LAPORAN PENGEMBANGAN KAPASITAS TEKNOLOGI INFORMASI INSTANSI PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH UNTUK PERCEPATAN REFORMASI BIROKRASI
PUSLITBANG SIOAN JAKARTA – 2008
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
KATA PENGANTAR Pada sepuluh tahun terakhir ini, pemanfaatan teknologi informasi pada sektor pemerintahan yang sering disebut dengan e-government, marak dilakukan oleh instansi pemerintah pusat dan daerah. Dimana pengembangan
e-government
tersebut
ditujukan
sebagai
upaya
mereformasi birokrasi dalam menuju kepemerintahan yang baik (good governance). Walau demikian, masih banyak instansi pemerintah yang belum mampu
mengembangkan
e-government,
sekalipun
hanya
untuk
mengembangkan website sebagai langkah awal pengembangan egovernment.
Oleh
karena
itu,
masih
sangat
perlu
dilakukan
pengembangan kapasitas baik pada tingkat sistem, kelembagaan maupun individu.
Melalui
pengembangan
kapasitas
tersebut
diharapkan
pemanfaatan teknologi informasi di instansi pemerintah pusat dan daerah lebih optimal dalam mempercepat reformasi birokrasi. Dalam rangka pengembangan kapasitas, berbagai kegiatan dapat dilakukan. Salah satunya adalah penyediaan portal internet, sebagai media forum komunikasi antar pihak-pihak terkait dalam pengembangan e-government, serta sebagai media pembelajaran dengan menyediakan berbagai materi pengetahuan tentang e-government.
Tim Penyusun
Kata Pengantar
i
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
EXECUTIVE SUMMARY PENGEMBANGAN KAPASITAS TEKNOLOGI INFORMASI INSTANSI PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH UNTUK PERCEPATAN REFORMASI BIROKRASI
Pada saat ini, pemanfaatan teknologi informasi untuk percepatan reformasi birokrasi banyak dilakukan oleh beberapa instansi pemerintah baik pusat maupun daerah. Namun tidak semua instansi pemerintah mampu mengaplikasikannya dengan baik. Berbagai masalah baik teknis maupun non teknis muncul menghalanginya. Berdasarkan studi literatur dan studi lapangan, ditemukan beberapa permasalahan yang membatasi dalam pemanfaatan teknologi informasi di instansi pemerintah pusat dan daerah untuk percepatan reformasi birokrasi. Permasalahan-permasalahan tersebut meliputi : 1. Belum tersedianya rencana pengembangan teknologi informasi di beberapa Instansi. Sebagian instansi yang telah memiliki rencana, juga belum dapat merealisasikannya dalam program/kegiatan yang konkrit. 2. Dukungan sumber daya manusia yang menguasai dan berlatar belakang pendidikan teknologi informasi relatif masih sedikit dan pemanfaatannya
belum
diberdayakan
dengan
baik
sesuai
bidangnya. 3. Pada umumnya instansi pemerintah belum memiliki kebijakan, pedoman, panduan, dan standarisasi yang memayungi kegiatan pengembangan e-government tingkat instansi. Walaupun ada, sifatnya masih parsial untuk aplikasi-aplikasi tertentu. 4. Beberapa instansi belum memiliki satuan kerja pengelola teknologi informasi secara khusus. Sekalipun ada, tingkatannya belum Executive Summary
v
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
memadai sebagai koordinator dalam pengembangan e-government tingkat instansi. 5. Aplikasi-aplikasi yang dikembangkan belum saling terintegrasi. 6. Database yang telah dibangun belum terangkum dalam satu struktur data yang mendukung integrasi, dan data yang tersedia kurang akurat dan mutahir. 7. Sebagian besar instansi pemerintah telah memiliki infrastruktur untuk
e-government.
Namun
dalam
rangka
pemeliharaan,
terkendala oleh ketersediaan sumber daya manusia yang memiliki keahlian di bidang komputer dan jaringan.
Permasalahan-permasalahan
tersebut
dapat
dikurangi
dan
dihilangkan melalui pengembangan kapasitas, baik pada tingkat sistem, kelembagaan, maupun individu. 1. Pada tingkat sistem
Penyusunan kebijakan, pedoman, panduan, standarisasi serta cetak biru pengembangan e-government.
Pengkajian terhadap struktur organisasi satuan kerja pengelola TIK di Instansi Pemerintah
Pengembangan SIN (Single Identity Number), yakni sebuah nomor identitas tunggal yang dimiliki oleh setiap individu di sebuah negara, untuk memudahkan dalam proses integrasi.
2. Pada tingkat kelembagaan
Penetapan Chief Information Officer (CIO) dan
pembentukan
Komite TIK.
Pembentukan
forum
komunikasi
dalam
pengembangan
e-government antar pimpinan di instansi pemerintah.
Pembentukan tim untuk pemutahiran data.
Pembentukan tim kerja untuk operasional infrastruktur.
Executive Summary
vi
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
3. Pada tingkat individu
Penyelenggaraan
Bimbingan
teknis
dalam
merencanakan,
merancang, mengembangkan, dan mengevaluasi e-government.
Penyelenggaraan Advokasi dalam proses implementasi
e-
government.
Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Teknis TIK.
Dalam rangka pengembangan kapasitas teknologi informasi, suatu upaya dapat dilakukan melalui pemanfaatan teknologi informasi. Salah satunya melalui sebuah portal pengembangan kapasitas. Dimana portal tersebut merupakan sebuah media pembelajaran, dan komunikasi antar pengguna, pengelola, pemimpin e-government. Terkait dengan tugas pokok dan fungsi Lembaga Administrasi Negara
(LAN)
yang
bertanggung
jawab
dalam
pembinaan/
penyelenggaraan diklat aparatur diharapkan banyak berperan dalam mengupayakan
pengembangan
kapasitas
teknologi
informasi
ini,
khususnya pada kelompok pemimpin. Upaya yang dapat dilakukan oleh LAN adalah : 1. Penyesuaian kurikulum pendidikan dan pelatihan pimpinan yang dikembangkan oleh LAN, dengan memperhatikan standar-standar kompetensi pimpinan di bidang TIK ini. 2. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bagi pimpinan, baik yang berada di unit TIK maupun non TIK, agar masing-masing pimpinan memiliki kompetensi yang standar dalam memanfaatkan TIK untuk pencapaian tujuan-tujuan organisasi/pembangunan. 3. Advokasi kepada instansi-instansi pemerintah pusat dan daerah terkait
dengan
pengembangan
SDM
untuk
mendukung
pengembangan e-government di instansi pemerintah pusat dan daerah.
Executive Summary
vii
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ................................................................................................. i Daftar Isi........................................................................................................... ii Daftar Gambar ................................................................................................ iv Executive Summary ......................................................................................... v
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN ............................................................................... 1 1.1.
Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2.
Perumusan Masalah ............................................................... 3
1.3.
Ruang Lingkup ........................................................................ 3
1.4.
Tujuan dan Kegunaan............................................................. 4
1.5.
Hasil yang diharapkan ............................................................ 5
1.6.
Sistematika ............................................................................ 5
KERANGKA TEORITIS ................................................................... 7 2.1.
Pengertian Pengembangan Kapasitas ................................... 7
2.2.
Pengertian Teknologi Informasi .............................................. 8
2.3.
Pengertian Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah ................ 9
2.4.
Pengertian Reformasi Birokrasi ............................................ 10
2.5.
Teknologi Informasi untuk Percepatan Reformasi Birokrasi . 11
2.6.
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi ................... 14
2.7.
Kerangka Pikir ..................................................................... 24
BAB III
METODOLOGI............................................................................... 26
3.1.
Metode ......................................................................................... 26
3.2.
Metode Pengumpulan Data .......................................................... 26
3.3.
Metode Analisa Data..................................................................... 28
3.4.
Metode Pengembangan Portal ..................................................... 29
Daftar Isi
ii
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
BAB IV
TEMUAN LAPANGAN ................................................................... 31
4.1.
Provinsi Kepulauan Riau ............................................................... 31
4.2.
Provinsi Bali .................................................................................. 35
4.3.
Kabupaten Jembrana.................................................................... 40
4.4.
Provinsi Kalimantan Timur ............................................................ 46
4.5.
Kota Gorontalo .............................................................................. 52
4.6.
Provinsi Gorontalo ........................................................................ 55
BAB V
PEMBAHASAN............................................................................... 61
5.1.
Kapasitas Kepemimpinan ............................................................. 61
5.2.
Kapasitas Sumber Daya Manusia ................................................. 63
5.3.
Kapasitas Regulasi ....................................................................... 65
5.4.
Kapasitas Aplikasi ......................................................................... 67
5.5.
Kapasitas Data Elektronik ............................................................. 69
5.6.
Kapasitas Infrastruktur Jaringan ................................................... 70
BAB VI
PENGEMBANGAN PORTAL......................................................... 73
6.1.
Desain Data/Informasi .................................................................. 73
6.2.
Desain Proses............................................................................... 74
6.3.
Kebutuhan Teknologi .................................................................... 76
6.4.
Kebutuhan Sumber Daya Manusia ............................................... 77
BAB VII
PENUTUP ................................................................................... 79
7.1.
Kesimpulan ................................................................................... 79
7.2.
Saran/Rekomendasi ..................................................................... 81
Daftar Isi
iii
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Sisfonas ................................................. 15 Gambar 2.2 Kerangka Pikir Kajian ................................................................ 25 Gambar 6.1 Desain Halaman Utama .......................................................... 74
Daftar Isi
iv
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Di beberapa negara, teknologi informasi telah berperan penting dalam mempercepat reformasi birokrasi. Teknologi informasi telah merubah cara pemerintah menyelenggarakan fungsi-fungsinya dan membantu
mengurangi biaya operasional,
sehingga
meningkatkan
efisiensi dalam pelayanan publik. Teknologi informasi juga merupakan salah satu kunci pendukung terselenggaranya kepemerintahan yang baik melalui peningkatan transparansi dan akuntabilitas pemerintah, dan membantu dalam mengurangi peluang-peluang untuk melakukan korupsi. Selain itu, teknologi informasi mampu memberdayakan masyarakat untuk lebih aktif terlibat dalam formulasi kebijakan dan membantu terwujudnya transparansi dalam penggunaan keuangan negara. Di Indonesia, pemanfaatan teknologi informasi di kalangan birokrasi Indonesia telah dimulai sejak tahun 1960-an. Untuk meningkatkan kinerja pemanfaatan teknologi informasi di kalangan birokrasi Indonesia pada waktu itu, berdasarkan Keputusan Menpan nomor 11 tahun 1969 dibentuklah BAKOTAN (Badan Kerjasama Otomatisasi Administrasi Negara). Dua puluh delapan tahun kemudian, BAKOTAN dihapuskan, diganti dengan Tim Koordinasi Telematika Indonesia (TKTI) melalui Keputusan Presiden Nomor 30 tahun 1997. Istilah telematika digunakan dalam
hal
ini,
karena
mengingat
adanya
fenomena
bersatunya
(konvergensi) antara Teknologi Informasi dan Teknologi Telekomunikasi. Mengikuti perkembangan politik, pada era Presiden Habibie, TKTI diperbarui melalui Keppres Nomor 186 Tahun 1998. Demikian juga pada era Presiden Abdurahman Wahid, TKTI diperbarui lagi melalui Keppres Nomor 50 tahun 2000. Pada era ini, TKTI berhasil menyusun Kerangka
Bab I
1
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
Kebijakan Pengembangan dan Pendayagunaan Teknologi Telematika di Indonesia, yang dikukuhkan dalam Instruksi Presiden Nomor 6/2001. Dan pada era Presiden Megawati, dibentuk Kementrian Negara Komunikasi dan Informasi untuk menjalankan tugas kepemerintahan di bidang komunikasi dan informasi serta teknologi yang menyertainya. Walau demikian, keberadaan TKTI tetap dibutuhkan untuk membantu pelaksanaan tugas dan fungsi Kementrian tersebut. Untuk itu, TKTI diperbarui kembali melalui Keppres Nomor 9 tahun 2003. Pada era ini, Presiden mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 3 tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan e-Government, termasuk di dalamnya dikemukakan tentang Kerangka Arsitektur, Kerangka Pelaksanaan, dan Kerangka Kebijakan Anggaran. Istilah e-Government digunakan dalam hal ini, karena mengingat pentingnya peranan teknologi informasi dan komunikasi dalam mendukung upaya mereformasi birokrasi kepemerintahan. Dimana reformasi birokrasi merupakan issu sentral yang perlu segera ditindak lanjuti dalam menuju kepemerintahan yang baik (good governance) pada saat itu. Sejak dikeluarkan Inpres tersebut, beberapa instansi pemerintah baik pusat maupun daerah mulai marak mengembangkan e-government. Pada akhir tahun 2007, tercatat beberapa instansi pemerintah telah mengembangkan e-government sampai pada tahap transaksional dalam memberikan pelayanan publik, misalnya Kabupaten Jembrana, Kabupaten Sragen, Kota Surabaya, Departemen Pekerjaan Umum, dll. Namun demikian masih banyak instansi pemerintah lainnya yang belum mampu menyelenggarakan website sekalipun, sebagai tahap awal pengembangan e-government, misalnya Kota Lhokseumawe, Kabupaten Pasaman Barat, Kabupaten Jambi, Kabupaten Donggala, Kabupaten Konawe, dll. Mengingat bahwa teknologi informasi dan komunikasi merupakan “enabler” dalam mewujudkan reformasi birokrasi, maka kondisi tersebut sungguh memprihatinkan.
Bab I
2
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
Hadwi Soendjoyo (2005) menyatakan bahwa pelaksanaan egovernment tidaklah semudah yang diperkirakan, banyak hambatan yang dihadapi di dalam implementasinya, khususnya di kantor pemerintah daerah. Sumberdaya manusia yang menjalankan implementasi teknologi informasi pada e-government merupakan hambatan utama, selain penyediaan sarana dan prasarana teknologi informasi, dan lembaga yang menangani implementasi e-government. Terkait dengan hal tersebut di atas, maka LAN menilai penting untuk mengembangkan kapasitas teknologi informasi pada instansi pemerintah,
melalui
pengembangan
pedoman
dan
portal
dalam
pengembangan kapasitas teknologi informasi untuk instansi pemerintah dalam mempercepat reformasi birokrasi.
1.2. PERUMUSAN MASALAH Adapun permasalahan dalam kajian ini adalah bagaimana mengembangkan
kapasitas
teknologi
informasi
di
instansi
pemerintah sehingga dapat mempercepat reformasi birokrasi?
1.3. RUANG LINGKUP 1. Fokus Kegiatan a. Mengkaji kendala-kendala dalam Pengembangan Kapasitas Teknologi
Informasi
beberapa
aspek,
Instansi
yakni
Pemerintah
: kepemimpinan,
yang
meliputi
sumber
daya
manusia, regulasi, aplikasi, data/informasi dan infrastruktur jaringan, yang ditinjau dari tiga dimensi, yakni : dimensi individu, kelembagaan, dan sistem. b. Membangun
portal
Pengembangan
Kapasitas
Teknologi
Informasi Instansi Pemerintah sebagai media pembelajaran dan bertukar pengetahuan/pengalaman untuk peningkatan kapasitas. Bab I
3
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
c. Mengembangkan buku referensi Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah, sebagai referensi untuk pembelajaran dalam upaya peningkatan kapasitas. 2. Lokus Kegiatan Studi dilakukan dengan mengunjungi beberapa instansi Pemerintah Provinsi di Indonesia dalam rangka pengumpulan data/informasi yang dibutuhkan. Pemerintah Propinsi yang dijadikan sample adalah Propinsi Kepulauan Riau, Propinsi Bali, Propinsi Kalimantan Timur, dan Propinsi Gorontalo.
1.4. TUJUAN DAN KEGUNAAN Tujuan Kajian Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi di Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah, meliputi: 1. Mengetahui gambaran mengenai Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi yang dibutuhkan Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi. 2. Mengembangkan portal Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah untuk percepatan reformasi birokrasi; 3. Menyusun
buku
referensi
pengembangan
kapasitas
teknologi
informasi pada instansi pemerintah pusat dan daerah untuk percepatan reformasi birokrasi. Adapun kegunaan dari kajian Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi di Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah, meliputi: 1. Mengoptimalkan
kemanfaatan
teknologi
informasi
di
instansi
pemerintah pusat dan daerah dalam mempercepat reformasi birokrasi; 2. Menyediakan referensi, khususnya bagi para pengambil keputusan dan praktisi, dalam pengembangan kapasitas teknologi informasi di instansinya.
Bab I
4
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
1.5. HASIL YANG DIHARAPKAN Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini adalah sebagai berikut: 1. Laporan kegiatan tentang pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk percepatan Reformasi Birokrasi; 2. Portal Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi; 3. Buku Referensi Pengembangan Kapasitas untuk Pengaplikasian Teknologi
Informasi
Instansi
Pemerintah
untuk
Percepatan
Reformasi Birokrasi.
1.6. SISTEMATIKA Sistematika laporan kajian ini terdiri dari 7 (tujuh) Bab, yakni: BAB I PENDAHULUAN, berisi tentang pendahuluan yang memuat mengenai latar belakang, perumusan masalah, ruang lingkup, tujuan dan kegunaan, serta target/hasil yang diharapkan. BAB II KERANGKA TEORITIS, berisi tentang kerangka teoritis yang mendasari dalam melaksanakan kajian. Materi yang dimuat dalam bab ini adalah mengenai kerangka konseptual yang terdiri dari
pengertian-pengertian
dari
pengembangan
kapasitas,
teknologi informasi, dan reformasi birokrasi, kerangka operasional yang terdiri dari peraturan-peraturan yang melandasi, dan kerangka kajian. BAB III METODOLOGI, berisi tentang metodologi yang digunakan dalam melaksanakan kajian. Materi yang dimuat dalam bab ini adalah mengenai metode kajian, metode pengumpulan data, metode analisa data, dan metode pengembangan portal.
Bab I
5
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
BAB IV TEMUAN LAPANGAN, berisi tentang hasil temuan di lapangan di beberapa instansi pemerintah daerah, yakni Propinsi Kepulauan Riau, Propinsi Bali, Propinsi Kalimantan Timur, dan Propinsi Gorontalo. BAB V PEMBAHASAN, berisi tentang hasil analisa, meliputi hasil analisa masalah dan hasil analisa kebutuhan. BAB VI PENGEMBANGAN PORTAL, berisi tentang hasil desain portal, yang merupakan sebuah media dalam pengembangan kapasitas. Bab VII PENUTUP, berisi tentang kesimpulan dan saran kebijakan.
Bab I
6
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
BAB II KERANGKA TEORITIS 2.1. PENGERTIAN PENGEMBANGAN KAPASITAS UNDP
(www.undp.org)
mendefiniskan
kapasitas
dan
pengembangan kapasitas sebagai berikut: Capacity is the ability of individuals, institutions and societies to perform functions, solve problems, and set and achieve objectives in a sustainable manner. (Kapasitas adalah kemampuan individu-individu, institusi-institusi, dan masyarakat-masyarakat untuk melaksanakan fungsi-fungsi, memecahkan masalah-masalah, serta menentukan dan mencapai tujuan-tujuan dalam sesuatu hal secara berkelajutan.) Capacity Development (CD) is thereby the process through which individuals, organisations and societies obtain, strengthen and maintain the capabilities to set and achieve their own development objectives over time. (Pengembangan Kapasitas adalah melalui proses dengan cara seperti itu (kapasitas) dimana didapatkan individu-individu, organisasi-organisasi, dan masyarakat-masyarakat yang memperkuat dan memelihara kemampuan-kemampuan dalam menentukan dan mencapai tujuan-tujuan pengembangan mereka sepanjang waktu.)
Tidak
jauh
berbeda
dengan
definisi
di
atas,
Bank
Dunia
(www.worldbank.org) juga mendefinisikan kapasitas dan pengembangan kapasitas sebagai berikut: Capacity is a complex concept to define. However, at the heart of the international development consensus is the notion that capacity is the ability of individuals, institutions, and societies to solve problems, make informed choices, define their priorities and plan their futures.( Kapasitas adalah sebuah konsep yang komplek untuk didefinisikan. Namun, pada intinya dari konsensus pengembangan internasional mencatat bahwa kapasitas adalah kemampuan individu-individu, institusi-institusi, dan masyarakat-masyarakat untuk memecahkan masalahmasalah, membuat pilihan-pilihan, dan mendefiniskan prioritas-prioritas mereka dan merencanakan masa depan mereka.) Capacity development is thus a gradual process, with the country taking the initiative to tailor interventions to meet its needs by investing and building on human capital and changing and strengthening institutional practices. (Pengembangan Kapasitas adalah sebuah proses yang berangsur-angsur, dengan turut campur inisiatif negara untuk mempertemukan kebutuhan-kebutuhan melalui investigasi dan pembangunan pada kapital manusia serta perubahan dan penguatan institusi.)
Deutsche Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit (GTZ) dalam beberapa laporan Pengembangan Kapasitas Pemerintah Daerah di Indonesia, mendefinisikan kapasitas sebagai kemampuan seseorang individu, suatu organisasi atau suatu sistem untuk melaksanakan tugas dan Bab II
7
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
fungsi guna memenuhi tujuannya secara efektif, efisien, dan berkelanjutan. Individu, organisasi, dan sistem merupakan tingkatan atau dimensi yang harus didekati secara terpadu didalam upaya pengembangan kapasitas pemerintahan daerah. Ketiga tingkatan atau dimensi itu, masing-masing memiliki ruang lingkup atau komponen yang saling mempengaruhi, yaitu:
Tingkat Sistem: kerangka peraturan dan kebijakan yang mendukung atau membatasi pencapaian tujuan kebijakan tertentu, perkembangan ekonomi, perkembangan sosial dan politik;
Tingkat
Kelembagaan:
struktur
organisasi,
proses
pengambilan keputusan, prosedur dan mekanisme kerja, instrumen
manajemen,
hubungan
dan
jaringan
antar
organisasi;
Tingkat Individu: tingkat ketrampilan, kualifikasi, pengetahuan, sikap, etika dan motivasi individu yang bekerja dalam organisasi.
Pengembangan kapasitas menurut GTZ tersebut dapat dipahami sebagai sebuah proses pembelajaran dan proses perubahan yang terus menerus dari seorang individu, organisasi, maupun sistem untuk menuju kepada keadaan yang lebih baik. Proses belajar dan berubah ini terjadi seiring perubahan kebutuhan dan tuntutan masyarakat terhadap kepada pelayanan pemerintah di berbagai bidang, serta tuntutan pengelolaan pemerintahan yang terbuka, partisipatif, dan akuntabel. Mengacu pada definisi-definisi di atas, dalam
konteks kajian ini,
pengertian pengembangan kapasitas dimaknai sebagai sebuah proses pembelajaran yang terus menerus dari seorang individu, organisasi, maupun sistem untuk mencapai tujuan bersama.
2.2. PENGERTIAN TEKNOLOGI INFORMASI Teknologi Informasi adalah suatu teknologi yang digunakan untuk mengolah, menyimpan, dan mempresentasikan informasi. Secara umum, Bab II
8
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
teknologi informasi berupa seperangkat komputer. Namun pada saat ini, sejak ditemukannya teknologi Internetworking (Internet), teknologi informasi tidak dapat dipisahkan dengan teknologi komunikasi, yang memungkinkan informasi dapat ditangkap dan didistribusikan antara komputer ke komputer lainnya di seluruh dunia. Sedangkan yang dimaksud teknologi komunikasi adalah teknologi yang memindahkan data dari satu terminal komunikasi ke terminal komunikasi lainnya. Data yang dimaksud dapat berupa kode (misalnya kode morse sebagaimana digunakan pada telegrap), audio (pada telepon dan radio), dan audio video (pada televisi). Pada saat ini, data yang dikomunikasikan dapat berupa multimedia, dimana komputer dapat menjadi terminal komunikasinya. Secara garis besar teknologi informasi dan komunikasi dibedakan atas dua macam, yaitu perangkat lunak dan perangkat keras. Perangkat lunak adalah perangkat yang terdiri dari kode-kode tertentu yang disusun sedemikian rupa sehingga dapat dipahami oleh mesin komputer dan menjalankan instruksi yang dimaksud kode tersebut. Perangkat lunak meliputi sistem operasi, bahasa pemograman, dan paket-paket aplikasi. Sedangkan perangkat keras adalah perangkat yang terdiri dari komponenkomponen fisik tertentu yang dirangkai sedemikian rupa sehingga dapat menjalankan fungsinya. Perangkat keras dibedakan atas perangkat input (misalnya : keyboard, mouse, joystick, scanner, dan lain-lain), perangkat proses (misalnya : control processor unit (CPU)), perangkat output (misalnya : layar monitor, printer, dan lain-lain), dan perangkat input/output (misalnya harddisk, diskette, compact disk, flashdisk, dan lain-lain).
2.3. PENGERTIAN INSTANSI PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH Instansi Pemerintah adalah semua lembaga pemerintah yang melaksanakan fungsi administrasi pemerintahan di lingkungan eksekutif baik di pusat maupun daerah. Termasuk dalam Instansi Pemerintah adalah komisi-komisi, dewan, badan yang mendapat dana dari APBN/APBD.
Bab II
9
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
Instansi Pemerintah Pusat adalah instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dan berada dalam wewenang dan tanggung jawab Presiden. Sedangkan Instansi Pemerintah Daerah adalah instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di Daerah, dan berada dalam wewenang dan tanggung jawab Gubernur (Pemerintah Propinsi), Bupati (Pemerintah Kabupaten) atau Walikota (Pemerintah Kota).
2.4. PENGERTIAN REFORMASI BIROKRASI Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Reformasi adalah perubahan untuk perbaikan dalam suatu masyarakat atau pemerintahan (biasanya tentang politik, agama, sosial, dsb.). Dan Birokrasi adalah sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai pemerintah karena telah berpegang pada hirarki dan jenjang jabatan. Dengan demikian, Reformasi Birokrasi dapat dipahami sebagai sebuah perubahan untuk perbaikan dalam sistem pemerintahan, menuju kepemerintahan yang baik (good governance). David Osborne dan Ted Gaebler dalam bukunya Reinventing Government (1992) menyarankan adanya perubahan paradigma dalam birokrasi, yang semula bersifat hirarkis berubah menjadi birokrasi yang memperhatikan partisipasi, kerja tim dan kontrol rekan kerja (peer group), bukan lagi dominasi atau kontrol atasan. Paradigma baru tersebut meliputi:
Pemerintah katalis : mengarahkan ketimbang mengayuh. Dalam hal ini,
pemerintah
disarankan
untuk
melepaskan
bidang-bidang
pekerjaan yang sekiranya sudah dapat dikerjakan sendiri oleh masyarakat.
Pemerintahan milik masyarakat: memberi wewenang ketimbang melayani. Dalam hal ini, pemerintah disarankan untuk lebih mengutamakan
pemberdayaan
masyarakat
untuk
mengurus
masalahnya secara mandiri, daripada menjadikan masyarakat tergantung terhadap pemerintah.
Bab II
10
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
Pemerintahan yang kompetitif: menyuntikan persaingan kedalam pemberian pelayanan. Dalam hal ini, pemerintah disarankan agar masing-masing unit pelayanan saling bersaing dalam memberikan layanan serta menyediakan regulasi dan barang-barang kebutuhan publik.
Pemerintahan yang digerakkan oleh misi: yang
digerakan
oleh
peraturan.
mengubah organisasi
Dalam hal ini,
pemerintah
disarankan agar diselenggarakan sesuai dengan misinya.
Pemerintah yang berorientasi hasil: membiayai hasil, bukan masukan.
Dalam
hal
ini,
pemerintah
disarankan
agar
menitikberatkan pada hasil yang ingin dicapai.
Pemerintahan
berorientasi
pelanggan:
memenuhi
kebutuhan
pelanggan, bukan birokrasi. Dalam hal ini, pemerintah disarankan agar
lebih
mementingkan
kebutuhan
masyarakat,
daripada
kebutuhan pejabat.
Pemerintahan wirausaha: menghasilkan ketimbang membelanjakan. Dalam hal ini, pemerintah disarankan agar kreatif menciptakan sumber-sumber pendapatan yang baru.
Pemerintahan antisipatif: mencegah daripada mengobati. Dalam hal ini,
pemerintah
disarankan
agar
lebih
cenderung
mendidik
masyarakat untuk mampu memecahkan masalah mereka sendiri daripada memberikan jasa.
2.5. TEKNOLOGI INFORMASI REFORMASI BIROKRASI
UNTUK
PERCEPATAN
Berdasarkan keterangan tersebut di atas, maka teknologi informasi dengan teknologi Internetnya telah merubah dunia dalam berbagi informasi dan berkomunikasi. Betapa tidak, seperangkat komputer yang ada di sudut rumah bisa berhubungan dengan jutaan komputer sedunia. Tanpa mempersoalkan masalah ideologi, suku, ras, agama, status ekonomi, dll.
Bab II
11
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
Melalui keterhubungan antar komputer tersebut, memungkinkan antar pegawai dalam sebuah instansi pemerintah dapat saling berbagi data, informasi dan pengetahuan. Sehingga sinergi dalam mengerjakan sebuah pekerjaan dapat tercapai, yang mampu meningkatkan hasil kerja yang lebih efektif dan efisien. Selain itu, instansi pemerintah baik pusat maupun daerah juga dapat saling berhubungan dengan masyarakat dalam proses
pemberian/penerimaan
layanan
melalui
teknologi
informasi
tersebut, secara lebih transparan dan akuntabel, serta tidak diskriminatif. Secara ekonomi, pemanfaatan teknologi informasi juga dapat menghemat beberapa pengeluaran. Jika semula pertukaran dokumen antar unit/instansi membutuhkan biaya dan waktu untuk akomodasi, maka dengan pemanfaatan teknologi informasi, dokumen dapat dikirim melalui internet. Sehingga pengiriman dokumen dapat dilakukan secara lebih cepat dan lebih dipercaya. Dengan demikian secara konseptual, teknologi informasi dapat berkemampuan dalam percepatan reformasi birokrasi. Dalam hal ini, teknologi informasi berperan sebagai “enabler” untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas kinerja pemerintah, proses-proses yang demokratis, meningkatkan efisiensi dan menguatkan hubungan dengan masyarakat. Komitmen pemerintah untuk mengaplikasikan teknologi informasi dalam percepatan reformasi birokrasi dapat diwujudkan melalui pengembangan e-government. Kebijakan
pemerintah
Indonesia
mengenai
e-government
dituangkan dalam Inpres nomor 3 tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan E-Government. Pada Inpres tersebut dikemukakan bahwa : Pengembangan e-government merupakan upaya untuk mengembangkan penyelenggaraan kepemerintahan yang berbasis (menggunakan) elektronik dalam rangka meningkatkan kualitas layanan publik secara efektif dan efisien. Melalui pengembangan e-government dilakukan penataan sistem manajemen dan proses kerja di lingkungan pemerintah dengan mengoptimasikan pemanfaatan teknologi informasi. Pemanfaatan teknologi informasi tersebut mencakup 2 (dua) aktivitas yang berkaitan yaitu : (1) pengolahan data, pengelolaan informasi, sistem manajemen dan proses kerja secara elektronis; (2) pemanfaatan kemajuan teknologi informasi agar pelayanan publik dapat diakses secara mudah dan murah oleh masyarakat di seluruh wilayah negara. Bab II
12
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
Untuk
melaksanakan
maksud
tersebut
pengembangan
e-
government diarahkan untuk mencapai 4 (empat) tujuan, yaitu : 1. Pembentukan jaringan informasi dan transaksi pelayanan publik yang memiliki kualitas dan lingkup yang dapat memuaskan masyarakat luas serta dapat terjangkau di seluruh wilayah Indonesia pada setiap saat tidak dibatasi oleh sekat waktu dan dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat. 2. Pembentukan hubungan interaktif dengan dunia usaha untuk meningkatkan
perkembangan
perekonomian
nasional
dan
memperkuat kemampuan menghadapi perubahan dan persaingan perdagangan internasional. 3. Pembentukan mekanisme dan saluran komunikasi dengan lembagalembaga negara serta penyediaan fasilitas dialog publik bagi masyarakat agar dapat berpartisipasi dalam perumusan kebijakan negara. 4. Pembentukan sistem manajemen dan proses kerja yang transparan dan efisien serta memperlancar transaksi dan layanan antar lembaga pemerintah dan pemerintah daerah otonom.
Dalam
rangka
pengembangan
e-government,
maka
perlu
direncanakan dan dilaksanakan secara sistematik melalui tahapan yang realistik dan sasaran yang terukur, sehingga dapat dipahami dan diikuti oleh semua pihak. Berdasarkan sifat transaksi informasi dan pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah melalui jaringan informasi, pengembangan e-government dapat dilaksanakan melalui 4 (empat) tingkatan sebagai berikut :
Tingkat 1 - Persiapan yang meliputi : Pembuatan situs informasi disetiap lembaga, Penyiapan SDM, Penyiapan sarana akses yang mudah misalnya
Bab II
menyediakan
sarana
Multipurpose
Community
Center,
13
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
Warnet, SME-Center, dll, dan Sosialisasi situs informasi baik untuk internal maupun untuk publik.
Tingkat 2 - Pematangan yang meliputi : Pembuatan situs informasi publik interaktif, dan Pembuatan antar muka keterhubungan dengan lembaga lain.
Tingkat 3 - Pemantapan yang meliputi : Pembuatan situs transaksi pelayanan publik, dan Pembuatan interoperabilitas aplikasi maupun data dengan lembaga lain.
Tingkat 4 - Pemanfaatan yang meliputi : Pembuatan aplikasi untuk pelayanan yang bersifat G2G, G2B dan G2C yang terintegrasi.
Pada
tahun
2007,
beberapa
instansi
pemerintah
telah
mengembangkan e-government tahap ketiga, yakni sebuah situs yang transaksional. Pengembangan situs yang demikian dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja pelayanan masyarakat melalui penyelenggaraan eservices (misalnya Kabupaten Sragen, Kota Malang, dan sebagainya), serta untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam proses pengadaan barang dan jasa melalui penyelenggaraan e-procurement (misalnya Departemen Pekerjaan Umum, Kota Surabaya, dan lain-lain). Namun demikian masih banyak instansi pemerintah lainnya yang belum mampu menyelenggarakan website sekalipun, sebagai tahap awal pengembangan e-government, misalnya Kota Lhokseumawe, Kabupaten Pasaman Barat, Kabupaten Jambi, Kabupaten Donggala, Kabupaten Konawe, dll. Mengingat bahwa teknologi informasi dan komunikasi merupakan “enabler” dalam mewujudkan reformasi birokrasi, maka kondisi tersebut sungguh memprihatinkan.
2.6. PENGEMBANGAN KAPASITAS TEKNOLOGI INFORMASI Berdasarkan kerangka Sisfonas (Sistem Informasi Nasional), kemampuan instansi pemerintah dalam pengembangan e-government
Bab II
14
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
sangat ditentukan oleh sejauhmana instansi tersebut memiliki kemampuan dalam mengembangkan infrastuktur fundamental dan teknikal. Konsep tersebut dikenal dengan konsep “i-before-e”. Yakni sebuah konsep yang meyakini bahwa diperlukan prakondisi ideal untuk mempersiapkan infrastruktur sebelum melangkah diterapkannya e-Government itu sendiri. Infrastruktur
fundamental
meliputi
leadership
(kepemimpinan),
regulasi dan SDM, sedangkan infrastruktur teknikal meliputi arsitektur aplikasi,
infostruktur,
dan
infrastruktur
jaringan.
Gambar
berikut
memperlihat posisi kedua infrastruktur tersebut dalam kerangka Sisfonas.
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Sisfonas Dalam rangka mengembangkan kapasitas e-government tersebut, pemerintah Indonesia melalui Depkominfo telah menyusun beberapa kebijakan, diantaranya adalah : 1. Pengembangan Kapasitas Kepemimpinan di bidang Teknologi Informasi Terkait dengan pengembangan kapasitas kepemimpinan di bidang teknologi informasi (e-leadership), Depkominfo telah menyediakan Panduan Rencana Induk Pengembangan e-Government Lembaga
Bab II
15
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
untuk
mempermudah
pimpinan
instansi
pemerintah
dalam
mengawali pengembangan e-government di Instansinya. Panduan
tersebut
dikukuhkan
melalui
Keputusan
Menteri
Komunikasi dan Informatika Nomor : 57/KEP/M.KOMINFO/12/ 2003. Dalam
panduan
tersebut,
dikemukakan
bahwa
konsep
pengembangan e-government di setiap lembaga pemerintah sangat ditentukan oleh tugas pokok dan fungsi dari setiap lembaga, jenis informasi sumberdaya, dan jenis layanan yang diberikan oleh masing-masing lembaga. Hal ini menentukan struktur data dan proses bisnis yang menjadi dasar penyusunan rencana induk egovernment di setiap lembaga pemerintah. Penyusunan rencana induk pengembangan e-Government di setiap lembaga meliputi :
Kerangka pemikiran dasar lembaga, harus dilandasi oleh layanan utama yang harus diberikan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi setiap lembaga yang meliputi: (1) konsep e-government lembaga secara menyeluruh; (2) analisis terhadap kondisi saat ini; (3) Strategi pengembangan e-government lembaga; dan (4) pentahapan implementasi e-government.
Cetak biru pengembangan, merupakan suatu rincian teknis yang perlu dimiliki oleh setiap lembaga. Cetak biru dimaksud memuat antara lain: (1) Penjabaran strategi dan rencana strategis egovernment; (2) Kondisi layanan saat ini; (3) Infrastruktur saat ini; (4) Masalah dan tantangan; (5) Cetak biru - Infrastruktur aplikasi; (6) Cetak biru - Sumberdaya manusia; (7) Cetak biru Infrastruktur jaringan; (8) Cetak biru - Infrastruktur informasi; (9) Cetak biru - Integrasi jaringan, informasi dan aplikasi; (10) Cetak biru – Pendanaan; (11) Cetak biru - Struktur organisasi, sistem manajemen dan proses kerja, (12) Cetak biru - perawatan (maintenance), (13) Peta alur dan tahapan peraturan; (14) Peta alur dan tahapan pengembangan infrastruktur; (15) Peta alur dan
Bab II
16
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
tahapan penerapan e-government, (16) Peta alur dan tahapan sistem pendukung, dan (17) Manajemen perubahan.
Tahap
pengembangan,
merupakan
suatu
rancangan
pengembangan e-government berdasarkan kondisi saat ini sebagai titik awal, menuju kondisi ideal yang seharusnya dipenuhi sesuai dengan cetak biru.
Rencana
implementasi,
mengacu
kepada
pentahapan
pengembangan e-government secara nasional dan disesuaikan dengan kondisi yang ada di setiap lembaga pemerintah. Jangka waktu penerapan e-government di setiap lembaga bervariasi sesuai dengan kondisi yang ada serta tetap dalam kerangka rencana penerapan e-government secara nasional. Dalam rangka memastikan kapasitas kepemimpinan yang memadai, dan hubungan antar satuan kerja/institusi pemerintahan yang sinergis dalam perencanaan, penganggaran, realisasi sistem TIK, operasi sistem TIK, dan evaluasi secara umum implementasi TIK di pemerintahan, Depkominfo telah mengeluarkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor : 41/PER/MEN.KOMINFO/11/ 2007 tentang Panduan Umum Tata Kelola Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional. Untuk memastikan kapasitas kepemimpinan pengelolaan TIK di semua level pemerintahan, setiap institusi pemerintahan harus menetapkan Chief Information Officer (CIO). CIO ini bertugas mengkoordinasi perencanaan, realisasi, operasional harian dan evaluasi internal TIK di institusinya masing-masing, bekerja sama dengan satuan kerja TIK dan satuan kerjasatuan kerja pengguna lainnya. Puncak dari hierarki struktur tata kelola terkait dengan kepemimpinan ini adalah keberadaan CIO Nasional yang bertugas mengkoordinasi perencanaan, realisasi, operasional dan evaluasi TIK khususnya terkait dengan flagship-flagship nasional TIK prioritas.
Bab II
17
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
Sedangkan untuk memastikan hubungan sinergis antar satuan kerja dalam satu institusi pemerintahan dalam pengelolaan inisiatif TIK, setiap institusi pemerintahan harus membentuk Komite TIK. Komite TIK ini mewadahi kepentingan satuan kerja TIK dan satuan kerjasatuan kerja pengguna TIK, mengkoordinasikan perencanaan dan operasional inisiatif-inisiatif TIK strategis institusi pemerintahan terkait. Puncak dari hierarki struktur tata kelola terkait dengan hubungan
sinergis
antar
institusi
pemerintahan
ini
adalah
keberadaan Dewan TIK Nasional. Dewan TIK Nasional ini bertugas memastikan implementasi TIK yang tepat dan berkelanjutan secara nasional, dan secara khusus juga mengkoordinasikan hubungan antar institusi pemerintahan di tingkat departemen/LPND untuk memastikan terlaksananya flagship-flagship TIK nasional prioritas. Pembentukan CIO dan Komite TIK di tiap institusi pemerintahan merupakan prioritas, disamping entitas-entitas struktur tata kelola TIK yang sudah ada sebelumnya: a. Eksekutif Institusi Pemerintahan – yaitu pimpinan institusi pemerintahan (Kabupaten/Kota, Propinsi, Departemen, LPND) b. Satuan Kerja Pengelola TIK – yaitu satuan kerja yang bertugas dalam pengelolaan TIK institusi pemerintahan. Posisi struktural satuan kerja pengelola TIK ini saat ini mempunyai level struktural yang berbeda-beda di institusi-institusi pemerintahan. c. Satuan Pemilik Proses Bisnis – yaitu satuan kerja di luar satuan kerja pengelola TIK sebagai pemilik proses bisnis (Business Process Owner). 2. Pengembangan
Kapasitas
Sumber
Daya
Manusia
Teknologi
Informasi dan komunikasi (SDM TIK) Terkait dengan pengembangan kapasitas SDM TIK, Depkominfo telah mengeluarkan Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Teknis Teknologi Informasi dan Komunikasi Dalam
Bab II
18
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
Menunjang E-Government, melalui Keputusan Menteri Komunikasi dan Informasi Nomor : 47A/KEP/M.KOMINFO/12/2003. Dalam pedoman tersebut dinyatakan bahwa terdapat 3 (tiga) komponen SDM penting yang perlu dikembangkan kompetensinya dalam pengembangan e-government yaitu pengguna, pengelola, dan pimpinan. Pengguna e-government adalah SDM aparatur yang menggunakan TIK dalam proses pemerintahan. Kompetensi yang ingin dicapai adalah e-literacy, yaitu diawali dengan kesadaran (awareness) tentang pentingnya penggunaan TIK dalam peningkatan pelayanan publik,
kemudian
meningkatkan
kemampuan
memanfaatkan
berbagai piranti TIK dalam menunjang pelaksanaan tugasnya. Pengelola e-government adalah SDM aparatur yang melakukan perencanaan, penyelenggaraan, pengawasan, dan pengendalian TIK dalam proses pemerintahan. Kompetensi yang perlu dimiliki pengelola adalah kemampuan tata kelola TIK di berbagai organisasi pemerintah
yaitu
berupa
kemampuan
untuk
merencanakan,
menyelenggarakan, mengawasi, dan mengendalikan penggunaan TIK dalam proses pemerintahan. Pimpinan, merupakan SDM aparatur yang mempunyai tugas menyusun strategi dan kebijakan instansi pemerintah yang terkait dengan pengembangan TIK instansi, baik sebagai pejabat yang memimpin unit TIK maupun non TIK. Kompetensi pimpinan dikaitkan dengan kepemimpinan (leadership) dalam peningkatan layanan publik melalui pemanfaatan TIK serta kemampuan mengelola dan mengkoordinasikan
perubahan
(change
management)
yang
diakibatkan oleh pemanfaatan TIK terhadap struktur organisasi, prosedur kerja, serta budaya kerja dan belajar. Kompetensi dalam aspek legal yang terkait juga diperlukan dalam mengarahkan perubahan.
Bab II
19
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
3. Pengembangan
Kapasitas
Regulasi
Teknologi
Informasi
(E-
Regulation) Terkait dengan pengembangan kapasitas regulasi atau pengaturan hukum di bidang teknologi informasi (e-regulation), Depkominfo telah mengeluarkan banyak panduan. Salah satunya adalah Panduan Pelaksanaan Proyek, dan Penganggaran E-Government. Dalam panduan tersebut, dikemukakan bahwa untuk meningkatkan layanan publik berbasis teknologi informasi (e-services), diperlukan perencanaan
yang
matang
dan
memerlukan
dukungan
penganggaran relatif besar, maka diperlukan strategi yang tepat sehingga pelaksanaan proyek e-government dapat memberikan manfaat yang optimal. Pada lembaga pemerintah pusat dan daerah, penganggaran untuk mendukung proyek e-government dapat didanai dari berbagai sumber antara lain: APBN, APBD, pinjaman luar negeri, hibah dan kerjasama investasi dengan sektor swasta. Namun demikian, penganggaran e-government harus memperhatikan beberapa aspek yaitu: arah dan sasaran penggunaan anggaran untuk menstimulasi pencapaian tujuan strategis e-government; prinsip-prinsip dan kriteria
pembiayaan
harus
ditetapkan
agar
pelaksanaan
e-
government dapat berjalan baik; kerangka alokasi anggaran pemerintah; dan ketentuan dan persyaratan pembiayaan proyek egovernment. Dan didalam pembiayaan proyek e-government harus memperhatikan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan. 4. Pengembangan Kapasitas Aplikasi Terkait dengan pengembangan kapasitas aplikasi e-government, Depkominfo telah mengeluarkan Blue Print Aplikasi E-Government Pemerintah Daerah dan Pusat yang di dalamnya dikemukakan tentang
aplikasi-aplikasi
yang
perlu
disiapkan
oleh
instansi
pemerintah dalam menyelenggarakan e-government.
Bab II
20
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
Selain itu, telah tersedia pula Panduan Standar Mutu, Jangkauan Layanan dan Pengembangan Aplikasi, yang memuat standar mutu layanan yang disusun oleh instansi yang terkait dan berwenang dengan jenis layanan tertentu yang mengacu pada pemenuhan kebutuhan publik. Standar mutu untuk e-services, antara lain:
Ketersediaan dalam waktu (availability) yaitu terukur dengan angka persentase layanan elektronik yang dapat digunakan oleh publik.
Jangkauan (coverage) yaitu ketersediaan di area geografis tertentu.
Waktu proses.
Waktu layanan.
Waktu tanggap, yaitu waktu yang diperlukan suatu instansi untuk memberikan tanggapan atas satu permintaan layanan dari masyarakat.
Kelengkapan, akurasi dan keterkinian dari informasi yang disediakan.
Tingkat kemudahan dan kenyamanan.
Kemudahan prosedur dan tata cara.
Pilihan media (eServiceChannel)
Keseragaman antar instansi atau pengacuan pada standar layanan publik yang lain.
Pilihan sistem pembayaran (Tunai, kartu ATM, kartu kredit, kartu debit dan lain lain.)
Biaya.
Acuan dan tolok ukur lain
Pengembangan
aplikasi
eGovernment
harus
memperhatikan
berbagai hal meliputi :
Spesifikasi
kebutuhan
:
Aplikasi
eGovernment
harus
dikembangkan berdasarkan satu spesifikasi tertulis yang antara
Bab II
21
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
lain menjabarkan tujuan, fungsi, standar proses, format data, masukan dan keluaran.
Rancang bangun dan pengembangan : Aplikasi eGovernment yang dikembangkan harus dapat memberikan hasil yang maksimal dari pemanfaatan teknologi informasi.
Kepemilikan hak atas kekayaan intelektual : Pengembangan aplikasi eGovernment sebaiknya memberikan kejelasan tentang kepemilikan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) yang dikembangkan,
karena
hal
ini
akan
berpengaruh
pada
ketergantungan dari instansi pemerintah pada pihak lain dalam perawatan/pemeliharaan aplikasi maupun pengembangan lebih lanjut dari aplikasi.
Dokumentasi : pengembangan aplikasi egovernment (dilakukan instansi sendiri maupun oleh pihak lain) diharuskan membuat dan
menyerahkan
dokumentasi
dari
aplikasi
agar
kesinambungan implementasi aplikasi dapat terjaga.
Standar sebaiknya
teknologi
:
Pengembangan
memberikan
peluang
aplikasi
untuk
egovernment
terus
mengikuti
perkembangan teknologi dan kebutuhan publik.
Dukungan teknis : Pengembangan aplikasi eGovernment yang dilakukan oleh pihak di luar instansi pemerintah, perlu dukungan teknis yang jelas dan teratur agar kelangsungan operasional aplikasi dari waktu ke waktu dapat terjamin.
5. Pengembangan Kapasitas Struktur Data/Informasi (Infostruktur) Terkait dengan pengembangan kapasitas Infostruktur, Depkominfo telah
mengeluarkan
Panduan
Sistem
Manajemen
Dokumen
Elektronik melalui melalui Keputusan Menteri Komunikasi dan Informasi Nomor : 56/KEP/M.KOMINFO/12/ 2003. Dalam panduan tersebut, dikemukakan untuk menerapkan sistem ERM yang baik dibutuhkan :
Bab II
22
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
pemahaman
yang
baik tentang dokumen
dan
sistem
informasi yang mendukungnya;
prosedur akuisisi dan penciptaan dokumen sebagai bagian dari sistem administrasi;
prosedur penyimpanan dokumen elektronik yang dirancang untuk menjamin integritas, kualitas dan keamanan dokumen;
prosedur untuk menjamin kemudahan dan kelancar-an akses semua dokumen selama diperlukan;
prosedur
untuk
pemusnahan
evaluasi,
dokumen
audit,
sesuai
penjadwalan,
serta
dengan peraturan
yang
berlaku;
budaya kerja yang berorientasi pada pemanfaatan teknologi informasi;
ketrampilan dan kompetensi pada bidang ERM untuk semua pengguna dan pengelola dokumen.
6. Pengembangan Kapasitas Infrastruktur Jaringan Terkait dengan pengembangan kapasitas Infrastruktur Jaringan TI, Depkominfo
telah
mengeluarkan
Panduan
Pembangunan
Infrastruktur Portal Pemerintah. Panduan
tersebut
dikukuhkan
melalui
Keputusan
Menteri
Komunikasi dan Informatika Nomor : 55/KEP/M.KOMINFO/12/ 2003. Dalam panduan tersebut, dikemukakan bahwa aspek utama yang perlu diperhatikan di dalam mengembangkan infrastruktur portal pemerintah adalah :
arah pengembangan infrastruktur informasi elektronik secara keseluruhan;
arah pengembangan jasa layanan publik secara keseluruhan;
arah pengembangan jenis layanan publik serta mitra dalam pembangunan dan pengoperasiannya.
Bab II
23
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
Komponen Infrastruktur Informasi Elektronik Komponen utama dari suatu infrastruktur informasi elektronik yang diperlukan adalah:
jalur fisik informasi
jaringan intra pemerintah yang diamankan (government secured intranet-GSI).
Pusat
Manajemen
Data
Pemerintah
(Government
Data
Management Center -GDMC)
aplikasi-aplikasi dasar untuk mendukung kegiatan front-office dan back-office;
jaringan informasi global (internet).
Sistem Keamanan Jaringan Keterhubungan suatu jaringan lokal dengan berbagai pihak secara global
memerlukan
berbagai
perangkat
pengaman
untuk
menghindari ancaman dari pihak yang tidak berhak mengaksesnya. Aspek yang perlu diperhatikan dalam mengelola suatu jaringan lokal atau intranet adalah:
adanya
jaringan
(Network
Availability),
sistem
cadangan
(Redundancy System) dan sistem penanggulangan bencana (Disaster Recovery System);
adanya perangkat pengaman jaringan (Network Security);
adanya jaminan kehandalan jaringan (Network Reliability) terhadap beroperasinya suatu jaringan.
2.7. KERANGKA PIKIR Sesuai dengan kerangka teoritik tersebut di atas, maka definisi operasional dari Kajian Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi ini adalah memetakan pengembangan kapasitas teknologi Bab II
24
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
informasi yang dibutuhkan instansi pemerintah pusat dan daerah, yang meliputi aspek kepemimpinan, sumber daya manusia, regulasi, aplikasi, data/informasi, dan infrastruktur jaringan, yang ditinjau dari dimensi sistem, kelembagaan, dan individu. Dari hasil pemetaan tersebut, diharapkan dapat diperoleh sebuah gambaran
mengenai
kebutuhan-kebutuhan
dalam
pengembangan
kapasitas terkait dengan penggunaan teknologi informasi di instansi pemerintah baik pusat maupun daerah. Yang bilamana kebutuhankebutuhan itu dipenuhi, maka diharapkan kemampuan individu, institusi dan sistem dapat meningkat sehingga implementasi teknologi informasi (khususnya e-government) di lingkungan instansi pemerintah baik pusat maupun daerah dapat lebih siap dilaksanakan dengan baik. Melalui implementasi e-government tersebut, diharapkan percepatan reformasi birokrasi juga dapat berjalan dengan lebih baik. Secara diagram, kerangka pikir kajian tersebut dapat digambarkan sebagai berikut : Mempercepat Reformasi Birokrasi
Meningkatkan Kesiapan Implementasi E-Government
Dimensi Fokus
Individu
Organisasi
Sistem
Leadership
Pengemba ngan Kapasitas
Infrastruktur Fundamental
SDM Regulasi Arsitektur Aplikasi
Infrastruktur Teknikal
Infostruktur Infrastruktu r Jaringan
Gambar 2.2. Kerangka Pikir Kajian
Bab II
25
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
BAB III METODOLOGI 3.1. METODE Kegiatan ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai pengembangan kapasitas teknologi informasi yang dibutuhkan instansi pemerintah pusat dan daerah untuk mempercepat reformasi birokrasi. Gambaran tersebut akan berisi deskripsi mengenai kebutuhan-kebutuhan dalam mengembangkan kapasitas teknologi informasi yang bermanfaat bagi instansi pemerintah pusat dalam mempercepat reformasi birokrasi. Oleh karena itu, metode yang digunakan dalam kegiatan ini menggunakan pendekatan kualitatif.
3.2. METODE PENGUMPULAN DATA Proses pengumpulan data diawali dengan pengumpulan data skunder yang dapat berupa masalah, peluang dan perintah terkait dengan pengembangan kapasitas teknologi informasi instansi pemerintah pusat dan daerah untuk percepatan reformasi birokrasi. Hal ini ditujukan untuk lebih memahami lingkup kajian yang akan dilakukan. Berdasarkan judul dari kajian ini, yakni Kajian Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi, maka data-data yang dikumpulkan berupa literatur-literatur mengenai
pengembangan
kapasitas,
teknologi
informasi,
instansi
pemerintah pusat dan daerah, dan reformasi birokrasi, termasuk aplikasi teknologi informasi dalam pengembangan kapasitas. Berdasarkan hasil penelusuran dokumen, diperoleh aspek-aspek dalam
pengembangan
kapasitas
Teknologi
Informasi
di
Instansi
Pemerintah. Hasil pengumpulan data skunder dikemukakan sebagai gambaran umum yang dimuat pada Bab II dalam laporan ini.
Bab III
26
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
Selain data skunder, juga dikumpulkan data primer. Data primer dikumpulkan
melalui
observasi,
dan
wawancara/diskusi
terhadap
responden. Pengumulan data primer dimaksudkan untuk memperoleh data pemetaan mengenai permasalahan dan upaya-upaya yang dilakukan untuk mengembangkan kapasitas teknologi informasi di instansinya. tingkat kesiapan dalam mengaplikasikan teknologi informasi. Data
yang
dikumpulkan
meliputi
aspek-aspek
dalam
pengembangan kapasitas e-government, yakni : 1. Aspek Kepemimpinan, indikatornya dilihat Rencana
Pengembangan
dari ketersediaan
Sistem/Teknologi
Informasi
(e-
Government) yang selaras dengan Rencana Strategis Organisasi. 2. Aspek Regulasi, indikatornya dilihat dari ketersediaan kebijakan yang telah dikeluarkan oleh Pimpinan Institusi Pemerintah (Mentri, Kepala LPND, Gubernur, Bupati/Walikota) mengenai pengelolaan teknologi informasi. 3. Aspek
Sumber
Daya
Manusia,
indikatornya
dilihat
dari
ketersediaan sumber daya manusia yang memiliki keahlian di bidang
teknologi
informasi,
sehingga
mampu
mendukung
pengembangan sistem/teknologi informasi (e-government) dalam percepatan reformasi birokrasi. 4. Aspek Aplikasi, indikatornya dilihat dari ketersediaan aplikasi yang sesuai dengan Standar Mutu layanan publik berbasis teknologi informasi. 5. Aspek Data/Informasi, arsitektur
data
indikatornya
terintegrasi
dilihat yang
dari
ketersediaan
akan/sedang/telah
diimplementasikan. 6. Aspek infrastruktur jaringan, indikatornya dilihat dari ketersediaan sarana dan prasarana peralatan teknologi informasi yang berbasis jaringan. Pemilihan responden dilakukan dengan menggunakan teknik simple random sampling. Dengan demikian, sampel adalah individu yang Bab III
27
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
secara acak dipilih dari masing-masing lokus kajian. Adapun jumlah yang diambil sebagai sampel dalam penelitian ini adalah minimal 1 (satu) orang pada setiap lokus kajian. Pengambilan jumlah sampel yang demikian ini tidak mengacu pada persentase sampel dari populasi, karena sampel dipandang cukup representatif berdasarkan pada pertimbangan bahwa populasi memiliki karakter dengan homogenitas yang tinggi. Hasil pengumpulan data primer dikemukakan sebagai temuan lapangan sebagaimana yang dimuat pada Bab IV dalam laporan ini.
3.3. METODE ANALISA DATA Hasil pengumpulan data kemudian dianalisa, untuk memperoleh daftar pengembangan kapasitas teknologi informasi yang dibutuhkan instansi pemerintah pusat dan daerah untuk mempercepat reformasi birokrasi. Ada 2 (dua) macam analisa yang akan dilakukan, yakni analisa kesenjangan kapasitas dan analisa kebutuhan. Pada
analisa
kesenjangan
kapasitas,
tim
menganalisa
kesenjangan-kesenjangan yang terjadi dalam penggunaan teknologi informasi di instansi pemerintah dengan menggunakan teknik sebab akibat. Sehingga diperoleh gambaran yang jelas mengenai sebab-sebab timbulnya kesenjangan tersebut. Pada analisa kebutuhan, tim menganalisa kebutuhan-kebutuhan apa saja yang perlu disediakan untuk meningkatkan kapasitas individu, kelembagaan dan sistem. Dan bagaimana aplikasi teknologi informasi berperan untuk mendeliver kebutuhan-kebutuhan tersebut. Berdasarkan kebutuhan-kebutuhan tersebut, kemudian tim menyusun desain Portal Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi.
Bab III
28
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
3.4. METODE PENGEMBANGAN PORTAL Mengingat bahwa teknologi informasi juga mampu mendeliver data/informasi/pengetahuan
yang
bermanfaat
untuk
meningkatkan
kapasitas individu. Seiring dengan peningkatan kapasitas individu diharapkan kapasitas kelembagaan dan sistem juga dapat ditingkatkan. Dengan demikian, salah satu produk kajian ini adalah sebuah portal pengembangan kapasitas teknologi informasi yang berisi mengenai informasi-informasi mengenai konsep pengembangan teknologi informasi di instansi pemerintah dan pengalaman-pengalaman berbagai instansi dalam pemanfaatan teknologi informasi di instansinya, yang melibatkan masyarakat sebagai pengguna sistem, sehingga model portal yang sesuai adalah yang berbasis pada teknologi Internet. Desain sistem terdiri dari dua tipe desain, yakni desain logikal dan desain fisikal. Desain logikal adalah desain berdasarkan studi literatur, dan bersifat konseptual. Sedangkan desain fisikal adalah desain berdasarkan desain logikal dengan mempertimbangkan berbagai aspek hasil temuan di berbagai lokus kajian, khususnya tingkat kesiapan pengguna dan pengelola dalam memanfaatkan teknologi informasi. Desain sistem ini dianggap sebagai model sistem, yang terdiri dari berbagai komponen sistem informasi, yang dalam hal ini meliputi: 1. Data/Informasi: yang berisi tentang informasi-informasi apa saja yang perlu disediakan oleh portal, sehingga melalui aliran Informasi tersebut dapat meningkatkan kapasitas individu aparatur negara dalam memanfaatkan teknologi informasi untuk mempercepat reformasi birokrasi. 2. Proses : berisi mengenai alur-alur proses (prosedur), mulai dari proses memperoleh data, sampai proses untuk menayangkan atau mendistribusikan informasi. 3. Teknologi: berisi mengenai arsitektur teknologi, yang akan mendeliver informasi, dan melakukan proses.
Bab III
29
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
4. Sumber Daya Manusia: berisi mengenai kebutuhan tenaga dalam mengelola portal agar senantiasa beroperasi secara berkelanjutan, beserta kompetensi-kompetensi yang perlu dimilikinya.
Bab III
30
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
BAB IV TEMUAN LAPANGAN
Temuan
lapangan
merupakan
hasil
wawancara/diskusi
dan
observasi. Lokasi pengumpulan data meliputi beberapa daerah, yakni Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Bali, Provinsi Kalimantan Timur, Provinsi Gorontalo. Adapun data yang dikumpulan berupa pemetaan terhadap kendala pengimplementasian teknologi informasi di Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah, serta upaya-upaya pengembangan kapasitasnya sehingga mampu mempercepat reformasi birokrasi. Pengumpulan data meliputi 6 (enam) aspek, yakni : Aspek Kepemimpinan, Aspek Regulasi, Aspek Sumber Daya Manusia, Aspek Aplikasi, Aspek Data/Informasi, dan Aspek infrastruktur jaringan.
4.1. PROVINSI KEPULAUAN RIAU Provinsi Kepulauan Riau terbentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 25 tahun 2002 merupakan Provinsi ke-32 di Indonesia yang mencakup
Kota
Tanjungpinang,
Kota
Batam,
Kabupaten
Bintan,
Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, dan Kabupaten Lingga. Secara keseluruhan Wilayah Kepulauan Riau terdiri dari 4 Kabupaten dan 2 Kota, 42 Kecamatan serta 256 Kelurahan/Desa dengan jumlah 2.408 pulau besar dan kecil dimana 40% belum bernama dan berpenduduk. Adapun luas wilayahnya sebesar 252.601 Km2, di mana 95% - nya merupakan lautan dan hanya 5% merupakan wilayah darat, dengan batas wilayah Utara dengan Vietnam dan Kamboja, wilayah Selatan dengan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan Jambi, wilayah Barat dengan Singapura, Malaysia, dan Provinsi Riau, wilayah Timur dengan Malaysia, Brunei, dan Provinsi Kalimantan Barat. Bab IV
31
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
Dengan letak geografis yang strategis (antara Laut Cina Selatan, Selat Malaka dengan Selat Karimata) serta didukung potensi alam yang sangat potensial, Provinsi Kepulauan Riau dimungkinkan untuk menjadi salah satu pusat pertumbuhan ekonomi bagi Republik Indonesia dimasa depan. Apalagi saat ini pada beberapa daerah di Kepulauan Riau (Batam, Bintan,
dan
Karimun)
tengah
diupayakan
sebagai
pilot
project
pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) melalui kerjasama dengan Pemerintah Singapura. Sesuai dengan potensinya tersebut, maka Provinsi Kepulauan Riau memiliki
visi
menjadi
sebagai
salah
satu
pusat
pertumbuhan
perekonomian nasional dengan payung Budaya Melayu dan memiliki masyarakat yang sejahtera, cerdas dan berakhlak mulia. Adapun misi yang diemban meliputi : 1. Mendorong terciptanya pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di seluruh
wilayah
Kepulauan
Riau
yang
akan
menumbuh
kembangkan kegiatan industri dan pariwisata yang berbasis kelautan. 2. Meningkatkan kualitas hidup masyarakat menuju kehidupan yang makmur, sejahtera, sehat, berbudaya dan berkeadilan. 3. Menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) pelaku pembangunan yang unggul dan berakhlak mulia. Untuk mencapai visi dan misi tersebut, strategi yang diterapkan adalah : 1. Mengupayakan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan baru (growth-pole) dan mendorong pegembangan keserasian antar center-periphery
agar
dapat
menyeimbangkan
kegiatan
perekonomian. 2. Melaksanakan penataan dan pengembangan di bidang administrasi pemerintahan.
Bab IV
32
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
3. Meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat
yang
lebih
maju,
sejahtera, sehat, serta berkualitas melalui peningkatan pendidikan, kesehatan, kesejahteraan sosial, budaya, kepemudaan, dan imtaq. 4. Mengupayakan agar kegiatan ekonomi terus ditingkatkan baik dari segi kuantitas maupun kualitas 5. Melaksanakan pembangunan fisik dan non fisik yang seimbang secara bertahap dan berkelanjutan. Dalam rangka mencapai rencana tersebut, Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau memanfaatkan potensi-potensi yang ditawarkan oleh teknologi informasi. Berikut ini adalah uraian tentang kapasitas teknologi informasi di lingkungan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau ditinjau dari 5 aspek, yaitu : Kepemimpinan, SDM, Regulasi, Aplikasi, Data, dan Infrastruktur yang dapat diamati dan dievaluasi serta menjadi indikator untuk mengukur implementasi pelaksanaan e-government di lingkungan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau. 1. Aspek Kepemimpinan Perencanaan pengembangan TIK sudah pernah disusun oleh Dinas Perhubungan dan Postel pada tahun 2007 yang lalu, namun tindak lanjutnya dari cetak biru tersebut berupa program dan kegiatan lanjutannya masih menemui berbagai kendala dalam penyusunannya. Diharapkan implementasi program dan kegiatan dari cetak biru tersebut dapat segera dijalankan berbarengan dengan diperkuatnya kelembagaan dan sumberdaya manusia di bidang teknologi informasi di Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau. 2. Aspek Regulasi Secara khusus regulasi untuk mengatur kebijakan pemanfaatan teknologi informasi di lingkungan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau
telah
dikeluarkan,
namun
hanya
untuk
memayungi
pelaksanaan beberapa kegiatan yang sifatnya masih parsial yang memanfaatkan teknologi informasi misalnya untuk pengelolaan Bab IV
33
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
website telah ditetapkan dengan Keputusan Gubernur Kepulauan Riau. Dari aspek regulasi dalam kelembagaan teknologi informasi, belum terdapat satuan kerja di lingkungan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau
yang
secara
struktural
bertanggungjawab
didalam
pembangunan dan pengembangan e-government. Kelembagaan yang ada dalam mendukung pemanfaatan teknologi informasi guna penerapan e-government secara teknis dan menyeluruh di lingkungan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau sedang dikaji kelayakannya untuk dibentuk. Saat ini, secara struktural yang ada hanyalah setingkat pejabat eselon III yaitu Bagian Infokom di Biro Humas dan Protokol serta Kepala Bidang Pos dan Telekomunikasi di Dinas Perhubungan. 3. Aspek Sumber Daya Manusia Dukungan sumber daya manusia yang menguasai dan berlatar belakang pendidikan teknologi informasi relatif masih sedikit dan pemanfaatannya
belum
diberdayakan
dengan
baik
sesuai
bidangnya. 4. Aspek Aplikasi Aplikasi perangkat lunak untuk mendukung kelancaran pekerjaan telah dipergunakan di beberapa SKPD, misalnya seperti di Dispenda (Kantor Samsat), BKKD (Sistem Informasi Keuangan Daerah), BKD (Sistem Informasi Kepegawaian), Bapedalda (sistem informasi lingkungan hidup), Dinas Kependudukan (SIAK), dan Biro Administrasi
Pembangunan
(sistem
informasi
pengendalian,
laporan dan evaluasi). Namun demikian keseluruhan aplikasi tersebut masih bersifat parsial. Selain itu, Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau juga telah menyediakan website resmi untuk berinteraksi dan memberikan informasi kepada masyarakat. Apresiasi terhadap keberadaan situs Bab IV
34
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
website ini cukup tinggi, hal ini terbukti dari jumlah kunjungan user yang terekam setiap harinya. Bahkan pada tahun 2007 yang lalu website Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau mendapat penilaian yang baik dari warta e-gov karena dinilai sangat responsif terhadap saran, masukan dan kritikan dari masyarakat pengakses internet. Kemudian
beberapa
SKPD
seperti
BPID,
Bapedalda
dan
sekretariat DPRD telah menayangkan websitenya masing-masing yang berada dibawah domain kepriprov. 5. Aspek Data/Informasi Data yang tersedia belum terangkum dalam satu database yang terintegrasi. Sehingga hal tersebut akan mengakibatkan penyajian data dan informasi secara cepat dan akurat untuk kebutuhan pimpinan dalam rangka pengambilan keuptusan belum dapat terlayani dengan baik; 6. Aspek infrastruktur jaringan Jumlah komputer untuk mendukung kelancaran pekerjaan di setiap SKPD dinilai sudah cukup memadai. Bahkan di sebagian besar SKPD telah dilengkapi dengan pemakaian jaringan (LAN dan Wireless LAN) yang terkoneksi ke jaringan internet. Rasio komputer (desktop dan laptop) dengan jumlah pegawai adalah 1:2 (satu komputer untuk dua orang). Rasio tersebut menunjukkan kebutuhan
yang
semakin
meningkat
terhadap
pemanfaatan
komputer untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas.
4.2. PROVINSI BALI Provinsi Bali terletak di antara Pulau Jawa dan Pulau Lombok. Batas wilayahnya meliputi sebelah Utara dengan Laut Bali, sebelah Timur dengan Selat Lombok (Provinsi Nusa Tenggara Barat), sebelah Selatan
Bab IV
35
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
dengan Samudera Indonesia, dan sebelah Barat dengan Selat Bali (Propinsi Jawa Timur). Secara
administrasi, Provinsi
Bali
terbagi
menjadi
delapan
kabupaten dan satu kota, yaitu Kabupaten Jembrana, Tabanan, Badung, Gianyar, Karangasem, Klungkung, Bangli, Buleleng, dan Kota Denpasar yang juga merupakan ibukota provinsi. Selain Pulau Bali Provinsi Bali juga terdiri dari pulau-pulau kecil lainnya, yaitu Pulau Nusa Penida, Nusa Lembongan, dan Nusa Ceningan di wilayah Kabupaten Klungkung, Pulau Serangan di wilayah Kota Denpasar, dan Pulau Menjangan di Kabupaten Buleleng. Luas total wilayah Provinsi Bali adalah 5.634,40 ha dengan panjang pantai mencapai 529 km. Berdasarkan kondisi, potensi, dan permasalahan yang dihadapi Provinsi Bali, serta mengantisipasi perubahan yang sangat cepat di masa depan, maka untuk mewujudkan manusia dan masyarakat Bali yang sejahtera lahir bathin, maka telah dirumuskan visi pembangunan Daerah Bali adalah : TERWUJUDNYA BALI DWIPA JAYA BERLANDASKAN TRI HITA KARANA. Dengan visi tersebut konsep Bali Dwipa Jaya secara harfiah berarti Pulau Bali yang jaya dan tersirat mengandung arti bahwa Pulau Bali mampu mengatasi segala tantangan atau rintangan serta memanfaatkan peluang yang timbul dalam pembangunan daerah Bali, baik yang bersumber dari aspek ekonomi, lingkungan hidup maupun sosial budaya. Bali Dwipa Jaya dalam konteks pembangunan, merupakan suatu proses pembangunan yang dinamis dilandasi oleh nilai, norma, tradisi, dan kearifan lokal yang bersumber pada budaya Bali yang dijiwai oleh Agama Hindu sehingga terwujud kesejahteraan sosial (jagadhita), ekonomi, kelestarian
budaya
dan
lingkungan
hidup
yang
harmonis
dan
berkesinambungan. Tri Hita Karana dalam pola kehidupan masyarakat Bali yang beragama Hindu secara simbolis dimaknai sebagai tiga penyebab kesejahteraan manusia yaitu : Parhyangan, Pawongan, dan Palemahan. Bab IV
36
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
Aspek Parhyangan mempunyai makna keterikatan manusia dengan Ida Sang Hyang Widhi/Tuhan, yang ditandai oleh nilai-nilai kehidupan masyarakat Hindu religius. Aspek Pawongan dimaknai sebagai hubungan manusia dengan sesama didalam kehidupan terorganisir, terindikasi, kedalam kehidupan keluarga, warga, institusi/ kelembagaan maupun masyarakat, baik dalam satu wilayah pedesaan, kecamatan, kabupaten, dan provinsi sebagai wadah interaksinya. Aspek Palemahan dimaknai sebagai hubungan manusia dengan lingkungannya dalam suatu wilayah permukiman atau lingkungan tempat tinggalnya. Ketiga aspek tersebut adanya keserasian dan keseimbangan saling keterkaitan antara aspek yang satu dengan yang lainnya. Untuk merealisasikan visi tersebut di atas, maka dijabarkan dalam bentuk misi sebagai berikut : 1. Mewujudkan manusia dan masyarakat Bali yang berkualitas srada bhakti dan yasa kerthi. 2. Mewujudkan Bali sebagai satu kesatuan yang utuh dan seimbang. 3. Mewujudkan fungsi lingkungan hidup yang lestari dalam upaya pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. 4. Mewujudkan
ekonomi
kerakyatan
yang
handal,
dengan
mengembangkan kemitraan. 5. Mewujudkan kesadaraan dan penegakan hukum dan HAM serta menciptakan ketentraman dan ketertiban yang dinamis dan kondusif. 6. Memberdayakan dan melestarikan lembaga-lembaga tradisional Bali. 7. Mewujudkan otonomi daerah yang mantap. 8. Mewujudkan pemerintahan yang baik berdasarkan prinsip-prinsip good-governance Dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang baik berdasarkan prinsip-prinsip Good Government, Provinsi Bali telah melakukan langkahBab IV
37
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
langkah, salah satunya melalui penerapan E-Government. Berikut ini adalah uraian tentang kapasitas teknologi informasi di lingkungan Pemerintah Provinsi Bali ditinjau dari 5 aspek, yaitu : Kepemimpinan, SDM, Regulasi, Aplikasi, Data, dan Infrastruktur. 1. Aspek Kepemimpinan Visi pengembangan teknologi informasi di Pemerintah Provinsi Bali adalah terwujudnya sistem informasi dan komunikasi secara terpadu
dengan
memanfaatkan
teknologi
informasi
untuk
mendukung penyelenggaraan pemerintah, pembangunan dan pelayanan masyarakat, dalam rangka mewujudkan masyarakat informasi yang berbasis etika dan moral kebangsaan. Sedangkan Misinya adalah:
Membangun dan mengembangkan Sistem Infomasi secara terpadu
dengan
memanfaatkan
kemajuan
teknologi
informasi.
Melakukan koordinasi dan sinkronisasi informasi baik internal maupun eksternal.
Membangun pusat pelayanan informasi.
Meningkatkan kualitas dan kuantitas SDM di bidang TI.
Melaksanakan sosialisasi kebijakan program pemerintah.
2. Aspek Regulasi Secara kelembagaan unit organisasi yang memiliki kewenangan dalam pengembangan teknologi informasi dan komunikasi di Instansi Pemerintah Provinsi Bali adalah Badan Informasi Dan Telematika Daerah (BITD). 3. Aspek Sumber Daya Manusia Masalah SDM menjadi masalah utama dalam pengembangan EGovernment.
Walaupun
demikian,
telah
diusahakan
peningkatannya melalui bimbingan teknis yang bersifat terbatas.
Bab IV
38
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
4. Aspek Aplikasi Pemprov Bali memiliki website yang dapat diakses melalui www.baliprov.go.id. Konten yang tersaji meliputi gambaran umum sekilas Bali, kelembagaan, visi, misi, renstra provinsi Bali, potensi investasi,
profil
daerah,
statistik
pariwisata,
pengadaan
barang/jasa, informasi hukum, info BMG, Album foto dan video, Berita daerah dan nasional, Informasi penting, pengumumanpengumuman, menampilkan majalah terbitan BITD, serta link dengan Web site Kabupaten / Kota se-Bali, Depdagri, Depkominfo, Bappenas. Provinsi Bali juga telah menyediakan fasilitas e-mail, untuk administrator (
[email protected].) dan seluruh SKPD. Selain itu, di lingkungan Provinsi Bali juga telah dilakukan pengembangan perangkat lunak aplikasi yang dikembangkan dan dikelola SKPD masing-masing dan belum terintegrasi, antara lain : Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK), Sistem Informasi Kepegawaian (SIMPEG), Sistem Informasi Keuangan (SIMKEU), Sistem Informasi Profil Daerah, Sistem Informasi Profil Desa Kelurahan, Sistem Informasi Batas Wilayah, dan Sistem Informasi Penduduk dan Kesehatan. 5. Aspek Data/Informasi Sejak
tahun
2005
Departemen
Dalam
Negeri
dengan
Kapusdatinkomtel telah membangun jaringan komunikasi pusat daerah dengan tujuan mandukung
kelancaran
dan kecepatan
penyaluran data informasi pusat daerah dengan fasilitas : Komunikasi data, Suara, dan Gambar. Selain itu, kerjasama Kominfo dengan PT. POS Wilayah VIII, menghasilkan layanan informasi melalui warung masyarakat informasi (WARMASIF) dengan konten : Informasi kesehatan OnLine, Informasi Perpustakaan On-Line, dan Informasi UKM Bab IV
39
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
6. Aspek infrastruktur jaringan Kondisi Jaringan Internet di Pemprov Bali adalah sebagai berikut :
Perangkat jaringan induk ada di BITD, yang terdiri dari 2 PC untuk firewall / proxy, yaitu :1 untuk Sekretariat dan 1 untuk Wireless.
Keseluruhan unit di sekretariat ( 9 biro) telah terhubung dengan jaringan induk di BITD, hanya untuk satu komputer. Dari 40 SKPD, baru terintegrasi dengan jaringan LAN yaitu ; 9 Biro, 4 SKPD ( DPRD Provinsi, Dinas Pariwisata, BKPMD, Bapedalda dan BITD).
Untuk terhubung ke internet, menggunakan sambungan leased line (Koneksi Internet yang disewakan) dengan kapasitas bandwide
sebesar 128 kbps
(128
kilo byte per second).
Hosting (Layanan Internet untuk pemanfaatan informasiinformasi baik untuk halaman-halaman web, penyimpanan Email, data base dan lain-lain. ) di ISP dengan kapasitas 200 MB (200 Mega Byte).
Jaringan LAN yang pengoperasiannya dikelola oleh instansi sendiri, dan belum dapat terintegrasi, dalam artian masih bersifat parsial-parsial seperti : Dinas Pendapatan Daerah, Dinas Sosial, Dinas Perikanan, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Pendidikan, Dinas Kependudukan, Dinas Kepegawaian Daerah, Dinas Pariwisata, dan Dinas Kesehatan.
4.3. KABUPATEN JEMBRANA Kabupaten Jembrana adalah satu dari 9 Kabupaten dan Kota yang ada di Propinsi Bali, terletak di belahan Barat pulau Bali. Luas wilayah Jembrana 84.180 Km² atau 14,96 % dari luas wilayah pulau Bali, dengan jumlah penduduk 257.459 jiwa. Letak Kabupaten Jembrana berbatasan wilayah sebelah Utara dengan Kabupaten Buleleng, sebelah Selatan Bab IV
40
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
dengan Samudra Indonesia, sebelah Barat dengan Selat Bali, dan sebelah Timur dengan Kabupaten Tabanan. Secara Administratif Kabupaten Jembrana terbagi menjadi 5 Kecamatan, dari barat ke timur yaitu Kecamatan Melaya, Kecamatan Negara, Kecamatan Jembrana, Kecamatan Mendoyo, dan Kecamatan Pekutatan. Berdasarkan rencara strategisnya, Kabupaten Jembrana memiliki Visi untuk mencapai terwujudnya masyarakat Jembrana yang bahagia dan sejahtera, berkeadilan dan berkebudayaan yang dilandasi iman dan taqwa serta didukung oleh sumber daya alam dan sumber daya manusia yang berkualitas serta memiliki semangat mekepung untuk melaksanakan pembangunan berkelanjutan. Sedangkan Misi Kabupaten Jembrana adalah : 1. Memberdayakan ekonomi rakyat dengan meningkatkan dan mengembangkan sektor pertanian dalam arti luas untuk menunjang sektor pariwisata, industri dan perdaganagn disamping sektor yang lainnya. 2. Meningkatkan
dan
mengembangkan
kualitas
sumber
daya
manusia untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 3. Mewujudkan stabilitas daerah yang mantap dan terkendali melalui penegakan rakyat dalam setiap aspek kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara serta memberdayakan partisipasi masyarakat dalam kegiatan sosial dan politik. 4. Mewujudkan supremasi hukum bagi setiap masyarakat yang berdasarkan Pancaasila dan UUD 1945 serta menjunjung tinggi hak asasi manusia. 5. Mewujudkan tatanan kehidupan masyarakat yang berbudaya, berkepribadian
dan
memiliki
keimanan
serta
memantapkan
kerukunan umat beragama yang toleran dan damai.
Bab IV
41
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
6. Mengembangkan
sistem
Administrasi
Pemerintahan
dan
Pembangunan yang efektif dan efisisen dan transparan serta menciptakan aparatur yang bersih dan berwibawa serta senantiasa mengutamakan pelayanan kepada masyarakat. Pemerintah Kabupaten Jembrana juga memiliki moto menuju 5 I (Inovasi, Integritas, Independensi, Identitas Indonesia). Sesuai dengan moto tersebut dicanangkan beberapa Program Trobosan (Inovasi). Ada 3 (tiga) program yang merupakan Program Unggulan, yakni Peningkatan Kwalitas Pendidikan, Peningkatan Derajat Kesehatan, dan Peningkatan Daya Beli Masyarakat. Untuk meningkatkan perekonomian dan meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat Kabupaten Jembrana berusaha mencari trobosantrobosan yang dituangkan dalam suatu program inovasi, disamping program unggulan, diantaranya : J-SMART, KTP Gratis, Ambulan Gratis, Jimbarwana
Transport,
Jimbarwana
TV,
Jimbarwana
Radio,
dan
Jimbarwana Network. Dalam
rangka
menyelenggarakan
program
tersebut,
maka
Pemerintah Kabupaten Jembrana memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Kondisi kapasitas TIK di Pemerintah Kabupaten Jembrana dapat diuraikan dalam 6 aspek berikut ini : 1. Aspek Kepemimpinan Visi Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di Pemerintah Kabupaten Jembrana yaitu: “Jembrana On-Line untuk Mendukung
Pemerintahan
dan
Pelayanan
Masyarakat”.
Sedangkan misinya adalah:
Mengembangkan jaringan TIK keseluruh fasilitas pelayanan masyarakat;
Meningkatkan kualitas SDM Aparatur, masyarakat dan swasta dibidang TIK;
Bab IV
42
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
Mengembangan media TIK yang dapat dijangkau oleh seluruh masyarakat;
Mengembangkan sistem administrasi pemerintahan dan pelayanan publik berbasis TIK.
2. Aspek Regulasi Secara kelembagaan, unit organisasi yang mengelola teknologi informasi di Kabupaten Jembrana dilakukan oleh Dinas Inkom, Pelayanan Umum, Perhubungan dan Data. 3. Aspek Sumber Daya Manusia Masih banyak aparatur pemerintah yang belum mampu menguasai dan mengoperasikan teknologi yang sedang berkembang, namun tetap seoptimal mungkin memanfaatkan SDM Aparatur Lokal yang ada. Pelatihan dan Jalinan kerjasama dengan para ahli dibidang TIK membawa dampak berlipat, khususnya dalam peningkatan kapasitas SDM di bidang teknologi informasi. 4. Aspek Aplikasi Pengembangan aplikasi di Kabupaten Jembrana, ditujukan untuk:
Penggunaan OSS (IGOS) pada Kecamatan, Kelurahan/Desa dan Sekolah.
Pemanfaatan aplikasi yang telah ada (Kantaya, Simda, dsb);
Pengembangan aplikasi pelayanan, pelaporan Kecamatan;
Kelurahan/Desa, Sekolah berbasis OSS dan web;
Pemanfaatan aplikasi Kutahu, Kasih Pena, Perpustakaan, dsb pada sekolah.
Berikut beberapa pemanfaatan TIK yang telah dibangun oleh pemerintah kabupaten Jembrana, yang secara langsung untuk melayani masyarakat :
E-Government : Digunakan untuk peningkatan kualitas layanan Pemerintah dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi.
Bab IV
43
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
E-Education
:
Digunakan
untuk
peningkatan
Kualitas
Pendidikan dengan menggunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi .
E-Development : Digunakan untuk pemberdayaan masyarakat dengan memanfaatkan ICT untuk peningkatan kesejahteraan rakyat.
E-Health : Digunakan untuk peningkatan kwalitas pelayanan kesehatan.
Sedangkan untuk penggunaan internal di lingkungan aparatur Kabupaten Jembrana, telah diaplikasikan Akses Intranet Pemkab Jembrana, yang meliputi :
Sistem Perkantoran Elektronik (Kantaya)
Sistem Informasi Manajemen Pemda (Simda), mencakup : Pelayanan
Umum,
Pertanian,
Perkebunan,
Peternakan,
Perikanan darat & laut, dan Pengaduan masyarakat dng SMS (SMS center)
Sistem Pelaporan Kecamatan, Kelurahan & Desa (Demografi), dsb.
5. Aspek infrastruktur jaringan Pembangunan E-Gov di Kabupaten Jembrana dimulai tahun 2002 bekerjasama dengan BPPT. Pembangunan Infrastruktur berupa Jaringan Intranet Pemerintah Kabupaten Jembrana tahun 2001 dan Jimbarwana Network (J-Net) tahun 2007. J-Net (Jimbarwana Network) yaitu menghubungkan seluruh Desa/Kel, Kecamatan, kabupaten
dan
Sekolah
dengan
menggunakan
teknologi
komunikasi radio paket. Pengembangan
Infrastruktur
TIK
di
kabupaten
Jembrana
terintegrasi (WIFI) keseluruh Wilayah Kabupaten :
Bab IV
Tahap I : Koneksi 56 Kantor (Kecamatan, Desa/Kelurahan)
44
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
Tahap II : Koneksi Puskesmas, Rumah Sakit,
~ 80 SD, 12
SMP, SMK
Tahap III : Koneksi ~ 100 (SMP & SMA/SMK)
Sedangkan
sistem Perangkat
Lunak
yang
digunakan
oleh
Pemerintah Kabupaten Jembrana, antara lain:
Operating Sistem : Linux / IGOS (IGOS Nusantara 2006), dan Open Office (pengolah kata, tabulasi dan presentasi)
Telepon VOIP (Asterisk)
Video Meeting (Ekiga)
Selain itu, beberapa faktor perlu mendapat perhatian sebagai pendukung dalam keberhasilan TIK di pemerintah Kabupaten Jembrana, yaitu: Visi Pimpinan : Visi pimpinan (Visioner) ibarat pematik yang akan membakar semangat staf dan memberikan kejelasan arah pembangunan. Dukungan DPRD : Kesamaan pandangan dengan DPRD merupakan penyejuk kondisi kerja. Dukungan Staf (Birokrasi): Staf yang kompak, berkompeten, dan berdedikasi tidak kalah pentingnya dalam mencapai kemajuan. Kerjasama para ahli : Jalinan kerjasama dg para ahli dibidang TIK membawa dampak berlipat.
Sedangkan, faktor Penghambat Kemajuan TIK di pemerintah Kabupaten Jembrana, antara lain: Keterbatasan Dana : untuk membangun Infrastruktur Teknonogi Informasi sehingga perlu direncanakan secara matang. Keterbatasan Pengetahuan dan Ketrampilan : Masih banyak aparatur pemerintah yang belum mampu menguasai dan mengoperasikan teknologi yang sedang berkembang. Bab IV
45
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
Keterbatasan Infrastruktur : Keterbatasan Alat dan Instalasi pendukung Teknologi Informasi dan sumber atau informasi yang dijadikan
masukan
dalam
proses
pembangunan
dan
pengembangan E-Government. Perubahan Budaya Kerja : Butuh waktu untuk melakukan perubahan budaya kerja dari secara manual ke elektronik karena perlu perubahan prilaku dalam melakukan pekerjaan.
Bagi Pemerintah kabupaten Jembrana,E-Government memberi manfaat yang besar, antara lain: Penghematan biaya/efisiensi; Pemberian layanan berkualitas (Standar waktu, biaya dan prosedur); Transparansi dan akuntabilitas; Peningkatan kapasitas Pemda dan Aparatur; Peningkatan kualitas pengambilan keputusan.
4.4. PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Berdasarkan wilayah pemerintahan, provinsi ini dibagi menjadi empat pemerintahan Kota, dan sembilan pemerintahan Kabupaten serta 122 Kecamatan, 1.347 Desa dan 191 kelurahan. Penduduk Kalimantan Timur pada tahun 2004 berjumlah 2.750.369 jiwa pada tahun 2005 penduduk Kaltim diprediksikan berjumlah 2,8 juta jiwa. Dibandingkan dengan luas wilayah, kepadatan penduduk Provinsi Kalimantan Timur relatif rendah, yaitu rata-rata sekitar 11,22 jiwa per Km². Selama periode 2001-2003, pertumbuhan ekonomi Kalimantan Timur terus bergerak ke arah ke positif. Laju pertumbuhan ekonomi pada tahun 2001 mencapai 5,05 % dengan migas dan 7,45 % tanpa migas. Pada tahun 2002 dengan migas 4,59 % dan tanpa migas sebesar 7,29 %. Bab IV
46
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
Namun pada tahun 2003 laju pertumbuhan ekonomi agak melamban hanya mencapai 2,58 % dengan migas dan 4,74 % tanpa migas. Sesuai dengan kondisi tersebut, maka Visi Pembangunan yang ditetapkan
oleh
Provinsi
Kalimantan
Timur
adalah
Terwujudnya
masyarakat Kalimantan Timur yang adil, aman, damai, demokratis, berdaya saing, berdaya tahan, dan sejahtera dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas dan pemerintah daerah yang bersih dan berwibawa. Sedangkan Misinya adalah: 1. Membina pengalaman agama dalam kehidupan sehari-hari bagi semua lapisan masyarakat sehingga beriman, taat beribadah, berahlak mulia, dan terwujud toleransi antar umat beragama. 2. Meningkatkan pendidikan masyarakat sehingga cinta tanah air, berkesadaran hukum, menguasai ilmu pengetahuan, dan teknologi, terampil, memiliki etos kerja tinggi, dan berdisiplin. 3. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan lingkungannya serta menyediakan jaringan pelayanan kesehatan yang prima dan berkualiatas serta dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat secara proposional. 4. Membuka kesempatan kerja yang seluas luasnya. 5. Melaksanakan
pembangunan
yang
berkualitas
dan
berkesinambungan, menyediakan fasilitas umum dan infrastruktur yang memadai. 6. Memfasilitasi para petani dan nelayan sebagai pelaku utama agribisnis untuk memperoleh kemudahan dalam peningkatan produksi,
mengolah,
dan
memasarkan
komoditas-komoditas
unggulan mereka. 7. Menegakkan kedaulatan rakyat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat
Bab IV
dan
bernegara,
menjamin
ketertiban
umum,
47
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
keamanan, kedamaian, ketentraman masyarakat, serta menjamin tegaknya supremasi hukum dan hak azasi manusia. 8. Meningkatakan ekonomi masyarakat dengan mengembangkan ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan, berbasis pada agribisnis, dan sumber daya manusia yang produktif, mandiri maju, berdaya saing, berdaya tahan, dan berwawasan lingkungan. 9. Mewujudkan kesejahteraan rakyat dengan perhatian utama pada terpenuhinya kebutuhan pasar yaitu sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan lapangan kerja dengan memberikan perlindungan dan jaminan sosial terutama bagi masyarakat tidak mampu. 10. Mewujudkan kehidupan sosial budaya yang berkepribadian, dinamis, kreatif, berdaya saing, dan berdaya tahan terhadap pengaruh global. 11. Menjaga
dan
mengelola
sumber
daya
alam
agar
dapat
memberikan manfaat sebesar-besarnya dengan tetap menjaga kelestarian dan keseimbangan lingkungan. 12. Memantapkan dan memanfaatkan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Timur dalam mewujudkan keterpaduan dan keserasian pembanguna antar wilayah. 13. Membina dan mewujudkan aparatur Pemerintah Daerah yang dapat memberikan pelayanan prima kepada masyarakat dan memiliki profesionalisne yang tinggi, produktif, transparan, bebas korupsi, kolusi dan nepotisme. 14. Pengembangan daya saing daerah dalam rangka mendukung Kalimantan Timur sebagai kawasan perdagangan di Wilayah Timur Indonesia dan Asia Pasifik. 15. Peningkatan investasi berskala internasional dengan menyediakan fasilitas dan jasa pelayanan menuju perdagangan global. Bab IV
48
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
Dalam rangka mempromosikan potensi hasil-hasil produksi yang dikembangkan di lingkungan masyarakat Kalimantan Timur, Pemerintah Provinsi membentuk BPID (Badan Pengembangan Investasi Daerah) pada tahun 2000. Berawal dari promosi ini, pemanfaatan teknologi informasi berkembang lebih lanjut, termasuk pemasangan jaringan TI. Berikut ini kondisi kapasitas teknologi informasi di Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, yang ditinjau dari 6 aspek : 1. Aspek Kepemimpinan Visi pengembangan teknologi informasi di lingkungan Provinsi Kalimantan Timur adalah terwujudnya good governance dan masyarakat berdaya saing global melalui pemanfaatan TIK yang handal. Melalui visi tersebut selanjutnya dijabarkan misi sebagai berikut:
Membuat kebijakan dan regulasi yang diperlukan untuk mendukung pengelolaan dan pemanfaatan TIK,
Mengembangkan organisasi dan tata kerja pemerintah yang partisipatif, efisien dan efektif dengan pemanfaatan TIK,
Mengembangkan
kapasitas
SDM
pemerintah
dan
masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan TIK,
Meningkatkan pelayanan dasar berupa infrastruktur dan akses jaringan komunikasi data bagi masyarakat secara merata dan proporsional,
Mengembangkan
perangkat-perangkat
lunak
yang
berdasarkan kebutuhan dan karakteristik lokal,
Mengembangkan dan menyediakan layanan akses informasi untuk menciptakan masyarakat berdaya saing global
2. Aspek Regulasi Unit
Organisasi
Pengelola
Teknologi
Informasi,
untuk
mengkoordinasi (memimpin) penyelenggaraan kegiatan terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi. Bab IV
49
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
Sejak Tahun 2000 kelembagaan BPID selain menangani tugas pokok dan fungsi di bidang promosi dan investasi juga dijadikan sebagai lokasi data center dengan menggunakan fasilitas jaringan internet/intranet yang dibangun secara terpusat oleh Pemerintah Propinsi Kalimantan Timur. Hal ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan informasi dan teknologi tentang hasi-hasil pembangunan yang telah dicapai Pemerintah Propinsi Kalimantan Timur. 3. Aspek Sumber Daya Manusia Untuk memenuhi kebutuhan sumber daya manusia di bidang teknologi informasi, termasuk juga untuk mengurangi kesenjangan dijital di kalangan masyarakat, sejak tahun 2004 telah pula berdiri Pusat
Pelatihan
(Training
Center)
khusus untuk Teknologi
Informasi yang diperuntukkan bagi kalangan aparatur dan kedepan tidak menutup kemungkinan untuk meningkatkan sumber daya manusia maupun masyarakat lainnya. 4. Aspek Data/Informasi Data elektronik yang tersedia berupa data-data yang terkait dengan investasi, berupa data-data potensi daerah termasuk hasil industri. Data tersebut disimpan dalam media penyimpanan dengan kapasitas 3 tera byte seta jaringan V-Sat. Bagi masyarakat luas yang ingin melihat dan mengetahui tentang informasi tersebut melalui dunia maya dapat melakukannya dengan mengakses website bpid.kaltimprov.go.id yang terintegrasi kedalam situs kaltimprov.go.id. 5. Aspek infrastruktur jaringan Indikatornya dilihat dari ketersediaan sarana dan prasarana peralatan teknologi informasi yang berbasis jaringan. Sarana dan prasarana peralatan jaringan yang ada di Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, meliputi :
Bab IV
50
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
Pembangunan Jaringan LAN di kawasan Kantor Gubernur dan Bappeda
Penggunaan Wireless LAN untuk menghubungan Kantor Gubernur dengan Bappeda
Penyediaan jaringan internet 128 kbps
Sedangkan infrastruktur jaringan pada sisi perangkat lunak yang disediakan oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur meliputi portal http://kaltim.go.id yang dikelola oleh Biro Humas, dan email berbasis web dan pop3 http://webmail.kaltim.go.id.
Namun
dari
potensi
yang
ada,
belum
sepenuhnya
dapat
dikembangkan karena keterbatasan dana yang diperoleh. Selain itu, hal lain yang menjadi kendala dalam pengembangan Teknologi Informasi di lingkungan provinsi Kalimantan Timur dikarenakan belum optimalnya dukungan dari pimpinan. Hal ini terlihat dari kegiatan pemda yang tidak selaras dengan keinginan masyarakat. Kendala lain yang muncul adalah jumlah operator yang belum memadai, baik secara kualitas maupun kuantitas. Selain itu pemeliharaan terhadap perangkat Teknologi Informasi juga tidak memadai. Sehingga masalah serangan virus, sampai saat ini belum dapat diselesaikan secara tuntas. Lebih jauh lagi sering terjadi mati lampu dan tidak ada signal. Dalam rangka mendukung percepatan reformasi birokrasi, hal yang perlu mendapat perhatian adalah kemampuan sosial ekonomi masyarakat yang terbatas. Sebagian besar masyarakat belum mengerti bagaimana memanfaatkan Teknologi Informasi untuk mendukung kegiatan sehari-hari mereka. Namun begitu sudah ada beberapa inisiatif yang mengarah kepada perbaikan kinerja instansi, antara lain : Penambahan kapasitas bandwith. Hal ini dilakukan dengan salah satu tujuan untuk mendukung kelancaran PON tahun 2008 Bab IV
51
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
Akan dibentuk Dinas Kominfo (rencana tahun 2009) yang akan menangani TI di lingkungan Provinsi Kaltim
4.5. KOTA GORONTALO Secara geografis, Kota Gorontalo terletak di Pulau Sulawesi. Berbatasan di sebelah utara dan timur dengan Kabupaten Bone Bolango, di sebelah selatan dengan Teluk Tomini dan sebelah barat dengan Kabupaten Gorontalo. Kota Gorontalo terdiri dari enam kecamatan yaitu: Kecamatan Kota Selatan, Kecamatan Kota Utara, Kecamatan Kota Barat, Kecamatan Kota Timur, Kecamatan Kota Tengah, dan Kecamatan Dungingi. Keenam kecamatan tersebut memiliki 46 kelurahan, 459 RW dan 1.302 RT. Penduduk Kota pada Tahun 2003 sebanyak 147.354 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk efektif 2.274 jiwa/km dan laju pertumbuhan 6,58% dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir. Pertumbuhan ekonomi tahun 2002 mencapai 6,59% sementara PDRB harga konstan tahun 2002 sebesar 246.604.30 juta dan pendapatan per kapita sebesar Rp 3.795.931.44. Aktivitas perekonomian penduduk lebih banyak bergerak di bidang jasa sehingga sektor ini menyumbangkan kontribusi terbesar untuk pembentukan PDRB disusul sektor-sektor lainnya. Sesuai dengan kondisi tersebut, maka visi Pemerintah Kota Gorontalo, untuk tahun 2008 – 2013 adalah menjadi kota enterprenuer, sedangkan misinya adalah mewujudkan masyarakat Kota Gorontalo yang mandiri dan religius. Untuk mewujudkan visi misi tersebut diatas dijabarkan 4 Grand Strategi, yakni
Bab IV
Menyelenggarakan Kepemerintahan yang Enterpreneur.
Mewujudkan SDM yang Berdaya Saing 52
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
Membangun Infrastuktur Perkotaan yang handal.
Menjadikan Kota Gorontalo sebagai Pusat Perdagangan dan Jasa di Kawasan Teluk Tomini dan sekitarnya. Dalam
rangka
menyelenggarakan
grand
strategi
tersebut
dicanangkan nilai-nilai budaya kerja di lingkungan kantor pemerintah kota Gorontalo , yakni : Proaktif, Disiplin, Inovatif, Kerjasama, dan Transparan. Sehubungan dengan rencana tersebut, semestinya pemerintah Kota Gorontalo memanfaatkan teknologi informasi. Berikut ini kondisi kapasitas teknologi informasi di Pemerintah Kota Gorontalo ditinjau dari 6 aspek, sebagai berikut: 1. Aspek Kepemimpinan Rencana strategis pemerintah Kota Gorontalo sampai saat ini belum diiringi oleh rencana dalam memanfaatkan teknologi informasi (e-government) sebagai media yang diharapkan mampu mewujudkan
(”enabler”)
rencana-rencana
strategis
tersebut.
Kalangan pimpinan di pemerintah Kota Gorontalo masih lebih memprioritaskan masalah-masalah pembangunan ekonomi yang mendesak, daripada pengembangan teknologi informasi. Sehingga kepemimpinan di bidang teknologi informasi belum memperlihatkan langkah-langkah konkrit dalam memanfaatkan teknologi informasi untuk mempercepat reformasi birokrasi. 2. Aspek Regulasi Sejak tanggal 28 Agustus 2008 telah dibentuk struktur organisasi yang baru di lingkungan Pemerintah Kota Gorontalo, yakni Kantor Pengelola Data Elektronik (KPDE) dan Perpustakaan. KPDE dan Perpustakaan yang mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pemerintahan dan pembangunan dibidang Pengelolaan Data Elektronik, Perpustakaan, Kearsipan dan Dokumentasi. Namun, struktur organisasi yang baru tersebut belum dilengkapi dengan tata kerja organisasi yang baru, termasuk dalam hal tata Bab IV
53
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
kelola
teknologi
informasi
di
lingkungan
Pemerintah
Kota
Gorontalo. 3. Aspek Sumber Daya Manusia Jumlah pegawai di Pemerintah Kota Gorontalo adalah 5179 orang di luar tenaga honorer. Secara umum Pemerintah Kota Gorontalo sebenarnya masih kelebihan pegawai, akan tetapi masih sedikit sekali pegawai yang memiliki kompetensi di bidang Teknologi Informasi. Berdasar hal tersebut, Pemerintah Kota Gorontalo berencana merekrut pegawai baru yang memiliki kapasitas di bidang Teknologi Informasi. Di setiap Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) di Pemerintah Kota Gorontalo terdiri dari sekitar 24 orang pegawai. Sebagian besar sudah mampu mengoperasikan komputer sehari-hari secara sederhana. SKPD rata-rata memiliki 1-2 orang SDM TI. Di Kantor Pengolahan Data Elektronik (KPDE) sendiri hanya memiliki 2 orang pengelola teknologi informasi, namun tidak memiliki latar belakang teknologi informasi. Sehingga dalam melaksanakan tugas dan fungsinya terkait dengan penggunaan teknologi informasi, KPDE masih kekurangan tenaga kerja baik secara kuantitas maupun kualitas. Upaya pengembangan kapasitas sumber daya manusia di bidang teknologi informasi untuk meningkatkan operasional SIMDA dilakukan oleh Badan Kepegawaian Daerah (BKD). Namun, untuk pengembangan SDM di bidang teknologi informasi secara umum, belum dilakukan pelatihan secara khusus. Pada umumnya pegawai yang berminat, belajar secara otodidak (belajar mandiri). 4. Aspek Data/Informasi Data yang tersedia masih bersifat sendiri-sendiri di masing-masing unit kerja. Belum ada keterhubungan data elektronis antar unit
Bab IV
54
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
kerja, dan belum ada standarisasi untuk berbagi data antar unit kerja. 5. Aspek Aplikasi Aplikasi yang telah dikembangkan meliputi SIM Keuangan Daerah yang
dioperasikan
oleh
masing-masing
SKPD,
dan
SIM
Kepegawaian yang dioperasikan oleh BKD. Namun, sistem tersebut masih bersifat stand alone, belum interoperabilitas antar aplikasi. 6. Aspek infrastruktur jaringan Infrastruktur jaringan yang berupa perangkat lunak meliputi web site (www.gorontalokota.go.id) yang memberikan informasi kepada masyarakat. Sedangkan yang berupa perangkat keras meliputi layanan internet gratis di perpustkaan bagi masyarakat, dengan bandwith yang disediakan 512 kbps. Infrastruktur untuk mendukung SIMDA, belum terdapat Wide/Local Area Network (W/LAN) yang menghubungkan 40 SKPD yang ada. Terdapat 5 SKPD yang telah memiliki Local Area Network (LAN). Pengembangan lebih lanjut, terhambat kendala anggaran dan kesiapan SDM.
4.6. PROVINSI GORONTALO Berdasarkan UU No. 38 tahun 2001, wilayah Gorontalo ditetapkan sebagai Provinsi, lepas dari Provinsi Sulawesi Utara. Gorontalo sebagai provinsi yang ke 32 secara geografis terletak di Bagian Utara Pulau Sulawesi. Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Sulawesi, Sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Utara, Sebelah Barat berbatasan
dengan
Provinsi
Sulawesi
Tengah,
Sebelah
Selatan
berbatasan dengan Teluk Tomini. Provinsi ini memiliki luas wilayah 12.215,44
km2,
dengan
67
buah
pulau-pulau
kecil
yang
telah
teridentifikasi.
Bab IV
55
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
Wilayah Gorontalo juga sangat strategis bila dipandang secara ekonomis, karena berada pada poros tengah wilayah pertumbuhan ekonomi, yaitu antara 2 (dua) Kawasan Ekonomi Terpadu (KAPET) Batui Provinsi Sulawesi Tengah dan Manado – Bitung Provinsi Sulawesi Utara. Letaknya yang strategis ini dapat dijadikan sebagai daerah transit seluruh komoditi dari dan menuju kedua KAPET tersebut. Akibat kegiatan arus barang antara kedua KAPET tadi, maka berdampak positif terhadap peningkatan aktivitas ekonomi di Daerah Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah dan bahkan Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan. Selain itu, Gorontalo juga berada pada “mulut” Lautan Pasifik yang menghadap pada negara Korea, Jepang dan Amerika Latin. Sudah barang tentu “kelebihan posisi” ini dapat memberikan peluang yang baik dalam pengembangan perdagangan. Berdasarkan kondisi tersebut, maka visi yang telah ditetapkan adalah sebagai provinsi inovatif. Dan misinya adalah membangun Gorontalo yang mandir, produktif dan religius. Untuk mewujudkan visi dan misi tersebut maka ditetapkan 10 bidang pembangunan yang harus ditangani yaitu : (1) Hukum dan pemerintahan yang baik, (2) Sosial, budaya, pendidikan dan agama, (3) Ekonomi Pembangunan, (4) Investasi dan pengembangan kawasan, (5) Kesehatan dan keluarga berencana, (6) Politik dan pemerintahan, (7) Komunikasi, informasi dan media massa, (8) Ilmu dan teknologi, (9) Sumber daya alam dan lingkungan hidup, dan (10) Keamanan dan ketertiban umum. Diantara 10 bidang tersebut terdapat 3 program unggulan yaitu : 1. Penataan SDM mencakup peningkatan kualitas, penempatan pejabat
sesuai
dengan
keahliannya
danpengkaderan
SDM
pemerintahan yang memiliki semangat kewirausahaan, inovatif, cerdas dan memiliki pengabdian yang tinggi.
Bab IV
56
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
2. Menjadikan Gorontalo sebagai Provinsi Agropolitan yakni Provinsi yangmemiliki kompetisi di bidang pertanian 3. Pengembangan ekonomi kelautan dengan sasaran peningkatan kinerja sektor perikanan dan pengembangan wilayah pesisir. Dalam
rangka
menyelenggaraan
program-program
tersebut,
pemerintah Provinsi Gorontalo memanfaatkan teknologi informasi. Berikut ini kondisi kapasitas teknologi informasinya ditinjau dari 6 aspek, sebagai berikut: 1. Aspek Kepemimpinan Pembangunan
teknologi
informasi
dan
komunikasi
untuk
mendukung manajemen pemerintahan daerah belum menjadi prioritas utama dalam pembangunan daerah. Pemanfaatan teknologi informasi di Provinsi Gorontalo, masih terbatas untuk menyediakan infrastruktur dalam memberi layanan informasi dan teknologi bagi masyarakat. Agar lebih terarah, untuk pengembangan lebih lanjut, maka pada tahun 2008 ini, Pemerintah Provinsi Gorontalo menyusun Rencana Induk Pengembangan EGovernment. Dimana dalam dokumen rencana induk tersebut dinyatakan
bahwa
visi
e-government
Pemerintah
Provinsi
Gorontalo adalah Menjadi Provinsi Inovatif melalui Teknologi Informasi dan Komunikasi. Sedangkan misinya adalah Membangun Gorontalo yang mandiri, produktif dan religius serta Cerdas melalui pemberdayaan Teknologi Informasi dan Komunikasi. Untuk mengawali (memimpin) pengembangan e-government agar dapat mendukung tujuan penyelenggaraan pemerintahan, prioritas utama adalah pembentukan GCIO (Government Chief Information Officer). Peran GCIO ini adalah : (1) Mengkoordinasi perencanaan dan
pelaksanaan
inisiatif
dan
portofolio
TIK
Provinsi,
(2)
Mengkoordinasi perencanaan dan pelaksanaan inisiatif TIK dengan GCIO Kabupaten/Kota lingkup Provinsi, (3) Melakukan review Bab IV
57
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
berkala atas pelaksanaan implementasi TIK di Provinsi, dan (4) Bertanggung jawab langsung pada Gubernur. Sebagai peran dan kelembagaan GCIO Provinsi diusulkan Asisten I bidang Pemerintahan yang beranggotakan Bappeda, BKPAD, BPK,
Inspektorat
dan
Balihristi
sebagai
Pelaksana
harian.
Disamping itu diperlukan juga GCIO tingkat SKPD yang perannya mengkoordinasikan dan menyelaraskan pelaksanaan TIK ditingkat SKPD sekaligus sebagai koordinator ketua Tim Teknis TIK SKPD. 2. Aspek Regulasi Unit kerja yang mempunyai tanggung jawab dibidang teknologi informasi dan komunikasi adalah Bidang Teknologi Informasi yang merupakan salah satu bidang pada Badan Lingkungan Hidup, Riset dan Teknologi Informasi ( Balihristi ). Dengan demikian pimpinan unit kerja yang mempunyai fungsi mengembangkan e-government di Provinsi Gorontalo merupakan eselon III. Bidang Teknologi Informasi ini mempunyai tugas menyiapkan dan mengelola sarana/prasarana teknologi informasi berupa infrastruktur jaringan informasi yang berbasis teknologi, pengolahan data elektronik, pembinaan sistem informasi manajemen pemerintah daerah dan perumusan kebijakan serta pembinaan SIMDA dan Telematika. 3. Aspek Sumber Daya Manusia Sumberdaya
manusia
yang
dimiliki
untuk
mendukung
pengembangan e-government belum memadai baik secara kualitas dan kuantitas. Untuk memenuhi kondisi ideal di bidang SDM sesuai cetak biru, maka SKPD pengelola TIK harus difungsikan peran dan tugas setiap sub unit kerjanya sesuai cetak biru organisasi pengelola TIK tanpa harus merubah struktur organisasi yang sudah ada saat ini. Dan jabatan fungsional yang disarankan untuk unit kerja pengelola TIK adalah Jabatan Fungsional Pranata Komputer. Bab IV
58
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
4. Aspek Data/Informasi Saat ini belum ada struktur dan format data yang ditetapkan dalam bentuk pedoman atau panduan. Data dan informasi belum ada yang digunakan bersama antar SKPD (sharing). Sedangkan tujuan akhir dari e-government adalah adanya interoperabilitas data dan informasi. Sehingga disarankan untuk menetapkan data dan informasi di bidang pertanian dan data lain yang terkait usaha pertanian yang dijadikan target utama interoperabilitas data antar kabupaten/kota lingkup provinsi Gorontalo. 5. Aspek Aplikasi Alur laporan dari masing-masing SKPD baik pertriwulan maupun tahunan masih disampaikan dalam bentuk hard copy dan disampaikan secara langsung ke tujuan misalkan ke Bappeda, Sekda maupun Gubernur. Begitupun ketika melalukan rekapitulasi data dari tiap kabupaten atau kota dibawah provinsi Gorontalo, masih dilakukan secara manual. Selain itu masih terjadi duplikasi data antar Satuan Kerja Pemerintah Provinsi Gorontalo, yang mengakibatkan
sulitnya
dalam
hal
pengambilan
keputusan.
Disarankan setiap SKPD menggunakan sistem aplikasi atau modulmodul sesuai tupoksinya yang sudah dipetakan pada cetak biru sistem aplikasi. Selain itu harus dilakukan penyelarasan sistem aplikasi baru agar saling terintegrasi. 6. Aspek infrastruktur jaringan Terdapat 33 lokasi SKPD yang saling dihubungkan dengan menggunakan 2 buah topologi star, yaitu 14 SKPD tersambung ke ruang server sebagai pusat jaringan dan 18 SKPD lainnya tersambung langsung dengan topologi star dengan titik pusat adalah Olami-Net yang dalam hal ini adalah sebagai ISP penyedia jasa internet yang menyuplai akses internet ke seluruh SKPD. Jaringan
Bab IV
intranet
tersebut
dihubungkan
secara
wireless
59
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
menggunakan radio dengan frekuensi 2.4 Ghz yang merupakan frekuensi publik. Dimasa mendatang diusulkan diusulkan konfigurasi jaringan yang disusun berdasar kepada beberapa hal berikut : a. Letak geografis dari SKPD Pemprov Gorontalo b. Hierarchi jaringan yang merupakan solusi pembagian beban jaringan yang diharapkan tidak terjadi kepadatan trafik yang berakibat terjadinya bottle neck pada beberapa simpul jaringan c. Mengingat penggunaan wireless dengan frekwensi 2.4GHz semakin meluas di kota Gorontalo maka disarankan untuk menggunakan frekwensi 5.8Ghz dengan lebar bandwidth minimal sebesar 54MBps d. Jaringan secara umum dibagi menjadi dua bagian yakni jaringan induk (Backbone network) dan jaringan Cluster e. Backbone jaringan, menghubungkan Balihristi sebagai pusat, pengendali
jaringan
intranet
GLTO.Inovasi-net
dengan
Perikanan, BPTPH, dan Kantor Gubernur. Balihristi juga difungsikan
sebagai
data
center
(pusat
data)
Pemprov
Gorontalo. f. Masing-masing UPT Diknas, Nakertrans, Indagkop serta kantor Gubernur difungsikan sebagai pusat cluster (hotspot) bagi SKPD sekitarnya, dimana maksimum anggota masing-masing cluster tidak lebih dari 20 node. g. Balihristi, selain sebagai pusat jaringan intranet juga berfungsi sebagai pintu keluar masuk (gateway) ke jaringan global (internet) melalui ISP (mis. Olami-net). Link antara Balihristi dengan ISP dapat digunakan juga wireless tersendiri, dengan demikian kontrol jaringan intranet dan kerahasiaan data pemeritah tidak lagi tergantung oleh pihak lain (swasta).
Bab IV
60
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
BAB V PEMBAHASAN
5.1. KAPASITAS KEPEMIMPINAN Indikator untuk mengukur kapasitas teknologi informasi pada aspek kepemimpinan
dalam
kajian
ini
adalah
ketersediaan
rencana
pengembangan sistem/teknologi informasi (e-government) yang selaras dengan rencana strategis organisasi. Temuan di lapangan menunjukkan bahwa beberapa instansi pemerintah daerah belum memiliki rencana pengembangan semacam itu, misalnya Instansi Pemerintah Kota Gorontalo. Informan menyatakan bahwa kalangan pimpinan di Pemerintah Kota Gorontalo masih lebih memprioritaskan mendesak,
masalah-masalah
daripada
pengembangan
pembangunan teknologi
ekonomi
informasi.
yang
Hal
ini
menunjukkan bahwa kalangan pimpinan Pemerintah Kota Gorontalo masih menempatkan teknologi informasi sebagai “alat” yang bisa diganti dengan alat lain dalam mencapai tujuan pembangunan. Pada saat ini, teknologi informasi dengan Internet sebagai produk unggulannya menawarkan banyak hal, bukan sekedar sebagai “alat”, tetapi juga sebagai “enabler”, yang memungkinkan pencapaian tujuantujuan pembangunan dapat lebih cepat diwujudkan, termasuk dalam hal pencapaian tujuan-tujuan reformasi birokrasi. Bahkan beberapa kalangan menempatkan teknologi informasi sebagai “transformer”, yang mampu melakukan perubahan-perubahan sebagaimana yang diharapkan dalam semangat reformasi birokrasi. Temuan lainnya memperlihatkan bahwa bagi Instansi yang telah memiliki dokumen Rencana Pengembangan, juga belum tentu mampu merealisasikannya dalam program/kegiatan yang konkrit. Misalnya di Bab V
61
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
Instansi Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau yang telah mengembangkan rencana pengembangan pada tahun 2007, Provinsi Kalimantan Timur, Provinsi Bali, dan Kabupaten Jembrana. Faktor kekurangsiapan kelembagaan, sumber daya manusia, keuangan, dan kepemimpinan merupakan komponen-komponen yang dikemukakan oleh para informan di daerah-daerah tersebut sebagai kendala dalam merealisasikan program/kegiatan pengembangan teknologi informasi. Pada tingkat sistem, untuk memastikan kapasitas kepemimpinan, telah tersedia Panduan Umum Tata Kelola Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional. Dalam panduan tersebut disebutkan bahwa setiap institusi pemerintahan harus menetapkan Chief Information Officer (CIO) dan membentuk Komite TIK. Pembentukan CIO dan Komite TIK di tiap institusi pemerintahan merupakan prioritas, disamping entitas-entitas struktur tata kelola TIK yang sudah ada sebelumnya, yakni : Eksekutif Institusi Pemerintahan, Satuan Kerja Pengelola TIK, dan Satuan Pemilik Proses Bisnis. Namun pada tingkat kelembagaan, ketentuan dalam panduan tersebut belum dilaksanakan oleh sebagian besar instansi yang menjadi lokus
dalam
kajian
ini.
Hanya
Provinsi
Gorontalo
yang
telah
mencantumkan GCIO (Government Chief Information Officer) dan Komite TIK dalam struktur tata kelola teknologi mereka, tetapi ketentuan itu belum diberlakukan, karena masih dalam draf perencanaan. Ada
kemungkinan
pada
tingkat
individu,
panduan
yang
diberlakukan pada tahun 2007 tersebut belum sepenuhnya dipahami oleh para pimpinan di instansi pemerintah. Dengan demikian, kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kapasitas kepemimpinan adalah :
Bab V
62
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
1. Menyelenggarakan forum komunikasi antar pimpinan instansi pemerintah pusat dan daerah, yang diantaranya membahas tentang tata kelola teknologi informasi. 2. Menyelenggarakan bimbingan teknis dalam penyusunan struktur dan proses tata kelola teknologi informasi di instansi pemerintah pusat dan daerah. 3. Mengkaji kembali struktur organisasi satuan kerja pengelola TIK yang ada. 4. Advokasi dalam menetapkan Chief Information Officer (CIO) dan membentuk Komite TIK di instansi pemerintah pusat dan daerah.
5.2. KAPASITAS SUMBER DAYA MANUSIA Indikator untuk mengukur kapasitas teknologi informasi pada aspek sumber daya manusia dalam kajian ini adalah ketersediaan sumber daya manusia yang memiliki keahlian di bidang teknologi informasi, sehingga mampu
mendukung
pengembangan
sistem/teknologi
informasi
(e-
government) dalam percepatan reformasi birokrasi. Temuan di lapangan menunjukkan bahwa semua informan di instansi yang dikunjungi menyatakan bahwa dukungan sumber daya manusia yang menguasai dan berlatar belakang pendidikan teknologi informasi relatif masih sedikit dan pemanfaatannya belum diberdayakan dengan baik sesuai bidangnya. Sebenarnya secara kuantitas, pada umumnya jumlah pegawai negeri di instansi Pemerintah sudah memadai, namun yang memiliki kompetensi
di
bidang
teknologi
informasi
masih
sedikit.
Upaya
peningkatan kapasitas pegawai telah dilakukan, misalnya melalui bimbingan teknis, pelatihan dan jalinan kerjasama dengan para ahli di bidang teknologi informasi, pendirian Pusat Pelatihan (Training Center), dan memfungsikan SKPD pengelola TIK, serta pengangkatan pegawai sebagai pejabat fungsional Pranata Komputer. Bab V
63
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
Namun, upaya-upaya tersebut belum cukup, karena hanya menjangkau untuk menyiapkan SDM pada komponen pengguna, dan sebagian kecil komponen pengelola. Sedangkan
pada komponen
pimpinan, belum tersentuh sama sekali. Pada tingkat sistem, dalam rangka memastikan kapasitas SDM di bidang
teknologi
informasi,
telah
tersedia
Pedoman
Umum
Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Teknis Teknologi Informasi dan Komunikasi Dalam Menunjang E-Government. Dalam pedoman tersebut dikemukakan 3 (tiga) komponen SDM penting yang perlu dikembangkan kompetensinya dalam pengembangan e-government yaitu pengguna, pengelola, dan pimpinan. Pengguna, yang meliputi semua SDM aparatur, perlu dikembangkan kompetensinya dalam hal literasi penggunaan aplikasi e-government dan teknologi yang terkait dengannya. Pengelola, yang meliputi SDM aparatur yang melakukan perencanaan, penyelenggaraan,
pengawasan,
dan
pengendalian
TIK,
perlu
dikembangkan kompetensinya dalam hal tata kelola TIK. Sedangkan pimpinan, yang merupakan SDM aparatur yang mempunyai tugas menyusun strategi dan kebijakan instansi pemerintah yang terkait dengan pengembangan TIK instansi, baik sebagai pejabat yang memimpin unit TIK maupun non TIK, perlu dikembangkan kompetensinya dalam hal kepemimpinan (leadership) dalam peningkatan layanan publik melalui pemanfaatan TIK serta kemampuan mengelola dan mengkoordinasikan perubahan (change management) yang diakibatkan oleh pemanfaatan TIK. Namun, pada tingkat kelembagaan, pedoman tersebut belum sepenuhnya dilakukan oleh instansi pemerintah. Hal tersebut terjadi, kemungkinan pada tingkat individu, pedoman tersebut belum diketahui dan dipahami oleh para aparatur, yang membatasi dalam penyusunan rencana pengembangan SDM dalam mendukung e-government. Dengan demikian, kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kapasitas sumber daya manusia adalah : Bab V
64
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
1. Menyelenggarakan forum komunikasi antar pimpinan instansi pemerintah pusat dan daerah, yang diantaranya membahas tentang pengembangan SDM dalam menunjang e-government. 2. Menyelenggarakan bimbingan teknis dalam penyusunan rencana pengembangan SDM sesuai ketentuan dalam Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Teknis Teknologi Informasi dan Komunikasi Dalam Menunjang E-Government. 3. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan teknis teknologi informasi dan komunikasi yang mencakup katagori pimpinan, pengelola, dan pengguna. 4. Menyelenggarakan forum komunikasi antar pengelola TIK di instansi pemerintah pusat dan daerah, yang membahas tentang hal-hal yang terkait dengan pengelolaan dan pemeliharaan TIK, baik yang bersifat perangkat lunak maupun perangkat keras. 5. Menyelenggarakan forum komunikasi antar pengguna TIK di instansi pemerintah pusat dan daerah, yang membahas tentang operasional TIK sehari-hari.
5.3. KAPASITAS REGULASI Indikator untuk mengukur kapasitas teknologi informasi pada aspek regulasi dalam kajian ini adalah ketersediaan kebijakan yang telah dikeluarkan oleh Pimpinan Institusi Pemerintah (Menteri, Kepala LPND, Gubernur, Bupati/Walikota) mengenai pengelolaan teknologi informasi. Pada tingkat sistem secara nasional, pemerintah telah banyak mengeluarkan kebijakan, pedoman, panduan, standarisasi, dan lain-lain, yang dimaksudkan untuk mempermudah instansi pemerintah dalam pengembangkan e-governmentnya. Akan tetapi secara lokal di instansi pemerintah, baik pusat maupun daerah, tim hanya menemukan beberapa instansi yang telah mengembangkan kebijakan serupa. Kebijakan yang ditemukan itupun hanya untuk memayungi pelaksanaan beberapa Bab V
65
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
kegiatan yang sifatnya masih parsial yang memanfaatkan teknologi informasi, misalnya untuk pengelolaan website dengan Keputusan Gubernur, seperti yang terdapat di Provinsi Kepulauan Riau dan Provinsi Gorontalo. Pada tingkat kelembagaan, ternyata ditemukan bahwa beberapa instansi yang dikunjungi ternyata belum memiliki satuan kerja pengelola teknologi informasi secara khusus. Sekalipun terdapat unit kerja struktural yang terkait dengan pengelolaan TIK, namun tingkatannya belum memadai sebagai koordinator dalam pengembangan e-government, misalnya di Instansi Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau terdapat Bagian Infokom di Biro Humas dan Protokol (Eselon III), dan Bidang Pos dan Telekomunikasi di Dinas Perhubungan (Eselon III); di Instansi Pemerintah Provinsi Gorontalo terdapat Bidang Teknologi Informasi (Eselon III); dan di Pemerintah Kota Gorontalo terdapat Kantor Pengelola Data Elektronik (KPDE) dan Perpustakaan (Eselon III). Hal inilah yang membatasi instansi yang bersangkutan dalam penyusunan kebijakan, pedoman, panduan, dan standarisasi terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi. Kendala-kendala tersebut dapat bermula dari kapasitas individu para pengambil keputusan yang belum memahami dalam penyusunan kebijakan,
pedoman,
panduan,
dan
standarisasi
terkait
dengan
pemanfaatan teknologi informasi. Dengan demikian, kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kapasitas regulasi adalah : 1. Menyelenggarakan forum komunikasi antar pimpinan instansi pemerintah pusat dan daerah, yang diantaranya membahas tentang pengembangan regulasi dalam menunjang e-government. 2. Menyelenggarakan bimbingan teknis dalam penyusunan kebijakan, pedoman, panduan, standarisasi serta cetak biru pengembangan e-government.
Bab V
66
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
3. Advokasi dalam implementasi kebijakan, pedoman, panduan, standarisasi serta cetak biru pengembangan e-government di lingkungan instansi pemerintah pusat dan daerah.
5.4. KAPASITAS APLIKASI Indikator untuk mengukur kapasitas teknologi informasi pada aspek aplikasi teknologi informasi adalah melalui ketersediaan aplikasi yang sesuai dengan Standar Mutu layanan publik berbasis teknologi informasi, sebagaimana dikemukakan dalam Panduan Standar Mutu, Jangkauan Layanan dan Pengembangan Aplikasi. Temuan di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar instansi pemerintah yang dikunjungi telah mengembangkan beberapa aplikasi. Namun, aplikasi-aplikasi yang tersedia belum mampu memenuhi standar mutu layanan sesuai Panduan tersebut. Masalah utama yang ditemui adalah bahwa aplikasi-aplikasi yang dikembangkan oleh instansi pemerintah masih bersifat parsial di masingmasing SKPD, dan belum terintegrasi dalam sebuah jejaring kerja (network) baik antar SKPD maupun antar instansi, sehingga antar aplikasi belum dapat
diinterkoneksikan
ataupun
diinteroperasikan.
Hal
ini
menjadikan kemanfaatan aplikasi belum secara optimal dalam mendukung layanan berbasis teknologi informasi (e-services). Belum tersedianya dana yang memadai dalam menyediakan infrastruktur, belum adanya kelembagaan yang bertanggung jawab dalam hal integrasi sistem, serta belum memadainya kemampuan SDM dalam merencanakan, mengembangkan dan mengelola sistem yang berbasis jejaring kerja (network) merupakan sebab-sebab yang dikemukakan informan sehubungan dengan masalah integrasi tersebut. Namun, jika ditelaah lebih lanjut, pada umumnya pengembangan aplikasi e-government yang telah dilakukan belum memperhatikan standar proses dan format data, kepemilikan hak atas aplikasi, alih pengetahuan, Bab V
67
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
dokumentasi dari semua aspek pengembangan, dan jaminan dukungan teknis dari pengembang yang berkesinambungan. Akibatnya, seringkali sistem aplikasi yang telah dikembangkan tidak dapat dioperasionalkan secara berkelanjutan. Walaupun pada tingkat sistem, telah disediakan panduan, tetapi pada tingkat kelembagaan ternyata terhambat oleh kondisi struktur kelembagaan yang kurang memadai, sehingga pengaplikasian panduan oleh instansi pemerintah mengalami keterbatasan. Selain itu, kapasitas individu dalam merencanakan, menganalisa, merancang, membangun, mengimplementasikan, dan mengevaluasi aplikasi e-government yang masih lemah, juga berkontribusi besar dalam pengembangan kapasitas aplikasi teknologi informasi. Berdasarkan kondisi tersebut, maka alternatif solusi yang dapat ditawarkan untuk meningkatkan kapasitas aplikasi adalah : 1. Menyelenggarakan forum komunikasi antar pengelola TIK di instansi
pemerintah
pusat
dan
daerah,
yang
diantaranya
membahas tentang pengembangan aplikasi e-government. 2. Menyelenggarakan bimbingan teknis dalam penyusunan portofolio aplikasi e-government yang terpadu. 3. Menyelenggarakan pelatihan analis dan desain sistem aplikasiaplikasi e-government, untuk mencetak tenaga-tenaga analis sistem (pranata komputer). 4. Menyelenggarakan pelatihan pemograman komputer agar mampu mengkonstruksi aplikasi-aplikasi e-government, untuk mencetak tenaga-tenaga programmer (pranata komputer). 5. Advokasi dalam implementasi aplikasi e-government di lingkungan instansi pemerintah pusat dan daerah.
Bab V
68
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
5.5. KAPASITAS DATA ELEKTRONIK Indikator untuk mengukur kapasitas teknologi informasi pada aspek data/informasi dalam kajian ini adalah melalui ketersediaan arsitektur data/informasi elektronik yang saling terintegrasi. Temuan di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar instansi pemerintah yang dikunjungi telah menyediakan data/informasi elektronik. Bahkan beberapa instansi telah menyediakan layanan informasi baik secara stand alone melalui warung masyarakat informasi (WARMASIF) contohnya di Provinsi Kepulauan Riau, maupun yang on-line melalui situs tertentu contohnya di Provinsi Kalimantan Timur. Namun, jika ditelaah lebih lanjut, data-data yang tersedia tersebut ternyata belum terangkum dalam satu database yang terintegrasi. Sehingga kadang-kadang terjadi perbedaan data antar database, yang mengurangi kepercayaan dalam pengguna data elektronik. Kendala tersebut disebabkan karena belum adanya standarisasi untuk berbagi data antar unit kerja yang ditetapkan dalam bentuk pedoman atau panduan. Selain itu, masalah pemutahiran data juga merupakan persoalan yang dihadapi oleh instansi pemerintah dalam menyediakan data. Pada umumnya, seiring dengan pengembangan aplikasi, instansi pemerintah yang bersangkutan juga melatih beberapa pegawai untuk pemutahiran data. Namun, seringkali pegawai yang bersangkutan dimutasikan ke unit kerja lain, dan diganti dengan pegawai lain yang kompetensinya kurang sesuai, sehingga pemutahiran data terhenti. Secara tingkat sistem, untuk memastikan kapasitas data/elektronik yang memadai, telah disediakan Panduan Sistem Manajemen Dokumen Elektronik. Namun, pada tingkat kelembagaan panduan tersebut belum sepenuhnya diaplikasikan. Hal ini karena, pemahaman yang belum memadai pada tingkat individu aparatur. Dengan demikian, maka alternatif solusi yang dapat ditawarkan untuk meningkatkan kapasitas data/informasi adalah : Bab V
69
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
1. Menyelenggarakan forum komunikasi antar pengelola database di masing-masing satuan kerja di instansi pemerintah pusat dan daerah, yang diantaranya membahas tentang standarisasi dan integrasi data. 2. Mengembangkan SIN (Single Identity Number), yakni sebuah nomor identitas tunggal yang dimiliki oleh setiap individu di sebuah negara, untuk memudahkan dalam proses integrasi. 3. Menyelenggarakan bimbingan teknis dalam penyusunan arsitektur data yang terintegrasi. 4. Menyelenggarakan pelatihan dalam merancang dan membangun database yang digunakan pada e-government, untuk mencetak tenaga-tenaga analis sistem (pranata komputer). 5. Membentuk tim kerja pemutahiran data. 6. Menyelenggarakan pelatihan dalam mengoperasikan komputer, untuk mencetak tenaga-tenaga operator (pranata komputer). 7. Advokasi dalam proses migrasi dari sistem database yang lama ke sistem database yang terintegrasi.
5.6. KAPASITAS INFRASTRUKTUR JARINGAN Indikator untuk mengukur kapasitas teknologi informasi pada aspek infrastruktur jaringan dalam kajian ini adalah melalui ketersediaan sarana dan prasarana peralatan teknologi informasi yang berbasis jaringan. Temuan di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar instansi pemerintah yang dikunjungi telah menyediakan infrastruktur untuk egovernment. Contohnya : 1. Kabupaten Jimbarwana Desa/Kel,
Jembrana
telah
Network/J-Net Kecamatan,
menyediakan (yang
kabupaten
Jaringan
Intranet,
menghubungkan
seluruh
dan
Sekolah
dengan
menggunakan teknologi komunikasi radio paket), WIFI keseluruh Wilayah Kabupaten, VOIP, dan Video Meeting. Bab V
70
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
2. Provinsi Bali telah menyediakan Local Area Network dan Internet. 3. Provinsi Kepulauan Riau telah menyediakan Local Area Network dan Wireless Local Area Network yang terkoneksi ke jaringan internet. 4. Kota Gorontalo telah menyediakan layanan internet gratis di perpustakaan bagi masyarakat, dan Local Area Network (LAN). 5. Provinsi
Gorontalo
telah
menyediakan
Intranet
yang
menghubungkan 33 SKPD secara wireless menggunakan radio. 6. Provinsi Kaltim telah menyediakan Local Area Network (LAN) di kawasan Kantor Gubernur dan Bappeda, dan Internet. Dari 6 (enam) pemerintah daerah yang dikunjungi, hanya Infrastruktur di Kabupaten Jembrana yang telah lebih menyeluruh, bukan hanya ditujukan untuk kepentingan internal instansi, tetapi juga telah menyediakan
akses untuk masyarakat. Sedangkan pada instansi
Pemerintah Provinsi Bali, Kepulauan Riau dan Kaltim penyediaan infrastruktur masih terbatas pada keperluan internal instansi. Lain halnya yang ditemukan di Provinsi Gorontalo, walaupun sudah menyediakan akses Internet untuk masyarakat, tetapi hanya bersifat lokal di area tertentu. Dan di Kota Gorontalo, yang juga sudah menyediakan akses gratis bagi masyarakat di Perpustakaan, tetapi infrastruktur untuk meningkatkan kerjasama antar SKPD malah belum disediakan. Permasalahan
yang
ditemukan
terkait
dengan
kapasitas
infrastruktur adalah keterbatasan dana yang disediakan sehingga membatasi dalam menyediakan infrastruktur, belum optimalnya dukungan dari pimpinan sehingga koordinasi antar unit dalam pengembangan infrastruktur kurang terpadu, jumlah operator/administrator yang belum memadai sehingga pemeliharaan perangkat jaringan terbengkalai. Secara tingkat sistem, untuk memastikan kapasitas infrastruktur yang memadai dalam mendukung e-government, telah disediakan Panduan Pembangunan Infrastruktur Portal Pemerintah. Namun, pada tingkat kelembagaan, ketentuan-ketentuan dalam panduan tersebut belum Bab V 71
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
sepenuhnya dijalankan oleh instansi pemerintah. Pendanaan yang belum memadai, merupakan faktor utama yang membatasinya. Dengan memperhatikan kondisi tersebut, maka pengembangan kapasitas infrastruktur jaringan yang diperlukan agar teknologi informasi di instansi pemerintah dapat bermanfaat dalam mempercepat upaya reformasi birokrasi adalah: 1. Menyelenggarakan forum komunikasi antar pengelola infrastruktur di masing-masing satuan kerja di instansi pemerintah pusat dan daerah. 2. Menyelenggarakan
bimbingan
teknis
dalam
penyusunan
infrastruktur yang andal dan dapat dipercaya. 3. Menyelenggarakan pelatihan dalam merancang infrastruktur yang sesuai dalam mendukung e-government, untuk mencetak tenagatenaga analis sistem (pranata komputer). 4. Menyelenggarakan pelatihan dalam penanganan masalah-masalah komputer yang terjadi sehari-hari, untuk mencetak tenaga-tenaga teknisi (pranata komputer). 5. Menetapkan tim kerja untuk operasional infrastruktur.
Bab V
72
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
BAB VI PENGEMBANGAN PORTAL Upaya-upaya pengembangan kapasitas dapat berupa beberapa kegiatan, diantaranya adalah forum komunikasi, bimbingan teknis, advokasi, pendidikan dan pelatihan. Pada era sekarang ini, kegiatankegiatan tersebut dapat didekati melalui pemanfaatan teknologi informasi. Salah satunya melalui sebuah portal pengembangan kapasitas. Portal tersebut merupakan sebuah media pembelajaran bagi siapa saja, namun pengguna dapat dikelompokan sesuai dengan katagorinya. Berdasarkan katagori tersebut, hak akses pengguna dibedakan sesuai ketentuan yang ditetapkan. Fasilitas yang disediakan dalam forum tersebut dapat berupa artikel
singkat
(opini),
dimana
pengunjung
lainnya
dapat
mengomentarinya. Selain itu juga, berisi tentang daftar dokumendokumen elektronik, daftar pelatihan, dll.
6.1. DESAIN DATA/INFORMASI Secara umum, portal ini akan menampilkan halaman-halaman informasi. Dimana halaman utama akan menampilkan judul (header), menu, artikel, arsip, penghitung pengunjung (hit counter), search informasi, login, dan link. Menu terdiri dari Menu Atas, dan Menu Utama. Menu Atas meliputi Halaman Muka, Download, Pelatihan, dan Kontak Kami. Menu Utama terdiri dari Kategori Artikel : e-Leadership, SDM, Regulasi, Aplikasi, Data/Informasi, dan Infrastruktur Jaringan.
Bab VI
73
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
Gambar 6.1. Desain Halaman Utama
6.2. DESAIN PROSES Masing-masing menu akan terdiri dari sub-sub halaman yang berisi informasi-informasi tertentu, dengan karakteristik tertentu, sehingga proses pembuatannyapun dapat berbeda-beda. Dalam konsep desain sistem berbasis web dikenal beberapa tipe dari halaman, seperti content, component, links, submits dan beberapa tipe khusus (miscellaneous). Selain tipe, dalam proses pembuatan halaman, juga perlu memperhatikan tipe akses. Ada tiga macam tipe akses, yakni public (semua pengunjung), registered (hanya anggota), dan special (orang-orang tertentu). Pada portal Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah, prosesnya mengikuti ketentuan berikut : -
Halaman Muka, akan menayangkan berita-berita terbaru atau top release, termasuk pengumuman-pengumuman.
Bab VI
Sehingga tipe
74
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
yang sesuai adalah Component Frontpage. Informasi-informasi ini dapat diisi oleh orang-orang tertentu (special), dan dapat diakses oleh semua pengunjung (public). -
Download,
akan
menampilkan
daftar
peraturan-peraturan
perundangan, pedoman, laporan-laporan, dan buku-buku elektronik yang
terkait
dengan
e-government,
serta
materi-materi
pembelajaran dan aplikasi-aplikasi yang dapat diunduh (download) dan digunakan secara bebas. Informasi-informasi ini dapat diisi oleh orang-orang tertentu (special), dan hanya dapat diakses oleh anggota (registered). -
Pelatihan, akan menayangkan jadwal-jadwal diklat, seminar, workshop, dll. Yang terkait dengan pengembangan e-government. Informasi-informasi ini dapat diisi oleh orang-orang tertentu (special), dan dapat diakses oleh semua pengunjung (public).
-
Kontak kami, akan memberikan informasi tentang pengelola portal. Disini juga pengunjung (public) dapat mengirim pesan kepada pengelola.
-
Katagori Artikel, akan menampilkan daftar artikel-artikel yang dikelompokan dalam beberapa aspek , yakni : o Kepemimpinan, meliputi : Artikel-artikel yang terkait dengan peranan pemimpin dalam Pengembangan E-Government. Artikel-artikel ini dapat diisi oleh orang-orang tertentu (special), dan dapat diakses oleh semua pengunjung (public). o Sumber Daya Manusia, meliputi : Artikel-artikel yang terkait dengan peranan SDM dalam pengembangan e-government. Artikel-artikel ini dapat diisi oleh orang-orang tertentu (special), dan dapat diakses oleh semua pengunjung (public). o Regulasi, meliputi : Artikel-artikel yang terkait dengan peranan regulasi dalam pengembangan e-government. Artikel-artikel ini dapat diisi oleh orang-orang tertentu (special), dan dapat diakses oleh semua pengunjung (public).
Bab VI
75
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
o Aplikasi, meliputi : Artikel-artikel yang terkait dengan peranan arsitektur aplikasi dalam pengembangan e-government. Artikelartikel ini dapat diisi oleh orang-orang tertentu (special), dan dapat diakses oleh semua pengunjung (public). o Data/Informasi, meliputi : Artikel-artikel yang terkait dengan peranan manajemen data elektronik dalam pengembangan egovernment. Artikel-artikel ini dapat diisi oleh orang-orang tertentu (special), dan dapat diakses oleh semua pengunjung (public). o Infrastruktur Jaringan, meliputi : Artikel-artikel yang terkait dengan peranan infrastruktur jaringan dalam pengembangan egovernment. Artikel-artikel ini dapat diisi oleh orang-orang tertentu (special), dan dapat diakses oleh semua pengunjung (public). -
Search, akan menyediakan sarana untuk mencari informasi tertentu. Sehingga tipe yang sesuai adalah Component Search. Dan dapat diakses oleh semua pengunjung (public).
-
Links, akan menyediakan hubungan ke sumber-sumber informasi lainnya. Sehingga tipe yang sesuai adalah Link-Url. Dan dapat diakses oleh semua pengunjung (public).
6.3. KEBUTUHAN TEKNOLOGI Teknologi informasi dan komunikasi secara umum meliputi 3 (tiga) komponen, yakni teknologi perangkat lunak, teknologi perangkat keras, dan teknologi jaringan. Teknologi perangkat lunak yang dibutuhkan meliputi program untuk sistem operasi, webserver, aplikasi, database, dan webbrowser. Program sistem operasi yang banyak digunakan oleh instansi pemerintah pusat dan daerah ada dua macam, yakni Microsoft Windows dan Linux. Dengan demikian webserver yang dapat digunakan adalah webserver yang didukung oleh sistem operasi tersebut, seperti Apache dan IIS.
Bab VI
76
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
Bahasa pemograman berbasis web (script) yang dikuasai oleh Aparatur (Tim yang nantinya akan mengelola sistem) adalah HTML dan PHP. Sehingga bahasa pemograman yang digunakan akan menggunakan kedua bahasa pemograman tersebut. Untuk program database, Aparatur banyak menguasai MySQL dan Microsoft Access. Sehingga program database yang digunakan akan menggunakan MySQL dan ODBC. Teknologi perangkat keras yang dibutuhkan meliputi komputer server yang berfungsi sebagai Web Server. Pada sisi pengguna (EndUser) dibutuhkan komputer yang dapat untuk mengakses Internet. Sedangkan teknologi jaringan yang dibutuhkan adalah Internet, sehingga untuk server perlu memiliki alamat domain, dan untuk end-user perlu memiliki koneksi ke ISP (Internet Service Provider) dan telepon. Alamat domain akan menggunakan domain sendiri dengan nama (www.ecapacity-building.info ).
6.4. KEBUTUHAN SUMBER DAYA MANUSIA Portal ini akan beroperasi dengan baik, jika didukung oleh tim kerja yang baik. Untuk itu dibutuhkan Sumber Daya Manusia dengan kompetensi tertentu. Yang meliputi : a. Team leader / Ketua Tim, yang memiliki fungsi dalam : Mengkoordinasi dan bertanggung jawab atas operasional sistem. Dalam hal ini, sistem ditargetkan mampu beroperasi pada hari kerja, dan jam kerja mulai jam 08.00 - 16.00. Menjadi penghubung antara tim dengan pihak pengguna. Bersama dengan anggota tim lainnya melaksanakan evaluasi dan pengembangan lebih lanjut. b. Administrator Aplikasi (1 orang), yang memiliki peran dalam: Bertanggung jawab terhadap operasional portal dari sisi perangkat lunak aplikasi. Bersama dengan anggota tim lainnya menetapkan metode, format serta jenis data yang dibutuhkan, dikumpulkan dan ditayangkan.
Bab VI
77
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
Bersama dengan anggota tim lainnya menetapkan metode, dan komponen piranti lunak dibutuhkan, serta pemeliharaannya. Memberikan laporan secara berkala, minimal sebulan sekali kepada ketua tim mengenai kondisi operasional portal. c.
Administrator Jaringan Komputer (1 orang), yang memiliki peran dalam: Bertanggung jawab terhadap operasional server, sehingga portal dapat beroperasi dengan baik. Bersama dengan anggota tim lainnya menetapkan metode, dan komponen piranti keras dibutuhkan, serta pemeliharaannya. Memberikan laporan secara berkala, minimal sebulan sekali kepada ketua tim mengenai kondisi operasional server dan jaringan.
d. Operator (1 orang) , yang memiliki peran dalam:
Memasukan data ke dalam sistem.
Memberikan laporan secara berkala, minimal sebulan sekali kepada
ketua
tim
mengenai
temuan-temuan
terkait
dalam
pemasukan data.
Bab VI
78
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
BAB VII PENUTUP 7.1. KESIMPULAN Berdasarkan studi literatur dan studi lapangan, ditemukan beberapa permasalahan yang membatasi dalam pemanfaatan teknologi informasi di instansi pemerintah pusat dan daerah untuk percepatan reformasi birokrasi. Permasalahan-permasalahan tersebut meliputi : 1. Belum tersedianya rencana pengembangan teknologi informasi di beberapa Instansi. Sebagian instansi yang telah memiliki rencana, juga belum dapat merealisasikannya dalam program/kegiatan yang konkrit. 2. Dukungan sumber daya manusia yang menguasai dan berlatar belakang pendidikan teknologi informasi relatif masih sedikit dan pemanfaatannya
belum
diberdayakan
dengan
baik
sesuai
bidangnya. 3. Pada umumnya instansi pemerintah belum memiliki kebijakan, pedoman, panduan, dan standarisasi yang memayungi kegiatan pengembangan e-government tingkat instansi. Walaupun ada, sifatnya masih parsial untuk aplikasi-aplikasi tertentu. 4. Beberapa instansi belum memiliki satuan kerja pengelola teknologi informasi secara khusus. Sekalipun ada, tingkatannya belum memadai sebagai koordinator dalam pengembangan e-government tingkat instansi. 5. Aplikasi-aplikasi yang dikembangkan belum saling terintegrasi. 6. Database yang telah dibangun belum terangkum dalam satu struktur data yang terintegrasi, dan data yang tersedia kurang akurat dan mutahir. Bab VII
79
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
7. Sebagian besar instansi pemerintah telah memiliki infrastruktur untuk
e-government.
Namun
dalam
rangka
pemeliharaan,
terkendala oleh ketersediaan sumber daya manusia yang memiliki keahlian di bidang komputer dan jaringan. Permasalahan-permasalahan
tersebut
dapat
dikurangi
dan
dihilangkan melalui pengembangan kapasitas, baik pada tingkat sistem, kelembagaan, maupun individu. 1. Pada tingkat sistem
Penyusunan kebijakan, pedoman, panduan, standarisasi serta cetak biru pengembangan e-government.
Pengkajian kembali struktur organisasi satuan kerja pengelola TIK di Instansi Pemerintah
Pengembangan SIN (Single Identity Number), yakni sebuah nomor identitas tunggal yang dimiliki oleh setiap individu di sebuah negara, untuk memudahkan dalam proses integrasi.
2. Pada tingkat kelembagaan
Penetapan Chief Information Officer (CIO) dan
pembentukan
Komite TIK.
Pembentukan forum komunikasi dalam pengembangan egovernment antar pimpinan di instansi pemerintah.
Pembentukan tim untuk pemutahiran data.
Pembentukan tim kerja untuk operasional infrastruktur.
3. Pada tingkat individu
Penyelenggaraan
Bimbingan
teknis
dalam
merencanakan,
merancang, mengembangkan, dan mengevaluasi e-government.
Penyelenggaraan Advokasi dalam proses implementasi
e-
government.
Bab VII
Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Teknis TIK.
80
Pengembangan Kapasitas Teknologi Informasi Instansi Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Percepatan Reformasi Birokrasi
7.2. SARAN/REKOMENDASI Dalam rangka pengembangan kapasitas teknologi informasi, sebuah upaya dapat dilakukan melalui pemanfaatan teknologi informasi. Salah satunya melalui sebuah portal pengembangan kapasitas. Dimana portal tersebut merupakan sebuah media pembelajaran, dan komunikasi antar pengguna, pengelola, pemimpin e-government. Sedangkan terkait tugas pokok dan fungsi Lembaga Administrasi Negara (LAN) yang merupakan instansi yang bertanggung jawab dalam pembinaan/penyelenggaraan diklat aparatur diharapkan banyak berperan dalam mengupayakan pengembangan kapasitas teknologi informasi ini, khususnya pada kelompok pemimpin. Upaya yang dapat dilakukan oleh LAN adalah : 1. Penyesuaian kurikulum pendidikan dan pelatihan pimpinan yang dikembangkan oleh LAN, dengan memperhatikan standar-standar kompetensi pimpinan di bidang TIK ini. 2. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan bagi pimpinan, baik yang berada di unit TIK maupun non TIK, agar masing-masing pimpinan memiliki kompetensi yang standar dalam memanfaatkan TIK untuk pencapaian tujuan-tujuan organisasi/pembangunan. 3. Advokasi kepada instansi-instansi pemerintah pusat dan daerah terkait
dengan
pengembangan
SDM
untuk
mendukung
pengembangan e-government di instansi pemerintah pusat dan daerah.
Bab VII
81
DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen
Komunikasi
dan
Informasi,
Blue
Print
Aplikasi
E-
Government, 2004. 2. Departemen Komunikasi dan Informasi, Data Web Pemda, 2004 3. Departemen Komunikasi dan Informasi, Panduan Pelaksanaan Proyek, dan Penganggaran E-Government, 2004. 4. Departemen
Komunikasi
dan
Informasi,
Panduan
Standar
Mutu,
Jangkauan Layanan dan Pengembangan Aplikasi, 2004. 5. Departemen Komunikasi dan Informasi, Rancangan Blue Print EGovernment, 2004. 6. Effendi, Taufiq, Agenda Strategis Reformasi Birokrasi Menuju Good Governance, http://www.setneg.go.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=87, diakses tanggal 17 Januari 2007 7. http://satjournal.tcom.ohiou.edu diakses tanggal 22 Januari 2008 8. http://web.worldbank.org/WBSITE/EXTERNAL/TOPICS/EXTCDRC/0,,con tentMDK:20283658~menuPK:64169185~pagePK:64169212~piPK:64169 110~theSitePK:489952,00.html diakses tanggal 22 Januari 2008 9. http://www.capacity.undp.org diakses tanggal 21 Januari 2008 10. http://www.gtz.de/en/themen/uebergreifende-themen/911.htm
diakses
tanggal 22 January 2008 11. Instruksi Presiden Nomor 3 tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan e-Government 12. Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2001 tentang Kerangka Kebijakan Pengembangan dan Pendayagunaan Teknologi Telematika di Indonesia 13. Kementrian Negara Komunikasi dan Informasi, Kerangka Konseptual Sistem Informasi Nasional, 2002
14. Keputusan Menpan nomor 11 tahun 1969 tentang BAKOTAN 15. Keputusan
Menteri
Komunikasi
47A/KEP/M.KOMINFO/12/2003
dan
Informasi
tentang
Nomor
Pedoman
:
Umum
Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Teknis Teknologi Informasi dan Komunikasi Dalam Menunjang E-Government. 16. Keputusan
Menteri
Komunikasi
dan
Informasi
Nomor
:
56/KEP/M.KOMINFO/12/ 2003 tentang Panduan Sistem Manajemen Dokumen Elektronik. 17. Keputusan
Menteri
55/KEP/M.KOMINFO/12/
Komunikasi 2003
dan
tentang
Informatika Panduan
Nomor
:
Pembangunan
Infrastruktur Portal Pemerintah. 18. Keputusan
Menteri
Komunikasi
57/KEP/M.KOMINFO/12/2003
dan
Tentang
Informatika
Panduan
Nomor:
Rencana
Induk
Pengembangan e-Government Lembaga. 19. Osborne, David, Ted Gaebler, Mewirausahakan Birokrasi, LPPM, 1992 20. Pemerintah
Kabupaten
Kutai
Kartanegara
dan
GTZ-Support
for
Decentralization Measures/P4D, Pengembangan Kapasitas Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara, 2005 21. Peraturan
Menteri
Komunikasi
dan
Informatika
Nomor
:
41/PER/MEN.KOMINFO/11/ 2007 tentang Panduan Umum Tata Kelola Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional. 22. Rancangan Undang-undang Administrasi Pemerintah, 2008