Kota Pusaka untuk Kesehatan Kota
6
Bagi-bagi Kewajiban Hapus Kumuh Permukiman
16
Edisi 06/Tahun XIII/Juni 2015
Korupsi Sebagai Extra Ordinary Crime
21
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
Karya Cipta Infrastruktur Permukiman
Mengembalikan Identitas
Kota Pusaka
LENSA CK • Pelantikan dan Serah Terima Jabatan Pejabat Eselon 2 di Lingkungan Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
daftar isi
Edisi 064Tahun XIII4Juni 2015
Berita Utama Identitas 4 Mengembalikan Kota Pusaka Pusaka untuk 6 Kota Kesehatan Kota
liputan khusus Kota Pusaka 10 Melestarikan Kita
4
info baru Habitat Dorong 15 Kemitraan Banjarmasin sebagai Kota Sungai
15
Kewajiban 16 Bagi-bagi Hapus Kumuh Permukiman Karya Tak Henti Bantu 18 Cipta Pengungsi Sinabung 9 Kabupaten /Kota 20 Baru Lampung yang Miliki Perda BG
21 Korupsi Sebagai Extra Ordinary Crime
10 26
inovasi Pengelolaan 26 Sistem Sampah:
Tanggung Jawab Siapa ?
Selamanya Dibakar, 28 Tak Sampah Ada di Baazar
20
Sebaiknya Ini Baik ? 30 Mengapa Mengapa Ini Kurang Baik ?
PLUS! lensa ck • Pelantikan dan Serah Terima Jabatan Pejabat Eselon 2 di Lingkungan Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat • Malam Pisah Sambut Dirjen Cipta Karya Andreas Suhono dengan Imam S. Ernawi
2
28
editorial Pelindung Pelindung Budi Yuwono P Andreas Suhono Penanggung Jawab Antonius Budiono Penanggung Jawab Dewan Redaksi Dwityo A. Soeranto Susmono, Danny Sutjiono, M. Sjukrul Amin, Amwazi Idrus, GuratnoRedaksi Hartono, Tamin MZ. Amin, Dewan Nugroho Tri Utomo Rina Agustin Indriani, Adjar Prajudi, Rina Farida, Dodi Krispatmadi, Pemimpin RedaksiMochammad Natsir, Nugroho Tri Utomo Dian Irawati, Sudarwanto Penyunting dan Penyelaras Naskah T.M. Hasan,Redaksi Bukhori Pemimpin Sri Murni Edi K, Sudarwanto Bagian Produksi Erwin A. Setyadhi, Djoko Karsono, Diana Kusumastuti, Penyunting RedaksiBernardi Heryawan, M. Sundoro, ChandraBuchori RP. Situmorang, Bhima Dhananjaya, Fajar Santoso, Ilham Muhargiady, Sri Murni Edi K, Desrah, Wardhiana Suryaningrum, R. Julianto, Bagian Produksi Bhima Dhananjaya, Djati Waluyo Widodo, Dian Ariani, Indah Raftiarty, Riama Simbolon, Indah Raftiarty, Danang Pidekso Ari Iswanti, Bramanti Nawangsari Bagian Administrasi & Distribusi Luargo, Administrasi Joni Santoso, & Nurfathiah Bagian Distribusi
Luargo, Joni Santoso Kontributor Dwityo A. Soeranto, Hadi Sucahyono, Nieke Nindyaputri, R. Mulana MP. Sibuea, Kontributor Adjar Prajudi, Rina Farida, Didiet A. Akhdiat, Edward Abdurrahman, R. Mulana MP. Sibuea, RG. Eko Djuli S, Dedy Permadi, Th Srimulyatini M. Sundoro, Dian Irawati, Nieke Nindyaputri, Respati, Joerni Makmoerniati, Syamsul Hadi, Prasetyo, Oloan MS, Chandra RP. Situmorang, Hendarko Rudi S, Iwan Dharma S, Rina Agustin, Ade Syaiful Rachman, Kusumawardhani, Handy B. Legowo, Dodi Krispatmadi, Indah Widyahapsari, Dian Suci Hastuti. Rudi A. Arifin, Endang Setyaningrum, Alex A. Chalik, Djoko Mursito, N. Sardjiono, Oloan M.Redaksi Simatupang, Hilwan, Kun Hidayat S, Alamat Deddy Sumantri, Halasan Sitompul, Jl. Patimura No. 20, Kebayoran Baru 12110 Sitti Bellafolijani, M. Aulawi Dzin Nun, Telp/Fax. 021-72796578 Ade Syaiful Rahman, Aryananda Sihombing, Agus Achyar, Ratria Anggraini, Dian Suci Hastuti, Email Emah Sudjimah, Susi MDS Simanjuntak,
[email protected] Didik S. Fuadi, Kusumawardhani, Airyn Saputri, Budi Prastowo, Aswin G. Sukahar, Wahyu K. Susanto, websitePutri Intan Suri, http://ciptakarya.pu.go.id Siti Aliyah Junaedi Alamat Redaksi Jl. Patimuratwitter No. 20, Kebayoran Baru 12110 @ditjenck Telp/Fax. 021-72796578 Email
[email protected] instagram @ditjenck
Cover : Lawang Sewu Kota Semarang (foto : Dedi Andrian)
Buletin ini menggunakan 100% kertas daur ulang (cyclus paper)
Beban Biaya di Balik Indahnya Kota Pusaka Membayangkan kota dengan identitas yang kuat memang selalu menghibur. Semua orang dapat menikmati pelajaran sejarah dan transformasi nilai budaya kepada anak cucu. Layaknya air, situs pusaka di sebuah kota tempat tinggal ibarat sumber air yang tak pernah habis menyejukkan aktivitas warga kota. Di tengah laju urbanisasi yang berdampak pada semua sektor dan cenderung terlihat ketidaksiapan sebuah kota untuk mengantisipasi dampak buruknya, kawasan pusaka sekali lagi adalah zat penenang agar warganya tak ‘gila’. Ilustrasi ini hanya dapat dirasakan bagi yang benarbenar pernah merasakan wisata budaya dengan nilai-nilai luhur yang pusaka. Ada 28 kabupaten/kota yang berpartisipasi dalam Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka (P3KP). Pada tahap awal, 10 kota/kabupaten menjadi proyek percontohan, yaitu Kota Banda Aceh, Kota Sawahlunto, Kota Palembang, Kota Bogor, Kota Semarang, Kota Yogyakarta, Kota Banjarmasin, Kota Baubau, Kota Denpasar dan Kabupaten Karangasem. Itu yang diprakarsai Ditjen Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum saat itu, dan saat ini program tersebut ditangani Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Namun sayangnya biaya untuk penataan dan pelestariannya memang besar. Beberapa pihak sedang mengembangkan pola Public Private Partnership (PPP). Catat saja misalnya, Kota Banda Aceh ingin mengembangkan Kawasan Gampong Pande dan membutuhkan lebih banyak pengetahuan dan pengalaman bagaimana melakukannya. Kota Palembang dan Kota Banjarmasin akan membutuhkan pen dekatan yang berkaitan dengan pembangunan kawasan sekitar tepian sungai Kota Sawahlunto. Kota Sawahlunto hendak mengembangkan pusaka industri dengan cara olah desain dan membutuhkan pendekatan untuk mengembangkan program kolaboratif dengan perusahaan BUMN (PT Bukit Asam). Kota Bogor membutuhkan pendekatan untuk sektor informal di Kawasan Surya Kencana dan ingin belajar dari Quito, Ekuador di mana pemerintah daerah dan usaha lokal dapat bekerjasama. Sementara di Yogyakarta ingin melestarikan bangunan pusaka dan meminta informasi lebih lanjut tentang Prinsip Dana Bergulir yang dikembangkan National Restoration Fund, Belanda. Kota Semarang memerlukan pendekatan untuk mere habilitasi dan mengembangkan pusat kota lama terutama dengan pendekatan Public Private Partnership (PPP) dan strategi perkotaan pendukung. Kota Baubau menyajikan proyek Benteng Wolio dan perlu mendekati investor swasta dan dapat mempertimbangkan pendekatan berbasis masyarakat dalam pelestarian dan Kabupaten Karangasem ingin mengembangkan pusaka alam melalui pengelolaan sistem pengairan secara tradisional yang disebut ‘Subak’ dan membutuhkan lebih ba nyak pengetahuan dan pengalaman. Pola pembiayaan apapun jika dirancang dan direncanakan dengan matang akan menuai hasil. Misalnya dengan mengimplementasikan pola PPP untuk kota pusaka dimulai dengan proyek percontohan berskala kecil, yang akan menjadi acuan untuk proyek-proyek berikutnya. Kota Sawahlunto pernah menyusun proposal yang potensial untuk penerapan PPP (model stadsherstel atau pendekatan terintegrasi). Sementara, Semarang mempunyai potensi untuk menerapkan model stadsherstel. Kota-kota tersebut bisa mulai dengan proyek PPP kecil. (Teks : Buchori) Redaksi menerima saran maupun tanggapan terkait bidang Cipta Karya ke email
[email protected] atau saran dan pengaduan di www.pu.go.id
Edisi 064Tahun XIII4Juni 2015
3
berita utama
Mengembalikan Identitas Kota Pusaka Indonesia dihadapkan pada tantangan menangani kumuh yang ada dan mencegah timbulnya permukiman kumuh yang baru. Keduanya berjalan beriringan hingga tercapainya target 0% kumuh tahun 2019. Pada aspek Penataan Bangunan, Ditjen Cipta Karya melalui Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka (P3KP) mendorong pengelolaan Kawasan Pusaka untuk mengembalikan jati diri dan mencegah kawasan kumuh baru akibat urbanisasi.
K
ementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) akan mengembalikan identitas “Kota Pusaka” di Indonesia yang terancam hilang karena pesatnya pertumbuhan ekonomi perkotaan. Upaya mewujudkan hal itu akan dilaksanakan melalui Pro gram Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka (P3KP) yang sudah diikuti 45 kabupaten/kota. Pada seminar “Smart Planning for Heritage River Cities” di Jakarta Convention Center, Jumat (29/5/2015), Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan Ditjen Cipta Karya, Adjar Prajudi, mengungkapkan lewat program yang digagas itu, Kementerian PUPR akan mendorong penyusunan Pedoman Pelestarian Kota Pusaka dan Rencana Aksi Pengelolaan Kota Pusaka. Adjar mengatakan, sebagai aset pusaka, heritage atau cagar budaya merupakan rekam jejak sejarah bangsa Indonesia, dari kerajaan Nusantara hingga masa setelah kemerdekaan. Asetaset itu memiliki nilai kearifan lokal otentik. “Kami ingin semua pihak memiliki perhatian dengan isu pelestarian kota pusaka dan bersemangat untuk mengeksplorasi ide-ide melestarikan sejarah yang terkandung dalam bangunan pusaka, sekaligus juga mempertahankan utilitas bangunan pusaka agar sejalan dengan perkembangan kota-kota modern di Indonesia,” ujar Adjar. Dia menambahkan, berbagai masukan dari seminar tersebut diharapkan dapat disepakati sebagai satu bentuk pedoman untuk dijadikan acuan atau standar menata kawasan pusaka secara komprehensif dengan mempertimbangkan perkembangan per kotaan, baik secara fisik, ekonomi, maupun sosial. “Kota Pusaka harus mendapatkan perhatian karena pertumbuhan eko nomi
4
Indonesia yang sangat pesat dikhawatirkan menggerus pe ninggalan budaya. Harapannya, Indonesia nantinya tetap tum buh menjadi sebuah negara yang berkembang pesat, tanpa mengabaikan perkembangan kota-kota pusaka yang merupakan warisan luhur,” ujarnya. Beri Manfaat Ekonomi Warisan budaya dunia dan heritage lainnya, menurut Wakil Ketua Jaringan Kota Pusaka Indonesia (JKPI) Basyir Ahmad, akan memberi manfaat secara ekonomi, selain manfaat sosial dan budaya. Wali Kota Pekalongan itu mencontohkan, ketika batik diakui sebagai salah satu warisan budaya dunia oleh Unesco pada 2009, penjualan batik di Kota Santri meningkat cukup signifikan dan hal itu berlangsung sampai sekarang. Dalam seminar ”Jelajah Kota Pusaka” di Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Solo, medio Mei lalu, Dirjen Cipta Karya Andreas Suhono menjelaskan, sejak 2012 Kementerian PU melalui Ditjen Penataan Ruang berkolaborasi dengan Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) merintis Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka (P3KP), sebagai upaya nyata melestarikan aset-aset pusaka bangsa yang tersebar di berbagai daerah. Komitmen dalam P3KP itu selaras dengan UU 11/ 2010 tentang Cagar Budaya, UU 28/2002 tentang Bangunan, dan UU 26/ 2007 tentang Penataan Ruang. Intinya, kata Andreas, untuk melestarikan cagar budaya, negara bertanggung jawab dalam pengaturan perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan. ”Untuk mewujudkan Rencana Aksi Kota Pusaka dibutuhkan dukungan berbagai pihak, baik berupa pendanaan maupun
berita utama partisipasi lainnya. Seluruh komponen masyarakat, NGO, praktisi, pemerhati, pengusaha, harus dilibatkan dalam gerakan ini, selain pemerintah dan pemerintah daerah,” katanya. Lebih lanjut Andreas mengatakan, pengelolaan aset pusaka membutuhkan dukungan finansial yang besar. Karena itu di perlukan perencanaan keuangan yang komprehensif dan me libatkan berbagai sumber pendanaan, yang tidak mungkin hanya mengandalkan anggaran pemerintah. Disadari, pembiayaan pelestarian aset-aset pusaka bisa jadi tidak menarik bagi sektor swasta, karena kerumitan dalam pemeliharaannya. Namun bagaimanapun pihak swasta tetap dapat dilibatkan dalam pembiayaan pengelolaan aset-aset pusaka, sebagai bentuk kepedulian pelestarian atau bahkan peningkatan nilai aset-aset pusaka.
Pihaknya kata Bima Arya, saat ini masih akan fokus pada struktur nonfisik seperti garis panduan dan peraturan wali kota. Kami ingin kajian lebih dahulu seberapa jauh kemampuan pe merintah kota merevitalisasi, lalu kemungkinan pendanaan kare na revitalisasi juga perlu pendanaan.
Pemkot Bogor Siapkan Rencana Aksi Gayung bersambut, Pemerintah Kota Bogor sedang menyusun rencana aksi kota pusaka untuk menjaga identitas kota. Rencana aksi ini akan bermuara pada revitalisasi sejumlah kawasan pecinan di Suryakencana dan kawasan Arab di Empang, serta mendorong peningkatan status Kebun Raya Bogor sebagai pusaka dunia. ”Kota pusaka akan diarahkan untuk kawasan pecinan dan Empang karena karakteristiknya mendekati homogen. Namun, yang menyusun konsep kota pusaka adalah Bappeda Kota Bogor,” kata Bima Arya di sela-sela seminar ”Jelajah Kota Pusaka”. Penyusunan rencana aksi itu merupakan bagian dari program
Kota Sawahlunto
Penyusunan rencana aksi kota pusaka ini juga akan disin kronkan dengan rencana tata ruang wilayah dan rencana detail tata ruang Kota Bogor. Namun, Bima mengaku belum bisa memasang target kapan rencana aksi bisa diimplementasikan dalam revitalisasi kawasan cagar budaya karena bergantung pada program Kementerian Pekerjaan Umum. (Teks: Buchori)
Tamansari Yogyakarta
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang me ngusulkan 10 kota pusaka di Indonesia. Selain Kota Bogor, ada Kota Semarang di Jawa Tengah, Palembang di Sumatera Selatan, Yogyakarta, Aceh, dan Sawahlunto di Sumatera Barat.
Kota Bau Bau
Edisi 064Tahun XIII4Juni 2015
5
berita utama
Kota Pusaka untuk Kesehatan Kota Sebuah kota harus memiliki identitas masa lalu. Kota bisa “gila” kalau tak punya kenangan masa lalu.
Gedung Art Deco Semarang (Foto: John Hantoro Pudjoko)
S
ecara terang-terangan Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Andreas Suhono, melempar isu itu kepada publik. Anggota Ikatan Arsitek Indonesia (IAI), Endy Subijono, pun mendukungnya dengan mengatakan di tengah hiruk pikuk perkembangan wajah kota akibat urbanisasi, bangunan pusaka menjadi pembeda karena dalam jangka 100 tahun banyak kota di berbagai belahan dunia menjadi terlihat mirip atau tidak ada bedanya sama sekali. Jika Anda ingin lebih tahu, sebaiknya simak rangkuman ulasan para narasumber terkemuka yang membahas Kota Pusaka dalam rangkaian Water, Sanitation, and Cities Forum & Expo yang dihelat di Jakarta akhir Mei 2015 lalu. Dua sesi menampilkan Ekonomi Heritage dan Heraitage Impact Assessment. Pada sesi pertama menarik untuk disimak sharing dari seorang policy advisor yang juga sebagai pendiri Jakarta Old Town Revitalization Corporation, Lin Che Wei, seorang Heritage Strategies International, Donovan Rypkema, dan seorang cendekiawan berlatar belakang seorang wartawan, Nasir Tamara. Lin Che Wei mengutip Robert Solow peraih Nobel 1987 bidang bidang pertumbuhan ekonomi mengatakan bahwa dalam jangka panjang tempat dengan identitas yang khas akan lebih makmur dari yang tidak. Di bidang yang digeluti Lin Che Wei, dia mengurus Kota Tua Batavia yang luasnya 1,5 km2 atau 0,2% dari luas Kota Jakarta 740 km2. Luasan yang belum tentu diminati developer. “Membenahi kota tua itu identik dengan konsep key performance indicator. Membenahi kota tua itu membenahi Jakarta, dan membenahi Indonesia. Dalam 0,2 km2 Anda harus
6
membuktikan bahwa kita bisa membuat suatu perubahan. Bangsa yang beradab itu yang bisa menghargai tanah,”papar Lin Che Wei. Kota Batavia, di lokasinya saat ini memiliki karakter kawasan yang masih cukup utuh. Ada symbol of power, symbol of civilization, dan symbol of trade. Bukan saja penting sebagai kota perairan tapi juga intercontinental link. 5-6 bulan yang lalu Ron Van Oers mempertanyakan insentif saya merevitalisasi kota tua. Kota ini disebut oleh Gubernur Jendral VOC di Batavia Jan Pieter Soen Coen, sebagai salah satu kota yang ideal. Dengan penuh kesadarannya, Lin Che Wei memilih membenahi kota bikinan penjajah, bukan yang lebih nasionalistik. Pertanyaan orang itu ia jawab santai. “Saya adalah Warga Negara Indonesia keturunan cina dan beragama Katolik. Bagi saya, mencoba melestarikan gedung gereja katedral itu bagian dari iman saya, itu mudah. Untuk melestarikan rumah cina itu juga mudah karena ada di dalam race saya. Melestarikan tugu proklamasi juga mudah karena itu jiwa warga Negara saya. Namun melestarikan kota yang dibangun penjajah, maka kamu harus mempunyai alasan yang jauh lebih kuat,” tutur Lin. Ya, alasannya adalah heritage (pusaka). Pusaka berarti memiliki nilai universal value yang jauh lebih penting dari agama, ras, dan nasionalisme. Semangat menyelamatkannya didorong keyakinan bahwa benda itu punya nilai yang melampaui tidak hanya milik kota Jakarta, Indonesia, tapi juga milik dunia. Menurut Lin, yang kita coba lestarikan bukanlah romantisme untuk dijajah kembali. Tapi semangatnya adalah kita mengatakan, kita ingin membuat Indonesia sejajar dengan bangsa lain karena telah bisa menerima sejarah kita dan melihat ke depan.
berita utama Dia juga yakin akan upayanya ini dengan merangkul public private partnership. Lewat lembaganya, dia mendekati property developer. Tujuh dari Sembilan shareholder memiliki lebih dari 60% space di Jakarta. “Di saat kamu mati, kamu tidak akan menyesal kenapa tidak membangun lebih banyak mal. Tapi kamu akan menyesal kenapa tidak melestarikan kawasan kecil yang mempunyai sejarah penting untuk bangsa ini,” urainya bersemangat. Jika Lin Che Wei bicara dari sisi lokalitas Indonesia, Donovan Rypkema mengurai fenomena ekonomi kota pusaka di dunia. Dia mengajak kita untuk berpikir tentang kota pusaka di luar sekedar bangunan, sekaligus menarik komitmen untuk melakukan adaptive reuse. Kota Pusaka pada banyak kota berlokasi di pusat kota. Pendekatannya adalah revitalisasi dengan skill yang khusus meskipun di lain sisi membutuhkan tenaga kerja yang bvanyak untuk merevitalisasi bangunan pusaka. Di Norwegia, merehabilitasi bangunan pusaka membutuhkan 16% lebih banyak tenaga kerja dari pada membangun bangunan baru. Tapi dari aspek pembiayaan, menurut Donovan, bangunan pusaka itu biasanya sudah ada infrastrukturnya jadi malah bisa menghemat biaya. Proyek pelestarian menghemat biaya infrastruktur sekitar 50-80% karena pelestarian juga dapat meng hemat landfill. Catat, revitalisasi kawasan pusaka meningkatkan jumlah
pejalan kaki secara signifikan. Donovan mengisahkan meskipun tipikal kawasan pusaka di berbagai dunia berbeda-beda, tapi dampak ekonomi revitalisasinya sama, meningkatkan jumlah pen duduk, pemasukan daerah, dan lain-lain. Mengapa dapat menaikkan dampak ekonomi? Hasil riset meng ungkap bahwa di seluruh dunia, kota pusaka menarik lebih banyak investasi daripada kota non-pusaka. Asumsi umumnya, kota-kota akan lebih menonjol dan bersaing jika memiliki perbedaan, dan kawasan pusaka adalah hal yang dapat membedakan sebuah kota. “Kawasan pusaka bisa menarik kaum muda, pekerja kreatif dan tenaga ahli. Di San Fransisco, pekerja seni dan kreatif lebih terkonsentrasi di kawasan pusaka karena kawasan pusaka mem berikan konteks untuk kegiatan masyarakat di ruang terbuka,” cerita Donovan. Komersialisasi kawasan pusaka juga menurut Donovan cen derung meningkat karena bangunan pusaka bisa menjadi tempat tinggal untuk kaum profesional, kelas atas, menengah, dan bahkan kelas bawah. Melihat tren di dunia saat ini kata Donovan, pekerjaan mengikuti lokasi tempat orang tinggal, dan orang muda berpendidikan sekarang lebih memilih untuk tinggal di daerah dengan kualitas hidup yang baik. Kawasan pusaka umumnya memiliki indikator kualitas hidup yang signifikan, sehingga se harusnya ada lebih banyak investasi di kawasan pusaka. “Pariwisata pusaka di Philadelphia menghasilkan 3 miliar
Edisi 064Tahun XIII4Juni 2015
7
berita utama
Nuansa Batavia di Lapangan Fatahilla Kota Tua Jakarta Barat (Foto: Ismail Abd. Muttalib)
dolar dan membuka 45 ribu pekerjaan baru karena turis kawasan budaya menginap lebih lama dari turis biasa dan berkali lipat lebih mendukung pariwisata dibandingkan turis biasa. Semua hal tersebut menunjukkan bahwa investasi kawasan pusaka itu solusi berkelanjutan dari krisis ekonomi,” tegas Donovan. Sebagai seorang antropolog, Nasir Tamara membuat gerakan nasional memberdayakan pemugaran seluruh warisan budaya baik bangunan dan yang intangible. Dia memulai gerakannya ini dari Yogyakarta. Dari pergulatannya di kota gudeg, dia mendapat pengakuan resmi dari pemerintah, bahwa penelitian dampak ekonomi dari penanganan dan pelestarian kota pusaka masih sangat terbatas. Karenanya, pemahaman ekonomi pusaka dapat membantu efektivitas dan keberlanjutan dari penyelenggaraan Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka (P3KP). Di Yogyakarta, Nasir banyak menemukan bangunan Art Deco dan Art Nouveau yang menjembatani Jawa dengan kotakota di Eropa. Contohnya Ndalem Natan yang sudah tercatat sebagai cagar budaya. Awalnya didirikan Mr Proyodranan, orang kaya pertama yang punya Rolls-Royce di Yogyakarta, Ndalem ini dibangun tahun 1957. Selanjutnya bangunan tersebut menjadi ikon Kotagede. Pada perkembangannya, orang-orang mulai khawatir dengan bangunan itu. “Sudah banyak digunakan sebagai tempat page laran seni dan budaya, dan syuting berbagai film,” kata Nasir. Pada bagian akhir, mantan Dirjen Cipta Karya Imam S. Ernawi, menanggapi paparan ketiganya. Menurut Imam, dalam “The secret history of freemasonry” disebutkan ada tiga cara melemahkan suatu negara, yaitu dengan mengaburkan sejarahnya, menghancurkan
nilai-nilainya, dan memutuskan hubungan dengan leluhur. Ja wabannya, Heritage harus diselamatkan. Di era sustainable development goals 2030, yaitu dalam the future we want, persoalan heritage menjadi salah satu yang harus dikelola baik oleh sebuah negara. “Tiap negara pasti berbeda dalam menyikapi pelestarian heritage. Kalau kita menerapkan tiga aspek, tentu kita harus tetap bisa melihat nilai tambah dari pembangunan. Infrastruktur sosial itu mungkin yang paling pen ting. Tapi di sisi lain, semakin pandaikah masyarakatnya?” kata Imam. Pelestarian kota pusaka harus meningkatkan komitmen ke pala daerah, masyarakat, dan komunitas yang concern terhadap heritage. Dua daerah bisa dicontoh, Kota Surabaya sudah me miliki regulasi yang mendorong pelestarian bangunan pusaka. Sedangkan dari unsur finance, Jakarta sudah memulai public private partnership baik nasional dan local governments. Heritage Impact Assessment Tamansari Yogyakarta awalnya kolam yang airnya dari bawah. Sekarang tidak mungkin karena di sekelilingnya ada sumur. Sejauh apa perkembangan ini bisa dilakukan? Bukan masalah airnya, tapi lebih luas adalah bagaimana kita respek dengan bangunan, seberapa jauh perubahan dilakukan, bagaimana memasukkan desain kontemporer, bagaimana melindungi dari bencana, hingga siapa yang bertugas melakukan Heritage Impact Assessment (HIA). Sebelumnya kita mungkin familiar dengan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Laretna T. Adishakti, tokoh yang aktif di Badan Pelestarian
berita utama Pusaka Indonesia (BPPI), Universitas Gadjah Mada (UGM), Jogja Heritage Society (JHS) bertanya seberapa jauh HIA dapat diguna kan untuk menilai pengelolaan dan perubahan yang dilakukan arsitek heritage?. Di Indonesia pada 2008 telah dibentuk Jaringan Kota Pusaka Indonesia. Disambut kemudian oleh Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka (P3KP) oleh Kementerian Pekerjaan Umum yang awalnya membidik 10 kota pusaka. Laretna me ngatakan banyak bangunan pusaka yang sudah dimusnahkan. Menyedihkannya ada pimpinan daerah yang mengatakan kota lama itu kota mati dan harus diratakan. “Revitalisasi tidak sekedar mempercantik, dan HIA tidak se kedar mengidentifikasi ancaman. Dari perguruan tinggi saya ber latih mengembangkan bangunan pusat dengan aturan sendiri. Di UGM saya mengajar olah desain arsitektur pusaka,” kisahnya. Saat membangun kembali bangunan tradisional, banyak sekali intangible heritage di dalamnya. Ada aturan titik-titik di mana harus membangun, ada kode-kode dan seterusnya. Dengan begitu, Indonesia membutuhkan panduan untuk HIA. “Misalnya, apakah infill design seperti museum Kolumbia bisa diterima di Indonesia? Saya mencoba dengan Warung Boto yaitu reruntuhan yang tadinya hanya jadi tempat sampah di Jogja,” cerita Laretna yang akrab dipanggil Shinta. Fenomena ini juga diamini Popo Danes, seorang arsitek asal Bali yang bernama Lengkap Nyoman Popo Priatna Danes. Dari
Menerabas banjir di Kota Lama Semarang (Foto: Achmad Antoni)
pengalamannya, seringkali proyek yang dibiayai pemerintah untuk urusan heritage itu rusak. Misalnya ada Perda mengatur bangunan harus berbentuk tradisional, tapi tidak ada guidance kalau di Bali dari satu daerah ke yang lain itu berbeda. “Akibatnya banyak pura yang diganti dengan pura baru dari gaya Gianyar misalnya. Lalu tempat-tempat yang culture-nya dijunjung tinggi di Bali, kebanyakan faktor keluarga. Baru-baru saja di Bali ada yang arsitekturnya sangat beda dan berani, ternyata ada keluarga yang main mengganti batu bata di rumahnya dengan yang baru,” tutur Danes. (Hery Wahdaniyat/Subdit Rentek Dit. PBL/bcr) Geliat Jam Gadang di Bukit Tinggi Sumater Barat (Foto: Idris Prasetiawan)
Edisi 064Tahun XIII4Juni 2015
9
liputan khusus
Melestarikan Kota Pusaka Kita Taufan Madiasworo *)
Memori kolektif tentang kesejarahan dan kota pusaka sangat perlu dijaga kelestariannya karena menjadi bukti sejarah dan rekam jejak kehidupan berbudaya bangsa. Pengelolaannya dapat menjadi potensi dalam pengembangan ekonomi kreatif. Pelestariannya seyogyanya diterapkan berbasis penataan ruang, dimulai dari spasial makro sampai ruang mikro harus lebih berbasis budaya secara berkelanjutan. Melewati sejarah dari lokasi kori kamandungan, Keraton Kasunanan Surakarta (Foto :Diewha Gredianto)
10
I
ndonesia merupakan negara yang memiliki potensi warisan budaya yang kaya dan beragam. Potensi ini terwujud dalam bentuk kesenian, adat istiadat, bahasa, situs, arsitektur dan kawasan bersejarah. Kekayaan dan keragaman warisan budaya inilah yang telah memberikan kontribusi kepada kota-kota di Indonesia, sehingga masyarakat kota dengan antara lain proses budayanya, telah membentuk karakter, keunikan, dan citra budaya yang khas pada setiap kota serta memberikan peran signifikan dalam pembentukan citra kota (image of the city). Aset budaya tersebut memiliki nilai kesejarahan dari waktu ke waktu, dan menjadi suatu rangkaian pusaka (heritage) yang perlu dilestarikan bahkan potensial dapat dikembangkan secara positif serta dijaga kesinambungannya. Era globalisasi ini telah menyebabkan terjadinya pergeseran nilai budaya serta berdampak terhadap penyeragaman pada ber bagai aspek kehidupan, seperti wajah arsitektur kota di Indonesia yang cenderung sama diberbagai kota dengan bangunan pencakar langit bergaya modern yang mengabaikan lokalitas budaya dan iklim tropis setempat. Pergeseran budaya tersebut menyebabkan terjadinya gejala arus balik kebudayaan yang kembali mencari
liputan khusus identitas suatu kota. Terdapat kecenderungan untuk kembali pada budaya dan nilai kearifan lokal (local wisdom), sehingga diprediksi bahwa era ekonomi kreatif berbasis budaya akan mendominasi masa depan. Kekayaan aset budaya yang dimiliki kota-kota di Indonesia menjadi aset yang sangat potensial sebagai inspirator maupun obyek eksplorasi pengembangan ekonomi kreatif yang dapat bersaing di era global. Salah satu upaya pengembangan ekonomi kreatif adalah dengan melakukan pelestarian kota pusaka yaitu dengan melestarikan segenap aset budaya termasuk kawasan bersejarah yang ada di kota tersebut. Kegiatan pelestarian kota disini dipahami sebagai sesuatu yang sifatnya dinamis dan bertujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan, ruang, hidup dan ekonomi. Permasalahan Kota Pusaka Dewasa ini, kota pusaka kita mulai terancam kelestariannya bahkan menjurus pada kepunahan yang disebabkan antara lain karena pendangkalan budaya dan ketidak-seimbangan pembangunan antara budaya dan aspek lainnya, seperti: ekonomi, sosial, dan infrastruktur, rendahnya pemahaman masyarakat tentang arti penting pusaka, pelestarian warisan budaya masih bersifat pasif dilihat dari peran masyarakat, kontribusi pendanaan dan upaya penegakan hukum perencanaan dan perancangan lingkungan binaan seringkali memiliki kecenderungan lebih menekankan pada aspek fisik dan visual (tata guna lahan, sistem jaringan jalan, infrastruktur, prasarana lingkungan) dibanding aspek yang terkait dengan perencanaan komunitas (sosial, budaya) dan perencanaan
Saksi bisu Pasar Johar-Kawasan Kota Tua, Semarang (foto Victor Djaja)
sumber daya (resource planning) yang masih belum memperoleh porsi perhatian sebagaimana mestinya. Kondisi ini semakin diperburuk dengan berbagai tantangan seperti: globalisasi, desakan ekonomi, pertumbuhan penduduk, hadirnya parameter perubahan iklim dan ketidakpedulian pengelola kota terhadap kelestarian aset pusaka kotanya. Berbagai permasalahan terkait kondisi kota pusaka tersebut diatas merupakan tantangan nyata bagi upaya pelestarian kota pusaka kita secara strategis dan bijaksana.
Berbagai permasalahan tersebut di atas tentunya sangat merisaukan bagi keberlanjutan kota pusaka. Pada tahun 1987 The International Council on Monuments and Sites (ICOMOS) merasa perlu untuk menyusun piagam internasional yaitu: Piagam Washington, bagi kota dan kawasan perkotaan pusaka sebagai bagian dari International Charter for the Conservation and Restoration of Monuments and Sites. Piagam baru ini menyatakan prinsip-prinsip, tujuan dan metode yang diperlukan untuk pelestarian kota dan kawasan perkotaan pusaka. Sebagaimana dinyatakan dalam UNESCO: Recommendation Concerning the Safeguarding and Contemporary Role of Historic Areas (WarsawNairobi, 1976), pelestarian kota dan kawasan perkotaan pusaka dipahami pula sebagai langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk perlindungan, pelestarian, dan restorasi kota-kota dan kawasan tersebut sekaligus perkembangannya dan adaptasi secara seimbang dalam kehidupan kontemporer. Pengertian Kota Pusaka Dalam Piagam Pelestarian Kota Pusaka Indonesia (2013) disebutkan bahwa: kota pusaka adalah kota atau kabupaten yang memiliki aset pusaka yang unggul berupa rajutan pusaka alam dan pusaka budaya yang lestari yang mencakup unsur ragawi (artefak, bangunan dan kawasan dengan ruang terbukanya) dan unsur kehidupan, ekonomi, sosial-budaya. Organisasi kota-kota pusaka dunia yang dibentuk pada tanggal 8 September 1993 di Fez, Maroko, pada tahun 2008 telah melaksanakan konferensi kota pusaka dunia di Surakarta yang topiknya memadukan antara pusaka teraga (tangible) dengan tak teraga (intangible). Konferensi ini merupakan sebuah upaya positif dalam rangka meningkatkan jejaring kota pusaka sedunia, serta dalam rangka meningkatkan kepedulian terhadap aset pusaka budaya. Sejalan dengan hal tersebut, saat ini di Indonesia telah tumbuh berbagai komunitas, paguyuban, maupun organisasi yang peduli terhadap pelestarian kota pusaka. Kenyataan ini tentunya merupakan suatu hal yang positif yang perlu mendapatkan dukungan secara utuh, demi kelestarian aset budaya kita. Mengapa Kota Pusaka Perlu dilestarikan? Potensi nilai sosial budaya yang terdapat pada suatu kota sejatinya merupakan elemen penting bagi pertumbuhan sebuah wilayah dan kota. Alasan utama mengapa kota pusaka perlu dilestarikan karena kota pusaka tersebut memiliki nilai-nilai penting, antara lain: nilai jati diri/identitas bangsa, kesejarahan, lingkungan, sosial, politik, ideologi, ekonomi dan budaya yang jika dikelola secara optimal dalam rangka pembangunan berkelanjutan akan dapat memberikan manfaat bagi peningkatan kualitas lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Kota pusaka memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan nasional dan pembangunan daerah. Kekayaan potensi dan keunikannya dapat memberikan peluang bagi dunia penelitian dan investasi dunia usaha agar dapat memberikan manfaat baik secara lingkungan, sosial mau pun ekonomi bagi masyarakat. Kota pusaka dengan nilai yang dimilikinya baik nilai lingkungan, sosial dan ekonomi merupakan kesatuan ruang dengan masyarakat yang hidup didalamnya dengan segala perilakunya yang dapat mempengaruhi keber lanjutan kota pusaka. Perspektif Lingkungan Hidup Dalam perspektif lingkungan hidup, kota pusaka merupakan
Edisi 064Tahun XIII4Juni 2015
11
liputan khusus
Menuju Masjid Kauman Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta (Foto: F.B. Anggrahito A.E)
suatu proses interaksi antara manusia (lingkungan sosial) dengan lingkungan fisik alam yang terejawantah dalam lingkungan binaan manusia (bulit environment). Dalam lingkungan binaan tersebut manusia dengan nilai budayanya berinteraksi dengan lingkungan fisik sehingga manusia dapat beradaptasi dengan baik didalamnya. Konsep lingkungan hidup ini harus dilihat dan dipahami sebagai satu kesatuan sistem yang utuh dan tidak tersegregasi yaitu manusia mengelola lingkungan hidup alam dalam mendukung dan membina keberlanjutan lingkungan binaan baik secara lingkungan, ekonomi, sosial dan budaya. Dalam lingkungan binaan tersebut yang selain merupakan interaksi manusia dengan lingkungan fisik alam, didalamnya juga terdapat nilai-nilai dan unsur budaya. Kota pusaka merupakan suatu ekosistem yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, stabilitas dan produktivitas lingkungan hidup. Kota pusaka merupakan aset yang harus dilestarikan dengan bijak dengan cara-cara yang tidak merusak sehingga memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi ke lestarian lingkungan hidup dan masyarakatnya. Sumber alam ter sebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ekosistem,
12
yaitu lingkungan tempat berlangsungnya hubungan timbal balik antara mahluk hidup dan faktor alam yang satu dan yang lainnya. Telaah Aspek Normatif Aspek normatif memegang peran penting sebagai instrumen untuk melindungi dan menjamin keberadaan bahkan pengembangan kota pusaka, beberapa aspek normatif terkait perlindungan dan pelestarian kota pusaka, antara lain: 1. Undang-undang nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, mengatur tentang perlunya perlindungan terhadap bangunan yang memiliki nilai sejarah dan persyaratan untuk mengakomodasi dan mempertimbangkan nilai-nilai sosialbudaya setempat dalam pengembangan dan pemeliharaan arsitektur gedung dan bangunan bersejarah. 2. Undang-undang nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengatur tentang penetapan kawasan cagar budaya dan kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial budaya, baik pada tingkatan nasional/provinsi sampai dengan kabupaten/kota. 3. Undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, menyebutkan bahwa
liputan khusus penetapan kebijakan tentang pengelolaan lingkungan hidup dan penataan ruang harus tetap memperhatikan nilainilai agama, adat istiadat dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. 4. Undang-undang nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, mengatur bahwa perlindungan dan pelestarian benda cagar budaya harus dilakukan secara optimal melalui perlindungan terhadap nilai-nilai budaya tradisional yang sarat dengan kearifan lokal. Pengaturan tentang pengelolaan kawasan pusaka sebenarnya telah cukup lengkap, namun demikian perlu dilengkapi dengan aturan yang bersifat lebih teknis seperti petunjuk teknis sebagai pedoman dalam pelestarian ataupun pengelolaan kawasan pusaka. Kontribusi Budaya dalam Pembangunan Berkelanjutan Saat ini, warisan budaya bukan hanya sekedar memori atau referensi budaya saja atau bahkan bukan sekedar tempat atau obyek. Namun warisan budaya telah berkembang pada skenario yang lebih luas dan seringkali menjadi pengarah yang berpengaruh pada sektor komersial, bisnis, wisata dan bahkan politik. Peran dari dari aspek sosial dan budaya juga menjadi sejajar dengan aspek ekonomi dan aspek lingkungan. Dalam konteks global, aspek budaya menjadi aspek kunci dalam pengembangan konsep pembangunan berkelanjutan. Bagaimanapun, pembangunan berkelanjutan telah membawa konsep warisan budaya (pusaka) pada dimensi lain, yaitu membangun hubungan yang setara dengan aspek ekonomi, lingkungan dan aspek sosial. Sektor budaya selama beberapa dekade terakhir menjadi kekuatan yang faktor pengarah yang potensial dan memiliki pengaruh bagi pembangunan dengan dampak sosial masyarakat, ekonomi dan lingkungan. Bahkan sektor budaya ini memberikan
Mimpi indah di depan Gereja Blenduk Kawasan Kota Lama Semarang (Foto : Irawan Ardi Suhendro)
kontribusi untuk mereduksi kemiskinan dan meningkatkan ke sejahteraan. Bahkan warisan budaya, kebudayaan, industri kreatif, pariwisata budaya berkelanjutan dan infrastruktur budaya da pat menjadi instrumen dan strategi bagi keberlanjutan generasi, terutama bagi negara-negara berkembang. Saat ini, beberapa
kota memanfaatkan warisan budaya dan aktivitas budaya untuk meningkatkan citra kota, mendorong perkembangan kota dan menarik wisatawan untuk meningkatkan devisa Perspektif Penataan Ruang Undang-undang Nomer 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang menyiratkan pentingnya memperhatikan nilai budaya yang ber kembang di masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang, artinya penyelenggaraan penataan ruang tidak boleh dilakukan semena-mena akan tetapi harus memperhatikan berbagai aspek, termasuk nilai budaya yang terkandung dalam kota pusaka. Pelestarian kota/kawasan pusaka dalam Undang-undang Penataan Ruang diatur melalui penetapan kawasan cagar budaya dan kawasan strategis. Kawasan strategis sosial budaya yaitu kawasan yang didalamnya berlangsung kegiatan yang mempunyai pengaruh sangat penting terhadap kehidupan sosial budaya. Termasuk dalam klasifikasi ini adalah kawasan adat tertentu, dan kawasan konservasi warisan budaya, seperti warisan budaya yang diakui sebagai warisan dunia, antara lain: kompleks Candi Borobudur dan kompleks Candi Prambanan. Penataan ruang berdasarkan nilai strategis kawasan ini terdiri atas penataan ruang kawasan strategis nasional, penataan ruang kawasan strategis provinsi dan penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota. Dengan terakomodasinya kawasan pusaka di dalam rencana tata ruang, maka aset budaya dijamin terlindungi, bahkan bisa dilestarikan, dengan nilai tambah selain aspek budayanya. Melalui perencanaan tata ruang dan tata bangunan pada hakekatnya dapat disuguhkan semangat membangun wilayah dan kota yang sekaligus mampu memajukan dan memperkuat budaya masyarakatnya. Pelestarian Kota Pusaka: Sebuah Strategi Pelestarian merupakan upaya untuk menciptakan warisan budaya dan alam pada masa mendatang serta berperan strategis dan berpotensi mengangkat pertumbuhan ekonomi, penghasilan kota, membuka lapangan kerja baru, pertumbuhan pariwisata, peningkatan devisa negara, meningkatkan kebanggaan suatu kota (sense of pride), berperan dalam pengembangan kehidupan budaya masyarakat secara produktif, mempertahankan keseimbangan lingkungan hidup serta bermanfaat bagi pembangunan berke lanjutan dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup dan ke sejahteraan masyarakat. Kegiatan pelestarian pada dasarnya bertujuan untuk mening katkan kualitas ruang, hidup dan ekonomi. Tujuan peningkatan kualitas ini hanya bisa berhasil bila masyarakat secara aktif berpartisipasi untuk menghidupkan aset budaya yang pada gilirannya aset-aset budaya tersebut akan mampu secara mandiri menghidupi dan menyejahterakan masyarakat kotanya. Peles tarian kota pusaka sejatinya tidak harus bersifat statis namun dapat bersifat dinamis. Kegiatan pelestarian ini dapat berbentuk pembangunan ataupun pengembangan dan melakukan upaya revitalisasi, preservasi, restorasi, replikasi dan rekonstruksi serta adaptive re-use (penggunaan fungsi baru pada aset bersejarah). Sejatinya, upaya pelestarian kota pusaka tidaklah ditujukan bagi kepentingan estetis ataupun romantisme masa lalu semata, namun semestinya harus memiliki nilai fungsional, ekonomi dan nilai produktif lainnya. Hal ini sejalan dengan berkembangnya ekonomi kreatif dewasa ini, yang berorientasi antara lain kepada kreativitas, warisan budaya, orisinalitas dan lingkungan. Upaya
Edisi 064Tahun XIII4Juni 2015
13
liputan khusus
juga perlu didorong untuk mengawal
mengendalikan kegiatan-kegiatan yang dapat mengganggu fungsi dan kualitas kota pusaka. d. Kota-kota di Indonesia seyogyanya memiliki, mengidentifikasi atau mulai menyusun aset budayanya dalam bentuk peta pusaka (heritage map), yang akan sangat berguna untuk memetakan potensi aset budaya dan dapat menjadi panduan dalam merestorasi kota ketika terjadi bencana yang mungkin menghilangkan aset budaya/artefak kota tersebut. e. Memperkuat aktivitas yang telah ada dan mendorong pengembangan aktivitas budaya, selaras dengan potensi yang dimiliki dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif. f. Melakukan revitalisasi atau konservasi dalam pengembangan kota pusaka melalui strategi pelestarian yang bersinergi dengan aktivitas seperti ekonomi, sosial dan budaya sehingga mampu mengembalikan dan meningkatkan citra dan kualitas kawasan budaya. g. Memberikan ruang apresiasi dan promosi produk ekonomi kreatif unggulan berbasis budaya. h. Pelestarian kota pusaka masih memerlukan dukungan pusat, namun diharapkan kemauan dan kesadaran pelestarian kota pusaka tumbuh dari daerah/kota sendiri, sehingga lebih cepat berdaya dan mandiri untuk itu maka prinsip kolaborasi Pusat dan daerah harus jelas, berkualitas, dan terukur. i. Melibatkan peran aktif masyarakat dan swasta dalam segenap aktivitas pelestarian budaya serta menanamkan kepekaan dan kreativitas yang baik kepada seluruh lapisan masyarakat. j. Mengembangkan jejaring kerjasama dalam pelestarian pusaka budaya diantara berbagai elemen budaya dan lembaga serta memantapkan jejaring formal maupun non formal. k. Pendidikan budaya seyogyanya harus ditanamkan sejak usia dini, sehingga tumbuh rasa memiliki, mencintai dan melestarikan warisan budaya. l. Melakukan adaptasi fungsi bangunan konservasi/pelestarian dengan fungsi-fungsi baru yang berorientasi produktif (adaptive re-use) dan mampu menggairahkan apresiasi ber budaya. Memori kolektif tentang kesejarahan dan kota pusaka sangatlah perlu dijaga kelestariannya, mengingat kota pusaka tersebut menunjukkan salah satu bukti sejarah dan rekam jejak kehidupan berbudaya bangsa yang jika dikelola dengan baik dapat menjadi potensi dalam pengembangan ekonomi kreatif. Pelestarian kota pusaka seyogyanya secara efektif diterapkan dengan berbasis penataan ruang, dimulai dari tingkatan spasial makro sampai dengan ruang mikro harus lebih berbasis budaya secara berkelanjutan. Basis budaya tersebut semestinya dipilih sesuai dengan tematik ruang kotanya dan diimplementasikan secara konsisten dan berjati diri serta diperkaya dengan sub tema yang mampu menggairahkan kehidupan budaya. Disinilah peran masyarakat menjadi penting dalam mengawal perwujudannya serta secara aktif berpartisipasi dalam menghidupkan aset pusakanya. Melalui prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dan berjati diri inilah, pelestarian kota pusaka dapat berjalan seiring sebagai kekuatan utama pembangunan yang strategis dalam menghidupi kotanya secara berdaya dan mandiri serta menyejahterakan masyarakatnya.
yang efektif serta mengembangkan disinsentif yang merupakan kebijakan perwujudan kegiatan budaya serta
*) Kepala Satuan Kerja Balai Informasi Permukiman dan Perkotaan, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
pelestarian dalam konteks ini juga memiliki warna perlindungan yang sifatnya lebih dinamis. Masyarakat kota harus berperan strategis demi kehidupan budayanya, sekaligus agar lebih mema hami dan mencintai sejarah dan budayanya. Dalam Piagam Pelestarian Kota Pusaka Indonesia (2013), disebutkan beberapa instrumen penataan dan pelestarian kota pusaka, antara lain: 1) kelembagaan dan tata kelola kota pusaka; 2) inventarisasi dan dokumentasi pusaka; 3) informasi, edukasi dan promosi kota pusaka; 4) ekonomi kota pusaka; 5) pengelolaan resiko bencana untuk kota pusaka; 6) pengembangan kehidupan budaya masyarakat; 7) perencanaan ruang kota pusaka dan sarana prasarana; 8) olah desain bentuk kota pusaka. Instrumen-instrumen tersebut perlu untuk dikembangkan dalam menata/mengelola kota pusaka Indonesia agar berkelanjutan. Instrumen tersebut perlu untuk terus dikembangkan dalam rangka mewujudkan kota pusaka berkelanjutan. Beberapa strategi yang dapat dilakukan dalam pelestarian kota pusaka antara lain sebagai berikut: a. Menetapkan kawasan yang memiliki nilai sosial-budaya sebagai kawasan cagar budaya atau kawasan strategis (nasional, kabupaten, kota) dengan sudut kepentingan sosialbudaya sesuai kriteria yang telah ditetapkan. b. Meningkatkan sarana dan prasarana lingkungan dalam pengembangan kota/kawasan pusaka yang selaras dengan kebutuhan daya dukung kawasan seiring dengan adanya peningkatan intensitas kegiatan pada area kota pusaka dan sekitarnya. Sekali ditetapkan tematik ruang kota pusakanya, seyogyanyalah penataan ruang yang disusun, dirancang, dan dilaksanakan dapat disemangati dengan sub-sub tema yang menggairahkan kehidupan berbudaya, dan peran
Rumah Gonjong Padang Panjang Sumbar (Foto : Hendro Heryanto)
masyarakatlah yang perwujudannya. c. Diperlukan regulasi bentuk insentif dan untuk mendorong
14
info baru
Kemitraan Habitat Dorong Banjarmasin sebagai Kota Sungai Hardian Wahyudi *)
Pemerintah Kota Banjarmasin menerima kunjungan dari tim Kemitraan Habitat, Rabu (10/6/2015), dalam rangka Workshop II Kerjasama Penyelenggaraan Kota Banjarmasin sebagai kota Ramah Sungai di Ruang Rapat Bappeda Kota Banjarmasin Provinsi Kalimantan Selatan.
Kota Banjarmasin menjadikan sungai sebagai muka kota
Kota Banjarmasin dijuluki kota sungai
T
ujuan dari kunjungan tersebut untuk melakukan pembahasan kawasan prioritas dan kunjungan la pangan program kerjasama antara Kemitraan Habitat, Ditjen Cipta Karya dan Pemerintah Kota Banjarmasin. Acara ini turut dihadiri oleh Dinas Pekerjaan Umum, Bappeda, Dinas Lingkungan Hidup Kota Banjarmasin, Kasatker Perencanaan dan Pengendalian (Randal) Provinsi Kalsel, Satker Pengembangan Air Minum dan Sanitasi (PAMS) Kalsel dan Satuan Kerja Pengem bangan Kawasan Permukiman dan Penataan Bangunan Kalsel (PKPPB). Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Banjarmasin Fanani mengatakan, Kota Seribu Sungai kerap melekat pada identitas Banjarmasin, Pemerintah Kota Banjarmasin dalam jangka pan jang ini mengagendakan untuk mengangkat identitas Kota Sungai dengan mewujudkan Jalan Veteran menggunakan desain membelah sungai.
Menurut Fanani, Jalan Veteran merupakan jalan provinsi, untuk itu akan dibenahi bersama, selanjutnya akan dibangun sesuai desain yang telah disiapkan Pemko, dimana dalam rencana akan dibangun jalan di tengah sungai, dengan membuat sungai baru seluas tujuh meter dengan jalan samping kiri dan kanannya seluas sekitar 12 meter. Hal tersebut selain untuk memperindah kawasan lalu lintas yang kini cukup padat, juga menghidupkan kembali trasportasi sungai dan pasar terapung yang sudah mulai minim aktivitasnya. “Kita sudah mulai membebaskan tanah dari jalan veteran sampai kuripan dari ratusan bangunan yang menutupi jalur sungai dan melakukan pengerukan dan melakukan penataan kawasan di area Banjarmasin bersama-sama guna mewujudkan agenda Banjarmasin sebagai Kota Ramah Sungai,” kata Fanani. Sukamto dari Tim Kemitraan Habitat mengatakan posisi Kemitraan Habitat di sini yaitu akan memberikan bantuan pen dampingan mengenai review masterplan, DED dan seba gai nya. “Kita juga ingin melihat kawasan permukiman mana di Banjarmasin yang dapat digarap bersama secara terpadu dimana posisi bahu sungai diganggu oleh bangunan yang menyebabkan kekumuhan disulap menjadi kawasan ramah sungai atau wisata sungai,” kata Sukamto. Kemitraan Habitat diagendakan menyambangi Kota Banjar masin selama dua hari dan melakukan kunjungan lapangan ke Kecamatan Kelayan, Pekapuran, Kuin, Jalan Zafri Zam-Zam yang areanya dilalui sungai besar dan padat penduduk. *) Staf Satker Perencanaan dan Pengendalian Program Infrastruktur Permukiman Provinsi Kalimantan Selatan
Edisi 064Tahun XIII4Juni 2015
15
info baru
Bagi-bagi Kewajiban Hapus Kumuh Permukiman Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (UU PKP), menyebut program penanganan perumahan dan permukiman kumuh menjadi satu amanah yang wajib dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
16
U
U tersebut menjelaskan bahwa penanganan masalah permukiman kumuh ini merupakan tanggung jawab semua pihak, tidak hanya pemerintah saja namun juga pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota masing-masing. Urgensi dan ting ginya intensitas program penanganan perumahan kumuh dan permukiman kumuh yang akan dilaksanakan, baik melalui alokasi APBN, APBD Provinsi maupun APBD Kabupaten/Kota, dibutuhkan landasan hukum dalam bentuk peraturan daerah. Selain itu, dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah semakin menegaskan bahwa penanganan perumahan dan permukiman kumuh termasuk dalam urusan pemerintahan konkuren yang bersifat wajib dan berkaitan dengan pelayanan dasar. Dalam konteks pembagian urusan pemerintahan, penanganan perumahan dan permukiman kumuh wajib dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota
info baru sebagai bentuk pelayanan dasar pada masyarakat. Mengingat urusan pemerintahan konkuren merupakan dasar pelaksanaan otonomi daerah, maka penanganan perumahan dan permukiman kumuh merupakan salah satu perwujudan semangat otonomi daerah, dimana pemerintah daerah menjadi ujung tombak keberhasilan pelaksanaannya. “Tantangan ke depan adalah selain menangani kumuh yang ada juga mencegah timbulnya permukiman kumuh yang baru. Hal ini harus berjalan beriringan, sehingga target 0% kumuh kawasan kumuh di Kelurahan Bagan Deli Kec. Labuhan Medan Kota Medan
Indonesia telah memasuki era Milenium Urban sejak tahun 2010.
tahun 2019 dapat tercapai,” ungkap Direktur Pengembangan Permukiman Hadi Sucahyono saat membuka Rapat Koordinasi dalam rangka Pendampingan Penyusunan Perda tentang Pen cegahan dan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Per mukiman Kumuh di Jakarta, Rabu (03/06/2015). Hadi menjelaskan, untuk mendukung pelaksanaan program penanganan perumahan dan permukiman kumuh di daerah, baik melalui alokasi APBN, APBD Provinsi maupun APBD Kabupaten/ Kota, maka dibutuhkan landasan hukum dalam bentuk peraturan daerah. “Perda tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh merupakan produk hukum daerah yang bersifat wajib,” tegas Hadi. Pemerintah kabupaten/kota akan memiliki keterbatasan atau permasalahan dalam penyusunan dan legalisasi Perda tentang Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan Ku muh dan Permukiman Kumuh. “Oleh karena itu, Direktorat Jenderal Cipta Karya melalui Direk torat Pengembangan Permukiman berkomitmen melakukan ini siasi untuk memberikan fasilitasi pendampingan penyusunan dan legalisasi Perda tersebut kepada lokasi kota terpilih, yang selanjutnya akan dilanjutkan dengan fasilitasi pendampingan penyusunan dan legalisasi untuk kabupaten/kota lainnya,” tutur Hadi. Lebih lanjut diungkapkan, Indonesia telah memasuki era Milenium Urban sejak tahun 2010. Ditandai dengan pertama kalinya pada tahun 2010 proporsi populasi di perkotaan lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk di perdesaan. Hal ini menandakan bahwa telah terjadi urbanisasi secara signifkan di Indonesia.
Dengan peningkatan populasi perkotaan akibat urbanisasi, maka pembangunan perumahan dan kawasan permukiman, khususnya di perkotaan menghadapi tantangan yang semakin besar. Dibutuhkan upaya besar untuk mampu mengakomodasi berbagai kebutuhan masyarakat perkotaan, termasuk lahan, perumahan dan permukiman beserta prasarana, sarana dan utilitas pendukungnya secara memadai. Keterlambatan atau ketidakmampuan perkotaan dalam mengakomodasi berbagai kebutuhan masyarakat, akan mengakibatkan timbulnya kantungkantung perumahan dan permukiman kumuh. Selain itu, keterlambatan dalam penanganan terhadap ke kumuhan yang terjadi akan semakin memperparah kondisi kekumuhan dan pada akhirnya akan mengakibatkan degradasi lingkungan perumahan dan permukiman. Degradasi lingkungan yang parah dalam suatu perumahan dan permukiman akan menjadi titik balik penurunan produktivitas masyarakat, pening katan frekuensi bencana seperti kebakaran maupun banjir, peningkatan kerawanan dan konflik sosial, serta penurunan ke sehatan masyarakat. (bns)
kawasan kumuh di Kelurahan Bagan Deli Kota Medan
Edisi 064Tahun XIII4Juni 2015
17
info baru
Cipta Karya Tak Henti Bantu Pengungsi Sinabung Teza Indra Prasetya *)
Sampai kapan erupsi akan berakhir tidak ada yang tahu.
E
rupsi Gunung Sinabung sangat unik. Aktivitas erupsi yang naik turun menyebabkan pengungsi harus bolak-balik dari rumahnya ke pengungsian. Sementara itu rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana juga harus segera dilakukan.
18
Ada tiga hal yang harus ditangani di Sinabung. Pertama adalah pemenuhan kebutuhan dasar bagi 10.184 jiwa (3.030 KK) pengungsi dari 11 desa yang tersebar di 10 pos pengungsian. Saat ini semua kebutuhan dasar secara umum tercukupi. Kedua, relokasi bagi 2.053 KK (6.179 jiwa) dari 7 desa yang dinyatakan dilarang untuk kembali ke desa asalnya. Ketiga adalah penanganan dampak erupsi Gunung Sinabung yang non relokasi. Saat ini banyak warga desa di sekitar Gunung Sinabung yang tidak dapat melakukan budidaya pertanian dan perkebunan karena lahannya rusak akibat pasir dan debu erupsi. Beberapa fasum dan fasos juga rusak. Saat umat Islam sedang sibuk melaksanakan ibadah di bulan Ramadhan 1436 H, warga muslim di lokasi pengungsian korban erupsi Sinabung awal Juni 2015 harus menghadapi kenyataan hidup di pengungsian akibat erupsi Sinabung yang belum diketahui sampai kapan berakhir. Melihat kenyataan tersebut, Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Satuan Kerja Pengembangan Air Minum dan Sanitasi Provinsi Sumatera Utara kembali mengirim bantuan berupa 2 unit Mobil Tangki Air, 1 unit drumptruck, 28 unit Hydrant Umum, 28 unit Tenda Hunian Darurat dan 25 unit unit WC Knockdown di Kabanjahe. Kasatker Tanggap Darurat Permukiman Abdul Hakam mengungkapkan, bantuan ini merupakan tindak lanjut dari
info baru ban tuan yang telah dikirim sebelumnya. Selain mengirimkan bantuan tersebut, Ditjen Cipta Karya juga menugaskan Satuan Petugas Tanggap Darurat Bencana Kementerian PUPR dari Provinsi Sumatera Utara diantaranya Satker PAM dan Sanitasi Doni Suhandana, Paruhuman Syah, Muhammad Saleh dan dari Satker Randal Dedi Hendrawan Nuryanto, Teza Indra . “Saya harap, Satgas ini dapat berjalan sesuai fungsinya, terutama dalam penyediaan air minum dan sanitasi. Nantinya Satgas ini menjadi ujung tombak Ditjen Cipta Karya dalam menghadapi setiap bencana yang terjadi di bumi Indonesia,” harap Hakam. Beberapa bantuan yang diberikan telah disalurkan dan beroperasi di Posko Pengungsian antara lain di Gedung Serba Guna KNPI Kabanjahe, Jambur Sempajaya Berastagi, Gedung Jeruk Surbakti, BPPT, Tongkoh dan Tahura, dan GPDI Ndokum Siroga Kabanjage. Satgas Tanggap Darurat juga mengunjungi posko Gudang Jeruk Surbakti sebagai posko penampung pengungsi Sinabung dari Desa Jeraya. Sarepta BR Ginting salah satu pengungsi yang berasal Desa
Jeraya menyampaikan, dirinya merasa tidak ada kekurangan, semua kebutuhan dasarnya tercukupi baik air bersih, MCK, dan logistik. Menurutnya pengungsi yang menyatakan kekurangan tersebut merupakan penduduk asli Desa Surbakti, bukan pe ngungsi yang berasal dari Desa Jeraya. Masyarakat Desa Surbakti membeli air untuk kebutuhan sehari-hari. “Kami meminta maaf sebesar-besarnya atas pemberitaan yang tidak benar ini. Kami juga merasa heran kenapa berita yang tidak benar itu bisa muncul di publik, padahal kami tidak merasa kekurangan,” tutup Sarepta. Sementara Camat Simpang Empat Kabanjahe, Eddy R. Ginting, saat dikonfirmasi menyampaikan rasa kekecawaannya atas pemberitaan tersebut dan telah menyelesaikan masalah tersebut. “Sampai saat ini dengan 4 Hydrant Umum dan 12 pintu WC darurat dari Kementerian PUPR sudah mencukupi, apabila kami merasa kekurangan kami akan melaporkannya dengan Dinas PU Kabupaten Karo. Kalau bisa kami mengusulkan kepada pemerintahan baik daerah maupun pusat agar kiranya ada pembuatan sumur bor,” pinta Eddy. *) Satker Randal Sumatera Utara
Bantuan Ditjen Cipta Karya untuk korban erupsi Sinabung
Edisi 064Tahun XIII4Juni 2015
19
info baru
Baru 9 Kabupaten /Kota Lampung yang Miliki Perda BG Meningkatnya kegiatan pembangunan gedung di kabupaten/kota perlu diantisipasi dengan pengaturan pembangunan gedung yang seimbang antara pengaturan yang bersifat administratif dan teknis, sehingga proses pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung dapat berlangsung tertib, dan terwujud bangunan gedung yang andal, serasi dan selaras dengan lingkungannya.
K
adis Pekerjaan Umum, Pengairan dan Permukiman Provinsi Lampung, Edarawan saat Rapat Legalisasi Perda Bangunan Gedung, Senin (22/06/2015) me ngungkapkan, pemerintah daerah kabupaten/kota perlu segera menerbitkan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung, yang dapat digunakan sebagai acuan bagi masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan gedung, sehingga maksud dan tujuan pengaturan bangunan gedung di daerah dapat terwujud dengan baik. Edarawan mengatakan, Perda Bangunan Gedung memiliki arti penting bagi pemerintah daerah dalam berbagai aspek/ sudut pandang. Berkaitan dengan aspek teknis, Perda Bangunan penting untuk menjamin keandalan bangunan gedung di daerah, termasuk di dalamnya keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan. Dalam aspek administratif, Perda Bangunan Gedung penting dalam menjamin tertib penyelenggaraan bangunan gedung di daerah melalui implementasi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF). Melalui penyelenggaraan bangunan gedung secara tertib administratif, maka cita-cita penyelenggaraan bangunan gedung yang berkualitas di setiap daerah dapat tercapai. Terkait dengan aspek yuridis, Perda Bangunan Gedung pen ting karena merupakan amanat dari UU No. 28 Tahun 2002 ten tang Bangunan Gedung dan PP No. 36 Tahun 2005 tentang Pera turan Pelaksana UU No. 28 Tahun 2002, dimana Perda Bangunan Gedung merupakan peraturan pelaksana penyelenggaraan ba ngunan gedung di daerah. Di Provinsi Lampung sendiri baru sekitar 60% atau 7 kabupaten
20
dan 2 kota yang telah memiliki Perda Bangunan Gedung yaitu Kota Bandar Lampung, Kota Metro, Kabupaten Tanggamus, Pringsewu, Pesawaran, Lampung Utara, Lampung Selatan, Lampung Timur dan Tulang Bawang Barat. Sedangkan 2 kabupaten/kota yang sudah masuk dalam Prolegda yaitu Kabupaten Tulang Bawang dan Lampung Tengah. Untuk saat ini kabupaten yang mendapatkan pendampingan Perda Bangunan Gedung yaitu, Kabupaten Mesuji, Kabupaten Way Kanan, Kabupaten Lampung Barat dan Kabupaten Pesisir Barat. Edarawan menambahkan, Perda Bangunan Gedung adalah instrumen pengendali dalam penyelenggaraan bangunan gedung di kabupaten/kota yang sangat diperlukan mengingat di Provinsi Lampung, khususnya sangat banyak potensi terjadi bahaya dan bencana terkait bangunan gedung, baik dari sisi geografis maupun morfologisnya juga dari sisi prilaku manusia penghuni bangunan itu sendiri. “Oleh karena itu kami sangat intensif dalam mengajak, men dorong dan mendampingi Pemerintah Kabupaten/Kota un tuk segera menyelesaikan dan memberlakukan Perda Bangunan Ge dung yang muatan substansinya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung,” tutup Edarawan. (Teks : Geri/Randal Lampung/ari)
www.liputan6.com
info baru
Korupsi Sebagai Extra Ordinary Crime Ary Prasetyo, SH*)
Korupsi merupakan fenomena universal. Tidak ada negara di dunia ini yang imun terhadap korupsi, baik negara kaya maupun negara miskin, negara maju ataupun negara berkembang.
N
amun perbedaan korupsi antar negara terletak pada tingkat keparahan, keluasan, dan keterlibatan lintas sektor yang bervariasi. Korupsi adalah masalah serius di Indonesia, pro dan kontra apakah korupsi merupakan kejahatan yang luar biasa (Extra Ordinary Crime) masih menjadi perdebatan panjang, sebagian orang berpendapat bahwa korupsi bukan merupakan kejahatan yang luar biasa dan sebagian yang lain menyatakan sebaliknya.Ibarat penyakit, korupsi di Indonesia telah berkembang dalam tiga tahap, yaitu elitik, endemik, dan sistemik. Pada tahap elitik, korupsi masih menjadi patologi sosial yang khas di lingkungan para elit/pejabat. Pada tahap endemik, korupsi mewabah menjangkau masyarakat luas. Lalu di tahap yang kritis, ketika korupsi menjadi sistemik,
setiap individu di dalam sistem terjangkit penyakit yang serupa. Boleh jadi penyakit korupsi di bangsa ini telah sampai pada tahap sistemik. (Kata Kunci: Korupsi, Kejahatan Luar Biasa). Pendahuluan Perdebatan mengenai korupsi seolah tak berujung. Korupsi dibicarakan lewat nasihat orang tua kepada anaknya, pelajaran di sekolah, diskusi dan seminar di universitas, workshop di kantor, debat di TV, pembahasan di artikel dan sebagainya. Korupsi menurut (bahasa latin: corruptio yang berarti busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) sedangkan menurut Transparency International adalah perilaku pejabat publik, baik politikus politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar
Edisi 064Tahun XIII4Juni 2015
21
info baru dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayai kepada mereka. Pengertian korupsi berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dapat dikelompokkan menjadi: kerugian keuangan negara, suap menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, dangratifikasi. Korupsi Sebagai Extra Ordinary Crime Korupsi itu mempunyai sifat multi-causa, tidak ada faktor tunggal yang melatarbelakangi korupsi, tidak dapat menggunakan hanya satu sarana, karena faktor penyebabnya banyak. Adapun faktor penyebab korupsi, yaitu karena: 1) krisis identitas dan orientasi kemanusiaan, 2) kegagalan pendidikan, 3) lemahnya tradisi kontrol dalam keluarga, 4) Agama belum menjadi kekuatan transformatif dalam sistem sosial politik dan hukum, 5) proses-proses politik yang koruptif. Pelaku korupsi melakukan tindak pidana korupsi dalam jaringan, menurut Rose-Ackerman (1978) dan Klitgaard (1988), unit analisanya terdiri dari: Principal, Agent, Client, dan Middlemen. Sedangkan korban dari korupsi adalah negara dan rakyat, karena dengan adanya korupsi maka keuangan dan perekonomian negara menjadi terganggu. Lebih dari itu, korbannya adalah masyarakat yang lemah secara ekonomis atau rentan secara politis. Korupsi dimasukkan golongan “white collar crime”, kemu dian meningkat lagi menjadi “trans-national crime”. Istilah “transnational” ini dipergunakan untuk menunjukkan kejahatan yang sebetulnya dilakukan oleh perorangan, di mana terhadap ke ja hatannya itu si pelaku dapat dibebani tanggung jawab berdasarkan hukum nasional maupun hukum internasional. Pengertian ini harus dibedakan dengan kejahatan internasional di mana pelakunya adalah negara, dan negara hanya dapat dibebani tanggung jawab kriminal internasional karena melanggar hukum internasional. Dalam pandangan Peter Eigen, sampai batas-batas tertentu, korupsi tidak saja mengancam lingkungan hidup, hak asasi manusia, lembaga-lembaga demokrasi, tetapi juga menghambat pembangunan dan memperparah kemiskinan jutaan orang di seluruh dunia. Dalam konsideran menimbang Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 dan penjelasan umum Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 dinyatakan bahwa tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi secara meluas, tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga telah merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas, sehingga tindak pidana korupsi perlu digolongkan sebagai kejahatan yang pemberantasannya ha rus dilakukan secara luar biasa (extraordinary crime). Istilah extraordinary crime pada mulanya digunakan seba gai istilah untuk menyebut kejahatan luar biasa terhadap kemanusiaan, seperti terorisme, genosida dan pelanggaran berat terhadap Hak Asasi Manusia. Dikatakan extraordinary atau luar biasa disebabkan karena hal-hal sebagai berikut: 1. Bahwa tindak pidana korupsi sangat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dan menghambat pembangunan nasional dan akibat yang ditimbulkan tindak pidana korupsi tersebut selain merugikan keuangan negara atau perekonomian negara juga menghambat pertumbuhan
22
dan kelangsungan pembangunan nasional yang menuntut efisiensi tinggi. 2. Tindak pidana korupsi yang meluas dan sistematis juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak ekonomi masyarakat, maka tindak pidana korupsi tidak dapat lagi digolongkan sebagai kejahatan biasa, tetapi dituntut cara-cara yang luar biasa. 3. Karena korupsi di Indonesia sudah sedemikian parahnya, akibatnya tidak hanya dari kerugian rakyat banyak, melainkan merusak moral dan karakter bangsa serta sendi-sendi kehidupan nasional, akibat lebih luasnya adalah memperle mah karakter bangsa sehingga tidak bersikap disiplin, malas, tidak bertanggung jawab, tidak jujur, tidak proaktif, tidak percaya diri, dan tidak memiliki semangat berjuang untuk mandiri, sebaliknya mudah menyerah serta mencari jalan pintas. 4. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah begitu meluas dalam masyarakat, perkembangannya terus meningkat dari tahun ketahun, baik jumlah kasus yang terjadi, kerugian keuangan negara maupun kualitas tindak pidananya. 5. Tindak pidana korupsi tidak hanya merugikan keuangan negara, hak sosial, ekonomi, pembangunan, akan tetapi merupakan salah satu bentuk penghancuran secara sistematis dan memporak-porandakan harkat dan martabat manusia dan lebih daripada itu akibat dari pada korupsi yang telah terstruktur dan membudaya maka tidak menutup kemungkinan akan mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, ada perlakuan yang tidak adil dan tidak berprikemanusiaan, untuk itulah dibutuhkan penanganan yang luar biasa agar diperoleh hasil yang luar biasa. 6. Tindak Pidana Korupsi di Indonesia saat ini sudah pada titik yang tidak dapat ditolerir, begitu mengakar, membudaya dan sistematis. Strategi Mengatasi Korupsi Tindak pidana korupsi termasuk ke dalam tindak pidana khusus karena bersumber pada peraturan perundang-undangan di luar KUHP. Korupsi sebagai suatu extra ordinary crime sebaiknya diatur dalam suatu undang-undang khusus yang berada diluar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengingat diper lukannya upaya luar biasa pemberantasan tindak pidana ini yang membutuhkan kekhususan yang menyimpang dari apa yang pada umumnya diatur baik dalam hukum pidana materil maupun formil yang dikodifikasi. Mengingat bahwa keberadaan korupsi yang saat ini sudah men jadi penyakit yang sistemik dan endemik, serta bertransformasi menjadi tindak pidana yang luar biasa (extra ordinary crimes), dibutuhkan kebijaksanaan di dalam merumuskan kebijakankebijakan yang nantinya akan dituangkan di dalam suatu bentuk undang-undang. Sifat extra ordinary crimes ini membutuhkan best effort di dalam penegakan hukum tidak saja bergantung pada aparat penegak hukumnya, rumusan undang-undangnya, tetapi juga seluruh komponen masyarakat. Dengan kata lain korupsi merupakan “kejahatan luar biasa” (extra ordinary crime) yang memerlukan cara-cara luar biasa pula untuk menanggulanginya (extra-ordinary measures). Menurut Andi Hamzah perundang-undangan pidana khu sus, ialah semua perundang-undangan di luar KUHP beserta perundang-undangan pelengkapnya, baik perundang-undangan
info baru pidana maupun yang bukan pidana, tetapi bersanksi pidana. Hal ini sesuai dengan pasal 284 KUHAP yang menyebut “perundangundangan pidana khusus yang mempunyai acara tersendiri.” Hukum pidana khusus ini dibuat untuk beberapa subjek hukum khusus atau untuk beberapa peristiwa pidana tertentu, dan oleh sebab itu hukum pidana khusus ini memuat ketentuan yang menyimpang dari ketentuan ketentuan dan asas-asas yang tercantum dalam peraturan-peraturan hukum pidana umum. Yang dapat disebut hukum pidana khusus adalah: Hukum pidana militer, Hukum pidana fiskal, Hukum pidana ekonomi, dan Hukum pidana politik. Untuk membentuk undang-undang pidana khusus harus memenuhi kriteria-kriteria tertentu seperti yang dikemukakan oleh Loebby Loqman, yang intinya bahwa suatu perbuatan itu harus diatur tersendiri dalam undang-undang pidana khusus disebabkan oleh karena: pertama, jika dimasukkan kedalam kodifikasi dalam hal ini KUHP akan merusak sistem kodifikasi tersebut; kedua, karena adanya keadaan tertentu misalnya keadaan darurat; dan ketiga, karena kesulitan melakukan perubahan atau penambahan dalam kodifikasi, karena dalam hal tertentu dikehendaki adanya penyimpangan sistem yang telah ada sebelumnya. Dari kriteria tersebut di atas dihubungkan dengan UndangUndang No. 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang No.20 Tahun 2001, diketahui bahwa ada hal-hal yang khusus dalam undang-undang tersebut yang berbeda KUHP misalnya: masa lah percobaan, pembantuan dan permufakatan jahat untuk me lakukan tindak pidana, dijatuhi pidana sama dengan pidana yang dijatuhkan pada pelaku delik, dan masalah korporasi sebagai subjek hukum pidana, dimana korporasi dapat melakukan tindak pidana dan dapat dipertanggungjawabkan. Jadi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UUPTPK) tidak dapat dimasukkan dalam KUHP, karena halhal khusus yang diatur dalam UUPTPK akan mengubah sistem KUHP. Penyimpangan UUPTPK terhadap KUHP dibolehkan berdasarkan pasal 103 KUHP yang bunyinya: “ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai dengan Bab VIII buku ini juga berlaku bagi peraturan-peraturan yang oleh ketentuan perundangundangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh undang-undang ditentukan lain”. Namun demikian, mengabaikan adanya kebutuhan untuk digunakannnya instrumen-instrumen khusus dalam meme rangi tindak pidana tertentu akan merupakan kebijakan yang jus tru kontra produktif dan mengabaikan perkembangan fe nomena kejahatan yang sudah sedemikian rupa berubah bila dibandingkan dengan suasana ketika KUHP yang saat ini diber lakukan. Kepatuhan terhadap sistem yang berorientasi pada “perlindungan masyarakat” (social defence) dan “kesejahteraan masyarakat” (social welfare) merupakan hal yang esensial karena sesungguhnya keduanya merupakan tujuan. Ini tidak berarti bahwa dalam satu sistem tidak dikenal adanya kekhususan atau pengecualian, apalagi bila ada kebutuhan dalam mencapai tujuan yang telah disepakati itu. Upaya Khusus dalam Mengatasi Korupsi Secara garis besar upaya dan sarana luar biasa dalam pem berantasan korupsi di bidang hukum pidana tersebut dapat berupa: 1) aturan-aturan khusus hukum pidana materiil seperti aturan-aturan khusus dalam hal pembantuan, percobaan maupun pengaturan stelsel pidana yang bersifat khusus, 2) aturan-aturan
khusus hukum acara pidana seperti kewenangan-kewenangan dan prosedur-prosedur khusus, dan 3) keberadaan lembagalembaga khusus seperti Komisi Pemberantasan Korupsi dan Pe ngadilan Tipikor. Upaya dan sarana khusus poin 1) dan 2) di atas, lazimnya diatur dalam undang-undang pidana khusus, seperti saat ini diatur melalui UUPTPK. Oleh karena itu secara khusus tindak pidana korupsi diatur dalam UUPTPK, UU KPK, dan UU Pengadilan Tipikor. 1. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto UndangUndang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 dirumuskan beberapa perubahan dalam ancaman pidana bagi pelaku tindak pidanakorupsi. Dalam undang-undang ini dikenal an caman pidana mati sebagaimana tercantum dalam pasal 2 ayat (2). Perubahan ancaman pidana selain ancaman pidana mati adalah ancaman pidana minimum baik untuk pidana pen jara ataupun denda, konsep ancaman pidana minimum ini merupakan konsep baru yangtidak dikenal dalam KUHP. Me nurut Barda Nawawi Arief, rumusanancaman pidana minimum ini terdapat kekurangan yakni tidakmerumuskan pedoman pemidanaan untuk menerapkan ancamanpidana minimum ini. Seharusnya undang-undang khusus di luar KUHP membuat aturan tersendiri untuk penerapannya, karena inimerupakan konsekuensi logis dari pasal 103 KUHP. Selain itu hal-hal khusus yang diatur dan menyimpang dari KUHP yaitu: a. Setiap orang yang melakukan percobaan pembantuan atau pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi, dipidana dengan pidana yang sama (pasal 15 UU No.31 Tahun 1999). b. Selain pidana tambahan di dalam KUHP, para pelaku korupsi dikenai pidana tambahan berupa: 1) Perampasan barang baik berwujud maupun tidak berwujud, yang diperoleh dari tindak pidana korupsi. 2) Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya mak simal sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi. 3) Penutupan usaha, paling lama 1 (satu) tahun. 4) Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan atau sebagian keuntungan ter tentu. c. Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan didahulukan dari perkara lain guna penyelesaian secepatnya. d. Korporasi sebagai subyek hukum. 2. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Undang-undang ini merupakan undang-undang yang dimanatkan langsung oleh pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999. Alasan mengapa KPK berdiri adalah berdasarkan konsideran menimbang huruf b undang-undang ini yaitu bahwa lembaga pemerintah yang menangani perkara tindak pidana korupsi belum berfungsi secara efektif dan efisien dalam memberantas tindakpidana korupsi. Adapun lembaga pemerintah yang dimaksud adalah POLRI dan Kejaksaan. Adapun kewenangan KPK dalam melaksanakan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sebagaimana diatur dalam pasal
Edisi 064Tahun XIII4Juni 2015
23
info baru
kabarkorupsi.com
12 ayat (1) Undang-Undang No. 30 Tahun 2002, yaitu: a. melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan; b. memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarangseseorang bepergian ke luar negeri; c. meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa; d. memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir rekening yang diduga hasil dari korupsi milik tersangka, terdakwa, atau pihak lain yang terkait; e. memerintahkan kepada pimpinan atau atasan tersangka untukmemberhentikan sementara tersangka dari jaba tannya; f. meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka atau terdakwakepada instansi yang terkait; g. menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi h. perdagangan, dan perjanjian lainnya atau pencabutan sementaraperizinan, lisensi serta konsesi yangdilakukan atau dimiliki oleh tersangka atau terdakwa yang diduga berdasarkan bukti awal yang cukup ada hubungannya dengan tindakpidana korupsi yang sedang diperiksa; i. meminta bantuan Interpol Indonesia atau instansi penegak hukumnegara lain untuk melakukan pencarian, penangkapan, dan penyitaanbarang bukti di luar negeri; j. meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait untukmelakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaandalam perkara tindak pidana korupsi yang sedang ditangani. 3. Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada awalnya pengadilan ini muncul berdasarkan amanat
24
pasal 53 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 sebelum pasal 53 tersebut dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi berdasarkan Putusan Nomor 012-016-019/PUU-IV/2006 tanggal 19 Desember 2006 dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 khususnya Bab Kekuasaan Kehakiman karena pengadilan khusus pada hakikatnya hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan peradilan umum yang dibentuk dengan undang-undang tersendiri. Karena landasan hukum yang tidak kuat tersebut, pembentuk undang-undang akhirnya merumuskan dan mengesahkan landasan hukum pengadilan tipikor, landasan hukum tersebut adalah Undang-Undang Nomor 46 tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak PidanaKorupsi. Dengan lahirnya undangundang ini, semakin melengkapi jajaran penegak hukum dalam sistem peradilan pidana dalam perkara tindak pidana korupsi. Terkait dengan hukum acaranya, pengadilan tipikor pada prinsipnya menggunakan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana kecuali ditentukan lain dalam undang-undang pengadilan tipikor. Beberapa pengecualian tersebut akan diuraikan sebagai berikut. Pertama, komposisi majelis hakim dalam pengadilantipikor terdiri dari hakim karier dan hakim ad hoc. Kedua, terdapat jangka waktu penyelesaian pemeriksaan perkara tindak pidana korupsi pada setiap pemeriksaan. Di dalam KUHAP, jangka waktu suatu perkara tindak pidana pada masing-masing tingkat pengadilan untuk diperiksa, diadili, dan diputus tidak ditentukan. Jangka waktu penyelesaian pemeriksaan untuk masing-masing tingkat pemeriksaan diatur dalam Pasal 29 hingga Pasal 32 Undang-Undang Pengadilan Tipikor.
Penanggulangan Korupsi untuk Masa Datang Dikaitkan dengan teori Lawrance M. Friedman, bahwa hukum
www.tempo.co
info baru
sebagai suatu sistem yang terdiri dari substansi hukum, struktur hukum dan budaya hukum, menurut hemat penulis substansi hukum terkait peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang korupsi yaitu UUPTPK, UU KPK, dan UU Pengadilan Tipikor sudah cukup baik. Tetapi mengapa praktik korupsi masih merebak di negeri kita? Apa masalahnya sehingga aturan tersebut menjadi tidak berfungsi? Jawabannya adalah kita perlu merubah struktur hukum dan budaya hukumnya bukan peraturannya. Aparatur hukumnya perlu dibenahi, yang bermental korup harus diganti dengan yang jujur dan berintegritas tinggi, merubah budaya bangsa ini bahwa kesuksesan bukan dilihat dari kemampuan finansial yang mapan tetapi dari nilai-nilai kejujuran. Untuk itu secara umum dapat disampaikan strategi penang gulangan korupsi, sebagai berikut: 1. Program anti korupsi, yaitu melalui pendidikan anti korupsi, sosialisasi pemberantasan tindak pidana korupsi. Agar setiap orang memahami apa itu korupsi, perbuatan-perbuatan apa saja yang termasuk ke dalam korupsi serta ancaman hukumannya, sehingga dapat mencegah terjadinya korupsi. 2. Upaya pencegahan dengan mempublikasikan kekayaan penyelenggara negara secara transparan. Setiap penye lenggara negara/pejabat negara yang akan menduduki jabatan tertentu dipersyaratkan untuk melaporkan dahulu se mua harta kekayaannya kepada KPK secara transparan. 3. Peran serta masyarakat yang bertanggung jawab dalam pen cegahan tindak pidana korupsi yaitu dengan memberikan informasi adanya dugaan tindak pidana korupsi tanpa adanya kepentingan tertentu. Kesimpulan dan Saran Korupsi di Indonesia hingga saat ini masih menjadi salah satu penyebab terpuruknya sistem perekonomian bangsa. Hal ini disebabkan karena korupsi di Indonesia terjadi secara sistemik dan meluas sehingga bukan saja merugikan kondisi keuangan negara, tetapi juga telah melanggar hak-hak sosial dan ekonomi
masyarakat secara luas. Untuk itu pemberantasan tindak pidana korupsi tersebut harus dilakukan dengan cara luar biasa dengan menggunakan cara-cara khusus. Korupsi merupakan extra ordinary crime apabila dilihat dari dampak yang ditimbulkan, dasar hukumnya adalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 dan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002.Saat ini korupsi di Indonesia merupakan extra ordinary crime namun apabila upaya yang khusus (luar biasa) berhasil diterapkan, tidak menutup kemungkinan korupsi di Indonesia bukan merupakan extra ordinary crime lagi karena sudah tidak luar biasa lagi. Korupsi di Indonesia saat ini merupakan kejahatan luar biasa karena itu perlu ditangani dengan upaya yang luar biasa pula, peraturan tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sudah cukup baik, dimana hukuman mati dapat diterapkan, namun praktek korupsi semakin menjamur dimana-mana. Oleh karena itu penulis menyarankan agar penanggulangan korupsi di Indonesia dititikberatkan pada legal structure (aparatur) dan legal culture (budaya hukum). *) Staf Bagian Hukum dan Perundang-undangan, Setditjen. Cipta Karya Daftar Referensi • Adami Chazawi, Hukum Pembuktian Tindak Pidana Korupsi, PT.Alumni, Bandung, 2006. • A. Z. Abidin dan Andi Hamzah, Pengantar Dalam Hukum Pidana Indonesia, PT. Yarsif Watampone, Cetakan ke-1, Jakarta, 2010. • Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum Dan Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan, Kencana, Jakarta, 2008. • Ermansjah Djaja, Memberantas Korupsi Bersama KPK, Sinar Grafika, Jakarta, 2010. • Etty Indriaty, Pola dan Akar Korupsi, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2014. • E. Utrecht, Rangkaian Sari Kuliah Hukum Pidana I. • Loebby Loqman, Delik Politik Di Indonesia, IND-HILL-CO, 1993. • Peter Eigen, Pengantar, dalam Jeremy Pope, Strategi Memberantas Korupsi: Elemen Sistem Integritas Nasional, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2003. • Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Naskah Akademis dan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Juli 2001. • Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. • Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Edisi 064Tahun XIII4Juni 2015
25
inovasi
Sistem Pengelolaan Sampah:
Tanggung Jawab Siapa ? Terra Prima Sari*)
Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah Pasal 12 ayat (1) menyebutkan, bahwa “setiap orang dalam pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga wajib mengurangi dan menangani sampah dengan cara yang berwawasan lingkungan”, sedangkan pada pasal 11 ayat (1) butir (a) menyatakan bahwa “setiap orang berhak mendapatkan pelayanan dalam pengelolaan sampah secara baik dan berwawasan lingkungan dari Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau pihak lain yang diberi tanggung jawab untuk itu.”
26
N
amun hingga saat ini, sampah masih merupakan suatu permasalahan yang dihadapi oleh seluruh lapisan masyarakat, mulai dari produsen sebagai penghasil barang, masyarakat sebagai pengguna barang, serta pemerintah sebagai penyedia pela yanan dasar, termasuk sanitasi. Jika melihat kenyataan tersebut, siapa sesungguhnya penanggung jawab sistem pena nganan sampah ? Sudut Pandang Pengaturan Jika menilik pada Undang-Undang No. 18 Tahun 2008, disampai kan secara eksplisit, bahwa setiap orang wajib mengurangi dan menangani sampah dalam kerangka pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga yang berwawasan lingkungan. Tetapi pertanyaannya adalah, sampai sejauh mana kewajiban masyarakat tersebut, dan siapakah yang seharusnya bertanggung jawab atas penanganan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga tersebut. Sejak tahun 2007, Kementerian Pekerjaan Umum (saat itu) telah menginisiasi kegiatan pembangunan Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS 3R) yang berbasis masyarakat selaku pengelola, dalam tujuan untuk meningkatkan kepedulian dan peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah. Hingga tahun 2014, tercatat sudah lebih dari 500 lokasi TPS 3R berbasis masyarakat yang telah dibangun oleh Kementerian PU, namun fakta di lapangan menunjukkan hasil yang kurang meng gembirakan, karena hanya kurang lebih 30% dari total TPS 3R berbasis masyarakat yang berfungsi secara optimal. Keberhasilan dari TPS 3R tidak hanya bergantung dari kesadaran masyarakat untuk mengelola sampahnya saja, tetapi juga harus didukung dengan komitmen yang kuat dari pemerintah daerah sebagai pihak yang bertanggung jawab atas pelayanan dasar termasuk di dalamnya adalah sanitasi. Sejak disahkannya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (yang diperbaharui dengan UndangUndang No. 23 Tahun 2014), maka tanggung jawab pengelolaan sanitasi, termasuk di dalamnya pengelolaan persampahan, telah berpindah dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Kabupaten/ Kota. Pemindahtanganan tanggung jawab ini pada awalnya bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan peran serta Pemerintah Kota/Kabupaten dalam pengelolaan sanitasi. Tetapi pada kenyataannya, penerapan undang-undang tersebut belum dapat mencapai hasil seperti yang diharapkan, karena sanitasi, termasuk persampahan, belum dijadikan sebagai salah satu sektor yang memadai tingkat prioritasinya bagi Pemerintah Kabupaten/ Kota. Hal ini dapat tercermin dari masih minimnya proporsi dana APBD yang dialokasikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota untuk sektor sanitasi, yaitu rata-rata tidak lebih dari 1% dari total APBD,
inovasi kompetensi yang diharapkan dapat digenjot lebih tinggi lagi dari Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menangani sampah. Setelah 11 tahun penerapan Undang-Undang tentang Otonomi Daerah, maka sudah dirasa perlu untuk melakukan kaji ulang tentang pembagian penanggung jawab dalam penanganan sampah, terutama dengan adanya target akses universal (gerakan 100-0-100), dimana diharapkan akses pada sektor persampahan dapat tercapai hingga 100 % pada akhir tahun 2019. Jika melihat tantangan yang begitu besar, maka dirasa peran Pemerintah Pusat dapat menjadi lebih dominan dengan tidak mengesampingkan peran Pemerintah Kabupaten/Kota sebagai pemilik daerah dan di saat yang bersamaan perlu juga dilakukan usaha-usaha untuk meningkatkan kapasitas Pemerintah Daerah. Kewajiban masyarakat dalam penanganan sampah seperti yang tercantum dalam Undang-Undang No. 18 tahun 2008 juga perlu lebih ditingkatkan lagi, terutama dalam hal pemilahan sampah di rumah dan pembayaran retribusi sampah, sedangkan untuk peran masyarakat dalam penanganan sampah skala kawasan, bisa diterapkan untuk daerah-daerah padat disertai dengan peran serta masyarakat sekitar yang aktif dan komitmen yang tinggi dari Pemerintah Daerah. Penanganan sampah yang baik hanya dapat diwujudkan dengan kerjasama yang baik antara semua pemangku kepen tingan, mulai dari masyarakat, Pemerintah Kabupaten/Kota, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Pusat, Perguruan Tinggi, hingga sektor swasta. Peran serta tersebut sebaiknya didefinisikan ber dasarkan kemampuan dan kapasitas masing-masing pemangku kepentingan, sehingga akan diperoleh pola penanganan sampah yang efektif dan efisien. *) Staf Seksi Wilayah II, Subdirektorat Persampahan, Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Kontak dengan penulis:
[email protected]
sedangkan idealnya untuk dapat memenuhi kebutuhan biaya investasi dan operasi dan pemeliharaan infrastruktur sanitasi, diperlukan minimal alokasi 2% dari total dana APBD. Terobosan Pendanaan Salah satu dampak dari penerapan Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 adalah terbatasnya kewenangan Pemerintah Pusat dalam pengelolaan persampahan, padahal kemampuan pendanaan dari Pemerintah Pusat jauh lebih memadai daripada Pemerintah Kabupaten/Kota. Untuk mendorong kepedulian Pemerintah Kota/Kabupaten kepada sektor sanitasi dan untuk meningkatkan proporsi alokasi dana APBD untuk sektor sanitasi, Pemerintah Pusat harus mengalokasikan dana stimulan untuk sektor persampahan. Selain itu, sejumlah upaya yang telah dilakukan untuk menggali potensi pendanaan dari sumber-sumber alternatif, seperti dari dana dari Corporate Social Responsibility (CSR), melakukan kerjasama pemerintah dan swasta (KPS), maupun dari pendanaan mandiri masyarakat untuk dapat meningkatkan kualitas pena nganan sampah di daerah. Pun setelah Pemerintah Pusat me ngucurkan dana, baik stimulan dan DAK, untuk bidang sanitasi, dan seluruh upaya dikerahkan, perkembangan penanganan persampahan di daerah masih dirasa belum memadai, karena seringkali masih ditemukan tingkat kepedulian, komitmen, dan
Edisi 064Tahun XIII4Juni 2015
27
inovasi
Tak Selamanya Dibakar, Sampah Ada di Baazar Ahmad Asnawi *)
Sampah bukan menjadi sumber masalah, tetapi bagaimana kita menyikapinya. Dimana ada manusia, disitu ada sampah. Konferensi Asia Afrika (KAA), timbul dari semangat solidaritas.
I
ntinya melihat persamaan. Kalau pelaku ekonomi, menjual perbedaan pada produk yang sama di depan kompetitor yang lain. Menariknya cerita sampah, dapat dikelola dengan pendekatan yang berbeda, untuk menciptakan kebersihan bersama.
Kegiatan pemecah rekor dunia pemain angklung terbanyak, 20.000 orang pemain, dalam rangkaian peringatan konferensi Asia Afrika di Bandung 2015, sehari sebelum acara puncak. Penulis diundang bersama teman-teman komunitas peduli lingkungan, untuk menjadi peserta pemain angklung. Awalnya penulis ragu, apa bisa memainkan salah satu alat tradisional Jawa Barat. Karena penulis pernah juga mendengar rekor 5000 pemain angklung di
28
Amerika. Dorongan penasaran, akhirnya penulis menyempatkan diri untuk hadir. Padahal pada saat yang sama, penulis mendapat tugas, sebagai anggota tim penilai sinergitas kinerja kecamatan. Ini kesempatan untuk ikut berbuat : Angklung for the World dari Bandung untuk memecah museum rekor dunia, penulis bisa ikut tim penilai kinerja tetapi datang pada sesi terakhir, setelah acara angklung selesai. Penulis merenung, kenapa orang asing bisa main angklung, ternyata dalam setiap angklung terdapat nama pulau Indonesia, kemudian disampingnya ada gambar posisi jari tangan. Pemain angklung hanya melihat pemandu saja, dengan melihat gerakan tangannya. Kemudian pemain angklung menggoyangkan ang klung sesuai tanda gambar tangan. Maka terdengarlah harmoni suara angklung, bisa lagu daerah, lagu nasional dan mancanegara. Kuncinya disiplin, melihat, mendengar dan melakukan. Penulis juga amati, di dalam Stadion Siliwangi, panitia telah menyiapkan toilet yang diletakkan berjajar di sudut paling kiri. Sedangkan tempat sampah disediakan kantong besar, di dekat pintu masuk dan keluar stadion. Panitia sebelum acara dimulai, menghimbau lewat pengeras suara agar menyimpan sampah pada tempat yang telah disediakan. Sebetulnya panitia juga bisa menganjurkan bahwa, snack dan minuman kemasan yang telah disediakan sampahnya agar dibiasakan disimpan di tas masingmasing, kemudian nanti dimasukkan pada tempat sampah yang telah disediakan. Sehingga meminimalisir sampah yang berserakan serta membudayakan tertib sampah.
inovasi Semangat main angklung bisa menjadi seni dalam memanage sampah kota. Lihat persamaan, bukan perbedaan. Harus bersamasama. Harus ada komando, lengkap dengan gambar, tulisan dan gerakan. Sampah selalu menjadi masalah. Walaupun sudah ada peraturan, dan lengkap dengan tulisan yang dipasang di pinggir jalan. Tapi kalau diamati, mungkin petunjuknya yang perlu dievaluasi. Penulis sering melihat tulisan dipinggir jalan, “50 m sebelum rumah makan”, “Dilarang melihat ke kiri, kendaraan sering belok”. Orang pasti penasaran, mau mampir, minimal ingat kata tersebut. Penulis juga menemukan spanduk : “Selamat Datang Peserta Peringatan Konferensi Asia Afrika”, “Jangan Datang ke Outlet Kami”, “Produknya mahal, harganya gak sampai Rp. 50.000”. Sepertinya menggunakan kata Dilarang dan Jangan, merupakan magnet yang paling ampuh untuk menolak peringatan tersebut. Bicara tentang sampahpun demikian. Sering dijumpai :”Dilarang buang sampah di sini”. Dampaknya orang makin banyak yang buang sampah didekat anjuran tersebut. Tulisan ini bisa saja berganti : “Anda Tidak Dilarang Buang Sampah Pada Tempatnya”. Kemudian kita sediakan tempat sampah didekatnya. Atau buatlah tulisan dalam bentuk pujian : “Terima Kasih Anda Tidak Membuang Sampah Disini. Atau “Dilarang Buang Uang Sembarangan, karena Sampah = Uang”. Selama pengelolaan sampah masih menggunakan sistem Kumpul-Angkut-Buang (KAB), selalu menimbulkan masalah. Wajar kalau masyarakat resah, mereka merasa iuran sampah sudah naik, tapi kok sampahnya sendiri gak naik-naik ke truk sampah. Ada juga yang sampahnya diangkut tetapi dibuang ke TPA bersama kontainer bak sampah, karena sudah tidak terawat. Penulis punya teman, dia bisa mengadakan bazaar murah,
dengan alat tukar sampah. Di depan pintu masuk stan, ada tulisan : “Tukarkan sampah anda dengan sembako, pemeriksaan kesehatan dan jajanan rakyat. Syarat dan ketentuan berlaku: Sampah organik dan anorganik sudah terpisah”. Dia juga membelikan perahu, untuk para pekerja, kemudian dibayar dan dicicil dengan sampah plastik dari Sungai Saguling. Pulang dari pertunjukan angklung, penulis ketemu dengan SPBU (pom bensin), bertuliskan :”Tukarkan sampah kertas anda dengan pertamax, pada SPBU tertentu”. Pada spanduk lengkap dengan hari dan jam tempat penukaran. Dalam setiap kunjungan penulis ke kantor kecamatanpun selalu menjumpai Pamplet, kadang dipasang pigura, tentang Timbul Budaya Malu ( Dalam Melakukan Aktifitas ), pada poin yang ketujuh tertulis :”Malu karena tidak berperan aktif dalam mewujudkan kebersihan lingkungan (Tidak Membuang Sampah Pada Tempatnya)”. Bicara tentang budaya malu, penulis ingat cerita teman, mungkin karena sangat sayang pada anaknya, dia berkata : Nak, kamu mau minta apa ? Pasti Bapak kabulkan. Seorang anak ini, karena suka bergaul dengan anak-anak yang sederhana, dengan polos meluncur dari mulutnya: “Malu Pak”. Bapaknya kaget, kalau yang ini Bapak tidak punya. Maka wajar kalau tokoh gerakan Islam di Mesir, Hasan Al Banna, menuliskan suatu nasihat : Aku tahu rizkiku tak mungkin diambil orang, karenanya hatiku tenang, Aku tahu amal-amalku tak mungkin dilakukan orang lain, maka kusibukkan diriku bekerja dan beramal. Aku tahu Tuhan selalu melihatku, karenanya aku malu bila melakukan maksiat. Aku tahu kematian menantiku, maka kupersiapkan bekal untuk berjumpa dengan Tuhanku. Buya Hamka, tokoh asal tanah Minang, pernah berkata, “Dengan ilmu, hidup jadi mudah, dengan seni hidup jadi indah, dan dengan agama hidup jadi terarah”. Agama manapun, selalu menganjurkan agar hidup bersih, sehat dan tertib sampah. Pemerintah tahu, masyarakat mau dan pengusahapun mampu dan dapat bersatu, menjadi pelopor bersih lingkungan yang aman dan nyaman. *) Kepala Sub Bagian Penyusunan Program, Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa Barat.
Edisi 064Tahun XIII4Juni 2015
29
sebaiknya anda tahu
MENGAPA INI BAIK ? Tangga | Anak Tangga
Material Step Nosing
Modul Material
Penggunaan Detail
Pemilihan Material
Penggunaan material step nosing yang kuat mampu melindungi material batu serta membuat aksen yang menarik.
Satu anak tangga menggunakan satu modul material sehingga tidak ada sambungan.
Penggunaan detildetil sederhana mampu meningkatkan kualitas visual pada tangga (permainan majumundur pada sisi anak tangga).
Penggunaan material sederhana, rapi, dan kuat.
MENGAPA INI KURANG BAIK ? Tangga | Anak Tangga
Kualitas Material
Modul Material
Pemilihan Material
Tangga hanya dibuat menggunakan acian semen, sambungan pada kanstein tidak rapi.
Terdapat sambungan batu pada anak tangga sehingga membuatnya tidak rapi.
Penggunaan material acian semen memiliki daya tahan yang kurang baik terutama di bagian ujung anak tangga.
30
sebaiknya anda tahu
MENGAPA INI BAIK ? Tempat Sampah | Desain
Desain dan Material
Modul Material
Desain dan Warna
Padaruangpublik,tempatsampahjugahar usmenjadi elemen estetis, dengan desain yang baik maka akan turut meningkatkan kualitas visual kawasan.
Desain tempat sampah pada satu kawasan yang sama dapat beraneka ragam, namun tetap harus menggunakan desain yang baik.
Pemilihan tempat sampah yang sederhana dapat juga menjadi baik apabila memilih yang memiliki bentuk yang baik, serta penempatan yang sesuai dengan konteksnya.
MENGAPA INI KURANG BAIK ? Tempat Sampah | Desain
Desain dan Material
Desain dan Warna
Desain dan Material
Tempat sampah yang dibuat dengan bahan yang kurang baik akan cepat rusak sehingga tidak lagi dapat digunakan.
Pemilihan warna pada tempat sampah ini tidak sesuai dengan desain taman secara keseluruhan.
Bentukan tempat sampah dapat dibuat secara kreatif namun harus sesuai dengan karakter taman atau kawasan.
Edisi 064Tahun XIII4Juni 2015
31
lensa ck
Pelantikan dan Serah Terima Jabatan Pejabat Eselon 2 di Lingkungan Ditjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
Foto-foto : Manti dan Aji
32
lensa ck
Malam Pisah Sambut Dirjen Cipta Karya Andreas Suhono dengan Imam S. Ernawi
Foto-foto : Manti dan Aji
Edisi 064Tahun XIII4Juni 2015
33
seputar kita
Dirjen Cipta Karya Kunjungi Daerah Kumuh di Bali Empat PDAM Tandatangani Komitmen Untuk Capai Akses Aman Air Minum 100% 2019 Empat PDAM sehat dan memiliki cakupan pelayanan lebih dari 90%, telah menandatangani komitmen untuk mencapai akses aman air minum 100% di tahun 2019, sebagaimana amanah dari RPJMN 2015-2019. Ketua Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (BPPSPAM) Tamin M Zakaria Amin saat rapat koordinasi dengan konsultan dari Bidang Analis Keuangan, Investasi, dan Promosi (AKIP) BPPSPAM, Senin (22/6/2015), menjelaskan PDAM Kota Surabaya menargetkan cakupan pelayanan air minum 100% tahun 2018 dengan tingkat kehilangan air atau NRW mencapai 20% pada tahun 2018. Target cakupan pelayanan PDAM Kota Malang pada tahun 2017 dengan NRW mencapai 16% pada akhir tahun 2015 ini. Sementara PDAM Kota Banjarmasin target cakupan pelayanan tahun 2019 dengan NRW mencapai 21% pada tahun 2018. Sedangkan PDAM Kota Payakumbuh menargetkan pencapaian cakupan pelayanan tahun 2016 dengan NRW men capai 20% pada tahun 2018. PDAM Kota Palembang yang sudah memiliki cakupan pela yanan lebih dari 90%, ditargetkan cakupan pelayanan 100% pada tahun 2019 dengan tingkat NRW mencapai 20% tahun 2016 mendatang. Agar target tersebut dapat terealisasi BPPSPAM akan terus mendorong dan membantu PDAM-PDAM itu dengan memberikan pendampingan. (Hen)
Direktur Jendral Cipta Karya Andreas Suhono melakukan kunjungan lapangan di kawasan kumuh yang terletak di daerah Desa Renon Kota Denpasar dan didampingi oleh Wakil Gubernur I Ketut Sudikerta serta melakukan survey lokasi yang akan dibangun Rumah Susun Sewa (Rusunawa) yang difasilitasi oleh dana APBN, Jumat (19/06/2015). Dalam kunjungannya tersebut, Andreas juga menemukan beberapa warga yang belum mengerti tentang arti pentingnya drainase, sehingga masih banyak warga yang membuang sampah di sungai dan menutup jalur selokan agar dapat dilalui kendaraan. Selain melakukan kunjungan ke kawasan kumuh, Andreas juga melakukan survey lapangan yang akan menjadi lokasi diba ngunnya Rusunawa yaitu di Desa Penatih Dangin Puri, dengan luasan wilayah 1,5 Ha. Pembangunan Rusunawa tersebut diper untukkan bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang berkerja di daerah (Pemerintah Kota) dengan kemampuan memfasilitasi sekitar 4.500 pegawai daerah. (Krisna Dwipayana/Satker Randal Bali/bns)
Cipta Karya Sumsel Sosialisasikan Tanggap Darurat Kebakaran di SD Negeri 49 Palembang Direktorat Bina Penataan Bangunan melalui Satker Pengem bangan Kawasan Permukiman dan Penataan Bangunan (PKPPB) Provinsi Sumsel yang dibantu dari Dinas Penyelematan dan Pemadam Kebakaran Kota Palembang melakukan simulasi Program Penanggulangan Kebakaran di Lapangan SD Negeri 49 Kota Palembang, Selasa (09/06/2015). Dalam simulasi tersebut, seluruh siswa-siswi, guru, dibe rikan pengarahan mulai dari penyebab munculnya api, terjadinya kebakaran, hingga cara menanggulangi kebakaran tersebut. Hal ini sangat penting dilaksanakan di sekolah agar sewaktu-waktu saat terjadi kebakaran, seluruh lapisan sekolah dapat melakukan pemadaman sebelum datangnya tim pema dam kebakaran. Sementara itu Kasatker PKPPB Sumsel Robinson menyambut baik dengan program ini. Selaku penanggungjawab dalam sosialisasi ini, Robinson mengatakan simulasi ini sangat berguna
34
jangan disia-siakan kesempatan untuk siswa-siswi untuk mengikutinya. Dan untuk SOP (Standard Operating Procedure) akan diberikan segera di SD Negeri 49 Kota Palembang.
Kunjungi Kami di : website :
http://ciptakarya.pu.go.id
twitter :
@ditjenck
instagram :
@ditjenck
Segenap Pimpinan dan Karyawan Direktorat Jenderal Cipta Karya Mengucapkan
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1436 H
Minal Aidzin Wal Faidzin Mohon Maaf Lahir dan Bathin