KONSERVASI TUMBUHAN DI KEBUN RAYA CIBODAS SEBAGAI PENYELAMAT KEANEKARAGAMAN HAYATI PEGUNUNGAN DI INDONESIA
Muhammad Imam Surya, Masfiro Lailati, Indriani Ekasari, Yati Nurlaeni, Sri Astutik, Suluh Normasiwi, Anggun Ratna Gumilang, Decky Indrawan Junaedi, Zaenal Mutaqien, Dian Ridwan Nurdiana, Wiguna Rahman, Destri, Andes Hamuraby Rozak
UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Cibodas – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Jl. Kebun Raya Cibodas, PO Box 19 SDL, Cipanas, Cianjur, Jawa Barat 43253
PENDAHULUAN Indonesia diperkirakan memiliki 35.000-40.000 jenis tumbuhan atau setara dengan 13-15% jenis tumbuhan yang ada di dunia dan18.700 jenis diantaranya diperkirakan sebagai tumbuhan endemik Indonesia (Bappenas, 2003; Widjaja et al., 2011). Akan tetapi, sejauh ini baru 1/3 dari jumlah jenis tumbuhan tersebut yang sudah teridentifikasi dan terdokumentasi.Disisi lain, terdapat berbagai faktor yang mengancam kelestarian keanekaragaman tumbuhan di Indonesia. Ancaman tersebut berasal dari faktor intrinsik biologi tumbuhan (sebesar 83%), kerusakan habitat (82%), eksploitasi berlebihan (62%) dan bencana alam (6%) (Budiharta et al., 2011). Faktor intrinsik biologi tumbuhan meliputi ukuran populasi yang kecil, luas sebaran yang terbatas, habitat yang spesifik, kendala reproduksi dan kebutuhan simbiosis. Sementara kerusakan habitat disebabkan oleh kegiatan transmigrasi, pembangunan pemukiman dan infrastruktur, hutan tanaman industri, perkebunan, pertanian, pertambangan, pencurian kayu dan penebangan liar.
Laju kerusakan hutan di Indonesia diperkirakan mencapai 50% dalam waktu 50 tahun. Sekitar 162 juta ha luas hutan di tahun 1950 menurun hingga 86 juta ha di tahun 2003 (FWI/GFW, 2002; Departemen Kehutanan RI, 2005). Dalam kurun waktu 1985-1997, laju penurunan penutupan hutan mencapai 1,8 juta ha/tahun. Kemudian meningkat menjadi 2,84 juta ha/tahun dalam kurun waktu 1997-2000. Laju kerusakan ini menurun menjadi 1,08 juta ha/tahun pada periode 2000-2005, namun kembali meningkat menjadi 1,17 juta ha/tahun pada periode 2003-2006 (PIPH-BPK/DEPHUT, 2008). Berdasarkan PP No. 7 Tahun 1999, terdapat 54 jenis tumbuhan Indonesia yang dilindungi. Namun demikian, jumlah tersebut tidak jelas merinci jumlah jenisnya pada beberapa kelompok tumbuhan seperti Anggrek, Rafflesia, dan Nepenthes. Berdasarkan perhitungan Widjaja et al., (2011) jumlah tumbuhan yang dilindungi tersebut mencapai 109 jenis. Pada tahun 2001, Mogea et al. (2001) mengelompokkan 240 tumbuhan Indonesia sebagai tumbuhan langka, sementara itu berdasarkan kriteria IUCN Red List untuk Indonesia terdapat 687
jenis tumbuhan Indonesia yang terancam kepunahan (IUCN, 2008). Upaya penyelamatan tumbuhan di Indonesia seharusnya mengacu pada program global seperti yang tercantum dalam Strategi Global untuk Konservasi Tumbuhan (Global Strategy for Plant Conservation/GSPC) yang saat ini memasuki tahap II (GSPC, 2012). Hal ini karena Indonesia merupakan negara yang turut serta dalam CBD 2002 dan GSPC merupakan bagian yang diadopsi oleh CBD tersebut. Dalam GSPC terdapat lima sasaran dengan 16 target dan merupakan tantangan yang harus dicapai oleh setiap negara peratifikasi CBD, termasuk Indonesia. Meskipun demikian, terdapat beberapa hambatan dalam mencapai target GSPC di Indonesia. Hambatan tersebut diantaranya yaitu belum terdapatnya Flora Indonesia yang lengkap, belum adanya National Plant Red List, belum adanya informasi dan monitoring pemanfaatan tumbuhan secara berkelanjutan, serta lemahnya perlindungan terhadap pengetahuan lokal pemanfaatan tumbuhan. Oleh sebab itu, diperlukan kebijakan yang jelas tentang strategi konservasi untuk tumbuhan Indonesia. Kerjasama berbagai institusi seperti Kebun Raya, Herbaria, Universitas, Pusat Penelitian, Pengelola Kawasan Konservasi, Eksportir/Importir produk tumbuhan, NGO di bidang lingkungan, maupun kelompok media publik, diperlukan untuk mencapai targettarget konservasi tumbuhan secara efektif. Kebun Raya adalah kawasan konservasi tumbuhan ex situ yang memiliki koleksi tumbuhan terdokumentasi dan ditata berdasarkan pola klasifikasi taksonomi, bioregion, tematik, atau kombinasi dari pola-pola tersebut untuk tujuan kegiatan konservasi,
penelitian, pendidikan, wisata dan jasa lingkungan (PP RI No. 93 Tahun 2011). Berdirinya Kebun Raya menandai tegaknya kekuasaan Belanda dengan dimulainya kegiatan ilmu pengetahun Biologi, terutama bidang botani di Indonesia secara terorganisasi. Pada awal perkembangannya, Kebun Raya Cibodas (KRC) merupakan salah satu cabang Kebun Raya Bogor yang ditujukan untuk mengoleksi tanaman dataran tinggi beriklim basah daerah tropis dan tanaman sub-tropis. Kebun Raya Cibodas didirikan oleh Kurator Kebun Raya Bogor, Johannes Ellias Teijsmann, pada tanggal 11 April 1852 dengan nama Bergtuin te Tjibodas (Kebun Pegunungan Cibodas). Pada awalnya, KRC dimaksudkan sebagai tempat aklimatisasi jenis-jenis tumbuhan asal luar negeri yang penting dan bernilai ekonomi yang tinggi, salah satunya adalah Pohon Kina (Cinchona calisaya L.). Lebih lanjut, KRC berkembang menjadi bagian dari Kebun Raya Bogor dengan nama Cabang Balai Kebun Raya Cibodas. Mulai tahun 2002 status KRC menjadi lebih mandiri sebagai Unit Pelaksana Teknis Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Cibodas di bawah Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor dalam Kedeputian Ilmu Pengetahuan Hayati Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Lokasi KRC berada di kaki Gunung Gede dan Gunung Pangrango pada ketinggian 1.250 – 1.425 m dpl dengan luas 84,99 hektar. Sebagai lembaga konservasi ex situ, KRC berperan besar dalam melestarikan dan mendayagunakan flora Indonesia khususnya dari dataran tinggi basah dan sebagai zona penyangga bagi kawasan Cagar Biosfer Cibodas. Selain
itu, KRC juga menjadi salah satu daerah tujuan wisata (place of interest) yang banyak dikunjungi wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara. Visi UPT BKT Kebun Raya Cibodas yaitu menjadi salah satu kebun raya terbaik di dunia dalam bidang konservasi tumbuhan tropika khususnya tumbuhan tropika dataran tinggi basah, penelitian, pelayanan pendidikan lingkungan dan pariwisata. Guna mewujudkan visi tersebut, Kebun Raya Cibodas mengemban empat misi. Misi tersebut adalah (1) melestarikan tumbuhan tropika khususnya tumbuhan tropika dataran tinggi basah; (2) melestarikan tumbuhan tropika khususnya tumbuhan tropika dataran tinggi basah; (3) mengembangkan penelitian bidang konservasi dan pendayagunaan tumbuhan tropika khususnya tumbuhan tropika dataran tinggi basah; (4) mengembangkan pendidikan lingkungan untuk meningkatkan pengetahuan dan apresiasi masyarakat terhadap arti penting tumbuhan dan lingkungan bagi kehidupan; dan (5) meningkatkan kualitas pelayanan terhadap masyarakat. Selain visi dan misi tersebut, KRC juga mempunyai tugas pokok dan fungsi yaitu (1) melakukan inventarisasi, eksplorasi, koleksi, penanaman, dan pemeliharaan tumbuhan pegunungan khususnya kawasan barat Indonesia yang memiliki nilai ilmu pengetahuan dan potensi ekonomi untuk dikoleksi dalam bentuk kebun botani; serta (2) melakukan pendataan, pendokumentasian, pengembangan, pelayanan jasa dan informasi, pemasyarakatan ilmu pengetahuan di bidang konservasi, introduksi, dan reintroduksi tumbuhan.
EKSPLORASI TUMBUHAN DALAM RANGKA KONSERVASI EX SITU TUMBUHAN DATARAN TINGGI BASAH Sumber daya keanekaragaman tumbuhan berperan penting dalam kerangka pembangunan yang berkelanjutan karena memiliki beberapa fungsi pendukung diantaranya adalah sebagai sumber alternatif (komplementer) untuk pangan, obat (termasuk obat tradisional), bahan baku industri dan lainlain. Keanekaragaman plasma nutfah juga diperlukan untuk pengembangan lingkungan yang berkelanjutan seperti rehabilitasi lahan, restorasi, penghijauan, reforestasi, dan pendidikan lingkungan. Keanekaragaman tumbuhan tersebut perlu dikelola dan dikonservasi baik secara in situ maupun ex situ. Dengan adanya ancaman deforestasi dan kepunahan yang mengancam keberlangsungan jenis-jenis tumbuhan asli Indonesia, konservasi in situ dan ex situ menjadi benteng terakhir pertahanan terhadap risiko kepunahan tumbuhan. Kebun Raya Cibodas (KRC) pada awal berdirinya merupakan tempat aklimatisasi tumbuhan dataran tinggi yang didatangkan dari luar negeri. Berdasarkan Surat Keputusan Kepala LIPI tanggal 17 Juni 2002, No. 1017/M/2002, KRC mempunyai tugas untuk melakukan eksplorasi dan konservasi tumbuhan dataran tinggi basah bagian barat Indonesia. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya sebagai lembaga konservasi tumbuhan ex situ, KRC melakukan kegiatan eksplorasi dan penelitian flora dataran tinggi basah. Kawasan yang menjadi fokus kegiatan eksplorasi KRC
adalah dataran tinggi basah di Indonesia bagian barat termasuk diantaranya adalah Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Eksplorasi di Pulau Sumatera telah dilakukan sejak tahun 1996 dan hingga
tahun 2013 telah mencakup 9 kawasan konsevasi dengan hasil 375 marga tumbuhan dengan jumlah total 2.925 nomor koleksi (Gambar 1).
Gambar 1. Distribusi kegiatan eksplorasi di Pulau Sumatera oleh Kebun Raya Cibodas selama periode 1996 – 2013.
PENELITIAN DI KEBUN RAYA CIBODAS Fungsi penelitian merupakan salah satu tugas pokok KRC. Kegiatan penelitian di KRC berperan penting dalam upaya untuk mengetahui segala potensi keanekaragaman tumbuhan Indonesia. Adapun kegiatan penelitian yang dilakukan di KRC yaitu Taksonomi, Ekologi, Domestikasi dan Stok Karbon (Jasa lingkungan).
KajianEkologi Penelitian ekologi di KRC bertujuan untuk mendukung peranan KRC dalam upaya penyelamatan tumbuhan dataran tinggi basah di kawasan Indonesia
bagian barat. Secara umum penelitian ini dapat dikelompokkan berdasarkan tujuan khusus diantaranya adalah penelitian deskriptif lokasi eksplorasi, dinamika populasi tumbuhan hutan pegunungan dan penelitian ekologi invasi tumbuhan asing. Analisis vegetasi biasanya dilakukan ketika melakukan kegiatan eksplorasi. Penelitian dengan cara pengambilan sampel komunitas tumbuhan ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran umum dari komunitas tempat suatu jenis tumbuhan hidup dan informasi dasar mengenai potensi keanekaragaman flora yang lebih luas (Partomihardjo & Rahajoe, 2004). Hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi berupa dokumentasi ilmiah mengenai kondisi
vegetasi suatu kawasan. Selain itu, data ini dapat dijadikan data dasar apabila suatu saat kawasan tersebut memerlukan perlakuan pemulihan kawasan berupa restorasi, reintroduksi dan atau reinforcement. KRC memiliki karakter yang unik, dimana sekitar 10% luasannya berupa kawasan hutan yang tersisa. Hutan di KRC berpotensi untuk dikembangkan sebagai laboratorium lapangan dan keperluan pendidikan lingkungan (Junaedi & Gumilang 2009; Mutaqien dan Zuhri 2011). Penelitian dinamika populasi tumbuhan hutan pegunungan dilakukan dengan membangun Permanent Sample Plot (PSP) di kawasan hutan ini dengan tujuan untuk mempelajari proses alami suksesi dan regenerasi hutan pegunungan yang akan berguna dalam memahami perubahan komposisi jenis tumbuhan pada setiap tahapan suksesi serta mengetahui laju regenerasi hutan secara alami. Hasil kajian ini diharapkan dapat memformulasikan dan membangun suatu bentuk restorasi hutan yang lebih baik untuk diaplikasikan di kawasan hutan pegunungan. Bidang kajian ekologi yang relatif baru dan dilakukan oleh KRC adalah penelitian ekologi invasi. Bidang ekologi invasi ini mengkaji tentang introduksi organisme asing dengan perantaraan manusia, terutama introduksi ke wilayah di luar wilayah potensial sebaran alaminya. Suatu spesies memiliki wilayah sebaran alami potensial dikarenakan suatu spesies memiliki mekanisme penyebaran alami dan batasan geografis terhadap penyebaran alaminya tersebut (Richardson & Pysek 2008). Kegiatan penelitian ekologi invasi di KRC juga meliputi penelitian yang terkait ekologi terapan dan aplikasi analisis
risiko dalam rangka pengelolaan spesies invasif. Penelitian ekologi invasi penting dilakukan oleh KRC karena 42% koleksi KRC adalah tumbuhan asing dan disebut sebagai salah satu sumber penyebaran tumbuhan asing di Pulau Jawa. Beberapa dari tumbuhan asing koleksi KRC ini terbukti tersebar di dalam hutan di kawasan KRC, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dan Kawasan Pegunungan Jawa (Backer 1936; Whitten 1996; Mutaqien et al., 2011; Zuhri & Mutaqien, 2013). Hasil-hasil penelitian ekologi invasi ini diharapkan dapat menjadi masukan dan dapat diaplikasikan dalam penngelolaan tumbuhan invasif yang diyakini menjadi salah satu faktor ancaman kepunahan (Gurevitch & Padilla 2004).
Kajian Domestikasi Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki hutan alam dengan keanekaragaman hayati yang tinggi. Keanekaragaman hayati tersebut meliputi berbagai jenis tumbuhan yang berpotensi sebagai tanaman pangan, tanaman hias, tanaman obat-obatan, serta tanaman penghasil kayu. Proses domestikasi akan memunculkan tumbuhan dengan potensi tinggi untuk dapat dikembangkan sebagai tanaman bernilai ekonomi serta memiliki manfaat bagi manusia. Domestikasi secara ringkas digambarkan sebagai proses naturalisasi suatu jenis untuk memperbaiki budidaya dan manfaatnya bagi manusia, termasuk adaptasi pada lingkungan baru. Proses domestikasi mengarah pada perbaikan kualitas maupun kuantitas yang lebih baik. Dalam pelaksanaan, proses domestikasi tidak harus tumbuhan asli setempat
(native), namun juga bisa tumbuhan yang berasal lingkungan dari lain (eksotik). Kegiatan domestikasi tersebut sangat erat dengan kegiatan di KRC. Menurut sejarah, awal pendirian KRC adalah sebagai lokasi aklimatisasi dan domestikasi tumbuhan asing yang memiliki nilai penting dan nilai ekonomi untuk ditanam di Indonesia. Salah satunya adalah Pohon Kina (Cinchona calisaya). Seiring dengan perkembangannya, domestikasi di KRC terus dilakukan melalui kegiatan penelitian. Penelitian diarahkan pada pemanfaatan tumbuhan asli Indonesia yang berpotensi baik dan memiliki nilai ekonomi tinggi. Hingga saat ini penelitian yang telah dilakukan antara lain adalah domestikasi tumbuhan berpotensi sebagai tanaman pangan, tanaman hias, tanaman obat, dan tanaman penghasil kayu. Domestikasi tumbuhan berpotensi pangan antara lain jenis tumbuhan Rubus spp. dan Rhodomyrtus tomentosa (Aiton) Hassk. yang merupakan tumbuhan asli Indonesia sebagai tanaman buah. Selain itu juga pada tumbuhan eksotik dari Australia yaitu Macadamia ternifolia F.Muell. dikembangkan sebagai tanaman sumber pangan protein nabati alternatif (kacangkacangan) dan pengganti olive oil. Domestikasi tumbuhan berpotensi hias dikembangkan pada Rhododendron spp. dan Gardenia pterocalyx Valeton karena memiliki bunga menarik. Domestikasi tumbuhan berpotensi obat antara lain adalah Euchresta horsfieldii (Lesch.) Benn. sebagai afrodisiak. Selain itu, domestikasi tumbuhan berpotensi sebagai tanaman penghasil kayu dipilih pada jenis Shorea platycados Sloot. ex Foxw. yang dapat menghasilkan kayu berkualitas baik. Pengembangan lebih lanjut dari hasil
domestikasi juga dilakukan di Kebun Raya Cibodas diantaranya Dahlia spp., sebagai penghasil inulin. Penelitian domestikasi di KRC dilakukan mulai dengan pengkoleksian, pembungaan, persilangan, dan teknik perbanyakan generatif maupun vegetatif. Selain itu juga dilakukan perbaikan kualitas tumbuhan dengan cara teknik sambung pucuk,persilangan, dan induksi mutasi. Dengan demikian diharapkan hasil yang diperoleh dapat menambah keanekaragaman hayati, bernilai ekonomi tinggi serta mudah untuk dimanfaatkan dan dikembangkan oleh masyarakat luas.
Kajian Taksonomi Taksonomi berperan penting dalam kegiatan konservasi. Dalam artikel nomor 9 dari Convention on Biodiversity (CBD) disebutkan bahwa taksonomi dibutuhkan untuk identifikasi dan kurasi koleksi ex situ dan membantu menentukan target untuk konservasi ex situ (Paton et al. in Leadlay and Jury, 2006). Kebun Raya Cibodas membutuhkan sumber daya manusia yang mempunyai kemampuan untuk mengidentifikasi keanekaragaman jenis tumbuhan koleksi. Herbarium merupakan salah satu fasilitas pendukung yang sudah dimiliki KRC sejak masa awal kebun ini dibangun yang diketahui berdasarkan dari tahun koleksi yang tertera di spesimen herbarium. Herbarium ini merupakan salah satu penunjang dalam penelitian taksonomi. Sampai dengan bulan Oktober 2013, jumlah koleksi herbarium yang dimiliki KRC sebanyak 3.186 koleksi yang berasal dari berbagai jenis. Koleksi tersebut diperoleh dari tanaman koleksi KRC, tanaman hutan dan sumbangan dari
lembaga lain. Pengoleksian spesimen herbarium juga dilakukan selama kegiatan lapangan, terutama untuk jenis-jenis yang belum diketahui. Setelah itu jenis-jenis tersebut dibuat voucher herbarium yang diproses lebih lanjut, diidentifikasi dan spesimennya disimpan di Herbarium KRC. Herbarium KRC dikenal dengan nama Herbarium Hortus Botanicus Tjibodasensis. Hingga saat ini, penelitian taksonomi di KRC masih dilakukan dengan pendekatan morfologi. Bentuk kajian yang dilakukan umumnya adalah floristik untuk mengetahui keanekaragaman suatu jenis pada kawasan tertentu. Pengambilan data untuk kajian floristik bisa dilakukan di dalam kebun atau ketika melakukan kegiatan eksplorasi di lapangan. Data yang dikumpulkan berupa nama jenis tumbuhan, variasi serta informasi detail tentang habitat. Hasil penelitian ini berperan penting dalam pemetaan kenekaragaman hayati Indonesia.
PELAYANAN PENDIDIKAN LINGKUNGAN (PEPELING) Pelayanan pendidikan lingkungan (Pepeling) merupakan salah satu solusi dalam upaya penyadaran terhadap pentingnya menjaga lingkungan yang dimulai dari tingkat anak-anak sekolah hingga ke tingkat guru atau pendidik. Hal ini ditujukan untuk menanamkan kesadaran lingkungan dan mengenalkan tentang kearifan pentingnya menjaga lingkungan. Pemanfaatan kekayaan hayati secara bijak akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan sebaliknya jika pemanfaatan dilakukan secara tidak terkendali, maka akan menyebabkan
kemerosotan kualitas lingkungan hidup. Kebun raya sebagai lembaga konservasi ex situ bertanggung jawab dalam upaya menanggulangi atau mengurangi kerusakan lingkungan. Kegiatan Pepeling yang dilakukan di KRC sejak tahun 1999 sampai dengan tahun 2012 telah diikuti oleh ± 8.460 siswa yang berasal dari 578 sekolah mulai dari Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) yang ada di enam Kabupaten di wilayah Jawa Barat. Peserta ada juga berasal dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Pondok Pesantren, Kelompok Tani, Kader Posyandu, dan ibuibu Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK). Kegiatan Pepeling yang dilaksanakan di KRC merupakan salah satu fungsi utama kebun raya. Adapun kegiatan pepeling tersebut terdiri dari beberapa paket pendidikan yaitu: a.
Guiding interpretation Kegiatan Guiding Interpretation berupa pemanduan kepada siswa sekolah yang berkunjung ke KRC.
b.
Perindangan sekolah Kegiatan ini berupa menanam tanaman penghijauan dan menyulam/mengganti tanaman yang mati. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada para pendidik, siswa sekolah, dan masyarakat luas untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan tentang pelestarian lingkungan. Hal ini diharapkan mampu mendorong terciptanya sikap dan perilaku yang bersahabat dengan lingkungan, serta meningkatkan pengetahuan tentang pelestarian keanekaragan hayati dan
kepedulian lingkungan. c.
terhadap
masalah
Pembuatan Kebun Botani/ Kebun Obat Sekolah Program pembuatan Kebun Obat Sekolah ditujukan untuk mengenalkan serta melestarikan tumbuh-tumbuhan yang berpotensi dan berguna sebagai obat. Selama tahun 2012 telah dilakukan penanaman tanaman obat sebanyak 336 pohon yang tersebar di beberapa sekolah seperti SMPN 2 Cipanas Cianjur, SMAN 1 Mande Cianjur, dan Smart Excelesia Bogor.
d.
Pembuatan kompos
Pembuatan terarium Kegiatan pembuatan terarium dilakukan kepada para pelajar dari beberapa sekolah yang ada di wilayah Kabupaten Cianjur. Kegiatan yang dilakukan yaitu praktek langsung tentang pembuatan terarium dengan memanfaatkan tanaman yang ada pada koleksi KRC seperti lumut, tanaman sukulen, dan kaktus. Kegiatan ini dilakukan dengan bimbingan dari KRC.
h.
Pameran Pendidikan lingkungan Pameran pendidikan lingkungan dilakukan KRC secara periodik setiap tahunnya baik di dalam maupun di luar lingkungan lembaga. Hal ini ditujukan untuk lebih mengenalkan keanekaragaman tumbuhan serta kegiatan konservasi tumbuhan Indonesia.
i.
Perbanyakan tanaman Pengenalan perbanyakan tanaman dilakukan kepada para pelajar dari beberapa sekolah yang ada di wilayah Kabupaten Cianjur. Kegiatan yang dilakukan yaitu berupa praktek langsung tentang berbagai teknik perbanyakan dibawah bimbingan para fasilitator dari KRC.
f.
g.
Outreach program Kegiatan yang dilakukan dalam program ini berupa bimbingan, pembinaan pendidikan lingkungan, monitoring, dan penyulaman tanaman yang dilakukan di 24 sekolah yang ada di wilayah Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Selain itu dilakukan pula kegiatan sarasehan serta pendampingan kepada para peserta Lomba Sekolah Sehat baik di tingkat kecamatan, kabupaten, provinsi maupun nasional.
e.
Pembuatan kompos dilakukan kepada para pelajar dari beberapa sekolah yang ada di wilayah Kabupaten Cianjur. Kegiatan yang dilakukan yaitu praktek langsung tentang pembuatan kompos dengan bimbingan fasilitator dari KRC.
Sosialisasi Pendidikan lingkungan Kegiatan ini dilakukan dengan cara membangun kerjasama terkait kegiatan pepeling dengan beberapa sekolah yang ada di wilayah Kabupaten Cianjur, Bogor dan Bandung Barat.
j.
Training Course on Environmental Education for Teacher. Kegiatan Training Course on Environmental Education for Teacher telah dilakukan di KRC sebanyak tiga kali yang diikuti oleh
130 guru Biologi SMP dan SMA yang berasal dari 130 sekolah di wilayah Jawa Barat.
EKOWISATA KEBUN RAYA CIBODAS Kebun Raya Cibodas (KRC) merupakan salah satu tujuan ekowisata menarik di Jawa Barat. Lokasi KRC yang terletak tidak jauh dari Ibu Kota Jakarta, sekitar 2 jam perjalanan darat, sehingga KRC sangat mudah untuk dikunjungi. Fungsi ekowisata merupakan bagian yang harus dijalankan oleh KRC sesuai dengan Peraturan Presiden No. 93 Tahun 2011 tentang Kebun Raya. Lebih lanjut, teknis pengelolaan kegiatan ekowisata di KRC didasarkan pada peraturan pemerintah yang mengatur pemungutan tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yaitu Peraturan Pemerintah No. 106 Tahun 2012 tentang Jenis dan Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak. Pada peraturan ini, wisatawan berkebutuhan khusus ataupun wisatawan umum akan dikenakan tarif atas jasa ataupun fasilitas yang diperoleh di KRC sesuai dengan peraturan tersebut. Kewenangan pengelolaan KRC berada dibawah pengawasan pemerintah pusat, sehingga kegiatan pariwisata yang dilakukan mengacu pada peraturan yang ada di Pemerintah Pusat. KRC sebagai tempat ekowisata yang ramai dikunjungi wisatawan berhasil memperoleh Cipta Award Tahun 2012 dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sebagai pengelola daya tarik wisata budaya berwawasan lingkungan. KRC sebagai salah satu tempat ekowisata ini dapat dinikmati dengan berjalan kaki, menggunakan kendaraan pribadi (motor ataupun mobil) atau mobil wisata keliling.
Fasilitas pendukung ekowisata yang dapat ditemui di dalam kebun antara lain fasilitas umum seperti perpustakaan, herbarium, ruang pertemuan, wisma tamu (guest house), rumah makan (cafe), toilet, rumah ibadah, mobil wisata keliling, papan informasi, papan petunjuk arah, dan area parkir. Lebih lanjut, aset atau fasilitas utama di KRC yaitu tanaman koleksi baik di kebun maupun di rumah kaca. Secara umum koleksi KRC dibagi menjadi tanaman koleksi tematik dan nontematik. Koleksi tanaman di KRC merupakan representasi jenis tanaman yang berasal dari kawasan hutan dataran tinggi basah di Indonesia dan beberapa kawasan hutan di luar negeri. Berdasarkan asal wisatawan yang datang berkunjung ke KRC terbagi menjadi 2 jenis wisatawan yaitu wisatawan asing dan domestik. Data mengenai jumlah wisatawan yang berkunjung ke KRC dari tahun 2003 hingga pertengahan tahun 2013 dapat terlihat pada Tabel 1. Pada tahun 2008 terlihat terjadi penurunan jumlah wisatawan. Hal ini dikarenakan terjadinya kenaikan tarif masuk yang diberlakukan dari Rp 4,000.00 menjadi Rp 6,000.00. Pada tahun 2012 terjadi lonjakan jumlah wisatawan yang cukup signifikan dari jumlah 426,578 wisatawan pada tahun 2011 menjadi 603,279 wisatawan. Hal ini dimungkinkan dengan adanya penambahan fasilitas penunjang seperti tersedianya mobil wisata di KRC, terjadinya siklus pembungaan beberapa tanaman koleksi yang menarik serta cuaca yang cukup bagus di KRC. Berdasarkan data tahun 2013, bahwa sampai dengan pertengahan tahun 2013 jumlah wisatawan dapat dibagi berdasarkan tujuan kunjungan sebagai berikut: a.
rekreasi sebanyak 226,481 orang,
b.
karyawisata sebanyak 22,030 orang
c. kuliah lapangan/penelitian sebanyak 565 orang, dan
Jumlah Wisatawan
d. kunjungan tamu dinas sebanyak 343 orang.
Sebagai bagian upaya menyelaraskan pencapaian tugas dan fungsi KRC, kegiatan ekowisata yang telah dilakukan diarahkan pada wisata berdasarkan pada pendidikan konservasi yang mengutamakan kesadaran masyarakat terhadap kelestarian lingkungan.
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
Tahun
Gambar 1. Jumlah wisatawan di Kebun Raya Cibodas 2003-2013.
PERAN STRATEGIS KEBUN RAYA CIBODAS DI ERA EKONOMI HIJAU Pada peta zona biogeografi Indonesia, KRC tepat berada di Sundaland yang termasuk ke dalam Global Hotspot Biodiversity, sehingga menjadikannya salah satu kawasan konservasi ex situ strategis baik di tingkat global maupun nasional. Dewasa ini, fungsi mendasar KRC dalam konteks ekonomi hijau (green economy) memiliki relevansi yang kuat dari aspek efisiensi sumberdaya hayati, pelibatan masyarakat serta pembangunan rendah karbon. Green economy sebagai rumusan global dalam Konferensi Rio 20+ telah menjadi pembaruan komitmen terhadap pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang kemudian dikenal dengan The Future We Want. Inti
utama dari ekonomi hijau adalah sumberdaya lingkungan (termasuk keanekaragaman hayati) menjadi pengungkit pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan manusia. Paradigma valuasi keanekaragaman hayati menekankan pada nilai ekonomi total (total economic value) yaitu terdiri dari nilai manfaat yang akan memberikan total keuntungan untuk pembangunan dan konservasi, sementara itu non-nilai manfaat menyumbangkan total keuntungan konservasi (Turner et al., 1994; Pearce dan Moran,1994). Kehilangan keanekaragaman hayati adalah masalah ekonomi dan kebijakan di skala global mempunyai tanggung jawab dari sudut pandang ekonomi untuk menginternalisasi keuntungan dan biaya eksternal untuk pemanfaatan lingkungan secara internasional (Marggraf, 2005).
Pada prakteknya, implementasi ekonomi hijau dari kompetensi inti KRC dapat dilakukan dengan upaya-upaya sebagai berikut: (1)
optimalisasi pendayagunaan sumberdaya tumbuhan spesifik pada tipe ekosistem dataran tinggi beriklim basah melalui proses riset dan merekam pengetahuan masyarakat lokal,
(2) pemanfaatan sumberdaya lokal untuk menjamin keberlanjutan dan efisiensi upaya konservasi, (3) peningkatan diri berupa nilai tawar (bargaining position) dalam perubahan global terutama dalam menjawab dinamika isu-isu lingkungan dan dunia, sehingga mampu menjadi kebanggaan dan harga diri bangsa, (4) pelibatan multistakeholders dalam setiap upaya konservasi tumbuhan yang dijalankan secara menyeluruh mulai dari tataran riset, konservasi ex situ, pendidikan lingkungan sampai pariwisata, (5) penguatan fungsi pendukung bagi konservasi in situ, terutama dari aspek perubahan iklim, akses sumberdaya genetik, pelestarian spesies terancam punah, penopang dampak deforestasi dan degradasi hutan, polusi lingkungan, spesies invasif, serta (6) partisipasi dan penerapan inisiatif pembangunan rendah karbon melalui fungsi kawasan untuk mitigasi perubahan iklim dan penyadartahuan bagi multistakeholders nya.
Agenda 21 Indonesia mencatat bahwa keanekaragaman tumbuhan sebagai sumberdaya hayati nasional memiliki nilai penting secara kultural, ekonomi maupun kehidupan sosial, yang 40 juta orang di Indonesia tergantung secara langsung kepadanya. Hal ini menjadi landasan kuat bagi riset KRC dalam mengeksplorasi berbagai manfaat sumberdaya tumbuhan khususnya di kawasan pegunungan seperti sumber kayu penting, bahan obat-obatan, pewarna, tanaman hias, sumber pangan, rempah-rempah, bambu, minyak esensial, hasil hutan bukan kayu serta penyedia jasa lingkungan. Hasil-hasil riset ini ditujukan untuk memberikan manfaat nyata bagi masyarakat luas serta berpeluang untuk dikembangkan secara serius sehingga akan menjadi penggerak bagi terwujudnya komitmen ekonomi hijau secara terukur dan secara spesifik akan mendukung Millenium Development Goals dalam hal memastikan kelestarian lingkungan hidup dan pengurangan kemiskinan. Komitmen dalam agenda global dan nasional yang mendasari peran strategis KRC dalam konservasi keanekaragaman hayati yaitu: (1) Convention on Biological Diversity (UURI No. 5/1994), (2) Global Strategy for Plant Conservation (GSPC), (3) Convention on Climate Change (UURI No. 6/1994), (4) Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES), (5) Millenium Development Goals (MDG), (6) Millenium Ecosystem Assesment, (7) Agenda 21, (8) Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan 2003-2020, (9) Pengelolaan Lingkungan Hidup (UURI No. 23/1997), (10) Penataan Ruang (UU No. 26/2007), (11) Kehutanan (UURI No. 41/1999), (12) Konservasi Sumberdaya
Alam Hayati dan Ekosistemnya (UURI No. 5/1990), (13) Akses Pada Sumberdaya Genetik dan Pembagian Keuntungan yang Adil dan Seimbang yang Timbul dari Pemanfaatannya Atas Konvensi Keanekaragaman Hayati (UURI No. 13/2011), (14) Kebun Raya (Perpres No. 93/2011), (15) Konservasi Spesies Prioritas Nasional (P.57/Menhut-II/2008), (16) Pengelolaan Kawasan Lindung (Kepres RI No. 32/1990) dan (17) Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar (PP No. 8/1999).
dan etnobotani terhadap praktik pengobatan (Mobolong) suku bangsa Tau Taa Vana di pedalaman hutan Sulawesi Tengah. Riset seharusnya menjadi ujung tombak dalam upaya konservasi yang pada gilirannya akan ditransformasi menjadi dasar pengambilan kebijakan dalam penyelamatan keanekaragaman hayati di Indonesia pada khususnya dan dunia pada umumnya.
Di samping bidang riset taksonomi, domestikasi dan ekologi, Kebun Raya Cibodas melakukan upaya riil guna mengakselerasi dinamika global dengan inisiasi riset komprehensif berbasis pendayagunaan sumberdaya tumbuhan dan terkait dengan perubahan iklim dan jasa lingkungan, pemanfaatan sumberdaya lokal serta konservasi keragaman biokultural serta akan terus dikembangkan secara konsisten. Beberapa kajian yang telah dilakukan diantaranya adalah estimasi stok karbon dan biomassa di Cagar Biosfer Cibodas (Widyatmoko et. al., 2011; Widyatmoko et. al., 2013), Keterkaitan stok karbon dan keanekaragaman tumbuhan di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango sebagai area inti Cagar Biosfer Cibodas (Astutik, 2011), Strategi restorasi dan rehabilitasi pada lahan terdegradasi and rawan longsor di ekosistem DAS Citarum dan Cisadane sebagai upaya mitigasi perubahan iklim, Seleksi dan evaluasi jenis-jenis pohon lokal yang berpotensi tinggi dalam sekuestrasi karbon pada tipe ekosistem dataran tinggi basah, Pemanfaatan sumberdaya lokal guna menopang upaya konservasi spesies asli (native species) Indonesia serta Studi etnografi kebudayaan
Keanekaragaman hayati Indonesia yang tinggi menuntut semua pihak untuk bertanggung jawab dalam pengelolaannya secara berkelanjutan. Oleh karena itu, konservasi keanekaragaman hayati Indonesia termasuk sumberdaya tumbuhan menjadi sangat penting. Terkait dengan hal ini, maka keberadaan Kebun Raya Cibodas yang memiliki tugas dan fungsi sebagai salah satu lembaga konservasi ex situ berperan sangat penting melalui kompetensi intinya, yaitu konservasi ex situ, penelitian, pelayanan pendidikan lingkungan, dan ekowisata (pariwisata alam). Hal ini ditunjukkan dengan hasil-hasil yang telah dicapai serta berbagai kegiatan yang dilakukan oleh KRC, mampu secara nyata mendukung Pembangunan Berkelanjutan (Ekonomi Hijau) di Indonesia melalui konservasi tumbuhan.
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA Astutik, S. 2011. Carbon stock linkage to plant diversity on Mount Gede Pangrango as the core zone of Cibodas Biosphere Reserve. Final Scientific Report of MAB Young Scientist Award 2010. Division of
Ecological Science Man and the Biosphere Programme (MAB) UNESCO. French. Backer, CA. Velderingscentra op Java van uitheemsche planten. Trop. Natuur 1936, 25 Jub Uitg.: 51-60. Bappenas. 2003. Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan. Dokumen Nasional. Bappenas. Budiharta, S., Widyatmoko, D., Irawati, Wiriadinato, H., Rugayah, Partowihardjo, T., Uji, T., Keim, AP., & Wilson, KA. The processes that threaten Indonesian plants. Oryx 2011, 45:175-179. Departemen Kehutanan RI. 2005. Indonesian forestry outlook 2020. Center of planning and statistic. Indonesian ministry of Forestry. Forest Watch Indonesia & Global Forest Watch (FWI/GFW). 2002. The state of the forest Indonesia. FWI, Bogor, Indonesia, dan GFW, Washington, DC. GSPC. 2012. The Global Strategy for Plant Conservation: 2011-2025. Published by Botanic Gardens Conservation International for the Convention on Biological Diversity. Gurevitch, J. & Padilla, DK. Are invasive Species a Major Cause of Extinctions? TRENDS in Ecology and Evolution. 2004, 19(9): 470-474. IUCN. Conservation International and Nature Serve. 2008. Red List Category. [http://www.iucnredlist.org ], Diakses pada Oktober 2013. Junaedi, DI. & Gumilang, AR. Distribusi dan Profil Vegetasi Lauraceae di Hutan Wornojiwo Cibodas. Buletin
Kebun Raya Indonesia 2009, 12(2):7884. Kementerian Lingkungan Hidup. 1997. Agenda 21 Indonesia. Strategi Nasional untuk Pembangunan Berkelanjutan. Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Jakarta. Marggraf, R. 2005. Global conservation of Biodiversity from an economic point of view. Co-published in Valuation and conservation of biodiversity, Interdisiplinary perspectives on the Convention on Biological Diversity. Markussen, M., R. Buse, H. Garrelts. M.A. Manez Costa, S. Menzel, R. Marggraf (eds.). Springer. Germany. Mogea, JP., Gandawidjaja, D., Wiriadinata, H. EN, Rusdi & Irawati. 2001. Tumbuhan langka Indonesia. Puslitbang Biologi-LIPI. Bogor. Mutaqien, Z., Tresnanovia, VM. & Zuhri, M. 2011. Penyebaran tumbuhan asing di Hutan Wornojiwo Kebun Raya Cibodas, Cianjur, Jawa Barat. Presentasi Poster Seminar Nasional Konservasi Tumbuhan Tropis: saat ini dan tantangan kedepan. Diadakan oleh UPT BKT Kebun Raya Cibodas – LIPI, bekerjasama dengan BIOTROP, PBI & TNGGP, 7 April 2011. Cibodas. Mutaqien, Z. & Zuhri, M. Establishing long-term permanent plots in remnant forest of Cibodas Botanic Garden. Surakarta. FMIPA UNS: Biodiversitas 2011, 12 (4): 218-224. Partomihardjo, T. & Rahajoe, JS. 2004. Pengumpulan Data Ekologidalam Rugayah, Widjaja, EA & Praptiwi. Pedoman Pengumpulan Data Flora.
Cibinong. Pusat Penelitian Biologi LIPI. Paton, A., William, C. & Davis K. 2006. Taxonomy in the implementation of the Convention on Biological Diversity. in Leadley, K.& Jury, S., (eds). Taxonomy and Plant Conservation the Connerstone of the Conservation and Sustainable Use of Plant. Cambridge University Press. PIPH-BPK/DEPHUT. 2008. Perhitungan Deforestrasi Indonesia Tahun 2008. Departemen Kehutanan. Jakarta. Pearce, D. & Moran, D. 1994. The economic value of biodiversity. IUCN-The World Conservation Union. [http://old.cbd.int/.../iucn-biodiversityvalue-1994-e... -], Diakses pada 15 Desember 2011. Richardson, DM. & Pysek, P. Fifty Years of Invasion Ecology – the Legacy of Charles Elton. Diversity & Distributions (Diversity Distrib.) 2008, (14):161-168. Solehuddin, Utomo,T., Tatang, Mahmudin, Winarni, Puspitasari, D.N., Ukasah, H., Sutiana, Lestriani, Y. & Supriadi, H. 2012. Laporan kegiatan aplikasi dan pengembangan pendidikan lingkungan di Kebun Raya Cibodas. UPT BKT Kebun Raya Cibodas-LIPI. Turner, RK., Pearce, D. & Bateman, I. 1994. Environmental economics an elementary introduction. Prentice Hall. Great Britain.
Whitten, T., Soeriaatmadja, RE. & Afif, SA. 1996. The Ecology of Indonesia Series, Volume II: The Ecology of Java and Bali. Singapore: Periplus Editions. Widjaja, EA., Maryanto, I., Wowow, D. & Prijono, SN. 2011. Status keanekaragaman hayati Indonesia. Jakarta: LIPI Press. Widyatmoko, D.,Astutik, S., Sulistyawati, E., Rozak, AH. & Mutaqien, Z. 2013. Stok karbon dan biomassa di Cagar Biosfer Cibodas, IndonesiadalamKonservasi biocarbon, landskap dan kearifan lokal untuk masa depan: Integrasi pemikiran multidimensi untuk keberlanjutan. Endang Sukara, Didik Widyatmoko, Sri Astutik (eds.), UPT BKT Kebun Raya Cibodas Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Widyatmoko, D., Astutik, S., Sulistyawati, E., & Rozak, AH. Carbon stock and biomass estimation of four different ecosystems within Cibodas Biosphere Reserve, Indonesia. th Proceedings of the 6 Southeast Asia Biosphere Reserves Network (SeaBRnet) Meeting 2011:91-96. Zuhri, M. & Mutaqien, Z. The Spread of Non-native Plant Species Collection of Cibodas Botanical Garden into Mt. Gede Pangrango National Park. Malang. Journal of Tropical Life Science 2013, 3(2):74-82.