LAPORAN AKHIR KAJIAN PENGEMBANGAN WISATA SYARIAH
Susunan Anggota Kelompok Kerja: Pengarah Penanggungjawab Narasumber Pembina Peneliti Ketua Wakil Ketua Sekretaris Bendahara Anggota
: Deputi Bidang Pengembangan Kebijakan Kepariwisataan : Asisten Deputi Litbang Kebijakan Kepariwisataan : Lokot Ahmad Enda : Roby Ardiwidjaja : Dini Andriani : Kemal Akbar Khalikal : Lestya Aqmarina : Titi Nurhayati : 1. Ika Kusuma Permanasari 2. Robby Binarwan 3. Desty Murniati 4. Rakhman Priyatmoko 5. Woro Swesti 6. Rahma Prihatini 7. Nuryadin 8. Ajeng Puspita Tiara Anggraini
ASISTEN DEPUTI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN KEPARIWISATAAN DEPUTI BIDANG PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN KEPARIWISATAAN KEMENTERIAN PARIWISATA 2015
i
ii
KATA PENGANTAR Saat ini konsep syariah telah menjadi tren dalam ekonomi global, mulai dari produk makanan dan minuman, keuangan, hingga gaya hidup. Sebagai tren baru gaya hidup, maka banyak negara yang mulai memperkenalkan produk wisatanya dengan konsep halal dan Islami. Bahkan negara seperti Jepang, Australia, Thailand, Selandia Baru, dan sebagainya yang notabene bukan negara mayoritas berpenduduk muslim turut membuat produk wisata syariah. Terminologi wisata syariah masih belum memiliki batasan yang jelas. Dan masih menggunakan beberapa nama yang cukup beragam diantaranya Islamic Tourism, Halal Friendly Tourism Destination, Halal Travel, Muslim-Friendly Travel Destinations, halal lifestyle, dan lain-lain. Bahkan di Indonesia sendiri batasan konsep pariwisata syariah juga belum jelas. Menurut beberapa pakar pariwisata wisata syariah merupakan suatu produk pelengkap dan tidak menghilangkan jenis pariwisata konvensional. Sebagai cara baru untuk mengembangkan pariwisata Indonesia yang menjunjung tinggi budaya dan nilai-nilai Islami tanpa menghilangkan keunikan dan orisinalitas daerah. Penelitian ini mengidentifikasi kondisi wisata syariah di Indonesia dengan mengambil studi kasus di Aceh dan Manado. Kedua lokasi tersebut dipilih sebagai perbandingan konsep yang tepat untuk pengembangan wisata syariah dengan karakteristik demografi daerah yang berbeda. Laporan akhir ini masih jauh dari kata sempurna, setidaknya masih memerlukan saran dan kiritik yang membangun guna perbaikan ke depan. Namun demikian penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah dan referensi bagi penyusun kebijakan mengenai pengembangan wisata syariah di Indonesia.
Jakarta, November 2015 Asdep Litbang Kebijakan Kepariwisataan
Abdul Kadir
i
ABSTRAK Sektor ekonomi berbasis Islam akhir-akhir ini telah meningkat secara signifikan, yaitu kuliner, keuangan Islam, industri asuransi, fesyen, kosmetik, farmasi, hiburan, dan pariwisata. Pariwisata Syariah dipandang sebagai cara baru untuk mengembangkan pariwisata Indonesia yang menjunjung tinggi budaya dan nilai-nilai Islami. Wisata syariah tidak diartikan sebagai suatu wisata ke kuburan (ziarah) ataupun ke masjid, melainkan wisata yang di dalamnya berasal dari alam, budaya, ataupun buatan yang dibingkai dengan nilai-nilai Islam. Wisata syariah tidak hanya melulu terkait dengan nilai-nilai agama, tetapi lebih mengarah pada lifestyle. Kondisi pariwisata syariah di Indonesia masih belum maksimal. Padahal jika digarap lebih serius, potensi pengembangan wisata syariah di Indonesia sangat besar. Belum banyak biro perjalanan yang mengemas perjalanan inbound dengan paket halal travel, tetapi lebih banyak pengemasan perjalanan outbound seperti umrah dan haji. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan mendeskripsikan potensi destinasi wisata syariah di Indonesia, menganalisis kesiapan masing-masing destinasi wisata melalui persepsi pelaku usaha wisata dan wisatawan dalam mengembangkan wisata syariah di Indonesia, dan menghasilkan strategi yang tepat untuk mengembangkan wisata syariah sesuai karakteristik destinasi wisata di Indonesia. Pengumpulan data dan informasi dilakukan melalui FGD, wawancara mendalam dan penyebaran kuesioner terhadap 100 orang wisatawan di Aceh dan Manado. Berdasarkan hasil kajian ini, Aceh sudah cukup optimal mencanangkan wisata syariah dalam produk wisatanya namun masih memerlukan beberapa perbaikan atau strategi dalam menggaet wisman Malaysia sebagai market utamanya. Sementara, Manado ditemukan belum optimal atau belum siap dalam pengembangan wisata syariah dan masih cukup banyak yang harus disiapkan jika akan mengembangkan wisata syariah. Kata kunci: wisata syariah, pengembangan wisata
ii
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...................................................................................................................... KATA PENGANTAR................................................................................................................... ABSTRAK....................................................................................................................................... DAFTAR ISI...................................................................................................................................
o i ii iii
1. PENDAHULUAN................................................................................................................ 1.1. Latar Belakang........................................................................................................ 1.2. Identifikasi dan Perumusan Masalah............................................................ 1.3. Ruang Lingkup/Batasan Masalah Penelitian............................................. 1.4. Tujuan Penelitian................................................................................................... 1.5. Manfaat Penelitian…………………………………………...................................... 1.6. Strategi Pencapaian Keluaran…………………………………………………….
1 1 6 9 10 10 10
2. RERANGKA PEMIKIRAN ANALISIS…………………………..................................... 2.1. Landasan Teoritis/Tinjauan Pustaka…...……………………………............. 2.1.1. Definisi Wisata Syariah…………………………...………........................ 2.1.2. Kondisi Wisata Syariah Dunia.....………...…………………………….. 2.1.3. Kondisi Wisata Syariah di Indonesia................................................. 2.2. Penelitian Terdahulu……………………………………………............................. 2.3. Rerangka Berpikir Pemecahan Masalah……………………………………...
12 12 12 15 19 22 27
3. METODE PENELITIAN……...…………………………………..........………………….…. 3.1. Pendekatan Penelitian……..……………………………………………………….. 3.2. Metode Pengolahan Data…………………………………….......………………… 3.3. Jenis dan Sumber Data……………………………….......…………....................... 3.4. Penentuan Variabel dan Definisi Operasional Variabel (Operasionalisasi Konsep)…......................................................................…... 3.5. Teknik Pengambilan Sampel…………...................……………………………... 3.6. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data…..…………………….……….. 3.7. Teknik Analisis Data…………………………………….…..………………………..
28 28 28 28
4. HASIL DAN PEMBAHASAN KAJIAN PENGEMBANGAN WISATA SYARIAH ACEH……………………………………………………………………………….. 4.1. Kondisi Umum Pariwisata di Aceh…………………………………………………. 4.1.1. Potensi Daya Tarik Wisata Kota banda Aceh………………………... 4.1.2. Potensi Amenitas.………………………………………………………………. 4.1.3. Potensi Aksesibilitas…………………………………………………………... 4.1.4. Potensi Market Wisatawan…………………………………………………. 4.1.5. Dampak Pariwisata di Banda Aceh……………………………………… 4.1.6. Kebijakan Pemerintah Daerah Banda Aceh Terkait Pariwisata…………………………………………………………………………. 4.2. Hasil Penelitian Aceh……………………………………………………………………. 4.2.1. Profil Demografi/Sosio Ekonomi Responden……………………….
iii
29 31 33 34 35 35 35 40 41 44 47 49 58 58
4.2.2. Persepsi Wisatawan Terhadap Kesiaan Destinasi Wisata Syariah di Aceh…………………………………………………………………... 4.2.3. Hasil FGD dan Wawancara Pengembangan Wisata Syariah di Aceh…. 4.2.4. Analisis Hasil Penelitian di Aceh (Strategi Kebijakan/SWOT)........................................................................................ 5. HASIL DAN PEMBAHASAN KAJIAN PENGEMBANGAN WISATA SYARIAH MANADO…………………………………………………………………………. 5.1. Kondisi Umum Pariwisata di Manado…………………………………………….. 5.1.1. Potensi Daya Tarik Wisata Kota Manado……………………………... 5.1.2. Potensi Amenitas……………………………………………………………….. 5.1.3. Potensi Aksesibilitas………………………………………………………….. 5.1.4. Potensi Market Wisman……………………………………………………… 5.1.5. Dampak Pariwisata…………………………………………………………….. 5.1.6. Kebijakan Pemerintah Daerah Terkait Pariwisata……………….. 5.2. Hasil Penelitian Manado……………………………………………………………….. 5.2.1. Profil Demografi/Sosio Ekonomi Responden……………………… 5.2.2. Persepsi Wisatawan Terhadap Kesiapan Destinasi Wisata Syariah Manado…………………………………………………………………. 5.2.3. Hasil Focus Group Discussion (FGD) dan Wawancara Kajian Pengembangan Wisata Syariah di Manado…………......…………… 5.2.4. Analisis hasil Penelitian (Strategi Kebijakan/SWOT)…........……
60 95 99 102 102 102 108 110 111 112 114 115 115 118 155 161
6. PENUTUP………………………………………………………………………………………..
163
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………….... LAMPIRAN…………………………………………………………………………………………... Lampiran 1 Pedoman Wawancara……………………………………………………………. Lampiran 2 Pedoman FGD …………………………………………………………………....... Lampiran 3 Kuesioner ………………………………………………………………………….. Lampiran 4 Foto Kegiatan .....................................................................................................
175 180 181 188 191 194
iv
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Ekonomi Islam adalah bagian penting dari ekonomi global saat ini. Ada tujuh sektor ekonomi Islam yang telah meningkat secara signifikan, yaitu kuliner, keuangan Islam, industri asuransi, fesyen, kosmetik, farmasi, hiburan, dan pariwisata. Dimana keseluruhan sektor itu mengusung konsep halal dalam setiap produknya. Terdapat beberapa hal yang menjadi motor pertumbuhan pasar muslim global, yaitu demografi pasar muslim yang berusia muda dan berjumlah besar, pesatnya pertumbuhan ekonomi negara mayoritas muslim, nilai Islam mendorong tumbuhnya bisnis dan gaya hidup Islami, pertumbuhan transaksi perdagangan antara negara-negara Organisasi Konferensi Islam (OKI), partisipasi perusahaan multinasional, teknologi dan keterhubungan/konektivitas antar negara.
Gambar 1.1. Evolution of the Halal Industry
Sumber: CrescentRating dalam Sofyan (2012), hal. 4
Dahulu produk halal yang dibayangkan hanya produk makanan, minuman, obat-obatan dan kosmetika yang tidak mengandung alkohol atau bahan kimia yang mengandung unsur babi, darah dan bangkai. Namun sekarang telah terjadi evolusi dalam industri halal hingga ke produk keuangan (seperti perbankan, asuransi, dan lain-lain) hingga ke produk lifestyle (travel, hospitalitas, rekreasi, dan perawatan kesehatan). Sektor ekonomi Islam yang telah mengalami pertumbuhan yang signifikan dalam produk lifestyle di sektor pariwisata adalah pariwisata syariah. Sebagai industri tanpa asap, pariwisata terus mengalami perkembangan yang luar biasa dari yang bersifat konvensional (massal, hiburan, dan hanya
-1-
sightseeing) menjadi mengarah pada pemenuhan gaya hidup (lifestyle). Trend wisata syariah sebagai salah satu pemenuhan gaya hidup saat ini telah menjadi kekuatan pariwisata dunia yang mulai berkembang pesat. Di beberapa negara di dunia, terminologi wisata syariah menggunakan beberapa nama yang cukup beragam diantaranya Islamic Tourism, Halal Friendly Tourism Destination, Halal Travel, Muslim-Friendly Travel Destinations, halal lifestyle, dan lain-lain. Pariwisata Syariah dipandang sebagai cara baru untuk mengembangkan pariwisata Indonesia yang menjunjung tinggi budaya dan nilai-nilai Islami. Selama ini wisata syariah dipersepsikan sebagai suatu wisata ke kuburan (ziarah) ataupun ke masjid. Padahal, wisata syariah tidak diartikan seperti itu, melainkan wisata yang di dalamnya berasal dari alam, budaya, ataupun buatan yang dibingkai dengan nilai-nilai Islam. Label wisata syariah di Indonesia sendiri kurang mendapat persetujuan dari Menteri Pariwisata, Arief Yahya (2015) karena dinilai terkesan eksklusif dan pelarangan berbasis agama tertentu. Sedangkan penggunaan istilah lain seperti Islamic tourism (wisata islam), halal tourism (wisata halal), wisata keluarga dan religi juga dinilai belum sesuai. Pada suatu forum diskusi berkelompok dengan tema Halal Tourism dan Lifestyle 2015 yang dilaksanakan oleh Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) di NTB, nama “wisata syariah” menurut Menteri Pariwisata RI, Arief Yahya (2015), dinilai tidak terlalu menjual di pasar wisata Indonesia. Nama yang sempat ditawarkan oleh Menteri Pariwisata adalah universal tourism (UT), karena di dalamnya melekat ketentuan dan nilai-nilai syariah dalam muatan paket dan kemasan wisata syariah sehingga bisa digunakan oleh wisatawan lain selain wisatawan muslim. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh salah satu anggota Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), Sapta Nirwandar, bahwa penggunaan branding wisata syariah masih debatable dan penggunaannya kerap diidentikkan dengan radikalisme. Sehingga perlu adanya perumusan konsep branding yang tepat untuk pengembangan jenis wisata syariah di Indonesia. Perkembangan konsep wisata syariah berawal dari adanya jenis wisata jiarah dan religi (pilgrims tourism/spiritual tourism). Dimana pada tahun 1967 telah dilaksanakan konferensi di Cordoba, Spanyol oleh World Tourism Organization (UNWTO) dengan judul “Tourism and Religions: A Contribution to the Dialogue of Cultures, Religions and Civilizations” (UNWTO, 2011). Wisata jiarah meliputi aktivitas wisata yang didasarkan atas motivasi nilai religi tertentu seperti Hindu, Budha, Kristen, Islam, dan religi lainnya. Seiring waktu, fenomena wisata tersebut tidak hanya terbatas pada jenis wisata jiarah/religi tertentu, namun berkembang ke dalam bentuk baru nilainilai yang bersifat universal seperti kearifan lokal, memberi manfaat bagi
-2-
masyarakat, dan unsur pembelajaran. Dengan demikian bukanlah hal yang mustahil jika wisatawan muslim menjadi segmen baru yang sedang berkembang di arena pariwisata dunia. Dilihat dari faktor demografi, potensi wisatawan muslim dinilai cukup besar karena secara global jumlah penduduk muslim dunia sangat besar seperti Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, Turki, dan negaranegara Timur Tengah dengan tipikal konsumen berusia muda/usia produktif, berpendidikan, dan memiliki disposable income yang besar. Menurut Pew Research Center (kelompok jajak pendapat di Amerika Serikat), bahwa jumlah penduduk muslim pada tahun 2010 sebesar 1,6 miliar atau 23 persen jumlah penduduk dunia. Jumlah penduduk muslim tersebut merupakan urutan kedua setelah umat Kristiani sebesar 2,2 miliar atau 31 persen penduduk dunia (Worldaffairsjournal, 2015). Dan diperkirakan hingga tahun 2050, penduduk muslim mencapai 2,8 miliar atau 30 persen penduduk dunia. Pada tabel berikut menunjukkan pertumbuhan penduduk muslim dunia dibandingkan dengan penduduk lainnya: Tabel 1.1. Jumlah dan Prediksi Pertumbuhan Penduduk Berdasarkan Kelompok Agama Mayoritas di Dunia Tahun 2010 – 2050
Sumber: The Future of World Religions: Population Growth Projections, 2010 – 2050. PEW Research Center (Worldaffairsjournal, 2015)
Potensi pasar muslim dunia memang sangat menggiurkan bagi pelaku usaha bisnis pariwisata. Berdasarkan data Thomson Reuters yang diambil dari 55 negara dalam Global Islamic Economy Report 2014 – 2015, total pengeluaran muslim dunia pada tahun 2013 di sektor makanan dan minuman halal mencapai US$1,292 miliar atau sebesar 10,8 persen dari pengeluaran kebutuhan makan dan minum penduduk dunia dan akan mencapai US$2,537 miliar atau 21,2 persen dari pengeluaran kebutuhan makanan dan minuman global pada 2019. Di sektor perjalanan, pada tahun 2013 umat muslim dunia menghabiskan sekitar US$140 miliar untuk berwisata atau sekitar 7,7 persen dari pengeluaran global. Diperkirakan jumlah tersebut akan meningkat menjadi US$238 miliar atau 11,6 persen
-3-
pengeluaran global sektor perjalanan di tahun 2019 (di luar perjalanan haji dan umrah). Di sektor media dan rekreasi, muslim dunia menghabiskan sekitar US$185 miliar atau 7,3 persen pengeluaran global pada tahun 2013 dan diperkirakan mencapai US$301 miliar pada 2019 atau sekitar 5,2 persen dari pengeluaran global (Reuters & DinarStandard, 2014). Studi yang sama juga dilakukan oleh MasterCard dan CrescentRating (2015) dalam Global Muslim Travel Index (GMTI) 2015, bahwa pada tahun 2014 terdapat 108 juta wisatawan muslim yang merepresentasikan 10 persen dari keseluruhan industri wisata dan segmen ini memiliki nilai pengeluaran sebesar US$145 miliar. Diperkirakan pada tahun 2020 angka wisatawan muslim akan meningkat menjadi 150 juta wisatawan dan mewakili 11 persen segmen industri yang diramalkan dengan pengeluaran menjadi sebesar US$200 miliar. Berikut ini adalah 10 besar negara tujuan wisatawan muslim: Tabel 1.2. Sepuluh Besar Negara Tujuan Organisation of Islamic Cooperation (OIC) dan Non-OIC dalam Global Muslim Travel Index (GMTI) 2015 Peringkat Destinasi OIC Skor Destinasi Non-OIC 1 Malaysia (1) 83,8 Singapura (9) 2 Turki (2) 73,8 Thailand (20) 3 UEA (3) 72,1 Inggris (25) 4 Saudi Arabia (4) 71,3 Afrika Selatan (30) 5 Qatar (5) 68,2 Perancis (31) 6 Indonesia (6) 67,5 Belgia (32) 7 Oman (7) 66,7 Hongkong (33) 8 Jordania (8) 66,4 Amerika Serikat (34) 9 Moroko (9) 64,4 Spanyol (35) 10 Brunei (10) 64,3 Taiwan (36) Keterangan: (..) Ranking GMTI secara keseluruhan 2015 Sumber: CrescenRating, GMTI Report 2015
Skor 65,1 59,2 55,0 51,1 48,2 47,5 47,5 47,3 46,5 46,2
Berdasarkan Global Muslim Travel Index (GMTI) 2015 dalam kelompok destinasi Organisation of Islamic Cooperation (OIC), Indonesia (skor indeks 67,5) menempati peringkat ke-enam setelah Qatar (skor indeks 68,2), Arab Saudi (skor indeks 71,3), Uni Emirat Arab/UEA (skor indeks 72,1), Turki (skor indeks 73,8), dan Malaysia (skor indeks 83,8). Sedangkan Singapura menjadi tujuan utama untuk destinasi non-OIC, dimana Thailand, Inggris, Afrika Selatan, dan Perancis juga termasuk di dalamnya. Studi GMTI menganalisis data lengkap yang meliputi 100 destinasi dengan hasil rata-rata berdasarkan sembilan kriteria seperti kecocokan sebagai destinasi liburan keluarga dan keamanan (kunjungan wisatawan muslim, destinasi liburan keluarga, perjalanan yang aman), ketersediaan layanan dan fasilitas muslim friendly di destinasi wisata (makanan halal, kemudahan akses untuk beribadah, layanan dan fasilitas bandara, pilihan akomodasi), Halal awareness (mengutamakan kehalalan, kemudahan komunikasi). -4-
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa keberadaan industri pariwisata syariah bukanlah suatu ancaman bagi industri pariwisata yang sudah ada, melainkan sebagai pelengkap dan tidak menghambat kemajuan usaha wisata yang sudah berjalan. Bahkan sejumlah negara-negara di dunia telah menggarap industri pariwisata syariah. Sebagai contoh di Asia seperti Malaysia, Thailand, Singapura, Korea, Jepang, Taiwan, dan China sudah terlebih dahulu mengembangkan pariwisata syariah. Thailand memiliki The Halal Science Center Chulalongkorn University, pusat riset itu bekerja sama dengan Pemerintah Thailand dan keagamaan membuat sertifikasi dan standardisasi untuk industri yang dilakukan secara transparan, bahkan pembiayaannya tertera jelas dan transparan. Australia melalui Lembaga Queensland Tourism mengeluarkan program pariwisata syariah pada bulan Agustus 2012 melalui kerjasama dengan hotel-hotel ternama mengadakan buka puasa bersama, menyediakan tempat sholat yang nyaman dan mudah dijangkau di pusat-pusat perbelanjaan, memberikan pertunjuk arah kiblat dan Alquran di kamar hotel, hingga menyediakan petugas di Visitor’s Information Offices yang mampu berbahasa Arab. Korea Selatan melalui Perwakilan Organisasi Pariwisata Korea Selatan di Jakarta (KTO Jakarta) mengakui siap menjadi destinasi wisata syariah dengan menyediakan paket wisata bagi Muslim dan fasilitas yang mendukung. Demikian pula Jerman menyediakan tempat shalat yang bersih dan nyaman di Terminal 1 Bandara Munich, Jerman sejak bulan Juni 2011 (Sofyan, 2012): 13-19). Bagaimana dengan kondisi industri pariwisata syariah di Indonesia? Kondisi pariwisata syariah di Indonesia masih belum maksimal. Padahal jika digarap lebih serius, potensi pengembangan wisata syariah di Indonesia sangat besar. Belum banyak biro perjalanan yang mengemas perjalanan inbound dengan paket halal travel, tetapi lebih banyak pengemasan perjalanan outbound seperti umrah dan haji. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik dan Pusat Data dan Informasi Kementerian Pariwisata, angka wisatawan dari beberapa negeri Timur Tengah berdasarkan kebangsaan, yaitu Bahrain sebesar 98 orang pada tahun 2013 menjadi 99 orang pada tahun 2014 (naik 1,02 persen), Mesir sebesar 675 orang pada tahun 2013 menjadi 733 orang pada tahun 2014 (naik 8,59 persen), dan Uni Emirat Arab sebesar 1.322 orang menjadi 1.428 orang (naik 8,02 persen), sedangkan Arab Saudi mencatat angka pertumbuhan turun 3,90 persen dari 7.522 orang (tahun 2013) menjadi 7.229 orang tahun 2014 (Kempar, 2015). Jika dilihat dari angka jumlah kunjungan wisman muslim memang dinilai cukup kecil. Namun, target wisata syariah sebenarnya bukan hanya wisatawan muslim, tetapi juga wisatawan non muslim. Karena pada hakekatnya wisata syariah hanyalah sebagai pelengkap jenis wisata konvensional. Sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia,
-5-
Indonesia berupaya terus mengembangkan wisata syariah di Tanah Air. Kementerian Pariwisata mengembangkan pariwisata syariah meliputi empat jenis komponen usaha pariwisata, yaitu perhotelan, restoran, biro atau jasa perjalanan wisata, dan spa. Terdapat 13 (tiga belas) provinsi yang dipersiapkan Indonesia untuk menjadi destinasi wisata syariah, yakni Nusa Tenggara Barat (NTB), Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Riau, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Bali (IndonesiaTravel, 2013). Wilayah tujuan wisata syariah tersebut ditentukan berdasarkan kesiapan sumber daya manusia, budaya masyarakat, produk wisata daerah, serta akomodasi wisata. Pada dasarnya pengembangan wisata syariah bukanlah wisata eksklusif karena wisatawan non-Muslim juga dapat menikmati pelayanan yang beretika syariah. Wisata syariah bukan hanya meliputi keberadaan tempat wisata ziarah dan religi, melainkan pula mencakup ketersediaan fasilitas pendukung, seperti restoran dan hotel yang menyediakan makanan halal dan tempat shalat. Produk dan jasa wisata, serta tujuan wisata dalam pariwisata syariah adalah sama seperti wisata umumnya selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai dan etika syariah. Contohnya adalah menyediakan tempat ibadah nyaman seperti sudah dilakukan di Thailand dan negara lainnya yang telah menerapkan konsep tersebut terlebih dahulu. Potensi wisata syariah di Indonesia sangat besar dan bisa menjadi alternatif selain wisata konvensional, hanya saja branding dan pengemasannya masih belum memiliki konsep yang tepat. 1.2. Identifikasi Perumusan Masalah Tujuan diadakannya pengembangan wisata syariah adalah untuk menarik wisatawan muslim maupun non-muslim, dan wisatawan dalam maupun luar negeri. Bagi Indonesia sendiri, dimaksudkan juga untuk mendorong tumbuh kembangnya entitas bisnis syariah di lingkungan pariwisata Indonesia. Di Indonesia masih belum jelas branding dan nomenklatur tentang wisata syariah ini. Apakah menggunakan nama syariah travel, Islamic tourism, halal travel, muslim friendly destination atau sebagainya? Semua itu masih dalam tahap diskusi pembahasan antara Kementerian Pariwisata dan pelaku pariwisata. Meski branding tersebut belum final, bukan berarti usaha untuk industri ini belum dapat dijalankan. Adapun salah satu langkah nyata dalam usaha mengembangkan pariwisata syariah adalah dengan merancang produk dan daerah tujuan pariwisata syariah. Pariwisata syariah dapat berarti berwisata ke destinasi maupun atraksi pariwisata yang memiliki nilai-nilai Islami yang di dalamnya terdapat produk makanan halal, minuman non-alkohol, hotel halal, ketersediaan sarana ibadah yang bersih, aman, dan nyaman, serta fasilitas-fasilitas lainnya.
-6-
Meskipun nomenklatur pengembangan wisata syariah belum jelas. Namun, dalam usaha pengembangannya, Kemenparekraf menggandeng Dewan Syariah Nasional (DSN), Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Lembaga Sertifikasi Usaha (LSU). Dan pada tahun 2014, Kementerian Pariwisata telah menyusun Pedoman Penyelenggaraan Usaha Hotel Syariah melalui Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor 2 Tahun 2014. Dalam PERMEN tersebut berisikan kriteria hotel syariah dengan kategori Hilal 1 dan Hilal 2 yang dinilai dari aspek produk, pelayanan, dan pengelolaan. Hilal 1 merupakan hotel syariah yang masih memiliki kelonggaran dalam aturan syariah, misalnya, dalam hotel ini setiap makanan dan restoran dipastikan halal. Artinya, restoran atau dapur sudah ada sertifikasi halal dari MUI, ada kemudahan bersuci dan beribadah sehingga harus ada toilet shower bukan hanya tissue, makanan halal, tapi tidak ada seleksi tamu, dapurnya sudah bersertifikat halal, tapi dapurnya saja, minuman masih boleh ada jenis alkohol seperti wine. Sedangkan dalam hotel Hilal 2, segala hal yang tidak diperbolehkan dalam aturan syariah memang sudah diterapkan dalam hotel syariah ini. Untuk klasifikasi hotel syariah hilal satu minimal memenuhi 49 poin ketentuan, untuk naik ke level hilal dua harus memenuhi 74 poin. Seperti diketahui bahwa destinasi wisata di Indonesia sangatlah banyak dan tidak hanya terbatas pada ketiga belas destinasi wisata syariah yang telah ditetapkan. Dengan demikian perlu kiranya mengeksplor potensi pengembangan wisata syariah di daerah lain di Indonesia. Namun, potensi besar yang dimiliki Indonesia belum maksimal digarap jika dibanding dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya. Berdasarkan konsep Tiga Great yang diusung oleh Kementerian Pariwisata, maka dari 13 daerah destinasi itu akan dibagi dengan tiga pintu masuk utama yakni Jakarta, Bali, dan Batam. Wisman dapat menjangkau daerah sekitar yang menjadi destinasi wisata syariah. Melalui Jakarta, wisman dapat juga mengakses destinasi di Jawa Barat, Banten, dan Lampung. Melalui Bali dapat mengakses Lombok, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Yogyakarta. Di Batam lebih diarahkan ke Sumatera Barat. Tetapi, dilihat secara keseluruhan, daerah yang baru komitmen dan benar-benar menyatakan siap yaitu Jakarta, Jawa Barat, NTB, Yogyakarta, dan Jawa Timur. Bagaimana dengan Aceh yang merupakan daerah yang dikenal dengan Serambi Mekah? Pemerintah Provinsi Aceh memasang target wisatawan lokal dan mancanegara yang berkunjung ke Aceh sebesar 1,8 juta orang pada tahun 2015 dan target tahun 2018 sebesar 2,8 juta orang. Angka itu naik 30 persen dari tahun 2014. Dalam beberapa tahun terakhir, tren kunjungan ke Aceh terus naik. Misalnya, pada 2014, kunjungan wisatawan ke Aceh berjumlah 1,4 juta orang, 50.072 di antaranya turis mancanegara. Sedangkan pada 2013, kunjungan ke Aceh hanya 1,1 juta orang (Warsidi, 2015). Bahkan Pemkot
-7-
Banda Aceh telah meluncurkan branding pariwisatanya yaitu World Islamic Tourism yaitu pada tanggal 31 Maret 2015 (Hutabarat, 2015). Dimana peluncuran tersebut diawali dengan penandatanganan nota kesepahaman antara Pemkot Banda Aceh dan PATA Indonesia Chapter (PIC). Pada bulan Juni 2015, Pemkot Banda Aceh mencoba menarik wisatawan yang ingin mengikuti wisata syariah khas Banda Aceh. Dengan mengusung tema “Wonderful Ramadhan in Aceh”. Disajikan pula sebuah tradisi Meugang, yaitu tradisi potong sapi yang dilakukan dua hari sebelum Ramadhan dan dua hari menjelang Hari Idul Fitri. Dalam tradisi ini, wisatawan dapat melihat berbagai proses mulai dari pemotongan sapi, proses pemasakan, hingga makan bersama. Selain itu, terdapat festival Ramadhan dan beragam perlombaan, mulai dari lomba azan, Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ), dan hafiz Quran. Dari sekitar 50 obyek wisata di Banda Aceh, belum semuanya memiliki fasilitas yang memenuhi kaidah wisata syariah. Menjadi hal yang menarik ketika Manado juga dijadikan salah satu lokus dalam penelitian ini. Karena pada beberapa negara seperti Jepang, Australia, Austria, Jerman telah melakukan pengembangan produk halal dengan target wisatawan muslim. Sehingga, menjadi hal yang mungkin pula jika konsep halal dapat dikembangkan dalam mendukung pengembangan pariwisata di Kota Manado. Beberapa hal masih menjadi kendala dalam menerapkan wisata syariah yang perlu dibenahi, salah satu diantaranya aspek sertifikasi produkproduk halal. Di Indonesia, restoran dan kafe yang menyediakan makanan dan minuman halal masih baru dalam tataran self claim, belum bersertifikat. Jumlah restoran dan hotel yang menjamin makanannya halal masih jarang. Banyak yang menyarankan agar di dapur hotel ada pemisahan antara makanan halal dan non-halal. Demikian pula masih ada beberapa fasilitas yang harus dibenahi untuk memastikan Indonesia siap untuk menyambut wisatawan mancanegara muslim. Masalah air pun tak luput diperhatikan. Saat ini, terutama di hotel dan pusat perbelanjaan mewah, toiletnya sudah banyak mengadaptasi gaya barat. Bahkan terkadang di toilet, hanya tersedia kertas tisu, tanpa air mengalir. Padahal, air mengalir benar-benar penting, terutama untuk bersuci. Industri pariwisata syariah Indonesia juga harus didukung oleh pemerintah, industri dan strategi pemasaran yang baik, standar dan regulasi yang tepat harus diperkuat oleh tenaga profesional keuangan yang cukup, lembaga pelatihan kepariwisataan syariah yang baik kemudian didukung oleh keuangan syariah yang kompetitif. Menurut pendiri dan CEO Crescentrating, Fazal Bahardeen, Indonesia belum begitu agresif dalam mempromosikan wisata halal seperti negara tetangga Malaysia dan Thailand (Murdaningsih & Pratiwi, 2015). Indonesia
-8-
juga belum mengintegrasikan promosi pariwisata halal ke dalam program pariwisata nasional, dan membuat paket khusus wisata halal. Berdasarkan latar belakang permasalahan, yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah bagaimana kondisi potensi destinasi wisata syariah di Indonesia khususnya di Aceh (daerah dengan mayoritas muslim) dan Manado (daerah dengan mayoritas non-muslim)? Bagaimana kesiapan kedua destinasi wisata tersebut jika dilihat berdasarkan persepsi wisatawan? Apakah strategi yang tepat untuk mengembangkan wisata syariah di kedua destinasi wisata tersebut? 1.3. Ruang Lingkup/Batasan Masalah Penelitian Mengingat luasnya ruang lingkup wisata syariah, maka penelitian ini dibatasi dengan memfokuskan analisis potensi pengembangan wisata syariah di destinasi wisata Aceh dan Manado dengan tanpa menghilangkan autentik dan keunikannya. Beberapa variabel dan indikator menggunakan kombinasi sembilan aspek kesiapan destinasi wisata syariah yang dikembangkan oleh CrescentRating dalam studi GMTI dan studi dari Riyanto (2012) dalam bukunya berjudul Prospek Bisnis Wisata Syariah. Studi ini akan diukur pula kesiapan destinasi wisata Aceh dan Manado berdasarkan persepsi wisatawan, sehingga dengan menggabungkan potensi dan tingkat kesiapan destinasi diharapkan dapat menghasilkan strategi yang tepat untuk mengembangkan wisata syariah berdasarkan karakteristik daerah. Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dengan cara survei menggunakan kuesioner pada wisatawan di Aceh dan Manado. Selain itu penelitian ini menggunakan FGD dan studi literatur sebagai data tambahan/pelengkap data kuesioner. Adanya keterbatasan dalam melakukan penelitian, maka kurun waktu pengamatan dibatasi selama 3 hari prasurvei dan 6 hari survei pada bulan September 2015. Survei dilakukan terhadap minimal 100 orang responden wisatawan yang dipilih secara acak pada saat penelitian ini dilaksanakan (metode pengambilan sampel akan dibahas selengkapnya pada Bab 3). Aceh dipilih sebagai salah satu lokus penelitian karena Pemkot Banda Aceh telah meluncurkan branding pariwisatanya yaitu World Islamic Tourism. Dengan branding yang telah ditetapkan oleh Pemkot Banda Aceh tersebut, maka penelitian ini akan mencoba mengkaji dari sisi wisatawan sebagai konsumen dalam menilai kesiapan sebagai destinasi wisata syariah. Sementara itu, Manado dengan wilayah mayoritas penduduk non muslim dipilih sebagai pembanding dan perlu juga menilai potensi serta kesiapan destinasi wisata Manado jika diterapkan wisata syariah dalam produk
-9-
wisatanya. Sehingga, diharapkan dapat menghasilkan strategi apa yang sesuai dengan karakteristik daerahnya masing-masing. 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: a. Mendeskripsikan potensi destinasi wisata syariah di Indonesia khususnya Aceh dan Manado b. Menganalisis kesiapan masing-masing destinasi wisata melalui persepsi wisatawan dalam mengembangkan wisata syariah c. Menghasilkan strategi yang tepat untuk mengembangkan wisata syariah sesuai karakteristik destinasi wisata di Indonesia. 1.5. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan atau rekomendasi bagi pengambil kebijakan di lingkungan pemerintah daerah dan pusat seperti Deputi Pemasaran Pariwisata Nusantara, Deputi Pemasaran Mancanegara, Deputi Pengembangan Destinasi Pariwisata, dan pemangku kepentingan pariwisata lainnya. Sehingga, Indonesia mampu mengembangkan destinasi wisata syariah yang berdayasaing dan mampu menjadikan sektor pariwisata sebagai salah satu andalan dalam memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat. Penelitian ini juga diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan dan memberikan manfaat bagi peneliti-peneliti lainnya yang mengambil topik berkaitan dengan pengelolaan dan pengembangan wisata syariah, ataupun pihak lain yang tertarik dengan permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini. 1.6. Strategi Pencapaian Keluaran Dalam Kajian Pengembangan Wisata Syariah ini diperlukan strategi guna mancapai hasil dari tujuan kajian, diantaranya metode pelaksanaan, tahapan dan waktu pelaksanaan. 1.6.1. Metode Pelaksanaan Ruang lingkup penelitian ini meliputi semua kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah yang dalam penerapannya mendapat banyak hambatan terutama yang berkaitan dengan kajian pengembangan wisata syariah di Indoinesia. Keluaran dari kegiatan ini berupa hasil peneltian yang mampu memberikan solusi terhadap pengembangan kebijakan terutama yang terkait dengan pengembangan wisata syariah di Indonesia. Kegiatan ini akan dilaksanakan di Nangroe Aceh Darusalam (Banda Aceh) dan Sulawesi Utara (Manado) dengan menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner - 10 -
kepada responden dan melakukan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) dengan narasumber yang dianggap memahami mengenai perkembangan wisata syariah di Indonesia. Manado dipilih sebagai perbandingan pengembangan wisata syariah di Indonesia. 1.6.2. Tahapan dan Waktu Pelaksanaan Beberapa tahapan dan waktu pelaksanaan dalam penelitian ini, sebagai berikut: a. Tahap persiapan, yakni meliputi penyusunan rancangan kegiatan, koordinasi dan penyiapan instrumen penelitian. b. Pelaksanaan penelitian adhoc, meliputi penyiapan logistik kegiatan, penyiapan tempat FGD, koordinasi dengan panelis dan undangan, dan penyebaran kuesioner. Wawancara dan observasi juga dilakukan guna melengkapi data dan informasi penelitian. c. Evaluasi dan pelaporan kegiatan, yakni melaksanakan penelitian adhoc dengan menggunakan pendekatan tertentu dengan metode diskusi dengan pihak-pihak terkait. d. Pelaporan
- 11 -
BAB
2
RERANGKA PEMIKIRAN ANALISIS 2.1. 2.1.1.
Landasan Teoritis/Tinjauan Pustaka Definisi Wisata Syariah Terminologi wisata syariah di beberapa negara ada yang menggunakan istilah seperti Islamic tourism, halal tourism, halal travel, ataupun as moslem friendly destination. Menurut pasal 1 Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia No. 2 Tahun 2014 tentang pedoman penyelenggaraan usaha hotel syariah, yang dimaksud syariah adalah prinsip-prinsip hukum islam sebagaimana yang diatur fatwa dan/atau telah disetujui oleh Majelis Ulama Indonesia. Istilah syariah mulai digunakan di Indonesia pada industri perbankan sejak tahun 1992. Dari industri perbankan berkembang ke sektor lain yaitu asuransi syariah, pengadaian syariah, hotel syariah, dan pariwisata syariah. Definisi pariwisata syariah adalah kegiatan yang didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah yang memenuhi ketentuan syariah (Kemenpar, 2012). Pariwisata syariah dimanfaatkan oleh banyak orang karena karakteristik produk dan jasanya yang bersifat universal.Produk dan jasa wisata, objek wisata, dan tujuan wisata dalam pariwisata syariah adalah sama dengan produk, jasa, objek dan tujuan pariwisata pada umumnya selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai dan etika syariah. Jadi pariwisata syariah tidak terbatas hanya pada wisata religi. Berdasarkan pengertian di atas, konsep syariah yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai dan etika syariah berhubungan dengan konsep halal dan haram di dalam islam. Halal diartikan dibenarkan, sedangkan haram diartikan dilarang.Konsep halal dapat dipandang dari dua perspektif yaitu perspektif agama dan perspektif industri. Yang dimaksud dengan perspektif agama, yaitu sebagai hukum makanan apa saja yang boleh dikonsumsi oleh konsumen muslim sesuai keyakinannya. Ini membawa konsuekensi adanya perlindungan konsumen. Sedangkan dari perspektif industri. Bagi produsen pangan, konsep halal ini dapat diartikan sebagai suatu peluang bisnis. Bagi industri pangan yang target konsumennya sebagian besar muslim, diperlukan adanya jaminan kehalalan produk akan meningkatkan nilainya yang berupa intangible value. Contoh produk pangan yang kemasannya tercantum label halal lebih menarik bagi konsumen muslim (Hamzah & Yudiana, 2015).
- 12 -
Menurut Sofyan (2012:33), definisi wisata syariah lebih luas dari wisata religi yaitu wisata yang didasarkan pada nilai-nilai syariah Islam. Seperti yang dianjurkan oleh World Tourism Organization (WTO), konsumen wisata syariah bukan hanya umat Muslim tetapi juga non Muslim yang ingin menikmati kearifan lokal. Pemilik jaringan Hotel Sofyan itu menjelaskan, kriteria umum pariwisata syariah ialah; pertama, memiliki orientasi kepada kemaslahatan umum. Kedua, memiliki orientasi pencerahan, penyegaran, dan ketenangan. Ketiga, menghindari kemusyrikan dan khurafat. Keempat, bebas dari maksiat. Kelima, menjaga keamanan dan kenyamanan. Keenam, menjaga kelestarian lingkungan. Ketujuh, menghormati nilai-nilai sosial budaya dan kearifan lokal. Selain istilah wisata syariah, dikenal juga istilah Halal tourism atau Wisata Halal. Pada peluncuran wisata syariah yang bertepatan dengan kegiatan Indonesia Halal Expo (Indhex) 2013 dan Global Halal Forum yang digelar pada 30 Oktober - 2 November 2013 di Semeru Room, Lantai 6, Gedung Pusat Niaga, JIExpo (PRJ), Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (30/10/2013), President Islamic Nutrition Council of America, Muhammad Munir Caudry, menyampaikan bahwa, “Wisata halal merupakan konsep baru pariwisata. Ini bukanlah wisata religi seperti umroh dan menunaikan ibadah haji. Wisata halal adalah pariwisata yang melayani liburan, dengan menyesuaikan gaya liburan sesuai dengan kebutuhan dan permintaan traveler muslim”. Dalam hal ini hotel yang mengusung prinsip syariah tidak melayani minuman beralkohol dan memiliki kolam renang dan fasilitas spa terpisah untuk pria dan wanita (Wuryasti, 2013). Berikut ini tabel perbandingan antara wisata konvensional, wisata religi, dan wisata syariah: Tabel 2.1. Komparasi wisata konvensional, wisata religi, dan wisata syariah No 1
Item Perbandingan Obyek
2
Tujuan
3
Target
4
Guide
Konvensional
Religi
Alam, budaya, Heritage, Kuliner Menghibur
Tempat Ibadah, Peninggalan Sejarah Meningkatkan Spritualitas
Menyentuh kepuasan dan kesenangan yang berdimensi nafsu, semata-mata hanya untuk hiburan Memahami dan menguasai informasi sehingga bisa menarik wisatawan terhadap
Aspek spiritual yang bisa menenangkan jiwa. Guna mencari ketenangan batin Menguasai sejarah tokoh dan lokasi yang menjadi obyek wisata
- 13 -
Syariah Semuanya Meningkatkan Spirituaitas dengan cara menghibur Memenuhi keinginan dan kesenangan serta menumbuhkan kesadaran beragama Membuat turis tertarik pada obyek sekaligus membangkitkan spirit religi
obyek wisata
5
Fasilitas Ibadah
Sekedar pelengkap
Sekedar pelengkap
6 7
Kuliner Umum Umum Relasi dengan Komplementar dan Komplementar dan Masyarakat hanya untuk hanya untuk dilingkungan keuntungan materi keuntungan materi Obyek Wisata 8 Agenda Setiap Waktu Waktu-waktu Perjalanan tertentu Sumber: Ngatawi Al Zaztrow dalam Hamzah dan Yudiana, 2015
wisatawan. Mampu menjelaskan fungsi dan peran syariah dalam bentuk kebahagiaan dan kepuasan batin dalam kehidupan manusia. Menjadi bagian yang menyatu dengan obyek pariwisata, ritual ibadah menjadi bagian paket hiburan Spesifik yang halal Integrated, interaksi berdasar pada prinsp syariah Memperhatikan waktu
Menurut Duran dalam Akyol & Kilinç (2014), pariwisata memiliki bermacam dampak sosial dan budaya.Wisata halal adalah suatu produk baru dari pasar muslim dan non-muslim. Menurut Zulkifli dalam Akyol & Kilinç (2014), pasar halal diklasifikasikan kedalam 3 (tiga) kategori yaitu: makanan, gaya hidup (kosmetik, tekstil, dll), dan pelayanan (paket wisata, keuangan, transportasi). Menurut Duman dalam Akyol & Kilinç, Islamic tourism didefinisikan sebagai: “the activities of Muslims travelling to and staying in places outside their usual environment for not more than one consecutive year for participation of those activities that originate from Islamic motivations which are not related to the exercise of an activity remunerated from within the place visited” (Kilinç, 2014 ) Menurut Pavlove dalam Razzaq, Hall & Prayag, Halal atau Islamic tourism didefinisikan sebagai pariwisata dan perhotelan yang turut diciptakan oleh konsumen dan produsen sesuai dengan ajaran Islam. Banyak negara di dunia Islam yang memanfaatkan kenaikan permintaan untuk layanan wisata ramah Muslim (Razzaq, Hall, & Prayag, 2015). Sedangkan menurut Sapta Nirwandar (2015) dalam (Achyar, 2015) keberadaan wisata halal sebagai berikut: Halal tourism adalah extended services. Kalau tidak ada dicari, kalau ada, bisa membuat rasa aman. Wisata halal bisa bergandengan dengan yang lain. Sifatnya bisa berupa
- 14 -
komplementer, bisa berupa produk sendiri. Misalnya ada hotel halal, berarti membuat orang yang mencari hotel yang menjamin kehalalan produknya akan mendapatkan opsi yang lebih luas. Ini justru memperluas pasar, bukan mengurangi. Dari yang tadinya tidak ada, jadi ada”. Pada acara Focus Group Discussion (FGD) Halal Tourism & Lifestyle 2015 di Jakarta Convention Centre, Senayan, Jakarta, Selasa (12/5). Menteri Pariwisata Arief Yahya menyampaikan pendapat pribadi bahwa nama dari wisata halal harus universal, beliau mengusulkan istilah “Universal Tourism”, karena wisata halal bukan semata-mata tentang kuliner. Ada industri lainnya seperti fesyen, finansial, kesehatan dan sebagainya. Sehingga kata “Universal” baginya sudah mewakili seluruh wisatawan yang datang ke Indonesia, baik Muslim maupun non-Muslim (Putri, 2015). 2.1.2.
Kondisi Wisata Syariah Dunia Pertumbuhan ekonomi yang tinggi di Asia dan MENA (Timur Tengah dan Afrika Utara), memberikan pengaruh terhadap daya beli wisatawan Muslim. Sedangkan di Eropa Barat, meskipun pertumbuhan ekonomi tidak tinggi, banyak kalangan kelas menengah Muslim dari belahan dunia lain igin mengeksplorasi tempat-tempat wisata baru.Berikut tabel populasi dan daya beli masyarakat muslim: Tabel 2.2. Populasi dan Daya Beli Masyarakat Muslim Largest Muslim Largest Muslim % of Total Population Population Indonesia Bahrain Pakistan Kuwait India Saudi Arabaia Bangladesh Algaria Turkey Iran Egypt Oman Iran Turkey Nigeria Yamen China Tunisia Ethiopia Iraq Algeria Libya Monaco Pakistan Sudan UAE Afganistan Qatar Iraq Egypt Sumber: A.T. Kearney dalam Sofyan (2012:...)
Highest Purching Power of Muslim Population Saudi Arabia Turkey Iran Malaysia Qatar Russia Frace Libya UAE United States Algeria Singapore Indonesia Egypt The Natherlands
Berdasarkan data di atas, Malaysia mampu memanfaatkannya dalam meningkatkan wisatawan Muslim. Total estimasi wisatawan mancanegara Muslim ke Malaysia berdasarkan Islamic Tourism Malaysia tahun 2010
- 15 -
sebesar 5.817.571 atau 24 % dari total wisatawan mancanegara Malaysia sebesar 24.557.200 (Sofyan, 2012):40). Tabel 2.3. Sepuluh Besar Negara Tujuan OIC (Organization of Islamic Cooperation) dan Non-OIC Global Muslim Travel Index (GMTI) 2015 Peringkat Destinasi OIC 1 Malaysia (1) 2 Turki (2) 3 UEA (3) 4 Saudi Arabia (4) 5 Qatar (5) 6 Indonesia (6) 7 Oman (7) 8 Jordania (8) 9 Maroko (9) 10 Brunei (10) Sumber: CrescenRating, GMTI Report 2015
Skor 83,8 73,8 72,1 71,3 68,2 67,5 66,7 66,4 64,4 64,3
Destinasi Non-OIC Singapura (9) Thailand (20) Inggris (25) Afrika Selatan (30) Perancis (31) Belgia (32) Hongkong (33) Amerika Serikat (34) Spanyol (35) Taiwan (36)
Skor 65,1 59,2 55 51,1 48,2 47,5 47,5 47,3 46,5 46,2
Dari tabel di atas dapat diketahui, Indonesia sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, belum mampu menjadi negara tujuan wisata bagi muslim traveller. Berikut contoh dari negara-negara yang menjadi destinasi bagi muslim traveller, yaitu: a. Turki Meskipun Turki adalah negara sekuler, Islam adalah bagian penting dari kehidupan Turki. Menurut laporan Pew Research Center tahun 2010 jumlah penduduk Turki 98% adalah muslim sehingga diasumsikan bahwa sebagian besar produk makanan koheren dengan konsep halal di Turki (PewResearchCenter, 2010). Selain faktor jumlah penduduk muslim yang besar, meningkatnya pendidikan dan tingkat pendapatan kaum konservatif kelas menengah atas telah juga mempengaruhi permintaan untuk pasar halal terutama wisata halal (Duman dalam Akyol & Kilinç, 2014). Untuk memenuhi permintaan wisata halal, salah satunya dengan audit halal oleh World Association Halal. Hotel pertama yang menerima "sertifikat halal" di Turki adalah Adenya Hotel & Resort. Selain itu, standar bintang hotel "crescent standards(standar sabit)"menunjukkan kualitas di sektor perhotelan Islami (Kilinç, 2014 ). Menurut catatan Himpunan Pemilik Hotel Mediteranian (AKTOB), tahun 2002 Turki hanya memiliki hotel 5 buah, saat ini setidaknya tercatat ada 75 hotel di Turki yang memasang label hotel Islami bersahabat dengan jilbab, liburan sesuai syariah, dan wisata halal. Hotel islami banyak dijumpai di destinasi misalnya di Canakkale Kas dan Kusadasi. Hotel-hotel tersebut tidak menghidangkan alkohol dan babi, memisahkan kolam renang untuk tamu pria dan wanita, serta mengharuskan pegawainya untuk berpakaian
- 16 -
sopan. Tayangan televisi dan situs-situs internet dipilih sesuai dengan aturan Islam.Mushala yang disediakan juga dilengkapi peredam suara dari luar (Nashrullah & Pratiwi, 2014). Dalam jajak pendapat yang dibuat BBC Turki baru-baru ini, 60 persen wisatawan mencari hotel berlabel halal dan jumlah itu terus meningkat. Kebanyakan wisatawan menghindari hotel yang menyajikan alkohol dan makanan tak halal. Presiden Asosiasi Jurnalis Pariwisata (TUYED) Kerem Kofteoglu menyampaikan, sektor pariwisata harus toleran terhadap semua jenis wisatawan, termasuk bagi wisatawan berkerudung dan yang tidak. Kofteoglu mengatakan, "Kami tak bisa memilih tamu yang singgah." (Nashrullah & Pratiwi, 2014) Muslim Traveler Index Europe 2014 memperkirakan nilai wisata halal Eropa mencapai 137 miliar dolar AS. Turki sendiri termasuk menjadi lima besar negara tujuan wisatawan pencari pariwisata syariah di Eropa. Nilainya bahkan mencari 103 miliar euro pada 2013 atau sekitar 13 persen dari total nilai pariwisata halal dunia. Turki diperkirakan akan meraih hingga 141 miliar euro dari sektor ini pada 2020. b. Malaysia Menurut laporan Pew Research Center tahun 2010 jumlah penduduk Malaysia sebesar 28.400.000, dengan komposisi pemeluk beragama sebagai berikut: Agama
Folk Religions 2% Hindus 6% Christians 9%
<1%nother <1% Jews religion <1% Unaffiliated Muslims 63%
Buddhists 17%
Gambar 2.1. Jumlah Penduduk Malaysia Tahun 2010 Sumber: Global Religious Futures, 2010, diakses melalui http://www.globalreligiousfutures.org
Sedangkan pada tahun 2020 menurut Pew Research Center, diperkirakan jumlah penduduk Malaysia meningkat menjadi 33.360.000 terdiri dari Muslim sebesar 66,1 %, Budha menjadi 15,7 %, Nasrani sebesar 9,4 %, dan Hindu sebesar 5.8 % (PewResearchCenter, 2015). Henderson dalam Akyol & Kilinç (2014) berpendapat bahwa konsep Islamic tourism adalah salah satu yang berkembang pesat di beberapa negara di selatan Asia Timur seperti Malaysia dan Singapura.
- 17 -
Wisata Islami di Malaysia bagus karena mereka memiliki sistem khusus pariwisata Muslim yang mempromosikan wisata Islam dalam agenda pariwisata nasional. Dari catatan Crescentrating, tahun lalu jumlah kunjungan wisatawan Muslim ke Malaysia mencapai 5,9 juta orang. Sementara yang datang ke Indonesia hanya sekitar dua juta orang saja dari total 10-11 juta wisatawan asing yang masuk (Pratiwi & Murdaningsih, 2015). c. Thailand Jumlah penduduk Thailand berdasarkan riset Pew Research Center tahun 2010 sebagaian besar adalah 93,2% Budha, 5,5% Muslim, dan sisanya agama lainnya kurang dari 1%. Meskipun sebagian besar penduduknya beragama Budha, Thailandtelahmendirikan Halal Science Center di Chulalongkorn University. Dalam usaha meningkatkan wisata halal Thailand mengumumkan Muslim Friendly Thailand, seperti dilansir dari Deutsche Presse-Agentur, Rabu (10/6), aplikasi ini akan diluncurkan pada tanggal 22 Juni mendatang dalam bahasa Inggris, Thailand, dan Arab. Piranti lunak ini dirancang untuk membantu wisatawan menemukan restoran halal, hotel, masjid, dan operator tour. Otoritas wisata Thailand mengatakan, aplikasi ini merupakan bagian dari kampanye untuk menarik lebih banyak pengunjung dari Timur Tengah, Malaysia, dan Indonesia, yang menyumbang tiga juta wisatawan ke negara itu tahun lalu (Putri, 2015). d. Singapura Singapura sebagai negara yang memprioritaskan sektor pariwisata, dianggap paling paham dalam melayani wisatawan temasuk wisatawan Muslim. Sebagai bentuk dukungan bagi pelaku usaha pariwisata diberikan halal award (Sofyan, 2012). Menurut Pew Research Center tahun 2010, penduduk Singapura terdiri dari beberapa umat beragama, yaitu: Buddhist (34 persen), Christians (18 persen), Folk Religions (2 persen), Hindus (5 persen), Muslim (14 persen), Jews (<1 persen), Unaffiliated (16 persen), oher religions (10 persen). Dari data di atas, mayoritas penduduk Singapura beragama Budha, populasi Islam berada di posisi keempat. Sebagai negara yang mayoritas beragama Budha, Singapura berhasil mencapai peringkat 9 menurut Mastercard Crescent Rating Global Muslim Travel Index (GMTI) 2 015 untuk negara Non-OKI yang menjadi tujuan wisata muslim terbaik di dunia. Badan Pariwisata Singapura atau "Singapore Tourism Board" meluncurkan buku panduan wisata halal bagi pelancong Muslim dari Indonesia. Kriteria dalam survei GMTI meliputi berbagai macam faktor meliputi kecocokan sebagai tempat berlibur bersama keluarga bagi keluarga Muslim, tingkat pelayanan bagi wisatawan Muslim, ketersediaan fasilitas bagi - 18 -
wisatawan Muslim, pilihan akomodasi yang baik, jumlah kedatangan wisatawan Muslim, pilihan menu dan makanan halal, dan lainnya. Direktur Eksekutif STB Wilayah Asia Tenggara Edward Koh menyampaikan Singapura memiliki banyak fasilitas makanan halal yang sudah disertifikasi oleh Badan Sertifikasi Halal yang dimiliki negara itu. Sebanyak 108 wisatawan Muslim berkunjung ke Singapura, dengan nilai 145 miliar dolar AS dan mempresentasikan 10 persen dari total perekonomian dunia (Putra, 2015). e. Korea Selatan Meskipun mayoritas penduduknya tidak beragama Islam, sebagian tempat wisata di Korea Selatan sudah menyediakan fasilitas yang memudahkan para turis Muslim. Tujuan wisata halal di Korea antara lain: Gyeonggi-do (banyak terdapat tempat-tempat hiburan yang menyediakan tempat ibadah dan makanan halal bagi umat Muslim meliputi Everland, Korea Folk Village di Yongin, Petite France di Gapyeong, Skin Anniversary di Paju dengan Woongjin Playdoci dan Aiins World di Bucheon (Rezkisari, 2014) . Selain Gyeonggi-do, terdapat juga destinasi wisata halal yaitu Gangwon. Pemerintah Korea Selatan aktif dalam mempromosikan paket wisata syariah ke Indonesia. Strategi promosi yang dilakukannya adalah dengan menandatangani nota kesepahaman (MoU) antara perwakilan organisasi pariwisata Korea Selatan di Jakarta (KTO Jakarta) dengan Garuda Indonesia Holiday (GIH). Provinsi Gangwon mendukung kerja sama ini dengan menyediakan restoran yang ramah bagi Muslim dan Mushala. Saat ini produk wisata halal ke Korea yang telah dikembangkan oleh GIH adalah berupa produk 3M5H, 4M6H, dan produk 5M7H, yang menyertakan makanan halal di restoran ramah Muslim pada semua jadwalnya, serta kunjungan ke mushala untuk shalat (Putri & Pratiwi, 2015). 2.1.3.
Kondisi Wisata Syariah di Indonesia Berbagai upaya dilakukan untuk mempersiapkan produk pariwisata ini bersama pemangku kepentingan, salah satu cara memperkenalkan Wisata Syariah di Indonesia kepada masyarakat dan dunia Internasional, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bekerjasama dengan Majelis Ulama Indonesia menyelenggarakan Global Halal Forum bertema Wonderful Indonesia as Moslem Friendly Destination pada 30 Oktober 2013 di JIExpo Kemayoran, Jakarta. Pentingnya dikembangkan potensi wisata syariah disampaikan Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada saat peluncuran Gerakan Ekonomi Syariah (GRES) di kawasan silang Monas, tanggal 17 November 2013. Presiden Indonesia saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan bahwa Indonesia mempunyai banyak alasan untuk - 19 -
mengembangkan potensi wisata syariah, antara lain keberadaan ekonomi syariah penting untuk mengurangi kerentanan antara sistem keuangan dengan sektor riil, sehingga menghindari penggelembungan ekonomi; menghindari pembiayaan yang bersifat fluktuatif, dan dapat memperkuat pengaman sosial. Upaya yang dilakukan pemerintah dalam mengembangkan wisata syariah adalah mempersiapkan 13 (tiga belas) provinsi untuk menjadi destinasi wisata syariah, yakni Nusa Tenggara Barat (NTB), Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Riau, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Bali. Namun dari ke-13 provinsi tersebut yang dinyatakan siap yaitu Jakarta, Jawa Barat, NTB, Yogyakarta, dan Jawa Timur.
Destinasi Wisata Syariah (indonesia.travel,2013)
Gambar 2.2. Destinasi Wisata Syariah di Indonesia
Sumber: Kemenparekraf, 2013, Indonesia as Moslem Friendly Destination (Buku Panduan Wisata)
Penilaian kesiapan destinasi wisata dilihat dari beberapa aspek utama pariwisata, yaitu: a) Produk Pengembangan Produk harus berdasarkan Kriteria Umum dan Standarisasi yang diterapkan untuk Usaha Pariwisata Syariah dan Daya Tarik. 2) SDM dan kelembagaan Kompetensi Profesi Insan Pariwisata Syariah juga harus ditunjang dengan Training dan Pendidikan yang sesuai dengan sasaran Standar Kompetensi yang dibutuhkan Wisatawan Muslim. 3) Promosi
- 20 -
Bentuk promosi dan jalur pemasaran disesuaikan dengan perilaku Wisatawan Muslim, World Islamic Tourism Mart (WITM), Arabian Travel Mart, Emirates Holiday World, Cresentrating.com, halaltrip.com, etc. Meskipun konsep halal sudah menjadi gaya hidup bagi sebagian besar penduduk Indonesia, namun wisata halal kurang berkembang di Indonesia dikarenakan fasilitasi, tidak mudah memastikan makanan halal, sertifikasi halal, dan promosi yang kurang. Hal tersebut tampak dari hasil laporan lembaga riset dan pemeringkat industri pariwisata halal Crescentrating bersama MasterCard, Global Muslim Travel Index (GMTI) 2015, Indonesia berada di urutan keenam tujuan wisata halal dunia, di bawah Malaysia dan Thailand. Crescentrating menilai Indonesia harus berusaha lebih keras jika ingin melangkahi Malaysia dan Thailand dalam mengembangkan wisata halal. Menurut pendiri dan CEO Crescentrating Fazal Bahardeen bahwa Indonesia belum begitu agresif dalam mempromosikan wisata halal seperti negara tetangga Malaysia dan Thailand. Indonesia juga belum mengintegrasikan promosi pariwisata halal ke dalam program pariwisata nasional, dan membuat paket khusus wisata halal. Perbandingan Praktek Wisata Syariah antara Indonesia dengan beberapa negara ASEAN lainnya pada tahun 2013, dapat dilihat sebagai berikut: Tabel 2.4. Perbandingan Praktek Wisata Syariah Tahun 2013 Total Wisman Wisman Muslim % Praktik Syariah
Wisata
o o o o o
Indonesia 8.802.129 1.729.912 (ME: 183.016) 20% Hotel Syariah bersertifikat: 12 Hotel dengan Restoran halal bersertifikat: 25 Restoran bersertifikat halal: 305 Spa syariah bersertifikat: 0 Travel syariah bersertifikat: 1
Singapura 15.567.923 3.920.907 (ME: 146.503) 25% o Hotel & restoran bersertifikat halal: 2.691 o Ada AMTAS (Association of Muslim Travel Agent of Singapore)
o
o o
o
Sumber: Dari berbagai Sumber
- 21 -
Malaysia 25.715.460 6.099.279 (ME: 332.736) 24% Hotel syariah bersertifikat: 366 (273 bintang 3 s/d 5, 53 hotel bintang 1 & 2, 40 budget hotel & restoran) Restoran bersertifikat halal ± 2.000 The Top destination for muslim tourist in 2011, 2012, 2013 & 2014 by CrescentRating Singapore KLIA terpilih sebagai the Most Muslim Friendly Airport in the world
o o
o
o
Thailand 26.546.725 4.419.310 (ME: 630.243) 17% Hotel & restoran bersertifikat halal ±100 Memiliki halal science center yang mendukung Thailand menjadi salah satu produsen & eksportir produk halal terbesar di Asia The airways catering memiliki the largest halal kitcehn in the world Bandara internasional Suvarnabhumi adalah bandara non-muslim yang paling “MuslimFriendly” (CrescentRating)
Fakta yang ada pariwisata syariah di Indonesia pada tahun 2013 yaitu hotel syariah besertifikat baru 37 hotel. Sebanyak 150 hotel menuju operasional syariah. Begitu juga dengan restoran, dari 2.916 restoran, baru 303 yang bersertifikat halal. Sebanyak 1.800 mempersiapkan diri sebagai restoran halal. Sedangkan tempat relaksasi, SPA kini baru berjumlah tiga unit. Sebanyak 29 sedang proses untuk mendapatkan sertifikat halal. 2.2. Penelitian Terdahulu Guna menghindari adanya plagiarisme, beberapa hasil penelitian dan publikasi yang dapat diidentifikasi sebagai berikut: 2.2.1. Penelitian yang berjudul “Internet and Halal Tourism Marketing” oleh Mevlüt Akyol dan Özgür Kilinç Hasil penelitian tersebut diterbitkan pada International Periodical for the Languages, Literature and History of Turkish or Turkic Volume 9/8 Summer 2014, p. 171-186, Ankara-Turkey. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk menyajikan konsep pemasaran halal di dunia dan di Turki. Dalam konteks ini, salah satu perusahaan perantara, yang disebut "hotel halal", dianalisa dalam kerangka deskriptif. Penelitian yang dikembangkan adalah definisi marketing halal, konsep wisata halal dan hotel halal, deskripsi wisata halal di Turki, pentingnya internet dalam marketing wisata, dan analisis visual dan textual dari website hotel-hotel halal di Turki. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah pelaku marketing halal harus mempertimbangkan harapan hotel halal baik untuk wisatawan Muslim dan non-Muslim. Muslim mencari liburan yang koheren dengan Islam dan harapan non-Muslim juga mendapatkan keamanan dan kebersihan.Hal tersebut harus diperhitungkan oleh pelaku marketing halal. Hasil analisis visual dan tekstual menunjukkan bahwa sebagian besar hotel Islam koheren dengan Islam. Misalnya, memberikan prinsip makanan dan non-alkohol halal, fasilitas terpisah untuk wanita dan ruang doa adalah fitur utama dan umum dari Islam atau hotel halal. Berikut tabel klasifikasi hotel islami menurut Ramli dalam Akyol & Kilinç, 2014: Tabel 2.5. Klasifikasi Hotel Ramah Muslim RATING One
Two
RATING MUSLIM FRIENDLY FACILITIES (in addition to other standard facilities in a reputable hotel) Qiblah Pointing Signage; Prayer rug in guest room Halal Prayer Qiblah Kitchen/Halal Room/Surau Pointing
- 22 -
Food
Signage; Prayer rug in guest room Three Only Halal Dedicate Qiblah Gym & Food & Prayer Pointing Swimming Alcohol Free Room/Surau Signage; Pool have Beverages with Prayer dedicated Served abdution rug in hours for space guest Ladies only room; at least 50 % are no smoking guest rooms Four Only Halal Dedicate Qiblah Separate Food & Prayer Pointing Gym & Alcohol Free Room/Surau Signage; Enclosed Beverages with Prayer Swimming Served abdution rug in Pool for space & guest Ladies resident room; imam only no smoking guest rooms Five Only Halal Dedicate Qiblah Separate Shariah Food & Prayer Pointing Gym & Compliant Alcohol Free Room/Surau Signage; Enclosed Entertainment Beverages with Prayer Swimming & Served abdution rug in Pool, Spa & Recreational space & guest Health Facilities resident room; Facilities Facilities for imam only no for Ladies all ages smoking guest rooms Sumber: Ramli, N. (2009). Halal Tourism: The Way Forward. In: International Conference on Law and Social Obligation, 2009, Kashmir, India dalam Akyol & Kilinç, 2014
Selain itu, hotel islami, internet dan media sosial menyediakan platform komunikasi yang signifikan untuk hotel halal karena halal berorientasi pemasok industri dan perantara umumnya menargetkan populasi Muslim. Dengan demikian, internet mungkin menawarkan kesempatan besar untuk mendapatkan perhatian dari pasar ini. Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Yang pertama adalah ukuran sampel mungkin tidak cukup besar untuk menggeneralisasi temuan. Yang kedua adalah hanya menganalisis hotel bintang lima, sehingga hotel dibawahnya dikeluarkan. Keterbatasan terakhir adalah hanya menggunakan situs web untuk mendapatkan gambar dari hotel karena itu, media lain seperti majalah, surat - 23 -
kabar dan televisi tidak dimasukkan. Dengan mempertimbangkan studi lebih lanjut, menganalisis persepsi halal, sikap dan perilaku pembelian dapat mengembangkan lebih penjelasan terhadap konsep marketing halal.
2.2.2. Penelitian Analisis Komparatif Potensi Industri Halal dalam Wisata Syariah dengan Konvensional oleh M. Maulana Hamzah dan Yudi Yudiana. Penelitian yang dilaksanakan pada tahun 2015 ini mengupas tentang potensi industri halal dalam wisata syariah dan membandingkan antara bisnis syariah dengan konvensional. Disampaikan bahwa perbedaan mendasar antara bisnis syariah dan konvensional adalah visi dan misinya. Visi bisnis syariah ditekankan pada keimanan. Sedangkan misinya adalah berupa ibadah, jadi setiap aktivitasnya akan selalu bernilai ibadah. Sementara bisnis konvensional adalah komersial dengan misi melakukan profesionalisme dalam produksi. Berikut tabel paradigma bisnis syariah dengan konvensional. Tabel 2.6. Paradigma Bisnis Syariah dengan Konvensional. SYARIAH KONVENSIONAL VISI Iman Ideologi Komersial MISI Amal/ Ibadah Profesionalisme Dalam Produksi METODOLOGI Syariah Common Management Practice Sumber : Riyanto Sofyan dalam Maulana Hamzah dan Yudi Yudiana (2015)
Disampaikan dalam tulisan mereka bahwa perlu mengintegrasikan antara wisata syariah dan konvensional untuk difokuskan pada industri halal. Dalam perkembangannya wisata konvensional lebih dulu berkembang ketimbang wacana wisata syariah.Meskipun Indonesia sudah lama menerapkan wisata syariah dari produk pangan yang halal.Namun kurangnya sosialisasi dan promosi, wisata syariah menjadi minus disini.Karena patut belajar dari Bali yang menjadi daerah tujuan wisata.Untuk pengembangan wisata syariah bisa mencontoh konsep wisata konvensional dalam hal promosi, paket wisata dan layanan. Lombok katakanlah, secara alam lebih unggul, alami dan indah dari bali, secara budaya jauh lebih islami. Namun karena kurangnya promosi, jumlah wisatwan yang berkunjung disini juga masih minim. 2.2.3.
Serrin Razzaq, C. Michael Hall& Girish Prayag. The capacity of New Zealand to accommodate the halal tourism market – or not. Mereka meneliti situs penyedia akomodasi di Auckland dan Rotorua, dua tujuan wisata utama di Selandia Baru, negara yang semakin berusaha untuk memposisikan diri sebagai tujuan ramah halal di Asia dan Timur
- 24 -
Tengah. Analisis dari 367 situs akomodasi yang ditemukan hanya tiga situs yang secara khusus menyebutkan halal dan juga mengidentifikasi sejumlah atribut yang dapat mencegah lebih banyak wisatawan halal konservatif. Temuan tersebut menimbulkan pertanyaan signifikan terhadap kapasitas sektor akomodasi Selandia Baru untuk kedua menyampaikan informasi akomodasi yang tepat untuk pasar Islam serta memberikan pengalaman memuaskan untuk mereka yang tinggal. Perbaikan substansial dalam pelatihan dan pendidikan direkomendasikan. Selandia Baru telah semakin mempromosikan dirinya sebagai tujuan ramah Muslim untuk menarik wisatawan halal. Banyaknya eksportir daging sapi halal dan domba negara ini berusaha untuk mempromosikan penawaran halal lainnya. Namun, penyediaan wisata halal dan perhotelan adalah proses yang jauh lebih rumit daripada daging halal. Hal ini membutuhkan pemahaman yang lebih bernuansa konsumen Islam dan posisi sosial-budaya mereka dan tuntutan yang berbeda ini akan memiliki pada pemasok. Sejumlah atribut yang berbeda dari akomodasi halal diidentifikasi dari literatur (Battour et al, 2010;.Henderson, 2010; Stephenson 2014) dan diterapkan pada analisis isi dari situs penyedia akomodasi dari Auckland dan Rotorua. Hanya 3 dari 367 situs dianalisis disebutkan halal dan hanya satu yang bersertifikat. 2.2.4. Penelitian Potensi Desa Wisata Berbasis Syariah di Kabupaten Sleman yang dilakukan oleh Unggul Priyadi, Yazid, Eko Atmaji. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis potensi pengembangan desa wisata yang ada di kabupaten Sleman untuk menjadi desa wisata syariah sesuai aspirasi dan kepentingan masyarakat setempat. Analisa data dilakukan secara deskriptif dan kuantitatif. Analisis kuantitatif menggunakan metode SWOT. Kesimpulan dari penelitian ini adalah potensi wisata di kabupaten Sleman cukup besar untuk dikembangkan menjadi desa wisata karena telah tersedia fasilitas yang mendukung yaitu tempat ibadah yang memadai dan mudahnya akses makanan halal. Kendala dalam usaha pengembangan antara lain masyarakat masih belum memahami desa wisata syariah, kurangnya promosi dan layanan yang belum berstandard serta terbatasnya kreatifitas kerajinan dan kesenian. Alternatif strategi pengembangan yang ditawarkan peneliti yaitu peningkatan pemahaman masyarakat tentang desa wisatasyariah, optimalisasi potensi alam, sosial dan budaya untuk merespon minatmasyarakat untuk berkunjung atau meningkatkan frekuensi kunjungan ke desa wisata. Namun yang paling penting adalah komitmen semua pihak dalam merealisasikan strategi-strategi yang telah disusun untuk mengembangkan desa wisata syariah di kabupaten Sleman.
- 25 -
2.2.5. Penelitian Penciptaan Nilai Pariwisata: Sebuah Pendekatan Islam (Value Creation in Tourism: An Islamic Approach) oleh Abolfazi Tajzadeh Namin. Di dalam penelitian ini disampaikan meskipun Islam dianggap sebagai pasar utama global, namun nila-nilai islami belum didefinisikan secara baik di pasar pariwisata. Peneliti mengembangkan sebuah model, de Figureted di bawah ini, untuk penciptaan nilai pariwisata Islam.
Gambar 2.2. Creating value in Islamic approach to tourism Developed by Abolfazl Tajzadeh Namin Sumber: Tajzadeh Namin, 2013
Dalam pandangan peneliti, mata rantai yang hilang dalam pariwisata secara umum dan khususnyapariwisata Iran adalah menciptakan nilai melalui pariwisata Islam. Dengan kata lain, untuk meningkatkan tujuan wisata di Iran dan dunia islam, maka perlu untuk mengkaitkan tujuan berdasarkan prinsip-prinsip Islam dan mengelola tujuan dengan cara yang strategis dalam rangka menyediakan keunggulan kompetitif dalam dunia yang dinamis saat ini. Untuk memenuhi harapan wisatawan Muslim tidak hanya untuk memberikan wisatawan dengan pengalaman diinginkan tetapi juga untukmelindungi nilai-nilai yang ada dan kualitas hidup di tujuan. Pada model di atas, terdapat interaksi antara semua komponen model.Model tersebut berguna untuk semua pemangku kepentingan (termasuk orang) baik di tingkat mikro dan makro. Dengan kata lain, sukses di tingkat nasional dan internasional perlu menciptakan - 26 -
keseimbangan antara tujuan destinasi dan unsur-unsur yang ada untuk menciptakan nilai dalam pariwisata Islam secara konsisten untuk pengembangan pariwisata di Iran dan promosi nilai-nilai Islamdi seluruh dunia. Dengan demikian, mereka harus memiliki tingkat yang lebih tinggi dalam interaksi budaya dan pengetahuan lebih tentang nilai-nilai dan norma-norma mereka.Semua elemenbudaya, nilai-nilai, dan norma-norma harus digunakan untuk mengatasi ketidaksetaraan gender dan sosial serta melindungi hak asasi manusia. Pendekatan yang disampaikan peneliti untuk mempromosikan wisata Islam adalah marketer ikut terlibat dalam membuat pola travelling dan paket wisata. 2.3. Rerangka Berpikir Pemecahan Masalah Berdasarkan studi dan publikasi terdahulu, maka dalam penelitian menggunakan rerangka berpikir sebagai berikut:
Pengembangan Wisata Syariah
Tingkat kesiapan destinasi wisata syariah
Deskripsi potensi pengembangan wisata syariah
Atraksi wisata: Alam, Budaya, Buatan
Amenitas: Perhotelan, Restoran, Biro Perjalanan Wisata, Spa, pramuwisata
Aksesibilitas
Ancillary/ kelembagaan
Hasil Penelitian & Analisis
Strategi, Kesimpulan & Masukan Kebijakan
Gambar 2.3. Rerangka Berpikir Kajian Wisata Syariah di Indonesia Sumber: diolah peneliti (2015)
- 27 -
BAB
3
METODE PENELITIAN 3.1.
Pendekatan Penelitian Berdasarkan tujuan, penelitian ini termasuk penelitian bersifat deskriptif dengan menggunakan metode pendekatan kuantitatif dan didukung pula dengan data kualitatif. Cakupan/besaran sumber data yang dijadikan sebagai subyek penelitian hanya sampel yang dianggap representatif. Menurut Sugiyono (2012):23) dikatakan metode kuantitatif karena data penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik. Selain itu, pendekatan kuantitatif digunakan karena peneliti menempatkan teori sebagai titik tolak utama atas rasa ingin tahu peneliti untuk mengukur tingkat kesiapan destinasi wisata dalam mengembangkan wisata syariah di Indonesia. 3.2.
Metode Pengolahan Data Analisis data dilakukan dengan program SPSS (Statistical Package for the Social Science). Kompilasi data awal meliputi seleksi dan pengelompokkan data sesuai kebutuhan analisis, mengubah bentuk data ke dalam peta, tabel, diagram, grafik, gambar dan uraian sesuai dengan tujuan analisis, yang dihimpun dalam suatu dokumen kompilasi data. Hasil program SPSS tersebut akan dideskripsikan dalam bentuk narasi untuk mengetahui persepsi pelaku usaha dan wisatawan. 3.3.
Jenis dan Sumber Data Dalam penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif, karena data yang diperoleh nantinya berupa angka. Dari angka yang diperoleh akan dianalisis lebih lanjut dalam analisis data. Sumber data adalah segala sesuatu yang dapat memberikan informasi mengenai data. Berdasarkan sumbernya, data dibedakan menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder. a. Data primer yaitu data yang dibuat peneliti untuk maksud khusus menyelesaikan permasalahan yang sedang ditanganinya. Dalam penelitian ini data dikumpulkan sendiri oleh peneliti langsung dari sumber pertama atau tempat objek penelitian dilakukan. Data primer diperoleh dengan melakukan survei menggunakan kuesioner terhadap pelaku usaha wisata dan pengunjung/wisatawan, FGD, wawancara mendalam, dan observasi. Guna melengkapi informasi/data, survei dan wawancara juga dilakukan dengan dinas/instansi pemerintah daerah terkait, masyarakat lokal dan pengunjung/wisatawan.
- 28 -
b. Data sekunder yaitu data yang telah dikumpulkan untuk maksud selain menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. Data ini dapat ditemukan dengan cepat. Dalam penelitian ini menjadi sumber data sekunder adalah literatur, artikel, jurnal serta situs di internet yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan. Selain itu juga berasal dari kantor-kantor pemerintah dan instansi terkait, antara lain jumlah kunjungan wisatawan ke Aceh dan Manado, serta gambaran umum lokasi penelitian, dan beberapa informasi lain yang berisikan tentang pariwisata syariah. 3.4.
Penentuan Variabel dan Definisi Operasional Variabel Agar penelitian ini dapat mengukur variabel-variabel penelitian dengan tepat, maka perlu dibuat indikator-indikator yang dapat secara valid dan reliabel mengukur variabel penelitian. Hal ini penting, agar sesuai dengan kerangka teori yang telah dipilih sebelumnya dan memudahkan untuk menyusun pertanyaan dalam kuesioner. Beberapa definisi operasional terkait, yaitu: a. Wisata Syariah adalah wisata yang di dalamnya berasal dari alam, budaya, ataupun buatan yang dibingkai dengan nilai-nilai Islam dimana kegiatannya didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan (hotel, restoran, biro perjalanan, spa) yang disediakan masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah yang memenuhi ketentuan syariah/islami. b. Dalam melihat kesiapan destinasi wisata syariah, maka digunakan komponen: Tabel 3.1. Definisi Operasional Kajian Pengembangan Wisata Syariah No 1
2
Variabel Atraksi
Amenitas
1. 2. 3.
1.
Sub Variabel Alam Budaya Buatan
Perhotelan
- 29 -
Indikator Pertunjukan Seni dan Budaya serta atraksi yang tidak bertentangan dengan kriteria umum Pariwisata Syariah Terjaga kebersihan sanitasi dan lingkungan Terdapat tempat ibadah yang layak dan suci untuk wisatawan muslim di Objek wisata. Tersedia sarana bersuci yang layak (kebersihan dan ketersediaan air untuk bersuci) di objek wisata. Tersedia makanan dan minuman halal Tersedia fasilitas yang layak untuk bersuci Tersedia fasilitas yang
Skala Ordinal
Ordinal Ordinal
Ordinal
Ordinal Ordinal Ordinal
memudahkan untuk beribadah Tersedia makanan dan minuman yang halal Fasilitas dan suasana yang aman, nyaman dan kondusif untuk keluarga dan bisnis
2.
3.
4.
Restaurant/Penyedia Makananan dan Minuman
Biro Perjalanan Wisata
Spa
5. Pramuwisata
- 30 -
Terjaga kebersihan sanitasi dan lingkungan Terjamin kehalalan Makanan dan Minuman dengan sertifikasi Halal MUI Ada jaminan Halal dari MUI setempat, tokoh Muslim atau pihak terpercaya, dengan memenuhi ketentuan yang akan ditetapkan selanjutnya Terjaga lingkungan yang sehat dan bersih Menyediakan paket perjalanan/wisata yang sesuai dengan kriteria pariwisata syariah Memiliki daftar akomodasi yang sesuai dengan panduan umum akomodasi pariwisata syariah Memiliki daftar usaha penyedia makanan dan minuman yang sesuai dengan panduan umum usaha penyedia makanan dan minuman pariwisata syariah Terapis pria untuk pelanggan pria, dan terapis wanita untuk pelanggan wanita Tidak mengandung unsur porno aksi dan pornografi Menggunakan bahan yang halal dan tidak terkontaminasi Babi dan produk turunannya Tersedia sarana yang memudahkan untuk beribadah Memahami dan mampu melaksanakan nilai-nilai syariah dalam menjalankan tugas Berakhlak baik, komunikatif,
Ordinal Ordinal
Ordinal Ordinal
Ordinal
Ordinal Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal Ordinal
Ordinal Ordinal
Ordinal
3
4
Aksesibilitas
Ancillary
1.
1.
Informasi
2.
Keterjangkauan
Kelembagaan
2.
Pemberdayaan masyarakat
3.
Pemasaran
ramah, jujur dan bertanggung jawab Berpenampilan sopan dan menarik sesuai dengan nilai etika islam Memiliki kompetensi kerja sesuai dengan standar profesi yang berlaku Kemudahan akses informasi wisata syariah/halal Objek wisata mudah dijangkau Transportasi (darat. Laut, udara) mudah Biaya transportasi sesuai dengan yang standard Terdapat sistem yang mendukung sertifikasi halal di destinasi wisata. Terdapat kelembagaan yang mendukung sertifikasi halal di destinasi wisata. Terdapat sistem yang mendukung sertifikasi halal di destinasi wisata. Penyerapan tenaga kerja dari masyarakat lokal Sikap masyarakat Promosi Branding yang tepat
Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal
Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal
Sumber: data diolah dari berbagai sumber
3.5.
Teknik Pengambilan Sampel Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2004:72). Populasi adalah keseluruhan objek penelitian sedangkan sampel adalah bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki dan oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2004:73). Sampel merupakan bagian atau subset dari pada populasi, sampel diambil dari bagian populasi yang dipilih. Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti subjeknya kurang dari 100 maka diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Jika subjeknya besar, maka 10% - 15% atau 20% - 25% atau lebih tergantung kemampuan penelitian. Dalam penelitian ini, pengambilan sampel sebagai responden dilakukan dengan teknik nonprobability sampling (penarikan sampel secara tidak acak) karena terkait dengan pengurangan biaya dan permasalahan yang mungkin timbul dalam pembuatan kerangka sampel atau kerangka
- 31 -
sampel tidak diperlukan dalam pengambilan sampel secara nonprobability. Menurut Sugiyono (Sugiyono, 2012):67), dalam teknik nonprobability sampling, sampel yang diambil tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur anggota populasi. Teknik nonprobability sampling menurut Sugiyono (Sugiyono, 2012, hal. 68) meliputi sampling sistematis, kuota, accidental sampling, purposive, jenuh, dan snowball. Dalam penelitian ini digunakan teknik accidental sampling. Menurut Santoso dan Tjiptono (2001:89 – 90) Accidental Sampling (Convenience sampling) adalah prosedur sampling yang memilih sampel dari orang atau unit yang paling mudah dijumpai atau diakses. Sedangkan menurut Sugiyono, Accidental Sampling adalah mengambil responden sebagai sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel bila orang yang kebetulan ditemui cocok sebagai sumber data dengan kriteria utamanya adalah orang tersebut merupakan wisatawan dan pelaku usaha pariwisata. Pada penelitian ini populasi yang digunakan adalah wisatawan yang berkunjung ke destinasi wisata di Aceh dan Manado baik wisatawan domestik dan mancanegara. Karena di kedua lokus penelitian tersebut wisman terbatas, maka responden belum dapat ditentukan jumlahnya. Dalam penelitian ini jumlah populasi tidak diketahui, maka untuk memudahkan penentuan jumlah sampel yang diambil ditentukan dengan rumus (Riduwan, 2004):66) : 𝑛 = 0,25 (
𝑍𝛼 /2 2 ) 𝜀
Dimana: N = jumlah sampel Zα/2 = nilai yang didapat dari tabel normal atas tingkat keyakinan ε = kesalahan penarikan sampel tingkat keyakinan dalam penelitian ini ditentukan sebesar 95% maka nilai Zα/2 adalah 1,96. Tingkat kesalahan penarikan sampel ditentukan sebesar 10%. Maka dari perhitungan rumus tersebut dapat diperoleh sampel yang dibutuhkan, yaitu: 1,96 𝑛 = 0,25 ( )2 0,1
𝑛 = 96,04
Jadi berdasarkan rumus di atas, sampel yang diambil sebanyak 96,04 orang. Untuk memudahkan perhitungan makan dibulatkan ke atas menjadi 100 orang. Kriteria responden wisatawan yang akan diambil sebagai sampel sebesar 100 orang adalah: a. Responden yang berusia di atas atau sama dengan 17 tahun b. Responden beragama Islam
- 32 -
c. Lokasi pengambilan responden adalah destinasi wisata di Manado dan Banda Aceh 3.6.
Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan baik bersifat kualitatif maupun kuantitatif terhadap aspek-aspek yang berhubungan dengan pariwisata syariah di wilayah yang menjadi objek penelitian. Data yang dikumpulkan meliputi data sekunder (studi pustaka) dari sumber-sumber sebelumnya, baik dari hasil penelitian maupun publikasi, sedangkan data primer (FGD, wawancara dan penyebaran kuesioner), serta melakukan pengamatan langsung di lapangan (survei dan observasi) sebagai dasar untuk memahami potensi dan permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan wisata syariah. Adapun langkah-langkah dalam pengumpulan data adalah: a. Penelusuran Literatur dan kebijakan yang sudah dibuat, dilakukan, dan disosialisasikan oleh Kementerian Pariwisata. b. Persiapan survei meliputi Studi kepustakaan untuk mendapatkan gambaran keadaan kawasan daerah yang dikembangkan baik dari data sejarah maupun kondisi saat ini, menyiapkan instrumen penelitian (pedoman FGD, pedoman wawancara, daftar kuesioner), jadwal kegiatan, menyiapkan peta, peralatan lapangan, penyusunan dan pembagian tugas tim. c. Pelaksanaan survei meliputi berkunjung ke instansi terkait (pemerintah dan non-pemerintah) untuk mendapatkan data tertulis atau peta, serta survei lapangan untuk memperoleh informasi dengan cara pengamatan, wawancara dan dengan pihak industri pariwisata (hotel, Biro Perjalanan, Obyek Wisata) dan wisatawan, pelaku industri pariwisata serta masyarakat dan tokoh-tokoh masyarakat. d. Focus Group Discussion (Yusuf I. A., 2011) FGD dapat didefinisikan sebagai suatu diskusi yang dilakukan secara sistematis dan terarah mengenai suatu isu atau masalah tertentu. Irwanto (Irwanto, 2006):1-2) mendefinisikan FGD adalah suatu proses pengumpulan data dan informasi yang sistematis mengenai suatu permasalahan tertentu yang sangat spesifik melalui diskusi kelompok. Sesuai namanya, pengertian Focus Group Discussion (FGD) mengandung tiga kata kunci: a. Diskusi (bukan wawancara atau obrolan); b. Kelompok (bukan individual); c. Terfokus/Terarah (bukan bebas). Artinya, walaupun hakikatnya adalah sebuah diskusi, FGD tidak sama dengan wawancara, rapat, atau obrolan beberapa orang di kafe-kafe. FGD bukan pula sekadar kumpul-kumpul beberapa orang untuk membicarakan suatu hal. Banyak orang berpendapat bahwa FGD dilakukan untuk mencari solusi atau menyelesaikan masalah. Artinya, diskusi yang
- 33 -
dilakukan ditujukan untuk mencapai kesepakatan tertentu mengenai suatu permasalahan yang dihadapi oleh para peserta, padahal aktivitas tersebut bukanlah FGD, melainkan rapat biasa. FGD berbeda dengan arena yang semata-mata digelar untuk mencari konsensus. Sebagai alat penelitian, FGD dapat digunakan sebagai metode primer maupun sekunder. FGD berfungsi sebagai metode primer jika digunakan sebagai satu-satunya metode penelitian atau metode utama (selain metode lainnya) pengumpulan data dalam suatu penelitian. FGD sebagai metode penelitian sekunder umumnya digunakan untuk melengkapi riset yang bersifat kuantitatif dan atau sebagai salah satu teknik triangulasi. Dalam kaitan ini, baik berkedudukan sebagai metode primer atau sekunder, data yang diperoleh dari FGD adalah data kualitatif. Di luar fungsinya sebagai metode penelitian ilmiah, Krueger & Casey (Krueger, 2002) menyebutkan, FGD pada dasarnya juga dapat digunakan dalam berbagai ranah dan tujuan, misalnya (1) pengambilan keputusan, (2) needs assesment, (3) pengembangan produk atau program, (4) mengetahui kepuasan pelanggan, dan sebagainya. e. Penyebaran kuesioner sebanyak 100 responden di masing-masing lokasi penelitian dengan metode penarikan accidental sampling kepada wisatawan untuk mengetahui persepsi mereka terhadap wisata syariah. 3.7. Teknik Analisis Data Ada dua pengukuran variabel, yaitu (1) Atraksi dan, (2) Amenitas. Dari setiap variable ditentukan sub variable dan indikator untuk masingmasing sub variabel. Penilaian terhadap indikator menggunakan interval dengan Sangat Baik (SB), Baik (B), Cukup (C), Tidak Baik (TB), dan Sangat Tidak Baik (STB). Teknik analisa data menggunakan uji kualitas data pada program SPSS 20.0 for windows. Selain menggunakan analisis SPSS, data hasil FGD dan wawancara mendalam akan dianalisis dengan menggunakan analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity dan Threathened). Dengan menggunakan dua teknik analisis dimaksud, diharapkan dapat mencapai hasil dan rekomendasi yang optimal. Analisis SWOT adalah sebuah metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi Strengths, Weakness, Opportunities, dan Threats terlibat dalam suatu proyek atau dalam bisnis usaha. Hal ini melibatkan penentuan tujuan usaha bisnis atau proyek dan mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang baik dan menguntungkan untuk mencapai tujuan itu. Teknik ini dibuat oleh Albert Humphrey, yang memimpin proyek riset pada Universitas Stanford pada dasawarsa 1960-an dan 1970-an dengan menggunakan data dari perusahaan-perusahaan Fortune 500.
- 34 -
BAB
4
HASIL DAN PEMBAHASAN KAJIAN PENGEMBANGAN WISATA SYARIAH ACEH
4.1. Kondisi Umum Pariwisata di Aceh 4.1.1. Potensi Daya Tarik Wisata Kota Banda Aceh (Jenis Daya Tarik Wisata: alam, budaya, man made) Banda Aceh merupakan salah satu kota yang dilanda bencana alam Tsunami pada Desember Tahun 2004. Pasca bencana Tsunami, kota Banda Aceh kembali di bangun oleh Pemerintah dan berbagai bantuan dari luar mancanegara. Hingga saat ini Banda Aceh telah berkembang pesat dari berbagai segi, baik segi ekonomi, pendidikan, dan pariwisata khususnya. Letak geografis Kota Banda Aceh berada antara 5°30’ - 5°35’ LU dan 95°30’99°16’ BT dengan luas wilayah keseluruhan ± 61,36 km2 dan ketinggian ratarata 0,80 meter di atas permukaan laut, memiliki posisi strategis yang berhadapan dengan negara-negara di selatan Benua Asia dan merupakan pintu gerbang Republik Indonesia di Bagian Barat. Kondisi ini merupakan potensi yang besar baik secara alamiah dan ekonomis. Potensi tersebut secara tidak langsung akan menjadi aset bagi Kota Banda Aceh khususnya dan Provinsi Aceh secara umum untuk lebih membuka diri terhadap daerah sekitarnya maupun dunia luar atau lebih mengenalkan dan menumbuhkan citra serta jati diri dalam ajang nasional dan internasional. Pasca bencana Tsunami, kunjungan wisatawan ke kota Banda Aceh hingga saat ini cukup menggembirakan. Walau tidak signifikan peningkatannya tetapi sudah menunjukkan trend yang baik. Beberapa potensi wisata di Aceh: a. Masjid Raya Baiturrahman Masjid Raya Baiturrahman adalah simbol utama kota Banda Aceh yang terletak di sebelah selatan sungai Kreung Aceh. Masjid dengan menara setinggi 35 meter dengan 7 kubah ini paling ramai dikunjungi masyarakat dan wisatawan luar. Arsitektur bangunan yang unik membuat desain masjid ini banyak dicontoh oleh masjid-masjid lain di Indonesia sampai ke Semenanjung Malaysia. Masjid Baiturrahman dibangun pada pemerintahan Sultan Iskandar Muda pada periode 1607-1636 yang sangat giat mengembangkan ajaran agama Islam dalam wilayah kerajaan Aceh. Dalam sejarahnya, masjid ini
- 35 -
pernah digunakan sebagai markas dan tempat pertahanan bagi pasukan perang Aceh melawan pemerintah kolonial Belanda. Selain itu, tempat ini juga menjadi saksi bisu terjadinya gelombang tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 silam. Sebab, masjid ini menjadi tempat berlindung ribuan pengungsi yang menyelamatkan diri.
Gambar 4.1. Masjid Raya Baiturrahman Sumber: Hasil Observasi Lapangan, 2015
b. Museum Nagari Aceh Museum negeri Aceh adalah obyek wisata yang patut dikunjungi karena menyimpan kebudayaan “Tanah Rencong” pada masa lalu. Museum ini berbentuk sebuah rumah tradisional Aceh (Rumoh Aceh) dan memiliki halaman yang hijau yang luas. Terletak di Jalan Sultan Alaidin Mahmud Syah. Di dalam museum ini terdapat barang-barang kuno seperti keramik, persenjataan serta benda-benda budaya lainnya seperti pakaian adat, perhiasan, kaligrafi, alat rumah tangga dan masih banyak lagi. Lebih lagi juga terdapat sebuah lonceng besar yang diberi nama “Lonceng Cakra Donya”, sebuah lonceng hadiah dari Maharaja China untuk Kerajaan Pasai yang diantar oleh Laksamana Cheng Ho pada tahun 1414. Lonceng ini juga menjadi salah satu bukti kejayaan Kerjaan Aceh pada masa lalu. c. Benteng Indra Patra Benteng ini menjadi salah satu bukti sejarah sebagai tempat pertahanan masyarakat kerajaan Lamuri dari serangan Portugis. Terletak di dekat pelabuhan Krueng Raya berhadapan langsung dengan Selat Malaka. Benteng ini berbentuk persegi dengan ukuran sekitar 70 meter persegi, dengan tinggi 4 meter dan berdinding kokoh dengan ketebalan sekitar 2 meter. Dengan bentuk yang unik di dalamnya terdapat bebatuan berbentuk lorong kecil yang terbuat dari beton kapur. Benteng ini merupakan situs penting bagi masyarakat Aceh. Terdapat kisah perlawanan, pemberontakan, intrik dan kepahlawanan orang dibalik sejarah benteng ini.
- 36 -
d. Kerkhoff Kerkhoff adalah sebuah komplek kuburan serdadu Belanda yang gugur dalam peperangan melawan rakyat Aceh. Komplek makam yang cukup luas ini berlokasi di Jalan Teuku Umar, disamping Blang Padang, Banda Aceh. Kerkhoff dibangun pada tahun 1880 dan di dalam komplek ini terdapat kurang lebih 2.200 kuburan serdadu Belanda yang dimakamkan Jenderal JHR Kohler yang gugur ditembak oleh pasukan Aceh di depan Masjid Raya Baiturrahman. Selain itu pengunjung juga bisa mengetahui kisah-kisah tentang prajurit semasa hidupnya yang diceritakan sekilas pada batu nisan. Kuburan-kuburan ini seolah bercerita kepada pengunjung tentang bagaimana “penghuninya” semasa hidup.
Gambar 4.2. SERAMBI INDONESIA/M ANSHAR Pengunjung menikmati suasana di Gedung Museum Tsunami Aceh, Banda Aceh. Selain berisi informasi tentang gempa dan tsunami, museum berlantai empat dengan arsitektur modern yang dibangun tahun 2007 tersebut juga diperuntukkan sebagai tempat evakuasi bencana alam. (http://travel.kompas.com/read/2015/10/10/151000627/5.Obyek.Wisata.Sejarah. di.Banda.Aceh)
e. Museum Tsunami Aceh Terletak di Jalan Iskandar Muda, Kota Banda Aceh. Museum ini masih menyimpan banyak kenangan yang tidak pernah luput dari masyarakat Aceh. Puing-puing kenangan yang tersimpan dalam foto, rekaman suara, hingga struktur bangunan yang dirancang M. Ridwan Kamil (sekarang Walikota Bandung) menyibak kesedihan dalam setiap langkah di museum ini. Memiliki empat lantai yang masing-masing berisi ruangan pameran dan instalasi. Pertama pengunjung akan diberikan suasana dramatis dengan percikan air di lorong gelap. Suasana itu akan terasa mengerikan mengingat tragedi tsunami di Aceh silam menuju pintu masuk museum. Di dalam museum akan dihadirkan podium-podium yang menampilkan rangkaian foto Banda Aceh sesaat setelah tragedi tsunami. Rangkaian foto pun akan bergerak otomatis mengganti sejumlah gambar suasana sesaat setelah tsunami. Dari ruangan itu terdapat jalan sempit menuju sebuah ruangan - 37 -
bercahaya redup dengan atap berhias kaca patri berlafal “Allah”. Suasana dramatis semakin terasa karena di sekeliling dindingnya ditempelkan nama ribuan korban akibat tsunami. Khusus untuk lantai 4 diperuntukkan sebagai tempat evakuasi bencana alam bagi para warga. Selama berkunjung pengunjung bisa menikmati semua fasilitas secara gratis.
Gambar 4.3. Museum Tsunami Aceh (tampak depan) Sumber: Hasil Observasi Lapangan, 2015
f. Pantai Ulee Lheue Tempat wisata yang satu ini hanya berjarak 3 km dari pusat kota Banda Aceh, tepatnya di Kecamatan Meuraxa. Kegiatan yang paling populer di pantai ini adalah memancing. Apabila pengunjung tidak membawa alat pancing, terdapat pedagang yang menjualnya di sekitar pantai. Selain memancing, bisa juga menyewa perahu nelayan untuk berlayar di laut atau duduk santai di tepi pantai menikmati jagung bakar. Dari pantai bisa melihat barisan pegunungan diseberang yang menambah keindahan Pantai Ulee Lheue. g. PLTD Apung PLTD Apung merupakan kapal berbobot 2.600 ton. Saat kejadian tsunami 26 Desember 2004 silam, kapal ini sedang berada di Pantai Ulee Lhee, Banda Aceh. Akibat diterjang tsunami, kapal terseret dan terdampar 5 km ke perkampungan Gampong Punge, Blangcut, Banda Aceh. Wisatawan bisa berkunjung ke tempat ini untuk membuktikan kedahsyatan tsunami aceh. Kapal PLTD Apung kini menjadi monumen tidak sengaja dari bencana besar itu. Sejak April 2012, di sekeliling area dipagari besi setinggi 1,5 meter. Beragam fasilitas ditambah, mulai dari jembatan, prasasti hingga ruang dokumentasi. Pasca-tsunami melanda Aceh, kapal itu menjadi menjadi perhatian, tidak hanya dari masyarakat Aceh, tetapi juga hingga mancanegara. PLTD Apung adalah situs tsunami yang alami, artinya bukan dibangun oleh manusia, tapi tercipta oleh alam, dan itu yang menjadi alasan bagi pengunjung untuk melihat langsung keajaiban alam tersebut. Berwisata
- 38 -
di Kota Banda Aceh memang terasa kurang bila belum berkunjung ke situs PLTD Apung. Kapal PLTD Apung ini sebelumnya digunakan untuk mengatasi kekurangan arus listrik di Banda Aceh. Namun, di pengujung tahun 2004 tsunami menerjang Aceh. Gelombang raksasa mendamparkan kapal pembangkit arus listrik ini ke daratan.
Gambar 4.4. PLTD Apung
Sumber: Hasil Observasi Lapangan, 2015
h. Kapal di Atas Rumah Bencana Tsunami Aceh pada tanggal 26 Desember 2004 yang lalu membawa kapal seberat 20 ton ini tersangkut di atas rumah penduduk di kawasan gampong Lampulo, tepatnya di atas rumah keluarga Misbah dan Abassiah. Kapal dengan panjang 25 meter dan lebar 5,5 meter ini terbuat dari kayu. Bagian bawah kapal dicat warna hitam, sedangkan badan kapal tampak telah dicat kembali dengan cat minyak berwarna perak. Beberapa bagian di dinding kapal terlihat mulai lapuk dimakan usia. Bagi para pengunjung keberadaan kapal ini tentu saja akan mengingatkan pada kekuasaan Sang Pencipta. Untuk memudahkan pengunjung melihat bagian atas kapal, dibangun tangga datar setinggi lima meter. Seluruh bangunan ini berwarna abu-abu. Dari atas sini kita dapat dengan leluasa melihat bagian dalam kapal dan juga rumah-rumah penduduk di sekitarnya. Di bawah kita akan menemukan sebuah plakat dalam tiga bahasa; Aceh, Indonesia dan Inggris. Plakat ini dirancang oleh tim Bustanussalatin dan bantuan recovery AcehNias Trust Fund BRR. Di atas plakat ada tulisan “Kapal ini dihempas oleh gelombang tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 hingga tersangkut di rumah ini. Kapal ini menjadi bukti penting betapa dahsyatnya musibah tsunami tersebut. Berkat kapal ini 59 orang terselamatkan pada kejadian itu”.
- 39 -
Gambar 4.5. Kapal di Atas Rumah
Sumber: Hasil Observasi Lapangan, 2015
4.1.2. Potensi Amenitas (infrastruktur pendukung pengembangan wisata syariah: jumlah hotel, resto/kuliner) Jumlah hotel dan jasa akomodasi di Kota Banda Aceh terus bertambah seiring banyaknya jumlah wisatawan yang datang ke Kota Banda Aceh. Hingga akhir tahun 2014, di Kota Banda Aceh tercatat 51 usaha akomodasi yang terdiri dari 8 hotel bintang, 23 hotel melati, dan 16 jasa akomodasi lainnya. Dari delapan hotel bintang, satu diantaranya merupakan hotel bintang empat, empat diantaranya merupakan hotel bintang tiga, dan tiga lainnya merupakan hotel bintang satu. Namun, sebagian besar hotel di Aceh belum memiliki label/sertifikasi sebagai hotel syariah, meskipun dalam pelayanannya sudah menerapkan prinsip syar’i. Misalnya jika ada dua orang dengan jenis kelamin berbeda akan diminta surat/buku nikah bila akan menginap, tersedia petunjuk arah kiblat di setiap kamar, sajadah, dan lainlain. Sebagai Daerah yang memberlakukan syariat Islam sudah selayaknya Provinsi Aceh dan Kota Banda Aceh juga melakukan sertifikasi produk yang Halal di wilayahnya. Sejak bulan Oktober 2014 di launching program sertifikasi Halal oleh Kantor Lembaga Pemeriksa & Pengawas Obat & Makanan, Majelis Permusyawaratan Ulama (LPPOM MPU) Aceh dan memberikan promosi pembiayaan gratis bagi pelaku usaha yang mengajukan sertifikasi halal diantaranya permohonan sertifikasi halal restoran dan katering. Sosialisasi juga terus ditingkatkan Pemerintah Kota Banda Aceh melalui Dinas Syariat Islam Kota Banda Aceh dengan mengajak para pedagang untuk menjual makanan yang halal, baik dan bersih atau halallan thayibban. Beberapa Restoran yang terkenal di Banda Aceh yang sudah terdaftar dalam web TripAdvisor, diataranya: Solong Coffee, Warung Kopi Solong, La Piazza, Canai Mamak, Mie Razali, Sate Matang D’Wan, Joel’s Bungalows and Resturant, Rumah Makan Spesifik Aceh, Banda Seafood, Imperial Kitchen,,
- 40 -
Country Steak House, Warung Makan Hasan 3 (Cabang Kreung Cut), Pizza Hut, Tanabata Coffee, Thousand Hills Ketambe, Soup Sumsum Kutaraja, Restoran Kartika, Menara Bambu Cafe, Kentucky Fried Chicken (KFC), Ayam Bakar Wong Solo, Restoran Bunda, My Bread Bakery and Cafe, Rumah Makan Asia, Nasi Gurih Fakinah, Restoran Aceh Barat, Rumah Makan Aceh Rasa Utama, Oasis Lobby Lounge, Caswells Coffee, Mie Ramen Akira, Tropicana, Texas Chicken, PP Cafe & Restaurant, Rendesuous Restaurant, Tanabata, Ramayana Baksi Batoh, Kopi Beurawe, RM Kurnia Dewi, Pizza Corner, Rumah Makan Garuda, RM Narita, RM Edy Putra, RM Cindy Baru, Joglo Cafe, RM Aceh Setia. Dalam mendukung pengembangan wisata syariah, jika dilihat dari sarana ibadah yang tersedia di Kota Banda Aceh pada tahun 2014 sebesar 95 (....% dari 3939 buah di Provinsi Aceh) buah dan 76 Meunasah/Masjid kecil (...% dari 6363 buah di Provinsi Aceh). Di Kota Banda Aceh juga terdapat 26 pesantren (5,24% dari 1202 jumlah pesantren di Provinsi Aceh) dengan jumlah Tengku/guru sebanyak 418 orang (2,63 % dari 15.906 orang Tengku/guru di Provinsi Aceh) (sumber: (BPSProvAceh, 2014)). 4.1.3.
Potensi Aksesibilitas (transportasi, penerbangan, informasi) Akses menuju Aceh dapat ditempuh dengan transportasi darat, laut maupun udara. Melalui Provinsi Sumatera Utara terdapat banyak sekali bus umum dengan frekuensi keberangkatan dan Class of Services yang bervariasi mulai dari Economic Class sampai dengan Super VIP kondisi jalan sepanjang Provinsi Aceh sangat baik dan nyaman dilalui. Berikut penjelasannya:
Gambar 4.6. Jalur Transportasi Ke Aceh
Sumber: http://acehtourism.info/id/transportasi-ke-aceh/, 15 November 2014
a. Kondisi jalan - 41 -
Kondisi jalan menjadi faktor pendukung pengembangan pariwisata di suatu destinasi. Berdasarkan data BPS Provinsi Aceh (2013) panjang jalan di Banda Aceh sebesar 27,41 KM, dimana menurut kondisi jalan 25,38 KM dalam kondisi baik, 2,03 KM dalam kondisi sedang, dan tidak ada jalan dalam kondisi rusak. Pada saat penelitian dilakukan sebagian besar jalan raya di Kota Banda Aceh masih tetap dalam kondisi fisik yang cukup baik dengan penerangan lampu dan rambu lalu lintas yang cukup jelas. b. Transportasi darat Di Bandara Sultan Iskandar Muda telah tersedia Taksi dengan tarif resmi. Yang disebut taksi di Aceh bukanlah taksi seperti Bluebird atau Express melainkan kendaraan SUV seperti Avanza, APV dan merk SUV lainnya. Tarif Taxi berbeda-beda sesuai tempat tujuan (lihat gambar). Labi labi atau angkot di Aceh hanya beroperasi sampai jam 6 sore, selanjutnya bisa naik becak motor, sesuai tarif perda Rp. 3.000,-/km. Kota Banda Aceh sebagai ibukota provinsi Aceh saat ini juga memiliki karakteristik permasalahan transportasi perkotaan yang semakin kompleks. Pertumbuhan populasi kendaraan pribadi yang tinggi telah menimbulkan persoalan bagi kelestarian/keasrian lingkungan kota. Angkutan publik berupa angkutan perkotaan yang pernah menjadi andalan masyarakat kian hari semakin ditinggalkan. Hal ini disebabkan pelayanan yang tidak disesuaikan dengan perkembangan kondisi ekonomi dan teknologi saat ini. Kondisi dan persoalan transportasi di Kota Banda Aceh harus sesegera mungkin diatasi. Apabila tidak, kondisi ini akan menjadi permasalahan besar dan rumit dan semakin sulit di pecahkan. Pertimbangan utama dalam perencanaan transportasi perkotaan Kota Banda Aceh adalah mengefektifkan fungsi dari angkutan umum agar pengguna kendaraan pribadi beralih ke angkutan massal. Perencanaan koridor dilakukan dengan dengan meminimumkan jarak dan waktu tempuh perjalanan, penyediaan prasarana halte dan sarana bus yang memberi rasa aman dan nyaman bagi pengguna. Perencanaan koridor untuk angkutan massal Kota Banda Aceh dan sekitarnya dilakukan dengan mempertimbangkanjuga ruas jalan eksisting yang dapat dilalui untuk mengakses area CBD (Central Business District) dengan mengintegrasikan pelabuhan dan bandar udara serta pusat-pusat aktivitas lainnya mengacu
- 42 -
pada Rencana Tata Ruang Wilayah. Berdasarkan hasil studi literatur, diperoleh informasi bahwa pengembangan koridor angkutan massal kota Banda Aceh dan sekitarnya terbagi atas 4 (empat) koridor utama antara lain koridor 1: Pelabuhan Ulee Lheue– Terminal APK Keudah - Bandara SIM, Koridor 2: Terminal APK Keudah – Darussalam, Koridor 3: Terminal APK Keudah – Mata Ie, Koridor 4: Terminal APK Keudah – Lhoknga (dishubkomintel, 2015). Pertumbuhan transportasi di Kota Banda Aceh masih tergolong kecil. Faktor penyebab tumbuhnya transportasi ini di antaranya bertambahnya mahasiswa baru. Sehingga Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informasi Kota Banda Aceh pada tahun 2015 mengadakan Bus Trans Koetaraja yang diperuntukkan bagi pelajar/mahasiswa dengan tarif murah dan membangun halte guna menunjang bus tersebut. Belum tersedia fasilitas transportasi darat yang khusus diperuntukkan bagi wisatawan dengan tarif murah atau gratis semisal shuttle bus pariwisata yang menghubungkan antar atraksi wisata di Aceh, sehingga memudahkan aksesibilitas wisatawan dalam menjangkau setiap destinasi yang ada di Banda Aceh dan sekitarnya. Namun, keterhubungan antar moda di Banda Aceh telah tersedia pelayanan Angkutan Pemadu Moda/bandara pada Bandar Udara Sultan Iskandar Muda, dimana operator pelaksananya adalah Perum DAMRI. Jenis angkutan ini merupakan salah satu akses yang mudah untuk keluar dan masuk bandara dari titik-titik simpul di Kota Banda Aceh dan sekitarnya. c. Transportasi Udara Transportasi melalui udara di dukung oleh Bandara Internasional yaitu Bandara Sultan Iskandar Muda. Tidak kurang dari 6 perusahaan Penerbangan yaitu Garuda Indonesia Airlines, Lion Air, NBA, Fire Fly Airlines, Susi Air dan Air Asia Airlines. Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Aceh mengungkapkan jumlah pengguna jasa transportasi udara melalui bandara Internasional Sultan Iskandar Muda (SIM) Blang Bintang, Aceh Besar pada Juli 2015 naik sebesar 19,52 persen dibanding Juni 2015. Jumlah penumpang yang berangkat melalui Bandara SIM Blang Bintang Aceh Besar pada Juni sebanyak 52.501 orang dan menjadi 62.213 orang pada bulan Juli. total penumpang yang berangkat dari seluruh bandara yang ada di provinsi ujuung paling barat Indonesia itu dari periode Januari sampai Juli 2015 sebanyak 472.164 penumpang yang diangkut dengan 6.832 kali penerbangan (selasar, 2015). Jadwal penerbangan domestik: i. Garuda Indonesia (14 kali dalam seminggu) Jakarta – Banda Aceh 07:50 – 12:30 - 43 -
12:00 – 14:45 Banda Aceh – Jakarta 08:20 – 11:05 15:50 – 18:35 ii. Lion Air (7 kali dalam seminggu) Jakarta – Banda Aceh 08:45 – 11:35 Banda Aceh – Jakarta 12:15 – 15:05 iii. Susi Air Susi Air mulai mengoperasikan dua KPA (Kuasa Pengguna Anggaran) subsidi yang dipusatkan di Nagan Raya dan Takengon. Dua wilayah yang dijadikan jantung penerbangan perintis itu dipastikan mampu melayani 10 rute penerbangan di Aceh. KPA Nagan Raya yang sudah beroperasi melayani empat rute, yaitu Sinabang-Nagan Raya, Banda Aceh-Nagan Raya, Medan-Singkil, dan Kutacane-Banda Aceh. Sementara KPA Takengon memiliki enam rute penerbangan, masingmasing Medan-Takengon, Banda Aceh-Blangpidie, Banda AcehTapaktuan, Medan-Blangpidie, Medan-Tapaktuan, dan Banda AcehTakengon. Sementara itu, penerbangan internasional ke Aceh hanya ada penerbangan dari dan ke Malaysia, seperti: i. Air Asia (10 kali dalam seminggu) Kuala Lumpur – Banda Aceh 08:00 – 08:25 Banda Aceh – Kuala Lumpur 08:50 – 11:20 ii. Firefly (7 kali dalam seminggu) Penang – Banda Aceh 11:05 – 11:45 Banda Aceh – Penang 12:15 – 2:55 iii. Lion Air (7 kali dalam seminggu) Penang – Banda Aceh 12:10 – 15:55 Banda Aceh – Penang 13:00 – 18:05 4.1.4. Potensi Market Wisatawan Aceh masih sebatas menjadi tempat transit bagi para wisatawan, terutama dari Eropa (travel.kompas, 2014). Umumnya, tujuan utama wisatawan adalah Sumatera Utara. Berikut ini jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Banda Aceh berdasarkan kawasan:
- 44 -
Tabel 4.1. Jumlah Kunjungan Wisman di Kota Banda Aceh Menurut Kawasan Negara (Orang), 2012 – 2014 No Kawasan 2012 2013 2014 1 Asean 8.530 11.351 19.817 2 Afrika 26 30 30 3 Amerika 435 424 575 4 Asia (Tanpa Asean) 582 730 986 5 Eropa 1.812 1.825 2.276 6 Oseania 336 438 503 7 Timur Tengah 53 35 53 Total 11.774 14.833 24.240 Sumber: BPS Kota Banda Aceh, Statistik Wisatawan Mancanegara Kota Banda Aceh (2014)
Berdasarkan kawasan negara asal wisman yang datang ke Banda Aceh, berasal dari kawasan Asia (negara-negara ASEAN dan non-ASEAN) yaitu sebanyak 20.803 orang atau mencapai 85,82% dari total wisman. Dari jumlah tersebut, 95,26% atau 19.817 orang adalah wisman dari kawasan ASEAN, dan 4,73% atau 986 orang adalah wisman dari kawasan Asia non ASEAN (Bangladesh, Hongkong, India, Jepang, Korsel, Pakistan, RRC, Srilanka, Taiwan, dan Asia lainnya). Di posisi kedua adalah wisman dari kawasan Eropa sebesar 2.276 orang (9,39%), kemudian kawasan Amerika sebanyak 575 orang (2,37%), kawasan Oseania sebanyak 503 orang (2,08%), kawasan Timur Tengah sebanyak 53 orang (0,22%) dan terakhir kawasan Afrika sebanyak 30 orang (0,12%). Tabel 4.2. Jumlah Wisatawan Mancanegara Menurut Negara Asal Utama di Kota Banda Aceh (orang), 2014 Negara Jumlah Wisman % Malaysia 18.870 77,85 Singapura 520 2,15 Australia 441 1,82 Jerman 421 1,74 Amerika Serikat 413 1,70 Inggris 404 1,67 Perancis 370 1,53 Republik Rakyat Cina 308 1,27 Thailand 275 1,13 Belanda 191 0,79 Sumber: Statistik Wisatawan Mancanegara Kota Banda Aceh, 2014
Jika diuraikan menurut negara dari masing-masing kawasan, maka pada tahun 2014 negara penyumbang wisman terbesar ialah negara dari Malaysia sebanyak 18.870 orang (77,85% dari total wisman), Singapura sebanyak 520 orang (2,15%), Australia yaitu 441 orang (1,82%), Jerman yaitu 421 orang (1,74%), Amerika Serikat sebesar 413 orang (1,70%),
- 45 -
Republik Rakyat Cina sebesar 308 orang (1,27%), Inggris yaitu 404 orang (1,67%), Arab Saudi sebesar 15 orang (0,06%) dan negara Afrika Selatan sebesar 6 orang (0,02%). Dari 18.870 wisman Malaysia, sebanyak 18.612 orang menggunakan izin BVKS (Bebas Visa Kunjungan Singkat), 217 orang menggunakan visa kunjungan, 22 orang menggunakan Visa Kunjungan Beberapa Kali Perjalanan. Peningkatan kunjungan wisatawan di Aceh tidak lepas dari semakin terkenalnya Aceh terutama lewat penerapan syariat Islam dan tsunami yang membuat wisatawan dari negara lain penasaran. Selain itu, kondisi Aceh yang sudah kondusif untuk menerima kunjungan wisatawan. Banyaknya wisatawan Malaysia yang berkunjung ke Aceh, berdasarkan hasil wawancara dikarenakan adanya kedekatan kultur melayu dan histori, sehingga Malaysia menjadi target market utama bagi Aceh. Dengan demikian, perlu suatu strategi pembuatan paket wisata yang menarik dengan cara menyediakan sesuatu di Aceh, dimana Malaysia tidak memilikinya. Merujuk Banda Aceh dalam Angka 2014, tingkat kunjungan wisatawan nusantara sebanyak 183.286 orang tahun 2013. Namun, berdasarkan banyaknya kunjungan wisatawan domestik di situs pariwisata tertentu Kota Banda Aceh pada tahun 2013 (Kapal di atas Lampulo Kuta Alam, Kapal PLTD Apung Punge Blang Cut, dan Makam Syiah Kuala) sebesar 390.256 kunjungan. Sebagai contoh pada masa liburan panjang hari raya Idul Fitri di kawasan Lhoknga atau sekitar 17 kilometer arah barat Kota Banda Aceh, para pengunjung objek wisata itu tidak hanya didominasi masyarakat lokal, tapi juga wisatawan nusantara terutama asal Kota Medan, Padang, Palembang, dan Jakarta. Jumlah wisatawan ke Kota Banda Aceh jika dihitung dari jumlah tamu yang menginap di hotel/akomodasi adalah sebagai berikut: Jumlah kunjungan wisman selama 2014 mencapai 11.103 dibandingkan 5.317 pada tahun 2013. Jumlah wisnus tahun 2014 sebanyak 224.939 dibandingkan dengan tahun 2013 yang mencapai 229.589. Tahun 2015 ini Aceh telah menetapkan target kunjungan wisnus ke Aceh sebesar satu juta. Target wisman yang awalnya 40 ribu kunjungan kini dinaikkan menjadi 100 ribu. Dan total jumlah wisatawan yang datang ke kota Banda Aceh ditargetkan 25% dari total jumlah wisatawan yang berkunjung ke Provinsi Aceh. Konsep wisata syariah tidak hanya akan menarik minat kunjungan wisatawan domestik, tapi juga mancanegara. Terlebih baru-baru ini Aceh resmi memiliki Qanun (peraturan daerah) tentang Hukum Jinayat (hukum pidana Islam) yang berlaku bagi Muslim dan nonMuslim. Pengesahan Qanun tersebut tidak perlu dikhawatirkan akan menurunkan jumlah wisatawan ke Aceh. Justru, pemerintah Aceh harus mengambil kesempatan, yakni
- 46 -
pengembangan wisata syariah. Dengan Qanun tersebut, Aceh lebih aman bagi wisatawan yakni ada polisi syariah. Berdasarkan data statistik Provinsi Aceh, dilihat dari segi kuantitas, wisatawan di Aceh memang mengalami peningkatan namun tidak dalam kualitas wisatawannya. Berdasarkan Length of Stay (LoS) wisatawan, di Aceh belum menjadi tempat tujuan wisata utama para wisatawan domestik dan mancanegara. Hal itu terlihat dari menurunnya rata-rata lama menginap wisatawan di sejumlah hotel di Aceh, yakni dari 3-4 hari pada 2012 menjadi berkisar 1-2 hari tahun 2013 (Asdhiana, 2014). Pada tahun 2015 ini angka kunjungan wisatawan ke Provinsi Aceh ditargetkan naik 30 persen atau sebanyak 1,8 juta orang pada tahun 2015. Untuk mencapai target tersebut, pemerintah setempat telah menyiapkan berbagai even dan atraksi wisata yang digelar sepanjang tahun 2015. 4.1.5. Dampak Pariwisata di Banda Aceh a. Sumbangan Terhadap PDRB Naiknya angka kunjungan ke Banda Aceh, telah meningkatkan perekonomian warga dan menghidupkan industri kreatif masyarakat. Disbudpar Banda Aceh terus membenahi sektor pariwisata untuk menggenjot kunjungan lebih banyak lagi. Bahkan gencar melakukan promosi potensi wisata lewat berbagai even dan media. Andalan pariwisata Banda Aceh adalah situs tsunami, sejarah, budaya, bahari, dan kuliner. Sektor pariwisata merupakan sektor yang potensial untuk dikembangkan sebagai salah satu sumber pendapatan daerah. Usaha memperbesar pendapatan asli daerah, maka program pengembangan dan pendayagunaan sumber daya dan potensi pariwisata daerah diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi. Perkembangan pariwisata juga mendorong dan mempercepat pertumbuhan ekonomi. Kegiatan pariwisata menciptakan permintaan, baik konsumsi maupun investasi yang pada gilirannya akan menimbulkan kegiatan produksi barang dan jasa. Selama berwisata, wisatawan akan melakukan belanjaannya, sehingga secara langsung menimbulkan permintaan (Tourism Final Demand) pasar barang dan jasa. Selanjutnya final demand wisatawan secara tidak langsung menimbulkan permintaan akan barang modal dan bahan baku (Investment Derived Demand) untuk berproduksi memenuhi permintaan wisatawan akan barang dan jasa tersebut. Dalam usaha memenuhi permintaan wisatawan diperlukan investasi di bidang transportasi dan komunikasi, perhotelan dan akomodasi lain, industri kerajinan dan industri produk konsumen, industri jasa, rumah makan restoran dan lain-lain (Spillane, 1994 : 20). Berikut ini Struktur PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Kota Banda Aceh:
- 47 -
Tabel 4.3. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Kota Banda Aceh (Juta Rupiah), 2011 – 2013 No
Sektor
2011
2012*)
(1)
(2)
(3)
(4)
176.231,55 0,00 172.720,10 71.095,61 782.637,44 1.995.021,58 1.931.107,33 15.796,16
180.371,69 0,00 190.907,52 90.514,13 878.745,31 2.293.635,22 2.220.553,23 17.799,11 (12,68%) 55.282,88 (14,89%) 2.820.931,11 (6,83%) 414.414,87
201.958,65 0,00 208.982,65 110.227, 18 965.626,86 2.613.108,17 2.529.749,95 20.015,10 (12,45%) 63.343,13 (14,58%) 3.011.140,90 (6,74%) 441.571,73
3.480.915,73 3.312.143,25 168.772,48 110.109,83 17.854,14 (9,24%) 40.808,51
4.229.089,62 4.046.024,79 183.064,83 119.090,39 20.150,19 (12,86%) 43.824,26
I II III IV V VI
Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Minum Konstruksi Perdagangan, Hotel, & Restoran 1. Perdagangan Besar & Eceran 2. Hotel 3.
Restoran
VI
Pengangkutan & Rekreasi
VI
Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-Jasa A. Pemerintahan Umum B. Swasta 1. Sosial Kemasyarakatan 2. Hiburan & Rekreasi
VII
48.118,10 2.640.522,39 368.502,57 2.785.316,42 2.633.544,43 151.771,99 98.122,24 16.343,21
3.
Perorangan & Rumah 37.306,54 Tangga Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Banda Aceh *) Angka diperbaiki **) Angka Sementara
2013**) (5)
Berdasarkan data pada tabel di atas, terlihat bahwa sumbangan sektor pariwisata jika dilihat dari hotel, restoran, hiburan dan rekreasi belum memberikan angka yang cukup besar. Sebagai contoh pada tahun 2013 sumbangan sektor pariwisata terhadap PDRB Kota Banda Aceh hanya sebesar 0,55 – 0,6 persen saja. Sementara itu, berdasarkan pertumbuhan (growth) juga tidak menunjukan pertumbuhan yang cukup besar, dimana terlihat pertumbuhan sektor pariwisata dari tahun 2012 ke tahun 2013 ratarata hanya sebesar 11,66 persen. Meskipun terlihat dampak sektor pariwisata terhadap PDRB Kota Banda Aceh belum terlalu besar, namun dengan berkembangnya sektor pariwisata Aceh ini akan membawa dampak positif bagi perekonomian Aceh. Dampak positif tersebut akan menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang cukup besar, serta dapat membuka peluang usaha di sektor pariwisata di Aceh. Kreatifitas bernilai syariat, dapat menjadi salah satu nilai jual Banda Aceh sebagai Kota Madani sekaligus destinasi wisata Islami dunia.
- 48 -
b. Dampak Sosial Pariwisata di Banda Aceh Dampak positif sosial budaya pengembangan pariwisata dapat dilihat dari adanya pelestarian budaya-budaya masyarakat lokal seperti kegiatan keagamaan, adat istiadat, dan tradisi, dan diterimanya pengembangan objek wisata dan kedatangan wisatawan oleh masyarakat lokal. Sedangkan dampak negatif sosial budaya pengembangan pariwisata dilihat dari respon masyarakat lokal terhadap keberadaan pariwisata seperti adanya perselisihan atau konflik kepentingan di antara para stakeholders, kebencian dan penolakan terhadap pengembangan pariwisata, dan munculnya masalahmasalah sosial seperti praktek perjudian, prostitusi dan penyalahgunaan seks (sexual abuse). Apabila melihat dampak negatif dari pariwisata sebagaimana yang telah diuraikan di atas, maka wajar bila sebagian masyarakat di Aceh agak keberatan terhadap pengembangan pariwisata. Sebagai muslim yang taat dalam menjalankan syariat Islam, masyarakat Aceh akan selalu menjaga daerahnya dari kegiatan-kegiatan yang bertentangan dengan syariat Islam. Dalam pandangan beberapa kelompok masyarakat, kegiatan pariwisata kebanyakan bertentangan dengan syariat Islam. Walaupun tidak seluruhnya benar, namun pandangan tersebut pada akhirnya membawa dampak bagi pengembangan pariwisata di Aceh. Adanya sikap sebagian masyarakat yang menganggap pengembangan pariwisata bertentangan dengan syariat Islam pada dasarnya menjadi tantangan tersendiri bagi kita semua terutama para pengambil kebijakan pariwisata di Aceh. Untuk mengantisipasinya perlu adanya perubahan strategi dalam pengembangan pariwisata di Aceh. Salah satunya adalah menempatkan masyarakat bukan sebagai objek wisata yang selama ini terjadi, tetapi menempatkan masyarakat sebagai subjek pariwisata. Dengan demikian masyarakat dalam menjalankan kegiatan pariwisata, tidak hanya berkewajiban melayani wisatawan – sebagaimana yang selama ini didengungkan oleh slogan sapta pesona, bahwa masyarakat harus menjadi tuan rumah yang baik bagi wisatawan – melainkan juga mempunyai kekuatan untuk membuat keputusan mengenai hal-hal apa yang menjadi bagian budayanya yang dapat dikonsumsi wisatawan. Dengan demikian masyarakat dapat berperan aktif menjadi kontrol aktivitas pariwisata yang terjadi, termasuk menciptakan program-program paket wisata beserta sarana pendukungnya. 4.1.6.
Kebijakan Pemerintah Daerah Banda Aceh Terkait Pariwisata Menpar mengatakan tahun ini diperkirakan lebih dari 1,5 juta warga Malaysia berdatangan ke berbagai destinasi wisata di Tanah Air – dengan estimasi akan tumbuh sebesar 9,26% pada tahun 2016 mendatang.
- 49 -
Kebijakan baru di bidang Pariwisata yang memudahkan pelancong asal Malaysia ke Indonesia antara lain mengenai bertambahnya jumlah Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) bagi wisawatan asal Malaysia, peraturan baru yang menghapuskan peraturan mengenai Clearance Approval for Indonesia Territory (CAIT) sehingga memudahkan perahu layar pesiar (yacht) masuk ke wilayah Indonesia melalui 18 pelabuhan di Indonesia, dan menghapuskan Asas Cabotage kemudahan singgah kapal pesiar (cruise) untuk menaikkan dan menurunkan penumpang di lima pelabuhan di Indonesia (paradiso, 2015) a. Pembangunan Kepariwisataan dalam Perspektif Peraturan Perundangan-undangan Pembangunan kepariwisataan diperlukan untuk mendorong pemerataan kesempatan berusaha dan memperoleh manfaat serta mampu menghadapi tantangan perubahan kehidupan lokal, nasional dan global. Pembangunan kepariwisataan harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat lokaldi seluruh tanah air. Sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk memberikan kesempatan kepada warga negaranya untuk dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan melalui kepariwisataan. Untuk mewujudkan pembangunan kepariwisataan yang berkesinambungan, maka pemerintah mengeluarkan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang kepariwisataan dan Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 1996 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan. Selanjutnya peraturan tersebut dirubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Huruf c konsideran Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 menegaskan bahwa kepariwisataan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang dilakukan secara sistematis, terencana, terpadu, berkelanjutan dan bertanggung jawab dengan tetap memberikan perlindungan terhadap nilai-nilai agama, budaya yang hidup dalam masyarakat, kelestarian dan mutu lingkungan hidup serta kepentingan nasional. Pasal 6 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 menjelaskan, pembangunan kepariwisataan diwujudkan melalui pelaksanaan rencana pembangunan kepariwisataan dengan memperhatikan keanekaragaman, keunikan dan kekhasan budaya dan alam, serta kebutuhan manusia untuk berwisata. Rumusan arah kepariwisataan yang lebih operasional tertuang dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun 1996 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan menerangkan bahwa penyelenggaraan kepariwisataan dilaksanakan dengan memperhatikan:
- 50 -
a. Kemampuan untuk mendorong dan meningkatkan perkembangan kehidupan ekonomi dan sosial budaya; b. Nilai-nilai agama, adat istiadat, serta pandangan dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat; c. Kelestarian budaya dan mutu lingkungan hidup; dan d. Kelangsungan usaha wisata. Pada pasal selanjutnya dikemukakan bahwa lingkup pembangunan kepariwisataan meliputi: a) Industri Parawisata, b) Destinasi Parawisata, c) Pemasaran dan d) Kelembagaan Kepariwisataan. Prinsip-prinsip penyelenggaraan kepariwisataan yaitu: (a). menjunjung tinggi norma agama dan nilai budaya sebagai pengejawantahan dari konsep hidup dalam keseimbangan hubungan antara manusia dan Tuhan Yang Maha Esa, hubungan antara manusia dan sesama manusia, dan hubungan antara manusia dan lingkungan; b. menjunjung tinggi hak asasi manusia, keragaman budaya, dan kearifan lokal; (c). memberi manfaat untuk kesejahteraan rakyat, keadilan, kesetaraan, dan proporsionalitas; (d.) memelihara kelestarian alam dan lingkungan hidup; (e). memberdayakan masyarakat setempat; (f). menjamin keterpaduan antar sektor, antar daerah, antara pusat dan daerah yang merupakan satu kesatuan sistemik dalam kerangka otonomi daerah, serta keterpaduan antar pemangku kepentingan; (g). mematuhi kode etik kepariwisataan dunia dan kesepakatan internasional dalam bidang pariwisata; dan (h). memperkukuh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Agar kondisi yang mendukung penyelenggaraan kepariwisataan dapat terlaksana, maka pembangunan kepariwisataan di daerah dilakukan berdasarkan Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah (RIPKD) Provinsi dan Kabupaten/Kota yang diatur dengan Peraturan Daerah. Dari sini dapat diketahui bersama bahwa daerah memiliki kewenangan pula dalam menyelenggarakan kepariwisataan berdasarkan Rencana Induk pembangunan Kepariwisataan Daerah. Demikian pula hal nya dengan Provinsi Aceh, serta Kotamadya Banda Aceh, sebagai daerah yang memiliki beberapa keistimewaan, maka kebijakan kepariwisataan dimaksud menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam implementasi keistimewaan Provinsi Aceh yang diberikan berdasarkan Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Daerah Istimewa Aceh. Undang-undang Nomor 44 Tahun 1999 mengakui ada 4 (empat) keistimewaan Provinsi Aceh: a) Penyelenggaraan kehidupan beragama, b) Penyelenggaraan kehidupan adat, c) Penyelenggaraan kehidupan pendidikan, dan d) Peran ulama dalam menetapkan kebijakan daerah. Penyelenggaraan kehidupan beragama di Provinsi Aceh diwujudkan dalam bentuk
- 51 -
pelaksanaan Syariat Islam bagi pemeluknya. Sementara pada Pasal 18 B ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang. Provinsi Aceh, sebagai salah satu daerah yang memiliki otonomi khusus, setelah adanya Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh memberikan kekhususan dan pengaturan yang berbeda dalam pengelolaan pemerintahan. Berdasarkan Pasal 18 UUD 1945 membuka kemungkinan penyelenggaraan pemerintahan di Aceh disesuaikan dengan sistem adat dan budayanya.Maka lahirlah Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Lebih lanjut sesuai dengan perkembangan politik lokal, maka UU No.18 Tahun 2001 dicabut dan digantikan dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Pasal 165 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 memberi kewenangan kepada pemerintah Aceh dan Kabupaten/Kota mengelola wisata dan pengelolaan kepariwisataan, dimana menurut undang-undang tersebut selanjutnya akan diatur dengan Qanun, istilah peraturan perundangan bagi wilayah Aceh. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh telah memberi ruang atau wadah bagi keistimewaan Aceh untuk dapat diaktualisasi kembali. Karenanya, maka kebijakan pembangunan kepariwisataan di provinsi Aceh harus dilihat dalam kerangka wilayah kekhususannya. Sehingga kebijakan-kebijakan kepariwisataan dapat dilaksanakan dan tidak bertentangan satu sama lain (antara kebijakan pusat dan daerah). Otonomi hanya dapat diwujudkan melalui desentralisasi yaitu penyerahan urusan pemerintahan dari pemerintah atau daerah tingkat atasnya (pemerintah pusat) kepada daerah (pemerintah daerah) menjadi urusan rumah tangga sendiri. Desentralisasi tidak lain bertujuan untuk memberikan wewenang, tugas dan tanggung jawab kepada daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan rumah tangganya sendiri. Rencana induk pengembangan kepariwisataan secara nasional ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Sedangkan untuk provinsi, kabupaten/kota ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Pemerintah daerah harus menyiapkan rencana induk penyelenggaraan kepariwisataan di daerahnya, tidak hanya peraturan daerah yang mengatur tentang restribusi, izin usaha pariwisata, dan retribusi tempat rekreasi. Konsep penyelenggaraan pariwisata yang baru harus melibatkan secara aktif masyarakat, pengusaha dan pemerintah (baik pusat dan daerah),
- 52 -
serta harus melaksanakan tugas, peran, hak dan kewajiban masing-masing. Arah dan tujuan penyelenggaraan kepariwisataan berdasarkan Undangundang No 10 Tahun 2009 mengalami orientasi yang berbeda tajam apabila dibandingkan Undang-undang No 9 Tahun 1990. Penyelenggaraan kepariwisataan bukan lagi memperkenalkan, mendayagunakan, melestarikan dan meningkatkan mutu obyek dan daya tarik wisata, melainkan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, menghapus kemiskinan, mengatasi pengangguran. Pembangunan kepariwisataan selain melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya; juga memajukan kebudayaan; mengangkat citra bangsa; memupuk rasa cinta tanah air; memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa; dan mempererat persahabatan antarbangsa. Dengan demikian, penyelenggaraan dan pengeloaan usaha pariwisata mau tidak mau harus diurus dan dikelola secara profesional. Hal ini memerlukan peraturan-peraturan daerah yang memuat dan mengatur pengurusan dan pengelolaan kepariwisataan mengarah pada usaha kepariwisataan yang bermutu dan sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan. peraturan-peraturan daerah dibuat dalam usaha untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi atau menghapus kemiskinan, dengan memberikan perspektif bagi pengembangan dunia usaha pariwisata, tidak hanya mengejar restribusi semata. b. Peraturan Kepariwisataan di Aceh (Banda Aceh) Aceh adalah daerah Provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945, yang dipimpin oleh seorang gubernur. Dalam rangka pelaksanaan Nota Kesepahaman antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (Memorandum of Understanding Between The Government of Republic of Indonesia and The Free Aceh Movement, Helsinki 15 Agustus 2005), Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka menegaskan komitmen mereka untuk menyelesaikan konflik Aceh secara damai, menyeluruh, berkelanjutan, dan bermartabat bagi semua. Para pihak bertekad untuk menciptakan kondisi sehingga Pemerintahan Rakyat Aceh dapat diwujudkan melalui suatu proses yang demokratis dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kekayaan potensi alam, budaya, sejarah, dan kekhususan yang dimiliki Aceh merupakan anugerah Allah yang mempunyai .fungsi dan peranan penting bagi kehidupan masyarakat dan wilayah Aceh
- 53 -
Penyelenggaraan kepariwisataan Aceh berfungsi: mensyukuri nikmat Allah SWT; meningkatkan rasa cinta dan kebanggaan terhadap tanah air; meningkatkan taraf hidup jasmani dan rohani; menambah pengetahuan dan pengalaman; dan membangun jiwa kewirausahaan. Penyelenggaraan kepariwisataan Aceh berasaskan: iman dan Islam; kenyamanan; keadilan; kerakyatan; kebersamaan; kelestarian; keterbukaan; dan adat, budaya dan kearifan lokal. Penyelenggaraan kepariwisataan di Aceh merupakan upaya untuk mewujudkan peningkatan kesejahteraan rakyat melalui perluasan dan pemerataan kesempatan berusaha dan lapangan kerja, mendorong pembangunan dan meningkatkan pendapatan Aceh, menumbuhkan rasa cinta tanah air, serta melestarikan sejarah dan budayanya. Penyelenggaraan kepariwisataan Aceh bertujuan: melestarikan, mempromosikan, mendayagunakan, dan meningkatkan mutu objek dan daya tarik wisata; mengangkat nilai-nilai sejarah dan budaya Aceh yang islami sebagai daya tarik wisata; memperluas lapangan kerja dan memeratakan kesempatan berusaha; dan meningkatkan Pendapatan Asli Aceh menuju kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Usaha pariwisata digolongkan dalam 3 (tiga) jenis, yaitu: (a) usaha jasa pariwisata; (b) pengusahaan objek dan daya tarik wisata; dan (c) usaha sarana pariwisata. Selain itu, Pemerintah Aceh berwenang menetapkan usaha pariwisata lainnya. Pengembangan Usaha Pariwisata Aceh ditujukan untuk tercapainya manfaat yang sebesar-besarnya untuk meningkatkan ekonomi bagi masyarakat, terutama masyarakat sekitar objek dan daya tarik wisata, dan akselerasi pembangunan Aceh. Untuk mencapai tujuan dimaksud, Pemerintah Aceh melaksanakan pembinaan, pengendalian, perizinan dan pengawasan usaha secara terpadu, terarah dan bertanggung jawab dengan menjaga kelangsungan usaha pariwisata bagi kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Usaha Jasa Pariwisata meliputi: jasa wisata syariat; jasa biro perjalanan wisata; jasa pramuwisata; jasa konvensi, perjalanan insentif dan pameran; jasa penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi; jasa konsultan pariwisata; jasa informasi pariwisata; jasa makanan dan minuman; jasa penyediaan akomodasi; jasa spa; dan jasa wisata kesehatan. Objek dan daya tarik wisata di Aceh digolongkan berdasarkan jenis dan pemanfaatannya. Objek dan daya tarik wisata terdiri atas: 1) Objek dan daya tarik wisata ciptaan Allah yang berwujud alam, flora, dan fauna; 2) Objek dan daya tarik wisata hasil karya manusia seperti museum, peninggalan purbakala, peniggalan sejarah, seni budaya, wisata agro,
- 54 -
wisata tirta, wisata buru, wisata petualangan alam, taman rekreasi dan tempat hiburan; dan Selain objek dan daya tarik wisata tersebut, Pemerintah Aceh dapat pula menetapkan objek dan daya tarik wisata lainnya. Pengusahaan objek dan daya tarik wisata dilakukan dengan memperhatikan: nilai-nilai Islam, adat-istiadat, serta kearifan lokal, kehidupan ekonomi dan sosial budaya, kelestarian budaya dan mutu lingkungan hidup, dan kelangsungan usaha pariwisata. Pengelola hotel berbintang berkewajiban: 1) memberi kenyamanan kepada tamu hotel; 2) memberi laporan singkat tentang penghunian kamar secara berkala setiap 3 (tiga) bulan kepada gubernur melalui instansi yang menangani bidang kepariwisataan Aceh; 3) memberikan kesempatan kepada pihak yang berwenang untuk melakukan pemeriksaan apabila dibutuhkan; 4) menjaga dan mencegah penggunaan hotel berbintang dari kegiatan yang dapat mengganggu keamanan dan ketertiban umum serta melanggar syariat Islam; 5) melakukan upaya peningkatan sumber daya manusia secara terus menerus berdasarkan standarisasi dan sertifikasi kompetensi; 6) memelihara higienis dan sanitasi dalam hotel dan lingkungan pekarangannya; 7) menetapkan persyaratan penghunian kamar, termasuk tarif kamar yang diletakkan pada tempat yang mudah dilihat dan dibaca oleh tamu hotel; dan 8) melampirkan perubahan persetujaun prinsip dan izin usaha pada setiap perubahan nama atau pemindahtanganan pemilik hotel berbintang. 9) Masyarakat, tokoh adat, dan ulama memiliki kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperanserta dalam penyelenggaraan kepariwisataan Aceh. Peran serta masyarakat tersebut berupa pemberian saran, pertimbangan, pendapat, tanggapan, masukan terhadap pengembangan kepariwisataan, dan berperan aktif dalam pengelolaan objek wisata serta pengawasan penyelenggaraan kepariwisataan Aceh. Masyarakat dapat membentuk kelompok-kelompok masyarakat pariwisata yang disebut dengan kelompok sadar wisata pada kawasan objek wisata. Kelompok masyarakat wisata dibina oleh Instansi yang menangani bidang kepariwisataan. Kelompok masyarakat pariwisata yang dibentuk secara resmi, dapat melaksanakan segala kegiatan pariwisata di daerahnya sesuai dengan syariat Islam. Kelompok masyarakat pariwisata berperanserta dalam memberikan saran, pertimbangan, pendapat, tanggapan dan masukan terhadap arah kebijakan pengembangan pariwisata Aceh.
- 55 -
Tugas Pemerintah Aceh dalam upaya pengembangan masyarakat berupa: 1) memberikan pembinaan dan penyuluhan kepada masyarakat; 2) melaksanakan pengembangan teknis ketenagakerjaan dan standarisasi; 3) menerbitkan lisensi dan sertifikasi tenaga kerja pariwisata; dan 4) melaksanakan pengembangan dan pemantapan kelembagaan pariwisata. Tugas pembinaan tenaga kerja pada sektor pariwisata termasuk pendataan, dan pengembangan SDM bidang pariwisata. Perlindungan tenaga kerja sesuai dengan standar dan Peraturan Perundang-undangan. Pemerintah Aceh berkewajiban untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas tenaga kerja di bidang pariwisata termasuk melaksakan pendidikan, pelatihan serta menghimbau usaha pariwisata untuk dapat mempekerjakan tenaga kerja lokal. Pemerintah Aceh berkewajiban mendidik, memberdayakan dan mengeluarkan lisensi pramuwisata serta memantau keberadaannya dalam melaksanakan tugasnya. Pemerintah Aceh berkewajiban membina asosiasi dan lembaga pariwisata di Aceh. Tugas Pemerintah Aceh dalam upaya pengembangan masyarakat berupa memberikan penyuluhan kepada masyarakat, pengembangan teknis ketenagakerjaan dan standarisasi lisensi tenaga kerja pariwisata Aceh serta pengembangan lembaga pariwisata Aceh. c. Larangan di Tempat-Tempat Wisata Sesuai dengan qanun Aceh, di tempat-tempat wisata setiap orang dilarang: 1) meminum minuman keras dan mengkonsumsi barang yang memabukkan lainnya; 2) melakukan perbuatan asusila; 3) berjudi/maisir; dan/atau 4) merusak sebagian atau seluruh fisik objek dan daya tarik wisata. Ketentuan lainnya bagi wisatawan yang datang ke Aceh terkait dengan syariat Islam antara lain: bagi wisatawan nusantara dan wisatawan manca negara diwajibkan berbusana sopan di tempat-tempat wisata; bagi wisatawan muslim diwajibkan berbusana sesuai dengan syariat Islam; pemandian di tempat umum dipisahkan antara laki-laki dan perempuan; bagi masyarakat yang menonton pertunjukan/hiburan; dipisahkan antara lakilaki dan perempuan; bagi pengusaha, kelompok masyarakat atau aparatur pemerintah dan badan usaha dilarang memberikan fasilitas kemudahan dan/atau melindungi orang untuk melakukan mesum, khamar/mabukmabukan dan maisir/judi; setiap orang, baik sendiri maupun kelompok berkewajiban mencegah terjadinya perbuatan maksiat. - 56 -
d. Ketentuan Pidana Pelanggaran terhadap ketentuan mengenai penyelenggaraan kepariwisataan Aceh yang meliputi kegiatan usaha jasa pariwisata, pengusahaan objek dan daya tarik wisata dan usaha sarana pariwisata sebagaimana diatur dalam qanun ini, dikenakan Sanksi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan dan peraturan perundang-undangan lainnya. e. Fatwa terhadap Penyelenggaraan Kepariwisataan di Aceh Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh melaksanakan Kegiatan Sidang Paripurna ke IV pada bulan Mei 2014, dibuka oleh Ketua MPU Aceh Drs. Tgk. H. Gazali Mohd. Syam dan diikuti oleh 44 orang peserta, terdiri dari Pimpinan dan Anggota MPU Aceh yang berasal dari utusan provinsi dan utusan Kabupaten/Kota se-Aceh. Agenda Sidang Paripurna adalah mengenai “Pariwisata dalam Pandangan Islam”. Dalam rumusan Keputusan Sidang/Fatwa yang dihasilkan dalam Sidang Paripurna MPU Aceh, disampaikan poin-poin keputusan tentang Pariwisata dalam Pandangan Islam, yaitu: Pertama : FATWA Satu : Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait dengan bidang tersebut; Dua : Pariwisata yang di dalamnya terkandung unsur-unsur kemaksiatan hukumnya haram; Tiga : Pariwisata yang didalamnya terkandung nilai-nilai kemaslahatan hukumnya mubah (boleh). Kedua : TAUSHIYAH Satu : Pemerintah Aceh diharapkan untuk lebih mengedepankan nilai-nilai Syariat Islam dalam pembangunan pariwisata di Aceh; Dua : PEmerintah Aceh diharapkan untuk menyusun buku panduan wisata yang berbasis Syariat Islam bersama lembaga dan instansi terkait; Tiga : Pemerintah Aceh diharapkan untuk mensosialisasikan wisata Syariah kepada pengelola wisata dan masyarakat; Empat : Masyarakat Aceh diharapkan untuk turut serta melakukan pengawasan terhadap kegiatan pariwisata; Lima : Pemerintah Aceh diharapkan untuk mempersiapkan SDM pemandu wisata profesional yang memahami syariat kearifan lokal; Enam : Pemerintah Aceh lebih memprioritaskan promosi wisata Syariah ke luar daerah dan negara-negara muslim;
- 57 -
Tujuh : Pemerintah Aceh mempersiapkan sarana ibadah yang memadai pada lokasi-lokasi wisata; Delapan : Pemerintah Aceh menempatkan personil Wilayatul Hisbah dan petugas terkait lainnya pada lokasi-lokasi wisata; Sembilan : Pemerintah Aceh memberikan sanksi bagi pengelola wisata dan wisatawan yang melanggar nilai-nilai Syariat Islam.
4.2. Hasil Penelitian Aceh 4.2.1. Profil Demografi/Sosio Ekonomi Responden Profil demografi wisatawan yang dinyatakan dalam survei ini adalah jenis kelamin, kebangsaan, usia, tingkat pendidikan, domisili, dan pekerjaan. Berikut ini hasil survei melalui kuesioner terhadap 100 responden wisatawan di Aceh: JENIS KELAMIN
KEBANGSAAN Malaysia 3%
perem puan 31%
Cina 1% Indonesia 96%
lakilaki 69%
Gambar 4.7. Kebangsaan dan Jenis Kelamin Responden (n=100) Sumber: Hasil penelitian, 2015
Sebagian besar responden adalah berkebangsaan Indonesia sebanyak 96%, sedangkan responden dari negara lain yang ditemui adalah dari Malaysia sebanya 3% dan Cina sebanyak 1%. Sedangkan berdasarkan jenis kelaminnya, sebagian besar adalah laki-laki sebanyak 69%.
- 58 -
TINGKAT PENDIDIKAN SMP >S2 13%
tidak 2% menjawa b 3%
SMA 34%
S1 44% Diploma 4%
Gambar 4.8. Tingkat Pendidikan dan Usia Responden (n=100) Sumber: Hasil penelitian, 2015
Dari segi tingkat pendidikan sebanyak 44% responden berlatar pendidikan Sarjana/S1, 34% berpendidikan SMA dan 13% berpendidikan Magister (S2). Sedangkan dari segi usia sebanyak 45% berusia 15-25 tahun.
Gambar 4.9. Domisili Responden (n=100) Sumber: Hasil penelitian, 2015
Sebagian besar responden penelitian yaitu sebanyak 44% berdomisili di wilayah Aceh, 26% berasal dari Sumatera Utara, dan sisanya berasal dari daerah lain seperti Jakarta, Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, beberapa ada yang berasal dari Malaysia dan Cina.
Gambar 4.10. Pekerjaan Utama Responden (n=100) Sumber: Hasil penelitian, 2015
- 59 -
Sebanyak 28% responden merupakan pelajar/mahasiswa, 27% merupakan profesional/swasta, 13% merupakan PNS, sisanya berprofesi sebagai pensiunan, ibu rumah tangga dan lain-lain. 4.2.2. Persepsi Wisatawan terhadap Kesiapan Destinasi Wisata Syariah di Aceh 1. Daya Tarik Wisata Aceh Enam pertanyaan untuk menguji kesiapan tarik wisata Aceh sebagai destinasi wisata syariah dari persepsi wisatawan yang berkunjung. Pertanyaannya sebagai berikut: Apakah Aceh memiliki daya tarik wisata: a. Yang meliputi wisata alam, wisata budaya dan wisata buatan. b. Berbagai produk seperti wisata belanja, kuliner, sightseeing, atraksi budaya dll. c. Makanan dan minuman halal di destinasi wisata mudah diperoleh. d. Pertunjukan seni budaya yang diselenggarakan tidak bertentangan dengan kaidah syariah. e. Yang menyediakan tempat ibadah layak dan suci dan dilengkapi dengan sarana bersuci memadai di destinasi wisata. f. Sanitasi dan kebersihan lingkungan di destinasi wisata terjaga dengan baik. Hasil survei sebagai berikut: a. Aceh memiliki DTW meliputi wisata alam, wisata budaya dan wisata buatan Untuk pertanyaan pertama distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada gambar 4.10:
Gambar 4.10. Aceh memiliki DTW meliputi wisata alam, budaya, dan buatan Sumber: Hasil penelitian, 2015
Persepsi responden mengenai kondisi DTW (wisata alam, budaya, dan buatan) di Aceh menunjukkan bahwa 58% responden menjawab baik, 30% menjawab sangat baik dan 6% sisanya menjawab netral. Skoring jawaban - 60 -
pada pertanyaan pertama dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 406. Jadi untuk pertanyaan pertama berada pada kategori baik. Grafik skor bisa dilihat pada gambar 4.11. sebagai berikut:
Gambar 4.11. Skoring Persepsi Responden mengenai kondisi DTW (wisata alam, budaya, dan buatan) di Aceh Sumber: Hasil penelitian, 2015
b. Aceh Memiliki Berbagai Produk Wisata Belanja, Kuliner, Sightseeing, Atraksi Budaya Untuk pertanyaan kedua berkaitan dengan atraksi wisata di Manado, distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada gambar 4.12:
Gambar 4.12. Persepsi Responden mengenai kondisi berbagai Produk Wisata Belanja, Kuliner, Sightseeing, Atraksi budaya di Aceh Sumber: Hasil penelitian, 2015
Sebagian besar responden sebanyak 51% menjawab Baik, 26% menjawab Netral, dan 13% persen menjawab Sangat Baik. Skoring jawaban pada pertanyaan pertama dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 361. Grafik skor dapat dilhat pada gambar 4.13. dibawah ini :
- 61 -
Gambar 4.13. Skoring Persepsi Responden mengenai kondisi berbagai Produk Wisata Belanja, Kuliner, Sightseeing, Atraksi budaya di Aceh Sumber: Hasil penelitian, 2015
c.
Makanan dan Minuman Halal di Destinasi Wisata Mudah Diperoleh Untuk pertanyaan ketiga berkaitan dengan ketersediaan makanan halal di destinasi wisata, distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada gambar 4.14. sebagai berikut:
Gambar 4.14. Persepsi Responden Mengenai Kondisi Makanan dan Minumam Halal Mudah Diperoleh di Aceh Sumber: Hasil penelitian, 2015
Berdasarkan Persepsi Responden Mengenai Kondisi Makanan dan Minumam Halal Mudah Diperoleh di Aceh menunjukkan bahwa sebagian besar responden sebanyak 42% menjawab Sangat Tidak Baik, 36% menjawab Baik, dan 16% persen menjawab Netral. Skoring jawaban pada pertanyaan pertama dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 411. Nilai/skoring tersebut dapat dilhat pada gambar 4.14. dibawah ini:
- 62 -
Gambar 4.14. Skoring Persepsi Responden Mengenai Kondisi Makanan dan Minumam Halal Mudah Diperoleh di Aceh Sumber: Hasil penelitian, 2015
d. Pertunjukan seni budaya yang diselenggarakan tidak bertentangan dengan kaidah syariah Pertanyaan keempat berkaitan dengan seni dan budaya yang dipertontonkan. Distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada gambar 4.15:
Gambar 4.15. Persepsi Responden Mengenai Pertunjukan Seni Budaya yang Diselenggarakan Sumber: Hasil penelitian, 2015
Berdasarkan gambar 4.15 di atas, sebagian besar responden sebanyak 34% cenderung menjawab Baik, 31% menjawab Netral, dan 24% persen menjawab Sangat Baik. Skoring jawaban pada pertanyaan ini dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 360. Grafik skor dapat dilhat pada gambar 4.16. dibawah ini:
- 63 -
Gambar 4.16. Skoring Persepsi Responden Mengenai Pertunjukan Seni Budaya yang Diselenggarakan Tidak Bertentangan dengan Kaidah Syariah Sumber: Hasil penelitian, 2015
e. Aceh memiliki DTW yang menyediakan tempat ibadah layak dan suci dan dilengkapi dengan sarana bersuci yang memadai di destinasi wisata Pertanyaan kelima berkaitan dengan ketersediaan tempat ibadah yang layak di daya Distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada Gambar 4.17:
Gambar 4.17.
Persepsi Responden Mengenai Aceh Memiliki DTW yang Menyediakan Tempat Ibadah Layak dan Suci
Sumber: Hasil penelitian, 2015
Berdasarkan Gambar di atas, sebagian besar responden sebanyak 44% menjawab cenderung Sangat Baik, 37% menjawab Baik, dan 15% persen menjawab Netral. Skoring jawaban pada pertanyaan ini dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 417. Grafik skor dapat dilhat pada gambar 4.18 dibawah ini:
- 64 -
Gambar 4.18. Skoring Persepsi Responden Mengenai Aceh Memiliki DTW yang Menyediakan Tempat Ibadah Layak dan Suci Sumber: Hasil penelitian, 2015
f. Sanitasi dan kebersihan lingkungan di destinasi wisata terjaga dengan baik Pertanyaan keenam berkaitan dengan sanitasi pada destinasi wisata di Manado. Distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada Gambar 4.19 berikut ini :
Gambar 4.19. Persepsi Responden Mengenai Sanitasi dan Kebersihan Lingkungan di destinasi wisata Sumber: Hasil penelitian, 2015
Sebagian besar responden sebanyak 32% menjawab Baik, 23% menjawab Netral, dan 20% persen menjawab Tidak Baik. Skoring jawaban pada pertanyaan ini dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 329. Grafik skor dapat dilhat pada Gambar 4.20 dibawah ini:
- 65 -
Gambar 4.20. Skoring Persepsi Responden Mengenai Sanitasi dan Kebersihan Lingkungan di destinasi wisata Sumber: Hasil penelitian, 2015
Secara kumulatif Skoring dengan menggunakan skala Likert untuk kelompok pertanyaan yang berkaitan dengan Daya Tarik Wisata di Aceh menghasilkan nilai 1624, atau berada pada kategori Netral. Hasil skoring jawaban responden seperti pada gambar berikut:
Gambar 4.21. Total Skoring Persepsi Responden Mengenai Daya Tarik Wisata di Aceh Sumber: Hasil penelitian, 2015
Hasil total skoring pada pertanyaan terkait Daya Tarik Wisata Syariah, menunjukan bahwa responden secara umum berpendapat bahwa Daya Tarik Wisata di Aceh cukup potensial untuk dikembangkan sebagai destinasi wisata syariah. Namun, memang belum dipahami oleh masyarakat secara keseluruhan dengan kata lain definisi dan pemahaman tentang wisata syariah itu sendiri belum terdapat kesepakatan di masyarakat. Sehingga jawaban dari responden cenderung netral. Hal ini dibuktikan dengan hasil skoring yang menunjukan kategori Netral. Padahal Aceh mempunyai potensi yang luar biasa untuk dikembangkan sebagai destinasi wisata syariah karena mempunyai daya tarik wisata yang cukup beragam baik nature based (Pantai Ulee Lheu, Pantai Lhok Nga, Pantai Lhampuuk), culture based (Rumoh Cut Nyak Dhien, Masjid Raya Baiturrahman, Makam Sultan Iskandar Muda, Masjid Baiturrahin Ulee Lheu, Kawasan Kuliner Peunayong), maupun man made based (Kuburan massal Ulee Lheu, Replika Pesawat Seulawah di Blang Padang, Taman Sari, Kapal Apung Lampulo, Kapal PLTD Apung). Potensi daya
- 66 -
tarik tersebut telah didukung dengan ketersedian amenitas yang muslim friendly seperti tempat ibadah di masing-masing daya tarik wisata. Wisatawan muslim tidak terlalu sulit untuk menemukan tempat ibadah (sholat) selama melakukan aktivitas wisata di Aceh. Namun masih banyak yang perlu dibenahi jika menerapkan konsep syariah dalam pariwisata Aceh, diantaranya sarana prasarana wisata yang mendukung syariah tidak jelas. Sebagai contoh di pinggir pantai masih ada yang menyediakan kursi hanya untuk berdua saja, padahal jika menggunakan konsep syar’i ada aturan yang melarang orang yang tidak muhrim/lain jenis kelamin untuk berkhalwat (berdua-duaan). Daerah-daerah di Provinsi Aceh juga menerapkan konsep syar’i yang berbeda-beda. 2. Akomodasi Wisata Syariah di Aceh Untuk kategori akomodasi wisata syariah terdapat 5 pertanyaan. a. Tersedia tempat ibadah yang layak di hotel dan tempat menginap lainnya. b. Tersedia sarana bersuci yang layak di hotel dan tempat menginap lainnya. c. Tersedia makanan dan minuman yang halal di hotel dan tempat menginap lainnya. d. Suasana hotel aman, nyaman dan kondusif untuk keluarga dan keperluan bisnis. e. Sanitasi dan kebersihan lingkungan hotel terjaga dengan baik. Hasil survei sebagai berikut: a. Tersedia tempat ibadah yang layak di hotel dan tempat menginap lainnya Pertanyaan pertama berkaitan dengan ketersediaan tempat ibadah di hotel atau tempat menginap lainnya di Aceh. Distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada gambar 4.22. :
Gambar 4.22. Persepsi Responden Mengenai Tersedia Tempat Ibadah yang Layak di Hotel dan Tempat Menginap Lainnya Sumber: Hasil penelitian, 2015
- 67 -
Berdasarkan Gambar 4.22 di atas, sebesar 62% responden cenderung menjawab Baik, 20% responden menjawab Netral dan 16% menjawab Sangat Baik. Skoring jawaban pada pertanyaan pertama dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 318. Skor bisa dilihat pada gambar berikut:
Gambar 4.23. Skoring Persepsi Responden Mengenai Tersedia Tempat Ibadah yang Layak di Hotel dan Tempat Menginap Lainnya Sumber: Hasil penelitian, 2015
b. Tersedia sarana bersuci yang layak di hotel dan tempat menginap lainnya Pertanyaan kedua berkaitan dengan kelayakan sarana bersuci di hotel atau tempat menginap lainnya di Aceh. Distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada gambar 4.24. berikut ini:
Gambar 4.24. Persepsi Responden Mengenai Tersedia Sarana Bersuci yang Layak di Hotel dan Tempat Menginap Lainnya Sumber: Hasil penelitian, 2015
Berdasarkan Gambar 4.24. di atas, terlihat bahwa 53% responden menjawab Baik, 24% responden menjawab Netral dan 21% menjawab Sangat Baik. Skoring jawaban pada pertanyaan pertama dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 389. Skor bisa dilihat pada gambar 4.25. sebagai berikut:
- 68 -
Gambar 4.25. Skoring Persepsi Responden Mengenai Tersedia Sarana Bersuci yang Layak di Hotel dan Tempat Menginap Lainnya Sumber: Hasil penelitian, 2015
c.
Tersedia makanan dan minuman yang halal di hotel dan tempat menginap lainnya. Pertanyaan ketiga berkaitan dengan ketersediaan makanan dan minuman halal di akomodasi di Aceh. Distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada gambar 4.25:
Gambar 4.26. Persepsi Responden Mengenai Tersedia Makanan dan Minuman Halal di Hotel/Tempat Menginap Lainnya Sumber: Hasil penelitian, 2015
Berdasarkan gambar di atas, terlihat bahwa 58% responden cenderung menjawab Baik, 25% responden menjawab Sangat Baik dan 15% menjawab Netral. Skoring jawaban pada pertanyaan pertama dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 402. Skor bisa dilihat pada gambar 4.27. sebagai berikut:
- 69 -
Gambar 4.27. Skoring Persepsi Responden Mengenai Tersedia Makanan dan Minuman Halal di Hotel/Tempat Menginap Lainnya Sumber: Hasil penelitian, 2015
d. Suasana hotel aman, nyaman dan kondusif untuk keluarga dan keperluan bisnis Pertanyaan keempat berkaitan dengan suasana hotel atau tempat menginap lainnya di Manado. Distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada gambar 4.28 sebagai berikut:
Gambar 4.28. Persepsi Responden Mengenai Suasana Hotel, Aman, Nyaman dan Kondusif untuk Keluarga dan Keperluan Bisnis Sumber: Hasil penelitian, 2015
Berdasarkan gambar di atas, 47% responden menjawab baik, 27% responden menjawab sangat baik dan 22% responden menjawab netral. Skoring jawaban pada pertanyaan ketiga dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 393, atau berada berada pada kategori baik. Skor bisa dilihat pada gambar 4.29 sebagai berikut:
- 70 -
Gambar 4.29. Skoring Persepsi Responden Mengenai Suasana Hotel, Aman, Nyaman dan Kondusif untuk Keluarga dan Keperluan Bisnis Sumber: Hasil penelitian, 2015
e. Sanitasi dan kebersihan lingkungan hotel terjaga dengan baik Pertanyaan kelima berkaitan dengan sanitasi (kebersihan) hotel atau tempat menginap lainnya di Manado. Distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada Gambar 4.30 berikut:
Gambar 4.30. Persepsi Responden Mengenai Sanitasi dan Kebersihan Lingkungan Hotel Terjaga Baik Sumber: Hasil penelitian, 2015
Berdasarkan gambar di atas, menunjukkan bahwa 41% responden menjawab baik, 26% responden menjawab netral dan 22% responden menjawab sangat baik. Skoring jawaban pada pertanyaan ketiga dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 363, atau berada berada pada kategori baik. Skor bisa dilihat pada gambar 4.31. sebagai berikut:
Gambar 4.31. Skoring Persepsi Responden Mengenai Sanitasi dan Kebersihan Lingkungan Hotel Terjaga Baik Sumber: Hasil penelitian, 2015
- 71 -
Secara kumulatif Skoring dengan menggunakan skala Likert untuk kelompok pertanyaan yang berkaitan dengan akomodasi syariah di Aceh menghasilkan nilai 1935, atau berada pada kategori Baik. Hasil skoring jawaban responden seperti pada grafikberikut:
Gambar 4.32. Total Skoring Persepsi Responden Tentang Akomodasi Aceh Sumber: Hasil penelitian, 2015
Hasil total skoring pada pertanyaan terkait akomodasi wisata syariah, menunjukan bahwa responden secara umum berpendapat bahwa akomodasi di Aceh dalam hal ini hotel siap dalam menunjang Aceh sebagai destinasi wisata syariah. Hal ini dibuktikan dengan hasil skoring yang menunjukan kategori Baik. Pada umumnya ketersediaan akomodasi pada sebagian besar hotel dan tempat menginap lainnya di Aceh sudah menerapkan konsep syariah baik dari segi produk, pelayanan, dan pengelolaannya. Dari segi produk, misalnya toilet hotel sudah tersedia penyekat antar bilik dan menyediakan air mengalir selain tissue; pada setiap kamar di hampir sebagian besar hotel sudah menyediakan sajadah, arah kiblat, tidak tersedia akses pornografi, tidak tersedia minuman beralkohol di mini bar setiap kamar, dll. Dari segi pelayanan diantaranya melakukan seleksi terhadap tamu yang datang berpasangan, tidak ada fasilitas hiburan yang mengarah kepada pornografi/asusila, dll. Dan dari segi pengelolaan, diantaranya seluruh karyawan dan karyawati memakai seragam yang sopan, karyawati pada umumnya menggunakan jilbab, dll. 3. Usaha Penyedia Makanan dan Minuman di Aceh Untuk variable yang berkaitan dengan restoran atau usaha penyediaan makanan dan minuman terdapat 2 pertanyaan sebagai berikut: a. Terdapat Restoran yang menyediakan makanan dan minuman yang terjamin kehalalannya dengan sertifikasi halal dari MUI. b. Sanitasi dan kebersihan lingkungan restoran dan penyedia jasa makanan dan minuman terjaga dengan baik.
- 72 -
Hasil survei sebagai berikut: a. Terdapat restoran yang menyediakan makanan dan minuman yang terjamin kehalalannya dengan sertifikasi halal dari MUI Pertanyaan pertama berkaitan dengan ketersediaan restoran dengan serttifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada gambar 4.33 berikut:
Gambar 4.33. Persepsi Responden Mengenai Terdapat Restoran yang Menyediakan Makanan & Minuman yang Terjamin Kehalalannya dengan Sertifikasi Halal dari MUI Sumber: Hasil penelitian, 2015
Berdasarkan gambar 4.33, terlihat bahwa 40% responden menjawab Siap, 31% responden menjawab Sangat Siap, 25% responden menjawab Netral. Skoring dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 363. Grafik skor bisa dilihat pada gambar 4.34 sebagai berikut:
Gambar 4.34. Skoring Persepsi Responden Mengenai Terdapat Restoran yang Menyediakan Makanan & Minuman yang Terjamin Kehalalannya dengan Sertifikasi Halal dari MUI Sumber: Hasil penelitian, 2015
- 73 -
b. Sanitasi dan kebersihan lingkungan restoran dan penyedia jasa makanan dan minuman terjaga dengan baik Pertanyaan kedua untuk menguji kesiapan restoran dari aspek sanitasi atau kebersihan. Distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada gambar 4.35:
Gambar 4.35. Persepsi Responden Mengenai Sanitasi dan Kebersihan Lingkungan Restoran dan Penyedia Jasa Makanan dan Minuman Terjaga dengan Baik Sumber: Hasil penelitian, 2015
Berdasarkan gambar di atas, terlihat 51% responden cenderung menjawab Siap, 27% responden menjawab Netral, 16% responden menjawab sangat siap. Skoring dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 371, atau berada berada pada kategori netral. Skor bisa dilihat pada Gambar 4.36. sebagai berikut:
Gambar 4.36. Skoring Persepsi Responden Mengenai Sanitasi dan Kebersihan Lingkungan Restoran dan Penyedia Jasa Makanan dan Minuman Terjaga dengan Baik Sumber: Hasil penelitian, 2015
Secara kumulatif Skoring dengan menggunakan skala Likert untuk kelompok pertanyaan yang berkaitan dengan Daya Tarik Wisata di Aceh menghasilkan nilai 764, atau berada pada kategori Baik. Hasil skoring jawaban responden seperti pada gambar berikut:
- 74 -
Gambar 4.37. Total Skoring Persepsi Responden tentang Penyediaan Makanan dan Minuman Halal Sumber: Hasil Penelitian, 2015
Jawaban responden untuk kelompok pertanyaan yang berkaitan dengan penyedia jasa makanan dan minuman menunjukkan bahwa menurut persepsi wisatawan, Aceh sudah siap untuk menjadi tujuan wisata syariah dari aspek ini. Secara umum, restoran dan penyedia jasa makanan minuman di Aceh dalam pengolahan dan penyajiannya sudah menerapkan prinsip halal. Hal ini tidak mengherankan karena mayoritas adalah muslim, sehingga kehalalalan makanan dan minuman merupakan suatu hal yang sudah lumrah dan menjadi kewajiban sebagai muslim. Namun, Menurut peserta FGD, standardisasi label halal pada produk makanan dan minuman dinyatakan belum siap. Masih sangat diperlukan adanya pengawasan dan sosialisasi dari hulu ke hilir mengenai produk makanan yang terjamin halal. 4. SPA, Sauna dan Massage di Aceh Kelompok pertanyaan keempat untuk menguji kesiapan usaha SPA, sauna dan massage di Manado. Terdapat 4 pertanyaan sebagai berikut: a. Tersedia terapis pria untuk pelanggan pria, dan terapis wanita untuk pelanggan wanita. b. Praktik SPA, sauna, dan massage tidak mengandung unsur pornoaksi dan pornografi. c. Menggunakan bahan yang halal dan tidak terkontaminasi babi dan produk turunannya. d. Tersedia sarana yang memudahkan untuk beribadah di tempat SPA, sauna dan massage. Hasil survei sebagai berikut: a. Tersedia terapis pria untuk pelanggan pria, dan terapis wanita untuk pelanggan wanita Pertanyaan pertama untuk menguji pertanyaan tentang terapis pada usaha SPA atau massage, distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada gambar 4.38:
- 75 -
Gambar 4.38. Persepsi Responden Mengenai Tersedia Terapis Pria untuk Pelanggan Pria, dan Terapis Wanita untuk Pelanggan Wanita Sumber: Hasil penelitian, 2015
Berdasarkan gambar di atas, terlihat bahwa 42% responden cenderung menjawab Siap, 37% responden menjawab netral, 11% menjawab sangat siap, 8% menjawab tidak siap. Skoring dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 350. Grafik skor bisa dilihat pada Gambar 4.38 sebagai berikut:
Gambar 4.39. Skoring Persepsi Responden Mengenai Tersedia Terapis Pria untuk Pelanggan Pria, dan Terapis Wanita untuk Pelanggan Wanita Sumber: Hasil penelitian, 2015
e. Praktik SPA, sauna, massage tidak mengandung unsur pornoaksi dan pornografi Pertanyaan kedua untuk menguji apakah praktik SPA mengandung unsur pornografi atau pornoaksi. Distribusi jawaban responden seperti pada gambar 4.40 berikut ini:
- 76 -
Gambar 4.40. Persepsi Responden Mengenai Praktek Spa, Sauna, Massage tidak Mengandung Unsur Pornoaksi dan Pornografi Sumber: Hasil penelitian, 2015
Berdasarkan gambar di atas, menunjukkan bahwa 47% responden menjawab netral, 31% responden menjawab siap, 16% menjawab sangat tidak siap. Skoring dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 352. Grafik skor bisa dilihat pada Gambar 4.41 sebagai berikut:
Gambar 4.41. Skoring Persepsi Responden Mengenai Praktek Spa, Sauna, Massage tidak Mengandung Unsur Pornoaksi dan Pornografi Sumber: Hasil penelitian, 2015
f. Praktik SPA, Sauna, Massage Menggunakan Bahan Yang Halal dan Tidak Terkontaminasi Babi dan Produk Turunannya Pertanyaan keempat untuk menguji bahan-bahan yang dipergunakan dalam praktik SPA, sauna atau massage. Distribusi frekuensi jawaban responden sebagai berikut:
- 77 -
Gambar 4.42. Persepsi Responden Mengenai Praktek Spa, Sauna, Massage Menggunakan Bahan Halal Sumber: Hasil penelitian, 2015
Berdasarkan gambar di atas menunjukkan bahwa 33% responden menjawab netral, 31% responden menjawab sangat siap, 21% menjawab siap. Skoring dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 357. Grafik skor bisa dilihat pada Gambar 4.43 sebagai berikut:
Gambar 4.43. Skoring Persepsi Responden Mengenai Praktek Spa, Sauna, Massage Menggunakan Bahan Halal Sumber: Hasil penelitian, 2015
g. Tersedia Sarana yang Memudahkan untuk Beribadah di Tempat SPA, Sauna, dan Massage Pertanyaan kelima untuk menguji ketersediaan tempat ibadah pada tempat SPA, sauna atau massage. Distribusi jawaban responden seperti pada gambar 4.44 berikut ini:
- 78 -
Gambar 4.44. Persepsi Responden Mengenai Tersedia Sarana yang Memudahkan untuk Beribadah di Tempat Spa, Sauna, dan Massage Sumber: Hasil penelitian, 2015
Berdasarkan gambar di atas terlihat bahwa 40% responden menjawab netral, 29% responden menjawab siap, 20% menjawab sangat siap. Skoring dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 351. Grafik skor bisa dilihat pada Gambar 4.45 sebagai berikut:
Gambar
4.45.
Skoring Persepsi Responden Tersedia Sarana Yang Memudahkan untuk Beribadah di Tempat Spa, Sauna, dan Massage Sumber: Hasil penelitian, 2015
Secara kumulatif Skoring dengan menggunakan skala Likert untuk kelompok pertanyaan yang berkaitan dengan Kesiapan Usaha Spa, Sauna, dan Massage di Aceh menghasilkan nilai 1402, atau berada pada kategori Baik. Hasil skoring jawaban responden seperti pada gambar berikut:
- 79 -
Gambar 4.46. Total Skoring Persepsi Responden Terhadap Ketersediaan Spa, Sauna, dan Massage Sumber: Hasil penelitian, 2015
Untuk usaha SPA, dari hasil FGD, menyatakan bahwa praktik SPA di Aceh belum ada yang secara khusus membuka usaha spa, kalaupun ada masih menyatu dengan usaha hotel dan salon. Kondisi salon yang ada di Aceh pada umumnya memang sudah khusus diperuntukkan hanya untuk muslimah. Terapis wanita biasanya hanya untuk pelanggan wanita. Praktik SPA, sauna, dan massage tidak mengandung unsur pornoaksi dan pornografi. Menggunakan bahan yang halal dan tidak terkontaminasi babi dan produk turunannya. Serta pada umumnya tersedia sarana yang memudahkan untuk beribadah di tempat SPA, sauna dan massage. 5. Biro Perjalanan Wisata Syariah di Aceh Kelompok pertanyaan kelima untuk menguji kesiapan Biro Perjalanan Wisata di Manado. Terdapat 3 pertanyaan sebagai berikut: a. Menyediakan paket wisata yang sesuai dengan kriteria pariwisata syariah b. Memiliki daftar akomodasi yang sesuai dengan panduan umum akomodasi pariwisata syariah c. Memiliki daftar usaha penyedia makanan dan minuman yang sesuai dengan panduan umum usaha penyedia makanan dan minuman pariwisata syariah Hasil survei sebagai berikut: a. Menyediakan Paket Wisata yang Sesuai Dengan Kriteria Pariwisata Syariah Pertanyaan pertama untuk menguji ketersediaan paket wisata syariah. Distribusi frekuensi jawaban responden sebagai berikut:
- 80 -
Gambar 4.47. Persepsi Responden Terhadap Kesiapan BPW Syariah dalam Menyediakan Paket Wisata Syariah Sumber: Hasil penelitian, 2015
Berdasarkan gambar di atas, menunjukkan bahwa 43% responden cenderung menjawab siap, 36% menjawab netral, 11% menjawab sangat siap, 7% menjawab tidak siap. Skoring jawaban dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 349 atau pada ketegori netral. Skor dapat dilihat pada gambar 4.48. sebagai berikut:
Gambar 4.48. Skoring Persepsi Responden Terhadap Kesiapan BPW Syariah dalam Menyediakan Paket Wisata Syariah Sumber: Hasil penelitian, 2015
b. Perjalanan Wisata Syariah: Memiliki Daftar Akomodasi yang Sesuai Dengan Panduan Umum Akomodasi Pariwisata Syariah Pertanyaan kedua berkaitan dengan daftar akomodasi syariah. Distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada gambar 4.49 berikut ini:
- 81 -
Gambar 4.49. Persepsi Responden Terhadap Kesiapan BPW Syariah dalam Memiliki Daftar Akomodasi Syariah Sumber: Hasil penelitian, 2015
Berdasarkan gambar di atas, menunjukkan bahwa 44% responden cenderung menjawab netral, 30% menjawab siap, 15% menjawab sangat siap, 8% menjawab sangat tidak siap dan 1% tidak menjawab. Skoring jawaban dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 343 atau pada ketegori netral. Skor dapat dilihat pada gambar 4.50 sebagai berikut:
Gambar 4.50. Skoring Persepsi Responden Terhadap Kesiapan BPW Syariah dalam Memiliki Daftar Akomodasi Syariah Sumber: Hasil penelitian, 2015
c. Memiliki Daftar Usaha Penyedia Makanan dan Minuman yang Sesuai Dengan Panduan Umum Usaha Penyedia Makanan dan Minuman Pariwisata Syariah Pertanyaan ketiga berkaitan dengan daftar usaha penyedia makanan dan minuman. Distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada gambar 4.51 berikut ini:
- 82 -
Gambar 4.51. Persepsi Responden Terhadap Kesiapan BPW Syariah dalam Memiliki Daftar Usaha Penyedia Makanan & Minuman Syariah Sumber: Hasil penelitian, 2015
Berdasarkan gambar di atas, menunjukkan bahwa 40% responden menjawab netral, 32% menjawab siap, 16% menjawab sangat siap, 9% menjawab sangat tidak siap dan 3% tidak menjawab. Skoring jawaban dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 346 atau pada ketegori netral. Skor dapat dilihat pada Gambar 4.52 sebagai berikut:
Gambar 4.52. Skoring Persepsi Responden Terhadap Kesiapan BPW Syariah dalam Memiliki Daftar Usaha Penyedia Makanan & Minuman Syariah Sumber: Hasil penelitian, 2015
Secara kumulatif Skoring dengan menggunakan skala Likert untuk kelompok pertanyaan yang berkaitan dengan Kesiapan Usaha Spa, Sauna, dan Massage di Aceh menghasilkan nilai 1038, atau berada pada kategori Baik. Hasil skoring jawaban responden seperti pada gambar berikut:
- 83 -
Gambar 4.53. Total Skoring Persepsi Responden Terhadap Kesiapan BPW Syariah Sumber: Hasil penelitian, 2015
Hasil Skoring dengan menggunakan skala Likert menghasilkan jawaban dengan kategori Siap. Berdasarkan jawaban responden, Biro Perjalanan Wisata di Aceh dapat dikatakan telah siap untuk mendukung Aceh menjadi destinasi wisata syariah. Kesiapan ini dapat disimpulkan dari jawaban responden karena mayoritas penduduk Aceh adalah muslim, sehingga dalam melakukan segala hal umumnya sudah didasarkan pada peraturan dan kaidah syariah islam. Akan tetapi dalam implementasinya di Aceh memang secara umum belum terdapat BPW (tours and travel) yang mengkhususkan penyediaan paket wisata syariah, walaupun BPW yang ada di Aceh sebenarnya sudah mampu untuk menyediakan paket wisata yang sesuai dengan kriteria pariwisata syariah, BPW di Aceh memiliki daftar akomodasi yang sesuai dengan panduan umum akomodasi pariwisata syariah serta memiliki daftar usaha penyedia makanan dan minuman yang menyediakan makanan dan minuman yang halal dan cocok untuk wisatawan muslim. 6. Pramuwisata Kelompok pertanyaan keenam untuk menguji kesiapan pramuwisata di Aceh dengan 4 pertanyaan sebagai berikut: a. Memahami dan mampu melaksanakan nilai-nilai syariah dalam menjalankan tugas. b. Berakhlak baik, komunikatif, ramah, jujur dan bertanggung jawab. c. Berpenampilan sopan dan menarik sesuai dengan nilai etika islam. d. Memiliki kompetensi kerja sesuai dengan standar profesi yang berlaku. Hasil survei sebagai berikut: a. Pramuwisata Syariah memahami dan mampu melaksanakan nilainilai syariah dalam menjalankan tugas.
- 84 -
Pertanyaan pertama untuk menguji pemahaman pramuwisata terhadap nilai-nilai syariah. Distribusi frekuensi jawaban responden seperi pada gambar 4.54 berikut ini:
Gambar 4.54. Persepsi Responden Terhadap Pemahaman Pramuwisata Syariah dalam Menjalankan Tugas Sumber: Hasil penelitian, 2015
Berdasarkan gambar di atas, menunjukkan bahwa 49% responden menjawab baik, 26% menjawab netral, 18% menjawab sangat baik, 5% menjawab tidak baik, 1% menjawab sangat baik dan 1% tidak menjawab. Skoring jawaban dengan menggunakan skala likert menghasilkan nilai 374 atau pada kategori baik. Skor dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar
4.55.
Skoring Persepsi Responden Terhadap Pemahaman Pramuwisata Syariah dalam Menjalankan Tugas Sumber: Hasil penelitian, 2015
b. Pramuwisata Syariah berakhlak baik, komunikatif, ramah, jujur dan bertanggungjawab Pertanyaan kedua untuk menilai attitude dari pramuwisata di Kota Banda Aceh. Distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada gambar di bawah ini:
- 85 -
Gambar 4.56. Persepsi Responden Terhadap Sikap Pramuwisata Sumber: Hasil penelitian, 2015
Berdasarkan gambar di atas, menunjukkan bahwa 47% responden menjawab baik, 28% menjawab sangat baik, 20% menjawab netral, 2% menjawab sangat tidak baik, 1% menjawab tidak baik dan 1% tidak menjawab. Skoring jawaban dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 392 atau pada ketegori Baik.
Gambar 4.57. Skoring Persepsi Responden Terhadap Sikap Pramuwisata Sumber: Hasil penelitian, 2015
c. Pramuwisata Syariah berpenampilan sopan dan menarik sesuai dengan nilai etika islam Pertanyaan ketiga untuk menilai penampilan dari pramuwisata di Kota Banda Aceh. Distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada gambar berikut ini:
- 86 -
Gambar 4.58. Persepsi Responden Terhadap Penampilan Pramuwisata Sumber: Hasil penelitian, 2015
Berdasarkan gambar di atas, menunjukkan bahwa 34% responden menjawab baik, 35% menjawab sangat baik, 25% menjawab netral, 3% menjawab tidak baik, 1% menjawab sangat tidak baik, dan 2% tidak menjawab. Skoring jawaban dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 393 atau pada kategori netral.
Gambar
4.59.
Skoring Persepsi Pramuwisata
Responden
Terhadap
Penampilan
Sumber: Hasil penelitian, 2015
d. Pramuwisata Syariah memiliki kompetensi kerja sesuai dengan standar profesi yang berlaku Pertanyaan keempat untuk menilai kompetensi kerja pramuwisata di Aceh. Distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada gambar berikut ini:
Gambar 4.60. Persepsi Responden Terhadap Kompetensi Kerja Pramuwisata Sumber: Hasil penelitian, 2015
- 87 -
Berdasarkan gambar di atas, 37% responden menjawab baik, 34% menjawab netral, 25% menjawab sangat baik dan 1% menjawab tidak baik, 1% menjawab sangat tidak baik dan 2% tidak menjawab. Skoring jawaban dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 378 atau pada kategori baik.
Gambar 4.61. Skoring Persepsi Responden Terhadap Kompetensi Kerja Pramuwisata Sumber: Hasil penelitian, 2015
Secara kumulatif Skoring dengan menggunakan skala Likert untuk kelompok pertanyaan yang berkaitan dengan Kesiapan Pramuwisata di Aceh menghasilkan nilai 1537, atau berada pada kategori Baik. Hasil skoring jawaban responden seperti pada gambar berikut:
Gambar 4.62. Total Skoring Persepsi Responden Terhadap Pramuwisata Aceh Sumber: Hasil penelitian, 2015
Berdasarkan hasil observasi, jumlah pramuwisata yang sudah tersertifikasi sudah ada sekitar 100 orang dan sebagian besar adalah muslim. Namun belum terdapat pramuwisata (tour guide) yang khusus untuk melayani tamu atau wisatawan muslim. Secara umum pramuwisata berpenampilan sopan dan menarik sesuai etika serta memiliki kompetensi kerja sesuai dengan standar profesi yang berlaku, namun terkait akhlak dan
- 88 -
kesesuaian perilaku dengan nilai-nilai syariah tentu sangat tergantung dengan individu pramuwisata itu masing-masing. 7. Aksesibilitas Untuk aspek aksesibilitas terdapat 4 pertanyaan : a. Kemudahan akses informasi wisata syariah/halal b. Objek wisata mudah dijangkau c. Transportasi (darat, Laut, udara) mudah dijangkau d. Biaya transportasi sesuai standar Hasil survei sebagai berikut: a. Kemudahan akses informasi wisata syariah/halal Distribusi jawaban responden seperti pada gambar 4.61 berikut ini:
Gambar 4.63. Persepsi Responden Terhadap Kemudahan Akses Informasi Wisata Syariah Sumber: Hasil penelitian, 2015
Berdasarkan gambar di atas, menunjukkan bahwa 47% responden cenderung menjawab baik, 24% menjawab netral, 18% menjawab sangat baik, 6% menjawab tidak baik, 2% menjawab sangat baik dan 3% tidak menjawab. Skoring jawaban dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 364 atau pada ketegori baik.
Gambar 4.64. Skoring Persepsi Responden Terhadap Kemudahan Akses Informasi Wisata Syariah Sumber: Hasil penelitian, 2015
b. Objek wisata mudah dijangkau Distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada gambar berikut:
- 89 -
Gambar 4.65. Persepsi Responden Terhadap Objek Wisata Mudah Dijangkau Sumber: Hasil penelitian, 2015
Berdasarkan gambar di atas, menunjukkan bahwa 49% responden menjawab baik, 27% menjawab netral, 16% menjawab sangat baik, 5% menjawab tidak baik dan 3% tidak menjawab. Skoring jawaban dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 367 atau pada kategori baik.
Gambar 4.66. Skoring Persepsi Responden Terhadap Objek Wisata Mudah Dijangkau Sumber: Hasil penelitian, 2015
c. Biaya transportasi sesuai standar Distribusi frekuensi jawaban responden untuk biaya transportasi seperti pada gambar berikut:
Gambar 4.65. Persepsi Responden Terhadap Biaya Transportasi Sesuai Standar Sumber: Hasil penelitian, 2015
- 90 -
Berdasarkan gambar di atas, menunjukkan bahwa 39% responden cenderung menjawab baik, 31% menjawab netral, 15% menjawab sangat baik, 10% menjawab tidak baik, 1% menjawab sangat tidak baik dan 4% tidak menjawab. Skoring jawaban dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 367 atau pada kategori baik
Gambar 4.66. Skoring Persepsi Responden Terhadap Biaya Transportasi Sumber: Hasil penelitian, 2015
Secara kumulatif Skoring dengan menggunakan skala Likert untuk kelompok pertanyaan yang berkaitan dengan Kesiapan Pramuwisata di Aceh menghasilkan nilai 1430, atau berada pada kategori Baik. Hasil skoring jawaban responden seperti pada gambar berikut: TOTAL SKORING AKSESIBILITAS
Gambar 4.67. Total Skoring Persepsi Responden Terhadap Aksesibilitas Sumber: Hasil penelitian, 2015
Hasil skoring menunjukan bahwa secara umum aksesibilitas terhadap kemudahan memperoleh informasi tentang wisata di Aceh, keterjangkauan daerah wisata dengan transportasi baik darat, laut, maupun udara, serta keterjangkauan biaya transprtasi bagi wisatawan berada pada kategori Baik. Aksesibilitas dari segi ketersediaan informasi dapat diperoleh melalui media internet yang disediakan baik oleh pemerintah daerah maupun pelaku usaha wisata. Pemerintah daerah menyediakan website yang memberikan informasi tempat-tempat wisata seperti: bandaacehkota.go.id, bandaacehtourism.com. Sementara pelaku usaha wisata seperti: acehexplorer.com, inbandaaceh.com, inaceh.com, wisataaceh.com, seputaraceh.com, visitaceh.id, selain itu juga membuat page di facebook seperti NTA tour and Travel, acehexplorer, dan - 91 -
lain-lain. Adapun dari segi transportasi melalui udara, Aceh dapat dijangkau dengan penerbangan internasional dari Malaysia yaitu Air Asia dan Firefly, serta pesawat Garuda Indonesia untuk domestik. Secara umum, kondisi ketersediaan infrastruktur dan jalan juga sudah cukup baik, walaupun kendala aksesibilitas masih ditemui di daya tarik wisata alam yang jauh dari pusat kota. 8. PERTANYAAN TERBUKA Selain menggunakan pertanyaan tertutup dengan 5 pilihan jawaban, kuesinoner juga dilengkapi dengan pertanyaan terbuka sebagai berikut: a.
Apakah anda menggunakan biro perjalanan wisata syariah
Gambar 4.68. Responden Menggunakan Biro Perjalanan Wisata Sumber: Hasil penelitian, 2015
Berdasarkan gambar di atas, menunjukkan bahwa sebesar 79% responden cenderung menyatakan tidak menggunakan BPW syariah dalam melakukan perjalanan wisata. Sedangkan yang menggunakan BPW Syariah sebanyak 21%. Alasan responden menggunakan BPW syariah, 24% berpendapat bahwa dengan menggunakan Biro Perjalanan Wisata Syariah maka terasa lebih aman, nyaman dan informatif, sedangkan 43% lainnya memberikan jawaban variatif seperti pada gambar berikut:
Gambar 4.69. Alasan Responden Menggunakan Biro Perjalanan Wisata Sumber: Hasil penelitian, 2015
Berdasarkan gambar di atas, sebagian besar responden memilih untuk tidak menggunakan Biro Perjalanan Wisata Syariah karena 40% responden memiliki saudara atau kolega yang memandu selama berwisata ke Aceh, 11% menjawab masih minimnya informasi tentang keberadaan travel syariah,
- 92 -
dan alasan lainnya seperti lebih mudah menentukan tujuan sendiri tanpa BPW Syariah, memiliki kendaraan sendiri, perjalanan dinas, touring/backpacker dan sudah beberapa kali ke Aceh sehingga tidak memerlukan panduan. Prosentase alasan tidak menggunanakan Biro Perjalanan Wisata Syariah dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 4.70. Alasan Responden Tidak Menggunakan Biro Perjalanan Wisata Syariah Sumber: Hasil penelitian, 2015
b. Apakah anda mengutamakan "halal" dalam melakukan perjalanan wisata
Gambar 4.71. Responden Mengutamakan Halal dalam Melakukan Perjalanan Wisata Sumber: Hasil penelitian, 2015
Berdasarkan gambar di atas, menunjukan bahwa 91% responden menyatakan mengutamakan kehalalan dalam melakukan perjalanan wisata. Hanya 9% saja yang tidak mengutamakan “halal” dalam melakukan perjalanan wisata.
- 93 -
Gambar 4.72. Alasan Responden Mengutamakan Halal dalam Perjalanan Wisata Sumber: Hasil penelitian, 2015
Gambar diatas menunjukan bahwa sebagian besar alasan responden yang mengutamakan konsep halal dalam perjalanan wisata adalah karena “halal” merupakan keutamaan sebagai muslim, 13% berpendapat bahwa “halal” berarti bersih, aman, dan nyaman.
Gambar 4.73. Alasan Responden Tidak Mengutamakan Halal dalam Perjalanan Wisata Sumber: Hasil penelitian, 2015
Sedangkan alasan responden yang tidak mengutamakan “halal” dalam perjalanan wisatanya adalah karena sebanyak 44% bukan beragama islam. Sedangkan 56% lainnya dengan jawaban yang variatif.
Gambar 4.74. Saran Responden Guna Pengembangan Wisata Syariah di Aceh Sumber: Hasil penelitian, 2015
- 94 -
Pada gambar di atas, menunjukkan 37% responden berpendapat bahwa untuk mengembangkan wisata syariah, maka perlu perbaikan sarana dan prasarana penunjang wisata syariah, 19% berpendapat bahwa wisata syariah harus lebih dikembangkan lagi, 13% berpendapat promosi wisata syariah sebaiknya dikemas lebih kreatif dan menarik, 8% menyarankan informasi tentang wisata syariah harus diperbanyak, dan 7% responden menyarankan agar wisata syariah harus dikembangkan dengan benar-benar menerapkan prinsip syariah,bukan hanya sekedar nama atau slogan. 4.2.3. Hasil FGD dan Wawancara Pengembangan Wisata Syariah di Aceh Beberapa poin penting dalam FGD dan wawancara sebagai berikut: 1. Terminologi Wisata Syariah Dari hasil FGD dan wawancara penggunaan istilah “wisata syariah” dinilai belum jelas batasannya, akan terkesan ekstrim/fanatik dan dapat mempersulit Aceh dalam melakukan promosi karena target pasar yang diperoleh nantinya hanya wisatawan muslim saja. Sebaiknya konsep wisata membuat wisatawan merasa “welcome” di destinasi wisata. Benchmark syariah di dalam masyarakat Aceh sendiri sulit diterima, karena hal tersebut berarti hukum syariah yang berlaku dan diterapkan sehingga masih ada ketakutan sendiri di masyarakat apalagi wisatawan. Label syariah bukan hanya sekedar kata tetapi maknanya sangat dalam. Berdasarkan hasil diskusi dan wawancara, branding “halal” menjadi pilihan utama dalam branding pariwisata Aceh dibandingkan penggunaan branding “syariah”, atau Islamic tourism. Jika branding syariah digunakan, dikhawatirkan akan menghilangkan konsep syar’i itu sendiri, yang ada malah hanya akan menghidupkan wisata konvensional saja. Dapat dilihat pula melalui media internet, jika di google dengan menggunakan keywords “halal tourism” diperoleh ± 13 juta hint lebih banyak dibandingkan dengan “syariah tourism” hanya 338 ribu hint. Untuk Aceh dapat menggunakan branding “Serambi Mekah Halal Tourism”. Dengan demikian, konten halal yang harus dihidupkan mulai dari produk makanan hingga sarana/fasilitas pendukung pariwisata. 2. Kesiapan Destinasi (Daya Tarik Wisata) Kesiapan Aceh menjadi destinasi wisata syariah dapat dilihat melalui beberapa indikator utama yaitu: daya tarik wisata, hotel dan restoran, biro perjalanan wisata dan pramuwisata, dan SPA. Dari keempat indikator tersebut forum menyimpulkan bahwa Aceh mempunyai potensi yang luar biasa untuk dikembangkan sebagai destinasi wisata syariah karena mempunyai daya tarik wisata yang cukup beragam baik nature based (Pantai Ulee Lheu, Pantai Lhok Nga, Pantai Lhampuuk), culture based (Rumah Cut - 95 -
Nyak Dhien, Masjid Raya Baiturrahman, Makam Sultan Iskandar Muda, Masjid Baiturrahim Ulee Lheu, Kawasan Kuliner Peunayong), maupun man made based (Kuburan massal Ulee Lheu, Replika Pesawat Seulawah di Blang Padang, Taman Sari, Kapal Apung Lampulo, Kapal PLTD Apung). Potensi daya tarik tersebut telah didukung dengan ketersedian amenitas yang muslim friendly seperti tempat ibadah di masing-masing daya tarik wisata. Wisatawan muslim tidak terlalu sulit untuk menemukan tempat ibadah (sholat) selama melakukan aktivitas wisata di Aceh. Namun masih banyak yang perlu dibenahi jika menerapkan konsep syariah dalam pariwisata Aceh, diantaranya sarana prasarana wisata yang mendukung syariah tidak jelas. Sebagai contoh di pinggir pantai masih ada yang menyediakan kursi hanya untuk berdua saja, padahal jika menggunakan konsep syar’i ada aturan yang melarang orang yang tidak muhrim/lain jenis kelamin untuk berkhalwat (berdua-duaan). Tidak semua daerah di Provinsi Aceh menerapkan konsep syar’i secara utuh dan berbeda-beda. Aspek kesiapan masyarakat dan fasilitas pendukung masih menjadi kendala dalam pengembangan pariwisata Aceh. Berbeda dengan kondisi pariwisata di Bali melihat wisatawan asing menggunakan pakaian minim seperti bikini sudah menjadi pemandangan yang biasa. Lain halnya di Aceh, hal itu menjadi seperti “tontonan” dan membuat wisatawan menjadi tidak nyaman. Dan masih banyak tokoh masyarakat (para ulama) Aceh yang masih menolak konsep pariwisata, karena menurut mereka kata “wisata” identik dengan maksiat, sehingga mereka lebih memilih kata “rekreasi” yang hanya identik dengan hiburan/pengisi waktu luang dengan keluarga. 3. Aksesibilitas Berdasarkan hasil diskusi, sejauh ini aksesibilitas di Aceh baru tersedia dua direct flight penerbangan internasional dari Malaysia yaitu Air Asia dan Firefly. Jadwal penerbangan 4 kali dalam seminggu dari Kuala Lumpur dengan Air Asia, dan 3 kali dalam seminggu dari Pulau Penang dengan menggunakan Firefly. Demikian pula kondisi ketersediaan infrastruktur dan jalan juga sudah cukup baik. Kendala aksesibilitas masih ditemui di daya tarik wisata alam. Penerbangan domestik dengan Garuda Airlines hanya memiliki jadwal penerbangan dua kali dalam sehari. Aksesibilitas dari segi ketersediaan informasi dapat diperoleh melalui media internet yang disediakan baik oleh pemerintah daerah maupun pelaku usaha wisata. Pemerintah daerah menyediakan website yang memberikan informasi tempat-tempat wisata seperti: bandaacehkota.go.id, bandaacehtourism.com. Sementara pelaku usaha wisata seperti: acehexplorer.com, inbandaaceh.com, inaceh.com, wisataaceh.com,
- 96 -
seputaraceh.com, visitaceh.id, selain itu juga membuat page di facebook seperti NTA tour and Travel, acehexplorer, dan lain-lain. 4. Akomodasi (Hotel dan Tempat Menginap Lainnya) Pada umumnya ketersediaan akomodasi pada sebagian besar hotel dan tempat menginap lainnya di Aceh sudah menerapkan konsep syariah baik dari segi produk, pelayanan, dan pengelolaannya. Dari segi produk, misalnya toilet hotel sudah tersedia penyekat antar bilik dan menyediakan air mengalir selain tissue; pada setiap kamar di hampir sebagian besar hotel sudah menyediakan sajadah, arah kiblat, tidak tersedia akses pornografi, tidak tersedia minuman beralkohol di mini bar setiap kamar, dll. Dari segi pelayanan diantaranya melakukan seleksi terhadap tamu yang datang berpasangan, tidak ada fasilitas hiburan yang mengarah kepada pornografi/asusila, dll. Dan dari segi pengelolaan, diantaranya seluruh karyawan dan karyawati memakai seragam yang sopan, karyawati pada umumnya menggunakan jilbab, dll. Namun, Sebagaimana tercantum dalam Permen Parekraf No. 2 tahun 2014 tentang Pedoman Penyelenggaraan Usaha Hotel Syariah, seluruh hotel yang ada di Aceh belum memperoleh sertifikat Hilal 1 maupun Hilal 2. Sehingga, dalam akomodasi yang mendukung wisata syariah masih memerlukan standardisasi yang jelas dan sosialisasi kebijakan dalam Permen tersebut. Kendala dalam penyediaan akomodasi yakni kualitas dan pelayanan (hospitality) yang masih belum maksimal. Untuk usaha SPA, dari hasil FGD, menyatakan bahwa praktik SPA di Aceh belum ada yang secara khusus membuka usaha spa, kalaupun ada masih menyatu dengan usaha hotel dan salon. Kondisi salon yang ada di Aceh pada umumnya memang sudah khusus diperuntukkan hanya untuk muslimah. 5. Restoran dan Usaha Penyedia Jasa Makanan Minuman Secara umum, restoran dan penyedia jasa makanan minuman di Aceh dalam pengolahan dan penyajiannya sudah menerapkan prinsip halal. Namun, berdasarkan hasil diskusi perlu dikaji kembali mengenai pemotongan hewan ternak seperti ayam yang masih belum sepenuhnya menggunakan konteks islami/halal. Menurut peserta FGD mengenai standardisasi label halal pada produk makanan dan minuman dinyatakan belum siap. Perlu dibuat suatu standard yang menjadi pedoman bagi restoran dan penyedia jasa makanan minuman di Aceh. Selain itu, perlu adanya pengawasan dan sosialisasi dari hulu ke hilir mengenai produk makanan yang terjamin halal. 6. Kondisi Biro Perjalanan Wisata dan Pramuwisata
- 97 -
Kondisi pramuwisata yang sudah tersertifikasi sudah ada sekitar 100 orang dan sebagian besar adalah muslim. Di Aceh, secara umum belum terdapat BPW (tours and travel) yang mengkhususkan penyediaan paket wisata syariah. Karena menurut HPI, daya tarik wisata yang ada di Aceh sudah mencerminkan konsep islami. Bahkan daftar akomodasi dan restoran sudah ada yang sesuai kriteria syariah. Untuk pramuwisata juga belum terdapat pramuwisata (tour guide) yang khusus untuk melayani tamu atau wisatawan muslim. Sayangnya masih ditemukan pramuwisata/driver yang tidak mencerminkan sikap islami, contohnya pada waktu sholat mereka tidak ikut sholat. Sehingga, masih banyak yang perlu dibenahi lagi pada BPW dan pramuwisata yang ada di Aceh. 7. Kelembagaan dan Sistem Sertifikasi Halal Pemberlakuan Aceh menetapkan syariat Islam dalam kehidupan bermasyarakat dilakukan sejak tahun 2000. Pemberlakuan syariat Islam hanya khusus diberlakukan untuk warga muslim. Pasca penetapan syariat Islam banyak pantai yang ditutup untuk wisata karena dikhawatirkan dapat merusak akidah, sebagai contoh kawasan pantai di Aceh Barat. Dalam konteks pariwisata, belum ada PERDA khusus yang mengatur wisata syariah di Aceh, akan tetapi program dan aktivitas wisata syariah sudah dikembangkan seperti paket wisata kurban Idul Adha, paket wisata Ramadhan, ziarah ke masjid dan makam, dll. Demikian pula kebijakan khusus “halal” dalam pariwisata, karena selama ini di Aceh masih dalam konteks produk makanan dan obat saja. Bahkan Kota Banda Aceh sudah menetapkan branding pariwisata tahun 2015 yaitu “World Islamic Tourism” yang di launching oleh Menteri Pariwisata pada bulan Maret 2015 bersama dua destinasi lainnya yaitu NTB dan Sumatera Barat. Konteks halal maupun syariah sudah ada dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Aceh. Namun label “halal” dapat menjadi hal yang sensitif di kalangan pelaku usaha atau masyarakat, karena dalam persepsi mereka halal maupun syar’i sudah dijalankan dalam kehidupan sehari-hari dan mereka akan mengukur SDM yang melakukan penilaian halal. Sertifikasi halal di Aceh diperoleh melalui Majelis Permusyawaratan Umat (MPU). Dalam proses sertifikasi hotel, restoran dan penyedia jasa makanan minuman masih terkendala aspek kesehatan. Masih ditemukan kurangnya kontrol pada proses penjagalan hewan yang tidak menggunakan cara islami. Selama ini MPU lebih banyak memberikan label halal hanya pada produk kemasan seperti kopi dan dendeng sapi buatan Aceh. Pembiayaan sertifikasi halal pada tahun lalu sempat diberikan secara gratis. Namun, dikarenakan MPU memperoleh pembiayaan proses sertifikasi halal dari MUI Pusat membuat
- 98 -
mereka memiliki keterbatasan dalam memberikan sertifikasi halal pada industri makanan minuman yang ada di Aceh. 4.2.4. Analisis Hasil Penelitian di Aceh (Strategi Kebijakan/SWOT) Berdasarkan pembahasan beberapa subbab sebelumnya terkait kondisi eksisting, peluang, dan kendala pengembangan wisata syariah di Aceh, maka analisis SWOTdan kemungkinan strategi yang dapat digunakan dapat dijabarkan dalam tabel berikut ini: Tabel 4.4. Analisis SWOT dan Kemungkinan Strategi Pengembangan Wisata Syariah di Aceh
Faktor Internal
KEKUATAN (S) 1.
2.
3.
4. 5.
6.
Aceh memiliki beragam potensi untuk menjadi salah satu destinasi wisata syariah yang strategis bukan karena aksesibilitas, melainkan karena ketersediaan sarana seperti pilihan akomodasi serta atraksi wisata alam, budaya, religi serta minat khusus. Pascatsunami, Aceh muncul sebagai salah satu destinasi wisata yang diincar wisatawan mancanegara (wisman) maupun wisatawan nusantara (wisnus). Syariat Islam atau produk halal sudah menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Aceh Sudah berlakunya Qanun di Aceh dan adanya Polisi Syariah Aceh sudah mulai mengadakan even-even tahunan yang berbasis religi dan tradisi Banda Aceh juga telah memiliki bandara internasional yang terhubung secara langsung dengan Kuala Lumpur (Malaysia)
- 99 -
KELEMAHAN (W) 1.
2.
Sebagian besar pelaku industri di Aceh belum mencantumkan label halal yang bersertifikasi dari MPU Belum siapnya SDM Aceh dalam mengembangkan wisata syariah terutama dalam pelayanan (hospitality), walaupun di Aceh ada istilah “peu meulia jame adat geutanyo” (memuliakan tamu adalah adat kita), tapi dari sektor itu dilihat masih ada kekurangannya, misalnya: - Pramuwisata yang belum sepenuhnya menerapkan prinsip-prinsip islami dalam mendampingi wisatawan misalnya tidak mendampingi sholat jumat/berjamaah - Para supir travel dan bus. Baik dari aspek tingkat kebersihan, kerapian dan ketertiban, seperti kebiasaan menerobos lampu merah.
-
3.
Faktor Eksternal
PELUANG (O) 1.
2.
3.
4.
Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia dan banyak objek wisata alam bernuansa syariah seperti situssitus peninggalan kerajaan Islam dan pusat pesantren Islam. Potensi devisa yang bisa dihasilkan negara dari wisata syariah juga cukup besar Industri halal dan kesadaran akan pentingnya produk halal terus bertumbuh, ditandai dengan semakin meningkatnya permintaan sertifikasi halal ke badan LPPOM MUI Kelas menengah di Indonesia disinyalir kian meningkat. Hal ini berdampak pada tingkat konsumsi secara signifikan, khususnya dari kelas menengah untuk
Strategi SO 1. Pengemasan paket wisata syariah yang lebih menarik sesuai target pasar. Misalnya Pasar Malaysia dengan paket wisata sejarah dan religi. 2. Mengembangkan fasilitasfasilitas pariwisata berstandar syariah seperti hotel, restoran, spa 3. Branding pariwisata Banda Aceh tahun 2015 yaitu “World Islamic Tourism” harus dibuat Juknis yang jelas bagi pelaku usaha wisata di Aceh, dan bersifat informatif bagi wisatawannya mulai dari jenis produk, jadwal, harga, aksesibilitas, akomodasi dan lainnya.
Strategi WO 1.
2.
3.
- 100 -
Pandangan negatif dari masyarakat/tokoh masyarakat/ulama bahwa pariwisata hanya menekankan pada sun, sand, sea, smile, and sex Beberapa keluhan wisatawan saat berkunjung ke Aceh adalah masih kurangnya fasilitas pariwisata, seperti MCK serta mushalla, harga barang dan makanan di pasar belum standar, karena di setiap lokasi berbeda-beda harganya.
Memberikan insentif/donasi dari pemerintah baik pusat maupun daerah, misalnya kemudahan pengajuan dan pembiayaan gratis sertifikasi halal, penyediaan shuttle bus gratis khusus bagi wisatawan untuk mengantar ke setiap atraksi wisata SDM: Pembinaan kelompok sadar wisata (Pokdarwis) halal/muslim friendly, , mengadakan seminar dengan tema “kesehatan dan syariah”, dan adanya sanksi bagi pelaku usaha yang tidak mempunyai sertifikasi halal Penciptaan sistem sertifikasi produk halal yang mapan dan transparan di bawah MPU Aceh.
membelanjakan uangnya terutama di sektor-sektor konsumtif seperti kuliner, fashion dan gaya hidup. ANCAMAN (T) 1.
2.
4.
5.
6.
Belum adanya kejelasan konsep wisata syariah yang dapat diterapkan di Aceh dan di Indonesia pada umumnya. Perkembangan Wisata syariah di Indonesia masih kalah cepat dibanding negara lain yang sudah lebih dulu menggarap industri wisata syariah. diantaranya Thailand, Jepang, China, Korea Selatan, Filipina, dan sejumlah negara di Eropa dan Amerika Belum adanya regulasi dalam bentuk perundangundangan secara nasional terkait wisata syariah. Birokrasi yang lambat menjadi ciri khas Indonesia, ikut memperlambat pengembangan wisata syariah. Belum adanya regulasi juga membuat pelaku usaha gamang dalam menerapkan wisata syariah. Promosi wisata yang berkaitan dengan wisata syariah belum begitu segencar wisata umum/konvensional Kurangnya sosialisasi dan koordinasi tentang wisata syariah di Indonesia
Strategi ST 1.
2.
3.
4.
Inventarisasi/audit/quick assessment setiap destinasi, produk, restoran yang diberikan sertifikasi halal, kesiapan sarana dan prasarana, serta unsur pendukung lain. serta kebutuhan wisata syariah secara konkret di Aceh Meningkatkan koordinasi dan sosialisasi wisata syariah dengan menggandeng kalangan masyarakat dan lembaga lain. Melakukan kerja sama dengan negara lain dan lembaga internasional yang memiliki perhatian dalam mengembangkan wisata syariah seperti CrescentRating dan atau PATA untuk mengembangkan promosi bersama sehingga Banda Aceh menjadi wisata tingkat dunia. Kerjasama dengan Malaysia dalam pengemasan paket wisata
- 101 -
Strategi WT 1.
2.
3.
Tetap memperhatikan dan mempertahankan karakteristik keaslian dan keunikan Aceh Peningkatan promosi wisata dan penyediaan informasi wisata berbasis teknologi komunikasi yang mengerti kebutuhan wisatawan (customerfriendly) Mendorong para pelaku bisnis wisata di Aceh untuk mempelajari bahasa Inggris, Arab dan bahasa asing lainnya untuk menggaet pasar wisatawan dari negara yang mayoritas muslim.
BAB
5
HASIL DAN PEMBAHASAN KAJIAN PENGEMBANGAN WISATA SYARIAH MANADO 5.1. Kondisi Umum Pariwisata di Manado 5.1.1 Potensi Daya Tarik Wisata Kota Manado (Jenis Daya Tarik Wisata: Alam, Budaya, Man Made) Nama Manado berasal dari bahasa Minahasa “Manadou” atau “Wanazou” yang berarti “diujung pantai”. Hal ini disebabkan lokasi kota Manado yang memang memiliki banyak wilayah pantai (Colours, 2015). Kondisi geografis dan topografi Kota Manado yang cukup lengkap merupakan salah satu faktor pendukung beragamnya daya tarik wisata di Manado. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Manado memiliki daya tarik wisata yang cukup lengkap baik berbasis alam (nature), budaya (culture) maupun buatan manusia (man made). 1. Daya Tarik Wisata Berbasis alam (Nature Based) a. Taman Nasional Bunaken Tidak dapat dipungkiri Taman Nasional Bunaken merupakan daya tarik wisata utama yang menjadi magnet bagi wisatawan untuk berkunjung ke Manado. Bunaken merupakan taman laut pertama di Indonesia. Lokasinya berada di Teluk Manado, tepatnya di utara Pulau Sulawesi dan secara administratif bagian dari Kota Manado. Resmi didirikan pada 1991, Taman dengan laut sekira 8,08 km² ini adalah bagian dari Taman Nasional termasuk laut sekitar Pulau Manado Tua yaitu Siladen dan Mantehage. (http://indonesia.travel). Pada Tahun 2015 UNESCO menetapkan Taman Laut Bunaken sebagai salah satu situs warisan dunia karena kaya akan biota laut dan terumbu karang yang indah. Keindahan taman laut ini dapat dijumpai pada spot-spot yang bernama Lekuan 1, Lekuan 2, Lekuan 3, Fukui, Mandolin, Tanjung Prigi, Ron’s Point, Sachiko Point, Pangalisang, Muka Kampung, dan Bunaken Timur. Aktivitas wisata yang dapat dilakukan di Taman Nasional ini antara lain berkeliling dengan menggunakan katamaran (perahu berkasa), snorkeling, diving, foto bawah laut, dan berjemur (sun bathing).
- 102 -
Gambar 5.1. Taman Nasional Bunaken Sumber: Hasil Observasi Penelitian
b. Pantai Malalayang Pantai Malalayang berjarak 4 km dari Kota Manado. Selain memiliki daya tarik untuk menyelam, wisatawan juga dapat menikmati pemandangan matahari terbenam dan kuliner pisang goreng dengan sambal khas Manado.
Gambar 5.2. Pantai Malalayang Sumber: Hasil Observasi Penelitian
c. Arum Jeram Sawangan Arum jeram ini memiliki arus yang cukup deras. Panjang lintasan sungai 9 km. Perjalanan arum jeram ini dimulai di Resort River Park, Desa Sawangan.
- 103 -
d. Air Terjun Kima Atas Terletak di Kelurahan Kima Atas, sekitar 15 km dari pusat Kota Manado, tepatnya berada di Kecamatan Mapanget. Meski belum terekspose, tetapi air terjun ini menjanjikan pesona yang cukup memikat. Hawa sejuk dan kondisi alam dengan pepohonan yang masih rimbun menciptakan suasana yang menenangkan. e. Danau Tondano Merupakan danau vulkanik yang dihasilkan dari letusan gunung purba. Danau yang terletak di ketinggian 600 meter diatas permukaan laut ini memiliki pulau di tengahnya, dan memiliki luas 4.000 hektar yang diapit oleh gunung Tampusu, Gunung Kawean, dan Gunung Masarang. f. Taman Wisata Tandurusa Taman ini berada di kecamatan Aertembaga. Di taman ini banyak terdapat binatang khas Sulawesi mulai babirusa, monyet hitam, tarsius dan berbagai jenis burung. Tarsius merupakan hewan yang tubuhnya menyerupai monyet tapi tubuhnya sekitar 15 cm, dengan tangan dan kakinya yang berukuran panjang dari tubuhnya. Ciri yang mencolok adalah matanya yang bulat besar dan berukuran hamper setengah dari wajahnya. g. Kota Bunga Tomohon Terletak 22 km dari kota Manado terdapat kota bunga Tomohon, berada di kaki gunung Lokon. Disini banyak terdapat bunga warna-warni. Pada bulan Juni-Agustus biasanya diadakan festival bunga hias, acara ini mempertunjukkan parade bunga dan seni di sepanjang jalan kota (anekatempatwisata.com). Daftar daya tarik wisata alam di Manado secara lengkap dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 5.1. Daftar Daya Tarik Wisata Berbasis Alam Kota Manado NO 1 2 3
LOKASI Pulau Bunaken-Kecamatan Bunaken Pulau Siladen-Kecamatan Bunaken Pulau Manado Tua-Kecamatan Bunaken
Desa Meras dan desa Tongkaina Kecamatan Bunaken Desa Kima atas-Kecamatan Bunaken 5 Desa Malalayang Dua 6 Sumber: BPS Kota Manado, 2015 4
- 104 -
DAYA TARIK Taman Laut Bunaken Pantai Pasir Putih Siladen Pendakian Hutan Lindung-Pulau Manado Tua Gunung Tumpa Air Terjun Kima Pantai Malalayang
2. Daya Tarik Wisata Budaya dan Buatan 1. Gereja Katolik Katedral Hati Tersuci Maria Manado. Tempat ibadah yang indah dan megah ini di kalangan masyarakat Manado dikenal dengan sebutan Gereja Katedral. Bangunannya berdiri kokoh di atas lahan seluas 2000 meter persegi. Pertama kali dibangun pada tahun 1932 dan ditahbiskan pada bulan Mei 1933. Saat itu sebutannya bukan Gereja Katolik Katedral, tapi Gereja Katolik Manado. Katedral ini memiliki gaya arsitektur bangunannya merupakan gabungan atau campuran dari 3 (tiga) arsitektur dunia, yaitu Byzantium, Romanesque dan Gothic. Langgam atau gaya arsitektur gothic merupakan puncak arsitektur Gereja Katolik. Arsitektur langgam gothic memiliki filosofi “istana Surga,” yaitu bangunan gedung gereja dibuat seperti istana yang megah dan menjulang tinggi ke langit (http://manadokota.go.id). 2. Klenteng Ban Hin Kiong, Klenteng Ban Hin Kiong dibangun pada tahun 1819 dan merupakan klenteng tertua di Kota Manado. Terletak di kampung Cina di Jl. DI Panjaitan. Kata Klenteng bukan berasal dari bahasa Tionghoa, tetapi merupakan bunyi suatu instrumen sembahyang, yang berbentuk seperti lonceng genta, yang mengeluarkan bunyi “teng.” Dari bunyi “teng” inilah kata Klenteng (Temple) berasal. Sedangkan Ban Hin Kiong berasal dari bahasa Tionghoa. Ban artinya banyak, Hin artinya berkat yang melimpah atau kelimpahan berkat, dan Kiong artinya istana. Jadi, Ban Hin Kiong artinya istana/rumah atau tempat ibadah yang kelimpahan banyak berkat. Setiap tahun pada bulan Februari, areal di sekitar 3 (tiga) Klenteng ini dipadati dan disesaki puluhan ribu manusia. Orang-orang tampak menyemut menyaksikan arak-arakan peserta pawai Cap Go Meh yang menampilkan berbagai atraksi memukau, yang ditampilkan setiap tahun dalam rangka hari raya Imlek. Pada saat pelaksanaan pawai Cap Go Meh, di kampung Cina terutama lokasi di sekitar 3 (tiga) Klenteng yang berdekatan berubah menjadi lautan manusia. Puluhan ribu orang datang untuk menyaksikan dari dekat prosesi Goan Siau atau Cap Go Meh, yang diikuti oleh seluruh Klenteng di Kota Manado. Masing-masing klenteng mengutus peserta festival untuk berparade di sepanjang kawasan kampung Cina. Pada saat pelaksanaan festival Cap Go Meh, budaya-budaya di Minahasa juga ikut berpartisipasi. Di depan parade misalnya ditempatkan tari dan musik tradisional Minahasa seperti tari kabasaran, musik bambu, dan musik Bia (kerang) ikut berbaur bersama parade etnis Cina yang tampil dengan ornamen dan pakaian khas (http://manadokota.go.id).
- 105 -
3. Makam Ratu Sekar Kedaton. Makam permaisuri dan putra mahkota yang dibuang oleh Pemerintahan Hamengkubuwono VII ini berada di samping persekolahan Yayasan Eben Haezar Manado, Jl. Diponegoro, Kelurahan Mahakeret Timur, Kecamatan Wenang. Kegiatan wisata yang dapat dilakukan di tempat ini, adalah melihat dan mengenal sejarah Keluarga Hamengkubuwono V. Berjarak sekitar 700 meter dari pusat Kota (Pasar 45/Taman Kesatuan Bangsa) Manado dan dapat ditempuh dalam waktu 10 menit dengan menggunakan transportasi darat, atau bisa juga jalan kaki sambil menikmati pemandangan dan udara sejuk kota Manado (http://manadokota.go.id). 4. Bukit kasih Bukit Kasih berada di desa kanonang atau sekitar 55 km dari pusat Kota Manado. Bukit Kasih merupakan simbol kerukunan beragama di Manado. Di bukit ini terdapat rumah ibadah dari lima agama di Indonesia. Di dekat pintu masuk terdapat Tugu Toleransi, sebuah monumen berbentuk segi lima yang di setiap sisinya terdapat simbol masing-masing agama dengan kutipan ayat dari kitab sucinya. 5. Museum Negeri Sulawesi Utara Museum ini terletak di Jl. WR. Supratman Kota Manado. Di museum ini terdapat miniatur rumah adat, pakaian adat, alat menangkap ikan, peralatan rumah tangga, sampai benda peninggalan pahlawan daerah. Total ada sekitar 2.810 buah koleksi. Di museum ini kita juga dapat melihat budaya asli masyarakat Manado yaitu suku Minahasa. 6. Kawasan Kuliner Wakeke Jalan Wakeke merupakan salah satu pusat kuliner tradisional di Manado. Di kawasan yang mempunyai panjang kurang lebih 1 Km ini, wisatawan dapat menikmati berbagai kuliner tradisional khas Manado atau Sulawesi Utara. Tinutuan merupakan makanan tradisional yang paling populer di kawasan ini. bubur yang dicampur dengan aneka macam sayurmayur ini menjadi primadona bagi wisatawan maupun penduduk lokal untuk sarapan di pagi hari.
- 106 -
Gambar 5.3. Kawasan Wisata Kuliner Wakeke Sumber: hasil Observasi Penelitian
7. Ragam Wisata Kuliner Kota Manado sangat kaya dengan wisata kuliner lokal. Mulai dari yang berbahan dasar kelapa seperti Klappertaart, kemudian ada Tinutuan atau bubur tradisional manado yang merupakan perpaduan berbagai macam sayur-mayur, ada juga pisang goreng sambal, kemudian yang berbahan dasar ikan laut seperti ikan woku belanga, ikan rica-rica, cakalang fufu, (cakalang asap), mie cakalang, dan nasi kuning seroja. 8. Kawasan Boulevard Terletak di sepanjang jalan Piere Tendean, kawasan ini merupakan landmark yang juga merupakan tempat berkumpul anak-anak muda Kota Manado. Di kawasan ini terdapat mall dan pusat perbelanjaan. Pada malam hari kawasan ini menjadi pusat kuliner, disini banyak terdapat café, restoran, dan tempat-tempat makanan yang menyajikan makanan khas Manado. Daftar lengkap daya tarik wisata budaya dan buatan Kota Manado dapat dilihat pada tabel berikut:
- 107 -
Tabel 5.2. Daya Tarik Wisata Budaya dan Buatan Kota Manado No Lokasi 1 Jl. Asia Afrika (Kampung Cina) 2 Kayuwatu 3 Komo Dalam 4 Komo Luar 5 Pusat Kota 6 Ranotana 7 Komo Luar 8 Kelurahan Bahu 9 Kelurahan Bahu 10 Jl. Ahmad Yani Sario 11 Jl. Piere Tendean 12 Pusat Kota 13 Kelurahan Pakowa 14 Komplek Gereja Sentrum, Pusat Kota 15 Komplek Kubur Teling 16 Malalayang Barat n 17 Malalayang I 18 Malalayang I 19 Tikala Ares 20 Jl. Rike 21 Kel. Titiwungen 22 Dendengan Luar 23 Singkil Sumber: BPS Kota Manado, 2015
Daya tarik Klenteng Ban Hin Kiong Lapangan Golf Kayuwatu Museum Provinsi Tugu Toar Lumimuut Tugu Pendaratan Batalion Worang Tugu Sam Ratulangi Tugu Walanda Maramis Tugu Wolter Monginsidi Tugu Piere Tendean Gelanggang Sario Boulevard Teater Terbuka Dotu Lolonglasut–TKB Taman Budaya Tugu Perang Dunia II Tugu Tentara Jepang Situs Budaya Batu Kounga Situs Batu Buaya Situs Batu Ni’opo Situs Batu Sumanti Veld Box Veld Box Veld Box Goa Jepang
5.1.2 Potensi Amenitas (Infrastruktur Pendukung Pengembangan Wisata Syariah: Jumlah Hotel, Resto/Kuliner) 1. Masjid (Tempat Ibadah) Kota Manado merupakan kota yang memiliki motto “torang samua basudara” yang berarti kita semua bersaudara. Motto tersebut yang membuat kerukunan umat beragama di Manado tetap terjaga dengan baik sampai sekarang. Meski Islam bukan agama mayoritas masyarakat Manado, bukan berati daerah tersebut tidak mempunyai potensi untuk dikembangkan menjadi destinasi wisata halal atau syariah. Secara umum penduduk Kota Manado menganut enam agama dengan distribusi sebagai berikut: Tabel 5.3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama Yang Dianut NO AGAMA 1 Islam 2 Kristen 3 Katolik 4 Hindu 5 Budha 6 Konghucu Sumber : BPS Kota Manado, 2012
JUMLAH 128.483 254.912 20.603 692 2.244 499
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa Islam merupakan agama terbesar kedua - 108 -
di Manado dengan jumlah penganut mencapai 128.483 orang atau 31,53% dari total penduduk Kota Manado. Dengan jumlah penganut terbesar kedua, maka jumlah tempat ibadah umat Islam atau masjid menjadi salah satu infrastruktur amenitas penting dalam mengembangkan Manado sebagai destinasi wisata syariah. Menurut data Kanwil Kementerian Agama, distribusi tempat ibadah di Kota Manado sebagai berikut: Tabel 5.4. Jumlah Tempat Ibadah Di Manado NO Tempat Ibadah 1 Masjid 2 Mushola 3 Gereja Protestan 4 Gereja Katolik 5 Pura 6 Vihara Sumber : Kanwil Departemen Agama Kota Manado, 2013
JUMLAH 187 39 21 523 3 18
2. Akomodasi dan Usaha Pariwisata Lainnya Manado memiliki amenitas akomodasi, restoran dan jenis usaha pariwisata lainnya sebagai pendukung dalam pengembangan wisata syariah. Amenitas dan usaha pariwisata diantaranya terdiri dari hotel, jasa makanan dan minuman, jasa perjalanan wisata, diving, penyelenggaraan kegiatan hiburan dan rekreasi, dan SPA. Jumlah usaha penyedia jasa akomodasi yang meliputi hotel dan tempat menginap lainnya s.d tahun 2015 berjumlah 119 yang terdiri dari hotel dengan klasifikasi bintang lima, bintang empat, bintang tiga dan hotel non bintang. Lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 5.5. Jumlah Usaha Akomodasi Kota Manado NO 1 2 3 4 5 6 7 8
KLASIFIKASI Hotel Bintang 5 Hotel Bintang 4 Hotel Bintang 3 Hotel Bintang 2 Hotel Bintang 1 Hotel Non Bintang Penginapan Remaja Pondok Wisata TOTAL Sumber: BPS Kota Manado, 2015
JUMLAH 3 6 8 102 119
JUMLAH KAMAR 561 838 483 2.221 4.103
Untuk usaha jasa penyedia makanan dan minuman, pada tahun 2015 sebanyak 417 unit usaha yang terdiri dari restoran sebanyak 114 unit dan
- 109 -
rumah makan sebanyak 303 unit. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 5.6. Jumlah Usaha Restoran dan Rumah Makan Kota Manado NO
KLASIFIKASI
JUMLAH
1
Restoran
114
2
Rumah Makan
303 TOTAL
417
Sumber: Dinas Pariwisata Kota manado, 2015
Selain hotel dan restoran juga terdapat usaha pariwisata lainnya di Kota Manado, yang meliputi usaha hiburan, karaoke, jasa perjalanan wisata (BPW), operator diving dan SPA dan pijat. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 5.7. Jumlah Usaha Pariwisata Lainnya NO
KLASIFIKASI
JUMLAH
1
Hiburan
22
2
Karaoke
13
3
Jasa Perjalanan Wisata
157
4
Diving
22
5
Spa dan Pijat
81
Sumber: Dinas Pariwisata Kota manado, 2015
5.1.3. Potensi Aksesibilitas (Transportasi, Penerbangan, Informasi) 1. Transportasi Hasil survei terhadap beberapa wisatawan yang berkunjung ke Manado di Tahun 2015 menunjukkan bahwa aksesibilitas di Kota Manado yang meliputi akses jalan menuju daya tarik wisata dinilai baik. Akses jalan di Kota Manado terbagi menjadi tiga ketegori yaitu jalan negara, jalan provinsi dan jalan kota. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 5.8. Panjang Jalan Menurut Pemerintahan yang Berwenang NO
STATUS JALAN
PANJANG JALAN
1
Jalan Negara
46.40
2
Jalan Provinsi
40.4
3
Jalan Kota
540.68
Total
626.489
Sumber: BPS Kota Manado, 2014
- 110 -
Sarana transportasi dalam Kota Manado cukup lengkap dengan tersedianya angkutan umum seperti angkot dan taksi. Taksi merupakan salah satu jenis angkutan umum yang menjadi pilihan wisatawan untuk mobilitas selama kunjungan di Kota Manado. Beberapa armada taksi yang beroperasi di Mando dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 5.9. Banyaknya Angkutan Taksi Beroperasi di Manado Sekitarnya Tahun 2014 No
Nama taksi
Jumlah unit
1
Blue Bird
250
2
Celebrity
46
3
Kokapura
48
4
Dian Taxi
51
Total
395
Sumber: BPS Kota Manado, 2015
2. Penerbangan Maskapai domestik yang melakukan penerbangan dari dan ke Manado adalah Garuda Indonesia, Lion air, Citilink, Batik air, Wing Air dan Sriwijaya air. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 5.10. Penerbangan Domestik dari dan ke Manado NO 1
MASKAPAI Garuda Indonesia
RUTE Jakarta-manado, Makassar-Manado, Bali-Manado, Ternate-Manado, Balikpapan-Manado
2
Citilink
Jakarta-Manado, Makassar-Manado,
3
Lion Air
Jakarta-Manado, Makassar-Manado, Denpasar-Manado, Ternate-Manado, Balikpapan-Manado
4
Batik Air
Jakarta-Manado
5
Sriwijaya Air
Jakarta-Manado, Denpasar-Manado, TernateManadoBalikpapan-Manado
6
Wings Air
Makassar-Manado, Ternate-Manado
Sumber: Diolah Dari Berbagai Sumber
5.1.4. Potensi Market Wisatawan (Jumlah Kunjungan Wisman Dan Wisnus 3 – 5 Tahun Terakhir) Kunjungan wisman dan wisnus ke Kota Manado periode 2010 – 2014 mengalami pertumbuhan yang cukup fluktuatif. Untuk angka kunjungan wisman mengalami lonjakan sebesar 206,36% pada tahun 2011. Tetapi trend-nya terus menurun s.d tahun 2014 dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 56,54%. Kunjungan wisnus mengalami lonjakan tertinggi pada tahun - 111 -
2012 sebesar 22,31% tetapi trend-nya juga terus menurun dengan rata-rata pertumbuhan 6,97%. Tabel 5.11. Pertumbuhan Wisman dan Wisnus Kota Manado TAHUN
WISMAN
PERT (%)
WISNUS
PERT (%)
2010
13,678
2011
41,904
206.36
510,493
-4.98
2012
50,120
19.61
624,387
22.31
2013
50,197
0.15
682,231
9.26
2014
50,210
0.03
691,120
1.30
537,237
Sumber: BPS Kota Manado, 2015 (diolah)
Kunjungan wisman ke Manado melalui pintu masuk Bandara Sam Ratulangi selama periode 2010 – 2014 terus menunjukkan trend menurun dengan ratarata pertumbuhan sebesar -3,64%. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 5.12. Kunjungan Wisman Melalui Bandara Sam Ratulangi TAHUN
JUMLAH KUNJUNGAN
PERTUMBUHAN (%)
2010
20,220
2011
20,074
-0.72
2012
19,111
-4.80
2013
19,917
4.22
2014
17,279
-13.24
Sumber: Kemenpar, 2015 (diolah)
5.1.5. Dampak Pariwisata (terhadap PAD/tenaga kerja/masyarakat) 1. Sumbangan Pariwisata Terhadap PDRB Kota Manado Secara spesifik terdapat kesulitan untuk menghitung berapa besar sumbangan sektor pariwisata terhadap PDRB Kota Manado. Hal ini disebabkan belum terincinya bidang-bidang usaha pariwisata dalam perhitungan PDRB di Kota Manado. Data yang terdapat pada BPS Kota Manado hanya menghitung PDRB dari usaha rumah makan dan jasa akomodasi. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:
- 112 -
Tabel 5.13. PDRB Penyedia Akomodasi dan makan Minum Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Kota Manado Tahun 2012 – 2014 NO
USAHA 2012 717.228,2 235.590,9 952.819,1
1 2
Penyedia Akomodasi Penyediaan Makan Minum Total Sumber: BPS Kota Manado, 2015
TAHUN 213 806.171,7 249.558,9 1.055.730,5
2014 929.934,5 284.133,0 1.214.067,5
2. Tenaga Kerja Menurut tabel penduduk Kota Manado berumur 15 tahun keatas yang bekerja menurut jenis kelamin dan lapangan kerja, usaha rumah makan dan jasa akomodasi ketika digabung dengan perdagangan menyumbang sebesar 59.686 tenaga kerja. Jumlah tersebut lebih besar dibandingkan dengan sektor-sektor usaha lainnya seperti pertanian, pertambangan, listrik dan konstruksi. Lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 5.14. Penduduk Kota Manado Berumur 15 Tahun Keatas Yang Bekerja Menurut Jenis Kelamin dan Lapangan Pekerjaan Utama Tahun 2014 No (1) 1
Uraian
(2) Pertanian, Perkebunan, kehutanan, Perburuan dan Perikanan 2 Pertambangan dan Penggalian 3 Industri 4 Listrik Gas, Air 5 Konstruksi 6 Perdagangan, Rumah Makan dan Jasa Akomodasi 7 Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi 8 Keuangan, Real Estate, Persewaan&Jasa Perusahaan 9 Jasa Kemasyarakatan, Sosial&Perorangan Sumber: BPS Kota Manado, 2015
Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan (3) (4) 5.218 765
Jumlah (5) 8.983
-
-
-
5.362 18.263 27.784
1.930 31.985
7.292 18.263 59.686
18.559
1.615
20.174
7.837
2.084
9.921
24.975
22.045
47.020
Ketika dihitung per jenis usaha pariwisata seperti hotel, restoran, rumah makan, hiburan, karaoke, jasa perjalanan wisata, dining/wisata tirta, dan SPA dan pijat jumlah tenaga kerja sebanyak 5.394 orang. Rinciannya dapat dilihat pada tabel berikut:
- 113 -
Tabel 5.15. Jumlah Tenaga Kerja Bidang Pariwisata Kota Manado No 1 2 3 4 5 6 7 8
Usaha
Hotel Restoran Rumah Makan Hiburan Karaoke Jasa Perjalanan Wisata Diving/Wisata Tirta SPA dan Pijat Total Sumber: BPS dan Dinas Pariwisata Kota Manado, 2015
Jumlah 2.687 559 774 230 568 57 519 5.394
5.1.6. Kebijakan Pemerintah Daerah Manado Terkait Pariwisata Kebijakan daerah yang terkait dengan pengembangan kepariwisataan di Manado merujuk pada Peraturan Daerah (PERDA) yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi (pemprov) Sulawesi Utara. Ada beberapa PERDA terkait Pariwisata, yaitu PERDA tentang Kawasan Bunaken, dan PERDA mengenai Rencana Tata Ruang Provinsi Sulawesi Utara. Pada tahun 2000, Pemprov Sulawesi Utara megeluarkan Peraturan Daerah Nomor 14 tahun 2000 tentang Pungutan Masuk Pada Kawasan Taman Nasional Bunaken. Peraturan ini bertujuan untuk menghasilkan pendapatan asli daerah dengan membuat pungutan masuk Taman Nasional Bunaken bagi para wisatawan baik domestik mau mancanegara. Selanjutnya pada tahun 2014 Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara membuat peraturan Nomor 1 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2014-2034. Salah satu tujuan tata ruang dalam peraturan ini adalah meningkatkan potensi, sumber daya, aksesibilitas pemasaran produksi dan kualitas sumberdaya manusia di bidang kelautan, perikanan, pariwisata dan pertanian. Dengan dikeluarkannya PERDA tersebut, pemerintah Provinsi Sulawesi Utara sangat memperhatikan kepariwisataan dengan membuat fasilitas dan tata ruang guna menunjang kepariwisataan di Provinsi Sulawesi Utara. (https://www.pu.go.id).
- 114 -
5.2 Hasil Penelitian Manado Pengumpulan data Penelitian Kajian Pengembangan Wisata Syariah di Manado dilakukan dengan tiga cara yaitu survei atau pengumpulan data dengan kuesioner, Focus Group Discussion (FGD) dan wawancara. Survei dengan penyebaran kuesioner dilaksanakan terhadap 100 responden yang terdiri dari wisatawan nusantara (wisnus) yang berkunjung ke Manado dari tanggal 28 Oktober s.d 1 November 2015. Survei dilaksanakan di beberapa daya Tarik wisata di Kota Manado seperti: Pantai Paal, Pantai Batu Nona, Pantai Malalayang, Pelabuhan Bunaken, Gunung Kakewang, Bukit kasih, dan tempat penjualan souvenir di Kota Manado. 5.2.1 Profil Demografi/Sosio Ekonomi Responden
Gambar 5.4. Kebangsaan Responden (N=100) Sumber: Hasil Penelitian, 2015
Dari aspek kebangsaan (nationality), seluruh responden berkebangsaaan Indonesia.
- 115 -
Gambar 5.5. Asal Responden Sumber: Hasil Penelitian, 2015
Dari aspek domisili (asal responden) cukup beragam. Hasil survei menunjukkan responden berasal dari 23 provinsi di Indonesia. Lima provinsi berasal dari Pulau Jawa, lima provinsi berasal dari Pulau Sulawesi, provinsi lainnya berasal dari Pulau Kalimantan, Sumatera, Maluku dan Papua. Lima besar berasal dari DKI Jakarta dengan 22%, disusul Sulawesi Selatan dengan 12%, Jawa Timur dengan 9%, Sulawesi Tengah dan D.I Yogyakarta masingmasing menyumbang sebanyak 8%.
- 116 -
Untuk variabel jenis kelamin, didominasi laki-laki sebesar 57% dan perempuan sebesar 43%.
Gambar 5.6. Usia dan Jenis Kelamin Responden (N=100) Sumber: Hasil penelitian, 2015
Usia responden cukup beragam. 33% berusia antara 26-35 tahun, 24% responden berusia 36-45 tahun, 18% responden berusia 15-25 tahun, 10% berusia 46-55 tahun, 7% berusia 56-65 tahun dan 8% responden tidak memberikan jawaban.
Gambar 5.7. Tingkat Pendidikan Responden (N=100) Sumber: Hasil Penelitian, 2015
Hasil survei menunjukkan 44% responden berpendidikan sarjana (S1), 40 responden berpendidikan SMA, 3% responden berpendidikan master (S2) dan 12% responden tidak menjawab.
- 117 -
Gambar 5.8. Pekerjaan Utama Responden (N=100) Sumber: Hasil Penelitian, 2015
Pekerjaan utama responden cukup beragam. 33% responden merupakan PNS, 30% merupakan pelajar/mahasiswa, professional/swasta sebanyak 25%, ibu rumah tangga 6%, TNI/POLRI sebanyak 4% dan pensiunan sebesar 2%. Besarnya jumlah responden yang berprofesi PNS berkaitan erat dengan berlaku efektifnya APBN 2015 mulai pertengahan tahun 2015. Hal tersebut membuat aktivitas MICE terutama untuk meeting yang melibatkan stakeholder di bidang pariwisata. Manado merupakan salah satu kota di Indonesia, khususnya di Sulawesi Utara yang banyak memiliki venue MICE yang cukup representatif, sehingga dipilih sebagai lokasi kegiatan. 5.2.2 Persepsi Wisatawan Terhadap Kesiapan Destinasi Wisata Syariah di Manado 1. Daya Tarik Wisata Manado Enam pertanyaan untuk menguji kesiapan tarik wisata Manado sebagai destinasi wisata syariah dari persepsi wisatawan yang berkunjung. Pertanyaannya sebagai berikut: Apakah Manado memiliki daya tari wisata: a. Yang meliputi wisata alam, wisata budaya dan wisata buatan. b. Berbagai produk seperti wisata belanja, kuliner, sightseeing, atraksi budaya dll. c. Makanan dan minuman halal di destinasi wisata mudah diperoleh. d. Pertunjukan seni budaya yang diselenggarakan tidak bertentangan dengan kaidah syariah. e. Yang menyediakan tempat ibadah layak dan suci dan dilengkapi dengan sarana bersuci memadai di destinasi wisata.
- 118 -
f. Sanitasi dan kebersihan lingkungan di destinasi wisata terjaga dengan baik. Hasil survei sebagai berikut: a. Manado memiliki DTW meliputi wisata alam, wisata budaya dan wisata buatan Untuk pertanyaan pertama distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada gambar berikut:
Gambar 5.9. Persepsi Terhadap Jenis DTW Sumber: Hasil Penelitian, 2015
70% responden menjawab baik, 15% menjawab sangat baik dan 15% sisanya menjawab netral. Skoring jawaban pada pertanyaan pertama dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 400. Jadi untuk pertanyaan pertama berada pada kategori baik. Skor bisa dilihat pada gambar berikut:
Gambar 5.10. Skor Persepsi Terhadap DTW Sumber: Hasil Penelitian, 2015
- 119 -
b. Manado Memiliki Berbagai Produk Wisata Belanja, Kuliner, Sightseeing, Atraksi Budaya Untuk pertanyaan kedua berkaitan dengan atraksi wisata di Manado, distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada gambar berikut:
Gambar 5.11. Persepsi Terhadap Atraksi/Produk WIsata Manado Sumber: Hasil Penelitian, 2015
77% responden menjawab baik, 7% menjawab sangat baik dan 7% menjawab netral. Skoring jawaban pada pertanyaan kedua dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 391. Jadi untuk pertanyaan kedua berada pada kategori baik. Skor bisa dilihat pada gambar berikut:
Gambar 5.12. Skor Terhadap Atraksi/Produk WIsata Sumber: Hasil Penelitian, 2015
c. Makanan dan Minuman Halal di Destinasi Wisata Mudah Diperoleh
- 120 -
Untuk pertanyaan ketiga berkaitan dengan ketersediaan makanan halal di destinasi wisata, distribusi frekuensi jawaban responden sebagai berikut:
Gambar 5.13. Persepsi Terhadap Kemudahan Memperoleh Makanan dan Minuman Halal di Destinasi Wisata Sumber: Hasil Penelitian, 2015
67% responden menjawab baik, 23% menjawab netral, 6% menjawab tidak baik dan 4% manjawab sangat baik. Skoring jawaban pada pertanyaan kedua dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 369. Jadi untuk pertanyaan kedua berada pada kategori baik. Skor bisa dilihat gambar berikut:
Gambar 5.14. Skor Persepsi Terhadap Kemudahan Memperoleh Makanan dan Minuman Halal di Destinasi Wisata Sumber: Hasil Penelitian, 2015
- 121 -
d. Pertunjukan seni budaya yang diselenggarakan tidak bertentangan dengan kaidah syariah Pertanyaan keempat berkaitan dengan seni dan budaya yang dipertontonkan. Distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada gambar berikut:
Gambar 5.15. Persepsi Terhadap Pertunjukan Seni Budaya di Manado Sumber: Hasil Penelitian, 2015
52% menjawab baik, 43% menjawab netral dan 5% menjawab sangat baik. Skoring jawaban pada pertanyaan keempat dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 362. Jadi untuk pertanyaan kedua berada pada kategori baik. Skor dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 5.16. Skor Persepsi Terhadap Pertunjukan Seni Budaya di Manado Sumber: Hasil Penelitian, 2015
- 122 -
e. Manado memiliki DTW yang menyediakan tempat ibadah layak dan suci dan dilengkapi dengan sarana bersuci yang memadai di destinasi wisata Pertanyaan kelima berkaitan dengan ketersediaan tempat ibadah yang layak di daya tarik wisata. Distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada gambar berikut:
Gambar 5.17. Persepsi Terhadap Ketersediaan Tempat Ibadah di DTW Sumber: Hasil Penelitian, 2015
68% responden menjawab baik, 18% menjawab netral, 10% menjawab tidak baik dan 4% menjawab sangat baik. Skoring jawaban pada pertanyaan kelima dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 366, atau berada berada pada kategori baik. Skor dapat dilihat pada gambar berikut: Manado memiliki DTW yang menyediakan tempat ibadah layak dan suci dan dilengkapi dengan sarana bersuci yang memadai di destinasi wisata
SKOR
366
100
180
260
340
420
500
Gambar 5.18. Skor Persepsi Terhadap Ketersediaan Tempat Ibadah di DTW Sumber: Hasil Penelitian, 2015
- 123 -
f. Sanitasi dan kebersihan lingkungan di destinasi wisata terjaga dengan baik Pertanyaan keenam berkaitan dengan sanitasi pada destinasi wisata di Manado. Distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada gambar berikut:
Gambar 5.19. Persepsi Terhadap Sanitasi DTW Sumber: Hasil Penelitian, 2015
75% responden menjawab baik, 21% manjawab netral, 3% menjawab sangat baik dan 1% menjawab tidak baik. Skoring jawaban pada pertanyaan kelima dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 380, atau berada berada pada kategori baik. Sanitasi dan kebersihan lingkungan di destinasi wisata terjaga dengan baik
SKOR
380
100
180
260
340
420
500
Gambar 5.20. Skor Persepsi Terhadap Sanitasi DTW Sumber: Hasil Penelitian, 2015
Distribusi frekuensi jawaban untuk kelompok pertanyaan yang berkaitan dengan daya tarik wisata di Manado: Jawaban baik sebanyak 68%, netral - 124 -
sebanyak 23%, sangat baik sebanyak 6%, tidak baik 3% dan sangat tidak baik 0%.
Gambar 5.21. Akumulasi Persepsi Terhadap DTW Manado Sumber: Hasil Penelitian, 2015
Skoring dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 2286, atau berada berada pada kategori baik.
Gambar 5.22. Skor Akumulasi Persepsi Terhadap DTW Manado Sumber: Hasil Penelitian, 2015
Nilai yang tinggi untuk kategori baik (2268) menunjukkan bahwa dari persepsi wisatawan yang berkunjung ke Kota Manado, sebagian besar menilai Manado dari aspek daya tarik wisata siap menjadi destinasi wisata syariah atau tujuan bagi wisatawan yang beragama Islam (muslim). Jika dilihat dari aspek demografi responden yang 44% diantaranya
- 125 -
berpendidikan sarjana (S1), maka jawaban yang diberikan cukup rasional meski hanya pada tataran persepsi. Hal ini bisa dimaklumi karena bagi sebagian masyarakat muslim yang berwisata belum memahami sepenuhnya mengenai konsep wisata syariah. Bagi sebagian responden, ketika pada suatu destinasi atau daya tarik wisata terdapat tempat ibadah (mushola) mereka menganggap bahwa destinasi tersebut telah memenuhi kriteria wisata syariah, terlepas dari kondisinya layak atau tidak. Padahal konsep wisata syariah tidak sesederhana itu. Kelayakan tempat ibadah dapat dinilai dari kebersihannya dan harus dilengkapi dengan ketersediaan air yang cukup sebagai sarana bersuci (ablution). Dalam hukum Islam, status wisatawan yang melakukan perjalanan (traveling) dapat dikategorikan sebagai musafir. Hal ini memudahkan mereka dalam melaksanakan ibadah (sholat), karena boleh menjamak atau menggabungkan 2 waktu sholat dalam satu waktu dan bahkan boleh meringkas (qasar) jumlah rekaatnya. Sehingga jika di lokasi wisata tidak terdapat tempat ibadah yang dilengkapi dengan sarana bersuci yang layak, mereka bisa menunda terlebih dahulu sampai tiba kembali di hotel atau penginapan. Hal ini membuat persyaratan adanya tempat ibadah di daya tarik wisata menjadi standar minimal dalam persepsi wisatawan. Ketika sudah terpenuhi secara fisik akan dianggap baik dan destinasi tersebut sudah memenuhi kriteria syariah. . 2. Akomodasi Wisata Syariah di Manado Untuk kategori akomodasi wisata syariah terdapat 5 pertanyaan. a. Tersedia tempat ibadah yang layak di hotel dan tempat menginap lainnya. b. Tersedia sarana bersuci yang layak di hotel dan tempat menginap lainnya. c. Tersedia makanan dan minuman yang halal di hotel dan tempat menginap lainnya. d. Suasana hotel aman, nyaman dan kondusif untuk keluarga dan keperluan bisnis. e. Sanitasi dan kebersihan lingkungan hotel terjaga dengan baik. Hasil survei sebagai berikut: a. Tersedia tempat ibadah yang layak di hotel dan tempat menginap lainnya Pertanyaan pertama berkaitan dengan ketersediaan pada destinasi wisata di Manado. Distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada gambar berikut:
- 126 -
Gambar 5.23. Persepsi Terhadap Ketersediaan Tempat Ibadah di Hotel Sumber: Hasil Penelitian, 2015
75% responden menjawab baik, 14% responden menjawab netral dan 11% menjawab sangat baik. Skoring jawaban pada pertanyaan pertama dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 397, atau berada berada pada kategori baik.
Gambar 5.24. Skor Persepsi Terhadap Ketersediaan Tempat Ibadah di Hotel Sumber: Hasil Penelitian, 2015
- 127 -
b. Tersedia Sarana Bersuci Yang Layak di Hotel dan Tempat Menginap Lainnya
Gambar 5.25. Skor Persepsi Terhadap Kelayakan Sarana Bersuci di Hotel Sumber: Hasil Penelitian, 2015
81% responden menjawab baik, 10% responden menjawab sangat baik, 8% responden menjawab netral dan 1% yang menjawab tidak baik. Skoring jawaban pada pertanyaan pertama dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 400, atau berada berada pada kategori baik.
Gambar 5.26. Skor Persepsi Terhadap Kelayakan Sarana Bersuci di Hotel Sumber: Hasil Penelitian, 2015
c. Tersedia makanan dan minuman yang halal di hotel dan tempat menginap lainnya. - 128 -
Pertanyaan ketiga berkaitan dengan ketersediaan makanan dan minuman halal di akomodasi di Manado. Distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada gambar berikut:
Gambar 5.27. Persepsi Terhadap Ketersediaan Makanan Halal di Hotel Sumber: Hasil Penelitian, 2015
82% responden menjawab baik, 9% responden menjawab sangat baik, 7% responden menjawab netral, dan 2% menjawab tidak baik. Skoring jawaban pada pertanyaan pertama dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 398, atau berada berada pada kategori baik.
Gambar 5.28. Skor Persepsi Terhadap Ketersediaan Makanan Halal di Hotel Sumber: Hasil Penelitian, 2015
- 129 -
d. Suasana hotel aman, nyaman dan kondusif untuk keluarga dan keperluan bisnis Pertanyaan ketiga berkaitan dengan suasanan hotel atau tempat menginap lainnya di Manado. Distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada gambar berikut:
Gambar 5.29. Persepsi Terhadap Suasana Hotel di Manado Sumber: Hasil Penelitian, 2015
81% responden menjawab baik, 12% responden menjawab sangat baik dan 7% responden menjawab netral. Skoring jawaban pada pertanyaan ketiga dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 405, atau berada berada pada kategori baik.
Gambar 5.30. Skor Persepsi Terhadap Suasana Hotel di Manado Sumber: Hasil Penelitian, 2015
- 130 -
e. Sanitasi dan kebersihan lingkungan hotel terjaga dengan baik Pertanyaan ketiga berkaitan dengan sanitasi (kebersihan) hotel atau tempat menginap lainnya di Manado. Distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada gambar berikut:
Gambar 5.31. Persepsi Terhadap Sanitasi Hotel di Manado Sumber: Hasil Penelitian, 2015
82% responden menjawab baik, 12% menjawab sangat baik dan 5% menjawab netral. Skoring jawaban pada pertanyaan ketiga dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 408, atau berada berada pada kategori baik.
Gambar 5.32. Skor Persepsi Terhadap Sanitasi Hotel di Manado Sumber: Hasil Penelitian, 2015
- 131 -
Secara kumulatif distribusi frekuensi jawaban responden untuk kelompok pertanyaan yang berkaitan dengan akomodasi syariah di Kota Manado seperti pada gambar berikut:
Gambar 5.33. Akumulasi Persepsi Terhadap Akomodasi di Manado Sumber: Hasil Penelitian, 2015
Jawaban baik sebesar 80%, sangat baik 11%, netral 8% tidak baik 1% dan sangat tidak baik 0%. Skoring dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 2008, atau berada berada pada kategori baik.
Gambar 5.34. Skor Persepsi Terhadap Akomodasi di Manado Sumber: Hasil Penelitian, 2015
Hal tersebut menunjukkan bahwa menurut persepsi responden, usaha penyedia jasa akomodasi dalam hal ini hotel telah siap menjadi penyelenggara wisata syariah di Kota Manado. Seperti halnya pada kelompok pertanyaan pertama mengenai DTW, responden juga belum memahami
- 132 -
kriteria hotel yang sesuai dengan wisata syariah. Atau jawaban dalam kategori baik tersebut merupakan bentuk dukungan wisatawan terhadap pengembangan hotel di Kota Manado menjadi hotel yang menerapkan prinsip-prinsip syariah. Hasil FGD, observasi dan wawancara menunjukkan bahwa belum ada hotel di Manado yang mempunyai status syariah baik hilal satu maupun hilal dua. Bahkan belum ada restoran hotel di Manado yang mendapatkan sertifikasi halal dari MUI. 3. Usaha Penyedia Makanan dan Minuman di Manado Untuk variable yang berkaitan dengan restoran atau usaha penyediaan makanan dan minuman terdapat 2 pertanyaan sebagai berikut: c. Terdapat Restoran yang menyediakan makanan dan minuman yang terjamin kehalalannya dengan sertifikasi halal dari MUI. d. Sanitasi dan kebersihan lingkungan restoran dan penyedia jasa makanan dan minuman terjaga dengan baik. Hasil survei sebagai berikut: a. Terdapat restoran yang menyediakan makanan dan minuman yang terjamin kehalalannya dengan sertifikasi halal dari MUI Pertanyaan pertama berkaitan dengan ketersediaan restoran dengan serttifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada gambar berikut:
Gambar 5.35. Persepsi Terhadap Ketersediaan Restoran Halal di Manado Sumber: Hasil Penelitian, 2015
62% responden menjawab netral, 27% responden menjawab siap, 7% responden menjawab sangat tidak siap, 2% responden menjawab sangat siap
- 133 -
dan 2% menjawab tidak siap. Skoring dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 315, atau berada berada pada kategori netral.
Gambar 5.36.
Skor Persepsi Terhadap Ketersediaan Restoran Halal di Manado
Sumber: Hasil Penelitian, 2015
b. Sanitasi dan kebersihan lingkungan restoran dan penyedia jasa
makanan dan minuman terjaga dengan baik Pertanyaan kedua untuk menguji kesiapan restoran dari aspek sanitasi atau kebersihan. Distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada gambar berikut:
Gambar 5.37. Persepsi Terhadap Sanitasi Restoran di Manado Sumber: Hasil Penelitian, 2015
60% responden menjawab netral, 31% responden menjawab siap, 8% responden menjawab sangat siap, 1% responden menjawab tidak siap dan
- 134 -
0% responden menjawab sangat tidak siap. Skoring dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 346, atau berada berada pada kategori netral. skor bisa dilihat pada gambar berikut:
Gambar 5.38. Skor Persepsi Terhadap Sanitasi Restoran di Manado Sumber: Hasil Penelitian, 2015
Secara kumulatif distribusi frekuensi jawaban responden untuk kelompok pertanyaan yang berkaitan dengan restoran dan usaha penyedia jasa makanan dan minuman di Kota Manado seperti pada gambar berikut:
Gambar 5.39. Persepsi Terhadap Restoran di Manado Sumber: Hasil Penelitian, 2015
Jawaban netral sebesar 61%, jawaban siap sebesar 29%, jawaban sangat siap sebesar 5%, sangat tidak siap 4% dan tidak siap 1%. Skoring dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 661, atau berada berada pada kategori netral.
- 135 -
Gambar 5.40. Skor Persepsi Terhadap Restoran di Manado Sumber: Hasil Penelitian, 2015
4. SPA, Sauna dan Massage di Manado Kelompok pertanyaan keempat untuk menguji kesiapan usaha SPA, sauna dan massage di Manado. Terdapat 4 pertanyaan sebagai berikut: a. Tersedia terapis pria untuk pelanggan pria, dan terapis wanita untuk pelanggan wanita. b. Praktik SPA, sauna, dan massage tidak mengandung unsur pornoaksi dan pornografi. c. Menggunakan bahan yang halal dan tidak terkontaminasi babi dan produk turunannya. d. Tersedia sarana yang memudahkan untuk beribadah di tempat SPA, sauna dan massage. Hasil survei sebagai berikut: b. Tersedia terapis pria untuk pelanggan pria, dan terapis wanita untuk pelanggan wanita Pertanyaan pertama untuk menguji terapis pada usaha SPA atau massage, distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada gambar berikut:
Gambar 5.41. Persepsi Terhadap Terapis SPA di Manado Sumber: Hasil Penelitian, 2015
- 136 -
52% responden menjawab netral, 19% responden menjawab sangat tidak siap, 15% menjawab siap, 8% menjawab sangat siap dan 6% menjawab tidak siap. Skoring dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 287, atau berada berada pada kategori netral.
Gambar 5.42. Persepsi Terhadap Terapis SPA di Manado Sumber: Hasil Penelitian, 2015
c. Praktik SPA, sauna, massage tidak mengandung unsur pornoaksi dan pornografi Pertanyaan kedua untuk menguji apakah praktik SPA mengandung unsur pornografi atau pornoaksi. Distribusi jawaban responden seperti pada gambar berikut:
Gambar 5.43. Persepsi Terhadap Praktik SPA Mengandung Unsur Pornografi Atau Pornoaksi. Sumber: Hasil Penelitian, 2015
46% responden menjawab netral, 31% menjawab sangat tidak siap, 11% menjawab tidak siap, 6% sangat siap, 5% siap dan 1% tidak menjawab. Skoring jawaban dengan skal Likert menghasilkan nilai 241 atau berada pada kategori tidak siap. Skor dapat dilihat pada gambar berikut:
- 137 -
Gambar 5.44. Skoring Persepsi Terhadap praktik SPA Mengandung Unsur Pornografi Atau Pornoaksi. Sumber: Hasil Penelitian, 2015
d. Praktik SPA, Sauna, Massage Menggunakan Bahan Yang Halal dan Tidak Terkontaminasi Babi dan Produk Turunannya Pertanyaan ketiga untuk menguji bahan-bahan yang dipergunakan dalam praktik SPA, sauna atau massage. Distribusi frekuensi jawaban responden sebagai berikut:
Gambar 5.45. Persepsi Terhadap Praktik SPA Menggunakan Bahan Halal Sumber: Hasil Penelitian, 2015
48% responden menjawab netral, 30% menjawab siap, 7% responden menjawab sangat siap 7% tidak siap, 7% sangat tidak siap dan 1% tidak menjawab. Skoring jawaban dengan skal Likert menghasilkan nilai 320 atau berada pada kategori netral.
- 138 -
Gambar 5.46. Skoring Persepsi Terhadap Praktik SPA Menggunakan Bahan Halal Sumber: Hasil Penelitian, 2015 e. Tersedia Sarana yang Memudahkan untuk Beribadah di Tempat SPA, Sauna, dan Massage Pertanyaan keempat untuk menguji ketersediaan tempat ibadah pada tempat SPA, sauna atau massage. Distribusi jawaban responden seperti pada gambar berikut:
Gambar 5.47. Persepsi Terhadap Ketersediaan Tempat ibadah di Tempat SPA Sumber: Hasil Penelitian, 2015
37% responden menjawab netral, 25% menjawab tidak siap, 18% menjawab sangat tidak siap, 12% menjawab siap, 7% menjawab sangat siap dan 1% tidak menjawab. Skoring jawaban dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 262 atau pada kategori netral.
- 139 -
Gambar 5.48. Skoring Persepsi Terhadap Ketersediaan Tempat ibadah di Tempat SPA Sumber: Hasil Penelitian, 2015
Secara kumulatif distribusi frekuensi jawaban responden untuk kelompok pertanyaan yang berkaitan dengan SPA, sauna dan massage di Kota Manado dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 5.49. Persepsi Praktik SPA di Manado Sumber: Hasil Penelitian, 2015
Jawaban netral sebesar 46%, jawaban sangat tidak siap sebesar 19%, jawaban siap sebesar 15%, tidak siap 12%, sangat siap 7% dan tidak menjawab 1%. Skoring dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 1110, atau berada berada pada kategori netral.
Gambar 5.50. Total Skoring Persepsi Praktik SPA di Manado Sumber: Hasil Penelitian, 2015
- 140 -
5. Biro Perjalanan Wisata Syariah di Manado Kelompok pertanyaan kelima untuk menguji kesiapan Biro Perjalanan Wisata di Manado. Terdapat tiga pertanyaan sebagai berikut: d. Menyediakan paket wisata yang sesuai dengan kriteria pariwisata syariah. e. Memiliki daftar akomodasi yang sesuai dengan panduan umum akomodasi pariwisata syariah. f. Memiliki daftar usaha penyedia makanan dan minuman yang sesuai dengan panduan umum usaha penyedia makanan dan minuman pariwisata syariah. Hasil survei sebagai berikut: a. Menyediakan Paket Wisata yang Sesuai Dengan Kriteria Pariwisata Syariah Pertanyaan pertama untuk menguji ketersediaan paket wisata syariah. Distribusi frekuensi jawaban responden sebagai berikut:
Gambar 5.51. Persepsi Terhadap Paket Wisata Yang Sesuai Dengan Kriteria Pariwisata Syariah Sumber: Hasil Penelitian, 2015
38% responden menjawab siap, 34% menjawab netral, 15% menjawab tidak siap, 11% menjawab sangat tidak siap, 1% menjawab sangat siap dan 1% menjawab tidak menjawab. Skoring jawaban dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 300 atau pada ketegori netral.
Gambar 5.52. Skoring Persepsi Terhadap Paket Wisata Yang Sesuai Dengan Kriteria Pariwisata Syariah Sumber: Hasil Penelitian, 2015
- 141 -
b. Perjalanan Wisata Syariah: Memiliki Daftar Akomodasi yang Sesuai Dengan Panduan Umum Akomodasi Pariwisata Syariah Pertanyaan kedua berkaitan dengan daftar akomodasi syariah. Distribusi frekuensi jawaban responden sebagai berikut:
Gambar 5.53. Persepsi Terhadap Ketersediaan Daftar Akomodasi Pariwisata syariah Sumber: Hasil Penelitian, 2015
41% responden menjawab siap, 37% menjawab netral, 13% menjawab tidak siap, 8% menjawab sangat tidak siap dan 1% tidak menjawab. Skoring jawaban dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 300 atau pada ketegori netral.
Gambar 5.54. Skoring Persepsi Terhadap Ketersediaan Daftar Akomodasi Pariwisata syariah Sumber: Hasil Penelitian, 2015
c. Memiliki Daftar Usaha Penyedia Makanan dan Minuman yang Sesuai Dengan Panduan Umum Usaha Penyedia Makanan dan Minuman Pariwisata Syariah Pertanyaan ketiga berkaitan dengan daftar usaha penyedia makanan dan minuman. Distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada gambar berikut:
- 142 -
Gambar 5.55. Persepsi Terhadap Ketersediaan Daftar Penyedian Makanan dan Minuman Halal di BPW Sumber: Hasil Penelitian, 2015
47% responden menjawab siap, 41% menjawab netral, 5% menjawab tidak siap, 5% menjawab sangat tidak siap, 1% menjawab sangat siap dan 1% tidak menjawab. Skoring dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 332 atau pada kategori netral.
Gambar 5.56. Skoring Persepsi Terhadap Ketersediaan Daftar Penyedian Makanan dan Minuman Halal di BPW Sumber: Hasil Penelitian, 2015
Secara kumulatif distribusi frekuensi jawaban responden untuk kelompok pertanyaan yang berkaitan BPW di Kota Manado seperti pada gambar berikut:
Gambar 5.57. Persepsi BPW di Manado Sumber: Hasil Penelitian, 2015
- 143 -
Jawaban siap sebesar 42%, netral 37%, tidak siap 11%, sangat tidak siap 8%, sangat siap 1% dan tidak menjawab 1%. Skoring dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 941 atau pada kategori netral.
Gambar 5.58. Total Skoring Persepsi Terhadap BPW di Manado Sumber: Hasil Penelitian, 2015
6. Pramuwisata Kelompok pertanyaan keenam untuk menguji kesiapan pramuwisata Kota Manado dengan 4 pertanyaan sebagai berikut: e. Memahami dan mampu melaksanakan nilai-nilai syariah dalam menjalankan tugas. f. Berakhlak baik, komunikatif, ramah, jujur dan bertanggung jawab. g. Berpenampilan sopan dan menarik sesuai dengan nilai etika Islam. h. Memiliki kompetensi kerja sesuai dengan standar profesi yang berlaku. Hasil survei sebagai berikut: a. Pramuwisata Syariah memahami dan mampu melaksanakan nilainilai syariah dalam menjalankan tugas. Pertanyaan pertama untuk menguji pemahaman pramuwisata terhadap nilai-nilai syariah. Distribusi frekuensi jawaban responden seperi pada gambar berikut:
Gambar 5.59. Persepsi Terhadap Pemahaman Pramuwisata Terhadap NilaiNilai Syariah. Sumber: Hasil Penelitian, 2015
- 144 -
52% responden menjawab baik, 26% menjawab sangat tidak baik, 15% menjawab netral, 5% menjawab tidak baik, 1% menjawab sangat baik dan 1% tidak menjawab. Skoring jawaban dengan menggunakan skala likert menghasilkan nilai 294 atau pada kategori netral. Skor dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 5.60. Skoring Persepsi Terhadap Pemahaman Pramuwisata Terhadap Nilai-Nilai Syariah. Sumber: Hasil Penelitian, 2015
b. Pramuwisata Syariah berakhlak baik, komunikatif, ramah, jujur dan bertanggungjawab Pertanyaan kedua untuk menilai attitude dari pramuwisata di Kota Manado. Distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada gambar berikut:
Gambar 5.61. Persepsi Terhadap Perilaku Pramuwisata di Manado. Sumber: Hasil Penelitian, 2015
51% responden menjawab baik, 19% menjawab netral, 17% menjawab sangat tidak baik, 8% menjawab sangat baik, 4% menjawab tidak baik dan 1% tidak menjawab. Skoring jawaban dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 326 atau pada ketegori netral.
- 145 -
Gambar 5.62. Skoring Persepsi Terhadap Perilaku Pramuwisata di Manado. Sumber: Hasil Penelitian, 2015
c. Pramuwisata Syariah berpenampilan sopan dan menarik sesuai dengan nilai etika islam Pertanyaan ketiga untuk menilai penampilan dari pramuwisata di Kota Manado. Distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada gambar berikut:
Gambar 5.63. Persepsi Terhadap Penampilan Pramuwisata di Manado. Sumber: Hasil Penelitian, 2015
49% responden menjawab baik, 40% menjawab netral, 9% menjawab sangat baik, 1% menjawab sangat tidak baik dan 1% tidak menjawab. Skoring jawaban dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 322 atau pada ketegori netral.
Gambar 5.64. Persepsi Terhadap Penampilan Pramuwisata di Manado. Sumber: Hasil Penelitian, 2015
- 146 -
d. Pramuwisata Syariah memiliki kompetensi kerja sesuai dengan standar profesi yang berlaku Pertanyaan keempat untuk menilai kompetensi kerja pramuwisata di Kota Manado. Distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada gambar berikut:
Gambar 5.65. Persepsi Terhadap Kompetensi Kerja Pramuwisata di Manado. Sumber: Hasil Penelitian, 2015
53% responden menjawab baik, 33% menjawab netral, 13% menjawab sangat baik dan 1% tidak menjawab. Skoring jawaban dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 376 atau pada ketegori baik.
Gambar 5.66. Skoring Persepsi Terhadap Kompetensi Kerja Pramuwisata di Manado. Sumber: Hasil Penelitian, 2015
- 147 -
Secara kumulatif distribusi frekuensi jawaban responden untuk kelompok pertanyaan yang berkaitan dengan pramuwisata di Kota Manado seperti pada gambar berikut:
Gambar 5.67. Persepsi Terhadap Pramuwisata di Manado. Sumber: Hasil Penelitian, 2015
Jawaban baik sebesar 51%, netral 27%, sangat tidak baik 11%, sangat baik 8%, tidak baik 2% dan tidak menjawaba 1%. Skoring jawaban dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 1358 atau pada ketegori netral.
Gambar 5.68. Total Skoring Persepsi Terhadap Pramuwisata di Manado. Sumber: Hasil Penelitian, 2015
7. Aksesibilitas Hasil survei sebagai berikut: a. Kemudahan akses informasi wisata syariah/halal Distribusi jawaban responden seperti pada gambar berikut:
- 148 -
Gambar 5.69. Persepsi Terhadap Akses Informasi Wisata Syariah di Manado. Sumber: Hasil Penelitian, 2015
71% responden menjawab baik, 11% menjawab netral, 10% menjawab sangat tidak baik, 4% menjawab tidak baik, 3% menjawab sangat baik dan 1% tidak menjawab. Skoring jawaban dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 350 atau pada ketegori baik.
Gambar 5.70. Skoring Persepsi Terhadap Akses Informasi Wisata Syariah di Manado. Sumber: Hasil Penelitian, 2015
b. Objek wisata mudah dijangkau Distribusi frekuensi jawaban responden seperti pada gambar berikut:
Gambar 5.71. Persepsi Terhadap Keterjangkauan Obyek Wisata di Manado. Sumber: Hasil Penelitian, 2015
- 149 -
81% responden menjawab baik, 11% menjawab sangat baik, 7% menjawab netral, dan 1% tidak menjawab. Skoring jawaban dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 400 atau pada ketegori baik.
Gambar 5.72. Skoring Persepsi Terhadap Keterjangkauan Obyek Wisata di Manado. Sumber: Hasil Penelitian, 2015
c. Transportasi (darat, laut, udara) mudah dijangkau Distribusi frekuensi jawaban responden untuk transportasi seperti pada gambar berikut:
Gambar 5.73. Persepsi Terhadap Keterjangkauan Transportasi di Manado. Sumber: Hasil Penelitian, 2015
77% responden menjawab baik, 13% menjawab sangat baik, 9% netral, 1% tidak menjawab. Skoring jawaban dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 400 atau pada ketegori baik.
- 150 -
Gambar 5.74. Skoring Persepsi Terhadap Keterjangkauan Transportasi di Manado. Sumber: Hasil Penelitian, 2015
d. Biaya transportasi sesuai standar Distribusi frekuensi jawaban responden untuk biaya transportasi seperti pada gambar berikut:
Gambar 5.75. Persepsi Terhadap Biaya Transportasi di Manado. Sumber: Hasil Penelitian, 2015
73% responden menjawab baik, 16% menjawab netral, 10% menjawab sangat baik dan 1% tidak menjawab. Skoring jawaban dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 390 atau pada ketegori baik.
Gambar 5.76. Skoring Persepsi Terhadap Biaya Transportasi di Manado. Sumber: Hasil Penelitian, 2015
- 151 -
Secara kumulatif distribusi frekuensi jawaban responden untuk kelompok pertanyaan yang berkaitan dengan aksesibilitas di Kota Manado seperti pada gambar berikut:
Gambar 5.77. Persepsi Terhadap Aksesibilitas di Manado. Sumber: Hasil Penelitian, 2015
Jawaban baik sebesar 76%, netral 11%, sangat baik 9%, sangat tidak baik 2%, tidak baik 1% dan tidak menjawab 1%. Skoring jawaban dengan menggunakan skala Likert menghasilkan nilai 1540 tau pada kategori baik.
Gambar 5.78. Total Skoring Persepsi Terhadap Aksesibilitas di Manado. Sumber: Hasil Penelitian, 2015
8. PERTANYAAN TERBUKA Selain menggunakan pertanyaan tertutup dengan 5 pilihan jawaban, kuesinoner juga dilengkapi dengan pertanyaan terbuka sebagai berikut: 1. Apakah anda menggunakan biro perjalanan wisata syariah
- 152 -
Gambar 5.79. Alasan Tidak Menggunakan BPW Syariah. Sumber: Hasil Penelitian, 2015
100% responden menyatakan tidak menggunakan BPW syariah. Alasan responden tidak menggunakan BPW syariah: 44% responden menyatakan tidak mengetahui travel syariah, 16% menyatakan belum ada travel syariah, 14% menyatakan terbiasa menggunakan travel umum (non syariah) dan 11% menyatakan terbiasa traveling atau berwisata tanpa menggunakan bantuan travel. 2. Apakah anda mengutamakan "halal" dalam melakukan perjalanan wisata 100% responden menyatakan mengutamakan kehalalan dalam melakukan perjalanan wisata. 75% responden menyatakan bahwa halal sesuai dengan ajaran agama Islam, 9% menyatakan bahwa halal menimbulkan rasa nyaman dalam perjalanan dan 3% karena di Manado cukup sulit mencari makanan halal.
Gambar 5.80. Alasan Mengutamakan Halal dalam Berwisata. Sumber: Hasil Penelitian, 2015
- 153 -
3. Saran Saran yang disampaikan responden terkait wisata syariah di Manado cukup beragam dan dibagi menjadi sepuluh kategori. Yaitu yang berkaitan dengan pengembangan wisata syariah, travel syariah, promosi dan publikasi, sertifikasi halal, amenitas, aksesibilitas, pramuwisata, SPA, sanitasi (kebersihan), dan harga. Peningkatan Amenitas yang paling disoroti adalah ketersediaan toilet dan tempat berwudhu yang terpisah antara laki-laki dan perempuan terutama di lokasi daya tarik wisata. Diperlukan pula sertifikasi halal dari MUI untuk restoran dan penyedia jasa makanan dan minuman lainnya karena sertifikasi halal memberikan rasa nyaman bagi wisatawan muslim. Saran lainnya berkaitan dengan praktik SPA yang harus sesuai syariah. Masalah promosi dan publikasi wisata syariah juga banyak disoroti responden. Kurangnya informasi mengenai wista syariah membuat sebagian responden tidak memahami implementasi teknis dari prinsip-prinsi syariah dalam berwisata. Contoh mudah ketika ditanyakan mengenai travel syariah 44% responden menyatakan tidak tahu. Masalah kebersihan di lokasi daya tarik wisata dan biaya transportasi yang sesuai dengan standar juga menjadi permasalahan yang disoroti wisatawan yang menjadi responden.
Gambar 5.81. Saran Responden Terhadap Wisata Syariah di Manado Sumber: Hasil Penelitian, 2015
- 154 -
5.2.3. Hasil Focus Group Discussion (FGD) dan Wawancara Kajian Pengembangan Wisata Syariah di Manado 1. Terminologi Wisata Syariah Hasil FGD dan wawancara menunjukkan bahwa penggunaan istilah “wisata syariah” dinilai kurang tepat karena terkesan kaku dan kurang menjual untuk menjadi “branding” pariwisata yang menyasar segmen wisatawan muslim. Penggunaan kata syariah harus sangat hati-hati karena berkaitan dengan pemberlakuan hukum Islam dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini berlaku juga dalam praktik bisnis pariwisata. Apabila bisnis pariwisata yang dijalankan berlandaskan syariah maka harus sungguhsungguh menegakkan hukum Islam. Penggunaan istilah “wisata halal” atau halal tourism dinilai lebih tepat karena lebih spesifik terhadap kebutuhan-kebutuhan wisatawan muslim seperti kebutuhan akan sarana beribadah dan kebutuhan akan makanan dan minuman halal. Istilah halal lebih disetujui karena langsung mengacu pada produk/jasa dalam bisnis pariwisata seperti: halal food, halal restoran, halal SPA, halal destination dan produk-produk pariwisata lainnya. Istilah halal jelas menyasar wisatawan muslim sebagai pasar utama. 2. Kesiapan Destinasi (Daya Tarik Wisata) Selain pembahasan mengenai terminologi, bahasan lain dalam FGD dan wawancara adalah kesiapan Manado menjadi destinasi wisata syariah dengan beberapa indikator utama yaitu: daya tarik wisata, hotel dan restoran, biro perjalanan wisata dan pramuwisata dan SPA. Dari keempat indikator tersebut disimpulkan bahwa Manado mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai destinasi wisata syariah karena mempunyai daya tarik wisata yang lengkap baik nature based (Taman Laut Bunaken), culture based (Bukit Kasih, Kawasan Kuliner Tinutuan) maupun man made based (Kawasan Boulevard dan Pantai Malalayang). Potensi daya tarik tersebut telah didukung dengan ketersedian amenitas yang muslim friendly seperti tempat ibadah di masing-masing daya tarik wisata. Wisatawan muslim tidak terlalu sulit untuk menemukan tempat ibadah (sholat) selama melakukan aktivitas wisata di Manado. Kendala mungkin terjadi untuk daerah-daerah sekitar Manado seperti Tomohon dan Minahasa. Untuk mengukur kesiapan daya tarik wisata di Manado sebagai destinasi wisata syariah masih membutuhkan proses asesment (pengujian) lebih lanjut. 3. Akomodasi (Hotel dan Tempat Menginap Lainnya) Dari sisi akomodasi, dapat disimpulkan bahwa Manado belum siap menjadi destinasi wisata syariah. Indikatornya adalah dari 119 unit usaha akomodasi di Manado belum ada yang mendapat sertifikasi syariah oleh MUI.
- 155 -
Hal ini terutama jika mengacu pada kriteria hotel sesuai Permen No. 2 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyelenggaraan Usaha Hotel Syariah yang meliputi syariah hilal 1 dan hilal 2. Karena sifatnya yang hanya dianjurkan, penyelenggaraan hotel yang sesuai kriteria syariah di Manado akan banyak menemui kendala. Sebuah hotel yang sudah menyatakan diri sebagai hotel syariah, atau telah dinyatakan syariah oleh otoritas yang berwenang, maka segmen yang dituju adalah khusus (ekslusif) untuk wisatawan muslim. Jika segmen pasar wisatawan muslim belum menjadi prioritas, maka penyelenggaraan hotel syariah akan sulit dikembangkan. Sesuai dengan Permenpar No. 2 Tahun 2014, salah satu kriterianya adalah restoran (bar) holeh tidak menjual minuman dan makanan beralkohol. Sedangkan hampir di semua hotel di Manado masih terdapat bar yang menjual minuman beralkohol. Untuk menuju hotel syariah seharusnya ada kriteria tambahan sebelum syariah hilal satu atau hilal dua. Bisa menggunaan istilah “pra syariah” atau “muslim friendly” atau “family friendly” hotel. Istilah muslim friendly mengacu pada hotel yang menyediakan fasilitas dengan standar minimal untuk wisatawan muslim. Fasilitas tersebut mencakup tempat ibadah dan pelengkapnya, misal ketersediaan tempat ibadah di lobi hotel, kamar yang dilengkapi alas sholat (sajadah) dan penunjuk arah kiblat, serta sarana berwudhu yang memudahkan. Sebuah hotel yang ingin menyasar wisatawan muslim sebagai target pasar tidak harus menaruh kata syariah di belakang nama hotelnya, tetapi melalui branding promosinya bisa dijelaskan segmen pasar yang dingin disasar. 4. Restoran dan Usaha Penyedia Jasa Makanan Minuman Dari aspek penyediaan makanan dan minuman, di Manado sudah terdapat beberapa restoran dan katering yang mendapat sertifikat halal dari MUI, meski demikian jumlahnya tidak sebanding dengan keseluruhan jumlah restoran penyedia makanan dan minuman lainnya. Bahkan untuk restoran yang terdapat pada hotel, belum ada yang mendapat sertifikasi halal dari MUI. Kendala utama seetifikasi pada restoran hotel adalah minimnya informasi yang didapat pengelola restoran mengenai proses untuk mendapat sertifikasi halal. Hal ini karena belum adanya sosialisasi dari baik dari Kementerian Pariwisata maupun dari MUI sendiri. Kendala selanjutnya adalah masalah biaya. Bagi restoran yang terdapat di hotel, untuk mendapatkan sertifikasi halal dari MUI tentunya memerlukan biaya yang tidak sedikit, karena pengelola hotel setidaknya harus menyediakan dua macam restoran, satu untuk melayani tamu secara umum dan restoran lainnya untuk melayani tamu muslim. Tanggung jawab moral dari pengelola juga berat karena harus menjamin kehalalan masakan yang meliputi sifat asal produk, proses dan penyajiannya. Sebagai contoh, sifat asal
- 156 -
ikan adalah halal, tetapi ketika dimasak dalam wadah yang sama dengan binatang yang diharamkan maka bisa menyebabkan kehilangan kehalalannya atau menggunakan bumbu yang juga belum tentu halal. Selain itu, biaya untuk proses asesmen seperti operasional untuk surveiornya juga dibebankan kepada pihak yang mengajukan sertifikasi halal, dalam hal ini pengelola hotel dan restoran. Kendala-kendala tersebut menyebabkan banyak restoran dan penyedia makanan dan minuman yang mencantumkan label halal tanpa sertifikasi dari MUI, hal ini tentu bisa merugikan konsumen karena tidak ada jaminan dari otoritas yang berwenang. Kendala-kendala tersebut yang menyebabkan jumlah perusahaan atau pelaku usaha jasa penyedia makanan dan minuman yang bersertifikat halal dari MUI sangat sedikit. Jumlah keseluruhan usaha yang mendapat sertifikat halal hanya 37 usaha atau 8,87% dari total penyedia jasa sebanyak 417 unit. Berikut daftar usaha penyedia Jasa Makanan dan Minuman di Kota Manado yang telah mendapat sertifikasi halal dari MUI: Tabel 5.16. Daftar Restoran Bersertifikat Halal di Manado No
Nama Perusahan
Nama Produk
Jenis Produk
1
MATARAM PLAZA
Daftar Menu
Restoran/Katering
2
IRT. WARKOP BOULEVARD
Nasi Kuning
Nasi & Lauk Pauk
3
R. D JAHRA
Nasi Campur
Nasi & Lauk Pauk
4
RM. YUNITA
Tinutuan ( Bubur Manado ) dll
Nasi & Lauk Pauk
5
RM. MEITY
Nasi Kuning
Nasi & Lauk Pauk
6
RM. NASI KUNING BANJER
Nasi Kuning
7
RM. IBU SONG
Nasi Putih, Nasi Campur
8
RM. YAYUK
Tinutuan ( Bubur Manado ) dll
9
RM. NADIAH
Nasi Campur, Ikan Masak
10
RM. NASI KUNING SAKURA
Nasi Kuning
11
RM. INAYAH
Nasi Kuning
12
RM. SIAP SAJI
Nasi Campur, Nasi Kuning
13
RM. KRENZY
Ayam Goreng Tepung
Nasi & Lauk Pauk Nasi & Lauk Pauk & Sayur Nasi & Lauk Pauk & Sayur Nasi & Lauk Pauk & Sayur Nasi & Lauk Pauk & Sayur Nasi & Lauk Pauk & Sayur Nasi & Lauk Pauk & Sayur Restoran / Rumah Makan
14
RESTO MADINA
Nasi Goreng, Nasi Kuning
Restoran
15
RM. PADANG RAYA
Makanan Siap Saji
Restoran & Katering
16
R.M SABAR MENANTI
Makanan Siap Saji
17
RM. SULUT INDAH BOROKO
Makanan Siap Saji
Restotan & Katering Rumah makan/ Katering
- 157 -
18
RM.POGOGOPITA BOROKO
Makanan Siap Saji
Rumah makan/ Katering
19
CV. TIGA PUTRA
Anta boga karting
Katering
20
RM. PUTRA LAMONGAN
Nasih uduk, ayam lalapan
21
RM. RIZKA
Nasih putih, ikan bakar
Restoran /Katering Restoran /Katering
22
RM. FAJAR GEMILANG
Makanan Siap Saji
Restoran /Katering
23
RUMAH DE'RANGGA
Nasi & Lauk pauk
Rumah makan
24
RM. KAHDIAH
Nai, sop konro & soto
Rumah makan
25
RM. SABAR MENANTI
Makan siap saji
Restoran /Katering
26
CV . ADEM AYEM
Makanan Siap Saji
Restoran /Katering
27
D'SIMA KATERING
Makanan Siap Saji
Katering
28
CV. NOVELINDO
Makanan Siap Saji
Restoran /Katering
29
R.M NAGARI MINANG
Makanan Siap Saji
Restoran /Katering
30
DUTA MINANG
Makanan Siap Saji
31
RM BAKSO OJO LALI
Bakso Ojo Lali
Restotan & Katering Rumah makan (restoran)
32
PT CIPTA BOGA SEJAHTERA
Layanan Katering Pesawat
Katring
33
DUTA MINANG
Makanan Siap Saji
Restoran /Katering
34
CV BERKAT ABADI
Makanan Siap Saji
Jasa Boga/katering
35
CV KARYA SUKSES KPN BAPELKES SULAWESI UTARA
Makanan Siap Saji
Jasa Boga/katering
Makanan Siap Saji
Jasa Boga/katering
36 37
CV AMANAT AGUNG Menu Siap Saji Sumber: MUI Provinsi Sulawesi Utara, 2015
Jasa Boga/katering
Persentase jumlah restoran dan rumah makan bersertifikat halal di Manado dapat dilihat pada gambar berikut:
Jumlah Restoran Bersertifikat Halal 8%
92%
Jumlah Total Resto&Rumah Makan Memperoleh Sertifikat halal
Gambar 5.81. Persentase Jumlah Restoran Bersertifikat Halal di Manado Sumber: MUI Provinsi Sulawesi Utara, 2015
5. SPA, Sauna dan Massage
- 158 -
Untuk usaha SPA, hasil penelitian menunjukkan bahwa praktik SPA, sauna maupun massage di Kota Manado belum dapat dikategorikan sebagai SPA syariah atau halal. Dari 81 unit usaha SPA dan massage di Manado belum ada yang mendapat sertifikasi syariah atau halal dari MUI. 6. Biro Perjalanan Wisata dan Pramuwisata Di Manado terdapat 157 unit usaha biro perjalanan wisata atau tours and travel. Dari jumlah tersebut, belum terdapat BPW (tours and travel) yang menyediakan paket perjalanan/wisata yang sesuai dengan kriteria pariwisata syariah, atau telah memiliki daftar akomodasi dan restoran yang sesuai kriteria syariah. Untuk pramuwisata juga belum terdapat pramuwisata (tour guide) yang khusus untuk menghandle tamu atau wisatawan muslim. Demikian pula untuk Biro Perjalanan Wisata (BPW) dan Pramuwisata, semua masih bersifat konvensional dan belum ada yang dikhususkan untuk melayani wisatawan muslim. Jika ingin mengembangkan Manado menjadi destinasi wisata syariah, maka pemerintah harus dapat mendorong BPW di Manado dan sekitarnya untuk membuat paket-paket wisata syariah atau halal. Dalam prakteknya peran BPW sangat besar untuk mendatangkan wisatawan muslim baik nusantara maupun mancanegara. Jaminan wisata halal atau syariah lebih kuat melalui paket-paket wisata, karena segala sesuatunya sudah disusun dengan baik oleh BPW, destinasi, daya tarik, hotel, dan resoran yang bersifat family friendly, sehingga wisatawan muslim terutama yang berpergian bersama keluarga dapat terhindar dari hal-hal yang dilarang oleh aturan agama Islam. 7. Kelembagaan dan Sistem Sertifikasi Halal Kelembagaan sertifikasi halal dapat disimpulkan sebagai aspek yang paling siap di Manado. Kelembagaan dan sistem yang mendukung sertifikasi halal di Manado dilaksanakan oleh Majelis Ulama Indonesia dalam hal ini Lembaga Pengkajian Obat-obatan Makanan dan Kosmetika (LPPOM-MUI) wilayah Prov. Sulawesi Utara. Permasalahan yang ditemui dalam pemeliharaan sertifikasi halal adalah kurang sistematisnya data base yang dimiliki oleh MUI. Pengelolaan data base yang baik idealnya dapat mempemudah pengawasan dan mempermudah penyusunan kebijakan pengembangan sertifikasi halal. Konsep pariwisata syariah atau penyelenggaraan praktik pariwisata berlandaskan nilai-nilai Islam merupakan hal baru bagi para pemangku kepentingan bidang pariwisata di Manado. Hal ini bisa dimaklumi karena Manado atau Sulawesi Utara memang tidak dipersiapkan untuk menjadi destinasi wisata syariah. Meski demikian, Manado tetap menyimpan potensi besar untuk dikembangkan menjadi destinasi wisata syariah. Hal tersebut
- 159 -
tentunya memerlukan jalan panjang. Bahkan daerah-daerah yang telah menyatakan siap untuk menjadi destinasi wisata syariah seperti Jakarta, Jawa Barat, NTB, Yogyakarta, dan Jawa Timur masih harus diuji (assesment) sejauh mana kesiapannya. Hal ini menjadi tugas Kementerian Pariwisata untuk menyiapkan perangkat asesment bagi destinasi wisata syariah. Dari hasil diskusi diketahui bahwa di Manado belum pernah dilaksanakan seminar atau diskusi mengenai konsep halal dalam industri pariwisata. Sebagai konsep baru, hal pertama yang harus dilakukan adalah sosialiasi mengenai bagaimana konsep wisata syariah di Indonesia, siapa target marketnya dan destinasi mana yang harus dikembangkan. Konsep wisata syariah merupakan branding pariwisata untuk menyasar segmen tertentu dalam hal ini wisatawan muslim baik nusantara maupun mancanegara. Dengan menyatakan diri sebagai destinasi syariah, maka suatu destinasi harus memenuhi kriteria-kriteria wisata syariah yang dikembangkan di Indonesia. Indonesia mempunyai branding pariwisata “Wonderful Indonesia” dan “Pesona Indonesia” (WI dan PI). Kedua branding tersebut merupakan branding untuk mempromosikan pariwisata Indonesia secara umum. Untuk menyasar segmen-segmen tertentu, kita memerlukan branding yang lebih spesifik. Sebagai contoh: Malaysia mempunyai branding pariwisata “Malaysia truly Asia”. Untuk menyasar segmen yang lebih spesifik mereka menciptakan branding lainnya. Misal untuk menyasar segmen wisatawan lansia menggunakan “Malaysia my second home”, dan untuk menyasar segmen wisatawan muslim menggunakan branding “Islamic tourism”. Secara umum dapat disimpulkan bahwa jika mengacu pada kerangka teori pengembangan wisata syariah dengan empat fokus pengembangan usaha yaitu: perhotelan, restoran, biro atau jasa perjalanan wisata, dan SPA, Kota Manado belum siap untuk menjadi destinasi wisata syariah. Keputusan untuk mengembangkan wisata syariah ada pada pemerintah daerah Kota Manado sendiri. Negera-negara dengan penduduk mayoritas non muslim seperti Jepang, Taiwan, Singapura, dan Thailand, mampu mengembangkan konsep pariwisata yang muslim friendly karena pemerintah negara-negara tersebut menyadari betul potensi ekonomi dari pergerakan wisatawan muslim di dunia. Manado bisa saja menjadi destinasi wisata halal atau syariah, tetapi harus dimulai dari itikad pemerintah daerahnya sendiri. Kalau segmen wisatawan muslim menjadi salah satu prioritas maka pelayanan terhadap segmen tersebut arus ditingkatkan. Salah satunya dengan mengembangkan konsep penyelenggaraan pariwisata yang muslim friendly.
- 160 -
5.2.4. Analisis Hasil Penelitian (Strategi Kebijakan/SWOT) SWOT merupakan singkatan dari Strenght, Weakness, Opportunity, dan Threat dalam bahasa Indonesia berarti kekuatan, kelemahan, kesempatan (peluang) dan ancaman. Analisis SWOT digunakan untuk menyusun strategi pengembangan berdasar kekuatan yang dimiliki baik dari dalam (strenght) maupun dari luar (opportunity). Pada penelitian wisata Syariah ini, fokus variabel penelitian yang akan digali di lokasi penelitian Manado adalah sebagai berikut: 1. Atraksi: alam, budaya dan man made 2. Biro Perjalanan wisata, paket wisata dan tour guide muslim 3. Usaha Penyedia makanan dan minuman 4. Aksesibilitas, akses informasi 5. Kelembagaan, lembaga halal, sertifikasi halal, biaya dan proses 6. Kebijakan pusat dan daerah 7. Promosi Sesuai hasil survei penelitian, berikut ini hasil analisa SWOT sesuai observasi dan Focus Group Discussion (FGD) sebagai berikut. Analisis SWOT Manado KEKUATAN (S)
KELEMAHAN (W)
Faktor Internal 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Manado mempunyai atraksi wisata yang lengkap baik alam, budaya dan man made Dari aspek aksesibilitas sudah terdapat Bandara Internasional. Terdapat akses jaringan telekomunikasi, dengan berbagai operator. telekomunikasi. Mempunyai kekayaan kuliner yang unik dan beragam. Mempunyai banyak jenis akomodasi (hotel) dari bintang satu s.d. lima. Terdapat lembaga sertifikasi halal yakni MUI Provinsi Sulut. Memiliki modal sosial berupa kerukunan antar umat beragama yang kuat.
- 161 -
1.
2.
3. 4.
5.
6.
7. 8.
Pemerintah, pelaku usaha dan Masyarakat Manado belum memahami konsep pariwisata syariah. Belum semua DTW menyediakan tempat ibdah untuk wisatawan muslim. Belum terdapat hotel yang bersertifikasi halal/syariah. Jumlah restoran yang bersertifikat halal masih sangat sedikit. Belum terdapat BPW yang menyediakan wisata syariah/halal Belum terdapat pramuwisata khusus untuk paket wisata syariah. Belum tersedia SPA syariah/halal Akses melalui laut belum siap utuk cruise
9.
1.
2.
3.
Faktor Eksternal PELUANG (O) GDP negara-negara Timur Tengah yang tinggi dan outbound yang tinggi merupakan pasar potensial untuk wisata syariah/halal. Penduduk Indonesia yang mayoritas muslim merupakan pasar potensial untuk wisnus syariah. Konsep pengembangan wisata syariah/halal didukung oleh Kementerian Pariwisata.
Strategi SO 1. Di setiap daya tarik wisata sebaiknya disediakan tempat ibadah (mushola) untuk memudahkan wisman dan wisnus 2. Membuat paket-paket wisata syariah untuk menarik wisman dan wisnus muslim. 3. Menjajagi kemungkinan membuka penerbangan internasional ke negaranegara muslim seperti timur tengah. 4. Bekerjasama dengan Kementerian pariwisata mennciptakan sistem sertifikasi halal/syariah untuk usaha pariwisata di Manado. 5. Menggunakan semua Media termasuk internet untuk promosi.
ANCAMAN (T) 1.
2.
Beberapa daerah lain di Indonesia lebih siap menjadi destinasi wisata syariah seperti contoh: Provinsi NTB. Negara-negara dengan penduduk mayoritas non-muslim sedang mempersiapkan diri menjadi destinasi wisata syariah/halal seperti Jepang, Thailand, Cina.
Strategi WO 1.
2.
3.
4.
5.
Strategi ST 5.
6.
Menjadikan daerah seperti NTB, Aceh, Jawa Barat, DIY sebagai benchmark dalam pengembangan wisata syariah di Manado. Mengembangkan diferensiasi produk dengan atraksi wisata syariah yang berbeda dan unik dibanding destinasi wisata syariah lain di Indonesia.
- 162 -
Belum ada akses Informasi untuk wisata syariah.
Perbaikan fasilitas dan sarana pendukung pariwisata syariah seperti penyediaan rumah ibadah muslim, toilet bersih, rumah sakit, restoran, dll Memfasilitasi sertifikasi halal untuk restoran dan rumah makan di Manado Mendorong dan memfasilitasi sertifikasi halal untuk restoran hotel di Manado Menyediakan pramuwisata yang mampu berbahasa arab dan memahami kaidah-kaidah syariah melalui pelatihan dan pembekalan. Memfasilitasi sertifikasi syariah/halal untuk usaha pariwisata lainnya seperti BPW, SPA.
Strategi WT 1.
2.
Melakukan promosi untuk wisatawan Timur Tengah dan provinsi lain yang mempunyai outbound 5 terbesar (Jakarta, Bandung, Surabaya, Jakarta, dll) Melakukan branding yang menunjukkan kelebihan Manado sebagai destinasi wisata syariah dibanding provinsi atau daerah lain di Indonesia.
6
BAB PENUTUP 6.1.
ACEH
6.1.1. Simpulan Dari uraian hasil survei Kajian Pengembangan Wisata Syariah di Aceh, baik melalui kuesioner (persepsi wisatawan mengenai wisata syariah di Manado), wawancara mendalam dan Focus Group Discussion (FGD), sebagai berikut: a. Sesuai hasil kuesioner dari persepsi wisatawan mengenai kesiapan Aceh sebagai wisata syariah yaitu dari aspek atraksi wisata sebagian besar responden cenderung menyatakan dalam kondisi yang baik. demikian pula dilihat dari aspek aksesibilitas, amenitas dan kelembagaan, bahwa secara keseluruhan, responden cenderung menyatakan siap. Akomodasi yang tersedia di Aceh secara keseluruhan sudah menerapkan prinsip Islami dalam pelayanannya. Namun demikian, belum ada hotel yang secara resmi telah bersertifikasi halal di Aceh. b. Demikian pula hasil dari Focus Group Discussion dan wawancara mendalam, dinyatakan bahwa Kota Banda Aceh sudah siap sebagai destinasi wisata syariah untuk aspek atraksi (karena sudah mulai mengadakan even-even dan paket wisata syariah), amenitas (kecuali hotel dan spa yang belum memiliki sertifikasi halal) dan kelembagaannya. Optimalisasi Aceh sebagai destinasi wisata Syariah, memerlukan beberapa perbaikan terutama dalam aspek kelembagaan terutama kesiapan sumber daya manusia. c. Dari beberapa instrumen penelitian tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Banda Aceh cukup optimal dalam menggarap wisata syariah. Namun masih perlu komitmen dan konsistensi dalam menggarap wisata syariah di Banda Aceh.
- 163 -
FGD& wawancara KEY FINDINGS
VARIABLE TERMINOLOGI
DTW
AKOMODASI
RESTO DAN RUMAH MAKAN
BPW/ PRAMUWISATA
KELEMBAGAAN
AKSESIBILITAS
• •
Istilah halal dinilai lebih tepat ketimbang syariah dan Islamic tourism Aceh dapat menggunakan branding “Serambi Mekah Halal Tourism”.
• • •
Potensi DTW luar bisa Sarana dan prasarana masih banyak yang harus dibenahi Kesiapan masyarakat dan fasilitas menjadi kendala utama
•
Akomodasi sudah menerapkan prinsip syariah (produk, layanan, pengelolaan)
• •
Perlu dikaji kembali mengenai pemotongan hewan ternak seperti ayam yang masih belum sepenuhnya menggunakan konteks islami/halal. Standardisasi label halal pada produk makanan dan minuman dinyatakan belum siap.
• •
Belum terdapat BPW (tours and travel) yang mengkhususkan penyediaan paket wisata syariah pramuwisata yang sudah tersertifikasi sudah ada sekitar 100 orang mostly muslim
• • •
Pemberlakuan syariat Islam sejak tahun 2000 Belum terdapat perda khusus wisata syariah Terdapat dua direct flight penerbangan internasional dari Malaysia yaitu Air Asia dan Firefly
• • • •
Terdapat dua direct flight penerbangan internasional dari Malaysia yaitu Air Asia dan Firefly Penerbangan domestik dengan Garuda Airlines hanya memiliki jadwal penerbangan dua kali dalam sehari Kondisi ketersediaan infrastruktur dan jalan juga sudah cukup baik informasi dapat diperoleh melalui media internet
6.1.2. Rekomendasi Ada beberapa saran yang sebaiknya dilakukan oleh Kementerian Pariwisata, Pemprov Aceh, Pemerintah Kota Banda Aceh, stakeholder dan masyarakat Aceh, sebagai berikut:
- 164 -
NO
VARIABEL
REKOMENDASI
JANGKA WAKTU
1. 2. 3.
2
Aksesibilitas dan Informasi
Memasukkan muatan wisata syariah dalam PERDA tentang kepariwisataan. Menyusun PERDA atau peraturan walikota mengenai penyelenggaraan wisata syariah bagi industri pariwisata di Aceh Optimalisassi fungsi MPU sebagai lembaga sertifikasi halal di Aceh
4.
Menyusun pedoman penyelenggaraan usaha pariwisata syariah Aceh
5.
Komitmen pemerintah Aceh dalam mengembangkan wisata syariah, berupa: insentif keringanan biaya dan proses kepada pelaku usaha yang menggunakan sertifikat halal Melakukan sosialisasi mengenai konsep dan tujuan pengembangan wisata syariah kepada masyarakat dan pelaku industri pariwisata di Aceh misal melalui ToT (Training of Trainers) Membuat forum FAQs (frequently Asked Questions) berbasis internet sebagai sumber informasi bagi masyarakat akar rumput yang ingin mendapat informasi tentang wisata syariah.
1.
2.
- 165 -
Panjang (5-6 th)
Kelembagaan
Menengah (3-4 th)
Pendek (1-2 th)
1
X
Disbudpar Kota Banda Aceh Disbudpar Kota Banda Aceh
X X
-
X
X
INSTANSI
Disbudpar Kota Banda Aceh, - MPU Disbudpar Kota Banda Aceh, Deputi Kelembagaan, Deputi Pengembangan Destinasi Pemda Aceh
X
Deputi Bidang Pengembangan Destinasi Pariwisata
X
Deputi Pengembangan Pariwisata
Bidang Destinasi
NO
VARIABEL
REKOMENDASI
JANGKA WAKTU
3
Daya Tarik wisata
1.
2.
4
Akomodasi (hotel)
X
x
x
1. Mendorong hotel di Aceh untuk lebih family friendly/muslim friendly dengan melengkapi dengan sarana ibadah yang layak.
X
2. Meningkatkan jumlah halal/syariah hotel
X
hotel
yang
bersertifikat
Disbudpar Kota Banda Aceh
X
Menyediakan restoran dan rumah makan bersertifikat halal di daya Tarik wisata Aceh
3.
Menyediakan restoran bersertifikat halal di hotel.
X
4.
Memfasilitasi sertifikasi halal bagi restoran hotel.
X
- 166 -
Panjang (5-6 th)
4.
Assessment/evaluasi penentuan branding “World Islamic Tourism” dan menentukan branding yang tepat berkaitan dengan promosi Aceh sebagai destinasi wisata syariah. Mempromosikan Aceh sebagai destinasi wisata syariah kepada target pasar utama yaitu Malaysia dan Timur Tengah Mengoptimalkan sarana ibadah yang layak di semua daya Tarik wisata Aceh
Menengah (3-4 th)
Pendek (1-2 th)
3.
INSTANSI
Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata - Disbudpar Kota Banda Aceh - Pengelola Daya Tarik Wisata - Disbudpar Kota Banda Aceh - Pengelola Daya Tarik Wisata - PHRI - Disbudpar Kota Banda Aceh - Deputi Bidang Pengembangan Destinasi Pariwisata - Disbudpar Kota Banda Aceh - PHRI - Disbudpar Kota Banda Aceh, PHRI - Disbudpar Kota Banda
NO
VARIABEL
REKOMENDASI
JANGKA WAKTU
INSTANSI
Panjang (5-6 th)
Menengah (3-4 th)
Pendek (1-2 th)
Aceh 5
6
Restoran dan Rumah Makan
Biro Perjalanan Wisata
1. Menghimbau pengelola restoran dan rumah makan untuk ikut sertifikasi halal MUI/MPU
x
2. Memfasilitasi proses sertifikasi halal bagi restoran dan rumah makan di Aceh
x
3.
Pengawasan pengelolaan makanan mulai dari hulu sampai ke hilir
1.
Menghimbau BPW di Aceh untuk menyediakan paket wisata halal atau syariah Menghimbau BPW di Aceh untuk membuat daftar akomodasi dan restoran halal Membuat paket wisata/travel pattern dan even-even skala provinsi atau kota terkait wisata syariah yang lebih menarik dan bekerjasama dengan pemerintah daerah lain seperti Medan Menyusun standar kompetensi pramuwisata untuk wisatawan muslim. Menyiapkan pramuwisata yang kompeten untuk menghandle wisatawan muslim. Menyiapkan pramuwisata yang kompeten untuk menghandle wisatawan muslim.
2. 3.
7
Pramuwisata
1. 2. 1.
- 167 -
-
Disbudpar Kota Banda Aceh - PHRI - Disbudpar Kota Banda Aceh - PHRI - Disbudpar Kota Banda Aceh - MPU - PHRI Disbudpar Kota Banda Aceh, ASITA Disbudpar Kota Banda Aceh, ASITA Disbudpar Kota Banda Aceh, ASITA
x x X
x x x
Dispar, Deputi Pengembangan Destinasi Dispar Kota Manado, Deputi Kelembagaan, HPI Dispar Kota Manado, Deputi Kelembagaan, HPI
NO
VARIABEL
REKOMENDASI
JANGKA WAKTU
1.
Menyediakan paket SPA, sauna dan massage yang bersifat muslim friendly. 2. Melengkapi praktik SPA dengan terapis yang sesuai syariah (terapis pria untuk pelanggan pria dan terapis wanita untuk pelenggan wanita)
- 168 -
Panjang (5-6 th)
SPA, Sauna dan Massage
Menengah (3-4 th)
Pendek (1-2 th)
8
INSTANSI
x
Pengelola SPA
x
Pengelola SPA
6.2. MANADO 6.2.1. Simpulan Dari uraian hasil survei penelitian Wisata syariah, baik melalui kuesioner (persepsi wisatawan mengenai wisata syariah di Manado), wawancara mendalam dan Focus Group Discussion di Manado adalah sebagai berikut: a. Sesuai hasil survei dengan kuesioner, persepsi wisatawan mengenai kesiapan Manado sebagai wisata syariah yang dilihat dari aspek daya tarik wisata, akomodasi dan aksesibilitas Manado siap untuk menjadi destinasi wisata syariah. Sedangkan untuk aspek restoran dan rumah makan, BPW, SPA, dan Pramuwisata belum siap untuk menjadi destinasi wisata syariah, karena banyaknya kategori jawaban netral. Hal ini disebabkan pengetahuan wisatawan mengenai konsep wisata syariah masih sangat terbatas. b. Hasil dari Focus Group Discussion dan wawancara, diketahui bahwa Kota Manado juga belum siap menjadi destinasi wisata syariah. Masih perlu dilakukan pembenahan di berbagai aspek terutama untuk amenitas pendukung seperti ketersediaan tempat ibadah dan retoran halal. c. Dari kedua metode pengumpulan data penelitian, dapat ditarik kesimpulan bahwa Manado belum siap menjadi destinasi wisata syariah dan belum optimal dalam menggarap potensi wisata syariah yang dimiliki. d. Dalam pengembangan Manado sebagai destinasi wisata syariah, diperlukan komitmen dari Pemerintah Kota Manado, karena pengembangan destinasi wisata syariah memerlukan keseriusan dan dan konsistensi.
- 169 -
FGD& wawancara KEY FINDINGS
VARIABLE
TERMINOLOGI
DTW
AKOMODASI
• •
Istilah “Wisata Halal” lebih disetujui ketimbang syariah Istilah universal tourism dinilai dapat menimbulkan bias segmen pasar
•
Atraksi lengkap dan beragam: Nature Based, Culture Based, Manmade based Belum semua DTW dilengkapi dengan tempat ibadah bagi wisatawan muslim
• • •
Belum terdapat hotel syariah Belum terdapat restoran hotel yang bersertifikat “halal” MUI
•
•
Sudah terdapat resto/rumah makan halal bersertifikat (8% dari jumlah total) Biaya sertifikasi menjadi salah satu kendala
BPW/ PRAMUWISATA
• •
Belum terdapat BPW yang menyediakan paket wisata syariah/halal Belum terdapat guide khusus untuk tamu muslim
KELEMBAGAAN
• •
Terdapat lembaga sertifikasi Halal = MUI Prov Sulut Database sertifikasi halal masih belum mapan
RESTO DAN RUMAH MAKAN
6.2.2. Rekomendasi Ada beberapa rekomendasi yang sebaiknya dilakukan oleh Kementerian Pariwisata, Pemerintah Kota Manado, stakeholder pariwisata Manado dan masyarakat Manado, sebagai berikut:
- 170 -
NO
VARIABEL
REKOMENDASI
JANGKA WAKTU
1. Memasukkan muatan wisata syariah dalam PERDA tentang kepariwisataan. 2. Menyusun PERDA atau peraturan walikota mengenai penyelenggaraan wisata syariah bagi industri di Manado.
X
Dispar Kota Manado X
Dispar Kota Manado
3. Membentuk lembaga sertifikasi halal yang melibatkan unsur Dinas Pariwisata Kota Manado dan MUI Provinsi Sulut Kota dan MUI Manado. 4. Menyusun pedoman penyelenggaraan usaha atau standar usaha pariwisata syariah 2
Aksesibilitas dan Informasi
1. Melakukan sosialisasi mengenai konsep dan tujuan pengembangan wisata syariah kepada aparat pemerintah, masyarakat dan pelaku usaha (industri) pariwisata di Manado. 2. Membuat forum FAQs (frequently Asked Questions) berbasis website sebagai sumber informasi bagi masyarakat akar rumput yang ingin mendapat informasi tentang wisata syariah. 3. Menentukan branding yang tepat berkaitan dengan promosi Manado sebagai destinasi wisata syariah. 4. Mempromosikan Manado sebagai destinasi wisata syariah kepada target pasar.
- 171 -
Panjang (5-6 th)
Kelembagaan
Menengah (3-4 th)
Pendek (1-2 th)
1
INSTANSI
x
X
Dispar Kota Manado, MUI
x
Dispar Kota Manado, Deputi Kelembagaan, Deputi Pengembangan Destinasi Deputi Bidang Pengembangan Destinasi Pariwisata
x
Deputi Bidang Pengembangan Destinasi Pariwisata
x
Dispar Kota Manado x
Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata
NO
VARIABEL
REKOMENDASI
JANGKA WAKTU
Akomodasi (hotel)
1. Melengkapi daya tarik wisata di Manado dengan sarana ibadah dan sarana bersuci yang layak. 2. Menyediakan restoran dan rumah makan bersertifikat halal dengan kuota tertentu di daya Tarik wisata Manado. 1. Menghimbau hotel di Manado untuk lebih family friendly/muslim friendly dengan menyediakan sarana ibadah yang layak. 2. Melengkapi kamar hotel dengan sarana bersuci, alat sholat dan penunjuk arah kiblat. 3. Menyediakan restoran bersertifikat halal di hotel.
5
6
7
Restoran dan Rumah Makan
Biro Perjalanan Wisata
Pramuwisata
4. Memfasilitasi sertifikasi halal bagi restoran hotel. 1. Menghimbau pengelola restoran dan rumah makan untuk ikut sertifikasi halal MUI 2. Memfasilitasi sertifikasi halal bagi restoran dan rumah makan di Manado. 1. Menghimbau BPW di Manado untuk menyediakan paket wisata halal atau syariah 2. Menghimbau BPW di Manado untuk membuat daftar akomodasi dan restoran halal 2. Melakukan sosialisasi konsep wisata syariah/halal kepada pramuwisata di Manado 3. Menyusun standar komptensi menghandle wisatawan muslim.
- 172 -
pramuwisata
untuk
x x x
x x x x x x x x x
Panjang (5-6 th)
4
Daya Tarik wisata
Menengah (3-4 th)
Pendek (1-2 th)
3
INSTANSI
Dispar Kota Manado, Pengelola Daya Tarik Wisata Dispar Kota Manado, PHRI Dispar Kota Manado, Deputi Bidang Pengembangan Destinasi Pariwisata Dispar Kota Manado, PHRI Dispar Kota Manado, PHRI Dispar Kota Manado Dispar Kota Manado, PHRI Dispar Kota Manado, PHRI Dispar Kota Manado, ASITA Dispar Kota Manado, ASITA Dispar, Deputi Pengembangan Destinasi Dispar Kota Manado, Deputi Kelembagaan,
NO
VARIABEL
REKOMENDASI
JANGKA WAKTU Panjang (5-6 th)
SPA, Sauna dan Massage
Menengah (3-4 th)
Pendek (1-2 th)
untuk
x
1. Menyediakan paket SPA, sauna dan massage untuk wisatawan muslim (muslim friendly.) 2. Menyediakan terapis sesuai dengan muhrimnya (terapis pria untuk pelanggan pria dan terapis wanita untuk pelenggan wanita)
x
HPI Dispar Kota Manado, Deputi Kelembagaan, HPI Pengelola SPA
x
Pengelola SPA
4. Menyiapkan pramuwisata yang menghandle wisatawan muslim. 8
INSTANSI
- 173 -
kompeten
6.3.
Keterbatasan Penelitian
Beberapa keterbatasan dalam penelitian ini diantaranya: a. Dikarenakan keterbatasan biaya dan waktu penelitian, maka penentuan nilai kritis pengambilan sampling hanya ditentukan 10 persen (pada Bab 3). b. Kemungkinan terjadinya selection bias dalam pemilihan sampel, dimana bila sampel yang dipilih berbeda dan dalam periode waktu yang berbeda maka hasilnya juga akan berbeda. c. Data primer yang digunakan dalam studi ini adalah data primer atas survei yang dilakukan selama penelitian saja, yaitu minggu ke-4 bulan September 2015.
- 174 -
DAFTAR PUSTAKA Aceh, BPS. (2014). Statistik Wisatawan Mancanegara Kota Banda Aceh . Banda Aceh: BPS Kota Banda Aceh. acehbps. (2013). Panjang Jalan Provinsi Menurut Kondisi Jalan (Km). Dipetik Oktober 30, 2015, dari http://aceh.bps.go.id: http://aceh.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/77 Achyar, Mahfud. (2015, Juli 1). Indonesia Sebagai Tujuan Halal Tourism. Dipetik Agustus 5, 5, dari https://achyar89.wordpress.com: https://achyar89.wordpress.com/2015/07/01/indonesia-sebagaitujuan-halal-tourism/ Admin. (2015, mei 17). Halal Tourism dan Lifestyle. Dipetik Agustus 30, 2015, dari bppdt.com: http://bppdntb.com/halal-tourism-danlifestyle.html#.VeHgNj07poY Asdhiana, I. Made. (2014, Februari 04). Aceh Hanya Menjadi Tempat Transit. Dipetik Oktober 12, 2015, dari http://travel.kompas.com: http://travel.kompas.com/read/2014/02/04/1115463/Aceh.Hanya. Menjadi.Tempat.Transit BPSProvAceh. (2014). Provinsi Aceh Dalam Angka 2014. Aceh: BPS Provinsi Aceh. dishubkomintel. (2015, Februari 6). Konsep Desain Angkutan Massal Kota Banda Aceh dan sekitarnya. Dipetik Oktober 30, 2015, dari http://dishubkomintel.acehprov.go.id: http://dishubkomintel.acehprov.go.id/index.php/news/read/2015/0 2/06/32/konsep-desain-angkutan-massal-kota-banda-aceh-dansekitarnya.html Hamzah, Maulana. M., & Yudiana, Yudi. (2015, Februari 9). Analisis Komparatif Potensi Industri Halal dalam Wisata Syariah dengan Konvensional. Dipetik Agustus 4, 2015, dari http://catatanek18.blogspot.co.id: http://catatanek18.blogspot.co.id/2015/02/analisis-komparatif-potensiindustri.html Hutabarat, Arifin. (2015, April Vol.6 No.64). Majalah Pariwisata Edisi 64: Giliran Daerah & Industri Beyond Bali:Selling & Selling. Diambil kembali dari https://books.google.co.id: https://books.google.co.id/books?id=L0t6CAAAQBAJ&pg=PA10&lpg= PA10&dq=great+pariwisata+indonesia&source=bl&ots=Hc_oKHJYEQ &sig=rn2MelcB5ieJtHiMNAkqbBTG6U&hl=en&sa=X&ved=0CGkQ6AEwDGoVChMI-
- 175 -
4G47oymxwIVA3KOCh08xwDE#v=onepage&q=great%20pariwisata %20indonesia&f= IndonesiaTravel. (2013, Oktober 30). Pariwisata Syariah Indonesia. Dipetik Agustus 4, 2015, dari www.indonesiatravel.id: http://www.indonesia.travel/id/event/detail/760/pariwisatasyariah-indonesia Irwanto. (2006). Focused Group Discussion (FGD) : Sebuah Pengantar Praktis. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Kemenpar. (2012, Desember 20). Kemenparekraf Promosikan Indonesia Sebagai Destinasi Pariwisata Syariah Dunia. Dipetik Agustus 2015, 4, dari http://www.kemenpar.go.id: http://www.kemenpar.go.id/asp/detil.asp?c=16&id=2042 Kempar. (2015). Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara Menurut Pintu Masuk dan Kebangsaan. Jakarta: Kementerian Pariwisata. Kilinç, Akyol. &. (2014 ). “Internet and Halal Tourism Marketing”. International Periodical For The Languages, Literature and History of Turkish or Turkic Volume 9/8 Ankara-Turkey , 171-186. Krueger, Richard. (2002, Oktober). A Practical Guide for Applied Research. Dipetik Agustus 30, 2015, dari http://www.eiu.edu: http://www.eiu.edu/~ihec/Krueger-FocusGroupInterviews.pdf MasterCard, & Crescenrating. (2015, Maret). Global Muslim Tourism Index 2015. Dipetik Agustus 4, 2015, dari www.crescenrating.com: http://www.crescenrating.com/mastercard-crescenrating-globalmulsim-travel-index.html Menteri Pariwisata Tak Setuju Istilah Wisata Syariah. (2015). Dipetik Agustus 4, 2015, dari http://news.fimadani.com: http://news.fimadani.com/read/2015/01/21/menteri-pariwisatatak-setuju-istilah-wisata-syariah/diakses tanggal 4 Agustus 2015) Murdaningsih, Dwi., & Pratiwi, Fuji. (2015, Juni 25). Wisata Halal Indonesia Kalah Dibanding Malaysia dan Thailand. Dipetik Agustus 25, 2015, dari http://www.republika.co.id/: http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/syariahekonomi/15/06/25/nqhy7w-wisata-halal-indonesia-kalahdibanding-malaysia-dan-thailand Nashrullah, Nashih., & Pratiwi, Fuji. (2014, September 7). Wisata Halal Jadi Tren di Turki. Dipetik Agustus 6, 2015, dari http://www.republika.co.id: http://www.republika.co.id/berita/koran/kabarjabar/14/09/07/nbj9dt-wisata-halal-jadi-tren-di-turki
- 176 -
paradiso. (2015). Menpar: Tiga Kebijakan Baru Pariwisata Mudahkan Pelancong Malaysia ke Indonesia. Dipetik Oktober 30, 2015, dari http://paradiso.co.id/: http://paradiso.co.id/12185/menpar-tigakebijakan-baru-pariwisata-mudahkan-pelancong-malaysia-keindonesia.html Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Utara Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2014 – 2034, http://www.pu.go.id/uploads/services/infopublik20140416142303 .pdf, diakses tanggal 7 Desember 2015 PewResearchCenter. (2010). Global Religious Futures. Dipetik Agustus 6, 2015, dari http://www.globalreligiousfutures.org: http://www.globalreligiousfutures.org/explorer/custom#/?subtopic =15&chartType=pie&data_type=percentage&year=2010&religious_aff iliation=all&countries=Turkey&age_group=all&pdfMode=false PewResearchCenter. (2015). Malaysia All Population. Dipetik Agustus 6, 2015, dari http://www.globalreligiousfutures.org: http://www.globalreligiousfutures.org/explorer/custom#/?subtopic =15&chartType=pie&data_type=percentage&year=2020&religious_aff iliation=all&countries=Malaysia&age_group=all&pdfMode=false Pratiwi, Fuji., & Murdaningsih, Dwi. (2015, Juni 25). Wisata Halal Indonesia Kalah Dibanding Malaysia dan Thailand. Dipetik Agustus 5, 2015, dari http://www.republika.co.id: http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/syariahekonomi/15/06/25/nqhy7w-wisata-halal-indonesia-kalahdibanding-malaysia-dan-thailand Putra, Yudha. Manggala. (2015, Juni 23). Singapura Luncurkan Buku Panduan Wisata Halal. Dipetik Agustus 5, 2015, dari http://www.republika.co.id: http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/15/06/23/nqel uz-singapura-luncurkan-buku-panduan-wisata-halal Putri, Winda. Destiana. (2015, Mei 12). Menpar: Wisata Halal Harus 'Rahmatan Lil Alamin'. Dipetik Agustus 5, 2015, dari http://www.republika.co.id: http://www.republika.co.id/berita/gayahidup/travelling/15/05/12/ no8jis-menpar-wisata-halal-harus-rahmatan-lil-alamin Putri, Winda. Destiana. (2015, Juni 10). Thailand Luncurkan Aplikasi untuk Turis Muslim. Dipetik Agustus 5, 2015, dari http://gayahidup.republika.co.id: - 177 -
http://gayahidup.republika.co.id/berita/gayahidup/travelling/15/06 /10/npq7ls-thailand-luncurkan-aplikasi-untuk-turis-muslim Putri, Winda. Destiana., & Pratiwi, Fuji. (2015, Mei 26). Gangwon Korea Selatan Siap Jadi Destinasi Wisata Halal. Dipetik Agustus 5, 2015, dari http://www.republika.co.id: http://www.republika.co.id/berita/gayahidup/travelling/15/05/26/ noy34u-gangwon-korea-selatan-siap-jadi-destinasi-wisata-halal Razzaq, Sherin., Hall, C. Michael., & Prayag, Girish. (2015). The Capacity of New Zealand to Accommodate the Halal Tourism Market - Or Not. Dipetik Agustus 5, 2015, dari https://canterbury-nz.academia.edu: https://www.academia.edu/12107406/The_capacity_of_New_Zealand _to_accommodate_the_halal_tourism_market_or_not Reuters, T., & DinarStandard. (2014). State of the Global Islamic Economy 2014-2015 Report. Dubai: Dubai the Capital of Islamic Economy. Rezkisari, Indira. (2014, Oktober 06). Tempat Wisata Korsel Sediakan Fasilitas Mudahkan Turis Muslim. Dipetik Agustus 5, 2015, dari http://gayahidup.republika.co.id: http://gayahidup.republika.co.id/berita/gayahidup/travelling/14/10 /06/nczn6w-tempat-wisata-korsel-sediakan-fasilitas-mudahkanturis-muslim Riduwan. (2004). Dasar-dasar Statistika, Edisi Ketiga. Bandung: Alfabeta. selasar. (2015, September 02). BPS: Pengguna Transportasi Udara Naik 19,52 Persen. Dipetik Oktober 30, 2015, dari https://www.selasar.com: https://www.selasar.com/ekonomi/bps-pengguna-transportasiudara-naik-1952-persen Sofyan, Riyanto. (2012). Prospek Bisnis Pariwisata Syariah. Jakarta: Republika. Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan RD. Bandung: Alfabeta. travel.kompas. (2014, Februari 4). Aceh Hanya Menjadi Tempat Transit. Dipetik November 1, 2015, dari http://travel.kompas.com: http://travel.kompas.com/read/2014/02/04/1115463/Aceh.Hanya. Menjadi.Tempat.Transit UNWTO. (2011). Religious Tourism in Asia and the Pacific. Dipetik Agustus 4, 2015, dari http://publications.unwto.org/: http://publications.unwto.org/sites/all/files/pdf/110325_religious_t ourism_excerpt.pdf
- 178 -
Warsidi, Adi. (2015, Mei 16). Wisata Syariah Aceh Tahun Ini Targetkan 1,8 Juta Turis . Dipetik Agustus 25, 2015, dari http://nasional.tempo.co/: http://nasional.tempo.co/read/news/2015/05/16/058666645/wisat a-syariah-aceh-tahun-ini-targetkan-1-8-juta-turis Worldaffairsjournal. (2015, April 2). The Future of World Religions: Population Growth Projections, 2010-2050. Dipetik Agustus 4, 2015, dari http://www.worldaffairsjournal.org/: http://www.worldaffairsjournal.org/content/future-world-religionspopulation-growth-projections-2010-2050 Wuryasti, Fetri. (2013, Oktober 30). Wisata Halal, Konsep Baru Kegiatan Wisata di Indonesia. Dipetik Agustus 5, 2015, dari http://travel.detik.com: http://travel.detik.com/read/2013/10/30/152010/2399509/1382/ wisata-halal-konsep-baru-kegiatan-wisata-di-indonesia Yusuf, Iwan. Awaludin. (2011, Maret 28). Memahami Focus Group Discission (FGD). Dipetik September 2015, dari Bincang Media: http://bincangmedia.wordpress.com Lainnya: http://www.manadokota.go.id/page-101-geografis.html diakses tanggal 18 Oktober 2015 http://indonesia.travel/sites/site/33/taman-nasional-bunaken, diakses tanggal 1 Desember 2015 http://www.manadokota.go.id/page-101-geografis.html diakses tanggal 18 Oktober 2015 http://anekatempatwisata.com/10-tempat-wisata-di-manado-yang-wajibdikunjungi/ diakses tanggal 19 Oktober 2015 http://manadokota.go.id/berita-1269-gereja-katolik-katedral.html diakses tanggal 19 Oktober 2015 http://manadokota.go.id/berita-1268-klenteng-ban-hin-kiong.html tanggal 19 Oktober 2015
diakses
http://manadokota.go.id/berita-1263-makam-ratu-sekar-kedaton--dimanado-.html diakses tanggal 19 Oktober 2015 Manado Dalam Angka, 2015. Badan Pusat Statistik Manado, Manado
- 179 -
- LAMPIRAN -
- 180 -
LAMPIRAN 1 PEDOMAN FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD)
DAFTAR ISI 1. Pengertian Diskusi Terfokus 2. Topik Diskusi Terfokus 3. Tujuan dan Sasaran 4. Peserta Diskusi Terfokus 5. Waktu Diskusi Terfokus 6. Mekanisme Diskusi Terfokus 7. Pedoman Diskusi
- 181 -
I.
Pengertian Diskusi Terfokus Diskusi terfokus merupakan forum pertukaran pikiran yang dilakukan oleh sekelompok orang dihadapan sekelompok hadirin mengenai suatu masalahtertentu yang telah dipersiapkannya.
II.
Topik Diskusi Terfokus Diskusi Terfokus dilaksanakan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (Banda Aceh)), dan Provinsi Sulawesi Utara (Manado), yang mencakup satu topik besar terkait dengan penelitian wisata syariah yang akan dikembangkan di Indonesia.
III.
Tujuan dan Sasaran Diskusi Terfokus Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memetakan potensi destinasi wisata syariah di Indonesia, menganalisis kesiapan masing-masing destinasi wisata melalui persepsi pelaku usaha wisata dan wisatawan dalam mengembangkan wisata syariah serta mengahsilkan strategi yang tepat untuk mengembangkan wisata syariah sesuai karakteristik destinasi wisata di Indonesia.. Sedangkan sasarannya, sebagai berikut: 1) Teridentifikasi potensi pengembangan wisata syariah di Indonesia 2) Teridentifikasinya permasalahan dalam pengembangan wisata syariah yang mempunyai nilai untuk bersaing di pangsa pasar. 3) Tersusunnya strategi pengembangan wisata syariah berdasarkan kebutuhan pangsa pasar dalam dan luar negeri.
IV.
Peserta Diskusi Terfokus Peserta Diskusi Terfokus dipilih dari pihak-pihak yang kompeten di bidangnya sesuai dengan topik yang dibahas dalam Diskusi Terfokus yaitu : 1. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata 2. BAPPEDA 3. Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) 4. BPS 5. MUI daerah 6. Akademisi 7. Biro Perjalanan Wisata
V.
Waktu Diskusi Terfokus Diskusi Terfokus akan berlangsung selama 2 jam dan dilaksanakan diantara tanggal 22-26 September 2015
- 182 -
VI.
Mekanisme Diskusi Terfokus 1. Membentuk tim No
Lokasi
Nama
1
Provinsi Naggroe Aceh
Waktu
Darussalam 2
Provinsi Sulawesi Utara
Dalam tim tersebut, masing-masing anggota tim memiliki tanggung jawab sebagai: i. Moderator, yaitu fasilitator diskusi yang terlatih dan memahami masalah yang dibahas serta tujuan penelitian yang hendak dicapai (ketrampilan substantif), serta terampil mengelola diskusi (ketrampilan proses). ii. Asisten Moderator/co-fasilitator, yaitu orang yang intensif mengamati jalannya FGD, dan ia membantu moderator mengenai: waktu, fokus diskusi (apakah tetap terarah atau keluar jalur), apakah masih ada pertanyaan penelitian yang belum terjawab, apakah ada peserta FGD yang terlalu pasif sehingga belum memperoleh kesempatan berpendapat. iii. Pencatat Proses/Notulen, yaitu orang bertugas mencatat inti permasalahan yang didiskusikan serta dinamika kelompoknya. Umumnya dibantu dengan alat pencatatan berupa satu unit komputer atau laptop yang lebih fleksibel. iv. Penghubung Peserta, yaitu orang yang mengenal (person, medan), menghubungi, dan memastikan partisipasi peserta. Biasanya disebut mitra kerja lokal di daerah penelitian. v. Penyedia Logistik, yaitu orang-orang yang membantu kelancaran FGD berkaitan dengan penyediaan transportasi, kebutuhan rehat, konsumsi, akomodasi (jika diperlukan), insentif (bisa uang atau barang/cinderamata), alat dokumentasi, dll. vi. Dokumentasi, yaitu orang yang mendokumentasikan kegiatan dan dokumen FGD: memotret, merekam (audio/video), dan menjamin berjalannya alat-alat dokumentasi, terutama perekam selama dan sesudah FGD berlangsung. vii. Lain-lain jika diperlukan (tentatif), misalnya petugas antar-jemput, konsumsi, bloker (penjaga “keamanan” FGD, dari gangguan, misalnya, telepon yang selalu berdering, teman yang dibawa peserta, atasan yang datang mengawasi, dsb). Pembagian tanggung jawab tergantung dari kebijakan/kesepakatan bersama diantara para anggota tim. 2. Memilih dan mengatur tempat
- 183 -
Pelaksanaan FGD dilaksanakan di hotel, minimal jenis hotel bintang tiga. Pemilihan hotel di tempat yang strategis dan dapat dijangkau semua peserta FGD. Untuk hotel bisa dikonsultasikan dan dikoordinasikan dengan pihak/tenaga bantuan daerah. 3. Menyiapkan logistik (terlampir checklist FGD) Logistik adalah berbagai keperluan teknis yang dipelukan sebelum, selama, dan sesudah FGD terselenggara. Umumnya meliputi: a. Tata persuratan/administrasi/tiket untuk masing-masing anggota b. Peralatan tulis (ATK) c. Dokumentasi (audio/video), dan d. Kebutuhan-kebutuhan peserta FGD, seperti: 1) transportasi (uang transport); 2) properti rehat: alat ibadah, konsumsi (makanan kecil dan atau makan utama); 3) akomodasi (jika diperlukan); dan lain sebagainya. e. Keperluan pelaporan baik administrasi dan substansi 1) Administrasi: daftar hadir peserta FGD, daftar honor peserta FGD, dokumentasi foto, kartu nama peserta, tagihan/kwitansi hotel (tempat menginap & tempat pelaksanaan FGD), kop surat hotel (kosong) dengan cap & tanda tangan hotel (2), NPWP hotel (baik tempat menginap maupun tempat pelaksanaan FGD), kwitansi honor tenaga daerah, sewa mobil (kwitansi, fotokopi SIM & STNK, NPWP). 2) Substansi: hard data terkait penelitian, notulensi FGD, hasil observasi, dan lain-lain 4. Jumlah peserta Dalam FGD, jumlah peserta menjadi faktor penting yang harus dipertimbangkan. Menurut beberapa literatur tentang FGD (lihat misalnya Sawson, Manderson & Tallo, 1993; Irwanto, 2006; dan Morgan D.L, 1998) jumlah yang ideal adalah 7 -11 orang, namun ada juga yang menyarankan jumlah peserta FGD lebih kecil, yaitu 4-7 orang (Koentjoro, 2005: 7) atau 6-8 orang (Krueger & Casey, 2000: 4). Terlalu sedikit tidak memberikan variasi yang menarik, dan terlalu banyak akan mengurangi kesempatan masing-masing peserta untuk memberikan sumbangan pikiran yang mendalam. Jumlah peserta dapat dikurangi atau ditambah tergantung dari tujuan penelitian dan fasilitas yang ada. Untuk penelitian ini peserta dibatasi antara 10-15 orang. 5. Rekruitmen peserta Peserta FGD adalah orang yang kompeten di bidangnya minimal pejabat eselon IV atau staf yang menangani pariwisata atau minimal jabatan supervisor di perusahaannya.
- 184 -
VII. Panduan Diskusi/Kunci Pertanyaan 1. Pembukaan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata: sebagai pengantar, perkenalan, dan arahan maksud serta tujuan penelitian Kajian Pengembangan Wisata Syariah di Indonesia. 2. Presentasi (bahan terlampir) Poin-poin yang disampaikan pada saat presentasi (sesuai paparan TOR/KAK) 3. Pertanyaan dalam FGD untuk didiskusikan a) Permasalahan yang terdapat dalam mengembangkan wisata syariah dilihat dari aspek yang dikembangkan oleh Crescent Rating dalam studi GMTI 2015 (kunjungan wis muslim, destinsi liburan keluarga, perjalanan aman, pelayan dan fasilitas yang tersedia di destinasi, kemudahan akses untuk beribadah, layanan dan fasilitas bandara, pilihan akomodasi, mengutamakan kehalalan, kemudahan komunikasi) b) Kekuatan yang terdapat dalam mengembangkan wisata syariah dilihat dari aspek yang dikembangkan oleh Crescent Rating dalam studi GMTI 2015 (kunjungan wis muslim, destinsi liburan keluarga, perjalanan aman, pelayan dan fasilitas yang tersedia di destinasi, kemudahan akses untuk beribadah, layanan dan fasilitas bandara, pilihan akomodasi, mengutamakan kehalalan, kemudahan komunikasi) c) Kelemahan yang terdapat dalam mengembangkan wisata syariah dilihat dari aspek yang dikembangkan oleh Crescent Rating dalam studi GMTI 2015 (kunjungan wis muslim, destinsi liburan keluarga, perjalanan aman, pelayan dan fasilitas yang tersedia di destinasi, kemudahan akses untuk beribadah, layanan dan fasilitas bandara, pilihan akomodasi, mengutamakan kehalalan, kemudahan komunikasi) d) Peluang yang terdapat dalam mengembangkan wisata syariah dilihat dari aspek yang dikembangkan oleh Crescent Rating dalam studi GMTI 2015 (kunjungan wis muslim, destinsi liburan keluarga, perjalanan aman, pelayan dan fasilitas yang tersedia di destinasi, kemudahan akses untuk beribadah, layanan dan fasilitas bandara, pilihan akomodasi, mengutamakan kehalalan, kemudahan komunikasi) e) Tantangan yang terdapat dalam mengembangkan wisata syariah dilihat dari aspek yang dikembangkan oleh Crescent Rating dalam studi GMTI 2015 (kunjungan wis muslim, destinsi liburan keluarga, perjalanan aman, pelayan dan fasilitas yang tersedia di destinasi, kemudahan akses untuk beribadah, layanan dan fasilitas bandara, pilihan akomodasi, mengutamakan kehalalan, kemudahan komunikasi)
- 185 -
f) Langkah nyata yang diperlukan dalam menyusun strategi pengembangan wisata syariah di daerah?
Sebagai referensi, dibawah ini beberapa penjelasan yang dapat digunakan : Beberapa hal yang harus diperhatikan ketika pelaksanaan FGD telah selesai dilakukan ; a. Dokumentasi diantaranya berupa foto/gambar pelaksanaan FGD, hasil rekam suara, dan atau video (jika ada). b. Catatan/notulensi pelaksanaan FGD sebagai bahan laporan c. Lembar isian pertanyaan FGD untuk dicek kembali apakah sudah terisi seluruhnya.
Things to DO:
Welcome participants and introduce yourself. Explain the general purpose of the discussion and why the participants were chosen. Discuss the purpose and process of focus groups Explain the presence and purpose of recording equipment and introduce observers. Outline general ground rules and discussion guidelines such as the importance of everyone speaking up, talking one at a time, and being prepared for the moderator to interrupt to assure that all the topics can be covered. Review break schedule and where the restrooms are. Address the issue of confidentiality. Inform the group that information discussed is going to be analyzed as a whole and that participants' names will not be used in any analysis of the discussion. Read a protocol summary to the participants.
- 186 -
CHECK LIST PENELITIAN KAJIAN PENGEMBANGAN WISATA SYARIAH DI INDONESIA 2015
Nama Barang Buku Panduan FGD Lembar Isian FGD Ticket Korespondensi Surat Booking Hotel Administrasi Hotel (kwitansi sewa ruang, NPWP, dll sesuai RAB) Sewa mobil + administrasi sewa mbl (Fotocopy SIM, STNK, NPWP) Daftar hadir peserta FGD Daftar honor peserta FGD + narsum+ moderator Kit FGD Visum/SPPD Daftar konfirmasi peserta Laptop Camera Voice Recorder Pointer ATK
- 187 -
LAMPIRAN 2 Pedoman Wawancara Kajian Pengembangan Wisata Syariah Pedoman Wawancara Mendalam A. WISATAWAN Identitas Informan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 No 1. 2. 3. 4. 5. 6 7 8 9 10 11 12
Nama : Umur : Jenis Kelamin : Pendidikan Terakhir : Jabatan/Pekerjaan : Lama Kerja : No. Telp/Hp : Email : Alamat : Pertanyaan Apakah Anda mengetahui wisata syariah? Bagaimana pendapat Anda tentang wisata syariah? Apakah Anda mempertimbangkan aspek halal/haram saat berwisata? Seberapa besar potensi wisata di Aceh/Manado yang dapat dikembangkan sebagai tujuan wisata syariah? Apakah di Aceh/Manado ada tempat-tempat wisata keagamaan, seperti ziarah ke makam atau gereja? Apakah di tempat wisata (Aceh/Manado) tersedia fasilitas ibadah di tiap destinasinya? Apakah di hotel-hotel (Aceh/Manado) tersedia fasilitas ibadah seperti mushola/sajadah/Al Quran? Apakah di restoran-restoran (Aceh/Manado) tersedia pemisahan makanan halal dan nonhalal? Apakah di Aceh/Manado sudah terdapat restoran dan hotel yang sudah memiliki sertifikat halal? Apakah dalam paket perjalanan (tour and travel) memperhatikan waktu salat? Pernah ada sosialisasi dari pemerintah terkait wisata syariah? Apakah ada promosi khusus tentang wisata syariah?
- 188 -
Jawaban
B. PELAKU INDUSTRI Identitas Informan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 No 1. 2. 3. 4. 5. 6 7 8 9 10 11 12
Nama Umur Jenis Kelamin Pendidikan Terakhir Jabatan/Pekerjaan Lama Kerja No. Telp/Hp Email Alamat Pertanyaan
: : : : : : : : : Jawaban
Apakah Anda mengetahui wisata syariah? Bagaimana pendapat Anda tentang wisata syariah? Bagaimana kesadaran pengusaha sektor pariwisata di Aceh/Manado akan produk halal? Seberapa besar potensi wisata di Aceh/Manado yang dapat dikembangkan sebagai tujuan wisata syariah? Berapa banyak wisatawan nusantara/ mancanegara yang mengunjungi destinasi wisata syariah? Apakah di hotel-hotel (Aceh/Manado) tersedia fasilitas ibadah seperti mushola/sajadah/AlQuran? Apakah di restoran-restoran (Aceh/Manado) terdapat pemisahan kategori makanan halal dan non-halal? Apakah di Aceh/Manado terdapat restoran dan hotel yang sudah memiliki sertifikat halal? Apakah dalam paket perjalanan (tour and travel) memperhatikan waktu salat? Siapa target wisatawan syariah? Apakah ada regulasi khusus kepada pengusaha dan industri yang ingin menjalankan bisnisnya dengan menerapkan prinsip syariah? Bila sudah diterapkan, apakah terdapat kendala dalam penerapannya?
- 189 -
C. Pemerintah Daerah Identitas Informan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 No 1. 2. 3. 4. 5. 6 7 8 9
Nama Umur Jenis Kelamin Pendidikan Terakhir Jabatan/Pekerjaan Lama Kerja No. Telp/Hp Email Alamat Pertanyaan
: : : : : : : : : Jawaban
Daya tarik wisata apa saja yang menjadi unggulan di Aceh/Manado Bagaimana dengan wisata syariah? Apakah cukup potensial? Seberapa besar potensi wisata di Aceh/Manado yang dapat dikembangkan sebagai tujuan wisata syariah? Adakah kebijakan atau regulasi yang dikeluarkan Pemerintah terkait wisata syariah? Pernah ada sosialisasi atau promosi tentang wisata syariah dari pemerintah terkait? Bagaimana kondisi fasilitas/sarana prasarana di daerah destinasi wisata di Aceh/Manado. Apakah sudah dianggap layak dan suci untuk wisata syariah? Kendala apa yang dihadapi dalam mengembangkan wisata syariah? Bagaimana respons wisatawan dengan wisata syariah? Koordinasi dari berbagai pihak tentang wisata syariah?
- 190 -
LAMPIRAN 3 KUESIONER PENELITIAN KAJIAN PENGEMBANGAN WISATA SYARIAH MANADO No. Kuesioner Tgl
: :
Kode Entri Data Paraf Responden
: :
Yth. Bapak /Ibu/S dr/i
Asisten Deputi Penelitian dan Pengembangan Kebijakan Kepariwisataan, sedang mengadakan Penelitian: Kajian Pengembangan Wisata Syariah. Tujuan penelitian untuk mengetahui kesiapan destinasi wisata Indonesia dalam mengembangkan wisata syariah. Kami mohon bantuan Bapak/Ibu/Sdr/I untuk mengisi daftar pertanyaan terlampir sebagai bahan untuk analisis kami. Kami menjamin sepenuhnya kerahasiaan identitas dari Bapak/Ibu/Sdr/i sesuai UU Statistik yang berlaku di Indonesia. Atas kerjasama yang baik diucapkan terima kasih. a.n. Asdep Litbang Kebijakan Kepariwisataan KementerianPariwisata A. DEMOGRAFI (Berilah“X” padajawaban yang anda pilih) 1 2 3
Nama(optional) Kebangsaan Domisili (kab/kota)
: : :
(1) Laki-laki (2) Perempuan 5 Usia : ………………………………………………………….Tahun Pendidikan (1) ≤ SMP (4) S1 6 Terakhir : (2) SMA (5) ≥ S2 (Formal) (3) Diploma (1) Profesional/swasta (2) PNS (Government Official) (3) TNI/Polri Pekerjaan 7 : (4) Pelajar/Mahasiswa Utama (5) Pensiunan (6) Ibu rumah tangga (7) Lainnya………………………………………………………. B. KESIAPAN SEBAGAI DESTINASI WISATA SYARIAH DI MANADO (Berilah tanda “X” pada jawaban yang anda pilih) 4
Jenis Kelamin
NO I 8 9 10
:
PERNYATAAN Manado memiliki Daya Tarik Wisata: yang meliputi wisata alam, wisata budaya dan wisata buatan Berbagai produk seperti wisata belanja, kuliner, sightseeing, atraksi budaya dll Makanan dan minuman halal di destinasi wisata mudah diperoleh
- 191 -
JAWABAN Sangat tidak Baik
Tidak baik
Netral
baik
Sangat Baik
11
12
13
Pertunjukan seni budaya yang diselenggarakan tidak bertentangan dengan kaidah syariah Yang menyediakan tempat ibadah layak dan suci dan dilengkapi dengan sarana bersuci yang memadai di destinasi wisata. Sanitasi dan kebersihan lingkungan di destinasi wisata terjaga dengan baik
II
Akomodasi Wisata Syariah di Manado
14
Tersedia tempat ibadah yang layak di hotel dan tempat menginap lainnya Tersedia sarana bersuci yang layak di hotel dan tempat menginap lainnya.
15
16
17
18
Sangat Tidak Baik
Tidak Baik
Netral
Baik
Sangat Baik
Tersedia makanan dan minuman yang halal di hotel dan tempat menginap lainnya Suasana hotel aman, nyaman dan kondusif untuk keluarga dan keperluan bisnis Sanitasi dan kebersihan lingkungan hotel terjaga dengan baik
Usaha Penyedia Makanan dan Minuman di Manado Terdapat Restoran yang menyediakan makanan dan minuman yang terjamin kehalalannya dengan sertifikasi halal dari MUI Sanitasi dan kebersihan lingkungan restoran dan penyedia jasa makanan dan minuman terjaga dengan baik
Sangat Tidak Siap
Tidak Siap
Netral
Siap
Sangat Siap
IV
SPA, Sauna, Massage di Manado
Sangat Tidak Siap
Tidak Siap
Netral
Siap
Sangat Siap
21
Tersedia terapis pria untuk pelanggan pria, dan terapis wanita untuk pelanggan wanita Praktik SPA, sauna, dan massage tidak mengandung unsur pornoaksi dan pornografi Menggunakan bahan yang halal dan tidak terkontaminasi babi dan produk turunannya Tersedia sarana yang memudahkan untuk beribadah di tempat SPA, sauna dan massage
III 19
20
22
23
24
- 192 -
V 25 26
27
Biro Perjalanan Wisata Syariah di Manado Menyediakan paket wisata yang sesuai dengan kriteria pariwisata syariah Memiliki daftar akomodasi yang sesuai dengan panduan umum akomodasi pariwisata syariah Memiliki daftar usaha penyedia makanan dan minuman yang sesuai dengan panduan umum usaha penyedia makanan dan minuman pariwisata syariah
Sangat Tidak Siap
Tidak Siap
Netral
Siap
Sangat Siap
Pramuwisata (Pemandu Wisata) Syariah di Manado Memahami dan mampu melaksanakan nilai-nilai syariah dalam menjalankan tugas Berakhlak baik, komunikatif, ramah, jujur dan bertanggung jawab Berpenampilan sopan dan menarik sesuai dengan nilai etika islam Memiliki kompetensi kerja sesuai dengan standar profesi yang berlaku
Sangat Tidak Baik
Tidak Baik
Netral
Baik
Sangat Baik
VII
Aksesibilitas di Manado
Sangat Tidak Baik
Tidak Baik
Netral
Baik
Sangat Baik
32
Kemudahan akses informasi wisata syariah/halal Objek wisata mudah dijangkau Transportasi (darat, Laut, udara) mudah dijangkau Biaya transportasi sesuai standar
VI 28
29 30 31
33 34 35
36. Apakah anda menggunakan biro perjalanan wisata syariah? a. Iya, alasan………………………………………………………………………………………………………… b. Tidak, alasan……………………………………………………………………………………………………… 37. Apakah anda mengutamakan “halal” dalam melakukan perjalanan wisata ? a. Iya, alasan………………………………………………………………………………………………………… b. Tidak, alasan……………………………………………………………………………………………………… 38. Saran untuk pengembangan wisata syariah: ………………………………………………………………………………………………………………………………….. ………………………………………………………………………………………………………………………………….. ………………………………………………………………………………………………………………………………….. -
Terimakasih -
- 193 -
LAMPIRAN 4 FOTO KEGIATAN 1. ACEH Wawancara dengan narasumber: Kadisbudpar Prov. Aceh (Bpk. Reza Fahlevi)
Wawancara dengan Informan: Mr. Pols (Nurdin Hidayat) pemilik Aceh Explorer Tour
Suasana FGD di Aceh
Suasana FGD di Aceh
- 194 -
2. MANADO
Registrasi Peserta FGD di Manado
Suasana FGD di Manado
Wawancara dengan informan: (Ketua STP Manado)
Wawancara dengan Informan: Ketua MUI dan LPPOM-MUI Prov. Sulawesi Utara
- 195 -