596 / ILMU HUKUM
LAPORAN HIBAH PENELITIAN DOSEN MUDA
ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERDA KAB BADUNG NO. 1 TAHUN 2008 MENGENAI PENANGGULANGAN HIV / DAN AIDS
TIM PENELITI : 1. Ni Made Ari Yuliatini Griadhi, SH., MH. (NIDN. 0019077901) 2. Nyoman Mas Aryani, SH., SE., MH. (NIDN. 0029087904)
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA TAHUN 2015
i
HALAMAN PENGESAHAN HIBAH PENELITIAN DOSEN MUDA 1. Judul Penelitian
: ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERDA KAB. BADUNG NO. 1 TAHUN 2008 MENGENAI PENANGGULANGAN HIV / DAN AIDS
2. Bidang Ilmu 3. Ketua Peneliti a. Nama lengkap b. NIP/NIDN c. Pangkat/Gol d. Jabatan Fungsional e. Pengalaman penelitian f. Program Studi/Jurusan g. Fakultas h. Alamat Rumah/HP i. E-mail
: : : : : : : : : : :
Ilmu Hukum
4. Pembimbing a. Nama Lengkap b. NIP/NIDN c. Pangkat/Gol d. Jabatan Fungsional e. Pengalaman Penelitian f. Program Studi/Jurusan g. Fakultas
: : : : : : : :
5. Lokasi Penelitian 6. Biaya Penelitian
: : Rp. 9.000.000,- (sembilan juta rupiah)
Ni Made Ari Yuliartini Griadhi, SH., MH 0019077901 Penata Muda Tingkat 1 / III c Asisten Ahli (terlampir dalam CV) Ilmu Hukum / Hukum Tata Negara Hukum Jl. Antasura Gg. Cemara No. 1/081999759797
[email protected]
Dr. I Gede Marhaendra Wija Atmaja, SH., M.Hum 195811151986021001/0015115808 Pembina Tk. I / IVb (terlampir) Ilmu Hukum / Hukum Tata Negara Hukum
Denpasar, 13 Oktober 2015 Mengetahui, Ketua Bagian Hukum Tata Negara
Ketua Peneliti,
(Dr. I Gede Yusa, SH.,MH) NIP. 196107201986091001
(Ni Made Ari Yuliartini G., SH., MH) NIP. 19790719 200112 2 002
Mengetahui Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana
(Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana, SH., MH) NIP. 19530401 198003 1 004
ii
RINGKASAN
Penelitian ini di dalamnya membahas tentang analisis yuridis terhadap Perda Kabupaten Badung No. 1 Tahun 2008 mengenai penanggulangan HIV/dan AIDS, dengan rumusan masalah penelitian sebagai berikut : 1. Apakah Peraturan Daerah Kabupaten Badung No.1 Tahun 2008 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS sudah memenuhi kriteria dari PerMenKes No.1 Tahun 2013 tentang Penanggulangan AIDS? 2. Hal Urgensi apa sajakah yang dimuat (grand design) dalam Peraturan Daerah Kabupaten Badung terkait Penanggulangan HIV dan AIDS untuk memenuhi kualifikasi sebagai Peraturan Perundang-undangan yang baik untuk menanggulagi HIV dan AIDS di Kabupaten Badung? Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum yaitu merupakan penelitian hukum normatif yang mengkaji sumber hukum primer yaitu PERMENKES No.21 Tahun 2013 serta PERDA No.1 Tahun 2008, serta menganalisis sumber hukum sekunder berupa tulisan serta literatur yang terkait dengan permasalahan diatas dan menggunakan sumber hukum tersier untuk melengkapi analisis permasalahan, dan akhirnya menarik suatu kesimpulan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah yang Pertama bahwa PERDA Kabupaten Badung No. 1 Tahun 2008 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS belum memenuhi Kriteria dari PERMENKES No. 21 Tahun 2013 tentang Penanggulangan AIDS, masih banyaknya kelemahan dari PERDA ini akan menyebabkan tidak efektifhya upaya pencegahan penyebaran HIV dan AIDS ini. Kedua bahwa hal urgensi yang dimuat dalam PERDA Kabupaten Badung terkait dengan Penanggulangan HIV dan AIDS haruslah segera mungkin untuk mensinkronisasikan serta memuat aturan-aturan yang terdapat di dalam PERMENKES No.21 Tahun 2013.
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ..................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................
ii
RINGKASAN ................................................................................................
iii
DAFTAR ISI ..................................................................................................
iv
BAB I
PENDAHULUAN ..........................................................................
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................
3
BAB III METODE PENELITIAN ...............................................................
10
BAB IV BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN ........................................
13
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................
23
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
24
LAMPIRAN-LAMPIRAN
iv
BAB I PENDAHULUAN
Wujud keseriusan dari Pemerintah pusat terhadap urgensi penanggulangan AIDS dengan diterbitkannya PERMENKES No. 21 Tahun 2013 serta dibentuknya Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) yang bertujuan untuk : a. Melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan AIDS berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan/atau strategi global pencegahan dan penanggulangan AIDS yang dicanangkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa; b. Meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap bahaya AIDS dan meningkatkan penceggahan dan/atau penanggulangan AIDS secara lintas sektor, menyeluruh, terpadu dan terkoordinasi. Kasus kumulatif HIV/AIDS di Kab Badung dilaporkan 744 terdiri atas 380 HIV dan 384 AIDS dengan 70 kematian. Sedangkan di Kota Denpasar tercatat 1.284. Angka-angka ini hanya sebagian dari kasus yang ada di masyarakat karena tidak ada cara yang konkret untuk mendeteksi kasus HIV/AIDS di masyarakat. Epidemi HIV/AIDS erat kaitannya dengan fenomena gunung es. Kasus yang terdeteksi hanyalah bagian kecil (digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut) dari kasus yang ada di masyarakat (digambarkan sebagai bongkahan es di bawah permukaan air laut). Kondisi riil pertama, di masyarakat Kab Badung dan Kota Denpasar ada penduduk yang sudah mengidap HIV/AIDS tapi tidak terdeteksi. Mereka ini bisa laki-laki atau perempuan. Laki-laki akan menjadi mata rantai penyebaran HIV secara horizontal antar penduduk, terutama melalui hubungan seksual tanpa kondom di dalam dan di luar nikah. Yang perempuan akan menularkan HIV kepada bayi yang dikandungnya secara vertikal.1 Kabupaten penanggulangan
Badung HIV/AIDS
sendiri yaitu
telah Perda
memiliki No.
1
Perda
Tahun
2008
mengenai tentang
Penanggulangan HIV dan AIDS. Apabila dicermati secara substantif Perda 1
http://regional.kompasiana.com/-infeksi-hiv-baru-mimpi-penanggulangan-hivaids-di-bali.
1
tersebut, upaya penanggulangan yang diupayakan sangat minim dan kesannya tidak bersungguh-sungguh dalam upaya penanggulangan HIV dan AIDS, padahal seperti yang kita ketahui, bahwa kasus penyebaran penyakit ini sangat berbahaya terutama Kabupaten Badung yang sangat riskan terkontaminir dengan kasus ini. Atas dasar tersebutlah kami ingin melakukan penelitian terkait dengan Perda tersebut dalam konteks analisis yuridisnya. Berdasarkan pemaparan tersebut di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Apakah Peraturan Daerah Kabupaten Badung No. 1 Tahun 2008 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS sudah memenuhi kriteria dari PerMenKes No 21 Tahun 2013 tentang Penanggulangan AIDS? 2. Hal urgensi apa sajakah yang dimuat dalam Peraturan Daerah Kabupaten Badung terkait Penanggulangan HIV dan AIDS untuk memenuhi kualifikasi sebagai peraturan Perundang-Undangan yang baik untuk menanggulangi HIV dan AIDS di Kabupaten Badung?
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Konsep Peraturan Perundang-undangan Yang Baik Dalam ilmu perundang-undangan, dikenal tiga dasar agar hukum mempunyai kekuatan berlaku secara baik yaitu mempunyai dasar yuridis, sosiologis dan filosofis. Ketiga dasar tersebut sangat penting untuk mengukuhkan kaidah yang tercantum dalam peraturan perundangan menjadi sah secara hukum (legal validity) dan berlaku efektif karena dapat diterima masyarakat secara wajar dan berlaku untuk jangka waktu yang panjang. 2 Menurut Manan, dasar yuridis dimaksud sangat penting dalam pembuatan peraturan perundang-undangan karena akan menunjukkan;3 Pertama, keharusan adanya kewenangan dari pembuat peraturan perundang-undangan. Setiap peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh badan atau pejabat yang berwenang. Kalau tidak, peraturan perundangundangan itu batal demi hukum (van rechtswegenietig). Dianggap tidak pernah ada dan segala akibatnya batal secara hukum. Misalnya, Peraturan Daerah dibuat oleh DPRD dan Kepala Daerah. Setiap Peraturan Daerah yang tidak merupakan produk bersama DPRD dan Kepala Daerah adalah batal demi hukum. Kedua, keharusan adanya kesesuaian bentuk atau jenis peraturan perundang-undangan dengan materi yang diatur, terutama kalau diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan tingkat lebih tinggi atau sederajat. Ketidaksesuaian bentuk ini dapat menjadi alasan untuk membatalkan peraturan perundang-undangan tersebut. Misalnya, kalau UUD 1945 atau Undang-Undang terdahulu menyatakan bahwa sesuatu diatur dengan UndangUndang, maka hanya dengan bentuk Undang-Undang hal itu diatur. Kalau hal tersebut diatur dengan bentuk lain misalnya dengan Peraturan Daerah, maka Peraturan Daerah tersebut dapat dibatalkan (vernietigbaar). Hal mana sejalan 2
Hans Kelsen, General Theory of Law and State, Russell and Ruseell, New York. 1973, p. 29. Manan, Bagir, Dasar-Dasar Perundang-undangan Indonesia, Penerbit IND-HILL.CO, Jakarta, 1992, hlm. 14-15. 3
3
dengan pendapat W. Zevenbergen bahwa setiap kaidah hukum harus memenuhi syarat-syarat pembentukannya (op de vereischte wijze is not stand gekomen). Ketiga, keharusan mengikuti tata cara tertentu. Apabila tata cara tersebut tidak diikuti, peraturan perundang-undangan mungkin batal demi hukum atau tidak/belum mempunyai kekuatan hukum mengikat. Peraturan daerah dibuat oleh DPRD dengan persetujuan Kepala Daerah. Kalau ada Peraturan Daerah tanpa (mencantumkan) persetujuan Kepala Daerah, maka batal demi hukum. Kalau Peraturan Daerah disyaratkan untuk dimuat dalam lembaran daerah sebagai syarat mempunyai kekuatan mengikat, maka Peraturan Daerah tersebut hanya mempunyai kekuatan mengikat kalau telah dimuat dalam Lembaran Daerah. Keempat, keharusan tidak bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi tingkatannya. Suatu Undang-Undang tidak boleh mengandung kaidah yang bertentangan dengan UUD. Begitu pula seterusnya sampai pada peraturan perundang-undangan yang tingkat lebih bawah.4 Dasar berlaku secara sosiologis artinya mencerminkan kenyataan hidup dalam masyarakat. Dalam suatu masyarakat industri, hukumnya harus sesuai dengan kenyataan-kenyataan yang ada dalam masyarakat industri tersebut. Kenyataan itu dapat berupa kebutuhan atau tuntutan atau masalahmasalah yang dihadapi seperti masalah perburuhan, hubungan majikan dan buruh, dan sebagainya. Dasar sosiologis ini diharapkan peraturan perundangundangan yang dibuat akan diterima secara wajar bahkan spontan. Dengan itu suatu peraturan perundang-undangan mempunyai daya berlaku efektif dan tidak banyak memerlukan pengerahan institusional untuk melaksanakannya. Kenyataan yang hidup dalam masyarakat termasuk pula kecenderungan dan harapan-harapan masyarakat. Tanpa kedua faktor tersebut, peraturan perundang-undangan hanya sekedar merekam keadaan seketika (sekedar moment opname). Keadaan seperti ini akan menyebabkan kelumpuhan peranan hukum. Hukum akan tertinggal dan dinamika masyarakat. Bahkan 4
Hans Kelsen, Op Cit., hlm. 39
4
peraturan perundang-undangan akan menjadi konservatif karena seolah-olah mengukuhkan kenyataan yang ada. Hal ini bertentangan dengan sisi lain dari peraturan perundang-undangan yang diharapkan mengarahkan perkembangan masyarakat. Bagaimanakah berlakunya peraturan perundang-undangan dengan dasar filosofis? Setiap masyarakat selalu mempunyai “rechtsidee” yaitu apa yang mereka harapkan dari hukum, misalnya untuk menjamin keadilan, ketertiban, kesejahteraan, dan sebagainya. Rechtsidee atau cita hukum tersebut tumbuh dari sistem nilai mereka mengenai baik dan buruk, pandangan mereka mengenai hubungan individual dan kemasyarakatan, tentang kebendaan, tentang kedudukan wanita, tentang dunia gaib dan lain sebagainya. Semuanya itu bersifat filosofis, artinya menyangkut pandangan mengenai inti atau hakekat sesuai. Hukum diharapkan mencerminkan sistem nilai tersebut baik sebagai sarana yang melindungi nilai-nilai maupun sebagai sarana mewujudkannya dalam tingkah laku masyarakat. Nilai-nilai ini ada yang dibiarkan dalam masyarakat sehingga setiap pembentukan hukum atau peraturan perundang-undangan harus dapat menangkapnya setiap kali akan membentuk hukum atau peraturan perundang-undangan. Tetapi ada kalanya sistem nilai tersebut telah terangkum secara sistimatik dalam suatu rangkuman baik berupa teoni-teori filsafat maupun dalam doktrin-doktrin filsafat resmi seperti Pancasila. Dengan demikian, setiap pembentukan hukum atau peraturan perundang-undangan sudah semestinya memperhatikan sungguhsungguh “rechtsidee” yang terkandung dalam Pancasila. Selain ketiga dasar tersebut, terkadang juga suatu peraturan perundangundangan yang telah memenuhi ketiga dasar tersebut masih mengandung masalah, yaitu perumusan yang tidak jelas dan menimbulkan makna yang ambiguitas atau rumusannya dimaknakan dengan beragam penafsiran, inkonsistensi penggunaan istilah, sistimatika yang tidak baik, bahasa yang berbelit-belit sehingga sulit dipahami, dan sebagainnya. Persoalan ini bekaitan dengan teknik perancangan suatu peraturan perundang-undangan. Hal itu berarti bahwa teknik perancangan peraturan perundang-undangan juga menjadi faktor penting bagi berlakumya suatu peraturan perundang-undangan.
5
Perancangan suatu penaturan perundang-undangan harus memperhatikan secara cermat, keempat unsur (dasar yuridis, sosiologis dan filosofis, dan teknik perancangan) tersebut. Keempat unsur tersebut terbagi dalam dua kelompok utama dan sekaligus sebagai tahapan perancangan peraturan perundang-undangan, yaitu: 1) tahap penyusunan Naskah Akademik; dan 2) tahap perancangan, mencakup aspek-aspek prosedural dan kemahiran penulisan rancangan. Kedua hal tersebut akan dijelaskan tersendiri agar dapat dipahami secara baik.
2. Peraturan yang Memiliki Efektivitas yang Baik Apabila Diterapkan dalam Masyarakat Kata efektivitas berasal dari kata dasar efektif dalam bahasa Latin “efficere” yang mengandung arti menimbulkan, mencapai hasil. Efektivitas lebih mengarah pada nuansa hasil (hasil guna, doeltreffendheid). Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, efektivitas diartikan sebagai hasil akibat, dalam keadaan berhasil atau sesuatu yang dapat menghasilkan atau membuahkan, mengakibatkan.5 Dengan demikian efektivitas dimaknakan sebagai suatu usaha dilakukan untuk mencapai hasil sebesar-besarnya, dengan menggunakan waktu, energi, serta sumberdaya yang sekecil-kecilnya.6 Para pakar hukum dan sosiologi hukum memberikan pendekatan tentang makna efektivitas sebuah hukum beragam, bergantung pada sudut pandang yang dibidiknya. Soerjono Soekanto berbicara mengenai derajat efektivitas suatu hukum ditentukan antara lain oleh taraf kepatuhan warga masyarakat terhadap hukum, termasuk para penegak hukumnya. Sehingga dikenal suatu asumsi, bahwa: ”Taraf kepatuhan hukum yang tinggi merupakan suatu indikator berfungsinya suatu sistem hukum. Dan berfungsinya hukum merupakan pertanda bahwa hukum tersebut telah mencapai tujuan hukum,
5
WJ.S.Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1975, hlm. 16. Koerniatmanto Soetoprawiro, Fungsi Hukum Administrosi Dalam Pencegahan Masalah Kemiskinan, Disertasi, Program Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya, 1998, hlm. 19. 6
6
yaitu berusaha untuk mempertahankan dan melindungi masyarakat dalam pergaulan hidup”.7 Dalam kehidupan masyarakat akan selalu terdapat hubungan atau interaksi sosial. Dalam hubungan tersebut, ada suatu aturan sebagai pedoman yang dipatuhi/ditaati yang mengatur hubungan atau pergaulan unsur-unsur sosial yang ada dalam struktur masyarakat dengan bertujuan untuk mencapai kedamaian hidup antar pribadi, yang meliputi ketertiban, keserasian dan ketentraman hidup. Warga masyarakat tidak akan mungkin hidup teratur tanpa hukum, karena norma-norma berfungsi untuk memenuhi kebutuhan manusia akan keteraturan dan ketentraman secara tuntas.8 Dalam hubungannya dengan kaedah hukum, dikenal adanya pola interaksi sosial sebagai berikut :9 a. Pola tradisional integrated group : interaksi sosial terjadi apabila wargawarga masyarakat berperilaku atas dasar kaedah-kaedah dan nilai-nilai yang sama sebagaimana diajarkan oleh warga masyarakat lainnya. Interaksi ini tampak (terutama pada masyarakat sederhana) dimana para warga berperilaku menurut adat-istiadatnya. Dalam hal ini karena kaedah hukum yang berlaku sudah melembaga dalam masyarakat, kaedah-kaedah tersebut mempermudah interaksi diantaranya. b. Pola public: interaksi sosial terjadi apabila warga-warga masyarakat berperilaku atas dasar pengertian-pengertian yang sama yang diperoleh dari komunikasi langsung. Peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh penguasa, berlaku bagi seluruh masyarakat dalam wilayah negara. c. Pola audience: interaksi sosial terjadi apabila warga-warga masyarakat berperilaku atas dasar pengertian-pengertian yang sama yang diajarkan oleh suatu sumber secara individual, yang disebut sebagai “propagandist”. Kaedah-kaedah yang berlaku dalam suatu golongan politik sosial tertentu.
7
Soejono Soekanto, Sosiologi ; Suatu Pengantar, Rajawali Pres, Bandung, 1996, hlm. 62. Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Perihal Kaedah Hukum, Alumni, Bandung, 1986, hlm. 86-87. 9 Soejono Soekanto, Op Cit., hlm. 49. 8
7
d. Pola crowd: interaksi sosial terjadi apabila warga-warga masyarakat berperilaku atas dasar perasaan yang sama dan keadaan fisik yang sama. Perilaku yang terjadi (misalnya perkelahian pelajar) pada suatu kerumunan dan dalam waktu tertentu. Rahardjo menyatakan dengan tegas bahwa bekerjanya hukum dalam masyarakat tidak serta merta dan terjadi begitu saja, hukum bukanlah hasil karya pabrik, yang begitu keluar langsung dapat
bekerja,
melainkan
memerlukan
beberapa
langkah
yang
memungkinkan ketentuan (hukum) tersebut dijalankan atau bekerja. Dalam teori-teori hukum tentang berlakunya hukum sebagai kaidah biasanya dibedakan menjadi tiga macam hal. Hal berlakunya kaidah hukum biasanya disebut “gelding” (bahasa Belanda) “geltung” (bahasa Jerman). Tentang hal berlakunya kaidah hukum, dikenal tiga dasar agar hukum mempunyai kekuatan berlaku secara baik yaitu mempunyai dasar yuridis, sosiologis dan filosofis. Ketiga dasar tersebut sangat penting untuk mengukuhkan kaidah yang tercantum dalam peraturan perundangan menjadi sah secara hukum (legal validity) dan berlaku efektif karena dapat diterima masyarakat secara wajar dan berlaku untuk jangka waktu yang panjang. 10 Lawrence Friedman,11 menyebut tiga aspek dalam (penegakan) hukum yaitu: (1) Content of Law, (2) Structure of Law dan (3) Culture of Law. Dalam mengukur efektifas suatu peraturan, ketiga aspek ini perlu dianalisis secara komprehensif. Ann Seidman, et all,16 mengemukakan teori ROCCIPI untuk mengevaluasi efektivitas suatu peraturan. ROCCIPI terdiri 7 kategori yakni : Rule (Peraturan), Opportunity (Kesempatan), Capacity (Kemampuan), Communication (Komunikasi), Interest (Kepentingan), Process (Process) dan Ideology (Ideologi). Dalam mengevaluasi efektivitas Perda penanggulangan HIV dan AIDS, teori ROCCIPI dapat digunakan sebagai berikut : a. Rule-Peraturan menyangkut apakah pengaturan tentang penanggulangan HIV dan AIDS sudah jelas dan lengkap? Adakah konflik norma dalam pengaturan tersebut? 10
Sucipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hlm.70. Soerjono Soekanto, SH, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, CV. Rajawali Jakarta, 1983, hal. 45 11
8
b. Opportunity-Kesempatan menguraikan lingkungan dan kondisi sosial yang mempengaruhi penularan dan pencegahan HIV. Melalui analisis tentang kesempatan dapat diketahui, apakah Perda tentang pencegahan dan penanggulangan HIV sudah urgen untuk dibuat, ataukah sudah terlambat? c. Capacity-Kemampuan, menyangkut ketersediaan dan penggunaan sumber daya yang menjadi penyebab tumbuh-kembangnya HIV atau penyebab berhasil-tidaknya penanggulangan HIV, seperti: dana, obat-obatan dan tenaga kesehatan. d. Communication-Komunikasi adalah menyangkut sosialisasi tentang faktor pemicu, faktor penyebab dan/atau faktor penghambat tumbuhkembang dan penanggulangan HIV, baik sebelum, selama maupun setelah Perda dibentuk. e. Interest-Kepentingan untuk menguraikan tentang kepentingan dan manfaat jika membentuk Perda. Suatu peraturan akan didukung dan dipatuhi jika masyarakat berkepentingan dan mendapatkan manfaat. Misalnya, disatu sisi hasil penelitian menyimpulan bahwa pelacuran, baik langsung maupun tidak langsung adalah penyebab tumbuh-kembangnya HIV tetapi solusi yang ditawarkan tidak memperhatikan kepentingan para pelaku peran, seperti pekerjaan dan penghasilan penjaja seks. f. Process-.Proses menguraikan tentang bagaimana Perda dibuat. Bagaimana mekanisme kelembagaan dan koordinasi antar instansi yang mendorong atau menghambat penanggulangan HIV. g. Ideology-Ideologi, dapat menjadi penyebab tumbuh-kembangnya HIV tetapi juga dapat menghambat penularan HIV, misalnya perilaku seks tidak aman dan pandangan tentang hubungan seks berisiko dengan menggunakan kondom. Dalam (penyusunan) Perda, mesti ada solusi terhadap perilaku tersebut.
9
BAB III METODE PENELITIAN
Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten melalui proses penelitian tersebut perlu diadakan analisa dan konstruksi terhadap data yang telah dikumpulkan dan diolah.12
1. Pendekatan Masalah Penelitian ini menggunakan tipe penelitian hukum normatif yang dibatasi oleh rumusan masalah, obyek yang diteliti dan tradisi keilmuan hukum itu sendiri.13 Pendekatan yang digunakan dalam menjawab permasalahan yang diajukan adalah pendekatan perjanjian Internasional dan perundang-undangan (statue approach), pendekatan historis, pendekatan konsep dan perundang-undangan (comparative approach).14 Sebagaimana dikemukakan oleh Soejono Soekanto bahwa penelitian hukum normatif mencakup :15 1. Penelitian terhadap asas-asas hukum 2. Penelitian terhadap sistematika hukum 3. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum 4. Penelitian sejarah hukum 5. Penelitian perbandingan hukum Dalam penelitian ini lebih condong kepada penelitian terhadap asasasas hukum serta sistematika hukum terkait dengan peng implementasiannya.
12
Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, 1985, Penelitian Hukum Normatif-Suatu Tinjauan Singkat,Rajawali Press, Jakarta, hal. 1. 13 Philipus M Hadjon, Pengkajian Lima Hukum Dogmatik (Normatif) ,Yuridika, Nomor 6, Tahun OX, Fakutas Hukum Unair Surabaya, November-Desember 1994, Hlm.l 14 Philipus M Hadjon, Pengkajian Ilmu Hukum Dogmatik (Normatif), Yuridika, Nomor 6, Tahun IX, Fakutas Hukum Unair Surabaya, November-Desember 1994, Hlm. 1 15 Soejono Soekanto dalam Soejono dan H. Abdurahman ibid, h.55
10
2. Jenis dan Sumber Bahan Hukum Data yang diperoleh dan diolah dalam penelitian hukum normatif adalah jenis data sekunder yang dalam penelitian ini dijadikan bahan utama.16 Data ini diperoleh dari sumber kepustakaan. Macam data hukum dalam penelitian ini antara lain : a. Bahan Hukum Primer : yaitu bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari norma atau kaedah dasar, peraturan dasar, peraturan-peraturan perundangundangan yang mengatur tentang perlindungan terhadap HIV dan AIDS yaitu PERMENKES No 21 Tahun 2013 tentang Penanggulangan AIDS serta secara khusus yaitu Perda No.1 Tahun 2008 Kabupaten Badung tentang Perlindungan HIV dan AIDS serta peraturan-peraturan terkait lainnya. b. Bahan hukum sekunder : yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yang ada sehingga dapat dilakukan analisis dan pemahaman yang lebih mendalam, yang terdiri atas:17 1. Penjelasan dari peraturan perundang-undangan yang digunakan sebagai bahan hukum primer; 2. Buku-buku literatur atau bacaan yang menjelaskan Penanggulangan HIV dan AIDS 3. Hasil-hasil penelitian tentang HIV dan AIDS 4. Kasus-kasus yang ada di berbagai laporan. 5. Pendapat ahli yang berkompeten dengan penelitian penulis 6. Artikel atau tulisan dan para ahli 7. Sarana elektronika yang membahas tentang Penanggulangan HIV dan AIDS.
16
Soejono dan H. Abdurahman, op.cit., h.57 S. Soekanto dan Sri Mamudji, 2003. Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta : Raja Grafindo Persada, h. 23 17
11
c. Bahan hukum tersier : bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan tambahan terhadap bahan hukum primer dan sekunder yang terdapat dalam penelitian yaitu : 18 1. Kamus Bahasa Indonesia 2. Kamus Hukum 3. Kamus Ilmiah Populer
3. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik pengumpulan bahan hukum yang dilakukan adalah dengan cara menggali kerangka normatif menggunakan buku-buku yang membahas Penanggulangan HIV dan AIDS. a. Bahan Hukum Primer didapat dengan cara : Mempelajari ketentuan-ketentuan mengenai penanggulangan HIV dan AIDS. b. Bahan Hukum Sekunder didapat dengan cara : 1. Mengutip penjelasan dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan 2. Menelusuni pendapat para ahli hukum dan para ahli yang berkompeten dalam penelitian penulis yang ada di buku-buku pustaka. 3. Melakukan akses di internet atau tulisan artikel yang berkaitan.
4. Metode Analisis Bahan Hukum Berbagai informasi dan bahan yang diperoleh kemudian akan dianalisis dengan menggunakan metode analisis isi (content analysis),19 artinya penelitian ml ingin menganalisis secara yuridis substansi peraturan Perundang-Undangan Perda No. I Tahun 2008 Kabupaten Badung Tentang Penanggulangan HIV dan AIDS.
18
Ibid, h. 56 Valerina JL Kriekhoff, Analisis Kontent Dalam Penelitian Hukum : Suatu Telaah Awal, Era Hukum No.6 Tahun 2002.h 27 19
12
BAD IV PEMBAHASAN
A. Peratnran Daerah Kabupaten Badung No. 1 Tahun 2008 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS belum memenuhi kriteria dari PerMenKes No 21 Tahun 2013 tentang Penanggnlangan AIDS Penyakit HIV/AIDS di negara berkembang termasuk di Indonesia sangat sulit untuk dikontrol penyebarannya. AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah penyakit yang membuat tubuh sulit untuk melawan penyakit menular. HIV
(Human Immunodeficiency Virus)
menyebabkan AIDS dengan menginfeksi dan merusak bagian dan pertahanan tubuh (limfosit) yang merupakan jenis sel darah putih dalam sistem kekebalan tubuh (berfungsi untuk melawan infeksi). Penyakit HIV/AIDS dapat ditularkan melalui kontak langsung dengan darah atau cairan tubuh seseorang yang terinfeksi virus. Sektor pariwisata memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian suatu negara. Selain itu, jumlah kunjungan wisatawan di daerah pariwisata juga dapat dikatakan memiliki suatu keterkaitan dengan pergerakan penyebaran penyakit HIV/ AIDS. Dibeberapa
kota
besar
pencegahan
dan
pengobatan
dalam
penanggulangan HIV/AIDS pada umumnya masih jauh dari harapan penanggulangan HIV/AIDS, sehingga berdampak pada meningkatnya orang terinfeksi dari tahun ke tahun. Sedangkan kasus HIV/AIDS di Indonesia sudah lebih dari dua dekade akan tetapi jumlah orang terinfeksinya terus meningkat. Kondisi tersebut disebabkan pencegahan dan perawatan di Indonesia belum terintegrasi dengan baik, sebagai contoh belum meratanya kapasitas
lembaga-lembaga
swadaya
masyarakat
dalam
melakukan
pencegahan dan belum terciptanya layanan yang kompherensif dan terintegrasi (IMS,VCT,CD4, ARV).20
20
Perlindungan Hukum Bagi Penderita HIV/ AIDS (www.scribd.com/doc/46156309/PERLINDUNGAN-HUKUM).
13
dan
Tenaga
Kesehatan
Melihat kondisi diatas dapat kita lihat beberapa hal yang harus ditanggulangi bersama (1) status kualitas pencegahan dan pengobatan, (2) status sistem penanggulangan HIV/AIDS, (3) status pengetahuan dan kesadaran masyarakat, (4) status penataan institusi dan peraturan yang berhubungan dengan penanggulangan HIV/AIDS. Kondisi pertama : tentang status kualitas pencegahan dan pengobatan, kedua hal tersebut tidak dapat dipisahkan sebab pencegahan dan perawatan saling berhubungan. Misalnya : pencegahan dampak buruk pada odha yang membutuhkan perawatan Kondisi kedua : tentang status sistem penanggulangan HIV/AIDS, pada beberapa daerah belum terbangun sistem penanggulangan HIV/AIDS. Pada kondisi tersebut pencegahan dan pengobatan pada daerah yang belum memiliki sistem tersebut akan terjadi peningkatan kasus-kasus baru HIV/AIDS di daerah tersebut, hal ini dikarenakan pemerintah daerah tidak dapat memonitoring laju epidemi HIV/AIDS di daerah tersebut. Pada daerah yang sudah mempunyai sistem penanggulangan HIV/AIDS juga masih banyak kekurangan antar institusi terkait, hal ini dikarenakan kurang koordinasi diantara institusi yang berhubungan dengan penanggulangan HIV/AIDS. Kondisi ketiga : tentang status pengetahuan dan kesadaran masyarakat. Masyarakat adalah bagian penting dari strategis dalam penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia. Karena masyarakat dapat menjadi objek sebagai dampak HIV/AIDS sekaligus dapat menjadi subjek sebagai pelaku penanggulangan HIV/AIDS. Sehubungan dengan peran masyarakat sebagai subjek status pengetahuan dan kesadaran HIV/AIDS pada masyarakat perlu ditingkatkan.21 Peraturan Daerah Kabupaten Badung No. 1 Tahun 2008 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS belum memenuhi kriteria dari PerMenKes No 21 Tahun 2013 tentang Penanggulangan AIDS, ada beberapa hal yang dilakukan segera perubahan perda tersebut dan adanya sinkronisasi dengan Permenkes tentang penganggulangan AIDS, seperti sebagai berikut :
21
Lubis, Todung Mulya. 2007. HIV/ AIDS dan Hak Asasi Manusia : Sebuah Catatan (http://www.kesrepro.info/?q=node/303)
14
1.
Meningkatkan advokasi, sosialisasi, dan pengembangan kapasitas, Meningkatkan kemampuan manajemen dan profesionalisme dalam
pengendalian
HIV-AIDS
dan
IMS,
Meningkatkan
aksesibilitas dan kualitas pengendalian HIV-AIDS dan IMS., Meningkatkan jangkauan pelayanan pada kelompok masyarakat berisiko tinggi, daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan serta bermasalah kesehatan, Mengutamakan program berbasis masyarakat, Meningkatkan jejaring kerja, kemitraan dan kerja sama, Mengupayakan pemenuhan kebutuhan sumber daya, Mengutamakan
promotif
dan
preventif,
Memprioritaskan
pencapaian sasaran MDG’s, komitmen nasional dan internasional. 2.
Aspek Legal Advokasi Sosialisasi dan KIE Pengembangan SDM Jejaring Kerja dan Pertisipasi Masyarakat Logistik Pengamanan Darah Donor dan Produk Darah Pengendalian IMS Pengurangan Dampak Buruk Pencegahan Penularan HIV dan Ibu ke Anak Kewaspadaan Standar Konseling dan Tes HIV Perawatan, Dukungan dan Pengobatan Kolaborasi TB-HIV Surveilans Epidemiologi & Sisitem Informasi Monitoring dan Evaluasi Sistem Pembiayaan Kegiatan Pengendalian HIV-AIDS & IMS.
3.
Pendidikan pencegahan Pencegahan Melalui Transmisi Seksual (PMTS) Pencegahan dampak Buruk Napza (PDBN) Pencegahan Penularan melalui Ibu dan Anak (PPIA) PENCEGAHAN Pencegahan Melalui Transmisi Seksual (PMTS) Pencegahan dampak Buruk Napza (PDBN) Pencegahan Penularan melalui Ibu dan Anak ( PPIA) PENGOBATAN Perluasan tes Pasien IMS Penasun Ibu Hamil Pasangan HIV + Koinfeksi TB Penderita Hepatitis Inisiasi ARV dini pada populasi kunci, Ibu hamil HIV +, koinfeksi TB, Koinfeksi Hepatitis B & C PENGOBATAN Perluasan tes Pasien IMS Penasun Ibu Hamil Pasangan HIV + Koinfeksi TB Penderita Hepatitis Inisiasi ARV dini pada populasi kunci, Ibu hamil HIV +, koinfeksi TB, Koinfeksi Hepatitis B & C.
15
4.
Pengembangan SDM & Kewaspadaan Standar Standarisasi kurikulum dan modul program HIV/AIDS dan IMS Pelatihan TOT terkait HIV/AIDS dan IMS untuk Pelatihan Pengurangan Stigma dan Diskriminasi Pelatihan untuk penyedia pelayanan, KDS, Komunitas dan Stakeholder terkait penyusunan pedoman Kewaspadaan Standar, berkoordinasi dengan Direktorat BUK Dasar Semua tindakan medis yang invasif harus menerapkan prinsip kewaspadaan standar.
5.
Jejaring Kerja & Partisipasi Masyarakat Melakukan koordinasi bersama KPAN/KPAP/KPAKab/kota Melibatkan masyarakat, LSM, kelompok populasi kunci dalam pelaksanaan program pengendalian HIV- AIDS dan IMS (mis. dalam monitoring ARV, LKB) Melibatkan organisasi profesi dalam pelaksanaan program pengendalian termasuk Dokter Praktek swasta Melibatkan penyedia pelayanan baik pemerintah, swasta, dan organisasi masyarakat lainnya dalam pelayanan IMS dan HIV/AIDS.
6.
Logistik Pengalihan seniralisasi pengelolaan ARV menjadi desentralisasi serta terintegrasi dengan “One Gate Policy” Perencanaan kebutuhan obat dan reagen pemeriksaan terkait HIVAIDS dan IMS Menjamin ketersediaan obat ARV bagi odha yang membutuhkan (100% linil) Penyediaan obat IO dan IMS, serta reagen pemeriksaan HIV dan IMS untuk layanan (sesuai SE Dirjen PPPL maks hanya 40%) Standarisasi dan Penyediaan alat pemeriksa CD4 dan VL beserta reagennya.
7.
Tanggung Jawab Pemerintah PUSAT membuat kebijakan dan pedoman kerjasama dalam mengimplementasikan dan monev; menjamin ketersediaan obat dan alat kesehatan mengembangkan sistem informasi; dan melakukan kerjasama regional dan global. PROVINSI melakukan koordinasi; menetapkan situasi epidemik HIV tingkat provinsi; menyelenggarakan sistem pencatatan, pelaporan dan evaluasi; menjamin ketersediaan fasyankes primer
16
dan
rujukan
sesuai
dengan
kemampuan.
Kabupaten/Kota
melakukan penyelenggaraaan berbagai upaya pengendalian dan penanggulangan HIV dan AIDS; menyelenggarakan penetapan situasi
epidemik
HIV
tingkat
kabupaten/kota;
menjamin
ketersediaan fasyankes primer dan rujukan sesuai dengan kemampuan; menyelenggarakan sistem pencatatan, pelaporan dan evaluasi.
B. Hal urgensi yang dimuat dalam Peraturan Daerah Kabupaten Badung terkait Penanggulangan HIV dan AIDS untuk memenuhi kualifikasi sebagai
peraturan
Perundang-Undangan
yang
baik
untuk
menanggulangi HIV dan AIDS di Kabupaten Badung Dalam proses pembentukan peraturan hukum, selalu terdapat dilema antara kepentingan masyarakat dan kepentingan perseorangan. Seringkali harus dipertimbangkan kepentingan mana yang dirasakan lebih berat. Dalam sistim Demokrasi, hak asasi seseorang harus diindahkan, namun hak asasi ini tidaklah berarti bersifat mutlak. Pembatasan dari hak asasi seseorang adalah hak asasi orang lain didalam masyarakat itu. Jika ada pertentangan kepentingan, maka hak perorangan harus mengalah terhadap kepentingan masyarakat banyak. Ada beberapa strategi yang bisa dilakukan dalam perumusan tindakan strategis yang dapat dilakukan guna meningkatkan penanggulangan HIV/AIDS : Strategi 1: Menyediakan dan meningkatkan sistem penanggulangan HIV/AIDS. Sistem penanggulangan HIV/AIDS sudah ada dibeberapa daerah dimana pencegahan dan perawatan bagi orang terinfeksi dilengkapi dengan sistem itu. Namun sistem yang ada belum terintegasi dengan baik dan tidak memiliki perawatan yang memadai. Bahkan ada beberapa kota yang belum memiliki sistem penanggulangan HIV/AIDS sama sekali. Oleh karena itu pencegahan dan perawatan dalam penanggulangan HIV/AIDS adalah prioritas
17
utama yang harus dilakukan. Secara teknis pemerintah daerah harus menyediakan dan meningkatkan sistem penanggulangan HIV/AIDS tersebut. Strategi 2 : Menata institusi teknis pemerintah dan membuat peraturan. Instansi yang bertanggung jawab terhadap penyediaan dan peningkatan penanggulangan HIV/AIDS perlu ditingkatkan dengan melibatkan dengan beberapa instansi lainnya dibawah koordinasi kantor walikota. Oleh karena, secara subtansial penyediaan dan peningkatan penanggulangan HIV/AIDS tidak dapat dipisahkan maka peran KPAP, DINKES, dll hendaknya mempunyai komitment yang kuat dalam penanggulangan HIV/AIDS pada masing-masing kota atau kabupaten. Disamping itu peraturan pada tingkat peraturan daerah perlu diadakan sebagai instrumen dalam penanggulangan HIV/AIDS. Strategi 3 : Meningkatkan partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat
merupakan
aspek
yang
potensial
untuk
menunjang
penanggulangan HIV/AIDS. Oleh karena itu, sangat penting pemerintah melakukan tindakan guna meningkatkan, memperbaiki dan partisipasi kesadaran masyarakat. Tindakan yang dapat dilakukan berupa penyebaran informasi, membuat program yang berhubungan dengan penanggulangan HIV/AIDS,
Peningkatan
kapasitas
bagi
lembaga-lembaga
swadaya
masyarakat (Misalnya : Lembaga Pemberdayaan Masyarakat yang ada di tingkat kelurahan) untuk memberikan informasi yang tepat tentang HIV/AIDS pada warga. Kegiatan seperti ini perlu dilakukan guna mencegah infeksi baru pada masyarakat luas serta menurunkan stigma dan diskriminasi pada odha. Strategi 4 : Mencari dana penunjang dari masyarakat dan swasta. Secara umum, sumber keuangan untuk penanggulangan HIV/AIDS berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Daerah (APBD). Sumber keuangan lain yang berpotensi sebagai penunjang dapat berasal dari pihak masyarakat atau swasta. Hal ini dapat dilakukan dengan pertimbangan bahwa penanggulangan HIV/AIDS melibatkan semua pihak (Stakeholder) misalnya pihak yang menyediakan tempat hiburan malam (cafe, lokalisasi, diskotik, dll) dan masyarakat. Dana dapat diperoleh dengan cara membayar
18
retribusi atau pajak bagi pihak-pihak yang menyediakan tempat hiburan malam. Namun, semua tindakan tersebut harus dilakukan berdasarkan peraturan resmi pemerintah. Hal urgensi yang harus dimuat dalam peraturan Daerah Badung mengenai HIV/AIDS di Kabupaten Badung adalah : 1. Penanggulangan
HIV
dan
AIDS
secara
komprehensif
dan
berkesinambungan yang terdiri atas promosi kesehatan, pencegahan, diagnosis, pengobatan dan rehabilitasi terhadap individu, keluarga, dan masyarakat. 2. Pasien Pasien IMS Penawaran tes HIV kepada: Penguatan program TIPK Tes Pasangan odha Ibu hamil (sesuai prevalensi HIV di daerah) TB ulang (re-testing) populasi kunci tiap 6 bulan. 3. Pasien Ibu hamil Inisiasi ARV tanpa melihat jumlah CD4 pada: Odha sero-discordant Pasien ko-infeksi hepatitis ko-infeksi TB Penyediaan triple fixed dose combination (FDC) Populasi kunci penyederhanaan regimen (1 tab/hari), efek samping kecil, meningkatkan adherence. 4. Membuat kebijakan dan pedoman kerjasama dalam mengimplementasikan dan
monev;
menjamin
ketersediaan
obat
dan
alat
kesehatan
mengembangkan sistem informasi; dan melakukan kerjasama regional dan global. PROVINSI melakukan koordinasi; menetapkan situasi epidemik HIV tingkat provinsi; menyelenggarakan sistem pencatatan, pelaporan dan evaluasi; menjamin ketersediaan fasyankes primer dan rujukan sesuai dengan kemampuan. KABUPATEN/KOTA melakukan penyelenggaraaan berbagai upaya pengendalian dan penanggulangan HIV dan AIDS; menyelenggarakan
penetapan
situasi
epidemik
HIV
tingkat
kabupaten/kota; menjamin ketersediaan fasyankes primer dan rujukan sesuai dengan kemampuan; menyelenggarakan sistem pencatatan, pelaporan dan evaluasi. 5. Promosi Kesehatan, Pencegahan Penularan HIV, Pemeriksaan Diagnosis HIV, Pengobatan, perawatan, dan dukungan; dan, rehabilitasi.
19
6. Pemeriksaan
diagnosis
HIV
dilakukan
berdasarkan
prinsip
konfidensialitas, persetujuan, konseling, pencatatan, pelaporan, dan rujukan, Prinsip konfidensial berarti hasul pemeriksaan harus dirahasiakan dan hanya dapat dibuka kepada : yang bersangkutan; tenaga kesehatan yang menangani; keluarga terdekat dalam hal yang bersangkutan tidak cakap; pasangan seksual; dan pihak lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. 7. Pemeriksaan Pemeriksaan diagnosis HIV dilakukan melalui KTS atau TIPK Pengecualian diagnosis HIV harus dilakukan dengan persetujuan pasien Keadaan Penugasan tertentu dalam kedinasan tentara/polisi dalam hal: gawat darurat medis untuk tujuan pengobatan pasien yang secara klinis Permintaan pihak telah menunjukkan gejala yang mengarah kepada AIDS yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. 8. Rendahnya pengetahuan tentang HI V-AIDS dan IMS Stigma dan diskriminasi Adanya miss opportunity Tingginya praktek berisiko tertular HIV Terbatasnya akses dan utilisasi terhadap layanan kebutuhan masyarakat Kerjasama lintas sektor/program belum Logistik dan SDM yang memadai Optimalisasi peran dan fungsi KPA optimal. 9. Melakukan upaya Melakukan upaya penurunan stigma dan diskriminasi Melakukan upaya penurunan praktek berisiko peningkatan pengetahuan Peningkatan akses, penurunan miss opportunity kebutuhan masyarakat Penguatan HSS peningkatan cakupan tes HIV dan terapi ARV & CSS Memperkuat peran KPA melalui LKB. 10. TIPK harus dianjurkan sebagai bagian dari standar pelayanan bagi: Setiap orang dewasa, remaja, dan anak-anak yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan dengan tanda, gejala, atau kondisi medis yang mengindikasikan atau patut diduga telah terjadi infeksi HIV terutama pasien dengan riwayat penyakit tuberculosis dan IMS. 11. Pada wilayah epidemi meluas, TIPK harus dianjurkan pada semua orang yang berkunjung ke fasilitas pelayanan kesehatan sebagai bagian dari standar pelayanan.
20
12. Pada wilayah epidemi terkonsentrasi dan meluas, TIPK dilakukan pada semua orang dewasa, remaja dan anak yang memperlihatkan tanda dan gejala yang mengindikasikan infeksi HIV, termasuk tuberkulosis, serta anak dengan riwayat terpapar HIV pada masa perinatal, pada pemerkosaan dan kekerasan seksual lain. Berikut ini dapat di gambarkan secara garis besar mengenai PerMenKes No 21 Tahun 2013 tentang Penanggulangan AIDS : Dasar Pertimbangan : a. Peningkatan kejadian HIV dan AIDS yang bervariasi mulai dari epidemi rendah, epidemi terkonsentrasi dan epidemi meluas, perlu dilakukan upaya penanggulangan HIV dan AIDS secara terpadu, menyeluruh dan berkualitas; b. Keputusan Menteni Kesehatan Nomor 1285/Menkes/SK/X/2002 tentang Pedoman Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyakit Menular Seksual sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan kebutuban pelayanan kesehatan, serta kebutuhan hukum;
Ruang Lingkup : Peraturan Menteri ini meliputi penanggulangan HIV dan AIDS secara komprehensif dan berkesinambungan yang terdiri atas promosi kesehatan, pencegahan, diagnosis, pengobatan dan rehabilitasi terhadap individu, keluarga, dan masyarakat.
Maksud dan Tujuan : a. Menurunkan hingga meniadakan infeksi HIV baru; b. Menurunkan hingga meniadakan kematian yang disebabkan oleh keadaan yang berkaitan dengan AIDS; c. Meniadakan diskriminasi terhadap ODHA; d. Mningkatkan kualitas hidup ODHA; dan e. Mengurangi dampak sosial ekonomi dari penyakit HIV dan AIDS pada individu, keluarga dan masyarakat.
21
Batang Tubuh :
BAB I KETENTUAN UMUM
BAB II PRINSIP DAN STRATEGI
BAB III TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB
BAB IV KEGIATAN PENANGGULANGAN -
Bagian Kesatu : Umum
-
Bagian Kedua : Promosi Kesehatan
-
Bagian Ketiga : Pencegahan Penularan HIV
-
Bagian Keempat : Pemeriksaan Diagnosis HIV
-
Bagian Kelima : Pengobatan dan Perawatan
-
Bagian Keenam : Rehabilitasi
BAB V SURVEILANS
BAB VI MITIGASI DAMPAK
BAB VII SUMBER DAYA KESEHATAN -
Bagian Kesatu : Fasilitas Pelayanan Kesehatan
-
Bagian Kedua: Sumber Daya Manusia
-
Bagian Ketiga: Ketersediaan Obat dan Perbekalan Kesehatan
-
Bagian Keempat: Pendanaan
BAB VIII KERJASAMA
BAB IX PERAN SERTA MASYARAKAT
BAB X PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
BAB XI PENCATATAN DAN PELAPORAN
BAB XII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
BAB XIII KETENTUAN PERALIHAN
22
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN 1. Peraturan Daerah Kabupaten Badung No. 1 Tahun 2008 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS belum memenuhi kriteria dari PerMenKes No 21 Tahun 2013 tentang Penanggulangan AIDS, masih banyaknya kelemahan pada Perda Kab Badung akan memberikan pengaruh buruk terhadap upaya pencegahan penyebaran dari pada HIV/ AIDS. 2. Hal urgensi yang dimuat dalam Peraturan Daerah Kabupaten Badung terkait Penanggulangan HIV dan AIDS untuk memenuhi kualifikasi sebagai peraturan Perundang-Undangan yang baik untuk menanggulangi HIV dan AIDS di Kabupaten Badung dapat sekiranya sesegera mungkin untuk mensinkronisasikan serta memuat aturan-aturan yang terdapat didalam PerMenKes No 21 Tahun 2013.
SARAN 1. Kabupaten Badung agar bersungguh-sungguh melakukan upaya preventif terhadap penyebaran HIV/AIDS, mengingat merupakan daerah tujuan pariwisata yang paling banyak dikunjungi oleh tamu lokal maupun mancanegara. 2. Pembaharuan pengaturan terhadap perda HIV/ AIDS di Kabupaten Badung agar segera dilakukan guna mencegah penyebarannya semakin luas.
23
DAFTAR PUSTAKA
Philipus M Hadjon, Pengkajian Ilmu Hukum Dogmatik (Normatif), Yuridika, Nomor 6, Tahun IX, Fakutas hukum Unair Surabaya, NovemberDesember 1994 Philipus M Hadjon, Pengkajian Ilmu Hukum Dogmatik (Normatif), Yuridika, Nomor 6, Tahun IX, Fakutas Hukum Unair Surabaya, NovemberDesember 1994 Soejono Soekanto, Sosiologi ; Suatu Pengantar, Rajawali Pres, Bandung, 1996 Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Perihal Kaedah Hukum, Alumni, Bandung Sucipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000 Soerjono Soekanto, SH, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, CV. Rajawali - Jakarta Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, 1985, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali Press, Jakarta S. Soekanto dan Sri Mamudji, 2003. Penelitian Hukum Normatif-Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta :Raja Grafindo Persada Valerina JL Kriekhoff, Analisis Kontent Dalam Penelitian Hukum Suatu Telaah Awal, Era Hukum No.6 Tahun 2002 Perlindungan Hukum Bagi Penderita HIV/AIDS dan Tenaga Kesehatan Lubis, Todung Mulya. 2007. HIV/ AIDS dan Hak Asasi Manusia: Sebuah Catatan (http://www.kesrepro. info/?q=node/303)
24
LAMPIRAN 1 SUSUNAN
ORGANISASI
TIM
PENELITI
DAN
PEMBAGIAN TUGAS
No
Instansi
Bidang
Alokasi
Asal
Ilmu
Waktu
Nama/NIDN
(jam/
Uraian Tugas
Bulan) 1
Ni Made Ari
Fakultas
HTN
12
Yuliartini Griadhi,
Hukum
dan Mengkoordinasi
SH., MH
Unud
Pembagian Tugas
0340222029412
Menyusun Proposal
dan Mengurus Ijin Penelitian
2
Nyoman Mas
Fakultas
HTN
Aryani, SH., SE.,
Hukum
Lapangan dan
MH
Unud
Membuat Laporan
0029087904
12
Pengumpul Data
Hasil Penelitian
25
LAMPIRAN 2.
BIODATA KETUA DAN ANGGOTA TIM PENELITI SERTA MAHASISWA YANG TERLIBAT
Peneliti Utama : 1. Ni Made An Yuliartini Griadhi, SH., MH. (NIDN. 0019077901) 2. Nyoman Mas Aryani, SH., SE., MH. (NIDN. 0029087904)
Mahasiswa terlibat Penelitian 1. Ni Nyoman Yuli Astuti (1303005025) 2. Putu Ayu Mitha Ananda Putri (1303005026)
26
LAMPIRAN 3. BIODATA KETUA TIM PENELITI
CURRICULUM VITAE A. Identitas Diri 1.
Nama Lengkap (dengan gelar)
Ni Made Ari Yuliartini Griadhi, SH.,
P
MH. 2.
Jabatan Fungsional
Lektor
3.
Jabatan Struktural
-
4.
NIP/NIK/No. Identitas lainnya
19790719 200112 2 002
5.
NIDN
0019077901
6.
Tempat dan Tanggal Lahir
Denpasar, 9 Juli 1979
7.
Alamat Rumah
Jalan Antasura Gang Cemara No. 1 Denpasar
8.
Nomor Telepon/Faks/HP
(0361) 421103/081999759797
9.
Alamat Kantor
Jalan Pulau Bali No. 1 Denpasar
10.
Nomor Telepon/Faks
(0361) 222666
11.
Alamat e-mail
12.
Lulusan yang telah diselesaikan
13. Mata Kuliah yang diampu
1. Hukum dan Hak Asasi Manusia 2. Hukum dan Kebijakan Publik 3. Hukum Perundang-undangan 4. Hukum Peradilan Konstitusi 5. Hukum Pemilihan Umum
B. Riwayat Pendidikan Program Nama Perguruan Tinggi
Bidang Ilmu
S-1
S-2
Universitas
Universitas
Udayana
Udayana
Ilmu Hukum
Ilmu Hukum
27
S-3
Tahun Masuk
1997
2001
Tahun Lulus
2001
2005
Judul
Existensi MPR
Pengaturan Kearifan
Skripsi/Thesis/Disertasi
sebagai Pelaksana
Lokal dalam
Kedaulatan Rakyat
pengelolaan Lingkungan Hidup di Bali
Nama
- Prof. Dr. I Dewa
Pembimbing/Promotor
- Prof. Dr. I
Gede Atmadja,
Nyoman Sirtha,
SH., MS.
SH., MS
- Gede Marhaendra
- I Made Arya
Wijaatmaja, SH.,
Utama, SH., MH.
M.Hum
C. Pengalaman Penelitian dalam 2 Tahun Terakhir (Bukan Skripsi, Tesis, maupun Disertasi) No
Tahun
Judul Penelitian
Pendanaan Sumber *)
1.
2012
Penegakan Kebijakan Kota
Jml (Juta Rp.)
DIPA
2.500.000,-
DIPA
7.500.000,-
Pengangkatan Pelaksana Tugas
Penelitian
11.142.000,-
Kepala Daerah Berdasarkan
Unggulan
Denpasar Dalam Penertiban Gepeng 2.
2013
Efektivitas Ketentuan Pasal 107 ayat 2 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Dalam Perlalulintasan di Provinsi Bali
3.
2013
Undang-Undang No. 32 Tahun
28
2004 Tentang Pemerintahan Daerah
D. Pengalaman Pengabdian dalam 2 Tahun Terakhir No
Tahun
Judul Penelitian
Pendanaan Sumber *)
1.
2013
Konsultasi Pengaturan
Jml (Juta Rp.)
Mandiri
Penduduk Pendatang Dalam Awig-Awig di Desa Pakraman Abangan Kecamatan Tegallalang Gianyar 2.
2014
Pembinaan Tata Cara
BOPTN
5.000.000,-
Penanganan Konflik Adat Bali Prajuru di Desa Pakraman Penestan, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar
E. Pengalaman Mengajar 2 Tahun Terakhir No.
Tahun
Mata Kuliah
Jenjang
Institusi/Jurusan/ Program
1.
2012-2013
Ilmu Negara
S1
Fakultas Hukum UNUD
2.
3.
4.
5.
2012-
Hukum Perundang-
sekarang
undangan
2012-
Hukum Kebijakan
sekarang
Publik
2012-
Hukum dan Hak Asasi
sekarang
Manusia
2012-
Hukum Peradilan
S1
Fakultas Hukum UNUD
S1
Fakultas Hukum UNUD
S1
Fakultas Hukum UNUD
S1
29
Fakultas Hukum
sekarang
F. Peserta
Konstitusi
UNUD
Konfrensi/Seminar/Lokakarya/Simposium
dalam
2
Tahun
Terakhir No.
Tahun
1.
2012
Judul Kegiatan
Penyelenggara
Training On Writing
NPT NUFFIC Project IDN 223
Research Proposal
bekerjasama dengan Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat FH UNUD
2.
2012
Pelatihan Pemantapan
Unit Penjaminan Mutu Fakultas
Penyusunan Perangkat
Hukum UNUD
Pembelajaran dan Evaluasi Hasil Belajar Mahasiswa Fakultas Hukum UNUD 3.
2014
Pelatihan Keterampilan Tutor
Unit Penjaminan Mutu Fakultas
Bagi Dosen Fakultas Hukum
Hukum UNUD
UNUD Dalam Proses Pembelajaran Kurikulum Berbasis Kompetensi 4.
2014
Lokakarya Bank Proposal
Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Fakultas Hukum UNUD
5.
2014
Traditional Community in a
Faculty of Law Udayana
Global World Facing ASEAN University, ASEAN Secretariat Economic Community 2015
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila dikemudian hari ternyata dijumpai ketidak-sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima risikonya.
30
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pengajuan penelitian : Hibah Penelitian Dosen Muda
Denpasar, 18 Mei 2015 Pengusul,
(Ni Made Ari Yuliartini Griadhi, SH., MH.)
31
LAMPIRAN 3. BIODATA ANGGOTA TIM PENELITI
ANGGOTA 1 A. Identitas Diri 1.
Nama Lengkap (dengan gelar)
Nyoman Mas Aryani, SH., MH.
2.
Jabatan Fungsional
Asisten Ahli
3.
Jabatan Struktural
-
4.
NIP/NIK/No. Identitas lainnya
19790829 200312 2001
5.
NIDN
0029087904
6.
Tempat dan Tanggal Lahir
Denpasar, 29 Agustus 1979
7.
Alamat Rumah
Perum. Green Kori Ubung Kaja Jl. NHU IA/5
8.
Nomor Telepon/Faks/HP
08123931328
9.
Alamat Kantor
Jl. Pulau Bali No. 1
10.
Nomor Telepon/Faks
222666
11.
Alamat e-mail
[email protected]
12.
Lulusan yang telah diselesaikan
S-1 = 14 orang 1. Hukum Tata Negara 2. Hukum Perundang-Undangan
13. Mata Kuliah yang diampu
3. Hukum Kebijakan Publik 4. Hukum dan HAM 5. Perancangan Perat. Peruuan
B. Riwayat Pendidikan Program
S-1
S-2
Nama Perguruan Tinggi
Udayana
Udayana
Bidang Ilmu
Ilmu Hukum
Ilmu Hukum
Tahun Masuk
1997
2003
Tahun Lulus
2001
2006
32
L/P
Judul Skripsi/Thesis/Disertasi
Nama Pembimbing/Promotor
Aspek-aspek
Efektivitas Pendaftaran Desain
Hukum
Industri Berdasarkan UU No. 31
Dalam
Tahun 2000
Pelaksanaan
Dalam Kaitannya dengan
Modal
Perlindungan Hukum Terhadap
Ventura
Karya Desai di Bali
Marwanto,
DR. NK. Supasti Darmawan,
SH.,MH.
SH.,MH.,LLM
C. Pengalaman Penelitian 5 Tahun Terakhir (Bukan Skripsi, Tesis, maupun Disertasi) No
Tahun
Judul Penelitian
Pendanaan Sumber *)
1.
2010
Naskah Akademik Rancangan
Pemkot
Peraturan Daerah Pajak
Denpasar
Jml (Juta Rp.) -
Reklame 2.
3.
2011
2012
Pelaksanaan Otonomi Daerah
Project
Dalam Penyelenggaraan
Nuffic IDN
Pariwisata di Bali
223
Keterwakilan Perempuan
DIPA
Dalam Pemilu Pasca Putusan
UNUD
-
7.500.000
MK 4.
2013
Tugas dan Fungsi Badan
DANA
Penanggulangan Bencana
DIPA S2
13.000.000
UNUT 5.
2014
Status Keperdataan Anak di
DIPA
Luar Nikah Pasca Putusan
UNUD
Mahkamah Konstitusi
33
10.000.000
D. Pengalaman Pengabdian Kepada Masyarakat dalam 5 Tahun Terakhir No
Tahun
Judul Pengabdian Kepada Masyarakat
1.
2.
2010
2010
Pendanaan Sumber *)
Jml (Juta Rp.)
Focus Group Diskusi Rancangan
Pemkot
-
Peraturan Daerah Pajak Reklame
Denpasar
Diseminasi : Pelaksanaan
Project
Otonomi Daerah Dalam
-
Nuffic IDN
Penyelenggaraan Pariwisata di
223
Bali 3.
2012
Sosialisasi UUD Tahun 1945 Berbahasa Bali di Desa Dauh Puri
Dana
2.000.000
Bagian
Kelod 4.
2013
Konsultasi Hukum : Implementasi UU No. 24 Tahun 2007 Tentang
Dana
2.000.000
Penanggulangan Bencana dalam
Bagian
Pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah 5.
2014
Konsultasi Pengaturan Penduduk
Mandiri
-
Pendatang Awig-Awig di Desa Pakraman Abangan Kecamatan Tegallalang Gianyar
E. Pengalaman Penulisan Artikel Ilmiah dalam 5 Tahun Terakhir No 1.
Judul Artikel Ilmiah
Volume/Nomor
Nama Jurnal
Tugas dan Fungsi Badan
Vol. 6 Nomor 2
Magister
Penanggulangan Bencana
ISSN 2303-52BX,
Hukum Udayana
2014
34
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggung jawabkan secara hukum. Apabila dikemudian hari ternyata dijumpai ketidak-sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima risikonya.
Denpasar, 18 Februari 2015
(Nyoman Mas Aryani, SH., MH) NIP. 19790829 100312 2 001
Denpasar, 18 Mei 2015 Pengusul,
(Ni Made Ari Yuliartini Griadhi, SH., MH.)
35
LAMPIRAN 5. SURAT PERNYATAAN PERSONALIA PENELITIAN
SURAT PERNYATAAN PERSONALIA PENELITIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini kami : 1. Nama Lengkap
: Ni Made Ari Yuliartini Griadhi, SH., MH.
NIP/NIDN
: 0019077901
P. S/Fakultas
: Ilmu Hukum / Hukum
Status dalam Penelitian : Ketua 2. 2. Nama Lengkap
: Nyoman Mas Aryani, SH., SE., MH
NIP/NIDN
: 0029087904
P. S/Fakultas
: Ilmu Hukum / Hukum
Status dalam Penelitian : Anggota
Menyatakan bahwa kami secara bersama-sama telah menyusun proposal penelitian Hibah Penelitian Dosen Muda yang berjudul “ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERDA KAB BADUNG NO.1 TAHUN 2008 MENGENAI PENANGGULANGAN HIV/ DAN AIDS” “Dengan jumlah usulan dana sebesar Rp.10.000.000,- (sepuluh juta rupiah). Apabila proposal ini disetujui maka kami secara bersama-sama akan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan penelitian inu sampai tuntas sesuai dengan persyaratan yang dituangkan dalam Surat Perjanjian Pelaksanaan Penelitian. Demikian Surat Pernyataan ini kami buat dan ditandatangani bersama sehingga dapat digunakan sebagaimana mestinya.
Denpasar, 20 Mei 2015
(Ni Made Ari Yuliartini Griadhi, SH., MH) (Nyoman Mas Aryani, SH., SE., MH)
36