Laporan Akhir Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
Direktorat Pengembangan Wilayah Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS 2009
Laporan Akhir
K OORDINASI DAN K ERJASAMA P ERENCANAAN P ENGEMBANGAN W ILAYAH
PENGARAH Ir. Max H. Pohan, CES, MA
PENANGGUNG JAWAB Ir. Arifin Rudiyanto M.Sc, Ph.D
TIM PENYUSUN Drs. Sumedi Andono Mulyo, MA, Ph.D Awan Setiawan, SE, MM, ME Uke Mohammad Hussein, S.Si. MPP Supriyadi, S.Si, MTP Rudi Alfian, SE Yudianto, ST, MT, MPP Agung Widodo, SP, MIDEC Fidelia Silvana, SP, M.Int.Econ & F Anang Budi Gunawan, SE Ika Retna Wulandary, ST TIM PENDUKUNG Anna Astuti Eni Arni Sapto Mulyono Tri Supriyana Setya Rusdianto Selenia Ediyani P.
Komentar, saran dan kritik dapat disampaikan ke : Direktorat Pengembangan Wilayah Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) Jl. Taman Suropati No. 2 Jakarta Pusat 10310 Telp/Fax. (021) 3193 4195
KATA PENGANTAR
Penerapan penganggaran berbasis kinerja ditujukan untuk mendukung perbaikan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan sumber daya dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan hasil yang diharapkan. Kegiatan koordinasi dan kerjasama perencanaan pengembangan wilayah bertujuan untuk Meningkatkan dan memantapkan komunikasi dalam proses perencanaan pembangunan wilayah dengan stakeholder terkait ditingkat pusat dan daerah, Memantapkan koordinasi antara Pusat dan Daerah dalam pelaksanaan pembangunan wilayah, Mendapatkan data dan informasi akurat dari stakeholder terkait yang dapat mendukung pelaksanaan pembangunan wilayah, Mengembangkan konsultasi dan diskusi yang lebih efektif antara stakeholder terkait dengan perencanaan dan pelaksana pembangunan wilayah ditingkat pusat dan daerah. Dari kegiatan koordinasi ini, diharapkan dapat diperoleh rekomendasi untuk penyusunan kebijakan dan program, khususnya yang terkait dengan pengembangan wilayah, pada tahun-tahun selanjutnya. Namun, seperti kata pepatah “tidak ada gading yang tak retak”, tentu laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan komentar, masukan, saran dan kritik yang membangun dalam laporan akhir ini. Akhir kata kami mengucapkan terima kasih kepada mitra kerja, baik di pusat maupun daerah, serta pihak-pihak terkait lainnya yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini. Semoga laporan ini bermanfaat.
Jakarta, Desember 2009
Direktorat Pengembangan Wilayah
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
1.1
Latar Belakang
1
1.2
Tujuan
6
1.3
Sasaran
7
1.4
Keluaran
7
1.5 1.6
Ruang Lingkup Sistematika Penulisan
8
BAB 2
LANDASAN TEORI
10
2.1
Definisi Koordinasi
10
2.2
Keterkaitan antara Perencanaan, Manajemen, dan Koordinasi
11
2.3
Koordinasi dalam Perencanaan Pembangunan Nasional
20
BAB 3
METODOLOGI
23
3.1
Kerangka Pemikiran
23
3.2
Teknik Pelaksanaan
24
3.3
Kegiatan-Kegiatan Yang Dikoordinasikan
25
BAB 4
Rencana Kerja
27
4.1
Rencana Kerja
27
4.2
Struktur Organisasi/Tim Pelaksana
29
4.3
Jadwal dan Penugasan Personil
29
8
iii
BAB 5
Pelaksanaan Kegiatan dan Pembahasan
30
5.1
Koordinasi dengan Mitra Kerja K/L (Bakosurtanal)
31
5.2
Koordinasi Kegiatan-kegiatan Direktorat Pengembangan Wilayah
41
5.3
Koordinasi dan Integrasi program Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW)l
5.4
48
Koordinasi Kegiatan Harmonisasi Kebijakan dan Informasi dalam Pelaksanaan Kerjasama Riset Analyzing Pathways to Sustainability in Indonesia ( APSI )
59
5.5
Temu Konsultasi Bappenas – Bappeda Provinsi
65
5.6
Koordinasi Kegiatan Prakarsa Strategis Pengembangan Pulau Dalam Rangka Penyusunan Buku III RKP 2010 dan RPJMN 20102014 Berdimensi Kewilayahan
5.7
Koordinasi Kegiatan Capacity Building for Regional Development Policy Formulation (DSF)
BAB 6
71 75
Kesimpulan
iv
1 PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025, memberikan
arah pembangunan jangka panjang tahun 2005-2025 khususnya dalam rangka mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan adalah melalui pengembangan wilayah. Pelaksanaan pengembangan wilayah tersebut dilakukan secara terencana dan terintegrasi dengan semua rencana pembangunan sektor dan bidang. Rencana pembangunan dijabarkan dan disinkronkan ke dalam rencana tata ruang yang konsisten, baik materi maupun jangka waktunya. Penekanan secara khusus terhadap pendekatan regional dalam rencana pembangunan juga termuat dalam rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) tahap I (2004-2009). Tahapan dan skala prioritas dalam RPJM Tahap II (2010-2014) adalah meningkatnya kualitas perencanaan tata ruang serta konsistensi pemanfaatan ruang dengan mengintegrasikannya ke dalam dokumen perencanaan pembangunan terkait dan penegakan peraturan dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang. Seperti yang tercantum dalam UU 26/2007 tentang penataan ruang, bahwa tata ruang disusun berdasar pola terpadu melalui pendekatan wilayah dengan memperhatikan sifat lingkungan alam dan lingkungan sosial. Diharapkan bahwa diantara masyarakat dan lingkungan terjadi interaksi yang serasi, selaras dan seimbang, diimplementasikan dalam pengembangan kegiatan di semua sektor secara terpadu. Pada prinsipnya pengembangan wilayah dengan pendekatan regional selayaknya merupakan kesatuan konsepsi strategi pengembangan wilayah yang tidak terlepas dari konsepsi NKRI. Di mana konsepsi tersebut mampu menjamin efektifitas dan efisiensi pengelolaan sumber daya lokal. Lebih jauh, strategi dan pelaksanaan
prioritas
dalam
pengembangan
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
wilayah
diharapkan
mampu
1
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
memberikan dampak multiplier terhadap kawasan sekitarnya serta menjamin keberlanjutan arah pembangunan (sustainability development). Pendekatan pengembangan wilayah, prinsisp-prinsip dari dimensi-dimensi spasial menjadi suatu syarat penting yang perlu dipahami. Pada dasarnya terdapat 2 dimensi spasial penting yang perlu dipahami yaitu: (1) local specificity, yang merujuk pada pengertian bahwa setiap lokasi dalam suatu ruang pasti mempunyai kekhasan. Kekhasan ini bisa diartikan sebagai kekhasan alamiah seperti kandungan sumberdaya, dan bisa diartikan pula sebagai kekhasan buatan seperti wilayah sentra produksi kerajinan, wilayah sentra bisnis dan sebagainya, dan (2) spatial
interaction, yang merujuk pada pengertian bahwa harus terjadi interaksi antara wilayah-wilayah dengan local specificity agar bisa meningkatkan efisiensi dan keberlanjutan pembangunan dari masing-masing wilayah yang terlibat. Sedangkan konsep pembangunan wilayah pada intinya mempunyai lima arah. Pertama, menciptakan suasana atau iklim usaha yang memungkinkan berkembangnya potensi masyarakat di berbagai wilayah. Kedua, meningkatkan akses masyarakat terhadap sumber-sumber kemajuan ekonomi seperti modal, teknologi, informasi, lapangan kerja dan pasar. Ketiga, menciptakan kebersamaan dan kemitraan antara yang sudah maju dengan yang belum berkembang. Keempat, memperkuat kerjasama antar daerah dengan memperhatikan keterkaitan pembangunan lintas wilayah dan lintas sektor. Kelima, mempercepat pembangunan wilayah-wilayah tertinggal dan wilayah perbatasan. Sejak diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan UU N0 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Daerah dan yang telah dirubah menjadi UU No. 32/2004 dan UU No. 33/2004, telah terjadi perubahan dalam pola hubungan antara pusat dan daerah. Sebelum diberlakukannya undangundang tersebut, pola hubungan masih bersifat sentralistik yang ditandai oleh ketatnya
kontrol
pusat
atas
daerah,
seperti
dalam
alokasi
pembiayaan
pembangunan dan terbatasnya kewenangan daerah. Implementasi otonomi daerah melalui payung undang-undang tersebut telah memberikan keleluasan bagi daerah, sehingga pola hubungan saat ini dibangun dalam konteks desentralisasi.
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
2
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
Pergeseran pola hubungan tersebut membuka peluang bagi pusat maupun daerah untuk memperoleh manfaat yang lebih besar. Secara teoritis, manfaat yang diterima dari desentralisasi antara lain: (i) mengurangi bertumpuknya pekerjaan di pusat, (ii) dalam menghadapi masalah mendesak dan membutuhkan tindakan cepat daerah tidak perlu menunggu instruksi dari pusat, (iii) mengurangi biaya birokrasi, dan (iv) dari segi psikologi, desentralisasi memberikan kepuasan bagi daerah 1 . Pada akhirnya, penerapan otonomi daerah diharapkan mencapai tujuan berupa efisiensi penyediaan sarana dan prasarana serta pelayanan kepada masyarakat sesuai kapasitas pemerintah daerah dan keinginan masyarakat dimasing-masing daerah, peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang
semakin
baik,
pengembangan
kehidupan
demokrasi,
keadilan
dan
pemerataan, serta pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah dalam rangka menjaga keutuhan negara kesatuan. Namun demikian, untuk mengambil manfaat dari implementasi otonomi daerah tidaklah mudah. Pergeseran pola hubungan pusat dan daerah telah berdampak antara lain pada koordinasi dan kerjasama perencanaan pengembangan wilayah, terutama dalam konteks koordinasi dan kerjasama pembangunan sektoral dan daerah. Dengan pembagian kewenangan yang jelas koordinasi dan kerjasama seharusnya lebih mudah dilaksanakan. Pada kenyataannya antara sektoral dan daerah belum mengoptimalkan koordinasi pembangunan secara menyeluruh. Pada tataran sistem, pelaksanaan otonomi daerah membawa perubahan yang cukup signifikan terutama berhubungan dengan kerjasama antarpelaku pembangunan,
pengambilan
keputusan
dalam
perencanaan,
pelaksanaan,
pengendalian, dan pengawasan pembangunan. Aspek-aspek itu sebelumnya sangat ditentukan oleh lembaga eksekutif dan lebih terfokus pada pendekatan sektoral yang terpusat sehingga pemerintah daerah kurang mendapat kesempatan untuk mengembangkan kapasitas dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat secara optimal. Di samping itu pembangunan sektoral yang terpusat cenderung kurang memperhatikan keragaman kondisi sosial ekonomi daerah yang selanjutnya telah mengakibatkan ketergantungan pemerintah daerah 1
Josef Riwu Kaho, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 1991, hal 12-13.
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
3
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
kepada pemerintah pusat, lemahnya pertanggungjawaban kinerja pemerintah daerah kepada masyarakat. Pada tataran kelembagaan, saat ini mekanisme perencanaan pembangunan dipandang kurang efektif dalam menjembatani koordinasi pembangunan sektoral dan daerah. Berbagai program pembangunan yang dalam berbagai dokumen perencanaan pembangunan seringkali tidak sesuai dengan rencana pembiayaan pembangunan baik RAPBN maupun RAPBD. Masalah ini menyiratkan lemahnya koordinasi dan kerjasama antar lembaga perencanaan, baik pusat maupun di daerah dengan para pelaku pembangunan. Selain itu, masalah kelembagaan yang muncul adalah kurangnya komunikasi antar pelaku pembangunan, baik antar pemerintah pusat dengan pemerintah daerah maupun antar pemerintah daerah dengan masyarakat madani dan sektor swasta. Pada tataran operasional, berbagai program pembangunan sektoral dan daerah seringkali boros, tidak mencapai sasaran, dan tidak memberikan manfaat yang optimal. Selain ketidakjelasan pada tataran sistem dan kelembagaan, permasalahan ini juga bersumber dari penyimpangan akibat sikap mental yang masih lemah. Dalam
pemanfaatan
sumber
daya
alam
di
sektor
kehutanan
dan
pertambangan, misalnya, masih terdapat tumpang tindih pengaturan yang menunjukkan lemahnya koordinasi antarsektor maupun sektoral dengan daerah. Padahal kerjasama yang melibatkan stakeholders terkait dibawah koordinasi yang terpadu akan menghasilkan nilai tambah yang lebih besar. Selain itu, banyak pemerintah daerah saat ini berusaha mengoptimalkan sumber daya yang dimilikinya untuk memajukan daerahnya. Tetapi tidak jarang peran-peran yang dimainkan oleh daerah dilakukan tanpa koordinasi dengan daerah lain atau dengan pusat. Eksternalitas ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah tidak jarang diabaikan, sehingga membuka peluang untuk terjadinya konflik antar daerah maupun dengan pusat. Eksklusifitas daerah semacam ini akan menimbulkan ketidakefisienan pembangunan, sehingga sebenarnya diperlukan kerjasama pembangunan sektoral dan daerah.
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
4
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
Konsekuensi lain dari otonomi daerah adalah ketidakserasian perkembangan setiap daerah yang disebabkan oleh perbedaan dalam penguasaan sumber daya. Ketimpangan antar daerah yang ada, akan semakin memperparah keadaan. Dalam konteks penyelesaian persoalan ini, koordinasi
dan kerjasama perencanaan
pengembangan wilayah dalam upaya untuk mengoptimalkan proses pelaksanaan pembangunan sektoral dan daerah akan menciptakan keserasian pembangunan. Fenomena-fenomena tersebut menjadi isu krusial yang sepantasnya mendapat perhatian secara serius untuk mencapai tujuan pembangunan nasional. Masih banyak isu-isu strategis dalam konteks koordinasi sektoral dan daerah. Oleh karenanya
untuk
meletakkan
isu-isu
tersebut
dalam
kerangka
koordinasi
pembangunan sektoral dan daerah diperlukan kajian yang mendalam. Hal ini didasarkan oleh pertimbangan sebagai berikut:
Pertama, pembangunan pada masa lalu sarat dengan sentralisme karena semua otoritas pembangunan berada di tangan dan diatur sepenuhnya oleh pemerintah pusat. Saat ini sebagian otoritas tersebut telah didelegasikan kepada dan berada di tangan pemerintah daerah. Delegasi otoritas yang dimaksud lebih diarahkan dalam kerangka burden-sharing dengan tetap mengacu pada semangat negara kesatuan. Dengan demikian, apapun yang dilakukan oleh pusat (sektoral) maupun daerah adalah kerangka kerjasama yang saling melengkapi untuk menciptakan nilai tambah yang lebih besar.
Kedua,
disadari
bahwa
kelembagaan
koordinasi
dan
kerjasama
pengembangan wilayah dalam upaya meningkatkan pembangunan sektoral dan daerah memiliki urgensi yang tinggi, akan tetapi koordinasi dan kerjasama pembangunan sektoral dan daerah yang dijalankan selama ini sebenarnya belum memiliki format yang ideal. Oleh karena itu, konstruksi model koordinasi pembangunan
sektoral
dan
daerah
yang
disesuaikan
dengan
pergeseran
paradigma pembangunan di era otonomi perlu dicermati dengan tajam dan mendalam. Pengalaman masa lalu mengenai koordinasi sektoral dan daerah tidak sedikit yang memiliki keberhasilan dan manfaat yang besar. Selain itu kemungkinan model koordinasi pembangunan sektoral dan daerah yang melibatkan stakeholders
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
5
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
terkait telah diterapkan di berbagai tempat. Pola yang telah diterapkan dapat dijadikan dasar untuk pengembangan lebih lanjut dengan penyesuaian yang didasarkan pada pola hubungan baru.
Ketiga, kegagalan koordinasi dan kerjasama pembangunan sektoral dan daerah dapat menghambat terwujudnya integrasi wilayah (sosial, ekonomi, budaya dan politik nasional). Oleh karenanya, pengembangan pola atau model koordinasi dan kerjasama pembangunan sektoral dan daerah merupakan bagian integral dalam mengisi ruang otonomi daerah serta mewujudkan hubungan yang harmonis antara pusat dan daerah dalam proses pembangunan secara khusus dan pemerintahan secara keseluruhan.
1.2.
Tujuan Adapun tujuan dari kegiatan Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan
Pengembangan Wilayah, yaitu: 1.
Meningkatkan dan memantapkan komunikasi dalam proses perencanaan pembangunan wilayah dengan stakeholder terkait ditingkat pusat dan daerah (Perguruan Tinggi, LSM, Organisasi Profesi, Lembaga Kajian dan lainnya).
2.
Memantapkan koordinasi antara pusat dan daerah dalam pelaksanaan pembangunan wilayah.
3.
Mendapatkan data dan informasi akurat dari stakeholder terkait yang dapat mendukung pelaksanaan pembangunan wilayah.
4.
Mengembangkan konsultasi dan diskusi yang lebih efektif antara stakeholder terkait dengan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan wilayah ditingkat pusat dan daerah.
1.3.
Sasaran Sementara itu, sararan kegiatan Koordinasi Dan Kerjasama Perencanaan
Pengembangan Wilayah ini adalah untuk mencapai kesepakatan dan kesepahaman
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
6
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
bersama stakeholder terkait dalam upaya untuk mencapai keserasian dan keseimbangan pembangunan antardaerah dan antarsektor agar sesuai dengan tujuan pembangunan nasional dalam RPJM 2004-2oo9. Diharapkan penerima manfaat
dari
hasil
koordinasi
adalah
semua
pihak
yang
terlibat
dalam
pembangunan antara lain BAPPENAS dan pemerintah daerah (khususnya Bappeda).
1.4. Keluaran Keluaran kegiatan Koordinasi Dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah ini adalah sebagai berikut: 1.
Terlaksananya dialog intensif dengan stakeholder terkait ditingkat pusat dan daerah (Bappeda).
2.
Terkumpulnya
data
dan
informasi
berkaitan
dengan
pelaksanaan
pembangunan wilayah ditingkat pusat dan daerah. 3.
Terfasilitasinya pertemuan koordinasi dan konsultasi secara intensif antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
4.
Adanya masukan dan rekomendasi terhadap model koordinasi dan kerjasama yang efektif dalam mendukung pelaksanaan pengembangan wilayah.
1.5.
Ruang Lingkup Ruang
lingkup
kegiatan
Koordinasi
Dan
Kerjasama
Perencanaan
Pengembangan Wilayah ini adalah: 1. Penyusunan Kerangka Acuan Kerja (KAK); 2. Pengumpulan data sekunder melalui tinjauan pustaka serta tinjauan dokumen perencanaan; 3. Diskusi; 4. Pertemuan/Rapat; 5. Kunjungan Lapangan. Dalam rangka melakukan koordinasi dan kerjasama perencanaan pembangunan kami melakukan koordinasi dengan direktorat-direktorat lain di Bappenas, Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
7
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
Departemen terkait serta pemerintah daerah. Daerah yang menjadi kunjungan dalam koordinasi dan kerjasama perencanaan pengembangan wilayah meliputi Provinsi Sumatera Utara, Bengkulu, Kalimantan Tengah, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Barat, sebagai perwakilan dari masing-masing wilayah. 1.6.
Sistematika Penulisan Sistematika penulisan Laporan Akhir Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan
Pengembangan Wilayah adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Bab ini memuat Latar Belakang, Tujuan dan Sasaran, Keluaran, Ruang Lingkup, dan Sistematika Penulisan Laporan ini. BAB II LANDASAN TEORI Bab ini memaparkan pengertian dan landasan teori koordinasi dalam perencanaan pembangunan. BAB III METODOLOGI Bab ini memaparkan mengenai metodologi yang akan digunakan baik dalam tahapan pelaksanaan kegiatan maupun dalam melakukan analisis. BAB IV RENCANA KERJA Bab ini memaparkan mengenai rencana kerja yang telah disusun, struktur organisasi dalam kajian, jadwal dan penugasan personil dalam melaksanakan koordinasi program pengembangan wilayah. BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Bab
ini
menguraikan
tentang
pelaksanaan
kegiatan
koordinasi
program
pengembangan wilayah dan hasil-hasil dari pelaksanaan tersebut. BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
8
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
Bab ini memuat kesimpulan dari hasil pelaksanaan, serta rekomendasi untuk pelaksanaan kegiatan koordinasi pengembangan wilayah pada tahun-tahun selanjutnya.
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
9
2 LANDASAN TEORI II.1
Definisi Koordinasi
Kata koordinasi, secara harfiah merupakan kata serapan yang berasal dari bahasa Inggris. Menurut Webster’s New Collegiate Dictionary, koordinasi berasal dari kata “to coordinate” yang berarti “to put in the same order or rank” atau “to bring into a common action, movement, or condition”. Tersirat dalam makna kata kerja tersebut adalah kesamaan keteraturan dan derajad, dan kesamaan aksi, gerakan ataupun kondisi. Koordinasi adalah kegiatan memadukan fungsi-fungsi dan sumber-daya yang ada dalam sistem atau organisasi, sehingga dapat dicapai hasil yang optimal dalam upaya pencapaian dan sasaran dan tujuan organisasi. Koordinasi merupakan kata benda, sedangkan kata kerjanya adalah berkoordinasi atau mengkoordinasikan. Koordinasi pada umumnya dapat diidentifikasi melalui berlangsungnya interaksi secara horisontal. Kadang dapat juga terjadi interaksi diagonal maupun vertikal. Dalam hubungan vertikal, subyek koordinasi adalah koordinator, sedangkan obyeknya adalah yang dikoordinasikan. Dalam kaitan komunikasi sosial, koordinasi sangat diperlukan untuk dapat tercapainya keterpaduan dalam kegiatan- kegiatan yang dilakukan sehingga langkah atau tindak lanjutnya dapat mengarah kepada pencapaian hasil yang optimal. (www.hangtuah.ac.id/Sapto/kiss.htm) Definisi koordinasi juga dikemukakan oleh Malone dan Crowston. Definisi koordinasi yang dikemukakan oleh Malone dan Crowston adalah sebagai berikut "Coordination is managing dependencies between activities". Menurut Malone dan Crowston koordinasi adalah cara mengelola saling ketergantungan diantara kegiatan-kegiatan. Macam-macam ketergantungan yang harus diatur tersebut adalah : 1. Berbagai sumber daya, 2. Hubungan produser / konsumer, 3. Hambatan yang terus menerus ada, Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
10
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
4. Penugasan. Koordinasi berdasarkan perspektif Malone dan Crowston cenderung mengarah pada definisi koordinasi yang terkait dengan kegiatan perekonomian khususnya ekonomi mikro. Oleh karena itu, koordinasi melibatkan aspek sumber daya, produser, konsumer, dan penugasan. Sedangkan dalam kegiatan Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah, kata koordinasi mengandung pengertian kesetaraan, kesesuaian, saling mengisi, dan saling mendukung. Kegiatan koordinasi dan kerjasama dalam perencanaan pengembangan wilayah merupakan
suatu
kegiatan
yang
dilakukan
sebagai
suatu
usaha
untuk
mempertemukan dan memahami berbagai kepentingan dalam suatu tujuan dan sasaran yang sama dalam suatu komunikasi timbal balik antar berbagai pelaku sehingga suatu kegiatan dapat dilakukan seara terintegrasi, efisien, efektif dan memiliki tingkat kepuasan yang tinggi di antara para stakeholder. Dalam hal ini peranan lembaga-lembaga perencanaan seperti Bappenas dan Bappeda, maupun Departemen atau Kementerian/Lembaga lainnya sangat diperlukan
dalam
pengkoordinasian
perencanaan
pengembangan
wilayah,
terutama dalam pengalokasian sumber-sumber daya pembangunan, mengingat masalah yang semakin kompleks, dan semakin banyaknya aktor pembangunan yang terlibat dan memiliki peranan masing-masing secara sub-nasional atau subregional, tidak saja aktor pemerintah, tetapi juga masyarakat secara luas termasuk dunia usaha. II.2
Keterkaitan antara Perencanaan, Manajemen, dan Koordinasi
Undang-undang RI Nomor 25 Tahun 2004, menyebutkan bahwa perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Sedangkan pembangunan nasional adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa dalam rangka mencapai tujuan bernegara. Undang-undang tersebut juga mendefinisikan sistem perencanaan pembangunan nasional sebagai satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
11
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat Pusat dan Daerah. Sistem perencanaan pembangunan nasional berkaitan erat dengan manajemen penyelenggaraan
pemerintahan,
dimana
manajemen
penyelenggaraan
pemerintahan yang baik memiliki peran penting untuk mewujudkan tujuan bernegara. Hal ini dikarenakan perencanaan merupakan salah satu unsur penting dalam suatu manajemen. Beberapa unsur yang terkandung dalam suatu manajemen antara lain : 1. Tujuan yang akan dicapai. 2. Adanya proses kegiatan bersama. 3. Adanya pemanfaatan sumber daya. 4. Adanya kegiatan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pengawasan terhadap sumber daya yang ada. John D. Milst mengatakan “Management is the process of directing and fasilitating the work of people, utilizing in each both science and art and follow in order to accomplish predetermined objectives”. George R Terry : “Management is a distinct process consisting of planning organizing, actuating, controlling, utilizing in each both science and art and follow in order to accomplish predetermined objectives”. Dari dua definisi tersebut dapat kita simpulkan adanya dua unsur manajemen : -
Manajemen selalu diterapkan dalam hubungannya dengan suatu kelompok orang yang bekerja bersama;
-
Ada tujuan tertentu yang akan dicapai.
Di samping itu, dapat pula dikatakan bahwa dalam manajemen terjadi serangkaian kegiatan utama yang juga dapat kita sebut proses manajemen. Tentang proses manajemen ini beberapa ahli manajemen mengemukakan beberapa macam misalnya :
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
12
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
a. Luther Gullich menyebut : planning, organizing, staffing, directing, coordinating, reporting, budgeting b. Henry Fayol : planning, organizing, commanding, coordinating, controlling. c. Linda
F.
Urwick
:
forecasting,
planning,
organizing,
commanding,
coordinating, controlling.
1.
Perencanaan (Planning). Perencanaan dapat didefinisikan sebagai “persiapan yang teratur dari setiap usaha untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan”. Perencanaan adalah suatu proses kegiatan penentuan tindakan atau langkah-langkah yang akan dilakukan secara terkoordinasi dan terarah dalam rangka mencapai tujuan pembangunan dalam waktu tertentu dengan mempertimbangkan potensi, peluang, dan kendala yang mungkin timbul. Perencanan yang baik hendaknya mengandung unsur-unsur sebagai berikut : a. Planning (perencanaan) yang dirumuskan secara jelas dan dijabarkan secara operasional. b. Policy yaitu cara atau kebijaksanaan untuk mencapai tujuan dalam garis besarnya. c. Prosedur pembagian tugas serta hubungannya antara anggota kelompok masing-masing. d. Progress (kemajuan) yaitu penetapan standard kemajuan yang hendak dicapai. e. Program yaitu langkah-langkah kegiatan untuk mencapai tujuan
Syarat-syarat Perencanaan: Luther Gullich menyebutkan syarat-syarat sebagai berikut :
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
13
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
1. Tujuan harus dirumuskan secara jelas. 2. Perencanaan harus sederhana dan realistis. 3. Memuat analisis-analisis dan penjelasan-penjelasan terhadap usaha-usaha yang direncanakan. 4. Bersifat fleksibel. 5. Ada keseimbangan baik ke luar maupun ke dalam 6. Ke dalam berarti seimbang antara bagian-bagian dalam perencanaan tersebut. Sedangkan ke luar berarti seimbang antara tujuan dan fasililtas yang tersedia. 7. Efisien dan efektif dalam penggunaan biaya, tenaga dan sumber daya yang tersedia.
Fungsi Perencanaan: Menjelaskan secara tepat tujuan-tujuan serta cara-cara mencapai tujuan. Sebagai pedoman bagi semua orang yang terlibat dalam organisasi pada pelaksanaan rencana yang telah disusun. Merupakan alat pengawasan terhadap pelaksanaan program. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan segala sumber daya yang dimiliki organisasi. Memberikan
batas-batas
wewenang
dan
tanggung
jawab
setiap
pelaksanaan, sehingga dapat meningkatkan kerja sama/koordinasi. Menetapkan tolok ukur (kriteria) kemajuan pelaksanaan program setiap saat.
Dalam perencanaan harus jelas adanya visi dan misi, program, tujuan, kegiatan yang akan dilaksanakan, kriteria keberhasilan, jadwal pelaksanaan, sumber daya yang diperlukan, anggaran serta penanggungjawab/pelaksana kegiatan. Karena dalam perencanaan juga terkandung unsur penganggaran Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
14
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
maka dalam penyusunan anggaran harus dipertimbangkan beberapa faktor seperti : a. Prioritas kegiatan, dapat dibuat skala prioritas kegiatan. b. Bobot kegiatan, dilihat dari jumlah person yang terlibat, lama waktu kegiatan dan sumber daya yang diperlukan. c. Produktifitas kegiatan, yang dapat dilihat dalam target kegiatan (kuantitatif atau kualitatif). d. Efektifitas biaya yang dikeluarkan dengan manfaat kegiatan yang dilaksanakan. e. Efisiensi pembiayaan, diukur dari perbandingan antara pencapaian target secara nyata dan yang seharusnya.
2.
Pengorganisasian (Organizing) Setelah perencanaan dilakukan, maka dilakukan kegiatan mengorganisasikan (organizing), yaitu membagikan dan menetapkan tugas-tugas kepada anggota kelompok, mendelegasikan kekuasaan dan menetapkan hubungan-hubungan antara kelompok kerja yang satu dengan yang lain. Pengorganisasian di sini berarti proses pembagian tugas-tugas dan tanggung jawab serta wewenang sehingga tercipta suatu organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu kesatuan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan. Jadi pengorganisasian meliputi penciptaan struktur, mekanisme dan prosedur kerja, uraian kerja serta penempatan personil pada posisi yang sesuai dengan kemampuannya. Karena organisasi merupakan alat Manajemen untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, maka susunan, bentuk serta besar kecilnya organisasi harus disesuaikan dengan tujuan yang telah ditetapkan tersebut. Di dalam pengorganisasian ada dua asas pokok yang perlu kita perhatian yaitu :
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
15
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
- Asas Koordinasi. Asas koordinasi adalah sistem pengaturan dan pemeliharaan tata hubungan agar tercipta tindakan yang sama dalam rangka mencapai tujuan bersama. Agar koordinasi ini dapat berjalan dengan mulus maka diperlukan tiga syarat pokok : a. Adanya wewenang tertinggi, yang berfungsi sebagai pemberi arah. b. Adanya kesediaan bekerja sama antara anggota karena merasa adanya tujuan bersama yang ingin dicapai. c. Adanya filsafat serta keyakinan
yang sama yang dihayati oleh semua
anggota.
- Asas Hirarki. Asas hirarki adalah suatu proses pewujudan koordinasi dalam organisasi. Didalam
usaha itu akan terjadi suatu tingkatan tugas, wewenang dan
tanggung jawab. Di dalam hirarki ini diperlukan adanya kepemimpinan, pendelegasian wewenang dan pembatasan tugas. a. Kegiatan menggerakan (actuating), yaitu kegiatan pemimpin dalam menggerakan kelompok secara efektif dan efisien ke arah pencapaian tujuan. b. Kegiatan pengawasan (controlling) yaitu pengawasan dan pengendalian agar organisasi dapat berjalan sesuai dengan rencana, dan tidak menyimpang dari arah semula.
3.
Penggerakan (Actuating)
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
16
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
Menurut George R Terry actuating ialah tindakan untuk mengusahakan agar semua anggota kelompok berusaha untuk mencapai saran-sasaran sesuai dengan perencanaan manajerial dan usaha-usaha organisasi. Masalah penggerakan ini sangat erat hubungannya dengan unsur manusia, sehingga keberhasilannya juga ditentukan oleh kemampuan pemimpin dalam berhubungan dengan manusia yang dipimpinnya. Dengan kata lain usaha penggerakan ini berkaitan erat dengan usaha memberi motivasi kepada anggota organisasi. Dalam rangka memberi motivasi ini maka diperlukan adanya pengarahan yang jelas, berupa perintah, penugasan, petunjuk maupun pembimbingan. Supaya dalam menjalankan tugas dapat berjalan dengan baik maka harus selalu ada koordinasi dari pimpinan, mulai dari pimpinan tertinggi maupun pimpinan unit kerja. Agar seorang pemimpin mampu melaksanakan fungsi ini dengan baik maka dituntut padanya kemampuan berkomunikasi, memiliki daya kreasi serta inisiatif yang tinggi dan mampu mendorong semangat stafnya.
4.
Pengawasan (Controlling) Pengawasan perlu dilakukan agar pekerjaan atau kegiatan dapat berlangsung sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Kegiatan pengawasan dapat berbentuk pemeriksaan, pengecekan serta usaha pencegahan terhadap kesalahan yang mungkin terjadi, sehingga bila terjadi penyelewengan atau penyimpangan dapat ditempuh usaha-usaha perbaikan. Jadi pengawasan mempunyai tiga fungsi yaitu : a. Mengkoordinasikan kegiatan yang dilakukan masing-masing unit, agar tidak terjadi tumpang tindih kegiatan atau bahkan mencegah adanya kesalahan atau penyimpangan dari rencana yang telah disusun. b. Membandingkan dan mengevaluasi hasil yang telah dicapai dengan rencana yang telah ditetapkan.
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
17
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
c. Mencatat semua hasil pengawasan untuk dijadikan bahan-bahan pertimbangan dan pelaporan, seperti digambarkan dalam bagan berikut:
Kriteria
Perencanaan
Pelaksanaan
Pengawasan
Penyempurnaan
Gambar 2.1
Bagan Fungsi Pengawasan
Di dalam melakukan pengawasan orang harus menggunakan tolok ukur (kriteria) tertentu. Perencanaan sudah merupakan kriteria yang dapat dipakai dalam pengawasan. Ada beberapa prinsip pengawasan yang harus diperhatikan : a. Pengawasan harus bersifat menyeluruh. Pengawasan harus meliputi seluruh aspek program : personel, pelaksanaan program, material, hambatan-hambatan dll. b. Pengawasan dilakukan oleh semua orang yang terlibat dalam program Pengawasan bukan hanya dilakukan oleh pimpinan atau petugas-petugas yang ditunjuk tetapi semua petugas pelaksanaan program mempunyai tanggung jawab melakukan pengawasan. c. Pengawasan harus bersifat diagnostik. Pengawasan tidak bertujuan untuk mencari kesalahan-kesalahan personel, tetapi
untuk
menemukan
kelemahan-kelemahan
atau
penyimpangan-
penyimpangan program yang dapat menghambat tercapainya tujuan. Dari penemuan ini kemudian dilakukan perbaikan dan penyempurnaan.
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
18
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
Dari rangkaian kegiatan ini dapat kita simpulkan bahwa proses manajemen meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan, yang dapat kita gambarkan sebagai berikut :
Perencanaan Pengawasan
Pengorganisasian Pengarahan
Gambar 2.2 Bagan Proses Manajemen
II.3
Koordinasi dalam Perencanaan Pembangunan Nasional
Indonesia merupakan negara yang besar baik dalam cakupan geografis maupun dalam jumlah dan ragam populasi. Oleh karena itu upaya dan proses pembangunan untuk
memperbaiki
kesejahteraan
rakyatnya
pasti
menghadapi
berbagai
permasalahan dan kendala yang kompleks. Pentingnya peranan perencanaan pembangunan dan lembaga perencana menjadi bagian yang tidak terhindarkan, sebagai suatu kebutuhan untuk menyusun rancangan kebijakan, program, dan kegiatan yang akan secara konsisten menuju pada cita-cita yang disepakati. Fungsi perencanaan juga untuk menjelaskan dan memberikan mekanisme pengambilan keputusan yang rasional dan bertanggungjawab atas berbagai pilihan-pilihan terutama yang bersifat (trade-off) dari kebijakan dan strategi pembangunan yang tidak selalu mudah dan menyenangkan. Saat ini, Indonesia dihadapkan dengan era demokrasi, globalisasi, desentralisasi dan otonomi daerah. Hal ini mengakibatkan semakin dirasakan pentingnya koordinasi perencanaan dalam menangani isu-isu pembangunan yang bersifat lintas sektor, lintas waktu, maupun lintas wilayah. Seperti yang telah disebutkan pada sub bab sebelumnya, perencanaan merupakan salah satu bagian yang penting dalam manajemen. Demikian pula dengan perencanaan pembangunan yang Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
19
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
merupakan suatu fungsi utama dari manajemen pembangunan, mutlak diperlukan, mengingat proses pembangunan memiliki kebutuhan yang besar terhadap sumber daya yang tersedia. Melalui perencanaan pembangunan yang lebih baik dapat dirumuskan kegiatan pembangunan yang lebih efisien dan efektif dengan hasil yang optimal dalam pemanfaatan sumber daya yang ada. Perencanaan pembangunan terkait dengan kemampuan pemerintah atau perencana dalam menghasilkan sebuah visi dan misi strategis pembangunan dan kemudian merealisasikannya dalam sebuah rencana aksi dan atau rencana kerja. Perencanaan pembangunan merupakan salah satu proses dari rangkaian atau siklus penyelenggaraan pembangunan yang secara umum meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan
(pengembangan,
penggunaan/pemanfaatan,
perlindungan,
dan
pengendalian), pemantauan dan evaluasi. Koordinasi, dalam hal ini, merupakan bagian dari kegiatan mengorganisasi (organizing) dan pengawasan (controlling). Koordinasi sebagai unsur dalam organisasi berfungsi sebagai sistem pengaturan dan pemeliharaan tata hubungan agar tercipta tindakan yang sama dalam rangka mencapai tujuan bersama. Dalam hal ini dibutuhkan hirarki wewenang yang jelas, kesediaan bekerja sama, dan kesamaan tujuan semua pihak. Sedangkan koordinasi sebagai unsur dalam pengawasan berfungsi mengkoordinasikan kegiatan yang dilakukan masing-masing unit, agar tidak terjadi tumpang tindih kegiatan atau bahkan mencegah adanya kesalahan atau penyimpangan dari rencana yang telah disusun. Koordinasi dalam perencanaan pembangunan perlu dilakukan secara vertikal dan horisontal. Koordinasi perencanaan pembangunan secara vertikal terkait dengan fungsi koordinasi sebagai sistem pengaturan dan pemeliharaan tata hubungan yang membutuhkan hirarki kewenangan yang jelas. Sedangkan koordinasi perencanaan pembangunan secara horisontal terkait dengan fungsi koordinasi sebagai kegiatan kerjasama untuk mengatur kegiatan yang dilakukan masing-masing unit agar tidak terjadi tumpang tindih dan mencegah kesalahan/penyimpangan dari rencana yang telah disusun. Upaya koordinasi perencanaan pembangunan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan permasalahan dan keperluannya. Selama ini upaya koordinasi perencanaan pembangunan telah dilakukan baik secara berkelompok
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
20
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
(beberapa instansi) maupun secara bersama-sama berupa rapat-rapat koordinasi pembangunan. Berdasarkan
pengertian
tersebut
maka
koordinasi
dalam
perencanaan
pembangunan sangat penting dan perlu dilakukan secara terus menerus, karena dengan koordinasi dapat dilakukan sinergi dan efisiensi penggunaan sumber daya. Selain itu, koordinasi perencanaan pembangunan penting dilakukan mengingat banyak hal yang harus dipertimbangkan dalam pelaksanaan perencanaan, seperti adanya trade-off atau konsekuensi dan kepentingan yang berbeda antara berbagai tujuan pembangunan. Hal tersebut menjadi semakin rumit dengan terlibatnya berbagai stakeholders dalam pembangunan. Pentingnya koordinasi sendiri terkait dengan tingkat partisipasi publik dalam perencanaan pembangunan.
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
21
3 METODOLOGI 3.1
Kerangka Pemikiran Metode yang akan digunakan adalah metode desk study dan metode
kualitatif. Adapun rincian penggunaan ketiga metode tersebut adalah sebagai berikut. a. Desk Study
Desk study merupakan teknik yang dilakukan untuk mengidentifikasi, menyusun, dan mendeskripsikan aspek mekanisme dan kelembagaan program–program pengembangan wilayah yang akan didiskusikan dengan daerah. Tehnik ini dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: (a) mengumpulkan literatur/pustaka yang berkaitan dengan koordinasi suatu program, baik dalam bentuk teksbooks maupun hasil-hasil penelitian yang relevan; (b) melakukan pembahasan terhadap hasil pengumpulan literatur/pustaka yang berkaitan dengan desain koordinasi; dan (c) memformulasikan usulan desain koordinasi, khususnya aspek mekanisme dan kelembagaan program–program pengembangan wilayah. Selain menggunakan desk study, juga dilakukan eksplorasi empirik di mana narasumber daerah diminta memberikan data/informasi berkaitan dengan pelaksanaan koordinasi di daerah. b. Metode Kualitatif Metode kualitatif dipergunakan untuk memperdalam dan menganalisis data dan informasi tentang pengalaman narasumber daerah dalam melaksanakan koordinasi suatu program maupun desain tentatif dari peneliti. Secara lebih rinci, metode kualitatif dipergunakan untuk memperdalam informasi yang difokuskan kepada hal-hal penting dan perlunya sebuah fokus kajian pada penelitian yang menggunakan metode kualitatif.
DIrektorat Pengembangan Wilayah Bappenas
22
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
3.2
Teknik Pelaksanaan Dalam pelaksanaan koordinasi, dilakukan teknik pengumpulan data dan
teknik analisa data yang diuraikan sebagai berikut : a.
Teknik Pengumpulan Data Untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan, sesuai dengan sumber datanya
sebagaimana diuraikan di atas, akan digunakan beberapa teknik pengumpulan data sebagai berikut:
Pertemuan/Rapat/FGD
Pertemuan dilakukan dengan menggunakan agenda rapat. Agenda tersebut memberi kesempatan kepada narasumber untuk berdiskusi dengan lebih leluasa sesuai dengan topik atau isu yang sedang dibahas. Informasi yang diperoleh dengan teknik ini akan menunjukkan pandangan-pandangan dan pengalaman nara sumber mengenai persiapan, pelaksanaan, dan kendalakendala yang dihadapi. Agenda pertemuan memuat hal-hal pokok saja dari fokus yang dikaji.
Dokumentasi
Merupakan kegiatan pengumpulan data sekunder, hal ini dilakukan dengan jalan:
mengumpulkan
literatur/peraturan
yang
berkaitan
dengan
isu,
melakukan pembahasan terhadap hasil pengumpulan literatur/pustaka yang berkaitan dengan fokus pelaksanaan kegiatan, dan memformulasikan berbagai persoalan dan aspek suatu program ke dalam bentuk format laporan yang dapat menyajikan informasi dan data-data mengenai pelaksanaan kegiatan koordinasi. Data dan informasi tersebut disusun berdasarkan analisis singkat dari berbagai hasil laporan pelaksanaan kegiatan.
D i rektorat Pengembangan Wilayah Bappenas
23
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
b.
Teknik Analisis Data Metode analisis dalam kegiatan ini menggunakan metode kualitatif. Dalam
setiap tahap analisis data akan senantiasa diuji silang dengan tahap lainnya yang dimaksudkan untuk mempertahankan kelengkapan dan konsistensi data. 3.3
Kegiatan – Kegiatan yang Dikoordinasikan Berdasarkan Keputusan Presiden No. 4 Tahun 2002, Deputi Bidang Otonomi
Daerah dan Pengembangan Regional sebagai salah satu unit kerja di instansi Bappenas mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan, koordinasi dan sinkronisasi serta evaluasi perencanaan pembangunan nasional di bidang otonomi daerah dan pengembangan regional. Otonomi
Daerah
perkembangan
dan
Dengan demikian, tugas Deputi Bidang
Pengembangan
pembangunan
nasional
Regional
sangat
saat
yang
ini
relevan
dengan
menjunjung
asas
desentralisasi. Akan tetapi kondisi Indonesia yang sangat luas dan sangat beragam potensi dan tingkat perkembangannya ini, memerlukan strategi pembangunan nasional, yang di samping komprehensif, juga berdimensi kewilayahan. Strategi pengembangan wilayah ini dilakukan disamping untuk mencapai kemajuan sosial dan ekonomi, tetapi juga dalam rangka memperkuat konsep negara kesatuan. Untuk
mengawal
pelaksanaan
strategi
pembangunan
nasional
yang
berdimensi kewilayahan, Direktorat Pengembangan Wilayah menyelenggarakan berbagai rapat koordinasi dengan berbagai mitra terkait. Kegiatan tersebut juga merupakan
salah
satu
fungsi
Direktorat
Pengembangan
Wilayah
untuk
memfasilitasi koordinasi dan kerjasama dalam rangka pengembangan wilayah dan antar wilayah, terkait kerjasama pengembangan sub-regional, kerjasama antar daerah
propinsi
pengembangan
dan wilayah
kabupaten, dan
serta
antar
antar
wilayah.
institusi, Dalam
untuk hal
ini,
mendorong Direktorat
Pengembangan Wilayah bermitra kerja dengan instansi Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal). Berdasarkan hubungan kemitraan tersebut Direktorat Pengembangan Wilayah mendapat penugasan untuk mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh (Bakosurtanal) termasuk dalam penyiapan D i rektorat Pengembangan Wilayah Bappenas
24
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
RKP untuk kegiatan yang dilakukan Bakosurtanal. Program kerja dan kegiatan yang dilaksanakan Bakosurtanal adalah untuk mencapai visi "Menyediakan infrastruktur data spasial sebagai dasar bagi pengembangan data dan informasi sumber daya alam dan lingkungan". Penyediaan infrastruktur data spasial ini penting bagi kepentingan pembangunan baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat, apalagi wilayah geografis Indonesia terdiri dari banyak pulau. Seiring dengan perkembangan teknologi informasi, diharapkan juga Bakosurtanal dapat meningkatkan pelayanan akan kebutuhan informasi spasial kepada masyarakat. Dengan tersedianya informasi spasial tersebut, diharapkan dapat lebih mendukung perencanaan pengembangan wilayah. Di lingkungan Kedeputian Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah pelaksanaan kegiatan koordinasi yang dilakukan oleh Direktorat Pengembangan Wilayah dalam bentuk mengikuti beberapa agenda pertemuan yang dilaksanakan oleh setiap direktorat dilingkungan kedeputian regional terutama terkait dengan pelaksanaan program dan kegiatan untuk mendorong peningkatan pembangunan wilayah. Kegiatan serupa juga dilaksanakan dengan beberapa direktorat terkait di Bappenas diluar kedeputian regional dan otonomi daerah. Selain itu ada beberapa kegiatan Ad-hoc dalam rangka mendukung penguatan konsep perencanaan yang didalam pelaksanaannya dibawah koordinasi Direktorat Pengembangan Wilayah ;
Pertama, kegiatan kerjasama dengan World Bank dan AusAid dalam rangka penyelengaraan program dan kegiatan riset mengenai “Analyzing Paths to
Sustainability in Indonesia” . Penelitian ini bertujuan untuk skenario
menuju
pengembangan
pembangunan instrumen
yang
analisis
berkelanjutan
dampak
di
kebijakan
mengembangkan Indonesia makro
melalui terhadap
perekonomian, lingkungan hidup, dan kemiskinan. Adapun instrumen analisis yang dikembangkan terdiri dari Model Keseimbangan Umum (Computable General
Equilibrium / CGE ) dan model Agent Based Model (ABM).
D i rektorat Pengembangan Wilayah Bappenas
25
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
Kedua, kegiatan Program Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW) yang bertujuan untuk membantu mempercepat pembangunan ekonomi masyarakat perdesaan dengan berbasis pada sumber daya lokal untuk mengurangi kesenjangan (disparitas) antar wilayah, pengentasan kemiskinan , memperbaiki pengelolaan pemerintahan daerah di tingkat kabupaten, kecamatan dan desa, serta penguatan institusi lokal ditingkat desa. Dalam pelaksanaan kegiatan Bappenas bertindak sebagai Ketua Tim Pengarah Tim Koordinasi Tingkat Pusat.
Ketiga, koordinasi kegiatan bersama Bakosurtanal tidak hanya mencakup penyiapan RKP tetapi juga termasuk program kerja dan kegiatan Bakosurtanal yang bersumber dana dari PHLN/hibah/bantuan. Salah satunya yaitu program kerja dan kegiatan yang dilaksanakan Bakosurtanal bersumber dana dari JBIC (Japan
Bank for International Cooperation).
Program ini disebut National Spatial Data
Infrastructure (NSDI) atau Infrastuktur Data Spasial Nasional (IDSN). Selain itu, dilakukan pula kajian Regional Development Planning (RDP) dengan menggunakan model Spatial Dynamic, yang bermanfaat dalam perencanaan pembangunan wilayah. Keempat, koordinasi kegiatan Capacity Building for Regional Development
Policy Formulation yang bertujuan untuk melakukan tinjauan historis secara singkat tentang pembangunan daerah sejak tahun 1967 (mulai dari rencana pembangunan lima tahun pertama di zaman Orde Baru). Kegiatan ini sangat bermanfaat bagi Bappenas, khususnya karena output dari kegiatan ini akan mendukung upaya untuk memperbaiki kebijakan pembangunan terkait dengan pembangunan daerah.
D i rektorat Pengembangan Wilayah Bappenas
26
4 Rencana Kerja IV.1 Rencana Kerja Rencana kerja dapat dibagai dalam dua tahap yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan. Masing-masing tahap di jabarkan secara rinci sebagai berikut: a.
Tahap Persiapan
Kegiatan koordinasi diawali dengan menyiapkan hal-hal penting yang harus dilakukan sebelum koordinasi dilaksanakan. Tahap persiapan meliputi: 1)
Penyusunan Kerangka Acuan Kerja Suatu kegiatan koordinasi, baik yang dilakukan membutuhkan adanya Kerangka Acuan Kerja (KAK) yang jelas. Secara umum KAK memberikan panduan mengenai pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh koordinator dalam kajian koordinasi, termasuk sejumlah aspek yang menjadi fokus kegiatan dan jadwal pelaksanaannya.
2)
Tinjauan pustaka serta tinjauan dokumen perencanaan dan anggaran dilaksanakan untuk melihat kesesuaian baik dilihat aspek akademis dan kesepakatan-kesepakatan yang tertuang dalam dokumen perencanaan den anggaran yang dapat memeberikan gambaran mengenai pentingnya kegiatan koordinasi dilaksanakan.
3)
Penyusunan Laporan Pendahuluan Laporan Pendahuluan mencakup: Pendahuluan, Landasan Teori, Metodologi, serta Rencana Kerja, Struktur Organisasi, Jadwal, dan Penugasan Personil.
b.
Tahap Pelaksanaan
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
27
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
Tahap pelaksanaan meliputi : 1)
Diskusi Kelompok Terfokus Hasil yang diharapkan dari kegiatan Diskusi Terfokus ini antara lain: (1) Inventaris program pengembangan wilayah yang dilakukan mitra pelaksana; (2) Identifikasi sasaran program; (3) Penyelesaian pengisian kuesioner oleh mitra pelaksana; (4) Identifikasi hasil yang dicapai dalam pelaksanaan program pengembangan wilayah; (5) Identifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan hambatan dalam pelaksanaan program pengembangan wilayah; dan (6) Masukan/rekomendasi dari stakeholder terkait mengenai kebijakan dan program pengembangan wilayah ke depan.
2)
Kompilasi data dan informasi Berdasarkan hasil proses pengambilan data dan informasi yang diperoleh dari hasil pertemuan diskusi dengan stakeholder terkait, kunjungan lapangan dan data literatur, kemudian dilakukan kompilasi data dan informasi dengan tujuan untuk mengsinkronkan antara data dan informasi dengan tujuan pelaksanaan kegiatan.
3)
Analisis data dan informasi Kegiatan analisis data dan informasi diharapkan dapat memberikan gambaran yang terfokus dari data dan informasi yang sudah diperoleh dan diharapkan dapat memberikan masukan/rekomendasi mengenai kebijakan dan program pengembangan wilayah ke depan.
4)
Penyusunan Laporan Akhir Hasil dari setiap tahapan pelaksanaan kegiatan disusun dalam bentuk laporan pelaksanaan kegiatan yang terdiri dari laporan pendahuluan, laporan perkembangan (laporan tengah) dan laporan akhir.
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
28
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
IV.2 Struktur Organisasi/Tim Pelaksana Kegiatan ini dilaksanakan oleh Direktorat Pengembangan Wilayah dengan melibatkan staf perencana Bappenas lintas direktorat. Struktur organisasi yang menangani kegiatan ini meliputi Penanggung Jawab, Tim Pelaksana, serta Narasumber yang memiliki kemampuan untuk memberikan masukan serta masukan dalam penyusunan dan penyempurnaan kegiatan koordinasi dan kerjasama perencanaan pengembangan wilayah direktorat pengembangan wilayah.
IV.3 Jadwal dan Penugasan Personil Pelaksanaan kegiatan Koordinasi Program Pengembangan Wilayah diharapkan dapat diselesaikan dalam jangka waktu 12 (dua belas bulan) dalam periode tahun anggaran 2009 oleh semua Anggota Tim Pelaksana. Tabel 4.1 Jadwal Pelaksanaan Pekerjaan Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah 2009 Bulan
No.
Kegiatan
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
IX
X
XI
XII
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
I
PERSIAPAN DAN PENYUSUNAN 1 Penajaman Kerangka Acuan Kerja 2 Tinjauan Pustaka serta Dokumen Perencanaan dan Anggaran 3 Pembuatan Agenda Rapat/ Pertemuan 4 Penyusunan Laporan Pendahuluan II PELAKSANAAN
1 2 3 III 1 2
Diskusi Pengumpulan data Lokakarya PELAPORAN Pelaporan Penyusunan Laporan Akhir
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
29
6 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
VI.1 Kesimpulan Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai salah satu unit organisasi di Bappenas, Direktorat Pengembangan Wilayah pada tahun 2009 ini masih melaksanakan kegiatan koordinasi. Tujuan dari dilaksanakannya kegiatan Koordinasi Program Pengembangan Wilayah Tahun 2009 ini adalah untuk meningkatkan
dan
memantapkan
komunikasi
dalam
proses
perencanaan
pembangunan wilayah dengan stakeholder terkait ditingkat pusat dan daerah (Perguruan Tinggi, LSM, Organisasi Profesi, Lembaga Kajian dan lainnya); memantapkan
koordinasi
antara
Pusat
dan
Daerah
dalam
pelaksanaan
pembangunan wilayah; mendapatkan data dan informasi akurat dari stakeholders terkait yang dapat mendukung
laksanaan pembangunan wilayah; dan
mengembangkan konsultasi dan diskusi yang lebih efektif antara stakeholder terkait dengan perencanaan dan pelaksana pembangunan wilayah ditingkat pusat dan daerah. Pelaksanaan tugas dan fungsi koordinasi kegiatan yang dilakukan Direktorat Pengembangan Wilayah pada tahun 2009 ini masih banyak terkait dengan kegiatan koordinasi tahun sebelumnya, diantaranya adalah koordinasi substansi program dan kegiatan dengan Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal)
yang
merupakan
mitra
kerja
langsung
dari
Direktorat
Pengembangan Wilayah. Koordinasi yang dilakukan terutama terkait dengan kegiatan – kegiatan di Direktorat Pengembangan Wilayah untuk menunjang analisis kesenjangan wilayah, antara lain koordinasi substansi program dan kegiatan Bakosurtanal dalam rangka penyusunan RPJMN 2010-2014 dan RKP 2010, restrukturisasi program dan kegiatan dalam penyusunan Renstra K/L Bakosurtanal,
koordinasi
kegiatan
Harmonisasi
Kebijakan
dan
Informasi
Pemanfaatan Infrastruktur Data dan Informasi Geo-Spasial Nasional (IDSN), serta
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
72
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
koordinasi kajian Regional Development Planning (RDP) dengan menggunakan model Spatial Dynamic. Selain itu, juga dilakukan koordinasi kegiatan – kegiatan yang
dilaksanakan
oleh
Direktorat
Pengembangan
Wilayah,
koordinasi
pelaksanaan program Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW), koordinasi kegiatan Harmonisasi Kebijakan dan Informasi dalam Pelaksanaan Kerjasama Riset Analyzing Pathways to Sustainability in Indonesia (APSI), Temu Konsultasi Bappenas – Bappeda Provinsi, koordinasi pelaksanaan kegiatan Prakarsa Strategis Pengembangan Pulau yang dilaksanakan oleh Kedeputian Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah, terkait dengan penyusunan Buku III RPJMN 2010-2014, serta kegiatan Capacity Building for Regional Development Policy Formulation. Secara umum, kegiatan koordinasi yang telah dilakukan untuk mendukung pelaksanaan kegiatan-kegiatan pengembangan wilayah tersebut antara lain meliputi serangkaian rapat koordinasi teknis, baik dalam bentuk diskusi, konsultasi maupun konsinyasi. Selain itu, dilakukan pula kegiatan-kegiatan lokakarya, seminar, workshop dan kunjungan daerah dalam rangka pengumpulan data dan informasi, penyusunan laporan hasil kegiatan, dan diseminasi atau sosialisasi hasil kegiatan. Kegiatan koordinasi dilakukan secara internal (Direktorat Pengembangan Wilayah) dan juga secara eksternal, baik dengan tenaga ahli, Kementrian/Lembaga, pemerintah daerah dan stakeholders terkait.
VI.2 Rekomendasi 1. Perlu dilakukan sinkronisasi jadwal pelaksanaan antara kegiatan yang satu dengan yang lain untuk mencegah terjadinya tumpang tindih atau pelaksanaan dua kegiatan dalam waktu yang sama. 2. Perlu adanya pembagian tugas dan distribusi disposisi yang jelas sesuai dengan kapasitas dan tanggung jawab yang telah ditentukan untuk melaksanakan koordinasi serta menjalin hubungan baik terhadap mitra kerja.
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
73
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
3. Pengaturan jadwal perjalanan dinas atau kunjungan ke daerah sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang diharapkan masing-masing kegiatan. 4. Peningkatan frekuensi komunikasi dengan mitra terkait untuk mengetahui sejauh mana kegiatan telah dilaksanakan.
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
74
5 PELAKSANAAN KEGIATAN DAN PEMBAHASAN
Direktorat Pengembangan Wilayah mempunyai tugas melaksanakan penyiapan data dan informasi regional, kajian sosial dan ekonomi regional, serta penyiapan perumusan kebijakan, koordinasi, sinkronisasi perencanaan dan pelaksanaan rencana pengembangan wilayah dan antar wilayah serta pemantauan dan penilaian atas
pelaksanaannya.
Dalam
melaksanakan
tugas
tersebut,
Direktorat
Pengembangan Wilayah menyelenggarakan fungsi: (a) penyiapan data, informasi, dan program-program pembangunan sektoral baik wilayah maupun antar wilayah; (b) analisis dan pengkajian sosial dan ekonomi regional termasuk kesenjangan antar wilayah; (c) perumusan kebijakan pengembangan wilayah dan antar wilayah; (d) fasilitasi, koordinasi, dan kerjasama dalam rangka pengembangan wilayah dan antar wilayah, terkait kerjasama pengembangan sub-regional, kerjasama antar daerah propinsi dan kabupaten, serta antar institusi; (e) pemantauan, evaluasi, dan penilaian
kinerja
atas
pelaksanaan
rencana,
kebijakan,
dan
program
pengembangan wilayah dan antar wilayah; (f) penyusunan rencana kerja pelaksanaan tugas dan fungsinya, serta evaluasi dan pelaporan pelaksanaannya; dan (e) melakukan koordinasi pelaksanaan kegiatan-kegiatan pejabat fungsional perencana di lingkungan direktoratnya. Koordinasi yang dilaksanakan oleh Direktorat Pengembangan Wilayah pada tahun 2009 sebagian besar tetap melanjutkan koordinasi yang dilaksanakan pada tahuntahun
sebelumnya.
Adapun
koordinasi
yang
dilakukan
oleh
Direktorat
Pengembangan Wilayah antara lain koordinasi terkait kegiatan-kegiatan Direktorat Pengembangan Wilayah sesuai dengan tugas, pokok dan fungsinya, koordinasi dengan mitra kerja Direktorat Pengembangan Wilayah, yaitu Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL). Koordinasi dilakukan dalam upaya penyusunan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2010, khususnya yang terkait dengan program dan kegiatan survei dan pemetaan nasional, serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 Bidang Survei dan
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
30
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
Pemetaan Nasional. Terkait dengan penyusunan dokumen perencanaan, koordinasi dilakukan sehubungan dengan adanya restrukturisasi program dan kegiatan Kementerian/Lembaga (K/L) untuk tahun 2010, diikuti dengan penyusunan Rencana Kerja (Renja) K/L 2010 dan Rencana Strategis (Renstra) K/L 2010-2104. Lebih lanjut, koordinasi dengan Bakosurtanal dilakukan dalam kegiatan Harmonisasi Kebijakan dan Informasi Pemanfaatan Infrastruktur Data dan Informasi Geo-Spasial Nasional (IDSN), serta kajian Spasial Dynamic. Direktorat Pengembangan Wilayah juga terus melakukan koordinasi dengan K/L terkait serta pemerintah daerah terkait pelaksanaan Program pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW). Temu konsultasi BappenasBappeda Provinsi juga terus dilakukan setiap tahunnya untuk mengkoordinasikan perencanaan di tingkat pusat dan daerah. Dalam mendukung perencanaan pembangunan nasional, dilakukan beberapa kajian yang membutuhkan koordinasi yang intensif, antara lain kegiatan harmonisasi kebijakan dan informasi kerjasama riset APSI, kegiatan Prakarsa Strategis Pengembangan Pulau yang dilaksanakan oleh Kedeputian Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah, serta kegiatan Capacity Building for Regional Development Policy Formulation.
V.1.
Koordinasi dengan Mitra Kerja K/L (Bakosurtanal)
V.1.1 Penyusunan RKP 2010 untuk Program Terkait Survei dan Pemetaan Nasional Berdasarkan UU No.25 Tahun 2004, RKP merupakan penjabaran dari RPJM Nasional, memuat prioritas pembangunan, rancangan kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan
fiskal,
serta
program
Kementerian/Lembaga,
lintas
Kementerian/Lembaga, kewilayahan dalam bentuk kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. Dalam mengupayakan terpenuhinya kebutuhan data dan informasi spatial nasional bagi proses perencanaan pembangunan, dan sesuai dengan tupoksinya, dalam RKP
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
31
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
2010, Bakosurtanal menjalankan 6 program terkait dengan bidang wilayah dan tata ruang, yaitu: 1. Program Pengembangan Wilayah Perbatasan 2. Program perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Alam 3. program Difusi dan Pemanfaatan IPTEK 4. Program Penataan Ruang 5. Program Pengembangan dan pengelolaan Sumber Daya Kelautan 6. Program Peningkatan Kualitas dan Akses Informasi SDA dan LH Langkah-langkah koordinasi dalam penyusunan RKP 2010 khususnya yang terkait dengan program dan kegiatan yang dilakukan oleh mitra kerja (Bakosurtanal) antara lain: 1.
Rapat Koordinasi Teknis (Diskusi); Rapat Koordinasi Teknis dilakukan baik di Bappenas maupun di Bakosurtanal untuk melakukan penyelarasan substansi program dan rencana kegiatan.
2.
Arahan Formal; Diberikan dalam berbagai kesempatan acara seperti arahan kebijakan dalam pembukaan seminar, tanggapan resmi institusi, serta arahan dalam workshop (keynote).
V.1.2 Penyusunan RPJMN 2010-2014 Bidang Survei dan Pemetaan Nasional RPJM Nasional merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Presiden yang penyusunannya berpedoman pada RPJP Nasional, yang memuat strategi pembangunan Nasional, kebijakan umum, program Kementerian/Lembaga dan lintas Kementerian/Lembaga, kewilayahan dan lintas kewilayahan, serta kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
32
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
termasuk arah kebijakan fiskal dalam rencana kerja yang berupa kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan kesatuan wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, dan berupa negara kepulauan yang luas dan terdiri dari belasan ribu pulau besar dan kecil yang terbentang dari Sabang hingga Merauke yang menjadikan Indonesia memiliki nilai strategis. Letaknya yang berada diantara dua lempeng yaitu lempeng Australia dan Eurasia juga menjadikan Indonesia memiliki kerentanan akan bencana. Selain itu Indonesia memiliki keberagaman yang tinggi antar wilayah seperti keberagaman dalam kualitas dan kuantitas sumber daya alam, kondisi geografi dan demografi, agama,
serta
penyelenggaraan
kehidupan
sosial
pembangunan
budaya nasional
dan harus
ekonomi,
sehingga
memperhatikan
dalam dimensi
kewilayahan tersebut. Pentingnya aspek kewilayahan dalam pembangunan nasional di Indonesia diisyaratkan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 yang mengamanatkan bahwa aspek spasial haruslah diintegrasikan ke dalam kerangka perencanaan pembangunan, dan juga dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang mengamanatkan pentingnya integrasi dan keterpaduan antara Rencana Pembangunan dengan Rencana Tata Ruang di semua tingkatan pemerintahan. Bagi Indonesia yang merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau lebih dari 17.500, luas daratan sekitar 1.910.000 km2, luas lautan lebih kurang 6.279.000 km2 serta berbatasan dengan 10 negara, maka pendataan kondisi dan potensi wilayah merupakan hal yang mutlak diperlukan. Undang-undang No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional juga telah mengamanatkan bahwa perencanaan pembangunan harus didasarkan pada data dan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan yang mencakup pengertian gambar visual (images) yang diperoleh baik melalui observasi langsung maupun dari yang sudah terkumpul, dimana salah satu komponen terpenting di dalamnya adalah data dan informasi spasial dalam bentuk strategi geospasial nasional.
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
33
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
Seiring dengan perkembangan di atas, peran Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam meningkatkan kualitas perencanaan, perumusan kebijakan publik dan analisis kewilayahan semakin besar baik di pemerintah maupun swasta. Dengan SIG dimungkinkan yang dapat meningkatkan kualitas hasil perencanaan. Agar dapat dihasilkan analisis yang mendalam, SIG perlu dilengkapi dengan data-data digital yang berkualitas dan kompatibel yang didasarkan pada pengumpulan data yang tidak tumpang tindih, mudah diakses oleh pihak lain, sistem dokumentasi yang baik, dalam format yang kompatibel satu dengan lainnya, dan sistem jaringan yang didukung oleh data standar agar dapat meningkatkan optimalisasi pemanfaatan data. Survei dan pemetaan yang dilakukan juga menggunakan standar teknis yang berbeda sehingga hasilnya memiliki tingkat interoperabilitas yang rendah, serta sulit untuk digunakan instansi lain yang memerlukan data dan informasi spasial tertentu pada daerah yang sama. Namun demikian upaya melakukan konsolidasi data dan informasi spasial telah dimulai dengan diterbitkannya Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres) No.85 Tahun 2007 tentang Jaringan Data Spasial Nasional (JDSN). Peraturan Presiden ini dimaksudkan untuk mewujudkan sebuah sistem yang dapat memfasilitasi dan mengakomodasi kerjasama semua instansi pembuat dan pengguna data dalam pengumpulan, pengolahan, pemeliharaan, penyimpanan dan penyebarluasan data dan informasi spasial. Pembangunan JDSN adalah untuk menyediakan data spasial yang berkualitas, mudah diakses dan mudah diintegrasikan untuk keperluan pembangunan nasional. Pada tahap awal telah dirintis pembangunan jaringan data dan informasi spasial terkoneksi pada 14 instansi pemerintah pusat. Pembangunan jaringan tersebut secara bertahap akan melingkup seluruh pemerintah provinsi
sebanyak 33
dan
400 pemerintah
kabupaten, serta 42 pemerintah kota. Untuk
memenuhi
kebutuhan
nasional
dalam
menyusun
perencanaan
pembangunan saat ini, telah tersedia data dan informasi spasial yang telah dihasilkan oleh beberapa instansi pusat. Survei dan pemetaan nasional menjadi basis analisis dalam pembangunan berdimensi kewilayahan. Namun demikian, salah satu permasalahan terkait Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
34
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
koordinasi yaitu Belum optimalnya koordinasi kegiatan survei dan pemetaan nasional. Pada saat ini, sesuai dengan Peraturan Presiden No. 85 Tahun 2007 terdapat 14 instansi Pemerintah, dan beberapa satuan kerja di seluruh pemerintah daerah dan juga instansi swasta yang melakukan kegiatan survei dan pemetaan. Diantara instansi-instansi tersebut belum terdapat koordinasi yang baik sehingga seringkali terjadi kegiatan survei dan pemetaan yang tumpang-tindih pada daerah yang sama dengan metodologi teknis yang juga berbeda sehingga data dan informasi spasial yang dihasilkan secara nasional memiliki tingkat efisiensi dan efektifitas yang rendah. Kegiatan survei dan pemetaan di instansi-instansi, khususnya instansi pemerintah belum terdefinisi secara jelas sehingga menyulitkan perencanaan anggaran survei dan pemetaan dan menjadi salah satu penyebab tumpang tindih kegiatan. Di lingkungan pemerintah daerah, unit kerja yang melaksanakan kegiatan survei dan pemetaan belum mempunyai legalitas yang tetap dan masih dititipkan di satuan kerja pemerintah daerah sehingga unit kerja tersebut tidak mempunyai sumberdaya yang memadai. Berdasarkan penjabaran permasalahan tersebut diatas, maka salah satu sasaran pokok pembangunan bidang Wilayah dan Tata Ruang dalam 5 tahun kedepan terkait koordinasi kegiatan survei dan pemetaan nasional adalah sebagai berikut : a.
Terbentuknya lembaga survei pemetaan yang memadai di semua instansi pemerintahan terkait dan swasta.
b.
Terkoordinasinya kegiatan survei dan pemetaan nasional dalam satu platform nasional.
Sementara itu, strategi prioritas bidang Survei dan Pemetaan Nasional ke depan, terkait koordinasi kegiatan survei dan pemetaan nasional terbagi kedalam: a. Menyusun strategi nasional bidang survei dan pemetaan; b. Menyusun kerangka peraturan perundang-undangan tentang kegiatan survei dan pemetaan;
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
35
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
c. Membangun kelembagaan survei dan pemetaan di semua instansi pemerintah dan swasta. d. Menyusun standar, prosedur, dan manual bidang survei dan pemetaan nasional; Dalam upaya penyusunan RPJMN 2010-20104 Bidang Survei dan Pemetaan Nasional tersebut, dilakukan beberapa kegiatan koordinasi antara Bappenas dan Bakosurtanal, antara lain sebagai berikut: 1.
Rapat Koordinasi Teknis (Diskusi); Rapat Koordinasi Teknis dilakukan baik di Bappenas maupun di Bakosurtanal untuk melakukan penyelarasan substansi program dan rencana kegiatan.
2.
Arahan Formal; Diberikan dalam berbagai kesempatan acara seperti arahan kebijakan dalam pembukaan seminar, tanggapan resmi institusi, serta arahan dalam workshop (keynote).
V.1.3 Koordinasi Restrukturisasi Program dan Kegiatan Bakosurtanal Reformasi perencanaan dan penganggaran diawali dengan diterbitkannya peraturan perundang-undangan seperti Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Peraturan perundang-undangan tersebut telah dilengkapi dengan PP Nomor 20/2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah (RKP), PP Nomor 21/2004 tentang Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-K/L), PP Nomor 39/2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan dan PP Nomor 40/2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional yang menekankan pada perencanaan dan penganggaran yang berbasis kinerja (Performance Expenditure
Based
Budgeting1),
Framework2)
dan
berjangka sistem
menengah
penganggaran
(Medium terpadu
Term
(Unified
Budgeting3).
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
36
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
Perencanaan dan penganggaran yang berbasis kinerja, berjangka menengah serta penganggaran terpadu merupakan perwujudan dari pelaksanaan tiga prinsip pengelolaan keuangan publik (Public Financial Management), yaitu; (i) Kerangka Kebijakan Fiskal Jangka Menengah (Medium Term Fiscal Framework4) yang dilaksanakan secara konsisten (aggregate fiscal disciplin); (ii) Alokasi pada prioritas untuk mencapai manfaat yang terbesar dari dana yang terbatas (allocative efficiency) yaitu melalui penerapan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework) yang terdiri dari penerapan Prakiraan Maju (Forward Estimates5), Anggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budgeting), dan Anggaran Terpadu (Unified Budget); dan (iii) Efisiensi dalam pelaksanaan dengan meminimalkan biaya untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan (technical and operational efficiency). Agar penerapan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM), Anggaran Berbasis Kinerja, dan Anggaran Terpadu dapat dioptimalkan, diperlukan suatu upaya
untuk
menata
kembali
struktur
program
dan
kegiatan
Kementerian/Lembaga (restrukturisasi program dan kegiatan). Restrukturisasi program dan kegiatan tersebut bertujuan mewujudkan perencanaan yang berorientasi kepada hasil (outcome) dan keluaran (output) sebagai dasar; (i) Penerapan akuntabilitas Kabinet, dan (ii) Penerapan akuntabilitas kinerja Kementerian/Lembaga. Hasil dari restrukturisasi program dan kegiatan tersebut akan diimplementasikan dalam penyusunan RPJMN 2010-2014 dan Renstra K/L 2010-2014. Berdasarkan hasil restrukturisasi program dan kegiatan, Bakosurtanal memiliki satu program teknis, yaitu Program Survei dan Pemetaan Nasional, serta program generik, yaitu: (1) Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Bakosurtanal; dan (2) Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Bakosurtanal. Terkait dengan restrukturisasi program dan kegiatan Bakosurtanal yang melibatkan Direktorat Pengembangan Wilayah selaku mitra kerja di Bappenas, Direktorat Pengembangan Wilayah telah menghadiri dan berpartisipasi secara aktif
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
37
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
dalam rangkaian acara Sosialisasi Restrukturisasi Program dan Kegiatan yang diselenggarakan oleh Bappenas dan Depkeu. Direktorat Pengembangan Wilayah juga berperan sebagai narasumber dalam rapat restrukturisasi program dan kegiatan yang diselenggarakan oleh Bakosurtanal. V.1.4 Koordinasi
Kegiatan
Penyusunan
Regional
Development
Planning (RDP) terkait BAPPENAS bekerjasama dengan BAKOSURTANAL telah mengembangkan model Regional Development Planning (RDP Nasional / perencanaan pembangunan wilayah nasional) berbasis spasial untuk seluruh Indonesia dengan satuan analisis pulau-pulau besar, yaitu Pulau Sumatera, Pulau Jawa – Bali, Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi, Kepulauan Maluku, Kepulauan Nusa Tenggara dan Papua yang dimulai pada tahun 2007. Serta RDP Regional yaitu RDP Pulau Jawa – Bali dan RDP Kepulauan Nusa Tenggara pada tahun 2008. Kegiatan tersebut ditujukan untuk memberikan masukan terhadap penyusunan RPJM 2010-2014, sekaligus untuk menjawab kritik yang mengidentifikasikan bahwa perencanaan nasional belum memiliki aspek spasial (keruangan). Dari ke-tujuh pulau-pulau besar tersebut, baru dua pulau yang telah disusun RDP Regional, seyogyanya ke-tujuh pulau-pulau besar tersebut dapat disusun RDP Regional-nya untuk kemudian menjadi masukan bagi penyusunan RPJM 2010-2014. Memperhatikan kebutuhan tersebut, pada tahun 2009 dilakukan penyusunan RDP Pulau Sumatera yang berbasis model dinamik spasial dengan basis data provinsi, yang merupakan bagian dari RDP Regional pulau di Indonesia. Model dinamik spasial dengan masing-masing variabel terkait dalam suatu sistem di kawasan tertentu dapat ditentukan hubungannya satu sama lainnya. Kelebihan dinamik spasial ini adalah perubahan nilai variabel tidak ditentukan oleh nilai histori variabel namun lebih ditentukan oleh perubahan nilai variabel lainnya. Dengan demikian proses alamiah yang terjadi menjadi lebih mendekati keadaan sesungguhnya mengingat dalam kehidupan nyata sebenarnya hubungan antar variabel tersebutlah yang menentukan perubahan yang terjadi.
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
38
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
Secara umum kegiatan ini bertujuan untuk memberi masukan bagi penyusunan RPJMN 2010-2014, dengan tujuan secara khusus seperti berikut : 1.
Membangun model spasial dinamis bagi Pulau Sumatera;
2.
Membangun basis data spasial bagi Wilayah Pulau Sumatera;
3.
Menyusun Dokumen Perencanaan Pengembangan Wilayah Pulau Sumatera, yang berisi :
Skenario Pengembangan Wilayah Pulau Sumatera;
Skenario Strategis Pengembangan Wilayah Pulau Sumatera;
Rencana Investasi Pulau Sumatera;
Prosedur dan Mekanisme Monitoring dan Evaluasi.
Terkait
dengan
penyusunan
RDP
Pulau
Sumatera
tersebut,
Direktorat
Pengembangan Wilayah telah berperan aktif dalam berbagai kegiatan koordinasi yang dilakukan, diantaranya: a. Lokakarya Nasional Lokakarya Nasional yang dilakukan pada Senin, 6 April 2009, di Ruang 'Timor', Lobby Level, Hotel Borobudur. Adapun tujuan pelaksanaan lokakarya tersebut terutama untuk menghasilkan: (1) Konfirmasi dan klarifikasi dari parameter, variabel, serta indikator dalam model RDP Regional untuk Pulau Sumatera; (2) Kesepahaman/kesepakatan stakeholder terhadap parameter, variabel serta indikator yang digunakan dalam model RDP Regional untuk Pulau Sumatera. b. Lokakarya Provinsi Lokakarya Provinsi yang memiliki tujuan, yaitu: (1) Pengenalan Model Pengembangan Wilayah untuk Pulau Sumatera dengan Pemodelan Dinamika dan Spasial Dinamik; (2) Konfirmasi dan klarifikasi dari parameter, variabel, serta indikator dalam model RDP Regional untuk Pulau Sumatera. Lokakarya ini dilakukan dengan melibatkan berbagai stakeholder/ instansi dari daerah yaitu Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD), Sumatera Utara, Riau dan Provinsi Kepulauan Riau dan instansi lainnya yang terkait dengan pekerjaan RDP Sumatera tersebut, terutama dilakukan di 3 Provinsi yaitu:
Hari / Tanggal :
Jum’at, 5 Juni 2009.
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
39
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
Tempat
:
Ramin Room, Novotel Hotel. Jl. Duyung, Sei Jodoh, Batam. Kepulauan Riau.
Hari/Tanggal
:
Rabu, 22 Juli 2009
Tempat
:
Metting Room III, Hotel Aryaduta Jln. POM IX, Palembang Square Palembang
Hari/Tanggal
:
Senin, 10 Agustus 2009
Tempat
:
Hotel Bumi Minang, Ruang Balai Ria Gumarang Lt. 2,. Jln. Bundo Kanduang No. 20-28 Padang Sumatera Barat
c. Regional Training Untuk mendukung sistem perencanaan pembangunan yang menekankan pendekatan sektoral maupun kewilayahan secara bersama-sama, maka dukungan data spasial dan pendekatan yang mengintegrasikan sistem dinamis (system dinamic) dan spasial dinamis (spatial dynamic) sangat diperlukan. Oleh
karena
itu
Direktorat
Pengembangan
Wilayah
mengikuti
pelatihan/training sistem dinamis, dengan tujuan untuk mendapatkan wawasan, pengetahuan dan praktek dasar / transfer knowledge mengenai Model Aplikasi RDP Sumatera menggunakan System Dynamic dan Spatial Dynamic. Kegiatan ini diikuti di 3 (tiga) lokasi yaitu di Batam, Palembang, dan Padang dengan waktu pelaksanaan selama 5 (lima) hari di masing-masing daerah. 1.
Batam, 26-30 Oktober 2009
2. Palembang, 2-6 November 2009 3. Bukitinggi, 9-13 Nopember 2009
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
40
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
V.2
Koordinasi Kegiatan-kegiatan Direktorat Pengembangan Wilayah
V.2.1`Pengembangan dan Pemanfaatan Basis Data Regional Dalam Rangka Mendukung Otonomi Daerah Dalam proses perencanaan dan perumusan kebijakan pengembangan wilayah dan pembangunan daerah, ketersediaan data dan informasi yang memadai sangat dibutuhkan. Agar kualitas kebijakan yang dihasilkan dapat dipertanggung jawabkan, data-data dan informasi tersebut haruslah memenuhi kriteria standar (diterima dan dipakai secara luas), relevan (sesuai kebutuhan untuk menjawab persoalan), dan mutakhir (selalu diperbaharui, terkini). Bagi lembaga perencanaan di tingkat nasional, urgensi atas data dan informasi ini meliputi: (i) kebutuhan data dan informasi untuk memantau dan mengevaluasi pembangunan daerah dan kesenjangan antar wilayah; (ii) kebutuhan data dan informasi untuk proses identifikasi potensi pengembangan wilayah dan daerah; (iii) kebutuhan data dan informasi untuk menunjang koordinasi dan atau kerjasama lintas sektor, lintas wilayah, dan antara pusat dan daerah; dan (iv) kebutuhan data dan informasi untuk mendukung sistem deteksi dini berbagai persoalan daerah dan masyarakat. Untuk
mendukung
kebutuhan-kebutuhan
tersebut,
Direktorat
Pengembangan Wilayah sejak tahun 2006 telah mengembangkan Sistem Informasi dan Data Base Pengembangan Regional yang mengolah dan menyimpan data-data yang diperlukan untuk analisis pengembangan wilayah, terutama terkait tujuan utama mengurangi kesenjangan pembangunan antar wilayah. Sistem ini memungkinkan pengguna untuk melakukan aplikasi data sesuai dengan tujuan masing-masing serta menampilkan hasilnya baik dalam bentuk tabel, diagram, maupun peta spasial. Setiap tahun data dan informasi ini perlu dimutakhirkan dengan data-data terbaru, baik data-data sekunder yang dikeluarkan oleh BPS maupun departemen teknis/LPND terkait. Untuk pemutakhiran basis data wilayah tersebut, akan dibutuhkan proses digitalisasi data, dan integrasi ke dalam struktur basis data yang ada, sehingga akan terbangun basis data terkini yang sesuai dengan kebutuhan perumusan kebijakan pembangunan wilayah di masa mendatang. Selanjutnya data-data yang tersedia tersebut akan dimanfaatkan sebagai input bagi penyusunan publikasi indikator wilayah. Pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan nasional pada dasarnya ditentukan oleh kinerja pembangunan di
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
41
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
setiap wilayah. Pencapaian tujuan dan sasaran pembanguan nasional merupakan totalitas dari pencapaian tujuan dan sasaran di provinsi, dan totalitas pencapian tujuan dan sasaran pembangunan di kabupaten/kota. Kegiatan Pengembangan dan Pemanfaatan Basis Data Regional ini dimaksudkan untuk memperkuat dukungan sistem database wilayah dalam proses perencanaan
pembangunan,
baik
perencanaan
bentuk
kegiatan
(sektor),
perencanaan pembiayaan, maupun perencanaan distribusi kegiatan secara spasial. Sedangkan tujuan dari kegiatan ini adalah untuk pemutakhiran basis data dan informasi tekstual maupun spasial untuk mendukung perencanaan regional, pengembangan aplikasi penyajian data dan informasi, dan penyusunan dan penyebarluasan model pemanfaatan data dan informasi untuk mendukung kapasitas perencanaan di daerah. Koordinasi yang sudah dilakukan dalam kegiatan Pengembangan dan Pemanfaatan Basis Data Regional dalam mendukung Otonomi Daerah ini meliputi: a. Merumuskan cakupan kebutuhan pemutakhiran data dan informasi dan identifikasi sumber data; b. Pengumpulan data, integrasi data terkini ke dalam sistem basis data; c. Kunjungan lapangan dalam rangka pengumpulan data dan mengidentifikasi berbagai isu pembangunan di daerah dan Sosialisasi dan diseminasi hasil sementara model pemanfaatan data dan informasi untuk mendukung kapasitas perencanaan di Provinsi Kalimantan Selatan, DI. Yogyakarta, dan Bangka Belitung; d. Pengolahan dan analisis data; e. Pemeliharaan dan pengembangan aplikasi penyajian data dan informasi; f. Penyusunan publikasi PDDA; g. Penyusunan profil kesenjangan antardaerah kab/kota; h. Lokakarya / Seminar Akhir;
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
42
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
V.2.2
Pemantauan
Pelaksanaan
Program-Program
Pengurangan
Ketimpangan Pembangunan Wilayah Dalam upaya mengetahui kemajuan pelaksanaan program-program pengurangan ketimpangan pembangunan wilayah, serta kebutuhan akan sinkronisasi dan sinergi program dan kegiatan pusat-daerah serta antar sektor, maka dilakukan kegiatan pemantauan. Dalam hal ini, pemantauan yang dilakukan merupakan pemantauan terhadap Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2008 khususnya Bab 25 yang membahas mengenai Program-program Pengurangan Ketimpangan Pembangunan Wilayah, sebagai berikut: Tabel 5.1 Program-program Pengurangan Ketimpangan Pembangunan Wilayah Tahun 2009 No. 1. 2. 3.
Program Pengembangan Keterkaitan Pembangunan Antar Kota Pengembangan Kota Kecil dan Menengah Pengendalian Kota Besar dan Metropolitan
4.
Penataan Ruang
5.
Pengelolaan Pertanahan
6.
Pengembangan Wilayah Strategis dan Cepat Tumbuh
7. 8. 9.
Pengembangan Wilayah Tertinggal Pengembangan Kawasan Tertinggal Peningkatan Promosi dan Kerjasama Investasi
10.
Pengembangan Wilayah Perbatasan
Instansi DPU, Depdagri DPU DPU DPU, Depdagri, DKP, LAPAN, BAKOSURTANAL BPN Kemenko Perekonomian, Depnakertrans, Depdagri, DPU Depdagri, Depnakertrans, DPU Kemeneg PDT Kemeneg PDT, BKPM Kemeneg PDT, BAKOSURTANAL, Depdagri, Depnakertrans, DPU
Sumber : Lampiran II Perpres 18 Tahun 2007, RKP 2009 Bab 25
Direktorat Pengembangan Wilayah bertugas melaksanakan analisis kebijakan pengembangan antar wilayah serta penyiapan data dan informasi wilayah, akan melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan program pengurangan ketimpangan pembangunan wilayah oleh kementerian/lembaga terkait dan pemerintah daerah pada tahun 2008. Pelaksanaan pemantauan ini dimaksudkan untuk mendapatkan informasi langsung tentang perkembangan pelaksanaan program pengurangan ketimpangan
pembangunan
wilayah,
baik
yang
dilakukan
oleh
kementerian/lembaga terkait maupun oleh pemerintah daerah, dalam upaya menemukenali permasalahan dan hambatan-hambatan yang terjadi di lapangan, sehingga dapat dicari dan disarankan alternatif pemecahannya.
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
43
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
Koordinasi yang sudah dilakukan dalam kegiatan Pemantauan Pelaksanaan Program-Program Pengurangan Ketimpangan Pembangunan Wilayah ini yaitu: 1. Konsolidasi berbagai kebijakan, program dan kegiatan pembangunan yang relevan dengan melakukan koordinasi dengan Kementerian/Lembaga terkait dan pemerintah daerah; 2. Melakukan koordinasi pembuatan formulir A yang ada dalam PP No.39 Tahun 2006 tentang tata cara pengendalian dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan; 3. Melakukan Pengiriman Formulir A kepada 18 Departemen dan Kementrian Lembaga terkait; 4. Melakukan koordinasi untuk meminta hasil formulir A yang sudah di isi oleh Departemen dan Kementrian Lembaga; 5. Rapat/diskusi, baik rapat/diskusi internal Direktorat Pengembangan Wilayah, maupun rapat/diskusi dengan kementerian/lembaga terkait; 6. Kunjungan lapang dan diskusi dengan pemerintah daerah, antara lain Sumatera Selatan, Jawa Tengah, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Barat dan Maluku.
V.2.3 Evaluasi
Pelaksanaan
Program-Program
Pengurangan
Ketimpangan Pembangunan Wilayah Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mengurangi ketimpangan pembangunan antarwilayah, baik secara langsung maupun tidak langsung, dan baik yang berbentuk kerangka regulasi maupun kerangka anggaran. Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009 dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2008, pemerintah melakukan kebijakan dan program untuk mengurangi ketimpangan pembangunan antarwilayah. Programprogram tersebut antara lain Program Pengembangan Wilayah Strategis dan Cepat Tumbuh, Program Pengembangan Wilayah Tertinggal, Program Pengembangan
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
44
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
Wilayah Perbatasan, Program Pengembangan Keterkaitan Pembangunan Antarkota, Program Pengembangan Kota-kota Kecil dan Menengah, Program Pengendalian Pembangunan Kota-kota Besar dan Metropolitan, Program Penataan Ruang Nasional, dan Program Pengelolaan Pertanahan. Dengan diterapkannya anggaran berbasis kinerja, maka perlu dilakukan evaluasi kinerja terhadap pelaksanaan program dan kegiatan yang telah dilakukan. Selain itu, berdasarkan Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan
Nasional
dinyatakan
bahwa
pimpinan
kementerian/lembaga/kepala satuan kerja perangkat daerah harus melakukan evaluasi kinerja pelaksanaan rencana pembangunan kementerian/lembaga /satuan kerja perangkat daerah pada tahun sebelumnya. Direktorat Pengembangan Wilayah mempunyai tugas melaksanakan analisis kebijakan pengembangan antar wilayah dan penyiapan data dan informasi wilayah, analisis dan informasi kewilayahan di Sumatera, Jawa, dan Bali, serta analisis dan informasi kewilayahan di Kalimantan, Sulawesi, dan Kawasan Timur Indonesia. Dalam
melaksanakan
tugas
tersebut,
Direktorat
Pengembangan
Wilayah
menyelenggarakan fungsi pemantauan, evaluasi, dan penilaian kinerja atas pelaksanaan rencana, kebijakan, dan program pengembangan wilayah dan antar wilayah. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, Direktorat Pengembangan Wilayah memiliki tugas untuk melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan RKP 2008, khususnya
pelaksanaan
program-program
pengurangan
ketimpangan
pembangunan wilayah. Selain evaluasi terhadap pelaksanaan RKP 2008, dengan telah terlaksananya Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009 sampai dengan tengah periode perencanaan, Direktorat Pengembangan Wilayah juga memiliki tugas untuk melakukan evaluasi (mid term review) terhadap pelaksanaan RPJMN 2004-2009, khususnya Bidang Pengurangan Ketimpangan Pembangunan Wilayah.
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
45
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
Koordinasi yang sudah dilakukan dalam kegiatan Evaluasi Pelaksanaan ProgramProgram Pengurangan Ketimpangan Pembangunan Wilayah yaitu: 1. Melakukan
koordinasi
rapat
dengan
tim
ahli
dalam
membahas
pengembangan TOR; 2. Melakukan koordinasi rapat dengan tim ahli dalam membahas pematangan konsep – konsep yang digunakan dalam evaluasi; 3. Pengumpulan data sekunder melalui tinjauan pustaka serta tinjauan dokumen perencanaan dalam Pelaksanaan Program-program Pengurangan Ketimpangan Pembangunan Wilayah; 4. Kunjungan lapangan dalam rangka pengumpulan data dan informasi, yaitu Provinsi Sumatera Barat, Sulawesi Utara, Kalimantan Barat, dan Jawa Tengah, dalam rangka pengumpulan data primer. 5. Konsinyering analisis hasil evaluasi dan penyusunan laporan akhir 6. Seminar terbatas staf dan tenaga ahli di lingkungan deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah.
V.2.4 Kegiatan Updating Model Keterkaitan Regional Akhir-akhir ini pengembangan model pembangunan wilayah perlu dikaji dan dievaluasi secara mendalam. Dengan berbagai kelemahan dan kelebihan, model pembangunan secara luas (broad-based) dilakukan untuk mendorong pemerataan pembangunan antarwilayah. Kecermatan dalam penyempurnaan model pembagunan wilayah yang telah disusun pada tahun-tahun sebelumnya akan berpengaruh terhadap akurasi analisis keterkaitan pembagunan antar wilayah. Pendekatan pembangunan berbasis wilayah merupakan jawaban untuk mengkonsolidasikan kekuatan dan potensi lokal secara lebih efektif guna mendorong keserasian dan keseimbangan pembangunan wilayah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional. Contoh model yang telah dikembangkan atau dibangun dan telah dilakukan dilakukan Bappenas adalah membangun multiregional input-ouput model (MRIO),
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
46
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
model ekonometrika dan computable general equilibrium model (CGE). Namun demikian, perlu disadari bahwa dari ketiga model yang dikembangkan oleh Bappenas tersebut masih bersifat parsial atau terpisah satu dengan lainnya. Dalam arti bahwa dari ketiga model tersebut memberikan suatu solusi, dimana kemungkinan solusi yang dihasilkan dapat sama atau berbeda satu sama lainnya. Untuk hal tersebut sedapat mungkin model tersebut diintegrasi dalam sebuah sistem yang saling terkait satu sama lainnya. Misalnya kelemahan dalam model MRIO dapat diatasi dengan CGE, model CGE yang bersifat black box (terutama untuk berbagai koefisien patameter yang terdapat dalam model CGE,) dapat diatasi oleh model ekonometrika. Penyempurnaan model-model yang telah ada tersebut perlu terus menerus dilakukan dengan harapan temuan-temuan yang ada dari model dapat memberikan solusi yang lebih komprehensif dan dapat dituangkan dalam kebijakan yang ada di Indonesia. Penyempurnaan model keterkaitan pembangunan antarwilayah diharapkan dapat mengoptimalkan
pembangunan
antarwilayah
dan
mengurangi
adanya
ketimpangan pembangunan antar-wilayah. Tujuan dari kegiatan Updating Model Keterkaitan Regional ini adalah untuk melakukan updating model keterkaitan regional yang telah dibangun dengan melihat basis model-model yang telah dikembangkan sebelumnya (Model MRIOCGE - Ekonometrika), melakukan berbagai simulasi kebijakan pembangunan untuk perencanaan keterkaitan pembangunan nasional dan regional, menganalisis pola dampak dari keterkaitan kebijakan nasional, regional, sektoral maupun tata ruang terhadap perekonomian suatu daerah, dan merumuskan strategi kebijakan, program
pembangunan
prioritas,
kewenangan
serta
instrumen
kebijakan
berdasarkan hasil model yang dibangun untuk periode jangka pendek, menengah dan panjang. Koordinasi yang sudah dilakukan dalam kegiatan Updating Model Keterkaitan Regional yaitu: 1.
Membahas tentang TOR dan Usulan Teknis yang disusun oleh tim pelaksana;
2.
Membahas tentang kendala pelaksanaan studi oleh tim pelaksana;
3.
Membahas tentang hasil laporan kemajuan Model CGE-Regional;
4.
Membahas tentang hasil sementara analisis data;
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
47
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
5.
Konsinyering Finalisasi laporan akhir yang diikuti antara lain oleh staf dan tenaga
ahli
di
lingkungan
direktorat
pengembangan
wilayah
untuk
memperoleh masukan dalam Updating Model Keterkaitan Regional; 6.
Lokakarya/workshop dengan mengundang stakeholders terkait dilingkungan Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah dan untuk diseminasi hasil sementara kegiatan serta pengambilan data ke daerah terpilih khususnya Provinsi Sulawesi Selatan dan Lampung.
V.3
Koordinasi dan Integrasi program Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW)
Permasalahan utama yang sedang dialami oleh bangsa Indonesia antara lain permasalahan yang terkait dengan kesenjangan antarwilayah, masih tingginya tingkat kemiskinan dan pengangguran. Untuk menanggulangi permasalahan diatas yang membutuhkan penanganan yang komprehensif dan menyeluruh, Pemerintah telah melakukan berbagai upaya antara lain mengembangkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, dimana salah satu program intinya adalah Regional Infrastructure for Social and Economic (RISE) Development Project atau lebih dikenal dengan nama Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat - Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PNPMPISEW). PNPM-PISEW merupakan kelanjutan dan penyempurnaan dari hasil evaluasi terhadap pelaksanaan program P2D dan pilot project PKP2D, serta penyesuaian terhadap berbagai isu dan aktual yang berkembang saat ini, termasuk di dalamnya menjawab berbagai persoalan yang dihadapi oleh daerah dalam penyelenggaraan otonomi daerah.
PNPM-PISEW secara khusus bertujuan untuk mengurangi
kesenjangan wilayah, memperkuat kapasitas kelembagaan pemerintahan daerah dan institusi lokal di tingkat desa (pemberdayaan masyarakat) serta mengurangi tingkat kemiskinan dan angka pengangguran. Tujuan-tujuan tersebut akan diupayakan melalui pendekatan percepatan pembangunan ekonomi masyarakat yang berbasis sumber daya lokal melalui pembangunan sarana dan prasarana sosial ekonomi dasar di perdesaan.
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
48
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memiliki peran dan fungsi sebagai Coordinating Agency dalam pelaksanaan PNPM-PISEW yang bertanggung jawab
dalam
koordinasi
pelaksanaan
dan
pengendalian
subtansi
dan
pengembangan program, yang dalam operasionalnya dilaksanakan oleh Direktorat Pengembangan Wilayah – Kedeputian Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah. Guna mendukung pelaksanaan peran dan fungsi tersebut, maka melalui operasionalisasi Satuan Kerja Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah
(Satker
memberikan
PISEW)
dukungan
penyelenggaraan
dan
Sekretariat
kepada
koordinasi
dan
Tim
PNPM-PISEW
Koordinasi
pengendalian
Nasional
PNPM-PUSAT
program
untuk dalam
PNPM-PISEW.
Penyelenggaraan fungsi koordinasi dan pengendalian penting dilakukan mengingat dalam pelaksanaannya, PNPM-PISEW melibatkan berbagai stakeholders, baik lintas K/L di Pusat maupun lintas pelaku di Daerah. Koordinasi dan pengendalian di tingkat pusat maupun daerah dapat mendukung keberhasilan pelaksanaan program pada TA. 2009 khususnya, serta pelaksanaan PNPM-PISEW secara keseluruhan. Dalam menjalankan fungsi sebagai Coordinating Agency PNPM-PISEW di tingkat pusat, Bappenas bertanggungjawab mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan masing-masing K/L di Pusat, baik yang terlibat langsung maupun tidak langsung. Beberapa K/L yang terlibat langsung sebagai unit pelaksana program (Program Impelentation Unit) antara lain Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat Desa (Ditjen PMD) dan Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah (Ditjen Bina Bangda) Depdagri serta Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum (Ditjen Cipta Karya Departemen PU). Sementara itu, beberapa K/L lainnya yang tidak terlibat secara langsung, antara lain Departemen Keuangan, Departemen Kesehatan, Departemen Pendidikan Nasional, serta Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal. Secara umum tujuan dari pelaksanaan kegiatan ini, dapat diuraikan, sebagai berikut: 1) Mengkoordinasikan pelaksanaan program PNPM-PISEW pada Tahun Anggaran 2009 oleh seluruh instansi terkait, baik K/L di tingkat pusat
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
49
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
maupun instansi di daerah, khususnya pada tataran kebijakan dan perencanaan program; 2) Mengkoordinasikan pembentukan Tim Koordinasi dan Sekretariat PNPM-PISEW di daerah (provinsi dan kabupaten); 3) Mengkoordinasikan dan mengendalikan penyelenggaraan diseminasi dan pelatihan program PNPM-PISEW di tingkat provinsi; dan 4) Menyusun panduan penyusunan Pemberdayaan Sosial Ekonomi (PSE) Kabupaten dan panduan penyusunan Program Investasi Kecamatan (PIK) PNPM-PISEW. Sasaran dari kegiatan Koordinasi dan Pengendalian Program adalah Tim Koordinasi PNPM PISEW, Konsultan dan komponen terkait lainnya dalam mensinkronkan kelancaran pelaksanaan program PNPM-PISEW baik di pusat, provinsi maupun kabupaten berdasarkan koordinasi dan pengendalian yang efektif. Ruang lingkup kegiatan Koordinasi dan Integrasi Program PISEW TA. 2009 adalah sebagai berikut: 1) Koordinasi terhadap pelaksanaan program PNPM-PISEW pada TA 2009 oleh seluruh instansi terkait, baik di tingkat pusat maupun daerah, khususnya pada tataran kebijakan dan perencanaan program; 2) Koordinasi pembentukan Tim Koordinasi dan Sekretariat PNPM-PISEW di provinsi dan kabupaten; 3) Koordinasi dan pengedalian penyelenggaraan diseminasi dan pelatihan program PNPM-PISEW di tingkat provinsi; 4) Pelaksanaan Pemberdayaan
konsinyeering Sosial
pembahasan
Ekonomi
(PSE)
panduan
Kabupaten
penyusunan dan
panduan
penyusunan Program Investasi Kecamatan (PIK) PNPM-PISEW. Kegiatan koordinasi dan pengendalian pelaksanaan program PNPM-PISEW Tahun Anggaran 2009 secara umum merupakan kegiatan untuk mengkoordinir dan mengendalikan pelaksanaan Program PNPM-PISEW dari sisi substansi dan pengembangan program, baik di tingkat pusat maupun daerah, untuk kegiatan persiapan, pelaksanaan maupun monitoring sampai penyiapan Exit strategy pasca
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
50
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
PNPM-PISEW yang didanai dari pinjaman utang luar negeri JBIC dan kegiatan pendukung program yang di danai dari APBN/APBD sebagai salah satu program pemberdayaan daerah (RPJMD) berdasar aspirasi masyarakat dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan mempercepat upaya kebijakan pengembangan wilayah. Gambar 5.1: Kedudukan Satuan Kerja PISEW Bappenas dalam Lingkup Kegiatan Koordinasi PNPM-PISEW
Secara umum kegiatan ini dilaksanakan oleh Tim Koordinasi PNPM-PISEW Pusat yang meliputi Tim Pengarah, Tim Pelaksana dan Sekretariat Nasional. Ddalam operasionalisasinya,
Tim
Koordinasi
PNPM-PISEW
mendapat
dukungan
administrasi dan teknis bagi pelaksanaan kegiatan dari Satuan Kerja PISEW Bappenas. Secara umum pembagian tugas antar komponen diatas sebagaimana dalam Gambar 1 diatas. Sekretariat
Nasional
mengendalikan,
PNPM_PISEW
memantau
dan
bertugas
mengevaluasi
untuk
:
1)
pelaksanaan
Merencanakan, program;
2)
Mengkoordinasikan pelaksanaan program dan kegiatan di tingkat pusat dan tingkat daerah; 3) Menyiapkan data dan informasi sebagai bahan rapat bagi Tim Koordinasi Tingkat Pusat PNPM-PISEW; 4) Melaksanakan sosialisasi dan publikasi
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
51
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
terkait kebijakan program dan perkembangan pelaksanaan kegiatan dalam program; dan 5) Memberikan laporan perkembangan kerja secara triwulanan kepada Ketua Tim Pelaksana PNPM-PISEW. Pelaksanaan kegiatan koordinasi dalam program PNPM-PISEW dilaksanakan dengan melibatkan aparatur pemerintahan mulai dari tingkat kabupaten, provinsi sampai dengan pusat, dengan prosedur pelaksanaan sebagai berikut: 1) Kegiatan koordinasi di Kabupaten dilaksanakan melalui Rapat Koordinasi dan Pengendalian (RKP); 2) Kegiatan
koordinasi
di
Provinsi
dilaksanakan
melalui
Rapat
Koordinasi Teknis Provinsi (RTP); dan 3) Kegiatan koordinasi di Pusat dilaksanakan melalui Rapat Koordinasi Wilayah (RKW) dan Rapat Koordinasi Pusat (RKP). Berdasarkan prosedur pelaksanaan diatas, maka jadwal pelaksanaan koordinasi dapat digambarkan sebagai berikut. WAKTU/LOKASI
Jan
Feb
Kabupaten
Mar
Apr
Mei
RKP
Jun
Jul
Ags
RKP
Provinsi
RTP
Pusat
RKW
Sept
Okt
Nov
RKP
Des RKP
RTP RKP
RKW`
RKP
Keterangan : RKP
=
Rapat Koordinasi dan
RTP
=
Pengendalian RKW
=
Rapat Koordinasi Wilayah
Rapat Koordinasi Teknis Provinsi
RKP
=
Rapat Koordinasi Pusat
Untuk mendukung pelaksanaan koordinasi diatas, maka Satuan Kerja PISEW Bappenas memberikan dukungan administrasi dan teknis kepada Tim Koordinasi Tingkat Pusat PNPM-PISEW melalui pelaksanaan perjalanan dinas ke 9 (sembilan) ibukota provinsi dan penyusunan bahan arahan Bappenas selaku Coordinating Agency yang akan disampaikan dalam kegiatan koordinasi, baik di Rapat Teknis Provinsi, Rapat Koordinasi Wilayah dan Rapat Koordinasi Pusat.
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
52
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
Selain itu di tingkat pusat juga terdapat rapat koordinasi yang meliputi antara lain : 1) Rapat Tim Pengarah (2 kali/tahun); 2) Rapat Tim Pelaksana (5 kali/tahun); dan 3) Rapat Tim Sekretariat/Rapat Teknis (12 kali/tahun). Tahapan pelaksanaan koordinasi dan pengendalian secara umum adalah sebagai berikut : a. Persiapan Tahapan persiapan meliputi mobilisasi Tim Koordinasi Tingkat Pusat PNPM-PISEW (Tim Pengarah, Tim Pelaksana, Sekretariat Nasional) dan Satuan Kerja PISEW Bappenas berdasarkan surat keputusan yang ditandatangani oleh Menteri Negara Perencanaan Pembangunan
Nasional/Kepala
Bappenas
dan
Deputi
Bidang
Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah. Tahapan persiapan juga meliputi penyiapan dokumen perencanaan program seperti penyusunan Petunjuk Operasional Kegiatan (POK) untuk DIPA PISEW BAPPENAS TA 2009, penyusunan Handbook Tahun 2009 dan dokumen lainnya. Guna
kelancaran
pelaksanaan
kegiatan
koordinasi
dan
pengendalian PNPM-PISEW dibutuhkan dukungan personil pendukung dengan status tenaga tidak tetap (kontrak) baik yang dimobilisasi dengan menggunakan pengadaan jasa Tenaga Ahli (TA) Pengembangan Program melalui tender maupun penunjukan langsung personil seperti Asisten TA Bidang Sosial Ekonomi, Asisten TA Bidang Administrasi Kesekretariatan, Tenaga Admninistrasi Keuangan (2 orang), sekretaris, pramubakti, satuan pengamanan dan pengemudi. b. Pelaksanaan Rapat-Rapat Koordinasi Guna mendukung kelancaran pelaksanaan kegiatan koordinasi dan pengendalian PNPM-PISEW, terutama memfasilitasi kegiatan Tim Koordinasi
Tingkat Pusat PNPM-PISEW, maka dilaksanakan rapata-
rapat koordinasi yang meliputi Rapat Tim Pengarah, Rapat Tim Pelaksana, dan Rapat Teknis Sekretariat Nasional. c. Pelaksanaan Konsinyeering
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
53
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
Guna mendukung kelancaran proses diseminasi untuk pelaksanaan kegiatan koordinasi dan pengendalian PNPM-PISEW, maka dibutuhkan adanya buku-buku panduan bagi pengembangan program PNPM-PISEW. Pada tahun anggaran 2009 ini Sekretariat Nasional PNPM-PISEW dengan didukung oleh Satker PISEW Bappenas menyusun dan merevisi beberapa buku panduan teknis serta melaksanakan kegiatan konsinyasi sebagai bentuk diseminasi program tersebut. Dalam kegiatan koordinasi dan pengendalian ini, antara lain dilaksanakan konsinyasi penyusunan buku panduan teknis penyusunan dokumen Pemberdayaan Sosial Ekonomi (PSE) Kabupaten dan Program Investasi Kecamatan (PIK), serta melakukan revisi buku panduan teknis penyusunan dokumen Renstra Kecamatan dan MPK yang telah disusun pada tahun 2008. Dalam menjalankan fungsi sebagai coordinating agency PNPMPISEW, Bappenas perlu melaksanakan kegiatan monitoring dan evaluasi pelaksanaan PNPM-PISEW untuk memantau dan memastikan program berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Untuk mendukung kepentingan diatas, maka Satker PISEW Bappenas akan memberikan dukungan pelaksanaan perjalanan dinas untuk kepentingan monev bagi Tim Koordinaasi Tingkat Pusat PNPM-PISEW ke 32 kabupaten penerima PNPM-PISEW di 9 provinsi. d. Pencetakan Buku Dalam mendukung diseminasi program maka perlu dilakukan sosialisasi melalui penyebaran buku-buku panduan. Untuk itu perlu dilakukan pencetakan buku-buku panduan teknis yang telah disusun sebelumnya, seperti buku panduan teknis penyusunan dokumen PSE Kabupaten dan PIK. e. Pelaporan Sebagai
bentuk
pertanggungjawaban
pelaksanaan
kegiatan
koordinasi dan pengendalian program PNPM-PISEW, maka perlu disampaikan pelaporan mengenai kemajuan pelaksanaan kegiatan yang meliputi Laporan Pendahuluan, Laporan Antara dan Laporan Akhir.
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
54
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
Terkait dengan pelaksanaan rapat-rapat koordinasi, guna mendukung kelancaran pelaksanaan kegiatan koordinasi dan pengendalian PNPM-PISEW, maka diselenggarakan rapat-rapat koordinasi yang terdiri atas : a. Rapat Tim Pengarah Rapat Tim Pengarah PNPM-PISEW dilaksanakan 2 (dua) kali dalam setahun, dengan rincian sebagai berikut : 1) Rapat Ke-1 Tim Pengarah, telah dilaksanakan tanggal 9 Juni 2009 bertempat di Executive Club Hotel The Sultan dengan agenda Laporan Tim Pelaksana PNPM-PISEW. Seharusnya rapat ini diselenggarakan pada tanggal 6 Mei 2009, namun dijadwalkan ulang ke tanggal 9 Juni 2009 untuk mengakomodir perubahan jadwal sejumlah kegiatan yang akan dilaporkan ke rapat ini. Notulensi hasil rapat dapat dilihat pada Lampiran 6. 2) Rapat Ke-2 Tim Pengarah, diagendakan pada tanggal 25 November
2009
dengan
tempat
penyelenggaraan
ditentukan
kemudian. b. Rapat Tim Pelaksana Rapat Tim Pengarah PNPM-PISEW dilaksanakan 2 (dua) kali dalam setahun, dengan rincian sebagai berikut : 1) Rapat Ke-1 Tim Pelaksana, telah dilaksanakan tanggal 14 Januari 2009 bertempat di Ruang Rapat Lt. 6 Dit. Pengembangan Permukiman DJCK-Dep. PU dengan agenda Rakor persiapan TOMT, Diseminasi & TOT Pusat tahun 2009. Notulensi rapat dapat dilihat pada Lampiran 7. 2) Rapat Ke-2 Tim Pelaksana, telah dilaksanakan tanggal 21 April 2009 bertempat di Ruang Rapat Utama Lt. 2 Ditjen Bina Bangda Depdagri dengan agenda Progres Pelaksanaan PNPM PISEW Triwulan I Tahun 2009. Notulensi rapat dapat dilihat pada Lampiran 8. 3) Rapat Ke-3 Tim Pelaksana, telah dilaksanakan tanggal 28 Mei 2009 bertempat di Ruang Rapat 204 Lt. 4 Gedung Madiun Bappenas dengan agenda Pembahasan Desain Pilot Kredit Mikro PNPM-PISEW. Notulensi rapat dapat dilihat pada Lampiran 9.
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
55
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
4) Rapat Ke-4 Tim Pelaksana, telah dilaksanakan tanggal 16 September 2009 bertempat di Ruang Rapat SG-3 Bappenas dengan agenda Pembahasan Progress Pelaksanaan Triwulan III PNPMPISEW. Notulensi hasil rapat dapat dilihat pada Lampiran 10. 5) Rapat Ke-5 Tim Pelaksana, akan dilaksanakan tanggal 12 Oktober 2009 bertempat di Ruang Rapat Ruang Rapat Lt. 6 Direktorat Pengembangan Permukiman DJCK -Departemen PU dengan agenda Pembahasan Draft Explanatory Notes. . c. Rapat Teknis Sekretariat Nasional Rapat Teknis Sekretariat Nasional PNPM-PISEW dilaksanakan 12 kali dalam setahun, dengan rincian sebagai berikut : 1) Rapat Teknis Ke-1 Sekretariat Nasional, telah dilaksanakan tanggal 4 Maret 2009 bertempat di Ruang Rapat 2 Sekretariat Nasional PNPM-PISEW dengan agenda Pembahasan Komponen Kredit Mikro Tahun 2009 dan Persiapan Kunjungan Lapangan. Notulensi rapat dapat dilihat pada Lampiran 11. 2) Rapat Teknis Ke-2 Sekretariat Nasional, telah dilaksanakan tanggal 13 Maret 2009 bertempat di Ruang Rapat 2 Sekretariat Nasional PNPM-PISEW dengan agenda Penyerasian Indikator Monev PISEW-PNPM & Pemantapan Disain & Rencana Kerja Baseline Study. Notulensi rapat dapat dilihat pada Lampiran 12. 3) Rapat Teknis Ke-3 Sekretariat Nasional, telah dilaksanakan tanggal 20 Maret 2009 bertempat di Ruang Rapat 2 Sekretariat Nasional PNPM-PISEW dengan agenda Persiapan Monev Gabungan terhadap Pelaksanaan Lokakarya PSE Kabupaten dan Konstruksi Fisik di Kecamatan. Notulensi rapat dapat dilihat pada Lampiran 13. 4) Rapat Teknis Ke-4 Sekretariat Nasional, telah dilaksanakan tanggal 7 April 2009 bertempat di Ruang Rapat 2 Sekretariat Nasional PNPM-PISEW dengan agenda Pembahasan Pemekaran Kabupaten Labuhan Batu. Notulensi rapat dapat dilihat pada Lampiran 14. 5) Rapat Teknis Ke-5 Sekretariat Nasional, telah dilaksanakan tanggal 17 April 2009 bertempat di Ruang Rapat 2 Sekretariat
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
56
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
Nasional PNPM-PISEW dengan agenda Persiapan Materi Rapat Triwulan I Tim Pelaksana PNPM-PISEW. Notulensi rapat dapat dilihat pada Lampiran 15. 6) Rapat Teknis Ke-6 Sekretariat Nasional, telah dilaksanakan tanggal 24 April 2009 bertempat di Ruang Rapat 2 Sekretariat Nasional PNPM-PISEW dengan agenda Persiapan Materi Rapat Teknis Provinsi Tim Seknas PNPM-PISEW, dan Fungsi KMT dan KM. Notulensi rapat dapat dilihat pada Lampiran 16. 7) Rapat Teknis Ke-7 Sekretariat Nasional, telah dilaksanakan tanggal 29 April 2009 bertempat di Ruang Rapat 2 Sekretariat Nasional
PNPM-PISEW
Penyepakatan
Bagan
dengan
Alir
Tahap
agenda
Pembahasan
Pelaksanaan
dan
PNPM-PISEW.
Notulensi rapat dapat dilihat pada Lampiran 17. 8) Rapat Teknis Ke-8 Sekretariat Nasional, telah dilaksanakan tanggal 11 Mei 2009 bertempat di Ruang Rapat 2 Sekretariat Nasional PNPM-PISEW dengan agenda Penyiapan Materi Rapat Koordinasi Wilayah
PNPM-PISEW.
Notulensi
rapat
dapat
dilihat
pada
Lampiran 18. 9) Rapat Teknis Ke-9 Sekretariat Nasional, telah dilaksanakan tanggal 1 Juni 2009 bertempat di Ruang Rapat 2 Sekretariat Nasional PNPM-PISEW dengan agenda pembahasan adalah Kesiapan Bahan Rapat Tim Pengarah dan Kredit Mikro. Notulensi rapat dapat dilihat pada Lampiran 19. 10) Rapat Teknis Ke-10 Sekretariat Nasional, telah dilaksanakan tanggal 6 Juli 2009 bertempat di Ruang Rapat 2 Sekretariat Nasional PNPM-PISEW
dengan
agenda
:
(1)
Pembahasan
Penentuan
Kelompok Masyarakat Penerima Program PNPM-PISEW Terbaik; dan (2) Pembahasan Penentuan Fasilitator Terbaik di PNPM-PISEW. Notulensi rapat dapat dilihat pada Lampiran 20. 11) Rapat Teknis Ke-11 Sekretariat Nasional, telah dilaksanakan tanggal 1 September 2009 bertempat di Ruang Rapat 2 Sekretariat Nasional PNPM-PISEW dengan agenda : (1) Realisasi Pelaksanaan Sampai Triwulan III; (2) Status Komponen Untuk Kredit Mikro; (3)
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
57
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
Review Proses Diskusi KDS; dan (4) Kebijakan Pusat Terkait KSK. Notulensi rapat dapat dilihat pada Lampiran 21. 12) Rapat Teknis Ke-12 Sekretariat Nasional, belum dilaksanakan dan diagendakan pada tanggal 29 Oktober 2009 bertempat di Ruang Rapat
2
Sekretariat
Nasional
PNPM-PISEW
dengan
agenda
pembahasan adalah Pembahasan Hasil Rapat Teknis Provinsi II. Terkait dengan pelaksanaan konsinyering, guna mendukung kelancaran proses diseminasi untuk pelaksanaan kegiatan koordinasi dan pengendalian PNPMPISEW, maka dibutuhkan adanya buku-buku panduan bagi pengembangan program PNPM-PISEW. Pada tahun anggaran 2009 ini Sekretariat Nasional PNPM-PISEW dengan didukung oleh Satker PISEW Bappenas menyusun dan merevisi beberapa buku panduan teknis yang beberapa diantaranya, seperti buku panduan teknis penyusunan dokumen Pemberdayaan Sosial Ekonomi (PSE) Kabupaten dan Program Investasi Kecamatan (PIK), perlu mendapatkan masukan penyempurnaan dari berbagai stakeholders terkait sebelum disosialisasikan sebagai bahan diseminasi dan pembelajaran di tingkat pelaksanaan di lapangan. Untuk itu, Sekretariat Nasional PNPM-PISEW menyelenggarakan kegiatan konsinyasi di Hotel Bumikarsa Bidakara, Jakarta, pada tanggal 15 Mei 2009 dengan tema ”Pembahasan Draft Panduan Penyusunan Dokumen PSE Kabupaten dan PIK” dengan mengundang stakeholders lintas pelaku program pemberdayaan masyarakat yang berkompeten di tingkat pusat, khususnya dalam lingkup PNPMPISEW. Kegiatan konsinyasi ini bertujuan untuk: 1) Membahas draft panduan penyusunan dokumen Pemberdayaan Sosial Ekonomi (PSE) Kabupaten; dan 2) Membahas draft panduan penyusunan dokumen Program Investasi Kecamatan (PIK). Keluaran dari kegiatan konsinyasi ini adalah: 1) Draft buku panduan penyusunan dokumen Pemberdayaan Sosial Ekonomi (PSE) Kabupaten; dan 2) Draft panduan penyusunan dokumen Program Investasi Kecamatan (PIK). Hasil dari kegiatan ini berupa proseding dan buku-buku panduan sebagaimana termaksud diatas dijilid dalam bentuk 3 (tiga) dokumen yang terpisah.
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
58
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
V.4
Koordinasi Kegiatan Harmonisasi Kebijakan dan Informasi dalam Pelaksanaan Kerjasama Riset Analyzing Pathways to Sustainability in Indonesia ( APSI ) Dalam upaya harmonisasi kebijakan pembangunan, Bappenas yang
dikoordinasikan oleh Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah menjalin kerjasama riset dengan AusAid dan Commonwealth Scientific and Industrial Research Organization (CSIRO) untuk mengembangkan skenario menuju pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Skenario yang dikembangkan didasarkan pada 2 (dua) model, yaitu: (1) Model Keseimbangan Umum (Computable
General
Equilibrium)
yang
akan
digunakan
sebagai
dasar
penyusunan simulasi dampak kebijakan ekonomi makro terhadap pertumbuhan ekonomi, inflasi, pengangguran, kemiskinan dan penggunaan sumber daya alam di daerah; dan (2) Model Agent Based Model (ABM) yang akan digunakan untuk penyusunan simulasi proses penyesuaian masyarakat (agent) terhadap dampak kebijakan ekonomi makro. Kerjasama riset ini terdiri dari 4 (empat) komponen kegiatan, yaitu: (1) pengembangan alat analisis; (2) koordinasi kebijakan dan arus informasi; (3) peningkatan kapasitas; dan (4) manajemen kegiatan (lihat Tabel 5.1). Keempat komponen kegiatan tersebut berjalan pararel seiring dengan berjalannya riset. Kerjasama riset ini diharapkan akan mendukung pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Bappenas terutama dalam konsolidasi penyiapan penyusunan RPJMN 20102014. Selain itu, kerjasama riset tersebut berguna bagi Bappenas dalam menyusun strategi
pengembangan
pulau-pulau
besar
di
Indonesia,
termasuk
(1)
pengembangan Multiregional Input-Output ke dalam Multiregional CGE Model; (2) membangun jaringan kerja penelitian di Indonesia; dan (3) mewujudkan kerjasama dan komunikasi antarpembuat kebijakan dalam penyebaran informasi. Kegiatan harmonisasi kebijakan dan informasi diarahkan untuk mendukung pelaksanaan kerjasama riset tersebut. Harmonisasi kebijakan dan informasi sangat diperlukan agar hasil dari kerjasama riset dapat disebarluaskan kepada semua pemangku kepentingan, mendukung proses alih pengetahuan (knowledge transfer), dan menjamin keberlanjutan kerjasam riset melalui berbagai pokja-pokja
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
59
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
permodelan. Selain itu, kegiatan ini juga diharapkan menghasilkan analisis sederhana dalam penentuan prioritas lokasi untuk pelaksanaan riset berikutnya yang didasarkan atas analisis keterkaitan wilayah sebagai masukan dalam penyusunan RPJMN 2010-2014. Tabel 5.1 Ringkasan Struktur Kegiatan APSI Ilustrasi Aktivitas Hasil Yang Diharapkan Komponen 1: Membangun Instrumen Yang Terintegrasi – Untuk mengukur dampak dari perubahan kebijakan makro dari para pengambil kebijakan. Membangun model computable general equilibrium (IR-CGE) yang Pengamatan area studi (termasuk terintegrasi dan dinamis yang kunjungan dan pengamatan),pengumpulan dapat digunakan dalam analisis data, mengkonsepkan model, dampak kebijakan makro programming, kalibrasi, melakukan tes terhadap berbagai indicator skenario kebijakan, adanya working group, makro. Membangun model ABM agent based model (ABM) laporan ringkasan . yang dapat mendukung analisa dari dampak kebijakan makro terhadap kebijakan mikro. Komponen 2: Adanya kesepakatan kebijakan dan alur informasi - hasil yang diperoleh digunakan sebagai informasi bagi pengambil kebijakan. Skenario pembangunan, asistensi, Adanya alur informasi yang kesekretariatan, lokakarya dan kosultasi efektif dari hasil kegiatan untuk antar pemangku kepentingan, kerjasama proses Pemerintah Indonesia, antar instansi, pojok kerja (working group), proses kebijakan WB, serta laporan ringkasan kebijakan, 2 seminar adaptasi kebijakan akan nasional pengetahuan yang baru. Komponen 3: Membangun Kapasitas (Capacity Building) –Unutk meningkatakan kapasitas dalam mengatasi atau melakukan analisa triple bottom line yang terkait dengan kebijakan makro Pemerintah Indonesia memberkan penilaian terhadap triple bottom line (TBL) assessment dari kebijakan Lokakarya pembangunan kapasitas, on the job training, beasiswa dan kursus singkat makro ,meningkatkan kapasitas melakukan analisa TBL, memberikan informasi terkait dengan kebijakan
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
60
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
Ilustrasi Aktivitas
Hasil Yang Diharapkan
Komponen 4: Manajemen Kegiatan (Project Management) – memaksimalkan efisiensi dan efektivitas dari penyelesain proyek (kegiatan)
Laporan kemajuan kegiatan, web site aktive, pertemuan Steering Committee
Effektif dan Efisien dalam pengelolaan kegiatan , laporan yang tepat waktu, website, komunikasi, mobilisasi Sumber Daya.
Kegiatan ini bertujuan untuk melakukan harmonisasi kebijakan dan informasi dalam pelaksanaan kerjasama riset antara Pemerintah Indonesia dengan AusAid dan CSIRO, mendukung koordinasi dan harmonisasi penyusunan skenario kebijakan pembangunan daerah sebagai masukan dalam penyusunan RPJMN 2010-2014, dan mendukung koordinasi pelaksanaan kegiatan analisis pemilihan prioritas lokasi pelaksanaan riset ke depan dengan menggunakan metode sederhana berdasarkan konsep keterkaitan wilayah. Serangkaian kegiatan koordinasi di dalam pelaksanaan Studi APSI 2009 ini meliputi: 1. Pembentukan Pokja Permodelan dan Kebijakan yang terdiri dari beberapa Kelompok Kerja (pokja), yaitu: a. Pokja model IR-CGE dengan tugas melakukan diskusi terfokus mengenai data, model, dan hasil dari modelling IR-CGE dinamis. b. Pokja Model ABM dengan tugas melakukan diskusi terfokus mengenai data, model dan hasil dari modelling ABM. c. Pokja Kebijakan dengan tugas melakukan diskusi terfokus mengenai hasil-hasil modelling IR-CGE dan ABM terkait dengan penjabarannya dalam skenario kebijakan pembangunan regional, khususnya dalam dokumen RPJMN 2010-2014. Setiap Pokja akan melakukan pertemuan koordinasi minimal satu kali dalam empat bulan dan melakukan konsinyasi untuk penyusunan Laporan minimal 2 kali dalam 12 bulan.
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
61
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
2. Koordinasi untuk analisa wilayah untuk pemilihan prioritas lokasi kegiatan riset ke depan. a. Metodologi Analisa dalam pemilihan lokasi akan menggunakan metode analisis SWOT, dan metode analisis keterkaitan wilayah. b. Pengumpulan Data Sekunder dilakukan dengan memanfaatkan data dan
informasi
yangditerbitkan
oleh
Badan
Pusat
Statistik,
kementerian/lembaga, pemerintah daerah dan sumber data lainnya. Hasil analisa tersebut kemudian akan menjadi masukan terhadap pelaksanaan kegiatan riset ke depan. Sebagai bagian dari koordinasi analisa hasil,
dikembangkan
pokja
konsultasi
dan
koordinasi
perencanaan
pembangunan pusat dan daerah. Selain itu, juga akan diselenggarakan sosialisasi pokja konsultasi dan koordinasi perencanaan pembangunan. Tahap sosialisasi ini antara lain akan dilakukan dalam bentuk lokakarya atau workshop dalam rangka mendiseminasi draft studi dan hasil akhir studi kepada seluruh pihak yang terkait dalam proses perencanaan pembangunan.
Sampai saat ini, riset APSI telah menyelesaikan model statis IR-CGE dan model ABM Kalimantan Timur. Kedua model tersebut telah dapat melakukan simulasi kebijakan secara nasional (IR-CGE) dan Kalimantan Timur (ABM). Untuk memastikan keberlanjutan pengembangan kedua model tersebut di Indonesia, sosialisasi hasil dan pengembangan model perlu dilakukan, baik di tingkat pusat dan daerah. Kegiatan sosialisasi yang dilakukan meliputi: 1. Pembuatan Panduan Pengembangan Model IR-CGE dan ABM Untuk mendukung proses sosialisasi model, disusun sebuah buku panduan pengembangan model IR-CGE dan ABM. Panduan tersebut pada dasarnya berisi 4 hal utama yaitu gambaran umum dari pengembangan model, keterkaitan perencanaan pembangunan dengan model yang sedang dibangun, user guide pengembangan model, dan penggunaan model dalam simulasi kebijakan. 2. Sosialisasi Pusat Sosialisasi akan dilakukan dengan memanfaatkan pokja model yang telah ada, melalui penyebaran panduan yang telah disusun ke berbagai pihak, yaitu
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
62
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
pemerintah, universitas, dan lembaga penelitian. Individu yang terlibat dalam pokja juga diharapkan akan mensosialisasikan ke instansi masing-masing. 3. Sosialisasi Daerah Sosialisasi akan dilakukan dengan melakukan kunjungan lapangan ke berbagai daerah terpilih, dalam hal ini kunjungan di daerah diprioritaskan ke beberapa provinsi yang mewakili pulau-pulau diluar kedua provinsi yang menjadi studi kasus dalam riset ini. Beberapa Provinsi yang menjadi tujuan sosialisasi dan pengembangan model adalah Sumatera Barat (Pulau Sumatera), Sumatera Selatan (Pulau Sumatera), Bali (Pulau Jawa-Bali), Provinsi Nusa Tenggara Barat (Pulau Nusa Tenggara), Provinsi Maluku (Pulau Maluku), dan Provinsi Papua (Pulau Papua). Di daerah, akan dilakukan sosialisasi panduan dan informasi hasil riset yang telah tersedia. Khusus untuk model ABM, karena bersifat spesifik level provinsi, maka sosialisasi ke daerah akan lebih menekankan kepada pengembangan model ABM untuk masing-masing daerah. Selain itu, kunjungan lapangan tersebut akan dilakukan pemilihan daerah potensial yang akan dijadikan studi kasus berikutnya. Selama tahun 2007-2009, telah dilaksanakan beberapa kegiatan dalam rangka peningkatan kapasitas stakeholder pemangku kebijakan baik daerah maupun pusat terhadap pengembangan dan penggunaan model. Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut: i.
Tahap Persiapan Pada tahap awal ini, Tim CSIRO dan Bappenas memberikan informasi awal kepada para pemangku kebijakan di daerah mengenai akan dibangunnya model ABM dengan pilot project di daerah yang bersangkutan. Dalam hal ini Tim CSIRO berperan sebagai pemapar yang memberikan penjelasan mengenai kegiatan pengembangan model ABM yang akan diselenggarakan di daerah terkait. Sedangkan Bappenas sebagai instansi pemerintah berperan sebagai fasilitator yang menyelenggarakan pertemuan antara Tim CSIRO dan pemerintah daerah agar dapat dibangun sebuah kesepakatan mengenai isu-isu penting yang akan menjadi isu utama selain indikator kemiskinan dalam pembangunan model ABM. Setelah terjadi kesepakatan terhadap isu utama
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
63
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
yang akan diangkat, maka dilanjutkan dengan kegiatan survei. Pelaksanaan kegiatan survei untuk pengembangan model ABM melibatkan Tim CSIRO yang berperan sebagai tim materi yaitu menyediakan alat survei berupa kuisioner. Selain Tim CSIRO, kegiatan survei juga melibatkan tim surveyor yang berasal dari Perguruan Tinggi dengan tugas mendistribusikan kuisioner yang telah disusun oleh Tim CSIRO. Hasil survei tersebut akan dibahas dan divalidasi lebih lanjut bersama pemangku kebijakan terkait yaitu pemerintah daerah dalam hal ini Bappeda Kabupaten. ii.
Tahap Pengembangan dan Konfirmasi Pada tahap yang kedua ini, dilakukan sosialisasi mengenai perkembangan penyusunan model yang telah dilakukan. Selain itu, juga dilakukan konfirmasi dan validasi data terutama menyangkut perihal survei yang telah dilakukan oleh Tim Perguruan Tinggi setempat kepada para pemangku kebijakan di daerah (Bappeda Kabupatan/Provinsi dan Badan Pusat Statistik Provinsi). Dalam tahapan ini diharapkan adanya feedback dari para pemangku kebijakan sebelum hasil survei yang diperoleh dibangun menjadi sebuah model. Bappenas sebagai instansi pemerintah pusat dalam hal ini berperan sebagai fasilitator yang menyediakan tempat bagi pemangku kebijakan di daerah, Tim CSIRO, dan Tim Surveyor untuk berdiskusi.
iii.
Tahap Transfer Knowledge dan Pengenalan Model Tahap yang terakhir yaitu tahap transfer knowledge dan pengenalan model. Dalam tahapan ini, dilakukan sosialisasi dan pengenalan model kepada para pemangku kebijakan di daerah. Dalam pertemuan tersebut, dibangun sebuah komunitas pemodel ABM dan IRCGE. Meskipun, model yang disosialisasikan belum merupakan model yang final, namun diharapkan sudah dapat dipahami oleh pemangku kebijakan di daerah. Sehingga pada akhirnya apabila model tersebut telah selesai dibangun, para pemangku kebijakan di daerah terkait dapat menggunakan dan mengaplikasikannya dalam menentukan kebijakan pembangunan. Pada tahap ini, Tim CSIRO dan Bappenas berperan sebagai trainer dan presenter yang menyajikan materi dalam upaya transfer knowledge model ABM kepada pemangku kebijakan di daerah.
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
64
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
iv.
Pembentukan Pokja Permodelan dan Kebijakan yang terdiri dari beberapa Kelompok Kerja (pokja). Pokja model IR-CGE dengan tugas melakukan diskusi terfokus mengenai data, model, dan hasil dari modelling IR-CGE dinamis. Pokja Model ABM dengan tugas melakukan diskusi terfokus mengenai data, model dan hasil dari modelling ABM. Pokja secara intensif mengikuti setiap pelatihan , lokakarya dan seminar yang diadakan sebagai rangkaian kegiatan. Pokja ini bertugas menjaga kelangsungan pengembangan dan penggunaaan dari kedua model tersebut.
v.
Koordinasi untuk analisa wilayah untuk pemilihan prioritas lokasi kegiatan riset ke depan. Metodologi Analisa dalam pemilihan lokasi akan menggunakan metode analisis SWOT, dan metode analisis keterkaitan wilayah. Pengumpulan Data Sekunder
dilakukan
yangditerbitkan
oleh
dengan Badan
memanfaatkan Pusat
data
Statistik,
dan
informasi
kementerian/lembaga,
pemerintah daerah dan sumber data lainnya. Hasil analisa tersebut kemudian akan menjadi masukan terhadap pelaksanaan kegiatan riset ke depan. vi.
Pelaporan. Terdiri dari Laporan Pendahuluan dan Laporan Akhir. Laporan pendahuluan merupakan laporan antara pertengahan waktu operasionalisasi kegiatan. Laporan akhir merupakan laporan yang berisi semua
substansi
pekerjaan,
dimana
pada
dasarnya
semua
tahapan
operasionalisasi pekerjaan koordinasi secara substansial dianggap sudah selesai, termasuk sosialisasi hasil dari sinkronisadi dan harmonisasi kebijakan dan informasi dalam pelaksanaan kerjasama riset APSI. vii.
Struktur Organisasi Kegiatan ini dilaksanakan oleh Deputi Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah-Direktorat Pengembangan Wilayah. Jadwal kegiatan dapat dilihat sebagai berikut.
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
65
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
Pada tahun 2009, tahapan sosialisasi akan difokuskan pada kemampuan pemodel ABM untuk menggunakan model ABM. Selain itu, tahapan sosialisai juga difokuskan dalam hal membentuk sebuah skenario kebijakan di daerah yang didasarkan pada berbagai masalah yang dihadapi oleh daerah. Oleh karena itu, tahapan sosialisasi ke depan akan banyak melibatkan para pemodel ABM di daerah dan para pengambil kebijakan di daerah. V.5
Temu Konsultasi Bappenas – Bappeda Provinsi
Pembangunan daerah sebagai penjabaran dari pembangunan nasional, kinerja pembangunan nasional merupakan agregat dari kinerja pembangunan seluruh daerah. Pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan nasional merupakan agregasi dari pencapaian semua provinsi, dan pencapaian tujuan di tingkat provinsi merupakan agregasi pencapaian tujuan di tingkat kabupaten/kota.
Dengan
demikian tanggungjawab untuk mencapai tujuan dan sasaran-sasaran dalam pembangunan nasional menjadi kewajiban bersama antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Perencanaan pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem perencanaan pembangunan nasional. kebijakan,
program
dan
kegiatan
pembangunan
sangat
Sinkronisasi
penting
untuk
mengoptimalkan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya yang terbatas. Dalam upaya meningkatkan konsistensi dan keterpaduan kegiatan pembangunan antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah baik dari sisi perencanaan,
penganggaran,
pelaksanaan,
pengendalian
maupun
evaluasi,
Bappenas
melaksanakan ‘Temu Konsultasi Bappenas – Bappeda Provinsi”. Koordinasi temu konsultasi Bappenas – Bappeda Provinsi telah diadakan pada tanggal 22 April 2009 di Bappenas. Dialog dan Konsultasi antara Bappenas-Depkeu-Depdagri dan Bappeda Provinsi ini membahas tentang “Masalah-Masalah Dalam Pembangunan Daerah 2005-2009 dan Kebijakan Pembangunan Daerah dalam Rancangan RKP 2010”. Butir-butir kesepakatan dari pertemuan tersebut adalah:
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
66
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
1.
Dalam hal penyelenggaraan dialog dan temu konsultasi, disepakati bahwa Dialog dan Konsultasi Triwulanan dipandang penting dan bermanfaat sehingga perlu dilanjutkan.
2.
Dalam hal perencanaan, disepakati untuk: a) Perlu penerapan perencanaan dan penganggaran berbasis kinerja secara konsisten termasuk penyiapan standar pelayanan minimum. b) Perlu konsistensi antara RPJMD, RKPD, KUA dan PPA. c) Perlu penegasan pembagian kewenangan pusat dan daerah yang lebih jelas dan operasional. d) Perlu insentif bagi daerah yang dapat menyiapkan RAPBD secara lebih cepat, akurat dan tepat. e) Perlu penegasan batas kewenangan DPRD dalam penyusunan anggaran daerah. f) Perlu penyebarluasan sejak awal informasi tentang RKA-K/L menurut wilayah sebagai acuan dalam sinkronisasi program dan kegiatan dengan RKA-SKPD. g) Perlu optimalisasi peran Bappenas dalam perencanaan dan penganggaran. h) Perlu forum komunikasi Bappenas dan Bappeda i) Perlu peningkatan kapasitas perencanaan di Bappeda j) Perlu penataan sistem informasi perencanaan yang terpadu mulai dari musrenbang
desa/kelurahan,
musrenbang
kecamatan,
musrenbang
kab/kota, musrenbang provinsi dan musrenbang nasional sebagai dasar penganggaran, pemantauan dan evaluasi pembangunan. 3.
Sehubungan dengan penganggaran 2009, disepakati hal-hal sebagai berikut: a) Perlu percepatan pelaksanaan kegiatan Tahun Anggaran 2009 untuk meningkatkan daya serap anggaran dan menghindari penumpukan penyerapan di akhir tahun anggaran. b) Perlu penegasan Pemerintah Daerah untuk mengalokasikan anggaran pendidikan sesuai ketentuan. c) Perlu penetapan target pendapatan daerah secara akurat. d) Perlu optimalisasi anggaran daerah untuk menghindari SILPA. e) Perlu perbaikan dalam pelaporan dan pertanggungjawaban penggunaan anggaran daerah.
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
67
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
4.
Sehubungan dengan penganggaran 2010, disepakati hal-hal sebagai berikut: a)
Perlu perbaikan perencanaan termasuk penetapan RAPBD dan DIPA untuk mengefektifkan belanja daerah.
b)
Perlu peningkatan daya serap anggaran.
c)
Perlu perumusan kebijakan dan kegiatan yang bersifat inovatif untuk menciptakan kesempatan kerja.
d)
Perlu langkah-langkah pemerintah daerah dalam penghematan energi.
e)
Perlu optimalisasi peran swasta dan kerjasama antardaerah dalam mempercepat pengembangan wilayah.
f)
Prioritas Tahun 2010: (1) pemberdayaan masyarakat dan pengurangan kemiskinan, (2) infrastruktur, (3) rasionalisasi pajak dan retribusi, (4) penggunaan produk dalam negeri, dan (5) pembatasan belanja pada jenis belanja tertentu.
5.
Terkait dengan dana transfer daerah 2010, disepakati hal-hal sebagai berikut: a)
RAPBN TA 2010 merupakan baseline agar fleksibel.
b)
RAPBN TA 2010 diarahkan menjaga stabilitas nasional, kelancaran kegiatan penyelenggaraan operasional pemerintahan, dan peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat.
c)
Kebijakan Transfer ke Daerah Tahun 2010: Dana Bagi Hasil meningkatkan akurasi realisasi PNBP dan perhitungan DBH untuk penyaluran, ketepatan jumlah dan waktu penyaluran, penyaluran DBH Panas Bumi. Dana Alokasi Umum melanjutkan formula DAU Non Hold harmless, dengan perhitungan sekurang-kurangnya 26% dari PDN Neto Dana Alokasi Khusus Besaran alokasi diperkirakan sama dengan tahun 2009, meningkatkan akurasi pembobotan wilayah dengan penggunaan
data
berdasarkan
kondisi
wilayah,
akurasi
data
infrastruktur; dan peningkatan besaran DAK berdasarkan kesediaan K/L mengalihkan anggaran untuk daerah. 6.
Terkait dengan pelaksanaan, disepakati hal-hal sebagai berikut: a)
Perlu percepatan proses pengadaan barang dan jasa dengan tetap mengikuti ketentuan yang berlaku.
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
68
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
b)
Perlu peningkatan kapasitas dan kompetensi SDM dalam pengelolaan anggaran daerah.
c)
Perlu penataan dan sinkronisasi program pembangunan dekonsentrasi dan tugas pembantuan sesuai dengan beban SKPD dengan tujuan menghindari
keterlambatan
pelaksanaan
prorgam
pelaksanaan
dekon
dan
kegiatan
pembangunan. d)
Penentuan
personil
dalam
di
daerah
agar
mengikutsertakan pemerintah daerah 7.
Terkait dengan pemantauan dan evaluasi, disepakati hal-hal sebagai berikut: a)
Perlu penataan dan pengembangan data dasar sebagai acuan dalam pemantauan
dan
evaluasi
kebijakan,
program
dan
kegiatan
pembangunan. b)
Perlu penataan dan harmonisasi sistem pelaporan, dan sistem pengendalian dan evaluasi yang terpadu.
c)
Perlu pelaksanaan mekanisme pelaporan berkala dan berjenjang secara konsisten.
d)
Perlu pemisahan yang jelas tentang pelanggaran administrasi tindak pidana untuk mencegah ketakutan yang berlebihan bagi aparat daerah dan mengurangi hambatan pelaksanaan kegiatan pembangunan daerah.
8.
Terkait dengan penanggulangan kemiskinan, hal-hal yang disepakati sebagai berikut: a)
Perlu dukungan dan komitmen Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan prorgam pengurangan kemiskinan termasuk PNPM, Raskin dan lainnya.
b)
Perlu updating data dasar penduduk miskin dan pengembangan sistem informasi kependudukan oleh Pemerintah Daerah.
c)
Perlu koordinasi dan sinkronisasi program dan kegiatan penanggulangan kemiskinan dengan program pembangunan yang bersumber dari APBD.
d)
Perlu pelembagaan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan di provinsi dan kabupaten/kota
9.
Terkait dengan isu strategis wilayah, disepakati hal-hal sebagai berikut: a)
Perlu prakarsa strategis dalam peningkatan daya saing nasional dan daerah.
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
69
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
b)
Perlu adanya insentif bagi daerah yang mempunyai kawasan konservasi sesuai dengan pengaturan tata ruang yang telah ditetapkan.
c)
Perlu adanya insentif bagi provinsi kepulauan yang memiliki banyak pulau kecil dan tersebar.
d)
Perlu rencana strategis yang jelas tentang percepatan pembangunan infrastruktur
termasuk
berbagai
komitmen
dalam
pembangunan
pelabuhan, jalan dan pembangkit listrik di daerah. e)
Perlu rencana tindak nyata dalam percepatan pembangunan kawasan perbatasan dengan memperhatikan keseimbangan pembangunan sosial, ekonomi, dan hankam.
f)
10. Terkait dengan persiapan musrenbangnas, Perlu persiapan sidang kelompok secara lebih baik terutama menyangkut persandingan antara Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (Renja-K/L) dengan Usulan Pendanaan Satuan Kerja Perangkat Daerah (UPSKPD).
g)
UPSKPD dari daerah harus masuk paling lambat tanggal 1 Mei 2009.
h)
Perlu kehadiran pejabat yang berwenang dari Kementerian/Lembaga dalam sidang kelompok sehingga dapat mengambil keputusan secara cepat.
i)
Perlu tindak lanjut hasil Musrenbangnas dengan melakukan revisi Renja K/L untuk menampung usulan dari Pemerintah Daerah yang tekah disetujui dalam Sidang Kelompok
10. Terkait dengan rencana ke depan, disepakati hal-hal sebagai berikut: a)
Penetapan waktu dan lokasi untuk Dialog dan Konsultasi Triwulanan berikutnya.
b)
Penyiapan isu strategis per wilayah sebagai agenda pembahasan Dialog dan Konsultasi Triwulanan berikutnya
c)
Penyiapan mailinglist dan website sebagai media komunikasi Bappenas, Depdagri, Depkeu dan Bappeda
d)
Dalam hal penyelenggaraan Musrenbangnas 2008, tercapai kesepakatan yaitu: persandingan Renja-K/L dan Renja-SKPD akan terus diupayakan semakin baik dan sesuai jadwal; Bappeda Provinsi perlu menentukan kegiatan paling prioritas sehingga dapat diputuskan dalam Musrenbang Nasional; hasil Musrenbang Nasional akan disampaikan dalam Trilateral
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
70
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
Meeting; dan format sidang kelompok memperhitungkan jumlah provinsi. e)
Dalam hal penganggaran (sinergi perencanaan belanja K/L dan daerah tahun
2008),
disepakati
bahwa
Pembahasan
mengenai
dana
dekonsentrasi yang tidak hanya difokuskan pada non fisik saja akan dilakukan antara Departemen Dalam Negeri dan Departemen Keuangan; dan akan disampaikan kepada Departemen Keuangan mengenai DIPA yang diserahkan tanggal 2 Januari, tapi belum semua anggaran dekonsentrasi diketahui oleh daerah. f)
Dalam hal penganggaran (dana perimbangan dan percepatan APBD), disepakati bahwa perlu perubahan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengesahan RAPBD; Depdagri seharusnya hadir dalam Dialog dan Temu Konsultasi Triwulanan; dan pemberitahuan secepatnya tentang peralihan tugas BRR.
g)
Dalam hal pelaksanaan penanggulangan kemiskinan, disepakati bahwa profil kemiskinan akan disajikan secara lebih lengkap termasuk karakteristik penduduk miskinan dan lokasi wilayah miskin; dan koordinasi program oleh Kantor Menko.
V.6 Koordinasi Kegiatan Prakarsa Strategis Pengembangan Pulau Dalam Rangka Penyusunan Buku III RKP 2010 dan RPJMN 20102014 Berdimensi Kewilayahan Pengembangan wilayah di Indonesia mengalami perkembangan untuk terus mencari pendekatan yang lebih komprehensif, disesuaikan dengan dinamika dan kebutuhan
setiap
masa.
Regionalisasi
perencanaan
dengan
pendekatan
perencanaan pembangunan berbasis pulau-pulau besar (Sumatera, Jawa–Bali, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua) untuk mencapai tujuan pengembangan wilayah diantaranya dilakukan melalui penataan ruang (sebagai salah satu alat untuk pengembangan wilayah). Penataan ruang ini dimanfaatkan sebagai leverage agar pulau-pulau besar tersebut berkembang mencapai tujuan yang ditetapkan.
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
71
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
Regionalisasi dalam pengembangan wilayah nasional mengacu pada keserasian dan keseimbangan pembangunan ekonomi wilayah dengan kelestarian lingkungan, sehingga terwujud pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Rencana Tata Ruang Pulau (RTRP) harus dapat memberikan arahan struktur ruang pulau yang menjamin keseimbangan pertumbuhan ekonomi regional, arahan alokasi pemanfaatan ruang makro yang dapat menjamin pembangunan berkelanjutan, serta arahan kebijakan pengelolaannya. Aplikasi regionalisasi RTRP diharapkan dapat menjadi landasan ataupun acuan kebijakan dan
strategi
pembangunan
bagi
sektor-sektor
maupun
wilayah-wilayah
(provinsi/kabupaten/kota) yang berkepentingan sehingga terwujud kesatuan penanganan yang sinergis, mengurangi potensi konflik lintas wilayah dan lintas sektoral, yang pada akhirnya akan memperkuat Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sementara itu, Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2005-2025 telah mengamanatkan pendekatan regional ini sebagai salah satu strategi untuk mencapai tujuan pembangunan. Dalam RPJP tersebut, tujuan mewujudkan Indonesia asri dan lestari dengan memperbaiki pengelolaan pelaksanaan pembangunan
yang
lebih
seimbang
antara
pemanfaatan,
keberlanjutan,
keberadaan, dan kegunaan sumber daya alam dan lingkungan hidup dilakukan melalui pemanfaatan ruang yang serasi antara penggunaan untuk permukiman, kegiatan sosial ekonomi, dan upaya konservasi. Salah satu arah pembangunan jangka panjang 2005 – 2025 dalam rangka mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan adalah melalui pengembangan wilayah. Pelaksanaan pengembangan wilayah tersebut dilakukan secara terencana dan terintegrasi dengan semua rencana pembangunan sektor dan bidang. Rencana pembangunan dijabarkan dan disinkronkan ke dalam rencana tata ruang yang konsisten, baik materi maupun jangka waktunya. Oleh karena itu, peranan Rencana Tata Ruang menjadi bagian yang tak terpisahkan dari penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahap II (2010-1014) dan RPJM selanjutnya. Penekanan secara khusus terhadap pendekatan regional dalam rencana pembangunan juga termuat dalam rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) tahap II (2010-2014). Tahapan dan skala prioritas dalam RPJM Tahap II
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
72
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
(2010 – 2014) adalah meningkatnya kualitas perencanaan tata ruang serta konsistensi pemanfaatan ruang dengan mengintegrasikannya ke dalam dokumen perencanaan pembangunan terkait dan penegakan peraturan dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang. Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah telah melaksanakan kajian prakarsa strategis penyusunan strategi pembangunan berbasis pulau – pulau besar (Sumatera, Jawa-Bali, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara dan Papua) pada tahun 2007 dan 2008. Berdasarkan hasil kajian strategi pembangunan berbasis pulau, maka dipandang perlu untuk menindaklanjuti kajian tersebut dengan upaya sinkronisasi dan sosialisasi sebagai dasar penyusunan dokumen RPJMN 2010- 2014.
Adapun tujuan dari kegiatan Prakarsa Strategis Rancangan RPJMN 2010-2014 Dalam Dimensi Ruang dan Wilayah: Sinkronisasi Perencanaan Sektoral, Daerah dan Spasial ini adalah: 1.
Melakukan sinkronisasi dan harmonisasi antara perencanaan sektoral, daerah dan spasial.
2.
Melakukan kegiatan sosialisasi hasil penyusunan strategi pembangunan pulau – pulau besar (Sumatera, Jawa–Bali, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua).
3.
Melakukan penyempurnaan hasil penyusunan strategi pembangunan pulau – pulau besar (Sumatera, Jawa–Bali, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua).
4.
Penyempurnaan dokumen strategi pembangunan pulau – pulau besar dalam RPJMN 2010-2014.
Dalam rangka kegiatan prakarsa strategis pengembangan pulau, dilakukan beberapa kegiatan TPRK sebagai berikut: No 1
Tema
Tanggal
Persiapan kegiatan dan koordinasi serta review Rabu, 18 Maret 2009
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
73
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
No
Tema
Tanggal
dokumen hasil kegiatan prakarsa pengembangan pulau 2008 2
Perubahan pembahasan matriks dan analisis
Kamis, 23 April 2009
pulau 3
Pembahasan dan penyesuaian matriks sesuai
Kamis, 28 Mei 2009
format RPJMN 2010-2014 4
Pembahasan kerangka penulisan rancangan
Senin, 22 Juni 2009
buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 5
Pembahasan Rancangan Awal RPJMN 2010-
Senin, 15 Juli 2009
2014 Berdimensi Kewilayahan 6
Pembahasan Matriks Buku III perwilayah
Selasa, 4 Agustus 2009
7
Pembahasan revisi matriks dan persiapan
Selasa, 11 Agustus 2009
lokakarya 8
Diskusi masukan dan komentar dari lokakarya
Senin, 5 Oktober 2009
perwilayah 9
Pembahasan draft narasi dan matriks buku 3
Jum’at, 6 November 2009
RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan 10
Finalisasi Draft Akhir Narasi dan Matriks
Senin, 20 November 2009
Buku III RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan Dalam rangka penyusunan Buku III RPJMN 2010-2014, dilakukan: 1.
Sosialisasi Penyusunan Rancangan RPJMN 2010-2014 Dalam Dimensi Ruang dan Wilayah “Sinkronisasi Perencanaan Sektoral, Daerah dan Spasial
2.
Workshop Penyusunan Rancangan RPJMN 2010-2014 Berdimensi Kewilayahan “Sinkronisasi Perencanaan Sektoral, Daerah dan Spasial” yaitu pada: a.
Rabu, 12 Agustus 2009 untuk wilayah Kalimantan
b.
Senin, 7 September 2009 untuk wilayah Jawa-Bali
c.
Selasa, 8 September 2009 untuk wilayah Sumatera
d.
Kamis, 10 September 2009 untuk wilayah Sulawesi
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
74
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
e.
Senin, 14 September 2009 untuk wilayah Nusa Tenggara, Maluku dan Papua.
V.7 Koordinasi Kegiatan Capacity Building for Regional Development Policy Formulation (DSF) Indonesia menghadapi tantangan pengelolaan pembangunan yang sangat besar di daerah-daerah. Indikator pembangunan di daerah-daerah sangat bervariasi dari waktu ke waktu. Misalnya, menurut data produk domestik regional bruto (PDRB), disparitas pendapatan per kapita provinsi tergolong besar di Indonesia. 1 Resosudarmo dan Vidyattama (2006) memperlihatkan bahwa meskipun terdapat konvergensi PDRB per kapita antara provinsi termiskin dan terkaya dari 1993 sampai 2002, disparitas yang besar terus terjadi. Seperti halnya dengan negaranegara berkembang lainnya, Indonesia telah menempuh jalur pembangunan yang berliku-liku selama beberapa dekade terakhir. Di awal tahun 1960an, terjadi krisis ekonomi dengan tingkat inflasi yang tidak terkendali, namun setelah itu keadaan relatif stabil. Exploitasi cadangan minyak dan gas bumi yang berbarengan dengan lonjakan harga minyak dunia menghasilkan pendapatan yang sangat besar untuk pemerintah dimana hasil tersebut sebagian digunakan untuk membiayai program pembangunan secara luas sehingga sebagian besar masyarakat Indonesia di seluruh nusantara dapat menikmati manfaat yang nyata. Meskipun belum pernah mencapai pertumbuhan yang luar biasa dari apa yang disebut sebagai perekonomian macan (tiger economies), pertumbuhan terus berjalan dengan bantuan investasi luar negeri dan dukungan sistem politik. Guncangan dari luar dan tekanan inflasi pada umumnya memperlambat laju pertumbuhan yang sedang berlangsung, namun kejadian yang cukup mengganggu stabilitas ekonomi, politi, dan keamanan adalah sejak terjadinya krisis Asia pada tahun 1997 di mana hasil-hasil pembangunan ekonomi yang dicapai selama bertahun-tahun lenyap dalam kurun waktu beberapa bulan.
1
Resosudarmo dan Vidyattama, 2006, ASEAN Economic Bulletin 23.1 (2006) 31-44
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
75
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
Dengan dimulainya era desentralisasi pada tahun 2001 melalui pelaksanaan Undang-Undang No. 22/99 maka berbagai tanggung jawab diserahkan kepada pemerintah daerah. Sampai tahun 2001, pemulihan perekonomian berlangsung dengan baik dan, pada tahun 2004, agenda desentralisasi tertanam kuat dalam revisi utama undang-undang desentralisasi. Sumber daya fiskal yang cukup besar saat
ini
dikendalikan
oleh
pemerintah
daerah,
khususnya
di
tingkat
kabupaten/kota. 30% dari total belanja negara ditransfer ke daerah-daerah pada tahun 2008 meskipun belanja daerah jika dilihat dari persentase total belanja nasional bahkan lebih tinggi karena pendapatan daerah terdiri dari pendapatan asli daerah dan dana transfer pusat. Total realisasi belanja pemerintah meningkat cukup besar sejak tahun 2001. Karena pola pembangunan yang kompleks di seluruh Indonesia dalam beberapa dekade terakhir ini serta keberhasilan dan kegagalan kebijakan pembangunan dan masalah disparitas daerah selama ini maka merupakan saat yang tepat untuk menginventarisasi dan memeriksa kembali lingkungan kebijakan yang terkait dengan pembangunan daerah menurut perspektif yang baru. Tantangan-tantangan baru telah muncul, seperti tekanan lingkungan yang menuntut pembangunan secara ramah lingkungan, keinginan yang umumnya dinyatakan jika pembangunan melibatkan pemangku kepentingan yang lebih luas dan dampak globalisasi terhadap daerah-daerah. Tekanan ekonomi, sosial dan politik akan terus berubah dan memerlukan jawaban kebijakan yang berkelanjutan dan tepat untuk menghadapi tantangan-tantangan ini. Terkait dengan hal tersebut maka Diorektorat Pengembangan Wilayah dengan bantuan Program Decentralization Support Facilities (DSF) melaksanakan kegiatan Capacity Building for Regional Development Policy Formulation, yang terbagi kedalam 2 tahap, dengan sasaran utama untuk memberikan kontribusi untuk mengurangi kesengjangan antardaerah melalui kebijakan pembangunan daerah yang lebih efektif, melalui beberapa tujuan yaitu: (1) Melakukan tinjauan historis secara singkat tentang pembangunan daerah sejak tahun 1967 (mulai dari rencana pembangunan lima tahun pertama di zaman Orde Baru). Yang menjadi fokus khususnya adalah masa transisi sejak akhir tahun 1990-an; (2) Mengidentifikasi data yang tersedia saat ini, kesenjangan data dan melakukan kajian terhadap data yang tersedia dan bagaimana data digunakan
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
76
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
untuk pembuatan kebijakan pembangunan daerah; (3) Melakukan kajian terhadap kebijakan
pembangunan
daerah
dan
proses
pembuatan
kebijakan;
(4)
Menyebarluaskan hasil kajian kebijakan agar berguna bagi para pemegang kebijakan; (5) Mengembangkan kapasitas internal Bappenas untuk mengkaji dan meningkatkan
kebijakan
pembangunan
daerah
dengan
meningkatkan
keterampilan staf penting Bappenas; (6) Mengkaji kebijakan, masalah dan prioritas pembangunan daerah di 7 daerah dan mengembangkan dokumen strategi untuk setiap daerah yang memerinci bagaimana pembangunan dapat ditingkatkan di setiap daerah dan memberikan perincian yang cermat tentang implikasi kebijakan. Secara singkat, program DSF khususnya Pembangunan Kapasitas untuk Perumusan Kebijakan Pembangunan Daerah, terbagi kedalam 2 tahap yaitu: Tahap 1 mengenai Pembangunan daerah di Indonesia: Suatu Tinjauan terhadap Pengalaman dan Pencapaian”, dimana akan dilakukan review terhadap berbagai dokumen kebijakan pembangunan sejak Repelita I hingga RPJMN 2004-2009. Sedangkan Tahap II terkait dengan perumusan Rencana Strategi Rinci pengembangan wilayah di Sumatera, Jawa-Bali, Kalimantan, Sulawesi, maluku, Nusa Tenggara, dan Papua yang rencananya akan dimulai pada awal tahun 2010. Dalam perkembangannya hingga saat ini telah dilakukan berbagai bentuk koordinasi untuk menyelaraskan kegiatan pada tahap I tersebut, agar sesuai dengan tujuan dan output yang ingin dihasilkan. Dalam mendukung kegiatan pada tahap I tersebut, telah dilibatkan sejumlah tenaga ahli dengan latar beloakang yang berbeda sesuai dengan keahliannya untuk membantu dalam perumusan dokumen review Pembangunan daerah di Indonesia: Suatu Tinjauan terhadap Pengalaman dan Pencapaian”. Bentuk koordinasi yang telah dilakukan antara Tenaga Ahli Pengembangan Wilayah-DSF, Sekretariat DSF, dan direktorat pengembangan Wilayah, diantaranya: 1.
Diskusi Rutin Dwi Mingguan Dalam
upaya
mematangkan
kegiatan
review
dokumen
kebijakan
pembangunan daerah yang dimulai pada Repelita I hingga RPJMN 2004-
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
77
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
2009, maka dilakukan diskusi rutin dwi mingguan, dengan perkembangan sebagai berikut: Diskusi Dwi Mingguan I
:
Deskripsi:
27 Agustus 2009 Dilakukan
untuk
memberikan
arahan
kajian kedepan bersama tenaga ahli yang akan dilibatkan dalam perumusan dan penyelesaian kajian tersebut. Diskusi Dwi Mingguan II :
6 Oktober 2009
Deskripsi:
Pembahasan Draft I penyusunan laporan, kerangka kerja hingga akhir Desember 2009, penyusunan kerangka berfikir, dan pembagian tugas diantara masing-masing tim tenaga ahli.
Diskusi Dwi Mingguan III : Deskripsi
:
30 Oktober 2009 Pembahasan
kemajuan
penyusunan
Draft
laporan,
II serta
penyempurnaan arahan kajian kedepan untuk finalisasi draft RPJMN 2010-2014 Dimensi Kewilayahan terutama dengan memasukkan pusat=pusat pertumbuhan baru di masing-masing wilayah Sumatera, Jawa-Bali, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, dan Papua. Diskusi Dwi Mingguan IV : Deskripsi
:
13 Oktober 2009 Pembahasan
kemajuan
laporan
agenda
dan
finalisasi
Draft
penyusunan
kedepan
RPJMN
untuk
2010-2014
Dimensi Kewilayahan.
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
78
Koordinasi dan Kerjasama Perencanaan Pengembangan Wilayah
2. Konsinyering
Kegiatan
Capacity
Building
for
Regional
Development Policy Formulation (DSF) Dalam upaya poenyempurnaan draft RPJMN 2010-2014 Dimensi Kewilayahan (Buku III) yang telah disusun, maka tim expert kajian terseburt didukung dengan tim lainnya akan memberikan masukan bagi penyempurnaan Buku III tersebut terutama terkait dengan penentuan pusat-pusat pertumbuhan baru dimasing-masing wilayah, yang sedianya akan diarahkan untuk berkembang selama 5 tahun mendatang. Terkait demngan
upaya tersebut, makan Direktorat Pengembangan Wilayah
akan mengadakan konsinyering yang akan dilaksanakan pada Rabu, 18 November 2009, sehungga diharapkan akan dihasilkan dokumen perencanaan yang komprehensif.
Direktorat Pengembangan Wilayah Bappenas
79