LAPORAN TEKNIS JUDUL PENELITIAN PROGRAM RINTISAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN PEREKONOMIAN KAWASAN BERBASIS IPTEK DI KABUPATEN PINRANG
BALAI BESAR PENELITIAN SOSIAL EKONOMI KELAUTAN DAN PERIKANAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 2014 1
LAPORAN TEKNIS JUDUL PENELITIAN PROGRAM RINTISAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN PEREKONOMIAN KAWASAN BERBASIS IPTEK DI KABUPATEN PINRANG
Zahri Nasution Sastrawidjaja Bayu Vita Indah Yanti Sujana Titin Hasanah
BALAI BESAR PENELITIAN SOSIAL EKONOMI KELAUTAN DAN PERIKANAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 2014 2
LEMBAR PENGESAHAN Satuan Kerja (Satker)
: Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan
Judul Kegiatan Riset
: Maintenance Program Rintisan Pemberdayaan Masyarakat Berbasis IPTEK Mina Bisnis (KIMBis) di Kab. Pinrang Sulawesi Selatan
Status
: Lanjutan (Tahun Ketiga)
Pagu Anggaran
: Rp. 220.680.000 (Dua Ratus Dua Puluh Juta Enam Ratus Delapan Puluh Ribu Rupiah).
Tahun Anggaran
: 2014
Sumber Anggaran
: APBN, DIPA Satker Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Tahun
Penanggung Jawab Kegiatan : Prof (R). Dr. Ir. Zahri Nasution, M.Si. NIP. 19620105.198903.1.004
Jakarta,
Desember 2014
Penanggung Jawab Kegiatan,
Prof (R). Dr. Ir. Zahri Nasution, M.Si.`
Mengetahui/Menyetujui: Kepala Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan
Dr. Ir. Tukul Rameyo Adi, MT. NIP. 19610210 199003 1 001
Rencana Operasional Kegiatan Penelitian
PROGRAM RINTISAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN PEREKONOMIAN KAWASAN BERBASIS IPTEK DI KABUPATEN PINRANG
TIM PENELITI: PROF. (R). DR. ZAHRI NASUTION SASTRAWIDJAJA BAYU VITA INDAH YANTI SUJANA TITIN HASANAH
BALAI BESAR PENELITIAN SOSIAL EKONOMI KELAUTAN DAN PERIKANAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2014
ROKP KIMBis Suppa Kab. Pinrang 2014 | 1
RENCANA OPERASIONAL KEGIATAN PENELITIAN BALAI BESAR PENELITIAN SOSIAL EKONOMI KELAUTAN DAN PERIKANAN 1. JUDUL KEGIATAN
:
PROGRAM RINTISAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN PEREKONOMIAN KAWASAN BERBASIS IPTEK DI KABUPATEN PINRANG 2. SUMBER DAN TAHUN ANGGARAN : APBN 2014 3. STATUS PENELITIAN : Baru √Lanjutan *) *) Jika penelitian lanjutan, maka diuraikan hasil penelitian sebelumnya Klinik IPTEK Mina Bisnis (KIMBis) Suppa Kab. Pinrang berdiri pada bulan September 2012. Hingga akhir tahun 2013, KIMBis Suppa Kab. Pinrang telah melakukan berbagai kegiatan pendampingan dan pengawalan teknologi yang terkait dengan teknologi bidang perikanan tangkap, perikanan budidaya, dan pengolahan hasil perikanan (Lampiran Tabel 1). Kegiatan pendampingan dan pengawalan teknologi tersebut dilakukan atas pertimbangan kebutuhan masyarakat perikanan terutama yang berada di wilayah Desa Wiringtasi Kec. Suppa dan desa-desa lainnya dalam wilayah Kec. Suppa serta beberapa desa dalam wilayah Kec. Lanrisang. Kegiatan yang dilakukan dibidang perikanan tangkap dimulai dengan pembentukan kelompok nelayan mitra KIMBis yang mewakili beberapa desa. Dengan demikian diharapkan dapat diformulasikan permasalahan yang menjadi kendala yang dihadapi oleh masyarakat nelayan di wilayah tersebut. Kegiatan pendampingan dan pengawalan teknologi dilanjutkan dengan memperkenalkan teknik penentuan daerah penangkapan ikan (fishing ground) melalui penggunaan penginderaan jauh dan praktek penggunaan fish finder (alat pendeteksi gerombolan ikan). Pada perikanan budidaya juga dimulai dengan pembentukan kelompok pembudidaya mitra KIMBis di wilayah Desa Wiringtasi dan beberapa desa lainnya dalam wilayah Kec. Suppa. Para pembudidaya tersebut telah diberikan pendampingan dan pengawalan teknologi Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) terutama terkait dengan usaha budidaya udang windu yang dilakukan secara mono dan poli kultur (dengan ikan bandeng atau rumput laut). Juga telah diberikan teknologi pemanfaatan probiotik dan penggunaan pakan alami phromina sp dalam pemeliharaan udang windu di tambak. Penggunaan probiotik dan pakan alami ini dimulai dari Desa Wiringtasi dan telah disebarkan pada beberapa desa di wilayah Kec. Suppa. Pada bidang pengolahan hasil perikanan, awalnya telah teridentifikasi perlunya pengolahan ikan teri yang hasilnya berlimpah pada masa-masa tertentu, untuk itu telah dilakukan pendampingan dan pengawalan teknologi pembuatan dan pemanfaatan ikan teri sebagai bahan krispi ikan. Disamping itu telah pula dilakukan pendampingan dan pengembangan teknologi bandeng cabut duri yang diharapkan dapat memberikan nilai tambah pada produk ikan bandeng dan pemanfaatan waktu luang kaum wanita di pedesaan. Teknologi cabut duri ini juga telah disebarkan di beberapa desa dalam wilayah Kec. Suppa. Tambahan pula sebagai alternatif pemanfaatan lahan pekarangan telah dilakukan pendampingan dan pengawalan teknologi budaya ikan hias air tawar skala rumah tangga agar dapat dikembangkan sebagai tambahan pendapatan rumah tangga.
4. PROGRAM
: ROKP KIMBis Suppa Kab. Pinrang 2014 | 2
a. Komoditas
:
Udang, Bandeng.
b. Bidang/Masalah - Menurut RPJM - Menurut Kebijakan KKP - Menurut 7 Fokus Litbang c. Penelitian Pengembangan d. Manajemen Penelitian
: : : : : :
Penanggulangan Kemiskinan (RKP-04) Industrialisasi (KP-01) MP3EI-PKN (DP-05) Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan
e. IKU KKP yang direspon (beri tanda yang dipilih sesuai Tabel 2) Pertumbuhan PDB Perikanan Jumlah Kawasan Konservasi √ Produksi KP Jumlah Pulau Kecil Nilai Tukar IUU Fishing √ Tingkat Konsumsi Nilai Ekspor Kasus Penolakan Ekspor 5.
OUTPUT KEGIATAN PENELITIAN
:
a) TARGET REKOMENDASI YANG DIHASILKAN (JUMLAH)
:
1 (satu) buah
b) DATA DAN INFORMASI (JUMLAH PAKET)
:
-
c) JUMLAH KARYA TULIS ILMIAH (KTI) 6. PERKIRAAN TEMA REKOMENDASI YANG DIHASILKAN
:
1 (satu) buah
:
Model Kelembagaan Penyebaran IPTEK
7. LOKASI KEGIATAN
:
Kabupaten Pinrang
8. PENELITI YANG TERLIBAT
:
No. Nama
Pendidikan/Jabatan Disiplin Ilmu
Tugas (Institusi) Alokasi
Fungsional 1.
Prof. (R) Dr. Zahri Nasution
S3/ Peneliti Utama
Waktu (OB) Sosiologi
Penanggung
Pedesaan
Jawab
4
2.
Drs. Sastrawidjaja
S1/ Peneliti Madya
Ekonomi
Anggota
4
3.
Bayu Vita Indah Yanti, SH
S1/ Peneliti Muda
Ilmu hukum
Anggota
6
4.
Sujana
SMA/ non kelas
IPS
Anggota
2
5.
Titin Hasanah, A.Md.
D3/ non kelas
Akuntansi
PUMK
4
ROKP KIMBis Suppa Kab. Pinrang 2014 | 3
9.
TUJUAN : Tujuan kegiatan penelitian tahun 2014: a. Melaksanakan fungsi-fungsi KIMBis agar dapat menghasilkan wirausahawan atau tenaga terlatih di tingkat pedesaan yang dapat memanfaatkan IPTEK, data dan informasi sosial ekonomi terkait dengan pelaksanaan fungsi KIMBis untuk pembangunan pedesaan. b. Mengimplementasikan prinsip blue economy pada kegiatan penyebaran IPTEK dengan memanfaatkan teknologi hasil litbang kelautan dan perikanan. c. Menyusun model kelembagaan penerapan IPTEK dengan memperhatikan prinsip blue economy menurut tipologi KIMBis
10. LATAR BELAKANG Hakikat berkembangnya otonomi sejak tahun 1999 antara lain adanya landasan pembangunan yang tumbuh dan berkembang dari rakyat, yang diselenggarakan secara sadar dan mandiri oleh rakyat. Dalam hal ini, program pembangunan masyarakat tidak lagi dianggap sebagai objek dari pembangunan, tetapi menjadi subjek/pelaku dari pembangunan (Sumaryadi, 2005). Meskipun tujuan utama yang hendak dicapai dari pembangunan adalah meningkatkan taraf hidup dan menciptakan masyarakat sejahtera secara fisik, mental maupun sosial, namun pendekatan yang digunakan dalam pembangunan harus senantiasa mengutamakan proses daripada hasil. Pendekatan proses lebih memungkinkan pelaksanaan pembangunan yang memanusiakan manusia. Dalam pandangan ini pelibatan masyarakat dalam pembangunan lebih mengarah kepada bentuk partisipasi, bukan dalam bentuk mobilisasi. Partisipasi masyarakat dalam perumusan program membuat masyarakat tidak semata-mata berkedudukan sebagai konsumen program, tetapi juga sebagai produsen karena telah ikut serta terlibat dalam proses pembuatan dan perumusannya, sehingga masyarakat merasa ikut memiliki program tersebut dan mempunyai tanggungjawab bagi keberhasilannya serta memiliki motivasi yang lebih bagi partisipasi pada tahap-tahap berikutnya (Soetomo, 2006). Pembangunan partisipatoris harus dimulai dari orang-orang yang paling mengetahui sistem kehidupan mereka sendiri karena pada pendekatan ini mereka harus senantiasa menilai dan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki, dan memberikan sarana yang perlu bagi mereka supaya dapat mengembangkan diri, untuk itu diperlukan suatu perombakan dalam seluruh praktik dan pemikiran serta pola-pola bantuan pembangunan yang telah ada (Sumaryadi, 2005). Partisipasi masyarakat dalam pembangunan bisa didapatkan ketika masyarakat tersebut telah mampu membawa dirinya atau memiliki daya untuk ikut terlibat dalam pembangunan, sehingga konsep pembangunan partisipatif harus juga dibarengi dengan pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk memandirikan masyarakat lewat perwujudan potensi kemampuan yang mereka miliki (Sumodiningrat, 1999). Dalam hal ini, pemberdayaan memiliki dua ROKP KIMBis Suppa Kab. Pinrang 2014 | 4
kecenderungan yaitu kecenderungan primer dan kecenderungan sekunder. Kecenderungan primer merupakan pemberdayan yang menekankan pada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu menjadi berdaya. Kecenderungan sekunder merupakan pemberdayaan yang menekankan pada proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menetapkan apa yang menjadi pilihan mereka. Pemberdayaan menurut arti secara bahasa adalah proses, cara, perbuatan membuat berdaya, yaitu kemampuan untuk melakukan sesuatu atau kemampuan bertindak yang berupa akal, ikhtiar atau upaya (Depdiknas, 2003). Dalam beberapa kajian mengenai pembangunan komunitas, pemberdayaan masyarakat sering dimaknai sebagai upaya untuk memberikan kekuasaan agar suara mereka didengar guna memberikan kontribusi kepada perencanaan dan keputusan yang mempengaruhi komunitasnya (Foy, 1994). Memberdayakan orang lain pada hakikatnya merupakan perubahan budaya, sehingga pemberdayaan tidak akan jalan jika tidak dilakukan perubahan seluruh budaya organisasi secara mendasar. Perubahan budaya sangat diperlukan untuk mampu mendukung upaya sikap dan praktik bagi pemberdayaan yang lebih efektif (Sumaryadi, 2005). KIMBis merupakan lembaga masyarakat kelautan dan perikanan, dibentuk secara partisipatif oleh berbagai pemangku kepentingan untuk merebut berbagai peluang dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat. KIMBis merupakan kelembagaan yang bottom-up, sehingga sosialisasi KIMBis kepada berbagai pemangku kepentingan merupakan suatu keharusan. Basis kegiatan KIMBis adalah di daerah Pedesaan dan kegiatan tersebut dapat lintas desa satu kecamatan atau lintas desa lintas kecamatan. Batasan ini dapat menempatkan KIMBis sebagai sebuah kelembagaan yang dapat menjadi “agen pembangunan” di pedesaan. Kegiatan KIMBis di pedesaan tersebut harus bermuatan IPTEK. Tujuan jangka panjang KIMBis adalah menjadi lembaga yang dapat mewujudkan tumbuhnya kewirausahaan dalam masyarakat dengan memanfaatkan IPTEK, sedangkan tujuan jangka pendek KIMBis adalah untuk menerapkan dan menyebarkan teknologi hasil litbang, mengimplementasikan prinsip Blue Economy, membangun kolaborasi dengan Satuan Kerja Pemerintah Pusat (SKPP), Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan Satker Lingkup Litbang dalam melaksanakan Kegiatan dalam KIMBis, Optimalisasi pemanfaatan program perbantuan. Tujuan KIMBis tersebut diwujudkan melalui 5 (lima) fungsi. Kelima fungsi KIMBis tersebut: untuk pemberdayaan masyarakat; untuk pengembangan ekonomi masyarakat berbasis IPTEK; sebagai sarana kerjasama antara peneliti, penyuluh, dan masyarakat; sebagai sarana kerjasama SKPD-SKPD terkait; dan sebagai laboratorium data sosial ekonomi kelautan dan perikanan. Keberadaan KIMBis di pedesaan juga mempunyai arti strategis bagi Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan, terkait dengan penyebaran teknologi hasil litbang. Belajar dari pelaksanaan kegiatan KIMBis sejak akhir tahun 2011, maka operasionalisasi pelaksanaan KIMbis harus terus disempurnakan. Penyempurnaan diperlukan, karena KIMBis ini ternyata sangat adaptif dan responsif
ROKP KIMBis Suppa Kab. Pinrang 2014 | 5
terhadap persoalan yang terdapat dalam masyarakat kelautan dan perikanan. Aktifitas KIMBis di pedesaan dapat dikategorikan dalam dua kelompok, 1) KIMBis sebagai lembaga, dan 2) KIMbis sebagai pusat kegiatan. KIMBis sebagai sebuah lembaga harus dibentuk, dikuatkan dan dikembangkan. Pembentukan lembaga KIMBis harus dilakukan pada lokasi baru dengan memperhatikan kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan, dan kebijakan Kepala Badan Penelitian dan Pembangunan Kelautan Perikanan atau permintaan resmi dari pemerintah kabupaten/kota. Sementara itu sebagai sebuah lembaga yang berperan dalam pembangunan di Pedesaan maka KIMBis dapat difungsikan sebagai sebuah pusat kegiatan. KIMBis sebagai Pusat dapat di katagori dalam dua kelompok. 1. Pusat kegiatan penyebaran IPTEK. Kegiatan penyebaran IPTEK yang dilakukan mencakup: Penyebaran teknologi hasil introduksi pada Program IPTEKMAS dan kajian tentang penyebaran teknologi tersebut. Serta Implementasi prinsip blue economy pada kawasan KIMBis. 2. Pusat pemberdayaan masyarakat. Kegiatan ini dilakukan dengan membangun jaringan kerja dengan berbagai pemangku kepentingan dan optimalisasi pemanfaatan program berbantuan. Dengan demikian, pelaksanaan pengawalan teknologi dan pendampingan yang dirintis oleh KIMBis perlu dilanjutkan guna memberdayakan masyarakat dan ekonominya untuk menghasilkan wirausahawan dan tenaga terlatih di pedesaan yang dapat menjadi mitra pembangunan kelautan dan perikanan. 11. PERKIRAAN KELUARAN : Kegiatan KIMBis pada tahun 2014 diharapkan dapat menghasilkan: a. Data dan informasi aspek sosial ekonomi yang terkait dengan kegiatan penerapan prinsip blue economy serta pemanfaatan teknologi pada bidang perikanan. b. Wirausahawan dan tenaga terlatih di tingkat pedesaan yang memanfaatkan IPTEK dalam mengembangkan usaha perikanan. c. Profil implementasi prinsip blue economy dalam budidaya udang windu di lahan tambak. d. Model kelembagaan penerapan IPTEK terkait dengan penerapan prinsip blue economy pada usaha perikanan.
12. METODOLOGI PENELITIAN : - Kerangka Pemikiran Untuk mencapai tujuan penelitian maka kegiatan yang dilakukan mencakup 5 fingsi KIMBis yaitu mulai dari menyebarkan teknologi hasil litbang, memberdayakan masyarakat, memberdayakan ekonomi masyarakat, memfasilitasi suksesnya program perbantuan dan pengumpulan data sosial ekonomi terkait kegiatan KIMBis.
ROKP KIMBis Suppa Kab. Pinrang 2014 | 6
- Model Pendekatan No 1
, Tujuan
Model Pendekatan
Melaksanakan fungsi-fungsi KIMBis agar - Melakukan kegiatan KIMBis berdasarkan pada dapat menghasilkan wirausahawan atau
fungsi-fungsi KIMBis dengan menyesuaikan
tenaga terlatih di tingkat pedesaan yang
pada situasi dan kondisi yang terdapat di
dapat memanfaatkan IPTEK, data dan
masyarakat dan pemerintahan dengan tetap
informasi sosial ekonomi terkait dengan
mengutamakan kepentingan masyarakat.
pelaksanaan
fungsi
KIMBis
untuk
pembangunan pedesaan. 2
Mengimplementasikan prinsip blue economy - Melakukan pengawalan dan pendampingan pada kegiatan penyebaran IPTEK dengan
teknologi dengan menggunakan teknologi hasil
memanfaatkan
litbang KP yang mendukung penerapan prinsip
teknologi
hasil
litbang
kelautan dan perikanan. 3
blue economy di masyarakat.
Menyusun model kelembagaan penerapan - Menyiapkan komponen-komponen penyusunan IPTEK dengan memperhatikan prinsip blue
model kelembagaan penerapan IPTEK
economy menurut tipologi KIMBis
berdasarkan pada kegiatan yang dilakukan oleh KIMBis Suppa Kab. Pinrang.
- Metode Analisis Data Data yang diperoleh dalam penelitian ini sebagian besar dianalisis menggunakan pendekatan kualitatif. Analisis data kualitatif merupakan penelusuran terhadap pernyataan-pernyataan umum tentang hubungan antar berbagai kategori data yang berasal dari data yang tersedia (Marshall dan Rossman, 1989). Hal ini sejalan dengan pendapat Patton (2006), yang menjelaskan bahwa analisis data kualitatif adalah proses mengatur urutan data, mengorganisirnya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar. Oleh karena itu, pekerjaan menganalisis data adalah mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, dan mengkategorikan, data yang didapat berdasarkan keperluan yang terkait dengan pertanyaan penelitian, dan kemudian diinterpretasikan serta dikemukakan dalam deskripsi analisis. Disamping itu, juga dilakukan analisis data secara kuantitatif sederhana terutama terkait dengan biaya dan pendapatan usaha. - Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu pelaksanaan kegiatan KIMBis TA.2014 adalah Januari 2014 sampai Desember 2014. Lokasi kegiatan KIMBis di Kabupaten Pinrang berada di Kecamatan Suppa.
ROKP KIMBis Suppa Kab. Pinrang 2014 | 7
- Data Yang Dikumpulkan Data yang dikumpulkan berasal dari peserta pengawalan teknologi yang merupakan evaluasi pelaksanaan kegiatan. Data dan informasi terkait dengan penerapan prinsip blue economy berasal dari pembudidaya yang di monitor kegiatannya mulai dari persiapan lahan tambak hingga panen. Penerapan prinsip blue economy ini dilakukan menggunakan aplikasi pakan alami (phronima sp) yang berfungsi sebagai pakan udang windu. Data pembanding prinsip blue economy dikumpulkan pada petani pembudidaya yang menggunakan pakan komersil (pelet). Data yang terkait dengan kelompok mitra KIMBis (nelayan, pembudidaya, dan pengolah) diidentifikasi perkembangan usahanya sejak mendapatkan program pengawalan dan pendampingan teknologi yang dilakukan oleh KIMBis. - Teknik Pengumpulan Data Data primer dikumpulkan menggunakan panduan kuesioner atau topik data yang dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok evaluasi pelaksana kegiatan, kelompok blue economy, dan kelompok biaya dan pendapatan usaha. 13. ANGGARAN MA
: Rincian Komposisi Pembiayaan
Jumlah (Rp)
Jumlah (%)
521211
Belanja Bahan
22.900.000
10.28%
521213
Honor terkait ouput keg.
54.000.000
24.25%
522114
Belanja Sewa
13.320.000
5.98%
522115
Belanja Jasa Profesi
14.200.000
6.37%
524111
Belanja Perjalanan Biasa
95.260.000
42.77%
23.000.000
10.32%
222.680.000
100%
522119
Belanja Brg Non Operasional lainnya Jumlah
ROKP KIMBis Suppa Kab. Pinrang 2014 | 8
14. RENCANA OPERASIONAL KEGIATAN: NO
JADWAL RENCANA OPERASIONAL KEGIATAN
Persiapan - Persiapan dan koordinasi dg KIMBis lokasi. Pelaksanaan - Survey potensi dan permasalahan - Sosialisasi KIMBis - Rapat Pengurus - Pengawalan Teknologi dan Pendampingan - seminar - Pengembangan kapasitas kelembagaan pengurus KIMBis - Pengembangan kapasitas manajerial usaha anggota KIMBis. - Memperluas jaringan usaha dan pasar. - Monev Pelaporan - Laporan akhir 15. TAHAPAN PEMBIAYAAN
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
X X X X X X X
X
X
12
X X X
X
:
Rincian Komposisi Pembiayaan Belanja Bahan Honor terkait ouput keg. Belanja Sewa Belanja Jasa Profesi Belanja Brg Non Operasional lainnya 524111 Belanja Perjalanan Biasa Jumlah MA 521211 521213 522114 522115 522119
1
TRIWULAN
Jumlah (Rp) 22.900.000 54.000.000 13.320.000 14.200.000
I II III IV 4.580.000 6.870.000 6.870.000 4.580.000 4.500.000 13.500.000 13.500.000 13.500.000 2.664.000 3.996.000 3.996.000 2.664.000 2.840.000 4.260.000 4.260.000 2.840.000 4.600.000
6.900.000
6.900.000
4.600.000
23.000.000
19.052.000 28.578.000 28.578.000 19.052.000 38.236.000 64.104.000 64.104.000 47.236.000
95.260.000 222.680.000
16. DAFTAR PUSTAKA Foy, Nancy, 1994, Empowering People at Work, London:Grower Publishing Company. Marshall, C. dan Rossman, G. B. 1989.Designing Qualitative Research.Sage Publications, London. Patton, M. Q.. 2006. Metode Evaluasi Kualitatif. (Terjemahan Budi Puspo Priyadi). Pustaka Pelajar. Yogyakarta: 309. Soetomo, 2006, Strategi-strategi Pembangunan Masyarakat, Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar Sugiyono, 2009, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung: Penerbit Alfabeta Sumaryadi, I Nyoman, 2005, Perencanaan Pembangunan Daerah Otonom dan Pemberdayaan Masyarakat, Jakarta: Penerbit Citra Utama. Sumodiningrat, G. 1999. Pemberdayaan Masyarakat JPS. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
ROKP KIMBis Suppa Kab. Pinrang 2014 | 9
LAMPIRAN Tabel 1. Kegiatan KIMBis Suppa Kab. Pinrang 2012-2013 2012 1. Sosialisasi KIMBis di Dinas KP dan Masyarakat 2. Membentuk kelembagaan KIMBis dan memilih pengurus kelembagaan KIMBis 3. Peningkatan Kapasitas Pengurus 4. Pengawalan dan pendampingan teknologi pengolahan ikan teri dan bandeng cabut duri
2013 1. 2. 3. 4.
Sosialisasi KIMBis terhadap SKPD Mengidentifikasi potensi dan permasalahan perikanan Mengidentifikasi kebutuhan keragaan teknologi Mengidentifikasi keragaan dan implementasi prinsip Blue Economy oleh pembudidaya 5. Pengawalan teknologi pembuatan pakan 6. Penyebaran teknologi penggunaan probiotik pada budidaya udang windu 7. Penyebaran dan pengawalan teknologi penggunaan pakan alami phronima sp dalam budidaya udang windu 8. Penerapan prinsip BE pada masy pembudidaya udang dengan biaya Pemda 9. Pembentukan kelompok mitra KIMBis pada masy nelayan 10. Pengawalan teknologi penentuan fishing ground kepada masyarakat nelayan 11. Pengawalan teknologi pengolahan crispy ikan 12. Pengawalan teknologi pengolahan bandeng cabut duri 13. Pengawalan teknologi budidaya ikan hias skala rumah tangga sebagai tambahan penghasilan rumah tangga
ROKP KIMBis Suppa Kab. Pinrang 2014 | 10
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadapan Allah Yang Maha Kuasa karena atas izinNya lah Laporan Teknis Kimbis Kabupaten Pinrang ini dapat diselesaikan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Laporan Teknis ini merupakan salah satu output kegiatan Klinik Iptek Mina Bisnis (KIMBis) yang ditetapkan di Kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan pada tahun 2014, disamping output lainnya yang berupa Karya Tulis Ilmiah (KTI) dan Model Kelembagaan. Laporan Teknis ini dibiat berdasarkan kegiatan yang dilaksanakan dalam lingkup KIMBis Kabupaten Pinrang pada tahun 2014. Laporan Teknis ini terdiri atas beberapa bagian mulai dari pendahuluan, tinjauan pustaka, metode pelksanaan kegiatan, hasil pelaksanaan kegiatan, deskripsi model generik jasil kegiatan, evaluasi kinerja Kimbis dan dibagian akhir dikemukakan kesimpulan dan rekomendasi. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pengurus KIMBis baik di pusat maupun daerah yang telah bekerjasama dalam melaksanakan kegiatan di lingkup Kimbis Kabupaten Pinrang ini. Begitu pula kepada Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pinrang beserta staf yang turut mendukung setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh Kimbis. Terima kasih yang sama juga disampaikan kepada Kepala Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan dan Koordinator Kegiatan Kimbis atas perkenan dan kesempatan untuk dapat melaksanakan kegiatan di Kimbis Kabupaten Pinrang ini. Semoga Laporan Teknis ini dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Jakarta, Desember 2014
Penulis
iv
RINGKASAN Terkait dengan upaya pemberdayaan masyarakat nelayan dan masyarakat pesisir, Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi dan Kelautan (BBPSEKP) merancang sebuah lembaga yang diharapkan dapat mendorong perekonomian masyarakat, dengan bentuk implementasi melalui kegiatan penyebaran dan pendampingan teknologi. Kegiatan ini dilaksanakan bersinergi dengan kegiatan lain dari berbagai program pembangunan yang terdapat di tingkat lapangan. Bentuk kelembagaan penerapan IPTEK pada KIMBis dikembangkan berdasarkan potensi sumber daya lokal dan potensi pasar yang ada dalam masyarakat. Kegiatan pertemuan penyebaran Iptek yang dilakukan oleh KIMBis Pinrang berdasarkan permasalahan lokal yang dialami oleh masyarakat pembudidaya udang. Pemilihan teknologi untuk disebarkan di masyarakat lebih utama dipilih teknologi yang tepat guna dan mudah untuk diterapkan oleh para pembudidaya udang. Teknologi probiotik dan Phronima sp hingga saat ini diterapkan dikarenakan dianggap menjadi bagian dari solusi permasalahan yang dialami oleh pembudidaya. Tingkat keberhasilan penerapan teknologi tersebut tidak terlepas dari adanya proses pendampingan penerapan teknologi dari pengurus KIMBis. Berdasarkan hal-hal yang telah dilakukan oleh KIMBis Pinrang, dapat digambarkan sebagai model kelembagaan penyebaran iptek dalam rangka peningkatan kapasitas usaha masyarakat pembudidaya udang. Tingkat keberhasilan penyebaran iptek untuk kemudian diterapkan oleh penerima iptek dalam model kelembagaan tersebut tergantung pada beberapa komponen yaitu sumber informasi, kelembagaan penyebaran inovasi (pelaksana), sarana dan alat penyebaran inovasi (alat bantu dan media), penerima informasi (masyarakat pembudidaya), respon penerima informasi (evaluasi pelaksanaan), penerapan teknologi oleh pengguna (adopsi teknologi), dan evaluasi penyebaran teknologi (difusi teknologi). Secara keseluruhan, berdasarkan komponen model kelembagaan penyebaran Iptek pada masyarakat kosmopolitan terlihat bahwa kelembagaan yang harus bekerjasama dalam hal ini adalah BP4K, Dinas Kelautan dan Perikanan dan Lembaga Penelitian. Faktor penunjang lainnya adalah sumber teknologi dan sumber pembiayaan yang ada di daerah kabupaten guna terlaksananya proses penyebaran
v
teknologi secara efektif dalam meningkatkan kapasitas usaha masyarakat kosmopolitan. Dalam upaya penyebaran teknologi ini telah dihasilkan bahwa pesertanya berasal dari 3 dari 5 kecamatan pesisir di Kabupaten Pinrang yaitu Kecamatan Suppa, Kecamatan Mattiro Sommpe dan Kecamatan Lanrisang. Jumlah peserta seluruhnya adalah 90 orang. Tanggapan peserta terhadap upaya penyebaran teknologi ini baik dan sangat antusias. Rata-rata nilai wujud fisik Kimbis Kabupaten Pinrang adalah 3,43 yaitu berada pada kisaran nilai baik dan sangat baik. Sementara untuk struktur organisasi berada pada nilai rata-rata 2,17 yaitu berada kisaran cukup hingga baik. Kemudianm untuk pelaksanaan kegiatan berada pada nilai 3 yaitu termasuk baik. Sementara kelompok sasaran termasuk kategori baik dengan nilai 1,87m sementara output kegiatan berada pada nilai 3 yaitu termasuk kategori baik. Kinerja Kimbis Kabupaten Pinrang yang didasarkan 5 indikator sesuai dengan petunjuk teknis KIMBis menunjukkan bahwa bernilai 2,69 yaitu termasuk maju dan efektif (2,22) dalam menjalankan fungsi Kimbis. Rekomendasi yang dapat dikemukakan antara lain bahwa Phroneima sp merupakan hasil yang didapatkan dari lingkungan tambak yang berada di kecamatan Suppa jangan sampai petambak yang berada wilayah Kecamatan Suppa tidak mengenal dan tidak memanfaatkan Phroneima sp dalam upaya meningkatkan penghasilan mereka dalam budidaya udang windu. Sementara disisi lain Phroneima tersebut sudah mendunia dan dimanfaatkan oleh masyarakat petambak lainnya di luar kecamatan Suppa atau di luar Kabupaten Pinrang. Terkait dengan pengembangan pakan alami Phroneima sp secara bertahap pemanfaatan Phroneima ini akan diperluas ke wilayah kecamatan lainnya di wilayah Kabupaten Pinrang, kemudian selanjutnya baru dikembangkan ke wilayah luar Kabupaten Pinrang. Sejalan dengan upaya perluasan pemanfaatan Phroneima ini juga akan dibentuk Tim Koordinasi Kawasan Minapolitan dalam bentuk Surat Keputusan Bupati Kabupaten Pinrang. Pertemuan sebagaimana yang diadakan oleh Kimbis ini kiranya juga dapat mengikutsertakan penyuluh dan pembudidaya di wilayah yang jarang diikutkan dalam pertemuan penyebaran inovasi teknologi pemanfaatan pakan alami maupun probiotik.
vi
DAFTAR ISI Halaman
HALAMAN PENGESAHAN . ............................................................................................. iii KATA PENGANTAR . ......................................................................................................... iv DAFTAR ISI . ...................................................................................................................... vii PENDAHULUAN .. ............................................................................................................... 1 TINJAUAN PUSTAKA .. ..................................................................................................... 4 METODE PELAKSANAAN KEGIATAN . ....................................................................... 16 Telnik Pelaksanaan Kegiatan ................................................................................. 16 Penentuan Jenis Kegiatan ....................................................................................... 16 Pengorganisasian Kegiatan .................................................................................... 17 Pengumpulan Data .................................................................................................. 17 Matode Analisis Data ............................................................................................. 18 Waktu dan Lokasi Kegiatan ................................................................................... 18
HASIL PELAKSANAAN KEGIATAN ............................................................................. 19 Aplikasi Bakteri Probiotik RICA ................................................................... 19 Pemanfaatan Pakan Alami Phronema .............................................................. 21 Budidaya Udang di Lahan Tambak ........................................................................ 26 Analisis Ekonomi Budidaya Udang di Tambak ..................................................... 30 Evaluasi Pelaksanaan Penyebaran Teknologi ........................................................ 33 Ketepatgunaan Penyebaran Teknologi ................................................................... 39 DESKRIPSI MODEL HENERIK HASIL KEGIATAN .................................................... 46 EVALUASI TENTANG KINERJA KIMBIS ................................................................... 56 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI .......................................................................... 61 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 64 LAMPIRAN - LAMPIRAN
vii
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam program pembangunan saat ini, masyarakat tidak lagi dianggap sebagai objek dari pembangunan, tetapi menjadi subjek atau pelaku pembangunan
(Sumaryadi,
2005).
Tujuan
utama
pembangunan
adalah
meningkatkan taraf hidup dan menciptakan masyarakat sejahtera secara fisik, mental maupun sosial dengan pendekatan yang mengutamakan proses daripada hasil. Dalam pandangan ini keterlibatan masyarakat dalam pembangunan lebih mengarah kepada bentuk partisipasi, bukan dalam bentuk mobilisasi. Partisipasi masyarakat dalam perumusan program membuat masyarakat tidak semata-mata berkedudukan sebagai konsumen program, tetapi juga sebagai produsen karena telah ikut serta terlibat dalam proses pembuatan dan perumusannya. Dalam hal ini, masyarakat merasa ikut memiliki program tersebut dan mempunyai tanggungjawab bagi keberhasilannya serta memiliki motivasi yang lebih bagi partisipasi pada tahap-tahap berikutnya (Soetomo, 2006). Oleh karena itu, pembangunan partisipatoris harus dimulai dari orang-orang yang paling mengetahui sistem kehidupan mereka (Sumaryadi, 2005). Dalam kerangka pembangunan, pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk memandirikan masyarakat lewat perwujudan potensi kemampuan yang mereka miliki (Sumodiningrat, 1999). Dalam hal ini, pemberdayaan memiliki dua kecenderungan yaitu kecenderungan primer dan kecenderungan sekunder. Kecenderungan primer merupakan pemberdayan yang menekankan pada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu menjadi berdaya. Kecenderungan sekunder merupakan pemberdayaan yang menekankan pada proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menetapkan apa yang menjadi pilihan mereka. Kimbis Kabupaten Pinrang berkedudukan di desa Wiring Tasi Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang merupakan salah satu Kimbis dengan komoditas utama berupa udang windu yang dipelihara di lahan tambak di luar Pulau Jawa. Lokasi Kimbis “Suppa” di desa Wiring Tasi ini termasuk dalam kawasan minapolitan yang ditetapkan di wilayah Kabupaten Pinrang dengan
1
fokus tiga desa utama yang merupakan desa pengembangan utama yaitu desa Lotang Salo, Wiring Tasi dan Tasikwalie (LOWITA). Salah satu tugas pokok dan fungsi KIMBis adalah melaksanakan kegiatan penyebaran teknologi terhadap kelompok sasaran atau disebut sebagai kelompok mitra KIMBis di wilayah Kabupaten Pinrang. Dalam hal ini KIMBis merupakan salah satu lembaga yang berfungsi sebagai fasilitasi pembentukan jiwa kewirausahaan di kalangan masyarakat pembudidaya udang, disamping memperkenalkan KIMBis Kabupaten Pinrang kepada kelompok mitra binaan KIMBis. Dengan kondisi menjalankan fungsi demikian, partisipasi aktif kelompok mitra KIMBis sangat diharapkan dalam penerapan teknologi yang diperkenalkan melalui kegiatan pertemuan yang dilakukan oleh KIMBis. Di lain pihak, berhasilnya teknologi budidaya udang windu dengan menerapkan teknologi probiotik diharapkan dapat meningkatkan produksi dan pendapatan masyarakat pembudidaya udang. Percepatan penyebaran teknologi ini merupakan suatu langkah awal yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pembudidaya di wilayah lainnya (di luar lokasi Iptekmas). Berdasarkan kondisi diatas, maka diharapkan pada masa yang akan datang fungsi dan tugas KIMBis semakin nyata di tingkat lapangan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan. Probiotik dalam hal ini utamanya memecahkan permasalahan yang dihadapi pembudidaya yaitu timbulnya penyakit pada saat melaksanakan pentokolan dan pembesaran udang windu di tambak. Permasalahan yang diatasi menggunakan probiotik adalah perbaikan struktur tanah lingkungan tambak, sehingga langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap kualitas air dan tanah tambak. Kondisi ini akan mengakibatkan tingginya kelulusan hidup udang windu yang dipelihara, sehingga berpengaruh terhadap peningkatan penerimaan usahanya. Kegiatan yang dilakukan diharapkan dapat memberikan wawasan dan pengetahuan kepada kelompok mitra terkait keberadaan KIMBis, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang menjadi kelompok sasaran. Kemudian juga dapat menyebarluaskan teknologi yang diintroduksikan oleh program Iptekmas Balitbang KP dalam kaitannya dengan pengembangan kelembagaan kelompok mitra KIMBis di luar lokasi Iptekmas.
2
1.2. Tujuan Penelitian Secara terinci tujuan kegiatan penelitian pada KIMBis Kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan pada tahun 2014 adalah sebagai berikut: a.
Melaksanakan
fungsi-fungsi
KIMBis
agar
dapat
menghasilkan
wirausahawan atau tenaga terlatih di tingkat pedesaan yang dapat memanfaatkan IPTEK, data dan informasi sosial ekonomi terkait dengan pelaksanaan fungsi KIMBis untuk pembangunan pedesaan. b. Mengimplementasikan prinsip blue economy pada kegiatan penyebaran IPTEK dengan memanfaatkan teknologi hasil litbang kelautan dan perikanan. c.
Menyusun model kelembagaan penerapan IPTEK dengan memperhatikan
prinsip blue economy menurut tipologi KIMBis
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian KIMBis Kimbis adalah lembaga masyarakat kelautan dan perikanan yang dibentuk secara partisipatif oleh berbagai pemangku kepentingan
untuk mewujudkan
peningkatan kesejahteraannya (BBPSEKP, 2013). Klinik IPTEK Mina Bisnis adalah wadah komunikasi, advokasi/pendampingan, serta konsultasi antara kelompok masyarakat kelautan dan perikanan yang beraktivitas di daerah pesisir dengan stakeholder terkait, melalui pendekatan techno-preneurship untuk meningkatkan kapasitas ekonomi masyarakat kelautan dan perikanan. KIMBis berfungsi sebagai wadah pembinaan dan pengembangan kapasitas kelompok sasaran berbasis IPTEK melalui pendekatan techno-preneurship pada kelompok
sasaran
berdasarkan
potensi
sumberdaya
yang
terdapat
pada
lingkungannyam, sehingga mampu mendorong perkembangan ekonomi di wilayah pesisir dan desa perikanan. Pembentukan KIMBis didasarkan pada prinsip dari oleh dan untuk masyarakat. Peran KIMBis sebagai wadah pemberdayaan masyarakat, penerapan teknologi kelautan dan perikanan, pengawalan teknologi dalam rangka meningkatkan kapasitas ekonomi masyarakat dan mendukung isu strategis pembangunan kelautan dan perikanan. KIMBis diharapkan dapat bersinergi dengan kelembagaan yang ada untuk membangun pemberdayaan masyarakat. Selain itu dapat memanfaatkan teknologi tepat guna hasil temuan Badan Litbang Kelautan dan Perikanan serta sumber teknologi lain. Lebih lanjut melalui KIMBis dapat menumbuhkan entrepreneurship (kewirausahaan) dalam masyarakat (BBPSEKP, 2011). Dalam implementasinya di lapangan, KIMBis dimulai dengan pembentukan lembaga yang dilakukan secara partisipatif, di awali dengan survai potensi dan permasalahan dengan pendekatan social-ecological system (SES: ManusiaSumberdaya-Pengelola) hingga terbentuk KIMBis dari-oleh-untuk masyarakat. Selanjutnya mensosialisasikan kepada masyarakat sasaran bahwa kehadiran KIMBis bukan sebagai pesaing tetapi perekat lembaga/kelembagaan yang sudah ada. KIMBis merupakan
sarana/wadah
pemberdayaan
masyarakat
dan
pengembangan
perekonomian berbasis IPTEK-KP. Kemudian dilakukan identifikasi target sasaran,
4
yang ditindaklanjuti dengan penyusunan kegiatan berdasarkan ‘solulable problems’ melalui peluang-peluang untuk peningkatan kapasitas lembaga-pengurus-target sasaran
dengan
kriteria
keberhasilan/kegagalan
yang
teridentifikasi
secara
partisipatif; meskipun demikian mengacu pada ketersediaan ‘sumberdaya’ dan arahan dari ‘pusat’. Hal yang menjadi penting juga adalah identifikasi mitra kerja KIMBis di lapangan.
2.2. Pembentukan KIMBis Tahapan pembentukan KIMBis diawali dengan kegiatan survey potensi dan permasalahan pada lokasi sasaran, hasil survey ini akan menjadi penjelas tentang pentingnya pembentukan KIMBis pada lokasi tersebut. Dengan demikian KIMBis yang dibentuk dapat diterima oleh masyarakat setempat. Survey potensi dan permasalahan ini dilakukan dalam rangka memperoleh informasi lapangan yang akurat tentang potensi dan permasalahan berupa potensi sumberdaya, perkembangan perekonomian, serta karakteristik sosial dan budaya masyarakat pada daerah sasaran. Peran masyarakat dalam pembangunan kelautan dan perikanan terlihat dengan adanya keinginan yang kuat untuk mengembangkan potensi sumberdaya yang dimiliki masyarakat tersebut dalam satu kesatuan wilayah. Keterlibatan masyarakat dalam pembangunan di Kabupaten Pinrang dapat ditandai dengan adanya pembentukan berbagai kelompok masyarakat perikanan, yang terorganisisr di dalam suatu perkumpulan yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup mereka. Berdasarkan data dan informasi yang diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pinrang diketahui bahwa kelompok pembudidaya dan nelayan yang tersebar di beberapa kecamatan di wilayah Kabupaten Pinrang. Salah satunya adalah di Kecamatan Suppa terdiri atas pembudidaya 35 kelompok yang tersebar di Desa
Wiringtasi,
Tasiwalie,
Tellumpanua,
Lotang
Salo,
Watang
Suppa,
Maritengngae dan Watangpulu. Sedangkan nelayan ada 61 kelompok yang tersebar di Desa Lero, Tasiwalie, Wiringtasi, Ujung Labuang dan Lotang Salo. Dengan adanya pembentukan KIMBis di wilayah Kabupaten Pinrang ini, khususnya di Desa Wiringtasi diharapkan keterlibatan masyarakat dalam pembangunan kelautan dan
5
perikanan secara tidak langsung memberikan mereka peran bagi masyarakat (human capital) dalam kegiatan pembangunan kelautan dan perikanan. Proses pembentukan KIMBis di Kabupaten Pinrang dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu identifikasi potensi sumberdaya, sosialisasi KIMBis tingkat SKPD, sosialisasi KIMBis kepada kelompok masyarakat dan pembentukan KIMBis, dan musyawarah/mufakat. Pelaksanaan musyawarah dan mufakat masyarakat terkait pemilihan pengurus KIMBis difasilitasi oleh pemerintah daerah (dalam hal ini diwakili Dinas Kelautan dan Perikanan dan Kepala Desa) dan pengurus KIMBis Pusat (Nasution dkk, 2012). Pembentukan pengurus KIMBis dilaksanakan pada tanggal 14 September 2012. Tujuan dari pembentukan KIMBis adalah sebagai wadah konsultasi dan komunikasi dalam membangun wadah kebersamaan pemberdayaan masyarakat, mensinergikan semua program pemberdayaan masyarakat nelayan (pelaku usaha perikanan), membangun peluang kerjasama dengan pihak luar untuk pemberdayaan masyarakat. Pembentukan pengurus dilakukan secara musyawarah yang dihadiri baik dari unsur Dinas Kelautan dan Perikanan maupun kelompok sasaran (nelayan, pembudidaya dan pemasar) dan dipimpin oleh tim pelaksana kegiatan tingkat pusat. Dalam pemilihan pengurus semua anggota berperan secara aktif.
Hal ini
menunjukkan bahwa peserta rapat pembentukan pengurus dapat mengerti dan memahami serta berpengalaman dalam berorganisasi sehingga penentuan pengurus tidak membutuhkan waktu yang lama. Adapun struktur kepengurusan KIMBis dapat dilihat pada Gambar 1.
6
Pelaksana Kegiatan Tingkat Pusat
Unsur Dinas Kelautan dan Perikanan (Abd. Salam, S.Pi)
Manager KIMBis (Kasau)
Asisten Manajer Klinik Bidang Promosi dan Pemasaran ( Mustakin)
Asisten Manajer Klinik Bidang Produksi dan Pengembangan Usaha (A.Amir)
Liasion Officer/LO
Asisten Manajer Klinik Bidang Penguatan Kelembagaan dan Bimbingan Anggota (Taufik Sabanparu)
Kelompok Masyarakat Sasaran
Gambar 1. Struktur Organisasi dan Pengurus KIMBis Kab. Pinrang Sumber: Nasution, dkk (2012)
Untuk memperkuat dan berjalannya pengurus sesuai dengan yang diharapkan, manajer KIMBis dibantu oleh liaison officer (LO) dan satu orang dari unsur instansi terkait (Dinas Kelautan Perikanan dan Pertanian). Peran kedua pengurus tersebut diharapkan dapat membantu koordinasi antara manajer dan instansi terkait serta pengurus KIMBis pusat sehingga komunikasi berjalan dengan baik dan lancar. Tujuan dari dari sosialisasi KIMBis adalah untuk memberikan gambaran dan pemahaman kepada kelompok masyarakat dan berbagai stakeholder yang ada pada lokasi sasaran, membangun komitmen dari masyarakat dan dinas terkait dalam mendukung kegiatan KIMBis. Karena KIMBis merupakan lembaga (organisasi) yang dibentuk berdasarkan aspirasi dan partisipasi (dari-oleh-untuk) masyarakat, dengan kata lain KIMBis merupakan pembangunan berbasis IPTEK melalui pendampingan dan pengawalan teknologi. Dengan adanya KIMBis ini diharapkan dapat mendorong peningkatan partisipasi masyarakat dalam berbagai program pembangunan serta dapat menjadi bagian dari proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembangunan pedesaan
7
Fungsi KIMBis adalah sebagai wadah pemberdayaan masyarakat, penerapan teknologi kelautan dan perikanan, pengawalan teknologi dalam rangka meningkatkan kapasitas ekonomi masyarakat dan mendukung isu strategis pembangunan kelautan dan perikanan. Agar kelembagaan dapat menjalankan fumgsinya dengan baik maka dibuatkan payung berupa Perjanjian Kerjasama antara Kepala BBPSEKP dengan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan.
Atas dasar payung kerjasama tersebut
kemudian masing-masing institusi membuat program kerja pelaksanaan KIMBis dengan alokasi anggaran masing-masing.
Pemakaian anggaran diperuntukkan
khusus untuk program kegiatan KIMBis dibidang promosi dan pemasaran, pengembangan usaha dan penguatan kelembagaan dan bimbingan anggota.
2.3. Sosialisasi Tugas dan Fungsi KIMBis Selanjutnya dilakukan kegiatan sosialisasi KIMBis. Kegiatan sosialisasi yang dilakukan oleh pengurus KIMBis dilakukan secara mandiri untuk menyebarluaskan keberadaan KIMBis, terutama pada kelompok sasaran. Hal ini dilakukan untuk memberitahukan keberadaan KIMBis serta membangun sinergitas dengan satuan kerja lingkup Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan (Balitbang Kelautan dan Perikanan) dan SKPD terkait. Bentuk upaya sosialisasi keberadaan KIMBis adalah dengan mengadakan pelatihan, penyebaran leaflet kepada masyarakat dan penandatanganan kerjasama dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pinrang. Peserta sosialisasi memberikan respon positif terkait dengan pembentukan KIMBis ini.
Mereka berharap dengan keberadaan KIMBis ini dapat membantu
dalam memecahkan permasalahan-permasalahan yang ada. Diharapkan KIMBis dapat menjadi wadah untuk mengurangi keterbatasan pengetahuan dan keterampilan pelaku usaha perikanan dalam hal teknologi dan kegiatan kelautan dan perikanan melalui pelatihan-pelatihan yang tepat.
KIMBis sebagai Sarana Pemberdayaan Masyarakat KIMBis merupakan sarana pemberdayaan masyarakat yang multi fungsi, yang bertujuan untuk: (1) mendorong tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan pedesaan; (2) meningkatkan produksi perikanan pedesaan dan nilai tambah hasil
8
produksi perikanan; (3) menumbuhkan pekerjaan alternatif dan tambahan pendapatan bagi keluarga nelayan; (4) introduksi teknologi kelautan dan perikanan serta umpan balik terhadap introduksi teknologi tersebut. Hal ini sejalan dengan konsep pemberdayaan yang menekankan pada upaya membangun keberdayaan masyarakat menjadi lebih tinggi (Kartasasmita, 1996). Pemberdayaan juga merupaka sebuah proses dan tujuan.
Sebagai proses,
pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat. Sebagai tujuan, pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapa oleh sebuah perubahan sosial yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kehidupannya baik yang bersifat fisik, ekonomi maupun sosial (Suharto, 2009).
KIMBis sebagai Sarana Penerapan Teknologi Berdasarkan kondisi eksisting di lokasi KIMBis Kabupaten Pinrang, maka dalam rangka peningkatan produktivitas perikanan budidaya udang di tambak memerlukan dukungan inovasi teknologi. KIMBis Pinrang berperan sebagai sarana penerapan teknologi tuntuk meningkatkan kapasitas kelompok sasaran. Dalam hal ini dilakukan pelatihan pembuatan pakan udang dan ikan dengan memanfaatkan teknologi tepat guna yang bertujuan untuk menumbuhkan kewirausahaan. Pakan yang dihasilkan harus mengandung gizi lengkap sesuai kebutuhan ikan. Selain itu ekonomis, efisien dan ramah lingkungan. Karena itu untuk menjaga agar kondisi lingkungan budidaya salahsatunya adalah dengan memberi pakan udang secara tidak berlebihan. Hal ini sesuai dengan pendapat Muhi (2009), bahwa proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi salah satunya dipengaruhi oleh kemajuan teknologi. Guna mempercepat perkembangan pembangunan perdesaan melalui pemberdayaan masyarakat harus didukung oleh penerapan dan pengembangan teknologi tepat guna. Inovasi teknologi yang juga sudah dilakukan di Kabupaten Pinrang melalui kegiatan KIMBis diantaranya adalah mengadakan pelatihan cabut duri bandeng dan diversifikasi produk olahan ikan (crispy teri, tik-tik ikan dan kerupuk ikan) (Nasution, dkk, 2012). Lebih lanjut bagi Balitbang Kelautan dan Perikanan, umpan
9
balik dalam kerangka perbaikan teknologi diharapkan didapat dari setiap kegiatan penerapan teknologi yang dilaksanakan terhadap kelompok sasaran.
KIMBis sebagai Sarana untuk Meningkatkan Kapasitas Ekonomi Melalui inovasi teknologi dan kelembagaan yang diimplementasikan melalui KIMBis pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kapasitas ekonomi. Disamping itu, kapasitas ekonomi usaha masyarakat yang selama ini berbentu usaha yang bersifat subsisten, juga dapat ditingkatkan menjadi skala usaha yang bersifat komersil. Peningkatan kapasitas ekonomi usaha tersebut antara lain dapat dilakukan melalui peningkatan teknologi yang dapat mengurangi biaya produksi per satuan unit usaha yang dilakukan. Peningkatan kapasitas ekonomi masyarakat juga dapat dilakukan dengan adanya manfaat berkelompok tertama kaitannya dengan pemecahan masalah yang dirasakan secara bersama. Sebagai contoh misalnya posisi adu tawar masyarakat perikanan dalam kaitannya dengan harga yang mereka terima dari pedagang baik harga input produksi maupun harga output hasil produksi. Dampak dibentuknya KIMBis Pinrang dapat memberikan manfaat baik jangka pendek maupun jangka panjang. Manfaat jangka pendek adalah dengan memfasilitasi dan menjembatani kepentingan antara sumber teknologi dengan pengguna.
Dengan menguasai
teknologi pembuatan pakan sendiri maka dalam jangka panjang mampu mendorong meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.
2.4. Keragaan Teknologi Perikanan Masyarakat pesisir di desa Lero, Wiringtasi, Tasiwalie, Ujung Labuang dan desa Lotang Salo kecamatan Suppa merupakan kawasan Kimbis kabupaten Pinrang Sulawesi selatan. Masyarakat yang bermukim di kawasan tersebut sebagian besar berusaha sebagai nelayan. Pada awalnya para nelayan di daerah itu melakukan penangkapan ikan dengan cara tradisional yaitu menggunakan perahu layar dengan alat tangkap pancing. Namun karena perkembangan teknologi di bidang perikanan telah berkembang dengan pesat sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi didukung kemampuan finasial oleh sebagain nelayan mendorong
10
penggunaan teknologi penangkapan ikan seperti purse seine, penggunaan alat bantu GPS, fishponder, alat komunikasi handpon dan HT. Purse Seine bagi nelayan di Suppa menyebutnya pukat cincin, karena alat tangkap ini dilengkapi dengan cincin. Fungsi cincin dan tali kerut ini penting terutama pada waktu pengoperasian jaring. Sebab dengan adanya tali kerut tersebut jaring yang tadinya tidak berkantong akan terbentuk pada tiap akhir penangkapan. Prinsip menangkap ikan dengan purse seine adalah dengan melingkari suatu gerombolan ikan dengan jaring, setelah itu jaring bagian bawah dikerucutkan, dengan demikian ikan-ikan terkumpul di bagian kantong. Dengan kata lain dengan memperkecil ruang lingkup gerak ikan. Ikan-ikan pelagis seperti cakalang.layang, tongkol, tuna dan lainnya. Selain purse seine, cara penangkapan ikan yang dilakukan nelayan di kecamatan Suppa adalah menggunakan bagang Rambo. Disebut Bagang Rambo karena cara kerjanya bergerak menggunakan kapal menuju ketempat dimana ada gerombolan ikan. Bagang Rambo beda dengan bagang tancap karena cara kerjanya lebih aktif dibanding bagang tancap yang hanya menunggu gerombolan ikan. Jenis ikan yang ditangkap sama dengan purse seine yaitu berbagai jenis ikan pelagis. Untuk menangkap ikan teri nelayan menggunakan bagang tancap dan perahu seser. Perahu seser memiliki kemapuan tangkap lebih besar dibanding bagang tancap. Prinsip kerja perahu seser adalah menarik gerombolan ikan teri dengan sorotan cahaya lampu dengan kekuatan 1.000 watt.Setelah gerombolan teri mendekat di sekitar sisi perahu langsung diseser/diserok dengan waring berkantong.Spesifikasi alat tangkap ini terdiri dari perahu ukuran panjang 8,5 meter, lebar 60-65 cm, genset kekuatan 20 PK dan lampu listrik kekuatan 25 watt sebanyak 40 biji. Kawasan Kimbis kecamatan Suppa merupakan sentra minapolitan dan industrialisasi perikanan budidaya dengan mengunggulkan komoditi udang, bandeng dan rumput laut. Teknologi budidaya ikan yang dipraktekkan pembudidaya mulai dari teknologi tradisional, tradisional plus, semi intensif dan teknologi intensif. Teknologi tradisonal, ditandai dengan bentuk petakan tambak yang tidak beraturan, penebaran rendah dan mengandalkan makanan alami untuk udang dan bandeng yang dipelihara secara polykultur. Teknologi tradisional plus, pembudidaya sudah membentuk petakan tambak persegi panjang atau segi empat sama sisi, padat tebar
11
udang 10.000 ekor, bandeng 1.500 ekor menggunakan pakan alami dan pakan tambahan. Teknologi semi intensif merupakan kelanjutan dari teknologi tradisional plus dengan padat tebar 15.000-30.000 ekor udang dengan mengandalkan pakan buatan. Sedangkan teknologi intensif padat tebar udang 75.000-150.000 ekor/ha dengan pakan buatan dan menambah kincir air untuk suplai oksigen. Teknologi pengolahan hasil perikanan perkembangannya tidak secepat dengan teknologi budidayanya. Hal ini disebabkan factor sumberdaya manusia, selera konsumen (pasar) dan budaya. Sebagian besar nelayan/isteri nelayan belum tersentuh layanan informasi teknologi pengolahan sehingga masih minim dengan keterampilan pengolahan. Kurangnya minat untuk mengolah ikan selain factor keterampilan juga selera konsumen yang lebih cenderung membeli ikan segar disbanding hasil olahannya. Dekimian juga kebiasaan masyarakat di daerah ini lebih cenderung menyajikan ikan bakar setiap ada acara hajatan atau pesta pernikahan. Seiring dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan maka secara perlahan kelompok wanita nelayan mulai terbuka dengan teknologi olahan hasil perikanan. Seperti adanya Kimbis melakukan pendampingan teknologi pengolahan ikan.
Gambar 1. Aktivitas Penangkapan Ikan di Kabupaten Pinrang, 2013 Sumber: Dokumentasi Penelitian Kimbis Pinrang, 2013
12
Gambar 2. Penangkapan Ikan Bandeng di Kazbupaten Pinrang, 2013 Sumber: Dokumentasi Penelitian Kimbis Pinrang, 2013
Gambar 3. Aktivitas Budidaya Ikan dan Udang di Kabupaten Pinrang, 2013 Sumber: Dokumentasi Penelitian Kimbis Pinrang, 2013
13
Gambar 4. Aktivitas Pengolahan Hasil Perikanan di Kab. Pinrang, 2013 Sumber: Dokumentasi Penelitian Kimbis Pinrang, 2013
Keragaan teknologi perikanan tangkap tersebut memiliki prospek untuk dikembangkan di masa datang. Selain potensi sumberdaya kelautan yang belum tergarap optimal juga kemampuan sumberdaya manusia (nelayan) secara bertahap mulai menguasai teknologi. Hanya saja, yang menjadi persoalan di daerah ini bahwa penguasaan teknologi petangkapan tersebut dikuasai oleh para punggawa (pemilik modal). Sementara nelayan kecil hanya sebagai buruh nelayan yang menerima upah berdasarkan kemampuan kerjanya di laut. Agar nelayan kecil mampu memperbaiki tingkat kehidupan maka diperlukan suntikan modal baik berupa bantuan social maupun kredit lunak. Terbuka peluang untuk pengembangan budidaya udang, bandeng dan rumput laut, karena potensi sumberdaya lahan mendukung dan ketersediaan teknologi dari peneliti dan penyuluh perikanan. Hanya saja faktor modal masih menjadi kendala sehingga diperlukan dukungan perbankan dan sumber pembiayaan lainnya. Di lain pihak, teknologi pengolahan seperti pembuatan abon ikan, krupuk, bandeng cabut duri dan lainnya mulai mendapat sambutan dari konsumen di luar kecamatan Suppa dan luar Pinrang. Dengan demikian hasil olahan tersebut selain untuk pasar local juga untuk memenuhi permintaan pasar di luar Pinrang bahkan luar Sulsel. Terbukti hasil olahan 14
abon ikan dari Pinrang setiap tahun menjadi makanan bawaan/bekal untuk calon haji pada setiap musim haji. Selain itu pola konsumsi yang mempengaruhi selera makan konsumen semakin beragam serta tersedianya teknologi pengolahan yang semakin mudah dijangkau oleh isteri nelayan.
15
III. METODE PELAKSANAAN KEGIATAN 3.1. Tehnik pelaksanaan Kegiatan Objek kegiatan pada kegiayan penyebaran teknologi yang pertama dilakukan di Desa Lotang Salo adalah kelompok mitra KIMBis yaitu pembudidaya udang yang berasal dari 6 desa yang terdapat di wilayah Kecamatan Suppa dan di luar Kecamatan Suppa Kab. Pinrang. Masing-masing desa beranggotakan 5 orang yang merupakan bagian dari kelompok pembudidaya udang dan penyuluh perikanan di kecamatan masing-masing. Pada pelaksanaan penyebaran teknologi yang sama tahap kedua dilakukan di desa Patobong dengan diikuti oleh 30 peserta juga. Peserta penyebaran teknologi terdiri atas pembudidaya yang berada di desa Patobong dan desa lainnya di Kecamatan Mattirosmppe. Kemudian, pada pertemuan ketiga dilaksanakan di Kelurahan Lanrisang Kecamatan Lanrisang dengan jumlah peserta yang sama. Diharapkan semua kelompok mitra ini dapat mengembangkan teknologi budidaya udang windu atau udang vaname di lahan tambak dengan memanfaatkan probiotik dan pakan alami Phronema, sehingga dapat meningkatkan produksi udang windu dan vaname serta akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat pembudidaya udang yang menjadi kelompok sasaran.
3.2 Penentuan Jenis Kegiatan Jenis kegiatan yang dilakukan pada setiap pertemuan penyebaran teknologi adalah berupa tatap muka dalam ruang pertemuan (aula) di Desa Lotang Salo, Kecamatan Suppa Kab. Pinrang dengan cara penyajian materi dari nara sumber dan dilanjutkan dengan diskusi antara peserta dan nara sumber. Penyajian materi pertama tentang penjelasan tugas dan fungsi KIMBis Kab. Pinrang dari Manajer KIMBis tingkat pusat untuk Kab. Pinrang. Kemudian dilanjutkan dengan materi kedua yaitu penjelasan tentang “Pemanfaatan Probiotik Dalam Budidaya Udang Windu di Lahan Tambak” yang disampaikan oleh nara sumber, yaitu Ir. Muharijadi Atmomarsono, MSc (Balai Penelitian dan Pengembangan Perikanan Budidaya Air Payau Maros). Kemudian, dilanjutkan dengan materi Pemanfaatan Pakan Alami Phroneima Dalam Budidaya
16
Udang Windu di Tambak yang disampaikan oleh Prof. Dr. Hattah Fattah dari Universitas Muslim Indonesia, Makasar. Materi-materi yang disampaikan pada setiap pertemuan dilampirkan pada bagian akhir laporan ini, termasuk kuesioner tentang evaluasi pelaksanaan kegiatan.
3.3. Pengorganisasian Kegiatan Pada setiap kegiatan secara keseluruhan diorganisasi oleh petugas dan pengurus KIMBis Kab. Pinrang dan pengurus KIMBis tingkat Pusat dan Daerah serta dibantu oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Pinrang. Pada tahap awal KIMBis pusat dalam hal ini BBPSE KP mengirim surat pemberitahuan kepada Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Pinrang. Sekaligus juga mengirim surat ke Balai Penelitian dan Pengembangan Perikanan Budidaya Air Payau Maros untuk permintaan nara sumber dan bantuan tenaga pembudidaya andalan dari Pengurus Kimbis Daerah di desa Wiringtasi. Instrumen pelaksanaan kegiatan adalah kuesioner evaluasi kegiatan dan catatan hasil diskusi selama pertemuan berlangsung pada seluruh materi kegiatan. Kuesioner yang digunakan dibagikan kepada peserta pertemuan setelah kegiatan berlangsung. Materi yang dievaluasi terkait dengan pelaksanaan, pengurus, nara sumber, dan faktor pendukung lainnya.
3.4. Pengumpulan Data Sumber data kegiatan adalah masyarakat pembudidaya dan penyuluh yang hadir dalam pembentukan kelompok mitra KIMBis Kab. Pinrang. Sumber data kegiatan lainnya adalah pembudidaya tambak udang yang menjadi peserta penyebaran teknologi budidaya udang windu menggunakan teknologi probiotik di tambak yang merupakan program Iptekmas dan pemanfaatan pakan alami Phroneima. Tata cara pembudidaya udang yang dilaksanakan sehari-hari juga dikumpulkan beserta pembiayaan yang mereka perlukan, sehingga dapat dikemukakan struktur pembiayaan usaha budidaya udang di lahan tambak. Budidaya udang yang mereka lakukan dipilih terhadap pembudidaya yang telah menerapkan probiotik dan pakan alami Phroneima.
17
3.5.Metode Analisis Data Data yang diperoleh dalam kegiatan ini sebagian besar dianalisis menggunakan pendekatan kualitatif. Analisis data kualitatif merupakan penelusuran terhadap pernyataan-pernyataan umum tentang hubungan antar berbagai kategori data yang berasal dari data yang tersedia (Marshall dan Rossman, 1989).
Hal ini sejalan dengan pendapat Patton (2006), yang
menjelaskan bahwa analisis data kualitatif adalah proses mengatur urutan data, mengorganisirnya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar. Oleh karena itu, pekerjaan menganalisis data adalah mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, dan mengkategorikan, data yang didapat berdasarkan keperluan yang terkait dengan permasalahan penelitian, dan kemudian diinterpretasikan serta dikemukakan dalam deskripsi analisis. Disamping itu, juga dilakukan analisis data secara kuantitatif sederhana terutama terkait dengan biaya dan pendapatan usaha pemeliharaan udang di lahan tambak.
3.6. Waktu dan Lokasi Kegiatan Waktu pelaksanaan kegiatan KIMBis TA.2014 dilaksanakan sejak Januari 2014 hingga Desember 2014. Lokasi kegiatan yang secara keseluruhan oleh KIMBis dilakukan dalam wilayah Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan.
18
IV. HASIL PELAKSANAAN KEGIATAN 4.1.
Aplikasi Bakteri Probiotik RICA Penggunaan bakteri probiotik tertentu dapat menghambat dan membunuh
bakteri patogen (Vibrio harveyi), sehingga tidak terjadi korum sensing yang dapat menimbulkan sifat patogen. Penggunaan bakteri probiotik merupakan salah satu cara untuk menanggulangi penyakit pada usaha budidaya udang. Dalam hal ini, Balai Penelitian dan Pegembangan Perikanan Budidaya Air Payau (BPPBAP) Maros telah melakukan seleksi terhadap 3.976 isolat bakteri yang berasal dari laut, mangrove, dan tambak di Sulawesi Selatan. Namun setelah dilakukan uji biokimiawi dan uji tantang terhadap Vibrio harveyi, ternyata hanya 37 isolat (0,93 %) yang memiliki daya hambat terhadap V. harveyi. Dari jumlah tersebut, hanya 7 isolat yang layak menjadi kandidat bakteri probiotik untuk budidaya udang windu. Uji coba aplikasi bakteri probiotik RICA di tambak udang windu telah dilakukan sejak tahun 2006 dan dilakukan evaluasi sesudahnya untuk dilakukan perbaikan metode aplikasinya. Bakteri probiotik RICA (BPPBAP) terbukti mampu mengendalikan V. harveyi di air dan meningkatkan sintasan dan produksi udang windu di tambak. Manfaat bakteri probiotik dalam budidaya udang adalah lebih aman, tidak menimbulkan resistensi, mudah diperbanyak, dapat mematikan bakteri patogen (Vibrio harveyi), dapat berfungsi sebagai pengurai organik dan memperbaiki kualitas air, serta meningkatkan sintasan dan pertumbuhan udang yang dipelihara. Namun demikian hal ini baru dapat tercapai apabila aplikasinya tepat jenis, dosis, waktu, dan medianya. a. Peralatan Untuk Aplikasi Bakteri Probiotik RICA - Aerator “double power” (AC/DC, tetap hidup walaupun mati listrik) satu unit yang dilengkapi dengan slang aerasi, pengatur gas, dan batu aerasi. -
Ember besar bertutup untuk wadah kultur bakteri probiotik, volume ember tergantung jumlah bakteri yang diperlukan, misal 40 L.
-
Ember volume 10-15 L untuk menebar bakteri probiotik ke tambak.
-
Jerigen steril untuk membawa bakteri probiotik hasil kultur.
-
Corong plastik untuk memasukkan bakteri probiotik ke dalam jerigen.
19
-
Gayung air untuk memasukkan bakteri ke dalam jerigen plastik dan untuk menebar bakteri ke tambak.
-
Takaran atau literan, untuk menakar volume air tambak dan volume molase yang diperlukan.
-
Timbangan 1-5 kg, untuk menimbang dedak, tepung ikan, yeast (ragi roti), dan molase (pada awal pengukuran saja, selanjutnya ditandai dengan supidol agar lain kali tidak perlu ditimbang lagi).
-
Spidol permanen untuk penanda pada takaran yang digunakan.
-
Kompor gas lengkap dengan tabung gas, slang, dan regulatornya.
-
Panci stainless volume 50 L untuk memasak campuran bahan.
-
Pengaduk dari kayu untuk mengaduk bahan-bahan yang dimasak.
-
Beberapa ember dengan tutup dan stoples plastik untuk menyimpan tepung dan bahan-bahan lainnya.
b. Bahan-bahan Untuk Kultur Bakteri Probiotik RICA - Bakteri probiotik RICA, yaitu isolat BT951, MY1112, dan BL542 dalam media Nutrient Broth (100-200 mL per 20 L air tambak). - Tepung ikan (400 g per 20 L air tambak) - Dedak halus (1.000 g per 20 L air tambak) - Ragi roti (yeast) (100 g per 20 L air tambak) - Molase (tetes tebu) 500 g atau sekitar 375 mL per 20 L air tambak - Air tambak 20 L.
c. Cara Kultur Bakteri Probiotik RICA - Masak 1.000 g dedak halus dan 400 g tepung ikan dengan menggunakan 20 L air tambak dalam panci stainless sambil terus diaduk hingga mendidih selama beberapa menit (sekitar 10 menit). - Matikan api, kemudian masukkan ragi roti sebanyak 100 g, sambil terus diaduk merata. - Kemudian masukkan molase 500 g, sambil terus diaduk agar tidak hangus (gosong)
20
- Dinginkan campuran tersebut dengan cara merendam panci ke dalam tambak atau membaginya ke beberapa tempat agar cepat dingin. - Setelah dingin, dibagi ke dalam dua ember. - Masukkan bakteri probiotik sebanyak 50-100 mL per ember. - Diaerasi secara terus menerus dengan aerator AC/DC. - Setelah dikultur 3-4 hari, aerasi dimatikan dan bakteri probiotik siap digunakan di tambak, yaitu 0,2-1 ppm (2-10 L per hektar tambak tradisional plus dengan kedalaman air satu meter); 1-5 ppm di tambak semi-intensif udang windu dengan padat penebaran hingga 10 ekor/m2; atau 5-10 ppm di tambak udang intensif dengan padat penebaran hingga 20 ekor/m2.
d. Cara Aplikasi Bakteri Probiotik RICA -
Bakteri probiotik RICA yang telah dikultur 3-4 hari ditebar ke tambak dengan dosis seperti tersebut sebelumnya sesuai teknologinya.
-
Bakteri
probiotik
tersebut
dicampur/diencerkan
dengan
air
tambak
secukupnya, kemudian ditebar merata ke permukaan air tambak. -
Pemberian bakteri probiotik dilakukan seminggu sekali untuk budidaya udang windu tradisional plus dan semi-intensif. Sedangkan untuk sistem intensif diperlukan penebaran 1-2 kali/minggu tergantung kondisi airnya.
-
Bakteri probiotik RICA yang terbaik adalah sistem pergiliran, yaitu BT951 diberikan 3-4 kali berturut-turut sejak minggu 2-3 pemeliharaan, kemudian diganti dengan MY1112 diberikan 3-4 kali berturut-turut, kemudian diganti BL542 diberikan 3-4 kali berturut-turut, dan diulang lagi dengan BT951 hingga panen.
-
Bakteri probiotik RICA perlu dikultur selama 3-4 hari agar diperoleh konsentrasi hingga 1010-1012 CFU/mL, sehingga pada saat dipakai di tambak hanya memerlukan jumlah sedikit (kurang dari 10 L/ha).
4.2.
Pemanfaatan Pakan Alami Phroneima Usaha perikanan yang berkembang di Kabupaten Pinrang adalah usaha
perikanan budidaya udang di lahan tambak. Produksi udang budidaya (krustasea) dari tahun ke tahun cenderung mengalami stagnasi dan juga terjadi penurunan
21
produktivitas. Oleh karena itu perlu dilakukan berbagai upaya perbaikan untuk usaha budidaya udang ini. Dalam kegiatan budidaya udang windu yang dilakukan oleh masyarakat pembudidaya di daerah tersebut mampu memberikan solusi terhadap penyediaan lapangan pekerjaan, ketahanan pangan, melindungi lingkungan dari kerusakan sekaligus memberikan keuntungan kepada masyarakat yang terlibat. Dalam memanfaatkan sumber daya alam (tambak) secara berkelanjutan dengan prinsip yang ramah lingkungan dan mampu meningkatkan pendapatan keluarga dan masyarakat yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung. Pada bagian selanjutnya dikemukakan usaha budidaya udang windu di lahan tambak yang efisien ditinjau dari segi pemanfaatan sumberdaya dan minimalisasi limbah. Sebagai bahan kajian yang disampaikan nara sumber diambil contoh pada tambak
yang
dilakukan
oleh
kelompok
sasaran
binaan
KIMBis
yang
mengilustrasikan usaha budidaya udang dapat memanfaatkan pakan alami Phroneima. Kegiatan usaha yang dicontohkan adalah kegiatan pemanfaatan pakan alami Phronima (Phronima sp) dalam kegiatan budidaya udang windu. Pakan alami lokal sejenis udang renik yang hidup di dasar tambak yang pada awalnya hanya dapat dijumpai di Sabbangparu kecamatan Suppa. Binatang penghuni dasar tambak jenis crustacea itu kini sudah menyebar ke beberapa lokasi pertambakan udang di Pinrang termasuk di lokasi KIMBis. Dikemukakan oleh nara sumber bahwa dari praktek yang dilakukan oleh masyarakat pembudidaya udang windu diantaranya adalah efisiensi pakan yang selama ini menggunakan pakan buatan komersial. Dalam hal ini juga terjadi efisiensi biaya, karena pembudidaya yang semula harus membeli pakan komersial, saat ini cukup menggunakan Phronima saja. Selain itu teridentifikasi terjadi efisiensi penggunaan benih, dengan adanya kelulusan hidup yang lebih tinggi pada udang windu yang dibudidayakan. Selama ini kelulusan hidup udang sebesar 50%, namun setelah menggunakan Phronima sebagai pakan alami, sehingga kelulusan hidup udang di tingkat pembudidaya meningkat menjadi 75 – 80%. Hal ini secara tidak langsung telah mengoptimalkan sumberdaya lokal karena Phronima adalah udang renik yang hidup di dasar tambak.
22
Kegiatan budidaya udang windu menggunakan pakan alami Phronema terlihat tidak ada limbah. Hal ini didasarkan pendapat bahwa pakan alami yang diberikan kepada udang adalah jasad renik udang. Meskipun demikian “jika jumlah populasinya kurang maka pertumbuhan udang lambat, tapi jika berlebihan akan mematikan udang di tambak”. Oleh karena itu, untuk memacu pertumbuhan udang dengan menggunakan pakan Phronema diperlukan pengetahuan dan keterampilan cara kultur Phronima tersebut di tambak. Kualitas air yang diperlukan untuk tumbuh dan berkembang biaknya Phronima sp berada pada kisaran; suhu 28-25 derajat Celsius, salinitas 20-27 ppt, oksigen terlarut (DO) 0,3-4,9 ppm, Ammonia 0,080-1,600 ppm dan Nitrit 0,056-1,329 ppm. Pakan alami lokal sejenis udang renik yang hidup di dasar tambak, awalnya hanya dapat dijumpai di bekas tambak intensif di Sabbangparu kecamatan Suppa. Binatang penghuni dasar tambak jenis crustacea itu kini sudah menyebar ke beberapa lokasi pertambakan udang di kecamatan Suppa. Kegiatan usaha budidaya udang windu di Kabupaten Pinrang yang menggunakan Phronima sebagai pakan alami merupakan usaha yang melibatkan banyak tenaga kerja. Penggunaan tenaga kerja ini dilakukan sejak tahap persiapan tambak, pemeliharaan sampai panen. Persiapan tambak, pertama-tama tambak dikeringkan sampai retak permukaan tambak. Kemudian memasukkan air untuk pencucian lalu dilakukan pemberantasan hama dengan saponin. Juga pengapuran dolomit dengan dosis disesuaikan dengan pH dasar tambak. Pemupukan dasar dilakukan berselang tiga hari setelah pengapuran dan pemberantasan hama. Dalam kondisi tanah dasar tambak macak-macak, dedak yang telah difermentasi disebar merata ke dasar tambak. Tiga hingga lima hari kemudian kita masukkan air sampai penuh pelataran bersamaan dengan memasukkan bibit Phroneima sebanyak 3 liter. Jenis pupuk yang digunakan dalam pengembangbiakan Phronima di tambak antara lain pupuk urea, SP36 dan ZA, dedak, pupuk cair organik, ragi tape dan saponin.
23
Setelah 20-30 hari sejak persiapan maka benur tokolan umur 21 hari yang sudah dipersiapkan bersamaan dengan persiapan petak pembesaran sudah dapat dipindahkan setelah dipastikan populasi Phronima sudah mencukupi untuk kebutuhan 10.000-15.000 ekor benur tokolan. Selama masa pemeliharaan dilakukan kontrol populasi Phronima dan dilakukan pemupukan susulan berupa pupuk cair organik setiap minggu dan pupuk urea, SP dan ZA serta dedak secukupnya untuk perkembangbiakan Phronima. Untuk mengantisipasi kekurangan pakan ketika populasi Phronima menipis selama masa pemeliharaan, maka pembudidaya memberi pakan tambahan berupa ikan rucah.
Namun demikian
untuk membudidayakan udang windu sistem
Phronima maka petambak minimal harus memiliki tiga petakan tambak yang terdiri dari petak kultur Phronima, petak pentokolan benur dan petak pembesaran udang windu. Ketiga luasan petakan ini dengan ukuran bervariasi namun ketiganya tetap digunakan untuk pelihara udang. Jika keseluruhan atau banyak petambak yang telah menggunakan Phronima, maka satu petak tambakpun sudah cukup. Jadi ada saling bantu bibit Phromina dari tambak yang berada berdekatan. Setelah dipelihara selama 50-60 hari udang sudah dipanen sebanyak 150-300 kg dengan ukuran size 35-40 ekor/kg. Kemudian tambak dipersiapkan kembali untuk siklus berikutnya, sehingga dalam setahun pembudidaya di dapat melakukan panen udang windu 3-4 kali setahun. Produktivitas udang tambak 150-300 kg per musim dapat dicapai karena pembudidaya memanfaatkan pakan alami Phronima. Dengan semakin dikenalnya Phroneima sebagai pakan alami telah membuat pembudidaya udang semangat untuk menghidupkan kembali tambak yang selama ini terlantar. Selain itu hasil panen udang yang menggunakan Phroneima sebagai pakan alami semakin meningkat. Hal ini membuat pendapatan pembudidaya meningkat. Kegiatan penggunaan Phroneima sebagai pakan alami ini dapat diidentifikasi sebagai kegiatan yang menggunakan teknologi yang bersifat adaptif sesuai dengan kebutuhan lokal yang dikenal dengan istilah adaptif dan inovatif. Hal ini didasarkan pertimbangan bahwa teknologi ini ditemukakan di wilayah pembudidaya yang menggunakan teknologi tersebut. Sebagai contoh; Ridwan adalah salah seorang pembudidaya udang di Sabbangparu yang pertama kali temukan pakan alami yang kaya protein hewani tersebut pada tahun 2006.
24
Awalnya lahan tambak bekas intensif seluas 1 hektar yang ia kontrak tiba-tiba udangnya cepat panen dengan ukuran size 25-30 ekor/kg. Padahal benur tokolan sebanyak 10.000 ekor yang ditebar baru berumur 45 hari. “Saya heran sekali karena udang milik tetangga empang banyak yang sakit dan mati mendadak, tapi udang yang saya pelihara sehat dan cepat besar,” ungkap La Ride. Untuk menawarkan rasa penasarannya maka La Ride memeriksa lumpur dasar tambak. Ternyata ada hewan kecil seukuran jentik nyamuk yang bentuk tubuhnya mirip dengan udang kecil. “Rupanya mahluk aneh itulah yang menjadi makanan bagi udang sehingga cepat besar,” kata La Ride. Anehnya, kata La Ride, makanan empuk untuk udang windu itu hanya ada di petakan tambak miliknya. Sejak saat itu pembudidaya tambak di sekitar hamparan tambak La Ride banyak datang mengambil hewan kecil itu untuk dikembangbiakkan di tambaknya. Identifikasi pemanfaatan sumberdaya yang efisien dan ramah lingkungan dalam usaha budidaya udang windu dengan menggunakan Phronima sebagai pakan alami dikemukakan pada Tabel 1.
Tabel 1. Pemanfaatan sumber daya yang efisien dalam usaha budidaya udang windu menggunakan pakan alami Phroneima di Kabupaten Pinrang. Kategori Identifikasi 1. Efisiensi - efisiensi biaya, karena pembudidaya yang semula harus sumberdaya membeli pakan komersial, saat ini cukup menggunakan Phroneima saja. - efisiensi penggunaan benih, selama ini kelulusan hidup udang sebesar 50%, namun setelah menggunakan Phronima sebagai pakan alami meningkat hingga 75 – 80%. - Terjadi optimalisasi sumberdaya lokal karena Phronima merupakan udang renik yang hidup di dasar tambak. 2. Minim Penggunaan Phroneima sebagai pakan alami tidak menghasilkan limbah limbah di tambak meskipun kegiatan pembersihan tambak tetap perlu dilakukan. 3. Tenaga Penggunaan tenaga kerja yang banyak teridentifikasi sejak tahap kerja persiapan tambak, pemeliharaan sampai panen. 4. Pemanfatan Penggunaan Phronima mampu menciptakan berbagai usaha tambak terutama pemulihan lahan tambak yang terbengkalai. yang idle 5. Inovasi Penggunaan pronima sebagai pakan alami merupakan teknologi lokal yang bersifat adaptif sesuai dengan kebutuhan lokal, karena ditemukan di lokasi tambak budidayanya.
25
Gambar 5. Phronima dan udang hasil budidaya di wilayah Pinrang.
4.3. Budidaya Udang di Lahan Tambak Usaha budidaya udang yang pada awal perkembangannya mengalami peningkatan sangat pesat, dalam beberapa tahun terakhir ini mengalami berbagai permasalahan, baik yang bersifat teknis (tata ruang, sarana dan prasarana, penyakit, lingkungan, penerapan teknologi), maupun non teknis (SDM dan kelembagaan kelompok, permodalan, tuntutan pasar akan produk berkualitas dan aman untuk dikonsumsi serta keamanan berusaha). Salah satu permasalahan yang dihadapi para petambak, terutama di sekitar wilayah Kabupaten Pinrang adalah rendahnya tingkat kelulusan hidup udang windu yang dipelihara, sehingga usaha pembesarannya mengalami kerugian. Salah satu upaya peningkatan kelulusan hidup udang windu yang dipelihara di tambak adalah menggunakan probiotik. Teknologi penggunaan probiotik ini merupakan teknologi yang diintroduksikan kegiatan IPTEKMAS dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Budidaya (P4B).
26
a. Persiapan Tambak Udang Windu Dalam persiapan tambak, yang dilakukan pertama kali adalah pengecekan kondisi tambak. Semua bocoran pada pematang dan saluran tambak diperbaiki untuk menghindari terjadinya kontaminasi patogen (bakteri dan virus) apabila sewaktuwaktu terjadi wabah penyakit di sekitarnya. Apabila terdapat warna kuning di atas pematang tambak, maka perlu diwaspadai bahwa pematang tambak tersebut masih tergolong tanah sulfat masam (TSM). Apabila memungkinkan lakukan pelapisan pematang dengan kapur dolomit secara berlapis-lapis, sedangkan di dalam petakan tambak juga dilakukan proses reklamasi, yaitu pengeringan dan pembilasan tambak secara berulang-ulang. Kalau air masih berwarna merah, berarti potensi kemasaman tambak tersebut masih tinggi. Oleh karena itu diperlukan sejumlah kapur bakar (CaO) di tambak tersebut. Lakukan penanaman mangrove kembali di sepanjang saluran pemasukan air agar nantinya dapat berfungsi sebagai biofilter dan bakterisida secara alami. Apabila areal tambaknya memungkinkan, buat petakan pengendapan, biofilter, tandon dan treatment. Pada kondisi masih berair (sekitar 10 cm), lakukan “keduk teplok” (mengangkat lumpur hitam dari dasar tambak), kemudian lakukan pemberantasan hama dengan saponin 15-30 ppm tergantung salinitas airnya (makin tinggi salinitas, maka saponinnya makin rendah). Apabila masih ada ikan-ikan kecil dan krustase liar (udang, kepiting, dan sejenisnya) yang tidak mati, maka saponin tadi perlu dicampur dengan sedikit kaporit sekitar 2 ppm (2 kg/ha tambak dengan kedalaman air 10 cm). Setelah empat hari, air dibuang, kemudian tanah dasar tambak dibajak dan dikeringkan secara sempurna hingga retak-retak agar limbah organik di dasar tambak teroksidasi sempurna. Kapur bakar (CaO) juga diperlukan untuk mempercepat proses oksidasi tersebut dengan cara menaburkan kapur bakar tersebut secara merata terutama pada bagian tambak yang masih berair. Setelah tanah dasar menjadi retak-retak 1-2 minggu, lakukan pemupukan tambak sesuai kebutuhannya. Untuk tambak berpasir diperlukan pupuk organik sekitar satu ton/ha. Pupuk organik selain berfungsi sebagai penumbuh pakan alami, juga berfungsi untuk mengurangi porositas tanah dasar tambak. Pupuk Urea sebaiknya tidak digunakan pada kondisi tambak sedang kering, karena akan sia-sia
27
saja, sedangkan pupuk SP36 dapat digunakan pada kondisi tambak kering ataupun berair. Pupuk SP36 sebaiknya tidak digunakan sebagai pupuk dasar di tambak tanah gambut yang asam humusnya tinggi, karena SP36 akan diikat oleh asam humus. Pada kondisi tambak dengan asam humus tinggi, sebaiknya pupuk SP36 diberikan sebanyak 0,2 – 1 ppm per minggu (sekitar 2-10 kg/ha dengan kedalaman air 1 m).. Kemudian tambak diisi air langsung penuh (misal satu meter). Untuk pengisian air tambak udang tidak boleh dilakukan secara bertahap 10 cm setiap hari. Pengisian secara bertahap ini hanya dilakukan di tambak ikan bandeng, karena bandeng perlu klekap sebagai makanannya. Sementara itu, pada tambak udang, tumbuhnya klekap justru dapat menjadi masalah bagi udang yang dipelihara, karena klekap ini akan terapung dan akhirnya mati dan membusuk di dasar tambak, sehingga menjadi salah satu stressor bagi udang windu. Pada saat air pasang telah stabil (1-2 jam setelah pasang), masukkan air baru ke dalam petakan tambak pemeliharaan udang windu. Apabila memiliki petak tandon yang dilengkapi dengan biofilter, sebaiknya air disimpan di tandon dahulu sekitar 3-4 hari sebelum dimasukkan ke dalam petakan tambak. Hal ini dimaksudkan untuk menurunkan jumlah bakteri yang ada, serta bila memungkinkan juga untuk mengurangi peluang virus (WSSV) mendapatkan inangnya.
b. Penebaran Benur/Tokolan Sehat Pengecekan dengan “Polymerase Chain Reaction” (PCR) untuk pengujian WSSV harus dilakukan sekitar tiga hari sebelum benur windu diambil di panti perbenihan. Benur yang sehat akan menunjukkan hasil negatif WSSV. Skrining benur juga perlu dilakukan dengan menggunakan formalin 200 ppm (tiga liter formalin dalam 15 L air) selama 20-30 menit. Apabila kematian benur melebihi 20%, menunjukkan bahwa benur tersebut kurang sehat. Agar vitalitas benur windu lebih baik, sebaiknya benur ditokolkan 2-6 minggu sebelum ditebar di tambak. Benur yang telah ditokolkan ini dapat mempersingkat masa pemeliharaannya, yaitu dalam 2-3 bulan sudah bisa dipanen. Tokolan udang windu jenis ini sangat diperlukan di tambak TSM (tanah sulfat masam), karena tingginya kandungan besi dan aluminium di tambak TSM dapat merupakan stressor bagi udang, sehingga udang rentan terhadap serangan penyakit.
28
Dengan menggunakan benur yang sudah dibantut, maka udang akan lebih tahan terhadap serangan penyakit yang biasanya terjadi antara umur 50-70 hari. Selain itu agar udang juga cepat mencapai ukuran konsumsi, maka padat penebaran di tambak TSM juga harus disesuaikan kondisi tanahnya, misal hanya 0,5-1 ekor/m2. Penebaran benur maupun tokolan udang windu sebaiknya hanya dilakukan apabila air dalam petakan tambak telah dipersiapkan minimal dua minggu sebelumnya. Hal ini diperlukan agar fitoplankton telah tumbuh dengan stabil. Benur atau tokolan udang windu ditebar setelah cukup aklimatisasi dan adaptasi terhadap suhu dan salinitas air tambak.
c. Pengaturan Pakan dan Air Tambak Pakan yang diberikan kepada udang windu yang dipelihara pada budidaya udang secara tradisional (ekstensif) pada dasarnya hanya bersifat tambahan saja, karena udang diharapkan makan plankton yang ada di tambak (fitoplankton dan zooplankton). Pakan harus sesuai mutu, ukuran dan jumlahnya. Pakan yang sudah berjamur dan berbintik kuning tua merupakan ciri khas pakan yang telah mengandung aflatoksin, yaitu racun yang dihasilkan oleh jamur yang dapat mematikan udang dalam waktu kurang dari 24 jam. Pakan tersebut sebaiknya tidak digunakan lagi. Agar pakan pellet tidak mudah berjamur, sebaiknya disimpan di atas papan yang kering dan sejuk. Jumlah pakan yang diberikan setiap harinya harus disesuaikan dengan pertumbuhan dan kondisi udangnya pada saat sampling. Apabila pada saat sampling banyak didapat udang yang “molting” (ganti kulit), maka sebaiknya jumlah pakannya dikurangi. Hal ini mengingat, bahwa udang yang molting akan istirahat makan sekitar 36 jam. Jadi kalau pakannya justru ditambah, maka kelebihannya tersebut justru menjadi limbah organik yang dapat memicu perkembangbiakan bakteri V. harveyi dan WSSV yang dapat membahayakan udang windu di tambak. Sebaiknya jangan menggunakan pakan segar dari kelompok krustase seperti kepiting, kepala udang dan sebagainya, karena ini dapat menjadi “carrier” (pembawa) penyakit WSSV. Dalam pengaturan air tambak, sebaiknya hanya mengganti air apabila diperlukan saja, artinya lakukan penggantian seminimal mungkin, karena makin
29
banyak penggantian volume air justru dapat menimbulkan terjadinya udang stress. Perubahan warna air tambak sebaiknya diamati setiap saat. Warna air yang berubahubah setiap saat, misal pagi kuning, siang hijau, dan sore menjadi biru, merupakan indikator bahwa air tambak tersebut memiliki alkalinitas total yang rendah (di bawah 80 mg CaCO3 equivalen/L). Akibatnya dapat terjadi goncangan pH air harian yang melebihi 0,5. Apabila hal ini terjadi, maka udang akan mudah mengalami stress. Oleh karena itu harus dilakukan aplikasi kapur dolomit di tambak tersebut. Warna air yang dianggap bagus untuk budidaya udang windu adalah hijau kecoklatan. Untuk mempertahankan warna air tersebut tetap baik, dapat dilakukan dengan aplikasi bakteri probiotik tertentu maupun pemupukan susulan.
4.4. Analisis Ekonomi Budidaya Udang di Tambak Analisis ekonomi budidaya udang di tambak yang dikemukakan berasal dari hasil pengumpulan data di lapangan yang dilakukan para petambak di wilayah minapolitan di Kecamatan Suppa diperlihatkan pada Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2 dapat dikemukakan bahwa usaha tambak udang yang dilaksanakan para pembudidaya udang di wilayah Kecamatan Suppa memerlukan investasi minimal sebesar Rp.11.900.000 (belum termasuk modal untuk keperluan biaya operasional). Terlihat pula keperluan biaya opersional untuk mengusahakan tambak udang seluas 0,7 ha adalah sebesar Rp.10.945.150. Namun demikian dengan usaha pemeliharaan udang vaname saja tambak seluas 0,7 ha dapat memberikan keuntungan usaha sebesar Rp. 10.649.850 per siklus usaha selama 4 bulan. Bahkan dengan pola usaha polikultur udang windu dan bandeng usaha pembudidaya memberikan keuntungan usaha yang lebih besar (Tabel 3).
30
Tabel 2. Investasi dan Struktur Pembiayaan dan Keuntungan Usaha Budidaya Udang Vaname di Tambak Desa Wiring Tasi Kecamatan Suppa, Tahun 2014. No Uraian Satuan Nilai (Rupiah) A
Investasi
1
Biaya sewa tambak
2
Mesin pompa air (5 thn)
3
1 ha
3.500.000
Satu set
5.000.000
Pipa paralon 6 inchi (20 thn)
4 buah x Rp. 350.000
1.400.000
4
Pintu air kayu ulin (20 tahun)
Satu set
1.800.000
5
Saringan air (1 tahun)
Satu set
200.000
Jumlah investasi B
11.900.000
Biaya Tetap 0,7 x 0,5 x Rp.3.500.000
1.225.000
0,5 x 1.000.000
500.000
0,5 x (1.400.000/20)
35.000
Penyusutan pintu air
0,5 x 90.000
45.000
Penyusutan saringan air
0.5 x 200.000
100.000
Sewa tambak per siklus Penyusutan mesin pompa air Penyusutan pipa paralon
Jumlah Biaya Tetap
C
1.905.000
Biaya Operasional 18 ltr x Rp.30.000/ltr
540.000
Rp.7.500 per sak
225.000
250 kg x Rp.2.200 per kg
5.500.000
15 x Rp.7.000
105.000
SP 36 bertahap 50 kg per minggu
350 kg x Rp.1.900 per kg
665.000
Benih udang vaname 46.000 ekor
Rp.37 per ekor
1.702.000
245,35 kg x Rp.9.000
2.208.150
Probiotik RICA Kapur bakar 30 sak x 7 kg Urea bertahap 50 kg per minggu Solar 5 liter x 3 hari
Pakan udang Jumlah Biaya Operasional
10.945.150
D
Jumlah Biaya Total
12.850.150
E
Nilai Produksi Udang
F.
300 kg size 75
45.000 per kg
13.500.000
200 kg size 65
50.000 per kg
10.000.000
Total nilai produksi
-
23.500.000
Keuntungan Usaha
E–D
10.649.850
31
Tabel 3. Investasi dan Struktur Pembiayaan dan Keuntungan Usaha Budidaya Polikultur Udang Windu dan Bandeng di Tambak Desa Wiring Tasi Kecamatan Suppa, Tahun 2014. No Uraian Satuan Nilai (Rupiah) A
Investasi
1
Biaya sewa tambak
2 3
1 ha
4.000.000
Pintu air kayu ulin (20 thn)
1 paket
2.800.000
Saringan air (besi) (1 tahun)
1 paket
200.000
Jumlah investasi B
13.400.000
Biaya Tetap Sewa tambak per siklus
2 kali per tahun (0,7 x 0,5 x
1.225.000
Rp.3.500.000)
Penyusutan mesin pompa air Penyusutan pipa paralon
0,5 x 1.000.000
500.000
0,5 x (1.400.000/20)
35.000
Jumlah Biaya Tetap
C
1.760.000
Biaya Operasional 18 liter x Rp.30.000 per ltr
540.000
25.000 per ltr
500.000
Urea bertahap 50 kg per minggu
250 kg x Rp.1.900 per kg
475.000
SP 36 bertahap 50 kg per minggu
150 kg x Rp.2.200 per kg
330.000
Benih udang windu 10.000 ekor
Rp.50 per ekor
500.000
2.500 ekor x Rp.40
100.000
Probiotik RICA URSAL 20 ltr
Benih ikan bandeng
Jumlah Biaya Operasional
2.445.000
D
Jumlah Biaya Total
4.205.000
E
Nilai Produksi
F.
Udang 100 kg size 30
115.000 per kg
11.500.000
Bandeng 1.200 kg size 3 ekor/kg
16.000 per kg
19.200.000
Total nilai produksi
-
30.700.000
Keuntungan Usaha
E-D
26.495.000
32
4.5. Evaluasi Pelaksanaan Penyebaran Teknologi Evaluasi pelaksanaan penyebaran teknologi dilakukan berdasarkan pendapat peserta yang mengikuti pertemuan yang dilakukan KIMBis Suppa di Desa Lotang Salo, Kecamatan Suppa. Evaluasi dilakukan terhadap kesiapan pengurus dalam pelaksanaan kegiatan, pelaksanaan kegiatan, evaluasi terhadap nara sumber, waktu pelaksanaan dan materi yang diberikan. a. Kesiapan Pengurus Dalam Pelaksanaan Kegiatan Pada saat pelaksanaan kegiatan penyebaran teknologi pemanfaatan probiotik dan pakan alami Phroneima pada budidaya udang di lahan tambak, pengurus
kesiapan
dalam melaksanakan kegiatan sangat baik. Hal ini terutama dalam
membantu peserta selama pertemuan berlangsung dan menanggapi keluhan serta keberadaan pengurus mendampingi peserta selama kegiatan berlangsung yang menunjukkan respon positif. Berdasarkan hasil penilaian peserta bahwa pelaksanaan kegiatan penyebaran teknologi pemanfaatan probiotik dan pakan alami Phrineima pada budidaya udang di lahan tambak, khususnya kesiapan pengurus terhadap pertemuan menunjukkan hasil yang positif. Persepsi peserta terhadap kesiapan pengurus terhadap kegiatan penyebaran teknologi pemanfaatan probiotik dan pakan alami Phroneima pada budidaya udang di lahan tambak masih mengalami permasalahan , khususnya dalam memahami proses pembuatan probiotik dan penumbuhan Phroneima (tabel 4). Tabel 4. Kesiapan pengurus kegiatan penyebaran teknologi pemanfaatan probiotik dan pakan alami Phroneima pada budidaya udang di lahan tambak di Kabupaten Pinrang. Jumlah Responden No
1 2 3 4
Kriteria
Kesiapan pengurus penyiapkan kegiatan pertemuan Kesiapan pengurus membantu peserta selama pertemuan Respon pengurus terhadap peserta selama pertemuan berlangsung Keberadaan pengurus mendampingi peserta selama kegiatan berlangsung.
Nilai Rata-Rata Sumber : Data Primer Diolah (2014).
Baik
Tidak Baik
n
%
N
%
30
100 %
-
-
26
87 %
4
13%
27
90 %
3
10%
24
80 %
6
20%
89.25%
10,75%
33
Sesuai dengan nilai rata rata peserta yang memberikan respon dan nilai positif baik sebesar 89,25 %, sehingga unsur kesiapan pengurus dalam melaksanakan pertemuan penyebaran teknologi pemanfaatan probiotik dan pakan alami Phroneima pada budidaya udang di lahan tambak di desa-desa dalam Kabupaten Pinrang dapat terlaksana dengan baik dan diharapkan lebih bermanfaat untuk kepentingan kelompok sasaran KIMBis dan masyarakat di Kabupaten Pinrang.
b. Materi Pertemuan yang Disajikan .Materi pertemuan penyebaran teknologi pemanfaatan probiotik dan pakan alami Phroneima pada budidaya udang di lahan tambak yang disampaikan oleh nara sumber dihadapan para peserta secara tatap muka dan langsung. Sedangkan bahan observasi lapangan yang digunakan oleh para peserta pertemuan selama kunjungan lapangan disediakan oleh panitia penyelenggara. Bahan-bahan yang disiapkan sesuai dengan keperluan yaitu contoh dan cara penerapan probiotik RICA dan contoh pakan alami Phroneima. Pada akhir pelaksanaan pertemuan, sesuai dengan hasil penilaian peserta terhadap materi pertemuan yang disajikan dengan mengacu pada pertanyaan yang diajukan apakah materi pertemuan berguna untuk Saudara? yang menyatakan baik sebanyak 30 orang dengan prosentase 100%. Pertanyaan berikutnya apakah IPTEK materi pertemuan merupakan teknologi tepat guna? Peserta yang menjawab dan menyatakan teknologi tepat guna sebanyak 30 orang dengan prosentase 100%. Demikian juga terhadap pertanyaan ketiga apakah panduan dan materi tersebut bermanfaat buat Saudara? dengan mendapat nilai prosentase 100%, Lain halnya dengan pertanyaan keempat apakah materi tersebut pernah Saudara terima sebelumnya pada pertemuan lain?. Terhadap pertanyaan ini semua peserta pertemuan memberikan jawaban tidak pernah sebanyak 30 orang dengan prosentasi 100%. Manfaat dan kegunaan materi pertemuan yang disampaikan pada dasarnya semua peserta merespon positif atas pertemuan, sehingga manfaat yang diperoleh dari pertemuan tersebut dapat digunakan sebagai upaya untuk mengembangkan usaha perikanan dalam untuk meningkatkan produksi perikanan dan pendapatan pembudidaya serta kesejahteraannya. Penilaian peserta pertemuan terhadap kriteria materi pertemuan yang disajikan dapat di lihat pada tabel 5.
34
Tabel 5. Materi Pertemuan Kegiatan Penyebaran Teknologi Probiotik dan Pemanfaatan Pakan Alami {hroneima Dalam Budidaya Udang di Kabupaten Pinrang. Jumlah Responden Baik Tidak Baik No Kriteria n % n % 1 Apakah materi pertemyan 30 100 % berguna untuk Saudara 2 Apakah IPTEK dan materi 30 100 % pertemuan merupakan teknologi tepat guna 3 Apakah panduan dari 30 100 % materi tersebut bermanfaat buat Saudara 4 Apakah materi pertemuan 30 100% tersebut pernah Saudara terima pada pelatihan lain Nilai Rata-Rata Sumber : Data Primer Diolah (2014)
75,0%
25,0%
c. Penyajian Instruktur Pertemuan Dengan memperhatikan kriteria berupa pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada semua responden bahwa penguasaan materi pelatihan oleh instruktur sangat baik. Point pertanyaan pertama sampai keempat menunjukan nilai 100%. Demikian juga dalam membimbing peserta dan penyampaian materi diwarnai pembahasan dan diskusi yang hangat antara peserta dengan instruktur sangat komunikatif. Selain itu, memang masyarakat setempat merespon dengan baik untuk mengikuti pelaksanaan pertemuan penyebaran teknologi ini. Sesuai dengan data di atas bahwa tingkat penilaian peserta mencapai sempurna, apakah setiap peserta sudah memahami dan mengerti semua materi yang disampaikan. Untuk mengetahui tingkat subjektifitas perlu dilakukan pengulangan terhadap kriteri penyajian instruktur pada masa yang akan datang, sambil dibarengi dengan melihat tindak lanjut dari hasil pertemuan apakah sudah diterapkan oleh kelompok sasaran yang menerima teknologi yang disebarkan melalui pertemuan tersebut. Evaluasi pelaksanaan penyajian oleh nara sumber terdapat pada Tabel 6.
35
Tabel 6. Penyajian Instruktur (Nara Sumber) Pertemuan Penyebaran Teknologi Probiotik dan Pemanfaatan Pakan Alami Phroneima pada Budidaya Udang Windu di Tambak Kabupaten Pinrang. Jumlah Responden Baik Tidak Baik No Kriteria n % n % 1 Apakah instruktur 30 100% menguasai materi pelatihan 2 Apakah instruktur terampil 30 100% membimbing peserta 3 Apakah instruktur terampil 30 100% menyempaikan materi pelatihan 4 Apakah instruktur merespon 30 100% dengan baik pertanyaan peserta Nilai Rata-Rata 100% Sumber : Data Primer Diolah (2014)
d. Komposisi dan Jumlah Peserta Pertemuan Dengan mempelajari data kriteria komposisi dan jumlah peserta pelatihan memberikan kesan angka sedikit bervariatif dengan nilai rata-rata antara yang memberikan nilai positif 90,00% berbanding 10,00%. Data tersebut jika di dipelajari dan dibandingkan dengan data kriteria penyajian instruktur pertemua, sehingga menimbulkan tanda tanya apakah semua peserta sudah memahami materi yang dipelajari dan mengerti penjelasan disampaikan instruktur serta memahami betul pertanyan yang diajukan tertuang dalam kuesioner. Oleh karena itu, tingkat subyektifitas jawaban peserta agar dapat dipertanggung jawabkan, sehingga tingkat subyektifitas tidak terlalu signifikan. Dan tidak mempengaruhi terhadap kebijakan melalui program KIMBis Badan Penelitian dan Pengebangan Kelautan dan Perikanan yang sekarang sedang dilaksanakan dapat berjalan dan berhasil guna. Unsur kriteria kompusisi dan jumlah peserta pertemuan, dengan mempelajari data dalam tabel dibawah bahwa komposisi dan jumlah peserta pertemuan dapat dikatakan ideal, karena jawaban dari pernyataan 50% sebaiknya jumlah peserta perempuan, peserta yang memberikan jawaban mendukung sebanyak 25 orang (83%), sedangkan yang tidak baik 5 orang (17%). Dengan demikian, pelaksanaan pertemuan pemanfaatan probiotik dan pemanfaatan pakan alami Phroneima tersebut
36
memenuhi standar dari aspek komposisi dan jumlah peserta. Data yang mengemukakan komposisi dan jumlah peserta pertemuan terdapat pada tabel 7. Tabel 7. Komposisi dan Junlah Peserta Pertemuan Pemanfaatan Probiotik dan Pakan Alami Phroneima pada Budidaya Udang pada Lahan Tambak di Kabupaten Pinrang. Jumlah Responden Baik Tidak Baik No Kriteria n 1
Apakah jumlah peserta sudah ideal Apakah perserta yang dilatih merupakan kelompok sasaran sesuai dengan materi Apakah peserta yang dilatih seharusnya lebih dari 50% adalah perempuan Nilai Rata-Rata
2
3
%
n
25
83 %
5
30
100 %
-
26
87 %
4
90,00%
% 17 % -
13 %
10,00%
Sumber : Data Primer Diolah (2014)
Faktor Pendukung Lainnya Tingkat
keberhasilan
pada
pertemuan
pemanfaatan
probiotik
dan
pemanfaatan pakan alami Phroneima dipengaruhi factor pendukung. Faktor pendukung lainnya yang dimaksudkan dalam pelaksanaan pertemuan tersebut adalah: 1) tempat pelatihan, 2) peralatan pelatihan sudah terpenuhi, 3) bahan baku pakan yang tersedia telah memnuhi persyaratan, 4) komsumsi tersedia memadai, 5).kesiapan untuk memanfaatkan hasil pelatihan. Berdasarkan
pengamatan
tim
fasilitator
dapat
dikemukakan
bahwa
pelaksanaan pertemuan tersebut dapat terlaksana dengan baik dan sukses. Dengan demikian keberadaanya didukung penyediaan tempat yang memadai dan cukup luas, sehingga peserta dapat mengerti dan memahami kelebihan pemanfaatan probiotik dan pakan alami Phroneima dalam budidaya udang di lahan tambak, terutama udang windu. Demikian pula halnya, dengan adanya tempat pertemuan yang cukup luas dapat memudahkan panita untuk menempatkan peralatan perlengkapan pertemuan.
37
Begitu pula terkait dengan penyediaan santapan dari panitia untuk tim pelatih dan peserta cukup baik. Terlihat pula kegigihan dan kesungguhan peserta mengikuti pertemuan dengan mendapat nilai prosentase
mencapai 90%. Untuk kriteria ke lima yaitu
kesiapan peserta untuk memanfaatkan hasil pelatihan sebenarnya tidak perlu diragukan, karena peserta sangat merespon kriteria tersebut dengan mendapatkan nilai prosentasi 100%. Namun demikian keabsahannya perlu dibuktikan dengan melakukan pemantauan dan monitoring terutama kepada pengurus KIMBis setempat sejauh mana mereka menindak lanjuti hasil pelatihan yang diberikan. Persepsi peserta terhadap faktor pendukung lainnya disarikan pada tabel 8. Tabel 8. Faktor Pendukung Lainnya Dalam Kegiatan Pertemuan Pemanfaatan Probiotik dan Pemanfaatan Pakan Alami Phroneima Dalam Budidaya Udang di Lahan Tambak di Kabupaten Pinrang (Responden 30 Orang). Jumlah Responden Baik Tidak Baik No Keriteria n % n % 1 2 3
4 5
Apakah tempat pertemuan telah sesuai Apakah peralatan pertemuan telah memadai Apakah bahan yang disediakan untuk pertemuan mencukupi Apakah konsumsi yang disediakan memadai Siapkah anda memanfaatkan hasil pertemuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari
Nilai Rata-Rata Sumber : Data Primer Diolah (2014)
24
80 %
6
20%
20
67 %
10
33%
15
50 %
15
50%
27
90 %
3
10%
30
100%
-
77,40%
-
22,60%
Dengan demikian, kegitan KIMBis sebagai wadah penyebaran teknologi yang telah dilakukan melalui pertemuan pemanfaatan probiotik dan pemanfaatan pakan alami Phroneima dalam budidaya udang windu di lahan tambak diharapkan dapat meningkatkan kapasitas kelompok masyarakat sebagai sasaran. Beberapa tanggapan dan saran yang dikemukakan antara lain adalah sebagai berikut;
38
a.
Salah seorang peserta mengusulkan bahwa udang yang mereka pelihara tiba-tiba mengalami kematian setelah adanya hujan. Dalam hal ini nara sumber mengemukakan bahwa ada kemungkinan besar bahwa setelah hujan terjadi proses pencucian pematang tambak yang diperkirakan mengandung asam sulfat masam, sehingga menurunkan salinitas air tambak.
b.
Petambak lainnya juga mengemukakan bahwa Phroneima sp merupakan hasil yang didapatkan dari lingkungan tambak yang berada di kecamatan Suppa jangan sampai sudah mendunia dan dimanfaatkan oleh masyarakat petambak lainnya di luar kecamatan Suppa atau di luar Kabupaten Pinrang, tetapi petambak yang berada wilayah Kecamatan Suppa tidak mengenal dan tidak memanfaatkan Phroneima sp dalam upaya meningkatkan penghasilan mereka dalam budidaya udang windu. Dalam hal ini, nara sumber mengemukakan bahwa akan mengusahakan pemanfaatan Phroneima sp seluas-luasnya di wilayah asalnya terlebih dahulu yaitu di wilayah Kecamatan Suppa.
c.
Terkait dengan pengembangan pakan alami Phroneima sp secara bertahap pemanfaatan Phroneima ini akan diperluas ke wilayah kecamatan lainnya di wilayah Kabupaten Pinrang, kemudian selanjutnya baru dikembangkan ke wilayah luar Kabupaten Pinrang. Sejalan dengan upaya perluasan pemanfaatan Phroneima ini juga akan dibentuk Tim Koordinasi Kawasan Minapolitan dalam bentuk Surat Keputusan Bupati Kabupaten Pinrang.
d.
Peserta
yang
sebagaimana
lainnya yang
juga
diadakan
mengajukan oleh
Kimbis
bahwa ini
pertemuan-pertemuan kiranya
juga
dapat
mengikutsertakan penyuluh dan pembudidaya di wilayah yang jarang diikutkan dalam pertemuan penyebaran inovasi teknologi pemanfaatan pakan alami maupun probiotik. Dalam hal ini, nara sumber mengemukakan bahwa akan terus mengupayakan memperbanyak pertemuan semacam terutama bagi pembudidaya ataupun penyuluh yang belum pernah mengikuti pertemuan.
4.6. Ketepatgunaan Penyebaran Teknolgi Probiotik dan Phroneima Ketepatgunaan penyebaran teknologi probiotik dan pakan alami Phroneima terhadap kelompok sasaran yang dilaksanakan pada tiga lokasi penyebaran dilihat berdasarkan 6 (enam) indikator. Indikator tersebut merupakan penunjuk atau indikasi
39
nahwa proses penyebaran teknologi yang dilaksanakan sudah merupakan sesuatu yang tepatguna bagi kelompok sasaran sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 9.
Tabel 9. Ketepatgunaan Penyebaran Teknologi Probiotik dan Pakan Alami Phronima Dalam Budidaya Udang Menurut Pendapat Pembudidaya Udang pada Lokasi Pelaksanaan di Desa Lotang Salo - Kabupaten Pinrang Tahun 2014 (n=30). Jawaban Responden (%) No 1
2
3
4
5
6
Kriteria apakah penyebaran teknologi penggunaan probiotik dan pakan alami Phronema bagi masyarakat pembudidaya udang yang dilaksanakan KIMBis sudah sesuai dengan yang dibutuhkan dalam menjalankan dan mengembangkan usaha saat ini? apakah penyebaran teknologi penggunaan probiotik dan pakan alami Phronema bagi masyarakat pembudidaya udang yang dilaksanakan KIMBis akan dapat memberikan keuntungan bagi Saudara jika dibandingkan usaha sebelumnya. apakah penyebaran teknologi penggunaan probiotik dan pakan alami Phronema bagi masyarakat pembudidaya udang yang dilaksanakan KIMBis memiliki keselarasan terhadap usaha yang Saudara jalankan sebelumnya apakah penyebaran teknologi penggunaan probiotik dan pakan alami Phronema bagi masyarakat pembudidaya udang yang dilaksanakan KIMBis dapat mengatasi faktor-faktor pembatas (terutama input produksi) yang pernah terjadi di masa lalu sejauhmana penyebaran teknologi penggunaan probiotik dan pakan alami Phronema bagi masyarakat pembudidaya udang yang dilaksanakan KIMBis dapat mendayagunakan sumberdaya (dana, tenaga kerja, dan waktu) yang Saudara miliki atau yang berada di sekitar Saudara sejauhmana penyebaran teknologi penggunaan probiotik dan pakan alami Phronema bagi masyarakat pembudidaya udang yang dilaksanakan KIMBis akan berperan dalam menambah penghasilan keluarga
a 73
b 27
c 0
d 0
30
70
0
0
27
73
0
0
30
70
0
0
40
60
0
0
53
47
0
0
Berdasarkan Tabel 9 diketahui bahwa 73% responden yang menyatakan bahwa penyebaran teknologi probiotik dan pakan alami Phronima sangat sesuai dengan dengan usaha budidaya udang di tambak yang mereka laksanakan saat ini. Sementara 27% responden yang menyatakan cukup sesuai dengan dengan usaha budidaya udang di tambak yang mereka laksanakan. Kemudian hanya 30% responden yang menyatakan bahwa penyebaran teknologi probiotik dan pakan alami Phronima akan sangat menguntungkan jika diterapkan dalam usaha budidaya udang di tambak yang mereka laksanakan saat ini. Sementara 70% responden yang
40
menyatakan cukup menguntungkan jika diterapkan dalam usaha budidaya udang di tambak yang mereka. Penyebaran teknologi penggunaan probiotik dan pakan alami Phronema bagi masyarakat pembudidaya udang yang dilaksanakan KIMBis menurut 27% responden sangat selaras dengan usaha yang mereka lakukan sebelumnya. Sementara 73% responden menyatakan cukup selaras dengan usaha budidaya udang di tambak yang mereka laksanakan.
Bahkan menurut 30% responden penyebaran teknologi
penggunaan probiotik dan pakan alami Phronema bagi masyarakat pembudidaya udang yang dilaksanakan KIMBis sangat mengatasi faktor-faktor pembatas (terutama input produksi) yang pernah terjadi di masa lalu. Sementara, 70% responden mengemukakan cukup dapat mengatasi faktor-faktor pembatas (terutama input produksi) yang pernah terjadi di masa lalu. Menurut 40% responden, penyebaran teknologi penggunaan probiotik dan pakan alami Phronema bagi masyarakat pembudidaya udang yang dilaksanakan KIMBis sangat dapat mendayagunakan sumberdaya (dana, tenaga kerja, dan waktu) yang dimiliki pembudidaya atau yang berada di sekitar mereka. Sementara, 60% responden mengemukakan cukup dapat mendayagunakan sumberdaya (dana, tenaga kerja, dan waktu) yang dimiliki pembudidaya atau yang berada di sekitar mereka. Bahkan, menurut 53% responden, penyebaran teknologi penggunaan probiotik dan pakan alami Phronema bagi masyarakat pembudidaya udang yang dilaksanakan KIMBis akan sangat berperan dalam menambah penghasilan keluarga. Selanjutnya, berdasarkan Tabel 10 diketahui bahwa 80% responden menyatakan bahwa penyebaran teknologi probiotik dan pakan alami Phronima di Desa Patobong ini sangat sesuai dengan dengan usaha budidaya udang di tambak yang mereka laksanakan saat ini. Sementara 20% responden yang menyatakan cukup sesuai dengan dengan usaha budidaya udang di tambak yang mereka laksanakan. Kemudian hanya 77% responden yang menyatakan bahwa penyebaran teknologi probiotik dan pakan alami Phronima di desa Patobong ini akan sangat menguntungkan jika diterapkan dalam usaha budidaya udang di tambak yang mereka laksanakan saat ini. Sementara 23% responden yang menyatakan cukup menguntungkan jika diterapkan dalam usaha budidaya udang di tambak yang mereka.
41
Tabel 10. Ketepatgunaan Penyebaran Teknologi Probiotik dan Pakan Alami Phronima Dalam Budidaya Udang Menurut Pendapat Pembudidaya Udang pada Lokasi Pelaksanaan di Desa Patobong - Kabupaten Pinrang Tahun 2014 (n=30). Jawaban Responden (%) No 1
2
3
4
5
6
Kriteria apakah penyebaran teknologi penggunaan probiotik dan pakan alami Phronema bagi masyarakat pembudidaya udang yang dilaksanakan KIMBis sudah sesuai dengan yang dibutuhkan dalam menjalankan dan mengembangkan usaha saat ini? apakah penyebaran teknologi penggunaan probiotik dan pakan alami Phronema bagi masyarakat pembudidaya udang yang dilaksanakan KIMBis akan dapat memberikan keuntungan bagi Saudara jika dibandingkan usaha sebelumnya. apakah penyebaran teknologi penggunaan probiotik dan pakan alami Phronema bagi masyarakat pembudidaya udang yang dilaksanakan KIMBis memiliki keselarasan terhadap usaha yang Saudara jalankan sebelumnya apakah penyebaran teknologi penggunaan probiotik dan pakan alami Phronema bagi masyarakat pembudidaya udang yang dilaksanakan KIMBis dapat mengatasi faktor-faktor pembatas (terutama input produksi) yang pernah terjadi di masa lalu sejauhmana penyebaran teknologi penggunaan probiotik dan pakan alami Phronema bagi masyarakat pembudidaya udang yang dilaksanakan KIMBis dapat mendayagunakan sumberdaya (dana, tenaga kerja, dan waktu) yang Saudara miliki atau yang berada di sekitar Saudara sejauhmana penyebaran teknologi penggunaan probiotik dan pakan alami Phronema bagi masyarakat pembudidaya udang yang dilaksanakan KIMBis akan berperan dalam menambah penghasilan keluarga
a 80
b 20
c 0
d 0
77
23
0
0
83
17
0
0
80
20
0
0
70
30
0
0
90
10
0
0
Penyebaran teknologi penggunaan probiotik dan pakan alami Phronema bagi masyarakat pembudidaya udang yang dilaksanakan KIMBis di desa Patobong ini menurut 83% responden sangat selaras dengan usaha yang mereka lakukan sebelumnya. Sementara 17% responden menyatakan cukup selaras dengan usaha budidaya udang di tambak yang mereka laksanakan.
Bahkan menurut 80%
responden di desa Patobong ini penyebaran teknologi penggunaan probiotik dan pakan alami Phronema bagi masyarakat pembudidaya udang yang dilaksanakan KIMBis sangat mengatasi faktor-faktor pembatas (terutama input produksi) yang pernah terjadi di masa lalu. Sementara, 20% responden mengemukakan cukup dapat mengatasi faktor-faktor pembatas (terutama input produksi) yang pernah terjadi di desa Patobong pada masa lalu. Menurut 70% responden, penyebaran teknologi penggunaan probiotik dan pakan alami Phronema bagi masyarakat pembudidaya udang yang dilaksanakan
42
KIMBis di desa Patobong sangat mendayagunakan sumberdaya (dana, tenaga kerja, dan waktu) yang dimiliki pembudidaya atau yang berada di sekitar mereka. Sementara, 30% responden mengemukakan penyebaran teknologi tersebut cukup dapat mendayagunakan sumberdaya (dana, tenaga kerja, dan waktu) yang dimiliki pembudidaya atau yang berada di sekitar mereka. Bahkan, menurut 90% responden, penyebaran teknologi penggunaan probiotik dan pakan alami Phronema bagi masyarakat pembudidaya udang yang dilaksanakan KIMBis di desa Payobong akan sangat berperan dalam menambah penghasilan keluarga. Tabel 11. Ketepatgunaan Penyebaran Teknologi Probiotik dan Pakan Alami Phronima Dalam Budidaya Udang Menurut Pendapat Pembudidaya Udang pada Lokasi Pelaksanaan di Kelurahan Lnrisang - Kabupaten Pinrang Tahun 2014 (n=30). Jawaban Responden (%) No 1
2
3
4
5
6
Kriteria apakah penyebaran teknologi penggunaan probiotik dan pakan alami Phronema bagi masyarakat pembudidaya udang yang dilaksanakan KIMBis sudah sesuai dengan yang dibutuhkan dalam menjalankan dan mengembangkan usaha saat ini? apakah penyebaran teknologi penggunaan probiotik dan pakan alami Phronema bagi masyarakat pembudidaya udang yang dilaksanakan KIMBis akan dapat memberikan keuntungan bagi Saudara jika dibandingkan usaha sebelumnya. apakah penyebaran teknologi penggunaan probiotik dan pakan alami Phronema bagi masyarakat pembudidaya udang yang dilaksanakan KIMBis memiliki keselarasan terhadap usaha yang Saudara jalankan sebelumnya apakah penyebaran teknologi penggunaan probiotik dan pakan alami Phronema bagi masyarakat pembudidaya udang yang dilaksanakan KIMBis dapat mengatasi faktor-faktor pembatas (terutama input produksi) yang pernah terjadi di masa lalu sejauhmana penyebaran teknologi penggunaan probiotik dan pakan alami Phronema bagi masyarakat pembudidaya udang yang dilaksanakan KIMBis dapat mendayagunakan sumberdaya (dana, tenaga kerja, dan waktu) yang Saudara miliki atau yang berada di sekitar Saudara sejauhmana penyebaran teknologi penggunaan probiotik dan pakan alami Phronema bagi masyarakat pembudidaya udang yang dilaksanakan KIMBis akan berperan dalam menambah penghasilan keluarga
a 50
b 50
c 0
d 0
50
50
0
0
50
50
0
0
25
75
0
0
0
100
0
0
0
100
0
0
Berdasarkan Tabel 11 diketahui bahwa 50% responden menyatakan bahwa penyebaran teknologi probiotik dan pakan alami Phronima di Kelurahan Lanrisang ini sangat sesuai dengan dengan usaha budidaya udang di tambak yang mereka laksanakan saat ini. Sementara 50% responden yang menyatakan cukup sesuai
43
dengan dengan usaha budidaya udang di tambak yang mereka laksanakan. Kemudian hanya 50% responden yang menyatakan bahwa penyebaran teknologi probiotik dan pakan alami Phronima di Kelurahan Lanrisang ini akan sangat menguntungkan jika diterapkan dalam usaha budidaya udang di tambak yang mereka laksanakan saat ini. Sementara 50% responden yang menyatakan cukup menguntungkan jika diterapkan dalam usaha budidaya udang di tambak yang mereka. Penyebaran teknologi penggunaan probiotik dan pakan alami Phronema bagi masyarakat pembudidaya udang yang dilaksanakan KIMBis di Kelurahan Lanrisang ini menurut 50% responden sangat selaras dengan usaha yang mereka lakukan sebelumnya. Sementara 50% responden menyatakan cukup selaras dengan usaha budidaya udang di tambak yang mereka laksanakan.
Bahkan menurut 25%
responden di Kelurahan Lanrisang ini penyebaran teknologi penggunaan probiotik dan pakan alami Phronema bagi masyarakat pembudidaya udang yang dilaksanakan KIMBis sangat mengatasi faktor-faktor pembatas (terutama input produksi) yang pernah terjadi di masa lalu. Sementara, 75% responden mengemukakan cukup dapat mengatasi faktor-faktor pembatas (terutama input produksi) yang pernah terjadi di desa Patobong pada masa lalu. Seluruh (100%) responden menyatakan bahwa penyebaran teknologi penggunaan probiotik dan pakan alami Phronema bagi masyarakat pembudidaya udang yang dilaksanakan KIMBis di Kelurahan Lanrisang sangat mendayagunakan sumberdaya (dana, tenaga kerja, dan waktu) yang dimiliki pembudidaya atau yang berada di sekitar mereka. Bahkan, 100% responden juga menyatakan bahwa penyebaran teknologi penggunaan probiotik dan pakan alami Phronema bagi masyarakat pembudidaya udang yang dilaksanakan KIMBis di Kelurahan Lanrisang akan sangat berperan dalam menambah penghasilan keluarga. Berdasarkan Tabel 12 terlihat bahwa pada lokasi pelaksanaan di Desa Lotang Salo, 42% responden menyatakan bahwa penyebaran teknologi probiotik dan pakan alami Phromina sangat tepatguna bagi pembudidaya di wilayah ini. Dan 58% responden menyatakan bahwa penyebaran teknologi tersebut cukup tepatguna bagi masyarakat yang mengikuti penyebaran teknologi yang dilakukan oleh Kimbis. Berbeda halnya pelaksanaan penyebaran teknologi di Desa Patobong, 80% responden menyatakan bahwa penyebaran teknologi probiotik dan pakan alami
44
Phromina sangat tepatguna bagi pembudidaya di wilayah ini. Dan hanya 20% responden yang menyatakan bahwa penyebaran teknologi tersebut cukup tepatguna bagi masyarakat yang mengikuti penyebaran teknologi yang dilakukan oleh Kimbis. Kemudian, pada lokasi pelaksanaan di Kelurahan Lanrisang, hanya 28% responden yang menyatakan bahwa penyebaran teknologi probiotik dan pakan alami Phromina sangat tepatguna bagi pembudidaya di wilayah ini. Sisanya 72% responden menyatakan bahwa penyebaran teknologi tersebut cukup tepatguna bagi masyarakat yang mengikuti penyebaran teknologi yang dilakukan oleh Kimbis.
Tabel 12. Ketepatgunaan Penyebaran Teknologi Probiotik dan Pakan Alami Phronima Dalam Budidaya Udang Menurut Pendapat Pembudidaya Udang pada Tiga Lokasi Pelaksanaan di Kabupaten Pinrang Tahun 2014 (n=90). Jawaban Responden (%) No Lokasi Penyelenggaraan Penyebaran Teknologi 1 2 3
Desa Lotang Salo Kecamatan Suppa Desa Patobong Kecamatan Mattiro Somppe Kelurahan Lanrisang Kecamatan Lanrisang Rata-Rata Seluruh Lokasi Penyebaran Teknologi
a 42 80 28 50
b 58 20 71 50
c 0 0 0 0
d 0 0 0 0
Namun demikian, secara keseluruhan pelaksanaan penyebaran teknologi di seluruh lokasi terlihat bahwa 50% menyatakan bahwa penyebaran teknologi probiotik dan pakan alami Phromina sangat tepatguna bagi pembudidaya di tiga wilayah kecamatan tersebut. Dan 50% responden menyatakan bahwa penyebaran teknologi tersebut cukup tepatguna bagi masyarakat yang mengikuti penyebaran teknologi yang dilakukan oleh Kimbis Kabupaten Pinrang. Tidak ada responden yang menyatakan bahwa penyebaran teknologi tersebut kirang atau tidak tepatguna bagi masyarakat di wilayah tersebut.
45
V. DESKRIPSI MODEL GENERIK HASIL KEGIATAN
Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki oleh masyarakat. Pada sektor kelautan dan perikanan, program pengentasan
kemiskinan
dilaksanakan
dalam
bentuk
program
Peningkatan
Kehidupan Nelayan (PKN) dimana salah satu kegiatan dari program PKN adalah tentang mata pencaharian alternatif. Terkait dengan hal tersebut maka pada kawasan pedesaan pesisir terdapat berbagai progam pembangunan dari berbagai sektor yang sasarannya untuk membantu nelayan dan masyarakat pesisir [1]. Berbagai strategi dilakukan baik ditingkat pusat maupun tingkat daerah untuk menurunkan angka kemiskinan. Pada tingkat pusat, strategi penurunan angka kemiskinan dilakukan melalui kebijakan fiskal dan kebijakan moneter, sedangkan pada tingkat daerah operasionalisasinya dilakukan dengan berbagai bentuk kegiatan seperti pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT), penyaluran beras untuk keluarga miskin (Raskin) dan sebagainya. Namun demikian, seringkali terjadi bantuan yang dialokasikan oleh pemerintah (pusat) pada program pembangunan perikanan di daerah kurang atau tidak sesuai dengan kebutuhan lokal. Disamping itu, hasil penelusuran memberikan gambaran bahwa IPTEK yang dihasilkan oleh penelitian dan pengembangan (Litbang) belum banyak diadopsi dan dikembangkan ditingkat lokal. Terkait dengan upaya pemberdayaan masyarakat nelayan dan masyarakat pesisir, Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi dan Kelautan (BBPSEKP) merancang sebuah lembaga yang diharapkan dapat mendorong perekonomian masyarakat, dengan bentuk implementasi melalui kegiatan penyebaran dan pendampingan teknologi. Kegiatan ini dilaksanakan bersinergi dengan kegiatan lain dari berbagai program pembangunan yang terdapat di tingkat lapangan. Bentuk kelembagaan penerapan IPTEK pada KIMBis dikembangkan berdasarkan potensi sumber daya lokal dan potensi pasar yang ada dalam masyarakat. Masyarakat memegang peranan penting dalam pembangunan kelautan dan perikanan. Keberhasilan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat ditentukan oleh kemampuan semua pihak yang terlibat dalam proses pengembangan masyarakat untuk memahami realitas masyarakat. Masyarakat kosmopolitan adalah masyarakat
46
yang terbuka yaitu mudah menerima pembaharuan atau teknologi atau inovasi baru. Dalam hal ini, mereka memiliki rasa ingin tahu yang lebih dibandingkan kelompok masyarakat lainnya serta mau dengan cepat menerapkan suatu inovasi baru dan biasa juga disebut sebagai golongan inovator [2]. Permasalahan pada masyarakat nelayan dan pesisir di manapun adanya memerlukan pendekatan secara terpadu dalam hal pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya pesisir yang berkelanjutan. Pengelolaan dan pemanfaatan ini membutuhkan keseimbangan dalam aspek ekologi, sosial budaya dan ekonomi. Peran aktif masyarakat dalam penetapan kebijakan serta pemanfaatan wilayah yang dirintis melalui keberadaan KIMBis. Peran masyarakat dalam pembangunan kelautan dan perikanan ini dapat terlihat dengan adanya keinginan yang kuat untuk mengembangkan potensi sumber daya yang dimiliki masyarakat tersebut dalam satu kesatuan wilayah. Keterlibatan masyarakat dalam pembangunan di Kabupaten Pinrang ditandai dengan adanya pembentukan berbagai kelompok masyarakat perikanan, yang terorganisir di dalam suatu perkumpulan yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup mereka. Dengan demikian, proses pembangunan kelautan dan perikanan di wilayah Kabupaten Pinrang dapat terlaksana secara terorganisasi dan terencana sesuai dengan prioritas program yang ditetapkan dalam perencanaan.
DASAR PERTIMBANGAN (Relevansi Dengan Pengembangan Wirausaha) Keberhasilan teknologi budidaya udang windu dengan menerapkan teknologi probiotik diharapkan dapat meningkatkan produksi dan pendapatan masyarakat pembudidaya udang. Permasalahan yang dialami para pembudidaya udang terkait struktur tanah lingkungan tambak diatasi dengan menggunakan probiotik. Penggunaan probiotik ini memperbaiki struktur tanah lingkungan tambak, selain itu ternyata dampak penggunaan probiotik ini juga mempengaruhi kualitas air dan tanah di lahan tambak menjadi lebih baik [3]. Disamping
probiotik,
Phronima
suppa
juga
memberikan
alternatif
pemecahan masalah yang dialami para pembudidaya udang terkait penyediaan pakan alami dalam pentokolan dan pembesaran udang windu. Pemanfaatan Phronima ini dapat meningkatkan produksi hingga mencapai produktivitas 150-300 kg per musim
47
[4]. Oleh karena itu, penggunaan Phronima sp secara fisik mengakibatkan tingginya kelulusan hidup udang windu yang dipelihara petambak, sehingga berpengaruh terhadap peningkatan penerimaan usahanya. Klinik Iptek Mina Bisnis (KIMBis) Kabupaten Pinrang dibentuk pada bulan September 2012 atas inisiasi dan diskusi masyarakat setempat di wilayah desa Wiring Tasi Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang [5]. Pembentukan Kimbis diharapkan dapat berfungsi sebagai fasilitator dalam meningkatkan kapasitas usaha masyarakat dan dapat pula menghasilkan wirausahawan baru [6]. Berkaitan dengan fungsi Kimbis sebagai fasilitator dalam meningkatkan kapasitas usaha masyarakat pembudidaya udang, maka dilakukan upaya penyebaran teknologi pemanfaatan probiotik dan pakan alami Phronima pada para petambak yang tersebar di wilayah Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan. Pada setiap pertemuan penyebaran teknologi, penetapan kelompok sasaran yang mengikuti pertemuan berbeda dari waktu ke waktu [7], sehingga diharapkan penyebaran teknologi dapat semakin meluas terhadap wilayah yang belum mengenal kedua teknologi tersebut. Komponen yang harus ada terkait dengan penyebaran teknologi atau inovasi adalah sumber informasi, kelembagaan penyebaran inovasi, sarana dan alat penyebaran inovasi (alat bantu dan media), penerima informasi, dan respon penerima informasi (evaluasi pelaksanaan) [8]. Kemudian diperlukan evaluasi sejauhmana penerapan teknologi oleh pengguna (adopsi teknologi) dan evaluasi penyebaran teknologi (difusi teknologi) [8]. Model kelembagaan penyebaran teknologi ini dibuat berdasarkan kegiatan yang dilaksanakan oleh KIMBis Kabupaten Pinrang selama dua tahun terakhir ini (2013 dan 2014).
KOMPONEN MODEL KELEMBAGAAN Model kelembagaan penyebaran Iptek dalam meningkatkan kapasitas usaha masyarakat
merupakan
keterkaitan
beberapa
komponen
tertentu
termasuk
kelembagaan yang membentuk sebuah sistem yang telah terbukti secara berulang dapat menyebarkan Iptek dalam kaitannya dengan upaya peningkatan kapasitas usaha
kelompok
masyarakat
sasaran.
Komponen
tersebut
dibangun
dan
dipertimbangkan berdasarkan prinsip-prinsip yang berkaitan dengan penyebaran
48
Iptek dan pengembangan kapasitas usaha masyarakat dalam upaya peningkatan kesejahteraan mereka. Komponen tersebut adalah sumber informasi, kelembagaan penyebaran inovasi (pelaksana), sarana dan alat penyebaran inovasi (alat bantu dan media), penerima informasi (masyarakat pembudidaya), respon penerima informasi (evaluasi pelaksanaan), penerapan teknologi oleh pengguna (adopsi teknologi), dan evaluasi penyebaran teknologi (difusi teknologi).
Sumber Informasi Sumber informasi merupakan sumber teknologi atau inovasi yang akan menjadi bahan yang akan disebarkan kepada masyarakat atau kelompok sasaran. Dalam hal ini, sumber informasi berasal dari lembaga penelitian yang menghasilkan inovasi baru, terutama lembaga penelitian yang berada di lingkup Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan (Balitbang KP), baik yang menghasilkan inovasi di bidang perikanan budidaya, perikanan tangkap, teknologi kelautan dan sumberdaya non hayati. Sumber inovasi yang berasal dari Balitbang KP ini juga merupakan salah satu upaya dalam mendiseminasikan hasil-hasil penelitian yang dihasilkan oleh lembaga penelitian dibawah Balitbang KP. Bidang Iptek yang diperlukan dalam lingkup Kimbis Pinrang ini antara lain berkaitan dengan teknologi budidaya udang windu dan atau vaname di lahan tambak. Beberapa teknologi yang telah didiseminasikan berkaitan dengan teknologi perikanan budidaya antara lain adalah pemanfaatan probiotik RICA, pemanfaatan pakan alami Phronima, Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB) untuk budidaya udang atau ikan. Terkait dengan sumber teknologi ini, Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian Perikanan
dan
Kehutanan
(BP4K)
Kabupaten
Pinrang
sudah
saatnya
mengiventarisasi teknologi yang dibutuhkan oleh masyarakat di wilayah Kabupaten Pinrang ini. Dalam hal ini, peningkatan pengetahuan penyuluh yang ada di BP4K terhadap teknologi baru yang diperkirakan diperlukan masyarakat Kabupaten Pinrang merupakan salah satu keharusan, sehingga masyarakat Kabupaten Pinrang selalu mengikuti perkembangan inovasi baru di bidang usahanya.
49
Kelembagaan Penyebaran Inovasi KIMBis dalam hal kelembagaan penyebaran informasi berfungsi sebagai lembaga penyebar informasi. Kimbis saat ini juga berfungsi sebagai pusat informasi dan diskusi bagi masyarakat pembudidaya udang di wilayah Kabupaten Pinrang. Fungsi tersebut dijalankan karena adanya peran dan keberadaan penyuluh, peneliti dan petugas teknis dinas perikanan setempat sebagai lembaga pembina masyarakat perikanan. Keberadaan pengurus KIMBis sebagai lembaga pembina masyarakat perikanan menempatkan Kimbis untuk lebih berfungsi sebagai fasilitator dalam mengembangkan kapasitas usaha masyarakat berbasis iptek. Dalam hal ini kelembagaan BP4K yang berkoordinasi dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pinrang mempersiapkan pelaksanaan penyuluhan pada wilayah yang belum pernah menerima teknologi terbaru yang dianggap penting dalam pengembangan kapasitas usahanya.
Sarana dan Alat Penyebaran Inovasi Sarana dan alat penyebaran inovasi dalam hal ini merupakan bahan dan peralatan yang dipergunakan sebagai penjelas dalam menyampaikan teknologi atau Iptek yang akan diperkenalkan kepada pembudidaya. Sarana dan alat tersebut misalnya fasilitas pembuatan probiotik dan contoh pakan alami Phronima. Fasilitas pembuatan probiotik antara lain berupa kompor gas, aerator, ember, waskom, selang, dan tabung gas elpiji. Fasilitas produksi pakan alami Phronima antara lain adalah petakan tambak, sumber pakan alami, dan bahan-bahan seperti kapur, pupuk, dan pembasmi hama. Fasilitas sarana dan alat penyebaran inovasi ini juga harus disiapkan oleh BP4K sebagai pelaksana penyuluhan perikanan di wilayah Kabupaten Pinrang ini. Semakin baik sarana dan alat penyebaran inovasi ini, maka semakin baik diharapkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat dalam mengembangkan usahanya dengan menerapkan teknologi atau inovasi baru.
50
Penerima Informasi (Kelompok Sasaran) Penerima informasi dalam hal ini masyarakat pembudidaya yang berada di wilayah Kabupaten Pinrang. Peserta penerima penyebaran iptek ini ditentukan secara sengaja, dengan kualifikasi para pembudidaya udang yang belum pernah menerima informasi tentang teknologi tersebut. Hal ini dengan mencatat peserta yang ikut berlainan desa dengan yang sebelumnya, sehingga untuk setiap pertemuan penyebaran teknologi pesertanya dipastikan belum pernah mengikuti penjelasan teknologi yang disampaikan dalam acara penyebaran teknologi yang dilaksanakan oleh KIMBis. Pemilihan kelompok sasaran yang menjadi peserta penyebaran teknologi ini menjadi tugas para penyuluh di wilayahnya masing-masing untuk mengidentifikasi peserta yang telah pernah mengikuti atau belum pernah mengikuti suatu kegiatan penyebaran teknologi atau inovasi baru. Hasil identifikasi ini disampaikan oleh penyuluh kepada BP4K dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pinrang guna diarsipkan sebagai dokumen yang nantinya diperlukan untuk dasar evaluasi dan monitoring perkembangan usaha masyarakat selanjutnya.
Respon Penerima Informasi (Evaluasi Pelaksanaan) Respon penerima informasi dilakukan pada saat acara penyebaran teknologi selesai dilaksanakan. Dalam hal ini, dapat dikatakan sebagai evaluasi pelaksanaan pertemuan penyebaran teknologi yang dilaksanakan oleh KIMBis. Dalam hal ini evaluasi dilakukan menggunakan beberapa pertanyaan yang terkait dengan materi yang diberikan, perkiraan manfaatnya bagi peserta, kejelasan materi yang diberikan, serta pelayanan dan persiapan pengurus Kimbis sebagai penyelenggara pertemuan penyebaran teknologi. Evaluasi respon penerima informasi ini dilakukan oleh penyuluh bersama petugas teknis Dinas Kelautan dan Perikanan guna mengetahui sejauhmana terjadi peningkatan pengetahuan peserta pertemuan penyebaran teknologi. Disampin itu, dalam kesempatan ini diketahui hal-hal lain yang berkaitan kompetensi nara sumber terhadap materi yang diberikan serta evaluasi terhadap pelaksanaan pertemuan itu sendiri yang dapat menjadi masukan bagi pelaksana pertemuan tersebut.
51
Penerapan Teknologi Oleh Pengguna (Adopsi Teknologi) Penerapan teknologi oleh pengguna dapat dikatakan sebagai adopsi teknologi. Evaluasi mengenai adopsi teknologi ini dapat dilakukan pada akhir tahun kegiatan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sejauhmana materi yang diberikan dalam pertemuan dapat diketahui, dipahami dan diterapkan oleh masyarakat pembudidaya yang menerima penyebaran teknologi. Hal ini dimulai dengan beberapa indikator yang pada akhirnya menunjukkan bahwa teknologi yang diperkenalkan dan disebarkan kepada pembudidaya tersebut merupakan teknologi tepatguna. Indikator bahwa adopsi teknologi yang dilakukan oleh masyarakat kelompok sasaran dapat diketahui pula dengan indikator ketepatgunaan teknologi. Tepatguna dalam hal ini, dapat dilihat secara teknis, sosial, ekonomi dan lingkungan.Dalam hal ini, evaluasi untuk menyatakan bahwa suatu inovasi dikatakan tepatguna dapat menggunakan beberapa kriteria [9] yaitu inovasi tersebut harus; a) Dirasakan sebagai kebutuhan oleh pengguna, b) Memberi keuntungan secara konkrit bagi pengguna, c) Mempunyai kompatibilitas/ keselarasan, d) Dapat mengatasi faktor-faktor pembatas, e) Mendayagunakan sumberdaya yang sudah ada f)
Terjangkau oleh kemampuan finansial pengguna
g) Sederhana, tidak rumit dan mudah dicoba dan diamati.
Evaluasi adopsi teknologi ini ini dilakukan oleh lembaga penelitian yang bekerjasama dengan Dinas Kelautan dan Perikanan setempat dan dibantu oleh penyuluh perikanan setempat. Evaluasi ini dapat menghasilkan bahwa apakah teknologi yang disebarkan sudah tepatguna bagi kelompok sasaran. Evaluasi ini dilakukan minimal 1 bulan setelah pertemuan penyebaran teknologi dilakukan terhadap kelompok sasaran. Kemudian setelah minimal 6 bulan dapat dilakukan evaluasi adopsi teknologi guna melihat sejauhmana teknologi yang disebarkan sudah diterapkan oleh kelompok sasaran.
52
Evaluasi Penyebaran Teknologi (Difusi Teknologi) Hal ini dilakukan untuk mengetahui sejauhmana teknologi yang sudah diadopsi dalam pertemuan dapat disebarluaskan kepada pembudidaya lainnya yang belum pernah mengikuti pertemuan [10]. Dalam hal ini dimulai dengan beberapa indikator yang pada akhirnya menunjukkan bahwa teknologi yang diperkenalkan kepada pembudidaya tersebut sudah diterapkan pula oleh penerima teknologi baru yang tidak mengikuti pertemuan penyebaran teknologi. Penerima teknologi tersebut menerima informasi teknologi dari anggota masyarakat yang mengikuti pertemuan penyebaran teknologi yang dilaksanakan oleh KIMBis. Evaluasi difusi teknologi ini ini dilakukan oleh lembaga penelitian yang bekerjasama dengan Dinas Kelautan dan Perikanan setempat dan dibantu oleh penyuluh perikanan setempat. Evaluasi ini dapat menghasilkan bahwa apakah teknologi yang disebarkan sudah diterapkan oleh masyarakat lainnya yang tidak mengikuti pertemuan penyebaran teknologi. Evaluasi ini dilakukan minimal 1 tahun setelah pertemuan penyebaran teknologi dilakukan terhadap kelompok sasaran di wilayah tersebut. Kemudian setelah minimal 1 tahun tersebut dapat dilakukan evaluasi adopsi teknologi guna melihat sejauhmana teknologi yang disebarkan sudah diterapkan oleh kelompok sasaran yang tergabung dalam kelompok difusi teknologi ini.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kegiatan pertemuan penyebaran Iptek yang dilakukan oleh KIMBis Pinrang berdasarkan permasalahan lokal yang dialami oleh masyarakat pembudidaya udang. Pemilihan teknologi untuk disebarkan di masyarakat lebih utama dipilih teknologi yang tepat guna dan mudah untuk diterapkan oleh para pembudidaya udang. Teknologi probiotik dan Phronima sp hingga saat ini diterapkan dikarenakan dianggap menjadi bagian dari solusi permasalahan yang dialami oleh pembudidaya. Tingkat keberhasilan penerapan teknologi tersebut tidak terlepas dari adanya proses pendampingan penerapan teknologi dari pengurus KIMBis. Berdasarkan hal-hal yang telah dilakukan oleh KIMBis Pinrang, dapat digambarkan sebagai model kelembagaan penyebaran iptek dalam rangka peningkatan kapasitas usaha masyarakat pembudidaya udang. Tingkat keberhasilan
53
penyebaran iptek untuk kemudian diterapkan oleh penerima iptek dalam model kelembagaan tersebut tergantung pada beberapa komponen yaitu sumber informasi, kelembagaan penyebaran inovasi (pelaksana), sarana dan alat penyebaran inovasi (alat bantu dan media), penerima informasi (masyarakat pembudidaya), respon penerima informasi (evaluasi pelaksanaan), penerapan teknologi oleh pengguna (adopsi teknologi), dan evaluasi penyebaran teknologi (difusi teknologi). Secara keseluruhan, berdasarkan komponen model kelembagaan penyebaran Iptek pada masyarakat kosmopolitan terlihat bahwa kelembagaan yang harus bekerjasama dalam hal ini adalah BP4K, Dinas Kelautan dan Perikanan dan Lembaga Penelitian. Faktor penunjang lainnya adalah sumber teknologi dan sumber pembiayaan yang ada di daerah kabupaten guna terlaksananya proses penyebaran teknologi secara efektif dalam meningkatkan kapasitas usaha masyarakat kosmopolitan.
DAFTAR PUSTAKA [1] Zulham, A. 2011. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kegiatan Pengembangan Klinik IPTEK Mina Bisnis dalam Mendukung Program Peningkatan Kehidupan Nelayan. BBPSEKP Balitbang-KP KKP, Jakarta. [2]
Roger, E.M. dan F. F. Shoemaker. 1987. Memasyarakatkan Ide-Ide Baru. Disarikan Oleh Abdillah Hanafi dari Communication of Innovation. Cetakan Ke-IV. Usaha Nasional. Surabaya.
[3]
Atmosumarno, M. 2013. Pemanfaatan Probiotik RICA dalam Budidaya Udang Windu di Lahan Tambak. Materi Penyebaran Teknologi di KIMBis Kabupaten Pinrang. Balai Penelitian dan Pengembangan Perikanan Budidaya Air Payau. Maros.
[4]
Fattah, H. 2013. Pemanfaatan Pakan Alami Phronima sp Dalam Budidaya Udang Windu di Lahan Tambak. Materi Penyebaran Teknologi di KIMBis Kabupaten Pinrang. Universitas Muslim Indonesia. Makasar.
[5]
Nasution, Z. Sastrawidjaja, Siti Hajar Suryawati, A. Nurul Hadi, dan Nila Mustikawati. 2013. Laporan Teknis Klinik Iptek Mina Bisnis Kabupaten Pinrang Tahun 2013. Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan.
[6]
Zulham, A. 2013. Petunjuk Teknis Klinik Iptek Mina Bisnis (KIMBis). Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
54
[7]
Nasution, Z. Sastrawidjaja, Bayu Vita Indah Yanti, Sujana, Titin Hasanah. 2014. Laporan Semester Klinik Iptek Mina Bisnis Kabupaten Pinrang Tahun 2014. Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan.
[8]
Rogers, E.M. 1986. Communication Technology: The New Media in Society. The Free Press.A Division of Macmillan, Inc. New York. Collier Macmillan Publishers. London.
[9]
Musyafak, A dan Tatang M. Ibrahim, 2005. Strategi Percepatan Adopsi Dan Difusi Inovasi Pertanian Mendukung Prima Tani, Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 3 No. 1, Maret 2005 : 20-37. Pusat Analisis Kebijakan dan Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian.
[10] Rolling, N. G., J. Ascroft.And F. W. Chege.1985. Difusi Inovasi dan Masalah Kemerataan Dalam Pembangunan di Pedesaan. Dalam E. M. Rogers (Ed). Komunikasi dan Pembangunan: Persfektif Kritis. Hal.70-89. LP3ES. Jakarta.
55
VI. EVALUASI TENTANG KINERJA KIMBIS
Evaluasi tentang kinerja Kimbis dilakukan menggunakan kriteria yang terdapat di buku panduan Kimbis tentang kinerja Kimbis yang terdiri dari 5 indikator yaitu wujud fisik Kimbis, struktur organisasi, pelaksanaan kegiatan, kelompok sasaran dan output Kimbis, yang dikemukakan pada Tabel 13, 14, 15, 16, dan 17. Tabel 13. Hasil penilaian terhadap wujud fisik Klinik Iptek Mina Bisnis Suppa, Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang, 2014. Penilaian (Lingkari salah satu) (1) Tidak ada atau buruk
(2) Ada Cukup
(3) Ada baik
(4) Ada Sangat Baik
Dukungan Pemda dalam bentuk pernyataan lisan
1
2
3
(4)
Dukungan Pemda dalam bentuk Surat Resmi
1
2
3
(4)
Kejelasan lokasi IPTEK Mina Bisnis
1
2
3
(4)
1
2
(3)
4
Banner informasi tentang paket teknologi, poster hasil penelitian
1
2
(3)
4
Buku administrasi IPTEK Mina Bisnis
1
2
(3)
4
1
2
(3)
4
A1
B1
C1
D1
Wujud Fisik Klinik IPTEK Mina Bisnis
Papan nama Klinik
Sekretariat Klinik
IPTEK Mina Bisnis
aktivitas Klinik
Dokumentasi kegiatan (foto dan lainlain) Sub Total
Tabel 13 menunjukkan bahwa rata-rata nilai wujud fisik Kimbis Kabupaten Pinrang adalah 3,43 yaitu berada pada kisaran nilai baik dan sangat baik. Sementara untuk struktur organisasi berada pada nilai rata-rata 2,17 yaitu berada kisaran cukup hingga baik. Kemudianm untuk pelaksanaan kegiatan berada pada nilai 3 yaitu termasuk baik. Sementara kelompok sasaran termasuk kategori baik dengan nilai 1,87m sementara output kegiatan berada pada nilai 3 yaitu termasuk kategori baik.
56
Tabel 14. Hasil penilaian terhadap struktur organisasi Klinik Iptek Mina Bisnis Suppa, Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang, 2014. Peranan Struktur Organisasi
(1) Tidak ada
(2) Ada Cukup
(3) Ada baik
(4) Ada Sangat Baik
Peran LO terkait Pengembangan Klinik IPTEK Mina Bisnis
1
(2)
3
4
Peran unsur Dinas KP Kecamatan/penyuluh
1
2
(3)
4
Peran Manajer Klinik IPTEK Mina Bisnis
1
(2)
3
4
Peran Asisten Klinik IPTEK Mina Bisnis Bidang Promosi dan Pemasaran
1
(2)
3
4
Peran Asisten Klinik IPTEK Mina Bisnis Bidang Pengembangan Usaha
1
(2)
3
4
Peran Asisten Klinik IPTEK Mina Bisnis Bidang Penguatan Kelembagaan dan Bimbingan Anggota
1
(2)
3
4
A2
B2
C2
D2
Sub Total
Tabel 15. Hasil penilaian terhadap pelaksanaan kegiatan Klinik Iptek Mina Bisnis Suppa, Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang, 2014. (1) Tidak ada atau buruk
(2) Ada Cukup
(3) Ada baik
(4) Ada Sangat Baik
1
2
(3)
4
Pelaksanaan kegiatan regular Klinik IPTEK Mina Bisnis
1
2
(3)
4
Ketersediaan Rencana kegiatan Pelatihan Pelaksanaan kegiatan Pelatihan
1
2
(3)
4
1
2
(3)
4
Ketersediaan Jadwal Rapat Rutin pengurus Klinik IPTEK Mina Bisnis Pelaksanaan Rapat Rutin pengurus Klinik IPTEK Mina Bisnis
1
2
(3)
4
1
2
(3)
4
A3
B3
C3
D3
Pelaksanaan Kegiatan Klinik IPTEK Mina Bisnis Ketersediaan Jadwal regular kegiatan Klinik IPTEK Mina Bisnis
Sub Total
57
Tabel 16. Hasil penilaian terhadap kelompok sasaran Klinik Iptek Mina Bisnis Suppa, Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang, 2014. (1) Tidak Ada
(2) Ada Cukup
(3) Ada baik
(4) Ada Sangat Baik
Apakah ada kelompok sasaran
1
2
(3)
4
Apakah kelompok nelayan
1
(2)
3
4
1
(2)
3
4
(1)
2
3
4
Apakah kelompok sasaran adalah pengolah hasil perikanan
1
(2)
3
4
Apakah kelompok sasaran adalah pedagang pengumpul
1
(2)
3
4
Apakah kelompok sasaran termasuk karang taruna, kelompok pengajian dan kelompok arisan.
(1)
2
3
4
Sub Total
A4
B4
C4
D4
Kelompok Sasaran
sasaran adalah
Apakah kelompok sasaran adalah anggota keluarga nelayan Apakah kelompok buruh nelayan
sasaran adalah
Tabel 17. Hasil penilaian terhadap output kegiatan Klinik Iptek Mina Bisnis Suppa, Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang, 2014. (1) Tidak Ada
(2) Ada Cukup
(3) Ada baik
(4) Ada Sangat Baik
1
2
(3)
4
Apakah ada paket teknologi yang sudah diadopsi Apakah ada produk yang dihasilkan
1
2
(3)
4
1
2
(3)
4
Sub Total
A5
B5
C5
D5
Output Kegiatan Apakah keterampilan kelompok sasaran di atas meningkat
Dengan demikian secara keseluruhan kinerja Kimbis Kabupaten Pinrang yang didasarkan pada 5 indikator tersebut rata-rata bernilai 2,69 yaitu termasuk kategori maju meskipun tahap awal (nilai mendekati 2). Hal ini sesuai dengan berbagai kegiatan yang dilaksanakan Kimbis telah terlihat memiliki dampak terhadap peningkatan kapasitas usaha masyarakat yaitu mesyarakat pembudidaya udang yang telah berkembang menggunakan probiotik dan pakan alami Phroneima dalam
58
budidaya udang di lahan tambak. Kemudian, juga mulai ada rintisan untuk menghasilkan wirausahawan baru terkait penjualan dan distribusi probiotik yang digunakan masyarakat pembudidaya udang. Penyebaram teknologi probiotik dan pakan alami Phroneuma juga telah dilakukan pada 3 dari 5 kecamatan pesisir yang terdapat di Kabupaten Pinrang. Keberhasilan ini antara lain didukung kegiatan pertemuan penyebaran Iptek yang dilakukan oleh KIMBis Pinrang didasarkan permasalahan lokal yang dialami oleh masyarakat pembudidaya udang. Teknologi probiotik dan Phronima sp hingga saat ini diterapkan dikarenakan dianggap menjadi bagian dari solusi permasalahan yang dialami oleh pembudidaya. Tingkat keberhasilan penerapan teknologi tersebut tidak terlepas dari adanya proses pendampingan penerapan teknologi dari pengurus KIMBis. Sejalan dengan penilaian kinerja diatas, evaluasi fungsi Kimbis Kabupaten Pinrang juga menunjukkan bahwa Kimbis ini sudah efektif berfungsi sesuai dengan petunjuk teknis yang ditetapkan dengan nilai rata-rata 2,22 (Tabel 18).
Tabel 18. Nilai Evaluasi Efektifitas Fungsi Kimbis Kabupaten Pinrang, 2014. No.
Variabel Fungsi Kimbis
Nilai Maksimal
Nilai Yang Dicapai
1
Sarana Pemberdayaan Masyarakat
3
1,86
2
Sarana Pengembangan Ekonomi
3
2,31
3
Sarana Kerjasama Peneliti /
3
2,15
3
1,77
3
3,00
3
2,22
Penyuluh / Perekayasa 4
Sarana Kerjasama antar SKPD untuk Mewujudkan Kesejahteraan Masyarakat
5
Laboratorium Data Sosek Rata-Rata
Sumber: Diolah dari hasil pengamatan dan wawancara (2014).
Tabel 18 menunjukkan bahwa meskipun secara menyeluruh fungsi Kimbis mulai efektif, tetapi ini baru berada pada tahap awal mulai efektif. Hal ini terlihat dari belum berfungsinya Kimbis sebagai sarana kerjasama antar SKPD untuk
59
mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Kimbis lebih banyak masih berfungsi sebagai laaboratorium data sosek di lapangan. Begitu juga terlihat bahwa Kimbis sebagai sarana pemberdayaan masyarakat masih perlu ditingkatkan fungsinya sesuai dengan program yang dikehendaki oleh pemerintah Kabupaten Pinrang.
60
VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 7.1.
Kesimpulan Aplikasi bakteri probiotik RICA diharapkan mampu mengurangi serangan
penyakit vibriosis maupun penyakit bintik putih di tambak udang windu. Aplikasi bakteri probiotik RICA mampu meningkatkan sintasan dan produksi udang windu di tambak ekstensif, semi-intensif, maupun intensif apabila persiapan tambak, penebaran benur, serta pengelolaan pakan dan air dilakukan secara benar. Aplikasi bakteri probiotik di tambak udang windu milik rakyat masih perlu dikaji lebih lanjut pada berbagai sistem budidaya dan kondisi lingkungan yang berbeda. Pada kondisi tambak Tanah Sulfat Masam (TSM) aplikasi probiotik perlu dibarengi dengan aplikasi kapur dolomit secara rutin sebanyak 3-5 ppm terutama menjelang atau sesudah hujan.`Untuk penggunaan pakan alami berupa Phronima yang berfungsi sebagai pakan awal dalam budidaya udang windu maupun budidaya udang vaname. Budidaya udang windu biasanya dilakukan masyarakat secara polikultur bersama ikan bandeng. Pemanfaatan teknologi probiotik juga dapat meningkatkan produksi pakan alami, melalui perbaikan struktur tanah dan kualitas air tambak, sehingga dapat meningkatkan produksi budidaya udang di lahan tambak. Disamping itu pemanfaatan probiotik dapat mencegah timbulnya penyakit pada budidaya udang, dengan catatan bahwa perlakuan lainnya dilaksanakan dengan tepat sesuai dengan kriteria Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB). Dilain pihak, pemanfaatan pakan alami berupa Phronima dalam budidaya udang windu dapat meningkatkan produksi udang dari tradisional menjadi tradisional plus. Disamping itu, dapat mengurangi biaya operasional dalam produksi udang windu. Pada akhirnya akan meningkatkan efisiensi biaya produksi dan meningkatkan keuntungan usaha dalam budidaya udang windu di lahan tambak. Dalam upaya penyebaran teknologi ini telah dihasilkan bahwa pesertanya berasal dari 3 dari 5 kecamatan pesisir di Kabupaten Pinrang yaitu Kecamatan Suppa, Kecamatan Mattiro Sommpe dan Kecamatan Lanrisang. Jumlah peserta seluruhnya adalah 90 orang. Tanggapan peserta terhadap upaya penyebaran teknologi ini baik dan sangat antusias.
61
Model kelembagaan penyebaran Iptek dalam meningkatkan kapasitas masyarakat kosmopolitan telah dibuat berdasarkan tiga paket kegiatan pertemuan yang dilakukan Kimbis Kabupaten Pinrang pada tahun 2014 dan evaluasi kegiatan pada tahun 2013. Beberapa komponen yang harus ada jika kelembagaan penyebaran iptek dalam meningkatkan kapasitas usaha masyarakat kosmo[olitan (pembudidaya udang) harus terlaksana. Beberapa komponen yang harus ada adalah sumber informasi, kelembagaan penyebaran inovasi (pelaksana), sarana dan alat penyebaran inovasi (alat bantu dan media), penerima informasi (masyarakat pembudidaya), respon penerima informasi (evaluasi pelaksanaan), penerapan teknologi oleh pengguna (adopsi teknologi), dan evaluasi penyebaran teknologi (difusi teknologi). Tabel 13 menunjukkan bahwa rata-rata nilai wujud fisik Kimbis Kabupaten Pinrang adalah 3,43 yaitu berada pada kisaran nilai baik dan sangat baik. Sementara untuk struktur organisasi berada pada nilai rata-rata 2,17 yaitu berada kisaran cukup hingga baik. Kemudianm untuk pelaksanaan kegiatan berada pada nilai 3 yaitu termasuk baik. Sementara kelompok sasaran termasuk kategori baik dengan nilai 1,87m sementara output kegiatan berada pada nilai 3 yaitu termasuk kategori baik. Kinerja Kimbis Kabupaten Pinrang yang didasarkan 5 indikator sesuai dengan petunjuk teknis KIMBis menunjukkan bahwa bernilai 2,69 yaitu termasuk kategori maju. Hal ini sesuai dengan berbagai kegiatan yang dilaksanakan Kimbis telah terlihat memiliki dampak terhadap peningkatan kapasitas usaha masyarakat yaitu mesyarakat pembudidaya udang yang telah berkembang menggunakan probiotik dan pakan alami Phroneima dalam budidaya udang di lahan tambak. Kemudian, juga mulai ada rintisan untuk menghasilkan wirausahawan baru terkait penjualan dan distribusi probiotik yang digunakan masyarakat pembudidaya udang. Secara terinci rata-rata nilai wujud fisik Kimbis Kabupaten Pinrang adalah 3,43 yaitu berada pada kisaran nilai baik dan sangat baik. Sementara untuk struktur organisasi berada pada nilai rata-rata 2,17 yaitu berada kisaran cukup hingga baik. Kemudian untuk pelaksanaan kegiatan berada pada nilai 3 yaitu termasuk baik. Sementara kelompok sasaran termasuk kategori baik dengan nilai 1,87m sementara output kegiatan berada pada nilai 3 yaitu termasuk kategori baik. Sementara dari segi fungsi, Kimbis ini bernilai rata-rata 2,22 yaitu mulai efektif dalam berfungsi secara menyeluruh fungsi Kimbis.
62
7.2. Rekomendasi Rekomendasi yang dapat dikemukakan antara lain bahwa Phroneima sp merupakan hasil yang didapatkan dari lingkungan tambak yang berada di kecamatan Suppa jangan sampai petambak yang berada wilayah Kecamatan Suppa tidak mengenal dan tidak memanfaatkan Phroneima sp dalam upaya meningkatkan penghasilan mereka dalam budidaya udang windu. Sementara disisi lain Phroneima tersebut sudah mendunia dan dimanfaatkan oleh masyarakat petambak lainnya di luar kecamatan Suppa atau di luar Kabupaten Pinrang. Terkait dengan pengembangan pakan alami Phroneima sp secara bertahap pemanfaatan Phroneima ini akan diperluas ke wilayah kecamatan lainnya di wilayah Kabupaten Pinrang, kemudian selanjutnya baru dikembangkan ke wilayah luar Kabupaten Pinrang. Sejalan dengan upaya perluasan pemanfaatan Phroneima ini juga akan dibentuk Tim Koordinasi Kawasan Minapolitan dalam bentuk Surat Keputusan Bupati Kabupaten Pinrang. Pertemuan sebagaimana yang diadakan oleh Kimbis ini kiranya juga dapat mengikutsertakan penyuluh dan pembudidaya di wilayah yang jarang diikutkan dalam pertemuan penyebaran inovasi teknologi pemanfaatan pakan alami maupun probiotik.
63
DAFTAR PUSTAKA Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan [BBPSEKP]. 2011. Konsep Klinik IPTEK Mina Bisnis. Disampaikan di Jakarta pada Tanggal 27 Desember 2011. BBPSEKP Balitbang-KP. Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta. BBPSEKP. 2013. Lokakarya KIMBis. BBPSEKP. Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan. Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta. Marshall, C. dan Rossman, G. B. 1989.Designing Qualitative Research.Sage Publications, London. Muhi A.H, 2009. Teknologi Tepat Guna (TTG) Dalam Perspektif Pemberdayaan Masyarakat. Makalah Temu Karya Pendampingan Masyarakat Pedesaan dalam Bidang Pemerintahan, Pembangunan dan Kemasyarakatan di Kabupaten Bekasi pada tanggal 13 April 2009 dan tanggal 7 Mei 2009. Bekasi. Jawa Barat. Nasution, Z., Lindawati dan T. Hasanah. 2012. Pengembangan Ekonomi Kawasan Berbasis IPTEK di Kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan. Laporan Akhir Tahun Klinik Iptek Mina Bisnis (KIMBis) Kabupaten Pinrang. BBPSEKP BalitbangKP KKP, Jakarta. Patton, M. Q.. 2006. Metode Evaluasi Kualitatif. (Terjemahan Budi Puspo Priyadi). Pustaka Pelajar. Yogyakarta: 309. Soetomo, 2006, Strategi-strategi Pembangunan Masyarakat, Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar Suharto, E. 2009. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. Refika Aditama. Bandung. Sumaryadi, I N. 2005, Perencanaan Pembangunan Daerah Otonom dan Pemberdayaan Masyarakat, Jakarta: Penerbit Citra Utama. Sumodiningrat, G. 1999. Pemberdayaan Masyarakat JPS. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Zulham, A. 2011. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kegiatan Pengembangan Klinik IPTEK Mina Bisnis dalam Mendukung Program Peningkatan Kehidupan Nelayan. BBPSEKP Balitbang-KP KKP, Jakarta.
64
EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN PENYEBARAN IPTEK
Berilah tanda silang (X) terhadap pertanyaan berikut sesuai dengan pendapat Saudara.
JENIS IPTEK (SEBUTKAN)
: ........................................................................... A. PENGURUS
1.
Kesiapan pengurus menyiapkan kegiatan
:
baik
Tidak
2.
Kesiapan pengurus membantu peserta selama pelatihan
:
baik
Tidak
3.
Respon pengurus terhadap keluhan peserta selama pelatihan
:
Ada
Tidak
4.
Keberadaan pengurus mendampingi peserta selama kegiatan berlangsung
:
selalu
jarang
Ya
Tidak
5.
B. MATERI Apakah materi latihan berguna untuk Saudara ?
6.
Apakah IPTEK dari materi pelatihan tersebut merupakan teknologi tepat guna
?
Ya
Tidak
7.
Apakah panduan dari materi tersebut bermanfaat buat Saudara
?
Ya
Tidak
8.
Apakah materi pelatihan tersebut pernah Saudara terima sebelumnya pada pelatihan lain
?
Ya
Tidak
Ya
Tidak
9.
C. INSTRUKTUR Apakah instruktur menguasai materi ? pelatihan
10.
Apakah instruktur terampil membimbing peserta
?
Ya
Tidak
11
Apakah instruktur terampil menyampaikan materi pelatihan
?
Ya
Tidak
12.
Apakah instruktur merespon dengan baik pertanyaan peserta
?
Ya
Tidak
1
13.
D PESERTA PELATIHAN Apakah jumlah peserta pelatihan sudah ideal ?
Ya
Tidak
14.
Apakah peserta yang dilatih merupakan kelompok sasaran sesuai dengan materi latih
?
Ya
Tidak
15.
Apakah peserta yang dilatih seharusnya lebih dari 50% adalah perempuan
?
Ya
Tidak
E. LAIN-LAIN Apakah tempat pelatihan telah sesuai ?
Ya
Tidak
Apakah peralatan pelatihan telah memadai
?
Ya
Tidak
18.
Apakah bahan yang disediakan untuk pelatihan mencukupi
?
Ya
Tidak
19.
Apakah konsumsi yang disediakan memadai
?
Ya
Tidak
20.
Siapkah Anda memanfaatkan hasil pelatihan tersebut dalam kehidupan sehari-hari
?
Ya
Tidak
16. . 17.
21. Usulan Saudara terhadap pelaksanaan kegiatan yang akan datang:
2
Persepsi Masyarakat Tentang Ketepatgunaan Penyebaran Teknologi Probiotik dan Pakan Alami Phronema Terhadap Pembudidaya Udang 1). Menurut pendapat Saudara, apakah penyebaran teknologi penggunaan probiotik dan pakan alami Phronema bagi masyarakat pembudidaya udang yang dilaksanakan KIMBis sudah sesuai dengan yang dibutuhkan dalam menjalankan dan mengembangkan usaha saat ini? a. Sangat Sesuai; b. Cukup Sesuai; c. Kurang Sesuai; d. Tidak Sesuai; e. Sangat Tidak Sesuai; 2). Menurut pendapat Saudara, apakah penyebaran teknologi penggunaan probiotik dan pakan alami Phronema bagi masyarakat pembudidaya udang yang dilaksanakan KIMBis akan dapat memberikan keuntungan bagi Saudara jika dibandingkan usaha sebelumnya. a. Sangat Menguntungkan; b. Cukup Menguntungkan; c. Kurang Menguntungkan; d. Tidak Menguntungkan; e. Sangat Tidak Menguntungkan; 3). Manurut pendapat Saudara, apakah penyebaran teknologi penggunaan probiotik dan pakan alami Phronema bagi masyarakat pembudidaya udang yang dilaksanakan KIMBis memiliki keselarasan terhadap usaha yang Saudara jalankan sebelumnya; a. Sangat Selaras; b. Cukup Selaras; c. Kurang Selaras; d. Tidak Selaras; e. Sangat Tidak Selaras; 4). Menurut pendapat Saudara, apakah penyebaran teknologi penggunaan probiotik dan pakan alami Phronema bagi masyarakat pembudidaya udang yang dilaksanakan KIMBis dapat mengatasi faktor-faktor pembatas (terutama input produksi) yang pernah terjadi di masa lalu; a. Sangat Teratasi; b. Cukup Teratasi; c. Kurang Teratasi; d. Tidak Teratasi; e. Sangat Tidak Teratasi; 5). Menurut pendapat Saudara, sejauhmana penyebaran teknologi penggunaan probiotik dan pakan alami Phronema bagi masyarakat pembudidaya udang yang dilaksanakan KIMBis dapat mendayagunakan sumberdaya (dana, tenaga kerja, dan waktu) yang Saudara miliki atau yang berada di sekitar Saudara; a. Sangat Berdayaguna; b. Cukup Berdayaguna; c. Kurang Berdayaguna; d. Tidak Berdayaguna; e. Sangat Tidak Berdayaguna; 6). Menurut pendapat Saudara, sejauhmana penyebaran teknologi penggunaan probiotik dan pakan alami Phronema bagi masyarakat pembudidaya udang yang dilaksanakan KIMBis akan berperan dalam menambah penghasilan keluarga; a. Sangat Berperan; b. Cukup Berperan; c. Kurang Berperan; d. Tidak Berperan; e. Sangat Tidak Berperanan;
1