80
6. KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN OBAT DAN MANFAAT LAINNYA DI HUTAN KERANGAS A. Pendahuluan Hutan kerangas sebagai suatu komunitas tumbuhan yang berkembang pada kondisi tapak yang terbatas sangat mudah terdegradasi. Bila sekali mengalami degradasi maka akan berkembang menjadi savana terbuka yang disebut sebagai ―Padang‖ (Bruenig 1995) Hutan kerangas yang telah mengalami gangguan akan sukar untuk pulih kembali. IUCN (The International Union for The Conservation of Nature) mengkategorikan hutan kerangas dengan status vulnerable (rawan). Hutan terdapat di Desa Guntung Ujung Kecamatan Gambut Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan merupakan salah satu contoh tipe hutan kerangas yang telah mengalami degradasi. Struktur hutannya telah berubah menjadi savana terbuka dan terfragmentasi menjadi kumpulan tegakan hutan berupa asosiasi dua jenis pohon (Combretocarpus rotundatus dan Melaleuca cajuputi), bahkan sekarang mengarah pada hutan murni untuk tingkat tiang dan pohon (Combretocarpus rotundatus). Sikap konservasi terhadap hutan kerangas yang tidak terbentuk pada individu masyarakat dan pengelola menjadi pemicu terdegrasinya hutan kerangas. Bertitik tolak dari permasalahan tersebut, diperlukan suatu pendekatan stimulus dalam memunculkan ketertarikan dan membangun sikap dan aksi konservasi. Membangun stimulus dapat dimulai dari nilai manfaat sehingga penerapan konservasi terhadap hutan kerangas dapat dilakukan. Diharapkan dari stimulus manfaat atau pemanfaatan ini selanjutnya akan mendorong pemaknaan kembali secara komprehensif stimulus alam bagi para pihak yang selanjutnya akan berkembang menjadi stimulus kerelaan untuk aktifitas konservasi di hutan kerangas. Penggunaan
biodiversitas
tumbuhan
sebagai
bahan
pengobatan
merupakan salah satu alternatif untuk menemukan nilai manfaat dari hutan kerangas. Hutan kerangas sebagai suatu komunitas tumbuhan spesifik yang tumbuh dan berkembang pada habitat tanah yang kesuburannya sangat terbatas merupakan kawasan yang menjadi sumber keanekaragaman tumbuhan dengan potensi besar dalam menghasilkan metabolit sekunder. Secara alami komunitas tumbuhan yang tumbuh pada kondisi tapak ekstrim atau terbatas potensial menghasilkan metabolit sekunder yang menjadi sumber bioaktivitas tertentu.
81
Proses fisiologis dalam menghasilkan metabolit sekunder dapat dipicu oleh tekanan atau stress lingkungan (Croteau
et al. 2000).
Hutan kerangas
merupakan komunitas tumbuhan spesifik, hanya beberapa tumbuhan tertentu yang
mampu
beradaptasi.
Kemampuan
adaptasi
tumbuhan
berpotensi
menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang menjadi dasar penggunaan tumbuhan sebagai bahan pengobatan. Permasalahan yang terjadi adalah belum ditemukan atau terbatasnya informasi mengenai penggunaan hutan kerangas sebagai sumber bahan tumbuhan untuk pengobatan.
Keterbatasan tersebut mengakibatkan upaya
konservasi berbasiskan nilai manfaat yang berkelanjutan dari jenis-jenis tumbuhan dari komunitas tumbuhan kerangas secara keseluruhan belum dapat dilakukan. Hasil penelitian etnobotani tentang penggunaan tumbuhan dari hutan kerangas masih relatif terbatas dan merupakan bagian kecil dari laporan-laporan penelitian ekologi dengan komunitas tumbuhan maupun penelitian ekologi mengenai satu spesies khusus.
Hartini (2007) dalam penelitian ekologi
melaporkan dalam penelitian keragaman tumbuhan di hutan kerangas bahwa terdapat beberapa tumbuhan yang berkhasiat obat. Beberapa tumbuhan dari hutan kerangas yang dikenal masyarakat untuk pengobatan yang didapat dari penelitian ekologis di antaranya seperti: Jungrahab (Baeckea frutescens L), Kantong semar (Nepenthes spp.), Tabat Barito (Ficus deltoidea), Senduduk (Melastoma malabathricum) Penelitian ini berusaha untuk mengidentifikasikan potensi tumbuhan obat di hutan kerangas melalui pendekatan pengetahuan etnobotani masyarakat lokal. Secara khusus juga diidentifikasikan perkembangan pemanfaatan N.gracilis maupun potensi biodiversitas tumbuhan lainnya yang berasal dari hutan kerangas. Informasi ini diharapkan dapat menjadi masukan penting sebagai stimulus untuk aksi konservasi di hutan kerangas. B. Metode Penelitian 1) Obyek dan Lokasi Penelitian Obyek penelitian adalah masyarakat yang hidup di dalam dan sekitar hutan kerangas. Lokasi pengumpulan data adalah di desa Guntung Ujung yang secara administratif terletak di Kecamatan Gambut Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan. Lokasi referensi adalah hutan kerangas Pasir putih-Lenggana Kabupaten Kotawaringin Timur, Arboretum Nyaru Menteng Palangkaraya
82
Kalimantan
Tengah,
dan
Tanjung-Muara
Kelanis
(Kalimantan
Selatan-
Kalimantan Tengah). 2) Prosedur Pengumpulan Data Metode pengumpulan data tentang penggunaan tumbuhan dari hutan kerangas sebagai bahan pengobatan dan pemanfaatan lainnya melalui metode wawancara semi terstruktur terhadap masyarakat lokal di lapangan (Rahayu et al. 2008). Responden yang dipilih untuk studi etnobotani ini sebanyak 20 orang. Responden yang dipilih adalah penduduk lokal dengan umur di atas 15 tahun dan
memiliki
pengetahuan
tentang
pengobatan
dari
hutan
kerangas.
Penelurusan literatur dilakukan untuk melengkapi data potensi penggunaan tumbuhan dari hutan kerangas. 3) Analisis Data Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan mempresentasikan hasil data dan informasi yang dikumpulkan tentang potensi tumbuhan obat dan penggunaan lainnya dari tumbuhan hutan kerangas. C. Hasil dan Pembahasan 1) Potensi Tumbuhan Obat dari Hutan Kerangas Berdasarkan hasil studi etnobotany dari masyarakat di dalam dan sekitar hutan kerangas yang dilengkapi dengan hasil tinjauan literatur, beberapa potensi tumbuhan obat dari hutan kerangas diuraikan dalam Tabel 6.1. Tabel 6.1 Daftar jenis tumbuhan yang berpotensi sebagai bahan pengobatan dari hutan kerangas No Nama Jenis
Penggunaan untuk pengobatan
Bagian yg digunakan
1
Agatis (Agathis borneensis)
Malaria
daun
2
Akasia (Acacia mangium)
berpotensi tetapi belum tereksplorasi
belum tereksplorasi
3
Alaban (Vitex pubescens)
obat sakit perut, demam, hypertensi, malaria
daun dan kulit kayu
4
Alang-alang (Imperata cylindrical)
batu ginjal, hypertensi, panas dalam
akar
5
Alau (Dacrydium beccarii)
kencing batu/ginjal
akar dan daun, buahnya dimakan
6
Anggrek tanah (Dipodium poludosum)
melancarkan peredaran darah
batang dan akar
7
Bakah kuning (Arcangelisia flava)
kencing manis, kencing batu, sariawan, lever
batang dan akar
8
Bati-bati (Adina minutiflora)
Sakit perut
daun
9
Belangiran (Shorea belangeran)
malaria, diabetes, diare, pewarna
Kulit batang
10 Bungur (Lagerstromia speciosa)
antidiabetes
daun
11 Galam (Melaleuca cajuputi)
obat sakit perut, luka, penahan sakit
daun dan buah
12 Gelagah (Phragmites karka)
darah tinggi (hypertensi) berpotensi obat tapi belum tereksplorasi
akar
diare, sakit kepala dan luka
semua bagian tumbuhan
13 Gumisi (Syzigium tetrapterum) 14 Jangang (Gleichenia linearis)
belum tereksplorasi
83
Tabel 6.1 Daftar jenis tumbuhan yang berpotensi sebagai bahan pengobatan dari hutan kerangas (lanjutan) No Nama Lokal
Penggunaan untuk pengobatan
Bagian yang digunakan
15 Jambuan (Syzygium sp.)
obat sakit perut, batuk
daun dan kulit
16 Kapur naga (Callophylum lowii)
pengurang rasa sakit, korengan
kulit, daun
obat sakit perut, luka, cegah ubanan, 17 Kramuntingkodok (Melastoma malabathricum) berak darah, sakit pinggang
daun, kulit batang
18 Kramunting buah (Rhodomyrtus tomentosa)
obat sakit perut, luka
daun, buahnya dimakan
19 Kariwaya (Ficus sp.)
disentri, diare,demam, obat luka
akar, daun
20 Kelalakai (Stenochlaena palustris)
penambah darah, demam
daun, batang
21 Kerinyu (Eupatorium palescens)
obat luka, bisul, kurap
daun
22 Ketapi hutan (Sandoricum beccarianum)
ambien
buah dan kayu
23 Kujajing (Pterospernum javanicum)
gatalan dan disentri
daun dan kulit
24 Kantong semar (Nepenthes spp.)
batuk, asma, tetes mata, diabetes, diare, pinggang, kebugaran,
daun, batang, akar, air dlm kantung
25 Mali-mali (Leea indica)
Luka, sakit kepala
Daun, kulit
26 Mahang (Macaranga costulata)
sariawan, tetes mata
getah batang
27 Manggis hutan (Garcinia sp.)
malaria, mag, persalinan
kulit, daun
28 Mengkudu hutan (Morinda sp.)
obat batuk
batang dan daun
29 Merapat (Combretocarpus rotundatus) 30 Mesisin (Ficus delteodea) 31 Nipa/Irat (Cratoxylon arborescens) 32 Palawan (Tristaniopsis obovata) 33 Pandan Rasau (Pandanus atrocarpus) 34 Pulantan (Alstonia pneumatophora) 35 Rambuhatap (Baeckea frutescens)
berpotensi obat tapi belum tereksplorasi mag, jamu wanita, diabetes demam, batuk, sakit perut, diare, luka, pewarna pakaian obat sakit perut, lever, mag, penguat stamina Berpotensi tetapi belum tereksplorasi disentri dan diare, maag, dan sakit perut, malaria sakit perut, analgesik, campuran bedak jerawat
belum tereksplorasi daun, batang daun, kulit daun, kulit, akar dan air dari batang belum tereksplorasi daun dan kulit daun
36 Rukam (Flacourtia rukam)
diare dan disentri
buah mudanya untuk obat
37 Simpur (Dilenia eximia)
obat mata, luka
daun, buah muda
38 Suling naga (Dianella nemerosa)
panas dalam, persalinan, bisulan, diare, bedak jerawat
semua bagian tumbuhan
39 Uwar (Syzygium sp.)
sakit perut
kulit batang, daun
Tabel 6.1 merupakan hasil pengolahan data yang didapat dari 4 lokasi penelitian (1 lokasi utama dan 3 lokasi referensi). Terdapat 39 jenis tumbuhan dari hutan kerangas yang teridentifikasi di lokasi penelitian, 35 diantaranya telah digunakan sebagai bahan pengobatan oleh masyarakat. Berdasarkan tinjauan literatur dan hasil analisis laboratorium, 4 jenis tumbuhan yang masih belum tereksplorasi melalui pengetahuan masyarakat lokal memiliki bioaktivitas sebagai bahan pengobatan (Tabel 6.2).
84
Tabel 6.2 Bioaktivitas beberapa jenis tumbuhan dari hutan kerangas Nama Jenis Merapat (Combretocarpus rotundatus) Akasia (Acacia mangium) Pandan (Pandanus atrocarpus) Gumisi (Syzygium tetrapterum)
Bioaktivitas Antioksidan dan antibakteri
Keterangan Hasil analisis laboratorium
Antibakteri Antibakteri
Hasil analisis laboratorium Hasil analisis laboratorium
Analogi terhadap spesies lain Referensi literatur dan hasil dari genus sama dan memiliki survey etnobotany terhadap bioaktivitas tertentu genus yang sama
Ekstrak methanol daun merapat (C.rotundatus)
berdasarkan analisis
invitro yang dilakukan memiliki kapasitas antioksidan terhadap 1,1-diphenyl-2picrylhydrazyl (DPPH) dengan nilai IC50 sebesar. Ekstrak methanol daun merapat juga memiliki kapasitas antibakteri. Pemberian ekstrak methanol daun merapat pada konsentrasi 62,5 ppm memiliki daya hambat minimal (MIC) terhadap bakteri S.aureus dan MIC terhadap E.coli pada konsentrasi 250 ppm. Ekstrak methanol daun akasia (A.mangium) memiliki kapasitas antibakteri. Pemberian ekstrak methanol kulit akasia mempunyai nilai MIC terhadap bakteri S.aureus pada konsentrasi 1000 ppm dan MIC terhadap E.coli pada konsentrasi 500 ppm. Mihara et al. (2005) menemukan bahwa ekstrak dari batang kayu akasia memiliki kapasitas antioksidan. Tumbuhan bawah pandan rasau (P.atrocarpus) secara in vitro juga memiliki kapasitas antibakteri. Pemberian ekstrak methanol daun pandan rasau pada konsentrasi 2000 ppm menunjukkan daya hambat terhadap jenis bakteri E.coli dan MIC bakteri S.aureus pada konsentrasi 500 ppm. Gumisi (S.tetrapterum) apabila dianalogikan dengan jenis Syzigium spp. lainnya diduga memiliki potensi bioaktivitas. Nahar et al. (2005) telah mendapatkan kapasitas antidiabetes dari jenis Syzygium cumini. Penelitian lainnya juga mendukung khasiat dari beberapa jenis tumbuhan hutan kerangas. Cratoxylon arborescens dan Dianella nemerosa digunakan masyarakat untuk pengobatan (Uji 2003; Rahayu et al. 2007). Chew YL. (2011) juga mengungkapkan bahwa Acacia auriculiformis mempunyai potensi antibakteri dan antioksidan. Tinjauan referensi ini memperkaya khasanah pengetahuan potensi pengobatan dari hutan kerangas. Beberapa penjelasan yang telah dikemukakan merupakan pembuktian bagaimana hutan kerangas dapat menghasilkan potensi tumbuhan obat. Secara umum bioaktivitas yang didapat dari tumbuhan merupakan dampak dari faktor internal tumbuhan dan faktor eksternal dari habitat kerangas yang kandungan hara tanahnya sangat terbatas.
85
2) Perkembangan pemanfaatan N.gracilis tumbuhan lainnya di hutan kerangas
dan
potensi
biodiversitas
Berdasarkan hasil studi etnobotani yang dilakukan, perkembangan pemanfaatan N. gracilis di lokasi penelitian utama dan referensi ditampilkan dalam Tabel 6.3. Tabel 6.3 Perkembangan pemanfaatan N.gracilis Lokasi
Nama Lokal
Desa Guntung Ujung Kab.Banjar Kalsel
Ontong-ontong Kampil warik
(Lokasi utama)
Keterangan Penggunaan Terkini Cairan dari kantong tertutup masih digunakan hingga sekarang oleh sebagian kecil masyarakat untuk pengobatan batuk dan tetes mata. Sebagian kecil dari penduduk masih menggunakan cairan kantong tertutup sebagai campuran untuk pengobatan batu ginjal. Sebagai bahan antaran dan hiasan pengantin (sudah ditinggalkan) Kantongnya digunakan untuk memasak nasi tapi sudah mulai ditinggalkan Tumbuhan hias (berlangsung sementara)
Tanjung-Pasar Panas-Muara Kelanis Kalsel-Kalteng
Lanjung datu Hambinan warik Gintuwung
Sebagian anggota masyarakat masih menggunakan akar N.gracilis untuk pengobatan diabetes. Sebagian anggota masyarakat masih menggunakan tumbuhan N.gracilis untuk pengobatan sakit pinggang Cairannya yang tertutup digunakan untuk asma Tempat memasak nasi (insidentil)
Nyaru Menteng Kota Palangkaraya Kalteng
Kantong Bakei Kusak kameluh
Akar N.gracilis direbus untuk kebugaran badan dan sakit urat tulang (supaya berigas biti an hapan tatamba pehe uhat kahang), obat awet muda kantongnya untuk memasak nasi/ketan (insidentil) Tumbuhan hias (berlangsung sementara)
Telep umang Tebiku
Cairan dalam kantongnya sebagai bahan obat sakit perut (pehe kena-i) Akar N.gracilis dan batang dibakar dulu, kemudian direbus dan digunakan untuk penyakit beri-beri Kantongnya digunakan untuk memasak nasi atau ketan (berlangsung insidentil)
Pasir putihLenggana Kab.Kotim Kalteng
Pemanfaatan N.gracilis sebagai bahan pengobatan secara umum lebih banyak dikuasai oleh masyarakat yang berada di lokasi penelitian referensi. Relatif terbatas penduduk yang mengetahui potensi N.gracilis sebagai bahan pengobatan di lokasi utama. Nilai sosial dan nilai religius juga lebih teridentifikasikan oleh masyarakat yang berada di lokasi penelitian referensi dibandingkan lokasi penelitian utama. Pemanfaatan N.gracilis sebagai tempat menanak nasi (lontong) hampir dikuasai oleh sebagian besar masyarakat baik di lokasi penelitian utama maupun referensi.
86
Penamaan lokal dari masyarakat, N.gracilis memiliki nilai sosial budaya terutama dari masyarakat Tanjung-Muara Kelanis (lanjung datu), Nyaru Menteng (kusak kameluh), dan Desa Muara Penyang (telep umang).
Lanjung datu
memiliki makna lanjung (sejenis bakul tempat membawa barang yang dibawa dipunggung), dan datu (dari orang halus/orang ghaib). Masyarakat dari suku Dayak Kahayan (Nyaru Menteng) menamai kantong semar dengan sebutan kusak kameluh yang memiliki makna kusak (bakul) dan kameluh (uluh huran, bawi kuwu atau bidadari). Suku Dayak Siang (Kotawaringin Timur) memberikan sebutan telep umang untuk kantong semar yang memiliki makna telep (wadah) dan umang (orang yang ada di khayangan). Menurut keyakinan masyarakat dayak Siang, menyebarnya tebiku atau telep umang di berbagai tempat adalah sebagai hasil tumbuhan dari suku Ud Danum yang membawa telep umang sebagai persediaan air dengan mengikatkannya dipinggang. Telep umang yang telah diminum kemudian ditanam diberbagai lokasi yang menjadi rute perjalanan dari suku Ud Danum. Telep umang atau tebiku dulunya merupakan tempat menaruh anakan/peluru sipet (sumpit) yang merupakan senjata dan alat berburu masyarakat suku Dayak pada umumnya. Berbagai penjelasan historikal dari kantong semar memberikan gambaran bahwa Nepenthes memiliki nilai sosial budaya bagi masyarakat lokal. Perkembangan penggunaan biodiversitas tumbuhan lainnya dari hutan kerangas Desa Guntung Ujung (Lokasi Utama) yang dilakukan oleh masyarakat lokal adalah seperti tertera dalam Tabel berikut: Tabel 6.4 Pemanfaatan tumbuhan di lokasi penelitian utama Jenis tumbuhan
Bahan obat Pangan
Penggunaan Keterangan lain
√ (kayu)
Akasia Alaban
√
Alang-alang
√
Anggrek
√
Bati-bati
√
Belangiran Galam
Nilai jual Religius langsung
√
√ (daun, kulit)
Nilai jual kayu dan masih berlangsung √ (kayu Daun muda, kulit untuk bakar/arang) membuat teh Masih berlangsung √ (tumbuhan hias)
√ (buah)
√ (kayu bakar)
Penggunaan tumbuhan masih dilakukan Sudah tidak ditemukan tingkat pohon/tiang
√ (kayu)
Kayu dari log yang tertimbun tanah
√ (kayu, buah)
√ (kayu Masih berlangsung bakar/arang)
87
Tabel 6.4 Pemanfaatan tumbuhan di lokasi penelitian utama (lanjutan) Jenis tumbuhan
Bahan Pangan pengobatan
Nilai jual Religius langsung
Penggunaan Keterangan lain
Jangang
√
Jejambuan
√
Kantong semar
√
Kapurnaga
√
Karamunting kodok
√
√ (buah)
Pangan dari buah
Karamunting buah
√
√ (buah)
Pangan dari buah
Kelalakai
√
√ (sayuran)
Pangan sayuran
Kerinyu
√
Tali untuk kerajinan
Masih berlangsung √
Nipa
√
Palawan
√
Pulantan
√
Rambuhatap
√
Suling naga
√
Masih berlangsung sebelumnya pernah punya nilai jual kayu
Jarang digunakan √ (kayu)
Merapat
Tidak digunakan lagi utk kerajinan
nilai jual langsung kayu sebelumnya pernah punya nilai jual kayu √
Pertahanan & penangkal dari kekuatan jahat Jarang digunakan
√ (daun)
Penjualan masih berlangsung Masih berlangsung
Berdasarkan hasil yang tertera pada Tabel 6.4 terdapat 21 jenis tumbuhan yang dimanfaatkan masyarakat di lokasi penelitian utama untuk berbagai kepentingan. 18 jenis tumbuhan digunakan sebagai bahan pengobatan, 4 jenis yang sampai sekarang masih merupakan sumber kayu bangunan, 4 jenis sebagai sumber pangan, 1 jenis bernilai religius, 3 jenis sebagai sumber kayu bakar dan 1 jenis tumbuhan dimanfaatkan sebagai tumbuhan hias. Jenis alaban (V.pubescens), alang-alang (I.cylindrica), galam (M.cajuputi), karamunting
kodok
(Melastoma
malabathricum),
karamunting
buah
(Rhodomyrtus tomentosa) merupakan jenis tumbuhan yang paling banyak dikenal masyarakat sebagai bahan pengobatan. Jenis merapat (C.rotundatus) akasia (A.mangium) dan galam (M.cajuputi) merupakan tumbuhan yang tegakan berdirinya masih diproduksi masyarakat untuk pemenuhan kebutuhan kayu bangunan. Pemenuhan kebutuhan kayu bangunan, selain dipenuhi dari tegakan berdiri juga didapatkan dari sisa log yang tertimbun dalam tanah (jenis merapat, dan belangeran). Sebelum tegakan hutan di areal ini rusak, jenis pohon lain
88
sebagai penghasil kayu bangunan adalah nipa (C.arborescens), kapurnaga (C.lowii), jejambuan (Syzygium sp.), bati-bati (A.minutiflora) dan palawan (T.obovata). Pemenuhan kayu bakar yang dominan masih dimanfaatkan adalah jenis galam (M.cajuputi). Penggunaan pohon sebagai sumber kayu bangunan maupun kayu bakar mengarah kepada pemenuhan kebutuhan sendiri. Penggunaan sebagai sumber pangan yang masih tetap bertahan hingga sekarang adalah kelakai (S.palustris) sebagai panganan dalam bentuk sayuran. Penggunaan tumbuhan hias masih insidentil dan relatif jarang dilakukan oleh masyarakat setempat. Penggunaan tumbuhan untuk kepentingan religius dan kerajinan relatif sudah ditinggalkan. Daun rambuhatap (B.frutescens) dan buah galam (M.cajuputi) merupakan jenis tumbuhan yang sampai sekarang memberikan manfaat ekonomi langsung bagi masyarakat. Nilai jual yang relatif murah dari bahan kering dari buah galam sebesar Rp 6000/kg dan daun kering jenis rambuhatap sebesar Rp 2500/kg (hasil wawancara, 2012). Pengerjaan mengumpulkan kedua jenis tumbuhan ini merupakan mata pencaharian tambahan di luar pekerjaan utama sebagai petani. Pemungutan daun rambuhatap (B.frustescens) dan buah galam (M.cajuputi) merupakan hasil permintaan pasar yang berasal dari industri jamu di luar Kalimantan. Perbandingan
diperlukan
untuk
memperluas
pengetahuan
tentang
pemanfaatan biodiversitas hutan kerangas. Pemanfaatan tumbuhan dari hutan kerangas untuk berbagai kepentingan dari semua lokasi penelitian ditunjukkan dalam Tabel 6.5. Tabel 6.5 Pemanfaatan biodiversitas tumbuhan (selain N.gracilis) di lokasi penelitian referensi Jenis tumbuhan
Bahan Nilai jual Pangan Religius pengobatan langsung
Agathis Akasia Alaban
√
Alang-alang Alau Anggrek
√ √ √
Bakah kuning Belangiran
√ √
Penggunaan lain
√ (kayu) √ (kayu)
√
Keterangan kayu tidak diproduksi kayu masih diproduksi
√ (kayu bakar/arang) √ (kayu)
√ (kayu)
√ (tumbuhan hias)
kayu jarang diproduksi tan.hias sifatnya insidentil (2 jenis)
√ (pewarna)
kayu masih diproduksi
89
Tabel 6.5 Pemanfaatan biodiversitas tumbuhan (selain N.gracilis) di lokasi penelitian referensi (lanjutan) Jenis tumbuhan
Bahan obat
Bungur Galam
√ √
Gelagah Gumisi Jangang
√
Jejambuan Kapurnaga Karamunting kodok Karamunting buah Kariwaya Kelalakai Kerinyu Ketapi hutan Kujajing Mahang Manggis hutan Mengkudu hutan Merapat (tumih) Mesisin Irat/Gerunggang Palawan Pulantan
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Rukam Simpur Suling naga Uwar Mali-mali
√ √ √ √ √
Pangan
Nilai jual Religius langsung
Penggunaan lain
Keterangan
√ (kayu bakar) √ (kayu bakar, kayu masih diproduksi turus)
√ (kayu)
√ (kayu bakar) √ (tali utk kerajinan) √ (kayu bakar) kayu jarang diproduksi kayu jarang diproduksi
√ √ (kayu) √ (kayu) √ (buah) √ (buah) √
hunian orang ghaib sayuran
√ (sayur) √ (buah) √ (kayu) √ (buah) √ (kayu)
kayu jarang diproduksi kayu jarang diproduksi √ (kayu bakar)
√ (buah) √ (kayu)
kayu jarang diproduksi
√ (kayu) √ √ √ √
√ (kayu) √ (kayu)
kayu masih diproduksi √ √ (kerajinan dan tutup botol)
pengunaan kayu sudah jarang dilakukan
√ (buah) √ (kayu) √ (buah) √ (kayu) √ (kayu)
√ (pewarna) kayu jarang diproduksi √ (kayu bakar)
Terdapat 35 jenis tumbuhan yang dapat dimanfaatkan dari hutan kerangas di lokasi referensi penelitian. 32 jenis di antaranya berpotensi sebagai tumbuhan obat, 8 jenis tumbuhan dimanfaatkan sebagai sumber pangan (7 jenis tumbuhan penghasil buah dan 1 jenis sebagai sumber sayuran), 16 jenis tumbuhan sebagai sumber kayu bangunan, 7 jenis sebagai kayu energi (kayu bakar/arang), 2 jenis sebagai bahan pewarna, 2 jenis dimanfaatkan sebagai bahan kerajinan, 2 jenis untuk kepentingan religius dan 2 jenis sebagai tumbuhan hias. Penguasaan pengetahuan pengobatan yang berasal dari sebagian besar tumbuhan hutan kerangas terbatas pada sebagian kecil anggota masyarakat. Hanya sedikit jenis tumbuhan yang dikenal masyarakat secara luas sebagai
90
bahan pengobatan.
Jenis-jenis tumbuhan yang umum dikenal masyarakat
secara luas di antaranya adalah jenis alaban (V.pubescens), alang-alang (I.cylindrica), bakah kuning (A.plava), galam (M.cajuputi), karamunting kodok (M. malabathricum), karamunting buah (R.tomentosa), kelakai (S.palustris), mesisin (F.delteodea), palawan (T.obovata), dan jejambuan (Syzygium sp.). Pemanfaatan hutan kerangas sebagai penghasil kayu sampai saat ini lebih banyak dilakukan di lokasi referensi. Terdapat 4 jenis kayu yang masih dipanen yaitu merapat, galam, belangiran dan irat. Pemanenan rambuhatap dan buah galam tidak dilakukan oleh masyarakat di sekitar hutan kerangas dari lokasi referensi. Secara keseluruhan, belum terbentuk pasar untuk penjualan jenis-jenis tumbuhan yang berpotensi sebagai bahan pengobatan di lokasi penelitian referensi. Berdasarkan hasil pengamatan, pemanfaatan keanekaragaman tumbuhan di hutan kerangas oleh masyarakat lebih mengarah kepada pemanfaatan kayu yang memiliki nilai manfaat ekonomi langsung. Pemanfaatan tumbuhan lainnya baik sebagai bahan obat, pangan, pewarna lebih menjadi hal yang sifatnya minor dan hanya untuk pemenuhan kebutuhan sendiri. Penguasaan pengetahuan tentang manfaat tumbuhan dari hutan kerangas untuk kebutuhan selain kayu relatif terbatas pada orang-orang tertentu dengan kaderisasi keilmuwan yang kurang berjalan dengan baik. Lemahnya kaderisasi keilmuwan diindikasikan dengan relatif sedikitnya penduduk usia muda yang memahami penggunaan bahan tumbuhan dari hutan kerangas sebagai bahan pengobatan atau keperluan lainnya. Temuan ini menjadi tantangan yang harus disikapi agar potensi biodiversitas tumbuhan hutan kerangas sebagai bahan obat dapat terus dipertahankan dan dipergunakan secara berkelanjutan. Potensi tumbuhan obat dari hutan kerangas yang vegetasinya yang tumbuh pada habitat terbatas kesuburannya sangat mendukung peran hutan kerangas sebagai sumber bahan obat penting. Sosialisasi diperlukan agar diskonektivitas keilmuwan tentang penggunaan tumbuhan untuk obat tetap terpelihara dan dipertahankan untuk kegiatan konservasi berbasis pemanfaatan berkelanjutan dan mendukung program kesehatan mandiri di dalam dan sekitar kawasan hutan kerangas.
91
D. Simpulan Hutan kerangas yang menjadi lokasi penelitian sangat potensial menjadi sumber plasma nutfah untuk obat.
Ditemukan 92,31% jenis tumbuhan (jenis
tumbuhan 35 jenis dari 39 jenis tumbuhan) yang berpotensi sebagai sumber bahan obat. Potensi tumbuhan obat dari hutan kerangas yang vegetasinya tumbuh pada habitat terbatas sangat mendukung peran hutan kerangas sebagai sumber pengobatan. Selain itu, hutan kerangas masih digunakan masyarakat sebagai sumber kayu bangunan, sumber pangan (buah dan sayuran), sumber kayu energi, sumber bahan untuk kerajinan, sumber pewarna, tumbuhan hias dan tumbuhan dengan nilai religius. Secara khusus pemanfaatan N.gracilis sebagai bahan pengobatan lebih banyak dikuasai oleh masyarakat yang berada di lokasi penelitian referensi. Nilai sosial dan nilai religius juga lebih teridentifikasikan oleh masyarakat yang berada di lokasi penelitian referensi dibandingkan lokasi penelitian utama. Penguasaan pengetahuan tentang manfaat tumbuhan dari hutan kerangas untuk kebutuhan selain kayu
relatif
terbatas dengan kaderisasi keilmuwan yang kurang berjalan dengan baik. Sosialisasi dan dokumentasi penelitian tentang manfaat tumbuhan hutan kerangas perlu dilakukan agar kearifan pengetahuan lokal tentang tumbuhan dapat terus terjaga dan berlangsung antar generasi. Pembuktian melalui mekanisme penelitian modern dapat dilakukan untuk memperkuat pengetahuan tradisional masyarakat yang berkaitan dengan penggunaan tumbuhan hutan kerangas.