS PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN UNTUK MENGOPTIMALKAN MANFAAT KERJASAMA ................................................................................................................. 1 BAB II LAPORAN KUNJUNGAN PEMANTAUAN LAPANGAN ............................... 13 EINRIP PAKET ESS-05 dan ESS-06 ....................................................................... 15 Tayan Bridge Construction ....................................................................................... 21 Aceh Reconstruction Project: Sub-sektor Jalan ....................................................... 29 Komering Irrigation Project Stage II Phase 2 ........................................................... 35 Lower Solo River Improvement Project (LSRIP), Phase II ....................................... 45 Denpasar Sewerage Development Project (DSDP) II .............................................. 53 The Improvement of the Mohammad Hoesin Hospital Palembang .......................... 63 Parit Baru Coal Fired Steam Power Plant Project (2x50 MW) ................................ 71 Keramasan Power Plant Extension Project .............................................................. 79 Strengthening West Kalimantan Power Grid ............................................................ 83 CLA-4 Rehabilitation and Modernization of Paiton Steam Power Plant 1 & 2 ......... 91 The Construction of Surabaya – Madura Bridge (Jembatan Suramadu) ................. 95 Rehabilitation of Drainage System of Banda Aceh and Lhokseumawe City dan Aceh Reconstruction Project : Sub-sektor drainase ............................................... 105 Forest Climate Change Programme ....................................................................... 113 Regional Economic Development........................................................................... 123 Indonesia Cooperative Business Development Alliance (ICBDA) .......................... 131 Indonesia – Korea ICT Training Center .................................................................. 139 Banda Aceh to Calang Road Project ...................................................................... 145 LAMPIRAN .................................................................................................................... xi Paparan Pengantar Seminar Pembelajaran (Lessons Learnt Sharing) ProyekProyek Pinjaman dan Hibah Luar Negeri Bilateral .................................................... xi
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
ix
Halaman ini sengaja dikosongkan
x
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
BAB 1 CATATAN DARI PEMANTAUAN
Bab I Catatan dari Pemantauan
BAB I CATATAN DARI PEMANTAUAN: PENINGKATAN KUALITAS PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN UNTUK MENGOPTIMALKAN MANFAAT KERJASAMA
Sebagaimana diuraikan dalam Kata Pengantar buku ini, sesuai arah kebijakan Rencana
Pembangunan
Jangka
Menengah
(RPJMN)
2010
–
2014
pemanfaatan pinjaman dan hibah luar negeri (PHLN) harus dilihat tidak hanya dari sisi pendanaan tetapi juga sebagai sarana untuk bertukar informasi dan pembelajaran dalam rangka memperkuat dan menyempurnakan sistem perencanaan, anggaran, pengadaan, pemantauan dan evaluasi nasional serta kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia. Pemanfaatan PHLN sebagai sarana pembelajaran merupakan salah satu pilar dari tiga pilar pelaksanaan kerjasama pembangunan selama lima tahun terakhir. Dua pilar lainnya adalah peningkatan investasi dan kerjasama internasional.
Pemantauan langsung ke lapangan (kunjungan ke lokasi proyek) atau indepth monitoring dilakukan untuk menggali lebih banyak pembelajaran (lessons learnt) dari pelaksanaan kerjasama pembangunan termasuk mengidentifikasi permasalahan
yang
muncul
yang
dapat
mengurangi
potensi
hasil
pembelajaran.
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
1
Bab I Catatan dari Pemantauan
Pada tahun 2014, Direktorat Pendanaan Luar Negeri Bilateral mengelola dan memantau kinerja dari sekitar 82 proyek pinjaman luar negeri dan beberapa proyek hibah. Dari lebih dari 82 proyek PHLN tersebut, telah dilaksanakan pemantauan langsung (indepth monitoring) atas 18 proyek. Dilihat dari skema pendanaannya, ke-18 proyek tersebut terdiri dari 13 proyek pinjaman dan 5 proyek hibah. Dari status pelaksanaannya, terdiri atas 12 proyek sedang berjalan dan 6 proyek telah selesai dilaksanakan. Sementaa dilihat dari executing agency-nya, dari 18 proyek tersebut,
9 proyek di bawah
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 1 proyek di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 1 proyek di bawah Kementerian Kesehatan, 1 proyek di bawah Kementerian Komunikasi dan Informatika, 2 proyek di bawah Bappenas, dan 4 proyek di bawah PT PLN (Persero). Rincian ke-18 proyek tersebut adalah sebagai berikut. Tabel 1 Proyek-Proyek PHLN Bilateral yang Dilakukan Indepth Monitoring pada Tahun 2014 Skema Pendanaan Pinjaman
Sedang Berjalan
Telah Selesai
Kementerian Pekerjaan
Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan
Umum dan Perumahan
Rakyat
Rakyat
i. Komering Irrigation
i. The Construction of
Project Stage II ii. Lower Solo River
Surabaya-Madura Bridge ii. Rehabilitation of Drainage
Improvement Project
System of Banda Aceh and
(LSRIP) Phase II
Lhokseumawe City
iii. East Indonesia National Roads Improvement Project (EINRIP) Paket ESS-05 dan ESS-06 iv. Aceh Reconstruction Project
PT PLN i. Keramasan Power Plant Extension Project ii. CLA-4 Rehabilitation and Modernization of Paiton Steam Power Plant 1 & 2
v. Tayan Bridge Construction vi. Denpasar Sewerage Development Project (DSDP)
2
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Bab I Catatan dari Pemantauan
Kementerian Kesehatan i. The Improvement of the Mohammad Hosein Hospital Palembang PT PLN i. Parit Baru Coal Fired Steam Power Plant Project (2x50 MW) ii. Strengthening West Kalimantan Power Grid Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Hibah
i. Forest Climate Change Program Bappenas i. Regional Economic Development ii. Indonesia Cooperative
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat i. Aceh-Calang Road Kementerian Komunikasi dan Informatika i. Indonesia-Korea ICT Training Center
Business Development Alliance
Pelaksanaan pemantauan langsung atas 18 proyek PHLN pada tahun 2014 menghasilkan beberapa pembelajaran dan catatan sebagai
yang dapat dijadikan
bahan masukan bagi proyek-proyek yang bersangkutan guna
perbaikan kinerja, serta sebagai referensi bagi pelaksanaan proyek sejenis di masa yang akan datang. Laporan dari kegiatan pemantauan tersebut di atas disajikan secara lengkap pada Bab II buku ini, sementara pembelajaran umum dari kegiatan pemantauan dapat disarikan sebagai berikut. 1.
Pemanfaatan Teknologi dan Proses Alih Teknologi
Salah satu yang diharapkan pemerintah dari pelaksanaan proyek-proyek PHLN adalah memperbaiki
terjadinya transfer pengetahuan/teknologi yang dapat kapasitas sumber daya manusia dan berkontribusi kepada
peningkatan inovasi dalam negeri dan daya saing nasional. Dilihat dari sisi pemanfaatan teknologi, proyek-proyek pinjaman dan hibah luar negeri yang
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
3
Bab I Catatan dari Pemantauan
telah dipantau pada tahun 2014 menggunakan baik teknologi baru maupun teknologi sederhana. Proyek-proyek yang menggunakan teknologi baru terdapat antara lain pada proyek Construction of Surabaya-Madura Bridge. Proyek ini merupakan salah contoh dari proyek PHLN yang dianggap berhasil dari sisi pemanfaatan teknologi. Proyek Jembatan Surabaya – Madura menerapkan teknologi yang relatif baru di Indonesia pada saat itu yakni
Structural Health Monitoring
System (SHMS). Teknologi ini dapat mendeteksi kerusakan pada jembatan secara lebih dini sehingga biaya rehabilitasi atau perawatan yang dikeluarkan menjadi lebih efisien serta umur jembatan dapat diperpanjang.
Selain itu
Jembatan Surabaya – Madura (Suramadu) juga memperkenalkan desain jembatan dengan jalur khusus untuk pengendara motor. Keberadaan Jembatan
Suramadu
pembangunannya
tidak
hanya
berhasil
mencapai
tujuan
utama
yakni mendorong dan mempercepat pengembangan
infrastruktur dan pembangunan ekonomi terutama untuk wilayah Madura, tetapi juga berhasil menjadi referensi ataupun direplikasi
bagi penerapan
teknologi dalam pembangunan infrastruktur sejenis di wilayah lain di Indonesia. Sebagai contoh pembangunan jalan tol Nusa Dua – Ngurah Rai – Benoa di Provinsi Bali juga menambahkan
jalur khusus untuk kendaraan
bermotor roda dua seperti yang ada pada Jembatan Suramadu. Proyek CLA-4 Rehabilitation and Modernization of Paiton Steam Power Plant 1&2 , yang menerapkan metode life time assesment pada peralatan utama pembangkit listrik tenaga uap, merupakan contoh yang lain.
Proyek ini
dilaksanakan untuk meningkatkan kinerja PLTU Paiton (2x400 MW) yang mulai mengalami penurunan efisiensi karena usia. Metode
life time
assesment yang diterapkan pada proyek ini mampu meningkatkan efisiensi, mempertahankan daya mampu pembangkit dengan usia hampir 20 tahun, serta memperpanjang life time peralatan. Dalam pelaksanaannya, meskipun kontraktor proyek ini berasal dari Jepang, beberapa pekerjaan seperti design review and approval drawing, supervisi konstruksi serta jasa sertifikasi dan comissioning dilaksanakan oleh PT PLN. Pembagian kerja semacam ini memerlukan komunikasi yang intensif antara PT PLN dan pihak konraktor dari Jepang sehingga alih pengetahuan dan teknologi dapat berjalan dengan baik. Penerapan metode life time assessment pada peralatan utama PLTU serta implementasi scope of work proyek terbukti cukup efektif meningkatkan 4
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Bab I Catatan dari Pemantauan
efisiensi pembangkit Paiton 1 dan 2. Metode rehabilitasi dan modernisasi yang digunakan pada proyek Paiton 1 dan 2 dapat menjadi referensi ataupun direplikasi pada proyek rehabilitasi PLTU lainnya di Indonesia. Sistem pembagian kerja antara pihak Indonesia dengan pihak kontraktor asing yang diterapkan pada proyek CLA-4 Paiton Steam Power Plant juga dilaksanakan pada Parit Baru Coald Fired Steam Power Plant Project dan Tayan Bridge Construction. Pada proyek pembangkit listrik Parit Baru di Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat, pekerjaan review design dan supervisi dilaksanakan oleh PT PLN Enjinering sedangkan pekerjaan konstruksi dilaksanakan oleh perusahaan asing. Pada proyek pembangunan Jembatan Tayan di Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat, pekerjaan review design dan supervisi dilaksanakan oleh perusahaan nasional melibatkan akademisi
yang
dari Universitas Tanjungpura, sementara pekerjaan
konstruksi dilaksanakan oleh kontraktor dari RRT bekerjasama dengan kontraktor nasional. Adanya pembagian kerja antara perusahaan nasional dengan kontraktor asing mempermudah terjadinya alih pengetahuan dan teknologi. Alih pengetahuan dan teknologi juga terjadi dengan baik pada Proyek Denpasar Sewerage Development Project II yang menggunakan teknik pipe jacking dalam konstruksi dan pemasangan pipa pengelolaan air limbah di kawasan padat. Lessons learnt atau alih pengetahuan pada proyek-proyek PHLN bukan hanya melibatkan teknologi tingkat tinggi atau hard knowledge melainkan juga terkait manajemen atau pengelolaan, sesuatu yang amat penting dan sangat menentukan tercapai tidaknya tujuan suatu kegiatan. Proyek Lower Solo River Improvement Project Phase II dan proyek Komering Irrigation Project Stage II Phase 2
merupakan proyek yang menerapkan
tekonogi yang sebenarnya sudah dikuasai tenaga-tenaga ahli nasional dan menggunakan material yang sudah dapat diproduksi di dalam negeri. Akan tetapi melalui kedua proyek tersebut, pihak pelaksana proyek dapat belajar dari cara kerja dan manajerial tenaga konsultan asing yang mengerjakan sebagian besar paket pekerjaan jasa konsultansi baik engineering design maupun manajemen. Penggunaan jasa konsultan asing dari Jepang pada direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
5
Bab I Catatan dari Pemantauan
proyek ini memberikan manfaat pembelajaran dari segi kemampuan manajemen proyek dan keterampilan koordinasi di lapangan sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih efisien dan efektif. Pembelajaran ini sangat penting dan relevan apalagi bila dikaitkan dengan salah satu prioritas/program
utama
Pemerintahan
Presiden
Joko
Widodo
yaitu
swasembada yang di dalamnya melekat pembangunan irigasi. Demikian pula halnya dengan proyek Indonesia Cooperative Business Development Alliance. Metode yang diterapkan dalam proyek ini dan pembelajaran yang diperoleh dari kerjasama dengan National Cooperative Business
Association
dapat
digunakan
untuk
mendukung
swasembada pangan dan peningkatan peran koperasi Indonesia.
program Dengan
meningkatkan teknik paska produksi dan menjamin akses pasar dengan memanfaatkan jaringan yang dimiliki NCBA, melalui proyek ini para petani mampu meningkatkan produksi vanili dan singkong serta meningkatkan pendapatan petani 2.
Kurangnya Optimasi Peluang Alih Pengetahuan
Proyek-proyek PHLN pada dasarnya dirancang untuk memberikan nilai tambah pada perekonomian nasional dan sekaligus sebagai sarana untuk belajar dan mendapatkan ilmu pengetahuan dan teknologi baru. Akan tetapi, dalam pelaksanaanya niatan tersebut tidak sepenuhnya dapat terwujud. Dari kegiatan pemantauan yang dilaksanakan selama tahun 2014, dapat dicatat beberapa hal yang menyebabkan kurang optimalnya atau tidak tercapainya proses alih pengetahuan dan teknologi ataupun yang menyebabkan kurang optimalnya pemanfaatan teknolgi yang didapat. Indonesia-Korea Information and Communication Technology (ICT) Training Center atau Balai Pelatihan dan Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (BPPTIK) yang merupakan proyek hibah dari KOICA dibangun dengan tujuan menjadi center of excellence yang menghasilkan tenaga kerja terlatih di bidang teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
BPPTIK yang
berlokasi di kawasan industri Cikarang Bekasi, memiliki kemampuan untuk memberikan pelatihan kepada sekitar 4000 peserta dalam setahun. Balai ini diharapkan dapat berperan penting dalam memfasilitasi pertemuan antara pencari kerja dengan pengguna tenaga kerja di bidang TIK. Konsep yang 6
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Bab I Catatan dari Pemantauan
dikembangkan dalam proyek ini merupakan embrio dari suatu technopark. Namun, sejak diresmikan pada tahun 2011 sampai dengan saat pemantauan dilaksanakan, BPPTIK belum bisa berfungsi sebagaimana yang direncanakan. Pihak
Kementerian
Komunikasi
dan
diterbitkannya Peraturan Presiden
Informatika
masih
menunggu
mengenai Penerimaan Negara Bukan
Pajak (PNBP) yang memungkinkan pihak Balai memungut biaya dan menggunakan pemasukan tersebut untuk operasional dan pengembangan. Hal ini menunjukan bahwa pada saat perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, menyiapkan
pihak
Kementerian
kelembagaan
dan
Komunikasi peraturan
dan
Informatika
perundangan
tidak
pendukung
pelaksanaan fungsi dan tujuan BPPTIK. Pada Proyek Construction of Surabaya-Madura Bridge, alih teknologi pembangunan jembatan tidak bisa terjadi secara maksimal karena pengaturan kontrak yang membuat pihak kontraktor asing secara ekslusif mengerjakan pembangunan approach bridge dan main bridge tanpa melibatkan kontraktor lokal. Selain itu transfer dokumen terkait pemeliharaan teknis
paska
konstruksi juga tidak diatur dengan jelas dalam kontrak sehingga pada saat jembatan selesai dibangun, kontraktor asing tidak menyampaikan dokumen spesifikasi teknis yang diperlukan untuk pelaksanaan pemeliharaan jembatan (komponen approach bridge dan main bridge) kepada Kementerian Pekerjaan Umum. Pelajaran yang bisa diambil dari kasus ini adalah proses alih teknologi harus dirancang dengan jelas baik pada saat perencanaan maupun pada saat pengaturan kontrak pekerjaan (pekerjaan engineering design, konstruksi dan supervisi maupun pada pekerjaan pemeliharaan). Dalam kerangka peraturan perundangan dan prosedur yang berlaku, executing /implementing agency perlu mengusahakan pembuatan kontrak yang
memungkinkan adanya
interaksi riil dan teknis antara konsultan/kontraktor negara pemberi pinjaman dengan konsultan/kontraktor Indonesia pada setiap tahapan proyek. Pada proyek Improvement of the Mohammad Hosein Hospital Palembang pemanfaatan teknologi peralatan medis yang diadakan dalam rangka proyek ini menjadi kurang optimal karena berlarut-larutnya proses penyiapan dan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa. Akibatnya, ketika peralatan difungsikan, usia teknologi peralatan tersebut sudah mendekati end of life milestone and date.
Selain itu manajemen operasional pelayanan dan
kebersihan serta hygienity nampaknya belum mendapatkan perhatian lebih. direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
7
Bab I Catatan dari Pemantauan
Kedua hal tersebut menyebabkan tidak maksimalnya fungsionalisasi sistem dan peralatan yang diadakan dan berpotensi mengurangi kepercayaan publik kepada rumah sakit meskipun rumah sakit telah dilengkapi dengan peralatan dan sistem yang lebih canggih dan mutakhir. Berkaitan dengan transfer pengetahuan dan teknologi dari sebuah proyek, terdapat hal yang cukup penting untuk diperhatikan yaitu keberadaan laporan proyek yang secara lengkap mendokumentasikan setiap tahap atau proses implementasi proyek. Dengan demikian pembuatan laporan yang hanya menekankan pada dokumen Project Completion Report (PCR)
tidaklah
cukup. Laporan proyek yang mendokumentasikan proses implementasi proyek diperlukan untuk membentuk knowledge management/ institutional memory yang kuat yang dijadikan referensi bagi pelaksanaan proyek-proyek sejenis di masa yang akan datang. 3.
Ketepatan Waktu Pelaksanaan: Masalah Lahan dan Proses Pengadaan
Kinerja proyek-proyek PHLN kerap disorot terutama karena rendahnya penyerapan dan terlambat dari jadwal yang direncanakan. Dari pelaksanaan pemantauan atas ke-18 proyek tersebut ternyata dapat diketahui bahwa pelaksanaan proyek Keramasan Power Plant Extension Project dapat diselesaikan sebelum berakhirnya batas waktu loan agreement.
Hal ini
memang merupakan sesuatu yang sangat langka terjadi pada proyek-proyek konstruksi khususnya proyek-proyek kelistrikan. Kunci keberhasilan ini adalah ketersediaan dan kesiapan lahan sebelum efektifnya loan agreement. Hal berbeda terjadi pada proyek Strengthening West Kalimantan Power Grid yang mengahadapi kendala belum terbitnya Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan dari
Kementerian
Kehutanan
dan
Lingkungan
Hidup
serta
masalah
pembebasan lahan milik masyarakat karena belum adanya kesepakatan harga lahan. Kendala sulitnya pembebasan lahan milik masyarakat yang kemudian mempengaruhi kelancaran pelaksanaan proyek juga terjadi pada East Indonesia National Roads Improvement Project (EINRIP), Komering Irrigation Project Stage II Phase 2 dan Lower Solo River Improvement Project Phase II.
8
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Bab I Catatan dari Pemantauan
Sementara itu, pada proyek Improvement of the Mohammad Hoesin Hospital Palembang, lahan untuk proyek tersebut masih dalam kawasan rumah sakit sehingga pihak pelaksana proyek tidak perlu menyediakan atau menyiapkan lagi lahan untuk pembangunan. Meskipun demikian, pelaksanaan proyek ini melampaui batas waktu loan agreement. Proyek yang direncanakan selesai tahun 2006 tersebut harus diperpanjang tiga kali sampai dengan awal tahun 2015. Lamanya proses pengadaan, akibat lemahnya koordinasi perencanaan dan pengambilan kebijakan internal Kementerian Kesehatan (Kantor Pusat dan Rumah Sakit), merupakan faktor penyebab berlarut-larutnya pelaksanaan dan penyelesaian proyek. Kasus proyek-proyek tersebut menunjukkan bahwa penyediaan lahan serta proses pengadaan yang didukung oleh koordinasi kelembagaan dan perencanaan yang baik merupakan kunci penyelesaian proyek secara tepat waktu. Sudah barang tentu, hal ini bukan saja untuk proyek-proyek yang dibiayai PHLN namun berlaku juga untuk proyek-proyek yang dibiayai dana Rupiah murni APBN/APBD. 4.
Kelembagaan dan Keberlanjutan
Pada bagian Kata Pengantar buku ini disebutkan bahwa temuan-temuan selama indepth monitoring merupakan hal yang penting karena temuantemuan tersebut menjadi rujukan untuk menjamin keberlanjutan atau sustainabilility proyek sehingga output proyek tersebut dapat dimanfaatkan secara maksimal. Masalah
keberlanjutan
proyek
menjadi
sorotan
pelaksanaan
indepth
monitoring. Dari pelaksanaan pemantauan lapangan ke-18 proyek tersebut, dapat disimpulkan bahwa kelembagaan merupakan faktor kunci untuk menjamin keberlanjutan proyek dan pemanfaatan output proyek secara maksimal. Kelembagaan dalam konteks ini mencakup organisasi, manajemen sumber daya manusia, pengelolaan pendanaan, dan peraturan perundangan pendukungnya. Isu kelembagaan
yang berkaitan dengan retribusi terjadi pada Denpasar
Sewerage Development Project (DSDP) II.
Pengelolaan DSDP
di Bali
diserahkan kepada Pemerintah Provinsi Bali melalui Unit Pelayanan Teknis (UPT) Provinsi yang saat ini sedang dalam proses menjadi BLU Daerah. direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
9
Bab I Catatan dari Pemantauan
Kebijakan kelembagaan dalam pengelolaan limbah ini berbeda dengan yang dilaksanakan di Kota Bandung, Jawa Barat dan di kota-kota lainnya dimana pengelolaan limbah diserahkan pada Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Pemisahaan lembaga yang mengelola pasokan air minum dengan lembaga yang mengelola limbah
berpengaruh kepada enforcement pembayaran
retribusi. Pada lembaga yang mengelola air minum dan limbah sekaligus, pembayaran retribusi air disatukan dengan limbah, sehingga keterlambatan pembayaran retribusi limbah dapat menyebabkan dihentikannya pasokan air oleh PDAM. Terpisahnya lembaga pengelola limbah dengan air minum pada Proyek DSDP menyebabkan UPT Provinsi menghadapi permasalahan banyaknya pelanggan yang menunggak retribusi pengolahan limbah dan tidak memiliki kekuatan yang dapat menekan penunggak agar membayar retribusi pengelolaan limbah tepat waktu. Pada kasus DSDP II penerapan pola penggabungan pengelolaan retribusi air bersih dengan limbah menjadi lebih kompleks karena melibatkan 3 pemerintahan
(Pemerintah Provinsi Bali,
Pemerintah Kabupaten Badung dan Kota Denpasar) dimana masing-masing Pemerintah Kabupaten/Kota telah memiliki unit pelayanan air minum sendiri. Pada proyek Indonesia-Korea ICT Training Center, sebagaimana telah disinggung di atas,
tujuan proyek dan pendirian BPPTIK tersebut belum
tercapai karena belum terbitnya Peraturan Presiden yang mengatur Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebagai dasar bagi pihak Balai memungut
biaya
dan
menggunakannya
untuk
operasional
dan
pengembangan. Akibatnya BPPTIK juga menghadapi kendala terkait pemeliharaan, pemutakhiran peralatan, pengembangan kurikulum serta penyediaan tenaga pengajar profesional. Kelembagaan yang belum efektif juga menjadi salah satu tantangan pengembangan Pengembangan
kawasan
di
sekitar
Jembatan
Suramadu.
Badan
Wilayah Surabaya Madura (BPWS) dibentuk setelah
jembatan selesai dibangun. Tugas BPWS adalah mengkoordinasikan pengembangan kawasan di sekitar Jembatan Suramadu melalui kerjasama dengan pemerintah daerah setempat.
Pada pelaksanaannya Pemerintah
Kota Surabaya dan Kabupaten Bangkalan melihat adanya tumpang tindih tugas dan kewenangan BPWS yang berpotensi mengambil alih kewenangan otonomi di daerahnya masing-masing. Akibatnya komunikasi BPWS dengan Pemkot
Surabaya
dan
Pemkab
Bangkalan
menjadi
Permasalahan hubungan kelembagaan antara BPWS 10
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
tidak
efektif.
dengan Pemkot
Bab I Catatan dari Pemantauan
Surabaya dan Pemkab Bangkalan terjadi karena kedua pemerintah daerah tersebut
tidak dilibatkan sejak awal perencanaan proyek. Pada kasus
Jembatan Suramadu, komunikasi dan koordinasi yang terjadi hanya sampai pada tingkat provinsi. Padahal keterlibatan pemerintah daerah (termasuk kota/kabupaten) yang menjadi lokasi proyek pada proses perencanaan diperlukan untuk meningkatkan ownership atas Jembatan Suramadu. Hal yang hampir sama juga terjadi pada proyek Rehabilitation of Drainage System of Banda Aceh and Lhokseumawe City dan Aceh Reconstruction Project : Sub-sektor drainase. Kedua proyek ini pada awalnya merupakan bagian dari kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh pasca tsunami 26 Desember 2014 yang diusulkan oleh Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR). Meskipun demikian, sejak awal proyek ini didesain dengan melibatkan Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum sebagai institusi penanggungjawab drainase dan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum sebagai institusi penanggungjawab sungai. Hal ini merupakan langkah untuk menjamin keberlanjutan proyek, mengingat BRR merupakan lembaga ad-hoc yang beroperasi hanya sampai tahun 2009. Proyek ini juga melibatkan Pemerintah Daerah yang akan bertanggung jawab atas operasional dan perawatan. Pada proses persiapan proyek ini telah terdapat kesepakatan tentang pembagian tugas dan tanggung jawab antara BRR, Kementerian Pekerjaan Umum dan Pemerintah Provinsi Aceh. Dengan adanya perjanjian antar pihak ini, setelah BRR berakhir pada tahun 2009, proses pemindahan executing agency ini berlangsung dengan lancar. Namun, kesepakatan ini belum disertai pengaturan yang rinci tentang kewajiban dan konsekuensi setiap pihak termasuk masalah alokasi pendanaan dan regulasi. Rendahnya kualitas operasi dan pemeliharaan proyek ini menunjukkan belum dikelolanya aspek kelembagaan paska proyek secara rinci dan menyeluruh. Proyek Regional Economic Development (RED) yang merupakan proyek pengembangan ekonomi regional di kawasan Kota Singkawang, Kabupaten Bengkayang dan Kabupaten Sambas Provinsi Kalimantan Barat (Singbebas) juga menghadapi permasalahan keberlanjutan kegiatan. Permasalahan timbul karena
belum
adanya
kelembagaan
yang
menjadi
wadah
untuk
mengkoordinasi program-program pembangunan di kawasan tersebut, dan belum adanya regulasi pendukung kegiatan serta pembiayaan program ketika pendanaan dari hibah luar negeri telah selesai.
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
11
Bab I Catatan dari Pemantauan
Sementara itu, pada proyek Improvement of the Mohammad Hoesin Hospital Palembang keberadaan dan kedudukan RS Moh. Hoesin sebagai Badan Layanan Umum (BLU), yang memiliki wewenang untuk membelanjakan sebagian pendapatan yang diperolehnya, justru tidak dimanfaatkan untuk kelancaran dan keefektifan proyek. Pembiayaan perawatan dan pengadaan suku cadang peralatan seharusnya langsung dapat diserahkan kepada BLUD RS Moh. Hoesin. Pembiayaan perawatan dan pengadaan suku cadang masih dikelola
pelaksana
proyek
pinjaman
KfW.
Akibatnya
hal
terebut
memperlambat proses pengadaan suku cadang dan perawatan serta fungsionalisasi peralatan yang dibiayai pinjaman. 5. Salah
Pengembangan Kerjasama Internasional satu
pilar
pelaksanaan
kerjasama
pembangunan
adalah
pengembangan kerjasama internasional. Kerjasama ini diarahkan untuk mendukung peran internasional Indonesia dan untuk merespon serta melaksanakan komitmen atau agenda pembangunan global misalnya perubahan iklim dan MDGs. Proyek Forest Climate Change Program (FORCLIME) merupakan salah satu contok proyek kerjasama pembangunan bilateral (Indonesia – Jerman) yang mendukung pilar pengembangan kerjasama internasional. Kegiatan dari proyek ini ditujukan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dari sektor kehutanan sekaligus meningkatkan mata pencaharian masyarakat desa. Melalui kegiatan ini Indonesia turut berkontribusi pada kerjasama internasional untuk mengurangi pemanasan global dengan cara memperbaiki manajemen pengelolaan hutan yang berkelanjutan.
12
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
BAB 2 LAPORAN KUNJUNGAN LAPANGAN
Bab II Laporan Kunjungan Pemantauan Lapangan
BAB II LAPORAN KUNJUNGAN PEMANTAUAN LAPANGAN
Selama tahun 2014, Direktorat Pendanaan Luar Negeri telah melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap 18 proyek yang dibiayai Pinjaman dan Hibah Luar Negeri Bilateral. Bagian ini berisi laporan dari kunjungan lapangan yang terdiri atas informasi kinerja proyek, langkah tindak lanjut, lesson learnt dan foto kunjungan lapangan. Laporan kunjungan lapangan kegiatan pinjaman disajikan dengan urutan: I. Proyek-proyek yang sedang berjalan 1.
East Indonesia National Roads Improvement Project (EINRIP) Paket ESS-05 dan ESS-06 2. Tayan Bridge Construction 3. Aceh Reconstruction Project: Sub-sektor Jalan Raya 4. Komering Irrigation Project Stage II Phase 2 5. Lower Solo River Improvement Project (LSRIP) Phase II 6. Denpasar Sewerage Development Project (DSDP) I 7. The Improvement of the Mohammad Hoesin Hospital Palembang 8. Parit Baru Coal Fired Steam Power Plant Project (2x50 MW) 9. Keramasan Power Plant Extension Project 10. Strengthening West Kalimantan Power Grid II. Proyek-proyek yang selesai pelaksanaannya 11. CLA-4 Rehabilitation and Modernization of Paiton Steam Power Plant 1 & 2 (2x400 MW) 12. The Construction of Saurabaya-Madura Bridge (Jembatan Suramadu) 13. Rehabilitation of Drainage System of Banda Aceh and Lhokseumawe City dan Aceh Reconstruction Project: Sub-sektor drainase Selain itu, bagian ini juga akan menyajikan laporan kunjungan kegiatan hibah dengan urutan: I. Proyek-proyek yang sedang berjalan 1. 2. 3.
Proyek Indonesia Cooperative Business Development Alliance Regional Economic Development Forest Climate Change Program
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
13
Bab II Laporan Kunjungan Pemantauan Lapangan
II. Proyek-proyek yang selesai pelaksanaannya 4. Indonesia-Korea ICT Training Center 5. Aceh-Calang Road Pemilihan lokasi dan proyek tersebut didasarkan atas pertimbangan persebaran wilayah Indonesia timur, tengah dan barat, persebaran jenis dan tema proyek serta keragaman sumber pembiayaan.
14
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
EINRIP Paket ESS-05 dan ESS-06
Laporan Kunjungan Lapangan “EINRIP PAKET ESS-05 dan ESS-06” Sinjai, Sulawesi Selatan, 9-10 September 2014
1.
Informasi Proyek a.
Data Umum Proyek
b.
Kinerja Proyek
2.
Langkah Tindak Lanjut Percepatan Output
3.
Lessons Learnt
4.
Isu-Isu terkait Keberlanjutan Proyek
5.
Foto
1. Informasi Umum Proyek a. Data Umum Proyek EINRIP Executing Agency
Ditjen Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum
Sumber Pembiayaan
Pinjaman AUSAID (DFAT)
Nilai Pinjaman
AUD 300 JUTA (untuk 20 Paket Proyek EINRIP)
Proyek Tujuan
Meningkatkan dan merehabilitasi jalan dan jembatan di Kawasan Timur Indonesia (KTI)
Lingkup Proyek
1. Civil Wors under Part 1 of the Project 2. Goods 3. Incremental Operating Cost under Part 2 of the
project 4. Consultant Services
Cakupan Wilayah
Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur
Masa laku loan
Loan Agreement efektif tanggal 04 Maret 2014 s/d 31 Desember Desember 2014
Status pekerjaan
On going direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
15
EINRIP Paket ESS-05 dan ESS-06
b. Kinerja Proyek Proyek EINRIP sampai dengan akhir Juni 2014 dari keseluruhan 20 paket , 13 paket sudah selesai pelaksanaannya (EBL-01, EBL-02, ENB-01AB, ENB-02, EKB-01, EKS-01, EKS-02, ESS-02, ESS-03, ESR-01, ESR-02, ESH-01, ESU-01), 7 paket on-going dengan rincian: - 4 paket selesai sebelum LCD 31 desember 2014 (ENB-01C, ENB03, ESS-01, dan ESS-04) - 3 paket akan selesai pada tahun 2015 (ENT-01, ESS-05, dan ESS-06)
Tabel 2 Rincian Kondisi 20 Paket Pekerjaan Konstruksi per Akhir Juni 2014 No
Paket
Nama paket
Total Output Kontrak
Tandatangan Kontrak
Completion Date
Progres Fisik (%)
10.79 km
5 Des 2008
14 Sept 2012
Selesai
8.21 km
10 Des 2009
29 Mei 2012
Selesai
31.50 km
20 Apr 2009
14 Des 2013
Selesai
18.89 km
5 Nov 2010
2 Jan 2014
Selesai
12.90 km
6 Okt 2010
15 Des 2013
Selesai
11.20 km
16 Mar 2009
8 Agus 2011
Selesai
31.79 km
9 Des 2009
9 Jul 2014
99.73
14.09 km
14 Des 2009
30 Jul 2014
Selesai
23.62 km
10 Des 2009
16 Jun 2014
98.19
15.60 km
17 Des 2010
13 Jul 2014
58.21
16.23 km
25 Mei 2010
31 Jul 2013
Selesai
Provinsi Bali 1 2
EBL-01 EBL-02
Topati-Kusamba TohpatiKusamba
Provinsi Kalimantan Barat 3
EKB-01
PontianakTayan
Provinsi Kalimantan Selatan 4
5
EKS-01
EKS-02
MartapuraDs.Tungkap BanjarmasinBts.Kalteng
Provinsi Nusa Tenggara Barat 6
7
ENB-
Sumbawa Besar
01AB
Bypass
ENB01C
8
9
ENB-02
ENB-03
Pal IV-KM 70 KM70-Cabdin. Dompu Cabdin. DompuBanggo
Provinsi Nusa Tenggara Timur 10
ENT-01
Ende-Aegela
Provinsi Sulawesi Tengah 11
16
ESH-01
Lakea-Buol
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
EINRIP Paket ESS-05 dan ESS-06
No
Paket
Nama paket
Total Output Kontrak
Tandatangan Kontrak
Completion Date
Progres Fisik (%)
33.77 km
2 Apr 2009
3 Apr 2012
Selesai
23.93 km
2 Des 2009
4 Okt 2013
Selesai
24.18 km
10 Des 2009
15 Okt 2014
99.94
26.88 km
19 Mei 2009
12 Mar 2012
Selesai
25.84 km
19 Mar 2010
15 Apr 2014
Selesai
20.74 km
30 Mei 2011
30 Jun 2014
97.21
19.96 km
2 Mei 2012
14 Sept 2014
58.77
24.52 km
7 Mei 2012
25 Aug 2014
62.80
490 m
2 Des 2009
16 Feb 2014
Selesai
Provinsi Sulawesi Tenggara 12
13
ESR-01
ESR-02
TinanggeaKasipute Bambaea-Sp. Kasipute
Provinsi Sulawesi Selatan Sengkang-Impa 14
ESS-01
ImpaTarumpakkae
15
16
17
18
19
ESS-02
ESS-03
ESS-04
ESS-05
ESS-06
BantaengBulukumba JenepontoBantaeng BulukumbaTondong 1 Bulukumba Tondong 2 Bulukumba Tondong - Sinjai
Provinsi Sulawesi Utara 20
ESU-01
MalibaguTaludaa
Sumber: Diolah dari laporan TW II Thn. 2014 Proyek EINRIP
Kementerian PU telah mengajukan usulan perpanjangan Loan Closing Date sampai dengan 30 September 2015, dan telah direspon oleh Bappenas agar dapat diproses lebih lanjut oleh Kementerian Keuangan. Khusus untuk Paket ESS-05 dan ESS-06 keterlambatan pelaksanaan disebabkan oleh: - Adanya tuntutan untuk melakukan penilaian kembali dari WTP. Penyelesaian membutuhkan waktu panjang karena melibatkan koordinasi dengan Pemda serta proses verivikasi dan administrasi pembayaran kompensasi. Akibat dari penolakan WTP, lahan proyek yang dapat diserahkan hanya sebagian kepada kontraktor. Kontraktor melakukan re-design dengan menyesuaikan road
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
17
EINRIP Paket ESS-05 dan ESS-06
alignment
terhadap
lahan
yang
tersedia.
Masalah
dapat
diselesaikan pada Desember 2013. - Proses sertifikasi lahan yang terkena proyek belum dilaksanakan. Selain itu Pemerintah Kabupaten Bulukumba dan Sinjai tidak menganggarkan dananya. - Pelaksanaan relokasi utilitas umum di badan jalan yang dilakukan oleh PLN dan Telkom berjalan lambat. - Terlambatnya pelaksanaan konstruksi mengakibatkan kondisi perkerasan mengalami kerusakan struktur. Hal ini menyebabkan berubahnya penangan dari pelapisan ulang dengan campuran aspal
menjadi
harus
dilakukan
full
depth
reconstruction.
Perubahan jenis metode mengakibatkan waktu penangana yang lebih lama. - Kondisi cuaca di musim hujan yang menyebabkan tanah menjadi becek
dan
tergenang
air
sehingga
menghambat
proses
pengerjaan. Berdasarkan hal tersebut di atas, dilakukan estimasi dan antisipasi penyelesaian pekerjaan untuk paket ESS-05 dan ESS-06 sebagai berikut: - Paket ESS-05: Estimasi perpanjangan waktu pelaksanaan tanggal 30 April 2015 dengan antisipasi perpanjangan sampai 30 Juni 2015. - Paket ESS-06: Estimasi perpanjangan waktu pelaksanaan tanggal 31 Maret 2015 dengan antisipasi perpanjangan sampai 30 Juni 2015.
2. Langkah Tindak Lanjut Percepatan Pencapaian Output Pada pertemuan pemantauan tanggal 10 September 2014 di lokasi proyek ESS-06, disampaikan hal-hal sebagai berikut: Secara umum, saat ini tidak terdapat kendala yang signifikan untuk proyek ESS-05 dan ESS-06. Kendala pembebasan lahan termasuk road alignment design juga telah diselesaikan. Terkait sertifikasi sisa lahan yang terkena proyek, diperlukan koordinasi dengan Pemerintah Kabupaten dan BPN setempat. 18
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
EINRIP Paket ESS-05 dan ESS-06
Kondisi cuaca saat ini dimusim kemarau akan dimanfaatkan untuk menyelesaikan proyek sesuai target. Bappenas telah memberikan rekomendasi perpanjangan Loan Closing Date sehingga penyelesaian paket ESS-05 dan ESS-06 sudah dapat dilaksanakan.
3. Lessons Learnt 1. Pemanfaatan Loan secara Maksimal. Pada proyek EINRIP, loan yang berasal dari Pemerintah Australia (AUSAID) merupakan pinjaman yang sangat lunak sehingga pemanfaatannya perlu dimaksimalkan. Hal ini sejalan dengan pertimbangan ruas-ruas jalan proyek yang ditingkatkan melalui EINRIP merupakan bagian dari target Prioritas Nasional sepanjang 19.370 km yang harus diselesaikan tahun 2014 yang tertuang dalam RPJMN 2010-2014. 2. Dukungan Pemerintah Daerah. Pembebasan lahan dan penolakan dari warga yang terkena proyek merupakan masalah yang masih ditemukan di proyek EINRIP. Dalam kasus Paket ESS-05 dan ESS-06, masalah pembebasan lahan sudah mendapatkan dukungan dan komitment dari Pemerintah Daerah, sehingga penyelesaian tidak terlalu berlarut-larut.
4. Isu terkait Keberlanjutan Pasca Proyek Isu yang perlu menjadi perhatian dan dicarikan pemecahan yang tepat sekaligus dapat menjadi lessons learnt, yaitu: Koordinasi dengan pihak terkait. Perlu dilakukan koordinasi yang lebih baik dengan pihak PLN, Telkom, PDAM diawal perencanaan kegiatan terkait relokasi utilitas umum (tiang listrik, kabel optik dan saluran air) di badan jalan agar tidak menghambat pelaksanaan pengerjaan proyek. Alasan yang sering disampaikan adalah keterbatasan anggaran untuk melakukan relokasi utilitas umum tersebut. Diharapkan dengan koordinasi yang lebih baik, pihak PLN, Telkom maupun PDAM dapat mengantisipasi anggaran mereka untuk relokasi uitilitas umum.
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
19
EINRIP Paket ESS-05 dan ESS-06
5. Foto Kunjungan Lapangan
Gambar 1 Suasana Rapat Koordinasi
Gambar 2 Fasilitas Penghancur Batu
Gambar 3 Kondisi Jalan di ESS-05
Gambar 4 Kondisi jalan di ESS-05 yang belum dilengkapi marka jalan
Gambar 5 Proses Pengerjaan di ESS-06
Gambar 6 Kondisi Jalan di yang sudah selesai di ESS-03
-----oo0oo-----
20
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Tayan Bridge Construction
Laporan Kunjungan Lapangan “Tayan Bridge Construction” Tayan, 18 Juni 2014
1.
Informasi Proyek a. Data Umum Proyek b. Kinerja Proyek
2.
Langkah Tindak Lanjut Percepatan Output
3.
Lessons Learnt
4.
Isu-Isu terkait Keberlanjutan Proyek a. Pengelolaan Jembatan b. Pengembangan Pulau Tayan
5.
Foto
1. Informasi Umum Proyek a. Data Umum Proyek Executing Agency
Ditjen Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum
Sumber Pembiayaan
Pinjaman Pemerintah RRT melalui skema preferential export buyer credit
Nilai Pinjaman Proyek
USD 67.275.493
Tujuan
Meningkatkan akses dan konektivitas dari Pontianak menuju Palangkaraya untuk mengakselerasi pembangunan regional di kawasan koridor utara Kalimantan Barat
Ruang lingkup pekerjaan
Konstruksi dan Supervisi
Lokasi
Sungai Kapuas, Kecamatan Tayan Hilir, Kabupaten Sanggau, Propinsi Kalimantan Barat
Masa laku loan
Loan Agreement efektif tanggal 08/08/ 2012 s.d 08/08/2017
Status pekerjaan
On going
Pembagian Pekerjaan
Konstruksi Jembatan dibiayai oleh dana pinjaman Access Road menuju jembatan dibiayai rupiah murni (APBN)
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
21
Tayan Bridge Construction
b. Kinerja Proyek Proyek
Tayan
Bridge
Construction
merupakan
proyek
untuk
mengoptimalkan fungsi Lintas Selatan Kalimantan sebagai jalur ekonomi utama Pulau Kalimantan dan bagian dari Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) serta dibiayai pinjaman Pemerintah RRT melalui skema Preferential Buyer’s Export Credit The Export Import Bank of China dengan nilai pinjaman USD 67.275.493. Loan efektif tanggal 8 Agustus 2012 s/d 8 Agustus 2017. Dana pinjaman digunakan untuk membiayai konstruksi jembatan (main bridge dan approach bridge). Sedangkan dana rupiah murni digunakan untuk membiayai pembangunan access road dan pekerjaan supervisi. Jembatan Tayan berjarak 112 km dari Kota Pontianak dan akan menghubungkan Kalimantan Barat dengan Kalimantan Tengah melalui ruas
jalan
poros/Lintas
Selatan
Kalimantan.
Jembatan
yang
menghubungkan Tayan dengan Piasak, Kabupaten Sanggau ini nantinya akan menjadi jembatan terpanjang di Kalimantan dan diharapkan menjadi ikon Propinsi Kalimantan Barat. Jembatan ini melintasi Sungai Kapuas melalui Pulau Tayan yang mempunyai luas 58,3 Ha dan dihuni sekitar 2.181 penduduk. Pembangunan Jembatan Tayan akan menjadikan jalur lintas selatan Kalimantan berfungsi secara optimal dalam melayani kinerja transportasi darat. Saat ini, lalu lintas kendaraan dilayani kapal ferry yang dioperasikan oleh PT ASDP. Proyek ini juga termasuk membuka jalan di pulau Tayan. Pemancangan tiang pertama pembangunan Jembatan Tayan dilakukan secara simbolis oleh Menteri Pekerjaan Umum, Djoko Kirmanto. Jembatan Tayan terdiri atas dua sisi karena di tengah Sungai Kapuas terdapat
satu
pulau,
yaitu
Pulau
Tayan.
Jembatan
akan
menghubungkan pulau dengan daratan di kedua sisi sungai. Spesifikasi jembatan yang akan dibangun adalah sebagai berikut:
22
-
Panjang Total Jembatan
: 1.420 m (2 jembatan)
-
Panjang Jembatan Utama
: 350 m
-
Panjang Approach Bridge
: 1.070 m
-
Access Road
: 3.7 km (3 seksi)
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Tayan Bridge Construction
Gambar 1 Peta Pembangunan Tayan Bridge Construction Sumber: Paparan Satker Pelaksanaan Jembatan Tayan pada rapat pemantauan tanggal 18 Juni 2014
Pelaksanaan proyek Tayan Bridge Construction telah menyerap dana secara kumulatif sebesar 65,01% dari total pinjaman per Juni 2014. Progress varian proyek negatif 13,62 menunjukkan penyerapan dana proyek Tayan Bridge Construction lebih lambat dari target waktu yang dijadwalkan. Tabel 3 Progress Proyek Tayan Bridge Construction per 31 Mei 2014 Agustus 2012 – Mei 2014
Progres
Rencana
Realisasi
Fisik
73,32
Keuangan
73,32
70,33 65,01
Sumber: Paparan Satker Pelaksanaan Jembatan Tayan pada rapat pemantauan tanggal 18 Juni 2014
Pada saat kunjungan lapangan terlihat sebagian besar struktur bawah jembatan (sub-structure) berupa bored pile telah terbangun. Seluruh material yang didatangkan dari luar negeri, termasuk dari Tiongkok, telah tiba di lokasi proyek dan siap untuk dipasang ketika struktur bawah jembatan selesai dibangun. Ditargetkan seluruh material, termasuk direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
23
Tayan Bridge Construction
struktur pelengkung baja (arch continous steel truss) telah terpasang pada tahun 2014, untuk selanjutnya dilakukan pengaspalan pada tahun 2015. Secara umum pelaksanaan proyek berjalan baik. Tidak terdapat kendala/masalah signifikan dalam pelaksanaan proyek (seperti masalah lahan, ketersediaan dana). Terdapat kendala teknis di lapangan yang menyebabkan pekerjaan fisik jembatan mengalami sedikit keterlambatan. Hal ini disebabkan struktur tanah di dasar merupakan bebatuan sehingga diperlukan peralatan bor khusus yang saat ini hanya terdapat 1 buah di Indonesia. Bor khusus tersebut didatangkan dari proyek lain di Pulau Jawa. Disamping itu, Ditjen Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum sedang
mengajukan
amandemen
kontrak
perubahan
nilai
dan
perubahan desain untuk menyesuaikan dengan kebutuhan lapangan. Jalan akses menuju jembatan telah dibangun melalui proyek Eastern Indonesia National Road Improvement Project (EINRIP), yang dibiayai dengan pinjaman Pemerintah Australia. Kondisi jalan dalam keadaan baik.
2. Langkah Tindak Lanjut Percepatan Pencapaian Output Pada pertemuan pemantauan tanggal 18 Juni 2014 di
Lokasi
Pembangunan Jembatan Tayan, telah dilakukan dan disepakati langkahlangkah pencapaian ouput dan hal terkait lainnya sebagai berikut: Ditjen Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum segera melakukan proses amandemen kontrak yang ketiga. Sebelumnya, amandemen pertama dilakukan bulan Januari 2013 yang meliputi perubahan tata cara pembayaran. Amandemen kedua dilakukan pada bulan Oktober 2013 untuk merubah nama Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Perubahan ketiga diperlukan untuk merubah nilai kontrak dan perubahan desain agar sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lapangan. Oleh karena itu, perubahan kontrak yang ketiga ini membutuhkan argumentasi teknis dari konsultan dan harus sudah disetujui oleh pihak yang berwenang. Secara umum, perubahan yang dilakukan pada amandemen ketiga antara lain: (i) perubahan design timbunan menjadi pile slab, (ii) 24
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Tayan Bridge Construction
perubahan design bore pile, (iii) perubahan design fender pier, (iv) perubahan panjang bore pile, (v) penambahan pipa sonic logging, (vi) perubahan pelaksanaan pekerjaan bor pile, dan (vii) perkuatan struktur main bridge. Mempercepat proses untuk mendatangkan bor khusus yang akan digunakan untuk memecah bebatuan di dasar sungai kecil Tayan (pada pembangunan jembatan pertama).
3.
Lessons Learnt dari Pelaksanaan Proyek a. Penguatan Kapasitas Lokal Pelaksanaan proyek Tayan Bridge Construction sudah mengambil lessons learnt dari proyek sebelumnya, dimana konsultan supervisi sudah menggunakan perusahaan lokal, yaitu PT. Adiya Widyajasa & Ass. Tenaga ahli konsultan juga memiliki pengalaman dalam tim yang mengkaji standar pembangunan jembatan baru pasca kejadian robohnya Jembatan Kutai Kartanegara. Beberapa proyek yang dibiayai pinjaman dengan skema preferential export
buyer’s
credit
(PBC)
memiliki
perbedaan
dalam
pola
pelaksanaannya dengan skema pinjaman lain, misalnya yang didanai oleh ADB, Bank Dunia, atau JICA. Pinjaman dari ADB, Bank Dunia, ataupun JICA menyediakan alokasi pembiayaan dalam satu paket komitmen pinjaman yang lengkap untuk desain sebelum pelaksanaan konstruksi termasuk jasa supervisi. Sedangkan skema PBC hanya mengalokasikan pekerjaan konstruksi saja berdasarkan desain yang disusun oleh pihak Indonesia. Dalam pelaksanaannya, pihak kontraktor ikut melakukan review desain untuk menyesuaikan dengan kondisi di lapangan. Pada proyek Jembatan Suramadu, pekerjaan detailed engineering design dilakukan oleh pihak kontraktor dari RRT dengan pola sistem kontrak EPC (engineering procurement and construction). Dengan pola semacam ini, proses transfer of knowledge menjadi tidak optimal karena kurangnya keterlibatan pihak Indonesia dalam melaksanakan pekerjaan. Pada
proyek
Jembatan
Tayan,
pelaksana
proyek
mengontrak
perusahaan nasional untuk melakukan review atas detail technical direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
25
Tayan Bridge Construction
drawing yang dilakukan pihak kontraktor. Pihak pelaksana proyek juga melibatkan akademisi dari Universitas Tanjungpura dalam proses review design dan supervisi. Review design yang dilakukan oleh konsultan nasional yang melibatkan perguruan tinggi dalam proses manajemen teknis akan meningkatkan knowledge sharing dan pemberdayaan kapasitas SDM lokal. b. Komponen Impor Salah satu yang menjadi perhatian dalam proyek pinjaman luar negeri adalah besaran komposisi barang lokal dan barang impor. Semakin besar komponen barang lokal yang digunakan, maka semakin besar manfaat pinjaman luar negeri bagi perekonomian nasional, demikian pula sebaliknya. Pinjaman
dengan
skema
PBC
pada
dasarnya
hanya
dapat
dimanfaatkan untuk memfasilitasi pengadaan barang atau jasa dari RRT. Tidak ada pengaturan khusus mengenai besaran local content dalam skema PBC. Namun, dalam jumlah tertentu, pihak pelaksana proyek dapat memanfaatkan penggunaan produksi dalam negeri. Pada proyek Tayan Bridge Construction komposisi barang yang diimpor dari Tiongkok adalah sebesar 30%. Komposisi ini menguntungkan bagi Indonesia, mengingat dalam banyak kasus, lender selalu menekankan penggunaan produk miliknya kepada negera penerima.
4. Isu-Isu terkait Keberlanjutan Pasca Proyek Proyek dan masa berlaku pinjaman Tayan Bridge Construction akan berakhir pada tahun 2017. Oleh sebab itu, Pemerintah perlu memastikan bahwa setelah proyek dapat selesai tepat waktu (on schedule) dan berkelanjutan. Terkait dengan hal tersebut, terdapat beberapa isu yang perlu menjadi perhatian dan dicarikan pemecahan yang tepat se kaligus dapat menjadi lessons learnt.
a. Pengembangan Pulau Tayan Desain awal jembatan sebenarnya melintas langsung dari Kota Tayan menuju Piasak dan tidak melewati pulau kecil di Kecamatan Tayan. Pada proses perencanaan, ditetapkan bahwa posisi jembatan dirubah agar
26
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Tayan Bridge Construction
dapat melalui pulau kecil di Tayan dan terus melewati Sungai Kapuas. Hal ini dilakukan untuk menumbuhkan ekonomi dan memberikan akses kepada masyarakat di Pulau Tayan. Pengembangan wilayah Pulau Tayan perlu menjadi perhatian Pemerintah Daerah setempat pasca dibangunnya Jembatan Tayan. Pulau Tayan memiliki potensi dan dapat dimanfaatkan misalnya sebagai pusat pariwisata di wilayah Kalimantan Barat.
b. Pemeliharaan jembatan Runtuhnya jembatan Kutai Kartanegara harus menjadi perhatian bagi seluruh
kalangan
mengenai
pentingnya
proses
pemeliharaan.
Pembangunan jembatan Tayan yang menggunakan kontraktor asing harus dapat dimanfaatkan dalam proses knowledge sharing termasuk bagaimana cara memelihara dan merawatnya. Belajar pada proyek sebelumnya, pekerjaan detailed engineering design proyek Jembatan Suramadu sepenuhnya dilaksanakan pihak kontraktor dari RRT dengan pola EPC (engineering procurement and construction), sehingga proses transfer of knowledge menjadi kurang maksimal karena tidak pihak Indonesia tidak dilibatkan dalam pelaksanaan pekerjaan, terutama untuk komponen main bridge. Disamping itu, dokumen-dokumen yang dibutuhkan untuk mendesain pekerjaan pemeliharaan Jembatan Suramadu juga tidak diberikan oleh pihak Kontraktor. Akibatnya, pihak pelaksana perawatan dan pemeliharaan Jembatan menemui kesulitan untuk melaksanakan pekerjaan pemeliharaan. Menyadari pentingnya aspek pemeliharaan dalam proyek konstruksi, maka sejak awal, dari mulai penyusunan klausul kontrak, pelaksanaan pekerjaan, dan pemeliharaan, kontraktor harus diberi tanggung jawab untuk mendukung keberlanjutan proyek termasuk dalam hal bagaimana melakukan pemeliharaan terhadap jembatan yang sudah dibangun.
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
27
Tayan Bridge Construction
5. Foto Kunjungan Lapangan
Foto 1 Proses pengerjaan Jembatan Tayan
Foto 2 Road Acces menuju Jembatan Tayan
Foto 3 Material yang diimpor dari Tiongkok telah tiba di lokasi
Foto 4 Pondasi Jembatan Tayan
Foto 5 Kondisi jalan proyek EINRIP dari Pontianak menuju Jembatan Tayan
Foto 6 Pemukiman Warga Pulau Tayan (Jembatan Tayan terdiri dari dua bagian yang melintasi Pulau Tayan)
-----oo0oo-----
28
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Aceh Reconstruction Project: Sub-sektor Jalan Raya
Laporan Kunjungan Lapangan “Aceh Reconstruction Project: Sub-sektor Jalan” Takengon, Aceh, 4 - 6 Desember 2014
1.
Informasi Proyek i. Data Umum Proyek ii. Kinerja Proyek
2.
Kendala Pelaksanaan Proyek
3.
Langkah Tindak Lanjut Percepatan Output
4.
Lessons Learnt
5.
Foto
1. Informasi Umum Proyek a. Data Umum Proyek Executing Agency
Ditjen Bina Marga (sub sektor jalan), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Sumber Pembiayaan
Pinjaman Pemerintah Jepang/JICA (Loan IP-545)
Nilai Pinjaman Proyek
JPY 11.593.000.000 Nilai Kontrak Sub Sektor Jalan: Ekivalen JPY 6.393 juta
Tujuan
Meningkatkan akses jalan nasional di wilayah Aceh
Ruang lingkup
1. Civil Works
pekerjaan
2. Consulting Services 3. Contigencies
Lokasi
Jalan Nasional Lintas Tengah Aceh
Masa berlaku loan
Loan Agreement efektif tanggal 29 Maret 2007 s/d 26 Juli 2017
b. Kinerja Proyek Ruang lingkup proyek IP-545 terdiri atas dua kegiatan yaitu sub sektor jalan nasional dan sub sektor drainase. direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
29
Aceh Reconstruction Project: Sub-sektor Jalan Raya
Berdasarkan
Minutes
of
Discussion
antara
JICA,
Kementerian
Pekerjaan Umum, Kementerian Perhubungan, dan Bappenas tanggal 17 November 2009, ruas jalan yang akan dibangun yaitu antara Geumpang dan Pameu. Pada pelaksanaannya terdapat perubahan ruas pada paket pembangunan jalan karena ruas tersebut melalui hutan lindung dan terdapat
kebutuhan
penambahan
akses
jalan
nasional.
Lokasi
pembangunan jalan tersebut diubah berdasarkan Rapat Pembahasan Investment Action Plan (IAP) tanggal 20 September 2010 yaitu menjadi ruas B. Keujeren - Sp. Kraft, Sp. Kraft - Kebayakan, dan Takengon Pameu. Pembangunan jalan pada ruas-ruas ini pada dasarnya merupakan peningkatan status jalan dari jalan provinsi menjadi jalan nasional. Dengan demikian, paket pekerjaan sub-sektor yang ditangani Ditjen Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat ini meliputi: Paket 1: Ruas Sp. Kraft – Batas Aceh Tengah, Paket 2: Ruas Batas Aceh Tengah – Blang Keujeren, dan Paket 3: Ruas Sp. Kebayakan – Sp. Kraft. Tabel 4 Paket Kontrak IP-545 Sub Sektor Pembangunan Jalan Nilai No.
1
Paket Kontrak
(Miliar Rp)
Ekivalen (Juta JPY)
Sub Sector Road A. Consulting Services on Road Sub Sector (1 Paket)
85,9
826
1. Paket 1: Road Construction of Sp. Kraft – Batas Aceh Tengah (39,5 km)
218,7
2.103
2. Paket 2: Road Construction of Batas Aceh Tengah – Blang Keujeren (45,5 km)
183,7
1.766
3. Paket 3: Road Construction of Sp. Kebayakan – Sp. Kraft (52,2 km)
176,6
1.698
664,9
6.393
B. Construction Service of Road Sub Sector (3 Paket):
Total
Sumber: Laporan Pelaksanaan Kegiatan Proyek IP 545, Triwulan I Tahun 2014
30
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Aceh Reconstruction Project: Sub-sektor Jalan Raya
Tabel 5 Progres Fisik dan Keuangan Sub Sektor Jalan per November 2014 No. I
II
Kategori
Periode Kontrak
Progres Fisik (%)
Progres Keuangan (%)
23,27
34,48
31,97
38,34
Civil Works Pac-1
Simpang Kraft -Batas Aceh Tengah (39.5 km)
Jun/13-Nov/15
Pac-2
Batas Aceh Tengah – Blangkejeren (45.5 km)
Jun/13-Nov/15
Pac-3
Kebayakan -Simpang Kraft (52.2 km) Dec/13-Jun/16
15,21
27,82
Consulting Services
82,66
55,67
Aug/09-Nov/15
Sumber: Laporan PMU 5 Desember 2014
2. Kendala Pelaksanaan Proyek Pada saat kunjungan lapangan tanggal 5 Desember 2014, disampaikan beberapa kendala pelaksanaan proyek sebagai berikut: a. Kondisi tanah/ longsor Kondisi tanah dan tebing di sepanjang jalan Proyek IP-545 adalah berupa tanah lempung yang mempunyai daya dukung rendah dan batuan yang kerap mengalami longsor. Oleh karena itu, desain konstruksi yang ada harus disesuaikan dengan kondisi tanah sekitar lokasi. Proyek IP-545 mengalami beberapa perubahan terutama pada desain konstruksi jalan. Desain awal yang dibuat belum memperhatikan aspek geologi tanah sehingga diperlukan penyesuaian agar konstruksi jalan dapat lebih kokoh dan tahan lama. b. Kinerja konsultan Kinerja konsultan pada Proyek IP-545 tidak cukup responsif dalam mengantisipasi kendala di lapangan seperti perubahan design untuk mengantisipasi peristiwa longsor di beberapa titik. Pihak pelaksana proyek (dalam hal ini PPK 7) telah memberikan instruksi kepada konsultan untuk melakukan percepatan penyelesaian technical drawing guna mengejar keterlambatan pelaksanaan proyek.
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
31
Aceh Reconstruction Project: Sub-sektor Jalan Raya
3. Langkah Tindak Lanjut Percepatan Pencapaian Output Pada pertemuan pemantauan khusus sub sektor Jalan Nasional Lintas Tengah Proyek IP-545 tanggal 5 Desember 2014 di Takengon telah dilakukan dan disepakati langkah-langkah pencapaian ouput dan hal terkait lainnya sebagai berikut:
Pihak pelaksana proyek perlu mendesak pihak konsultan untuk segera menyelesaikan desain/technical drawing untuk penanganan lokasilokasi yang mengalami longsor, dan memantau pekerjaan pihak konsultan.
Perlu segera diputuskan titik lokasi bangunan dan desain untuk Jembatan Tangsaran. Untuk itu, pihak pelaksana proyek perlu mendesak pihak Konsultan agar segera menyelesaikan tugasnya meneliti struktur tanah dan batuan serta menyusun engineering design.
Pekerjaan konstruksi perlu dipercepat pelaksanaannya. Untuk lokasilokasi yang tidak mengalami longsor, pekerjaan tersebut dapat dilakukan tanpa perlu menunggu selesainya technical drawing pihak Konsultan. Percepatan ini diperlukan karena selama musim hujan dapat dipastikan pekerjaan fisik akan terganggu.
Perlunya dilakukan perbaikan mekanisme kerja antara kontraktor dan konsultan sehingga pelaksanaan proyek dapat lebih efektif dan efisien. Para team leader baik dari pihak kontraktor maupun konsultan merupakan penanggung jawab tiap-tiap pekerjaan dan harus dapat mengambil keputusan untuk penyelesaian masalah teknis.
4. Lesson Learnt Ketersediaan kajian teknis dalam pembangunan infrastruktur Dalam pelaksanaan pekerjaan fisik, pihak konsultan perlu melakukan beberapa kali perubahan dan penambahan desain/technical drawing untuk jalan, penguat tebing maupun jembatan. Perubahan dan penambahan tersebut perlu dilakukan karena terjadinya longsoran tanah/bebatuan. Hal ini selain merupakan respon atas kejadian alam juga menunjukkan bahwa desain yang ada belum dapat mengantisipasi terjadinya longsor. Akibat perubahan desain ini adalah bertambahnya waktu yang diperlukan untuk penyelesaian proyek dan tambahan biaya baik untuk pekerjaan konstruksi maupun jasa konsultansi. 32
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Aceh Reconstruction Project: Sub-sektor Jalan Raya
Situasi tersebut muncul dalam proyek pembangunan jalan yang dibiayai IP545 karena proyek tersebut tidak didukung dengan adanya kajian atau setidaknya informasi yang akurat mengenai geomorfologi kawasan. Studi kelayakan juga secara teknis belum mencakup kajian mengenai kondisi tanah dan batuan di kawasan. Proyek-proyek infrastruktur pada prinsipnya harus memiliki kajian teknsi dan studi kelayakan yang secara ilmiah dapat dipertanggungjawabkan. Kajian tersebut juga harus mencakup kajian geomorfologis. Hal yang terjadi pada proyek jalan IP-545 menunjukkan bahwa ketiadaan kajian teknis tersebut berdampak pada penambahan waktu dan biaya proyek serta berpotensi besar mengurangi kualitas dan kehandalan output proyek. Selain itu, proses alih ilmu pengetahuan dalam proyek-proyek pinjaman luar negeri tidak bisa berlangsung efektif dan optimal.
5. Foto Kunjungan Lapangan
Foto 1 Suasana pertemuan pemantauan dan koordinasi percepatan pelaksanaan proyek di base camp proyek Paket 1
Foto 2 Lokasi Jembatan Tangsaran pada ruas Paket 2: Batas Aceh Tengah – Blangkejeren
Foto 3 Salah satu lokasi tebing longsor pada ruas Paket 3: Kabayakan – Simpang Kraft
Foto 4 Kondisi batuan pada tebing di sekitar titik lokasi Jembatan Tangsaran
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
33
Aceh Reconstruction Project: Sub-sektor Jalan Raya
Foto 5 Sebagian Tim Pemantau dan Pelaksana proyek bergambar di salah satu sisi Simpang Kraft
Foto 6 Progress pembangunan salah satu box culvert pada ruas Paket 1: Simpang Kraft – Batas Aceh Tengah
-----oo0oo-----
34
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Komering Irrigation Project Stage II Phase 2
Laporan Kunjungan Lapangan “Komering Irrigation Project Stage II Phase 2” Lempuing, 15 - 16 Oktober 2014
1.
Informasi Proyek a. Data Umum Proyek b. Kinerja Proyek
2.
Kendala Pelaksanaan Proyek
3.
Langkah Tindak Lanjut Percepatan Output
4.
Lessons Learnt
5.
Isu-Isu terkait Keberlanjutan Proyek
a. Pembangunan Saluran Tersier b. Ketersediaan Sumber Air (Pembangunan Waduk) 6.
Foto
1. Informasi Umum Proyek a. Data Umum Proyek Executing Agency
Ditjen Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan Umum
Sumber Pembiayaan
Pinjaman Pemerintah Jepang/JICA (Loan IP-523)
Nilai Pinjaman Proyek
JPY 13.790.000.000
Tujuan
Meningkatkan produksi pertanian terutama padi melalui penyediaan saluran irigasi di wilayah Sumatera Selatan dan Lampung
Ruang lingkup pekerjaan
1. Konstruksi jaringan utama dan tersier di wilayah
Bahuga, Muncak Kabau, dan Lempuing 2. Consulting Services 3. Contigencies
Lokasi
Area Bahuga, Muncak Kabau, dan Lempuing
Masa berlaku loan
Loan Agreement efektif tanggal 28 Juli 2005 s/d 27 Juli 2013 dan diperpanjang sampai 28 Januari 2016
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
35
Komering Irrigation Project Stage II Phase 2
b. Kinerja Proyek Proyek Komering Irrigation Project Stage II Phase 2 (loan JICA IP-523) merupakan kelanjutan dari proyek Komering Irrigation Project Stage II Phase 1 (loan JICA IP-453 tahun 1995), dengan perluasan area pekerjaan saluran induk dan tersier di wilayah Bahuga, Muncak Kabau, dan Lempuing. Proyek Komering Irrigation Project Stage II Phase 1 terdiri atas pembangunan bendung gerak di Sungai Komering di wilayah Perjaya dan pembangunan jaringan utama. Proyek Komering Irrigation Project Stage II Phase 2 dilaksanakan untuk menyambung saluran irigasi sampai ke area pertanian (saluran tersier). Tabel 6 Luas Area Pekerjaan Keseluruhan Proyek Irigasi Komering (dalam Ha) Stage II Area
Stage I
Phase 1
Phase 2 Completed
Belitang Komering North (Ranting Komering, Macak) Komering South (Bahuga) Muncak Kabau Lempuing Total Accumulated
Future
Total
On-going
20.968
-
-
20.968
-
16.640
-
16.640
-
7.384
3.135
-
-
6.021
20.968 20.968
24.024 44.992
9.156 54.148
4.991
15.510 6.021
5.000 5.000 59.148
8.500 13.491 72.639
13.500 72.639
Sumber: paparan BBWS Sumatera VIII pada saat kunjungan lapangan
Area Bahuga dan Muncak Kabau telah selesai dikerjakan dan sisa pekerjaan terutama di area Lempuing untuk saluran induk dan tersier. Proyek Komering Irrigation Project Stage II Phase 2 memiliki kinerja baik. Hal ini ditunjukkan dengan progres fisik yang mencapai 85,5% per September 2014 dan progres keuangan sebesar 74,8% per September 2014.
36
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Komering Irrigation Project Stage II Phase 2
Tabel 7 Progres Pekerjaan Sipil per September 2014 Area Pekerjaan
Bahuga
Progress Fisik (%) Progress Keuangan (%)
Muncak Kabau
Lempuing
Total
100,0
97,7
62,2
85,5
98,1
86,0
48,0
74,8
Sumber: paparan BBWS Sumatera VIII pada saat kunjungan lapangan
Berdasarkan tabel di atas, progres fisik yang mengalami kendala adalah pekerjaan sipil pada area Lempuing (baru mencapai 62,2%). Hal ini disebabkan adanya hambatan terutama masalah pembebasan lahan.
2.
Kendala Pelaksanaan Proyek Pada saat pertemuan tanggal 15 Oktober 2014 dan kunjungan lapangan tanggal 16 Oktober 2014, disampaikan beberapa kendala pelaksanaan proyek sebagai berikut: a.
Pembebasan lahan Area yang masih terkendala masalah pembebasan lahan adalah area Lempuing. Pada area ini, terdapat lahan seluas 1,1 Ha yang belum dibebaskan. Masyarakat pemilik lahan meminta harga jual lahan jauh diatas nilai jual objek pajak (NJOP). Proses negosiasi pembebasan lahan masih berlanjut dan diharapkan dapat selesai sebelum masa berlaku loan selesai.
b.
Masalah sosial Khusus area Muncak Kabau, terdapat pekerjaan yang tertunda dan sulit untuk diselesaikan, yaitu pekerjaan pembangunan jalan akses. Salah satu kelompok masyarakat setempat menolak pekerjaan pembangunan jalan akses yang dilakukan oleh kontraktor. Mereka meminta agar pekerjaan tersebut dikerjakan oleh kelompok mereka. Permintaan tersebut tidak mungkin diterima karena kontraktor tidak ingin menanggung resiko kualitas pekerjaan yang kurang baik. Porsi pekerjaan jalan akses ini relatif kecil, yaitu sekitar 2% dari total keseluruhan pekerjaan. Oleh karena
itu,
secara
kumulatif
tidak
berpengaruh
terhadap
fungsionalisasi irigasi yang telah dibangun. direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
37
Komering Irrigation Project Stage II Phase 2
c.
Lintasan jalan nasional Pada pembangunan irigasi induk di area Lempuing, terdapat 3 titik yang melintas jalan nasional lintas timur Sumatera Selatan. Oleh karena
itu,
dibutuhkan
koordinasi
dengan
Balai
Besar
Pelaksanaan Jalan Nasional III untuk meminta izin pelaksanaan pekerjaan. Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional III sebagai institusi yang bertanggung jawab atas pengelolaan jalan nasional lintas timur Sumatera Selatan meminta jaminan pelaksanaan pekerjaan agar jalan nasional yang terdampak oleh pembangunan irigasi Komering dapat difungsikan kembali seperti sedia kala. Permintaan jaminan ini dipertanyakan oleh pihak proyek karena kontraktor pelaksana pekerjaan telah menyerahkan jaminan pelaksanaan yang didalamnya termasuk pekerjaan pemfungsian kembali jalan nasional tersebut. Proses koordinasi masih terus diupayakan
dan
diharapkan
dapat
selesai
sesuai
jadwal
pelaksanaan. d.
Musim penghujan Pekerjaan pembangunan saluran irigasi sangat tergantung pada cuaca. Beberapa pekerjaan hanya dapat dilakukan pada saat cuaca kering/kemarau dan harus dihentikan pada saat musim penghujan. Oleh karena itu, jadwal pelaksanaan konstruksi telah diatur agar selesai di bulan November sebelum musim penghujan datang. Apabila tidak selesai sebelum musim penghujan, maka proyek berpotensi untuk mengalami keterlambatan.
e.
Usulan realokasi Sesuai dengan kontrak, pekerjaan konsultan akan berakhir pada bulan Maret 2015. Padahal, beberapa pekerjaan fisik khususnya di area Lempuing dijadwalkan akan memerlukan adendum kontrak untuk perpanjangan dan berakhir pada bulan Desember 2014. Oleh karena itu diperlukan perpanjangan kontrak pekerjaan konsultan selama 8 bulan (sampai Desember 2014). Sementara itu, dana loan dari kategori pekerjaan konsultan telah habis dan tidak cukup untuk membiayai perpanjangan selama 8 bulan. Dengan demikian, diperlukan realokasi dana dari kategori pekerjaan sipil untuk meng-cover perpanjangan kontrak pekerjaan konsultan.
38
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Komering Irrigation Project Stage II Phase 2
3.
Langkah Tindak Lanjut Percepatan Pencapaian Output Pada pertemuan pemantauan tanggal 15 Oktober 2014 di Palembang telah dilakukan dan disepakati langkah-langkah pencapaian ouput dan hal terkait lainnya sebagai berikut:
Kementerian Pekerjaan Umum perlu melakukan pendekatan kepada masyarakat pemilik lahan agar negosiasi pembebasan lahan dapat selesai sebelum loan berakhir.
Kementerian Pekerjaan Umum perlu melakukan koordinasi internal khususnya antar Ditjen Sumber Daya Air dan Ditjen Bina Marga agar pekerjaan proyek yang melintasi jalan nasional dapat segera selesai.
Untuk antisipasi musim penghujan, pekerjaan sipil di area Lempuing harus selesai pada bulan November 2014. Kementerian Pekerjaan Umum dan pihak konsultan harus memonitor pekerjaan sipil tersebut.
Kementerian Pekerjaan Umum segera memproses usulan relokasi loan
tersebut.
Usulan
disampaikan
kepada
Kementerian
Keuangan dan Bappenas.
4.
Lessons Learnt a. Teknologi Secara umum, pekerjaan proyek Komering Irrigation Project Stage II Phase 2 tidak membutuhkan teknologi yang tinggi. Teknologi pekerjaan saluran irigasi induk dan tersier yang dikerjakan telah dikembangkan dan tersedia di Indonesia. Kontraktor pelaksana proyek-pun seluruhnya berasal dari dalam negeri, yaitu: PT. Waskita Karya, PT. Brantas Abipraya, PT. Nindya Karya dan PT. Hutama Karya, PT Pembangunan Perumahan. Oleh karena itu, ke depan proyek-proyek semacam ini lebih cocok apabila tidak menggunakan dana pinjaman luar negeri tetapi menggunakan dana APBN. Saat ini salah satu keunggulan membangun proyek infrastruktur besar menggunakan pinjaman luar negeri adalah adanya kepastian ketersediaan pendanaan sampai proyek selesai dengan kejelasan alokasi setiap tahunnya. Hal inilah yang belum dapat dijamin oleh APBN. Kepastian alokasi direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
39
Komering Irrigation Project Stage II Phase 2
pendanaan proyek dari APBN merupakan faktor penting dalam upaya mengurangi ketergantungan pada pinjaman luar negeri dalam pembangunan proyek infrastruktur berskala besar.
b. Manajemen Proyek Sejak awal, proyek ini didesain dengan menggunakan konsultan asing. Keberadaan konsultan asing dalam menyusun desain dan melaksanakan pengawasan pekerjaan cukup efektif dan dapat menjadi pembelajaran bagi konsultan lokal ataupun pemilik pekerjaan (dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum). Yang menarik dalam manajemen proyek ini adalah pembagian porsi konsultan Jepang dan konsultan lokal. Konsultan lokal memiliki jumlah yang lebih banyak dibandingkan konsultan Jepang. Pihak Kementerian Pekerjaan Umum telah melakukan analisa kebutuhan jumlah personil konsultan asing dan konsultan lokal, sehingga pada saat penyusunan kontrak tidak dapat dipengaruhi oleh kepentingan dari donor. Dengan demikian, pekerjaan dapat terbagi dengan baik dan lebih efisien dalam hal biaya. Etos kerja dan tanggung jawab untuk menyelesaikan pekerjaan tepat waktu merupakan salah satu keunggulan yang dimiliki oleh konsultan
Jepang.
Hal
ini
sangat
membantu
berjalannya
manajemen proyek dan interaksi antar pihak yang berkepentingan. Pembagian tugas yang jelas dan koordinasi yang baik antara kontraktor,
konsultan,
dan
pemilik
pekerjaan
(Kementerian
Pekerjaan Umum) merupakan kunci suksesnya pekerjaan proyek ini.
c. Knowledge Management/Institutional Memory Hal penting yang juga perlu diperhatikan dalam pembuatan laporan
proyek
adalah
adanya
kebutuhan
untuk
mendokumentasikan setiap tahap dalam proses implementasi proyek. Selama ini pembuatan laporan hanya ditekankan pada dokumen Project Completion Report (PCR). Jika mengacu pada salah satu tujuan dari penggunaan pinjaman luar negeri sebagai sarana transfer teknologi/pengetahuan, maka diperlukan upaya 40
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Komering Irrigation Project Stage II Phase 2
mendokumentasikan tahapan/proses.
aktifitas implementasi proyek pada setiap
Hal
ini
penting
untuk
membentuk
suatu
knowledge management/institutional memory yang kuat, yang dapat
dimanfaatkan
sebagai
pelaksanaan proyek-proyek
sumber
pembelajaran
bagi
sejenis di masa depan. Dalam
Komering Irrigation Project Stage II Phase 2 pendokumentasian aktifitas implementasi proyek pada setiap tahap pelaksanaan belum terlihat.
d. Cakupan Fungsional Lahan Proyek irigasi Komering ini telah berjalan selama lebih dari 10 tahun. Total lahan yang dapat terairi (masuk dalam pekerjaan tersier) apabila proyek selesai adalah sekitar 11.000 Ha, yang terdiri dari area Bahuga (Komering Selatan) seluas 3.135 Ha, Muncak Kabau seluas 6.021 Ha, dan Lempuing seluas 2.000 Ha (sisa
3.000
Ha
rencananya
menggunakan
APBN
untuk
pembangunannya). Sementara itu, total area irigasi yang dibangun (termasuk saluran induk dan tersier) adalah 59.148 Ha (proyek Stage II phase 1 dan 2). Proyek irigasi baru dapat berfungsi apabila saluran tersier terbangun. Pada proyek Komering Irrigation Project Stage II Phase 2, saluran tersier yang telah terbangun adalah 11.000 Ha. Dengan demikian, cakupan fungsional lahan proyek Komering Irrigation Project Stage II Phase 2 adalah sekitar 20% dari total area yang dibangun.
Adanya
dimanfaatkan
oleh
saluran
irigasi
masyarakat
ini
petani
diharapkan untuk
dapat
meningkatkan
kapasitas produksinya. Salah satu hal yang mendukung dalam proyek ini adalah sebagian besar area di sekitar proyek Komering Irrigation Project Stage II Phase 2 telah berbentuk lahan pertanian padi/sawah tadah hujan, sehingga tidak diperlukan rekayasa ulang lahan. Para petani hanya perlu merubah metode tanam dari sistem tadah hujan menjadi sistem irigasi. Cakupan fungsional lahan dapat menjadi pembelajaran bagi proyek sejenis dimasa akan datang. Target utama (output) dari direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
41
Komering Irrigation Project Stage II Phase 2
pembangunan proyek irigasi idealnya adalah berapa jumlah luas lahan yang terairi melalui saluran tersier karena berdampak langsung terhadap masyarakat.
5.
Isu-Isu terkait Keberlanjutan Proyek Proyek dan masa berlaku pinjaman proyek Komering Irrigation Project Stage II Phase 2 akan berakhir pada tahun 2016. Dengan demikian Pemerintah Indonesia (Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah) perlu memastikan bahwa setelah proyek Komering Irrigation Project Stage II Phase 2 selesai, prasarana yang dibangun dapat berfungsi optimal dan berkelanjutan. Terkait dengan hal tersebut, terdapat beberapa isu yang perlu menjadi perhatian dan dicarikan pemecahan yang tepat sekaligus dapat menjadi lessons learnt untuk proyek-proyek sejenis. Isu-isu tersebut adalah sebagai berikut:
a. Pembangunan Saluran Tersier Saluran tersier merupakan saluran terakhir (hilir) yang terkoneksi langsung dengan sawah-sawah masyarakat. Pada area Lempuing, terdapat saluran tersier yang belum tercakup dalam proyek ini. Total luas area Lempuing yang tidak termasuk dalam pekerjaan proyek Komering Irrigation Project Stage II Phase 2 adalah 3.000 Ha dari total 5.000 Ha. Oleh karena itu, Pemerintah Pusat (dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum) perlu memastikan dibangunnya saluran tersier yang tersisa di area Lempuing seluas 3.000 Ha sehingga dapat lebih meningkatkan fungsi proyek.
b. Ketersediaan Sumber Air (Pembangunan Waduk) Salah satu isu penting dalam proyek irigasi adalah kapasitas air terpasang yang mengalir di Sungai Komering yang berasal dari Danau Ranau. Proyek irigasi Komering untuk area Lempuing didesain
untuk
lahan
seluas
8.500
Ha.
Namun,
dengan
keterbatasan sumber air dari Danau Ranau, maka lahan yang dapat dialiri air hanya seluas 5.000 Ha.
42
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Komering Irrigation Project Stage II Phase 2
Apabila ingin mencetak seluruh lahan (8.500 Ha), maka dibutuhkan pembangunan satu waduk di hulu sungai Komering. Keuntungan membangun waduk di kawasan tersebut tidak saja sebagai sumber air, namun memiliki potensi untuk dimanfaatkan menjadi pembangkit listrik tenaga air.
6.
Foto Kunjungan Lapangan
Foto 1 Lokasi jalan nasional lintas timur Sumatera Selatan yang terlintasi proyek
Foto 2 Bendung Gerak Perjaya, yang dibangun pada Komering Irrigation Project Stage II Phase I
Foto 3 Saluran Tersier Area Muncak Kabau.
Foto 4 Konstruksi saluran yang melintasi sungai (ICB 10 Lempuing).
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
43
Komering Irrigation Project Stage II Phase 2
Foto 5 Suasana rapat pemantauan di Kantor BBWS Sumatera VIII
Foto 6 Suasana rapat pemantauan di Kantor Pembangunan Perumahan
Foto 7 Lokasi tempat berdiri adalah sungai di musim hujan
Foto 8 PerkembanganSaluran Irigasi Primer
-----oo0oo-----
44
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Lower Solo River Improvement Project Phase II
Laporan Kunjungan Lapangan “Lower Solo River Improvement Project (LSRIP), Phase II Loan IP-522” Jawa Timur, 15 April 2014
1.
Informasi Proyek a.
Data Umum Proyek
b.
Kinerja Proyek
2.
Langkah Tindak Lanjut Percepatan Pencapaian Output
3.
Lessons Learnt
4.
Isu-isu terkait Keberlanjutan Proyek
5.
a.
Pemanfaatan Jabung Ring Dyke
b.
Flood Forcasting and Warning System (FFWS)
Foto
1. Informasi Proyek a. Data Umum Proyek Executing Agency
Ditjen Bina Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan Umum
Sumber Pembiayaan
Pinjaman Pemerintah Jepang/JICA (Loan IP-522)
Nilai Pinjaman
JPY 9.345.000.000
Proyek Tujuan
Pengendalian banjir, penampungan air, dan irigasi
Ruang lingkup
1. Engineering Services:
pekerjaan
a. Detail
design
untuk
pekerjaan-pekerjaan
river
improvement dari Babat - Cepu, Sembayat barrage, Jero swamp drainase, review desain FFWS. b. Supervisi
konstruksi
untuk
pekerjaan-pekerjaan
:
pembangunan bendung gerak Bojonegoro, pembuatan tanggul keliling Rawa Jabung dan FFWS.
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
45
Lower Solo River Improvement Project Phase II
2. Konstruksi : Pembangunan bendung gerak Bojonego ( BJ - 1 dan BJ 2 ), Pembuatan tanggul keliling Rawa Jabung (J - 2 (2) dan J- 2(1)) dan FFWS. Lokasi
Kabupaten
Tuban,
Kabupaten
Bojonegoro,
Kabupaten
Lamongan, Propinsi Jawa Timur Masa laku loan
Loan Agreement efektif tanggal 28 Juli 2005 s/d 28 Juli 2015
Status pekerjaan
On going
b. Kinerja Proyek Proyek LSRIP Phase II (loan JICA IP-522) merupakan kelanjutan dari proyek LSRIP I (loan JICA IP-450 tahun 1995). Pada proyek LSRIP Phase II, pekerjaannya meliputi pembangunan bendung gerak Bojonegoro dan tanggul keliling Rawa Jabung, serta FFWS. Berdasarkan hasil perhitungan progress variant (PV) tertanggal 31 Maret 2014, kinerja proyek LSRIP Phase II masuk dalam kategori at risk, yaitu negatif 10,60%. Rendahnya kinerja proyek LSRIP terutama disebabkan adanya konflik lahan pada pembangunan Jabung Ring Dyke Paket J2 (1). Paket Engineering Services telah selesai dilaksanakan dengan progress fisik kumulatif mencapai 97,07% dan progres keuangan kumulatif mencapai 96,15%. Tidak ada kendala yang berarti pada paket Engineering Services. Pembangunan Bojonegoro Barrage Paket BJ-1 dan BJ-2 telah selesai dilaksanakan. Pembangunan
Jabung
Ring
Dyke
Paket
J2-2
telah
selesai
dilaksanakan dengan progress fisik kumulatif mencapai 95,72% dan progres keuangan kumulatif mencapai 88,09%. Meski demikian, terdapat keterlambatan penyelesaian pekerjaan pembangunan Jabung Ring Dyke Paket J2-2. Keterlambatan atas pelaksanaan proyek akan dikenakan denda sesuai dengan peraturan yang berlaku.
46
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Lower Solo River Improvement Project Phase II
Pembangunan Jabung Ring Dyke Paket (J2-1) memiliki progres fisik yang lambat dibandingkan komponen lainnya. Progres fisik Jabung Ring Dyke Paket (J2-1) baru mencapai 69,01% dan progres keuangan kumulatif sebesar 67,25%, padahal proyek akan berakhir pada tanggal 28 Juli 2015. Progress fisik yang terhenti pada angka 69,01% sejak Januari 2014 terjadi karena permasalahan pembebasan lahan. Warga didampingi LSM lokal menuntut ganti rugi atas lahan yang dijadikan lokasi proyek Jabung Ring Dyke Paket (J2-1). Padahal, status tanah tersebut adalah milik negara (Tanah Negara Garap). Paket Flood Forcasting and Warning System memiliki progress fisik 19,8% dan progres keuangan 21,5%. Rendahnya progress paket FFWS karena harus menunggu selesainya pembangunan Jabung Ring Dyke Paket J2-1. Tabel 8 Realisasi Keuangan dan Fisik LSRIP Phase II (Loan IP-522) per Maret 2014 No
Kegiatan
Waktu
1
Engineering Services LRIP Phase II
2
Bojonegoro Barrage Paket BJ-1
3
Bojonegoro Barrage Paket BJ-2
4
Jabung Ring Dyke Paket J2-1
5
Jabung Ring Dyke Paket J2-2
6
Flood Forcasting and Warning System
02/12/2013 s.d. 30/04/2015 11/01/2013 s.d. 31/08/2013 24/04/2013 s.d. 03/08/2013 08/11/2013 s.d. 31/12/2014 20/12/2013 s.d. 31/03/2014 17/09/2013 s.d. 06/01/2015
Nilai (Juta Rupiah)
Progress Keuangan (%)
Progress Fisik (%)
178.472,12
96,15
97,07
315.997,98
100,00
100,00
14.595,92
100,00
100,00
120.155,04
67,25
69,01
206.408,91
88,09
95,72
18.311,93
21,51
19,82
2. Langkah Tindak Lanjut Percepatan Pencapaian Output Kendala utama pencapaian output proyek LSRIP Phase II adalah adanya konflik lahan tanah garapan. Pada awal Januari tahun 2014, masyarakat yang menduduki dan atau menggarap lahan menuntut ganti rugi atas tanah garapan yang sebenarnya adalah milik negara. Pemerintah Daerah tidak dapat memenuhi tuntutan ganti rugi tersebut karena secara hukum klaim masyarakat atas tanah milik negara tidak bisa dibayar ganti ruginya. direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
47
Lower Solo River Improvement Project Phase II
Solusi yang ditawarkan adalah melalui pemberian bantuan sosial yang sebenarnya
juga
berpotensi
memunculkan masalah
baru seperti
bagaimana bentuk bantuan sosial, siapa yang berhak menerima, argumentasi pemberian bantuan sosial, dan lain sebagainya. Pada pertemuan pemantauan tanggal 15 April 2014 di Lamongan, Jawa Timur telah dilakukan dan disepakati langkah-langkah pencapaian output dan hal terkait lainnya sebagai berikut: Pelaksanaan pekerjaan fisik akan difokuskan pada lokasi-lokasi yang tidak terdapat permasalahan sosial. Untuk
lokasi
yang
mengalami
permasalahan
sosial,
apabila
dimungkinkan pekerjaan fisik akan tetap dilakukan sambil menunggu penyelesaian masalah tersebut. Secara hukum, ganti rugi Tanah Negara Garap (tanah semangka) di lokasi Jabung Ring Dyke tidak dapat dilakukan. Akan diusulkan untuk pemberian bantuan sosial/hibah kepada warga yang terkena dampak pembangunan Jabung Ring Dyke. Proses pemberian santunan melalui bantuan sosial/hibah terus diupayakan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, antara lain akan dibahas pada Musrenbang. Sosialisasi bersama kepada masyarakat yang terkena dampak pembangunan Jabung Ring Dyke dengan melibatkan Pemerintah Daerah, Kodim, Polres, Kejaksaan, BPN, dan BBWS Bengawan Solo. Diperlukan intervensi kegiatan ekonomi produktif pada masyarakat sekitar lokasi pembangunan Jabung Ring Dyke.
3. Lessons Learnt dari Pelaksanaan Proyek LSRIP Phase II a. Penguasaan Teknologi dan Pembiayaan Penguasaan teknologi pembangunan Bojonegoro Barrage dan Jabung Ring Dyke telah dimiliki oleh Indonesia. Oleh karena itu, proyek LSRIP Phase II dilaksanakan oleh kontraktor lokal, yaitu Hutama – Brantas Jo., dan Wika – PP Jo.
48
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Lower Solo River Improvement Project Phase II
Pada masa yang akan datang, proyek-proyek yang penguasaan teknologinya sudah ada di Indonesia, harus diarahkan untuk tidak menggunakan
fasilitas
pinjaman
luar
negeri
dalam
skema
pembiayaannya. Proyek-proyek dengan teknologi yang telah ada tersebut lebih sesuai dibiayai oleh APBN atau APBD. b. Pemetaan Konflik Lahan Kasus konflik lahan pada proyek LSRIP Phase II terjadi karena adanya tuntutan ganti rugi dari masyarakat setempat yang melakukan klaim atas tanah yang sebelumnya digarap di atas tanah negara. Luas lokasi tanah yang bermasalah (berwarna kuning pada gambar 1 dibawah) mencapai 270 Ha. Protes dan tuntutan warga sebenarnya baru berlangsung sejak bulan Januari 2014 dan belum menemukan titik temu. Warga menuntut ganti rugi atas tanah yang dijadikan lokasi Jabung Ring Dyke, sementara secara hukum, ganti rugi tidak dapat diberikan mengingat status tanah milik negara dan pengelolaan/penggarapan tanah tersebut yang tidak dilakukan terus menerus (hanya 4 bulan dalam 1 tahun). Poin pembelajaran yang bisa dipetik dari kasus Jabung Ring Dyke adalah bahwa pemetaan konflik lahan mestinya menjadi fokus pada tahap perencanaan proyek. Proses pengadaan tanah untuk kepentingan umum harus dilakukan melalui musyawaran dengan pemberian ganti rugi yang layak dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apabila potensi konflik lahan sulit
untuk
diatasi,
maka
sebaiknya
proyek
ditunda
untuk
dilaksanakan. Konflik lahan pada kasus Jabung Ring Dyke terjadi pada saat proyek telah jalan dan sudah mencapai progress fisik 69%.
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
49
Lower Solo River Improvement Project Phase II
Gambar 2 Jabung Ring Dyke Plan of Land Acquisition
4. Isu-isu terkait Keberlanjutan Pasca Proyek LSRIP Phase II Proyek dan masa berlaku pinjaman LSRIP Phase II akan berakhir pada tanggal 28 Juli 2015. Dengan demikian, waktu untuk menyelesaikan konflik lahan pada proyek pembangunan Jabung Ring Dyke semakin terbatas. Apabila konflik lahan tidak kunjung selesai sampai batas waktu berakhirnya masa berlaku pinjaman, alternatif pilihan yang dapat diambil adalah memperpanjang masa berlaku pinjaman atau menghentikan masa berlaku pinjaman. Dengan asumsi proyek LSRIP Phase II selesai tepat waktu, maka Pemerintah harus memastikan bahwa prasarana yang dibangun dapat berfungsi
optimal
dan berkelanjutan.
Beberapa
isu
yang
terkait
keberlanjutan pasca proyek LSRIP Phase II yang perlu menjadi perhatian untuk proyek-proyek peningkatan sungai, antara lain:
a. Pemanfaatan Jabung Ring Dyke Secara umum, Jabung Ring Dyke yang memiliki kapasitas tampungan air sebesar 30 juta m3 memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai penampung hujan dan pengendali banjir di saat musim penghujan, serta penampung suplai air baku pada saat musim kemarau.
50
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Lower Solo River Improvement Project Phase II
Selain kedua fungsi tersebut, Jabung Ring Dyke sebenarnya bisa dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk melakukan aktivitas ekonomi, misalnya dengan melakukan budi daya ikan air tawar, atau menjadikan Jabung Ring Dyke sebagai salah satu titik pariwisata. Namun demikian, pemanfaatan Jabung Ring Dyke untuk budi daya perikanan dan pariwisata masih membutuhkan kajian dan penelitian lebih lanjut.
b. Flood Forecasting and Warning System (FFWS) Banjir di sekitar sungai bengawan solo merupakan fenomena alam yang tidak dapat dicegah, namun dapat dikurangi akibat yang ditimbulkannya.
Meskipun
tidak
dapat
dicegah,
banjir
dapat
diusahakan untuk dikendalikan. Salah satu tools yang dapat digunakan untuk mengendalikan banjir adalah dengan memanfaatkan Flood Forecasting Warning System (FFWS). FFWS pada proyek LSRIP Phase II perlu dioptimalkan untuk dapat mengetahui dan meramalkan waktu dan intensitas banjir. Informasi ini diperlukan penduduk di daerah rawan banjir untuk menyelamatkan diri, harta benda, dan lain sebagainya. Meski demikian, FFWS belum dapat dikerjakan apabila proyek Jabung Ring Dyke belum selesai dilaksanakan. Pekerjaan FFWS sangat tergantung pada selesainya proyek Jabung Ring Dyke.
5. Foto Kunjungan Lapangan
Foto 1 Struktur Inlet pintu air yang menhubungkan sungai bengawan solo ke Jabung Ring Dyke
Foto 2 Suasana Pertemuan Kunjungan Lapangan dalam rangka Pemantauan Proyek LSRIP Phase II
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
51
Lower Solo River Improvement Project Phase II
Foto 3 Lokasi sekitar Barrage. Volume air sungai Bengawan Solo pada titik ini mencapai 3,7 juta m3
Foto 5 Proses pengerjaan Jabung Ring Dyke
Foto 4 Tanggul Sisi Kiri Jabung Ring Dyke.
Foto 6 Proses pengerjaan Jabung Ring Dyke
-----oo0oo-----
52
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Denpasar Sewerage Development Project
Laporan Kunjungan Lapangan “Denpasar Sewerage Development Project (DSDP) II” Bali, 16 Mei 2014
1.
Informasi Proyek a. Data Umum Proyek b. Kinerja Proyek
2.
Langkah Tindak Lanjut Percepatan Output
3.
Lessons Learnt
4.
Isu-Isu terkait Keberlanjutan Proyek (Beyond DSDP) a. Optimalisasi Fungsi Prasarana b. Kelembagaan dan Pengelolaan Keuangan c. Pemilihan Teknologi
5.
Foto
1. Informasi Umum Proyek a. Data Umum Proyek Executing Agency
Ditjen Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum
Sumber Pembiayaan
Pinjaman Pemerintah Jepang/JICA (Loan IP-550)
Nilai Pinjaman Proyek
JPY 6.004.000.000
Tujuan
Meningkatkan area pelayanan sistem pengelolaan air limbah terpusat (sewerage system) di Denpasar, Kuta, dan Sanur yang akan meningkatkan kualitas lingkungan dan perairan (pantai, sungai dan air tanah).
Ruang lingkup
1. Konstruksi jaringan pipa utama dan sekunder/tersier
pekerjaan
2. Procurement
dan
instalasi
equipment
Instalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL); inflow pump, aerator, generator, flow-meter dan water supply system, serta equipment terkait lain; manhole dan wet pit 3. Jasa konsultansi
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
53
Denpasar Sewerage Development Project
Lokasi
Kota Denpasar, Kabupaten Badung (kawasan Sanur dan Kuta)
Masa laku loan
Loan Agreement efektif tanggal 25 Juli 2008 s/d 25 Juli 2016
Status pekerjaan
1. Jasa konsultansi DED selesai 2. Konstruksi jaringan pipa utama hingga tersier selesai 3. Procurement dan instalasi equipment selesai 4. Jasa konsultansi supervisi masih berlangsung s/d
tahun 2016 Pembagian pekerjaan
1. Porsi Pemerintah Pusat: Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Jaringan pipa utama hingga tersier Public campaign
2. Porsi Pemda (Pemprov Bali, Pemkot Denpasar,
Pemkab Badung): Sambungan rumah
3. Porsi Pemprov Bali: Pengelolaan UPT
b. Kinerja Proyek Proyek DSDP II (loan JICA IP-550) merupakan kelanjutan dari proyek DSDP I (loan JICA IP-431 tahun 1994), dengan perluasan area pelayanan sistem pengelolaan air limbah terpusat (sewerage system) meliputi Kota Denpasar dan Kabupaten Badung (kawasan Sanur dan Kuta), Provinsi Bali. Proyek DSDP I terdiri atas pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di Sanur, pembangunan jaringan utama, dan 2 (dua) pumping station di Kuta dan Sanur serta sambungan rumah pada kawasan tahap I. Hasil proyek DSDP I telah diresmikan oleh Bapak Presiden Yudhoyono pada bulan Juni 2008.
54
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Denpasar Sewerage Development Project
Tabel 9 Area Pelayanan DSDP tahap I dan II DSDP I Kawasan
Project Area (ha)
DSDP II
Served Population (person)
Project Area (ha)
Served Population (person)
Denpasar
520
32.200
280
21.100
Sanur
330
10.200
202
6.200
Kuta
295
8.700
489
12.300
1.145
51.100
971
39.500
Total
Kinerja proyek DSDP II sangat baik, hal ini ditunjukkan dengan progres varian yang positif senilai 21,9% per 31 Maret 2014. Baiknya kinerja tersebut disebabkan oleh 2 faktor, yaitu: i.
Proyek mengambil pelajaran (lessons learnt) dari pelaksanaan proyek sebelumnya yaitu DSDP I (Loan IP-431) yang mengalami keterlambatan dan perpanjangan loan sampai dengan 6 tahun (dari tahun 2002 menjadi tahun 2008). Tahapan yang krusial pada tahap I adalah proses penyusunan desain dan persiapan pengadaan.
ii.
Lingkup pekerjaan proyek ini lebih pada perluasan area layanan yaitu pembangunan jaringan pipa (yang diintegrasikan dengan sistem
yang
telah dibangun pada proyek DSDP I)
dan
pemasangan sambungan rumah dengan target 8.700 Sambungan Rumah (SR) s.d tahun 2016. Seluruh pekerjaan konstruksi proyek DSDP II, terdiri dari pekerjaan pembangunan jaringan pipa pengelolaan air limbah dengan panjang total mencapai 104,6 kilometer, serta pengadaan dan instalasi peralatan telah selesai dilaksanakan berdasarkan status per 30 April 2014. Dengan demikian pekerjaan yang tersisa adalah jasa supervisi (untuk memastikan sambungan rumah dilakukan sesuai standar). Pembangunan Sambungan Rumah (SR) dibiayai dengan dana APBD ditargetkan selesai pada tahun 2016. Progres hingga akhir Desember
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
55
Denpasar Sewerage Development Project
2013 telah mencapai 3.787 SR dari target 8.700 SR, atau telah mencapai 43,5%.
2. Langkah Tindak Lanjut Percepatan Pencapaian Output Pada pertemuan pemantauan tanggal 16 Mei 2014 di Sanur telah dilakukan dan disepakati langkah-langkah pencapaian ouput dan hal terkait lainnya sbb: Target sambungan rumah (SR) yang didanai melalui APBD Provinsi dan APBD Kabupaten Badung dan APBD Kota Denpasar harus dipastikan tercapai pada masa pinjaman DSDP II (IP-550) ada tahun 2016. Perlunya antisipasi penanganan untuk daerah prioritas yaitu kawasan wisata MP3EI dan kawasan yang masuk dalam
Masterplan DSDP
(Kota Denpasar dan Kabupaten Badung) dengan mempertimbangkan perkembangan penduduk di kawasan tersebut yang cepat yang menyebabkan peningkatan pencemaran di Sungai Tukad Badung. Tingkat pencemaran Sungai Tukad Badung masih cukup tinggi, terlihat dari salah satu indikator pencemaran air yaitu COD (Chemical Oxygen Demand) yang masih berada di atas baku mutu sumber air baku yang ditetapkan melalui Pergub Bali. Sungai Badung merupakan sumber air baku bagi PDAM Bali. Sehubungan dengan hal tersebut diatas, untuk mengantisipasi peningkatan kebutuhan, kapasitas IPAL yang telah terpasang juga perlu
ditingkatkan
dengan
penggunaan
teknologi
(mengatasi
keterbatasan lahan untuk IPAL). Terdapat sisa Loan IP-550 yang memungkinkan untuk dimanfaatkan untuk penyusunan DED Kawasan Prioritas dan Review Desain IPAL sesuai dengan Minutes of Discussion appraisal bulan November 2007. Proses re-alokasi Loan IP-550 ditindaklanjuti dengan menyiapkan explanatory note berisi penjelasan mengenai signifikansi penyusunan DED untuk optimalisasi layanan IPAL khususnya di Kawasan Kuta dan Sanur, peningkatan teknologi pada IPAL karena keterbatasan lahan, dan untuk menuju standar COD < 10 mg/ℓ serta penjelasan mengenai aspek keuangan/penggunaan dana pinjaman.
56
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Denpasar Sewerage Development Project
3.
Lessons Learnt dari Pelaksanaan Proyek DSDP II a.
Teknologi Proses konstruksi/pemasangan jaringan pipa pengelolaan air limbah dengan teknik pipe jacking, sehinga tidak mengganggu kawasan yang sangat padat/ramai seperti Kuta.
b.
Proses Pembentukan Kelembagaan Pada awalnya, dibentuk BLU-PAL (Badan Layanan Umum Pengelolaan Air Limbah) sebagai pengelola sewerage system yang telah dibangun melalui proyek DSDP. Terdapat sharing untuk operasional dan pemeliharaan melalui pengelolaan oleh BLU-PAL yang ditanggung bersama oleh Pemprov Bali, Pemkot Denpasar, dan Pemkab Badung (wilayah Kuta dan Sanur). Sesuai
dengan
peraturan
perundangan
yang
berlaku,
kelembagaan pengelola tersebut harus berbentuk UPT (Unit Pelayanan Teknis) terlebih dahulu dan pembiayaan untuk operasional dan pemeliharaan merupakan tanggungjawab Provinsi (peraturan perundangan tersebut terbit setelah pembentukan BLUPAL). Sehingga BLU-PAL yang telah terbentuk, diubah menjadi UPT Provinsi (di bawah Dinas Pekerjaan Umum) dengan pembiayaan dari Pemerintah Provinsi. Saat ini UPT Provinsi tersebut sedang dalam proses untuk menjadi BLU Daerah. Kebijakan kelembagaan pengelolaan limbah berbeda untuk setiap daerah. Sebagai contoh di Bali dikelola oleh Pemerintah Provinsi (melalui UPT Provinsi), sedangkan di Kota Bandung (Jawa Barat) dikelola oleh PDAM yang meliputi air bersih dan air limbah sedangkan di Bali pada lembaga yang terpisah.
c.
Sharing Pemerintah Daerah Berdasarkan
peraturan
perundangan
tanggungjawab Pemerintah Pusat terkait
yang
berlaku,
sewerage system
meliputi IPAL dan jaringan pipa utama hingga tersier. direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
57
Denpasar Sewerage Development Project
Pada proyek DSDP, pembangunan jaringan utama hingga tersier menggunakan dana loan JICA (Pemerintah Pusat), sedangkan untuerintah Kota Denpasar dan Pemerintah Kabupaten Badung. Sharing pembiayaan dengan Pemda tersebut menjadikan Pemda memiliki kepemilikan (ownership) yang kuat atas proyek. Hal tersebut juga menjadi insentif bagi masyarakat karena selama pelaksanaan proyek pembiayaan pemasangan SR digratiskan bagi masyarakat (dibiayai APBD). Biaya pemasangan SR sekitar Rp 6 juta/rumah. Terbatasnya APBD yang dimiliki Pemda menyebabkan alokasi Pemda untuk biaya pemasangan SR tidak lebih dari Rp 15 miliar/tahun.
Dengan
alokasi
tersebut,
pemasangan
SR
direncanakan akan selesai pada tahun 2016 sebelum masa laku loan IP-550 berakhir.
d. Retribusi Penentuan tarif dilakukan berdasarkan berbagai pertimbangan. Pada penentuan tarif di Bali terdapat subsidi silang, dimana untuk pelanggan dengan non rumah tangga/bisnis (hotel, restoran, dan lainnya) dikenakan tarif lebih mahal dibanding untuk pelanggan rumah tangga. Biaya retribusi dari pelanggan tersebut sampai tahun 2014 cukup untuk membiayai operasional dan pemeliharaan sewerage system. Aspek kelembagaan juga berpengaruh terhadap enforcement pembayaran retribusi. Sebagai contoh, di Kota Bandung (Jawa Barat), di bawah kelembagaan yang sama untuk pengelolaan air bersih dan air limbah, retribusi untuk air bersih dan air limbah dilakukan dalam satu paket pembayaran yang sama. Dengan sistem ini, jika masyarakat tidak membayar retribusi, maka pelayanan untuk air bersih dapat dihentikan (aliran air bersih dapat diputus
dalam
jaringan).
Sebaliknya,
jika
kelembagaan
pengelolaan air bersih dan limbah dilakukan secara terpisah (seperti yang berlaku di proyek DSDP), retribusi yang dilakukan juga akan terpisah. Dengan sistem ini, jika pelanggan tidak membayar retribusi untuk pengelolaan air limbah, tidak dapat 58
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Denpasar Sewerage Development Project
dilakukan penghentian pelayanan, baik untuk air bersih (karena dibawah kelembagaan yang berbeda) maupun air limbah (aliran air limbah secara teknis tidak dapat diputus dalam jaringan)
e. Aspek Sosial Keberhasilan pembangunan jaringan pipa air limbah perlu mendapat dukungan masyarakat. Proyek berhasil membangun kesadaran masyarakat mengenai perlunya pembangunan jaringan air limbah melalui public campaign yang dilakukan tidak saja dengan media resmi (misal melalui koran, radio), namun juga sosialisasi langsung ke masyarakat. Public campaign merupakan salah satu komponen jasa konsulansi yang dibiayai loan DSDP tahap I (Loan IP-431).
4. Isu-Isu terkait Keberlanjutan Pasca Proyek (Beyond DSDP) Proyek dan masa berlaku pinjaman DSDP II akan berakhir pada tahun 2016. Dengan demikian Pemerintah Indonesia (Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Bali, Pemerintah Kota Denpasar, Pemerintah Kabupaten Badung) perlu memastikan bahwa setelah proyek DSDP II selesai,
prasarana
yang
dibangun
dapat
berfungsi
optimal
dan
berkelanjutan. Terkait dengan hal tersebut, terdapat beberapa isu yang perlu menjadi perhatian dan dicarikan pemecahan yang tepat sekaligus dapat menjadi lessons learnt untuk proyek-proyek pengelolaan air bersih dan air limbah. Isu-isu tersebut adalah sebagai berikut:
a. Optimalisasi Prasarana dan Biaya Operasional Sampai dengan akhir bulan April 2014, IPAL yang dibangun proyek DSDP (I) baru berfungsi mengelola air limbah sejumlah 20 ribu m 3/hari dari kapasitas 51 ribu m3/hari. Untuk mengoptimalkan fungsi IPAL tersebut
perlu
dipercepat
pembangunan
Sambungan
Rumah.
Optimalisasi fungsi tersebut juga berkonsekuensi meningkatnya alokasi anggaran APBD untuk pemasangan SR dan meningkatnya biaya operasional. Dengan tingkat pengelolaan saat ini sejumlah 20 ribu m3/hari, UPT/IPAL Denpasar harus membayar biaya listrik Rp 255 juta per bulan.
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
59
Denpasar Sewerage Development Project
b. Kelembagaan dan Pengelolaan Keuangan UPT pengelolaan air limbah yang ada saat ini merupakan unit yang terpisah dari pengelolaan air minum. Salah satu masalah yang saat ini mulai muncul adalah pembayaran tarif oleh pelanggan baik rumah tangga maupun non rumah tangga (antara lain hotel dan rumah makan). Pihak UPT masih belum menemukan cara enforcement aturan tarif dan sanksi. Di daerah-daerah lain, pengelolaan keuangan air limbah disatukan dengan pengelolaan air minum. Dengan demikian apabila terjadi penunggakan pembayaran, pihak pengelola dapat menutup aliran pasokan air minum. Dalam kasus pengelolaan air limbah regional seperti di area DSDP, isu untuk menerapkan pola penggabungan pengelolaan keuangan air minum
dan air
pemerintahan
limbah lebih kompleks karena melibatkan 3 (Pemerintah
Provinsi
dan
2
Pemerintah
Kota/Kabupaten) dan masing-masing Pemerintah Kota/Kabupaten telah memiliki unit pelayanan/usaha air minum.
c. Pemilihan Teknologi Sistem pengolahan limbah yang dibangun pada proyek DSDP merupakan sistem yang konvensional dan relatif murah dari segi pengoperasiannya. Sistem yang dibangun dalam proyek DSDP ini adalah juga yang dibangun di daerah-daerah lain dengan dana bukan pinjaman luar negeri. Sesuai dengan kesepakatan (Minutes of Discussion) hasil appraisal tahun 2007 dan kesepakatan pada pertemuan monitoring tanggal 16 Mei 2014, pelaksana proyek merencanakan penyusunan Detailed Engineering Design untuk perluasan cakupan area di kawasan Kuta, kawasan Sanur dan Denpasar Barat. DED tersebut akan memuat pula rencana upgrading teknologi yang telah digunakan. Penerapan teknologi baru tersebut untuk
menyiasati
keterbatasan
lahan
yang
tersedia
untuk
penampungan dan pengolahan air limbah. Penerapan teknologi baru tersebut juga akan berdampak pada meningkatnya biaya operasional karena membutuhkan daya yang lebih besar. Meskipun demikian, sistem teknologi baru yang akan diterapkan tersebut bukan merupakan yang tercanggih saat ini karena sistem teknologi tersebut belum mampu memisahkan lumpur dari limbah cair. 60
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Denpasar Sewerage Development Project
5. Foto Kunjungan Lapangan
Foto 1 IPAL Suwung, diresmikan Presiden SBY pada bulan Juni 2008.
Foto 2 Tampak sampah padat di kolam penampungan air limbah IPAL Suwung.
Foto 3 Maket pipe jacking method yang digunakan pada pemasangan jaringan pipa di kawasan padat untuk meminimalkan kemacetan lalu-lintas.
Foto 4 Jaringan pipa limbah yang melintasi sungai.
Foto 5 Manhole yang berfungsi sebagai akses pemeliharaan saluran dan pertemuan beberapa cabang saluran
Foto 6 Proses pemasangan sambungan rumah. Dengan pemasangan ini maka septic tank yang sudah ada ditutup. Pekerjaan ini perlu disupervisi agar sesuai standar.
-----oo0oo-----
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
61
Denpasar Sewerage Development Project
Halaman ini sengaja dikosongkan
62
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
The Improvement of the Mohamad Hoesin Hospital Palembang
Laporan Kunjungan Lapangan “The Improvement of the Mohammad Hoesin Hospital Palembang” Palembang, 15 Oktober 2014
1.
Informasi Proyek a. Data Umum Proyek b. Kinerja Proyek
2.
Langkah Tindak Lanjut Percepatan Output
3.
Lessons Learnt
4.
Isu-Isu terkait Keberlanjutan Proyek
5.
Foto
1. Informasi Umum Proyek a. Data Umum Proyek Executing Agency
Ditjen Bina Upaya Kesehatan, Kementerian Kesehatan
Sumber Pembiayaan
Pinjaman Pemerintah Jerman melalui KfW (Loan 2002 66 353)
Nilai Pinjaman Proyek
EUR 11.282.297,00
Tujuan
1. Meningkatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat dibidang kesehatan 2. Meningkatkan prasarana dan sarana rumah sakit
Ruang lingkup pekerjaan
1. Pembangunan
Lokasi
Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan
Masa laku loan
Loan Agreement efektif tanggal 14 Mei 2003 s.d 31 Desember 2014
prasarana seperti sistem pembuangan limbah, generator, pengadaan air bersih dan fire hydrant system. 2. Pengadaan peralatan medis 3. Pengadaan dan pembangunan sistem informasi 4. Konsultasi dan pelatihan
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
63
The Improvement of the Mohamad Hoesin Hospital Palembang
Status pekerjaan
1. Pengadaan barang seluruhnya telah terkirim dan
terpasang, kecuali tube CT Scan yang tertahan di pabean pelabuhan 2. Pelaksanaan pemeliharaan 3. Jasa konsultansi supervisi dan pemeliharaan sampai dengan Desember 2014 4. Pelatihan (komponen hibah)
b. Kinerja Proyek Proyek The Improvement of Moh Hoesin Hospital Palembang (loan KfW 2002 70 413) dimulai pada bulan Mei 2003 dengan ruang lingkup proyek berupa perbaikan infrastruktur dasar, pengadaan peralatan
medis
serta
perbaikan
sistem
informasi
untuk
meningkatkan pelayanan. Sesuai rencana awal, proyek ini dijadwalkan selesai pada tahun 2006. Akan tetapi,
adanya beberapa persoalan selama proyek
berlangsung menyebabkan proyek ini diperpanjang sebanyak tiga kali hingga akhir tahun 2014. Penyebab utama perpanjangan proyek adalah
berlarut-larutnya
proses
tender
khususnya
penentuan
spesifikasi untuk Lot 1 Medical Equipment. Keterlambatan pada proses ini lebih lanjut mengakibatkan terhambatnya pekerjaan untuk Lot 2, Lot 3 dan Lot 4. Penandatanganan kontrak untuk Lot 1 Medical Equpment baru terlaksana pada tahun 2010. Pada bulan September 2014 penyerapan dana pinjaman mencapai 94,72%. Pada tahun 2014 proyek dalam tahapan pemeliharaan. Pada tahap ini seluruh peralatan telah terpasang. Beberapa masalah yang terjadi pada tahap ini adalah sebagai berikut: o Kinerja perawatan yang dilaksanakan oleh pemasok tidak berjalan sesuai rencana sehingga mempengaruhi penyerapan dana loan tahun 2014. Hingga bulan September 2014, dari semester perawatan
target lima
yang dijadwalkan, baru dua semester
perawatan yang dapat direalisasikan. o Terdapat spareparts berupa tube untuk alat CT Scan yang perlu diganti, namun impor barang tersebut tidak dapat masuk karena Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan tidak memberikan keringanan pembayaran pajak impor. Keterlambatan masuknya 64
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
The Improvement of the Mohamad Hoesin Hospital Palembang
tube
CT
Scan
terhambat.
menyebabkan
Selain
itu
peralatan
pekerjaan CT
maintenance
Scan
yang
ikut
tube-nya
memerlukan penggantian tidak dapat difungsikan untuk pelayanan kesehatan.. o Pada tahun 2011 yang lalu, terjadi keterlambatan pengiriman barang oleh supplier hingga melampaui batas akhir fase pemeliharaan dari yang seharusnya berakhir pada
Desember
2014 menjadi bulan Mei 2015. Akibatnya, loan agreement yang akan berakhir pada Desember 2014 harus diperpanjang ke tahun 2015.
2. Langkah Tindak Lanjut Percepatan Pencapaian Output Kementerian Kesehatan perlu mengintensifkan koordinasi dengan Kementerian Keuangan untuk revisi DIPA 2014 yang menampung alokasi anggaran untuk pembayaran pajak dan bea masuk pengadaan barang lot 2. Kementerian Kesehatan perlu mempercepat proses pembayaran pekerjaan-pekerjaan supervisi dan pemeliharaan semester 3 dan 4. Untuk itu pihak Rumah Sakit Moh Hoesin perlu memanggil Konsultan dalam rangka penandatanganan Certificate of Acceptance. Pihak Rumah Sakit Moh. Hoesin dapat meminta bantuan pihak KfW Jakarta untuk pemanggilan konsultan tersebut. Kementerian Kesehatan perlu memastikan alokasi anggaran pada tahun 2015 untuk pembayaran pekerjaan supervsisi dan pemeliharaan semester 5 dan 6.
3. Lessons Learnt dari Pelaksanaan Proyek The Improvement Moh Hoesin Palembang a. Pemanfaatan Teknologi Perlengkapan medis yang diadakan untuk memenuhi kebutuhan RS. Moh. Hoesin Palembang dapat dikategorikan sebagai peralatan yang teknologinya
mengalami
perkembangan
yang
sangat
pesat.
Tertundanya pengadaan barang yang cukup lama pada proyek ini akibat permasalahan pada proses tender menyebabkan pada saat alat tersebut akan difungsikan, teknologinya menjadi relatif usang. Hal direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
65
The Improvement of the Mohamad Hoesin Hospital Palembang
ini berdampak pada kurang maksimalnya pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit . Selain itu, transfer of knowledge yang diperoleh oleh sumber daya manusia di RS Hoesin tidak terjadi pada tingkat yang paling mutakhir. Pembelajaran yang bisa dipetik dari pengalaman ini adalah: Ke depan, sebaiknya proyek-proyek yang dibiayai pinjaman luar negeri lebih difokuskan pada pengembangan prasarana dan sarana pendukung. Pengadaan
peralatan
perkembangan menggunakan
kesehatan
teknologinya pembiayaan
yang
dapat lain
tergolong
dilaksanakan
yang
proses
cepat dengan
pengadaan
barang/jasanya lebih cepat atau apabila menggunakan pinjaman luar negeri, diperlukan perhatian dan upaya yang lebih agar pengadaan barang/jasanya tepat waktu.
b. Optimalisasi Fungsi Badan Layanan Umum Pada tahun 2005, RS Moh. Hoesin telah memperoleh satus sebagai Badan Layanan Umum (BLU). Dengan demikian, RS Moh. Hoesin mempunyai kewenangan untuk menggunakan sebagian pendapatan yang diperolehnya. Permasalahan yang terjadi pada pekerjaan perawatan dan pengadaan suku cadang pada proyek ini memberikan pelajaran bahwa pekerjaan perawatan dan pengadaan suku cadang dapat diserahkan kepada rumah sakit. Pihak rumah sakit dapat menggunakan sebagian pendapatannya untuk membiayai pekerjaan perawatan dan membeli suku cadang. Cara ini akan lebih cepat, ringkas dan murah.
4.
Isu-Isu terkait Keberlanjutan Pasca Proyek a. Dukungan Manajemen dan Sumber Daya manusia Peralatan yang diadakan dalam rangka proyek ini, baik peralatan medis, non medis, maupun sistem informasi akan dapat difungsikan secara maksimal untuk melayani publik apabila dioperasikan oleh sumber daya manusia yang memiliki kualifikasi dan bekerja sesuai dengan aturan yang ditetapkan. Oleh karena itu, pihak RS Moh. Hoesin Palembang
66
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
The Improvement of the Mohamad Hoesin Hospital Palembang
perlu memastikan personil yang mengoperasikan peralatan dan sistem mempunyai kualifikasi dan bekerja menurut standar yang ditentukan. Pada saat kunjungan lapangan dijumpai kondisi masih menumpuknya pasien/keluarga pasien pada bagian pendaftaran dan pembayaran. Situasi ini mencerminkan belum adanya sistem informasi/komputerisasi pada pelayanan dan pendaftaran dan pembayaran. Hal ini ternyata disebabkan pada saat jam istirahat/makan siang, loket pelayanan hanya dilayani oleh satu orang petugas. Kejadian tersebut merupakan contoh sistem yang dibangun belum didukung oleh pola kerja yang tepat sehingga mengurangi fungsionalisasi dan manfaat sistem. Ke depan, pihak RS. Moh. Hoesin perlu melakukan perbaikan perbaikan pengaturan pelayanan administrasi dan keuangan. b. Kebersihan Pihak RS Moh. Hoesin Palembang diharapkan dapat meningkatkan kebersihan, hygienity dan keindahan penampilan rumah sakit. Kondisi fisik rumah sakit yang bersih tentunya sangat dibutuhkan karena membantu daya pakai peralatan dan merupakan bagian dari pelayanan prima kepada masyarakat pemakai jasa, serta membantu meningkatkan kepercayaan publik kepada rumah sakit. Meskipun rumah sakit telah dilengkapi dengan peralatan yang lebih canggih dan mutakhir, apabila kondisi rumah sakit kotor, hal ini akan mempengaruhi tingkat kepercayaan publik pada kualitas pelayanan dan kehandalan peralatan rumah sakit.
5.
Foto Kunjungan Lapangan (lihat halaman berikut) -----oo0oo-----
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
67
The Improvement of the Mohamad Hoesin Hospital Palembang
Foto Kunjungan Lapangan The Improvement of the Moh Hoesin Hospital Palembang 15 Oktober 2014
Foto 1 Rapat koordinasi di Rumah Sakit Moh. Hoesin
Foto 2 Tim pemantauan meninjau fasilitas medis di RS Moh. Hoesin
Foto 3 Ruang penyimpanan generator
Foto 4 Tempat penyimpanan air bersih (Pembangunan prasarana berupa generator dan pengadaan air bersih masuk dalam ruang lingkup penggunaan pinjaman KfW)
68
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
The Improvement of the Mohamad Hoesin Hospital Palembang
Foto 5
Foto 6
Peralatan medis yang digunakan untuk keperluan layanan pemeriksaan radiologi
Peralatan CT Scan yang tidak dapat beroperasi akibat sparepart yang masih tertahan di pabean
Foto 6 Ruang Intensive Care Unit Anak
Foto 7 Ruang sterilisasi peralatan medis
Foto 8 Ruang yang digunakan untuk memonitor seluruh kegiatan rumah sakit menggunakan jaringan IT (HMIS)
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
69
The Improvement of the Mohamad Hoesin Hospital Palembang
Halaman ini sengaja dikosongkan
70
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Parit Baru Coal Fired Steam Power Plant
Laporan Kunjungan Lapangan “Parit Baru Coal Fired Steam Power Plant Project (2x50 MW)” Parit Baru, 17 Juni 2014
1.
Informasi Proyek a. Data Umum Proyek b. Kinerja Proyek
2.
Langkah Tindak Lanjut Percepatan Output
3.
Lessons Learnt
4.
Isu-Isu terkait Keberlanjutan Proyek
a. Pasokan Batu Bara b. Jaringan Listrik 5.
Foto
1. Informasi Umum Proyek a. Data Umum Proyek Executing Agency
PT. PLN
Sumber Pembiayaan
Pinjaman Pemerintah RRT melalui skema preferential buyer credit
Nilai Pinjaman Proyek
USD 132.189.695
Tujuan
Memenuhi kebutuhan listrik masyarakat melalui peningkatan supply listrik di wilayah Kalimantan Barat serta meningkatkan efisiensi biaya produksi listrik,
Ruang lingkup pekerjaan
1. Engineering 2. Procurement 3. Construction
Lokasi
Kabupaten Bengkayang, Propinsi Kalimantan Barat
Masa laku loan
Loan Agreement efektif tanggal 12 September 2012 s/d 12 Februari 2017
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
71
Parit Baru Coal Fired Steam Power Plant
Status pekerjaan
On going
Pembagian pendanaan
1. Loan (85%) : USD 132.189.695 2. APLN (15%) : USD 23.327.593
b. Kinerja Proyek Proyek Parit Baru Coal Fired Steam Power Plant (2x50MW) merupakan proyek yang dibiayai oleh pinjaman Pemerintah RRT melalui skema Preferential Buyer Credit The Export Import Bank of China untuk membangun dua unit pembangkit listrik yang masingmasing berkapasitas 50 MW di Parit Baru, Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat. Proyek ini diharapkan dapat mendukung pemenuhan kebutuhan listrik yang belum merata di wilayah Kalimantan Barat, yang tersebar di 1.804 desa, terutama meliputi daerah terpencil dan terisolasi. Proyek Parit Baru Coal Fired Steam Power Plant (2x50MW) memiliki tujuan, yaitu: (a) meningkatkan base-load unit; (b) meningkatkan electrification ratio di wilayah Kalimantan Barat; dan (c) mengurangi biaya produksi. Pembangkit listrik existing yang digunakan PT. PLN (Persero) Wilayah Kalimantan Barat masih mengandalkan pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) yang berbiaya tinggi dan berbahan bakar tidak terbarukan. Loan Agreement ditandatangani pada tanggal 12 September 2012 dan berlaku hingga 12 Februari 2017. Proyek telah diteruspinjamkan oleh Pemerintah kepada PT. PLN melalui Perjanjian Penerusan Pinjaman tanggal 28 Februari 2013. Proyek saat ini telah berjalan dan memasuki tahap pelaksanaan civil works. Ground breaking pembangunan proyek ini diresmikan oleh Wakil Gubernur Kalimantan Barat, Christiandy Sandjaya. Pelaksanaan proyek Parit Baru Coal Fired Steam Power Plant (2x50MW) mengalami sedikit keterlambatan terutama pada proses procurement yang disebabkan oleh keterlambatan engineering dari kontraktor. 72
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Parit Baru Coal Fired Steam Power Plant
Tabel 10 Progress Proyek Parit Baru Coal Fired Steam Power Plant (2x50MW) Mei 2014 (%)
Bobot No
Pekerjaan
terhadap Proyek (%)
Rencana
Realisasi
1
Engineering
0,96
0,74
0,32
2
Procurement
65,74
23,11
11,09
3
Construction
33,30 100,00
3,38 27,23
2,66 14,07
Total
Sumber: Paparan PT. PLN pada rapat pemantauan tanggal 17 Juni 2014
Pelaksanaan proyek masih menghadapi masalah lahan dan perizinan. Meskipun demikian, hal ini tidak menghambat pelaksanaan konstruksi karena lahan yang belum bebas tersebut berada di luar area konstruksi. Pada aspek perijinan, PT. PLN telah menyelesaikan Ijin Penetapan Lokasi dan Ijin Kelayakan Lingkungan Hidup. Sedangkan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Ijin Terminal Khusus/Jetty masih dalam proses. Tabel 11 Progress Perizinan Proyek Parit Baru Coal Fired Steam Power Plant (2x50MW) No 1
Jenis Perizinan
Nomor dan Tanggal Perizinan
Izin Penetapan
SK Bupati Bengkayang
Lokasi
No. 315/BPMPPT/2013
Keterangan Valid
Tanggal 18 Juni 2013 2
Izin Lingkungan
SK Gubernur Kalbar No.
Valid
641/BLHD/2012 tanggal 14 November 2012 3
Izin Mendirikan
Dalam proses
Bangunan
Melalui surat PLN No. 601/121/UIP.IX/2013 tanggal 25 Oktober 2013
4
Izin Terminal
Dalam proses (ditingkat
Melalui surat PLN No.
Khusus/Jetty
Kantor Kesyahbandaran
059/121/UIP.IX/2014
dan Otoritas Pelabuhan)
tanggal 8 Januari 2014
Sumber: Paparan PT. PLN pada rapat pemantauan tanggal 17 Juni 2014
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
73
Parit Baru Coal Fired Steam Power Plant
2. Langkah Tindak Lanjut Percepatan Pencapaian Output Pada pertemuan pemantauan tanggal 17 Juni 2014 di Lokasi PLTU Parit Baru, telah dilakukan dan disepakati langkah-langkah pencapaian ouput dan hal terkait lainnya sebagai berikut: PT. PLN akan melakukan berbagai langkah percepatan untuk mengejar
keterlambatan
progress
total
yang
diakibatkan
oleh
keterlambatan penyelesaian Detailed Engineering Design. Langkah percepatan tersebut dilakukan dengan menambah sumber daya, terutama yaitu man power, alat berat, dan material, serta pengaturan beberapa pekerjaan yang sebelumnya dilakukan secara serial dijadikan paralel (dilakukan bersamaan). PT. PLN akan menyelesaikan perijinan yang masih dalam proses penerbitan, yaitu Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Ijin Terminal Khusus/Jetty. PT. PLN telah menugaskan petugas untuk memantau proses perijinan tersebut. Perlu dilakukan pembenahan pada pola manajemen hubungan kerja antara kontraktor Engineering, Procurement, Construction (EPC) dari RRT dan mitra lokalnya, konsultan desain dan supervisi, serta pelaksana. Permasalahan pola manajemen tersebut perlu diidentifikasi dan dilaporkan kepada manajemen PLN Pusat sehingga pimpinan PLN dapat memberikan peringatan kepada pihak kontraktor.
3. Lessons Learnt Penguatan Kapasitas Nasional dan Lokal dalam Manajemen Proyek, Penyusunan Desain dan Supervisi Konstruksi Pelaksanaan proyek PLTU Parit Baru telah mengambil lessons learnt dari proyek sebelumnya, yaitu proyek PLTU Labuhan Angin yang juga dibiayai dengan dana pinjaman Pemerintah RR Tiongkok skema Preferential Export Buyer’s Credit (PBC). Proyek-proyek yang dibiayai pinjaman skema Preferential Export Buyer’s Credit (PBC) berbeda pola pekerjaannya dengan pinjaman dari pemberi pinjaman lainnya seperti ADB, Bank Dunia, dan JICA.
74
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Parit Baru Coal Fired Steam Power Plant
Pinjaman ketiga lender tersebut memberikan alokasi pendanaan (dalam satu paket komitmen pinjaman) untuk jasa konsultansi penyusunan dan/atau review desain/detailed engineering design sebelum pelaksanaan konstruksi, dan alokasi pendanaan untuk jasa supervisi. Sebaliknya pinjaman skema PBC hanya dialokasikan untuk pekerjaan
konstruksi
berdasarkan
desain
yang
disusun
pihak
Indonesia (dalam hal ini PT PLN). Dalam pelaksanaannya, pihak kontraktor melakukan detailed engineering design/technical drawing. Pekerjaan ini antara lain dimaksudkan untuk penyesuaian desain dalam kondisi fisik di lapangan. Hasil technical drawing tersebut perlu di-review terutama bila terdapat perbedaan dengan desain awal. Pada proyek-proyek skema PBC sebelumnya (PLTU Labuhan Angin), pekerjaan detailed engineering design/technical drawing dilakukan oleh pihak kontraktor RRT dan pihak konsultan RRT yang bekerjasama dengan pihak kontraktor (dengan sistem kontrak EPC, engineering procurement and construction). Dengan pola manajemen seperti ini, pihak Indonesia tidak dapat memperoleh kesempatan mengetahui lebih rinci mengenai penyusunan desain akhir yang digunakan sebagai dasar konstruksi fisik. Pada proyek PLTU Parit Baru, PT PLN telah mengontrak PT Prima Layanan Nasional Enjinering untuk melaksanakan pekerjaan review design dan pekerjaan supervisi. Pada proyek Jembatan Tayan, pelaksana proyek mengontrak perusahaan nasional untuk melakukan review atas detail technical drawing yang dilakukan pihak kontraktor. Pihak pelaksana proyek juga melibatkan akademisi dari Universitas Tanjungpura dalam proses review design dan supervisi. Dengan pola manajemen proyek yang dilaksanakan pada proyek Jembatan Tayan dan PLTU Parit Baru, pinjaman skema PBC dari Pemerintah RRT telah memberikan peluang berlangsungnya transfer of knowledge untuk mengembangkan kapasitas perusahaan dan sumber daya nasional dan daerah. Dengan kata lain, pinjaman RRT yang selama ini sering dikritik kinerja dan kualitas output-nya, dengan pilihan manajemen proyek yang tepat, skema pinjaman PBC tersebut dapat menjadi sarana yang efektif dalam knowledge transfer dan knowledge sharing untuk memperkuat kapasitas nasional. direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
75
Parit Baru Coal Fired Steam Power Plant
4. Isu-Isu terkait Keberlanjutan Pasca Proyek Proyek dan masa berlaku pinjaman Parit Baru Coal Fired Steam Power Plant (2x50MW) akan berakhir pada tahun 2017. Oleh sebab itu, PT. PLN perlu memastikan bahwa setelah proyek dapat selesai tepat waktu (on schedule) dan berkelanjutan. Terkait dengan hal tersebut, terdapat beberapa isu yang perlu menjadi perhatian dan dicarikan pemecahan yang tepat sekaligus dapat menjadi lessons learnt. Isu-isu tersebut adalah sebagai berikut:
a. Pasokan Batu Bara Kebutuhan bahan bakar batu bara untuk operasional suatu pembangkit listrik tenaga uap adalah sekitar 4.000 ton per MW. PT. PLN harus memastikan ketersediaan pasokan batu bara serta jalur distribusi yang memadai untuk keberlanjutan proyek Parit Baru Coal Fired Steam Power Plant (2x50MW). Apabila PT. PLN mengalami kekurangan pasokan batu bara, operasi pembangkit akan terganggu dan masyarakat akan menderita kerugian melalui pemadaman listrik.
b. Jaringan Listrik Jaringan listrik di wilayah Kalimantan Barat, terutama daerah-daerah yang berbatasan langsung dengan Malaysia masih belum memadai. Jaringan listrik merupakan sarana yang sangat penting untuk mendistribusikan listrik dari pembangkit. PT. PLN perlu memastikan jaringan listrik dapat tersedia (baik yang sudah ada maupun yang baru dibuat) setelah proyek Parit Baru Coal Fired Steam Power Plant (2x50MW) selesai dikerjakan. Proyek pembangunan jaringan atau transmisi listrik di Kalimantan Barat yang mendukung operasional proyek ini adalah proyek Streghtening West Kalimantan Power Grid. Proyek tersebut akan menghubungkan daerah Bengkayang, Ngabang, dan Tayan agar terkoneksi dengan listrik dan diperkirakan akan selesai pada tahun 2016.
76
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Parit Baru Coal Fired Steam Power Plant
5.
Foto Kunjungan Lapangan
Foto 1 Pekerjaan Sipil Proyek Parit Baru Coal Fired Steam Power
Foto 2 Pekerjaan Pilling Proyek Parit Baru Coal Fired Steam Power
Foto 3 Batching Plant
Foto 4 Site Office Proyek Parit Baru CFSP
Foto 5 Suasana Rapat Pertemuan
Foto 6 Pagar Keliling Proyek Parit Baru CFSP
-----oo0oo-----
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
77
Parit Baru Coal Fired Steam Power Plant
Halaman ini sengaja dikosongkan
78
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Keramasan Power Plant Extension Project
Laporan Kunjungan Lapangan “Keramasan Power Plant Extension Project” Palembang, 15 Oktober 2014
1.
Informasi Proyek a. Data Umum Proyek b. Kinerja Proyek
2.
Kendala dan Tindak Lanjut Pelaksanaan Proyek Masalah
3.
Lessons Learnt
4.
Isu-Isu terkait Keberlanjutan Proyek
5.
Foto
1. Informasi Umum Proyek a. Data Umum Proyek Executing Agency
PT. PLN
Sumber
Pinjaman Pemerintah Jepang/JICA (Loan IP-527)
Pembiayaan Nilai Pinjaman
JPY 9.736.000.000
Proyek Tujuan
Meningkatkan produksi dan stabilitas listrik melalui perluasan wilayah produksi di PLTU Keramasan untuk memenuhi permintaan listrik di Provinsi Sumatera Selatan
Ruang lingkup
1. Construction works
pekerjaan
2. Consulting services
Lokasi
Kota Palembang, Sumatera Selatan
Masa berlaku loan
Loan Agreement efektif tanggal 22 Oktober 2007 s/d 31 Desember 2015
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
79
Keramasan Power Plant Extension Project
b. Kinerja Proyek PLTU Keramasan adalah salah satu bagian UIP Pembangkit Sumatera II di wilayah Sumatera bagian Selatan. Proyek Keramasan Power Plant Extension Project merupakan proyek pengembangan pembangkit listrik di PLTU Keramasan dengan dibiayai pinjaman pemerintah Jepang (loan JICA IP-527). PLTU Keramasan menggunakan bahan bakar gas untuk menghasilkan listrik. Untuk proyek Keramasan Power Plant Extension Project, gas didapatkan dari PT. Pertamina dan PT. Medco. Pekerjaan fisik proyek Keramasan Power Plant Extension Project terdiri atas 2 unit yaitu Milestone Unit 1 (11,2 MW) dan Milestone Unit 2 (11,16 MW). Pekerjaan fisik meliputi pembangunan heat recovery steam generator, gas turbine, steam turbine, main transformer, central control building, cooling water, dan peralatan pendukung lainnya. Pekerjaan fisik kedua unit tersebut sudah selesai dilaksanakan dan sedang dalam masa pemeliharaan (guarantee period). Guarantee period untuk unit 1 sampai tanggal 3 Desember 2014 dan unit 2 sampai tanggal 6 Desember 2014. Tabel 12 Progres Pekerjaan Fisik per Juni 2014 Perkembangan Fisik Tahun Anggaran 2014 No
TOTAL Indikator Output
Triwulan I
Triwulan II
Triwulan III
Triwulan IV
Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi Target Realisasi
Consulting Services 1
Kontrak No.262.PJ/061/DIR/2007 7,05
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
95,00
87,50
0,00
0,00
94,00 88,95
Tanggal 28 November 2007 System Development Planning 2
Kontrak No.2561.PJ/061/DIR/2008
100,00
100,00
0,07
0,00
Tanggal 5 Maret 2008 Construction 3
Kontrak No. 133.PJ/041/DIR/2011
4,94 0,00
Tanggal 22 Maret 1011 Sumber: Laporan Pelaksanaan Kinerja Pinjaman Luar Negeri Triwulan II 2014
80
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Keramasan Power Plant Extension Project
2.
Kendala dan Tindak Lanjut Pelaksanaan Proyek Pada saat rapat koordinasi dan kunjungan lapangan tanggal 15 Oktober 2014, terdapat satu kendala pada pelaksanaan proyek yaitu kerusakan yang terjadi pada Unit 2. Perbaikan Unit 2 tersebut akan ditanggung oleh kontraktor karena masih dalam masa guarantee period.
3.
Lessons Learnt dari Pelaksanaan Proyek Keramasan Power Plant Extension Project merupakan salah satu contoh dari proyek yang pelaksanaannya berjalan sesuai rencana, baik dari sisi waktu maupun pembiayaan. Salah satu faktor yang mendukung keberhasilan proyek ini adalah lahan yang sudah tersedia sejak awal dimulainya proyek. Ini dapat terjadi karena pembangunan Keramasan Power Plant merupakan perluasan dari proyek sebelumnya,
yang
pelaksanaannya berlokasi pada lahan milik PT PLN. Pembelajaran yang dapat diambil dari proyek Keramasan Power Plant Extension adalah bahwa ketersediaan/perijinan lahan
merupakan hal
yang sangat penting dalam pelaksanaan pembangunan proyek-proyek infrastruktur. Pelaksana proyek-proyek infrastruktur pekerjaan
yang
membutuhkan
lahan)
perlu
(terutama untuk mempertimbangkan
ketersediaan lahan dan perijinannya sebelum penandatangan kontrak karena akan berpengaruh pada kinerja proyek, proses pekerjaan fisik, dan jangka waktu pekerjaan proyek.
4. Isu-Isu terkait Keberlanjutan Proyek Masa berlaku pinjaman proyek Keramasan Power Plant Extension Project akan berakhir pada 31 Desember 2014. Pekerjaan fisik proyek telah selesai dan masa pemeliharaanya juga akan selesai pada bulan Desember 2014. PT. PLN sebagai executing agency perlu memastikan sarana dan prasarana yang dibangun dapat berfungsi optimal dan berkelanjutan sebelum masa pemerliharaannya berakhir terutama untuk Unit 2 yang saat ini masih mengalami kerusakan.
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
81
Keramasan Power Plant Extension Project
5. Foto Kunjungan Lapangan
Foto 1 Main Equipment CCPP Keramasan
Foto 2 Gas Turbine
Foto 3 Rapat koordinasi dan Pemantauan Lapangan di PLTU Keramasan
Foto 4 Rapat koordinasi dan Pemantauan Lapangan di PLTU Keramasan
Foto 5 Block Plant
Foto 6 Heat Recovery Steam Generator r
-----oo0oo----82
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Strengthening West Kalimantan Power Grid
Laporan Kunjungan Lapangan “Strengthening West Kalimantan Power Grid” Parit Baru, 17 Juni 2014
1.
Informasi Proyek a. Data Umum Proyek b. Kinerja Proyek
2.
Kendala Pelaksanaan Proyek
3.
Langkah Tindak Lanjut Percepatan Output
4.
Isu-Isu terkait Keberlanjutan Proyek a. Negosiasi Pembelian Listrik b. Ketersediaan Pembangkit Listrik Baru
5.
Foto
1. Informasi Umum Proyek a. Data Umum Proyek Executing Agency
PT. PLN
Sumber Pembiayaan
ADB dan co financing AFD
Nilai Pinjaman Proyek
1. Co financing ADB = USD 49.500.000 AFD = USD 49.500.000 + Total
= USD 99.000.000
2. APLN = USD 18.800.000 Tujuan
Memenuhi kebutuhan listrik masyarakat melalui pembangunan saluran transmisi listrik di wilayah Kalimantan Barat termasuk untuk jalur impor listrik dari Sarawak, Malaysia
Ruang lingkup pekerjaan
1. Civil works 2. Equipment 3. Environment and social mitigation 4. Consultants
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
83
Strengthening West Kalimantan Power Grid
Lokasi
1. Paket 1 SUTET 275 kV: Bengkayang – Jagoibabang 2. Paket 2 GITET 275/150 kV: Bengkayang 3. Paket 3 SUTT 150 kV: Bengkayang – Ngabang –
Tayan 4. Paket 4 GI 150 kV: Ngabang dan Extn. 150 kV: Tayan
Masa laku loan
Loan Agreement (L/A) dengan AFD ditandatangani pada tanggal 8 Februari 2013, dengan closing date loan tanggal 31 Juli 2016 dan dengan ADB ditandatangani pada tanggal 17 Oktober 2013, dengan closing date loan tanggal 31 Januari 2016. Meski demikian, SLA belum diterbitkan.
Status pekerjaan Pembagian pekerjaan
On going
1. Paket 1 (SUTET 275 kV Bengkayang – Jagoibabang) : PT. Bukaka Teknik Utama 2. Paket 2 (GITET 275 kV Bengkayang) : CG Consortium 3. Paket 3 (SUTT 150 kV Bengkayang – Ngabang – Tayan) : Consortium of KEC and Mitsubishi Corp. 4. Paket 4 (GI 150 kV Ngabang dan Extn. 150 kV Tayan) : PT. Siemens Indonesia 5. Konsultan : PLN Pusenlis Tractebel Eng.
b. Kinerja Proyek Proyek Strengthening West Kalimantan Power Grid merupakan bagian dari rencana nasional untuk menghubungkan sekitar 10 juta pelanggan listrik baru antara tahun 2011 – 2015 dan untuk mendukung komitmen pemerintah dalam pemasangan tenaga listrik 90% pada tahun 2020 dari 62% yang terealisasi pada tahun 2009. Sistem kelistrikan di Kalimantan Barat yang ada saat ini dipandang kurang efisien dan berbiaya tinggi. Di sisi lain, negara bagian Sarawak (Malaysia) yang berbatasan dengan Kalimantan Barat memiliki supply listrik yang besar dan berencana untuk melakukan ekspor ke negara tetangga, termasuk Indonesia. Sistem penyediaan listrik yang berkelanjutan sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakat dan menyediakan akses kepada pelanggan baru, termasuk menyediakan saluran transmisi listrik menuju Sarawak untuk kepentingan impor listrik pada jangka pendek. 84
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Strengthening West Kalimantan Power Grid
Dalam jangka panjang, saluran transmisi yang dibangun juga akan memungkinkan ekspor listrik dari Indonesia ke Serawak apabila terdapat kelebihan supply listrik di Kalimantan Barat. Proyek ini terdiri atas pembangunan jalur transmisi listrik yang melintasi dan menghubungkan wilayah Bengkayang, Ngabang, dan Tayan di Provinsi Kalimantan Barat dengan pinjaman senilai total USD 99.000.000 yang bersumber dari Pemerintah Perancis (AFD) dan ADB, masing-masing senilai USD 49.500.000. Loan Agreement (L/A) dengan AFD ditandatangani pada tanggal 8 Februari 2013, dengan closing date loan tanggal 31 Juli 2016 dan dengan ADB ditandatangani pada tanggal 17 Oktober 2013, dengan closing date loan tanggal 31 Januari 2016. Kinerja proyek dari sisi progress penyerapan keuangan sebenarnya belum terekam karena belum ada penarikan dana dari PLN. Terhambatnya disbursement untuk loan dari ADB disebabkan karena dalam DIPA SLA masih dalam status blokir (menunggu terbitnya SLA). Sedangkan, kendala penarikan pada loan AFD adalah karena terdapat persyaratan dari AFD bahwa 14 bulan sejak board approval dan belum ada aktifitas penarikan maka AFD akan mengganti term and condition yang baru agar dapat efektif kembali. AFD juga mensyaratkan minimal pencairan dana loan adalah eq. EUR 5.000. Meskipun terdapat kesulitan dalam penarikan dana (disbursement), PT. PLN telah melakukan inisiatif untuk memulai pekerjaan dengan menggunakan anggaran sendiri atau APLN. PT. PLN telah melakukan pembayaran uang muka dan pembayaran pekerjaan pada beberapa paket pekerjaan. Tabel 13 Pembayaran Proyek Strengthening West Kalimantan Power Grid melalui APLN Nama Paket
Nilai Kontrak (Rp)
Uang Muka yang
Pembayaran s.d.
dibayar
31 Mei 2014
Paket 1
191.821.037.431
18.247.394.377
42.183.302.119
Paket 2
59.993.759.276
4.641.634.718
-
Paket 3
87.854.357.557
11.980.139.666
-
Paket 4
27.355.374.037
2.393.488.344
-
Sumber: Paparan PT. PLN pada rapat pemantauan 17 Juni 2014
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
85
Strengthening West Kalimantan Power Grid
Berdasarkan tabel di atas, total pembayaran porsi pinjaman yang sudah dilakukan oleh PT. PLN adalah sebesar Rp 61.198.537.847. Pembayaran yang dilakukan dengan APLN yang sudah dibayarkan PT. PLN kepada kontraktor nantinya akan digantikan melalui pinjaman. Beberapa progress fisik yang dapat dicatat, antara lain: a. Paket 1 (SUTET 275 kV Bengkayang – Jagoibabang) Tower yang akan dibangun pada paket 1 berjumlah 201 tower. Tanah yang telah dibebaskan mencapai 188 lokasi (93,5%) dan yang belum bebas dan masih dalam proses pembebasan sebanyak 13 lokasi. Dari 13 lokasi tanah yang belum bebas, terdapat 12 lokasi yang termasuk kawasan hutan dan 1 lokasi di luar kawasan hutan. Pembangunan pondasi yang telah selesai sebanyak 76 (ongoing sebanyak 31) dan pekerjaan erection yang telah selesai sebanyak 53 (ongoing sebanyak 4). Waktu kontrak proyek selama 600 hari sejak tanggal kontrak 12 April 2013. Tabel 14 Progress Fisik Paket 1 SUTET 275 kV Bengkayang - Jagoibabang No
Jumlah Tower
1
Tanah Bebas
Pondasi
Erection
Bebas
Belum
Selesai
Ongoing
Selesai
Ongoing
188
13
76
31
53
4
201
Sumber: Paparan PT. PLN pada rapat pemantauan 17 Juni 2014
b. Paket 2 (GITET 275/150 kV Bengkayang) Paket 2 merupakan pekerjaan pembangunan GITET 275/150 kV di Bengkayang yang terdiri dari civil works, elektro mekanikal, dan comissioning. Progress pekerjaan baru mencapai 2,052% dari yang direncanakan sebesar 42,44%. Waktu kontrak proyek selama 600 hari sejak tanggal kontrak 30 April 2013. Tabel 15 Progress Fisik Paket 2 GITET 275/150 kV Bengkayang Progress Pekerjaan (%) No
Pekerjaan Sipil Rencana
1
42,44
Realisasi 2,05
Pekerjaan
Commisi
Elmek
oning
Pekerjaan Pondasi
Approval
di Area 150 kV
Drawing
Sumber: Paparan PT. PLN pada rapat pemantauan 17 Juni 2014
86
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
-
Strengthening West Kalimantan Power Grid
c. Paket 3 (SUTT 150 kV Bengkayang – Ngabang – Tayan) Paket 3 terdiri dari SUTT 150 kV jalur Bengkayang – Ngabang dan SUTT 150 kV jalur Tayan – Ngabang. Untuk jalur Bengkayang – Ngabang, jumlah tower yang akan dibangun adalah sebanyak 275 tower. Tanah yang telah dibebaskan mencapai 190 lokasi dan yang belum bebas dan masih dalam proses pembebasan sebanyak 85 lokasi. Dari 85 lokasi tanah yang belum bebas, terdapat 34 lokasi yang termasuk kawasan hutan dan 51 lokasi di luar kawasan hutan. Pembangunan pondasi yang telah selesai baru 4 pondasi (ongoing sebanyak 2). Jalur Tayan – Ngabang, jumlah tower yang dibangun sebanyak 116 tower. Tanah yang telah dibebaskan sebanyak 38 lokasi dan yang belum bebas dan masih dalam proses pembebasan sebanyak 78 lokasi. Dari 78 lokasi tanah yang belum bebas, terdapat 15 lokasi yang termasuk kawasan hutan dan 63 lokasi di luar kawasan hutan. Pembangunan pondasi dengan status ongoing sebanyak 3. Waktu kontrak proyek paket ini selama 540 hari sejak tanggal kontrak 30 April 2013. Tabel 16 Progress Fisik Paket 3 SUTT 150 kV Bengkayang – Ngabang – Tayan No
T/L 150
Jumlah
kV
Tower
Tanah Bebas
Pondasi
Bebas
Belum
Selesai
Erection
Ongoing
Selesai
Ongoing
1
BKY-NGB
275
190
85
4
2
-
-
2
TYN-NGB
116
38
78
-
3
-
-
Sumber: Paparan PT. PLN pada rapat pemantauan 17 Juni 2014
d. Paket 4 (GI 150 kV Ngabang dan Extn. 150 kV Tayan) : PT. Siemens Indonesia Paket 4 merupakan pembangunan GI 150 kV di Ngabang dan Ekstension GI 150 kV di Tayan yang terdiri dari civil works, elektro mekanikal, dan comissioning. Progress pekerjaan baru mencapai 2,79% dari yang direncanakan sebesar 24,24%. Tabel 17 Progress Fisik Paket 2 GI 150 kV Ngabang dan Extn. 150 kV Tayan No
GI 150 kV
1
NBG
2
TYN
Progress Pekerjaan (%) Rencana 24,24
Pekerjaan Sipil
Pekerjaan Elmek
Commisioning
Realisasi 2,79
Cut & Fill
Approval Drawing
Pekerjaan Pondasi
Approval Drawing
-
Sumber: Paparan PT. PLN pada rapat pemantauan 17 Juni 2014
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
87
Strengthening West Kalimantan Power Grid
2. Kendala Pelaksanaan Proyek Secara umum, terdapat tiga kendala utama pelaksanaan proyek Strengthening West Kalimantan Power Grid, yaitu: a. Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan belum terbit Pembangunan transmisi listrik proyek Strengthening West Kalimantan Power Grid melintasi beberapa zona kawasan hutan di wilayah Kalimantan Barat. Oleh karena itu, PT. PLN perlu meminta izin pinjam pakai kawasan hutan ke Kementerian Kehutanan. Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) adalah izin yang diberikan untuk menggunakan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan tanpa mengubah fungsi dan peruntukan kawasan hutan. Instalasi transmisi dan distribusi listrik proyek ini termasuk dalam kategori pembangunan di luar kegiatan kehutanan sehingga diperlukan IPPKH. Sampai dengan pemantauan ini dilaksanakan, IPPKH masih dalam proses penerbitan. b. Row untuk Paket 1 terhambat masalah lahan Row untuk Paket 1 proyek Strengthening West Kalimantan Power Grid terkendala pada masalah pembebasan lahan, dimana beberapa pihak masih belum sepakat mengenai harga untuk lahan yang ditanami sawit, duren, jati dan petai. Terkait hal ini, PT. PLN terus melakukan pendekatan kepada para pemiliki lahan dan melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah setempat. c. Terhambatnya disbursement Terhambatnya disbursement untuk loan ADB dalam DIPA SLA masih dalam status blokir, sedangkan untuk loan AFD terhambatnya disbursement karena terdapat persyaratan dari AFD terkait penarikan. Meskipun belum terdapat penarikan dana, proyek yang dibiayai pinjaman AFD dan ADB sudah berjalan. Sementara ini pembiayaan untuk proyek yang tengah berjalan tersebut ditalangi dengan Anggaran PLN (APLN). Penggunaan dana dari APLN ini nantinya akan diganti dengan dana pinjaman AFD dan ADB.
88
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Strengthening West Kalimantan Power Grid
3. Langkah Tindak Lanjut Percepatan Pencapaian Output Pada pertemuan pemantauan tanggal 17 Juni 2014 di Lokasi PLTU Parit Baru, telah dilakukan dan disepakati langkah-langkah pencapaian ouput dan hal terkait lainnya sebagai berikut: Manajemen PLN Pusat akan mempercepat proses pemenuhan persyaratan untuk mengefektifkan loan agreement. PT. PLN akan terus memonitor proses penerbitan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) di Kementerian Kehutanan. PT. PLN akan melakukan pendekatan kepada masyarakat setempat sebagai pemilik lahan dan melakukan koordinasi dengan pihak pemerintah daerah untuk membantu proses negosiasi pembebasan lahan.
4. Isu-Isu terkait Keberlanjutan Pasca Proyek Proyek dan masa berlaku pinjaman Strengthening West Kalimantan Power Grid akan berakhir pada tahun 2016. Oleh sebab itu, PT. PLN perlu memastikan bahwa setelah proyek dapat selesai tepat waktu (on schedule) dan berkelanjutan. Di sisi lain, Terkait dengan hal tersebut, terdapat beberapa isu yang perlu menjadi perhatian dan dicarikan pemecahan yang tepat sekaligus dapat menjadi lessons learnt. Isu-isu tersebut adalah sebagai berikut:
a. Ketersediaan pembangkit listrik baru Jaringan transmisi listrik yang baru tentunya membutuhkan tersedianya sumber pembangkit tenaga listrik yang baru. PT. PLN tidak bisa hanya mengandalkan impor listrik dari Sarawak, Malaysia untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakat di wilayah Kalimantan Barat. Pembangunan pembangkit listrik yang baru harus diarahkan untuk menggunakan bahan bakar yang lebih murah dan efisien ketimbang yang dipakai saat ini, yaitu diesel atau bahan bakar minyak. Salah satu proyek pembangunan pembangkit yang sedang ongoing adalah proyek Parit Baru Coal Fired Steam Power Plant (2x50MW). Proyek ini diharapkan dapat meningkatkan produktivitas listrik untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat di wilayah Kalimantan Barat. direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
89
Strengthening West Kalimantan Power Grid
b. Negosiasi pembelian listrik Undang-undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan memberikan ruang untuk aktivitas ekspor dan impor listrik antar negara di Indonesia. Jual beli tenaga listrik lintas negara secara lebih rinci telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2012. Pelaksanaan proyek Strengthening West Kalimantan Power Grid adalah dalam rangka menyediakan sambungan listrik untuk dapat dimungkinkannya jual beli listrik antara pemerintah Indonesia dengan Malaysia. Negosiasi pembelian listrik dengan Malaysia perlu mendapat perhatian agar keberlanjutan proyek dapat terus berlangsung. Negosiasi terus diupayakan sepanjang tidak merugikan kepentingan negara dan bangsa serta tidak menimbulkan ketergantungan pengadaan tenaga listrik dari luar negeri.
5. Foto Kunjungan Lapangan
Foto 1 Suasana Pertemuan Kunjungan Lapangan Proyek Strengthening West Kalimantan Power Grid
Foto 2 Pekerjaan Pondasi SUTET 275 kV T123
Foto 3 Pekerjaan Borepile T110
Foto 4 Proses Erection Instalasi SUTET 275 kV telah selesai
-----oo0oo----90
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Rehabilitation and Modernization of Paiton SPP 1&2 (2x400MW)
Laporan Kunjungan Lapangan “CLA-4 Rehabilitation and Modernization of Paiton Steam Power Plant 1 & 2 (2x400 MW)” Jawa Timur, 16 April 2014
1.
Informasi Umum Proyek
2.
Pengelolaan dan Pemanfaatan Proyek
3.
Lessons Learnt
4.
Foto
1. Informasi Umum Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Paiton 1 & 2 yang beroperasi sejak bulan Maret 1994 telah memiliki masa operasi selama 20 tahun. Oleh karena itu, efisiensi kinerja PLTU Paiton 1 & 2 semakin menurun seiring bertambahnya usia pembangkit. Dengan demikian, diperlukan perbaikan, modifikasi dan life asessement peralatan untuk meningkatkan kehandalan dan kinerja PLTU Paiton (2x400 MW) yang dikelola oleh PT. Pembangkitan Jawa Bali (PJB). Proyek CLA-4 Rehabilitation and Modernization of Paiton SPP 1&2 (2x400 MW) merupakan proyek yang dibiayai melalui pinjaman dari Japan Bank of International Cooperation (JBIC). Pinjaman efektif per tanggal 3 Maret 2008 dan telah selesai pada tahun 2013. Lingkup pekerjaan proyek ini berupa rehabilitasi PLTU Paiton Unit 1 dan 2 yang meliputi engineering, procurement, special tools, training, dan erection & commissioning. Kegiatan pemantauan dilaksanakan pada tanggal 16 April 2014 dengan melakukan pertemuan dengan PT. PLN dan PT. Pembangkit Jawa Bali (PJB) serta mengunjungi lokasi PLTU Unit 1 dan 2 di wilayah Paiton. Kegiatan pemantauan dilakukan untuk melihat perkembangan pemanfaatan dan pengelolaan proyek CLA-4 Rehabilitation and Modernization of Paiton SPP 1&2 (2x400 MW), serta mengidentifikasi lessons learnt dari pelaksanaan pinjaman.
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
91
Rehabilitation and Modernization of Paiton SPP 1&2 (2x400MW)
Executing Agency
PT. PLN
Sumber Pembiayaan
Skema Fasilitas Kredit Ekspor dari Japan Bank of International Cooperation (JBIC) melalui
No. & Tanggal Kontrak
1. 253.PJ/041/DIR/2008 tangggal 8 Maret 2008 2. Amandement No. 01/2011 tanggal 10 Mei 2011 3. Amandement No. 02/2013 tanggal 21 Mei 2013
Nilai Pinjaman Proyek
JPY 3.735.258.946
Tujuan
Perbaikan, modifikasi dan life assesment peralatan untuk meningkatkan kehandalan dan kinerja PLTU Paiton
Ruang lingkup pekerjaan
1. 2. 3. 4. 5.
Lokasi
PLTU Paiton, Probolinggo, Jawa Timur
Masa laku loan
Loan Agreement efektif tanggal 5 Oktober 2004 s/d 13 September 2009
Kontraktor
Sumitomo
Sharing Pendanaan
1. Loan JBIC 2. APLN
Status pekerjaan
Selesai
Engineering Procurement Special Tools Training Erection & Commissioning
JPY 3.735.258.946 JPY 645.798.112
2. Pemanfaatan dan Pengelolaan Proyek Proyek CLA-4 Rehabilitation and Modernization of Paiton SPP 1&2 (2x400 MW) bertujuan untuk meningkatkan kehandalan dan kinerja PLTU Paiton (2x400 MW) dalam menjaga pasokan listrik khususnya di Pulau Jawa dan Bali melalui rehabilitasi/maintenance beberapa peralatan yang digunakan di PLTU Paiton. Masa operasi PLTU Paiton 1 & 2 telah mencapai usia 20 tahun (sejak Maret 1994) sehingga telah terjadi penurunan efisiensi kinerja pembangkit.
92
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Rehabilitation and Modernization of Paiton SPP 1&2 (2x400MW)
Pengelolaan PLTU Paiton 1 & 2 dilakukan oleh PT. Pembangkit Jawa Bali (PJB). Kontrak PLTU Paiton mengalami dua kali amandemen. Amandemen pertama dilakukan untuk merubah mata uang nilai kontrak dan amandemen kedua dilakukan untuk memperpanjang waktu penyelesaian kontrak. Perpanjangan waktu penyelesaian kontrak diperlukan karena pada pelaksanaan proyek terdapat trafo yang rusak dan membutuhkan pergantian. Meskipun kontraktor pelaksana adalah Sumitomo yang berasal dari Jepang, beberapa pekerjaan tetap dipegang oleh PT. PLN, seperti: design review & approval drawing, supervisi konstruksi, jasa sertifikasi dan commisioning. Outcome proyek CLA-4 Rehabilitation and Modernization of Paiton SPP 1&2 (2x400 MW) antara lain: a. Setelah dilakukan pergantian beberapa komponen turbin, terdapat kenaikan nilai efisiensi turbin (turbine heat rate) sebesar 180 kcal/kWh. Efisiensi turbin ini berdampak pada penghematan biaya bahan bakar yang mencapai 61 miliar per tahun. b. Meningkatkan keandalan pembangkit c. Mengetahui life time peralatan utama pembangkit sebagai acuan untuk perencanaan konsep pemeliharaan selanjutnya. d. Memperkuat sistem kelistrikan Jawa dan Bali. e. Mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakan minyak. Dari hasil pemantauan lapangan, kapasitas terpasang sebesar 2x400 MW terpakai sepenuhnya pada jam-jam sibuk menjelang sore hari.
3. Lessons Learnt dari Pelaksanaan CLA-4 Rehabilitation and Modernization of Paiton SPP 1 & 2 (2x400 MW) Secara umum proyek CLA-4 Rehabilitation and Modernization of Paiton SPP 1&2 (2x400 MW) bermanfaat pada peningkatan kapasitas dan efisiensi serta life time PLTU Unit 1 dan 2 Paiton. Lessons learnt proyek CLA-4 Rehabilitation and Modernization of Paiton SPP 1&2 (2x400 MW), antara lain: a. Terdapat transfer of knowledge mengenai metode Life Time Assesment beberapa peralatan Utama PLTU. direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
93
Rehabilitation and Modernization of Paiton SPP 1&2 (2x400MW)
b. Scope of Work pada Project Rehabilitation PLTU Paiton 1&2 dapat dijadikan salah satu acuan dalam proyek rehabilitasi PLTU – PLTU lainnya
karena
mempertahankan
telah daya
berhasil mampu
meningkatkan yang
efisiensi
dihasilkan
dan
meskipun
pembangkit telah berusia hampir 20 tahun. Sebagai ilustrasi bahwa untuk membangun suatu pembangkit baru dengan kapasitas 2 x 400 MW dibutuhkan biaya sekitar Rp 8 - 12 Triliun, sementara melalui pekerjaan rehabilitasi hanya dibutuhkan biaya sekitar Rp 500 – 600 Miliar. Dari sisi waktu pengerjaan, durasi pelaksanaan rehabilitasi hanya membutuhkan waktu sekitar 1,5-2 tahun sedangkan untuk membangun unit baru memakan waktu sekitar 4-5 tahun.
4. Foto Kunjungan Lapangan
Foto 1 Ruangan Boiler Control PLTU Paiton
Foto 2 Turbin Uap PLTU Paiton
Foto 3 Dynamic Classifier PLTU Paiton
Foto 4 Turbin PLTU Paiton yang telah di re-blading.
-----oo0oo-----
94
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
The Construction of Surabaya-Madura Bridge
Laporan Kunjungan Lapangan “The Construction of Surabaya – Madura Bridge (Jembatan Suramadu)” Jawa Timur, 14 April 2014
1.
Informasi Umum Proyek
2.
Pemanfaatan dan Pengelolaan Proyek Jembatan Suramadu
3.
Isu-isu dalam Pelaksanaan Pembangunan dan Pengelolaan a.
Alih Teknologi
b.
Kelembagaan
4.
Lessons Learnt
5.
Foto
1. Informasi Umum Proyek Proyek The Construction of Surabaya – Madura Bridge adalah proyek pembangunan jembatan yang melintasi Selat Madura, menghubungkan Pulau Jawa (di Surabaya) dan Pulau Madura (di Bangkalan), Indonesia. Sampai saat ini, Jembatan Suramadu merupakan jembatan yang terpanjang di Indonesia dengan panjang mencapai 5.438 m. Jembatan Suramadu terdiri dari empat bagian yaitu jalan layang (causeway) sepanjang 3.276 m, jalan penghubung (approach road) sepanjang 15.850 m, jembatan penghubung (approach bridge) sepanjang 1.344 m, dan jembatan utama (main bridge) sepanjang 818 m. Jembatan
Suramadu
dibangun
dengan
tujuan
mempercepat
pembangunan ekonomi di Pulau Madura, mengingat Pulau Madura secara sosial dan ekonomi relatif tertinggal dibandingkan kawasan lain di Jawa Timur. Proyek pembangunan Jembatan Suramadu menggunakan fasilitas pinjaman dari Pemerintah RRT dengan skema Preferential Export Buyer’s Credit dengan total nilai pinjaman sebesar USD 229,13 juta. Pinjaman tersebut digunakan terutama untuk membangun approach bridge dan main bridge yang memang membutuhkan teknologi tinggi dan saat ini direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
95
The Construction of Surabaya-Madura Bridge
belum tersedia di Indonesia. Proyek pembangunan Jembatan telah selesai dan diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 10 Juni 2009. Dengan selesainya proyek tersebut, dilakukan pemantauan untuk melihat capaian outcome, serta pembelajaran (lessons learnt) dan rekomendasi atas pelaksanaan proyek agar dapat dimanfaatkan untuk proyek sejenis lainnya. Executing Agency
Ditjen Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum
Sumber Pembiayaan
Pinjaman Pemerintah RRT melalui China Eximbank (Skema Preferential Export Buyer’s Credit)
Nilai Pinjaman Proyek
1. USD 160.200.000 (Loan No. BLA 04082 tanggal 5 November 2004) 2. USD 68.930.000,- (additional loan melalui Amandement Loan Agreement No. BLA 04082 tanggal 10 Desember 2008)
Masa laku loan
1. Loan Agreement No. BLA 04082 efektif tanggal 05 Oktober 2004 s/d 13 September 2009 2. Amandment Loan Agreement No. BLA 04082 efektif tanggal 10 Desember 2008 s/d 13 September 2009
Tujuan
Mendorong dan mempercepat pengembangan infrastruktur dan pembangunan ekonomi terutama untuk wilayah Madura
Ruang Lingkup
1. Approach Bridge (1.344 m)
Pekerjaan
Type Struktur: Balanced Cantilever Box Girder
(Pembiayaan
Panjang : 672 m untuk tiap sisi
Pinjaman)
Panjang Tiap Segmen : 80 m Pilar : Beton Bertulang Type Hollow Pondasi : Bore Piles, kedalaman 60 m – 90 m 2. Main Bridge (818 m)
96
Type Struktur
: Cable Stay
Panjang
: 818 m
Tinggi Pilon
: 140 m (dari Beton)
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
The Construction of Surabaya-Madura Bridge
Panjang Tiap Segmen : 434 m (Main Span) dan 2x192m (Side Span) Kabel Penggantung : PWS (Parallel Wire Strand) Girder Jembatan
: Steel Box Girder
Pondasi: Bore Piles, kedalaman 90 m – 100 m Lokasi
Kota Surabaya, dan Kabupaten Bangkalan Madura, Propinsi Jawa Timur
Status pekerjaan
Selesai
Pembagian
1. Approach dan Main Bridge (porsi Pemerintah
pekerjaan
Pusat melalui Loan RRT + APBN) 2. Causeway (porsi Pemerintah Pusat dan Pemprov
Jatim) 3. Approaching Road (porsi Pemerintah Pusat dan
Pemprov Jatim)
2. Pemanfaatan dan Pengelolaan Proyek Target output yaitu pembangunan fisik Jembatan Suramadu telah tercapai 100 persen dan telah resmi digunakan sejak tahun 2009. Jembatan Suramadu telah menghasilkan penerimaan negara bukan pajak melalui tarif tol Suramadu yang mencapai Rp 160 miliar per tahun. Pemanfaatan dan pengelolaan Proyek Jembatan Suramadu dilakukan Pemerintah melalui: a. Ditjen Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum selaku pemilik aset Jembatan Suramadu (owner) yang bertanggung jawab atas pemeliharaan utama dan sistem monitoring jembatan. b. PT. Jasa Marga selaku operator jalan tol suramadu yang bertanggung jawab atas pengoperasian jalan tol suramadu. c. Pembentukan Badan Pengembangan Wilayah Surabaya – Madura (selanjutnya disingkat BPWS). BPWS bertanggung jawab atas pengembangan kawasan di sekitar Jembatan Suramadu, terutama dalam rangka mempercepat tercapainya target outcome, yaitu meningkatnya pembangunan ekonomi dan infrastruktur terutama di wilayah Madura. direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
97
The Construction of Surabaya-Madura Bridge
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2008 tentang Badan Pengembangan Wilayah Surabaya – Madura, BPWS memiliki tugas yaitu: a. Menyusun Rencana Induk dan rencana kegiatan pengembangan sarana dan prasarana
serta kegiatan pengembangan wilayah
Suramadu; b. Melaksanakan pengusahaan Jembatan Tol Suramadu dan Jalan Tol Lingkar Timur (Simpang Juanda – Tanjung Perak) melalui kerjasama
dengan
badan
usaha
pemenang
pelelangan
pengusahaan jembatan tol dan jalan tol dimaksud; c. Melaksanakan pengusahaan pelabuhan peti kemas di Pulau Madura; d. Membangun dan Mengelola: (1) Wilayah Kaki Jembatan Suramadu, yang meliputi: -
Wilayah di Sisi Surabaya (±600 ha);
-
Wilayah di Sisi Madura (±600 ha).
(2) Kawasan Khusus di Pulau Madura (±600 ha) dalam satu kesatuan dengan wilayah Pelabuhan Peti Kemas dengan perumahan dan industri termasuk jalan aksesnya. e. Menerima dan melaksanakan pelimpahan sebagian wewenang dari Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah; f. Menyelenggarakan pelayanan satu atap untuk urusan perizinan di wilayah Suramadu; g. Melakukan
Fasilitasi
dan
stimulasi
percepatan
pertumbuhan
ekonomi masyarakat Jawa Timur, antara lain dalam: (1) Fasilitasi pembangunan jalan akses menuju Jembatan Tol Suramadu, baik di wilayah sisi Surabaya maupun di wilayah sisi Madura, (2) Fasilitasi pembangunan jalan pantai utara Madura (Bangkalan – Sumenep), (3) Fasilitasi pembangunan jalan lintas selatan Madura (Bangkalan – Sumenep), (4) Fasilitasi pembangunan jalan penghubung pantai utara Madura dengan lintas selatan Madura, (5) Fasilitasi
pembangunan
infrastruktur
wilayah kepulauan,
98
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
perhubungan
antar
The Construction of Surabaya-Madura Bridge
(6) Fasilitasi pengembangan sumber daya manusia dalam rangka industrialisasi di Pulau Madura, dan (7) Fasilitasi penyediaan infrastruktur air baku, air minum, sanitasi, energi, dan telekomunikasi di wilayah Madura. h. Melaksanakan tugas lain sesuai penugasan dari Dewan Pengarah BPWS didesain oleh Pemerintah untuk memiliki peran sentral atas pembangunan kawasan di sekitar Jembatan Suramadu, yaitu di wilayah Surabaya dan wilayah Madura, melalui koordinasi dengan pemerintah daerah setempat.
3. Isu-isu dalam Pelaksanaan Pembangunan dan Pengelolaan Proyek a. Alih Teknologi yang Tidak Optimal Teknologi
pembangunan
jembatan
utama
(main
bridge)
menggunakan teknologi terkini yang belum tersedia dan belum pernah dilakukan sebelumnya di Indonesia. Oleh karena itu, salah satu
tujuan
pembangunan
proyek
jembatan
suramadu
juga
mengharapkan terjadinya transfer of knowledge and technology dari RRT kepada Indonesia. Kontraktor
pembangunan
jembatan
utama (main
bridge
dan
approach bridge) adalah Consortium of Chinese Contractor (CCC) dengan sub kontraktor Consortium of Indonesian Contractor (CIC). Pada pelaksanaannya, terdapat pembagian tugas dimana CCC mengerjakan seluruh approach bridge sepanjang 1.344 m dan main bridge sepanjang 818 m, sedangkan CIC yang terdiri dari JO Hutama Karya, Wijaya Karya, Agrabudi mengerjakan cause way sisi Surabaya sepanjang 1.458 m, dan JO – Adhi Karya, Waskita Utama mengerjakan cause way sisi Madura sepanjang 1.818 m. Akibat dari adanya pembagian tugas tersebut, tidak terjadi transfer of knowledge and technology pada pembangunan approach bridge dan main bridge dari CCC kepada CIC. CCC dan CIC mengerjakan proyek dengan porsinya masing-masing.
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
99
The Construction of Surabaya-Madura Bridge
Selain itu, pada saat selesainya pembangunan approach bridge dan main bridge, CCC selaku kontraktor tidak menyampaikan dokumen spesifikasi teknis yang diperlukan untuk pelaksanaan pemeliharaan approach bridge dan main bridge kepada Kementerian Pekerjaan Umum. Hal ini menimbulkan kendala terutama ketika melakukan pemeliharaan pada komponen approach bridge dan main bridge.
b. Kelembagaan yang Belum Efektif Dibentuknya BPWS oleh Pemerintah ternyata belum efektif dalam mengembangkan kawasan di sekitar Jembatan Suramadu. Pemerintah Kota Surabaya dan Pemerintah Kabupaten Bangkalan menilai
tugas
dan kewenangan
BPWS tumpang
tindih
dan
mengambil alih kewenangan otonomi daerahnya masing-masing. Oleh karena itu, kinerja BPWS sejak dibentuk sampai saat ini belum menunjukkan hasil yang diharapkan. Komunikasi dan koordinasi antara BPWS dan Pemkot Surabaya serta Pemkab Bangkalan tidak berjalan efektif. Rencana
pembentukan
Dewan
Koordinasi
Pelaksanaan
Pembangunan Suramadu yang terdiri dari satu walikota dan empat bupati yang digagas BPWS ditolak oleh Walikota Surabaya dan Bupati Bangkalan. BPWS juga mengalami kesulitan untuk melakukan kerjasama dengan BUMN karena BPWS bukan merupakan suatu badan layanan usaha. Akibatnya, BPWS kesulitan untuk menarik investor yang akan mengembangkan kawasan Surabaya dan Madura. Untuk dapat melakukan kerjasama, perlu pengaturan khusus melalui revisi Perpres yang ada.
4. Lessons Learnt Proyek Jembatan Suramadu telah selesai dibangun sejak tahun 2009. Keberadaan Jembatan Suramadu tentunya banyak mendatangkan manfaat bagi masyarakat terutama pada masyarakat wilayah Madura dan wilayah Surabaya, dimana arus orang, barang, dan atau jasa menjadi lebih mudah.
100
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
The Construction of Surabaya-Madura Bridge
Tantangan ke depan adalah bagaimana mengelola dan memanfaatkan Jembatan Suramadu untuk mempercepat pengembangan ekonomi dan infrastruktur wilayah Madura sehingga kesenjangan antara Madura dengan wilayah lain di Propinsi Jawa Timur semakin berkurang dan bahkan menjadi tidak ada. Beberapa isu yang perlu menjadi perhatian sekaligus dapat menjadi lessons learnt untuk proyek-proyek pembangunan jembatan lintas pulau antara lain:
a. Desain Jembatan Salah satu ciri khas Jembatan Suramadu adalah dibangunnya jalur
untuk kendaraan bermotor roda dua dan Structural Health Monitoring System (SHMS). i. Jalur untuk kendaraan bermotor roda dua Penambahan ruas jalan tol untuk kendaraan roda dua diperlukan untuk mendukung aktivitas dan mobilitas terutama bagi kalangan masyarakat kelas menengah ke bawah karena moda transportasi massal yang nyaman, cepat, dan terintegrasi belum tersedia. Keberadaan jalur kendaraan roda dua pada ruas tol Suramadu dapat menjadi penggerak ekonomi masyarakat, terutama kelas menengah ke bawah. Kemampuan mobilitas masyarakat kelas menengah ke bawah akan menjadi relatif sama dengan masyarakat kelas menengah atas. Dari aspek regulasi, penambahan jalur tol untuk kendaraan roda dua telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol, dimana dinyatakan bahwa jalan tol dapat dilengkapi dengan jalur jalan tol khusus bagi kendaraan bermotor roda dua yang secara fisik terpisah dari jalur jalan tol yang diperuntukkan bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih. Fasilitas jalur kendaraan roda dua di jalan tol tersebut kemudian diterapkan juga pada pembangunan jalan tol Nusa Dua – Ngurah Rai – Benoa di Provinsi Bali.
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
101
The Construction of Surabaya-Madura Bridge
ii.Structural Health Monitoring System (SHMS) SHMS merupakan teknologi monitoring yang digunakan untuk mendeteksi kerusakan atau kondisi jembatan yang terintegrasi. Teknologi ini dapat memperpanjang umur pelayanan jembatan karena dapat mengidentifikasi lebih awal (peringatan dini) sebelum terjadinya kerusakan sehingga biaya rehabilitasi atau perawatan bisa semakin efisien. Tujuan penggunaan SHMS di Jembatan Suramadu antara lain: a. Menyediakan data dinamis dari struktur jembatan seperti
kecepatan angin, beban jembatan, dan lain-lain, yang digunakan untuk analisa dan evaluasi kesehatan struktur jembatan. b. Membuat sistem monitoring yang handal dan memiliki fungsi
pengecekan sendiri untuk memonitor adanya anomali dalam sistem. c. Menyediakan data untuk menentukan tingkat keamanan lalu
lintas kendaraan.
b. Alih Teknologi Salah satu maksud kerjasama pembangunan dan diadakannya pinjaman luar negeri adalah terjadinya transfer of knowledge and technology dari negara lain (pemberi pinjaman) kepada Indonesia. Dalam kasus proyek Jembatan Suramadu, transfer of knowledge and technology tidak dapat berlangsung secara efektif. Hal ini disebabkan pengaturan kontrak yang membuat pihak kontraktor Tiongkok secara eksklusif mengerjakan pembangunan approach bridge dan main bridge. Demikian pula transfer dokumen dan sistem yang terkait dengan pemeliharaan teknis paska konstruksi juga tidak diatur dengan jelas dalam kontrak. Berdasarkan
pengalaman
pembangunan
Jembatan
Suramadu,
pengaturan kontrak pekerjaan (baik engineering design, konstruksi dan supervisi serta pemeliharaan) merupakan hal yang sangat penting untuk memastikan terjadinya proses transfer of knowledge and technology. Dalam kerangka peraturan perundangan dan prosedur yang berlaku, executing/implementing agency perlu semaksimal 102
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
The Construction of Surabaya-Madura Bridge
mungkin mencari peluang yang dapat mengatur skema kontrak sehingga memungkinkan terjadinya interaksi riil dan teknis dalam setiap tahapan pelaksanaan proyek antara konsultan/kontraktor negara pemberi pinjaman dengan konsultan/kontraktor Indonesia.
c. Pengembangan Kawasan dan Ownership Megaproyek
seperti
pembangunan
Jembatan
Suramadu
yang
menghubungkan dua pulau seharusnya dilakukan dengan pendekatan program
pengembangan
kawasan.
Pembangunan
sarana
fisik
jembatan adalah salah satu kegiatan dari program pengembangan kawasan. Dengan demikian, seluruh proyek akan lebih terintegrasi dan terencana sejak awal dilaksanakan. Dalam
kasus
pembangunan
Jembatan
Suramadu,
pola
yang
diterapkan adalah membangun jembatan terlebih dahulu, baru kemudian membentuk lembaga yang mengkoordinasi pembangunan kawasan (dalam hal ini BPWS). Akibatnya, BPWS mengalami kesulitan dalam memerankan tugas pokok dan fungsinya.
Pendekatan pembangunan infrastruktur dengan pendekatan pembangunan kawasan diterapkan pada rencana pembangunan jembatan Selat Sunda. Pendekatan pembangunan kawasan juga dapat meningkatkan ownership. Dalam kasus pembangunan jembatan Suramadu, permasalahan hubungan kelembagaan antara BPWS dengan Pemerintah
Daerah,
terutama
Kota
Surabaya
dan
Kabupaten
Bangkalan sebenarnya dapat direduksi apabila sejak awal proyek direncanakan telah melibatkan unsur pemerintah daerah. Keterlibatan pemerintah daerah di era otonomi daerah mutlak dilakukan untuk meningkatkan ownership pada sisi pemerintah daerah. Pola komunikasi dan koordinasi pada kasus Jembatan Suramadu seakan berhenti pada tingkatan propinsi saja. Pemerintah Kota Surabaya dan Pemerintah Kabupaten Bangkalan tidak mendapat porsi yang sama (dalam hal komunikasi dan koordinasi) dalam menyusun rencana pembangunan proyek Jembatan Suramadu.
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
103
The Construction of Surabaya-Madura Bridge
5. Foto Kunjungan Lapangan
Foto 1 Jembatan Suramadu yang telah diresmikan Presiden SBY pada tanggal 10 Juni 2009.
Foto 2 Tampak sepeda motor melintas di Jembatan Suramadu. Selain kendaraan roda empat, Jembatan Suramadu juga memfasilitasi para pengendara kendaraan roda dua.
Foto 3 Cable Stayed Jembatan Suramadu. Teknologi cable stayed digunakan karena berbagai keunggulan: tahan angin, mampu menahan beban, konstruksi lebih ringan dan murah perawatan.
Foto 4 Ruang Structural Health Monitoring System (SHMS) yang digunakan untuk memonitor kondisi jembatan dan lingkungan sekitar. Teknologi SHMS dilengkapi 514 sensor yang bekerja secara real time 24 jam.
-----oo0oo-----
104
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Rehabilitation of Drainage System of Banda Aceh and Lhokseumawe City
Laporan Kunjungan Lapangan “Rehabilitation of Drainage System of Banda Aceh and Lhokseumawe City dan Aceh Reconstruction Project : Sub-sektor drainase” Banda Aceh, 3 Desember 2014
1.
Informasi Proyek a. Data Umum Proyek b. Kinerja Proyek
2.
Kendala dan Solusi selama Pelaksanaan Proyek
3.
Lessons Learnt dari Pelaksanaan Proyek
4.
Rencana Keberlanjutan Proyek
5.
Foto
1. Informasi Umum Proyek a. Data Umum Proyek Executing
Ditjen Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum
Agency Sumber Pembiayaan
Pinjaman AFD Perancis Pinjaman Pemerintah Jepang/JICA (Loan IP-545)
Nilai Pinjaman
Pinjaman AFD senilai EUR 36.800.000
Proyek
Total pinjaman proyek dalam IP-545: JPY 11.593 juta Nilai kontrak Sub Sektor Drainase: JPY 2.872 juta
Tujuan
Rehabilitasi, rekonstruksi dan pengembangan sistem drainase Banda Aceh yang rusak akibat tsunami untuk menjamin sistem drainase yang efisien
Ruang lingkup
1. Konstruksi Drainase
pekerjaan
2. Jasa Konsultan
Lokasi
Kota Banda Aceh Zona 4,5,6,7, Lhokseumawe dan Meulaboh direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
105
Rehabilitation of Drainage System of Banda Aceh and Lhokseumawe City
Masa berlaku
AFD: Loan Agreement ditandatangani tanggal 24
loan
september 2008, efektif mulai tanggal 9 September 2009 dan loan tutup pada 31 Maret 2014 JICA: Loan Agreement efektif tanggal 29 Maret 2007 s/d 26 Juli 2017
b.
Kinerja Proyek
1. Rehabilitation
of
Drainage
System
of
Banda
Aceh
and
Lhokseumawe City (Pinjaman AFD) Proyek Rehabilitation of Drainage System of Banda Aceh and Lhokseumawe City yang dirancang sebagai bagian dari program rehabilitasi dan rekonstruksi sistem drainase di kota Banda Aceh yang mengalami kerusakan akibat bencana gempa bumi dan tsunami pada tahun 2004. Proyek ini terdiri atas pekerjaan konstruksi saluran drainase primer dan sekunder di zona 4,5,6,7 kota Banda Aceh dan Lhokseumawe dan kegiatan supervisi dan pengadaan peralatan agar sistem drainase berjalan dengan baik. Proyek ini efektif sejak 9 Septermber 2009 dan telah selesai 100% pada 31 Maret 2014. Selama masa pelaksanaan, proyek ini telah dilakukan 2 kali perpanjangan masa berlaku loan agreement. Loan closing date original dari proyek ini adalah 31 Desember 2011. Perpanjangan pertama sampai dengan 30 April 2013 dan perpanjangan kedua sampai dengan 31 Maret 2014. Perpanjangan pertama disebabkan adanya masalah pembebasan lahan. Perpanjangan kedua karena konsultan supervisi perlu melakukan Defect Liability Period sehingga perlu perpanjangan sampai dengan 31 Maret 2014. 2. Aceh Reconstruction Project (Sub Sektor Drainase) (Pinjaman JICA) Proyek Aceh Reconstruction Project (loan JICA IP-545) juga merupakan bagian dari program rehabilitasi dan rekonstruksi sistem drainase di kota Banda Aceh yang mengalami kerusakan akibat bencana gempa bumi dan tsunami pada tahun 2004. 106
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Rehabilitation of Drainage System of Banda Aceh and Lhokseumawe City
Ruang lingkup proyek IP-545 terdiri atas dua kegiatan yaitu sub
sektor jalan nasional dan sub sektor drainase. Tabel 18 Paket Kontrak IP-545 Sub Sektor Drainase Nilai No. 1
Paket Kontrak
(Miliar Rp)
Ekivalen (Juta JPY)
Sub Sector Drainage A. Consulting Services on Drainage Sub Sector (1 Paket)
24,9
239
122,5
1.178
2. Paket 2: Rehabilitation and Drainage Enhancement in Meulaboh
61,5
591
3. Paket 3: Rehabilitation and Enhancement of Kr. Neng River, Construction of Kr. Cangkoy dan Kr. Meurebo
89,9
864
298,8
2.872
B. Construction Service on Drainage Sub Sector (3 Paket): 1. Paket 1: Retention Basin of Kr. Neng and Drainage Rehabilitation of Zone 1 in Banda Aceh
Total
Sumber: Laporan Pelaksanaan Kegiatan Proyek IP 545, Triwulan I Tahun 2014
Kinerja proyek pada sub-sektor ini baik, seluruh paket pekerjaan telah selesai dikerjakan tahun 2013 dan telah diserahterimakan ke Pemerintah Kota setempat.
2. Lessons Learnt dari Pelaksanaan Proyek a. Aspek Kelembagaan Proyek Proyek ini pada awalnya merupakan bagian dari kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh pasca tsunami 26 Desember 2014 yang diusulkan oleh Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) yang merupakan institusi Ad-hoc untuk rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh pasca tsunami. Meskipun demikian, sejak awal proyek ini didesain dengan melibatkan Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum sebagai institusi penanggungjawab drainase dan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum sebagai institusi penanggungjawab sungai. Hal ini merupakan langkah untuk menjamin keberlanjutan proyek, mengingat BRR merupakan lembaga ad-hoc yang beroperasi hanya sampai tahun 2009. Proyek ini direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
107
Rehabilitation of Drainage System of Banda Aceh and Lhokseumawe City
juga sudah melibatkan Pemerintah Daerah yang akan bertanggung jawab atas operasional dan perawatan peralatan. Pada proses persiapan proyek ini sudah terdapat kesepakatan tentang pembagian tugas dan tanggung jawab antara BRR, Ditjen Cipta Karya dan Ditjen Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Pemerintah NAD. Dengan adanya perjanjian antar pihak ini, setelah BRR berakhir pada tahun 2009, proses pemindahan executing agency ini berlangsung dengan lancar tanpa adanya kendala. Hal ini sangat penting sebagai bahan pembelajaran di masa depan terutama
apabila
proyek
dilaksanakan
oleh
lembaga
Ad-hoc.
Perjanjian yang mengatur tugas dan tanggung jawab antar instansi penanggung jawab sangat diperlukan untuk menjamin pelaksanaan proyek dapat berjalan sesuai dengan yang direncanakan. b. Regulasi: Pembagian Tugas dan Tanggung Jawab Stakeholders Proyek ini sejak awal telah didesain dengan melibatkan Pemerintah Daerah sebagai institusi penanggung jawab operasional dan perawatan sehingga setelah pekerjaan fisik proyek selesai Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum langsung menyerahterimakan fisik pekerjaan kepada Pemerintah Daerah. Dengan adanya perjanjian antar pihak saat perencanaan proyek, Pemerintah Daerah juga sudah menyiapkan alokasi anggaran untuk operasional dan perawatan saluran dan sistem drainase dan dapat melakukan pengerukan terhadap endapan yang terjadi pada saluran drainase. Akan tetapi dilain sisi, kerusakan pada pintu air kolam retensi menunjukkan bahwa Pemerintah Daerah belum secara optimal melakukan kewajiban nya untuk melakukan operasional dan perawatan keseluruhan sistem drainase. Hal ini juga sebagai bahan pembelajaran tentang pentingnya perjanjian antar pihak yang diatur secara rinci tentang kewajiban setiap pihak yang terlibat agar dapat menjamin outcome yang optimal dari suatu pekerjaan. Hal ini juga menekankan perlu adanya komitmen antara pihak yang melakukan perjanjian dan adanya sanksi bagi pihak-pihak yang tidak memenuhi kewajibannya.
108
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Rehabilitation of Drainage System of Banda Aceh and Lhokseumawe City
3. Rencana Keberlanjutan Proyek Proyek Rehabilitation of Drainage System of Banda Aceh, Lhokseumawe City and Meulaboh City baik yang dikerjakan JICA maupun AFD telah selesai dilaksanakan. Akan tetapi berdasarkan hasil pemantauan di lapangan terdapat beberapa isu yang perlu menjadi perhatian dan dicarikan pemecahan yang tepat untuk proyek-proyek sejenis.
a. Operasi dan Pemeliharaan Setelah proyek selesai dan sesuai dengan rencana awal, skema operasi dan pemeliharaan proyek IP-545 pada sub sektor drainase dilakukan oleh Pemerintah Kota Banda Aceh dan Pemerintah Kota Meulaboh. Sesuai tugas pokok dan fungsi Ditjen Cipta Karya Kementerian
Pekerjaan
Umum
bertanggungjawab
terhadap
pembangunan fisik drainase di suatu wilayah sedangkan operasi dan pemeliharaan drainase tersebut diharapkan menjadi tanggung jawab atau diserahkan kepada pemerintah daerah. Berdasarkan hasil pemantauan di lapangan (lokasi Banda Aceh di wilayah sungai Kr. Neng) pada kolam retensi terdapat kerusakan pada pintu air antara kolam retensi dan sungai sehingga saat ini kolam retensi tidak dapat berfungsi dengan optimal jika terjadi hujan deras dan air laut pasang. Kerusakan tersebut diantaranya pintu air yang berkarat dan patah di bagian-bagian tertentu. Kondisi tersebut seharusnya tidak terjadi karena usia pakai peralatan tersebut sejak serah terima baru sekitar 3 tahun. Oleh karena itu diperlukan adanya komitmen dalam perawatan dan pemeliharaan agar sistem drainase dapat berfungsi secara optimal sesuai yang direncanakan
b. Penanganan Warga Sekitar Sistem Drainase Berdasarkan hasil pemantauan di lapangan didapatkan informasi bahwa permasalahan pada rumah pompa disebabkan karena sampah warga di saluran drainase yang masuk ke dalam pompa retensi. Karena itu diperlukan penyuluhan kepada warga agar tidak membuang sampah di salurah drainase. Pada sumur retensi besar yang berlokasi dekat dengan muara laut terlihat adanya usaha warga untuk membuka pintu air kolam retensi direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
109
Rehabilitation of Drainage System of Banda Aceh and Lhokseumawe City
dengan melakukan pembukaan secara paksa dan permanen katup kolam retensi. Hal tersebut dilakukan agar pada saat air laut pasang, air laut dapat masuk ke dalam kolam retensi dan menyisakan sisa endapan termasuk didalamnya kerang laut di sekitar pintu air yang dapat dimanfaatkan sebagai mata pencaharian oleh warga. Akibat kegiatan tersebut, kolam retensi tidak bisa berfungsi secara optimal terutama saat air laut pasang dan hujan deras. Karena itu diperlukan usaha untuk memberikan alternatif sumber mata pencarian warga yang bergantung pada kolam retensi tersebut.
6.
Foto Kunjungan Lapangan
Foto 1 Pintu air kolam retensi yang berfungsi mengendalikan debit air yang ada di kolam retensi dan sungai Kr. Neng (IP-545)
Foto 2 Tuas pengunci pintu air kolam retensi yang sudah mulai berkarat dan kurang berfungsi (IP-545)
Foto 3 Stasiun Pompa kolam retensi kecil (AFD)
Foto 4 Pintu air yang rusak (proyek AFD)
110
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Rehabilitation of Drainage System of Banda Aceh and Lhokseumawe City
Foto5 Kolam retensi AFD
Foto 6 Kolam retensi IP-545 (JICA)
Foto 7 Pintu air yang dibuka paksa (proyek AFD)
Fo Foto 8 Aktivitas warga mencari kerang di kolam retensi proyek AFD
-----oo0oo-----
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
111
Rehabilitation of Drainage System of Banda Aceh and Lhokseumawe City
Halaman ini sengaja dikosongkan
112
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Forest Climate Change Programme
Laporan Kunjungan Lapangan “Forest Climate Change Programme” District Program Manangement Unit /DPMU - Berau Kabupaten Berau, 26-30 September 2014
1.
Informasi Proyek a. Data Umum Proyek b. Pendahuluan c. Kinerja Proyek
2.
Isu Pelaksanaan Proyek
3.
Langkah Tindak Lanjut
4.
Lessons Learnt
1. Informasi Umum Proyek a. Data Umum Proyek Executing Agency
Kementerian Kehutanan, Pemerintah Daerah Kabupaten Berau, Kapuas Hulu dan Malinau
Sumber Pembiayaan
Pemerintah Jerman (BMZ-GIZ) – PN 2007 66 087
Nilai Proyek
1. Porsi Pemerintah Indonesia: Rp 3.705.499.2000,(eq. EUR 2.315.937) 2. Porsi Pemerintah Jerman: EUR 20.000.000, (hibah)
Tujuan
1. Mengurangi emisi gas rumah kaca dari sektor kehutanan seraya meningkatkan mata pencaharian masyarakat desa. 2. Membantu
pemerintah
merancang
dan
mengimplementasikan reformasi hukum, kebijakan dan kelembagaan dalam rangka pelestarian dan pengelolaan hutan pada tingkat lokal, provinsi dan nasional.
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
113
Forest Climate Change Programme
Ruang lingkup
1. Pemberian arahan bagi pengembangan strategi REDD+, dan pembangunan hutan di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten. 2. Pemberian arahan teknis terkait dengan kerangka kerja pelaksanaan kegiatan demonstrasi REDD di berbagai
tingkatan,
termasuk
perencanaan
partisipatif penggunaan lahan dan zonasi hutan. 3. Desain inovatif terkait dengan mekanisme dan peraturan bagi inisiatif REDD+ berbasis kabupaten. 4. Fasilitasi pengawasan, pelaporan dan verifikasi. 5. Dukungan bagi proses reformasi administrasi kehutanan
seperti
pengelolaan
hutan
pembentukan dan
sistem-sistem
unit-unit terkait
dengan pengawasan dan pemeriksaan. 6. Dukungan untuk pelestarian alam dan pembagian keuntungan dalam inisiatif Heart of Borneo (HoB). 7. Pengembangan
skema
pembayaran
jasa
lingkungan untuk mendukung mata pencaharian lestari di pedesaan. 8. Membangun kapasitas untuk pengelolaan hutan lestari dan pelestarian alam. 9. Konsultan
dalam
mendukung
pelaksanaan
manajemen keuangan, pengadaan barang dan jasa, dll. Lokasi
1. Kabupaten Berau, Kalimantan Timur 2. Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara 3. Kabupaten Kapaus Hulu, Kalimantan Barat
Masa berlaku grant
2011 – 2017
Status pekerjaan
On going
b. Pendahuluan Program Forclime dibiayai dari Hibah Pemerintah Jerman dalam rangka kerjasama teknik (Technical Cooperation) yang dilaksanakan oleh GIZ dan kerjasama keuangan (Financial Cooperation) yang dilaksanakan oleh KfW.
114
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Forest Climate Change Programme
Kerjasama Teknik (Technical Cooperation) GIZ bekerjasama dengan Kementerian Kehutanan mengawal penyusunan kebijakan nasional dan sektor strategi agar sesuai dengan kebutuhan untuk mengurangi emisi. Partisipasi efektif para pihak merupakan faktor penting dari kesuksesan proses penyusunan perencanaan dan strategi. Tim ini bekerja membantu menyusun dan mengadaptasikan peraturanperaturan dalam rangka reformasi administrasi hutan dan mekanisme REDD di masa depan serta mendukung skema-skema uji coba yang inovatif dalam pengurangan emisi di kabupaten-kabupaten terpilih di Kalimantan. Diskusi dan pengembangan strategi nasional, regional dan internasional diharapkan akan memperoleh manfaat umpan balik dari kesuksesan dan tantangan "di lapangan". Program FORCLIME difokuskan pada hubungan antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten dalam membuat keputusan-keputusan pemanfaatan lahan dan sumber daya. Suatu tim konsultan internasional dan nasional membantu memperkuat kapasitas kelembagaan dalam mengelola dan memonitor hutan. Proses desentralisasi telah menyebabkan ketidakpastian wewenang antara tingkat lembaga dan administratif. Pendirian unit-unit Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), untuk pengelolaan hutan dengan kategori-kategori yang berbeda, dari "hutan lindung" sampai "hutan produksi" dibawah satu atap, merupakan hal yang penting dalam reformasi ini. Pendirian KPH tersebut mencakup divisi pengawasan dan tugas pemeriksaan dari tugas pelaksanaan, dan dengan demikian akan meletakkan tanggung jawab pengelolaan lebih dekat ke lapangan. FORCLIME terdiri dari lima Area Strategis, yaitu: Area Strategis1: Kebijakan kehutanan, perencanaan strategis dan pengembangan kelembagaan Area Strategis 2: Pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Area Strategis 3: Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) Area Strategis 4: Integration of concervation and development/Green Economy Area Strategis 5: Pengembangan Sumber Daya Manusia
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
115
Forest Climate Change Programme
Gambar 3 Struktur Organisasi Forclime
Kerjasama Keuangan (Financial Cooperation) KfW berkontribusi dalam pelaksanaan strategi untuk konservasi hutan dan pengelolaan hutan yang berkelanjutan yang menghasilkan pengurangan emisi gas rumah kaca dari sektor kehutanan, serta memperbaiki kondisi kehidupan masyarakat desa yang miskin. Melalui komitmennya dalam program FORCLIME, KfW berupaya mendemonstrasikan kesinambungan mekanisme REDD yang berpihak pada masyarakat miskin di Kalimantan. Oleh karena itu, KfW menggunakan pendekatan berbasis kabupaten dalam rangka persiapan pemilihan area percontohan untuk pasar karbon nasional dan internasional. KfW membiayai kegiatan-kegiatan di tiga kabupaten di Kalimantan (Kapuas Hulu, Malinau, Berau), agar siap dijadikan sebagai kegiatan percontohan program REDD dalam mengembangkan suatu program investasi dan mengembangkan skema pembayaran insentif yang inovatif dan adil. Semua upaya KfW diselaraskan dengan mitra proyek yang berbeda, seperti lembagalembaga pemerintah, masyarakat, LSM, pihak swasta dan pemegang konsesi.
116
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Forest Climate Change Programme
Gambar 4 Mekanisme Kerja Organisasi Forclime
Modul FC melakukan kegiatan untuk mencapai output berikut: output 1: langkah- langkah untuk mencapai kesiapan (readiness) terdanai output 2: program investasi dalam DA REDD+ terealisir output 3: pembayaran isentif yang inovatif dan adil serta skema kompensasi dikembangkan dan diuji Investasi dalam Kegiatan Percontohan: Membiayai kegiatan Demonstrasi REDD "di lapangan" di 3 kabupaten di Kalimantan; dan menangani pendorong utama deforestasi/degradasi hutan. Kegiatan ini terpusat pada jenis-jenis lahan hutan yang berbeda (misalnya hutan produksi, hutan lindung, hutan konservasi); direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
117
Forest Climate Change Programme
c.
Menghubungkan skema-skema percontohan dengan pasar karbon
Kinerja Proyek Perkembangan capaian kinerja pelaksanaan proyek hingga bulan Agustus 2014 secara umum adalah sebagai berikut:
118
1.
Concept Paper untuk 3 Demonstration Activities (DA) telah disiapkan sesuai dengan spesifikasi yang disiapkan misi KfW pada bulan September dan November 2013. Outline strategi dan kegiatan Tahun 2014 telah mendapatkan persetujuan KfW (NOL bulan April 214) dan pelatihan /sosialisasi mengenai concept paper tersebut telah dilaksanakan di tingkat Kabupaten.
2.
Program Manual untuk pelaksaan tahun 2014 – 2017 telah mengalami revisi dan perbaikan;
3.
Petunjuk Teknis (Juknis) telah disiapkan oleh National Programme Management Unit (NPMU) untuk PLUP, community nursery and planting practice, Measurement, Reporting and Verification (MRV) dan carbon look-up table;
4.
Untuk meningkatkan akurasi dan hasil Remote Sensing Solutions (RSS) carbon study di kabupaten dan tingkat DA, inventarisasi karbon sedang dilaksanakan dengan menggunakan pencitraan Rapid Eye yang dibeli pada tahun 2013 untuk membuat peta stok karbon dan penggunaan lahan sebagai referensi untuk masingmasing DA;
5.
Reference Emission Level (REL) telah disiapkan oleh konsultan dan telah dipresentasikan dalam workshop yang melibatkan pemerintah kabupaten dan stake holder di tingkat kabupaten;
6.
Melaksanakan koordinasi dengan Kantor Perencanaan Pemanfaatan Lahan Kabupaten untuk menjamin output pelaksanaan kegiatan program Forclime yang akan diitegrasikan dengan sistem perencanaan tata ruang;
7.
Proposal Pengurangan Dampak Pembalakan Liar (Reduce Impact Logging – RIL) telah didiskusikan dengan Tropical Forest Fund (TFF) untuk menggali kemungkinan melaksanakan kontrak kerjasama antara Program Forclime- Komponen FC dan TFF untuk melaksanakan percontohan kegiatan RIL di Berau. Saat ini TFF telah dikontrak oleh Program Forclime - komponen TC untuk mengerjakan kegiatan percontohan 200 ha di Malinau dengan
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Forest Climate Change Programme
ruang lingkup pekerjaan adalah mengevaluasi lingkungan, keuangan dan manfaat ekologi dari pengurangan dampak pembalakan liar. Kontrak tersebut diharapkan dapat terlaksana pada tahun 2014 ini; 8.
Mekanisme keuangan untuk investasi mitigasi berbasis kegiatan (activity-based mitigation investation) telah dibuat pada tahun 2012 dan diuji coba pada Tahun 2013 dengan investasi cepat (quick star investment) sebesar Rp. 50 juta per desa, telah dilaksanan di 3 area DA. Sedangkan mekanisme keuangan investasi berbasis kinerja (performance/incentive-based investment) sedang dalam proses;
9.
Audit keuangan Tahun 2013 telah dilaksanakan oleh auditor independen yang dikontrak oleh NPMU pada bulan Mei-Juni 2014. NPMU akan menyerahkan hasil audit tersebut secara resmi kepada KfW bersamaan dengan Laporan Tahunan yang sudah lengkap;
10. NPMU dan District Programme Management Unit (DPMU) telah melaksanakan perampingan struktur dan kebutuhan staf yang bekerja dan berakhir pada Desember 2013 yang bertujuan untuk meningkatkan pengelolaan kegiatan yang lebih efektif dan efisien serta untuk pengurangan biaya; 11. Amandemen kontrak konsultan telah disampaikan kepada Biro Perencanaan Kementerian Kehutanan dan telah disetujui dan ditandatangani pada tanggal 23 Juli 2014.
2.
Isu Pelaksanaan Proyek Kunjungan lapangan hanya dilaksanakan di salah satu DPMU, yaitu Kabupaten Berau. Beberapa isu yang kami peroleh selama pelaksanaan kunjungan lapangan adalah sebagai berikut: a. Penyerapan/Realisasi Anggaran Program Forclime merupakan kegiatan yang didanai dari hibah. Untuk Modul FC merupakan hibah terencana dimana pelaksanaan dan administrasi anggaran dilakukan dengan mekanisme APBN (on budget) melalui KPPN. Sedangkan untuk modul TC merupakan hibah langsung berupa barang dan Jasa yang administrasi dan anggarannya dilaksanakan langsung oleh GIZ (off budget). Realisasi penyerapan anggaran untuk program Forclime-Module TC relatif lambat di awaldirektorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
119
Forest Climate Change Programme
awal tahun kegiatan, namun mengalami peningkatan di tahun berikutnya. Hal ini karena Kementerian Kehutanan baru pertama kali melaksanakan anggaran dengan hibah terencana. Disamping itu, beberapa kegiatan yang melibatkan partisipasi masyarakat kerap kali mengalami keterlambatan karena kapasitas masyarakat dalam merencanakan suatu kegiatan masih terbatas. Sebagai contoh dalam penyampaian proposal usulan kegiatan di masyarakat yang terlambat disampaikan, yang berakibat keterlambatan pelaksanaan proses kegiatan selanjutnya. b. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kegiatan Petunjuk Teknis kegiatan lapangan sebagai panduan tim lapangan bekerja sangat diperlukan agar tidak terjadi keraguan dalam menyampaikan kegiatan program kepada masyarakat. Saat ini, juknis tersebut masih dalam tahap finalisasi di Kementerian Kehutanan dan perlu segera diselesaikan untuk dapat disosialisasikan dan pelatihan bagi tim lapangan. c. Dukungan untuk Kegiatan lapangan Daerah cakupan kegiatan program Forclime sangat luas sehingga perlu dukungan yang lebih baik termasuk dukungan dengan meningkatkan frekuesi kunjungan lapangan dalam memobilisasi tenaga lapangan untuk melakukan monitoring, patroli atau koordinasi dengan stakeholder lainnya. d. Pemanfaatan Lahan oleh Masyarakat di Hutan Milik Negara Salah satu program Forclime adalah untuk meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar hutan agar memiliki taraf hidup yang lebih baik dengan cara memberikan bibit-bibit pohon tertentu yang memiliki nilai ekonomi tinggi (contoh karet, gaharu dan buah-buahan). Hasilnya dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang menanamnya. Beberapa masyarakat menggunakan lahan penanaman pohon tersebut dengan memanfaatkan hutan milik negara sebagai lahan untuk bekerja. Dengan demikian, mengingat pekerjaan tersebut dilakukan di hutan negara, perlu kajian apakah hasil dari penanaman bibit tersebut dapat sepenuhnya dinikmati oleh masyarakat yang menanam bibit tersebut ataukah perlu ada aturan bagi hasil dengan pemerintah. Dengan kata lain, secara hukum apakah masyarakat dapat menikmati seluruhnya hasil dari hutan milik negara. 120
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Forest Climate Change Programme
3.
Langkah Tindak Lanjut
4.
5.
Mempercepat penyusunan petunjuk teknis lapangan agar dapat disosialisasikan dan pelatihan bagi tim lapangan; Memberikan dukungan yang lebih bagi tenaga lapangan untuk mempercepat mobilisasi dan frekuensi kunjungan lapangan; Melakukan studi/kajian pemanfaatan lahan oleh masyarakat di hutan milik negara;
Lessons Learnt
Pemberdayaan anggota keluarga (istri/anak) di masyarakat dalam upaya pelestarian hutan dengan melibatkan mereka dalam progran Forclime sehingga pendapatan keluarga lebih baik
Melibatkan masyarakat setempat dalam melaksanakan patroli hutan dalam rangka monitoring dan pengawasan hutan yang memilik area luas
Melibatkan perwakilan masyarakat yang dipilih sendiri oleh warga desa/kampung sebagai fasilitator kampung untuk program Forclime
Kerjasama yang baik antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta, dan masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan Forclime.
Foto Kunjungan Lapangan
Foto 1 Pembukaan lahan oleh penduduk dengan cara membakar hutan, Berau
Foto 2 Proses penyusunan F/S usulan kegiatan oleh masyarakat di Kec. Segah, Berau
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
121
Forest Climate Change Programme
Foto 3 Penyemaian bibit gaharu dan karet untuk dibagikan kepada masyarakat
Foto 5 Penyemaian bibit durian oleh masyarakat
Foto 4 Peternakan entok/mentok oleh masyarakat yang merupakan bagian program Forclime
Foto 6 Peternakan entok/mentok oleh masyarakat yang merupakan bagian program Forclime
-----oo0oo-----
122
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Regional Economic Development
Laporan Kunjungan Lapangan “Regional Economic Development” Pontianak, 30 September 2014 - 2 Oktober 2014
1.
Informasi Proyek a. Data Umum Proyek b. Kinerja Proyek
2.
Kendala Pelaksanaan Proyek
3.
Langkah Tindak Lanjut
4.
Foto
1. Informasi Umum Proyek a. Data Umum Proyek Executing Agency
Bappenas
Sumber
Pemerintah Jerman (BMZ-GIZ) – PN 2007.2069.8
Pembiayaan Nilai Proyek
1. Porsi Pemerintah Indonesia: Rp 11.400.000.000,(eq. EUR 950.000) 2. Porsi Pemerintah Jerman: 12.800.000 EUR, termasuk AusAID co-financing EUR 391.000
Tujuan
Mengatasi disparitas dan mengembangkan perekonomian regional (termasuk aspek green economy) di wilayah Kalimantan Barat
Ruang lingkup
Program regional economic development terdiri dari beberapa kegiatan: 1. Penyusunan regional strategy singbebas; 2. White pepper value chain development; 3. District competitiveness survey; 4. Learning platform one stop services; 5. Regulatory impact assesment (RIA); 6. Tourism value chain development. 7. Promotion of Local Unique Specialities (PLUS)
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
123
Regional Economic Development
Lokasi
Wilayah Kalimantan Barat, khususnya kawasan Singbebas (Kota Singkawang, Kab. Bengkayang, dan Kab. Sambas)
Masa berlaku
01/2007 – 12/2014
grant Status pekerjaan
On going
b. Kinerja Proyek Proyek Regional Economic Development (RED) merupakan proyek hibah yang didukung oleh German Federal Ministry for Economic Cooperation and Development melalui GIZ. Fokus dari proyek ini adalah membangun dan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia dan kelembagaan untuk mendukung pembangungan ekonomi regional berbasis green economy. Stakeholders baik di tingkat nasional maupun lokal diharapkan mampu menerapkan strategi pembangunan yang konsisten dan komprehensif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di tingkat lokal. Program RED terdiri dari beberapa kegiatan, antara lain: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Penyusunan regional strategy “singbebas”; White pepper value chain development; District competitiveness survey; Learning platform one stop services; Regulatory impact assesment (RIA); Tourism value chain development; Promotion of Local Unique Specialities (PLUS).
Capaian program RED antara lain: 1. Penyusunan regional strategy Singbebas Strategi regional kawasan Kota Singkawang, Kab. Bengkayang dan Kab. Sambas telah selesai disusun. GIZ telah memfasilitasi dan melakukan pendampingan bagi Pemerintah Kabupaten/Kota di Singkawang, Bengkayang dan Sambas. Fokus dari strategi regional kawasan Singbebas adalah pengembangan ekowisata oleh masyarakat setempat. Strategi regional yang disusun juga telah mengidentifikasi program-program 124
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Regional Economic Development
yang dibutuhkan untuk mendukung pengembangan wilayah Singbebas termasuk porsi pembagian pembiayaannya antara pemerintah pusat dan daerah sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing. Strategi regional ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi tiga wilayah singbebas dalam menerapkan model pembangunan bersama di masing-masing daerah. 2. White pepper value chain development Fokus intervensi yang telah dilakukan adalah dengan memberi dukungan bagi kelompok-kelompok petani lada putih serta pihak swasta untuk meningkatkan rantai nilai produksi lada agar menjadi lebih kompetitif. Dukungan tersebut telah dilakukan dalam bentuk pelatihan bagi petani lada putih di Kab. Sambas dan Kab. Bengkayang. Pelatihan tersebut meliputi: c.
Penerapan budi daya lada putih yang baik dan lestari sehingga mutu dan produktivitas meningkat.
d.
Fasilitasi sertifikasi lada putih untuk meningkatkan nilai tawar petani kepada pembeli nasional dan internasional.
e.
Kunjungan perusahaan internasional (dalam hal ini OLAM dan Q-Spiclng) ke kebun lada Singbebas yang kemudian menyatakan minat untuk membeli lada dari petani.
3. District Competitiveness Survey (DCS) Survei daya saing wilayah telah selesai dilaksanakan tahun 2010 dan 2013. Survey ini dilakukan untuk memetakan tingkat daya saing di bidang pembangunan ekonomi Kabupaten/Kota di Propinsi Kalimantan Barat. Survey daya saing ini mereplikasi survey daya saing yang telah dilaksanakan sebelumnya di Jawa Tengah sejak tahun 2005 (proyek yang juga difasilitasi GIZ). Survey DCS terdiri dari 48 indikator yang mencakup sektor swasta dan pemerintah. Survey DCS tahun 2010 meliputi 854 responden dari 812 perusahaan dan 42 sektor publik di 14 Kabupaten/Kota. Survey DCS tahun 2013 didukung oleh Bank Kalbar, Bappeda, dan BPMB Kalbar, serta melibatkan akademisi dari Universitas Tanjung Pura.
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
125
Regional Economic Development
4. Learning platform one stop services; Kegiatan yang telah dilaksanakan dalam mendukung layanan terpadu adalah pelatihan manajemen kantor pelayanan terpadu dan pendampingan bagi pemerintah kabupaten/kota. Hal ini diperlukan untuk mengubah mindset aparatur pemerintah yang bekerja di area pelayanan agar memiliki budaya pelayanan. Selain itu, terdapat seri pelatihan dan pendampingan di lembaga Pelayanan Terpadu Satu Pintu serta dinas dan instansi yang terkait pelayanan perizinan di Singbebas. 5. Regulatory impact assesment (RIA) Metode assesment yang dilakukan adalah dengan membentuk kelompok kerja yang terdiri dari biro hukum, unit yang membidangi investasi dan perijinan, dan Bappeda dari pemerintah daerah di tiga wilayah Singbebas. Kelompok kerja ini melakukan review terhadap regulasi yang terkait dengan investasi serta usaha mikro kecil dan menengah. 6. Tourism value chain development. Sektor pariwisata merupakan sektor utama yang akan dikembangkan dalam strategi pembangunan regional Singbebas. Capaian kegiatan ini antara lain terbentuknya kelompok kerja bersama yang terdiri dari pemerintah daerah dan sektor swasta di tiga wilayah Singbebas. Kelompok kerja bersama ini bertugas mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan pariwisata di wilayah Singbebas. 7. Promotion of Local Unique Specialities (PLUS) Salah satu produk unggulan lokal di wilayah Singbebas adalah kain tenun yang mencerminkan kearifan lokal budaya Kalimantan Barat. Kain tenun Sambas memiliki berbagai keunggulan baik dari sisi motif, simpul tenun maupun bahan yang digunakan. Bentuk kegiatan yang telah dilaksanakan adalah membentuk kelompok kerja tenun yang terdiri dari rumah tangga pengrajin tenun. Kelompok kerja tenun diberikan pelatihan dan pengembangan keragaman produk tenun agar dapat meningkatkan mutu, produktifitas serta kerajinan khas daerah. Pemerintah Kabupaten Sambas telah mendirikan weaving center (pusat kerajinan tenun) sebagai sarana bagi pengrajin tenun untuk dapat mengembangkan serta mengorganisir industri rumah tangga tenun agar dapat bersaing dengan produk lain sejenis. 126
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Regional Economic Development
2.
Kendala Pelaksanaan Proyek Secara umum seluruh kegiatan RED telah terlaksana dengan baik. Meskipun demikian, dalam rapat pemantauan yang dilaksanakan di Kantor Gubernur Propinsi Kalimantan Barat tanggal 1 Oktober 2014, disampaikan beberapa isu dalam konteks pengembangan ekonomi regional kawasan Singbebas, yaitu: a. Penetapan dokumen strategi wilayah Singbebas Kerjasama antar wilayah Singbebas sebenarnya sudah berjalan sesuai dengan kebutuhan dari masing-masing daerah. Bahkan, untuk mempererat kerjasama tersebut telah ditandatangani MoU bersama antara Walikota Singkawang, Bupati Bengkayang dan Bupati Sambas. Dalam perkembangannya, MoU kerjasama pengembangan wilayah yang telah ditandatangani bersama tersebut tidak cukup untuk mendukung pelaksanaan kerjasama tiga wilayah Singbebas. Hal ini disebabkan karena MoU tersebut tidak bisa digunakan sebagai payung hukum dalam melaksanakan program atau kegiatan termasuk aspek pembiayaannya. Oleh sebab itu, dokumen strategi wilayah Singbebas yang telah disusun melalui program RED perlu ditetapkan menjadi sebuah produk hukum yang mengikat satu sama lain. Ide yang muncul adalah dengan menetapkan dokumen strategi wilayah Singbebas menjadi SK Gubernur Kalimantan Barat. Pada saat pemantauan ini dilaksanakan, penetapan SK Gubernur mengenai strategi wilayah Singbebas masih dalam proses dan diharapkan dapat selesai sebelum proyek hibah RED berakhir. b. Kelembagaan Singbebas Singbebas merupakan bentuk kerjasama ekonomi regional antar pemerintah daerah. Keberadaan Singbebas diharapkan mampu menjadi penggerak ekonomi masyarakat melewati batas administratif wilayah. Permasalahan yang krusial dalam pelaksanaan kerjasama Singbebas adalah belum adanya bentuk kelembagaan yang disepakati bersama menjadi wadah terorganisirnya program-program pembangunan kawasan Singbebas.
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
127
Regional Economic Development
Selama ini, pemerintah daerah wilayah Singbebas membentuk Kelompok Kerja dengan koordinator yang bergantian setiap tahun (tahun 2014 yang menjadi koordinator adalah Kota Singkawang). Keberadaan kelompok kerja ini ternyata belum cukup mendukung pelaksanaan kerjasama kewilayahan terutama dari aspek pembiayaan program dan kegiatan. Dalam kerangka kerjasama antar daerah, Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal telah menggagas konsep pembentukan badan kerjasama antar daerah. Badan ini akan menjadi lembaga yang mengkoordinasi segala bentuk kerjasama antar daerah. Pengembangan kawasan Singbebas membutuhkan model kelembagaan yang disepakati oleh masing-masing pemerintah daerah terkait. Model kelembagaan dan bentuk kerjasama yang akan dilakukan mengacu pada strategi wilayah Singbebas yang telah disusun. c. Pembiayaan dan keberlanjutan program Isu penting yang perlu mendapat perhatian setelah selesainya suatu program atau kegiatan yang dibiayai melalui hibah adalah keberlanjutan program. RED pada dasarnya fokus pada pemberdayaan masyarakat, pemerintah dan swasta di kawasan Singbebas untuk meningkatkan perekonomian daerah. Berbagai kegiatan telah dilakukan dari mulai penyusunan strategi wilayah bersama yang akan menjadi master plan pembangunan kawasan Singbebas, sampai kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan peningkatan kapasitas masyarakat dan pemerintah daerah setempat. Model RED seperti ini seharusnya dapat terus didukung dan dikembangkan oleh masyarat lokal dengan inisiatif dan fasilitasi dari pemerintah daerah. Isu keberlanjutan akan sangat erat kaitannya dengan pembiayaan. Pembiayaan dibutuhkan untuk mengembangkan dan menyempurnakan program yang sudah dijalankan. Namun demikian, pembiayaan juga memiliki keterkaitan dengan ketersediaan payung hukum (kerangka regulasi) dan kelembagaan kerjasama antar daerah. Pembiayaan sulit untuk dialokasikan
128
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Regional Economic Development
apabila tidak ada dasar hukum yang mengatur kerjasama antar wilayah. Oleh karena itu, ke depan perlu koordinasi yang lebih intensif antar pemerintah baik pusat maupun daerah untuk mendukung keberlanjutan program pengembangan ekonomi regional. d. Sertifikasi lada putih Salah satu usaha yang mendukung keberlanjutan budi daya lada putih di Kalimantan Barat adalah melalui sertifikasi lada putih. Sertifikasi dilakukan untuk menjamin kualitas dari proses rantai produksi lada putih yang meliputi pembibitan, penanaman, penggunaan pestisida, dan pemasaran. Sampai dengan pemantauan ini dilakukan, proses sertifikasi lada putih belum selesai dilaksanakan. Hal ini perlu menjadi perhatian bagi dinas terkait untuk terus melakukan pembinaan kepada petani agar sertifikasi lada dapat terlaksana.
3.
Langkah Tindak Lanjut Pada pertemuan pemantauan tanggal 2 Oktober 2014 di Singkawang, telah dilakukan dan disepakati langkah-langkah sebagai berikut:
GIZ akan membantu memfasilitasi terbitnya SK Gubernur Kalimantan Barat mengenai strategi wilayah Singbebas yang akan menjadi payung hukum pelaksanan kerjasama antar wilayah.
Pemerintah daerah kawasan Singbebas akan terus melakukan koordinasi untuk pembentukan suatu lembaga yang disepakati bersama menjadi wadah pengembangan kawasan Singbebas.
Masing-masing pemerintah daerah mendukung keberlanjutan program pengembangan wilayah untuk meningkatkan perekonomian masyarakat secara bersama-sama.
Direktorat Pendanaan Luar Negeri Bilateral akan melakukan koordinasi dengan Direktorat Perkotaan dan Perdesaan serta Direktorat Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal untuk membantu menyelesaikan permasalahan khususnya terkait penerbitan SK Gubernur Kalimantan Barat sebagai payung hukum pelaksanaan kerjasama kawasan Singbebas.
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
129
Regional Economic Development
4.
Foto Kunjungan Lapangan
Foto 1 Pertemuan dengan Bappeda Propinsi Kalimantan Barat
Foto 2 Pertemuan dengan Pemerintah Kabupaten/Kota Singbebas (Singkawang, Bengkayang dan Sambas)
Foto 3 Pembuatan Mi Panjang Singkawang
Foto 4 Pertemuan dengan Pengrajin Tenun di Tenun Center Kabupaten Sambas
-----oo0oo-----
130
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Indonesia Cooperative Business Development Alliance (ICBDA)
Laporan Kunjungan Lapangan Proyek “Indonesia Cooperative Business Development Alliance (ICBDA)” Jayapura, 30 September – 2 Oktober 2014
1.
Informasi Proyek a.
Data Umum Proyek
b.
Kegiatan Kunjungan Lapangan
2.
Permasalahan dan Kendala Pelaksanaan Proyek
3.
Langkah Tindak Lanjut
4.
Lessons Learnt
5.
Foto
1. Informasi Umum Proyek a. Data Umum Proyek Executing Agency
Bappenas dan Kementerian Koperasi & UKM
Mitra Kerja
National Cooperative Business Association (NCBA)
Sumber Pembiayaan
Hibah Pemerintah Amerika Serikat (USAID)
Nilai Proyek
USD 2 juta
Tujuan
Secara khusus proyek ICBDA berfokus pada pengembangan petani kecil dan bisnis koperasi di Kawasan Timur Indonesia. Proyek ICBDA berupaya membangun mekanisme produksi, penanganan dan pengolahan pasca panen, serta peningkatan nilai produk melalu pemasaran tanaman bernilai tinggi seperti singkong dan rempah-rempah (vanilli dan lada hitam) melalui penguatan koperasi pertanian dan pembangunan jalur pemasaran yang layak. direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
131
Indonesia Cooperative Business Development Alliance (ICBDA)
Lokasi
Sulawesi Selatan (Luwu dan Bulukumba); NTT (Timor tengah Selatan) dan Papua (Jayapura)
Masa berlaku grant
2012 - 2014
Status pekerjaan
On going
b. Latar Belakang Proyek ICBDA adalah bagian dari proyek kerjasama USAID-Indonesia dibawah Assistance Agreement program Economic Growth yang dijalankan oleh NCBA (National Cooperative Business Association). NCBA yang didirikan pada tahun 1916 awalnya bernama Cooperative League of the USA (CLUSA) atau Liga Koperasi dari Amerika Serikat. Dukungan NCBA untuk masyarakat internasional sudah dimulai sejak tahun 1945, dan di Indonesia dimulai sejak tahun 1976. Petani-petani yang terlibat dalam proyek ini diharapkan memperoleh tiga keuntungan sebagai berikut: 1. Memperoleh paket bantuan teknis yang terintegrasi yang dirancang untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas tanaman. 2. Mitra koperasi akan memperoleh bimbingan dari NCBA dalam bidang pengolahan pertanian dan kerjasama dengan perusahaan perdagangan Amerika Serikat mitra NCBA. 3. Menawarkan harga yang lebih tinggi bagi komoditas yang dijual oleh petani. Lokasi pelaksanaan proyek ICBDA yaitu di derah Sulawesi Selatan (Luwu dan Bulukumba); NTT ( Timor Tengah Selatan) dan Papua (Jayapura). NCBA membantu mengembangkan komoditas singkong dan vanili, dan kopi arabica. NCBA memperkenalkan dan menyediakan bibit varietas singkong UJ-5 yang memiliki nilai jual yang tinggi di pasar ekspor. Untuk pengembangan vanilla dan kopi, NCBA memberikan pelatihan mengenai proses produksi, pengolahan serta manajemen pemasaran hasil produksi. Sasaran yang diharapkan dapat tercapai melalui proyek ini adalah: Memperkuat setidaknya 5 kelompok tani dalam hal produksi hasil perkebunan yang dan pengadaan barang.
132
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Indonesia Cooperative Business Development Alliance (ICBDA)
Membangun distribusi komersial, pengadaan barang, perluasan lahan tanam, pemrosesan pasca panen dan pemasaran hasil produksi yang optimal. Sekurangnya 5.000 keluarga tani dapat menikmati hasil produksi yang lebih tinggi dengan menerapkan metode tanam yang lebih baik sehingga mampu meningkatkan pendapatan mereka. Menyediakan lapangan kerja baru. Dengan pengalaman lebih dari 30 tahun di Indonesia, NCBA telah membantu perbaikan strategi pemberdayaan petani skala kecil. Saat ini NCBA berupaya menghasilkan usaha dengan konsep farmer-based yang berkelanjutan dan diharapkan dengan berjalannya waktu akan mampu berkompetisi secara penuh di pasar dunia. Berikut adalah unsur utama dari strategi yang digunakan oleh NCBA: Semua aktivitas projek didasarkan atas perspektif market-based Semua komponen projek melibatkan unsur peningkatan kapasitas dan pengembangan keterampilan Kunci untuk bertahan di pasar adalah efisiensi dan konsistensi mempertahan kualitas untuk semua aktivitas produksi, pemprosesan,dan pemasaran Konsisten menggunakan ahli yang profesional di bidangnya, yaitu memanfaatkan orang-orang yang memiliki pengetahuan yang intensif ats produk atau komoditas tertentu Pelatihan NCBA didorong oleh permintaan, berdasarkan kebutuhan khusus dari petani.
2. Progres Pelaksanaan Proyek Berikut adalah progres pelaksanaan proyek pada saat kunjungan lapangan sampai dengan bulan Agustus 2014: Budidaya Singkong Jenis singkong yang dibudidayakan dalam proyek ini adalah jenis UJ5. Panen perdana dilaksanakan pada bulan oktober tahun 2013. Berikut adalah perkembangan kegiatan Budidaya Singkong:
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
133
Indonesia Cooperative Business Development Alliance (ICBDA) Tabel 19 Perkembangan Kegiatan Budidaya Singkong Periode sampai dengan No.
Uraian 31 Okt 13
1
Jumlah Distrik
2
Jumlah Kampung
3
Jumlah Petani
4
31 Mar 14
30 Jun 14
30 Aug 2014
5 distrik
6 distrik
6 distrik
6 distrik
24 kampung
35 kampung
36 kampung
37 kampung
340 orang
444 orang
534 orang
585 orang
Luas Areal Tanaman (Tahun I)
43.3 Ha
-
-
-
5
Luas Area Tanam Baru (Tahun II)
-
18,34 Ha
52,45 Ha
75,39 Ha
6
Produksi Gaplek
-
12,14 ton
22,75 ton
29,33 ton
Budidaya Vanila Tabel 20 Perkembangan Kegiatan Budidaya Vanilla Periode sampai dengan No.
Uraian 31 Okt 13
1
Jumlah Distrik
2
Jumlah Kampung
3
Jumlah Petani
4
Luas Areal Petani Belum Rehab
5
Luas Area Sudah Rehab
6
31 Mar 14
30 Jun 14
30 Aug 2014
5 distrik
5 distrik
7 distrik
7 distrik
31 kampung
31 kampung
50 kampung
50 kampung
288 orang
306 orang
421 orang
568 orang
85,75 Ha
85,75 Ha
97,8 Ha
100,95 Ha
4,71 Ha
5,07 Ha
11,82 Ha
18,72 Ha
Produksi Petani Jual Basah
-
-
105 kg
190 kg
7
Produksi Jual Kering
-
-
21 kg
126 kg
8
Processing Vanili KSUNK/NCBA (Kering)
-
-
11,95 kg
56,7 kg
Pabrik Pengolahan Singkong dan Vanili Pabrik ini dibangun sebagai bentuk komitmen mereka dalam mendukung petani lokal untuk terus membeli dan memasarkan dasil produksi mereka. NCBA menyewa tanah milik anggota masyarakat seluas 1 Ha untuk jangka waktu 25 tahun terhitung September 2012. Perkembangan pembangunan processing facility sebagai berikut: 1. Pembangunan tempat pembibitan komiditi unggulan (Nursery) berukuran 20 x 25 m2 sudah selesai dan sudah difungsikan. 2. Gudang Konstruksi baja sebanyak 3 (tiga) unit, yaitu: Gudang pembelian berukuran 6x18 m2; Gudang processing berkuran 20x18 m2; Gudang Penyimpanan berukuran 20x18 m2 134
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Indonesia Cooperative Business Development Alliance (ICBDA)
3. Pagar keliling berukuran panjang 400 m dan tinggi 2,5 m (tahap penyelesaian). 4. Saluran air sepanjang 400m (tahap penyelesaian). 5. Mess karyawan berukuran 20x21 m2 (tahap penyelesaian).
3. Permasalahan dan Kendala Pelaksanaan Proyek Beberapa permasalahan yang ditemui dalam pelaksanaan proyek antara lain: 1. 2. 3.
4.
Curah hujan yang cukup tinggi menghambat panen singkong dan proses pengeringan gaplek. Keterbatasan sarana dan prasaran pendukung panen. Sebagian besar petani masih merasa trauma untuk mengembangkan komoditi unggulan. Berdasarkan pengalaman masa lalu saat panen dengan hasil melimpah, justru petani kesulitan memasakan hasilnya Sebagian besar petani masih memilih untuk menjual hasil panen dalam bentuk basah yang memiliki nilai jual yang lebih rendah.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, langkah tindak lanjut yang perlu dilaksanakan yaitu: 1. 2.
3. 4.
Membuka peluang usaha pengelolaan singkong basah kepada kelompok tani dan petani perorangan. Membantu kelompok tani dan petani perorangan berupa peralatan pasca panen seperti terpal, pisau krokot (alat iris singkong), dan mesin perajang singkong kapasitas 500kg/jam dalam bentuk pinjaman sebanyak 2 unit. Membeli singkong kering (gaplek) di lokasi kelompok tani /petani perorangan / tempat pelayanan koperasi. Mengintensifkan koordinasi, sosialisasi program dan penyuluhan teknis kepada masyarakat bahwa bentuk kerjasama NCBA dengan KSU dan Pemerintah setempat memberikan kepastian pasar terhadap komoditas yang dikembangkan.
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
135
Indonesia Cooperative Business Development Alliance (ICBDA)
4. Lessons Learnt Kunci keberhasilan pelaksanaan proyek ICBDA adalah ketepatan metode dan strategi yang digunakan NCBA dalam melaksanakan proyek ini yaitu dengan menjalin kerja sama dengan koperasi dan pendekatan yang baik kepada komunitas lokal. Selain itu pemilihan komoditas yang tepat untuk dikembangkan, serta luasnya jaringan pemasaran yang dimiliki oleh NCBA sehingga komoditas yang dikembangkan dapat mengakses pasar dunia dengan nilai jual yang tinggi. Pemerintah Indonesia dapat belajar dari kesuksesan NCBA dalam mengelola jaringan koperasi di tingkat nasional bahkan internasional, serta memberikan pelatihan yang tepat dimulai sejak proses pembibitan, panen, pasca panen, hingga jaminan pemasaran produk. Dilihat dari statusnya maka sebagai asosiasi bisnis koperasi di Amerika Serikat, NCBA seperti Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) yang mewadahi koperasi nasional. Kedepan, diharapkan Kementerian Koperasi dan UKM bersama dengan Dekopin dapat mereplikasi dan menerapkan pola kerja NCBA dalam mengembangkan koperasi serta meningkatkan kualitas hidup petani komoditas di Indonesia.
5. Foto Kunjungan Lapangan
Foto 1 Kebun singkong UJ-5 milik petani
136
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Foto 2 Gaplek kering
Indonesia Cooperative Business Development Alliance (ICBDA)
Foto 3 Mesin pemotong singkong menjadi gaplek
Foto 5 Bagian dalam Gedung Processing Facility
Foto 4 Contoh vanili yang sudah dikeringkan dengan kualitas baik
Foto 6 Suasana diskusi dengan petani singkong dan vanili
-----oo0oo-----
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
137
Indonesia Cooperative Business Development Alliance (ICBDA)
Halaman ini sengaja dikosongkan
138
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Indonesia-Korea ICT Training Center
Laporan Kunjungan Lapangan “Balai Pelatihan dan Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (BPPTIK)/ Indonesia – Korea ICT Training Center” Cikarang, Bekasi, 9 Mei 2014
1.
Informasi Proyek
2.
Temuan Kunjungan Lapangan: Belum Optimalnya Fungsi
3.
Alternatif Pengembangan Kerjasama sebagai Upaya Optimalisasi Fungsi
4.
Lessons Learnt
5.
Langkah Tindak Lanjut
6.
Foto
1. Informasi Umum Proyek Executing Agency
Kementerian Komunikasi dan Informatika
Sumber
Hibah Pemerintah Korea/KOICA
Pembiayaan Nilai Proyek
USD 8.900.000
Ruang lingkup
1. Gedung (training center, auditorium & gymnasium,
pekerjaan
dormitory) 2. Sarana
dan sistem Teknologi Informasi dan Komunikasi (komputer, program, network, security)
Sasaran
1. Tersedianya fasilitas vocational ICT training center
untuk pekerja ICT 2. Tersedianya model program pelatihan TIK sesuai
standar internasional 3. Tersedianya SDM TIK yang tersertifikasi
Lokasi
Kawasan Industri Jababeka, Cikarang, Jawa Barat direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
139
Indonesia-Korea ICT Training Center
Waktu
2007 – 2009 (diresmikan pada tahun 2011)
Pelaksanaan Daya Tampung
- Balai mampu menampung hingga 4.000 peserta pelatihan setiap tahun - Asrama dapat menampung 300 orang dalam sehari
2. Temuan Kunjungan Lapangan: Belum Optimalnya Fungsi Tujuan pembangunan ICT Training Center adalah sebagai center of excellence untuk menghasilkan supply tenaga kerja terlatih di bidang TIK. Akan tetapi sejak diresmikan penggunanaannya sampai dengan pelaksanaan kunjungan lapangan, tujuan tersebut belum dapat diwujudkan. Dengan demikian, ICT Training Center tersebut belu berfungsi secara optimal. Salah satu penyebab Balai Pelatihan dan Pengembangan belum dapat berfungsi sebagaimana yang diharapkan adalah belum terbitnya Peraturan Presiden mengenai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang memungkinkan pihak Balai memungut biaya dan menggunaan pemasukan untuk operasional dan pengembangan. Berdasarkan informasi yang disampaikan pada saat kunjungan lapangan, rancangan Peraturan Presiden yang mengatur PNBP di lingkungan Kementerian Komunikasi dan Informatika
masih dalam tahap harmonisasi di
Kementerian Hukum dan HAM. Selama ini sumber pembiayaan untuk operasional dan pemeliharaan hanya bersumber dari APBN. Dengan belum keluarnya ijin PNBP, pihak Balai memiliki keterbatasan dalam mengadakan pelatihan untuk menghasilkan tenaga kerja terlatih di bidang TIK (tidak dapat memungut biaya untuk pelatihan). Dengan pembiayaan yang hanya berasal dari APBN, sejak TA 2011 s.d. TA 2014 Balai hanya mampu melaksanakan pelatihan terutama untuk siswa sekolah menengah kejuruan (SMK) dan beberapa pegawai pemerintah daerah dengan materi yang sifatnya umum tanpa pungutan biaya. Penyelenggaraan pelatihan tersebut sepenuhnya dibiayai APBN (DIPA Kementerian Kominfo).
140
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Indonesia-Korea ICT Training Center
Pada tahun 2013 telah dilatih sebanyak 540 peserta, sedangkan target tahun 2014 adalah 1.789 peserta. Selain melaksanakan pelatihan untuk siswa SMK, BPPTIK juga menyelenggarakan pelatihan IT untuk komponen pelatihan IT proyekproyek hibah dari KOICA, antara lain proyek “Information Technology Capacity Building for Central and Local Government” (Januari 2014 – Desember 2015).
3. Alternatif Pengembangan Optimalisasi Fungsi
Kerjasama
sebagai
Upaya
Selama kunjungan lapangan telah dilakukan pembahasan mengenai arah pengembangan BPPTIK Cikarang. Berdasarkan pembahasan tersebut, terdapat beberapa langkah alternatif untuk mengoptimalkan fungsi BPPTIK/Indonesia – Korea ICT Training Center. Sambil menunggu diterbitkan dan efektifnya peraturan mengenai PNBP, perlu dilakukan langkah-langkah pengembangan kerjasama untuk optimalisasi fungsi training center. Kerjasama dilakukan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Pengembangan
kerjasama
dapat
dilakukan
dengan
lembaga
pendidikan/pelatihan dan swasta yang terkait dengan TIK. Langkah awal yang dapat dilakukan adalah dengan demand survey di perusahaan-perusahaan sekitar.
Di kawasan industri Jababeka
terdapat lebih dari 1.400 perusahaan baik lokal maupun multinasional. Hasil dari demand survey tersebut diatas, dapat dijadikan dasar pengembangan pelatihan dan bentuk kerjasama. Pengembangan kurikulum pelatihan TIK perlu dilakukan secara spesifik untuk dapat memenuhi kebutuhan industri, karena selama ini pelatihan TIK di training center masih bersifat umum. Untuk pengembangan bentuk kerjasama, sebagai contoh dapat dilakukan melalui kesepakatan kerjasama antara pihak Kementerian Kominfo/BPPTIK dan pihak swasta yang dibuat dalam bentuk nota kesepahaman mengenai
pembagian
tugas dan
tanggungjawab
masing-masing pihak. Kerjasama tersebut misalnya dapat dilakukan atas dasar sharing.
Kementerian Kominfo bertanggung jawab atas
penyediaan sarana dan prasarana pelatihan (termasuk penyediaan direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
141
Indonesia-Korea ICT Training Center
tenaga pengajar), sedangkan sharing pihak swasta contohnya dalam bentuk pemeliharaan atas peralatan pelatihan yang digunakan secara langsung, dan tambahan tenaga pengajar profesional (yang dapat juga diberikan dalam rangka program Corporate Social Responsibility/CSR). Melalui pola kerjasama semacam ini, pihak BPPTIK sekaligus dapat melakukan up-grading software dan program yang ada.
4. Lessons Learnt a. Tujuan dan Fungsi Proyek Pembangunan ICT Training Center memiliki tujuan yang sangat baik yaitu untuk menghasilkan tenaga kerja terlatih di bidang ICT yang dapat memenuhi kebutuhan pasar tenaga kerja. Pemilihan lokasi yang ada Kawasan Industri Cikarang sangat tepat. Pusat pelatihan dapat lebih responsif dalam menjawab kebutuhan tenaga kerja terampil dari perusahaan-perusahaan, sementara perusahaan-perusahaan dapat dengan lebih mudah memperoleh tenaga kerja yang diperlukan. Proyek ini memberikan keuntungan baik dari sisi pencari kerja maupun pengguna tenaga kerja. Proyek-proyek dengan konsep memfasilitasi pertemuan antara pencarai kerja dengan pengguna jasa tenega kerja seperti ICT Training Center berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut didaerah-daerah lain di Indonesia, terutama dilokasi-lokasi yang memiliki kawasan industri. b. Kelembagaan dan Peraturan Hal yang cukup disayangkan dalam pengoperasian proyek ini adalah belum optimalnya utilisasi dari ICT Training Center. Ini terjadi karena hambatan kelembagaan dan peraturan dimana
BPPTIK
belum
memiliki kewenangan memungut biaya dan menggunakan pemasukan tersebut untuk mendanai kegiatan operasional dan pengembangan. Selama ini sumber pembiayaan dari ICT Training Center hanya berasal dari APBN dengan jumlah terbatas sehingga pelatihan yang diselenggarakan juga sangat sedikit. Saat pemantauan dilaksanakan diketahui bahwa rancangan Peraturan Presiden terkait Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di lingkungan Kementerian Komunikasi dan Informatika belum ditandatangani.
142
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Indonesia-Korea ICT Training Center
Pembelajaran yang dapat diambil adalah perencanaan sebuah proyek harus memperhitungkan pula kendala-kendala kelembagaan dan peraturan yang memiliki potensi menghambat operasional proyek untuk kemudian dicarikan solusi baik secara kelembagaan maupun peraturan. Pada saat proyek selesai dan beroperasi diharapkan hambatan kelembagaan/peraturan tersebut telah diatasi sehingga tidak memberikan gangguan yang berarti bagi kegiatan operasional proyek. c. Sumber Daya Manusia Untuk memenuhi kebutuhan industri akan tenaga kerja yang terampil dan terlatih, ICT Training Center selayaknya
memiliki kemampuan
membuat dan mengembangkan kurikulum pelatihan spesifik yang diperlukan
oleh
industri,
menyediakan
tenaga
pengajar
yang
profesional, prasarana dan sarana pelatihan yang memadai serta manajemen yang baik. Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan sumber daya manusia yang tepat
yang memiliki kemampuan
manajemen untuk mengelola training center, maupun tenaga pengajar yang terampil yang dapat membantu pengembangan keterampilan peserta. Pada saat pemantauan dilaksanakan diketahui bahwa kurikulum pelatihan ICT di BPPTIK masih bersifat umum. Di masa yang akan datang diharapkan adanya pengembangan kurikulum yang lebih khusus sesuai dengan keterampilan yang diperlukan oleh industri. Kemampuan BPPTIK dalam mengembangkan kurikulum memerlukan dukungan dari perusahaan-perusahaan/pihak swasta salah satunya dalam bentuk sharing keterampilan atau bantuan berupa tenaga pengajar profesional.
5. Langkah Tindak Lanjut Pihak Korea (KOICA) yang juga turut serta dalam kunjungan lapangan tersebut menyampaikan bahwa pihaknya merasa masih belum puas dengan belum berfungsinya training center sesuai dengan target yang diharapkan. Untuk itu pihak KOICA akan terus memantau dan berusaha membantu agar training center dapat berfungsi optimal, salah satunya melalui program “IT Capacity Building for Central and Local Government” yang saat ini sedang berlangsung. direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
143
Indonesia-Korea ICT Training Center
Bappenas (dikoordinasikan oleh Direktorat Energi, Telekomunikasi dan Informatika)
perlu
Kementerian
melakukan
Komunikasi
dan
koordinasi Informatika
lebih
lanjut
untuk
dengan
menyusun
pengembangan kerjasama dengan institusi/pihak swasta yang terkait dengan TIK sambil menunggu proses keluarnya ijin PNBP.
6. Foto Kunjungan Lapangan
Gambar 1 dan 2 Gedung utama BPPTIK dan lingkungan sekitarnya
Gambar 3 dan 4 Ruang Kelas.Diperlukan sumber pendanaan baru untuk melakukan update software.
Gambar 5 Ruang Perpustakaan
Gambar 6 Ruang Makan Bersama
-----oo0oo-----
144
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Laporan Kunjungan Lapangan “Banda Aceh to Calang Road Project” Banda Aceh, 5 Desember 2014
1.
Informasi Proyek a. Data Umum Proyek b. Kinerja Proyek c. Kondisi Proyek
2.
Isu-Isu dalam Pelaksanaan Pembangunan dan Pengelolaan
3.
Lessons Learnt
4.
Foto
1. Informasi Umum Proyek a. Data Umum Proyek Executing Agency
BRR,Bappenas, Kementerian PU
Sumber Pembiayaan
Hibah USAID
Nilai Proyek
USD 280 juta
Ruang lingkup
desain, supervisi, termasuk pelaksanaan
pekerjaan
pembangunan dan pengawasan
Tujuan
Merekonstruksi jalan raya dari Banda Aceh ke Calang yang rusak karena bencana tsunami
Lokasi
Jalan lintas barat ruas Banda Aceh - Calang
Status Pekerjaan
Kegiatan pembangunan telah selesai di tahun 2011, dilanjutkan dengan special agreement sd 30 Sept 2013
b. Kinerja Proyek Proyek pembangunan jalan Aceh-Calang adalah proyek bantuan hibah Pemerintah Amerika Serikat (USAID) yang merupakan bagian dari bantuan penanganan bencana gempa dan tsunami di Aceh pada tahun 2004. Kesepakatan hibah USAID bagi rekonstruksi Aceh
dituangkan
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
145
Banda Aceh to Calang Road Project
melalui dokumen Strategic Objective Grant Agreement (SOAG) No. 498045 yang ditandatangani oleh Direktur USAID dan Kepala BRR NAD-Nias pada tanggal 7 Juli 2005. Nilai total bantuan hibah yang disalurkan adalah USD 371 juta, adapun proyek jalan Aceh-Calang menelan biaya sebesar USD 282 juta Proyek jalan Aceh-Calang merupakan bagian dari pembangunan ruas jalan nasional Banda Aceh-Meulaboh yang merupakan jalur strategis karena merupakan penghubung Banda Aceh dengan 7 kabupaten/kota di wilayah Pantai Barat Aceh yaitu Aceh Jaya, Aceh Barat, Aceh Barat Daya, Nagan Raya, Aceh Selatan, Kota Subulussalam, dan Kabupaten Singkil. Jalur ini terputus akibat gempa dan tsunami pada tahun 2004, sehingga melumpuhkan ekonomi masyarakat di wilayah Pantai Barat Aceh. Poros
Banda
Aceh
–
Meulaboh
juga
menjadi
salah
satu penghubung utama dengan Provinsi Sumatera Utara. Pembangunan Poros Jalan Banda Aceh - Meulaboh terbagi atas dua.Segmen pertama adalah: Banda Aceh – Calang sepanjang 145 km dibangun oleh USAID. Infrastruktur yang dibangun di antaranya jalan sepanjang 145 km dengan lebar 11 meter (7 meter jalan dua arah dan 4 meter bahu jalan), 27 jembatan, 50 Box calver (kotak pengganti jembatan) dan 300 gorong-gorong. Pembangunan jalan Aceh-Calang dilaksanakan sepenuhnya oleh USAID melalui pihak ketiga yaitu Parsons Co, sementara pembangunan proyek dilaksanakan oleh PT Hutama Karya, PT Wijaya Karya dan PT Ssangyong dengan menyerap 15.000 tenaga kerja. Pembangunan jalan Aceh-Calang dilaksanakan mulai tahun 2005 dan dijadwalkan selesai tahun 2010, akan tetapi adanya beberapa masalah seperti pembebasan lahan dan keterlambatan pada proses tender pada section IV, khususnya pembangunan jembatan Lambusoe, membuat proyek tersebut baru dapat diselesaikan dan diresmikan pada bulan September tahun 2011. Segmen kedua yakni Jalur Calang-Meulaboh sepanjang 100 km dibangun oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah Tugas Pembantuan (SKPD-TP) Dinas Bina Marga dan Cipta Karya Provinsi Aceh dan Bank Dunia (MDF) dengan sumber dana dari APBN, APBD dan Bank Dunia
146
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Banda Aceh to Calang Road Project
c. Kondisi Proyek Secara umum jalan Aceh-Calang berada dalam kondisi baik namun di beberapa ruas jalan sudah mengalami kerusakan, seperti jalan berlubang, retak, bergelombang dan longsor. Karena musim penghujan terdapat beberapa lokasi jalan yang rawan longsor yakni kawasan Gunung Geurute, Kecamatan Aceh Jaya, Kecamatan Indra Jaya, yakni di kawasan Gunung Gle Ue kilometer 89-98 dan kawasan Gunung Sa kilometer 100-105. Kawasan rawan longsor lainnya adalah di kilometer 109-112 atau tepat di kawasan Gunung Keumala, Kecamatan Sampoinit, serta kilometer 129-133 atau di kawasan Gunung Malem, Kecamatan Setia Bakti. Pada saat pemantauan dilaksanakan di daerah Gunung Geurute, terlihat pengerjaan perbaikan jalan di beberapa lokasi. Ruas jalan banda Aceh – Calang merupakan merupakan jalan nasional, maka pemeliharaan jalan ini berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
2. Isu-Isu dalam Pelaksanaan Pembangunan dan Pengelolaan a. Kendala Pelaksanaan Jalan Aceh-Calang pada awalnya direncanakan selesai pada bulan Maret 2010, namun dalam pelaksanaannya baru dapat diselesaikan pada pertengahan tahun 2011 dan diresmikan pada bulan September 2012. Beberapa faktor yang menyebabkan terlambatnya pembangunan jalan tersebut adalah (1) masalah pembebasan lahan di beberapa wilayah, (2) keterlambatan pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) yang didalamnya terdapat alokasi anggaran untuk membayara pembebasan lahan, (3) belum stabilnya kondisi politik dan keamanan di Aceh, (4) persoalan teknis terkait ketidaksesuaian antara rancangan teknis konsultan dengan kondisi bentangan alam dan kondisi lapangan sehingga memerlukan penyesuaian, (5) terjadinya pemutusan kontrak secara sepihak pada section IV (khususnya pembangunan jalan LamnoCalang sepanjang 13 km termasuk pembangunan jembatan Lambeuso) oleh USAID kepada PT Wijaya Karya. Pemutusan kontrak ini terjadi pada bulan Maret 2008 dan pekerjaan baru diteruskan kembali pada bulan September 2010 oleh PT Ssangyong (kontraktor Korea).
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
147
Banda Aceh to Calang Road Project
b. Keterlibatan Pihak Pemerintah Indonesia Pembangunan Proyek Hibah Jalan Aceh-Calang sepenuhnya dikerjakan oleh USAID melalui pihak ketiga yakni Parsons Co dan kontraktor yang berasal dari Korea (PT Ssangyong) serta kontraktor Indonesia (PT Hutama Karya dan PT Wijaya Karya). Keterlibatan pihak pemerintah Indonesia (dalam hal ini Kementerian PU dan Pemda Aceh) baik pada tahap perencanaan maupun pelaksanaan proyek tidak banyak. Minimnya keterlibatan pemerintah pusat dan daerah dalam perencanaan dan pelaksanaan dapat dipahami karena pada saat itu yakni tahun 2005 baik pemerintah pusat maupun Pemda Aceh sedang berkonsentrasi untuk memulihkan kondisi Aceh pasca Tsunami 2004, sehingga proyek jalan tersebut diserahkan sepenuhnya kepada USAID. Ketika proyek tersebut dilaksanakan, Project Management Unit (PMU) dari proyek tersebut tidak berada di bawah Kementerian PU melainkan di bawah BRR Aceh dan Nias, dan ketika BRR Aceh-Nias berakhir pada bulan April 2009, PMU proyek Aceh Calang dilanjutkan di bawah pengawasan Badan Kesinambungan Rekonstruksi (BKR) yang pada tingkat pusat dikoordinasikan oleh Bappenas. c. Berita Acara Serah Terima (BAST) Berdasarkan Peraturan Presiden No. 3 tahun 2009, Bappenas mempunyai tugas untuk melanjutkan fungsi koordinasi kelanjutan rehabilitasi dan rekonstruksi di Aceh dan Nias, sementara Kementerian PU ditunjuk sebagai Implementing Agency melalui Project Implementing Letter No. 09 tanggal 26 Juli 2011. Hal ini berdasarkan pertimbangan Kementerian PU cq. Dirjen Bina Marga merupakan institusi teknis yang berwenang dalam rangka penanganan jalan nasional. Berdasarkan special agreement proyek ini telah selesai pada 30 September 2013, namun proyek ini masih menyisakan masalah penyelesaian BAST dari USAID kepada Pemerintah Indonesia sehingga saat ini ruas jalan Banda Aceh – Calang masih belum terdaftar sebagai aset kekayaan negara. Terkendalanya proses BAST antara USAID dengan pemerintah Indonesia (dalam hal ini Bappenas yang kemudian diserahkan kepada Kementerian PU) disebabkan adanya perbedaan mengenai nilai jalan Aceh-Calang akan yang diserahterimakan, dimana nilai jalan yang akan diserahkan oleh USAID lebih tinggi dari taksiran nilai barang yang telah dilaksanakan oleh Dirjen Kekayaan Negara Kementerian Keuangan. Perbedaan nilai ini membuat Kementerian PU 148
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
Banda Aceh to Calang Road Project
sebagai pihak yang akan menerima jalan tersebut menandatangani dokumen BAST.
belum mau
3. Lessons Learnt Berikut adalah lessons learnt yang dapat diambil dari proyek rehabilitasi jalan Banda Aceh – Calang yaitu: a. Dalam melaksanakan proyek-proyek bantuan AS, USAID selalu menunjuk pihak ketiga (kontraktor) sebagai pelaksana proyek. Pemerintah Indonesia baik pemerintah pusat maupun daerah biasanya bertindak sebagai penerima manfaat proyek. Seringkali terjadi kondisi dimana dalam pelaksanaan proyek USAID, pemerintah kurang dilibatkan secara aktif sehingga ownership terhadap proyek menjadi berkurang. Hal yang sama ditemui pada proyek rehabilitasi jalan Banda Aceh – Calang. Pengerjaan keseluruhan proyek ditangani langsung oleh USAID dan kontraktor dengan keterlibatan minimal dari Kementerian PU selaku lembaga teknis Pemerintah Indonesia yang menangani pembangunan jalan. Pihak PU baru dilibatkan secara resmi sebagai implementing agency proyek pada tahun 2011, disaat proyek hampir berakhir. Akibatnya ownership Kementerian PU terhadap proyek tersebut cenderung lemah. Terdapat dua pembelajaran yang dapat ditarik dari pengalaman proyek Jalan Aceh-Calang. Pertama, pelaksanaan suatu proyek harus melibatkan secara aktif institusi-institusi pemerintah yang tugas dan fungsinya terkait langsung dengan proyek, baik dalam tahap perencanaan maupun pelaksanaan, hal ini penting untuk meningkatkan ownership institusi-institusi tersebut terhadap proyek. Kedua, khusus bagi hibah USAID (dimana proyek dilaksanakan oleh pihak ketiga dan pemerintah hanya dipopsisikan sebagai penerima manfaat) Pemerintah Indonesia sebaiknya melibatkan diri secara lebih aktif sejak perencanaan dan persiapan proyek. Hal ini penting agar pemerintah dapat mengarahkan proyek sesuai dengan prioritas dan kebutuhan pembangunan yang telah disusun. Penyusunan SOP yang menjelaskan mengenai tugas dan tangung jawab masing-masing pihak (Pemerintah Indonesia, USAID, kontraktor) sebaiknya dapat disepakati lebih dulu sebelum suatu proyek dilaksanakan.
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
149
Banda Aceh to Calang Road Project
b. Dalam penyusunan BAST, ditemukan kendala regulasi antara Pemerintah Indonesia dengan USAID. Berdasarkan regulasi Pemerintah Amerika Serikat dokumen-dokumen yang menjadi persyaratan penyusunan BAST tidak dapat diserahkan kepada pemerintah Indonesia. Hal ini menjadi kendala Kementerian PU dalam memfinalisasi BAST karena terdapat perbedaan mengenai nilai akhir aset jalan Aceh-Calang akan yang diserahterimakan antara USAID dengan Ditjen Kekayaan Negara. Berlarut-larutnya proses BAST dikhawatirkan akan menghambat kegiatan operation & maintenance (OM) jalan Banda Aceh – Calang. Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Keuangan diharapkan dapat mencarikan jalan keluar dari perbedaan penghitungan nilai aset ini sehingga dokumen BAST dapat segera ditandatangani dan dana untuk melaksanakan OM dapat dialokasikan dengan lebih optimal.
4. Foto Kunjungan Lapangan
Foto 1 Ruas jalan Banda Aceh – Calang merupakan contoh jalan nasional dengan kualitas terbaik karena dibangun menggunakan teknologi terbaik.
Foto 2 Salah satu ruas jalan Banda Aceh – Calang di Kecamatan Lamno.
Foto 3 Ruas jalan Banda Aceh - Calang yang dibangun melewati bebatuan
Foto 4 Suasana diskusi antara Kasatker Wilayah 2 Aceh dengan Direktur Pendanaan LN Bilateral Bappenas
-----oo0oo----150
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
LAMPIRAN
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
xi
xii
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
xiii
xiv
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
xv
xvi
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
xvii
xviii
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
xix
xx
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas
xxi
xxii
direktorat pendanaan luar negeri bilateral - bappenas