LAPORAN HASIL PENELITIAN HIBAH PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL DIPA UNIVERSITAS BRAWIJAYA TAHUN ANGGARAN 2010
Judul
Ketua Anggota
: Strategi Pelestarian Seni Tradisi; Studi Kasus Kelompok Kesenian Tradisional Lengger di Kabupaten Jember : M. Andhy Nurmansyah, M.Hum : 1. Sony Sukmawan, M.Pd 2. Hamamah, M.Pd
Dibiayai Oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan Nasional, Melalui DIPA Universitas Brawijaya berdasarkan SK Rektor Nomor : 035A/SK/2010, Tanggal 12 Februari 2010.
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2010
RINGKASAN Keberlanjutan seni tradisional di kabupaten Jember khususnya di desa Jambuan yang dikenal dengan istilah lenggeran mengalami perjalanan yang menarik untuk dibedah lebih dalam berkenaan dengan usaha mandiri para pelaku kesenian tersebut untuk bertahan dalam kancah era global yang mengusung dengan gencar berbagai bentuk kesenian modern. Keterpinggiran kesenian tradisional dari ruang publik masyarakat Jember, menunjukkan bahwa kesenian tradisional telah kehilangan masyarakat pendukungnya karena pergeseran nilai estetis berkesenian di kalangan masyarakat modern. Berpijak dari konteks global tersebut keberadaan satu komunitas kesenian lengger di dusun jambuan kecamatan sumbersari kabupaten Jember pimpinan pak Saroi dianggap telah melakukan penyesuaian nilai estetis kesenian tradisional dengan nilai estetis modern secara alamiah. Dengan usaha mandiri telah terbentuk strategu kebertahanan (survival strategy) bagi seni tradisional di tengah keanekaragaman perkembangan seni dan hiburan saat ini. Penelitian kualitatif yang pengambilan datanya berbasis pada metode kajian studi lapangan dan penelusuran referensi ini difokuskan pada pemahaman strategi kebertahanan kelompok kesenian lengger tersebut di atas untuk menjaga eksistensinya sebagai penanda identitas budaya bangsa dalam wujud seni tradisional. Kajian etnografi terhadap perkembangan seni tradisional lengger melalui observasi terlibat dan wawancara mendalam dengan para seniman, dan masyarakat umum mencerminkan konteks kebutuhan estetis masyarakat terkini dan jenis kesenian yang menarik untuk dinikmati. Data-data dari lapangan diolah dan dikritisi untuk selanjutnya dipadukan dengan konsep teoretis tentang hibridasi kultural sehingga akan ditemukan sebuah model acuan kebertahanan kesenian tradisi tersebut. Dari hasil analisis ditemukan strategi hibridasi antara kesenian lengger yang mengambil wujud performatif tayuban dengan kesenian ludruk. Secara struktural pementasan, „lengger hibrid‟ masih berbasis pada bentuk performatif tayuban yang menekankan tari dan tetembangan sebagai sajian utamanya. Ritus „saweran‟ yang dapat muncul kapan saja pada saat penari dan penyanyi hadir di atas panggung menjadi penanda bahwa konstruksi tayuban menjadi titik tolak pementasan. Struktur ini selanjutnya divariasi dengan dagelan dan cerita pendek berdurasi antara 30 menit hingga 60 menit (yang diindakasi sebagai serapan unsur ludruknya), sebelum akhirnya ditutup dengan tari dan tetembangan dengan konsep yang lebih modern (musik campursari dan dangdut mewarnai akhir pementasan tersebut). Secara sederhana setidaknya ditemukan tiga gejala hibridasi yang menampak dalam pementasan lengger hibrid. Yang pertama adalah bentuk remong dan variasi dagelan serta cerita. Yang kedua adalah unsur musik campursari dan dangdut dan yang ketiga adalah busana yang digunakan oleh sebagian penari khususnya pada saat pementasan akan berakhir yang bernuansa sangat modern. Di atas semua itu yang menarik untuk digaris bawah adalah bagaimana kreatifitas pelaku seni tradisi melakukan hibridasi antar seni tradisi yang mereka kenal untuk secara produktif mencipta kreasi baru. Meski warna modern tidak dapat dihilangkan, namun hibridasi tidak hanya berpatokan pada hibridasi barat dan timur. Dalam varian kesenian di nusantara pun kita dapat melakukan hibridasi disamping tetap juga memperhitungkan konteks modernitas. Kata kunci: ‘Lengger Hibrid’, lengger, struktur pementasan, strategi kebertahanan.
SUMMARY Sustainability shown by a community of traditional art performance in Jember usually called as lenggeren art community has shown something interesting to be dug out further in terms of its survival strategy within the waves of modernization. This community which is led by a person namely Saroi has tried to maintain the existence of lengger naturally and independently by creating a kind of adaptation strategy to cope with the esthetic values of modern people as manifested through the various kinds of art performances and entertainment today. About this research, actually it belongs to qualitative research in which the data taken mainly from the field by applying some concepts like participant observation and in-depth interview under ethnography methods of data collection. Then, data which had been collected from the field are criticized and synthesized following the concept of cultural hybrid to find out a precise model of survival strategy to maintain such a traditional art performance. This research finally finds that there is a strategy developed by the community led by Pak Saroi which is considered following the paradigm of cultural hybridization. This strategy has created a new, efficient and effective performance which can become the alternative entertainment for society. This performance is called, in this research, under the name of Lengger hybrid. Structurally, Lengger hybrid combines two traditional performances; lengger and ludruk. Lengger hybrid has absorbed tembang (song) dan tari (dance) from lengger art performance and dagelan (joke) and cerita/lakon (story) from ludruk. After analyzing detail of structural element of the performance, this research finds that there are three important symptoms of cultural hybridization appeared in this new art performance; Lengger Hybrid. The first is in the remong dance performance, the jokes and the story. The second appears in the influence of campursari and dangdur music during the performance. The last is in the appearances of some of the dancers (tandhak) or simply stated their costumes. Through this hybridization strategy it is found out that lengger hybrid has created a potential to be an alternative entertainment for people in Jember It can be concluded then, that into such a different level, hybridization between lengger art performance and ludruk is innovative enough to compete with globalization and to maintain lengger existence within modernization. Although the hybridization between lengger and ludruk cannot avoid modernity, what is done by Pak Saroi to consider the combination between traditional performances which are genuine from Indonesia should be appreciated. His strategy somehow has deconstructed the hybridization „concept‟ which always goes within the paradigm of western-eastern. What is done by lengger community in Jember is something new interms of its strategy to survive following the concept of hybridization between local-traditional art performances in Indonesia. Key words: ‘Lengger Hybrid’, lengger, Performance Structure, Survival Strategy.
DAFTAR PUSTAKA
Alasuutari, Pertti. Researching Culture: Qualitative Method and Cultural Studies. London, Thousand Oaks, New Delhi: Sage Publications. 1995. Print. Barker, Chris. Cultural Studies, Teori dan Praktik. Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2004. Print. Barrucha, Rustom. “Interkulturalisme dan Multikulturalisme di Era Globalisasi: Diskriminasi, Ketidakpuasan, dan Dialog”. Jurnal Seni Pertunjukan Indonesia. 9 (1998/1999) Bandung. 14. Print. Bascom, William. Folkore and Anthropology: The Study of Folklore (Alan Dundes es..) Englewood Cliffts. NJ. Prentice Hall. Inc. hlm. 25-33, 1965. Print. Brandon, James. R. Theatre in Southeast Asia.(Alih bahasa Soedarsono) Yogjakarta: ISI, 1989. Print. Canclini, Nestor Garcia. Translated by Christopher L. Chiappari and Silvia L. Lopez. Hybrid Cultures: Strategies for Entering and Living Modernity. Minnesota: University of Minnesota Press, 1995. Print. Danandjaya, James. Folklor Indonesia. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2002. Print. Dibia, I Wayan. Seni Di Antara Tradisi dan Modern. Pidato Pengenalan Jabatan Guru Besar Madya Pada Sekolah Tinggi Seni Indonesia Denpasar. Bali. Hal. 2, 1999. Print. Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Jember. Sejarah Singkat Jember (online), (http//www.jembertourism.com/in/sejarah-singkat-jember.html, diakses 1 Oktober 2010).
Faruk. Beyond Imagination: Sastra Mutakhir dan Ideology.Yogjakarta: Gama Media, 2001. Print. Giulianotti, Richard & Roland Robertson. “Forms of Glocalization: Globalization and The Migration Strategies of Scottish Football Fans in North America.” Journal Sociology 41.1 (2007). Print. Guba, E.G & Y.S. Lincoln. Effective Evaluation. San Francisco: Josey Bass Publisher. 1987. Print. Hall, Stuart, ed. Representation: Cultural Representations and Signifying Practices. London: Sage Publications, 1997. Print. Holt, Claire. Melacak Jejak Perkembangan Seni di Indonesia. Jakarta: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia, 2000. Print. Huddart, David. Postcolonial Theory and Autobiography. London and New York: Routledge, 2008. Print.
Jarianto. Kebijakan Budaya: Pada Masa Orde Baru dan Pasca Orde Baru. Jember: Kompyawisda Jatim, 2006. Print. Kartamihardja, Achdiat. Polemik Kebudayaan. Jakarta: Pustaka Jaya, 1967. Print. Koentjaraningrat. Sejarah Teori Antropologi II. Jakarta: UI-Press. 1990. Print. _____________. Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2002. Print. Miles, Matthew B. and A. Michael Huberman. Qualitative Data Analysis. 2nd Ed. California: Sage Publications, 1994. Print. Patton, M.O. Qualitative Evaluation Methods. Beverly Hills: Sage Publications. 1986. Print. Pemerintah Kabupaten Jember. Profil Kabupaten (http//www.jemberkab.go.id, diakses 1 Oktober 2010).
Jember
(online).
Permas, A., C. Hasibuan-Sedyono, L.H. Pranoto, dan T. Saputro. Manajemen Organisasi Seni Pertunjukan. Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo, 2003. Print. Purwadi. Folklor Jawa. Yogjakarta: Pura Pustaka, 2009. Print. Puersen, Van. Strategi Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius, 2007, Print. Rahman, Bustami dan Harry Yuswardi. Sistem Sosial dan Budaya Indonesia. Jember: Kompyawisda Jatim, 2004. Print. Rapoport, Amos, The Meaning of Built Enviroment, Beverly Hills, California: Sage Publications, 1982. Print. Rumah Mode Dynand Fariz. Jember Fashion Carnival (http//www.jemberfashioncarnival.com, diakses 1 Oktober 2010).
(online)
Scott, James. C. Exploitation in Rural Class Relation: A Victim’s Perspective. New York :Yale University Press, 1976. Print. Sibarani, Robert. Antropolinguistik. Medan: Penerbit Poda, 2004. Siswohartono, Jadikan. Organisasi Priyayi Jawa. Jember: Kompyawisda Jatim, 2004. Print. Soedarsono, R.M, Prof, Dr. Metodologi Penelitian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa. Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia dan Kubuku, 1999. Print. Spradley, James P. Participant Observation. USA: Holt, Rinehart and Winston, 1980. Print. ______________. Metode Etnografi. Yogyakarta: Tiara Wacana. 1997. Print. Sukatman, Dr, MPd. Butir-butir Tradisi Lisan Indonesia: Pengantar Pembelajarannya. Yogyakarya: Laksbang Presindo, 2009. Print.
Teori
dan
Supriyanto, Henri. Drama Tari: Wayang Topeng Malang. Malang: Padhepokan Seni Mangun Dharma Tumpang, 1997.Print Sutarto, Ayu. Legenda Kasada dan Karo Orang Tengger Lumajang: Dokumentasi Historis, Analisis Morfologis dan Etnografis untuk Mengetahui Konvensi dan Fungsinya. Jakarta: Unpublished Disertasi Universitas Indonesia, 1997. Print. ___________. Menjinakkan Globalisasi. Jember: Kompyawisda Jatim, 2002. Print. ___________. Menguak Pergumulan Antara Seni, Politik, Islam dan Indonesia. Jember: Kompyawisda Jatim, 2004. Print. ___________. Jember dalam Angka. Jember: Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten Jember dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Jember, 2010. Print ___________. Personal Interview. 24 Oktober 2010. Swasono, Meutia Farida Hatta. “Membangun Ketahanan Budaya Bangsa Melalui Kesenian”. http://www.scribd.com, n.p. n.d. WEB. 9 November 2010. Widyanta, AB. Problem Modernitas dalam Kerangka Sosiologi Kebudayaan Georg Simmel. Yogyakarta: Cindelaras Pustaka Rakyat Cerdas, 2002. Print. Wilson, Everett. K. Sociology: Rules, Roles, and Relationship. USA: The Dorsey Press, 1966. Print. Young, Robert J.C. Colonial Desire: Hybridity in Theory, Culture and Race. London and New York: Routledge, 1995. Print.