19
BAB V KARAKTERISTIK DAN PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT 5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Umur Umur merupakan salah satu faktor penting dalam bekerja karena umur mempengaruhi kekuatan fisik seseorang. Kekuatan fisik seseorang tersebut dapat mempengaruhi produktivitas pekerjaan seseorang. Dari data yang didapatkan umur rata-rata responden yang mengelola hutan rakyat di wilayah Bogor Barat yakni berkisar 59-68 tahun dengan persentase 32,69%. Responden yang termuda adalah berumur 29 tahun dan responden tertua adalah berumur 77 tahun.
Tabel 4 Karakterisrik petani hutan rakyat menurut umur No
Umur
Jumlah (Orang)
1
29-38
4
Persentase (%) 7,69
2
39-48
10
19,23
3
49-58
16
30,77
4
59-68
17
32,69
5
69-78
5
9,62
52
100,00
Total
5.1.2 Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam pemahaman hutan rakyat, karena dengan adanya pendidikan maka seseorang dapat lebih terbuka dalam menerima ilmu dan teknologi baru yang ada. Tingkat pendidikan dari semua petani yang diwawancarai dapat dilihat pada Tabel 5.
20
Tabel 5 Karakteristik petani hutan rakyat menurut tingkat pendidikan No
Tingkat Pendidikan
1
tidak sekolah
2
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
1
1,92
SR
10
19,23
3
SD
20
38,46
4
SMP
8
15,38
5
SMA
10
19,23
6
D3/S1
3
5,77
52
100,00
Total
Dari Tabel 5 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden sebagian besar sampai SD, yaitu: sebanyak 20 orang dengan persentase sebesar 38,46%. Tingkat pendidikan paling tinggi yaitu D3/S1 sebanyak 3 sebesar 5,77% dan tingkat pendidikan terendah adalah tidak sekolah sebesar 1,92%.
5.1.3 Pekerjaan Utama Di wilayah Bogor Barat usaha hutan rakyat dianggap sebagai usaha sampingan saja, karena sebagian besar masyarakat mempunyai pekerjaan utama sebagai petani. Pekerjaan utama dari para petani hutan rakyat dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Karakteristik petani hutan rakyat menurut pekerjaan utama No
Pekerjaan
1
Petani
2
Jumlah (orang)
Persentase (%)
37
71,15
Peternak
2
3,85
3
Wiraswasta
6
11,54
4
Pegawai Negeri
3
5,77
5
Perangkat Desa
1
1,92
6
Guru
3
5,77
52
100,00
Total
Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa pekerjaan utama responden sebagian besar adalah sebagai petani dengan jumlah 37 orang dengan persentase sebesar 71,15%. Selain itu pekerjaan utama yang lainnya adalah sebagai peternak, wiraswasta, pegawai negeri, perangkat desa, dan guru.
21
5.1.4 Luas lahan Luas lahan yang dimiliki petani hutan rakyat di wilayah Bogor Barat dalam mengelola hutan rakyat berbeda-beda. Hal ini dikarenakan luas lahan yang dimanfaatkan petani hutan rakyat untuk menanam berbeda-beda. Mulai dari yang paling sempit sampai paling luas. Luas lahan petani hutan rakyat di wilayah Bogor Barat dapat dilihat pada Tabel 7 berikut.
Tabel 7 Karakteristik petani hutan rakyat menurut luas lahan No
Luas lahan (Ha)
Jumlah (orang)
Persentase (%) 28,85
1
<0,5
15
2
0,5-1,5
20
38,46
3
1,5-2,5
10
19,23
4
>2,5
7
13,46
52
100,00
Jumlah
Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa petani hutan di wilayah Bogor Barat sebagian besar memliki lahan dengan luasan 0,5-1,5 hektar yaitu berjumlah 20 orang dengan persentase 38,46%. Sedangkan luas lahan lebih dari 2,5 hektar hanya dimiliki oleh 7 orang dengan persentase 13,46%.
5.2
Perkembangan Produksi Kayu Petani Hutan Rakyat dari Waktu ke Waktu Perkembangan produksi kayu petani hutan rakyat di wilayah Bogor Barat
terjadi dari waktu ke waktu. Produksi yang dihasilkan petani hutan rakyat dihitung berdasarkan kegiatan penebangan yang dilakukan. Kegiatan penebangan dibagi menjadi dua jenis pohon yakni pohon jenis cepat tumbuh seperti Sengon, Akasia, dan Afrika serta pohon jenis lambat tumbuh seperti jenis Mahoni, Jengkol, Durian, Nangka dan jenis buah-buahan lainnya. Keterangan mengenai produksi didapatkan dari wawancara terhadap petani hutan rakyat di wilayah Bogor Barat. Hasil wawancara dapat dilihat pada Lampiran 2 sampai Lampiran 14. Kegiatan penebangan yang dilakukan petani hutan rakyat berbeda-beda pada jumlah dan waktu penebangan. Pada periode sebelum tahun 1945 tidak ada data yang menunjukkan kegiatan penebangan yang dilakukan petani hutan rakyat di wilayah
22
Bogor Barat. Selain itu industri sawmill juga belum ada pada saat itu. Namun berdasarkan hasil wawancara disebutkan bahwa pada tahun 1940-an di Jasinga sudah ada pohon Sengon yang tumbuh secara alami. Pada periode 1945 sampai 1966 (Orde Lama) yakni pada tahun 1950-an di Parung Panjang sudah terdapat banyak pohon buah-buahan yang tumbuh alami seperti Nangka, Durian, dan Kecapi, sedangkan di Leuwiliang sudah banyak tanaman Manggis dan Sengon. Di Tenjo masyarakatnya sudah ada yang mulai menanam Sengon, Puspa, Afrika, Tamesu, dan Kisabelah. Pada tahun 1960 di Cigudeg mulai ada yang menanam pohon buah-buahan seperti Durian dan Nangka, sedangkan di Cibungbulang sudah ada pohon jenis buah-buahan dan Sengon yang tumbuh alami. Lain halnya dengan daerah Tenjo, kegiatan penebangan sudah terjadi yakni sudah ada yang menebang pohon Sengon, Puspa, dan Kisabelah yang digunakan untuk membangun Masjid. Namun jumlah pohon yang ditebang tidak terlalu banyak. Tahun 1965 di Leuwiliang mendapat bantuan bibit Sengon dan Afrika dari Dinas Kehutanan Kabupaten Bogor. Selain itu sudah banyak yang menanam Sengon, Cengkeh, dan Palawija. Sedangkan di Tenjolaya sudah ada yang menanam Sengon, Afrika, Mindi, Nangka, Durian, dan sebagainya. Pada tahun 1966 petani hutan rakyat di Tenjo sudah ada yang menebang pohon seperti Sengon, Puspa, dan Afrika untuk membangun Masjid, tetapi jumlah pohon yang ditebang masih sedikit. Berikut merupakan tabel hasil penebangan yang dilakukan petani hutan rakyat di wilayah Bogor Barat pada tahun 1945 sampai tahun 1966. Tabel 8 Hasil tebangan pohon cepat tumbuh tahun 1945-1966 No Tahun Produksi (m3) 1 1960 28,27 2 1966 10,90 Keterangan: 1. Data selengkapnya disajikan pada Lampiran 15. 2. pohon jenis cepat tumbuh terdiri dari Sengon, Kisabelah, Afrika, Tamesu, Akasia, dan Cengkeh.
Tabel 9 Hasil tebangan pohon lambat tumbuh tahun 1945-1966 No
Tahun
Produksi (m3)
1
1960
0,82
2 1966 1,20 Keterangan: 1. Data selengkapnya disajikan pada Lampiran 16. 2. Pohon jenis lambat tumbuh terdiri dari Puspa, Nangka, Durian, Kecapi, Mahoni, Jengkol, Petai, Rambutan, Kemang, dan Karet.
23
Tahun 1970 masih banyak pohon Karet di Leuwiliang dan Jasinga. Selain itu, mulai ada yang menanam pohon Sengon dan Afrika serta buah-buahan seperti di Jasinga, Cigudeg, Cibungbulang, Rumpin, Sukajaya, dan Nanggung. Di daerah Cigudeg sudah ada yang menjual kayu ke tengkulak tetapi jumlah pohon yang dijual masih sedikit. Pada tahun ini mulai ada penyuluh yang datang di daerah Cibungbulang. Di Pamijahan, Ciampea, Leuwisadeng, dan Tenjolaya mulai ada yang menanam Sengon dan Afrika pada tahun 1978. Pada tahun ini juga di Leuwiliang mendapat bantuan bibit Pinus dari Perhutani Jawa Barat yang ditanam di tanah garapan. Selain itu, pemasaran sudah terjadi pada masa ini. Pada tahun 1980-an di Leuwiliang pohon Karet diganti menjadi pohon Cengkeh, sedangkan di Cigudeg, Pamijahan, Rumpin, Leuwisadeng, Parung Panjang, dan Nanggung sudah banyak dilakukan penebangan yang hasilnya untuk dijual. Harga Sengon mulai baik di daerah Jasinga. Industri sawmill sudah ada di Cibungbulang pada tahun ini. Tahun 1986 petani hutan rakyat di Tenjo telah ada yang melakukan kegiatan penjarangan pada pengelolaan lahan mereka. Pada tahun 1990-an kegiatan penanaman juga makin banyak dilakukan oleh petani hutan rakyat terutama untuk pohon jenis Sengon, Afrika, dan Akasia. Selain itu, makin banyak petani hutan rakyat yang melakukan penebangan. Peluang pemasaran kayu juga semakin bagus. Kegiatan penebangan yang terjadi menghasilkan produksi kayu yang cukup tinggi dan hampir tiap tahun terjadi. Pohon yang ditebang sudah diperuntukkan untuk dijual. Selain itu, Pada tahun 1990-an sawmill mulai banyak yakni di Leuwisadeng dan Nanggung. Berikut merupakan tabel hasil penebangan yang dilakukan petani hutan rakyat di wilayah Bogor Barat pada tahun 1967-1998.
24
Tabel 10 Hasil tebangan pohon cepat tumbuh tahun 1967-1998 Produksi (m3)
No
Tahun
1
1969
27,53
2
1975
133,09
3
1980
222,81
4
1982
288,36
5
1985
259,55
6
1988
977,76
7
1990
144,72
8
1992
100,00
9
1994
546,43
10
1995
73,79
11
1997
144,24
12 1998 500,52 Keterangan: 1. Data selengkapnya disajikan pada Lampiran 17. 2. Pohon jenis cepat tumbuh terdiri dari Sengon, Kisabelah, Afrika, Tamesu, Akasia, dan Cengkeh.
Tabel 11 Hasil tebangan pohon lambat tumbuh tahun 1967-1998 No
Tahun
1
1969
Produksi (m3) 3,22
2
1980
15,35
3
1986
14,45
4
1990
0,38
5
1992
12,89
6
1994
0,80
7
1995
5,55
5,60 8 1998 Keterangan: 1. Data selengkapnya disajikan pada Lampiran18. 2. Pohon jenis lambat tumbuh terdiri dari Puspa, Nangka, Durian, Kecapi, Mahoni, Jengkol, Petai, Rambutan, Kemang, dan Karet.
Pada tahun 1998-an semakin banyak petani hutan rakyat yang melakukan penebangan seperti di Pamijahan, Ciampea, Leuwiliang dan Tenjolaya. Jenis pohon yang ditebang adalah Sengon, Afrika, Rambutan dan Kemang. Penebangan juga terjadi pada tahun-tahun berikutnya dan semakin banyaknya petani hutan rakyat yang melakukan kegiatan penanaman sehingga pada tahun 2005 Sengon menjadi trend di wilayah Bogor Barat. Selain itu, pada tahun 2000-an di Sukajaya, Pamijahan, Rumpin, dan Nanggung makin banyak bermunculan sawmill. Berikut
25
merupakan hail penebangan kayu yang berasal dari hutan rakyat di wilayah Bogor Barat pada tahun 1998 sampai tahun 2012. Tabel 12 Hasil tebangan pohon cepat tumbuh tahun 1998-2012 No
Tahun
Produksi (m3)
1
1998
500,52
2
1999
86,36
3
2000
1.429,14
4
2002
196,86
5
2003
961,87
6
2004
219,83
7
2005
923,50
8
2006
152,11
9
2007
372,48
10
2008
649,81
11
2009
1.318,45
12
2010
271,21
13
2011
1.460,17
14 2012 351,64 Keterangan: 1. Data selengkapnya disajikan pada Lampiran 19. 2. Pohon jenis cepat tumbuh terdiri dari Sengon, Kisabelah, Afrika, Tamesu, Akasia, dan Cengkeh.
Tabel 13 Hasil tebangan pohon lambat tumbuh tahun 1998-2012 No Tahun Produksi (m3) 5,60 1 1998 7,93 2 1999 137,69 3 2000 1,75 4 2002 3,29 5 2004 8,25 6 2005 49,21 7 2006 67,42 8 2007 208,71 9 2008 763,46 10 2009 18,60 11 2010 3,96 12 2011 2,72 13 2012 Keterangan: 1. Data dapat dilihat pada Lampiran 20. 2. Pohon jenis lambat tumbuh terdiri dari Puspa, Nangka, Durian, Kecapi, Mahoni, Jengkol, Petai, Rambutan, Kemang, dan Karet.