BioSMART Volume 7, Nomor 1 Halaman: 37-43
ISSN: 1411-321X April 2005
Keanekaragaman dan Potensi Jenis Tumbuhan Hutan Sekunder di Kuala Ran, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Timur Diversity and potential use of plant species from secondary forest in Kuala Ran, Bulungan District, East Kalimantan RAZALI YUSUF♥ "Herbarium Bogoriense", Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Bogor 16002 Diterima: 29 Januari 2005. Disetujui: 11 Maret 2005.
ABSTRACT Study on diversity and potency of plant from secondary forest in Kuala Ran, Bulungan District, East Kalimantan has been carried out with quadrate method. Three sample plots of 40 x 100 m2 were arranged in study site where secondary forest after shifting cultivation located at different age, 10, 20 and 30 years old. The result from three plots recorded that there are 287 species belong to 119 genera and 47 families. The study shows that the highest of species number (158 species) is at the 30 years old of secondary forest, followed by the 20 years old plot (144 species) and then plot with 10 years old plants (141 species). Based on the life form, the largest tree life-form which occupied plot at the study site is in 30 years old secondary forest. It is about 56.25% (81 species), then followed by 20 years old plot is 49.37% (78 species) and 41.84% (59species) at 10 years old plot. The life-form of liana was contrary with tree life-form, liana percentage in secondary forest would be smaller, when the forest gets older. It is the same as herbs and the shrubs. Local people used the plants at secondary forest for some usages, as food (46 species), as medicinal plants (23 species), as handicraft (21 species), as building material (14 species), ritual ceremony (10 species) while as poisonous plants 2 species. Key words: secondary forest, life-form, Kuala Ran, East Kalimantan.
PENDAHULUAN Masyarakat di berbagai tempat di belahan dunia sejak jaman pra-sejarah sampai kini telah melakukan penebangan hutan tropis dengan bermacam tujuan dan kepentingan. Dampak negatif dari penebangan hutan tropis tersebut adalah terjadinya perusakan dan degenerasi hutan, yang tercermin dengan lebih dominannya jenis-jenis tumbuhan yang kurang bernilai bila ditinjau dari aspek ekonomi. Sejarah perusakan hutan seperti yang terjadi di dataran tinggi Sumatera sebenarnya sudah terjadi sejak 4000 tahun yang lalu dan di dataran tinggi New Guinea sekitar 5000 tahun yang lalu (Whitmore, 1975). Pengaruh paling besar penyebab kerusakan dan pengurangan kawasan hutan seperti yang terjadi pada masa lalu kemungkinan adalah karena penebangan secara liar, pembukaan pemukiman dan peladangan berpindah. Namun dalam era sekarang ini dengan semakin maju dan berkembangnya peralatan, pengurangan kawasan hutan akibat penebangan cenderung lebih meluas dan mengalami perubahan yang relatif cepat. Pengurangan kawasan hutan alami akhir-akhir ini di Indonesia diperkirakan mencapai 56.000 km² atau 11 ♥ Alamat Alamat korespondensi: korespondensi: Jl. Ir. H. Juanda Baturiti, 22, BogorTabanan, 16002. Bali 82191. Candikuning, Tel.: & +62-251-322035. Fax.: +62-251-336538. Tel. Fax.: +62-368-21273. e-mail:
[email protected] e-mail:
[email protected],
[email protected]
ha/menit dengan laju kerusakan terus meningkat sepanjang tahun (Resosoedarsono et.al.,1984). Akibatnya banyak hutan tropis, sebagian besar hutan hujan dataran rendah (hutan primer) telah tergantikan oleh pertumbuhan kedua atau komunitas sekunder. Hutan penelitian Bulungan di Kalimantan Timur termasuk salah satu kawasan hutan Dipterocarpaceae dataran rendah (lowland dipterocarp forest) di Indonesia yang tergolong mengalami perubahan cukup pesat dalam beberapa tahun terakhir ini. Penyebab terjadinya pengurangan hutan tropis alami yang kaya akan jenis ini selain akibat proses pembalakan/penebangan pohon yang dikelola oleh HPH INHUTANI II juga perladangan berpindah yang secara turun temurun telah dipraktekkan masyarakat setempat. Perladangan berpindah dapat menyebabkan sebagian dari areal hutan alaminya telah digantikan oleh komunitas sekunder. Perladangan baik berpindah maupun yang menetap yang berasal dari penebangan hutan mempunyai pengaruh yang nyata bagi flora yang tumbuh dan kualitas tanah (Satari, 1968). Di kawasan hutan penelitian Bulungan sedikitnya dihuni 5 suku Dayak yaitu Dayak Punan, Merap, Putuk, Kenyah dan Abai. Dalam sistem berladang masyarakat Dayak, hutan sekunder yang telah dibuka sejak lama biasanya akan dimanfaatkan (dibuka untuk ladang) kembali pada saat yang dianggap tepat, karena sistem penanaman adalah sistem daur ulang. Oleh karena itu di sekitar 2005 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta
38
B i o S M A R T Vol. 7, No. 1, April 2005, hal. 37-43
pemukiman sering terlihat hamparan hutan sekunder bekas perladangan yang sedang mengalami proses "pemberaan " (diistirahatkan) dari berbagai tingkatan umur. Komunitas sekunder dalam perjalanan proses suksesi, tampak cukup bervariasi dari semak belukar, padang alang-alang atau paku-pakuan dari berbagai tingkatan umur dengan vegetasi jauh berbeda dengan hutan primer asli. Umumnya pada tahapan ini jenis-jenis sekunder dari kelompok suku Euphorbiaceae seperti Macaranga spp, Homalanthus sp, Mallotus sp., Glochidion sp., Croton sp. dan beberapa jenis dari suku lain seperti Callicarpa sp., Vitex sp., Trema sp., Anthocephalus sp. dan Ficus spp. biasanya cukup dominan. Berkaitan dengan permasalahan tersebut penelitian ini bertujuan untuk mengungkap perubahan populasi pohon dan potensi jenis tumbuhan di kawasan hutan sekunder dari berbagai tingkatan umur serta pemanfaatannya oleh masyarakat setempat. Diharapkan dari data lapangan yang terkumpul dapat menjadi masukan bagi pengelolaan hutan di masa yang akan datang. BAHAN DAN METODE Sebelum dilakukan penelitian terlebih dahulu dilakukan penjelajahan ke beberapa tempat untuk mendapatkan gambaran secara luas mengenai keadaan kawasan hutan sekunder yang akan dicuplik. Pada tempat-tempat terpilih yaitu di kawasan hutan sekunder yang terdiri atas berbagai tingkatan umur yaitu 10, 20 dan 30 tahun masing-masing dibuat petak (3 petak) cuplikan berukuran 40x100 m2 atau dengan luas 0,4 ha. Perbedaan tingkatan umur tipe hutan sekunder ini diperoleh berdasarkan informasi masyarakat setempat. Setiap petak cuplikan yang terdapat pada hutan sekunder yang terdiri atas berbagai tingkatan umur tersebut selanjutnya dibagi menjadi 40 sub-petak berukuran 10x10 m2. Semua tumbuhan yang terdapat pada masing-masing petak dicacah dan dicatat jenisnya. Data yang dikumpulkan meliputi nama jenis dan bentuk hidup tumbuhan yang dicacah. Contoh spesimen bukti tumbuhan diambil, baik bentuk pohon, perdu, liana maupun herba untuk keperluan identifikasi. Identifikasi dilakukan dengan membandingkan spesimen bukti dengan spesimen herbarium yang terdapat di Herbarium Bogoriense. HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi lokasi Penelitian vegetasi hutan sekunder bekas ladang dilakukan di sekitar Desa Kuala Ran, Kecamatan Malinau, Kabupaten Bulungan. Untuk mencapai Desa Kuala Ran dapat ditempuh hanya bisa mencapai di desa Long Loreh dalam waktu ± 5 jam dengan kendaraan melalui perjalanan darat dari Malinau dan ± 6 jam melalui jalur sungai dengan ketinting. Secara geografis lokasi penelitian terletak pada koordinat 3°08’ LU dan 116°27’ BT dengan topografi datar sampai bergelombang. Tipe vegetasi yang banyak terhampar di sekitar pemukiman umumnya berupa hutan sekunder dan semak belukar yang terdiri atas beberapa tingkatan umur.
Terdapatnya hutan sekunder dari berbagai tingkatan umur disebabkan karena masyarakat belum memanfaatkannya kembali, karena menunggu saat yang tepat untuk dijadikan ladang.. Masyarakat setempat meng-klasifikasikan hutan sekunder berdasarkan tingkatan umur mulai dari hutan sekunder muda (bekkan) sampai hutan sekunder tua (jekkau). Hutan sekunder yang telah meng-hutan kembali kearah bentuk hutan primer (jekkau) yang biasanya dibiarkan selama ± 25 s/d 30 tahun, umumnya terletak agak jauh dari perkampungan. Jenis-jenis tumbuhan yang terlihat di hutan sekunder bekas ladang umumnya banyak didominasi dari kelompok suku Euphorbiaceae, Moraceae, Dilleniaceae, Sterculiaceae dan Annonaceae. Masyarakat setempat lebih sering memanfaatkan hutan sekunder dibandingkan dengan hutan primer, karena mereka berpendapat, umumnya hutan sekunder mempunyai tanah yang lebih subur. Jarang terlihat masyarakat membuka hutan primer untuk difungsikan sebagai ladang, kecuali untuk keperluan bahan bangunan. Keanekaragaman jenis tumbuhan Total jumlah jenis tumbuhan yang terdapat pada keseluruhan petak tercatat sebanyak 287 jenis, tergolong kedalam 119 marga dan 47 suku. Jumlah jenis tumbuhan pada setiap petak (masing-masing terdiri atas 40 sub petak) menunjukkan adanya perbedaan. Petak pada tingkatan umur 30 tahun memiliki jumlah jenis tertinggi (158 jenis) diikuti petak pada tingkatan umur 20 tahun (144 jenis) dan petak 10 tahun (141 jenis) (Tabel 1). Lebih tingginya jumlah jenis pada petak hutan sekunder yang berumur 30 tahun diduga ada kaitannya dengan terbentuknya naungan yang lebih rapat. sehingga beberapa jenis hutan primer yang toleran terhadap naungan dapat beradaptasi dengan baik. Kondisi demikian diperkirakan dapat berpengaruh terhadap kehadiran bentuk hidup pohon dalam jumlah yang relatif banyak. Denslow (1980) menyebutkan, kelompok jenis ini dikenal sebagai jenis "intermediate" atau jenis "understory" yaitu kelompok jenis pohon yang tidak memerlukan adanya rumpang untuk berkecambah dan tumbuh mencapai tajuk hutan. Beberapa jenis hutan primer tersebut dikenal sebagai jenis yang dalam proses suksesi, biji-bijinya dapat berkecambah di bawah tajuk hutan. Di lokasi penelitian terlihat beberapa jenis telah beradaptasi dengan lingkungan setempat antara lain dari suku Dipterocarpaceae (Hopea dryobalanoides, Shorea beccariana, Sh. johoriensis, Sh. pinanga, Sh. rugosa, Vatica sarawakensis, V. umbonata), Lauraceae (Alseodaphne bancana, Beilschmiedia rivularis, Dehaasia incrassata, Litsea forstenii, Phoebe lanceolata ), dan Fagaceae (Castanopsis hypophoenica, Lithocarpus confertus). Jacobs (1987) mengatakan, ekosistem hutan tropika di Indonesia terbentuk melalui proses suksesi secara bertahap dalam waktu yang lama dan dalam kurun waktu tersebut berbagai jenis tumbuhan yang terdapat di dalamnya akan beradaptasi dengan lingkungannya dan membentuk masyarakat yang kompleks.
YUSUF – Keanekaragaman dan potensi tumbuhan di Kuala Ran Tabel 1. Jumlah jenis, marga dan suku pada 3 petak hutan sekunder di daerah Kuala Ran, Bulungan. Petak Hutan sekunder 10 th Hutan sekunder 20 th Hutan sekunder 30 th Total keseluruhan
Jumlah jenis 141 144 158 287
Jumlah marga 110 116 119 197
Jumlah suku 64 52 47 80
Sebaliknya pada petak hutan sekunder muda yang kanopinya lebih terbuka terlihat banyak tumbuhan merambat (liana), perdu dan herba dengan tegakan pohon umumnya masih dalam bentuk semai dan anak pohon. Terbukanya kanopi hutan dapat menimbulkan terbentuknya celah atau lubang-lubang berupa rumpang sehingga cahaya matahari dapat menembus lantai hutan secara langsung. Besar kecilnya luas ukuran rumpang dapat berpengaruh terhadap kemampuan permudaan alam dan waktu proses pemulihan hutan. Runkle (1981) dan Brokaw (1985) mengatakan, terbentuknya rumpang pada berbagai ukuran di hutan hujan tropika, memperlihatkan tingkat kemampuan dan dinamika permudaan, berpengaruh terhadap arsitektur hutan, komposisi jenis dan dinamika populasi. Pada kondisi demikian berbagai jenis liana dari kelompok suku Vitaceae (Ampelocissus imperialis, Ampelocissus thyrsiflora, Cissus angustata), Arecaceae (Calamus caesius, Calamus javensis, Daemonorops sp., Korthalsia cf. robusta, Korthalsia cf. rostrata), Connaraceae (Cnetis platantha, Connarus grandis, Connarus euphlebius), dan Fabaceae (Callerya nieuwenhuisii, Phanera kocckiana) tampak cukup berhasil dalam pertumbuhannya. Hal ini disebabkan terdapatnya anakan dan pohon muda dengan kerapatan yang relatif tinggi sebagai media alami untuk tempat tumbuhnya. Pertumbuhan liana akan terhambat apabila kurangnya sumber nutrisi (hara) serta media alami sebagai tempat merambatnya (Brokaw, 1985). Selain liana, beberapa jenis herba dari suku Acanthaceae (Gendarusa vulgaris), Amarilydaceae (Curculigo capitulata, Curculigo latifolia), Araceae (Anodendron sp., Holochlamys cf. beccarii, Homalomena cf. aromatica), Aristolochiaceae (Tothea tomentosa) serta jenis-jenis dari suku Zingiberaceae tercatat cukup banyak dijumpai. Berdasarkan bentuk hidupnya, pohon menempati porsi terbesar dalam mengisi kawasan hutan pada ketiga petak. Untuk bentuk hidup pohon tercatat 81 jenis (56,25%) terdapat pada petak 30 tahun, 78 jenis (49,37%) pada petak 20 tahun dan 59 jenis (41,84%) pada petak 10 tahun (Tabel 2). Tabel 2. Jumlah jenis dan persentasenya berdasarkan bentuk hidup tumbuhan yang terdapat pada 3 petak hutan sekunder Kuala Ran, Bulungan. HTS-30 HTS-20 HTS-10 Habitus Jumlah Jumlah Jumlah %-tase %-tase %-tase jenis jenis jenis Herba 15 10,42 25 15,82 31 21,99 Liana 23 15,67 24 16,19 30 21,28 Perdu 13 9,03 15 9,49 16 11,35 Pohon kecil 11 7,64 16 10,13 5 3,55 Pohon 81 56,25 78 49,37 59 41,84
39
Bentuk hidup pohon dengan jumlah individu relatif banyak antara lain tercatat jenis Semecarpus bunburyanus (24 individu), Popowia pisocarpa (21), Xylopia altissima (19), Saurauia reinwardtiana (18), Alangium javanicum (14), dan Dacryodes rubiginosa (12). Pohon-pohon baru yang banyak dijumpai umumnya terdiri atas jenis pionir yang bijinya hanya dapat berkecambah bila mendapat cahaya matahari dengan suhu yang tinggi. Jenis-jenis yang cukup menonjol pada petak-petak hutan sekunder muda ini adalah jenis tumbuh cepat yang umumnya terbentuk dari perkecambahan biji seperti jenis dari kelompok suku Euphorbiaceae (Macaranga gigantean, Croton argyratus, Endospermum moluccanum, Glochidion philippicum, Glochidion rubrum, Mallotus laevigata, Ostodes macrophylla) serta beberapa jenis dari suku Moraceae, Leeaceae, Rubiaceae dan Rosaceae. Umumnya pohonpohon baru yang sebagian besar merupakan jenis sekunder berkayu lunak, oleh karena itu masyarakat jarang memanfaatkannya sebagai bahan bangunan, tetapi sering difungsikan sebagai kayu bakar. Terbentuknya pohonpohon baru dari perkecambahan biji merupakan factor terpenting sebagai dasar pertumbuhan dalam fase perkembangan dan fase pendewasaan pada pertumbuhan hutan hujan tropika (Whitmore, 1982). Meskipun terdapat beberapa jenis primer pada hutan sekunder muda ini, jenisjenis tersebut merupakan hasil terubus kembali dari tunggul pohon yang ditebas pada awal musim penanaman. Jenisjenis yang tercatat berterubus antara lain jenis dari suku Lauraceae, Melastomataceae, Myrtaceae, Olacaceae, sedangkan jenis dari suku Dipterocarpaceae tampaknya sulit berterubus apabila mengalami gangguan. Liana memiliki persentase terbesar kedua setelah pohon yang mengisi pada setiap petak. Keberadaan liana pada masingmasing petak berbanding terbalik dengan keberadaan pohon yaitu semakin tua umur hutan semakin kecil persentasenya dan hal yang sama juga dijumpai pada bentuk hidup herba dan perdu. Potensi jenis tumbuhan Berdasarkan kegunaannya masyarakat setempat memanfaatkan jenis tumbuhan pada kawasan hutan sekunder antara lain untuk bahan pangan (46 jenis), disusul kemudian untuk bahan obat (23 jenis), kerajinan (21 jenis), bahan bangunan (14 jenis), upacara adat (10 jenis) sedangkan untuk bahan kerajinan dan bersifat racun masing-masing 2 jenis (Tabel 3). Adapun daftar jenis tumbuhan yang tercatat di dalam petak penelitian selengkapnya tersaji pada Tabel 4. Pemanfaatan tumbuhan hutan untuk bahan pangan, yang banyak dilakukan oleh suku Dayak Punan adalah memanfaatkan buahnya yang sebagian besar diperoleh dari bentuk hidup pohon. Jenisjenis yang berpotensi sebagai penghasil buah yang banyak dimanfaatkan adalah dari suku Sapindaceae (Dimocarpus longan, Lepisanthes amoena, L. tetraphylla, Guioa diplopetala, Nephelium spp.), Moraceae (Artocarpus anysophyllus, A. dadah, A.heterophyllus, A. elasticus, A. integer, dan Bombacaceae (Durio zibethinus). Buah dari jenis Dimocarpus longan, Durio zibethinus dan Nephelium spp. selain untuk konsumsi sendiri juga banyak diperjualbelikan. Penduduk setempat kurang berminat menanam
B i o S M A R T Vol. 7, No. 1, April 2005, hal. 37-43
40
pohon buah di sekitar halaman rumahnya mungkin karena sumber di hutan dan ladang sudah mencukupi untuk konsumsi mereka sendiri. Pengetahuan tentang arti dan fungsi hutan dalam masyarakat Dayak Punan sebenarnya sudah berkembang secara turun temurun khususnya yang berkaitan dengan tumbuhan obat. Namun lama kelamaan karena mudahnya mendapatkan obat-obat paten menyebabkan generasi muda semakin sedikit yang mengetahui manfaat tumbuhan hutan yang berkhasiat obat. Oleh karena itu tampaknya hanya generasi tua yang masih banyak mengenal tumbuhan hutan berkhasiat obat dengan baik. Di kawasan hutan sekunder, baik hutan sekunder muda maupun hutan sekunder tua terdapat beberapa jenis tumbuhan berkhasiat obat yang sebagian besar merupakan jenis herba dan liana. Dari kelompok bentuk hidup herba tercatat jenis Curculigo capitulata (menyembuhkan luka), Homalomena cf. aromatica (melancarkan kelahiran bayi), Cyrtandra mamilata (menyembuhkan gatal), Zingiberaceae (demam) sedangkan dari kelompok liana tercatat Tetracera macrophylla (obat mata) dan beberapa jenis dari suku Menispermaceae seperti Arcangelisia tympanopoda (obat malaria). Dari kelompok perdu (pohon kecil) tercatat jenis Goniothalamus macrophyllus untuk menyembuhkan penyakit demam. Heyne (1987) menyebutkan ekstrak dari akar jenis Goniothalamus macrophyllus mengandung sifat aromatis dan dapat digunakan untuk mengobati penyakit cacar, typhus dan demam. Tabel 3. Jumlah jenis berdasarkan kegunaannya pada masingmasing petak penelitian. Kegunaan Bahan bangunan Kayu api Kerajinan Obat Pangan Racun Upacara adat
3 petak 14 2 21 23 46 2 10
Jumlah jenis Hts-30 Hts-20 tahun tahun 10 9 2 2 17 14 19 10 28 31 2 0 7 3
Hts-10 tahun 1 0 10 14 20 1 4
Tabel 4. Daftar jenis tumbuhan yang tercatat di dalam petak penelitian hutan sekunder (hts) Bulungan, Kalimantan Timur. Jenis Acanthaceae Gendarusa vulgaris Pseudoranthemum sp. Actinidaceae Saurauia reinwardtiana Bl. Alangiaceae Alangium javanicum (Bl.) Wang Amarilydaceae Curculigo capitulata (L.) O.K. Curculigo latifolia Dryand. Anacardiaceae Koordersiodendron pinnatum (Blanco) Merr. Pentaspadon motleyi Hook.f. Semecarpus bunburyanus Gibbs. Semecarpus sp. Annonaceae Anaxagorea borneensis
Habitus
hts- hts- hts30 20 10
H H
+
-
+ -
P
-
-
+
P
-
-
+
H H
+ -
-
+ +
P P P Pk
+ + +
+ +
+ -
P
+
+
-
Cyathocalyx ridleyi (King) Sinclair Goniothalamus macrophyllus Hook.f. & T.H. Goniothalamus malayanus Hook.f. & Th. Mezzetia parvifolia Becc. Monocarpia marginalis (Scheff.) Sinclair Phaeanthus sp. Polyalthia insignis Hook.f. Polyalthia rumphii (Bl.) Merr. Polyalthia sclerophylla Hook.f.ex Th. Popowia pisocarpa (Bl.) Endl. Sphaerothalamus insignis Hook.f. Xylopia altissima Boerl. Xylopia ferruginea Hook. f. & Th. Xylopia malayana Apocynaceae Alstonia angustiloba Miq Parameria laevigata (Juss.) Moldenke Araceae Anodendron sp. Holochlamys cf. beccarii Engl. Homalomena cf. aromatica (Roxb.) Scott. Homalomena cordata Schott Schismatoglottis calyptrata Schefflera singalensis (Miq.) Vig. Schefflera singularis (Miq.) Vig. Arecaceae Calamus caesius Calamus javensis Bl. Calamus sp.1 Calamus sp.2 Calamus sp.5 Calamus sp.6 Daemonorops sp. Iguanura sp. Korthalsia cf. robusta Bl. Korthalsia cf. rostrata Bl. Korthalsia sp. Licuala spinosa Thund. Pinanga sp. Aristolochiaceae Tothea tomentosa (Bl.) Ding Hou Aspleniaceae Asplenium nidus Bombacaceae Durio zibethinus Merr. Burseraceae Canarium hirsutum Miq. Dacryodes rostrata (Bl.) H.J. Lam Dacryodes rubiginosa H.J.Lam Santiria apiculata (Benn.) H.J. Lam Trioma malaccensis Hook.f. Celastraceae Bhesa paniculata Arn. Clusiaceae Calophyllum lowii Hook.f. Calophyllum soulatri Burm.f. Cratoxylum sumatranum Garcinia dioica Bl. Garcinia gaudichaudii Garcinia havilandii Stapf. Garcinia nervosa Miq Garcinia rigida Miq. Combretaceae Combretum elmeri Merr. Connaraceae Agelaea borneensis Hook.f. Agelaea trinervis (Llanos.) Merr. Cnetis platantha Griff. Connarus euphlebius Merr. Connarus grandis Jack Connarus sp.
P P P P P P P P P P Pr P P P
+ + + + + + + + +
+ + + + + + + +
+ + + -
P L
+
+ +
-
H H H H H L Pr
+ + + -
+ + + + +
+ + + + + -
L L L L L L L Pr L L L H Pr
+ + + + + + + + + +
+ + + + + + + +
+ + + + + + + + -
H
-
-
+
H
-
-
+
P
+
-
+
P P P P P
+ + +
+ + + -
+ -
P
+
+
-
P P P P P P P P
+ + + + + +
+ + + + +
+ -
Pr
+
-
-
H L L L L L
+ + + -
+ -
+ + + +
YUSUF – Keanekaragaman dan potensi tumbuhan di Kuala Ran Rourea mimosoidea Roureopsis emarginata Convolvulaceae Erycibe impressa Hoogl. Erycibe sp.1 Erycibe sp.2 Merremia peltata (L.) Merr. Cucurbitaceae Trichosanthes sp. Cyperaceae Mapania palustris (Hassk. ex Steno) F. Vill. Scleria purpuracens Dilleniaceae Dillenia excelsa (Jack) Gilg. Dillenia suffruticosa Tetracera macrophylla Wall. ex Hook. & Thoms. Tetracera scandens Dioscoriaceae Dioscorea sp. Dipterocarpaceae Hopea dryobalanoides Miq. Shorea beccariana Burck Shorea johoriensis Shorea pinanga Scheff. Shorea rugosa Shorea sp. Vatica sarawakensis Heim Vatica umbonata (Hook.f.) Burk. Dryopteris Group Dryopteris cuspidata C. Chr. Elaeocarpaceae Elaeocarpus parvifolius Wall. Erythroxylaceae Erythroxylon cuneatum Euphorbiaceae Antidesma neurocarpum Miq. Aporosa prainiata Aporosa subcordata Baccaurea edulis Merr. Baccaurea lanceolata M.A. Baccaurea parviflora (M.A.) M.A. Baccaurea stipulata J.J.S. cf. Galearia fulva (Bl.) Miq. Chaetocarpus castanocarpus (Roxb.) Thwaites Cleistanthus bakoensis Airy Shaw Cleistanthus myrianthus Kurz. Croton argyratus Bl. Drypetes subenbica Endospermum moluccanum Becc. Glochidion philippicum Roxb. Glochidion rubrum Glochidion sp. Macaranga gigantea Mallotus laevigata (M.A.) Airy Shaw. Microdesmis caseanifolia Moulthonianthus leembruggianus (Boerl. & Koord.) Stenis Omphalea bracteata (Blad.) Dunn. Ostodes macrophylla B. ex H. Trigonostemon paniculatum Fabaceae Adenanthera microsperma T. et B. Callerya nieuwenhuisii (J.J. Smith.) Scheff. Cassia allata L Dalbergia kostermansii B. Sunarno & H. Ohasi Dialium maingayi Backer Dialium modestum (v. Steenis) Steaert. Fordia coriacea Dunn. Milletia sericea Phanera kocckiana (Khs.) Bth. Phanera sp.
L L
+ +
+
-
L H L L
+ -
+
+ + -
L
-
-
+
H P
+ -
+ -
+?
P Pr L L
+ + -
+ + +
+ + -
H
-
-
+
P P P P P P P P
+ + + + + +
+ + + + -
-
H
-
-
+
P
-
+
+
P
+
+
-
P Pk P Pr P P Pk Pk P Pk Pk P P P P P P P Pr Pk
+ + + + + + + + + + + +
+ + + + + + + + + + + + +
+ + + + + + + + + + + -
Pk P P Pk
+ + +
+ -
+ -
P L Pr L P P Pr P L L
+ + + + + +
+ + + + + -
+ + + + + -
Spatholobus gyrocarpus Benth. Spatholobus hirsutus Wiriadinata & Ridder.xluman Fagaceae Castanopsis hypophoenica (V. Sleum.) Soepadmo Lithocarpus coofertus (Blco.) Rehd. Flacourtiaceae Cassearia rugulosa Bl. Homalium pendum (Roxb.) Benth. Hydnocarpus kunstleri (King.) Warb. Gesneriaceae Cyrtandra mamillata Hall.f. Gnetaceae Gnetum cuspidatum Icacynaceae Phytocrene racemosa Sleumer Lauraceae Alseodaphne bancana Beilschmiedia rivularis Kosterm. Cinnamomum javanicum Bl. Dehaasia brachybotrys (Merr.) Kosterm. Dehaasia incrassata (Jack) Kosterm. Litsea elliptica Litsea forstenii (Bl.) Boerl. Litsea nidularis Gamble Phoebe lanceolata Nees Leeaceae Leea indica Liliaceae Cordyline terminalis Pleomele elliptica Linaceae Indorouchera griffithiana (Planch.) Hall.f. Ixonanthes petiolaris Bl. Loganiaceae Fagraea racemosa Magnoliaceae Magnolia gigantifolia (Miq.) Noot. Manglietia glauca Bl. Marantaceae Donax cunnaeformis Phrynium capitatum Will Phrynium parvum (Rial.) Hott. Phrynium sp.2 Melastomataceae Clidemia hirta Memecylon cf. floribundum Bl. Memecylon costatum Miq. Memecylon olygoneurum Bl. Meliaceae Aglaia odoratissima Aphanamixis borneensis (Miq.) Harms. Chisocheton divergens Bl. Chisocheton patens Bl. Chisocheton sp. 2 Lansium domesticum Menispermaceae Albertsia papuana Bakh. Arcangelisia tympanopoda (Lauterb.) & K.Schum.) Diels. Fibrourea chloroleuca Miers Tinomiscium phytocrinoides Kurz Tinospora sp. Moraceae Artocarpus anisophyllus Miq. Artocarpus dadah Miq. Artocarpus elasticus Reinw. Artocarpus heterophyllus Artocarpus integer (Thumb.) Merr. Artocarpus kemando Miq. Artocarpus rigida
41 L
-
-
+
L
-
+
+
P P
+ +
+
-
P Pk P
+ +
+ -
+ -
H
+
-
-
L
-
+
-
L
-
-
+
P P P P P P P P P
+ + + + +
+ + + + + + +
+ + + -
Pr
-
-
+
Pr Pr
+ +
+
-
L P
+ +
+ +
-
L
-
-
+
P L
+ -
+ -
+
L H H H
+ + +
+ + +
+ + -
Pr P P P
+ +
+ +
+ + +
P P P P P P
+ + + +
+ + + + +
+ + +
L
+
+
-
H H L L
+ + -
+ -
+ + +
P P P P P P P
+ -
+ +
+ + + + + -
42 Ficus fulva Ficus hirta Ficus sagitata Ficus sp. Ficus uncinatus Paratocarpus venenosus Becc. Poikilospermum squanolen Musaceae Musa borneensis Myristicaceae Gymnacranthera contracta Warb. Gymnacranthera forbesii (King) Warb. Horsfieldia irya (Gaertn.) Warb. Knema cinerea (Poir.) Warb. Knema glaucescens Jack Myristica iners Bl. Myristica maxima Warb. Myrsinaceae Ardisia borneensis Scheff. Ardisia copelandii Mez. Ardisia sp. Embelia ribes Burm.f. Labisia pumila Myrtaceae Syzygium chloranthum (Duthie) Merr. & Perry. Syzygium lineatum Syzygium sp. 4 Neprolepis Group Nephrolepis sp. Oleaceae Chionanthus cuspidatus Bl. Chionanthus sp.2 Ophioglossaceae Helminthostachys zeylanica Oxalidaceae Sarcotheca diversifolia (Miq.) Hall.f. Pandanaceae Pandanus sp. Piperaceae Piper arcuatum Bl. Piper majusculum Bl. Piper vilipedunculum C.DC. Poaceae Schizostachyum latifolium Polygalaceae Xanthophyllum eyrycum Miq. Xanthophyllum flavescens Xanthophyllum parvum Chod. Polypodiaceae Taenitis blechnoides Sw. Proteaceae Heliciopsis artocarpifolia Rhamnaceae Ziziphus kunstleri King Rosaceae Prunus arborea (Bl.) Kalkm. Rubiaceae Jackia omata Lasianthus scabridus Neonauclea purpuracens Pleiocarpidia polyneura Timonius borneensis Val. Timonius ovalis Boerl. Uncaria cordata Urophyllum glabrum Rutaceae Acronychia laurifolia Bl. Evodia alba Hook.f. Luvunga borneensis Hocker Luvunga crassifolia Tanaka
B i o S M A R T Vol. 7, No. 1, April 2005, hal. 37-43 Pr Pk Pr Pk Pk P L
+ + +
+ -
+ + + + + -
H
-
-
+
P P P P P P P
+ + + +
+ + + + +
+ + -
Pr Pk H H H
+ + + -
-
+ + + +
Pk H Pk
+ +
+ +
+ -
P
-
-
+
P P
+ -
+ -
+ +
H
-
-
+
P
-
+
-
H
-
-
+
L L H
+ +
-
+ -
H
-
-
+
P P P
+ + -
+ -
+
H
+
+
-
P
-
-
+
Pr
+
+
-
P
-
+
+
Pr Pr P Pr P Pr L Pr
+ + + + +
+ + +
+ + + + +
Pk P L L
+ + -
+ + +
+ +
Sabiaceae Meliosma nitida P + Meliosma simplicifolia P + + + Sapindaceae Dimocarpus longan Lour. var. malaiensis Hem. P + + Guioa diplopetala (Hassk.) Radlk. P + + + Lepisanthes amoena (Hassk.) Leenh. P + + Lepisanthes tetraphylla (Vahl.) Radlk. P + + Nephelium lappaceum L. P + Nephelium ramboutan-ake Leenh P + Nephelium uncinatum Leenh. P + + Sapotaceae P + + + Madhuca malaccensis (Clarke) H.J. Lam Madhuca sp. P + + Palaquium calophyllum Pierre P + + Palaquium sericeum H.J. Lam P + Payena endertii H.J. Lam P + Schizolaceae Lycopodium crenatum H + Selaginellaceae Selaginella frondosa Warb. H + Selaginella longaristata Hieron H + Simaraubaceae Eurycoma longifolia Pr + + Sterculiaceae Heritiera sumatrana P + + + Leptonychia heteroclita Pr + + Pterospermum diversifolium P + Scaphium macropodum (Miq.) Beumee P + Sterculia oblongata R.Br. P + Sterculia rubiginosa Vent. P + Symplocaceae P + Symplocos cochinchinensis (Lour.) Merr. Tectaria Group H + Acrypteris irregularis (Presl.) Holtt Theaceae Adinandra dumosa Jack. P + Pyrenaria sp. Pk + + Thymelaceae Aquilaria malaccensis Lamk. P + + Enkleia malaccensis L + + Tiliaceae P + + Brownlowia peltata Benth. Grewia sp. Pr + + Microcos latifolia Bur. Pk + + Ulmaceae P + + Gironniera nervosa Planch. Urticaceae Pr + Elatostema sp. Verbenaceae P + + + Vitex gamosepala Griff. Vitaceae Ampelocissus imperialis (Miq.) Planch. L + + Ampelocissus thyrsiflora L + Cissus angustata (Miq.) Ridl. L + Cissus javana DC. L + Vittaria Group L + Tetrastigma lanceolarium Zingiberaceae H + Anthrophyum callifolium Bl. Acrasma sp.2 H + + Alpinia sp. H + + Costus sp. H + Costus speciosus (Koening) Smith. H + Globba marantina H + Hanguana malayana H + Hornstedtia sp. H + + Zingiber sp.1 H + + Zingiber sp.2 H + Zingiber sp.3 H + + Keterangan: H = herba, P = Pohon, Pk = Pohon kecil, Pr = Perdu, L = Liana.
YUSUF – Keanekaragaman dan potensi tumbuhan di Kuala Ran
KESIMPULAN Secara umum kondisi hutan sekunder di Kuala Ran, Kabupaten Bulungan masih memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan relatif tinggi. Keberadaan hutan sekunder bagi masyarakat setempat cukup berarti dalam menunjang kehidupan sehari-hari, mengingat berbagai manfaat yang dapat diperoleh di dalamnya, seperti tumbuhan pangan (buah), tumbuhan obat, tumbuhan untuk bahan kerajinan dan bahan bangunan. Beberapa jenis pohon dari suku Dipterocarpaceae seperti Hopea dryobalanoides, Shorea beccariana, Sh. johoriensis, Sh. pinanga, Sh. rugosa, Vatica sarawakensis, V. umbonata; Lauraceae (Alseodaphne bancana, Beilschmiedia rivularis, Dehaasia incrassata, Litsea forstenii, Phoebe lanceolata ) dan Fagaceae (Castanopsis hypophoenica, Lithocarpus confertus). yang telah beradaptasi dengan baik terutama pada hutan sekunder yang lebih tua (30 tahun) diharapkan
43
dapat tumbuh dan berkembang untuk menuju ke bentuk hutan primer apabila tanpa adanya campur tangan manusia. DAFTAR PUSTAKA Brokaw, N.V.L 1985. Gap-phase regeneration in tropical forest. Ecology 60 (33): 682-687. Denslow, J.S. 1980. Gap partitioning among tropical rain forest trees. In: Tropical succession. Suplement Biotropica 12 (2): 47-55. Heyne. K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia II. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan. Jacobs, M. 1987. The Tropical Rain Forest. A First Encounter. Berlin: Springer Verlag. Resosoedarsono, R.S., K. Kartawinata., dan A. Soegiharto. 1984. Pengantar Ekologi. Bandung: Penerbit Remaja Karya. Runkle, J.R. 1981. Gap regeneration in some old growth forest of the eastern United states. Ecology 62 (4): 1041-1051. Satari, A.M. 1968. The effect of alang-alang and scrub vegetation on some soil properties. Comm. Agriculture 1: 10-15. Whitmore, T.C. 1975. Tropical Rain Forest of the Far East. Secondary Forest and Shifting Cultivation. Oxford: Clarendron Press. Whitmore, T.C. 1982. On pattern and process in forest. In: Newman, E.I. (ed.). The Plant Community as Working Mechanism. Oxford: Blackwell.