PEMANFAATAN KAYU BULAT BERDIAMETER KECIL DARI HUTAN RAKYAT SEBAGAI BAHAN BAKU KAYU LAPIS
ISARI WAHYULIA
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
PEMANFAATAN KAYU BULAT BERDIAMETER KECIL DARI HUTAN RAKYAT SEBAGAI BAHAN BAKU KAYU LAPIS
ISARI WAHYULIA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
DHH
Utilization of Small Diameter Logs from Community Forests for Plywood Production
1)
by IsariWahyulia, 2)Muh. Yusram Massijaya
INTRODUCTION : Utilization of raw material from plantation and community forests to produce plywood in Indonesia is unavoidable due to the very limited supply from natural forest. Most of raw material come from plantation and community classified as small diameter logs (SDL). Therefore, the utilization of SDL from plantation and community forest is very important to fulfill the raw material deficiency for plywood production. However, SDL performs low quality compared with large diameter log from natural forest. The purpose of this research is to find out the basic properties of plywood made from SDL. MATERIALS AND METHOD: This research used two kinds of wood, there were Jabon and Afrika, and then used three kinds of adhesive, namely Urea Formaldehyde (UF), Melamine Formaldehyde (MF), and Phenol Formaldehyde (PF). The plywood consists of three layers of veneer. The veneer thickness was 1 mm for face and back, and 2 mm for core. The produced plywood was hot pressed for 5 minutes at 110°C for UF, 120°C for MF, 130°C for PF. The produced plywood was tested according to JAS 232 : 2003. RESULTS : The physical properties of plywood made from Jabon and Afrika SDL fulfilled JAS 232 : 2003. The moisture content average value ranged between 9,54% - 13%, the average value for density ranged between 0,45 g/cm3 0,48 g/cm3, and then the average value for water absorption ranged between 0,04% - 0,06%. The visual test of plywood surface from both types of wood that bonded by UF and MF adhesive classified as grade 1 and plywood that bonded by PF adhesive classified as grade 2. The mechanical properties of plywood which made from Jabon and Afrika just several of them fulfill JAS 232 : 2003, with average value for shear strength ranged between 7,5 kg/cm3 - 20,9 kg/cm3. JAS 232 : 2003 requires a minimum value for shear strength is 8,4 kg/cm3. Based on the research results can be concluded that SDL of Jabon and Afrika can be used to produce plywood for interior applications. KEYWORDS: small diameter logs, plywood, UF, MF and PF adhesive. 1) 2)
Student of Forest Products Department, Faculty of Forestry, IPB Lecturer of Forest Products Department, Faculty of Forestry, IPB
RINGKASAN ISARI WAHYULIA. E24060237. Pemanfaatan Kayu Bulat Berdiameter Kecil dari Hutan Rakyat sebagai Bahan Baku Kayu Lapis. Dibimbing oleh MUH. YUSRAM MASSIJAYA Bahan baku pembuatan kayu lapis dari hutan alam dan hutan tanaman di Indonesia sudah mulai langka. Oleh sebab itu pemanfaatan kayu berdiameter kecil dari hutan rakyat sangat dibutuhkan untuk memenuhi kekurangan bahan baku untuk produksi kayu lapis. Namun,kualitas dari kayu bulat berdiameter kecil tersebut memiliki relativitas yang lebih rendah dibandingkan dengan kayu bulat berdiameter besar yang berasal dari hutan alam. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sifat fisis dan mekanis kayu lapis yang terbuat dari bahan baku kayu bulat berdiameter kecil. Jenis kayu yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu dari jenis Jabon dan Afrika menggunakan 3 tipe perekat yaitu Urea Formaldehida (UF), Melamin Formaldehida (MF) dan Penol Formaldehida (PF). Kayu lapis yang dibuat terdiri dari 3 lapis dengan ketebalan finir face dan back 1 mm, dan ketebalan finir core 2 mm. Pengempaan panas dilakukan selama 5 menit dengan suhu masing-masing perekat yaitu UF 110 ºC, MF 120 ºC, dan PF 130 ºC. Pengujian kayu lapis mengacu pada Standar JAS 232 : 2003. Sifat fisis kayu lapis yang dibuat dari kayu bulat berdiameter kecil jenis Jabon dan Afrika memenuhi standar JAS 232 : 2003. Nilai kadar air rata-rata berkisar antara 9,54% - 13,00%, nilai kerapatan rata-rata berkisar antara 0,45 g/cm³ - 0,48 g/cm³, dan nilai daya serap air rata-rata berkisar antara 0,04% 0,06%. Uji visual dari permukaan kayu lapis dari kedua jenis kayu menggunakan perekat UF dan MF digolongkan ke dalam grade 1, dan kayu lapis yang menggunakan perekat PF digolongkan ke dalam grade 2. Sifat mekanis kayu lapis dari jenis Jabon dan Afrika tidak semuanya memenuhi standar JAS 232 : 2003 dengan nilai keteguhan rekat rata-rata berkisar antara 7,5 kg/cm³ - 20,9 kg/cm³. Standar JAS 232 : 2003 mensyaratkan nilai minimum keteguhan rekat sebesar 8,4 kg/cm³. Berdasarkan dari hasil pengujian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa kayu bulat berdiameter kecil dapat digunakan untuk produksi kayu lapis penggunaan umum. Kata kunci :kayu bulat berdiameter kecil, kayu lapis, perekat UF, MF dan PF.
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemanfaatan Kayu Bulat Berdiameter Kecil Dari Hutan Rakyat Sebagai Bahan Baku Kayu Lapis adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Desember 2010
Isari Wahyulia E24060237
Judul Penelitian
: Pemanfaatan Kayu Bulat Berdiameter Kecil dari Hutan Rakyat sebagai Bahan Baku Kayu Lapis
Nama
: Isari Wahyulia
NRP
: E24060237
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Prof. Dr. Ir. Muh. Yusram Massijaya, MS NIP. 19641124 198903 1 004
Mengetahui, Ketua Departemen Hasil Hutan
Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc NIP. 19660212 199103 1 002
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas berkat, rahmat dan karunia yang telah diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul Pemanfaatan Kayu Bulat Berdiameter Kecil Dari Hutan Rakyat Sebagai Bahan Baku Kayu Lapis. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Bapak Prof. Dr. Ir. Muh. Yusram Massijaya sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, bantuan, saran dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.
2.
Ayah Iswil Ishak, Ibu Yulijah, Abang Isfriance, Abang Israviko, dan Abang Isprimadhan Putra atas motivasi, dukungan baik moral maupun material dan rasa sayang yang tak henti-hentinya kepada penulis.
3.
Laboran yang telah membantu selama penelitian : Pak Abdullah, Mas Ikin, Mas Irvan, Mbak Esti.
4.
Teman-teman satu pembimbing atas kerjasamanya selama penelitian.
5.
Teman-teman Teknologi Hasil Hutan angkatan 43 untuk saat-saat bersama semasa perkuliahan, terima kasih atas dukungan dan kebersamaannya.
Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.
Bogor, Desember 2010
Penulis,
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Padang pada tanggal 8 Maret 1988 merupakan anak ke empat dari empat bersaudara pasangan Bapak Iswil Ishak dan Ibu Yulijah. Tahun 1994-2000 penulis memulai Pendidikan Sekolah Dasar di SD Baiturrahmah Padang. Pada tahun 2000-2003 penulis melanjutkan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Adabiah Padang. Pada tahun 2006 penulis lulus dari SMA Negeri 3 Padang, dan pada tahun yang sama penulis lulus masuk IPB melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Penulis memilih Program Studi Mayor Teknologi Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan. Pada tahun 2009 memilih Bio-Komposit sebagai bidang keahlian. Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni sebagai anggota Kewirausahaan Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan Tahun 2008-2009, panitia KOMPAK Departemen Hasil Hutan Tahun 2008, dan anggota IPMM (Ikatan Pelajar Mahasiswa Minang). Penulis pernah melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Baturaden dan Cilacap Jawa Tengah, melaksanakan Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi. Selain itu, penulis juga melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Andatu Lestari Plywood, Lampung. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Pemanfaatan Kayu Bulat Berdiameter Kecil dari Hutan Rakyat sebagai Bahan Baku Kayu Lapis di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Muh. Yusram Massijaya, MS selaku dosen pembimbing.
i
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ................................................................................................... i DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... ii DAFTAR TABEL .......................................................................................... iii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. iv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1 1.2 Tujuan Penelitian ......................................................................... 2 1.3 Manfaat Penelitian ....................................................................... 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Rakyat ................................................................................ 3 2.2 Kayu Lapis ................................................................................... 4 2.3 Finir ............................................................................................. 5 2.4 Kayu Arika (Maesopsis eminii Engll) ........................................... 6 2.5 Jabon (Anthocephalus cadamba) .................................................. 7 2.6 Perekat ......................................................................................... 8 2.7 Proses Pembuatan Kayu Lapis ...................................................... 9 2.8 Kadar Air ................................................................................... 10 2.9 Kerapatan ................................................................................... 11 2.10 Daya Seap Air ........................................................................... 11 2.11 Uji Visual ................................................................................. 11 2.12 Keteguhan Rekat ...................................................................... 12 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .................................................... 13 3.2 Alat dan Badan Penelitian........................................................... 13 3.3 Prosedur Pembuatan Kayu Lapis ................................................ 14 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Kayu Lapis ................................................................. 22 4.2 Sifat Mekanis Kayu Lapis ........................................................... 28 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ................................................................................ 31 5.2 Saran ........................................................................................... 31 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 32 LAMPIRAN .................................................................................................. 35
ii
DAFTAR GAMBAR No.
Halaman
1. Skema proses pembuatan kayu lapis sampai pengujian .............................. 14 2. Pola pemotongan contoh uji kayu lapis ...................................................... 16 3. Pemotongan contoh uji keteguhan rekat sejajar serat ................................. 19 4. Pemotongan contoh uji keteguhan rekat tegak lurus serat .......................... 20 5. Nilai rataan kadar air kayu lapis ................................................................. 22 6. Nilai rataan kerapatan kayu lapis ............................................................... 24 7. Nilai rataan daya serap air kayu lapis ......................................................... 25 8. Nilai rataan keteguhan rekat sejajar serat kayu lapis ................................... 28 9. Nilai rataan keteguhan rekat tegak lurus serat kayu lapis ........................... 30
iii
DAFTAR TABEL No.
Halaman
1. Glue spread (berat labur) pada masing-masing tipe perekat ....................... 15 2. Kriteria untuk kualitas permukaan kayu lapis ............................................ 18 3. Rasio antara tebal lapisan core dengan lapisan face dan koefisiennya ......... 21 4. Hasil uji visual kayu lapis dari jenis Jabon ................................................. 26 5. Hasil uji visual kayu lapis dari jenis Afrika ................................................ 27
iv
DAFTAR LAMPIRAN No.
Halaman
1. Rekapitulasi data kadar air kayu lapis ........................................................... 35 2. Rekapitulasi data kerapatan kayu lapis .......................................................... 37 3. Rekapitulasi data daya serap air kayu lapis .................................................... 38 4. Rekapitulasi data keteguhan rekat sejajar dan tegak lurus serat kayu lapis ..... 39
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Asosiasi Panel Kayu Indonesia (Apkindo) jumlah pabrik industri kayu lapis
saat ini semakin hari semakin berkurang dan bahkan terancam gulung tikar. Permasalahan ini diakibatkan salah satunya karena industri kayu lapis masih menggunakan dan bergantung kepada pasokan bahan baku kayu bulat yang berasal dari hutan alam. Pemanfaatan kayu dari hutan alam selama 2009 hanya sekitar 4,2 juta m³ atau hanya 13% dari seluruh jumlah penggunaan bahan baku industri pengolahan kayu. Ketidakmampuan hutan alam menyediakan bahan baku untuk industri kayu lapis bukan semata-mata karena hutannya sudah habis, melainkan karena kayu - kayu yang berdiameter besar yang cocok untuk industri kayu lapis sudah mulai langka (Syafii 1999). Upaya perbaikan kondisi hutan yang semakin rusak perlu segera dilakukan. Untuk mengurangi dampak negatif yang beruntun dari kerusakan hutan dan meningkatkan manfaat sumberdaya hutan bagi lingkungan dan masyarakat melalui peningkatan peran berbagai pihak terkait, maka revitalisasi sektor kehutanan menjadi bagian penting dalam mendukung pembangunan nasional yang berkelanjutan. Salah satu sasaran dari program revitalisasi kehutanan adalah pembangunan dan pengembangan hutan rakyat untuk penyediaan bahan baku dalam memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat domestik dan global. Untuk mendukung sasaran tersebut maka dalam periode 2005 - 2009 pemerintah menargetkan pembangunan hutan rakyat seluas 2 juta hektar. Berdasarkan data yang diperoleh dari Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial (2005), luas hutan rakyat di Indonesia sampai dengan April 2006 tercatat 1.272.505,61 ha (Winarno dan Waluyo 2008). Program pembangunan hutan rakyat bertujuan untuk memenuhi kebutuhan kayu, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, memperluas kesempatan kerja dan usaha serta upaya untuk mengentaskan kemiskinan. Hutan rakyat merupakan
2
salah satu alternatif sumber pemasok kayu yang penting dalam memenuhi permintaan kayu yang semakin meningkat. Dalam keadaan makin langkanya ketersediaan bahan baku kayu mekanis dari hutan alam yang memenuhi persyaratan untuk diolah menjadi kayu lapis, maka penggunaan bahan baku dari kayu rakyat menjadi sangat penting demi kelangsungan hidup industri pengolahan kayu lapis. Beberapa kayu yang berpotensial dari hutan rakyat adalah Afrika (Maesopsis eminii) dan Jabon (Anthocephalus cadamba). Penggunaan kedua jenis ini dapat menjadi alternatif dalam pembuatan kayu lapis, karena selain tanamannya sangat mudah ditemukan di sekitar lingkungan masyarakat, jenis ini juga tergolong fast growing species atau tanaman cepat tumbuh. Diameter kayu bulat yang kecil mempengaruhi proses pembuatan dan kualitas dari kayu lapis yang dihasilkan, sehingga perlu dilakukan pengamatan, pembuatan, serta pengujian kualitas sifat fisis dan sifat mekanis kayu lapis yang dihasilkan dari jenis Afrika dan Jabon.
1.2
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah :
1.
Mengetahui sifat fisis dan mekanis kayu lapis menggunakan bahan baku dari hutan rakyat dengan jenis Jabon dan Afrika.
2.
Mengetahui kualitas kayu lapis dengan menggunakan perekat UF, MF, dan PF yang mengacu pada standar JAS No 232 : 2003.
1.3
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah :
1.
Memanfaatkan kayu-kayu berdiameter kecil yang berasal dari hutan rakyat sehingga industri pengolahan kayu lapis dapat terus berlangsung.
2.
Memberikan informasi kepada masyarakat dan industri kayu lapis tentang kualitas kayu lapis yang berasal dari kayu-kayu hutan rakyat.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Hutan Rakyat Definisi hutan rakyat adalah hutan yang dimiliki rakyat dengan luas
minimal 0,25 ha dan penutupan tajuk tanaman lainnya lebih dari 50% atau pada tanaman tahun pertama minimal sebanyak 500 tanaman per-hektar. Jenis kayu yang berasal dari hutan rakyat ialah jenis kayu yang diusahakan atau dibudidayakan oleh rakyat dengan lokasi atau tempat tumbuh tidak teratur atau tidak terpola, biasanya ditanam pada areal dekat hutan alam/hutan tanaman atau tanah-tanah negara yang belum dimanfaatkan (Hak Guna Garap, HGG). Selain itu terdapat juga di halaman/pekarangan (Abdurachman dan Hadjib 2006). Kayu rakyat pada umumnya berdiameter kecil (small diameter logs), dari jenis cepat tumbuh dan tidak mendapatkan perlakuan silvikultur seperti kayu dari hutan tanaman. Beberapa jenis kayu rakyat yang berasal dari hutan rakyat maupun tanaman kebun, dapat dikembangkan untuk komponen bangunan baik struktural maupun bukan struktural. Jenis-jenis kayu yang sering dijumpai di hutan rakyat antara lain kayu Meranti, Akasia, Mindi, Mahoni, Jabon, Sengon, Kihiang, Kiputri, Afrika, Karet, Pinus, kayu buah seperti Kecapi, Nangka, Kemang, Kemiri, Manggis dan lain-lain yang memiliki diameter 20 – 30 cm (Abdurachman dan Hadjib 2006). Hutan rakyat di Indonesia mempunyai potensi besar, baik dari segi populasi pohon maupun jumlah rumah tangga yang mengusahakannya, yang ternyata mampu menyediakan bahan baku industri kehutanan. Potensi hutan rakyat sebanyak 262.929.193 batang atau setara dengan 65.732.298 m³ (rata-rata per batang/pohon mempunyai volume 0,25 m³), yang terdiri dari jenis pohon Jati, Sengon, Mahoni, Bambu, Akasia, Jabon, Pinus, Afrika dan Sonokeling. Jumlah pohon yang siap ditebang sebanyak 74.806.038 batang atau 18.701.509 m³. Potensi hutan rakyat yang cukup besar tersebut diharapkan mampu mendukung pasokan bahan baku industri kehutanan (Sukadaryati 2006). Luas areal hutan rakyat di kabupaten Bogor tahun 2005 tercatat 10791,28 ha yang terdiri dari areal siap tebang 2219,73 ha (20,6%), telah ditebang 443,99 ha
4
(4,1%) dan sisanya 8127,56 ha (75,3%) berupa areal tanaman muda (Supriadi 2006). Keberadaan hutan rakyat sebagai salah satu bentuk pengolahan hutan di Indonesia perlu dipertahankan karena memiliki peran yang sangat penting dan strategis dalam pengelolaan sumberdaya hutan (natural resources management) dan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang hidup disekitarnya (Rachman et al. 2006).
2.2
Kayu Lapis Kayu lapis adalah suatu produk yang diperoleh dengan cara menyusun
bersilangan tegak lurus lembaran finir yang diikat dengan perekat, minimal 3 (tiga) lapis (SNI 1992). Haygreen dan Bowyer (1993) mengemukakan bahwa kayu lapis merupakan produk panel finir-finir yang direkat bersama sehingga arah serat sejumlah finirnya tegak lurus dan yang lainnya sejajar sumbu panjang panel. Pada kebanyakan tipe kayu lapis, serat setiap dua lapisan sekali diletakkan sejajar yang pertama. Hal ini untuk menjaga keseimbangan dari satu sisi panel yang lainnya. Jumlah vinir yang digunakan biasanya ganjil (3, 5, 7), namun ada sejumlah kayu lapis yang diproduksi dengan jumlah finir genap misalnya kayu lapis dari jenis softwood yang terbuat dari 4 atau 6 finir, dalam hal ini dua finir sebagai bagian core diletakkan sejajar. Pembuatan kayu lapis terdiri dari dua proses, yaitu proses pembuatan finir dan proses pembuatan kayu lapis. Berdasarkan penggunaanya, kayu lapis dikelompokan menjadi tiga yaitu kayu lapis untuk penggunaan umum, kayu lapis kontruksi dan kayu lapis dekoratif. Kayu lapis penggunaan umum yaitu kayu lapis yang dalam penggunaannya tidak membutuhkan kekuatan yang besar, karena pembuatannya tidak didesain untuk penggunaan yang terlalu berat, namun dapat digunakan didalam maupun diluar ruanangan. Kayu lapis konstruksi dapat digunakan untuk pemakaian yang membutuhkan kekuatan yang besar seperti untuk pembangunan rumah, konstruksi bangunan dan untuk panel juga. Sedangkan kayu lapis dekoratif dapat digunakan untuk panel dinding, cabinetwork, dan mebel (Simmon dan Olin 2001).
5
Berdasarkan jenis perekat yang digunakan, kayu lapis dikelompokan menjadi dua yaitu kayu lapis interior dan kayu lapis eksterior. Kayu lapis interior yaitu kayu lapis yang penggunaannya didalam ruangan atau tidak langsung terekspos oleh lingkungan luar ruangan, perekat yang dipergunakan adalah perekat interior seperti Urea Formaldehida, Melamin Formaldehida dan Melamin Urea Formaldehida. Sedangkan kayu lapis eksterior yaitu kayu lapis yang penggunaannya diluar ruangan yang terkena langsung oleh kondisi diluar ruangan, perekat yang dipergunakan adalah perekat eksterior seperti Penol Formaldehida dan penol melamin formaldehida (Pizzi 1994). Keunggulan dari kayu lapis dibandingkan dengan kayu solid adalah dimensinya lebih stabil, tidak pecah/retak pada pinggirnya jika dipaku, keteguhan tarik tegak lurus serat lebih besar, ringan dibandingkan luas permukaannya, bidang yang luas dapat ditutup dalam waktu yang singkat, kuat pegang sekrupnya relatif tinggi serta warna, tekstur dan serat dapat diseragamkan corak atau polanya bisa simetris (Iswanto 2008).
2.3
Finir Finir merupakan lembaran kayu tipis
dengan ketebalan antar 0,24 mm
sampai 6 mm yang diperoleh dengan cara mengupas atau menyayat kayu bulat. Finir dapat digunakan untuk kayu lapis, lapisan kayu solid, papan serat, Medium Density Fiberboard (MDF), dan papan partikel. Finir tidak hanya membuat permukaan terlihat lebih menarik, tetapi juga dapat meningkatkan kekuatan (Baldwin 1994). Finir
memiliki keunggulan dibandingkan kayu solid.
Finir
tidak
mengembang atau menyusut ketika kelembaban disekitarnya meningkat atau berkurang, tidak melengkung dan membengkok, dan finir akan tetap datar bahkan ketika meliputi bidang yang luas. Keunggulan lain yang paling penting tentang finir adalah, apabila kayu bulat dikupas dengan benar dan secara efisien, maka finir dapat digunakan untuk menutupi hingga empat puluh kali luas papan yang dipotong dari kayu dengan ukuran yang sama (Abram 2006).
6
Metoda pembuatan finir terbagi tiga: 1. Rotary cutting/peeling: metode pemotongan berputar, kayu bulat dipasang pada mesin bubut besar dan dikupas dengan cara mengupas kayu bulat yang diputar berlawanan dengan arah pisau. Lebar finir yang dihasilkan sama dengan panjang kayu bulat yang dikupas. Kelebihan metode ini adalah sangat efisien, finir yang dihasilkan sangat luas, dapat menghasilkan finir tipis sampai tebal dengan kehalusan permukaan dan keseragaman ketebalan yang tinggi. 2. Slicing: digunakan untuk fancy finir (finir indah). finir dipotong dari flitch. Ada dua cara yang digunakan, pertama vertical slicer dimana pisau diam dan kayu bergerak. kedua horizontal slicer dimana pisau bergerak dan kayu diam. 3. Sawing: saat ini sudah jarang digunakan, bahkan tidak digunakan lagi karena boros dan tidak dapat mengasilkan finir tipis.
2.4
Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engll) Pohon Afrika berasal dari famili Rhamnaceae dengan nama latin Maesopsis
eminii Engll. Wahyudi et al. (1990) menyebutkan bahwa kayu Afrika dikenal dengan nama daerah Manii. Salah satu jenis kayu yang pertumbuhannya cukup bagus dan berpotensi komersial untuk bahan bangunan dan furnitur. Ciri umum kayu Afrika antara lain gubalnya berwarna putih sedangkan bagian terasnya berwarna kuning sampai kecoklatan. Hal tersebut mengindikasikan kandungan zat ekstrkatif kayu Afrika lebih banyak pada kayu terasnya. Tekstur kayunya sedang sampai kasar dan berserat lurus berpadu. Kayunya berbau masam dan rasanya pahit. Kayu Afrika memiliki berat jenis rata-rata 0,43 (0,34 – 0,46). Berdasarkan nilai berat jenis tersebut maka kayu Afrika dapat digolongkan ke dalam kayu dengan kekuatan rendah dan memiliki kelas kuat III – IV. Kayu Afrika mudah dikeringkan dan mudah diberikan perlakuan pengawetan. Kayu Afrika memiliki tingkat keawetan alami yang rendah (Wahyudi et al. 1990). Kayu Afrika merupakan jenis pohon cepat tumbuh, dengan pertambahan tinggi 2-3 meter setiap tahun pada usia muda. Berkekuatan sedang sampai kuat, untuk konstruksi, kotak, dan tiang. Banyak ditanam untuk sumber kayu bakar. Daunnya digunakan untuk pakan ternak karena kandungan bahan keringnya mencapai 35% dan dapat dicerna dengan baik oleh ternak. Pulp dari jenis ini sebanding dengan pulp sebagai jenis kayu keras umumnya (Dephut 2002).
7
Penyebaran kayu Afrika di Indonesia antara lain Jawa Barat, Jawa Timur, dan sebagai tanaman pengayaan pada hutan rakyat. Kayu ini mulai banyak di kenal oleh masyarakat, terlihat
dari banyaknya penelitian yang telah
menggunakan bahan baku kayu Afrika untuk berbagai riset penelitian. Coraknya yang indah, berwarna putih dengan warna merah beralur, membuat kayu ini semakin diminati. Corak warna yang indah dapat digunakan sebagai lapisan muka (face) untuk kayu lapis. Kayunya yang tergolong ringan, membuat kayu ini sangat mudah dibentuk dan mudah dalam pengerjaannya. Kayu ini banyak dimanfaatkan untuk konstruksi ringan di bawah atap, peti kemas, box, dan kayu lapis (Pratiwi 2009). 2.5
Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba) Jabon memiliki bahasa latin Anthocephalus cadamba, famili Rubiaceae.
Tanaman kayu keras yang dapat tumbuh sangat cepat. Lingkar batang pada usia 6 tahun bisa mencapai di atas 40-50 cm. Jabon cepat tumbuh pada umur 4-6 tahun dan mencapai usia optimal panen pada usia 10-15 tahun. Usia 5-6 tahun sudah dapat dipanen. Pertumbuhan diameter pohon antara 5-10 cm/tahun (Anonim 2010). Jabon termasuk dalam kayu kelas keras III, dan kelas awet V. Karena warna kayunya kuning terang sampai putih, sangat mungkin untuk dimanfaatkan oleh industri kayu. Kayu Jabon mudah dikerjakan baik dengan alat tradisonal maupun mesin. Kayunya juga mudah dikeringkan, mudah dipotong dan diketam. Sifat fisis kayu Jabon yaitu berat jenis 0,42 (0,29-0,56) dan tergolong kelas kuat III-IV (Martawijaya et al. 1981). Pengeringan kayu Jabon termasuk yang mudah dikeringkan dengan sedikit cacat berupa pecah dan retak ujung serta sedikit mencekung, disamping itu karena mudah diserang jamur biru, maka kayu Jabon perlu dikeringkan secara cepat di udara terbuka. Kayu Jabon mudah dibuat untuk menjadi finir tanpa perlakuan pendahuluan (Supriadi 2006). Kayu Jabon dapat digunakan sebagai finir atau bahan baku kayu lapis karena memiliki serat yang halus, dan berat kayu tergolong ringan. Pada umumya bentuk batang silindris sehingga tidak banyak bahan yang terbuang sewaktu masuk mesin rotary (pengupasan). Mempunyai tingkat keuletan yang tinggi
8
sehingga finir yang dihasilkan tidak mudah robek atau patah mengingat panjang serat yang cukup tinggi. Pada proses perekatan, finir Jabon yang direkat dengan Urea Formaldehyde (UF) menghasilkan kayu lapis yang memenuhi persyaratan standar Indonesia, Jepang dan Jerman (Martawijaya et al. 1981).
2.6
Perekat
2.6.1 Urea Formaldehida (UF) Pizzi (1994) mengemukakan bahwa perekat UF merupakan hasil reaksi polimer kondensasi dari formaldehida dengan urea. Resin ini mengeras pasa suhu 95-130º C. Keuntungan dari perekat UF antara lain larut air, keras, tidak mudah terbakar, sifat panasnya baik, tidak berwarna ketika mengeras serta harganya murah. Vick (1999) mengemukakan bahwa perekat UF ada yang berbentuk serbuk atau cair, berwarna putih, dan garis rekatnya tidak berwarna. Apabila dikombinasikan dengan melamin. Penggunaan perekat ini adalah untuk kayu lapis, meubel, papan serat dan papan partikel. Perekat UF termasuk dalam kelompok perekat termoseting. Dalam pemakainnya sering ditambahkan hardener, filler, extender dan air. Perekat UF memiliki ketahanan yang sangat baik terhadap air dingin, agak tahan terhadap air panas, tetapi tidak tahan terhadap perebusan (Baldwin 1994). 2.6.2 Melamin Formaldehida (MF) MF sering digunakan sebagai campuran UF agar UF dapat digunakan untuk tujuan eksterior. Namun kendalanya, biaya produksi perekat MF lebih mahal dibanding UF. Untuk produksi skala besar ini merupakan salah satu pertimbangan. Salah satu kelemahan MF adalah, perekat ini memiliki emisi formaldehid yang sangat tinggi yang dapat berdampak pada kesehatan. Campuran UF dan MF ini dapat digunakan untuk kayu lapis ,kayu lamina, dan aplikasi yang memerlukan tingkatan ketahanan lem yang tinggi. Resin MF juga dapat dapat dikatakan sebagai perbaikan dari resin UF. Di Eropa MF atau campuran MF digunakan untuk meningkatkan daya tahan kayu lapis eksterior (Iswanto 2008).
9
2.6.3 Phenol Formaldehida (PF) Bahan baku dari resin PF adalah berbasis minyak bumi. Gas alam dan minyak mentah merupakan bahan baku untuk bahan formaldehida. Resin PF adalah prinsip yang digunakan di Amerika Utara untuk kayu lapis tujuan struktural dan waferboard. Resin ini tergolong waterproof dan sering kali lebih tahan lama dari pada kayu itu sendiri. Kekurangan dari resin ini adalah biaya yang lebih tinggi, garis lem bewarna gelap, membutuhkan suhu yang sangat tinggi dan waktu yang lebih lama pada proses pengeleman finir dibandingkan dengan resin seperti Urea Formaldehida (UF) dan Melamin Formaldehida (MF). Namun keunggulan dari perekat ini antara lain ketahanan perekat jauh lebih tinggi dalam berbagai aplikasi, stabilitas dimensi rendah, kekuatan geser dan tarik yang tinggi (Sidhu dan Ellis 2007). 2.7
Proses Pembuatan Kayu Lapis Iswanto (2008) mengemukakan bahwa urutan proses dalam pembuatan kayu
lapis adalah sebagai berikut : 1. Seleksi kayu bulat Kayu bulat yang akan dipergunakan sebagai kayu lapis diseleksi mulai dari ukuran, bentuk, dan kondisinya terhadap cacat-cacat yang masih diperbolehkan. 2. Perlakuan awal pada kayu bulat Beberapa perlakuan awal pada kayu bulat diantaranya adalah pemanasan kayu bulat (dengan air panas, uap panas, memaksa air/uap panas masuk dari arah longitudinal). Keuntungan dari pemenasan kayu bulat diantaranya dapat meningkatkan rendemen sebesar 3-5%. 3. Pengupasan Tsoumis (1991) mengemukakan bahwa ada tiga metode pengupasan finir yaitu (1) rotary cutting / pelling, (2) slicing / sayat, (3) sawing. Proses pelling memproduksi lembaran vinir yang kontinyu, sedangkan slicing memproduksi lembaran finir yang terputus. Pelling kebanyakan dipergunakan dalam pembuatan kayu lapis tipe ordinary sedangkan slicing untuk fancy plywood. Finir yang diproduksi dengan proses rotary cutting menghasilkan dua sisi yaitu sisi luar (tight side) dan sisi dalam (loose side). Bagian loose side ini merupakan bagian yang terdapat retak akibat pengupasan yang dikenal dengan leathe check. 4. Penyortiran finir Kegiatan ini dilakukan untuk menseleksi finir setelah proses pengupasan, finir dipisahkan antara yang rusak dengan yang tidak serta finir untuk bagian face dan core.
10
5. Pengeringan finir Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi kadar air finir sehingga dapat menghindarkan terjadinya blister pada kayu lapis setelah dilakukan pengempaan panas. 6. Perekatan Setelah pengeringan, finir yang telah dikeringkan disimpan untuk didinginkan terlebih dahulu sebelum dilakukan perekatan. Aplikasi pelaburan perekat pada kayu lapis data dilakukan dengan cara roller coater, curtain coater, spry coater, atau liquid and foam extruder. Perekat yang dapat dipergunakan dalam pembuatan kayu lapis antara lain Phenol Formaldehyde, Urea Formaldehyde, Melamine Urea Formaldehyde, Polyurethan dan Isocyanat (Tsoumis 1991). 7. Pengempaan Pengempaan dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu hot press (kempa panas) dan cold press (kempa dingin). Besarnya temepratur pengempaan tergantung pada jenis perekat yang digunakan. UF (120ºC) dan PF (150ºC). Kempa dingin dilakukan apabila perekat yang dipakai adalah perekat alami atau perekat sintetik yang mengeras pada suhu ruang. 8. Pengkondisian Pengkodisian dilakukan bertujuan untuk mengurangi sisa tegangan akibat proses pengempaan serta menyesuaikan dengan kondisi lingkungan. Biasanya dilakukan selama 1 - 2 minggu. 2.8
Kadar Air Kandungan air terdapat pada semua bagian dari pohon hidup. Air umumnya
memuat lebih dari setengah dari berat total pohon. Ketika pohon mati dan kayu bulat diolah menjadi balok, finir, atau pengolahan kayu lainnya kayu segera mulai kehilangan sebagian dari kandungan air didalamnya ke lingkungan luar dan menyesuaikan kondisi disekitarnya. Karena pengeringan terus menerus, dimensi dan sifat fisik kayu mulai berubah (Haygreen et al. 2003) Kadar air dari sepotong kayu didefinisikan sebagai massa air di dalam kayu yang dinyatakan sebagai persentase massa kering oven kayu (Desch 1996). Sifat fisik dan mekanik, ketahanan terhadap kerusakan biologis, dan stabilitas dimensi dari setiap produk berbasis kayu, semua dipengaruhi oleh jumlah yang kandungan air yang ada didalam kayu, karena hampir semua properti dari kayu dan produk kayu dipengaruhi oleh air. Kayu memiliki kemampuan untuk melakukan proses pertukaran uap air dengan air disekitarnya sampai memperoleh keseimbangan kelembaban dengan
11
udara. Kayu disebut bahan higroskopik, bila kayu berada pada udara yang kering maka kayu tersebut akan kehilangan air. Namun bila berada pada udara yang basah, maka kayu akan mengalami penambahan massa air didalamnya (Haygreen et al. 2003). 2.9
Kerapatan Kayu adalah bahan yang terdiri atas sel-sel. Struktur yang terdiri atas sel
tersebut memberikan kayu banyak memiliki sifat-sifat dan ciri-ciri yang unik. Kerapatan kayu berhubungan langsung dengan porositasnya, yaitu proporsi volume rongga kosong. Kerapatan dan berat jenis digunakan untuk menerangkan massa suatu bahan per satuan volume. Ciri-ciri ini umumnya digunakan dalam hubungannya dengan semua tipe bahan. Kerapatan didefinisikan sebagai massa atau berat per satuan volume. Kerapatan sering dinyatakan dalam berat segar dan volume segar apabila akan digunakan untuk menghitung berat untuk pengangkutan dan bangunan (Haygreen dan Bowyer 1993) 2.10 Daya Serap Air Kayu merupakan salah satu bahan berlignoselulosa lainnya memiiliki sifat higroskopis yaitu dapat menyerap atau melepas air dari lingkungannya. Tsoumis (1991) menambahkan bahwa air yang diserap dapat berupa uap air atau air dalam bentuk air cair. Pada kondisi lembab, kayu kering akan menghisap atau menaik uap air, sedangkan pada keadaan kelembaban udara yang rendah, kayu basah akan melepaskan uap air. Sifat higroskopis ini menyebabkan kayu pada kondisi dan kelembaban tertentu dapat mencapai suatu keseimbangan yang berarti kadar air kayu tidak akan mengalami perubahan. 2.11 Uji Visual Pengujian visual dapat dilakukan untuk menentukan grade dari finir yang telah dikupas, dan grade dari kayu lapis setelah proses produksi. Haygreen et al. (2003) menuliskan uji visual dilakukan secara makroskopik yaitu pengamatan dilakukan dengan mata biasa dan dinamakan makroskopik karena untuk pengamatan ini tidak dibutuhkan mikroskop. Cara yang dilakukan untuk mengetahui grade dari kayu lapis dapat dilakukan dengan mencocokan kriteriakriteria yang terdapat pada standar yang digunakan, lalu dilihat kayu lapis yang di
12
uji visual akan digolongkan kedalam grade-grade yang telah ditentukan. Pengujian visual hanya mampu melihat cacat-cacat atau kerusakan pada kayu lapis setelah proses produksi. Cacat-cacat yang dapat dilihat oleh kasat mata ini ada yang berpengaruh pada kekuatan kayu lapis yang akan dipasarkan. 2.12 Keteguhan Rekat Kekuatan sambungan rekat tergantung pada banyak faktor, yaitu dimensi dan sifat fisik kayu (BJ, kekuatan, kekerasan, dll) yang digunakan, kadar air, bentuk takik, ketebalan garis lem, dan jenis perekat yang digunakan (Desch 1996). Berat jenis yang tinggi maka kekuatan kayu juga semakin tinggi. Sehingga kualitas perekatan (keteguhan rekat) untuk kayu yang berat lebih besar dibandingkan dengan kayu yang lebih ringan. Oleh karena itu kualitas perekatan relatif untuk spesies tertentu berada pada kisaran berat jenisnya (Dwianto dan Marsoem 2008). Kayu akan menyusut bila melepaskan air dan sebaliknya kayu akan mengembang bila menyerap air. Perubahan dimensi ini akan mempengaruhi lapisan perekat. Untuk kayu yang berat dan berpotensi besar untuk berubah dimensinya diperlukan perekat dan perekatan yang tinggi. Jordan (1980) menyebutkan ada hubungan yang erat antara daya basah (wettability) dan daya rekat (gluability) dari finir kayu daun lebar Asia Tenggara. Efek dari sifat kekuatan yang disebabkan karena perubahan kadar air di dinding sel kayu yang berada di bawah titik jenuh serat memiliki pengaruh besar pada sifat mekanik dari kayu tersebut. Sedangkan sifat mekanik berubah sangat sedikit pada kadar air di atas titik jenuh serat. Sifat mekanik meningkat dengan penurunan kadar air dengan kompresi sejajar serat yang paling terpengaruh (Rowell 2004). Kayu lapis dengan berbagai rasio kelenturan yang baik terhadap kekuatan tarik akan memberikan nilai tambah untuk desain-desain konstruksi struktural (Kljak et al. 2007).
13
BAB III METODE PENELITIAN 3.1
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari Bulan Mei - Agustus 2010. Kayu bulat sebagai
bahan baku dibeli ditempat pengumpulan kayu di daerah Ciampea, Kab. Bogor dan pengupasan kayu bulat dilaksanakan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Bogor. Pembuatan kayu lapis dilaksanakan di Laboratorium Biokomposit, pemotongan dan pengujian sifat fisis dan mekanis contoh uji dilaksanakan di Laboratorium Teknik Peningkatan Mutu Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. 3.2
Alat dan Bahan Penelitian Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah mesin spindle, mesin hot
press, circular saw, moisture meter, kaliper, kuas, kamera dan alat tulis. Pengujian sifat fisis kayu lapis menggunakan oven, timbangan elektrik dan desikator. Pengujian sifat mekanis menggunakan alat uji mekanis Universal Testing Machine merek Instron. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah finir yang berasal dari jenis kayu Jabon (Anthocephalus cadamba) dan kayu Afrika (Maesopsis eminii). Perekat yang digunakan adalah perekat Urea Formaldehyde (UF), Phenol Formaldehyde (PF), dan Melamine Formaldehyde (MF) yang diproduksi oleh PT. Pamolite Adhesive Industry.
14
3.3
Prosedur Pembuatan Kayu Lapis Seleksi log
Pengupasan kulit kayu
Penyetingan 3 lapisan finir menjadi kayu lapis
Hot press kayu lapis
Pengupasan finir
Pelaburan perekat
Pengkondisian
Pengeringan finir
Pemotongan finir
Pengujian
Kadar air Kerapatan Daya serap air
Pemotongan contoh uji
Uji Visual Keteguhan rekat
Gambar 1 Skema proses pembuatan kayu lapis sampai pengujian. 3.3.1 Persiapan Bahan Baku Kayu Jabon dan Afrika yang berasal dari hutan rakyat dibeli di industri pengolahan dan pemasok kayu di daerah Ciampea, Kab. Bogor. Diameter kayu berukuran 22 - 28cm. Sebelum proses pengupasan finir dilakukan, kulit kayu dikupas hingga bersih agar bersih dari kontaminan dan memudahkan proses pengupasan finir. 3.3.2 Pengupasan finir Pengupasan dilakukan dengan mesin rotary spindle . Pada awal pengupasan dilakukan round up untuk membuat kayu bulat menjadi silindris dan membuang bagian finir awal yang tidak dapat digunakan. Finir dikupas dengan ketebalan 2 mm untuk bagian core dan 1 mm untuk bagian face dan back. Kayu lapis yang
15
akan dibuat memiliki ketebalan 4 mm. Setelah dikupas, finir dikeringkan dengan veneer hot press pada suhu 103±5ºC hingga berat kering tanur. Setelah dikeringkan, finir dipotong
hingga berukuran 300 mm x 300 mm untuk
pembuatan kayu lapis skala laboratorium.
3.3.3 Pembuatan Kayu Lapis Setelah dilakukan proses pengeringan, finir didiamkan selama 5 menit pada suhu ruangan untuk menghindarkan terjadinya penyerapan perekat yang terlalu banyak (boros) apabila finir terlalu panas dan kering. Bagian core disusun dengan bagian face dan back Bagian core masing-masing jenis dilaburkan perekat sesuai dengan berat labur masing-masing tipe perekat (Tabel 1) sehingga didapatkan nilai kebutuhan perekat kayu lapis. Pelaburan perekat dilakukan dengan cara single spread, yaitu pelaburan perekat hanya pada bagian finir core. Selanjutnya dilakukan pengempaan panas (hot press) dengan suhu untuk masing-masing perekat : UF 110 - 115ºC, PF 130 - 135ºC, dan MF 120 - 125ºC dengan tekanan 10 kg/cm² dan waktu kempa 5 menit. Assembly time berkisar antara 4-5 menit. Glue spread pada masing-masing tipe perekat dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Glue spread (berat labur) pada masing-masing tipe perekat. Jenis Afrika Jabon
Ketebalan core (mm) 1,5 – 2,0 1,5 – 2,0
UF 28 – 32 28 – 32
Glue Spread (g/ft²) PF 30 – 34 30 – 34
Sumber : Technical data PT. Pamolite Adhesive Industry
Nilai kebutuhan perekat kayu lapis dihitung dengan rumus : Kebutuhan Perekat (g) = Luas permukaan core x Glue Spread Keterangan : Luas permukaan core
= panjang core x lebar core (mm²)
Glue Spread
= nilai berat labur (g/ft²)
MF 28 – 32/ 28 – 32
16
3.3.4 Pengujian Kayu Lapis Uji sifat fisis dan sifat mekanis berupa kadar air, dan keteguhan rekat kayu lapis menggunakan Standar JAS (Japanese Agricultural Standard) for Plywood No. 232 Tahun 2003. Pola pemotongan contoh uji dilukiskan oleh gambar 1. 30 cm SEJAJAR SERAT
T
K R
K R
K R
K R
K R
K R
K R
K R
K R
E G A K
KR KR
KA
KE
KR L
KR
U
KR
R
300 mm
DSA
DSA
KR
U S
KR
Keterangan : a.
Contoh uji untuk pengukuran keteguhan rekat
: 750 mm x 250 mm
b.
Contoh uji untuk pengukuran kadar air
: 750 mm x 750 mm
c.
Contoh uji untuk pengukuran kerapatan
: 50 mm x 50 mm
d.
Contoh uji untuk pengukuran daya serap air
: 50 mm x 50 mm
Gambar 2 Pola pemotongan contoh uji kayu lapis.
3.3.4.1 Pengujian Kadar air Pengujian kadar air kayu lapis berdasarkan JAS No. 232 Tahun 2003. Sampel uji sebanyak dua potong dibuat berukuran 75 mm x 75 mm diambil secara acak pada masing-masing lembaran kayu lapis agar dapat mewakili kadar air pada seluruh bagian kayu lapis. Kadar air kayu lapis dihitung dengan rumus :
17
KA =
BA – BKT BKT
× 100 %
Keterangan : KA
: kadar air (%)
BA
: berat awal (g)
BKT
: berat kering tanur (g)
3.3.4.2 Pengujian Kerapatan Contoh uji berukuran 50 mm x 50 mm ditimbang dalam kondisi kering udara, lalu diukur rata-rata panjang, lebar dan tebalnya untuk mendapatkan nilai volume. Kerapatan kayu lapis dihitung dengan rumus: 𝑚 𝜌= 𝑣 Keterangan : ρ
: kerapatan (g/cm³)
m
: massa contoh uji (g)
v
: volume contoh uji (cm³)
3.3.4.3 Pengujian Daya Serap Air Contoh uji berukuran 50 mm x 50 mm dilapisi dengan parafin, lalu direndam dengan natrium klorida selama 48 jam. Nilai daya serap air dihitung dengan rumus:
𝐷𝑆 =
𝐵1−𝐵0 𝐵𝑜
𝑥 100 %
Keterangan: DS : daya serap air (%) B0 : berat contoh uji sebelum perendaman (g) B1 : berat contoh uji setelah perendaman (g) 3.3.4.4 Pengujian Visual Pengujian visual dilakukan setelah proses pengkondisian kayu lapis dan sebelum kayu lapis dipotong untuk dibuat contoh uji. Pengujian visual dilakukan dengan cara melihat dan mencocokan kategori yang ada pada standar JAS dan
18
menggolongkan kayu lapis kedalam grade 1 dan grade 2. Kriteria selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Kriteria untuk kualitas permukaan kayu lapis No. Kriteria / Kategori 1 Jumlah mata kayu hidup, mata kayu mati, kantong kulit, dan kantong resin diameter ≤ 5 mm 2 Mata kayu hidup
Grade 1 Diizinkan sampai dengan jumlah lima mata kayu dalam setiap meter persegi.
Grade 2 Diizinkan sampai dengan jumlah delapan mata kayu dalam setiap meter persegi.
Diizinkan jika diameter ≤ 25 mm. Mata kayu mati Diizinkan jika diameter ≤ 15 mm. Mata kayu lepas atau Dizinkan jika diameter lubang terpanjang ≤ 3 mm Kantung kulit atau Diizinkan jika diameter kantung resin ≤ 30 mm.
Diizinkan jika diameter ≤ 45 mm. Diizinkan jika diameter ≤ 25 mm. Dizinkan jika diameter terpanjang ≤ 3 mm Diizinkan jika diameter ≤ 45 mm.
6
Kerusakan
Tidak diizinkan.
Diperbolehkan jika kerusakan sangat kecil, halus dan relatif sedikit.
7
Open splits or chips
Diizinkan hanya 20% dari panjang kayu lapis, dengan lebar 1,5 mm, dan sampai lapisan ke dua.
8 9
Cross break Lubang ulat
3 4 5
Diizinkan hingga panjang 40% dari panjang kayu lapis, lebar 4 mm dan sampai lapisan ke tiga, atau diizinkan dengan panjang 20% dari panjang kayu lapis, lebar 2 mm dan maksimal enam jumlah. Diizinkan sampai panjang 20% dari luas kayu lapis 1. Lubang cacing bulat, Diizinkan jika tidak diizinkan sampai secara kolektif. diameter 1,5 mm dan tidak berwarna gelap. 2. Lubang cacing linier, diizinkan sampai diameter 10 mm, tidak berwarna gelap, dan maksimal berjumlah empat pada setiap meter persegi.
19
No. Kriteria / Kategori 10 Open joint
11 12
Blister Lipatan
13
Press marks (tekan)
14 15
Flaws Palches
16
Cacat lainnya
Grade 1 Diizinkan jika tidak ada lubang pada bagian sambungan
Grade 2 _
Tidak diizinkan Tidak diizinkan
_
Diizinkan sampai Diizinkan sampai kedalaman 0.5 mm kedalaman 2 mm sampai dengan nomor dua (2) Tidak diizinkan Diizinkan jika diperbaiki Diperbolehkan jika tidak menyebabkan kerusakan yang parah. Diizinkan jika sedikit.
Diizinkan jika tidak mencolok.
3.3.4.5 Pengujian Keteguhan Rekat Pengujian keteguhan rekat menggunakan Standar JAS No. 232 Tahun 2003. Sampel dibuat dengan ukuran 75 mm x 25 mm dan lebar takik 25 mm pada masing-masing bagian face dan back. a. Arah core sejajar dengan arah pembebanan (closed) :
25 mm
25 mm
25 mm
25 mm
4 cm . Gambar 3 Pemotongan contoh uji keteguhan rekat sejajar serat.
20
b Arah core tegak lurus dengan arah pembebanan (open) :
25 mm
25 mm
25 mm
25 mm
4 cm
Gambar 4 Pemotongan contoh uji keteguhan rekat tegak lurus serat.
1. Untuk menghitung nilai keteguhan rekat diperoleh dengan rumus: KR = KGT x Koefisien Keterangan : KR
= nilai keteguhan rekat (kgf/mm²)
KGT = nilai keteguhan geser tarik (kg/mm²)
2. Nilai keteguhan geser tarik diperoleh dengan rumus : KGT =
B p×l
Keterangan : KGT = nilai keteguhan geser tarik (kgf/ mm²) B
= beban tarik (kgf)
p
= panjang bidang geser (mm)
l
= lebar bidang geser (mm)
21
Koefisien yang digunakan tergantung pada rasio antara ketebalan lapisan core dengan lapisan face kayu lapis. Nilai-nilai koefisien yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Rasio antara tebal lapisan core dengan lapisan face dan koefisiennya. No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Rasio antara tebal lapisan core dengan lapisan face 1,5 - < 2,0 2,0 - < 2,5 2,5 - < 3,0 3,0 - < 3,5 3,5 - < 4,0 4,0 - < 4,5 > 4,5
Koefisien 1,1 1,2 1,3 1,4 1,5 1,7 2,0
Sumber : Standar JAS (Japanese Agricultural Standard) for Plywood No. 232 Tahun 2003.
22
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisis Kayu Lapis 4.1.1 Kadar Air Kadar air merupakan banyaknya air yang terdapat dalam kayu yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanurnya. Kayu lapis yang dibuat dari jenis Jabon dengan ketebalan 4 mm dan direkat menggunakan perekat PF memiliki nilai rata-rata kadar air yang paling tinggi yaitu sebesar 13,03 % dengan kisaran 13,42 – 14,86 %, dan nilai kadar air rata-rata yang paling rendah adalah kayu lapis yang direkat menggunakan perekat UF yaitu sebesar 9,54 % dengan kisaran 8,4 – 10,47 %. Kayu lapis ketebalan 4 mm dari jenis Afrika yang direkat menggunakan perekat PF memiliki nilai kadar air rata-rata yang paling tinggi yaitu sebesar 11,70 % dengan kisaran 9,14 - 13,34%, dan kayu lapis yang memiliki nilai ratarata kadar air yang paling rendah yaitu kayu lapis yang direkat menggunakan perekat UF yaitu dengan nilai 10,10 % dengan kisaran nilai 9,03 - 11,22 %. Nilai rata-rata kadar air dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Nilai rataan kadar air kayu lapis.
23
Berdasarkan nilai yang didapatkan dari hasil pengujian, nilai kadar air dari kedua jenis kayu lapis dalam penelitian ini dapat memenuhi standar JAS (2003) untuk kayu lapis penggunaan umum, dimana kadar air yang disyaratkan harus lebih kecil dari 14 %. Kayu lapis dengan perekat PF memiliki kadar air yang lebih tinggi dibandingkan kayu lapis dengan perekat UF dan MF. Menurut Nugraha (2006), hal ini diduga terjadi karena faktor kekentalan PF yang menyulitkan dalam penyebaran perekat secara merata sehingga ada sebagian permukaan finir yang miskin akan perekat yang menyebabkan kekuatan perekatan antara perekat dan sirekat
menjadi
lemah dan
menimbulkan rongga-rongga
kosong
yang
mempermudah penyerapan air. Air dalam kayu terdapat dalam dua bentuk yaitu air bebas yang terdapat pada rongga sel dan air terikat yang terdapat pada dinding sel. Kondisi dimana dinding sel jenuh dengan air sedangkan rongga sel kosong, dinamakan kondisi kadar air pada titik jenuh serat (Simpson dan Anton 1999). Kadar air titik jenuh serat besarnya tidak sama untuk setiap jenis kayu, hal ini disebabkan oleh perbedaan struktur dan komponen kimia. 4.1.2 Kerapatan Hasil dari pengujian diperoleh kerapatan kayu lapis berkisar antara 0,45– 0,48 g/cm3. Nilai kerapatan tertinggi terdapat pada kayu lapis dari jenis Afrika yang direkat menggunakan perekat PF yaitu sebesar 0,48 g/cm³, dan nilai kerapatan terendah terdapat pada kayu lapis dari jenis Jabon yang direkat menggunakan perekat UF dengan nilai 0,45 g/cm³. Gambar 6 terlihat bahwa kerapatan kayu lapis dari jenis Afrika memiliki nilai kerapatan yang paling tinggi. Kayu yang berkerapatan tinggi memiliki kadar basah yang lebih rendah, karena kayu berkerapatan tinggi memiliki ukuran rongga sel yang sempit sehingga kemampuan menampung air lebih sedikit, begitupun sebaliknya (Dwianto dan Marsoem 2008). Apabila dilihat dari jenis perekat yang digunakan, kekentalan dan berat jenis perekat PF lebih tinggi dibandingkan perekat UF. PAI (2007) menuliskan kekentalan dan berat jenis perekat PF masingmasing berkisar antara 1,4 – 3,0 (poise/25ºC) dan 1,18 – 1,200 (poise/25ºC),
24
sedangkan kekentalan dan berat jenis perekat UF masing-masing berkisar antara 0,8 – 1,6 (poise/25ºC) dan 1,180 – 1,195 (poise/25ºC).
Ganbar 6 Nilai rataan kerapatan kayu lapis.
JAS 2003 tidak mensyaratkan nilai kerapatan pada kayu lapis sehingga kerapatan pada kayu lapis yang dihasilkan tidak dapat dibandingkan, namun pengujian ini dilakukan untuk mengetahui nilai kerapatan pada kayu lapis yang terbuat dari jenis Jabon dan Afrika. 4.1.3 Daya Serap Air Menurut Skaar (1992) kayu sebagaimana bahan berlignoselulosa lainnya memiiliki sifat higroskopis yaitu dapat menyerap atau melepas air dari lingkungannya. Tsoumis (1991) menambahkan bahwa air yang diserap dapat berupa uap air atau air dalam bentuk air cair. Kayu lapis yang memiliki nilai daya serap air yang paling tinggi terdapat pada kayu lapis dari jenis Jabon yang direkat menggunakan perekat UF dengan nilai sebesar 0,066%, dan nilai daya serap air yang paling rendah terdapat pada kayu lapis dari jenis Afrika yang direkat menggunakan perekat PF dengan nilai 0,047%. Berdasarkan hasil yang didapatkan, nilai daya serap air pada kedua kayu lapis dari jenis Jabon dan Afrika dapat memenuhi standar JAS 2003 yang mensyarakatkan nilai daya serap air tidak boleh dari 0,068% atau 0,4 gram untuk selisih berat conroh uji setelah dilakukan perendaman.
25
Nilai daya serap air yang paling tinggi terdapat pada kayu lapis dari jenis Jabon dengan perekat UF. Hal ini diduga dikarenakan kerapatan kayu lapis dari jenis Jabon lebih rendah dibandingkan kayu lapis dari jenis Afrika. Bowyer dan Haygreen (1993) menyebutkan bahwa kerapatan kayu berhubungan langsung dengan porositasnya, yaitu proporsi volume rongga kosong. Semakin rendah kerapatannya maka semakin tinggi daya serap air yang terjadi, karena terdapat rongga-rongga kosong yang mengakibatkan air mudah masuk dan mengisi rongga-rongga tersebut, dan mengakibatkan kayu lapis mengalami penambahan berat setelah dilakukan perendaman pada contoh uji. Nilai daya serap air pada kayu lapis dari jenis Jabon dan Afrika dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Nilai rataan daya serap air kayu lapis.
4.1.4. Uji Visual Sejumlah ciri-ciri kayu dapat dikenal melalui pengamatan dengan mata biasa dan dinamakan makroskopik karena untuk pengamatan ini tidak dibutuhkan mikroskopik, dan uji visual merupakan salah satu bentuk pengamatan makroskopik. Kayu lapis tersusun dari finir yang dikupas dari log bulat, sehingga ciri-ciri kayu juga dapat terlihat pada permukaan finir face atau back pada kayu lapis. JAS 2003 mengelompokan kayu lapis dalam 2 grade, yaitu grade 1 dan grade 2 dengan kategori-kategori tertentu dalam pengamatan uji visual yang dilakukan. Hasil uji visual kayu lapis dari jenis Jabon dapat dilihat pada Tabel 4.
26
Tabel 4 Hasil uji visual kayu lapis dari jenis Jabon. No.
Kategori
1
Jumlah mata kayu hidup, mata kayu mati, kantong kulit, dan kantong resin memiliki diameter ≤ 5 mm Mata kayu hidup Mata kayu mati Mata kayu lepas atau lubang Kantong kulit dan kantong resin Rusak Open spilt atau chips Cross break Lubang ulat Open joint Blister Lipatan Cacat tekan Flaws Palches Cacat lainnya
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
UF Grade Grade 1 2
MF Grade Grade 1 2
PF Grade 1
Grade 2
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Berdasarkan hasil uji visual yang telah dilakukan, kayu lapis dari jenis Jabon yang direkat menggunakan perekat UF dan MF termasuk kedalam golongan kayu lapis grade 1. Hal ini disebabkan karna pada uji visual untuk kategori open split dan chips serta cacat tekan. Permukaan kayu lapis (face) membelah dengan panjang 6 cm (20% dari panjang kayu lapis), namun tidak mengurangi kekuatan dari kekuatan kayu lapis tersebut maka digolongkan kedalam grade 1. Sedangkan kayu lapis dari jenis Jabon yang direkat menggunakan perekat PF digolongkan kedalam grade 2, ini dikarenakan permukaan kayu lapis terdapat mata kayu hidup dan cacat tekan. Toleransi diameter mata kayu untuk grade 1 adalah ≤ 25 mm dan grade 2 adalah ≤ 45 mm. Kayu lapis dari jenis Jabon menggunakan perekat PF memiliki diameter mata kayu hidup 50 mm, sehingga kayu lapis digolongkan kedalam grade 2.
27
Pada kayu lapis dari jenis Afrika, hasil uji pengamatan dapat dilihat pada Tabel 5. Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan, kayu lapis dari jenis Afrika yang direkat menggunakan perekat UF dan MF digolongkan ke dalam grade 1. Hal ini dikarenakan kayu lapis memiliki tiga mata kayu mati dengan diameter 0,5 mm pada permukaan kayu lapis. Grade 1 untuk kayu lapis pada standar JAS 2003 mentoleransi mata kayu dengan diameter 0,5 mm setiap 1 m² permukaan kayu lapis dengan jumlah maksimal lima mata kayu. Sedangkan kayu lapis yang direkat menggunakan perekat PF digolongkan grade 2 karena kayu lapis memiliki cacat tekan yang diakibatkan oleh plat yang digunakan pada proses pengempaan panas kayu lapis. Cacat tekan yang ditimbulkan tidak mengurangi kekuatan kayu lapis, karena hanya menimbulkan jejak yang lebih dalam (tertekan).
Tabel 5 Hasil uji visual kayu lapis dari jenis Afrika. No.
Kategori
1
Jumlah mata kayu hidup, mata kayu mati, kantong kulit, dan kantong resin memiliki diameter ≤ 5 mm Mata kayu hidup Mata kayu mati Mata kayu lepas dan lubang Kantong kulit dan kantong resin Rusak Open spilt atau chips Cross break Lubang ulat Open joint Blister Lipatan Cacat tekan Flaws Palches Cacat lainnya
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
UF Grade Grade 1 2
MF Grade Grade 1 2
PF Grade 1
Grade 2
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
28
4.2 Sifat Mekanis Kayu Lapis 4.2.1 Keteguhan Rekat Sejajar Serat Keteguhan rekat sejajar serat kayu lapis dari jenis Jabon menggunakan perekat PF memiliki nilai rata-rata yang paling tinggi yaitu sebesar 18,87 kgf/cm², dan nilai yang paling rendah terdapat pada kayu lapis yang direkat menggunakan perekat UF dengan nilai 13,87 kgf/cm². Sedangkan untuk kayu lapis dari jenis Afrika, nilai rata-rata keteguhan rekat sejajar serat tertinggi terdapat pada kayu lapis yang direkat menggunakan perekat PF dengan nilai 20,99 kgf/cm², dan terendah terdapat pada kayu lapis yang direkat menggunakan perekat UF yaitu senilai 14,42 kgf/cm². Data nilai-nilai keteguhan rekat sejajar serat dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8 Nilai rataan keteguhan rekat sejajar serat kayu lapis.
Berdasarkan nilai keteguhan rekat yang didapatkan, maka kayu lapis yang dibuat dari jenis Afrika menggunakan perekat PF memiliki nilai keteguhan rekat sejajar serat yang paling tinggi yaitu sebesar 20,99 kgf/cm², dan nilai keteguhan rekat sejajar serat paling rendah terdapat pada kayu lapis Jabon yang direkat menggunakan perekat UF yaitu dengan nilai 13,87 kgf/cm². Dilihat dari data yang didapatkan, maka kayu lapis dari jenis Jabon dan Afrika yang direkat menggunakan perekat UF, MF ,dan PF dapat memenuhi standar JAS (2003) yaitu dengan nilai minimum keteguhan rekat untuk kayu lapis adalah 8,4 kgf/cm².
29
Kayu lapis dari jenis Afrika yang direkat menggunakan perekat PF memiliki nilai rata-rata keteguhan rekat yang paling tinggi. Hal ini diduga karena kayu Jabon yang tergolong pada kayu kelas kuat III dikombinasikan dengan perekat PF yang tergolong perekat termosetting sehingga mengakibatkan kayu lapis menjadi lebih kuat. Menurut Sidhu dan Ellis (2007) perekat PF merupakan perekat yang memiliki ketahanan perekat yang lebih tinggi dalam berbagai aplikasi. Perekat PF bekerja dengan baik dengan suhu yang tinggi, terlihat pada saat proses pengempaan kayu lapis, perekat PF memiliki suhu yang paling tinggi yaitu sebesar 130-135ºC, sehingga perekat dapat merekat dengan baik dan mengakibatkan bahan yang direkatkannya akan menjadi lebih kuat. Pengujian yang dilakukan terletak pada posisi sejajar serat, sehingga pada saat pengujian dilakukan, serat-serat yg terdapat pada kayu mengikuti dengan arah datangnya beban pengujian, sehingga serat-serat pada kayu tidak putus karena tidak memotong arah serat-serat kayu lapis tersebut. 4.2.2 Keteguhan Rekat Tegak Lurus Serat Keteguhan rekat tegak lurus serat kayu lapis dari Jabon yang paling tinggi terdapat pada kayu lapis yang direkat menggunakan PF dengan nilai sebesar 13,71 kgf/cm², sedangkan nilai keteguhan rekat tagak lurus serat yang paling rendah adalah kayu lapis yang direkat menggunakan perekat UF yakni dengan nilai 7,50 kgf/cm². Pada kayu lapis dari jenis Afrika, keteguhan rekat tegak lurus serat yang paling rendah terdapat pada kayu lapis yang direkat menggunakan perekat MF dengan nilai 9,8 kgf/cm², dan nilai keteguhan rekat tegak lurus serat yang paling tinggi terdapat pada kayu lapis yang direkat menggunakan perekat PF dengan nilai sebesar 10,74 kgf/cm². Nilai-nilai keteguhan rekat tegak lurus serat tersebut dapat dilihat pada Gambar 9.
30
Gambar 9 Nilai rataan keteguhan rekat tegak lurus serat kayu lapis.
Dilihat dari data tersebut, maka kayu lapis yang dibuat dari jenis Jabon dan Afrika dapat memenuhi standar JAS (2003), kecuali kayu lapis dari jenis Jabon yang direkat menggunakan perekat UF karena memiliki nilai rata-rata 7,50 kgf/cm², dimana nilai tersebut berada dibawah nilai minimum standar keteguhan rekat kayu lapis penggunaan umum yaitu sebesar 8,4 kgf/cm². Kayu lapis dari jenis Jabon dengan perekat UF memiliki nilai yang paling rendah pada pengujian keteguhan rekat tegak lurus serat. Hal ini diduga dikarenakan pengujian yang dilakukan pada sisi tegak lurus serat, dimana kayu jabon termasuk kedalam kayu ringan dan panjang serat yang cukup tinggi (Martawijaya et al 1981), dimana arah kekuatan yang paling tinggi terdapat pada arah sejajar serat. Apabila dilakukan pada tegak lurus serat, serat akan mudah patah dan contoh uji akan cepat rusak serta serat-serat yang putus pada saat dilakukan pengujian
31
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1
Kesimpulan Dari data dan hasil penelitian dapat disimpulkan : 1. Sifat fisis kayu lapis dari jenis Jabon dan Afrika memenuhi persyaratan standar JAS No 232 : 2003 2. Kayu lapis dari jenis Jabon dan Afrika menggunakan perekat UF dan MF yang dihasilkan tergolong ke dalam grade 1, dan kayu lapis menggunakan perekat PF tergolong ke dalam grade 2. 3. Keteguhan rekat sejajar serat kayu lapis dari jenis Jabon dan Afrika memenuhi persyaratan standar JAS, namun keteguhan rekat tegak lurus serat kayu lapis dari jenis Jabon tidak memenuhi standar JAS No 232 : 2003.
5.2
Saran Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah penggunaan kayu
dari jenis Afrika dan perekat Phenol Formaldehyde (PF) untuk pembuatan kayu lapis karena memiliki sifat fisis dan mekanis yang lebih baik dibandingkan jenis Jabon.
32
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2010. Profil Tanaman Jabon. http://kayujabon.blogspot.com [18 Agustus 2010]. Abdurachman, Hadjib N. 2006. Pemanfaatan Kayu Hutan Rakyat untuk Komponen Bangunan. [Prosiding] Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan. Bogor. Abram N. 2006. Wood Technology and Processes. Mcgraw-Hill Companies. United States of America. APKINDO. 2008. Peranan Industri Kayu Lapis Dalam Panel Kayu Dalam Pembangungan Nasional. APKINDO : Jakarta. Baldwin RF. 1994. Plywood and Veneer Based Product : Manufacturing Practises. Desch HE. 1996 .Timber Structure, Properties, Conversion and Use 7th Edition. The Macmillan Press. New York. London. Departemen Kehutanan. 2002. Informasi Singkat Benih No. 7: Maesopsis eminii Engl. http//www.dephut.go.idINFORMASIRRLIFSP [27 Oktober 2010]. Departemen Kehutanan. 2005. Road Map Revitalisasi Industri Kehutanan Indonesia. Departemen Kehutanan : Jakarta. Dwianto H, Marsoem SN. 2008. Tinjauan Hasil-hasil Penelitian Faktor-faktor Alam yang Mempengaruhi Sifat Fisik dan Mekanik Kayu Indonesia. J. Tropical Wood Science and Technology Vol. 6 No 2 Mapeki 2005. Haygreen JG, Bowyer JL. 1993. Hasil hutan dan Ilmu Kayu (Suatu Pengantar). Diterjemahkan oleh Sutjipto A. Hadikusumo. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Haygreen JG, Bowyer JL, Rubin S. 2003. Forest Product and Wood Science an Introduction 4th Edition. Lowa State University. United States of America. Iswanto AH. 2008. Kayu Lapis. [skripsi]. Departemen Kehutanan. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan. Jordan DL, Wellons JD. 1980. Wettability of Dipterocarps Veneers. Wood Sci. 10 (1) : 22 – 27. JAS. 2003. Japanese Agricultural Standard for Plywood MAFF Notification (No. 232 : 2003). Kljak, Jaroslav, Brezovic M. 2007. Relationship Between Bending and Tensile Stress Distribution in Veneer Plywood. Vol. 57, Edisi 12; pg. 65, 5 pgs. Faculty of Forestry, Zagreb Univ., Dept. of Wood Technology, Zagreb, Croatia. http://proquest.umi.com [26 oktber 2010].
33
Martawijaya A, Kartasujan I, Kadir K, Prawira SA .1981. Atlas Kayu Indonesia Jilid I. Departemen Kehutanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor. Nugraha PY. 2006. Studi Pembuatan Bambu Lapis dari Anyaman Bambu Tali (Gigantochloa apus (J. A & A. J. H, Schultes) Kurz) dengan Menggunakan Perekat UF dan PF [Skripsi]. Jurusan Teknologi Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor. Pizzi A. 1994. Advanced Wood Adhesives Technology. Marcel Dekker, Inc. New York. USA Pratiwi GA. 2009. Sifat Keawetan dan Pengawetan Beberapa Jenis Kayu Rakyat [Skripsi]. Departemen Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Rachman E, Mile MY, Achmad B. 2006. Analisis Jenis - Jenis Kayu Potensial untuk Hutan Rakyat di Jawa Barat. [Prosiding] Pengembangan Hutan Rakyat Mendukung Kelestarian Produksi Kayu Rakyat. Bogor. Rowell RM. 2004. Handbook of Wood Chemistry and Wood Composites. CRC Press. Florida. Skaar C. 1992. Water in Wood. Syracuse University Press. Syracuse New York. SNI. 1992. Standar Nasional Indonesia untuk Kayu Lapis (SNI 01-2704-1992). Syafii W. 1999. Pentingnya Penelitian Sifat - Sifat Dasar Kayu dalam Rangka Peningkatan Efisiensi Pemanfaatan Sumberdaya Hutan. Jurnal Teknologi Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan IPB 12 (1): 1-9. Simpson W, Anton TW. 1999. Physical Properties and Moisture Relations of Wood. Wood Handbook: Wood as An Engineering Material. Forest Product Laboratory General Technical Report FPL-GTR-113. USDA Forest Science, Forest Product Laboratory. USA. Simmons HL, Olin HB. 2001. Construction Principles, Materials, and Methods 7th Edition. John Wiley & Sons, Inc. Canada. Sukadaryati. 2006. Potensi Hutan Rakyat di Indonesia dan Permasalahannya. [Prosiding] Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006; Bogor. Departemen Kehutanan. hlm. 49-57. Supriadi A. 2006. Potensi, Kegunaan dan Nilai Tambah Kayu dari Hutan Rakyat di Kabupaten Bogor. [Prosiding] Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Bogor. Sidhu AS, Ellis SC. 2007. Evaluation of Performance of Phenol Melamine Formaldehyde Resins for Plywood. Vol. 57, Edisi 10; pg. 58, 6 pgs. British Columbia, Canada. http://proquest.umi.com [25 Oktober 2010]. Tsoumis G. 1991. Science and Technology of Wood, Structure, Properties, Utilization. Van Nostrand Reinhold. New York.
34
Vick, BC. 1999. Adhesive Bonding of Wood Materials. Wood Hand Book. Wood as an Engineering Material. USA. Winarno B, Waluyo EA. 2008. Potensi Pengembangan Hutan Rakyat dengan Jenis Tanaman Kayu lokal. efend1.multiply.comjournalitem4 [27 Oktober 2010]. Wahyudi I, Febrianto F, Wistara INJ. 1990. Sifat Dasar, Sifat Pengolahan dan Sifat Penggunaan Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.) [laporan penelitian]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
35
Lampiran 1 Rekapitulasi data kadar air kayu lapis. No.
Jenis
Perekat
Ulangan
Potongan
1
Jabon
UF
1
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
2 3 4 5
MF
1 2 3 4 5
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
Berat Basah Berat Kering (g) Tanur (g) 12,50 11,40 9,20 8,40 10,30 9,50 10,90 10,00 10,60 9,60 10,47 9,60 10,83 9,90 11,80 10,81 10,44 9,45 9,88 8,95 Rata-rata 10,4 11,02 10,67 9,83 11,97 11,55 11,07 10,99 11,40 10,62
1 2 3 4 5
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
11,73 10,81 10,09 11,80 10,01 12,00 11,51 11,13 11,90 11,07
8,90 11,76 10,00 11,33 10,63 11,16 10,37 11,35 9,51 10,39 10,54
10,29 9,52 9,61 10,38 8,97 10,56 10,03 9,69 10,38 9,66
13,99 13,55 13,42 13,68 11,59 13,64 14,76 14,86 14,64 14,59 13,03
8,10 8,94 11,55 13,68 9,56 11,54 10,07 9,85 11,84 12,19
9,51 9,96 9,52 10,01 10,67 10,57 11,22 10,96 9,04 10,34 10,18
Rata-rata 2
Afruka
UF
1 2 3 4 5
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
12,00 9,83 12,65 15,05 10,58 12,76 11,20 10,93 12,91 13,45 Rata-rata
9,65 9,52 8,42 9,00 10,41 9,06 9,39 9,16 10,48 10,39 9,54
9,55 9,86 9,7 8,83 10,82 10,39 10,03 9,87 10,41 9,62 Rata-rata
PF
Kadar Air (%)
36
No.
Jenis
Perekat
Ulangan
Potongan
MF
1
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
2 3 4 5
PF
1 2 3 4 5
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
Berat Basah Berat Kering (g) Tanur (g) 10,42 9,49 10,23 9,21 10,67 9,82 11,92 10,86 12,01 10,74 13,33 11,77 10,96 10,01 9,90 9,10 10,27 9,40 12,83 11,75 Rata-rata 11,29 10,45 11,74 12,49 12,34 14,08 9,89 10,51 13,24 12,48
9,79 9,22 10,41 10,74 11,22 12,90 8,99 9,43 12,09 11,43 Rata-rata
Kadar Air (%) 9,79 11,07 8,66 9,76 11,82 13,25 9,49 8,79 9,26 9,19 10,11 15,32 13,34 12,78 16,29 9,98 9,15 10,01 11,45 9,51 9,19 11,70
37
Lampiran 2 Rekapitulasi data kerapatan kayu lapis. No. 1
2
Jenis Jabon
Afrika
Perekat UF
Ulangan 1 2 3 4 5 Rata-rata
Volume (cm³) 10,120 9,287 10,241 10,626 10,080
Kerapatan (g/cm³) 0,423 0,475 0,436 0,431 0,498 0,452
MF
1 2 3 4 5 Rata-rata
9,361 9,595 9,481 9,769 10,060
0,508 0,439 0,454 0,387 0,501 0,457
PF
1 2 3 4 5 Rata-rata
9,919 10,100 9,576 9,023 10,012
0,474 0,449 0,468 0,498 0,428 0,463
UF
1 2 3 4 5 Rata-rata
10,912 10,086 9,880 10,664 9,801
0,516 0,449 0,519 0,464 0,409 0,471
MF
1 2 3 4 5 Rata-rata
8,541 9,329 9,249 9,780 9,960
0,472 0,430 0,458 0,519 0,509 0,477
PF
1 2 3 4 5 Rata-rata
9,750 9,860 9,424 10,140 10,080
0,475 0,515 0,473 0,451 0,499 0,482
38
Lampiran 3 Rekapitulasi data daya serap air kayu lapis. Berat Sebelum (g) 4,89 5,59 5,66 5,57 4,66
Berat sesudah (g) 5,16 5,77 5,79 6,17 5,19
Daya Serap Air (%) 0,055 0,032 0,022 0,107 0,113 0,066
1 2 3 4 5 Rata-rata
5,38 6,53 4,79 5,3 5,48
5,68 7,41 5,04 5,35 5,53
0,055 0,134 0,052 0,009 0,009 0,054
PF
1 2 3 4 5 Rata-rata
6,93 6,67 6,92 6,73 6,89
7,76 6,87 7,09 6,96 7,32
0,119 0,029 0,024 0,034 0,062 0,052
UF
1 2 3 4 5 Rata-rata
6,20 4,87 6,64 5,84 6,87
6,40 5,18 7,08 6,01 7,18
0,032 0,063 0,066 0,029 0,045 0,053
MF
1 2 3 4 5 Rata-rata
6,51 6,6 6,73 6,02 6,84
6,68 6,82 6,92 6,5 7,34
0,026 0,033 0,028 0,079 0,073 0,048
PF
1 2 3 4 5 Rata-rata
5,83 5,74 5,71 5,78 5,93
6,02 6,09 5,75 6,33 6,41
0,032 0,060 0,007 0,065 0,070 0,045
No.
Jenis
Perekat
Ulangan
1.
Jabon
UF
1 2 3 4 5 Rata-rata
MF
2
Afrika
39
Lampiran 3 Rekapitulasi data keteguhan rekat sejajar dan tegak lurus serat kayu lapis.
1 2 3 4 5 Rata-rata
Keteguhan Rekat Sejajar Serat (kg/cm³) 16,01 15,01 12,21 12,71 13,39 13,87
Keteguhan Rekat Tegak Lurus Serat (kg/cm³) 5,52 6,63 9,09 10,75 5,52 7,50
MF
1 2 3 4 5 Rata-rata
16,40 8,26 18,28 14,74 31,18 17,77
10,36 6,51 10,39 15,66 8,70 10,32
PF
1 2 3 4 5 Rata-rata
17,90 15,99 16,81 14,24 29,40 18,87
11,25 15,24 15,05 13,32 8,78 13,71
UF
1 2 3 4 5 Rata-rata
16,69 14,69 13,94 13,49 13,27 14,42
11,56 12,94 10,33 8,65 8,62 10,42
MF
1 2 3 4 5 Rata-rata
13,94 19,42 14,32 14,47 12,99 15,03
13,51 9,951 9,79 6,29 6,54 9,88
PF
1 2 3 4 5 Rata-rata
19,29 23,25 25,43 15,03 21,92 20,99
9,83 10,78 13,27 11,33 8,47 10,74
No
Jenis
Perekat
Ulangan
1
Jabon
UF
2
Afrika