PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN RINITIS ALERGI PADA USIA 13-14 TAHUN DI CIPUTAT TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN KUESIONER INTERNATIONAL STUDY OF ASTHMA AND ALLERGY IN CHILDHOOD (ISAAC) TAHUN 2013 Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat mendapat gelar SARJANA KEDOKTERAN
DISUSUN OLEH YAHYA KHOLID NIM : 1110103000043
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H/ 2013 M
PREVALENSI DAI\[ FAKTOR RISIKO KBIAI}IAN RINITIS ALERGI PADA USIA 13.T4 TAIIUN DI CIPUTAT TIMUR DENGAIY MENGGUNAI(AI\I KUESIONER INTERNATIONAL STWY OF ASTHMA AND ALLERGY IN CHILDHOOD (rsAAC) TAHUN 2013 Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat mendapat gelar SARJANA KEDOIffERAN
DISUSUN OLEII
YAIIYA KHOLID
NIM:
Pembimbing
(.----*\ -\--
)--
1110103000043
I
II
ffN
_
dr. Ibnu Harris Fadillah.
Pembimbing
SpTHT-KL
RatnaPElawati. M.Bicmed
PROGRAM STUDI PENDIDIKAhT DOKTER FAKT'LTAS KEDOKTERAN DAIY ILMU KESEHATAI\I TINTVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAII JAKARTA 1434Hl2013IYI
LEMBAR PER}TYATAAI{ KEASLIAN KARYA Dengan ini saya menyatakan bahwa:
l.
Laporan penelitian
ini
merupakan hasil karya asli saya yang diajukan
untuk memenuhi salah satu persyaratan monperoleh gelar strata
I di UIN
Syarif Hidayatullah Jakmta. Semua sumber daya yang saya gunakan dalam penulisan
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku
ini telah
saya
di UIN Syarif
Hidayatuilah lakarta. J.
Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang 1ain, maka saya bersedia meneriina sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Yahya Kholid
U
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN
ini berjudul PREYALENSI DAI\ FAKTOR RIsrKo KEJADIAN RINITIS ALERGI PADA USIA 13.14 TAIIT,N DI CIPUTAT TIMUR DENGAI\ MENGGUNAKAIY KUESIONER INTERNATIONAL STUDY OF ASTHMA AND ALLERGY IN CHILDHOOD (ISAAC) TAHUN 2013 yang diajukan oleh Yahya Kholid (1110103000043), telah diujikan dalam Laporan penelitian
sidang di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada 09 september 2013. Laporan ini telah di terima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked) pada Program Studi Pendidikan Dokter.
Jakarta, 09 September 2013
DEWAN PENGUJI Ketua Sidang
c---\__
e
\_
dr. Ibnu Harris Fadillah. SpTHT-KL
Pembimbing
dr. Ibnu Harris Fadillah.
Penguji
I
Pembimbing
SpTHT-KL
II
Ratna Pelawati. M.Biomed
I
Penguji
II
It^^aut PIMPINAN FAKULTAS Dekan F'KIK UIN
Jakarta
l(enr Kaprcdi PSPD UIN Jakarta
Prof, Dr, (hc). dr. MK.Tadjudin- SpAnd
IV
KATA PENGANTAR Puji syukur peneliti panjatkan atas segala nikmat dari Allah SWT baik berupa nikmat sehat, ilmu, kesempatan dan waktu dan nikmat iman yang telah allah berikan kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan laporan penelitian ini. Sholawat berserta salam tak lupa senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhmamad SAW yang selalu senantiasa di nantikan syafaatnya di yaumul qiyamah, Amiin Terimakasih peneliti ucapkan kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan penelitian ini: 1. Dekan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr (hc) dr. MK Tadjudin, SpAnd. 2. Ketua Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dr. Witri Ardini, M.Gizi, SpGK 3. Pembimbing 1 dan 2, dr. Ibnu Harris Fadillah, SpTHT-KL dan Ratna Pelawati, M.Biomed yang selalu menyempatkan waktu dan tenaganya guna membantu serta membimbing peneliti dalam menyelesaikan laporan penelitian ini. 4. Kementrian Agama RI yang telah memberikan beasiswa kepada peneliti sehingga peneliti mendapatkan kesempatan belajar di Program Studi Pendidikan Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D sebagai penannggung jawab riset Program Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 6. Ibunda Siti Maslahah (alm) yang semasa hidupnya selalu, mendukung dan mendoakan peneliti baik dalam hal akademik temasuk laporan penelitian ini maupun hal lainnya serta kepada abah
Abd. Wahid yang selalu
memotivasi dan mengingatkan peneliti untuk terus berjuang demi masa depan. 7. Keluarga peneliti Farida Rahmawati, S.Pd.I, A. Riduan, S.Pd.I, Erma Shofia, A.M Habibi dan
keluarga lain yang selalu mendukung dan
mendoakan peneliti dalam segala hal termasuk dalam penyelesaian laporan penelitian. 8. KH. Drs. M Nurulllah Qomaruddin AS, MH Selaku pengasuh Pondok Pesantren Walisongo tempat peneliti belajar yang selalu mendukung dan v
mendoakan peneliti, serta tak lupa kepada seluruh dewan asatidz yang telah memberikan bekal ilmu terutama agama kepada peneliti dan seluruh santrinya. 9. Philippa Ellwood general coordinator ISAAC for Allergic Rhinitis dan Prof. Dr. dr. Karnen Garna Baratawijaya, SpPD, K-AI, FAAAI yang juga turut serta membantu, memberikan jawaban atas segala pertanyaan peneliti. 10. Prasetya Yulian Nugraha, S.Ked yang juga mambantu dan bersedia untuk direpotkan oleh peneliti. 11. Izkar Ramadhan, Dhea Rachmawati, Nadia Entus NT, Latansa Dina teman seperjuangan yang telah membantu dalam hal penyelesaian proposal, pengambilan data dan pengolahan data serta telah mendukung peneliti dalam hal penyelesaian laporan penelitian ini. 12. Abdulllah Sidqul Azmi, Ilham Ibrahim Marpid, Khoirul A Putra, Siti Yayah Urfiah, Nilam Fajarwati, M. Dadan K, sejawat PSPD 2010 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Mayli Faroh Nabila serta teman-teman lainnya yang peneliti tak dapat sebutkan satu persatu. Laporan penelitian berupa skripsi ini peneliti buat sebagai salah satu persyaratan untuk mendapat gelar sarjana kedokteran yang juga sebagai langkah awal untuk menuju tingkat pembelajaran yang lebih lanjut, yaitu di klinik. Peneliti mengakui terdapat banyak kekurangan dalam laporan penelitian ini, karena sebagaimana manusia biasa pasti tiada yang sempurna. Namun peneliti telah berusaha sebaik-baiknya untuk mendapatkan hasil yang semaksimal mungkin. Demikianlah laporan penelitian ini dibuat, apabila terdapat kesalahan, peneliti mohon maaf, karena mungkin sampai sinilah kemampuan peneliti untuk saat ini. Semoga penelitian ini dapat bemanfaat bagi orang banyak yang dapat dicatat sebagai amal jariyah oleh Allah SWT, Amiin. Ciputat Timur,
9 September 2013
Peneliti vi
ABSTRAK Yahya Kholid. Program Studi Pendidikan Dokter. Prevalensi dan Faktor Risiko Kejadian Rinitis Alergi Pada Usia 13-14 Tahun di Daerah Ciputat Timur dengan Menggunakan Kuesioner International Study Of Asthma And Allergy In Childhood (ISAAC) Tahun 2013 Beberapa organisasi dunia seperti State of World Allergy dan ISAAC telah melakukan studi epidemiologi untuk mengetahui prevalensi rinitis alergi. studi ISAAC di Jakarta mendapatkan hasil prevalensi rinitis alergi pada usia 13-14 tahun adalah 26,70%. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui besar prevalensi rinitis alergi pada anak usia 13-14 tahun di Ciputat Timur dengan menggunakan kuesioner ISAAC dan sebagai tujuan khusus untuk mencari faktor risiko yang mempengaruhinya. Metode yang digunakan berupa deskriptif kategorik dengan desain potong lintang. Hasil penelitian mendapatkan prevalensi rinitis alergi pada usia 13-14 tahun di Ciputat Timur tahun 2013 adalah 25,20%,. Faktor risiko yang memiliki hubungan terhadap rinitis alergi adalah memelihara kucing dalam 12 bulan terakhir, sedangkan faktor risiko lain tidak berhubungan. Kata Kunci : Rinitis Alergi, Faktor Risiko, 13-14 Tahun, ISAAC
ABSTRACT Yahya Kholid. Medical Programme. Prevalence and Risk Factors of Allergic Rhinitis in 13-14 Years Old in East Ciputat with International Study of Asthma and Allergy in Childhood (ISAAC) Questionnaire 2013. Many of international organization studied about prevalence of allergic rhinitis such as State of World Allergy and ISAAC. In Indonesia, ISAAC (2001 at Jakarta) found prevalence of allergic rhinitis about 26,71%. Purpose of this study is to find number of prevalence of allergic rhinitis in East Ciputat in children 13-14 years old with ISAAC questionnaire at 2013 and to know about risk factors of allergic rhinitis. This study use categorical descriptive and with cross sectional design study. And as result is prevalence of allergic rhinitis in 13-14 years old school children at East Ciputat in 2013 are 25,20%. By having cat have correlation with allergic rhinitis but other risk factors have no correlation with it . Key Words : Allergic Rhinitis, Risk Factors, 13-14 years old, ISAAC
vii
DAFTAR ISI LEMBAR JUDUL …………………………………………………..............
i
LEMBAR PERNYATAAN ………………………………………………...
ii
LEMBAR PERSETUJUAN ………………………………………………..
iii
LEMBAR PENGESAHAN ………………………………………………… iv KATA PENGANTAR ………………………………………………………
v
ABSTRAK …………………………………………………………………... vii DAFTAR ISI ………………………………………………………………... viii DAFTAR TABEL …………………………………………………………... xi DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………..
xii
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………..
xiii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG ……………………………………………….. 1 1.2 PERUMUSAN MASALAH ………………………………………..... 2 1.3 PERTANYAAN PENELITIAN ……………………………………... 3 1.4 TUJUAN PENELITIAN ……………………………………………..
3
1.4.1 Tujuan Umum ……………………………………………….....
3
1.4.2 Tujuan Khusus …………………………………………………
3
1.5 MANFAAT PENELITIAN …………………………………………..
4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI SALURAN PERNAPASAN ……….. 5 2.1.1 Hidung dan Saluran Pernapasan Bagian Atas ………………..... 5 2.1.2 Saluran Pernapasan Bagian Bawah …………………………..... 6 2.1.3 Konsep United Airway Disease ………………………………..
7
2.2 ALERGI DAN REAKSI HIPERSENSITIFITAS …………………… 8 2.2.1 Hipersensitifitas Tipe I atau Reaksi Alergi ………………….....
8
2.2.2 Hipersensitifitas Tipe II ………………………………………..
9
2.2.3 Hipersensitifitas Tipe III …………………………………….....
10
2.2.4 Hipersensitifitas Tipe IV ……………………………………..... 11 2.3 RINITIS ALERGI ……………………………………………………
12
2.3.1 Pendahuluan ……………………………………………………
12
viii
2.3.2 Patofisiologi Rinitis Alergi ………………………………….....
12
2.3.3 Manifestasi Gejala Rinitis Alergi ……………………………… 14 2.3.4 Klasifikasi Rinitis Alergi ……………………………………....
15
2.3.5 Faktor Risiko Rinitis Alergi …………………………………… 16 2.3.6 Diagnosis Rinitis Alergi ……………………………………….. 19 2.3.7 Tatalaksana Rinitis Alergi ……………………………………... 22 2.3.8 Komplikasi Rinitis Alergi ……………………………………...
23
2.4 INSTRUMEN PENELITIAN ………………………………………..
23
2.4.1 Kuesioner ISAAC ……………………………………………...
24
2.4.2 Kuesioner SFAR ……………………………………………….
25
2.5 KERANGKA TEORI ………………………………………………... 26 2.6 KERANGKA KONSEP ……………………………………………...
27
2.7 DEFINISI OPERASIONAL ………………...……………………….. 28 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 DESAIN PENELITIAN ……………………………………………...
29
3.2 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN ……………………………
29
3.3 POPULASI DAN SAMPEL …………………………………………
29
3.3.1
Populasi Penelitian …………………………………………...
29
3.3.2
Sampel Penelitian …………………………………………….
29
3.3.3
Cara Pengambilan Sampel …………………………………… 29
3.3.4
Rumus Besar Sampel ………………………………………… 29
3.3.5
Kriteria Sampel Penelitian …………………………………… 30
3.4 ALUR PENELITIAN ………………………………………………... 31 3.5 MANAJEMEN DATA ………………………………………………. 32 3.5.1
Pengumpulan Data ………………………………………….... 32
3.5.2
Pengolahan Data ……………………………………………...
3.5.3
Analisis Data …………………………………………………. 32
3.5.4
Penyajian Data ………………………………………………..
32
32
3.6 ETIKA PENELITIAN ……………………………………………….. 32 3.7 ORGANISASI PENELITIAN ……………………………………….
33
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL PENELITIAN ……………………………………………….. ix
34
4.1.1
Pola Distribusi Responden (Statistik Deskriptif) …………….. 34
4.1.2
Hubungan Faktor Risiko terhadap Kejadian Rinitis Alergi pada Anak Usia 13-14 Tahun di Ciputat Timur Tahun 2013 (Statistik Analitik) ……………………………………………
37
4.2 PEMBAHASAN ……………………………………………………..
41
4.3 KETERBATASAN PENELITIAN …………………………………..
44
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 SIMPULAN ………………………………………………………….. 45 5.2 SARAN ………………………………………………………………
45
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….....
46
LAMPIRAN ………………………………………………………………… 50
x
DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Klasifikasi rinitis alergi berdasarkan berat gejala menurut WHOARIA …………………………………………………………......
16
Tabel 2.2 Klasifikasi obesitas ……………………………………………… 19 Tabel 2.3 Interpretasi hasil kuesioner ISAAC ……………………………...
25
Tabel 2.4 Definisi Operasional ……………………………………………..
28
Tabel 4.1 Pola Distribusi Reponden ……………………………………......
35
Tabel 4.2 Prevalensi rinitis alergi pada usia 13-14 tahun di Ciputat Timur tahun 2013 …………………………………………………….....
36
Tabel 4.3 Distribusi rinitis alergi berdasarkan beratnya gejala ……………..
36
Tabel 4.4 Distribusi data kejadian rinitis alergi berdasarkan jenis kelamin ..
37
Tabel 4.5 Distribusi data kejadian rinitis alergi berdasarkan riwayat pernah mengalami asma …………………………………………………
37
Tabel 4.6 Distribusi data kejadian rinitis alergi berdasarkan riwayat pernah mengalami eksim ………………...................................................
38
Tabel 4.7 Distribusi data kejadian rinitis alergi berdasarkan riwayat pernah terpapar asap rokok ………………………………………………
38
Tabel 4.8 Distribusi data kejadian rinitis alergi berdasarkan riwayat pernah terpapar asap kendaraan bermotor (bus atau truk) ……………….
39
Tabel 4.9 Distribusi data kejadian rinitis alergi berdasarkan riwayat pernah terpapar asap dapur yang berasal dari gas ……………………….
39
Tabel 4.10 Distribusi data kejadian rinitis alergi berdasarkan riwayat pernah memiliki anjing atau kucing dalam 12 bulan terakhir …………...
40
Tabel 4.11 Distribusi data kejadian rinitis alergi berdasarkan riwayat pernah mengkonsumsi parasetamol ……...................................................
xi
40
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Potongan anterolateral eksternal nasal ………………………..
5
Gambar 2.2 Potongan sagital kepala bagian kiri menunjukkan saluran respirasi bagian atas …………………………………………...
6
Gambar 2.3 Penampang paru dari depan …………………………………...
7
Gambar 2.4 Proses pembentukan autoantibodi dan perusakan jaringan akibat komlek Ag+Ab disirkulasi ……………………………..
11
Gambar 2.5 Mekanisme kerusakan jaringan akibat hipersensitifitas tipe IV (mediasi sel T CD4+ dan CD8+) ……………………………...
12
Gambar.2.6 Alur diagnosis rinitis alergi ……………………………………
20
Gambar 2.7 Allergic salute (A), Allergic crease (B), Allergic shiner (C) ….
21
Gambar 2.8 Uji cukit kulit atau skin prick test, salah satu uji untuk menentukan alergen penyebab rinitis alergi …………………...
xii
22
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 HASIL UJI STATISTIK ……………………………………...
50
Lampiran 2 LEMBAR INFORMED CONSENT …………………………...
64
Lampiran 3 LEMBAR KUESIONER ISAAC BAHASA INDONESIA …..
65
Lampiran 4 DAFTAR RIWAYAT HIDUP………………………………....
70
xiii
1
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Rinitis alergi merupakan kelainan simtomatik pada hidung akibat pajanan alergen yang menyebabkan terjadinya proses inflamasi yang dimediasi oleh IgE. Tanda-tanda kardinal dari rinitis alegi berupa bersin-bersin, hidung tersumbat dan rinorea. Setiap orang dari berbagai usia dapat menderita rinitis alergi, dan pasien yang menderita gejala kelainan ini dapat merasa frustasi, kurang berkonsentrasi, dan lelah. Demikian juga dengan adanya faktor komorbiditas berupa asma, otitis media dan sinusitis dapat mempengaruhi kualitas hidup penderita rinitis alergi.1-4 Pada tahun 2008 State of World Allergy memperkirakan bahwa 400 juta orang menderita rinitis alergi. Sedangkan di Amerika Serikat diperkirakan 3060 juta menderita kelainan ini dan prevalensi anak-anak lebih banyak dari dewasa. Sedangkan di Filipina, Abong JM dkk menyatakan dalam penelitiannya bahwa prevalensi keseluruhan dari 7.202 orang objek penelitian yang pernah memiliki gejala rinitis alergi adalah 28,3% dan 20% mengalami gejala rinitis tersebut dalam waktu 12 bulan terakhir dari waktu penelitian dilakukan.2 European Community Respiratory Health Survey dan International Study of Asthma and Allergies of Childhood (ISAAC) merupakan organisasi dunia yang melakukan studi prevalensi rinitis alergi dan asma dengan menggunakan keusioner yang telah di standarisasi. Menurut studi dari ISAAC Phase three yang dilakukan di Asia kejadian rinitis alergi dan asma meningkat pada 1
2
beberapa negara dengan pendapatan rendah-menengah. Sedangkan studi yang dilakukan oleh World Allergy pada tahun 2008 melaporkan kejadian rinitis alergi dan asma di Asia Pasifik berjumlah antara 10%-30% pada anak dan dewasa.2 Untuk wilayah Indonesia, ISAAC phase three telah melalukan penelitian di beberapa daerah untuk mngetahui prevalensi rinitis alergi dengan menggunakan kuesioner, diantaranya yaitu Jakarta, Bandung, Semarang, dan Bali. Dari hasil studi di Jakarta, didapatkan 26,71% anak usia 13-14 tahun mengalami gejala rinitis alergi. Sedangkan di Bandung dan Semarang, prevalensi rinitis alergi pada anak-anak usia 13-14 tahun berjumlah 19,1% dan 18,4%.5,6 Kuesioner ISAAC merupakan kuesioner yang akan mendiagnosis secara kasar mengenai prevalensi dan faktor risiko dari rinitis alergi. Cakupan usia pada kuesioner ISAAC ini adalah anak-anak usia 6-7 tahun dan 13-14 tahun.7,8 Penelitian ini diharapkan dapat menggambarkan prevalensi rinitis alergi pada anak yang berusia 13-14 tahun di daerah Ciputat Timur dengan menggunakan kuesioner ISAAC.
1.2 PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian di atas, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah prevalensi dan faktor risiko rinitis alergi pada anak usia 13-14 tahun di daerah Ciputat Timur.
3
1.3 PERTANYAAN PENELITIAN Berapa prevalensi rinitis alergi pada anak usia 13-14 tahun di daerah Ciputat Timur pada tahun 2013? 1.4 TUJUAN PENELITIAN 1.4.1
Tujuan Umum Mengetahui seberapa besar prevalensi rinitis alergi di Ciputat Timur pada anak usia 13-14 tahun.
1.4.2
Tujuan Khusus Mengetahui hubungan jenis kelamin terhadap kejadian rinitis alergi pada anak usia 13-14 tahun.
Mengetahui hubungan asma terhadap kejadian rinitis alergi pada anak usia 13-14 tahun.
Mengetahui hubungan dermatitis atopi atau eksim terhadap kejadian rinitis alergi pada anak usia 13-14 tahun.
Mengetahui hubungan polusi udara terhadap kejadian rinitis alergi pada anak usia 13-14 tahun.
Mengetahui hubungan pajanan asap rokok terhadap kejadian rinitis alergi pada anak usia 13-14 tahun.
Mengetahui hubungan pajanan asap dapur terhadap kejadian rinitis alergi pada anak usia 13-14 tahun.
Mengetahui hubungan memelihara hewan berupa kucing atau anjing dalam 12 bulan terakhir terhadap kejadian rinitis alergi pada anak usia 13-14 tahun.
4
Mengetahui hubungan konsumsi parasetamol dalam 12 bulan terakhir terhadap kejadian rinitis alergi pada anak usia 13-14 tahun.
1.5 MANFAAT PENELITIAN 1.5.1
Bagi Peneliti
Mengetahui prevalensi rinitis alergi di Ciputat Timur.
Mengetahui faktor risiko rinitis alergi.
Menambah wawasan mengenai rinitis alergi.
Sebagai salah satu persyaratan mendapat gelar sarjana kedokteran.
Mengimplementasikan ilmu metodologi penelitian yang telah didapat selama perkuliahan di PSPD FKIK UIN Jakarta.
1.5.2
Bagi Institusi dan Keilmuan
Implementasi Tri Dharma Perguruan Tinggi pada bidang penelitian.
Menambah referensi kepustakaan penelitian dan rujukan penelitian selanjutnya.
1.5.3
Bagi Masyarakat Mengetahui faktor risiko, khususnya yang berhubungan dengan masyarakat yang dapat mempengaruhi rinitis alergi
5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI SALURAN PERNAPASAN Saluran pernapasan dibagi kedalam 2 bagian yaitu saluran napas bagian atas dan bawah. Sistem pernapasan sendiri merupakan sebuah jalur respirasi yang terbagi menjadi zona konduksi sebagai penghantar dan zona respiratorik yang berfungsi sebagai tempat proses pertukaran udara berlangsung. Selain itu saluran pernapasan juga memiliki fungsi sebagai alat komunikasi (penghasil suara).9
2.1.1
Hidung dan Saluran Napas Bagian Atas
Saluran pernapasan bagian atas dimulai dari hidung hingga faring. Hidung terbagi kedalam 2 bagian, yaitu bagian luar dan bagian dalam. Hidung bagian luar terdiri atas tulang, kartilago hialin, otot, dan kulit yang dilapisi oleh membran mukosa. Tulang yang memberi bentuk hidung adalah os nasal, os maksila dan os frontal. Sedangkan kartilago yang membentuk hidung adalah kartilago septum nasi yang terdiri atas lateral dan alar.9 Secara jelas anatomi hidung dapat dilihat pada gambar 2.1 Tulang pembentuk hidung Os frontal Os nasal
Kartilago pembentuk hidung
Os maksila
Kartilago nasi lateralis Kartilago septum nasi Kartilago alar
Jaringan ikat tebal dan Jaringan adiposa
Gambar 2.1 Potongan anterolateral eksternal nasal.9
Bagian dalam hidung memiliki 3 fungsi, yaitu:9 a) Menghangatkan, melembabkan dan memfiltrasi udara yang masuk ke saluran pernapasan 5
6
b) Mendeteksi stimulus olfactorius (stimulus bau) c) Memodifikasi getaran suara Pada bagian dalam organ ini terdapat rongga nasal dan vestibulum. Bagian depan rongga ini berbatasan dengan hidung bagian luar, sedangkan bagian belakang berbatasan dengan faring. Bagian belakang dalam hidung ini sebelum menuju faring memiliki 2 (dua) pembukaan yang disebut choanae atau nares internus.9 Struktur saluran napas bagian atas yang dimulai dari rongga hidung ini dapat dilihat pada gambar 2.2
Gambar 2.2 Potongan sagital kepala‘bagian kiri menunjukkan saluran respirasi bagian atas9
2.1.2
Saluran Napas Bagian Bawah Saluran napas bagian bawah dimulai dari laring hingga alveolus.
Secara jelas struktus penyusun dari sistem saluran pernapasan bagian bawah dapat dilihat pada gambar 2.3. Saluran napas bagian bawah ini selain memiliki fungsi sebagai zona konduksi juga sebagai zona respiratorik dimana proses pertukaran gas berlangsung. Proses pertukaran gas berlangsung dibagian terbawah dari sistem ini yaitu alveolus.9,10
7
Cabang-Cabang Pohon Bronkiolus (Bronchial Tree) Trakea Laring Bronkus primer Trakea
Bronkus sekunder Bronkus tersier
Pleura viseralis
Bronkiolus
Pleura parietalis Rongga pleura
Karina
Bronkiolus terminal
Bronkus primer kanan
Bronkus primer kiri
Bronkus sekunder kanan
Bronkus sekunder kiri Bronkus tersier kiri
Bronkus tersier kanan Bronkiolus kiri Bronkiolus kanan Bronkiolus terminal kiri diafragma
Bronkiolus terminal kanan
Gambar 2.3 Penampang paru dari depan9
2.1.3
Konsep United Airway Disease
Hubungan antara saluran napas bagian atas dan bawah sudah banyak diketahui, namun konsep united airway disease baru diperkenalkan beberapa tahun terakhir. Ide one airway disease ini merupakan konsep yang dikeluarkan oleh ARIA dan sangat berhubungan dengan manajemen terapi pada pasien. Dari segi anatomi dan histologi, sistem pernapasan memiliki kesamaan, yaitu mukosa saluran pernapasan dilapisi oleh epitel bertingkat bersilia. respon imunologi terhadap benda asing maupun mikroorganisme juga memiliki kesamaan antara upper and lower respiratory tracts. Kemiripan anatomi, histologi serta respon terhadap benda asing yang dimiliki oleh saluran pernapasan atas dan bawah ini menyebabkan konsep dalam penyakit kedua sistem ini akan berhubungan. Reflek neurogenik (nasobronchial) diduga berpengaruh dalam konsep united airway disease ini, dimana tachykinin akan berikatan dengan reseptornya dan mengaktivasi nervus vagus untuk merangsang kontraksi otot polos bronkus dan vasodilatasi pembuluh darah dihidung.9,10,11
8
Seperti pada beberapa studi yang mengemukakan bahwa pasien dengan rinitis alergi akan memiliki respon bronkus yang hiperreaktif dan dapat berlanjut menjadi asma, atau bergitu pula sebaliknya. Pasien dengan rinitis alergi akan memiliki kadar eosinofil, leukotrien dan produk hasil proses respon hipersensitivitas di dalam tubuh meningkat. Dengan peningkatan kadar mediator alergi dalam tubuh akan menyebabkan bronkus tersensitasi juga sehingga dapat menimbulkan hiperresponsive bronkus yang berakhir kepada asma.10,11
2.2 ALERGI DAN REAKSI HIPERSENSITIVITAS Masuknya benda asing ke dalam tubuh manusia dapat memicu sistem pertahanan atau imun untuk melindungi tubuh. Respon tersebut akan menguntungkan dan dapat berupa respon spesifik ataupun non spesifik. Tetapi pada beberapa orang, respon imun tubuh yang berlebihan terhadap benda asing tersebut tidak selalu menguntungkan, hal inilah yang disebut reaksi hipersensitivitas. Hipersensitivitas adalah peningkatan sensitivitas sistem pertahanan tubuh terhadap antigen yang pernah dikenal atau terpajan sebelumnya. Reaksi hipersesitivitas menurut Gell dan Coombs dibagi kedalam 4 klasifikasi, yaitu:12
2.2.1
Hipersensitivitas tipe I atau reaksi alergi
Hipersensitivitas tipe II atau reaksi sitotoksik/sitolitik
Hipersensitivitas tipe III atau reaksi komplek imun
Hipersensitivitas tipe IV atau reaksi seluler (lambat)
Hipersensitivitas Tipe I atau Reaksi Alergi Reaksi hipersesitivitas tipe 1 memiliki beberapa tahapan sebelum
menimbulkan manifestasi. Adapun tahapan atau fase tersebut yaitu fase sensitisasi, fase aktifasi dan fase efektor. 12 Fase sensitisasi merupakan fase awal dalam reaksi hpersensitivitas tipe satu. Dalam fase ini alergen yang masuk baik berupa serbuk bunga, tungau atau jenis alergen lainnya akan mensensitisasi sistem imun tubuh
9
host sehingga membentuk antibodi IgE. Ikatan silang akan terjadi antara IgE, sel mast dan basofil.12 Setelah terjadi fase sensitisasi, jika host mengalami pajanan ulang dengan antigen atau alergen spesifik maka akan terjadi fase aktifasi. Maksud dari fase aktifasi adalah teraktifasinya sel mast dan basofil oleh alergen spesifik tadi sehingga menimbulkan sebuah reaksi. Fase dimana sel mast dan basofil mengeluarkan mediator-mediator yang terkandung didalamnya disebut fase efektor.12
Mediator dalam reaksi alergi Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa pada fase efektor akan terjadi pelepasan mediator yang berasal dari sel mast ataupun basofil yang telah teraktifasi. Sel mast yang teraktifasi akan mengeluarkan mediator berupa histamin, faktor kemotaktik netrofil (NCF) dan faktor kemotaktik eosinofil-anafilaksis (ECF-A) yang akan mengumpulkan dan menahan eosinofil ditempat radang melalui perantara IgE.13 Sedangkan mediator-mediator lain yang akan terbentuk kemudian adalah produk hasil jalur siklooksigenasi (COX) dan jalur lipooksigenasi. Produk hasil jalur siklooksigenasi adalah prostaglandin (PGD2, PGE2, PGF2) dan tromboksan A2 (TxA2). Setiap sel memiliki produk spesifik, seperti sel mast yang akan memproduksi prostaglandin PGD2 dan tromboksan A2, dimana TxA2 akan menyebabkan agregrasi trombosit. Untuk jalur
lipooksigenasi, produk-produk yang dihasilkan adalah
leukotrien. Jenis-jenis leukotrien yang dihasilkan dari jalur ini adalah leukotrien LTE4, LTD4 dan LTC4 yang merupakan zat pembentuk slow reacting substance of anaphylaxis (SRS-A) serta leukotrien LTB4 yang bersifat kemotaktik eosinofil dan netrofil.13
2.2.2
Hipersensitivitas tipe II Reaksi hipersensitivitas tipe II sering disebut juga dengan istilah
reaksi sitotoksik. Reaksi ini melibatkan antibodi selain IgE, yaitu IgM dan IgG serta komplemen. Penyakit yang disebabkan oleh keterlibatan
10
antibodi dalam reaksi hipersensitivitas ini merupakan bentuk umum dari penyakit imun kronis. Antibodi terhadap sel atau jaringan yang terbentuk akan mengendap pada jaringan yang sesuai dengan target antigen, jadi penyakit yang timbul biasanya spesifik terhadap organ atau jaringan tertentu. 12-14 Sebagai contoh dari hiperreaktif sistem imun yang diperantarai antibodi (antibody mediated) adalah anemia hemolitik autoimun (autoimmune Hemolytic Anemia/AIHA). Penyakit AIHA ini dikarenakan terbentuknya antibodi terhadap protein membran eritrosit (Rh) yang dianggap antigen oleh sistem imun tubuh sehingga terjadi proses opsonisasi dan fagositosis eritrosit yang menyebabkan eritrosit lisis dan menunjukkan gejala anemia. Adapun contoh-contoh lain adalah purpura trombositopenia autoimun/idiopatik (PTI), myasthenia gravis, sindrom goodpasture, penyakit grave dan lain-lain.12-15
2.2.3
Hipersensitivitas tipe III
Hipersensitivitas tipe III merupakan reaksi hiperreaktif sistem imun yang dimediasi oleh komplek imun. Komplek imun yang terbentuk akan mengendap di pembuluh darah yang memiliki turbulensi atau bertekanan tinggi sehingga menyebabkan kerusakan jaringan. Kerusakan jaringan yang terjadi biasanya bersifat sistemik yang bermanifestasi sebagai vaskulitis, nefritis atau artritis. Reaksi yang terjadi akibat terjadinya hipersensitivitas tipe III dibedakan menjadi reaksi Arthus dan Serum Sickness.12-14 Lupus erimatosus sistemik, artritis reumatoid dan glomerulonefritis akut paska infeksi streptococcus merupakan beberapa contoh penyakit klinis yang disebabkan oleh hipersensitivitas tipe III. Secara skematis perjalan patogenesis dan patofisiologi dari reaksi hipersensitivitas tipe III yang dimediasi oleh komplek imun dapat dilihat pada gambar 2.4 yang diadaptasi dari Medical Immunologi 6th ed. 13,14
11
Antigen +
Respon imun
Antibodi
Peningkatan permeabilitas vaskular
Komplek Ag+Ab bersirkulasi Deposisi Ekstravaskular Aktifasi komplemen Faktor Kemotaktik
Inflamasi Infiltrasi neutrofil
Kerusakan jaringan
Ag : Antigen, Ab : Antibodi Gambar 2.4 Proses pembentukan autoantibodi dan perusakan jaringan akibat komlek Ag+Ab disirkulasi14
2.2.4
Hipersensitivitas tipe IV
Hipersensitivitas tipe IV atau tipe lambat merupakan reaksi yang dimediasi oleh sel T. Hampir semua penyakit yang diperantarai oleh sel T memiliki mekanisme autoimun. Reaksi autoimun memiliki kecenderungan terhadap antigen pada organ atau jaringan tertentu, sehingga hanya mengenai organ yang terbatas dan tak bersifat sistemik.12,13 Mekanisme kerusakan yang ditimbulkan oleh reaksi hipersensitivitas tipe lambat ini bermanifestasi pada penyakit yang diperantarai oleh sel T CD4+ atau T Cell Mediated Cytolysis oleh CD8+.12,13
12
Inflamasi yang dimediasi oleh sitokin (Melalui CD4+) Sitokin Inflamasi
kerusakan jaringan
APC atau Ag Jaringan Jaringan Normal Sitotoksik yang dimediasi Sel T (CD8+)
Sel dibunuh dan kerusakan jaringan
Gambar 2.5 Mekanisme kerusakan jaringan akibat hipersensitivitas tipe IV16
2.3 RINITIS ALERGI 2.3.1 Pendahuluan Proses inflamasi yang terjadi di mukosa hidung disebut rinitis. Manifestasi klinis yang sering terjadi pada pasien rinitis adalah gatal di hidung, produksi mukus berlebih, hidung tersumbat, bersin-bersin, mata berair serta gatal pada mata dan bersifat kronik. Rinitis dapat diklasifikasikan menjadi rinitis alergi dan non alergi. Rinitis alergi merupakan rinitis yang paling banyak dijumpai. Alergi hidung pada rinitis alergi dapat bersifat musiman atau bisa menetap. 3,17,18 Penyebab tersering rinitis non alergi adalah infeksi virus. Penyebab rinitis alergi atau alergen dapat masuk ketubuh melalui berbagai macam cara, yaitu secara inhalasi, injeksi, tertelan atau kontak langsung dengan permukaan kulit.3
2.3.2
Patofisiologi Rinitis Alergi
Tahapan inflamasi yang terjadi pada rinitis alergi adalah tahap sensitisasi yang diikuti dengan tahap provokasi atau reaksi alergi. Reaksi alergi yang terjadi terdiri dari 2 fase:3
13
Reaksi alergi fase cepat (RAFC) atau Immediate Phase Allergic Reaction yang berlangsung sejak kontak dengan alergen hingga 1 jam. Reaksi alergi fase lambat (RAFL) atau Late Phase Allergic Reaction, berlangsung 2-4 jam dan dapat berlangsung hingga 24-48 jam paska kontak dengan alergen. Fase hiperaktif atau masa puncaknya berlangsung pada 6-8 jam setelah kontak dengan alergen. Pada tahap sensitisasi alergen berupa tungau, cat or dog dander, serbuk bunga dan lainnya akan masuk ke saluran pernapasan atas dan melewati lapisan mukosa hidung. Alergen yang masuk akan ditangkap oleh antigen precenting cells (APC). Fragmen peptide yang terbentuk dari antigen akan
membentuk komplek peptide MHC kelas II setelah
bergabung dengan molekul HLA kelas II. MHC kelas II ini dihantarkan ke sel T limfosit. Sel penyaji atau APC akan melepaskan sitokin IL1 yang akan mengaktifkan Th0 menjadi Th1 dan Th2. Sel T limfosit 2 (Th2) yang teraktifasi akan menghasilkan sitokin IL3, IL4, IL5 dan IL13. Sitokin IL-4 dan IL-13 yang dihasilkan ini akan berikatan dengan reseptor di permukaan sel limfosit B sehingga sel limfosit B teraktifasi. Sel limfosit B yang
diaktifkan
akan
memproduksi
immunoglobulin
E
(IgE).
Immunoglobulin E (IgE) yang berada di sirkulasi akan ditangkap oleh reseptornya di permukaan basofil atau sel mastosit sehingga kedua sel ini akan menjadi aktif.3,19 Jika saat mukosa hidung yang sudah tersensitisasi terkena alergen yang sama, maka alergen tersebut akan diikat oleh kedua rantai IgE sehingga terjadi degranulasi mastosit dan basofil yang mengakibatkan terlepasnya mediator kimia yang telah terbentuk, yaitu histamin. Selain histamin, ada beberapa mediator kimia lain yang dikeluarkan, yaitu prostaglandin D2 (PGD2), leukotrien D4 (LTD4), leukotrien C4 (LTC4), bradikinin, platelet activating factor (PAF) dan sitokin-sitokin lainnya. Fase inilah yang disebut dengan fase reaksi alergi cepat.3,19
14
Histamin yang dikeluarkan akibat reaksi pada fase cepat akan berikatan dengan reseptor H1 di ujung saraf vidianus sehingga menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Kelenjar mukosa dan sel goblet akan terangsang juga oleh histamin sehingga terjadi hipersekresi mukus dan permeabilitas kapiler meningkat. Proses akibat hipersekresi
mukus
dan
peningkatan
permeabilitas
kapiler
akan
menyebabkan salah satu keluhan pada pasien rinitis yaitu rinorea. Efek lain dari histamin yang berikatan dengan reseptornya di pembuluh darah adalah
vasodilatasi.
Vasodilatasi
sinusoid
akibat
menyebabkan terjadinya penyumbatan rongga hidung.
histamin
akan
Inter Cellular
Adhesion Molecule (ICAM 1) juga akan dikeluarkan oleh mukosa hidung akibat rangsangan histamin.3 Pada fase cepat, kemotaktik juga akan dikeluarkan oleh sel mastosit. Keadaan ini akan menyebabkan akumulasi sel netrofil dan eosinofil di jaringan target. Respon ini dapat berlangsung hingga 6-8 jam setelah pemaparan. Fase lambat atau RAFL ditandai dengan peningkatan jumlah sel-sel inflamasi seperti eosinofil, limfosit, netrofil, basofil dan mastosit di mukosa hidung. Sitokin-sitokin seperti IL3, IL4, IL5, Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor (GMCSF) dan ICAM1 juga akan meningkat jumlahnya di sekret hidung. Gejala hiperaktif yang terjadi akibat peranan eosinofil dengan mediator inflamasi dari granulnya seperti Eosinophilic Cationic Protein (ECP),
Eosinophilic Derived Protein
(EDP), Major Basic Protein (MBP) dan Eosinophilic Peroxidase (EPO). Selain karena faktor antigen atau alergen, iritasi mukosa hidung dapat diperberat oleh faktor lingkungan, yaitu asap rokok, bau yang merangsang, perubahan cuaca dan kelembaban udara.3,19
2.3.3
Manifestasi gejala rinitis alergi
Anak usia 4-5 tahun biasanya baru akan muncul manifestasi klinis rinitis alergik dan insidensnya akan meningkat hingga 10-15% pada usia dewasa.
Sedangkan
berdasarkan
penelitian
yang
dilakukan
oleh
International Study of Asthma and Allergy in Childhood atau ISAAC
15
phase III di Jakarta pada tahun 2001 dari 1385 anak yang berusia 13-14 tahun didapatkan 370 (26,71%) anak yang mengalami gejala rinitis alergi. Sesuai dengan patogenesis dan patofisiologi penyakit ini, yaitu hipersensitivitas tipe 1, gejala rinitis alergi dapat berupa sekresi mukus hidung berlebihan, hidung tersumbat, bersin, rasa gatal di hidung dan mata dan bernapas melalui mulut. Gejala hidung tersumbat dan bernapas melalui mulut sering terjadi pada malam hari, yaitu saat tidur. Gejala bernapas melalui mulut saat tidur ini dapat menyebabkan gejala tenggorokan kering, mengorok, gangguan tidur serta kelelahan pada siang hari. Gejala kombinasi bersin, hidung tersumbat, dan rinorea merupakan gejala yang menjengkelkan dan dapat mengganggu kualitas hidup.6,13
2.3.4
Klasifikasi Rinitis Alergi
Menurut waktu timbulnya gejala, rinitis alergi dapat dibagi menjadi rinitis alergi intermiten (seasonal-acute-occasional allergic rhinitis) dan rinits alergi persisten (perennial-chronic-long duration rhinitis)3 a. Rinitis alergi intermiten Kelompok yang memiliki gejala rinitis alergi intermiten mengalami gejala yang hilang timbul, berlangsung selama kurang dari 4 hari dalam seminggu atau kurang dari 4 minggu. Di negara yang memiliki 4 musim, seperti negara-negara Amerika dan Eropa dapat dijumpai gejala rinitis alergi yang disebabkan oleh serbuk bunga sehingga disebut sebagai rinitis alergi musiman atau hay fever.1,3 b. Rinitis alergi persisten Gejala alergi persisten timbul selama 4 hari dalam seminggu atau gejala yang menetap lebih dari 4 minggu bahkan bisa terjadi sepanjang tahun. Alergi terhadap tungau debu
rumah adalah
penyebab terpenting, sedangkan pada pasien rinitis dengan asma lebih sering alergen berupa jamur dan kadang bulu binatang. Gejala mencolok dari rinitis alergi persisten berupa hidung tersumbat.1,3,17
16
Tabel 2.1 Klasifikasi rinitis alergi berdasarkan berat gejala menurut WHO-ARIA1 Ringan (mild)
Sedang-berat (Moderate-Severe)
1.
Tidur tidak terganggu
1.
Tidur terganggu
2.
Aktifitas
2.
Aktifitas sehari-hari terganggu
3.
Mengganggu kegiatan kerja
normal,
tidak
terganggu 3.
Tidak mengganggu kegiatan
dan sekolah
kerja dan sekolah 4.
Ada
gejala,
namun
tidak
4.
Gejala menyusahkan
menyusahkan
2.3.5
Faktor Risiko Rinitis Alergi a. Penyakit atopi lain (asma dan eksim) Riwayat atopi yang diderita oleh seseorang akan meningkatkan risiko terjadinya penyakit alergi lain, termasuk rinitis alergi. Penyakit ini sangat berhubungan dengan riwayat atopi, baik di keluarga maupun dalam dirinya sendiri, seperti riwayat penyakit asma dan eksim. Sekitar 40% pasien yang mengalami rinitis akan mengalami asma, begitu pula pada kurang lebih 70% pasien yang mengalami asma memiliki penyakit rinitis alergi. 20 Riwayat asma dan kejadian rinitis alergi dihubungkan dengan kejadian alergi kronik pada sistem
pernapasan, dimana asma
merupakan alergi kronik pada sistem pernapasan bagian bawah dan rinitis alergi merupakan bagian dari kelainan alergi sistem pernapasan bagian atas. 21
b. Riwayat atopi dalam keluarga Riwayat keluarga merupakan salah satu faktor risiko yang memberikan dampak terhadap kejadian rinitis alergi. Perkembangan sistem imun sudah dimulai sejak dalam kandungan, tidak berbeda halnya dengan kepekaan sistem imun menghadapi benda yang dianggap alergen oleh sistem imun orang tua. Hal ini dihubungkan dengan kromosom 5q. Dalam beberapa referensi disebutkan bahwa jika salah satu orang tua mengalami alergi maka anaknya memiliki
17
kecenderungan 25-40% akan mengalami alergi pula. Namun jika kedua orang tuanya mengalami alergi maka makin meningkat pula risiko anaknya akan mengalami alergi pula, yaitu 50%-70%. 22,23
c. Polusi udara (pajanan asap kendaraan) Iritan sistem pernapasan seperti Sulfur dioksida (SO2), nitrogen oksida
(NOX)
dan
partikel
dari
sisa
pembakaran
diesel
menyebabkan meningkatnya kadar IgE dengan berbagai macam mekanisme inflamasi lokal pada saluran pernapasan, sehingga meningkatkan
kontak jaringan terhadap alergen dan dapat
menimbulan reaksi alergi. 24,25
d. Pajanan asap rokok Asap rokok dapat meningkatkan risiko seseorang menderita penyakit alergi, tidak terkecuali rinitis alergi. Pajanan berupa asap rokok juga dapat menyebabkan bangkitan status asmatikus seseorang yang menderita asma. 24,26 Pada penelitian yang dilakukan menggunakan tikus, asap rokok yang dipajankan kepada tikus tersebut menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular yang terdapat dalam saluran pernapasan sehingga menyebabkan gejala yang sama, sedangkan efek tidak langsung dapat mempengaruhi respon inflamasi yang diperantarai leh IgE. 25
e. Pajanan asap dapur Kerkhof dkk melaporkan dalam penelitiannya yang dikutip dari laporan penelitian Widodo bahwa asap dapur yang berasal dari kompor yang menggunakan bahan bakar minyak tanah dan gas untuk memasak dapat meingkatkan respon bronkus dan peningkatan kadar IgE total dalam darah. Bagi orang-orang yang telah memiliki atopi respon ini dapat menjadi lebih berat. 24,25
18
f. Memelihara kucing atau anjing Seseorang yang memiliki hewan peliharaan berupa kucing atau anjing memiliki keterkaitan dengan kejadian rinitis alergi atau penyakit alergi lainnya. Alergen yang diperoleh dari hewan peliharaan ini dapat berupa aeroalergen yaitu dari hewan tersebut.25
g. Kondisi sosial-ekonomi Pada kota-kota metropolitan di negara maju dijumpai kejadian rinitis alergi lebih tinggi jika dibandingkan dengan daerah yang kondisi sosial-ekonominya rendah. Hal ini dikarenakan pada kotakota metropolitan di negara maju dijumpai banyak kejadian obesitas, inaktifitas fisik, banyaknya konsumsi minuman berkarbonasi atau diet tak sehat. Selain dilihat dari gaya hidup yang tidak sehat yang telah disebutkan di atas, kerentanan terhadap stress dan kesehatan yang berhubungan dengan kejiwaan seperti ADHD dan gangguan kejiwaan lainnya sangat mempengaruhi peningkatan kejadian rinitis alergi pada anak-anak. Namun ada penelitian yang mengatakan bahwa negara dengan pendapatan rendah-menengah memiliki jumlah penderita lebih besar.2,27
h. Indeks masa tubuh Indeks massa tubuh diketahui dengan rumus: IMT : BB (kg) / TB2 (m) Klasifikasi Indeks massa tubuh untuk masyarakat Asia menurut The Steering Committee of Regional office for Western Pacific Region of WHO dan International Association for the Study of Obesity serta The International Obesity Task Force adalah seperti pada tabel 2.2.28 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh American Academy of Pediatrics pada tahun 2010, mereka mengemukakan bahwa keadaan overweight atau berat badan berlebih memiliki risiko terhadap penyakit alergi, baik asma atau rinitis alergi. Namun dalam
19
penelitian tersebut mengatakan bahwa rentang usia yang memiliki keterkaitan dengan peningkatan kejadian rinitis pada anak dengan indeks masa tubuh berlebih hanya pada anak yang berusia lebih dari 7 tahun. Hal ini masih dikarenakan banyak faktor, namun faktor yang dikatakan berperan penting dalam patogenesis perjalanan rinitis alergi pada anak dengan indeks masa tubuh berlebih adalah peningkatan kadar leptin. Dengan meningkatnya kadar leptin serum dapat meningkatkan respon inflamasi dalam tubuh.29 Table. 2.2 Klasifikasi obesitas IMT
Keterangan
< 18,5 kg/m2
Underweight
18-22,9 kg/m2
Normal
> 23 kg/m2
Overweight-Obess
i. Konsumsi parasetamol atau aspirin Sebuah postulat mengatakan bahwa hubungan penggunaan parasetamol
terhadap
kejadian rinitis
alergi
adalah dengan
menurunkan kadar enzim glutation pada saluran napas sehingga menyebabkan proteksi antioksidan pada saluran
napas akan
inadekuat. Hal ini juga dapat meningkatkan respon T helper sebagai respon terhadap inflamasi. Selain itu, aspirin dapat meningkatkan respon
bronkus
terhadap
allergen
melalui
beberapa
mekanisme.24,30,31
2.3.6
Diagnosis rinitis alergi Penegakan diagnosis rinitis alergi melalui anamnesis, pemeriksaan
fisik serta dapat ditunjang dengan pemeriksaan laboratorium.3 Gambar 2.6 menjelaskan mengenai cara penegakan diagnosis klinis rinitis alergi.
20
Hidung bagian depan berair (rinorea) dan bersin Mungkin alergi
Bukan alergi
Tidak
Ya +
+ Obstruksi hidung
Post nasal drip
+ Mungkin alergi
+
Gejala muncul pada saat yang sama setiap tahun
+ Mungkin Alergi
Curiga rinosinusitis kronik
Sekret berwarna dan atau nyeri pada wajah
Gejala mata dua sisi: -pruritus + berair + kemerahan
Konfirmasi diagnosis rinitis alergi dengan tes cukil kulit atau IgE spesifik
Konfirmasi diagnosis Rinosinusitis dengan Pemeriksaan fisik THT – CT-Scan
Gambar.2.6 Alur diagnosis rinitis alergi1
a. Anamnesis Hampir 50% diagnosis rinitis alergi dapat ditegakkan dengan anamnesis. Bersin yang berulang merupakan gejala khas dari rinitis alergi,
namun
kadang-kadang
keluhan
hidung
tersumbat
merupakan keluhan utama atau gejala satu-satunya yang diutarakan oleh pasien.3
b. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik THT, yaitu rinoskopi anterior dapat menunjukkan edema mukosa, pucat atau livid, basah dan disertai sekret yang encer. Mukosa inferior dapat tampak hipertrofi bila pada keadaan yang persisten.3 Gejala spesifik lain yang dapat dilihat pada saat melakukan pemeriksaan fisik khususnya pada anak ialah pada bagian bawah mata terdapat bayangan gelap atau allergic shiner serta tanda-tanda
21
lain yang dapaet terlihat adalah allergic salute, allergic crease, facies adenoid, cablestone appearance dan geographic tongue.3
A
B
C Gambar 2.7 Allergic salute, (A) ,Allergic crease (B) Allergic shinner (C)32
c. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan laboratorium sederhana pada hitung jenis leukosit menunjukkan peningkatan kadar eosinofil (eosinofilia), namun dapat juga normal. Begitu pula dengan hitung kadar IgE total dalam darah (prist-paper radio immunosorbent test) dapat menunjukkan kadar normal, kecuali pada seseorang yang memiliki lebih dari satu macam penyakit alergi. Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk memprediksi kemungkinan alergi pada seorang bayi atau anak dari keluarga yang memiliki riwayat atopi tinggi. Pemeriksaan lain yang juga dapat membantu adalah sitologi hidung, namun pemeriksaan ini hanya sebagai pelengkap bukan untuk memastikan diagnosis.3 Uji cukit kulit dapat menentukan agen penyebab reaksi alergi. Skin End-point Titration (SET) dapat dilakukan pada orang yang dicurigai memiliki alergi terhadap inhalan. Uji kulit yang akhirakhir ini banyak digunakan adalah Intracutaneus Provocative
22
Dilutional Food Test (IPDFT) untuk alergen berupa makanan. Namun Challenge test sebagai baku emas bisa tetap dilakukan dengan cara diet eliminasi dan provokasi.3
Gambar 2.8 uji cukit kulit atau skin prick test, salah satu uji untuk menentukan alergen penyebab rinitis alergi33
2.3.7
Tatalaksana rinitis alergi
Pilihan terapi dalam penatalaksanaan rinitis alergi ada banyak macamnya. Terapi yang paling ideal adalah penghindaran kontak dengan alergen penyebab reaksi alergi dan eliminasi. Untuk terapi farmakologi pun ada banyak jenis pilihan yang dapat digunakan dalam menatalaksana pasien dengan rinitis alergi.1,3 Antihistamin H1 Antihistamin H1 merupakan obat yang dapat mencegah histamin yang telah dikeluarkan oleh sel mast dan basofil untuk berikatan dengan reseptornya yang ada di kulit dan mukosa khususnya dalam hal ini di hidung. Sediaan antihistamin H1 ada yang berupa oral dan topikal. Sediaan oral dibagi kedalam 2 generasi. Generasi pertama ialah klorfeniramin maleat, difenhidramin dan clemastin yang memiliki efek sedasi. Adapun generasi kedua dari golongan ini diantaranya adalah loratadin dan setirizin yang tidak memiliki efek sedasi. Astemisol merupakan generasi kedua dari golongan ini, namun memiliki efek kardiotoksik. Sediaan topikal dapat berupa intranasal dan intraokular, contoh dari bentuk topikal ini adalah olapatadin dan azelastin.1,3
23
Glukokortikoid Golongan glukokortikoid yang digunakan sebagai terapi rinitis alergi adalah glukokortikoid topikal intranasal. Cara kerja glukokortikoid dalam mengatasi gejala rinitis alergi adalah dengan cara menurunkan reaksi yang ditimbulkan oleh hiperreaktif mukosa hidung dan sebagai anti inflamasi lokal. Preparat yang tersedia antara lain beklometasone dipropionate.1,3
Dekongestan oral Dekongestan merupakan preparat yang sering digunakan untuk meredakan gejala pilek yaitu hidung tersumbat, seperti gejala yang ditimbulkan
oleh
rinitis
alergi.
Dekongestan
bekerja
sebagai
vasokontriktor sehingga edema yang terjadi di konka dapat teratasi dan gejala hidung tersumbatpun hilang. Preparat yang tersedia antara lain efedrin, Pseudoefedrin, fenileprin dan fenil propanolamin.1,3
2.3.8
Komplikasi Rinitis Alergi Beberapa komplikasi atau penyulit rinitis alergi dapat berupa otitis
media efusi, rinosinusitis, penyakit alergi lain (asma dan eksim) serta dapat mengganggu kualitas hidup penderita yang dapat mempengaruhi kehidupan bersosial dan bermasyarakat.1,3,34
2.4 INSTRUMEN DALAM EVALUASI RINITIS ALERGI Dalam evaluasi dan diagnosis untuk mengetahui prevalensi rinitis alergi dapat digunakan beberapa instrumen, diantaranya adalah kuesioner International Study of Asthma and Allergy in Childhood (ISAAC) dan Score for Allergic Rhintis (SFAR). Sebagai kuesioner, instrumen tersebut tidak menjadikannya sebagai diagnostik definitif atau baku emas untuk mendiagnosis rintis alergi, hanya saja beberapa ahli berusaha untuk mendeterminasi kemungkinan seseorang mengalami rinitis alergi investigasi lebih lanjut, dapat berupa pemeriksaan tes tusuk kulit, kadar IgE serum dan pemeriksaan kerokan mukosa hidung dapat dilakukan untuk mendapatkan diagnosis definitif. 1,8
24
2.4.1
Kuesioner ISAAC
International Study of Asthma and Allergy in Childhood (ISAAC) merupakan organisasi dunia yang berkonsentrasi dalam bidang penyakit asma dan alergi, khususnya pada anak-anak. Sebelumnya, ISAAC hanya berkonsentrasi terhadap penyakit asma, namun seiring berjalannya waktu ikut berkembang pula penelitian epidemiologi yang dilakukan ISAAC mengenai penyakit alergi lain, yaitu rinitis alergi dan eksim.35,36 Dalam pelaksanaannya, organisasi ISAAC melakukan 3 tahap. Penelitian tahap satu dititik beratkan untuk mencari prevalensi dan tingkat keparahan penyakit asma, dermatitis atopi serta rinitis alergi. Untuk tahap dua ISAAC lebih dalam lagi untuk menyelidiki etiologi, terutama yang telah ditemui dalam tahap satu, sedangkan tahap tiga adalah pengulangan yang telah dilakukan pada tahap satu.35 Validitas kuesioner ISAAC sebagai salah satu instrumen untuk mendiagnosis prevalensi rinitis alergi dengan pembanding test tusuk kulit sebagai baku emas telah diuji terhadap 307 anak dan memiliki sensitivitas sebesar 76%.25
Kelebihan dan Kekurangan Instrumen ISAAC Kelebihan
Cepat dan tidak invasif
Dapat digunakan juga untuk menilai faktor risiko lainnya, termasuk riwayat alergi berupa asma atau eksim
Di Kongo, sensitivitas (73%) dan spesifisitas (98%)22
Untuk kuesioner asma, nilai sensitivitas 90%, spesifisitas 83,58%, nilai positif prediksi 68,12%, dan nilai negatif prediksi 95,73%37
Sudah ada terjemahan atau versi Indonesia
Kekurangan
Bukan merupakan baku emas dan sebagai diagnosis definitif
Memiliki nilai prediksi negatif
25
Table. 2.3 Interpretasi hasil kuesioner ISAAC34 Pertanyaan kuesioner Pernah
Interpretasi gejala
Pernah
berbangkis-bangkis
(bersin),
Alergi
ingusan,
mampet
mengalami
atau
hidung
mengalami
rinitis
mengalami
rinitis
meskipun sedang tidak flu Pernah
mengalami
gejala
berbangkis-bangkis
(bersin),
ingusan,
mampet
atau
hidung
Sedang alergi
meskipun sedang tidak flu dalam 12 bulan terakhir Pernah
mengalami
mengi
atau
Pernah mengalami Asma
mengi
atau
Sedang mengalami asma
napas berbunyi “ngik” Pernah
mengalami
napas berbunyi “ngik” dalam 12 bulan terakhir Pernah mengalami kemerahan yang
Pernah mengalami Eksim
gatal dikulit, hilng timbul dalam jangka waktu 6 bulan Pernah mengalami kemerahan yang
Sedang mengalami eksim
gatal dikulit, hilng timbul dalam jangka waktu 6 bulan, dalam 12 bulan terakhir
2.4.2
Kuesioner SFAR
Score for Allergic Rhinitis atau yang disingkat SFAR merupakan salah satu bentuk kuesioner yang digunakan untuk mendiagnosis prevalensi rintis alergi dalam sebuah komunitas. Namun penggunaan kuesioner ini masih terbatas.38
26
2.5 KERANGKA TEORI kerangka teori yang mendasari penelitian ini adalah seperti pada gambar berikut ini:
Riwayat atopi dalam keluarga
Kucing atau anjing
Seseorang dengan faktor genetik
Alergen
Parasetamol Peningkatan leptin
Penurunan kadar glutation
Aktifitas fisik kurang
IMT Berlebih
Asap dapur
Respon sel T meningkat
Hipersensitivitas tipe 1
Peningkatan IgE
Asap rokok
Inflamasi Riwayat atopi lain (asma atau eksim) Hidung Gatal Hidung tersumbat Bersin-bersin
SO2 dan NOX
Hipersekresi mukus
Peningkatan pemeabilitas vascular
Rinitis Alergi
Kendaraan bermotor
27
2.1 KERANGKA KONSEP Kerangka konsep yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Rinitis Alergi
Alergen
Faktor Risiko : Jenis kelamin Riwayat atopi (Asma dan Eksim) Polusi udara dari kendaraan Pajanan asap rokok Pajanan asap dapur Memelihara kucing atau anjing Obat-obatan tertentu (parasetamol)
28
2.2 DEFINISI OPERASIONAL Tabel 2.4 Definisi operasional No
Variabel
Definisi
Pengukur
Alat ukur
Peneliti
Kuesioner
Dependen 1
Rinitis Alergi
2
Riwayat Asma atau eksim
3
Polusi udara
Skala pengukuran
Kelainan hidung dengan gejala bersin-besin, rinorea, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar allergen yang diperantarai IgE.1 (dalam 12 bulan terakhir) Riwayat pernah atau sedang mengalami gangguan berupa atopi yaitu asma dan dermatitis atopi/eksim Responden dikelompokkan
ISAAC
Peneliti
Kuesioner ISAAC
Kategorik
Peneliti
Kuesioner
Kategorik
dalam kategori memiliki riwayat terpapar
asap
kendaraan
bermotor
jika
responden
menjawab
sering
pada
Kategorik
ISAAC
jam
tertentu atau hampir setiap saat ada bus atau truk melintas dekat rumahnya pada hari kerja. 4
Pajanan asap rokok
Responden dalam
dikelompokkan
kategori
Peneliti
memiliki
Kuesioner
Kategorik
ISAAC
riwayat terpapar asap rokok jika ada
salah
satu
atau
lebih
anggota keluarga, teman atau dirinya merokok 5
Pajanan asap dapur
Responden dalam
dikelompokkan
kategori
Peneliti
memiliki
Kuesioner
Kategorik
ISAAC
riwayat terpapar asap dapur jika
responden
menjawab
bahan baker yang digunakan dirumahnya untuk memasak adalah bahan baker gas. 6
7
Memelihara kucing atau anjing Konsumsi parasetamol
Memelihara kucing atau anjing
Peneliti
dalam 12 bulan terakhir Riwayat mengkonsumsi obat parasetamol dalam 12 bulan terakhir
Kuesioner
Kategorik
ISAAC Peneliti
Kuesioner ISAAC
Kategorik
29
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. DESAIN PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kategorik dengan desain potong lintang (cross sectional)
3.2. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2013 di Sekolah Menengah Pertama atau sederajat di daerah Ciputat Timur.
3.3. POPULASI DAN SAMPEL 3.3.1. Populasi Penelitian Populasi target dalam penelitian ini adalah siswa-siswa Sekolah Menengah Pertama atau sederajat di daerah Ciputat Timur yang berjumlah 14 sekolah dan berusia 13-14 tahun. Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah siswa-siswi di Sekolah Menengah Pertama Islam Ruhama Ciputat Timur yang berusia 13-14 tahun.
3.3.2. Sampel Penelitian Seluruh populasi yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
3.3.3. Cara Pengambilan Sampel Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa-siswi sekolah tingkat SMP atau sederajat yang berusia 13-14 tahun di daerah Ciputat Timur dengan metode pemilihan sampel cluster random sampling dengan cara memiliih secara acak nama-nama sekolah yang ada di Ciputat Timur.
3.3.4. Rumus Besar Sampel
29 9
30
Keterangan N
= jumlah sampel
Zα
= deviat baku alfa (1,96)
P
= proporsi total
Q
= 1-P
d
= presisi
Penghitungan besar sampel
3.3.5. Kriteria Sampel Penelitian a. Kriteria inklusi Siswa-siswi Sekolah Menengah Pertama atau sederajat di daerah Ciputat Timur yang telah di random secara cluster. Usia 13-14 tahun
b. Kriteria ekslusi Siswa-siswi yang tidak bersedia mengikuti penelitian Siswa-siswi yang tidak mengisi kuesioner ISAAC
31
3.4. ALUR PENELITIAN Persiapan penelitian Perijinan Kampus dan Komite etik Universitas Perijinan dan Persetujuan komite etik
Daftar nama Sekolah Menengah Pertama atau sederajat di Ciputat Timur Melakukan random secara cluster Meminta ijin ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) Islam Ruhama Ciputat Timur Eksklusi
Inklusi
Siswa-siswi Sekolah Menengah Pertama (SMP) Islam Ruhama Ciputat Timur Meminta siswa-siswi untuk mengisi kuesioner ISAAC
Mencatat hasil kuesioner Pengolahan data Penyajian data
32
3.5. MANAJEMEN DATA 3.6.1
Pengumpulan data Data diambil dari kuesioner ISAAC yang telah diisi oleh siswasiswi Sekolah Menengah Pertama Islam Ruhama Ciputat Timur yang berusia 13-14 tahun
3.6.2
Pengolahan data Pengolahan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan SPSS versi 16.00 for windows.
3.6.3
Analisis data Untuk data dan latar belakang responden akan dianalisis secara deskriptif (univariat), lalu data yang telah ada dianalisis hubungan masing-masing faktor risiko dengan kejadian rinitis alergi secara bivarat dengan uji chi square namun apabila didapatkan nilai expected count yang <5 maka akan dilakukan uji fisher.40
3.6.4
Penyajian data Hasil penelitian akan dilaporkan dalam bentuk teks, tabel atau grafik. Data hasil penelitian juga akan dituangkan dalam bentuk tulisan yang akan disajikan dalam sidang ilmiah skripsi dihadapan penguji.
3.6. ETIKA PENELITIAN
Sebelum melakukan pengambilan data penelitian, peneliti meminta ijin secara tertulis kepada institusi (Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta)
Setelah diberikan ijin oleh komite etik terkait, peneliti meminta ijin kepada institusi, dalam hal ini Sekolah Menengah Pertama Islam Ruhama, dan menjelaskan maksud serta tujuan dalam penelitian ini.
Peneliti akan menjelaskan kepada responden mengenai tujuan penelitian ini dan juga meminta informed consent.
33
Responden penelitian memiliki hak autonomy untuk menerima atau menolak diikutsertakan dalam penelitian ini.
Setiap data yang didapat dari responden maupun institusi yang terkaitakan dijamin kerahasiaannya.
Bila suatu saat responden menyatakan diri tidak dapat terlibat lebih lanjut di dalam penelitian ini, maka peneliti tidak akan menuntut atas hal apapun dari responden.
3.7. ORGANISASI PENELITIAN Peneliti
: Yahya Kholid
Pembimbing 1
: dr. Ibnu Harris Fadillah,SpTHT-KL
Pembimbing II
: Ratna Pelawati, M.Biomed
34
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Islam Ruhama Cirendeu, Ciputat Timur pada 23 Juli 2013. Berdasarkan hasil penghitungan rumus besar sampel, jumlah sampel minimal adalah 76 siswa/siswi, namun karena teknik pengambilan sampel yang dilakukan peneliti adalah cluster random sampling maka seluruh siswa-siswi SMP Islam Ruhama Ciputat Timur yang memenuhi kriteria sampel peneliti diikutsertakan dalam penelitian sehingga didapatkan sampel berjumlah 111 orang. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui besarnya prevalensi dan sebagai tujuan khusus faktor risiko kejadian rinitis alergi pada anak usia 13-14 tahun di kecamatan Ciputat Timur dengan menggunakan kuesioner International Study of Asthma and Allergy in Childhood (ISAAC) pada tahun 2013. Adapun faktor risiko yang diteliti dalam penelitian ini adalah : jenis kelamin, riwayat atopi (asma dan eksim), pajanan asap rokok, pajanan asap kendaraan bermotor (bus atau truk), pajanan asap dapur (kompos gas), memelihara kucing atau anjing dalam 12 bulan terakhir dan konsumsi obat parasetamol dalam 12 bulan terakhir.
4.1.1
Pola Distribusi Responden (Statistik Deskriptif) Dari hasil penelitian yang dilakukan, distribusi jenis kelamin,
riwayat pernah mengalami asma, dermatitis atopi, riwayat terpapar asap rokok, asap kendaraan bermotor, asap dapur, memiliki hewan peliharaan berupa anjing atau kucing dalam 12 bulan terakhir serta pernah mengkonsumsi parasetamol dalam 12 bulan terakhir adalah seperti yang terdapat dalam tabel 4.1
34 4
35
Tabel 4.1 Pola distribusi reponden Variabel
Frekuensi (n)
Presentase (%)
Jenis kelamin Laki-laki
59
53,20
Perempuan
52
46,80
Tidak pernah asma
94
84,70
Pernah asma
17
15,30
Tidak Pernah Eksim
91
82,00
Pernah Eksim
20
18,00
Tidak
23
20,00
Ya
88
80,00
Tidak
94
84,70
Ya
17
15,30
Tidak
6
5,40
Ya
105
94,60
Tidak
90
81,10
Ya
21
18,90
Tidak pernah
57
51,40
Ya
54
48,60
Asma
Eksim/Dermatitis atopi (DA)
Riwayat terpapar asap rokok
Riwayat terpapar asap kendaraan bermotor
Riwayat terpapar asap dapur
Riwayat memiliki hewan peliharaan dalam 12 bulan terakhir (anjing atau kucing)
Riwayat mengonsumsi parasetamol dalam 12 bulan terakhir
Dari tabel di atas dapat disimpukan bahwa distribusi responden berdasarkan jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki 59 orang (53,20%). Sedangkan distribusi berdasarkan faktor risiko pernah mengalami asma dan eksim masing-masing berjumlah 17 orang (15,30%) dan 20 orang (18%). Untuk distribusi mengenai faktor risiko lingkungan, riwayat terpapar asap rokok dan terpapar asap dapur merupakan faktor risiko yang paling banyak dimiliki oleh siswa yaitu sebesar 88 orang (80%) dan
36
105 orang (94,60%). Untuk faktor risiko berupa riwayat terpapar asap kendaraan bermotor berjumlah 17 orang (15,30%) dan
riwayat
mengkonsumsi parasetamol dalam 12 bulan terakhir sebanyak 54 orang (48,60%). Untuk faktor risiko riwayat memelihara anjing atau kucing dalam 12 bulan terakhir diperoleh data bahwa tidak ada responden yang mememlihara anjing, sedangkan yang memelihara kucing sebanyak 21 orang (18,90%). Tabel 4.2 Prevalensi rinitis alergi pada usia 13-14 tahun di Ciputat Timur tahun 2013 Variabel
Frekuensi (n)
Presentase (%)
Sedang mengalami rinitis alergi
28
25,20
Tidak sedang mengalami rinitis alergi
83
74,80
Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan kuesioner ISAAC didapatkan prevalensi kejadian rinitis alergi di Ciputat Timur pada anak usia 13-14 tahun pada tahun 2013 adalah sebesar 25,20%. Responden yang mengalami rinitis alergi dikategorikan
kedalam
kelompok derajat ringan jika mengaku bahwa gejala gangguan hidung tersebut tidak atau sedikit berpengaruh terhadap aktifitas sehari-hari, sedangkan responden yang mengalami rinitis alergi yang mengaku bahwa gejala hidung akibat rinitis alergi tersebut sedang atau besar pengaruhnya terhadap aktifitas sehari-hari dikategorikan dalam kelompok derajat sedangberat. Tabel 4.3 Distribusi rinitis alergi berdasarkan beratnya gejala Variabel
Frekuensi (n)
Presentase (%)
Ringan
25
89,29
Sedang –Berat
3
10,71
Dari hasil tersebut didapatkan bahwa responden yang mengalami rinitis alergi derajat ringan lebih banyak daripada derajat sedang-berat dengan perbandingan 25:3.
37
4.1.2
Hubungan Faktor Risiko Terhadap Kejadian Rinitis Alergi pada Anak Usia 13-14 Tahun di Ciputat Timur Tahun 2013 (Statistik Analitik) a. Berdasarkan jenis kelamin Tabel 4.4 Distribusi data kejadian rinitis alergi berdasarkan jenis kelamin Mengalami Rinitis alergi
Jenis kelamin
N
%
Laki-laki
19
67,85
Perempuan
9
32,15
Total
28
100
p-Value
0,071
Dari tabel di atas terlihat bahwa jenis kelamin laki-laki lebih banyak menderita rinitis alergi daripada perempuan dengan perbandingan 19 : 9. Namun setelah dilakukan uji statistik berupa uji chi square ternyata tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin terhadap kejadian rinitis alergi pada anak usia 13-14 tahun (P>0,05).
b. Berdasarkan riwayat pernah mengalami asma Tabel 4.5 Distribusi data kejadian rinitis alergi berdasarkan riwayat pernah mengalami asma Asma
Mengalami Rinitis alergi N
%
Ya
7
25
Tidak
21
75
Total
28
100
p Value
0,129
Dari tabel di atas didapatkan anak yang mengalami mengalami rintis alergi dan pernah mengalami asma hanya 7 orang sedangkan sisanya sebanyak 21 orang hanya mengalami rinitis alergi saja. Setelah dilakukan uji statistik chi square, terdapat 25% sel yang memiliki nilai expected count sehingga dilakukan uji alternatifnya yaitu uji fisher dan didapatkan hasil bahwa asma tidak berpengaruh terhadap kejadian rinitis alergi pada anak usia 13-14 tahun (P>0,05).
38
c. Berdasarkan riwayat pernah mengalami eksim Tabel 4.6 Distribusi data kejadian rinitis alergi berdasarkan riwayat pernah mengalami eksim Mengalami Rinitis alergi
Eksim
N
%
Ya
4
14,28
Tidak
24
85,72
Total
28
100
P Value
0,552
Perbandingan antara anak yang mengalami rintis alergi yang juga mengalami eksim dengan anak yang hanya mengalami rinitis alergi saja tanpa disertai dengan eksim adalah 4:24. Hasil uji chi square mununjukkan bahwa eksim tidak berpengaruh terhadap kejadian rinitis alergi pada anak usia 13-14 tahun (P>0,05).
d. Berdasarkan riwayat terpapar asap rokok Tabel 4.7 Distribusi data kejadian rinitis alergi berdasarkan riwayat pernah terpapar asap rokok Terpapar asap rokok
Mengalami Rinitis alergi n
%
Ya
21
75
Tidak
7
25
Total
28
100
P Value
0,518
Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang mengalami rinitis alergi dan juga terpapar asap rokok berjumlah 21 orang sedangkan responden yang mengalami rinitis alergi dan tidak terpapar asap rokok 7 orang. Setelah dilakukan uji statistik chi square diketahui bahwa riwayat terpapar asap rokok tidak berpengaruh terhadap kejadian rinitis alergi pada anak usia 13-14 tahun (P>0,05).
39
e. Berdasarkan riwayat terpapar asap kendaraan bermotor (bus/truk) Tabel 4.8 Distribusi data kejadian rinitis alergi berdasarkan riwayat pernah terpapar asap kendaraan bermotor (bus atau truk) Terpapar asap kendaraan
Mengalami Rinitis alergi n
%
Ya
6
21,43
Tidak
22
78,57
Total
28
100
P Value
0,363
Dari tabel di atas didapatkan anak yang mengalami rinitis alergi dan memiliki riwayat terpapar asap kendaraan bermotor sebanyak 6 orang sedangkan anak yang mengalami rinitis alergi dan tidak terpapar asap kendaraan bermotor berjumlah 22 orang. Setelah dilakukan uji statistik chi square, terdapat 25% sel yang memiliki nilai expected count <5 sehingga dilakukan uji fisher dan didapatkan bahwa riwayat terpapar asap kendaraan bermotor tidak berpengaruh terhadap kejadian rinitis alergi pada anak usia 13-14 tahun (P>0,05).
f. Berdasarkan riwayat terpapar asap dapur Tabel 4.9 Distribusi data kejadian rinitis alergi berdasarkan riwayat pernah terpapar asap dapur Terpapar asap dapur
Mengalami Rinitis alergi n
%
Ya
26
92,86
Tidak
2
7,14
Total
28
100
P Value
0,641
Dari tabel di atas didapatkan anak yang mengalami rintis alergi dan memiliki riwayat terpapar asap dapur 26 orang sedangkan anak yang mengalami rinitis alergi dan tidak memiliki riwayat terpapar asap dapur 2 orang. Setelah dilakukan uji statistik chi square terdapat 50% sel yang memiliki nilai expected count <5 sehingga dilakukan uji fisher. Setelah dilakukan uji fisher didapatkan bahwa riwayat terpapar asap kendaraan bermotor tidak
40
berpengaruh terhadap kejadian rinitis alergi pada anak usia 13-14 tahun (P>0,05).
g. Berdasarkan
riwayat memiliki hewan peliharaan berupa
anjing atau kucing Tabel 4.10 Distribusi data kejadian rinitis alergi berdasarkan riwayat pernah memiliki anjing atau kucing dalam 12 bulan terakhir Mengalami Rinitis alergi
Memiliki hewan perliharaan
N
%
Ya
9
32,14
Tidak
19
67,86
Total
28
100
P Value
0,03
Dari tabel di atas didapatkan anak yang mengalami mengalami rintis alergi dan memiliki kucing selama 12 bulan terakhir 9 orang, sedangkan anak yang mengalami rinitis alergi dan tidak memiliki kucing selama 12 bulan terakhir 19 orang. Setelah dilakukan uji statistik chi square diperoleh bahwa riwayat memiliki kucing selama 12 bulan terakhir berpengaruh terhadap kejadian rinitis alergi pada anak usia 13-14 tahun (P<0,05).
h. Berdasarkan riwayat mengkonsumsi parasetamol dalam 12 bulan terakhir Tabel 4.11 Distribusi data kejadian rinitis alergin berdasarkan riwayat pernah mengkonsumsi parasetamol dalam 12 bulan terakhir Konsumsi parasetamol
Mengalami Rinitis alergi N
%
Ya
13
46,43
Tidak
15
53,57
Total
28
100
P Value
0,78
Dari tabel di atas didapatkan anak yang mengalami mengalami rintis alergi dan memiliki riwayat mengkonsumsi parasetamol ada 13 orang, sedangkan anak yang mengalami rinitis alergi dan tidak pernah mengkonsumsi parasetamol 15 orang. Setelah dilakukan uji statistik chi square bahwa riwayat
41
mengkonsumsi parasetamol tidak berpengaruh terhadap kejadian rinitis alergi pada anak usia 13-14 tahun (P>0,05)
4.2 PEMBAHASAN Prevalensi kejadian rinitis alergi telah diteliti oleh banyak pihak, baik di dunia ataupun di berbagai daerah di Indonesia. Di Dunia pada tahun 2008, State of World Allergy memperkirakan bahwa 400 juta orang menderita rinitis alergi. Sedangkan untuk wilayah asia pasifik World Allergy memperkirakan 10-30% pendudukan menderita rinitis alergi. Baratawijaya dkk melalui studi ISAAC mendapatkan hasil 26,71% anak usia 13-14 tahun di Jakarta menderita rinitis alergi. Penelitian ini mendapatkan hasil bahwa prevalensi kejadian rintis alergi untuk wilayah Ciputat Timur adalah 25,20%, hal ini tidak jauh berbeda hasilnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Baratawijaya untuk wilayah Jakarta. Perbedaan yang tidak cukup jauh ini mungkin disebabkan karena letak geografis antara Jakarta dan Ciputat Timur yang berdekatan dan tidak jauh berbeda. Letak geografis yang tidak jauh berbeda ini menyebabkan kemiripan iklim dan keadaan lingkungan antara Jakarta dan Ciputat Timur. 2,6 Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa
perbandingan antara
derajat penderita rinitis alergi ringan dan sedang-berat adalah 25:3. Namun, Szilasi dkk di Hungaria mengatakan dalam penelitiannya bahwa jumlah penderita rinitis alergi sedang-berat lebih banyak dari pada rinitis alergi ringan. Selain faktor demografi yang berbeda antara Indonesia, khususnya Ciputat Timur dengan negara Eropa yang memiliki 4 musim, karakteristik sampel penelitian juga mempengaruhi hasil.41 Jenis kelamin menjadi salah satu faktor risiko dalam berbagai macam penyakit, salah satunya rinitis alergi. Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa jenis kelamin tidak memiliki hubungan terhadap kejadian rinitis alergi. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Harsono dkk di departemen pediatri alergi dan imunologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada tahun 19972005, penderita rinitis alergi lebih banyak terjadi pada laki-laki. Namun yang memberikan perbedaan yang signifikan hanya pada usia 6-12 tahun.7,42
42
Riwayat memiliki penyakit alergi atau atopi merupakan faktor risiko rinitis alergi. Penelitian ini mendapatkan hasil bahwa baik asma atau eksim tidak memiliki hubungan terhadap kejadian rinitis alergi. Namun penelitian yang dilakukan oleh Penaranda dkk pada tahun 2011 di Kolumbia mengatakan bahwa riwayat mengalami asma dan eksim dalam 12 bulan terakhir memiliki hubungan dengan kejadian rinitis alergi, hal senada juga dikemukakan oleh Nugraha di Semarang. Hal ini mungkin karena perbedaan karakteristik sampel yang diteliti, selain itu teknik pengambilan sampel yang dilakukan oleh peneliti adalah cluster random sampling, dimana teknik sampling ini memiliki kekurangan jika dibandingkan dengan simple random sampling.7,43 Asap rokok merupakan jenis indoor allergen dimana responden yang terpapar asap rokok, khususnya pada mukosa hidung dapat menyebabkan peningkatan respon inflamasi lokal daerah tersebut. Pada penelitian ini didapatkan bahwa paparan rokok yang diperoleh dari orang tua, pengasuh, teman, anggota keluarga lain atau indvidu yang merokok tidak memiliki hubungan terhadap kejadian rinitis alergi. Widodo dalam penelitiannya juga mengatakan bahwa asap rokok tidak memiliki hubungan terhadap kejadian rinitis alergi. Hal ini mungkin disebabkan karena orang tua, pengasuh, anggota keluarga tidak atau jarang merokok di dalam rumah sehingga responden penelitian tidak atau jarang terpapar oleh asap rokok tersebut, karena penelitian ini tidak menganalisis frekuensi terpapar asap rokok terhadap kejadian rinitis alergi.7,25 Asap kendaraan bermotor yang memiliki kandungan sulfur dioksida, nitrogen oksida dan partikel hasil pembakaran pada mesin diesel dapat menyebabkan meningkatnya respon IgE lokal. Penelitian ini mendapatkan hasil bahwa asap rokok tidak memiliki hubungan terhadap peningkatan risiko terhadap rinitis alergi. Hasil yang sama juga didapatkan oleh Widodo dalam penelitiannya yang mengatakan bahwa asap yang berasal dari bus atau truk tidak memiliki hubungan terhadap kejadian rinitis alergi Namun berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Nugraha yang menyebutkan bahwa asap kendaraan bermotor memiliki pengaruh dalam meningkatkan kejadian rinitis alergi. Hasil yang berbeda ini
mungkin disebabkan oleh asap
43
kendaraan yang dihasilkan oleh truk atau bus yang melewati jalan di depan rumah responden tidak sampai masuk kedalam rumah atau responden penelitian tidak terpapar asap kendaraan tersebut dalam waktu yang cukup lama. 7,24,25 Dalam era saat ini, memasak dengan menggunakan kompor gas sudah banyak
dilakukan
oleh
orang-orang.
Widodo
dalam
penelitiannya
mengatakan bahwa paparan gas ini tidak berhubungan terhadap kejadian rinitis alergi. Sama halnya yang didapatkan oleh peneliti, hal ini mungkin disebabkan oleh karena responden tidak mendapatkan paparan asap yang berasal dari gas ini cukup banyak dan dalam waktu yang tidak cukup lama untuk menimbulkan manifestasi rinitis alergi.25 Faktor risiko berupa alergen dari hewan peliharaan baik kucing atau anjing yang banyak dipelihara masyarakat Indonesia dapat menjadi faktor risiko untuk meningkatkan kejadian rinitis alergi. Pada penelitian ini didapatkan bahwa memelihara kucing atau anjing memiliki hubungan terhadap kejadian rintis alergi. Hal serupa dikatakan dalam penelitian Novarro dkk di Meksiko pada tahun 2007 yang mengatakan bahwa kontak terhadap kucing memiliki hubungan terhadap kejadian rinitis alergi.7.21, 25 Dalam sebuah ushul fiqh dikatakan bahwa “Dar ul mafashid muqoddamun ‘ala jalbil mashoolih”. Maksud dari ushul fiqh tersebut adalah mencegah sebuah kerusakan itu lebih baik dan diutamakan daripada mengambil sebuah manfaat atau kemaslahatan. Sejalan dengan maksud ushul fiqh tersebut bagi penderita rinitis alergi sebaiknya tidak memelihara kucing, karena dapat meningkatkan risiko kekambuhan penyakit ini, walaupun memelihara kucing dapat memberi manfaat bagi penderita. Parasetamol merupakan obat penghilang rasa sakit (analgetik) serta obat penurun panas yang dapat digunakan pada semua usia dan dijual bebas di pasaran. Beasley dkk dalam penelitiannya menyebutkan bahwa penggunaan parasetamol merupakan faktor risiko yang penting dalam perkembangan penyakit alergi termasuk rinitis alergi. Namun penelitian ini mendapatkan hasil bahwa penggunaan parasetamol dalam 12 bulan terakhir tidak memiliki hubungan terhadap kejadian rintis alergi. Hal ini mungkin disebabkan
44
frekuensi penggunaan parasetamol yang jarang sehingga belum cukup untuk meningkatkan risiko perkembangan rinitis alergi, karena penelitian ini tidak menganalisis seberapa sering responden menggunakan parasetamol dalam 12 bulan terakhir.30
4.3 KETERBATASAN PENELITIAN Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, yaitu:
Teknik pengambilan sampel yang berupa cluster random sampling yang memiliki tingkat validitas yang kurang jika dibandingkan dengan teknik simple random sampling.
Jenis penelitian cross sectional yang kurang menggambarkan hubungan sebab akibat antara kejadian rinitis alergi dan faktor risikonya.
Waktu yang singkat dalam pengumpulan data, sehingga kurang maksimal.
Mengandalkan kemampuan siswa dalam mengingat riwayat yang pernah dialaminya dalam 12 bulan terakhir, baik berupa keluhan maupun pengisian kuesioner lingkungan dalam menganalisis faktor risiko.
Jumlah sampel yang sedikit dan distribusi yang tidak merata membuat banyak faktor risiko yang tidak bermakna.
45
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 SIMPULAN a. Prevalensi curiga rinitis alergi pada anak usia 13-14 tahun di Ciputat Timur pada tahun 2013 adalah 25,20%. b. Faktor risiko yang memiliki hubungan dengan kejadian rinitis alergi pada usia 13-14 tahun di Ciputat Timur pada tahun 2013 adalah memelihara kucing dalam 12 bulan terakhir (p=0,03). Sedangkan untuk faktor risiko lainnya, yaitu jenis kelamin, riwayat asma, eksim, asap rokok, asap kendaraan bermotor, asap dapur dan riwayat konsumsi parasetamol dalam 12 bulan terakhir tidak memliki hubungan terhadap kejadian rinitis alergi pada anak usia 13-14 tahun di Ciputat Timur pada tahun 2013 (p>0,05). 5.2 SARAN a. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut mengenai prevalensi rinitis alergi dalam jumlah sampel yang lebih besar serta populasi yang berbeda. b. Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk menganlisis masing-masing faktor risiko dengan jumlah sampel yang lebih besar dan populasi yang berbeda. c. Penghindaran terhadap alergen yang berasal dari kucing perlu dilakukan bagi yang menderita rinitis alergi.
45
46
DAFTAR PUSTAKA 1. World Health Organization, GA2LEN, Allergen. ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact to Asthma) 2008 update. Diunduh dari http://www.whiar.org/docs/ARIA_PG_08_View_WM.pdf pada 16 Februari 2013. 2. Abong JM, Kwong SL, Alava HDA, Castor MAR, Leon JCD. Prevalence of Allergic Rhinitis in Filipino Adults Based on National Nutrition and Health Survey 2008. Asia Pac Allergy. 2012 Feb: p129-135. 3. Irawati N, Kasakeyan E, Rusmono N. Rinitis Alergi. Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Ed 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007. Hal 128-134 4. ISAAC Steering Committee. Manual International Study of Asthma and Allegies in Chilhood. ISAAC phase one. 1993: p 3-8. 5. ISAAC Steering Committee. ISAAC Phase Three Data. Diakses dari http://isaac.auckland.ac.nz/phases/phasethree/results/results.php pada 28 Februari 2013. 6. Baratawidjaja KG, Soebaryo RW, Kartasasmita C, Suprihati, Sundaru H, dkk. Allergy and Asthma: The Scenario in Indonesia. Dalam: Shaikh WA (ed). Principles and Practice of Tropical Allergy and Asthma. Mumbai: Vicas Medical Publishers. 2006; 707-736. 7. Nugraha PY. Skripsi: Prevalensi dan Faktor Risiko Rinitis Alergi pada Siswa Sekolah Umur 16-19 Tahun di Kodya Semarang. 2011. Diunduh dari http://eprints.undip.ac.id/37081/1/Prasetya_Yulian.pdf 15 Februari 2013. 8. ISAAC Steering Committee. Phase Three Manual International Study of Asthma and Allergies of Childhood. ISAAC phase three. 2000: p 15-37. 9. Tortora GJ, Derickson BH. The Respiratory System. In: Principle of Anatomy and Physiology.12th ed. USA: Jhon Wiley and Son. 2009. P877884 10. Ciprandi G, Caimmi D, Giudice MMd, Rosa ML, Salpietro C, Marseglia GL. Recent Developments in United Airways Disease. A review. Allergy Asthma Immunol Res. 2012 July; 4(4): p 171-177. 11. Rimmer J, Ruhmor JW. Rhinitis and Asthma: United Airway Disease. MJA Practice Essentials-Allergy. 2006 Nov; 185 (10): p 565-571.
47
12. Baratawidjaja KG, Rengganis, I. Reaksi Hipersensitivitas. Dalam: Imunologi Dasar ed 10. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2012. Hal 369-398. 13. Munasir Z, Suyoko EMD. Reaksi Hipersensitivitas. Dalam: Buku Ajar Alergi dan Imunologi Anak ed 2. Jakarta : Badan Penerbit IDAI. 2010. 14. Virella G. Immune Complex Diseases. In: Medical Immunology 6th ed.. New York: CRC Press. 2007. 15. Burmester GR, Pezzutto A, Aicher A, Wirth J. Pathological Immune Mechanisms and Tolerance: Type of Hypersensitivity Reactions. In: Color Atlas of Immunology. New York: Thieme. 2002. p 66-67 16. Abbas AK, Lichtman AH, Pillai S. Hipersensitivity. In: Cellular and Mollecular Immunology 6th ed. USA: Saunders Elsevier. 2007. p 426 17. Highler PA. Penyakit Hidung. Dalam: BOIES Buku Ajar Penyakit THT. ed 6. Jakarta: EGC. 2012. Hal 210-217. 18. Quillen DM, Feller DB. Diagnosting Rhinitis: Allergic vs non Allergic. Am Fam Physician. 2006 May; 73(9): p 1583-1590. 19. Pawankar R, Mori S, Ozu C, Kimura S. Overview on Pathomechanisms of Allergic Rhinitis. Asia Pac Allergy. 2011 Sept; 1 (3): p 157-167 20. Fauci AS, Braundwald E, Kasper DL, Hauser Sl, Longo DL, Jameson JL, et al. Allergies, Anaphylaxis, and Systemic Mastocytosis: Introduction Allergic Rhinitis. In: Harrison’s Principle of Internal Medicine 18th ed. USA: McGraw-Hill Companies; 2012. 21. Navarro BEDR, Pech JAL, Berber A, Ortega BZ, Castanon LA, Chivardi JMDR, et al. Factors Associated With Allergic Rhinitis in Children From Northern Mexico City. J Investig Allergol Clin Immunol. 2007; 17(2): p 77-84. 22. Piau JP, Massot C, Moreau D, Khaled NA, Bouayad Z, Mohammad Y, et al. Assesing allaergic rhinitis in developing countries. Int J Tuberc Lung Dis. 2009 July; 14(4):506–512. 23. Nency YM. Skripsi: Prevalensi dan Faktor Risiko Rinitis Alergi pada anak Usia 6-7 Tahun di Semarang. Diunduh dari http://eprints.undip.ac.id/12552/1/2005PPDS3640.pdf pada September 2013. 24. ISAAC Steering Commmitte. Environmental Hypothesis ISAAC Phase III. (Diakses pada Juli 2013) tersedia di http://isaac.auckland.ac.nz/phases/phasethree/environmentalquestionnaire/i nstructions13_14.html.
48
25. Widodo P. Tesis: Hubungan antara rinitis alergi dan faktor-faktor risiko yang mempengaruhi pada siswa SLTP kota Semarang usia 13-14 tahun dengan mempergunakan kuesioner International Study of Asthma and Allergy in Childhood (ISAAC). 2004. Di unduh dari http://eprint.undip.ac.id pada Agustus 2013. 26. Wang DY. Risk Factor of Allergic Rhinits, Genetic or Environmental. Therapeutics and Clinical Risk Management. 2005; 1(2) p 115– 123. 27. Li F, Zhou Y, Li S, Jiang F, Jin X, Yan C, et al. Prevalence and risk factors of childhood allergic diseases in eight metropolitan cities in China: A multicenter study. BMC Public Health. 2011; 11 p 437-446 28. Annurd E, Shiwaku K, Nogi A, Kitajima K, Enkhmaa B, Shimono K, et al. The New BMI Criteria for Asian by the Regional Office for Western Pacific Region of WHO are Suitable for Screening of Overweight to Prevent Metabolic Syndrome in Elder Japanese Workers. J Occup Health. 2003 Aug; 45. P 335-343. 29. Magnuson JO, Kull I, Mai XM, Wickman M, Bergstorm A. Pediatric: Early Childhood Overweight and Asthma and Allergic Sensitization at 8 Years of age. Pediatrics. 2012; 129:70. 30. Beasley RW, Clayton TO, Crane J, Lai CKW, Monterfort SR, Mutius EV, et al. Acetaminophen Use and Risk of Asthma, Rhinoconjunctivitis, and Eczema in Adolescents. International Study of Asthma and Allergies in Childhood Phase Three. Am J Respir Crit Care Med. 2011 Aug; 183.p 171–178. 31. Szczeklik A, Nizankowska E, Sanak M, Swierczynska M. U.S. National Library of Medicine; Aspirin-induced rhinitis and asthma. 2001. Curr Opin Allergy Clin Immunol; 2001 Feb. Diakses dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11964666 pada September 2013. 32. Becker JM, Jyonouchi H, Windle ML, Georgitis JW, Pallares D, Jyonouchi H. Pediatric Allergic Rhinitis. Updated 2013 Apr 15; diakses pada Agustus 2013. Tersedia dari http://emedicine.medscape.com/article/889259-overview. 33. Onerci TM. Nose. In: Diagnosis in Otorhinolaryngology an Illustrated Guide. London : Springer. 2009. p 34. Munawaroh S, Munasir Z, Bramantyo B, Pudjiadi A. Insiden dan Karakteristik Otitis Media Efusi pada Rinitis Alergi Anak. Sari Pediatri. 2008 Okt; 10(3) hal 212-218. 35. Phathammavong O, Ali M, Phengsavanh, Xaysomphou D, Odajima H, Nishima S, et al. Prevalence and Potential Risk Factors of Rhinitis and
49
Atopic Eczema among Schoolchildren in Vientiane Capital, Lao PDR: ISAAC questionnaire. BioScience Trends. 2008; 2(5) p 193-199. 36. ISAAC Steering Committee. The ISAAC Toolbox. Diakses dari http://isaac.auckland.ac.nz/story/background/toolbox.php#eqQT pada 4 juni 2013. 37. Mustafa , Yunus F, Wiyono WH. Prevalensi Asma pada Kelompok Siswa 13-14 Tahun Menggunakan Kuesioner ISAAC dan Uji Provokasi Bronkus di Jakarta Pusat,. J Respir Indo. 2012 Jan; 32 (1) hal 8-16. 38. Demoly P, Jankowski R, Chassany O, Bessah Y, Allaert FA. Validation of
a Self-questionnaire for Assessing the Control of Allergic Rhinitis. Diakses dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21518040 pada September 2013. 39. Dorland, Newman WA. Dorland's Illustrated Medical Dictionary 31st ed.
Philadeplhia: Saunder Elsevier. 2007 40. Dahlan, MS. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika. 2004. Hal 29-140. 41. Szilasi M, Galffy G, Fonay K, Mark Z, Ronai Z, Szalai Z, et al. A Survey of the Burden of Allergic Rhinitis in Hungary from a Specialist’s Perspective. Multidisciplinary Respiratory Medicine. 2012; 7(1). P 49-54. 42. Harsono G, Munasir Z, Siregar SP, Suyoko DH, Kumiati M, Evalina R, dkk. Faktor yang Diduga Menjadi Risiko pada Anak dengan Rinitis Alergi di RSU dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Jurnal Kedokteran Brawijaya. 2007 Des; 23(3). Hal 116-120. 43. Penranda A, Aristizabal G, Garcia E, Vasquez, Martinez CER, Satizabal. Allergic Rhinitis and Associated Factors in Schoolchildren from Bogotá, Colombia. Rhinology. 2012 Des; 50. p122-128.
50
LAMPIRAN 1 HASIL UJI STATISTIK STATISTIK DESKRIPTIF (UNIVARIAT) JenisKelamin Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Laki-laki
59
53.2
53.2
53.2
Perempuan
52
46.8
46.8
100.0
111
100.0
100.0
Total
Mengalami Rinitis Alergi Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak Sedang RA
83
74.8
74.8
74.8
Sedang RA
28
25.2
25.2
100.0
111
100.0
100.0
Total
51
(Lanjutan)
DerajatRA Cumulative Frequency Valid
Total
Valid Percent
Percent
Tidak sedang mengalami RA
38
34.2
58.5
58.5
Ringan
24
21.6
36.9
95.4
3
2.7
4.6
100.0
Total
65
58.6
100.0
System
46
41.4
111
100.0
Sedang-berat
Missing
Percent
52
(Lanjutan)
RiwayatAsma Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak Pernah Asma
94
84.7
84.7
84.7
Pernah Asma
17
15.3
15.3
100.0
111
100.0
100.0
Total
RiwayatEksim Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak Pernah Eksim
91
82.0
82.0
82.0
Pernah Eksim
20
18.0
18.0
100.0
111
100.0
100.0
Total
53
(Lanjutan) PajananRokok Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak terpapar
23
20.7
20.7
20.7
Terpapar
88
79.3
79.3
100.0
111
100.0
100.0
Total
PajananAsapKendaraan Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak Terpapar
94
84.7
84.7
84.7
Terpapar
17
15.3
15.3
100.0
111
100.0
100.0
Total
54
(Lanjutan)
PajananAsapDapur Cumulative Frequency Valid
Bahan Bakar lain
Percent
Valid Percent
Percent
6
5.4
5.4
5.4
Bahan bakar gas
105
94.6
94.6
100.0
Total
111
100.0
100.0
MemilikiHewanPeliharaan Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak memiliki Anjing/Kucing
90
81.1
81.1
81.1
memiliki Anjing/Kucing
21
18.9
18.9
100.0
111
100.0
100.0
Total
55
(Lanjutan) KonsumsiParasetamol Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak Pernah
57
51.4
51.4
51.4
Ya
54
48.6
48.6
100.0
111
100.0
100.0
Total
56
(Lanjutan) ANALISIS BIVARIAT (CHI SQUARE DAN FISHER) JenisKelamin * Mengalami Rinitis Alergi Crosstabulation Mengalami Rinitis Alergi Tidak Sedang RA JenisKelamin
Laki-laki
Count Expected Count
Perempuan
Count Expected Count
Total
Count Expected Count
Sedang RA
Total
40
19
59
44.1
14.9
59.0
43
9
52
38.9
13.1
52.0
83
28
111
83.0
28.0
111.0
Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value
df
sided)
Exact Sig. (2- Exact Sig. (1sided)
Pearson Chi-Square
3.251a
1
.071
Continuity Correctionb
2.510
1
.113
Likelihood Ratio
3.318
1
.069
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Casesb
.083 3.222
1
.073
111
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.12. b. Computed only for a 2x2 table
sided)
.056
57
(Lanjutan) RiwayatAsma * Mengalami Rinitis Alergi Crosstabulation Mengalami Rinitis Alergi Tidak Sedang RA RiwayatAsma
Tidak Pernah Asma Pernah Asma
Count Expected Count Count Expected Count
Total
Count Expected Count
Sedang RA
Total
73
21
94
70.3
23.7
94.0
10
7
17
12.7
4.3
17.0
83
28
111
83.0
28.0
111.0
Chi-Square Tests
Value
df
Asymp. Sig. (2-
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
Pearson Chi-Square
2.708a
1
.100
Continuity Correctionb
1.801
1
.180
Likelihood Ratio
2.488
1
.115
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Casesb
.129 2.684
1
.101
111
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.29. b. Computed only for a 2x2 table
.093
58
(Lanjutan) RiwayatEksim * Mengalami Rinitis Alergi Crosstabulation Mengalami Rinitis Alergi Tidak Sedang RA RiwayatEksim Tidak Pernah Eksim
Count Expected Count
Pernah Eksim
Count Expected Count
Total
Count Expected Count
Sedang RA
Total
67
24
91
68.0
23.0
91.0
16
4
20
15.0
5.0
20.0
83
28
111
83.0
28.0
111.0
Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value
df
sided)
Exact Sig. (1Exact Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square
.353a
1
.552
Continuity Correctionb
.096
1
.757
Likelihood Ratio
.368
1
.544
Fisher's Exact Test
.777
Linear-by-Linear Association
.350
N of Valid Casesb
111
1
.554
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.05. b. Computed only for a 2x2 table
sided)
.390
59
(Lanjutan) PajananRokok * Mengalami Rinitis Alergi Crosstabulation Mengalami Rinitis Alergi Tidak Sedang RA PajananRokok
Tidak terpapar
Count
7
23
17.2
5.8
23.0
67
21
88
65.8
22.2
88.0
83
28
111
83.0
28.0
111.0
Asymp. Sig. (2-
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
Count Expected Count
Total
Total
16
Expected Count Terpapar
Sedang RA
Count Expected Count
Chi-Square Tests
Value
df
Pearson Chi-Square
.417a
1
.518
Continuity Correctionb
.142
1
.707
Likelihood Ratio
.405
1
.525
Fisher's Exact Test
.591
Linear-by-Linear Association
.414
N of Valid Casesb
111
1
.520
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.80. b. Computed only for a 2x2 table
.345
60
(Lanjutan) PajananAsapKendaraan * Mengalami Rinitis Alergi Crosstabulation Mengalami Rinitis Alergi Tidak Sedang RA PajananAsapKendaraan Tidak Terpapar
Count Expected Count
Terpapar
Count Expected Count
Total
Count Expected Count
Sedang RA
Total
72
22
94
70.3
23.7
94.0
11
6
17
12.7
4.3
17.0
83
28
111
83.0
28.0
111.0
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correctionb Likelihood Ratio
df
Asymp. Sig. (2-
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
1.079a
1
.299
.541
1
.462
1.017
1
.313
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Casesb
.363 1.069
1
.301
111
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.29. b. Computed only for a 2x2 table
.226
61
(Lanjutan) PajananAsapDapur * Mengalami Rinitis Alergi Crosstabulation Mengalami Rinitis Alergi Tidak Sedang RA PajananAsapDapur
Bahan Bakar lain
Count
Bahan bakar gas
Total
4
2
6
Expected Count
4.5
1.5
6.0
Count
79
26
105
78.5
26.5
105.0
83
28
111
83.0
28.0
111.0
Expected Count Total
Sedang RA
Count Expected Count
Chi-Square Tests Asymp. Sig. (2Value
df
sided)
Exact Sig. (2- Exact Sig. (1sided)
Pearson Chi-Square
.221a
1
.638
Continuity Correctionb
.000
1
1.000
Likelihood Ratio
.209
1
.648
Fisher's Exact Test
.641
Linear-by-Linear Association
.219
N of Valid Casesb
111
1
.640
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.51. b. Computed only for a 2x2 table
sided)
.474
62
(Lanjutan) MemilikiHewanPeliharaan * Mengalami Rinitis Alergi Crosstabulation Mengalami Rinitis Alergi Tidak Sedang RA MemilikiHewanPelihar Tidak memiliki aan
Anjing/Kucing memiliki
Count Expected Count Count
Anjing/Kucing Total
Expected Count Count Expected Count
Sedang RA
Total
71
19
90
67.3
22.7
90.0
12
9
21
15.7
5.3
21.0
83
28
111
83.0
28.0
111.0
Chi-Square Tests
Value
df
Asymp. Sig. (2-
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
Pearson Chi-Square
4.269a
1
.039
Continuity Correctionb
3.194
1
.074
Likelihood Ratio
3.926
1
.048
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Casesb
.052 4.230
1
.040
111
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.30. b. Computed only for a 2x2 table
.041
63
(Lanjutan) KonsumsiParasetamol * Mengalami Rinitis Alergi Crosstabulation Mengalami Rinitis Alergi Tidak Sedang RA KonsumsiParasetamol
Tidak Pernah Count Expected Count Ya
Total
15
57
42.6
14.4
57.0
41
13
54
40.4
13.6
54.0
83
28
111
83.0
28.0
111.0
Count Expected Count
Total
42
Count Expected Count
Sedang RA
Chi-Square Tests
Value
df
Asymp. Sig. (2-
Exact Sig. (2-
Exact Sig.
sided)
sided)
(1-sided)
Pearson Chi-Square
.074a
1
.786
Continuity Correctionb
.003
1
.958
Likelihood Ratio
.074
1
.786
Fisher's Exact Test
.830
Linear-by-Linear Association
.073
N of Valid Casesb
111
1
.787
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.62. b. Computed only for a 2x2 table
.479
64
LAMPIRAN 2 LEMBAR INFORMED CONSENT PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN RINITIS ALERGI PADA USIA 13-14 TAHUN DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DAERAH CIPUTAT TIMUR DENGAN MENGGUNAKAN KUESIONER INTERNATIONAL STUDY OF ASTHMA AND ALLERGY IN CHILDHOOD (ISAAC) TAHUN 2013 Assalamu’alaikum wr.wb Siswa-siswi yang terhormat Saya Yahya Kholid, mahasiswa Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sedang melakukan penelitian yang berjudul ”Prevalensi dan faktor risiko kejadian rinitis alergi pada usia 13-14 tahun di Sekolah Menengah Pertama daerah Ciputat Timur dengan menggunakan kuesioner International Study of Asthma and Allergy in Childhood (ISAAC) tahun 2013”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar prevalensi rinitis alergi di wilayah Ciputat Timur pada anak usia 13-14 tahun pada tahun 2013 serta faktor risiko yang mempengaruhinya. Sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh pihak universitas, maka kami meminta anda untuk mengisui seluruh pertanyaan yang ada dalam kuesioner. Namun jika ada beberapa pertanyaan dalam kuesioner ini yang anda rasa belum jelas, maka anda berhak untuk menanyakan kepada peneliti. Anda juga memiliki kesempatan menolak ikut serta dalam pengisisan kuesioner ini. Oleh karena pentingnya penelitian ini, maka peneliti memohon anda dapat menjalani penelitian ini dengan jujur dan sebaik-baiknya. Seilahkan menandatangani lembar persetujuan ini sebagai bukti kesedian anda menjadi responden atau peserta penelitian saya. Atas partisipasinya, peneliti ucapkan terimakasih Wassalamu’alaikum wr.wb Peneliti
Yahya Kholid Cp: 085669935831
Peserta Penelitian
No.Hp
65 Lampiran 3 Kuesioner ISAAC Bahasa Indonesia
PENELITIAN PENYAKIT ALERGI PADA ANAK SEKOLAH DI INDONESIA LEMBAR PERTANYAAN KELOMPOK USIA 13-14 TAHUN Petunjuk pengisian : Beri tanda centang (√) pada kotak jawaban yang benar! Bila salah silang jawaban yang salah (X) tersebut, lalu isi pilihan jawaban kamu pada kotak yang benar dengan tanda (√) Tanda (√) hanya boleh diisi dalam 1 kotak saja, kecuali ada petunjuk lain. Contoh 13
Umur (misalnya 13 tahun) Jawaban tidak
tahun
Ya
Jawaban ya
Tidak
√
Ya
√
Tidak Salah jawab
Ya
√
Tidak
Kode Serial Nama Sekolah Tanggal Wawancara
Kode Sekolah Kelas
Tgl Nama Umur Tanggal Lahir Jenis Kelamin No Telp/Hp
√
Bulan
Tahun
Tahun Tgl L
Bulan
Tahun P
66
Beri tanda √ pada kotak yang kamu anggap benar 1 Pernahkah kamu mengalami mengi atau napas berbunyi "Ngik"? Ya Tidak Bila menjawab "TIDAK" Langsung ke nomor 6 Pernahkah kamu mengalami mengi atau napas berbunyi "Ngik" dalam 12 tahun 2 terakhir? Ya Tidak Bila menjawab "TIDAK" langsung ke nomor 6 Dalam waktu 12 bulan terakhir berapa kalikah kamu mendapat serangan mengi 3 tersebut? Tidak Pernah 1 sampai 3 kali 4 sampai 12 kali lebih dari 12 kali Dalam waktu 12 bulan terakhir berapa kalikah rata-rata tidur malam kamu 4 terganggu karena mengi? Tidak Pernah Kurang dari 1 malam/minggu 1 atau lebih dalam 1 minggu Dalam 12 bulan terakhir, apakah mengi kamu pernah demikian berat sehingga hanya 5 dapat mengucapkan sepatah dua patah kata saja dalam satu helaan napas? Ya Tidak 6 Apakah kamu pernah menderita asma? Ya Tidak Dalam 12 bulan terakhir, pernahkah kamu menderita mengi setelah berolahraga 7 atau kegiatan berat lainnya? Ya Tidak Dalam 12 bulan terakhir, pernahkah kamu menderita batuk kering pada malam hari 8 yang "Bukan" karena flu atau penyakit infeksi saluran napas? Ya Tidak
67 Pertanyaan Berikut adalah Mengenai Masalah Jika Kamu "TIDAK" sedang Mengalami Flu Pernahkah kamu berbangkis-bangkis (Bersin-bersin) atau ingusan atau hidung 1 mampet meskipun tidak sedang flu? Ya Tidak Bila menjawab "TIDAK" Langsung ke nomor 6 Pernahkah kamu berbangkis-bangkis (Bersin-bersin) atau ingusan atau hidung 2 mampet meskipun tidak sedang flu dalam 12 bulan terakhir? Ya Tidak Bila menjawab "TIDAK" langsung ke nomor 6 Dalam waktu 12 bulan terakhir apakah gejala hidung tadi disertai dengan mata 3 berair dan gatal? Ya Tidak Dalam waktu 12 bulan terakhir, pada bulan apakah gejala hidung kamu timbul? 4 (Jawaban boleh lebih dari 1) Januari Februari Maret April
Mei Juni Juli Agustus
September Oktober November Desember
Dalam 12 Bulan terakhir berapa besar pengaruh gejala hidung kamu terhadap 5 kegiatan kamu sehari-hari? Tidak Berpengaruh Sedikit Sedang Besar Pengaruhnya Apakah kamu pernah menderita bersin/hidung tersumbat/hidung berair pada 6 musim tertentu tetapi bukan flu? Ya Tidak
68 Pernahkah kamu menderita kemerahan yang gatal di kulit, hilang timbul dalam 1 jangka waktu 6 bulan? Ya Tidak Bila Menjawab "Tidak" langsung ke nomor 6
2
3
4
5
6
Pernahkah kamu menderita kemerahan yang gatal di kulit,hilang timbul dalam jangka waktu 6 bulan,dalam 12 bulan terakhir? Ya Tidak Apakah kulit kemerahan dan gatal tersebut timbul pada salah satu atau beberapa tempat tersebut ini: Lipatan siku, lipatan lutut, pergelangan kaki bagian dalam, bokong bagian bawah, sekitar leher, telinga atau mata Ya Tidak Apakah kemerahan dan gatal pada kulit tersebut pernah sembuh/hilang seluruhnya dalam 12 bulan terakhir? Ya Tidak Dalam 12 bulan terakhir berapa kalikah rata-rata kamu tidak dapat tidur malam karena gangguan gatal tersebut? Ya Tidak Pernahkah kamu menderita eksim? Ya Tidak
69 Berilah tanda centang (√) dan Jawablah pertanyaan berikut
Berapakah berat tubuh kamu ? Kg Berapakah tinggi kamu ? cm Bahan bakar apa yang dipakai untuk memasak di rumah ? Listrik Elpiji (Gas) Kayu bakar / batu bara Minyak tanah Lain-lain? (Jelaskan/Tuliskan) Dalam 12 bulan terakhir ini berapa sering kamu minum obat demam atau panas 4 (misalnya Panadol, Parasetamol, Bodrex,Paramex dsb) Tidak pernah Setahun sekali Sebulan sekali Berapa seringkah truk/bus melintas di depan rumah kamu pada hari kerja ? 5 Tidak pernah Jarang Sering pada jam tertentu Hampir sepanjang hari Pernahkah kamu memelihara kucing di dalam rumah selama 12 bulan terakhir ini? 6 Ya Tidak Pernahkah kamu memelihara anjing di dalam rumah selama 12 bulan terakhir ini? 7 Ya Tidak Apakah ibu atau pengasuh (wanita) kamu merokok ? 8 Ya Tidak Apakah ayah atau pengasuh (pria) kamu merokok ? 9 Ya Tidak Apakah kamu merokok? 10 Ya Tidak Berapakah orang yang merokok di rumah kamu ? 11 Orang 12 Apakah teman-teman anda merokok? Ya Tidak Terima kasih atas bantuan kamu mengisi pertanyaan-pertanyaan ini 1 2 3
70 1
LAMPIRAN 4
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama
: Yahya Kholid
Tempat Tanggal Lahir
: Lampung, 25 April 1991
Alamat
: Desa Negararatu, Kecamatan Sungkai Utara, Kabupaten Lampung Utara
Email
:
[email protected]
No. Telpon
: 085669935831
Riwayat Pendidikan
:
(1997-2003)
Madrasah Ibtidaiyah Negeri Padangratu Sungkai Utara
(2003-2006)
Madrasah Tsanawiyah Negeri Padangratu Sungkai Utara
(2006-2010)
Pondok Pesantren Walisongo Lampung Utara
(2010-sekarang)
Program Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakarta