J. Tek. Ling
Edisi Khusus “Hari Bumi”
Hal. 41 - 52
Jakarta, April 2012
ISSN 1441-318X
KEANEKARAGAMAN JENIS TUMBUHAN HUTAN SEKUNDER PADA BERBAGAI TINGKATAN UMUR DI KUALA RAN, KAB. BULUNGAN-KALIMANTAN TIMUR Razali Yusuf dan Purwaningsih Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi-LIPI Email:
[email protected] Abtrak Studi keanekaragaman tumbuhan di hutan sekunder Kuala Ran, Kabupaten Bulungan -Kalimantan Timur telah dilakukan dengan menggunakan metode kuadrat. Tiga petak contoh masing-masing berukuran 40 x 100 m diletakkan di hutan sekunder berumur 10, 20 dan 30 tahun. Hasil dari tiga petak contoh tersebut tercatat 287 jenis tergolong kedalam 119 marga dan 47suku. Studi ini menunjukkan bahwa jumlah jenis tertinggi (158 spesies) terdapat pada hutan sekunder 30 tahun, diikuti petak 20 tahun (144 spesies) dan 141 spesies pada petak 10 tahun. Berdasarkan bentuk hidup, pohon menempati jumlah jenis terbesar pada ketiga petak hutan sekunder tersebut. Pada hutan sekunder berumur 30 tahun tercatat 81 jenis pohon (56,25%), kemudian 78 jenis (49,37 %) petak 20 tahun dan 59 jenis (41,84%) pada petak 10 tahun. Masyarakat setempat menggunakan tanaman di hutan sekunder untuk beberapa penggunaan, sebagai makanan (46 jenis), sebagai tanaman obat (23 jenis), seperti kerajinan (21 jenis), sebagai bahan bangunan (14 jenis), upacara ritual (10 jenis) sedangkan tumbuhan beracun 2 jenis. Kata kunci: Hutan sekunder, keanekaragaman jenis, bentuk hidup, Kuala Ran, Kaltim Abstract The study of plant diversity in secondary forests Kuala Ran, Bulungan District, East Kalimantan has been carried out using the quadrate method. Three sample plots each measuring 40 x 100 m placed in secondary forests was 10, 20 and 30 years. The results of three sample plots was recorded 287 species classified into 119 genera and 47 families. This study shows that the highest number of species (158 species) found in secondary forest of 30 years, followed by 20-year plots (144 species) and 141 species in the plot 10 years. Based of life forms, the tree occupies the third largest number of species of the secondary forest plots. At 30 years old secondary forest tree species recorded 81 (56.25%), and 78 species (49.37%) plot of 20 years and 59 species (41.84%) in plots of 10 years. Local people use plants in secondary forests for multiple uses, as food (46 species), as medicinal plants (23 species), such as crafts (21 species), as building materials (14 species), ritual (10 species) while poisonous plants 2 species. Keywords: secondary forest, species diversity, life-form, Kuala Ran, East-Kalimantan.
Keanekaragaman Jenis Tumbuhan,... Edisi Khusus “Hari Bumi”: 41 - 52
41
1. PENDAHULUAN Hutan penelitian Bulungan seluas 321,000 hektar termasuk salah satu daerah persebaran flora di Propinsi Kalimantan Timur yang belum banyak terungkap dan informasinya masih sangat terbatas. Kawasan ini hampir sebagian besar wilayahnya ditutupi oleh hutan primer dan dikenal sangat kaya keanekaragaman jenis tumbuhannya. Kekayaan flora yang tinggi merupakan gambaran sangat kompleksnya struktur vegetasi, seperti pohon-pohon yang tinggi memberikan kerangka dan lingkungan terhadap tetumbuhan yang terdapat dibawahnya. Sebagian besar pepohonan yang tinggi dan mencuat di kawasan hutan ini umumnya ditumbuhi oleh jenis jenis dipterocarpaceae. Dilaporkan jenis-jenis dipterocarpaceae biasanya tumbuh mengelompok sehingga secara kolektif tampak mencuat dan dominan pada lapisan atas(1). Pendapat lain menambahkan keanekaragaman jenis dipterocarpaceae di Kalimantan lebih tinggi bila dibandingkan dengan beberapa tempat lain di Indonesia(2). Namun demikian dalam beberapa tahun belakangan ini, kawasan hutan yang didominasi jenis dipterocarpaceae tak luput mengalami tekanan dari berbagai perusahaan komersial, termasuk tambang batubara, dan perkebunan kelapa sawit. Selain itu penduduk asli setempat yang kebanyakan adalah petani padi suku Punan dan Kenyah, mempraktekkan pola agroforestry secara ekstentif melakukan pemanenan berbagai macam hasil hutan non-kayu. Dampak negatif dari penebangan hutan tropis tersebut adalah terjadinya perusakan dan degenerasi hutan, yang tercermin dengan lebih dominannya jenisjenis tumbuhan yang kurang bernilai bila ditinjau dari aspek ekonomi. Tampaknya masyarakat di berbagai tempat di belahan dunia sejak jaman pra-sejarah sampai kini telah melakukan penebangan hutan tropis dengan bermacam tujuan dan kepentingan. Sejarah perusakan hutan 42
seperti yang terjadi di dataran tinggi Sumatera sebenarnya sudah terjadi sejak 4000 tahun yang lalu dan di dataran tinggi New Guinea sekitar 5000 tahun yang lalu(3). Pengaruh paling besar penyebab kerusakan dan pengurangan kawasan hutan seperti yang terjadi pada masa lalu kemungkinan adalah karena penebangan secara liar, pembukaan pemukiman dan peladangan berpindah. Pada era sekarang ini dengan semakin maju dan berkembangnya peralatan, pengurangan kawasan hutan akibat penebangan cenderung lebih meluas dan mengalami perubahan yang relatif cepat. Pengurangan kawasan hutan alami akhir-akhir ini di Indonesia diperkirakan mencapai 56.000 km² atau 11 ha/menit dengan laju kerusakan terus meningkat sepanjang tahun(4). Akibatnya banyak hutan tropis, sebagian besar hutan hujan dataran rendah (hutan primer) telah tergantikan oleh pertumbuhan kedua berupa komunitas sekunder. Hutan penelitian Bulungan di Kalimantan Timur termasuk salah satu kawasan hutan Dipterocarpaceae dataran rendah (lowland dipterocarp forest) di Indonesia yang tergolong mengalami perubahan cukup pesat dalam beberapa tahun terakhir ini. Penyebab terjadinya pengurangan hutan tropis alami yang kaya akan jenis ini selain akibat proses pembalakan/penebangan pohon yang dikelola oleh HPH INHUTANI II juga perladangan berpindah yang secara turun temurun telah dipraktekkan masyarakat setempat. Perladangan berpindah dapat menyebabkan sebagian dari areal hutan alaminya telah digantikan oleh komunitas sekunder. Perladangan baik berpindah maupun yang menetap yang berasal dari penebangan hutan mempunyai pengaruh yang nyata bagi flora yang tumbuh dan kualitas tanah(5). Di kawasan hutan penelitian Bulungan sedikitnya dihuni 5 suku Dayak yaitu Dayak Punan, Merap, Putuk, Kenyah dan Abai. Dalam sistem berladang masyarakat Dayak, hutan sekunder yang telah dibuka sejak
Yusuf, R. dan Purwaningsih, 2012
lama biasanya akan dimanfaatkan (dibuka untuk ladang) kembali pada saat yang dianggap tepat, karena sistem penanaman adalah sistem daur ulang. Oleh karena itu di sekitar pemukiman sering terlihat hamparan hutan sekunder bekas perladangan yang sedang mengalami proses “pemberaan “ (diistirahatkan) dari berbagai tingkatan umur. Komunitas sekunder dalam perjalanan proses suksesi, tampak cukup bervariasi dari semak belukar, padang alang-alang atau paku-pakuan dari berbagai tingkatan umur dengan vegetasi jauh berbeda dengan hutan primer asli. Umumnya pada tahapan ini jenis-jenis sekunder dari kelompok suku Euphorbiaceae seperti Macaranga spp, Homalanthus sp, Mallotus sp, Glochidion sp, Croton sp. dan beberapa jenis dari suku lain seperti Callicarpa sp., Vitex sp., Trema sp, Anthocephalus sp dan Ficus spp. biasanya cukup dominan. Berkaitan dengan permasalahan tersebut penelitian ini bertujuan untuk mengungkap perubahan populasi pohon dan potensi jenis tumbuhan di kawasan hutan sekunder dari berbagai tingkatan umur serta pemanfaatannya oleh masyarakat setempat. Diharapkan dari data lapangan yang terkumpul dapat menjadi masukan bagi pengelolaan hutan di masa yang akan datang. 2. METODOLOGI Penelitian vegetasi hutan sekunder bekas ladang dilakukan di sekitar desa Long Rat, Desa Kuala Ran, kecamatan Malinau, Kabupaten Bulungan. Untuk mencapai Desa Kuala Ran dapat ditempuh hanya bisa mencapai di desa Long Loreh dalam waktu ± 5 jam dengan kendaraan melalui perjalanan darat dari Malinau dan ± 6 jam melalui jalur sungai dengan ketinting. Secara geografis lokasi penelitian terletak pada koordinat 3°08’ LU dan 116°27’ BT dengan topografi datar sampai bergelombang. Tipe vegetasi yang banyak terhampar di sekitar pemukiman umumnya berupa hutan sekunder dan semak belukar yang terdiri
atas beberapa tingkatan umur. Terdapatnya hutan sekunder dari berbagai tingkatan umur disebabkan karena masyarakat belum memanfaatkannya kembali, karena menunggu saat yang tepat untuk dijadikan ladang. Masyarakat setempat mengklasifikasikan hutan sekunder berdasarkan tingkatan umur mulai dari hutan sekunder muda (bekkan) sampai hutan sekunder tua (jekkau). Hutan sekunder yang telah meng-hutan kembali kearah bentuk hutan primer (jekkau) yang biasanya dibiarkan selama ± 25 s/d 30 tahun, umumnya terletak agak jauh dari perkampungan. Jenis-jenis tumbuhan yang terlihat di hutan sekunder bekas ladang umumnya banyak didominasi dari kelompok suku Euphorbiaceae, Moraceae, Dilleniaceae, Sterculiaceae dan Annonaceae. Masyarakat setempat lebih sering memanfaatkan hutan sekunder dibandingkan dengan hutan primer, karena mereka berpendapat, umumnya hutan sekunder mempunyai tanah yang lebih subur. Jarang terlihat masyarakat membuka hutan primer untuk difungsikan sebagai ladang, kecuali untuk keperluan bahan bangunan. Sebelum dilakukan penelitian terlebih dahulu dilakukan penjelajahan ke beberapa tempat untuk mendapatkan gambaran secara luas mengenai keadaan kawasan hutan sekunder yang akan dicuplik. Pada tempat-tempat terpilih yaitu di kawasan hutan sekunder yang terdiri atas berbagai tingkatan umur yaitu 10, 20 dan 30 tahun masingmasing dibuat petak (3 petak) cuplikan berukuran 40x100 m atau dengan luas 0.4 ha. Perbedaan tingkatan umur tipe hutan sekunder ini diperoleh berdasarkan informasi masyarakat setempat. .Setiap petak cuplikan yang terdapat pada hutan sekunder yang terdiri atas berbagai tingkatan umur tersebut selanjutnya dibagi menjadi 40 sub-petak berukuran 10x10 m. Semua tumbuhan yang terdapat pada masing-masing petak dicacah dan dicatat jenisnya. Data yang dikumpulkan meliputi nama jenis dan bentuk hidup tumbuhan yang dicacah. Contoh spesimen
Keanekaragaman Jenis Tumbuhan,... Edisi Khusus “Hari Bumi”: 41 - 52
43
bukti tumbuhan diambil, baik bentuk pohon, perdu, liana maupun herba untuk keperluan identifikasi. Identifikasi dilakukan dengan membandingkan spesimen bukti dengan spesimen herbarium yang terdapat di Herbarium Bogoriense. 3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Total jumlah jenis tumbuhan yang terdapat pada keseluruhan petak dari berbagai tingkatan umur (10,20 dan 30 tahun) tercatat sebanyak 287 jenis, tergolong kedalam 197 marga dan 80 suku. Jumlah jenis tumbuhan pada setiap petak (masing-masing terdiri atas 40 sub petak) menunjukkan adanya perbedaan. Petak pada tingkatan umur 30 tahun memiliki jumlah jenis tertinggi (158 jenis) diikuti petak pada tingkatan umur 20 tahun (144 jenis) dan petak 10 tahun (141 jenis) (Tabel 1). Lebih tingginya jumlah jenis pada petak hutan sekunder yang berumur 30 tahun diduga ada kaitannya dengan terbentuknya naungan yang lebih rapat. sehingga beberapa jenis hutan primer yang toleran terhadap naungan dapat beradaptasi dengan baik. Kondisi demikian diperkirakan dapat berpengaruh terhadap kehadiran bentuk hidup pohon dalam jumlah yang relatif banyak. Kelompok jenis ini dikenal sebagai jenis “intermediate” atau jenis “understory” yaitu kelompok jenis pohon yang tidak memerlukan adanya rumpang untuk berkecambah dan tumbuh mencapai tajuk hutan (6). Beberapa jenis hutan primer tersebut dikenal sebagai jenis yang dalam proses suksesi, biji – bijinya dapat berkecambah di bawah tajuk hutan. Di lokasi penelitian terlihat beberapa jenis telah beradaptasi dengan lingkungan setempat antara lain dari suku Dipterocarpaceae (Hopea dryobalanoides, Shorea beccariana, Sh. johoriensis, Sh. pinanga, Sh. rugosa, Vatica sarawakensis, V. umbonata), Lauraceae (Alseodaphne bancana, Beilschmiedia rivularis, Dehaasia incrassata, Litsea forstenii, Phoebe lanceolata ), dan Fagaceae (Castanopsis 44
hypophoenica, Lithocarpus confertus). Ekosistem hutan tropika di Indonesia terbentuk melalui proses suksesi secara bertahap dalam waktu yang lama dan dalam kurun waktu tersebut berbagai jenis tumbuhan yang terdapat di dalamnya akan beradaptasi dengan lingkungannya dan membentuk masyarakat yang kompleks(7). Tabel 1. Jumlah jenis, marga dan suku pada 3 petak hutan sekunder di daerah Kuala Ran, Bulungan PETAK
Jumlah Jumlah Jumlah jenis marga suku
Hutan sekunder 10 th
141
110
64
Hutan sekunder 20 th
144
116
52
Hutan sekunder 30 th
158
119
47
Total keseluruhan
287
197
80
Sebaliknya pada petak hutan sekunder muda yang kanopinya lebih terbuka terlihat banyak tumbuhan merambat (liana), perdu dan herba dengan tegakan pohon umumnya masih dalam bentuk semai dan anak pohon. Terbukanya kanopi hutan dapat menimbulkan terbentuknya celah atau lubang-lubang berupa rumpang sehingga cahaya matahari dapat menembus lantai hutan secara langsung. Besar kecilnya luas ukuran rumpang dapat berpengaruh terhadap kemampuan permudaan alam dan waktu proses pemulihan hutan. Terbentuknya rumpang pada berbagai ukuran di hutan hujan tropika, memperlihatkan tingkat kemampuan dan dinamika permudaan, berpengaruh terhadap arsitektur hutan, komposisi jenis dan dinamika populasi(8,9). Pada kondisi demikian berbagai jenis liana dari kelompok suku Vitaceae seperti Ampelocissus imperialis, Ampelocissus thyrsiflora, Cissus angustata, Arecaceae (Calamus caesius, Calamus javensis, Daemonorops sp., Korthalsia cf. robusta, Korthalsia cf. rostrata), Connaraceae (Cnetis platantha, Connarus grandis, Connarus euphlebius), dan Fabaceae (Callerya nieuwenhuisii, Phanera kocckiana) tampak
Yusuf, R. dan Purwaningsih, 2012
cukup berhasil dalam pertumbuhannya. Hal ini disebabkan terdapatnya anakan dan pohon muda dengan kerapatan yang relatif tinggi sebagai media alami untuk tempat tumbuhnya. Pertumbuhan liana akan terhambat apabila kurangnya sumber nutrisi (hara) serta media alami sebagai tempat merambatnya (9) . Selain liana, beberapa jenis herba dari suku Acanthaceae seperti Gendarusa vulgaris, Amarilydaceae (Curculigo capitulata, Curculigo latifolia), Araceae (Anodendron sp., Holochlamys cf. beccarii, Homalomena cf. aromatica), Aristolochiaceae (Tothea tomentosa) serta jenis-jenis dari suku Zingiberaceae tercatat cukup banyak dijumpai. Berdasarkan bentuk hidupnya, pohon menempati porsi terbesar dalam mengisi kawasan hutan pada ketiga petak. Untuk bentuk hidup pohon tercatat 81 jenis (56.25 %) terdapat pada petak 30 tahun, 78 jenis (49.37 %) pada petak 20 tahun dan 59 jenis ( 41.84 %) pada petak 10 tahun (Tabel 2). Bentuk hidup pohon dengan jumlah individu relatif banyak antara lain tercatat jenis Semecarpus bunburyanus (24 individu), Popowia pisocarpa (21), Xylopia altissima (19), Saurauia reinwardtiana (18), Alangium javanicum (14) dan Dacryodes rubiginosa (12). Pohon – pohon baru yang banyak dijumpai umumnya terdiri atas jenis pionir yang bijinya hanya dapat berkecambah bila mendapat cahaya matahari dengan suhu
yang tinggi. Jenis-jenis yang cukup menonjol pada petak-petak hutan sekunder muda ini adalah jenis tumbuh cepat yang umumnya terbentuk dari perkecambahan biji seperti jenis dari kelompok suku Euphorbiaceae (Macaranga gigantean, Croton argyratus, Endospermum moluccanum, Glochidion philippicum, Glochidion rubrum, Mallotus laevigata, Ostodes macrophylla) serta beberapa jenis dari suku Moraceae, Leeaceae, Rubiaceae dan Rosaceae. Umumnya pohon-pohon baru yang sebagian besar merupakan jenis sekunder berkayu lunak, oleh karena itu masyarakat jarang memanfaatkannya sebagai bahan bangunan, tetapi sering difungsikan sebagai kayu bakar. Terbentuknya pohon – pohon baru dari perkecambahan biji merupakan faktor terpenting sebagai dasar pertumbuhan dalam fase perkembangan dan fase pendewasaan pada pertumbuhan hutan hujan tropika(1). Meskipun terdapat beberapa jenis primer pada hutan sekunder muda ini, jenis-jenis tersebut merupakan hasil terubus kembali dari tunggul pohon yang ditebas pada awal musim penanaman. Jenis – jenis yang tercatat berterubus antara lain jenis dari suku Lauraceae, Melastomataceae, Myrtaceae, Olacaceae, sedangkan jenis dari suku Dipterocarpaceae tampaknya sulit berterubus apabila mengalami gangguan. Liana memiliki persentase terbesar kedua setelah pohon yang mengisi pada setiap
Tabel 2. Jumlah jenis dan persentasenya berdasarkan bentuk hidup tumbuhan yang terdapat pada 3 petak hutan sekunder Kuala Ran, Bulungan. Habitus
HTS-30 Jumlah jenis
HTS-20 %-tase
Jumlah jenis
HTS-10 %-tase
Jumlah jenis
%-tase
Herba
15
10.42
25
15.82
31
21.99
Liana
23
15.67
24
16.19
30
21.28
Perdu
13
9.03
15
9.49
16
11.35
Pohon kecil
11
7.64
16
10.13
5
3.55
Pohon
81
56.25
78
49.37
59
41.84
Keterangan: HTS-30 = Hutan sekunder 30 tahun HTS-20= Hutan sekunder 20 tahun HTS-10= Hutan sekunder 10 tahun
Keanekaragaman Jenis Tumbuhan,... Edisi Khusus “Hari Bumi”: 41 - 52
45
dan ladang sudah mencukupi untuk konsumsi mereka sendiri. Pengetahuan tentang arti dan fungsi hutan dalam masyarakat Dayak Punan sebenarnya sudah berkembang secara turun temurun khususnya yang berkaitan dengan tumbuhan obat. Namun lama kelamaan karena mudahnya mendapatkan obat-obat paten menyebabkan generasi muda semakin sedikit yang mengetahui manfaat tumbuhan hutan yang berkhasiat obat. Oleh karena itu tampaknya hanya generasi tua yang masih banyak mengenal tumbuhan hutan berkhasiat obat dengan baik. Di kawasan hutan sekunder, baik hutan sekunder muda maupun hutan sekunder tua terdapat beberapa jenis tumbuhan berkhasiat obat yang sebagian besar merupakan jenis herba dan liana. Dari kelompok bentuk hidup herba tercatat jenis Curculigo capitulata (menyembuhkan luka), Homalomena cf. aromatica (melancarkan kelahiran bayi), Cyrtandra mamilata (menyembuhkan gatal), Zingiberaceae (demam) sedangkan dari kelompok liana tercatat Tetracera macrophylla (obat mata) dan beberapa jenis dari suku Menispermaceae seperti Arcangelisia tympanopoda (obat malaria). Dari kelompok perdu (pohon kecil) tercatat jenis Goniothalamus macrophyllus untuk menyembuhkan penyakit demam. Ekstrak dari akar jenis Goniothalamus macrophyllus dilaporkan mengandung sifat aromatis dan dapat digunakan untuk mengobati penyakit cacar, typhus dan demam.
petak. Keberadaan liana pada masingmasing petak berbanding terbalik dengan keberadaan pohon yaitu semakin tua umur hutan semakin kecil persentasenya dan hal yang sama juga dijumpai pada bentuk hidup herba dan perdu. Berdasarkan kegunaannya masyarakat setempat memanfaatkan jenis tumbuhan pada kawasan hutan sekunder antara lain untuk bahan pangan (46 jenis), disusul kemudian untuk bahan obat (23 jenis), kerajinan (21 jenis), bahan bangunan (14 jenis), upacara adat (10 jenis) sedangkan untuk bahan kerajinan dan bersifat racun masing-masing 2 jenis (Tabel 3). Pemanfaatan tumbuhan hutan untuk bahan pangan, yang banyak dilakukan oleh suku Dayak Punan adalah memanfaatkan buahnya yang sebagian besar diperoleh dari bentuk hidup pohon. Jenis-jenis yang berpotensi sebagai penghasil buah yang banyak dimanfaatkan adalah dari suku Sapindaceae (Dimocarpus longan, Lepisanthes amoena, L. tetraphylla, Guioa diplopetala, Nephelium spp.), Moraceae (Artocarpus anysophyllus, A. dadah, A.heterophyllus, A. elasticus, A. integer, dan Bombacaceae (Durio zibethinus). Buah dari jenis Dimocarpus longan, Durio zibethinus dan Nephelium spp. selain untuk konsumsi sendiri juga banyak diperjual-belikan. Penduduk setempat kurang berminat menanam pohon buah di sekitar halaman rumahnya mungkin karena sumber di hutan
Tabel 3. Jumlah jenis berdasarkan kegunaannya pada masing-masing petak penelitian. Kegunaan Bahan bangunan
46
Jumlah jenis 3 petak
Hts-30 tahun
Hts-20 tahun
Hts-10 tahun
14
10
9
1
Kayu api
2
2
2
0
Kerajinan
21
17
14
10
Obat
23
19
10
14
Pangan
46
28
31
20
Racun
2
2
0
1
Upacara adat
10
7
3
4
Yusuf, R. dan Purwaningsih, 2012
4. KESIMPULAN Secara umum kondisi hutan sekunder di Kuala Ran, Kabupaten Bulungan masih memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan relatif tinggi. Keberadaan hutan sekunder bagi masyarakat setempat cukup berarti dalam menunjang kehidupan seharihari, mengingat berbagai manfaat yang dapat diperoleh di dalamnya, seperti tumbuhan pangan (buah), tumbuhan obat, tumbuhan untuk bahan kerajinan dan bahan bangunan. Beberapa jenis pohon dari suku Dipterocarpaceae seperti Hopea dryobalanoides, Shorea beccariana, Sh. johoriensis, Sh. pinanga, Sh. rugosa, Vatica sarawakensis, V. umbonata ; Lauraceae (Alseodaphne bancana, Beilschmiedia rivularis, Dehaasia incrassata, Litsea forstenii, Phoebe lanceolata ) dan Fagaceae (Castanopsis hypophoenica, Lithocarpus confertus). yang telah beradaptasi dengan baik terutama pada hutan sekunder yang lebih tua (30 tahun) diharapkan dapat tumbuh dan berkembang untuk menuju ke bentuk hutan primer apabila tanpa adanya campur tangan manusia. DAFTAR PUSTAKA 1.
2.
Whitmore, T.C. 1982. On pattern and process in forest. In : E.I. Newman (Ed.). The plant community as working mechanism. Black Well, Oxford : 45-59 p. Kartawinata, K. 1990. A review of natural vegetation studies in Malesia, with special reference to Indonesia. In The plant diversity of Malesia: Proceedings
3.
Whitmore, T.C. 1975. Tropical Rain Forest of the Far East. Secondary Forest and Shifting Cultivation. Clarendron Press. Oxford. 228-232 p.
4.
Resosoedarsono, R.S., K. Kartawinata., dan A. Soegiharto. 1984. Pengantar Ekologi. Penerbit Remaja Karya. Bandung. Hal. 34-41
5.
Satari, A.M. 1968. The effect of alangalang and scrub vegetation on some soil properties. Comm. Agric. (Bogor) 1 : 10-15.
6.
Denslow, J.S. 1980. Gap partitioning among tropical rain forest trees. In: Tropical succession. Suplement Biotropica vol. 12 No. 2 : 47-55 p.
7.
Jacobs, M. 1987. The Tropical Rain Forest. A First Encounter. Springer Verlag. Berlin
8.
Runkle, J.R. 1981. Gap regeneration in some old growth forest of the eastern United states. Ecology Vol. 62. No. 4 : 1041-1051 p.
9. Brokaw, N.V.L 1985. Gap-phase regeneration in tropical forest. Ecology Vol. 60 No.33 : 682 – 687 p. 10. Heyne. K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia II. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan. Jakarta. Hal. 773
Keanekaragaman Jenis Tumbuhan,... Edisi Khusus “Hari Bumi”: 41 - 52
47
Lampiran. Daftar jenis tumbuhan yang tercatat di dalam petak penelitian hutan sekunder Bulungan, Kalimantan Timur. JENIS Anacardiaceae Semecarpus bunburyanus Gibbs. Semecarpus sp. Annonaceae Anaxagorea borneensis Goniothalamus malayanus Hook.f. & Th.
Habitus
hts-30
hts-20
hts-10
pohon
+
-
+
ph kecil
+
+
-
pohon
+
+
-
pohon
+
+
-
Popowia pisocarpa (Bl.) Endl.
pohon
-
+
+
Sphaerothalamus insignis Hook.f.
perdu
+
-
+
Xylopia altissima Boerl.
pohon
-
+
+
Xylopia ferruginea Hook. f. & Th.
pohon
+
+
-
Xylopia malayana
pohon
+
+
-
liana
+
+
-
Apocynaceae Parameria laevigata (Juss.) Moldenke Araceae Anodendron sp.
herba
+
+
+
Holochlamys cf. beccarii Engl.
herba
+
+
+
Homalomena cf. aromatica (Roxb.) Scott.
herba
+
+
+
liana
+
+
+
liana
+
+
-
Arecaceae Calamus caesius Calamus javensis Bl. Calamus sp.6
liana
+
-
+
Iguanura sp.
perdu
+
+
-
Korthalsia cf. robusta Bl.
liana
+
+
+
Korthalsia cf. rostrata Bl.
liana
+
+
+
Korthalsia sp.
liana
+
-
+
Licuala spinosa Thund.
herba
+
+
+
Pinanga sp.
perdu
+
+
-
Bombacaceae Durio zibethinus Merr.
pohon
+
-
+
Burseraceae Dacryodes rostrata (Bl.) H.J. Lam
pohon
+
+
-
pohon
+
+
-
Celastraceae Bhesa paniculata Arn.
pohon
+
+
-
Clusiaceae Calophyllum soulatri Burm.f.
pohon
+
+
-
Garcinia dioica Bl.
pohon
+
+
-
Garcinia havilandii Stapf.
pohon
+
+
-
Garcinia rigida Miq.
pohon
+
+
-
Santiria apiculata (Benn.) H.J. Lam
48
Yusuf, R. dan Purwaningsih, 2012
Connaraceae Agelaea trinervis (Llanos.) Merr.
liana
+
+
-
Connarus euphlebius Merr.
liana
+
-
+
Roureopsis emarginata
liana
+
+
-
Cyperaceae Mapania palustris (Hassk. Ex Steno) F. Vill.
herba
+
+
-
Dilleniaceae Dillenia excelsa (Jack) Gilg.
pohon
+
+
-
Dillenia suffruticosa
perdu
-
+
+
Tetracera macrophylla Wall. ex Hook. & Thoms.
liana
+
-
+
pohon
+
+
-
pohon
+
+
-
Elaeocarpaceae Elaeocarpus parvifolius Wall.
pohon
-
+
+
Erythroxylaceae Erythroxylon cuneatum
pohon
+
+
-
Euphorbiaceae Antidesma neurocarpum Miq.
pohon
+
+
-
Aporosa prainiata
ph kecil
+
+
-
Aporosa subcordata
pohon
+
+
-
Baccaurea stipulata J.J.S.
ph kecil
+
-
+
cf. Galearia fulva (Bl.) Miq.
ph kecil
+
+
-
Chaetocarpus castanocarpus (Roxb.) Thwaites
pohon
+
+
-
Cleistanthus myrianthus Kurz.
ph kecil
+
+
+
Drypetes subenbica
pohon
+
+
-
Glochidion philippicum Roxb.
pohon
+
+
+
Glochidion sp.
pohon
-
+
+
Macaranga gigantea
pohon
-
+
+
Mallotus laevigata (M.A.) Airy Shaw.
shrub
+
+
+
Microdesmis caseanifolia
ph kecil
+
+
-
Omphalea bracteata (Blad.) Dunn.
pohon
+
+
-
Adenanthera microsperma T. et B.
pohon
-
-
+
liana
+
+
+
Dialium modestum (v. Steenis) Steaert.
pohon
+
+
-
Fordia coriacea Dunn.
perdu
+
+
-
Phanera kocckiana (Khs.) Bth.
liana
+
+
+
Spatholobus hirsutus Wiriadinata & Ridder.xluman
liana
-
+
+
pohon
+
+
-
Dipterocarpaceae Hopea dryobalanoides Miq. Shorea rugosa
Fabaceae Callerya nieuwenhuisii (J.J. Smith.) Scheff.
Fagaceae Lithocarpus coofertus (Blco.) Rehd.
Keanekaragaman Jenis Tumbuhan,... Edisi Khusus “Hari Bumi”: 41 - 52
49
Flacourtiaceae Homalium pendum (Roxb.) Benth.
ph kecil
+
+
-
Lauraceae Alseodaphne bancana
pohon
+
+
-
Beilschmiedia rivularis Kosterm.
pohon
+
+
+
Dehaasia incrassata (Jack) Kosterm.
pohon
+
+
+
Phoebe lanceolata Nees
pohon
+
+
-
Pleomele elliptica
perdu
+
+
-
liana
+
+
-
Linaceae Indorouchera griffithiana (Planch.) Hall.f.
pohon
+
+
-
Magnoliaceae Magnolia gigantifolia (Miq.) Noot.
pohon
+
+
-
Marantaceae Phrynium capitatum Will
herba
+
+
-
Phrynium parvum (Rial.) Hott.
herba
+
+
+
Phrynium sp.2
herba
+
+
-
pohon
+
+
-
pohon
+
+
+
pohon
+
+
-
Chisocheton divergens Bl.
pohon
+
+
-
Chisocheton patens Bl.
pohon
+
+
+
Lansium domesticum
pohon
+
+
+
liana
+
+
-
Ixonanthes petiolaris Bl.
Melastomataceae Memecylon costatum Miq. Memecylon olygoneurum Bl. Meliaceae Aphanamixis borneensis (Miq.) Harms.
Menispermaceae Albertsia papuana Bakh.
Arcangelisia tympanopoda (Lauterb.) & K.Schum.) Diels. herba
+
-
+
liana
+
+
-
pohon
-
+
+
Ficus hirta
ph kecil
+
+
-
Paratocarpus venenosus Becc.
pohon
+
-
+
Myristicaceae Horsfieldia irya (Gaertn.) Warb.
pohon
+
+
-
Knema cinerea (Poir.) Warb.
pohon
+
-
+
Myristica iners Bl.
pohon
+
+
-
Myristica maxima Warb.
pohon
+
+
-
Myrsinaceae Ardisia borneensis Scheff.
perdu
+
-
+
herba
+
-
+
herba
+
+
-
Tinomiscium phytocrinoides Kurz Moraceae Artocarpus anisophyllus Miq.
Ardisia sp Myrtaceae Syzygium lineatum
50
Yusuf, R. dan Purwaningsih, 2012
ph kecil
+
+
-
Oleaceae Chionanthus cuspidatus Bl.
pohon
+
+
+
Polygalaceae Xanthophyllum eyrycum Miq.
pohon
+
+
-
Polypodiaceae Taenitis blechnoides Sw.
herba
+
+
-
Rhamnaceae ZiZiphus kunstleri King
perdu
+
+
-
Rosaceae Prunus arborea (Bl.) Kalkm.
pohon
-
+
+
Rubiaceae Lasianthus scabridus
perdu
+
+
+
Timonius borneensis Val.
pohon
+
+
-
Urophyllum glabrum
perdu
+
+
+
ph kecil
+
+
-
Luvunga borneensis Hocker
liana
+
+
-
Luvunga crassifolia Tanaka
liana
-
+
+
Sabiaceae Meliosma simplicifolia
pohon
+
+
+
Sapindaceae Dimocarpus longan Lour. var. malaiensis Hem.
pohon
+
+
-
Guioa diplopetala (Hassk.) Radlk.
pohon
+
+
+
Lepisanthes amoena (Hassk.) Leenh.
pohon
+
+
-
Lepisanthes tetraphylla (Vahl.) Radlk.
pohon
+
+
-
Nephelium uncinatum Leenh.
pohon
-
+
+
pohon
+
+
+
Madhuca sp.
pohon
+
+
-
Palaquium calophyllum Pierre
Syzygium sp. 4
Rutaceae Acronychia laurifolia Bl.
Sapotaceae Madhuca malaccensis (Clarke) H.J. Lam
pohon
+
+
-
Simaraubaceae Eurycoma longifolia
perdu
-
+
+
Sterculiaceae Heritiera sumatrana
pohon
+
+
+
perdu
+
+
-
Theaceae Pyrenaria sp.
ph kecil
+
+
-
Thymelaceae Aquilaria malaccensis Lamk.
pohon
+
+
-
liana
+
+
-
pohon
-
+
+
perdu
-
+
+
Leptonychia heteroclita
Enkleia malaccensis Tiliaceae Brownlowia peltata Benth. Grewia sp.
Keanekaragaman Jenis Tumbuhan,... Edisi Khusus “Hari Bumi”: 41 - 52
51
ph kecil
+
+
-
Ulmaceae Gironniera nervosa Planch.
pohon
-
+
+
Verbenaceae Vitex gamosepala Griff.
pohon
+
+
+
Vitaceae Ampelocissus imperialis (Miq.) Planch.
liana
-
+
+
Zingiberaceae Acrasma sp.2
herba
-
+
+
Alpinia sp.
herba
+
+
-
Microcos latifolia Bur.
52
Hornstedtia sp.
herba
+
+
-
Zingiber sp.1
herba
-
+
+
Zingiber sp.3
herba
+
-
+
Yusuf, R. dan Purwaningsih, 2012