SIFAT PERTUMBUHAN KAYU JATI DARI HUTAN RAKYAT GUNUNGKIDUL Oleh: Ganis Lukmandaru, Vendy Eko Prasetyo, Joko Sulistyo, Sri Nugroho Marsoem*
Abstract The aim of the study was to evaluate the effects of growth site on wood growth properties, of teak (Tectona grandis L.f.). The trial was conducted on a teak plantation (dbh about 30 cm) in three different ecological types of typical community forest stands (Panggang, Playen and Nglipar) in Gunungkidul. Growth properties included the thickness and proportion of bark, sapwood, and heartwood as well as the annual increment. The results revealed that the annual growth is significantly affected by growth site. The interaction of growth site and axial position of the tree significantly affected the bark and heartwood thickness whereas growth site significantly affected the bark dan sapwood proportion. The lowest sapwood proportion is found in teak grown in Nglipar, while the highest annual growth and the lowest bark thickness are measured in teak grown in Playen. A strong correlation is measured between tree diameter and heartwood thickness. Keywords Tectona grandis L.f., community forest, growth site, growth rate, heartwood proportion,
Pendahuluan Untuk memenuhi kebutuhan kayu jati yang terus meningkat, penanaman pohon jati di hutan rakyat terus digalakkan untuk mengimbangi produksi dari Perhutani yang merupakan produsen utama kayu jati di Indonesia, khususnya di Jawa. Salah satu sentra penghasil kayu jati rakyat adalah propinsi Jogja, khususnya Kabupaten Gunungkidul. Pada tahun 2007 tercatat hampir 60.000 m3 kayu jati telah dipasok dari Gunungkidul yang merupakan 70 % dari total produksi di propinsi Jogja (Departemen Kehutanan, 2007). Jati dari Gunungkidul ini memasok industri-industri kayu di Jepara, Klaten, Pekalongan dan tempat-tempat lainnya di Jawa Tengah. Perbedaan yang mendasar antara jati dari hutan rakyat dan Perhutani adalah masa tebangnya dimana kayu jati di hutan rakyat ditebang pada umur muda sekitar di bawah 30 tahun. Umur yang muda ini tentunya diasumsikan kayu belum mempunyai kualitas sebagus umur masak sehingga harga kayu jati dari hutan rakyat ini lebih murah. Jati dari hutan rakyat dianggap kurang kewaetan alaminya serta berwarna lebih pucat. Selain permasalahan harga, jati di hutan rakyat yang umumnya ditanam di sawah, kebun atau tegalan oleh penduduk ini belum banyak diketahui kualitasnya maupun variasi dalam sifat-sifatnya. Kondisi yang heterogen pada hutan rakyat itu sendiri diasumsikan akan berpengaruh pada kualitas kayu yang * Dr. Ganis Lukmandaru, Vendy Eko Prasetyo, M.Sc., Dr. Joko Sulistyo, Dr. Sri Nugroho Marsoem, Dosen Fakultas Kehutanan UGM
79
dihasilkan yang pada akhirnya akan berpengaruh pada sifat produk akhirnya. Penelitian jati yang tumbuh di luar hutan di India pernah dilakukan oleh Bhat et al. (2005) di mana perbedaan tempat tumbuh berpengaruh terdapat perbedaan kewatean alami terhadap jamur, sifat warna dan kadar ekstraktifnya. Lukmandaru dan Takahashi (2008) meneliti variasi sifat keawetan alami kayu jati terhadap rayap di hutan rakyat yang ternyata dipengaruhi oleh umur pohonnya. Untuk melengkapi data variasi kualitas kayu jati yang tumbuh di luar hutan, penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh perbedaan tempat tumbuh pada sifat kayu jati yang tumbuh di hutan rakyat Gunungkidul. Seperti diketahui, Gunungkidul mempunyai 3 zona ekologis yang sangat berbeda yaitu zona Batur Agung (Utara), Ledok Wonosari (Tengah), Pegunungan Seribu (Selatan). Parameter yang diamati adalah sifat pertumbuhan kayu teras, gubal dan kulitnya serta riap. Bahan dan Metoda Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di tiga tempat yang mewakili 3 zona ekologis di Gunungkidul, yaitu Panggang (utara), Playen (tengah) dan Nglipar (selatan). Di setiap lokasi, 3 pohon dalam kisaran diameter 30 cm ditebang dan di batang dibagi 3 bagian di arah aksial yaitu pangkal, tengah dan ujung. Deskripsi tempat tumbuh dan pohon dirangkum pada Tabel 1. Selanjutnya setiap bagian diambil piringan (disk) setebal 5 cm. Untuk sifat pertumbuhan, diukur rerata diameter teras, gubal, dan kulit di penampang melintang (utara-selatan, barat-timur). Selanjutnya, bagian kayu teras, gubal dan kulit di penampang melintang luasnya (m2) dihitung sebagai lingkaran geometris dengan metoda dot-grid. Untuk menilai pengaruh tempat tumbuh dan posisi (aksial dan radial), analisa varian (ANOVA) univariat untuk perbedaan perlakuan dilakukan dengan program SPSS 10.0. Uji lanjut Tukey digunakan untuk memisahkan efek satu dengan lainnya. Korelasi Pearson juga dihitung untuk mengetahui keeratan hubungan antara parameter. Tabel 1. Kondisi tempat tumbuh dan ukuran pohon jati pada tiga tempat di Gunung Kidul Faktor Ketinggian tempat (m dpl) Jenis tanah Tipe tanah Kisaran tinggi pohon bebas cabang (m) Kisaran dbh (cm) Kisaran jumlah lingkaran tahun
Panggang
Playen
Nglipar
270 Lithosol Berbatu 6 - 10 28 - 37 15 - 18
150 Grumusol Lempung berat 6-9 29 - 32 10 - 15
115 Mediteran Lempung 6 -7 31 - 37 13 - 21
Hasil dan Pembahasan 1. Sifat Pertumbuhan Untuk mengetahui kualitas pertumbuhan pohon sekaligus tempat tumbuhnya, perlu dievaluasi kecepatan pembentukan komponen penyusun pohonnya seperti kulit, kayu gubal dan kayu teras. Hasil pengukuran dan ANOVA sifat pertumbuhan telah dirangkum di Tabel 2 dan 3. Tidak ada interaksi yang nyata antara faktor tempat tumbuh dan posisi aksial terhadap sifat pertumbuhan pohon. Tempat tumbuh berpengaruh sangat nyata terhadap riap tahunan, 80
Ganis Lukmandaru, dkk.
tebal kulit dan berpengaruh nyata terhadap tebal teras, persentase kuli dan persentase gubal. Faktor arah aksial pohon berpengaruh sangat nyata terhadap tebal kulit dan tebal teras, serta berpengaruh nyata terhadap persentase teras. Tabel 2. Nilai kisaran sifat pertumbuhan pohon jati pada tiga tempat tumbuh
Tabel 3. Nilai P untuk faktor tempat tumbuh dan posisi aksial pada ANOVA dwi-arah
Keterangan: ** Berbeda sangat nyata pada P = 0,01, * berbeda nyata pada P=0.05; ns tidak berbeda nyata.
Riap tumbuh bisa menyebabkan perbedaan kualitas kayunya, khususnya pada berat jenis kayu. Uji lanjut Tukey (Gambar 1) menunjukkan bahwa rerata riap tumbuh di Playen adalah yang tertinggi (2,13 cm/tahun), berbeda sangat nyata bila dibandingkan rerata riap tumbuh di Panggang (1,59 cm/tahun)) maupun Nglipar (1,78 cm/tahun). Tebal kulit di Playen (1,14 cm) lebih rendah secara nyata dibandingkan lokasi lainnya (Gambar 2). Pada arah aksial tebal kulit terbesar didapatkan di bagian pangkal (1,54 cm) sedangkan pada bagian tengah dan ujung tidak berbeda nyata. Pada parameter tebal teras, jati dari Nglipar menunjukkan nilai rerata tertinggi (10,52 cm) yang berbeda nyata dengan tebal teras jati Playen (8,67 cm). Pada arah aksial, tebal teras pada bagian pangkal nilainya tertinggi(11,67 cm) sedangkan antara bagian tengah dan ujung nilainya (7- 9 cm) tidak berbeda nyata. Pengaruh tempat tumbuh disajikan pada Gambar 3. Proporsi kulit di Playen (17,69 % ) merupakan yang terendah secara nyata, sedangkan proporsi gubal terendah didapatkan di daerah Nglipar (27,40 % ). Bagian pangkal dan tengah secara nyata nilai rerata proporsi teras (50-51 % ) lebih tinggi dibandingkan bagian ujung (42,97 % ). Hutan Kerakyatan Mengatasi Perubahan Iklim
81
Riap tumbuh (cm/tahun)
3.0 2.5
b a
a
2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 Panggang
Playen Tempat Tumbuh
Nglipar
Gambar 1. Riap tumbuh pada jati yang dihubungkan dengan perbedaan tempat tumbuh pohon. Rerata dari 3 pohon, huruf yang sama menunjukan tidak beda nyata dalam taraf uji 5%.
Tebal kulit (cm)
a 1.8 1.7 1.6 1.5 1.4 1.3 1.2 1.1 1.0 0.9 0.8
a b
Panggang
Playen Tempat tumbuh
Nglipar
Gambar 2. Tebal kulit pada jati yang dihubungkan dengan perbedaan tempat tumbuh
Dalam suatu uji provenans, perbedaan riap tumbuh karena perbedaaan tekstur tanah di hutan tanaman jati di India sebelumnya dilaporkan oleh Bhat dan Priya (2004). Perbedaan riap tumbuh, tebal kulit dan proporsi gubal juga diamati pada jati India karena perbedaan tembat tumbuh oleh Varghese et al. (2000). Apabila diasumsikan kayu gubal kurang tahan terhadap serangan rayap atau jamur dibandingkan kayu teras, maka persentase teras yang tinggi tentunya lebih diinginkan. Proporsi teras tidaklah dipengaruhi oleh tempat tumbuh yang mengindikasikan kecepatan pembentukannya relatif sama. Proporsi tinggi yang relatif kayu gubal di Playen perlu mendapat perhatian meskipun tidak ada perbedaan nyata di tebal gubal baik antara tempat tumbuh maupun arah aksial serta riap tumbuh yang relatif besar. Tingginya proporsi gubal di daerah ujung juga mengindikasikan diameter kecil karena umur muda akan mempunyai proporsi gubal yang relatif tinggi. Selain itu yang perlu mendapat perhatian adalah proporsi kayu juvenilnya yang diusahakan seminim mungkin karena sifat82
Ganis Lukmandaru, dkk.
sifatnya yang kurang menguntungkan (Bowyer et al. 2003). Bhat et al.(2001) mempostulasikan bahwa pada umur sekitar 20 tahun persentase juvenil pada jati adalah sekitar 80-100 % . Dengan keunggulan riap tumbuh atau persentase teras yang tinggi, perlu juga dilakukan studi anatomi kayu untuk penentuan proporsi juvenil pada jati yang dihasilkan di hutan rakyat ini. e
60
e
e
55
cd
Proporsi (%)
50
d
45 40
Panggang Playen Nglipar
c
35 30 25
b
a
ab
20 15 Kulit
Gubal
Teras
Gambar 3. Proporsi kulit, gubal, dan teras pada jati yang dihubungkan dengan perbedaan tempat tumbuh.
Apabila kondisi cuaca dianggap seragam untuk tiga tempat tumbuh tersebut, maka perbedaan beberapa parameter pada sifat pertumbuhan ini dimungkinkan karena faktor tanahnya yang berbeda. Pengaruh tempat tumbuh ini menjadi menarik apabila dihubungkan dengan kondisi tempat tumbuh yang berbeda, khususnya tanah. Tanah lithosol (Panggang), grumusol (Playen) dan Mediteran (Nglipar) mempunyai pH asam lemah sampai ke netral (Supriyo, 1992). Selanjutnya disebutkan bahwa grumusol mempunyai kadar karbonat bebas tertinggi. Bhat dan Priya (2004) membahas pengaruh tanah dengan kandungan nutrisi tinggi memungkinkan untuk berpengaruh terhadap sifat kayu, khususnya berat jenis. 2. Hubungan antar parameter-parameter pertumbuhan Hubungan antara parameter-parameter pertumbuhan dirangkum dalam Tabel 3. Terdapat hubungan kuat antara diameter pohon dengan tebal teras (r = 0,95) yang berarti semakin tinggi diameter maka tebal teras juga semakin tinggi (Gambar 4). Meskipun demikian, hubungan dengan antara diameter batang dengan proporsi teras hanyalah sedang (r = 0,54). Hubungan sedang lainnya diamati pada diameter batang dan tebal kulit (r = 0.72) serta antara tebal teras dan tebal kulit (r = 0,72). Hubungan tersebut diinterpretasikan sebagai semakin tingginya diameter menunjukkan fotosintesis yang lebih intens ternyata juga berimbas ke pembentukan kulit. Semakin tebal kayu teras diikuti semakin tebalnya kulit (Gambar 5) diduga karena mekanisme pembentukan dari gubal ke teras dan serta pembentukan kulit adalah bersamaan. Hal ini tentunya menarik apabila dihubungkan bahwa dari sel-sel kambium akan membelah ke luar membentuk floem dan ke dalam membentuk xylem sedangkan korelasi tebal kulit dan tebal gubal adalah tidak nyata (r = -0,12). Selain itu, antara tebal kulit dan jumlah lingkaran tahun, Hutan Kerakyatan Mengatasi Perubahan Iklim
83
juga didapatkan hubungan sedang (r = 0,68) dimana ada indikasi penebalan kulit mengikuti usia pohon. Hubungan sedang antara ukuran batang dan tebal kulit jati (r = 0,41) juga diamati oleh Varghese et al. (2000). Penelitian tersebut juga membuktikan ketebalan kulit dipengaruhi oleh perbedaan tempat tumbuh, khususnya pada daerah basah dan kering. Kjaer et al. (1999) mengukur korelasi sedang antara diameter batang dengan proporsi teras diantara provenans jati yang juga diamati pada penelitian kali ini. Parameter diameter batang maupun jumlah lingkaran tahun hubungannya tidak begitu kuat dengan parameter proporsi kulit, gubal dan teras. Hubungan menarik lainnya adalah riap tumbuh yang berkorelasi negatif secara nyata dengan persentase kulit (r = -0. 65) yang berarti semakin cepat tumbuh maka persentase kulit semakin sedikit. Hal ini dijelaskan pada jati tumbuh di Playen dengan kecepatan tumbuh tertinggi (Gambar 1) juga mempunyai proporsi kulit terendah (Gambar 3).
Tabel 4. Korelasi Pearson dari sifat pertumbuhan pohon jati tumbuh di Gunung Kidul
** Berbeda sangat nyata pada P=0.01, *berbeda nyata pada P=0.05
Gambar 4. Diagram pencar antara diameter batang dan tebal teras
84
Ganis Lukmandaru, dkk.
Gambar 5. Diagram pencar antara tebal kulit dan tebal teras
Kesimpulan Dari penelitian tahun pertama pada kayu jati di tiga tempat tumbuh di Gunungkidul bisa disimpulkan beberapa hal, yaitu: 1. Tempat tumbuh berpengaruh terhadap riap tahunan, dimana jati tumbuh di hutan rakyat Playen memiliki riap tertinggi. 2. Tebal kulit dan teras dipengaruhi secara nyata oleh interaksi tempat tumbuh dan arah aksial, dimana tebal kulit di pohon jati Playen adalah terendah sedangkan tebal teras tertinggi diamati pada jati Nglipar. Pada arah aksial tebal kulit dan teras tertinggi diamati pada bagian pangkal pohon. 3. Proporsi kulit dan gubal dipengaruhi secara nyata oleh tempat tumbuh, dimana proporsi kulit terendah diamati pada jati Playen sedangkan proporsi gubal terendah diamati pada jati Nglipar. Pada arah aksial, proporsi teras di bagian pangkal dan tengah tidak berbeda nyata. 4. Terdapat korelasi kuat antara diameter pohon dan tebal teras, korelasi sedang antara diameter batang dengan tebal kulit. 5. Korelasi sedang diamati pada parameter tebal teras dan tebal kulit serta antara .riap tahunan dan persentase kulit. Daftar Pustaka Bhat KM, Priya PB. 2004. Influence of provenance variation on wood properties of teak from the western Ghat region in India. IAWA Journal, 25: 273-282 Bhat KM, Priya PB, Rugmini P. 2001. Characterisation of juvenile wood in teak. Wood Science and Technology 34:517-532 Bhat KM, Thulasidas PK, Florence EJM, Jayaraman K. 2005. Wood durability of home-garden teak against brown-rot and white-rot fungi. Trees 19:654-660. Bowyer JL, Haygreen JG, Schmulsky R.. 2003. Forest Products and Wood Science : An Introduction. 4th Ed. Iowa State Press. USA. Hutan Kerakyatan Mengatasi Perubahan Iklim
85
Departemen Kehutanan. 2007. Statistik Kehutanan 2007. http://www.dephut.go.id/files/ V_6_0.pdf. Diakses pada tanggal 30 Agustus 2009. Kjaer ED, Kajornsrichon S, Lauridsen EB. 1999. Heartwood, calcium and silica content in five provenances of teak (Tectona grandis L.). Silvae Geneticae 48: 1-3. Lukmandaru G. and Takahashi K., 2008. Variation in the natural termite resistance of teak (Tectona grandis Linn fil.) wood as a function of tree age. Ann. For. Sci. 65 : 708. Supriyo H. 1992. Chemical and mineralogical characteristics of some soils under teak stands from Java, Indonesia. Proceedings of an International Symposium on Sustainable Forest Management : One Century of Sustainable Forest Management with Special Reference to Teak in Java. September 21-24, 1992, Yogyakarta, Hal. 185-199. Varghese M, Nicodemus A, Ramteke PK, Anbazhagi Z, Bennet SSR, Subramanian K. 2000. Variation in growth, and wood traits among nine population of teak in Peninsular India. Silvae Geneticae 49: 1-5.
86
Ganis Lukmandaru, dkk.