LAPORAN PRATIKUM FARMASETIKA II
SEDIAAN INJEKSI AMINOPHYLLIN 2,4%
Di susun oleh: Nama
: Linus Seta Adi Nugraha
No. Mahasiswa
: 09.0064
Tgl. Pratikum
: 28 Oktober-4 November 2010
LABORATORIUM TEKNOLOGI FARMASI AKADEMI FARMASI THERESIANA SEMARANG 2010
SEDIAAN STERIL INJEKSI AMINOPHILIN 2,4 %
I.
TUJUAN
Mahasiswa memahami pengertian sediaan injeksi,
Mahasiswa mengetahui macam sediaan steril,
Mahasiswa mengetahui syarat sediaan injeksi,
Mahasiswa memahami prosedur pembuatan sediaan injeksi,
Mahasiswa mengetahui dan memahami uji kualitas yang perlu dilakukan terhadap sediaan injeksi.
II.
DASAR TEORI
Aminophilin : Butir atau serbuk putih atau agak kekuningan, bau amonia lemah, rasa pahit. Jika di biarkan di udara terbuka, perlahan-lahan kehilangan etilenadiamina dan menyerap karbondioksida dengan melepaskan teophilin. Larutan bersifat basa terhadap kertas lakmus. Tidak larut dalam etanol dan dalam eter. Larutan 1 gr dalam 25 ml air menghasilkan larutan jernih, larutan 1 gr dalam 5 ml air menghablur jika didiamkan dan larut kembali jika ditambah sedikit etilendiamina (Anonim, 1995).
Injeksi Aminophyllin mengandung Teophylina, C7H5N4O2, tidak kurang dari 73.5% dan tidak lebih dari 88.25% dari jumlah yang tertera pada etiket. Penetapan kadar Teophylina sejumlah volume injeksi yang diukur seksama setara dengan lebih kurang
300 mg aminofilina, masukkan ke dalam labu Erlenmeyer 250 ml,
tambahkan air secukupnya hingga lebih kurang 40 ml, kemudian ammonia encer P, lanjutkan penetapan teopylina menurut cara yang tertera aminophyllinum, mulai dari tambahkan 20 ml perak nitrat 0.1 N, 1 ml perak nitrat 0.1 N setara dengan 3.005 mg C2H8N2. Penyimpanan dalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis ganda, sebaiknya dalam wadah dosis tunggal, terlindung dari cahaya (Anonim, 1979).
Produk steril yang banyak diproduksi di industri farmasi adalah dalam bentuk larutan terbagi (ampul) dan bentuk serbuk padat siap untuk digunakan dengan diencerkan terlebih dahulu dengan larutan pembawa (vial). Sediaan parental, bisa diberikan dengan berbagai rute : intra vena (i.v), sub cutan (s.c), intradermal, intramuskular (i.m), intra articular, dan intrathecal. Bentuk sediaan sangat mempengaruhi cara (rute) pemberian. Sediaan bentuk suspensi, misalnya tidak akan pernah diberikan secara intravena yang langsung masuk ke dalam pembuluh darah karena adanya bahaya hambatan kapiler dari partikel yang tidak larut, meskipun suspensi yang dibuat telah diberikan dengan ukuran partikel dari fase dispersi yang dikontrol dengan hati – hati. Demikian pula obat yang diberikan secara intraspinal (jaringan syaraf di otak), hanya bisa diberikan dengan larutan dengan kemurnian paling tinggi, oleh karena sensivitas jaringan syaraf terhadap iritasi dan kontaminasi (Priyambodo, B., 2007).
- Pembuatan Produk Parenteral Bila formula suatu produk parenteral telah ditentukan, meliputi pemilihan pelarut atau pembawa dan zat penambah yang tepat, ahli farmasi pembuat harus mengikuti prosedur aseptis dengan ketat dalam pembuatan produk yang disuntikkan. Di sebagian besar pabrik daerah di mana produk parenteral dibuat dipertahankan bebas dari bakteri dengan cara menggunakan sinar ultra violet, penyaringan udara yang masuk, peralatan produksi yang steril seperti labu-labu, pipa-pipa penghubung, saringan-saringan dan pakaian pekerja disterilkan (Ansel, 1989).
- Pengemasan, Pemberian Etiket dan Penyimpanan Obat Suntik Wadah obat suntik, termasuk tutupnya harus tidak berinteraksi dengan sediaan, baik secara fisik maupun kimia sehingga akan mengubah kekuatan dan efektivitasnya. Bila wadah dibuat dari gelas, maka gelas harus jernih dan tidak berwarna atau berwarna kekuningan, untuk memungkinkan pemeriksaan isinya. Jenis gelas yang sesuai dan dipilih untuk tiap sediaan parenteral biasanya dinyatakan dalam masing-masing monograf. Obat suntik ditempatkan di dalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis berganda. Menurut definisi wadah dosis tunggal (Ansel,1989).
Wadah dosis tunggal umumnya disebut ampul, tertutup rapat dengan melebur wadah gelas dalam kondisi aseptis. Wadah gelas dibuat mempunyai leher agar dapat
dengan mudah dipisahkan dari bagian badan wadah tanpa terjadi serpihan-serpihan gelas. Sesudah dibuka, isi sampul dapat dihisap ke dalam alat suntik dengan jarum hipodermis. Sekali dibuka, ampul tidak dapat ditutup kembali dan digunakan lagi untuk suatu waktu kemudian, karena sterilitas isinya tidak dapat dipertanggung jawabkan lagi. Beberapa produk yang dapat disuntikkan dikemas dalam alat suntik yang diisi sebelumnya dengan atau tanpa cara pemberian khusus. Jenis gelas untuk wadah produk parenteral telah ditentukan di Bab 5 dan sebaliknya diingat kembali. Jenis I, II, III adalah jenis yang untuk produk parenteral. Jenis yang paling tahan terhadap zat kimia adalah jenis I. Jenis gelas yang akan digunakan sebagai wadah obat suntik tertentu dinyatakan dalam masing-masing monograf sediaan (Ansel, 1989).
Satu persyaratan utama dari larutan yang diberikan secara parenteral ialah kejernihan. Sediaan itu harus jernih berkilauan dan bebas dari semua zat-zat khusus yaitu semua yang bergerak, senyawa yang tidak larut, yang tanpa disengaja ada. Termasuk pengotoran-pengotoran seperti debu, serat-serat baju, serpihan-serpihan gelas, kelupasan dari wadah gelas atau plastik atau tutup atau zat lain yang mungkin ditemui, yang masuk ke dalam produk selama proses pembuatan, penyimpanan dan pemberian (Ansel,1989).
Untuk mencegah masuknya partikel yang tidak diinginkan ke dalam produk parenteral, sejumlah tindakan pencegahan harus dilakukan selama pembuatan dan penyimpanan. Misalnya, larutan parenteral umumnya pada akhirnya disaring sebelum dimasukkan ke dalam wadah. Wadah harus dipilih dengan teliti, yang secara kimia tahan terhadap larutan yang akan dimasukkan dan mempunyai kualitas yang paling baik untuk memperkecil kemungkinan terkelupasnya wadah dan kelupasan masuk ke dalam larutan. Telah diakui, kadang-kadang ditemui beberapa zat tertentu dalam produk parenteral yang berasal dari kelupasan wadah gelas atau plastik. Bila wadah telah dipilih untuk dipakai, wadah harus dicuci dengan seksama agar bebas dari semua zat asing. Selama pengisian wadah, harus diperhatikan dengan sungguhsungguh proses pengisian untuk mencegah masuknya debu yang dikandung udara, serat kain, atau pengotoran-pengotoran lain ke dalam wadah.
Persyaratan
penyaringan dan petunjuk aliran udara pada daerah produksi berguna dalam menurunkan kemungkinan pengotoran (Ansel, 1989).
III.
ALAT DAN BAHAN
Alat : Autoklaf Timbangan analitik Kertas saring Glassware Kertas saring Ampul Api bunsen / lampu spiritus Crussentang
Bahan : Aminophilin Etilendiamin Aqua p.i. Karbo adsorben 0,1%
IV.
FORMULA
R/
Aminophilin
2,4
Etildiamin
0,5
Aqua p.i.
V.
ad
100,0 ml
PERHITUNGAN
Perhitungan tonisitas berdasarkan penurunan titik beku :
Rumus : B = 0.52 – b1 . C b2
Keterangan : B
= jumlah bahan pembantu yang diperlukan (gr per 100 ml larutan)
0.25
= titik beku cairan badan / mata
b1
= penurunan titik beku air yang disebabkan oleh 1% b/v zat berkhasiat
b2
= penurunan titik beku air yang disebabkan oleh penambahan 1% b/v zat tambahan
C
= kadar zat berkhasiat dalam % b/v
Perhitungan tonisitas : B = 0.52 – 0.098 x 2.4 0.576 = 0.52 – 0,2352
= 0.494 g/100 ml
0.576
Jumlah bahan :
VI.
Overmat
= 150 + 15 ml = 165 ml
- Aminophilin
= 165/100 x 2,4 g = 3,96 g
- NaCl
= 165/100 x 0.494 g = 0,8151 g => 0,815 g
- Carbo Adsorben
= 165/100 x 0,1 g = 0,165 g
- Aqua p.i.
= ad 165
CARA KERJA
Hitung tonisitas larutan
Buat aqua bebas CO2 Timbang Aminophyllin
Larutkan dengan sebagian aqua bebas CO2 pH larutan antara 9,5 – 9,6
Timbang karbo adsorben Aktifkan karbo adsorben selama 5 – 10 menit
Gojok larutan dengan karbo adsorben, diamkan
Saring dengan kertas saring, diamkan hingga jernih
Masukan larutan kedalam ampul 1 per 1 Tutup, sterilkan dengan autoklaf pada suhu 121oC selama 20 menit
Setelah dingin lakukan pengujian
Beri etiket biru
VII.
PEMBAHASAN Pada saat pembuatan, banyak larutan yang menempel pada wadah atau kertas penyaring, maka dari itu diperlukan penambahan overmat yang cukup agar jumlah larutan mencukupi. Namun demikian saat dilakukan filling atau pengisian, sering terjadi kekurangan bahan, hal ini sering disebabkan karena banyak larutan yang menempel pada wadah, atau seringnya berpindah-pindah wadah sehingga banyak larutan yang hilang, Pada saat melakukan pengujian banyak terjadi penyimpangan. Yang pertama adalah penyimpangan volume hasil. Banyak ampul yang memiliki volume kurang dari yang diharapkan. Hal ini disebabkan karena pengisian yang kurang tepat volumenya, atau larutan yang telah diisikan menguap pada waktu sealing. Penyimpangan yang kedua adalah banyak terjadi kebocoran pada ampul. Hal ini disebabkan karena sealing yang kurang tepat, atau karena ujung ampul yang pada umumnya tajam sering patah sehingga menyebabkan ampul bocor. Atau mungkin juga karena pengaruh panas pada waktu sealing sehingga kaca ampul pecah.
Fungsi penambahan carbo adsorben pada pembuatan larutan adalah untuk menyerap kotoran-kotoran yang masih ada dalam larutan. Carbo absorben hanya akan menyerap kotoran tanpa menyebabkan penurunan kadar zat aktif dalam larutan.
IX.
KESIMPULAN 1.
Pada waktu melakukan praktikum terutama praktikum yang mengutamakan sterilitas, wajib menggunakan masker dan sarung tangan untuk mengurangi resiko kontaminasi.
2.
Pada melakukan sealing sebaiknya diperhatikan posisi ampul sehingga mengurangi resiko kehilangan volume dan juga pecahnya ampul.
3.
Pada waktu melakukan penyaringan sebaiknya dilakukan dua kali atau lebih, hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa partikel-partikel dapat tersaring dengan sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, ed ke 4, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Priyambodo, B., 2007, Manajemen Farmasi Industri, Global Pustaka Utama, Yogyakarta.
Semarang, November 2010 Praktikan
Linus Seta Adi Nugraha