Laporan Akhir PROGRAM P2M PENERAPAN IPTEKS
JUDUL PROGRAM
Pelatihan Penggunaan Zat Aditif dan Cara Pembudidayaan Tanaman Upakara untuk Kelompok Pembuat Banten di Desa Mas Kecamatan Ubud
Oleh: Ni Made Wiratini, S.Pd., M.Sc. NIP 198306272006042002 I Ketut Lasia, S.Pd., M.Pd. NIP 197212232001121001 Dr. Siti Maryam, M.Kes. NIP 19620221 198601 2 001
Dibiayai dari Daftar Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Universitas Pendidikan Ganesha dengan SPK Nomor: 118/UN48.16/PM/2016 tanggal 25 Februari 2016
Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Ganesha Tahun 2016
11.800.000, -
ii
7 Agustus 2016
Ringkasan Kegiatan P2M Pelatihan Penggunaan Zat Aditif dan Cara Pembudidayaan Tanaman Upakara untuk Kelompok Pembuat Banten di Desa Mas Kecamatan Ubud bertujuan meningkatkan: pengetahuan tentang penggunaan zat aditif makanan, zat aditif alami, dan keterampilan dalam membudidayakan tanaman upakara Kelompok pembuat Banten di Desa Mas Kecamatan Ubud. Untuk mencapai tujuan tersebut, kelompok pembuat banten Di Desa Mas dilatih untuk menggunakan zat aditif yang aman untuk kesehatan, membuat dan menggunakan zat aditif alami, serta membudidayakan tanaman upakara dipekarangan masing-masing. Hasil yang telah dicapai adalah melatih kelompok pembuat banten tentang penggunaan zat aditif sintetik yang aman, membuat dan menggunakan zat aditif alam. Para anggota kelompok sangat antosisas mengikuti pelatihan.
Kata-kata kunci: zat aditif, banten, tanaman upakara.
iii
PRAKATA Puji syukur kehadapan Hyang Widhi Wasa karena berkat rakhmatNya,P2M ini dapat terlaksana sesuai rencana. P2M yang berjudul “Pelatihan Penggunaan Zat Aditif dan Cara Pembudidayaan Tanaman Upakara untuk Kelompok Pembuat Banten di Desa Mas Kecamatan Ubud” merupakan upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kelompok pembuat Banten di Desa Mas . P2M ini terlaksana atas dukungan beberapa pihak. Untuk itu pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terimakasih setulus-tulusnya kepada. a. Rektor Universitas Pendidikan Ganesha b. Ketua Lembaga Pengabdian Masyarakat Universitas Pendidikan Ganesha yang telah mengusulkan proposal ini ke Dikti sehingga pengabdian ini dapat terlaksana c. Semua pihak yang tidak tersebutkan namanya yang telah menyukseskan pengabdian ini Akhirnya kami berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat. Saran dan kritik juga kami sangat harapkan untuk kesempurnaan laporan ini.
Singaraja, 28 Oktober 2016
Tim Pelaksana
iv
DAFTAR ISI Sampul Halaman Pengesahan Ringkasan Prakata Daftar Isi BAB1. PENDAHULUAN 1.1 Analisis situasi 1.2 Identifikasi dan perumusan masalah BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Macam-macam zat aditif 2.2 Pembuatan dan pemakaian pewarna alami 2.3 Tujuan kegiatan 2.5 Manfaat kegiatan BAB 3. KERANGKA PEMECAHAN MASALAH DAN SASARAN 3.1 Kerangka pemecahan masalah 3.2 Sasaran BAB 4 METODE KEGIATAN BAB 5. HASIL BAB 6 RENCANA KEGIATAN BERIKUTNYA BABA 7 SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan 7.2 Saran DAFTAR PUSTAKA Lampiran-lampiran
v
…………………… …………………… …………………… …………………… …………………… …………………… …………………… …………………… …………………… …………………… …………………… …………………… …………………… ……………………
I Ii Iii Iv V 1 3 5 7 8 12 14 14 15
…………………… …………………… …………………… …………………… …………………… …………………… …………………… …………………… …………………… ……………………
15 16 17 21 24 25 25 25 26 27
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
BAB 1 PENDAHULUAN Perangkat upacara (banten) merupakan sarana upacara masyarakat beragama Hindhu. Banten sangat dibutuhkan masyarakat yang beragama Hindhu di Bali. Banten diperlukan dari manusia masih di dalam kandungan sampai manusia itu mati. Menyadari akan kebutuhan masyarakat Hindhu di Bali terhadap banten, di Desa Masa Kecamatan Ubud Kabupaten Gianyar terdapat kelompok pembuat dan sekaligus penjual banten. Cara pemasaran produk oleh kelompok pembuat banten di Desa Mas masih sangat tradisional. Kelompok tersebut hanya memasarkan produk di rumah kelompok saja dan tidak ada papan nama. Produk dikemas kurang rapi dan tidak ada identitas. Disamping itu cara pengkemasan produk masih sangat tidak higienis. Bahan baku yang digunakan oleh kelompok pembuat dan penjual banten adalah janur, aneka bunga, daun pisang, dan aneka daun langka lainnya. Bahan lain yang digunakan untuk banten adalah daging ayam, daging babi, daging bebek, telor, aneka buah, pewarna makanan, aneka bumbu, aneka jajan, dan sebagainya (Gambar 1.1).
b
d
a
c
e Gambar 1.1. Proses pembuatan banten (d) non daging dari bahan baku(a: daun pisang dan janur; b: bunga dan buah; c: tepung dan pewarna) sampai produk(e) (Dok. Wiratini, 2015) Permintaan banten meningkat terjadi ketika hari-hari raya upacara keagamaan, seperti purnama, tilem (bulan mati), tumpek (sabtu kliwon) , dan upacara di pura-pura permintaan banten mencapai 3-4 kali lipat dibandingkan hari-hari biasa. Permintaan tersebut semakin bertambah, karena semakin banyak masyarakat di Desa Mas dan sekitarnya bekerja di luar rumah untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, sehingga untuk melakukan upacara, mereka tidak sempat membuat banten sendiri. Mereka lebih memilih membeli kebutuhan upacara/banten dari pada membuatnya, sehingga permintaan banten semakin meningkat. 1
Peningkatan permintaan banten ternyata menjadi permasalahan bagi kelompok pembuat banten. Permasalahan tersebut adalah pembuat banten tidak mampu memenuhi semua permintaan dan keterbatasan bahan baku.
Ketidak mampuan pembuat banten
memenuhi permintaan karena jumlah alat dan teknik mengerjakan produk masih sangat tradisional. Sehingga jumlah produk yang dihasilkan tidak mampu memenuhi harapan pasar. Sedangkan keterbatasan lain adalah kelangkaan bahan baku, seperti: janur, bunga, buah kelapa, daun pisang dan dan aneka tumbuhan lainnya menjadi pelengkap permasalahan kelompok pembuat banten. Kelangkaan bahan baku menyebabkan harga bahan baku mengalami peningkatan 2-3 kali dari harga biasa. Misalnya harga janur awalnya Rp 2000/ikat menjadi Rp 4500/ikat. Demikian juga dengan harga bunga awalnya Rp 1000/bungkus menjadi Rp 3000/bungkus. Efek peningkatan harga bahan baku tersebut, menyebabkan mitra mengalami penurunan keuntungan bahkan kerugiaan. Upaya memenuhi permintaan banten oleh konsumen ketika terjadi kelangkaan bahan baku kelompok pembuat banten membuat stok banten. Akan tetapi langkah-langkah tersebut justru membuat kelompok tersebut mangalami kerugian, karena banten yang berbahan daging ditumbuhi jamur dan berbau busuk. Sedangkan bagian banten lain penampilan kurang menarik karena bahan-bahan yang digunakan telah menjadi layu (Gambar 1.2), sehingga banyak pembeli mengurungkan niatnya untuk membeli banten.
Sate jamuran
banten kering
daging
ayam
busuk Gambar 1.2. Kerusakan bagian banten akibat terlalu lama (dok. Wiratini, 2015) Mengantisipasi kerugian pembuat benten agar konsumen tidak beralih, kelompok pembuat banten menambahkan zat aditif pada banten khususnya banten yang mengandung jajan dan aneka olahan dari daging. Jajan ditambahkan zat pewarna “ kesumba ” untuk warna jajan agar berpenampilan lebih menarik. Kelompok pembuat banten hanya menambahkan zat aditif pada bahan yang digunakan akan tetapi tidak mengetahui jenis zat aditif yang aman untuk makanan dan jumlah yang dianjurkan dalam makanan. 2
Berdasarkan uraian diatas, kelompok pembuat banten mengalami permasalahan dalam cara mengawetkan banten, penambahan zat aditif, dan kelangkaan dalam bahan baku banten. Untuk itu akan diadakan pelatihan penggunaan zat aditif dan cara pembudidayaan tanaman upakara untuk kelompok pembuat banten di Desa Mas Kecamatan Ubud. 1.1 Analisis Situasi Kelompok pembuat banten telah ada di Desa Mas. Nama kelompok tersebut antara lain Kelompok Yadnya Sari dan Kelompok Dewi Suci. Kedua kelompok ini menggeluti bidang banten telah memasuki tahun ke-4 di tahun 2015. Kelompok Yadnya Sari dan Kelompok Dewi Suci memiliki anggota masing-masing 10 dan 15 orang. Kelompok Yadnya Sari dan Kelompok Dewi Suci mengerjakan perangkat upacara masih sangat tradisional (Gambar 3). Mulai dari pembuatan canang (bunga yang ditempatkan dirangkaian janur), sate, lawar (adonan yang mengandung daging, sayur, dan bumbu yang dicincang), tumpeng (nasi dipadatkan berbentuk kerucut) , penek (nasi dipadatkan berbentuk silinder) dan perangkat yang lain. Alat-alat yang digunakan juga sangat sederhana dan belum menggunakan sentuhan teknologi. Dengan demikian aset yang dimiliki kedua kelompok pembuat dan penjual banten berasal dari peralatan sederhana. Aset yang dimiliki masingmasing kelompok adalah alat mebat(pembuatan perangkat upacara dengan menggunakan daging), dan alat mejejaitan (pembuatan perangkat upacara dengan daun). Alat mebat antara lain talenan (alas mencacah/memotong dari kayu), lesung, aneka macam pisau, talam panci, kompor, baskom, pemarut, dan yang lainnya. Sedangkan alat mejejaitan adalah pisau, talam, meja, dan sebagainya. Jika dihitung aset yang dimiliki setiap kelompok banten tersebut mencapai 2,5 juta - 3 juta rupiah. Bahan baku yang digunakan oleh kedua kelompok pembuat dan penjual banten tersebut adalah janur, bunga, daging ayam, daging babi, daging bebek, telor, aneka buah, pewarna makanan, aneka bumbu, aneka jajan, dan sebagainya. Semua bahan baku tersebut relatif tidak awet Hasil produksi kedua kelompok tersebut adalah aneka macam banten, seperti daksina, banten pecaruan, canang sari, banten kelahiran sampai dengan banten kematian dan banten untuk Tuhan (dewa yadnya). Harga-harga banten tersebut sangat bervariasi, mulai dari 2.000 rupiah setiap bungkus untuk canang sari, 15.000 rupiah untuk setiap kawisan, perangkat, ketengan, dan 10.000 rupiah untuk setiap daksina. Jenis-jenis banten tersebutlah yang menjadi kebutuhan masyarakat Hindhu di Bali setiap hari. Omset penjualan banten mencapai 150.000 -250.000 per hari, dengan keuntungan yang diperoleh mencapai 50.000-100.000 rupiah setiap hari. 3
a
b
c
d
e Gambar 1.3. Proses pembuatan banten berbahan daging (d) dari bahan baku(a: aneka bumbu; b: gula aren; c: daging) menjadi produk (e) (Dok. Wiratini, 2015)
Gambar 1.4. Alat-alat yang dimiliki mitra (Dok. Wiratini, 2015) Omset penjualan kelompok pembuat dan penjual benten menjadi bertambah apabila ada upacara kelahiran anak atau upacara-upacara lain yang datang pada hari-hari tertentu. Harga banten setiap upacara-upacara tersebut mencapai 500.000-1.500.000 rupiah. Setiap bulan rata-rata ke dua kelompok tersebut dapat berjualan 1,5 juta sampai 2,5 juta rupiah. Penghasilan bersih yang dapat diterima mencapai 1-2 juta rupiah. Peningkatan permintaan banten terjadi ketika ada upacara keagamaan baik pribadi maupun oleh organisasi kemasyarakatan. Peningkatan permintaan banten ternyata menjadi permasalahan bagi mitra. Permasalahan tersebut adalah mitra tidak mampu memenuhi semua permintaan karena keterbatasan bahan baku, seperti: janur, bunga, buah kelapa, aneka daun, dan anak ayam. Kelangkaan bahan baku menyebabkan harga bahan baku meningkat 2-3 kali dari harga biasa dan berdampak kelompok pembuat banten mengalami kerugian. Upaya memenuhi permintaan banten oleh konsumen telah dilakukan dengan membuat stok banten lebih banyak. Akan tetapi langkah-langkah tersebut justru membuat kelompok tersebut mangalami kerugian, karena banten yang berbahan daging ditumbuhi jamur dan berbau busuk. Sedangkan bagian banten lain penampilan kurang menarik karena bahan-bahan yang digunakan telah menjadi layu. 4
Upaya untuk menarik minat konsumen terus dilakukan oleh kedua mitra. Salah satu caranya adalah dengan membuat aneka warna jajan upacara. Jenis pewarna yang digunakan kebanyakan berlabel “sumba”. Ketika ditanya alasan pemakaian perwarna tersebut, mereka mengatakan pewarna tersebut paling murah dan telah dipakai sejak lama. Jenis pemakaian dan dampak pemakaian pewarna sintetik makanan belum diketahui dengan baik oleh kelompok pembuat dan pedagang banten. Kelompok tersebut hanya mengetahui pewarna sintetik makanan yang dipakai aman untuk makanan. Mereka tidak mengetahui dosis pewarna
sintetik
makanan
yang
aman
untuk
makanan
dan
dampak
kelebihan
penambahannya.
a
b
Gambar 1.5. Bahan pewarna jajan (a) dan aneka warna jajan (b) (dok. Ni Made Wiratini, 2015). Keinginan para pembuat banten dan pedagang banten menggunakan bahan pewarna yang aman dan higienis telah menjadi keinginan mereka sejak dulu. Akan tetapi karena keterbatasan pengetahuan, mereka belum menemukan bahan pewarna lain. Keinginan mereka yang lain adalah membuat bahan olahan makanan banten yang awet dan aman bagi kesehatan. Keinginan tersebut timbul karena stok banten yang cepat rusak dan pernah mendengar pengawet alami dapat ditambahkan pada makanan, seperti jajan dan olahan daging. Akan tetapi informasi tersebut belum secara konfrenhensif diketahui oleh mitra. Kegiatan pengabdian masyarakat ini direncanakan untuk kelompok Yadnya Sari dan Kelompok Dewi Suci berlokasi Desa Mas Kecamatan Ubud. Selain sebagai pembuat dan penjual banten, kedua kelompok tersebut juga sebagai petani. Akan tetapi tanaman yang ditanam tidak dintegrasikan dengan usaha mereka sebagai pembuat dan penjual banten. Sehingga mereka sering mengalami kesulitan bahan baku ketika terjadi peningkatan permintaan banten, seperti: bunga, pandan arum, pisang, dan aneka perlengkapan lainnya. 1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah Berdasarkan latar bekalang dan analisi situasi di atas, maka dapat diidentifikasi permasalah kelompok pembuat dan penjual banten di Desa Mas Ubud sebagai berikut. a. Menggunakan sembarang zat aditif pada makanan 5
b. Menambahkan zat aditif secara sembarangan tanpa memperhatikan batas maksimal c. Kesulitan mencari zat aditif alternatif yang aman untuk dikonsumsi d. Kesulitan mencari tanaman untuk keperluan upakara e. Belum mampu memanfaatkan lahan pekarangan untuk menanam tanaman upakara f. Stok bahan dan hasil produksi cepat rusak g. Belum mampu mengemas produk h. Belum mampu memasarkan produk lebih luas Berdasarkan uraian diatas maka permasalahan yang diajukan dalam pengabdian masayarakat ini adalah. a. Pengetahuan zat aditif sintetik dan alami kelompok pembuat banten di Desa Mas perlu ditingkatkan. b. Keterampilan kelompok pembuat banten di Desa Mas sangat kurang ketika menggunakan zat aditif pada makanan. c. Keterampilan kelompok pembuat banten di Desa Mas sangat kurang ketika membuat zat aditif alami untuk makanan. d. Keterampilan kelompok pembuat banten di Desa Mas masih sangat kurang tentang cara mengawetkan stok bahan dan hasil produksi menggunakan bahan alami e. Keterampilan kelompok pembuat banten di Desa Mas masih sangat kurang tentang pembudidayaan tanaman upakara di pekarangan rumah. f. Keterampilan kelompok pembuat banten di Desa Mas sangat kurang tentang managemen pemasaran dan mengemas produk agar lebih higienis dan menarik.
6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Zat aditif adalah zat-zat yang ditambahkan pada makanan selama proses produksi, pengemasan atau penyimpanan untuk maksud tertentu. Penambahan zat aditif dalam makanan berdasarkan pertimbangan agar mutu dan kestabilan makanan tetap terjaga dan untuk mempertahankan nilai gizi yang mungkin rusak atau hilang selama proses pengolahan. Pada awalnya zat-zat aditif tersebut berasal dari bahan tumbuh-tumbuhan yang selanjutnya disebut zat aditif alami. Umumnya zat aditif alami tidak menimbulkan efek samping yang membahayakan kesehatan manusia. Akan tetapi, jumlah penduduk bumi yang makin bertambah menuntut jumlah makanan yang lebih besar sehingga zat aditif alami tidak mencukupi lagi. Oleh karena itu, industri makanan memproduksi makanan yang memakai zat aditif buatan (sintesis). Bahan baku pembuatannya adalah dari zat-zat kimia yang kemudian direaksikan. Zat aditif sintesis yang berlebihan dapat menimbulkan beberapa efek samping misalnya: gatal-gatal, dan kanker. Bahan tambahan pangan (BTP) digunakan dalam pangan bertujuan: 1.
Untuk mempertahankan konsistensi produk. Emulsifier memberikan tekstur produk berbentuk emulsi atau suspensi yang konsisten
dan mencegah pemisahan fasa air dengan fasa lemak suatu emulsi atau pemisahan fasa cair dan fasa padat suatu suspensi. Penstabil dan pengental menghasilkan tekstur yang lembut dan homogen pada pangan tertentu. 2.
Untuk meningkatkan atau mempertahankan nilai gizi. Vitamin dan mineral yang ditambahkan ke dalam pangan seperti susu, tepung, serelia
lain dan margarin untuk memperbaiki kekurangan zat tersebut dalam diet seseorang atau mengganti kehilangannya selama proses pengolahan pangan. Fortifikasi dan pengayaan pangan semacam ini telah membantu mengurangi malnutrisi dalam populasi masyarakat Amerika. Semua pangan yang mengandung nutrien yang ditambahkan harus diberi label yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku secara internasional atau sesuai ketentuan masingmasing negara. 3.
Untuk mempertahankan kelezatan dan kesehatan (wholesomeness) pangan. Pengawet menahan kerusakan pangan yang disebabkan oleh kapang, bakteria, fungi
atau khamir. Kontaminasi bakteria dapat menyebabkan penyakit yang dibawa makanan (food born illness) termasuk botulism yang membahayakan kehidupan. Antioksidan adalah pengawet yang mencegah terjadinya bau yang tidak sedap. Antioksidan juga mencegah potongan buah segar seperti apel menjadi coklat bila terkena udara. 7
4. Mengembangkan atau mengatur keasaman/kebasaan pangan. Bahan pengembang yang melepaskan asam bila dipanaskan bereaksi dengan baking soda membantu mengembangkan kue, biskuit dan roti selama proses pemanggangan. Pengatur keasaman/kebasaan membantu memodifiksi keasaman/kebasaan pangan agar diperoleh bau, rasa dan warna yang sesuai. 5. Untuk menguatkan rasa atau mendapatkan warna yang diinginkan. Berbagai jenis bumbu dan penguat rasa sintetik atau alami memperkuat rasa pangan. Sebaliknya warna memperindah tampilan pangan tertentu untuk memenuhi ekspektasi konsumen. 2.1 Macam-macam Zat Aditif 2.1.1 Zat Pewarna Zat pewarna adalah bahan yang dapat memberi warna pada makanan, sehingga makanan tersebut lebih menarik. Contoh pewarna alami: Contoh pewarna sintetik: a. Anato (orange) a. Biru berlian (biru) b. Karamel (cokelat hitam) b. Coklat HT (coklat) c. Beta karoten (kuning) c. Eritrosit (merah) d. Klorofil (hijau) d. Hijau FCF (hijau) 2.1.2 Penyedap Rasa dan Aroma serta Penguat Rasa Zat aditif ini dapat memberikan, menambah, mempertegas rasa dan aroma makanan. Penyedap rasa dan aroma (flavour) Penyedap rasa dan aroma yang banyak digunakan berasal dari golongan ester.Contoh: Isoamil asetat (rasa pisang), isoamil valerat (rasa apel), butil butirat (rasa nanas), isobutil propionat (rasa anggur) Penguat rasa (flavour echancer) Bahan penguat rasa atau penyedap makanan yang paling banyak digunakan adalah MSG (Monosodium Glutamate) yang sehari-hari dikenak dengan nama vetsin. 2.1.3 Zat pemanis buatan Bahan ini tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi, contohnya sakarin (kemanisannya 500x gula), dulsin (kemanisannya 250x gula), dan natrium siklamat (kemanisannya 50x gula) dan serbitol. 2.1.4 Pengawet
8
Zat aditif ini dapat mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau penguraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Contoh bahan pengawet dan penggunaannya: a. Asam benzoat, natrium benzoat dan kalium benzoat, untuk minuman ringan, kecap, acar ketimun dalam botol dan caos. b. Natrium nitrat (NaNO3), untuk daging olahan dan keju. c. Natrium nitrit (NaNO2), untuk daging olahan, daging awetan dan kornet kalangan. d. Asam propionate, untuk roti dan sediaan keju olahan. 2.1.5 Anti Oksidan Zat aditif ini dapat mencegah atau menghambat oksidasi, seperti.
Asam askorbat (bentukan garam kalium, natrium, dan kalium), digunakan pada daging olahan, kaldu, dan buah kalangan.
Butil hidroksianisol (BHA), digunakan untuk lemak dan minyak makanan
Butil hidroksitoluen (BHT), digunakan untuk lemak, minyak makan, margarin dan mentega.
2.1.6 Pengawet Bahan pangan merupakan kebutuhan pokok bagi manusia di samping pendidikan, kesehatan dan sandang lainnya. Kebutuhan bahan pangan ini akan terus meningkat sesuai dengan laju pertumbuhan penduduk. Secara garis besar masalah pangan dan sistem pangan umumnya dibagi atas sub sistem produksi, pengadaan dan konsumsi. Bahan pangan tersebut akan mengalami perubahan-perubahan yang tidak diinginkan antara lain pembusukan dan ketengikan. Proses pembusukan dan ketengikan disebabkan oleh adanya reaksi kimia yang bersumber dari dalam dan dari luar bahan pangan tersebut. Dari segi ilmu kimia, komponen utama dari bahan pangan terdiri dari protein, karbohidrat, dan lemak. Kerusakan bahan pangan ini umumnya disebabkan oleh mikroorganisme melalui proses enzimates dan oksidasi, terutama yang mengandung protein dan lemak sementara karbohidrat mengalami dekomposisi. Dalam rangka menghambat proses kerusakan pangan, oleh beberapa pengusaha digunakan bahan pengawet dan antioksidan sintetis seperti formalin, asam benzoat, BHA (Butilated Hydroxyanisol), BHT (Butylated Hidroxytoluene) dan TBHQ (Tertier Butylated Hydroxyanisole) terutama untuk bahan makanan semi basah seperti tahu, mie, bakso, ikan, daging serta minyak/lemak. Yang dimaksud BTP Pengawet adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau penguraian dan perusakan lainnya terhadap
9
pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Kerusakan tersebut dapat disebabkan oleh fungi, bakteria dan mikroba lainnya. Kontaminasi bakteria dapat menyebabkan penyakit yang dibawa makanan (food borne illness) termasuk botulism yang membahayakan kehidupan. Pengawet pangan adalah upaya untuk mencegah, menghambat pertumbuhan mikroba yang terdapat dalam pangan. Pengawetan dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu penggunaan suhu rendah, suhu tinggi, iradiasi atau dengan penambahan bahan pengawet (BTP Pengawet). Produk-produk pangan dalam kemasan yang diproses dengan panas atau disebut sterilisasi komersil seperti kornet dalam kaleng atau susu steril dalam kemasan tetrapak tidak menggunakan bahan pengawet karena proses termal sudah cukup untuk memusnahkan mikroba pembusuk dan patogen. Produk-produk ini akan awet lebih dari setahun meskipun disimpan pada suhu kamar. memang ada produk pangan dalam kemasan yang menggunakan bahan pengawet, misalnya sambal, selai dan jem dalam botol. Kedua jenis produk ini setelah dibuka biasanya tidak segera habis, sehingga supaya awet terus pada suhu kamar maka produk ini membutuhkan bahan tambahan pangan pengawet. 2.1.7 Penyedap Dan Bahan Penambah Citra Rasa Bahan penyedap bukan hanya merupakan satu zat melainkan suatu komponen tertentu yang mempunyai sifat yang khas. Bahan penyedap adalah zat atau komponen yang dapat memberikan rasa atau aroma tertentu pada bahan makanan. Oleh karena itu,penyedap dapat dipindahkan ke komponen bahan lain seperti makanan dan minuman. Suatu makanan mempunyai rasa asin, manis, asam atau pahit dengan aroma yang khas, sehingga dapat dikatakan bahwa rasa sedap (flavor) merupakan gabungan dari perasaan yang terdapat dalam mulut termasuk mout feel. Mout feel adalah perasaan kasar-licin, lunak-liat, atau pun cairkental. Bahan penyedap secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu: 1. Bahan penyedap alami, seperti bumbu/herba, minyak essensial dan turunannya, oleoresin, penyedap sari buah, isolat penyedap, dan ekstrak tanaman atau hewan. 2. Bahan penyedap sintesis atau penyedap artificial. Penyedap jenis ini merupakan komponen atau zat-zat yang dibuat menyerupai flavor penyedap alami. Penyedap ini dapat dibuat dari bahan penyedap (flavor) yang berasal dari gabungan penyedap alami atau komponen penyedap itu sendiri. 2.1.9 Olahan Daging /Lawar Proses pengolahan sangat mempengaruhi kehigienisan dan keawetan lawar. Kesalahan proses pengolahan lawar menyebabkan diare bagi yang memakan dan lawar cepat 10
rusak. Yusa (1996) melaporkan bahwa lawar putih (tanpa penambahan darah segar)dengan menggunakan daging sapi dan menggunakan air sumur, sebanyak 78 % contoh lawar mengandung mikroba 9,03 x 106 koloni/g lebih tinggi dari kandungan total mikroba pangan segar sebanyak 106 koloni/g, sedangkan lawar merah mengandung rata-rata 8,89 x 106 koloni/g. Disamping itu,lawar merah ataupun lawar putih ternyata tercemar oleh bakteri Escherichia coli. Suter, et al., (1997 a) juga melaporkan lawar babi yang dibeli di kota Gianyar, Tabanan dan Denpasar, ternyata sebanyak 66,67 % mikrobanya melebihi 106 koloni/g dan 50 % terkontaminasi E.coli. Sedangkan Arihantana (1993) melaporkan E.coli yang ada pada lawar bersumber dari talenan bekas mencincang daging mentah. Untuk mengantisipasi dampak negatif lawar, maka diperlukan pengetahuan yang baik tentang cara pengolahan lawar untuk banten. Penurunan total mikroba , total coliform serta total E.coli pada lawar ayam dapat juga dilakukan dengan penambahan bawang putih baik yang dibakar maupun tidak dibakar pada cincangan daging atau dengan penyeduhan cincangan daging dengan air suhu 80oC selama 10 menit, tanpa menurunkan kandungan zat gizi lawar ayam. Bawang putih dibakar selama 5 menit pada suhu 70oC dan ditambahkan pada cincangan daging ayam sebanyak 10 % (Putra, 1988) Penggunaan bawang putih, bawang merah, cabai, lengkuas, jahe, kunir, lada dan lain-lainnya mengandung senyawasenyawa non-gizi, seperti minyak atsiri, anti oksidan dan anti mikroba yang berfungsi meningkatkan citarasa lawar, mencegah proses oksidasi dan menghambat atau membunuh mikroba sehingga lawar dalam jangka waktu tertentu aman untuk dikonsumsi. Dengan demikian lawar memiliki nilai gizi yang sangat bermanfaat untuk kesehatan manusia, seperti Tabel 2.1. Tabel 2.1. Komposisi gizi lawar daging babi
(Sumber: Yusa, 1996) 11
2.2 Pembuatan dan pemakaian pewarna alami Pewarna makanan merupakan salah satu bahan tambahan(aditif) makanan yang ditambahkan untuk tujuan memberikan warna pada makanan atau minuman agar mempunyai penampilan yang menarik. Bahan pewarna makanan ini dapat berupa bahan sintetis maupun bahan alami. Zat warna yang diijinkan penggunaannnya dalam makanan disebut permitted colour atau certified colour. Pewarna sintetis yang sering digunakan antara lain allura red, brilliant blue FCF, indigo carmin, fast green FCF, ponceau 4R dan quinoline yellow (Wisnu Cahyadi, 2006) Walaupun diijinkan, penggunaan pewarna sintetik tersebut berdampak negative terhadap orang yang mengkonsumsi secara berkelanjutan. Allura red adalah pewarna sintetik merah yang digunakan pada permen puding, susu dan minuman dapat menyebabkan reaksi hipersensitivitas berupa gatal-gatal. Brilliant blue FCf pewarna biru yang digunakan pada minuman, permen dan penyegar mulut, jika dicampur dangan tartrazine dan allura red menyebabkan keracunan bahkan kematian (Moutinho et al, 2007). Fast green FCF merupakan pewarna sintetis hujau yang sering digunakan pada minuman, serbuk instan, permen, puding, es krim dan produk-produk susu. Pewarna ini dapat menyebabkan alergi. Indigo carmin digunakan pada minuman, es krim, permen dan makanan ringan memberi efek pada saluran pernafasan yaitu dapat menyebabkan iritasi saluran pernafasan. Ponceau 4R memberi warna merah hati dan biasa digunakan dalam pembuatan minuman, selai dan jelly. Pewarna ini bersifat karsinogenik dan menyebabkan hiperaktivitas pada anak. Quinoline Yellow menghasilkan warna kuning dan biasa digunkan dalam produk-produk es krim dan minuman berenergi. Pewarna ini dapat meningkatkan resiko hiperaktivitas dan serangan astma. Mengantisipasi dampak negatif zat aditif sintetik, maka mitra dilatih untuk menggunakan zat aditif alami. Pembuatan Pewarna Alami Makanan dan Aplikasinya
1) Warna Hijau Warna hijau biasanya diperoleh dari daun-daunan yang mengandung klorofil. Daundaunan yang biasa digunakan sebagai bahan pewarna makanan antara lain daun suji, daun pandan dan daun katu. Daun-daun yang digunakan sebagai bahan pewarna makanan selain menghasilkan warna hijau, dipilih juga daun yang memberikan aroma yang sedap pada makanan. Cara membuat warna hijau
daun suji: iris halus daun suji, pandan atau katu, haluskan dengan cara ditumbuk atau diblender tambahkan sedikit air. 12
Kemudian diperas dan disaring.
Filtrat warna hijau yang diperoleh ditambahkan air kapur sirih untuk pengawet.
Masukkan pewarna ini ke dalam lemari es dan dapat digunakan kembali sampai 1 minggu (Retno Asmawardani, 2011).
Warna hijau dari daun pandan biasanya digunakan untuk membuat makanan kudapan misalnya klepon, kue ku, dawet dan lain-lain. Penggunaan pewarna ini dilakukan dengan cara menambahkan pewarna berbentuk cair ke dalam adonan makanan. 2) Warna Merah Warna merah untuk makanan biasanya menggunakan kayu secang, buah stroberi, bunga rosella dan lain-lain. Kayu secang ini biasanya digunakan untuk pewarna minuman. Kadang-kadang bahan penghasil warna merah ini juga memberikan manfaat lain karena mengandung anti oksidan tinggi. Cara membuat warna merah
Serutan kayu secang yang kering direbus dengan air sampai tinggal setengahnya.
Air rebusan secang disaring dan ditambahkan pada adonan makanan.
Pewarna merah dari daun secang ini biasanya digunakan untuk pembuatan minuman secang. Selain dari warna yang diperoleh terdapat flavaniod yang berkhasiat untuk anti oksidan pada metabolisme tubuh. 3) Warna Kuning Warna kuning dibuat dari wortel, bit, ubi kuning dan lain-lain. Selain bagian tumbuhan yang mengandung beta karoten, kunyit juga digunakan sebagai pewarna kuning pada makanan. Bahan-bahan tersebut selain memberikan warna juga memberikan khasiat lain pada makanan. Cara membuat pewarna kuning
bahan-bahan (kunyit, wortel,) diparut.
Parutan terebut ditambahkan sedikit air kemudian diperas dan diambil airnya.
Setelah itu, pewarna tersebut langsung ditambahkan pada adonan makanan.
Makanan-makanan yang menggunakan pewarna kuning antara lain pembuatan puding, mie, kue kukus dan lain-lain. 4) Warna Ungu Warna ungu dapat diperoleh dari ubi ungu dan bunga telang. Cara membuat pewarna ungu
haluskan bahan dengan cara diblender dan ditambah dengan sedikit air 13
kemudian diambil air berwarnanya.
Pewarna makanan ini langsung ditambahkan pada adonan makanan.
Makanan-makanan yang menggunakan pewarna alami ubi ungu antara lain kue bakpao, kue kukus, bakpia dan lain-lain. 5) Warna Hitam Warna hitam dapat diperoleh dari biji keluwak dan air merang. Warna hitam alami ini diterapkan pada pembuatan kue, sayuran dan dawet. Cara membuat warna hitam
biji keluwak dihaluskan
Untuk 100 gr abu merang dilarutkan dengan 250 ml air.
Diamkan hingga abu merang mengendap dan airnya hitam jernih.
Air abu merang dapat digunakan sebagai pewarna alami makanan (Setijo Pitojo dan Zumiati, 2009).
Warna hitam yang diperoleh dari merang dapat diaplikasikan pada pembuatan keu jongkong, dawet hitam, kue lapis, kue talam dan lain-lain. 2.3 Tujuan Tujuan kegiatan pengabdian pada masyarakat ini adalah untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh pembuat dan penjual banten. Tujuan secara khusus dapat dijabarkan sebagai berikut. a.
Meningkatkan pengetahuan tentang penggunaan zat aditif makanan pada pembuatan jajanan banten.
b.
Meningkatkan pengetahuan tentang zat aditif alami yang bisa digunakan pada jajanan banten.
c.
Meningkatkan keterampilan dalam membudidayakan tanaman upakara
2.4 Manfaat Kegiatan Manfaat yang diperoleh oleh peserta pengabdian pada masyarakat ini adalah. a. Anggota kelompok pembuat dan penjual banten memiliki pengetahuan tentang penggunaan zat aditif makanan pada pembuatan jajanan banten. b. Anggota kelompok pembuat dan penjual banten memiliki pengetahuan tentang zat aditif alami yang bisa digunakan pada jajanan banten. c. Anggota kelompok pembuat dan penjual banten memiliki keterampilan dalam membudidayakan tanaman upakara. 14
BAB 3 KERANGKA PEMECAHAN MASALAH DAN SASARAN 3.1 Kerangka Pemecahan Masalah Kerangkan pemecahan masalah dilakukan dengan mengidentiufikasi berbagai permasalahan mitra. Permasalahan yang telah teridentifikasi diupayakandiatasi secara efisien, efektif, dan terpadu untuk meningkatkan kesejahteraan dan keberlanjutan usaha mitra. Berdasarkan kesepakatan dengan mitra, metode pelaksanaan kegiatan pengabdian didominasai pelatihan/praktek. Jenis kegiatan tersebut adalah: 1) diskusi tentang penggunaan zat aditif pada makanan, 2) pelatihan pengintegrasian jenis tanaman lahan dengan bidang usaha yang ditekuni, 3) pelatihan pembuatan dan penggunaan bahan pewarna, dan pengawet makanan alami, 4) pelatihan cara mengkemas produk agar menarik, dan 5) pelatihan managemen pemasaran. Permasalahan kelompok pembuat dan penjual banten
Alternatif pemecahan masalah a.
a. menggunakan sembarang zat aditif pada makanan b. menambahkan zat aditif secara sembarangan tanpa memperhatikan batas maksimal c. kesulitan mencari zat aditif alternatif yang aman untuk dikonsumsi d. Kesulitan mencari tanaman untuk keperluan upakara e. Belum mampu memanfaatkan lahan pengakarangan untuk menanam tanaman upakara f. Stok bahan dan hasil produksi cepat rusak g. Belum mampu mengemas produk h. Belem mampu memasarkan produk lebih luas
b. c. d. e. f. g.
h.
Keunngulan cara pemecahan masalah a. Pelatihan menggunaan zat aditif yang aman untuk makanan b. Pelatiahan membuat pewarna alami c. Pelatihan membuat pengawet alami d. Pelatihan pengintegrasian jenis tanaman dilahan mitra dengan bahan baku banten e. Pelatihan cara mengawetkan stok bahan dan hasil produksi (banten dan jajanan bali) f. Pelatihan cara pengkemasan produk agar higienis dan menarik g. Pelatihan cara memasarkan produk
Meningkatkan kualitas pendidikan para pembuat dan penjual banten tentang zat aditif makanan dan budidaya tanaman upakara Mengenalkan jenis zat aditif alami dan sintetik makanan Melatih membuat zat aditif alami untuk makanan Mengenalkan aturan penggunaan zat aditif untuk makanan Melatih cara mengawetkan stok bahan dan hasil produksi Melatih menanam tanaman upakara di pekarangan rumah Melatih mengemas produk agar lebih higienis dan menarik Melatih managemen pemasaran produk
Pemecahan masalah yang paling mungkin Melatih mengembangkan zat aditif makanan dan membudidayakan tanaman uapakara
Metode kegiatan a.
Ceramah dan diskusi tentang zat aditif Praktek membuat pewarna dan pengawet alami Praktek mengawetkan stok bahan dan hasil produksi Praktek menanam tanaman upakara di pengarangan runah Praktek mengkemas produk agar higienis dan menarik serta managemen pemasaran produk
Gambar 3.1. Alur Pelaksanaan Kegiatan P2M
15
3.2 Sasaran Khalayak sasaran adalah para pembuat dan penjual Banten di Desa Mas Kecamatan Ubud. Kegiatan pengabdian ini perlu dilakukan, karena kelompok pembuat dan penjual Banten merupakan kelompok yang menyediakan sarana upakara bagi masyarakat baik dilingkungan Desa Mas maupun diluar Desa Mas. Di samping itu, kelompok ini juga menjual kue dan janaan bali yang dipasarkan di pasar Desa Mas. Untuk itu, diperlukan usaha untuk meningkatkan pengetahuan para pembuat dan penjual banten tentang zat aditif pada makanan dan memanfaatkan lahan pekarangan rumah untuk budidaya tamanam upakara. Kegiatan pengabdian ini merupakan usaha untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan para anggota kelompok pembuat dan penjual banten sehingga hasil olahan kue, jajanan bali, dan banten lebih berkualitas dan sehat serta dapat memenuhi seluruh pesanan banten. Apabila ketrampilan ini tidak diberikan, maka lama kelamaan permasalahan tentang kelengkapan upakara tidak dapat dipenuhi dan penggunaan zat aditif tidak sesuai aturan, maka lamakelamaan masyarakat yang mengkonsumsi akan sakit dan permintaan akan banten untuk upakara tidak bisa dipenuhi. Dengan demikian pelatihan penggunaan zat aditif dan cara membudidayakan tanaman upakara sangat strategis diberikan kepada para pembuat dan penjual banten di Desa Mas Ubud untuk membantu pemerintah mewujudkan masyarakat yang sehat dan meningkatkan pendapatan masyarakat.
16
BAB 4 METODE KEGIATAN Metode yang digunakan untuk memecahkan masalah mitra adalah didominasi praktik. Secara detail, beberapa metode pendekatan yang ditawarkan sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan yang mitra disajikan pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Rencana Pemecahan Masalah Permasalahan Aspek produksi Stok barang dan produksi cepat rusak
Akar masalah
1. 2. 3.
Mitra kurang mengenal karakteristik bahan baku Tempat penyimpanan bahan baku dan produk tidak steril. Mitra tidak mengetahui cara menggunakan bahan pengawet untuk produknya
Jenis tanaman di lahan mitra belum terintegrasi dengan kebutuhan banten
1.
Mitra tidak memikirkan lahan yang dimiliki dapat mendukung usaha yang dimiliki
Pengunaan pewarna makanan sintetik tidak sesuai takaran
1.
Mitra tidak mengetahui takaran dan jenis pewarna makanan yang aman untuk kesehatan Mitra tidak mengetahui bahan pewarna alami untuk makanan
Kemasan produk kurang higienis
1. Mitra tidak memiliki pengetahuan tentang cara mengolah makanan yang higienis
Aspek Manajemen Pemasaran sangat terbatas
2.
1. 2. 3. 4.
Tidak ada papan nama usaha di depan rumah Tidak ada informasi jenis produk yang dihasilkan Tidak ada kepastian harga setiap produk Produk yang dihasilkan tidak 17
Metode Pendekatan yang ditawarkan untuk pemecahan masalah 1. Memberikan pelatihan tentang cara mengenal karakteristik bahan baku produk dan tempat yang sesuai 2. Memberi pelatihan cara menggunakan bahan pengawet yang aman untuk banten 1. Pelatihan mengintegrasikan jenis tanaman dengan kebutuhan banten, seperti tumpang sari 1. Memberi pelatihan jenis pewarna makanan sintetik dan dosisnya untuk makanan 2. Memberi pelatihan cara membuat dan mengunakan bahan pewarna alami 1. Pelatihan cara mengolah makanan dengan higienis
1. Memberi pelatihan cara memasarkan produk yang informatif, efektif 2. Pelatihan tentang managemen pemasaran
dilengkapi dengan identitas Untuk merealisasi metode yang ditawarkan, maka prosedur kerja yang akan dilakukan berdasarkan kesepakatan mitra dengan tim pengusul program didominasi praktek dibandingkan ceramah dan meliputi 2 aspek, yaitu aspek produksi dan aspek managemen pemasaran. Prosedur kerja pada aspek produksi meliputi: 1) pemberian wawasan kepada mitra melalui ceramah dan diskusi tentang cara menyimpan stok bahan baku dan produk, 2) praktek pengelompokan dan cara penyimpanan bahan baku dan produk, 3) praktek pengintegrasian jenis tanaman dengan kebutuhan banten, 4) praktek cara membuat dan menggunakan bahan pewarna dan pengawet alami, dan 5) praktek cara mengkemas dan mendisain kemasan produk yang menarik, serta memiliki identitas produsen. Sedangkan prosedur kerja pada aspek managemen meliputi: 1) praktek cara mengkemas dan mendisain produk, 2) pemberian wawasan kepada mitra melalui ceramah dan diskusi tentang pentingnya kemasan produk agar laku di pasar, dan 3) praktek cara memasarkan produk. Partisipasi mitra dalam pelaksanaan program yang telah disepakati dengan tim pengusul program adalah mitra siap mengikuti program seacara penuh, seperti terlampir dalam Lampiran d. Sebagai wujud partisipasi mitra dalam program ini, mitra siap menyediakan bahan baku, tempat, dan alat-alat dasar. Luaran yang dihasilkan dari program pengabdian meliputi dua aspek, aspek produksi dan aspek manajemen. Dari aspek produksi mitra diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas minimal 10% dari produktivitas dan kualitas semula. Sedangkan aspek manajemen mitra diharapkan: 1) dapat melayani pembeli dengan pelayanan yang memuaskan, dan 2) omset penjualan produk meningkat minimal 15%. Untuk mengetahui keberhasilan program pengabdian pada masyarakat, setelah pelaksanaan pengabdian ± 1-2 bulan, para pembuat dan penjual banten di Desa Mas di evaluasi tentang produk yang dihasilkan, kualitas kue, jajanan bali, dan banten yang dihasilkan, jumlah kue, jajanan bali, dan banten yang dihasilkan, dan cara pemasaran produk. Rancangan evaluasi dibuat seperti Tabel 4.2. Tabel 4.2. Rancangan evaluasi No Tujuan 1 Pelatihan cara mengawetkan stok bahan dan produk ( banten, kue, dan jajanan bali) 2
Pelatihan pengintegrasian
Indikator Cara pengukuran Para pembuat dan penjual Produk menggunakan banten dapat mengawetkan bahan pengawet alam stok bahan dan produk yang aman dikonsumsi dan menambah cita rasa produk Para pembuat dan penjual 1. Lahan mitra 18
jenis tanaman dilahan mitra dengan bahan baku banten
banten dapat membudidayakan tanaman upakara 2.
3
Pelatihan penggunaan zat aditif yang aman untuk makanan
Para pembuat dan penjual banten dapat menggunakan zat aditif pada produk
1.
2.
3.
4
Pelatihan cara pengkemasan produk agar higienis dan menarik
Para pembuat dan penjual banten dapat mengemas produk
1.
2. 3.
4.
5
Pelatihan cara mengelola pesanan konsumen
Para pembuat dan penjual banten dapat mengelola pesanan konsumen
1.
2.
3.
4.
6
Pelatihan managemen
Para pembuat dan penjual 19
1.
ditanamai tanamam untuk bahan baku banten Mitra mengurangi pembelian bahan baku minimal 25% Penggunaan zat aditif sintetik semakin berkurang minimal 15% Mitra dapat membuat dan menggunakan zat aditif alam Semua produk makanan mitra menggunakan zat aditif alami. Produk mitra dikemas dan tidak dihinggapi lalat Produk mitra dilabeli dan diisi identitas Jenis banten dikemas dengan menarik berisi: nama banten, nama pembuat dan alamat pembuat Kue dan jajanan bali diberi label, rasa, tanggal kedaluwarsa, nama produsen dan alamat producen Terdapat nota pemesanan konsumen yang berisi: jenis banten, jumlah, harga, tanggal pemesanan, dan tanggal pengambilan Terdapat papan informasi jenis pesanan, jumlah, tanggal pengambilan Pelabelan pesanan yang telah siap diambil Pengambilan pesanan dengan menunjukkan nota pesanan Terdapat papan
pemasaran
banten dapat memasarkan produknya kepada konsumen
20
informasi penjualan jenis produk di depan rumah 2. Peningkatan penjualan minimal 15% dari semula 3. Hasil olahan lunsuran dapat terjual minimal Rp 1.5002.000/bungkus
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengabdian masyarakat Pelatihan Penggunaan Zat Aditif dan Cara Pembudidayaan Tanaman Upakara untuk Kelompok Pembuat Banten di Desa Mas Kecamatan Ubud telah dilakukan pada tanggal 01 Mei 2016, 15 Mei 2016, dan 05 Juni 2016 yang dihadiri oleh 30 orang peserta. Hadir dalam kesempatan tersebut I Made Darma sebagai perwakilan dari Desa Mas. I Made Darma sangat mengapresiasi kegiatan tersebut dan berharap kerjasama masyarakat Desa Mas dengan Universitas Pendidikan Ganesha terus berlangsung dalam
berbagai bentuk kegiatan. Gambar 5.1 Perwakilan Desa Mas ( I Made Darma) member sambutan dalam kegiatan P2M Kegiatan diawali dengan pemberian wawasan tentang zat aditif oleh I Ketut Lasia, S.Pd., M.Pd.. Antosiasme masyarakat terhadap kegiatan tersebut sangat baik dengan indikasi banyak pertanyaan muncul dalam diskusi tersebut. Diskusi yang paling hangat adalah tentang penggunaan perwarna sistetik dan dampaknya terhadap kesehatan. Mitra lebih banyak menanyakan tentang dampaknya terhadap kesehatan.
21
Gambar 5.2 Nara sumber memberi wawasan zat aditif kepada mitra (a) dan mitra mendengar dengan cara seksama (b) Pelatihan pembuatan zat aditif alami dan penggunaannya dipandu oleh Ni Made Wiratini, S.Pd., M.Sc. Dalam kegiatan tersebut mitra dilatih menggunaakan pewarna makanan alami dalam pembuata jajan upacara. Keseriusan nampak dalam wajah mitra diselingi canda tawa. Suasana terebut menambah keakraban dalam pelatihan.
a
b
Gambar 5.3 Nara sumber mempraktekkan penggunan pewarna alami dalam makanan
a
b
Gambar 5.4 Mitra praktek meggunakan pewarna alami pada jajan (a) dan produk penampbahan pewarna alami pada jajan (b)
a b Gambar 5.5 Produk mitra menggunakan pewarna alami yang telah dipotong (a) dan dijemur (b) Implementasi mitra dalam penggunaan zat aditif alami dipantau ketika mitra menata perangkat upacara. Pemantauan ini bertujuan agar penggunaan zat aditif betul-betul 22
diterapkan oleh mitra dan melatih mitra untuk membiasakan menggunakan zat aditif alami dalam segala produk makanan dalam uapacara. Hasil pemantauan secara acak menunjukkan bahwa mitra telah menerapkan penggunaan zat aditif alami dalam banten mereka.
Gambar 5.6. Pemantauan penggunaan zat aditif alami dalam perangkat upacara Pelatihan pembudidayaan tanaman upacara juga dilakukan terhadap mitra. Mitra dilatih memanfaatkan tanah pekarangan, dan tanah yang lain agar mendukung usaha penjualan banten. Salah satu pelatihan pembudidayaan tanaman yang dilakukan adalah dengan menanam tanaman bungan pacar galuh. Tanaman pacar galuh tersebut dilatihkan, karena tanaman tersebut cepat menghasilkan bunga. Bunga pacar galuh paling banyak digunakan dalam perangkat upacara.
Gambar 5.7 Hasil pelatihan budi daya tanaman pacar galuh Hasil pelatihan pembudidayaan tanaman pacar galuh terlihat sangat tertata dan sangat subur. Respon mitra terhadap tenaman yang ditanam dari hasil pelatihan sangat senang dan sangat berharap diadakan jenis pelatihan yang sama sehingga dapat mengembangkan usaha mereka.
23
Gambar 5.8 Mitra sedang memetik hasil budidaya tanaman pacar galuh Dampak pelatihan budidaya tanaman pacar galuh, mitra sekarang telah dapat memenuhi bahan baku bunga, bahkan mitra sekarang dapat menjual bunga pacar galuh. Perubahan dari membeli pacar galuh sebagai bahan upacara menjadi penjual bunga pacar galuh, sangat menyenangkan hati mitra.
24
BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Simpulan yang dapat ditarik dalam kegiatan P2M ini adalah mitra telah mampu membuat dan menerapkan zat aditif alami dalam produk makanan dalam banten/perangkat upacara. Disamping itu, pelatihan pemanfaatan tanaman pekarangan untuk mendukung perangkat upacara telah sangat dirasakan pleh mitra. Mitra pada awalnya kekurangan bunga pacar galuh menjadi kelebihan bunga pacar galuh. Mitra sanngat semangat dan ketertarikan peserta dalam mengikuti kegiatan merupakan hal yang patut diberi penghargaan. 6.2 Saran Pendampingan pembuatan dan penggunaan zat aditif alami harus terus dilakukan untuk menghindari penyalahgunaan zat aditif dalam makanan, lunsuran (makanan setelah upacara) wajib dimakan oleh yang menghaturkan dan merupakan berkah bagi yang memekannya. Penyuluhan pemanfaatan pekarangan agar ditanam tanaman pendukung upacara sangat penting diteruskan untuk mendukung Bali yang penuh dengan upacara agama.
25
DAFTAR PUSTAKA Arihantana, M. B. 1993. Tingkat Cemaran Coliform, Faecal Coliform dan Escherichia coli pada Proses Penyediaan Lawar di Restaurant/Warung Makanan di sekitar Denpasar. Denpasar: Universitas Udayana. LPM Undiksha. 2014. Statistic LPM tahun 2014. www.lpm/undiksha.ac.id Putra, I N. M. 1998. Pengaruh Penambahan Bawang Putih (Allium sativum, L.) dan Peduhan pada Cincangan Daging Terhadap Karakteristik Lawar Ayam. Skripsi. Denpasar: Program Studi Teknologi Pertanian Unud. Retno Asmawardani. 2011. Membuat Mie Pelangi. [online]www.eresep.com. Diakses 27 Mei 2013 Setijo Pitojo dan Zumiati. 2009. Pewarna Nabati Makanan, Cetakan Ke 5, Yogyakarta: Kanisius Suter, I K., I N. Kencana Putra, N. Semadi Antara dan W. Sudana. 1997 a. Studi Tentang Pengolahan dan Keamanan Lawar (Makanan Tradisional Bali). Denpasar: Program Studi Teknologi Pertanian Unud. Suter, I K., I N. Kencana Putra, N. Semadi Antara dan W. Sudana. 1997 b. Studi Tentang Peningkatan Mutu Gizi dan Keamanan Lawar (Makanan Tradisional Bali). Denpasar: Program Studi Teknologi Pertanian Unud. Suter, I K., I W. Arga, I N. Kencana Putra, I N. Semadi Antara, A. A. M. Sudira Jelantik, Martini Hartawan dan I K.Setiawan. 1999. Inventarisasi 50 Jenis Makanan dan Minuman Daerah. Denpasar: Pusat Kajian Makanan Tradisional Madya Universitas Udayana. Suter, I K. dan Ni M. Yusa. 2006. Pengaruh Jenis dan Cara Penyiapan Bumbu Pada Proses Pengolahan Terhadap Karakteristik Lawar. “Technological and Profesional Skills Development Sector Project (TPSDP)-Batch II”. Denpasar: Program Studi Teknologi Pertanian Unud. Wikipedia, 2014. Aditif makanan. http://id.wikipedia.org/wiki/Tartrazina Wisnu Cahyadi. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: Bumi Aksara. Yusa, Ni M. 1996. Studi Tentang Kandungan Gizi dan Keamanan Pangan Makanan Tradisional Lawar Bali. Tesis. Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
26
Lampiran-lampiran
27