LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012
STUDI KEBIJAKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI DI LUAR PULAU JAWA
Oleh : Bambang Irawan Adreng Purwoto Frans B.M. Dabukke Djoko Trijono
PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012
RINGKASAN EKSEKUTIF PENDAHULUAN Latar Belakang 1. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Data SUSENAS menunjukkan bahwa sekitar 55 persen konsumsi kalori dan 44 persen konsumsi protein penduduk Indonesia berasal dari beras. Dengan pola konsumsi pangan seperti ini maka kelangkaan beras akan berpengaruh besar terhadap kecukupan gizi penduduk Indonesia. 2. Secara historis pulau Jawa merupakan sentra produksi padi dan sebagian besar produksi padi nasional dihasilkan di pulau Jawa. Selama tahun 1985-2005 sekitar 55-62 persen produksi padi nasional dihasilkan di pulau Jawa. Sekitar 95 persen produksi padi tersebut dihasilkan dari lahan sawah dan sisanya dihasilkan dari lahan kering (padi ladang). Akan tetapi laju pertumbuhan produksi padi sawah di pulau Jawa akhir-akhir ini justru cenderung turun. Selama tahun 1985-1995 produksi padi sawah di Jawa rata-rata meningkat 1.60 persen per tahun tetapi pada tahun 1995-2005 laju peningkatan produksi padi tersebut hanya sebesar 0.59 persen per tahun. 3. Dalam jangka panjang laju pertumbuhan produksi padi di Jawa diperkirakan akan terus mengalami penurunan atau semakin lambat terutama karena konversi lahan sawah ke penggunaan non pertanian di pulau Jawa akan terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan jumlah penduduk yang membutuhkan lahan untuk pemukiman sehingga akan mengurangi kapasitas produksi padi sawah. Oleh karena itu untuk mendorong peningkatan produksi padi nasional maka perlu dilakukan suatu terobosan dengan memacu peningkatan produksi padi di luar Jawa. Secara agronomis upaya peningkatan produksi padi tersebut dapat ditempuh merlalui peningkatan produktivitas, peningkatan luas tanam, dan peningkatan intensitas tanaman padi khususnya di daerah yang memiliki agroklimat yang sesuai untuk pengembangan tanaman padi. Tujuan 4. Tujuan penelitian ini adalah:(i) mengidentifikasi wilayah potensial untuk pengembangan tanaman padi di luar Jawa dan (ii) menganalisis peluang peningkatan produksi padi di luar Jawa, permasalahan yang dihadapi, dan upaya antisipasi yang diperlukan. Untuk mencapai kedua tujuan tersebut diatas penelitian ini akan dilakukan selama dua tahun yaitu pada tahun 2012 dan tahun 2013. Pada tahun 2012 penelitian akan difokuskan untuk mencapai
i
tujuan pertama, sedangkan pada tahun 2013 penelitian akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan kedua. Keluaran 5. Keluaran yang diharapkan dari penelitian ini pada tahun 2012 adalah: (i) daftar kabupaten prioritas untuk pengembangan padi di luar Jawa, (ii) daftar peringkat kecamatan potensial untuk pengembangan padi di luar Jawa menurut tipe agroekosistem, (iii) sebaran spasial kecamatan potensial padi di laur Jawa menurut tipe agroekosistem, (iv) kondisi wilayah kecamatan potensial padi di luar Jawa dan aksesibilitas lokasi menurut tipe agroekosistem, (v) ketersediaan lembaga pendukung agribisnis padi di kecamatan potensial padi menurut tipe agroekosistem, (vi) ketersediaan infrastruktur pendukung agribisnis padi dan sumber air di kecamatan potensial padi menurut tipe agroekosistem, dan (vii) kondisi sosial ekonomi petani di kecamatan potensial padi menurut tiupa agroekosistem. METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran 6. Keputusan petani di suatu wilayah untuk mengembangkan tanaman padi akan dipengaruhi oleh: (i) kondisi iklim dan tanah di wilayah tersebut, (ii) karakteristik sumberdaya lahan, (iii) ketersediaan infrastruktur pendukung, (iv)ketersediaan lembaga pendukung, (v) kondisi sosial ekonomi, (vi) ketersediaan teknologi yang memadai, dan (vii) karakteristik petani. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa berkembangnya suatu komoditas pertanian tertentu di suatu daerah pada dasarnya merupakan suatu proses adaptasi yang dilakukan petani terhadap kondisi seluruh faktor tersebut, baik yang merupakan faktor internal petani (karakteristik petani) maupun faktor eksternal petani (iklim dan tanah, karakteristik sumberdaya lahan, infrastruktur pendukung, lembaga pendukung, kondisi sosial ekonomi). 7. Pada lingkup wilayah (kabupaten/kecamatan/desa) kondisi faktorfaktor tersebut diatas sangat bervariasi. Dengan demikian potensi pengembangan tanaman padi juga akan bervariasi menurut wilkayah dan tergantung kepada seluruh faktor tersebut, apakah cukup kondusif untuk pengembangan padi atau tidak. Tanaman padi sangat potesial untuk dikembangkan di suatu wilayah dan akan dominan dibanding tanaman lainnya apabila seluruh faktor tersebut sangat kondusif untuk tanaman padi dan sebaliknya tanaman padi akan inferior apabila faktor-faktor tersebut tidak kondusif untuk pengembangan tanaman padi.
ii
Lokasi dan Responden 8. Dua propinsi dipilih sebagai lokasi penelitian yaitu propinsi Sulawesi Selatan dan propinsi Sulawesi Tengah dengan pertimbangan bahwa dalam rangka perluasan dan percepatan pertumbuhan ekonomi nasional koridor ekonomi Sulawesi ditetapkan antara lain sebagai sentra produksi padi. Dengan demikian penelitian ini dilaksanakan untuk mendukung pengembangan koridor ekonomi Sulawesi yang diarahkan antara lain sebagai sentra produksi padi. 9. Responden yang dilibatkan dalam penelitian ini terbagi atas 2 kategori, yaitu (i) narasumber/pakar tanaman padi yang dilibatkan sebagai sumber informasi tentang faktor-faktor penentu potensi pengembangan padi di suatu wilayah (Kabupaten/kecamatan/desa) dimana informasi yang diperoleh selanjutnya dimanfaatkan untuk menganalisis nilai bobot setiap faktor penentu potensi pengembangan padi, dan (ii)aparat desa yang dilibatkan sebagai sumber informasi tentang kondisi tanaman padi (produktivitas, IP padi, luas tanam padi) dan nilai faktor-faktor penentu p[otensi pengembangan tanaman padi pada tingkat desa dimana infromasi yang diperoleh selanjutnya dimanfaatkan untuk verifikasi lapangan dan menguji validasi hasil analisis skoring/peringkat kecamatan potensial padi. Data dan Metoda Analais 10. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan primer. Data sekunder lingkup kecamatan, kabupaten dan propinsi dikumpulkan dari BPS, Bakorsurtanal, BBSDLP dan instansi terkait lainnya. Data primer dikumpulkan melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner dan terdiri atas 2 kategori yaitu: (i) data persepsi narasumber/pakar yang digunakan dalam analisis Analytical Hierarchy Process (AHP) dan (ii) data lapangan tingkat desa yang digunakan untuk verifikasi lapangan dan menguji validasi hasil analisis skoring/peringkat kecamatan potensial padi. 11. Dalam penelitian ini dilakukan sejumlah analisis yaitu: (i) analisis tipologi kecamatan, (ii) analisis karakteristik sumberdaya lahan, (iii) analisis peranan produksi padi, (iv) analisis bobot faqktor penentu potensi pengembangan padi, (v) analisis peringkat prioritas kecamatan untuk pengembangan padi, (vi) analisis senjang produktivitas padi, (vii) analisis senjang luas tanam dan IP padi, (viii) analisis ketersediaan air, dan (ix) analisis lahan potensial sawah dan peluang perluasan lahan sawah.
iii
HASIL DAN PEMBAHASAN 12. Kecamatan di pulau Sulawesi sebagian besar memiliki basis sumberdaya lahan kering (74.7 % kecamatan). Hal ini mengungkapkan bahwa sebagian besar kecamatan di pulau Sulawesi memiliki sumberdaya lahan kering yang relatif dominan. Sebagian besar kecamatan di pulau Sulawesi juga terletak di daerah rendah dan hanya sebagain kecil yang terdapat di daerah tinggi (15.8 % kecamatan). Jika dikaji menurut peranannya terhadap luas tanaman padi di pulau Sulawesi maka sebagian besar kecmatan tidak tergolong sebagai sentra tanaman padi dan hanya 214 kecamatan atau 27.5 persen kecamatan yang tergolong sentra tanaman padi. 13. Pada kecamatan sentra padi luas tanaman padi umumnya lenih dominan dibanding kecamatan non sentra tanaman padi, baik pada kecamatan berbasis lahan sawah maupun berbasis lahan kering. Sebaliknya tanaman palawija terutama jagung, ubi kayu dan ubi jalar lebih dominan pada tipe kecamatan yang bukan merupakan sentra tanaman padi. Hal ini ditunjukkan oleh pangsa luas tanam ketiga tanaman palawija tersebut yang lebih besar pada kecamatan non sentra dibanding kecamatan sentra tanaman padi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa berbagai faktor yang menentukan berkembangnya tanaman padi di suatu wilayah lebih tersedia pada kecamatan sentra padi dibanding kecamatan non sentra tanaman padi, sebaliknya untuk untuk faktor-faktor yang mempengaruhi berkembangnya tanaman palawija. 14. Struktur tanaman pangan yang didominasi oleh tanaman padi dan areal tanaman padi yang relatif luas menyebabkan kecamatan sentra padi memiliki peranan cukup besar terhadap total luas tanaman padi di pulau Sulawesi. Sekitar 75 persen tanaman padi di pulau Sulawesi dikembangkan pada kecamatan sentra tanaman padi dan sisanya diusahakan pada kecamatan non sentra tanaman padi. Sebaliknya kecamatan non sentra tanaman padi memiliki kontribusi lebih besar untuk total tanaman palawija yaitu sebesar 59 persen. Namun sekitar 62 persen tanaman kedele juga dikembangkan pada kecamatan sentra padi dan sisanya dikembangkan pada kecamatan non sentra tanaman padi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kecamatan sentra padi juga merupakan kecamatan sentra tanaman kedele. 15. Dari segi ketinggian wilayah, proporsi wilayah kecamatan yang berada di daerah rendah (ketinggian kurang dari 600 meter d.p.l) cenderung lebih besar di kecamatan sentra tanaman padi (92.1 % wilayah kecamatan) dibanding kecamatan bukan sentra tanaman padi (81.2 % wilayah kecamatan). Dari segi topografi wilayah, proporsi wilayah kecamatan yang dominan datar cenderung lebih besar di kecamatan sentra tanaman padi (63 % desa) dibanding
iv
kecamatan yang bukan merupakan sentra tanaman padi (33 % desa). Selanjutnya dari segi salinitas tanah, proporsi desa yang tidak berbatasan dengan pantai lebih besar pada kecamatan sentra tanaman padi (84.6 % desa) dibanding kecamatan bukan sentra tanaman padi (61.7 % desa). 16. Dari segi luas lahan sawah, luas lahan sawah cenderung lebih besar di kecamatan sentra tanaman padi (3601 ha/kecamatan) dibanding kecamatan bukan sentra tanaman padi (784 ha/kecamatan). Dari segi luas lahan sawah per keluarga, luas lahan sawah per keluarga relatif lebih luas di kecamatan sentra tanaman padi (0.56 ha/keluarga) dibanding kecamatan bukan sentra tanaman padi (0.18 ha/keluarga). Dari segi ketersediaan jaringan irigasi, jumlah desa yang tersedia jaringan irigasi cenderung lebih banyak di kecamatan sentra tanaman padi (71.8 % desa) dibanding kecamatan bukan sentra tanaman padi (36.1 % desa). Dari segi jumlah tenaga kerja buruh tani, jumlah tenaga kerja buruh tani relatif lebih banyak di kecamatan sentra tanaman padi (2888 orang per kecamatan) dibanding kecamatan bukan sentra tanaman padi (1274 orang per kecamatan). Selanjutnya dari segi keberadaan fasilitas kredit, jumlah desa yang telah menikmati fasilitas kredit cenderung lebih banyak di kecamatan sentra tanaman padi (KKP 9.6 % desa;KUK 26.4 % desa; KPR 11.2 % desa dan kredit lainnya 41.2 % desa) dibanding kecamatan bukan sentra tanaman padi (KKP 4.9 % desa; KUK 22.2 % desa;KPR 6.3 % desa; dan kredit lainnya 25.7 % desa). 17. Dari segi peranan sektor pertanian sebagai sumber pendapatan penduduk, peranan sektor pertanian sebagai sumber pendapatan penduduk cenderung lebih besar di kecamatan sentra tanaman padi (97.0 %) dibanding kecamatan bukan sentra tanaman padi (81.7 %). Dari segi jumlah keluarga pertanian yang berstatus buruh tani, jumlah keluarga pertanian yang berstatus buruh tani cenderung lebih banyak di kecamatan sentra tanaman padi (6.8 %) dibanding kecamatan bukan sentra tanaman padi (5.7 %). Dari segi jumlah keluarga pertanian yang berstatus penggarap lahan, jumlah keluarga pertanian yang berstatus penggarap lahan cenderung lebih banyak di kecamatan sentra tanaman padi (18.3 %) dibanding kecamatan bukan sentra tanaman padi (12.4 %). Dari segi penyusutan lahan sawah, penyusutan lahan sawah cenderung lebih banyak di kecamatan sentra tanaman padi (17.3 ha/tahun) diabnding kecamatan bukan sentra tanaman padi (10.4 ha/tahun). Selanjutnya, dari segi jumlah keluarga penerima ASKEKIN, jumlah keluarga penerima ASKESKIN cenderung lebih banyak di kecamatan sentra tanaman padi (1316 keluarga penerima per kecamatan) dibanding kecamatan bukan sentra tanaman padi (820 keluarga penerima per kecamatan).
v
18. Dari segi luas tanam padi, luas tanam padi cenderung lebih banyak di kecamatan sentra tanaman padi (5210 ha/kecamatan) dibanding kecamatan bukan sentra tanaman padi (654 ha/kecamatan). Dan, dari segi IP padi, 60.8 persen luas sawah di kecamatan sentra tanaman padi memiliki IP padi 100-200 persen. Sementara itu 70.5 persen luas sawah di kecamatan bukan sentra tanaman padi memiliki IP padi kurang dari 100 persen. 19. Besarnya peranan faktor-faktor penentu pengembangan padi diurut dari yang terbesar hingga terkecil sebagai berikut: (i) kondisi iklim dan tanah (31.0 %), (ii) karakteristik sumberdaya lahan (18.6 %), (iii) infrastruktur pendukung (14.7 %), (iv) lembaga pendukung (9.7 %), (v) lingkungan sosial ekonomi (10.3 %), (vi) karakteristik petani (7.5 %) dan (vii) ketersediaan teknologi (8.1 %). 20. Di Pulau Sulawesi, Sumatera dan Papua ketersediaan air masih melebihi kebutuhan air dengan kata lain masih mengalami surplus. Surplus air tersebut pada umumnya terjadi pada musim hujan maupun musim kemarau. Di pulau Sulawesi surplus air tersebut sekitar 89 persen pada musim hujan dan 37 persen pada musim kemarau dan hal ini menunjukkan bahwa dari segi ketersediaan air peningkatan luas tanaman semusim masih memungkinkan. Dalam konteks perluasan tanaman padi hal tersebut mengindikasikan bahwa peluang keberhasilan peningkatan IP padi di pulau Sulawesi masih cukup besar. 21. Di pulau Sulawesi potensi perluasan sawah sebesar 423 ribu hektar. Seluruh sumberdaya lahan yang dapat dijadikan lahan sawah tersebut berupa lahan bukan rawa. Di Pulau Sulawesi kendala sosial pengembangan lahan sawah relatif kecil dibanding pulau Maluku dan Papua atau pulau Kalimantan karena sebagian besar petani di pulau Sulawesi telah terbiasa menanam padi. Berdasarkan hal tersebut maka dapat dikatakan bahwa secara sosial peluang keberhasilan perluasan lahan sawah dalam rangka mendorong peningkatan produkdi padi di luar pulau Jawa relatif besar di pulau Sulawesi dibanding pulau lainnya. 22. Di propinsi Sulawesi Selatan terdapat 146 kecamatan atau 52.0 persen kecamatan yang memiliki potensi pengembangan padi relatif tinggi dengan total luas sawah sekitar 479.9 ribu hektar atau 81.0 persen dari luas sawah yang tersedia. Kecamatan tersebut pada umumnya merupakan kecamatan sentra tanaman padi. Sekitar 53 persen lahan sawah tersebut terdapat di 4 kabupaten utama, yaitu kabupaten Wajo, kabupaten Bone, kabupaten Pinrang dan kabupaten Sidrap. 23. Di propinsi Sulawesi Tengah terdapat 31 kecamatan atau 27.2 persen kecamatan yang memiliki potensi pengembangan padi relatif tinggi dengan total luas sawah sekitar 94.2 ribu hektar atau 63.0 persen dari luas sawah yang tersedia. Kecamatan tersebut pada umumnya merupakan kecamatan sentra tanaman padi. vi
Sekitar 59.5 persen lahan sawah tersebut terdapat di 3 kabupaten utama, yaitu kabupaten Sigi, kabupaten Parigi Moutong dan kabupaten Banggai.
vii