PREVALENSI PASIEN TB PARU YANG MENGALAMI HEPATITIS IMBAS OAT DAN FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DI RSUP PERSAHABATAN JAKARTA DAN RSPG CISARUA PADA TAHUN 2012
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk Memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN
OLEH : Nurazminah Alwi NIM: 1110103000004
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UINSYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2013 M/1434 H
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb. Puji serta syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas segala rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan penelitian ini. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan pada Nabi besar Muhammad SAW, beserta keluarganya, sahabatnya, serta umatnya. Akan sangat sulit bagi saya untuk dapat menyelesaikan penelitian ini jika tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, saya mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. Prof. DR. (hc) dr. M.K. Tadjudin, Sp. And selaku Dekan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang selalu membimbing dan memberikan
kesempatan kepada saya untuk menempuh pendidikan di Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. dr. Witri Ardini, M.Gizi, SpGK selaku Ketua Program Studi Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta seluruh dosen di prodi ini yang selalu membimbing serta memberikan ilmu kepada saya selama menjalani masa pendidikan di Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. dr. Mukhtar Ikhsan, Sp.P(K), MARS dan Zeti Harryati,SSi M.Biomed selaku dosen pembimbing penelitian saya, yang selalu membimbing dan mengarahkan dalam berjalannya penelitian ini. 4. Kedua orang tua tercinta, H.Saemu Alwi, SE, MS dan Hj.Nurlian Arfa, S.ag, MA,
yang selalu memberikan cinta dan kasih sayangnya,
memberikan doa, nasihat, serta semangat sepanjang hidup saya. Juga pada kedua adik saya, Muhammad Azharan Alwi dan Muhammad Azdahar Alwi yang senantiasa memberikan dorongan dan motivasi 5. dr. Alyya Siddiqa, SpFK yang sempat membimbing saya dalam riset ini. Terimakasih untuk perhatian, semangat dam motivasi yang terus diberikan sampai sekarang.
v
6. Untuk teman seperjuangan penelitian saya, Kelompok 2. Fithriyah, Nilam Fajarwati, Ahmad Hudan, Naufal Farisanto yang telah banyak membantu dan memotivasi saya dalam menyelesaikan penelitian ini. 7. Seluruh mahasiswa PSPD 2010 dan semua teman, sahabat saya yang sudah saling mengingatkan, membantu, dan menyemangati satu sama lain. 8. Untuk kakak kelas PSPD 2009, Wildan Acalipha Wilkensia yang selalu memberikan
doa,
membantu,
dan
menyemangati
saya
dalam
menyelesaikan skripsi ini. 9. Untuk segenap staf rekam medik RSUP persahabatan Jakarta dan RSPG Cisarua yang telah banyak membantu dalam pengambilan data.
Saya menyadari laporan penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat saya harapkan demi kesempurnaan laporan penelitian ini. Demikian laporan penelitian ini saya tulis, semoga dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya.
Ciputat, 13 September 2013
Penulis
vi
ABSTRAK Nurazminah Alwi. 2013. Prevalensi pasien TB paru yang mengalami hepatitis imbas OAT dan faktor risiko yang berhubungan di RSUP Persahabatan Jakarta dan RSPG Cisarua pada tahun 2012. Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Obat anti tuberkulosis merupakan regimen yang diberikan dalam penatalaksanaan penyakit tuberkulosis. Obat anti tuberkulosis memiliki efek samping gangguan fungsi hati yang dapat dilihat secara klinis maupun melalui hasil tes fungsi hati dengan melihat nilai enzim-enzim transaminase dalam serum yang terdiri dari aspartate amino transaminase (AST/GOT) yang diekskresikan secara paralel dengan alanine amino transferase/glutamate pyruvate transaminase (ALT/GPT) yang merupakan penanda lebih spesifik untuk mendeteksi adanya kerusakan hepar. Banyak faktor yang mempengaruhi kejadian hepatitis imbas OAT, yaitu usia, jenis kelamin, status gizi, riwayat konsumsi alkohol, riwayat penyakit hati sebelumnya, dan lain-lain. Penelitian ini dilakukanuntuk mengetahui prevalensi pasien tuberkulosis yang mengalami hepatitis imbas OAT dan faktor apa saja yang mempengaruhi pada tahun 2012. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi hepatitis imbas OAT tahun 2012 adalah 52,2 %. Faktor risiko yang bermakna (p value <0,05) adalah jenis kelamin, status gizi, riwayat konsumsi alkohol, dan konsumsi rokok. Sedangkan faktor risiko lain seperti usia,riwayat penyakit hati sebelumnya, dan konsumsi obat lain tidak bermakna. Dapat disimpulkan bahwa prevalensi hepatitis imbas OAT tinggi di Indonesia dan ini berhubungan dengan faktor risiko seperti jenis kelamin, status gizi, alkohol, dan rokok. Kata kunci: Tuberkulosis, Hepatitis imbas OAT, faktor risiko, OAT, Tes fungsi hati ABSTRACT Nurazminah Alwi. 2013. Prevalence of pulmonary tuberculosis patients who have OAT-induced hepatitis and its risk factors in RSUP Persahabatan Jakarta and Cisarua RSPG on 2012. Medical Education Program State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta. Anti-tuberculosis drug regimen is given in the management of tuberculosis. Antituberculosis drugs have side effects liver dysfunction that can be seen clinically as well as through the results of liver function tests to see the value of transaminase enzymes in serum consisting of aspartate amino transaminase (AST / GOT), which is excreted in parallel with alanine amino transferase / glutamate pyruvate transaminase (ALT / GPT) which is a more specific marker to detect the presence of liver damage. Many factors affect the incidence of hepatitis, such as age, sex, nutritional status, alcohol, previous history of liver disease, and etc. This study was conducted to determine the prevalence of tuberculosis patients who have OAT induced hepatitis and the factors that influence in 2012. Results showed the prevalence of OAT-induced hepatitis in 2012 was 52.2%. Significant risk factor (p value <0.05) were gender, nutritional status, history of alcohol consumption, and cigarette consumption. While other risk factors such as age, previous history of liver disease, and other drug consumption is not significant. It can be concluded that the high prevalence of OAT induced hepatitis in Indonesia it is influenced by gender, nutritional status, alcohol, and cigarettes. Keywords: Tuberculosis, OAT induced hepatitis, risk factors, OAT, liver function tests
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................ LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................................... LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. KATA PENGANTAR ..................................................................................... ABSTRAK ........................................................................................................ DAFTAR ISI .................................................................................................... DAFTAR TABEL ............................................................................................ DAFTAR GRAFIK ........................................................................................ DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang .................................................................................. 1.2 Rumusan masalah ............................................................................. 1.3 Tujuan penelitian .............................................................................. 1.3.1 Tujuan umum .......................................................................... 1.3.2 Tujuan khusus ......................................................................... 1.4 Manfaat penelitian ............................................................................ BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan teori .................................................................................. 2.1.1 Tuberkulosis .......................................................................... 2.1.2 Pengobatan tuberkulosis ........................................................ 2.1.2.1 Isoniazid .................................................................. 2.1.2.2 Rifampisin .................................................................. 2.1.2.3 Etambutuol ................................................................. 2.1.2.4 Pirazinamid ................................................................ 1.1.2.5 Streptomisin ............................................................... 2.1.3 Definisi hepatitis imbas OAT ................................................ 2.1.4 Epidemiologi hepatitis imbas OAT ...................................... 2.1.5 Patofisiologi .......................................................................... 2.1.6 Gejala klinis .......................................................................... 2.1.7 Faktor risiko .......................................................................... 2.2 Kerangka teori .................................................................................. 2.3 Kerangka konsep ............................................................................ 2.4 Definisi operasional ......................................................................... BAB 3 METODE PENELITIAN 1.1 Desain penelitian .............................................................................. 1.2 Waktu dan tempat penelitian ............................................................
viii
i ii iii iv vi vii ix x xi xii
1 2 3 3 3 4
5 8 9 10 11 13 17 20 22 24
1.3 1.4 1.5 1.6 1.7 1.8
Kriteria inklusi dan eksklusi ........................................................... Besar sampel .................................................................................. Variabel penelitian .......................................................................... Pengambilan sampel ........................................................................ Pengolahan dan penyajian data ........................................................ Cara kerja penelitian ....................................................................... 1.8.1 Izin pengambilan data sekunder ......................................... 1.8.2 Alur penelitian ................................................................... 3.10 Etika penelitian ...............................................................................
24
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil penelitian ................................................................................ 4.1.1 Pola distribusi responden (Statistik deskriptif) ............................... 4.2 Usia .................................................................................................. 4.3 Jenis Kelamin .................................................................................. 4.4 Konsumsi Alkohol .......................................................................... 4.5 Rokok ............................................................................................. 4.6 Riwayat penyakit hati .................................................................... 4.7 Status Gizi ...................................................................................... 4.8 Riwayat Konsumsi obat lain ..........................................................
29
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ........................................................................................... 5.2 Saran .................................................................................................. DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... LAMPIRAN .....................................................................................................
ix
25 26 26 27
29 34 37 40 42 43 44 45
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1: Tingkat kemampuan OAT menimbulkan DIH .............................. Tabel 2.2: Derajat hepatitis imbas OAT ........................................................... Tabel 2.3: Insidensi dan faktor risiko ............................................................... Tabel 4.1: Pola distribusi responden ................................................................ Tabel 4.2: Prevalensi hepatitis imbas OAT .....................................................
10 11 26 28
Tabel 4.3: Distribusi data kejadian hepatitis imbas OAT berdasarkan usia….. 30 Tabel 4.4: Distribusi data kejadian hepatitis imbas OAT berdasarkan jenis
30
kelamin……………………………………………………………………….. Tabel 4.5: Distribusi data kejadian hepatitis imbas OAT berdasarkan riwayat
31
konsumsi alkohol…………………………………………………………… Tabel 4.6: Distribusi data kejadian hepatitis imbas OAT berdasarkan riwayat konsumsi rokok………………………………………………………………. Tabel 4.7: Distribusi data kejadian hepatitis imbas OAT berdasarkan riwayat penyakit hati sebelumnya…………………………………………………….. Tabel 4.8: Distribusi data kejadian hepatitis imbas OAT berdasarkan status gizi…………………………………………………………………………….
33
34
35
Tabel 4.9 Distribusi data kejadian hepatitis imbas OAT berdasarkan riwayat konsumsi obat lain…………………………………………………………….
x
37
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1: Alur diagnosis TB ....................................................................... Gambar 2.2: Rumus kimia isoniazid ............................................................... Gambar 2.3: Rumus kimia etambutol .............................................................. Gambar 2.4: Rumus kimia pirazinamid .......................................................... Gambar 4.1: Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin .................... Gambar 4.2: Distribusi responden berdasarkan derajat DIH ..........................
xi
7 10 10 32
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Sebaran karakteristik responden .................................................. Lampiran 2: Hubungan DIH dengan variabel bebas ....................................... Lampiran 3: Riwayat hidup peneliti ................................................................
xii
48 68
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Penyakit Tuberkulosis
tuberkulosis masih
masih
merupakan
merupakan penyakit
masalah
menular
kesehatan
yang
paling
dunia. sering
menyebabkan morbiditas dan mortalitas. Indonesia merupakan negara dengan penderita terbanyak ke-5 didunia setelah India, Cina, Afrika Selatan, dan Nigeria.1,2 Merujuk pada angka kejadian yang tinggi, Indonesia bekerjasama dengan World Health Organization (WHO) menggalang strategi penanggulangan TB di Indonesia yang kemudian disebut strategi Directly Observed Treatment Short Course (DOTS).4 Salah satu programnya adalah melaksanakan pengobatan tuberculosis dengan Obat Anti Tuberkulosis (OAT). Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi dua fase, yakni fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4 atau 7 bulan).5 Obat lini pertama yang digunakan adalah isoniazid, rifampisin, pirazinamid, streptomisin, dan etambutol.5 Obat lini pertama inilah yang paling sering digunakan dan menimbulkan beragam efek samping. Waktu pemakaian yang lama tentu saja dapat menimbulkan efek samping seperti reaksi kulit, gangguan gastrointestinal, gangguan neurologis.6 Efek samping yang hampir dimiliki oleh semua jenis OAT lini pertama adalah hepatitis. Efek ini pula lah yang dapat berdampak paling serius. Hepatitis imbas OAT adalah peradangan pada organ hati yang diakibatkan oleh reaksi obat anti tuberkulosis. Pada penelitian yang dilakukan di berbagai Negara, angka kejadian hepatitis imbas OAT menunjukkan jumlah yang beragam. Contohnya pada penelitian yang dilakukan di Nepal prevalensi hepatitis imbas OAT mencapai 38%, di Iran prevalensi hepatitis imbas OAT mencapai 27%. Setiap individu memiliki kerentanan yang berbeda, sehingga efek samping berupa gangguan fungsi hati juga beragam waktu timbulnya. Biasanya efek samping hepatitis imbas OAT akan timbul 1-2 bulan setelah konsumsi OAT. Hal
1
2
lain yang mempengaruhi adalah faktor risiko yang dimiliki oleh para pasien sendiri. Menurut beberapa penelitian, faktor risiko yang menyebabkan hepatitis imbas OAT diantaranya adalah umur, jenis kelamin, status gizi, riwayat penyakit hati sebelumnya, memiliki penyakit infeksi lain seperti HIV, konsumsi alkohol, karier hepatitis B atau hepatitis C, pemakaian obat yang tidak sesuai aturan dan status asetilatornya.7 Penelitian tentang angka kejadian hepatitis imbas OAT beserta faktorfaktor yang berhubungan masih sedikit jumlahnya di Indonesia dan sudah cukup lama tidak dilakukan lagi sehingga data yang didapat juga kurang. Melihat hal ini maka
penelitian mengenai jumlah pasien tuberkulosis paru yang mengalami
hepatitis imbas OAT dan faktor-faktor yang berhubungan perlu utnuk dilakukan lagi. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan Jakarta dan RSPG Cisarua yang keduanya merupakan rumah sakit rujukan nasional dalam penanganan TB paru di Indonesia. Sehingga diharapkan data yang didapat akan lebih beragam dan valid. Diharapkan dengan diketahuinya angka kejadian pada hepatitis imbas OAT dan faktor yang berhubungan, para tenaga medis, khususnya dokter umum dan dokter paru yang menangani kasus-kasus pasien TB menjadi lebih waspada dan gencar dalam melakukan edukasi terhadap pasien, terlebih pasien-pasien TB paru yang memiliki faktor risiko untuk mengalami gangguan fungsi hati dan dapat pula menjadi pertimbangan dan antisipasi dalam pemberian OAT. Jika faktor risiko diketahui lebih dahulu diharapkan biaya pengobatan pun dapat diminimalisir. Bagi pasien TB paru sendiri, khususnya yang memiliki faktor risiko tertentu untuk mengalami hepatitis imbas OAT diharapkan menjadi lebih waspada dan sedapat mungkin menghindari faktor-faktor pencetus. 1.2.RumusanMasalah Dari uraian diatas dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut: 1.2.1. Berapa prevalensi pasien TB paru yang mengalami hepatitis imbas OAT?
3
1.2.2. Faktor-faktor risiko apa saja yang berhubungan dengan hepatitis imbas OAT? 1.3.Tujuan penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui angka kejadian hepatitis imbas OAT pada penderita TB setelah mendapatkan terapi OAT 1.3.2. Tujuan Khusus Mengetahui faktor-faktor risiko apa sajakah yang mempengaruhi terjadinya hepatitis imbas OAT dan bagaimanakah hubungannya 1.4. Manfaat penelitian 1.4.1. Bagi Peneliti •
Mengetahui prevalensi hepatitis imbas OAT di RSUP Persahabatan dan RSPG Cisarua.
•
Mengetahui faktor risiko hepatitis imbas OAT.
•
Menambah wawasan mengenai hepatitis imbas OAT.
•
Sebagai salah satu persyaratan mendapat gelar sarjana kedokteran.
•
Mengimplementasikan ilmu metodologi penelitian yang telah didapat selama perkuliahan di PSPD FKIK UIN Jakarta.
1.4.2. Bagi Institusi dan Keilmuan
•
Merupakan implementasi Tri Dharma Perguruan Tinggi pada bidang penelitian
•
Menambah referensi kepustakaan penelitian dan rujukan penelitian selanjutnya.
4
1.4.3. Bagi Masyarakat
•
Mengetahui tentang hepatitis imbas OAT.
•
Mengetahui faktor risiko terjadinya hepatitis imbas OAT.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori 2.1.1. Tuberkulosis Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis.5,8 Bakteri ini berbentuk batang, tidak berspora, dan tidak berkapsul dengan dinding yang sangat kompleks yang membuat bakteri ini tahan asam pada pemeriksaan atau biasa disebut Basil Tahan Asam (BTA)5. Umumnya M. Tuberculosis menyerang paru, tetapi pada sepertiga kasus menyerang organ lain seperti kelenjar limfe, tulang, meningens, dll yang biasa disebut TB ekstra paru.5 Tuberkulosis merupakan penyakit dengan angka kejadian yang sangat tinggi, hampir sepertiga penduduk dunia terkena TB.8 Setiap tahunnya, 1000 dari
100.000 penduduk terinfeksi TB dan 10%
diantaranya akan menjadi sakit TB.8 Angka insidensi yang begitu tinggi tersebut berbanding lurus dengan angka kematian. Angka kematian akibat TB diperkirakan setiap harinya 8000 setiap harinya.5,8 Karena data tersebut, WHO menjadikan TB sebagai ‘Global Emergency’ dengan strategi DOTS (Directly observed Treatment Short-course) sebagai penanggulangannya.5,8 Diagnosis TB ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan bakteriologi, pemeriksaan radiologi, dan pemeriksaan penunjang lainnya.5,8 Gejala klinis yang dapat timbul dibagi menjadi dua, gejala lokal dan gejala sistemik.5,8 Pada pasien TB paru, gejala lokal yang timbul yaitu gejala respiratorik terdiri dari batuk lebih dari 3 minggu, kadang disertai darah, sesak napas, dan nyeri dada.5,8 Sedangkan untuk TB ekstraparu, gejala lokal tergantung pada organ yang terkena.5 Gejala sistemik yaitu penurunan berat badan, malaise, keringat malam, tidak nafsu makan, dan demam.5,8 Pada pemeriksaan fisik, kelainan dijumpai tergantung dari organ yang terkena.5 Pada TB paru dapat ditemukan suara
5
6
napas bronkial amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.5 Pemeriksaan bakteriologik merupakan
diagnosis
pasti
TB,
yaitu
menemukan
kuman
M.
Tuberculosis.5,8 Bahan pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari berbagai sumber tergantung TB jenis apa.5 Umumnya untuk TB paru bahan pemeriksaannya berasal dari dahak dengan cara pengambilan SPS (Sewaktu Pagi Sewaktu).5 Untuk TB ekstraparu dapat berasal dari cairan pleura, liquor cerebrospinal (LCS), urin, feses, dan jaringan biopsi.5 Pemeriksaan radiologik yang umumnya digunakan untuk TB adalah foto toraks.5,8 Diagnosis ditegakan jika ditemukan lesi perkapuran di apeks paru.5 Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan tetapi jarang adalah pemeriksaan BACTEC, PCR (Polymerase Chain Reaction), ICT (Immunochromatographic Tuberculosis), dll.5,8
7
Gejala Klinis + PF
+
Sputum BTA
TB paru BTA (+)
_
+
Foto Toraks
TB paru BTA (-)
Meragu kan
Foto lama ada
Menetap
Bekas TB
-
Foto lama tidak ada
Perburukan
TB Paru (bila penyakit paru lain telah tersingkirkan
Penyakit paru lain
Lakukan pemeriksaan penunjang lainnya sesuai kebutuhan dan fasilitas atau terapi eksjuvantibus untuk TB
Evaluasi foto toraks 1-2 bulan
Perburukan
Perbaikan
Bukan TB
TB Paru
Gambar 2.1 Skema Alur Diagnosis TB paru pada orang dewasa Sumber: : Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. 2006.5
8
2.1.2. Pengobatan Tuberkulosis Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri yang tumbuh lebih lambat dari bakteri lain, oleh karena itu antibiotik yang sangat efektif untuk sel yang sedang tumbuh tidak cukup efektif untuk bakteri ini. Selain itu, Mycobacterium tuberculosis juga mampu menjadi dorman sehingga semakin sulit untuk diobati atau dapat terbunuh namun lambat. Dinding sel Mycobacterium tuberculosis juga kaya akan lipid dan tidak permeabel terhadap banyak obat. Hal-hal tersebutnya membuat Mycobacterium tuberculosis mampu membentuk resistensi, kombinasi dua obat atau lebih mampu mengatasi kemungkinan resistensi dan karena bakteri ini lama berespon terhadap kemotrapi maka diberikan selama bulanan hingga tahunan. Pengobatan TB dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut : 1. OAT tidak diberikan monoterapi melainkan dikombinasi beberapa jenis obat dimana jumlah dan dosisnya disesuaikan dengan kategori pengobatan. OAT KDT lebih menguntungkan dan sangat direkomendasikan.8,9 2. Adanya PMO (pengawas minum obat).8,9 3. Diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan tahap lanjutan.8,9
2.1.2.1. Isoniazid Isoniazid yang secara struktur mirip piridoksin merupakan obat anti mikobakterium yang paling aktif dalam terapi tuberkulosis namun kurang efektif untuk mikobakterium atipik. Isoniazid bersifat bakterisid karena mampu menghambat kebanyakan tuberkel, obat ini juga mampu penetrasi kedalam makrofag sehingga aktif untuk membunuh bakteri yang ada didalam intrasel maupun ekstrasel. Obat ini bekerja dengan cara menghambat sintesis asam mikolat yang merupakan struktur penting dalam dinding sel mikobakterium.10
9
Secara farmakodinamik isoniazid diabsorpsi dari saluran cerna dan akan mencapai kadar puncak dalam plasma dalam 1-2 jam kemudian. Metabolisme isoniazid terutama asetilasi oleh N-asetiltransferase hati dan waktu paruhnya berkisar antara 1-3 jam dan bentuk metabolit isoniazid terutama diekskresi dalam urin.10
Gambar 2.2 Rumus kimia isoniazid Sumber: Katzung, Bertram G. Basic & clinical pharmacology 10 th ed. 2006.10
2.1.2.2. Rifampisin Rifampisin merupakan turunan semisintetik rifamisin, antibiotik yang dihasilkan oleh Streptomyces mediterranei. Rifampisin bekerja dengan menghambat sintesis RNA dengan cara berikatan dengan subunit β RNA polymerase dependen-DNA milik bakteri. RNA polymerase manusia tidak dapat berikatan dengan rifampisin sehingga sintesis RNA tidak terganggu. Rifampisin merupakan obat antibiotik yang bersifat bakterisid terhadap mikobakterium. Obat ini mampu penetrasi kedalam sel makrofag dan dapat membunuh organisme yang sulit dijangkau oleh obat lainnya.10 Secara farmakodinamik rifampisin diabsorpsi dengan baik dari saluran cerna dan diekskresi utama oleh hati ke dalam empedu. Rifampisin juga mengalami siklus enterohepatik, akan dibuang dalam tinja dan sebagian kecil melalui urin. Rifampisin terdistribusi luas ke dalam cairan
10
dan jaringan tubuh.10 Rifampisin bersifat inducer terhadap kebanyakan isoform sitokrom P450 seperti CYP 1A2, 2C9, 2C19, 2D6 dab 3A4 yang meningkatkan eliminasi berbagai obat seperti metadon, antikoagulan, siklosporin, beberapa antikonvulsan, penghambat protease, kontrasepsi dan obat lain sehingga menurunkan kadar semua obat tersebut didalam plasma. 2.1.2.3. Etambutol Etambutol menghambat arabinosil transferase mikobakterium yang berperan dalam reaksi polimerasi arabinoglikan sehingga sintesis dinding sel terhambat. Etambutol diabsorpsi dengan baik dari usus, dan mencapai kadar puncak dalam serum 2-4 jam kemudian. Ekskresi utama obat ini adalah melalui ginjal dan sedikit melalui tinja.10
Gambar 2.3 Rumus kimia etambutol Sumber: Katzung, Bertram G. Basic & clinical pharmacology 10 th ed. 2006.10
2.1.2.4. Pirazinamid Pirazinamid merupakan obat yang tidak aktif pada pH netral, namun pada pH 5,5 obat ini akan diubah menjadi asam pirazinoat yang merupakan bentuk aktif obat ini oleh pirazinamidase mikobakterium. Pirazinamid
akan
difagosit
oleh
makrofag
dan
berefek
pada
mikobakterium dalam lisosom yang bersifat asam.10 Pirazinamid diabsorpsi dengan baik dari saluran cerna, dan akan di distribusikan secara luas ke seluruh jaringan tubuh. kadar puncak dalam
11
plasma dicapai dalam 1-2 jam. Waktu paruhnya 8-11 jam. Dimetabolisme oleh hati dan metabolit aktifnya dibuang melalui ginjal.10
Gambar 2.4 Rumus Kimia pirazinamid Sumber: Katzung, Bertram G. Basic & clinical pharmacology 10 th ed. 2006.10
2.1.2.5. Streptomisin Streptomisin termasuk golongan aminoglikosida yang didapat dari diisolasi dari galur Streptomyces griseus. Di dalam sel bakteri, obat ini akan berikatan dengan reseptor pada subunit 30S protein ribosom bakteri. Obat ini akan menghambat sintesis protein ribosom dengan cara mengganggu inisiasi pembentukan peptida, menyebabkan misreading mRNA yang menyebabkan penggabungan asam amino yang salah ke dalam peptida dan menguraikan polisom menjadi monosom yang tidak berfungsi.10 Streptomisin apabila diberikan secara oral, akan diabsorpsi sedikit oleh saluran cerna dan kebanyakan secara utuh diekresikan melalui tinja. Apabila diberikan secara intramuskular, absorpsi baik dan mencapai kadar puncak dalam darah 30-90 menit. Obat ini biasanya diberikan secara intravena dalam infus selama 30-60 menit.10
2.1.3. Definisi Hepatitis imbas OAT Hepatitis imbas OAT adalah suatu peradangan pada hati yang diakibatkan oleh reaksi merugikan dari obat.11
12
Secara klinis, manifestasi yang ditimbulkan hepatitis imbas OAT serupa dengan hepatitis viral akut.11 Hepatitis imbas OAT bisa menyebabkan variasi hepatotoksisitas yang beragam, mulai dari kenaikan serum hati secara asimptomatik hingga timbul gejala berat.11 Hepatitis imbas OAT sendiri memiliki definisi beragam menurut beberapa penelitian,
tetapi
secara
umum
definisi
hepatotoksisitas
adalah
peningkatan kadar ALT 1,5 kali dari kadar normal yang muncul setelah terapi, minimal 4 minggu tanpa gejala hepatitis.11 Masing-masing dari OAT itu sendiri dapat mengakibatkan hepatitis imbas OAT, tetapi tingkat kemampuan masing-masing obat berbeda. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 2.1. Tingkat Kemampuan OAT dalam menimbulkan hepatitis imbas OAT11 Tingkat kemampuan OAT
Nama Obat
Tinggi
Isoniazid,
Rifampisin,
Rifabutin,
Pirazinamid Rendah
Streptomisin, Etambutol
Sumber: Drug induced hepatitis with anti-tubercular chemotherapy. 2007.11
Pasien tuberkulosis bisa dikatakan mengalami hepatitis imbas OAT jika:11,17,23 1. Nilai fungsi hati dalam batas normal sebelum diberikan terapi OAT. 2. Tidak mengkonsumsi alkohol dan zat kimia lainnya minimal 10 hari sebelum pengobatan TB dimulai. 3. Pasien harus mendapatkan obat isoniazid, pirazinamid, dan rifampisin dalam dosis normal baik itu sendiri maupun kombinasi minimal 5 hari sebelum ditemukan nilai fungsi hati yang abnormal.
13
4. Ketika sedang mendapatkan terapi OAT terjadi peningkatan nilai fungsi hati di luar batas normal, dan atau terjadi peningkatan bilirubin total >1,5 mg/dl. 5. Tidak ada sebab lain yang jelas ketika nilai tes fungsi hati meningkat. 6. Ketika obat dihentikan, nilai fungsi hati menjadi normal atau menurun dari nilai yang sebelumnya tinggi. Hepatitis Imbas OAT dapat diklasifikasikan menurut derajat keparahannya yang dinilai berdasarkan kenaikan SGOT dan SGPT serum. Tabel 2.2. Derajat keparahan hepatitis imbas OAT Definisi hepatitis imbas OAT menurut WHO Adverse drug reaction terminology Definisi
hepatitis
imbas
OAT
menurut WHO Sadium 1 (ringan)
Meningkat < 2 kali dari nilai normal (ALT 51125 U/L)
Stadium 2 (ringan)
Meningkat 2,5-5 kali dari nilai normal (ALT 126-250 U/L)
Stadium 3 (sedang)
Meningkat 5-10 kali dari nilai normal (ALT 251-500 U/L)
Stadium 4 (berat)
Meningkat lebih dari 10 kali dari nilai normal (ALT >500)
Sumber: Drug induced hepatitis with anti-tubercular chemotherapy. 2007.11
2.1.4. Epidemiologi Hepatitis imbas OAT Timbulnya hepatitis imbas OAT pada seseorang sangat beragam waktunya, tetapi penelitian menunjukkan seorang yang mengalami hepatitis imbas OAT adalah pasien yang mendapat terapi setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan, sedangkan untuk pasien yang
14
mengalami hepatitis imbas OAT setelah konsumsi obat dalam hitungan hari sangat sedikit.11 Insidensi timbulnya hepatitis imbas OAT sangat beragam, karena tergantung dari definisi peneliti mengenai hepatitis imbas OAT pada berbagai populasi studi.12 Hepatitis imbas OAT lebih sering terjadi pada negara berkembang. Pada penelitian yang dilakukan di Nepal ditemukan insidensi hepatitis imbas OAT mencapai 38%.12 Penelitian lain yang dilakukan di Malaysia menyebutkan bahwa prevalensi hepatitis imbas OAT mencapai 9,7%.13 Ras oriental dilaporkan memiliki angka tertinggi, terutama India. Kejadian hepatotoksik di sub sahara Afrika dilaporkan pada beberapa literatur, namun untuk insidensinya sendiri tidak tercatat dengan jelas jumlahnya sehingga tidak dapat dilaporkan.13 Pada sebuah studi survei yang dilakukan oleh The U.S Public Health Service dilaporkan bahwa seseorang yang mengkonsumsi alkohol memiliki risiko 2 kali lipat untuk terkena hepatitis akibat obat isoniazid dan risiko akan semakin meningkat hingga 4-5 kali lipat pada seseorang yang mengkonsumsi alkohol setiap hari.12 Beberapa penelitian telah dilakukan guna mengetahui insidensi dan faktor risiko hepatitis imbas OAT pada berbagai populasi seperti Asia, Amerika, Amerika Selatan, Eropa, Afrika. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada tabel dibawah ini. Tabel 2.3. Insidensi dan faktor risiko terjadinya hepatitis imbas OAT pada beberapa wilayah.12 Proporsi
Definisi Hepatitis Imbas
Hepatitis
OAT
Faktor Risiko
Populasi
Imbas OAT (%) 2,0
AST >6x batas normal dan dikonfirmasi dengan
Perempuan, Usia Tua
E: 79%, As: 17%, Af: 4%,
15
(lanjutan.) pemeriksaan berulang 2,3
ALT >5x setelah terapi OAT
NA+SA: 1% Usia Tua
As India, Pakistan: 70%, E:30%,
2,6
ALT/AST >10x nilai normal
Alkohol, Carrier
E (Spain:
Hepatitis B,
86%, C/SA:
Penggunaan obat lain
14%
yang bersifat hepatotoksik 3,0
ALT >3x nilai normal
Usia Tua, Perempuan,
As: 42%,
HIV, Ras Asia
E+C/Sa: 29%, Af: 18%, NA:12%
3,4
ALT >5x nilai normal
Perempuan
Dutch (94%), Non dutch (6%)
5,3
ALT/AST >3x nilai normal
Perempuan, Usia Tua
As( Singapura)
8,1
ALT/AST >5x nilai normal
Nilai tes fungsi hati
Tidak
yang abnormal, Status
disebutkan
gizi dibawah normal, Pernah mengalami hepatitis B/C, Riwayat konsumsi obat lain. 10,7
ALT> 5x nilai normal
Penggunaan
E: 80%, Af:
flukonazol, Nilai CD4
34%, Lainnya
<100, Bilirubin > 13
5%
mmol/L atau ALT > 61 U/L 11,0
ALT/AST >3x nilai normal
Usia Tua, Riwayat
E: 90%, As:
penyakit hepatitis
6%, Af: 3%,
sebelumnya,
SA: 1%
Perempuan 13,0
ALT/AST >5x nilai normal
HIV, Ras Asia
Af: 60%, As: 15%, E:24%, Other: 3%
16
(lanjutan.) 15,0
ALT> 3x nilai normal
Usia Tua, Status gizi
As (Taiwan)
dibawah normal, Asetilator yang lambat, CYP2E1 genotip c1/o1 16,1
ALT/AST >5x nilai normal,
Usia Tua
As ( India)
HIV atau hepatitis C
Tidak
atau peningkatan disertai gejala klinis 19,0
ALT/AST> 3x nilai normal
disebutkan 27,7
ALT> 3x nilai normal
Tidak ada faktor risiko
dengan atau ALT>5x nilai
yang signifikan
Iran
normal tanpa gejala *
NO
AST> 3x nilai normal
Usia Tua, konsumsi
As ( India)
alkohol dalam jumlah yang banyak, asetilator yang lambat
* Wilayah Populasi: Af, Africa: As, Asia: CSA, Central and South America: E, Europe: NA, North America: Sa, South America.
*
NO ( No Incidence) :Studi Potong-lintang
*
Nilai normal menurut kriteria WHO = 50 IU/L
Sumber: Pengenalan Kembali Obat Anti Tuberkulosa Pada Penderita Hepatitis Imbas Obat Akibat Obat Anti Tuberkulosa. 201112
2.1.5. Patofisiologi Berbagai penelitian telah mengatakan bahwa terdapat keterkaitan HLA-DR2 dengan tuberkulosis paru pada berbagai populasi dan keterkaitan
variasi
gen
NRAMP1
dengan
kerentanan
terhadap
tuberkulosis, sedangkan risiko hepatotoksisitas imbas obat tuberkulosis ditemukan berkaitan dengan fenotipe asetilator dan polimorfisme genetik lainnya, termasuk sitokrom P450 2E1 dan glutathione S-transferase M1, dan beberapa major histocompatibility kompleks kelas II terkait HLA-DQ alel. Dimana dinyatakan tidak adanya HLA-DQA1*0102 dan adanya
17
HLA-DQB1*0201 disamping usia lanjut, albumin serum <3,5 gr/dl dan tingkat penyakit yang moderat atau tingkat lanjut berat.14 Hepatitis imbas OAT dapat diakibatkan langsung dari senyawa utama, hasil metabolit, atau dapat disebabkan oleh respon imunologis yang dapat mempengaruhi hepatosit, sel-sel epitel empedu dan atau pembuluh darah hati.14 Pada beberapa penelitian uji klinis dengan hewan coba yang di uji dengan dosis tertentu, memiliki tingkat serangan yang lebih tinggi dan cenderung terjadi cepat..14 Tetapi perlu diketahui beberapa penelitian lain menunjukkan hepatitis imbas OAT dapat juga merupakan reaksi idiosinkronisasi yang tidak berhubungan dengan farmakologi obat. Hal ini menunjukkan bahwa setiap individu memiliki lokus minoris tersendiri dimana setiap individu memiliki kerentanan tersendiri terhadap efek hepatitis ketika mengkonsumsi obat. Beberapa orang mengalami hepatitis pada dosis tertentu sedangkan beberapa orang lainnya tidak terjadi pada dosis berapapun. Idiosinkronisasi dapat mengenai berbagai sistem organ. Hipersensitivitas terhadap OAT dapat terjadi pada beberapa OAT imbas hepatotoksisitas, apalagi ketika pasien datang dengan ruam kulit, atrhalgia, dan eosinophilia.15 Pada suatu penelitian disebutkan bahwa beberapa regimen OAT yakni isoniazid dan rifampisin terbukti meningkatkan lipid peroksidase, hal ini menunjukkan bahwa isoniazid dan rifampisin menimbulkan hepatotoksisitas melalui kerusakan oksidasi. Salah satu mekanisme yang sinergis untuk menimbulkan efek hepatotoksisitas dari isoniazid dan rifampisin adalah melalui enzim hati yang menginduksi sistem hidrolase sehingga meningkatkan toksisitas dari zat metabolit obat.14,15 2.1.6. Gejala Klinis Gejala klinis yang timbul biasanya sulit dibedakan dengan hepatitis viral baik secara klinis, biokimia, dan histologi. Gejala dan tanda akan timbul setelah pasien mengkonsumsi OAT 1 hingga 2 bulan. Gejala klinis
18
yang akan timbul biasanya adalah nausea, ikterik, muntah, dan asthenia.13,17 Semua gejala ini tidak menunjukkan kespesifikan yang dapat membedakan sebab dari gangguan hati. Oleh karena itu pengecekan pada laboratorium sangat diperlukan guna menegakkan diagnosis yang benar dan menyingkirkan hal-hal lain yang dapat membuat rancu dalam mendiagnosis. Keluhan hepatotoksisitas akibat OAT sebagian besar dapat dihilangkan jika pengobatan dihentikan sementara, tetapi jika terapi tidak dihentikan dapat berakibat fatal bagi pasien itu sendiri.13,17 2.1.7. Faktor Risiko Faktor risiko untuk obat-obat yang menginduksi hepatitis imbas OAT selama pengobatan tuberkulosis meliputi usia tua, penyakit tuberkulosis yang luas, malnutrisi, alkoholisme, infeksi kronis akibat penyakit hepatitis B atau hepatitis C, serta infeksi HIV.13,15,16 Salah satu penelitian kohort dari Spanyol menunjukkan kejadian hepatitis imbas OAT (serum transaminase naik lebuh dari tiga kali batas normal) menjadi signifikan pada kelompok yang memiliki faktor risiko dengan persentase 18,2%, sedangkan kelompok tanpa risiko memiliki presentase 5,8%. Hepatitis berat (transaminase serum > 10 kali nilai normal) terjadi pada kelompok yang memiliki faktor risiko dengan persentase 6,9% sedangkan pada kelompok yang tidak memiliki faktor risiko terjadi dengan persentase 0,4%.13,15 Pasien dengan infeksi hepatitis kronis atau infeksi HIV lebih rentan 3-5 kali terkena hepatitis imbas OAT. Infeksi kronis hepatitis B dan C memiliki relevansi tertentu di banyak negara Asia. Infeksi HIV juga kini mengalami pelonjakan pada beberapa negara Asia.13 Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa jenis kelamin perempuan merupakan salah satu faktor risiko yang dapat mengakibatkan hepatotoksisitas akibat OAT, tetapi hingga kini mekanisme jelas yang mendasari hal ini masih dalam penelitian.
19
Pasien yang sebelumnya mendapatkan transplantasi organ juga berisiko, efek toksisitasnya juga akan semakin meningkat akibat pemberian obat imunosupresif juga yang diberikan bersamaan dengan OAT.13,15
20
2.2. Kerangka Teori Pasien TB
Konsumsi OAT kategori 1 lebih dari 2 bulan
Pada usia tua fungsi hati sudah menurun
Usia
Biotransfor masi pada perempuan lebih lambat
Perempuan lebih rentan terkena gangguan fungsi hati
Jenis kelamin
Enzim hati menginduksi sistem hidrolase
Aseltadehid memicu terjadinya peradangan
Ketika diproses secara kimia menghasilkan aseltadehid
Meningkatka n lipid peroksidase
Fungsi fisiologis dan mekanisme pertahanan organ hati menurun
Meninggal kan jaringan fibrosis
Alkohol mengandung etanol Terjadi proses penyembuhan
Riw.Konsumsi alkohol
Riw.Penyakit hati sebelumnya
Hepatitis imbas OAT
Meningkatkan toksisitas dari zat metabolit obat
Kemampua n melawan efek toksik menurun
Imunitas lebih rendah
Status gizi kurang atau buruk
Mempe rberat kerja hati
Riw.Kon sumsi obat lain
Menurunka n anioksidan dan meningkatk an radikal bebas
Riw.Kons umsi rokok
21
2.3. Kerangka Konsep
Umur Jenis kelamin
Obat Anti Tuberkulosis
Riw. konsumsi alkohol Status gizi kurang atau buruk
Riw. Penyakit hati sebelumnya
Konsumsi obat lain Konsumsi rokok
Hepatitits imbas OAT
22
2.4. Definisi Operasional Tabel 2.3.1 Definisi : perasional: Variabel, Pengukur, Alat Ukur, Cara Pengukuran, dan Skala Pengukuran. No
Variabel
Definisi
Pengukur
Alat Ukur Cara Skala Pengukuran Pengukuran
1.
Umur
Umur responden ketika mendapatkan terapi OAT
Data Rekam Medik
Data Rekam Medik
Membaca data rekam medik
Kategorik
2.
Jenis Kelamin
Diklasifikasikan atas laki-laki atau perempuan
Data rekam medik
Data rekam medik
Membaca data rekam medik
Kategorik
3.
Riwayat Konsumsi Alkohol
Responden pernah mengkonsumi alkohol, minimal 10 hari sebelum pengobatan
Data rekam medik
Data rekam medik
Membaca data rekam medik
Kategorik
Data rekam medik
Data rekam medik
Membaca data rekam medik
Kategorik
Data rekam medik
Data rekam medik
Membaca data rekam medik
Kategorik
Data rekam medik
Data rekam medik
Membaca data rekam medik
Kategorik
4.
Status gizi kurang atau buruk
Responden tergolong gizi buruk jika IMT <16, dan tergolong gizi kurang jika IMT <17-18,4.
5.
Riwayat penyakit hati sebelumnya
Responden pernah menderita penyakit hati sebelum sakit TB, seperti hepatitis.
6.
Konsumsi obat lain
Responden mengkonsumsi obat lain saat menderita tuberkulosis.
23
7.
Riwayat konsumsi rokok
Responden merupakan seorang perokok aktif.
Data rekam medik
Data rekam medik
Membaca data rekam medik
Kategorik
8.
OAT Kategori 1
Obat anti tuberkulosis yang menjadi lini pertama pengobatan tuberkulosis yang terdiri dari Isoniazid, rifampisin, pirazinamid, streptomisin, dan etambutol
Data rekam medik
Data rekam medik
Membaca data rekam medik
Kategorik
9.
Hepatitis Imbas OAT
Peradangan pada organ hati akibat reaksi obat anti tuberkulosis. Menurut WHO, berdasarkan derajat keparahannya hepatitis imbas OAT diklasifikasikan menjadi 4 derajat dinilai dari kadar SGPT.
Data rekam medik
Data rekam medik
Membaca data rekam medik
Kategorik
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penilitian Penelitian ini dilakukan secara deskriptif kategorik secara cross sectional. 3.2. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai bulan Maret 2013 di Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan Jakarta dan RSPG Cisarua.
3.3. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 1. Kriteria inklusi Kriteria inklusi adalah Pasien penderita TB yang
diterapi OAT
kategori 1 di Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan Jakarta dan RSPG Cisarua. 2. Kriteria eksklusi •
Pasien penderita TB yang diterapi OAT dan saat ini mengalami penyakit hati.
•
Pasien TB paru yang mendapatkan terapi OAT kategori 2.
•
Pasien TB ekstra paru
24
25
3.4. Besar Sampel n=
(Zα)2 x p x q d2
n = (1,96)2 x 0,38x 0,62 = 90 orang 0,12 Keterangan: n = besar sampel minimal Zα = standar variasi, untuk α = 0,05%, Zα bernilai 1,96 P = prevalensi (proporsi responden pada data sebelumnya) Q = 1-p d = derajat ketepatan yang diinginkan, dlm hal ini 10% 3.5. Variabel penelitian 1. Variabel tergantung Variabel tergantung pada penelitian ini adalah hepatitis imbas OAT. Hepatitis imbas OAT merupakan peradangan pada organ hati setelah mendapatkan terapi OAT. Penanda dini dari hepatitis imbas OAT adalah peningkatan enzimenzim transaminase dalam serum yang terdiri dari aspartate amino transaminase (AST/GOT) yang diekskresikan secara paralel dengan alanine
amino
transferase/glutamate
pyruvate
transaminase
(ALT/GPT) yang merupakan penanda lebih spesifik untuk mendeteksi adanya kerusakan hepar. 2. Variabel bebas Variabel bebas yang diteliti adalah umur, jenis kelamin, riwayat konsumsi alkohol sebelumnya, status gizi, konsumsi rokok, riwayat penyakit hati sebelumnya, riwayat konsumsi obat lain.
26
3.6. Pengambilan Sampel Pengambilan sampel di lakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan Jakarta dan RSPG Cisarua dengan cara melihat rekam medis pasien yang mengkonsumsi OAT kategori 1 sepanjang tahun 2012. 3.7. Pengolahan dan Penyajian Data Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program
SPSS for
Windows versi 16,0. Data disajikan dalam bentuk tekstular, grafikal, dan tabular. Lalu dilakukan analisis deskriptif 3.8. Cara Kerja Penelitian 3.8.1. Izin Pengambilan Data Sekunder penelitian Data sekunder penelitian berupa rekam medik pasien yang terdiagnosis pasti TB paru dan mendapat izin dari Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan Jakarta dan RSPG Cisarua setelah diajukan permohonan.
27
3.8.2. Alur Penelitian FKIK UIN
Izin Rumah Sakit
Bagian Rekam Medik Pengambilan Data
Pasien TB yang diterapi OAT Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi
Sampel Penelitian
Rekam Medik Pasien
Pasien TB paru yang mendapat terapi OAT kategori 1 pada tahun 2012
Pengolahan Data
Prevalensi pasien yang mengalami hepatitis imbas OAT dan faktor risiko yang mempengaruhi
28
3.9. Etika penelitian Sebelum
dilakukan
penelitian
akan
dimintakan
terlebih
dahulu
rekomendasi dari program studi pendidikan dokter UINSH Jakarta. Kerahasiaan informasi pasien dalam rekam medik dijamin oleh peneliti dan hanya kelompok data tertentu saja yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan di RSUP Persahabatan Jakarta dan RS paru Dr Goenawan Partowidigdo Cisarua sepanjang tahun 2012.Berdasarkan rumus besar sampel yang digunakan dalam penelitian deskriptif kategorik, jumlah sampel minimal yang harus dimiliki adalah 90 pasien tuberkulosis.Teknik pengambilan sampel yang dilakukan peneliti adalah simple random sampling. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui prevalensi dan dengan tujuan khusus mencari faktor risiko kejadian hepatitis imbas OAT pada pasien tuberkulosis di RSUP Persahabatan Jakarta dan RSPG Cisarua pada tahun 2012. Adapun faktor risiko yang diteliti dalam penelitian ini adalah: umur, jenis kelamin, riwayat konsumsi alkohol, status gizi, riwayat penyakit hati sebelumnya, dan riwayat konsumsi obat lain. 4.1.1. Pola Distribusi Responden (Statistik Deskriptif) Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, distribusi usia responden yang menjadi sampel penelitian, jenis kelamin, riwayat konsumsi alkohol, status gizi, riwayat penyakit hati sebelumnya, riwayat konsumsi obat lain selama menderita tuberkulosis adalah seperti yang terdapat dalam tabel 4.1
29
30
Tabel 4.1. Pola Distribusi Reponden Variabel
Frekuensi (n)
Persentase (%)
15-60
76
84,4
>60
14
15,6
Laki-laki
66
73,3
Perempuan
24
26,7
Ya
25
27,8
Tidak
65
72,2
Normal
21
23,3
Kurang
46
51,1
Buruk
23
25,6
Ya
62
68,9
Tidak
28
31,1
Ya
9
10
Tidak
81
90
Ya
7
7,8
Tidak
83
92,2
Umur
Jenis Kelamin
Riw.Konsumsi alkohol
Status Gizi
Konsumsi rokok
Riw. Penyakit hati
Riw. Konsumsi obat lain
31
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa distribusi responden berdasarkan usia
adalah untuk kategori usia 15-60 tahun berjumlah 76 orang (84,4%), untuk usia diatas 60 tahun berjumlah 14 orang (15,6%). Untuk jenis kelamin, responden lakilaki berjumlah 66 orang (73,3%), perempuan berjumlah 24 orang (26,7%). Sedangkan distribusi berdasarkan faktor risiko lainnya: riwayat konsumsi alkohol 25 orang (27,8%), status gizi kurang berjumlah 46 orang (51,1%), status gizi buruk 23 orang (25,6%), sedangkan responden yang masih memiliki status gizi baik berjumlah 21 orang (23,3%), konsumsi rokok 62 orang (68,9%), riwayat penyakit hati sebelumnya 9 orang (10 %), riwayat konsumsi obat lain berumlah 7 orang (7,8%). Berikut adalah gambaran histogram pola distribusi responden berdasarkan jenis kelamin. 70
66
60 50 40 30
24
20 10 0 Jenis Kelamin Laki-‐laiki
Perempuan
Gambar 4.1. Distribusi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
Drug-induced-hepatitis (DIH) merupakan suatu bentuk peradangan pada organ hati diakibatkan oleh obat anti tuberkulosis. Di Indonesia disebut dengan istilah
32
hepatitis imbas OAT. Obat anti tuberkulosis (OAT) merupakan regimen yang digunakan untuk mengobati penyakit tuberkulosis. Hepatitis imbas OAT sendiri memiliki definisi beragam menurut beberapa penelitian, tetapi secara umum definisi hepatitis imbas OAT adalah peningkatan kadar ALT 1,5 kali dari kadar normal yang muncul setelah terapi, minimal 4 minggu. Prevalensi hepatitis imbas OAT hampir berbeda tiap negara, tetapi negara berkembang cenderung lebih menunjukkan prevalensi yang tinggi.17 Sebagai negara berkembang, Indonesia menunjukkan prevalensi yang tinggi pada kejadian hepatitis imbas OAT. Persentase prevalensi hepatitis imbas OAT di RSUP Persahabatan dan RSPG Cisarua pada tahun 2012 dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 4.2. Prevalensi pasien TB paru yang nengalami hepatitis imbas OAT di RSUP Persahabatan Jakarta dan RSPG Cisarua pada tahun 2012. Variabel
Frekuensi (n)
Persentase (%)
DIH
47
52,2%
Tidak mengalami DIH
43
47,8%
Tabel diatas merupakan akumulasi total prevalensi dari dua rumah sakit yakni RSUP Persahabatan dan RSPG Cisarua. Untuk jumlah responden yang mengalami hepatitis imbas OAT masing-masing rumah sakit didapatkan data yaitu pada RSUP Persahabatan 14 pasien mengalami hepatitis imbas OAT dan 21 orang tidak mengalami hepatitis imbas OAT, sedangkan pada RSPG Cisarua didapatkan data yaitu 33 responden mengalami hepatitis imbas OAT dan 22 orang lainnya tidak mengalami hepatitis imbas OAT. Hepatitis imbas OAT dibagi menjadi 4 stadium menurut derajat keparahannya. Berikut merupakan gambaran distribusi karakterisitik responden berdasarkan derajat keparahannya.
33
Non DIH
DIH 1
DIH 2
DIH 3
DIH 4
43 36
9 2
0
Klasi;ikasi DIH
Gambar 4.2. Distribusi karakteristik responden berdasarkan klasifikasi DIH. Diketahui bahwa jumlah responden yang tidak mengalami hepatitis imbas OAT sebanyak 43 orang (47,8%). Sedangkan yang mengalami hepatitis imbas OAT berjumlah 47 orang (52,2%). Berdasarkan stadium keparahan, responden yang mengalami hepatitis imbas OAT derajat 1 sebanyak 36 orang (40%), hepatitis imbas OAT derajat 2 sebanyak 9 orang (10%), hepatitis imbas OAT derajat 3 sebanyak 2 orang (2,2%), dan tidak terdapat responden dengan hepatitis imbas OAT derajat 4. 4.2. Hubungan Antara Usia Responden dengan Hepatitis Imbas OAT Tabel 4.3. Distribusi data kejadian hepatitis imbas OAT berdasarkan usia Klasifikasi_DIH Non DIH DIH 1
Usia
Total
p-value
DIH 2
DIH 3
(n)
(n)
(n)
(n)
Total (n)
15-60
37
29
8
2
76
>60
6
7
1
0
14
43
36
9
2
90
1,00
Setelah dilakukan uji statistik chi square, terdapat 3 sel yang memiliki nilai expected count kurang dari 5 sehingga dilakukan uji alternatifnya yaitu uji
34
Kolmogorov-Smirnov. Hasil penelitian menunjukan bahwa proporsi responden dengan usia 15-60 tahun sebanyak 37 orang (41%) yang tidak mengalami hepatitis imbas OAT, sebanyak 29 orang (32%) mengalami hepatitis imbas OAT derajat 1, sebanyak 8 orang (8,8) yang mengalami hepatitis imbas OAT derajat 2, dan sebanyak 2 orang (2,2%) mengalami hepatitis imbas OATderajat 3. Sedangkan responden dengan usia >60 tahun yang tidak mengalami hepatitis imbas OAT sebanyak 6 orang (6,6%), sebanyak 7 orang (7,7%) mengalami hepatitis imbas OAT derajat 1, 1 orang (1,1%) mengalami hepatitis imbas OAT derajat 2. Berdasarkan uji statistik didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara usia dengan kejadian hepatitis imbas OAT. Hasil uji statistik ini sama dengan hasil uji statistik pada penelitian sebelumnya dimana tidak terdapat hubungan yang bermakna antara usia dengan kejadian hepatitis imbas OAT.6Hal ini berbeda dengan beberapa teori yang menyatakan usia memegang perananan dalam hal hepatitis imbas OAT.20,21 Semakin tua umur pasien yang mendapat terapi OAT, maka akan semakin rentan pula untuk terkena efek samping dari OAT, termasuk hepatitis imbas OAT. Hepatitis imbas OAT pada pasien yang lebih tua diakibatkan oleh penurunan fungsi organ hati sehingga fungsi fisiologis pun akan semakin menurun.20,21 Ketika organ hati yang fungsinya sudah menurun pada usia tua harus memetabolisme sejumlah obat anti tuberkulosis dalam jangka waktu yang cukup lama, maka akan semakin rentanlah pasien menderita hepatitis imbas OAT. Dari sini terlihat perbedaan antara teori dengan penelitian, hal ini bisa disebabkan oleh variasi responden dimana responden usia produktif (15-60) lebih banyak dibanding dengan responden usia tua (>60).
35
4.3. Hubungan Antara Jenis Kelamin Responden dengan Hepatitis Imbas OAT Tabel 4.4. Distribusi data kejadian hepatitis imbas OAT berdasarkan jenis kelamin Klasifikasi_DIH Non DIH DIH 1
p-value
DIH 2
DIH 3
(n)
(n)
(n)
(n)
Total (n)
Jenis
L
24
34
8
0
66
kelamin
P
19
2
1
2
24
43
36
9
2
90
Total
0,003
Setelah dilakukan uji statistik chi square, terdapat 3 sel yang memiliki nilai expected count kurang dari 5 sehingga dilakukan uji alternatifnya yaitu uji Kolmogorov-Smirnov. Dari uji statistic yang dilakukan diketahui terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan hepatitis imbas OAT. Hasil penelitian menunjukan bahwa proporsi responden yang tidak mengalami hepatitis imbas OATpada laki-laki sebanyak 24 orang (26,6%), hepatitis imbas OAT derajat 1 sebanyak 34 orang (37,7%), hepatitis imbas OAT derajat 2 sebanyak 8 orang (8,8%), dan tidak ada pasien yang mengalami hepatitis imbas OAT derajat 3 dan 4. Sedangkan pada perempuan yang tidak mengalami hepatitis imbas OAT sebanyak 19 orang (21,1%), hepatitis imbas OAT derajat 1 sebanyak 2 orang (2,2%), hepatitis imbas OAT derajat 3 sebanyak 2 orang (2,2%), dan tidak ada pasien yang mengalami hepatitis imbas OAT derajat 4. Berdasarkan uji statistik dan penelitian sebelumnya dikatakan jenis kelamin memberikan pengaruh terhadap kejadian hepatitis imbas OAT.Pada penelitian sebelumnya disebutkan bahwa perempuan cenderung lebih rentan mengalami hepatitis imbas OAT.17 Hal ini dikarenakan biotransformasi pada perempuan lebih lambat dibanding laki-laki.17 Alasan kedua adalah asetilator pada perempuan lebih lambat. Reaksi asetilator adalah reaksi pada jalur metabolisme
36
obat. Fungsi asetilator adalah untuk proses detoksifikasi serta mengubah senyawa obat menjadi metabolit tidak aktif, lebih bersifat polar agar selanjutnya mudah untuk diekskresikan. Jika asetilator lambat maka akan menurunkan jumlah dan aktivitas dari enzim N-Asetiltransferase menjadi sangat lambat sehingga menyebabkan perubahan obat menjadi metabolit tidak aktif juga menjadi lambat.17 Dari sini terlihat perbedaan antara teori dengan penelitian, pada penelitian ini didapatkan laki-laki memiliki hubungan dengan kejadian hepatitis imbas OAT. Hal ini dapat dipengaruhi oleh variasi responden dimana responden laki-laki lebih banyak daripada responden perempuan.
4.4. Hubungan Antara Alkohol dengan Hepatitis Imbas OAT Tabel 4.5. Distribusi data kejadian hepatitis imbas OAT berdasarkan riwayat konsumsi alkohol Klasifikasi_DIH
Riwayat_alkohol Ya Tidak Total
p-value
Non DIH
DIH 1
DIH 2
DIH 3
(n)
(n)
(n)
(n)
Total (n)
5
13
7
0
25
38
23
2
2
65
43
36
9
2
90
Setelah dilakukan uji statistik chi square, terdapat 3 sel yang memiliki nilai expected count kurang dari 5 sehingga dilakukan uji alternatifnya yaitu uji Kolmogorov-Smirnov. Dari penelitian diketahui hubungan antara konsumsi alkohol dengan hepatitis imbas OAT. Konsumsi alkohol diduga dapat mempengaruhi kejadian hepatitis imbas OAT. Hasil penelitian menunjukan bahwa proporsi responden yang mengalami hepatitis imbas OAT derajat 1 dengan kebiasaan konsumsi alkohol sebanyak 13 orang (14,4%), hepatitis imbas OAT derajat 2 dengan
0,01
37
kebiasaan konsumsi alkohol sebanyak 7 orang (7,7%), sedangkan pada yang tidak konsumsi alkohol sebanyak 38 orang (42,2%) yang tidak mengalami hepatitis imbas OAT, 23 orang (25,5%) mengalami hepatitis imbas OAT derajat 1, 2 orang (2,2%) mengalami hepatitis imbas OAT derajat 2, dan 2 orang (2,2%) mengalami hepatitis imbas OAT derajat 3. Dari uji statistik yang dilakukan hasil yang didapat sesuai dengan teoriteori yang dikemukakan oleh peneliti-peneliti sebelumnya, bahwa alkohol merupakan suatu faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya hepatitis imbas OAT.6 Hal ini dikarenakan alkohol memiliki kandungan etanol.19 Proses pemecahan etanol dapat menghasilkan bahan kimia yang bersifat toksik seperti aseltadehid. Bahan toksik ini memicu peradangan yang menghancurkan sel-sel hati. Beberapa waktu berikutnya jaringan hati yang sehat digantikan oleh jaringan parut yang ditimbulkan akibat luka peradangan.19 Hal ini akan mengganggu fungsi fisiologis hati, ditambah lagi hati harus memetabolisme OAT dalam jumlah yang banyak dan kurun waktu yang lama. Dalam agama Islam sendiri alkohol memang merupakan sesuatu yang diharamkan untuk dikonsumsi. Sebagaimana firman Allah SWT pada surat AlMaidah ayat 90 :“Hai orang-orang beriman, sesungguhnya meminum khamar, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan”. Sebagai dokter muslim penting untuk dilakukan edukasi tanpa bersifat menggurui kepada pasien tentang dampak buruk alkohol dan aturan islam yang memang mengharamkan alkohol karena memiliki kandungan zat yang memabukkan dan membahayakan.
38
4.5. Hubungan Antara Riwayat Merokok dengan Hepatitis Imbas OAT Tabel 4.6. Distribusi data kejadian hepatitis imbas OAT berdasarkan riwayat konsumsi rokok Klasifikasi_DIH
Riwayat
Ya
merokok
Tidak
Total
p-value
Non
DIH 1
DIH 2
DIH 3
DIH (n)
(n)
(n)
(n)
22
32
8
0
62
21
4
1
2
28
43
36
9
2
90
Total (n) 0,005
Setelah dilakukan uji statistik chi square, terdapat 3 sel yang memiliki nilai expected count kurang dari 5 sehingga dilakukan uji alternatifnya yaitu uji Kolmogorov-Smirnov. Dari uji statistik yang dilakukan didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan antara konsumsi rokok dengan hepatitis imbas OAT. Hasil penelitian menunjukan bahwa proporsi responden yang tidak mengalami hepatitis imbas OAT dengan riwayat merokok sebanyak 22 orang (24,4%), sedangkan pada yang tidak mempunyai riwayat merokok sebanyak 21 orang (23,3%). Pada hepatitis imbas OAT derajat 1 sebanyak 32 orang (35,5%) mengkonsumsi rokok, dan 4 orang (4,4%) tidak mengkonsumsi rokok. Pada hepatitis imbas OAT derajat 2 terdapat 8 orang (8,8%) yang mengkonsumsi rokok, dan hanya 1 orang (1,1%) yang tidak mengkonsumsi rokok. Pada hepatitis imbas OAT derajat 3 terdapat 2 orang (2,2%) yang tidak mengkonsumsi rokok. Berdasarkan uji statistik yang dilakukan diperoleh hasil bahwa konsumsi rokok dapat mempengaruhi hepatitis imbas OAT. Penelitian sebelumnya dikatakan bahwa rokok tidak menjadi faktor risiko untuk terjadinya hepatitis imbas OAT secara langsung, tetapi rokok dapat memperparah gangguan fungsi hati jika dibarengi dengan pemberian alkohol.22 Pada teori dikemukakan bahwa rokok memberikan pengaruh pada fungsi hati, dimana rokok dapat menurunkan
39
hepatic glutathione peroxidase yang berperan sebagai antioksidan dan antitoksin.23 Rokok juga menurunkan aktivitas superoksida dismutase yang merupakan salah satu enzim antioksidan yang dihasilkan oleh tubuh dan paling banyak di hati.23 Efek negatif lain dari rokok adalah meningkatkan aktifitas lipid peroksidase, ini merupakan suatu produk dari radikal bebas.23 Semua hal diatas akan memudahkan hati mengalami peradangan dan infeksi. Perbedaan pada penelitian ini dengan penelitian sebelumnya bisa disebabkan oleh variasi responden yang mayoritas merupakan perokok aktif. Dalam Islam sendiri merokok tidak dibenarkan karena banyak menimbulkan efek negatif. Utamanya efek negatif terhadap kesehatan tubuh. Dan sebaiknya seorang umat muslim tidak melakukan kegiatan sia-sia yang membahayakan diri sendiri. Dalam surat Al-Baqarah:195 dikatakan “Janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan”. Seperti yang telah dilaporkan para ahli kesehatan dalam penelitian mereka bahwa rokok menyebabkan banyak penyakit berbahaya seperti kanker, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).
4.6. Hubungan Antara Riwayat Penyakit Hati Sebelumnya dengan Hepatitis Imbas OAT Tabel 4.7. Distribusi data kejadian hepatitis imbas OAT berdasarkan riwayat penyakit hati sebelumnya Klasifikasi_DIH
p-value
Non
DIH 1
DIH 2
DIH 3
Total
DIH (n)
(n)
(n)
(n)
(n)
Riwayat penyakit Ya
2
3
4
0
9
Hati sebelumnya Tidak
41
33
4
2
81
Total
43
36
8
2
90
0,25
40
Setelah dilakukan uji statistik chi square, terdapat 3 sel yang memiliki nilai expected count kurang dari 5 sehingga dilakukan uji alternatifnya yaitu uji Kolmogorov-Smirnov. Hasil penelitian menunjukan bahwa proporsi responden yang memiliki riwayat penyakit hati sebelumnya dan tidak mengalami hepatitis imbas OAT sebanyak 2 orang (2,2%), hepatitis imbas OAT derajat 1 sebanyak 3 orang (3,3%), hepatitis imbas OAT derajat 2 sebanyak 4 orang (4,4%). Sedangkan pasien yang sebelumnya tidak memiliki riwayat penyakit hati dan tidak mengalami hepatitis imbas OAT berjumlah 41 orang(45,5%), hepatitis imbas OAT derajat 1 berjumlah 33 orang (36,6%), hepatitis imbas OAT derajat 2 berjumlah 4 orang (4,4%), dan hepatitis imbas OAT derajat 3 berjumlah 2 orang (2,2%). Berdasarkan uji statistik tidak terdapat hubungan antara riwayat penyakit hati sebelumnya dengan angka kejadian hepatitis imbas OAT, berbeda dengan teori dan penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa riwayat penyakit hati sebelumnya memiliki hubungan dengan kejadian hepatitis imbas OAT. Menurut teori dan penelitian sebelumnya pasien yang memiliki riwayat penyakit hati sebelumnya lebih rentan mengalami hepatitis imbas OAT dikarenakan pasienpasien yang memiliki penyakit hati sebelumnya cenderung memiliki jaringan ikat fibrosis, yang merupakan bagian akhir dari proses penyembuhan ketika terjadi penyakit hati seperti hepatitis sebelumnya.6,17,19 Adanya jaringan ikat pada organ hati tentu akan mengganggu fungsi fisiologisnya. Apalagi ketika hati yang sudah tidak memiliki struktur dan fungsi yang normal harus memetabolisme sejumlah OAT dalam kurun waktu yang lama. Ini akan mengakibatkan hati lebih rentan mengalami peradangan akibat OAT. Dari sini terlihat perbedaan antara teori dengan penelitian, hal ini bisa disebabkan oleh variasi responden dimana responden yang memiliki riwayat penyakit hati sebelumnya hanya sedikit jumlahnya, yakni 9 dari 90 responden.
41
4.7. Hubungan Antara Status Gizi Terhadap Hepatitis Imbas OAT Tabel 4.8. Distribusi data kejadian hepatitis imbas OAT berdasarkan status gizi p-value
Klasifikasi_DIH Non
DIH 1
DIH 2
DIH 3
DIH (n)
(n)
(n)
(n)
Total (n)
18
3
0
0
21
Buruk
4
12
6
1
23
Kurang
21
22
3
0
46
43
37
9
1
90
Status_Gizi Baik
Total
0,000
Setelah dilakukan uji statistik chi square, terdapat 3 sel yang memiliki nilai expected count kurang dari 5 sehingga dilakukan uji alternatifnya yaitu uji Kolmogorov-Smirnov. Hasil penelitian menunjukan bahwa proporsi responden yang mengalami DIH kelas 1 dengan status gizi kurang sebanyak 22 orang (24,4%) dan sebanyak 3 orang (3,3%) yang mengalami DIH kelas 2 pada responden yang memiliki status gizi kurang. Responden yang memiliki status gizi buruk sebanyak 12 orang (13,3%) yang mengalami DIH kelas 1, dan sebanyak 6 orang (6,6%) yang mengalami DIH kelas 2 sedangkan responden yang memiliki status gizi baik yang mengalami DIH kelas 1 sebanyak 3 orang (3,3%). Berdasarkan uji statistik dan penelitian sebelumnya didapatkan bahwa status gizi memberikan pengaruh pada kejadian hepatitis imbas OAT. Status gizi yang kurang bahkan buruk akan lebih rentan terkena hepatitis imbas OAT. Hal ini dikarenakan pasien yang memiliki IMT rendah, <20 memiliki cadangan glutation yang sangat rendah.17 Glutation adalahprotein yang secara alami diproduksi oleh tubuh yang berperan penting dalam sistem kekebalan tubuh dan juga regenerasi sel.18 Glutation berperan sebagai antioksidan dan antitoksin.18 Tanpa adanya glutation dalam jumlah yang memadai maka akan rentan terkena cedera
42
oksidatif.18 Pada pasien yang mengalami malnutrisi juga disebutkan bahwa proses metabolisme obat akan menjadi lebih lambat dibandingkan dengan pasien yang status gizinya baik.17 Mengetahui bahaya yang ditimbulkan dari status gizi yang kurang bahkan buruk, maka disini dapat dilihat pentingnya makanan sebagai sumber asupan nutrisi bagi tubuh. Dalam islam pun diajarkan bagaimana pola makan yang baik. Dalam surat Al-Baqarah 168 dikatakan “Hai sekalian manusia makan-makanlah yang halal lagi baik daripada yang terdapat di bumi dan jangan kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, karena syaitan musuh yang nyata bagimu”. Dari ayat ini dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam mengkonsumsi makanan haruslah yang halal dan baik. Hal ini juga tentunya akan memberikan manfaat dari segi kesehatan.
4.8. Hubungan Antara Konsumsi Obat Lain dengan Hepatitis Imbas OAT Tabel 4.9. Distribusi data kejadian hepatitis imbas OAT berdasarkan riwayat konsumsi obat lain p-value Klasifikasi_DIH
Konsumsi obat lain Ya Tidak Total
Non
DIH 1
DIH 2
DIH 3
Total
DIH (n)
(n)
(n)
(n)
(n)
1
5
1
0
7
42
31
8
2
83
43
36
9
2
90
0,362
Setelah dilakukan uji statistik chi square, terdapat 3 sel yang memiliki nilai expected count kurang dari 5 sehingga dilakukan uji alternatifnya yaitu uji Kolmogorov-Smirnov.
43
Data yang didapat pada penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Pada penelitian sebelumnya dikatakan bahwa konsumsi obat–obatan lain ketika sedang sakit tuberkulosis meningkatkan risiko terjadinya hepatitis imbas OAT. Hal ini dikarenakan kebanyakan obat dimetabolisme dihati, sedangkan obat anti tuberkulosis itu sendiri dimetabolisme dihati.19 Hal ini akan menambah beban kerja dari organ hati karena harus memetabolisme berbagai macam obat dan dalam kurun waktu yang lama. Jika hal ini terus berlangsung akan menyebabkan hati lebih rentan untuk mengalami peradangan, sehingga menyebabkan hepatitis imbas OAT. Tetapi yang perlu dicatat disini adalah tidak semua obat menimbulkan efek toksik pada hati, hal ini tergantung dari jenis obat dan dosis obat. Dari sini terlihat perbedaan antara teori dengan penelitian, hal ini bisa disebabkan oleh variasi responden dimana responden yang mengkonsumsi obat lain hanya sedikit jumlahnya, yakni 7 dari 90 responden.
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 1. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RSUP Persahabatan dan RSPG Cisarua tahun 2013 diperoleh hasil bahwa prevalensi hepatitis imbas OAT adalah sebanyak 47 orang (52,2%). Berdasarkan stadiumnya responden yang mengalami hepatitis imbas OAT derajat 1 sebanyak 36 orang (40%), hepatitis imbas OAT derajat 2 sebanyak 9 orang (10%), hepatitis imbas OAT derajat 3 sebanyak 2 orang (2,2%), dan tidak terdapat responden dengan hepatitis imbas OAT derajat 4. 2. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara usia responden dengan prevalensi hepatitis imbas OAT di RSUP Persahabatan dan RSPG Cisarua tahun 2012. 3. Terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin responden dengan prevalensi hepatitis imbas OAT di RSUP Persahabatan dan RSPG Cisarua tahun 2012. ( p value 0,003). 4. Terdapat hubungan yang bermakna antara konsumsi alkohol dengan prevalensi hepatitis imbas OAT di RSUP Persahabatan dan RSPG Cisarua tahun 2012. ( p value 0,01). 5. Terdapat hubungan yang bermakna antara konsumsi rokok dengan kejadian hepatitis imbas OAT (p-value 0,005). 6. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat penyakit hati sebelumnya dengan prevalensi hepatitis imbas OAT di RS Persahabatan dan RSPG Cisarua tahun 2012. 7. Terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi dengan kejadian hepatitis imbas OAT di RSUP Persahabatan dan RSPG Cisarua tahun 2012 (p value 0,000). 8. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara konsumsi obat lain dengan prevalensi hepatitis imbas OAT di RS persahabatan dan RSPG Cisarua tahun 2012.
44
45
5.2 Saran
•
Pasien yang akan mendapat terapi OAT harus ditanyakan terlebih dahulu apakah memiliki faktor risiko hepatitis Imbas OAT.
•
Dokter harus lebih waspada ketika meresepkan OAT
DAFTAR PUSTAKA 1. Brazilian Thoracic Association. Guidelines on Tuberculosis. J, Bras. Pneumol. Vol. 35 no. 10. São Paulo Oct. 2009 2. WHO Report. Global tuberculosis control: Epidemiology, strategy, financing. 411:1-301. Geneva. 2009. 3. Departemen
Kesehatan
Republik
Indonesia.,
Pedoman
Nasional
Pengendalian Tuberkulosis . 2011. 4. Direktorat Jenderal PPM & PLP, Departemen Kesehatan: Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan Tuberkulosis: Jakarta; 1999. 5. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2006. 6. Hussain Z, Kar P, HussainSA, Antituberculosis Drug-Induced Hepatitis: Risk Factors, Prevention, And Management. Indian J Exp Biol. 2003 7. Jasmer, R.M, Saukkonen J.J, Blumberg H.M. Short-Course Rifampicyn and Pyrazinamide Company Latent Tuberculosis Infection: A Multicenter Clinical Trial. Annals. of. Int Med, 137: 640-7. 2002. 8. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis Ed.2. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. 2006. 9. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. 4. Jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006. 10. Katzung, Bertram G. Basic & clinical pharmacology 10 th ed. McGraw Hill Lange ebook. San francisco.2006. 11. Kishore P.V, Palaian, Paudel R, Mishra P, Shankar, Prabhu. Drug Induced Hepatitis
With
Anti-Tubercular
Chemotherapy:
Challenges
and
Difficulties in treatment: Kathmandu University Medical Journal, Vol. 5, No. 2, Issue 18, 256-260 ; 2007. 12. Ramdhani Meivina P, Alwinsyah, Keliat E, Zuhriat. Pengenalan Kembali Obat Anti Tuberkulosa Pada Penderita Hepatitis Imbas Obat Akibat Obat Anti Tuberkulosa. 2011.
46
48
13. O.A Marzuki, A.R Fauzi, Ayoub S, Kamarul Imran M. Prevalences and Risk Factors Of Anti-Tuberculosis Drug-Induced Hepatitis in Malaysia: Department of Medicine, School of Medical Sciences, UniversitiSains Malaysia Health Campus, KubangKerian 16150, Malaysia ; 2008. 14. J. Jussi, Saulkonen, L. David. American thoracic society document; Hepatotoxicity Of Anti-Tuberculosis Therapy. 2006. 15. Wing wai yew, Leung chi-chiu. Antituberculosis Hepatotoxicity; Grantam Hospital, China ; 2007.
Drugs
and
16. Van Crevel R, Alisjahbana B, de lange, Low Plasma Concentrations Of Rifampicin In Tuberculosis Patients In Indonesia. 2002. 17. Shakya Rajani, Rao B.S, Shrestha Bhawna. Evaluation of risk factors for antituberculosis drugs-induced hepatotoxicity in Nepalese population. Kathmandu University Journal Of Science, Engineering and Technology Vol.II, No.1, February, 2006. 18. Kerksick Chad, Darryn Willoughby. The Antioxidant Role of Glutathione amd N-Acetylcysteine supplements and Exercises-Induced Oxidative Stress; Journal of the International Society of Sports Nutrition, 2005. 19. Butura Angelica. Drug and Alcohol Induced Hepatotoxicity. Karolinka Institutet, Stokholm. 2008. 20. JG Stine, P.Sateesh, J.H Lewis. Drug Induced Liver Injury In The Elderly. Division of Gastroenterology, Hepatology Section, Department of Internal Medicine, Georgetown University Hospital, Washington, DC 20007, USA. 2013. 21. Alimahassenali, Tefera Belachew, Almeshet Yami. Anti-Tuberculosis Drug Induced Hepatotoxicity among TB/HIV Co-Infected Patients at Jimma University Hospital. Ethiopia Nested Case-Control Study. 2013. 22. Wannamethesee SG, Shaper SG, Cigarettesmoking and serum liver enzymes: the role of alcohol and inflammation. Department of Primary Care and Population Health. London. 2010. 23. Kumar Pramod Avti, Kumar Surender, Mohanpathak Chander, Kim Vaipei. Smokeless tobacco impairs the antioxidant devense in liver, lung, and kidney of rats. Oxford. 2005.
48
24. Jaime R dkk. Antituberculosis Drug-Indeuced Hepatotoxicity The Role of Hepatitis C Virus and The Human Immunodeficiency Virus. American Journal Of Respiratory and Critical Care Medicine VOL 157. The University of Miami School of Medicine, Division of Pulmonary Diseases and Critical Care Medicine, Division of Gastroenterology, Department of Internal Medicine. 1998
48
Lampiran 1 Sebaran karakteristik responden Frekuensi Usia Pada Responden Usia Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
15-60
76
84.4
84.4
84.4
>60
14
15.6
15.6
100.0
Total
90
100.0
100.0
Frekuensi Jenis Kelamin Pada Responden
Jeniskelamin Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Laki-laki
66
73.3
73.3
73.3
Perempuan
24
26.7
26.7
100.0
Total
90
100.0
100.0
49
Frekuensi Responden Yang Mengkonsumsi Alkohol Riwayat_konsumsi_alkohol Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Ya
25
27.8
27.8
27.8
Tidak
65
72.2
72.2
100.0
Total
90
100.0
100.0
50
Frekuensi Responden Berdasarkan Status Gizi
Status_Gizi Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Baik
21
23.3
23.3
23.3
Kurang
46
51.1
51.1
74.4
buruk
23
25.6
25.6
100.0
Total
90
100.0
100.0
51
Frekuensi Responden Berdasarkan Riwayat Penyakit Hati Sebelumnya Riwayat_Penyakit_Hati_Sebelumnya Cumulative Frequency Valid
Ya
Percent
Valid Percent
Percent
9
10.0
10.0
10.0
Tidak
81
90.0
90.0
100.0
Total
90
100.0
100.0
52
Frekuensi Responden Berdasarkan Riwayat Konsumsi Rokok Riwayat_Merokok Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Ya
62
68.9
68.9
68.9
Tidak
28
31.1
31.1
100.0
Total
90
100.0
100.0
Frekuensi Responden Berdasarkan Riwayat Konsumsi Obat Lain Konsumsi_Obat_Lain Cumulative Frequency Valid
Ya
Percent
Valid Percent
Percent
7
7.8
7.8
7.8
Tidak
83
92.2
92.2
100.0
Total
90
100.0
100.0
53
54
Lampiran 2 Hubungan DIH dengan variabel bebas Hubungan Hepatitis Imbas OAT denganUsia Case Processing Summary Cases Valid N
Missing
Percent
N
Total
Percent
N
Percent
usia * Kadar_SGPT_Sesudah_Kon
90
100.0%
0
.0%
90
100.0%
sumsi_OAT
usia * Kadar_SGPT_Sesudah_Konsumsi_OATCrosstabulation Kadar_SGPT_Sesudah_Konsumsi_OAT <51 usia
15-60
Count
Total
126-250
Total
29
8
2
76
36.3
30.4
7.6
1.7
76.0
6
7
1
0
14
Expected Count
6.7
5.6
1.4
.3
14.0
Count
43
36
9
2
90
43.0
36.0
9.0
2.0
90.0
Count
Expected Count
Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
251-500
37
Expected Count >60
51-125
df
sided)
a
3
.801
1.300
3
.729
.017
1
.897
1.002
90
55
Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value Pearson Chi-Square
Linear-by-Linear Association
sided)
a
3
.801
1.300
3
.729
.017
1
.897
1.002
Likelihood Ratio
df
a. 3 cells (37.5%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .31.
Two-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Frequencies usia
N
Kadar_SGPT_Sesudah_Kon 15-60 sumsi_OAT
76
>60
14
Total
90
Test Statistics
a
Kadar_SGPT_S esudah_Konsum si_OAT Most Extreme Differences
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Grouping Variable: usia
Absolute
.060
Positive
.058
Negative
-.060 .207 1.000
56
Hubungan Hepatitis Imbas OAT dengan Jenis Kelamin Case Processing Summary Cases Valid N
Missing
Percent
N
Total
Percent
N
Percent
jeniskelamin * Kadar_SGPT_Sesudah_K
90
100.0%
0
.0%
90
100.0%
onsumsi_OAT
jeniskelamin * Kadar_SGPT_Sesudah_Konsumsi_OATCrosstabulation Kadar_SGPT_Sesudah_Konsumsi_OAT <51 jeniskelamin Laki-laki
Count Expected Count
Perempuan Count Expected Count Total
Count Expected Count
51-125
126-250
34
8
0
66
31.5
26.4
6.6
1.5
66.0
19
2
1
2
24
11.5
9.6
2.4
.5
24.0
43
36
9
2
90
43.0
36.0
9.0
2.0
90.0
Asymp. Sig. (2-
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
df
sided)
a
3
.000
23.630
3
.000
3.641
1
.056
21.567
90
Total
24
Chi-Square Tests
Value
251-500
57
Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value Pearson Chi-Square
sided)
a
3
.000
23.630
3
.000
3.641
1
.056
21.567
Likelihood Ratio
df
Linear-by-Linear Association
a. 3 cells (37.5%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .53.
Two-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Frequencies jeniskelamin
N
Kadar_SGPT_Sesudah_Kon Laki-laki sumsi_OAT
66
Perempuan
24
Total
90
Test Statistics
a
Kadar_SGPT_S esudah_Konsum si_OAT Most Extreme Differences
Absolute
.428
Positive
.083
Negative
-.428
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Grouping Variable: jeniskelamin
1.796 .003
58
Hubungan Hepatitis Imbas OAT dengan Riwayat Konsumsi Alkohol
Case Processing Summary Cases Valid N
Missing
Percent
N
Total
Percent
N
Percent
Riwayat_konsumsi_alkohol * Kadar_SGPT_Sesudah_Ko
90
100.0%
0
.0%
90
100.0%
nsumsi_OAT
Riwayat_konsumsi_alkohol * Kadar_SGPT_Sesudah_Konsumsi_OATCrosstabulation Kadar_SGPT_Sesudah_Konsumsi_OAT <51 Riwayat_konsumsi_alko Ya hol
Count Expected Count
Tidak
Count Expected Count
Total
Count Expected Count
51-125
126-250
13
7
0
25
11.9
10.0
2.5
.6
25.0
38
23
2
2
65
31.1
26.0
6.5
1.4
65.0
43
36
9
2
90
43.0
36.0
9.0
2.0
90.0
Asymp. Sig. (2df
sided)
a
3
.000
Likelihood Ratio
18.813
3
.000
Linear-by-Linear Association
10.527
1
.001
Pearson Chi-Square
N of Valid Cases
18.821
90
Total
5
Chi-Square Tests
Value
251-500
59
Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value
df
sided)
a
3
.000
Likelihood Ratio
18.813
3
.000
Linear-by-Linear Association
10.527
1
.001
Pearson Chi-Square
18.821
a. 3 cells (37.5%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .56.
Two-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Frequencies Riwayat _konsu msi_alk ohol
N
Kadar_SGPT_Sesudah_Kon Ya sumsi_OAT
25
Tidak
65
Total
90
Test Statistics
a
Kadar_SGPT_Se sudah_Konsumsi _OAT Most Extreme Differences
Absolute
.385
Positive
.385
Negative
-.031
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Grouping Variable: Riwayat_konsumsi_alkohol
1.634 .010
60
Hubungan Hepatitis Imbas OAT Dengan Kebiasaan Merokok Case Processing Summary Cases Valid N
Missing
Percent
N
Total
Percent
N
Percent
Riwayat_Merokok * Kadar_SGPT_Sesudah_K
90
100.0%
0
.0%
90
100.0%
onsumsi_OAT
Riwayat_Merokok * Kadar_SGPT_Sesudah_Konsumsi_OATCrosstabulation Kadar_SGPT_Sesudah_Konsumsi_OAT <51 Riwayat_Merokok Ya
Count Expected Count
Tidak
Count Expected Count
Total
Count Expected Count
51-125
126-250
32
8
0
62
29.6
24.8
6.2
1.4
62.0
21
4
1
2
28
13.4
11.2
2.8
.6
28.0
43
36
9
2
90
43.0
36.0
9.0
2.0
90.0
Asymp. Sig. (2-
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
df
sided)
a
3
.000
20.615
3
.000
4.101
1
.043
19.131
90
a. 3 cells (37.5%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .62.
Total
22
Chi-Square Tests
Value
251-500
61
Two-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Frequencies Riwayat _Merok ok
N
Kadar_SGPT_Sesudah_Kon Ya sumsi_OAT
62
Tidak
28
Total
90
Test Statistics
a
Kadar_SGPT_S esudah_Konsum si_OAT Most Extreme Differences
Absolute
.395
Positive
.071
Negative
-.395
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Grouping Variable: Riwayat_Merokok
1.736 .005
62
Hubungan Hepatitis Imbas OAT Dengan Riwayat Penyakit Hati Sebelumnya
Case Processing Summary Cases Valid N
Missing
Percent
N
Total
Percent
N
Percent
Riwayat_Penyakit_Hati_Se belumnya * Kadar_SGPT_Sesudah_Ko
90
100.0%
0
.0%
90
100.0%
nsumsi_OAT
Riwayat_Penyakit_Hati_Sebelumnya * Kadar_SGPT_Sesudah_Konsumsi_OATCrosstabulation Kadar_SGPT_Sesudah_Konsumsi_OAT <51 Riwayat_Penyakit_Hati Ya _Sebelumnya
Count Expected Count
Tidak Count Expected Count Total
Count Expected Count
51-125
126-250 251-500
Total
2
3
4
0
9
4.3
3.6
.9
.2
9.0
41
33
5
2
81
38.7
32.4
8.1
1.8
81.0
43
36
9
2
90
43.0
36.0
9.0
2.0
90.0
63
Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value
df
sided)
a
3
.004
Likelihood Ratio
9.320
3
.025
Linear-by-Linear Association
5.494
1
.019
Pearson Chi-Square
13.564
N of Valid Cases
90
a. 5 cells (62.5%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .20.
Two-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Frequencies Riwayat _Penya kit_Hati _Sebelu mnya
N
Kadar_SGPT_Sesudah_Kon Ya sumsi_OAT
9
Tidak
81
Total
90
Test Statistics
a
Kadar_SGPT_Se sudah_Konsumsi _OAT Most Extreme Differences
Absolute
.358
Positive
.358
Negative
-.025
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Grouping Variable: Riwayat_Penyakit_Hati_Sebelumnya
1.019 .250
64
Hubungan Hepatitis Imbas OAT dengan Status Gizi
Case Processing Summary Cases Valid N
Missing
Percent
N
Total
Percent
N
Percent
Status_Gizi * Kadar_SGPT_Sesudah_
90
100.0%
0
.0%
90
100.0%
Konsumsi_OAT
Status_Gizi * Kadar_SGPT_Sesudah_Konsumsi_OATCrosstabulation Kadar_SGPT_Sesudah_Konsumsi_OAT <51 Status_Gizi
Baik
Count Expected Count
Kurang
buruk
Total
0
21
10.0
8.4
2.1
.5
21.0
21
21
4
0
46
22.0
18.4
4.6
1.0
46.0
4
12
5
2
23
11.0
9.2
2.3
.5
23.0
43
36
9
2
90
43.0
36.0
9.0
2.0
90.0
Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value
df
sided)
a
6
.000
Likelihood Ratio
28.899
6
.000
Linear-by-Linear Association
22.682
1
.000
Pearson Chi-Square
N of Valid Cases
26.679
90
Total
0
Count Expected Count
251-500
3
Count Expected Count
126-250
18
Count Expected Count
51-125
65
Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value
df
sided)
a
6
.000
Likelihood Ratio
28.899
6
.000
Linear-by-Linear Association
22.682
1
.000
Pearson Chi-Square
26.679
a. 6 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .47.
Two-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Frequencies Status_ Gizi
N
Kadar_SGPT_Sesudah_Kon Baik sumsi_OAT
21
buruk
23
Total
44
Test Statistics
a
Kadar_SGPT_S esudah_Konsum si_OAT Most Extreme Differences
Absolute
.683
Positive
.000
Negative
-.683
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Grouping Variable: Status_Gizi
2.264 .000
66
Hubungan Hepatitis Imbas OAT Dengan Riwayat Konsumsi Obat Lain
Case Processing Summary Cases Valid N
Missing
Percent
N
Total
Percent
N
Percent
Konsumsi_Obat_Lain * Kadar_SGPT_Sesudah_Ko
90
100.0%
0
.0%
90
100.0%
nsumsi_OAT
Konsumsi_Obat_Lain * Kadar_SGPT_Sesudah_Konsumsi_OATCrosstabulation Kadar_SGPT_Sesudah_Konsumsi_OAT <51 Konsumsi_Obat_Lain Ya
Count
Tidak
126-250 1
0
7
Expected Count
3.3
2.8
.7
.2
7.0
Count
42
31
8
2
83
39.7
33.2
8.3
1.8
83.0
43
36
9
2
90
43.0
36.0
9.0
2.0
90.0
Expected Count
Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value
df
sided)
a
3
.265
Likelihood Ratio
4.406
3
.221
Linear-by-Linear Association
1.501
1
.220
N of Valid Cases
3.964
90
a. 5 cells (62.5%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .16.
Total
5
Count
Pearson Chi-Square
251-500
1
Expected Count Total
51-125
67
Two-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Frequencies Konsum si_Obat _Lain
N
Kadar_SGPT_Sesudah_Kon Ya sumsi_OAT
7
Tidak
83
Total
90
Test Statistics
a
Kadar_SGPT_S esudah_Konsum si_OAT Most Extreme Differences
Absolute
.363
Positive
.363
Negative
-.024
Kolmogorov-Smirnov Z
.923
Asymp. Sig. (2-tailed)
.362
a. Grouping Variable: Konsumsi_Obat_Lain
68
Lampiran 3 Riwayat penulis Nama
: Nurazminah Alwi
Tempat/Tanggal Lahir : Raha,14 Oktober 1992 Agama
: Islam
Jumlah saudara
: 2 orang
Nama orang tua
: H. Saemu Alwi SE,Ms dan Hj. Nurlian Arfa S.Ag, M.Ag
Alamat
:Jl.MartanduLorong
kharisma
2,
Kambu
Anduonohu Sulawesi Tenggara Riwayat Pendidikan : 1. TK Islam Kemaraya
1996-1998
2. SDN Kuncup Pertiwi
1998-2004
3. SMPN 1 Kendari
2004-2007
4. SMAN 4 Kendari
2007-2010
5. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2010sekarang