Komisi Informasi Pusat
Republik Indonesia
Laporan Tahunan Komisi informasi Pusat Tahun Anggaran 2010
Jakarta, Januari 2011
Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia, Jl. Meruya Selatan No. 1 Jakarta Barat, Tlp. +622158900158, Fax. +622158900159Htpp://www.komisiinformasi.go.id, email:
[email protected]
1. Pendahuluan Komisi Informasi adalah lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik dan peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi. Sesuai Undang-Undang No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, Komisi Informasi Pusat dibentuk dengan masa kerja 4 tahun. Dalam dokumen Rencana Strategis Komisi Informasi Pusat 20102013 dirancang tahapan perkembangan dan komposisi program kerja sebagai berikut: Diagram-1.1 Program Kerja, TA 2010-2013
Sesuai dengan skenario di atas, pada tahun 2010 kegiatan relatif lebih banyak pada penguatan kelembagaan internal Komisi Informasi Pusat (50%). Pada tahun 2011 fokus secara bertahap akan bergeser pada pelayanan (penyelesaian sengketa dan konsultasi bagi badan publik) dan penyusunan regulasi-reglasi pendukung untuk memperkuat fungsi pelayanan Komisi informasi Pusat berdasarkan perkembangan kebutuhan. Untuk menjalankan berbagai rencana kerja tersebut, Komisi Informasi Pusat mendistribusikannya ke dalam tiga bidang kerja, yakni: Bidang Penyelesaian Sengketa, Bidang Kelembagaan, dan Bidang Edukasi, Sosialisasi dan Advokasi. Untuk mendukung kerja ketiga Bidang tersebut telah dibentuk sekretariat yang merupakan satuan kerja di kementerian Kominfo. Sekretariat dpimpin oleh seorang Sekretaris dan membawahi tiga bagian: Bagian Administrasi Penyelesaian Sengketa, Bagian Perencanaan dan Program, dan Bagian Umum. Laporan Tahunan Komisi Informasi Pusat Tahun 2010 ini memuat perkembangan pelaksanaan kegiatan selama periode 2010 berdasarkan masing-masing Bidang Kerja, Realisasi Anggaran 2010, dan Rencana Kerja dan Anggaran Kegiatan tahun 2011.
1
2. Bidang Penyelesaian Sengketa Bidang Penyelesaian Sengketa Informasi memiliki tugas, antara lain : 1) menyusun Standar Layanan Informasi Publik, 2) menyusun Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik, 3) menjadi koordinator dalam pelaksanaan penyelesaian sengketa informasi di Komisi Informasi (KI) Pusat, 4) melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan Peraturan Komisi Informasi no 1 tentang SLIP dan Peraturan Komisi Informasi no 2 tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi, 5) membuat dokumentasi dan laporan berkala tentang pelaksanaan penyelesaian sengketa informasi; dan 6) melakukan monitoring paska penanganan sengketa informasi dan melakukan upaya pelaksanaannya.
Kegiatan 2.1: Penyusunan Standar Layanan Informasi Publik UU KIP memandatkan Komisi Informasi untuk menyusun petunjuk pelaksanaan dan standar layanan informasi. Komisi Informasi Pusat menyelesaikan penyusunan Peraturan Komisi Inforasi No. 01 tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik pada tanggal 19 April 2010 dengan Nomor Berita Ngara Republik Indonesia tahun 2010 No. 272. Penyusunan Peraturan Komisi Informasi Ini bertujuan untuk menjalankan amanat UU KIP yang memandatkan Komisi Informasi untuk menyusun suatu petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan standar layanan Informasi Publik. Selain tujuan tersebut, Peraturan ini juga menjadi standar baku prosedur dan substansi dalam penanganan sengketa Informasi Publik Oleh Komisi Informasi. Perumusan dimulai dengan pengumpulan data dan identifikasi pola pelksanaan layanan informasi berdasarkan beberapa isu utama. Pada saat perumusan rancangan dilakun bebrapa kali konsultasi kepada badan publik dan diakhiri dengan suatu Uji Publik yang dihadiri peserta dari Badan Publik Negara maupun Non Negara. Pada bagian akhir juga dilakukan konsultasi dengan DPR untuk mendapatkan masukan. Beberapa isu penting terkait substansi Dalam perumusan didapat beberapa isu penting yang paling mendapatkan perhatian dari Badan Publik, yakni: (1) struktur Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi; (2) prosedur pengecualian informasi; (3) status BUMN sebagai Badan Publik; dan (4) status informasi terkait dengan laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara; (5) isu ketentuan berlaku surut. Pejabat Pengelola Informasi dan Dokuementasi. Untuk struktur Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) disepakati bukan struktur baru, mengikuti kondisi masing-masing Badan Publik dan sepanjang PPID belum ditetapkan pejabat yang membidangi layanan informasi akan menjalankan tugas tersebut. Teknik uji konsekuensi untuk pengecualian informasi. Tata cara pengecualian semula diharapkan akan diatur melalui Peraturan Pemenrintah tentang Pelaksanaan UU Keterbukaan informasi Publik. Peraturan Pemerintah ini juga mengatur tentang jangka waktu kerahasiaan (retensi). Jangka waktu kerahasiaan akan terkait dengan klasifikasi kerahasiaan termasuk teknis penentuan status informasi tersebut sebagai
2
informasi yang dikecualikan (uji konsekuensi). Namun demikian setelah Peraturan Pemerintah No. 61 tahun 2010 tentang Pelaksanaan UU KIP diterbitkan, tidak ditemua tahapan atau tatacara pengecualian informasi. Apakah BUMN Badan Publik? Dalam rangkaian penyusunan Peraturan Komisi Informasi tentang StandarLayanan Informasi Publik, terjadi beberapa perdebatan karena beberapa pihak menolak untuk memasukkan BUMN sebagai Badan Publik dengan alasan telah disepakati ketika merumuskan Undang-undang KIP. Namun setelah Tim Penyusun Perturan mempelajari dokumen risalah tersebut, tidak ditemukan kesepakatan tersebut. Bahkan kebanyakan fraksi menghendaki BUMN masuk sebagai Badan Publik. Komisi Informasi akhirnya memasukkan BUMN sebagai Badan Publik, sebagaimana juga berlaku di berbagai negara yang menerapkan Undang-undang Keterbukaan Publik. Status informasi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Status informasi LHKPN sempat diperdebatkan dalam perumusan Standar Layanan Informasi. Namun setelah mempelajari peraturan perundang-undangan terkait dan mempertimbang ketentuan tentang Informasi Publik, akhirnya Komisi Informasi memutuskan bahwa LHKPN masuk ke dalam kategori Informasi Pulik yang wajib disediakan oleh Badan Publik. Isu ketentuan berlaku surut. Banyak perdebatan tentang apakah ketentuan berlaku surut berlaku untuk undang-undang Keterbukaan Informasi Publik. Komisi Informasi memutuskan bahwa sengketa informasi tidak mungkin berlaku surut. Namun untuk informasi yang diproduksi sebelum UU KIP berlaku, sepanjang terdokumentasi dan dikuasai oleh Badan Publik dan tidak dikecualikan, maka informasi tersebut wajib disediakan. Pembahasan Bersama Presiden. Dalam pertemuan dengan Presiden pada tanggal 30 April 2010, beberapa isu terkait Badan Publik tersebut telah dibahas dan disepakati beberapa hal: (i) BUMN termasuk Badan Publik, dan BUMN berhak menolak permohonan informasi yang dapat mengganggu daya saing Badan Usaha Milik Negara tersebut sebagai suatu unit bisnis; (ii) Kekayaan pejabat negara termasuk informasi yang terbuka dengan ketentuan, informasi yang harus dipublikasikan adalah informasi kekayaan dengan format Laporan Harta Kekayaan Penyelenggaran Negara (LHKPN) dan telah diverifikasi oleh KPK; (iii) asas berlaku surut tidak berlaku bagi sengketa informasi yang terjadi sebelum undang-undang KIP diberlakukan. Adapun informasi yang diproduksi oleh Badan Publik sebelum UU KIP berlaku termasuk informasi yang wajib tersedia setiap saat sepanjang dokumen terkuasai oleh Badan Publik dan tidak termasuk informasi yang dikecualikan.
Kegiatan 2.2: Penyusunan Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Sesuai dengan mandat UUKIP, Komisi Informasi Pusat telah menyelesaikan penyusunan Peraturan Komisi Inforasi No. 02 tahun 2010 tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik yang ditetapkan pada Agustus 2010 dengan Nomor Berita Negara Republik Indonesia tahun 2010 No.: 588. Penyusunan Peraturan Komisi Informasi Ini bertujuan untuk menyediakan jaminan akan kepastian dan keadilan prosedural bagi para pihak dalam melaksanakan penyelesaian sengketa informasi.
3
Beberapa isu penting terkait substansi Pembahasan Rancangan Peraturan Komisi Informasi tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi melibatkan para pihak terkait dari penegak hukum: Mahkamah Agung, Kejaksaan dan Kepolisian. Selain, dengan para pihak tersebut, juga dilakukan rapat Koordinasi dengan Komisi Informasi Propinsi untuk membahas substansi rancangan peraturan komisi informasi tersebut. Dalam pelaksanaan Peraturan Komisi Informasi ini mendapatkan banyak masukan untuk perbaikan. Peraturan ini telah diuji melalaui beberapa rangkaian penyelesaian sengketa yang dijalankan oleh Komisi informasi Pusat dan Propinsi. Dari pelaksanaan diperoleh beberapa masukan penting: Eksekusi hasil mediasi. Meskipun hasil kesepakatan dalam UU KIP dinyatakan berupa putusn Komisi Informasi yang bersifat final dan mengikat, apabila tidak dilakukan pendaftaran ke pengadilan maka eksekusi putusan hasil mediasi dinilai tidak akan memiliki kekuatan hukum yang memadai. Efektifitas pemeriksaan tertutup. Dalam suatu kasus ditemukan keengganan pihak termohon untuk membuka dokumen yg dinilai oleh pihak termohon sebagai rahasia, meskipun persidangan untuk pemeriksaan dilakukan secara tertutup sebagaimana dimandatkan oleh UU KIP. Tindak lajut putusan Ajudikasi Komisi Informasi. Ada kecenderungan pihak Termohon yang keberatan atas putusan ajudikasi Komisi informasi untuk tidak mendaftarkan gugatannya ke pengadilan setelah jangka waktu 14 hari kerja sebagaimana dinyatakan oleh undang-undang. Termohon hanya menyampaikan pernyataan keberatan secara tertulis kepada Komisi Informasi. Banyak pihak akhirnya menyarankan agar Peraturan Komisi juga memasukkan ketentuan kewajiban untuk pihak yang menyatakan keberatan atas putusan komisi Informasi agar mendaftarkan gugatan tersebut ke pengadilan paling lambat 14 hari kerja sejak putusan, meskipun ini telah diatur oleh UU KIP. Jika tidak didaftarkan dalam kurun waktu tersebut maka putusan komisi informasi menjadi final dan mengikat. Perbaikan Peraturan Komisi Informasi tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Berdasarkan perkembangan pelaksanaan dan masukan dari berbagai pihak terkait akhirnya dirumuskan rancangan revisi Peraturan Komisi Informasi tentang prosedur penyelesaian sengketa informasi publik. Perbaikan tersebut menyangkut dua wilayah utama: upaya untuk mengefisienkan proses pengambilan keputusan, dan kepastian tindak lanjut putusan Komisi Informasi. Mengefisienkan proses pengambilan keputusan. Dalam upaya mengefisienkan proses pengambilan keputusan, pemeriksaan pendahuluan dapat dilakukan oleh 1 orang Komisioner namun untuk sidang ajudikasi tetap minimal 3 orang anggota majelis agar tidak bertentangan dengan Undang-undang. Untuk pemeriksaan dokumen secara tertutup, andai kata pihak yang diminta tidak mematuhi perintah Komisi informasi, persidangan akan diteruskan tanpa pemohon dan Komisi Informasi dapat mengadukan ke Kepolisian sebagai bentuk pelanggaran terhadap pasal 216 KUHP.
4
Menjaga kepastian tindak lanjut putusan komisi Informasi. Untuk hasil Mediasi, kesepakatan Para pihak akan didaftarkan ke Pengadilan agar memiliki kekuatan hukum tetap. Telah dilakukan pembicaraan dengan Mahkamah Agung untk hal ini. Untuk Putusan Ajudikasi, Pihak yang tidak puas terhadap putusan Komisi Informasi diatur untuk melakukan dua hal: menyampaikan keberatan tertulis kepada Komisi Informasi, dan mendaftarkan gugatan ke Pengadilan sebagai skema banding. Dalam pertemuan dengan Mahkamah Agung, juga disepakati agar ada ketentuan khusus di Mahkamah Agung sebagai acuan Hakim dalam menangani sengketa yang masuk secara lebih cepat. Hal ini dimaksudkan agar prinsip cepat dan terjangkau dalam UU KIP tetap dapat dijaga. Untuk itu akan disusun MOU antara Komisi Informasi Pusat dan Mahkamah Agung. Dengan Pihak Kepolisian telah disepakati untuk merancang MOU dalam penanganan tindak lanjut putusan apabila Putusan Komisi Informasi telah berkekuatan hukum tetap akan tetapi tidak dilaksanakan oleh termohon. Kegiatan 2.3: Mengkoordinasikan Penanganan Sengketa Informasi Sengketa yang diterima selama tahun 2010 sejak bulan Mei 2010 sampai dengan bulan Desember 2010 ada 122 keberatan kepada badan Publik yang ditembuskan ke Komisi Informasi Pusat. Dari 122 kasus tersebut ada 82 kasus permohonan informasi yang yang dilanjutkan ke tahap pengajuan penanganansengketa ke Komisi Informasi Pusat, dengan perkembangan sebagai berikut: Diagram2-1. Permohonan Masuk, TA 2010
Dari total 82 sengketa yang diajukan ke Komisi Informasi Pusat tersebut 45 kasus layak untuk ditangani oleh Komisi Informasi Pusat. Adapun dari 45 kasus yang ditangani, 5% masih dalam taraf klarifikasi, 60% dalam tahap penanganan, 22% telah selesai melalui Mediasi, dan 13% telah selesai melalui melalui ajudikasi. Perkembangan penanganan dapat dilihat pada diagram berikut:
5
Diagram-2.2. Perkembangan Penanganan Sengketa, TA 2010
Dengan demikian dari 122 kasus ada 68 (55.74%) kasus keberatan kepada Badan Publik yang tidak layak ditangani oleh Komisi Informasi Pusat. Ada beberapa penyebab mengapa kasus tersebut tidak layak ditangani oleh Komisi Informasi Pusat. Secara umum dijelaskan pada diagram berikut: Diagram-2.3. Kasus yang Tidak Layak Ditangani, TA 2010
Pemohon Informasi Publik adalah warga negara dan/atau badan hukum Indonesia yang mengajukan permintaan informasi publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang KIP. Berdasarkan ketentuan tersebut, pengajuan sengketa informasi dalam perkembangannya diajukan oleh individu atau kelompok orang dan badan hukum. Komposisi pengaju sengketa ke Komisi informasi Pusat dapat dilihat pada diagram berikut:
6
Diagram-2.4 Sengketa Berdasarkan Kategori Pemohon , TA 2010
Aapun untuk kategori informasi yang disengketakan cukup beragam. Dengan membaginya menjadi 3 kelompok besar, terlihat bahwa permintaan atas daftar informasi publik yang dikuasai oleh badan publik memiliki porsi terbesar, di susul informasi mengenai dokumen anggaran dan keuangan, dan informasi terkait laporan kinerja badan publik. Secara umum dijelaskan pada diagram berikut: Diagram-2.5 Jenis Informasi Yang Disengketakan TA 2010
Kegiatan 2.4: Memantau Perkembangan Pasaka Pustusan Komisi Informasi Pasca Putusan para pihak merespon secara beragam. Berdasarkan pemantauan tentang perkembangan atas 6 putusan komisi Informasi, ada 2 yang menerima dan menjalankan putusan Komisi Informasi Pusat, dan ada 3 yang tidak menerima dan menyatakan keberatan atas putusan Komisi Informasi Pusat. Sementara 1 Putusan masih dalam masa menunggu keputusan para pihak apakah menerima atau menolak putusan Komisi Informasi.
7
Diagram-2.6 Status Putusan Komisi Informasi TA 2010
Seperti yang telah dijelaskan pada bagian terdahulu, pihak Termohon yang menyatakan keberatan atas Putusan komisi Informasi Pusat cenderung hanya berinisiatif untuk menyampaikan keberatan tertulis kepada Komisi Informasi. Termohon tidak mendaftarkannya ke Pengadilan sebagai prose banding. Berdasarkan hasil pendalaman, hal ini disebabkan ketentuan upaya banding yang dinilai ambigu pada UU KIP: Pasal 47 (1) Pengajuan gugatan dilakukan melalui pengadilan tata usaha negara apabila yang digugat adalah Badan Publik negara. (2) Pengajuan gugatan dilakukan melalui pengadilan negeri apabila yang digugat adalah Badan Publik selain Badan Publik negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 48 (1) Pengajuan gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) dan ayat (2) hanya dapat ditempuh apabila salah satu atau para pihak yang bersengketa secara tertulis menyatakan tidak menerima putusan Ajudikasi dari Komisi Informasi paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah diterimanya putusan tersebut. (2) Sepanjang menyangkut informasi yang dikecualikan, sidang di Komisi Informasi dan di pengadilan bersifat tertutup.
Dengan ketentuan tersebut, Termohon menilai pihak pemohonlah yang harus mengajukan gugatan, sementara pihak Pemohon beranggapan pihak termohon yang menyatakan keberatan atas putusan Komisisi Informasi adalah phak yang harus mendaftarkan gugatan ke Pengadilan. Pemohon menyatakan bahwa seperti halnya proses banding, maka pihak yang kalah yang harus mengajukan banding. Alasan bahwa hal ini merupakan mekanisme Banding adalah karena putusan pengadilan memiliki dua opsi, memperkuat atau membatalkan putusan Komisi Informasi sebagaimana diatur pada UU KIP: Pasal 49 ayat (1) Putusan pengadilan tata usaha negara atau pengadilan negeri dalam penyelesaian Sengketa Informasi Publik tentang pemberian atau penolakan akses terhadap seluruh atau sebagian informasi yang diminta berisi salah satu perintah berikut:
8
a. membatalkan putusan Komisi Informasi dan/atau memerintahkan Badan Publik: 1. memberikan sebagian atau seluruh informasi yang dimohonkan oleh Pemohon Informasi Publik; atau 2. menolak memberikan sebagian atau seluruh informasi yang diminta oleh Pemohon Informasi Publik. b. menguatkan putusan Komisi Informasi dan/atau memerintahkan Badan Publik: 1. memberikan sebagian atau seluruh informasi yang diminta oleh Pemohon Informasi Publik; atau 2. menolak memberikan sebagian atau seluruh informasi yang diminta oleh Pemohon Informasi Publik.
Selain memperbaiki Peraturan Komisi Informasi tentang Prosedur penyelesaian sengketa, melalui rapat Koordinasi diperoleh masukan dari institusi terkait (MA, Kepolisian dan Kejaksaan) agar dalam jangka pendek Komisi Informasi Pusat mengambil beberapa langkah berikut untuk mengantisipasi kecenderungan di atas: 1. 2. 3.
Mengupayakan Memorandum of Understanding (MoU) dengan Mahkamah Agung dan POLRI. Melaporkan kepada Presiden, DPR dan/atau Pimpinan Tertinggi Badan Publik yang bersangkutan. Melakuka kajian hukum atas perkembangan tersebut dengan para ahli dan praktisi hukum secara nasional mengenai tindak lanjut dari putusan KI Pusat sebagai upaya perbaikan regulasi dikemudian hari.
3. Bidang Kelembagaan Bidang kelembagaan Komisi Informasi (KI) memiliki tugas, antara lain: (1) menyusun pelaksanaan regulasi internal untuk kepentingan mengefektifkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi kelembagaan Komisi Informasi; (2) menyusun, memantau dan mengevaluasi arah kebijakan pelayanan informasi bagi badan publik; (3) melakukan koordinasi dan kerjasama dengan lembaga mitra; (4) melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelak-sanaan UU KIP dan peraturan turunannya di badan Publik di seluruh Indonesia. Kegiatan 3.1: Penyusunan Regulasi Internal Di tahun 2009-2010, ada 7 (tujuh) regulasi internal yang direncanakan disusun oleh bidang kelembagaan, antara lain: (1) Tata Tertib Organisasi KI Pusat; (2) Kode Etik Komisi Informasi; (3) Pedoman Pelaksanaan Seleksi Anggota Komisi Informasi Propinsi dan Kab/Kota; (4)Pedoman Kerjasama Kelembagaan Komisi Informasi; (5) Tata Naskah Dinas di Lingkungan Komisi Informasi; (6) Renstra KI Pusat 2010–2014; dan (7) SOP Surat-menyurat. Beberapa Peraturan tersebut telah selesai di tahun 2009, dan sebagian yang lain ditetapkan di tahun 2010. Khusus untuk tata naskah belum terselesaikan di 2010, mengingat sekretariat Komisi Informasi Pusat baru terbentuk dan dilantik pada bulan Agustus 2010. Penyusunan tata naskah memerlukan kepastian struktur organisasi, termasuk sekretariat Komisi Informasi Pusat.
9
Diagram-3.1 Kemajuan Penyusunan regulasi Internal
Kegiatan 3.2: Penyusunan Arah Kebijakan Layanan Informasi Menyusun arah kebijakan layanan informasi untuk badan publik merupakan tugas KI sebagaimana tercantum dalam pasal 26 huruf b UU No 14 Tahun 2008 yang berbunyi: “Komisi Informasi bertugas antara lain menetapkan kebijakan umum pelayanan informasi. Di tahun 2010 tugas ini mulai di launching, tetapi dalam perkembangannya setelah mendengar paparan dari beberapa ahli, kebijakan layanan informasi tidak harus tercermin dalam dokumen tersendiri yang khusus berisi dokumen khusus tentang kebijakan layanan informasi. Kebijakan umum tersebut dapat berupa bagian dari substansi peraturan Komisi Informasi tentang Standar Layanan Informasi Publik. Dalam peraturan itu sudah eksplisit tergambarkan bagaimana arah kebijakan layanan informasi diwujudkan. Selain itu Kebijakan Umum Layanan Informasi dapat diterbitkan melalui instrumen surat Edaran yang tidak mengatur detil pelaksanaan, namum mengarahkan atau memastikan arah layanan informasi di Badan Publik berjalan sesuai dengan UUKIP. Surat Edaran dapat diterbitkan berdasarkan kebutuhan dari badan Publik maupun masyarakat luas. Kegiatan 3.3: Kerjasama Kelembagaan KI Pusat Di tahun 2010 KI telah memiliki dan merencanakan sejumlah kerjasama kelembagaan yang diperuntukan untuk memperkuat fungsi-fungsi penyelesaian sengketa informasi publik; penguatan kelembagaan (capacity building); dan penguatan lembaga lain melalui fungsi KI Pusat dan UU No 10 Tahun 2008. Beberapa inisiasi kerjasama lembaga yang di tahap awal antara lain dengan: Mahkamah Agung, Kepolisian Negara RI; Arsip Nasional Republik Indonesia; Kementerian Dalam Negeri; Bawaslu; Dewan Pers; dan Funding Agencies; Kerjasama kelembagaan dengan MA penting untuk memberikan penguatan dalam menjalankan fungsi penyelesaian sengketa informasi melalui mediasi dan ajudikasi nonlitigasi yang dijalankan KI. Dengan POLRI juga sama dalam kerangka menyamakan persepsi tentang posisi penanganan kasus-kasus pidana sebagaimana yang diatur dalam UU No
10
14 Tahun 2008. Begitu pun dengan Badan Arsip Nasional untuk menyamakan persepsi dan action plan berkenaan dengan pelaksanaan UU No 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan dan UU No 14 Tahun 2008. Juga dengan Kementerian Dalam Negeri untuk mengefektifkan pelaksanaan UU No 14 Tahun 2008 di daerah dan mempercepat pembentukan KI Provinsi dan/atau KI Kabupaten/Kota dan sekretariatnya Selain itu dengan Bawaslu, kerjasama dilakukan untuk melakukan sosialisasi bersama tentang UU KIP mengingat ada kecenderungan pada pelaksanaan Pemilu (termasuk pemilukada) ketentuan waktu yang diatur pada UU KIP dirasakan sebagai kendala bagi panitia pengawas dalam mengakses informasi yang diperlukan. Juga dengan Dewan Pers untuk mendapatkan kesamaan persepsi dan action plan yang sama dalam memperkuat tugas-tugas jurnalisme melalui UU KIP. Terakhir, dengan funding agencies, kerjasama diperlukan untuk pembiayaan bantuan teknis dalam penguatan kelembagaan KI; dan memperkuat peran lembagalembaga lain yang berkiprah dalam pelaksanaan UU KIP. Pelaksanaan kerjasama dilakukan melalui tahapan inisiasi, pembahasan, penetapan, pelaksanaan, dan monev. Diagram-3.2 Inisiasi Kerjasama Kelembagaan Komisi informasi Pusat
Kegiatan 3.4: Kerjasama Internasional Kerjasama dengan kelembagaan internasional ditujukan untuk penguatan kelembagaan Komisi Informasi Pusat melalui: (i) melakukan benchmarking dengan lembaga sejenis yang berada di luar negeri untuk mendorong efektifitas kinerja lembaga dalam rangka implementasi UU KIP; (ii) melakukan pertukaran pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung ke lembaga sejenis maupun melalui pertemuan-pertemuan yang relevan. Dalam benchmarking dipelajari prosedur pelayanan informasi publik dan penyelesaian sengketa informasi. Disamping hal tersebut juga dilakukan pengumpulan referensi dan dokumen-dokumen pendukung penyelesaian sengketa informasi dan menyaksikan secara langsung gelar perkara sengketa informasi melalui mediasi dan ajudikasi.
11
Benchmarking dilakukan ke lembaga sejenis di Perancis, Scotlandia, dan Amerika Serikat. Selain hal tersebut juga dilakukan pertukaran informasi (sharing) dengan berbagai lembaga sejenis dari berbagai negara Asia dan Eropa melalui Connecting Civil Society Forum untuk memberikan masukan pada Asian European Meeting di Brussel pada Oktober 2010. Kegiatan 3.5: Pembentukan Sekretariat KI Pusat Sekretariat KI merupakan amanah dari UU. Dinyatakan dalam pasal 29 ayat (2) bahwa sekretariat Komisi Informasi dilaksanakan oleh pemerintah. Sekretariat ini bertugas memberikan dukungan administratif dan keuangan demi terlaksananya tugas pokok dan fungsi KI Pusat. Melalui berbagai upaya, KI Pusat telah berhasil mendorong pemerintah pusat dalam hal ini Menkominfo untuk menerbitkan Peraturan Menkominfo No. 05/Per/M.Kominfo/03/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Komisi Informasi Pusat tertanggal 10 Maret 2010. Diatur dalam peraturan itu bahwa sekretaris KI Pusat dijabat oleh pejabat eselon II, dan dibantu 3 (tiga) pejabat eselon III (Kepala Bagian Perencanaan; Kepala Bagian Administrasi Pengaduan dan Penyelesaian Sengketa; Kepala Bagian Umum); dan 6 (enam) pejabat eselon IV (Kepala Subbagian Program, Kepala Subbagian Evaluasi dan Pelaporan; Kepala Subbagian Administrasi Pengaduan; Kepala Subbagian Administrasi Penyelesaian Sengketa; Kepala Subbagian Keuanganl; dan Kepala Subbagian Umum); serta dibantu sejumlah kelompok jabatan fungsional. Selain pengadaan sekretariat yang didasarkan pada Peraturan Menteri pengisian personalia kesekretariatan juga wajib mengacu pada ketentuan Peraturan KI No 1 Tahun 2010 tentang Tata Tertib Komisi Informasi yang mengatur bahwa KI Pusat dapat dibantu tenaga ahli dan asisten ahli sesuai kebutuhannya. Gambaran tentang pengadaan dan pengisian pejabat strktural, dan personalia lainnya dapat dilihat dalam tabel berikut. Tabel-3.1 Status Perkembangan Pembentukan Dan Pengadaan Personalia Sekretariat Komisi Informasi Pusat No
JABATAN
TAHAPAN Pengadaan Penetapan ¢
PNS 1
STATUS Kontrak
1.
Sekretaris KI Pusat
2.
Kabag
¢
3
3.
Kasubbag
¢
6
4.
Staf
¢
6
5.
Staf
¢
8
6.
Tenaga Ahli
¢
4
7.
Asisten Ahli
¢
7
8.
Sekretaris Ketua, Waka
¢
2
9.
Pengemudi
¢
7
TOTAL
16
28
Sumber: Komisi Informasi Pusat, 2010
12
Pengisian personalia di sekretariat KI sudah hampir sempurna. Di bulan Juli 2010 para pejabat eselon II, III, dan IV telah ditetapkan dan dilantik sekjen atas nama Menkominfo. Kemudian struktur sekretariat dilengkapi pula staf sekretariat yang hingga 2010 telah diisisi 6 (enam) orang PNS. Mengingat di TA 2010 anggaran KI Pusat yang tercantum di Direktorat Jenderal SKDI belum memasukan pembiayaan untuk tenaga ahli, asisten ahli, tenaga kontrak, sebagaimana diatur dalam Perki No 1 Tahun 2010 tentang Tata Tertib Organisasi KI, maka pengadaannya akan dilakukan pada tahun anggaran 2011. Kegiatan 3.6: Mendorong Pembentukan Komisi Informasi Propinsi Keberadaan KI Provinsi menurut UU KIP wajib dibentuk di Pemerintahan Provinsi. Berlaku ketentuan, paling lambat 2 (dua) tahun sejak UU No 14 Tahun 2008 ditetapkan, Komisi Informasi Provinsi harus sudah terbentuk. Untuk mempercepat proses pembentukannya, KI Pusat telah berkoordinasi dengan pemerintah pusat dalam hal ini Kemenkominfo, Kemendagri, dan Kementerian Menpan & Reformasi Birokrasi yang mensepakati perlu disusunnya “Pedoman Pelaksanaan Pemilihan Anggota KI Provinsi dan KI Kabupaten/Kota. Berdasarkan kesepakatan itu ditetapkanlah Keputusan KI tentang Pedoman Pelaksanaan Seleksi Anggota KI Provinsi dan KI Kabupaten/Kota yang ditetapkan pada 23 Oktober 2009 yang kemudian mengalami revisi pada Maret 2010. Pedoman itu telah diterimakan kepada Pemerintah Provinsi dan telah disosialiasikan melalui FGD oleh KI Pusat maupun bersama-sama Kemenkominfo di tahun 2010. Diagram-3.3
Sumber: Komisi Informasi Pusat, 2010
Kegiatan 3.7: Monitoring Implementasi UU KIP di Badan Publik Kegiatan Monitoring dan Evaluasi (Monev) implementasi UU No 14 Tahun 2008 perlu dilaksanakan untuk memantau ketaatan badan publik dalam melaksanakan pasal 61 UU No 14 tahun 2008 yang menyatakan:
13
“pada saat diberlakukannya Undang-Undang ini Badan Publik harus melaksanakan kewajibannya berdasarkan Undang-Undag ini”. Dalam konteks itu, paling tidak ada 4 (empat) kewajiban dasar dari Badan Publik yakni: (1) menyusun regulasi internal berupa pedoman layanan informasi, SOP, dan struktur PPID; (2) menetapkan PPID; (3) membuat/ menetapkan daftar informasi yang dikecualikan; (4) memberikan layanan informasi dengan cara proaktif (mengumumkan informasi publik melalui website/papan pengumuman) dan cara pasif yakni melayani informasi atas dasar permintaan, menanggapi keberatan dan membuat laporan layanan informasi. Tabel-3.2 Perkembangan Pelaksanaan KIP di Badan Publik
NO 1.
2. 3. 4.
KEWAJIBAN BADAN PUBLIK Menetapkan Regulasi Internal Pelayanan Informasi Menetapkan Struktur dan Pejabat PPID Menyusun Daftar Informasi yang dikecualikani Membuat dan mengumumkan laporan layanan informasi
Kementeri an,Kejaksaan,Polri & TNI 5/37 (13.51%)
STATUS Lembagai LPNK Kuasi lainnya Negara (Mandat UU) 1/22 2/22 (4,55%) (9,10%)
5/37 (13.51%)
1/22 (4,55%)
2/22 (9,10%)
1/5 (20,00%)
2/37 (5,41%)
1/22 (4,55%) -
-
-
-
-
Legislatif, Yudikatif, BPK 2/5 (40,00%)
1/37 (2,70%)
Sumber: Komisi Informasi Pusat, 2010
Dari 37 Bandan Publik untuk kelompok Kementerian, Kejaksaan, Kepolisian dan TNI, baru 5 Badan Publik (13.51%) yang telah menetapkan regulasi Internal. Badan Publik tersebut adalah: Kementerian Kominfo, Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri, Kepolisian, dan Kejaksaan. Dalam perkembangan ada 5 kementerian yang tengah menyelesaikan rancangan peraturan internal dan menkonsultasikan rancangan tersebut ke Komisi informasi Pusat. Beberapa diantaranya: Kementerian Perindustrian, Kementerian Perhubungan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Riset dan Teknologi dan Kementerian Pekerjaan Umum. Pada kelompok lembaga pemerintah non kementerian baru ada 1 dari 22 Badan Publik (4.55%) yang telah menetapkan, yakni BPKP. Adapun untuk kelompok lembaga kuasi negara yang dimandatkan oleh UU, baru 2 dari 22 Badan Publik (9.10%) yang telah memiliki, dan untuk kelompok Legislatif, Yudikatif dan BPK, baru 2 dari 5 Badan Publik (40,00%), yakni: DPR dan MA. Struktur PPID yang dibangun bervariasi. Ada Badan Publik yang menetapkannya dengan struktur PPID utama atau PPID kepala dan PPID Pembantu atau PPID Pelaksana. Dalam pola demikian PPID ada yang melekat pada pejabat eselon 1 (setjen), dan ada pula yang menempatkannya di pejabat eselon 2. Keduanya dibantu oleh PPID pembantu atau pelaksana yang ada di satuan kerja lainnya.
14
Baru tiga Badan Publik yang mendaftar informasi dikecualikan. Terkait dengan kewajiban ketiga berupa kewajiban membuat dan/atau menetapkan daftar informasi yang dikecualikan, baru ditemukan 2 kementerian dan 1 Lembaga Pemrintah Non Kementerian yang telah selesai membuat dan/atau menetapkan daftar informasi publik yang dikecualikan: Kementerian Kominfo, Kementerian Kesehatan, dan BPK. Hanya satu Kementerian yang mempublikasikan laporan layanan informasi. Berkenaan dengan kewajiban membuat dan mempublikasikan laporan layanan informasi, ditemukan hanya ada 1 (satu) kementerian/ lembaga saja dari badan publik jenis ini yang telah membuat dan/atau melaporkan kegiatan layanan informasinya, yakni Kementerian Kominfo. Juga di pemerintah provinsi, dari 33 pemerintah provinsi, seluruhnya belum melaksanakan empat kewajiban dasar itu sekalipun telah diterbitkan Peraturan Mendagri tentang Pelaksanaan Keterbukaan Informasi Publik di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri.
4. Bidang Edukasi, Sosialisasi dan Advokasi Bidang Edukasi, Sosialisasi dan Advokasi memiliki tugas antara laian: (1) Mendiseminasikan implementasi UU KIP dan peraturan pelaksanaannya ke Badan Publik, seperti: membentuk PPID, menyusun peraturan internal Badan Publik tentang pedoman pelayanan informasi publik, dan membuat daftar informasi publik, mekanisme pengecualian informasi, dsb. (2) melakukan sosialisasi ke masyarakat luas tentang keberadaan dan peran Komisi Informasi Pusat; (3) merancang dan melaksanakan model konsultasi yang berkelanjutan antara Komisi Informasi Pusat dengan Badan Publik di tingkat Pusat.
Kegiatan 4.1: Sosialisasi ke Badan Publik Sosialisasi ke Badan Publik dilakukan melalui pertemuan internal yang melibatkan jajaran Badan Publik yang bersangkutan. Hingga akhir 2010 telah dilakukan sosialisasi tentang UU KIP ke berbagai Badan Publik tingkat pusat maupun daerah, baik secara khusus oleh Komisi Informasi maupun bersama-sama dengan Kementerian Kominfo. Beberapa Badan Publik telah berinisiatif mengundang Komisi Informasi Pusat untuk pertemuan lanjutan yang membahas operasionalisasi pasca sosialisasi tersebut. Diagram-4.1 Sosialisasi Komisi Informasi Ke Badan Publik
15
Kegiatan 4.2: Sosialisasi ke Masyarakat Luas Sosialisasi ke masyarakat luas dilakukan dengan anggaran yang sangat terbatas, mengingat proses penyusunan anggaran untuk KI Pusat telah dilakukan oleh Kementerian Kominfo sebelum komisioner terpilih untuk mengantisipasi siklus anggaran. Oleh karenanya anggaran yang tersedia cenderung terbatas pada pembiayaan operasional dan kegiatan yang bersifat umum. Untuk mengatasi kendala tersebut Komisi Informasi Pusat telah bekerjasama dengan beberapa pihak yang bersedia malakukan kerjasama tanpa pembiayaan. Kerjasama Media. Untuk menginformasikan ke masyarakat luas tentang Keterbukaan Informasi dan perkembangan peristiwa terkini, Komisi Informasi Pusat bekerjasama dengan SMART FM Radio yang memiliki jaringan ke bebrbagai daerah. Dalam kerjasama tersebut dilakukan dialog interaktif mingguan untuk membahas isu-isu terkini yang berkaitan dengan keterbukaan Informasi Publik. Dalam kerangka sosilalisasi melalui media, Komisi Informasi Pusat juga membangun jaringan media dengan melakukan antara lain; 1. Media visit yakni mengunjungi redaksi dan melakukan diskusi untuk membangun frame keterbukaan informasi publik bagi para pengelola media massa. Dalam rentang tahun 2009-2010 telah dilakukan media visit ke 8 media massa di Jakarta, dan 8 media massa di daerah. 2. Penulisan artikel guna mensosialisasikan ide dan isu terkait implementasi keterbukaan informasi publik, telah dipublikasikan 5 artikel di lebih dari 25 media massa di Jakarta dan berbagai daerah. 3. Konferensi pers/ pers release dilakukan baik di setiap kegiatan penyelesaian sengketa informasi (mediasi dan ajudikasi) maupun kegiatan diskusi publik dan audiensi dengan para pihak terkait. Gambar-4.1 Situs Komisi Informasi Republik Indonesia
Pembangunan Situs Komisi Informasi Pusat. Pembangunan Situs Komisi Informasi Pusat dilakukan agar masyarakat luas yang mampu menggunakan jaringan internet dapat mengakses berbagai informasi yang
16
mereka perlukan secara langsung, selain mengikuti perkembangan kegiatan Komisi Informasi Pusat. Namun demikian Situs ini masih sangat terbatas kapasitasnya, dan akan ditingkatkan pada tahun 2011 bersamaan dengan tersedianya anggaran untuk membiayai infrastruktur dan personil pengelola.
Kegiatan 4.3: Konsultasi Bagi Badan Publik Pasca Sosialisasi ke Badan Publik, banyak Badan Publik yang melakukan konsultasi untuk pelaksanaan UU KIP di lingkungan mereka. Beberapa badan publik telah lebih dulu melakukan konsultasi intensif untuk perumusan aturan internal mereka, seperti: Kementerian Kominfo, Kementerian Kesehatan, Kementerian Perhubungan, POLRI, Kejaksaan, Setjen DPR, KPK. Sebagian besar yang lain mulai melakukan perumusan aturan internal setelah banyak menghadapi permintaan informasi oleh publik. Kecenderungan yang terjadi dalam menyusun rancangan peraturan internal Badan Publik. Dalam konsultasi isu yang selalu menjadi pertanyaan terkait aturan internal adalah: struktur Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID), dan prosedur pengecualian Informasi Publik. Untuk struktur PPID kecenderungan yang terjadi mengarah pada dua bentuk utama: (i) untuk Badan Publik yang memiliki satuan kerja menyebar dan luas cenderung mendesentralisasikan PPID dengan Sekjen sebagai PPID utama; (ii) untuk Badan Publik yang memiliki satuan kerja relatif lebih kecil dan tak menyebar, cenderung memilih bentuk struktur PPID yang terpusat pada Humas. Untuk prosedur pengecualian informasi, dalam konsultasi ditemukan bahwa sering kali Badan publik tidak memasukkan peran Biro atau Bagian hukum untuk melakukan uji konsekuensi dalam rancangan aturan internal mereka. Permintaan Badan Publik agar Komisi Informasi menerbitkan Surat Edaran. Dalam pertemuan konsultasi terkait perkembangan sengketa informasi yang dialami oleh badan publik, hampir kebanyakan kementerian dan lembaga meminta Komisi Informasi Pusat menerbitkan Surat Edaran untuk mempertegas status dokumen anggaran, yakni: DIPA dan RKA-KL adalah dokumen yang terbuka, walaupun di Undangundang KIP telah jelas bahwa dokumen tersebut bukan dokumen informasi yang dikecualikan, sepanjang tidak memuat informasi terkait dengan pasal 17 UU KIP. Surat Edaran yang lain terkait dengan kewajiban menyediakan informasi mengenai LHKPN pejabat yang telah diverifikasi oleh KPK. Badan Publik memerlukan Surat Edaran dari Komisi Informasi Pusat untuk mempertegas bahwa dokumen ini adalah dokumen informasi terbuka.
Kegiatan 4.4: Apresiasi Bagi Badan Publik Di tahun pertama pelaksanaan UU KIP ini apresiasi telah diberikan kepada Badan Publik yang secara aktif mempersiapkan diri mengimplementasikan UU KIP. Komisi Informasi Pusat menjelang pemberlakuan UU KIP 1 Mei 2010 memberikan apresiasi kepada 9 Badan Publik yang dinilai menyiapkan dengan baik pelaksanaan UU KIP dengan membentuk PPID, menginventarisasi informasi di bawah kewenangannya, menyusun aturan internal pelaksanaan keterbukaan
17
informasi publik. Kesembilan Badan Publik yang mendapat apresiasi Komisi Informasi tersebut antara lain; DPR RI, Kementerian Kominfo RI, Mabes Polri, Kementerian Kesehatan RI, Kementerian Pekerjaan Umum RI, BPKP, Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung. Pada kesempatan tersebut Komisi Informasi Informasi Pusat juga memberikan memberikan apresiasi kepada Pemerintah Provinsi yang telah membentuk Komisi Informasi Provinsi, menepati batas waktu yang ditetapkan UU KIP, yakni 2 tahun setelah UU KIP disahkan; yakni Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Jawa Timur. Momentum Hari Hak untuk Tahu (International Right To Know Day) setiap tanggal 28 September yang diperingati di seluruh dunia penting untuk dijadikan even pemberian apresiasi kepada Badan Publik. Meskipun untuk Right to Know Day 28 September 2010 Komisi Informasi Pusat memperingatinya dengan menggelar diskusi publik dengan mengundang Badan Publik dan kelompok masyarakat, karena pemberian apresiasi telah dilakukan menjelang pemberlakuan UU KIP, 1 Mei 2010. Namun di tahun-tahun mendatang peringatan ini akan dijadikan momentum untuk memberi apresiasi kepada Badan Publik yang melaksanakan transparansi dengan indikator implementasi UU KIP
5. Keuangan Komisi Informasi Pusat Untuk periode 2009-2010, pengelolaan keuangan Komisi Informasi Pusat dilakukan oleh sekretariat adhoc yang menyatu dengan Sekretariat Direktorat Jendral SKDI Kementerian Kominfo. Mulai tahun 2011 sekretariat Komisi Informasi akan menjadi satuan kerja tersendiri yang berafiliasi di Sekretariat Jenderal Kementerian Kominfo.
5.1. Realisasi Anggaran T.A 2011 Realisasi Anggaran Tahun 2010 mencapai 85,87% dari total anggaran yang disediakan (Rp.7.540.200.000). Ada 14,13% anggaran yang tidak terserap dikarenakan beberapa hal berikut: •
Ada 21.31% honorarium Komisioner yang belum bisa dibayarkan karena lambatnya penerbitan Peraturan Presiden tentang Honorarium Komisi Informasi. Sejak diterbitkannya keputusan Menteri Keuangan tentang persetujuan ijin prinsip honorarium yang diajukan oleh Menpan, honorarium Komisioner hanya boleh dibayarkan 80% dari total yang disetujui. Adapun 20% yang lain menunggu penerbitan Peraturan Presiden.
•
Ada 97.63% alokasi belanja langganan daya dan jasa yang tidak terserap. Pembiayaan untuk keperluan tersebut telah dilakukan oleh Pusdiklat Kemenkominfo karena gedung yang digunakan oleh Komisi Informasi Pusat adalah gedung Pusdiklat Kemenkominfo. Dalam revisi anggaran, belanja tersebut tidak mungkin dirubah alokasinya ke mata anggaran lain.
•
Belanja perjalan ke luar negeri tidak terserap sebesar 27.41%. Selain benchmarking ke lembaga sejenis, Komisi Informasi Pusat menyepakati untuk memenuhi undangan sosialisasi bersama Kementerian Kominfo mengenai implementasi UU KIP ke KBRI yang membutuhkan. Terjadi beberapa kali perubahan jadual, sehingga
18
Komisi Informasi Pusat tidak dapat memenuhi hal tersebut terkait agenda prioritas lainnya. Secara keseluruhan, rincian realisasi DIPA Komisi Informasi Pusat untuk Tahun Anggaran 2010 adalah sebagai berikut: Tabel-5.1 Rincian realisasi DIPA Komisi Informasi Pusat Tahun Anggaran 2010
Sumber: Bagian Keuangan Setditjen SKDI Kemenkominfo, 2011
5.2. Rencana Anggaran dan Kegiatan T.A 2010 Seperti halnya instansi lain, untuk anggaran dan kegiatan tahun 2011 digunakan model Performance Based Budgeting. Ada tiga output yang telah ditetapkan melalui RPJMN untuk Kementerian Kominfo terkait dengan Komisi informasi Pusat: (i) layanan dukungan teknis administrasi dan tata kelola komisi informasi pusat; (ii) penanganan sengketa informasi publik sesuai UU No. 14 tahun 2008; (iii) penguatan kelembagaan Komisi informasi dan Badan Publik. Total anggaran yang disetujui untuk tahun 2011 Rp. 13,416,700,000 dengan alokasi sebagai berikut: • • •
Output-1: Layanan dukungan teknis administrasi dan tata kelola komisi informasi pusat, senilai Rp. 7.469.010,00. Output-2: Penanganan sengketa informasi publik sesuai UU No. 14 tahun 2008, senilai Rp. 2.817.155,000. Output-3: Penguatan kelembagaan Komisi informasi dan Badan Publik, senilai Rp. 3.130,535.000.
Indikator Output-‐1: Jumlah Pelaksanaan Kegiatan Program Pengembangan Komisi Informasi Pusat (100%) Untuk Output ayanan dukungan teknis administrasi dan tata kelola komisi informasi pusat target indikator yang digunakan dalam RPJMN adalah jumlah pelaksanaan kegiatan program pengembangan Komisi Informasi. Untuk mencapai target tersebut diperlukan beberapa rincian kegiatan berikut anggaran.
19
Melalui berbagai kegiatan tersebut, diharapkan sekretariat Komisi Informasi Pusat dapat mendukung pelaksanaan selueruh kegiatan yang telah direncanakan. Tabel-5.2. Rencana Kegiatan dan Anggaran untuk Output-1. NO. 1 2
URAIAN KOMPONEN INPUT Pembayaran Gaji dan Tunjangan, Lembur, Honor dan Vakasi Pengadaan Makanan Minuman Penambah Daya Tahan Tubuh
BIAYA (Rp) 2.840.993.000 27,000,000
3
Penyelenggaraan Perpustakaan/Kearsipan
20,000,000
4
Pengadaan Peralatan/Perlengkapan Kantor
136,000,000
5
Perawatan Kendaraan Bermotor Roda 4/Roda 2
6
Perawatan Sarana dan Prasarana Gedung
231.440,000 11,460,000
7
Langganan Daya dan Jasa
300,000,000
Pengadaan Pakaian Dinas
11.280,000
8 9
Operasional Perkantoran dan Pimpinan
425,100,000
10 11
Kerjasama AntarIinstansi Dalam Negeri
140,000,000 98.180,000
12
Pembinaan Administrasi dan Pengelolaan Kegiatan
180.900,000
Pemeliharaan dan Peremajaan Software/Hardware Komputer Pencetakan/Penerbitan/Penggandaan/Laminasi
13,090,000
13 14 15
Penyusunan Program dan Rencana Kerja/Teknis Program Kegiatan KI Pusat 2012
Sewa Gedung Kantor dan Interior
134.250,000 1,996.000,000
16
Pendidikan dan Pelatihan Teknis/Struktural
17
Rapat Koordinasi/Kerja/Dinas/Pimpinan Kelompok/Konsultasi.
148,320,000 520,000,000
19
Pengadaan Kendaraan Operasional Perkantoran Penyusunan Program dan Rencana Kerja(RKAKL)/DIPA 2012
20
Penyusunan Lakip Sekretariat KIP Tahun 2010
59.582.000
21
Pengembangan Website Jumlah
10.000.000
18
9,000,000
156.415.000
7.469.010.000
Indikator Output-‐2: Persentase pengaduan perselisihan informasi publik yang terselesaiakan (90%) Berdasarkan pengalaman selama 2010, seringkali penyelesaian perselisihan atau sengketa informasi publik oleh Komisi Informasi Pusat sekaligus menjadi ajang edukasi bagi Badan Publik maupun pemohon. Dalam beberapa kasus, diperlukan waktu yang cukup untuk melakukan klarifikasi akibat ketidakpahaman atas prosedur layanan informasi sebagaimana telah diatur oleh UU KIP maupun Peraturan Komisi informasi tentang Standar Layanan Informasi. Paling tidak ada beberapa hal penting yang harus dilakukan untuk mendorong efektifitas penyelesaian sengketa oleh Komisi informasi Pusat:
20
Peningkatan kapasitas Komisioner maupun staf pendukung untuk kegiatan penyelesaian sengketa. Melakukan pendalaman kasus untuk untuk mempercepat penanganan kasus serupa dikemudian hari. Mengenalkan dan meningkatkan pemahaman masyarakat luas tentang peran Komisi Informasi dan tata cara pengajuan sengketa. Melanjutkan peningkatan pemahaman badan Publik tentang standar layanan informasi di Badan Publik.
• • • •
Denagan memperhatikan beberapa hal tersebut, dan untuk mencapai target kinerja Output-2, Komisi Informasi Pusat merencanakan beberapa kegiatan berikut: Tabel 5-3. Kegiatan Untuk Output-2 NO. 1 2
URAIAN KOMPONEN INPUT Pelaksanaan Penanganan Sengketa Informasi Publik Melalui Mediasi/Ajudikasi Non Litigasi Pelatihan Mediasi/Ajudikasi Nonlitigasi
3
Diskusi Publik Reguler
114.975.000
4
Penyuluhan dan Penyebaran Informasi tentang Standar Layanan Informasi ke Badan Publik. Penerbitan Newsletter tentang Keterbukaan Informasi Publik Dialog Interaktif/Talkshow di Radio dan TV Secara Berkala Pembuatan CD Audio Visual dan Buku tentang Komisi Informasi Membentuk Jaringan Kerja Komunitas Peduli Informasi Publik. JUMLAH
106.350.000
5 6 7 8
BIAYA (Rp) 1.582.320.000 83.660.000
84,750,000 596.850,000 27.150.000 221.100.000 2.817.155.000
Indikator Output-‐3: Meningkatnya Jumlah Badan Publik yang melaksanakan code of conduct Keterbukaan Informasi Publik Hasil monitoring selama tahun 2010 menunjukkan baru 10 Kementerian dan Lembaga yang telah menyiapkan aturan internal untuk layanan informasi Publik. Pada tahun 2011, sesuai dengan indikator target, salah satu fokus Komisi Informasi pusat adalah mendorong implementasi ketentuan-ketentuan yang dimandatkan oleh UU KIP melalui peraturan Komisi Informasi No.1 tentang Standar Layanan Informasi. Untuk mencapai hal tersebut, maka akan dilakukan penguatan kelembagaan komisi informasi daerah dan badan publik dengan cara: •
•
•
Mendorong pembentukan Komisi Informasi Propinsi agar tersedia focal point untuk mendorong implementasi UU KIP di Badan Publik daerah. Mengintensifkan rapat koordinasi dan bimbingan teknis maupun layanan konsultasi bagi Badan Publik dalam mengimplementasikan UU KIP. Membangun kesepakatan antar stakeholders nasional untuk merencanakan target dan tahapan bersama dalam pelaksanaan UU KIP.
Diharapkan terjadi peningkatan yang signifikan dalam hal penerapan code of conduct keterbukaan informasi publik di tingkat Kementerian dan
21
Lembaga. Untuk mencapai hal tersebut akan dilaksanakan beberapa kegiatan berikut: Tabel 5-4. Kegiatan Untuk Output-3 NO. 1 2 3 4
5 6
7 8 9 10
URAIAN KOMPONEN INPUT Mengadakan MOU Dengan lembaga Lain (Pemerintah maupun non Pemerintah) BimbinganTeknis Badan Publik Untuk Penerapan Standar Layanan Informasi. Audiensi Dalam Mendorong Terbentuknya Komisi Informasi Provinsi/Kota/Daerah Pemeringkatan dan Pemberian Penghargaan Kepada Badan Publik Dalam Pengelolaan Informasi Sesuai Standar Layanan Informasi Rapat Koordinasi Nasional Bidang Informasi Pubik Sesuai UU no.14 tahun 2008. Benchmarking tentang Penyelesaian Sengketa di Negara-Negara yang Telah Menerapkan UU Keterbukaan Informasi Publik Iklan/Pemberitahuan/Pengumuman Monitoring dan Evaluasi Badan Publik Dalam Pelaksanaan UU KIP dan Standar Layanan Informasi. Penyusunan Peta Jalan (Road Map) Pelayanan Informasi Publik. Penyusunan Laporan Tahunan Komisi Informasi Pusat JUMLAH
BIAYA (Rp) 106,050,000 210,825,000 307.880,000 232.590,000
346,760,000 497,500,000
1.160,000,000 118,780,000 85,690,000 64,460,000 3,130,535,000
5.3. Distribusi Belanja Kegiatan Berdasarkan Waktu Beban belanja kegiatan memuncak pada bulan mei 2011. Dari keseluruhan kegiatan, diperkirakan akan terjadi belanja tertinggi pada bulan Mei 2011, yang mencapai Rp. 1,36 M. Distribusi belanja kegiatan dan tingkat serapan belanja kegiatan adalah sebagai berikut: Diagram 5-1. Distribusi Belanja Kegiatan
22