LAPORAN PENELITIAN KINERJA KEUANGAN BUMN SEKTOR TELEKOMUNIKASI DI INDONESIA
Oleh : 1. Kesi Widjajanti 2. Yuli Budiarti
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEMARANG 2009
1
1. Judul Penelitian 2. Bidang Penelitian 3. Ketua Peneliti a. Nama lengkap b. Jenis kelamin c. NIS d. Disiplin Ilmu e. Pangkat/Gol f. Jabatan g. Fakultas/Jurusan h. Alamat i. Telp/email 4. Mata Kuliah yang diampu 5. Penelitian terakhir 6. Jumlah Anggota peneliti a. Nama Anggota 7. Lokasi penelitian 8. Jml biaya yang diusulkan
: Kinerja Keuangan BUMN Sektor Telekomunikasi Di Indonesia : Sosial : Kesi Widjajanti : Perempuan : 06557060687085 : Manajemen Keuangan : IVA : Lektor Kepala : Ekonomi/Manajemen : Jl Semeru Ry 4 B Semarang : 024 8442471/
[email protected] : Manajemen Keuangan : Kinerja Privatisasi : 2 orang : Yuli Budiarti : Jakarta : Rp 2.000.000
Semarang. 13 Pebruari 2009 Mengetahui,
Ketua Peneliti ,
Dekan
Dr.Ir.Kesi Widjajanti,SE.MM
Dr.Ir.Kesi Widjajanti,SE.MM
Menyetujui , Ketua Lembaga penelitian
Indarto, SE.MSi
2
BAB I PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang Masalah Ratio Keuangan merupakan alat utama dalam analisis keuangan, karena dapat dipergunakan untuk menjawab berbagai pertanyaan mengenai prestasi dan posisi keuangan perusahaan. Hal ini terasa semakin diperlukan di saat fenomena globalisasi telah menimbulkan dinamika aktivitas perdagangan dan bisnis di seluruh dunia, karena dengan mengetahui tingkat kesehatan perusahaan melalui analisa ratio, hasil kinerja usaha dapat direncanakan, dievaluasi dan keputusan dibidang keuangan perusahaan dapat ditetapkan dengan lebih akurat. Dari sudut pandang manajerial, tidak diragukan lagi bahwa adanya perencanaan yang baik merupakan kunci sukses bagi manajer keuangan dibidang apapun. Rencana keuangan dapat disajikan dalam berbagai bentuk, akan tetapi setiap rencana keuangan yang baik harus dikaitkan dengan kekuatan dan kelemahan perusahaan pada saat ini. Kekuatan perusahaan harus dipahami jika hendak dimanfaatkan dengan tepat dan kelemahan perusahaan harus dikendalikan jika hendak dilakukan tindakan perbaikan. Pemahaman dan pengendalian perusahaan diawali dengan penyediaan mekanisme informasi yang memadai, agar secara teratur dapat diperoleh data/laporan keuangan terbaru. Selanjutnya, data keuangan tersebut ditelaah dalam suatu proses pengkajian melalui salah satu alat analisis keuangan utama : Analisis Ratio Keuangan, yang mampu
3
memberikan informasi tentang hasil usaha, posisi finansial dan berbagai indikasi keuangan lainnya, kepada para pengambil keputusan yang berkepentingan dengan eksistensi perusahaan itu sendiri Didalam proses analisa keuangan, Analisis Rasio merupakan suatu teknik analisis yang berorientasi masa depan dan dalam
banyak hal mampu
memberikan
petunjuk/indikator atas gejala gejala yang timbul disekitar kondisi yang melingkupinya dan apabila ratio-ratio yang dihitung diinterpretasikan secara tepat, hal ini akan mampu menunjukkan pada aspek aspek mana evaluasi dan analisis lebih lanjut harus dilakukan. Banyak penelitian yang membahas tentang analisis keuangan yang menghubungkan dengan kinerja perusahaan, namun penelitian yang mengkaji kinerja BUMN sektor Telekomunikasi masih relatif sedikit (Mardjana, I,1995 ; Iriawanto,2000). Oleh karena itu hasil evaluasi perusahaan BUMN sektor Telekomunikasi perlu dieksplor. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia adalah perusahaan negara (state owned enterprises) berbentuk perseroan. Permasalahan yang dihadapi BUMN adalah keterbatasan pendanaan untuk pengembangan usaha, akibat ketidakmampuan keuangan pemerintah, khususnya BUMN yang bermasalah pada bidang keuangan. Faktor berkurangnya kemampuan pemerintah dalam membantu pendanaan BUMN, mendorong BUMN sebagai pelaku ekonomi untuk berupaya menggali sumber dana sendiri, misalnya melalui pasar modal, mengeluarkan obligasi atau melakukan pinjaman baik dari kreditur luar negeri maupun dalam negeri. Ruang lingkup usaha BUMN yang luas dan mengelola sebagian besar sektor usaha yang menyangkut hajat hidup orang banyak, memerlukan pembiayaan dan modal kerja yang relatif besar. Memperhatikan kondisi BUMN yang
4
demikian, dan realitas ekonomi global yang bersifat kompetitif, pemerintah telah berupaya membenahi BUMN untuk meningkatkan efisiensi. Sehubungan dengan kemampuan perusahaan BUMN dalam menghasilkan laba, tabel 1.4 menunjukkan pada tahun 2003 menunjukkan bahwa dari 10 besar BUMN yang menghasilkan laba, meliputi (1) PT. TELKOM Tbk, (2) PT. Bank BNI Tbk, (3) PT. Bank Mandiri Tbk, (4) PT. Bank BRI, (5) PT. Pelindo II, dan (6) PT. Gas Negara Tbk, PT TELKOM memberi kontribusi terbesar yaitu sebesar 23.83% dari seluruh laba perusahaan .
TABEL 1.4 BUMN DENGAN LABA TERBESAR 2003 Nama BUMN Telkom Tbk Bank Mandiri Tbk Pertamina *) Bank BRI Tbk Bank BNI Tbk Pupuk Sriwidjaya Jamsostek Perusahaan Gas Negara Tbk Pelabuhan Indonesia II ASKES Total Laba 10 BUMN Total Laba Seluruh BUMN (103 BUMN) Sumber Kementrian BUMN 2004
Laba Bersih (Rp) 6,1 triliun 4,6 miliar 1,1 miliar 2,5 miliar 829,1 miliar 747.401 miliar 535.2 miliar 519.4miliar 496.5 miliar 313.1 miliar 17.7 triliun 25.6 triliun
Prosentase Laba 23.83% 17.97% 4.30% 9.77% 3.24% 2.92% 2.09% 2.03% 1.94% 1.22% 69.30% 100% Ket *) Prognosa
Fenomena ini menjadikan kajian yang menarik untuk diteliti berkaitan dengan kinerja perusahaan untuk menilai keberhasilan perusahaan BUMN. Fenomena GAP : Kinerja perusahaan Beberapa studi telah menunjukkan adanya perbedaan temuan terhadap kinerja perusahaan BUMN. Sebagaimana studi yang dilakukan Megginson, Nash dan van Randenborgh (1994), D”Souza J dan Megginson W (1999), Ramamurti (2000)
5
menjelaskan bahwa perusahaan BUMN berpotensi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Fenomena perusahaan BUMN di Indonesia, menunjukkan
adanya perbedaan
hasil bahwa kinerja beberapa perusahaan berbeda. (Kementrian BUMN, 2003; Fery Irwanto, 2006). Berdasarkan uraian di atas, menunjukkan bahwa potensi perusahaan BUMN dalam meningkatkan kinerja perusahaan masih menjadi perdebatan para peneliti.
1.2. Perumusan Masalah Penelitian Merujuk pada fenomena yang ada, maka permasalahan penelitian yang diajukan adalah Bagaimana kinerja keuangan BUMN sektor telekomunikasi ?
1. 3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis kinerja keuangan dengan menggunakan rasio rasio keuangan sebagai upaya meningkatkan bobot pengambilan keputusan yang berorientasi kepada pengembangan usaha dimasa depan.
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1
Manfaat Teoritis 1. Memberikan kontribusi dalam membantu mendorong penelitian manajemen keuangan untuk memberi sumbangan terhadap pengembangan ilmu dan pengetahuan dalam mengevaluasi posisi keuangan perusahaan dan memberi kejelasan tentang peranan ratio keuangan.
6
1.4.2 Manfaat Praktis Memberikan kontribusi pemikiran manajerial yang dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan dalam pengembangan kinerja perusahaan BUMN di Indonesia dengan mengkaitkan laporan keuangan. 1. 5 Sistematika Penulisan Lingkup bahasan ini diorganisasikan menjadi 5 (lima) bab, yang terdiri atas Bab I Pendahuluan: menjelaskan latar belakang masalah, masalah penelitian, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Bab II Kajian Literatur untuk menelaah kajian literatur yang digunakan untuk menyajikan teori yang berkaitan dengan penelitian. Bab III Metodologi Penelitian: digunakan untuk menjelaskan rancangan penelitian, pengumpulan data, dan teknik analisis. Bab IV Analisis Data Dan Pembahasan digunakan
untuk
menjelaskan
hasil
pengolahan
data
digunakan
untuk
mempresentasikan bahasan dan diskusi terhadap temuan. Bab V Kesimpulan, menjelaskan bagaimana penyelesaian permasalahan penelitian yang diajukan . Secara skematis sistematika penulisan disajikan dalam gambar 1.2.
7
Gambar 1.2 Sistematika Penulisan
KINERJA KEUANGAN BUMN SEKTOR TELEKOMUNIKASI DI INDONESIA
BAB I PENDAHULUAN
BAB II KAJIAN LITERATUR
BAB III METODE PENELITIAN
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
BAB V KESIMPULAN
8
BAB II KAJIAN LITERATUR
2.1. Kinerja Keuangan Beberapa studi menyatakan bahwa salah satu aspek yang paling penting sebagai alasan mengapa pemerintah mereformasi BUMN adalah karena harapannya ingin meningkatkan kinerja perusahaan, melalui peningkatan kinerja keuangan ( Megginson, Nash & van Randenborgh, 1994 hal 403). Pendapat ini berkaitan dengan apa yang dikemukakan peneliti Wattanakull T, (2002) yang menggambarkan secara konsepsional bahwa perusahaan kepemilikan pemerintah dikarakteristikkan sebagai perusahaan yang tidak efisien. Namun Peltzman (1971) menyatakan bahwa motif pemerintah tidak hanya untuk meningkatkan kinerja saja, tetapi lebih menekankan pada pengaruh ke perilaku perusahaan dalam kompetisi. Peneliti Sheifer dan Visny (1994) mengemukakan argumentasi bahwa perusahaan BUMN dapat meningkatkan efisiensi hanya jika terdapat pengendalian secara tepat atau control rights. Pendapat ini didukung oleh (Uhlenbruck & Decastro, 1998) dan (Meyer & Zucker, 1989) karena keinginan meningkatkan peran BUMN dalam pertumbuhan ekonomi, maka optimalisasi aset perusahaan milik pemerintah dapat dipertimbangkan sebagai strategi untuk meningkatkan kinerja perusahaan.
9
Oleh karena itu salah satu sasaran yang penting adalah peningkatan kinerja. Peningkatan kinerja berhubungan dengan peningkatan kinerja keuangan, kinerja pemasaran dan kinerja operasional. Gtovanni De Fraja. 1991 mengemukakan bahwa BUMN dapat meningkatkan kinerjanya jika dikelola secara efisien. Secara teoritis, perbedaan efisiensi beberapa perusahaan pemerintah dan swasta dapat dijelaskan, antara lain dengan menggunakan teori property right dan principal-agent. BUMN cenderung tidak efisien karena ketidak jelasan hubungan antara pemilik (principal) dengan pelaksana (agent). Agency cost kemudian menjadi sangat tinggi. Secara literal, jelas bahwa pemilik BUMN adalah negara, akan tetapi,”negara” sendiri merupakan institusi yang tidak mudah diidentifikasi, karena ada di dalamnya berbagai instansi. Akibatnya, BUMN seringkali berada di bawah kendali berbagai instansi yang berbeda misi dan tujuannya, sehingga berpotensai menimbulkan konflik kepentingan yang pada gilirannya mempengaruhi kinerja BUMN. Pendapat ini didukung oleh penelitian I Ketut Mardjana, 1995 di Indonesia yang menunjukkan bahwa perusahaan milik swasta (BUMS) lebih efisien dibandingkan perusahaan milik negara (BUMN ) di sektor yang sama, karena dipengaruhi oleh pengendalian pada instansi yang berbeda. Memahami “masa lalu” merupakan suatu tindakan awal yang perlu dilakukan untuk “merenungkan” masa depan, tetapi semua itu dapat dilakukan setelah seluruh kondisi yang melingkupi bisnis itu sendiri dapat diketahui posisinya melalui analisis finansial. Analisis keuangan melibatkan penilaian terhadap keadaan keuangan di masa lalu, sekarang dan yang akan datang. Tujuannya untuk menemukan kelemahan-kelemahan di dalam kinerja keuangan perusahaan yang dapat menimbulkan masalah bagi perusahaan di
10
masa datang dan untuk menentukan kekuatan-kekuatan perusahaan yang dapat diandalkan. Disamping itu analisis keuangan juga bisa berasal dari luar perusahaan sebagai suatu usaha untuk menentukan keandalan kredibilitas perusahaan atau potensi investasi. Dalam hal ini, melalui pengamatan yang lebih mendalam, data keuangan suatu perusahaan dapat digunakan untuk menganalisis prestasi usaha secara menyeluruh dan menaksir “posisi” keuangan perusahaan telekomunikasi pada periode yang bersangkutan.
2.2 Ratio Keuangan Ratio keuangan dapat diartikan dengan berbagai makna. Menurut Martin, Keown, Petty dan Scott (1991) menyatakan secara matematis, ratio keuangan hanya sebuah rasio yang angka penyebut dan angka pembilangnya terdiri dari data keuangan. Tujuan penggunaan ratio dalam analisis laporan keuangan adalah menstandarkan informasi yang dianalisis sehingga dapat dibuat perbandingan ratio dari perusahaan yang berbeda atau mungkin dalam perusahaan yang sama pada periode waktu yang berlainan. Dari difinisi di atas, cukup jelas bahwa semua yang dilakukan adalah untuk menstandarisasikan data keuangan agar dapat dibuat perbandingan dari nilai-nilai industri atau standar lainnya. Di Indonesia laporan laporan kengan itu merupakan kombinasi angka dari asumsiasumsi, fakta-fakta, konvensi-konvensi, anggapan-anggapan dasar dan bahkan pendapat pendapat pribadi, maka ratio ratio yang diperolehnya seringkali bukan lagi merupakan ukuran ukuran yang persis berdasarkan kondisi factual; dan lagi tiap angka rata-rata dari ratio-ratio ini adalah suatu angka rata-rata dari gabungan bermacam-macam kombinasi
11
angka dari fakta-fakta, konvensi-konvensi, anggapan-anggapan dasar dan pendapatpendapat pribadi dari para akuntan. Ratio keuangan memberi cara bagi analis untuk membuat perbandingan yang berarti dari data keuangan perusahaan pada waktu yang berbeda, atau dengan perusahaan yang berbeda. Dengan kata lain, ratio keuangan merupakan upaya menstadarisasikan informasi keuangan sehingga menghasilkan perbandingan yang berguna. Selain itu, memang benar keahlian matematika yang diperlukan dalam analisis ratio relative sederhana, tetapi yang paling penting penggunaan dan penafsiran ratio keuangan tersebut memerlukan keahlian tersendiri. Menurut Van Horne (1989) bahwa untuk mengevaluasi kondisi finansial dan prestasi usaha suatu perusahaan, seseorang analis memerlukan suatu “alat” tertentu. Alat yang sering dipergunakan adalah suatu ratio atau index yang memiliki saling keterkaitan setidaknya antara 2 (dua) data keuangan. Analisis dan interpretasi dari berbagai ratio sudah selayaknya mencerminkan pemahaman yang lebih baik atas kondisi fiannsial dan prestasi usaha dari pada analisis yang hanya didasarkan semata-mata kepada data keuangan tanpa modifikasi apapun. Dengan kata lain, angka ratio adalah alat untuk memodifikasi suatu data keuangan agar dapat dipahami dengan lebih baik. Menurut George Foster 91986), terdapat beberapa hal yang mendorong digunakannya ratio sebagai suatu alat untuk menginterpretasikan suatu data/laporan keuangan : 1.
Untuk melakukan kontrol terhadap pengaruh dari perbedaan skala perusahaan atau waktu yang berlebihan
12
2.
Untuk membuat data yang memuaskan asumsi pada perlengkapan statistic seperti analisis regresi (misalnya :gangguan homoscedastis).
3.
Untuk membuktikan teori bahwa ratio adalah suatu variabel yang perlu diperhatikan
4.
Untuk memanfaatkan suatu hubungan keteraturan nyata yang diamati antara ratio keuangan dengan estimasi suatu variabel yang tengah diperhatikan Oleh karena itu, penggunaan analisis ratio keuangan menyangkut dua jenis
pembandingan,yaitu : 1.
Analisis dapat membandingkan ratio saat ini deggan ratio-ratio di masa lalu dan yang diharapkan di masa yang akan datang untuk perusahaan yang sama (trend analysis). Bila ratio-ratio keuangan dibuat sejajar selama beberapa tahun, penganalisis dapat mempelajari komposisi perubahan dan menentukan apakah ada kemajuan atau kemunduran prestasi dan kondisi keuangan selama tahun-tahun tersebut. Ratio-ratio ini juga bisa dihitung untuk laporan-laporan yang diproyeksikan (atau”proforma”) dan dibandingkan dengan ratio ratio saat ini atau waktu yang lalu. Dalam pembandingan dari waktu ke waktu, lebih baik dilakukan bersama-sama degan pembandingan data aslinya.
2.
Meode pembandingan kedua adalah membandingkan ratio-ratio suatu perusahaan dengan perusahaan lain yang sejenis dan diperkirakan memilki skala usaha yang sama, atau dengan rata-rata industri pada saat yang sama. Pembandingan semacam ini memberi pemahaman atas prestasi dan kondisi finansial perusahaan relative terhadap industri.
13
Hal yang patut mendapat perhatian ialah peng-analis harus menghindari penggunaan”rules of thumb” (pedoman yang tidak ada dasarnya) dalam menganalisis laporan keuangan suatu perusahaan. Seringkali the rule of thumb ini digunakan untuk semua industri, yang jelas tidak bisa dibenarkan. Misalnya, pengguanaan current ratio minimal 2:1 untuk mengukur likuiditas perusahaan, adalah tidak benar. Penganalisis sebaiknya menghubungkan dengan jenis usaha. Hanya dengan membandingkan ratio-ratio keuangan suatu perusahaan dengan perusahaan-perusahaan sejenis, seseorang bisa membuat judgement yang realistis. Sebagaimana telah disebutkan oleh Foster (1986) bahwa ratio keuangan dapat dikelompokkan menjadi 7 kategori yaitu : (1) ratio likuiditas, (2) posisi kas, (3) Working Capital,(4) Struktur Modal,(5) Debt Service Coverage, (6) Profitabilitas dan (7) Perputaran. Secara lebih rinci disajikan pada tabel 2 berikut ini :
14
Tabel 2: Kelompok Ratio Keuangan (Foster,1986) : Kelompok ratio
Rumus
I. LIKUIDITAS
1. Quick Ratio = Kas + Surat-surat berharga Jangka Pendek + Piutang Dagang Hutang Lancar 2. Current Ratio = Aktiva Lancar Hutang Lancar
II. POSISI KAS
1. Kas + Surat-surat berharga Hutang Lancar 2. Kas + Surat-surat berharga Penjualan 3. Kas + Surat-surat berharga Total Aktiva
III.WORKING CAPITAL
1. Working capital from operation Penjualan 2. Working capital from operation Total Aktiva 3. Working capital from operation Penjualan 4. Working capital from operation Total Aktiva
IV.STRUKTUR MODAL
1.
Hutang Jangka Panjang . Modal (Shareholders’ equity) 2. Tata Hutang . Working capital from operation V.DEBT SERVICE 1. Laba Usaha . Beban Bunga COVERAGE 2. Cash flow from operation Beban Bunga VI. PROFITABILITAS
1. laba Bersih Penjualan 2. ROE = Laba Bersih . Shareholders’ equity 3. ROI = Laba Bersih Total Aktiva
VII.PERPUTARAN
1. Perputaran Aktiva Total =
Penjualan . Total Aktiva 2. Perputaran Piutang Dagang = Penjualan . Piutang Dagang 3. Perputaran Persedian = Harga Pokok Penjualan Persediaan 14
Sementara itu Weston & Copeland (1991) menggolongkan ratio ratio keuangan menjadi 6 (enam) jenis : TABEL 1.2 KELOMPOK RATIO KEUANGAN Kelompok Ratio
Uraian Mengukur kemampuan perusahaan untuk Likuiditas memenuhi kewajiban jangka pendeknya Leverage Mengukur hingga sejauh mana perusahaan dibiayai dengan utang Aktivitas Mengukur seberapa effektif perusahaan menggunakan sumber dayanya Profitabilitas Mengukur efektifitas manajemen dilihat dari laba yang dihasilkan terhadap penjualan da investasi perusahaan Pertumbuhan Mengukur kemampuan perusahaan mempertahankan posisi ekonominya di dalam pertumbuhan & industri Penilaian Mengukur kemampuan manajemen dalam menciptakan nilai pasar yang melampaui pengeluaran biaya investasi Sumber : Weston & Copeland (1991)Weston
Bertitik tolak dari penggolongan/pengelompokan ratio-ratio keuangan yang demikian beragam, tanpa mengurangi arti dari maksud dan tujuan semula dilakukannya penelitian ini, maka ratio-ratio keuangan yang ditelaah dibatasi hanya pada 5 jenis ratio keuangan dengan penjelasa sebagai berikut : 1. Acid atau Quick Test Formula =
Quick asset Current Liabilities
Pengertian likuiditas dihubungkan dengan kemampuan perusahaan untuk membayar kewajibannya (terutama yang bersifat jangka pendek). Pengukuran likuiditas perusahaan yang umumnya dilakukan dengan menggunakan curent ratio dianggap
15
kurang tepat, mengingat di dalam kelompok aktiva lancar terdapat komponen-komponen asset yang tidak dapat ditunaikan dengan segera untuk memenuhi kebutuhan pembayaran/penyelesaian hutang-hutang yang jatuh waktu. Dengan anggapan ini maka acid test ratio dipandang lebih mampu memberikan gambaran yang lebih nyata mengenai likuiditas perusahaan. Jika persediaan barang-barang dagangan (biasanya tergolong dalam aktiva lancar yang paling tidak likuid) dikeluarkan dari perhitungan dan quick assets (Aktiva-aktiva yang sangat likuid = kas, investasi sementara dalam efek-efek yang dapat segera dijual dan piutang piutang ) dibandingkan dengan pasiva -pasiva jangka pendek, hasilnya merupakan suatu perbandingan dari utang-utang jangka pendek dengan jumlah-jumlah tunai yang tersedia dalam waktu dekat untuk melunasi utang-utang itu. Cara menguji perbandingan perbandingan ini dikenal dengan nama Acid test karena pengujian ini mengandung anggapan, bahwa hanya tiga macam aktiva tersebut diatas yang disediakan untuk membayar pasiva-pasiva jangka pendek, dan hanya sebagian kecil dari barang-barang dagangan yang akan berubah menjadi uang kas, sebelum semua utang jangka pendek dilunasi. Para analis perbankan seringkali menganggap bahwa dalam suatu perusahaan dagang, acit-test ratio sebesar 100 % dinilai cukup memuaskan.
16
2.
Inventory Turnover
ITO = Harga Pokok Penjualan Rata2 Persediaan Ratio penjualan terhadap persediaan barang kadang-kadang dianggap sebagai petunjuk dari kecepatan peredaran barang- barang, atau banyaknya waktu penjualan persediaan barang-barang. Akan tetapi anggapan semacam itu tidak sepenuhnya dapat dibenarkan, karena jumlah dari kedua pos itu (penjualan dan persediaan barang), sebagaimana telah dinyatakan diatas, tidak dihitung atas dasar yang sama. Untuk memperoleh suatu ukuran yang lebih baik dari kecepatan peredaran persediaan barangbarang, maka harga pokok dari barang-barang yang dijual harus diperbandingkan dengan rata-rata persediaan barang-barang. Akan tetapi biasanya agak sulit bagi penganalisa ekstern untuk memperoleh informasi tentang persediaan rata-rata yang lebih akurat (harian, mingguan, bulanan). Karena itu biasanya pihak penilai menggunakan persediaan awal dan persediaan akhir sebagai dasar untuk menentukan tingkat rata-rata persediaan dalam periode tertentu. Angka ini dapat dipergunakan jika ada anggapan yang wajar, bahwa jumlah persediaan barang barang yang diadakan oleh suatu perusahaan tertentu relatif konstan selama periode pembukuan. Ratio penjualan terhadap rata-rata persediaan barang dapat dipergunakan sebagai pengganti untuk ratio dari harga pokok barang-barang yang di jual terhadap rata-rata persediaan. Jika tidak tersedia catatan-catatan tentang harga pokok dari barang-barang yang dijual maka ratio ini dapat dipergunakan sebagai suatu taksiran ukuran dari kecepatan peredaran barang-barang, dengan catatan, bahwa ratio ini hanya merupakan suatu taksiran yang kasar, mengingat penggunaan penjualan bersih mengandung
17
pengertian lain karena di dalam penjualan terkandung harga yang lebih tinggi yang tidak dicatat di dalam persediaan. Secara umum, semakin tinggi angka ratio perputaran persediaan (inventory turnover), semakin baik posisi perusahaan, karena tingkat persediaan yang rendah berarti risiko dari persediaan yang tidak dapat dijual menjadi rendah dan menunjukkan adanya penggunaan modal yang efisien. Meskipun demikian perlu diperhatikan bahwa pada keadaan industri tertentu, perputaran barang persediaan yang diluar proporsi seharusnya merupakan suatu pertanda adanya kekurangan barang persediaan dan/atau kurang baiknya jasa yang diberikan oleh langganan. Jadi cukup jelas kiranya bahwa pertimbangan-pertimbangan kita mengenai hal ini sangat tergantung kepada keadaankeadaan khusus dari masing-masing perusahaan.
3. Perputaran Aktiva Total Perputaran Aktiva Total =
Penjualan Total Aktiva
Secara harafiah aktiva adalah hak-hak dan harta-harta yang dimiliki pada suatu saat tertentu serta dapat memberikan hasil pada masa sekarang dan pada masa yang akan datang. Menurut Standar Akuntansi Keuangan, aktiva ialah sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan, sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi di masa depan diharapkan akan diperoleh perusahaan. Dari berbagai ratio yang bermanfaat untuk digunakan sebagai alat pengkajian efektivitas manajemen penempatan modal, yang paling umum digunakan ialah (TATO =
18
Total Asset Turnover) dan/atau penjualan bersih dengan aktiva tetap (FATO = Fixed Asset Tunover) yang akan diuraikan kemudian. Ratio ini merupakan kunci dari ukuran kebutuhan aktiva –aktiva yang dipercayakan kepada perusahaan untuk tingkat penjualan yang dicapai atau dengan kata lain, berapa rupiah yang diciptakan untuk tiap rupiah yang diinvestasi. Walaupun mudah di dalam perhitungannya, overal dari perputaran aktiva merupakan ukuran yang kasar karena neraca dari perusahaan yang sudah berjalan baik mengandung berbagai aktivaaktiva yang dicatat menurut tingkat harga dari periode-periode yang lalu yang sangat berbeda. Bila diteliti dengan lebih seksama akan diketahui bahwa nilai-nilai yang dicatat ini memiliki tingkat kesamaan yang kecil dengan nilai-nilai ekonomi yang berlaku. Walaupun demikian, ratio perputaran ini merupakan salah satu dari sekian banyak pedoman yang dapat menunjukkan menguntungkan tidaknya prestasi perusahaan, terutama pada situasi setelah suatu periode waktu tertentu dimana terdapat perkembangan atau kemunduran usaha
4. Perputaran Aktiva Tetap (Fixed Asset Turnover)
Perputaran Aktiva Tetap =
Penjualan . Aktiva Tetap
Aktiva tetap adalah aktiva yang berujud yang dimiliki oleh perusahaan dan mempunyai umur yang realtif panjang. Aktiva tersebut dimiliki untuk keperluan produksi, baik produksi barang maupun jasa.
19
Oleh karena investasi dalam aktiva tetap dimaksudkan untuk menciptakan penjualan-penjualan, maka ratio dari penjualan terhadap aktiva-aktiva tetap adalah suatu ukuran untuk mencapai tujuan itu. Disadari sepenuhnya bahwa suatu penjualan tidak hanya tergantung pada satu unsur finansial belaka seperti halnya aktiva tetap, tetapi juga dipengaruhi oleh unsurunsur lain seperti efisiensi, perilaku penjual dan pembeli, kualitas, harga, pasar- pasar yang menguntungkan, lokasi yang strategis, penciptaan permintaan dan sebagainya. Sehingga, dapat dikatakan tidak terdapat hubungan langsung yang dapat diukur secara memuaskan dari hasil perhitungan ratio antara penjualan dengan aktiva-aktiva tetap. Selain itu jumlah dari aktiva-aktiva tetap itu biasanya terdiri dari pos-pos yang sangat kompleks, yang dipengaruhi oleh tingkat harga pada tanggal pembelian aktiva, kebijaksanaan penyusutan yang digunakan, penggantian, perbaikan dan sebagainya. Sehingga tidak mungkin untuk menghubungkan jumlah yang tercatat untuk aktiva tetap dan jumlah rupiah hasil penjualan dengan hasil ratio yang memuaskan. Tidak dapat disangkal bahwa suatu perusahaan yang memiliki aktiva tetap rendah (nilai pabrik dengan harga rendah) berada dalam posisi persaingan yang lebih kuat daripada suatu perusahaan yang memiliki aktiva tetap tinggi (pabrik sejenis dengan nilai lebih tinggi).
20
5. Profit Margin
Operating margin of profit = Operating profit Penjualan Hubungan antara laba bersih sebelum bunga dan pajak (EBIT) dan penjualan menunjukkan laba operasi sebelum dilakukannya kompensasi dibayarkan kepada pemberi pinjaman dan sebelum perhitungan pajak. Penggunaan ratio ini menggunakan pula asumsi bahwa gambaran yang diberikan tersebut mengandung pandangan yang “murni” dari efektivitas operasi. Profit margin merupakan ratio yang populer digunakan dan dibicarakan oleh mereka yang berkecimpung di dunia bisnis. Hal ini dapat dimaklumi mengingat tujuan utama suatu bentuk usaha pada umunya adalah mencapai suatu tingkat laba atau keuntungan yang memuaskan semua pihak di dalam organisasi itu sendiri. Sehingga semakin besar ratio ini semakin besar kemungkinannya bahwa perusahaan itu berada dalam kondisi yang memuaskan. Prinsip dasar umum untuk meningkatkan profit margin ialah dengan meningkatkan omzet penjualan dan/atau menekan biaya (variabel atau tetap).
21
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendahuluan Kajian dalam bab ini meliputi: pendahuluan, jenis penelitian, populasi dan teknik pengambilan sampel, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, dan teknik analisis data.
3.2 Jenis Penelitian Jenis
penelitian ini bersifat penelitian deskriptif. Penelitian yang bersifat
deskriptif, yaitu untuk memberikan penjelasan kinerja keuangan perusahaan BUMN ., yang menggambarkan profil dan karakteristik perusahaan. Penelitian deskriptif penting dilakukan untuk mengarahkan berbagai kebijakan manajemen yang berkaitan dengan aspek
perilaku
manajerial.Sebagaimana
pendapat
Megginson,
Nash
dan
Van
Randenborgh, (1994) bahwa keberhasilan perusahaan BUMN ditunjukkan adanya peningkatan kinerja keuangan perusahaan.
3. 3 Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel Populasi pada penelitian ini meliputi seluruh perusahaan BUMN di bidang di Indonesia. Perusahaan. Teknik pengambilan sampel yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah non probabilitas. Sampling non probabilitas adalah sampling dimana semua unsur atau unit dalam populasi tidak mempunyai peluang yang sama untuk dijadikan sampel. Metode pemilihan sampel yang digunakan dengan purposive sampling adalah sampling yang dilakukan berdasarkan pertimbangan tertentu (Sarmanu, 2004).
22
Telokomunikasi adalah pada industri yang sektor usahanya kompetitif dan sektor usaha yang unsur teknologinya cepat berubah.Jumlah sampel dalam penelitian ini bejumlah 2 perusahaan, yakni perusahaan Telkom dan Indosat .
3.4. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder.
Data sekunder
bersumber dari laporan keuangan perusahaan, profil dan prospektus perusahaan serta data pendukung dari Kementrian BUMN Indonesia, dan Biro Pusat Statistik .
3. 5 Metode Pengumpulan data Proses penelitian ini diawali dengan kegiatan penelitian pendahuluan yang dilakukan dengan studi literatur untuk mencari justifikasi permasalahan penelitian. Dalam studi awal telah dilakukan peninjauan lapangan untuk memperoleh data sekunder yang dapat dipakai sebagai referensi dukungan penjelasan kondisi perusahaan.
3.5.Teknik Analisis Data Penilaian perusahaan dimulai dari perhitungan nilai masing-masing variabel rasio keuangan berdasar laporan keuangan per Desember dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Analisis meliputi pemilihan data sebagai informasi dalam merefleksikan konsep yang berkaitan dengan variabel yang diteliti. Selanjutnya memasukkan nilai variabel ke dalam rumus rasio keuangan untuk masing-masing tahun. Tahap berikutnya adalah menentukan mean dengan cara menjumlah hasil perhitungan rasio dan membagi dengan jumlah tahun yang diteliti.
23
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Analisis Kinerja Keuangan Penilaian perusahaan dimulai dari perhitungan nilai masing-masing variabel rasio keungan berdasar laporan keuangan per Desember dari perusahaan. Periode analisis meliputi tujuh tahun (2000 s/d 2007). Selanjutnya memasukkan nilai variabel ke dalam rumus rasio keungan untuk masing masing tahun. Tahap berikutnya adalah menentukan mean dengan cara menjumlah hasil perhitungan rasio dan membagi dengan jumlah tahun yang diteliti. Mean hasil analisis ini akan dibandingkan dengan mean hasil analisis yang dilakukan oleh para peneliti terdahulu, yang kemudian digunakan sebagai parameter rasio. Untuk memudahkan analisis rasio, maka dari lima klasifiaksi rasio di atas kita seleksi lagi berdasar karakteristiknya, yaitu rasio profitabilitas operasi, efektivitas operasi, daya saing manajemen, dan likuiditas. Tabel dibawah ini menunjukkan klasifikasi rasio berdasar karakteristiknya dan metode perhitungan.
Pengukuran kinerja keuangan perusahaan Telekomunikasi menggunakan rasio rasio yang telah dibahas didepan, yaitu berdasar profit margin (OPM), daya saing manajemen (PATOT & PATET) , likuiditas (QUICK) dan tingkat pengembalian investasi (ROI)
24
Parameter yang dipakai sebagai pembanding rasio adalah mean rasio dari beberapa studi mengenai analisis financial berbasis rasio keuangan
yang pernah dilakukan di luar
negeri. Beberapa studi yang digunakan untuk pembanding adalah studi yang dilakukan Hotchkiss (1995), Megginson, Nash, dan Randenborgh (1994), Ohlson (1980), Altman (1968), dan Beaver (1966). Dalam beberapa rasio dilakukan adjustment dengan asumsi tertentu. Parameter analisis kinerja keuangan selengkapnya dapat dilihat dalam Tabel ....
Hasil Analisis Kinerja Keuangan Industri Telekomunikasi
Berdasarkan bukti bukti diatas menunjukkan bahwa PT Indosat mempunyai efektivitas operasi yang baik (mean PATOTIND 0.55 dan PATETPIN 0.295). Sedangkan PT Telkom harus menjaga dan menata kembali efektivitas operasinya, terutama pemanfaatan dan optimalisasi asset yang masih menganggur (mean PATOTTEL 4.7271 dan PATETTEL 0.4163). Rasio Efektivitas Aset Net Income/Total Aset Rasio ini mengukur seberapa efektif perusahaan memanfaatkan sumber ekonomi yang ada (aset yang dimiliki) untuk menciptakan laba bersih atau dengan kata lain mengukur kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan bersih. Semakin besar rasio ini, menunjukkan semakin efektif penggunaan aktiva dalam kontribusinya terhadap laba perusahaan. Rasio ini juga dikenal dengan rasio Return On Investment (ROI). Pada tahun 2008 PT Telkom mempunyai ROI
25
0.157 artinya setiap satu rupiah modal yang diinvestasikan dalam semua aktiva menghasilkan keuntungan Rp 0.157.
Perubahan Rasio ROI
Dari rasio ini terlihat tingkat pengembalian investasi dari pemegang saham yang paling cepat adalah PT Telkom dengan ROI > dari PT Indosat Hasil analisis rasio tersebut menunjukkan bahwa ada peningkatan tingkat pengembalian investasi yang dilakukan manajemen PT Telkom, akan tetapi ada penurunan tingkat pengembalian investasi yang dilakukan manajemen PT Indosat. Beberapa faktor eksternal diduga turut mempengaruhi perubahan rasio ini, yaitu krisis ekonomi yang melanda ditandai dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan merebaknya besarnya kredit macet serta mandegnya sector riil. Ini bermakna bahwa PT Telkom dapat meningkatkan laba perusahaan dibandingkan PT Indosat.
Rasio Profitabilitas Operasi Rasio profitabilitas adalah hasil dari berbagai kebijakan dan keputusan yang dibuat manajemen. Rasio ini memberi jawaban tentang seberapa efektif operasi perusahaan dikelola sehingga menghasilkan keuntungan pada perusahaan. Profit Margin Laba bersih/Penjualan Rasio ini mengukur seberapa efektif penjualan yang diperoleh perusahaan untuk menciptakan laba bersih. Semakin besar rasio ini, menunjukkan semakin besar kontribusi
26
penjualan terhadap laba bersih perusahaan. Rasio ini juga sikenal dengan rasio return on sales (ROS)
Ditinjau dari profitabilitas , menunjukkan bahwa mean profit margin PT Telkom lebih besar daripada PT Indosat ( 0.1355> 0.0680). Bukti ini menunjukkan bahwa jika tidak segera dilakukan pembenahan dalam kaitannya dengan peningkatan penjualan (sales/revenue), maka diprediksi kinerja keuangannya dalam kondisi yang kurang bagus.
Perubahan Daya Saing Manajemen Perubahan kemampuan manajemen dalam menghadapi persaingan dengan industri sejenis dalam penelitian ini diukur sengan rasio efektivitas asset dalam kontribusinya terhadap penjualan (Sales/Total Aset, dan Sales/Fixed Aset). Tabel dibawah menunjukkan perkembangan rasio efektivitas asset
Rasio Daya Saing Manajemen Sales to Total Asets Dalam penelitian ini rasio daya saing manajemen ditunjukkan dengan rasio Sales/Total Aktiva. Rasio ini mengukur efektivitas penggunaan semua aktiva perusahaan. Semakin besar rasio sales to total asets, semakin efektif penggunaan aktiva perusahaan dalam kontribusinya terhadap penjualan. Rasio S/TA dalam tabel dibawah ini menunjukkan bahwa mean rasio PT Telkon > PT Indosat . Hal ini menunjukkan tingkat daya saing manajemen PT Indosat lebih
27
rendah dibandingkan PT Telkom. Bukti ini sangat relevan ketika PT Telkom masih sangat mengandalkan fasilitas monopoli yang diberikan pemerintah, dan masih banyaknya campur tangan birokrasi yang menjadikan tujuan perusahaan tidak fokus. Sementara, manajemen PT Indosat siap menghadapi kompetisi global. Hal ini sangat berkaitan dengan tingkat harga yang sangat bersaing yang dapat dilakukan PT Indosat di dunia internasional, bahkan PT Indosat telah berhasil membuat biaya produksi yang rendah. Untuk dapat meningkatkan daya saing global, perlu kiranya dilakukan private placement yaitu dengan cara menggandeng mitra strategis dari perusahaan tingkat dunia yang diharapkan dapat meningkatkan kelas perusahaan menjadi pemain kelas dunia. Hal ini sudah dilakukan
terhadap PT Telkom dengan menggandeng perusahaan
telekomunikasi kelas dunia (Singapura) dan hasilnya sudah mulai kelihatan . Rasio S/TA menunjukkan kemampuan modal yang diinvestasikan untuk menghasilkan penjualan (kontribusi aktiva terhadap penjualan). Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak cabang-cabang yang didirikan, semakin besar tingkat penjualan yang diperoleh PT.Telkom. Secara umum, untuk dapat meningkatkan daya saing manajemen,
sangat
diperlukan
pembenahan
aset-aset
perusahaan
yang masih
menganggur dan menjadikan aset tersebut mendukung bisnis inti perusahaan. Aset menganggur bisa berarti aset yang tidak dugunakan untuk mendukung bisnis inti perusahaan.
Sales to Fixed Asets
28
Rasio ini mengukur perputaran aktiva tetap perusahaan. Dengan kata lain rasio ini mengukur kemampuan modal yang diinvestasikan untuk menghasilkan penjualan (revenue). Semakin besar rasio ini semakin efektif penggunaan aktiva tetap perusahaan dalam kontribusinya terhadap penjualan. Sebagai contoh PT Telkom pada tahun 2007 rasio S/FA sebesar 17.55, artinya bahwa dana yang tertanam dalam keseluruhan aktiva rata rata dalam satu tahun berputar 17.55 X atau setiap rupiah aktiva selama setahun dapat menghasilkan revenue sebesar Rp 17,55.
Rasio Likuiditas Quick ratio Rasio ini mengukur likuiditas penggunaan semua aktiva perusahaan. Rasio ini dipilih oleh beberapa peneliti karena rasio ini terbukti mempunyai tingkat akurasi terutama untuk menilai kondisi financial distress suatu perusahaan. Semakin besar rasio Quick, semakin besar kemampuan aset perusahaan untuk membayar hutang. Dalam penelitian ini rasio yang digunakan untuk mengukur likuiditas perusahaan adalah rasio Quick Ratio. Tabel dibawah ini menunjukkan bahwa mean rasio Quick Ratio PT Tekom lebih besar dibandingkan PT Indosat. Hal ini menunjukkan bahwa PT Telkom mempunyai likuiditas total aset yang baik untuk membiayai modal kerja perusahaan. Sementara itu perlunya dilakukan penataan aset PT Telkom agar dapat membiayai modal kerja dengan baik.
29