LAPORAN PRATIKUM FARMASETIKA II
PENCUCIAN DAN STERILISASI KEMASAN
Di susun oleh: Nama
: Linus Seta Adi Nugraha
No. Mahasiswa
: 09.0064
Hari
: Kamis - Sabtu
Tgl. Pratikum
: 30 September – 9 Oktober 2010
Dosen Pembimbing
:
LABORATORIUM TEKNOLOGI FARMASI AKADEMI FARMASI THERESIANA SEMARANG 2010
PENCUCIAN DAN STERILISASI KEMASAN
I.
TUJUAN - Mahasiswa memahami pengertian sediaan steril, - Mahasiswa mengenal macam sediaan steril, - Mahasiswa mengenal macam – macam sediaan steril, - Mahasiswa mengenal proses sterilisasi.
II.
DASAR TEORI Sediaan steril adalah bentuk sediaan obat dalam bentuk terbagi – bagi yang bebas dari mikroorganisme hidup. Pada prinsipnya, yang termasuk sediaan ini antara lain sediaan parental preparat untuk mata dan preparat irigasi (misalnya infus). Sediaan parental merupakan jenis sediaan yang unik di antara bentuk sediaan obat terbagi – bagi, karena sediaan ini disuntikan melalui kulit atau membran mukosa ke bagian tubuh yang paling efesien, yaitu membran kulit dan mukosa, maka sediaan ini harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari bahan – bahan toksis lainnya, serta harus memiliki tingkat kemurnian yang tinggi. Semua bahan dan proses yang terlibat dalam pembuatan produk ini harus dipilih dan dirancang untuk menghilangkan semua jenis kontaminasi, apakah kontaminasi fisik, kimia atau mikrobiologis (Priyambodo, B., 2007). Sediaan untuk mata (tetes mata maupun salep mata), meskipun tidak dimasukkan ke dalam rongga bagian dalam tubuh, namun ditempatkan berhubungan dengan jaringan – jaringan yang sangat peka terhadap kontaminasi. Oleh karenanya dibutuhkan standar sejenis dengan preparat (sediaan) steril lainnya. Larutan irigasi (infus) juga memiliki standar yang sama dengan larutan parental lainnya, karena selama pemberian sejumlah zat dari larutan dapat memasuki aliran darah secara langsung melalui pembuluh darah luka yang terbuka atau membran mukosa yang rusak (Priyambodo, B., 2007).
Produk steril yang banyak diproduksi di industri farmasi adalah dalam bentuk larutan terbagi (ampul) dan bentuk serbuk padat siap untuk digunakan dengan diencerkan terlebih dahulu dengan larutan pembawa (vial). Sediaan parental, bisa diberikan dengan berbagai rute : intra vena (i.v), sub cutan (s.c), intradermal, intramuskular (i.m), intra articular, dan intrathecal. Bentuk sediaan sangat mempengaruhi cara (rute) pemberian. Sediaan bentuk suspensi, misalnya tidak akan pernah diberikan secara intravena yang langsung masuk ke dalam pembuluh darah karena adanya bahaya hambatan kapiler dari partikel yang tidak larut, meskipun suspensi yang dibuat telah diberikan dengan ukuran partikel dari fase dispersi yang dikontrol dengan hati – hati. Demikian pula obat yang diberikan secara intraspinal (jaringan syaraf di otak), hanya bisa diberikan dengan larutan dengan kemurnian paling tinggi, oleh karena sensivitas jaringan syaraf terhadap iritasi dan kontaminasi (Priyambodo, B., 2007). Wadah berhubungan erat dengan produk. Tidak ada wadah yang tersedia sekarang ini yang benar – benar tidak reaktif, terutama dengan larutan air. Sifat fisika dan kimia mempengaruhi kestabilan produk tersebut, tetapi sifat fisika diberikan pertimbangan utama dalam pemilihan wadah pelindung (Lachman, 1994). Wadah terbuat dari berbagai macam bahan, wadah plastik, wadah gelas, dan wadah dari karet. Wadah plastik, bahan utama dari plastik yang digunakan untuk wadah adalah polimer termoplastik, unit struktural organik dasar untuk masing – masing type yang biasa terdapat dalam bidang medis. Sesuai dengan namanya, polimer termoplastik meleleh pada temperatur yang meningkat. Wadah plastik digunakan terutama karena bobotnya ringan, tidak dapat pecah, serta bila mengandung bahan penambah dalam jumlah kecil, mempunyai toksisitas dan reaktivitas dengan produk yang rendah. Suatu golongan plastik baru, poliolefin, patut disebut secara khusus, yang saat ini mendapat perhatian dalam bidang parenteral adalah polipropilen dan kopolimer polietilen – polietilen (Lachman, 1994). Wadah Gelas masih tetap merupakan bahan pilihan untuk wadah produk yang dapat disuntikkan. Gelas pada dasarnya tersusun dari silkon dioksida tetrahedron, dimodifikasi secara fisika dan kimia dengan oksida – oksida seperti oksida natrium, kalium, kalsium, magnesium, alumunium, boron, dan besi. Gelas yang paling tahan secara kimia hampir seluruhnya tersusun dari silikon dioksida, tetapi gelas tersebut
relatif rapuh dan hanya dapat dilelehkan dan dicetak pada temperatur tinggi (Lachman, 1994). Ada tiga cara utama yang umum dipakai dalam sterilisasi yaitu penggunaan panas, penggunaan bahan kimia, dan penyaringan (filtrasi). Bila panas digunakan bersama-sama dengan uap air maka disebut sterilisasi panas lembab atau sterilisasi basah, bila tanpa kelembaban maka disebut sterilisasi panas kering atau sterilisasi kering. Sedangkan sterilisasi kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan gas atau radiasi. Pemilihan metode didasdarkan pada sifat bahan yang akan disterilkan (Hadioetomo, R. S., 1985). Sterilisasi basah biasanya dilakukan didalam autoklaf (pada hakikatnya, autoklafg adalah pressure cooker berukuran besar) atau sterilisator uap yang mudah diangkat atau (portabel) dengan menggunakan uap air jenuh bertekanan pada suhu 121oC selama 15 menit. Karena naiknya titik didih air menjadi 121oC itu disebabkan oleh tekanan 1 atmosfer (atm) pada ketinggian permukaan laut, maka daur sterilisasi tersebut sering kali juga dinyatakan sebagai : 1 atm selama 15 menit. Namun perlu diingat bahwa pernyataan ini hanya berlaku pada tempat-tempat yang tingginya sama dengan permukaan laut. Pada tempat-tempat yang lebih tinggi diperlukan tekanan lebih besar untuk mencapai suhu 121oC. Karena itu daripada menyatakan besarnya tekanan, lebih baik menyatakan bahwa keadaan steril dicapai dengan cara mempertahankan suhu 121oC selama 15 menit. Dapat pula dipakai kombinasi suhu dan waktu yang lain yang memberikan hasil sama (Lihat tabel 1.1.) (Hadioetomo, R. S., 1985).
TEKANAN UAP
SUHU
WAKTU YANG DIPERLUKAN UNTUK
(ATM)
(oC)
MEMATIKAN SPORA TAHAN PANAS (MENIT)
0,0
100,0
-
0,5
111,3
15 – 60
0,7
115,5
15 – 60
1,0
121,5
12 – 15
1,3
126,5
5 – 12
2,0
134,0
3–5
Tabel 1.1. Hubungan tekanan-suhu-waktu pada sterilisasi dengan uap bertekanan
Panas lembab sangat efektif meskipun pada suhu yang tidak begitu tinggi, karena uap air berkondensasi pada bahan-bahan yang disterilkan, dilepaskan panas sebanyak 686 kalori per gram uap air pada suhu 121oC. Panas ini mendenaturasikan atau mengkoagulasikan protein pada organisme hidup dan dengan demikian mematikannya. Maka sterilisasi basah dapat digunakan untuk mensterilkan bahan apa saja yang dapat ditembus uap air (minyak misalnya, tidak dapat ditembus uap air) dan tidak rusak bila dipanaskan dengan suhu yang berkisar antara 110oC dan 121oC (Hadioetomo, R. S., 1985). Suatu siklus otoklaf yang ditetapkan dalam farmakope untuk media atau pereaksi adalah selama 15 menit pada suhu 121oC kecuali dinyatakan lain (Anonim, 1995). Mekanisme penghancuran bakteri oleh uap air panas adalah kerena terjadinya denaturasi dan koagulasi beberapa protein esensial organisme tersebut (Ansel, 1989). Pada umumnya metode sterilisasi ini digunakan untuk sediaan farmasi dan bahan-bahan yang dapat tahan terhadap temperatur yang dipergunakan dan penembusan uap air, tetapi tidak timbul efek yang tidak dikehendaki akibat uap air tersebut.metode ini juga dipergunakan untuk larutan dalam jumlah besar, alat – alat gelas, pembalut operasi dan instrumen. Tidak digunakan untuk mensterilkan minyakminyak, minyak lemak, dan sediaan-sediaan lain yang tidak dapat ditembus oleh uap
air atau pensterilan serbuk terbuka yang mungkin rusak oleh uap air jenuh (Ansel, 1989). Dibandingkan dengan panas lembab, panas kering kurang efisien dan membutuhkan suhu lebih tinggi serta waktu yang lebih lama untuk sterilisasi. Hal ini disebabkan karena tanpa kelembaban tidak ada panas laten. Sebagai contoh, albumin telur dengan kelembaban 50% menggumpal pada 56oC, sedangkan tanpa kelembaban baru menggumpal pada suhu 160-175oC. Karena bentuk kehidupan yang paling tahan panas, yaitu endospora bakteri, berperilaku seakan-akan tidak mengandung kelembaban, maka panas kering harus mencapai suhu 160-175oC untuk dapat mematikannya. Hubungan antara suhu dan lamanya pemanasan yang umum digunakan dalam sterilisasi dengan panas kering adapat dilihat pada yabel 1.2. pemanasan seperti ini menjamin bahwa suhu pada benda-benda yang diapanskan dalam oven akan mencapai 160-175oC selama sekurang-kurangnya 10 menit (Hadioetomo, R. S., 1985).
SUHU (oC)
WAKTU (JAM)
170
1,0
160
2,0
150
2,5
140
3,0
Tabel 1.2. Waktu dan suhu yang sering kali digunakan untuk sterilisasi panas kering
Proses sterilisasi lain yang juga dilakukan pada suhu kamar ialah penyaringan. Dengan cara ini larutan atau suspensi dibebaskan dari semua organisme hidup dengan cara melakukannya lewat saringan dengan ukuran pori yang sedemikian kecilnya
sehingga bakteri dan sel-sel yang lebih besar tertahan di atasnya, sedangkan filtratnya ditampung di dalam wadah yang steril. Beberapa contoh bahan yang biasa disterilkan dengan cara ini ialah serum, larutan bikarbonat, enzim, toksin bakteri, media sintetik tertentu, dan antibiotik (Hadioetomo, R. S., 1985). Sterilisasi dengan penyaringan tergantung pada penghilangan mikroba secara fisik dengan adsorbsi pada media penyaring atau dengan makanisme penyaringan, digunakan untuk sterilisasi larutan yang tidak tahan panas. (Ansel, 1989). Penyaringan – penyaringan yang ada meliputi : Penyaring berbentuk tabung reaksi disebut sebagai ”lilin penyaring” yang dibuat dari tanah infusoria yang dikempa (penyaring Berkefeld dan Mandler). Lilin penyaring dibuat dari porselen yang tidak dilapisi (penyaring Pasteur Chamberland, Doulton, dan Selas). Piringan asbes yang dikempa dipasang ditempat khusus dalam peralatan saringan (penyaring Seitz dan Swinney). GelasBuchner-jenis corong dengan pegangan gelas yang menjadi satu. (Ansel, 1989). Ukuran penyaring. Pengukuran porositas membran penyaring dilakukan dengan pengukuran nominal yang menggambarkan kemampuan membran penyaring untuk menahan mikroba dari galur tertentu dengan ukuran yang sesuai, bukan dengan penetapan suatu ukuran rata – rata pori dan pernyataan tentang distribusi ukuran. (Anonim, 1995). Natrium Subcarbonas : Natrium Bikarbonat mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 100,5% NaHCO3, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan (Anonim, 1995). Pemerian : Serbuk hablur, putih. Stabil di udara kering, tetapi dalam udara lembab secara perlahan-lahan terurai. Larutan segar dalam air dingin, tanpa dikocok, bersifat basa terhadap lakmus. Kebasaan bertambah bila larutan dibiarkan, digoyang
kuat atau dipanaskan. Kelarutan : Larut dalam air, tidak larut dalam etanol (Anonim, 1995). Acidum Hydrochloridum : Asam Klorida mengandung tidak kurang dari 36,5% b/b dan tidak lebih dari 38,0 b/b HCl (Anonim, 1995). Pemerian : Cairan tidak berwarna, berasap, bau merangsang. Jika diencerkan dengan 2 bagian volume air, asap hilang. Bobot jenis lebih kurang 1,18 (Anonim, 1995).
III.
ALAT DAN BAHAN Alat : Tutup karet
Beaker glass
Ampul
Timbangan analitik
Vial
Loyang
Ember plastik
Plastik tahan pemanasan
Baskom plastik
Sarung tangan
Autoklaf
Masker
Oven
Kain lap / serbet
Bahan : Natrium bikarbonat 0,5 % Tapol 1 % Aquadest HCl 2%
IV.
CARA KERJA Pencucian dan sterilisasi tutup karet Ambil tutup karet Cuci bersih dengan aquadest Buat pengenceran HCl dalam baskom plastik Rendam tutup karet dalam larutan HCl selama 2 hari Buat larutan sama banyak tapol dan natrium bikarbonat Rendam tutup karet dalam larutan tersebut salama 1 hari, kemudian didihkan Bilas tutup karet dengan aquadest Tutup karet di autoklaf dengan suhu 121oC selama 20 menit
Pencucian dan sterilisasi ampul dan vial Cuci ampul dan vial dengan aquadest Buat pengenceran HCl dalam ember plastik Rendam vial dan ampul selama 2 hari Buat larutan sama banyak tapol dan natrium bikarbonat Rendam ampul dan vial dalam larutan tersebut salama 1 hr Bilas tutup karet dengan aquadest Susun dengan rapi ampul dan vial diatas loyang yang sudah tersedia Oven ampul dan loyang pada suhu 200oC selama 1 jam
V.
PEMBAHASAN Data Praktikum : -
Perhitungan HCl HCl yang tersedia adalah HCl 36% HCl yang dibutuhkan adalah HCl 2% Pengenceran : -
Vial Dibutuhkan larutan HCl 2% sebanyak 3 liter V1 x N1
= V2 x N2
3000 ml x 2
= V2 x 36
V2
= 166,666 ml = 167 ml
HCl 36% -
= 167 ml diencerkan dengan aqua sampai 3000 ml
Ampul Dibutuhkan larutan HCl 2% sebanyak 1,5 liter V1 x N1
= V2 x N2
1500 ml x 2
= V2 x 36
V2
= 83,333 ml = 83 ml
HCl 36%
= 83 ml diencerkan dengan aqua sampai 1500 ml
-
Tutup karet Dibutuhkan larutan HCl 2% sebanyak 1,5 liter V1 x N1
= V2 x N2
1500 ml x 2
= V2 x 36
V2
= 83,333 ml = 83 ml
HCl 36%
= 83 ml diencerkan dengan aqua sampai 1500 ml
Larutan Natrium Bikarbonat dan Tapol -
Vial Natrium Bikarbonat = 0,5/100 x 1500 ml = 7,5 ml + aqua sampai 1,5 liter Tapol
= 1/100 x 1500 ml = 15 ml + aqua sampai 1,5 liter
-
Ampul Natrium Bikarbonat = 0,5/100 x 3000 ml = 15 ml + aqua sampai 3 liter Tapol
= 1/100 x 3000 ml = 30 ml + aqua sampai 3 liter
-
Tutup Karet Natrium Bikarbonat = 0,5/100 x 1500 ml = 7,5 ml + aqua sampai 1,5 liter Tapol
= 1/100 x 1500 ml = 15 ml + aqua sampai 1,5 liter
Pembahasan Pada saat melakukan sterilisasi, wadah dan atau tutup yang di sterilisasi sebaiknya di sterilkan sampai benar-benar steril. Hal ini dimaksudkan agar wadah dan atau tutup tersebut tidak mencemari bahan obat yang akan dimasukan kedalamnya. Sterilisasi juga menggunakan metode perebusan terutama untuk bahan yang terbuat dari karet. Tujuan utama dari proses ini adalah untuk membuat spora jamur yang masih ada menjadi bentuk aktif (vegetatif) sehingga bahan desinfektan dapat membunuh spora jamur tersebut. Perebusan digunakan pada tutup karet karena tutup karet tidak tahan terhadap panas dari oven, sehingga cukup dipanaskan dengan cara direbus. HCl berguna untuk melarutkan kotoran-kotoran yang ada pada bahan yang akan disterilakan. Sedangkan bahan direndam selama 2 hari dalam larutan HCl adalah agar kotoran-kotoran yang menempel dapat hilang dengan sempurna. Selain itu juga untuk membunuh bakteri-bakteri yang tidak tahan terhadap asam. Tapol yang digunakan dalam sterilisasi kali ini berguna sebagai desinfektan dan zat pembasah sehingga tapol dapat berpenetrasi ke dalam pori-pori bahan yang akan disterilkan. Sedangkan Natrium bikarbonat digunakan sebagai penjernih.
Pada saat dipanaskan dalam oven, penempatan bahan yang akan disterilisasi harus diberi jarak/renggang. Hal ini bertujuan agar pada saat pemanasan, bahan tidak pecah atau retak karena bahan tersebut akan memuai pada pemanasan. VI.
KESIMPULAN 1.
Pada saat melakukan sterilisasi, wadah yang disterilkan harus benar-benar bersih agar bahan yang akan dimasukan tidak terkontaminasi.
2.
Sterilisasi hendaknya memperhatikan sifat dari bahan yang akan disterilkan sehingga didapat sterilisasi yang maksimal.
VII.
DAFTAR PUSTAKA Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Ansel, H.C., 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, ed ke 4, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Hadioetomo, R. S., 1985, Mikrobiologi Dasar dalam Praktek, PT. Gramedia, Jakarta. Lachman, Lieberman, Kanig, 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri II, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Priyambodo, B., 2007, Manajemen Farmasi Industri, Global Pustaka Utama, Yogyakarta.
Praktikan
Linus Seta Adi Nugraha