LAPORAN TAHUNAN
2012
PATTIRO adalah sebuah organisasi non-pemerintah yang didirikan 17 April 1999 di Jakarta. PATTIRO bergerak dalam bidang penelitian, advokasi, kebijakan publik, dan penguatan masyarakat sipil (civil society). Visi PATTIRO adalah terwujudnya tata pemerintahan yang baik, transparan, dan adil bagi kesejahteraan sosial masyarakat.
mensinergikan aksi dan memimpin perubahan
LAPORAN TAHUNAN 2012
ii
Laporan Tahunan PATTIRO 2012
Daftar Isi
Annual Report 2012
2 Ringkasan Eksekutif
20 Bab 3
Pelaksanaan Program 2012, Progres dan Kontribusinya terhadap Tiga Focus Area PATTIRO 20 Coommunity Access to Information (CATI)
4 Kata Pengantar Pembina
21 Support to CSO for Greater Capacity and Participation on Budgetting
5 Sambutan Direktur Eksekutif
23 Indonesia Water SMS 24 Anggaran Responsif Gender (ARG)
6
Bab 1
PATTIRO dan Desentralisasi
6 Peranan dan Pengaruh PATTIRO dalam Perbaikan Kebijakan dan Penyelenggaraan Pemerintahan.
25 HIVOS-KIP 27 Program SIAP-2 29 FOINI
31 Bab 4
Produk Pengetahuan PATTIRO 2012
7 Tiga Focus Area PATTIRO dan Strategi 5 tahun ke depan 9 Renstra PATTIRO 2012-2015 9 Refleksi NGO Pasca Reformasi 10 Posisi PATTIRO: Existing dan Proyeksi
14 Bab 2
Peta Desentralisasi 2012
31 Modul Pelatihan Advokasi Anggaran Bagi CSO 32 Stranas PPRG 32 Juklak PPRG 33 Final Report SIAP-2 34 Manual Audit Sosial Multi Stakeholder 34 Video Panduan Pelaksanaan Audit Sosial 35 Kalender 2012 SIAP 35 Kumpulan Materi Khutbah Jumat Tema; “Akuntabiltas dan Integritas Program Pemerintah”.
14 Perkembangan Desentralisasi di Indonesia 15 Pandangan PATTIRO Terhadap Pelaksanaan Pelayanan Publik 16 Pandangan PATTIRO Terhadap Pelaksanaan kebijakan Publik 17 Pandangan PATTIRO Terhadap Pelaksanaan Pengelolaan Anggaran Publik
37 Bab 5
Penataan Organisasi & Agenda PATTIRO 37 Penataan Organisasi PATTIRO
Unduh digital Annual Report 2012 PATTIRO di www.pattiro.org
38 Agenda PATTIRO 2013
iii
2
Laporan Tahunan PATTIRO 2012
Ringkasan Eksekutif
3
Ringkasan Eksekutif Pada 2012 PATTIRO memastikan bahwa tiga fokus area dikelola dengan baik. PATTIRO terus bekerja memperbaiki kualitas pelayanan terhadap masyarakat, memperbaiki tata kelola pemerintahan, memastikan terjadinya keadilan sosial, tetapi dengan cara yang lebih modern, ringkas, dan tepat sasaran.
“
Pada 2012 PATTIRO memastikan bahwa tiga fokus area dikelola dengan baik dan terus bekerja memperbaiki kualitas pelayanan terhadap masyarakat.
”
Pencapaian dari fokus area yang dikerjakan oleh PATTIRO pada 2012 memberikan output yang menggembirakan. Fokus pelayanan publik melalui Program Water SMS (SMS Air) Indonesia, pada 2012 mencapai tahapan pengumpulan data dan informasi mengenai kebutuhan dari masyarakat dan penyedia jasa layanan pengelolaan air. Diharapkan pada awal triwulan II 2013, tool Indonesia SMS Air yaitu sebuah website SMS Air, akan mulai diterapkan sebagai proyek percontohan di dua kota besar di Indonesia yaitu Makassar, Sulawesi Selatan dan Malang, Jawa Timur. Fokus kebijakan publik dengan penyelesaian program strengthening integrity & accountability - 2 (SIAP-2), menghasilkan rekomendasi kepada Pemerintah. Rekomendasi itu berdasarkan hasil temuan di lapangan selama pelaksanaan program, guna perbaikan pelaksanaan bantuan sosial di masa yang akan datang. Program SIAP-2 juga menghasilkan modul “Audit Sosial Multi Stakeholder” yang bisa digunakan oleh siapa saja untuk meng-audit pelaksanaan program bantuan sosial yang dianggarkan oleh Pemerintah. Fokus kebijakan publik pada program akselerasi implementasi anggaran responsif yang responsif gender (ARG) menghasilkan Juklak PPRG yang diberlakukan di empat kementerian/lembaga sebagai panduan dalam menyusun anggaran yang lebih responsif gender (ARG). Pencapaian fokus pada hak atas informasi di tahun 2012, yaitu CATI dan Penguatan CSO yang dilaksanakan PATTIRO sebagai implementing partner dari AIPD di lima wilayah kerja (provinsi), juga mulai menunjukan kinerja yang menggembirakan. Untuk Program CATI, penunjukan pejabat komisioner informasi (KI) daerah dan pejabat pengelola informasi dan dokumentasi (PPID) berhasil dilaksanakan di beberapa daerah wilayah kerja AIPD. Sedangkan dari sisi masyarakat, di beberapa daerah program CATI—dalam kerangka peningkatan kemampuan masyarakat mengakses informasi serta membangun mekanisme dialog secara reguler antara masyarakat dan badan publik—PATTIRO sudah berhasil memberikan pelatihan, pendampingan, dan memfasilitasi masyarakat dalam mengakses informasi dari badan publik.
Sementara itu, untuk pelaksanaan program penguatan CSO, meskipun di setiap wilayah kerja tidak sama, pencapaian aktivitas yang dilaksanakan PATTIRO berhasil mengumpulkan data CSO (baseline survey), melakukan Pemetaan CSO untuk mengetahui kemampuan atau kapasitas masing-masing CSO, serta pembentukan jaringan antar CSO. Focus area pada pengelolaan anggaran publik dilakukan PATTIRO melalui melaksanakan penguatan kapasitas (Capacity Building) CSO dengan memberikan pengetahuan public finance management melalui: pelaksanaan pelatihan perencanaan dan penganggaran daerah, pelatihan pengawasan penggunaan anggaran publik, dan pendampingan CSO dalam melakukan analisis APBD dan advokasi anggaran. Pencapaian dari pelaksanaan program tersebut menunjukkan bahwa PATTIRO masih eksis dan masih acceptable di kalangan mitra. Pada 2012 semua kegiatan pelaksanaan program berikut pencapaian yang diperoleh, serta kegiatan lainnya yang dikerjakan
PATTIRO sepanjang 2012 kami susun dalam sebuah laporan tahunan. Diharapkan laporan tahunan PATTIRO 2012 ini, mampu memberikan penjelasan kepada stakeholders PATTIRO, khususnya para lembaga donor, mengenai pelaksanaan fokus area PATTIRO pada program, kerja, dan kegiatan lainnya yang dilakukan, serta output yang dihasilkan di sepanjang 2012. Jakarta, Juni 2013 PATTIRO
4
Laporan Tahunan PATTIRO 2012
Ringkasan Eksekutif
Kata Pengantar Dewan Pembina PATTIRO
Kata Pengantar Direktur Eksekutif PATTIRO
Tugas Besar Ini Masih Panjang Perjalanannya
Peningkatan kinerja PATTIRO sebagai Respons dari Peran Baru
5
P S
eiring pelaksanaan Otonomi Daerah (desentralisasi), 13 tahun sudah PATTIRO bekerja memperkuat kapasitas masyarakat Indonesia khususnya di daerah menjadi suatu kekuatan civil society yang aktif dalam penyusunan kebijakan publik dan mengevaluasi pelayanan publik yang mereka terima. PATTIRO juga mendorong pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, untuk melakukan tranparansi dan akuntabilitas dalam tata kelola pemerintahan. Hasil kerja keras selama 13 tahun ini, belum memuaskan kami para pembina, pengurus dan pegiat PATTIRO. Apa yang telah dikerjakan dan dicapai, masih jauh dari apa yang ingin kami capai ketika mendirikan PATTIRO. Dalam posisi tersebut perlu dipikirkan akan kemana PATTIRO di masa depan? Oleh karena itu, untuk menetapkan dan memproyeksikan posisi PATTIRO diantara NGO (non government organization) yang ada di Indonesia dalam tiga hingga enam tahun ke depan, diadakan Lokakarya Renstra PATTIRO di kota Bandung, Jawa Barat, pada November 2012. Lokakarya tersebut menetapkan rencana strategis yang akan dilakukan PATTIRO untuk meningkatkan posisi strategis dan “daya tawar” PATTIRO sebagai salah satu NGO yang mempunyai pengaruh tinggi dalam penetapan kebijakan, pelayanan publik dan perbaikan penyelenggaran pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun daerah. Secara kualitas, PATTIRO ingin hasil kajian publik yang telah dilakukan di beberapa daerah bisa diterima dan diterapkan oleh daerah lainnya. Para pegiat PATTIRO harus mampu lebih meningkatkan “daya tawar” dalam memberikan pengaruh pada penyusunan sebuah kebijakan publik serta perbaikan penyelenggaran pemerintahan. Tugas besar yang diemban oleh PATTIRO masih sangat panjang perjalanannya.
Jakarta, Mei 2013
Syahrir Wahab Pembina
ada 2012 adalah tahun dimulainya peran baru PATTIRO, dari penyelenggara kegiatan program yang bersifat grantee (penerima dana/hibah) menjadi implementing partner dari proyek donor. Perubahan peran tersebut ditandai dengan kerja PATTIRO sebagai implementing partner AIPMNH (Australia Indonesia Partnership for Maternal & Neonatal Health) pada program kesehatan ibu dan anak di NTT. PATTIRO juga menjadi impelementing partner AIPD (Australia Indonesia Partnership for Decentralisation) pada program CATI dan penguatan CSO di lima provinsi yang menjadi wilayah kerja AIPD. Penambahan peran baru tersebut mengubah cara kerja PATTIRO. Ada jadwal yang ketat, keharusan mengikuti rancangan dari proyek donor dan keleluasaan yang berkurang menjadikan PATTIRO harus membiasakan diri berada pada ruang dan sistem kerja yang ketat. Namun pada dasarnya penambahan peran tersebut sebenarnya seiring dengan upaya untuk mereformasi dan memodernisasi PATTIRO. Jadwal, ruang dan sistem kerja yang ketat menjadikan kerja PATTIRO harus berorientasi pada hasil (output), karena keharusan mengikuti time line yang ketat. Di saat yang sama, penambahan peranan ini menjadikan ruang advokasi yang dilakukan PATTIRO menjadi lebih terbuka. Jika selama ini PATTIRO fokus di daerah maka pada 2012 PATTIRO mulai memainkan peran di tingkat nasional. Pelaksanaan program anggaran yang responsif gender (ARG), bekerjasama dengan empat kementerian/lembaga, membangun kepercayaan diri bahwa PATTIRO mampu melakukan advokasi di tingkat nasional. Hal tersebut ditandai dengan peran PATTIRO pada penyusunan Juklak PPRG sebagai percepatan pelaksanaan strategi nasional pengarusutamaan gender. PATTIRO juga menyusun rencana strategis (Renstra) untuk memastikan posisi di masa depan. PATTIRO ingin meningkatkan pengaruh terhadap kebijakan di tingkat nasional. Pengembangan tool dari pelaksanaan program yang bisa diaplikasikan dan diterapkan di program lain dan berkelanjutan menjadi tujuan utama PATTIRO. Dampak penting pelaksanaan kegiatan adalah PATTIRO bisa menghasilkan output tambahan diluar output yang telah ditetapkan dalam perencanaan dan bisa menginspirasi pihak lain untuk mereplikasi program yang dilaksanakan oleh PATTIRO. PATTIRO juga menyampaikan terima kasih kepada mitra kerja seperti, USAID, AUSAID, HIVOS, The Asia Foundation, Ford Foundation dan lembaga donor lainnya, yang telah mendukung pengadaan dana dalam pelaksaanan dan pemenuhan program pada tahun 2012. Jakarta, Mei 2013 Sad Dian Utomo Direktur Eksekutif
6
Laporan Tahunan PATTIRO 2012
PATTIRO dan Desentralisasi
Bab 1
PATTIRO dan Desentralisasi Peranan dan Pengaruh PATTIRO dalam Perbaikan Kebijakan dan Penyelenggaraan Pemerintahan.
S
“
Melalui jaringan PATTIRO Raya yang tersebar di 15 daerah, PATTIRO telah bekerja di 17 provinsi seperti Banten, Jawa Timur, Aceh, NTT, NTB, Papua, dan Papua Barat. Program meliputi lebih dari 70 kabupaten/kota di Indonesia, seperti Aceh, Serang, Tangerang, Semarang, Pekalongan, Surakarta, Malang, Jeneponto, Makassar, dan Jayapura.
”
eiring bergulirnya otonomi daerah dan desentralisasi di Indonesia, pada kenyataannya, kekuatan civil society belum terwujud secara merata. Masyarakat masih menjadi kelompok yang tersisih dalam praktik pengambilan keputusan, bahkan dalam mengakses pelayanan publik. Penetapan kebijakan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) yang belum melibatkan partisipasi masyarakat, berakibat terbatasnya akses masyarakat terhadap pelayanan publik. Praktik korupsi, kolusi dan nepotisme masih menjadi sesuatu yang lazim terjadi di birokrasi, termasuk pemerintahan daerah. Untuk itu, selama 13 tahun PATTIRO telah hadir dan mendampingi, mengedukasi, mengadvokasi serta memfasilitasi masyarakat untuk menjadi suatu kekuatan civil society. Sehingga mampu mengawasi dan berpartisipasi aktif dalam menentukan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, khususnya pemerintah daerah (Pemda). Melalui jaringan PATTIRO Raya yang tersebar di 15 daerah, PATTIRO telah bekerja di 17 provinsi dan lebih dari 70 kabupaten/kota di Indonesia. Kegiatan yang dilakukan PATTIRO memberikan dampak yang begitu positif, tidak hanya bagi masyarakat, tetapi pemda juga merasa terbantu dengan kehadiran PATTIRO. Masyarakat maupun Pemda memberikan respons positif kepada berbagai upaya riset dan advokasi kebijakan yang dilakukan PATTIRO. Berbagai upaya riset dan advokasi kebijakan yang dilakukan, menjadikan PATTIRO sebagai Top 30 Good Transparency and Governance Think Tank oleh University of Pennsylvania, USA pada 2011 dan 2012. Keberhasilan ini menjadikan PATTIRO salah satu think thank dunia yang cukup diperhitungkan. Selain itu, beberapa pegiat PATTIRO telah dijadikan sebagai acuan narasumber pemberitaan oleh berbagai media massa baik di tingkat pusat maupun daerah. Pemberitaan tersebut menyorot penyusunan kebijakan (regulasi) atau layanan publik di suatu daerah.
Pada 2012, program yang dikerjakan oleh PATTIRO menghasilkan pencapaian (progres) yang menggembirakan. Program Akselerasi Implementasi Anggaran Responsive yang Responsive Gender (ARG) telah menghasilkan Strategi Nasional Percepatan Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender (Stranas PPRG) dan Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) PPRG. Stranas PPRG dan Juklak PPRG tersebut telah diberlakukan di empat kementerian/lembaga sebagai panduan atau acuan kementerian/lembaga dalam menyusun anggaran yang lebih responsif gender. Penyelesaian Program Strengthening Integrity & Accountability - 2 (SIAP-2) di bulan Oktober 2012, juga menghasilkan Final Report yang berisikan rekomendasi berdasarkan hasil temuan kepada Pemerintah. Temuan tersebut memperbaiki pelaksanaan bantuan sosial BOS, pupuk bersubsidi,
dan Raskin di masa yang akan datang agar lebih efektif, efisien dan tepat sasaran. Program SIAP-2 juga menghasilkan Modul “Audit Sosial Multi Stake Holder” yang bisa menjadi panduan atau acuan untuk mengaudit pelaksanaan program bantuan sosial yang dianggarkan oleh Pemerintah. Hasil-hasil tersebut, membuktikan PATTIRO memiliki posisi tawar (pengaruh) yang cukup tinggi, baik di kalangan masyarakat, pemerintah pusat dan pemerintah daerah, serta media massa. PATTIRO sebagai organisasi memberikan pengaruh yang cukup kuat bagi terbentuknya kebijakan dan layanan publik yang lebih merespons kepentingan masyarakat banyak. PATTIRO juga memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perbaikan kebijakan dan penyelenggaran pemerintahan di tingkat nasional dan daerah.
Tiga focus area PATTIRO dan strategi 5 tahun ke depan PATTIRO menentukan area yang menjadi fokus perhatian dalam upaya meningkatkan kualitas tata pemerintahan (local governance) di Indonesia. Melalui fokus area ini, ditentukanlah outcome yang menjadi target perubahan. Melalui outcome itu, maka terpetakan program strategis dari PATTIRO. Berikut tabel fokus area, outcome, dan program strategis.
7
8
Laporan Tahunan PATTIRO 2012
Tabel Fokus Area, Outcomes dan Strategic Program PATTIRO
Fokus Area 1. Public Service Delivery Improvement. (perbaikan kualitas penyelenggaraan pelayanan publik )
2. Public Policy Reform (membuat perubahan menjadi sistemik)
Outcomes
Strategic Programs
- 1A: Masyarakat di wilayah kerja mampu memonitor kinerja badan publik, termasuk pemerintah dan mampu berkontribusi dalam peningkatan kualitas pelayanan publik.
- Meningkatkan kapasitas masyarakat pengguna pelayanan untuk berkontribusi dalam peningkatan kualitas pelayanan publik.
- 1B: Badan publik, termasuk pemerintah, di wilayah kerja mampu memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
- Mengembangkan model pelayanan publik yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan masyarakat
- 2A: Masyarakat di wilayah kerja terlibat aktif dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan dalam kerangka meningkatkan kesejahteraannya
- Meningkatkan kapasitas dan posisi tawar masyarakat yang potensial terkena dampak untuk terlibat dalam proses kebijakan.
- 2B: Pemerintah di wilayah kerja mampu merespons kebutuhan masyarakat melalui penyusunan dan pelaksanaan kebijakan yang melibatkan masyarakat
- Mengembangkan instrumen penyusunan kebijakan yang merespons kebutuhan masyarakat.Mempengaruhi kebijakan nasional dalam konteks desentralisasi agar lebih berpihak pada kesejahteraan masyarakat.
- Meningkatkan kapasitas penyelenggara pelayanan untuk memperbaiki kualitas layanan.
PATTIRO dan Desentralisasi
Renstra PATTIRO 2012 – 2015 Refleksi NGO Pasca Reformasi Era reformasi yang ditandai kejatuhan rezim Orde Baru, memunculkan berbagai permasalahan di masyarakat yang perlu segera ditangani, mulai dari pelanggaran hak asasi manusia, hingga resolusi konflik, dan multistakeholder. Selain itu, juga mengemuka isu good governance (tata kelola pemerintahan yang baik) yang dibawa oleh lembaga yang berinteraksi dengan lembaga donor. Menteri Dalam Negeri saat itu, Ryaas Rasyid, merancang otonomi daerah yang dijalankan sejak 1999. PATTIRO yang didirikan dalam situasi ini, awalnya memulai kegiatan dengan memberikan advokasi di komunitas sebagai upaya memahami kebutuhan masyarakat yang menjadi bagian dari perencanaan kebijakan. PATTIRO memulai dengan advokasi peraturan daerah (Perda) inisiatif dan dikaitkan dengan kemampuan
lembaga dalam hal legal drafting. PATTIRO juga memulai advokasi anggaran dan sebagian dikaitkan dengan gender mainstreaming dan alokasi dana desa. PATTIRO memfokuskan kegiatan pada pelayanan publik. PATTIRO dan lembaga lain mulai mendorong pembuatan Undang-Undang Pelayanan Publik yang akhirnya disahkan pada 2009 dengan nama UndangUndang nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Perubahan-perubahan pasca reformasi tersebut menimbulkan pertanyaan terhadap posisi NGO: ingin menjadi gerakan sosial baru atau industri sosial baru? Lalu dimanakah posisi PATTIRO akan berada dalam tiga sampai enam tahun mendatang?
Posisi NGO Pasca Reformasi
- Mendorong terbitnya kebijakan turunan untuk melengkapi operasionalisasi kebijakan desentralisasi. - Melakukan review terhadap kebijakan dan mengkoreksi kebijakan desentralisasi yang mengabaikan kesejahteraan masyarakat. 3. Public Finance Management Reform (perubahan harus diikuti alokasi anggaran yang memadai)
- 3A: Masyarakat di wilayah kerja mampu mengawasi belanja anggaran publik dan memberikan masukan untuk pengelolaan anggaran yang lebih berpihak pada kepentingan masyarakat.
- Meningkatkan kapasitas masyarakat melalui pengembangan model dan simpul kelompok masyarakat penerima manfaat.
- Mengembangkan instrumen - 3B: pengelolaan sumber daya Pemerintah di wilayah kerja finansial dan monitoring mengalokasikan anggaran yang lebih efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan anggaran publik yang berorientasi masyarakat pada kesejahteraan masyarakat. - Mendorong pemerintah untuk menggerakkan sektor ekonomi produktif sebagai sumber-sumber pendapatan daerah yang baru.
9
. Multi Stakeholder based
Good Governance Sumber: Renstra PATTIRO 2012 - 2015
Ecosoc Right
10
Laporan Tahunan PATTIRO 2012
PATTIRO dan Desentralisasi
11
Posisi PATTIRO: Exsisting dan Proyeksi Untuk melihat posisi PATTIRO saat ini di antara NGO lain di Indonesia, maka perlu dilihat lagi dimanakah PATTIRO lebih banyak menjalankan kegiatannya. Apakah lebih banyak di level teknokratik atau di level politik? Di beberapa daerah, seperti di Pekalongan, Lebak dan Serang, pengorganisasian masih intensif dilakukan. Selain itu, juga tumbuh kesadaran baru, bahwa tidak hanya komunitas yang perlu diberdayakan, namun pemberdayaan juga perlu dilakukan pada lembaga legislatif dan eksekutif (unit kerja pemerintah daerah). Kompetensi pengorganisasian dan teknokratik menjadi dua hal utama yang dimiliki PATTIRO. Hal tersebut terlihat dari pengalaman di berbagai project donor yang berhasil menginspirasi dan direplikasi. Misalnya pengalaman PATTIRO dengan ACCESS di Kupang, dan pengalaman PATTIRO pada user based survey dan citizen charter, yang digunakan menjadi model oleh AusAIDLOGICA2. Dalam kerangka sistemik, upaya pengorganisasian perlu didukung oleh kerja teknokratik. Secara alamiah muncul
kebutuhan harus segera mengerjakan level teknokratik sebagai percepatan mencapai tujuan organisasi. Karena itu, PATTIRO perlu mengidentifikasi produk yang sudah dihasilkan dan masuk ke dalam industri sosial baru. Lesson learned dan best practices sudah menjadi “iklan” dan mampu memotivasi masyarakat, padahal itu belum tentu bisa direplikasi. Artinya secara tujuan, sudah ada perubahan pada NGO, dari gerakan sosial menjadi industri sosial. Perubahan ini akan berpengaruh besar pada pola kerja NGO, salah satunya dalam hal pengumpulan dana (fundraising). PATTIRO harus membudayakan perilaku industri dan mental gerakan, bukan sebaliknya. Jika tidak berubah, maka akan tergilas oleh perubahan itu sendiri. Ciri industri adalah adanya standard operating procedure (SOP) serta aturan main yang ketat. Jika peraturam semakin longgar maka akan menimbulkan anarkis. Dari pemetaan dan identifikasi terhadap project dan produk yang dihasilkan, gambaran posisi PATTIRO saat ini diantara organisasi-organisasi NGO yang ada di Indonesia adalah sebagai berikut :
Selain itu, pergeseran proyeksi posisi PATTIRO ke posisi B+ juga akan diikuti dengan peningkatan popularitas PATTIRO di media dan publik, sehingga akan lebih mudah dalam penggalangan dana publik. Jika ingin naik kelas maka konsekuensi yang harus dihadapi adalah, PATTIRO harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. Untuk mencapai posisi B+, PATTIRO harus mampu menyusun strategic program (program strategis) yang jitu melalui focus area, sebagai upaya untuk mencapai outcome (hasil). Outcomes harus mampu merefleksikan apa yang ingin dicapai PATTIRO.
Peserta Renstra PATTIRO di Bandung menginginkan PATTIRO berada pada posisi B+ pada 2018 dengan sasaran antara posisi B atau posisi diantara C dan C+ pada 2015. Peserta Restra menginginkan PATTIRO tetap berpengaruh kuat terhadap penentuan kebijakan tidak hanya di daerah tapi juga secara nasional serta cakupan wilayah yang lebih luas.
Sumber: Renstra PATTIRO 2012 - 2015
Selain itu, PATTIRO juga harus mampu inovasi dengan mengakomodasi sektor lain seperti ekonomi dan pertanian serta memanfaatkan jaringan luas yang telah dimiliki PATTIRO selama ini. PATTIRO harus memiliki struktur organisasi yang kompatibel sehingga mampu mengawal focus area dan outcome. Untuk memperkuat hubungan kerja dengan Jaringan PATTIRO Raya, maka perlu disusun mekanisme dan koordinasi. Beberapa catatan penting diambil dari curah pendapat peserta Renstra PATTIRO di Bandung mengenai mekanisme komunikasi dan koordinasi antara lain : 1. Mengefektifkan statuta PATTIRO Raya yang sudah ada. 2. Perlu sharing dan mekanisme pengajuan rencana program/proposal yang melibatkan Jaringan PATTIRO Raya guna menghindari dualisme
pengajuan proposal yang sama kepada lembaga donor. 3. Untuk mengefektifkan komunikasi antar jaringan, pertemuan forum direktur PATTIRO Raya perlu diaktifkan kembali. Hal ini dapat dilakukan melalui fasilitas mailing list. Untuk mencapai posisi B+, PATTIRO harus membangun budaya organisasi yang kuat. Dalam kerangka pembangunan budaya organisasi, maka perlu dirumuskan arah atau gambaran masa depan (visi) Hasil dari penyusunan Visi dan Tagline PATTIRO adalah : Visi Centre of Excellence for Better Local Governance Tagline Synergize the action, lead the change Penjelasan Visi: “PATTIRO berusaha menjadi pusat keunggulan dalam rangka mewujudkan desentralisasi yang lebih baik. Hakikat desentralisasi sendiri adalah mendekatkan pelayanan pemerintah dalam kerangka meningkatkan kualitas pelayanan dan kesejahteraan masyarakat.” Penjelasan Tagline: “PATTIRO mensinergikan aksi dan memimpin perubahan, atau dapat pula diartikan bahwa kita bisa memimpin perubahan jika bisa melakukan sinergi tindakan.”
Mau Kemana PATTIRO dalam 6 Tahun ke Depan?
Tiga Focus Area PATTIRO dan Strategi 5 tahun ke Depan
14
Laporan Tahunan PATTIRO 2012
PETA DESENTRALISASI 2012
15
BAB 2
PETA DESENTRALISASI 2012 Perkembangan Desentralisasi di Indonesia
T
iga belas tahun penerapan desentralisasi di Indonesia pasca gerakan reformasi 1998, seharusnya memberikan kualitas pelayanan publik yang lebih baik bagi masyarakat. Desentralisasi seharusnya juga mendorong ada perbaikan kebijakan publik serta perbaikan penggunaan anggaran publik yang berpihak pada kepentingan masyarakat. Dalam sepuluh tahun terakhir banyak terjadi inefisiensi dan inefektivitas dalam pengelolaan pembangunan di daerah. Misalnya, konflik horisontal—sebagai dampak negatif dari pemekaran wilayah dan pemilihan kepala daerah secara langsung—hingga kesalahan mengelola anggaran yang berujung kasus korupsi 291 kepala daerah dan wakilnya, lebih dari 3.000 anggota DPRD, dan 1.500 aparatur birokrasi. Namun di sisi lain, pelaksanaan desentralisasi juga memberi ruang kreatif bagi pemerintah daerah (Pemda) untuk berinovasi dalam pelayanan publik. Inovasi antara lain pelayanan perizinan terpadu di sejumlah daerah, dan sistem pengadaan barang dan jasa elektronik (LPSE/SPSE) yang belakangan diadopsi menjadi regulasi nasional yang mengikat seluruh pemerintah daerah. Oleh karena itu, seharusnya tidak ada alasan untuk mengembalikan sistem desentralisasi ke sitem sentralistik yang menihilkan ruang kreasi dan meminimalkan preferensi pemangku kepentingan di yurisdiksi lokal. Proses desentralisasi harus terus dilakukan dan diperbaiki. PATTIRO sangat memperhatikan dan terus menjaga agar proses desentralisasi berjalan dengan lebih baik. Melalui tiga focus area—Perbaikan pelayanan publik, perbaikan kebijakan publik dan perbaikan manajemen anggaran publik—PATTIRO terus melakukan berbagai aktivitas dan karya dalam upaya berkontribusi baik secara langsung maupun tidak langsung dalam perbaikan penyelenggaraan otonomi daerah (desentralisasi). PATTIRO memperkuat kontrol masyarakat terhadap desentralisasi (kebijakan dan pelayanan publik di daerah) dari sisi demand side melalui program pelatihan, penguatan kapasitas, pendampingan dan advokasi kepada masyarakat. Untuk bisa menjadi kekuatan yang mampu menjalankan fungsi kontrol (pengawasan), masyarakat harus dididik agar paham akan haknya, mampu mengakses informasi, mengerti haknya dalam pemerintahan, bisa mengontrol dan mengukur kinerja pemerintahan.
Pada saat yang sama di sisi supply side, PATTIRO juga memberikan asistensi kepada pejabat pemerintahan, baik di pusat dan daerah, agar mereka mampu dan mempunyai mekanisme pelayanan masyarakat yang baik dan suasana kerja yang baik dalam meberikan pelayanan. PATTIRO membantu pemerintah agar mereka bisa menyusun SOP pelayanan masyarakat yang baik, atau memberikan contoh pelayanan masyarakat yang baik
seperti di beberapa daerah, yang memiliki inovasiinovasi dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah. PATTIRO juga membantu pemerintah agar memiliki kemampuan merespons komplain, masukan dan rekomendasi dari masyarakat, menghasilkan kebijakan yang berpihak pada kepentingan masyarakat, khususnya masyarakat marginal (miskin).
Pandangan PATTIRO terhadap Pelaksanaan Pelayanan Publik Pasca reformasi, seharusnya pelayanan publik sudah jauh lebih baik, karena dari sisi peraturan sudah ada perangkat hukum untuk perubahan menuju ke arah yang lebih baik—Undang-undang (UU) nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 65 tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM). Kehadiran dua perangkat hukum tersebut seharusnya bisa memperbaiki dan meningkatkan kualitas pelaksanaan (implementasi) pelayanan publik. Namun, implementasi pelayanan publik ternyata masih banyak yang harus diperbaiki, terutama di daerah. Keterbatasan anggaran juga menjadi kendala tersendiri dalam pemberian pelayan publik yang lebih baik. Banyak daerah yang besaran anggaran untuk publik hanya berkisar 30% dari total anggaran. Jika 20% dari 30% total anggaran digunakan untuk pendidikan, maka untuk pelayanan publik lainnya akan sangat kecil—hanya 80% dari 30% total anggaran—sehingga masyarakat akan mendapatkan pelayanan publik yang kurang memadai. Sudah semestinya dalam menyusun anggaran, baik di pusat dan daerah, pemerintah mengutamakan kepentingan masyarakat. Masyarakat dari sisi lain, harus lebih proaktif menjadi mitra yang siap menilai pelayanan publik. Harus ada hubungan simbiosis mutualisma antara pemerintah dan masyarakat. Masyarakat tidak bisa hanya menuntut
haknya saja, tetapi juga harus menjalankan kewajiban sehingga hasil layanan publik bisa diperbaiki dan terus ditingkatkan. Fungsi masyarakat seperti itu, akan terwujud jika ada kelompok masyarakat yang terorganisasir. Kelompok masyarakat harus bisa mengajukan usulan yang akademis yang bisa diterima dan dilaksanakan. Salah satu bentuk fungsi penilaian masyarakat terhadap pelayanan publik adalah citizen report card (CRC) yang diprakarsai oleh PATTIRO. CRC bekerja dengan cara menampung semua keluhan masyarakat terkait suatu pelayanan publik. Semua keluhan yang masuk disusun dan divalidasi betul atau tidak dari kedua sisi, yaitu di masyarakat dan pemerintah. Laporan keluhan pelayanan harus benar, bukan mengada-ada, disaring secara ketat, diteliti dan divalidasi kebenarannya. Jika betul ada masalah, bagaimana tindak lanjut (perbaikan) terhadap keluhan dilaksanakan dengan melibatkan Pemda. Karena membutuhkan biaya, agar sistem CRC berkelanjutan, maka idealnya sistem CRC diadopsi oleh Pemda melalui peraturan daerah (Perda), untuk memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan layanan publik dilapangan.
16
Laporan Tahunan PATTIRO 2012
PETA DESENTRALISASI 2012
17
Keberadaan UU ini diharapkan bisa menjawab persoalan-persoalan yang muncul sebagai akibat keterbatasan tingkatan kebijakan publik, yaitu antara lain:
Pandangan PATTIRO terhadap Pelaksanaan Kebijakan Publik Pelaksanaan desentralisasi dari sisi pelaksanaan kebijakan publik masih sangat jauh dari harapan dan masih banyak yang perlu pembenahan. Banyak kebijakan publik yang tidak tepat serta saling tumpang tindih satu sama lain sehingga implementasinya akan terjadi benturan antara satu kebijakan dan kebijakan lainnya. Oleh karenanya PATTIRO mencoba melakukan harmonisasi ketika kebijakan tersebut masih dalam proses penyusunan. Hal ini dilakukan PATTIRO melalui kajian publik dan diskusi terhadap lima rancangan undang-undang (RUU) yang terkait pemerintahan daerah. PATTIRO, sebagai bagian dari masyarakat sipil, mengambil prakarsa untuk proaktif menyuarakan perlu harmonisasi lima RUU yang terkait pemerintahan daerah, dengan tujuan meningkatkan kualitas dari undangundang yang dihasilkan. Hal ini sekaligus mencegah terjadi berbagai masalah saat implementasi lima peraturan perundang-undangan tersebut. Harmonisasi lima RUU merupakan salah satu contoh dari perbaikan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan publik. Saat ini banyak rancangan Perda dan RUU yang akan saling berbenturan, bahkan Perda dan UU yang sudah menjadi ketetapan pun ada yang berbenturan. Untuk, itu upaya harmonisasi merupakan pekerjaan besar yang harus dilakukan untuk menghasilkan kebijakan publik, yang tidak saling berbenturan dalam implementasi, sebagai amanah dari pelaksanaan desentralisasi di bidang kebijakan publik. Satu lagi pandangan dan kerja PATTIRO di area kebijakan publik adalah peningkatan posisi (level) kebijakan publik mengenai pengadaan barang dan jasa (PBJ) dari peraturan presiden (Perpres) menjadi undang-undang. kerja ini dilakukan PATTIRO dengan bergabung pada Koalisi Masyarakat Pemantau Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (KMPPP) dengan mengawal dan mengkritisi draft rencana undang-undang pengadaan barang dan jasa (RUU PBJ). Secara historis, ada tiga peraturan perundang-undangan, selama era reformasi, yang mengatur dan membentuk sistem pengadaan nasional: Keputusan Presiden (Keppres) No 18 Tahun 2000 tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa Instansi Pemerintah, Keppres No 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, dan terakhir disempurnakan dengan Perpres No 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Beberapa persoalan mengemuka yang justru kemunculannya diakibatkan oleh keterbatasan peraturan karena levelnya hanya Perpres. Oleh karenanya Keppres tersebut harus ditingkatkan menjadi undang-undang (UU).
1. Ruang lingkup pengadaan yang masih terbatas. Perpres 54 Tahun 2010), baru dibatasi pada pengadaan barang dan jasa yang menggunakan APBN. Padahal banyak persoalan muncul pada pengadaan yang tidak menggunakan dana APBN, seperti pengadaan oleh BUMN atau swasta murni. 2. Perluasan materi muatan peraturan 3. Kasus pelanggaran yang semakin banyak dan tidak terselesaikan. Sebagian besar kasus korupsi yang ditangani oleh KPK (80%) adalah kasus pengadaan barang dan jasa. 4. Adaperkembangan ketatanegaraan yang berimplikasi pada pengadaan barang dan jasa.
Pandangan PATTIRO terhadap Pelaksanaan Pengelolaaan Anggaran Publik Kebijakan desentralisasi diikuti dengan desentralisasi fiskal, yaitu pengelolaan keuangan di daerah. Desentralisasi fiskal ini menurut PATTIRO sangat baik, artinya pemerintah pusat telah melaksanakan komitmennya memperbaiki pengelolaan keauangan baik di tingkat pusat maupun daerah, sebagai amanah dikeluarkannya Undang-Undang nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Komitmen pemerintah tersebut diperkuat dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan daerah yang memperjelas bagaimana reformasi pengelolaan keuangan itu dibuat dan dilaksanakan. Dengan dikeluarkannya dua komitmen tersebut, PATTIRO mencoba mengambil peran untuk ikut memperbaiki manajemen pengelolaan keuangan publik khususnya di daerah (lokal). Untuk memperbaiki pengelolaan anggaran publik, PATTIRO bekerja di budgeting reform, yaitu perubahan proses penyusunan anggaran untuk mendorong pemerintah melakukan perencaanan anggaran yang lebih partisipatif masyarakat. PATTIRO mendorong masyarakat (demand side) agar masyarakat bisa terlibat aktif pada proses perencanaan penganggaran publik secara berjenjang, mulai dari musrenbang (musyawarah perencanaan pembangunan) di tingkat desa, kecamatan, kabupaten dan provinsi. PATTIRO juga mendorong serta menguatkan kapasitas masyarakat agar mereka bisa mempengaruhi proses penganggaran, mengetahui bagaimana proses anggaran dissusun oleh DPRD, dan mampu menganalisis APBD (anggaran pendapatan dan belanja daerah).
Pada sisi supply side, PATTIRO mendorong pemerintah menyusun anggaran yang partisipatif (melibatkan masyarakat), seperti yang sudah dilaksankan PATTIRO di Lebak Banten, Tangerang dan Solo. Di level perencanaan, PATTIRO mendorong Pemerintah agar menyusun anggaran yang pro-poor (berpihak orang miskin) dan responsive gender dari sisi subtansi anggaran. Bentuk bantuan adalah dengan cara memberitahu serta memberikan pelatihan kepada pemerintah dan DPRD, mengenai anggaran yang disusun berpihak pada orang miskin dan responsive gender. PATTIRO menilai, sejauh ini pengelolaan keuangan publik di daerah (desentralisasi fiskal) jauh lebih baik, hanya saja implementasi yang belum berjalan baik di level pemerintah daerah (Pemda). Misalnya saja, dari hasil analisis komposisi anggaran yang dilakukan PATTIRO di beberapa daerah ditemukan komposisi anggaran masih lebih banyak untuk aparatur Pemda (belanja pegawai) dibandingkan untuk masyarakat. Rata-rata alokasi anggaran di daerah berkomposisi 70%-30%, namun, sudah ada Pemda yang mengalokasikan 60%-40% dan 50%-50% anggaran. Bahkan juga sudah ada Pemda yang mengalokasi anggaran untuk masyarakat lebih besar. Timbul ketimpangan komposisi (proporsi) dan kesalahan penyusunan dan pengelolaan keuangan publik di daerah, dikarenakan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah pusat, terhadap pengelolaan APBD. Ketika terjadi ketimpangan komposisi anggaran tidak ada sanksi yang kuat atau bahkan tidak ada sanksi sama sekali kepada pihak Pemda. Sebagai contoh, pada Permendagri nomor 37 tahun 2012 tentang Pedoman
18
Laporan Tahunan PATTIRO 2012
Penyusunan APBD 2013, ditentukan bahwa belanja modal seharusnya dilakokasikan sebesar 29% dari total APBD. Namun ketika PATTIRO melakukan pemeriksaan APBD, di beberapa daerah ditemukan belanja modal dialokasikan hanya di bawah 10%. Pemda menilai Permendagri tersebut hanya bersifat arahan bukan sesuatu yang harus diikuti. Ketika tidak ada sanksi yang dikenakan, maka Pemda akan leluasa dalam menentukan alokasi anggaran.
realokasi anggaran agar tepat perencanaan dan penggunaannya (efektif dan efisien). PATTIRO juga mendorong ada publikasi APBD yang ramah pembaca, sehingga mudah dipahami masyarakat. Idealnya suatu anggaran berprinsip bermanfaat buat masyarakat, memenuhi azas peraturan perundangan, efektif efisien dalam penggunaannya, serta tertib dalam arti penyusunannya sesuai dengan tahapan, penyusunan dan perencanaan.
Dalam UU No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara sebenarnya sudah diatur prinsip pengelolaan keuangan daerah—harus memenuhi azas kepatutan dan bermanfaat bagi masyarakat—namun aturan itu hanya bersifat arahan dan tidak ada sanksi. Misalnya, salah satu kewajiban Pemda terhadap APBD adalah menyosialisasikannya. Namun karena ketiadaan sanksi, maka banyak Pemda merahasiakan dan belum menyosialisasikan penyusunan anggaran daerah atau RAPBD itu sendiri. Hal inilah salah satu yang menjadi problem di sisi pembuat kebijakan publik (supply side).
Tanggapan Pemda terhadap tindakan yang dilakukan PATTIRO sangat beragam, ada yang merasa terganggu namun ada juga yang merasa terbantu. Saat ini dalam mengkritisi dan menilai anggaran, PATTIRO sudah meninggalkan cara blow up di media. Hal ini untuk meminimalisasir konflik karena sensitifitas isu—ketika di-blow up di media mereka merasa dianggap tidak mampu. PATTIRO lebih mengutamakan proses dialogis dengan pemerintah.
Salah satu problem di sisi supply side lainnya adalah kemampuan sumber daya manusia (SDM) aparatur Pemerintah yang lemah dalam pengelolaan anggaran. Penempatan orang yang tidak tepat kerap menjadi kendala yang fatal. Karena faktor politis kedekatan dengan penguasa pemenang pilkada, biasanya dipilih orang yang tidak tepat, baik secara pendidikan maupun pengalaman, sebagai kepala pengelola keuangan daerah (Bapeda). Hal ini akan berakibat pada proses penyusunan penganggaran yang tidak berjalan dengan baik karena ketidakpahaman pejabat Bapeda tersebut terhadap anggaran. Sementara, di sisi masyarakat, selama ini di daerah masih banyak masyarakat yang belum memahami anggaran, sehingga mereka tidak tahu apa yang harus mereka lakukan terhadap rancangan anggaran. Oleh karena itu, kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap anggaran harus ditingkatkan melalaui penguatan kapasitas (capacity building), agar mereka sadar dan mengetahui bahwa mereka berhak mengetahui anggaran. Atas kendala-kendala tersebut, langkah PATTIRO adalah mengorganisasir penguatan kapasitas masyarakat (CSO) agar kritis dalam menilai orang-orang yang ditempatkan pada penganggaran serta meminta
Beberapa Pemda menunjukkan komitmen untuk perbaikan perencanaan penganggaran dalam bentuk transparansi, pengelolaan, dan kesesuaian penyusunan angggaran. Misalnya dalam hal transparansi, Pemkab Lebak melaksanakan tranparansi anggaran melalaui Perda Transparansi Anggaran jauh sebelum undangundang keterbukaan informasi publik (KIP) ada, atau langkah Pemkot Solo membuat Poster APBD. PATTIRO juga melakukan advokasi kesesuaian anggaran terhadap janji-janji politik dari kampanye calon kepala daerah. Rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) sebagai dasar kampanye biasanya dibuat oleh konsultan dari tim calon kepala daerah. Karena ingin menang bahan kampanye biasanya disusun untuk mendongkrak popularitas publik saja, padahal jika konsultan kurang paham dan mereka menang, maka akan menimbulkan persoalan karena penggunaan anggaran yang tidak tepat.
20
Laporan Tahunan PATTIRO 2012
Pelaksanaan Program 2012, Progress dan Kontribusinya terhadap Tiga Focus Area PATTIRO
Progres dan Hambatan Pelaksanaan Program CATI 2012
BAB 3 Pelaksanaan Program 2012, Progres dan Kontribusinya terhadap Tiga Focus Area PATTIRO 1 Coommunity Acces to Information (CATI) Tujuan dari pelaksanaan program CATI adalah sebagai berikut : 1.
2.
Mendorong penetapan pejabat pengelola informasi dan dokumentasi (PPID) khususnya di satuan kerja perangkat daerah (SKPD) keuangan, pendidikan, kesehatan, Bappeda dan infrastruktur (Pekerjaan Umum) di tingkat provinsi dan kabupaten. Melalui progam CATI akan ditetapkan 150 PPID di lima provinsi yaitu Jatim, Papua, Papua Barat, NTB, dan NTT. Mendorong pembentukan komisi informasi publik daerah (KIPD) di tingkat provinsi.
3.
Memberikan peningkatan kapasitas kepada PPID dan KIPD.
4.
Melakukan pendampingan terhadap PPID dan KIPD.
5.
Membangun akses masyarakat terhadap informasi publik dan mempergunakan data dan informasi tersebut dalam advokasi anggaran pelayanan publik.
Berdasarkan amanat yang terkandung dalam UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, PATTIRO bekerja sama dengan Australian Indonesia Partnership for Decentralization (AIPD) melaksanakan program untuk mendukung akses masyarakat terhadap informasi yang disebut community support to information atau disingkat CATI. Program CATI merupakan dukungan dari AIPD di lima provinsi dan 20 kabupaten di kawasan timur Indonesia. Fokus CATI adalah mendorong perwujudan transparansi informasi, khususnya informasi yang mendukung dan terkait dengan proses perencanaan dan pengelolaan anggaran serta penyelenggaraan pelayanan publik di tingkat provinsi dan kabupaten di wilayah kerja AIPD. Program CATI ini dilaksanakan oleh PATTIRO sebagai implementing partner dari AIPD.
21
Jika dilihat dari pencapaian EoPO, level pencapaian program pada akhir periode ini masih jauh, karena masih dalam tahap penyiapan perangkat/organisasi pelaksana implementasi KIP pada badan publik.
Pada 2012, progress dari program CATI yang mulai digulirkan pada akhir Juni 2012, masih berada pada tahapan pembentukan atau penetapan KIPD, PPID dan community information center di lima provinsi yang menjadi wilayah kerja AIPD.
Upaya pencapaian di atas tidak bisa dilepaskan dari sinergi dengan program support to CSO in public budgeting yang juga dikelola oleh PATTIRO.
Beberapa kegiatan technical assistance dan pelatihan serta pertemuan reguler antara pemberi dan penerima informasi juga sudah dilaksanakan seperti di provinsi NTB. Provinsi itu relatif lebih maju/cepat, hal mana Pemda (SKPD) lebih terbuka dan masyarakatnya juga aktif dalam meminta informasi. Sementara di daerah lainya progres atau pencapaian program berjalan lambat seperti di NTT dan Papua. Untuk NTT, dari sisi masyarakat sebenarnya cukup aktif, namun Pemda NTT dirasakan agak lamban dalam bekerja. PPID hanya ada di beberapa SKPD, hingga akhirnya masyarakat berinisiatif ke DPRD atau Pemda untuk meminta informasi. Hal yang sama dengan di NTT, terjadi di Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur. Di Papua, program CATI berjalan lambat karena eskalasi potensi konflik cukup tinggi. Sementara, di daerah lain seperti Papua Barat dan Jawa Timur pencapaian program CATI cukup menggembirakan di 2012.
Kontribusi Program CATI Terhadap Tiga Focus area PATTIRO Outcomes dari Program CATI memberikan kontribusi yang signifikan terhadap tiga focus area PATTIRO. Pembentukan Komisi Informasi, PPID SKPD—serta penguatan masyarakat untuk mengakses Informasi yang menjadi salah satu output dari Program CATI, dari sisi public service delivery improvement—akan menjamin masyarakat di wilayah kerja mampu memonitor kinerja badan publik, termasuk pemerintah dan mampu berkontribusi dalam peningkatan kualitas pelayanan publik. Badan publik, termasuk pemerintah, di wilayah kerja mampu memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Output lain dari pelaksanaan program CATI, pada akhirnya akan memberikan dorongan kepada dua focus area PATTIRO lainnya yaitu, public policy reform dan public finance management reform.
2 Support to CSO for Greater Capacity and Participation on Budgeting
(Dukungan kepada CSO untuk Kapasitas yang Lebih Besar dan Partisipasi pada Penyusunan Anggaran) Program penguatan CSO adalah program yang ditujukan untuk membangun awareness dan meningkatkan kapasitas masyarakat (CSO) pada proses perencanaan, penyusunan dan penggunaan anggaran publik. Program ini juga berjalan dengan membangun jaringan koalisi/ aliansi CSO khususnya untuk advokasi anggaran sebagai sebuah gerakan sosial masyarakat sipil. Program Penguatan CSO dilaksanakan PATTIRO sebagai implementing partner AIPD di lima provinsi yang menjadi wilayah kerja AIPD
Tujuan dari program penguatan CSO ini adalah : 1.
Memberikan pemahaman kepada masyarakat sipil tentang sumber penerimaan daerah dan mekanisme pengelolaan keuangan daerah.
2.
Meningkatkan kesadaran, kapasitas, dan partisipasi masyarakat sipil dalam proses perencanaan (planning), penyusunan anggaran (budget allocation), penggunaan anggaran (expenditure tracking) dan monitoring/pengukuran manfaat dari penggunaan anggaran (budget acoountability).
3.
Mendorong CSO memfokuskan diri pada isu-isu sektor unggulan sehingga dapat memerankan fungsinya secara optimal dan dapat menjadi mitra sejajar dalam diskusi dengan pemerintah dan parlemen.
4.
Membangun jaringan koalisi/aliansi CSO khususnya untuk advokasi anggaran sebagai sebuah gerakan sosial masyarakat sipil.
22
Laporan Tahunan PATTIRO 2012
Pelaksanaan Program 2012, Progress dan Kontribusinya terhadap Tiga Focus Area PATTIRO
Progres dan Hambatan Pelaksanaan Program CSO pada 2012 Kendala yang dihadapi dari pelaksanaan program penguatan CSO, antara lain: 1.
Tidak ada/sangat sedikit CSO yang fokus pada advokasi anggaran dan memperhatikan isu-isu pelayanan publik.
2.
NGO/CSO yang besar dan memiliki kapasitas, sudah highly occupied oleh kegiatan dan program dari lembaga lain.
3.
Friksi antar CSO sehingga mereka enggan untuk berjejaring/koalisi.
4.
Kapasitas CSO yang sangat beragam.
5.
NGO/CSO memiliki conflict of interest dengan pemerintah baik secara individu maupun lembaga.
Karena PATTIRO sudah menyusun rencana mitigasi terhadap kemungkinan masalah/risiko seperti di atas mencuat ke permukaan, maka kendala yang dihadapi dapat diselesaikan dengan baik.
Pada 2012, progress (pencapaian) pelaksanaan program Penguatan CSO yang dilaksanakan PATTIRO sudah pada tahapan penguatan kapasitas CSO melalui pelaksanaan training (pelatihan) dan pendampingan. Namun sebagai program yang akan terus berkelanjutan, bahkan ketika sudah tidak dibiayai oleh AIPD, program penguatan CSO ini akan terus berulang mengikuti siklus yang sudah ditetapkan. Program mulai dari baseline survey, CSO Mapping, dan seterusnya, dengan cara berjenjang dan berlangsung terus menerus sehingga terbangun jaringan CSO yang kuat dan terintegrasi.
Kontribusi Program CSO Terhadap Tiga Focus area PATTIRO Kontribusi signifikan yang diberikan oleh outcomes dari program penguatan CSO terhadap tiga focus area PATTIRO, adalah adanya public finance management reform. Keterlibatan CSO secara aktif—dalam penyusunan kebijakan dalam perencanaan dan alokasi anggaran, dan peningkatan transparansi informasi pengelolaan anggaran pelayanan publik di daerah—akan menjadikan masyarakat (CSO) di wilayah kerja mampu mengawasi belanja anggaran publik dan memberikan masukan untuk pengelolaan anggaran yang lebih berpihak pada kepentingan masyarakat. Selain itu, pemerintah di wilayah kerja mengalokasikan anggaran yang lebih efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Output lain dari pelaksanaan program CSO, pada akhirnya akan memberikan dorongan kepada dua focus area PATTIRO lainnya yaitu, public policy reform dan public service delivery improvement.
23
3 Indonesia Water SMS (SMS Air Indonesia) SMS Air Indonesia adalah sebuah program yang membawa satu tool/mekanisme untuk peningkatan pelayanan publik dengan cara menampung dan melacak semua data dan informasi tentang air yang datang dari masyarakat luas—dikirimkan melalui fasilitas sms (short message service) melalui telepon seluler (telepon genggam). Proyek SMS AIR Indonesia bertujuan mengatasi kekurangan informasi, transparansi, dan komunikasi antara banyak peran dalam sektor air perkotaan, termasuk konsumen air rumah, utilitas air, pemerintah daerah, dan sektor air informal.
Progres dan Hambatan Pelaksanaan Program SMS Air Indonesia pada 2012
Kontribusi Program SMS Air Indonesia Terhadap Tiga Focus area PATTIRO
Hingga 2012, pelaksanaan pekerjaan proyek SMS AIR Indonesia sudah mencapai tahapan pengumpulan data dan informasi mengenai kebutuhan dari masyarakat dan penyedia jasa layanan pengelolaan air. Kemudian data dan informasi tersebut digabungkan dalam beberapa kegiatan multi stakeholder dialogue, dengan melibatkan para pakar sesuai dengan bidangnya.
Outcomes dari Program SMS memberikan kontribusi yang signifikan kepada tiga focus area PATTIRO terutama pada area public service delivery.
Pakar yang dilibatkan tidak hanya pakar mengenai air, tetapi juga pakar sanitasi serta pakar komunikasi. Hal tersebut dilakukan untuk mencocokkan dan menyatukan data dan informasi menjadi sebuah materi atau bahan untuk mengembangkan sistem SMS AIR. Kendala pelaksanaan Program SMS ketika melakukan pengumpulan data, adalah banyak pihak termasuk masyarakat menanyakan apakah sistemnya sudah ada, seperti apa, bagaimana pelaksanaannya, serta apakah sistem bisa berlaku efektif. Sementara, kendala dari pihak pengelola air adalah belum ada personel yang akan menangani dan prosedur untuk menangani informasi yang masuk. Untuk keperluan tersebut, PATTIRO memberikan jalan keluar melalui pemberian pelatihan dan asistensi baik kepada masyarakat atau pihak yang akan memberikan informasi, maupun pengelola air. Standar operasional prosedur (SOP) mengenai bagaimana menangani informasi yang masuk.
Informasi yang masuk serta bentuk penanganan dari badan pengelola air akan membantu masyarakat untuk memonitor kinerja badan publik sehingga mampu berkontribusi dalam peningkatan kualitas pelayanan publik. Badan publik, dalam hal ini pengelola air di wilayah kerja mampu memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Selain itu, output lain dari pelaksanaan program SMS Air Indonesia, pada akhirnya akan memberikan dorongan kepada dua focus area PATTIRO lainnya yaitu, public policy reform dan public finance management reform.
24
Laporan Tahunan PATTIRO 2012
Pelaksanaan Program 2012, Progress dan Kontribusinya terhadap Tiga Focus Area PATTIRO
4 Akselerasi Implementasi Anggaran Responsif Gender di Indonesia (Program ARG) Program Akselerasi Impelementasi ARG tahap II ini mempunyai tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang. Tujuan jangka pendek dari program adalah : 1.
Memfasilitasi penyempurnaan petunjuk pelaksanaan PPRG untuk pusat dan daerah oleh tim penggerak PPRG
2.
Mendorong penerbitan petunjuk pelaksanaan (juklak) PPRG untuk pusat dan daerah.
3.
Meningkatkan kemampuan staf Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP&PA) melakukan tugas dan fungsinya dalam mendampingi pelaksanaan ARG di tingkat kementerian/lembaga (K/L) dan daerah.
Sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah : 1.
Mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender melalui pelaksanaan ARG.
2.
Menguatkan peran KPP&PA dalam melakukan tugas koordinasi dan fasilitasi terhadap kementerian/lembaga dalam isu kestaraan gender.
3.
Meningkatkan kapasitas pemerintah daerah menerapkan kebijakan dan anggaran yang responsif gender.
Strategi percepatan pelaksanaan perencanaan dan penganggaran yang responsif gender (PPRG)—baik di pusat maupun di daerah—harus dilakukan dengan mengintegrasikan PPRG dalam kebijakan perencanaan dan penganggaran yang menjadi rujukan baik pusat maupun daerah. Dalam jangka pendek, perlu disusun dan diberlakukan petunjuk pelaksanaan (juklak) PPRG sebagai panduan implementasi dari strategi di pusat dan daerah. Pada program ARG tahap I, PATTIRO menyelesaikan drafting dan pendistribusian juklak empat kementerian. Sebagai tindak lanjut program ARG tahap I, dibutuhkan upaya untuk mendorong penerbitan Juklak tersebut sebagai landasan PPRG di pusat dan daerah. Melihat penerapan Juklak PPRG ini penting, PATTIRO berupaya mempercepat penyelesaian Juklak PPRG melalui program yang disebut “Akselerasi Implementasi Anggaran Responsif Gender di Indonesia Tahap II”, yang menjadi salah satu program yang dikerjakan oleh PATTIRO pada 2012.
Progres dan Hambatan Pelaksanaan Program ARG pada 2012
Kontribusi Program ARG Terhadap Tiga Focus area PATTIRO
Untuk mempercepat Implementasi Juklak PPRG pada 2012, PATTIRO telah melaksanakan kegiatan sebagai berikut:
Outcomes dari Program ARG akan memberikan kontribusi yang signifikan kepada tiga focus area PATTIRO terutama pada area public service delivery improvement.
1.
2.
3.
Membentuk dan menguatkan tim penggerak PPRG nasional untuk penyempurnaan Juklak PPRG untuk pusat dan daerah oleh tim penggerak PPRG nasional. Melaksanakan advokasi pemberlakuan Juklak PPRG sebagai panduan resmi yang mengikat perencanaan di tingkat pusat dan daerah, melalui kegiatan lobby dan audiensi empat kementerian dan pemerintah daerah, diseminasi, dan kampanye media di tingkat pusat dan daerah. Memberikan assistensi teknis kepada KPP&PA terkait pelaksanaan anggaran responsive gender di tingkat nasional dan institusi/badan pemberdayaan perempuan di daerah melalui kegiatan antara lain, diskusi rutin dengan staf KPP, pelatihan untuk para pelatih/ pengajar fasilitasi implementasi Juklak PPRG, workshop, sharing and learning, diskusi tematik yang temanya disesuaikan dengan kebutuhan, pengembangan media pendampingan PPRG, serta lokakarya pencapaian penerapan PPRG di kementerian/lembaga.
25
Keberadaan Stranas Percepatan PUG dan Juklak PPRG, di tingkat pusat dan daerah, akan menjadikan badan publik (pemerintah), mampu memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Stranas dan Juklak PPR akan menjadi panduan wajib yang digunakan pada pelaksanaan perencanaan dan penyusunan anggaran, sehingga anggaran pendapatan dan biaya yang disusun oleh pemerintah akan lebih responsive gender.
Kendala yang dihadapi PATTIRO pada pelaksanaan program ARG adalah komitmen pimpinan lembaga rendah, mutasi pegawai di KPP&PA, koordinasi antar Kementerian/Lembaga lemah, dan pengesahan Juklak yang lambat.
5 HIVOS-KIP
Program HIVOS-KIP adalah suatu sistem yang dikembangkan oleh PATTIRO untuk mendorong pembangunan komunitas masyarakat yang sadar terhadap informasi yang menjadi hak mereka. Program HIVOS-KIP merupakan embrio awal dari sistem keterbukaan informasi yang digunakan pada program CATI. Program HIVOS-KIP bertujuan mendorong perwujudan transparansi informasi melalui program penguatan informasi warga untuk kebebasan informasi di tingkat lokal. Sebagai kelanjutan pelaksanaan program HIVOS-KIP tahun sebelumnya, pada 2012 program ini dilaksanakan di kabupaten Kendal, Jawa Tengah dan kota Serang, Banten. Program HIVOS-KIP tahap lanjutan ini dimulai pada 1 juli 2011, yang berlangsung selama 16 bulan dan berakhir pada Oktober 2012.
26
Laporan Tahunan PATTIRO 2012
Pelaksanaan Program 2012, Progress dan Kontribusinya terhadap Tiga Focus Area PATTIRO
6 Strenghtening Integrity and Accountability Program - 2 (SIAP-2) Progres dan Hambatan Pelaksanaan Program HIVOS-KIP pada 2012
Kontribusi Program HIVOS-KIP Terhadap Tiga Focus area PATTIRO
Tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan Program SIAP-2, yaitu :
Kegiatan program HIVOS-KIP yang dilaksanakan pada 2012 antara lain:
Output dan rekomendasi program HIVOS-KIP akan menjamin masyarakat di wilayah kerja mampu memonitor kinerja badan publik, termasuk pemerintah dan mampu berkontribusi dalam peningkatan kualitas pelayanan publik.
1.
1. Penguatan civil society melalui kegiatan diskusi warga terkait layanan dasar kesehatan (Jamkesmas, Jamkesmasda, dan SKTM) di kabupaten Kendal. 2. Penguatan civil society melalui diskusi warga untuk pemetaan basis pendampingan dan permasalahannya di kabupaten Kendal 3. Penguatan civil society melalaui Diskusi warga terkait program sertifikat masal PRONA di kabupaten Kendal. 4. Diskusi warga untuk penguatan civil society (CSO) dalam perencanaan pembangunan berkeadilan gender di kota Serang 5. Diskusi warga dalam perencanaan pembangunan berkeadilan gender di kota Serang. 6. Pembangunan komitmen piagam warga Diskusi komunitas tentang pengembangan lembaga koperasi, kabupaten Kendal, Jawa Tengah 7. Diskusi serial penguatan jejaring kelompok warga (I ) di kecamatan Curug, kota Serang, Banten. 8. Diskusi serial penguatan jejaring kelompok warga di kecamatan Kasemen, kota Serang, Banten. 9. Penguatan PPID melalui pelaksanaan FGD pengumpulan informasi dari badan publik pemerintah kabupaten Kendal. 10. Penguatan basis FGD keterlibatan warga dalam proses pembangunan kabupaten Kendal. 11. Penguatan basis FGD pembasisan sebagai wadah gerakan untuk perwujudan civil society kota Serang. 12. Penguatan basis FGD kerangka legal PIW sebagai wadah organisasi masyarakat kota Serang.
Keberadaan monitoring, kontrol dan kontribusi dari masyarakat, akan membuat badan publik, termasuk pemerintah, di wilayah kerja mampu memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Mengungkap isu atau masalah integritas dan akuntabilitas pengeluaran anggaran program Kementerian Pendidikan (bantuan operasional sekolah / BOS), program Kementerian Pertanian (pupuk bersubsidi), dan program Kementerian Sosial (beras untuk rakyat miskin / Raskin)
2.
Membangun model sistem integritas dan akuntabilitas untuk mendukung pencegahan terhadap kesalahan manajemen anggaran dalam pelaksanaan bantuan operasional sekolah (BOS), pupuk bersubsidi, dan Raskin.
3.
Mendorong penerapan model sistem integritas dan akuntabilitas dalam pelaksanaan Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Pupuk Bersubsidi, dan Raskin di departemen terkait.
4.
Mendorong dialog konstruktif antara warga masyarakat, LSM, dan media massa dengan pejabat pemerintah dan anggota legislatif pada pelaksanaan sistem integritas dan akuntabilitas yang lebih baik untuk mendukung anggaran belanja yang sukses dan efisien dari program bantuan operasional sekolah (BOS), pupuk bersubsidi, dan Raskin.
Pelaksanaan mekanisme monitoring, kontrol dan kontribusi dari masyarakat tersebut, pada akhirnya akan memberikan dorongan kepada dua focus area PATTIRO lainnya yaitu, public policy reform dan public finance management reform.
Program SIAP-2 adalah Program yang dilakukan PATTIRO untuk menciptakan sistem pengawasan publik yang efektif untuk mencegah korupsi pada program bantuan sosial pemerintah di sektor pendidikan, pertanian, dan kesejahteraan sosial. Program SIAP-2 dilaksanakan PATTIRO di 10 kota pada delapan propinsi, yaitu Aceh Besar, Bandung Barat, Gresik, Jayapura, Janeponto, Lombok Barat, Pekalongan, Semarang, Serang, dan Surakarta. Secara umum, aktivitas SIAP-2 pada tingkat nasional atau daerah di kelompokkan ke dalam empat aktivitas utama: yaitu assessment (riset); membangun kemampuan/kapasitas; memberikan advokasi; serta aktivitas pendukung, misalnya lokakarya bagi pelaksana program, penulisan buku, dan pembuatan film.
27
28
Laporan Tahunan PATTIRO 2012
Progres dan Hambatan Pelaksanaan Program SIAP-2 pada 2012 Kegiatan yang dilakukan PATTIRO untuk program SIAP-2 pada 2012 antara lain: pelaksanaan kegiatan advokasi baik di tingkat nasional dan daerah dalam kerangka memperkuat koalisi lembaga yang memiliki visi yang sama; Pelaksanaan workshop dan focus group discussion (FGD) audit sosial di daerah Program; pelaksanaan publikasi/kampanye yang dirancang untuk meningkatkan partisipasi aktif masyarakat dalam mengawasi pelaksanaan program bantuan BOS, Raskin, dan pupuk bersubsidi. PATTIRO juga telah menyusun laporan akhir (final report) dari seluruh pelaksanaan program, yang memuat seluruh hasil dan temuan dari pelaksanaan program di setiap daerah. Atas temuan-temuan tersebut, PATTIRO memberikan rekomendasi mengenai langkah yang harus diambil oleh pelaksana anggaran untuk membantu perbaikan pelaksanaan program di masa depan. Rekomendasi yang dihasilkan PATTIRO pada final report SIAP-2 akan diajukan kepada kementerian terkait di pemerintahan. Program SIAP-2 ini juga menghasilkan Modul Audit Sosial yang dibuat oleh tim SIAP-2 PATTIRO. Agar lebih bermanfaat dan bisa digunakan oleh banyak kalangan, modul lengkap dari audit sosial yang diberi judul “Audit Sosial Multi Stake Holder” telah dicetak dan diperbanyak oleh PATTIRO.
Kontribusi Program SIAP-2 Terhadap Tiga Focus area
Pelaksanaan Program 2012, Progress dan Kontribusinya terhadap Tiga Focus Area PATTIRO
PATTIRO Output dan rekomendasi dari program SIAP-2 yang terhimpun pada Final Report SIAP-2 serta Modul “Audit Sosial Multi Stake Holder” memberikan kontribusi yang signifikan pada tiga focus area PATTIRO, terutama dari sisi public policy reform. Output dan rekomendasi dari program SIAP-2 akan mendorong pemerintah untuk mampu merespon kebutuhan masyarakat melalui penyusunan dan pelaksanaan kebijakan bantuan sosial yang efektif, efisien dan tepat sasaran. Sementara itu modul Audit Sosial Multi Stake Holder akan mendorong pelaksanaan mekanisme monitoring, kontrol dan kontribusi dari masyarakat yang sistemik dan berkelanjutan terhadap penyusunan dan pelaksanaan kebijakan bantuan sosial yang akan dilaksanakan Pemerintah. Pada akhirnya audit sosial akan memberikan dorongan kepada dua focus area PATTIRO lainnya yaitu, public service delivery improvement dan public finance management reform.
29
7 FOINI dan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) Freedom of information network indonesia (FOINI) merupakan jaringan organisasi masyarakat sipil dan individu yang intensif mendorong keterbukaan informasi di Indonesia. FOINI merupakan metamorfosa dari koalisi masyarakat sipil untuk kebebasan memperoleh informasi (KMI) yang sejak awal reformasi menginisiasi dan mengawal Rencana Undang-Undang Kebebasan Memperoleh Informasi Publik (RUU KMIP) hingga disahkan menjadi UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Saat ini FOINI terdapat di 11 simpul provinsi dengan koordinator tingkat nasional berkedudukan di Jakarta. FOINI berkomitmen untuk memperluas simpul jaringan. PATTIRO untuk tiga tahun ke depan (2012‐2015) bertindak sebagai Koordinator FOINI dengan mandat menjalankan peran‐peran dinamisator jaringan. Fungsi‐fungsi yang akan dijalankan oleh FOINI adalah sebagai clearing house, advokasi dan capacity building.
Progres dan Hambatan Pelaksanaan Program FOINI pada 2012 FOINI pada 2012, melakukan assessment terhadap implementasi UU KIP pada CSO (organisasi masyarakat sipil). Hasilnya diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. CSO pada prinsipnya sangat terbuka terhadap setiap permintaan informasi, namun demikian semangat keterbukaan ini belum dilembagakan sebagaimana dimandatkan UU KIP. 2. Pelayanan informasi yang terjadi selama ini hanya sebatas kepada sesama lembaga mitra kerja. Tidak banyak permintaan informasi yang diajukan langsung oleh masyarakat, kecuali di lembaga yang bekerja pada pendampingan masyarakat. 3. Faktor yang menjadi kendala bagi CSO dalam mengembangkan pelayanan dan pengelolaan informasi publik adalah belum optimalnya tata laksana organisasi, keterbatasan sumber daya manusia, serta keterbatasan sarana dan prasarana lembaga. 4. Gerakan keterbukaan informasi publik yang dilakukan oleh CSO fokus pada aspek supply dan demand. Aspek supply, berorientasi pada advokasi badan publik pemerintah untuk mengimplementasikan mandat UU KIP dengan baik. Sementara aspek demand berorientasi pada penguatan kapasitas masyarakat agar dapat mengakses informasi publik. 5. CSO memandang UU KIP sebagai alat untuk mendukung pekerjaannya dalam memperoleh data. Namun pada praktiknya, CSO masih
menemukan beberapa hambatan untuk dapat memperoleh data, seperti hambatan pada proses birokrasi. Hasil pelaksanaan assesment diharapkan bisa menjadi basis data untuk meperbaiki kinerja CSO, khususnya yang tergabung dalam FOINI guna memperbaiki dan mendorong keterbukaan informasi publik
Kontribusi Program FOINI Terhadap Tiga Focus area PATTIRO Terhadap tiga focus area PATTIRO, pembentukan FOINI akan memberikan kontribusi yang signifikan sisi Public service delivery improvement. Output lain dari pelaksanaan agenda kegitan FOINI selanjutnya juga akan memberikan dorongan kepada dua focus area PATTIRO lainnya yaitu, public policy reform dan public finance management reform.
30
Laporan Tahunan PATTIRO 2012
Produk Pengetahuan Pattiro 2012
BAB 4 PRODUK PENGETAHUAN PATTIRO 2012
1 Modul Pelatihan Advokasi Anggaran Bagi CSO Buku ini merupakan modul pelatihan advokasi anggaran bagi CSO sebagai pegangan subtansi materi atas kegiatan pelatihan perencanaan dan penganggaran yang diberikan PATTIRO dan AIPD kepada CSO. Modul pelatihan ini disusun sebagai panduan utama dan referensi pelatihan bagi fasilitator dalam pelatihan yang dilakukan AIPD dan implementing partner agar lebih efektif dan sesuai dengan kebutuhan CSO. Modul Pelatihan Advokasi Anggaran bagi CSO ini dapat digunakan oleh fasilitator dalam mendesain dan merancang pelatihan. Modul ini dapat digunakan oleh siapapun, baik kelompok CSO maupun individu yang ingin mendalami isu perencanaan dan penganggaran daerah. Modul ini bukan hanya sebagai panduan pelatihan untuk Fasilitator, tetapi juga diperkaya dengan banyak informasi dan pengetahuan melalui bahan bacaan yang dapat dibaca dan dipelajari oleh siapapun. Modul ini dapat dimodifikasi oleh pemakainya, artinya tidak semua materi dari sesi dan pokok bahasan harus disampaikan pada sebuah pelatihan. Pemakai bisa menggunakan materi dari modul sesuai dengan kebutuhan. Modul ini tidak hanya dapat digunakan pada pelatihan perencanaan dan penganggaran daerah dalam lingkup kerja PATTIRO dan AIPD saja. Siapa pun bisa menggunakan modul ini sebagai panduan untuk memberikan pelatihan perencanaan dan penganggaran daerah bagi CSO di seluruh wilayah Indonesia. Versi pdf dari Modul Pelatihan Advokasi Anggaran bagi CSO ini dapat diunduh secara gratis di http://pattiro.org/?p=2103.
31
32
Laporan Tahunan PATTIRO 2012
Produk Pengetahuan Pattiro 2012
2 Strategi Nasional Percepatan Pengarusutamaan Gender melalui
Juklak PPRG untuk pemerintah daerah (Pemda) yang menjadi lampiran 2 Stranas PPRG bertujuan sebagai rujukan untuk pelaksanaan percepatan PUG melalui PPRG di daerah agar lebih terarah, sistematis, dan sinergis di tingkat daerah (provinsi, kabupaten/kota).
Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender (Stranas PPRG) Buku Stranas ini bertujuan untuk percepatan pelaksanaan pengarusutamaan gender sesuai rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) 2010–2014.
Juklak ini juga menjadi pedoman bagi Kementerian PPPA, Bappenas dan Kementerian Keuangan untuk memantau dan mengevaluasi pelaksanaan PPRG di daerah (provinsi, kabupaten/kota).
Tujuan penyusunan Stranas PPRG agar pelaksanaan PUG dalam tataran siklus pembangunan menjadi lebih terarah, sitematis dan sinergis, serta berkelanjutan, baik di tingkat nasional, maupun di tingkat daerah.
Sasaran dari Juklak PPRG ini adalah untuk pemerintahan daerah provinsi, pemerintahan daerah kabupaten dan kota dalam menyusun dan merencanakan anggaran yang responsive gender, serta melakukan pengendalian dan evaluasi perencanaan dan penganggaran daerah.
Dalam buku Stranas PPRG ini, ditetapkan sasaran, arah kebijakan dan strategi PPRG. Yang menjadi sasaran Stranas PPRG ini antara lai: (1) penguatan dasar hukum PPRG di daerah; (2) penetapan mekanisme pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi di tingkat kementerian/lembaga, dan pemerintah daerah, baik untuk tim penggerak PPRG maupun pelaksana PPRG; (3) pelaksanaan PPRG di kementerian/lembaga terpilih berikutnya; (4) pelaksanaan PPRG di provinsi terpilih; serta (5) penguatan kapasitas instansi penggerak dan pelaksana PPRG. Versi pdf dari Stranas PPRG ini dapat diunduh secara gratis di http://pattiro. org/?p= 2522
3 Petunjuk Pelaksanaan Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender (Juklak PPRG)
Juklak PPRG merupakan tindak lanjut dari strategi nasional percepatan PUG melalui PPRG, yang disusun sebagai lampiran 1 dan lampiran 2 Surat Edaran empat kementerian/lembaga. Lampiran 1 adalah Juklak PPRG untuk kementerian/lembaga di tingkat pusat, sedangkan lampiran 2 adalah Juklak PPRG untuk Pemerintah Daerah. Juklak PPRG untuk kementerian/lembaga yang menjadi lampiran 1 Stranas PPRG bertujuan sebagai rujukan untuk pelaksanaan percepatan PUG melalui PPRG di kementerian/lembaga agar lebih terarah, sistematis, dan sinergis di tingkat nasional (kementerian/ lembaga). Juklak ini juga merupakan pedoman bagi kementerian PPPA, Bappenas dan Kementerian Keuangan dalam pemantauan dan evaluasi pelaksanaan PPRG di kementerian/lembaga. Sasaran dari Juklak PPRG untuk kementerian/lembaga ini adalah adanya penetapan mekanisme pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi PPRG di tingkat kementerian/lembaga. Perluasan cakupan PPRG ke tingkat output juga menjadi sasaran juklak ini.
33
Kedua Juklak PPRG ini dikeluarkan dan ditandatangani empat kementerian yakni BAPPENAS, Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian PP-PA melalui sebuah Surat Edaran Bersama, masing-masing nomor: 270/M.PPN/11/2012, Nomor: SE-33/MK.02/2012, Nomor: 050/4379A/SJ, dan Nomor: SE46/MPPPA/11/2012 tentang Strategi Nasional Percepatan Pengarusutamaan Gender melalui Perencanaan dan Penganggaran Responsiv Gender (PPRG). Versi pdf dari kedua Juklak PPRG dapat diunduh secara gratis di http://pattiro.org/?p=1647 untuk Juklak PPRG Pemerintah Pusat dan di http://pattiro.org/?p=1658 untuk Juklak PPRG Pemerintah Daerah.
4 Final Report SIAP-2
Program Penguatan Integritas dan Akuntabilitas II (Strenghtening Integrity and Accountability Program - 2 / SIAP-2) dilaksanakan PATTIRO dengan pendanaan dari USAID. Tujuan program ini untuk menciptakan sistem pengawasan publik yang efektif untuk mencegah korupsi bantuan sosial Pemerintah di sektor pendidikan, pertanian, dan kesejahteraan sosial. Laporan akhir (final report) program SIAP-2 berisikan laporan lengkap dari pelaksanaan Program SIAP-2 oleh PATTIRO selama dua tahun (2010 – 2012) di 10 kota pada delapan propinsi, yaitu Aceh Besar, Bandung Barat, Gresik, Jayapura, Janeponto, Lombok Barat, Pekalongan, Semarang, Serang, dan Surakarta. Secara umum, aktivitas SIAP-2 pada tingkat nasional atau daerah di kelompokan ke dalam empat aktivitas utama, yaitu assessment (riset); membangun kemampuan/kapasitas; memberikan advokasi; serta aktivitas pendukung, misalnya lokakarya bagi pelaksana program, penulisan buku dan pembuatan film. Dalam final report pelaksanaan program SIAP-2, PATTIRO juga memberikan rekomendasi mengenai langkah yang harus diambil oleh pelaksana anggaran bantuan sosial. Dengan demikian, rekomendasi itu bisa membantu perbaikan pelaksanaan program di masa depan agar lebih baik, efektif, efisien dan tepat sasaran.
34
Laporan Tahunan PATTIRO 2012
Produk Pengetahuan Pattiro 2012
5 Manual Audit Sosial Multi Stakeholder (ASMS)
7 Kalender 2012 SIAP
Pada pelaksaanaan program bantuan sosial pemerintah, PATTIRO melihat belum cukup tersedia instrumen yang memungkinkan masyarakat terlibat dalam melakukan pengawasan. Instrumen pengawasan terhadap program bantuan sosial yang dibuat lembaga pemerintah yang ada saat ini, lebih berorientasi pada audit keuangan dan audit kinerja program.
Kalender ini adalah bagian dari publikasi program SIAP II kepada masyarakat. Kalender ini di desain dengan panduan dan implementasi dari program subsidi pemerintah seperti BOS, Raskin, dan program pupuk bersubsidi.
Jika selama ini audit sosial terkesan lebih berpretensi mencari temuan sebagai bahan pembelaan dan advokasi bagi satu pihak, maka audit sosial yang digunakan oleh PATTIRO dikembangkan dengan perspektif dan metode berbeda. Bagi PATTIRO, temuan dalam audit sosial akan digunakan untuk mendorong para stakeholder untuk bersama-sama mengupayakan perbaikan terhadap pelayanan publik, baik di tataran pelaksanaan, sistem, maupun mekanismenya. Pola pelaksanaan audit sosial pada Manual ASMS ini dapat digunakan oleh lembaga manapun dalam melakukan audit program bantuan sosial yang digulirkan oleh pemerintah. Manual ASMS ini disusun PATTIRO berdasarkan pengalaman serta uji lapangan yang dilakukan di berbagai kegiatan audit program dan sudah dimodifikasi menjadi lebih simpel, efektif, dan efisien sehingga mudah digunakan oleh semua kalangan. Harapannya, jika program yang sama akan dilanjutkan, pelaksanaan program menjadi lebih baik. Ini karena audit sosial yang dikembangkan oleh PATTIRO juga akan mengidentifikasi atau merumuskan solusi dan rekomendasi perbaikan sistem, baik berupa perumusan kebijakan di tingkat nasional maupun mekanisme pelaksanaan di tingkat daerah. Versi pdf dari Manual ASMS dapat diunduh secara gratis di http://pattiro.org/?p=2156
6 Video Panduan Pelaksanaan Audit Sosial Video ini menjelaskan prosedur dan panduan melakukan audit sosial multi stakeholder. Terdiri dari teori dan praktik Audit Sosial. Penjelasan rinci beserta diagram dari proses audit sosial, analisis rantai nilai, dan kerangka integritas dan akuntabilitas tersaji dalam Video ini. Video ini merupakan salah satu instrumen monitoring advokasi yang diharapkan membantu pemerintah melakukan evaluasi programnya. Panduan dari hasil audit sosial integritas dan akuntabilitas akan digunakan untuk mendorong para stakeholders agar bersama-sama mengupayakan perbaikan terhadap pelayanan publik, baik di tataran pelaksanaan maupun sistem dan mekanismenya.
35
8 Kumpulan Materi Khutbah Jumat
Tema; “Akuntabiltas dan Integritas Program Pemerintah”.
Buku ini berisi kumpulan materi khutbah Jumat yang dikemas dengan tema khusus yaitu akuntablitas dan integritas program pemerintah untuk disiarkan kepada umat Islam. Ide dari pembuatan buku ini sebagai implementasi dari program SIAP II di Aceh Besar. Publikasi buku ini atas kerjasama PATTIRO Aceh dan ISKADA (Ikatan Kader Dakwah).
Struktur Organisasi & Agenda Pattiro
37
BAB 5 Penataan ORGANISASI & AGENDA PATTIRO Penataan Organisasi PATTIRO Pada 2012, tidak ada perubahan struktur organisasi yang mendasar dari PATTIRO. Meskipun tidak ada perubahan struktural organisasi PATTIRO, beberapa perubahan pengurus organisasi tetap dilakukan. Yang paling utama adalah pergantian direktur yang dilakukan pada 18 Februari 2012. Setelah melalui proses musyawarah internal seluruh pegiat dan dirapatkan oleh Pengurus Yayasan, terpilih Sad Dian Utomo sebagai Direktur Eksekutif PATTIRO yang akan mengemban amanah dari 2012 hingga 2015. Pergantian direktur eksekutif PATTIRO ini sebagai bentuk kepatuhan terhadap regulasi yayasan dan penyegaran organisasi. Pada 2012, PATTIRO juga melakukan penambahan staf dan fasilitator daerah sebagai jawaban dari penambahan program baru, dan tuntutan “ekspansi” gerakan masyarakat sipil, dan penguatan PATTIRO di level regional. Pelaksanaan program Water SMS, CATI, dan penguatan CSO, menambah staf dan fasilitator PATTIRO dalam jumlah yang cukup banyak. Total jumlah pegiat, staf dan fasilitator PATTIRO di tahun 2012 sebanyak 113 orang, terdiri dari 33 pegiat dan staf di Jakarta ditambah 80 pegiat dan fasilitator di daerah. Selain itu, sejak 1 September 2011, PATTIRO juga melakukan perpindahan kantor dari daerah Tebet ke Cilandak, tepatnya di jalan Intan no 81, Cilandak Barat, Jakarta Selatan 12430, Indonesia. Perpindahan kantor ini dikarenakan PATTIRO membutuhan ruangan yang lebih luas, akses yang mudah dan daya tampung untuk pegiat daerah. Kantor baru PATTIRO di wilayah Cilandak, Jakarta Selatan, cukup representative menjawab kebutuhan PATTIRO menyusul penambahan pelaksanaan program kegiatan. Selain bisa menampung staf dalam jumlah yang cukup banyak, terdapat tiga ruang rapat yang bisa digunakan untuk membahas pelaksanaan program.
38
Laporan Tahunan PATTIRO 2012
Struktur Organisasi & Agenda Pattiro No
Agenda PATTIRO 2013 Pada 2013, agenda kegiatan PATTIRO masih akan terfokus pada melanjutkan pelaksanaan program pada 2012. PATTIRO harus memastikan bahwa pelaksanaan program 2013, berada dalam koridor tiga focus area PATTIRO.
2.
Program PATTIRO yang masih akan terus berlanjut di 2013 adalah SMS AIR, ARG, CATI, dan penguatan CSO. Adapun agenda PATTIRO 2013 berkaitan dengan program tersebut serta sasaran berdasarkan tiga focus area PATTIRO disajikan pada tabel berikut ini. No
Agenda / Program
1.
Penguatan Keterbukaan Informasi di Daerah
Uraian Singkat Pelaksanaan Agenda / Program
Sasaran pelaksanaan Agenda / Program berdasarkan tiga focus area PATTIRO
- Mengakselerasi penunjukan serta berfungsinya pejabat pengelola informasi daerah (PPID) di beberapa wilayah kerja program CATI yang belum menunjuk PPID.
- Pembentukkan komisioner KI provinsi dan staf pendukung yang mampu menjalankan fungsi penyelesaian sengketa, serta pembangunan suatu sistem pengelolaan kelembagaan KI provinsi.
- Peningkatan kecakapan badan publik dalam pelayanan informasi melalui pelatihan PPID di tingkat provinsi dan kabupaten. - Membangun Sistem Pelayanan Informasi yang menjamin pemenuhan hak publik atas informasi, melalui penyusunan standar operasional prosedur (SOP) Pengelolaan dan pelayanan informasi untuk badan publik. - Upaya pembentukan lembaga komisi informasi publik di tingkat provinsi, melalui asistensi dalam pembentukan panitia seleksi dan proses seleksi calon komisioner informasi provinsi . - Dukungan untuk pengadaan sarana dan prasarana kantor komite informasi (KI). - Dukungan pada penyusunan dan pelaksaanaan program kerja bagi KI provinsi. - Melaksanakan pelatihan dan asistensi serta kunjungan belajar ke provinsi lain bagi komisioner KI provinsi. - Penyusunan SOP tentang sistem pengelolaan kelembagaan KI provinsi - Asistensi untuk implementasi SOP Sistem pengelolaan kelembagaan KI provinsi, serta asistensi untuk sosialiasi mekanisme penyelesaian sengketa informasi kepada masyarakat. - Pembangunan jaringan masyarakat untuk advokasi informasi publik. - Pelatihan, pendampingan, dan memfasilitasi masyarakat untuk mengakses informasi dari badan publik.
- Peningkatan kemampuan masyarakat mengakses informasi sebagai sarana pemenuhan hak-hak dasar, serta membangun mekanisme dialog secara reguler antara masyarakat dan badan publik sebagai umpan balik masyarakat atas pelayanan publik yang mereka terima. - Penguatan keterbukaan informasi di daerah untuk masyarakat. - Terhadap tiga focus area PATTIRO, pelaksanaan agenda program keterbukaan informasi di daerah pada 2013 akan memberikan kontribusi yang signifikan sisi public service delivery improvement. - Output lain dari pelaksanaan agenda selanjutnya juga akan memberikan dorongan kepada dua fokus area PATTIRO lainnya yaitu, public policy reform dan public finance management reform.
Agenda / Program
Penguatan Keterbukaan Informasi (KI) di Pusat
Uraian Singkat Pelaksanaan Agenda / Program
Sasaran pelaksanaan Agenda / Program berdasarkan tiga focus area PATTIRO
- Melakukan pengawalan terhadap seleksi komisioner keterbukaan informasi. Hal tersebut dilakukan sebagai tanggung jawab PATTIRO sebagai bagian dari koalisi freedom of information network Indonesia (FOINI).
- Pemilihan Komisioner keterbukaan informasi yang bebas (independent), kompeten, sanggup melaksanakan tugas.
- Pembentukan open government indonesia (OGI) dengan - Sebagai bagian dari Koalisi FOINI untuk mengimpelementasikan penguatan KI di tingkat pusat, PATTIRO akan knowledge yang dimiliki PATTIRO terus mendorong keterbukaan informasi. dari program CATI. Hal ini menjadi isu dasar untuk mendorong percepatan (akselerasi) dari isu besar dari - Terhadap tiga focus area PATTIRO, keterbukaan informasi, yaitu terbentuknya pelaksanaan agenda program open government Indonesia (OGI). OGI ini keterbukaan informasi di pusat dimotori oleh unit kerja presiden untuk pada 2013 akan memberikan pengawasan dan pengendalian pembangunan kontribusi yang signifikan (UKP4), civil society organisation (CSO) dan di sisi public service delivery Kementerian Komunikasi dan Informatika improvement. (Kemenkominfo) - Output lain dari pelaksanaan - Impelementasi knowledge yang dimiliki agenda selanjutnya juga akan PATTIRO dari program CATI pada OGI. memberikan dorongan kepada dua fokus area PATTIRO lainnya yaitu, public policy reform dan public finance management reform. 3.
Anggaran Responsif - Melanjutkan kerjasama dengan kementerian/ - Mempercepat pemberlakuan Gender lembaga untuk akselerasi implementasi ARG di stranas percepatan PUG Indonesia. dan Juklak PPRG yang telah selesai disusun PATTIRO pada - Mempercepat implementasi petunjuk 2012, menjadi suatu panduan pelaksanaan perencanaan dan penganggaran yang wajib digunakan pada yang responsive gender (Juklak PPRG) baik di pelaksanaan perencanaan tingkat pusat dan daerah. dan penyusunan anggaran - Kerjasama yang dilakukan dengan yang responsive gender oleh kementerian/lembaga terkait dengan ARG, pemerintah di tingkat pusat dan antara lain dengan mengadakan kegiatan daerah. workshop sharing and learning, diskusi tematik - Memastikan stranas percepatan yang temanya disesuaikan dengan kebutuhan, PUG dan Juklak PPRG menjadi pengembangan media pendampingan PPRG, panduan wajib yang digunakan serta lokakarya pencapaian penerapan PPRG di pada pelaksanaan perencanaan kementerian/lembaga. dan penyusunan anggaran, sehingga anggaran pendapatan dan biaya yang disusun oleh pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, lebih responsive gender. - Outcomes dari program ARG akan memberikan kontribusi yang signifikan kepada tiga fokus area PATTIRO terutama pada area public service delivery improvement.
39
40
Laporan Tahunan PATTIRO 2012
No
Agenda / Program
4.
Advokasi kebijakan publik
Laporan Keuangan Pattiro 2012
Uraian Singkat Pelaksanaan Agenda / Program
Sasaran pelaksanaan Agenda / Program berdasarkan tiga focus area PATTIRO
- Advokasi kebijakan publik jelang post MDGs (millennium development goals) 2015.
- Mengontrol para pengambil keputusan sekaligus membangun basis dukungan bagi penegakan dan penerapan kebijakan publik yang di buat untuk agenda pembangunan post MDGs baik di tingkat pusat maupun daerah. - Outcomes dari agenda advokasi kebijakan publik akan memberikan kontribusi yang signifikan kepada tiga fokus area PATTIRO utamanya pada area public policy reform.
5.
Penguatan Jaringan - Memperkuat jaringan antar masyarakat sipil CSO (CSO) di masing-masing wilayah pelaksanaan program yang sudah terbentuk pada 2012. - Membuat daftar jaringan yang dibentuk CSO di daerah program AIPD-CSO - Memfasilitasi komunikasi jaringan CSO yang sudah dibentuk. - Membekali CSO dengan memberikan pengetahuan tentang public finance management, melalui pelatihan perencanaan dan penganggaran daerah, pelatihan pengawasan penggunaan anggaran publik - Mendampingi CSO dalam melakukan analisis APBD dan advokasi anggaran.
- Menjadikan CSO sebagai suatu kekuatan yang mampu mengawasi proses perencanaan, penyusunan, dan penggunaan anggaran, serta mampu mengukur manfaat dari penggunaan anggaran. - Kontribusi signifikan yang diberikan oleh outcomes dari agenda penguatan jaringan CSO terhadap tiga focus area PATTIRO, adalah keberadaan Public finance management reform. - Output lain dari pelaksanaan agenda penguatan jaringan CSO juga akan memberikan dorongan kepada dua fokus area PATTIRO lainnya yaitu, public policy reform dan public service delivery improvement.
41
42
Laporan Tahunan PATTIRO 2012
Laporan Keuangan Pattiro 2012
43
44
Laporan Tahunan PATTIRO 2012