MODEL PENGEMBANGAN KINERJA BADAN USAHA MILIK DAERAH (BUMD) Kesi Widjajanti
[email protected] Fakultas Ekonomi Universitas Semarang ABSTRAK
Tujuan penelitian adalah untuk mengkonstruksi model pengembangan kinerja Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan menguji hubungan veriabel independent terhadap variabel dependent.Obyek penelitian ini adalah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di Indonesia. Unit analisis adalah perusahaan dengan responden yang diwakili oleh manajer tingkat atas. Pengujian hipotesis menggunakan Structural Equation Model dengan Partial Least Square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk meningkatkan Kinerja Perusahaan yang paling menentukan adalah Keunggulan Bersaing perusahaan.Peran Transformasi organisasional sangat penting dalam memfasilitasi proses penciptaan Keunggulan Bersaing . Keunggulan bersaing terbukti mampu memediasi hubungan Transformasi Organisasional terhadap Kinerja Perusahaan. Implikasi penelitian ini adalah bahwa semakin BUMD mampu melakukan penciptaan daya saing, maka transformasi yang dilakukan tersebut semakin efektif untuk menumbuhkan penjualan dalam meningkatkan laba. Sebagaimana mendukung pernyataan Prahalad dan Hamel (1990) bahwa untuk mencapai keunggulan kompetitif diperlukan transformasi organisasional terkait dengan struktur, sistem dan budaya yang lebih fleksibel secara stratejik. Kata kunci : Keunggulan Bersaing, Kinerja, Badan Usaha Milik Daerah
ABSTRACT
The research objective is to construct a model of development of the Regional Owned Enterprises performance (enterprises) to examine the relationship veriabel independent of the dependent variable Object of this study is the regional owned enterprises in Indonesia. The represented by top-level managers. Testing hypotheses using Structural Equation Models with Partial Least Square.The results showed that the company to enhance the performance of the most decisive is competitive advantage. The role of organizational transformation is very important in facilitating the process of creation of competitive advantage. Competitive advantage proved able to mediate the relationship organizational transformation of corporate performance. The implications of this research is that the enterprises are able to do the creation of competitiveness, then the transformation is done is more effective to grow sales in 1
increasing profit. As Prahalad and hamel supporting statement (1990) that the competitive advantage necessary to achieve organizational transformation associated with the structures, systems and culture that is more flexible in strategic.
Key word: Competitive Advantage, Performance, The Regional Owned Enterprises
PENDAHULUAN
Kinerja perusahaan umumnya digunakan sebagai konstruk untuk mengukur dampak dari sebuah strategi perusahaan. Tolak ukur keberhasilan perusahaan dapat dicerminkan dari kinerja keuangan, kinerja pemasaran dan kinerja operasional. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di Indonesia sebagai perusahaan milik daerah , sangat diharapkan dapat memberikan kontribusinya terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Berdasarkan beberapa kajian penelitian menyebutkan bahwa pengelolaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di Indonesia belum optimal. Hal ini dibuktikan dengan adanya fenomena yang ada, bahwa dari sekian banyak badan usaha milik daerah (BUMD) di Indonesia, yang mampu memberi kontribusi bagi pendapatan asli daerah (PAD) hanya beberapa saja. Itu pun besarannya tidak terlalu signifikan ( Sukirman ,2011).Sementara itu, menurut FX Sugiyanto (2011), mengatakan bahwa
untuk memperbaiki kinerja, perlu dilakukan perubahan
pengelolaan. Perubahan pengelolaan mutlak diperlukan untuk memperbaiki kinerja BUMD. Banyak penelitian yang membahas kinerja BUMD namun sebatas hanya kinerja keuangannya saja tanpa membahas hubungan dengan faktor penyebabnya. Penelitian ini akan mengkonstruksi model dengan mengkaitkan kinerja proses dan kinerja akhir. Permasalahan penelitian adalah :Bagaimana cara meningkatkan kinerja perusahaan BUMD? Tujuan penelitiannya adalah (1) membangun model meningkatkan kinerja BUMD (2) Menguji hubungan variabel independent dan variabel dependent
2
Pengembangan Proposisi
Untuk dapat beradaptasi pada perubahan pasar, perusahaan harus menciptakan kompetensi dengan cara melakukan transformasi organisasional yang terkait dengan transformasi operational, transformasi corporate self-reneval, dan transformasi strategic (Blumenthal dan Haspeslagh ,1994). Secara umum, BUMD sebagai perusahaan negara yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia selama ini sistem perencanaannya, dilakukan secara terpusat (sentralistik). Agar dapat bertahan menghadapi kompetisi yang semakin tinggi, perusahaan harus dapat menyesuaikan kondisi pasar yang baru, dimana perusahaan dipaksa untuk merubah dan memahami dampak dari perubahan yang terjadi di perusahaan (Andre, 1980; Keats dan Hitts, 1988). Kompetisi yang semakin tinggi sangat berhubungan dengan posisi daya saing perusahaan. Keunggulan bersaing
dapat diartikan beraneka ragam tergantung dari
pendekatan dari sudut pandang mana yang digunakan. Secara konseptual keunggulan daya saing adalah merupakan kemampuan suatu bisnis dalam memperoleh keuntungan abnormal dalam industri kompetitif berdasarkan strategi penciptaan nilai. Dengan kata lain, keunggulan daya saing merupakan pelaksanaan yang lebih unggul dari strategi yang dipakai oleh pesaing. Keunggulan daya saing akan sustainable jika keunggulannya dapat dipertahankan dari peniruan atau duplikasi tindakan pesaing (Porter, 1985; Barney, 1991). Implementasi dari strategi perusahaan sebagai hasil dari keunggulan daya saing jangka panjang, dimana keunggulan daya saing tersebut tidak dapat ditiru oeh pesaing. Keunggulan daya saing yang berkelanjutan dapat diperoleh dengan menciptakan temporary advantage melalui proses invention.Inovasi merupakan jumlah dari invention ditambah invention yang sudah dikomersialkan. Inovasi dihasilkan dari pengembangan perusahaan secara efektif dalam menggunakan teknologi baru dan pengetahuan baru tentang peluang-peluang pasar. (Hitt, ireland dan Hoskissob, 2001). Sebagian besar para manajer BUMD mempunyai keterbatasan kebijakan dalam melakukan implementasi perubahan strategi. Sehubungan dengan itu, untuk dapat meningkatkan daya saing perusahaan perlu di dorong agar para manajer dapat menerapkan strategi yang dapat meningkatkan profitabilitas (Zahra,2000). Menurut Zahra, bahwa manajer mempunyai pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan untuk mengembangkan dan melakukan implementasi strategi-strategi yang berorientasi pasar.
3
Ukuran keberhasilan organisasi mencakup profitabilitas, pertumbuhan penjualan, ukuran competitiveness dan market share (Jacobson, 1996). Rasio-rasio akuntansi dan ukuran kinerja pemasaran merupakan dua indikator besar dalam mengukur kinerja perusahaan. Namun demikian, indikator –indikator itu telah dikritik karena tidak mampu menjelaskan dengan cukuup semua ”intangibles” yang ada dalam perusahaan dan indikator tersebut tidak mudah digunakan untuk menjelaskan sumber dari keunggulan kompetitif
(Bharadwaj,
Varadarajan dan Fay, 1993). Sebagaimana indikator kinerja yang digunakan Slater & Olson (2001) mencakup : (1) profitabilitas dibandingkan dengan rata-rata industri; (2) tingkat market share dibandingkan dengan rata-rata industri; (3)) efisiensi organissai dibandingkan dengan rata-rata industri. Wiklund (1994) lebih menekankan ukuran pertumbuhan sebagai indikaktor kinerja.
Berdasarkan teori dan hasil penelitian-penelitian terdahulu maka
diajukan proposisi sebagai berikut :
Kinerja Perusahaan merupakan tolak ukur keberhasilan perusahaan yang terkait dengan efisiensi, pengembangan pasar dan produk serta pertumbuhan. Hubungan antara transformasi organisional dan kinerja dapat terjadi secara langsung atau dimediasi dengan keunggulan bersaing
Pengembangan Hipotesis
Hipotesis 1 : Untuk mencapai keunggulan kompetitif diperlukan struktur, sistem dan budaya yang lebih fleksibel secara stratejik (Prahalad dan Hamel ,1990). Keunggulan kompetitif perusahaan bergantung kepada organizational capital atau ”socially complex resources” (Barney,1991). Dikemukakan bahwa capital yang dimanifestasikan melalui budaya organisasional dapat memberikan sumber keunggulan kompetitif. Bagaimana kompetensi ini mampu meningkatkan keungulan kompetitif, dalam studi ini lebih ditekankan dengan menggunakan konsep kapital ”organisasional”. Terdapat bukti empirik hubungan transformasi insentif mempengaruhi keunggulan daya saing perusahaan. Peningkatan kebijakan kompensasi dapat meningkatkan keingingan manajer dalam mengambil risiko untuk memperluas akses pendanaan dan mengembangkan jaringan pasar dalam rangka upaya pengurangan biaya . 4
Berdasarkan uraian diatas diajukan hipotesis 1 sebagai berikut : Transformasi Organisasional berpengaruh positif terhadap Keunggulan Bersaing
Hipotesis 2
Kinerja dapat ditingkatkan melalui kesempatan perusahaan yang akan melakukan transformasi organisasional yang terkait dengan struktur, insentif, pengambilan keputusan dan sistem pengendalian (Lant, et.al, 1992; Zajac & Kratz, 1993; Web & Dowson, 1991). Pendapat yang sama oleh Rindova dan Kotha (2001) dan Romaneli Tushman (1994) mengemukakan bahwa perubahan internal seperti perubahan struktur dan budaya akan meningkatkan kinerja sebagai akibat dari proses transformasi organisasional. Peningkatan kualitas pelayanan dapat meningkatkan komitmen karyawan untuk lebih pruduktif dan inovatif (Kanter, 1989) yang pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja perusahaan (Zarha, 2000). Berdasarkan uraian di atas diajukan hipotesis 2 : Transformasi Organisasional berpengaruh positif terhadap Kinerja Perusahaan
Hipotesis 3 Aset-aset stratejik, sumber daya stratejik, kapabilitas statejik dan ketrampilan stratejik adalah terminologi utama yang digunakan untuk mengidentifikasi faktor faktor yang dapat menghasilkan sebuah kinerja jangka panjang. Aaker (1989) menulis bahwa menglola sumberdaya dan ketrampilan kompetensi adalah kunci bagi pencapaian sebuah keunggulan bersaing berkelanjutan. Fahy (2000) dengan menggunakan ukuran secara operasional dalam tiga konstruk utama yaitu : sumberdaya, kapabilitas pemasaran stratejik dan kinerja perusahaan, telah menemukan bahwa setelah privatisasi, perusahaan akan memperoleh akses sumberdaya finansial yang lebih besar, dalam memperbaiki kinerja perusahaan. Ditemukan bahwa melalui kolaborasi partner sebagai sumber keunggulan daya saing akan memberi manfaat bagi perusahaan untuk dapat lebih cepat masuk dalam bisnis baru yang dapat menggali sumber keuntungan baru bagi perusahaan (Jonathan P. Doh,2000). Untuk menguji bagaimana hubungan keunggulan daya saing dan kinerja perusahaan, diajukan hipotetisis 3 : Keunggulan Bersaing berpengaruh positif terhadap Kinerja Perusahaan
5
METODE PENELITIAN
Penelitian ini memfokuskan pada integrasi dan identifikasi variabel yang diperlukan untuk pengembangan model Kinerja BUMD .Variabel yang diidentifikasi meliputi transformasi organisasional, keunggulan bersaing dan kinerja perusahaan, yang mengacu pada konsep dan penelitian terdahulu yakni Zahra, Ireland, Gutierrez dan Hitt (2002) dan Fahy (2000). Penelitian ini menguji pengaruh transformasi organisasional terhadap keunggulan daya saing dalam meningkatkan kinerja perusahaan. Untuk mengembangkan model kinerja BUMD studi ini menekankan kontribusi dari peranan stratejik manajer level atas . Populasi pada penelitian ini meliputi seluruh BUMD di Indonesia. Metode pemilihan sampel yang digunakan adalah accidance sampling, dengan jumlah sampel 20 BUMD. Data sekunder bersumber dari laporan keuangan perusahaan, profil dan prospektus perusahaaan serta data pendukung dari Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kota Semarang dan Pemerintah Daerah. Data primer dikumpulkan dengan metode survei dengan cara wawancara dan kuesioner . Model disusun dan diuji dengan Strucural Equation Modelling (SEM) dengan menggunakan Partian Least Square.
Hasil dan Pembahasan Hipotesis 1 dugaan adanya pengaruh Transformasi Organisasional terhadap Keunggulan Bersaing terbukti atau dapat diterima. Komitmen untuk mencapai keunggulan daya saing akan mempercepat transformasi struktur organisasi di BUMD . Bentuk organisasi yang sangat pro pasar banyak diterapkan oleh perusahaan, terutama transformasi tentang product centric organization ke customer centric organization. Otonomi organisasional yang paling mendasar terlihat dari kebebasan peusahaan dalam menentukan strategi bisnis perusahaan dan pengelolaan bisnis sehari hari. Hal ini terlihat dari jawaban responden yang menunjukkan bahwa seluruh perusahaan menempatkan strategi bisnis perusahaan dan pengelolaan bisnis sehari hari sebagai hasil dari pengambilan keputusan secara partisipatif. Sistem pengambilan keputusan secara partisipatif merupakan dimensi transformasi organisasional yang dapat mendorong pengembangan produk dan pasar. Hipotesis 2 dugaan adanya pengaruh positif antara Transformasi Organisasional terhadap Kinerja Perusahaan terbukti atau dapat diterima. BUMD dengan intensitas tingkat persaingan rendah, dan masih menerapkan servis yang standar yang mampu melakukan 6
transformasi akses finansial merupakan dimensi penting untuk meningkatkan keuntungan perusahaan. Program kerja sama lebih ditekankan untuk memperluas akses modal untuk kebutuhan investasi, yang diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah perusahaan. Untuk membangun kemampuan pendanaan, BUMD inovatif mencari pola pembiayaan yang paling sesuai dengan usahanya, termasuk sumber sumber dana yang lain diantaranya berkolaborasi dengan partnership. Perusahaan selain mendapat akses pendanaan dari perbankan juga mendapat akses modal dari luar. Kemampuan pendanaan perusahaan akan bertambah, yang berarti
akan
menambah
perluasan
bisnis
yang
akan
mendatangkan
keuntungan
perusahaan.Semakin kuat permodalan BUMD maka akan semakin efektif menggarap pasar dan semakin efisien dalam menjalankan operasinya. Alasan inilah yang membuat BUMD berkeinginan kuat untuk memupuk modalnya secara cepat dengan merger dan akuisisi. Peningkataan
modal
dan
perluasan
skala
usaha
akan
meningkatkan
posisi
di
pasar.Keberhasilan BUMD dapat ditentukan melalui usahanya dalam mencapai keunggulan bersaing melalui perluasan jaringan bisnisnya yang sulit di tiru pesaing. Hipotesis 3 dugaan adanya pengaruh positif antara Keunggulan Bersaing terhadap Kinerja Perusahaan terbukti atau dapat diterima. Penelitian ini mendukung Porter (1991) bahwa adanya hubungan antara keunggulan daya saing dan kinerja perusahaan. Keunggulan biaya merupakan satu dari dua jenis keunggulan bersaing yang dimiliki perusahaan. Perusahaan yang mempunyai daya saing di bidang sumberdaya manusia dan daya saing organisasional akan dapat meningkatkan kinerjanya. BUMD selain menerapkan strategi biaya rendah sebagai sumber kompetitifnya, juga berusaha meningkatkan kualitas dan fleksibilitasnya, agar dapat menyesuaikan keinginan pasar yang ada, yang pada akhirnya dapat memperoleh return diatas normal. Hal ini dapat dilihat dari data hasil jawaban responden dan hasil wawancara bahwa dalam rangka meningkatkan posisi tawar menawarnya BUMD berusaha melakukan perubahan fundamental dalam cara berpikir untuk tetap dapat bersaing Dari tiga hipotesis yang diajukan pada penelitian ini
semuanya diterima karena
parameter estimasinya menunjukkan hasil yang siknifikan. Secara hipotesis menunjukkan bahwa dengan meningkatnya transformasi organisasional
akan mendorong terciptanya
keunggulan bersaing perusahaan. Sehubungan semakin tingginya keunggulan bersaing akhirnya semakin meningkatkan kinerja perusahaan.
7
Simpulan Peningkatan kinerja perusahaan berkelanjutan dipengaruhi secara kuat oleh keunggulan daya saing. Pada perusahaan BUMD, keunggulan daya saingnya masih tergolong sedang sehingga berimplikasi pada kinerja perusahaan yang juga tergolong sedang. Upaya peningkatan
efisiensi
dapat
tercapai
dengan
mengurangi
biaya,
namun
tetap
mempertimbangkan kualitas pelayanan pelanggan. Peningkatan kinerja perusahaan diindikasikan dengan adanya keberhasilan pengembangan pasar sehingga meningkatkan pertumbuhan penjualan.
DAFTAR PUSTAKA Amit, R., and Schoemaker, P. J. H. 1993. ‘Strategic assets and organizational rent’. Strategic Management Journal, 14,1, 33-46. Andrews, K. R. 1980. The Concept of Corporate Strategy (rev. ed.). Homewood, III.: D. Irwin.
Augusty Tae Ferdinand. 1999. Strategic Pathways Toward Sustainable Competitive Advantage. Thesis, Submitted to the Graduate College of Management, Southern Cross University, Australia, in partial fulfillment of the requirement for the degree of Doctor of Business Administration (tidak dipublikasikan). Augusty Tae Ferdinand. 2002. Structural Equation Modeling Dalam penelitian Manajemen, BP UNDIP ISBN 979-9156-79-0 Barney. 1991. “Firm resources and sustained competitive advantage”. Journal of management Barney, J. 2001. Gaining and Sustaining Competitive Advantage.2nd Ed. Prentice Hall Bharadwaj, S. G., Varadarajan, P. R., and Fahy, J. 1997. ”Sustainable Competitive Advantage in Service Industries: A Conceptual Model and Research Proportions. Journal of Marketing, Vol. 57, 83-99 David J.Lemak & Pamela W. Henderson. 2004. “A New Look At Organizational Transformation Using Systems Theory”. An Application To Federal Contractors, Journal of Business and Management-Winter Doh. Jonathan P. 2000. “Entrepreneurial Privatization Strategies : Order of entry and Local partner collaboration as sources of competitive advantage”. The Academy of Management Review. Mississipi State
8
Fahy J,Hooley G, Beracs J, Fonfara K, & Gabrijan V. 2003. “Privatisation and Sustainable Competitive Advantage in the Emerging Economies of Central Europe”. Management International Review. Ghozali, Imam. 2006. Structural Equation Modeling Metode Alaternatif Dengan Partial Least Square PLS, Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Indonesia. Grant, R. M. 1991. The Resource Based Theory of Competitive Advantage: Implications for Strategy Formulation. California Management Review.(Spring). 114-133. http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=149667 Nasib Separuh BUMD Jateng di Ujung Tanduk Laporan tahunan Annual Report Bank Jateng PT Bank Pembangunan Daerah jawa Tengah 2006 Lemak, D. J., and Henderson, P. W. 2004. Look at the organizational transformation using systems theory: An application to federal contractors. Journal of Business and Management, Vol. 9 No. 4.
Meyer, K. E. 1998b. ‘Entreprises transformation and foreign investment in Eastern Europe’. Journal of East-West Business, 4, 7-27. Mintzberg, H. 1979. The Structure of Organizations, Prentice-Hall, New York, NY. Newman ,K.L. 2000. “Organizational Transformation During Institutional Upheaval”. Academy of Management Review, Vol.25 No.3,602-619 Prahalad, C. K., and Hamel, G. 1990. ‘The core competence of the corporation’. Harvard Business Review, 68, 3, 79-91. Uhlenbruck, K., Meyer; K. E., and Hitt, M. A. 2000. “Organizational Transformation in Transition Economies : Resource-Based And Organizational Learning Perspectives” Journal of Management Studies Wiklund, J. 1999, The Sustainableof the entrepreneurial orientation-performance relationship”, paper presented at the 1999 Babson College_ Kauffman Foundation Research Conference, Columbia, NC. Zahra, Shaker A. 1991. “Predictors and financial outcomes of corporate entrepreneurship: an exploratory study”, Journal of Business Venturing, Vol. 6 No. 4, pp. 259-85. Zahra, Shaker A; Duane Ireland R Duane ; Gutierrez Isabel; Hitt Michael A. 2000. “Introduction To Special Topic Forum Privatization And Entrepreneurial Transformation : Emerging Issues And A Future Research Agenda” Academy of Management Review. Zahra, Shaker A dan Hansen, Carol Dianne, 2007 Privatization, Entrepreneurship, and Global Competitiveness in the 21 century,EBSCOhost Research Database : 9
http:/web.ebscohost.com/ehost/setail?vid=22&hid=12&sid=402a27ac-abb2-47el8e12-63..2/7/2007 Zahra, Shaker, A., Ireland, R. D., and Hitt, M. A. 2000. International expansion by new firms: International diversity, mode of market entry,technological learning and performance. Academy of Management Journal, 43: 925-950. Zahra, Shaker A., and Covin, J. G. 1995. “Contextual influences on the corporate entrepreneurship-performance reelationship: a longitudinal analysis”, Journal of Business Venturing, Vol. 10 No. 1, pp. 43-58.
Identitas Penulis : 1. Nama lengkap dan gelar
: Dr. Ir. Kesi Widjajanti, SE. MM
2. Fakutas/Jurusan
: Ekonomi / Manajemen
3. Perguruan Tinggi
: Universitas Semarang
4. Alamat
: Jl. Sukarno Hatta Tlogosari Kampus Universitas Semarang Telp. (024) 6702757
Fax (024) 6702272
10
INTISARI TRANSFORMASI ENTREPRENEURSHIP MENUJU KEUNGGULAN DAYA SAING DAN KINERJA Kesi Widjajanti Program Doktor Ekonomi (Manajemen Stratejik) Universitas Diponegoro
Pada saat ini privatisasi telah menjadi strategi populer untuk meningkatkan ekonomi baik di negara maju maupun berkembang. Walaupun isu privatisasi sudah populer,
namun
masih
sedikit
perhatian
yang mempertimbangkan
perilaku
entrepreneurship di organisasi. Kebanyakan penelitian terdahulu menggunakan kinerja perusahaan sebagai konstruk akhir untuk mengukur keberhasilan privatisasi, dan masih mengabaikan aktivitas aktivitas yang menyertainya. Konsep corporate entrepreneurship sudah dikembangkan oleh Antoncic (2004) dan Zahra (2000), tetapi secara empirik kaitannya dengan keunggulan daya saing dan faktor faktor yang menstimulasi corporate entreprenurship belum dikaji secara jelas. Adanya gap dari penelitian terdahulu dan fenomena yang ada, penelitian ini lebih memfokuskan pada proses yang mengiringi untuk menghasilkan kinerja perusahaan. Penekanan intermediate outcome yang berbasis kegiatan dipandang sebagai proses yang mendahuluinya yang akan menjadi instrument stratejik untuk menghasilkan final outcome. Dalam penelitian ini, corporate entrepreneurship dipandang sebagai kunci keberhasilan perusahaan dalam meningkatkan nilai kompetitif. Untuk mengilustrasikan keterkaitan variabel kegiatan yang dilakukan, penelitian ini menggunakan perspektif stratejik berdasar Resource Based View dan teori Organizational Learning.
iii
Bertitik tolak dari pandangan Resource Based View dan teori Organizational Learning, diajukan pengembangan model yang mengidentifikasi variabel variabel penting untuk mentrasformasi perusahaan menjadi perusahaan yang mempunyai kapabilitas kompetitif berbasis sumberdaya. Pengembangan dan optimalisasi sumberdaya menjadi lebih penting sebagai sumber keunggulan daya saing. Lebih jauh, dalam perkembangannya mengarah pada perwujudan konsep keunggulan daya saing untuk meningkatkan kinerja. Aspek aspek inti organisasional merupakan basis tuntutan yang digunakan untuk memobilisasi sumberdaya. Sebagaimana dikemukan Megginson, Nash & Van Randenborg (1994) bahwa terdapat faktor faktor internal sebagai pendorong kesuksesan perusahaan privatisasi. Pada perusahaan privatisasi BUMN, agar dapat bertahan di lingkungan baru dimana struktur perekonomiannya telah beralih dari sistem ekonomi yang dikendalikan pemerintah
menjadi sistem ekonomi yang diserahkan kekuatan mekanisme pasar,
perusahaan harus melakukan perubahan fundamental organisasionalnya. Perubahan kondisi internal dan eksternal setelah privatisasi akan mendorong proses transformasi untuk menjadikan perusahaan sebagai perusahaan yang memiliki keunggulan daya saing dan kinerja. Kebanyakan perusahaan BUMN di negara transisi mengalami kegagalan dalam melakukan transformasi organisasional (Uhlenbruck , Meyer, Hitt,2000). Kekuatan pasar
menuntut manajemen untuk mengelola perusahaan secara
efisien. Perusahaan tidak hanya dituntut dapat melayani pelanggan tetapi juga dapat menemukan cara cara baru yang dapat meningkatkan efisiensi. Berkaitan dengan hal tersebut,
jiwa
entrepreneurship
harus
dikembangkan
pada
organisasi,
dalam
meningkatkan kapabilitas agar memiliki nilai kompetitif. Hal ini sesuai pendapat Zahra,
iv
dan Hansen (2007) bahwa salah satu alasan perusahaan melakukan privatisasi adalah meningkatkan entrepreneurship. Mengacu dari berbagai penelitian terdahulu ditunjukkan bahwa peningkatan perilaku entrepreneurship melalui
pengembangan inovasi dalam organisasi dapat
mengurangi biaya dan memperbaiki kinerja perusahaan (Jonathan Doh, 2003; Covin, 2000). Sementara Slevin & Covin (1990) menyatakan bahwa perilaku entrepreneurship perusahaan yang memfokuskan pada tingkatan organisasional sinonim dengan corporate entrepreneurship. Selanjutnya, corporate entrepreneurship sebagai jalur penting ke arah peningkatan daya saing perusahaan akan memberikan keuntungan
jangka panjang.
Sesuai pendapat Porter (1990) bahwa untuk dapat bersaing dan maju perusahaan harus berani melakukan inovasi yang berbeda dengan lainnya. Hubungan antara corporate entrepreneurship dan keunggulan daya saing yang mempunyai hubungan positif itu dikemukakan juga oleh BR Bharadwaj, Sushi, K Momaya (2005) bahwa untuk menghadapi pasar bebas globalisasi yang sangat kompetitif dan dinamis, corporate entrepreneurship menjadi sangat penting sebagai strategi untuk mencapai keunggulan daya saing. Kaitan transformasi organisasional terhadap perbaikan kinerja akan diujikan dalam
penelitian
ini
dengan
menempatkan
variabel
pembelajaran,
corporate
entrepreneurship dan keunggulan daya saing sebagai variabel mediasi dalam menjelaskan aktivitas aktivitas yang mengiringinya. Proses internal yang akan menjadi dasar yang kuat untuk meningkatkan kinerja didasarkan pandangan state of the art, mengenai hubungan positif antara transformasi dan pembelajaran (Uhlenbruck, 2000); hubungan pembelajaran organisasional dan corporate entrepreneurship (Zahra, 2000);
v
hubungan corporate entreprenurship dan keunggulan daya saing (Jonathan Doh, 2000); hubungan keunggulan daya saing dan kinerja (Bharadwaj, Varadarajan, Fahy, 1993) menunjukkan kaitan erat antara transformasi, entreprneurship, keunggulan daya saing, dan kinerja perusahaan. Research gap
adanya perbedaan cara menuju peningkatan kinerja, yang
terinspirasi dari penelitian terdahulu seperti Uhlenbruck (2000) yang menemukan bahwa terdapat hubungan transformasi,pembelajaran dan kinerja perusahaan. Namun Antoncic dan Hisric (2000)
justru menemukan adanya hubungan positif antara corporate
entrepreneurship dan kinerja perusahaan. Sementara itu, ditemukan pula hubungan antara keunggulan daya saing dan kinerja perusahaan (Fahy, 2003; dan Jonathan Doh, 2000). Berdasarkan gap perbedaan pendapat diatas, perlu dilakukan pengkajian kembali secara konseptual dan empirik yang lebih luas. Oleh karena itu penelitian ini mencoba mengkaji ulang dengan memodifikasi hubungan transformasi organisasional dan kinerja, dengan mengakaitkan variabel kegiatan
yang menyertainya yaitu variabel pembelajaran
organisasional, pengembangan corporate entrepreneurship, dan keunggulan daya saing. Permasalahan yang dihadapi perusahaan privatisasi BUMN khususnya adalah daya saing yang rendah karena kurangnya kompetensi dan kurangnya spirit entrepreneurship yang terkait dengan efisiensi. Penelitian ini mengembangkan sebuah model
yang diharapkan mampu memberikan pemahaman yang lebih komprehensif
dalam upaya transformasi entrepreneurship ke arah pencapaian keunggulan daya saing untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Penelitian
ini
memfokuskan
bagaimana
perusahaan
privatisasi
BUMN
melakukan transformasi sumberdaya yang ada, ke orientasi corporate entrepreneurship
vi
yang dapat memperoleh keunggulan daya saing untuk mencapai kinerja yang berkelanjutan. Oleh karena itu, diajukan permasalahan penelitian: bagaimana proses meningkakan
kinerja
dari
transformasi
organisasional
melalui
pembelajaran
organisasional, corporate entreprneurship, dan keunggulan daya saing. Untuk menjawab permasalahan penelitian tersebut, melalui telaah pustaka diajukan pengembangan tiga proposisi
sebagai berikut:
proposisi Transformasi
Organisasional, proposisi Keunggulan Daya Saing, dan proposisi Kinerja perusahaan. Ketiga proposisi tersebut menghasilkan sebuah model konseptual teori dasar yang akan membentuk model penelitian empirik dengan sepuluh hipotesis. Populasi yang diteliti adalah semua BUMN yang melakukan privatisasi di Indonesia beserta anak perusahaannya. Berdasarkan data dari Kementrian Negara Badan Usaha Milik Negara, 2006, terdapat 66 perusahaan. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah non probabilitas. Metode pemilihan sampel yang digunakan adalah aksidental sampling, dimana sampel yang akan diteliti dengan cara menentukan siapa saja yang ditemui saat pengumpulan data (Sarmanu, 2004). Adapun pertimbangan tersebut adalah peneliti ingin mendapatkan informasi dari responden yang dapat memberikan penjelasan yang terkait dengan perusahaan privatisasi BUMN. Unit analisis dalam penelitian ini adalah perusahaan, sedangkan respondennya diwakili oleh
manajer level atas. Manajer level atas merupakan orang yang dapat
mewakili perusahan atas seluruh aktivitas usaha perusahaan. Oleh karena itu, manajer level atas merupakan responden dalam penelitian ini, karena merupakan subjek yang dapat menggerakkan pengembangan corporate entrepreneurship menuju keunggulan daya saing. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 57 perusahaan.
vii
Pengujian model penelitian empirik menggunakan Structural Equation Modeling dengan Smart Partial Least Square. Pengujian model yang dianalisis dalam penelitian dengan melakukan evaluasi outer dan inner model. Evaluasi outer model untuk pengujian convergent dan diskriminant validitas serta reliabilitas. Evaluasi inner model dengan pengukuran R square dan koefisien jalur. Dari sepuluh hipotesis yang diajukan pada penelitian ini ada lima hipotesis yang diterima karena parameter estimasinya menunjukkan hasil yang siknifikan. Secara hipotesis menunjukkan bahwa dengan meningkatnya
transformasi
organisasional
akan
merangsang
pembelajaran
organisasional. Selanjutnya dengan semakin meningkatnya pembelajaran organisasional akan memberikan stimulasi corporate entrepreneurship. Semakin tinggi tingkat corporate entrepreneurship akan mendorong terciptanya keunggulan daya saing. Pada akhirnya semakin meningkat keunggulan daya saing, akan memperbaiki kinerja perusahaan. Penelitian ini menghasilkan temuan dua pola jalur menuju peningkatan kinerja perusahaan seperti yang disajikan dibawah ini :
1. Pola Jalur Pendek Transformasi Organisasional -Keunggulan Daya Saing-Kinerja Pola ini terdiri dua tahap penciptaan proses menuju peningkatan kinerja yakni tahap transformasi organisasional, dan tahap penciptaan keunggulan daya saing. Ilustrasi tentang interaksi ketiga konstruk ini ditemukan secara empirik tentang keterkaitan dan hubungannya yang menempatkan ”organisasional” sebagai salah satu sumberdaya yang penting dalam mencapai keunggulan daya saing. Hubungan ketiga
viii
konstruk ini dengan sampel perusahaan privatisasi BUMN di Indonesia menunjukkan bahwa kinerja berkelanjutan dapat dicapai apabila perusahaan melakukan transformasi organisasional yang dapat mengoptimalkan keunggulan daya saingnya yang ditandai dengan adanya keunggulan diferensiasi dan keunggulan pada bidang biaya. Pola ini sebaiknya digunakan oleh perusahaan dengan karakteristik organisasi yang mempunyai sumber daya yang siap bersaing terkait competitive capability dengan entrepreneurial skill. Upaya untuk mengubah struktur yang lebih fleksibel agar mampu menyesuaikan perubahan, merupakan salah satu bagian transformasi organisasional. Untuk mempunyai kinerja yang baik, harus memperhatikan transformasi yang berhubungan dengan struktur organisasional sebagai salah satu pendorong untuk merubah akses informasi yang mempengaruhi model bisnisnya ke arah yang lebih desentralisasi dengan otonomi yang besar. Dengan adanya transformasi struktur organisasional, perusahaan siap berubah untuk menciptakan keunggulan daya saing Kesuksesan perusahaan privatisasi BUMN ditentukan oleh adanya transformasi struktur yang akan meningkatkan kolaborasi yang dapat memfasilitasi pengembangan sumberdaya dan kapabilitas perusahaan. Kolaborasi akan berpengaruh pada kapabilitas network, yang memfasilitasi adanya pertukaran sumberdaya. Jalinan network akan memperluas kerjasama dalam sharing biaya untuk mengurangi biaya
sehingga dapat meningkatakan keunggulan perusahaan
pada
bidang biaya. Disamping itu kolaborasi partnership strategies dapat memperbaiki jalinan relasi dengan buyer-supplier strategis dan stakeholder yang akan menstimulasi kemudahan akses di bidang finansial sebagai sumber keunggulan daya saing perusahaan. Meningkatnya akses finansial secara otomatis akan memperkuat
ix
modal
perusahaan
untuk
melakukan
ekspansi
yang
meningkatkan
posisi
kompetitifnya.
2. Pola Jalur Bertahap Transformasi -Pembelajaran -Corporate Entrepreneurship-Daya Saing- Kinerja. Pola jalur bertahap ini menunjukkan bahwa untuk meningkatkan kinerja diperlukan empat tahapan kegiatan proses. Cara mencapai kinerja berkelanjutan dengan jalur berjenjang ini memberikan dukungan peran mediasi corporate entrepreneurship. Pola jalur bertahap dipandang sebagai jalur stratejik dalam
menciptakan kinerja bagi
perusahaan yang mempunyai karakteristik lack entreprenurial . Untuk dapat bersaing, perusahaan dengan keterbatasan sumberdaya knowledge
yang berkaitan dengan
entrepreneurial skill dituntut untuk meningkatkan kapabilitas kompetitifnya. Kinerja perusahaan dapat ditingkatkan tidak hanya melalui proses transformasi dan penciptaan keunggulan daya saing, namun perlu menciptakan proses pembelajaran organisasional yang dapat membangkitkan semangat entrepreneurial dalam organisasi. Adanya transformasi inti organisasional yang terkait dengan struktur dan kapabilitas proses informasi merupakan basis tuntutan yang digunakan untuk dapat melakukan peningkatan sharing pengetahuan sebagai komplemen sumberdaya dan kapabilitas yang efektif dalam pengembangan inovasi. Perusahaan yang berani melakukan inovasi pembaharuan bisnis untuk memperkuat keunggulan biaya dan keunggulan diferensiasi merupakan kritikal penting menunju kesuksesan.
x
Penelitian ini membangun model yang memberikan ilustrasi untuk mendukung pengembangan teoritik. Implikasi teori penelitian ini ditunjukkan dalam kontribusi Resource Base View pada hubungan antara transformasi organisasional dan keunggulan daya saing, dan hubungan antara corporate entrepreneurship dan keunggulan daya saing. Hasil ini menunjukkan bahwa keunggulan daya saing dapat diperoleh dari adanya transformasi dalam orientasi stratejik yang berbasis sumberdaya untuk merubah potensi sumberdaya yang dimiliki menjadikan sumber keunggulan. Upaya manajerial untuk mengarahkan pada entrepreneurship sebagai sumber daya yang melakukan risiko, mengintegrasikan dan membawa sumberdaya lain secara bersama-sama untuk melakukan proses inovasi yang mempunyai keunggulan. Pengembangan corporate entrepreneurship akan optimal jika diciptakan inovasi melalui kegiatan pembelajaran organisasional. Inovasi yang dilakukan perusahaan tidak akan bermanfaat jika tidak ada pembelajaran organisasional terlebih dahulu. Temuan strategis ini mengantarkan pada pemahaman atas teori pembelajaran organisasional yang menekankan pada kompetensi sebagai faktor penting yang berperan dalam memainkan penggunaan atas berbagai sumberdaya perusahaan menjadi lebih baik. Implementasi hasil penelitian ini, jika perusahaan ingin mengembangkan corporate entrepreneurship sebaiknya didukung pembelajaran organisasional. Organizational Learning dan Resource Base View saling berhubungan karena memberikan basis untuk mengembangkan sumberdaya dan kapabilitas yang diharapkan menghasilkan keunggulan daya saing. Pembelajaran merupakan suatu alat untuk mempengaruhi motivasi orientasi entrepreneurship yang kompetitif. Berdasarkan teori manajemen, penelitian ini memberikan rekomendasi spesifik pada manajer perusahaan
xi
privatisasi BUMN bagaimana
seharusnya mengelola sumberdaya yang ada pada
perusahaan menjadi sumber keunggulan. Penelitian ini mempunyai kontribusi pada implikasi manajerial sebagai berikut :
1. Pembelajaran organisasional dapat ditingkatkan dengan adanya sharing informasi dan
pengetahuan
yang
dipengaruhi
Transformasi organisasional
oleh
transformasi
organisasional.
merupakan kunci penting untuk membuat
perusahaan dapat menyebarkan informasi dan pengetahuaan yang disebabkan adanya perubahan struktur dan aliran informasi yang membuka mindset baru. Jumlah dan jenis informasi yang tersedia di perusahaan akan merangsang proses pembelajaran organisasional.
2. Corporate Entrepreneurship dapat ditingkatkan apabila perusahaan mampu melakukan proses pembelajaran organisasional. Pembelajaran organisasional yang merupakan pendukung terciptanya corporate entrepreneurship selain dipengaruhi oleh struktur organisasional dan informasi juga dipengaruhi oleh otonomi, sistem insentif dan partisipasi pengambilan keputusan. Pembelajaran organisasional hendaknya dijadikan mediasi yang mampu menggerakkan perusahaan untuk lebih berkeinginan menciptakan inovasi yang berdaya saing.
3. Keunggulan daya saing dapat diciptakan tidak hanya ditentukan oleh transformasi organisasional tetapi juga ditentukan oleh corporate entrepreneurship. Perusahaan yang memiliki keunggulan daya saing akan senantiasa berusaha mengembangkan
xii
entrepreneurship secara organisasional dengan menggunakan inovasi untuk mendapatkan nilai tambah. Perubahan struktur yang dapat mendukung peningkatan budaya yang lebih inovatif diharapkan dapat memperbaiki posisi kompetitif perusahaan. Disamping itu, keunggulan daya saing akan dapat bertahan dengan baik apabila perusahaan memperhatikan inovasi yang berkesinambungan.
4. Kinerja perusahaan berkelanjutan dipengaruhi secara kuat oleh keunggulan daya saing. Pada perusahaan privatisasi BUMN, keunggulan daya saingnya masih tergolong sedang sehingga berimplikasi pada kinerja perusahaan yang juga tergolong sedang. Oleh karena itu dengan didukung oleh transformasi organisasional yang dapat memfasilitasi proses pembelajaran organisasional untuk pengembangan corporate entrepreneurship diharapkan keunggulan daya saing dapat ditingkatkan sehingga kinerja yang berkelanjutan dapat tercapai.
Upaya peningkatan efisiensi
dengan berdasarkan pengurangan biaya dengan tetap mempertimbangkan kuliatas pelayanan pelanggan merupakan indikasi peningkatan kinerja agar perusahaan dapat bersaing dalam kondisi yang lebih kompetitif. Kinerja perusahaan dapat dicapai apabila didukung oleh posisi kompetitif yang tinggi dari perusahaan, dengan orientasi corporate entrepreneurship dan memperhatikan pembelajaran. Peningkatan kinerja perusahaan didukung pula oleh adanya transformasi struktur dan sistem organisasional yang dirancang efektif mampu memperbaiki posisi kompetitif perusahaan.
xiii
Walaupun penelitian ini memberikan kontribusi pada implikasi teori dan manajerial, penelitian ini masih memiliki keterbatasan. Hasil empirik penelitian ini menunjukkan R square yang relatif kecil pada masing masing variabel dependen. Keterbatasan penelitian berkaitan dengan jumlah sampel yang hanya 57 perusahaan, sehingga kurang proporsional dengan jumlah indikator. Untuk memperbaiki R square kinerja perusahaan, penelitian yang akan datang sebaiknya dapat menambah jumlah sampel, sehingga diperoleh data yang mampu memenuhi persyaratan jumlah sampel yang mungkin dapat menciptakan modifikasi model dengan menggunakan metodologi lain yang berdasar pendekatan covariance based .
xiv
SUMMARY Privatization recently has become a popular strategies to promote economic development in devoloped and emerging economies. However, they lack of attention in entrepreneurship behaviour in organizational. Many prior study used performance as funal construct to measure successful privatization., while despiting the activities involved. The concept of corporate entrepreneurship has been developed by Antoncic (2004( and Zahra (2000), but the relation of competitive advantage and the factors that stimulate corporate entrepreneurship has not been clarified clearly. The exsisting research gap found in prior study and the fact of empirical study, lead this study into significan process in order to increase performance. The emphasizing of intermediate outcome by fundamental activity has been viewed as prior process to become strategic instrument for final outcome .This study’s, point of view corporate entreprenurship as key successful firm to increase competitive. To describe interrelation between activity variabel, this study used strategic perspective base on Resource Based View and Organizational Learning theory. Starting from theBuilding on Resource Based View and Organizational Learning theory , we proposed a model to indentify critical variable in order to transform the firm’s competitive capability , base on their resource. Hence, optimizing and developing a resources turn into a priority of firm’s capability on competitive advantage. Furthermore, thus lead into a materialization of competitive capability concept in order to increase the performance. One of the most essential resources --such as organizational capability --- became a fundamental aspect to motorized resources.This,supported by Magginson, Nash, and Van Radenborg (1994) on their statements : “There are some internal factors (organizational learning) which enhance the privatized firm success”. To maintance sustainability of the state owned enterprise (SOE) privatization, there are some fundamental changing in organizational competency. In addition,this transformation involves a new environmental,in which the economic structure has been changed from economic system controlled by government,turn into economic controlled by market’s power. The Result of this changing --- Internal and external changes-- in organization privatized, able to accelerate transformation become the firm that has competitive advantage and performance.So far, in many case,there are a lot of SOE in country that has economic transition,failed on doing such organizational transformation. (Uhlenbruck,Meyer, dan Hitt,2000). Market power needs management ability to manage the efficiency of company. In order to improve efficiency, the company not only demanded to serve the costumer but also to find some inovation that lead into efficiency’s cost advantage.By that,the entrepreneurship skill should be developed inside the organization.Thus, support the capability of company so that it has more competitive value.This statements supported by Zahra and Hansen (2007), who said that one of the reason why company do the privatization is to increase the entrepreneurship.
xv
Base on the prior varied study, the increasing of entrepreneurship done by developing innovation in the organization. Thus implies in cost reducing and remedial company performance (Jonathan Doh,2003). Hence, Slevin and Covin (1990) stated that the company entrepreneurship behaviour that focus in organizational level synoymous to corporate entrepreneurship. Furthermore, this corporate entrepreneurship can be viewed as an important way to lead competitive advantage granted by long term benefit. As Poter’s opinion (1990) to get company in competitive order ,the company must be dare to take a risk on doing some ‘different/unique’ inovation . In additon,this interrelation also states by BR Bharadwaj, Sushi, K. Momaya (2005).He said that to face the competitve and dynamic free market in globalization era ,corporate entrepreneurship become so important as strategy to reach the competitive advantage. The relation between organizational transformation and performance improvement will be examined in this research by placing organizational learning, corporate entreprenurship and competitive advantage as mediating variable to explain the activities involved. The Internal process involved in activities, became fundamental bases for increasing performance.This activity’s plot base on state of the art about the positive relation between transformation and learning (Uhlenbruck, 2000); the relation between organizational learning and corporate entrepreneurship (Zahra, 2000); the relation between corporate entrepreneurship and competitive advantage (Jonatan Doh, 2000); the relation between competitive advantage and performance (Bharadwaj, Varadarajan, Fahy, 1993) show the close relationship between transformation, entrepreneurship, competitive advantage, and performance. There are research gap about the diferent way to achieve performance’s, inspired by the prior study. Uhlenbruck(2000), finds the relationship between transformation,learnning process and company’s performance. However, in Antonic and Hisric’s study (2000),they found the positive relationship between corporate entrepreneurship and company’s performance. In other case, some research found that there is a relation between competitive’s advantage and performance firm (Fahy, 2003; dan Jonathan Doh, 2000). Based on the “research gap” found above, the concept need to be more clarified and identified clearly. The concept needs to be clarified by empirical fact and conceptually advancement. Therefore,this research try to re-clarified and remodified the relatinshiop between organizational transformation and performance. It involved the variable of activities such as, organizational learning,cooperate enterpreneurship and competitive advantage.
The problem which faced by state owned enterprise privatization especially is the low competition capacity because of the lack of competition and entrepreneurship spirit which is related to efficiency. This research develops a model which is expected to give more understand comprehensive in the effort of entrepreneurship transformation the direction of to reach of competitive advantage to improve the performance. This research gives a focus in how the privatized state owned enterprise do the transformation the presence resources, to the corporate entrepreneurship orientation which can get the competitive advantage to reach the continuable performance. Therefore, a research
xvi
problem is submitted: how is the process to increase performance from organizational transformation through the organizational learning, corporate entrepreneurship, and competitive advantage. By some underlying theories, the writer submits three prepositions to answer the research problem, which are: organizational transformatioan proposition, competitive advantage proposition, and proposition of performance. Those propositions create a basic theory conceptual model which will develop empiric research model by 10 hypothesis. The population which is researched is all state owned enterprise and their branch which has done the privatization in Indonesia. Based on of Ministry of Public State Company, 2006, there are 66 companier. The sample taking technic which is used in this research is the non-probability. The sample taking method which is used is accidental sampling, whereas the sample will tested by determining who will be met in data collecting (Sarmanu, 2004). That consideration is that the researchers want to get the information from respondent who can explain many things related to state owned enterprise privatization. The object analys this study is firm level, and respondent is represent the up-level manager. The up-level manager is a person who can represent the company in all company work activity. Therefore, the up-level manager is the responden of this research because they are the subject which can move the corporate entrepreneurship development into the competitve advantage. The sample of this research is 57 companies. The empiric research model test is using structural equation modeling by Smart Partial Least Square. The model test which analysed in this research by doing the outer and inner model evaluation. The outer model evaluation is for the convergent and discriminant validity examination and also realibility. The inner model evaluation by R Square measuring and path structural coefisien. From 10 hypothesis which are submitted in this research, there are five hypothesis which are accepted because of the estimation parameter shows the significant result. Hypothesisly this is shows that by increasing of organizational transformation will stimulate the organizational learning. Then, by the increasing of organizational learning will give stimulation to corporate entrepreneurship. When the corporate entrepreneurship increase, it will impulse the creating of competitive advantage. At the end, it will improve the performance These research has found two ways as path patterns directed to the increasing of performance , which are: 1.
The shortcut way Organizational Transformation-Competitive Advantage on Performance These parttern consist of two stage, to achieve performance which are: stage Organizational Transformation and Competitive Advantage Ilustration
xvii
about interaction three this construct found by empiricaly about related and asociation that “organizational” as one of important resource to achive competitive advantage. Related association the construct with sample privatized state owned enterprise in Indonesian show that continuable performance can be reach when the company do the organizational transformation which can optimize the competitive advantage which is market by the differentiation and cost advantage. This pattern should be use by firm with organization characteristic has resource ready to compete related competitive capability with entrepreneurial skill.The effort to change structure more flexibility to adaption and toward changing as one of part organizational transformation. To have the good performance, we have to pay attention to the transformation which is related to the organizational structure as the one stimultants to change the information access which can influence the business model to the more decentralization direction which has bigger autonomy. By the existence of organizational structure transformation, the company is ready to change and creating the competitive advantage. The success of privatized state owned enterprise determined by the structural transformation which can increase the collaboration which can facility the resources and capability development of company. The colaboration will influence the network capability, which facilities the resources barter. The network will widening the cooperation in cost sharing to decrease the cost so that it can improve the company superior in the cost sector. Besides of that, the partnership strategies colaboration can repair the relation network with strategic buyer-supplier and stakeholder which will stimulate easiness aspect in financial sector as a competitive advantage. The improvement of financial aspects automaticly will give more power to the company capital to do the expansion which improve the competitive position.
2. The gradual step Transformation-Learning-Entrepreneurship-Competitive Advantage-Performance These parttern show that to improve performance need four stage. The way to achieve sustainable performance which these stage give support the role of mediating corporate entrepreneurship. These stage as stratejic path to increase performance for firm with characteristic lack entrepreneurial ability. To have ability compete, the company with limitation resource as knowledge related entrepreneurial skill, must increase competitive capability. To have the good performance, we have to pay attention to the transformation, learning, entrepreneurship dan competitive advantage.
xviii
The core organizational transformation which related to the structure and information process capability is the basic demand which used to do the improvement of knowledge sharing as resources complement and the efective capability in inovation development. The company which dare to do the innovation of business renewal to strangethen the cost and diferenziation advantage are important thing to reach the success.
This research develop model which give illustration that support the theoritical development. The implication of this research theory is showed in resource based view contribution in the conection between organizational transformation and the competitive advantage, and relation between corporate entrepreneurship and the competitive advantgae . The result shows that the competitive advantage be reached by the existence of transformation in strategic orientation which based on resources to change the resource potention as a source advantage. The managerial effort to direct to entrepreneurship as resources which has risk, integrate and bring the other resources together to do the inovation process which has advantage. The corporate entrepreneurship development will be optimal when innovation is created through the organizational learning. Inovation which the company done will give no benefit if there is no organizational learning before. This strategic invention will bring us to the comprehension of organizational learning theory which emphasizes on the competition as an important factor which contributes on playing the using of many company resources so that it will be better. The implementation of this research, if the company wants to develop corporate entrepreneurship, it will be better if the company is supported by organizational learning. Organizational learning and resource base view are connecting each other because they give basic for resources development and capability which expected to produce the competitive advantage. The learning is a tool to influence the competitive entrepreneurship orientation motivation. Based on the theory of management, this research gives specific recomendation to the privatized state owned enterprise manager how to manage resources which is exist in the company as a source advantage. This research has contribution on managerial implication, which are: 1.
Organizational learning can be increased by the information sharing and the knowledge which is influenced by organizational transformation. Organizational transformation is an important key for the company spread the information and the knowledge which are caused by the structure and information flow changes. Which open the new mindset. The number and kind of the information which is available in the company will stimulate the organizational learning.
2.
Corporate entrepreneurship can be improved if the company is able to do the organizational learning. The organizational learning, as proponent in the creation
xix
of corporate entrepreneurship not only influenced by structural organization and information but also influence by autonomy, incentive system, and decision taking participation. Organizational learning will be mediation which is able to move the company to create the inovation who has competitive advantage. 3.
The competitive advantage can be created not only determined by organizational transformation but also determined by corporate entrepreneurship. The company which has the competitive advantage will always tray to the developedentrepreneurship organizationally by using the inovation to get more value. The structure change which support the more innovative culture improvement is expected to improve the company competitive position. Besides of it, the competitive advantage can survive well in the company is taking care of the continuity inovation.
4.
The continuity performance is influenced strongly by the competitive advantage. In the privatized state owned enterprise, it is competitive advantage is still classified medium which implicates to the performance which classified medium too. Therefore, by the support of organizational transformation which can facilities the organizational learning process for corporate entrepreneurship development is expected that the competitive advantage can be increased so that the continuity performance can be reached. The effort of eficiency increasing based on the cost decreasing by keeping the costumer service quality still is the indication of the performance improvement so that the company can compete in the more competitive condision. The company performance can be reached if it is supported by the higher competitive position in the company, by corporate entrepreneurship orientation, and pay attention in learning. The company performance improvement is also supported by the existence of transformation structure and organizational system which is created effectifly to be able to impove the company competitive position.
Although this research has contribute on- implication theory and managerial, it still has weakness. The empiric result of this research stated that the R-Square quiet small in each dependent variable. Limitation of this research related with the number of sample only 57 companies, so there is lack appropriate with the indicators in model. To improve the company performance R-Square, the future research is adviced to additional sample, a number sample may be created modify methodology using other covariance based approaches.
xx
ABSTRAK Penelitian ini mengembangkan sebuah model konseptual dasar tahapan penciptaan proses yang dapat dilalui untuk menghasilkan kinerja. Selain itu juga bertujuan untuk menguji secara empirik bagaimana transformasi organisasonal berpengaruh terhadap pembelajaran organisasional dan corporate entrepreneurship dalam menciptakan keunggulan daya saing dan meningkatan kinerja perusahaan. Pengujian model penelitian empirik menggunakan Structural Equation Model dengan Partial Least Square. Populasi penelitian ini adalah seluruh perusahaan privatisasi BUMN di Indonesia beserta anak perusahaannya dengan jumlah 66 perusahaan. Sementara sampel dalam penelitian ini adalah 57 responden. Hasil pengujian model yang dianalisis dalam penelitian ini telah memenuhi kriteria signifikansi dengan tingkat validitas dan reliabilitas. Dari sepuluh hipotesis yang diajukan pada penelitian ini ada lima hipotesis yang dapat diterima, yaitu (1) transformasi berpengaruh positif terhadap pembelajaran; (2) pembelajaran berpengaruh positif terhadap corporate entrepreneurship; (3) transformasi organisasional berpengaruh positif terhadap keunggulan daya saing; (4) corporate entrepreneurship berpengaruh positif terhadap keunggulan daya saing; (5) keunggulan daya saing berpengaruh positif terhadap kinerja. Temuan strategis yang didapat dari penelitian ini terwujud dalam dua cara jalur proses menuju kinerja perusahaan yakni pola jalur pendek dan pola jalur bertahap. Strategisnya dari dua pola ini adalah bahwa transformasi organisasional diposisikan sebagai tahap awal untuk mencapai keunggulan daya saing. Alur stratejik menuju kinerja pada pola jalur pendek difokuskan pada upaya mentransformasi organisasional dan meningkatkan keunggulan daya saing untuk perusahaan yang mempunyai kemampuan entreprenurial di dalam organisasinya. Sedangkan untuk perusahaan yang terbatas sumberdayanya (lack entrepenurial) sebaiknya menerapkan pola jalur bertahap. Kebijakan ini diambil karena perusahaan selain fokus pada transformasi organisasional dan keunggulan daya saing juga lebih memberi perhatian pada pengembangan corporate entrepreneurship dan perlunya persyaratan melakukan proses pembelajaran. Hasil penelitian ini memberi implikasi teori dalam aspek konsep resource based view akan lebih bermakna jika dilengkapi dengan teori organizational learning. Hasil ini memberi ilustrasi bahwa untuk meningkatkan kinerja, perusahaan dituntut tidak hanya menekankan peran sumberdaya, namun juga lebih memfokuskan perhatian pada kompetensi sebagai kapabilitas kompetitif. Selain itu hasil pengujian empirik memberi implikasi manajerial bagaimana manajer dapat mengelola sumberdayanya menjadi lebih baik. Transformasi organisasional berperan sebagai fasilitator keunggulan daya saing dan pembelajaran, karena memainkan peran perubahan struktur dan informasi. Penelitian yang akan datang perlu menambah jumlah data yang dapat berperan untuk peningkatan R square kinerja perusahaan. Kata Kunci : Transformasi, Pembelajaran, Corporate Entrepreneurship, Keunggulan daya Saing, Kinerja.
xxi
ABSTRACT This study proposed conseptual grand theoretical model of the stage creating process toward performance and this research aimed to examine how organizational transformation influences the organizational learning and corporate entrepreneurship to create competitive advantage and performance. Empirical model was tested by using Structural Equation Model on Partial Least Square. The populations in this study were all privatization firm state owned enterprise and their branch firm. The number population of them were 66 firms. Sample in this study were 57 respondents. The model tested in this study has fulfilled significant with validity and realibility criteria. There are five significant hypotheses of ten hypotheses proposed:(1) organizational transformation has positive influence on organizational learning, (2) organizational learning has positive influences on corporate entrepreneurship, (3) organizational transformation has positive influence on competitive advantage, (4) corporate entrepreneurship has positive influence on competitive advantage and (5) competitive advantage has positive influence on performance
The study shows that there are two ways processes of performance are the shortcut and the gradual step ways The essence of strategic organizational transformation as initial step to achive competitive advantage. The strategic path to performance of the shortcut used for the organization have ability entrepreneurial. The other for the organization lack entrepreneurial should used the gradual step ways. The policy take on the attention of corporate entrepreneurship and organizational learning. The result of study that the resource based view and the theory of organizational learning are interrelated because the fundamental development are needed toward the resources and capabilities of competitive advantage. Implications of our research emphasize the ways in which firms should manage and develop their resource base to transform the firm to be the competitive enterprises. Future research is adviced to additional sample to improve the company performance R-Square.
Keyword : Organizational Transformation, Organizational Learning, Corporate Entrepreneurship, Competitive Advantage, Performance
xxii
POLA KEBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI MODAL FISIK DAN MODAL MANUSIA Fakultas Ekonomi Universitas Semarang Kesi Widjajanti
[email protected]
ABSTRACT The research problem is how to improve society ability through process human and physical capital. The study purposes to develop a model illustrated the supporting concept into theoritical development. Point of view “process” as key successful to increase ability society. The relation between capital and ability improvement will be examined in this research by placing process empowerment as mediating variable to explain the activities involved. The data use in this research include secondary and primary. The primary data was collected using survey method technique through questionnaire. Furthermore statistical analysis was used Structural Equation Modeling (SEM) of Smart Partial Least Square . This research has found two ways as path patterns directed to the increasing of society ability, which are (1) parttern consist of “two creating stage” to society ability, and (2) These parttern show that to improve society ability need “three stage” of process activity. The correlation are while the empowerment process increase higher, it will impulse the creating of society ability. The implementation of this research’s result,stated that if the empowerment wants to develop human capital, it will be better if the empowerment is supported by apply the developing ability of subject empowerment.
Key word : ability, empowerment, capital,society ,human ABSTRAK Masalah penelitian adalah bagaimana meningkatkan keberdayaan masyarakat melalui proses modal manusia dan modal fisik. Tujuan penelitian untuk mengembangkan model yang didukung oleh konsep pengembangan teoritik. Penelitian ini menfokuskan “proses” sebagai kunci keberhasilan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hubungan antara modal dan perbaikan keberdayaan akan diuji pada penelitian ini dengan meletakkan proses pemberdayaan sebagai variable mediasi untuk menjelaskan aktivitas aktivitas yang terkait. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan dengan menggunakan teknik metode survey melalui kuesioner. Selanjutnya statistic yang digunakan adalah Structural Equation Modeling (SEM) dari software Smart Partial Least Square. Temuan penelitian menunjukkan ada dua pola cara yang mengarah pada peningkatan keberdayaan masyarakat, dimana (1) pola yang terdiri dari dua tahapan untuk keberdayaan, dank e (2) pola yang menunjukkan bahwa untuk meningkatkan keberdayaan diberlukan tiga tahapan proses aktivitas. Terdapat korelasi dimana semakin tinggi proses pemberdayaan akan dapat menciptakan keberdayaan masyarakat. Implementasi dari hasil penelitian ini menyatakan bahwa pemberdayaan menginginkan pengembangan modal manusia, dan akan lebih baik lagi jika pemberdayaan didukung oleh pengembangan kemampuan pelaku pemberdayaan Key word : keberdayaan,pemberdayaan, modal, masyarakat,manusia
1
PENDAHULUAN Keberdayaan masyarakat di Indonesia diupayakan diantaranya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan di bidang ekonomi. Berkaitan dengan hal ini, Sumodiningrat (2000) menjelaskan bahwa keberdayaan masyarakat yang ditandai adanya kemandiriannya dapat dicapai melalui proses pemberdayaan masyarakat. Beberapa peneliti menyebutkan bahwa pemberdayaan masyarakat berhubungan dengan partisipatif aktif dan kekuatan yang dimiliki masyarakat. Pemberdayaan ditandai adanya keterlibatan dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi (Kartasasmita, 1995;Sumodiningrat Pranarka & Vidhyandika, 1996;Slamet,2003 ;Hikmat, 2004; Sulistiyani ,2004) .Sementara peneliti lain menunjukkan bahwa modal sosial (social capital) merupakan fasilitator penting dalam pembangunan ekonomi. Modal sosial yang dibentuk berdasarkan kegiatan ekonomi dan sosial dimasa lalu dipandang sebagai faktor yang dapat meningkatkan dan jika digunakan secara tepat. Modal sosial adalah suatu norma atau nilai yang telah dipahami bersama oleh masyarakat yang dapat memperkuat jaringan sosial/kerja yang positif, terjalinnya kerjasama yang saling menguntungkan, menumbuhkan kepedulian dan solidaritas yang tinggi dan dapat mendorong tingkat kepercayaan antara sesama dalam rangka tercapainya tujuan bersama. Sedangkan modal manusia merupakan refleksi dari pendidikan, pengalaman, intuisi dan keahlian sebagai akumulasi dari bakat dan pengetahuan individu yang diperoleh melalui pendidikan, pelatihan, dan pengalaman (Fukuyama, 1995;Suharto dan Yuliani, 2005). Perbaikan keberdayaan masyarakat akan tercapai setelah melakukan proses pemberdayaan. Untuk mengukur keberhasilan keberdayaan, umumnya menggunakan kekuatan atau kemampuan yang ada di masyarakat. Kekuatan yang dimaksud dapat dilihat dari aspek fisik , material, ekonomi, kelembagaan, kerjasama, dan kekuatan intelektual. Perbaikan keberdayan merupakan salah satu motivasi masyarakat melakukan kemandirian berpikir dan bertindak. Keberdayaan diukur dengan menggunakan indikator kemampuan dalam mengambil keputusan, kemandirian dan kemampuan memanfaatkan usaha untuk masa depan. Terkait dengan hal ini bahwa yang menjadi pilar pemberdayan adalah modal sosial (social capital) , modal manusia (human capital), dan modal fisik (physical capital). Penelitian yang terdahulu sudah banyak yang membahas tentang pemberdayaan masyarakat, namun sebagaian besar hanya mengkaji secara empirik dan masih kurang perhatiannya pada ”proses ” tercapainya keberdayaan. Oleh karena itu penelitian ini akan menfokuskan pada aspek proses sebagai kunci keberhasilan. Selain itu juga mengembangkan model teoritikal sebagai acuan pola untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat serta mengkaji beberapa permasalahan yang berkaitan dengan faktorfaktor yang berpengaruh terhadap tingkat keberdayaan warga masyarakat. Bertitik tolak pada latar belakang, dan hasil penelitian terdahulu yang mengungkapkan bahwa masih relatif sedikit penelitian yang mengkaji keberdayaan masyarakat yang berkaitan proses pemberdayaan maka permasalahan keberdayaan menarik untuk dianalisis. Rumusan masalah penelitian yang diajukan adalah”Bagaimana meningkatkan keberdayaan warga masyarakat, melalui proses pemberdayaan yang terwujud dari modal sosial, modal manusia, modal phisik dan kemampuan pelaku ? Adapun tujuan penelitian adalah : (1) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
2
modal sosial (2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi proses pemberdayaan m (3) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keberdayaan masyarakat (4) merumuskan model pemberdayaan masyarakat
METODE PENELITIAN Desain Penelitian Rancangan penelitian ini bersifat penelitian prediksi dan deskriptif yang melibatkan beberapa konsep. Analisi secara deskriptif, diharapkan dapat memberikan penjelasan fenomena proses pemberdayaan masyarakat Limbangan, yang menggambarkan karakteristik masyarakat tersebut. Penelitian deskriptif penting dilakukan untuk mengarahkan berbagai kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan aspek perilaku pelaku pemberdayaan dan aspek proses pemberdayaannya. Penggambaran variabel dalam model persamaan struktural, variabel kunci yang menjadi perhatian adalah variabel laten atau latent construct yaitu konsep abstrak modal fisik, modal manusia, modal sosial, kemampuan pelaku, proses pemberdayaan masyarakat dan keberdayaan warga masyarakat. Model struktural meliputi hubungan konstruk laten dan pengukurannya menggunakan indikator. Penelitian ini menggunakan konsep dan indikator beberapa peneliti terdahulu Pranarka & Vidhyandika (1996), Kartasasmita (1995),Slamet (2003) dan Jamasy (2004)
Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Definisi Variabel
Indikator dan Cara Pengukuran
Modal fisik: Diukur menggunakan 6 pertanyaan dengan Fasilitas atau aset yang menggunakan pengukuran interval scale 1 sampai 10 digunakan sebagai alat dan pendukung utama 1. Sarana produksi pertanian terselenggaranya suatu 2. Sarana & prasarana pendidikan proses usaha atau 3. Sarana &prasarana kesehatan aktivitas 4. Sarana & prasarana ekonomi 5. Sarana & prasarana komunikasi 6. Sarana & prasarana transportasi Modal Manusia : Diukur menggunakan 6 pertanyaan dengan Aset yang berkaitan dengan menggunakan pengukuran interval scale 1 sampai 10 kemampuan untuk melakukan suatu aktivitas 1. Tingkat pendidikan 2. Tingkat kesehatan 3. Kemampuan Berinteraksi antar sesama
3
Modal Sosial : Suatu norma atau nilai yang telah dipahami bersama oleh masyarakat yang dapat memperkuat jaringan sosial/kerja dalam rangka tercapainya tujuan bersama untuk menciptakan nilai. Kemampuan pelaku pemberdayaan : Kemampuan yang dimiliki oleh pelaku pemberdayaan yang diharapkan dapat memberdayakan masyarakat. Proses pemberdayaan : Suatu proses yang melibatkan masyarakat untuk bekerjasama dalam kolompok formal maupun non formal untuk melaksanakan program Keberdayaan masyarakat : Dimilikinya daya, kekuatan atau kemampuan oleh masyarakat untuk mengidentifikasi potensi dan masalah serta dapat menentukan alternatif pemecahannya secara mandiri.
Diukur menggunakan 6 pertanyaan dengan menggunakan pengukuran interval scale 1 sampai 10 1. Jaringan sosial/kerja 2. Kepercayaan Antar Sesama 3. Ketaatan terhadap norma 4. Kepedulian terhadap sesama 5. Keterlibatan dalam aktivitas organisasi sosial
Diukur menggunakan 6 pertanyaan dengan menggunakan pengukuran interval scale 1 sampai 10 1. Pengetahuan (kognitif) 2. Sikap (afektif) 3. Ketrampilan (physikomotorik)
Diukur menggunakan 6 pertanyaan dengan menggunakan pengukuran interval scale 1 sampai 10 1. Analisis masalah 2. Perencanaan 3. Pelaksanaan 4. Evaluasi Diukur menggunakan 6 pertanyaan dengan menggunakan pengukuran interval scale 1 sampai 10 1. Pengambilan keputusan 2. Mandiri 3. Memanfaatkan usaha untuk masa depan
Sampel Penelitian Sampel penelitian adalah masyarakat yang dipilih yang dianggap berpatisipasi aktif dalam proses pemberdayaan dari sejumlah populasi masyarakat Desa Sumber Rahayu Kecamatan Limbangan di Kendal Jawa Tengah. Jumlah sampel dalam penelitian ini bejumlah 104 orang.
4
Teknik Analisis Data Teknik analisis data dilakukan dengan model persamaan struktural dengan menggunakan Partial Least Square (PLS) dan SPSS dengan persamaan : Modal Manusia = β1 Mdl Fsk + ℓ1 Modal Sosial
= β1 Mdl Fsk + β2 Mdl Ma + ℓ2
Pemberdayaan = β1 Mdl Sos+ β2 Mdl Fsk+ β3Mdl Man + β4 Kemp plku p+ ℓ3 Keberdayaan
= β1 Pembdy +β2 Mdl sos+ β3Mdl Man + β4Mdl Fsk + β5Kemp Plk p+ ℓ4
HASIL DAN PEMBAHASAN Teknik analisis yang digunakan dalam pengujian empirik adalah model persamaan struktural menggunakan software Partial Least Square. Pengujian validitas dan reliabilitas data dilakukan dengan convergent dan discriminant validity. Convergent validity dapat dinilai dengan melihat reliabilitas indikator, composite reliability, dan average variance extracted. Sedangkan discriminant validity dengan cara membandingkan nilai akar dari Average Variance Extracted (AVE) setiap konstruk dengan korelasi antara konstruk dan konstruk lainnya. Konstruk dinyatakan valid jika nilai akar dari average variance extract lebih besar dari korelasi antara konstruk dengan konstruk lainnya. Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa semua konstruk dalam penelitian ini yaitu modal fisik, modal manusia, modal sosial, kemampuan pelaku pemberdayaan, proses pemberdayaan dan keberdayaan masyarakat mempunyai nilai akar AVE lebih besar dari korelasi antar konstruk, yang berarti bahwa semua konstruk dalam model yang diestimasi memenuhi kriteria discriminant validity. Jumlah indikator atau item pertanyaan yang digunakan dalam kuesioner sebanyak 24 pertanyaan. Secara lebih rinci, loading factor untuk masing-masing indikator dari konstruk modal fisik, modal manusia, modal sosial, kemampuan pelaku pemberdayaan, proses pemberdayaan, dan keberdayaan masyarakat dapat dilihat pada gambar 1 dibawah ini
5
Gambar 1 Model Penelitian Pola Untuk Meningkatkan Keberdayaan Masyarakat Tahap Satu MF B
MF A
MF C
MF D
MF E
0,667 0,890
PP A
0,420
0,508
PP B
PP C
PP D
0,217
KM A
0,871
MF 0,795
0,869
0,920
0,953 H7 H4 0,265 H1
0,953
KM
PP
KM B
H10 H2 0,299
MS A
H9
0,771
H6
0,796
MS B MS C
KM C
0,530 H11
MS 0,615
H5
H8
0,728
MS D
H3
MS E
H12
0,538
KPP
0,485
MM 0,844
0,582
0,789
0,656 0,505
MM A
MM B
0,722
MM C
KPP A
KPP B
KPP C
6
Gambar diatas menunjukkan model structural penelitian sebelum dilakukan pengujian masing masing konstruk (outer model) dan hubungan antar konstruk (inner model). Outer model sering juga disebut (outer relation atau measurement model) mendifinisikan bagaimana setiap blok indicator berhubungan dengan konstruknya.Inner model dievaluasi dengan menggunakan R-square, uji t serta signifikansi dari koefisien parameter jalur structural. Outer Model dengan indikator refleksif dievaluasi dengan convergent dan discriminant validity dari indikatornya dan composite realiabitynya untuk block indicator. Menurut Chin (1998) suatu indikator dikatakan mempunyai reliabilitas yang baik jika nilainya lebih besar dari 0.70. Sedangkan loading factor 0,50 sampai 0,60 masih dapat dipertahankan untuk model yang masih dalam tahap pengembangan. Pada penelitian ini menggunakan criteria Chin dengan nilai batas loading factor yang digunakan 0,60. Pertimbangan menggunakan batas loading factor diatas 0.60 dengan harapan dengan pengujian hipotesis analisis SEM dengan PLS akan dapat menghasilkan model yang lebih fit. Sehubungan dengan itu, indikator-indikator yang mempunyai loading factor lebih kecil dari 0,60 dan tidak signifikan dikeluarkan dari analisis. Jumlah indikator awal yang diajukan dalam penelitian ini sebanyak 24 indikator. Namun, setelah dilakukan pengujian convergent validity I, terdapat 16 indikator yang representatif dan delapan indikator yang tidak representatif. Selanjutnya, model di re-estimasi kembali dengan mengeluarkan delapan indikator yang tidak representatif, hasil pengujian convergent validity II menunjukkan bahwa masih ada 1 indikator yang laoding-nya di bawah 0.60 dan terdapat 15 indikator yang di atas 0.60 . Dengan menggunakan 15 indikator yang representatif pada pengujian convergent validity II dilakukan re-estimasi kembali, didapat hasil convergent validity III yang menunjukkan bahwa 15 indikator tersebut valid, karena semua mempunyai nilai t statistik yang signifikan pada p<0.05 dengan laoding factor di atas 0.60. Setelah pengujian convergent validity pertama, kedua dan ketiga dilakukan, hasil pengujian menunjukkan tidak adanya nilai loading factor yang lebih kecil dari 0,60, seperti pada gambar 2 dibawah ini :
7
Gambar 2 Model Penelitian Pola Untuk Meningkatkan Keberdayaan Masyarakat Setelah dilakukan pergujian Convergent Validity Tahap Ketiga
MF B 1,00
PP A
PP B
PP C
PP D
MF K M 0,793
0,869
0,188
0,872
0,921 0,953
0,007 0,951
PP
K M
KM
0,148
0,262
0,345
0,503
0,775
MS A
0,803
K M
0,817 0,295
MS C
-0,053
MS 0,653 0,070
0,506
MS D
KPP
0,779
MM
0,434
0,879 0,938 0,637 Modal Fisik
MM A
0,798
M M
KPP A
KPP C
Nilai original sample estimate atau loading factor untuk konstruk transformasi organisasional disajikan pada tabel berikut ini: Indikator untuk konstruk modal fisik yang mempunyai nilai nilai t statistik lebih besar 1.96 dan loading faktor di atas 0.60
Dari pengujian convergent validity 1 sampai dengan 3, dapat disimpulkan bahwa pada intinya indikator untuk masing-masing konstruk pada convergent validity yang ketiga semua signifikan, karena mempunyai nilai t statistik lebih besar 1.96 dan loading
8
fator lebih besar dari 0,60. Hal ini menunjukkan bahwa konstruk modal fisik, modal manusia, modal sosial, kemampuan pelaku pemberdayaan, proses pemberdayaan dan keberdayaan masyarakat adalah valid. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat sekitar hutan desa Sumber Rahayu dapat dicapai melalui langkah langkah yang bermula dari : 1.
Modal Fisik
Variabel Modal Fisik dalam penelitian ini diwujudkan dalam bentuk indikator: sarana produksi pertanian, sarana dan prasarana pendidikan, sarana dan prasarana kesehatan, sarana dan prasarana ekonomi, sarana dan prasarana komunikasi dan sarana dan prasarana transportasi. Hasil pengujian analisis faktor Confirmatory menunjukkan bahwa hanya ada satu indikator yang signifikan dan mempunyai loading factor lebih dari 0.60, yaitu indikator sarana dan prasarana pendidikan (MFB). Sementara indikator lainnya mempunyai loading factor di bawah 0.60 . Confirmatory Analysis terhadap modal fisik menunjukkan bahwa sarana dan prasarana pendidikan merupakan pengukur yang representatif modal fisik. Hasil ini menunjukkan bahwa perusahaan memandang bahwa sarana dan prasarana pendidikan dimana tingkat pendidikan yang cenderung mempunyai wawasan yang lebih besar dengan kemandirian untuk mengambil keputusan dapat mendukung keberdayaan masyarakat. Sarana dan prasarana pendidikan suatu desa dapat merubah tingkat keberanian dalam mengambil keputusan. Perubahan ini akan berdampak juga pada perubahan keberdayaan masyarakat di desa Sumber Rahayu. Untuk dapat mingkatkan keberdayaannya, perlu proses pemberdayaan yang didukung oleh modal manusia selain modal fisik. Melalui proses pemberdayaan dapat dikembangkan pelatihan untuk mandiri. Berdasarkan perubahan tersebut , masyarakat akan melakukan perubahan dalam mengubah budaya ke arah orientasi yang lebih maju. Perubahan ini tidak membatasi cakupan aktivitas dalam pengambilan keputusan saja, tapi juga meliputi aktivitas yang berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Keberdayaan masyarakat yang didukung modal fisik dicerminkan dengan derajat peningkatan sarana dan prasarana pendidikannnya secara merata. Dukungan pemerintah pada peningkatan sarana dan prasarana pendidikan memungkinkan bertambah jika keberdayaan masyarakat suatu desa meningkat. Untuk memudahkan proses pemberdayaan yang lebih cepat dengan cara meningkatkan modal fisik dan modal manusia. Hal ini diharapkan akan memudahkan komunikasi antara masyarakat sehingga akan memudahkan aliran informasi yang dapat membukakan perubahan kearah yang lebih maju. Berdasarkan hasil pengujian indikator ditunjukkan bahwa modal fisik sarana produksi pertanian (MFA) tidak digunakan sebagai indikator modal fisik. Hal ini dapat dijelaskan karena sarana produksi pertanian belum sepenuhnya dapat memotivasi masyarakat agar bekerja lebih produktif sesuai dengan pencapaian tujuan masyarakat desa Sumber Rahayu. Sarana dan prasrana kesehatan masih rendah . Sementara sarana dan prasarana komunikasi dan transportasi juga tidak representatif sebagai indikator
9
modal fisik karena masyarakat hanya melakukan komunikasi berbasis pada tular menular informasi. Sedangkan komunikasi berbasis teknologi kurang banyak dilakukan. Komunikasi antara masyarakat belum sepenuhnya dapat mendorong komitmen masyarakat pada desa untuk lebih berdaya. 2. Modal Manusia Variabel Modal Manusia dalam penelitian ini semula diukur dengan tiga indikator, yaitu tingkat pendidikan (MMA), tingkat kesehatan (MMB), dan kemampuan berinteraksi antar sesama (MMC). Varibel indikator ini mengacu pada teori yang menjelaskan bahwa modal manusia dapat ditingkatkan melalui tingkat pendidikan, kesehatan dan kemampuan interaksi. Hasil pengujian analisis faktor confirmatory menunjukkan bahwa dua indikator signifikan pada p<0.005, tetapi ada satu indikator yang mempunyai loading faktor kurang dari 0.60 yaitu indikator tingkat kesehatan (MMB). Sedangkan indikator yang mempunyai loading factor diatas 0.60 ada dua indikator, yaitu tingkat pendidikan (MMA) dan kemampuan berinteraksi antar sesama (MMC). Indikator tingkat pendidikan dan kemampuan berinteraksi antar ssesama merupakan pengukur yang valid untuk modal manusia. Masyarakat memandang penting upaya upaya dalam melaksanakan kemampuan berinteraksi yang menghasilkan aktivitas yang dapat mendukung proses pemberdayaan yang akan dikembangkan kearah keberdayaan masyarakat. Hasil pengujian indikator ini mendukung pendapat Romer (1990) yang menyatakan bahwa proses modal manusia dapat diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman dalam share interpretasi. Sebagaimana pendapat Tobing (2005) bahwa modal manusia dapat diperoleh dengan melakukan akumulasi pada stok pengetahuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam melakukan asosiasi (berhubungan) satu sama lain. Hasil pengujian confirmatory analisis menunjukkan indikator tingkat kesehatan tidak representatif. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kecenderungan dukungan kesehatan yang ada di masyarakat kurang di perhatikan. Selain itu, tingkat kesehatan masyarakat belum sepenuhnya melibatkan semua aspek yang berkaitan dengan kualitas hidup layak sehat dan bersih. 3. Modal Sosial Variabel modal sosial dalam penelitian ini semula diukur dengan 5 indikator, yaitu tingkat jaringan sosial/kerja, kepercayaan antar sesama, ketaatan terhadap norma, kepedulian terhadap sesama dan keterlibatan dalam aktivitas organisasi sosial. Variabel indikator ini mengacu pada peneliti terdahulu yang menyatakan bahwa modal sosial meliputi trust,eksistensi jaringan (network), kemudahan bekerja sama dan juga termasuk dan kemauan baik (Syabra,2003). Setelah dilakukan pengujian analisis faktor confirmatory semua indikator signifikan pada p<0.005 dan menunjukkan ada 2 indikator yang mempunyai loading
10
factor kurang dari 0.60 yaitu indikator proaktif (MSB) dan penciptaan bisnis baru (MSE). Sedangkan yang mempunyai loading factor diatas 0.60 ada 3 indikator yaitu jaringan sosial/kerja (MSA), ketaatan terhadap norma (MSC) dan kepedulian terhadap sesama (MSD). Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat di desa Sumber Rahayu telah mempunyai jaringan sosial/kerja dan dalam aktifitas aktifitasnya sangat memperhatikan ketaan terhadap norma dan kepedulian terhadap sesama. Ketika tingkat kepedulian terhadap sesama yang ada dalam masyarakat meningkat memungkinkan memperkuat budaya dalam meningkatkan keinginan untuk menambah tali perdaudaraan yang mengarah pada tujuan bersama untuk kesejahteraan. Confirmatory analysis konstruk modal sosial menyatakan bahwa jaringan sosial/kerja, ketaatan terhadap norma dan kepedulian terhadap sesama merupakan indikator-indikator yang representatif untuk mengukur modal sosial. Hal ini mendukung konsep Fukuyama (1985) yang menyatakan bahwa modal sosial berkaitan dengan serangkaian nilai da norma informal yang dimiliki bersama di antara para anggota suatu kelompok yang memungkinkan terjalinnya kerjasama di antara mereka. Peneliti lain yang mendukung adalah Suharto dan Yuliani (2000) yang menyatakan bahwa modal sosial akan tercermin pada karakteristik yang melekat pada individu seperti misalnya norma norma, saling percaya, saling pengertian dan kepedulian. Modal sosial merupakan faktor isu yang penting yang berkaitan dengan proses pemberdayaan (Jamasy, 2004). Sementara tingkat kepercayaan antar sesama dan keterlibatan dalam aktifitas organisasi sosial tidak representatif sebagai pengukur modal sosia, karena masyarakat dalam menggembangkan modal sosial dimulai dari perilaku ketaatan terhadap norma dan kepedulian terhadap sesama. 4.
Kemampuan Pelaku Pemberdayaan Variabel indikator yang mengukur kemampuan pelaku pemberdayaan semula diajukan tiga indikator yaitu tingkat pengetahuan/kognitif, sikap/efektif, dan tingkat ketrampilan/physikomotorik. Pengukuran kemampuan pelaku pemberdayaan tersebut mengacu pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Tjokrowinoto (2001) yang menekankan pada kemampuan yang dianggap relevan dengan kualitas pelaku pemberdayaan.. Keterpaduan kemampuan pelaku pemberdayaan dalam meningkatkan keberhasilan pembangunan harus sisertai dengan komitmen yang kuat. Keberhasilam pelaku pemberdayaan dapat diwujudkan melalui peningkatan partisipasi aktif masyarakat. Hasil pengujian analisis faktor confirmatory menunjukkan bahwa ada tiga indikator yang mempunyai loading factor kurang dari 0.60, yaitu indikator akses new brand (CAA), pelayanan superior pada pelanggan (TOB) dan reputasi perusahaan (TOC). Sedangkan indikator yang mempunyai loading factor diatas 0,60 ada tiga indikator. Indikator tersebut adalah cost reduction (CAD), Akses financial (CAE), dan kapabilitas network dalam meningkatkan bisnis (CAF). Confirmatory analysis konstruk kemampuan pelaku pemberdayaan menyatakan bahwa peningkatan pengetahuan/kognitif dan kemampuan ketrampilan/physikomotorik merupakan indikator-indikator yang representatif untuk mengukur kemampuan pelaku pemberdayaan. Hal ini bermakna bahwa upaya kemampuan pelaku untuk dapat menciptakan pemberdayaan dapat tercapai, jika masyarakat dapat meningkatkan tingkat pengetahuannya sehingga dapat meemperkuat kemampuannya untuk melakukan
11
pengembangan dalam memperluas jaringan sosial/kerja yang dapat menghasilkan keberdayaan masyarakat.. Hasil ini sesuai untuk era reformasi dan desentralisasi saat ini bahwa untuk mendukung pemberdayaan masyarakat diperlukan pelaku pemberdayaan yang kaya akan “pengetahuan dan ketrampilan” yang dapat menunjang perwujudan program pemberdayaan. Disamping itu, penelitian ini juga memberi dukungan konsep Sumodiningkrat (2000) bahwa kemampuan pelaku pemberdayaan merupakan faktor penting dalam kesuksesan pemberdayaan. Tahap transformasi kemampuan berupa wawasan berpikir/pengetahuan dan peningkatan kecakapan ketrampilan merupakan kemampuan sebagai sumber keberhasilan pemberdayaan. Sementara indikator sikap/afektif tidak representatif sebagai pengukur kemampuan pelaku pemberdayaan. Hal ini dapat dijelaskan bawa sikap disini bersifat lebih komplek dalam kaitannya dengan kemampuan pelaku utuk keberhasilan pemberdayaan. Sesuai dengan pendapat Sulistiyani (2004) yang mengemukakan bahwa sikap /afektif lebih bersifat komplek, dan pada tahap awal lebih sulit dirubah dan dipindahkan dibandingkan pengetahuan dan ketrampilan.
5.
Proses Pemberdayaan Variabel indikator yang mengukur proses pemberdayaan ada empat yaitu analisis masalah (PPA), perencanaan (PPB), pelaksanaan (PPC) dan evaluasi (PPD). Hasil pengujian analisis faktor confirmatory menunjukkan bahws semua indikator mempunyai nilai statistik signifikan dan mempunyai loading factor lebih dari 0.60. Variabel indikator yang memberi sumbangan terbesar dalam menjelaskan proses pemberdayaan adalah indikator evaluasi. Variabel indikator yang memberi sumbangan kedua dalam menjelaskan proses pemberdayaan adalah variabel indikator pelaksanaan. Sedangkan variabel indikator yang memberikan sumbangan peringkat terakhir adalah variabel analisis masalah. Confirmatory analysis konstruk proses pemberdayaan menyatakan keempat indikator tersebut merupakan indikator yang representatif untuk mengukur proses pemberdayaan. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan untuk dapat meningkatkan proses pemberdayaan tidak hanya dituntut bisa meningkatkan evaluasi suatu aktifitas saja namun juga harus dapat meningkatkan perencanaan yang bisa mengarahkan pelaksanaan keberhasilan penyelesaian suatu masalah yang ada di masyarakat. Hasil ini mendukung konsep penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Prijono dan Pranarka (1996) dan Simon (1993) bahwa determinan untuk proses pemberdayaan n diukur oleh aktivitas aktivitas yang mengarah pada perencanaan untuk mengarahkan aktivitas yang dicerminkan pada pelaksanaan dalam mengatasi masalah yang ada. Selain dicerminkan dengan tingkat pelaksanaan suatu aktivitas, penelitian ini juga mendukung Kartasasmita (1995) yang lebih memfokuskan bahwa proses pemberdayaan tidak hanya didasarkan pada evaluasi namun lebih fokus pada tingkat pengembangan potensi masyarakat (enabling). 6. Keberdayaan Masyarakat Variabel keberdayaan masyarakat dalam penelitian ini semula diukur dengan tiga indikator, yaitu tingkat keputusan masyarakat, tingkat kemandirian dan kemampuan memanfaatkan usaha untuk masa depan. Variabel indikator ini mengacu pada peneliti
12
terdahulu yang menyatakan bahwa keberdayaan masyarakat meliputi kemandirian (Sulistiyani, 2004 ), dan masyarakat mampu mengambil keputusan dan mampu menangkap informasi untuk memanfaatkan usaha di masa depan (Slamet,2003). Setelah dilakukan pengujian analisis faktor confirmatory semua indikator signifikan pada p<0.005 dan menunjukkan bahwa semua indikator mempunyai loading factor diatas 0.60. Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat di desa Sumber Rahayu telah mempunyai kemampuan untuk mengambil keputusan yang mengarah pada kemandirian masyarakat yang dapat memanfaatkan usaha untuk masa depan Ketika tingkat kemandirian masyarakat meningkat memungkinkan memperkuat budaya dalam meningkatkan keinginan untuk menambah kesempatan memanfaatkan peluang yang mengarah pada pengoptimalan partisipasi masyarakat untuk tujuan pembangunan bersama mencapai kesejahteraan. Confirmatory analysis konstruk keberdayaan masyarakat menyatakan kemampuan mengambil keputusan, kemandirian, dan kemampuan memanfaatkan usaha untuk masa depan merupakan indikator-indikator yang representatif untuk mengukur keberdayaan masyarakat. Hal ini mendukung konsep Pranarka dan Vidhyandika (1996) yang menyatakan bahwa keberdayaan masyarakat berkaitan dengan kemandirian masyarakat. Hasil pengujian hipótesis dengan Partial Least Square pada model penelitian yang merupakan persamaan struktural hipotesis 1 sampai dengan hipotesis 12 dapat dijelaskan pada tabel dibawah ini. Tabel. 1 Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian
Modal Fisik Modal Manusia Modal Sosial Modal Fisik Modal manusia Proses Pemberdayaan Modal Fisik Modal Manusia Modal Sosial Kemampuan Pelaku Pemberdayaan Keberdayaan Masyarakat Modal Fisikl Modal Manusia Modal Sosial Proses Pemberdayaan Kemampuan Pelaku Pemberdayaan
Path Cooef
t-value
Keterangan
0,345
2.574
*Diterima
0.262 0.434
2.078 3.273
*Diterima *Diterima
0.007 0.295 0.148 0.506
0.064 2.258 1.163 4.458
Tidak Diterima *Diterima Tidak Diterima *Diterima
0.188 0.070 0.083 0.503 -0.053
1.326 0.484 0.669 3.044 0.258
Tidak Diterima Tidak Diterima Tidak Diterima * Diterima Tidak Diterima
Dari hasil pengujian hipotesis yang diuji dengan tingkat kesalahan Alpha 0.05,
13
menunjukkan terdapat 6 hipotesis yang diterima dan 6 hipotesis yang tidak diterima (Tabel 1). Hipotesis 1, 2, 3,4,5 dan 6 digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian 1 yaitu apakah kondisi modal fisik, manusia dan sosial mampu mendukung proses pemberdayaan?. Sedangkan hipotesi 7 untuk menjawab pertanyaan penelitian : apakah pelaku pemberdayaan berpengaruh terhadap proses pemberdayaan? Dan hipotesis 8,9,10,11, dan 12 menjawab pertanyaan penelitian apakah peningkatan keberdayaan dapat dicapai secara langsung atau tidak langsung melalui pengembangan modal fisik, modal manusia, dan modal sosial? . Hasil tersebut bermakna bahwa terdapat langkah-langkah utama yang dapat dilakukan dalam rangka meningkatkan keberdayaan masyarakat: (1) Pertama adalah modal fisik. Untuk dapat meningkatkan pemberdayaan, pengembangan modal fisik harus dilakukan. Peran modal fisik diharapkan bisa mengubah kualitas manusia menjadi lebih berpendidikan dalam meningkatkan kemampuannya berinteraksi antar sesama. Masyarakat akan dapat memanfaatkan usaha di masa depan apabila melakukan analisis yang berkaitan dengan menangkap peluang usaha dengan menitikberatkan pentingnya peluasan jaringan sosial/kerja (2) Kedua adalah pengembangan modal manusia. Peran modal manusia menjadi landasan mengembangkan pemberdayaan dan menjadi mediasi peningkatkan keberdayaan masyarakat dari modal fisik. Oleh karena itu, sharing pengetahuan merupakan syarat untuk dapat meningkatkan kreativitas dan inovasi. Masyarakat akan lebih optimal dalam pengembangan pemberdayaan p apabila didukung proses peningkatan kualitas manusianya. Peran pelaku pemberdayaan akan meningkatkan kompetensi baik pengetahuan maupun keahliannya untuk dapat menjadi penentu pelaksanaan kegiatan dalam menciptakan masyarakat yang berdaya saing. (3) Ketiga adalah pengembangan pemberdayaan. Untuk menciptakan masyarakat yang berdaya, selain yang paling menentukan adalah kemampuan melakukan evaluasi, dan perencanaan, juga ditentukan oleh kemampuan berinteraksi antar sesama. Keterbukaan antar masyarakat akan memudahkan akses informasi yang penting dalam melakukan inovasi yang berbeda dengan yang lain, sehingga dapat menciptakan keunggulan .Perlunya menghargai inovasi dan ide-ide baru dalam masyarakat sebagai faktor pendorong untuk berani mengambil resiko yang bertujuan untuk peningkatan keunggulan di bidang usaha .
Untuk menilai inner model atau model structuralnya, yaitu ingin melihat hubungan antar konstruk, salah satu indikator kekuatan prediktif model jalur adalah menguji nilai R-square untuk konstruk endogen. R-square digunakan untuk menilai konstruk dependen dalam model structural. R-square diinterpretasikan sama seperti analisis regresi berganda yang mengindikasikan jumlah variance dalam konstruk yang dijelaskan oleh model jalur (Chin,1996). Hasil evaluasi model struktural dengan menggunakan R-square seperti pada tabel 2 berikut ini:
14
Tabel 2 Nilai R- Square Variabel Modal Fisik Modal Manusia Modal Sosial Kemampuan Pelaku Pemberdayaan Proses Pemberdayaan Keberdayaan Masyarakat
R-square 0.089 0.444
0.610 0.424
Hasil empirik penelitian menunjukkan bahwa nila R-square yang tertinggi adalah proses pemberdayaan sebesar 61.0%. Nilai ini mengindikasikan bahwa modal fisik, modal manusia, modal sosial dan kemampuan pelaku mampu memberikan kontribusi penjelasan proses pemberdayaan sebesar 61.1%, sedangkan 38.9 % dipengaruhi oleh variabel lain. Sementara R-square pada variabel Keberdayaan masyarakat lebih rendah dari R-square proses pemberdayaan , yaitu hanya sebesar 42.4% . Hal ini menunjukkan bahwa lima variabel yaitu modal fisik, modal manusia, modal sosial, kemampuan pelaku pemberdayaan dan proses pemberdayaan belum cukup menjelaskan keberdayaan masyarakat.
KESIMPULAN Penelitian ini memberi kesimpulan terhadap masalah penelitian yang telah diajukan sebelumnya, yaitu: bagaimana proses meningkatkan keberdayaan warga masyarakat melalui proses pemberdayaan yang terwujud dari modal sosial, modal manusia, modal fisik dan kemampuan pelaku.Hal ini akan dapat memberikan solusi yang lebih baik karena dapat menambah penjelasan bahwa proses pemberdayaan masyarakat mutlak diperlukan utuk mencapai keberdayaan masyarakat. Ada ”dua pola” untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat: Pola pertama, adalah ada dua konstruk sebagai antesedennya, seperti pada gambar 3 berikut : Gambar 3 Pola Pertama Proses Meningkatkan Keberdayaan Masyarakat
Kemampuan Pelaku Pemberdayaan
Proses Pemberdayaan
Keberdayaan Masyarakat
15
Temuan ini memberikan solusi bahwa peran kemampuan pelaku pemberdayaan akan efektif dapat meningkatkan keberdayaan masyarakat jika masyarakat sebelumnya meningkatkan pemberdayaannya. Pelaku pemberdayaan tidak dapat langsung berpengaruh terhadap keberdayaan masyarakat, tetapi harus dimediasi dengan proses yang mengiringi pemberdayaan. Peningkatan pemberdayaan sebagai penentu keberhasilan pelaku dalam upaya peningkatan keberdayaan masyarakat. Proses pemberdayaan di desa Sumber Rahayu berpengaruh secara signifikan terhadap keberdayaan masyarakat. Proses pemberdayaan ini ditandai adanya kemampuan masyarakat dalam membuat analisis masalah, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi suatu program pemberdayaan. Peran pelaku perlu memperbaiki pengetahuan dan ketrampilannya yang lebih lebih baik agar dapat memberi dukungan dalam memperlancar keberhasilan pemberdayaan, sehingga dapat meningkatkan kemandirian masyarakat yang berkelanjutan. Pola kedua, adalah pola jalur bertahap yang dapat dilalui untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat. Peningkatan keberdayaan masyarakat dapat dicapai melalui proses pemberdayaan karena adanya peran modal manusia dan modal fisik. Temuan ini memberikan solusi bahwa modal usaha yang meliputi modak fisik dan modal manusia tidak secara otomatis menghasilkan keberdayaan masyarakat. Pengembangan modal fisik akan menstimulasi pengembangan modal manusia yang akan mendukung proses pemberdayaan yang pada akhirnya akan meningkatkan keberdayaan masyarakat seperti pada gambar 4 Gambar 4 Pola Kedua Untuk Meningkatkan Keberdayaan Masyarakat M MODAL FISIK
MODAL MANUSIA
PROSES PEMBERDAYAAN
KEBERDAYAAN MASYARAKAT
Untuk dapat meningkatkan keberdayaannya, masyarakat tidak hanya cukup melakukan pengembangan modal fisik saja, tetapi juga harus meningkatkan kualitas sumberdaya manusianya sebagai syarat kesuksesan dalam melakukan pemberdayaan. Dalam era reformasi ini, masyarakat harus mampu dan berani mengambil keputusan untuk melakukan usaha baru untuk masa depan. Penelitian ini membuktikan bahwa modal manusia berperan memainkan perubahan sumber daya masyarakat untuk meraih kesuksesan proses pemberdayaan. Modal manusia ditandai adanya tingkat pendidikan yang memadai yang diperoleh dari dukungan pengembangan sarana dan prasarana pendidikan sehingga dapat mengembangkan pemberdayaannya dan akan berdampak secara signifikan pada kemandirian masyarakat. Penelitian ini menandaskan bahwa masyarakat dalam meningkatkan
16
pemberdayaannya didasari atas pertimbangan ”sumber daya” yang ada. Untuk dapat menyesuaikan di era reformasi ini, masyarakat harus dapat melakukan perubahan yang lebih kompetitif dengan melakukan peningkatan pendidikan dan ketrampilannya untuk menjadi masyarakat yang tajam dalam menangkap peluang yang berorientasi pada masa depan. Temuan ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Fukuyama (1995) tentang hubungan kemampuan masyarakat dengan modal manusia (human capital) dan berimplikasi pada teori yang terkait dengan konsep yang dikembangkan Romer dimana human capital sebagai anteseden proses pemberdayaan . Pingkatan keberdayaan masyarakat memerlukan satu paket secara koheren dari perubahan modal fisik yang dibangun berdasarkan kekuatan sarana dan prasarana pendidikan dalam mengembangkan sumber daya manusia dan kemampuan pelaku pemberdayaan dalam mengembangkan pemberdayaan masyarakat. Hasil ini merupakan kontribusi terhadap aplikasi empirik dari konsep yang dikembangkan oleh Fukuyama (1995) tentang hubungan human capital dan keberdayaan masyarakat. Dan juga mendukung penelitian Sumodiningkrat, (2000) bahwa keterlibatan fasilitator sebagai pelaku pemberdayaan dalam mengawal proses pemberdayaan merupakan sumber penting sebagai jalur untuk meraih keberdayaan masyarakat.Untuk dapat meningkatkan R square keberdayaan masyarakat penelitian yang akan datang hendaknya mempertimbangkan variabel lain selain modal fisik, modal manusia, modal sosial, kemampuan pelaku pemberdayaan dan proses pemberdayaan sebagai faktor penentu keberhasilan keberdayaan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Adi, I.R. 2003. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI. Alchian, A. and Demsetz, H. 1973, The property rights paradigm, Journal of Economics History, 33, pp. 16-27. Bandura, A. 1997. Social Learning Theory. Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall. Chin,W.W, Marcolin,B.L dan Newsted,P.R. 1996. A Partial Least Squares Latent Variable Modeling Approach for Measuring Interaction Effects: Result from a Monte Carlo Simulation Study and Voice Mail Emotion/Adoption Study. Proceeding of the Seventeenth International Conference on Information System.16_18 December. Cleveland.Ohio Coolis, D. J. 1991. A resource-based analysis of global competition: The case of the bearing industry. Strategic Management Journal. 12. 49-68. DeLong, D.W. and Fahey, L. 2000. Diagnosing Cultural Barriers to Knowledge Management. The academy of management Executive. 17
Drucker, P. 1969, The age of discontinuity: guidelines to our changing society, London: Heinemann. Eisenhardt, K. M., and Martin, J. A. 2000. ‘Dynamic capabilities: What are they?’ Strategic Management Journal, 32, 543-76. Fahey, L., and Narayanan, V. K. 1986. Macroenvironmental Analysis for Strategic Management. West Publishing Company: St. Paul, MN. Friedman.J. 1992. Empowerment, The Politics of Alternative Development Cambrige Blacwell Fukuyama, 1995. Trust : The Social Virtues and the Creation of Prosperity. Free Press, ISBN 0-02-910976_0 Ghozali, I. 2001. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Program Magister akuntansi, Program Magister Manajemen Undip. Ghozali, I. 2006. Structural Equation Modelling , Metode alternatif Dengan Partial Least Square PLS, Badan Penerbit Undip. Indonesia Gold, Michael, 1991 : Strategic Control in the Decentralized Firm, Sloan Management Review, Winer Hikmat, H. 2004. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Humaniora: Bandung. Huseini, M. 1999. Mencermati Misteri Globalisasi: Menata Ulang Strategi Pemasaran Internasional Indonesia Melalui Pendekatan Resource-Based. Depok: Fisip Universitas Indonesia. Hitt, M. A., Ireland. R. D., & Hoskisson, R. E. 1999a. Strategic Management: Competitiveness and Globalization (3rd ed.). Cincinati: South-Western Publishing. Hunt, S. D. 1997. Resource advantage theory: An evolutionary theory of competitive firm behavior. Journal of Economic Issues, Vol. 31(1), 59-75. Jamasy, O. 2004. Keadilan, Pemberdayaan, & Penanggulangan Kemiskinan. Jakarta Selatan: Blantika. Kartasasmita, G. 1995, Ekonomi Rakyat: Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan; Jakarta: CIDES Kartasasmita, G. 1996. Power and Empowermant: Sebuah Telaah Mengenal Konsep Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
18
Lyles, MA and Salk, JE. 1996, “Knowledge Acqusition From Foreign Parents in International Joint Ventures : An Empirical Examination in The Hungarian Context. Journal of International Business Studies, 27, 5, 877-903. Minttzberg, H. 1979.The Structure of organizaions, prentice-hall, New Yrok, NY Pranarka dan Vidhyandika, 1996, Pemberdayaan dalam Onny S.P dan AMW, Pranarka (ed). 1996,Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan dan Implementasi. Jakarta: Center for Strategic and International Studies (CSIS). Romer Paul,Endogenous Technological Change dalam Journal of Political Economy Shachs, J & Lipton, D. 1990. Polland’s economic reform, |Foregn Affairs, 69(3): 47-66 Simon, BL, 1990. Rethingking Empowerment, Journal of Progressive Human Service. Pirst Editor Simon, H. 1993. Hutan Jati dan Kemakmuran. Problematika dan Strategi Pemecahannya. Yogyakarta: Aditya Media. Slamet, M. 2003. Pemberdayaan Masyarakat. Dalam Membetuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan. Disunting oleh Ida Yustina dan Adjat Sudradjat. Bogor: IPB Press. Smith Adam,1976 An Inquiry into The Nature and Causes of The Wealth of Nations ; New York: Modern Library Suharto, E. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. Bandung: Rafika Aditama. Suharto, E. & Yuliani. 2005. “Analisis Jaringan Sosial: Menerapkan Metode Asesmen Cepat dan Partisipatif (MACPA) Pada Lembaga Sosial Lokal di Subang, Jawa Barat”. (Article on-line). Didapat dari http://www. policy.hu/suharto/mak-Indo4.html. Internet; Diakses pada 28 Juli 2005. Sulistiyani, A.T. 2004. Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan. Yogyakarta: Gaya Media. Sumardjo. 1999. ”Transformasi Model Penyuluhan Pertanian Menuju Pengembangan Kemandirian Petani: Kasus di Propinsi Jawa Barat”. Disertasi Doktor. Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Sumodiningkrat, G, 1999. Pemberdayaan Masyarakat dan Jaring Pengaman Sosial, Gramedia Jakarta Sumodiningrat, G. 2000. Visi dan Misi Pembangunan Pertanian Berbasis Pemberdayaan. Yogyakarta: IDEA.
19
Syabra, R. 2003. ”Modal Sosial: Konsep dan aplikasi”. Jurnal Masyarakat dan Budaya. Vol.V. N0.1:1-5. Timmons, JA. 1994. new centure Creation. Burr Ridge, Il : Irwin. Tobing, E. 2005. Pendidikan dan Pertumbuhan Ekonomi. (Article on-line). Didapat dari http://www-theindone-sian-institute.org/janeducfile.htm. Internet. Todaro Michael P, 1985. Economic Development Report in the Third World ; New York: Oxford University Press, 1985 Tjokrowinoto, M. 2001. Pembangunan Dilema dan Tantangan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Vitalaya, A., Prabowo T. dan Wahyudi R. 1995. Penyuluhan Pembangunan Indonesia: Menyosong Abad XXI. Jakarta: PT Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara. Woodward, J. 1965. Industrial Organization: Theory and Practice, Oxford University Press, Oxford
20