LAPORAN AKHIR TAHUN 2008 GELAR TEKNOLOGI DAN TEMU LAPANG
Oleh : Caya Kahairani, dkk
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMABNGAN PERTANIAN DEPERTEMEN PERTANIAN 2009
i
LAPORAN AKHIR TAHUN 2008 GELAR TEKNOLOGI PTT JAGUNG DAN PEMELIHARAAN TERNAK
Oleh: Caya Khairani, dkk
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN 2009
ii
Lembar Pengesahan
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN AKHIR 2008
Judul Kegiatan
: Gelar Teknologi PTT Jagung dan Pemeliharaan Ternak
Unit kerja
: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Alamat Unit Kerja
: Jl. Lasoso No. 62 Biromaru
Penanggung Jawab a. Nama
: Ir. Caya Kahirani
b. Pangkat/ Golongan
: IV b
c. Jabatan C1. Struktural
:
C2. Fungsional
: Penyuluh Madya
5. Lokasi Kegiatan
:
6. Status Kegiatan
: Baru
7. Tahun ke
: I. 2007 II. 2008
8. Biaya Kegiatan TA 2008
: Rp. 122. 041. 000
9. Sumber dana
: Satker Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jl. Lasoso No. 62 Biromaru palu Balai Besar Pengkajian Dan Pengembangan Teknologi Pertanian, T.A.2008
Mengetahui Kepala Balai,
Penaggung Jawab Kegiatan
Dr. Ir. Amran Muis, MS NIP. 080 079 474
NIP. 080 072 315
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur di panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayatnya sehingga penyususnan Laporan Hasil Kegiatan Gelar Teknologi PTT Jagung dan Pemeliharaan Ternak Ta 2008 yang dilaksanakan di Desa Malino Kecamatan Balesang dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Dengan selesainya penyusunan laporan hasil kegiatan ini ucapan terimah kasih yang kami sampaikan kepada : 1. Bapak kepala Balai yang telah banyak membantu didalam pengakajian sehingga dapat selesai dengan baik 2. Bapak – bapak, ibu peneliti serta rekan – rekan yang bayak terlibat didalam kegiatan ini serta bayak menbantu didalam penyelesaian laporan ini Penulis menyadari bahwa, penyususnan laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, olehnya itu kritikan dan sumbang saran dari semua pihak yang sifatnya membanguan sangat diharapkan demi kesempurnaan laporan ini dan merupakan bahan acuan dimasa yang akan dating
iv
DAFTAR ISI
Halaman Halaman Judul .............................................................................................
ii
Lembar Pengesahan ..................................................................................
iii
KATA PENGANTAR ....................................................................................
iv
DAFTAR ISI .................................................................................................
v
DAFTAR TABEL ..........................................................................................
vi
RINGKASAN ...............................................................................................
vii
I. PENDAHULUAN ......................................................................................
1
II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................
3
III. PELAKSANAAN KEGIATAN ..................................................................
5
IV. PROSEDUR KEGIATAN ........................................................................
6
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................
10
VI. KESIMPULAN ........................................................................................
21
VII. KINERJA HASIL KEGIATAN ...............................................................
22
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
23
v
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Hasil Analisis biaya PTT Jagung pada kegiatan Gelar Teknologi di Desa Malino Kecamatan Balaesang Per Hektar pada MT 2008 .. 13 Tabel 2. Hasil Analisis biaya pembuatan kandang dan instalasi biogas pada kegiatan Gelar Teknologi di Desa Malino Kacamatan Balesang per 1 Unit Kandang pada TA. 2008 .................................................... 15 Tabel 3. Presentase petani yang menerapkan teknologi PTT jagung di Desa Malino Kecamatan Balaesang Kab. Donggala .............................. 17 Tabel 4. Tingkat Adopsi pada Gelar Teknologi PTT Jagung di desa Malino Kecamatan Balaesang Kabupaten Dongala pada MT 2008 ......... 18 Tabel 5. Presentase petani yang menerapkan Pemeliharaan Ternak Sapi..
19
Tabel 6. Tingkat Proses Adopsi Pada Gelar Teknologi Pemeliharaan Ternak Sapi Potong di Desa Malino Kecamatan Balesang. Kab. Donggala pada MT 2008 ................................................................................ 20
vi
Ringkasan Teknologi PTT jagung dan pemeliharaan ternak merupakan teknologi hasil penelitian dan pengkajian yang sudah siap untuk diseminasikan kepada petani secara luas. Desa Malino merupakan salah satu sasaran P4MI di Kecamatan Balesang dengan komoditas utama adalah Jagung. Di Desa Malino telah di laksanakan gelar teknologi PTT jagung dan pemeliharaan ternak yang bertujuan untuk mempercepat dan memperluas proses adopsinya terhadap 1 kelompok tani yang melibatkan 23 anggota kelomok tani. Luas demplot untuk penanamanan jagung yaitu 2 ha sebagai laboratorium lapangan. Varietas yang digunakan yaitu varitas lamuru dan varietas Srikandi Kuning dengan hasil ubinan rata – rata 5 ton/ha dengan R/C 2,44 dan tingkat proses adopsi teknologi 59,85%. Gelar teknologi pemeliharaan ternak yang dilaksanakan pada desa yang sama dengan melibatkan 1 kelompok tani ternak. Pada gelar teknologi pemeliharaan ternak telah diperlihatkan contoh kandang yang sederhana yang dilengkapi dengan instalalsi biogas dengan memanfaatkan kotoran ternak sebagai salah satu alternatif sumber energi. Tingkat proses adopsi teknologi pemeliharaan ternak sapi mencapai 56,01%. Selain itu, pada gelar teknologi juga dilaksanakan temu lapang yang dihadiri oleh petani, LSM, pengambil kebijakan (dinas/instansi terkait) dan pemerintah desa setempat.
vii
I. PENDAHULUAN Sektor pertanian menyerap tenaga kerja cukup besar di Sulawesi Tengah. Tingkat produtivitas pertanian terendah di banding dengan sektor pertanian lain terutama pada lahan kering dan lahan sawah di daerah miskin. Penduduk
miskin yang sebagian besar tinggal di pedesaan berjumlah
486.300 jiwa (BPS Sulawesi Tengah, 2004). Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Donggala menduduki urutan teratas di Sulawesi Tengah sehingga Kabupaten Donggala dijadikan salah satu daerah sasaran P4MI di Indonesia. Potensi lahan kering di Sulawesi Tengah yang dapat dikembangkan untuk usahatani jagung cukup besar. Hasil pengamatan Fagi et., al (1993) menyimpulkan bahwa lahan kering di Sulawesi Tengah menduduki proporsi yang cukup besar yaitu sekitar 2/3 dari luas areal Sulawesi Tengah. Kondisi ketersediaan air, kondisi perakaran dan kelerengan menjadi faktor yang membatasi pengembangan usahatani di lahan kering (Hikmatullah et al., 2004). Hal ini menggambarkan bahwa untuk pengembangan dan pencapaian produktivitas yang optimal diperlukan perbaikan dan pembenahan faktor pembatas tersebut diatas. Produksi palawija khususnya jagung di tingkat petani rata-rata masih relatif rendah yakni 1.5 – 2 ton/ha (BPS Sulawesi Tengah, 2005). Dengan pengelolaan yang baik dan introduksi varietas unggul yang sesuai dengan lingkungan setempat produksinya dapat mencapai 5 ton/ha (Khairani et al, 2007). Penyebab rendahnya produksi adalah kurang optimalnya usaha budidaya yang dilakukan oleh petani termasuk penggunaaan benih berlabel dan tidak melakukan pemupukan sesuai anjuran. Selain itu, pergiliran tanaman kurang dilakukan sehingga menurunkan kemampuan tanah dalam memproduksi hasil yang optimal. Untuk meningkatkan produksi jagung serta meningkatkan pendapatan petani di Sulawesi Tengah maka perlu dibenahi faktor internal dan eksternal yang menghambat usahatani jagung secara terpadu agar tercipta kondisi iklim usaha yang lebih menarik bagi petani. Pada tahun 2008 telah dilaksanakan kegiatan gelar teknologi di desa Malino Kecamatan Balesang. Pemilihan lokasi tersebut didasarkan pada banyaknya
1
petani yang menanam komoditi jagung tetapi belum menerapkan aplikasi teknologi secara penuh. Selain itu didasarkan atas kebutuhan kegiatan non fisik. Teknologi yang diperkenalkan adalah teknologi PTT jagung sesuai kemampuan petani. Selain komoditas jagung, pengembangan komoditas peternakan masih cukup besar, baik dilihat dari segi potensi sumber daya lahan, populasi ternak maupun peningkatan produktivitasnya. Pengembangan dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan antara lain dengan pemanfaatan inovasi teknologi spesifik lokasi atau penerapan paket – paket teknologi yang telah dihasilkan. Oleh karena itu Badan Litbang pertanian mempunyai peranan yang strategis dalam pengembangan teknologi dan sistem usahatani guna memperluas dan memperkuat sumber pendapatan rumah tangga petani. Upaya yang dapat di lakukan adalah dengan memperkenalkan teknologi tepat guna yang murah dan mudah diadopsi oleh pengguna sehingga dapat meningkatkan pendapatan, baik on- farm maupun of farm. Peluang peningkatan pendapatan petani dari peternakan khususnya ternak sapi masih cukup besar meskipun sistem pemeliharaan ternak sapi masih dilakukan secara tradisional. Dengan melakukan beberapa perbaikan, diantaranya manajemen pemeliharaan, maka potensi yang ada diharapkan dapat berkembang dengan baik sehingga dapat meningkatkan kualitas ternak dan pendapatan petani. Secara geografis Desa Malino, Kecamatan Balesang, Kabupaten Donggala, terletak di bagian barat Kabupaten Donggala dan membujur dari arah selatan ke utara, Tanjung balesang sepanjang + 57 km dan lebar dari barat ke timur + 10,13 km dengan luas seluruhnya 612,57 km2. Di Kecamatan Balesang juga berpotensi untuk dikembangkan pemeliharan ternak karena daerah tersebut terdiri dari dataran, perbukitan dan pengunungan yang mempunyai potensi pakan ternak cukup besar. Tahun 2006 jenis ternak yang banyak diusahakan yaitu ternak besar sebanyak 3.983 ekor, ternak kecil 2.472 ekor dan ternak unggas 15.674 ekor (BPS Kabupaten Donggala, 2006). Oleh sebab itu dibutuhkan di Desa Malino Gelar Teknologi PTT Jagung dan Pemeliharaan Ternak.
2
Tujuan pelaksanaan kegiatan gelar PTT Jagung yaitu : 1. Mempercepat dan memperluas proses teknologi PTT Jagung kepada pengguna teknologi/kelompok tani. 2. Mempercepat
dan
memperluas
proses
adopsi
teknologi
Pemeliharaan Ternak Sapi pada pengguna teknologi/kelompok tani Luaran yang diharapkan dari gelar PTT Jagung yaitu : 1. Teradopsinya teknologi PTT Jagung pada pengguna teknologi/ kelompok tani. 2. Teradopsinya teknologi Pemeliharaan Ternak Sapi pada pengguna teknologi/ kelompok tani
II. TINJAUAN PUSTAKA Di Sulawesi Tengah jagung merupakan bahan makanan pokok kedua setelah beras. Manfaat lain dari jagung adalah sebagai bahan baku industri, baik industri makanan maupun industri pakan ternak. Dengan semakin bertambahnya sektor industri khususnya industri pakan ternak, maka permintaan jagung baik untuk kebutuhan lokal maupun untuk kebutuhan pakan meningkat. Pengusahaan dan pengembangan tanaman jagung di Sulawesi Tengah dikelola oleh petani yang sebagian besar sistem pengelolaannya masih tradisional sehingga tingkat produktivitas relatif rendah yaitu 2,2 ton/ha (BPS Sulawesi Tengah, 2004), jauh dibawah produktivitas potensial yakni 5 6 ton/ha. Rendahnya produktivitas jagung ini disebabkan karena penerapan paket teknologi anjuran oleh petani masih sangat terbatas karena berbagai kendala teknologi, seperti penggunaan varietas berlabel rendah, jarak tanam belum sesuai anjuran, pemupukan berimbang dan sebagainya. Lahan kering miskin di Kabupaten Donggala cukup banyak dan berpotensi untuk diolah. Syafruddin et al, (1999) melaporkan bahwa lahan kering yang dapat di kembangkan untuk pertaniaan di Sulawesi Tengah sekitar 286.600 ha dan 79.862 ha atau sekitar 27,86 % dari luas lahan kering yang ada berada di Kabupaten Donggala. Salah satu komoditas yang
3
dominan diusahakan petani dan masih dapat ditingkatkan produksinya adalah tanaman jagung. Tantangan untuk pengembangan tanaman jagung cukup banyak, salah satunya faktor fisik tanah, tetapi dengan penerapan teknologi yang tepat diharapkan dapat memberikan hasil yang baik. Produktivitas jagung di beberapa tempat di Sulawesi Tengah dapat mencapai 4.1 – 5.4 ton/ha (Bakhri et al, 2000) dan 4.6- 6.07 ton/ha (Syafruddin et al, 2007). Hal ini menunjukkan bahwa masih terbuka lebar peluang peningkatan produktivitas jagung. Untuk mempertahankan dan meningkatkan produksi jagung di Sulawesi Tengah perlu dukungan ketersediaan paket teknologi yang sesuai. Upaya perbaikan produktivitas dan peningkatan efisiensi usahatani pada lokasi gelar dilaksanakan dengan pendekatan PTT jagung. Komponen teknologi alternative yang dapat diterapkan dalam produksi jagung terkait dengan pengembangan PTT terdiri atas (Balitsereal, 2008): 1. Varietas unggul baru yang sesuai dengan karakteristik lahan, lingkungan, dan keinginan petani setempat, baik jenis komposit/bersari bebas ataupun hibrida. 2. Benih bermutu (kemurnian/bersertifikat dan daya kecambah > 95%), diberi perlakuan benih (seed treatment) dengan metalaksil 2 g (bahan produk) per 1 kg benih. 3. Kebutuhan benih 15 – 20 kg/ha tergantung ukuran benih, semakin kecil ukuran benih bobot 1000 biji < 200 g) semakin sedikit kebutuhan benih. 4. Populasi tanaman sekitar 66.600 tanaman/ha, jarak tanam 75 cm x 40 cm 2 tanaman/lubang atau 75 cm x 20 cm 1 tanaman/lubang. 5. Pemupukan Nitrogen (N) berdasarkan stadia pertumbuhan tanaman dan Bagan Warna Daun (BWD). 6. Pemupukan P dan K berdasarkan status hara tanah sesuai hasil analisis laboratorium. 7. Bahan organik (pupuk kandang 1,5 – 2,0 t/ha) sebagai penutup benih pada lubang tanam. 8. Pembuatan saluran drainase (khusus untuk pertanaman pada lahan kering saat musim hujan).
4
9. Pemberian air melalui saluran-saluran dan dilakukan sesuai kebutuhan (khusus untuk pertanaman pada lahan sawah saat musim kemarau). 10. Pengendalian gulma secara terpadu. 11. Pengendalian hama dan penyakit secara terpadu (PHT). 12. Panen dan prosesing dengan alat pemipil. Selain komoditas jagung, peluang pengembangan komoditas ternak sapi melalui perbaikan pemeliharaan ternak masih terbuka luas. Untuk membantu pogram kecukupan daging 2010 yang dicanangkan oleh departemen pertanian memerlukan upaya terobosan yang efektif serta dukungan yang memadai dari pemerintah dan masyarakat, khususnya yang bergerak di bidang usaha sapi potong. Kondisi peternakan sapi potong saat ini dapat dikatakan “mengkhawatirkan”; dalam kurun 5 (lima) tahun terakhir ini telah terjadi urunan populasi sebesar 4,10% atau dari 11.137.000 ekor pada tahun 2001 menjadi 10.680.000 ekor pada tahun 2005. Telah banyak usaha yang dilakukan untuk meningkatkan populasi, namun hasilnya belum memperlihatkan dampak yang positip (Yusdja et al, 2003). Teknologi pemeliharaan sapi oleh petani yang masih bersifat tradisional menyebabkan produktivitas daging rendah sehingga berpeluang besar untuk dikembangkan. Untuk mengembangkan pemeliharaan sapi, faktor-faktor yang harus dilakukan meliputi (Siregar, 2002): 1. Pemilihan bibit yang tepat 2. Pemberian ransum yang seimbang 3. Pembuatan kandang yang sesuai 4. Pemantauan hama dan penyakit secara intensif
III. PELAKSANAAN KEGIATAN A. Lokasi Kegiatan Pelaksanaan Gelar teknologi dan Temu lapang di laksanakan di desa Malino Kecamatan Balesang Kabupaten Dongggala merupakan desa sasaran Program
Peningkatan
Pendapatan
Petani
Melalui
Inovasi (P4MI) di
Kabupaten Donggala.
5
B. Materi Materi Gelar Teknologi terdiri dari: 1. PTT Jagung dengan olah tanah, dan TOT 2. Gelar Teknologi pemeliharaan Ternak Sapi Potong
C. Pengamatan 1. Analisis Usahatani Analisis kelayakan usaha dengan menggunakan uji Revenue Cost Ratio (R/C) yang dikemukakan oleh Soekartawi (1995) yitu:
2. Tingkat Adopsi Teknologi Tingkat Adopsi diukur dengan cara teknik scoring berdasarkan bobot skor dan persentase dari masing –masing komponen teknologi yang diterapkan petani (Santoso dkk, 2005) Rumus:
Keterangan: P
= Persentase petani yang menerapakan teknologi
BS
= Bobot Skor
BS
= Total bobot skor
IV. Prosedur Kegiatan A. Identifikasi Lokasi Penentuan lokasi Gelar di dasarkan pada pertemuan yangdilakukan antara BPTP Sulteng, kepala desa, ketua kelompok dan KID setempat. Materi yang dibahas pada pertemuan tersebut yaitu lokasi dan peserta gelar teknologi. Dasar pertimbangan penentuan lokasi meliputi desa yang mayoritas lahannya ditanami jagung, ada keterkaitan dengan kegiatan fisik PIU sebelumnya (pembuatan jaringan irigasi), kesesuaian kondisi iklim dan
6
teknologi budidaya sebelumnya yang masih rendah. Dari kriteria tersebut disepakati Desa Malino sebagai lokasi gelar teknologi.
B. Teknologi Yang Diaplikasikan Teknologi yang diterapkan adalah teknologi hasil pengkajian yang ditawarkan kepada petani sehingga petani dapat menentukan teknologi yang sesuai dengan kemampuannya. Kesepakatan petani atas teknologi yang diterapkan adalah (Balitsereal, 2008): 1. Varietas unggul baru yang sesuai dengan karakteristik lahan, lingkungan, dan keinginan petani setempat, baik jenis komposit/bersari bebas ataupun hibrida. 2. Benih bermutu (kemurnian/bersertifikat dan daya kecambah > 95%), diberi perlakuan benih (seed treatment) dengan metalaksil 2 g (bahan produk) per 1 kg benih. 3. Kebutuhan benih 15 – 20 kg/ha tergantung ukuran benih, semakin kecil ukuran benih bobot 1000 biji < 200 g) semakin sedikit kebutuhan benih. 4. Populasi tanaman sekitar 66.600 tanaman/ha, jarak tanam 75 cm x 40 cm 2 tanaman/lubang atau 75 cm x 20 cm 1 tanaman/lubang. 5. Pemupukan Nitrogen (N) berdasarkan stadia pertumbuhan tanaman dan Bagan Warna Daun (BWD). 6. Pemupukan P dan K berdasarkan status hara tanah sesuai hasil analisis laboratorium. 7. Bahan organik (pupuk kandang 1,5 – 2,0 t/ha) sebagai penutup benih pada lubang tanam. 8. Pembuatan saluran drainase (khusus untuk pertanaman pada lahan kering saat musim hujan). 9. Pemberian air melalui saluran-saluran dan dilakukan sesuai kebutuhan (khusus untuk pertanaman pada lahan sawah saat musim kemarau). 10. Pengendalian gulma secara terpadu. 11. Pengendalian hama dan penyakit secara terpadu (PHT). 12. Panen dan prosesing dengan alat pemipil.
7
1. Pemeliharaan Ternak a. Pembuatan Kandang Kandang dibuat dengan menggunakan bahan baku lokal (atap rumbia, papan afkir, dsb). Keberadaan kandang dimaksudkan untuk memperoleh kotoran ternak sebagai bahan baku kompos. Minimal sapi dapat dimasukan ke dalam kandang pada malam hari. Pembuatan kandang diawali dengan pemisahan lokasi kandang dan selanjutnya
dilakukan
pemerataan
atau
pergeseran
tanah,
selanjutnya dilakukan pembuatan rangka kandang langsung diatapi. Adapun ukuran kandang dapat diketahui bahwa untuk sapi betina dewasa 1,5 x 2 m /ekor, untuk sapi jantan dewasa 1,8 x 2 m/ekor sedangkan untuk sapi 1,5 x 2m/ekor. Beberapa syarat teknis pembuatan kandang sebagai berikut adalah kandang menghadap ke timur agar sinar matahari pagi dapat masuk ke dalam kandang (tidak lembab), sebaiknya kandang tertutup agar suhu di dalam stabil dan di bagian bawah kandang di buat bak penampungan untuk kotorannya dan kandang sapi bersekat dengan lebar disesuaikan untuk setiap sapi. b. Sistem Pengandangan Semi Intensif Pada Ternak Sapi Pengandangan ternak sapi sangat penting pada petani. Untuk pemanfaatan hasil ikutan pertanian seperti jerami padi dan dedak. Perlu diketahui bahwa pada umumnya
ternak sapi masih sangat
dibutuhkan oleh petani terutama sebagai tenaga kerja sehingga sistem pengandangannya yang lebih tepat adalah semi intensif artinya siang hari digunakan sebagai tenaga kerja dan pada malam hari ternak dikandangkan dengan tujuan pengandangan yaitu 1. Ternak di pekerjakan pada siang hari kurang mendapat makanan (ransum) sehingga dalam kandang disiapkan makanan berupa brangkasan
jagung. Ditambah dengan rumpul alam lainnnya
seperti seteria. 2. Selain itu pengandangan ternak dapat berpungsi sebagai pengawasan terhadap penyakit ternak
8
3. Memudahkan untuk pengumpulan kotoran ternak yang dijadilan sebagai bahan dasar untuk pembuatan biogas selain itu dapat di manfaatkan sebagai pupuk kandang ubtuk pembuatan pupuk irganik 4. Luas kandang yang dibutuhkan untuk satu ekor ternak sapi dewasa adalah 0,8 1,5 meter/ekor.
c. Pembuatan Biogas dari kotoran Ternak 1. Kotoran ternak ditampung dalam bak yang telah dipersiapkan . 2. Kotoran ternak dalam bak penampungan dibiarkan sampai terjadi proses Fermentasi secara anaerob. 3. Gas yang telah terbentuk dialirkan kedalam bak penempungan yang berisi air sedang yang tidak menjadi gas diolah lebih lanjut menjadi pupuk organik . 4. Gas yang telah terbentuk dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk rumah tangga Hasil limbah dari pembuatan gas yang berupa cairan dapat digunakan sebagai pupuk organik pada lahan sawah maupun untuk tanaman hortikultura.
C. Pembinaan Kelompok Setelah penentuan lokasi di desa setempat maka di tentukan petani pelaksanaan yang telah dibina oleh tenaga pendamping Penyuluh dan KID. Kemudian selanjutnya kelompok mengadakan pertemuan bersama anggota yang dihadiri komponen tiga selaku pendamping teknologi. Selanjutnya membuat rencana kerja dengan menentukan lokasi demplot yang terdiri atas teknologi PTT jagung seluas 2 ha sebagai laboratorium lapangan. Setiap pertengahan bulan berjalan diadakan pertemuan kelompok, dan pemberian materi tentang teknologi dilakukan lewat sekolah lapang.
9
D. Temu Lapang Temu lapang dilaksanakan guna untuk memperkenalkan teknologi yang digelar di petani lain (non kooperator). Jumlah yang hadir dalam temu lapang sebanyak 135 orang yang terdiri dari , KID, FD, LSAM, Penyuluh dan Pemerintah setempat.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identifikasi Lokasi Desa Malino Kecamatan Balesang merupakan desa sasaran P4MI. Desa Malino terletak di bagian barat Kabupaten Donggala dan membujur dari arah selatan ke arah utara dan barat daya. Lebar dari barat ke timur + 10,13 km dengan seluruhnya 612,57 km dengan batas – batas wilayah sebagai berikut: Sebelah utara berbatasan dengan Keamatan Damsol, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Parigi Mautong, Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Sirenja dan sebelah barat berbatasan dengan Selat Makassar. Kecamatan ini secara administratif terbagi dalam 15 desa. Keadaan tanah dikecamatan Balaesang terdiri dari dataran, perbukitan dan pegunungan dengan ketinggian dari permukaan laut sekitar 500 meter dan persentase terbesar dari keadaan tanah adalah pegunungan sehingga pola curah hujan di wilayah ini ukup tinggi yakni rata - rata 71,33 mm (BPS, 2005). Penduduk Kecamatan Balesang pada tahun 2006 berjumlah 31, 494 dengan luas wilayah 612,57 km2 dengan kepadatan peduduk 51 jiwa/km2. Jumlah penduduk 31.494 jiwa terdiri dari 51,33% laki – laki dan 48, 66% perempuan. Sumber daya alam yang paling menunjang untuk memperlancar usahatani penduduk yaitu adanya 13 sungai, empat diantaranya difungsikan sebagai bendungan irigasi. Sektor pertanian di Desa Malino, Kecamatan Balesang merupakan tumpuan kehidupan masyarakat, oleh karena itu pembangunan disektor pertanian
masih
merupakan
hal
yang
penting
dalam
mendukung
pembangunan ekonomi pada sektor lain diantaranya sektor perkebunan, peternakan, dan perikanan. Sementara itu disektor peternakan diupayakan untuk meningkatkan populasi dan produksi ternak, khususnya sebagai
10
sumber pendapatan tambahan. Jenis ternak yang banyak dipelihara yaitu ada 3 yaitu ternak besar (sapi, kerbau dan kuda), ternak kecil (kambing dan babi) dan ternak unggas (ayam buras dan itik). Desa Malino mempunyai iklim yang tergolong basah sehingga pola tanam yang
diusahakan petani sebagian besar adalah Jagung-Jagung-
Jagung. Karena sebagian besar penduduknya mengusahakan jagung sehingga sangat cocok dilakukan pengembangan penanaman jagung. Teknologi yang diterapkan petani adalah: •
Varietas lokal dengan waktu tanam tidak menentu
•
Jarak
tanam
tidak
teratur
dengan
jumlah
tanam
perlubang 3 – 5 butir •
Tanaman tidak di pelihara/menyiang 1 kali
•
Pemupukan tidak dilakukan
•
Produksi yang dihasilkan sangat rendah yaitu 1 ton - 2 ton/ha
Luas wilayah pertanaman jagung di desa malino sebesar 68 ha di lahan kering sedangkan potensi lahan sawah yang belum optimal sebesar 10 ha.
Lahan
sawah
tersebut
sudah
4
tahun
tidak
dilaksanakan
penanaman/diberokan dikarenakan tidak tersedianya air irigasi yang cukup untuk tanam padi sehingga berpotensi untuk ditanami jagung juga. Usaha sampingan yang dilakukan oleh sebagian besar masyarakat adalah ternak sapi yang dipelihara secara tradisional dan sebagian besar tidak dikandangkan. Oleh karena itu, selain komoditas jagung dilakasanakan juga gelar teknologi pemeliharaan ternak. Pada gelar pemeliharaan ternak ini dilakukan
beberapa
upaya
yang
dapat
dilaksanakan
dalam
rangka
pengembangan dan peningkatan produktivitas ternak melalui perbaikan sistem pemeliharaan ternak antara lain sistem perkandangan, pemberian pakan dan penggunaan kotoran ternak yang dapat dimanfaatkan sebagai salah satu alternatif untuk pembuatan sumber energi (biogas).
11
B. Penerapan Teknologi PTT
Jagung Di desa Malino, demplot teknologi PTT Jagung dilakukan oleh
kolompok tani Amasang Jaya. Luas Demplot sebanyak 2 ha sebagai laboratorium lapangan dan diintroduksi dengan 2 varietas yaitu 1 ha varietas Lamuru dan 1 ha varietas srikandi kuning. Hasil panen kedua varietas jagung tersebut oleh petanisebagian dijadikan benih dan sebagian untuk dikonsumsi. Hasil produksi yang diperoleh berdasarkan ubinan yaitu rata-rata ubinan sebesar 5 ton /ha dalam bentuk kering pipil. Hasil analisis biaya usahatani PTT Jagung pada kegiatan gelar teknologi di desa Malino per hektar musim tanam 2008 disajikan pada Tabel1. Tabel 1. Hasil Analisis Struktur biaya dan penerimaan PTT Jagung pada kegiatan Gelar Teknologi di Desa Malino Kecamatan Balaesang Per Hektar pada MT 2008 No Kegiatan 1 Tenaga Kerja - Pengolahan Tanah (Ha) - Penanaman (HOK) - Pemupukan & Pembumbunan - Penyiangan (HOK) - Panen (HOK) - Pemipilan (HOK) - Penjemuran (HOK) - Pengangkutan (HOK) 2 Benih Jagung (kg) 3 Pupuk - Urea (sak) - SP-36 (sak) - KCl (sak) 4 Pestisida - Insektisida Cair (liter) - Fungisida (liter) - Herbisida (liter) - Suromil (12 gram) Total 5 Produksi (kg) 6 R/C Sumber: Analisis data primer, 2008
Volume 1 10 8 3 15 25 12 10 15
Biaya Satuan (Rp) 500,000 30,000 30,000 30,000 30,000 30,000 30,000 30,000 4,500
6 60,000 4 85,000 4 78,000 0 0 0 6
60,000 60,000 75,000 5,000
5000 2,000
Jumlah (Rp) 2,990,000 500,000 300,000 240,000 90,000 450,000 750,000 360,000 300,000 67,500 1,012,000 360,000 340,000 312,000 30,000 30,000 4,099,500 10,000,000 2.44
12
Dari Tabel 1, hasil penerapan PTT jagung pada kegiatan gelar teknologi dapat memberikan hasil yang memuaskan dengan R/C 2,44 dimana hasil tersebut dapat memberikan pengaruh untuk menaikkan pendapatan petani di desa Malino khusus pada petani jagung. Sebelumnya produksi jagung di daerah tersebut hanya berkisar antara 1.5 ton jagung dengan nilai R/C 1,38. Hasil pengkajian Bakhri, et al. (2000) melaporkan bahwa dengan penerapan teknologi budidaya dengan baik dapat meningkatkan hasil panen sebesar 48 %. Saidah et al. (2004) melaporkan bahwa penggunaan varietas jagung yang sesuai dengan kondisi agroekologi dapat meningkatkan hasil panen sekitar 42, 25 – 49,76 %. Dari Tabel 1, dapat dilihat hasil penerapan teknologi PTT jagung masih memberikan hasil yang signifikan dengan R/C 2,44. Peningkatan nilai R/C di tahun 2008 dibandingkan dengan tahun sebelumnya di akibatkan oleh pemakaian varietas yang tepat, pengaturan jarak tanam, pemupukan dan pemeliharaan yang baik..
PENERAPAN TEKNOLOGI PEMELIHARAAN TERNAK Sistem Perkandangan Di desa Malino Kacamatan Balesang telah dilaksanakan demplot percontohan perkandangan sebanyak 2 buah dimana kandang tersebut dapat berfungsi sabagai tempat naungan, istirahat, proses produksi dan reproduksi, tempat merawat ternak dan mempermudah pengontrolan. Dengan dilakukan pembinaan
kelompok
dengan
memperlihatkan
contoh
kandang
yang
sederhana dan biaya masih relatif murah diharapkan petani mulai merubah sikap
untuk
melakukan
pengandangan
ternak.
Tabel
di
bawah
ini
menunjukkan analisis pembuatan kandang yang terintegrasi dengan biogas untuk 1 kandang .
13
Tabel 2. Hasil Analisis Struktur biaya pembuatan kandang dan instalasi biogas pada kegiatan Gelar Teknologi di Desa Malino Kacamatan Balesang per 1 Unit Kandang pada TA. 2008 NO Jenis Kegiatan Volume Harga satuan (Rp) Biaya (Rp) 1. Biaya pembuatan kandang Pasir 1 trak 100.000 100.000 Batu kali 1 trak 150.000 150.000 Semen 5 sak Papan 7 lbr Atap Rumbia 200 Paku 2 kg Balok 5 x 7 ½ kubik Balok 6 x 12 10 lbr Balok 8 x 12 4 lbr Balok 5 x 5 ½ kubik Reaktor biogas 1Paket Total Sumber: Analisis data primer, 2008
48.000 30.000 2.500 15.000 35.000 45.000 3.000000
240.000 140.000 500000 30.000 500.000 350.000 180.000 500.000 3.000000 5.220.000
Sesuai dengan yang telah dilakukan oleh Murtiyeni et al (2006) bahwa apabila peternak sudah merasakan manfaat adanya kandang, maka sebaiknya untuk masing-masing peternak dapat membangun kandang sendiri, mengingat ketersediaan lahan yang relatif masih sangat luas dan ditunjang dengan ketersediaan bahan baku untuk pembuatan kandang masih cukup banyak. Di desa Malino, ternak yang paling banyak jumlah populasinya adalah ternak sapi, sehingga banyak dipergunakan sebagai tenaga kerja untuk membajak sawah dan menarik grobak. Dengan penerapan inovasi teknologi, menurut hasil wawancara pada Tabel 6 petani yang berinisiatif untuk melakukan proses adopsi didalam membuat kandang berkisar 1,74% dari jumlah petani responden . Melalui pembuatan kandang maka sistim pemeliharaan ternak sapi yang bersifat ditinggalkan.
tradisional yakni sistem ikat pindah sedikit demi sedikit Beberapa
keuntungan
yang
dapat
diambil
bila
ternak
dikandangkan yang pertama adalah pelayanan kesehatan ternak lebih mudah dan tepat waktu, kebersihan lingkungan lebih terjamin, mempermudah memberikan pembinaan dan penyuluhan, kotoran ternak mudah dikumpulkan
14
untuk dibuat pupuk organik, dan kelompok dapat dapat menjual pupuk organik, sehingga pendapatan dapat meningkat.
Pengolahan Kotoran Ternak menjadi Energi Arnatif Dari Tabel 2, terlihat bahwa biaya pembuatan 1 unit kandang dengan instalasi 1 unit biogas memerlukan biaya sebesar Rp. 5.220.000 dengan umur pakai selama 5 tahun 6 bulan. Biaya ini relatif besar bagi peternak, hanya jika dilihat manfaat yang dihasilkan selain meningkatkan produktivitas ternak juga menghasilkan bahan bakar dan pupuk kandang. Sedangkan keuntungan yang bisa diterima petani adalah didapatkannya pupuk cair organik 50 liter dan pupuk organik padat 140 kg tiap bulan. Harga jual pupuk organik di pasaran Rp 5000/5 liter pupuk cair dan Rp 5000/ 5 kg pupuk padat sehingga total keuntungan
petani
dari
memasarkan
pupuk
organik
sebesar
Rp
190.000/bulan. Kotoran ternak selain dapat digunakan sebagai pupuk organik juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku sumber energi (biogas) untuk kebutuhan rumah tangga tani. Dengan adanya inovasi teknologi di desa Malino, Kecamatan Balesang Kabupaten Donggala, petani pelaksana teknologi memanfaatkan kotoran ternak menjadi sumber energi biogas dan telah dimanfaatkan kurang lebih satu bulan. Inovasi teknologi hasil kotoran ternak di Desa Malino menjadi biogas telah dilaksanakan dan digunakan untuk penerangan dengan media Petromak. Melalui pemanfaatan kotoran ternak maka petani dapat menekan biaya pembelian bahan bakar. Sebelumnya konsumsi minyak tanah sebesar 20 liter/bulan untuk penerangan dan setelah adanya biogas, petani hanya menggunakan 8 liter/bulan. Dengan demikan petani sudah menekan biaya pembelian bahan bakar sekitar 42.000/bulan dengan asumsi harga minyak tanah sebesar Rp. 3.500/liter. Selain itu untuk bahan bakar memasak petani sebelumnya menggunakan kayu bakar sehingga dengan adanya biogas maka waktu yang biasanya dipakai untuk mengumpulkan kayu bakar dapat dialokasikan untuk usaha pertanian sehingga dapat meningkatkan kinerja petani di sektor pertanian
15
C. Tingkat Adopsi Teknologi PTT Jagung Pada kegiatan Gelar Teknologi telah terjadi proses adopsi teknologi oleh petani kooperator. Setelah belajar dan praktek di laboratorium lapangan, kemudian teknologi tersebut telah diterapkan dilahan masing – masing sesuai kemampuannya. Dari 25 petani keooperator di Desa Malino sebagian besar telah menerapkan teknologi PTT jagung sesuai introduksi. Presentase Petani yang menerapkan teknologi PTT jagung pada kegiatan Gelar teknologi di MT 2008 dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Presentase petani yang menerapkan teknologi PTT jagung di Desa Malino Kecamatan Balaesang Kab. Donggala Petani Yang No Uraian Menerapkan A Benih 71.43% 1 Benih Jagung Bersertifikat 85.71% 2 Penggunaan Benih Jagung/ha 52.38% 3 Pengolahan Tanah 76.19% B Penanaman 69.84% 1 Jumlah Bibit/lubang 90.48% 2 Tanam sistem tugal 100.00% 3 Jarak Tanam 19.05% C Pemupukan 31.43% 1 Cara Pemupukan 100.00% 2 Penggunaan Pupuk Urea 14.29% 3 Penggunaan Pupuk SP36 14.29% 4 Penggunaan Pupuk KCL 14.29% 5 Pelaksanaan Pemupukan 14.29% D Pemeliharaan 51.19% 1 Penyiangan Manual 9.52% 2 Pengendalian Hama Penyakit 95.24% 3 Menggunakan alat penyiang 0.00% 4 Penggunaan suromil 100.00% E Panen dan Pasca Panen 75.00% 1 Menggunakan alat 0.00% 2 Umur Panen 100.00% Dilakukan pengeringan sebelum 3 dijual 100.00% 4 Jagung dijual dalam bentuk pipil 100.00% Sumber: Analisis data primer, 2008
16
Pelaksanaan adopsi teknologi oleh 21 petani kooperator di desa Malino dapat dihitung dengan menggunakan tehnik skoring yang disajikan pada Tabel 4 Tabel 4. Tingkat Proses Adopsi pada Gelar Teknologi PTT Jagung di desa Malino Kecamatan Balaesang Kabupaten Dongala pada MT 2008. No Uraian Bobot Skor Nilai Skor A Benih 100 14.31% 1 Benih Jagung Bersertifikat 34 5.83% 2 Penggunaan Benih Jagung/ha 33 3.46% 3 Pengolahan Tanah 33 5.03% B Penanaman 100 14.01% 1 Jumlah Bibit/lubang 34 6.15% 2 Tanam sistem tugal 33 6.60% 3 Jarak Tanam (70x 20 cm) 33 1.26% C Pemupukan 100 5.71% 1 Cara Pemupukan 20 4.00% 2 Penggunaan Pupuk Urea 20 0.57% 3 Penggunaan Pupuk SP36 20 0.57% 4 Penggunaan Pupuk KCL 20 0.57% 5 Pelaksanaan Pemupukan 20 0.57% D Pemeliharaan 100 10.24% 1 Penyiangan Manual 25 0.48% 2 Pengendalian Hama Penyakit 25 4.76% 3 Menggunakan alat penyiang 25 0.00% 4 Penggunaan suromil 25 5.00% E Panen dan Pasca Panen 100 15.00% Menggunakan alat panen dan pasca 1 panen 25 0.00% 2 Umur Panen 25 5.00% 3 Dilakukan pengeringan sebelum dijual 25 5.00% 4 Jagung dijual dalam bentuk pipil 25 5.00% Total 500 59.85% Sumber: Analisis data primer, 2008 Pada Tabel 3 dan tabel 4 di ketahui bahwa tingkat adopsi teknologi PTT Jagung mempunyai rata-rata 59,85%. Hal ini memberikan hasil yang baik
di dalam melakukan proses adopsi teknologi. Pada teknologi
penanaman prosentase petani kooperator yang mempergunakan jarak tanam yang dianjurkan masih rendah yaitu 19%. Prosentase penggunaan pupuk juga masih sangat rendah, yaitu 14,29%, baik penggunaan pupuk urea, KCl maupun SP36. Hal ini disebabkan belum adanya kios yang menjual saprodi di desa tersebut atau tempat yang dekat dengan lokasi.
17
Tingkat adopsi teknologi sebesar 59,85% seperti ditunjukkan pada tabel di atas didukung dengan meningkatnya luas lahan yang ditanami jagung. Luas lahan demplot yang semula 2 ha, sekarang telah berkembang menjadi 20 ha sehingga terjadi peningkatan luas lahan sebesar 10 kalinya.
PEMELIHARAAN TERNAK Pada kegiatan Gelar Teknologi telah terjadi proses adopsi teknologi, dimana pada petani kooperator setelah belajar dan praktek di laboratorium demplot percontohan kandang lapangan, kemudian teknologi tersebut telah diterapkan dilahan masing – masing sesuai kemampuannya. Dari 25 petani keooperator di Desa Malino sebagian besar telah menerapkan teknologi pemeliharaan sapi sesuai introduksi. Presentase Petani yang menerapkan teknologi pemeliharaan sapi pada kegiatan Gelar teknologi di MT 2007 dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Presentase petani yang menerapkan Pemeliharaan Ternak Sapi No Uraian Petani yang menerapkan (%) A Kandang Pembuatan Kandang 21,05% Pemanfaatan kandang karena 38,84% mudan dikandangkan Sistem Pengandangan semi 84,21% intensif B Usaha ternak dan Pakan Karakteristik usaha ternak kerja 89,47% sama Pemberian pakan tambahan 84,21% C Pengolahan Kotoran Ternak Petani antusias ingin memanfaatkan kotoran sapi 68,42% Pembuatan bokasi 0,00% D Biogas Petani antusias ingin membuat 26,32% biogás Asal kotoran untuk biogas dari 84,24% ternak sendiri Sumber: Analisis data primer, 2008
18
Sedangkan di desa Malino dari 21 petani kooperator sebagai pelaksaaan teknologi pemeliharaan Ternak, Dengan prosentase proses adopsi teknologi dapat dihitung dengan menggunakan teknik skoring yang disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Tingkat Proses Adopsi Pada Gelar Teknologi Pemeliharaan Ternak Sapi Potong di Desa Malino Kecamatan Balesang. Kab. Donggala pada MT 2008. No Uraian Kegiatan A Kandang Pembuatan Kandang Pemanfaatan kandang Ssitem Pengandangan semi intensif B Usaha Ternak dan Pakan Karakteristik Usaha Ternak kerja sama Penggunaan Pakan Tambahan C Pengolahan Kotoran Ternak Petani antusias ingin memanfaatkan kotoran sapi Pembuatan bokasi D Biogas Petani antusias ingin membuat biogás Asal kotoran untuk biogas dari ternak sendiri Proses Adopsi teknologi Sumber: Analisis data primer, 2008
Bobot Skor 100 33 33 34 100 50 50 100 50 50 100 50
Nilai Skor 11.93% 1.74% 3.04% 7.16% 21.71% 11.18% 10.53% 8.55% 8.55% 0.00% 13.82% 3.29%
50 400
10.53% 56.01%
Pada Tabel 5 dan tabel 6 di ketahui bahwa tingkat proses adopsi teknologi pemeliharaan Ternak sapi potong mempunyai rata - rata 56,01%. Hal ini
memberikan hasil yang baik
di dalam melakukan proses adopsi
teknologi. Pada teknologi pemeliharaan Ternak Sapi termasuk tingkat adopsi sedang dari beberapa komponen teknologi yang dilaksanakan oleh petani kooperator. Tingkat adopsi pembuatan bokasi masih 0%, hal ini dikarenakan petani masih dalam proses penyesuaian pemeliharaan semi intensif dan pembuatan biogas sehingga pemanfaatan kotoran ternak untuk bokasi belum terlaksanakan.
Meskipun
demikian
hasil
wawancara
dengan
petani
19
menunjukkan bahwa petani berkeinginan untuk memanfaatkan kotoran ternak. Prosentase adopsi usaha ternak dalam bentuk kerjasama paling tinggi mencapai 9,94%. Hal ini disebabkan keinginan yang besar oleh petani untuk memanfaatkan kotoran ternak setelah melihat demonstrasi pemanfaatan kotoran ternak menjadi biogas. Dari demonstrasi tersebut pemikiran petani menjadi terbuka bahwa kotoran ternak mempunyai banyak manfaat. Jumlah pemilikan ternak yang kecil dari tiap petani mendorong mereka untuk bekerjasama dalam pengelolaan (pengkandangan) sehingga kotoran yang akan dimanfaatkan dapat terakumulasi. Keadaan yang terjadi Selama ini ternak sapi mencari makanannya sendiri
dengan
mengkonsumsi
rumput
alam
yang
ada
dipadang
pengembalaan atau di bawah tanaman kelapa tanpa ada pakan tambahah lain. Dengan penerapan inovasi teknologi di Desa Malino terlihat 9,36% petani telah mengadopsi teknologi pemberian pakan tambahan terhadap ternak, sehingga dengan pemberian pakan ternak dengan rumput alam ditambah dengan pakan tambahan lain akan dapat memperbaiki kualitas dan gizi yang dibutuhkan oleh ternak sapi. Kombinasi pakan yang baik terdiri dari hijauan (rumput, kacang – kacangan, dan limbah pertanian lain). Sesuai yang dikemukakan oleh Syukur (2006) pemberian pakan hijau sebanyak 35 – 47 kg/ekor atau bervariasi menurut barat dan besar badan, konsentrat 2- 5 kg, dan pakan tambahan 30 – 50 gram/ ekor perhari cukup untuk kebutuhan yang berkualitas bagi pertumbuhan seekor sapi. Selain dari pada itu berbagai jenis pakan, baik yang berupa hijau seperti rumput lapang, rumput gajah, gamal dan limbah pertanian lainnya yang banyak dijumpai dilapangan dapat memeberikan pertambahan bobot badan. Bahkan limbah pertanian berupa kulit pisang dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak seperti yang dilaporkan oleh Ambarkarto (1996) bahwa ternak sapi PO dapat mengkonsumsi kulit pisang sebanyak 2,73% dari total ransum yang diberikan.
20
D. PEMBINAAN KELOMPOK Pada gelar teknologi dilakukan juga pembinaan kelompok. Sebelumnya jumlah kelompok hanya 1, kemudian berkembang menjadi 3 kelompok, yang terdiri dari 1 kelompok tani (Amasanjaya) dan 2 kelompok wanita tani (Putri Bayuang dan Maju Bersama). Pembinaan kelompok yang dilakukan dalam bentuk petemuan yang sudah terjadwal dan pembinaan kelompok dapat dilaksanakan pada saat ada di lapangan.
E.TEMU LAPANG Kegiatan Temu lapang diksanakan pada akhir kegiatan sehingga hasil inovasi teknologi dapat dilihat oleh petani sekitar. Temu Lapang PTT Jagung dan pemeliharaan ternak dilaksanakan di Desa Malino Kecamatan Balaesang yang dihadiri oleh 100 orang, yang terdiri dari petani, LSM, KID, FD, dan pengambil kebijakan (dinas/instansi terkait) dan pemerintah desa setempat. Melalui Temu Lapang telah terlihat minat petani yang ada disekitar ini terlihat dan diukur dari banyak peserta yang hadir dalam pertemuan i banyak peserta untuk menerapkan teknologi terutama pemakaian varietas komposit Srikandi Kuning dan teknologi biogas.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN 1. Gelar teknologi PTT Jagung
yang dilaksanakan di Desa Malino
Kecamatan Balaesang menghasilkan 5 ton kering pipil jagung dengan R/C 2,44 yang melibatkan petani 21 orang dengan tingkat adopsi 59,85% (adopsi sedang) yang menunjukkan bahwa proses adopsi berjalan dengan baik dalam waktu yang singkat. 2. Gelar teknologi Pemeliharaan Ternak Sapi Potong melibatkan 1 kelompok tani yang dapat memberikan peluang untuk meningkatkan pendapatan dimana, sebelumnya kotoran ternak tidak dimanfaatakan oleh petani, sehingga dengan adanya inovasi teknologi terlihat bahwa beberapa komponen pemeliharaan sapi rata – rata tingkat prorses adopsi mencapai 54.97%.
21
3. Dengan adanya kotoran ternak sebagai salah satu sumber energi untuk rumah tangga tani, petani dapat menekan biaya sebesar Rp. 42.000/bulan. 4. Demplot biogas yang telah terealisasi membuka pikiran petani untuk mengkandangkan ternak dan memanfaatkan kotorannya.
B. SARAN Kegiatan gelar teknologi yang dilaksanakan di Desa Malino sangat direspon oleh petani. Untuk menunjang kelancaran proses adopsi teknologi sebaiknya didukung dengan pembentukan kios saprodi. Selain itu, untuk mencukupi kebutuhan benih bermutu perlu dilakukan pembinaan terhadap kelompok Subur Tani sebagai penangkar benih jagung. Dukungan dan peran aktif dari BPTP perlu dijaga kesinambungannya dalam pendampingan teknologi.
VII. KINERJA HASIL KEGIATAN Keberhasilan kegiatan yang telah dilaksanakan pada gelar teknologi PTT jagung dan pemeliharaan ternak dapat dilihat dari meningkatnya produktivitas demplot jagung dari 2 ton/ha yang biasa diperoleh petani menjadi 5 ton/ha. Selain itu, terjadi peningkatan luas area pertanaman jagung yang tadinya hanya demplot 2 ha sekarang telah ada 10 ha tanaman jagung yang diusahakan sendiri oleh petani. Pengembangan areal pertanaman jagung tersebut dilakukan oleh 1 kelompok tani dengan anggota 23 orang. Pada pemeliharaan ternak dari beberapa komponen teknologi petani sudah mulai membuat kandang walaupun kandang masih sangat sederhana. Secara umum respon petani maupun pemerintah Kecamatan Balesang terhadap kedua inovasi teknologi cukup baik, terlihat pada saat pelaksanaan temu lapang banyak kehadiran petani dari beberapa desa tetangga
22
DAFTAR PUSTAKA Ambarkarto, A. 1996. Penggunaan Kulit Pisang pada Sapi Peranakan Ongole. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Peternakan, Pengolahan dan Komunikasi Hasil Penelitian. Balai Penelitian Ternak, Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Litbang Pertanian. Badan Pusat Statistik. 2004. Sulawesi Tengah Dalam Angka 2004. Badan Pusat Statistik Propinsi Sulawesi Tengah Badan Pusat Statistik. 2005. Sulawesi Tengah Dalam Angka 2005. Badan Pusat Statistik Propinsi Sulawesi Tengah Badan Pusat Statistik. 2006. Kecamatan Balaesang Dalam Angka 2006. Badan Pusat Statistik Propinsi Kabupaten Donggala, Bakhri. S., Z. Zannang dan Nurmarwah. 2000. Hasil Pengkajian Sistem Usahatani Berbasis Jagung. Laporan Hasil Penelitian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah. Pusat Sosial Ekonomi Pertanian Badan Litbang. Balai Penelitian Tanaman Serealia. 2008. Pengelolaan Tanaman Terpadu Jagung.Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Fagi, A.M., Soeripto, Badruddin, Y. Dai, Dam Dam, dan Subandi. 1993. Potensi dan Peluang Pengembangan serta Strategi Penelitian Propinsi Sulawesi Tengah. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta. 107 hlm. Hikmatullah, A. Kartono, L. Hutahaean, A. Mulyani, dan H. Subagyo. 2004. Laporan penyusunan peta pewilayahan komoditas pertanian, skala 1: 50.000, di Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor. 90 hlm. Khairani, C., Sumarni dan Asni A. 2007. Laporan Gelar Teknologi dan Temu Lapang, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 16 hlm. Murtiyeni, A. Suparyanto, B. Setiadi, T. Kustaman, B. Wibowo, R. Yulianto, Isbandi dan F.S. Munir. 2006. Pemanfaatan Libah Pertanian dan Peternakan Sebagai Pupuk Organik Guna Mengatasi Pencemaran Lingkungan di Lahan Marginal di Donggala. Kerjasama Balai Penelitian Ternak-Program Peningkatan
23
Pendapatan Petani Melalui Inovasi (P4MI). Badan Penelitian Pengembangan Pertanian. Siregar, B.S, 2002. Penggemukan Sapi. Penebar Swadaya, Jakarta Syafruddin, T. Rumajar, J.G. Kindangen, R. Aksono, A. Negara, D. Bulo, dan J. Limbongan. 1999. Analisis Zona Agroekologi (ZAE) (Biofisik) Propinsi Sulawesi Tengah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Biromaru, Sulawesi Tengah. Syafruddin, Saidah dan D. Bulo. 2007. Introduksi Varietas Unggul Jagung di Dataran Tinggi Lore Tengah Kabupaten Poso Sulawesi Tengah. Dalam Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Inovasi Pertanian Lahan Marginal. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah. Syukur, D.A. 2006. Beternak Sapi Potong. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi Lampung. Bandar Lampung. Yusdja, Y.N. Ilham dan W.K. Sejati. 2003. Profil dan Permasalahan Peternakan dalam : Forum Penelitian Agroekonomi. Puslitbang Sosek Pertanian. Bogor.
24
LAMPIRAN
25
26