REORIENTASI FUNGSI LEMBAGA-LEMBAGA KEAGAMAAN DALAM MENINGKATKAN PERILAKU UMAT BERAGAMA YANG INKLUSIF (Studi Terhadap MUI, PGI, PHDI dan WALUBI Provinsi Lampung)
Laporan Hasil Penelitian Individu Oleh : Dr. Idrus Ruslan, M.Ag.
Sanksi Pelanggaran Pasal 72 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta 1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan / atau denda paling sedikit Rp.1.000.000,00 (satu juta), atau pidana penjara paling lama 7 (Tujuh) tahun dan / atau denda paling banyak Rp.5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). 2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan , atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan / atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). © Hak cipta pada pengarang Dilarang mengutip sebagian atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apapun tanpa seizin penerbit, kecuali untuk kepentingan penulisan artikel atau karangan ilmiah. Judul Buku
Penulis Cetakan Pertama Desain Cover Layout oleh
PUSAT PENELITIAN DAN PENERBITAN LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG 2014
: Reorientasi Fungsi Lembaga-Lembaga Keagamaan Dalam Meningkatkan Perilaku Umat Beragama Yang Inklusif (Studi Terhadap MUI, PGI, PHDI dan WALUBI Provinsi Lampung) : Dr. Idrus Ruslan, M.Ag. : 2014 : Permatanet : Permatanet
Pusat Penelitian dan Penerbitan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LP2M) IAIN Raden Intan Lampung Jl. Letkol H. Endro Suratmin Kampus Sukarame Telp. (0721) 780887 Bandar Lampung 35131 ISBN : 978-602-71708-6-5
SAMBUTAN KETUA LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT IAIN RADEN INTAN LAMPUNG
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Alhamdulillah, kegiatan penelitian di lingkungan IAIN Raden Intan Lampung Tahun 2014, yang dilaksanakan di bawah koordinasi Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat IAIN Raden Intan Lampung dapat terlaksana dengan baik. Pelaksanaan kegiatan penelitian ini dibiayai berdasarkan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) IAIN Raden Intan Lampung Tahun 2014. Kami menyambut baik hasil Penelitian Individu yang dilaksanakan oleh Saudara Dr. Idrus Ruslan, M.Ag dengan judul “Reorientasi Fungsi LembagaLembaga Keagamaan Dalam Meningkatkan Perilaku Umat Beragama yang Inklusif (Studi Terhadap MUI, PGI, PHDI dan WALUBI Provinsi Lampung)”, yang dilakukan berdasarkan SK Rektor Nomor 171.a Tahun 2014 tanggal 8 Mei 2014 Tentang Penetapan Judul Penelitian, Nama Peneliti Pada Penelitian Individu Dosen IAIN Raden Intan Lampung Tahun 2014. Kami berharap, semoga hasil penelitian ini dapat meningkatkan mutu hasil penelitian, menambah khazanah ilmu keislaman, dan berguna serta bermanfaat bagi masyarakat dan pembangunan yang berbasis iman, ilmu, dan akhlak mulia. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Bandar Lampung,Desember 2014 Ketua Lembaga Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat,
Dr. Syamsuri Ali, M.Ag NIP. 19611125 198903 1 003
KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmatnya kepada peneliti, sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini. Shalawat beriring salam semoga tetap tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, semoga kita sebagai umatnya dapat mengamalkan ajaran Islam yang telah beliau risalahkan. Penelitian ini berjudul “Reorientasi Fungsi LembagaLembaga Keagamaan Dalam Meningkatkan Perilaku Umat Beragama yang Inklusif”, menyajikan fungsi serta usaha yang dilakukan oleh Lembaga-lembaga keagamaan Provinsi Lampung dalam meningkatkan perilaku umat beragama yang inklusif serta imlikasi positif dari usaha tersebut bagi pembangunan di Provinsi Lampung. Dalam kesempatan ini, peneliti ingin mengucapkan terimakasih kepada : 1. Rektor IAIN Raden Intan Lampung yang telah memberikan kepercayaan kepada peneliti untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan ilmu ke-Ushuluddin-an. 2. Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat IAIN Raden Intan beserta staf yang telah memberikan bantuan teknis serta finansial yang sangat berarti. 3. Para Ketua dan Pengurus Lembaga Keagaman Provinsi Lampung, yang telah berkenan memberikan informasi terkait dengan tema penelitian ini. 4. Teman-teman seprofesi yang banyak melakukan sharing pemikiran dan masukan bagi penelitian ini. Semoga niat baik dan ikhtiar yang telah dilakukan mendapat ridho dari Allah SWT, amin. Bandar Lampung, Oktober 2014 Peneliti, Dr. Idrus Ruslan, M.Ag.
D. Analisis Data ............................................................... 64 E. Pemeriksaan Keabsahan Data ..................................... 67
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.............................................. B. Rumusan Masalah ...................................................... C. Tujuan Penelitian......................................................... D. Kegunaan Penelitian.................................................... E. Kajian Pustaka............................................................. F. Landasan Teori/ Kerangka Berpikir............................ G. Sistematika Penulisan..................................................
1 6 7 7 8 11 15
BAB II. PEMBAHASAN UMUM TENTANG LEMBAGALEMBAGA KEAGAMAAN DAN SIKAP KEBERAGAMAAN A. Lembaga-Lembaga Keagamaan .................................. 17 1. Pengertian Lembaga Keagamaan .......................... 17 2. Esensi Lembaga Keagamaan................................. 18 3. Urgensi Lembaga Keagamaan .............................. 19 B. Lembaga-lembaga Keagamaan di Indonesia .............. 22 1. Majelis Ulama Indonesia (MUI) ........................... 22 2. Persatuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) ............. 26 3. Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI)........... 31 4. Perwalian Umat Budha Indonesia (WALUBI) ..... 35 C. Sikap Keberagamaan................................................... 40 1. Pengertian Sikap Keberagamaan........................... 40 2. Aneka Macam Sikap Keberagamaan .................... 42 a. Eksklusif.......................................................... 43 b. Inklusif ............................................................ 48 BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sifat Penelitian............................................. 57 B. Sumber Data ............................................................... 58 C. Tekhnik Pengumpulan Data ........................................ 60
BAB IV. LEMBAGA-LEMBAGA KEAGAMAAN PROVINSI LAMPUNG DAN INKLUSIFISME UMAT BERAGAMA A. Fungsi Lembaga-Lembaga Keagamaan di Provinsi Lampung dalam Meningkatkan Perilaku Umat Beragama yang Inklusif ............................................. 69 B. Usaha yang Dilakukan oleh Lembaga-Lembaga Keagamaan Provinsi Lampung dalam Meningkatkan Perilaku Umat Beragama yang Inklusif ...................... 76 C. Implikasi Perilaku Umat Beragama yang Inklusif Terhadap Pembangunan di Provinsi Lampung ........... 91 BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan.................................................................. 101 B. Saran ........................................................................ 103 DAFTAR PUSTAKA ................................................................... 105
BAB I
adalah satu-satunya ajalan keselamatan bagi seluruh umat manusia.
PENDAHULUAN
Dalam hal ini Nurcholish Madjid menegaskan : “Kita bisa merefleksikan, apa yang bisa terjadi, jika agama menjadi tertutup dan penuh kefanatikan, lalu mengklaim kebenaran sendiri dengan
A. Latar Belakang Masalah Fakta sosial menunjukkan bahwa Indonesia adalah negara
‘mengirim ke neraka’ agama yang lain. Inilah yang menimbulkan
yang plural dan memiliki berbagai macam suku, budaya juga
problem, yang disebut dalam studi agama-agama sebagai masalah
komunitas umat beragama.
‘klaim kebenaran’ (the problem of truth claim)”.1
Disatu sisi, adanya keaneragaman
tersebut merupakan anugerah dari Allah, tetapi disisi lain, dengan
Pada bagian lain menurut Budhy Munawar-Rachman, dari
keaneragamannya, Indonesia akan sangat rentan dengan konflik
sudut sosiologis, memang truth claim dan salvation claim ini telah
yang bernuansa agama yang salah satunya disebabkan oleh adanya
membuat berbagai konflik sosial-politik, yang membawa berbagai
perilaku eksklusif dari umat beragama.
macam perang antar agama, yang sampai sekarang masih sering
Perilaku umat beragama yang eksklusif sangat terkait
menjadi kenyataan di zaman modern ini. Ini pula yang membawa
dengan truth claim dan salvation claim yang pada gilirannya dapat
seseorang
mengambil bentuk-bentuk tindakan agresif dan demonstratif
membenarkan dirinya sendiri – self fulfilling prophecy – karena
sehingga akan sangat membahayakan masa depan umat beragama
mengasumsikan agamanya dengan keabsolutan itu.2
sendiri termasuk juga bangsa.
pada
prasangka-prasangka
epistemologis
yang
Sebab, lambat laun ketegangan
Oleh karena itu sikap yang harus dibangun pada masing-
akibat eksklusifisme tersebut akan melahirkan konflik antar umat
masing umat beragama adalah sebaliknya yakni sikap keterbukaan
beragama. Truth claim adalah suatu keyakinan dari pemeluk agama tertentu yang menyatakan bahwa agamanya adalah satu-satunya agama yang benar, sedang salvation claim adalah suatu keyakinan dari pemaluk agama tertentu yang menyatakan bahwa agamanya 1
1
Nurcholish Madjid, Cendekiawan dan Religiusitas Masyarakat; Kolom-kolom di Tabloid Tekad (Jakarta : Paramadina. 1999), h. 60. 2 Budhy Munawar Rachman, “Kata Pengantar” dalam Komaruddin Hidayat dan Muhammad Wahyuni Nafis, Agama Masa Depan; Perspektif Filsafat Perennial (Jakarta : Paramadina, 1995), h. xxv. Adapun sebab-sebab yang ikut melahirkan klaim kebenaran dan klaim keselamatan, diantaranya : Faktor teologis, ekonomi dan politik. Lihat Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama (Yogyakarta : Kanisius, 1995), h. 294.
2
atau yang dikenal dengan sikap inklusif.
Sikap inklusif yang
“Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran
terbangun pada umat beragama akan melahirkan tipe umat
dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-
beragama yang toleran, saling menghargai dan menghormati serta
undang”.
menjunjung tinggi berbagai macam perbedaan.
Dengan
Perilaku umat beragama yang inklusif diyakini memberikan kontribusi positif terhadap pembangunan bangsa.
berbagai
perangkatnya
lembaga-lembaga
keagamaan diyakini akan dapat menumbuhkan kesadaran bagi
Hal tersebut
umat beragama untuk saling menghargai dan menghormati
ditegaskan mengingat perilaku umat beragama yang inklusif akan
berbagai macam perbedaan agar tercipta komunitas umat beragama
melahirkan sikap saling menghargai perbedaan seperti agama,
yang rukun.
suku, budaya serta golongan sehingga dengan terbangunnya sikap inklusif maka bangsa Indonesia tidak akan mengalami konflik.
Adapun fungsi dari lembaga-lembaga keagamaan tersebut antara lain sebagai wadah penyalur kegiatan sesuai kepentingan
Salah satu yang dapat diharapkan dalam membina
anggotanya, sebagai wadah pembinaan dan pengembangan
inklusifisme umat beragama adalah lembaga-lembaga keagamaan.
anggotanya dalam usaha mewujudkan tujuan organisasi, sebagai
Secara terminologi dapat diuraikan bahwa lembaga-lembaga
wadah peranserta dalam usaha menyukseskan pembangunan
keagamaan adalah salah satu organisasi kemasyarakatan yang
nasional, dan sebagai sarana penyalur aspirasi anggota dan
dibentuk atas dasar kesamaan baik kegiatan maupun profesi, fungsi
komunikasi sosial timbal balik antar anggota dan antar organisasi
dan agama.3 Dilihat dari aspek yuridis, bahwa lahirnya lembaga-
kemasyarakatan dan lembaga keagamaan.4
lembaga keagamaan merupakan aktualisasi dan implementasi dari
Provinsi Lampung yang pluralitas baik dari segi suku,
pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan ;
budaya, bahasa dan agama yang sangat nyata, dapat dikatakan miniatur Indonesia. Disatu sisi, hal tersebut merupakan suatu yang
3
Lihat Departemen Agama, Kompilasi Peraturan Perundang-Undangan Kerukunan Hidup Umat Beragama, edisi keenam, (Jakarta : Balitbang Agama, 1997), h. 17. Dalam buku tersebut juga dijelaskan tentang keberadaan organisasi kemasyarakatan, jenis dan pembentukan organisasi kemasyarakatan, asas dan tujuan, fungsi, hak dan kewajiban, sanksi dan hukuman termasuk juga pembubaran organisasi dan lembaga keagamaan.
3
harus di respon secara positif oleh seluruh masyarakat Lampung, sedangkan disisi lain, pluralitas tersebut jika tidak hati-hati, maka 4
Ibid.
4
akan menimbulkan konflik dan pertikaian antar sesama terutama
melakukan reorientasi peran lembaga-lembaga keagamaan terhadap
yang bernuansa SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan).
peningkatan pemahaman keagamaan, sehingga pada gilirannya
Kasus konflik yang pernah terjadi di Kalianda Lampung Selatan
melahirkan perilaku umat beragama yang inklusif.
dan Kabupaten lain di Lampung, kiranya menjadi pelajaran yang
Oleh karena itu menjadi sesuatu yang mendesak untuk
sangat berharga bagi berbagai pihak, terutama lembaga-lembaga
melakukan reorientasi fungsi lembaga-lembaga keagamaan dalam
keagamaan untuk lebih intensif dalam melakukan pembinaan
menumbuhkan sikap inklusif pada masyarakat, supaya memiliki
terhadap umat beragama supaya memiliki sikap yang inklusif dan
sikap yang saling menghargai akan perbedaan dan lebih dari itu
toleran.
umat beragama dapat bekerjasama dalam rangka turut serta dalam
Di keagamaan
provinsi antara
Lampung lain
Majelis
terdapat Ulama
lembaga-lembaga Indonesia
pembangunan bangsa.
(MUI),
Dengan begitu menjadi jelas, bahwa program pembangunan
Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI), Parisada Hindu
bangsa harus diawali dengan adanya sikap inklusif pada
Dharma Indonesia (PHDI), dan Perwalian Umat Budha Indonesia
masyarakat sehingga umat dapat memberikan kontribusi dan turut
(WALUBI), yang kesemuanya merupakan cabang dari pengurus
serta dalam agenda pembangunan bangsa Indonesia. Sikap inklusif
pusat yang ada di Jakarta dan memiliki aktivitas serta kiprah yang
umat beragama akan terbangun, manakala lembaga keagamaan
cukup baik untuk melakukan pembinaan anggotanya masing-
mengambil peran dalam persoalan tersebut.
masing agar memiliki sikap yang inklusif.
bahasan tersebut, maka penelitian ini akan memfokuskan pada
Terkait dengan
Dari uraian tersebut diatas dapat dipahami bahwa
reoritentasi fungsi Lembaga keagamaan yang ada di Provinsi
sesungguhnya Indonesia yang pluralistiknya sangatlah nyata.
Lampung dalam meningkatkan perilaku umat beragama yang
Pluralitas tersebut disamping memiliki unsur positif, tetapi juga
inklusif.
terdapat unsur negatif. Hal yang akan berdampak tidak baik atau negatif dari sebuah plualitas seperti konflik yang bernuansa SARA (Suku, Agama, Ras dan Antargolongan) harus diantisipasi dengan
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
5
6
1. Bagaimana fungsi lembaga-lembaga keagamaan di Provinsi
mengetahui pendapat para tokoh lembaga keagamaan, maka perlu
Lampung dalam meningkatkan perilaku umat beragama
dikaji
yang inklusif ?
dipertanggungjawabkan karena melalui proses dan kaidah-kaidah
2. Apa saja usaha yang dilakukan oleh lembaga-lembaga keagamaan
Provinsi
Lampung
dalam
meningkatkan
perilaku umat beragama yang inklusif ? 3. Bagaimana implikasi perilaku umat beragama yang inklusif terhadap pembangunan di Provinsi Lampung ?
secara
ilmiah
agar
diperoleh
hasil
yang
dapat
penelitian ilmiah yang objektif, bukan dengan kajian yang bersifat spekulatif dan subjektif. Kedua, mengembangkan kajian objektif tentang fungsi, usaha dan implikasi dari lembaga-lembaga keagamaan khususnya di Provinsi Lampung dalam turut serta ambil bagian dalam proses pembangunan, yang selama ini dirasa agak hanya kurang dalam kajian ilmiah. Sedangkan jika dilihat dari aspek praktis, penelitian ini
C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkap, mengetahui dan menjelaskan :
diharapkan
dapat
membuka
wawasan
serta
menumbuhkan
kesadaran bagi masyarakat atau umat beragama Provinsi Lampung
1. Fungsi lembaga-lembaga keagamaan di Provinsi dalam meningkatkan perilaku umat beragama yang inklusif. 2. Usaha yang dilakukan oleh lembaga-lembaga keagamaan
terhadap urgensitas perilaku yang inklusif secara konsisten dan bertanggungjawab.
Sebab Provinsi Lampung adalah termasuk
provinsi yang masyarakatnya sangat plural baik dari segi budaya,
Provinsi Lampung dalam meningkatkan perilaku umat
suku, maupun agama.
beragama yang inklusif.
dengan kesadaran bersama, maka akan sangat rawan menimbulkan
3. Implikasi perilaku umat beragama yang inklusif terhadap
Pluralitas tersebut jika tidak dibarengi
konflik yang tentu saja sangat tidak diharapkan.
pembangunan di Provinsi Lampung. E. Kajian Pustaka D. Kegunaan Penelitian
Terdapat beberapa karya atau penelitian yang telah
Dilihat dari aspek akademis, setidaknya penelitian ini
mengkaji tentang lembaga atau organisasi keagamaan. Diantara
memiliki kegunaan; Pertama, karena penelitian ini berusaha untuk 7
8
penelitian tersebut antara lain karya Elizabeth K. Notthingham
baik oleh masyarakat maupun oleh salah satu lembaga keagamaan
dengan judul Religion and Society. Buku ini telah diterjemahkan
yakni Perwalian Umat Buddha Indonesia (WALUBI).7
kedalam bahasa Indonesia dengan judul “Agama dan Masyarakat; Suatu
Pengantar
Sosiologi
satu
membahas tentang organisasi/Lembaga Keagamaan Buddha.
pembahasannya menguraikan tentang bentuk maupun tipe-tipe dari
Dalam tulisannya, Oka menguraikan tentang sejarah dan proses
lembaga keagamaan.
Agama”.
Dalam
salah
Oka Diputhera juga menyajikan artikel atau tulisan yang
5
kelahiran WALUBI, tantangan dan peluang serta masalah-masalah
Karya lain yang mengkaji lembaga keagamaan adalah
yang dihadapi umat Buddha. Dikarenakan tulisan ini masuk dalam
Sosiologi Agama; Suatu Pengenalan Awal yang ditulis oleh
buku “bunga rampai”, maka pembahasannya pun kurang begitu
Thomas F. O’Dea. Sebagaimana karya sebelumnya, karya ini pun
luas.8
membahas tentang lembaga ataupun organisasi keagamaan secara
Sedangkan karya ilmiah atau tulisan yang membahas
teoritis dan menguraikan baik fungsi maupun aksi dari lembaga
tentang tema inklusif di ketengahkan oleh Alwi Shihab dengan
keagamaan.
yang
6
judul Islam Inklusif; Menujut Sikap Terbuka dalam Beragama.
Secara spesipik Nuhrison M. Nuh melakukan penelitian
Buku ini berisi tentang dialog antar agama, agama dan tantangan
berjudul
etika global, serta pengalaman di Indonesia. Dalam karya ini, Alwi
ResponTerhadap
Majelis
Agama
Buddha
Tentrayana Satya Buddha Indonesia di Kalimantan Barat. Dalam uraiannya, Nuhrison lebih banyak menyoroti tentang aliran Buddha Tentrayana Satya Buddha Indonesia yang ada di Kalimantan Barat 7
Lihat Elizabeth K. Notthingham, Agama dan Masyarakat ; Suatu Pengantar Sosiologi Agama, terj. Abdul Muis Naharong (Jakarta : Rajawali Pers, 1994). 6 Lihat Thomas F. O’Dea, Sosiologi Agama; Suatu Pengenalan Awal, terj. Tim Yasogama (Jakarta : Rajawali Pers, 1995).
Lihat Nuhrison M. Nuh, “Respon Terhadap Agama Buddha Tentrayana Satya Buddha Indonesia di Kalimantan Barat”, dalam Harmoni (Jurnal Multikultural & Multireligius), Jakarta : Litbang Kehidupan Keagamaan, Vol. 11, Nomor 4 Oktober-Desember 2012. 8 Lihat Oka Diputhera, “Kebutuhan, Peluang dan Tantangan Organisasi/Lembaga Keagamaan Buddha dalam Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara”, dalam Mursyid Ali (ed.), Dinamika Kerukunan Hidup Beragama Menurut Perspektif Agama-Agama; Bingkai Teologi Kerukunan Hidup Beragama (Jakarta: Balitbang Agama, 2000).
9
10
5
Shihab juga memaparkan pengalaman sebagai Visiting Scholar di
simpati terhadap kelompok lain tersebut.
Hartford Seminary, Amerika Serikat.9
negatifnya adalah dimana adanya berbagai macam etnis, agama,
Dari sekian karya tersebut, menurut peneliti belum ada yang
budaya
dan
lain-lain
tersebut
bisa
Sedangkan dampak
saja
menimbulkan
secara spesifik membahas tema lembaga-lembaga keagamaan yang
kesalahpahaman, pertikaian dan konflik, jika interaksi yang
dikaitkan dengan peningkatan perilaku umat beragama yang
dilakukan tidak secara baik.
inklusif.
Oleh karena itu, setidaknya disinilah letak perbedaan
Harus diakui bahwa di Provinsi Lampung pernah terjadi
antara penelitian ini dengan karya-karya sebelumnya, sebab
konflik baik itu antar etnis maupun agama yang disebabkan oleh
penelitian ini tidak hanya membahas tentang lembaga-lembaga
kesalahpahaman, seperti yang terjadi di Kabupaten Lampung
secara teoritis, tetapi juga dikaitkan dengan usaha dari lembaga
Tengah dan Lampung Selatan, juga daerah-daerah lainnya.
tersebut dalam peningkatan perilaku umat beragama yang inklusif
Permasalahan tersebut tidak dapat dibiarkan, tetapi harus dicarikan
khususnya di Provinsi Lampung. Meskipun begitu peneliti
jalan keluarnya.
Sebab bagaimanapun, kondisi umat beragama
beranggapan bahwa karya-karya tersebut akan sangat membantu
yang
turut
dalam memberikan gambaran awal, terutama tentang aspek teoritis
pembangunan Provinsi Lampung.
maupun aspek terminologis lembaga-lembaga keagamaan.
dalam keadaan konflik, maka pembangunan di Provinsi ini tidak
F. Landasan Teori/Kerangka Pikir
akan dapat berjalan lancar, hal ini dikarenakan banyak dana yang
harmonis
pula
memberikan
sumbangan
bagi
Jika umat beragama hidup
Lampung merupakan salah satu provinsi yang memiliki
seharusnya digunakan untuk pembangunan (fisik), karena ada
keanekaragaman, baik itu etnis, budaya, agama dan lain
konflik, maka digunakan untuk rehabilitasi daerah yang mengalami
sebagainya.
konflik.
Keanekaragaman ini tentu saja memiliki dampak
positif dan negatif. Dampak positifnya adalah dimana masyarakat
Oleh karena itu, tokoh lembaga-lembaga keagamaan yang
dapat bersosialisasi dan berinteraksi dengan kelompok lain,
notabene
sehingga dapat menambah wawasan dan kesadaran bahkan juga
bermusyawarah dan bermufakat untuk sama-sama memberikan
9
Lihat Alwi Shihab, Islam Inklusif; Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama (Bandung : Mizan, 1999).
11
merupakan
perwakilan
umat
beragama,
harus
penyegaran pemahaman kepada umat masing-masing akan 12
pentingnya suasana hidup yang rukun dan damai. Hal itu akan terwujud manakala umat beragama memiliki sikap keterbukaan atau inklusif dalam beragama.
LEMBAGA-LEMBAGA KEAGAMAAN PROVINSI LAMPUNG
Terkait dengan hal tersebut, maka penelitian ini akan menggunakan teori Dekonfessionalisasi yang dikemukakan oleh C.A.O. Van Nieuwenhuije.
Menurut Nieuwenhuije, “istilah
dekonfessionalisasi ini pada mulanya digunakan di Belanda untuk
MUI
PGI
PHDI
menunjukkan bahwa, untuk mencapai tingkat kebersamaan tertentu, wakil-wakil dari berbagai kelompok peribadatan harus bertemu untuk menemukan landasan bersama (yang dirumuskan bersama), yakni mengenai kesepakatan bahwa implikasi-implikasi
DEKONFESSIONALISASI
tertentu dari sejumlah peribadatan mereka harus dihindarkan sebagai topik perbedaan pendapat.”10 Dalam teori ini dipahami bahwa para anggota dari berbagai kelompok sosial keagamaan yang berbeda, merelakan diri mereka untuk
bertemu
dan
bermusyawarah
dalam
UMAT YANG INKLUSIF
membahas
permasalahan-permasalahan umat yang diakibatkan dari semakin mengentalnya sikap ekslusif dan untuk digantikan menjadi sikap yang inklusif.
Sikap inklusif ini, akan melahirkan umat yang
toleran, tetapi mereka tetap loyal terhadap agama mereka. Secara rinci, kerangka pikir dalam rencana penelitian ini adalah : 10
C.A.O. Van Nieuwenhuije, Cross Cultural Studies (The Hegeu : Monton and Co. 1973), h. 152.
13
14
WALUBI
Bab III Metode Penelitian, meliputi jenis dan sifat
G. Sistematika Pembahasan Penulisan hasil penelitian ini terdiri dari lima bab, dimana antara bab tersebut adalah saling terkait.
Adapun penjelasan
masing-masing bab tersebut adalah :
penelitian, sumber data, tekhnik pengumpulan data, analisis data, serta pemeriksaan keabsahan data. Bab IV Lembaga-lembaga keagamaan Provinsi Lampung
Bab I. Pendahuluan, yaitu bab yang menghantarkan kepada
dan inklusifisme umat beragama merupakan bab analisis dari
pokok permasalahan yang akan diteliti. Pada bab ini terdiri dari
penelitian ini yang merupakan hasil temuan dan untuk menjawab
latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
rumusan dalam penelitian. Bab ini mengungkap fungsi lembaga-
kegunaan penelitian, kajian pustaka, landasan teori dan kerangka
lembaga keagamaan di Provinsi Lampung dalam meningkatkan
berpikir serta sistematika penulisan.
perilaku umat beragama yang inklusif, usaha yang dilakukan oleh
Bab II. Kajian Teoritis atau pembahasan umum tentang
lembaga-lembaga
keagamaan
Provinsi
Lampung
dalam
lembaga-lembaga keagamaan dan sikap keberagamaan, meliputi
meningkatkan perilaku umat beragama yang inklusif, serta
pembahasan
implikasi perilaku umat beragama yang inklusif terhadap
lembaga-lembaga
keagamaan
yang
meliputi
pengertian, esensi serta urgensi lembaga keagamaan. Selanjutnya
pembangunan di Provinsi Lampung.
disajikan pula lembaga-lembaga keagamaan di Indonesia yang
Bab V adalah penutup, berupa penarikan kesimpulan yang
menguraikan lembaga keagamaan secara spesipik Majelis Ulama
diperoleh dari hasil analisis data secara logis dan faktual
Indonesia (MUI), Persatuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI),
berdasarkan data-data yang ditemukan di lapangan. Pada bab ini
Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), dan Perwalian Umat
pula akan diuraikan beberapa saran.
Budha Indonesia (WALUBI). Kemudian bab ini juga membahasa tentang sikap keberagamaan yang meliputi pengertian sikap keberagamaan dan aneka macam sikap keberagamaan.
15
16
BAB II
yang bersangkutan di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
PEMBAHASAN UMUM TENTANG LEMBAGA-LEMBAGA
dan bernegara, yang tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas
KEAGAMAAN DAN SIKAP KEBERAGAMAAN
hidup keagamaan masing-masing umat beragama. Dengan
A. Lembaga-Lembaga Keagamaan 1. Pengertian Lembaga Keagamaan Sebagaimana telah diuraikan pada bagian sebelumnya, bahwa secara terminologi lembaga-lembaga keagamaan adalah
berbagai
perangkatnya
lembaga-lembaga
keagamaan diyakini akan dapat menumbuhkan kesadaran bagi umat beragama untuk saling menghargai dan menghormati berbagai macam perbedaan agar tercipta komunitas umat beragama yang rukun.
salah satu organisasi kemasyarakatan yang dibentuk atas dasar
Adapun fungsi dari lembaga-lembaga keagamaan tersebut
kesamaan baik kegiatan maupun profesi, dan agama.1 Sedangkan
antara lain sebagai wadah penyalur kegiatan sesuai kepentingan
jika dilihat dari aspek yuridis, bahwa lahirnya lembaga-lembaga
anggotanya, sebagai wadah pembinaan dan pengembangan
keagamaan merupakan aktualisasi dan implementasi dari pasal 28
anggotanya dalam usaha mewujudkan tujuan organisasi, sebagai
Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan ; “Kemerdekaan
wadah peranserta dalam usaha menyukseskan pembangunan
berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan
nasional, dan sebagai sarana penyalur aspirasi anggota dan
tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”.
komunikasi sosial timbal balik antar anggota dan antar organisasi
Berdasarkan penjelasan tersebut, setidaknya dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan lembaga keagamaan adalah
kemasyarakatan dan lembaga keagamaan.2 2. Esensi Lembaga Keagamaan
organisasi yg bertujuan mengembangkan dan membina kehidupan
Untuk lebih berperan dalam melaksanakan fungsinya,
beragama, atau organisasi yang dibentuk oleh umat beragama
lembaga keagamaan berhimpun dalamsatu wadah pembinaan dan
dengan maksud untuk memajukan kepentingan keagamaan umat
pengembangan yang sejenis (UU No. 8/1985 ps.8).
Dengan
berlakunya undang-undang ini lembaga keagamaan yang sudah ada 1
Departemen Agama, Kompilasi Peraturan Perundang-Undangan Kerukunan Hidup Umat Beragama, edisi keenam (Jakarta: Balitbang Agama, 1997), h. 17.
17
2
Ibid.
18
diberi kesempatan untuk menyesuaikan diri dengan ketentuan
c. wadah peranserta dalam usaha menyukseskan pembangunan
Undang-undang ini.
nasional;
Adapun jenis dan cara pembentukan lembaga-lembaga
d. sarana penyalur aspirasi anggota, dan sebagai sarana
keagamaan dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan
komunikasi sosial timbal balik antar anggota dan/atau antar
lembaga keagamaan adalah organisasi yang dibentuk oleh anggota
organisasi
warganegara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar
kemasyarakatan dengan organisasi kekuatan sosial politik,
kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama dan kepercayaan
badan permusyawaran/perwakilan rakyat dan pemerintah.3
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, untuk berperan serta dalam
Guna
kemasyarakatan,
meningkatkan Pemerintah
dan
kegiatan
melakukan
antara
organisasi
organisasi/lembaga
pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional dalamwadah
keagamaan,
pembinaan
umum
dan
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.
pembinaan teknis dalam bentuk bimbingan, pengayoman, dan
Lembaga keagamaan sebagai orgaisasi kemasyarakatan
pemberian dorongan dalam rangka pertumbuhan organisasi yang
berasaskan Pancasila. Asas sebagaimana yang dimaksud dalam
sehat dan mandiri. Bimbingan dilakukan dengan cara memberikan
ayat (1) adalah asas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
saran, anjuran, petunjuk, pengarahan, nasehat, pendidikan dan
dan bernegara. Lembaga keagamaan menetapkan tujuan masing-
latihan atau penyuluhan agar organisasi dapat tumbuh secara sehat
masing sesuai dengan sifat kekhususannya dalam rangka mencapai
dan mandiri serta dalam melaksanakan fungsinya dengan baik.
tujuan nasional sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-
Pengayoman
dilakukan
dengan
cara
memberikan
Undang Dasar 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik
perlindungan hak sesuai dengan peraturan perundang-undangan
Indonesia.
yang berlaku.
3. Urgensi Lembaga Keagamaan Fungsi lembaga-lembaga keagamaan adalah :
Pemberian dorongan dilakukan dengan cara
menggairahkan, menggerakkan kreativitas dan aktivitas yang positif,
memberikan
penghargaan
a. wadah penyalur kegiatan sesuai kepentingan anggotanya; b. wadah pembinaan dan pengembangan anggotanya dalam usaha mewujudkan tujuan lembaga/organisasi; 19
3
Ibid., h. 16-17.
20
dan
kesempatan
untuk
mengembangkan diri agar dapat melaksanakan fungsinya secara
tidak menyimpang dari khittahnya, sehingga dengan demikian
maksimal untuk mencapai tujuan organisai atau lembaga.
terwujudnya masyarakat yang inklusif. Jika dalam perjalanannya
Selanjutnya perlu juga disampaikan bahwa sesungguhnya
lembaga keagamaan melakukan tindakan-tindakan yang dapat
lembaga-lembaga keagamaan dapat diberikan sanksi berupan
merugikan bangsa dan negara, maka lembaga keagamaan dapat
peringatan bahkan pembekuan atau pembubaran jika :
dibebukan atau dibubarkan, hal itulah yang menunjukkan bahwa
a. melakukan kegiatan yang mengganggu keamanan dan ketertiban;
dalam berbuat seseorang atau lembaga keagamaan terikat oleh peraturan yang harus ditaati.
b. menerima bantuan dari pihak asing tanpa persetujaun Pemerintah;
B. Lembaga-Lembaga Keagamaan di Indonesia
c. memberi bantuan kepada pihak asing yang merugikan kepentingan Bangsa dan Negara.
4
1. Majelis Ulama Indonesia (MUI) Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah wadah atau majelis
Dengan demikian nyatalah bahwa lembaga keagamaan
yang menghimpun para ulama, zuama dan cendekiawan muslim
memiliki urgensi yang cukup signifikan bagi kehidupan keagamaan
Indonesia untuk menyatukan gerak dan langkah-langkah umat
di tengah-tengah masyarakat, dimana masing-masing lembaga
Islam Indonesia dalam mewujudkan cita-cita bersama. MUI berdiri
keagamaan dapat melakukan pembinaan terhadap umatnya agar
pada tanggal 7 Rajab 1395 H yang bertepatan dengan 26 Juli 1975
dapat hidup untuk saling menghargani dan toleransi, selain itu
di Jakarta, sebagai hasil dari pertemuan atau musyawarah para
dapat pula menjalin silaturahmi dengan lembaga keagamaan lain
ulama, cendekiawan dan zuama yang datang dari berbagai penjuru
dan tentunya juga dengan Pemerintah. Dalam hal ini Pemerintah
tanah air, antara lain meliputi enam puluh ulama yang mewakili 26
harus melakukan pemantauan dan pembinaan kepada lembaga
Propinsi di Indonesia. Sepuluh orang ulama yang merupakan unsur
keagamaan agar tujuan yang telah digariskan oleh masing-masing
dari ormas-oramas Islam tingkat pusat yaitu Nahdlatul Ulama,
lembaga keagamaan dapat berjalan sebagaimana mestinya serta
Muhammadiyah, Syarikat Islam, Perti, al-Washliyah, Mathla’ul Anwar, GUPPI, PTDI, DMI dan al-Ittihadiyyah. Empat orang uala dari Dinas Rohani Islam Angkatan Darat, Angkatan Udara,
4
Ibid., h. 20.
21
22
Angkatan Laut dan Kepolisian Republik Indonesia serta tiga besar
global yang didominasi Barat, serta pendewaan kebendaan dan
orang tokoh/ cendekiawan yang merupakan tokoh perorangan.5
pendewaan hawa nafsu yang dapat melunturkan aspek religiusitas
Dari musyawarah tersebut, dihasilkan sebuah kesepakatan
masyarakat serta meremehkan peran agama dalam kehidupan umat.
untuk membentuk wadah tempat bermusyawarah, zuama dan
Selain itu, kemajuan dan keragaman umat Islam Indonesia
cendekiawan muslim yang tertuang dalam sebuah “Piagam
dalam
alam
pikiran
keagamaan,
organisasi
sosial
dan
Berdirinya MUI”, yang ditandatangani oleh seluruh peserta
kecenderungan aliran dan aspirasi politik, sering mendatangkan
musyawarah yang kemudian disebuh Musyawarah Nasional Ulama
kelemahan dan bahkan dapat menjadi sumber pertentangan di
I.
kalangan umat Islam sendiri. Momentum berdirinya MUI bertepatan ketika bangsa
Akibatnya umat Islam dapat terjebak dalam egoisme
Indonesia tengah berada pada fase kebangkitan kembali, setelah
kelompok (ananiyah hizbiyah) yang berlebihan. Oleh karena itu
tiga puluh tahun merdeka, dimana energi bangsa telah banyak
kehadiran MUI, makin dirasakan kebutuhannya sebagai sebuah
terserap dalam perjuangan politik dan kurang peduli terhadap
organisasi kepemimpinan umat Islam yang bersifat kolektif dalam
masalah kesejahteraan rohani umat.
rangka mewujudkan silaturahmi, demi terciptanya persatuan dan
Ulama Indonesia menyadari sepenuhnya bahwa mereka
kesatuan serta kebersamaan umat Islam.
adalah pewaris tugas-tugas para Nabi (Warasatul Anbiya’). Maka
Dalam perjalanannya, MUI sebagai wadah musyawarah
mereka terpanggil untuk berperan aktif dalam membangun
para ulama, zu’ama dan cendekiawan muslim berusaha untuk
masyarakat melalui wadah MUI, seperti yang pernah dilakukan
memberikan bimbingan dan tuntunan kepada umat Islam dalam
oleh para ulama pada zaman penjajahan dan perjuangan
mewujudkan kehidupan beragama dan bermasyarakat yang diridhoi
kemerdekaan.
Allah swt; memberikan nasihat dan fatwa mengenai masalah
Di sisi lain umat Islam Indonesia menghadapai
tantangan global yang sangat berat. Kemajuan sains dan teknologi
keagamaan
yang dapat menggoyahkan batas etika dan moral, serta budaya
masyarakat, meningkatkan kegiatan bagi terwujudnya ukhwah Islamiyah
5
http://mui.or.id/tentang-mui/profil-mui/profil-mui.html. tanggal 25 September 2014.
23
Diakses
dan
dan
kemasyarakatan
kerukunan
antar
kepada
umat
Pemerintah
beragama
dan
dalam
memantapkan persatuan dan kesatuan bangsa serta; menjadi 24
penghubung antara ulama dan umaro (Pemerintah) dan penterjemah
Menurut Faisal Ismail, seperti ditunjukkan oleh namanya,
timbal balik antara umat dan Pemerintah guna mensukseskan
lembaga ini berfungsi melakukan ijtihad dan mengeluarkan fatwa
pembangunan nasional; meningkatkan hubungan serta kerjasama
kepada umat Islam atau pemerintah berkaitan dengan masalah-
antar organisasi, lembaga Islam dan cendekiawan muslimin dalam
masalah sosial yang status hukumnya tidak dapat ditemukan dalam
memberikan
al-Qur’an maupun Hadis.7
bimbingan
dan
tuntunan
kepada
masyarakat
khususnya umat Islam dengan mengadakan konsultasi dan informasi secara timbal balik.
2. Persatuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) didirikan di
Tujuan dibentuknya MUI ialah ikut serta mewujudkan
Jakarta pada tanggal 25 Mei 1950 oleh 29 gereja-gereja di
masyarakat yang aman, damai, adil dan makmur rohaniah dan
Indonesia yang awal mulanya bernama Dewan Gereja-gereja di
jasmaniah sesuai dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945
Indonesia (DGI) bertempat di Sekolah Theologia Tinggi (sekarang
dan Garis-garis Besar Haluan Negara yang diridhai oleh Allah swt.
Sekolah Tinggi Teologi Jakarta). Tepatnya tanggal 21- 28 Mei
Dalam khitah pengabdian MUI telah dirumuskan lima fungsi dan peran MUI yaitu : a. Sebagai
pewaris
1950 diadalah konferensi pembentukan DGI sekarang PGI. Salah satu agenda dalam konferensi tersebut adalah tentang
tugas-tugas
para
Nabi
(Warasatul
Anbiya’),
Anggaran Dasar DGI. Pada tanggal 25 Mei 1950, Anggaran Dasar DGI disetujui oleh peserta konferensi dan tanggal tersebut
b. Sebagai pemberi fatwa (mufti),
ditetapkan sebagai tanggal berdirinya DGI dalam sebuah “Manifes
c. Sebagai pembimbing dan pelayan umat (Riwayat wa
Pembentoekan DGI” :
khadim al ummah),
“Kami anggota-anggota Konferensi Pembentoekan Dewan
d. Sebagai gerakan Islam wa al Tajdid,
Gereja-gereja di Indonesia, mengumumkan dengan ini, bahwa
e. Sebagai penegak amar ma’ruf dan nahi munkar.6
sekarang Dewan Gereja-gereja di Indonesia telah diperdirikan, 7
Faisal Ismail, Ideologi Hegemoni dan Otoritas Agama; Wacana Ketegangan Kreatif Islam dan Pancasila (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999), h. 251.
6
Ibid.
25
26
sebagai tempat permusyawaratan dan usaha bersama dari Gereja-
tahun 1984. Perubahan nama itu terjadi atas pertimbangan “bahwa
gereja di Indonesia, seperti termaktub dalam Anggaran Dasar
persekutuan lebih bersifat gerejawi dibanding dengan kata dewan,
Dewan Gereja-gereja di Indonesia, yang sudah ditetapkan oleh
sebab dewa lebih mengesankan kepelbagaian dalam kebersamaan
Sidang pada tanggal 25 Mei 2950. Kami percaya, bahwa Dewan
antara gereja-gereja anggota, sedangkan per-sekutuan lebih
Gereja-gereja di Indonesia adalah karunia Allah bagi kami di
menunjukkan keterikatan lahir batin antara gereja-gereja dalam
Indonesia sebagai suatu tanda keesaan Kristen yang benar menuju
proses menuju keesaan”.8
pada pembentukan satu Gereja di Indonesia menurut amanat Jesus
Dengan demikian, pergantian nama itu mengandung
Kristus, Tuhan dan Kepala Gereja, kepada umat-Nya, untuk
perubahan makna. Persekutuan merupakan istilah al-Kitab yang
kemuliaan nama Tuhan dalam dunia ini”.
menyentuh
Demikianlah DGI telah menjadi wadah berhimpun Gerejagereja di Indonesia.
Anggotanya pun semakin bertambah dari
segi
eksistensial,
internal
dan
spiritual
dari
kebersamaan umat Kristiani yang satu. Sesuai dengan pengakuan PGI bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juru selamat dunia
waktu ke waktu. Dengan makin berkembangnya jumlah anggota,
serta kepala
maka makin menunjukkan semangat kebersamaan untuk menyatu
menghimpun dan menumbuhkan gereja sesuai dengan firman
dalam gerakan oikoumene di Indonesia. Dalam wadah PGI, gereja-
Allah, maka sejak berdirinya PGI, gereja-gereja berkomitmen
gereja di Indonesia yang memiliki keragaman latar belakang
untuk menyatakan satu gereja yang esa di Indonesia. Keesaan itu
teologis, denominasi, suku, ras, tradisi budaya dan tradisi gerejawi,
ditunjukkan melalui kebersamaan dalam kesaksian dan pelayanan,
tidak lagi dilihat dalam kerangka perbedaan yang memisahkan,
persekutuan, saling menolong dan membantu. Oleh karena itu, PGI
melainkan
dalam
tidaklah bermaksud untuk menyeragamkan gereja-gereja di
memperkaya kehidupan gereja-gereja sebagai Tubuh Kristus.
Indonesia, dan PGI juga bukanlah hendak menjadi suatu super
Seiring dengan perkembangan dan semangat kebersamaan itu
church yang mendominasi gereja-gereja anggota, melainkan
pulalah yang turut mendasari perubahan nama “Dewan Gereja-
keesaan yang dimaksud adalah keesaan dalam tindakan, artinya
diterima
sebagai
harta
yang
berharga
gereja di Indonesia” menjadi “Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia” sebagaimana diputuskan pada Sidang Raya X di Ambon 27
8
gereja,
sumber kebenaran dan hidup,
yang
http;//pgi.or.id/profil/sejarah-singkat. Diakses tanggal 26 September
2014.
28
keesaan yang makin lama makin bertumbuh dan berkembang
dengan tujuan “perwujudan Gereja Kristen yang Esa dan
ketika melakukan kegiatan-kegiatan bersama dalam visi dan misi
Indonesia” (Pembukaan Tata Dasar, alenia 1, 2 dan 4).9
bersama.
Sedangkan fungsi PGI wilayah adalah untuk :
Dasar pemikiran dibentuknya PGI adalah :
a) Membicarakan, menggumuli, dan mewujudkan kehadiran
a) Bahwa sesungguhnya orang-orang percaya disemua tempat
bersama gereja-gereja di wilayah.
dan dari segala zaman mengakui dan menghayati adanya
b) Menggalang kebersamaan gereja-gereja di wilayah melalui
satu gereja yang esa, kudus, am dan rasuli, seperti keesaan
kegiatan-kegiatan bersama, dan membantu gereja-gereja
antara Allah bapak, anak dam roh kudus (Yoh 17; Ef 4:1-6;
untuk
Kor 12: 27; Rm 12:4-5).
kebutuhannya.
memikirkan/mengusahakan
kebutuh-an-
b) Bahwa pengakuan akan adanya satu gereja yang esa, kudus,
c) Melaksanakan keputusan-keputusan Sidang Raya/MPL PGI
am dan rasuli tadi, adalah juga merupakan suatu panggilan
dengan menjabarkannya ke dalam bentuk-bentuk kegiatan
dan suruhan bagi semua gereja untuk mewujudkan agar
bersama, sesuai dengan keadaan dan kebutuhan wilayah
dunia percaya bahwa Allah Bapak telah mengutus anaknya,
yang bersangkutan (Tata Dasar PGI, ps. 18).
Tuhan Yesus Kristus, menjadu juru selamat dunia.
Tujuan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia adalah
c) Bahwa oleh bimbingan dan kuasa roh kudus yang senantiasa membarui, membangun dan mempersatukan gereja-gereja,
dan
didorong
pula
oleh
perwujudan gereja Kristen yang Esa di Indonesia (Tata Dasar PGI, ps. 4).10
keinginan
Sampai pada tahun 2009, PGI telah menghimpun 88 gereja
melanjutkan dan meningkatkan kebersamaan dalam keesaan
anggota dan lebih dari 15 juta anggota jemaat yang tersebar dari
yang telah dicapai selama ini melalui wadah DGI, maka 54
Merauke-Sabang dan dari Rote-Talaud.
gereja anggota DGI, yang terhimpun dalam sidang Raya X
mewakili 80 persen umat Kristen di Indonesia. Dengan lambing
di Ambon (21-31 Oktober 1984) telah sepakat untuk
“oikoumene” gereja-gereja anggota PGI optimistis berkarya dan
meningkatkan DGI dalam satu lembaga gerejawi dengan Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia, disingkat PGI 29
9
Departemen Agama, Kompilasi….., h. 25. Ibid., h. 26.
10
30
Keanggotaan PGI
melayani di Indonesia dan dunia.
Disamping merekatkan
dalam sebuah organisasi yang memiliki integritas, selain itu untuk
hubungan di antara gereja-gereja anggotanya, PGI juga terpanggil
segera membentuk wadah guna membina, menata dan mengayomi
untuk bekerjasama dan membangun kemitraan dengan gereja-
pelaksanaan kegiatan keagamaan dan kehidupan beragama.
gereja dan lembaga oikoumene lainnya, dan antar agama, baik di
Parisada bertujuan mengantarkan umat Hindu dalam mewujudkan
tingkat nasional maupun internasiona. Hubungan kemitraan ini
Jagaditha dan Moksa.12
dimaksudkan untuk menciptakan kerukunan umat beragama serta
Menurut Ida Bagus Putu Mambal, bahwa pada tahun lima
kesejahteraan manusia di Indonesia pada khususnya dan dunia pada
puluhan merupakan fase penting perjuangan umat Hindu di
umumnya.11
Indonesia, khususnya di Bali mengingat pengakuan pemerintah
3. Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Parisada
adalah
Majelis
Wipra
(Brahmana
terhadap kehadiran Agama Hindu di ahli,
datangnya.
Indonesia terlambat
Pada waktu itu 1961 Parisada mulai membangun
cendekiawan) yang berfungsi semacam badan legeslatif, memegang
lembaga Asrama Pangadyayaan (tempat mempelajari Dharma)
peranan penting di dalam memecahkan berbagai permasalahan
yang diberi nama Institus Hindu Dharma (IHD), kini berlokasi di
keagamaan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat.
Tembau, Kabupaten Badung.
Kata
Tamatan IHD ini akhirnya
Parasida tersebut identik dengan pengertiannya dengan duduk
mendapatkan posisi sebagai rohaniawan pada Rohani Daerah
melingkar (untuk bersidang). Parasida terdiri dari Brahmana ahli
Militer di seluruh Indonesia. Hak ini tidak terlepas dari peran aktif
berdasarkan ketentuan yang diatur di dalam kitab suci Manawa
Pedanda Made Kemenuh dan Pedanda Gede Wayan Sidemen saat
Dharma Sastra XII.110-114.
itu.13
Parisadah Hindu Dharma Indonesia (PHDI) didirikan di
Dengan tersebarnya umat Hindu secara sporadis di seluruh
Denpasar pada hari Senin Wage Julung Wangi, Purnama Palguna
Indonesia, maka Parisada terus mendapat tantangan untuk
Masa, Isaka Warsa 1880, bertepatan dengan tanggal 23 Pebruari
menyatukan visi dalam rangka mengembangkan umat Hindu di
1959 oleh suatu keinginan umat Hindu untuk menghimpun diri 12
Wawancara dengan Pdt. Christya (Pengurus PGI Provinsi Lampung), tanggal 27 September 2014.
Ibid., h. 27-28. Wawancara dengan Ida Bagus Putu Mambal (Pengurus PHDI Provinsi Lampung), tanggal 20 September 2014.
31
32
11
13
seluruh Indonesia.
Satu langkah yang dibuat Parisada adalah
tiga golongan Asrama yaitu Brahmacari, Grhasta dan Wana
dengan membuat model tempat ibadah (Pura) untuk luar Bali dan
Prastha. Dari prinsip inilah sejak Maha Sabha VIII Parisada Hindu
Lombok. Maka dibuatlah Pura Jagatnata di tengah-tengah kota
Dharma Indonesia (PHDI) di Denpasar menetapkan dalam
Denpasar sebagai model persembahyangan.
Pura yang cukup
Anggaran Dasar Parisada bahwa Sbha Pandita sebagai unsur
sederhana (tidak terlalu banyak bangunan) akhirnya benar-benar
tertinggi. Hal ini ditetapkan dalam pasal 10 Anggaran Dasar PHDI.
menjadi contoh bangunan pura bagi masyarakat Hindu di luar Bali. Dalam rangka memperlancar roda organisasi, khususnya bidang
administrasi,
Sekretariat
Parisada
pertama
masih
Sebelumnya pasal 7 ayat 1 Anggaran Dasar menetapkan tiga fungsi Parisada yaitu : 1) Menetapkan Bhisma
menumpang di Fakultas Sastra Universitas Airlangga (kini
2) Mengambil keputusan dibidang keagamaan dalam hal adanya
Udayana), kemudian di lokasi Pura Jagatnata Denpasar dengan
perbedaan penafsiran ajaran agama dan atau dalam hal terdapat
kondisi yang sangat memprihatikan. Kemudian atas usaha para
keraguan-keraguan mengenai masalah tersebut.
pengurus,
Parisada
dapat
membeli
tanah
untuk
dibangun
Sekretariat Parisada di Jalan Ratna Tatasan, Denpasar yang
3) Memasyarakatkan ajaran Veda, Bhisma dan keputusankeputusan Parisada.
akhirnya menjadi kantor pusat Parisada Hindu Dharma Indonesia.
Jadi ketentuan Anggaran Dasar Parisada tersebut sangat
Tetapi sesuai dengan keputusan pada Maha Sabha tahun 1980
jelas menempatkan unsur Sabha Pandita sangat terhormat dan
ditetapkan bahwa di Ibu Kota Negara (Jakarta) juga ada perwakilan
semakin mendekati ketentuan Manawa Dharmasastra.
kantor pusat Parisada dengan maksud untuk memudahkan
menjadi Parisada sebagai majelisnya para Brahmana Sista sudah
hubungan dengan Pemerintah.
Selanjutnya sejak tahun 1991
semakin terarah karena berbagai keterbatasan umat yang duduk di
Parisada Pusat berkedudukan di Jakarta, pertama menumpang di
Parisada maupun yang memfungsikan Parisada di tengah umat
daerah Pondok Bambu Jakarta Timur, kemudian di Jalan Anggrek
kadang-kadang menimbulkan masalah.
Nelly Murni Slipi, Jakarta Barat sampai sekarang.
Hal ini
Oleh karena itu semua umat Hindu seyogyanya berperan
Menurut Manawa Dharmasastra, Parisada itu hakikatnya
aktif mendukung eksistensi Sabha Pandita agar benar-benar
adalah majelisnya para Brahma Sista atau Pandita ahli dan wakil
semakin mampu menegakkan fungsi Parisada menciptakan Bhisma
33
34
yang benar dan tepat sesuai dengan kebutuhan umat di zaman
Buddha Indonesia. Dirjen Bimas Hindu dan Buddha mengadakan
modern ini. Demikian juga Sabha Pandhita agar semakin solid
temu wicara secara bergantian, yang akhirnya tercapai kesepakatan
dalam mengambil keputusan di bidang keagamaan untuk mengatasi
bahwa umat Buddha harus bersatu dalam wadah kebersamaan umat
adanya berbagai perbedaan penafsiran dan atau terdapat keraguan
Buddha Indonesia.
beberapa dari ajaran agama Hindu.
Lahirnya Walubi bermakna telah terjadi Konsensu Nasional
4. Perwakilan Umat Buddha Indonesia (WALUBI)
yang ditanda tangani oleh :
Perwakilan Umat Buddha Indonesia (WALUBI) didirikan
1. Majelis Agama Buddha Mahayana Indonesia.
pada tanggal 12 Agustus 1998,14 yang diprakarsai oleh dua orang
2. Majelis Agama Buddha Tantrayana Kasogatan Indonesia.
yang berperan sebagai fasilitator dan motivator terwujudnya
3. Majelis Pandita Buddha Maitreya Indonesia.
WALUBI yaitu Dirjen Bimas Hindu dan Buddha Mayor Jenderal
4. Majelis Rohaniawan Tridharma Seluruh Indonesia.
Ir. Wayan Gunawan dan Dra. Siti Hartati Murdaya.
5. Parisada Buddha Dharma Indonesia.
Hal ini dilatarbelakangi oleh Dirjen Bimas Hindu dan Buddha yang sangat mendambakan terwujudnya persatuan dan kesatuan umat Buddha Indonesia dan lahirnya satu wadah persatuan dan kebersamaan umat Buddha Indonesia.
Untuk
6. Pandita Sabha Buddha Dharma Indonesia. 7. Lembaga Keagamaan Buddha.15 Dua organisasi Buddhis yang tidak turut menanda tangani consensus adalah Majelis Agama Budha Theravada Indonesia dan
mewujudkan cita-citanya, Dirjen Bimas Hindu dan Buddha dengan
Majelis Budhayana Indonesia.
Dari konsensus Nasional Umat
tidak ada maksud untuk mengadakan rekayasa, telah mengadakan
Buddha Indonesia ini, akhirnya terbentuklah Perwakilan Umat
temu wicara dengan Sangha-Sangha dan majelis-majelis agama
Buddha Indonesia (WALUBI).
Buddha, baik yang tergabung dalam Perwalian Umat Buddha
anggota perwakilan umat Buddha Indonesia, menghendaki agar
Sementara itu sebagaian besar
Indonesia, maupun yang masih berada di luar Perwalian Umat 15
Dewan Pengurus Pusat Perwakilan Umat Buddha Indonesia, Anggaran Dasar-Anggaran Rumah Tangga dan Program Umum Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Jakarta: DPP WALUBI, tt), h. 4.
Oka Diputhera, “Kebutuhan, Peluang dan Tantangan Organisasi/Lembaga Keagamaan Buddha dalam Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara”, dalam Mursyid Ali (ed.), Dinamika Kerukunan Hidup Beragama Menurut Perspektif Agama-Agama; Bingkai Teologi Kerukunan Hidup Beragama (Jakarta: Balitbang Agama, 2000), h. 135.
35
36
14
Perwakilan Umat Buddha Indonesia dibubarkan.
Akhirnya
5. Mitra Pemerintah dalam rangka pembinaan pengembangan
diadakan Musyawarah Nasional Khusus Perwakilan Umat Buddha
dan pengayoman terhadap kehidupan umat Buddha
Indonesia tanggal 6 November 1998.
Indonesia.16
Dengan demikian di
Indonesia sekarang hanya ada satu wadah kebersamaan Umat Buddha yaitu WALUBI.
WALUBI sebagai wadah kebersamaan umat Buddha Indonesia, sebagai mitra pemerintah.
Adapun fungsi WALUBI adalah :
pemerintah
1. Wadah pemersatu Majelis-Majelis Agama Buddha dan
akan
bekerjasama
Dalam hubungan ini,
dengan
WALUBI
dalam
menyelesaikan berbagai masalah yang timbul dan hal yang
Lembaga Keagamaan Buddha anggota WALUBI yang
dibutuhkan oleh kedua belah pihak.
senantiasa berada dalam suasana rukun, bersatu padu dalam
vasilitator dan motivator dalam rangka bekerjasama dengan
menghayati dan mengamalkan dharma agama dan dharma
Pemerintah.17
negara.
WALUBI beranggotakan Majelis Majelis Agama Buddha
2. Wakil dari Majelis-Majelis Agama Buddha dan Lembaga Keagamaan
Pemerintah akan menjadi
Buddha
dalam
bekerjasama
dan Lembaga Keagamaan Buddha yang federatif, yang dalam
dengan
melaksanakan dharma agama masing-masing anggota mempunyai
Pemerintah, Majelis-Majlis agama lainnya dan masyarakat
otonomi dan non intervensi. Namun dalam pelaksanaan Dharma
Buddhis di tingkat internasional.
Negara, yakni dalam pengabdian kepada masyarakat, bangsa dan
3. Sarana komunikasi intern umat Buddha, antar umat Buddha
negara seluruh anggota WALUBI bersatu padu. Misalnya mereka
dengan umat beragama lainnya, dan antara umat Buddha
akan bersatu dalam pendidikan, kesehatan, sosial keagamaan dan
dengan Pemerintah.
lain-lainnya.
4. Penyerap dan penyalur aspirasi dan kepentingan umat Buddha Indonesia yang layak diperjuangkan.
terhadap
WALUBI dengan penghayatan dan pengamalan
dharma
pelaksanaan
Agama,
dharma
akan
Negara.
16
mengaktualisasikan
dalam
Dengan
terjadi
demikian
Dewan Pengurus Pusat Perwakilan Umat Buddha Indonesia, Anggaran Dasar….., h. 4. 17 Wawancara dengan Andi Lie Wirawan (Ketua WALUBI Provinsi Lampung), tanggal 15 September 2014.
37
38
keseimbangan antara pelaksanaan dharma agama dan dharma
peluang yang akan di raih melalui wadah kebersamaan umat
negara.
Buddha yaitu WALUBI.
Artinya umat Buddha bukan hanya memikirkan dan
melaksanakan sembahyang dan meditasi dan mendengarkan pembabaran dharma, namun umat Buddha juga mengaktualisasikan ajaran agama Buddha dalam kehidupan nyata, yang mempunyai kepedulian sosial, turut dalam menanggulangi keadaan sosial yang sangat memprihatikan yang dialami oleh rakyat kecil.
C. Sikap Keberagamaan 1. Pengertian Sikap Keberagamaan Keberagamaan dari kata dasar agama yang berarti segenap kepercayaan kepada Tuhan. Beragama berarti memeluk atau
Disamping bermitra kepada Pemerintah, WALUBI juga
menjalankan agama. Sedangkan keberagamaan adalah adanya
mempunyai mitra dalam bidang sosial kemasyarakatan yaitu
kesadaran diri individu dalam menjalankan suatu ajaran dari suatu
dengan Yayasan Kepedulian Sosial Paramita dan Yayasan
agama yang dianut. Keberagamaan juga berasal dari bahasa Inggris
Pendidikan dan lainnya.
yaitu religiosity dari akar kata religy yang berarti agama.
WALUBI juga mempunyai hubungan
mitra dharma dengan Sangha-Sangha.
Religiosity merupakan bentuk kata dari kata religious yang berarti
Dengan melaksanakan dharma agama, masing-masing
beragama, beriman.
anggota WALUBI diberikan pembebasan untuk melaksanakan
Jalaluddin Rahmat mendefinisikan keberagamaan sebagai
dharma agama, tanpa terjadinya intervensi atau turut campur dari
perilaku yang bersumber langsung atau tidak langsung kepada
majelis atau sangha lainnya. Prinsip non intervensi merupakan
Nash. Keberagamaan juga diartikan sebagai kondisi pemeluk
yang sangat penting. Dengan tercapainya persatuan dalam lembaga
agama dalam mencapai dan mengamalkan ajaran agamanya dalam
agama
dimana
kehidupan atau segenap kerukunan, kepercayaan kepada Tuhan
diberlakukan rambu-rambu di masing-masing sekte agama Buddha
Yang Maha Esa dengan ajaran dan kewajiban melakukan sesuatu
atau sangha dan majelis agama Buddha, maka tidak akan lagi ada
ibadah menurut agama.
Buddha
atau
organisasi
agama
Buddha,
intervensi dalam pelaksanaan dharma agama.
Namun dalam
Sehingga dapat disimpulkan tingkat keberagamaan yang
dharma negara, umat Buddha harus bersatu dalam menangkap
dimaksud adalah seberapa jauh seseorang taat kepada ajaran agama dengan cara menghayati dan mengamalkan ajaran agama tersebut
39
40
yang meliputi cara berfikir, bersikap, serta berperilaku baik dalam
Setidaknya dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan
kehidupan pribadi dan kehidupan sosial masyarakat yang dilandasi
sikap keberagamaan yaitu suatu sikap yang dimiliki oleh seseorang
ajaran agama Islam (Hablum Minallah dan Hablum Minannas)
atau manusia dalam perasaannya terhadap agama atau keyakinan
yang diukur melalui dimensi keberagamaan yaitu keyakinan,
yang ia yakini, yang dengan sikap tersebut seseorang menjadi taat
praktek agama, pengalaman, pengetahuan, dan konsekwensi atau
patuh dan tunduk terhadap doktrin atau perintah dari agama
pengamalan.
terhadap dirinya.
Sikap keberagamaan bisa saja berubah
Keberagamaan (religiusity) dalam dataran situasi tentang
tergantung pada banyak kondisi baik itu pengaruh dari dalam
keberadaan agama diakui oleh para pakar sebagai konsep yang
maupun dari luar diri manusia itu sendiri. Pengaruh dari dalam
rumit (complicated) meskipun secara luas ia banyak digunakan.
seperti
Secara subtantif kesulitan itu tercermin terdapat kemungkinan
menumbuhkan kesadaran sehingga terjadilah perubahan sikap,
untuk mengetahui kualitas untuk beragama terhadap sistem ajaran
sedangkan pengaruh dari luar misalnya pengaruh dari lingkungan,
agamanya yang tercermin pada berbagai dimensinya.
pergaulan yang dari hal tersebut dapat mempengaruhi sikap
Beragama berarti mengadakan hubungan dengan sesuatu yang kodrati, hubungan makhluk dengan khaliknya, hubungan ini mewujudkan dalam sikap batinnya serta tampak dalam ibadah yang dilakukannya dan tercermin pula dalam sikap kesehariannya.
bertambahnya
pengetahuan
dan
wawasan
sehingga
keberagamaan seseorang. 2. Aneka Macam Sikap Keberagamaan Terdapat berbagai model pandangan teologis terutama pada konteks hubungan antar agama dan pluralitas agama yang
Adapun perwujudan keagamaan itu dapat dilihat melalui
kesemuanya ada dan berkembang pada masyarakat agama di dunia
dua bentuk atau gejala yaitu gejala batin yang sifatnya abstrak
ini, akan tetapi yang agak mengherankan adalah masih adanya
(pengetahuan, pikiran dan perasaan keagamaan), dan gejala lahir
keyakinan untuk mengklaim kebenaran dari masing-masing umat
yang sifatnya konkrit, semacam amaliah-amaliah peribadatan yang
beragama.
dilakukan secara individual dalam bentuk ritus atau upacara
Komaruddin Hidayat, bahwa pelaku agama dari agama apapun, ia
keagamaan dan dalam bentuk muamalah sosial kemasyarakatan.
selalu menyatakan dan meyakini bahwa satu-satunya agama yang
Tentang klaim kebenaran (truth claim) ini menurut
benar, yang mampu menjamin keselamatan (salvation claim) 41
42
hanyalah agama yang ia anut, sementara ajaran agama yang lainnya
manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan” (Kisah Para Rasul
membawa kesesatan.18 Padahal, hal tersebut tidaklah mesti terjadi,
4 : 12). Sehingga istilah tersebut selalu menjadi simbol tentang
apalagi kadang-kadang yang bersikap eksklusif tersebut berasal
tidak adanya keselamatan di luar Yesus Kristus.
dari kalangan inteleqtual dan terpelajar.
Dalam dunia Kirsten, eksklusif berarti kebahagiaan abadi,
a. Eksklusif
hanya dapat dicapai melalui Yesus Kristus dan hanya mereka yang
Seorang teolog kenamaan; Prof. John Cobb
19
menyatakan
percaya pada-Nya yang akan selamat.
Dalam pandangan ini,
bahwa hampir pada semua agama terdapat tiga pandangan teologis
adalah tugas suci penganut Kristen mengajak penduduk bumi untuk
dalam berinteraksi dengan lain yakni ekslusif, inklusif dan pluralis.
mengikuti ajaran Injil. Jargon yang sangat terkenal dalam dunia
Sikap eksklusif merupakan pandangan yang dominan dari
Kristen adalah extra ecclesiam nulla salus (tidak ada keselamatan
zaman ke zaman, dan terus dianut hingga dewasa ini. Bagi agama
di luar Gereja) dan extra ecclesiam nullus propheta (tidak ada Nabi
Kristen, inti pandangan ini adalah bahwa Yesus merupakan satu-
di luar Gereja). Hal tersebut memperlihatkan betapa eksklusifnya
satunya jalan yang sah untuk keselamatan.
“Aku jalan dan
jargon tersebut, sehingga bagi orang yang menganut paham ini
Tidak ada seorang pun yang datang kepada
berpendirian bahwa setiap orang yang berada diluar agama Kristen,
kebenaran hidup.
Bapa, kalau tidak melalui Aku” (Yohanes 14 : 6). Ayat ini dalam perspektif orang yang bersikap eksklusif sering dibaca secara literal.
pastilah tidak akan selamat. Pada
konteks
ini
William
Montgomery
Watt
Selain itu juga terdapat ungkapan yang menjadi
mengemukakan bahwa sebagian pengikut agama, khususnya
kutipan“Dan keselamatan tidak ada di dalam siapa pun selain di
pengikut agama Kristen dan Islam, berpikir bahwa agamanya
dalam Dia, sebab dibawah kolong langit ini tidak ada nama lain –
sendirilah yang dianggap sebagai agama dalam arti yang
maka terkenallah istilah no other name! – yang diberikan kepada
sebenarnya, sementara semua agama lain itu tidak ada sama sekali.
18
Komaruddin Hidayat, “Agama-agama Besar Dunia : Masalah Perkembangan dan Internalisasi”, dalam Komaruddin Hidayat – Ahmad Gaus Af (ed.), Passing Over; Melintasi Batas Agama (Jakarta : Gramedia Pustaka dan Yayasan Wakaf Paramadina, 1997), h. 202. 19 Dikutip dari Alwi Shihab, Islam Inklusif; Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama, Bandung : Mizan, 1997.
43
Kepercayaan demikian diberikan sebagai landasan bagi penegasan pernyataan, misalnya “hanya agama saya sendirilah satu-satunya yang berasal dari Tuhan” atau “agama saya sendirilah satu-satunya
44
agama yang mempunyai kebenaran Ilahiah yang asli, sementara
muballigh (ekstrim) 21 yang cenderung bersikap eksklusif untuk
semua agama-agama lain tidak asli lagi.20
menyerang kaum non-muslim.22
Sedangkan dalam dunia Islam, terdapat beberapa nash al-
Secara umum dapat dikemukakan bahwa tipologi sikap
Qur’an yang kelihatannya agak mirip dengan jargon tersebut yang
keberagamaan eksklusif mewakili pandangan bahwa kebenaran dan
mengesankan eksklusifisme, antara lain :
keselamatan hanya ada pada agamanya sendiri, sedangkan agama
“Sesungguhnya, agama yang (diridhoi) di sisi Allah hanyalah Islam” (Ali Imran : 19).
orang lain semuanya salah dan penganutnya tidak akan mendapatkan keselamatan. Agama orang lain sama sekali berbeda dengan agamanya dan tidak mempunyai kesamaan sedikitpun.
Kelompok ini hanya bergaul dengan kelompoknya sendiri dan
“Barang siapa yang mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidak akan diterima, dan dia diakhirat termasuk orang-orang yang merugi” (Ali Imran : 85).
bekerjasama dalam memecahkan permasalahan-permasalahan, dan
Kedua ayat diatas menunjukkan dengan jelas bahwa satu-
mengisolasi diri dari yang lain, menolak untuk berdialog dan
terkadang suka menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan perbedaan pandangan terhadap kelompok diluar agamanya.
satunya agama yang paling diridhoi oleh Allah adalah Islam. 21
William Montgomery Watt, Titik Temu Islam dan Kristen; Persepsi dan Kesalahan Persepsi, terj. Zaimudin (Jakarta : Gaya Media Pratama, 1996), h. 191.
Tanda-tanda sikap ekstrim antara lain (1) fanatik pada suatu pendapat dan menolak pendapat-pendapat lain, (2) memperberat sesuatu yang tidak pada tempatnya, (3) sikap keras dan kasar, (4) buruk sangka terhadap seseorang atau kelompok lain, dan (5) mudah mengkafirkan sesame muslim yang tidak sefaham. Lihat Munawir Sjadzali, Bunga Rampai Wawasan Islam Dewasa Ini (Jakarta : UI Press, 1994), h. 10. 22 Sebagaimana agama-agama lainnya, Islam jelas mengandung klaimklaim eksklusif. Bahkan mengingat kenyataan bahwa Islam adalah agama wahyu, eksklusifisme Islam itu, dalam segi-segi tertentu bisa sangat ketat. Hal ini terlihat jelas misalnya dalam dua kalimah syahadat yang merupakan kesaksian dan pengakuan terhadap kemaha mutlakkan Tuhan dan sekaligus keabsahan kerasulan Muhammad. Pengakuan tenttang kemaha mutlakkan Tuhan, yang disebut doktrin Tauhid, merupakan salah satu konsep sentral Islam; begitu pula kesaksian tentang Muhammad sebagai rasul terakhir yang diutus Allah kemuka bumi ini. Lihat Azyumardi Azra, Konteks Berteologi di Indonesia; Pengalaman Islam (Jakarta : Paramadina, 1999), h. 30.
45
46
Kedua ayat ini juga seringkali dijadikan dasar bagi para da’I,
20
Pandangan-pandangan eksklusif seperti ini jelas tidak dapat
pintu agama masing-masing, sehingga seringkali terasa pahit dalam
dipertahankan ke dalam kultur dunia saat ini, sebab ilmu
pergaulan umat beragama di era pluralis agama saat ini. Kegiatan
pengetahuan sosial yang merupakan bagian dari pandangan
semacam itu, dengan berbagai macam modus operandinya, tentu
intelektual, dan observasi sosial ilmiah agama-agama menunjukkan
sungguh amat merisaukan.24
bahwa
agama-agama
tersebut
semuanya
melakukan
dan
b. Inklusif
mempunyai tujuan yang sama yakni beribadah kepada Tuhannya
Menurut Budhy Munawar-Rachman, pandangan yang
masing-masing. Jika mengutip istilah yang digunakan oleh Alwi
paling ekspresif dari paradigm inklusif dalam dunia Kristen tampak
Shihab, maka teologi eksklusif “bagaikan tanaman asing yang tidak
dalam Konsili Vatikan II yang berpengaruh kepada seluruh
senyawa dengan bumi Indonesia”.
komunitas Katholik sejak tahun 1965.25 Hal ini secara gambling
Pandangan yang menolak eksklusifisme tersebut cukup
dikemukakan, karena sebelumnya gereja belum pernah mengakui
berlasan, karena jika sikap eksklusif pada setiap agama terus
keselamatan diluar gereja sebagaimana jargon yang pernah
dipertahankan, maka akan menimbulkan konflik dan peperangan
dikemukakan diatas.
antara umat beragama. Bahkan menurut F. Knitter, “Anda tidak
Baru setelah Pauh Johan XXIII memprakarsai pembaharuan
dapat mengatakan bahwa (agama) yang satu lebih baik daripada
(aggiornamento) revolusioner yang membawa kepada Konsili
yang lain….. Sikap seperti itu dirasakan sebagai hal yang agak
Vatikan II (1962-1966), 26 bahwa gereja mulai menyesuaikan diri
salah, ofensif, dan menunjukkan pandangan yang sempit. Karena tuntutan kebenaran terhadap agama sendiri seperti itu hanya akan
24
Paul F. Knitter, No Other Name? a Critical Survey of Christian Attitudes; Toward the World Religions (New York : Orbis Book, 1985), h. 23.
M. Amin Abdullah, Studi Agama; Normativitas atau Historisitas (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996), h. 37. 25 Lihat Budhy Munawar-Rachman, Islam Pluralis : Wacana Kesetaraan Kaum Beriman (Jakarta : Paramadina, 2001), h. 46. 26 Dalam Konsili Vatikan II itu dinyatakan : “kami para Uskup yang berkumpul di Vatikan ini menyatakan rasa hormat yang setulus-tulusnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada pencarian kebenaran abadi menurut cara masing-masing. Tetapi kami tetap meyakini bahwa kebenaran abadi terletak di lingkungan Gereja Roma”. Lihat Abdurrahman Wahid, “Dialog Agama dan Masalah Pendangkalan Aqidah”, dalam Komaruddin Hidayat dan Ahmad Gaus AF, Passing Over…., h. 53.
47
48
menjadikan seseorang eksklusif – partikularis dan akibatnya akan menimbulkan hubungan yang tidak serasi antar umat beragama dengan yang lain. 23 Apalagi jika keyakinan itu ditindak lanjuti dengan kegiatan “penyelamatan” atau “pengagamaan” ulang lewat 23
dengan dunia modern secara teologis.27 Seumur-umur-umur Gereja
keadaan apapun, mesti tidak dicampur adukkan dengan komunitas
Katolik belum pernah mengakui “keselamatan” yang ada diluar
politik, juga tidak terkait kepada suatu system politik.
Gereja Katolik.
Keselamatan hanya ada dalam agama Katolik.
Ketiga, terdapat penerimaan gagasan-gagasan dasar mengenai
Termasuk juga kritik dan protes oleh gereakan keagamaan
negara sejahtera (walfare-state) dan keharusan perluasan campur
Protestan belum mampu mengubah “hegemoni” kebenaran tunggal
tangan pemerintah dalam masalah-masalah sosial ekonomi.
yang dimiliki oleh agama ini. Gereja Katolik belum mau mengakui
Keempat, terdapat penerimaan terhadap pluralisme keagamaan dan
adanya keselamatan diluar Gereja Katolik. Akan tetapi, setelah
ideologi dunia modern; pernyataan-pernyataan yang rendah hati
Konsili Vatikan II, Gereja Katolik mulai mengubah cara pandang
mengemukakan, bahwa gereja dapat memberikan sumbangan
keagamaannya.
kepada dunia diatas dasar dialog dengan dunia.29
Mereka mulai mengakui adanya pluralitas
“keselamatan” diluar Gereja Katolik.28 Donald Eugene Smith secara garis besar membagi 4 tema
Pada
agama
Protestan
pun
yang
menurut
sejarah
kelahirannya merupakan gerakan protes dan pembaharuan terhadap
besar yang dihasilkan dari Konsili Vatikan II :
gereja-gereja Katolik, mulai merasa kepayahan untuk menyatukan
Pertama, terdapat doktrin etik mengenai kebebasan keagamaan
langkah
sebagai hak-hak asai manusia yang jelas – mesti tak diakui –
dilingkungan internal agama Protestan.
bertentangan dengan ajaran Katolik sebelumnya.
dalam agama Protestan tidak selamanya dapat akur antara yang satu
Kedua, terdapat suatu konsep baru mengenai hubungan-hubungan
dengan lainnya, jamaah Gereja Protestan lainnya yang ada ditempat
antara negara-gereja ; peranan dan kompetensi gereja dalam
itu juga. Untuk itu, mereka mendirikan forum dan organisasi WCC
gereja-gereja
kecil
dalam
sekte-sekte
independen
Penganut sekte-sekte
(World Council of Churches) yang antara lain juga untuk menyamakan cara pandang dalam menghadapi pluralitas internal 27
Donald Eugene Smith, Agama Ditengah Sekulerisasi Politik, terj. Azyumardi Azra (Jakarta : Panjimas, 1985), h. 60. Lihat juga T. Jacobs, Konstitusi Dogmatis Lumen Gentium Mengenai Gereja (Yogyakarta : Kanisius, 1970), h. 66. 28 J. Riberu, Tonggak Sejarah Pedoman Arah; Dokumen Konsili Vatikan II, khususnya bagian “Sikap Terhadap Agama Lain” (Jakarta : Dokpen MAWI, 1983), h. 287.
Donald Eugene Smith, Agama Ditengah….., h. 61. Dalam Konsili Vatikan II ini juga Gereja Katolik Roma mengizinkan penggunaan bahasa lokal untuk kebaktian sebagai ganti bahasa latin. Hugh Goddard, Menepis Standar Ganda, terj. Ali Noer Zaman (Yogyakarta : Qalam, 2000), h. 222.
49
50
29
dalam lingkungan agama Protestan dan sekaligus pluralitas
pada Kristus dari pada Allah. Selain itu, pemikiran yang cukup
eksternal diluar Gereja Protestan.30
inklusif datang dari Wilfred Cantwell Smith, seorang tokoh dan
Dengan demikian nampak bahwa setelah diadakan Konsili Vatikan II juga World Council of Churches, sikap Gereja yang sebelumnya eksklusif yakni dengan jargonnya extra ecclessiam nulla
salus,
bertahap
menuju
sikap
inklusif
eksklusif karena melanggar cita-cita kasih Kristen.32 Dalam dunia Islam, hal ini sering dikemukakan, misalnya
atau
istilah dari seorang filosuf Muslim abad XIV, Ibn Taymiyah yang –
Gereja juga mengakui jalan kebenaran atau
seperti Karl Rahner diatas – membedakan antara orang-orang
keselamatan di luar gereja, disamping itu gereja juga menerima
agama Islam umum (yang non-Muslim par excellance), dan orang-
adanya pluralisme agama.
orang dan agama Islam khusus (Muslim par excellance). Kata
keterbukaan.
secara
sejarawan agama. Inti pemikirannya; dia menolak Kristologi yang
Selain itu, sikap keberagamaan yang inklusif dalam tradisi
Islam sendiri disini diartikan sebagai “sikap pasrah kepada Tuhan”.
Kristen dikaitkan dengan pandangan Karl Rahner, seorang teolog
Mengutip Ibn Taymiyah :
Katolik yang intinya menolak asumsi bahwa Tuhan mengutuk
“Pangkal al-Islam ialah persaksian bahwa “tidak ada suatu tuhan
mereka yang tidak berkesempatan meyakini Injil. Sebab menurut
apa pun selain Allah, Tuhan yang sebenarnya”, dan persaksian itu
Rahner, mereka yang mendapat anugerah cahaya Ilahi walaupun
mengandung makna penyembahan hanya kepada Allah semata dan
tidak melalui Yesus, tetap akan mendapat keselamatan. Mereka
meninggalkan penyembahan kepada selain Dia. Inilah al-Islam al-
inilah disebut dengan the anonymous Christian (Orang Kristen
‘amm (Islam umum, universal) yang Allah tidak menerima ajaran
tanpa nama atau anonym).
31
Walaupun pemikiran Rahner ini
ketundukan selain daripadaNya”.
mendapatkan kritik dan John Hick, karena menurut Hick pemikiran
“Maka semua nabi itu dari para pengikut mereka, seluruhnya
tersebut masih mengandalkan dogma lama yang lebih berpusat
disebut oleh Allah Ta’ala bahwa mereka adalah orang-orang muslim. Hal ini menjelaskan bahwa firman Allah Ta’ala, “Barang
30
M. Amin Abdullah, “Al-Qur’an dan Pluralisme dalam Wacana Posmodernisme”, dalam Jurnal Studi Islam “Profetika”, vol.1 No.1 (Surakarta : Universitas Muhammadiyah, 1999), h. 4. 31 Lihat Alwi Shihab, Islam Inklusif; Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama (Bandung : Mizan, 1997), h. 84.
siapa menganut suatu din selain al-Islam maka tidak akan diterima
51
52
32
Lihat Harold Coward, Pluralisme ; Tantangan Bagi Agama-agama, terj. Bosco Carvallo (Yogyakarta : Kanisius, 2001), h. 63.
dari padanya al din dan di akhirat dia termasuk yang merugi” –
muslim?
Ini adalah perselisihan kebahasaan.
Sebab “Islam
Q.S. 3 : 85 – dan firman-Nya, “Sesungguhnya al-din di sisi Allah
khusus” (al-Islam al-Khashsh) yang dengan ajaran itu Allah
ialah al Islam” – Q.S. 3 : 19 – tidaklah khusus tentang orang-orang
mengutuh Nabi Muhammad s.a.w. yang mencakup syariat al-
(masyarakat) yang kepada mereka Nabi Muhammad s.a.w diutus,
Qur’an tidak ada yang termasuk ke dalamnya selain umat
melainkan hal itu merupakan suatu hokum umum (hukm ‘amm
Muhammad s.a.w.
ketentuan universal) tentang manusia masa lalu dan manusia
bersangkutan dengan hal ini. Adapun “Islam umum” (al-Islam al
kemudian hari.33
‘amm) yang bersangkutan dengan setiap syariah itu Allah
Dan al-Islam sekarang secara keseluruhan
Dalam tafsiran mereka yang menganut paham yang disebut
membangkitkan seorang nabi maka bersangkutan dengan islamnya
“Islam inklusif” ini, mereka menegaskan sekalipun para nabi
setiap umat yang mengikuti seorang nabi dari pada nabi itu.” 34
mengajarkan pandangan hidup yang disebut al Islam (ketundukan
Oleh karena itu, tipologi sikap keberagamaan inklusif baik dalam
dan sikap pasrah) itu tidaklah berarti bahwa mereka dan kaumnya
dunia Kristen maupun Islam adalah mereka yang berpandangan
menyebut secara harfiah agama mereka al Islam dan mereka sendiri
bahwa agama yang dipeluknya adalah benar, namun bukan berarti
sebagai orang-orang muslim. Itu semua hanyalah peristilah Arab.
agama orang lain salah semua dan tidak menampilkan kebaikan dan
Para nabi dan rasul, dalam dakwah mereka pada dasarnya
keselamatan sama sekali.
menggunakan bahasa kaumnya masing-masing, sesuai dengan
agamanya, namun ada juga persamaan-persamaannya. Mereka bisa
firman Allah :
bergaul dengan pemeluk agama apapun tanpa perasaan rikuh dan
“Kami tidak mengutus seorang rasul kecuali dengan bahasa kaumnya”. (Ibrahim : 4). Manusia berselisih tentang orang terdahulu dari kalangan umat Nabi Musa dan Nabi Islam, apakah mereka itu orang-orang 33
Dikutip dari Budhy Munawar-Rachman, Islam Pluralis….., h. 47.
53
kikuk,
selalu
terbuka
Disamping ada perbedaan dengan
untuk
berdialog,
serta
tidak
suka
menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan suatu perbedaan pandangan. Sebenarnya masih adalah dua macam sikap keberagamaan lagi yakni pluralis dan transformatif, akan tetapi menjadi suatu
34
Ibid.
54
yang sangat muluk dan sia-sia apabila kita hanya begitu bersemangat
untuk
mencapai
teologi
transformatif
dengan
mengenyampingkan teologi inklusif. Selanjutnya, tanpa bermaksud untuk menyangkal pendapat Cobb diatas, tetapi sekedar mengkritisi, nampaknya bahwa pendapat tersebut terkandung makna yang paradoksal.
Sebab
disatu sisi Cobb menekankan pada sikap keterbukaan dan kerjasama, namun disisi lain dia selalu menggunakan istilah “agama-agama besar” yang tentu saja makna implisitnya adalah terdapat “agama-agama kecil”, sehingga bermakna masih ada sikap diskriminatif dan cenderung eksklusif, karena seakan-akan agamaagama kecil tidak memiliki pandangan-pandangan teologis sebagaimana yang terdapat dalam ide pemikirannya. Oleh karena itu, merupakan tanggung jawab suci pemuka-pemuka agama melalui lembaga-lembaga keagamaan untuk memformulasikan sikap teologis yang dapat menciptakan kehidupan imani dalam konteks kemajemukan di bumi Nusantara tercinta ini.
55
56
BAB III
yang ada di dalam masyarakat. 2 Akan tetapi perlu ditegaskan
METODE PENELITIAN
bahwa yang dimaksud dengan penelitian lapangan dalam penelitian ini, bukanlah sebuah penelitian yang mengkaji masyarakat pada
Setiap kegiatan ilmiah, agar lebih terarah dan rasional diperlukan suatu metode yang sesuai dengan objek yang diteliti, karena metode sendiri berfungsi sebagai cara mengerjakan sesuatu untuk mendapatkan hasil yang memuaskan. Disamping itu, metode juga merupakan cara bertindak dalam upaya agar kegiatan penelitian dapat terlaksana secara rasioanl dan terarah supaya mencapai hasil yang maksimal.
kabupaten atau daerah tertentu. Penelitian lapangan yang dimaksud disini adalah berusaha untuk mengungkap respon atau tanggapan dari para tokoh lembaga-lembaga keagamaan yaitu MUI, PGI, PHDI, dan WALUBI Provinsi Lampung, terutama tentang inklusifisme beragama.
Adapun sifat penelitian ini bersifat
deskriptif, yaitu berusaha menjelaskan berbagai masalah dan temuan secara cermat dan detail dengan menghubungkan berbagai
Menurut Sturisno Hadi, metodologi merupakan masalah yang sangat penting dalam penelitian, karena benar salahnya suatu
data, sehingga diperoleh suatu gambaran yang jelas, akurat dan faktual sesuai dengan fokus penelitian.
kesimpulan yang diambil sangat ditentukan oleh metode penelitian yang dipakai.
Kesalahan dalam menentukan merode akan
B. Sumber Data
mengakibatkan kesalahan dalam mengambil data serta di dalam
Sumber data adalah subjek darimana data dapat diperoleh.
mengambil keputusan, sebaliknya semakin tepat metode yang
Adapun sumber data memiliki dua jenis yaitu sumber data yang
digunakan, diharapkan semakin baik pula hasil yang diperolehnya.1
bersifat primer dan sekunder. Menurut Lofland yang dikutip oleh Moloeng, sumber data primer adalah kata-kata atau tindakan orang
A. Jenis dan Sifat Penelitian
yang diamati atau diwawancarai yang dicatat melalui catatan
1. Jenis dan sifat penelitian
tertulis atau rekaman.3 Oleh karena itu, sumber data primer adalah
Penelitian ini termasuk jenis penelitian lapangan (field research) yaitu penelitian yang mengangkat data dan permasalahan
2
Cholid Abu Ahmadi, Metode Penelitian (Jakarta: Bumi Aksara, 1997),
h. 41. 3
1
Sutrisno Hadi, Metode Riset (Yogyakarta :UGM Press, 1996), h. 23.
57
Lexi J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2010), h. 157.
58
yang berupa penggalian secara mendalam melalui wawancara
C. Teknik Pengumpulan Data
langsung terhadap para responden atau informan seperti tokoh atau
Jika dalam sebuah penelitian, lazimnya menggunakan
pengurus lembaga-lembaga keagamaan, juga para aktivis dari
setidaknya tiga jenis pengumpulana data yakni observasi,
keagamaan dimaksud. Dalam hal ini dapat peneliti sebutkan bahwa
wawancara dan dokumentasi (sumber tertulis).
yang dijadikan sumber Primer dalam penelitian ini adalah Bapak
penelitian ini hanya menggunakan dua jenis pengumpulan data saja
Ida Bagus Putu Mambal, S.Ag. M.Si (Pengurus WALUBI Provinsi
yakni wawancara dan dokumentasi (sumber tertulis). Penelitian ini
Lampung), Pdt. Christya, M.Th (Pengurus PGI Provinsi Lampung),
tidak menggunakan jenis pengumpulan data observasi disebabkan
Andi Lie Wirawan, SE (Ketua WALUBI Provinsi Lampung), dan
penelitian ini meskipun masuk kategori penelitian lapangan, akan
Refliyanto, S.Pd (Pengurus MUI Provinsi Lampung). Penggalian
tetapi – sebagaimana yang telah dijelaskan diatas – bahwa
data dalam hal ini menggunakan mekanisme snow ball, dengan
penelitian lapangan disini bukanlah mengkaji permasalahan yang
cara menghubungi informan yang diharapkan dapat memberikan,
ada pada sebuah lapangan atau daerah tertentu.
melengkapi dan memperkaya sumber data primer dalam penelitian
a. Wawancara
Maka dalam
ini, artinya tidak tertutup kemungkinan para informan akan
Wawancara merupakan metode penggalian data yang paling
bertambah sesuai dengan kebutuhan penggalian data yang
banyak dilakukan, baik untuk tujuan praktis maupun ilmiah,
diperlukan.
terutama penelitian yang bersifat kualitatif. Maksud mengadakan
Sedangkan sumber data primer adalah pelacakan berbagai
wawancara secara umum adalah untuk menggali struktur kognitif
informasi maupun teori-teori lembaga-lembaga keagamaan juga
dan dunia makna dari perilaku subjek yang diteliti.
sikap keberagamaan secara umum yang terkait dengan tema besar
Dadang Kahmad, yang dimaksud dengan wawancara ialah proses
penelitian baik yang berasal dari buku literatur, hasil penelitian,
memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya
jurnal ilmiah, surat kabar, maupun internet.
jawab sambil bertatap muka antara si penanya (pewawancara)
Dengan demikian,
sumber data dalam penelitian ini berasal dari hasil wawancara
dengan
si
penjawab
(responden
terhadap informan ataupun responden juga berasal dari hasil bacaan terhadap literatur dan dokumen lainnya. 59
60
atau
informan)
Menurut
dengan
menggunakan alat yang dinamakan pedoman wawancara.4 Dalam
melakukan pencatatan secara cermat serta menggunakan alat
pelaksanaan wawancara ini, peneliti menghubungi, mendatangi dan
perekam suara (voice recorder).
bertatap muka secara langsung dengan responden atau informan
Selain itu, wawancara dalam hal ini, peneliti bedakan juga
dengan tujuan menggali informasi sebanyak mungkin dari berbagai
dengan wawancara
sumber yang akan memberikan data yang betul-betul dapat
adalah wawancara yang dilakukan dengan cara bertatap muka
dipercaya. Jika informasi yang diperoleh dari hasil wawancara,
langsung dengan responden atau informan, atau bisa juga melalui
peneliti anggap belum lengkap atau masih memerlukan tambahan,
telepone.
maka peneliti menghubungi kembali informan untuk melakukan
wawancara yang dilakukan dengan tidak bertatap muka secara
wawancara kembali.
langsung, seperti melalui surat elektronik atau e-mail. Metode ini
Terdapat tiga macam wawancara yaitu 1) wawancara terstruktur, 2) wawancara semiterstruktur, 3) wawancara tidak terstruktur.
5
tidak langsung.
Sedangkan
wawancara
Jika wawancara langsung
tidak
langsung
adalah
cukup membantu baik dari segi kelengkapan data yang dibutuhkan, waktu maupun biaya.
Adapun yang peneliti gunakan dalam maksud ini
Sesuai dengan pokok permasalahan dalam penelitian ini,
adalah wawancara semiterstruktur, karena jenis wawancara ini
maka wawancara akan dikonsentrasikan pada kisaran tentang
sudah termasuk dalam kategori indepth interview, di mana dalam
aktivitas masing-masing lembaga-lembaga keagamaan dalam
pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara
melakukan pembinaan ataupun meningkatkan wawasan bagi
terstruktur. Tujuan wawancara jenis ini adalah untuk menemukan
jamaah atau anggotanya supaya memiliki sikap dan perilaku
permasalahan secara lebih terbuka, dimana fihak yang diajak
beragama yang inklusif.
wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya. 6 Agar informasi
b. Dokumentasi (sumber tertulis)
dapat diperoleh secara utuh dan tidak ada yang tertinggal, peneliti
Dokumentasi bisa berupa buku, jurnal ilmiah, hasil penelitian seperti Tesis dan Disertasi, surat kabar termasuk juga
4
Dadang Kahmad, Metode Penelitian Agama; Perspektif Ilmu Perbandingan Agama, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2000), h. 93. 5 Lihat Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung : Alfabeta, 2009), cet. viii, h. 319-320. 6 Ibid.
arsip dari berbagai lembaga dan organisasi keagamaan yang akan
61
62
dijadikan sebagai tujuan mencari dan menggali informasi. Sumber tertulis lainnya adalah dokumen pribadi.
Dokumen merupakan
catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk
MUI Lampung yang berisi perjalanan dan kegiatan atau program
tulisan, gambar, atau karya-karya momumental dari seseorang.
kerja dari berbagai periode kepemimpinan. Selain itu, peneliti juga
Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah
mendapatkan kiriman berupa file yang berisi tentang Anggaran
kehidupan (life histories), ceritera, biografi, peraturan, kebijakan.
Dasar – Anggaran Rumah Tangga dari PHDI dan PGI Provinsi
Sedangkan dokumen yang berbentuk gambar, misalnya foto,
Lampung.
gambar hidup, sketsa dan lain-lain.
Kemudian dokumen yang
Dengan demikian, sumber tertulis (Dokumentasi) dalam
berbentuk karya misalnya karya seni, yang dapat berupa gambar ,
teknik pengumpulan data pada penelitian ini ialah, melakukan
patung, film, dan lain-lain.
penelaahan secara dan kritis terhadap dokumentasi yang berasal
Studi dokumen ini merupakan
pelengkap dari metode wawancara dalam penelitian kualitatif.7 Selain itu, ada juga dokumen yang bersifat resmi, seperti
dari lembaga-lembaga keagamaan, atau juga dokumentasi yang dimiliki oleh para responden atau informan terutama yang terkait
dokumen-dokumen pada instansi pemerintah, sekolah, lembaga dan
dengan tema pokok penelitian.
organisasi keagamaan dan lain-lain. Dokumen jenis ini bisa berupa
peneliti mendapatkan wawasan yang lebih komprehensif sehingga
hasil keputusan pertemuan atau rapat, laporan kemajuan tahunan,
mampu melakukan analisis secara kritis dan analisis komparatif
laporan tahun anggaran yang telah disahkan oleh pimpinan instansi
terhadap berbagai pendapat yang di temukan dalam berbagai
atau lembaga yang bersangkutan.
dokumentasi tersebut.
Usaha yang telah peneliti lakukan dalam mencari data
Dengan cara ini, diharapkan
D. Analisis Data
(terutama dalam bidang dokumentasi), dapat dikemukakan disini
Analisis data disebut juga pengolahan data dan penafsiran
dimana peneliti mendapat copyan terkait dengan Anggaran Dasar –
data.
Analisis data adalah rangkaian kegiatan penelahaan,
Anggaran Rumah Tangga dan Program Umum Perwakilan Umat
pengelompokan, sistematisasi, penafsiran dan verifikasi data agar
Buddha Indonesia yang diterbitkan oleh Dewan Pengurus Pusat
sebuah fenomena yang ditemukan dapat disarikan. Analisis data
WALUBI. Selain itu peneliti juga mendapat file tentang Sejarah
adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain seperti literatur dan dokumentasi, sehingga dapat mudah
7
Ibid., h. 329.
63
64
dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain.
dapat dipetakan secara jelas.9 Dalam penelitian kualitatif, display
Analisis
data biasanya dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan
data
dilakukan
dengan
mengorganisasikan
data,
menjabarkannya ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun
hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya.
Dengan
ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan
mendisplay data, maka peneliti akan mudah memahami apa yang
dipelajari, dan membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada
terjadi.
orang lain.
kemudian dianalisis secara mendalam dengan menggunakan
Tahapan selanjutnya adalah pengkajian secara kritis
Langkah pertama yang dilakukan dalam analis data adalah
analisis kualitatif.10 Setelah dianalisis, tahapan selanjutnya adalah
melakukan reduksi data baik yang diperoleh hasil wawancara
mensintesiskan hasil dari kajian analisis-kritis tersebut untuk
maupun hasil telaah kritis terhadap literatur-literatur ataupun
dijadikan fakta dalam penyusunan penelitian.
dokumen-dokumen. Setelah data dirasa cukup, lalu data tersebut
melakukan interpretasi terhadap fakta yang sudah diperoleh secara
kemudian dipilah-pilah sesuai dengan pokok tema bahasan. Tujuan
jujur, objektif, serta mengutamakan realitas yang terkait dengan
reduksi data ini adalah agar dapat memberikan gambaran yang
penelitian.11
Kemudian
lebih tajam tentang hasil wawancara dan penelaahan literatur.
Kegiatan berikutnya adalah menarik kesimpulan, dimana
Selain itu, reduksi data dapat membantu dalam memberikan kode
data yang sudah dipolakan, difokuskan dan disusun secara
bagi aspek-aspek yang dibutuhkan. 8
sistematis sehingga makna yang terkandung dari sebuah analisis
data,
berarti
merangkum,
Dalam melakukan reduksi
memilih
hal-hal
yang
pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya
dalam penelitian dapat ditemukan.12 Kesimpulan dalam penelitian akan menggunakan metode induktif.13
dan memisahkan data yang dianggap tidak berhubungan dengan kepentingan fokus penelitian. 9
Kemudian langkah selanjutnya adalah melakukan display data, hal ini dilakukan supaya data yang banyak dan sudah ada
8
Ibid., h. 159.
65
Ibid. Lihat Imam Suprayogo dan Tobroni, Metode Penelitian Sosial-Agama (Bandung : Remaja Rosda Karya. 2001), hlm. 9. 11 Lihat Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah (Yogyakarta : Bentang. 1997), hlm. 98. 12 Kahmad, Metode Penelitian…., hlm. 159. 13 Suprayogo, Metode Penelitian Sosial....., hlm. 125. 10
66
E. Pemeriksaan Keabsahan Data Menurut
3. Kebergantungan (depentability); yang menjadi alat ukur dalam keabsahan
penelitian ini bukanlah benda, melainkan manusia atau peneliti
pemeriksaan.
sendiri, sehingga peneliti akan mengumpul-kan data sebanyak
Pelaksanaan pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu.
mungkin selama penelitian. Konsep kebergantungan lebih luas
Ada empat kriteria yang dapat digunakan untuk melakukan
daripada
pemeriksaan keabsahan data kualitatif, yaitu :
peninjauannya dari segi bahwa konsep itu memperhitungkan
1. Derajat kepercayaan (credibility); merupakan konsep pengganti
segala-galanya, yaitu yang ada pada reliabilitas itu sendiri
(trusthworthiness)
Moleong,
untuk
menetapkan
data
diperlukan
teknik
dari konsep validitas internal dalam penelitian kualitatif. Pentingnya uji kepercayaan, karena karakteristik informannya
reliabilitas.
Hal
tersebut
disebabkan
oleh
ditambah faktor-faktor lainnya yang tersangkut. 4. Kepastian (confirmatibility). Selama proses penelitian, peneliti
yang beragam, serta substansi informasinya yang relatif abstrak.
mengalami pengalaman yang bersifat subyektif.
Kredibilitas ini berfungsi untuk melaksanakan penelaahan data
penglaman tersebut disepakati oleh beberapa orang, maka
secara akurat agar tingkat kepercayaan penemuannya dapat
pengalaman peneliti dapat dianggap menjadi objektif.
dicapai.
Beberapa tekhnik yang akan digunakan untuk
persoalan objektivitas atau subjektivitas dalam penelitian
menentukan kredibilitas dalam penelitian ini antara lain;
kualitatif ini sangat ditentukan oleh persetujuan beberapa orang
wawancara berulang kali, ketekunan, membicarakan (diskusi)
terhadap pandangan, pendapat, dan penemuan seseorang. Selain
dengan orang lain/ sejawat, menganalisis kasus negatif,
itu, suatu dianggap objektif, berarti dapat dipercaya, faktual, dan
menggunakan bahan referensi, pengecekan anggota (member
dapat dipercayakan.
check), uraian rinci, dan auditing.
dipercaya atau melenceng.
2. Keteralihan (transferability); merupakan validitas eksternal untuk memperoleh generalisasi. Generalisasi dalam hal ini tidak
tumpuan
pengalihan
Tetapi jika
Jadi,
Sedangkan subjektif berarti tidak dapat Pengertian inilah yang dijadikan
pengertian
objektivitas-subjektivitas
menjadi kepastian (comfirmability).
bisa dipastikan, karena bergantung pada peneliti apakah akan
Segala tahapan-tahapan pemeriksaan data dalam penelitian
diaplikasikan lagi atau tidak. Dan sudah pasti tidak akan terjadi
ini, akan dilakukan setepat mungkin, sehingga menghasilan
dalam situasi yang sama.
penelitian yang benar-benar dapat dipertanggung jawabkan. 67
68
BAB IV LEMBAGA-LEMBAGA KEAGAMAAN PROVINSI LAMPUNG DAN INKLUSIVISME UMAT BERAGAMA A. Fungsi Lembaga-Lembaga Keagamaan Provinsi Lampung dalam Meningkatkan Perilaku Umat Beragama yang Inklusivisme Sebagaimana yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya bahwa Lampung merupakan salah satu provinsi yang memiliki keanekaragaman, baik itu etnis, budaya, agama dan lain sebagainya.
jalan keluarnya.
Sebab bagaimanapun, kondisi umat beragama
yang
turut
harmonis
pula
memberikan
pembangunan Provinsi Lampung.
sumbangan
bagi
Jika umat beragama hidup
dalam keadaan konflik, maka pembangunan di Provinsi ini tidak akan dapat berjalan lancar, hal ini dikarenakan banyak dana yang seharusnya digunakan untuk pembangunan (fisik), karena ada konflik, maka digunakan untuk rehabilitasi daerah yang mengalami konflik. Konflik yang melanda masyarakat Lampung, besar ataupun
Keanekaragaman ini tentu saja memiliki dampak
kecil disebabkan salah satunya adalah adanya sikap yang eksklusif,
positif dan negatif. Dampak positifnya adalah dimana masyarakat
disamping faktor-faktor lain seperti kenakalan remaja, ketimpangan
dapat bersosialisasi dan berinteraksi dengan kelompok lain,
ekonomi, permasalahan moral dan lain-lain.
sehingga dapat menambah wawasan dan kesadaran bahkan juga simpati terhadap kelompok lain tersebut.
Perilaku umat beragama yang eksklusif sangat terkait
Sedangkan dampak
dengan truth claim dan salvation claim yang pada gilirannya dapat
negatifnya adalah dimana adanya berbagai macam etnis, agama,
mengambil bentuk-bentuk tindakan agresif dan demonstratif
budaya
sehingga akan sangat membahayakan masa depan umat beragama
dan
lain-lain
tersebut
bisa
saja
menimbulkan
kesalahpahaman, pertikaian dan konflik, jika interaksi yang
sendiri termasuk juga bangsa.
dilakukan tidak secara baik.
akibat eksklusifisme tersebut akan melahirkan konflik antar umat
Harus diakui bahwa di Provinsi Lampung pernah terjadi
Sebab, lambat laun ketegangan
beragama.
konflik baik itu antar etnis maupun agama yang disebabkan oleh
Truth claim adalah suatu keyakinan dari pemeluk agama
kesalahpahaman, seperti yang terjadi di Kabupaten Lampung
tertentu yang menyatakan bahwa agamanya adalah satu-satunya
Tengah dan Lampung Selatan, juga daerah-daerah lainnya.
agama yang benar, sedang salvation claim adalah suatu keyakinan
Permasalahan tersebut tidak dapat dibiarkan, tetapi harus dicarikan
dari pemaluk agama tertentu yang menyatakan bahwa agamanya
69
70
adalah satu-satunya ajalan keselamatan bagi seluruh umat manusia.
atau yang dikenal dengan sikap inklusif.
Dalam hal ini Nurcholish Madjid menegaskan : “Kita bisa
terbangun pada umat beragama akan melahirkan tipe umat
merefleksikan, apa yang bisa terjadi, jika agama menjadi tertutup
beragama yang toleran, saling menghargai dan menghormati serta
dan penuh kefanatikan, lalu mengklaim kebenaran sendiri dengan
menjunjung tinggi berbagai macam perbedaan.
‘mengirim ke neraka’ agama yang lain. Inilah yang menimbulkan
Sikap inklusif yang
Perilaku umat beragama yang inklusif diyakini memberikan
problem, yang disebut dalam studi agama-agama sebagai masalah
kontribusi positif terhadap pembangunan bangsa.
Hal tersebut
‘klaim kebenaran’ (the problem of truth claim)”.1
ditegaskan mengingat perilaku umat beragama yang inklusif akan
Pada bagian lain menurut Budhy Munawar-Rachman, dari
melahirkan sikap saling menghargai perbedaan seperti agama,
sudut sosiologis, memang truth claim dan salvation claim ini telah
suku, budaya serta golongan sehingga dengan terbangunnya sikap
membuat berbagai konflik sosial-politik, yang membawa berbagai
inklusif maka bangsa Indonesia tidak akan mengalami konflik.
macam perang antar agama, yang sampai sekarang masih sering
Salah satu yang dapat diharapkan dalam membina
menjadi kenyataan di zaman modern ini. Ini pula yang membawa
inklusifisme umat beragama adalah lembaga-lembaga keagamaan.
seseorang
yang
Dengan berbagai perangkatnya lembaga-lembaga keagamaan
membenarkan dirinya sendiri – self fulfilling prophecy – karena
diyakini akan dapat menumbuhkan kesadaran bagi umat beragama
mengasumsikan agamanya dengan keabsolutan itu.2
untuk saling menghargai dan menghormati berbagai macam
pada
prasangka-prasangka
epistemologis
Oleh karena itu sikap yang harus dibangun pada masingmasing umat beragama adalah sebaliknya yakni sikap keterbukaan
perbedaan agar tercipta komunitas umat beragama yang rukun. Menurut Pdt. Christya, masyarakat Lampung dengan keberagaman agama, suku dan budayanya sangat kaya dengan
1
Nurcholish Madjid, Cendekiawan dan Religiusitas Masyarakat; Kolom-kolom di Tabloid Tekad (Jakarta : Paramadina. 1999), h. 60. 2 Budhy Munawar Rachman, “Kata Pengantar” dalam Komaruddin Hidayat dan Muhammad Wahyuni Nafis, Agama Masa Depan; Perspektif Filsafat Perennial (Jakarta : Paramadina, 1995), h. xxv. Adapun sebab-sebab yang ikut melahirkan klaim kebenaran dan klaim keselamatan, diantaranya : Faktor teologis, ekonomi dan politik. Lihat Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama (Yogyakarta : Kanisius, 1995), h. 294.
71
potensi untuk menghadapi konteks kemiskinannya. Potensi itu ada dalam diri masyarakat sendiri dan dapat ditumbuhkan dengan meyakinkan semua pihak akan pentingnya kebersamaan dengan berbagai bakat dan nilai budayanya. Inklusifitas adalah mengenal “yang lain” yang berbeda dan inklusifitas adalah berfungsi 72
memperkaya dan membuat “yang lain” memiliki kebahagiaan.
mengembangkan sikap saling menghormati serta kerjasama dengan
Lembaga-lembaga keagamaan sangat efektif menanam-kan kultur
umat beragama lain, sebagai wahana umat untuk menyalurkan
positif yang merekatkan masyarakat plural untuk memiliki nilai-
aspirasi umat kepada pemerintah dan menyebarluaskan kebijakan
nilai inklusif. 3
pemerintah kepada umat dan wahana silaturahmi yang dapat
Senada dengan pendapat tersebut, menurut Ida Bagus Putu Mambal
bahwa
lembaga
dapat
Masih menurut Mambal, bahwa masyarakat yang mendiami
meningkatkan perilaku umat beragama yang inklusif secara lebih
Provinsi Lampung sangatlah heterogen berasal dari berbagai
baik. Karena lembaga keagamaan adalah organisasi yang dibentuk
etnis/suku dan agama serta kebudayaan; seperti Suku Lampung,
oleh umat beragama dengan maksud untuk memajukan kepentingan
Jawa, Bali, Sumatera dan lainnya. Agama Islam, Hindu, Kristen,
agama umat yang bersangkutan di dalam kehidupan bermasyarakat,
Katolik, Budha dan Kong Hu Cu juga mewarnai kehidupan di
berbangsa dan bernegara, yang tujuannya untuk meningkatkan
Provinsi Lampung.
kualitas hidup keagamaan masing-masing umat beragama. Jadi
supaya dapat inklusif adalah berperannya lembaga keagamaan yang
masyarakat di Provinsi Lampung masih membutuhkan lembaga
menjadi wahana dan pemelihara kehidupan yang harmonis antara
keagamaan yang bila kita lihat dari perannya sangat signifikan
pemeluk agama dan antara pemeluk agam dengan agama yang
seperti tempat untuk membahas dan menyelesaikan segala masalah
lainnya.
yang menyangkut keagamaan, meningkatkan dan memelihara
merupakan dasar pijakan untuk membina kerukunan antar umat
kualitas kehidupan beragama umat yang bersangkutan, memelihara
beragama,
dan meningkatkan kerukunan hidup antar umat beragama yang
membicarakan solusi dan strategi bersama dalam membina
bersangkutan,
kehidupan
mewakili
keagamaan
umat
3
sesungguhnya
menumbuhkan rasa persaudaraan dan kekeluargaan.
dalam
berdialog
dan
Wawancara dengan Pdt. Christya (Pengurus PGI Provinsi Lampung), tanggal 27 September 2014. Pendapat ini juga senada dengan pendapat Andi Lie Wirawan yang mengatakan bahwa lembaga keagamaan akan selalu memberikan informasi sesuai delik agama dan aturan pemerintah cq Kementerian Agama. Wawancara dengan Andi Lie Wirawan (Ketua WALUBI Provinsi Lampung), tanggal 15 September 2014.
73
Untuk menjadikan masyarakat Lampung
Sikap toleransi dan tenggang rasa serta persaudaraan
pertemuan
beragama
antar
tokoh
masing-masing
umat
beragama
agama,
tetapi
untuk
tidak
meninggalkan local genius.4
4
Wawancara dengan Ida Bagus Putu Mambal (Pengurus PHDI Provinsi Lampung), tanggal 20 September 2014.
74
Begitu juga dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI)
memberikan pengertian dan pemahaman untuk bersikap inklusif
Provinsi Lampung yang salah satu programnya adalah bidang
atau terbuka dengan penganut agama lain, sehingga dapat
peningkatan
menghargai dan menghormati eksistensi agama lain.
kerukunan
antar
umat
beragama,
dimana
implementasinya adalah mengadakan kegiatan yang menghadirkan tokoh-tokoh atau pembicara baik yang berasal dari kalangan akademisi maupun lainnya. Sedangkan pesertanya adalah umat
B. Usaha-Usaha yang Dilakukan oleh Lembaga Keagamaan Provinsi Lampung dalam Meningkatkan Perilaku Umat Beragama yang Inklusif
Islam dari perwakilan organisasi keagamaan seperi Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Syarikat Islam, Perti, al-Washliyah, Mathla’ul Anwar dan lain-lain. Tujuannya adalah agar umat Islam memiliki sikap yang toleran terhadap penganut agama lain. Hal tersebut sesuai dengan tetap terpelihara kerukunan hidup intern umat Islam, kerukunan hidup antar uma beragama, serta kerukunan antar umat Islam dengan pemerintah sebagai bagian yang tak terpisahkan dari upaya mewujudkan persatuan dan
Setiap
organisasi
atau
lembaga
keagamaan
dalam
melakukan aktivitas dan kegiatannya bisa dipastikan memiliki cara atau strategi yang dilakukan agar setiap usahanya dapat tercapai. Begitu juga dengan lembaga-lembaga keagamaan di Provinsi Lampung dalam usahanya untuk meningkatkan perilaku umat beragama yang inklusif. Majelis Ulama Indonesia, baik dari Pusat hingga ke Daerahdaerah, tidak terkecuali MUI Provinsi Lampung, memiliki cita-cita
kesatuan bangsa.5 Oleh karena itu, berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa tokoh dan pengurus keagamaan Provinsi Lampung, sangat jelas bahwa lembaga-lembaga keagamaan sangat berfungsi dalam meningkatkan perilaku umat beragama yang inklusif. Hal ini dapat dipahami, karena lembaga keagamaan memainkan perannya di tengah-tengah umat atau jama’ahnya dengan cara
mewujudkan potensi kemasyarakatan yang lebih baik sebagai hasil kerja keras serta kerja sama segenap potensi umat melalui aktivitas potensi ulama, umara dan cendikiawan muslim untuk kejayaan Islam dan umat Islam (‘Izzul Islam wal muslimin) guna membangun masyarakat yang diridhoi oleh Allah SWT yang penuh rahmat (rahmatan lil’alamin) di tengah-tengah kehidupan umat manusia
5
Wawancara dengan Refliyanto (Pengurus MUI Propinsi Lampung), tanggal 29 September 2014.
75
dan
bangsa
Indonesia
berperadaban. 76
menuju
masyarakat
yang
Sesuai dengan tema Musyawarah Nasional VII “Meneguhkan
2. Program Pengembangan Da’wah dan Kepedulian Sosial;
Tanggung jawab Ulama Dalam Membangun Khairah Ummat”
3. Program Pengembangan Pendidikan Islam
maka MUI selalu berikhtiar semaksimal mungkin menggerakkan
4. Program Pengembangan Perekonomian Islam
segenap
5. Program Pengkajian dan Pengembangan
komponen
bangsa,
baik
kepemimpinan
maupun
kelembagaan secara dinamis dan efektif sehingga mampu
6. Program Penetapan Hukum dan Fatwa
melaksanakan fungsinya sebagai khadimul ummah (pelayan umat),
7. Program Pengembangan Hukum dan Perundang-undangan
Wasilah wa Wasithah Ummah (perantara dan penengah umat) serta
8. Program Peningkatan Kerukunan Antar Umat Beragama
secara terus-menerus menegakkkan amar ma’ruf nahi munkar.
9. Program Pemberdayaan Perempuan, Remaja dan Keluarga
Adapun langkah-langkah untuk mewujudkan cita-cita MUI
10. Program Komunikasi dan Informasi.
adalah menggalakkan kepemimpinan dan kelembagaan yang
Berdasarkan uraian tersebut dapat dilihat bahwa diantara
dinamis dan efektif sehingga mampu mengawal umat Islam dalam
satu usaha yang dilakukan oleh MUI Provinsi Lampung adalah
melaksanakan aqidah Islamiyah, membimbing mereka dalam
program pengembangan da’wah dan kepedulian sosial serta
menjalankan ibadah, menuntun mereka dalam mengembangkan
program peningkatan kerukunan antar umat beragama.
pengetahuan dan menjadi panutan mereka dalam mengembangkan
program ini sangat terkait dengan peningkatan perilaku umat
akhlaqul karimah.
beragama yang inklusif, khususnya internal umat Islam.
Adapun yang menjadi lingkup program pencapaian MUI Provinsi Lampung dari periode ke periode
Kedua
Hal
tersebut tentu saja dimaksudkan memberikan pemahaman kepada
mengalami
umat Islam akan pentingya kepedulia sosial baik kepada umat
perkembangan, tetapi tidak mempengaruhi tujuan utama yang
Islam itu sendiri maupun terhadap penganut agama lain. Selain itu
akan
VIII
bidang kerukunan antar umat beragama, dimaksudkan agar umat
Kepengurusan MUI Provinsi Lampung adalah sesuai yang
Islam memiliki wawasan tentang urgensi kerukunan, baik
terjabarkan dalam Komisi-Komisi dalam Kepengurusan MUI
dikalangan internal umat Islam, terlebih lagi terhadap umat agama
Provinsi Lampung, yaitu:
lain.
dicapai.
Lingkup
program
hingga
periode
1. Program Pengembangan Ukhuwah Islamiyah; 77
78
Selain itu menurut Refliyanto, seharusnya kita tidak boleh
Ta’awun adalah saling membantu tentu saja dalam
mengesampingkan bahwa kita sebagai satu bangsa yang seharusnya
kebaikan dan meninggalkan kemungkaran. Kita juga harus
saling jaga dan menghormati kebhinnekaan. Maka kita akan dapat
menanamkan kepada masyarakat Lampung untuk senantiasa
tetap dapat hidup inklusif.
berhubungan baikdengan sesama manusia, baik itu seagama
Kita juga harus lebih memahami
ukhuwah Islamiyah, karena sudah jelas bahwa ukhuwah Islamiyah
maupun beda agama dan pemahaman.6
bersifat abadi dan universal karena berdasarkan aqidah dan syariat
Sementara itu Persekutuan Gereja Indonesia (PGI) Provinsi
Islam. Berbeda dengan ukhuwah Jahiliyah yang bersifat temporer
Lampung yang tergabung dalam Gereja Kristen Sumatera Bagian
(terbatas waktu dan tempat), yaitu ikatan selain ikatan aqidah
Selatan (GKSBS), memiliki orientasi untuk menjadi gereja daerah
(missal:
(Sumatera Bagian Selatan).
ikatan
keturunan
orang
tua-anak,
perkawinan,
nasionalisme, kesukuan, kebangsaan, dan kepentingan pribadi). Masih menurut Refliyanto, selain itu kita harus menularkan
Artinya sebagai lembaga, mereka
memiliki mandate untuk hadir dalam konteks pergumulan masyarakat di Sumatera Bagian Selatan.
Sejak periode 2005,
kepada masyarakat Lampung untuk dapat memahami peringkat-
konteks kemiskinan di Sumatera Bagian Selatan menjadi
peringkat dalam ukhuwah tersebut, yaitu :
pergumulan iman GKSBS.
Ta’aruf adalah saling mengenal sesama manusia. Saling
Menurut PGI, pendekatan untuk mengurangi kemiskinan
mengenal antara kaum muslimin merupakan wujud nyata
melalui lembaga dan kerjasama semua agama memberdayakan
ketaatan kepada perintah Allah swt. (Q.S. al-Hujurat: 13)
setiap orang dengan pendekatan ABCD (Asset Based Community
Tafahum adalah saling memahami. Hendaknya seorang
Development).
muslim memperhatikan keadaan saudaranya agar bisa
memerlukan keberadaan lembaga-lembaga lain sebagai sahabat dan
bersegera memberikan pertolongan sebelum saudaranya
teman untuk menjawab persoalan besar. Dari pendekatan tersebut,
meminta, karena pertolongan merupakan salah satu hak
kami mengakui iman setiap agama menjadi kekuatan besar. Dari
saudaranya yang harus ia tunaikan.
pendekatan tersebut, kami mengakui iman setiap agama menjadi
Pendekatan ABCD adalah mengakui dan
6
Wawancara dengan Refliyanto (Pengurus MUI Propinsi Lampung), tanggal 29 September 2014.
79
80
kekuatan besar juga untuk menjawab persoalan besar yang mereka
SITI (Studi Intensif Tentang Islam) di Yogyakarta yang
sendiri sebagai lembaga tidak mungkin melakukannya.
Secara
diselenggarakan oleh Universitas Kristen Duta Wacana dan
teologis, mereka mengakui keberadaan lembaga agama yang
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga mulai tahun 2003.
berbeda adalah untuk mengakui keberadaan Allah yang memang
Sedangkan
Maha Besar, agar melalui kebersamaan lembaga agama, iman dapat
menyelenggarakan program studi Identitas dalam Pluralitas dengan
di wujud nyatakan.
pembicara dari kalangan berbagai agama, seperti yang pernah
Untuk dapat mewujudkan arah menjadi gereja daerah,
di
Sumatera
Bagian
Selatan,
GKSBS
dilaksanakan pada tahun 2009.7
Sinode GKSBS memiliki pokok-pokok haluan program yang
Sedangkan usaha-usaha yang dilakukan oleh pengurus
ditetapkan dalam sidang Sinode. Untuk melaksanakan program
WALUBI Provinsi Lampung dalam meningkatkan perilaku umat
sidang Sinode menetapkan Majelis Pekerja Sinode dan Badan
beragama (jama’ahnya) yang inklusif dalam di kelompok-kan
Pemeriksa Keuangan.
dalam berbagai bidang :
Adapun usaha-usaha yang dilakukan oleh PGI dalam
1. Bidang Spiritual
meningkatkan perilaku umat beragama yang inklusif adalah melalui
1) Melakukan gerakan bersaddhana setiap hari.
GKSBS; mulai dari menanmkan nilai-nilai pluralitas, dengan
2) Melakukan Sadhana Nawa Ratri, sembilan hari antara lain
departemen identitas dalam pluralitas, untuk menanam-kan ajaran dan perilaku penghargaan kepada agama lain serta membangun hubungan antar umat beragama di wilayah-wilayah dengan
hari raya Galungan dan Kuningan. 3) Setiap piodalan diisi pembacaan Kitab Suci Veda dan Dharmawacana.
memperkuat Forum Kerjasama Lintas Agama (FKLA) Kabupaten.
4) Sosialisasi cuntaka di utama mandala Pura dan merajan.
Tentu saja dalam proses tersebut mereka tidak bisa sendiri, kami
5) Sosialisasi banten yang satwika.
memiliki teman-teman dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
6) Melakukan padasewanam kepada orang tua pada saat hari
Raden Intan Lampung yang mempunyai panggilan iman yang sama dan dari kelembagaan agama yang berbeda. Selain itu PGI juga
raya Kuningan. 7
mengirim pemimpin gereja yaitu Pendeta untuk mengikuti program
Wawancara dengan Pdt. Christya (Pengurus PGI Provinsi Lampung), tanggal 27 September 2014.
81
82
7) Semua umat wajib mengikuti perayaan Saraswati dan Siwaratri.
f. Menurunkan keturunan “suputra” yang cerdas.
8) Pada saat perayaan Nyepi, setiap umat wajib mengikuti melasti, empat brata penyepian, dan puasa 24 jam. 9) Wajib menyelenggarakan Dharma Santih Nyepi di tingkat banjar/desa.
upacara
g. Kesehatan lingkungan rumah. 2) Mematuhi UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974, usia perkawinan sesudah berumur 19 tahun. 3) Memberikan bimbingan konseling kepada setiap pasangan
10) Mensosialisasikan bahwa pelaksanaan “kirtanam” pada setiap
e. Bahaya mematikan dari narkoba dan HIV/AIDS.
agama
dan
seremonial
keagamaan
merupakan salah satu ajaran bhakti. 11) Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman bagi pengurus Parisada melalui kegiatan dharmatula setiap bulan. 12) Mendorong umat agar mengadakan tempat suci/kamar suci di setiap keluarga.
“Pra Wiwaha”. 4) Perlu dibentuk “Lembaga Penasehat Pawiwahan”. 5) Mewajibkan menggunakan buku pedoman mewujudkan putra suputra dan buku pawiwahan pada saat memberikan nasehat pawiwahan. 6) Memasukkan ke dalam awig-awig desa adat : a. Bahwa dilarang mengkonsumsi minuman keras.
13) Menyelenggarakan “workshop pitra yadnya” dengan nara sumber dari Yayasan Penganyom Umat Hindu (YPUH) Singaraja-Bali.
b. Dilarang melakukan semua bentuk perjudian. c. Mengandangkan ternak babi. 7) Mendorong pelaksanaan bhakti sosial kesehatan (pelayanan
2. Bidang Kesehatan
kesehatan gratis dan donor darah) sebagai rangkaian
1) Memberikan penyuhuan gaya hidup sehata tentang: a. Menjaga alat reproduksi. b. Usia pawasihan yang menghasilkan keturunan yang sehat.
perayaan hari suci Nyepi. 8) Penanaman bunga (cempaka, kenangan, kamboja, jempiring besar, asoka, mawar, teleng, dan melati) dan pohon sesuai veda (cendana, bilwa, kelapa gading, tulasi, gaharu) di arel
c. pergaulan bebas/sex kepada kaum remaja.
Pura dan Merajan.
d. Bahaya minuman keras terhadap keturunan. 83
84
9) Majelis Penyeimbang Adat Lampung Bali tingkat Provinsi Lampung sudah dibentuk dan dilantik pada tanggal 20 Januari 2013, selanjutnya agar Parisada Kabupaten dan Kecamatan
membentuk
Majelis
Penyeimbang
Adat
Lampung Bali/Jawa) dengan struktur: ketua, wakil ketua, sekretaris, dan anggota minimal dua orang. 3. Bidang Pendidikan
b. Libur panjang semester genap. c. Libur hari raya. 6) Mengembangkan dan membentuk pasraman dan pesantian di tingkat banjar/desa. 7) Mendata, membangun, dan mengembangkan PAUD yang bernafaskan Hindu di tingkat banjar/desa (dikantong umat). 8) Membina sekolah-sekolah formal mulai dari tingkat dasar
1) Dilarang memperkerjakan anak untuk menjadi tulang punggung keluarga semasih anak itu dalam tahapan brahmacari/ usia sekolah SD sampai SLTA. 2) Memasukkan dalan awig-awig adat agar : a. Semua anak wajib mengikuti pendidikan sampai tingkat SLTA.
sampai dengan tingkat menengah yang dimiliki oleh Yayasan Hindu/dikelola oleh umat Hindu. 9) Memberi masukan agar setiap workshop guru agama Hindu dan pasraman kilat yang diselenggarakan oleh Pembimas supaya memfokuskan ke praktek langsung (berdoa, membaca
b. Membuat aturan jam belajar untuk siswa pada malam hari (dari pukul 19.00-21.00) WIB. Pada waktu ini, siswa tidak boleh menonton TV dan melakukan pekerjaan lain kecuali belajar. 3) Mendorong agar siswa tamatan SLTA melanjutkan pendidikan sampai Perguruan Tinggi. 4) Mendorong terbentuknya organisasi Remaja Hindu disetiap desa adat.
kitab
suci,
khitanam,
dan
Yoga)
untuk
mempercepat mewujudkan pilar program Parisada. 10) Mengakulturasi seni budaya Lampung dengan seni budaya Bali (seni tari penyambutan). 11) Merekonstruksi “Gapura Batas Desa” agar mengkombi-nasi seni ukir Lampung dan Bali. 12) Merekonstruksi cetakan tembok pagar luar jabo Pura dan tembok Penyengker agar memasukkan ukiran tapis dan siger.
5) Mengisi pasraman kilat pada saat :
13) Mendesain destar, kampuh, dan pakaian bermotif Lampung.
a. Libur pendek semester ganjil. 85
86
14) Mengadakan alat musik dan membentuk kelompok seni lagu rohani dan khitanam. 15) Mendata jumlah siswa di setiap sekolah dan mengusulkan pengangkatan guru agama Hindu pada setiap sekolah yang jumlah siswa Hindunya memenuhi syarat kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. 16) Mencarikan orang tua asuh atau sumber-sumber beasiswa lainnya untuk siswa yang tidak mampu. 4. Bidang Ekonomi
pada saat Lokasabha VIII Parisada Provinsi Lampung Tahun 2017, dengan renacana hasil bagi investasi: a. 25 % untuk Parisada Provinsi b. 75
%
untuk
Parisada
Daerah
(Kabupaten/Kota,
Kecamatan dan Desa). 7) Penggunaan hasil investasi akan dirancang untuk : a. Diinvestasikan kembali dalam bentuk kebun. b. Beasiswa anak yang tidak mampu. c. Siswa cerdas untuk melanjutkan keperguruan tinggi.
1) Segera melunasi pembayaran Dana Punia Wajib tahun 2012 dan 2013.
d. Membantu pendirian Perguruan Tinggi dari berbagai disiplin ilmu.
2) Membentuk LADA disetiap desa adat.
e. Investasi di LADA.
3) Memungut dana sebesar 2,5 % dari pendapat bersih setahun
f. Mengangkat guru agama Hindu.
pada saat perayaan hari suci Nyepi (bulan Maret), kemudian
g. Mengangkat penyuluh/pendharmawacana.
disimpan di LADA dan merupakan saham dari yang
h. Membiayai pinandita dan pandita.
bersangkutan.
i. Meningkatkan SDM Hindu.
4) Mendorong umat yang memiliki dana untuk menyimpannya di LADA dengan bunga 1-1,5 %/bulan. 5) Melarang umat melakukan praktek rentenir. 6) Dana yang sudah diinvestasi menjadi hak miliki semua umat Hindu se-Provinsi Lampung, hanya hasil investasi yang dapat digunakan dengan prosedur penggunaan diatur
j. Dana Operasional Hindu. k. Pembangunan/rehap tempat suci. l. Membiayai berdirinya sekolah TK, sekolah umum yang bernuansa agama Hindu, dan pasraman. m. Biaya mengadakan buku-buku yang sangat penting untuk umat. n. Pembangunan klinik kesehatan (rumah sakit).
87
88
o. Pembangunan ashram.8
bahwa usaha-usaha tersebut dengan berbagai macam dan
Pada sisi lain, WALUBI provinsi Lampung juga melakukan
bentuknya
usaha-usaha dalam meningkatkan perilaku umat (khususnya dikalangan intern) yang inklusif. bahwa
usaha-usaha
yang
telah
oleh
sangat
dapat
membuka
wawasan
dan
meningkatkan perilaku umat beragama yang inklusif.
Menurut Andi Lie Wirawan dilakukan
akan
Setidaknya terdapat beberapa hal yang menarik dalam
WALUBI
eksplorasi tentang usaha-usaha yang telah dilakukan oleh lembaga-
diantaranya “melakukan bakti sosial, implementasi aturan agama
lembaga keagamaan tersebut, antara lain terdapat keinginan dan
dan seterusnya hidup nyata dengan perbuatan amal dan ibadah”9
dorongan dari masing-masing lembaga keagamaan agar umat
Statemen tersebut memang cukup singkat, akan tetapi bila
berperilaku sesuai dengan yang diajarkan oleh kitab suci masing-
dipahami secara mendalam maka sesungguhnya kita dapat
masing, kemudian yang selanjutnya adalah umat beragama
menangkap bahwa WALUBI Propinsi Lampung mendorong umat
hendaknya memiliki rasa penghargaan dan toleransi terhadap
Buddha agar senantiasa mensinkronkan antara ajaran agama
penganut agama lain yang sesungguhnya adalah sama-sama
dengan perilaku sehari-hari.
Hal ini dipahami dimana agama
manusia yang diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa (dalam
Buddha merupakan salah satu agama yang memang banyak
bahasa Islam disebut sebagai sama-sama makhluk Allah). Selain
mendorong agar umatnya berbuat atau melakukan perbuatan-
itu, masing-masing lembaga keagamaan juga mendorong umatnya
perbuatan yang bernuansa kesosialan, seperti etika sosial,
untuk menghargai budaya lokal (local culture) dalam konteks ini
membantu sesama yang dalam kekurangan dan kesusahan, peduli
adalah budaya Lampung, seperti penggunaan ornamen-ornamen
terhadap sesama dan lain-lain
baik yang ada di rumah-rumah pagar rumah maupun di tempat
Demikianlah diantara usaha-usaha yang telah dan akan dilakukan oleh lembaga-lembaga keagamaan (MUI, PGI, PHDI dan WALUBI) Provinsi Lampung. Tentunya sangat dapat dipahami 8
Wawancara dengan Ida Bagus Putu Mambal (Pengurus PHDI Provinsi Lampung), tanggal 20 September 2014. 9 Wawancara dengan Andi Lie Wirawan (Ketua WALUBI Provinsi Lampung), tanggal 15 September 2014.
89
ibadah bernuansa seni budaya Lampung seperti gambar Tapis dan Siger. Upaya ini menurut peneliti sangat positif sekaligus konstruktif, sebab hal itu bermakna adanya penghargaan juga kebanggaan terhadap budaya lokal baik bagi masyarakat lokal maupun bagi masyarakat lain. Maka sangat tepat menggunakan 90
logika atau pepatah lama yang mengatakan “dimana bumi dipijak,
harus diawali dengan kondisi psikis atau mental yang kondusif
disitu langit dijunjung”.
pada masyarakatnya. Hal tersebut bermakna harus terjadi sinergi
Dengan begitu, akan terjadi interaksi
secara positif antar umat beragama.
pembangunan dibidang fisik dan mental. Akan sangat menjadi sia-sia, manakala pembangunan hanya
C. Implikasi Perilaku Umat Beragama yang Inklusif Terhadap Pembangunan di Provinsi Lampung.
diorientasikan dalam bidang fisik semata sedangkan mentalnya
Provinsi Lampung sebagaimana yang dipahami secara
menjadi penghancur yang tak kalah dahsyatnya ketika mental
umum, merupakan sebuah provinsi yang memiliki tingkat pluralitas
tidak diberikan asupan sama sekali, sebab hal tersebut justru dapat
masyarakatnya tidak baik.
yang tinggi, karena di provinsi ini terdapat berbagai macam suku,
Berbicara tentang pembangunan di
Indonesia, pada
budaya, bahasa, juga agama. Keanekaragaman tersebut tentu saja
dasarnya adalah pembangunan manusia seutuhnya bagi seluruh
merupakan tantangan sendiri bagi seluruh masyarakat provinsi
masyarakat Indonesia. Maka menurut Musa Asy’ari pembangunan
Lampung, sebab jika tidak dikelola secara baik, tentu saja
pada dasarnya bukan terletak pada perwujudan fisik tekhnologi dan
menimbulkan konflik baik itu konflik yang berlatarbelakang etnis
ekonomi semata dan bukan pula perwujudan segi rohani dan mental
atau suku, dan juga agama.
spiritual saja, melainkan dalam pengembangan seluruh dimensi
Di Provinsi Lampung sendiri menurut catatan setidaknya pernah terjadi beberapa kali konflik, seperti yang terjadi di Way
serta segi yang dibutuhkan dalam keserasian dan keselarasan, demi terwujudnya manusia yang dewasa dan berkepribadian.10
Jepara, Kali Rejo Lampung Tengah, dan terakhir yang cukup
Secara umum pembangunan dapat pula diartikan sebagai
menghebohkan adalah yang terjadi di desa Bali Nuraga Kalianda
upaya
Lampung Selatan.
mengupayakan kesejahteraan dan kebahagiaan umat manusia di
Potret kelam tentu saja menjadi catatan tidak baik dan harus dihentikan. Tidak boleh lagi ada konflik di provinsi yang memiliki slogan “Sai Bumi Ruwa Jurai”. Sebab jika ingin Lampung menjadi
fungsionalisasi
dunia.
misi
kekhalifahan
manusia,
dalam
Atau dalam terminologi bangsa kita, berarti upaya
pencapaian masyarakat adil dan makmur, material maupun 10
lebih baik dan maju dalam bidang pembangunan secara fisik, maka
Musa Asy’ari dkk, Agama, Kebudayaan dan Pembangunan (Yogyakarta : IAIN Sunan Kalijaga Press, 1998), h. 17.
91
92
spiritual.
Secara dialektik pembangunan berarti pula upaya
Antargolongan) – terlebih lagi kerusuhan atas nama agama – maka
pemilihan jawaban terhadap berbagai masalah atau tantangan
segala macam fasilitas umum yang dibangun untuk kepentingan
kehidupan masyarakat untuk menghasilkan perubahan menuju
masyarakat turut pula menjadi “korban”.
suatu keadaan yang lebih baik.11
Marshall yang dikutip oleh Syamsul Arifin, memperluas
Oleh karena itu, dalam konteks ini harulah dipahami bahwa
cakupan penggunaan konsep modal yang melampaui batas-batas
yang dimaksud dengan pembangunan adalah bukan sekedar
ekonomi. Selain modal dalam pengertian material, manusia juga
pembangunan fisik material semata, akan tetapi juga yang tak kalah
membutuhkan modal lainnya yaitu modal sosial dan modal
pentingnya adalah pembangunan mental spiritual. Kedua agenda
spiritual. Modal sosial adalah kekayaan yang membuat komunitas
pembangunan ini harus menjadi fokus dari sebagian tugas
dan organisasi berfungsi secara efektif demi kepentingan bersama.
kekhalifahan manusia di dalam menjaga dan memelihara keutuhan
Adapun
suatu bangsa.
memberikan sentuhan maknawi dalam kehidupan manusia agar
modal
spiritual
merupakan
dimensi
hakiki
yang
Lampung yang saat ini sedang membangun, tidak hanya
lebih bermakna secara substansial. Meskipun modal sosial dan
membutuhkan para designer atau orang yang ahli dalam bidang
spiritual tidak berbentuk barang dalam arti ekonomi, lanjut
pembangunan gedung bertingkat pencakar langit, jalan tol atau
Marshall, tetapi tidak boleh dipandang tidak memiliki manfaat
jembatan layang, bendungan kokoh, ahli pertambangan dan sumber
ekonomi.
daya alam lainnya. Tetapi juga membutuhkan faktor non-struktural
daripada bidang ekonomi. Dengan demikian, modal-modal lainnya
yaitu agama, berupa motivasi dan dorongan dari masyarakat
yang ada dalam suatu komunitas perlu disinergikan dengan modal
agama. Sehingga segala macam bentuk hasil pembangunan dapat
sosial.12
Modal sosial memberikan manfaat yang lebih luas
dinikmati dan tidak dirusak oleh berbagai kerusuhan antar umat
Oleh karenanya dapat dipahami bahwa dalam pembangunan
beragama. Hal ini sering terjadi di Indonesia, bahwa ketika terjadi
suatu bangsa yang dibutuhkan bukan hanya modal ekonomi, tetapi
kerusuhan yang bernuansa SARA (Suku, Agama, Ras dan
juga modal modal sosial dan spiritual yaitu support atau dukungan
11
12
M. Amin Rais (ed.), Islam di Indonesia; Suatu Ikhtiar Mengaca Diri (Jakarta : Rajawali Press, 1986), h. 19.
Syamsul Arifin, Studi Agama; Perspektif Sosiologis dan Isu-Isu Kontemporer (Malang : UMM Press, 2009), h. 77.
93
94
secara moral dari masyarakat yang notabene adalah masyarakat yang beragama.
Dukungan ini hanya mungkin diperoleh jika
Menurut Ida Bagus Putu Mambal bahwa perilaku umat beragama yang inklusif akan sangat mendukung dan mensukseskan
masyarakat itu sendiri merasa aman, tentram, damai dan hidup
pembangunan
yang
telah
diprogramkan
dalam suasana rukun.
(Pemerintah Daerah) Lampung.
oleh
pemimpin
Sikap inklusif tersebut telah
Oleh karena itu, adanya sikap keberagamaan yang inklusif
diwujudkan dengan adanya lembaga perekat hubungan antar agama
dan dilakukan secara sadar dan bertanggungjawab, akan turut pula
seperti Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dan Forum
berimplikasi positif bagi pembangunan di Provinsi Lampung.
Komunikasi Lintas Agama (FKLA).
Dukungan konret umat beragama di Indonesia dalam proses
budayawan Hindu suku Bali sehingga iktu melestarikan budaya
pembangunan adalah dengan cara – paling tidak – menciptakan
Lampung seperti bidang seni; adanya perpaduan antara tari Bali
kerukunan umat beragama dalam arti yang sesungguhnya, dan itu
dan tarian Lampung yang melahirkan Tari Bala.
hanya dapat di wujudkan manakala umat beragama memiliki sikap
Gamola Pekhing oleh Kementerian Hukum dan HAM dan
13
keberagaman yang inklusif.
Selain itu, bersinerginya
Disahkannya
mendapatkan rekor MURI yang dalam hal ini diwakili oleh
Secara objektif Refliyanto mengakui bahwa perilaku umat
Budayawan Hindu etnis Bali. Juga yang tak kalah pentingya yaitu
beragama yang inklusif akan sangat berimplikasi secara positif
adanya komunitas Bali di setiap daerah seperti di Labuan Dalam
terhadap pembangunan di Provinsi Lampung, karena dengan
yang berbentuk Bajar dan bersinergi dengan umat lainnya dalam
perilaku yang inklusif tersebut, maka pembangunan di Lampung
hal saling menjaga saat salah satu umat beragama menjalankan
akan semakin terbuka dan cepat maju, yaitu dengan menyerap hal-
ibadahnya pada hari suci keagamaan masing-masing agama, dan
hal yang positif dari berbagai sumber, yang sesuai dan untuk dapat
lain-lain.15
diterapkan dalam proses pembangunan di Provinsi Lampung.14
Berbeda dengan pernyataan tersebut, menurut Pdt. Christya dengan mengutip Nietzsche yang mengatakan Tuhan Sudah Mati,
13
Idrus Ruslan, Realitas Pluralisme dan Hubungan Umat Antar Agama di Indonesia (Bandar Lampung: Fakta Press, 2007), h. 92. 14 Wawancara dengan Refliyanto (Pengurus MUI Propinsi Lampung), tanggal 29 September 2014.
95
sebenarnya sedang menanti bangkitnya peran agama. 15
Marx
Wawancara dengan Ida Bagus Putu Mambal (Pengurus PHDI Provinsi Lampung), tanggal 20 September 2014.
96
menyatakan agama sebagai candu, jangan-jangan salah satu
pemerintah memprioritaskan pembangunan manusia di Provinsi
pernyataannya adalah untuk mendorong agama-agama agar
Lampung.16
melakukan fungsinya yang sangat strategis, yaitu membangun
Sebagai rangkaian penegakan inklusifitas di Provinsi
nilai-nilai hidup bersama dalam masyarakat sebagai suatu realitas
Lampung, pada tahun 2009 GKSBS yang bekerjasama dengan
kehidupan.
FKLA mengadakan semiloka di IAIN Raden Intan untuk
Oleh karena itu – lajut Christya – pembangunan di Provinsi
memberdayakan masyarakat moro-moro Register 45 dengan Tema
lampung memerlukan kehadiran fungsi nabiah agama dengan peran
“Teologi Tanah: Kepemilikan Tanah Serta Fungsi Hutan dalam
kritisnya.
Perspektif Agama-agama”.
Bila menggunakan pendekatan teori neo-liberal;
Dari tema ini diharapkan muncul
pertama, kembalinya kekuatan “global” pasar dengan uang; kedua,
diskusi tentang bagaiaman pandangan agama-agama tentang yang
negara dan kekuatan birokrasi dan legislasi, maka agama-agama
Ilahi (Allah, Tuhan, Dewa, Dewi, Tien) menciptakan tanah yang
adalah kelompok yang paling miskin relasi dan saat ini dapat
satu agar dapat digunakan bagi kepentingan dan kehidupan semua
dikatakan agama tidak memiliki kekuatan apapun. Agama bahkan
umat manusia yang berdiam di atasnya. Siapakah yang berhak
menjadi bulan-bulanan dan menjadi alat dari “kekuasaan” dan
mengatur mengenai jumlah luas tanah dan hutan, dan siapakah
“uang”, sehingga masyarakat terus dalam keadaan miskin dan
yang berhak mengelola?
diperlakukan tidak adil.
Agama belum berfungsi merekatkan
kembali nilai-nilai kehidupan agar tanah dapat digunakan untuk
masyarakat miskin untuk keluar dari situasinya. Agama, sekolah
mendatangkan kemaslahatan, kehidupan dan kesejahteraan bagi
keagamaan
lembaga
semua? Bagaimanakah harapan masyarakat terhadap pemerintah
pemberdayaan masyarakat dapat mendampingi masyarakat dengan
yang diberi mandate oleh “Yang Ilahi” untuk mengelola tanah agar
pemberdayaan iman, nilai-nilai hidup bersama dan dapat menolong
mendatangkan kesejahteraan bagi semua? Bagaimana menghayati
dapat
bekerjasama
dengan
semua
Bagaimanakah dapat menemukan
simbol-simbol adat mengenai tanah sebagai pemberi hidup seperti
16
Wawancara dengan Pdt. Christya (Pengurus PGI Provinsi Lampung), tanggal 27 September 2014.
97
98
ibu pertiwi, Dewi Sri sebagai simbol tanah sebagai makhluk hidup
peribadatan mereka harus dihindarkan sebagai topik perbedaan
dan dapat memberikan hidup?
pendapat.”17
Hasil dari seminar tersebut adalah berkembangnya wacana
Dalam teori ini dipahami bahwa para anggota dari berbagai
studi pluralitas untuk memberdayakan peran lembaga kelintas
kelompok sosial keagamaan yang berbeda, merelakan diri mereka
agamaan sebagai salah satu potensi yang dapat mengintegrasikan
untuk
kesadaran
permasalahan-permasalahan umat yang diakibatkan dari semakin
pentingnya
mengelola
tanah
dan
hutan
untuk
kepentingan hidup bersama secara arif.
dan
bermusyawarah
dalam
membahas
mengentalnya sikap ekslusif dan untuk digantikan menjadi sikap
Dari apa yang dikemukakan oleh Pengurus Lembagalembaga keagaman di Provinsi Lampung, dimana mereka mengungkapkan tentang pentingnya Forum Kerukunan Umat Beragama serta Forum Komunikasi Lintas Agama.
bertemu
yang inklusif.
Sikap inklusif ini, akan melahirkan umat yang
toleran, tetapi mereka tetap loyal terhadap agama mereka. Dengan memaparkan uraian serta keterkaitan dengan teori
Eksistensi
dekonfessionalisasi tersebut, menurut peneliti bahwa perilaku umat
forum semacam ini dimana anggotanya adalah dari berbagai
beragama yang inklusif sangat berimplikasi terhadap pembangunan
kalangan kelompok agama, maka setidaknya bisa dikaitkan dengan
di provinsi Lampung.
teori Dekonfessionalisasi yang dikemukakan oleh C.A.O. Van
Lampung akan dapat dilaksanakan secara baik, ketika umat
Nieuwenhuije. Menurut Nieuwenhuije, “istilah dekonfessionalisasi
beragama hidup dalam keadaan damai, rukun, dan saling hormati
ini pada mulanya digunakan di Belanda untuk menunjukkan bahwa,
menghormati.
untuk mencapai tingkat kebersamaan tertentu, wakil-wakil dari
tersebut akan muncul, jika umat beragama memiliki sikap yang
berbagai kelompok peribadatan harus bertemu untuk menemukan
inklusif. Sikap inklusif ini akan terbangun manakala didorong oleh
landasan bersama (yang dirumuskan bersama), yakni mengenai
lembaga-lembaga keagamaan yang ada.
Maksudnya, pembangunan di Provinsi
Sikap rukun, damai, dan saling menghormati
kesepakatan bahwa implikasi-implikasi tertentu dari sejumlah
17
C.A.O. Van Nieuwenhuije, Cross Cultural Studies (The Hegeu : Monton and Co. 1973), h. 152.
99
100
BAB V
adalah sama-sama manusia yang diciptakan oleh Tuhan Yang
PENUTUP
Maha Kuasa (dalam bahasa Islam disebut sebagai sama-sama makhluk Allah). Selain itu, masing-masing lembaga keagamaan juga mendorong umatnya untuk menghargai budaya lokal (local
A. Kesimpulan Mengakhiri penelitian ini, dapat disimpulkan beberapa hal
culture) dalam konteks ini adalah budaya Lampung, seperti
penting yaitu :
penggunaan ornamen-ornamen baik yang ada di rumah-rumah
1. Lembaga-lembaga keagamaan di Provinsi Lampung sangat
pagar rumah maupun di tempat ibadah bernuansa seni budaya
berfungsi dalam meningkatkan perilaku umat beragama yang
Lampung seperti gambar Tapis dan Siger.
inklusif. Hal ini dapat dipahami, karena lembaga keagamaan
3. Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi yang memiliki
memainkan perannya di tengah-tengah umat atau jama’ahnya
keanekaragaman, baik itu etnis, budaya, agama dan lain
dengan cara memberikan pengertian dan pemahaman untuk
sebagainya. Keanekaragaman ini tentu saja memiliki dampak
bersikap inklusif atau terbuka dengan penganut agama lain,
positif dan negatif.
sehingga dapat menghargai dan menghormati eksistensi agama
masyarakat dapat bersosialisasi dan berinteraksi dengan
lain.
kelompok lain, sehingga dapat menambah wawasan dan
Dampak positifnya adalah dimana
2. Terdapat beberapa hal yang menarik dalam eksplorasi tentang
kesadaran bahkan juga simpati terhadap kelompok lain tersebut.
usaha-usaha yang telah dilakukan oleh lembaga-lembaga
Sedangkan dampak negatifnya adalah dimana adanya berbagai
keagamaan Provinsi Lampung dalam usahanya meningkatkan
macam etnis, agama, budaya dan lain-lain tersebut bisa saja
perilaku umat beragama yang inklusif, antara lain terdapat
menimbulkan kesalahpahaman, pertikaian dan konflik, jika
keinginan
lembaga
interaksi yang dilakukan tidak secara baik. Harus diakui bahwa
keagamaan agar umat berperilaku sesuai dengan yang diajarkan
di Provinsi Lampung pernah terjadi konflik baik itu antar etnis
oleh kitab suci masing-masing, kemudian yang selanjutnya
maupun
adalah umat beragama hendaknya memiliki rasa penghargaan
Permasalahan tersebut tidak dapat dibiarkan, tetapi harus
dan toleransi terhadap penganut agama lain yang sesungguhnya
dicarikan jalan keluarnya. Sebab bagaimanapun, kondisi umat
dan
dorongan
dari
101
masing-masing
agama
yang
disebabkan
102
oleh
kesalahpahaman.
beragama yang harmonis akan berimplikasi bagi pembangunan
kemasyarakatan.
Provinsi Lampung. Jika umat beragama hidup dalam keadaan
diorientasikan pada pembangunan fisik semata, tetapi juga pada
konflik, maka pembangunan di Provinsi ini tidak akan dapat
pembangunan dibidang mental, yang salah satu bentuknya
berjalan lancar, hal ini dikarenakan banyak dana yang
adalah
seharusnya digunakan untuk pembangunan (fisik), karena ada
pentingnya hidup secara terbuka.
konflik, maka digunakan untuk rehabilitasi daerah yang mengalami konflik.
Pembangunan hendaknya tidak hanya
menyegarkan
pemahaman
umat
beragama
akan
3. Kepada seluruh umat beragama, hendaknya mengedepankan cara pandang beragama secara inklusif, sebab disamping memang memiliki dasar atau landasan yang memang terdapat dalam kitab suci beragama, selain itu suasana hidup yang
B. Saran-Saran 1. Kepada pengurus lembaga-lembaga keagamaan baik yang ada ditingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota untuk tetap konsisten serta lebih meningkatkan pelaksanakan programprogram yang dapat membuka wawasan umat beragama dilingkungan
masing-masing,
sehingga
menimbulkan
kesadaran bagi masyarakat akan pentingnya hidup secara inklusif, dimana sikap seperti itu yang dijalankan secara
toleran dan terbuka merupakan suatu keindahan tersendiri sesuai dengan motto yang ditawarkan oleh Prof. Dr. A. Mukti Ali “agree in disagreement” yang jika dimaknai berarti “bersatu dalam perbedaan dan berbeda dalam persatuan”, atau sesuai dengan slogan yang terdapat dalam cengkraman kaki burung Garuda “Bhinneka Tunggal Ika”, meskipun berbedabeda tetapi kita tetapsatu.
sesungguhnya dapat berkontribusi bagi pembangunan di seluruh wilayah Provinsi Lampung. 2. Kepada Pemerintah Daerah baik ditingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota
untuk
senantiasa
mendukung
program-
program yang dirancang oleh lembaga-lembaga keagamaan terutama yang berkaitan dengan kegiatan bersifat sosial 103
104
DAFTAR PUSTAKA
Alwi Shihab, Islam Inklusif; Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama, Bandung : Mizan, 1999. Budhy Munawar Rachman, “Kata Pengantar” dalam Komaruddin Hidayat dan Muhammad Wahyuni Nafis, Agama Masa Depan; Perspektif Filsafat Perennial, Jakarta : Paramadina, 1995. C.A.O. Van Nieuwenhuije, Cross Cultural Studies, The Hegeu : Monton and Co. 1973. Dadang Kahmad, Metode Penelitian Agama; Perspektif Ilmu Perbandingan Agama, Bandung : Pustaka Setia, 2000.
Elizabeth K. Notthingham, Agama dan Masyarakat ; Suatu Pengantar Sosiologi Agama, terj. Abdul Muis Naharong, Jakarta : Rajawali Pers, 1994. Faisal Ismail, Ideologi Hegemoni dan Otoritas Agama; Wacana Ketegangan Kreatif Islam dan Pancasila, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999. Hendro Puspito, Sosiologi Agama, Jakarta : Kanisius, 1999. Idrus Ruslan, Realitas Pluralisme dan Hubungan Umat Antar Agama di Indonesia, Bandar Lampung: Fakta Press, 2007. Imam Suprayogo dan Tobroni, Metode Penelitian Sosial-Agama, Bandung : Remaja Rosda Karya. 2001. Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta : Bentang. 1997.
----------, Sosiologi Agama, Bandung : Remaja Rosdakarya, 1999. ----------, Sosiologi Agama; Potret Agama dalam Dinamika Konflik, Pluralisme dan Modernitas, Bandung : Pustaka Setia, 2011. Departemen Agama, Kompilasi Peraturan Perundang-Undangan Kerukunan Hidup Umat Beragama, edisi keenam, Jakarta : Balitbang Agama, 1997.
Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama, Yogyakarta : Kanisius, 1995. M. Amin Rais (ed.), Islam di Indonesia; Suatu Ikhtiar Mengaca Diri, Jakarta: Rajawali Press, 1986. Musa Asy’ari dkk, Agama, Kebudayaan dan Pembangunan, Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1998.
Dewan Pengurus Pusat Perwakilan Umat Buddha Indonesia, Anggaran Dasar-Anggaran Rumah Tangga dan Program Umum Perwakilan Umat Buddha Indonesia, Jakarta: DPP WALUBI, tt.
Nasikun, Sistem Sosial di Indonesia, Jakarta : Rajawali Pers, 2011.
105
106
Nuhrison M. Nuh, “Respon Terhadap Agama Buddha Tentrayana Satya Buddha Indonesia di Kalimantan Barat”, dalam Harmoni (Jurnal Multikultural & Multireligius), Jakarta : Litbang Kehidupan Keagamaan, Vol. 11, Nomor 4 OktoberDesember 2012.
Nurcholish Madjid, Cendekiawan dan Religiusitas Masyarakat; Kolom-kolom di Tabloid Tekad, Jakarta : Paramadina. 1999. Oka
Diputhera, “Kebutuhan, Peluang dan Tantangan Organisasi/Lembaga Keagamaan Buddha dalam Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara”, dalam Mursyid Ali (ed.), Dinamika Kerukunan Hidup Beragama Menurut Perspektif Agama-Agama; Bingkai Teologi Kerukunan Hidup Beragama, Jakarta: Balitbang Agama, 2000.
Wawancara dengan Ida Bagus Putu Mambal (Pengurus PHDI Provinsi Lampung), tanggal 20 September 2014. Wawancara dengan Andi Lie Wirawan (Ketua WALUBI Provinsi Lampung), tanggal 15 September 2014. Wawancara dengan Refliyanto (Pengurus MUI Propinsi Lampung), tanggal 29 September 2014.
Roland Robertson (ed), Agama Dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologis, terj. Achmad Fedyani Saifuddin, Jakarta : Rajawali Pers, 1995. Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Bandung : Alfabeta, 2009. Syamsul Arifin, Studi Agama : Perspektif Sosiologis dan Isu-Isu Kontemporer, Malang : UMM Press, 2009. Thomas F. O’Dea, Sosiologi Agama; Suatu Pengenalan Awal, terj. Tim Yasogama, Jakarta : Rajawali Pers, 1995. http://mui.or.id/tentang-mui/profil-mui/profil-mui.html. Diakses tanggal 25 September 2014. http;//pgi.or.id/profil/sejarah-singkat. September 2014.
Diakses
tanggal
26
Wawancara dengan Pdt. Christya (Pengurus PGI Provinsi Lampung), tanggal 27 September 2014.
107
108
Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)