KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN OBAT DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO DAN DI HUTAN TERFRAGMENTASI KEBUN RAYA CIBODAS SERTA PEMANFAATANNYA OLEH MASYARAKAT LOKAL
IRPAN FAHRUROZI
JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014 M / 1435 H
KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN OBAT DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO DAN DI HUTAN TERFRAGMENTASI KEBUN RAYA CIBODAS SERTA PEMANFAATANNYA OLEH MASYARAKAT LOKAL
Oleh : IRPAN FAHRUROZI 109095000029
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Bidang Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014 M / 1435 H
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, Mei 2014
Irpan Fahrurozi 109095000029
iv
ABSTRAK IRPAN FAHRUROZI, Keanekaragaman Tumbuhan Obat di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dan di Hutan Terfragmentasi Kebun Raya Cibodas serta Pemanfaatannya oleh Masyarakat Lokal. Dibawah bimbingan Priyanti, M.Si dan Sri Astutik, M.Si.
Informasi tentang keanekaragaman tumbuhan obat di hutan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) dan di hutan terfragmentasi Kebun Raya Cibodas (KRC) belum banyak dilaporkan. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang keanekaragaman tumbuhan obat di kawasan tersebut. Metode yang digunakan adalah analisis vegetasi menggunakan metode kuadrat dengan ukuran 2 x 2 m2, 5 x 5 m2, 10 x 10 m2, dan 20 x 20 m2 yang dilakukan di TNGGP dan di 3 lokasi hutan terfragmentasi KRC (Wornojiwo, Kompos, dan Jalan Akar). Wawancara dilakukan untuk mengetahui penggunaan berbagai jenis tumbuhan obat oleh masyarakat lokal. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat 45 jenis tumbuhan obat di TNGGP dan 59 jenis di hutan terfragmentasi KRC. Indeks Keanekaragaman Jenis (Indeks Shannon) menunjukkan tingkat keanekaragaman di TNGGP lebih tinggi dibandingkan di hutan terfragmentasi KRC. Masyarakat lokal menggunakan sebanyak 162 jenis tumbuhan obat yang terdapat di sekitar tempat tinggalnya. Informasi potensi tumbuhan obat yang ada di kawasan tersebut diharapkan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar dan dapat mendukung upaya konservasi untuk tetap menjaga kelestariannya.
Kata kunci : keanekaragaman tumbuhan obat, hutan terfragmentasi, pemanfaatan, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Kebun Raya Cibodas
v
ABSTRACT IRPAN FAHRUROZI, Medicinal Plants Diversity on Mount Gede Pangrango National Park (TNGGP) and Fragmented Forest of Cibodas Botanical Garden (KRC) and Its Utilization by Local People. Under the supervision of Priyanti, M.Si and Sri Astutik, M.Si.
Nowadays, information about medicinal plants diversity on Mount Gede Pangrango National Park (TNGGP) and fragmented forest of Cibodas Botanical Garden (KRC) has not been widely reported. The purpose of this research is to obtain information about its diversity on those areas. The method of measurement used vegetation analysis by applying quadratic sample plots as follows: 2 x 2 m2, 5 x 5 m2, 10 x 10 m2, and 20 x 20 m2 on TNGGP and on three locations of fragmented forests of KRC (Wornojiwo, Kompos, and Jalan Akar). Meanwhile, utilization data were collected by interview technique. This research showed that approximately 45 species of TNGGP and 59 species of fragmented forest of KRC. On the Shannon Index, higher plant diversity was found on TNGGP. In addition, local people utilize around 162 species which are found in the neighbourhood. This finding is supposed to be useful for local people in supporting conservation sustainably.
Keywords :
medicinal plants diversity, fragmented forest, utilization, Mount Gede Pangrango National Park, Cibodas Botanical Garden
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim. Puji beserta syukur selalu terpanjat kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunianya yang dianugerahkan kepada penulis maka skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat beserta salam penulis sampaikan pada sebaik-baiknya suri tauladan, yakni
junjungan
kita semua
Habibana wa Nabiyana Muhammad SAW. Rasa syukur dan terima kasih yang tiada henti pun ingin penulis sampaikan pada keluarga tercinta, terutama ayahanda H.Asep Jumri S.Ag, dan ibunda Hj.Yoyoh Yohanah, yang senantiasa memberikan motivasi, semangat, dan doa’nya. Selama proses penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari halangan dan rintangan, akan tetapi dengan dorongan dan motivasi dari berbagai pihak, Alhamdulillahirabbil ‘alamin akhirnya skripsi ini dapat dituntaskan. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang tiada terhingga kepada : 1. Dr. Agus Salim, M.Si, selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Dasumiati, M.Si selaku Ketua Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Priyanti, M.Si, selaku pembimbing I yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan motivasinya kepada penulis. 4. Sri Astutik, M.Si, selaku pembimbing II yang selalu memberikan pengarahan, pengetahuan, serta motivasinya kepada penulis.
vii
5. Dosen-dosen jurusan Biologi yang selalu memberikan ilmu dan pelajaranpelajaran berharganya. 6. Ir. Heri Subagiadi, M.Sc, selaku Kepala Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango atas fasilitas yang diberikan selama kegiatan. 7. Agus Suhatman, M.P, selaku Kepala UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Cibodas-LIPI atas fasilitas yang diberikan selama kegiatan. 8. Hayati Nufus, Amd.Keb yang selalu memberi dukungan, motivasi, semangat, dan kasih sayangnya. 9. Teman-teman Mahasiswa Biologi 2009 yang telah memberikan semangat dan dukungannya. 10. Pihak-pihak lain yang turut serta membantu penulis dalam penyususnan skripsi ini,
Bapak Sofyan,
Bapak Rustandi, Bapak Mahmudin dan
keluarga, Ibu Heryati, Asep, Tedi, Anto, dan berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Harapan terbesar penulis adalah semoga amal kebaikan semua yang turut serta dalam penyusunan, hingga terselesaikannya skripsi ini dibalas oleh Allah SWT dengan balasan pahala yang tidak terputus sepanjang masa. Semoga dengan penulisan skripsi ini dapat memberikan pengetahuan baru dan memberikan manfaat bagi penulis khususnya, dan pembaca pada umumnya.
Jakarta, Mei 2014
Penulis
viii
DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul ............................................................................................. Lembar Persetujuan Pembimbing ................................................................. Lembar Pengesahan Ujian ............................................................................ Lembar Pernyataan ...................................................................................... Abstrak ........................................................................................................ Abstract ........................................................................................................ Kata Pengantar ............................................................................................. Daftar Isi ...................................................................................................... Daftar Gambar ............................................................................................. Daftar Tabel.................................................................................................. Daftar Lampiran ........................................................................................... BAB I
BAB III
i ii iii iv v vi vii ix xi xii xiii
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .................................................................. 1.2 Rumusan Masalah ............................................................. 1.3 Hipotesis ............................................................................ 1.4 Tujuan ................................................................................ 1.3 Manfaat ..............................................................................
1 6 6 6 7
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Obat ................................................................. 2.2 Keanekaragaman Tumbuhan Obat ..................................... 2.2.1 Berdasarkan familinya ............................................. 2.2.2 Berdasarkan formasi hutannya ................................. 2.2.3 Berdasarkan habitusnya ........................................... 2.3 Etnobotani ......................................................................... 2.4 Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango .......... 2.4.1 Sejarah ..................................................................... 2.4.2 Tinjauan umum TNGGP .......................................... 2.5 Kawasan Kebun Raya Cibodas .......................................... 2.5.1 Sejarah ..................................................................... 2.5.2 Tinjauan umum KRC ............................................... 2.5.2 Hutan terfragmentasi KRC .......................................
8 9 9 10 11 12 14 14 15 16 16 17 18
ix
BAB III
BAB IV
BAB V
METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .......................................... 3.2 Alat dan Bahan ................................................................ 3.3 Metode Pengambilan Data ............................................... 3.3.1 Analisis vegetasi .................................................... 3.3.2 Pengukuran faktor fisik lingkungan ........................ 3.3.2.1 Intensitas cahaya......................................... 3.3.2.2 Suhu dan kelembaban udara relatif ............. 3.3.2.3 Kelembaban tanah ...................................... 3.3.3 Identifikasi jenis tumbuhan obat ............................ 3.3.4 Wawancara............................................................. 3.4. Pengolahan dan Analisis Data ........................................ 3.4.1 Indeks nilai penting ............................................... 3.4.2 Tingkat keanekaragaman jenis tumbuhan obat ........ 3.4.3 Tingkat kekayaan jenis tumbuhan obat ................... HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Obat di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango ................................. 4.1.1 Indeks keanekaragaman dan kekayaan jenis tumbuhan obat ....................................................... 4.1.2 Struktur dan komposisi vegetasi hutan TNGGP ..... 4.2 Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Obat di Hutan Terfragmentasi Kebun Raya Cibodas .............................. 4.2.1 Indeks keanekaragaman dan kekayaan jenis tumbuhan obat....................................................... 4.2.2 Struktur dan komposisi vegetasi di KRC................. 4.3 Perbandingan Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Obat di Hutan TNGGP dan di Hutan Terfragmentasi KRC ............ 4.4 Pemanfaatan Tumbuhan oleh Masyarakat Lokal .............. 4.4.1. Bagian yang dimanfaatkan .................................... 4.4 Rekomendasi Tumbuhan Obat Potensial Budidaya ..........
21 22 22 23 24 25 25 25 25 26 26 27 28 29
30 31 33 39 40 42 50 53 56 57
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ..................................................................... 5.2 Saran................................................................................
61 61
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. LAMPIRAN ...............................................................................................
62 66
x
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 3.1 Peta lokasi penelitian …. ...........................................................
21
Gambar 3.2 Plot pengamatan analisis vegetasi …........................................
23
Gambar 4.1 Indeks keanekaragaman dan kekayaan jenis tumbuhan obat pada pada plot sampling di TNGGP …....................................
32
Gambar 4.2 Indeks keanekaragaman jenis tumbuhan obat di hutan terfragmentasi KRC .................................................................
41
Gambar 4.3 Indeks kekayaan jenis tumbuhan obat di hutan terfragmentasi KRC.........................................................................................
42
Gambar 4.4 Jenis kelamin dan usia responden...............................................
54
Gambar 4.5 Persentase penggunaan bagian tumbuhan obat yang dimanfaatkan............................................................................
xi
56
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Jumlah jenis tumbuhan obat di Indonesia …...............................
10
Tabel 2.2 Jumlah dan persentase jenis tumbuhan obat berdasarkan formasi hutannya di Indonesia…................................................
11
Tabel 2.3 Jumlah dan persentase jenis tumbuhan obat berdasarkan habitusnya di Indonesia...............................................................
11
Tabel 4.1 Jumlah jenis tumbuhan obat pada plot sampling di hutan TNGGP
30
Tabel 4.2 Analisis vegetasi tingkat herba di hutan TNGGP .........................
34
Tabel 4.3 Analisis vegetasi tingkat pancang di hutan TNGGP ....................
36
Tabel 4.4 Analisis vegetasi tingkat tiang di hutan TNGGP ..........................
37
Tabel 4.5 Analisis vegetasi tingkat pohon di hutan TNGGP ........................
38
Tabel 4.6 Jumlah jenis tumbuhan obat di hutan terfragmentasi KRC ...........
39
Tabel 4.7 Analisis vegetasi tingkat herba di hutan Wornojiwo, Kompos dan Jalan Akar ............................................................................
44
Tabel 4.8 Analisis vegetasi tingkat pancang di hutan Wornojiwo, Kompos dan Jalan Akar ............................................................................
46
Tabel 4.9 Analisis vegetasi tingkat tiang di hutan Wornojiwo, Kompos Dan Jalan Akar ...........................................................................
48
Tabel 4.10 Analisis vegetasi tingkat pohon di hutan Wornojiwo, Kompos dan Jalan Akar ............................................................................
49
Tabel 4.11 Perbandingan keanekaragaman jenis tumbuhan obat....................
50
Tabel 4.12 Sepuluh tumbuhan obat yang banyak digunakan masyarakat ......
55
Tabel 4.13 Sepuluh jenis tumbuhan obat potensi budidaya di hutan TNGGP dan hutan terfragmentasi KRC....................................................
xii
59
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Data fisik lokasi penelitian ........................................................
66
Lampiran 2. Data responden Desa Cimacan ..................................................
67
Lampiran 3. Kuisioner pemanfaatan tumbuhan obat Desa Cimacan ..............
68
Lampiran 4. Data tumbuhan obat hutan TNGGP …. .....................................
69
Lampiran 5. Data tumbuhan obat hutan terfragmentasi KRC …....................
71
Lampiran 6. Penggunaan tumbuhan obat oleh masyarakat lokal (Desa Cimacan) …. ..................................................................
74
Lampiran 7. Dokumentasi kegiatan penelitian …. .........................................
91
Lampiran 8. Dokumentasi tumbuhan obat …. ...............................................
92
xiii
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan mulai meningkat sehingga
dibutuhkan pelayanan kesehatan yang lebih baik. Upaya Departemen Kesehatan Republik Indonesia dalam pemerataan kesehatan seperti pelayanan jaminan kesehatan telah semakin optimal. Akan tetapi masih saja ada kalangan yang belum terjangkau terutama masyarakat di pelosok daerah dan masyarakat yang tingkat ekonominya masih rendah. Keterisoliran dan pendapatan yang masih rendah merupakan penyebab dari tidak terpenuhinya pelayanan kesehatan yang memadai. Oleh karena itu, peranan pengetahuan pengobatan dengan memanfaatkan tumbuhan obat sangat penting untuk diketahui. Indonesia sangat kaya dengan berbagai jenis tumbuhan yaitu terdapat kurang lebih 30 ribu jenis dari 40 ribu jenis tumbuhan yang ada di dunia. Sekitar 26% telah dibudidayakan dan sisanya sekitar 74% masih tumbuh liar di hutan-hutan. Lebih dari 8000 jenis merupakan tumbuhan yang berkhasiat obat dan baru 800-1200 jenis saja yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat untuk obat tradisional atau jamu (Hidayat, 2006). Hal ini mendorong berkembangnya upaya penelitian dan eksplorasi jenis-jenis tumbuhan obat potensial untuk kepentingan saat ini maupun masa mendatang. Tumbuhan obat yang beragam jenis dapat terancam keberadaannya akibat adanya beberapa permasalahan yang dihadapi. Permasalahan yang mengancam
2
kelestarian tumbuhan obat Indonesia diantaranya adalah : (1) sebagian besar bahan baku obat berasal dari tumbuhan yang diambil secara langsung dari hutan alam, (2) adanya kerusakan habitat akibat aktivitas manusia atau alami, (3) konversi hutan (ekploitasi
kayu/pohon
yang
sekaligus
merupakan
jenis
tumbuhan
obat),
(4) kurangnya perhatian terhadap pengelolaan dan budidayanya, dan (5) hilangnya budidaya dan pengetahuan tradisional dari penduduk lokal/adat (Pusat Pengendalian Kerusakan Keanekaragaman Hayati BAPEDAL dan Fakultas Kehutanan IPB, 2001). Dokumentasi konservasi dan budidaya tumbuhan obat menjadi hal yang mendesak yang
diperlukan
untuk
menjamin
kelestarian
dan
pemanfaatannya
secara
berkelanjutan. Permintaan terhadap simplisia (bahan baku tumbuhan obat) untuk obat-obatan tradisional yang sangat tinggi juga dapat mengancam kelestarian tumbuhan obat. Data tahun 1999 menunjukkan bahwa produksi tumbuhan obat tradisional Indonesia telah mencapai 8.288 ton (Pusat Pengendalian Kerusakan Keanekaragaman Hayati BAPEDAL dan Fakultas Kehutanan IPB, 2001). Hal ini diperburuk dengan adanya fragmentasi hutan dan perusakan habitat alami sebagai desakan kebutuhan lahan untuk berbagai peruntukan, seperti pertanian, industri, dan perumahan, serta akibat dari berbagai bencana alam yang melanda Indonesia. Daerah tepian hutan yang terfragmentasi dapat mempengaruhi organisme yang ada didalamnya. Adanya aliran energi, nutrisi, dan jenis serta perubahanperubahan pada lingkungan biotik dan abiotiknya menyebabkan komposisi jenis, struktur dan proses-proses ekologi dalam suatu ekosistem yang dekat daerah tepian
3
tersebut selalu berubah. Fragmentasi penting mendapat perhatian, karena berpengaruh pada kekayaan jenis, dinamika populasi, dan keanekaragaman hayati ekosistem secara keseluruhan (Gunawan, dkk., 2009). Indonesia memiliki budaya pengobatan tradisional termasuk penggunaan tumbuhan obat sejak dahulu dan dilestarikan secara turun-temurun. Interaksi masyarakat setempat dengan lingkungan hidupnya, khususnya dengan tumbuhtumbuhan dikenal dengan istilah Etnobotani. Survey Sosial Ekonomi Nasional tahun 2001 menjelaskan bahwa 57,7% penduduk Indonesia melakukan pengobatan sendiri tanpa bantuan medis, dan 31,7% diantaranya menggunakan tumbuhan obat tradisional (Santhyami dan Sulistyawati, 2007). Terdapat sekitar 400 etnis di Indonesia yang memiliki hubungan erat dengan hutan dalam kehidupan sehari-hari dan memiliki pengetahuan tradisional yang tinggi dalam pemanfaatan tumbuhan obat (Pusat Pengendalian Kerusakan Keanekaragaman Hayati BAPEDAL dan Fakultas Kehutanan IPB, 2001). Kecenderungan masyarakat dunia untuk back to nature menyebabkan kebutuhan akan obat bahan alam dirasa akan terus meningkat. WHO menjelaskan bahwa hampir 60% populasi dunia menggunakan tumbuhan obat dan di beberapa negara secara luas telah memasukkannya ke dalam sistem kesehatan masyarakat (WHO, 2014). Oleh karena itu, pengadaan untuk pemenuhan kebutuhan bahan baku obat tradisional dari alam merupakan tantangan di masa depan. Untuk mengantisipasi hal ini dan mencegah kelangkaan bahan baku, maka harus dikembangkan dan
4
dikelola potensi tumbuhan obat masing-masing wilayah dengan azas kelestarian jenis tumbuhan obat tersebut. Usaha penyebarluasan pengetahuan dan pemanfaatan tumbuhan obat merupakan hal yang perlu dilakukan. Salah satu pekerjaan yang harus dilakukan sebelum penyebarluasan pemanfaatan tumbuhan obat adalah dengan cara pengenalan kepada masyarakat. Hal ini dimaksudkan guna mendekatkan masyarakat kepada pemanfaatan
tumbuhan
obat,
sekaligus
berfungsi
sebagai
sarana
untuk
mengikutsertakan masyarakat dalam upaya pelestarian sumberdaya alam dan keanekaragaman hayati. Kawasan hutan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) dan hutan terfragmentasi Kebun Raya Cibodas (KRC) merupakan salah satu kawasan yang terbasah di pulau Jawa. Diasumsikan bahwa kawasan ini sangat kaya dengan beranekaragam jenis tumbuhan karena kelembaban lingkungan mikro hutan tropis dan tanah yang subur mampu untuk menjaga agar vegetasi tetap hijau dan bertumbuh (Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, 2014). Tumbuhan di kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dibedakan menjadi tiga zona berdasarkan perbedaan tumbuhan yang menyusunnya, yaitu zona Sub Montana (1.000-1.500 m dpl), zona Montana (1.500-2.400 m dpl) dan zona Sub Alpin (2.400-3.019 m dpl). Zona Sub Montana merupakan ekosistem hutan dengan keragaman jenis yang tinggi (Van Stennis, 1972). Oleh karena itu, beberapa titik sampling dari zona Sub Montana dan Montana dapat dipergunakan untuk melihat keragaman tumbuhan obat dalam penelitian ini.
5
Tumbuhan obat yang beragam jenisnya kurang memiliki arti signifikan untuk mendukung pemanfaatan yang lestari, jika data potensi dan penyebaran setiap jenis masih sangat terbatas. Oleh karenanya, upaya konservasi tumbuhan obat secara efektif perlu dilakukan untuk tetap menjaga keanekaragaman dan kelestariannya. Informasi mengenai keanekaragaman jenis tumbuhan obat di hutan TNGGP dan hutan terfragmentasi KRC belum banyak tersedia termasuk tentang data tumbuhan obat apa saja yang dimanfaatkan oleh masyarakat lokal kawasan tersebut. Penelitian sebelumnya terhadap masyarakat di sekitar kawasan TNGGP menemukan sebanyak 23 jenis penyakit dengan 72 resep yang menggunakan 80 jenis tumbuhan obat (Rosita, dkk., 2007), sementara itu dari penelitian tentang tumbuhan bernilai ekonomi diketahui bahwa kulit kayu Cinnamomum sp. dipergunakan untuk ramuan perawatan paska persalinan dan kulit kayu Beilschmiedia gemmiflora untuk obat gatal-gatal (Rahayu, 2010). Pada gilirannya, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah demi terwujudnya pengetahuan tentang tumbuhan obat yang sudah terintegrasi serta dapat menjadi tambahan data ilmiah untuk mendukung kelestarian kawasan konservasi global mengingat TNGGP dan KRC menjadi bagian penting dari Cagar Biosfer Cibodas yang telah ditetapkan UNESCO sejak tahun 1977.
6
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka didapatkan rumusan
masalah sebagai berikut : 1) Bagaimanakah keanekaragaman jenis tumbuhan obat di hutan TNGGP dan di hutan terfragmentasi KRC ? 2) Tumbuhan obat apa saja yang dimanfaatkan oleh masyarakat lokal sekitar hutan TNGGP dan hutan terfragmentasi KRC ?
1.3
Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah di atas, hipotesis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah : 1) Terdapat keanekaragaman jenis tumbuhan obat yang tinggi di hutan TNGGP dan hutan terfragmentasi KRC. 2) Masyarakat lokal banyak memanfaatkan berbagai jenis dari tumbuhan obat yang ada di sekitar hutan TNGGP dan hutan terfragmentasi KRC.
1.4
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk : 1) Mengetahui tingkat keanekaragaman jenis tumbuhan obat di hutan TNGGP dan di hutan terfragmentasi KRC. 2) Mengetahui berbagai jenis tumbuhan obat yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar hutan TNGGP dan hutan terfragmentasi KRC.
7
1.5
Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan
baru mengenai keanekaragaman jenis tumbuhan obat yang ada di hutan TNGGP dan di hutan terfragmentasi KRC, serta pemanfaatannya oleh masyarakat lokal. Informasi penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh pihak pengelola kawasan konservasi dan masyarakat sebagai acuan dalam menyusun kebijakan terkait upaya perlindungan dan pelestarian
potensi tumbuhan obat dan pemanfaatannya sebagai bentuk
pengetahuan lokal (indigenous knowledge) yang perlu dijaga.
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tumbuhan Obat Tumbuhan obat merupakan obat jadi atau ramuan bahan alam yang berasal
dari tumbuhan, hewan, mineral, sediaan galenik atau campuran bahan tersebut yang secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (Departemen Kesehatan RI, 2007). Jurusan Konservasi Sumber Daya Kehutanan Fakultas Kehutanan IPB (1994) mendefinisikan tumbuhan obat atau fitofarmaka yaitu sebagai obat tradisional yang bahan bakunya adalah simplisia yang telah mengalami standarisasi dan telah dilakukan penelitian mengenai sediaan galeniknya (Adi, 2003). Bagian-bagian dari tumbuhan
obat
memiliki khasiat sebagai obat dan
digunakan sebagai bahan mentah dalam pembuatan obat modern atau tradisional. Tumbuhan obat dapat diartikan sebagai jenis tumbuhan yang sebagian, seluruh bagian dan atau eksudat tumbuhan digunakan sebagai obat, bahan atau ramuan obat-obatan. Tumbuhan berkhasiat obat digolongkan menjadi tiga kelompok (Putri, 2008), yaitu : 1) Tumbuhan obat tradisional, merupakan jenis tumbuhan yang diketahui atau dipercayai masyarakat memiliki khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat tradisional.
9
2) Tumbuhan obat modern, merupakan jenis tumbuhan yang secara ilmiah telah dibuktikan mengandung senyawa atau bahan bioaktif yang berkhasiat obat dan penggunaannya dapat dipertanggung jawabkan secara medis. 3) Tumbuhan obat potensial, merupakan jenis tumbuhan yang diduga mengandung senyawa atau bahan bioaktif berkhasiat obat, tetapi belum dibuktikan penggunaannya secara farmakologis sebagai bahan obat.
2.2
Keanekaragaman Tumbuhan Obat Luas hutan tropika Indonesia diperkirakan mencapai sekitar 143 juta ha.
Kawasan yang sangat luas ini merupakan tempat tumbuh hampir 80% dari tumbuhan obat yang ada di dunia, dimana terdapat sekitar 28.000 jenis tumbuhan dan kurang lebih 1.000 jenis di antaranya telah digunakan sebagai tumbuhan obat (Rini, 2009). 2.2.1
Berdasarkan familinya Berdasarkan kelompok familinya jenis-jenis tumbuhan obat yang ada di
Indonesia dikelompokkan kedalam 203 famili. Jumlah jenis tumbuhan obat yang paling banyak termasuk dalam famili Fabaceae, yakni sebanyak 110 jenis. Secara umum terdapat 22 famili yang memiliki jumlah jenis tumbuhan obat lebih dari 20, sedangkan 181 famili lainnya memiliki jumlah jenis tumbuhan obat yang kurang dari 20 (Tabel 2.1).
10
2.2.2 Berdasarkan formasi hutannya Berdasarkan formasi hutannya, penyebaran jenis tumbuhan obat tertinggi berada di hutan hujan tropika dataran rendah sebanyak sekitar 772 jenis (45,82%) dari jumlah total jenis tumbuhan obat. Penyebaran terendah jenis-jenis tumbuhan obat terdapat di hutan rawa sebanyak sekitar 8 jenis (0,47%) (Tabel 2.2). Tabel 2.1. Jumlah jenis tumbuhan obat di Indonesia No
Nama famili
Jumlah jenis
1
Fabaceae
110
2
Euphorbiaceae
94
3
Lauraceae
77
4
Rubiacea
72
5
Poaceae
55
6
Zingiberacea
49
7
Moraceae
46
8
Myrtaceae
45
9
Annonaceae
43
10
Asteraceae
40
11
Apocynaceae
39
12
Cucurbitaceae
34
13
Piperaceae
30
14
Menispermaceae
30
15
Melastomataceae
26
16
Arecaceae
25
17
Verbenaceae
23
18
Rutaceae
23
19
Acanthaceae
22
20
Sterculiaceae
21
21
Myristicaceae
21
22
Rhizophoraceae
20
23
Famili lainnya (181 famili)
24
Tidak ada data
< 20 66
Sumber: P2KKH Hayati BAPEDAL dan Fakultas Kehutanan IPB, 2001).
11
2.2.3 Berdasarkan habitusnya Jenis-jenis tumbuhan obat jika dilihat dari segi habitusnya dapat dikelompokan kedalam 7 macam, yaitu habitus bambu, herba, liana, pemanjat, perdu, pohon, dan semak. Dari semua habitus tersebut, habitus pohon memiliki jumlah jenis dan persentase yang tertinggi dibandingkan habitus lainnya, yaitu sebanyak 717 jenis (40,58%) (Tabel 2.3). Tabel 2.2. Jumlah dan persentase jenis tumbuhan obat berdasarkan formasi hutannya di Indonesia Tumbuhan obat No Formasi hutan Jumlah Persentase jenis (%) 1 Hutan hujan tropika dataran rendah (< 1000 m dpl) 772 45,82 2 Hutan hujan tropika pegunungan 356 21,13 3 Hutan musim 291 17,27 4 Hutan savanna 146 8,66 5 Hutan pantai 65 3,86 6 Hutan mangrove 47 2,79 7 Hutan rawa 8 0,47 8 Tidak ada data 511 Jumlah 1845 100.00 Sumber : P2KKH Hayati BAPEDAL dan Fakultas Kehutanan IPB, 2001). Tabel 2.3. Jumlah dan persentase jenis tumbuhan obat berdasarkan habitusnya di Indonesia Tumbuhan obat No Habitus Jumlah jenis Persentase (%) 1 Pohon 717 40,58 2 Herba 486 27,50 3 Semak 173 9,79 4 Pemanjat 138 7,81 5 Liana 126 7,13 6 Perdu 120 6,79 7 Bambu 7 0,40 8 Tidak ada data 78 Jumlah 1845 100.00 Sumber : P2KKH Hayati BAPEDAL dan Fakultas Kehutanan IPB, 2001).
Terdapat 55 jenis tumbuhan obat yang mulai langka di Indonesia dengan status kelangkaan yang bervariasi (Rini, 2009), yaitu :
12
1. Terkikis (indeterminate), seperti Jinten (Cuminum cyminum), Temu Giring (Curcuma heyneana), Jati Belanda (Guazuma ulmifolia), Bidara Laut (Strychnos ligustriana), Jaha (Terminalia bellirica), dan Bangle (Zingiber cassumunar). 2. Jarang (rare), seperti Pulai (Alstonia scholaris), Pulasari (Alyxia reindwardtii), Kayu Rapat (Parameria laevigata), dan Kedawung (Parkia rogburhii). 3. Rawan (vulnerable) dan Genting (endangered), seperti Pasak Bumi (Eurycoma longifolia).
2.3
Etnobotani Etnobotani merupakan kajian
interaksi antara manusia dengan tumbuhan
(Purnawan, 2006). Studi etnobotani dapat memberi kontribusi yang besar dalam proses pengenalan tumbuhan yang ada di suatu wilayah melalui kegiatan pengumpulan kearifan lokal dari dan bersama masyarakat setempat. Istilah etnobotani digunakan untuk menjelaskan interaksi masyarakat setempat (etno atau etnis) dengan lingkungan hidupnya, khususnya dengan tumbuh-tumbuhan. Studi etnobotani ini dapat membantu masyarakat dalam mencatat atau merekam kearifan lokal yang dimiliki selama ini, untuk masa mendatang (Purnawan, 2006). Indonesia sebagai negara beriklim tropis, mempunyai tumbuhan obat yang sangat beragam, sehingga tradisi
pengenalan, penggunaan, dan pemanfaatan
tumbuhan obat sudah ada dari nenek moyang yang dipercaya dapat menyembuhkan
13
berbagai jenis penyakit, baik penyakit dalam maupun penyakit luar. Umumnya masyarakat memanfaatkan bahan-bahan asal tumbuhan obat masih dalam keadaan segar, maupun yang sudah dikeringkan sehingga dapat disimpan lama yang disebut dengan simplisia. Penggunaan obat tradisional secara umum dinilai lebih aman dari pada penggunaan obat modern. Hal ini disebabkan karena obat tradisional memiliki efek samping yang relatif lebih sedikit dari pada obat modern. Kelebihan pengobatan dengan menggunakan ramuan tumbuhan secara tradisional tersebut disamping tidak menimbulkan efek samping, ramuan tumbuhtumbuhan tertentu mudah didapat di sekitar pekarangan rumah, dan mudah proses pembuatannya. Proses pengolahan obat tradisional pada umumnya sangat sederhana, diantaranya ada yang diseduh dengan air, dibuat bubuk kemudian dilarutkan dalam air, ada pula yang diambil sarinya. Cara pengobatan pada umumnya dilakukan per oral (diminum). Tumbuhan obat di Indonesia terdiri dari beragam jenis yang kadang kala sulit untuk dibedakan satu dengan yang lain. Komponen aktif yang terdapat pada tumbuhan obat yang menentukan tercapai atau tidaknya efek terapi yang diinginkan. Obat tradisional terdiri dari berbagai jenis tumbuhan dan bagian-bagiannya. Bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun dan berupa bahan yang telah dikeringkan disebut simplisia (bagian tumbuhan yang dipergunakan). Pengetahuan tentang kegunaan masing-masing simplisia sangat penting, sebab dengan diketahui kegunaan masing-masing simplisia diharapkan tidak
14
terjadi tumpang tindih pemanfaatan tumbuhan obat serta dapat mencarikan alternatif pengganti yang tepat apabila simplisia yang dibutuhkan ternyata tidak dapat diperoleh.
2.4
Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP)
2.4.1
Sejarah Kawasan TNGGP diumumkan pada tahun 1980, ketika pemerintah
mengadakan program pendirian taman nasional pertama di Indonesia bersama dengan empat taman nasional yang lain. TNGGP merupakan taman nasional kedua terkecil di Indonesia yang mempunyai potensi keragaman hayati tinggi di dunia sehingga menjadi tempat yang sangat penting untuk konservasi flora dan fauna didunia. Pada tahun 1977 UNESCO menetapkan TNGGP sebagai daerah inti dari salah satu Cagar Biosfer Dunia dengan nama Cagar Biosfer Cibodas. Sejarah penelitian dan konservasi wilayah ini dimulai dengan didirikannya sebuah kebun kecil dekat istana Gubernur Jendral Belanda di Cipanas pada tahun 1830. Perkebunan ini kemudian diperluas dan dikenal sebagai salah satu tempat kunjungan utama para ahli botani dunia yaitu Kebun Raya Cibodas saat ini. Wilayah Gunung Gede Pangrango berperan sebagai pusat penelitian dunia selama dua abad dan telah mempunyai reputasi di dunia. Sir Thomas Raffles mengatur pengembangan wilayah tenggara pegunungan ini pada tahun 1811.
15
2.4.2 Tinjauan umum TNGGP Secara geografis, kawasan TNGGP terletak antara 106050’- 1060‘56’ BT dan 6032’-6034’LS. Secara administrasi taman nasional ini terletak pada tiga wilayah Kabupaten, yaitu Bogor, Sukabumi dan Cianjur. TNGGP memiliki potensi keragaman hayati tinggi di dunia sehingga menjadi tempat yang sangat penting untuk konservasi tumbuhan dan hewan, kegiatan penelitian, pendidikan,
dan rekreasi
(Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, 2014). Jenis ekosistem di kawasan hutan TNGGP adalah ekosistem hutan hujan tropis pegunungan dengan tiga sub ekosistem, yaitu hutan Montana, Sub Montana dan Sub Alpin. Selain itu juga terdapat sub ekosistem lainnya seperti padang rumput pegunungan, danau, rawa pegunungan, air terjun, air panas, kawah, hutan tanaman (damar) dan hutan sekunder. Kekayaan tumbuhan di kawasan
hutan TNGGP
dibedakan menjadi tiga zona berdasarkan perbedaan tumbuhan yang menyusunnya, yaitu zona Sub Montana (1.000-1.500 m dpl), zona Montana (1.500-2.400 m dpl) dan zona Sub Alpin (2.400-3.019 m dpl) (Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, 2014). Zona Sub Montana adalah ekosistem hutan dengan keragaman jenis yang tinggi, ditandai dengan adanya tajuk pohon besar dan tinggi, misalnya pohon Rasamala dan Buni. Sedangkan pada ekosistem Montana ditandai dengan sedikitnya variasi flora. Batang-batang pohon umumnya ditumbuhi dengan lumut. Zona sub Alpin merupakan hutan yang jenisnya rendah dengan pohon-pohon kerdil, misalnya pohon Cantigi Gunung (Vaccinum varingiaeolium) dengan batang yang ditumbuhi
16
lumut janggut putih. Kekhasan hutan ini adalah terdapatnya dataran yang ditumbuhi rumput Isachne pangrangensis dan bunga abadi Eidelweis (Anaphalis javanica) (Van Stennis, 1972). Kawasan hutan TNGGP yang memiliki luas area sekitar 21.975 ha merupakan lahan terbasah di pulau jawa. Kelembaban lingkungan mikro hutan tropis dan tanah yang tinggi merupakan habitat yang disukai oleh berbagai jenis flora, karena keadaan lingkungan seperti itu dapat menjaga vegetasi tetap hijau dan bertumbuh. Keragaman hayati yang tinggi di kawasan ini menjadikannya sebagai salah satu kawasan konservasi di Indonesia. Dalam rangka untuk menjamin pemanfaatan dan pelestarian keanekaragaman tumbuh-tumbuhannya, di kaki Gunung Gede Pangrango dibuatlah sebuah kawasan konservasi ex-situ. Kawasan ini memiliki peran sebagai penyangga kawasan taman nasional dan dalam pengelolaan tumbuhan asli dari kawasan hutan TNGGP maupun jenis-jenis tumbuhan introduksi dari luar yang dikelola dengan baik didalam suatu Kebun Raya. Kebun Raya merupakan suatu tempat untuk mengumpulkan dan memelihara tumbuh-tumbuhan, yang memiliki fungsi penting sebagai tempat pendidikan, estetika, ilmu pengetahuan dan rekreasi (Adi, 2003).
2.5
Kawasan Kebun Raya Cibodas (KRC)
2.5.1
Sejarah Kawasan KRC didirikan pada masa pemerintahan Hindia Belanda, yakni
zaman pemerintahan Raja Willem III. Pada tanggal 11 April 1852, Johannes Ellias
17
Taijasmann yang merupakan seorang kurator Kebun Raya Bogor pada waktu itu mendirikan Kebun Raya Cibodas dengan nama Bertguin te Tjibodas (Kebun Pegunungan Cibodas). Pendirian Kebun Raya Cibodas dimaksudkan sebagai tempat aklimatisasi jenis-jenis tumbuhan asal luar negeri yang memiliki nilai penting dan ekonomi yang tinggi, salah satunya adalah Pohon Kina (Chinchona calisaya). Kebun Raya Cibodas awalnya merupakan pengembangan dari Kebun Raya Bogor, dengan nama Cabang Balai Kebun Raya Cibodas. Mulai tahun 2003 nama Kebun Raya Cibodas menjadi lebih mandiri sebagai Unit Pelaksana Teknis Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Cibodas, dalam kedeputian Ilmu Pengetahuan Hayati Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) (Kebun Raya Cibodas, 2014). 2.5.2
Tinjauan umum KRC Kebun Raya adalah kawasan konservasi tumbuhan secara ex-situ yang
memiliki koleksi tumbuhan terdokumentasi dan ditata berdasarkan pola klasifikasi taksonomi, bioregion, tematik, atau kombinasi dari pola-pola tersebut untuk tujuan kegiatan konservasi, penelitian, pendidikan, wisata dan jasa lingkungan (Perpres RI Nomor 93 Tahun 2011). Secara geografis KRC berada pada lereng Gunung Gede Pangrango dengan ketinggian 1300-1425 mdpl. Luas areal efektifnya sekitar 80 ha dan sisanya sekitar 6 ha masih areal hutan. Keadaan topografinya bervariasi landai, berbukit-bukit, bergelombang, dan bagian yang curam. Kawasannya memiliki hawa sejuk dengan panorama yang indah dengan persentase kawasan yang miring sekitar 60%.
18
KRC memiliki curah hujan sebesar 3.300 mm/tahun. Suhu udara berkisar antara 180 hingga 240 C dengan curah hujan per tahun 3380 mm. Curah hujan tertinggi dicapai pada bulan Januari (2288,5 mm) dan terendah pada bulan Agustus yaitu 744 mm. Kelembaban rata-rata di KRC berkisar antara 80-90%. 2.5.2
Hutan terfragmentasi KRC Kurang lebih 10% luasan KRC atau sekitar 8.43 hektar merupakan kawasan
berhutan, termasuk didalamnya hutan yang terfragmentasi dan hutan yang terhubung dengan kawasan hutan TNGGP yang mengelilingi kawasan kebun raya. Sisa hutan tersebut terbagi menjadi empat blok hutan, yaitu hutan Wornojiwo (3,934 ha), hutan Kompos (2,555 ha), hutan Jalan Akar (1,086 ha) dan hutan Lumut (0,855 ha). Petak-petak hutan di KRC berpotensi untuk dikembangkan sebagai laboratorium lapangan dan keperluan pendidikan lingkungan. Akan tetapi, ukurannya yang kecil dan tingginya derajat fragmentasi, hutan sisa KRC sangat rentan terhadap gangguan secara biotik maupun abiotik (Mutaqien, dkk., 2011). Konsekuensi dari fragmentasi dan efek tepi termasuk meningkatnya kerentanan terhadap invasi oleh tumbuh-tumbuhan dan hewan asing (Ecroyd dan Brockerhoff, 2005). Hutan alam di Pulau Jawa habitat
untuk
meningkatnya
perlindungan angka
pada umumnya merupakan kantong-kantong
keanekaragaman
pertumbuhan
penduduk
hayati. dan
Akan
kebutuhan
tetapi, lahan
Seiring untuk
menyediakan pemukiman, pertanian, pembangunan sarana jalan dan infrastruktur lainnya menyebabkan pengikisan kantong-kantong habitat tidak dapat dihindari. Hingga pada akhirnya fungsi utama hutan sebagai pelindung keanekaragaman hayati
19
akan berkurang karena habitatnya terpecah atau mengalami fragmentasi (Gunawan, 2009). Fragmentasi didefinisikan sebagai pemecahan habitat organisme menjadi fragment-fragment (petak) habitat lebih kecil karena pembangunan jalan, pertanian, urbanisasi atau pembangunan lain. Kerusakan habitat alami diberbagai belahan dunia saat sekarang ini berada pada tingkat yang mengkhawatirkan. Hutan hujan tropika basah yang merupakan habitat dari setengah jenis tumbuhan dunia , berada dalam kondisi yang sangat berbahaya, pengurangannya diperkirakan 16,8 juta ha/tahun. Salah satu penyebabnya adalah exploitasi hutan yang berlebihan yang dapat mengakibatkan tumbuhan obat yang berada pada habitat alaminya dalam keadaan berbahaya pada erosi genetik dan terancam kepunahan (Pusat Pengendalian Kerusakan Keanekaragaman Hayati BAPEDAL dan Fakultas Kehutanan IPB, 2001). Fragmentasi umumnya terjadi melalui hilangnya habitat, sebaliknya hilangnya habitat juga dapat dipandang sebagai akibat adanya fragmentasi. Fragmentasi bekerja dalam empat cara, yaitu: (1) habitat hilang tanpa fragmentasi, (2) pengaruh kombinasi hilangnya habitat dan pemecahan habitat menjadi petak lebih kecil, (3) pemecahan habitat menjadi petak lebih kecil tanpa kehilangan habitat, dan (4) hilangnya habitat dan pemecahan habitat menjadi petak lebih kecil serta penurunan kualitas habitat. Mekanisme dan proses fragmentasi menghasilkan tiga tipe pengaruh, yaitu pengaruh terhadap ukuran petak (patch), pengaruh tepi (edge effect), dan pengaruh isolasi (Fahrig, 2003).
20
Dampak adanya fragmentasi yang paling utama adalah dapat menyebabkan berkurangnya fungsi hutan sebagai habitat berbagai jenis tumbuhan dan satwa liar. Fragmentasi penting mendapat perhatian, karena berpengaruh pada kekayaan jenis, dinamika populasi, dan keanekaragaman hayati ekosistem secara keseluruhan (Gunawan, dkk., 2007). Oleh karena itu, penelitian tumbuhan obat di hutan terfragmentasi KRC diharapkan dapat menambah kajian ilmiah di kawasan ini.
21
BAB III METODE PENELITIAN
3.1
Waktu dan Tempat Penelitian
Gambar 3.1. Peta lokasi penelitian (Sumber : USGS, 2014)
Penelitian ini dilakukan di hutan TNGGP dan di hutan terfragmentasi Kebun Raya Cibodas (KRC) selama 2 (dua) bulan, yakni Oktober hingga
22
November 2013. Penentuan lokasi penelitian di hutan TNGGP dilakukan di 3 (tiga) titik sampling yang berbeda yaitu pada ketinggian 1400, 1500, dan 1600 m dpl. Sedangkan di hutan terfragmentasi KRC dilakukan di hutan Wornojiwo, Kompos, dan Jalan Akar (Gambar 3.1).
3.2
Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa GPS (Global Positioning
System), lux meter, temperature & humidity meter , soil tester, kompas, tali rafia, golok, peta kerja, meteran besar, patok kayu, alkohol, alat tulis menulis dan kamera digital. Bahan yang digunakan sebagai objek penelitian ini adalah jenis tumbuhan obat yang ada di hutan TNGGP dan hutan terfragmentasi KRC.
3.3
Metode Pengambilan Data Data yang diambil dalam penelitian ini berupa data primer dan sekunder.
Data primer merupakan data yang diperoleh melalui pengamatan secara langsung di lapangan. Data tersebut meliputi jenis-jenis tumbuhan obat beserta hasil analisis vegetasinya, faktor fisik lingkungan, dan data tumbuhan obat yang dimanfaatkan oleh masyarakat lokal dengan cara wawancara. Data sekunder merupakan data yang dikumpulkan untuk menunjang pelaksanaan penelitian. Data tersebut didapatkan dengan cara studi pustaka atau pencarian literatur melalului buku, jurnal, artikel ilmiah maupun internet.
23
3.3.1
Analisis vegetasi Metode analisis vegetasi yang digunakan adalah metode kuadrat.
Penentuan lokasi sampling dilakukan secara acak di setiap titik lokasi penelitian baik di hutan TNGGP maupun hutan terfragmentasi KRC dengan jumlah masingmasing 2 (dua) plot. Pada setiap lokasi sampling dibuat petak-petak dengan ukuran 2 x 2 m2, 5 x 5 m2, 10 x 10 m2, dan 20 x 20 m2 (Purba, 2009).
Gambar 3.2. Plot pengamatan analisis vegetasi Keterangan : A : 2 x 2 m2; B : 5 x 5 m2; C : 10 x 10 m2; D : 20 x 20 m2
Setiap petak ukur dilakukan pengukuran terhadap semua tingkat tumbuhan, yaitu :
24
1) Petak 2 x 2 m2 dilakukan pengukuran dan pencatatan untuk tingkat herba. Parameter yang diamati atau yang diukur meliputi nama jenis dan jumlah setiap jenis, dengan batasan anakan pohon mulai dari tingkat kecambah sampai yang memiliki tinggi < 1,5 m. 2) Petak 5 x 5 m2 dilakukan pengukuran dan pencatatan untuk tingkat pancang. Parameter yang diamati atau diukur meliputi nama jenis dan jumlah setiap jenisnya, dengan batasan pohon muda yang berdiameter < 10 cm. Atau anakan pohon dengan tinggi > 1,5 m. 3) Petak 10 x 10 m2 dilakukan pengukuran dan pencatatan untuk tingkat tiang. Parameter yang diamati atau yang diukur meliputi nama jenis, jumlah dan diameter tumbuhan pada tingkat tiang, dengan batasan diameter yang diambil adalah antara 10 ≤ dbh < 20 cm (dbh: diameter breast height: diameter setinggi dada). 4) Petak 20 x 20 m2 dilakukan pengukuran dan pencatatan terhadap tingkat pohon. Parameter yang diamati dan yang diukur meliputi nama jenis, jumlah dan diameter pohon. Diameter yang diambil adalah diameter setinggi dada (dbh) serta ukuran diameternya ≥ 20 cm. 3.3.2
Pengukuran faktor fisik lingkungan Pengukuran faktor fisik lingkungan dilakukan di setiap titik lokasi
penelitian baik di hutan TNGGP maupun di hutan terfragmentasi KRC pada pukul 10.30 WIB. Pengukurannya meliputi intensitas cahaya, suhu udara, kelembababan udara relatif, dan kelembaban tanah. Data fisik lokasi penelitian terdapat dalam Lampiran 1.
25
3.3.2.1 Intensitas cahaya Intensitas cahaya diukur dengan menggunakan lux meter. Sensor pada lux meter diarahkan pada sumber cahaya selama tiga menit atau sampai angka yang ditunjukkan monitor konstan. Hasil pengukuran intensitas cahaya yang terbaca di layar monitor kemudian dicatat. 3.3.2.2 Suhu dan kelembaban udara relatif Suhu dan kelembaban udara relatif diukur dengan menggunakan alat temperature & humidity meter. Data yang diperoleh kemudian di catat. 3.3.2.3 Kelembaban tanah Kelembaban tanah diukur dengan menggunakan soil tester. Alat ini ditancapkan ketanah, kemudian besarnya nilai kelembaban yang diperoleh dicatat. 3.3.3
Identifikasi jenis tumbuhan obat Identifikasi jenis tumbuhan obat dilapangan dilakukan dengan cara
pengamatan langsung
dan tidak langsung (wawancara non formal dengan
bertanya langsung pada para taksonom). Identifikasi jenis-jenis tumbuhan obat merujuk
pada Indeks Tumbuhan Obat di Indonesia (1995) dan
dengan
melakukan pemeriksaan silang melalui berbagai buku/literatur tentang tumbuhan obat, yang meliputi nama lokal, nama jenis, famili, habitus, dan manfaatnya. Nama jenis mengacu pada The Plant List (http://www.theplantlist.org) dan IPNI (The International Plant Names Index) (http://www.ipni.org). Status konservasi dari jenis yang ditemukan dalam penelitian merujuk pada kriteria IUCN (http://www.iucnredlist.org).
26
3.3.4
Wawancara Wawancara dilakukan secara langsung dengan masyarakat lokal TNGGP
dan berbatasan langsung dengan KRC, yakni di Desa Cimacan. Metode yang digunakan dalam menentukan sasaran wawancara (key person) yaitu dengan cara Snow ball dimana pemilihan responden berdasarkan informasi responden sebelumnya (Ernawati, 2009). Wawancara dilakukan terhadap 25 0rang warga Desa Cimacan yang merupakan rekomendasi dari responden kunci. Pemilihan responden kunci dilakukan dengan memilih responden
yang memiliki
pengetahuan terhadap pemanfaatan tumbuhan obat secara turun-temurun dalam keluarganya (Sofyan). Adapun data responden dapat dilihat pada Lampiran 2. Data diambil dengan menggunakan tabel isian kuisioner yang meliputi jenis tumbuhan yang digunakan, macam penggunaan, bagian yang digunakan, proses pembuatan, dan cara penggunaannya (Lampiran 3).
3.4
Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan dan analisis data dilakukan secara kuantitatif dengan cara
deskriptif dengan menggunakan Program Microsoft Office excel
2007.
Pengolahan data secara kuantitatif digunakan untuk memperoleh nama lokal, nama jenis, famili, habitus, bagian yang digunakan, dan manfaat/kegunaannya. Hasil identifikasi jenis tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat dikelompokkan berdasarkan bagian yang digunakan. Bagian tumbuhan yang dimanfaatkan dipersentasekan mulai dari bagian daun, bunga, buah, batang, akar, ataupun campuran dari semua bagiannya (Ernawati, 2009).
27
Persentase bagian tertentu yang dimanfaatkan = ∑ bagian tertentu yang dimanfaatkan =
x 100% ∑ eluruh bagian yang dimanfaatkan
3.4.1
Indeks nilai penting Indeks nilai penting merupakan indeks kepentingan yang menggambarkan
pentingnya peranan suatu jenis vegetasi dalam ekosistemnya.
Pada lokasi
penelitian dilakukan analisis kerapatan, frekuensi dan dominansi masing-masing jenis tumbuhan untuk mengetahui struktur dan komposisi vegetasinya. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus-rumus sebagai berikut (Purba, 2009) : 1) Kerapatan suatu jenis (K) K
=
umlah indi idu uatu eni ua t tal l t engamatan
2) Kerapatan relatif suatu jenis (KR) KR (%) =
era atan uatu eni era atan eluruh eni
x 100 %
3) Frekuensi suatu jenis (F) F
=
umlah l t ditem ati uatu eni umlah t tal l t
4) Frekuensi relatif suatu jenis (FR) FR (%)
=
rekuen i uatu eni rekuen i eluruh eni
x 100%
28
5) Dominansi suatu jenis (D) D (m2/ha) =
ua bidang da ar uatu eni ua t tal l t
6) Dominansi relatif suatu jenis (DR) DR (%) =
mina i uatu eni
x 100%
mina i eluruh eni
Indeks Nilai Penting (INP) untuk pohon dan tiang adalah Kerapatan Relatif + Frekuensi Relatif + Dominansi Relatif, sedangkan untuk tingkat pancang dan herba adalah Kerapatan Relatif + Frekuensi Relatif.
3.4.2
Tingkat keanekaragaman jenis tumbuhan obat Keanekaragaman jenis tumbuhan obat dihitung menggunakan indeks
keanekaragaman Shannon (H’) (Odum, 1998). Indeks eanekaragaman Shann n (H’) H’ = - Σ [Pi ln Pi] dimana Pi Keterangan : H’ = Indeks keanekaragaman Shannon Pi = Proporsi dari tiap jenis i Ni = Jumlah individu jenis ke-i N
= Jumlah individu seluruh jenis
=
29
Semakin
be ar
nilai
H’
keanekaragaman
jenis.
Besarnya
menun ukkan nilai
semakin
keanekaragaman
tinggi jenis
tingkat Shannon
didefinisikan sebagai berikut : 1) H’ > 3 = Keanekaragaman jenis tinggi. 2) 1 ≤ H’ ≤ 3 = Keanekaragaman jenis sedang. 3) H’ < 1 = Keanekaragaman jenis rendah. 3.4.3
Tingkat kekayaan jenis tumbuhan obat Kekayaan jenis tumbuhan obat dihitung menggunakan indeks kekayaan
jenis Margalef (R’) (Odum, 1998). =
S1 ln
Keterangan: R = Indeks kekayaan jenis Margalef. S = Jumlah jenis. N = Jumlah seluruh individu. Indeks
kekayaan
jenis
Margalef
( ’)
merupakan
indeks
yang
menunjukkan kekayaan jenis suatu komunitas, dimana besarnya nilai ini dipengaruhi oleh banyaknya jenis dan jumlah individu pada areal tersebut. Semakin besar nilai R’, menunjukan semakin tingginya kekayaan jenisnya. Besarnya nilai kekayaan jenis Margalef didefinisikan sebagai berikut : 1) R’ > 5 = Kekayaan jenis tinggi. 2) 3,5 ≤ ’ ≤ 5 R’ = ekayaan jenis sedang. 3) R’ < ,5 = Kekayaan jenis rendah.
30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Obat di Hutan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) Tumbuhan obat yang ditemukan pada plot sampling di hutan TNGGP
terdapat sebanyak 45 jenis yang berasal dari 29 famili. Jenis yang paling banyak dijumpai
adalah dari famili Urticaceae
sebanyak 4 jenis, Rubiaceae dan
Arecaceae berjumlah 3 jenis, sedangkan famili lainnya memiliki anggota kurang dari 3 jenis (Tabel 4.1). Data jenis tumbuhan obat hutan TNGGP terdapat dalam Lampiran 4. Tabel 4.1. Jumlah jenis tumbuhan obat pada plot sampling di hutan TNGGP No Famili Jumlah jenis 1 Urticaceae 4 2
Rubiaceae
3
3
Arecaceae
3
4
Zingiberaceae
2
5
Euphorbiaceae
2
6
Fabaceae
2
7
Moraceae
2
8
Myrsinaceae
2
9
Piperaceae
2
10
Rosaceae
2
11
Sauraceae
2
12
Theaceae
2
13
Famili Lainnya (18 Famili) (Lihat Lampiran 4)
1
Banyaknya jenis tumbuhan obat yang ditemukan di hutan TNGGP pada penelitian ini lebih sedikit dibanding dengan penelitian Purnawan, 2006. Purnawan (2006) menemukan sebanyak 210 jenis tumbuhan obat dan merupakan
31
hampir sepertiga dari total jenis tumbuhan yang teridentifikasi di hutan TNGGP. Perbedaan jumlah jenis tumbuhan obat yang ditemukan dikarenakan berbedanya sampling yang dilakukan. Sampling yang dilakukan pada penelitian ini terbatas pada titik tertentu yang mewakili seluruh area sedangkan penelitian sebelumnya merupakan upaya inventarisasi tumbuhan obat yang ada di seluruh kawasan hutan TNGGP. Data jenis tumbuhan obat yang terdapat di hutan TNGGP kurang memiliki arti yang signifikan untuk mendukung upaya pelestarian yang efektif jika data mengenai potensi dan penyebaran setiap jenisnya masih terbatas. Oleh karena itu, informasi mengenai identifikasi jenis yang akurat, kondisi stok atau populasi, gambaran penyebaran tempat tumbuh, dan taksiran kelangkaan atau kelimpahan tumbuhan obat sangat diperlukan untuk tetap mempertahankan keberadaanya. 4.1.1
Indeks keanekaragaman dan kekayaan jenis tumbuhan obat Indeks keanekaragaman jenis digunakan untuk mengetahui variasi jenis
pada suatu tempat
dan indeks kekayaan jenis digunakan untuk menentukan
tingkat kekayaan jenis yang dipengaruhi oleh keragaman dalam pembagian jenis yang merata dalam suatu kawasan (Hidayat dan Hardiasyah, 2012). Tingkat keanekaragaman jenis tumbuhan obat pada plot pengamatan di hutan TNGGP yang dihitung menggunakan indeks Shannon (H’) untuk semua tingkat vegetasi memiliki keragaman yang terg l ng edang (H’ 1 ≤ H’ ≤ 3). Tingkat kekayaan jenis yang dihitung menggunakan indek Margalef ( ’) menun ukkan hanya ada
32
vegetasi herba yang memiliki kekayaan jenis tergolong tinggi ( ’ > 5) sedangkan habitus lainnya tergolong rendah ( ’ < 5) (Gambar 4.1).
6.00 5.00
Indeks
4.00 Indeks Shannon (H')
3.00
Indeks Margalef (R') 2.00 1.00 0.00 Herba
Pancang
Tiang
Pohon
Gambar 4.1. Indeks keanekaragaman dan kekayaan jenis tumbuhan obat pada plot sampling di hutan TNGGP
Habitus herba memiliki nilai kekayaan jenis yang tinggi karena banyaknya jenis tumbuhan obat yang ditemukan pada habitusnya tersebut. Tinggi rendahnya nilai keanekaragaman dan kekayaan jenis ditentukan oleh banyaknya jenis yang menyusun suatu komunitas tumbuhan. Begitupun sebaliknya, sedikitnya perjumpaan tumbuhan obat menyebabkan rendahnya nilai keanekaragaman dan kekayaan jenisnya (Asrianny, dkk., 2008). Dominansi jenis herba disebabkan jarangnya perjumpaan tumbuhan obat untuk tingkat tiang dan pohon, serta kecilnya nilai kerapatannya. Jarangnya jenis habitus tiang dan pohon menyebabkan berkurangnya daerah tutupan kawasan oleh tajuk, sehingga menyebabkan ruang dan nutrisi yang cukup serta cahaya matahari bisa langsung masuk ke lapisan tumbuhan bawah.
33
Topografi juga memiliki peran penting dalam pertumbuhan individu dalam masyarakat tumbuh-tumbuhan. Daerah dengan bentuk lapang yang sedikit dan lereng-lereng, hanya jenis tertentu saja yang dapat beradaptasi dalam kondisi seperti ini (Handayani, 2008). Keadaan topografi lokasi penelitian di hutan TNGGP berbentuk sedikit lapang dan sisanya merupakan lereng-lereng. Hal ini diduga yang menyebabkan sedikitnya jenis yang dijumpai tumbuhan obat pada tingkat tiang dan pohon di lokasi tersebut. Keanekaragaman dan kekayaan jenis tumbuhan obat dalam suatu komunitas hutan perlu dijaga keberadaanya. Tumbuhan obat yang beragam jenis, habitus, dan khasiatnya memiliki peluang yang besar serta memiliki kontribusi dalam pembangunan dan pengembangan hutan (Hamzari, 2007). 4.1.2
Struktur dan komposisi vegetasi hutan TNGGP Struktur hutan merupakan hasil penataan oleh komponen penyusun
tegakan dan bentuk pertumbuhan. Struktur ini memiliki unsur penyusun yang berupa bentuk hidup, stratifikasi dan penutupan vegetasi yang digambarkan melalui keadaan diameter, tinggi, dan penyebaran dalam ruang. Komposisi hutan dapat diartikan sebagai variasi jenis yang menyusun suatu komunitas. Struktur hutan dengan komposisinya yang tertentu akan berbeda-beda sesuai dengan kondisi lingkungan atau habitatnya (Purba, 2009). Berdasarkan hasil analisis vegetasi, didapatkan struktur dan komposisi hutan TNGGP sebagai berikut: a) Analisis vegetasi tingkat herba Vegetasi herba memiliki 42 jenis dengan 28 famili. Jenis Cyrtandra picta merupakan jenis yang mendominasi dengan INP tertinggi yaitu sebesar 17,79%,
34
dan INP terendah adalah Altingia excelsa serta 17 jenis lainnya sebesar 2,27% (Tabel 4.2). Berdasarkan hasil analisis, terdapat 31 jenis tumbuhan obat dengan 22 famili. Jenis C. picta merupakan jenis yang mendominasi dalam vegetasinya dan merupakan jenis tumbuhan obat. Jenis tersebut memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi di kawasan Gunung Gede Pangrango, terlihat dari dominansinya pada vegetasi herba di hutan TNGGP. Banyaknya jenis tumbuhan obat yang ditemukan pada tingkat herba menunjukkan bahwa tumbuhan obat dapat beradaptasi dan berkembang biak dengan baik dan memiliki peranan dan kontribusi yang besar dalam penyusunan komunitas tumbuhan didalamnya. Tabel 4.2. Analisis vegetasi tingkat herba di hutan TNGGP
1
Cyrtandra picta*
Gesneriaceae
1,04
KR (%) 12,52
2
Isachne pangerangensis
Poaceae
1,25
15,04
0,17
1,79
16,84
3
Strobilanthus fifilfor*
Acanthaceae
0,63
7,58
0,50
5,27
12,86
4
Nephrolepis biserrata
Polypodiaceae
0,42
5,05
0,67
7,07
12,12
5
Plectocomia elongata*
Arecaceae
0,50
6,02
0,50
5,27
11,29
6
Athyrium puncticaule*
Athyriaceae
0,58
6,98
0,33
3,48
10,46
7
Rubus sunndaicus*
Rosaceae
0,46
5,54
0,33
3,48
9,02
8
Amomum coccineum*
Zingiberaceae
0,29
3,49
0,33
3,48
6,97
9
Elatostema negrescens*
Urticaceae
0,42
5,05
0,17
1,79
6,85
10
Aeschynanthus horsfieldii
Gesneriaceae
0,33
3,97
0,17
1,79
5,76
11
Hedychium coronarium*
Zingiberaceae
0,33
3,97
0,17
1,79
5,76
12
Pinanga coronata*
Arecaceae
0,17
2,05
0,33
3,48
5,53
13
Symplocos odoratissima*
Symplocaceae
0,13
1,56
0,33
3,48
5,05
14
Hyphobathrum frutescens*
Rubiaceae
0,08
0,96
0,33
3,48
4,44
15
Euchresta horsfieldii*
Fabaceae
0,17
2,05
0,17
1,79
3,84
16
Curculigo capitulata*
Hypoxidaceae
0,13
1,56
0,17
1,79
3,36
17
Schismatoglottis calyptrata*
Arecaceae
0,13
1,56
0,17
1,79
3,36
18
Tetrastigma dichotomum*
Vitaceae
0,13
1,56
0,17
1,79
3,36
19
Ardisia fuliginosa*
Myrsinaceae
0,08
0,96
0,17
1,79
2,76
20
Lithocarpus pseudomoluccus
Fagaceae
0,08
0,96
0,17
1,79
2,76
21
Litsea resinosa
Lauraceae
0,08
0,96
0,17
1,79
2,76
22
Rubus moluccanus*
Rosaceae
0,08
0,96
0,17
1,79
2,76
23
Altingia excelsa*
Hammamelidaceae
0,04
0,48
0,17
1,79
2,27
No
Nama jenis
Famili
K
0,50
FR (%) 5,27
INP (%) 17,79
F
35
Tabel 4.2 (Lanjutan…)
0,04
KR (%) 0,48
0,17
FR (%) 1,79
INP (%) 2,27
Fagaceae
0,04
0,48
0,17
1,79
2,27
Castanopsis javanica
Fagaceae
Commelina obligua*
Commelinaceae
0,04
0,48
0,17
1,79
2,27
0,04
0,48
0,17
1,79
2,27
28
Cyatea latebrosa
Cyatheaceae
0,04
0,48
0,17
1,79
2,27
29
Diplasium palidum
Woodsiaceae
0,04
0,48
0,17
1,79
2,27
30
Ficus ribes*
Moraceae
0,04
0,48
0,17
1,79
2,27
31
Laportea stimulans*
Urticaceae
0,04
0,48
0,17
1,79
2,27
32
Litsea cassiaefolia*
Lauraceae
0,04
0,48
0,17
1,79
2,27
33
Mussaenda frondosa*
Rubiaceae
0,04
0,48
0,17
1,79
2,27
34
Pandanus furcatus*
Pandanaceae
0,04
0,48
0,17
1,79
2,27
35
Passiflora suberosa*
Passifloraceae
0,04
0,48
0,17
1,79
2,27
37
Pilea melastomoides*
Urticaceae
0,04
0,48
0,17
1,79
2,27
38
Piper aduncum*
Piperaceae
0,04
0,48
0,17
1,79
2,27
39
Piper sarmentosum*
Piperaceae
0,04
0,48
0,17
1,79
2,27
40
Pithecellobium clypearia*
Fabaceae
0,04
0,48
0,17
1,79
2,27
41
Travesia sundaica*
Araliaceae
0,04
0,48
0,17
1,79
2,27
42
Turpinia sphaerocarpa
Staphyleacea
0,04
0,48
0,17
1,79
2,27
No
Nama jenis
Famili
24
Asplenium caudatum
Aspleniaceae
25
Castanopsis argentea
26 27
K
F
Keterangan : * Jenis tumbuhan obat
b) Analisis vegetasi tingkat pancang Vegetasi pancang memiliki 16 jenis dengan 13 famili. Jenis Eugenia lineata, Castanopsis javanica, dan Litsea resinosa merupakan jenis yang mendominasi dengan INP tertinggi yaitu 16,69%, jenis lainnya memiliki INP yang sama yaitu sebesar 11,36% (Tabel 4.3). Berdasarkan hasil analisis, terdapat 9 jenis tumbuhan obat dengan 8 famili. Jenis E. lineata merupakan salah satu jenis tumbuhan obat yang mendominasi. Tingginya nilai INP menunjukkan bahwa jenis E. lineata merupakan jenis tumbuhan obat memiliki peranan penting dalam penyusunan komunitasnya didalamnya.
36
Tabel 4.3. Analisis vegetasi tingkat pancang di hutan TNGGP KR No Nama jenis Famili K (%) 1 Castanopsis javanica Fagaceae 0,01 6,25
0,33
FR (%) 10,44
INP (%) 16,69
F
2
Eugenia lineata*
Myrtaceae
0,01
6,25
0,33
10,44
16,69
3
Litsea resinosa
Lauraceae
0,01
6,25
0,33
10,44
16,69
4
Casearia tuberculata
Flacourtiaceae
0,01
6,25
0,17
5,38
11,63
5
Cryptocarya ferrea
Lauraceae
0,01
6,25
0,17
5,38
11,63
6
Engelhardia spicata
Juglandaceae
0,01
6,25
0,17
5,38
11,63
7
Ficus toxicaria*
Moraceae
0,01
6,25
0,17
5,38
11,63
8
Flacaurtia rukam*
Flacourtiaceae
0,01
6,25
0,17
5,38
11,63
9
Mycetia cauliflora*
Rubiaceae
0,01
6,25
0,17
5,38
11,63
10
Ostodes paniculata*
Euphorbiaceae
0,01
6,25
0,17
5,38
11,63
11
Saurauia blumiana*
Sauraceae
0,01
6,25
0,17
5,38
11,63
12
Saurauia pendula*
Sauraceae
0,01
6,25
0,17
5,38
11,63
13
Sloanea sigun
Elaeocarpaceae
0,01
6,25
0,17
5,38
11,63
14
Travesia sundaica*
Araliaceae
0,01
6,25
0,17
5,38
11,63
15
Turpinia sphaerocarpa
Staphyleacea
0,01
6,25
0,17
5,38
11,63
16
Villebrunea rubescens*
Urticaceae
0,01
6,25
0,17
5,38
11,63
Keterangan : * Jenis tumbuhan obat
c) Analisis vegetasi tingkat tiang Vegetasi
tiang memiliki 10 jenis tumbuhan dengan 10 famili. Jenis
Turpinia sphaerocarva merupakan jenis yang memiliki INP tertinggi yaitu sebesar 59,99%, dan jenis Ostodes paniculata, Ardisia villosa, dan Neonacluea lanceolata merupakan jenis tumbuhan dengan INP terendah yaitu sebesar 17,19% (Tabel 4.4). Berdasarkan hasil analisis, terdapat 5 jenis tumbuhan obat dengan 5 famili yang berbeda. F. ribes memiliki INP tertinggi kedua dalam vegetasinya. Jenis tersebut memiliki daerah tutupan yang cukup luas yang terlihat dari nilai dominansinya. Besarnya nilai dominansi menunjukkan bahwa tumbuhan tersebut merupakan salah satu jenis tumbuhan obat yang memiliki pengaruh dalam komunitasnya.
37
Tabel 4.4. Analisis vegetasi tingkat tiang di hutan TNGGP KR No Nama jenis Famili K F (%) 1 Turpinia Staphyleacea 116,66 28,00 0,67 sphaerocarpa 2 Ficus ribes* Moraceae 50,00 12,00 0,33 3
Polyosma Escalloniaceae ilicifolia 4 Litsea Lauraceae cassiaefolia* 5 Symplocos Symplocaceae odoratissima* 6 Castanopsis Fagaceae javanica 7 Prunus Rosaceae arborea 8 Ostodes Euphorbiaceae paniculata* 9 Ardisia Myrsinaceae villosa* 10 Neonacluea Rubiaceae lanceolata Keterangan : * Jenis tumbuhan obat
FR (%) 25,19
D (m2/ha) 0,17
6,80
INP (%) 59,99
12,41
0,33
13,20
37,61
DR
50,00
12,00
0,33
12,41
0,33
13,20
37,61
66,66
16,00
0,33
12,41
0,17
6,80
35,21
50,00
12,00
0,17
6,39
0,17
6,80
25,19
16,67
4,00
0,17
6,39
0,33
13,20
23,59
16,67
4,00
0,17
6,39
0,33
13,20
23,59
16,67
4,00
0,17
6,39
0,33
13,20
23,59
16,67
4,00
0,17
6,39
0,17
6,80
17,19
16,67
4,00
0,17
6,39
0,17
6,80
17,19
d) Analisis vegetasi tingkat pohon Vegetasi pohon memiliki 19 jenis dengan 15 famili. Schima walichii merupakan jenis yang mendominasi
baik dari segi penguasaan daerah yang
ditutupi/kerimbunannya, maupaun frekuensi banyaknya plot ditemukan jenis tersebut. Jenis tersebut memiliki nilai INP tertinggi, yakni 44,52%. INP terendah dimiliki oleh jenis Toona sureni yaitu sebesar 5,77% (Tabel 4.5). Berdasarkan hasil analisis, terdapat 9 jenis tumbuhan obat dengan 7 famili. Jenis S. walichii merupakan jenis tumbuhan obat yang paling mendominasi dalam vegetasinya. Hal ini menunjukkan bahwa
jenis tersebut memiliki pola
penyesuaian yang besar, dan berperan penting dalam penyusunan komunitas tumbuhan obat yang ada didalamnya. Jenis S. walichii memiliki potensi untuk dikembangkan dan dibudidayakan, selain karena potensinya sebagai tumbuhan obat, jenis tersebut juga merupakan tumbuhan yang banyak dimanfaatkan kayunya oleh masyarakat.
38
Tabel 4.5. Analisis vegetasi tingkat pohon di hutan TNGGP KR No Nama jenis Famili K (%) 1 Schima Theaceae 33,33 19,05 walichii* 2 Engelhardia Juglandaceae 4,17 2,38 spicata 3 Castanopsis Fagaceae 25,00 14,29 argentea 4 Ardisia Myrsinaceae 25,00 14,29 villosa* 5 Castanopsis Fagaceae 12,50 7,14 javanica 6 Prunus Rosaceae 4,17 2,38 arborea 7 Ostodes Euphorbiaceae 8,33 4,76 paniculata* 8 Magnolia Magnoliaceae 4,17 2,38 blumea 9 Macaranga Euphorbiaceae 8,33 4,76 rhizinoides* 10 Persea excelsa Lauracae 8,33 4,76
0,83
FR (%) 15,57
D (m2/ha) 1,96
9,90
INP (%) 44,52
0,17
3,19
5,29
26,72
32,29
0,50
9,31
1,33
6,72
30,31
0,67
12,57
0,25
1,26
28,12
0,50
9,31
2,10
10,61
27,06
0,17
3,19
2,88
14,55
20,12
0,17
3,19
1,04
5,25
13,20
0,17
3,19
1,46
7,37
12,94
0,33
6,19
0,29
1,46
12,42
0,33
6,19
0,29
1,46
12,42
F
DR
11
Sloanea sigun
Elaeocarpaceae
4,17
2,38
0,17
3,19
0,92
4,65
10,22
12
Fabaceae
8,33
4,76
0,17
3,19
0,25
1,26
9,21
Theaceae
4,17
2,38
0,17
3,19
0,50
2,53
8,10
Asteraceae
4,17
2,38
0,17
3,19
0,42
2,12
7,69
15
Pithecellobium clypearia* Gordonia excelsa* Vernonia arboria* Acer laurinum
Sapindaceae
4,17
2,38
0,17
3,19
0,38
1,92
7,49
16
Ficus ribes*
Moraceae
4,17
2,38
0,17
3,19
0,17
0,86
6,43
17
Castanopsis tunggurut Turpinia sphaerocarpa Toona sureni*
Fagaceae
4,17
2,38
0,17
3,19
0,13
0,66
6,23
Staphyleacea
4,17
2,38
0,17
3,19
0,13
0,66
6,23
Meliaceae
4,17
2,38
0,17
3,19
0,04
0,20
5,77
13 14
18 19
Keterangan : * Jenis tumbuhan obat
Berdasarkan data-data diatas, terlihat bahwa masing-masing jenis tumbuhan diwakili oleh sedikit jenis individu. Hal ini disebabkan oleh keragaman jenis yang cukup tinggi di hutan alami, sehingga menyebabkan tidak adanya satu jenis yang sangat dominan. Tingginya keragaman di hutan alami disebabkan karena terdapatnya heterogenitas habitat di kawasan tersebut.
39
4.2
Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Obat di Hutan Terfragmentasi Kebun Raya Cibodas (KRC) Tumbuhan obat di hutan terfragmentasi KRC terdapat sebanyak 59 jenis
yang berasal dari 39 famili. Jenis yang paling banyak dijumpai adalah dari famili Rubiaceae dan
Arecaceae masing-masing berjumlah 5 jenis, Moraceae
dan
Zingiberaceae berjumlah 3 jenis, sedangkan 35 famili lainnya memiliki anggota kurang dari 3 jenis (Tabel 4.6). Tumbuhan obat di hutan terfragmentasi KRC terdapat dalam Lampiran 5. Tabel 4.6. Jumlah jenis tumbuhan obat di hutan terfragmentasi KRC No Famili Jumlah jenis 1 Rubiaceae 5 2
Arecaceae
5
3
Moraceae
3
4
Zingiberaceae
3
5
Apocynaceae
2
6
Euphorbiaceae
2
7
Hydrangeaceae
2
8
Myrsinaceae
2
9
Piperaceae
2
10
Sauraceae
2
11
Symplocaceae
2
12
Theacea
2
13
Urticaceae
2
14
Famili lainnya (26 Famili). (Lihat Lampiran 5)
1
Jenis tumbuhan obat yang mendominasi dengan jumlah individu paling banyak ditemukan di hutan terfragmentasi KRC adalah jenis C. picta. Jenis tersebut juga memiliki dominansi yang tinggi di hutan TNGGP. C. picta merupakan anggota dari famili Gesneriaceae yang memiliki khasiat sebagai pereda demam dan bengkak pada bagian tubuh tertentu. Hampir semua jenis dari famili Gesneriaceae berkembang biak dengan cara penyerbukan melalui hewan.
40
Burung menjadi pemeran utama dalam proses penyerbukan dan persebaran benih tumbuhannya. Hal tersebut yang menyebabkan jenis C. picta memiliki jumlah jenis individu paling banyak pada semua habitus. Diantara jenis tumbuhan yang ditemukan di hutan terfragmentasi KRC, terdapat jenis tumbuhan asing yang merupakan tumbuhan yang diintroduksi dan dikoleksi oleh KRC yaitu
Piper aduncum. Jenis P. aduncum merupakan
tumbuhan yang pada awalnya berasal dari Kebun Raya Bogor kemudian diintroduksi pada tahun 1860, berasal dari tepi hutan dan daerah terbuka di Argentina dan Meksiko (Mutaqien, dkk., 2011). 4.2.1
Indeks keanekaragaman dan kekayaan jenis tumbuhan obat Berdasarkan habitusnya, keanekaragaman jenis tingkat herba dan pancang
lebih beragam dibandingkan dengan tingkat tiang dan pohon. Tingkat keanekaragaman jenis tiang
dan pohon yang dihitung menggunakan indeks
Shann n (H’) menunjukkan keanekearagaman yang tergolong rendah (H’ < 1) dengan rata-rata nilai indeks masing-masing yaitu 0,61, dan 0,78, sedangkan untuk tingkat herba dan pancang terg l ng edang (1 ≤ H’ ≤ 3) dengan rata-rata nilai indeks masing-masing yaitu 1,47 dan 1,67. Abdiyani (2008)
menjelaskan bahwa tumbuhan di hutan terbentuk
kedalam lapisan-lapisan yaitu : 1) Pohon-pohon yang sangat menjulang tinggi, 2) lapisan tajuk, yang membentuk permadani hijau berkesinambungan dengan tinggi 80-100 kaki, dan 3) stratum tumbuhan bawah yang terdiri atas lapisan semak dan herba, dan dapat menjadi lebat jika terjadi pembukaan tajuk. Dominansi jenis tumbuhan obat pada tingkat herba dan pancang disebabkan oleh
41
rendahnya jenis pada tingkat tiang dan pohon. Hal
tersebut menyebabkan
berkurangnya daerah tutupan kawasan oleh tajuk sehingga menyebabkan ruang dan nutrisi yang cukup serta cahaya matahari bisa langsung masuk ke lapisan tumbuhan bawah. Hal ini tentu mengeuntungkan bagi tumbuhan bawah dengan kecepatan tumbuh yang tinggi dan membutuhkan ruang, nutrisi, dan cahaya
Indeks Shannon (H')
matahari lebih banyak untuk bereproduksi sehingga jenisnya menjadi melimpah.
2 1.8 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0
Hutan Wornojiwo Hutan Kompos Hutan Jalan Akar
Herba
Pancang
Tiang
Pohon
Gambar 4.2. Tingkat keanekaragaman jenis tumbuhan obat di hutan terfragmentasi KRC
Hal serupa terlihat pada nilai indeks kekayaan jeni Margalef ( ’) ada Gambar 4.3, kekayaan jenis tingkat herba dan pancang lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat tiang dan pohon. Kekakayaan jenis tingkat herba yang dihitung menggunakan indek Margalef ( ’) terg l ng edang ( ’ = 3,5 –5) dengan indeks rata-ratanya 3,50, sedangkan untuk tingkat pancang, tiang, dan pohon tergolong rendah ( ’ < 5) dengan rata-rata indeks masing-masing yaitu 3,24, 0,60, dan 1,06.
42
6 Indeks Margalef (R')
5
4
Hutan Wornojiwo
3
Hutan Kompos
2
Hutan Jalan Akar
1 0 Herba
Pancang
Tiang
Pohon
Gambar 4.3. Indeks kekayaan jenis tumbuhan obat di hutan terfragmentasi KRC
Rendahnya keanekaragaman dan kekayaan jenis tumbuhan obat untuk tingkat tiang dan pohon di hutan Wornojiwo dan Kompos disebabkan sedikitnya dijumpai jenis tumbuhan obat pada kawasan tersebut. Sedikitnya jenis tumbuhan obat dapat disebabkan oleh gangguan aktivitas manusia karena memang kedua lokasi tersebut dekat dengan pemukiman warga dan berbatasan langsung dengan jalan KRC yang merupakan daerah wisata. Selain itu, karena ukurannya yang kecil dan tingginya derajad fragmentasi menyebabkan sisa hutan KRC tersebut rentan terhadap gangguan biotik maupun abiotik (Mutaqien, dkk., 2011). 4.2.2
Struktur dan komposisi vegetasi di KRC Vegetasi hutan terfragmentasi KRC yang terbagi kedalam tiga lokasi
penelitian yang berbeda yaitu hutan Wornojiwo, Kompos, dan
Jalan Akar.
Berdasarkan hasil analisis vegetasi, didapatkan struktur dan komposisi hutan terfragmentasi KRC sebagai berikut:
43
a) Analisis vegetasi tingkat herba Hutan Wornojiwo memiliki 25 jenis tumbuhan dengan 17 famili. Jenis yang mendominasi dengan INP tertinggi adalah C. picta dengan INP 35,07% sedangkan P. aduncum dengan 6 jenis lainnya memiliki INP terendah yaitu 4,6% (Tabel 4.7). Berdasarkan hasil analisis, terdapat 18 jenis tumbuhan obat dengan 15 famili. Jenis C. picta merupakan jenis yang mendominasi dalam vegetasinya dan merupakan jenis tumbuhan obat. Jenis C. picta mendominasi dari segi kerapatan maupun banyaknya ditemukan jenis tesebut didalam plot. Komposisi vegetasi herba di hutan Kompos meliputi 23 jenis tumbuhan dengan 19 famili. Jenis C. picta memiliki INP tertinggi yaitu
sebesar 29%
sedangkan Sloanea sigun serta 13 jenis lainnya memiliki INP terendah yaitu 5,0%. (Tabel 4.7). Berdasarkan hasil analisis, terdapat 15 jenis tumbuhan obat dengan 13 famili. Jenis C. picta merupakan tumbuhan obat yang memiliki peranan dan kontribusi yang besar dalam penyusunan komunitasnya. Hutan Jalan Akar memiliki 18 jenis dengan 14 famili. Peristrophe hyssopifolia
merupakan jenis dengan INP tertinggi, yakni 39,4% dan jenis
Alpinia malaccensis dan 6 jenis lainnya memiliki INP terendah yaitu 4,8% (Tabel 4.7). Berdasarkan hasil analisis, terdapat 12 jenis tumbuhan obat dengan 11 famili. Komposisi vegetasi tingkat herba pada ketiga hutan terfrgamentasi KRC menunjukkan adanya kesamaan jenis tumbuhan obat yang paling berkontribusi dalam penyusunan komunitasnya. Jenis C. picta merupakan tumbuhan obat yang mendominasi pada vegetasi herba di ketiga hutan terfragmentasi KRC. Dominansi
44
jenis-jenis tumbuhan obat pada vegetasi herba di hutan Wornojiwo, Kompos dan Jalan Akar menunjukkan bahwa jenis tumbuhan obat memiliki kontribusi dan peranan yang penting dalam penyusunan komunitasnya. Keberagaman dan pentingnya tumbuhan obat dalam vegetasinya memiliki peluang yang besar dalam pembangunan dan pengembangan hutan. Tabel 4.7. Analisis vegetasi tingkat herba di hutan Wornojiwo, Kompos, dan Jalan Akar Wornojiwo No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
Nama jenis Alpinia malaccensis* Ardisia fuliginosa* Arenga pinnata* Arisaema inclusum Asplenium nidus* Begonia robusta* Calamus heteroides Calamus reinwardtii Cestrum purpureum* Commelina nudiflora* Commelina paludosa Cyperus rotundus* Cryptocarya ferrea Cyrtandra grandis Cyrtandra oblonga Cyrtandra picta* Dichroa febrifuga * Elaeagnus triflora* Elaeocarpus stipularis* Elatostema srigosum* Euchresta horsfieldii* Ficus hispida* Ficus obscura* Helicia serrata* Homalomena pendula* Leea indica* Litsea noronhae luvunga sarmentosa* Macropanax dispermum Musa acuminate* Mycetia cauliflora* Nephrolepis biserrata Ophiopogon caulescens Ostodes paniculata* Pavetta Montana Peristrophe hyssopifolia Piper aduncum*
KR (%) 1,8 9,2 0,9 0,9 7,3 3,7 11,1 0,9 2,8 31,4 1,8 0,9 1,8 1,8 1,8 0,9 0,9 1,8 1,8 1,8 0,9
FR (%) 3,7 3,7 3,7 3,7 3,7 3,7 3,7 3,7 3,7 3,7 3,7 3,7 3,7 3,7 7,4 3,7 3,7 3,7 3,7 3,7 3,7
Kompos INP (%) 5,5 13,0 4,6 4,6 11,0 7,4 15,0 4,6 6,5 35,0 5,5 4,6 5,5 5,5 9,2 4,6 4,6 5,5 5,5 5,5 4,6
KR (%) 1,4 1,4 1,4 5,5 4,2 1,4 24,6 1,4 1,4 5,5 1,4 2,7 1,4 1,4 15,1 1,4 -
FR (%) 4,0 4,0 4,0 4,0 4,0 4,0 4,0 4,0 4,0 4,0 4,0 4,0 4,0 4,0 4,0 4,0 -
Jalan Akar INP (%) 5,4 5,4 5,4 9,5 8,2 5,4 29,0 5,4 5,4 9,5 5,4 6,7 5,4 5,4 19,0 5,4 -
KR (%) 0,6 1,4 2,9 0,6 2,3 5,5 2,3 1,4 0,6 0,6 23,0 16,7 1,4 1,4 4,1 0,6 0,6 1,2 1,4 2,7 1,4 1,4 6,9 1,4 31,1 -
FR (%) 4,3 4,0 4,3 4,3 8,3 4,0 4,3 4,0 4,3 4,3 8,3 8,3 4,0 4,0 4,3 4,3 4,3 8,3 4,0 4,0 4,0 4,0 8,3 4,0 8,3 -
INP (%) 4,8 5,4 7,2 4,8 10,6 9,5 6,6 5,4 6,6 31,4 25,0 5,4 5,4 8,3 4,8 4,8 9,5 5,4 6,7 5,4 5,4 39,4 5,4 39,4 -
45
Tabel 4.7 ( an utan…) 1 2 3 4 5 6 7 38 Piper sarmentosum* 1,4 4,0 39 Plectocomia elongata * 2,8 3,7 6,5 1,4 4,0 40 Polygala venenosa* 2,7 4,0 41 Pteris biaurita 1,4 4,0 42 Rubus moluccanus* 43 Sanicula europhea 4,7 3,7 8,4 44 Saurauia pendula* 45 Schismatoglottis calyptrata* 13,7 8,0 46 Sloanea sigun 1,4 4,0 47 Smilax macrocarpa* 3,7 7,4 11,0 48 Zingiber infleksum* 2,8 3,7 6,5 6,9 8,0 Keterangan : * Jenis tumbuhan obat, - Jenis tidak terdapat di lokasi sampling
8 5,4 5,4 6,7 5,4 22,0 5,4 15,0
9 1,4 1,4 2,7 2,9 0,6 2,9 1,4 6,9
10 4,0 4,0 4,0 4,3 4,3 4,3 4,0 8,0
b) Analisis vegetasi tingkat pancang Hutan Wornojiwo memiliki 28 jenis tumbuhan dengan 21 famili. Jenis Ostodes paniculata merupakan jenis dengan INP tertinggi yaitu sebesar 19,2% dan jenis Alstonia scholaris serta 9 jenis lainnya memiliki INP terendah yaitu sebesar 3,7% (Tabel 4.8). Berdasarkan hasil analisis, terdapat 20 jenis tumbuhan obat dengan 16 famili. Jenis
O. paniculata merupakan jenis tumbuhan obat
dengan INP tertinggi. Jenis tersebut memiliki peranan dan kontribusi yang besar dalam penyusunan komunitasnya. Komposisi vegetasi pancang di hutan Kompos memiliki 24 jenis dengan 14 famili yang didominasi oleh jenis Lasianthus rigidus dengan INP sebesar 17,3%. Sedangkan INP terendah dimiliki oleh Antidesma tetandrum dan 10 jenis lainnya dengan INP 5,8% (Tabel 4.8). Berdasarkan hasil analisis, terdapat 16 jenis tumbuhan obat dengan 11 famili. L. rigidus merupakan jenis tumbuhan obat yang mendominasi dalam komunitas tumbuhan didalamnya. Hutan Jalan Akar memiliki 19 jenis dengan 17 famili yang didominasi oleh jenis Calamus heteroides dengan INP tertinggi yaitu 33,2% dan Ardisia fuliginosa serta 8 jenis lainnya memiliki INP terendah yaitu 7,0% (Tabel 4.8).
11 5,4 5,4 6,7 7,2 4,8 4,8 5,4 14,9
46
Berdasarkan hasil analisis, terdapat 12 jenis tumbuhan obat dengan 11 famili. Polyalthia subcordata merupakan jenis tumbuhan obat yang memiliki kontribusi dan peranan yang besar dalam penyusunan tumbuhan di komunitasnya. Tabel 4.8. Analisis vegetasi tingkat pancang di hutan Wornojiwo, Kompos, dan Jalan Akar Wornojiwo No
Nama jenis
Kompos
Jalan Akar
1
Alstonia scholaris*
KR (%) 0,9
FR (%) 2,8
INP (%) 3,7
KR (%) -
FR (%) -
INP (%) -
KR (%) -
FR (%) -
INP (%) -
2
Altingia excels*
0,9
2,8
3,7
-
-
-
-
-
-
3
Amomum coccineu*
14,2
2,8
17,0
-
-
-
-
-
-
4
Antidesma tetandrum*
-
-
-
1,9
3,8
5,8
2,2
4,9
7,0
5
Ardisia fuliginosa*
-
-
-
-
-
-
-
-
-
6
Ardisia villosa*
2,7
5,7
8,3
-
-
-
-
-
-
7
Arenga pinnata*
0,9
2,8
3,7
-
-
-
-
-
-
8
Calamus heteroides
-
-
-
5,8
3,8
9,6
28,3
0,2
33,1
9
Castanopsis argentea
2,7
2,8
5,5
1,9
3,8
5,8
2,2
4,9
7,0
10
Celtis cinnamomea*
2,7
2,8
5,5
-
-
-
-
-
-
11
Cestrum purpureum*
11,5
2,8
14,4
-
-
-
-
-
-
12
Cestrum purpureum*
-
-
-
9,6
3,8
13,5
2,2
4,9
7,0
13
Cinamomum burmanii*
-
-
-
1,9
3,8
5,8
-
-
-
14
Clerodendrum inerme*
-
-
-
-
-
-
6,5
4,9
11,4
15
Coffea robusta*
-
-
-
1,9
3,8
5,8
-
-
-
16
Cyathea spinulosa
0,9
2,8
3,7
-
-
-
2,2
4,9
7,0
17
Cyathea spinulosa
-
-
-
-
-
-
2,2
4,9
7,0
18
Dendrocnide stimulans*
-
-
-
7,7
3,8
11,5
-
-
-
19
Dichroa febrifuga*
-
-
-
5,8
3,8
9,6
-
-
-
20
Elaeocarpus angustifolia
21
Ficus cuspidata
22 23 24
Flacaurtia rukam*
25
Helicia serrata*
26 27 28
Lasianthus stercoranius*
29
Leea indica*
30
Litsea noronhae
31
Lytocarpus indutus
32
Lytocarpus palidus
-
-
-
-
-
-
2,2
4,9
7,0
7,1
2,8
9,9
-
-
-
-
-
-
Ficus ribes*
-
-
-
1,9
3,8
5,8
-
-
-
Ficus ribes*
-
-
-
-
-
-
8,7
9,5
18,2
2,7
2,8
5,5
-
-
-
2,2
4,9
7,0
3,5
5,7
9,2
-
-
-
-
-
-
Lasianthus capitatus
-
-
-
1,9
3,8
5,8
-
-
-
Lasianthus rigidus*
-
-
-
9,6
7,7
17,3
-
-
-
3,5
5,7
9,2
7,7
7,7
15,4
2,2
4,9
7,0
0,9
2,8
3,7
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
3,9
3,8
7,7
-
-
-
2,7
2,8
5,5
-
-
-
-
-
-
47
Tabel 4.8 ( an utan…) 1 2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
33
Macropanax dispermum
-
-
-
7,7
3,8
11,5
-
-
-
34
Magnolia lilifera
2,7
2,8
5,5
3,9
3,8
7,7
2,2
4,9
7,0
35
Mussaenda frondosa*
2,7
2,8
5,5
-
-
-
-
-
-
36
Mycetia cauliflora*
-
-
-
3,9
3,8
7,7
-
-
-
37
Ostodes paniculata*
10,6
8,6
19,2
5,8
3,8
9,6
4,4
4,9
9,2
38
Pavetta montana
0,9
2,8
3,7
1,9
3,8
5,8
-
-
-
39
Persea excelsa
-
-
-
-
-
-
2,2
4,9
7,0
40
Persea rimosa
3,5
2,8
6,4
3,9
3,8
7,7
-
-
-
41
Pinanga coronata*
4,4
5,7
10,1
1,9
3,8
5,8
-
-
-
42
Plectocomia elongata*
8,0
5,7
13,7
1,9
3,8
5,8
-
-
-
43
Polyalthia subcordata*
2,7
2,8
5,5
1,9
3,8
5,8
19,6
9,5
29,0
44
Rauvolfia javanica*
0,9
2,8
3,7
-
-
-
-
-
-
45
Schima walichii*
2,7
2,8
5,5
-
-
-
2,2
4,9
7,0
46
Symplocos fasciculata*
-
-
-
1,9
3,8
5,8
-
-
-
47
Symplocos spicata*
0,9
2,8
3,7
-
-
-
-
-
-
48
Syzygium costatum*
-
-
-
-
-
-
2,2
4,9
7,0
49
Thea sinensis*
-
-
-
-
-
-
2,2
4,9
7,0
50
Toona sureni*
-
-
-
-
-
-
4,4
4,9
9,2
51
Travesia sundaica*
-
-
-
3,9
3,8
7,7
-
-
-
52
Turpinia Montana*
0,9
2,8
3,7
-
-
-
-
-
-
53
Turpinia sphaerocarpa
0,9 2,8 3,7 Keterangan : * Jenis tumbuhan obat, - Jenis tidak terdapat di lokasi sampling
-
-
-
c) Analisis vegetasi tingkat tiang Komposisi vegetasi tiang di hutan Wornojiwo terdiri dari 3 jenis tumbuhan beasal dari 3 famili. Jenis Macropanax dispermum merupakan jenis dengan INP tertinggi yaitu sebesar 150%. (Tabel 4.9). Hutan Jalan Akar terdiri dari 3 jenis tumbuhan berasal dari 3 famili. Jenis Cestrum purpureum merupakan jenis tumbuhan obat yang terdapat dalam vegetasinya (Tabel 4.9). Komposisi vegetasi tiang di hutan Kompos terdiri dari 3 jenis tumbuhan berasal dari 3 famili. Jenis Saurauia blumiana merupakan jenis tumbuhan obat dengan INP tertinggi yaitu sebesar 126,66% (Tabel 4.9).
48
Tabel 4.9. Analisis vegetasi tingkat tiang di hutan Wornojiwo, Kompos, dan Jalan Akar No Nama jenis Wornojiwo Kompos Jalan Akar KR (%) 25,0
1
FR (%) 24,8
DR (%) 24,8
INP (%) 74,6
KR (%) 33,3
FR (%) 33,3
DR (%) 33,3
INP (%) 100,0
Cestrum purpureum* 2 Dendrocnide stimulans* 3 Macropanax 50,0 49,6 50,4 150,0 33,3 33,3 33,3 100,0 dispermum 4 Ostodes 33,3 33,3 33,3 100,0 paniculata* 5 Saurauia blumiana* 6 Turpinia 25,0 24,8 24,8 74,6 sphaerocarpa Keterangan : * Jenis tumbuhan obat, - Jenis tidak terdapat di lokasi sampling
KR (%) -
FR (%) -
DR (%) -
INP (%) -
-
-
-
-
33,3
33,3
20,0
86,7
-
-
-
-
33,3
33,3
60,0
126,7
33,3
33,3
20,0
86,7
d) Analisis vegetasi tingkat pohon Hutan Wornojiwo memiliki 9 jenis tumbuhan dengan 7 famili. Jenis Macropanax dispermum merupakan jenis dengan INP tertinggi yaitu sebesar 64,8% dan jenis O. paniculata memiliki INP terendah yaitu sebesar 15,2% (Tabel 4.10). Berdasarkan hasil analisis, terdapat 3 jenis tumbuhan obat dengan 3 famili. Hutan Kompos memiliki 6 jenis tumbuhan dengan 5 famili. Jenis Elaeocarpus angustifolia merupakan jenis dengan INP tertinggi yaitu sebesar 81,1% dan jenis S. blumiana memiliki INP terendah yaitu sebesar 38,9% (Tabel 4.10). Hutan Jalan Akar memiliki 10 jenis tumbuhan dengan 8 famili. Jenis S. walichii merupakan jenis dengan INP tertinggi yaitu sebesar 73,0% dan jenis Elaeocarpus stipularis memiliki INP terendah yaitu sebesar 17,9%. Berdasarkan hasil analisis, terdapat 3 jenis tumbuhan obat dengan 3 famili dan S.walichii merupakan jenis tumbuhan obat yang memegang peranan penting dalam penyusunantumbuhan komunitasnya (Tabel 4.10).
49
Tabel 4.10. Analisis vegetasi tingkat pohon di hutan Wornojiwo, Kompos, dan Jalan Akar Wornojiwo No 1
Nama jenis
KR (%)
FR (%)
DR (%)
Kompos INP (%)
KR (%)
FR (%)
DR (%)
Jalan Akar INP (%)
KR (%)
Castanopsis 6,3 7,6 36,8 50,7 25,0 argentea 2 Castanopsis 6,3 7,6 17,9 31,8 javanica 3 Castanopsis 8,3 tunggurut 4 Elaeocarpus 16,7 16,7 23,4 56,7 8,3 angustifolia 5 Elaeocarpus 8,3 stipularis* 6 Ficus 8,3 heteropilus 7 Helicia 6,3 7,6 9,1 23,0 serrata* 8 Macropanax 37,5 23,1 4,2 64,8 8,3 dispermum 9 Magnolia 6,3 7,6 2,0 15,8 montana 10 Ostodes 6,3 7,6 1,3 15,2 16,7 16,7 7,8 41,1 paniculata* 11 Persea 8,3 excelsa 12 Persea 6,3 7,6 13,0 26,9 rimosa 13 Saurauia 16,7 16,7 5,6 38,9 blumiana* 14 Saurauia 16,7 16,7 8,9 42,2 pendula* 15 Schima 8,3 walichii* 16 Sloanea 8,3 sigun 17 Symplocos 8,3 fasciculata* 18 Toona 16,7 16,7 6,7 40,0 sureni* 19 Turpinia 6,3 7,6 15,6 29,5 Montana* 20 Turpinia 18,8 23,1 0,1 42,0 sphaerocarpa Keterangan : * Jenis tumbuhan obat, - Jenis tidak terdapat di lokasi sampling
FR (%)
DR (%)
INP (%)
18,6
8,4
52,0
-
-
-
9,0
4,5
21,8
9,0
3,5
20,8
9,0
0,5
17,9
9,0
5,9
23,3
-
-
-
9,0
3,5
20,8
-
-
-
-
-
-
9,0
12,8
30,2
-
-
-
-
-
-
-
-
-
9,0
55,7
73,0
9,0
3,5
20,8
9,0
2,0
19,3
-
-
-
-
-
-
-
-
-
50
4.3
Perbandingan Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Obat di Hutan TNGGP dan di Hutan Terfragmentasi KRC Data-data yang telah dipaparkan sebelumnya menunjukkan bahwa jenis
tumbuhan obat yang terdapat di hutan terfragmentasi KRC lebih beragam dibanding pada lokasi sampling di hutan TNGGP. Namun jika dilihat berdasarkan indek Shann n (H’) dan Margalef ( ’), nilai keragaman dan kekayaan eni di hutan TNGGP lebih tinggi dibanding hutan terfragmentasi KRC (Tabel 4.19). Tabel 4.11. Perbandingan keanekaragaman jenis tumbuhan obat Parameter Hutan TNGGP Hutan terfragmentasi KRC Jumlah jenis tumbuhan 45 jenis 59 jenis obat Indek Shann n (H’) Herba 1,47 2,17 Pancang 1,63 1,58 Tiang 0,61 1,06 Pohon 0,78 1,38 Indek Margalef ( ’) Herba Pancang Tiang Pohon Jumlah jenis berdasarkan habitus Herba Pancang Tiang Pohon Ketinggian
5,66 2,52 1,24 2,32
3,80 3,24 0,60 1,06
31 jenis 9 jenis 5 jenis 9 jenis 1418-1623 mdpl
32 34 4 9 1374-1419 mdpl
Tingginya nilai keragaman dan kekayaan
jenis di hutan TNGGP
disebabkan banyaknya jumlah individu dari setiap jenisnya. Banyaknya jumlah jenis akan berpengaruh terhadap nilai keanekaragaman dan kekayaan jenisnya. Kawasan hutan TNGGP merupakan hutan alami yang heterogen dengan struktur yang kokoh, sehingga komunitas di dalamnya lebih stabil dan tidak mudah terganggu dari lingkungan luar. Hal tersebut diduga yang menyebabkan
51
banyaknya individu dari setiap jenis karena habitatnya yang minim gangguan sehingga masyarakat tumbuhan dapat tumbuh dengan baik. Jenis tumbuhan obat yang ada di hutan terfragmentasi KRC pada dasarnya merupakan tumbuhan anggota komunitas tumbuhan hutan TNGGP. Fragmentasi menyebabkan hutan Wornojiwo, Kompos, dan Jalan Akar terpisah dari kawasan taman nasional. Hutan terfragmentasi KRC merupakan petak sisa hutan Gunung Gede Pangrango yang terpisah karena adanya aktivitas manusia untuk berbagai peruntukkan. Kawasan daerah hutannya rentan sekali mendapat gangguan dari luar dan menyebabkan komunitas didalamnya tidak pernah betul-betul stabil. Selalu terjadi siklus alamiah yang setiap kali berulang dalam suatu rentang waktu tertentu. Demikian seterusnya proses pergantian ekologi ini berlangsung setiap saat secara berkesinambungan. Selama proses perubahan ini berlangsung secara alamiah tanpa intervensi manusia maka pergantian ekologi akan tetap terjadi berulang-ulang sehingga pertumbuhan klimaks dapat tercapai. Hal tersebut diduga yang menyebabkan besarnya keragaman jenis dan munculnya jenis-jenis tumbuhan yang dominan. Serangkaian proses perubahan-perubahan yang terjadi pada masyarakat tumbuh-tumbuhan sesuai dengan habitatnya dikenal dengan suksesi (Pribadi, 2006). Fragmentasi dapat berpengaruh pada kekayaan jenis, dinamika populasi, dan keanekaragaman hayati ekosistem keseluruhan (Gunawan, dkk., 2009). Tingginya keanekaragaman genetik pada hutan yang terfragmentasi di KRC disebabkan karena adanya daerah tepian hutan yang terfragmentasi. Hal ini dikarenakan daerah tepian hutan
terfragmentasi merupakan titik pertemuan
52
keadaan ekologi yang berbeda, dan biasanya faktor biotik dan abiotiknya akan sangat mendukung untuk daya regenerasinya sehingga menyebabkan keragaman jenis tumbuhan, khususnya tumbuhan obat. Tumbuhan obat di alam sangat rentan terkikis keberadaanya. Lambannya pengembangan budidaya tumbuhan obat menjadi salah satu penyebab terkikisnya jenis tumbuhan obat. Belum disorotinya secara sungguh-sungguh nilai ekonomi total dari hutan tropika Indonesia merupakan salah satu alasan upaya budidaya tumbuhan obat hutan tropika belum banyak dilakukan. Permasalahan lain yang masih dihadapi berkaitan dengan belum dikembangkannya tumbuhan obat antara lain: (1) belum tersedianya sifat-sifat bioekologi jenis tumbuhan obat yang merupakan dasar dari teknologi budidaya, (2) masih banyaknya jenis tumbuhan obat yang belum diketahui cara pembudidayaannya, (3) belum terampilnya sumberdaya manusia yang akan melakukan budidaya, dan (4) kurangnya dana untuk
pengembangan
tumbuhan
obat
(Pusat
Pengendalian
Kerusakan
Keanekaragaman Hayati BAPEDAL dan Fakultas Kehutanan IPB, 2001). Berdasarkan data tumbuhan obat yang terdapat di hutan TNGGP dan di hutan terfragmentasi KRC, terdapat jenis tumbuhan obat yang tergolong langka. Kriteria
kelangkaan
menurut
IUCN
(1978)
dengan
tingkat
terkikis
(indeterminate). Jenis tersebut adalah Pule (Alstonia scholaris) (Pusat Pengendalian Kerusakan Keanekaragaman Hayati BAPEDAL dan Fakultas Kehutanan IPB, 2001). Pada saat ini, upaya konservasi tumbuhan obat dirasa masih dipandang sebagai tanggung jawab sektor-sektor tertentu saja, belum berkembang sebagai
53
bagian dari rasa tanggung jawab seluruh sektor yang terkait dengan sumberdaya tumbuhan obat. Diharapkan terdapat kelembagaan yang secara khusus menangani masalah pelestarian dan upaya konservasi tumbuhan obat untuk menjamin kelestariannya. Penelitian-penelitian terhadap tumbuhan obat mulai meningkat namun masih cukup banyak pula yang belum terjangkau atau belum tuntas penanganannya. Hal tersebut diduga karena masih lemahnya sistem pengelolaan informasi ilmiah tumbuhan obat dan kurangnya koordinasi antara peneliti atau instansi tertentu yang mengakibatkan hasil-hasil penelitian tentang tumbuhan obat belum dapat dimanfaatkan secara efisien/berdayaguna terutama untuk upaya konservasinya.
4.4 Pemanfaatan Tumbuhan Obat oleh Masyarakat Lokal Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan di Desa Cimacan, sebagian besar masyarakat yang masih memiliki pengetahuan dan menggunakan tumbuhan obat adalah laki-laki, karena keseharian aktifitasnya yang masih sering berinteraksi dengan tumbuhan, baik itu diladang maupun di hutan. Selain itu, faktor usia juga memegang peranan penting dalam hal kekayaan intelektual tentang pemanfaatan tumbuhan obat. Responden dengan usia diatas 60 tahun, memiliki pengetahuan yang lebih luas tentang penggunaan tumbuhan obat. Masyarakat Desa Cimacan menggunakan tumbuhan obat sebanyak 162 jenis dari 68 famili yang berasal dari kebun, pekarangan rumah dan dari lahanlahan terbuka yang ditempati oleh tumbuhan liar. Berdasarkan familinya, jenis
54
tumbuhan obat yang paling banyak digunakan masyarakat adalah dari famili Asteraceae
sebanyak 12 jenis, Solanaceae 10 jenis, Zingiberaceae 9 jenis,
Rubiaceae 8 jenis, Moraceae 6 jenis, Acanthaceae dan Lamiaceae berjumlah 5 Jenis, sedangkan famili lainya berjumlah kurang dari 5 jenis. Data jenis tumbuhan obat yang dimanfaatkan masyarakat Desa Cimacan terdapat dalam Lampiran 6.
Usia
Jenis kelamin 16%
> 60 th
0% 28%
20%
Laki-laki
50 - 59 th
40 - 49 th
8%
30 - 39 th Perempuan 80%
20 - 29 th 24%
24%
< 20 th
Gambar 4.4. Persentase jenis kelamin dan usia responden
Tumbuhan obat dari famili Asteraceae merupakan tumbuhan yang banyak digunakan digunakan oleh masyarakat. Famili Asteraceae merupakan takson tumbuhan dengan keanekaragaman jenis yang cukup tinggi. Kelompok tumbuhannya terdiri dari 1.100 genus dari 20.000 spesies. Famili Asteraceae memiliki anggota terbesar kedua dalam kingdom plantae (Fahmi, dkk., 2012). Jenis tumbuhan dari famili Asteraceae memiliki khasiat penyembuh luka, panas dalam, serta hipertensi seperti Agerotum conizoides dan juga memiliki khasiat sebagai aprodisiak, anti diuretik, dan penambah stamina seperti jenis Artemisia vulgaris.
55
Tabel 4.12. Sepuluh tumbuhan obat yang banyak digunakan masyarakat lokal No Nama lokal Nama jenis Famili Habitus
Khasiat
1
Antanan
Centella asiatica
Apiaceae
Herba
Penguat daya ingat, hipertensi, wasir, rematik, dan magh
2
Babadotan
Ageratum conyzoides
Asteraceae
Herba
3
Cecenetan
Physalis minima
Solanaceae
Pancang
Menghentikan pendarahan luka, magh, panas dalam, sakit tenggorokan Obat sakit pinggang, diabetes, ginjal,
4
Jahe
Zingiber officinale
Zingiberaceae
Herba
5
Jombang
Sonchus arvensis
Asteraceae
Herba
6
Katutungkul
Polygala venenosa
Polygalaceae
Herba
7
Kumis kucing
Orthosiphon aristatus
Lamiaceae
8
Lobak lilin
Raphanus sativus
Brasicaceae
Herba
Obat sakit kepala, demam, masuk angin.
9
Lokatmala
Artemisia vulgaris
Asteraceae
Herba
Aprodisiak, stamina, pelancar air seni, dan rematik
10
Seureuh
Piper betle
Piperaceae
Herba
Obat batuk, bau mulut, magh, pengering luka dan obat mata
Penghangat badan, penurun demam, batuk, rematik, dan keseleo Obat kanker, luka dalam, peluruh batu ginjal, magh, hipertensi, sariawan Obat diabetes, sakit pinggang, batuk, dan memperlancar peredaran darah Obat hipertensi, diabetes, magh
Anggota famili Asteraceae dapat tumbuh dengan baik di kawasan tropis yang memiliki intensitas penyinaran matahari yang tinggi, karena matahari merupakan sumber energi utama dalam membantu proses fotosintesis. Jenis-jenis dari famili Asteraceae kebanyakan merupakan gulma, oleh karenanya banyak ditemukan di lingkungan. Gulma dari famili Asteraceae memiliki banyak manfaat baik sebagai tumbuhan obat, tanaman hias bagi pertamanan, dan sebagai sayuran (Fahmi, dkk., 2012). Jenis-jenis tumbuhan yang teridentifikasi dipercaya dapat menyembuhkan berbagai penyakit seperti batuk, demam, hipertensi, batu ginjal, obat cacingan,
56
hingga penyakit kejiwaan. Contohnya seperti Babadotan (Ageratum conizoides) yang banyak digunakan oleh masyarakat untuk menghentikan pendarahan luka, dan Lokatmala (Artemisia vulgaris) yang digunakan untuk stamina dan pelancar air seni. Jenis-jenis lain yang
banyak digunakan adalah Antanan (Centella
asiatica) yang digunakan untuk hipertensi, rematik dan penguat daya ingat, Seureuh (Piper betle) digunakan untuk obat batuk, bau badan, bau mulut, dan dari famili Zingiberaceae seperti Jahe (Zingiber officinale) yang biasa digunakan untuk menghangatkan badan, penurun demam, dan obat batuk. 4.4.1 Bagian yang dimanfaatkan Masyarakat sekitar kawasan TNGGP memanfaatkan bahan obat yang berasal dari dari biji, akar, batang, daun, pucuk daun, maupun seluruh bagian dari tumbuhannya (Gambar 4.5). Bagian yang paling
banyak digunakan oleh
masyarakat sekitar adalah daun, yakni sebesar 42% dari total jenis yang dimanfaaatkan. 1,04% 22,51%
3,14% 4,19% 5,23% 9,94%
1,04% 10,99%
41,88%
Biji Akar Umbi Rimpang Batang Daun Buah Bunga Campuran
Gambar 4.5. Persentase bagian tumbuhan obat yang digunakan masyarakat Desa Cimacan
57
Daun merupakan bagian tumbuhan yang paling banyak digunakan sebagai obat, yaitu sebanyak 749 jenis. Hal ini dikarenakan daun merupakan bagian yang mudah diperoleh, dan mudah dibuat atau diramu sebagai obat dibanding bagian, kulit, batang, ataupun akar (Pusat Pengendalian Kerusakan Keanekaragaman Hayati BAPEDAL dan Fakultas Kehutanan IPB, 2001). Tumbuhan obat yang dimanfaatkan oleh masyarakat biasanya diambil langsung dari alam seperti hutan, ladang, pinggir-pinggir jalan maupun dari pekarangan rumah. Pengambilan ini biasanya hanya ketika ada anggota keluarga yang menderita sakit. Menurut Roemantyo dan Ali (1994) dalam Yusro dkk., (2012), ada tiga kelompok masyarakat yang dibedakan berdasarkan intensitas pemanfaatan tumbuhan obat yaitu pertama kelompok masyarakat asli yang hanya menggunakan pengobatan tradisional. Kelompok kedua adalah kelompok masyarakat yang menggunakan tumbuhan obat dalam skala keluarga, dan yang ketiga kelompok industriawan obat tradisional. Masyarakat Desa Cimacan termasuk kedalam kelompok masyarakat
yang memanfaatkan tumbuhan obat
dalam skala keluarga.
4.4 Rekomendasi Tumbuhan Obat Potensial Budidaya Pemanfaatan tumbuhan obat di Indonesia dirasa akan terus meningkat mengingat kuatnya keterkaitan bangsa Indonesia terhadap tradisi kebudayaan menggunakan obat tradisional seperti jamu. WHO menjelaskan, hampir 60% populasi dunia menggunakan tumbuhan obat dan di beberapa negara secara luas telah memasukkannya kedalam sistem kesehatan masyarakat (WHO, 2014).
58
Kecenderungan masyarakat dunia akan kebutuhan pengobatan tradisional dengan tumbuhan obat dirasa akan terus meningkat. Oleh karena itu pengadaan untuk pemenuhan kebutuhan tersebut merupakan tantangan dimasa depan. Untuk mengantisipasinya, perlu dikembangkan sentral sentral produksi tumbuhan obat yang berdasarkan potensi masing-masing wilayah hutan alam dengan asas pelestarian. Hasil analisis terhadap data jenis tumbuhan yang digunakan masyarakat, terdapat 27 jenis tumbuhan (16,6%) yang terdapat di TNGGP dan hutan tefragmentasi KRC. Jenis-jenis tumbuhan obat yang memiliki beberapa khasiat dari pengolahan bagian tumbuhannya perlu mendapatkan perhatian lebih. Hal tersebut dapat dijadikan dasar untuk pemilihan tumbuhan potensial sebagai obat, juga sebagai salah satu upaya pengembangan dimasyarakat agar keragamannya tetap terjaga dan lestari. Pertimbangan-pertimbangan yang menjadi dasar dalam memilih jenis-jenis tumbuhan obat unggulan menjadi pioritas pengembangan. Kebutuhan yang tinggi karena memiliki beberapa khasiat dari pengolahan bagian tumbuhannya, jenis yang tergolong langka, sifatnya yang dapat menyembuhkan penyakit yang sulit diobati seperti kangker, dan banyaknya jenis yang dijumpai di alam liar dijadikan pertimbangan dalam upaya pembudidayaannya. Hal ini tentu perlu diimbangi dengan adanya upaya pendampingan dan pembinaan terhadap masyarakat sekitar tentang cara pengembangan tumbuhan obat.
59
Tabel. 4.13. Sepuluh jenis tumbuhan obat potensi budidaya di hutan TNGGP dan hutan terfragmentasi KRC Bagian No Nama lokal Nama ilmiah Famili Manfaat yang Cara pengolahan digunakan 1
Lame
Alstonia scholaris
Apocynaceae
Obat liver, diabetes
Kulit batang
Digodog, lalu diminum airnya
2
Rendeu badak
Cyrtandra picta
Gesneriaceae
Obat penurun panas, step
Daun
Daun ditumbuk, lalu di balurkan ke kulit
3
Kijiwo
Euchresta horsfieldii
Obat penawar bisa
Akar
Aprodisiak
Akar dan daun
Obat TBC
Biji
Obat sesak nafas
Rimpang
Fabaceae
4
Gandasoli
Hedychium coronarium
Zingiberaceae
5
Poh'pohan
Pilea melastomoides
Urticaceae
6
Katutungkul
Polygala venenosa
Polygalaceae
7
Hareeus
Rubus sundaicus
8
Kileho canting
9
10
Obat kanker, mual Obat sakit pinggang, memperlancar peredaran darah
Dikunyah, airnya ditelan dan ampasnya di balurkan ke luka bekas gigitan Direbus, air rebusannya di minum Ditumbuk, lalu diseduh dengan air hangat Direbus, air rebusannya di minum
Daun
Dilalap
Akar, buah dan daun
Digodog airnya diminum
Rosaceae
Obat keputihan
Daun
Direbus, airnya digunakan untuk membersihkan daerah kewanitaan
Saurauia pendula
Sauraceae
Obat tipus
Semua bagian
Digodog, lalu diminum airnya
Bubukuan leutik
Strobilanthus fifilfor
Acanthaceae
Obat ginjal
Daun
Tongtak leutik
Zingiber inflexum
Zingiberaceae
Obat sesak nafas
Rimpang
Direbus, air rebusannya di minum Direbus, air rebusannya di minum
Pengembangan dapat dilakukan di dalam maupun luar habitat alaminya. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam usaha pengembangan tumbuhan obat diantaranya : (a) pembinaan dan pemitraan kepada masyarakat, (b) pengembangan
60
kemitraan, (c) pengembangan kelembagaan dengan melibatkan semua stake holder, dan (d) pelaksanaan budidaya tumbuhan obat (Pusat Pengendalian Kerusakan Keanekaragaman Hayati BAPEDAL dan Fakultas Kehutanan IPB, 2001). Pengetahuan masyarakat tentang penggunaan dan pemanfaatan tumbuhan obat yang berasal dari nenek moyang harus terus dilestarikan. Pengaruh modernisasi dan budaya luar banyak mengakibatkan pengetahuan tentang pemanfaatan obat tradisional menjadi semakin tergerus, karena para orang tua yang memiliki pengetahuan tentang penggunaan tumbuhan obat hanya menyimpannya tanpa mewariskannya kepada generasi yang lebih muda. Oleh karena itu, hak atas kekayaan intelektual yang dimiliki oleh masyarakat tradisional atau masyarakat lokal harus dilindungi, dikonservasi, dan didata dengan baik. Masalah
tersebut
merupakan
tantangan
besar
bagi
kita
untuk
mengembalikan pola fikir masyarakat untuk kembali bergantung kepada alam (back to nature) dan mengajak masyarakat untuk turut serta dalam upaya pelestariannya. Hal ini dilakukan untuk mengurangi dampak buruk dari penggunaan obat-obatan modern yang memiliki bahaya dari bahan kimia, juga untuk tetap menjaga pengetahuan masyarakat tentang penggunaan dan pemanfaatan tumbuhan obat sebagai bentuk kearifan lokal yang mesti dijaga dan dilestarikan.
61
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa terdapat 45 jenis tumbuhan obat pada plot pengamatan di hutan TNGGP, dan 59 jenis di hutan terfragmentasi KRC. Tingkat keanekaragaman jenis tumbuhan obat yang dihitung menggunakan indeks Shannon (H’) menunjukkan bahwa di hutan TNGGP dan hutan terfragmentasi KRC tergolong sedang (1 ≤ H’ ≤ 3), karena rata-rata nilai indeks masing-masing sebesar 1,54 dan 1,13. Tingkat kekayaan jenis yang dihitung menggunakan indek Margalef ( ’) terg l ng rendah ( ’ < ,5) dengan rata-rata nilai indeks masing-masing sebesar 2,93 dan 2,1. Masyarakat sekitar TNGGP
menggunakan sebanyak 162 jenis tumbuhan obat yang berasal dari
lingkungan sekitar tempat tingganyal. Daun merupakan bagian tumbuhan yang paling banyak digunakan dengan persentase sebesar 42%.
5.2 Saran Upaya konservasi dan pelestarian tumbuhan obat perlu terus ditingkatkan dengan cara penciptaan hubungan kerjasama yang sinergis antara lembagalembaga konservasi dengan masyarakat. Perlu ada upaya pendampingan dari lembaga-lembaga konservasi seperti pengenalan jenis-jenis tumbuhan obat dan sosialisasi untuk kegiatan budidayanya kepada masyarakat lokal agar lebih peduli terhadap potensi serta kelestarian tumbuhan obat.
62
DAFTAR PUSTAKA
Abdiyani, S. 2008. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Bawah Berkhasiat Obat di Dataran Tinggi Dieng. Balai Penelitian Kehutanan Solo. (1):79-84. Adi, SN. 2003. Teknik Pendugaan Potensi Tumbuhan Obat di Kebun Raya Cibodas berdasarkan Pengetahuan Masyarakat Sekitar di Desa Cimacan dan Sindanglaya. Fakultas Kehutanan, Program Studi Konservasi Sumberdaya Hutan IPB, Bogor. Agung, S, dkk., 2009. Tanaman Obat Taman Usada Kebun Raya Bali. LIPI Press, Bali. Anggana, AF. 2011. Kajian Etnobotani Masyarakat di Sekitar Taman Nasional Gunung Merapi. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB, Bogor. Asrianny, Marian, dan Oka. 2008. Keanekaragaman dan Kelimpahan Jenis Liana (Tumbuhan memanjat) pada Alam di Hutan Pendidikan Universitas Hasanuddin. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan. Universitas Hasanuddin. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Definisi Tanaman Obat. http://www.Depkes.go.id. Diakses 2 September 2013, pukul 19.00 WIB. Ecroyd, C.E., and Brockerhoff, E.G. 2005. Floristic Changes over 30 Years in a Carterbury Plains Kanuka Forest Remnant and Comparison with Adjacent Vegetation Types. New Zealand Journal of Ecology. 2005. 29(2):279-280. Ernawati. 2009. Etnonotani Suku Melayu Daratan (Studi Kasus di Desa Aur Kuning, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau). Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB, Bogor. Fahrig, L. and A.A. Grez. 1996. effects of Habitat Fragmentation on Biodiversity. Annual Reviews of Ecology and Systematic. 34: 487-490. Gunawan, dkk., 2009. Fragmentasi Hutan Alam Lahan kering di Provinsi Jawa Tengah. Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam. 1: 3. Harada, dkk., 2002. Medicinal Plants of Mount Halimun National Park West Java Indonesia. Biodiversity Conservation Project. Japan International Coorporation agency (BCP-JICA).
63
Hasanah, M dan Devi. 2006. Teknologi Pengelolaan Benih beberapa Tanaman Obat di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian. 25 (2):69. Hidayat, S dan Wahyuni. 2009. Seri Tumbuhan Obat berpotensi Hias. PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta. Hidayat, S. 2006. Tumbuhan Obat Langka di Pulau Jawa: Populasi & Sebaran. Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, LIPI, Bogor. Hidayat, S. 2011. Konservasi Ex-Situ Tumbuhan Obat di Kebun Raya Bogor. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hembing. 2000. Ensiklopedia Milenium Tumbuhan Berkhasiat Obat Indonesia. Prestasi Insan Indonesia, Jakarta. Hendrian dan Julisasi. 1999. Koleksi Tumbuhan Obat Kebun Raya Bogor. UPT Balai Pengembangan Kebun Raya Lembaga Ilmu Pengetahuan, Bogor. IPNI (The International Plant Names Index). 2014. http://www.ipni.org. Diakses pada 1 Januari 2014, pukul 20.00 WIB. IUCN. 2014. http://www.iucnredlist.org. Diakses pada 5 Januari 2014, pukul 13.30 WIB. Kebun Raya Cibodas-LIPI. http://www.krcibodas.lipi.go.id. Diakses 15 Maret 2014, pukul 14.00 WIB. Kulkarni D.K, dkk., 2011. Phytochemical Studies of The Genus Zingiberaceae from Family Zingiberaceae. Department of Botany, Vivekanand College, Kolhapur, India. 2 (2):648-649. Ma’mun. 2006. Karakteristik beberapa Minyak Atsiri Famili Zingiberaceae dalam Perdagangan. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. 17(2):91-98. Mutaqien, dkk., 2010. Penyebaran Tumbuhan Asing di Hutan Wornojiwo Kebun Raya Cibodas, Cianjur, Jawa Barat. UPT Balai Konservasi Kebun Raya Cibodas-LIPI. (1):550-553. Noerdjito dan Maryanto. 2007. Jenis-jenis Hayati Dilindungi undangan Indonesia. LIPI Press, Bogor.
Perundang-
Odum, E.P. 1998. Dasar-dasar Ekologi (Terjemahan). Edisi III. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
64
Pribadi, ER. 2009. Pasokan dan Permintaan Tanaman Obat Indonesia serta Arah dan Pengembangannya. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Bogor. 8 (1):52-64. Pribadi, T. 2006. Keanekaragaman Vegetasi pada Areal Hutan Sekunder Bukit Mandi Angin, Banjar, Kalimantan Selatan. Fakultas Pertanian Universitas PGRI Palang Karaya, Palang Karaya. PT. Eisai Indonesia. 1995. Indeks Tumbuhan Obat di Indonesia (edisi kedua). PT.Eisai Indonesia, Jakarta Purba, EFB. 2009. Studi Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Pakan Bekantan (Nasalis larvatus) di Taman Nasional Tanjung Putting Kalimantan Tengah. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB, Bogor. Purnawan, BI. 2006. Inventarisasi Keanekaragaman Jenis Tumbuhan di Taman Nasional Gunung Gede pangrango. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan ekowisata Fakultas Kehutanan IPB, Bogor. Pusat Pengendalian Kerusakan Keanekaragaman Hayati BAPEDAL dan Fakultas Kehutanan IPB. 2001. Rancangan Strategi Konservasi Tumbuhan Obat Indonesia. Pusat Pengendalian Kerusakan Keanekaragaman Hayati BAPEDAL dan Fakultas Kehutanan IPB, Bogor. Putri, FSA. 2008. Strategi Pemasaran Obat Tradisional pada Taman Syifa di Kota Bogor Jawa Barat. Fakutas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor. Rosita, S.M.D., dkk., 2007. Penggalian IPTEK Etnomedisin di Gunung Gede Pangrango. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Bogor. XVIII (1):13-14. Santhyami dan Sulistyawati, 2007. Etnobotani Tumbuhan Obat oleh Masyarakat Adat Kampung Dukuh, Garut, Jawa Barat. School of Life Science & Technology, Bandung Institute of Technology. 1: 2. Sastroamidjojo S. 1997. Obat Asli Indonesia. Dian Rakyat, Jakarta. Soedibyo, M. 1998. Alam Sumber Kesehatan, Manfaat dan Kegunaan. Balai Pustaka, Jakarta. Sutarno, H & Atmowidjojo. S. 2000. Potensi dan Cara Pemanfaatan Bahan Tanaman Obat. Yayasan Prosea Indonesia, Bogor.
65
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (National Park), 2014. Tentang TNGGP. www.gedepangrango.org/tentang -tnggp. Diakses 15 Maret 2014, pukul 14.00 WIB. The Plant List. 2014. http://www.theplantlist.org. Diakses pada 2 Januari 2014, pukul 21.00 WIB. USGS, 2014. Earth Explorer. http.//earthexplorer.usgs.gov/. Diakses 1 Mei 2014, pukul 13.30 WIB. Van Steeenis, C.G.G.J. 1972. Mountain Flora of Java. Leiden: Brill. WHO, 2014. Biodiversity and Health. http.//www.who.int/en/. Diakses 01 Apil 2014, Pukul 20.00 WIB. Wihermanto. 2002. Inventarisasi Tumbuhan Terancam Kepunahan di Zona Sub Montana dan Montana Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Jawa Barat. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Biologi Universitas Pakuan, Bogor. Wijayanti, P. 2010. Budidaya Tanaman Obat Rosella Merah (Hibiscus sabdariffal.) dan Pemanfaatan Senyawa Metabolis Sekundernya di PT. Temu Kencono, Semarang. Fakultas Pertanian Program Studi Agribisnis Agrofarmaka Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Yuzammi. Dkk., 2009. Ensiklopedia Flora. PT. Kharisma Ilmu, Bogor.
66
LAMPIRAN Lampiran 1. Data fisik lokasi penelitian No
Lokasi
Kelembaban
pH & kelembaban tanah
Ketinggian (m dpl)
Koordinat
22,6° C
41%
6,8% & 60%
1374
S 06°44'29.8" E 107°00'37.8"
75
23,7° C
36%
6,2% & 80%
1344
S 06°44'22.2" E 107°00'28.5"
73
24,9° C
27%
6,2% & 70%
1419
S 06°44'32.4" E 107°00'20.1"
Intensitas cahaya
Suhu
7
Wornojiwo 1
Plot 2 (10.30) Kompos
2
Plot 2 (10.30) Jalan Akar
3
Plot 2
4
TNGGP Plot 2 1400 (10.30)
139
21,4° C
40%
6,2% & 72%
1451
S 06°44'28.8" E 107°00'06.2"
5
TNGGP Plot 2 1500 (12.30)
7
23,8° C
34%
6,0% & 70%
1529
S 06°44'44.6" E 106°59'51.9"
6
TNGGP Plot 2 1600 (14.30)
1
21,8° C
30%
6,0% & 70%
1623
S 06°44'59.8" E 106°59'21.3"
(10.30)
67
Lampiran 2. Data responden Desa Cimacan No
Nama
Jenis kelamin
Usia
Pendidikan
Status
Pekerjaan
Perempuan
78
SD
Menikah
Paraji
1
Abu Iti
2
Bah Otong
laki-laki
75
SD
Menikah
Tani
3
Beben
laki-laki
27
SMA
Belum Menikah
Wiraswasta
4
Dedi
laki-laki
29
SMA
Menikah
Wiraswasta
5
Ibu Cucu
Perempuan
41
SMP
Menikah
IRT
6
Ibu Elih
Perempuan
35
SD
Menikah
Wiraswasta
7
Ibu Heryati
Perempuan
45
S2
Menikah
PNS
8
M. Abdurahman
laki-laki
20
SD
Belum Menikah
Pegawai Swasta
9
Ma Aan
Perempuan
48
SD
Menikah
Wiraswasta
10
Pak Ajun
laki-laki
55
SD
Menikah
Pensiunan KRC
11
Pak Asik
laki-laki
84
SD
Menikah
Tani
12
Pak Aziz
laki-laki
33
SMP
Menikah
Pegawai Swasta
13
Pak Edi
laki-laki
43
STM
Menikah
Pengamat lingkungan
14
Pak Jaelani
laki-laki
46
SMA
Menikah
Wiraswasta
15
Pak Jaya
laki-laki
65
SD
Menikah
Tani
16
Pak Kosim
laki-laki
60
SD
Menikah
Pensiunan KRC
17
Pak Mahmudin
laki-laki
42
S1
Menikah
PNS KRC
18
Pak Maman
laki-laki
50
SD
Menikah
Tani
19
Pak Rustandi
laki-laki
50
SMA
Menikah
PNS
20
Pak Sirodjudin
laki-laki
57
SD
Menikah
Tani
21
Pak Slamet
laki-laki
67
SD
Menikah
Pensiunan KRC
22
Pak Sofyan
laki-laki
57
SD
Menikah
Pensiunan TNGGP
23
Pak Sutiana
laki-laki
54
SMA
Menikah
PNS KRC
24
Pak Ujar
laki-laki
64
SMP
Menikah
Pensiunan TNGGP
25
Ulih
laki-laki
25
SMA
Belum Menikah
Wiraswasta
68
Lampiran 3. Kuisioner pemanfaatan tumbuhan obat Desa Cimacan
Nama :
Jenis Kelamin :
Usia:
Pendidikan :
Pekerjaan :
Status:
Pertanyaan : 1. Dalam satu minggu berapa kali masuk ke hutan ? a. satu kali b. dua kali c. tiga kali d. setiap hari e. lainnya….. 2. Apa yang saudara lakukan ? a. bertani b. berburu c. mengambil kayu bakar d. mengambil tumbuhan e. lainnya… 3. Jenis tumbuhan apa saja yang diambil dari hutan ? a. b. c. 4. Apa nama tumbuhan yang sering dimanfaatkan ? No Nama lokal Kegunaan 1 2 3 5. Dari mana tumbuhan tersebut diambil ? a. hutan b. ladang c.pekarangan rumah d. lainnya 6. Bagian apa yang sering digunakan dan bagaimana pengolahannya ? Bagian yang No Nama tumbuhan Cara pengolahannya digunakan 1 2 3 7. Apakah saudara menanam tumbuhan tersebut dirumah a. ya b. tidak 8. Bagaimana sumber pengetahuan tersebut didapat ? a. sendiri b. sekolah c. orang tua d. lainnya…
69
Lampiran 4. Data Tumbuhan Obat hutan TNGGP No
Nama lokal
Nama jenis
Famili
Manfaat
1
Rasamala
Altingia excelsa
Hammamelidaceae
Tonikum
2
Tepus
Amomum coccineum
Zingiberaceae
Obat sesak nafas, batuk, pereda demam
3
Kiajag
Ardisia fuliginosa
Myrsinaceae
Obat panu, koreng
4
Kiracun
Ardisia villosa
Myrsinaceae
Meracuni anjing
5
Paku batu
Athryium puncticaule
Woodsiaceae
Obat disentri
6
Tali said leutik
Commelina obligua
Commelinaceae
Obat bengkak, bisul, dan gigitan serangga
7
Congkok
Curculigo capitulata
Hypoxidaceae
Membersihkan tubuh yang kotor dan berdaki
8
Rendeu badag
Cyrtandra picta
Gesneriaceae
Obat pereda demam, bengkak
9
Ramoklia
Elatostema negrescens
Urticaceae
Obat peredam panas
10
Kijiwo
Euchresta horsfieldii
Fabaceae
Gigitan ular, penawar ular, TBC, aprodisiak
11
Kisireum
Eugenia lineata
Myrtaceae
Demam
12
Walen
Ficus ribes
Moraceae
Obat diare, malaria, pelancar ASI
13
Hamerang
Ficus toxicaria
Moraceae
Kencing nanah
14
Rukem
Flacaurtia rukam
Flacourtiaceae
Obat luka, sakit telinga
15
Kienteh
Gordonia excelsa
Theaceae
Astringen
16
Gandasoli
Hedychium coronarium
Zingiberaceae
Obat cacing, biduran, demam, panas dalam, masuk angin
17
Kikopi leutik
Hyphobathrum frutescens
Rubiaceae
Obat rematik, cacar, sakit perut
18
Pulus
Laportea stimulans
Urticaceae
Obat batuk
19
Huru batu
Litsea cassiaefolia
Lauraceae
Obat kudis, bisul
20
Manggong
Macaranga rhizinoides
Euphorbiaceae
Obat batuk, disentri, dan demam
21
Kingkilaban
Mussaenda frondosa
Rubiaceae
Obat cuci mata
22
Kokopian
Mycetia cauliflora
Rubiaceae
Obat gatal
70
Lampiran 4 (Lanjutan…) 1
2
3
4
5
23
Muncang cina
Ostodes paniculata
Euphorbiaceae
Obat pencahar
24
Cangkuang
Pandanus furcatus
Pandanaceae
Obat batuk, tonik stelah melahirkan
25
Konyal
Passiflora suberosa
Passifloraceae
Obat penambah stamina
26
Anggrek tanah
Phaeus flavus
Orchidaceae
penyakit kelamin
27
Pohpohan
Pilea melastomoides
Urticaceae
Obat sari rapet, keputihan, anti kangker
28
Bingbin
Pinanga coronata
Arecaceae
Disentri, stamina
29
Seureuh
Piper aduncum
Piperacea
Obat batuk, penyakit gigi
30
Sirih
Piper sarmentosum
Piperaceae
Obat batuk, asma, penyakit gigi
31
Haruman
Pithecellobium clypearia
Fabaceae
Obat kudis
32
Rotan Badak
Plectocomia elongata
Arecaceae
Obat batuk
33
Hareeus
Rubus moluccanus
Rosaceae
Obat sariawan
34
Hareeus
Rubus sunndaicus
Rosaceae
Obat keputihan, sariawan
35
Kileho badak
Saurauia blumiana
Sauraceae
Obat tipus
36
Kileho canting
Saurauia pendula
Sauraceae
Obat tipus
37
Puspa
Schima walichii
Theaceae
Obat otitis, Sengatan ikan
Taleus leuweung Bubukuan leutik
Schismatoglottis calyptrata
Arecaae
Obat memar
Strobilanthus fifilfor
Acanthaceae
Obat ginjal
40
Jirak leutik
Symplocos odoratissima
Symplocaceae
Obat sariawan
41
Areuy kibarera
Tetrastigma dichotomum
Vitacae
Obat mata, obat batuk
42
Suren
Toona sureni
Meliaceae
Obat diare, disentri, demam, radang ginjal, lambung, usus
43
Panggang cucuk
Travesia sundaica
Araliaceae
Obat mual
44
Hamirung
Vernonia arboria
Asteraceae
Obat sariawan
45
Nangsi
Villebrunea rubescens
Urticaceae
Obat cuci mata
38 39
71
Lampiran 5. Data tumbuhan obat hutan terfragmentasi KRC No
Nama lokal
Nama jenis
Famili
Manfaat Obat kuat, sakit tenggorokkan, bisul, luka
1
Laza goah
Alpinia malaccensis
Zingiberaceae
2
Lame
Alstonia scholaris
Apocinaceae
Obat Kuat
3
Rasamala
Altingia excelsa
Hammamelidaceae
Tonikum
4
Tepus
Amomum coccineum
Zingiberaceae
Obat sesak nafas, Batuk, Pereda demam
5
Huni peucang
Antidesma tetandrum
Euphorbiaceae
Gatal
6
Kiajag
Ardisia fuliginosa
Myrsinaceae
Obat panu, koreng
7
Kiracun
Ardisia villosa
Myrsinaceae
Meracuni anjing
8
Aren
Arenga pinnata
Arecaceae
Batu ginjal, cacar air, haid tdk teratur, sembelit, sariawan
Asplenium nidus
Apleniaceae
Obat demam
Begonia robusta
Begoniaceae
Penurun demam, panas dalam, penghilang haus
9 10
Paku sarang burung Hariang bereum
11
Kitamiang
Celtis cinnamomea
Ulmaceae
Peluruh kentut
12
Kembang dayang
Cestrum purpureum
Solanaceae
Obat gatal
13
Kayu manis
Cinamomum burmanii
Lauraceae
14
Pagoda
Clerodendrum inerme
Verbenaceae
15
Kopi
Coffea robusta
Rubiaceae
16
Tali Said
Commelina nudiflora
Commelinaceae
Obat patah tulang, demam, luka
17
Teki
Cyperus rotundus
Cyperaceae
Obat keputihan dan diuretik
18
Rendeu badag
Cyrtandra picta
Gesneriaceae
Obat pereda demam, bengkak
19
Pulus jalatrong
Dendrocnide stimulans
Urticaceae
Obat bisul
20
Gigil
Dichroa febrifuga
Hydrangeaceae
Obat panas
21
kakaduan
Elaeagnus triflora
Elaegnaceae
Obat sarirapet
22
Medang/janitri
Elaeocarpus stipularis
Elaeocarpaceae
Obat luka
Elatostema srigosum
Urticaceae
23
Obat perut kembung, rematik, batuk, sakit kepala dan radang lambung Obat kejang perut, penawar racun Obat kejang perut, hipotensi, radang ginjal, kolera, diare, disentri
Obat batuk, bisul, dan patah tulang Obat gigitan ular, penawar ular, TBC, aprodisiak
24
Kijiwo
Euchresta horsfieldii
Fabaceae
25
Benying
Ficus hispida
Moraceae
Obat luka bakar
26
Ara saberenteh
Ficus obscura
Moraceae
Obat pegalinu
72
Lampiran (Lanjutan…) Lampiran Lampiran454(Lanjutan…) (Lanjutan…) 1
2
3
4
5 Obat diare, malaria, pelancar ASI
27
Walen
Ficus ribes
Moraceae
28
Rukem
Flacaurtia rukam
Flacourtiaceae
Obat luka, sakit telinga
29
Sipur bareubeuy
Helicia serrata
Proteaceae
Obat sakit gigi, bibir bengkak
30
Hariang
Homalomena pendula
Arecaceae
Tonik, obat demam
31
Kahitutan
Lasianthus rigidus
Rubiaceae
Obat kembung
32
Kahitutan
Lasianthus stercoranius
Rubiaceae
Obat kembung
33
Sulangkar
Leea indica
Leeaceae
Luka bakar
34
Kijeruk areuy
luvunga sarmentosa
Rutacae
Obat rematik, sakit gigi
35
Cau pele
Musa acuminata
Musaceae
Menghentiksn pendarahan
36
Kingkilaban
Mussaenda frondosa
Rubiaceae
Obat cuci mata
37
Kokopian
Mycetia cauliflora
Rubiaceae
Obat gatal
38
Muncang cina
Ostodes paniculata
Euphorbiaceae
Obat pencahar
39
Bingbin
Pinanga coronata
Arecaceae
Disentri, stamina
40
Seureuh
Piper aduncum
Piperacea
Obat batuk, penyakit gigi
41
Sirih
Piper sarmentosum
Piperacea
Obat batuk, asma, penyakit gigi
42
Rotan Badak
Plectocomia elongata
Arecaceae
Obat batuk
43
Kicantung
Polyalthia subcordata
Annonaceae
Obat diabetes
44
Katutungkul
Polygala venenosa
Polygalaceae
Penangkal racun
45
Lame
Rauvolfia javanica
Apocynaceae
Obat kuat
46
Hareeus
Rubus moluccanus
Rosaceae
Obat sariawan
47
Kileho badak
Saurauia blumiana
Sauraceae
Obat tipus
48
Kileho canting
Saurauia pendula
Sauraceae
Obat tipus
49
Puspa
Theaceae
Obat otitis, sengatan ikan
50
Taleus leuweung
Schima walichii Schismatoglottis calyptrata
Araceae
Obat memar
51
Canar
Smilax macrocarpa
Smilaceae
Obat sifilis, luka bakar
52
Jirak sasak
Symplocos fasciculata
Symplocaceae
Disentri
73
Lampiran 5 (Lanjutan…) 1
2
3
4
5 Obat penyakit empedu, obat gila (sumatra)
53
Jirak
Symplocos spicata
Symplocaceae
54
Jambuan
Syzygium costatum
Myrtaceae
Obat diare
55
Tea
Thea sinensis
Theacea
Obat sakit kepala
56
Suren
Toona sureni
Meliaceae
Obat diare, disentri, demam, radang ginjal, r. lambung, dan r. usus
57
Panggang cucuk
Travesia sundaica
Araliaceae
Obat mual
58
Kibancet/karas tulang
Turpinia montana
Staphyleaceae
Tonik
59
Tongtak leutik
Zingiber infleksum
Zingiberaceae
Obat sesak nafas
74
Lampiran 6. Penggunaan tumbuhan obat oleh masyarakat lokal (Desa Cimacan) No
Nama lokal
Nama jenis
Famili
Manfaat
Bagian yang digunakan
Cara pengolahan
1
Akar wangi
Polygala paniculata
Polygalaceae
Obat eksim, kudis, obat luka
Daun, akar
Ditumbuk, dibalurkan ke luka atau bagian yang sakit
2
Alpukat
Persea Americana
Lauraceae
Obat ginjal
Daun muda/pucuk
Pucuk muda diminum
3
Amperu lemah
Scutellaria javanica
Lamiaceae
Obat sakit pinggang, diabetes
Daun
Dikeringan dan digodog
4
Antanan/pegagan
Centella asiatica
Apiaceae
Obat darah tinggi, wasir, rematik, penguat daya ingat, cacingan
Semua bagian
Dijadikan lalapan
Antanan/pegagan
Centella asiatica
Apiaceae
Obat hipertensi, magh
Daun
Dikeringkan, dihaluskan, diseduh dan disaring (semakin pahit semakin bagus)
5
Apel hijau
Malus domestica
Rosaceae
Obat hipertensi
Buah
Direbus, lalu dimakan buahnya
6
Asem
Tamarindus indica
Caesalpiniaceae
Obat panas dalam
Buah
Dibuat rjak, dan dimakan setiap pagi
7
Babadotan
Ageratum conyzoides
Asteraceae
Menghentikan pendarahan (luka)
Semua bagian
Ditumbuk untuk luka luar
Babadotan
Ageratum conyzoides
Asteraceae
Obat magh
Semua bagian
Digodog, lalu diminum airnya
Babadotan
Ageratum conyzoides
Asteraceae
Obat panas dalam, sakit tenggorokan
Buah
Langsung dimakan
Babakoan
Eupatorium sordidum
Asteraceae
Obat luka berdarah
Daun
Daun ditumbuk lalu ditempelkan ke luka
8
direbus,
airnya
75
Lampiran 66 (Lanjutan…) (Lanjutan…) Lampiran 1
2
3
4
5
6
7
9
Baluntas
Pluchea indica
Asteraceae
Obat bau badan
Semua bagian
Dilalap
10
Bambu kuning tebal
Bambusa vulgaris
Cyperaceae
Obat batuk
batang
Batang di belah, airnya diminum
11
Bawang beureum
Allium ascalonicum
Amaryllidaceae
Obat panas
Umbi
Langsung dimakan/dibalurkan ke badan
12
Belimbing
Averhoa bilimbi
Oxalidaceae
Obat hipertensi
Buah
langsung dimakan
13
Bijangut
Mentha arvensis
Lamiaceae
Obat batuk, sesak nafas,diare
Semua bagian
Digodog, lalu airnya diminum
14
Bisoro
Ficus hispida
Moraceae
Obat mencret
Batang
Getah yang keluar dari batang diminum
15
Bit
Beta vulgaris
Chenopodiaceae
Melancarkan aliran darah
Umbi
Di rebus, lalu dimakan
16
Bobontengan
Melothria leucocarpa
Cucurbitaceae
Obat hipertensi
Buah
Dimakan langsung
17
Bubukuan gede
Strobilanthus blumai
Acanthaceae
Obat sakit pinggang
Daun
Direbus, air rebusannya di minum
18
Bubukuan kembang bodas
Strobilanthus infoluceratus
Acanthaceae
Obat ginjal
Daun
Direbus, air rebusannya di minum
19
Bubukuan leutik
Strobilanthus fifilfor
Acanthaceae
Obat ginjal
Daun
Direbus, air rebusannya di minum
20
Bunga bangkai
Amorphopalus campamulatus
Araceae
Obat sakit encok
Daun
Daun digodog, lalu diminum airnya
76
Lampiran 6 (Lanjutan…) 1
2
3
4
21
Bunga knop
Gomphrena globosa
Amaranthaceae
22
Bungbrun
Polygonum chinense
Poligonaceae
23
Buntiris/cocor bebek
Kalanchoe pinnata
24
Cabe hijau
25
5 Obat penambah nafsu makan
6
7
Daun
Digodog, lalu diminum airnya
Obat anti ketombe
Daun
Daun ditumbuk lalu dibuat shampo
Crasulaceae
Obat demam, bisul, dan memar
Daun
Dihaluskan, lalu dibalurkan ke dahi/bagian yang sakit
Capsicum frutescens
Solanaceae
Obat panas
Daun
Ditumbuk, lalu dibalurkan ke badan anak-anak
Calincing gede
Oxalis tetraphylla
Oxalidaceae
Obat hipertensi
Semua bagian
Digodog, lalu airnya diminum
26
Canar
Smilax macrocarpa
Smilacaceae
Obat sifilis
Akar dan daun
Digodog, lalu airnya diminum
27
Cariang
Schismatoglottis calyptrata
Araceae
Obat memar
Akar dan daun
Ditumbuk lalu dibalurkan ke luka
28
Cecenetan
Physalis minima
Solanaceae
Obat rematik
Daun dan batang
Digodog, lalu diminum airnya
Cecenetan
Physalis minima
Solanaceae
Obat sakit pinggang, diabetes
Semua bagian
Digodog, lalu diminum airnya
Cecenetan
Physalis minima
Solanaceae
Obat ginjal
Daun
Digodog, lalu diminum airnya
Cidagori
Sida acuta
Malvaceae
Obat asam urat
Akar, kulit batang
Dikeringkan lalu direbus, dan diminum airnya
29
77
Lampiran 6 (Lanjutan…) 1
2
3
4
5
6
7
30
Congkok
Curculigo capitulata
Hypoxidaceae
Obat pembersih tubuh
Daun
Daun di tumbuk, lalu digosokkan ke badan
31
Dadap
Erythrina subumrans
Fabaceae
Obat mata
Daun
Di tumbuk, airnya diteteskan ke mata
32
Daun burung
Rhinacanthus nasutus
Acanthaceae
Obat kurap
Akar, daun
Digosokkan pada kulit yang terinfeksi
33
Dukuh
Lansium domesticum
Meliaceae
Obat disentri
batang, buah, dan biji
Kulit batang buah dan biji di rebus, airnya diminum
Dukuh
Lansium domesticum
Meliaceae
Obat anti nyamuk
Kulit batang
Kulit batang dibakar
34
Enyoh kalo
Strobilanthes crispus
Acanthaceae
Obat kencing manis
Daun
Direbus, lau diminm airnya
35
Eurih/alang-alang
Imperata cylindrica
Poaceae
Obat sakit pinggang, Panas dalam, Stamina
Akar
Digodog, lalu diminum airnya
Eurih/alang-alang
Imperata cylindrica
Poaceae
Obat kuat, aprodisiak
Akar
Digodog, lalu diminum airnya
Gambas
Sechium edule
Cucurbitaceae
Obat panas
Buah
Buah diparut dan dicampur parutan bawang merah, dikasih minyak kletik lalu dibalurkan
Gambas
Sechium edule
Cucurbitaceae
Obat panas
Daun
Daun ditumbuk, lalu dibalurkan ke badan anak-anak
36
78
Lampiran 6 (Lanjutan…) 1
2
3
4
5
6
7
37
Gambir
Uncaria gambir
Asclepiadaceae
Obat penguat gigi, sariawan, obat mulut
Buah, biji
Dikunyah langsung
38
Gandapura
Gaultheria fragrantisima
Ericaceae
Obat Pegelinu
Daun
Daun di gerus, lalu dibalurkan
39
Gandapura bodas
Gaultheria leucocarpa
Ericaceae
Obat flu
Daun
Daun direbus, air rebusannya diminum
40
Gandasoli
Hedychium coronarium
Zingiberaceae
Obat sesak nafas
Rimpang
Direbus, air rebusannya di minum
41
Gelang
Portulaca oleracea
Portulacaceae
Obat tambah darah
Semua bagian
Digodog dengan bayam kecil ( harus dicuci bersih terlebih dahulu)
42
Geureung bodas
Stephania venosa
Menispermaceae
Obat anti kangker
Semua bagian
Digodog, lalu airnya diminum
43
Hamperu lemah
Scutellaria discolor
Lamiaceae
Obat diabetes, Reumatik, sakit pinggang
Daun
Dikeringkan, lalu digodog dan diminum airnya
44
Hanjuang
Cordyline fructicosa
Agavaceae
Obat batuk
Daun
Pucuk daun direbus
45
Hareeus
Rubus sundaicus
Rosaceae
Obat keputihan
Daun
Direbus, airnya digunakan untuk membersihkan daerah kewanitaan
46
Harendong bokor
Medinilla speciosa
Melastomataceae
Obat batuk
Buah
Daun direbus, air rebusannya diminum
47
Harendong bulu
Melastoma malabathricum
Melastomataceae
Obat borok, stamina
Buah
Buah ditumbuk, lalu di poko kan ke luka. Langsung dimakan
79
Lampiran 6 (Lanjutan…) 1
2
3
4
48
Harendong koneng
Medinilla verrucosa
Melastomataceae
49
Harendong lalaki
Melastoma stigerum
Melastomataceae
50
Hareuga
Bidens pilosa
Asteraceae
51
Hariang
Homalomena pendula
Aracaceae
52
Hariang beureum
Begonia robusta
53
Hariang bodas
54
5 Obat batuk kuning
6
7
Daun
Daun direbus, air rebusannya diminum
Daun
Daun ditumbuk, lalu dibalurkan ke luka
Batang muda, dan pucuk
Dikukus, dan di lalap
Obat demam
Batang
Batang ditumbuk, lalu dibalurkan ke dahi/langsung dimakan
Begoniaceae
Obat panas dalam, penghilang haus
Batang
Langsung dimakan
Begonia isoptera
Begoniaceae
Obat panas dalam,hipertensi
Batang
Batang dirumbuk, dibalurkan ke dahu, Batang ditumbuk, airnya disaring diminum campur madu
Hariang tangkal
Begonia bracteata
Begoniaceae
Obat demam/panas dingin
Batang
Batang ditumbuk, lalu dibalurkan ke dahi/langsung dimakan
55
Haruman
Pithecellobium clypearia
Mimosaceae
Obat kulit untuk binatang
Daun
Daun ditumbuk lalu digosokkan kekulit binatang
56
Honje
Nicolaia solaris
Zingiberaceae
Obat hipertensi, batuk
Rimpang
Digodog, lalu diminum airnya
Honje
Nicolaia solaris
Zingiberaceae
Obat rematik, keseleo
Rimpang
Diparut, lalu dipoko kan ke bagian yang sakit
Obat koreng dan luka bakar Influenza, sakit tenggorokan, setelah nifas
80
Lampiran 6 (Lanjutan…) 1
2
3
4
5
6
7
57
Jahe
Zingiber officinale
Zingiberaceae
Obat panas, penghangat badan
Rimpang
Diparut, lalu dipoko kan k badan, di seduh rimpangnya untuk penghangat
58
Jambu batu
Psidium guajava
Myrtaceae
Obat disentri
Daun
Pucuk daun muda langsung dimakan
59
Jambu mete
Anacardium occidentale
Anacardiaceae
Obat sakit kulit
Daun
Daun muda ditambah kapur dan jambu air, lalu direbus
60
Jati
Guazuma ulmifolia
Sterculiaceae
Obat hipertensi
Daun
Digodog, lalu diminum airnya
61
Jebug
Sterculia urceolata
Sterculiaceae
Obat panas
Umbi
Dipotong lalu ditempel di kepala
62
Jewer kotok
Coleus atropurpureus
Lamiaceae
Obat setelah nifas
Daun
Daun di gerus, lalu tempelkan ke bagian vagina wanita supaya cepat normal
63
Jirak leutik
Symplocos fasciculata
Symplocaceae
Obat keputihan
Daun
Daun ditumuk, di tempelkan ke bagian kewanitaannya
64
Jombang
Sonchus arvensis
Asteraceae
Obat kangker
Umbi
Dikeringkan, direbus dan dibuat serbuk
Jombang
Sonchus arvensis
Asteraceae
Obat luka dalam
Daun
Digodog, lalu diminum airnya
Jombang
Sonchus arvensis
Asteraceae
Obat magh, hipetensi, dan peluruh batu ginjal, sakit pinggang
Akar,daun
Digodog, lalu diminum
81
Lampiran 6 (Lanjutan…) 1
2
3
4
5
6
7
65
Jonghe
Emilia sonchifolia
Asteraceae
Obat sariawan
Buah, daun
Dijadikan lalapan
66
Kacang uci
Phaseolus pubescens
Papilionaceae
Obat nyeri lambung
Daun
Daun direbus, air rebusannya diminum
67
Kadaka
Asplenium nidus
Polypodiaceae
Obat tipus
Semua bagian
Digodog, lalu diminum airnya
Kadaka
Asplenium nidus
Polypodiaceae
Obat sakit kepala
Daun
Daun dicampur bawang putih ditumbuk, lalu dibalurkan ke kepala
68
Kahitutan
Lasianthus rigidus
Rubiaceae
Obat mules
Daun
Di tumbuk, airnya diminum
69
Kahitutan tangkal
Lasianthus purpureus
Rubiaceae
Obat kembung masuk angin
Daun
Digodog, airnya diminum
70
Kakaduan
Payena sericea
Sapotaceae
Obat kencing manis, darah tinggi
kulit buah
Digodog, lalu diminum airnya
71
Kareumbi
Omalanthus populneus
Euphorbiaceae
Obat eksim basah
Daun
Daun di tumbuk, lalu dibalurkan ke bagian yang sakit
72
Kasimukan
Anotis hirsuta
Rubiaceae
Obat masuk angin, mules
Daun
Digodog, airnya diminum
Kasimukan
Anotis hirsuta
Rubiaceae
Obat luka luar
Daun
Dilulurkan bagian luar
73
Katuk
Sauropus androgynus
Euphorbiaceae
Daun
Digodog airnya diminum
74
Katutungkul
Polygala venenosa
Polygalaceae
Akar, buah dan daun
Digodog airnya diminum
Obat sariawan, penambah ASI Obat sakit pinggang, memperlancar peredaran darah
82
Lampiran 6 (Lanjutan…) 1
2
3
4
5
6
7
Katutungkul
Polygala venenosa
Polygalaceae
Obat batuk
Daun, Buah
Direbus, air rebusan diminum
Katutungkul
Polygala venenosa
Polygalaceae
Kencing manis
Semua bagian
Direbus, air rebusannya di minum
75
Keci beling
Strobilanthes spec
Pedaliaceae
Obat batu ginjal
Daun
Direbus, lalu diminum airnya
76
Kelapa
Cocos nucifera
Arecaceae
Obat hipertensi
Buah
Airnya langsung diminum
77
Kiajag
Ardisia fuliginosa
Myrsinaceae
Obat koreng/kurap
Daun
Daun ditumbuk, lalu ditempelkan ke kulit
78
Kicemang beurit
Embelia ribes
Myrsinaceae
Obat sariawan
Batang
Getah yang keluar dari batang diteteskan ke bagian yang sakit
79
Kicemang gede
Embelia virgata
Myrsinaceae
Obat Hipertensi
Daun
Daun ditumbuk, disaring airnya lalu diminum
80
Kihamplas
Ficus obscura
Moraceae
Obat pegal linu
Akar dan daun
Direbus, lalu diminum airnya
81
Kijiwo
Euchresta horsfieldii
Fabaceae
Obat penawar bisa
Akar
Dikunyah, airnya ditelan dan ampasnya di balurkan ke luka bekas gigitan
83
Lampiran 6 (Lanjutan…) 1
2
3
4
5
6
7
Kijiwo
Euchresta horsfieldii
Fabaceae
Aprodisiak
Akar dan daun
Direbus, air rebusannya di minum
Kijiwo
Euchresta horsfieldii
Fabaceae
Obat TBC
Biji
Ditumbuk, lalu diseduh dengan air hangat
82
Kijogo
Cestrum aurantiacum
Solanaceae
Obat gatal
Daun
Daun dipetik langsung digosokkan
83
Kijogo beureum
Cestrum elegans
Solanaceae
Obat gatal
Daun
Daun dipetik langsung digosokkan
84
Kileho badak
Saurauia blumiana
Sauraceae
Obat tipus
Semua bagian
Digodog, lalu diminum airnya
84
Kileho badak
Saurauia blumiana
Sauraceae
Obat tipus
Semua bagian
Digodog, lalu diminum airnya
85
Kileho canting
Saurauia pendula
Sauraceae
Obat tipus
Semua bagian
Digodog, lalu diminum airnya
86
Kilemo
Litsea cubeba
Lauraceae
Obat bau badan, Masuk angin
Daun
Direbus, lalu diminum airnya
87
Kingkilaban
Mussaenda frondosa
Rubiaceae
Obat bisul
Buah
88
Kirinjuh
Eupatorium inulifolium
Asteraceae
Obat luka, batuk
Daun
89
Kisambang
Aerva sanguinolenta
Amaranthaceae
Obat pencahar kencing
Daun
Direbus, lau diminm airnya
90
Kitambaga
Syzygium antisepticum
Myrtaceae
Obat antiseptik
Daun
Daun ditumbuk, lalu ditempelkan ke luka
91
Kiurat
Plantago major
Plantaginaceae
Obat asam urat, bisul
Semua bagian
Direbus, dan dilalap
Kiurat
Plantago major
Plantaginaceae
Rematik
Daun
Digodog, lalu diminum airnya
Dikeringkan lalu ditumbuk, dicampur minyak kelapa asli terus dibalurkan Daun ditumbuk, lalu dibalurkan ke luka, direbus dan diminum airnya untuk batuk
84
Lampiran 6 (Lanjutan…) 1
2
3
4
5
6
7
92
Kondang
Ficus variegata
Moraceae
Obat sakit perut
Buah, daun muda
langsung dimakan
93
Kondang benying
Ficus fistulosa
Moraceae
Obat diare
Daun
Daun muda dimakan langsung
94
Koneng temen
Curcuma xanthoriza
Zingiberaceae
Obat mual
Rimpang
Diparut, digodog lalu dikasih gula merah sedikit
95
Konyal
Passiflora suberosa
Passifloraceae
Obat melancarkan kencing, stamina
Batang
Dipotong , lalu airnya diminum
96
Kopi
Coffea sp.
Rubiaceae
Obat diabetes
Daun
Digodog, airnya diminum
Kopi
Coffea sp.
Rubiaceae
Obat luka luar
Daun
Pucuk daun ditumbuk, lalu ditempelkan ke luka, atau dikeringkan lalu dibuat serbuk
97
Koreh kotok
Bryonopsis laciniosa
Cucurbitaceae
Obat kencing manis
Daun
Direbus, lalu diminum airnya
98
Kremek/tolod
Alternanthera sessilis
Amaranthaceae
Obat mencret
Daun
Direbus, lalu diminum airnya
99
Kucai
Allium odorum
Amaryllidaceae
Obat pegal linu
Rimpang
Di buat sayur, atau direbus
100
Kucubung
Datura fastuosa
Solanaceae
Obat kencing manis
Daun
Direbus, lalu diminum airnya
Kucubung
Datura fastuosa
Solanaceae
Obat sakit mata
Bunga
Embun dipagi hari diteteskan ke mata nya
Kucubung
Datura fastuosa
Solanaceae
Obat mata
Bunga
Air dalam bunga dibilaskan ke mata
85
Lampiran 6 (Lanjutan…) 1
2
3
4
5
6
7
101
Kumis kucing
Orthosiphon aristatus
Lamiaceae
Obat hipertensi, diabetes, dan magh
Semua bagian
Digodog, lalu diminum airnya
102
Lame
Alstonia scholaris
Apocynaceae
Obat liver, diabetes
Kulit batang
Digodog, lalu diminum airnya
103
laza goah
Alpinia malaccensis
Zingiberaceae
Obat sakit pinggang
Semua bagian
Digodog, lalu diminum airnya
104
Lidah buaya
Aloe vera
Asphodelaceae
Obat penyubur rambut
Batang
lendirnya digosokkan ke kepala
105
Lobak lilin
Raphanus sativus
Brasicaceae
Obat Sakit Kepala
Umbi
Lobak disisik, di balurkan
Lobak lilin
Raphanus sativus
Brasicaceae
Obat panas
Buah
Dipotong lalu ditempel di kepala
Lobak lilin
Raphanus sativus
Brasicaceae
Obat demam, masuk angin
Buah
Buah dipotong, ditadah airnya lalu diminum
Lokatmala
Artemisia vulgaris
Asteraceae
Aprodisiak, stamina
Batang
Direbus, airnya diminum sebelum makan/ dihaluskan lalu diseduh dengan air panas
Lokatmala
Artemisia vulgaris
Asteraceae
Melancarkan air seni
Daun
daun dicuci bersih, direbus, lalu airnya diminum
Lokatmala
Artemisia vulgaris
Asteraceae
Obat rematik
Semua bagian
Digodog, lalu diminum
106
86
Lampiran 6 (Lanjutan…) 1
2
3
4
5
6
7
107
Mamangkokan
Nothopanax scutellarius
Araliaceae
Obat diuretik
akar
Direbus, lalu diminum airnya
108
Mengkudu
Morinda citrifolia
Rubiaceae
Obat hipertensi
Buah
Direbus, atau diblender
109
Meniran
Phyllanthus niruri
Euphobiaceae
Obat sakit badan
Semua bagian
Direbus dengan akar alang-alang, lalu diminum airnya
110
Nangka waluh
Annona muricata
Annonaceae
Obat penguat jantung
Buah
Buah dicampur gula dan air, disaring lalu diminum airnya
111
Nangsi
Villebrunea rubescens
Urticaceae
Obat batuk berdahak
Daun
Daun direbus, air rebusannya diminum
112
Orang-aring
Eclipta prostrata
Asteraceae
Obat penyubur rambut
Semua bagian
Direbus,, air rebusannya dioleskan ke kepala
113
Pacar tere
Impatiens platypetala
Balsamiferaceae
Obat kutu air, penghilang lelah
Semua bagian
Dimasukan kedalam bak air panas, digunakan untuk mandi
114
Padi
Oryza sativa
Cyperaceae
Obat anti ketombe
Malai
115
Paku kebo
Angiopteris avecta
Angiopteridaceae
Obat penyubur rambut
Daun
116
Pandan
Pandanus amaryllifolius
Pandanaceae
Obat rematik, neuropati
Daun
Direbus, lalu airnya di minum
117
Panggang cucuk
Travesia sundaica
Araliaceae
Obat sakit pinggang, badan letih
Akar dan daun
Digodog, lalu diminum airnya
Malai dibakar, dikasih air,disaring, lalu airnya digunakan shampo Ditumbuk, lalu digosokkan ke kepala
87
Lampiran 6 (Lanjutan…) 1
2
3
4
5
6
7
118
Panglai
Zingiber purpureum
Zingiberaceae
Obat mules, stimulan
Rimpang
Dijadikan ramuan jamu dengan tumbuhan rhizom lainnya
119
Pare
Momordica charantaia
Cucurbitaceae
Obat liver, empedu, dan penambah nafsu makan
Daun
Direbus, lalu diminum airnya
120
Pasi
Passiflora edulis
Passifloraceae
Obat panas dalam
Daun
Direbus, lalu diminum airnya
121
Pecah beling
Gardenia longifolia
Rubiaceae
Obat sakit pinggang
Semua bagian
Digodog, lalu diminum airnya
122
Pisang kole
Musa acuminata
Musaceae
Obat cepat kering luka
Batang
Batang ditebas, diambil getahnya lalu dioleskan ke luka
123
Poh'pohan
Pilea melastomoides
Urticaceae
Obat kangker, mual
Daun
Dilalap
124
Pongporang
Oroxylum indicum
Bignoniaceae
Obat liver
Kulit batang
Digodog, lalu diminum airnya
125
Pule
Alyxia Reinwardtii
Apocynaceae
Obat liver, diabetes
Kulit batang
Digodog, lalu diminum airnya
126
Pungpurutan
Ureana lobata
Malvaceae
Obat rematik, Persendian
Akar
Akar direbus, lalu diminum airnya
127
Rendeu badak
Cyrtandra picta
Gesneriaceae
Obat penurun panas, step
Daun
Daun ditumbuk, lalu di balurkan ke kulit
128
Rendeu beureum
Cyrtandra populifolia
gesneriaceae
Obat penurun panas
Daun
Daun ditumbuk, lalu di balurkan ke kulit
129
Rukem
Flacaurtia rukam
Flacourtiacea
Obat diare
Buah
Langsung dimakan
88
Lampiran 6 (Lanjutan…) 1
2
3
4
5
6
7 Direbus dengan akar pegagan dan alang-alang, diminum airnya
130
Rumput teki
Cyperus rotundus
Cyperaceae
Obat flu, keputihan, diuretik
Umbi
131
Salada
Nasturtium backeri
Brasicaceae
Obat anti kanker
Daun
Di buat lalapan
132
Salak
Salacca edulis
Arecaceae
Obat wasir
Biji
Dibuat kopi
133
Saliara/stekan
Lantana camara
Verbenaceae
Obat sakit kulit, Rematik
Daun
Direbus, lalu airnya di minum
134
Sanagori
Sida rhombifolia
Malvaceae
Obat sakit gigi
Akar
Akar air ditumbuk, diberi air dan dijadikan obat kumur
135
Santoloyo/sintrong
Gynura aromatica
Asteraceae
Obat magh, gemuk badan
136
Sarikaya
Annona squamosa
Annonaceae
Obat pencahar kencing
137
Seladri gunung
Sanicula elata
Umelliferaceae
Obat sakit pinggang, darah tingggi, penyubur rambut
Daun
138
Sembung gunung
Blumea balsamifera
Asteraceae
Obat pasca nifas, cacingan
Daun
139
Sente
Alocasia macrorrhiza
Araceae
Obat batuk
Batang
140
Sereh leuweung/rindu leutik
Piper arcuatum
Piperaceae
Obat batuk
Daun
Semua bagian daun, biji, akar
Dilalap, ditumis Digodog, lalu airnya diminum Di kukus, atau dilalap, di gosokkan ke kepala untuk penyubur rambut Direbus dengan air dan daun artemisia, air rebusannya diminum Getah yang keluar dari batang diminum Daun direbus, air rebusannya diminum
89
Lampiran 6 (Lanjutan…) 1
2
3
4
5
6
7
141
Sereuh kandel
Piper baccatum
Piperaceae
Obat bau mulut
Daun
Daun dikunyah
142
Seureuh
Piper betle
Piperaceae
Obat magh, batuk, bau badan
Daun
Digodog, lalu diminum airnya
Seureuh
Piper betle
Piperaceae
Obat pengering luka
Daun
Ditumbuk, lalu ditempelkan ke luka
Seureuh
Piper betle
Piperaceae
Obat batuk
Semua bagian
Diredam didalam botol berisi air, lalu diminum
Seureuh
Piper betle
Piperaceae
Mata kelilipan
Daun
143
Seureuh tangkal
Piper miniatum
Piperaceae
Obat tetes mata untuk bayi
Daun
144
Singgugu
Clerodendrum serratum
Verbenaceae
Obat sariawan, panas
Daun
145
Singkong
Manihot utilisima
Euphobiaceae
Obat magh/asam lambung
Umbi
146
Suji
Pleomele angustifolia
Liliaceae
Obat disentri, keputihan
Daun
147
Takokak
Solanum torvum
Solanaceae
Obat magh
Buah
148
Tataropongan/Paku ekor kuda
Equisetum debile
Equisetaceae
Obat luar bagian kulit yang sakit
Daun
149
Teeh
Thea sinensis
Theaceae
Obat sakit kepala
Daun
Sereh di rendam didalam segelas air, kemudian dibilaskan ke mata Daun ditumbuk, airnya diteteskan ke mata Digodog, dan dibuat tehh Diparut, lalu diperas, dicampur gula merah dan diminum Direbus, air rebusannya di minum Dibuat lalapan Daun ditumbuk lalu di poko kan ke bagian yang sakit Teeh diseduh, ditambah sedikit gula lalu tiduran dengan leher diganjal bantal tuk meregangkan otot
90
Lampiran 6 (Lanjutan…) 1
2
3
4
5
6
150
Teklan
Eupatorium riparium
Asteraceae
Obat luka
Daun
151
Tepus sigung
Amomum pseudofoetens
Zingiberaceae
Obat memar
Rimpang
152
Terong belanda
Solanaceae
Obat hipertensi
153
Terong belang
Solanum aculeatissimum Solanum melongena
Solanaceae
Menurunkan kolesterol
154
Teter
Solanum verbascifolium
Solanaceae
Obat patah tulang
155
Tobat barito
Ficus deltoidea
Moraceae
156
Tomat
Solanum lycopersicum
Tomat
Solanum lycopersicum
Buah, daun muda Buah
7 Daun ditumbuk lalu ditempelkan ke luka Diparut, lalu dibubuhkan ke luka Langsung dimakan Dilalap Getah batang dioleskan pada bagian patah tulang
Obat penambah stamina, Sari rapet
Batang dan kulit batang Semua bagian
Solanaceae
Obat Pusing
Pucuk daun
Dimakan langsung
Solanaceae
Obat hipertensi
Buah
Direbus, atau diblender
Digodog, lalu airnya diminum
Akar rimpang ditumbuk, lalu di bubuhkan ke bagian terkena bisa tanpa menutupi lubang bisa masuk Direbus, air rebusannya di minum
157
Tongtak
Zingiber odoriperum
Zingiberaceae
Obat mengeluarkan bisa
Rimpang
158
Tongtak leutik
Zingiber inflexum
Zingiberaceae
Obat sesak nafas
Rimpang
159
Totongoan
Debregeasia longifolia
Urticaceae
Panas dalam, sakit pinggang
Buah
Dimakan langsung
160
Ubi jalar
Dioscorea pentaphylla
Dioscoreaceae
Obat maag
Umbi
Direbus, lalu dimakan
161
Walen
Ficus ribes
Moraceae
Obat sakit gigi bolong
Batang
Getah dari batang dioleskan ke gigi yang sakit
162
Waluh
Cucurbita moschata
Cucurbitaceae
Obat sakit maag
Buah
Di rebus, lalu dimakan
91
Lampiran 7. Dokumentasi kegiatan penelitian
a
b
c
d
e
f
Keterangan : a. b. c. d, e. f.
Pembuatan plot penelitian Pendataan jenis tumbuhan obat Pengukuran diameter pohon Wawancara dengan tabib Desa Cimacan Wawancara dengan paraji Desa Cimacan Wawancara dengan masyarakat Desa Cimacan
92
Lampiran 8. Dokumentasi tumbuhan obat
a
b
c
d
e
f
g
h
i
Keterangan : a. b. c. d. e. f. g. h. i.
Budidaya tumbuhan obat di pekarangan warga Jenis Orthosiphon aristatus Jenis Agerotum conyzoides Jenis Artemisia vulgaris Jenis Physalis minima Jenis Polygala venenosa Jenis Piper beatle Jenis Zingiber officinale Jenis Pilea Melastomoides