KONTRIBUSI PERKEMBANGAN HUTAN RAKYAT TERHADAP PERTUMBUHAN INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI KABUPATEN CIAMIS Oleh : Soleh Mulyana Balai Penelitian Kehutanan Ciamis
ABSTRAK Masyarakat Kabupaten Ciamis 30 tahun lalu telah mengenal hutan rakyat tetapi saat itu dengan istilah ”Penghijauan” dan perkembangannya sangat tergantung terhadap peranan Pemerintah. Namun dengan adanya perubahan pola fikir dari pada para petani terlihat adanya pengelolaan lahan secara maksimal maupun terjadinya beberapa perubahan fungsi lahan. Jenis tanaman yang banyak diminat masayarakat adalah sengon dan jenis ini merupakan primadona bagi Kabupaten Ciamis. Perkembangan luas hutan rakyat di Kabupaten Ciamis dalam kurun waktu 7 tahun rata-rata setiap tahun naik 10%, yang paling penomenal tercatat pada tahun 2008 seluas 28.977,40 ha kenaikannya mencapai 19% dari tahun sebelumnya, hal ini hasil dari pelaksanaan penanaman bibit pada tahun 2007 dengan jumlah 7.200.000 batang yang berasal bantuan pemerintah sebesar 12,5% sedangkan terbesaradalah swadaya masyarakat mencapai 87,5%. Untuk pertumbuhan industri primer setiap tahun rata-rata naik 22,6% pada akhir tahun 2009 tercatat industri primer berjumlah 820 unit kenaikannya mencapai 34% dari tahun sebelumnya, faktor yang mempengarhuinya; (1) permintaan panel cukup tinggi, (2) tersedianya bahan baku, (3) adanya inventaris mesin penggergajian dari industri sekunder, (4) permodalan relatif terjangkau untuk mendirikan industri primer. Dengan demikian apabila melihat Perkembangan hutan rakyat sangat berpengaruh dan memberikan kontribusi yang paling penting bagi pertumbuhan industri primer pengolahan kayu. Produk panel yang dihasilkan industri pengolahan kayu kurang menuhi standar mutu, hal ini akibat dari bahan baku yang digunakan kurang berkualitas disamping itu keadaan lay out dari mesin penggergajian umumnya telalu sederhana yang penting adalah dapat memenuhi permintaan pasar. Kata kunci : Perkembangan Hutan Rakyat, Kontribusi, Industri, Produk panel
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya permintaan kayu serta tidak terlepas berkurangnya pasokan kayu dari hutan alam bahwa permintaan kayu sengon di Jawa akan terus meningkat, disisi lain akan mendorong para pelaku ekonomi untuk mendirikan industri baru Dirjen Bina Hutan (2008). Apabalia berjalan-jalan dan memperhatikan dengan cermat keadaan wilayah Kabupaten Ciamis akan banyak dijumpai tanaman sengon di lahan masayarakat, seperti disekitar pekarangan rumah, kebun, ladang bahkan ada beberapa yang merubah fungsi lahannya. Keadaan ini terjadi dalam waktu 4 tahun terakhir, hal ini membuktikan bahwa perkembangan hutan rakyat di Kabupaten Ciamis sangat penomenal. Dengan demikian perkembangan hutan rakyat sudah barang tentu akan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan industri pengolahan kayu seperti halnya, Sukrianto & Subarudi (2008) memprediksi di Kabupaten Ciamis pada akhir 2009 pertumbuhan industri pengolahan kayu akan mencapai 700 unit atau naik sebesar 14 % dari tahun sebelumnya. Lajunya pertumbuhan industri pengolahan kayu di Kabupaten Ciamis disamping permintaan panel yang cukup tinggi didukung oleh beberapa kemudahan antara lain : (1). Tersedianya bahan baku yang banyak, (2). Permodalan untuk mendirikan industri relatif terjangkau, (3). Adanya inventaris mesin penggergajian dari salah satu industri sekunder pengolahan kayu. Namun dibalik itu apabila tidak simbang antara jumlah bahan baku kayu dari hutan rakyat dengan industri pengolahan kayu, maka akan terjadi persaingan untuk 262
Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian
mendapatkan bahan baku. Persaingan dalam mendapatkan bahan baku akan mengakibatkan harga kayu di tingkat petani menjadi positif sehingga terbentuk ”pasar sempurna” akibat berlakuknya posisi tawar dengan harga tinggi ditingkat petani Puspitodjati (2008). Permintaan panel dari Kabupaten Ciamis cukup tinggi umumnya untuk memasok kebutuhan masyarakat lokal, lintas Kabupaten dan Provinsi serta memasok industri sekunder. Dengan demikian seberapa kontribusi hutan rakyat terhadap pertumbuhan industri pengolahan kayu priner di Kabupaten Ciamis.
II. METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian ini dilakukan mulai tahun 2009. lokasi penelitian diarahkan oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Ciamis di Desa Kersaratu Kecamatan Sidamulih wilayah UPTD Pangandaran dan Desa Bojonggedang Kecamatan Rancah wilayah UPTD Rancah. B. Bahan dan Alat Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa tape recorder (perekam), kamera digital, GPS serta alat tulis. C. Pengumpulan dan Analisis Data Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder, data primer diperoleh hasil wawancara secara acak dengan para petani hutan rakyat, pengepul dan industri penggergajian primer, sedangkan data sekunder dikumpulkan dari instansi terkait serta literatur / publikasi yang relevan dengan topik penelitian ini. Data yang terkumpul dari hasil kegiatan observasi dan wawancara baik primer maupun sekunder dianalisisi dengan pendekatan secara eksploratif.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Kabupaten Ciamis Kabupaten Ciamis secara geografis terletak pada koordinat 108o20 – 108o40 dan 7o4’20’’ – 7o41’ 20” LS, dengan batas wilayah : sebelah utara Kabupaten Majalengka, sebelah barat Kabupaten dan Kota Tasikmalaya, sebelah timur Provinsi Jawa Tengah dan Kota Banjar serta sebelah selatan Samudera Indonesia dengan keadaan tofografi gunung dan berbukit di wilayah bagian utara, curah hujan relatif tinggi antara 2.500 – 4.000 mm/thn dataran tinggi sedangkan dataran rendah berkisar 1.500-2.000 mm/thn. Luas wilayah sebesar 244.479 ha dengan penduduk berjumlah 1.586.076 jiwa, luas penggunaan terdiri dari ; Sawah : 51.890 ha, Pekarangan dan Bangunan : 29.926 ha, Kolam /Rawa : 2.529 ha, Kebun/Ladang/pdg.rumput : 78.453 ha, Hutan dan Perkebunan : 72.439 ha dan Lainnya: 9.202 ha (BPS Kabupaten Ciamis 2009) B. Perkembangan Hutan Rakyat. Hasil wawancara dengan masyarakat ternyata telah mengenal hutan rakyat 30 tahun yang lalu dengan istilah ”Penghijuan” kegiatan ini dengan sumber pendanaan pemerintah melaluli program proyek Citanduy II pada tahun 1980 yang bertujuan untuk merehabilitasi lahan kritis dan lahan kurang poduktif. Luasan hutan rakyat setiap tahun terus meningkat, hal ini tidak terlepas dari peranan Pemerintah Pusat dan Daerah melalui instansi terkait setiap tahun selalu memberikan memotivasi dan bantuan kepada
Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian
263
masyarakat melalui program GERHAN maupun program GRLK. Disamping itu Kabupaten Ciamis mendapat suatu kepercayaan sekaligus kehormatan pada tahun 2006 s/d 2008 mendapat bantuan dari Project ITTO PD 271/04 Rev.3(F) : tentang ”Rehabilitation of Degraded Forest Land Involving Local Communities in West Java Indonesia. Kegiatan yang dilaksakan project ITTO adalah memberikan pendidikan pelatihan terhadap para kelompok tani dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia (SDM) dibidang manajeman dan pengelolaan hutan rakyat. Pengaruhnya sangat positif yaitu terjadinya perubahan pola fikir bagi para petani dalam pengelolaan maupun dalam pengembangan hutan rakyat. Hasil observasi dilapangan terjadinya perubahan pola fikir para petani terbukti dengan mengoptimalkan pengelolaan lahan maupun adanya beberapa perubahan fungsi lahan. Sebagai ilustrasi adanya perubahan fungsi yaitu semula merupakan lahan sawah dijadikan kebun kayu sengon, serta adanya bentuk mengoptimalkan pengelolaan lahan yang disajikan pada Gambar 1 dan 2.
Gambar 1. Bentuk Perubahan Fungsi Lahan
Gambar 2. Bentuk Mengoptimalkan lahan
Pada Gambar 1 merupakan bentuk dari perubahan fungsi lahan dari lahan sawah menjadi kebun kayu sengon dengan sistim monokultur. Sedangkan pada Gambar 2 terlihat dengan pengelolaan lahan yang maksimal dengan sistim multikultur dimana jenis tanamannya sangat beragam dan tidak beraturan terdapat beberapa jenis tanaman; sengon, pisang, singkong, kopi, kelapa, coklat dan kapolaga. Hasil wawancara dilapangan selain adanya perubahan fungsi lahan dijumpai juga beberapa bentuk pola tanam dengan sisitim manokultur, hal ini karena para pemilik lahan perekonomiannya cukup mapan dimana kebutuhan pokok sehari-hari bukan dari lahan tersebut melainkan sebagai pegawai, wiraswasta dan pensiunan. Sedangkan pengelolaan lahan yang maksimal dengan pola tanam sitim multikultur umumnya berprofesi sebagai petani dengan kepemilikan lahan sempit serta kebutuhan pokok sehari-hari tergantung pada hasil pengolahan lahannya. 1. Jenis Dan Sebaran Tanaman Hutan Rakyat Berdasarkan data Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Ciamis jumlah jenis bibit tanaman dalam kurun waktu 7 (tujuh) tahun terakhir baik itu bibit berasal bantuan dari pemerintah maupun swadaya masayarakat sebagaimana disajikan pada Gambar 3.
264
Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian
8000000
7000000
6000000
5000000
4000000 PEMERINTAH
3000000
SWADAYA 2000000
TOTAL
1000000
0 2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Gambar 3. Menunjukan grafik jumlah bibit tanaman setiap tahun yang berasal dari bantuan pemerintah dan swadaya masayarakat (Sumber Dishutbun Kabupaten Ciamis 2009).
Pada Gambar 3 grafik menunjukan pemerintah sangat berperan dalam menyediakan bibit tanaman pada tahun 2003 s/d 2004, sedangkan swadaya menunjukan grafik yang sangat penomenal mulai dari kurun waktu 4 tahun terakhir pada tahun 2005 s/d 2009. Jumlah bibit tertinggi yang ditanam terjadi pada tahun 2007 berjumlah 7.200.000 batang, bantuan pemerintah sebesar 12,5% sedangkan swadaya mencapai 87,5% Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Ciamis membagi 4 wilayah berdasarkan populasi dan potensi yang sesuai untuk dikembangkan dengan karakteristik tempat tumbuhnya disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4. Peta Pembagian Sebaran Jenis Kayu Pada Hutan Rakyat di Kabupaten Ciamis (Sumber Dishutbun Kabupaten Ciamis 2009).
Pada Gambar 4 menunjukan untuk setiap wilayah terdapai ciri khas dari jenis tanaman sesuai dengan karakteristik tempat tumbuhnya, namun jenis sengon terdapat di semua wilayah walaupun ada beberapa tempat yang kurang sesuai dengan tempat tumbuhnya terutama di dataran tinggi karena jenis ini merupakan primadona bagi masyaakat Kabupaten Ciamis. 2. Luasan Dan Perkembangan Hutan Rakyat. Menurut data Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Ciamis pada akhir tahun 2009 luas hutan rakyat adalah 31.707,44 ha yang tersebar di setiap wilayah Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD), data luasan hutan rakyat tersebut untuk setiap wilayah UPTD Dishutbun disajikan pada Tebel 1. Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian
265
Tabel 1. Luas Hutan Rakyat di setiap Wilayah UPTD Dishutbun Kabupaten Ciamis No. 1 2 3 4 5
Wlayah UPTD Dishutbun Ciamis Kawali Rancah Banjarsari Pangandaran Jumlah
Luas Hutan Rakyat (Ha) 5.688,00 3.238,60 6.177,24 5.494,32 11.109,28 31.707,44
Sumber Data Dari Setiap UPTD tahun 2009
Sedangkan perkembangan luas hutan rakyat di Kabupaten Ciamis dalam kurun waktu 7 tahun terakhir secara komulatif setiap tahunnya terus meningkat, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Perkembangan Luas hutan Rakyat Kabupaten Ciamis No. 1 2 3 4 5 6 7
Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Luasan HR (ha) 18.319,15 20.354,12 22.616,22 23.806,44 24.352,40 28.977,40 31.707,44
Sumber Disutbun Kab. Ciamis 2009
Apabila memperhatikan data pada Tebel 2 perkembangan luasan hutan rakyat setiap tahun rata-rata naik 10%. Sedangkan perkembangan luas hutan rakyat yang cukup signifikan terjadi pada tahun 2007 / 2008 luas hutan rakyat mencapai 19%. Atau sebesar 4.625,00 ha dalam jangka 1 tahun. 3. Produksi Jenis Hutan Rakyat. Berdasarkan data sekunder dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Ciamis Produksi kayu hutan rakyat untuk setiap jenis kayu selama kurun waktu 7 tahun terakhir disajikan pada Gambar 5.
M3
400000 300000
Sengon Mahoni
200000
Jati
100000
Rimba Campur
0 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Gambar 5. Grafik Poduksi Hutan Rakyat Untuk Setiap Jenis Kayu (Sumber diolah dari data sekunder 2009)
266
Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian
Pada Gambar 5 grafik menunjukan bahwa produksi kayu jenis sengon setiap tahun terus meningkat, yang cukup tinggi produksi kayu sengon terjadi pada tahun 2008 kenaikannya mencapai 119,64% dari tahun sebelumnya. Ini membuktikan bahwa kayu sengon sangat diminati oleh pasaran dibandingkan dengan jenis kayu lainnya, sedangkan jenis kayu Mohoni dan Rimba campuran terus menurun akan tetapi jenis kayu jati tetap stabil. Apabila mengkaji produksi hutan rakyat yang paling besar adalah sengon karena jenis ini merupakan primadona bagi masyarakat Kabupaten Ciamis. Dari hasil wawancara membuktikan ada beberapa faktor jenis sengon paling diminati antara lain; (1) permintaan kayu sengon cukup tinggi, (2) umur (daur) reltif pendek, (3) harga cukup baik, (4) dibeli dengan tunai. Hal ini sangat relevan pernyataan Dirjen Bina Hutan (2008), bahwa permintaan kayu sengon di Jawa akan terus meningkat tidak terlepas dari berkurangnya pasokan kayu dari hutan alam. C. Jumlah Sebaran dan Pertumbuhan Industri Primer Pengolahan Kayu. Berdasarkan data sekunder dari setiap UPTD Dishutbun Kabupaten Ciamis Jumlah industri pengolahan kayu primer sebagaimana disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Jumlah Industri Primer untuk Setiap wilayah UPTD Dishutbun di Kabupaten Ciamis tahun 2009. No. 1. 2. 3. 4. 5.
Lokasi / Wilayah Wilayah UPTD Ciamis Wilayah UPTD Kawali Wilayah UTD Rancah Wilayah UPTD Banjarsari Wilayah UPTD Pangandaran Jumlah Total
Jumlah Industri Primer 68 184 242 200 326 820
Sumber diolah dari data sekunder 2009
Berdasarkan Tabel 3 jumlah industri pengolahan kayu yang terbanyak terdapat di wilayah UPTD Pangandaran berjumlah 326 unit industri, dimana luas hutan rakyatnya sebesar 11.109,28 ha (tercantum pada Tabel 1). Hal ini membuktikan bahwa lusan hutan rakyat sangat memberikan kontribusi yang sangat penting terhadap keberadaan industri pengolahan kayu. Berdasarkan data laporan tahunan Dishutbun Kabupaten Ciamis jumlah industri pengolahan kayu primer untuk setiap tahun dalam kurun waktu waktu 7 tahun terakhir disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Jumlah Pertumbuhan Industri Primer 7 Thun Terakhir di Kabupaten Ciamis No. 1 2 3 5 6 7
Tahun 2003 2004 2005 2007 2008 2009
Jumlah Industri Primer 245 320 400 538 614 820
Sumber Data Disutbun Kab. Ciamis 2009
Memperhatikan data pada Tabel 4 jumlah pertubuhan industri pengolahan kayu setiap tahun terus meningkat, dari dat tersebut diasumsikan jumlah industri naik rata – rata 22,6% setiap tahunnya. Kenaikan jumlah industri pengolahan kayu primer yang cukup signifikan terjadi pada tahun 2009 yaitu mencapai jumlah 820 unit industri, naik Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian
267
sebesar 34% atau sebanyak 206 unit industri dari tahun sebelumnya. Sedangkan prediksi Sukrianto & Subarudi (2008) bahwa di Kabupaten Ciamis industri pengolahan kayu pada tahun 2009 akan mencapai 700 unit industri atau naik sebesar 14% dari tahun sebelumnya ternyata kenaikannya melebihi dari perkiraan yaitu mencapai 3 kali lipat. Dari hasil wawancara dengan pemilik industri pengolahan kayu ternyata yang mendorog pertumbuhan industri pengolahan kayu adalah: cukup dengan biaya sebesar Rp. 4.000.000,- sudah mendapatkan 1 unit mesin penggergjian merek dompeng ditambah mendirikan bangunan, perizinan sebesar Rp. 3.000.000,- , sehingga cukup dengan modal sebesar Rp. 7.000.000,-. Disamping itu kemudahan lainnya ada salah satu dari industri sekunder yang memberikan inventaris mesin penggergajian lengkap, dengan ketentuan / persyaratan antaralain: (1) menyediakan lokasi dan bangunan, (2) sanggup memasok produk palet setiap minngu dengan kubikasi yang telah ditentukan. Apabila tidak memenuhi target kubikasi yang telah ditentukan maka mesin inventaris tersebut akan disita /diambil kembali oleh industri sekunder. Sebagai ilustrasi hasil survey dilapangan dengan modal cukup terjangkau untuk mendirikan industri primer seperti yang terjadi di Desa Kersaratu pada tahun 2008 hanya terdapat 4 industri primer dan pada akhir tahun 2009 mencapai 10 unit industri penggergajian begitu juga di Desa Bojonggedang pada tahun 2008 terdapat 3 industri primer pada akhir 2009 sudah terdapat 6 industri primer. 1. Lay Out Penggergajian dan Bahan Baku Hasil observasi dilapangan layout industri penggergajian umumnya sangat sederhana sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 6, sedangkan bahan baku yang digunakan pada Gambar 7.
Gambar 6. Layout mesin penggergajian sedang merajang Log Ø 10 cm
Gambar 7. Bahan baku Log Ø ≥ 10 cm dengan panjang mulai 1,2 m s/d 3 m untuk konsumsi industri.
Pada gambar 6 nampak lay out industri sangat sederhana dan tidak dilengkapi dengan conveyor roller sudah barang tentu hasil rajangannya kurang berkualitas, cukup dengan tenaga 2 orang dimana 1 orang sebagai pengumpan sekaligus menentukan ukuran panel yang akan diproduk dan satu orang sebagai penerima hasil rajangan. Apabila kita lihat gambar 7 nampak bahan baku yang digunakan berukuran log Ø ≥ 10 cm, sedangkan tanda panah menunjukan keadaan fisik tidak simetris (bengkok) serta dari satu batang log terdapat beberapa mata kayu. Hal ini membuktikan bahwa : (1) permintaan pasar cukup tinggi, (2) industri tersebut harus memenuhi target untuk memasok industri pengolahan kayu sekunder karena terikat suatu perjanjian. 2. Produk Kayu Gergajian Bentuk Produk panel yang dijumpai umum kurang memenuhi standar baik itu ukuran maupun kualitas hasil survey dilapangan sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 8 & Gambar 9.
268
Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian
Gambar 8. Seorang karyawan sedang mengepak panel yang baru selesai di rajang
Gambar 9. Panel hasil pengepakan siap untuk dikirim ke pasaran
Melihat Gambar 8 salah seorang karyawan sedang mengepak (packing) panel, alasan langsung pengepakan setelah perajangan adalah untuk menghindari perobahan bentuk (melengkung/ bengkok), sedangkan pada gambar 9 nampak dengan jelas dari satu permukaan panel terdapat beberapa mata kayu. Dari hasil wawancara dengan para pemilik industri primer bahwa produk panel untuk memasok kebutuhan masayarakat lokal sebesar 10 %, lintas Kabupaten dan Propinsi 15%, sedangkan 75% berupa palet untuk memasok industri pengolahan kayu sekunder seperti; PT. Waroeng Batok di Kabupaten Cilacap, PT. Albasi di Kota Banjar dan PT. BKL di Kabupaten Tasikmalaya Memperhatikan data dari jumlah industri pengolahan kayu primer setiap tahun selalu meningkat, hal ini sangat dipengaruhi; (1), tersedianya bahan baku, (2) permintaan panel cukup tinggi, (3) adanya inventaris mesin dari industri pengolahan kayu sekunder dan (4) modal relatif terjangkau. Faktor sangat penting yang mempengaruhi keberadaan industri pengolahan kayu adalah perkembangan luasan hutan rakyat, ini dibuktikan seperti di wilayah UPTD Dishutbun Pangandaran luas hutan rakyat sebesar 11.109,28 ha dengan jumlah industri sebanyak 206 unit. Dengan demikian perkembangan hutan rakyat sangat memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap jumlah dari pertumbuhan industri pengolahan kayu. Namun pada akhir tahun 2009 seiring dengan bergulirnya waktu saat ini disekitar lokasi berdirinya industri sudah mulai terasa kekurangan bahan baku yang cukup atau ideal untuk dikonsumsi mesin penggergajian, sehingga pera pemilik industri harus bersaing untuk mendapatkan bahan baku. Dampak persaingan ini meyebakan harga kayu ditingkat petani cukup baik, hal ini didukung pernyataan Puspitodjati (2008) bahwa terjadinya persaingan bahan baku akan meningkatkan harga dengan istilah “Pasar Sempurna” bagi penawar tertinggi itulah yang berhak mendapatkanya.
IV. KESIMPULAN A. Kesimpulan 1. Meningkatnya permintaan kayu gergajian disisi lain berkurangnya pasokan kayu dari hutan alam berdampak terhadap lajunya perkembangan hutan rakyat. Disisi lain perkembangan hutan rakyat yang paling mendasar adalah perubahan pola fikir dari para petani yang dibuktikan dengan beberapa perubahan fungsi lahan dan memaksimalkan pengelolaan lahan. Perkembangan hutan rakyat sangat memberikan kontribusi cukup besar terhadap pertumbuhan industri pengolahan kayu. 2. Faktor yang mendukung lajunya pertumbuhan industri pengolahan kayu primer di Kabupaten Ciamis adalah : (1) tersedianya bahan baku, (2) permintaan panel cukup tinggi, (3) adanya inventaris mesin dari industri pengolahan kayu sekunder dan (4) modal relatif. 3. Mengingat bahan baku yang digunakan minimal log Ø 10 cm sebagai konsumsi mesin penggergajian, para petani dengan mudah dan cepat menjual tanaman sengon Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian
269
miliknya untuk memenuhi kebutuhan ekonominya dikhawatirkan terjadi degradasi terhadap hutan rakyat. B. Saran Perlu adanya suatu PERDA yang mengatur batasan ukuran Ø pohon yang diperkenankan ditebang sebagai bahan baku, hal ini untuk mengatisipasi agar tidak terjadinya degradasi terhadap hutan rakyat karena kita ketahui dengan pohon ukuran Ø 10 cm sudah menjadi bahan baku industri primer. Apabila nantinya sudah ada PERDA dan diberlakukan yang mengatur hal tersebut, bagi para petani yang belum menjual pohonya atau ditebang bibawah ukuran yang telah ditentukan sebagai para pemilik pohon harus mendapatkan reward berupa insentif.
DAFTAR PUSTAKA Achmad Budiman. 2009. Kajian Pemanfaatan dan Pemasaran Hasil Hutan. Laporan Hasil Penelitian Balai penelitian Kehutanan Ciamis. Alviya L, Sakuntala dewi N, Hakim, I. 2007. Pengembangan Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat Di Kabupaten Padeglang. Info Sosial Ekonmi. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Dan Kebijakan Kehutanan. Bogor. Badan Pusat Statistik. 2009. Kabupaten Ciamis Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Ciamis. Direktorat Jenderal Bina Hutan. 2008. Pembangunan Hutan Tanaman. Direktorat Jenderal Bina Produksi. Departemen Kehutanan. Majalah Bulian. Jakarta. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Ciamis. 2009. Laporan Tahunan Dianas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Ciamis. Harjanto. 2003. Keragaan Dan Pengembangan Usaha Hutan Rakyat Di Pulau Jawa. Desertasi Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Puspitodjati, T. 2008. Kajian Harga dan Rendemen Kayu Sengon. Balai penelitian Kehutanan Ciamis. Prosiding Pusat Penelitian Pengembangan Hutan Tanaman. Bogor. Sukrianto, T. & Subarudi. 2008. Makalah Seminar Perkembangan Hutan Rakyat di Kabupaten Ciamis. Project ITTO PD 271/04 Rev.3(F). Di Hotel Tiara Ciamis.
270
Prosiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian