1631 UMU
LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBIN IPTEKDOK 2012
EKSPRESI CD95 DAN APOPTOSIS PADA SEL YANG TERINFEKSI VIRUS INFLUENZA A SUBTIPE HlNl DAN H5Nl (STUDI
IN VITRO)
Oleh : Luh Ade Wilan Krisna, S.Si, M.Ked Laksmi Wulandari, dr, SpP(K) Aldise Mareta Nastri, SKM
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT UNIVERSITAS AIRLANGGA Gedung Kahuripan It. 2 Kampus C Mulyorejo, Surabaya 60115 Telp. 62�31�5995247�46 fax. 62-31·5962066 Website:
www .lppm.unair.ac.id
Email:
[email protected]
2012 •
t
LAPORAN AKHIR PENELITIAN RISBIN IPTEKDOK 2012
EKSPRESI CD95 DAN APOPTOSIS PADA SEL YANG TERINFEKSI VIRUS INFLUENZA A SUBTIPE H l Nl DAN H5Nl (STUDI IN VITRO)
Oleh: Luh Ade Wilan Krisna, S.Si, M.Ked Laksmi Wulandari, dr, SpP(K) Aldise Mareta Nastri, SKM
' '\
----------.
'I
••
•
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT UNIVERSITAS AIRLANGGA Gedung Kahuripan lt. 2 Kampus C Mulyorejo, Surabaya 60115 Telp. 62-31-5995247-46 fax. 62-31- 5962066 Website: www .lppm.unair.ac.id Email:
[email protected] ·
2012
•
,
LEMBARPENGESAHAN
1. Judul Penelitian 2. Ketua Peneliti Nama Lengkap
.
�
'
: Ekspresi CD95 dan Apoptosis
pada Sel yang Terinfeksi Virus
Influenza A Subtipe H1N1 dan HSN1 (Studi In Vitro) : Luh Ade Wilan Krisna, S.Si, M.Ked
Jenis kelamin NIK
: Perempuan : 139111331
Jabatan
: Peneliti
,Sidang Keahlian : Patobiologi Molekuler Unit : Lembaga Penyakit Tropis Perguruan Tinggi : Universitas Airlangga An
No. 1.
11 ggotaT"1m Penerf
Nama Peneliti
Bidang Keahlian
Laksmi Wulandari, dr, SpP(K)
Pulmonologi, Imunologi
2.
Aldise Mareta Nastri, SKM
Mikrobiologi
Perguruan
Unit Organisasi
Depart.
Pulmonologi Div.
lnfeksi RSU. Dr. Soetomo/FKUA
Tinggi
Universitas Airlangga
Lembaga Penyakit Tropis
Universitas Airlangga
3. Pendanaan Penelitian Sumber Dana : Program Risbin lptekdok 2012 Jumlah Dana : Rp. 124.453.500,-
Mengetahui, Ketua LPPM Universitas Airlangga,
Surabaya, 17 Deseinber 2012 Ketua Tim Peneliti,
Dr. Djoko Agus Purwanto, M.Si., Apt
Luh Ade Wilan Krisna, S.Si, M.Ked
NIP: 19590805 198701 1 001
•
NIK. 139111331
iii t
SUSUNANT� PENELnn
Nama Peneliti Utama Nama Lembaga/lnstitusi
Luh Ade Wilan Krisna, S.Si, M.Ked Lembaga Penyakit Tropis Universitas Airlangga
Unit Organisasi Alamat Telepon!HPIFaksimille-mail
Collaborative Research Center - Emerging
and Re-emerging Infectious Disease Wisma Permai VII No.8 Mulyosari Surabaya 60112
(03 1) 5933017/ 081803080246/ e-mail:
[email protected]
B. Peneliti Pertama Nama Nama Lembaga Unit Organisasi
Laksmi Wulandari, dr, SpP(K)
Dr. Soetomo Depart. Pulmonologi Div. Infeksi RSU. Dr. RSU
Soetomo/FKUA Alamat
Telepon!HPIFaksimille-mail
Jl. Ketintang Wiyata ll/25 Surabaya 60231
(031) 8284328 I 08123019591/e-mail:
laksmigts@}yahoo.co.id C.
Peneliti Kedua
Nama
Aldise Mareta Nastri, SKM
Nama Lembaga
Lembaga Penyakit Tropis !Universitas
Unit Organisasi
Tropical Disease Diagnostic Centre
Airlangga (TDDC) Alamat Telepon!HP/Faksim il/ e-mail
Entalsewu RT.04 RW.Ol No. 117, Buduran Sidorujo' (031) 34560969/ 087851306363/ e-mail:
aldise.mareta@}gmail.com
ii •
t
PERJANJIAN KERJASAMA ANTARA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI DAN LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVERSITAS AIRLANGGA TENTANG RISET PEMBINAAN ILMU PENGETAHUAN & TEKNOLOGI KEDOKTERAN (RISBIN IPTEKDOK)
,..
Nomor: HK.06.01/1/1712/2012 Nomor: 230/H3.13/PPd/2012 Pada hari ini
Kamis tanggal
Satu bulan Maret tahun dua ribu duabelas,
. kami yang bertandatangan di bawah ini: 1. dr. Trisa Wahyuni Putri, MKes: Pejabat
Pembuat
Komitmen
Badan
Penelitian
dan
Pengembangan
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI berkedudukan dan berkantor di Jalan Percetakan
Negara Nomor
29
Jakarta
10560,
dalain
hal ini
bertindak dalam jabatannya untuk dan atas nama Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, selanjutnya disebut PIHAK KESATU; 2. Dr. Djoko Agus Purwanto, Apt., M.Si. :
Ketua
Lembaga
Universitas
Penelitian
Airlangga,
dan
berda.sarkan
Pengabdian surat
kepada
Masyarakat
Pendelegasian
dari Rektor
Universitas Airlangga Nomor : 1743/H3 j PPd/2012 tanggal 15 Februari 2012
dalam
Airlangga,
hal
ini
bertindak
berkedudukan
di
untuk
Kampus
dan C
atas
nama
Universitas
Mulyorejo-Surabaya
60115
selanjutnya disebut PIHAK KEDUA; PtHAK KESATU dan PIHAK KEDUA selanjutnya bersama-sama disebut PARA PIHAK, telah sepakat untuk mengadakan Perjanjian Kerjasama antara Badan Penelitian
dan
Pengemba11:g an
Kesehatan
dan
Lembaga
Penelitian
dan
Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Airlangga dengan ketentmin dan syarat-syarat sebagai berikut:
1
•
t
Lampiran Perjanjian Kelja Sarna
Nomor
Tanggal
:
•
HK.06.01/1/1712/2012
: 1 Maret 20 12
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masya rakat Universitas Airlangga , Surabaya No.
1.
Peneliti Luh Ade Wilan - ,. Krlsna. S.SI.. .
M.Ked.
2.
Priyo Budi Purwono, dr.
Judul Penelitian Ekspresi
Anggaran (Rp.}
CD95
dan Apoptosis pada Sel yan g Terinfeksi Virus Influ enza A Subtipe HlNl dan HSNl(Studi In Vitr o}
Studi Analisis Molekuler Genotipe dan Suptipe serta VacCine esca pe Mutant Virus Hepatitis B Pasca Program Imunisasi Anak di Sorong, 'Indonesia
124.453.500,
144.930.000,-
10 •
t
11
KATAPENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga berhasil menyelesaikan laporan penelitian yang
berjudul "Ekspresi CD95 dan Apoptosis pada Sel yang
Terinfeksi Virus Influenza A
Subtipe HlNl dan H5Nl (Studi In Vitro)" tepat waktu. Laporan penelitian ini berisi informasi tentang perbedaan jumlah set pengekspresi CD95 dan apoptosis akibat infeksi
virus influenza subtipe HlNl dan H5Nl
serta hubungan antara
keduanya dengan patogenitas virus influenza. Diharapkan laporan ini dapat memberikan pemahaman mengenai patogenesis virus influenza terkait dengan apoptosis
dan jalur sinyaJ
intraseluler yang diaktifkan oleh infeksi virus tersebut yang sangat penting untuk pengembangan obat antivirus. Kami menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami selaJu mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun.
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan laporan penelitian ini dari awal sampai akhir. Semoga dapat bermanfaat bagi kita semua.
Surabaya, 5 Desember 2012
•
iv t
EKSPRESI CD95
DAN APOPTOSIS PADA SEL YANG TERINFEKSI VIRUS INFLUENZA A SUBTIPE HlNl DAN HSNl (STUDI IN VITRO) Abstrak
Pada kebanyakan penyakit infeksi oleh virus, respon imun merupakan hasil interaksi
antara antigen
dengan
sel-sel
imunokompeten,
termasuk
mediator
yang
dihasilkan. lnfeksi virus influenza mempengaruhi jumlah ekspresi antigen Fas pada sel yang terinfeksi, dan antigen Fas berperan dalam apoptosis melalui jalur ekstrinsik. Apoptosis memainkan peran penting dalam pengembangan respons kekebalan tubuh dan juga dalam patogenesis banyak penyakit menular termasuk yang disebabkan oleh virus influenza. Studi ini mendiskusikan tentang perbedaan jumlah sel pengekspresi CD95 dan
apoptosis akibat infeksi virus influenza subtipe HINI dan HSNI serta hubungan antara keduanya dengan patogenitas virus, untuk menjelaskan peran patogenesis virus influenza terkait dengan apoptosis dan jalur sinyal intraseluler yang diaktifkan oleh infeksi virus influenza dalam upaya pengembangan obat antivirus dan terapi efektif lainnya. Studi observasional analitik. Jumlah ekspresi CD95 diukur pada 50 sampel sel Madin-Darby Canine Kidney (MDCK) yang terinfeksi virus MDCK yang terinfeksi virus imunoperoksidase.
Jumlah
HlNI, dan pada 30 sampel sel
HSNI. Sel positif berwarna coklat dengan pewarnaan
sel
yang
mengalami
apoptosis
diidentifikasi
dengan
menggunakan TUNEL assay. Pemeriksaan mikroskopik dari hasil pew amaan imunoperoksidase dan TUNEL assay menunjukkan ada perbedaan jurnlah ekspresi CD95 dan apoptosis yang signifikan
pada sel yang terinfeksi virus HSNI bila dibandingkan dengan pada virus H I NI, dimana jumlah ekspresi CD95 dan apoptosis pada sel yang terinfeksi virus HSNI lebih banyak dari pada sel yang terinfeksi virus
H I Nt. Dan terdapat korelasi positif antara peningkatan
jumlah sel yang mengekspresikan CD95 dan jumlah sel yang mengalami apoptosis. CD95 berperan dalam memicu terjadinya apoptosis pada sel yang terinfeksi virus influenza, dengan jumlah ekspresi CD95 dan kejadian apoptosis ditemukan lebih banyak pada sel yang terinfeksi virus Kata Kunci:
HSN 1.
H5Nl, HlNl, Apoptosis, CD95
v •
DAFfAR ISI Hal I.
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah
1 3 3 3 3 3 3 3
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum 1.3.2 Tujuan Khusus 1.4 Manfaat 1.4.1 Manfaat Teoritis 1.4 .2 Manfaat Prak:tis II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Definisi 2.2 Epidemiologi 2.3 Etiologi 2.4 Struktur dan Komposisi Virus 2.5 Struktur Hemaglutinin 2.6 Struktur Ne uraminidase 2. 7 Fungsi Protein Virus Influenza Lainnya 2.8 Patogenesis 2.9 Apoptosis 2.10 Penyebab Apoptosis 2. 1 1 Morfologi 2.12 Mekanisme Terjadinya Apoptosis 2.13 Proses Biokimiawi
4 4 6 6 7 9 9 10 14 14 16 19 20
III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis penelitian 3.2 Rancangan Penelitian 3.3 Populasi, Besar Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel 3.4 Teknik Pengambilan Sampel 3.5 Titrasi Virus 3.6.1 Variabel Penelitian 3.6.2 Definisi Operasional 3.6.3 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.7 Rancangan Analisis Data
21 21 22 23 23 23 23 25 26
I V. HASIL PENELITIAN 4. 1 Data Penelitian 4.2 Analisis Data dan Hasil Penelitian
27 34
·
49
V. PEMBAHASAN
vi •
t
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 6.2 Saran
53 53
UCAPAN TERIMA KASm
54
DAFTARPU STAKA
55
LAMPIRAN
57
vii •
DAFfAR GAMBAR Gamba r I. Struktur virus infl uenza s eca ra dua dim ensi
8
Gamba r2. M ek anism ek erja HAdan NA
I0
Gam bar 3. Pa to g enesis g ejala dan t anda i nfeksi vi rus influ enza
13
Gam bar 4.1. P ertumbuha n s el M OCK ya ng terinfeksi virus H lN I 2 dpi
27
Gam bar 4.2. P ertumbuhan s el MOCK yang t eri nf eksi virus H5NI 2 dpi
27
Gambar 4.3. Apoptosis posi tif (ko ntr ol posi tit) pada s el M O CK
28
Gambar 4.4. Apoptosis negatif pada s el M O CK
28
Gamba r 4.5. Apoptosis pos itifpada s el M OCK yang teri nf eksi v irus HlNl
29
Gamba r 4.6 . Apoptosis positifpada s el MDCK yang terinfeksi vi rus HSNI
30
Gambar 4.7. Gamba ra n ekspr esi CD95 posi tif (ko nt rol positi t) pada s el MDCK
31
Gambar 4.8. Gam ba ra n ekspresi CD95 negatif pada· ·s el M O CK
31
Gam bar 4.9. Gam baran eksp resi CD95 positifpada s el terin feksi virus H lN l
32
Gam bar 4.10. Gamba ra n ekspr esi CD95 posi tif pada s el teri nfeksi virus H5N1
33
Gambar 4. 11 Gra fik scatter korelasi posi ti fCD95-Apoptosis pada HSNI
45
Gamba r4.12 Gra fik scatter kor elasi posi tif CD95-Apop tosis pada H1N l
48
Gambar6.I. Asam amino tu ngga lya ng bermu tasi pada NS 1 H5N 1
51
Gamba r6.2. Ja lu r si nyal apop tosis rnelal ui CD95 (Fas)
52
v iii •
t
DAFTAR TABEL
Tabel4.l Tabel data H l N l Tabel 4.2.Tabel statistik r era ta dan Tabel 4.3.
34
simpa ngan baku Hl N l
36
Tab el data H5Nl
Tabel 4.4. Tabel statistik rerata dan
36
simpa nga n baku H5Nl
38
P erba ndi ngan pengar uh p erbedaan titer (TCIDso) b erdasa rkan evaluasi CPE, ekspresi CD95, dan apop tosis
Tabel4.5.
ix •
,
39
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Defmisi Influenza adalah suatu penyakit infeksi akut saluran pemafasan yang disebabkan oleh virus
influenza, terutama ditandai oleh demam, menggigil, sakit otot, sak.it kepala dan sering disertai pilek, sakit tenggorokan dan batuk non produktif yang disebabkan oleh virus influenza. Lama sakit berlangsung antara
2-7 hari dan biasanya sembuh sendiri.l ,3 �
Influenza Like lllness (ILl) adalah demam dengan temperatur demam sebelumnya disertai dengan
37,8° C atau riwayat
2 dari 4 gejala klinis yaitu batuk, sakit kepala, mialgia
dan sakit tenggorok:an yang terjadi dengan onset yang akut dalam
48-72 jam.18
2.2 Epidemiologi Influenza terdapat di seluruh dunia dan penyakit ini mempunyai pola musiman, di wilayah berrnusim empat terjadi pada musim dingin, dan wilayah tropis terjadi pada musim hujan. Penyakit ini dapat menjalar dengan cepat di lingkungan masyarakat terutama tempat tinggal penduduk yang padat. Walaupun ringan penyakit ini tetap berbahaya untuk mereka yang berusia sangat muda
dan orang dewasa dengan fungsi kardiopulmoner yang terbatas.
Juga pasien yang berusia lanjut dengan penyakit ginjal kronik atau gangguan metabolik endokrin dapat meninggal akibat penyakit yang dikenal tidak berbahaya Salah satu 9 2° komplikasi yang serius adalah pneumonia bakterial. 1 . Virus influenza cepat sekali berrnutasi untuk berkembang biak
dan menghasilkan strain
strain baru terus menerus, sekalipun masih termasuk subtipe semula. Proses ini kita temukan baik pada virus influenza tipe A maupun influenza tipe B. Orang yang telah mempunyai antibodi terhadap strain tertentu, biasanya masih mempunyai antibodi terhadap strain yang lain sekalipun hanya parsial, asalkan masih termasuk subtipe yang sama. Ini yang
menyebabkan
Kejadian
Luar
Biasa
(KLB)
influenza
tidak
begitu
ditakuti
dibandingk:an pandemi influenza. Apabila muncul subtipe yang barn (misalnya H5Nl) maka dikhawatirkan bisa menjadi pandemi dengan angka mortalitas tinggi oleh karena belum adanya imunitas terhadap subtipe baru tersebut.
21,22
4 •
,
Wahab yang besar biasanya disebabkan oleh virus influenza tipe A oleh k.arena sifat perubaban antigennya. Pada abad ke 20 terjadi beberapa kali wabab influenza. Yang paling hebat adalab tahun 1918 disebut Spanish influenza, yang memakan korban 20-40jutajiwa. S�telah itu berturut-turut Asian flu tahun 1957, Hong kongflu tahun 1968 dan Russian flu tahun 1977.1,2 Pada tahun 1997,2003 dan 2004 terjadi
wabah
flu burung (avian influenza)
akibat virus influenza A H5N 1. Wabah ini mengakibatkan kematian pada unggas di berbagai negara di dunia dan juga mengakibatkan banyak
kasus
kematian yang fatal pada
manusia yang tertular, meskipun penularan dari manusia ke manusia masih belum terjadi. Yang terakhir teijadi adalah pandemi influenza akibat virus influenza A H1Nl, yang lebih dikenal dengan flu Mexico. Wabah ini telah mengenai paling sedikt 43 negara �i dunia dan tercatat mengenai 12.149 orang dengan angka kematian sebanyak 49 orang. Epidemi influenza A biasanya terjadi mendadak, puncaknya sekitar 2-3 minggu, umumnya berlangsung 2-3 bulan dan sering berhenti mendadak. Wabah influenza B tidak begitu berat. Antigen
H
dan N influenza B lebih stabil dan wabahnya sering terjadi pada
anak
sekolah dan anggota militer. Influenza C nampaknya hanya menimbulkan infeksi subklinis, kadar antibodinya
fuggi pada populasi umum. 24,25
Di Amerika Serikat, infeksi virus influenza mengakibatkan angka rawat inap terkait dengan influenza sampai dengan 226.000 kasus dan angka kematian terkait dengan influenza sebanyak 36.000 kasus setiap tahunnya. Infeksi virus influenza juga diperkirakan mengakibatkan pengeluaran biaya medis sebanyak 1 sampai 3 miliar dolar AS dan pengeluaran biaya akibat penurunan produktifitas kerja antara 10 sampai dengan 15 miliar dolar AS setiap tahunnya. Jika terdapat keadaan pandemi, biaya yang dikeluarkan bahkan dapat mencapai 71 sampai dengan 167 miliar dolar AS setiap tahun. 1•3 Sebagian besar penderita influenza yang mengalami kematian adalah penderita yang berusia
>
65 tahun dan kebanyakan meninggal akibat komplikasi pneumonia. Di Amerika
Serikat, jumlah kasus kematian yang terkait dengan infeksi virus influenza diperkirakan akan semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan kelompok usia lansia Sebagai tambahan, sebagian besar kasus kematian yang dilaporkan diakibatkan oleh infeksi influenza A H3N2. 1•3 Resiko akan mengalami rawat inap biasanya lebih tinggi pada penderita influnenza yang berusia
>
65 tahun, anak-anak dan penderita yang mempunyai penyakit komorbid lain
seperti diabetes, gagal jantung, Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), pasien dengan 5 •
kondisi imunodefisiensi dan menderita penyakit malignansi. Dari sek:itar 200.000 kasus rawat inap setiap tahunnya diperk:irakan bahwa
±
57% diaotaran ya adalah penderita
dengao usia diatas 6 5 tahun. I,2
2.3. Etiologi Pada
saat ini dikenal 3 tipe virus influenza yakni A, 8 dan C. Ketiga tipe ini dapat
dibedakan dengao
complement fiXation test. Tipe A merupakao virus penyebab influenza
yang bersifat epidemik. Tipe 8 biasanya hanya menyebabkan penyakit yang lebih ringan daripada tipe A dan kadang-kadang saja sampai mengakibatkan epidemi. Tipe C adalah tipe yang diragukan sifat patogenisitasnya terhadap manusia, mungkin hanya � enyebabkan gangguan ringan saja. Virus penyebab infl uenza merupakan
suatu Orthomyxovirus
golongan RNA dan berdasarkan narnanya jelas bahwa virus ini mempunyai afi:nitas untuk 26 27 myxo atau musin. •
2.4 Struktur dan komposisi virus
·
Virus influenza terg olong ke dalam famili Orthomyxoviridae
dan terdiri dari 3 tipe yaitu
influenza A, B dan C. Perbedaan tipe tersebut didasarkan atas perbedaan karakteristik antigenik dari protein Nukl eoProtein (NP) dan matriks (M) pada virion virus ini. Influenza A selanjutnya dibagi atas berbagai subtipe sesuai dengan antigen permukaan Hemaglutinin (H) dan Neuraminidase (N). Selain itu juga dilakukan penamaan strain virus influenza A berdasarkan tempat asal ditemukannya virus, nomor isolasi
dan tahun diisolasi. Sebagai
contoh adalah influenza A/Hiroshima/52/2005 (H3N2). •.2s Sampai saat ini virus influenza A dikenal mempunyai 16 subtipe H dan 9 subtipe N yang mana hanya subtipe HI, H2, H3, Nl dan N2 yang diketahui sebagai penyebab beberapa pandemi influenza di dunia. Influenza B dan C juga mempunyai struktur yang hampir mirip dengan influenza A, namun antigen Hdan N dari kedua tipe virus influenza ini tidak dibagi lagi atas pembagian subtipe sebab variasi pada antigen H dan N jarang dijumpai pada tipe B dan bahkan tidak pemah teljadi pada virus influenza C.1 Karena infeksi virus influenza
A
dan B sangat sering dijumpai pada manusia, maka
penelitian tentang kedua tipe tersebut berkembang dengan sangat pesat. Influenza A dan B mempunyai morfologi bentuk yang sama. Virion virus berbentuk partikel sferis yang ireguler dengan diameter sekitar 8 0-120 nm, serta terbungkus oleh suatu lapisan selubung
6 •
,
yang tersusun oleh zat lipid yang merupakan tempat munculnya antigen permuk:aan H dan N.
1,26.27
Genom
virus influenza A dan B terdiri dari 8 segmen yang dibungkus oleh protein
nukleokapsid membentuk struktur Ribonukleoprotein peranan dalam proses sintesis protein
(RNP). Setiap gen akan memegang
virus, yaitu polymerase Bl (PBJ), polymerase B2
(PB2), polymerase A (PA), hemag u / tinin (HA), nukleocapsidprotein (NP), neuraminidase (NA), matrix protein (M) yang terdiri dari 2 jenis yaitu Ml dan M2 (hanya pada virus influenza A), dan yang terakhir non structuralprotein
(NS). Perbedaan antara influenza A
dan B terletak pada komponen protein M2 yang hanya dijumpai pada influenza A dan tidak didapati pada influenza B. Untuk influenza
C hanya dididapati 7 segmen genom pengkode
sintesis protein dengan tidak dijumpainya genom penghasil neuraminidase di permukaan 26.27
virion.
Virus influenza diselubungi oleh suatu lapisan lipid yang terdiri dari 2 lapisan. glikoprotein virus yaitu HA dan NA terlekat pada selubung selubung tersebut didapati juga protein
Dua
virus tersebut. Pada lapisan
M2 yang berfungsi sebagai ion channel pump untuk
stabilitas pH di dalam endosom. Struktur protein M1 terletak di bawah selubung dan berfungsi sebagai protein struktural dan membantu pemindahan RNP pada saat teijadi proses replikasi virus.
26
Virus influenza relatif tahan pada suhu
0-40 C selama berminggu-minggu tanpa kehilangan
daya hidup. Virus menjadi tidak infeksius pada suhu atau derivat alkohol.
-200 C dan
rusak hila terkena eter
25
2.5 Struktur bemaglutinin Protein HA virus influenza telah dipelajari secara rinci oleh karena peranannya yang sangat penting dalam hal patogenesis influenza. Apalagi ternyata segmen ini sering mengalami mutasi spontan yang dapat mengakibatkan teijadinya pandemi dan endemi influenza yang baru.J
7 •
,
1Jir;.l?�me .'OW�
r5titll1cof0brf-::nnt��i_\ �
Swiss
Nuclear export protein (NEP)
Gambar. 1. Struktur virus influenza secara dua dimensi 29 Hemaglutinin merupakan suatu glikoprotein yang mempunyai berat molekul 76.000 kDa
dan terletak pada lapisan selubung virus influenza berbentuk seperti jonjot-jonjot
shaped). E.
Hemaglutinin terdiri dari
5
lokasi antigenik yaitu muJai dari titik A, B,
Fungsi utama dari titik ini adalah sebagai reseptor yang berikatan dengan
(rod
C, D,
dan
sialic acid dari
sel yang menjadi target infeksi virus influenza, dalam upaya untuk rnernulai proses fusi partikel virus via membran sel tersebut?6.27 Hernaglutinin terdiri dari
2
sub unit yaitu
HA1
dan HA2 yang terikat erat oleh suatu
jembatan disulfida. HA dari virus influenza avian, kuda dan babi mempunyai spesifisitas terhadap reseptor
a(2,3)-linkage sialic acid,
spesifik terhadap reseptor
sedangkan HA dari virus influenza rnanusia
a(2, 6)-/inkage sialic acid
Reseptor
a(2, 3 )-linkage sialic acid
diternukan pada mukosa saluran nafas avian, kuda dan mamalia laut tertentu, sedangkan reseptor
a(2,6)-linkage sialic acid
didapati pada mukosa saluran nafas manusia. Secara
khusus, pada sel mukosa trakea babi dapat dijumpai adanya kedua jenis reseptor tersebut, sehingga babi merupakan satu-satunya hewan yang dapat teijangkit baik oleh virus influenza manusia maupun virus influenza non
manusia.28
Protein HA cenderung mengalami perubahan sebagai akibat mutasi gen penyandi sintesis protein, padahal protein
HA
merupakan faktor penentu utama bagi sistem imunitas
8 •
,
manusia untuk mengenali antigen influenza dan memproduksi antibodi spesifik terbadap infeksi
virus influenza.
Akibat perubaban pada
HA maka sel imun tidak akan dapat
mengenali virus influenza yang menginfeksi manusia atau dengan suatu strain
kata lain akan muncul
virus influenza baru yang berbeda virulensinya dibandingkan yang sebelumnya
dimana
hal ini akan mempermudah teljadinya endemi atau pandemi influenza yang barn
karena
proses
imunitas tubuh baik alamiah maupun buatan (imunisasi) yang sudah ada
sebelumnya menjadi tidak berguna sebagai proteksi terbadap influenza.
26•27.28
2.6 Struktur neuraminidase Neuraminidase, sama halnya dengan HA, merupakan suatu protein antigenik yang terdapat pada permukaan virion virus influenza. NA berbetuk seperti jamur dengan struktur tetramer
dan
mempunyai
berat
melepaskan hubungan antara
molekul
220.000
kDa.
Neuraminidase
berfungsi
sialic acid dengan reseptomya di protein HA, sehingga
memungkinkan pelepasan partikel virus barn keluar
dari sel yang terinfeksi dan dapat
bergerak bebas menginfeksi sel-sel lainnya (gambar 2). Neuraminidase mempunyai 2 buah titik antigenik yang berperan penting dalam struktur molekulnya.27 Derajat virulensi virus influenza ditentukan juga oleh kemampuan NA untuk melepaskan ikatan
sialic acid dari HA. Spesifitas NA dalam melisis ikatan HA dengan sialic acid
tergantung dari urutan rangkaian asam amino yang membentuk titik antigeniknya. Sebagai contoh, NA dari virus influenza avian N2 tidak dapat melepaskan ikatan antara HA dengan
a(2, 6)-/inkage sialic acid, sedangkan NA dari virus influenza manusia N2 dapat melisis 26 ikatan tersebut. 2.7 Fungsi protein virus influenza lainnya Selain kedua protein permukaan
HA dan NA, virus influenza masih memiliki 5 jenis
protein lain yang tidak kalah penting fungsinya. Protein
M2 berperan penting terutama
pada saat proses replikasi virus intra sel yaitu pada saat tahapan pelepasan selubung virus. Saat virion telah memasuki endosom,
M2 ion pump channel akan beketja memasukkan ion
ke dalam partikel yang mengakibatkan penurunan pH dan selanjutnya menginduksi terbukanya protein M l
dan terlepasnya materi RNP virus memasuki inti sel inang untuk
proses replikasi dan sintesis protein virus. Aktivitas inhibisi dari obat antiviral amantadin
dari protein M2 ini merupakan target
dan rimantadin.1,2,2s
9 •
,
Gbr. 2. Mekanisme kerja Hemagutinin dan Neuraminidase5 Protein Jain yang non struktural yaitu NS 1 dan NS2 diketahui mempunyai peran khusus dalam proses transp_ort RNA viral dari virion ke nukleus dan memfasilitasi transport
RNP
yang baru dari nuldeus ke sitoplasma dalam fase replikasi virus.26 P A, PB 1 dan PB2 merupakan segmen genom yang berperan dalam sintesis kompleks enzim polimerase virus influenza. Enzirn polimerase berguna untuk proses transkripsi, translasi dan replikasi virus pada sel inang. Nukleoprotein (NP) merupakan protein yang membungkus materi RNA menjadi suatu ribonukleoprotein. 28 2.8 Patogenesis Ketika
membicarakan tentang patogenesis infeksi virus influenza, maka tidak akan terlepas
dari tinjauan aspek virologinya mengingat sifat virus influenza yang khas terutama dalam hal perubahan genetik. Untuk mempermudah maka pembahasan dapat dibagi atas dua bagian besar yaitu faktor viral dan faktor pejamu.
28
Virus influenza mempunyai protein permukaan HA yang mempunyai spesifisitas terhadap sel yang mengandung reseptor a (2, 6) linkage sialic acid. Akan tetapi mutasi pada gen virus menyebabkan virus influenza yang biasanya dijumpai pada binatang seperti burung, babi, kuda ataupun mamalia taut dapat menginfeksi manusia. Oiduga mutasi teijadi pada titik antigenik HA, yang memungkinkan HA menjadi dapat melekat pada 2 jenis reseptor sialic acid yang berbeda yaitu a (2,3) dan a (2,6). Hal ini dijumpai pada kasus infeksi virus 10 •
,
influenza A H5Nl avian pada manusia dan pada saat pandemi flu Spanyol 1918 yang diakibatkan oleh H1N1 avian?9-32 Namun perbedaan diantara keduanya adalah
transmisi
manusia ke manusia pada H5N1
belumlah dijumpai, sedangkan pada H1N1 (1918) hal tersebut terjadi dan menjadi penyebab terjadinya pandemi flu Spanyol pada tahun 1918. Taunberger menemukan
dkk
(2005)
terdapat perbedaan sekuensi gen polimerase PB 1, PB2 dan PA antara
bahwa
H IN1 1918 dengan virus H5Nl yang mengakibatkan perbedaan urutan asam amino pada RNA
polimerase keduanya. Perbedaan inilah yang diduga sebagai penyebab mengapa
transmisi antara manusia pada H5Nl belum terjadi. Hal
ini
dikon:firmasi oleh Hatta (2007)
yang mendapati bahwa substitusi asam amino pada PB2 mempunyai efek peningkatan adaptasi pada manusia, peningkatan virulensinya, dan adaptasi kemampuan replikasi pada temperatur di saluran nafas .28,29 Selain dari kemampuan untuk berikatan dengan reseptor sialic acid spesifik pada epitel kolumnar saluran nafas, virulensi juga ditentukan oleh derajat replikasi, kemampuan virus .
influenza untuk menginduksi reaksi inflamasi dan mekanisme kemampuan virus untuk menghindari aktivitas sistem imunitas tubuh manusia.28 Replikasi virus ditandai dengan lepasnya ikatan protein virus dengan sel epitel saluran nafas dan beredamya partikel virus influenza bam, baik ke sel yang berada didekatnya atau akan dibatukkan ke udara bebas. Lepasnya ikatan dengan protein virus membutuhkan suatu enzim protease yang dihasilkan oleh set epitel saluran nafas. Melalui proses mutasi tertentu, virus influenza yang mempunyai derajat virulensi tinggi mempunyai kemampuan untuk melakukan replikasi tanpa adanya protease. Fenomena ini diamati terjadi pada pada virus influenza A HlNI (1918) dan influenza A H5Nl . Meskipun masih kontroversial, namun diduga hal ini merupakan jawaban sementara terhadap fakta didapatinya RNA virus influenza A H5N l di luar saluran nafas, yaitu di saluran cema dan di darah . 28 Faktor viral load juga dianggap mempunyai peranan penting dalam menentukan derajat kefatalan akibat infeksi virus influenza. Menno (2006) pada penelitiannya terhadap pasien penderita infeksi infuenza A H5Nl di Vietnam mendapatkan bahwa pada kasus infeksi yang fatal didapati viral load yang tinggi pada faring penderita dan juga didapati RNA virus di rektum dan darah penderita, hipersitokinemia (IL 10, IL 6 dan IFN a), dan jumlah limfosit T yang sedikit di darah.30
11 •
,
Walaupun infeksi influenza telah cukup sering diteliti,
namun
pola inflamasi dan regulasi
sistem imun pada pasien influenza masih belum dapat dimengerti sepenuhnya. lnfeksi influenza pada saluran nafas akan segera diikuti dengan produksi sitokin pro inflamasi yang bersifat kemoreaktan menarik sel-sel imun menuju ke lokasi infeksi di saluran nafas dan semakin memperberat inflamasi yang terpenting diantaranya adalah
ada
Sitokin yang
mempunyai peranan
Tumor Necrotizing Factor (TNF) a/�, Interleukin (IL)-6,
Interferon (INF) a/y, IL-8 dan Macrophage Inhibitory Factor (MIF)- 12. Sitokin-sitokin akan berinteraksi dengan
ini
organum vascu/osum of the lamina terminalis (OVLT) untuk
membentuk PGE2. Hal ini akan meningkatkan
set point thermoregulator hipotalamus dan
mengakibatkan tetjadinya demam. Sitokin-sitokin ini juga akan memprovo�i timbulnya gejala tambahan lain baik lokal respiratorik maupun sistemik (gambar influenza seperti A HlNl
3). Beberapa subtipe
(1918) dan A H5Nl mempunyai kemampuan yang sangat poten
dalam menginduksi sitokin pro inflamasi (terutama
TNF a) melalui perangsangan produk
antigen genom NS 1 . Gen NS 1 juga mampu menekan ketja interferon tubuh yang merupakan zat anti replikasi virus yang dihasilkan oleh tubuh manusia
27•28
Produksi sitokin ini sendiri diawali oleh proses apoptosis, baik yang bersifat alamiah (sebagai respon pertahanan tubuh untuk membatasi proses replikasi virus), maupun apoptosis yang diinduk:si akibat infeksi virus influenza tersebut. Kematian dan kerusakan sel-sel tersebut akan memicu pelepasan sitokin pro inflamasi inflamasi lokal dan sistemik.
dan timbulnya reaksi
28
Penyebaran virus influenza terjadi melalui
droplet infection dimana virus dapat tertanam
pada membran mukosa yang melapisi saluran nafas atau langsung memasuld alveoli, tergantung dari ukuran partik:el (droplet). Virus yang tertan am pada membran mukosa akan terpapar dengan mukoprotein yang mengandung
sialic acid yang dapat berikatan dengan
alpha 2, 6 sialioligosakarida yang berasal dari membran sel dimana residu sialic acid yang dapat berikatan dengan residu galaktosa melalui ikatan 2,6
linkage. Adanya perbedaan
pada reseptor yang terdapat pada membran mukosa merupakan penyebab mengapa
avian influenza tidak dapat mengadakan replikasi
secara
efisien
pada
manusia.
Mukoprotein yang mengandung reseptor ini akan mengikat virus sehingga perlekatan dengan
sel epitel
saluran
nafas dapat dicegah. Tetapi
virus mengandung
virus
virus
protein
neuramidase pada permuk:aannya yang dapat memecah ikatan tersebut. Virus selanjutnya akan melekat pada epitel permukaan saluran nafas untuk kemudian bereplikasi di dalam sel
12
tersebut. Replikasi
virus teijadi selama 4-6 jam sehingga dalam waktu singkat virus dapat
menyebar ke sel-sel didekatnya. Masa inkubasi
virus 18 jam sampai 4
hari, lokasi utama
dari infeksi yaitu pada sel-sel kolumnar yang bersilia Sel-sel yang terinfeksi akan membengkak dan intinya disintegrasi dan hilangnya silia selanjutnya akan terbentuk badan inklusi.
26.27,2s
lnftuenz.a viruses NaaalepiCheliallay.r
alamus
Fever, sleepinns, anontxia, myalgia, headache
Gbr.
3. Patogenesis gejala dan tanda akibat infeksi virus influenza 29
Beberapa penelitian menunjukkan tingginya koinsidensi antara infeksi virus influenza dengan infeksi pnewnonia bakterial. Temyata kerusakan dari sel epitel saluran nafas dan gangguan pergerakan silia merupakan faktor predisposisi untuk tetjadinya infeksi bakterial. Omar (1998) menemukan bahwa sel epitel columnar yang terinfeksi influenza mempunyai peningkatan kemampuan perlekatan terhadap bakteri Stafilokokus aureus.29 �30 Bahkan Zambon (200 1) mendapatkan bahwa koinfeksi bakteri akan memperkuat proses pelepasan
HA melalui mekanisme tidak langsung. Mekanisme yang pertama adalah protease dari bakteri akan membantu memperkuat efek protease seluler dalam proses pelepasan basil replikasi.Mekanisme yang kedua, diduga beberapa enzim bakteri seperti streptokinase atau sfafilokinase membantu proses aktivasi beberapa sub tipe virus. Disebutkan juga bahwa infeksi virus influenza dapat memperlemah respon imunitas makrofag terhadap infeksi bakten. 31-34 .
13 •
2.9. Apoptosis Apoptosis pertama diidentifikasikan sebagai bentuk kematian sel berdasarkan kepada morfologinya Penelitian mengenai insiden biokomiawi dan dari peranannya dalam mengontrol sel ditentukan kontrol
secara
genetik merupakan prediksi
genetik dan alamiah sehingga
genetik dan mekanisme biokimia dari apoptosis menjadi lebih dimengerti dalam
perkembangan dan strategi terapi yang mengatur kejadian dalam proses penyakit. Kenyataany n a bahwa apoptosis teijadi
1,2,3
pada tumor bukan hal yang baru. Lebih
dari
20
tahun yang lalu telah ditegaskan bahwa apoptosis telah banyak dilaporkan pada kehilangan sel secara spontan yang dikenal dari penelitian-penelitian kinetik yang teijadi pada tumor, dan hal ini telah jelas bahwa secara luas mengetahui tumor dalam menetapkan dengan baik pengobatan radiasi, khemoterapi sitositis, pemanasan dan hormonal. Walaupun demikian, selama bertahun-tahun yang lalu, pengertian terdepan pada pengontrolan apoptosis di level molekuler telah meluas dibahas secara bermakna dalam potensial onkologi dan telah melampaui jauh melengkapi suatu penjelasan mekanik dari penghapusan sel tumor. Khususnya, penem�an bahwa apoptosis dapat diatur oleh produk proto-oncogen dan tumor supresosgen p53 telah membukajalan untuk penelitian masa depan. Usulan
bahwa apoptosis adalah suatu fenomena yang berlainan terhadap perbedaan
fundamental dari degeneratif kematian sel atau nekrosis berdasarkan pada morfologi, 4
biokimia, dan insiden.
Dalam tiga dekade teakhir ini, dua bentuk sel mati berbeda secara mendasar, apoptosis dan nekrosis. Telah didefmisikan dalam istilah morfologi, biokimia dan insidennya. Dalam keadaan normal, sel-sel tubuh dapat memberikan respon atau adaptasi terhadap lingkungannya. Bila aktivitas yang dilakukan sel tersebut meningkat, atau stimulus yang diterimanya meningkat, maka untuk mencapai keseimbangan dalarn merespon hal tersebut, sel akan mengalamj hipertropi? Sebaliknya hila stimulus berkurang atau tetjadi penurunan aktivitas sel, maka sel tersebut akan mengalami atrofi.2•3
2.10. Penyebab Apoptosis Apoptosis adalah suatu proses kematian sel yang terprogram, diatur secara genetik, bersifat aktif, ditandai dengan adanya kondensasi chromatin, fragmentasi sel dan pagositosis sel 2. 3 tersebut oleh sel tetangganya. Kresno dalam tulisannya, apoptosis adalah kematian sel tet:program yang merupakan proses penting dalam pengaturan homeostasis normal, proses
14 •
,
ini menghasilkan keseimbangan dalam jumlah sel jaringan tertentu melalui eliminasi sel
yang rusak dan proliferasi fisiologis dan dengan demik.ian memelihara agar fungsi jaringan normal. Deregulasi apoptosis mengakibatkan keadaan patologis, termasuk proliferasi sel secara tidak terkontrol seperti dijumpai pada kanker. Ada berbagai bukti yang menyatakan kontrol apoptosis dikaitkan dengan gen yang mengatur berlangsungnya siklus sel, diantaranya gen p53, Rb, Myc, E l A
dan keluarga Bcl-2. Gangguan regulasi dan proJiferasi
sel baik akibat aktivitas onkogen dominan maupun inaktivasi tumor suppressor genes ada hubungannya dengan kontrol apoptosis. Beberapa jenis virus onkologik melaksanakan proses transformasi sel dengan
cara
mengganggu fungsi apoptosis dalam sel., misalnya
SV 40, herpes dan adenovirus, polioma maupun virus Epstein Barr (EBV).
6
Dalam literatur lain menyebutkan apoptosis merupakan suatu bentuk kematian sel yang didesain untuk menghilangkan sel-sel host yang tidak diinginkan melalui aktivasi serangkaian peristiwa yang terprogram secara internal melalui
serangkaian
produk gen.
Adapun terjadinya penyebab diatas sebagai berikut: A. Selama pro�es perkembangan B. Sebagai suatu mekanisme homeostatik untuk memelihara sel di jaringan. C. Sebagai suatu mekanisme pertahanan seperti reaksi imun D. Apabila sel-sel dihancurkan oleh penyakit atau agent-agent yang berbahaya. E. Proses Penuaan. Faktor-faktor yang bertanggung jawab dari serangkaian peristiwa apoptosis baik fisiologis, adaptif, maupun patologis adalah: A.
Kerusakan sel yang terprogram selama embriogenesis termasuk organogenesis,
involusi
perkembangan dan metamorfosis yang
implantasi, tidak selalu
didefmisikan secara fungsional sebagai kematian sel yang terprogram, Oleh ahli Embriologi terminologi ini sering digunakan. B. Proses involusi yang tergantung hormon pada orang dewasa seperti penurunan set endometrium selama siklus menstruasi, atresia folikuler ovarium pada menopause, regresi payudara setelah menyapih dan atropi prostat setelah katrasi. C. Delesi sel pada populasi sel-sel yang berproliferasi seperti epitel kripta usus (intestinum). D. Kernatian sel pada tumor paling sering selama regresi tapi juga pada tumor dengan pertumbuhan sel yang
aktif.
E. Kematian netropil selama respon respon inflamasi akut.
15 ,
F. Kematian sel-sel imun baik: limfosit B & T, setelah deflesi sitokin, seiring dengan delesi sel-sel T autoreaktif pada timus yang sedang berkembang.
G. Kematian sel yang diinduksi oleh sel-sel T Sitotoksik, seperti pada penolakan imum seluler.
H. Atropi patologis pada organ parenkim setelah obtruksi duktus, seperti yang terjadi di pankreas, kelenjer parotis
& ginjal.
L Lesi sel pada penyakit virus tertentu, misalnya pada hepatitis
virus, dimana sel-sel
yang mengalami apoptosis dihepar yang dikenal sebagai badan Councilman J. Kematian sel akibat berbagai stimulus lesi yang mampu menyebabkan nekrosis,
kecuali hila diberik:an dosis rendah, contohnya panas, radiasi, obat-obat anti kanker sitotoksik: & hipoksia dapat menyebabkan apoptosis jika kerusakan ringan, tapi dosis besar dengan stimulus yang sama menyebabkan kematian sel nekrotik.
2
2.1 1 . Morfologi A Pengerutan sel
Sel berukuran lebih kecil , sitoplasmanya padat, meskipun organella masih normal tetapi tampak padat. B. Kondensasi Kromatin (piknotik) Ini gambaran apoptosis yang paling khas. Kromatin mengalami agregasi diperifer dibawah selaput dinding inti menjadi massa padat yang terbatas dalam berbagai bentuk dan ukuran. Intinya sendiri dapat pecah membentuk 2 fragmen atau lebih ( karyorhexis)
C. Pembentukan tonjolan sitoplasma dan apoptosis. Sel apoptotik mula-mula menunjukkan mengalami
fragmentasi menjadi
'"blebbing' permukaan yang luas kemudian
sejumlah badan apoptosis yang berikatan dengan
membran yang disusun oleh sitoplasma dan organella padat atau tanpa fragmen inti.
D. Fagositosis badan Apoptosis Badan apoptosis ini akan difagotosis oleh sel-sel sehat disekitarnya, baik sel-sel parenkim maupun makropag. Badan apoptosis dapat didegradasi di dalam lisosom dan sel-sel yang berdekatan bermigrasi atau berproliferasi untuk menggantikan ruangan sebelumnya diisi oleh sel apoptosis yang hilang.
2
16
.Karak:teristik: apoptosis mempengaruhi sel tunggal yang terpencar tidak ada kelompok sel yang bergabung. Pada nekrosis pengenalan lebih awal perubahan morfologi adalah tersusun padat (kompak) dan agregasi kromatin inti, dengan terbentuk gambaran yang jelas, masa granular yang seragam dengan jelas menjadi kecil membungkus inti dan pemadatan sitoplasma. Kelanjutan pemadatan itu didampingi oleh lilitan (kekusutan) gambaran baru inti dan sel ini diilruti oleh pemecahan inti kedalam fragmen berlainan yang dikelilingi oleh lapisan pembungkus double (gambar 2) dan tunas sel secara keseluruhan (gambar 3 & 4) menghasilkan apoptosis bodies yang dikelilingi membran (gambar 5), sedangkan yang lain kekurangan komponen inti. Sebagai tambahan, tingkatanlluas dari inti dan tunas seluler bervariasi dari tipe sel, sering secara relative dibatasi pada sel-sel kecil dengan rasio inti sitoplasma yang tinggi seperti limfosit. Organel sitoplasma terbentuk pada apoptosis bodies yang baru tetap terpelihara dengan baik. (gambar 4 & 5). Apoptotic bodies yang muncul di jaringan secara cepat diserap (ingested) oleh sel di dekatnya dan dihancurkan oleh sel lisosomnya (gambar 6). Tidak ada hubungan inflamasi _
dengan adanya fagosit khusus dalam jaringan seperti terjadi dengan nekrosis dan tipe sel yang beragam dari sel tetangga, termasuk sel epitel ( gambar 6 ) yang berpartisipasi dalam sipatnya. Pada tumor-tumor, sel-sel neoplastis yang viabel biasanya terlibat adalah makrofak sekitarnya. Akan tetapi bentukan apoptotic bodies pada kultur sel kebanyakan hilang oleh fogositosis dan bahkan degenerasi. Awal kejadian seluler dalam apoptosis diselesaikan dengan cepat dengan hanya beberapa menit berlalu antara perjalanan proses dan pembentukan suatu kelompok apoptosic bodies. Oleh karena itu tunas-tunas sel dan garis besar yang kusut jarang diamati pada potongan jaringan. Ukuran kecil dari apoptosis
bodies membuat mereka secara relatif tak dikenal dangan mikroskop cahaya (gambar 7). Setelah fagositosis, pencemaan mereka lengkap dalam beberapa jam. Kenyataan ini telah melahirkan pikiran kapan apoptosis dapat ditentukan secara histologi.
17 •
,
Perbedaan antara apoptosis dan nekrosis dengan tegas terlihat pada penelitian dengan mikroskop elektron (gambar 1) dan secara praktis, dua proses dapat dikenali dengan memakai mikroskop cahaya Pemadatan kromatin inti teijadi pada stadium awal
nekrosis, tetapi kromatin tidak secara radikal terdistribusi kembali, sebagai mana
dalam apoptosis, dan sudut gumpalan kromatin cenderung irregular dan terlihat dengan jelas (gambar 8). Sebagai tambahan, inti sel nekrotik 6
tidak pemah terpisah menjadi
berlainan, membran disertai fragmen-fragmen. Nekrosis berlanjut sampai kromatin menghilang. Sitoplasma sel nekrotik menjadi pembengkakan yang mencolok, plasma dan membran organella secara progresif disintegrasi (gambar 8). Walaupun ini konfigurasi sel secara keseluruhan cenderung diawetkan sampai dipin�an oleh fagosit mononuklear. Keterlibatan kelompok sel berdekatan dan adanya suatu eksudat inflamasi biasanya didapatkan tambahan konfirmasi bukti-bukti kategorisasi kematian sel yang ada disekitarnya sebagai nekrosis. Dalam tumor, seperti fokus-fokus dari nekrosis cenderung terlokasi di pusat noduJ, sedangkan sel- sel individual yang 4
berlangsung ap�ptosis diamati pada jaringan tumor viabel (gambar 7).
Pada penelitian histologi, pada jaringan yang dicat dengan hematoxylin-eosin, apoptosis melibatkan sel tunggal dan kelompok sel kecil, sel-sel apoptosis tampak sebagai massa bulat atau oval dari sitoplasma eosinopilik yang terlibat dengan :fragmen kromatin inti yang padat. Karena penyusutan dan pembentukan sel dari badan
apoptosis berlangsung cepat dan :fragmennya cepat dipagositosis, dirusak 7 atau dilepas ke dalam lumen,
apoptosis pada jaringan dapat terjadi sebelum kelihatan jelas pada
pemeriksaan histologis.
Sebagai tambahan, proses apoptosis berlawanan dengan
nekrosis karena apoptosis tidak menimbulkan inflamasi sehingga lebih sulit untuk .2
dideteksi secara histologis
2.12. Mekanisme Terjadinya Apoptosis Dengan memerik:sa kondisi dimana apoptosis terjadi, dapat disimpulkan bahwa apoptosis dapat diaktifkan oleh beberapa sinyal yang mencetuskan kematian, berkisar dari kurangnya faktor atau hormon pertumbuhan, . sampai interak:si Ligand -reseptor positif dan agent agent Iesi spesifik �ebagai tambahan ada koordinasi tapi sering pula ada hubungan yang berlawanan antara pertumbuhan sel dan apoptosis sebenamya. A. Peran aktivitas Mekanisme terjadinya apopotosis untuk tiap sel berbeda-beda. Aktivasi mekanisme apoptosis untuk tiap sel tertentu disebabkan oleh aktivitas yang berbeda-beda pula.
B. Kadar ion kalsium Apabila terjadi aktivitas stimulus terhadap sel dan aktivitas apoptosis , akan terjadi ++
++
peningkatan kadar ion Ca
didalam inti sel. Ion Ca
ini mengaktifkan enzim Kalsium
dependen
Nuklease
dari
Nuklear
Indo
yang
terdiri
Endonoklease
,
Protease
Transglutaminase. 13 C. Reseptor Makrofag. Proses Fagositosis terhadap apoptotic bodies atau sel lain ditentukan oleh reseptor yang ada di permukaan makrofag atau sel
fagosit tersebut:
mengandung viktonektin reseptor, suatu beta netropil.
D. Regulasi genetik
contoh sel makrofag yang
3 integrin, memudahkan fagositas apoptotic
Beberapa gen hila distimulasi akan menyehahkan apoptosis, seperti Heta shock protein dan proto onk:ogen. Tetapi stimulasi gen ini tidak berhuhungan langsung dengan proses mulainya apoptosis.
2.13. Proses Biokimiawi Fragmentasi inti DNA yang cepat dan utama
teratur sudah sejak lama dianggap pertanda
dari apoptosis. Peruhahan hiokimia yang utama adalah terjadinya double strand
break dari DNA. Terhentuknya fragmen gen yang terdiri dari 180-200 pasang hasa. Pragment ini dengan pemeriksaan agoroze gel elektroforesis dapat diketahui. Sitogenetik proteinase seperti interleukin I B memproduksi
peruhahan
yang
converting enzyme (ICE) dan granzime B t�rlihat dalam bermakna
dari
sel
pada
apoptosis,
sedangkan
tranglutaminase jaringan yang teraktivasi pada akhir apoptosis menghasilkan huhungan silang yang erat dari protein suplasmalemal, yang mencegah pelepasan enzim intraseluler yang herpotensi merusak hadan apoptotic sebelum difagosit. Fagositosis yang cepat dari hadan apoptotik oleh sel yang berdekatan ini nampaknya tergantung pada peruhahan kimiawi yang spesifik dalam hadan apoptotic. Pengaturan genetik
dari apoptosis sampai
saat ini helum dapat dijelaskan secara lengkap. Gen yang sudah diketahui berhuhungan dengan pengaturan p-53 dan bcl-2. Pada nekrosis, degradasi DNA terdiri dari 300-500 kilo pasangan basa. Degradasi ini diketahui disebahkan oleh enzyme endonuklease, yang aktif hila kadar ion Ca
++
dan Mg
++
++
men.ingkat, dan dihamhat hila kadar Zn
meningkat.
Ringkasnya peruhahan kimia pada apoptosis dimulai dengan aktifnya Ca++
enzymes yaitu endonuclease, protease dan tranglutaminase.
14
dependent
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dimana pengumpulan data tanpa melakukan intervensi atau
subyek penelitian, yang kemudian
perlakuan pada
dilakukan analisis basil antar variabel yang diteliti. Rancangan penelitian yang digunak.an adalah cross sectional dengan pada suatu saat
cara
pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus
(point time approach). Sehingga tiap subyek penelitian hanya diobservasi
sekali saja dan pengukuran dilak.ukan terhadap status variabel subyek pada saat penelitian. Subyek penelitian adalah penderita influenza, dan sebagai obyek penelitian adalah virus influenza A subtipe H I N I dan H5Nl. Sampel yang digunak.an memiliki kriteria inklusi yang meliputi
Influenza Like llness (ILl), tipe virus influenza dan subtipe virus influenza.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat jumlah ekspresi CD95 dan jumlah apoptosis pada sel yang terinfeksi virus influenza A subtipe H l N I dibandingkan dengan pada sel yang terinfeksi virus influenza A subtipe H5Nl. Dilak.ukan pemeriksaan imunositok:imia untuk mengetahui jumlah sel yang mengekspresikan CD95, dan pemeriksaan fragmentasi DNA untuk mengetahui jumlah sel yang mengalami apoptosis pada sel yang terinfeksi virus influenza A subtipe H l N l dan H5Nl.
3.2 Rancangan Penelitiao Rancangan penelitian ini menggunak.an
cross sectional dengan dua populasi
dimana variabel dari masing - masing populasi diobservasi sekaligus pada waktu yang sama. Oleh sebab itu rancangan penelitian dapat digambarkan sebagai berikut : Isolat penderita influenza
Subtipe H5N 1
Subtipe HINI
Virus subtipe HSNI dan H l N l yang digunakan telah dikarakterisasi genotipe dan titer virusnya dengan menentukan TCID5o. Dibagi menjadi 2 kelompok, masing - masing
21
kelompok
diamati jumlah sel yang
mengekspresik:an CD95
dengan pemerik:saan
immunositokimia, sedangkan sel yang mengalami apoptosis diamati dengan fragmentasi DNA.
3.3 Populasi, Besar Sampel, dan Tekoik Pengambilan Sampel Populasi adalah isolat virus influenza A subtipe H J N I dan HSNJ yang tersimpan di Lembaga Penyakit Tropis Universitas Airlangga Surabaya dan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Jakarta pada periode tahun 2007 - 20 1 1 . Besar sampel yang digunakan untuk penelitian ini diambil dari isolat sampel influenza subtipe H1N1 dan H5Nl yang diperiksa di laboratorium BSL 3 dan laboratorium CRC-ERID Lembaga Penyakit Tropis Universitas Airlangga Surabaya pada periode tahun
2007 - 2011. Berdasarkan Lwanga dan Lemeshow (1991) besar sampel dapat ditentukan dengan
rumus
sebagai berikut
2 (Z1-o�2
n=
+ z�-�l-
:12
(o)2
(u, - U?ll 2 (Z1-a12 + z��p). (12,4)2
=
(45,9 - 35,9)2 2 (1,96
=
+
1,28). {12,4)2
(45,9 - 35,9)2 2 (3,24) (153,76) {100) =
9,963 ::: 10
dimana, n
=
a
= level ofsignificance
�
=
besar sampel
power oftest
Z1� = nilai pada distribusi normal standar yang sama dengan tingkat kemaknaan (untuk a = 0,05 adalah 1,96)
Z1.tJ
= nilai pada distribusi normal standar yang sama dengan
kuasa
(power) sebesar diinginkan (untuk B = 0, I 0 adalah 1 ,28) J.lJ
=
rata - rata ke1ompok infeksi virus influenza A(H l N l ) = 45,9 (berdasarkan penelitian Morris, 2001 )IJ
22 •
J.L2
=
rata - rata kelompok infeksi virus influenza A(H5N1 )
=
35,9 '(berdasarkan
penelitian Morris, 2001)13 u
=
standar deviasi = 1 2,4 (berdasarkan penelitian Morris, 2001)13
Sehingga, sampel yang digunakan untuk penelitian ini sebanyak 10 isolat sampel influenza A subtipe H l N l dan 1 0 isolat sampel influenza A subtipe H5Nl.
3.4 Teknik Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik pengambilan sampel secara acak sederhana (simple random sampling) berdasarkan kriteria inklusi yaitu tipe virus influenza, subtipe virus influenza, dan titer virus dimana setiap unit dari populasi , mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai sampel.
3.5 Titrasi Virus Sebelum digunakan untuk menginfeksi sel MDCK, stok virus influenza dititrasi terlebih dahulu untuk menentukan TCID5o. Isolat virus diencerkan dari
10·1 - 10·7
pada tabung
efendrof dengan menambahkan 0,1 cc isolat virus dengan 0,9 cc media penumbuh DMEM. Suspensi virus yang telah diencerkan sebanyak 50 J..Ll dimasukkan ke dalam sumur lempeng mikrotiter 96 sumur, dimulai dari yang tidak diencerkan hingga pengenceran 10·7• Masing masing pengenceran diulang sebanyak lima kali (suspensi virus dengan pengenceran yang sama pada satu baris). Selanjutnya ditambahkan media penwnbuh DMEM sebanyak 50 J..Ll pada swnur yang sudah diisi suspensi virus, kemudian ditarnbahkan sel MDCK sebanyak 50 J.Ll yang kurang lebih mengandung 5 x l 04 sel per sumur. Lempeng mikrotiter kemudian ditutup dengan polistiren, lalu diinkubasikan selama 72-96 jam pada suhu 37°C. Pengamatan dilakukan setelah
akhir
masa inkubasi dan TCID50 dikalkulasi menurut Reed & Muench
(1938).
3.6 Variabel Peoelitiao dan Defioisi Operasional 3.6.1 Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini yaitu virus influenza A subtipe HINI, virus influenza A subtipe H5N l, sel yang mengekspresikan CD95,
dan sel
yang mengalami apoptosis.
3.6.2 Definisi Operasiooal L
Virus influenza A subtipe H l N l yang menginfeksi manusia ditegakkan berdasarkan kriteria klinis berupa gejala Influenza Like Ilness (ILJ) yaitu demam dengan suhu > 38°C,
23 ,
ba� pilek, nyeri otot dan nyeri tenggorok. Gejala lain yang mungkin menyertai adalah sakit kepala, sesak napas, nyeri sendi, mual, muntah dan diare. Pada anak gejala klinis dapat terjadi
fatique. Ditambah salah satu keadaan di bawah ini:
a. Dalam 7 hari sebelum sakit, ada kontak dengan kasus konfirmasi flu A(H IN 1 ) yang barn. b. Dalam 7 hari sebelurn sakit, pernah berkunjung ke area yang terdapat satu atau lebih kasus konfirmasi Flu A(HINI) yang barn. c. Probabel adalah seseorang dengan gejala di atas disertai dengan hasil pemeriksaan laboratorium positif terhadap Influenza A tetapi tidak dapat diketahui subtipenya dengan menggunakan
reagen influenza musiman, atau seseorang yang ' meninggal
karena penyakit infeksi saluran pemapasan akut yang tidak diketahui penyebabnya dan berhubungaan secara epiderniologi (kontak dalam 7 hari sebelum onset) dengan kasus probabel atau konfirmasi. Konfirmasi adalah seseorang dengan gejala di atas sudah dikonfirrnasi laboratorium (Hl N l ) dengan pemeriksaan satu atau lebih tes di bawah ini: •
•
•
Real time PCR. Kultur virus. Peningkatan 4 kali antibodi dengan netralisasi tes.14
2. Virus influenza A subtipe H5Nl yang menginfeksi rnanusia ditegakkan berdasarkan kriteria klinis berupa gejala infeksi saluran pernafasan akut, disertai gejala
Like Hness (ILl) yaitu demam dengan suhu
>
Influenza
38°C, batuk, pilek, nyeri otot dan nyeri
tenggorok. Gejala lain yang mungkin menyertai adalah pneumonia, sakit kepala, sesak napas, nyeri sendi, mual, muntah dan diare. Ditambah salah satu keadaan di bawah ini: a.
Dalam 7 hari sebelum sakit, ada kontak dengan kasus konfmnasi flu A(H5N 1) yang baru.
d. Dalam 7 hari sebelum sakit, pernah berkunjung ke area yang terdapat satu atau lebih kasus konfmnasi Flu A(H5N l ) yang baru. e. Probabel adalah seseorang dengan gejala di atas disertai dengan hasil pemeriksaan laboratorium positif terhadap Influenza A tetapi tidak dapat diketahui subtipenya dengan menggunakan karena
penyakit
reagen influenza musiman, atau seseorang yang meninggal
infeksi
saluran
24
pemapasan
akut
yang
tidak
diketahui
penyebabnya dan berhubungaan
secara
epidemiologi (kontak dalam 7 hari
sebelum onset) dengan kasus probabel atau konfirmasi. Konfirmasi adalah seseorang dengan gejala di atas sudah dikonfirmasi laboratorium
(H5Nl) dengan pemeriksaan satu atau lebih tes di bawah ini: •
Real time PCR.
•
Kultur virus.
•
Peningkatan 4 kali antibodi dengan netralisasi tes.14
3.
Sel
yang
rnengekspresikan
mengekspresikan rnenggunakan
ligan
CD95
diperiksa
adalah
dengan
penilaian teknik
jumlah
sel
irnunositokirnia
yang dengan
antibody monoclonal CD95/Fas Ab-3. Perhitungan dilakukan secara
visual dengan memakai rnikroskop cahaya pernbesaran 400X, warna coklat nyata pada sitoplasma rnenunjukkan
garnbaran ekspresi ligan pada permukaan sel
pengekspresi CD95. Skor e�spresi dihitung dari persentase sel positif terwarnai per sepuluh lapang pandang terhadap setiap 1 00 sel MDCK.
4.
Sel yang mengalarni apoptosis adalah penilaian jurnlah sel yang dicirikan dengan adanya fragrnentasi DNA yang diperiksa dengan ApopTag Plus Peroxidase In Situ Apoptosis Detection Kit (S7 1 0 1 )
Detection kit. Pengamatan dan perhitungan
persentase jurnlah sel yang rnengalarni apoptosis dilakukan dengan rnikroskop cahaya dihitung pada 1 00 sel MDCK per 1 0 Iapang pandang. Sel yang mengalarni
apoptosis akan berwama coklat. Sedangkan sel yang negatif akan menyerap wama hijau sesuai dengan
counterstain yang digunakan yaitu methyl green.
3.6.3 Lokasi dan Waktu Penelitian Sarnpel penelitian berupa isolat virus influenza A subtipe H I N I dan H5Nl yang tersimpan di Lembaga Penyakit Tropis Universitas Airlangga Surabaya periode tahun 2006 - 201 1 . Penelitian diagnostik dari sampel dengan
pulasan
imunositokimia,
swab, pemeriksaan sel pengekspresi CD95
pemeriksaan
apoptosis dengan
fragmentasi
DNA
dilakukan di Laboratorium BSL-3 dan Laboratorium CRC-ERID Lembaga Penyakit Tropis Universitas Airlangga
Surabaya.
Sedangkan untuk
pemeriksaan struktur sel yang
mengalami apoptosis dengan menggunakan mikroskop elektron Mikroskopi Elektron Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
25 •
dilakukan
di Unit
3.7 Rancangan Analisis Data Data basil penelitian dianalisis dengan statistik deskriptif untuk mengetahui gambaran karakteristik variabel, uji homogenitas untuk mengetahui variansi antar kelompok, uji normalitas distribusi untuk mengetahui data yang diperoleh berasal dari populasi normal. Uji T untuk mengetahui beda antar variabel penelitian dengan tingkat kemaknaan 0.05%. 12
UNIVERSITAS AIRLANGGA LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT Kampus C Mulyorejo Surabaya 60115 Tclp. (031) 5995246, 5995247, 5995248 Fax. (031) 5962066 Website : bttp:Jilppm.unair.ac.id Email :
[email protected] •
KOMISI ETIKA PENELITIAN KETERANGAN KELAIKAN ETIK (ETHICAL CLEARANCE) Nomor : 2-1 66/H3.1 3/PPd/20 12 Panitia Kelaikan Etik Penelitian Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat rancangan Universitas Airlangga, setelah mempelajari dan mengkaji secara seksama penelitian yang diusulkan, maka dengan ini menyatakan bahwa proposal yang be�udul :
"Ekspresi CD95 dan Apoptosis Pada Sel yang Terinfeksi Virus Influenza A Subtipe H 1 N 1 dan H5N1 (Studi in Vitro)"
Peneliti Utama Unit/Lab. Tempat Penelitian
:
Luh Ade Wilan Krisna, S.Si., M.Ked. Lembaga Penyakit Tro pis Universitas Airlangga Surabaya
DINYATAKAN LAIK ETIK
13 Pebruari 2012 NAIR
. . Astika, Apt. NIP. 19430524 197302 1 001 f
•
BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1. Data Penelitian Hasil pengumpulan sampel yang diperoleh berdasarkan laporan hasil surveilans influenza
di Institute of Tropical Disease
Universitas Airlangga
Surabaya, dengan dasar perhitungan besar sampel, diperoleh sebanyak
80
sampel
untuk diteliti.
Gambar 4. 1. Gambaran pertumbuhan sel MOCK yang terinfeksi virus H l N l
2 days post infection (dpi), perbesaran 400X.
Gambar 4.2. Gambaran pertumbuhan sel MOCK yang terinfeksi virus H5N 1 2
days post infection
(dpi), perbesaran 400X.
27 •
Pemeriksaan terhadap jumlah sel MDCK yang terinfeksi virus HlNl dan virus H5Nl yang mengalami apoptosis setelah pengecatan TUNEL
assay menggunakan
S7101 Apoptag Plus Peroxidase In Situ Apoptosis Detection Kit dilakukan dengan cara mengamati dan menghitung sel apoptosis per sepuluh lapang pandang dengan
pembesaran 400X pada rnikroskop Olympus tipe CX4 1 . Berdasarkan Lipponen et al
( 1 994),
kuadrat
apoptotic index
dari
(AI) dihitung
dari jumlah
sel apoptosis tiap milimeter
sel MDCK yang diamati atau persentase jumlah sel MDCK yang
mengalarni apoptosis. Sel yang mengalami apoptosis akan berwarna coklat, sedangkan sel yang lain akan menyerap warna hijau sesuai dengan yang digunakan yaitu
counterstain
methyl green.
Garnbar 4.3. Garnbaran apoptosis positif (kontrol positif) pada set MOCK yang terinfeksi virus, perbesaran 400X. Keterangan garnbar tanda panah, sel yang rnengalami apoptosis dengan pewarnaan TUNEL assay.
Garnbar 4.4. Gambaran apoptosis negatif pada sel MOCK yang terinfeksi virus, perbesaran 400X.
28 •
Gambar 4.5. Gambaran apoptosis positif pada sel MDCK yang terinfeksi virus H1N1, perbesaran 400X. Keterangan gambar, A. sel yang mengalami apoptosis
30%; B. sel yang mengalami apoptosis 50%; C. sel yang mengalami apoptosis
70%; D. sel yang mengalami apoptosis 90% dengan pewarnaan TUNEL assay.
29 t
Gambar 4.6. Gambaran apoptosis positif pada sel MOCK yang terinfeksi virus HSN l , perbesaran 400X. Keterangan garnbar, A. sel yang mengalami apoptosis 30%; B. sel yang rnengalami apoptosis 50%; C. sel yang rnengalarni apoptosis 70%; D. sel yang mengalami apoptosis 90% dengan pewamaan TUNEL assay.
Pemeriksaan terhadap jumlah sel pengekspresi CD95 pada Pemeriksaan terhadap jumlah sel MOCK yang terinfeksi virus H I N t dan virus H 5 N I dengan pengecatan irnunositokirnia
menggunakan
antibody
monoclonal
CD95/Fas
Ab-3.
Penghitungan jumlah sel pengekspresi CD95 dilakukan secara visual dengan memakai mikroskop cahaya pembesaran 40X, wama coklat nyata pada membran sel menunjukkan gambaran ekspresi ligan pada permukaan sel pengekspresi CD95. Skor ekspresi dihitung dari persentase sel positif terwarnai per sepuluh satuan lapang pandang terhadap seluruh sel MOCK.
30 •