BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM
FARMASETIKA SEDIAAN SEMISOLIDA (Edisi revisi I)
Oleh : Lidya Ameliana S.Si., Apt.,M.Farm. Budipratiwi W. S.Farm.,M.Sc.,Apt. Lina Winarti, S.Farm., M.Sc., Apt. Viddy Agustian R. S.Farm., Apt.
BAGIAN FARMASETIKA FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS JEMBER 2013
KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas selesainya penyusunan Buku Petunjuk Praktikum Farmasetika Sediaan Semisolida edisi revisi ke-1 tahun 2013 untuk mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas Jember. Buku petunjuk praktikum ini disusun dengan tujuan untuk membantu mahasiswa agar dapat lebih memahami proses pembuatan sediaan semisolida mulai dari praformulasi sediaan semisolida, merancang formula, proses pembuatan sediaan, dan melakukan evaluasi sediaan, serta merancang kemasan untuk sediaan semisolida tersebut. Penyusun menyadari bahwa buku ini masih belum sempurna, untuk itu saran dan kritik dari sejawat maupun mahasiswa peserta praktikum akan sangat bermanfaat untuk perbaikan pada edisi berikutnya. Semoga buku ini dapat bermanfaat dalam membantu memperdalam pemahaman tentang formulasi sediaan semisolida. Jember, Februari, 2013
Penyusun
2
DAFTAR ISI Kata Pengantar
i
Daftar Isi
ii
Deskripsi
iii
Tujuan
iii
Dasar Teori Sediaan Semisolida
1
Salep
1
Krim
3
Pasta
4
Gel
4
Daftar Pustaka
7
Lampiran
8
3
DESKRIPSI Praktikum Farmasetika Sediaan Semisolida merupakan penerapan teori kuliah Farmasetika Sediaan Semisolida yang meliputi : 1. Penyusunan formula sediaan untuk penggunaan pada kulit (salep, krim, pasta, gel) 2. Penyusunan rancangan pembuatan, rancangan evaluasi, rancangan kemasan baik primer maupun sekunder yang dilengkapi dengan etiket dan brosur 3. Melaksanakan manufaktur formula dan evaluasi sesuai dengan rancangan yang telah didiskusikan 4. Melakukan pembahasan atas hasil yang telah dicapai
TUJUAN Diharapkan setelah mengikuti Praktikum Farmasetika Sediaan Semisolida, mahasiswa dapat : 1. Menyusun rancangan formula, pembuatan, evaluasi, dan
kemasan sediaan
semisolida 2. Mendiskusikan rancangan formula dan pembuatan berdasarkan karakteristik fisiko-kimia komponen 3. Membuat dan mengevaluasi sediaan salep, krim, dan gel 4. Mempresentasikan hasil analisa data evaluasi.
4
DASAR TEORI SEDIAAN SEMISOLIDA
I.
SALEP Salep adalah sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit atau selaput lendir (DepKes RI, 1995). Salep merupakan bentuk sediaan dengan konsistensi semisolida yang berminyak dan pada umumnya tidak mengandung air dan mengandung bahan aktif yang dilarutkan atau didispersikan dalam suatu pembawa. Pembawa atau basis salep digolongkan dalam 4 tipe yaitu basis hidrokarbon, basis serap, basis yang dapat dicuci dengan air, dan basis larut air. Basis hidrokarbon merupakan basis salep yang benar-benar bebas dari air. Formulasi basis hidrokarbon dibuat dengan mencampur hidrokarbon cair (minyak mineral dan paraffin cair) dengan hidrokarbon yang mempunyai rantai alkyl lebih panjang dan titik leleh lebih tinggi misalnya paraffin putih ataupin paraffin kuning. Penggunaan basis salep hidrokarbon sebagai system penghantaran obat topical sangat terbatas, karena sebagaian obat relatif tidak larut dalam minyak hidrokarbon. Masalah ini dapat diatasi dengan meningkatkan kelarutan obat dalam basis hidrokarbon, yaitu dengan mencampurkan pelarut-pelarut yang dapat campur dengan basis hidrokarbon, misalnya isopropyl miristat atau propilen glikol. Salep hidrokarbon digunakan terutama sebagai emolien, sukar dicuci, tidak mongering, dan tidak tampak berubah pada waktu lama. Basis salep serap merupakan basis salep seperti basis hidrokarbon (berlemak/berminyak) akan tetapi dapat bercampur atau menyerap air dalam jumlah tertentu.Basis salep serap dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu : basis salep yang dapat bercampur dengan air membentuk emulsi air dalam minyak (paraffin hidrofilik dan lanolin anhidrat) dan basis yang terdiri atas emulsi air dalam minyak yang dapat bercampur dengan sejumlah larutan air tambahan (lanolin). Basis salep serap juga bermanfaat sebagai emolien (DepKes RI, 1995). Basis salep yang dapat dicuci dengan air merupakan basis yang bersifat dapat dicuci dari kulit dan pakaian dengan menggunakan air. Dalam penggunaannya, salep dengan basis jenis ini mampu untuk mengabsorpsi cairan
5
serosal yang keluar dalam kondisi dermatologi. Obat jenis tertentu dapat diabsorpsi lebih baik oleh kulit jika menggunakan dasar salep ini. Contoh basis salep yang dapat tercuci dengan air adalah basis yang terdiri dari alkohol stearat dan petrolatum putih (fase minyak), propilen glikol dan air (fase air), serta Na lauril sulfat sebagai surfaktan. Basis salep yang larut air merupakan basis yang hanya mengandung komponen larut air, sehingga dapat tercuci air dengan mudah. Dalam formulasi, basis jenis ini digunakan untuk mencampur bahan obat yang tidak berair atau bahan padat. Contoh basis salep yang larut air adalah salep PEG yang merupakan kombinasi antara PEG 3350 dengan PEG 400 dengan perbandingan 4:6. Dalam pemilihan basis salep untuk memformulasi suatu bahan aktif menjadi sediaan semisolida, harus dipertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut (DepKes RI, 1995) 1.
Khasiat yang diinginkan
2.
Sifat bahan obat yang dicampurkan
3.
Ketersediaan hayati
4.
Stabilitas dan ketahanan sediaan jadi
Pembuatan formulasi sediaan salep dapat dilakukan dengan dua metode umum yaitu metode pencampuran dan metode peleburan. Dalam metode pencampuran, komponen salep dicampur bersama-sama sampai diperoleh massa sediaan yang homogen. Penghalusan komponen sebelum proses pencampuran kadang diperlukan sehingga dapat dihasilkan salep yang tidak kasar saat digunakan. Pada metode peleburan semua bahan dicampur dan dilebur pada temperatur yang lebih tinggi daripada titik leleh semua bahan, kemudian dilakukan pendinginan dengan pengadukan konstan. Pendinginan yang terlalu cepat dapat menyebabkan sediaan menjadi keras karena terbentuk banyak kristal yang berukuran kecil, sedangkan pendinginan yang terlalu lambat akan menghasilkan sedikit kristal sehingga produk menjadi lembek.
6
II.
KRIM Krim merupakan bentuk emulsi dengan konsistensi semisolida sehingga mempunyai viskositas yang lebih tinggi dibandingkan dengan sediaan likuida. Sediaan krim terdiri dari dua fase yang tidak saling ampur, yaitu fase internal (fase terdispersi) dan fase eksternal (fase pendispersi) yang digabungkan dengan adanya surfaktan. Pada umumnya sediaan krim dibagi menjadi dua tipe yaitu tipe minyak dalam air terdiri dari tetes-tetes kecil minyak (fase internal) yang terdispersi dalam air (fase eksternal), dan sebaliknya pada krim air dalam minyak Penggunaan surfaktan sangat dibutuhkan untuk menjaga stabilitas krim secara termodinamika. Surfaktan yang sering digunakan adalah surfaktan golongan ionic dan anionic, sedangkan surfaktan kationik hanya digunakan dalam kombinasi dengan surfaktan tipe lainnya. Contoh-contoh surfaktan yang sering digunakan antara lain : sodium alkyl sulfat, alkyl ammonium halida, polioksietilen alkyl eter, sorbitan, dan lain-lain. Dalam melakukan pemilihan surfaktan, formulator harus memperhatikan sifat atau karakteristik bahan aktif dan bahan tambahan lain yang digunakan dalam formula. Penggunaan campuran dari beberapa surfaktan dalam satu formula semisolida, dapat memberikan sediaan yang lebih stabil jika dibandingkan dengan penggunaan surfaktan tunggal. Sedangkan komponen lain yang perlu ditambahkan dalam sediaan semisolida adalah kosolven, peningkat viskositas, preservatif, dapar, antioksidan, dan korigen. Penggunaan bahan-bahan tambahan tersebut harus disesuaikan dengan sifat fisikokimia bahan aktif yang digunakan. Hasil campuran bahan aktif dan bahan-bahan tambahan tersebut harus dapat menghasilkan sediaan semisolida yang memenuhi persyaratan aman, efektif, stabil dan dapat diterima oleh masyarakat. Aman berarti sediaan tersebut memiliki kandungan bahan aktif yang sesuai dengan monografi dan tidak memberikan pelepasan bahan aktif dalam jumlah yang sesuai dari sediaan pada tempat penggunaannya. Stabil berarti sediaan tidak mengalami perubahan sifat dan konsistensi baik secara fisika, kimia, mikrobiologi, toksikologi, maupun farmakologi.
7
Krim dengan basis minyak dalam air memiliki sifat yang lebih nyaman dan cenderung disukai oleh masyarakat, karena memberikan konsistensi yang berminyak dan cenderung lengket, akan tetapi banyak bahan aktif yang bersifat hidrofobik yang pelepasannya lebih mudah jika menggunakan basis jenis ini. Krim air dalam minyak sering digunakan untuk memberikan efek emolien pada kulit. Sediaan krim banyak digunakan untuk sediaan obat misalnya untuk obat anti inflamasi, antijamur, anastetik, antibiotik, dan hormon. Sediaan krim juga sering digunakan dalam industri kosmetik, misalnya untuk sediaan pembersih, emolien, tabir surya, antiaging, dan masih banyak lagi.
III.
PASTA Pasta merupakan sediaan semipadat yang mengandung satu atau lebih bahan obat yang ditujukan yang ditujukan untuk pemakaian topikal (Departemen Kesehatan RI, 1995). Pasta ialah campuran salep dan bedak sehingga komponen pasta terdiri dari bahan untuk salep misalnya vaselin dan bahan bedak seperti talcum, oxydum zincicum. Pasta merupakan salep padat, kaku yang tidak meleleh pada suhu tubuh dan berfungsi sebagai lapisan pelindung pada bagian yang diolesi. Efek pasta lebih melekat dibandingkan salep, mempunyai daya penetrasi dan daya maserasi lebih rendah dari salep. Sediaan berbentuk pasta berpenetrasi ke lapisan kulit. Bentuk sediaan ini lebih dominan sebagai pelindung karena sifatnya yang tidak meleleh pada suhu tubuh. Pasta berlemak saat diaplikasikan di atas lesi mampu menyerap lesi yang basah seperti serum.
IV.
GEL Gel merupakan sistem semipadat yang terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan (Departemen Kesehatan RI, 1995). Gel pada umumnya memiliki karakteristik yaitu strukturnya yang kaku. Gel dapat berupa sediaan yang jernih atau buram, polar, atau non polar, dan hidroalkoholik tergantung konstituennya. Gel biasanya terdiri dari gom alami (tragacanth, guar, atau xanthan), bahan
8
semisintetis
(misal
:
methylcellulose,
carboxymethylcellulose,
atau
hydroxyethylcellulose), bahan sintetis (misal : carbomer), atau clay (misal : silikat). Viskositas gel pada umumnya sebanding dengan jumlah dan berat molekul bahan pengental yang ditambahkan. Gel dapat dikelompokkan menjadi : lipophilic gels dan hydrophilic gels. Lipophilic gels (oleogel) merupakan gel dengan basis yang terdiri dari parafin cair, polietilen atau minyak lemak yang ditambah dengan silika koloid atau sabunsabun aluminium atau seng. Sedangkan hydrophylic gels, basisnya terbuat dari air, gliserol atau propilen glikol, yang ditambah gelling agent seperti amilum, turunan selulosa, carbomer dan magnesium-aluminum silikat (Gaur et al, 2008). Berdasarkan sifat pelarut terdiri dari hidrogel, organogel, dan xerogel. Hydrogel (sering disebut juga aquagel)merupakan bentuk jaringan tiga dimensi dari rantai polimer hidrofilik yang tidak larut dalam air tapi dapat mengembang di dalam air. Karena sifat hidrofil dari rantai polimer, hidrogel dapat menahan air dalam jumlah banyak di dalam struktur gelnya (superabsorbent) Organogel merupakan bahan padatan non kristalin dan thermoplastic yang terdapat dalam fase cairan organic yang tertahan dalam jaringan cross-linked tiga dimensi. Cairan dapat berupa pelarut organic, minyak mineral, atau minyak sayur. Xerogel berbentuk gel padat yang dikeringkan dengan cara penyusutan. Xerogel biasanya mempertahankan porositas yang tinggi (25%),luas permukaan yang besar (150-900 m2/g), dan ukuran porinya kecil (1-10 nm). Saat pelarutnya dihilangkan di bawah kondisi superkritikal, jaringannya tidak menyusut dan porous, dan terbentuk aerogel. Gelling agent bersifat hidrofilik dan larut dalam air. Gom alam dan polimer berfungsi dengan membentuk lapisan tipis pada permukaan partikel. Pada saat dikempa, partikel cenderung beraglomerasi. Bahan sangat larut seperti gula, mengikat partikel bersama dengan membentuk jembatan kristal. Pengikat untuk proses granulasi basah biasanya dilarutka dalam air atau suatu pelarut biasanya berupa alkohol dan larutan pengikat digunakan untuk membentuk masa basah/granul. Dalam pengikatan partikel bersama yang berperan adalah ikatan van der walls dan ikatan hidrogen. Contoh : mikrokristalin selulosa, gom arab.
9
Penggunaan gelling agent dengan konsentrasi yang tinggi mengakibatkan viskositas dari gel meningkat pula sehingga bisa mengakibatkan gel akan sulit dikeluarkan dari wadahnya. Temperature yang tinggi pada saat penyimpanan akan mengakibatkan konsistensi dari basis berubah, misalnya pada hydrogel yang sebagian besar solvennya berupa air maka temperature yang tinggi akan mengakibatkan sebagian
dari solvennya akan menguap sehingga akan
mengakibatkan perubahan pada struktur gel. Basis gel sebagian besar berupa polimer – polimer. Gel merupakan crosslinked system dimana aliran tidak akan terjadi apabila berada dalam keadaan steady state. Sebagian besar bahan merupakn liquid tetapi gel memiliki sifat seperti padatan karena adanya ikatan 3 dimensi didalam larutan. Ikatan ini mengakibatkan adanya sifat swelling dan elastic. Untuk melihat kerusakan dari struktur gel dapat dilihat dari kekakuan/rigidness dari gel tersebut. Temperature tinggi dapat mengakibatkan kekakuan dari gel meningkat oleh karena itu proses penyimpanan dari sediaan bentuk gel harus diperhatikan.
10
DAFTAR PUSTAKA Ansel, H.C.1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi keempat, Jakarta : UI – Press Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia IV,. Penerbit Dirjen POM : Jakarta. Djuanda A. 1994. Pengobatan topikal dalam bidang dermatologi. Yayasan Penerbitan IDI. Jakarta Gaur, R., Azizi, M., Gan, J., Hansal, P., Harper, K., Mannan, R., Panchal, A., Patel, K., Patel, M., Patel, N., Rana, J., Rogowska, A.,2008. British Pharmacopoeia 2009. (Electronic version). Hamzah M. 2007. Dermatoterapi. In: Hamza M, Aisah S, eds. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-5. Jakarta: FKUI Niazi, S.K..2004. Handbook of Pharmaceutical Manufacturing Formulation Semisolid Products, CRC Press Rowe, R.C., Sheskey, P.J., dan Weller, P.J. 2003. Hand Book of Pharmaceutical Excipient 4th Edition. London: Pharmaceutical Press and American Pharmaceutical Association Sharma S.2008. Topical drug delivery system: A review. Pharmaceut. Rev.6:1-29. Walters, K.A.2002. Dermatological and Transdermal Formulations, Marcell and Dekker, New York.
.
11
Lampiran 1. Materi Praktikum Praktikum I
: Formulasi Sediaan Salep/Krim
Praktikum II : Formulasi Sediaan Pasta Praktikum III : Formulasi Sediaan Gel Praktikum IV : Uji pelepasan sediaan semisolid
12
Lampiran 2 Format Jurnal/laporan praktikum (untuk praktikum I, II, dan III) Judul Praktikum
:
Hari/Tanggal
:
Kelompok
:
Nama Peserta
:
Materi Praktikum
:
I.
Tujuan Praktikum
II.
Dasar Teori
III.
Evaluasi Produk Referen
IV.
Studi Praformulasi Bahan Aktif Tabel 1. Hasil Studi Pustaka Bahan Aktif
No
Bahan
Efek
Efek
Aktif
Utama
Samping
Karakteristik Karakteristik Fisik
Kimia
Sifat Lain
Alasan pemilihan bahan aktif : __________________________________ Target organ yang dituju
: __________________________________
Tujuan terapi
: Lokal/sistemik
Bentuk sediaan yang dipilih : __________________________________ Alasan
: __________________________________
Dosis dan Perhitungannya
: __________________________________
V.
Jenis dan Contoh Bahan Tambahan dalam Formula
VI.
Susunan Formula dan Komposisi Bahan yang direncanakan
13
Tabel 2. Rancangan Formula per Satuan Kemasan No
Bahan
VII.
Fungsi
Jumlah
Metode:
-
Alat
-
Prosedur Pembuatan
-
Prosedur Evaluasi
VIII.
Rancangan Etiket, Brosur dan Kemasan
IX.
Hasil dan Pembahasan
X.
Kesimpulan
XI.
Daftar Pustaka
14
Lampiran 3. Format Laporan IV Judul Praktikum
:
Hari/Tanggal
:
Kelompok
:
Nama Peserta
:
Materi Praktikum
:
Tujuan Praktikum Dasar Teori
UJI PELEPASAN BAHAN AKTIF DARI SEDIAAN SEMISOLIDA a. Media difusi yang digunakan disesuaikan dengan bahan aktif yang digunakan dalam sediaan semisolid. b. Penyiapan Membran. Membran selofan dipotong seukuran sel difusi, selanjutnya direndam dalam aquadest selama semalam. Setelah direndam semalam, membran selofan ditiriskan dengan kertas tisu. Setelah itu membran selofan siap digunakan. c. Alat Uji Pelepasan bahan aktif dari basis sediaan. Alat dan perlengkapan percobaan uji pelepasan bahan aktif dari sediaan semisolid yang digunakan disesuaikan dengan metode di USP XXXII dan British Pharmacopoeia 2009. Alat yang digunakan adalah rangkaian alat uji pelepasan yaitu bejana, pengaduk tipe dayung yang dilengkapi dengan sel difusi. Sel difusi terdiri dari cover dan reservoir. Gambar alat dapat dilihat pada gambar 1.
15
Gambar 1. Rangkaian alat uji pelepasan (British Pharmacopoeia Comission, 2008) Keterangan gambar : A: Tabung uji pelepasan yang berisi larutan media B: Paddle (pengaduk) yang diatur kecepatannya C: Jarak antara ujung paddle dengan membran D: Disk yang berisi sediaan dan disekat oleh membran E: Termometer (temperatur penelitian 37 ± 0.50 C) F: Tabung untuk mengambil cuplikan
d. Preparasi sel difusi Disiapkan sel difusi yang bersih, kemudian ditara dalam kondisi kosong ditimbang analitik. Selanjutnya sel difusi diisi dengan sediaan dan diratakan dengan gelas obyek. Tutup sediaan dengan membran yang telah dipotong sesuai ukuran sel difusi, kemudian sediaan yang ada disekitar sel difusi dibersihkan dan ditimbang kembali. Kemudian diatasnya diberi ring penyekat sebagai pengaman untuk mencegah kebocoran, lalu diklem dengan lempengan sel yang lain dengan rapat. Gambar sel difusi dapat dilihat pada gambar 2.
16
Gambar 2. Sel Difusi (Sanghvi,1993)
e
Pengukuran Pelepasan Bahan Aktif dari Sediaan Semisolid Sel difusi yang telah disiapkan dimasukan kedalam bejana tabung uji yang berisi media disolusi sebanyak 500 mL yang terlebih dahulu dihangatkan sampai mencapai temperatur percobaan 37 ± 0,5o C, sel difusi kemudian diletakkan di dasar bejana disolusi dengan bagian cover menghadap ke atas kemudian paddle diputar dengan kecepatan 50 rpm dan segera dicatat sebagai menit ke nol. Pada setiap 30 menit diambil cuplikan sebanyak 5,0 mL di tengah–tengah antara permukaan media disolusi dan bagian atas daun dayung, tidak lebih dari satu cm dari dinding bejana. Setiap kali pengambilan cuplikan, bejana disolusi ditambah media disolusi dengan jumlah dan temperatur yang sama pula. Kemudian sampel ditentukan kadar natrium diklofenak dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang serapan maksimum dan dikoreksi dengan rumus koreksi Wurster untuk mendapatkan kadar yang sebenarnya dengan memperhitungkan pengenceran 5,0 mL media pelepasan.
17
Rumus koreksi Wurster:
Cn C ' n
a N 1 Cs ……………………….…………………(1) b s 1
Keterangan: Cn = kadar sebenarnya setelah dikoreksi (ppm) C’n = kadar terbaca (hasil perhitungan dari nilai serapan sampel yang terbaca pada spektrofotometer) dalam ppm Cs = kadar terbaca dari sampel sebelumnya a = volume sampel yang diambil b = volume media f. Penentuan Jumlah Bahan Aktif yang Terlepas dari Basis Jumlah kumulatif bahan aktif yang terlepas dari basis per satuan luas membran setiap waktu (µg/cm2) dihitung dari konsentrasi yang diperoleh setiap waktu (µg/mL) dikalikan dengan jumlah media (500 mL) dan dibagi luas permukaan membran. Kemudian dibuat kurva hubungan antar jumlah bahan aktif kumulatif yang lepas (μg/cm2) terhadap akar waktu (menit1/2). Pengukuran kadar bahan aktif hasil uji pelepasan dilakukan dengan Spektrofotometer UV-Vis. g. Penentuan Profil Pelepasan Bahan Aktif dari Basis Profil pelepasan bahan aktif in vitro pada suhu 37 ± 0,5oC merupakan kurva hubungan antara jumlah bahan aktif yang terlepas vs akar waktu. h. Penentuan Kecepatan Pelepasan (fluks) Bahan Aktif Dibuat kurva hubungan antara jumlah kumulatif bahan aktif yang lepas (µg/cm2) terhadap akar waktu, dari kurva yang dihasilkan dapat dibuat suatu persamaan regresi. Berdasarkan hukum difusi Fick, slope persamaan regresi merupakan kecepatan pelepasan (fluks) bahan aktif dari basis. Slope dihitung dari data pada saat sudah terjadi kondisi steady state.
18
Lampiran 4. Contoh Perhitungan Fluks Uji Pelepasan Waktu (menit)
Akar t
Abs
Abs tn-t0
Kadar C
Kadar Koreksi Wurster (Cw)
Kadar total (C+Cw)*500
Jumlah Kumulatif
0
0
0.018
0
0
0
0
0
5
2.236
0.037
0.019
0.126
0
63.141
9.555
10
3.162
0.047
0.029
0.43
0.001
215.605
32.628
15
3.873
0.053
0.035
0.612
0.006
308.854
46.74
30
5.477
0.071
0.053
1.159
0.012
585.212
88.563
60
7.746
0.115
0.097
2.495
0.023
1259.068
190.54
90
9.487
0.147
0.129
3.467
0.048
1757.405
265.955
Keterangan 1. Kadar obat pada t=0 menit dibuat 0 2. Kadar koreksi Wurster (Cw) dihitung sesuai rumus 1 3. Jumlah kumulatif adalah Kadar total dibagi luas permukaan sediaan semisolid yang kontak dengan media dapar (ug/cm2) 4. Dilakukan regresi antara akar t dengan jumlah kumulatif, sehingga didapat persamaan regresi y=bx+a, dimana b adalah nilai fluks pelepasan bahan aktif dari sediaan semisolid tersebut.
19