LAPORAN GELAR TEKNOLOGI PTT JAGUNG DAN INTEGRASI PADI TERNAK SAPI POTONG DI DESA TOAYA KECAMATAN SINDUE DAN DESA LIMBORO KECAMATAN BANAWA KABUPATEN DONGGALA
Oleh Caya Khairani, dkk
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN SULAWESI TENGAH BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN DEPERTEMEN PERTANIAN 2007
PENDAHULUAN Sektor pertanian menyerap tenaga kerja cukup besar di Sulawesi Tengah. Akan tetapi tingkat produtivitas pertanian terendah di banding dengan sektor pertanian lain terutama pada lahan marginal dan daerah miskin. Penduduk miskin yang sebagian besar tinggal di pedesaan dan menurut catatan BPS tahun 2004 di Sulawesi Tengah berjumlah 486.300 jiwa. Dari jumlah tersebut Kabupaten Donggala menduduki urutan teratas dibanding kabupaten lain di Sulawesi Tengah. Oleh sebab itu Kabupaten Donggala merupakan salah satu daerah sasaran P4MI di Indonesia. Potensi lahan kering di Sulawesi yang dapat di kembangkan untuk usahatani jagung cukup besar, Hasil pengamatan Fagi et al, (1993) menyimpulkan bahwa lahan kering di Sulawesi Tengah menduduki proporsi yang cukup besar yaitu sekitar 2/3 dari luas areal Sulawesi Tengah. Akan tetapi faktor pembatas pengembangan usahatani di lahan kering dan marginal adalah ketersediaan air, kondisi perakaran dan kelerengan (Hikmatullah et al.,2004). Kondisi tersebut menggambarkan bahwa untuk pengembangan dan pencapaian produktivitas yang optimal diperlukan perbaikan dan pembenahan faktor pembatas tersebut diatas. Produksi palawija seperti jagung di tingkat petani rata-rata rendah yakni hanya 2 t/ha (BPS Sulawesi Tengah, 2005), bila dikelola dengan baik menggunakan varietas unggul/ sesuai dengan lingkungan setempat produksinya dapat mencapai 7 t/ha (Khairani et al, 2006). Salah satu penyebab rendahnya produksi adalah kurang optimalnya usaha budidaya yang dilakukan oleh petani bahkan terkesan seadaanya. Selain itu, pergiliran tanaman kurang dilakukan sehingga menurunkan kemampuannya memproduksi hasil yang optimal. Usaha
peningkatan
kemampuan
tanah
dapat
juga
dilakukan
dengan
memanfaatkan pupuk organik yang berasal dari kotoran ternak. Pupuk organik dari kotoran ternak dapat diproduksi dari hasil sisa aktivitas cacing yaitu kascing. Fokus kegiatan gelar teknologi tahun 2007, melalui pendekatan model integrasi usahatani padi sawah dan sapi potong di Desa Limboro selain dapat memberikan diversifikasi sumber pendapatan, juga dapat meningkatkan efisiensi usahatani melalui pemanfaaatan limbah
1
pertanian seperti jerami dan kotoran ternak sebagai sumber pakan ternak dan pupuk alternatip, selain itu kotoran ternak dapat merupakan salah satu alternatif sumber energi. Model integrasi ternak dan padi yang dilakukan tetap berpedoman pada Pengelolaan tanaman dan sumberdaya terpadu (disingkat PTT) padi. Pada dasarnya PTT bukanlah suatu paket teknologi, tapi merupakan strategi, bahkan filosofi untuk meningkatkan produksi tanaman yang bertujuan untuk mengelola tanaman, tanah, air dan unsur hara secara terintegrasi untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman yang lebih baik, produksi hasil lebih tinggi dan berkelanjutan. Pada kegiatan gelar teknologi di desa Toaya, setelah dibangunnya sarana pengairan sehingga dapat mengairi sawah +40 ha yang selama 10 tahun lahan tersebut tidak digarap olah petani yang ada didesa Toaya. Desa Toaya merupakan daerah yang banyak menanam komoditi jagung dan aplikasi teknologi tanaman jagung belum diterapkan secara penuh. Untuk mendukung efektifitas penggunaan irigasi sawah maka teknologi PTT jagung diperkenlkan ke petani sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani dalam berusaha tani
Tujuan 1. Mempercepat dan memperluas adopsi teknologi PTT Jgung di lahan marginal kepada pengguna teknologi/kelompok tani 2. Mempercepat dan memperluas adopsi teknologi integrasi padi sawah dengan sapi
Luaran 1. Teradopsinya teknologi PTT Jagung di lahan marginal pada pengguna teknologi/ kelompok tani 2. Teradopsinya teknologi integrasi padi sawah dengan Sapi potong di lahan sawah pada pengguna teknologi/kelompoktani
2
TINJAUAN PUSTAKA Lahan Marginal yang ada di Sulawesi Tengah khususnya dilahan petani miskin di Kabupaten Donggala cukup banyak dan berpotensi untuk diolah, Syafruddin et al, (1999) melaporkan bahwa lahan kering yang dapat di kembangkan untuk pertaniaan di Sulawesi Tengah sekitar 286.600 ha dan 79.862 ha atau sekitar 27,86 % dari luas lahan kering yang ada berada di Kabupaten Donggala. Salah satu komoditas yang dominan diusahakan petani dan masih dapat ditingkatkan produksinya di lahan marginal adalah tanaman jagung. Namun tantangan untuk pengembangan tanaman jagung pada lahan kering marginal cukup banyak khususnya yang berkaitan dengan faktor fisik tanah, tetapi dengan penerapan teknologi yang tepat diharapkan dapat memberikan hasil penelitian seperti hasil penelitian jagung pada lahan marginal podsolik merah kuning, Lampung Tengah menunjukkan bahwa dengan sistem pengelolaan secara baik maka produktivitas jagung dapat mencapai 3,9 ton/ha (Sujarwo et al., 1987 dalam Fadhly dan surtikanti, 1998) dan penelitian Bahkri et al. (2003), hasil penelitian PTT jagung pada lahan kering marginal mendukung perluasan lahan yang dilakukan di Poso, Sulawesi Tengah varietas lamuru dan semar 10 dapat menghasilkan 4.063 – 5.438kg/ha. Hal ini menujukkan bahwa pengembangan tanaman jagung pada lahan kering marginal dapat saja di lakukan untuk mempertahankan dan meningkatkan produksi jagung di Sulawesi Tengah sepanjang di dukung oleh ketersediaan paket teknologi yang sesuai. Selain itu upaya perbaikan produktivitas dan peningkatan efisiensi usahatani padi pada lokasi PTT di Kabupaten Donggala dapat dilakukan melalui penggunaan benih unggul dan berlabel, tanam pindah (tapin ) bibit muda dengan tiga bibit perumpun , penggunaan bagan warna daun untuk pemupukan N (Nitrogen) dan uji tanah untuk pemupukan P dan k, pengaturan jarak tanam, penggunaan pupuk organik dan penggunaan sistem irigasi terputus sesuai hasil pengakajian (Mario et al, 2003). Upaya peningkatan produktivitas dan pendapatan usahatani padi dapat dilakukan melalui introduksi komponen – komponen teknologi yang memiliki efek sinergisme dalam mengatasi permasalahan yang ada di lahan sawah . Usahatani padi sawah yang mengandalkan pola monokultur khususnya bagi petani yang memiliki lahan yang sempit, belum dapat memberikan jaminan kontinuitas pendapatan yang memadai . Untuk itu
3
upaya optimalisasi usahatani melui pola di versifikasi dengan melakukan integrasi pada lahan yang sama dapat memperluas sumber dan peluang pendapatan petani. Petani., sehingga di harapkan pendapatan petani yang selama ini hanya bertumpu pada sistem usahatani padi sawah akan memperoleh peluang tambahan pendapatan dari berbagai sistem usahatani yang diintegrasikan. Dari hasil penelitian Abdullah et. al., (1992) menunjukkan bahwa pemberian jerami padi kedalam ransum sapi potong sebanyak 15% tidak menimbulkan pengaruh negatif terhadap kenaikan bobot badan. Selanjutnya Pramudyati et. al., (1990) melaporkan bahwa pemberian 1kg bungkil kedelai pada ransum sapi potong dengan jerami padi sebagai ransum pokok dapat diperoleh hasil yang lebih baik dibandingkan dengan pemberian konsentrat lain. Selanjutnya Kusnadi (1996) melaporkan bahwa pemberian ampsa tahu atau ampas sagu pada sapi jantan sebanyak 6 kg/ekor/hari, dengan hijauan limbah pertanian dapat memberikan kenaikan bobot badan 1 kg/ekor/hari .
PELAKSANAAN KEGIATAN A. Lokasi Kegiatan Pelaksanaan Gelar teknologi dan Temu lapang di laksanakan di desa Limboro Kecamatana Banawa dan desa Toaya Kecamatan Sindue. Kedua desa tersebut merupakan desa sasaran Program Peningkatan Pendapatan Petani Melalui Inovasi (P4MI) di Kabupaten Donggala B. Materi Materi Gelar Teknologi terdiri dari: 1. PTT Jagung di desa Toaya yang terdiri atas beberapa komponen teknologi yaitu: • Penggunaan varietas unggul berdaya hasil tinggi • Benih berkualitas yang dan mempunyai daya tumbuh dan vigornya cukup tinggi • Penyiapan lahan secara sempurna dan pengandalian gulma • Rasinalisasi penggunaan pupuk sesuai uji tanah yaitu urea 350kg/ha, SP36 100 KG/Ha, KCL 100 kg/Ha dan ZA 50 kg/Ha. • Pengelolaan Hama dan Penyakit tanaman secara terpadu • Pemeliharaan
4
• Panen dan pasca panen dimana diajurkan saat benih mencapai masak fisiologis dengan kadar 15 – 20%. 2. Materi Integrasi padi sawah dengan Sapi potong • Pembuatan kandang digunakan dengan menggunakan papan dan atap rumbia dengan ukuran untuk sapi betina 1,5 x 2 m/ekor dan untuk sapi jantan dewasa 1,8 x 2 m/ekor • Sistem pengandangan yang dilakukan adalah sistem pengandanagan secara semi intensif • Pemberian pakan dari jerami fermentasi • Kotoran ternak dapat dijadikan salah satu alternatif sumber energi • Kotoran ternak sebagai pupuk organik C. Pengamatan 1. Analisis Usahatani Analisis kelayakan usaha dengan menggunakan uji Revenue Cost Ratio (R/C) yang dikemukakan oleh Soekartawi (1995) yitu: R/C=
Total Revenue (TR) ------------------------Total Cost (TC)
2. Tingkat Adopsi Teknologi Tingkat Adopsi diukur dengan cara teknik scoring berdasarkan bobot skor dan persentase dari masing –masing
komponen teknologi yang diterapkan petani
(Santoso dkk, 2005) Rumus: P X BS Nilai Skor = ------------------------Σ BS Keterangan: P
= Persentase petani yang menerapakan teknologi
BS
= Bobot Skor
BS
= Total bobot skor
5
D. Presedur Kegiatan 1. Identifikasi Lokasi Lokasi Gelar teknologi di pilih di 2 desa sasaran P4MI di Kabupaten Donggala dan salah satu kelompok tani yang dibina merupakan lanjutan kegiatan gelar tahun 2006 yang berada di Desa Limboro. Pada kegiatan tahun 2007 ini dilanjutkan gelar teknologi model integrasi padi sawah dengan sapi potong. Sedangkan gelar teknologi PTT Jagung dilaksanakan didesa sasaran P4MI yang telah dibangun investasi desa yaitu berupa saluran air dari ujung desa Ape memanjang sampai ke desa Sumari, dengan komoditi yang dominan adalah jagung dan padi. 2. Teknologi yang diaplikasikan Teknologi yang diterapkan adalah teknologi hasil pengkajian yang ditawarkan kepada petani
sehingga
petani
dapat
menentukan
teknologi
yang
sesuai
dengan
kemampuannya. Kesepakatan petani atas teknologi yang diterapkan adalah : 1. PTT Jagung • Penggunaan varietas unggul berdaya hasil tinggi yaitu Lamuru dan Srikandi kuning • Benih berkualitas yang dan mempunyai daya tumbuh dan vigornya cukup tinggi • Penyiapan lahan secara sempurna dan Pengandalian Gulma • Tanam secara manual dengan jarak tanam 70 x 20 cm dan sebelum tanam benih dicampur dengan saromil sebanyak 2 gram /5kg benih jagung • Rasionalisasi penggunaan pupuk sesuai uji tanah yaitu urea 350kg/ha, SP36 100 KG/Ha, KCL 100 kg/Ha dan ZA 50 kg/Ha. • Pengelolaan Hama dan Penyakit tanaman secara terpadu • Panen dan pasca panen dimana diajurkan saat benih mencapai masak fisiologis dengan kadar 15 – 20%, dimana tahapan pasaca panen yaitu pengeringan pertama tongkol jagung di keringkan secara alami dengan sinar matahari sehingga mencapai < 14%
hingga dilanjutkan dengan pemipilan dengan
menggunakan alat manual. 6
Sedangkan pada gelar teknologi integrasi padi sawah dengan ternak sapi potong di lakukan berdasarkan hasil pengkajian dan kemampuan petani adalah: 2. PTT Padi • Pemakaian varietas unggul yaitu Ciapus dan Mekongga • Penyiapan persemaian memakai abu sekam • Pemakaian bibit muda < 21 hari • Pengaturan jarak tanam 20 x 20 cm • Penamanan bibit < 5 batang perumpun • Pemupukan P dan K berdasarkan rekomendasi pemupukan sedangkan pemupukan urea berdasarkan bagan warna daun. • Pengendalian hama dan penyakit berdasarkan ambang kendali 3. Pembuatan Kandang Kandang dibuat dengan menggunakan bahan baku lokal (atap rumbia, papan afkir, dsb). Keberadaan kandang dimaksudkan untuk memperoleh kotoran ternak sebagai bahan baku kompos. Minimal sapi dapat dimasukan ke dalam kandang pada malam hari.
Pembuatan kandang diawali dengan pemisahan lokasi kandang dan
selanjutnya dilakukan pemerataan atau pergeseran tanah, selanjutnya dilakukan pembuatan rangka kandang
langsung diatapi. Adapun ukuran kandang
dapat
diketahui bahwa untuk sapi betina dewasa 1,5 x 2 m /ekor, untuk sapi jantan dewasa 1,8 x 2 m/ekor sedangkan untuk sapi 1,5 x 2m/ekor. Beberapa syarat teknis pembuatan kandang sebagai berikut adalah kandang menghadap ke timur agar sinar matahari pagi dapat masuk ke dalam kandang (tidak lembab), sebaiknya kandang tertutup agar suhu di dalam stabil dan di bagian bawah kandang di buat bak penampungan untuk kotorannya dan kandang sapi bersekat dengan lebar disesuaikan untuk setiap sapi. 4. Sistem Pengandangan Semi Intensif Pada Ternak Sapi Pengandangan ternak sapi sangat penting pada petani. Untuk pemanfaatan hasil ikutan pertanian seperti jerami padi dan dedak. Perlu diketahui bahwa pada umumnya ternak sapi masih sangat dibutuhkan oleh petani terutama sebagai tenaga kerja sehingga sistem pengandangannya yang lebih tepat adalah semi intensif 7
artinya siang hari digunakan sebagai tenaga kerja dan pada malam hari ternak dikandangkan. 5. Pembuatan jerami fermentasi sebagai pakan ternak sapi Pembuatan jerami padi fermentasi adalah dengan sistem terbuka dimana bahan yang digunakan untuk menghasilkan 1 ton jerami fermentasi adalah 1 ton jerami padi, 100 liter larutan inukulum bio-micro, 20 kg dedak,10 kg urea, dan air secukupnya. Tempat pembuatan harus ada naungan/atap agar terhindar dari hujan dan sinar matahari langsung, tahap-tahap pembuatan jerami fermentasi dapat dilihat sebagai berikut: 1. Tahap pertama, jerami padi dilayukan selama + 1 hari untuk mendapatkan kadar air 60%. 2. Jerami yang sudah dilayukan tersebut dipindahkan ke tempat pembuatan dengan cara ditumpuk setebal 20 - 30 cm (setiap lapis + 100 kg jerami), kemudian ditaburkan urea, bahan pemacu mikroorganisme dan air secukupnya, demikian seterusnya sampai mencapai 1 ton ( ketinggian + 1,5 m). 3. Tumpukan jerami dibiarkan selama 21 hari. Tahap kedua, setelah 21 hari tumpukan jerami dibongkar lalu diangin-anginkan atau dikeringkan. 4. Setelah proses
pengeringan ini, maka jerami padi fermentasi dapat
diberikan kepada ternak ruminansia sebagai pakan pengganti rumput segar. 5. Selanjutnya cara pemberian hijauan pakan ternak sapi
sebagai paket
introduksi teknologi yaitu adanya komposisi ransum yang diberikan pada ternak yaitu 40% jerami padi yang sudah mengalami fermentasi kemudian ditambahkan 60% rumput alam (setaria atau gamal) dan selanjutnya ditambahkan meneral pemberian ransum pada ternak tersebut berdasarkan bobot badan yaitu 10 – 15%. 6. Jerami yang dihasilkan setelah panen tidak seluruhnya diolah semuanya menjadi pakan ternak, oleh karena itu jerami padi dapat disimpan dan dipergunakan sewaktu-waktu khusunya pada saat musim panen belum tiba.
8
6. Pembuatan Biogas dari Kotoran Ternak 1. Kotoran ternak ditampung dalam bak yang telah dipersiapkan. 2. Kotoran ternak dalam bak penampungan dibiarkan sampai terjadi proses anaerob 3. Gas yang telah terbentuk dialirkan ke dalam bak penampungan yang berisi air sedang yang tidak menjadi gas diolah lebih lanjut menjadi pupuk organik 4. Gas yang telah terbentuk dapat dimanfaatkan.sebagai bahan bakar untuk rumah tangga 5. Hasil limbah dari pembuatan gas yang berupa cairan dapat digunakan sebagai pupuk organik pada lahan sawah maupun untuk tanaman hortikultura 7. Pembuatan Pupuk Kandang Proses pembuatan pupuk kandang adalah : 1. Kandang ditaburi dengan sekam padi 2. Kotoran sapi dikumpulkan dalam kandang selama 3 minggu kemudian dipindahkan ke tempat pembuatan pupuk organik, yang terhindar dari sinar matahari langsung atau air hujan. 3. Tambahkan 2,5 kg probiotik (EM4) per 1 ton bahan pupuk (ditumpuk). 4. Tambahkan 2,5 kg kapur per 1 ton bahan pupuk. 5. Tambahkan 2,5 kg TSP per 1 ton bahan pupuk 6. Didiamkan selama 3 minggu dan setiap minggunya dilakukan pembalikan agar proses pembentukan pupuk merata. Pada model integrasi padi sawah dengan sapi potong, aspek teknologi yang dintegrasikan pada lahan sawah yaitu pupuk organik yang berasal dari kotoran ternak dapat dimanfaatkan kembali kelahan sawah sebagai bahan organik dan tambahan unsur hara yang dapat memperbaiki kesuburan tanah dengan menggunakan pupuk organik (1-2 ton/ha). Pemberian pupuk organik pada lahan sawah dapat mengurangi penggunaan pupuk anorganik sesuai dengan kondisi tanah setempat.
9
3. Pembinaan Kelompok Setelah penentuan lokasi di desa setempat maka di tentukan petani pelaksanaan yang telah dibina oleh tenaga pendamping LSM. Kemudian selanjutnya kelompok mengadakan pertemuan bersama anggota yang dihadiri komponen tiga selaku pendamping teknologi. Selanjutnya membuat rencana kerja dengan menentukan lokasi demplot yang terdiri atas teknologi PTT jagung seluas 5 ha sebagai laboratorium lapangan dan integrasi PTT padi sawah dengan sapi potong sebagai tempat pembelajaran anggota kelompok. Setiap pertengahan bulan berjalan diadakan pertemuan kelompok, dan pemberian materi tentang teknologi dilakukan lewat sekolah lapang. 4. Temu Lapang Temu laoang dilaksanakan guna untuk memperkenalkan teknologi yang digelar di petani lain (non kooperator). Jumlah yang hadir dalam temu lapang sebanyak 125 orang yang terdiri dari , KID, FD, LSAM, Penyuluh dan Pemerintah setmpat.
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identifikasi Lokasi Desa Limboro Kecamatan Banawa dan Desa Toaya Kecamatan Sindue merupakan desa sasaran P4MI. Desa Limboro mempunyai luas wilayah adalah 23,46 km2 dengan jumlah penduduk 1.633 atau sekitar 386 KK terdiri dari 837 jiwa dan perempuan 796 jiwa. Penduduk desa limboro umumnya juga berusahatani padi dengan luas sawah 40 ha, selain itu juga berusaha ternak sapi 194 ekor dan kambing 152 ekor. Desa Toaya merupakan desa sasaran P4MI yang terletak di Kecamatan Sindue. Melalui kegiatan P4MI oleh komponen I telah dibangun saluran pengairan dimana saluran tersebut dapat mengairi lahan sawah sebanyak 30 ha yang tadinya lahan sudah 10 tahun tidak diolah. Jumlah penduduk Desa Toaya Kecamatan Sindue sebanyak 3.315 jiwa dengan kepala keluarga berjumlah 1.669 orang. Luas wilayah desa Toaya 33.060 ha. Penduduk desa Toaya umumnya berusahatani padi dengan luasan 250 sawah irigasi setengah teknis dan jagung dengan luasan 145 ha. 10
Umumnya penduduk desa Toaya adalah berusahatani padi dan jagung sehingga sangat cocok dilakukan pengembangan penanaman jagung. Teknologi yang diterapkan petani adalah: •
Varietas lokal dengan waktu tanam tidak menentu
•
Jarak tanam tidak teratur dengan jumlah tanam perlubang 3 – 5 butir
•
Tanaman tidak di pelihara/menyiang 1 kali
•
Pemupukan tidak dilakukan
•
Produksi yang dihasilkan sangat rendah yaitu 1 ton - 2 ton/ha
Luas wilayah pertanaman padi di Desa Limboro sebesar 40 ha dan lahan kering 170 ha. Lahan sawah sudah tidak ditanami selama 3 tahun karena tidak tersedia air. Melalui kegiatan P4MI oleh komponen I (Dinas Pertanian Kabupaten Donggala) bekerjasama dengan masyarakat desa telah dibangun pengairan, sehingga 2 tahun terakhir sawah tersebut telah diolah oleh kolompok tani Mpasenggani seluas 40 ha. Pada tahun kedua telah diperkenalkan teknologi integrasi padi – sapi, salah satunya pemanfaatan jerami padi yang ditambahkan dengan dedek padi, ampas sagu dan pakan lainnya untuk menjadi pakan sapi sebagai salah satu tambahan pakan. B. Penerapan Teknologi PTT Padi Di desa Toaya, penerapan teknologi PTT Jagung dilakukan oleh 3 kolompok tani yang tergabung menjadi satu kelompok Gapoktan dengan nama kelompok Kayueo. Luas Demplot sebanyak 5 ha sebagai laboratorium lapangan diantaranya 4 ha varietas Lamuru dan 1 ha varietas srikandi kuning. Hasil kedua varietas jagung oleh petani digunakan untuk benih dan sebagian untuk dikonsumsi. Hasil yang diperoleh untuk produksi rata-rata ubinan yaitu 5 ton /ha dalam bentuk kering pipil. Hasil analisis biaya usahatani PTT Jagung pada kegiatan gelar teknologi di desa Toaya perhektar musim tanam 2007 disajikan pada Tabel 1.
11
Tabel 1. Hasil Analisis biaya PTT Jagung pada kegiatan Gelar Teknologi di Desa Toaya Kecamatan Sindue Per Hektar pada MT 2007 NO 1.
2.
Jenis Kegiatan
Volume
Upah dan Biaya Borongan Pengolahan Tanah
1 ha
600.000
600.000
Penanaman
9 OH
25.000
225.000
Pemupukan I
9 OH
25.000
225.000
Pemupukan II
9 OH
25.000
225.000
Pemupukan III
6 OH
25.000
150.000
1 ha
450.000
450.000
15 kg
3.500
52. 500
Pemeliharaan Penyiangan Bahan
dan
Benih Jagung Pupuk Urea, SP36, KCl) Saromil
Za
Harga satuan (Rp)
12 Sak
65.000 - 105.000
33 gram
300
Total 3.
Biaya (Rp)
1.010.000,10.000,2.946.500
Panen Produksi Jagung Harga jagung per kg
4 ton 2.500
R/C
10.000.000 3,39
Dari Tabel 1, hasil penerapan PTT jagung pada kegiatan gelar teknologi dapat memberikan hasil yang memuaskan dengan R/C 3,39 dimana hasil tersebut dapat menaikkan pendapatan petani di desa Toaya. Sebelumnya produksi jagung di daerah tersebut hanya berkisar antara 2 ton jagung dengan nilai R/C 1,38. Hasil pengkajian Syamsul Bakhri et. al, (2003) juga menyatakan bahwa dengan menerapkan teknologi introduksi dengan menanam varietas Lamuru dapat meningkatkan pendapatan petani dengan R/C 1,74 dibanding dengan pola petani dengan R/C 0,89.
12
Integrasi Padi dan Ternak Sapi- Potong 1. Usaha tani Padi Telah dilakukan penerapan teknologi PTT padi sawah di Desa Limboro oleh 55 anggota dengan rata-rata luas sawah 0,5 – 1 ha. Hasil yang diperoleh untuk produksi ratarata ubinan baik di laboratorium lapangan maupun di lahan petani yaitu 6 ton/Ha. Hasil analisis biaya usahatani PTT padi sawah pada gelar teknologi di Desa Limboro Kecamatan Banawa per hektar pada musim tanam 2007 dan dibandingkan hasilnya di tahun 2006 yang disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil Analisis Biaya Usahatani PTT Padi Sawah Pada Gelar Teknologi Di Desa Limboro Kecamatan Banawa Per Hektar Pada MT 2007 dan 2006 Harga Satuan Total Tahun No Jenis Kegiatan Volume (Rp) (Rp) 2006 1 Tenaga Kerja (HOK) Pengolahan Tanah 650000 650000 375000 Persemaian 1.5 20000 30000 30000 Pemupukan I dan Penanaman 250000 250000 160000 Pemupukan II 1.5 20000 30000 20000 Pemeliharaan dan Penyiangan 350000 400000 350000 1360000 935000 2 Sarana Produksi Benih (kg) 15 6000 90000 120000 Urea (sak) 2 68000 136000 120000 SP 36 (sak) 1 87000 87000 80000 KCL (sak) 1 145000 145000 140000 Furadan (buah) 7 17500 122500 105000 Spontan (liter) * 17500 0 35000 Insektisida (liter) 2 20000 40000 35000 DMA 6 (liter) 3 20000 60000 70000 680500 705000 3 Pendapatan Produksi Gabah (Ton) 6.20 7.00 Produksi Beras (Ton) 3.10 3.50 Harga Beras per Kg (Rp) 4200 4000 Total Pendapatan (Rp) 13020000 14000000 R/C 7,68 8,54 Dari Tabel 1, dapat dilihat hasil penerapan teknologi PTT padi sawah masih memberikan hasil yang signifikan dengan R/C 7,68. Penurunan nilai R/C di tahun 2007 13
dibandingkan dengan tahun 2006 di akibatkan oleh adanya kenaikan tenaga kerja dan penurunan hasil produksi gabah. Biaya pengolahan tanah meningkat pesat akibat makin banyak petani yang membutuhkan tenaga kerja dan peralatan untuk mengolah lahannya. Nilai R/C masih tinggi disebabkan harga beras sangat tinggi. Pada pengkajian Mario et al (2003), pola introduksi PTT padi sawah meningkatkan pendapatan pendapatan lebih besar dengan R/C 3,37 dibandingkan dengan pola petani dengan R/C 1,74. Selama ini transfer teknologi PTT padi dilakukan dengan membuat demplot sebagai tempat laboratorium lapangan dan diperjelas dengan sekolah lapang. Pada demplot yang ada turut diperkenalkan penangkaran benih berbasis komunitas. Untuk mendukung keberlanjutan penerapan PTT padi maka usaha penyuluhan harus tetap diintensifkan guna mempercepat informasi teknologi kepada pemakai (petani) disamping penyediaan sarana produksi yang mudah diakses oleh petani. Hasil samping panen padi yang berupa jerami padi telah diperkenalkan ke petani melalui sekolah lapang. Berdasarkan hasil kajian Danie Bulo bahwa dengan pemberian jerami dengan sistim fermentasi ditambah dengan jenis pakan rumput alam dapat memberikan pertambahan berat badan 0,70 kg/ekor/hr. Akan tetapi setelah sekolah lapang berakhir petani tidak melakukannya yang disebabkan waktu yang dibutuhkan untuk membuat jerami fermentasi cukup lama. Menurut Yusron et al (2003), rendahnya adopsi jerami padi fermentasi disebabkan persepsi bahwa pemberian jerami padi fermentasi tidak ada peningkatan keuntungan secara ekonomi, petani mengalami kesulitan dalam pengadaan probiotik, bangunan tempat pemrosesan dan penyimpanan jerami padi fermentasi dan produksi jerami padi yang bersifat musiman. b. Pemeliharaan Sapi Potong Di desa Limboro, ternak yang paling banyak jumlah populasinya adalah ternak sapi. Sapi digunakan sebagai tenaga kerja yakni membajak dan menarik grobak. Namun ternak masih dilepas di sekitar rumah sehingga kadangkala ternak yang ada rentan terhadap penyakit. Untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit diperlukan perbaikan teknologi mengenai syarat teknis pembuatan kandang yang baik. Ukuran kandang untuk sapi betina adalah 1,5 x 2 m/ekor dan untuk sapi jantan dewasa 1,8 x 2 m/ekor. Menurut hasil wawancara di tabel 3 petani yang berinisiatif
14
membuat kandang berkisar 51% dari jumlah petani pelaksana. Hal ini disebabkan usaha pengolahan kotoran ternak menjadi pupuk organik dinilai cukup baik untuk menambah pendapatan dan bermanfaat bagi kesuburan tanaman. Melalui pembangunan kandang maka sistim pemeliharaan sapi yang bersifat tradisional yakni sistim ikat pindah sedikit demi sedikit ditinggalkan. Melalui pengandangan keamanan dan kesehatan ternak lebih terjaga. Sistem pemeliharaan yang dikembangkan di Desa Limboro, Kabupaten Donggala dilakukan dengan melepas pada siang hari dan dikandangkan pada malam hari. Dengan sistem pemeliharaan sapi seperti ini dapat memudahkan kepada petani untuk mengumpulkan kotoran ternak. Di desa Limboro Kecamatan banawa Kabupaten Donggala rata-rata penduduk mempunyai 4 – 5 ekor. Menurut hasil wawancara, sistem pemeliharaan secara semi intensif diterapkan oleh 80% peternak. Di masa depan dengan semakin intensif pemeliharaan dan perbaikan pakan sapi ternaknya maka potensi serangan penyakit kascado dapat dikendalikan. Selama ini sapi mencari makanannya sendiri dengan mengkonsumsi rumput alam yang ada dipadang pengembalaan atau di bawah tanaman kelapa.
Keterbatasan
kandungan nutrisi rumput alam yang dikonsumsi sapi mengakibatkan sapi tersebut mengalami kekurangan gizi. Pramudyati et al., 2006 menyatakan bahwa dalam satu tahun rumput alam dengan luasan 1 Ha hanya sanggup memproduksi rumput setiap hari sebanyak 10,7 kg/ha/hari, bila satu ekor sapi membutuhkan setiap harinya 25 kg hijauan maka potensi rumput sebagai sumber pakan hanya dapat menampung 0,25 ekor. Oleh karena itu disarankan bagi petani kooperator melakukan pemberian pakan tambahan pada ternak sapinya baik berupa konsentrat, air mineral maupun pemanfaatan biomassa lainnya seperti jerami, dedak dan limbah pertanian. c. Pengolahan kotoran ternak menjadi pupuk Berkaitan dengan perbaikan dan menjaga keseimbangan unsur hara dalam tanah khususnya pada lahan sawah maka usaha penambahan pupuk organik mutlak dilakukan. Berdasarkan hasil PRA di desa sasaran P4MI diketahui bahwa sebagian besar lahan marginal dan kering di Kabupaten Donggala sangat rentan terhadap erosi dan kekurangan bahan organik. Kondisi lahan yang kurang bahan organik menyebabkan pertumbuhan tanaman kurang optimal. Di sisi lain petani miskin sangat lemah dalam pemberian pupuk
15
Tanaman padi, selain membutuhkan hara dalam waktu cepat (pupuk anorganik) juga membutuhkan bahan organik yang dapat memperbaiki struktur tanah yang padat sehingga menjadi remah dan konsistensinya menjadi gembur. Untuk aplikasi pupuk organik pada lahan sawah memerlukan pupuk kandang sebanyak 2 ton. Apalagi di lahan sawah milik petani terdapat permasalahan yaitu kandungan besi yang cukup tinggi, menurut hasil diskusi bersama syafruddin (2007), salah satu jalan untuk menurunkan kandungan besi yang tinggi maka penambahan pupuk kandang sangat baik dilakukan. Menurut hasil wawancara persentase petani yang menerapakan penggunaan pupuk organik pada lahan sawah 80% petani telah menerapkannya. Salah satu usaha pengolahan kotoran ternak menjadi pupuk organik dengan mencampurkan cacing ke dalam kotoran ternak. Kascing (atau 'bekas cacing') diperoleh dari hasil penguraian bahan organik oleh cacing tanah. Dengan kata lain, kascing adalah bahan organik yang telah dicerna oleh cacing. Pengalaman dan penelitian menggunakan kascing, memiliki manfaat dan khasiat yang sangat penting bagi tanah maupun tanaman. Oleh karena kascing dihasilkan secara alamiah tanpa menggunakan produk atau zat-zat kimia buatan sehingga sangat ramah lingkungan. Kascing menyediakan nutrisi bagi tanaman dalam waktu yang relatif lebih lama karena nutrisi dilepas secara berangsur oleh mikroba atau bakteri yang terkandung di dalamnya. Kegiatan pengolahan kascing pada gelar teknologi pada awalnya melibatkan seorang petani kooperator. Pengolahan kascing dimulai sejak bulan Juli. Jumlah produksi setiap bulan rata-rata berjumlah 150 kg per bulan. Menurut wawancara dengan petani tersebut diketahui hampir 500 kg pupuk kascing yang dimanfaatkan untuk lahan sawah seluas 0,5 Ha, beliau juga berencana menurunkan penggunaan pupuk urea yang biasa digunakan. Selain itu tercatat 30 bungkus ukuran 5 kg pupuk kascing yang terjual selama 6 bulan di masyarakat sekitar. Pada akhir kegiatan, petani yang berusaha membuat kascing meningkat menjadi 5 orang.
16
d. Pengolahan kotoran ternak menjadi energi alternatif Kotoran ternak selain dapat digunakan sebagai pupuk organik juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku sumber energi (biogas) untuk kebutuhan rumah tangga tani. Dengan adanya inovasi teknologi di desa Limboro, Kecamatan Banawa, petani pelaksana teknologi manfaatkan kotoran ternak menjadi sumber eneri biogas dan telah dimanfaatkan oleh petani kooperator selama 7 bulan dan petani diluar kooperator kurang lebih 2 bulan. Petani non kooperator yang ikut merasakan manfaat dari biogas disebabkan letaknya yang berdekatan dengan instalasi bogas Melalui pemanfaatan kotoran ternak maka petani dapat menekan biaya pembelian bahan bakar. Sebelumnya konsumsi minyak tanah sebesar 30 liter/bulan dan setelah adanya biogas, petani hanya menggunakan 4-5 liter/bulan. Dengan demikan petani sudah menekan biaya pembelian bahan bakar sekitar 82.00 – 90.000/bulan dengan asumsi harga minyak tanah sebesar Rp. 2.750 – 3.000/liter. Selain itu peluang menambah sumber pendapatan lain bagi petani dengan memanfaatkan limbah biogas yang dapat diolah menjadi pupuk cair maupun pupuk padat. Menurut catatan produksi pupuk dipetani telah dihasilkan pupuk organik berbentuk cair sebanyak 50 liter dan pupuk padat sebanyak 140 kg. Peluang pemanenan pupuk cair sebanyak 7 liter setiap dua hari dan pupuk padat sebanyak-banyaknya sebesar 16,8 kg. Apabila setiap hari pupuk yang telah diperoleh didiamkan kembali di dalam bak penampungan dan setiap 10 hari dipanen maka akan diperoleh pupuk biogas padat sebanyak 200 - 150 kg setiap bulannya. Bila dikemas dengan ukuran 5 kg dan dijual dengan harga Rp. 5000,-/bungkus maka diperoleh tambahan pendapatan sebesar Rp. 150.000,Salah satu dampak dari keberhasilan instalasi biogas yang telah ada di desa Limboro, beberapa kelompok tani, pemerintah daerah, dan tim pengembangan Primatani yang mencoba untuk mengadopsi dan mentransfer paket teknologi tersebut ke daerah lain di Sulawesi Tengah.
17
C. Tingkat Adopsi Teknologi Pada kegiatan Gelar Teknologi telah terjadi proses adopsi teknologi teknologi dimana pada petani kooperator setelah belajar dan praktek di laboratorium lapangan, kemudian teknologi tersebut telah diterapkan dilahan masing – masing sesuai kemampuannya. Dari 25 petani keooperator di Desa Toaya sebagian besar telah menerapkan teknologi PTT jagung sesuai introduksi. Presentase Petani yang menerapkan teknologi PTT jagung pada kegiatan Gelar teknologi di MT 2007 dapat dilihat pada tabel 2 Tabel 2. Presentase petani yang menerapkan teknologi PTT jagung di Desa Toaya Kecamatan Sindue Kab. Donggala No Uraian Petani yang menerapkan (%) A Benih jagung bersertifikat 50 Penggunaan benih jagung/ha 66 Pengolahan tanah 2 kali 54,16 B Penanaman Jumlah bibit/ lubang 66,6% Tanam sistem Tugal 28,3% Jarak tanam 20 x 70 25% C Pemupukan Cara pemupukan Tugal 54,16 Penggunaan pupuk Urea 100 Penggunaan pupuk SP36 91 Penggunaan pupuk ZA 95,8 Penggunaan pupuk KCL 91,6 Pelaksanaan pemupukan 1,4, 4 mst 50 D Pemeliharaan Penyiangan manual 58,3 Penyiangan menggunakan alat 16,6 mesin Penggunaan saromil 37,5 Sedangkan di desa Limboro 55 petani kooperator sebagai pelaksaaan teknologi sehingga dapat di hitung dengan menggunakan tehnik skoring yang disajikan pada tabel 3.
18
Tabel 3. Persentase petani yang menerapkan teknologi Integrasi Padi-sapi potong di Desa Limboro Kecamatan Banawa. Kabu. Donggala No Uraian Kegiatan Petani yang Menerapkan (%) A. Kandang Pembuatan kandang 51 Sitim pengandangan 75 B Pakan Pembuatan pakan dari jerami Fermentasi 3,6 Pemberian pakan dari jerami tanpa 90 fermentasi + dedak + ampas sagu + rumputi C Pembuatan dan pemanfaatan pupuk Pembuatan dan pemanfaatan pupuk dari 80 kotoran ternak (pupuk kandang) Pembuatan dan pemanfatan pupuk 30 Kascing Pemanfaatan limbah biogas 31,8 D. PTT Padi sawah Penggunaan varietas unggul 90 Pemakaian abu sekam 100 Jarak tanam 60 Pemakaian bibit muda 90 Penanaman 1 – 2 bibit perumpun 50 Pemupukan Urea berdasarkan BWD 100 Pengendalian hama dan penyakit 100 Tabel 4. Tingkat Adopsi pada Gelar Teknologi PTT Jagung Kecamatan Sindue Kabupaten Dongala pada MT 2007. No Uraian Kegiatan Bobot Skor A Persiapan Tanam Benih jagung bersertifikat 34 Penggunaan benih jagung/ha 33 Pengolahan tanah 2 kali 33 B Penanaman Jumlah bbit perlubang 34 Tanam sistem Tugal 33 Jarak tanam 20 x 70cm 33 C Pemupukan Cara pemupukan 16 Penggunaan pupuk Urea 350Kg/ha 16 Penggunaan pupuk SP36 16 Penggunaan pupuk ZA 16
di desa Toaya Nilai Skor 4,25% 5,49 1,76 5,6 2,3 2,06 2,16 4 3,64 3,8
19
No D
Uraian Kegiatan Pelaksanaan pemupukan 1,4,6.MST Pemeliharaan Penyiangan manual Penyiangan menggunakan alat mesin
Bobot Skor 17
Nilai Skor 3,6
33 33
4,8 1,36
Penggunaan saromil Total
34 400
3,19 50,13%
Tingkat adopsi pada Gelar Teknolgi Integrasi Padi-Sapi Potong di Desa Limbora Kecamatan Banawa Kabupaten Dongala juga di hitung dengan menggunakan tehnik skoring dapat disajikan pada tabel 5. Tabel 5. Tingkat Adopsi pada Gelar Teknologi Integrasi padi- Sapi Potong di Desa Limboro Kac. Banawa Kab. Donggal Pada MT 2007 No Uraian Kegitan Bobot Skor Nilai Skor(%) A Kandang Pembuatan kandang 50 5 Sistem Pengandangan (semi 50 9,4 intensif B Pakan Pembuatan pakan dari jerami 40 0,4 fermentasi Pembuatan pakan tanpa 60 12,75 fermentasi (jerami +dedak+ampas sahu + rumput lain C Pembuatan Pupuk Pembuatan dan pemanfaatan 50 10 pupuk dari kotoran ternak Pembuatan dan pemanfaatan 20 2,4 pupuk kascing Pemanfaatan Limbah biogas 30 1.09 D PTT Padi Sawah Penggunaan Varietas Unggul 15 3,4 Pemakaian abu sekam 15 3,75 Jarak tanam 14 1,75 Pemakaian bibit muda 14 3 Penanaman 1-2 bibit perrumpun 14 1,75 Pemupukan Urea berdasarkan 14 3,5 BWD Pengendalian hama dan penyakit 14 3,5 Total 61,69 20
Pada Tabel 4 dan tabel 5 di ketahui bahwa tingkat adopsi teknologi mempunyai rata – rata 50, 13% dan integrasi padi -
PTT Jagung
tenak 61,69%. Hal ini
memberikan hasil yang baik di dalam melakukan proses adopsi teknologi. Pada teknologi PTT jagung dan Integrasi padi-Ternak kedua – duanya termasuk tingkat adopsi sedang dari beberapa komponen teknologi yang dilaksanakan oleh petani kooperator. pada teknologi PTT Jagung komponen jarak tanam 20 x 70 cm tingkat adopsi yang paling terendah yaitu 25 % petani kooperator yang melaksanakannya, disebabkan karena petani kurang yakin dengan jarak tanam 70 cm utamanya dalam kaitannnya dengan penyiangan. Sedangkan komponen Integrasi ternak
pada
pemberian pakan dengan cara fermentasi tingkat adopsi sangat kecil yaitu 0,4% .
D.TEMU LAPANG Kegiatan Temu lapang diksanakan pada akhir kegiatan sehingga hasil inovasi teknologi dapat dilihat oleh petani sekitar. Temu Lapang PTT Jagung dilaksanakan di Desa Toaya Kecamatan Sindue yang dihadiri oleh 100 orang, sedangkan Temu Lapng Integrasi padi dan ternak di hadiri ole 120 oarang yang terdiri dari petani, LSM, KID, FD, dan pengambil kebijakan ( dinas instansi terkait) dan pemerintah desa setempat. Melalui Temu Lapang akan menimbulkan minat petani yang ada disekitar untuk menerapkan teknologi. Pada pelaksanna Temu lapang kepala desa Maseingi meminta ( berkeinginan ) untuk menerapkan teknologi PTT Jagung dan diiringi dengan pembinaan BPTP selaku pelaksana teknologi ditingkat lapangan.
21
VIII. KESIMPULAN 1. Gelar teknologi PTT Jagung yang dilaksanakan di Desa Toaya Kecamatan sindue menhasilkan 4 ton kering pipil jagung dengan R/C 6,4 yang melibatkan petani 25 orang dengan tingkat adopsi 50,13% ( adopsi sedang) yang menunjukkan bahwa proses adopsi berjalan dengan baik dalam waktu yang singkat 2. Pada Gelar Teknologi Integrasi padi –Ternak sapi potong melibatkan 55 orang dapat
memberikan
peluang
untuk
meningkatkan
pendapatan
dimana
sebelumnya kotoran ternak, jerami padi,dedak selaku pakan ternak dimanfaatkan oleh petani , sehingga dengan adanya inovasi
tidak
terlihat beberapa
komponen Integrasi padi –ternak rata- rata tingkat adopsi mencapai 61, 69% . 3. Dengan adanya kotoran ternak sebagai salah satu sumber enegi untuk rumah tangga tani, petani dapat menekan biaya sebesar Rp. 82.500 – 90.000/bulan
22
DAFTAR PUSTAKA Anonim 2003 . Panduan Umum Pelaksanaan Penelitian, Pengkajian dan Diseminasi Teknologi Pertanian Badan Litbang Pertanian, Jakarta Direktorat Jenderal Peternakan , 1987. Proyeksi sasaran Pembangunan Sub Sektor Peternakan Pelita V, Jakarta Badan Pusat Statistik , 2004. Sulawesi Tengah Dalam Angka 2004. Badan Pusat Statistik Propinsi Sulawesi Tengah Sudaryono, 1994. Rakitan Teknoogi Budidaya Jagung pada Lahan Kering di Jawa Timur. (Dalam ) Risalh Lokakarya Komunikasi Teknologi Untuk Peningkatan Produksi tanaman Pangan di Jawa Timur. Budi Santoso Radjit Yayuk Aneka Bety, Sunardi dan Ahmad Winarto Balittang Malng Edis Khusus No.1. Hal 58-59 Pranadji, T., 1992 Melihat Peternakan Ruminansia Kecil Sebagai Leading Factor Untuk Mengatasi Kemiskinan di Pedesaan . Kasus pada Wilayah baragro Ekosistem Lahan Kering di Kabupaten Ngawi, Bulletin Petermakan UGM. Edisi Desember 1992 Yokyakarta
23